Bukit Pemakan Manusia 19

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 19


il karyaku akan menjadi milik kalian semua,
siapa tahu kalau suatu hari aku masih akan pulang untuk menjenguk
kalian semua." Jin Jin berseru tertahan, tukasnya: "Apa " Kau masih hendak pulang ?"
Sambil tertawa cepat-cepat Mao Tin hong menghibur Jin Jin, katanya
dengan suara lembut: "Terhadap anak buahku yang sudah hidup bersama selama puluhan
tahun, masa aku harus menggunakan kata kata yang kurang sedap
untuk melepaskan mereka" ini kan kesempatan terakhir buat kami untuk
berkumpul sebelum perpisahan terjadi
sudah sepantasnya bila ku ucapkan beberapa patah yang enak di
dengar, mengapa kau mesti banyak curiga ?"
Jin Jin segera tertawa dia berpaling kearah Cukat Tan bertiga,
kemudian katanya: "Aku hanya bisa mengucapkan kata-kata yang jujur, betul, majikan
kalian dengan diriku memang merupakan suami isteri, tapi dahulu pun
diantara kami terikat dendam dan sakit hati, cuma sekarang dendam
dan sakit hati sudah punah, dan kami hidup bersama kembali."
"Aku melarangnya untuk mencari nama dan kedudukan lagi, maka kami
bertekad untuk bersama-sama mengundurkan diri, tempat itu terpencil
dan tak senang menerima tamu, oleh sebab itulah kami tak dapat
membawa serta kalian semua." "Aku percaya hasil karya yang ditinggalkan majikan kalian amat banyak,
cukup untuk menjamin kehidupan sandang pangan untuk kalian
dihari-hari berikutnya, nah aku sudah selesai berkata dan kalianpun
boleh segera meninggalkan tempat ini !"
"Apa yang dikatakan hujin merupakan pula perkataanku sekarang
kalian boleh pergi !" sambung Mao Tin hong pula.
Dengan kening berkerut Thio Yok sim segera berseru: "Majikan,
tahukah kau bahwa Sun Tiong-lo sekalian sudah
sampai di kota Gak yang ?" "Aku sudah tahu." tukas Jin Jin cepat, "coba
kalau bukan begitu, pagi tadi perahu kami sudah berangkat untuk berlayar kembali, justru
karena menunggu dia kami menunda saat pemberangkatan kami, aku
hendak menyelesaikan dendam kesumat diantara mereka lebih dulu
sebelum berangkat." "Tampakrya usaha itu tidak gampang !" tukas Cukat Tan. Jin Jin
tertawa. "Selama hidup aku tidak mengenal apa yang dinamakan
sukar, kalianpun tidak usah merisaukan persoalan ini lagi."
Kang Tat merasa apa yang mereka ketahui sudah terlampau banyak,
berdiam terus disitu pun tak ada gunanya maka segera ujarnya:
"Majikan, apakah segala sesuatunya hanya begitu?" "Yaa, cuma
begitu" Mao Tin-bong mengangguk, "ingat, baik-baik
meneruskan hasil karyaku." Agaknya Kang Tat memiliki kecerdasan
yang luar biasa dengan cepat dia mengiakan: "Jangan kuatir majikan hamba hendak mohon diri
lebih dulu." selesai berkata, mereka bertiga segera memberi hormat, bangkit berdiri
dan siap mengundurkan diri. Mendadak Cukat Tan bertanya lagi. "Majikan, selanjutnya tentang
peraturan mengenakan kain cadar.." Mao Tin-hong berpikir sebentar, kemudian menjawab: "Tak
ada gunanya lagi, suruh mereka semua menampakkan diri
dengan wajah aslinya." "Tapi hamba sekalian tidak mengetahui tentang
nama mereka semua..." kata Thio Yok sim. "DidaIam ruang rahasia bukit pemakan
manusia terdapat daftar nama mereka, asalkan diperiksa maka kau akan tahu." Ke tiga orang itu
kembali mengiakan, kemudian mengundurkan
diri dari situ. Sampan mereka masih berada disitu, maka tanpa banyak
bicara mereka segera meninggalkan perahu tersebut. Kini, mereka bertiga
sudah mengetahui semua persoalan dengan
jelas, maka setibanya didarat, sekali lagi mereka merundingan persoalan
tersebut. Pertama-tama Kang Tat yang berkata lebih dulu:
"Agaknya si tua bangka ini sudah mengandung maksud jahat, dia
masih mempunyai rencana untuk mengerjai hujin tersebut!"
"ltulah sebabnya kita harus menggunakan kesempatan ini untuk
menemukan Sun sauhiap" seru Thio Yok-sim.
Cukat Tan menambahkan pula: "Yaa, kita harus bertindak cepat, mari
kita mencari secara terpencar besok pagi kita berjumpa lagi disini !" Untuk sementara
waktu pun mereka berpisah dan mengunjungi
rumah makan, rumah penginapan pemilik perahu untuk mencari
keterangan mengenai Sun Tiong-lo, termasuk Kwa Cun seng yang
hendak mereka cari jejaknya... ooO-de-Ooo Dibelakang kota Oh cian tin yang berjarak dua puluh lie
dari kota Gak-yang, terdapat sebuah tebing Luan kong kang. Malam itu, dikala
Thio Yok-sim bertiga sedang mencari Sun
Tiong-lo sekalian, waktu itu Sun Tiong-lo, Hou-ji, Bau ji dan nona Kim
sedang berkumpul di Lung kong-kang.
Waktu itu baru kentongan ke dua, mereka datang agak lebih awal.
Datang lebih awal memang ada manfaatnya, tak ada ruginya,
pertama-tama mereka mencari kuburan besar yang terdapat meja
besarnya, meja besar yang sudah disapu bersih dan menunggu
kedatangan mereka. Baru saja mereka berempat mengambil tempat duduk, nona Kim segera
berkata: "Menurut pendapatku malam ini aku tak akan datang," "Kenapa?"
tanya Sun Tiong lo tertawa. "Persoalan ini merupakan suatu masalah
yang tanpa bayangan, tanpa nama tanpa marga, hanya menyuruh seseorang menyampaikan
sepatah kata pesanan, ternyata kita menuruti
permintaan orang dan bersama sama datang kesini, seandainya
peristiwa ini hanya sebuah perangkap untuk menjebak kita..."
"Jangan lagi hanya jebakan, sekalian sarang naga gua harimau, aku
juga akan kemari !" Nona Kim kembali menggelengkan kepalanya. gumamnya dengan naaa
kesal : "Aku benar benar tidak mengerti !"
Bau ji yang berada disisinya segera menukas dengan dingin: "Benar,
kau memang tidak mengerti, maka harap kau jangan
mencampuri-urusan yang tidak kau pahami itu kami bukan orang tolol
yang-tak punya otak, kami berani kemari tentu saja mempunyai
alasan-alasan tertentu..!" Nona Kim segera mendengus. "Alasan apa?" serunya, "aku lihat kau
sudah dibikin keblinger, Baru mendengar ada kabar tentang orang she Kwa itu, kau sudah
buru-buru berangkat kemari. hmmm!"
Bau ji turut mendengus. "Hmm, tahukah kau betapa pentingnya
orang she Kwa tersebut untuk kami berdua?" "Benarkah terdapat manusia seperti ini, sampai
sekarang pun merupakan tanda tanya..." Belum habis sinona menyelesaikan
perkataannya, Sun Tiong lo sudah mencegah sambil berseru: "Adik Kim, jangan berbicara lagi, ada
orang yang datang!" Mendengar ucapan tersebut, semua orang menjadi
tenang kembali, betul juga, dari kejauhan sana segera terdengar suara langkah
yang kedengarannya sangat aneh. Hou ji memandang sekejap kearah Sun Tiong lo, kemudian bisiknya:
"Bukankah dia sengaja berbuat begitu " Kalau tidak, mengepa untuk
berjalan pun harus mengeluarkan suara yang begitu keras ?"
"Jite, apakah kita harus duduk menanti?" Bau ji bertanya pula dengan
kening berkerut. Sun Tiong lo manggut-manggut. "Benar, kita duduk menantikan
kedatangannya." "Aku lihat lebih baik kalian berdua bersembunyi dulu" usul nona Kim
cepat, "andaikata kejadian ini merupakan perangkap..."
Sebelum nona Kim menyelesaikan perkataannya, Sun Tiong-lo telah
menggelengkan kepalanya sambil menukas.
"Tidak mungkin yang datang bukan sahabat dunia persilatan, agaknya
dia kurang leluasa dalam berjalan memerlukan bantuan tongkat dan
menyeret langkahnya yang berat, itulah sebabnya kita mendengar suara
semacam itu!" Semua orang merasa kurang percaya sesudah mendengar perkataan itu,
tapi kebetulan sekali orang itu sudah muncul dihadapan mereka.
Dibawah sinar rembulan, seperti apa yang dikatakan Sun Tiong-lo tadi,
kakek itu memang harus berjalan dengan bantuan tongkat.
Sun Tiong lo segera bangkit berdiri untuk menyambut kedatangannya
sementara yang lain pun ikut bangkit berdiri.
Tak lama kemudian, kakek bertongkat itu sudah menghampiri mereka
semua, setelah memandang sekejap wajah orang-orang itu, dia
berkata: "Lohu kurang leluasa dalam bergerak, bagaimana kalau kita duduk dulu
sebelum berbincang-bincang?" Sun Tiong-lo segera menjura. "Yaa, memang sudah sepantasnya
demikian, silahkan kau orang tua untuk duduk."
Kakek bertongkat itu tidak sungkan-sungkan lagi, sesudah tertawa dia
lantas duduk di meja sebelah kiri. Kemudian sambil menuding meja di sebelah kanan kepada Sun
Tiong-lo, sambungnya. "Sauhiap, silahkan duduk pula, dengan begitu kita baru bisa berbincang
lebih enak." Sun Tiong-lo mengiakan sambil tertawa, kemudian duduk disebelah
kanan, setelah itu baru tegurnya: "Lotiang, nampaknya kau seperti kenal dengan diriku ?" Kakek itu
tertawa getir. "Bukan cuma terhadap sauhiap saja, beberapa orang
inipun kukenal semua." Menyusul kemudian, dia lantas menuding ke arah Bau
ji, Hoa ji daa nona Kim sembari menyebutkan nama mereka satu persatu.
Diam-diam Sun Tiong lo terkejut sekali, namun perasaan mana
tak sempat diperlihatkan diatas wajahnya. "Lotiang memang tidak salah
menyebut" katanya kemudian, "hal
ini benar-benar membuat aku merasa keheranan sekali" Si Kakek itu
segera tertawa, "Tiada yang perlu diherankan, yang
penting sekarang adalah membicarakan masalah pokoknya!" Bsu ji
paling gelisah diantara sekian orang yang hadir buru-buru
serunya: "Benar, tolong tanya lotiang, darimana kau bisa tahu kalau
kami sedang mencari seseorang dari marga Kwa?" Kakek bertongkat itu
memandang sekejap ke arah Bau ji kemudian balik bertanya: "Apakah lohu sudah salah menduga?" Cepat
Bau ji menggelengkan kepalanya. "ltu mah tidak, cuma..." "Asal persoalannya tidak salah, hal ini sudah
lebih dari cukup" tukas si kakek bertongkat itu cepat, "tentang bagaimana ceritanya
sehingga lohu bisa mengetahui kalau saudara sekalian hendak
mencari orang ini, kalau dibicarakan yang sebenarnya, mungkin kalian
akan tertawa dan kalian akan mengerti sendiri setelah pembicaraan
dilangsungkan nanti." Sun Tiong lo tertawa, selanya tiba tiba: "Lotiang, bersediakah kau
untuk memberitahukan siapa nama lotiang yang sesungguhnya !" Kakek itu menggeleng dengan cepat.
"Maaf kalau aku mempunyai kesulitan hingga tak bisa
menyebutkan nama asliku !" Nona Kim mendengar ucapan tersebut
segera mendengus. "Hmmm! Kau bersikap sok rahasia, sengaja
menyembunyikan nama dan indentitas yang sebenarnya, siapa tahu kalau kau mempunyai
sesuatu maksud dan tujuan tertentu?"
Kakek bertongkat itu tidak menjawab pertanyaan mana lebih dahulu, dia
mengulurkan tangan kirinya kedepan dan berkata kepada Sun Tiong lo:
"Silahkan Sun sauhiap untuk memeriksa dahulu denyutan nadi lohu..."
Tentu saja Sun Tiong-lo mengetahui maksud dan tujuan lawannya,
sambil tertawa dia lantas menampik:
"Aku mempercayai diri lotiang, soal memeriksa denyutan nadi mah tidak
usah." "Tidak bisa jadi." seru kakek bertongkat itu dengan wajah serius,
"bagaimana pun jua, kau harus memeriksanya !"
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Sun Tiong-lo menempelkan
ketiga jari tangannya diatas urat nadi pada pergelangan tangan kakek
itu, setelah diperiksa, ia baru merasa amat terkejut.
Dengan mata terbelalak besar dan wajah tertegun, ia segera berseru
lantang: "Lotiang, apakah kau telah berjumpa dengan musuh tangguh" Kalau
tidak, mengapa tenaga dalammu dipunahkan orang " Bahkan cara
pemunahan tersebut bukan pemunahan biasa, sebenarnya.."
Kakek bertongkat itu segera tertawa getir, tukasnya: "Masalah lohu
pribadi tiada sangkut pautnya dengan masalah
kita, sekarang, Sun sauhiap telah memeriksa nadiku dan tentunya kau
tahu bukan dengan tubuh begini lemah dan hampir mampus, lohu
sudah tidak berkemampuan lagi untuk mencelakai sauhiap sekalian ?"
Merah padam selembar Sun Tiong-lo karena jengah. "Sebenarnya
aku sendiri memang tiada bermaksud untuk berbuat
demikian." katanya. "Oh, kalau memang begitu, hal ini lebih bagus lagi,
bolehkah aku membicarakan persoalannya secara langsung ?" kata kakek itu. Dengan
sikap hormat dan sungkan Sun Tiong lo menjawab. "Aku
memang sedang siap mendengarkan perkataanmu itu !" Hou-ji
memandang sekejap ke arah kakek itu, kemudian
menyela. "Tunggu sebentar, bolehkah aku mengajukan satu pertanyaan
kepada Lo-tiang ?" katanya. Kakek itu segera manggut-manggut setuju.
"Tentu saja boleh, katakan saja Hou-hiap." Houji mengerdipkan matanya
berulangkali kemudian berkata: "Lotiang mengundang kami sekalian
datang kemari untuk membicarakan masalah mengenai orang she Kwa tersebut, bukannya
aku curiga, namun sesungguhnya terdapat beberapa persoalan yang
membuatku tidak habis mengerti, maka terpaksa soal tersebut harus
kutanyakan lebih dulu. Pertama, darimana Lotiang bisa tahu kalau kami
berada disini, dan sekali mencarinya
sudah ketemu " Kedua, untuk memberitahukan dimanakah she Kwa itu
berada, apakah lotiang mempunyai suatu syarat ?"
