Bukit Pemakan Manusia 2

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 2


u berangkat bersama." Sehabis berkata, sambil tertawa terbahak bahak dia menarik Kim lotoa
dan Gin loji untuk berangkat meninggalkan tempat itu, sedangkan Pak gi
sambil gelengkan kepalanya kembali kekamarnya.
Setelah Ngokian bersaudara berkumpul pada malam itu juga diadakan
perundingan rahasia, mereka bertekad untuk berusaha keras mendesak
Lok hun pay sehingga menampakkan wajah asIinya.
Sampai waktunya, Kim lotoa, Gin loji dan Tong losam akan di tugaskan
untuk menjaga pintu yang menghubungkan depan dan belakang
gedung, sedangkan Thi losu dan eik longo bertugas menjaga ruang
dalam. Congkoan bangunanan itu Lu Cu peng ditugasi untuk melindungi Sun
Tiong lo, bocah berusia lima tahun yang merupakan satu satunya
keturunan dan Pak gi. Sedangkan Sun Pak gi suami istri akan bekerja sama untuk menghadapi
Lok hun pay. Bahkan Pakgi berpesan kepada Lu Cu-peng kurang lebih kentongan
kedua pada malam Tiong ciu itu, dia harus berusaha
untuk mengajak kawan-kawan persilatan guna berpindah ke Tay
peng-tay di atap loteng sebelah selatan untuk menikmati rembulan.
Dengan demikian, seandainya Lok hun pay turun tangan kepada mereka
sekeluarga, kejadian ini tak akan sempat mengejutkan sahabat-sahabat
persilatan lainnya, dengan demikian akan terhindar banyak korban yang
berjatuhan. - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** BULAN DELAPAN TANGGAL LIMA BELAS, setelah
matahari terbenam dan malam hari menjelang tiba, perjamuan diruang tengah
telah di mulai, suana diliputi riang gembira.
Sekalipun hari belum sangat gelap, namun cahaya lampu telah
menerangi seluruh ruangan. Lu Cu peng dengan kedudukannya sebagai seorang congkoan bertugas
mengurusi berbagai upacara. Kentongan kedua baru lewat, pesta telah
usai, tapi suasana tetap tenang tak terjadi apa apa.
Lu Cu peng segera mengerling ke wajah Sun pak gi untuk memastikan
petunjuknya. Sun Pak gi manggut-manggut, maka Lu Cu peng segera menitahkan
anak buahnya untuk menyiapkan segala sesuatunya, tak lama kemudian
dari atas loteng sebelah selatan telah berkumandang suara irama musik
yang merdu merayu. Sun pak gi segera bangkit berdiri, setelah menjura keseluruh ruangan,
katanya sambil tertawa. "Aku merasa berterima kasih sekali kepada saudara sekalian atas
kesudian kalian untuk menghadiri perjamuan ini, sudah banyak tahun
kami berkelana dalam dunia persilatan, selama ini berkat bantuan dari
kalian membuat kami berhasil mencapai kedudukan seperti saat ini,
untuk itulah kami sengaja mengadakak perjamuan ini sebagai rasa
terima kasih kami kepada bantuan saudara sekalian.
"Selain daripada itu, kamipun ingin menggunakan kesempatan ini untuk
menyampaikan suatu kabar, atas persetujuan kami suami istri berdua,
maka sejak malam ini kami akan mengundurkan diri dan keramaian
dunia persilatan. "Semua masalah yang menyangkut budi dendam dalam dunia persilatan
mulai detik ini akan kami lepas dan tidak mencampurinya lagi, kami
mohon bila dimasa lalu ada kesalahan yang telah kami lakukan, harap
kalianpun sudi memaaafkan." Berbicara sampai di situ, Sun Pak gi suami istri segera menjura
dalam-dalam kepada semua jago yang berada dalam ruangan.
Selesai memberi hormat, Sun pak gi berkata kembali. "Hari ini
adalah malam Tiong ciu, selagi bulan purnama kitapun
bisa berkumpul-kumpul, sengaja kami sediakan irama musik di loteng
selatan, harap saudara sekali bersedia untuk beranjak kesana untuk
menikmati keindahan rembulan bersama sama !"
Setelah berhenti sejenak, kepada Lu Cu peng katanya. "Saudara
Cupeng, tolong temanilah para tamu untuk naik dulu ke
loteng selatan, siaute akan berganti pakaian dulu kemudian baru
menyusul ke sana." Lu Cu peng segera mengiakan, dia lantas mempersilahkan para
tamunya menuju keloteng selatan. Sepanjang jalan tampak para tamu berbisik-bisik membicarakan
masalah pengunduran diri Sun pak gi suami istri, rupanya mereka tidak
habis mengerti kenapa suami istri berdua itu mengundurkan diri dari
keramaian dunia persilatan. Dalam ruang tengah sudah tak ada orang lain Tidak ! Ternyata
masih ada tiga orang, dua wanita dan seorang
lelaki. Baru saja Sun pak gi akan mempersilahkan ketiga orang itu,
tiba-tiba mereka beranjak dan menghampiri ke hadapan mereka
berdua. Waktu itu dalam ruangan tersebut selain dua orang pelayan, hanya
tinggal ketiga orang itu dan Sun pak gi suami istri, lima bersaudara Ngo
kian telah mengundurkan diri untuk menjaga pintu pintu utama.
Dari tiga perempuan seorang pria itu, seorang adalan nenek yang telah
berambut uban, seorang perempuan setengah baya yang cantik dan
seorang lelaki yang ternyata masih bocah, usianya antara tujuh tahun,
rupanya mereka berasal dari satu keluarga.
Ketika itu, si nenek memandang sekejap ke arah Pak gi suami istri,
kemudian tegurnya. "Sun tayhiap, tentunya kau tahu bukan siapakah diriku ini ?" Sun Pak
gi memandang sekejap kearah mereka, kemudian
jawabnya. "Ketika tiba tadi, aku mendapat laporan dari pelayan yang
mengatakan orang tua adalah Yan sian po dari Han san, oleh karena
aku dengar Sian po telah mengasingkan diri untuk melatih suatu ilmu,
maka aku tak berani mengganggu..."
Yan sian po tertawa dingin, katanya, "Sungguh tajam pendengaranmu
seandainya aku bukan lagi melatih ilmu, sendiri dulu dulu aku sudah
datang mencarimu !" Berbicara sampai disitu, dengan wajah dingin bagaikan salju dia
menuding kearah bocah cilik dan perempuan setengah baya itu,
kemudian katanya lagi. "Dia adalah putriku Yan Tan hong, sedang dia adalah cucu luarku pauji,
tentunya kau kenal mereka bukan?"
Pak gi menjadi tertegun, sesungguhnya ia sudah tidak teringat lagi
dimanakah pernah berjumpa dengan Yan lihiap ini, cuma lantaran Yan
sian po bertanya demikian, mungkin saja mereka juga pernah berjumpa,
cuma sementara itu Yan Tan-hong telah melirik sekejap Vearah pak gi
dengan sinar mata sedih, kemudian tegurnya.
"Jangan jangan Sun tayhiap sudah lupa ?"
Buru buru Pak gi tertawa paksa. "Maaf lihiap, kalau aku sudah lupa..."
Yan Tan-hong segera menghela nafas panjang, katanya. "Tujuh tahun
berselang, ketika keluarga Mo dari Ang liu ceng sedang merayakan
ulang tahun Mo tayhiap yang ke empat puluh, kau telah minum arak
sampai mabuk sehingga..." Pak gi segera teringat kembali dengan kisah tersebut, buru buru dia
menjura kepada perempuan itu seraya berkata.
"Seandainya lihiap tidak menyinggung soal ini, hampir saja aku
melupakan kejadian tersebut, setelah kejadian aku memang dengar Mo
toako bercerita, katanya malam itu dalam mabuknya aku bukan kembali
ke ruangan penerima tamu sebaliknya telah salah masuk ke loteng
bagian belakang." "Untung saja lihiap tidak menjadi marah akibat kelancangan itu bahkan
memberi pertolongan, Menanti aku mengetahui duduknya persoalan,
ternyata lihiap sudah meninggalkan keluarga Mo, sehingga aku tak bisa
menyampaikan rasa terima kasinku."
Yan Sian po yang msndengar perkataan itu menjadi naik pitam, segera
bentaknya. "Kau... kau.... apa kau bilang?" Walaupun paras muka Yan Tan hong
juga berubah sedingin es, tapi ia mencegah ibunya berbicara. "lbu, bukankah kita telah berjanji,
persoalan ini akan kuselesaikan sendiri" Baru saja dimulai, ibu sudah marah..." Yan sian
po mendengus dingin, sambil memandang kearah Sun
pak gi serunya. "Budak bodoh, apa kau tak bisa mendengar
perkataannya itu"Sungguh jengkelkan !" "Ini !" kata Yan Tan liong lagi dengan kening
berkerut, "entah apapun yang dia katakan, dapatkah kau jangan mengurusi
dulu!" Yan sian po menggigit bibirnya menahan emosi, kemudian sambil
menghentakkan tongkat bambunya ke tanah berkata.
"Baik, baik, akan kulihat dengan cara apakah kau hendak menyelesaikan
persoalan ini!" Selama perbedaan itu berlangsung, Pek in cuma berdiri disamping tanpa
mengucapkan sepatah katapun, tapi ia bisa menduga apa yang
sesungguhnya telah terjadi, cuma dia tak ingin banyak berbicara pada
saat ini, maka perempuan ini hanya mengawasi jalannya peristiwa itu
saja. Ketika sorot matanya dialihkan ke wajah bocah lelaki itu, hatinya segera
tergetar, parasnya bocah itu terlalu mirip, sangat mirip sekali dengan
wajah Sun Pak gi. Tapi dalam kenyataannya dia tak dapat menerima kenyataan tersebut
bukan lantaran cemburu, tapi dia percaya suaminya tak mungkin bisa
melakukan perbuatan semacam ini. Akan tetapi ketika melihat wajah sang bocah dan mendengarkan ucapan
perempuan itu, banyak sekali titik kecurigaan yang ditemukan olehnya,
hal mana membuat Pek In mau tidak mau harus berpikir:
"Aaah! Masa ada kejadian yang begini kebetulan " Tidak, aku harus
menyelidiki persoalan ini sampai jelas, kalau seandainya tidak benar,
aku ingin tahu mengapa, seandainya benar, aku harus mengambilkan
keputusan untuk ibu dan anak berdua !"
Baru saja dia berpikir sampai disitu, terdengar olehnya Yan Tan liong
sedang memohon kepada ibunya: "lbu, puteri mu ingin memohon satu hal kepadamu..." Siapa tahu
Yan siap po tidak menggubris perkataan itu, malahan
sambil menggelengkan kepalanya dia berkata: "Tungguhlah sampai
urusan itu beres, kita baru bicarakan lagi!" Yan Tan hong mengerutkan
dahinya sambil melirik sekejap ke arah Pek in, kemudian dengan wajah sungguh sungguh dia
berkata: "Wan lihiap dapatkah kamu menyanggupi permintaanku untuk
menemani ibuku menyingkir dulu dari sini?"
Belum sempat Pek in menjawab, Yan tan-hong telah telah berkata lebih
lanjut: "Dengan demikian dari mulut ibuku kau dapat memperoleh gambaran
dari kejadian ini sedang aku dan Pek gi pun berharappersoalan ini dapat
segera terselesaikan!" Pek in termenung sejenak dan akhirnya menyanggupi: "Baiklah, hal
ini sangat cocok di hatiku!" Kemudian kepada Yan sian po dia
memberi hormat lalu katanya, "Sian po benar atau pun tidak, boanpwe percaya asal orang yang terlibat
langsung membicarakan sendiri persoalan ini maka harapannya menjadi
lebih besar!" Yan sian po berpikir kemudian menjawab. "Baiklah harap kau membawa
jalan!" Setelah berhenti sejenak, kepada putrinya dia berkata, "Hong-ji, dalam
ruangan ini cuma tinggal kau dan anakmu, kau harus hati hati!"
Sun Pak-gi bukanlah orang bodoh, ia dapat menangkap arti lain dari
perkataan itu. dengan wajah yang serius segeralah ia berkata:
"Selama hidup aku tak pernah bertindak curang atau munafik, benar
atau tidaknya perbuatanku, aku tak kuatir diketahui oleh orang, maka
menurut pendapatku lebih baik kalian tak usah meninggalkan tempar ini,
bicaralah secara terang terangan dalam ruangan ini juga."
Orang lain belum lagi menjawab, Pek in sudah menyerling sekejap
kearahnya sambil berkata: "Kaiau memang begitu, apa salahnya kalau kau dan Yan lihiap
membicarakan dulu empat mata?"
Sun Pak-gi mengerutkan dahinya, berseru:
"Adik In, jangan lupa! Kita masih mengkuatirkan persolan ini, bila tidak
beruntung dan persoalan ini ternyata adalah persoalan tersebut, dengan
perginya adik In seorang diri"
"Kau tak usah kuatir" tukas Pek in, "Apa lagi Ngo kian bersaudara sudah
berhati hati diluarkan?" sampai disitu dia lantas mempersilahkan Yan sian
po untuk berjalan terlebih dahulu, bahkan dengan sopan, memohon diri
dari Yan li hiap, kemudian dengan berjiwa besar meninggalkan ruangan
itu. Sepeninggal Pek in berdua, Yan tan hong dan Sun pek gi malah terlibat
dalam kebungkaman yang sepi. Hening rasanya.
Tak lama kemudian, akhirnya Yan tan hong yang buka suara lebih dulu,
dengan sedih dia melirik sekejap ke arah Sun Pakgi, kemudian setelah
menghela nafas panjang, ujarnya sedih:
"Pekgi, apa kau sudah lupakan semua kata-katamu dulu?" Pek gi
tertegun, sambil menjura katanya: "Yan-lihiap, pernah kukatakan apa
padamu" Mendadak Yantanhong melototkan sepasang matanya bulat
bulat, tampaknya merasa amat gusar, tapi dalam waktu singkat sikapnya
telah berubah menjadi begitu memedihkan hati, setelah tertawa getir
katanja: "Ternyata kau benar benar telah melupakannya"
Sun pek gi tahu bahwa persoalan ini agak mencurigakan, tapi
berhubung pihak lawan seorang perempuan, apalagi orang yang terlibat
langsung dengan peristiwa itu, maka dia merasa susah untuk mencari
keterangan dengan lebih jelas. Tapi tahu, masalahnya makin lama semakin gawat, dia sudah tak
berkesempatan untuk memikirkan lebih banyak lagi.
