Bukit Pemakan Manusia 16

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 16


u terus saja ke dalam, bagaimanapun juga
kita kan tak bisa keluar dari sini !" "Benar" sahut Hou ji, "siapa tahu dengan
cara demikian kita akan berhasil menemukan Siau liong." Nona Kim mengiakan, mendadak
pedangnya berkelebat lewat tempat obor yang terbuat dari besi itu sudah dibacoknya sampai kutung
menjadi dua bagian. Ketika tempat obor itu terjatuh ke tanah, Hou-ji dan Bau-ji
bersama-sama mengacungkan ibu jarinya sambil memuji.
Tempat obor itu bukan alat rahasia untuk membuka pintu besi, dengan
di rusaknya benda itu maka hanya keuntungannya saja dari pada
kerugiannya. Sebenarnya tindakan nona Kim memapas tempat obor itu hanya suatu
tindakan emosi, siapa tahu justru karena perbuatannya itu, hal mana
telah mendatangkan kegunaan yang luar biasa dalam perubahan
dikemudian hari yang sama sekali tak terduga itu.
BegituIah setelah membacok tempat obor tersebut, pelan-pelan dia
melanjutkan langkahnya ke depan. Disudut sebelah kanan dari lorong rahasia itu kembali ditemukan
sebuah pintu, pintu tersebut berada dalam keadaan tertutup.
Nona Kim hanya tertawa saja, sama sakali tak memandang sebelah
matapun ke arah pintu tersebut. Hou ji menuding ke arah pintu itu. sementara sorot matanya menatap
wajah nona Kim lekat-lekat. Maksudnya ia lagi bertanya, apakah disini" Nona Kim rnenggeleng, ia
menuding kearah dinding sebelah kiri. Hou-ji jadi tertegun, disebelah
kanan lorong semuanya terdapat dua buah pintu sedang di sebelah kiri hanya berupa dinding, pada
hakekatnya tidak ditemukan bayangan pintu disitu.
Lantas apa yang dituding nona Kim " Sementara ia masih keheranan
kembali nona Kim menuding keatas langit langit dinding batu itu. Bau ji dan Hou ji segera
mendongakkan ke palanya, dengan cepat mereka menjadi mengerti. Diatas langit-langit itu terdapat
puluhan lubang kecil, tampaknya memang disiapkan sebagai tempat penyalur suara. Rupanya asal suara
tadi itu. Kini di sebelah kanan ada pintu, berarti orang yang mereka cari
ada didalam sana, tapi seandainya memang begitu, bukankah hal ini
berarti sedang memberitahukan kepada lawan nya"
Antara dinding kiri dinding kanan boleh di bilang masing-masing
menempati separuh bagian, lorong itu terletak dibagian tengah,
bangunan macam apapun tak mungkin kalau hanya membangun
ruangan disebelah kanan sementara sebelah kiri hanya berupa dinding
belaka. Dari sini dapat diduga kalau disebelah kiri inilah ruang rahasia terletak
sebenarnya. Tapi disitu tiada pintu, bagaimana caranya untuk masuk kedalam sana"
Nona Kim mengawasi lagi dinding kiri itu dengan seksama dan akhirnya
tertawa. Hou ji dan Bau ji yang melihat keadaan tersebut segera mengerti kalau
nona Kim telah berhasil menemukan sesuatu.
Benar juga, Nona Kim segera menuding ke-depan dan menyuruh kedua
orang itu memperhatikan, kiranya disana terdapat sebuah batu tonjolan
berbentuk bintang sebesar mata uang, seandainya tidak di perhatikan
dengan seksama atau ada orang yang memperingatkan. sukar untuk
menemukan tempat itu. Nona Kim segera menghimpun tenaga dalamnya dan melejit ketengah
udara, diantara kilatan cahaya tajam yang menyilaukan mata pedang
tersebut telah menutul diatas tonjolan batu karang itu.
Begitu tersentuh, batu yang menonjol keluar tadi segera melesat ke
dalam, sementara dinding disebelah kiri pun membelah dua bagian.
Begitu pintu rahasia terbuka, nona Kim dan Hou ji dan juga Bau ji
segera menyelinap masuk kedalam. Tetapi baru saja mereka masuk, mendadak terdengar suara Sun Tiong
lo berteriak dari daiam ruangan itu.
"Cepat mundur, cepat..." Sekalipun teriakan itu diutarakan cepat,
sayang toh tetap terlambat, mendadak pintu rahasia ini sudah menutup kembali dan
mengurung mereka didalamnya Seketika itu juga, suara tertawa merdu tadi telah berkumandang lagi
memecahkan keheningan, menyusul kemudian perempuan itu berseru.
"Sekarang kalian baru terjebak, aku sudah menduga kalau kau adalah
seorang dayang yang cerdik dan berakal panjang, nah sekarang kalian
boleh berkumpul menjadi satu, sepanjang hidup jangan harap bisa
keluar lagi dari sini." Dengan meminjam cahaya lentera yang ber ada ditangan Hou-ji, segala
sesuatunya dapat terlihat jelas, tempat itu merupakan sebuah ruangan
batu yang sempit dan memanjang, di dalam ruangan itu tidak terlihat
benda apapun kosong melompong. Ruang yang sempit memanjang ini tinggi satu kaki enam depa, cukup
tinggi untuk ukuran sebuah ruangan.
Dari sekeliling ruangan tersebut, disana hanya terdapat sebuah daun
jendela yang berbentuk aneh, jendela tersebut berada diatas dinding
sebelah barat, letaknya tinggi sekali.
Daun jendela mempunyai lebar dua depa dan panjang lima inci, hingga
berbentuk memanjang. Tapi dibagian yang lain hanya terdapat sebuah lubang kecil sebesar dua
inci saja. Dilihat dari ukuran tebal jendela ini, paling tidak dindingnya mencapai
tiga depa lebih. Waktu itu, Sun Tiong-lo baru saja bangun berdiri dari
sudut ruangan itu, sekulum senyuman getir menghiasi ujung bibirnya.
"Kau tidak apa-apa bukan ?" nona Kim segera memburu kemuka.
Tidak apa-apa." merupakan kata yang sukar dicernakan, namun
Sus Tiong-lo mengerti, nona Kim sedang bertanya kepadanya apakah
menderita sesuatu luka akibat musibah yang menimpanya.
Sun Tiong-Io sesera menggeleng, digenggam nya tangan nona Kim lalu
bisiknya. "Tidak apa-apa, aku hanya tertipu !" Houji dan Bau-jl tidak bersuara,
tapi mereka nampak gembira sekali atas pertemuan tersebut.
Sun Tiong lo memandang sekejap api lentera ditangan Hou-ji, kemudian
ujarnya: "Engkoh Hou, padamkan saja lenteramu itu, kita mesti menghemat, bila
mana diperlukan saja kita baru mempergunakannya lagi !"
Hou-ji mengiakan, dia segera memadamkan lentera tersebut. Dalam
keheningan ditengah kegelapan, mendadak dari atas
dinding itu berkumandang lagi suara teguran yang amat dingin. "Lebih
baik dipasang saja, toh lebih baik kalian saling
berpandangan lebih lama lagi sebelum berpisah untuk selamanya". Sun
Tiong lo tertawa, kearah jendela itu dia berseru: "Kau jangan
keburu bangga, sudah kukatakan tadi aku pasti dapat keluar dari sini!"
Orang dibalik dinding itu segera tertawa. "Heeehhh.. heeehh...
heehhh... kalau kau dapat berbuat demikian, hal ini lebih baik lagi, sampai waktunya pasti akan kusiapkan
meja perjamuan untuk menghilangkan rasa kaget kalian !"
Seusai mengucapkan perkataan itu kembali ia tertawa terkekehkekeh,
kemudian tak kedengaran suara apa-apa lagi.
Sementara itu lampu sudah padam suasana dalam ruang sempit
berubah menjadi gelap gulita, sukar melihat kelima jari tangan sendiri
nona Kim masih tetap bersandar dalam pelukan Sun Tiong-lo dia seperti
sudah melupakan keadaan disekelilingnya.
Begitu orang yang berada diruang sebelah berhenti berbicara, suasana
pun kembali menjadi hening. Sesaat kemudian, Sun Tiong lo baru berkata: "Didalam ruang sempit
ini tak ada kursi, silahkan kalian duduk
dibawah lantai saja !" Maka sambil meraba dalam kegelapan, mereka
duduk bersandar diatas dinding. Setelah duduk, Hou-ji segera bertanya: "Siau liong,
mana sahabat yang membawa jalan bagimu tadi?"
Sun Tiong lo tidak menjawab, tapi dari dinding sebelah kedengaran
seseorang menjawab: "Lobu berada disini, ada sesuatu persoalan?" Hou ji berseru tertahan
lalu duduk bodoh, tetapi sebentar kemudian menyadari apakah gerangan yang terjadi. Menyusul
kemudian Hau ji berkata kepada Sun Tiong lo: "Jadi
kau sudah di tipu oleh si-tua bangka keparat itu?" "Buat apa dibicarakan
lagi!" sahut Sun Tiong-lo sambil tertawa
getir. Sementar itu orang yang berada diruang sebelah telah
mendehem berulang kali dan kemudian katanya lebih jauh: "Tak ada
salahnya toh untuk di ceritakan, bila tak menderita
kerugian bagaimana mungkin bisa lebih berpengalaman. Lain kali kau
pasti akan lebih tahu diri!" Sun Tiong lo tertawa terbahak-bahak, terhadap jendela itu teriaknya
lantang: "Haahh, haah, haaah, kau jangan keburu merasa bangga dulu, aku
sudah bilang, suatu ketika aku pasti dapat keluar dari sini !"
"Hmm, tentu saja kalian bisa keluar dari sini, setelah kalian mampus
karena kelaparan dan kehausan, tentu saja lohu tak akan membiarkan
tubuh kalian membusuk disitu, akhirnya kamu semua pasti akan
digotong keluar !" "Baiklah, toh waktunya bakal sampai juga, tunggu saja sampai tanggal
mainnya !" "Betul, kita lihat saja bagaimana hasilnya nanti !" Sun Tiong-lo masih
ingin berbicara lagi, tapi Hou-ji sudah
menarik ujung bajunya sambil berbisik: "Tak usah didebat lagi
Siau-liong, tak ada gunanya sebagai
seorang manusia, kita memang seharusnya berbicara menurut
keadaan yang sedang kita hadapi, kenyataannya kita sekarang memang
tak dapat keluar dari tempat ini."
Belum selesai dia berkata, orang yang berada di ruangan sebelah telah
menimbrung. "Nah, begitu baru betul, sebagai manusia kita harus pasrah pada
nasib." Sejak kecil Sun Tiong lo dan Hou-ji sudah hidup bersama, dia cukup
mengetahui watak dari saudaranya itu, dengan cepat dia memahami
Hou-ji bisa berkata demikian pasti ada tujuannya, maka diapun tidak
banyak bicara lagi. Nona Kim tidak mengetahui akan hal itu, dia berseru lagi: "Darimana
dia bisa tahu kalau kami tak mungkin bisa keluar dari
tempat ini ?" Bau-jipun tidak sependapat, sambungnya cepat: "Hou-ji
katakatamu itu membuat aku benar-benar merasa tak sabar." Dengan ilmu
menyampaikan suara Sun Tiong lo segera berbisik
kepada nona Klm dan Bau-ji: "Engkoh Hou mempunyai suatu maksud
tertentu, lebih baik kalian mendengarkan saja tanpa komentar. Nona Kim yang bersandar
ditubuh Sun Tiong lo segera manggutmanggu!
dan tak bicara lagi. Bau-ji pun tidak banyak bicara lagi.
Sementara itu Hou ji telah bergumam lagi seorang diri: "Apa yang ku
ucapkan adalah kata-kata yang sejujurnya,
bayangkan saja dinding ruangan ini mencapai tiga depa lebih, kuat,
tebal dan tiada berpiatu, jangankan melarikan diri, mau keluar dari sini
saja sulit, kalau dibilang masih ada harapan untuk meloloskan diri,
bukankah hal ini sama artinya dengan membohongi diri sendiri?"
Orang yang berada diruang sebelah segera bertepuk tangan sambil
bersorak gembira: "Tepat sekali! Kau memang lagi berbicara sejujurnya!" Menggunakan
kesempatan itu, Hou ji segera berkata kepada
orang yang berada diruang samping itu: "Sobat yang berada dikamar
sebelah, bagaimana kalau kita berbincang-bincang sebentar?" Orang itu tertawa terkekeh-kekeh.
"Heeeh... heeeh... heeeh... bagus sekali, akupun sedang merasa
menganggur, berbincang-bincang memang tak ada salahnya." "Aku
percaya kau mempunyai pandangan yang sama dengan
aku..." ucap Hou ji lagi. "Aaah, belum tentu" tukas orang yang berada
diruang sebelah cepat, "soal itu mah tergantung pada masalah apa yang sedang
dihadapi." "Yang kumaksudkan adalah persoalan tak mungkinnya bagi kami untuk
meloloskan diri dari sini!" "BetuI, dalam hal ini aku memang mengagumi sekali atas kesadaranmu
menghadapi kenyataan." Hou ji segera menghela napas panjang. "Aaai... terus terangnya
saja, siapa pun ingin dapat kabur dari
sini, pasti akan kuusahakan suatu akal untuk membinasakan dirimu,
percayakah kau?" Sekali lagi orang yang bcrcda diruang sebe lah tertawa seram.
"Heeh... heeh... heeh... aku percaya kalau semua perkataanmu
itu adalah kenyataan dan sejujurnya." Sesudah tertawa getir, kembali
Hou-ji menghela napas panjang, katanya lebih jauh: "Tapi akupun cukup tahu diri, untuk melarikan diri jelas sudah tak ada
harapan lagi, oleh sebab itu aku bersedia untuk membicarakan hal ini
denganmu. siapa tahu diantara kita dapat lebih saling memahami..."
"Oooh... jadi menurut anggapanmu, lohu masih membutuhkan
peringatan darimu ?" "Sepantasnya kalau dibilang kaulah yang harus lebih memahami
keadaan kami" Orang diruang sebelah tertawa, tertawa amat sombong. "Haah...
haah... haah... kalau di bilang begitu baru betul, sayang
sekali aku tak bisa lebih memahami kalian." "Tentu saja, dan lagi hal
inipun tak bisa menyalahkan kau. cuma
ada sementara persoalan kalau dibicarakan dari sudut pandanganmu
sekarang, sudah sepantasnya kalau kau suruh kami lebih mengerti."