"Ketiga, darimana lotiang bisa tahu kalau kami sedang mencari jejak
dari orang she Kwa tersebut..." katanya terputus.
Belum selesai perkataan itu diucapkan kakek bertongkat itu menukas
dengan cepat: "Semenjak sauhiap sekalian memasuki kota Gak yang, jejak kalian tidak
pernah lolos dari mata-mata lohu: oleh karena itu untuk mencari jejak
kalian, sepertinya bukan soal yang pelik buat lohu !"
"Soal memberitahukan jejak orang she Kwa tersebut, benar, lohu
menang mempunyai syarat tersebut ringan dan lohu percaya kalian
pasti bisa menyetujuinya dengan segera."
"Sedangkan mengenai pertanyaan yang ketiga hal ini lebih gampang
lagi. Dimasa lalu orang she Kwa itu merupakan otak pembantu dari suatu
pembunuhan, sedangkan kalian bermaksud untuk membalas dendam,
bagaimana mungkin kalian tidak akan mencari jejaknya ?"


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bau ji segera kerkerut kening ucapanmu ini memang masuk di akal, tapi
yang membuat orang tidak habis mengerti adalah darimana lotiang bisa
mengenali kami semua bahkan mengetahui dengan begitu jelas tentang
masalah yang sedang kami hadapi?"
Agaknya kakek bertongkat itu sudah merasa tak sabar lagi, dia segera
menyela: "Apakah masalah seperti itu tak bisa dibicarakan dibelakangan nanti
saja ?" "BetuI !" dukung Sun Tiong-lo dengan cepat, "harap lotiang
membicarakan dulu masalah menyangkut tentang orang she Kwa
tersebut !" Kakek bertongkat itu manggut-manggut, sesudah menarik napas
panjang, dia berkata: "Orang itu bernama Kwa Cun-seng, dia adalah kakak misan dari Mao Tin
hong, anak bibi, tenaga dalam yang dimilikinya sama sekali tidak berada
dibawah Mao Tin hong, terutama akal dan kecerdasannya, boleh dibilang
tipu muslihat banyak sekali." "Sayang sekali, meskipun dia pintar namun justru keblinger oleh
kecerdasannya itu sehingga terjebak oleh siasat licik Mao Tin hong,
tanpa disadari dia telah melakukan suatu perbuatan yang memalukan
sekali, akibatnya dia terdesak untuk bergabung dengan Mao Tin hong
dan menjadi komplotannya." - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
Jilid 37 "SUATU waktu, ketika Mao Tin-hong sedang melakukan perjalanan dalam
dunia persilatan, dia telah berkenalan dengan seorang iblis wanita dan
kawin, sesungguhnya tidak pantas bila dia bermaksud untuk mengincar
kitab pusaka dan kecantikan perempuan itu, sehingga akibatnya tindakan
mana menimbulkan amarah iblis tersebut dan menghisap sari hawa
lelakinya dengan maksud hendak membinasakannya.
"Dasar nasibnya masih mujur, disaat yang kritis dia tahu bahaya dan
segera mempertahankan sedikit hawa murninya dan kabur dari
cengkeraman iblis wanita itu..."
Bau ji yang mendengar cerita mana tidak bersangkutan dengan
masalah apa yang sedang dihadapinya, dentan perasaan tidak sabar dia
segera menukas: "Lotiang, silahkan kau membicarakan dulu hal-hal yang terpenting,
masalah yang tetek bengek tak usah dibicarakan lagi."
Dengan cepat kakek bertongkat iiu menggelengkan kepalanya berulang
kali, tukasnya: "Semuanya itu melupakan soal yang penting sobat Bau-ji, apakah kau
tidak ingin tahu, apa sebabnya ibumu dan nenek mu sampai mati
terbunuh ?" Paras muka Eau ji segera berubah hebat setelah mendengar perkataan
ini, serunya: "Apakah kejadiannya ada sangkut pautnya dengan kejadian di atas ?"
Kakek bertongkat itu segera tertawa-tawa. "Tentu saja, tentu ada
sangkut pautnya, bahkan besar sekali sangkut pautnya !" katanya.
"Ooh. baik, baik, kalau begitu lanjutkan kembali kisah ceritamu tadi !"
Kakek bertongkat itu manggut-manggut, katanya kemudian: "Ketika
dalam perjalanan pulang ke daratan Tionggoan Mao Tinhong
telah berkenalan dengan seorang jago pedang muda yang sedang
termashur namanya pada waktu itu, jago muda itu bernama Sun Pak gi,
karena hubungannya yang akrab akhirnya mereka berdua mengikat diri
menjadi saudara angkat !" Mendengar perkataan itu, Sun Tiong-lo manggut-manggut, Hou ji
berkerut kening sedangkan Bau ji segera menghimpun semangatnya
untuk mendengarkan dengan lebih seksama.
Kakek bertongkat itu segera bercerita lebih jauh, bercerita untuk
mengungkap kembali kejadian lama...
Kisah cerita tenrang keluarga Sun yang mempunyai hubungan dengan
Mao Tin-hong itu di kisahkan oleh kakek bertongkat itu dengan teliti dan
cermat, membuat semua orang terpukau rasanya dan mendengarkan
dengan lebih bersemangat lagi. Perasaan Sun Tiong lo waktu itu amat berat, setelah memandang
sekejap ke arah kakek bertongkat itu, katanya:
"Lotiang, sebenarnya masalah apakah yang membuat Mao Tin- hong
bermusuhan dengan mendiang ayahku ?"
Kakek itu tertawa getir. "Harap sauhiap jangan terlalu terburu
napsu-berilah kesempatan bagi lohu untuk berkisah secara pelan-pelan hingga segala sesuatunya
menjadi jelas!" Persoalan itu memang tak bisa dipaksakan untuk diungkap secara
cepat, oleh sebab itu semua orang pun terpaksa hanya manggutmanggutkan
kepalanya tanda setuju. Untuk sesaat suasana menjadi hening... ooO-de-Ooo SESAAT
KEMUDIAN, setelah kakek bertongkat itu menarik napas
panjang, dia baru berkata lagi: "Semenjak berkenalan dengan Sun
Pak-gi, sikap dari Mao Tinhong berobah agak gagah, lagaknya sok enghiong dan sok hohan,
boleh dibilang sikap Sun Pak-gi kepadanya amat tulus, sebaliknya Mao
Tin-hong juga tidak menaruh sesuatu pikiran terhadapnya.
"Oleh sebab itu mereka berdua pun melakukan pengembaraan bersama
dalam dunia persilatan, hanya didalam satu dua tahun saja, mereka
berdua sudah berubah menjadi menjadi seorang pendekar muda yang
dihormati dan di segani dalam dunia persilatan.
"Suatu tahun, Sun Pak-gi pulang sendiri ke desa kelahirannya untuk
berziarah dikuburan leluhurnya, sedang Mao Tin-hong juga merasa
cukup umur, maka dia pulang ke dusunnya dan membangun sebuah
perkampungan disana yang pada akhirnya menjadi perkampungan
Ang-liu ceng yang amat termasyur itu."
"Perpisahan mereka berdua berlangsung dua tahun lamanya, sementara
Sun Pak-gi telah berkenalan pula dengan lima saudara "Ngo kian" dan
didalam suatu peristiwa, secara kebetulan pula bertemu dengan Wan
Lihiap." Rupanya mereka berdua saling jatuh cinta dalam pandangan yang
pertama, sejak itulah mereka berkelana bersama dalam dunia persilatan
diiringi Ngo kian. "Suatu ketika, dia mengundang Mao Tin hong untuk bertemu di rumah
makan Ping oa ciu lo ditepi telaga Say cu oh,,."
Berbicara sampai disini, kakek bertongkat itu berhenti berbicara dan
memandang sekejap kearah Sun Tiong lo dan bau ji sambil menghela
napas panjang, sikapnya itu membuat orang merasakan betapa
seriusnya masalah itu. Betul juga, setelah menghela napas panjang kakek bertongkat itu
berkata lebih jauh: "Sun sauhiap, pertemuan yang diselenggarakan ditepi telaga Say cu oh
tersebut merupakan sumber dari permusuhan tersebut!"
Sun Tiong lo tidak menjawab, alis matanya saja yang segera berkenyit
kencang. Melihat Sun Tiong lo tidak bicara terpaksa kakek bertongkat itu
melanjutkan katanya: "Dalam pertemuan dirumah makan Ping oh-ciu lo tersebut yang hadir
boleh dibilang sahabat lama semua, rupanya Mao Ting hong dan Wan
lihiap pun sudah pernah saling berkenalan dalam dunia persilatan pada
dua tahun berselang, rupanya secara diam-diam Mao Tin hong pun
menaruh hati terhadap pendekar wanita tersebut.
"Setelah diperkenalkan oleh Sun Pak-gi, suasana bertambah akrab dan
rumah makan itu penuh dengan gelak tertawa yang amat ramai.
"Selama perjamuan berselang, baik Mao Tin hong maupun Sun Pak gi
sama-sama berusaha merebut hati Wan lihiap, mungkin yang terlibat
tidak menyadari akan hal ini, lain halnya dengan Ngo-kian yang ikut
menyaksikan dari samping. "Sebagai orang yang berpengalaman entah mengapa Ngo kian telah
merasakan betapa licik dan banyak tipu muslihatnya Mao Tin
hong tersebut bahkan mengetahui pula akan perasaan hati Sun Pak gi
terhadap Wan lihiap, maka secara diam-diam mereka lantas berunding
dan mengambil suatu keputusan. "Keesokan harinya, Ngo kian segera tampil kedepan dan berkunjung ke
rumah orang tua Wan lihiap serta mewakili Pak-gi untuk melamar gadis
tersebut, ternyata segalanya berjalan lancar, hari perkawinanpun segera
ditetap kan !" "Mendengar sampai disitu, Sun Tiong lo segera dapat meraba garis besar
dari jalannya peristiwa tersebut, dia segera menghembuskan napas
panjang. Ketika Bau-ji menyaksikan kakek itu berhenti bercerita, dengan kening
berkerut dia segera menegur: "Ayolah lanjutkan ceritamu!" katanya. Kakek bertongkat itu
menggeserkan tongkatnya lebih dulu, lalu
baru berkata lebih jauh: "Tatkala lima saudara Ngo-kian minta ijin untuk
meninggalkan rumah makan Ping-ou ciu lo tersebut dan meminta kepada Sun Pak- gi.
Mao Tin-hong serta Wan Lihiap untuk menunggu dua hari disitu, Mao
Tin hong sudah menaruh curiga. "Maka ketika malam ke tiga disaat Ngo-kian bersaudara kembali ke
rumah makan itu dan memberitahukan keadaan yang sebenarnya
kepada Wan lihiap dan Sun Pak gi, karena malunya Wan lihiap segera
mohon diri lebih dulu untuk pulang kerumah.
"Mao Tin hong mendengar pula berita tersebut menjadi cemburu
bercampur sedih, meskipun dia sempat menyampaikan ucapan selamat
kepada Sun Pak gi, nanum hatinya ketika itu sudah membencinya
setengah mati. "Maka sewaktu hari yang ditentukan hampir tiba dan Sun pak gi
mengundang Mao Tin hong untuk mendampinginya, permintaan
tersebut di tolak rnentah-mentah oleh Mao Tin hong, bahkan dengan
alasan masih ada janji lain, dia pergi meninggalkan tempat itu."
Tiba tiba Hou ji menukas: "Peristiwa itu lebih pantas dikatakan
sebagai takdir dan jodoh, mengapa Mao Tin hong malah menaruh benci dan dendam terhadap
sahabat karibnya sendiri?" "Kita tidak bisa membicarakan masalah ini menurut ukuran yang
sewajarnya, terutama terhadap manusia yang berjiwa sempit dan
berpikiran picik seperti Mao Tin hong itu, kalau bukan begitu, diapun tak
akan melakukan tindakan berikutnya yang brutal dan sama sekali diluar
dugaan itu" "Anggap saja Mao Tin hong memang menaruh rasa dendam terhadap
toa nio dan mendiang ayahku." sela Bau ji dingin, "tapi dengan ibu dan
nenekku..." Cepai kakek itu menukas kembali: "Kau tak usah terburu napsu, satu
persatu semuanya akan kuceritakan sampai jelas. "Ketika Mao Tin hong merasa ia sudah tak
berdaya lagi untuk menolong keadaan dan merebut hati Wan lihiap, hatinya baru merasa
sakit dan pukulan batin yang dialaminya itulah memaksa dia untuk
menampik undangan dari Sun Pak gi. "Namun kemudian, semakin dipikir dia merasa semakin benci, hingga
rasa dendamnya terhadap Sun Pak gi boleh dibilang sudah merasuk ke
tulang sumsum, terutama sekali terhadap lima bersaudara Ngo kian yang
dianggap sebagai biang keladinya, rasa bencinya boleh dibilang sukar
dilukiskan dengan kata kata, yang lebih aneh lagi, terhadap Wan Lihiap
pribadi pun ia turut mendendam. "Sudah cukup lama dia memikirkan masalah tersebut dengan seksama,
bahkan pernah pula membicarakan soal itu dengan sahabat karib nya,
dia merasa bila dibandingkan dengan Sun Pak-gi, maka seharusnya dia
hanya lebih tangguh dan tak mungkin lebih lemah..."
"Apa yang dimaksudkan sebagai: Lebih tangguh dan tak mungkin lebih
lemah itu?" tukas Hou-ji. Kakek bertongkat itu segara tertawa terkekeh-kakeh. "Yang dia
maksudkan adalah baik paras muka kedudukan, harta
kekayaan maupun nama besar mereki berdua, Yaa, berbicara soal hal
tersebut, terus terangnya saja waktu itu Mao Tin hong memang lebih
mengungguli Sun Pak gi !" Walaupun Sun Tiong lo sekalian dilahirkan lebih muda dan tidak
menyaksikan sendiri kesemuanya itu, namun mereka sudah banyak
mendengar dari cerita orang persilatan seperti apa yang dikatakan kakek
bertongkat tersebut, dulu Mio Tin hong memang jauh mengungguli Sun
Pak gi dalam bidang apa saja. Sementara itu, si kakek sudah memandang sekejap kearah Hou ji,
kemudian berkata lebih jauh: "Tentu saja berbicara soal tenaga dalam, ilmu silat dan watak, Mao Tin
hong masih kalah bila dibandingkan dengan Sun Pak gi, oleh sebab itu
kalau dibilang Win lihiap penuju pada Sun Pak gi, hal ini memang
merupakan hasil dari kejelian mata pendekar wanita itu!"
Oleh karena orang lain sedang menyanjung orang tuanya, tentu saja
Sun Tiong lo tidak dapat berbicara apa apa lagi, dia hanya tertawa
belaka. Sesudah tersenyum kakek itu melanjutkan. "Sementara itu, Mao Tin
hong masih memutar otak untuk mencari jalan yang terbaik untuk melenyapkan musuhnya, tapi hingga
saat perkawinan Sun Pak gi dan Wan lihiap dilangsungkan, ia masih
belum berhasil menemukan suatu cara pun.