Maka dengan wajah serius dia memberi hormat kepada Yan Tan hong,
kemudian ujarnya: "Yan lihiap, bukannya aku tolol, sekalipun terhadap persoalan yang Yan
lihiap terangkan sudah memahami lima enam bagian, tapi
aku benar-benar tidak habis mengerti, kenapa persoalan ini dapat
melibatkan diriku?" "Yan Iihiap, kemungkin besar kejadian ini adalah suatu kesalahanpaham
sekarang kita telah saling berhadapan muka, bila lihiap tidak merasa
canggung, tolong kisahkan sekali lagi apa yg sesungguhnya telah
menimpali dirimu ?" Yan Tan-hong mengerutkan dahinya, lalu tertawa dingin katanya:
"Pek gi, apakah kau suruh aku menceritakan kembali kejadian
dimasa lalu itu didepan anak kita?" Sun pek gi menjadi terperanjat sekali
sesudah mendengar perkataan itu, tanpa terasa ia mundur selangkah kebelakang, "Anak
kita kau... kau ..." Yan Tan hong menghela napas sedih, sambil
menarik bocah lelaki yang berada disisi nya ke hadapan Sun pek gi, ia berkata: "Dia bernama
Pau ji (anak buangan), anak yang dihasilkan dari
darah dan daging kita ber dua!" Paras muka Sun Pek gi berubah sangat
hebat, serunya dengan suara dalam dan berat. "Yan lihiap, apa maksudmu yang sebenarnya ?"
Dengan alis mata berjungkit Yan Tan-hong-pun berkata dengar
suara dalam dan berat. "Sun Pek-gi, justeru akulah yang hendak
bertanya kepadamu, apa sebenarnya maksudmu ?" Pau-ji si "anak buangan" hanya
membelalakkan sepasang matanya yang hitam dan bulat besar itu sambil sebentar melihat
ibunya, kemudian sebentar melihat pula kearah Sun Pek gi, sekilas rasa
bingung dan kalut menyelimuti seluruh wajahnya.


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Diam diam Sun Pek-gi mendengus dingin, sekarang ia telah
beranggapan bahwa Yan Tan hong besar kemungkinannya adalah
utusan yang di kirim oleh musuh besarnya "Lok-hun pay" untuk
merenggut nyawanya. Sebaliknya Yan Tan hong sangat menguatirkan keadaan putranya, sebab
bagaimanapun juga apa yang telah terjadi dimasa lalu tidak sepantasnya
kalau sampai terdengar oleh bocah itu, maka setelah memutar sepasang
matanya yang jeli serta menahan lelehan air matanya, dia berbicara
kepada seorang yang bernama Pau-ji sambil tertawa:
"Bocah sayang, bermainlah ke luar ruangan sana, tapi jangan pergi
terlalu jauh, setelah ibu menyelesaikan persoalan, akan kucarimu lagi,
ingat! jangan pergi terlalu jauh, jangan jauh-jauh meninggalkan pintu
ruangan !" Pau-ji memandang sekejap ke arah Sun Pek gi lalu mengangguk, dia
lantas melangkah ke luar dari ruang tengah.
Menanti bocah itu sudah menyingkir dari hadapannya, Yan Tan- hong
menjadi lebih leluasa lagi, dengan wajah dingin dan kaku karena sedih
ia berkata: "Pek-gi, sekarang aku hanya ingin mendengar sepatah katamu saja,
bagaimana penyelesaianmu terhadap kami ibu dan anak "!"
Sun Pek-gi segera mendengus dingin. "Yan li hiap, ibumu terhitung
seorang cianpwe yang di hormati dan di segani orang dalam dunia persilatan, partai Han-san-pay selalu
bersikap terbuka, jujur dan berjalan lurus, tapi hari ini lihiap telah
mempergunakan cara yang keji dan licik."
"Tutup mulut!" bentak Yan Tan-hong dengan gusar, "kau telah
menganggap keluarga Yan kami sebagai manusia macam apa ?"
"Hal ini harus bertanya kepada lihiap sendiri" kata Sun Pek gi sambil
melotot gusar, "aku benar benar merasa heran, mengapa li hiap
bersedia mengorbankan kesucian dan nama baikmu untuk diperalat
orang lain " Sekalipun berhasil menghancurkan aku, apa pula faedah
dan keuntungannya buat lihiap "!"
Yan Tan hong berusaha untuk menahan diri, tapi semakin di tahan ia
merasa semakin tak tahan, akhirnya dia berseru:
"Sun Pekgi hatimu sungguh keji, tenpo hari setelah mabuk di keluarga
Mo, kau telah menodai tubuhku..."
"Yan lihiap" tukas Sun Pek gi dengan suara berat, "malam itu aku
mabuk hebat sampai tak tahu diri, mau bergerakpun susah, meski aku
telah salah masuk keruang dalam dan memasuki kamar lihiap, akan
tetapi..." Yan Tan hong segera mendepakkan kakinya berulang kali seraya
berteriak. "Hemmm... kau masih mengatakan bergerakpun tak bisa, padahal kau
toh tahu orang yang betul betul mabuk hebat pada malam itu hingga
bergerakpun tak bisa, sehingga harus dipayang kembali kekamar oleh
dayangnya keluarga Mo bukan kau melainkan aku."
"Yan Lihiap, malam itu aku juga mabuk hebat dan tak bisa bergerak
sama sekali" "Kalau memang kau mabuk sampai tak bisa bergerak, kenapa bisa salah
masuk ke dalam kamarku" seru perempuan itu cepat.
Begitu perkataan itu diucapkan, Sun pak gi menjadi tertegun dan
berdiri bodoh, benar juga! Yaaaa benar juga"!
Kalau toh dirinya sudah mabuk hebat dalam perjamuan itu sehingga tak
sadarkan diri dan tak mampu berjalan, bagaimana mungkin bisa salah
jalan sehingga salah masuk kedalam kamarnya Yan Tan hong"
Ia menjadi terbungkam dan tak tahu bagaimana musti menjawab
pertanyaan itu" - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
BAB EMPAT "COBA engkau perhatikan Pau ji dia mirip siapa" Lihatlah, dia mirip
siapa?" seru Yan tan hong lebih jauh.
Perempuan itu mulai menangis tersedu-sedu karena pedih hatinya,
selang sejenak kemudian sambil menyeka air matanya dia berkata:
"Kalau tahu begini, kau adalah orang yang tidak berperasaan, setelah
pauji di lahirkan tak akan kuberi nama margamu itu padanya, akupun
tak akan hidup sampai hari ini...."
"Sun pek gi, bocah itu telah kubawa kemarin sekarang sekalipun
engkau mengenali aku Yan tan hong, akupun tak sudi mengenali dirimu
lagi." Kontan saja Sun pek gi mengerutkan dahinya rapat rapat kemudian
menukas: "Yan lihiap janganlah emosi dulu, siapa tahu di balik ini terdapat
kesalah pahaman." "Mana mungkin salah paham"!" Yan tan hong semakin marah. "Aku
berani sumpah didepan dewa suci." "Sumpah! Sumpah!.." teriak Yan
tan hong, sambil mendepak depakkan kakinya, "Masih belum cukupkah sumpahmu itu" setelah
menodai tubuhku, esok harinya bersumpah, hari ketiga ketika
mengantar aku kembali kebukit Han sian..."
"Aku cuma berdiam semalam saja dirumah Mo toako, keesokkan harinya
aku mohon diri" tukas Sun Pek gi, "Bahkan Mo toako menghantar diriku
sejauh satu li, bagaimana mungkin masih bisa menemani Li hiap pulang
kebukit Hansan" Dalam peristiwa ini, Mo toako bisa, dijadikan saksi!"
Mendadak mencorong sinar bengis dari balik mata Yan Tan hong,
serunya keras. "Sun pek gi, kau sungguh amat kejam ! padahal kau tahu, sudah
banyak tahun Mo tayhiap lenyap dari dunia persiIatan, sekarang kau
berkata Mo tayhiap bisa menjadi saksi,hemm!
Sun Pek gi, kau bisa bersikap demikian kepadaku, bila menjumpai
kesempatan dilain waktu mungkin juga kau bisa berbuat yang sama
terhadap gadis gadis lain, apa gunanya manusia cabul berhati keji
macam kau dibiarkan hidup lebih jauh."
Sementara itu, suara ribut ribut juga terdengar dari ruangan belakang,
agaknya antara Yan sian po, pek in dan Ngo kian telah terlibat dalam
suasana yang kaku. Mereka masing masing memegang teguh pada prinsip dan pendapatnya
masing masing, maka bukan pembicaraan yang kemudian berlangsung
melainkan percekcokan hebat Begitulah, sementara Lu Cu peng menjamu tamu di loteng selatan, Ngo
kian beserta Pek in cekcok dengan Yan sian po diruang belakang Sun
Pek gi dan Yan Tan hong telah mulai bertarung di ruang depan.
Si binal "Sun Tiong lo" menjadi tak ada yg mengurusinya lagi. Dasar
bocah cilik suka akan keramaian, diam-diam iapun berjalan
keluar dari gedung keluarga Sun. Setelah melewati kebun dan
menembusi pintu berbentuk rembulan, akhirnya ia menjumpai "pau-ji" berada didepan sana, dengan
hati girang ia lantas lari kedepan dan menghampirinya.
Mula mula kedua orang bocah itu saling berpandangan satu sama yang
lain, kemudian yang satu tertawa, yang lainpun turut tertawa, akhirnya
mereka berdiri bersama. Waktu itu Sun Tiong lo berusia lima tahun, pau ji tujuh tahun, belum
lagi Sun Tiong lo yang lima tahun buka suara, pau ji telah menegur
lebih duluan. "Siapa kau?" "Aku bernama Sun Tiong Io, ini rumahku" "Apakah
ayahmu juga bernama Sun pek gi?" tanya pau ji sambil
mengerdipkan matanya. Sun Tiong lo segera mengangguk, "Siapa namamu" siapa pula
ayahmu?" Sepasang mata pau ji menjadi msmerah, sambil menunjuk ke ruang
tengah katanya: "Ibu bilang ayahku bernami Sun Pek gi, hari ini aku diajak bertemu
ayah, siapa tahu ayah tak mau mengenali kami, sekarang ia sedang
berkelahi dengan ibu dalam ruang situ!"
"Oooh..." Sun Tiong lo berseru tertahan, ia tampak seperti agak
termangu. Setelah tertahan sekian waktu, dia baru bertanya "Kalau begitu ayah
ayahku adalah ayah mu?" "ibuku bilang begitu, tentu saja tak bakal salah!" Sun Tiong lo segera
mengernyitkan alis matanya yang kecil,
kemudian serunya: "Lantas, kenapa ibumu bukan ibumu." "Yaa, ibuku
juga bukan ibumu!" sambung pau ji. Agaknya Sun Tiong lo tidak
mengerti, sambil menggelengkan kepalanya ia seperti berguman: "Aneh, sungguh amat aneh..."
Bagaimanapun juga, usia Pau ji dua tahun lebih tua, dia lantas
berkata kembali: "Urusan orang tua memang selalu aneh, barusan
mereka masih berbicara baik baik, sekarang sudah berkelahi. sungguh mencemaskan
aku juga tak tahu apa jang harus lakukan..."
"Hayo kita lihat mereka berkelahi!" ajak Sun Tiong lo sambil membuka
jendela ruangan. "ayahku sering berkelahi juga orang jahat, kenapa kau
musti cemas." Pau ji menjadi tak segan hati "Tapi ibuku bukan orang jahat, dan kali
ini ayahmu yang jahat!" serunya. Sun Tiong lo segera mendengus pula. "Mana mungkin" Ayahku orang
baik, dia tak pernah berkelahi dengan orang baik!" Setelah berhenti sebentar, seperti teringat akan
sesuatu, dia berkata lagi: "Benar, bukankah ibumu memberi tahu padamu kalau
ayahmu adalah ayahku?" Pauji manggut manggut, sinar matanya segera
dialihkan dari luar jendela kedalam ruangan, lalu sahutnya: "Benar, ini tak bisa salah lagi!"
"Sun Tionglo juga lurut menonton kedalam ruangan, kemudian
meneruskan kata-katanya: "Kalau begitu, jika kau bilang ayahku jahat,
ayahmu sendiri jahat..." Pauji menjadi berdiri bodoh dan tidak berbicara lagi. Sementara
itu suasana dalam ruangan telah mengalami
perubahan, Sun pek gi tidak membawa senjata, dia bertarung dengan
mempergunakan tangan kosong. Sedangkan Yan Tan hong dengan sebilah pedang tajamnya melepaskan
serangkaian ancaman maut yang datang cari empat arah delapan
penjuru. Waktu itu, percekcokan diruang belakang juga telah mencapai pada
puncaknya, entah cari mana munculnya seorang pelayan yang tak tahu
diri, tiba tiba ia berteriak keras dari Iuar ruangan belakang.
"Aduuuh celaka, loya dan nona itu sedang bertarung didalam ruangan
depan !" Ucapan tersebut bagaikan api yang bertemu dengan minyak, membuat
semua orang yang berkuatir bagaikan kehilangan kesadarannya.
Pek in yarg pertama-tama melompat bangun dan memburu ke ruangan
depan. Ngo kian cukup mengetahui akan watak dan karakter Sun Pak gi,
mereka beranggapan bahwa apa yang diceritakan Yan sian-po tak lain
cuma cerita isapan jempol untuk membuat fitnahan. Dengan cepat
mereka itupun telah menganggap Yan sian po sebagai utusan dari "Lok
hun pay" yang sedang di nanti nanti kan.
Oleh sebab itu, ketika Pek in melompat bangun sambil memburu
keruangan depan tadi mereka berpandangan sekejap lalu serentak
menggerakkan badan dan mengurung Yan sian po ditengah kepungan.
Yan sian po cukup mengetahui akan kelihayan ilmu silat dan
kesempurnaan tenaga dalamnya yang dimiliki Sun Pek gi, ketika
mendengar kalau putrinya terlibat dalam pertarungan melawan Sun Pek
gi ia segera mengkuatirkan putrinya dan cepat cepat melompat bangun
dari tempat duduknya. Maka ketika dilihatnya Ngo kian telah mengurung dirinya sedang Pek in
sudah menerobos keluar dari ruangan itu.
Rasa sentimennya yang memang sudah tertanam dalam hatinya
terhadap Sun Pek gi makin berkobar lagi, ia lantas beranggapan bahwa
ke semuanya ini tak lebih merupakan suatu rencana busuk yang telah
mereka atur. Berpikir demikian, ia menjadi gusar sekali, toya Han san ciangnya
segera di sapu ke depan dengan dahsyatnya, segulungan serangan
yang sangat kuat segera memaksa Ngo kian mundur kebelakang, lalu
menggunakan kesempatan tersebut ia menghancurkan daun jendela di
sisi ruangan dan menerobos keluar. Kebetulan Pek in telah tiba di serambi, dengan cepat ia menghadang
jalan pergi Yan sian po, sebab Pek in mengira Yan sian po hendak pergi
membantu Yan Tan hong, tak ayal lagi suatu pertarungan segera
berkobar. Waktu itulah Ngo kian telah menerobos keluar semua dari dalam
ruangan, dengan suara lantang Tong Kim san segera berseru kepada
Pek in: "Serahkan nenek itu kepada kami berlima, enso cepat kembali ke ruang
belakang untuk men ambil senjata, jangan biarkan saudara pek gi
tampa senjata!" Diperingatkan oleh Tiong lo sam, Pek in segera menyahut dengan
perasaan gelisah: "Aku segera akan pergi mengambil senjata jangan lepaskan Yan sian
po, jangan biarkan dia masuk ruang depan!"