"Oooo ... apa yang kau maksudkan?" "Kami sudah pasrah pada
nasib dan tak akan menyusun rencana
untuk melarikan diri lagi, kau sudah bilang kalau mati keputusan, kami
bakal mati kelaparan, tapi sebelum mati, aku ingin mengetahui lebih dulu
sebenarnya apa alasannya sehingga kami harus menerima kematian
dalam keadaan seperti ini ?" Tampaknya orang yang berada diruang sebelah itu tertegun, lama
kemudian ia baru berkata: "Jadi kau sedang bertanya, mengapa lohu berusaha untuk mengurung
kalian disini ?" "Tentu saja, aku harus memahami kesemuanya itu lebih dulu sebelum
mati !" "Baik. lohu akan menerangkan hal ini kepada kalian." Tapi secara
tiba-tiba ia tidak melanjutkan kembali kata-katanya,
sebab dari ruang samping berkumandang suara pembicaraan
seseorang yang amat merdu, sekalipun suaranya lembut dan manja,
tapi nadanya sangat gelisah. Hou ji sekalian dengan cepat dapat mendengar pembicaraan tadi
dengan amat jelas... - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** APA yang mereka dengar " Pada saat ituIah,
terdengar perempuan itu sedang berseru
dengan nada gelisah: "Aduh celaka, kitapun tak dapat meninggal kan
loteng ini !" Dengan perasaan terkejut orang yang berada di ruang
sebelah menegur: "Bagaimana mungkin " sebenarnya apa yang telah terjadi ?"
"Tempat obor didepan pintu besi telah dikutungi orang sehingga


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rantai yang mengendalikan pintu gerbang mengendor lalu terlepas, roda
bergiginya jadi tak bisa digerakkan lagi, bagaimanapun aku berdaya
upaya, namun pintu tersebut tak pernah dapat kubuka lagi"
Setelah mendengar perkataan itu, orang yang berada di ruang sebelah
baru ikut gelisah, ia segera membentak gusar:
"Bagaimana mungkin tempat obor itu bisa kutung " Siapa yang
melakukan perbuatan ini?" Baru saja nona Kim akan berseru, suara perempuan di kamar sebelah
telah berseru keras: "Sudah pasti budak ingusan itu, dia mengerti tentang ilmu alat
jebakan..." Dengan marah orang dikamar sebelah mendengus, kemudian katanya:
"Bunyikan keleningan emas dan perintahkan orang untuk membuka
pintu besi ini dari luar!" "Tak mungkin, mereka semua telah ditawan, lencana keleningan emas
tak ada gunanya lagi." Lelaki dikamar sebelah menjadi tertegun, kemudian sambil
mendepak-depakkan kakinya berulang kali ke tanah, makinya:
"Kau toh berjaga dibagian luar, seharusnya persoalan semacam ini kau
perhatikan baik baik, goblok !"
"Bagaimana kau menyalahkan aku " Seandai nya bukan idee mu,
bagaimana mungkin mereka bisa masuk kemari, coba kalau kita gunakan
keleningan emas untuk memerintahkan mereka menghadapi orang-orang
itu, sudah pasti urusan telah beres, hmmm !"
Baru selesai perkataan itu diutarakan, mendadak berkumandang suara
tamparan nyaring. "Plaaak...!" Menyusul kemudian terdengar jeritan mengaduh dari
perempuan itu, tampaknya dia kena di tampar. Betul juga, setelah suara tamparan
dan suara mengaduh tersebut, suara perempuan yang semula lembut dan merdu itu berubah
menjadi dingin dan menyeramkan. "Kau berani menghantam aku " Hmm... soh bun ki (panji pencabut
nyawa), bagus sekali perbuatanmu tapi kau ingat, selamanya jangan
melupakan peristiwa hari ini !"
Hou-ji yang mendengar ucapan itu, segera berbisik kepada Sun Tiong
lo dengan suara terkejut: "Siau-liong, ternyata tua bangka yang menunjukkan jalan kepadamu itu
adalah Soh hun ki..." Belum habis dia berkata, Sun Tionglo sudah menukas sambil berbisik
pula. "Aku sudah tahu sejak tadi, bila ada persoalan kita bicarakan nanti saja"
Sementara itu suasana di kamar sebelah telah terjadi perubahan yang
besar. Mungkin si Panji pencabut nyawa juga menyadari kalau tamparannya
barusan telah menanamkan bibit bencana, mungkin dia masih
mempunyai tujuan lain, maka dengan suara yang lebih lembut katanya
lagi: "He-he, jangan marah, aku hanya khilaf dan mata gelap tadi.."
Ternyata dia memanggil perempuan itu sebagai He he, kontan
saja Sun Tiong-lo sekalian merasakan hatinya tergerak, ternyata di
alamat lama kuil Tong thian koan benar-benar terdapat seseorang yang
bernama He-he. Baru saja si Panji pencabut nyawa menyelesaikan kata-katanya, He-he
sudah menukas. "Karena khilaf karena mata gelap... apa lantaran begitu kau boleh
menampar wajahku" Jika tiap kali khilaf tiap kali aku ditampar, bisa
mampus aku akhirnya, jangan kau anggap aku bocah kecil yang mudah
ditipu!" "Aku bersumpah, lain kali tak akan mengulangi lagi kejadian ini !" Panji
pencabut nyawa berjanji. He he mendengus dingin. "Hmm... sumpahmu tak akan lebih
berharga daripada janji-janji gombal dari kaum lonte" "Sudah, sudahlah, cukup sampai disini saja."
kembali Panji pencabut nyawa menghibur. "dewasa ini kita harus mencari akal untuk
membuka pintu gerbang baja itu..."
Tampaknya He-he mengalah juga, dia menyahut: "Baiklah, kau boleh
berusaha mencari akal. Loteng ini adalah
bangunanmu sendiri, segala peralatan dan alat jebakan merupakan
ciptaanmu, mungkin kau mempunyai cara untuk memecahkan hal ini!"
Dengan perasaan apa boleh buat si Panji pencabut nyawa mengiakan,
katanya: "Aaai... tak ada cara lain yang bisa dipikikirkan lagi, "tapi baiklah, aku
akan pergi memeriksanya..." Kemudian terdengar suara langkah kaki manusia yang sedang menekan
tombol dan terbukanya pintu batu, setelah itu suasana amat hening.
Selang beberapa saat, baru kedengaran serentetan suara bergeraknya
alat-alat rahasia. Sesudah bergemanya suara alat rahasia untuk kedua kalinya, sampai
Iama sekali suasana hening. "Hou ji peristiwa ini nampaknya aneh sekaIi." bisik Sun Tiong lo
tiba-tiba. Nona Kim segera tertawa cekikikan tukasnya. "Sedikitpun tidak aneh,
akulah yang memapas kutung tempat obor tersebut." Dengan tangan kirinya Sun Tiong lo memeluk tubuh
nona Kim, kemudian sambil berpaling ia berbisik: "Kau kira, bukan soal tempat
obor yang kumaksudkan." Sebenarnya nona Kim bersandar pada bahu
Sun Tiong lo dengan kepala tertunduk, setelah mendengar perkataan jadi tanpa terasa dia
mendongakkan kepalanya sambil buka suara.
Tapi belum sempat sepatah katapun diucapkan, suasana kembali
menjadi hening, bahkan bening sekali.
Ternyata telah terjadi suatu "kontak" yang terjadi tanpa sengaja, ketika
nona Kim mendongakkan kepalanya dan Sun Tiong-lo menunduk, kedua
bibir mereka segera saling membentur satu sama lainnya, bayangkan
saja bagaimana mungkin gadis itu dapat melanjutkan perkataannya "
Bjkan cuma gadis itu saja yang tak dapat berbicara Sun Tiong-lo
sendiripun merasakan kepalanya seperti dihantam dengan sebuah martil
yang sangat berat, kecuali seluruh badannya terasa panas telinganya
mendengung nyaring, dia tidak teringat apa-apa lagi...
Oleh sebab itu pertanyaan yang kemudian di ajukan Hou ji secara
beruntun tak satupun yang memperoleh jawaban.
Lama kelamaan Hou ji menjadi keheranan dia segera menyikut Sun
Tiong lo kemudian menegur: "Hei Siau liong sebenarnya apa yang terjadi dengan dirimu ?" Sikut
mana segera menyadarkan kembali Sun Tiong lo dari
suasana yang syahdu. Seandainya ruangan sempit itu tidak kebetulan
berada dalam keadaan gelap guIita, mungkin mereka semua dapat menyaksikan
paras mukanya yang telah berubah menjadi merah padam.
Diam-diam Sun Tiong lo menghembuskan napas panjang, setelah
berhasil menenangkan hatinya dia berkata:
"Aku sedang memikirkan suatu persoalan!" Kemudian setelah
berhenti sejenak, kembali ujarnya: "Barusan, apa yang kau
katakan?" Agaknya pada waktu itu Hou ji sudah memahami rahasia
dibalik keheningan tadi, ia segera tertawa. "Bukan aku yang telah
mengucapkan sesuatu, sedang akupun telah membalas pertanyaannya." "Ooh... aku tidak mendengar apa
yang telah dia katakan?" Sementara itu He he koancu di ruang sebelah
telah berkata lagi sambil tertawa aneh. "Aku sedang bertanya kepadamu, bersediakah
kalian untuk meloloskan diri dari ruangan yang sempit itu?"
"Oooh, aku rasa tak akan segampang itu bukan?" ucap Sun Tiong lo
dengan cepat. He-he koancu tertawa. "Kalau berbicara bagiku, soal ini mah cuma
soal menggerakkan sebelah tangan saja." Sun Tiong lo berkerut kening tanpa menjawab,
tentu saja orang lain tak dapat menyaksikan kerutan dahinya itu. Berhubung Sun Tiong
lo tidak bersuara, maka He-he koancu
menyambung lebih jauh: "Bagaimana" Masa sesukar itukah bagimu
untuk menjawab pertanyaan yang kuajykan?" "Aku telah menjawabnya!" sahut Sun Tiong
lo dingin. He he koancu masih tefap berkata sambil tertawa. "Aku pun
sudah bilang, bagiku soal itu mah cuma soal
menggerakan tangan sebelah!" "Kalau memang masalahnya cuma
menggerakan tangan sebelah, untuk apa kau bertanya lagi kepadaku?" "Walaupun masalahnya cuma
soal menggerakkan tangan, hal itupun tergantung soal bersediakah tanganku ini untuk bergerak" "Toh
tiada orang yang memaksamu?" jengek Sun Tiong lo sambil
tertawa dingin. Mendadak He he koancu mengalihkan pokok
pembicaraan kesoal lain ujarnya: "Dari Soh ki, kudengar kalian datang kemari untuk
mencariku benarkah demikian?" "Ehmm, benar..." "Oooh, sungguh mengherankan
kitakan tidak saling mengenal, ada urusan apa kalian datang mencariku?"
Sun Tiong lo tak dapat menjawab pertanyaan itu, sebab dalam catatan
kitab kecil tersebut hanya dicantumkan bahwa mereka harus datang ke
kuil Tong thian koan dikota Gak-yang untuk mencari He- he koancu,
sedang soal setelah bertemu lantas harus berbuat apa dalam kitab itu
tak pernah disinggung, bagaimana mungkin dia dapat menjawab
pertanyaan orang ?" Hou ji dan Sun Tiong lo sama pahamnya akan keadaan seperti ini tapi
dia lebih pandai menghadapi persoalan seperti ini daripada Sun
Ti-ong-Io maka segera timbrungnya. "Maaf, hal ini hanya bisa dibicarakan setelah bertemu sendiri dengan He
he koancu pribadi !" Tergerak juga hati He-he koancu, katanya kemudian. "AkuIah He
he..." "Siapa tahu kau adalah Sang-sang?" timbrung Hou ji cepat. He
he koancu segera tertawa, tertawa terkekeh-kekeh dengan
jalangnya. "Haah... haah... haah... kalian beberapa orang kongcu kecil
memang sangat menarik." Bau ji yang tak pernah berbicara selama ini
segera membentak dengan mendongkol. "Tutup mulutmu, tiada orang yang suka
mendengar ucapan semacam itu..." Ternyata He-he koancu tidak menjadi gusar oleh
dampratan tersebut malah sebaliknya sambil tertawa jalang serunya: "Jangan kau
anggap saat ini aku tidak dapat melihatmu, tapi
dalam hatiku sudah ada perhitungan yang matang, aku tak bisa
menduga kau pastilah seorang bocah muda yang tak pernah
memandang sebelah matapun terhadap orang lain, bukan begitu ?"
Bau-ji mendengus dingin namun ia tidak banyak berbicara.
Tiba-tiba He-he koancu menghela nafas panjang, kemudian ujarnya lagi:
"Bocah muda, janganlah bersikap kaku dan bermuram durja terus
menerus, kau harus tahu, Mi lek Hud bun mendapat simpatik orang
banyak karena dia selalu tersenyum terhadap siapapun !"
Dalam kegelapan, Bau ji hanya menundukkan kepalanya rendahrendah.
Dia tak dapat menjawab, sebab orang yang tak di kenal dengan
ucapan yang tak terduga itu mendatangkan suatu perasaan aneh dalam
hati kecilnya. Benar, orang yang mengucapkan perkataan ini mungkin manusia rendah,
mungkin cabul dan jalang, mungkin juga karena mempunyai suatu
maksud tertentu, tapi apa yang diucapkan barusan merupakan suatu
perkataan yang amat betul dan masuk diakal.
Orang yang sering tersenyum, orang yang tersenyum ramah dalam
keadaan apapun seakan akan kesulitan selamanya menjauhi dia, apa
yang dilakukan dan dikerjakan pun kebanyakan seperti mengalami
keberhasilan. Menangis sedih, mengaduh merengek belum tentu akan melumerkan
hati orang yang keras seperti baja.
Tapi berbeda dengan senyuman, bila orang bertanya sambil tersenyum
jarang ada orang menampik. Menurut watak Bauji yang keras, jangan lagi ucapan mana berasal dari
mulut seorang perempuan yang dianggapnya rendah dan tak ada
harganya, sekalipun orang yang dihormati pun belum tentu ucapan
mana akan diterima dengan begitu saja.
Tapi keadaan pada hari ini berbeda, ini dikarenakan suasana yang gelap
gulita. Kadangkala kegelapan dapat mendatangkan kejahatan dan kesesatan,
tapi kadangkala juga dapat membuat orang tidak kehilangan rasa harga
dirinya. Oleh sebab itu bukan saja Bau-ji tidak mendamprat He-he koancu,
malah sebaliknya justru meningkatkan kewaspadaannya terhadap diri
sendiri... Sementara Bau-ji sedang menyadari akan kesalahannya itu, He he
koancu telah berkata lagi kepada Sun Tiong lo:
"Si Panji pencabut nyawa telah berkata kepadaku, diantara kalian yang
hadir disini sekarang agaknya kepandaian silatmu yang terhitung paling
tinggi, oleh sebab itu sekarang aku hanya ingin berbicara dengan kau
seorang." "Kau maksudkan siapa ?" tukas Hou-ji. He-he koancu tertawa. "Yang
pasti bukan kau, lebih baik kurangi saja niatmu untuk
berbicara !" Sun Tiong lo segera mendengus, katanya: "Andaikata aku
yang kau maksudkan, maka kau berarti telah
salah melihat dan salah mendengar !" He he koancu tertawa cekikikan
"Tak usah kuatir, aku tak bakal
salah." "Darimana kan bisa tahu ?" Dengan nada serius He-he koancu
menjawab "Dengan kepandaian silat yang dimiliki si Panji pencabut nyawa, selamanya dia
tak pernah takut kepada siapapun tapi kali ini dia lebih suka
memancingmu masuk perangkap daripada menghadapimu dengan
kekerasan, ini lah suatu tanda bukti yang paling baik."