"Maka diapun menggunakan suatu alasan untuk tidak menghadiri pesta
perkawinan tersebut, sebaliknya menyembunyikan diri sambil mengatur
bagaimana untuk menjalankan siasat satu batu mendapat dua ekor
burung dan menghindari kecurigaan orang terhadap dirinya.
"Akhirnya dia berkenalan dengan Yan li-hiap, Yan Wan hong dari bukit
Siau-han san, dari tubuh Yan lihiap inilah dia memperoleh suatu rencana
yang amat bagus untuk melakukan pembalasan dendam.
"Maka dengan suatu alasan, dia mengundang adik angkatnya Sun Pak gi
untuk berkunjung ke perkampungannya untuk merayakan hari ulang
tahunnya, waktu itu Yan lihiap juga hadir, masih ada lagi komplotan
orang kepercayaannya. "Dalam perjamuan mana diam-diam ia mencampuri arak Yan lihiap dan
Sun Pak gi dengan obat perangsang, kemudian mengantar mereka
dalam satu kamar yang berakibat Yan lihiap kehilangan kehormatannya
dan mengandung..." Bau ji mendengar sampai disitu, mendadak dia menjadi teringat kembali
dengan perdebatan yang sedang dilangsungkan antara ayah dan ibunya
dalam ruangan, dimana dia dan Sun Tiong-lo turut mendengarkan dari
luar jendela. Waktu itu ibunya menuntut kepada ayahnya, tapi ayahnya selalu
menyangkal telah berbuat sesuatu atas dirinya.
Berpikir sampai disana, tanpa terasa Bau-jl segera memperlihatkan rasa
sangsi: Menyaksikan hal mana, sambil tertawa kakek itu segera berkata agak
pelan-pelan: "Keadaan pada waktu itu masih terselip sebuah rahasia besar, seperti
diketahui Yan lihiap kehilangan kehormatannya dalam keadaan tak
sadar, demikian pula dengan keadaan dari Sun Pak gi, Ketika selesai
melakukan perbuatan tersebut dan mereka berdua tertidur, secara
diam-diam Mao Tin hong telah menggotong Sun Pak-gi untuk
dipindahkan ke kamar lain, sedangkan ia sendiri justru menyaru Sun Pak
gi untuk tidur bersama Yan lihiap."
Dengan cepat Hou ji dapat menangkap kejanggalan dari cerita itu,
dengan cepat dia menyela: "Mengapa dia harus membuang banyak waktu dengan berbuat
demikian...?" Sedangkan Bau ji juga segera bertanya: "Aku dan jite pernah
mendengarkan perdebatan antara ayah dan ibu ku dimasa lalu, waktu
itu ayanku bersikeras mengatakan kalau tidak menginap dalam kamar


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ibuku, apa pula yang sesungguhnya telah terjadi..?"
Kakek itu menghela napas panjang, "Aaaai, disinilah terletak kekejaman
Mao Tin-hong, malam itu Yan lihiap yang pertama-tama tidak kuat
minum arak sehingga sebelum kehilangan kesadarannya telah dihantar
kembali ke kamarnya. "Menyusul kemudian Sun Pak-gi juga di hantar ke sana, waktu itu Sun
Pak gi sudah rada terpengaruh namun masih sanggup menahan diri,
orang yang menghantarnya sengaja membukakan pintu kamar Yan
lihiap dan menyuruhnya masuk. "Waktu itu Yan lihiap memang belum terpengaruh oleh obat
perangsang, maka dia lantas menegur ada urusan apa memasuki
kamarnya. Sun Pak-gl yang masih sanggup mempertahan diri tahu kalau salah
masuk, dia segera minta maaf kepada Yan lihiap dan segera
mengundurkan diri dari sana. "Tapi belum lama sesudah keluar dari kamar, dia roboh tak sadar,
sedangkan Yan lihiap juga tak sadar pula terpengaruh obat perangsang,
akhirnya secara diam-diam mereka disatukan kembali didalam kamar
dan terjadi lah peristiwa itu !"
Sun Tiong-lo dan Bau-ji saling bertukar pandangan sekejap kemudian
manggut-manggut. Sekarang mereka berdua sudah mengetahui garis besar dari peristiwa
itu, bahkan dari apa yang diketahui itu, mereka pun semakin memahami
lagi watak yang sesungguhnya dari Mao Tin hong.
Dari sini, bisa disimpulkan kalau Mao Tm hong adalah seorang manusia
yang licik, teliti dan banyak tipu muslihatnya.
Nona Kim yang selama ini membungkam terus, hingga kini masih belum
percaya kalau dia bukanlah mereka itu putri Mao Tin-hong, oleh sebab
itu terhadap ucapan dari kakek ber tongkat inipun merasa sangsi dan
tidak mempercayainya. Sekarang dia seperti berhasil menangkap suatu titik kelemahan, dengan
dingin segera tegurnya: "Waaah, tampaknya kau mengetahui jelas sekali akan persoalan yang
menyangkut keluarga Sun dan keluarga Mao !"
Kakek itu memandang sekejap kearah nona Kim, lalu menjawab:
"Benar, dalam kolong langit dewasa ini, selain Mao Tin hong
pribadi, siapapun tak bisa mengetahui persoalan yang begini banyak
melebihi apa yang lohu ketahui, apakah nona tidak percaya ?"
Nona Kim mendengus dingin, "Hmm, betul aku memang tidak percaya
!" Kakek bertongkat itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaahh... haaahh... haaahhh... terserah bagaimana pendapat nona !
Namun bila aku sudah selesai mengutarakan semua persoalan yang
kuketahui nanti, aku percaya pikiran nona nanti alan sama sekali
berubah dengan pandanganmu sekarang!"
"Aaah belum tentu begitu!" sahut nona Kim sambil melotot gusar
kearahnya. Kakek bertongkat itu tidak memberi tanggapan lebih jauh, sambil
tertawa dia lantas berpaling kearah Sun Tioog lo sambil melanjutkan
keterangannya: "Sun Pak gi yang dijumpai Yan lihiap setelah sadar tak lain adalah hasil
penyaruan diri Mao Tin hong, kebetulan sekali tak lama sesudah
peristiwa tersebat, Sun Pak gi juga mengajak istrinya mengundurkan diri
dari dunia persilatan. "Yang dimaksudkan sebagai mengundurkan diri hanyalah tidak
melakukan perjalanan lagi dalam dunia persilatan sampai akhirnya
gedung mereka telah selesai dibangun, suami istri berdua itu baru
mengambil keputusan untuk mengundurkan diri benar-benar dari
keramaian dunia. rencananya niat tersebut akan diumumkan dihadapan
para tamu yang menyampaikan selamat.
"Siapa tahu, pada saat itulah mereka mendapatkan pemberitahuan dari
Lok hun pay, sebetulnya suami isteri berdua tak berniat untuk meminta
bantuan dari sahabat karibnya, apa mau dikata pada saat itulah Ngo kian
telah datang kesana..." "Bukankah kejadian ini sangat kebetulan?" sela nona Kim dengan
cepat. "Benar, sekilas pandangan, kedatangan dari lima bersaudara Ngo kian
seperti suatu kebetulan saja, pada hal bukan demikian sesungguhnya,
mereka bisa muncul disitu karena diundang orang?"
"Siapa yang mengundang mereka?" tanya Hou ji, "Mao Tin hong
yaitu silencana Lok hun pay!" Nona Kimbali mendengus dingin.
"Hmm, darimana kau bisa tahu kalau dia yang mengundang
kehadiran mereka?" "Mao Tiu hong sudah bertekad hendak membunuh
Ngo kian untuk melampiaskan rasa bencinya, itulah sebabnya dia memberitahukan
kepada ke lima orang bersaudara itu bahwa Sun Pak gi sedang
mengalami ancaman bahaya maut, sehingga dengan demikian mereka
ber lima akan berkumpul menjadi satu."
"Sesungguhnya dendam sakit hati apakah yang terjalin antara Mao Tin
hong dengan Ngo-kian?" tanya Hou ji pula dengan kening berkerut.
"Dulu, andaikata Ngo-kian tidak bertindak sebagai Mak comblang dan
meminangkan Wan lihiap untuk Sun Pak gi, bagaimana mungkin Wan
lihiap bisa menjadi istri Sun Pak gi " Oleh sebab itu, di dalam anngapan
Mao Tin hong, lima bersaudara Ngo kian merupakan biang keladi dari
semua peristiwa tersebut." Tanpa terasa Sun Tiong-lo manggut-manggut. "Oooh, rupanya begitu,
kasihan benar ke lima orang paman angkatku itu..."
Kini, sorot mata kakek tersebut baru dialihkan kembali ke wajah Bau ji,
kemudian melanjutkan: "Malam itu, didahului dengan pengiriman kode rahasia oleh Kwa Cun
seng yang sudah menyelundup ke dalam gedung keluarga Sun, mula2
Mao Tin-hong menuju keruang belakang dulu untuk membunuh Wan
lihiap, kemudian ia muncul kembali dengan dandanan sebagai pelayan
gedung keluarga Sun yang meneriakkan kalau Cubo sudah mati
terbunuh." "Disaat Sun Pak gi sedang tertegun karena mendengar berita kematian
itu, diapun menggunakan ilmu Ciat lik sinkang untuk mendorong tangan
Yan hliiap hingga pedangnya menusuk ke perut Sun Pak gi.
"Berhasil dengan usahanya itu, menggunakan kesempatan dikala Yan
lihiap sedang terperanjat diapun menggunakan alasan membantu Yan
Sian poo dan manfaatkan kesempatan itu untuk membinasakan lima
bersaudara Ngo kian, disusul kemudian dengan melakukan pencarian
terhadap sauhiap dengan tujuan membabat rumput sampai ke
akar-akarnya. "Tapi Thian memang maha kuasa, dikala ia sedang menghabisi nyawa
lima bersaudara Ngo kian itulah, sauhiap telah ditolong oleh paman
angkatmu hingga lolos dari ancaman bahaya maut, hal inipun membuat
Mao Tin hong menanamkan bibit bencana baginya untuk di kemudian
hari. Gagal didalam usahanya menemukan sauhiap ia lantas teringat kembali
kalau putra Yan li hiap pun merupakan darah daging keluarga Sun,
tentu saja dia tak akan melepaskannya dengan begitu saja, akhirnya
terjadilah pembantaiannya atas Yan Sian-poo dan Yan lihiap.
"Tujuannya untuk membunuh Yan poo berdua sesungguhnya palsu,
yang sebenarnya adalah dia hendak membunuh anak yatim yang
mengenaskan itu, siapa tahu semuanya sudah ditakdirkan oleh Yang
Kuasa, justru si bocah itu berhasil meloloskan diri dari cengkeraman
mautnya !" Berbicara sampai disitu, kakek tersebut terengah-engah dengan wajah
pucat, nampaknya dia merasa lelah sekali.
Lama kemudian, dia baru menggelengkan kepalanya dan berkata lagi
dengan sedih: "Persoalan tentang hubungan keluarga Mao dan keluarga Sun sudah
banyak yang kucerita kan, lohu yakin kau pun sudah mengetahui cukup
jelas, nah. apa bila sauhiap ada pertanyaan, silahkan diajukan
kepadaku.." Bau jl segera berpaling ke arah Sun Tiong-lo sambil bertanya: "Jite,
apakah kau hendak menanyakan sesuatu ?" "Siaute sudah tiada
masalah yang perlu ditanyakan lagi" jawab
Sun Tiong lo dengan hormat. Bau ji manggut-manggut kepada kakek
itu segera ujarnya: "Orang tua, aku masih ingin meminta
keteranganmu tentang satu hal..." "Katakan, asal lohu tahu, pasti akan kuterangkan" Dengan wajah
serius Bau ji berkata: "Kalau bicara soal perasaan,
apa yang dikatakan kau orang tua barusan, kendatipun ditinjau dari
sudut yang manapun dapat dibuktikan kalau semua itu merupakan
kenyataan dan tak dapat diragukan lagi kebenarannya.
Tapi, diantara sekian banyak persoalan yang kau ungkapkan, banyak
diantaranya yang seharusnya merupakan suatu rahasia pribadi. kecuali
Mao si bajingan tua itu, sulit bagi orang lain untuk mengetahuinya, tapi
kenyataannya kau orang tua bisa mengetahui dengaa jelas sekali."
Kakek itu segera menukas: "Lohu cukup memahami maksud hati dari
sauhiap, tentang ini maaf bila lohu sengaja merahasiakannya, namun sauhiap tak usah
kuatir tak lama lagi lohu pasti akan memberi penjelasan tentang
persoalan ini." Bauji tidak berkata apa apa lagi, katanya kemudian sambil tertawa:
"Baik, kalau begitu aku akan mendengarkan." Kakek itu tertawa
sorot matanya segera dialihkan kewajah nona
Kim, lalu katanya: "Seharusnya nonapun mempunyai banyak persoalan
yang mencurigakan hatimu bukan ?" "Kau memang pintar, benar, aku
memang banyak persoalan yang membingungkan, tapi aku tak ingin bersia-sia untuk mengutarakan nya
keluar, akupun tak ingin bertanya lagi."
"Oooh, apa sebabnya nona menganggap ucapan mana hanya sia-sia
saja?" sudah tahu namun rupanya kakek itu sengaja bertanya lagi.
Nona Kim tertawa dingin. "Selama ini, kau selalu menolak untuk
mengungkapkan nama serta asal usulmu yang sebenarnya kau selalu sok rahasia dan berdalih
akan menerangkan hal ini belakangan nanti, hmmm ! Terhadap
seseorang yang tak berani mengungkapkan nama serta asal usul yang
sebenarnya, buat apa aku mesti banyak bertanya lagi ?"
Tampaknya kakek itu seperti ada maksud untuk menggoda nona Kim,
katanya kemudian: "Maksud nona berhubung selama ini lohu selalu merahasiakan namaku.
maka kau menganggap lohu tak dapat dipercaya, maka kau pun tak
usah banyak berbicara lagi ?" Nona Kim manggut manggut "Benar, memang begitu maksudku !"
Kakek itu segera tertawa. "Sekarang untuk kesekian kalinya aku
hendak menandaskan kepada nona, nama dan asal usul lohu pasti akan
kuungkapkan bila pembicaraan disini telah selesai, aku tidak akan berusaha untuk
merahasiakannya." "Cuma, sebelum lohu menyinggung soal nama dan asal usul lohu itu,
terlebih dahulu lohu minta maaf kepada nona dan ingin mengajukan
suatu pertanyaan kepadamu !" "Kau boleh mengajukan pertanyaan, mau menjawab atau tidak adalah
urusanku sendiri." "Ooooh, lohu saja" kata si kakek sambil tertawa," lohu sudah tentu tak
akan memaksa !" Kemudian setelah berhenti sejenak, tanyanya lagi: "Nona, hingga
sekarang tentunya kau masih belum mengetahui
riwayat hidupmu yang sebenarnya bukan ?" "Tentang persoalan ini,
lebih baik kau tak usah membuang banyak pikiran untuk mengurusi diriku !" bentak nona Kim dengan mata
melotot penuh kemarahan. "Nona" kata sikakek lagi dengan wajah bersungguh-sungguh, "bila lohu
tidak menunjukkan sikap baik dengan mengungkapkan asal usul nona,
mungkin nona akan menyesal sepanjang masa dan selalu bersedih
hati.." Dengan gusar Nona Kim kembali membentak. "Lebih baik kau jangan
mengaco belo lagi dihadapanku!" Kakek itu menggelengkan kepalanya
berulang kali sambil menghela napas panjang, ke mudian berkata: "BiIa nona tidak memberi
kesempatan kepada lohu untuk membicarakan persoalan ini, terpaksa lohupun tidak akan
membicarakannya tapi ada satu persoalan lain yang mau tak mau harus
lohu terangkan lebih dahulu..!"