"Jangan kuatir rinso, cepatlah pergi!" seraya berkata, ke lima orang
tersebut segera melancarkan serangan dengan gencar untuk
menggantikan kedudukan pek in. pembicaraan mereka tadi
dilangsungkan dalam keadaan yang mendesak, mereka hanya berbicara
sesirgkatnya cukup asal pihak lawan tahu, akan tetapi justru karena hal
itu, Yan sian po semangkin menaruh salih paham terhadap mereka.
Toyanya segera diputar makin dahsyat melancarkan serangkaian
serangan mematikan bentaknya keras keras:
"Bagus... bagus... aku si nenek masih mengira perempuan rendah itu
juga perempuan, aku mengira perempuan lebih memahami kesulitan
perempuan, maka aku berbujuk oleh kata kata manisnya untuk
menyingkir keruang belakang." "Tak tahu perempuan rendah itupun sudah mempunyai niat busuk
untuk mencelakai kami, hmm..! sekarang aku baru tahu, jadi dia
sengaja hendak membiarkan putriku tertinggal seorang diri dalam ruang
depan agar bisa dibunuh oleh anjing geladak she Sun itu."
"Hmmm... kalian lima ekor anjing laknat, rupanya ingin membantu kaum
jahat berbuat keji kepadaku. Hmmm ! bagus, mari kita mencoba
kepandaian masing masing, lihat saja siapa yang lebih
tangguh diantara kita, aku tak percaya kalian mampu menahan diriku !"
Seraya berkata, si nenek segera membuka serangannya dengan
jurus-jurus yang dahsyat dan mematikan, bukan cuma serangannya
makin nekad, bahkan ia tak ambil perduli lagi terhadap keselamatan
serta mati hidup dirinya lagi. Pada saat itulah, tiba tiba dan ruang belakang berkumandang suara
teriakan orang: "Celaka... hujin telah mati ! Hujin telah mati !" Berita itu bagaikan
guntur yang membelah bumi di siang hari
bolong, seketika itu juga membuat sekujur badan lima bersaudara
Ngo-kian bergetar keras. Dengan mata membara bagaikan korban api mereka mempergencar
serangannya dengan ancaman-ancaman yang mengerikan.
Tong losam segera menuding ke arah Yan sian-po sambil membentak,
penuh kebencian: "Nenek bajingan, rupanya kau memang se ngaja menahan kami dan
Pek-gi di sini agar mempunyai kesempatan untuk membunuh Sun toa
so... Hmmm. Nenek bajingan,. jangan harap kalian berdua bisa
meninggalkan tempat ini dalam keadaan selamat!"
Dalam gusarnya, sistim pertarungan dari lima bersaudara Ngo kian pun
segera dirubah.

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan demikian, maka suatu pertempuran sengit yang luar biasa
dahsyatnyapun segera berkobar. Semestinya apa yang terjadi diruang belakang serta kematian yang tata
tiba tak mungkin bisa tersiar sampai diruang depan, siapa tahu pada
saat itulah tiba tiba ada pelayan lari ke ruang depan dan berteriak dari
pintu muka: "Toya, aduh celakai Hujin telah terbunuh diruang belakang!"
Kebetulan sekali, pada saat itu Yan Tan hong sedang menusuk pusar
Sun pek gi dengan jurus Ci koan jit gwat (mengatur langsung matahari
rembulan), sedang Sun pek gi sendiri bersiap untuk memutar badan
sambil menghindarkan diri. Ketika secara tiba tiba mendengar teriakan tersebut sekujur badan Sun
pek gi bergetar keras, ia rasakan kepalanya pening dan pandangannya
jadi gelap, untuk sesaat dia lupa untuk menghindarkan diri dari tusukan
yang sedang dilancarkan oleh Yan tanhong tersebut.
Yan Tan hong sendiri juga turut tertegun setelah mendengar berita
tersebut, dia mengira ibunya yang telah turun tangan membunuh Pek in,
untuk sesaat rasa sesalnya terhadap perbuatan dari ibunya itu.
Karena tertegun, tusukan pedang yang sedang dilancarkanpun turut
terhenti ditengah jalan. Siapa tahu, suatu kejadian yang jauh diluar dugaannya segera
berlangsung, sementara pedangnya terhenti karena tertegun, mendadak
ia merasakan datangnya tenaga dorongan yang amat besar menghajar
sikut dan lengannya. Termakan oleh dorongan tenaga yang amat dahsyat itu, tak bisa dikuasai
lagi lengannya itu tersodok maju kemuka dengan karenanya,padahal
pedangnya yang tajam sedang ditodongkan didepan perut Sun Pek gi,
begitu terdorong tenaga aneh sadi, serta merta pedang itu menusuk
perut Sun Pek gi dan menembus sampai ke punggung.
Kontan saja Sun Pek gi membelalakkan se pasang matanya lebar lebar,
sambil menuding kearah Yan Tan hong serunya.
"Kau...kau ....kau benar-benar datang untuk membunuhku"
Sungguh...sungguh..." Menghadapi kejadian yang sama sekali diluar dugaan ini, Yan Tan hong
tertegun dan berdiri bodoh saking kagetnya, untuk sesaat dia tak
mampu untuk mengucapkan sepatah katapun.
Dua orang bocah yang sedang menonton pertarungan tersebut dari luar
jendela ruangan pun menjadi duduk melongo, sesaat kemudian Sun
Tiong lo baru menangis, sambil meninju tubuh Pau ji teriaknya.
"Ibumu telah membunuh ayahku !" Kemudian sambil berteriak
menggigil akhirnya dia merangkak naik keatas jendela, tapi baru sampai tengah jalan, saking sedihnya
bocah itu jatuh tak sadarkan diri diluar jendela.
Pau ji yang ditonjok perutnya juga tidak membalas, diapun tahu apa
yang musti dilakukannya, melihat Sun Tiong lo jatuh pingsan, diatas
tanah, dia hanya bisa menggoyang goyangkan tubuhnya sambil
berteriak teriak. sementara itu pertarungan lima bersaudara Ngo kian dengan Yan sian
po sudah mencapai puncaknya, kedua belah pihak telah sama sama
terluka, namun sambil bermandi darah mereda masih terus bertarung
dengan seru. Sejak awal sampai akhir boleh dibilang semua peristiwa berlangsung
amat cepat, dan bahkan boleh dibilang tak sampai seperminum teh
lamanya Teriakan dan serta bentrokan senjata yang berlangsung di ruangan itu
dengan segera mengejutkan para pendekar yang sedang menikmati
rembulan di loteng sebelah selatan.
Di dalam keadaan seperti ini, Lu cu peng tidak memperdulikan soal tata
kesopanan lagi tanpa menyapa pada tamu-tamunya, dia, segera
menerjang keruangan itu dengan kecepatan luar biasa yang jarang
adanya. Tapi pada saat tubuhnya sedang melayang turun dari loteng sebelah
selatan itulah, peristiwa berdarah telah berlangsung.
Waktu itu Ngo kian dan Yan sian po masih terlibat dalam pertarungan
berdarah itu mendadak melayangkan turun seorang manusia aneh
berkerudung, setelah tertawa dingin lantas berseru kepada Yan sian po:
"Kawan kawan Sun pek gi yang berada di loteng selatan sebentar lagi
akan sampai disini" "Harap Sian po segera mengajak putrimu pergi dari sini serahkan saja
kelima orang ini padaku!" kata orang berkerudung.
Di tengah seruan tersebut orang itu segera menerjang kedepan,
pergelangan tangan kanannya cepat di ayunkannya kemuka, Tong
losam yang menyerbu paling muka menjerit binasa.
Menggunakan peluang inilah, Yan sian po segera melarikan diri dari
arena pertempuran. Dengan tewasnya Tong losam itu, Ngo kian hengte semakin kalap,
dengan matanya membara karena benci dan dendam mereka
melancarkan serangan tambah gencar.
Dengan ayunan toyanya Yan sian po berhasil menjebol jendela ruangan
dan melayang masuk, akan tetapi setelah menyaksikan kenyataan yang
terbentang didepan matar paras mukanya segera berubah hebat.
Sampai detik itu, Sun pek gi masih berdiri disana dengan sebilah
pedang menembusi perut nya, sedang putrinya sambil memegang
pedang tersebut berdiri tertegun dihadapannya.
Sambil gelengkan kepaIanya, Yan sian po segera melayang masuk
kedalam ruangan dan tegurnya: "Budak bodoh, bagaimanapun juga kau tak bisa membunuhnya?"
Dengan kaku Yan tan hong menggelengkan kepalanya berulang
kali, "Aku tidak bermaksud membunuhnya, aku... aku..." Yan sian po
segera berkerut kening, sekali tabok dia hajar bahu
putrinya keras keras, lalu Serunya. "Coba kau lihat yang lebih tegas..."
Tabokan itu dengan cepat menyadari lagi Yan Tan hong dari
lamunannya ia segera menangis tersedu-sedu sambil berseru keras:
"lbu, bukan aku, bukan aku, ibu, aku cinta padanya, sejak di rumah
keluarga Mo malam itu aku telah mencintainya..."
"Mana Pau ji ?" seru Yan-sian po kemudian dengan gelisah setelah
memandang sekejap sekeliling tempat itu.
Begitu menyinggung soal "Pau ji", dengan cepat Yan Tan hong menjadi
tenang kembali. "Hayo berangkat! Kita harus segera pergi meninggalkan tempat ini !"
Yan Sian po segera berseru dengan suara dalam.
Begitu ia mengatakan akan pergi, Yan Tan hong segera mengendorkan
tangannya dan di Seret Yan sian po keluar dari ruangan itu.
Pau ji berada di luar ruangan, begitu berjumpa dengan bocah tersebut,
dengan cepat mereka melarikan diri dari tempat itu.
Belum lama bayangan tubuh mereka lenyap dari pandangan mata, Lu
Cu-peng telah melayang masuk ke dalam ruang tengah.
Saking terburu burunya Yan Tan hong meninggalkan tempat itu, ia lupa
pada pedangnya yang masih menancap dibadan Sun Pek gi.
Oleh sebab itu-meskipun Pek gi sudah terkapar di tanah namun belum
sampai tewas, kedatangan Lu Cu peng tepat waktunya, ia segera
berlutut diatas tanah sambil me meluk Sun pek gi air matanya jatuh
bercucuran dengan derasnya, tak sepatah katapun yang dia ucapkan.
Sun pek gi segera menarik nafas panjang sekulum senyum tersungging
diujung bibirnya, lalu berkata: "Cu peng de....ngarkan peesa..an
terakhirku ini." "Silahkan tuan katakan" sahut Lu Cu peng sambil menahan air matanya
yang berderai, "Bila hamba membangkangnya pasti akan mati tanpa
tempat kubur !" Kembali Sun pek gi tersenyum, ujarnya:
"Baik... kini... adik In juga telah mati kau... kau harus segera membawa
Lo-ji pergi da... dari sini, makin jauh semakin baik... jangan membalas
dendam tak boleh membalas dendam...!"
"Kenapa" Kenapa" Dendam kesumat ini harus dibalas.." seru Lu
Cu-peng sambil menangis. Titik air mata jatuh berlinang membasahi pipi Sun Pek-gi, kembali
Katanya, "Lu Cu-peng, dengan napas terakhirku ini aku.... aku berpesan
kepadamu, jangan membalas dendam, cepat bawa Lo ji pergi dari sini,
yang mem... membunuh aku dan adik In bukan Yan lihiap..."
Sesudah berhenti sejenak, dia melanjutkan. "Bo... bocah yang bernama
Pauji itu ke... kemungkinan besar adalah anakku... waktu itu aku.. aku
sedang mabuk he... hebat..." Sambil menangis dan gelengkan kepalanya berulang kali, Lu Cu- peng
berteriak. "Mengapa tuan tidak mengakuinya, Cu-bo tak akan..." Titik air mata
kembali jatuh berlinang membasahi wajah Sun Pekgi,
katanya lagi: "Se.... sesudah Tan hong pergi, secara tiba-tiba aku
baru memahami akan hal ini, aku... akupun sudah tahu siapakah Lok hun
pay yang se... sebenar-nya." "Siapakah dia " Siapa " Tuan, beritahukan kepada hamba!" Dengan
memaksakan diri Sun Pek gi menggelengkan kepalanya
berulang kali, katanya: "Cu peng, biarkanlah dia tidak berperasaan, tapi
aku tak boleh tak setia kawan, aku bertindak hanya menuruti perasaan, kini adik In
telah pergi, dia pergi tanpa melakukan suatu kesalahan apapun
terhadap orang lain, akupun akan pergi menjumpainya dengan hati
pasrah." "Cu peng, jangan membalas dendam, kau lebih-lebih tak boleh mencari
permusuhan dengan keluarga Yan, Ingat, bawa Loji, dan
cepat pergi, cepat tinggalkan tempat ini, makin cepat makin baik, makir
jauh makin baik, terhadap Pau ji, kau.. Aai..."
Ketika secara tiba tiba Sun Pek gi dapat mengucapkan kata katanya
dengan lancar tanpa terputus putus, Lu Cu peng sudah tahu kalau saat
tersebut merupakan saat terakhir menjelang kematiannya, lentera yang
hampir kehabisan minyak biasanya justru bercahaya lebih terang
demikian pula dengan manusia. Ternyata dugaannya tak keliru, belum habis perkataan itu disampaikan,
pendekar sejati yang perkasa itu telah berpulang ke alam baka.
Lu Cu peng amat kalut dan bingung, sambil menggigit bibir dan
menyeka air matanya, tiba-tiba ia berlutut dan menyembah didepan
jenazah Sun Pek gi, kemudian setelah mencabut pedang Yan Tan hong
dan membungkusnya dengan kain, dia melayang keluar lewat jendela.
Setelah keluar dari ruangan, dengan cepat ia menyapu sekejap
sekeliling tempat itu, lalu me lompat turun kebawah.
Tapi setelah berada dibawah jendela, ia pun berpekik syukur, Ternyata
ketika melayang turun dari jendela tadi, ia seperti menyaksikan ada
bayangan hitam tergeletak ditanah, setelah didekati ternyata orang itu
adalah majikan ciliknya Sun Tiong lo, dengan cepat ia memeluk bocah
itu dan dibawa kabur. Sepeminum teh setelah kepergiannya, manusia berkerudung itu baru
berhasil membinasakan lima bersaudara Ngokian.
