Bukit Pemakan Manusia 22

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 22


marahan locu, hmm, locu bersumpah akan
membuatmu mati tak bisa, hiduppun tak dapat hingga kau menderita
setengah mati." Jin jin menggertak giginya kencang-kencang kemudian berseru dengan
nada dendam: "Mao Tin hong, anggap saja aku memang buta sehingga membukakan
pintu untuk bajingan seperti kau, sekarang kau masih memiliki
kepandaian apa lagi" Keluarkan saja semuanya kalau mengharapkan
kitab pusaka itu.... Hmm! jangan bermimpi disiang bolong!"
"Baik!" dengus Mao Tin-hong, "locu akan menyuruh kau rasakan
kenikmatan terlebih dulu!" Begitu seusai berkata, dia lantas turun tangan dan secepat silat
menotok delapan buah jalan darah penting disekujur badaa Jin jin.
Menyusul kemudian katanya sambil tertawa seram. "lnilah cara yang
dinamakan jit cian-coan im meh hoat, siapa saja
yang memperoleh pendidikan dengan cara ini akan merasakan
penderitaan yang luar biasa, jangankan kau si perempuan tengik,
sekalipun lelaki yang berotot kawat tulang besi pun tak bakal tahan.
"Sebentar, bila kau benar-benar sudah merasa tak tahan, mohonlah
kepada locu untuk melepaskan dirimu, mengingat kita pernah tidur
sepembaringan dan hidup bersama selama banyak tahun, bisa jadi akan
kuberi sebuah kesempatan bagimu. "Cuma kalau kau hanya merengek belaka mah tak ada gunanya, kau
harus menyebutkan dahulu dimana kitab pusaka tersebut kau simpan
kalau tidak Locu pun tak akan memperdulikan kau. Aku pun akan turun
tangan sendiri untuk melakukan pencarian !"
Waktu itu, Jin Jin sudah merasakan sekujur badannya amat sakit
bagaikan dicincang dengan pisau, katanya kemudian dengan suara
yang gemetar: "Mao Tin-hong, kan boleh melototkan sepasang matamu, tapi jangan
harap aku bersedia memberitahukan hal tersebut kepadamu !"
Rasa sakit, linu, kaku, kejang, dan gatal saling menyusul datangnya
menyiksa sekujur tubuhnya, bahkan datangnya beruntun tiada henti
hentinya, akan tetapi Jin Jin masih tetap menggertak gigi menahan diri,
merintih pun tidak. Mao Tin-hong yang menyaksikan kejadian tersebut segera merasakan
hatinya tergerak. Pelbagai pikiran segera berkecamuk dalam benaknya, dia berusaha
untuk memecahkan kejadian yang sedang dihadapinya sekarang.
Sebab dia cukup mengetahui akan kekejaman dirinya sekarang, jangan
lagi Jin Jin hanya seorang perempuan lemah, sekalipun seorang lelaki
yang terdiri dari otot kawat tulang besi pun pasti akan meraung-raung
kesakitan. Namun ketika diperiksanya kembali keadaan Jin Jin, dia semakin
terkesiap lagi. Walaupun pada waktu iiu Jin Jin sama sekali tidak merintih ataupun jerit
kesakitan, akan tetapi sekujur badannya gemetar keras, keadaannya
sungguh mengenaskan tapi selewatnya beberapa waktu, dia seperti
dapat mengendalikan kembali rasa sakit akibat siksaan mana, bahkan
menunjukkan sikap seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu apapun.
Bukan saja semua penderitaan dan siksaan yang semula menghiasi
wajah Jin Jin hilang lenyap tak berbekas, malahan dia memandang ketus
kearah Mao Tin hong sambil tertawa.
Senyuman mana semakin menggidikkan perasaan Mao Tin hong,setelah
tertawa dingin, Jin jin mulai berkata:
"Percuma saja bila kau ingin menyiksa diriku, dengan cara apapun tidak
bakal mempan. Mao Tin hong! Kau hanya bisa membunuhku dikala aku
tidak bertenaga untuk memberikan perlawanan, tapi bila kau
mengharapkan aku bertekuk lutut dan menerima ancamanmu... huh!
Lebih baik tak usah bermimpi di siang hari bolong."
"Baik, membunuh ya membunuh, kau anggap locu tak berani
menghabisi nyawa anjingmu?" seru Mao Tin hong dengan gemas.
Sambil berkata telapak tangannya segera di ayun kan keatas siap
menghantam batok kepala Jin jin. Perempuan itu sama sekali tak gentar, makin ditatapnya wajah lawan
dengan pandangan yang dingin dan angkuh.
Tiba-tiba Mao Tin hong menarik kembali telapak tangannya kemudian
berkata: "Bila aku bunuh dirimu dengan begini saja, hmm, mengenakkan bagi
dirimu! Locu akan menahanmu kemudian menyiksamu secara
perlahan-lahan, mungkin kau sudah lupa betapa keji dan buasnya kau
menyiksa aku dimasa lalu..." Jin jin tidak mengucapkan sepatah kata pun dia hanya tertawa dingin
tiada hentinya. Selangkah demi selangkah Mao Tin hong maju kedepan menghampiri Jin
Jin kemudian menggerayangi tubuhnya dan akhirnya dia menekan di
atas nadi Jin Jin sambil mencoba beberapa waktu.
Tak lama kemudian dia tertawa seram sembari berkata: "Walaupun
aku tidak mengetahui dengan dasar apakah kau
dapat melawan siksaan dari pemotongan nadiku, namun aku telah
mencoba kalau seluruh jalan darah didalam tubuhmu memang
benar-benar tertotok. "Begini pun ada baiknya juga, sekarang musuh tertahan didalam
barisanmu itu dan belum mampu menyerbu masuk kemari,
mumpung masih ada kesempatan locu harus menikmati kehangatan
tubuhmu lebih dahulu, sekarang aku sudah tak mampu untuk
menggunakan ilmu Soh-li-tay hoat untuk mencelakai orang lain,
sedangkan locu justeru sudah banyak tahun mempelajari ilmu sakti untuk
membalas dendam kepadamu, sekarang aku akan membuatmu tersiksa
sepanjang masa, hidup tak bisa matipun tak dapat."
Begitu selesai berkata, dia membalikkan badan dan menutupi semua
pintu dan jendela baru berada disekitar ruangan, kemudian membopong
Jin jin keatas pembaringan gading dan . . . "Breet!" merobek pakaian
yang dikenakan. Sekarang Jin jin baru takut, dia benar-benar merasa ketakutan
setengah mati. Sesungguhnya dia dapat melawan siksaan dari ilmu pemotong nadi
tadi. karena sejak lama dia telah melatih ilmu Ban-mo-im-lek, sehingga
siksaan dan penderitaan dari otot mau pun tubuh bagian luar dapat
diatasi olehnya. Tapi disaat lelaki perempuan melakukan senggama, dimana hawa panas
yang dan hawa dingin Im berpadu, maka disaat itulah bersatunya
segenap kekuatan dan hawa tubuh dari ke dua jenis manusia tersebut.
Betapa pun sempurnanya tenaga dalam seseorang, didalam keadaan
demikian tak dapat lagi untuk mengendalikan diri.
Sekarang Jin jin tak mampu mengeluarkan ilmu Im kangnya, ini berarti
dia tak berdaya untuk melindungi keadaan dirinya, bila Mao Tin hong
menggunakan ilmu Hian im kang untuk mencelakainya, niscaya
keadaan nya akan sangat mengenaskan.