"Apakah persoalan itupun menyangkut tentang persoaIanku...?" seru
nona Kim dengan kening berkerut. Kakek itu berpikir sebentar, kemudian baru menyahut.
"Bukan hanya menyangkut soal nona saja!" "Kalau masih ada
sangkut pautnya dengan orang lain, mau bicara
atau tidak terserah pada dirimu sendiri" kata nona Kim kemudian
dengan suara dingin. Kakek itu menyapu sekejap wajah nona Kim
kemudian ujarnya. "Mula-mula lohu ingin membicarakan lebih dahulu masalah yang
menyangkut tentang seorang perempuan lain !"
"Seorang perempuan lain" siapa ?" seru nona Kim dengan wajah
tertegun karena keheranan. "Dia adalah selir kesayangan dari Lok hun pay Mao Tin hong, Su Nio !
Kau kenal bukan dengan perempuan ini ?"
Paras muka nona Kim berubah hebat. "Buat apa kita membicarakan
persoalan tentang dia ?" "Lohu percaya, disaat dia hendak
meninggalkan Bukit Pemakan Manusia, sebelumnya tentu sudah mengadakan hubungan kontak dengan
nona bukan " Dan aku percaya diapun sudah menyampaikan sesuatu
bukan kepada nona..?" Nona Kim tidak menjawab, tepi tanpa terasa dia menjadi teringat
kembali dengan peristiwa sebelum Su Nio melarikan diri dari Bukit
Pemakan manusia, dimana perempuan itu telah menyampaikan banyak
masalah dengannya. Agaknya kakek bertongkat itu seperti mengetahui dengan jelas atas
peristiwa yang terjadi pada malam itu, sesudah bermenung sebentar,
seperti sengaja tak sengaja dia melirik sekejap kearah nona Kim,
kemudian berkata lagi: "Lohu hendak menyampaikan pesan kepada nona, bahwa apa yang
diucapkan oleh Su Nio itu sesungguhnya bisa dipercaya semua."
Nona Kim segera mendengus dingin, "Hmm, atas dasar apa kau
mengatakan kalau perkataannya itu dapat dipercaya?"
Kakek bertongkat itu menghela napas, "aaii.... kisah yang sebenarnya
seperti sebuah cerita saja, bolehkah lohu untuk mengungkapnya.,."
Belum habis ia berkata, sekali lagi ia ber-kata, sekali lagi nona Kim
menukas: "Tidak usah, itu tidak suka mendengarkan kisah ceritamu itu!" Sun
Tiong lo yang berada disampingnya segera berkerut kening,
kemudian menyela: "Adik Klm, apa salahnya untuk didengarkan" Nona
Kim benar benar merasa bingung dan serba salah, namun
sesungguhnya dia ingin mengetahui dengan segera segala sesuatu yang
menyangkut riwayat hidup sesungguhnya, akan tetapi diapun kuatir
apabila sudah mengetahui keadaan yang sebenarnya, dia akan menjadi
tak tahan. Sekarang, dalam segala bidang dan semua masalah, dia sudah merasa
kalau Mao Tin hong adalah seorang manusia misterius yang amat
mencurigakan rasa percayanya pada diri sendiri menjadi goyah, dia ingin
membuktikan kebenaran dari dugaannya tersebut.
Maka sesudah Sun Tiong lo turut menimbrung diapun tidak membantah
ataupun mengucapkan sepatah katapun ditatapnya Sun Tiong lo dengan
pandangan gugup.

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sun Tion lo tersenyum. dia maju kedepan dan menggenggam
tangannya yang lembut dengan mesra.
Menyaksikan keadaan mana, kakek bertongkat itu segera berkata lagi
sambil tertawa. "Sebelum menemui ajalnya, lohu bisa menyaksikan kalian enghiong dan
Bu jin..." "Kau tidak usah mengaco belo tak karuan." tukas nona Kim dengan
penuh kegusaran. Kakek bertongkat itu segera tertawa terbahak-bahak, dia pun
mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain, ujarnya:
"Haah... haaah... haaah... dunia persilatan ini penuh dengan pelbagai
aliran, meski ada sepuluh perguruan besar di tambah dua belas partai
lainnya namun baik Siau lim pay mau pun Bu Tong pay masih terhitung
kekuatan yang lemah. "Kalau bicara ilmu silat dan tenaga dalam yang sesungguhnya, tiada
perguruan atau partai manapun didunia persilatan yang bisa
menandingi keluarga Kwik dari kota Tong ciu.
"Keluarga Kwik dari kota Tong ciu merupakan satu-satunya keluarga
persilatan yang banyak melakukan kebajikan dan perbuatan sosial,
dimana Mao Tin hong masih malang melintang didalam dunia persilatan
pun, hanya keluarga Kwik dari kota Tong ciu yang disegani.
Oleh sebab itu tak segan-segannya dia itu menyingkir jauh-jauh dari
gedung keluarga itu, sementara secara diam-diam mengutus jago-jago
lihay nya untuk menyelundup ke dalam gedung keluarga Kwik.
"Waktu itu, kebetulan sekali Kwik Toa wang-wee baru saja memperoleh
seorang putri yang disayangi seperti menyayangi nyawa sendiri, nah!
Disaat itulah, jago-jago lihay yang dikirim Mao Tin-hong segera
menjalankan aksi-nya dengan membohongi mak inang pengasuh putri
tersebut, kemudian menculik dan melarikan putri dari keluarga Kwik ini."
Nona Kim merasakan hatinya terkesiap, tanpa terasa dia teringat
kembali dengan ucapan dari Su Nio. Sebelum pergi, Su Nio pun memberitahukan kepadanya bahwa dia she
Kwik, tapi tidak menyebutkan desa kelahirannya.
Setelah dicocokkan dengan perkataan dari si kakek sekarang,
terbuktilah sudah kalau ucapan tersebut persis sama antara yang satu
dengan lainnya, jangan-jangan... Berpikir sampai disitu, tanpa terasa nona Kim segera
menukas: "Kau sedang membawakan sebuah cerita ?" "Tidak, lohu ledang
membawakan kisah nyata dan riwayat hliup
nona" sahut kakek itu dengan wajah serius. "Jadi kau mengatakan kalau
aku she Kwik?" seru nona Kim dengan sepasang mata melotot besar. Kakek itu manggut-manggut.
"Tepat sekali, nona adalah putri kesayangan dari Kwik Toawangwee...!"
Belum sempat nona Kim mengucapkan sesuatu, Sun
Tiong lo telah menyela kembali dari samping: "Lotiang, dapatkah kau
menjelaskan teka-teki ini ?" "Menjelaskan teka teki ini " Apa yang Sun
sauhiap maksudkan ?" seru si kakek dengan wajah tertegun. Sun Tiong lo memandang
sekejap ke arah nona Kim, kemudian katanya: "Menurut apa yang kuketahui, bukan saja Kwik Wangwee
adalah seorang yang saleh dan ramah, diapun memiliki ilmu silat yang amat
lihay dengan tenaga dalam yang tiada bandingannya..."
"Benar, benar !" sahut si kakek sambil mengangguk, "Sauhiap memang
seorang yang mempunyai maksud-maksud tertentu rupanya !"
Setelah kejadian berkembang menjadi begini rupa, Sun Tiong-lo merasa
tidak perlu untuk membahas akan kejadian di masa lalu lagi, maka
katanya kemudian: "Terus terang saja kukatakan lotiang, seandainya Kwik wangwee tidak
membantuku, mana mungkin aku bisa memiliki ilmu siiat seperti apa
yang kumiliki sekarang !" Begitu ucapan tersebut diutarakan, kakek bertongkat iiu menjadi amat
terkejut dia se gera berseru tertahan:
"Maksud sauhiap, kepandaian silat yang kau miliki itu berasal dari
keluarga Kwik?" Sun Tiong lo manggut-manggut. "Yaa, dasar kepandaianku sih
berasal dari ketua Kay pang, tapi tehnik ilmu silatnya berasal dari Kwik wangwee!" Mendengar sampai
disini, kakek bertongkat iiu segera menghela
napas panjang. "Aaaai, rupanya begitu, tak heran kalau Mao Tin-hong
tak mampu untuk menandingi sauhiap !" Sun Tiong lo tertawa hambar.
"Lotiang, oleh sebab itulah aku merasa agak curiga dengan
peristiwa yang lotiang ceritakan barusan, dimana Mao Tin hong telah
mengirim orang untuk menculik putrinya, sebab sepengetahuanku ilmu
silat dari Kwik wangwee liehay sekali..."
"Sun sauhiap, harap kau jangan lupa, Mio-Tin hong bertindak dengan
suatu perencanaan yang amat matang."
Sun Tiong lo manggut-manggut. "Tentu saja, cuma setelah
kehilangan putri nya tentu saja Kwik
wangwae tak akan berpeluk tangan belaka!" "Tentu saja tak akan
berpeluk tangan belaka, sayang sekali tiada
tanda tanda yang bisa dipakai untuk melacaki peristiwa tersebut pada
waktu itu, si Inang pengasuh yang masuk perangkap dan kena tertipu
pada akhirnya juga turut dibunuh oleh Mao Tin hong, sehingga boleh
dibilang tiada saksi hidup yang bisa ditemukan lagi."
"Membunuh saksi hidup" Siapa yg terbunuh?" "lnang pengasuh
tersebut !" "Siapa yang membunuh ?" "Su Nio, padahal Su Nio sendiri
pun cukup mengenaskan nasibnya, dia sendiri pun kena di culik dan diancam oleh Mao
Tinhong sehingga akhirnya tak berani membangkang perintahnya, semua
kesulitan tersebut lohu ketahui dengan jelas sekali !"
Hou-ji yang selama ini hanya membungkam terus mendadak menyela:
"Aku tak sanggup menahan diri untuk mengajukan satu pertanyaan
kepadamu, darimana kau bisa mengetahui persoalan yang begini banyak
..." Kakek itu tertawa getir "Bila segala sesuatunya sudah kuterangkan
lohu tentu akan memberi penjelasan tentang persoalan ini" "Jadi sekarang tidak dapat
?" tanya Hou-ji sambil tertawa. Kakek itu segera menggelengkan
kepalanya berulang kali. "Tidak dspat, camun lohu dapat menjanjikan
kepada Hou-hiap, sebelum ku tinggalkan tempat ini, pasti akan kuterangkan persoalan ini
kepada saudara sekalian" Sun Tiong lo memandang sekejap ke arah nona Kim yang berada
disisinya, lalu bertanya kepada kakek itu:
"Persoalan mengenai nona Kim, aku percaya ada kemungkinan seperti
itu, sekarang aku ingin bertanya kepada lotiang, masih ada persoalan
apa lagi yang hendak disampaikan kepada kami ?"
"Kini Mao Tin hong berada atas sebuah perahu besar ditengah telaga
sana !" kata kakek itu cepat. Mendengar perkataan itu, buru buru Bau ji bertanya : "Sungguh "
Diatas perahu yang mana ?" "Daripada salah sasaran, lohu bersedia untuk menunjukkan sendiri
perahu itu" "Baik, baik, kami akan segera berangkat!" kata Bau ji cepat.
Buru-buru Sun Tiong lo mencegah kakaknya untuk beranjak,
katanya dengan cepat: "Toako, harap tunggu sebentar lagi" Kemudian sesudah berhenti
sejenak, ujarnya lagi kepada si kakek bertongkat itu:
"Lotiang, bukannya aku kelewat banyak curiga, atas kesediaan lotiang
memberitahukan begiat banyak rahasia kepada kami, tentu saja kami
merasa berterima kasih sekali. "Cuma, kami cukup mengetahui akan kelicikan dan kebusukan Mao
Tin-hong, tak bisa di salahkan kalau kami harus bertindak kelewat
berhati-hati didalam persoalan ini, karena itu kami harus menanyakan
pula masalah ini sampai menjadi jelas."
Kakek itu segera manggut-manggut. "Yaa, sudah seharusnya begitu,
bila sauhiap menaruh curiga, sudah sewajarnya bila diutarakan." "Berbicara dari keadaan lotiang yang
begitu jelas mengetahui akan peristiwa yang lampau, semestinya kau mempunyai hubungan
yang akrab sekali dengan Mao Tin hong, bahkan bisa jadi kaupun
pernah terlibat didalam peristiwa ini!"
Belum selesai ia berkata, kakek itu menukas "Sauhiap, mengenai asal
usul lohu, akan ku terangkan pada akhir pembicaaraan nanti."
Sun Tiong-lo tertawa. "Baik, kalau begitu aku ingin bertanya kepada
looang, setelah kau mengungkap begitu banyak rahasia tentang Mao Tin hong kepada
kami, apakah kau mempunyai pekerjaan yang menginginkan
pertolongan kami untuk menyelesaikannya" Kalau ada, silahkan saja
untuk diutarakan dengan setulus hati."
"Ada, ada satu persoalan besar yang hendak kusampaikan" Sun
Tiong lo kembali tertawa. "Asal dapat kulakukan, sudah pasti akan ku
selesaikan tanpa membantah..!" Paras muka kakek bertongkat itu berubah menjadi amat
serius, katanya kemudian: "Lohu mengharapkan kalian dua bersaudara untuk menumpas
kejahatan dan membunuh Mao Tin hong ?"
"Hmm, rupanya kau ingin menggunakan siasat meminjam golok untuk
membunuh orang" Bukan menyangkal kakek itu malahan manggut-manggut. "Ucapan
dari nona memang betul, memang begitukah maksud
tujuanku yang sebenarnya." Pengakuan dari si kakek yang berterus
terang iiu malahan membuat semua orang menjadi terbungkam dan tak mampu menjawab.
Pelan-pelan kakek bertongkat itu berkata lebih jauh: "Terus terang saja
kukatakan sau-hiap, rasa benciku terhadap bajingan she Mao itu tidak
berada dibawah rasa benci kalian."
"Heeeh, heeeh, heeeh, tunggu dulu." tukas nona Kim sambil tertawa
dingin, "ucapanmu yang sepihak itu tak bisa dipercayai dengan begitu
saja, kami harus membuktikannya lebih dahulu secara berhati hati !"