Sambil menendang mayat-mayat tersebut, serunya sambil menyeringai
seram. "lnilan pembalasan dari saudaramu yang dahulu selalu minum
kuah "Tang-kwe tong!" Setelah berhenti sejenak, sambil tertawa seram kembali berkata, "Masih
ada seorang binatang cilik yang masih hidup, lohu harus membabat
rumput seakar akarnya, kini kawanan manusia yang suka mencampuri
urusan telah meninggalkan loteng selatan, lebih baik lohu melepaskan
api dulu untuk membakar gedung ini."
Sampai disitu, ujung bajunya segera dikebaskan kemuka, tiga biji peluru
api dengan cepat meluncur kemuka. Ketika membentur jendela, peluru
itu segera meledak dan berkobarlah jilatan api yang sangat besar
membakar seluruh ruangan tersebut. Seperti apa yang dikatakan
manusia berkerudung itu betul juga, tak lama kemudian para pendekar
dari loteng selatan telah berdatangan tetapi ketika melihat terjadinya
kebakaran mereka segera turun tangan untuk memadamkan kebakaran
itu lebih dulu, menyusul kemudian ada orang yang menemukan jenasah
Sun Pek-gi. Gedung raksasa yang baru saja dibangun oleh Sun Pek-gi itu segera
hancur menjadi puing-puing yang berserakan.
Yang tertinggal kini hanya bangunan yang hancur serta tujuh sosok
mayat. Dalam keheningan dan kemurungan yang mencekam suasana disanar
akhirnya para jago turun tangan untuk mengubur ketujuh jenasah itu
dengan upacara yang amat sederhana, kemudian satu pcr satu
merekapun berpisah dan meninggalkan tempat itu.
Waktu itu, Lu Cu peng tidak pergi jauh, sambil membohong majikannya,
dia bersembunyi diatas atap loteng yang paling tinggi disebelah kanan,
dengan mata kepala sendiri ia menyaksikan gedung megah milik
majikannya itu terhajar musnah menjadi puing puing yang berserakan.
Disaat itulah Sun Tiong ia tersadar kembali, ia segera berteriak
memanggil ayahnya. Hal ini memaksa Lu Cu peng harus segera
menotok jalan darah tidurnya. - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki manusia
berkumandang dari luar loteng, suara itu segera menyadarkan kembali Sun Tiong lo
dari lamunannya. Terdengar suara Chin congkoan, Chin Hui-hau berkumandang datang
dari luar loteng impian: "Sun kongcu, kau sudah tidur ?" Sun Tiong lo mengerutkan dahinya
tidak menjawab. Ketika tiada jawaban, sambil tertawa dingin kembali
Cin Hui hou berseru: "Aku orang she Chin mendapat perintah dari San-cu untuk
menghantarkan seorang teman buat kongcu!"
Begitu mendengar kata "teman", Sun Tiong-lo merasakan hatinya
terkesiap, urusannya sendiri tentu ia lebih mengerti daripada orang lain,
dalam terkesiapnya dia lantas teringat kembali akan janjinya dengan
"Hau-ji" seorang kakak seperguruannya.
Diam-diam ia lantas menggerutu, di dalam hati: "Aaaaai...! Siau- hauko,
mengapa kau tidak menuruti perkataanku dan masuk kemari?"
Sambil berpikir begitu, ia pura pura seperti baru terbangun dari
tiduanya, segera tegurnya. "Siapa diluar yang mengganggu tidur orang?" Chin Huihou tertawa
seram, katanya. "Aku adalah Chin Hui-hou,
Chin congkoan!" "Ada urusan apa ?" seru Sun Tiong-lo seperti orang
marah, "tengah malam buta mengganggu nyenyaknya tidur orang, beginikah
cara kalian melayani tamu?" "Sancu kami yang berpesan demikian, sengaja ia mengirimkan seorang
teman untuk kong cu!" kata Chin Hui-hou dingin.
Sambil mendengus Sun Tionglo memasang lampu dan turun dari
pembaringan untuk membuka pintu. Akan tetapi setelah pintu terbuka,
SunTionglo menjadi tertegun dan berdiri bodoh.
Diluar pintu, selain Chin congkoan masih ada seorang pemuda gagah
yang berwajah tampan, meski orang itu seperti pernah dikenal olehnya,
tapi ia bukanlah engkoh Siau-hau seperti apa yang dibayangkannya
semula. Pemuda itu mengenakan baju berwarna biru, disana sini kelihatan
banyak lubang dan robek-robekan baru akibat bacokan senjata, mukanya
diliputi hawa amarah, sepasang matanya memandang keatas dan
sombongnya bukan kepalang. Sambil menyeringai seram, kembali Chin congkoan berkata kepada Sun
Tiong-lo. "Kongcu, peristiwa ini benar benar suatu kebetulan, kongcu inipun she
Sun dan baru sampai kemari, sebenarnya sudah kuterangkan peraturan
bukit ini kepadanya, tapi ia tak tahu diri dan ingin menyerbu ke atas
gunung. "Akhirnya tak usah ditanya tentu saja ia tertawan. Sancu telah
mengajukan beberapa buah pertanyaan kepadanya dan berpesan agar


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melakukan tugas seperti peraturan, selain itu juga menitahkan agar
kongcu inipun berdiam di loteng impian !"
"Congkoan sudah tiada urusan lain ?" tukas Sun Tiong lo seperti
enggan mendengarkan ocehan orang lebih jauh.
Chin congkoan tertawa seram, sahutnya. "Tentu saja masih ada,
cuma hal itu baru terjadi lima hari
kemudian, Sun kongcu, sampai waktunya kau akan kehilangan hakmu
sebagai tamu agung, saat itulah kau boleh merasakan kelihayan dari
aku orang she Chin." !Chin Hui hou!" dengan suara mendongkol Sun Tiong lo segera
menegur, "lebih baik ucapkan kata-katamu itu setelah tiba pada saatnya
nanti, kalau sekarang sudah kau ucapkan maka hal ini nanya akan
mendatangkan ketidak beruntungan saja bagimu, kalau kurang percaya,
mari kita coba saja buktikan !"
Sambil menggigit bibir dan mendengus dingin, Chin Hui hou segera
berlalu dari sana. Sun Tiong lo segera tertawa, dengan sikap yang ramah ia menjura
kepada pemuda itu, lalu menyapa. "Sun jin-heng, silahkan masuk, Kita sama-sama merupakan teman
senasib sependeritaan tak usah sungkan-sungkan !"
Sun kongcu tersebut sungguh berperangai kasar dan angkuh, tanpa
mengucapkan sepatah katapun dia masuk dengan langkah lebar,
kemudian setelah memandang sekejap ke arah pembaringan itu,
tanyanya dengan dahi berkerut. "Aku harus tidur dimana?" Sun Tiong lo tertawa. "Diatas loteng
impian hanya terdapat sebuah kamar tidur yang
besar" Tapi sebelum ucapan itu sempat diselesaikan Sun kongcu yang
berwatak angkuh itu telah menukas dengan tak sabar. "Aku hanya
bertanya, aku musti tidur di mana ?" Sun Tiong lo memandang sekejap
ke arahnya, lalu menjawab sambil tertawa. "Dimana saudara ingin tidur, silahkan saja tidur
ditempat itu !" Orang itu segera berkerut kening, sambil menuding pembaringan besar
itu katanya lagi. "Kau datang duluan, kau boleh tidur diranjang, tapi apakah kasurnya
bisa dibagi dua." "Tentu saja bisa" sahut Sun Tiong lo sambil tertawa, "asal saudara tidur
diranjang, toh kau pun bisa tidur diatas kasur !"
Orang itu segera mendengus. "Kalau aku tidur diranjang, lantas kau
tidur dimana ?" "Ranjang ini begini besar dan lebar, untuk tidur dua
orang saja lebih." "AKU tidak terbiasa tidur seranjang dengan orang !" tukas orang
itu sambil mendengus. Berbicara sampai disitu, dengan langkah lebar dia lantas berjalan ketepi
pembaringan kemudian menyambar selimut, setelah itu dengan langkah
lebar dia menuju ke suatu ruangan. Diam-diam Sun Tiong lo mengerutkan dahinya setelah menyaksikan
tingkah laku orang, katanya kemudian.
"Bolehkah aku tahu siapa nama saudara ?" "Tidak boleh" jawab orang
itu tanpa menoleh, "aku tidak bertanya kepadamu, lebih baik kaupun tak usah bertanya kepadaku !"
Sun Tiong lo segera tertawa. "Apa gunanya saudara menampik
uluran tangan orang ?" "Aneh!" seru orang itu gusar, "kalau aku tak
sudi menggubris dirimu, mau apa kau ?" Sekalipun diperlakukan secara kasar, Sun
Tiong-lo masih tetap tersenyum ramah. "Saudara, kau musti tahu" katanya, "sekarang, aku
dan saudara sudah menjadi burung dalam sangkar..." "Hmmm! Belum tentu
demikian" tukas seorang itu lagi sambil
tertawa dingin. "Aku percaya kaupun tentu sudah tahu bagaimanakah
peraturan yang diterapkan Sancu dari bukit ini kepada kita, aku bisa menjadi
tamu agung disini selama lima hari, sebaliknya kau hanya tiga hari,
selewatnya tiga hari..." "Dapatkah kau menutup bacotmu dan tidak berbicara lagi?" bentak
orang itu dengar gusar.. Sekali lagi Sun Tiong lo memandang sekejap orang itu, lalu menjawab
dengan pelan. "Aku cuma merasa heran, kita sebenarnya adalah teman senasib
sependeritaan, pada saat ini semestinya mengalami nasib yang sama,
dalam keadaan begini kita musti merundingkan cara yang
baik untuk melarikan diri atau paling tidak menanggulangi kesulitan
yang sedang kita badiri sekarang, tapi saudara..."
Mendadak orang itu membalikkan badannya, sambil menuding kearah
Sun Tiong lo, serunya. "Aku hendak memperingatkan kepadamu, jika kau berani berbicara lagi,
jangan salahkan kalau aku..." "Kau bisa berbuat apa?" seru Sun Tiong lo dengan suara yang tak kalah
kerasnya. "Aku melarang kau untuk berbicara!" "Kalau begitu lebih baik kau
tutup telinga mu rapat rapat dan tak
usah mendengar !" Orang itu menggigit bibirnya rapat-rapat dan
berjalan maju kedepan dengan langkah lebar. Ruangan dalam loteng impian itu
sangat luas dan lebar, dengan cahaya sebuah lentera tidaklah cukup untuk menerangi seluruh ruangan
tersebut, tapi setelah kedua orang itu saling berhadapan muka, dan
kedua belah pihak saling memperlihatkan wajah lawannya, mereka baru
bisa menyaksikan wajah orang dengan lebih jelas...
Pertama-tama Sun kongcu yang berangasan itu menjerit kaget lebih
dahulu. Menyusul kemudian, Sun Tiong lo juga merasakan suatu perasaan,
seakan-akan pernah mengenal wajah orang ini.
Maka untuk sesaat lamanya, mereka berdua menjadi tertegun dan
saling bertatapan tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Lama, lama sekali, tiba-tiba Sun kongcu itu menuding kearah Sun Tiong
lo sambil berseru. "Kau adalah Sun Tiong lo ?"
Mendengar seruan tersebut, bagaikan dihantam dengan martil berat
sekujur badan Sun Tiong lo bergetar keras, segera diapun menuding
orang itu sambil berseru, "Kau adalah pau ji ?"
Sampai disitu, kedua belah pihak segera saling bertatapan dengan
tajamnya. Tak selang beberapa saat kemudian, pau ji kembali kesudut ruangan
dan mengambil selimut itu sambil dilemparkan keatas ranjang,
kemudian dihampirinya Sun Tiong lo dengan langkah lebar.
"Kau masih ingat, pernah menempeleng aku sekali ?"
-oo0dw0ooo- Jilid 4 SUN TIONG LO manggut-manggut, namun tidak
mengucapkan sepatah katapun. Kadangkala didunia ini memang bisa terjadi suatu
kejadian yang sedemikian kebetulannya, ternyata mereka berdua telah bersua kembali
di tempat itu. Bai-ji memandang sekejap ke arah Sun Tiong lo kemudian katanya lagi
dengan lantang: "Tahukah kau, aku adalah engkohmu ?" Sikap Sun Tiong lo sudah
tidak seramah dan selembut tadi lagi,
sahutnya ketus: "Belum tentu demikian !" "Hal ini tak bakal salah lagi,
benci, tetap benci, dendam tetap dendam..." "Yaa, benci tetapi benci, ibumu telah membunuh ayahku!"
tukas Sun Tiong lo ketus. Sambil menghela napas panjang Pau ji
menggelengkan kepalanya berulang kali katanya: "Bukan....bukan begitu..." "Peristiwa tersebut kita berdua saksikan
dengan mata kemala sendiri, apakah kau masih ingin mungkir?" bentak Sun Tiong lo,
kemudian menjawab: "Betul, waktu itu kita memang menyaksikan demikian, akan tetapi
didalam kenyataannya masih ada intrik busuk lain yang membonceng
dibalik peristiwa itu." Sun Tiong lo segera tertawa dingin. "Heeeh... heeeh... heee... ingin
ku dengarkan bagaimana caramu untuk memberi penjelasan atas kejadian ini !" "Waktu itu ada seorang
pelayan yang muncul diluar secara tibatiba
sambil berteriak kalau ibumu sudah mati di bunuh orang, masih
ingatkah kau dengan kejadian itu ?"
"Tentu saja aku masih ingat !" Pelan-pelan Bauji mengangguk.
Pelayan itulah yang telah membunuh ayah!" katanya. Sun Tiong-lo
segera meludah dengan sinis. "Cuh ! Pelayan itu toh cuma berdiri di
depan pintu ruangan sedang pedang tersebut berada di tangan ibumu, kita berdua
menyaksikan kejadian itu sangat jelas, ketika ayahku sedang tertegun,
ibumu telah manfaatkan kesempatan tersebut untuk melancarkan
sebuah tusukan." "Benar, saudaraku ! Kau musti perhatikan hal ini baik baik." sela Pauji
cepat. "Hmm ! Siapa yang menjadi saudaramu?" Sambil menggigit bibir Pau
ji berkata: "Mau mengakui diriku sebagai saudaramu atau tidak, kita
bicarakan nanti saja, sekarang dengarkan dulu penjelasanku lebih jauh
!" Setelah berhenti sebentar dan menatap Sun Tiong lo sekejap,
sambungnya lebih jauh. "Ketika pelayan itu membawa berita musibah tersebut, ayah tertegun,
tapi ibuku pun segera menghentikan pula gerakannya, waktu itu
bukankah kita berdua juga telah melihatnya dari luar jendela ?"