"Itulah disebabkan dia melihat langit dari dalam sumur, pengetahuannya
kelewat cetek" dengus Sun Tiong-Io.
"Ooooh... dia sudah termasyhur selama empat puluh tahun lebih
didalam dunia persilatan, sepanjang hidupnya sudah banyak musuh
tangguh yang pernah di jumpai, bila dia adalah katak dalam sumur,
lantas manusia macam apa pula dirimu ini ?"
Sun Tiong lo terbungkam oleh ucapan iiu, lambat laun dia merasa agak
ngeri bercampur kagum juga terhadap perempuan ini, diam- diam ia
mengakui akan kebenaran ucapannya. Dalam soal pengetahuan dan pengalaman Hou ji masih jauh melebihi
kemampuan Sun-Tiong lo dan Bau ji, dari perkataan He he- koancu
barusan dia sudah menangkap suatu titik kelemahan maka sambil
mendengus dingin ujarnya: "Lebih baik kau tak usah menggunakan cara yang demikian rendah
untuk menjebak kita, akulah pemimpin dari rombongan ini."
Sekali lagi He he koancu tertawa cekikikan "Kau tidak merasa malu
dengan perkataan demikian rendah itu?"
"He he, menggunakan cara dan pembicaraan semacam ini untuk
menjebak kami, caramu itu sungguh membuat aku merasa amat geli!"
Kembali He he koancu tertawa-tawa. "Buat aku sih apa yang
kukatakan, apa yang kupunyai aku

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

katakan apa yang kupunyai aku katakan aku lebih suka blak blakan!"
"Setan alas tahu, terus terang kuberitahukan kepadamu, sewaktu kami
menghadapi si Panji pencabut nyawa tadi, suteku menganggap
membunuh ayam tak perlu memakai golok penjagal sapi, maka dialah
yang maju untuk menghadapinya."
"Tapi pertarungan itu tak jadi dilangsungkan, karena itu kami suheng te
sekalian tidak pernah memperlihatkan jurus serangan apapun, atas
dasar apa kau mengatakan kepandaian silat suteku yang paling tinggi?"
"Hmm, aku mengerti akan maksud hatimu, tentunya kau sudah tahu
bukan kalau suteku ini paling jujur dan mudah tertipu, maka kaupun
beralasan demikian dengan maksud menjebaknya, terus terang
kukatakan, kami tidak akan termakan oleh siasatmu itu!"
Untuk beberapa saat lamanya He he koancu terbungkam dalam seribu
bahasa, tentu saja dia tidak sanggup berkata apa apa lagi.
Hou ji tidak melepaskan kesempatan itu, setelah tertawa dingin kembali
ujarnya: "Katakan sekarang, sebenarnya apa yang kau inginkan?" Ternyata
He he koancu cukup lihay juga, setelah berpikir, dia
segera mendapat siasat lain, katanya lagi: "Aku masih tetap mengulangi
ucapanku lagi, inginkah kalian meninggalkan ruang sempit ini" "Kalau ingin meninggalkan tempat ini
bagaimana " Kalau tak ingin meninggalkan tempat ini lantas kenapa ?" Bila tak ingin
meninggalkan tempat ini, tentu saja kita tak usah
membicarakan persoalan ini lagi" kata He he koancu, "sebaliknya jika
ingin meninggalkan tempat ini, asal kau bersedia menjawab tiga
pertanyaanku dan menyanggupi satu keinginanku maka aku..."
Hou ji lebih pintar sambil tertawa dia segera menyela. "Coba kau
terangkan dulu syarat tersebut, kemudian baru kau
ajukan ketiga buah pertanyaanmu, setelah kupertimbangkan masakmasak
barulah akan kami beritahukan kepadamu apakah kami ingin
meninggalkan ruang sempit ini atau tidak ?"
"Kau memang pintar sekali" He he koancu segera tertawa cekikikan
dengan merdunya, sesudah berhenti sejenak, kembali dia menyambung:
Cuma soal inipun tak mengapa, bicara lebih dulu yaa bicara lebih dulu."
"Kalau begitu katakanlah!" desak Hou ji. Tampaknya He he koancu
sudah mempunyai suatu persiapan matang, segera ia berkata: "Pertanyaanku yang pertama, aku ingin tahu
apa maksud kedatangan kalian kemari?" "Baik, pertanyaan yang ke dua?" sambung Hou ji cepat. He he
koancu termenung sambil berpikir sejenak, kemudian dia
baru berkata: "Siapakah di antara kalian yang merupakan jagoan
dengam ilmu silat yang paling tinggi?" Hou ji segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaa....haaa... haaa... pertanyaan yang kau ajukan itu makin
lama semakin menarik, apa pertanyaanmu yang ketiga?" "Sekarang, ke
tiga orang anggota perguruanku itu berada dimana
?" "Nah, sekarang kau boleh mengajukan syarat yang kau inginkan
itu...!" seru Hou-ji dingin. "Syaratku amat sederhana, kalian harus
berjanji kepadaku, mulai sekarang tak boleh datang lagi ke kuil Tong-ibian koan, tentu saja
termasuk juga loteng batu ini, bahkan..."
"Cukup, cukup, syaratmu yang terakhir serta apa yang kau tanyakan
pada hakekatnya cuma perkataan yang sama sekali tak berguna." tukas
Hou ji cepat. "Bagaimana tak bergunanya ?" tanya He-he koancu dengan suara
dalam. "MeninggaIkan ruang sempit ini bukan berarti dapat meninggalkan
bangunan loteng batu ini, tidak dapat meninggalkan bangunan loteng ini
berarti tetap terkurung disini dan tidak mungkin bisa keIuar..."
"Benar" sela He he koancu, "tapi aku percaya, kalian pasti dapat
mencarikan akal untuk meloloskan diri dari kurungan ini !"
Mendadak Hou ji mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, katanya:
"Kau sudah berbicara setengah harian lamanya, pertanyaan dan
syaratpun telah diajukan, tapi aku justru merasa heran apakah kau
berani membuka pintu batu dari ruang sempit ini tanpa minta
persetujuan lebih dulu dari Soh-bun ki?"
He be koancu segera mendengus dingin, "Hmmm, tentu saja berani, dia
itu manusia macam apa?" Hou ji segera tertawa terkekeh-kekeh, ujarnya lagi: "Heeh..
heeeh.....hreeh... kalau begitu, kau sudah bertekad
hendak menghianatinya?" Sekali lagi He he koancu mendengus dingin,
"Hmm, tak bisa di bilang siapa menghianati siapa, antara aku dengan dia bisa bekerja
sama karena masing-masing telah memenuhi syarat yang diminta!"
"Ooooh... jadi kerja sama kalian sekarang sudah pecah?" "Benar, tapi
dia sendiri yang memaksakan hal ini, bukan aku
yang sengaja berniat mengingkari janji." "Apakah dikarenakan ia
berubah pikiran secara tiba-tiba..." "Persoalan itu toh tiada sangkut
pautnya dengan kalian " Lebih baik tak usah banyak bertanya !" tukas He-he koancu cepat. Hou ji
segera tertawa. "Bagaimana juga aku harus tahu." serunya. "sekarang,
bila dia datang kembali, bukankah kau.!" "Hmm, dia tak bakal balik lagi !"
dengus He-he koancu cepat. Hou ji meski sudah tahu kalau dugaannya
benar, tapi ia toh mencoba untuk menyelidik kembali. "Kau ini sebetulnya ingin
membohongi siapa ?" "Aku tak perlu membohongi dirimu!" jawab
He-he koancu dengan suara dingin, "sekarang dia sudah berada didalam lorong menuju ke
anak tangga ruang bawah, tadi aku telah menggerakkan alat rahasianya
dan mengurung dia didalam lorong rahasia tersebut!"
Kembali Hou-ji mengalihkan pokok pembicaraannya ke soal lain,
ujarnya kembali: "Dalam hal ini aku sudah tahu, kalau tidak, bagaimana mungkin kau
begitu bernyali untuk mengajak kami membicarakan pertukaran
syarat!" Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba nada pembicaraannya berubah
menjadi sangat berat dan dalam, kembali ujarnya:
"Sekarang sudah sepantasnya kalau kita membuka pintu dan jendela
selebar lebarnya untuk berbicara secara terus terang, koancu aku tak
percaya kalau sekarang dirimu masih mempunyai pilihan lain !"
Tampaknya He-he koancu seperti dibikin agak kebingungan oleh
perkataan tersebut, se telah berpikir sebentar dia baru menjawab.
"Aku tidak mengerti apa maksud dari pertanyaanmu ini !" Houji
segera tertawa. "Pertama-tama aku hendak bertanya kepada..." He
he koancu segera tertawa cekikikan, tukasnya mendadak. "Eeeh,
tunggu, tunggu dulu, aku toh bukan seorang anak kecil!" "Disini kan
tiada orang menganggap kau sebagai seorang anak
kecil ?" Houji mendehem. "Tapi apa yang kutanyakan belum lagi kalian
jawab, kalian sudah bertanya kepadaku bukankah hal ini sama halnya dengan menganggap
diriku seperti kanak-kanak, sok ditipu orang tua belaka?"
"Oooh... kau keliru, apa yang hendak kutanyakan kepadamu sama sekali
tak ada hubungannya dengan apa yang kau tanyakan!"
"Apa iya" sungguh membuat orang sukar untuk mempercayainya!"
Houji tidak menanggapi perkataan tersebut, kembali dia berkata:
"Yang ingin kutanyakan adalah sampai kapan kau baru akan
melepaskan orang yang kau sekap dalam lorong rahasia
tersebut?" "Jangan lupa, diantara kalian berdua masih terikat syarat untuk bekerja
sama." "Aku tidak melupakan hal tersebut, cuma semuanya itu sudah berlalu."
"Tetapi siapa yang akan memberi jaminan untukmu. Orang itu berhati
keras, berjiwa sempit, cepat mendendam dan berhati keji,
sebodoh-bodohnya aku, tak nanti akan sedemikian bodohnya sehingga
melepaskan dia masuk kemari dan membuat perhitungan dengan
diriku!" "Ooh, kalau begitu kau sudah menyimpulkan bahwa sekalipun kau
melepaskannya masuk dia tak bakal akan mempercayai dirimu lagi dan
pasti akan membuat perhitungan dengan kau?"
"Ini merupakan kenyataan, cuma bila kalian tak mau percaya, akupun
tak dapat berbuat apa2." "Kau berharap kami percaya?" Dengan tak sabar He-he koancu
berseru: "Bila kau masih ingin
membicarakan perkataan yang sama sekali tiada gunanya ini, toh lebih
baik kita sama-sama membungkam diri saja..."
Hou ji tertawa tergelak. "Haaahh... haaahh... haaahh...betul, akupun
beranggapan kita tak usah membicarakan persoalan tersebut lebih jauh, tapi aku harus
memberitahukan kepadamu, apa yang kita bicarakan tadi sesungguhnya
bukan tiada gunanya sama sekali!"
He he mendengus, kali ini dia tidak mengucapkan sepatah katapun.
Kembali Hou ji berkata sambil tertawa. "Sejak awal tadi sudah
kukatakan kalau kau tak punya pilihan
lain, sekarang tentunya kau sudah mengerti bukan ?" Sekali lagi He he
koancu mendengus, namun dia masih tetap
membungkam dalam seribu bahasa. Sambil tertawa kembali Hou ji berkata: "Koancu, kau sendiri sudah
mengakui Soh bun ki adalah seorang yang berhati keras, berjiwa sempit dan lagi amat kejam dan tidak
mengenal ampun, dengan sebab itu kini kaupun sudah tidak memiliki
jalan lagi untuk meninggalkan tempat itu."
"Untuk berlalu dari sini tak mungkin, mau berbaikan lagi dengannya juga
mustahil, sekarang kecuali bekerja sama dengan kami, aku tak tahu
apakah kau masih memiliki pilihan lain lagi ?"
Setelah terjadi tanya jawab secara keseluruhan, melalui suatu
perputaran situasi yang yang drastis, kini antara kepala dan ekornya
telah saling berjumpa dan terwujudlah suatu lingkaran setan yang sulit
untuk ditembusi. Kini He-he koancu mulai mengerti, tapi dia benar-benar sudah didesak
oleh keadaan sehingga berada dalam keadaan apa boleh buat.
Sebagai seorang yang menganggap posisinya lebih menguntungkan sudah
tentu dia tak mau di dikte lawan, sebab itu dia mulai memutar otak
mencari jalan keluar. Sebaliknya Hou-ji masih saja mendesaknya selangkah demi selangkah
menghampiri ke hadapannya. - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
Jilid 32 SEMENTARA itu kembali dia telah berkata: "Tapi kau jangan salah
paham, kami tidak mempunyai rencana
apapun, lebih-Iebih tak ingin menunggangi kesulitan orang untuk
menuruti kemauan kami oleh sebab itu bila kita berniat kerja sama, kau
harus membicarakannya secara blak-blakan tanpa diembeli dengan
segala macam syarat." Pernyataan terakhir yang diutarakan itu segera membuat He he koancu
menjadi lebih tenang. Dari gusar diapun menjadi gembira, ujarnya kemudian sambil tertawa
merdu. "Anggap saja perkataanmu itu memang masuk diakal, cuma aku tetap
harus tahu sebenarnya apa maksud kalian datang kemari" Dan
bagaimana ceritanya sehingga bisa sampai disini?"
"Demi suksesnya kerja sama kita, aku memang perlu memberitahukan
persoalan ini kepadamu, cuma setelah kuutarakan nanti, aku yakin bukan
saja kau tak parcaya, bahkan bisa jadi akan menegur kami dengan nada
gusar !" "Aku rasa hal tersebut hanya aku sendiri yang bisa memutuskan!"
Hou ji menarik napas panjang, ia tidak berseru kearah jendela kecil itu
melainkan berkata kepada Sun Tiong lo:
"Siau liong, lebih baik kau saja yang menerangkan persoalan ini kepada
koancu." Selama ini Sun Tiong lo membungkam terus dalam seribu bahata,
dalam keadaan demikian terpaksa dia berkata.