"Tidak usah !" tukas kakek bertongkat itu, "disaat sauhiap sekalian
berjumpa dengan Mao Tin-hong dan bertatap muka dengannya, bila
semua persoalan ini kalian utarakan, aku percaya dia pasti
mengakuinya." "Masa begitu gampang ?" jengek nona Kim, Kembali kakek bertongkat
itu tertawa. "Di-kala nona mengungkapkan semua persoalan yang dianggap olehnya
sebagai rahasia besar ini, dengan cepat dia akan tahu kalau lohu yang
mengungkapkan semua rahasia ini kepadamu, tentu saja dia tak akan
menyangkal lagi." Nona Kim segera terbungkam dalam seribu bahasa, sedangkan Hou-ji
kembali berkata: "Kedengarannya semua perkataanmu itu memang masuk diakal, tapi
sayangnya tanpa bukti yang jelas !"
"Gampang sekali, dikala sauhiap telah berhasil membekuk dirinya, lohu
bersedia untuk diadu muka dengan dia !"
Sun Tionglo berpikir sebentar, harap lotiang sudi menunjukkan kepada
kami perahu yang kau maksudkan tadi !"
Kakek bertongkat itu manggut-manggut. "Boleh saja, cuma sauhiap
harus berhati-hati walau diatas perahu
tersebut penuh dengan para kaum perempuan sedangkan lelakinya
hanya Mao Tin hong seorang, namun perempuan cabul itu benarbenar
lihay sekali, kepandaian silatnya tak boleh dianggap enteng!"
"Aku tidak takut." tukas Bau ji cepat. Kakek itu segera mengulapkan
tangannya. "Walaupun begitu, lohu berharap sauhiap sekalian masih
sudi mendengarkan sepatah kataku." "Silahkan saja kau utarakan!" kata Sun
Tiong Io sambil tertawa. Kakek itu memandang sekejap kearah Bou ji
kemudian berkata. "Lohu tahu, ilmu silat yang dimiliki Sau hiap berasal
dari perkumpulan pengemis, dalam dunia persilatan pun sudah cukup lama
berkelana. apakah kau pernah mendengar tentang suatu lembah yang
bernama Tay hian mo kok?" Mendengar pertanyaan itu, dengan kening berkerut Hou ji lantas
menyahut. "Yaa, aku memang pernah mendengar tentang nama tersebut dari
guruku..." "Tahukah Hou hiap, dimanakah letak lembah tersebut?" Hou ji
segera menggeleng. "Soal ini mah kurang tahu..." "Kalau begitu kau
lebih-lebih tidak mengetahui tentang siapakah
Tay hian kokcu itu?" "Lotiang, apakah kau tidak merasa kalau pertanyaanmu itu diutarakan
berlebihan?" seru Hou ji dengan kening berkerut.
Kakek itu tidak marah, sebaliknya malah tertawa sembari menyahut:
"Kedengarannya memang seperti berlebihan tapi setelah lohu terangkan
nanti, lohu percaya Hou hiap pasti akan terbelalak dan membungkam,
bahkan menganggap pertanyaai lohu ini memang sudah sepantasnya
diajukan..." "Perduli siapakah Tay hian kokcu ini, apa sangkut pautnya dengan
persoalan yang sedang kami hadapi?" tanya Bau ji dengan tak sabar.
"Oooh, besar sekali sangkut pautnya!" kata kakek bertongkat itu sambil
tertawa. Sun Tiong lo memutar sebentar sepasang matanya, mendadak dia
berkata. "Apakah lembah tersebut ada hubungannya dengan Mao Tin
hong?" "Sun sauhiap memang tak malu disebut sebagai jagoan yang luar biasa,
sekali tebak sudah dapat menebaknya secara jitu." puji si kakek sembari
tepuk tangan. "Ada sangkut pautnya dengan bajingan she Mao itu" Hou ji ikut
bertanya. Kakek itu tidak menjawab pertanyaan yang diajukan, melainkan
berbalik bertanya kepada Hou-ji: "Tolong tanya Hou hiap, pernahkah kau mendengar soal Pek ho- wan
dari gurumu ?" Hou ji berpikir sebentar, kemudian sahutnya: "Nama itu seperti
pernah kukenal, tapi..." Berbicara sampai disitu, mendadak Hou ji
teringat akan sesuatu dan buru-buru serunya: "Apakah kau maksudkan kebun selaksa bunga Pek hoa wan yang
berada digua Pek hoatong wilayah Biau di Tin lam ?"
Sekali lagi kakek bertongkat itu bertepuk tangan keras: "Hou hiap
memang betul-betul mengenali tempat-tempat
kenamaan dalam dunia persilatan, tepat sekali ! Memang tempat itu
yang kumaksudkan..." "Hmmm, kalau toh tempat tersebut lantas kenapa?" jengek nona Kim
sambil mendengus. "Adat istiadat yang berlaku dalam gua Pek hoa tong sama sekali
berbeda dengan tempat tempat lain, bukan saja jumlah perempuan di
situ jauh lebih banyak daripada kaum lelaki nya, lagipula hanya kaum
perempuan yang berhak diangkat menjadi kepala suku dan menguasahi
segenap suku yang ada..." "Apakah persoalan ini ada sangkut pautnya dengan persoalan yang
akan kita kerjakan ?" jengek nona Kim sinis.
Kakek bertongkat itu manggut-manggut, "Benar, kepala suku Pekz hoa


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wan tunduk di bawah perintah pemilik kebun selaksa bunga, sedangkan
pemilik lembah Thay hian mo kok dengan pemilik kebun selaksa bunga
adalah suami isteri..." "Dapatkah kau memberi keterangan secara langsung." tukas Bau ji
sambil berkerut kening. "Tak usah tergesa gesa sauhiap, sebentar akan kuterangkan yang
kumaksudkan sebagai pemilik perahu yang sedang berlabuh di tengah
telaga Tong-ting-oh tersebut bukan lain adalah pemilik kebun selaksa
bunga beserta kawanan jago lihaynya..."
Seperti baru menyadari akan sesuatu, Sun Tiong lo segera berseru:
"Ooooh- jadi maksud lotiang, kokcu dari lembah Thay hian mo kok
adalah Mao Tin hong?" "Benar, si tua bangka itulah orangnya !" sahut kakek bertongkat itu
dengan cepat. Paras muka Hou ji segera berubah hebat. "Jadi kalau begitu, suami
istri berdua telah bekerja sama untuk
memusuhi diri kami?" seru nya. "Memang begitulah kenyataannya dan
tak bisa diragukan lagi !" Sun Tiong lo tersenyum. "Sekalipun begitu,
aku rasa juga tidak mengapa !" Hou ji segera menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Siau-liong, kau tak boleh berpendapat begitu, suhu
pernah memberitahukan kepadaku bahwa Pek hoa wancu atau pemilik kebun
selaksa bunga itu memiliki ilmu silat yang sangat lihay, apalagi ilmu
barisan Thay mi thian hun Siu-tin nya, boleh dibilang sudah tiada
tandingannya di dunia ini, apalagi dalam kitab kecil kita, tempat terakhir
yang dicantumkan adalah kebun selaksa bunga..."
Sudah barang tentu Sun Tiong lo tak akan melupakan hal ini, dengan
kening berkerut serunya: "Benarkah begitu lihay?" "Bu lim sam seng (tiga malaikat suci dari
dunia persilatan) pernah termashur dalam dunia persilatan dimasa lampau, hampir saja
tumpas dalam barisan Tay mi thian bun siu ti-n tersebut, kejadian ini
boleh dibilang hampir diketahui oleh setiap orang di dunia"
Sun Tiong lo termenung beberapa saat lama-nya, kemudian berkata:
"Engkoh Hou, sekalipun begitu kita sudah tidak memiliki pilihan yang
lain lagi..." Pada saat itulah, si kakek bertongkat itu menyambung kembali
kata-katanya: "Sampai dimanakah kehebatan dan kelihayan dari ilmu barisan dari
siluman perempuan itu, berhubung lohu tidak tahu maka tidak
berani ku katakan, namun ada cara yang paling bodoh dan paling
sederhana untuk membuat barisan ini tak berfungsi !"
Ucapan ini tentu saja membuat para jago merasa terkejut bercampur
keheranan, tanpa terasa mereka jadi saling berpandangan sampai lama
sekali... Berhubung Bau-ji sudah tahu kalau Tay hian kokcu adalah Mao
Tin-hong, tentu saja ia tak bisa memandang remeh "cara paling bodoh"
yang dikemukakan oleh kakek bertongkat itu, segera tanyanya dengan
penuh napsu: "Bagaimana caranya ?" "Cara itu banyak sekali, seringkali cara yang
paling bodoh bisa mendatangkan kemujuran." Terhadap kakek bertongkat ini, seperti juga
terhadap nona Kim, Bau ji tidak menaruh kesan yang terlalu paik, oleh sebab itu dengan
perasaan tak sabar dia segera menimbrung: "Dapatkah kau
mengutarakan secara blak-blakan dan berterus terang...?"
"Yang penting hanya satu, yakni kita tak boleh meninggalkan sepasang
suami isteri ini kabur kembali ke wilayah Biau, pertama karena wilayah
Biau jauh letaknya dari sini, ke dua, kalau sampai siluman perempuan
itu kembali kewilayahnya, berarti mereka sudah menang posisi lebih
dahulu !" Nona Kim mendengus dingin. "Kau yakin kalau dia tak akan kalah ?"
seru nya. "Walaupun ilmu barisan Tay-mi-thian hun-siu-tin dari
silaman perempuan itu bisa digunakan disegala tempat, namun kalau berbicara
soal kehebatan yang dihasilkan, tentu saja selisih jauh apabila barisan
itu dilakukan dalam wilayah Biau. "Barisan raksasa dalam kebun selaksa bunga dibuat oleh ayah ibunya,
bukan saja kedahsyatannya mengerikan, bahkan dilengkapi pula
dengan pelbagai alat rahasia, tiada orang yang mampu untuk
menembusinya, kecuali kalau kalian yakin memiliki ilmu silat yang jauh
lebih lihay daripada Bu-lim samseng di masa lalu."
Sun Tiong lo segera manggut-manggut. "Masuk diakal juga
perkataan ini, apalagi kitapun tak akan
membiarkan bajingan tua she Mao itu kabur sampai di wilayah Biau !"
katanya cepat. Kakek bertongkat itupun turut manggut-manggut. "Benar, kita harus
menjebaknya kemudian baru membekuknya,
kalau sampai dibiarkan kabur kembali ke sarangnya. waah, bisa
berabe!" Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata lagi: "Kendatipun
demikian, lohu masih kuatir kalau sauhiap sekalian
sulit untuk memperoleh keberhasilan !" Tiba-tiba nona Kim menjerit
lengking: "Tampaknya kau sudah ketakutan sekali terhadapnya ?"
Ucapan tersebut seperti lagi menyindir kakek bertongkat itu,
padahal hal mana menunjukkan kalau sikap maupun pandangan nona
Kim terhadap Mao Tin hong telah mengalami perubahan.
Sekalipun begitu, dia toh tak sampai menunjukkan sikap yang terlalu
menyolok, karena dia tetap menggunakan istilah "dia" untuk
membasahi Mao Tin-hong. oooO-de-Oooo TAMPAKNYA kakek bertongkat ini bukan cuma
berpengalaman sangat luas, diapun cukup memahami perasaan orang, maka selesai
mendengarkan perkataan dari nona Kim yang bersifat mengejek itu, dia
segera tertawa dan berkata: Terus terang nona, memang begitulah kenyataannya dan aku memang
takut sekali padanya !" Memanfaatkan kesempatan tersebut, nona Kim segera
bertanya: "Sekarang, tanpa disadari kau telah mengungkapkan hubunganmu
dengan dirinya, apakah dalam keadaan demikian, kau masih merasa perlu
untuk merahasiakan nama serta indentitas mu yang sebenarnya..?"
Kembali kakek itu tertawa. "Segera akan ku-ungkapkan, kita hanya
menunggu bagaimana caranya untuk melakukan penyerangan !" "Lotiang, bila kau
mempunyai suatu rencana baik, mengapa tidak
kau ungkapkan kepada kami " seru Sun Tiong-lo yang mendengar
sesuatu dari balik ucapannya tadi. Si Kakek berpikir sebentar, kemudian katanya: "Lohu rasa, untuk
menangkap ular harus kita pegang bagian
tujuh incinya, untuk membasmi kejahatan harus berupaya untuk
membekuk pentolannya, siluman perempuan itu keji. buas dan cabul,
sedangkan bajingan she Mao itu buas dan banyak tipu rauslihatnya,
maka kita harus menyusun rencana dengan sebaik- baiknya sebelum
melakukan suatu tindakan. "Perahu besar itu meski berada ditengah telaga, dan bila dibicarakan
menurut keadaan tak bisa dibandingkan dengan sarang naga gua
harimau, namun jika dilakukan penyerangan secara semberono, sudah
pasti akan jatuh korban..." "Sudah, kau tak usah ngoceh terus yang bukan-bukan, beberkan saja
caramu yang dikata kau baik itu" tukas Bau ji lagi.
"Cara yang terbaik tanpa ada bahaya namun besar kemungkinannya
untuk berhasil adalah menyerang dengan api !"
Bau ji segera manggut-manggut. "Benar, memang cara yang paling
baik" katanya. Berbicara sampai disitu, dia lantas berpaling ke arah
Sun Tiong lo sambil minta pendapat. Sun Tiong lo
segera tersenyum. "Lotiang, cara ini boleh dibilang merupakan cara yang paling sempurna,
akan tetapi aku tak dapat berbuat demikian !"
"Mengapa ?" tanya si kakek dan Bau ji hampir bersamaan waktunya.
"Mungkin bajingan she Mao itu adalah pembunuh utama, mungkin juga
apa yang dikatakan lotiang merupakan kenyataan, tapi aku tak bisa
membinasakan dirinya dengan serangan api sebelum segala sesuatunya
dibikin beres dan jelas, aku perlu membuktikan dulu hal ini dari
mulutnya..." Kakek itu menjadi tertegun.
"Kau ingin mencari bukti dari mulutnya sendiri " Sun sauhiap, apakah
kau tidak merasa bahwa caramu itu kurang baik " Coba bayangkan
mungkinkah bajingan tua she Mao itu akan memberi kesempatan
kepada sauhiap..." Apalagi siluman perempuan itu mengincar terus dari
sisi arena..." Belum habis dia berkata, dengan wajah serius Sun Tionglo telah
menukas: "Lotiang harus mengerti, aku hanya menaruh curiga dalam persoalan ini
dan tidak kumiliki bukti yang cukup, sedangkan ucapan dari lotiang
meski bisa dipercaya, tob tiada bukti yang jelas !"