Tanpa berpikir panjang Sun Tiong lo segera menjawab: "Benar,
ibumu juga menghentikan gerakan pedangnya, tapi
kemudian sambil menggertak kan tangannya ia melanjutkan dengan
tusukannya. waktu itu ayahku sama sekali tidak siap sedia, maka ia
kena tertusuk hingga tembus..."
"Soal itu dapat kuakui akan kebenarannya." sela Pauji, "tapi apakah kau
juga memperhatikan, dikala ibuku menghentikan gerakkannya kemudian
menusuk kembali kemuka itu, baik lengan maupun badannya sama
sekali tidak leluasa?" Sun Tiong lo berpikir sebentar, lalu menjawab: "Yaa, Mungkin itu
disebabkan oleh gejolak perasaannya karena
secara tiba tiba mendapatkan peluang untuk turun tangan." "Bukan,
bukan karena gejolak perasaan akan tetapi karena
gerakan tubuhnya sama sekali bukan dilakukan atas dasar kehendaknya
sendiri !" tukas Pauji sambil menggeleng.
Sun Tiong lo segera tertawa dingin. "Kalau bukan atas dasar
kehendaknya sendiri, kenapa ia bisa
membunuh orang" Bukankah kau sedang mengaco belo tak karuan ?"
serunya dingin. Pau ji segera mendepak depakkan kakinya keatas tanah sambil berseru.
"Hal itu disebabkan karena ada orang lain yang mempergunakan semacam
ilmu pukulan dahsyat untuk membuat pedang ibuku menusuk kedepan
tanpa ia sendiri sanggup untuk mengendalikannya, maka ayahpun
terbunuh." Sun Tiong lo segera mengerutkan dahinya sesudah mendengar
perkataan itu, dia ingin buka mulut tapi tak sepatah katapun diucapkan.
Terdengar Pau ji melanjutkan kembali kata. "Saudaraku, kau tak
mengerti ilmu silat maka cerita kedengarannya sangat aneh dan seakan-akan tidak masuk akal, tapi
apabila tenaga dalam seseorang telah mencapai pada puncaknya, ia
bisa saja meminjam tenaga atau..."
Sun Tiong lo memandang sekejap ke arah Pauji, kemudian menukas.
"Maksudmu, pada waktu itu ada orang menggunakan semacam tenaga
pukulan yang maka sakti untuk mempengaruhi gerakan tangan ibumu
dikala ia sedang kosong pikiran, hingga mengakibatkan pedang ibumu
menusuk kemuka tanpa disadari oleh ibumu sendiri ?"
"Ya, benar! Memang begitulah kejadiannya!" sahut Pau ji manggut
manggut. Sun tiong lo termenung beberapa saat lama nya, mendadak dia
bertanya: "Sekarang ibumu berada dimana?" Mendengar ucapan itu, menitiklah
air mata nya membasahi wajah Pau ji. "lbuku dan nenekku juga mati terbunuh ditengah jalan
pada malam itu pula!" Sun Tiong lo menjadi tertegun sesudah mendengar
perkataan itu, segera dengusnya: "Hm, kau sedang membohongi
siapa?" "Bohong!?" seru Pau ji dengan mata
melotot, "Kau... apa maksud perkataanmu itu?"
Sekali lagi Sun Tiong lo mendengus dingin. "Baik, akan ku
beritahukan padamu, suatu ketika sewaktu dari
kota Tiong ciu akan ke ibu kota untuk mencari paman Lu, aku masih
berjumpa dengan nenekmu dan ibumu."
Dengan sedih Pau ji segera menggeleng. "Saudaraku kau keliru
besar..." "Apakah yang kusaksikan dengan mata kepala sendiri bisa
keliru?" Dengan tenang Pauji menerangkan. "Seperti apa yang kita
saksikan dengan mata kepala sendiri,
dimana ibuku membunuh ayah...."
- ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
BAB LIMA DI kala manusia berkerudung membakar gedung tempat tinggal Sun
pek gi, waktu telah menunjukkan kentongan ketiga.
Mendekati kentongan keempat lebih kurang sepuluh li di jalan raya
utama menuju ke ibu kota muncul bayangan manusia sedang
melakukan perjalanan cepat. Yang sedang berlarian ada dua orang, tapi sesungguhnya mereka
bertiga. Mereka adalah Yan sian po, putrinya yang sedang membopong Pau ji.
Cuma waktu itu Pau ji digendong oleh Yan sianpo, sehingga tampaknya
cuma ada sesosok bayangan hitam saja.
Semenjak kabur dari gedung Sun Pek gi dan melarikan diri dengan
tergopoh gopoh, sepanjang jalan Yan sian po dan putrinya tak pernah
mengucapkan sepatah katapun, ia menunjukkan betapa beratnya
perasaan mereka berdua itu. Yan sianpo yang harus membopong Pau ji menjadi agak lamban dalam
melakukan perjalanan, tapi justru hal ini mengimbangi gerak lari Yan
Tan hong yang telah berlarian dengan sepenuh tenaga itu.
Sebenarnya sedari tadi Pau ji sudah ingin menanyakan kejadian
tersebut, akan tetapi berhubung Yan sian po melakukan perjalanan amat
cepat, angin tajam menerpa wajahnya hingga ia tak bisa membuka
mulut, maka si bocah itu hanya bisa memendam kegelisahannya dalam2
Sementara perjalanan masih dilakukan mendadak tampak sesosok
bayangan manusia berkelebat lewat dari sisi mereka, setelah melewati
Yan sian po bertiga sejauh beberapa kaki, mendadak ia menghadang
jalan pergi mereka. Yan sian po bertiga segera menghentikan gerakan tubuhnya dan
mendongakkan kepala. Ternyata orang itu bukan lain adalah manusia berkerudung hitam.
Sambil tertawa terbahak bahak, manusia berkerudung itu segera
berseru kepada Yan sian po. "Ketika berada dirumah Sun Pek gi tadi, seandainya lohu tidak menahan
kelima bersaudara Ngokian, mana mungkin Sian po bisa mengajak


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

putrimu untuk kabur" Apakah kau telah melupakan diriku?"
Yan sian po segera menjura. "Untuk bantuanmu, kuucapkan banyak
terimakasih." Manusia berkerundung itu lalu menggeleng, "Terima
kasih sih tak usah, lohu datang hanya ingin menangis balas jasa !" "Balas jasa ?"
seru Yan sian po dengan kening berkerut, "balas
jasa apa yang kau kehendaki ?" Sepatah demi sepatah manusia
berkerundung itu segera menjawab dingin, "Lohu menginginkan anak haram dari orang she Sun
itu, yakni bocah yang berada diboponganmu sekarang."
Begitu ucapan tersebut diutarakan, Yan sian po serta Yan Tan hong
menjadi amat terperanjat. Yan sian po adalah seorang jago kawakan yang sudah mempunyai
pengalaman, sesudah termenung sebentar, dia lantas dapat mengambil
kesimpulan bahwa manusia berkerudung itu susah dihadapi, diapun
mempunyai rencana busuk yang lain. Maka setelah berpesan pada putrinya agar berhati hati diapun
menegur: "Sobat, siapakah kau" Atas dasar apakah kau menuntut bocah itu dari
tangan kami?" Manusia berkerudung itu tertawa seram. "Heeh hee....heehh heeh
Nenek tua bangkotan she Yan, seandainya bukan disebabkan si anak jadah tersebut, mengapa lohu
musti membantu kalian?" "Pertikaian kami dengan keluarga Sun adalah pertikaian rumah tangga,
kami tidak membutuhkan bantuan siapapun," seru Yan sian po.
Sekali lagi manusia berkerudung tertawa. "Heeh . ...heehh heeeehh
ucapanmu itu memang benar, cuma seandainya aku tidak menggantikan kedudukanmu untuk bertarung
melawan lima bersaudara Ngo kian tadi, apakah kau bisa kabur dari
situ" Apa lagi kalau teman temannya tahu kalau Sun pek gi sudah
tewas di dalam ruangan, apakah kalian juga tak akan mampus?"
"Waktu itu dalam ruangan hanya ada putri mu dengan Sun pek gi,
sedangkan Pek gi pun mati tertusuk oleh pedang putri mu, kalian kira
bisa kabur dari situ dengan selamat?"
Sebelum Yan sian po sempat mengucapkan sesuatu, Yan Tan hong
telah mendengar sesuatu yang tak beres, dengan cepat seraya:
"Dari mana kau bisa mengetahui semuanya kejadian itu?"
Manusia berkerudung itu selera tertawa terbahak-bahak . "Haa . . haaa.
. . haaa mula-mula lohu membantu dirimu lebih dahulu dan baru
menuju keruang belakang" "Kau telah membantuku" Kapan?" seru Yan tan nong pura pura tak
habis pikir. "Waktu itu aku menyaru jadi pelayan dan berteriak teriak dari luar
ruangan yang mengatakan perempuan rendah Wan pek in telah mati
teriakkan itu telah membuat Sun pek gi tertegun dan lalu kehilangan
daya kemampuannya untuk menghadapi pertarungan."
"Maka akupun lantas mempergunakan ilmu Thian huan ciap ing sin
kang (ilmu sakti memancing tenaga melingkar langit) untuk mengirim
enam bagian tenagaku kedalam tubuh mu hingga pedang itu menubruk
kedepan dan menghabisi nyawa Sun pek gi..."
Ketika mendengar sampai di situ, Yan Tan Hong segera berpaling
kearah, ibunya sambil berseru. "lbu, dengarlah, bukan aku yang membunuh Pek gi, tapi si manusia
laknat yang berhati keji ini, ibu, aku hendak membalaskan dendam
untuk kematian Pek gi!" Sambil berseru dia lantas siap mencabut pedangnya, tapi pedang ini
tidak nampak disana, saat itulah dia baru teringat kalau pedangnya
masih tertinggal ditubuh Pek gi. Sebelum ia sempat melakukan sesuatu, Yan sian po telah berkata.
"Hongji, jangan bertindak gegabah, kau jagalah Pau ji, biar aku yang
menghadapi dirinya!" Dia lantas menurunkan pauji dari gendongannya dan diturunkan
ketanah, setelah itu sambil maju ke depan tegurnya.
"Sebutkan siapa namamu ?" Manusia
berkerundung itu menyeringai. "Nenek Yan, kau
janganlah terlalu tak tahu diri."
"Setiap manusia tentu punya nama, kecuali kau bukan dilahirkan oleh
manusia !" teriak Yan sian po gusar.
Manusia berkerudung itu kembali mendengus dingin, "Nenek bangkotan
she Yan, setelah lohu berniat untuk menutupi wajahku, tentu saja
aku..." "Tentu saja kau bukan seorang manusia yang berani menjumpai
orang!" sambung Yan Sian-po. Manusia berkerudung itu segera menggertak giginya menahan rasa
geramnya yang tak terhingga, dengan suara dingin ia lantas berseru:
"Sebetulnya lohu bersedia saja membiarkan kalian berdua pulang kebukit
Han-san dengan selamat, oleh sebab itu meski sudah melakukan
persiapan namun tidak pernah menggunakan nya, tapi sekarang, Hmm !
Terpaksa aku akan suruh kalian berdua merasakan kelihayanku !"
Berbicara sampai disitu, tiba-tiba ia bertepuk tangan dua kali, kemudian
sambil mendengus dingin katanya lagi:
"Coba kalian berdua saksikan, siapakah ke dua orang itu !"
Mendengar perkataan itu, Yan Sian-po dan Yan Tan-hong segera
berpaling, tapi dengan cepat paras muka mereka berubah hebat. Yan
Sian-po termenung dan berpikir sebentar, kemudian kepada
Yan Tan-hong kata nya: "Budak, dengarkan perkataanku, bila kesulitan
sudah tiba didepan mata nanti, andaikan kau melihat dari toya ibu memancar
keluar jarum Hay seng-ciam, maka kau harus segera membopong Pau-ji
untuk di bawa kabur ke sebelah kanan."
"Cuma ibu kuatir pihak lawan pasti tidak akan memmbiarkan kalian
berdua kabur terlalu jauh, maka kaupun harus mengambil keputusan
disaat melarikan diri nanti, kau harus turunkan Pau-ji ditengah jalan,
kemudian dengan sekuat tenaga menahan serangan musuh, suruh Pau
ji melarikan diri seorang diri!"
Yan Tan Hong mengangguk berulang kali, namun ia tetap membungkam
dalam seribu bahasa. Ternyata setelah manusia berkerudung itu bertepuk tangan dua kali
dari dalam sebuah hutan kecil sepuluh kaki dari arena pelan pelan
berjalan keluar dua sosok manusia. Dilihat dari dandanan maupun potongan badan mereka, ternyata kedua
orang itu persis seperti Yan Sian po berdua yang asli, bahkan Yan sian
po gadungan itupun membawa pula se buah toya bambu.
Maka dengan cepat Yan Sian-po pun lantas memahami apa yang
terjadi, itulah sebabnya ia memberi pesan kepada putrinya untuk
menghadapi situasi tersebut. Sementara itu si manusia berkerudung tersebut telah tertawa seram.
katanya kemudian: "Nenek Yan, kau juga seorang jago kawakan dalam dunia persilatan,
tentunya kau mengerti bukan apa maksud dari persiapan ini !"
"Dengan menggunakan gadungan menyaru sebagai yang asli, aku
kuatir yang asli tetap akan asli, yang gadungan tetap gadungan !" seru
Yan Sian-po gusar. Manusia berkerudung itu segera tertawa seram, sambil menuding ke
arah Yan Sian-po serta Yan Tan-Hong gadungan, katanya:
"Perkataan ini sedikitpun tak salah, bila topeng kulit manusia yang
mereka kenakan di singkapi tentu saja yang asli tetap asli, yang
gadungan tetap gadungan, cuma siapa yang akan menyingkap kedok
mereka...?" "Haah....haah..haah...." "Nenek Yan, untuk mempersiapkan diri agar
bisa membasmi Sun Pek-gi sampai keakar akarnya, lohu telah mempersiapkannya selama
berapa tahun, kau mengira aku akan biarkan usahaku selama ini
mengalami kegagalan total?" "Lohu sebenarnya bukan seorang manusia yang gemar membunuh, tapi
mau tak mau aku musti melakukan untuk persiapan semenjak dari awal,
dan merekalah salah satu diantara sekian banyak persiapan yang telah
lohu lakukan untuk menghadapi keadaan seperti ini."
Belum selesai dia berkata, dengan suara dingin Yan Sian-po telah
menukas: "Sudah berbicara setengah harian, apakah kau benar-benar tak berani
menyebutkan namamu ?" Manusia berkerudung itu segera tertawa: "Kata kata seperti ini
kuucapkan karena aku sudah berkeyakinan bahwa kalian berdua bakal
mampus pada hari ini, soal nama serta alasan yang sesungguhnya dari
perbuatanku ini tentu saja akan kuterangkan, tapi nanti, sebab ucapanku
belum selesai." "Hm, sombong amat ucapanmu itu !" tak tahan Yan Tan hong berteriak.