Dalam keadaan tak berdaya seperti ini, niscaya hawa murni Goan im
nya akan muntah keluar, bila Goan im sampai muntah keluar, tenaga
dalamnya akan turut punah bukan saja wajahnya akan berubah hebat,
tubuhnya pun akan ikut tersiksa sehingga tak karuan bentuknya.
Sayangnya, kendatipun kenyataan dapat berubah menjadi begini
namun ia tak berdaya untuk mencegah, Hanya cemas saja pun tak
akan bisa membantu banyak, dalam keadaan seperti ini dia segera
memperoleh sebuah cara menyerempet bahaya yang sangat bagus.
Setelah tertawa seram katanya kemudian: "Mao Tin-hong,
Bersediakah kau untuk mendengarkan dahulu
sepatah dua patah kata ku?" "Bersedia, apakah kau hendak
memberitahukan tempat penyimpanan kitab pusaka itu ?" sahut Mao Tin hong sambil tertawa
seram. Jin Jin segera mendengus dingin. "Hmm ! Kalau soal itu mah jangan
bermimpi pada siang hari bolong..." Sekali lagi Mao Tin hong tertawa seram. "Heeh... heeeh...
heeh... kecuali masalah tersebut, lebih baik soal
yang lain tidak usah dibicarakan Iagi, sekarang locu hanya ingin
merasakan nikmatnya kehangatan tubuhmu, soal lain tak perlu
dibicarakan lagi." Sembari berkata, dia mulai turun tangan melepaskan pakaian sendiri.
Hancur lebur perasaan hati Jin-jin pada saat ini, seandainya Mao Tin
hong mulai meraba bagian tubuhnya yang terlarang itu, dia sadar
bahwa dirinya tak akan mampu menguasai diri lagi, akibatnya tak akan
terlukiskan lagi dengan kata-kata. Sekarang Jin jin tahu bahwa banyak berbicara itu tidak ada gunanya, dia
memutar biji matanya dan sebuah akal bagus melintas dalam benaknya,
dia merasa paling baik jangan sampai mati, maka setiap cara harus
dicoba lebih dulu. Maka dengan cepat perempuan itu berseru: "Jangan dipandang kita
berdua telah saling bermusuhan sekarang, tapi dalam melakukan
perbuatan ini, paling baik kalau ada kerja sama diantara
kedua belah pihak, kalau tidak, kegembiraan yang diperoleh sepihak
apalah artinya ?" "Mari, kau cukup menepuk bebas jalan darah pada pinggangku saja
sehingga pinggulku dapat bergerak, kau pun tak usah kuatir aku tak
bakal main setan denganmu, tapi justeru dengan demikian maka
kegembiraan yang kita peroleh sewaktu "bermain" hati akan bertambah
kenikmatannya, bagaimana ?" Merdengar ucapan mana, Mao Tin-hong jadi tertegun dan segera
menghentikan pekerjaannya. Dia mulai merenungkan arti dari perkataan Jin-jin tersebut, sebenarnya
apa maksud dan tujuannya " Ditatapnya kemudian wajah Jin Jin lekat-lekat, dia merasa Jin Jin dalam
keadaan telanjang bulat sangat menawan hati, bukan begitu saja,
bahkan wajahnyapun menunjukkan perasaan gembira.
Ini jelas ada yang tak beres, jelas hal ini menunjukkan ada bagian yang
tak beres. Mao Tin-hong yang licik segera merasakan ketidak beresan tersebut, ia
merasa pasti ada hal-hal yang tidak benar dengan perempuan itu,
terutama dengan ucapannya yang terakhir.
Menurut rencananya semula, ia hendak menghisap lebih dulu tenaga
Goan Im milik Jin Jin agar tenaga dalam yang dimiliki perempuan itu
sama sekali punah, kemudian dengan berbagai macam siksaan dia akan
memaksa perempuan itu untuk mengatakan dimanakah kitab pusakanya
disimpan. Tapi secara tiba-tiba dia mendengar perkataan tersebut, kemudian
menyaksikan pula kegembiraan Jin Jin, seolah sangat berharap ia dapat
melakukan hal tersebut baginya, sebagai seorang manusia yang pernah
tertipu satu kali, sudah barang tentu dia harus bertindak lebih
berhati-hati sekarang. Akhirnya setelah memutar otak sekian waktu dia mengambil sebuah
keputusan. Setelah tertawa seram, katanya: "Ooh... benarkah kau ingin mencari
kenikmatan bersamaku dalam permainan ini ?" "Sesungguhnya permainan semacam ini harus
dikerjakan dua orang bersama-sama dengan demikian kenikmatannya baru luar biasa,
memangnya aku salah berbicara?" Jin jin tertawa.
Mao Tin hong mendengus dingin, "Hmmm, maaf ! walaupun kau
mempunyai kegembiraan untuk berbuat demikian, sayangnya locu.
Justeru tidak mempunyai keasyikan untuk berbuat demikian kau anggap
locu mudah tertipu oleh siasatmu" Hmm jangan harap locu akan
memenuhi keinginanmu itu !" "Coba lihat rupanya kau memang banyak curiga! Kau tahu oleh karena
aku sudah terjatuh ketanganmu dan mengerti bahwa cepat atau lambat
aku bekal mampus, tidak pantas kah kucari kenikmatan dan
kegembiraan menjelang saat ajal ku..."
Mao Tin hong segera meludah ke atas tanah, kemudian menukas:
"Setelah menikmati kegembiraan kemudian merenggut nyawa locu"
Hmmmmm . . sekarang tiada kesempatan sebaik ini lagi bagiku, enyah
kau kebawah!" Sembari berseru, dia lantas menghajar tubuh Jin jin sehingga terguling
jatuh dari atas pembaringan gading.
Menyusul kemudian dengan penuh amarah dia membuka pmtu kamar
dan keluar dari sana. Baru saja Mao Tin hong melangkah keluar, Jin jin seperti baru bangkit
kembali dari kematian, dia menghembuskan napas panjang.
Diam-diam ia bersyukur atas keberuntungan sendiri keberuntungan diri
yang dapat memanfaatkan kesempatan baik tersebut dengan sewajarnya,
ditambah lagi Mao Tin hong memang dasarnya banyak curiga, sekarang
adanya ibarat burung yang pernah dibidik orang, sedikit gerakan saja
telah membuatnya panik. Namun cara ini hanya menggertak orang berapa saat dan tak mungkin
bertahan kelewat lama, dia harus segera mencari akal lain.
Sekarang dia hanya berharap Bi kui dapat melihat gelagat yang kurang
baik dan menyembunyikan diri, agar Mao Tin hong tak mampu untuk
membekuknya. Seandainya hal ini terjadi, bisa jadi dia masih ada harapan untuk
melarikan diri. Tentu saja Jin Jin pun tahu kalau cara menotok jalan darah dari Mao
Tin hong ini tak mungkin bisa dibebaskan totokan jalan darah pada
sepasang kakinya. Asalkan sepasang kakinya dapat digerakan serta merta harapannya untuk
melarikan diri pun akan bertambah besar.