Kakek bertongkat itu segera berkerut kening, "Bila sauhiap baru
percaya setelah ada bukti, waah sulit juga untuk dibicarakan"
Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba dia seperti teringat akan sesuatu,
sembari katanya: "Ah, benar, masih ada persoalan lain yang lohu lupa
menyinggungnya, pertama adalah letak lembah Thay hian mo kok dan
kedua ada lah Gin ih lak yu (enam sahabat baju perak) anak buah
bajingan she Mao tersebut." Sebenarnya siuhiap sekalian sudah pernah mengunjungi lembah Thay
hian mo kok, yakni tempat yang dikenal sebagi Bukit pemakan manusia
sekarang, cuma Gin ih lak yu tidak mengetahui akan hal ini, Aku yakin
Sun sauhiap pasti tahu bukan mengapa kusinggung
soal ke enam orang itu" Asal kau tanyakan hal ini kepada mereka, akan
segera kau ketahui bajingan she Mao itu baik atau jahat"
"Waah, rupanya kerja sama kami dengan Lak yu juga telah diketahui
oleh lotiang?" kata Sun Tiong lo sambil tersenyum.
Kakek bertongkat itu ikut tertawa. "Yaa, tentu. lohu toh orang yang
ada maksud..." "Kini, aku sudah tidak menaruh curiga atau perasaan
sangsi lagi terhadap apa yang lotiang ucapkan" "Jadi kau akan tetap menyerang
dengan menggunakan api?" Dengan cepat Sun Tioog lo menggelengkan
kepalanya berulang kali, serunya cepat: "Maaf, kalau soal itu mah tak bisa kusanggupi."
"Mengapa" Mengapa kau tak dapat menyanggupi usulku ini?"
seru sikakek dengan kening berkerut. "Terlepas dari banyak persoalan
yang masih harus kutanyakan kepada bajingan Mao, soal perempuan-perempuan didalam perahu itu
masih merupakan suatu masalah besar, siapa sih yang berani menjamin
kalau mereka semua merupakan manusia-manusia jahat yang berhati
sesat dan berjiwa cabul?" Kakek bertongkat itu terbungkam seketika itu juga oleh perkataan
tersebut, setelah tertegun cukup lama, akhirnya dia baru menghela
napas panjang. "Aaai., mungkin disini letak perbedaan antara manusia Bu lim dengan
manusia kungcu!" Kali ini Sun Tiong lo cuma tertawa saja tanpa memberikan jawaban apa
pun. Mendadak... si kakek bertongkat itu seperti teringat akan sesuatu,
dengan wajah berseri ia segera berseru:
"Aaah.. ada akal, lohu telah menemukan sebuah cara yang amat
sempurna !" "Ooooh, bagaimanakah akalmu itu " Tolong kau beberkan." "Kita
tetap menyerang dengan menggunakan api, hanya
sebelumnya kita siapkan sampan disekitarnya, dikala sauhiap
menurunkan perintah untuk membakar perahu tersebut, sampan yang
berada disekitar situ segera maju memberi pertolongan entah
bagaimana pendapatmu ?" Sun Tionglo termenung dan lama sekali tidak menjawab. Bau-ji yang
berada disisinya segera menimbrung: "Saudaraku, aku pikir cara ini
bisa digunakan" Sun Tiong lo memandang sekejap ke arah Bau-ji,
kemudian manggut-manggut ke arah Hou ji sembari berkata. "Bagaimana kalau
Engkoh Hou saja yang melaksanakan tugas ini
?" Hou ji segera tertawa. "Boleh sih boleh, cuma soal perahu api yang
digunakan menyerang tak perlu banyak banyak satu saja pun sudah cukup !"
"Ooooh... rupanya Hou-hiap hendak menyediakan obat peledak
didalam perahu tersebut ?" seru si kakek itu cepat. Mendengar
perkataan itu. Hou-ji segera memandang sekejap- ke
arah si kakek- bertongkat itu sambil berseru: "Waaah. manusia macam
kau benar-benar menakutkan sekali." Kakek bertongkat itu tidak
menjadi marah, dia menjawab dengan cepat. "Betul, lohu memang orang jahat yang jarang sekali dijumpai
dikolong langit dewasa ini". Keterus terangan orang tersebut justeru
sebaliknya membuat para jago lainnya menjadi rikuh untuk berbicara
lebih jauh. Sesudah berhenti sejenak, terdengar dia ber kata lagi:
"Itulah sebabnya aku telah memperoleh pembalasan yang paling keji
dari semua manusia di dunia, aku ini harus merasakan kehidupan yang
jauh lebih tersiksa daripada kematian, untung saja sebelum ajalku tiba
aku sempat bertobat dari dosa-dosaku dulu, lebih mujur lagi aku diberi
suatu kesempatan untuk tnemban tu umat persilatan dalam usahanya
melenyapkan seorang manusia yang paling keji, paling licik dan paling
buas di dunia ini!" Nona Kim mengerling sekejap kearah kakek bertongkat itu, kemudian
katanya: "Sekarang, semua persoalan sudah beres, semua rencana telah
diputuskan harap kau seharusnya menyebutkan siapa dirimu bukan ?"
"Lohu ingin mengajukan beberapa persoalan kepada sauhiap, harap kau
bersedia menjawab nya." katanya kemudian.
"Katakan, aku pasti akan berusaha untuk memberi jawaban yang
sebaik-baiknya." "Sebelum menjatuhi hukuman mati terhadap Mao Tin-hong, sauhiap
harus mengusahakan perlindungan bagi keselamatan jiwa lohu !"
"Boleh, aku mengabulkan permintaan lotiang itu" "Sun sauhiap, kita
telah berjanji dengan sepatah kata tersebut
dan kau tak menyesal bukan ?" desak si kakek bertongkat lagi sambil
menatap anak muda itu lekat-lekat. "Langit dan bumi sebagai saksi, apa yang telah kuucapkan tak akan
pernah kuingkari kembali !" Kakek bertongkat itu segera berpaling ke arah Bau-ji, Hou-ji dan nona
Kim, kemudian katanya lagi: "Harap ka!ian bertiga suka menjadi saksi!" "Tak usah kuatir" seru
Biu-ji bertiga cepat, "kami tetap akan
memegang janji yang telah diucapkan!"
Saat itulah si kakek bertongkat itu baru menghela napas panjang,
katanya kemudian: "Lohu adalah Kwa Cun seng !" Ucapan tersebut begitu diutarakan,
Bau ji menjadi berdiri bodoh, nona Kim menjadi tertegun dan Hou-ji mengernyitkan alis matanya
rapat-rapat. Hanya Sun Tiong lo seorang tetap tersenyum sedikitpun tidak nampak
terkejut atau gugup. Nona Kim yang menyaksikan sikap si anak muda tersebut segera
menjadi sadar kembali, cepat dia berseru:


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Engkoh Tiong, rupanya sedari tadi kau sudah tahu?" Sun Tiong-lo
segera tersenyum. "Tidak sulit untuk menduga sampai ke situ"
katanya, "selain Kwa Cun seng, siapa lagi di kolong langit dewasa ini yang bisa mengetahui
segala sesuatu tentang Mao Tin-hong, apa lagi tentang tindak tanduknya
di masa silam !" "Kalau memang begitu, mengapa tidak kau katakan kepadaku sedari
tadi " Akibatnya aku harus menjadi saksi lagi baginya..." seru Bau ji
agak gemas. "Kwa lotiang kan sudah kehilangan ilmu silatnya," kata Sun Tiong-lo
dengan suara rendah. "tubuhnya menjadi begitu lemah sehingga tiap
saat kemungkinan besar dia akan mati, apalagi dia telah bertobat dan
mau menyesali perbuatannya dimasa yang lalu, masa kita akan begitu
tega untuk turun tangan membunuhnya?"
"Mengapa tidak " Memangnya dia benar-benar melepaskan golok
pembunuh dan kembali ke jalan yang benar ?"
"Toako" kembali Sun Tiong-lo berkata dengan wajah
bersungguh-sungguh, "seandainya ayah, ibu dan ji-nio masih hidup,
merekapun akan mengambil keputusan seperti apa yang telah kulakukan
sekarang, asal toako bersedia untuk memikirkan
persoalan ini dengan hati yang tenang, tidak sulit rasanya untuk
memahami hal tersebut." "Itu nama tidak adil"." seru nona Kim tiba-tiba sambil mendengus
dingin. -oo0dw0oo- Jilid 38 SUN TIONG-LO menjadi tertegun dibuatnya. "Tidak adil " Apa
maksud dari perkataanmu itu ?" serunya. Sambil melotot ke arah Kwa
Cun-seng, kembali nona Kim berkata: "Semua perbuatan jahat yang dilakukan oleh Mao Tin hong,
ada delapan sembilan bagian diantaranya muncul dari idenya, sekarang
lantaran mendapat bencana dia menjadi mujur, bukankah hal ini tidak
adil namanya...?" Sun Tiong lo segera tertawa. "Waah, kalau adil diartikan demikian,
jadi sulit rasanya untuk dijelaskan. Misalnya saja membunuh seorang manusia keji yang berhati
buas, rasa puas disaat berhasil membunuh penjahat itu memang akan
kita rasakan tapi kalau dibandingkan dengan jumlah manusia yang
terbunuh ditangannya, bukankah hal tersebut menjadi tidak adil " Bila
kita harus membicarakan soal keadilan dari sini, bukankah kejadian
mana baru terasa adil namanya andaikata penjahat tersebut mempunyai
beratus-ratus lembar jiwa rangkap sesuai dengan jumlah manusia yang
telah terbunuh ditangannya ?" Ucapan mana kontan saja membuat nona Kim menyengir jengah dan
tak berbicara lagi, pada saat itulah Kwi Cua seag berkata lagi dengan
wajah serius: "Harap sauhiap sekalian tak usah meributkan persoalan ini, disaat Mao
Tin hong sudah menemui ajalnya, sudah pasti aku pun akan
membayar pula semua dosa yang pernah kulakukan dimasa lalu,
pokoknya aku akan membuat kalian semua menjadi puas dan semua
rasa benci kalian menjadi terlampiaskan !"
Cepat Sun Tiong lo mengulapkan tangannya. "Kalau begitu mah tidak
perlu !" Kemudian sesudah berhenti sejenak, dia berkata lagi:
"Mumpung sekarang ada kesempatan baik, harap lotiang memberi
petunjuk dimanakah perahu besar itu sedang berlabuh kini?"
Kwan Cun seng tidak banyak berbicara lagi, dia segera beranjak
meninggalkan tempat itu dan berangkat menuju ketepi telaga.
oooO-dw-Oooo KANG TAT, Thio Yok sim dan Cukat Tan sudah
setengah harian lamanya melakukan pencarian disekitar dusun di tepian telaga,
menjelang kentongan pertama, dengan perasaan kecewa akhirnya
mereka berkumpul kembali disekitar bangku batu dibawah pohon liu
ditepi telaga. Dengan kening berkerut Kang Tat berkata. "Heran mengapa Sun
sauhiap sekalian belum juga datang kemari?" "Tak mungkin belum datang." seru Cukat Tan "mungkin
mereka telah menjumpai suatu persoalan sehingga kedatangan mereka kesini
agak tertunda..." Cepat Thio Yok sim menggeleng. "Aaah, persoalan apa yang bisa
lebih penting daripada usaha membekuk Mao loji dalam keadaan hidup-hidup ?" Kaag Tat berpikir
sebentar, kemudian katanya: "Yang lebih aneh lagi adalah bajingan she
Kwa itu. padahal dia sudah kehilangan ilmu silatnya, tak mungkin langkah kakinya bisa
begitu cepat, padahal sejak dia meninggalkan perahu sampai kita
lolos dari kurungan hanya sepertanak nasi saja, masa jejaknya bisa
hilang lenyap dengan begitu saja?"
"Tua bangka itu tahu kalau cepat atau lambat dia pasti akan mati, tentu
saja dia pasti akan mati, tentu saja dia tak akan tinggal terlalu lama lagi
disini" ujar Cukat Tan mengemukakan pendapatnya.
Dengan cepat Thio Yok-sim menggelengkan kepalanya: "Rasa benci
bajingan Kwa terhadap Mao loji boleh dibilang telah
merasuk ke tulang sum-sum, mustahil dia akan melarikan diri, lagipula
tenaga dalamnya sudah punah, tubuhnya menjadi lemah dan tak
mungkin menempuh perjalanan cepat, sekalipun berhasil kabur pun tak
mungkin bisa hidup kelewat lama, oleh sebab itu..."
"Maksud Thio heng, kemungkinan besar bajingan Kwa akan membalas
dendam terhadap Mao loji ?" sela Kang Tat.
"Yaa, bajingan ini berhati keji dan licik, diapun tidak tahu kalau
kematiannya tidak jauh ditambah pula rasa bencinya terhadap Mao lo ji
sudah merasuk ketulang sumsum, sudah pasti dia akan berusaha dengan
segala kemampuan nya untuk membalas deadam."
"Walaupun perkataan itu betul, namun kita sudah menggeledah hampir
semua kota Oh kian tin, nyatanya jejak si bajingan itu belum juga
ditemukan, kecuali kalau dia sudah mempunyai persiapan lebih dahulu,
aku rasa tidak mungkin bisa demikian."
Mendadak Cukat Tan menyela. "Betul mungkinkah bajingan keparat
itu telah menemukan Sun sauhiap sekalian ?" Begitu ucapan tersebut diutarakan, kontan saja
Kang Tat dan Thio Yok sim jadi tertegun. Beberapa saat kemudian, Thio Yok sim
menepuk pahanya sambil berseru keras: "Yaa, mungkin, mungkin sekali dia berbuat
demikian!" "Seandainya begitu, tidak heran kalau kita tak berhasil menemukan Sun
sauhiap" Cukat Tan segera bangkit berdiri, serunya: "Ayo berangkat, kita
berjalan kejepan sana kita menuju ke
perahu besar yang dimaksudkan bajingan she Kwa tersebut." "Betul,
siapa tahu kalau mereka pun akan datang kemari." Maka berangkatlah
ketiga orang itu meninggalkan bawah pohon
itu dengan langkah lebar. Mendekati kentongan ke empat, mendadak
Cukat Tan menemukan sesuatu dibalik kegelapan sana, ia lantas berbisik: "Awas,
dari jalan kecil disisi sebelah kiri pantai telaga nampak
ada manusia sedang berjalan mendekat" Kang Tat dan Thio Yak sim
segera mengalihkan sorot mata mereka, betul juga, nampak sepasukan bayangan manusia sedang
bergerak mendekat dari kejauhan sana dengan langkah lambat,
sayangnya berhubung keadaan cuaca sangat gelap sehingga tidak
nampak jelas raut wajah orang tersebut.
Lewat beberapa saat kemudian dengan suara, yang lebih lirih Cukat Tan
berkata lagi: "Tak bakal salah lagi, bajingan Kwa yang sedang mengajak Sun sauhiap
sekalian datang kemari." "Bagaimana dengan kita sekarang" Lebih baik menyembunyikan diri
lebih dulu sambil menantikan perkembangan selanjutnya ataukah lebih
baik maju menyongsong saja?" Kang Tat segera bertanya.
"Kita sudah mengadakan perjanjian lebih dulu dengan Sun sauhiap,
tentu saja harus maju menyongsong." seru Thio Yok sim dengan cepat.