Sambil mengangkat sepasang bahunya manusia berkerudung itu
tertawa, katanya: "Dalam kolong langit dewasa ini, kecuali Sun Pek gi yang sudah
mampus yang mungkin masih bisa bertarung seimbang denganku,
selama banyak tahun belakangan ini belum pernah kujumpai ada orang
yang sanggup menandingi kepandaianku."
"Manusia laknat, tak usah banyak bicara lagi" tukas Yan Sian-po dengan
kening berkerut, jika kau merasa punya kepandaian yang lihay,
mengapa tidak kita coba sekarang juga!"
Dengan cepat manusia berkerudung itu menggelengkan kepalanya
berulang kali, "Jangan terburu napsu lebih dulu" katanya, "setelah lohu
berjanji akan menunjukkan wajah asliku, tentu saja akupun akan
menerangkan duduknya persoalan sampai jelas, pokoknya sampai
sekarang langit belum terang tanah, itu berarti kitamasih banyak waktu
untuk ber-cakap2 !" Mendadak Yan Tan-hong menegur: "Perselisihan apakah yang terikat antara dirimu dengan Pek gi ?"
Manusia berkerudung itu tertawa dingin. "Heeeh.,.heeeeh,
seandainya tiada dendam, mengapa pula lohu
harus membantai segenap isi keluarganya ?" "Tapi bocah ini...." seru
Yan Tan-hong sambil menuding Pauji. Dengan suara dalam manusia
berkerudung itu segera menukas: "Bocah itupun merupakan anak dari
Sun Pek gi, tentu saja lohu harus membunuhnya!" "Anjing laknat." sumpah Yan Tan-hong. Belum
lagi ucapan itu selesai di ucapkan, manusia berkerudung
itu kembali menukas: "Tutup mulutmu ! Sekali lagi lohu terangkan Aku
bukanlah seorang manusia yang suka membunuh, akan tetapi anak haram dari
Sun Pek-gi ini tak bisa dibiarkan hidup, sedangkan kalian berduaaa..."
Sengaja ia menarik kata yang terakhir itu sampai panjang sekali,
kemudian setelah terhenti sejenak, dia baru melanjutkan:
"Lohupun bersedia memberi kesempatan hidup untuk kalian berdua, asal
bocah itu mau diserahkan kepadaku kemudian pergi mengikuti lohu,
maka lohu jamin sejak kini..."
"Anjing laknat, kau jangan bermimpi di siang hari bolong" bentak Yan
Tan hong dengan kalap, "aku..."
"Hong-ji, tutup mulutmu!" bentak Yan Sian po sambil melotot sekejap
ke arah putrinya dengan gusar, "segala sesuatunya aku yang akan
menyelesaikannya bagimu!" Setelah berhenti sejenak, Yan Sian-po lantas berpaling kembali ke arah
manusia berkerudung itu, kemudian ujarnya:
"Kaupun tak usah banyak berbicara lagi, karena aku sudah memahami
maksud hatimu sekarang aku masih mempunyai
beberapa persoalan yang ingin kutanyakan lebih dulu, apakah kau
bersedia untuk menjelaskannya dengan terang ?".
"Boleh saja" sahut manusia berkerudung itu sambil tertawa, "persoalan
apa saja yang hendak kau ajukan dan perduli kalian ibu dan anak mau
menyerah atau membangkang, asal lohu mengerti serta memahami
masalahnya pasti akan ku jawab secara jelas!"
"Dalam beberapa patah kata pembicaraan yang berlangsung dengan Sun
Pek gi tadi, aku dapat menarik kesimpulan bahwasanya ia sama sekali
tidak mengirim undangan ke bukit Han san, apakah..."
Sambil tertawa seram manusia berkerudung itu segera menukas :
"Nenek Yan, jalan pikiran mu terlalu seksama juga, betul ! Sun Pek-gi
memang tidak mengirim undangan untuk kalian, lohu lah yang telah
mengirimkan sepucuk undangan buat kalian !"
Yan Sian-po segera tertawa dingin: "Kalau begitu, segala gerak gerik
Sun Pek gi telah kau pahami dengan amat jelas ?" serunya. Kembali manusia berkerudung itu
mengangguk. "Benar, seorang kepercayaan lohu telah ku selundupkan
ke dalam keluarga itu sebagai mata-mata !" "Aku ingin tahu siapakah
nama orang itu?" Manusia berkerudung itu berpikir sebentar, kemudian
sahutnya :"Orang itu she Kwan bernama Kwa Cun seng !" "Sungguhkah
perkataanmu itu ?" seru Yan Sian po dengan
sepasang- mata melotot besar. "Kau toh tidak kenal dengannya, apa
beda nya perkataanku yang jujur dengan bohong bagimu ?" "Nama orang itu begitu dikenal, karena
itu mau tak mau aku musti curiga atas kebenarannya."
Sebaliknya Yan Tan hong merasa nama Kwan Cun seng tersebut
agaknya tidak terlalu asing, karena itu dengan kening berkerut ia lantas
termenung beberapa saat lamanya. Mendadak dia berseru. "lbu, dalam dunia persilatan agaknya
terdapat seorang manusia yang bernama demikian!" Yan sian po sengaja mengiakan, dia lantas
berpaling seakan akan mau bertanya, padahal menggunakan kesempatan itu bisiknya dengan
ilmu menyampaikan suara. "Kau harus ingat baik baik nama orang, siapa tahu akan sangat
berguna dikemudian hari. Begitu selesai berpesan, dia lantas berpaling lagi kearah manusia
berkerundung itu sambil bertanya. "Apakah aku boleh mengajukan pertanyaan lagi ?" Manusia
berkerudung itu tidak menjawab , dia manggut-manggut
berulang kali. Yan sian po memandang sekejap kearah dua orang
manusia dibelakang manusia berkerundung itu, kemudian katanya: "Kelihatannya
selain kedua orang pembantumu itu. Kau masih
mempunyai pembantu lainnya?" Manusia berkerundung itu segera
mendengus, tukasnya. "Didalam melaksanakan setiap rencana, aku
selalu bergerak sesudah rencana itu matang, sekalipun ditempat ini hanya ada lohu dan
dua orang anak buahku yang menyaru sebagai kalian ibu dan anak,
itupun sudah lebih dari cukup, aku tak perlu mempersiapkan yang lain
lagi!" Tertawalah Yan sian po sesudah mendengar perkataan itu katanya:
"Ucapanmu sih memang enak kedengarannya, tapi, dengan
mengandalkan kemampuan dari kedua orang anak buahmu itu, apakah
mereka sanggup menandingi kehebatanku ?"
"Tentu saja mereka bukan tandinganmu" sahut orang berkerudung itu,
"tapi untuk menangkan putrimu, aku rasa seorang pembantuku saja
sudah mampu untuk menghadapi kalian, sedang yang seorang lagi bisa
melakukan pembantaian terhadap si anak jadah tersebut!"
Mendadak Yan sian po seperti teringat akan sesuatu, tiba tiba katanya
lagi: "Rupanya kau memang seorang musuh yang sangat lihay, bolehkah aku
berunding dahulu dengan putriku?"
Ternyata sikap si orang berkerundung itu cukup supel, segera jawabnya
dengan cepat.

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Silahkan, lohu selalu menantikan jawaban kalian !" Yan sian po
segera berpaling kearah putri nya, lalu katanya. "Hong ji, malam ini
tipis sekali harapan kita bertiga untuk lolos
dari tempat ini, menurut pendapatku, toh Sun Pek gi sudah mati dan
kita berdua telah dituduh sebagai pembunuhnya, noda ini sekalipun
mencebur di dalam sungai Huang ho juga tak usah menjual nyawa demi
si bocah itu lagi. Belum habis kata kata tersebut diucapkan, Yan Tan Hong telah
menukas dengan perasaan terperanjat.
"lbu, mengapa kau berkata begitu..." Sementara Yan Tan hong
sedang berteriak dengan perasaan kaget, menggunakan kesempatan itu Yan sian po berkata lagi dengan
ilmu menyampaikan suara. "Hong ji, bila ibu secara tiba tiba membentak gusar nanti, kau harus
segera bertindak menurut keadaan, saat itu boponglah Pau ji dan
kaburlah dari sini secepat-cepatnya, tak usah kau perdulikan ibu lagi,
ingat baik baik pesanku ini !"
Selesai mengucapkan perkataan itu, tidak memperdulikan bagaimanakah
tanggapan dari Yan Tan hong, dengan suara berat dan dalam ia segera
berseru lantang. "Aku rasa tindakan ini merupakan suatu tindakan yang paling tepat,
serahkan bocah itu kepadaku !"
Sembari berkata dia lantas maju kedepan dan merampas Bau ji dari
tangan Yan Tan hong. Sesudah mendengar bisikan dari ibunya lewat ilmu menyampaikan suara,
seketika itu juga Yan Tan hong merasa hatinya menjadi sangat tegang,
ketika Bau-ji terampas, serta merta dia maju untuk merampas kembali,
dalam keadaan seperti ini, tindakannya itu sedikitpun tidak kaku atau
seperti lagi berpura-pura. Begitulah dengan agak tegang bercampur cemas gadis itu berusaha
untuk merampas kembali anaknya. Tapi Yan sian po segera mendorong putrinya kebelakang, kemudian
sambil menyeret Bau ji, serunya kepada lelaki berkerundung itu.
"Nih, kuserahkan bocah ini kepadamu !" Lelaki berkerudung hitam
itu mengiakan, dia lantas menggape ke
arah perempuan yang menyaru sebagai Yan sian po dibelakangnya itu
seraya berseru. "Ji nio, sambutlah bocah keparat itu dan bawa pergi lebih dulu dari sini
!" Ji nio yang menyaru sebagai Yan sian po segera mengiakan dan
melompat maju kedepan. Pada saat ituIah, mendadak Yan Sian po menuding kearah Ji nio
dengan tongkatnya seraya membentak:
"Tunggu sebentar... lihat serangan!" Berbareng dengan ucapan
"Tunggu sebentar" hal mana membuat
Ji nio menjadi tertegun. Sementara ia masih tertegun, jarum Han-seng ciam yang berada di
dalam tongkat bambu itu segera menyembur keluar, segumpal cahaya
hitam yang menyilaukan mata seketika itu juga menyelimuti daerah
seluas satu kaki lebih, dalam keadaan demikian mana mungkin buat Ji
nio untuk meloloskan diri" Menanti lelaki berkerudung itu mengetahui kalau terjebak dan
bersiap-siap memberikan bantuan, keadan sudah terlambat, diiringi
lolongan kesakitan yang memilukan hati Ji nio, perempuan itu roboh
terkapar ke tanah, lalu setelah berkelejit beberapa kali, tewaslah orang
itu dalam keadaan mengenaskan Menggunakan kesempatan itu, Yan sian po segera mengibaskan tangan
kirinya, dan tubuh Bauji segera mencelat ke udara dan meluncur kearah
belakang tubuhnya, dengan tepat sekali telah di terima oleh Yan Tan
hong. Begitu menerima tubuh Pau ji, Yan tan hong segera membalikkan
tubuhnya dan kabur menuju kearah sebelah kanan.
Orang berkerudung hitam itu menjadi naik pitam, bentaknya dengan
penuh kegusaran: "Nenek Yan, adalah kau sendiri yang ingin cari mampus, jangan
salahkan kalau lohu akan bertindak keji kepada kalian!"
Yan sian po mendengus dingin. "Hmm! Jika kau punya kemampuan,
tunjukkan dahulu wajah aslimu biar aku tahu macam apakah tampangmu itu!" Orang
berkerudung itu menggigit bibirnya menahan rasa
mangkel dan mendongkol yang berkecamuk didalam benaknya, dia
lantas berpaling kearah perempuan yang menyaru sebagai Yan tan
hong itu, kemudian serunya lantang:
"Su nio, kau susul perempuan rendah itu dengan anak jadahnya, bunuh
mereka tanpa ampun, cepat!" Setelah memberi perintah, orang berkerudung itu segera menyelinap
maju ke depan dan menerjang kearah Yan sian poo,
sementara Su nio menggerakkan badannya mengejar kearah Yan Tan
hong, bahkan pedang mestika yang semula masih tersoren kini telah
lepas. Mendadak Yan sian po menggerakkan tubuhnya menghadang didepan
Su nio tongkat bambunya diayunkan kearah dan Su nio seraya
memandangnya dengan pancaran sinar mara berapi-api, serunya
dengan suara yang berat. "Jika kaupun ingin mampus, silahkan untuk maju ke depan !" Orang
berkerundung hitam itu mendengus marah, tubuhnya
segera meluncur kembali ke depan dan mengayunkan telapak
tangannya melancarkan sebuah nukulan dahsyat.
Yan sian po juga mendengus, sekuat tenaga dia sambut datangnya
ancaman tersebut. "Blaamm...!" ketika kedua gulung angin pukulan itu bertemu menjadi
satu dan menimbulkan ledakan keras, tubuh Yan sian po segera tergetar
mundur sejauh lima langkah, sebaliknya orang berkerundung hitam itu
hanya mundur sejauh tiga langkah. Diam-diam Yan sian po merasa terperanjat sekali, sekarang dia baru
sadar bahwa tenaga dalam yang dimiliki manusia berkerundung itu
benar-benar jauh lebih sempurna daripada kemampuannya.
Sementara itu Su nio telah dipaksa untuk berputar sejauh tiga kaki lebih
sebelum melakukan pengejaran. Orang berkerundung itu selalu
menghalangi niat Yan sian po untuk menghalangi pengejaran tersebut,
ketika Yan Sian po masih sibuk menerjang keluar, perempuan tadi sudah
pergi jauh sekali, dalam keadaan begini sekalipun dia berniat untuk
menghalangi perbuatan orang itu juga percuma.
Sementara itu, Yan Tan-hong sudah melarikan diri kesisi kanan hutan
yang lebat, untuk menyusul perempuan itu jelas sudah tak mungkin
lagi, maka sedikit banyak Yan Sian-po pun merasa agak lega.
Dengan sorot mata yang tajam orang berkerudung itu memandang
sekejap kearah Yan Sian-po, tiba-tiba teriaknya kepada Su-nio:
"Lepaskan Liu seng-lui (geledek bintang kejora), cegat jalan pergi
perempuan rendah itu dari hutan !"