"Koancu,apa yang diucapkan hou suhengku memang benar..."
"Bagaimana kalau biar kau sendiri saja yang memutuskan?" tukas
He he koancu. "Baik, kalau begitu apa yang aku ketahui akan
kuberitahukan semua kepadamu, percaya atau tidak terserah kepada dirimu sendiri!"
Sampai disitu kembali dia berhenti bicara, lalu menghela napas
panjang. Cepat He he koancu mendesak lebih jauh: "Ayo katakanlah karena
apa kalian kemari" Siapa yang memberi
petunjuk pada kalian?" "Beberapa bulan berselang, kami suheng-te meninggalkan guru kami,
sewaktu hendak berpisah suhu kami telah menyerahkan sejilid kitab
kecil yang di dalamnya tercantumkan tempat-tempat yang harus kami
kunjungi. "Tempat-tempat tersebut ada yang di sebut tempatnya saja, ada pula
yang disebutkan nama berikut nama orangnya tapi yang tidak
dicantumkan dalam kitab itu adalah apa yang harus kami lakukan
setelah sampai disitu." "Maka kami suheng te berdua pun mengikuti catatan yang ada dalam
kitab kecil itu, satu persatu mengunjungi tempat-tempat tersebut, kini
kamipun sampai di Gak yang dan mencari ketempat ini!"
"Jadi kalau begitu kalian sendiripun tidak mengetahui mau apa datang
kemari ?" "Yaa. hal ini merupakan kenyataan !" Sampai lama sekali He-he
koancu membungkam dalam seribu bahasa, dia sedang memeras otak untuk menelaah kebenaran dari
ucapan tersebut. Selang berapa saat kemudian, He he koancu baru berkata lagi sesudah
menghela nafas panjang. "Baik, aku percaya ucapan kalian itu !" Diam-diam Hou ji merasa
keheranan, sebab seandainya dia yang mendengar perkataan semacam
itu dari orang lain, Hou ji percaya, dia tak akan mempercayainya dengan
begitu saja. Tapi sekarang, He he koancu justru mempercayainya, bukankah hal ini
merupakan suatu kejadian sangat aneh.
Seharusnya setelah He he koancu menaruh rasa percaya, Hou ji dapat
berlega hati, dan tak usah membicarakan persoalan itu lagi, siapa tahu
dalam keadaan keheranan justru Hou ji malah bertanya.
"Koancu, kau percaya ?" "Benar, aku percaya," kata Hehe koancu cepat. Diam-diam Hou ji
berkerut kening, balasannya kemudian:
"Terhadap siapa saja ucapan tersebut diutarakan, orang tak akan
mempercayainya dengan begitu saja, tapi kau ternyata percaya seratus
persen, kenyataan ini membuatku merasa amat keheranan, oleh sebab
itu aku ingin bertanya kepadamu dimanakah letak alasannya?"
"Ada tiga alasan yang membuatku percaya kalau ucapan tersebut
merupakan kenyataan !" "Aaaan, malah ada tiga alasan " Aneh!" Hou ji benar benar dibikin
berdiri bodoh. He he koancu segera tertawa. "Alasan pertama adalah Sun siaute ini
berbicara jujur, bersikap terbuka dan ucapannya tidak mencerminkan keraguan, sehingga bagi
kedengaranku ucapan mana benar-benar muncul dari suara hatinya."
"Oooh, seandainya aku yang berbicara ?" Kembali He he koancu
tertawa. "Kalau kau berbeda, kalau didengar dari nada pembicaraanmu itu jelas


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kedengaran kalau kau berpengalaman dan merupakan seorang jagoan
kawakan, biasanya orang yang sudah berpengalaman akan berbicara
sangat dipIomatis dan ucapan yang diplomatis tak bisa dipercaya
dengan begitu saja...!" Hou ji tertawa tergelak gelak, "Waaah. .. perkataanmu itu tak ubahnya
merupakan makian yang sama sekali tidak meninggalkan bekas !"
Hehe koancu tertawa terkekeh kekeh, "Heeh... heeh... heehh... kedua
ucapan semacam itu jangankan orang dewasa, anak-anakpun tak bisa
dibohongi. tentu saja tak bisa dipercaya pula."
"Tapi hal ini merupakan kenyataan, apakah bisa dijadikan alasan
pula..." "Jangan terburu nafsu, dengarkan dahulu alasanku yang ke tiga dan
kau pasti akan mengerti sendiri !"
"Baik, baik, akan kudengar alasanmu yang ke tiga itu" "Ketiga bila
dia ingin membohongi aku, bisa saja mengemukakan
beribu-ribu macam alasan, toh aku tak bisa membuktikan
kebohongannya itu, mengapa cerita yang di pilih justru berita yang tak
akan dipercaya oleh siapapun ?"
Hou-ji menjadi paham, dia bertepuk tangan sambil bersorak keras
keras. "Betu", koancu, aku amat mengagumi dirimu" Tapi He-he koancu
segera menghela napas panjang lagi,"walaupun ucapanku berkata demikian, namun dalam kenyataan
justru telah ada perubahannya !"
Pada saat itu Sun Tiong lo berkata lagi. "Harap koancu jangan
banyak berpikir, aku berani menjamin
sejak kini tiada orang dari perguruan kami yang akan datang kemari
lagi. apalagi guruku, dia tak akan datang kemari."
"Soal ini aku mengerti" tukas He he koancu, tapi bila berita ini sampai
bocor di tempat luaran, sejak kini sudah pasti orang lain akan
berbondong-bondong datang kemari."
Sun Tionglo berpikir sebentar, lalu ujarnya: "Koancu, bila apa yang
kau kehendaki bukan suatu perbuatan
yang tak halal, kami semua bersedia untuk membantu dirimu." He he
koancu tertawa getir. "Dalam peristiwa ini sukar untuk dirumus-kan
apakah soal tersebut halal atau tidak halal !" "Dapatkah diutarakan ?" tanya Sun
Tiong lo. He he koancu kembali termenung beberapa saat lamanya,
kemudian dia berkata. "Lebih baik kita jangan bertanya jawab dengan dinding itu sebagai
dinding penyakit, silahkan masuk kemari saja !"
Selesai berkata, terdengar suara gemerincingan pelan, lalu dinding yang
lebarnya tiga depa itu segera merekah dan muncullah sebuah pintu
rahasia. Maka mereka pun berkumpul menjadi satu didalam ruangan batu yang
ditempati He he koancu. Sementara itu, He he koancu telah mengambil korek api dan menyulut
sebuah lentera. Begitu cahaya memancar ke empat penjuru, maka kedua belah
pihakpun bisa saling berpandangan dengan jelas.
Hehe koancu mengenakan sebuah jubah berwarna hijau, berusia tiga
puluh lima enam tahunan dan berwajah cantik, walaupun sebagai
seorang tokoh yang tak pernah memakai bedak maupun gincu, namun
tidak menutupi raut wajahnya yang cantik dan menawan hati itu.
Nona Kim memperhatikan tokoh itu paling seksama, demikian juga
dengan He he koancu, dia memperhatikan nona Kim paling teliti.
Menyusul kemndian, sorot mata nona Kim mulai menyapu sekejap
sekeliling ruangan, dengan cepat dia menemukan kalau dalam ruangan
itulah terletak seluruh pusat peralatan alat rahasia dalam loteng batu ini,
tanpa terasa dia berjalan masuk dan mulai memperhatikan setiap bagian
ruangan dengan seksama. Tampaknya He he koancu sudah bertekad untuk bekerja sama dengan
mereka, maka dia mengikuti dibelakangnya sambil memberi petunjuk
kesana kemari menjelaskan letak alat-alat rahasia tersebut.
Dalam ruangan batu itu selain tersedia tempat duduk yang berjumlah
cukup banyak. bahkan terdapat pula selembar pembaringan.
Ketlka sorot mata Hou ji memandang sekejap ke arah pembaringan
gading itu, paras mu ka He he koancu segera berubah menjadi merah
lantaran jengah. Setelah mengambil tempat duduk, Sun Tiong lo segera berkata.
"Koancu, dapatkah kau menjelaskan alasan mu sehingga harus
berjaga ditempat ini?" He he koncu menghela napas panjang. "Aaai...
boleh saja, cuma persoalan ini harus dikisahkan mulai
sejak awal." Sun Tiong lo tersenyum. "Tidak menjadi soal, toh
bagaimanapun juga tak mungkin kita bisa keluar dari sini dalam waktu singkat." Di dalam peristiwa ini, aku
minta maaf kepada saudara saudara sekalian!" kata Hehe koancu dengan kepala tertunduk. Dengan cepat
Sun Tiong lo menggeleng, "tindak tanduk
seseorang dikala sedang bermusuhan tak bisa dijadikan patokan untuk
suatu sifat manusia, apa lagi orang lebih mementingkan diri sendiri, kau
tak bisa disalahkan." He he koancu mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap
kearah Sun Tiong lo lalu ujarnya: "Bila kau telah berkata demikian,
akupun merasa lebih baik..." "Koancu, kalau persoalan harus dikisahkan sejak awal, lebih baik
persoalan yang tak berguna tak usah di bicarakan lagi." tukas nona Kim
dengan cepat, "karena bila selesai berkisah kita harus segera
mengambil keputusan dan cepat-cepat melepaskan diri dari tempat ini."
"Ceritera ini harus dimulai sejak dua puluh tahun berselang, ketika kuil
Tong thian koan masih jaya-jayanya..."
"Koancu" tukas Sun Tiong lo "persoalan yang menyangkut tindak
tanduknya Sang sang koan-cu, sudah kami ketahui semua dengan
jelas" "Oooh, kalau begitu kita bisa menghemat waktu, Sang-sang adalah
kakak seperguruanku, diapun merupakan murid murtad dari perguruan
kami, setelah menghianati perguruan, dia lantas melakukan kejahatan
dikuil Tong thian koan." "Perguruanmu adalah..." sekali lagi Sun Tiong lo menukas dengan cepat.
Hehe koancu menundukan kepalanya rendah-rendah, kemudian
menyahut dengan suara lirih: "Kami berasal dari kuil Hian biao koan di San say. Hun hoo!" Sun
Tiong io sama sekali tidak menunjukkan rasa kaget atau
tercengang katanya kemudian: "Kalau begitu gurumu adalah Im Cing
cing, ketua dari Hian biau koan..?" He-he koancu mengangguk. "Benar, aku tidak mengira kalau
kau bisa mengetahui gelar dari guru kami." Sun Tiong Io tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya
berkata lebih jauh: "Sang-sang bukan cuma menghianati perguruan saja,
mungkin diapun telah mencuri dan melarikan kitab Hua kue keng milik guru mu
bukan?" Paras muka He he koancu berubah hebat, dengan perasaan terperanjat
serunya: "Darimana kau bisa tahu?"
Sun Tiong lo masih belum menjawab pertanyaannya, dia hanya berkata
lebih jauh: "Sejak suhengmu dilenyapkan dari muka b mi, berita tentangkitab itupun
turut lenyap tak berbekas sedang koancu beranggapan kitab ini masih
tersimpan disalah satu tempat disekitar
tempat ini, maka kau sengaja membangun loteng batu ini guna
mempermudah pencarian bukankah demikian?"
Sekali lagi He he koancu menghela napas panjang. "Aaai, benar,
memang demikian keadaannya, cuma loteng batu
ini bukan aku yang mendirikan." "Kalau begiiu, loteng ini didirikan oleh
Soh hun ki?" tanya Hou ji dengan cepat. "Benar, namun menurut apa yang kuketahui diapun
mendapat perintah dari seseorang!" "Oooh..." Hou ji segera memandang sekejap
ke arah Sun Tiong lo, kemudian melanjutkan. "Siau liong, kalau begitu memang beralasan
sekali ke kemari !" Ucapan semacam itu memang cuma dipahami oleh
Sun Tiong lo dan Hou ji berdua saja. He he koancu segera menangkap sesuatu yang
tak beres, cepat cepat dia bertanya: "ToIong tanya, kalian telah berhasil menemukan
teori apakah yang dirasakan benar?" "Soal ini tiada sangkut pautnya dengan koancu,
itu urusan pribadi dari kami sendiri!" kata Sun Tiong lo cepat. "Oooooh..." Karena urusan
menyangkut tentang masalah pribadi orang.
sudah barang tentu He ho koancu tak perlu banyak bertanya lagi.
Setelah termenung beberapa saat lamanya, Hou ji bertanya
kembali kepada He he koancu. "Koancu, tahukah kau Soh bun ki
mendengarkan perintah siapa ?" He he koancu segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Kami kurang tahu, sebab Soh hun ki memegang rahasia ini
rapat-rapat..!" Mendengar perkataan tersebut, sekali lagi Hou ji dan Sun Tiong lo
saling berpandangan sekejap dengan penuh pengertian.
Nona Kim ingin mengetahui apa sebabnya, tapi perasaan tersebut hanya
disimpan didalam hati saja, berhadapan muka dengan He he koancu,
sudah pasti Sun Tiong lo dan Hou ji tak akan sudi berbicara, sedang
diapun tak usah banyak bertanya lagi.
Sementara itu, Sun Tiong lo telah berkata kepada He he koancu:
"Tolong tanya Koancu, apakah kau telah memperoleh suatu
penemuan tentang kitab pusaka tersebut ?" He he koaneu mengangguk
"Ya, ada aku sudah mengetahui tempat penyimpanannya dan sedang berusaha untuk mendapatkannya !"
Dengan kening berkerut Sun Tiong-lo berkata kembali: "Ditinjau dari
bangunan loteng batu ini, tentunya sudah dibangun
banyak tahun bukan ?" "Yaa, sudah mencapai delapan tahun !" "Oooh
sudah berapa tahun koancu kemari?" "Sudah sepuluh tahun lamanya !"
"Sepuluh tahun lamanya pencarian dilakukan namun tidak
berhasil menemukan apa-apa, baru belakangan ini diketahui tempat
penyimpanan kitab pusaka tersebut, benar-benar suatu kejadian yang
sangat aneh sekali!" "Apakah hal inipun merupakan suatu kejadian yang aneh?" tanya He-he
koancu sambil menatap wajah Sun Tiong lo.
Sun Tiong-lo tertawa. "Tolong tanya, semenjak kapankah tempat penyimpanan kitab itu baru
kau ketahui " Ehmmm, maksudku aku ingin tahu waktu yang bisa
dipercaya serta orang yang memberi petunjuk kepadamu ?"
"Lima hari berselang, Soh bun-ki yang mengatakan hal itu kepadaku..!"