Oleh sebab itu, Jin Jin telah melimpahkan segenap pengharapannya
kepada Bi Kui. Dikala dia sedang berpikir dengan perasaan kalut dan gelisah waktu itu
Mao Tin hongpun sedang menjelajahi semua tempat tinggal
orang-orang yang berada dalam kebun Pek hoa wan untuk menemukan
jejak Bi Kui. Bi Kui merupakan orang kepercayaan dari Wancu, sedangkan dalam Pek
hoa wan tersebut telah berlaku suatu peraturan semenjak tempat
tersebut didirikan, yakni segenap anak buahnya tak boleh ada seorang
lelakipun. Betul didalam wilayah Pek hoa tong, lelaki suku Biau jauh lebih banyak
ketimbang perempuannya, namun tak seorang lelaki suku Biau pun
yang berani melangkah masuk kedalam kebun Pek hoa wan,hal mana
menyebabkan daerah sekitar lima li dari kebun Pek hoa wan bebas dari
kaum lelaki. Itulah sebabnya Bi Kui bukan hanya orang kepercayaan Jin Jin saja,
diapun terhitung congkoan dari kebun Pek hoa wan, dia mempunyai
dayang-dayang khusus untuk melayani kebutuhannya.
Jin jin mencintainya, ia berikan suatu daerah dalam Pek hoa wan yang
disebut Pek ho kek untuk tempat tinggal Bi Kui, maka begitu
meninggalkan Jin jin. Mao Tin hong langsung menuju ke bangunan Pek
ho kek. Apa yang dilihat selain sejumlah dayang, ia tak berhasil menjumpai
bayangan tubuh Bi Kui Pek bo kek tersebut.
Ketika ditanyakan kepada para dayang, ada yang mengatakan Bi Kui
sedang memetik bunga di kebun, ada pula yang mengatakan setengah
jam berselang Bi Kui pergi ke gua Cing swan tong untuk menyeduhkan
air teh bagi majikannya. Kebun bunga maupun gua Cing swan tong terletak disatu jalanan yang
sama, orang harus melalui kebun bunga lebih dulu kemudian baru
mendaki ke bukit untuk mencapai gua Cing swan tong, maka Mao Tin
hong segera menuju kesana. Dalam kebun bunga, ia temukan keranjang bunga milik Bi Kui. Sambil
manggut-manggut, dia melanjutkan perjalanannya
mendaki ke atas bukit. Tak salah lagi, Bi Kui tentu


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meninggalkan-keranjang bunganya di kebun bunga untuk menuju ke gua Cing-swan-totig, betul ia temukan
botol perak untuk menyeduh air teh, akan tetapi bayangan tubuh Bi Kui
tak dijumpai, Mao Tin hong segera berkerut kening.
Diperiksanya botoI perak itu dengan seksama, ternyata botol itu sudah
penuh berisi air dingin, hal ini membuktikan kalau Bi Kui telah kemari,
bahkan baru saja masih berada di sana, sebab botol perak itu masih
terasa hangat. Namun tak sesosok bayangan manusia pun yang jumpai disitu,
sesungguhnya apa yang telah terjadi "
"Geledah!" dengan cepat Mao Tin-hong mengambil keputusan di hati.
Perlu diketahui gua Cing swan tong terletak diatas bukit Cing swan-san.
Bukit ini menjadi termasbur oleh karena di sltu terdapat sumber mata
air yang berhawa dingin. Bukit Cing swan tong meliputi daerah seluas tiga li, tidak termasuk tinggi
ataupun luas, dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, Mao Tin
hong hanya membutuhkan waktu sepertanak nasi saja untuk menjelajahi
bukit tersebut. Tiada bayangan manusia yang ditemukan kesitu, apalagi bayangan dari
Bi Kui. "Heran, kemana larinya Bi Kui ?" tanpa te rasa bajingan ini mulai
berpikir. Cepat dia balik kembali ke sumber mata air dalam gua Cing swan tong,
namun botol perak diatas batu, kini sudah lenyap tak berbekas.
Tanpa berpikikir panjang, secepat sambaran petir Mao Tin hong
meluncur kembali menuju ke kebun bunga.
Ternyata dugaannva tidak meleset, keranjang bunga dikebun itupun
sudah hilang lenyap. Mao Tin hong tertawa sendiri, dia menduga Bi Kui tentu berlalu karena
urusan pribadinya, gara gara ia terlampau terburu-buru napsu dan tidak
menunggu lebih lama, alhasil perjalanannya sia-sia belaka.
Maka secepatnya dia balik kembali ke tempat tinggal Jin jin. Waktu
itu jin jin masih terkapar diatas tanah tak berkutik barang
sedikitpun jua. Di tinjau dari hal ini, maka dapat di simpulkan Bi Kui
belum sampai disitu, sekarang jika dia bukan berada di Pek ho kek untuk
merias bunga, sudah pasti sedang berada di dapur untuk menyeduh air
teh. Mao Tin hong menyusul kedapur lebih dulu, botol perak memang
berada diatas meja, sedangkan diatas tungku nampak air sedang dimasak.
Mao Tio hong tertawa, ia berangkat ke Pek bo kek. Setelah berada
di dalam ruangan, ia jumpai budak Li hoa sedang
merias bunga kedalam pot. "Li hoa, mana Bi Kui?" Mao Tin hong
menegur. "Congkoan sedang berada di kamar kecil." jawab Li Hoa
dengan sikap yang hormat. "Berada di kamar kecil" berarti sedang "berhajad",
Mao Tin hongpun manggut-manggut, tentu saja kurang leluasa baginya untuk
menyusul ke tempat semacam itu, ia putuskan untuk menanti hingga Bi
Kui selesai dengan buang hajadnya. Siapa tahu tunggu punya tunggu, yang di tunggu belum nampak juga,
akhirnya habis sudah kesabaran Mao Tin hong segera perintahnya
kepada Li Hoa. "Eei, cepat kau suruh dia keluar, ada urusan penting hendak
kubicarakan dengannya." Li Hoa mengiakan dengan hormat, kemudian menuju ke kamar kecil
disamping ruangan. Diketuknya pintu kamar kecil itu beberapa kali, siapa tahu suasana tetap
hening meski sudah diketuk berulang-ulang, namun tiada sedikit suara
pun yang berkumandang. Mao Tin hong segera menyadari ketidak beresan disitu. ia mendorong Li
hoa menendang pintu ruangan keras-keras.
"Blaammm !" pintu ruangan terbuka, namun tidak nampak bayangan
tubuh Bi Kui, sedang jendela belakang terpentang lebar.
Dalam keadaan demikian, Mao Tin hong tidak usah berpikir panjang
lagi, cepat dia melejit ke udara dan meluncur balik ke tempat tinggal Jin
Jin. Jin Jin yang sebenarnya tertotok jalan darahnya dan tergeletak tak
berkutik di tanah kini sudah tak nampak batang hidungnya lagi.
Mao Tin hong meraung penuh kegusaran, dia mengejar
keluar. Baru melangkah kembali dia tertegun. Kemana dia harus pergi " Ke
mana larinya Jin jin dan Bi Kui " Pek-hoa wan begitu luas, sekalipun
dia pernah menjelajahi seluruh daerah tersebut dulu, tapi selisih banyak tahun, sulit baginya
untuk mengenali daerah tersebut satu per satu.