Mendengar ucapan tersebut, Su-nio segera mengiakan dan
mengayunkan telapak tangannya berulang kali, empat lima batang
peluru api yang memancarkan cahaya hijau segera meluncur ketengah
hutan dan meledak, dalam waktu singkat hutan itu berubah menjadi
lautan api. Dengan terbakarnya hutan tersebut, maka tiada jalan lagi bagi Yan Tan
hong untuk melarikan diri lagi, ketika dia berpaling ke belakang dan
dilihatnya ilmu meringankan tubuh Sunio yang mengejar kearahnya itu
lebih sempurna daripada dirinya, sadarlah dia jalan untuk melarikan diri
sudah tertutup baginya. Dengan cepat Yan Tan hong segera mengambil keputusan sambil
menahan rasa sedih dihatinya, dia berkata pada Bau ji dengan wajah
yang serius: "Nak, kau harus melarikan diri sendiri, entah kemanapun kau akan pergi
yang penting adalah kabur dari tempat ini, kini aku ada pesan beberapa
kata, perhatikan baik baik." "Pertama, jika berhasil lolos berusahalah mencari letak Kim lam hu,
kemudian pergilah kekota Kilam dan carilah Yan Tin lam dari perusahaan
ekspedisi Sam seng piaukiok sebab dia adalah pamanmu!"
"Kedua, setelah berjumpa dengan orang itu tunjukkan batu kemala yang
tergantung diatas lehermu itu padanya, maka dia akan segera
mengenali dirimu, kemudian ceritakan semua kisah kejadian ini pada
dirinya." "Ketiga kau adalah seorang she Sun, ini tidak bakal keliru, ayahmu
dibunuh oleh orang berkerudung tadi, untuk menuntut balas dendam
dan mencari tahu belakang dari kejadian ini, kau
harus mencari orang yang bernama Kwa cun seng itu, sebab hanya dia
yang mungkin tahu akan persoalan ini."
"lbu dan nenek jika masih hidup, paling banter setengah tahun lagi pasti
akan menuju ke Ki lam untuk mencarimu, seandainya dalam setengah
tahun ini kami tidak datang, itu berarti ibu dan nenek pun ikut menjadi
korban keganasan orang berkerudung itu."
"Soal pembalasan dendam dikemudian hari tergantung kepada
kemampuanmu seorang, kau harus baik baik berlatih ilmu, setelah
dewasa nanti carilah guru yang pintar dan berlatihlah yang rajin, dan
sekaraag cepatlah melarikan diri, cepat! Harus cepat."
Sambil berkata Yan Tan-hong segera me nurunkan putranya dari
bopongan, airmatanya tak terbendung jatuh bercucuran bagai hujan
deras, tapi akhirnya dia memperkeras hatinya dan menurunkan Pau ji
dari dukungan. Dari sakunya dia mengambil seluruh uang yang dimilikinya dan
dimasukkan ke dalam saku Pau-ji, katanya lagi:
"Bila kau adalah anak sayang mama, cepat lah kau lari dari sini, makin
jauh larimu makin baik !" Jangan dilihat Pau-ji baru berusia tujuh tahun, ternyata ia cukup
mengetahui akan keadaan yang sedang dihadapinya, dia tidak
menangis, hanya ujarnya kepada YanTan hong:
"lbu, aku pasti akan menantikan kedatangan mama dan nenek di Ki
lam, mama tak usah kuatir !" Yan Tan hong mengiakan, baru saja akan meninggalkan beberapa pesan
lagi, terdengar suara langkah kaki Su nio sudah dekat, maka Yan
Tan-hong segera mendorong Pau-ji agar kabur dari situ, sementara dia
sendiri segera membalikkan badannya untuk rnenyongsong kedatangan
Su Nio. Pau-ji telah kabur, seorang diri kabur ke sana kemari tanpa tujuan yang
menentu. -ooo0dw0oooKETIKA mendengar sampai disitu, Sun Tiong lo memandang
sekejap kearah Pau ji, lalu tanyanya: "Jadi kau benar benar telah
berhasil melarikan diri dari cengkeraman jahat mereka ?" Pauji memandang sekejap kearah Sun
Tiong lo, lalu sahutnya: "Andai kata tidak berhasil lolos dari cengkeraman mereka, mana
mungkin aku bisa menjumpai dirimu lagi pada malam ini ?"
Sun Tiong lo segera mengerutkan dahinya rapat-rapat, sesudah
termenung sebentar katanya: "Kemudian, apakah kau pergi ke Ki-lam?" "Tidak !" Bau-ji
menggeleng, "aku tak pernah berkunjung ke kota
tersebut...." "Lantas darimana kau tahu kalau ibu dan nenekmu telah
mati terbunuh ditangan manusia berkerudung itu ?" tukas Sun Tiong lo lebih
lanjut. Bau-ji mendesah sedih, katanya: "Seandainya kau tidak menukas,
tentunya aku sudah menceritakan kesemuanya itu dengan jelas."
Sun Tiong lo menundukkan kepalanya rendah-rendah. "BaikIah!
lanjutkan kisahmu itu!". Baru saja Bau ji hendak melanjutkan
ceritanya, mendadak Sun Tiong lo menggoyangkan tangannya sambil berbisik. "Ssstt! Ada orang
bersembunyi di luar loteng sedang menyadap
pembicaraan kita...." Padahal bisikan dari Svn Tiong lo itu cukup lirih,
kenyataannya orang yang bersembunyi di luar itu masih bisa mendengar juga, belum
selesai Sun Tiong lo mengucapkan kata kata nya, dia telah menukas.
"Oooooh! Rupanya kalian adalah saudara seayah lain ibu, kuucapkan
selamat pada kalian karena bisa bersua kembali ditempat ini"
Bau ji segera melompat bangun dan siap membentak marah, tapi Sun
Tiong lo telah berkata lebih dulu sambil tertawa:
"Nona, nengapa tidak masuk kedalam untuk berbincang bincang sambil
duduk?" Bau-ji pun sudah mendengar pula kalau suara pembicaraan orang yang
berada ditempat kegelapan itu adalah suara seorang nona, tapi
siapakah nona itu" Meski demikian ia merasa tidak puas dengan nona
itu. Baru saja dia akan membuka suara, nona yang bersembunyi ditempat
kegelapan menyahut "sekarang hari sudah amat malam, kurang leluasa
untuk masuk kedalam kamar lelaki, apalagi kau juga belun tentu
menyambut kedatanganku dengan bersungguh hati, ada persoalan lain,
lebih baik kita bicarakan besok pagi saja!"
"Nona, sudah berapa Iama kau menyembunyikan diri ditempat
kegelapan sana ?" Pau-ji segera menegur.
Bukan menjawab nona itu malahan balik bertanya: "Untuk apa kau
menanyakan soal itu?" "Kami dua bersaudara apakah bakal saling mengakui masih merupakan
suatu tanda tanya besar, karena itu setiap patah kata yang kami
bicarakan pada malam ini tak boleh diketahui oleh siapapun juga, apa
lagi orang luar ." Nona itu segera mendengus dingin, tanyanya: "Hmm ! sekarang aku
sudah tahu, mau apa kau ?" "ltulah sebabnya aku ingin sekali berjumpa dengan nona !" kata Pau-ji
dengan kening berkerut. Nona itu segera tertawa lebar. "Saudaramu itu pernah berjumpa
denganku, bila kau ada kecurigaan silahkan..." Tapi sebelum nona itu menyelesaikan kata-katanya, Pau-ji telah
menukas lagi dengan marah: "Nona! sebetulnya kau bersedia untuk masuk sendiri ataukah harus
menunggu sampai-aku yang mempersilahkan kau untuk masuk kedalam
ruangan ini?" Kembali nona itu mendengus dingin. "Hmmm ! besar bacotmu, kalau
memang mampu, silahkan saja keluar sendiri dan coba lah untuk mengundangku masuk kedalam Bau-ji
tertawa dingin, lalu dengan langkah lebar berjalan menuju
kepintu ruangan. Tapi Sun Tiong lo segera turun tangan
menghalanginya, ia memberi tanda lebih dulu kepada Pau ji dengan kerlingan mata, setelah
itu baru katanya: "Bagaimana kalau urusan ini serahkan saja padaku untuk
menyelesaikannya?" Tidak menunggu jawaban dari Pau ji, sam bil tersenyum dia lantas
berkata lagi: "Dia tidak tahu kalau nona adalah putri kesayangan dari Sancu bukit ini,
bila ada kesalahan harap nona jangan marah padanya!"
Nona itu segera tertawa cekikikan: "Lucu amat kau ini! setelah
urusannya diserahkan kepadamu, apakah kau menganggap persoalan ini bisa kau selesaikan dengan
begitu saja" Betul ia tak tahu siapakah aku, sekalipun tahu juga aku tak
bakal aku tak bakal menyalahkan dirimu."
"Hmm......! Atas dasar apa kau harus membantu dirimu?" Sun Tiong lo
tetap tersenyum, sahutnya: "Berhubung tanpa disengaja nona telah mendengar rahasiaku dengan


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rahasianya, maka nona mempunyai suatu kewajiban untuk membantu
diri kami berdua !" Nona itu tampak termenung beberapa saat lamanya, kemudian dia baru
berkata lagi: "Mengingat kau pandai sekali berbicara, ku luluskan permintaan itu,
bantuan apa yang harus saya berikan ?"
Semua rahasia yang berhasil nona dengar pada malam ini sebelum
mendapat persetujuanku dan persetujuannya, dilarang untuk
disampaikan kepada pihak keempat, dan janji ini harus kau tepati untuk
selamanya !" Mendengar perkataan itu, nona tersebut segera tertawa cekikikan:
"Baik, kululuskan juga permintaanmu itu, cuma akupun punya syaratnya
juga !" Belum sempat Sun Tioag lo berbicara, dengan suara berat dan dalam
Bau ji membentak. "Sekalipun kau adalah putri kesayangan dari Sancu tempat ini,
seharusnya kaupun harus tahu bahwa mencuri dengar pembicaraan
orang, mengatai orang dibelakang yang bersangkutan adalah suatu
perbuatan yang benar benar tidak tahu sopan."
"Mencuri dengar saja sudah tidak benar, menyimpan rahasia apa yang
didengar sudah semestinya menjadi kewajibanmu, sekarang kau masih
punya muka untuk mengajukan syarat, aku ingin bertanya kepadamu..."
"Aku pun bisa memberitahukan kepadamu", bentak nona itu pula,
"sebelum berbicara kamu mesti berpikir dulu dengan sejelasnya, bukit ini
adalah bukit kami, nonamu suka berada dimana, hal itu adalah hak ku,
apa lagi loteng impian ini adalah tempat kediamanku yang sebenarnya.
"Bila kau mempunyai rahasia yang tak bisa diberitahukan pada orang
lain, maka kau harus melihat jelas lebih dahulu tempatnya sebelum
dikatakan mengapa musti lari ketempat orang lain baru menceritakan
rahasia itu?" "Dengan dasar sikapmu yang kurang sopan serta ucapanmu yang ngaco
seenaknya, pada hakekatnya kau tidak pantas tinggal bersama Sun kong
cu di atas loteng impian ini, besok akan kusuruh orang untuk
memindahkan dirimu ketempat lain!"
Makin mendengar ucapan itu, Bauji tambah dongkol, baru saja dia akan
bersuara, tiba tiba Sun Tiong lo telah berbisik dengan ilmu
menyampaikan suara: Toako, jika urusan kecil tak bisa di tahan, urusan besar terbengkalai aku
tidak tahu mau apa kau mendatangi bukit ini, tapi kau harus tahu bahwa
kedatangan siaute ini mengandung maksud maksud tertentu yang tak
boleh sampai gagal, dapatkah toako mengurangi sedikit kata katamu?"
Ketika mendengar Sun tiong lo menyebut dirinya sebagai toako, Bauji
merasa terkejut girang bercampur sedih, terhadap permintaan dari Sun
Tionglo pun tak tega untuk menampik maka ia lantas
manggut-manggut. Diam-diam Sun Tiong lo menghela nafas panjang, kemudian serunya
kepada nana yang berada diluar loteng.
"Nona, apa saja syarat-syaratmu?" Tampaknya nona itu masih tetap
merasakan gusar dan dongkol terhadap Bauji, serunya: "Aku sedia meluluskan permintaanmu dan
pasti akan kulakukan tapi aku tidak meluluskan permintaannya..." Sambil tertawa Sun Tiong
lo menukas. "Kalau begitu jawaban dari nona, maka nonalah yang
nakal, urusanku dengan urusannya toh berkaitan antara yang satu dengan
lainnya, bila nona berkata demikian bukankah hal ini sengaja hendak
mempersulit diriku?" Mendengar kata-kata tersebut, nona itu segera tertawa lebar, tiba tiba
ia balik bertanya. "Kalau dilihat dari sikapmu ketika aku datang untuk pertama kalinya
tadi, bukankah kau juga hendak mempersulit aku ?"
Terhadap ruangan yang tidak nampak bayangan manusianya itu, Sun
Tiong lo segera menjura, katanya: "Bagaimana kalau aku yang muda maaf ?" "Baiklah !" nona itu segera
tertawa,"memandang diatas wajahmu, kusudahi persoalannya itu sampai dismi cuma..." "Terima
kasih banyak atas kesediaan nona untuk menyimpan
rahasia kami." tukas Sun Tiong lo dengan cepat, "cepat atau lambat
budi kebaikan itu pasti akan mendapat balasan.
Kembali nona itu tertawa cekikikan. "Lebih baik janganlah bermain
sandiwara semacam itu, aku toh menyampaikan syarat-syarat yang harus kau penuhi untuk minta
kepada ku agar menyimpan rahasia tersebut!"
"Yang kumaksudkan sebagai kebaikan yang pasti mendapat balasan
juga tidak meliputi syarat yang kau ajukan, pokoknya nona harus
mengerti, entah apapun syaratmu itu,mau tak mau terpaksa aku harus
meluluskannya juga!" "Beghu pentingkah rahasia kalian itu?" Sun Tiong lo
manggut-manggut. "Yaaa, sedemikian pentingnya sehingga
salah-sedikit saja, bisa jadi akan menebakkan kematian kami tanpa liang kubur !" "Nona itu
menjadi serius juga setelah mendengar perkataan itu,
katanya kemudian. "Kalau begitu akupun tak akan mengajukan
pertanyaan apa apa, selain itu aku pun pasti akan menutup rahasia kalian itu rapat rapat."
"Nona, ksu boleh mengajukan syarat apapun biIa kamu bersedia
menyimpan rahasia kami baik-baik, selama hidup aku tak akan
melupakannya kembali..." Nona itu segera tertawa. "Syaratnya sederhana sekali, yaitu..."
Mendadak dia berhenti sebentar kemudian bisiknya lirih: "Chin
hui-hou datang melakukan pengontrolan, ada persoalan
kita bicarakan besok saja, beri tahu pada engkoh yang ke tolol tololan
itu, selanjutnya bila ingin membicarakan soal rahasia musti lebih berhati
hati, jangan lupa kalau dinding kamarpun bertelinga, nah aku pergi
dulu." Seusai berkata suasana menjadi hening. Sun tiong lo dan Pauji juga
dengan cepat naik keatas pembaringan untuk tidur, dengan jelas
mereka mendengarkan suara Chin hui-hou yang melakukan
pemeriksaan sekejap di sekeliling loteng impian, kemudian dengan
suatu gerakan yang ringan iapun berlalu dari sana.
- ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
BAB KE ENAM HARI INI ADALAH HARI PERTAMA Sun Tiong lo bersaudara menjadi
tamu agung dari bukit pemakan manusia.
Tengah hari itu, hidangan yang lezat telah disiapkan diatas loteng
impian, bahkan dihantar sendiri oleh Chin hui hou dan Kim poo cu.
Setelah sayur dan arak dihidangkan dengan senyum dibuat-buat Chin
hui ho berkata: "Apakah kalian berdua masih ada pesan?" Pau-ji mendengus dan
segera melengos ke-tempat lain pura-pura
tak mendengar. Sebaliknya dengan agak supel Sun tiong lo berkata:
"Cong koan apakah kau tak makan sedikit?" Chin hui hou tertawa seram dan lalu
gelengkan kepalanya berulang kali. "Lohu sudah bersantap!" "Ooooh! jika begitu bagaimana kalau merepotkan Cong koan untuk
mengundang Beng seng si tua itu sebentar?"
Chin hui hou segera berkerut kening, dan katanya: "Kong-cu bila kau ada
urusan katakan saja, lohupun sama saja dapat melakukannya."
Sun Tiong lo segera menggelengkan kepala nya berulang kali.
"Kurang leluasa, kurang leluasa!" katanya, "ketika semalam aku
menyuruh congkoan melayani aku minum arak, kemudian konon Cong
koan harus menerima hukuman dan siksaan akibat dari kejadian itu,
kejadian tersebut membuat aku tak bisa tidur semalam suntuk, karena
itu aku tak berani merepotkan dirimu lagi sekarang..."
Mendengar perkataan itu, paras muka Chia Hui hou segera berubah
menjadi merah padam kaya kepiting rebus, serunya dengan cepat:
"Darimana kongcu mendengar tentang persoalan ini ?" Sun Tiong lo
memandang sekejap ke arah Kim Pocu, lalu
jawabnya. "Sobat Kim yang menceritakan kepadaku." Dengan sorot
mata yang amat gusar Chin Hui hou melotot
sekejap ke arah Kim Po cu, kemudian bentaknya: "Mau apa kau masih
berdiri saja disitu" Pulang!" KimPocu menunddukkan kepalanya
rendah-rendah, lalu dengan langkah lebar segera berlalu dari situ. Tapi baru saja orang itu keluar
dari pintu ruangan, Sun Tiong lo telah berkata kembali: "Chin congkoan, sahabat Kim tanpa sengaja
mengucapkan kata kata itu, tidak seharusnya mengatakannya langsung kepada congkoan,
sekarang sobat Kim..." Sambil tertawa Chin Hui hou segera menukas:
"Tak usah kuatir kongcu, dia cuma seorang pesuruh, tak akan berani
dia bersikap apa apa kepada kongcu!"
Sun Tiong lo segera menggelengkan kepalanya seraya berkata:
"Congkoan keliru, aku dapat melihat kalau congkoan senang
marah kepada sobat Kim, karena kuatir congkoan akan menghukum
sobat Kim setelah ini maka sengaja kumintakan ampun baginya !"
Chin Hui hou segera mendengus dingin. "Hmmm ! peraturan tempat
ini harus ditegakkan sebagaimana mestinya dan melarang dan melarang siapa saja untuk melanggarnya,
kalau memang dia memiliki keberanian untuk berkata demikian kepada
kongcu, tentu saja ia punya kepandaian juga untuk menerima hukum
sebagaimana yang diterapkan dalam peraturan bukit kami!"
Paras muka Sun Tiong lo segera berubah lalu serunya: "Chin cong koan"
seandainya sahaoat Kim sampai menerima siksaan sedikitpun jua, aku
akan menyangkal kalau kau telah berkata demikian kepada Congkoan,
kalau tak berdaya silahkan kita buktikan bersama sampai waktunya
nanti!" Paras muka Chin cong koan berubah hebat sekali, bentaknya:
"Orang she Sun, jangan lupa, terhitung hari ini kau cuma ada
kesempatan hidup lima hari" "Paling tidak, lima dan setengah" tukas
Tiong lo, "Jangan lupa, ketika aku sedang melarikan diri, setengah hari kemudian kau baru
berhak untuk melakukan pengejaran!"
Saking gusarnya Chin cong koan sampai tak sanggup berkata apa apa
lagi, sambil mengebaskan ujung bahunya dia lantas berlalu dari situ,
sepeninggal Chin cong koan, dengan cepat Sun Tiong lo membuka
seluruh daun jendela dan pintu yang berada diatas loteng impian.
Bau-ji berkerut kening setelah menyaksikan kejadian itu, dengan
perasaan tidak habis mengerti serunya.
"Jite, kau kegerahan?" Sambil tertawa Sun Tiong-lo menggeleng.
"Siaute tidak kegerahan, aku berbuat demikian karena ada
urusan penting yang hendak dibicarakan dengan toako..." Bau-ji masih
juga tidak mengerti, dia lantas bertanya: "Kalau memang begitu, tidak
sepantasnya kalau, kau buka semua pintu dan daun jendela!" Sun Tiong-lo segera merendahkan suaranya,
ia berbisik: I'Kejadian semalam adalah suatu pelajaran yang baik sekali
buat kita, ucapan si nona sebelum pergi yang mengatakan bahwa "di atas
dinding ada telinga" memang tepat sekali, bila kita membuka semua
jendela dan pintu, coba kita lihat saja siapa yang bisa terlepas dari
pengawasan kita berdua!" Setelah mendengar keterangan itu, Bau-ji mengerti, dia segera tertawa
jengah. "Saudara, kau memang cerdik !" pujinya. Sun Tiong lo tertawa, sambil
menuding hidangan dimeja, dia berkata lagi:
"Toako, mari kita sembari bersantap sembari berbincang !" Bau ji
manggut-manggut, maka dua bersaudara itupun duduk
saling berhadapan muka. Pertama-tama Sun Tiong lo yang buka suara
lebih dulu, katanya: "Toako, pembicaraan kita semalam belum lagi
selesai telah diputuskan oleh nona itu." Bau ji manggut-manggut, selanya: "Sun-te,
sebelum kulanjutkan kisah ceritaku tentang pengalaman
dimasa lampau, terlebih dulu ingin kutanyakan satu hal kepadamu,
apakah jite masih menaruh curiga terhadap asal usul dari toakomu ini?"
Sun Tiong lo segera menggeleng. "Toako, tempo dulu siaute sendiripun banyak sekali mengalami
penderitaan dan siksaan, andaikata paman Lu Cu peng itu tidak
mempertaruhkan jiwa raganya untuk menolongku, sedari dulu aku
sudah tewas di tangan musuh kita."
"Menurut paman Lu, sebelum ayah ia pernah mengucapkan beberapa
patah kata, diantaranya ada sepatah kata yang menyangkut tentang diri
toako. ayah bilang kemungkinan besar kau adalah anaknya."
Dari perkataan itu, tanpa terasa Bau ji teringat kembali kejadian dimasa
lalu, sambil menggertak gigi menahan gejolak emosi didalam hatinya, ia
berkata: "Jite, bukannya aku berani mengeritik atau mengata-ngatai ayah, kalau
memang ayah berpesan demikian kepada orang lain, ketika ibu dan
nenekku menjumpainya, mengapa ia bersikeras menyangkal akan
kejadian tersebut ?" Sun Tiong lo segera menghela nafas panjang. "Aaai... toako, akupun
bertanya begitu kepada paman Lu, kata
paman Lu, waktu itu dia juga bertanya demikian kepada ayah." "Lantas
apa kata ayah" tukas Bau ji dengan gelisah. Sun Tiong lo menundukkan
kepalanya rendah2, "Kata paman Lu,
ayah sendiripun baru memahami tentang persoalan ini setelah bibi Yan
menusuk tubuhnya tapi bibi menjerit kepada ibunya bahwa dia tidak
membunuhnya." "Paman Lu berkata lagi, bukan saja ayah memahami kalau toako
kemungkinan besar adalah anaknya. malah ayah sudah tahu siapakah
itu Lok hun-pay tersebut." Pau ji menjadi tertegun setelah mendengar ucapan itu selanya: "Kenapa
bisa muncul lagi sebuah lencana Lok hun pay tersebut?"
Suara Sun Tiong lo beruban agak emosi dan katanya: "Kalau
dibicarakan sesungguhnya amatlah panjang, tetapi
ringkasnya saja,. Lok hun pay adalah melambangkan tanda
pengenal dari seseorang di dalam dunia persilatan, barang siapa
menerima lencana ini maka seluruh keluarganya akan mati terbunuh
oleh pemiliknya lencana tersebut!"
"Ketika ayah telah menyebar surat undangan dan mengundang para
sobat untuk mercsmikan gedung barunya pada bulan delapan tanggal
lima belas, ayahpun menerima kiriman sebuah lencana Lok hun pay,
pada lencana tersebut diterangkan bahwa ayah sekeluarga akan dibantai
paca bulan delapan tanggal lima belas pada kentongan ketiga tengah
malam" "Siapakah Lok hun pay itu?" tanpa terasa Bau ji kembali menukas, Sun
Tiong lo menghela nafas panjang. "Aaaai! siapakah orang itu, hingga kini belum ada yang tahu, cuma
toako. kita harus mencarinya sampai ketemu, sebab dialah yang telah
membunuh keluarga kita berdua !"
Seakan akan menyadari akan sesuatu, Bau ji lantas berseru: "Jite,
orang berkerundung hitam yang kujumpai bersama ibu dan
nenek pada malam itu, mungkinkah merupakan Lok hun pay tersebut "
Dia telah mengaku bahwa ayah dan..."
"Yaa, kemungkinan besar memang orang itu" tukas Sun Tiong lo
dengan cepat. Setelab berhenti sejenak, dia melanjutkan: "Setelah menerima lencana
itu, sesungguhnya ayah telah membuat persiapan, kemudian bentrokan
yang terjadi antara nenek toako dan bibi Yan menyebabkan ayah salah
menduga bahwa merekalah Lok Hun pay."


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yaa, aku sekarang memahami sudah.... " seru Bau ji sambil
mendepakkan kakinya. Tapi belum selesai dia berkata, mendadak Sun Tiong Lo menggoyangkan
tangannya mencegah ia berkata lebih jauh.
Menyusul kemudian dari arah tangga loteng muncul seorang nona yang
cantik, binal tapi berterus terang, setibanya diatas
loteng, nona itu memandang sekejap kearah pintu dan jendela yang
terbuka lebar-lebar itu, keinudian serunya lagi:
"Tidak kusangka kalian berdua adalah seorang yang mengerti tentang
seni!" Bau ji tidak memahami arti sesungguhnya dari ucapan itu, dahinya
segera berkerut. Sun Tiong lo telah beranjak sambil tertawa, sapanya: "Selamat Pagi
!" "Pagi." nona itu berkerut kening, lalu tersenyum, "Sekarang
sudah jam berapa" Masa masih pagi"!" Sun Tiong lo sengaja melihat
cuaca sejenak kemudian berkata: "Seharusnya sih masih pagi, kan
belum..." "Yaaa, betul ! Kan belum sampai tengah malam"!" sambung si
nona sambil mendengus. Sun Tiong lo tertawa. "Nona pandai bergurau,
silahkan duduk." Nona itu memandang sekejap kearah Sun-Tiong lo dan
Bau-ji, kemudian menarik sebuah kursi dan duduk. "Nona, silahkan
bersantap!" kata Sun Tiong lo sambil menunjuk
kearah sayur dan arak. Nona itu menggeleng. "lni toh bagian dari kalian
berdua, aku sudah bersantap." "Nona !" Bau ji segera menegur dengan
kening berkerut, "ada urusan apa kau datang ke mari?" "Kenapa" jika tidak ada urusan lantas
tidak boleh kemari?" "Aku tidak seperti saudaraku yang pandai
berbicara, kami sedang bersantap, bila kau ada urusan silahkan disampaikan, bila tak ada
urusan silahkan pulang!" Nona itu tidak menjadi marah, sebaliknya malahan balik bertanya:
"Pulang" Kau suruh aku pulang ke mana?" "Tentu saja pulang ke
tempat tinggal nona!" Nona itu segera tersenyum. "Bagus sekali,
tetapi apakah kamu tahu kalau loteng impian
adalan tempat tinggalku?" Bau-ji menjadi terbungkam dan tak mampu
berkata apa apa lagi. Sun Tiong-lo segera tersenyum, katanya: "Nona,
harap kau bersedia memaafkan saudaraku itu, ketika
berpisah semasa masih kecil dulu, sampai sekarang kita baru bisa
bersua lagi, sedikit banyak tentu saja ada pula kata-kata diantara
saudara yang hendak diutarakan...."
Belum habis dia berkata, nona itu sudah menukas: "Ooo, apakah
yang dimaksudkan sebagai kata-kata diantara
saudara itu "!" Sambil menggigit bibir Bau ji segera berseru: "Yang
dimaksudkan dengan kata-kata diantara saudara adalah
persoalan diantara kami berdua yang akan dikatakan kepada yang lain
tanpa diketahui orang lain...."
Nona itu seakan-akan baru merasa mengerti akan maksudnya, sambil
tertawa dia lantas berkata: "Ooo... maaf kalau begitu, aku mengira kemarin semalam suntuk
ditambah hari ini setengah harian sudah lebih dari cukup buat kalian
untuk berbincang-bincang siapa tahu..."
"Nona, sekarang kau sudah tahu bukan kalau pembicaraan kami belum
selesai" Nah silahkan!" tukas Bau ji tidak sabar.
Siapa tahu nona itu masih juga menggeleng.
"Sekali lagi aku harus minta maaf kepadamu, lebih baik "kata- kata
diantara saudara"mu itu disimpan saja sampai malam nanti baru
dibicarakan lagi." "Sekarang aku masih ada urusan yang lebih penting lagi hendak
dibicarakan dengan kalian berdua, sebetulnya urusan ini bisa saja
ditunda, cuma sayang akupun sedang repot dan cuma ada waktu
sekarang ini saja." Bauji segera mendengus. "Hmm. Nona, kamu menganggap urusan
itu penting, belum tentu kami bersaudara juga berpendapat demikian." Bila perangai si nona itu
sedang baik, pada hakekatnya dia lebih
baik dari pada seorang Siau mitou, sekalipun Bauji menggunakan kata
yang kurang sedap didengar untuk menjawab pertanyaannya, namun
gadis itu masih tersenyum saja. Di tengah senyuman itu, pelan-pelan dia beranjak seraya berkata:
"Apa yang kau ucapkan mungkin saja benar, anggap saja aku banyak
urusan, baik, aku akan mohon diri lebih duIu, akan kulihat setelah
kalian menyelesaikan "kata-kata diantara saudara" dapatkah dengan
selamat meninggalkan buk Bentrok Para Pendekar 4 Bentrok Para Pendekar 3
^