"Tunggu dulu!" dengan cepat Cukat Tan mencegah, "Sekali pun kita
sudah mengadakan perjanjian, tapi hal itu kita buat secara
diam-diam, apabila kita harus menyongsong kedatangan mereka
sekarang. hal ini sama halnya dengan bajingan she Kwa itu, tiada
berkesempatan lagi untuk mengawasi gerak gerik dari Mao loji !"
"Berada dalam keadaan dan situasi seperti ini, masa kita harus
mengawasi Mao loji lagi" kata Kang Tat sambil tertawa.
Cukat Tan termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian
baru ia berkata: "Bila kalian berdua merasa sudah tiada keperluan untuk berbuat
demikian lagi, marilah kita muncul bersama-sama."
Thio Yok-sim segera berpaling dan memandang sekejap ke arah Kang
Tat, kemudian serunya: "Bagaimana menurut pendapat saudara Kang?" Kang Tat
memandang sekejap kearah rombongan Sun Tiong-lo
sekalian yang makin bertambah dekat itu, kemudian katanya: "Mari kita
menyambut kedatangan mereka, bagaimanapun juga
Mao loji toh sudah mengkhianati anak buahnya dan kabur
menyelamatkan diri, aku pikir sudah tak perlu diawasi lagi, Iebih baik
kita berterus terang saja bekerja sama dengan Sun sauhiap secara
blak-blakan!" Thio Yok sim manggut-manggut. "Akupun mempunyai pendapat
demikian, apabila setelah kemunculan kita, kitapun tak usah takut bajingan tua she Kwa
melakukan permainan busuk secara diam-diam. bahkan bila sudah
mengetahui rencana berikutnya, kitapun bisa segera memberi kabar
kepada Mo tua!" Begitu keputusan diambil, mereka bertiga segera menampakan diri dari
tempat persembunyiannya dan menyongsong kedatangan rombongan
tersebut... Kwa Cun seng yang berjalan dipaling depan sama sekali tidak
menunjukkan rasa kaget atau gugup tatkala secara tiba-tiba muncul
tiga orang manusia dari balik kegelapan, malah sebaliknya dia berkata
sambil tertawa: "Ketika akan kemari tadi, lohu sudah menduga kalau kalian bertiga
bakal menampakkan diri disini"
Kang Tat segera mendengus dingin, "Hmm, Kwa Cun seng, kami
bersaudara sungguh merasa takluk kepadamu.!" serunya.
Thio Yok-sim malah tertawa dingin sambil mengejek: "Pepatah bilang,
bila dinding roboh, rerumputan pun ikut
tumbang, kau benar-benar manusia yang tahu diri!" Paras muka Kwa
Cun seng sama sekali tidak berubah menjadi
memerah, segera ujarnya. "Terserah apa saja yang hendak kalian
katakan, sebab ucapan mana sudah tak akan menyakiti hati lohu lagi" Sementara itu Sun Tiong
lo telah bertanya kepada Cukat Tan bertiga sambil tertawa. "Baik-baiklah kalian bertiga" Bagaimana dengan
Mo tayhiap sekalian...?" "Mereka sudah berangkat menurut perjanjian dan kini
menuju kebukit pemakan manusia!" sela Cukatan cepat. "Bagus sekali." seru
Sun Tiong-lo sambil mengangguk, "apakah
tempat persembunyian bajingan Mao yang lain sudah didatangi orang"
"Mo-heng telah mengirim orang ke sana" timbrung Kang Tat dari
samping rekannya, "percayalah, semua tempat bisa didatangi oleh Mao
loji sekarang telah dimusnahkan semua oleh Mo heng, kini loji sudah
menjadi seorang pangcu sebatang kara"
Thio Yok sim mendelik sekejap kearah Kwa Cun-seng, kemudian
serunya pula: "Perkataan itu memang tepat sekali, kalau sampai orang Kwa pun turut
putar kemudi mengikuti hembusan angin, kalau Mao loji tidak sebatang
kara itu baru aneh namanya !" Dalam keadaan demikian, Sun Tiong lo merasa kurang leluasa untuk
memberi penjelasan bagi kedudukan Kwa Cun-seng, maka diapun
hanya tertawa belaka. Kang Tat tidak berhenti sampai disitu saja, kembali ujarnya kepada Sun
Tiong lo: "Sun sauhiap, lohu bersaudara percaya, sahabat Kwa sudah pasti telah
mengusulkan agar menggunakan api untuk menyerang perahu besar
yang berlabuh di tengah telaga itu bukan ?"
"Yaa, memang begitulah, serangan dengan api hanya melupakan
persiapan, kecuali bajingan tua she Mao itu bermaksud hendak melarikan
diri, kalau tidak kami tidak bermaksud untuk menggunakannya, Kami pun
mempunyai rencana untuk membicarakan dulu persoalan ini dengan
bajingan tua she Mao." Mendengar perkataan tersebut, Cukat Tan, Kang Tat dan Thio Yok sim
saling berpandangan sekejap, bagaimanapun juga mereka bertiga harus
mengagumi cara Sun Tiong lo bertindak, sebab hanya tindakan seperti
inilah mencerminkan tindak tanduk dari seorang lelaki sejati.
Kang Tat memandang sekejap ke arah Kwa Cun seng, kemudian
tanyanya lagi "Tolong tanya, siapakah yang akan mempersiapkan
perahu berapi untuk membakar perahu besar itu ?"
Kwa Cun seng mengetahui maksud pertanyaan dari Kang Tat tersebut,
katanya kemudian sambil tertawa: "Saudara Kang tat usah kuatir, Hou hiaplah yang akan mengurus soal
itu, bukan lohu!" Kang Tat segera mendengus.
"Kalau begitu mah masih mendingan, coba kalau berganti dengan
dirimu, aku orang she Kang sukar untuk mempercayainya !"
Kwa Cun seng sama sekali tidak menjadi gusar atau mendongkol,
tanyanya tiba-tiba: "Saudara Kang, apakah ucapanmu telah selesai kau utarakan ?"
"Kalau sudah selesai kenapa " Kalau belum selesai kenapa pula
?" seru Kang Tat gusar. Kwa Cun seng tertawa hambar. "Bila ucapanmu
belum selesat, silahkan dibicarakan dulu sampai
selesai, bila sudah selesai marilah kita membicarakan persoalan pokok
yang sebenarnya." Pada saat ituIah, Sun Tiong lo turut menimbrung: "Sekarang, kita
sedang bersama-sama menghadapi musuh yang
sama, Kang tat hiap, bersediakah kau memandang diwajahku untuk
tidak menyinggung lagi masalah yang sudah lewat " Bagaimana kalau
kita bersama-sama membicarakan rencana selanjutnya dalam
menghadapi musuh ?" Dalam keadaan begini, terpaksa Kang Tat harus menyahut: "Ooooh,
tentu saja. tentu saja, kami tak akan membicarakan
masalah yang sudah lewat lagi." Sun Tiong lo tertawa, dia lantas
membeberkan sekali lagi semua perundingan yang telah mereka lakukan tadi. Hingga kini, Kang Tat
bertiga baru tahu kalau Mao Tin hong
sebenarnya tak lain adalah Kokcu lembah Tay-hian mo-kok dimasa lalu.
Setelah duduknya persoalan menjadi jelas, maka pembagian kerja pun
dilakukan. Dengan bertambahnya Kang Tat sekalian bertiga jumlah anggota mereka
menjadi bertambah, maka diputuskan Kang Tat bertiga membantu dalam
mempersiapkan tiga buah perahu untuk melancarkan serangan dengan
api nanti. Asalkan mereka mendengar suara pekikan nyaring dari Sun Tiong lo
dari tempat kejauhan, maka serangan dengan api akan segera di
lancarkan.

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Selesai berunding, diberi kesempatan lagi untuk membicarakan
persiapan-persiapan yang diperlukan.
Terdengar Kwa Cun-seng berkata: "Menurut ilmu perang, serangan
yang paling tepat adalah serangan disaat musuh sedang lengah. Menurut pendapat lohu,
sebelum kentongan kelima merupakan saat yang paling gelap dan saat
paling tepat untuk melancarkan serangan, serangan dalam keadaan
begini bisa membuat Mao loji panik dan tidak mengetahui berapa
banyak jumlah musuh yang melancarkan serangan."
"Kalau menurut pendapatku." sela Kang Tat, "kalau toh kita hendak
menggunakan kelembutan sebelum kekerasan, maka kita lebih tepat
untuk datang disaat fajar hampir menyingsing dengan begitu akan
mencerminkan pula kejujuran serta keterbukaan kita !"
"Tapi bagi Mao loji, hal ini berarti membeberkan segala sesuatunya..."
seru Kwa Cun-seng dengan kening berkerut.
Belum selesai dia berkata, Sun Tiong lo telah menyela dan katanya
kepada Kang Tat sekalian bertiga: "Baiklah kita ikuti cara serta waktu dari Kang tayhiap, sekarang kalian
bertiga boleh segera melakukan persiapan !"
Kang Tat bersama Thio Yok-sim dan Cukat Tan segera mengiakan dan
berlalu dari situ. Kwa Cun-seng sendiri, meski usulnya ditolak mentah-mentah, ternyata
ia tidak menjadi sakit hati, serunya tiba-tiba:
"Kang-heng, harap tunggu sebentar!" Kang Tat salah mengira Kwa
Cun-seng hendak sengaja mencari gara-gara, dengan perasaan tak senang dia segera bertanya:
"Apakab kau masih ada petunjuk lain yang lebih hebat ?"
"Kepergian saudara Kang kali ini apakah ada cara untuk mendapatkan
sampan ?" Pertanyaan tersebut segera membuat Kang-Tat sekalian bertiga
menjadi tertegun. Waktu itu tengah malam sudah lewat, kemanakah mereka hendak
mencari nelayan untuk menyewa perahu " Apalagi sekalipun berhasil
menemukan para nelayan dan pemilik sampan, belum tentu perahu
mereka bersedia dijual dengan mudah begitu saja.
Menyaksikan rekan-rekannya menjadi melongo, sambil tertawa Kwa
Cun-seng berkata lebih lanjut: "Saudara Kang, masih ingatkah kau dengan tempat untuk naik sampan
di bawah pohon liu semalam ?" "Ehmmm, tentu saja masih ingat" "Orang yang berapa disana
bernama Yu Teng poo, dia adalah murid lohu, segala sesuatunya sudah lohu persiapkan, bila saudara Kang
telah berjumpa dengannya nanti, dia akan serahkan perahunya untuk
saudara Kang gunakan !" Berbicara sampai disiiu diri dalam sakunya Kwa Cun-seng mengeluarkan
setengah butir mata uang tembaga dan berkata lebih jauh:
"Benda ini merupakan tanda kepercayaan dari lohu, bila Yu Teng po
menyaksikan benda tersebut, dia akan segera melaksanakan
perintahku." Saat ini. bukan hanya Kang Tat bertiga saja bahkan Sun Tiong lo sekalian
pun menaruh perasaan kagum terhadap Kwa Cun seng, mereka tidak
menyangka kalau Kwa Cun seng, telah mempersiapkan segala sesuatunya
secara matang dan cermat. Kang Tat menerima separuh buah mata uang tembaga itu, namun
ketika benda tersebut diamati dengan lebih seksama lagi, tergerak
ha-tinya secara tiba-tiba. "Saudara Kwa," ia lantas berseru, "apakah tanda pengenalmu ini sudah
lama kau pergunakan?" Tanpa angin guntur, tahu tahu saja Kang-Tat mengubah sebutannya
kepada Kwa Cun-seng menjadi saudara Kwa.
Dengan cepat Kwa Ciin seng menggelengkan kepalanya. "Tanda
pengenal ini sudah lohu pergunakan selama hampir tiga
puluh tahun lamanya." Mendengar jawaban tersebut Kang Tat menjadi
terkejut, sepasang matanya segera terbelalak lebar-lebar, ditatapnya Kwa
Cun-seng lekat-lekat dan sampai setengah harian lamanya dia tak
mampu mengucapkan sepatah kata pun.
Cukat Tan yang melihat tindak tanduk rekannya itu menjadi sangat
keheranan, segera tegurnya: "Saudara Kang Tat, ada sesuatu yang tidak beres?" Kang Tat
menggeleng kepada Kwa Cun-seng kembali ujarnya: "Saudara Kwa,
separuh mata uang tembaga ini merupakan tanpa
mengenal dari seseorang kalau aku Kang Tat tidak salah ingat, benda
ini adalah tanda pengenal dari Tan-ci-kim chee (sentilan jari mata uang
emas) Liu Long khek yang termashur namanya didalam dunia persilatan
dimasa lalu..." Belum selesai berkata, Kwa Cun serg telah menghela napas sedih
sambil menukas: "Jauh... jauh... sudah terlalu tawar, kejadian tersebut sudah berubah
bagaikan impian !" Begitu nama "Tan ci kim che" Liu Long khek disebutkan, bukan saja
Thio Yok sim dan Cukat Tan menjadi terkejut, bahkan Sun Tiong-lo dan
Hou ji pun ikut merasa umat terperanjat.
Sun Tiong lo segera berseru pula: "Sobat Kwa... jangan-jangan kau adalah... Tan ci kim che Liu Long Khek
yang amat termashur namanya didalam dunia persilatan di masa lalu
Sangkoan Ki, Sangkoan tayhiap?"
Dengan pedih Kwa Cun seng menundukkan wajahnya yang tua
rendah-rendah, lalu serunya agak sesenggukkan.
"Harap siauhiap jangan mendesak lagi, hanya membuat lohu makin
menyesal dan malu." Sun Tiong lo segera menggeleng kepalanya berulang kali, kembali dia
berkata: "Kwa tayhiap, peristiwa ini sungguh membuat orang tak habis
percaya..." Mendadak Kwa Cun seng mendongakkan kepalanya, lalu dengan air
mata bercucuran katanya: "Sekali salah melangkah, menyesal untuk selama-lamanya, harap
sauhiap menahan diri dan lepaskan lohu !".
Maksud perkataan itu sudah jelas sekali, ia menyatakan kalau tak ingin
membicarakan persoalan tersebut lebih jauh.
Sun Tiong lo adalah seorang manusia yang punya maksud untuk
membimbing orang jahat agar kembali ke jalan yang benar, apalagi
Sangkoan Ki merupakan seorang toa enghiong yang dihormati setiap
orang dimasa lalu. Namun Kwa Cun seng telah menerangkan kaIau persoalan yang
menyedihkan tak ingin dibicarakan lagi, maka Sun Tiong lo termenung
beberapa saat lamanya, begitu mendapat akal ujarnya kepada Kang Tat:
"Kang tayhiap, silahkan kau mempersiapkan diri, apabila masih ada
tempat kosong, sudah sepantasnya bila kau undang sahabat Yu Teng po
tersebut untuk memberi bantuan, aku percaya ilmu menyelam yang
dimiliki orang ini pasti hebat sekali!"