Cukup bagi Jin-Jin dan Bi Kui untuk menyembunyikan diri di suatu
tempat, namun baginya sudah merupakan pekerjaaan setengah mati
untuk menemukan jejak mereka. Membayangkan sampai disitu, makin meluap hawa amarah yang
membara dalam dada Mao Tin hong akhirnya sambil menggertak gigi
dia memutuskan untuk melakukan tindakan secara keji.
Sesungguhnya dia memang tak bermaksud menetap di wilayah Biau,
justru karena dipojokkan oleh keadaan, sedang hanya Jin Jin seorang
yang dapat melindunginya, terpaksa ia merat kemari.
Namun dibicarakan yang benar, sebenarnya dia lebih berhasrat untuk
mengincar kitab pusaka orang. Sekarang musuh tangguh telah semakin mendekat, posisinya makin
berbahaya, namun ia cukup tahu akan kelihayan barisan Siu gun toh tin,
ditambah pula dengan berbagai tempat jebakan dalam Pek hoa-tong,
jangan toh manusia burungpun sukar untuk menembusi tempat tersebut.
Kini dia sudah memuruskan untuk melaksanakan rencana k^j'nya, dia
akan melakukan penggeledahan selangkah demi selangkah mulai dari
tempat kediaman Jin jin, dia harus menemukan kitab pusaka tersebut
serta Jin jin dan Bi Kui. Walaupun sifatnya hanya untung-untungan, siapa tahu dalam gugupnya
untuk melarikan diri, Jin jin tak sempat lagi untuk membawa kabur kitab
pusaka yang disembunyikan itu"
Seandainya demikian, cepat atau lambat kitab pusaka itu pasti akan
terjatuh ke tangannya. Kini seluruh tempat tinggal Jin jin telah digeledah dengan
teliti. Diantaranya termasuk pula almari, lantai-lantai, bantal maupun kasur.
Alhasil tidak dijumpai kitab pusaka tersebut. Setelah mendengus
dingin, dia segera menitahkan pelayan untuk
membunyikan-genta emas. Bergetarnya suara genta emas disambut
segenap pelayan dari Pek hoa wan dengan penuh tanda tanya, serentak mereka berkumpul
semua didepan ruangan Jin Jin: Terhadap kawanan dayang itu, Mao Tin-hong membentak dengan suara
keras: "Diantara kalian, siapa yang tahu ke mana perginya Wancu serta Bi
Kui." Tiada yang menjawab, semua dayang menggeleng-gelengkan
kepalanya. "Bagus sekali." Mao Tin hong tertawa seram. "tampaknya kalian semua
amat setia terhadap majikan, hmm. kesetiaan kalian sangat
mengagumkan Iohu, cuma kalian harus tahu, hal mana tak akan
bermanfaat untuk kalian sendiri, percaya atau tidak terserah, tapi lohu
punya cara untuk menyuruh kalian berbicara sejujurnya !"
Setelah berhenti sejenak, dia membentak lebih lanjut: "Li-hoa,
keluar !" "Ada apa?" Li-hoa muncul dari barisan. "Kemana larinya Jin
Jin dan Bi Kui ?" bentak Mao Tin-hong sambil
menyeringai seram. Li hoa segera menggeleng. "Budak benar-benar
tidak tahu..." "Heeehh... heehh... heeehh... kau adalah orang
kepercayaan Bi Kui, adalah orang kepercayaan Jin jin, aku tak percaya kalau kau tak
tahu kemana mereka telah kabur! Baik, bila kau enggan menjiwab, lohu
akan memaksamu untuk berbicara!"
Selangkah demi selangkah dia maju mendekat, kemudian menotok jalan
darah Li Hoa. Sambil mengempit tubuh Li hoa menuju ke kamar tidur Jin jin. kembali
ia berseru kepada kelompok dayang diluar.
"Tak ada manfaatnya bagi kalian untuk membungkam, dengarkan
baik-baik, locu akan menggeledah seluruh Pek hoa wan ini, setiap kali
menggeledah satu tempat, aku akan bertanya sekali kepada kalian."
"Bila kalian tahu tapi enggan menjawab, tak apa! Sebab hal itu justru
akan merugikan kalian sendiri, Lohu akan membakar habis semua
tempat yang telah ku geledah, lalu membakar kamu semua dalam
keadaan hidup-hidup !" Ancaman ini sungguh teramat keji, kawanan dayang itu menjadi panik
dan ketakutan setengah mati. Begitu habis berkata, Mao Tin hong mengebaskan tangan kanannya ke
depan, sebutir pe luru segera meluncur ke dalam kamar Jin jin dan
meledak, api dengan cepat berkobar dan membakar semua benda yang
berada disekeliIingnya. Api yang membakar kelambu cepat merembet ke tempat lain, seluruh
kamar segera berubah menjadi lautan api.
Mao Tin-hong memang iblis berhati kejam, walaupun dia menotok jalan
darah Li hoa sehingga tak mampu berkutik, namun dia tidak menotok
jalan darah bisunya. Begitu kebakaran berkobar di dalam kamar tersebut, Li Hoa segera
menjerit-jerit minta tolong. Suaranya yang memilukan hati dan menyayat perasaan ini sungguh
mengerikan sekali, pucat pias paras muka segenap dayang lainnya yang
berkumpul diluar kamar. Mao Tia-hoi.g berbuat sangat licik, sementara api berkobar diatas
pembaringan Li hoa justru diletakkan tak jauh dari pintu belakang,
jaraknya dengan kobaran api itu masih ada satu kaki Iebih, jadi untuk
beberapa waktu api tak akan sampai merambat ke tubuhnya.
Tapi justru karena hal demikian Li hoa malah menjerit-jerit minta
tolong. "Baik, bila kau bersedia menerangkan kepergian Jin jin dan Bi Kui, lohu
pun bersedia menyelamatkan jiwamu !" bentak Mao Tin- hong
kemudian dengan suara lantang. "Budak benar-benar tidak tahu," pekik Li hoa memilukan hati. Mao
Tin hong mendengus dingin. "Hahaha, bagus sekali, kalau begitu
jangan salahkan aku kalau membiarkan tubuhmu terjilat api dan mati hangus !" Li Hoa
benar-benar pecah nyalinya, dia menangis meraungraung,
teriaknya kemudian dengan suara memelas: "Oooh, cici cici
sekalian yang baik, tolonglah aku ! Bila kalian
mengetahui jejak majikan segera katakanlah kepadanya, api sudah
mendekati pada sisi tubuhku, ooooh... cici sekalian, tolonglah aku...
tolong lah aku..." Mao Tin-bong memperhatikan kawanan dayang tersebnt dengan
pandangan dingin, ia saksikan dayang dayang tersebut tertunduk
dengan wajah pucat pias, tubuhnya gemetar keras, namun tak
seorangpun yang bersuara. Menyaksikan hal mana, dia memutar biji matanya sambil berpikir
sejenak lalu bentaknya kepada Li Hoa:
"Tampaknya nasibmu memang jelek, api segera akan menghanguskan
seluruh tubuhmu, coba kau lihat ! Cici-cici mu yang kau anggap saudara
sendiri di hari biasa, sekarang pada membungkam diri, tak seorang pun
diantara mereka yang bersedia menolongmu..."
Isak tangis dan jeritan pilu Li Hoa semakin menjadi-jadi, seperti orang
kalap ia berteriak: "Oooh... cici sekalian, itu mohon belas kasihan kalian... tolonglah aku...
selamatkanlah jiwaku.... ooooooh... cici semua, api semakin
mendeketiku, ooh, tolong, toIong."