Sekali lagi Sun liong lo dan Houji saling berpandangan muka kali ini
nona Kim juga memahami sebab musababnya:
Begitu Hou ji mendapat persetujuan dari Sun Tiong-lo, dia lantas
berkata. "Koancu, mungkinkah untuk mengisahkan kembali peristiwa yang
terjadi pada waktu itu?" He-he koaucu berpikir sejenak, kemudian menjawab: "Peristiwa ini
terjadi pada suatu senja lima hari berselang, tibatiba
saja Soh bun-ki muncuI di kuil dan mengatakan baru saja bertemu
dengan seorang temannya dan membicarakan tentang kitab pusaka
tersebut." "Waktu itu aku malah sempat menegurnya, mengapa dia melanggar
persetujuan yang di buat oleh kedua belah pihak dengan membicarakan
masalah yang begitu penting kepada pihak ketiga tanpa memperoleh
persetujuan lebih dahulu dariku ?"
"Dia menjawab, sahabatnya ini berarti sama pula dengan dia pribadi,
konon dia bisa menemukan diriku pun hal tersebut atas usaha dari
sahabatnya itu." "Apakah atas dasar hal ini maka koancu lantas menaruh curiga kalau
dia sebetulnya sedang mendapat perintah dari seseorang?" sela Sun
Tiong lo kemudian. He-he koancu mengangguk. -oo0dw0oo"
EHMM, lantas menurut Soh bun-ki, kitab pusaka tersebut disimpan
dimana?" tanya Sun Tiong lo kemudian.
He-he kongcu menjadi ragu untuk menjawab, untuk sesaat lamanya dia
menjadi terbungkam dalam seribu bahasa.
Hou ji yang menyaksikan kejadian itu segera menimbrung : "Tak
usah kuatir koancu, kami tak bakal akan berebut kitab
pusaka denganmu !" He-he koancu segera tertawa jengah. "Didalam
ruangan bawah tanah kuil Tong thian koan, bekas
kamar tidur dari suheng kami." Sun Tiong-lo segera tertawa. "Ada
suatu persoalan aku perlu memperingatkan kepada koancu,
tempat penyimpanan kitab tersebut belum tentu bisa dipercaya dengan
begitu saja." "Aku mengerti" He-he koancu tersenyum, "tapi aku mempercayainya
seratus persen !" "Aku jadi bingung rasanya..." Sekali lagi He-he koancu tertawa,
"Menurut keadaan pada umumnya, karena ruang bawah tanah sudah terbakar dan rata dengan
tanah, kuil Tong-thian koan juga ber ubah menjadi puing- puing yang
berserakan, maka disimpannya kitab pusaka itu dalam ruang bawah
tanah merupakan suatu pemberitahuan yang tak bisa dipercayai dengan
begitu saja." "Apakah kau tidak menganggapnya hal ini merupakan suatu dugaan
saja ?" He he koancu menggeleng.
"Tidak, aku yakin dia telah menunjukkan tempat yang benar I" "Tapi
aku tetap tidak mempercayainya dengan begitu saja" seru
Sun Tiong-lo sambil menggeleng. "Dengarkan dulu penjelasanku semasa guruku masih hidup dulu, kitab
pusaka itu selalu di simpan dalam sebuah kotak kecil yang di sebut
kotak Hong mo keng-tong, kotak kecil semacam itu hanya ada sebuah
saja didunia ini. "Pada senja hari lima hari berselang, Soh hun ki datang dan mengatakan
kalau sahabat-nya merupakan juga sahabat karib mendiang suhengku
dulu, ia pernah menyaksikan kotak kecil itu disimpan dikamar tidurnya
dibawah tanah..." "Apakab persoalan yang menyangkut tentang kotak kecil itu tak pernah
diketahui lagi oleh orang lain?" sela Sun Tiong-lo lagi.
"Kecuali mendiang guruku, mendiang suheng ku dan aku, orang lain
tiada yang tahu bahkan aku berani memastikan mendiang suhengku
juga tak mungkin akan memberitahukan persoalan tersebut kepada
orang lain, sedang aku sendiripun tak pernah membocorkan rahasia ini
kepada siapa saja.." Dengan cepat Hou ji dapat menangkap penyakit dari perkataan ini,
selanya cepat: "Kalau memang demikian, dari mana pula sahabat Soh bun ki itu bisa
mengetahui tentang persoalan kotak kecil itu?"
"Benar" sambung nona Kim pula "darimana orang itu bisa dapat tahu?"
"Soh bun ki telah menerangkan dengan jelas sekali, dia bilang
sahabatnya itu selalu berada bersama mendiang suhengku bila
suhengku sedang berwujud sebagai seorang perempuan selama
setengah bulan lamanya." "Suatu hari, mendiang suhengku mengambil obat-obatan dari dalam
kotak kecil itu dan secara kebetulan terlihat olehnya, dia pernah
bertanya kepadanya apa isi kotak tersebut, tapi mendiang suhengkku
tak pernah mengatakan kepadanya."


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ketika sahabat suhengku mengatakan kepada Soh bun ki tempo hari,
dia pun hanya mengatakan kalau di pikirkan kembali sekarang sudah
pasti kitab pusaka itu berada di dalam kotak tersebut, oleh
karenanya setelah kupikirkan kembali persoalan ini, aku berkesimpulan
kalau ucapan itu benar adanya."
Sun Tiong lo segera memahami maksud pembicaraan orang, dia lantas
berkata: "Oooh, ruang bawah tanah itu sudah rata dengan tanah, aku rasa
banyak waktu yang di butuhkan untuk melakukan kesemuanya itu"
He he koancu berkerut kening. "Betul, paling tidak membutuhkan
waktu selama setengah bulan untuk melakukan kesemua nya itu" "Bukan cuma setengah bulan saja,
paling tidak pun membutuhkan limapuluh orang pekerja untuk melaksanakannya !"
sambung Hou ji dengan cepat. "Soal jumlah pekerja mah bukan persoalan persoalannya sekarang
adalah bagaimanakah caranya !"
"Betul" kata Sun Tiong lo sambil tertawa. "pekerjaan semacam ini
memang tak mungkin bisa dilakukan tanpa suatu persiapan serta
perencanaan yang baik !" He he koancu menghela nafas panjang. "Aaai, siapa bilang tidak,
Tong thian koan adalah tempat terlarang, bagaimana mungkin kita bisa membawa begitu banyak
pekerja untuk menggali reruntuhan kuil Tong thian koan" Tindakan itu
bisa akan menyulitkan orang." "Soh hun ki pasti mempunyai cara, bukan?" tanya Sun Tiong lo
tiba-tiba. He he koancu segera menggeleng palanya, "Dia mengatakan kepadaku,
kalau pekerjaan itu tidak mungkin bisa dilakukan orang lain, mesti diri
sendiri yang melakukan, dengan demikian aku pikir bisa sampai dua
bulan lama nya untuk membuat jalan tembus sampai ke-ruangan bawah
tanah sana!" Sun Tiong lo manggut-manggut. "Yaa, apa lagi sekarang, bisa semakin
sukar" "Tentu." He he koancu tertawa getir. Setelah berhenti sejenak,
menyusul kemudian dia menghela nafas panjang.
Tiba tiba Hou ji bertanya : "Koncu, pengetahnanku sangat minim,
bolehkah aku bertanya kitab macam apa sih yang sedang kau cari itu ?" Merah jengah selembar
wajah He he koan cu, dia segera menundukkan kepalanya rendah rendah tanpa mengucapkan sepatah
kata pun. Walaupun nona Kim juga tidak mengetahui kitab pusaka macam apakah
Hua-kut-keng ter-sebut, akan tetapi setelah menyaksikan sikap He-he
koancu yang menundukkan kepala dengan wajah memerah, dia segala
dapat menduga sampai tujuh delapan bagian.
Pada saat itulah, Sun Tiong lo bertanya dengan wajah serius:
"Koancu setelah kitab pusaka tersebut berhasil kau dapatkan,
apa yang hendak kau lakukan dengan kitab tersebut ?" "Kaliau toh
sudah mengetahui kitab pusaka macam apakah-itu"
kata Hehe koancu sambil mengangkat kepalanya dan berkata serius,
"buat apa sih menggoda aku ?"
"Koancu, aku harap kau suka menjawab dahulu pertanyaanku itu !"
"Aku hanya bisa memberitahukan kepada kalian, aku tak akan
pergunakan hasil kepandaian dari kitab pusaka tersebut untuk
melakukan kejahatan, seperti juga mendiang guru-ku, aku hanya
mempelajari, mendalami tapi tidak akan mempergunakannya!"
"Sungguh?" tanya Sun Tiong lo serius. He he
koancu menjawab dengan serius pula. "Buat
apa kubohongi kalian!" "Kalau memang begitu, aku rasa paling baik kalau koancu segera
kembali ke kuil Hian biau koan di Hun hoo begitu meninggalkan loteng
ini, tidak usah mencari kitab pusaka itu lagi.
He-he koancu agak tertegun, kemudian katanya: "Hal ini tak
mungkin bisa kulakukan, aku harus menemukan kitab
pusaka tersebut sampai dapat!" Kembali Sun Tiong lo menggelengkan
kepalanya berulang kali. "Aku kuatir selama hidupmu kini tak nanti bisa
menemukan kembali kitab pusaka tersebut." "Hmm, jadi kalian ingin menghalangi
niatku ini?" He he koancu mendengus dingin. "Andaikata kitab pusaka itu berada didalam ruang
bawah tanah, tentu saja kami akan berusaha keras untuk mencegah niat koancu
tersebut, namun sekarang aku rasa sudah tiada kepentingan untuk
berbuat demikian...!" "Aku tidak mengerti apa maksud dari perkataanmu itu?" sekali lagi He
he koancu mengerutkan dahinya rapat-rapat.
Sun Tiong lo segera tersenyum. "Berbicara terus terangnya saja,
kitab itu sudah tak berada dalam ruang bawah tanah lagi." He-he koancu ikut tertawa. "Percuma,
bagaimanapun juga kau hendak berbicara, aku tak
akan meneteskan air mata sebelum melihat peti mati !" "Ehmmm, kalau
begitu terpaksa aku hanya bisa memberitahukan
suatu kenyataan kepadamu, sedang tentang kau mau percaya atau tidak,
soal tersebut tiada sangkut pautnya dengan diriku, seandainya kau ingin
berusaha keras untuk menggali tanah hingga tembus ke ruang bawah
tanah tersebut, juga tiada orang yang akan menentang usahamu itu!"
"Sampai waktunya apakah kalian tak akan menghalangi niatku itu?"
Sun Tiong-lo menggelengkan kepalanya. "Aku tidak akan
menghalangi, terserah kemauan koancu apakah
mau menggali seluruh reruntuhan tersebut atau tidak !" Dengan
demikian, mau tak mau He-he koancu merasa agak
percaya juga dibuatnya. Setelah melalui suatu pemikiran yang amat
mendalami akhirnya dia bertanya lagi: "Atas dasar apakah kau berani memastikan kalau
kitab pusaka tersebut sudah tidak berada disitu lagi ?" Sun Tiong-lo tidak menjawab
pertanyaan itu, sebaliknya malah bertanya kembali. "Apakah kau sudah mengetahui jelas kisah tentang
terbunuhnya suhengmu itu ?" "Tentu saja jelas, apakah peristiwa itu ada sangkut
pautnya dengan kitab pusaka ini ?" Sun Tiong-lo tertawa, ia tidak menjawab
pertanyaan tersebut sebaliknya dia bertanya: "Apakah kau masih ingat dengan orang-orang
tersebut ?" Mendengar ucapan mana, tiba-tiba saja paras muka He he
koancu berubah jadi aneh sekali. Lewat beberapa lama kemudian, dia
baru manggut-manggut. "Aku masih ingat, dia adalah sahabat karib
guruku !" Apakah kau juga tahu, kalau dialah yang telah memberi
petunjuk kepada Gan tayjin untuk menangkap suhengmu?" Sekali lagi He he
koancu mengangguk "Yaa, tahu, mendiang
guruku sudah pernah berkata, bila mendiang suhengku masih saja
melakukan perbuatan jahat, cepat atau lambat, pada suatu ketika
pasti akan membangkitkan amarah orang tua itu dan menghukum mati
dia" "Ehmm, setelah orang asing itu memberi petunjuk kepada Gan tayjin
guna membekuk suhengmu, toh sebenarrya dia bisa secara langsung
membongkar rahasia "manusia siluman" dari suhengmu, tapi apa
sebabnya dia sengaja mengundurkan kejadian itu menjadi satu bulan
lamanya " tahukan kau apa sebabnya demikian ?"
Mendengar pertanyaan tersebut, He-he koancu segera menjadi paham
kembali apa yang dimaksudkan, segera serunya:
"Apakah disebabkan oleh karena kitab pusaka tersebut ?" Sun Tiong
lo segera tertawa, "Kecuali disebabkan persoalan itu,
aku tak bisa menduga alasan apakah yang membuatnya berbuat
demikian !" Tampaknya He he koancu mengenai sangat siapakah "manusia asing"
itu, sehabis mendengarkan perkataan dari Sun Tiong lo, dia lantas
termenung beberapa saat lamanya untuk mengambil suatu keputusan.
Akhirnya dia menghela napas panjang. "Aaaaai, tampaknya kau
berhasil menebak jitu semua persoalan
tersebut." Sun Tiong lo tersenyum. "Seandainya kita berhasil
meloloskan diri dari kurungan tempat
ini, dan kau masih bersedia membuang tenaga dan waktu untuk
menggali tanah pada reruntuhan kuil Toug-thian-koan tersebut dengan
tujuan mencari kitab pusaka, aku dan sahabatku pasti tak akan
menghalangi niatmu itu ." "Aku telah mempercayai perkataanmu ini, kaupun tak usah membuang
waktu lagi untuk menyindir aku." seru He he koancu dengan kening
berkerut. Sun Tionglo memandang sekejap ke arah He be koancu, lalu katanya
lebih jauh: "Segala sesuatunya ini terserah pada koancu sendiri, cuma ada satu hal
aku bersedia menerangkannya lebih lanjut, soal terdapatnya kitab pusaka
dibawah ruangan rahasia dalam kuil Tong thian koan ini sudah bukan
merupakan rahasia lagi." "Oleh sebab itu aku yakin, dikemudian hari masih terdapat banyak sekali
orang-orang yang tidak mengetahui latar belakang yang sebenarnya
dari persoalan ini untuk mencari kitab pusaka disitu, dan besar
kemungkinannya koancu yang akan merasakan akibat dari kejadian ini."
"Mengapa ?" tanya He-he koancu tertegun. "Gampang sekali,
sebenarnya kitab pusaka itu merupakan benda
mestika dari partai kalian, sedang koancu pun sudah sepuluh tahun
lamanya berdiam ditempat ini, bila koancu mengatakan kepada mereka
bahwa kau tidak berhasil mendapatkannya, dapatkah mereka
mempercayai perkataanmu itu?" Paras muka He-he koancu berubah hebat, setelah berpikir sebentar dia
lantas berkata. "Tapi hanya satu orang yang mengetahui kalau aku berada ditempat ini,
dan orang itu adalah Soh-bun-ki !"