Kang Tat memang seorang yang cerdas, maka begitu mendengar
perkataan tersebut dia mengiakan dan bersama Cukat Tan dan Thio
Yok-sim segera berlalu. Sedangkan Sun Tiong-Io sekalian, berhubung waktunya masih pagi,
maka mereka hanya duduk di pantai sambil mengawasi perahu besar
tersebut dari kejauhan, kemudian masing-masing mengatur napas
sambil menantikan datangnya fajar sebelum melakukan tindakan lebih
jauh. Sementara itu, Kang Tat bertiga telah meninggalkan Sun Tiong lo
sekalian, sambil berjalan mereka berbincang-bincang.
Dan terdengar Kang Tat berkata: "Saudara Thio, saudara Cukat,
apakah kalian memahami maksud pembicaraan dari Sun sau hiap ?" "Yaa, tahu, dia suruh kami baik-baik
menanyai Yu Teng-po." jawab Cukat Tan. "Betul." Kang Tat berhenti sebentar sambil
menghempaskan napas panjang, kemudian sambungnya lebih jauh: "Saudara berdua,
kejadian ini merupakan suatu peristiwa yang
sama sekali diluar dugaan, coba bayangkan betapa gagah dan
perkasanya Liu lok kek (jago pengembara) Sangkoan Ki di dalam dunia
persilatan dimasa lalu, tapi dalam usia tuanya, mengapa dia bisa
berubah menjadi begini rupa !"
Thio Yok-sim turut menghela napas panjang. "Aai, seandainya Kwa
Cunseng adalah Sangkoan Ki, sudah pasti
kejadian ini anehnya bukan kepalang sehingga batok kepala orang
terasa sakit" "Tentu saja, kalau tidak masa dapat terjadi perubahan sehingga
seakan-akan berubah menjadi seorang yang lain?" ucap Cukat Tan.
"Percuma diduga sendiri, toh akhirnya tak akan bisa terduga, lebih baik
kita segera menemukan Yu Teng po, persiapkan perahu
api, kemudian menanyakan persoalan ini sampai jelas, aku rasa tidak
sulit untuk mengorek latar belakang yang sebenarnya."
Ketika mereka bertiga tiba di tepi pohon itu dan benar juga, tampaklah
seorang manusia berbaju hitam yang menggunakan kain kerudung
hitam sedang berdiri menanti disana.
Kang Tat memandang sekejap kearah orang itu, kemudian dengan
langkah lebar berjalan menghampirinya.
Agaknya orang itu sudah mengetahui akan kehadiran mereka, kenal pula
dengan mereka maka sambil maju menyongsong kedatangan
orang-orang itu serunya: "Hamba menghunjuk hormat kepada Tian cu bertiga!" Sekarang, Kang
Tat bertiga telah melepaskan kerudung
peraknya, namun orang itu tidak menunjukkan sikap menaruh curiga,
bahkan menegurpun tidak. Thio Yok sim memperhatikan sekejap wajah orang itu, kemudian
tegurnya. "Ada perahu kecil?" Orang itu menggeleng. "Sekarang sih tak ada,
biasanya sampan tersebut mondar mandir
kesana kemari, kebetulan saat ini sedang keluar semua" Kang Tat
segera tertawa, sambil mengeluarkan setengah mata
uang tembaga tersebut, katanya: "Ada seorang teman telah
menyerahkan tanda pengenal ini kepadaku, katanya jika diperlihatkan kepadamu maka akan kuperoleh
tiga buah sampan, diatas sampan sampan tersebut sudah di siapkan
bahan peledak serta bahan bahan yang mudah terjilat api!"
Orang itu menyambut mata uang tersebut, katanya: "Benar memang
ada! Tolong tanya kapan kalian membutuhkannya..?" Orang itu cepat benar bertukar nada pembicaraan bahkan paras
mukanya sama sekali tidak nampak perubahan apapun.
Kang Tat juga tidak menegur, katanya kemudian: "Akan kami
gunakan sebentar lagi, harap bawa kami ke sana." Orang tersebut
mengiakan kemudian membalikkan badan dan
berjalan kemuka menelusuri jalanan kecil. Kang Tat sekalian segera
menyusul dibeIakangnya. Kurang lebih setengah panahan kemudian,
dari balik tumbuhan ilalang yang lebat dia menyeret keluar empat buah sampan kecil, tiga
buah sampan yang beruangan, didalam ruangan tertimbun bahan
peledak, belerang serta bahan bahan lain yang mudah terbakar.
Berhubung waktu masih pagi, Kang Tat segera memberi tanda rahasia
kepada Cukat Tan serta Thio Yok-sim, setelah itu katanya:
"Sebentar, kau dan aku boleh naik diatas sebuah sampan yang sama."
"Hamba turut perintah." sahut orang itu cepat. Kang Tat segera
tertawa, kembali ujarnya: "Sekarang, kita akan segera
menggunakan ketiga sampan penuh berisi bahan peledak itu, kau pun tak usah menyebut diri sebagai hamba
lagi, apa pula kami bertiga telah melepaskan kain kerudung
masing-masing, aku percaya kau tentunya sudah mengerti apa
maksudnya bukan !" "Benar, aku memang sudah mengerti." Sekali lagi Karg Tat tertawa.
"Menurut pemilik setengah mata
uang tembaga ini, kau bernama Yu Teng-poo, anak muridnya ?" Orang
itu segera mengangguk. "Benar, aku bernama Yu Teng-poo, murid dari
pemilik tanda pengenal tersebut." Kang Tat memandang sekejap kearahnya, kemudian serunya lagi:
"Kalau memang begitu, mengapa sahut Yu tidak melepaskan kain
kerudung mukamu ?" Seakan-akan robot yang tidak berotak saja, mendengar ucapan mana
Yu Teng poo segera berkata lagi: "Betul, memang seharusnya dilepaskan !" Sembari berseru, dia
benar-benar melepaskan kain kerudung itu sehingga nampak jelas paras
muka aslinya, Yu Teng poo adalah seorang lelaki berusia empat puluh
tahun, berwajah angker dan gagah. Sembari menuding ke arah bangku batu di sisinya, Kang Tat lantas
berkata lebih jauh: "Mari, mari, mari, silahkan duduk sobat Yu mari kita duduk sambil
berbincang-bincang." "Baik, terima kasih." paras muka Yu Teng po masih tetap kaku dan
sama sekali tanpa perasaan. Setelah duduk, Kang Tat langsung mengajukan pertanyaannya:
"Gurumu Kwa Cun seng, ternyata adalah si tamu pengembara
Sangkoan tayhiap yang termashur akan sentilan jari mata uang
emasnya dalam dunia persilatan dimasa lalu, kejadian ini benar- benar
sama sekali diluar dugaan sia pa pun ?"
"Benar, sama sekali diluar dugaan siapa pun" jawaban dari Yu Teng-po
masih tetap kaku." tanpa emosi.
"Sobat Yu," Thio Yok-sim turut berbicara, "Gurumu Sangkoan Ki adalah
seorang enghiong hohan yang dihormati dan di sanjung setiap umat
persilatan di dunia ini, sebaliknya Kwa Cun-seng adalah seorang
manusia laknat yang sudah terlalu banyak melakukan perbuatan jahat
selama ini, di antara mereka..."
"Maaf, aku tak bisa mengungkapkan hal itu" tukas Yu Teng poo secara
langsung. Cukat Tan tertawa, katanya pula: "Sobat Kang, kedudukan gurumu pada
saat ini merupakan seorang manusia laknat yang boleh dibasmi oleh
siapa saja, tapi bila latar belakang dari persoalan ini bisa diketahui
sehingga dibeberkan kepada setiap orang, kemungkinan pandangan
umat persilatan terhadap gurumu akan mengalami perubahan besar."
"Kau sebagai seorang murid yang baik, sudah sepantasnya kalau
memanfaatkan kesempatan yang baik ini untuk memperbaiki nama baik
gurumu dimata masyarakat, kau sepantasnya kalau berdaya upaya
untuk mencapai hal tersebut, itulah sebabnya lohu sekalian dengan
besarkan nyali ingin meminta keterangan darimu, semoga sobat Yu
bersedia memberitahukan keadaan yang sesungguhnya dimasa lampau
!" Paras muka Yu Teng poo sama sekali tidak berubah, katanya dengan
suara kaku: "Maaf, aku tak dapat menjawab !"
Kang Tat memutar biji matanya, mendadak ia memperoleh sebuah idee
bagus, sembari mengangkat separuh mata uang tembaga itu serunya
dengan suara lantang. "Yu Teng-po, dengarkan perintah !" Yu Teng poo memandang
sekejap ke arah separuh mata uang tembaga tersebut, kemudian setelah menghela napas panjang, katanya:
"Tecu menerima perintah !" "Kau harus menjawab semua
pertanyaan yang diajukan oleh lohu bertiga, apa yang kau ketahui harus kau utarakan dengan sejujurnya,
mengerti..."

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baik, tecu turut perintah-!" Thio Yok-sim segera berseru.
"Pertama-tama kau harus menuturkan dahulu apa yang telah
terjadi sehingga Sangkoan tayhiap bisa berubah menjadi Kwa Cunseng!"
Yu Teng poa menarik napas dulu dengan suara pedih, kemudian baru
membeberkan semua rahasia besar yang membuat Kang Tat dan Thio
Yok-sim membelalakan matanya lebar-lebar.
Berbicara soal masa lampau Sangkoan Ki, Yu Teng poo kelihatan tak
dapat menahan gejolak emosi dalam hatinya. Ternyata antara
Sangkoan Ki dengan Mao Tin hong adalah hubungan kakak beradik
misan. Sangkoan Ki adalah sang kakak misan, sedangkan Mao Tin hong adalah
sang adik misan, sejak kecil mereka berdua sudah hidup dan
dibesarkan bersama-sama. Kemudian masing-masing memperoleh penemuan yang berbeda dan
sama-sama menjadi ternama di dalam dunia persilatan.
Berbicara soal nama serta kedudukan, tentu saja kedudukan Sangkoan
Ki masih lebih tinggi daripada Mao Tin hong, sedangkan dalam soal ilmu
silat, Mao Tin hong juga masih selisih setengah tingkat.
Cuma peristiwa ini telah berlangsung pada dua puluh lima enam
tahunan berselang. Kemudian Mao Tin hong dan pemilik kebun Pek hoa wan berkenalan
yang dilanjutkan dengan perkawinan, ketika terjun kembali kedunia
persiIatan, baik ilmu silat maupun pengalaman Mao Tin hong, sudah
jauh melebihi Sangkoan Ki. Bedanya, kalau Sangkoan Ki masih bisa untuk meraih kemajuan, maka
Mao Tin hong yang menderita luka daIam, sebelum memperoleh
penyembuhan total jangan harap bisa memperoleh kemajuan lagi.
Tatkala mereka kakak beradik misan bisa berjumpa lagi dalam dunia
persilatan, waktu itu Mao Tin hong sedang menaruh dendam untuk
menghindari mereka. Sewaktu Mao Tin hong bertemu lagi dengan Sangkoan Ki, dengan cepat
dia memperoleh sebuah akal, dia tahu kalau
Sangkoan Ki masih sebatang kara, maka setelah membangun
perkampungan mereka pun hidup bersama-sama disatu tempat.
Waktu itu, kendatipun kepandaian silat yang diperoleh Mao Tin hong
sukar mendapat kemajuan berhubung luka dalam yang diderita-nya,
namun dari dalam kebun Pek hoa wan, ia sempat mempelajari banyak
sekali kepandaian aneh dari golongan iblis, dengan umpan ilmu silat
inilah dia berusaha menarik Sang-koan Ki agar mempelajarinya.
Maka tanpa disadari oleh Sangkoan Ki, dia telah salah menganggap
maksud baik misannya ini dan tanpa ragu-ragu mulai mendalami
semacam ilmu yang dinamakan ilmu Thian hua sinkang.
Siapa sangka yang dimaksudkan sebagai Thian hua sinkang
sesungguhnya adalah ilmu Siau hun hoat dari golongan iblis, karena
kurang teliti, akhirnya Sangkoan Ki terjurumus untuk mempelajari
sejenis ilmu jahat yang amat mengerikan.
Menanti Sangkoan Ki menyadari kalau ada hal hal yang tak beres,
tenaga dalam hasil latihabnya dimasa lampau tahu-tahu sudah punah
seperti asap, hilang lenyap tak berbekas, saat itulah menyesal pun tak
ada gunanya... Tentu saja Sangkoan Kiz tidak terima, dia mencari Mao Tin bong sambil
menuntut keadilan, siapa sangka Mao Tin hong justru cuci tangan
bcrsih-bersih, dia beralasan dahulunya dia tak tahu kalau akan begini,
karena dia sendiripun tertipu. Kejadian dari ilmu S'au hun tay hoat ini melebihi racun yang ditanam
dalam tubuh seseorang apabila ilmu tersebut dilepaskan sampai
ditengah jalan saja, maka sang korban akan merasakan siksaan dari
Im-mo yang akan menggerogoti hatinya.
Berada dalam keadaan apa boleh buat, terpaksa Sangkoan Ki harus
berlatih lebih jauh. Tatkala dia telah berhasil melatih ilmu Siau hun tay hoat tersebut,
wataknya pun ikut berubah, dia telah berubah menjadi
seorang iblis jahat yang licik, buas, kejam dan tak berperi kemanusiaan
Cuma saja, setiap tiga jam kemudian dia akan menjadi sadar selama
dua-tiga jam, maka disaat sedang sadar secara diam-diam Sangkoan Ki
membuat catatan tentang segala riwayat hidupnya, begitulah selanjutnya
sampai bertahun-tahun lamanya tanpa berhenti.
Sewaktu mendengar sampai disitu, tanpa terasa Kang Tat bertanya:
"Kalu begitu, gurumu mempunyai dua macam watak yang sama sekali
berbeda ?" Mendengar ucapan mana, Yu Teng-po menjadi amat terperanjat segera
serunya: "Jadi kalian bertiga sudah tahu ?" Kang Tat tidak mengelabuhi apa
yang telah terjadi lagi dia segera membeberkan segala sesuatunya. Yu Teng-poo merasa bahwa apa
yang telah didengar memang tak salah, maka sikapnya kembali berubah: "Benar, disaat guruku tak
sanggup mengendalikan diri, dia adalah seorang manusia laknat yang berhati buas, jahat, kejam dan tak
mengenal ampun, tapi setelah sadar kembali, dia akan menyesal dan
mendendam, merasa sedih nya bukan kepalang.
"Beberapa kali, disaat guruku sedang sadar, dia hendak menghabisi
nyawa sendiri tapi selalu berhasil kucegah dengan berbagai cara dan
akal, malah suatu ketika..." 0oo0de0oo0 Mendadak Cukat Tan menyela: "Sewaktu suhumu
sedang sadar, apakah dia dapat mencatat
seluruh kejahatan yang telah dilakukan olehnya?"
Yu Teng poo segera menggeleng. "sebenarnya tak bisa diingat lagi
olehnya, tapi berhubung pertama watak suhuku memang sebenarnya
baik dan saleh, kedua ada aku yg selalu aku mengingatkan maka setiap
kali suhu telah melakukan suatu perbuatan, hampir semuanya telah
di Bentrok Para Pendekar 20 Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo Bara Naga 9
^