Tiada seorang pun yang menjawab, kawanan dayang itu masih saja
membungkam diri. Mao Tin bong sangat mendongkol dia mendengus lalu serunya: "Li
Hoa, lebih baik pasrah pada nasib ! Mereka tak akan
menolongmu tampaknya bagi mereka lebih penting setia kepada Jin jin
dari pada menyelamatkan jiwamu, sekarang hanya satu jalan bagimu
untuk menyelamatkan diri, cepat katakan dimana Jin jin telah
menyembunyikan diri !" "Budak sudah bilang, budak tidak tahu, budak benar-benar tidak tahu."
Mao Tin hong tertawa makin seram. "Tak apa, lohu toh tidak
memaksamu harus mengaku, mau menjawab atau tidak, terserah" "Tapi api ini... api ini... aah..." Li Hoa
menjerit semakin pilu. Rupanya api sudah mulai membakar daerah
disekitar kakinya. Betul kakinya belum terbakar, namun hawa panas
yang menyengat badan telah menggarang tubuh Li Hoa sehingga tak sanggup
menahan diri lagi, tubuhnya tak mampu berkutik sedang hatinya
ketakutan setengah mati, tat terlukiskan bagaimana menderitanya dia
sekarang. Mao Tin-hong segera membentak keras: "Orang pertama yang
menjadi korban adalah Li Hoa, tapi orang
kedua, orang ketiga adalah kalian semua kecuali ada diantara kalian
yang mau menjawab kemana kaburnya Jin Jin dan Bi Kui, kalau tidak..."
Api telah membakar sepatu dan kaos kaki Li Hoa, dayang itu mulai
menjerit kesakitan suaranya yang memilukan hati bagaikan
jeritan setan ditengah malam buta, menyayat hati, mendirikan bulu
roma orang, membuat ucapan Mao Tin hong segera terputus.
Bukannya beriba hati atas kejadian mana, Mao Tin hong malah
mendongakkan kepalanya sambil tertawa terbahak-bahak.
Api memang tak kenal belas kasihan, dalam waktu singkat sekujur tubuh
Li Hoa telah tertelan oleh kobaran api yang semakin membara, jeritan
ngeri yang memilukan hati berkumandang lagi untuk terakhir kalinya,
setelah itu suasana menjadi hening, sepi... hanya suara api yang
berkobar saja memecahkan keheningan.
Para dayang menundukkan kepalanya rendah-rendah, air mata
bercucuran membasahi wajah mereka. Seorang rekan mereka telah tewas secara mengenaskan tewas
dihadapan mereka sendiri. Mendadak Mao Tin-hong membentak lagi dengan suara menggeledek:
"Sekarang, kalian harus mengikuti lohu menuju ke pagoda Pekbo-
kek..." Di bawah ancaman, kawasan dayang itu tak berani membangkang,
mereka segera mengikuti di belakang Mao Tin hong.
Setibanya di Pek bo-kek, dengan suara lantang Mao Tin hong berseru
kembali: "Thian hiang, Im kiok, kalian berdua keluar." "Tuan" dengan suara
gempar Thian hiang dan Im Kiok memohon, "budak benar-benar tak tahu dimanakah majikan berada, bila
kami tahu. masa kami tidak mengaku" Apa lagi setelah di utarakan pun
belum tentu majikan menghukum mati kami, sedang kalau tidak
mengaku...." "Betul..." tukas Mao Tin hong, "begitu juga dengan lohu, bila kalian
bersedia menjawab, bukan saja lohu akan membebaskan kalian, bahkan
akan kuberi hadiah besar, sebaliknya kalau tetap tak mau menjawab,
terpaksa hanya jalan kematian yang tersedia!"
"Tuan, kami benar-benar tidak mengetahui tentang hal ini..." rengek
Thian hiang ketakutan. Mao Tin hong mendengus dingin: "Lohu tidak ambil perduli, pokoknya
kalian berdua masuk!" Im Kok memandang Thian hiang, baru saja Thian hiang hendak


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beranjak, Im Kiok segera menghalanginya.
Mao Tin hong menyaksikan kejadian tersebut segera menegur: "Ada
apa" Im Kiok, apakah kau hendak menyampaikan sesuatu?" "Benar.
aku hendak berbicara!" lm Kiok mengangguk. Mao Tin hong segera
manggut-manggut. "Ada hubungan dengan tempat persembunyian
Jin-Jin?" Kembali Im Kiok mengangguk. "Benar, bersediakah kau
mendengarkannya?" "Tentu saja bersedia!" Mao Tin-hong tertawa.
"Tapi aku punya syarat." Ucapan mana disambut Mao Tin hong
dengan kerutan dahi. "Apapun syarat yang kau ajukan, lohu pasti
akan mengabulkan." akhirnya dia berkata. "Hmm! Hatimu jauh lebih beracun daripada
kalajengking, setelah persoalan ini lewat melepaskan kami dalam hidup pun sudah merupakan
sesuatu yang luar biasa, kalau dibilang kau hendak melaksanakan syarat
mana, haaya setan yang percaya."
"Ooh... jadi maksudmu aku harus berjanji?" "Apa gunanya berjanji" Aku
minta kau segera melaksanakannya,saat ini juga." ucap Im Kiok keras. Mao Tin hong
segera tertawa dingin. "Heeeh... heeehh... heeehh... besar amat
nyalimu...!" tegurnya. Im Kiok sedikitpun tidak merasa takut. "Paling banter aku mengalami
nasib yang sama seperti enci Li hoa, mampus terbakar! Apa yang mesti harus kutakuti !" Bila orang
tidak takut mati, siapapun tak dapat mengapa-apa kan
dia, maka Mao Tin hong segera merubah taktiknya: "Baik, utarakan
syaratmu itu!" "Sewaktu majikan dan congkoan berlalu, dia lewat
pesanggrahan Im-sui-siau-ci, kebetulan aku sedang menyapu disitu maka aku
mengetahui arah kabur dari majikan dan congkoan..."
"Tak usah banyak bicara, katakan saja kemana mereka telah kabur..."
tukas Mao Tin hong. Im Kiok tidak menggubris, dia melanjutkan kembali kata-katanya:
"Oleh karena itu, bila kau ingin mengetahui kemana perginya
majikan dan congkoan, silahkan saja bertanya kepadaku seorang,
namun sebelum melaksanakan syarat yang kuajukan, jangan harap aku
akan menjawab pertanyaanmu !" "Apa syaratmu ?" "Persoalan iui tiada sangkut pautnya dengan para
cici dan adik semua, kau harus membukakan mereka dan memerintahkan mereka
pergi lebih dulu !" Mao Tim hong menganggap kawanan dayang tersebut sudah ibaratnya
domba didepan mulut harimau, sekalipun dilepaskan sekarang, toh
akhirnya akan berhasil dikumpulkan kembali secara mudah bila dia
menginginkan. Maka Mao Tin hong segera mengangguk. "Boleh, lohu akan segera
menurunkan perintah !" Setelah berhenti sejenak, ia lantas berseru kepada kawanan dayang itu:
"Disini sudah tak ada urusan kalian lagi, cepat kembali ketempat
masing-masing !" Mendengar seruan tersebut, tanpa terasa para dayang mendongakkan
kepalanya dan bersama-sama menatap wajah Im Kiok.