"Mungkin koancu sudah lupa, masih ada majikan dari Soh-bun- ki..."
sambung Hou-ji. "Tapi mereka toh mengetahui bahwa aku tidak berhasil mendapatkan
apa-apa?" Sun Tionglo tertawa. "Jadi Koancu beranggapan mereka dapat
berbicara dengan sejujurnya kepada orang lain?" "Tapi, mereka kan tidak mempunyai
alasan untuk berbicara bohong...?" "Untuk membunuh saja mereka tidak membutuhkan
alasan, apa Iagi kalau cuma persoalan itu saja!"
"Lantas... lantas bagaimanakah baiknya?" Sementara itu nona Kim
yang membungkam terus telah menyambung dengan suara dingin: "Lebih baik tak usah kau risaukan
oleh persoalan yang bakal terjadi dikemudian hari, sekarang dapatkah kita keluar dari sini masih
merupakan suatu persoalan besar!"
Hehe koancu memandang sekejap kearah nona Kim, kemudian ujarnya
cepat: "Nona, tampaknya kau memahami sekali persoalan tentang alat alat
rahasia, silahkan kau periksa..."
"Apakah kau sendiri tidak memahami?" jengek nona Kim sambil tertawa
dingin! He he koancu segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Terus
terang saja kukatakan kepadamu nona, orang yang
membangun loteng ini adalah Soh hun-ki, orang yang memasang alat
rahasia serta alat jebakan lainnya juga dia, dia hanya memberi sedikit
petunjuk saja kepadaku". "Selamra delapan tahun lamanya, apakah kau belum berhasil meraba
alat alat tersebut hingga jelas ?"
He he koancu mengangguk. "Benar, tapi aku tidak mengerti
permainan semacam ini, aku hanya mengetahui letak alat-alat rahasia untuk membuka dan menutup
semua alat jebakan disini dan sekarang aku malah dibikin kebingungan
setengah mati oleh benda-benda tersebut."
"Baik, kalau begitu biar kuteliti dengan seksama!" sela nona Kim
dengan cepat. Maka nona Kim berjalan menuju kedepan pusat alat rahasia tersebut,
tempat itu merupakan sebuah dinding batu yang penuh dengan alat
tombol, sedang disudut sana terdapat pula banyak roda bergerigi.
Setelah mengamatinya berapa waktu, nona Kim menggelengkan
kepalanya sambil tertawa getir. "Aku tak mampu memikirkannya !" Hou ji segera berjalan
menghampirinya, lalu bertanya: "Apakah kesemuanya ini ada
hubungannya dengan putusnya tempat obor didinding sebelah depan sana ?" Nona Kim mengangguk.
"Ehmm, cuma kalau berbicara menurut cara pemasangan alat
alat rahasia disini, setelah tempat obor itu patah, tidak semestinya
semua peralatan disini menjadi macet akibatnya"
Sun Tiong-lo yang berdiri disini sebelah kanan nona Kim segera
bertanya: "Lantas apa yang menyebabkan terjadinya semua kemacetan ini?"
Nona Kim segera menarik keluar sepotong rantai tipis, kemudian
sahutnya: "Penyakit itu timbul dari akibat rantai ini!" Semua orang tidak
memahami permainan semacam itu. maka
siapa pun tak dapat mengetahui dimanakah letak penyakit tersebut.
Sementara itu nona Kim telah berkata lebih jauh: "Mungkin ketika
membangun bangunan loteng ini, Soh hun ki
bersikap kelewat keras dan kasar terhadap para pekerja, maka oleh si
pekerja tersebut bahan yang digunakan untuk membangun bangunan ini
pun dilakukan permainan kotor."
"Seharusnya rantai baja yang kecil dan lembut tapi kuat dan keras, akan
tetapi rantai yang berada ditanganku sekarang justru dari kwalitet
rendah, sedangkan dalam soal panjangnyapun lebih pendek satu inci
lebih.." Dengan perasaan tidak habis mengerti He he koancu segera bertanya:
"Apa sangkut pautnya antara seinci lebih pendek dengan macetnya alat
rahasia ini ?" Nona Kim mendengus. "Sesungguhnya bagian yang masuk ke dalam
dinding pada bagian tempat obor tersebut merupakan sebuah lubang yang bisa
bergerak, di atas lubang hidup itu terdapat sebuah gelang kecil, gelang
tersebut kegunaannya adalah untuk mengikat rantai baja ini,
seandainya rantai ini sampai patah, seharusnya rantai yang berada
dibagian dalam dinding tidak seharusnya turut patah juga.
"Oleh sebab itu seharusnya bila rantai tersebut putus maka kecuali pintu
besi tersebut hanya bisa ditarik untuk dibuka dan tak mungkin bisa
ditutup kembali, sama sekali tidak mempengaruhi bagian lainnya, sebab
segala sesuatunya sama sekali tidak mengalami perubahan apa-apa.
Akan tetapi para pekerja yang membangun loteng ini sudah bermain
gila, Dengan diam-diam memasang rantai berkwalitet jelek yang
sengaja di potong satu inci lebih pendek untuk mengendalikan tempat
tersebut, bahkan sewaktu dipasang sengaja ditarik kuat-kuat lebih
dahulu untuk menahan gelang dalam lubang hidup secara paksa.
"Di tambah lagi rantainya bermutu jelek, di tegangkan kelewat batas
lagi, tak heran kalau rantai dalam dinding itu jadi patah tengah setelah
tempat obor dibagian muka kupotong jadi dua, dengan putusnya rantai
tersebut di bagian tengah, maka rantai yang seharusnya di tahan pada


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gelang hidup otomatis menjadi kendor sama sekali"
"Oooh, jadi lantaran rantai tersebut putus sehingga roda bergigi
menjadi terletak maka pintu baja itu menjadi sukar untuk dibuka
kembali?" k-ata Sun Tiong lo mengerti.
"Yaa memang demikianlah keadaan yang sudah terjadi.
Dengan kepala tertunduk Sun Tiong lo berjalan menuju kesamping, dia
seperti lagi memikirkan akan satu hal.
Sedangkan He he koancu dengan sinar mata penuh pengharapan
memandang wajah nona Kim, kemudian tanyanya:
"Apakah ada sesuatu cara yang bisa dipikir kan?" Nona Kim segera
menggeleng. "Rantai yang putus itu justru mengendalikan roda
bergigi yang tertanam di balik batu ini, padahal bergeraknya roda bergigi itu karena
terkendali oleh gerak gesekan rantai, kini rantainya sudah putus."
"Adik Kim. apakah kedua buah roda bergigi ini berputar dalam bentuk
saling bergesekan?" tiba tiba Sun Tiong lo bertanya.
"Tentu saja bentuknya saling bergesekan karena putaran roda kedua
turut berputar!" "Seandainya kita dapat menggeserkan roda yang pertama..." Nona
kim memandang kearah Sun Tiong lo kemudian tertawa
cekikikan. Setelah ucapan tersebut diutarakan Sun Tiong lo baru
merasa kalau telah salah bicara, apa lagi ditertawakan nona Kim, dia segera
memahami sebab musababnya, tanpa terasa pemuda itu turut tertawa
dengan wajah tersipu-sipu. Keadaan ini sudah barang tentu membingungkan orang-orang lainnya,
kecuali Bau-ji yang selama ini membungkam terus dalam seribu bahasa,
Hou ji yang pertama-tama tidak tahan, sambil menggelengkan
kepalanya dia segera menegur: "Siau liong, sebenarnya apa yang telah terjadi ?" Sun Tiong lo tidak
tahu bagaimana harus menjawab, untuk
berapa saat dia hanya ber diri tertegun. Nona Kim yang ada
disampingnya segera membantu pemuda itu
untuk melepaskan diri dari kesulitan katanya:
"Persoalan ini hanya persoalan yang dipahami olehku dan engkoh Lo,
apakah kau ingin mengetahuinya?"
Ucapan tersebut benar-benar sangat lihay, kontan paras muka Hou ji
merah padam. Agaknya Sun Tiong lo ada niat untuk menyingkirkan pemikiran semua
orang ke masalah lain, dia lantas berkata:
"Adik Kim, tampaknya kita baru akan berhasil bila rantai tersebut dapat
kita sambung kembali?" Nona Kim segera menggeleng. "Sekali pun mempunyai rantai yang
cukup panjang, tak mungkin hal ini bisa dilakukan." "Mengapa?" tanya He he koancu mulai merasa
gelisah sekali. "Kesempatan bukannya tak ada, cuma terlalu kecil, kita
hanya akan berhasil jika rantai tersebut bisa kita lewatkan pada lubang
diantara dua roda bergigi, padahal siapa yang mampu melakukan hal
seperti ini?" "Ehmm, apalagi kita memang tak menyiapkan rantai besi yang
diperlukan untuk itu." Mendadak He he koancu menunjuk kearah rantai yang telah putus itu.
lalu bertanya: "Apakah rantai tersebut tak bisa digunakan lagi?" Nona Kim
mendengus dingin, "Hmm, rantai tersebut kurang
panjang." "Mungkinkah disambung dengan benda lain, seperti misalkan
saja..." Sebelum ucapan tersebut selesai di utarakan nona Kim telah
menyodorkan rantai tersebut kepadanya sambil berkata: "Kalau begitu
silahkan kau saja yang mencoba untuk
mengerjakannya..." P a r a s ma k a He h e k o a n c u s ema k i n meme r a h r a n t a i
t e r s e b u t s u d a h p u t u s s ama s e k a l i , t i a d a t emp a t u n t u k
b e r p e g a n g a n l a g i , s i a p a k a h y a o g mamp u u n t u k
me n y amb u n g r a n t a i s ema c am i n i " Ap a l a g i h a r u s
me l ewa t k a n r a n t a i t e r s e b u t d i a n t a r a d u a b u a h r o d a
bMeelrihgaitg kia"la u tiada cara lain yang bisa digunakan He he koancu segera
menghela napas. "Aaaai, kalau begitu kita hanya bisa duduk di sini sambil menunggu
datangnya saat kematian !" Bau ji yang selama ini membungkam terus, mendadak menimbrung:
"Sebenarnya memang sudah tiada harapan lagi, apa gunanya mesti
membuang tenaga dengan percuma?"
Semua orang memandang sekejap ke arah Bau ji, kemudian
menundukkan kepalanya dan tidak berbicara lagi.
Selang sesaat kemudian, mendadak nona Kim seperti teringat akan
sesuatu, kepada He-he koancu segera ujarnya.
"Kau mengatakan bahwa tempat ini merupakan pusat segala alat
rahasia..." He he koancu mengiakan dan tidak menjawab, Kembali Nona Kim
berkata, "Tanukah kau dimanakah letak peta pembangunan loteng batu
ini ?" He he koancu segera berjalan menuju ke meja di sebelah kiri, dari
dalam laci dia mengeluarkan sebuah peta.
Nona Kim segera membentangkan peta tersebut dan diperiksa dengan
lebih seksama. Sun Tiong-lo mendekati nona Kim, kemudian tegurnya: "Adik Kim,
apakah kau berhasil menemukan sesuatu?" Nona Kim
menggoyang-goyangkan tangannya pertanda agar dia
jangan mengusik dirinya lebih dulu.
Sun Tiong-lo segera tertawa, dia lantas berdiri disamping nona itu dan
tidak berbicara lagi. Kembali beberapa saat lewat, tampaknya nona Kim telah berhasil
mendapatkan sesuatu, dia lantas manggut-manggut.
"Bagaimana sekarang ?" bisik Sun Tiong-lo kemudian. Nona Kim
tertawa, tanpa terasa dia menggenggam tangan kiri
Sun Tiong-lo dengan mesra kemudian berpaling dan tertawa manis,
katanya kemudian: "Jangan kau salahkan sikapku tadi..." Sun Tiong-lo pun tersenyum
sahutnya. "Masa aku bakal menyalahkan dirimu ?"
Sesudah berhenti sejenak, katanya lagi: "Bagaimana " Apakah sudah
mendapatkan sesuatu hasil ?" Sambil menuding kearah dinding bangunan yang tertera dalam peta
tersebut, nona Kim berkata. "Engkoh Lo, coba kau perhatikan dinding ini." Sun Tiong lo
memperhatikan lama sekali, kemudian baru berkata: "Kalau menurut
peta tersebut, tampaknya dinding yang dimaksud
adalah dinding luar dari ruangan ini ?" "Betul, memang dinding luar dari
ruang ini" Dalam pada itu, He he koancu dan Hou ji telah berjalan
mendekati pula... Terdengar Sun Tiong-lo sedang bertanya, "Adik Kim,
bagaimana dengan dinding itu?" "Berbubung dibalik dinding ini merupakan pusat
segala peralatan alat rahasia disini, maka dindingnya dibuat dengan tebal yang luar
biasa, coba kau perhatikan ditempat yang lain tebal dinding hanya tiga
depa, sedangkan tebal dinding disebelah sini justru mencapai lima depa
Iebih !" Sun Tiong-lo mengiakan, namun dia masih belum mengerti apa yang
dimaksudkan oleh dadis itu dan apa kemauan dari nona tersebut.
Kembali nona Kim berkata: "Oleh sebab itulah, dinding yang paling
mudah dijebolkan..." Sebelum dia menyelesaikan perkataannya, He
he koancu sudah menimbrung lebih dulu: "Nona, masa dinding setebal lima depa lebih
gampang dljebolkan daripada dinding setebal tiga depa?" "Yaa, benar, memang lebih
gampang sekali" He he koancu segera menggelengkan kepala nya
berulang kali, ditatapnya nona Kim dengan sorot mata yang aneh, kemudian ujarnya.
"Nona aku tidak memahami teorimu itu." Tampaknya nona Kim
memang ada maksud untuk menggoda He
he koancu, katanya lagi: "Darimana kau bisa mengatakan kalau didunia
ini tiada teori semacam ini?" He he koancu tertawa getir. "Nona, dalam situasi dan
keadaan seperti ini, maaf kalau aku tak
punya gairah untuk berdebat dengan kau!" Nona Kim segera tertawa
cekikikan, sambil menuding dinding sebelah luar dia berkata: "Koancu, aku hanya menggodamu saja.."