Dengan wajah serius Im Kiok segera berseru kepada kawanan dayang
tersebut: "Cici dan adik sekalian, silahkan kembali ke tempat masing- masing, bila
kalian belum melupakan pesan dari majikan tua dan subo seharusnya
kalian tahu bahwa bencana besar telah melanda Pek-hoa-wan kita hari
ini. "Didalam surat wasiat majikan tua telah di perintahkan jika hari
semacam ini telah tiba, maka cici dan adik sekalian diharuskan menuju
ke Lak-toan-Sin-koan untuk menembus dosa, sekarang kumohon
kepada kalian untuk segera menuju kesana."
Mendengar perkataan tersebut para dayang itu segera menunjukkan
perasaan gembira. Ketika keadaan tersebut terlihat oleh Mao Tin hong, kecurigaannya
segera timbul. Ia berpikir sejenak, kemudian mengulapkan tangannya mencegah
kawanan dayang itu mengundurkan diri, teriaknya:
"Tunggu sebentar !" Kawanan dayang itu segera berhenti, sedang
Im Kiok langsung menegur: "Apa maksudmu berbuat demikian ?" Mao Tin hong
mendengus dingin. "Hmm ! Dimanakah letak Lak-toan sin koan yang kau
maksudkan barusan ?" serunya. "Oooh soal ini ?" Im Kiong tertawa. "disetiap
ruangan bangunan ini pasti terdapat meja altar yang memelihara patung dewa Lak-toan
kua-sin, dan kemudian yang dimaksudkan sebagai Lak-toan adalah
enam lukisan garis pendek dalam pat-kwa, bagaimana" kau tidak
mengerti tentang hal ini..." "Ooooh, rupanya begitu..." Mao Tin hong mengangguk. Belum habis
dia berkata, Im Kiok telah menyela kembali:
"Apakah mereka sudah boleh pergi sekarang?" Sekali lagi Mao Tin hong
mengangguk. Dengan suara lantang Im Kiok segera berseru.
-oo0dw0oo- SIAU-MOAY mohon kepada cici dan adik sekalian agar
jangan lupa mewakili siau-moay untuk memasang hio dan bersembahyang
setiba di istana Lak toan seng kiong nanti, mohonkan keselamatan bagi
siau-moay... nah, kalian boleh pergi sekarang !"
Serentak para dayang itu membalikkan bada ndan berlalu dari sana,
dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka telah lenyap dari
pandangan mata... Hingga kawanan dayang tersebut telah pergi jauh, Mao Tin hong baru
berkata lagi dengan kening berkerut:
"Aneh, mengapa mereka menuju ke suatu tempat yang sama ?" Im
Kiok mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap ke
arah Mao Tin hong, kemudian ia menjawab: "Apa sih yang aneh ?"
"Bukankah kau bilang, mereka diharuskan kembali ke tempatnya
masing-masing." "Tahukah kau dimana aku berdiam ?" "Kau tinggal di
pesanggrahan In sui-siu-cu bukan ?" Im Kiok mengangguk. "BetuI,
sekarang mereka menuju ke tempat kediamanku lebih
dulu untuk membacakan doa bagiku, ini dilakukan sebagai
pernyataan rasa terima kasih mereka kepadaku, apakah berbuat
demikianpun tidak boleh...?" "Boleh, tentu saja boleh." jawab Mao Tin hong sambil mengawasi terus
kawanan dayang yang telah menjauh itu. "cuma, apa sebabnya mereka
berlalu dengan cepat, seolah-olah tergesa-gesa sekali ?"
"Kalau soal ini mah harus ditanyakan kepadamu sendiri !" "Tanya
kepadaku ?" Mao Tin hong agak tertegun, "apa yang
ditanyakan kepadaku ?" "Hmmm.! Kau kejam seperti ular beracun,
hatimu jahat seperti racun kala jengking, hatimu hitam, buas seperti binatang liar, kekejaman
dan kebengisanmu tiada duanya di dunia ini, tentu saja mereka
menganggap lebih aman untuk berlalu secepatnya meninggalkan dirimu."
Ucapan mana kontan mengobarkan hawa amarah Mao Tin hong, agak
sewot dia membentak "lm Kiok, lohu peringatkan kepadamu untuk
berbicara lebih berhati-hati Iagi!"
Namun Im Kiok sedikitpun tidak gentar, dia malah menantang dengan
garang. "Kalau tidak berhati-hati kenapa" Memangnya kau hendak
membunuhku?" Mao Tin hong semakin gusar, "Jangan kau anggap lohu tak berani
membunuhmu karena aku masih membutuhkan kau" Hm, jika kau
lanjutkan ulahmu itu. hati-hati kalau kusiksa dirimu lebih dulu!"
Im Kiok kembali tertawa. "Sudah hampir, aku toh sudah hampir tak
berguna lagi, sampai waktunya kau boleh berbuat sesuka hatimu atas
diriku ini!" "Hmmmm, tak usah banyak ngebacot lagi, ayo jawab, Jin Jin dan Bi Kui
bersembunyi di mana ?" dengus Mao Tin-hong.
"Kalau aku harus menjelaskan, mungkin kau tak akan jelas. lebih baik
aku menghantarmu ke sana saja." kata Im Kiok kemudian.
"Bagus, mari kita berangkat sekarang!" Im Kiok pun menganggukkan
kepalanya. "Betul, kita memang
harus berangkat sekarang juga, ikutilah aku..." katanya. "Tunggu dulu !"
mendadak Mao Tin-hong berseru kembali,
agaknya ia teringat akan sesuatu, bila kita harus berjalan demikian,
lohu tetap merasa kuatir !" "Terserah, mau menotok jalan darahku juga boleh," kata Im Kiok
pasrah, "tetapi aku hendak menjelaskan dahulu, di tempat itu terdapat
sebuah daerah yang tak mungkin dapat dilalui tanpa tenaga dalam, bila
sampai waktunya aku tak mampu lewat, jangan kau salah kan diriku."
kata Im Kiok menjelaskan. Mao Tin hong segera berkerut kening, "Kalau begitu lohu harus
memperingatkan dirimu lagi " dan akhirnya dia berkata, "bila kau berani
main setan, jangan salahkan bila lohu akan menghajar dirimu
habis-habisan!" Im Kiok tidak ambil perduli dia segera berjalan. Mao Tin hong tak mau
ketinggalan, dia pun menyusul dibelakangnyii secara ketat. Berapa saat kemudian, tiba-tiba Mio
Tin-hong berseru: "Hei mengapa kita mengambil jalan yang searah
dengan tempat yang dituju budak-budak tadi?" "Tentu saja" dengus Im Kiok, "majikan
melalui pesanggrahan Insut siu-cu sebelum melarikan diri, bila kita hendak menyusulnya tentu
saja harus melalui pula tempat itu, apalagi para cici dan adik sedang
memasang hio untukku disitu, aku seharusnya pula melalui tempat
mana...!" Mao Tin hong segera terbungkam dalam seribu bahasa, tapi entah
mengapa dia selalu merasa kalau hal ini ada yang kurang beres.
Sedapat mungkin Mao Tin-hong berusaha untuk mengendalikan
perasaan gusarnya, namun dalam hati kecilnya ia telah memutuskan
bila persoalan telah selesai, dia akan menyiksa In Kiok habis-habisan
sebelum akhirnya di hukum mati. Hanya saja dia tak dapat menemukan di manakah letak ketidak beresan
tersebut, maka disamping meningkatkan kewaspadaannya, dia
membungkam dalam seribu bahasa. Perjalanan yang ditempuh Im Kiok tidak terlalu cepat, dengan tak sabar
Mao Tin hong segera berseru. "Apakah kau tak bisa berjalan lebih cepat lagi ?" "Tentu saja dapat"
jengek Im Kiok, "justru aku kuatir kalau
terlalu cepat malah menimbulkan kecurigaanmu, kalau sampai mengira
aku ingin kabur bukankah aku bakal mati penasaran?"
"Hmmm, tajam amat selembar bibirmu !" Mao Tin hong mendengus
dingin. "Kau juga mempunyai hati yang hitam dan busuk !" sambung Im Kiok
cepat. Maka diapun tak banyak bertanya lagi, diikutinya Im kiok dengan mulut
membungkam. Kini Im kiok melanjutkan perjalanannya dengan lebih cepat lagi mau
tidak mau Mao-Tin hong harus meningkatkan kewaspadaannya untu
menghadapi segala kemungkinan. Akhirnya tibalah mereka tak jauh dari pesanggrahan In sui sian cu...
Pertama-tama Im Kiok melompati jembatan Jit khong tay kiau lebih
dulu, kemudian baru masuk ke dalam pesangrahan In sui siau cu.
Mao Tin hong menitahkan kepada Im kiok agar berjalan tak lebih tiga
kaki lebih jauh darinya, agar setiap saat dia dapat melancarkan
serangannya. Im Kiok tidak memasuki ruang tengah pesanggrahan ln sui siau cu,
melainkan berbelok kesebelah kiri terus menuju kebelakang.
Mao Tin hong juga tidak banyak bertanya, sepanjang jalan dia hanya
memperhatikan keadaan disekitar situ dengan seksama.
Di sebelah kiri terdapat sebuah bangunam loteng kecil, di belakang
loteng adalah kolam yang besarnya berapa bau.
Saat inilah Im Kiok membalikkan badannya sembari berkata:
"Majikan dan congkoan pernah melewati loteng ini!" Mao Tin hong
mencoba untuk mengawasi sekejap bangunan
loteng itu, lalu bertanya: "Mengapa tak nampak seorang dayang pun?"
"Mungkin mereka telah kembali." "Tapi sepanjang jalan tidak aku
jumpai seorang manusiapun?" seru Mao Tin bong semakin keheranan. Dengan cepat Im Kiok
menggeleng. "Waah, soal ini mah aku kurang jelas, untung saja yang
kita cari sekarang adalah majikan dan Bi Kui!" Mao Tin hong berpikir sejenak,
lalu katanya. "Apakah mereka berdua berada diatas loteng?" Sekali lagi
Im Kiok menggeleng. "Aku tak berani memastikan, mungkin berada
disitu, mungkin juga tidak ada." Mao Tin hong segera berkerut kening, ia makin
memperhatikan gerak gerik Im Kiok dengan lebih seksama. Sementara itu Im Kiok telah
membuka pintu loteng namun dia tidak masuk kedalam melainkan berpaling memandang kearah Mao Tin
hong. Mao Tin hong memahami arti dari tindakan tersebut, lm Kiok sedang
menantikan perintahnya. Sejak tadi Mao Tin hong memperhatikan bangunan loteng itu dengan
seksama, loteng itu berdiri sendiri dari lingkungan bangunan lainnya.
Berdiri sendiri disitu sama artinya tiada jalan mundur lainnya, diapun tak
usah kuatir Im Kiok akan melarikan diri, maka setelah berputar satu
lingkaran mengitari bangunan loteng itu, ujarnya kemudian kepada Im
Kiok. "Masuklah lebih dulu untuk melihat-lihat!" "Jika tidak berada di
bangunan loteng ini, sudah pasti majikan
berada di Thian gwa thian (langit diluar langit) !" "Oooh, dimanakah
letaknya Thian gwa thian itu ?" Sambil melangkah masuk ke dalam
bangunan loteng itu, Im Kiok menjawab: "Tak jauh letaknya dari sini, tempat itu merupakan sebuah
tempat yang sangat menarik." Sembari berkata dia lantas berjalan
menuju ke dalam loteng. Tempat ini merupakan bawah loteng bukan
diatas loteng, suasana didalamnya amat gelap gulita sehingga sukar untuk melihat
jelas keadaan didalam ruangan tersebut.
Waktu itu Mao Tin hong sedang ikut beranjak masuk ke dalam ruangan.
Mendadak... "Aduuuh..." Im Kiok menjerit kesakitan. Serta merta
Mao Tin hong menyelinap mundur sejauh beberapa
kaki dengan cekatan. "Blaaaammm....!" Pintu bangunan loteng itu tertutup dari bagian dalam, kemudian tidak
kedengaran suara apa apa lagi. Sambil berkerut kening Mao Tin-hong membentak dengan suara dalam
dan berat: "Bi Kui, keluar kau !" Suasana didalam bangunan loteng itu sunyi
senyap tak kedengaran sedikit suarapun, tiada orang yang menjawab. Anehnya In
Kiok pun tidak menimbulkan suara iagi, mungkin ia
sudah dibekuk Bi Kui. ^oooOdwOooo^ MAO TIN HONG mendengus
dingin, kembali dia berseru: "Jin Jin, walaupun kau ditolong Bi Kui dan
berhasil kabur kemari, namun ilmu menotok jalan darah lohu tak akan bisa dibebaskan siapa
pun jua, selama hidup kau akan tersiksa terus, mengapa tidak
munculkan diri saja untuk bersua dengan lohu ?"
Suasana didalam loteng itu masih tetap hening, seakan-akan sebuah


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bangunan kosong belaka. Kembali Mao Tin-hong membentak: "Kau harus tahu, kesabaran lohu
ada batasnya, kalian mau menjawab tidak pertanyaanku?"
"Kau sedang berbicara dengan siap" ?" saat itulah seseorang menegur
dari dalam loteng. Mendengar suara itu Mao Tin hong tertegun serunya kemudian, "Kau
Im Kiok ?" "Kau anggap nama nonamu juga bisa disebut oleh tua bangka celaka
yang tidak mengenal budi macam kau ?"
Dengan cepat Mao Tin-hong menyadari apa gerangan yang telah
terjadi, segera bentaknya dengan suara menggeledek:
"Budak anjing, kau berani membohongi aku?"
Ternyata orang yang berada di dalam bangunan itu memang In Kiok,
terdengar dia tertawa terkekeh-kekeh.
"Mengapa tidak berani " Untuk membohongi tua baka celaka macam
kau, pada hakekatnya lebih gampang daripada membohongi seekor
anjing budukan !" Kemarahan Mao Tin hong menjadi meledak, dia segera mengayunkan
telapak tangannya menghajar pintu loteng tersebut.
Dengan tenaga dalamnya yang telah mencapai puncak kesempurnaan,
dimana angin pukulannya menyambar lewat, pintu loteng segera tergetar
hancur berantakan, bahkan bangunan loteng itupun turut bergoncang
sangat keras, keadaannya sungguh menggidikan hati orang.