"Dalam keadaan seperti ini, kau masih bisa menggoda orang
nona benar benar berjiwa eksentrik!" sekali lagi He he koancu tertawa
getir. Belum sempat nona Kim menjawab, Sun Tiong lo telah buka suara lebih
dulu, katanya: "Koancu, aku percaya nona Kim pasti mempunyai cara
untuk meloloskan diri dari kurungan ini, kalau
tidak, jangankan koancu, dia sendiripun tak akan bergairah untuk
bergurau!" Dengan senyum tak senyum nona Kim segera mengerling sekejap ke
arah Sun Tiong lo, kemudian serunya:
"Tampaknya maksud hatiku dapat kau tebak semua?" "Hanya
terbatas dalam soal ini saja." jawab Sun Tiong lo sambil
tertawa dan menggelengkan kepalanya berulang kali. Mendengar ucapan
tersebut, kembali nona Kim merasakan
hatinya menjadi hangat, kerlingan pun berubah menjadi pandangan
yang penuh kemesraan. Menyusul kemudian dia berkata lagi kepada He-he koancu: "Koancu,
meenrut apa yarg tertera didalam peta ini, dibagian
dalam dari dinding ini merupakan tempat dari seluruh roda bergigi yang
mengendalikan alat rahasia dalam gedung ini, apakah dugaanku ini tiada
yang salah ?" He-he koancu segera menggeleng. "Tiada kesalahan lagi, Soh-bun-ki
sendiripun berkata demikian kepadaku !" Nona Kim kembali tertawa. "Dalam peta ini sudah tertera
jelas sekali, roda gigi yang besar maupun yang kecil semuanya berjumlah dua puluh lima buah !" He-he
koancu memandang sekejap ke arah peta itu, lalu berkata. "Jikalau
dalam peta tersebut sudah dicantum kan demikian, aku
rasa tidak bakal salah lagi" "Yang paling besar roda bergigi itu persis
mempunyai garis tengah selebar satu depa, sedangkan yang kecil tiga inci, rantainya
terdiri dari dua puluh dua helai dan itulah posisi yang selengkapnya dan
seluruh peralatan rahasia tersebut!"
"Aku sudah bilang, hal ini tak bakal salah lagi, tapi apa sangkut pautnya
dengan usaha kita meloloskan diri dari kurungan ini?"
"Kalau ditinjau dari apa yang dilukiskan dalam peta tentang alat rahasia
yang tersedia tampaknya antara gigi roda bagian atas dan gigi roda
bagian bawah harus saling menggesek sebelum alat rahasia yang
dikehendaki bisa digerakkan, itulah sebabnya pula meski ada salah satu
rantai yang putus, tak akan mengakibatkan yang lain terpengaruh."
"Sudah barang tentu, jika alat rahasia yang satu berpengaruh dengan
alat rahasia yang lain bukankah segala alat rahasia tersebut sudah
macet total sedari tadi?" "Benar, selain daripada itu rantaipun tak boleh saling bergesek, kalau
tidak maka rantai tersebut lama kelamaan bakal aus dan gampang
putus dibagian tengah, bila rantai sampai patah tentu saja alat
rahasianya bakal macet semua."
He he koancu melirik sekejap kearah nona Kim, lalu ujarnya. "ltulah
teori yang paling gampang, buat apa kau terangkan
kembali kepadaku?" Tiba-tiba nona Kim tertawa. "ltulah sebabnya
mengapa dinding ruangan disebelah sini harus
lima depa tebalnya." "Betul, jika tidak tebal berarti tak mungkin bisa
memuat peralatan seperti itu." "Tepat sekali" nona Kim tertawa lagi, menurut
catatan dalam peta, seandainya tiada lubang kosong selebar tiga depa, maka semua
peralatan rahasia tersebut tak mungkin bisa termuat!"
"Kenyataannya memang demikian!" Paras muka nona Kim segera
berubah menjadi sangat serius, sambil menuding kearah dinding dinding lainnya, dia berkata lebih jauh.
"Dinding bagian lain dalam ruangan ini terbuat dari dinding setebal tiga
depa, bila tiada golok mestika atau senjata mestika
serta kepandaian silat yang luar biasa, mustahil dinding setebal itu bisa
dijebolkan dengan begitu saja, sebaliknya dinding yang setebal lima
depa itu, oleh sebab sudah diambil tiga depa untuk isi peralatan rahasia,
berarti dindingnya cuma tinggal sisa dua depa untuk kedua belah sisi, itu
berarti dinding itu..." Belum selesai dia berkata, He he koancu telah menukas dengan cepat:
"Benar, kau benar benar sekali"
Nona Kim tertawa. "Kini kau tidak menuduh aku sedang menggoda
dirimu lagi bukan ?" tegurnya. Paras muka He he koancu berubah semakia memerah.
"Aaiih, mana aku berani menyalahkan nona." Setelah berhenti sejenak,
dia melanjutkan. "Cuma walaupun dinding tersebut hanya setebal satu
depa saja, toh sulit juga untuk menghancurkannya ?" "Kedengarannya ucapanmu
memang betul cuma kalau bertemu dengan seseorang yang berilmu silat tinggi, dinding setebal sedepa
bukan sesuatu yang menyulitkan bukankah demikia?"
"Belum tentu!" tukas He-he koancu sambil menggeleng. "Oooh,
bagaimana tidak tentunya ?" "Nona tidak tahu, seluruh bangunan
disini terbuat dari batu cadas bukan dipakai batu yang biasa..." Sebelum ucapan mana selesai,
nona Kim kembali telah menukas: "Aku tahu, batu yang digunakan
adalah batu aneh yang disebut Kim seng-hek si (batu hitam bintang emas) kerasnya seperti baja dan
tak mungkin bisa dihancurkan dengan mengandalkan tenaga pukulan
biasa !" He-he koancu mengangguk. "Benar, oleh sebab itu walaupun tebalnya
hanya satu depa saja, sulit rasanya..."
Pada saat itulah, mendadak nona Kim menuding ke arah Sun Tionglo
seraya berkata. "Engkoh Lo, sanggupkah kau menjebolkan dinding batu itu ?" Sun
Tiong lo berpikir sejenak, lalu sahutnya. "Mungkin saja bisa, namun
aku sendiripun tidak mempunyai keyakinan yang benar." Nona Kim berkerut kening, lalu tersenyum,
"Seharusnya kau merasa yakin!" Sun Tiong-lo menjadi tertegun setelah mendengar
ucapan tersebut, katanya cepat. "Adik Kim, apa maksudmu berkata demikian" Nona Kim segera
tertawa cekikikan. "Aku yakin kau pasti bisa,
mengerti ?" Sun Tiong lo kembali berkerut kening, kemudian
memandang kearah nona Kim dengan sorot mata yang sangat aneh. Tiba-tiba nona
Kim menunjukkan suatu gerakan tangan yang
sangat aneh, Sun Tiong-lo segera memahami apa yang dimaksudkan
dengan cepat dia mendekati dinding tersebut dan mengayunkan tangan
kanannya, semua kapur yang berada diatas dinding mana segera tersapu
rontok hingga bersih. Begitu kapur itu beterbangan seluruh ruangan menjadi kabur
pemandangannya. Tapi dinding itu justru muncul kembali cahaya pada wujud aslinya yang
berwarna hitam.

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Diatas dinding berwarna hitam, muncul cahaya bintang yang berkerlipan
seperti cahaya emas. Antara satu dengan satu kelihatan sekali celah-celahnya yang tidak
begitu rapat. Setelah menyaksikan kesemuanya itu, sambil tertawa Sun Tiong- lo
segera berkata kepada semua orang: "Harap kalian semua mundur sedikit kebelakang, akan kucoba sampai
dimanakah kekuatan dari dinding ini !"
Setelah semua orang mengundurkan diri dari situ, Sun Tiong-lo
menghimpun tenaga dalamnya kedalam telapak tangan kanan, setelah
itu sambil membentak keras dia melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke
depan... Serangan itu nampaknya seperti pukulan dengan raksasa, padahal disaat
telapak tangannya hampir menempel dengan dinding pukulan segera
dirubah menjadi sebuah dorongan. Ooo0dw0ooO Sekalipun hanya sebuah dorongan yang amat pelan,
namun kekuatannya sama sekali tidak menjadi kurang. Pada saat Sun Tiong lo
mulai menarik kembali telapak tangannya, dinding tersebut mulai bergoncang keras. Menyusul
kemudian seluruh ruangan ikut bergoncang keras dan
akhirnya.... "blamm!" dinding itu roboh dan tampaklah alat rahasia
yang berada didalamnya. Hou ji sekalian sudah mengetahui tentang tenaga dalam dari Sun Tiong
lo maka paras muka mereka sama sekali tidak berubah, tapi tidak
demikian halnya dengan He he koancu, paras mukanya segera berubah
hebat, di lapisi oleh rasa terkejut yang hebat.
Ambruknya dinding ruangan itu dengan cepat memendam pula
sebagian dari peralatan rahasia tersebut.
Pada saat itulah Sun Tiong lo berpaling ke arah He he koancu sambil
bertanya: "Koancu, berapa jaraknya dari tempat ini dengan permukaan tanah ?"
?" "Kurang lebih tiga kaki !" "Apakah bagian bawah dari loteng ini
merupakan tanah kosong Sekali Iagi He-he koancu mengangguk. "Benar, sekeliling bangunan
loteng ini merupakan tanah kosong" Sun Tiong-lo segera tersenyum.
"Baik, silahkan saudara sekalian mundur ke belakang, akan
kugempur lapisan dinding batu ini sekali lagi!" Sementara pembicaraan
berlangsung Sun Tiong lo telah mengayun kembali telapak tangan kanannya, segulung tenaga pukulan
yang maha dahsyat segera menggulung ke depan.
Dinding tersebut segera tergempur sehingga hancur berantakan, suara
gemuruh yang ditimbulkan membuat seluruh bangunan loteng itu
bergoncang keras. He-he koancu segera menjulurkan lidahnya sambil berseru memuji:
"Kongcu, dahsyat amat tenaga dalam yang kau miliki !" Sun Tiong-lo
cuma tertawa tidak menjawab. Hou ji tidak ambil diam, dengan
cepat dia bertanya kepada He-he koancu: Koancu, dengan kecerdasan Soh bun ki, aku percaya dia sudah
mendengar suara gemuruh tersebut sekarang apalagi setelah merasakan
pula goncangan dari bangunan loteng ini, aku rasa dia tak mungkin tidak
tahu akan sebabnya bukan ?" "Hmmm, sekalipun dia tak akan memahami apa sebabnya untuk
sementara waktu, tak lama kemudian dia toh akan msngerti juga"
Setelah berpikir sejenak, kembali Hou-ji berkata: "Setelah terkurung
dalam lorong rahasia tersebut, mungkinkah
ada jalan lain baginya untuk meloloskan diri dari situ ?" "Ada, tapi
memerlukan bantuan dari luar, yakni membuka pintu
baja yang berada dibawah loteng ?"
Hou ji manggut-manggut. dia lantas berpaling ke arah Sun Tiong- lo
sambil berkata. Siau liong, orang toh tak akan terkurung terlalu lama disini, bagaimana
kalau dilepaskan saja?" "Sementara Sun Tiong lo masih termenung dan belum menjawab, He he
koancu telah menukas. "Bukannya aku berhati kejam dan tak berperikemanusiaan, orang itu
amat jahat dan berbahaya, tak boleh dilepaskan dengan begitu saja."
"Oooh, mengapa demikian?" Seandainya dia terlepas dari kurungan,
maka kuil kami jangan harap bisa melewati kehidupan yang aman dan tenteram" Sun Tiong lo
segera menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya dengan cepat. "Koancu, sekalipun kita tidak menolongnya,
diapun tak bakal terkurung kelewat Iama!" "Kalau tak ada yang menolongnya dari luar,
siapa yang akan menyelamatkan jiwanya?" Sun Tionglo tertawa, tiba-tiba dia bertanya.
"Coba kau jawab, siapakah yang memberi petunjuk kepadanya
untuk membangun loteng ini" Siapa pula yang memberitahukan
kepadanya kalau kitab pusaka itu tersimpan dalam ruangan bawah
tanah diri kuil Teng thian koan?"
Dengan cepat He he koancu menjadi sadar kembali, dengan cepat dia
berseru: "Kongcu maksudkan, siorang asing itu bakaI kemari?" Sun Tiong lo
memandang ke arah Hou ji, dan Hou ji melirik
sekejap kearah nona Kim, kemudian baru sahutnya.
"Benar, dia sudah pasti akan datang!"
Dengan perasaan keheranan He he koancu bertanya lagi. "Di loteng
ini tiada air tiada makanan, bila manusia sampai
terkurung selama beberapa hari ini, mustahil dia bisa tetap berada
dalam keadaan hidup, kecuali kalau siorang asing itu berada disekitar
sini, kalau tidak..." "Koancu, perkataanmu itu sangat tepat, dia memang berada disekitar
tempat ini." tukas Hou ji cepat.
He he koan cu semakin tak percaya lagi, katanya. "Kalau memang
begitu, seharusnya dia kan sudah menolong Soh
bun-ki sedari tadi ?" Dengan cepat Hou ji tertawa. "Dia bukan dewa,
bagaimana mungkin dia bisa menduga kalau
Soh hun ki yang sudah memperlihatkan watak aslinya telah bentrok
dengan koancu " Bagaimana mungkin dia bisa tahu kalau pintu baja
digerbang utama sudah tak dapat dibuka lagi dari dalam"
"Apalagi kami semua masih berada disini, sebelum semua latar
belakang yang sebenarnya terungkap keluar, terpaksa dia hanya bisa
menyembunyikan diri belaka disekitar tempat ini, buat apa dia harus
menampakkan diri di depan umum ?"
Setelah He-he koancu berhasil memahami beberapa persoalan itu,
diapun lantas berkata: "Jika kudengar dari pembicaraan kongcu barusan, tampaknya kongcu
sekalian kenal dengan si orang asing tersebut ?"
"Emm, kemungkinan besar memang kenal." He he koancu segera
berkerut kening, katanya kemudian: "Aaai, persoalan ini benar-benar
menjemukan, asal Soh hun ki lolos dari kurungan, sudah pasti dia akan datang mencari diriku..."
"Benar !" sambung Sun Tiong lo, "Itulah sebabnya kita harus
menolongnya sekarang juga serta menyelesaikan masalah ini hingga
tuntas." He-he koarcu segera menunjuk ke arah se buah gelang penarik disudut
ruangan itu, lalu berkata: "Bila gelang itu kau tarik, pintu ruangan ini akan segera terbuka, dia
berada diluar sana !" "Bagaimana caranya untuk menutup kembali pintu ini?" Nona Kim
yang selama ini membungkam segera menuding
gelang yang lain seraya berkata. "Asal kau menarik gelang yang
satunya, pintu akan segera menutup !" Sambil tertawa He-he koancu segera manggut-manggut.
"Betul, perkataan nona memang benar !" Sun Tiong lo segera
berpaling ke arah Hou ji, kemudian. "Engkoh Hou, tolong kau yang
mengurusi ke dua gelang ini, hatihati
terhadap segala kemungkinan yang tak diinginkan !" Hou ji
menyahut dan berjalan mendekati gelang besi itu,
tanyanya kemudian: "Apakah harus di buka?" Sun Tiong-lo
mengangguk "Yaa, sekarang boleh dibuka, bila aku sudah keluar nanti,
cepat kau tutup lagi pintu ini !" Ketika Hou-ji menarik gelang besi tersebut
pintu ruangan segera bergerak naik ke atas, dengan suatu gerakan cepat Sun Tiong-lo
menyelinap keluar ruangan. Baru saja ia keluar dari pintu, pintu baja itu telah bergerak turun
kembali dan menutup ruangan tersebut rapat-rapat.
Suara gemerincingnya pintu dengan cepat mengejutkan Soh-bun- ki
yang terkurung diluar. Waktu itu, Soh-hun-ki yang terkurung dalam lorong sedang merasa
amat gusar, tapi dia benar-benar dibikin tak berdaya.
Maka sewaktu pintu terbuka, dia segera membalikkan badannya,
sepasang matanya dengan cepat saling bertemu dengan sorot mata
Sun Tionglo yang tajam. Sekulum senyuman sempat menghias ujung bibir Sun Tiong Io.
sebaliknya Son-hun-ki berdiri dengan wajah penuh kegusaran.
Sejak terkurung dalam lorong rahasia tersebut, sudah barang tentu Soh
hun ki tidak mengetahui atas semua perubahan yang terjadi didalam
ruangan rahasia tersebut, tak heran kalau dia menjadi amat terperanjat
setelah menyaksikan Sun Tiong Io berjalan keluar dari ruangan rahasia
itu... Tapi sebagai seorang yang cerdas, setelah berpikir sebentar saja ia
telah memahami apa gerangan yang telah terjadi.
Maka ditatapnya Sun Tiong Io dengan wajah penuh amarah dan
perasaan benci yang meluap-luap, teriaknya:
"Perempuan busuk itukah yang telah membuka pintu rahasia yang
sempit untuk kalian?" Sun Tiong lo sama sekali tidak menjawab, malah sekulum senyuman
tetap menghiasi di ujung bibirnya. Soh hun ki segera memutar biji matanya, dengan cepat ia teringat lagi
akan satu hal. Tadi, sewaktu dia terkurung dan sedang merasa kesal, tiba-tiba
terdengar olehnya suara benturan keras yang bergema sekali demi
sekali, bahkan suara getaran yang terakhir mengakibatkan seluruh
bangunan loteng itu bergoncang keras, apa gerangan yang telah terjadi
" Teringat akan hal tersebut, dengan sok pintar dia berkata sambil
tertawa: "Bagaimana " Tentunya kau merasa gagal bukan untuk menggempur
dinding dan melarikan diri dari kurungan..."
Sun Tiong lo segera menggelengkan kepalanya berulang kali, tukasnya
cepat. - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
Jilid 33 "APA yang telah terjadi justru merupakan kebalikan daripada apa yang
kau duga, aku telah berhasil menggempur dinding batu itu sehingga
ambruk dan tembus dengan dunia luar!"
Mendengar perkataan itu, paras muka Soh-hun ki berubah hebat, tapi
dengan cepatnya dia telah terbahak-bahak kembali.
Sun Tiong lo ikut tersenyum, tanyanya. "Kenapa" Tidak percaya?"
"Huuh, terus terang saja kukatakan." ucap Soh hun ki dingin,
"walaupun lohu merasa kepandaian silatku sudah menjagoi seluruh
kolong langitpun aku yakin masih belum sanggup menggempur dinding
batu sampai hancur maka aku baru tersekap di sini dengan perasaan
apa boleh buat." "Kalau toh kau memang sudah menggempur hancur dinding batu itu,
setiap saat kau bisa pergi meninggalkan tempat ini" Lohu ingin bertanya
kepadamu sekarang, bukannya pergi meninggalkan bangunan ini, mau
apa kau malah datang mencariku?"
"Kalau toh kau memang amat cerdik, mengapa tidak mencoba untuk
menebaknya sendiri?" kata Sun Tiong lo masih tetap tertawa.
"Tak usah ditebak lagi, sesungguhnya persoalan ini terlampau
sederhana!" "Oooh kalau begitu apa salahnya bila kau utarakan secara berterus
terang ?" Soh hun ki mendengus dingin. "Kau gagal untuk menggempur batu
itu, keadaan kalian sama seperti lohu, tetap tersekap ditempat ini!" Sun Tiong lo segera
menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Aku tak perlu membohongimu, dua gempuran keras yang memekikkan
telinga tadi telah membuktikan segala sesuatunya!"
Soh hun ki mengalihkan soiot matanya ke arah Sun Tiong lo. kemudian
termenung dan membungkam dalam seribu bahasa.
Dia sedang meneliti kembali suara gempuran keras yang pernah
didengar olehnya tadi, kalau dari hancurnya batu yang terbesar,
agaknya ucapan lawan memang benar, dinding batu itu memang
berhasil digempur lawan hingga hancur, akan tetapi..."
Berpikir sampai disitu, dia segera bertanya: "Kalau memang demikian,
mau apa kau datang kemari ?" katanya sambil menatapnya.
Dengan wajah sungguh sungguh Sun Tiong lo berkata. "Percayakah
kau " Aku datang untuk menyelamatkan kau dari
sekapan ditempat ini" "Aah, masa kau mempunyai hati sebaik ini ?"
kata Soh hun ki agak sedikit tercengang. Sun Tiong lo mengalihkan sorot matanya dan
menatap Soh hun ki Iekat-lekat, katanya. "Belum tentu aku datang atas dasar hati yg
bajik, semestinya kaupun mengerti ?" Soh hun ki semakin tertegun. "Sayang sekali lohu
tak mengerti." katanya. "Aku tak nanti akan menolongmu tanpa sebab
musabab, akupun mempunyai syarat !" "Syarat?" Soh hun-ki segera tertawa tergelak
"Hmm, mungkin kau anggap dirimu sudah luar biasa..." Sun Tiong lo mengangkat bahu,
tukasnya. "Aku tidak mempunyai waktu untuk berbincang-bincang terus
denganmu, sekarang aku hanya ingin bertanya sepatah kata
saja kepadamu, inginkah kau meloloskan diri dari loteng ini" Cepat jawab
pertanyaanku ini..!" "Heeh... heeh... heeh... lohu justru tak mau menjawab, mau apa kau ?"
"Hmmm, kau jangan bermimpi disiang hari bolong, Lok hun pay tak
akan menyelamatkanmu dari sini!"
Paras muka Soh hun ki berubah hebat. "Apa" Kau... kau tahu...
siapakah Lok hun pay itu...?" serunya
gemetar. Gertak sambal Sun Tiong lo ternyata mendatangkan reaksi
yang cukup positif, dengan suara dalam ia segera berkata lagi: "Sekarang,
kendatipun kau ingin berpura-pura terus juga tak ada
gunanya, cuma kau tak usah kuatir, aku tak ingin menanyakan
persoalanmu yang menyangkut soal lencana Lok-hun-pay."
Setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya. "Tapi aku hendak
memberitahukan kepada-mu, setelah kami
berhasil meninggalkan loteng ini dengan selamat, maka akan
kuledakkan obat peledak yang tertanam disekitar Ioteng ini, agar
seluruh bangunan lonteng ini porak poranda dan hancur berkepingkeping."
Setelah mendengar perkataan tersebut, Soh hun ki baru tak dapat
menahan diri lagi, dengan suara keras lantas dia membentak:
"Kalian berani ?" "Haaahh... haaah... haaaahhh... tak ada salahnya
untuk kau

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nantikan, buktikan sendiri aku berani untuk melakukan ancaman itu
atau tidak." Selesai berkata, si anak muda itu segera membalikkan badan dan
berjalan menuju ke pintu ruangan batu.
Mendadak Soh hun ki menubruk ke muka, melancarkan serangan secara
tiba2 dengan mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya.
Sayang tekali bukan saja Sun Tionglo telah mempersiapkan diri secara
baik-baik, bahkan ia sudah menduga kalau Soh hun ki bakal berbuat
demikian, secepat kilat dia membalikkan badannya kemudian
mengayunkan telapak tangan kanannya untuk menyambut datangnya
serangan dari Soh hun ki dengan keras lawan keras.
Soh hun ki segera terpental jauh kebelakang akibat dari benturan
kekerasan tersebut. "Blam !" tubuhnya yang mencelat kebelakang itu segera menumbuk
dinding dari terjatuh lagi beberapa kaki dari posisi semula,
Bukan begitu saja, bahkan telapak tangan kanannya itu tak sanggup
diangkat kembali, sepasang matanya segera memancarkan sinar
ketakutan dan rasa nyeri yang sangat tebal, dia memandang Sun Tiong
lo dengan mata melotot, dadanya naik turun tak menentu, napasnya
tersengkal-sengkal seperti kerbau. Wajahnya yang tanpa perasaan, kini berubah menyeringai seram,
agaknya dia sedang berusaha keras untuk menahan rasa sakit.
Sun Tiong lo mendengus, katanya kemudian: "Sekarang mungkin
kaudw sudah mengerti apa sebabnya Lok-hun pay tak akan datang
untuk menolongmu lagi, bila ia mempunyai nyali sebesar ini, akupun
tak usah repot-repot untuk mencarinya lagi !"
Kekuatan serangan yang maha dahsyat itu, seketika itu juga
menggetarkan hati si gembong iblis tua yang sudah banyak tahun
menggetarkan dunia persilatan ini. Lewat berapa saat kemudian, Soh hun-kie baru berkata:
"Sebenarnya siapakah kau" siapakah kau ?"
"Kau tak usah menggubris siapakah aku, lebih baik lagi kalau
mengurangi pertanyaan yang tak berguna, sekarang jawab, kau
kepingin keluar tidak dari sini ?"
Soh-hun-ki ragu berapa saat lamanya kemudian baru menjawab:
"Kalau bisa keluar tentu saja lebih baik, cuma... cuma...
hehehehe, cuma syaratmu itu tolong tanya apa syaratmu itu ?" "Mulai
sekarang kau tak boleh mencari gara gara lagi dengan Hehe
koancu!" "ltu soal gampang, kita tentukan dengan sepatah kata ini
saja!" segera Soh-hun-ki menyahut. Tapi Sun Tiong lo kembali
menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya: "Tidak bisa, tidak bisa dipastikan dengan janjiku saja !"
"Lantas apa yang kau inginkan sebelum bisa mempercayai aku?"
tanya Soh-hun-ki sambil mengerdipkan matanya berulang kali. "Hmm.
selama puluhan tahun ini kau sudah banyak melakukan
kejahatan, aku rasa sudah waktunya bagimu untuk menarik kembali
semua kejahatanmu itu." Soh hun-ki segera berkerut kening, kemudian dengan pandangan curiga
ia berkata lagi: "Aku rasa sekalipun aku berjanji hendak menarik
kembali semua kejahatanku pun, kau tak akan percaya ?"
Dengan sorot mata yang amat dingin bagaikan es, Sun Tiong lo
memanjang sekejap wajah Soh hun ki, kemudian berkata:
"Yaa, apa boleh buat lagi, aku toh tak mungkin saban hari saban waktu
mengawasi dirimu terus menerus, oleh sebab itu percuma saja kau
berjanji akan berbuat ini itu, karena aku tak bisa mempercayai janjimu
itu dengan begitu saja, mengerti kau ?"
Soh hun-ki segera menghembuskan napas panjang, setelah termenung
sejenak katanya kemudian: "Baiklah, kalau begitu kau beleh berterus terang, apa yang kau
kehendaki ?" "Aku hanya menginginkan tenaga dalammu itu!" Paras muka Soh
hun ki segera berubah hebat kebetulan rasa
sakit pada telapak tangan kanannya sudah jauh berkurang, mendadak
dia melompat bangun, kemudian sambil mencorongkan sinar buas dari
balik matanya, ujarnya kepada Sun Tiong lo sambil menyeringai seram:
"Lohu akui telah memandang rendah dirimu, akupun mengakui bahwa
tenaga dalammu jauh lebih tinggi daripada lohu, tapi kau menginginkan
lohu terima kematian tanpa melawan hmm! pada hakekatnya kau
sedang bermimpi disiang hari bolong !"
"Toh tiada orang yang ingin membunuhmu" kata Sun Tiong-lo dingin,
"tapi aku pun tak bisa membiarkan tenaga dalammu itu tetap kau miliki
sehingga bisa dipergunakan untuk melakukan kejahatan, Nah. sekarang
waktunya telah sampai, katakanlah terus terang !"
"Boleh, Lohu tetap tak akan menyerah dengan begitu saja" Soh hun ki
tertawa seram. Sun Tiong lo menjadi naik pitam, segera bentaknya lagi: "Ucapanmu
memang sangat gagah dan pantas dikagumi, hanya
sayangnya kau tidak pantas untuk mengucapkan kata-kata seperti itu!"
Sembari berkata, selangkah demi selangkah Sun Tiong lo berjalan maju
kemuka dan mendekati Soh hun ki. Menghadapi ancaman yang membahayakan keselamatan jiwanya ini
terpaksa Soh hun ki harus mencabut keluar panji percabut nyawa nya
yang tak pernah berpisah dari badan dan kini terselip dibelakang
pinggangya itu dengan tangan gemetar.
Sun Tiong lo tersenyum, tanpa berhenti barang selangkahpun, sambil
maju kedepan ia meloloskan pedang mestikanya.
Lorong rahasia tersebut hanya selebar satu kaki dengan panjang lima
kaki, sesungguhnya bukan tempat yang ideal untuk melangsungkan
suatu pertarungan. Dengan pedang dilintangkan didepan dada, Sun Tiong lo berkata lagi
dengan suara dingin. "Aku berharap kau suka mempertimbangkan diri dengan sebaik- baiknya,
bila kupunahkan tenaga dalammu itu dengan menggunakan ilmu jariku.
maka kau tidak akan terluka, sebaliknya bila terpaksa harus
menggunakan pedang ini, maka besar kemungkinannya kau bakal
menderita banyak luka bacokan !"
Agaknya Soh hun-ki telah bertekad untuk beradu jiwa, dengan suara
keras segera bentaknya: "Omong kosong, siapa menang siapa kalah belum lagi ketahuan, buat
apa kau mengucapkan kata-kata yang sesumbar ?"
Sun Tiong lo tidak banyak bicara lagi, dengan langkah lebar dia maju ke
depan. Dengan cepat Sohhun ki melirik sekejap ke arah belakang, jaraknya
dengan arah dinding masih ada beberapa kaki, andaikata sepasang
panjinya digunakan bersama, berarti masih ada sisa ruang kosong yang
cukup untuk bergerak lebih jauh. Maka sorot matanya segera dit Bentrok Para Pendekar 2 Asmara Berdarah karya Kho Ping Hoo Bentrok Para Pendekar 16
^