Tapi Im Kiok justru tidak gentar, malah sambungnya: "Kepandaian
bagus, bila punya nyali ayolah ikut nonamu masuk
ke bangunan ini !" Sewaktu mengucapkan perkataan itu, gadis tersebut
masih tetap bersembunyi dibalik kegelapan, tak nampak bayangan manusianya
menampakkan diri. Selesai mengucapkan perkataan tersebut, tak kedengaran suara
apa-apa lagi disitu. Dengan cepat Mao Tin hong melancarkan sebuah pukulan dahsyat
ketengah udara, kemudian tubuhnya ikut menerobos pula ke dalam
bangunan itu... Setelah berada dalam bangunan, sorot matanya mengawasi sekeliling
tempat itu dengan seksama, akan tetapi dia tidak menemukan bayangan
tubuh dari Im Kiok. Setelah diamati lagi dengan lebih seksama, dia segera menemukan
sesuatu... Lantai disudut dinding sebelah kiri baru saja merapat, rupanya di
tempat itu terdapat sebuah lorong bawah tanah.
Mao Tin hong mendengus dingin, dia maju ke depan dan segera
membuka lantai tersebut. Dibawah lorong sana amat gelap gulita tapi nampaknya terdapat
undak-undakan batu. Sementara Mao Tin-hong masih termenung dan tak tahu bagaimara
harus menghadapi kejadian tersebut, dari bawah sana berkumandang
suara tanya jawab: "Bagaimana" Apakah tua bangka itu berada di atas?" Suara
pembicara jelas merupakan si Bi kui. Seorang yang lain ternyata
adalah Im Kiok segera menjawab dengan nyaring. "Ya, dia berada disitu, bahkan bisa jadi dia telah
berubah menjadi si ikan bluntak yang mempunyai perut gede, maklum karena
mendongkoInya. "Menurut pendapatmu, mungkinkah dia akan sampai kemari ?" "Mau
apa dia kemari " menghantar kematiannya " Hmm !" "Kau mesti
tahu tua bangka tersebut licik tapi pintar, aku rasa dia
tak akan berani turun kemarin ayo kita pergi saja." "Pada majikan, apa
di dalam ?" "Yaa, semuanya berada disini, sebab hanya tempat ini saja
yang aman, majikan bilang tua bangka itu memiliki kepandaian silat yang
terlampau tinggi sedangkan jalan darah majikan pun belum terbebas
dari pengaruh totokan sehingga tak mampu bergerak ! ia menitahkan
kepada kita agar bersabar diri dan jangan sembarangan bergerak !"
"Ooooh, tadi si tua bangka itu bilang kalau memang sampai jalan darah
majikan tak bakal bisa dibebaskan jadi dia bersungguh- sungguh ?"
seru Im Kiok kemudian. Bi Kui menghela napas panjang. "Hai, siapa bilang bukan sungguhan " Kami sudah hampir mati saking
gelisahnya !" "Coba kau lihat, datas sana terdapat sinar terarg, delapan puluh persen
tua bangka itu pasti berhasil menemukan mulut lorong rahasia ini dan
lagi sedang menyadap pembicaraan kita, bagaimana kalau kubikin
panas hati si tua bangka tersebut agar turun kemari dan menghantar
kematiannya." "Sudahlah" sahut Bi Kui setelah termenung sejenak, "bagaimanapun juga,
toh tua bangka tersebut tak akan bisa lolos, cepat atau lambat
memberesi dia aku pikir sama saja !"
"Hingga kini aku masih keheranan, bagaimana sih ceritanya majikan
sampai mengetahui kalau tua bangka itu sedang mengacau ?"
Kembali Bi Kui menghela napas panjang. "Aaaai... sesungguhnya
majikan tidak menuruti perkataannya
dengan pulang ke wilayah Biau terlebih dulu, sebaliknya secara
diam-diam kita ikuti gerak-geriknya, sudah barang tentu segala
perbuatan dan tingkah lakunya dapat kami saksikan dan kita ikuti
semuanya dengan jelas dan terang !"
Im kiok segera mendengus dingin: "Hmmm ! Lantas mau apa dia
memasuki kebun Pek-hoa wan ini...?" "Soal ini pernah kutanyakan kepada majikan, menurut majikan
mereka pernah menjadi suami istri, lagi pula majikan selalu berharap
agar dia mau meninggalkan jalan sesat untuk kembali ke jalan yang
benar. siapa tahu gara-gara niatnya tersebut, dia harus mengalami
kerugian besar ditangan tua bangka tersebut."
Mendengar perkataan mana, Im Kiok menjadi gusar sekali, serunya
kemudian: "Kalau kupikir kembali persoalan ini, semakin kupikir semakin panas
hatiku, kasihan kepada enci Li hoa, dia telah dibakar hiduphidup
sampai mati, hingga kinipun pekikan kesakitan yang memilukan
hati seakan-akan masih mendengung disisi telingaku, aku harus
mencaci-maki dan menyumpahi bangsat tua itu."
Berbicara sampai disini, Mao Tin hong segera mendengar suara
umpatan dari lm Kiok. "Orang she Mao, bajingan tua she Mao, kau tua bangka celaka, telur
busuk bangkotan, kalau memang lelaki sejati ayo cepat menggelinding
turun kebawah. Huuuh, aku lihat kau si anak jadah tak akan bernyali.."
Belum habis umpatannya itu, Bi kui sudah membujuknya: "Sudahlah,
ayo kita cepat pergi, majikan sedang menunggu
kedatangan kita, sudah kubilang kebun Pek hoa wan tak punya jalan
mundur, jalan keluarpun sudah dihadang oleh Sun sauhiap dan
kawan-kawannya, cepat atau lambat dia akan mampus."
"Aku justru sangat berharap dia bisa turun kemari, biar mampus
ditangan kita saja." sela lm Kiok cepat.
Suara pembicaraan tersebut makin lama semakin menjauh, dan
akhirnya sudah tak kedengaran suaranya lagi.
Mao Tin hong berdiri bodoh didalam loteng, pelbagai pikiran
berkecamuk di benaknya. Turun ke bawah " Dia kuatir terperangkap oleh siasat busuk
orang-orang itu. Tidak turun " Dangan kehadiran Bi kui disana, berarti Jin jin pasti
berada pula disana, berarti pula kitab pusaka tersebut berada pula
dibawah sana, bila dia berani turun kebawah, niscaya semua benda
tersebut akan jatuh ke tangannya. Lama sekali dia berpikir sebelum akhirnya mengambil satu keputusan,
dia harus turun ke bawah ! Yaa, harus turun ke bawah !
Dia yakin dengan kepandaian silat yang dimilikinya, tak mungkin ada
orang yang mampu menandingi kemampuannya, bila dia mau
berhati-hati, kenapa mesti takut terhadap sekelompok kaum perempuan
?" Berpikir sarnpai disini, dia lantas atap beranjak menuruni anak tangga
tersebut. "Tunggu sebentar !" Kembali satu ingatan melintas didalam benaknya
dan menghalangi niatnya. Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali,
Mao Tin hong bergumam seorang diri: "Jangan, jangan bertindak gegabah, lebih baik
kupikirkan lebih dulu tindakan ini masak-masak sebelum melangkah lebih jauh." Dengan
cepat dia mencopot papan di atas lantai tersebut dan
menghancurkannya sehingga remuk berkeping-keping, dengan begitu
muncullah sebuah lubang gua yang gelap.
Apa isi dibawah lorong rahasia tersebut" ... Tak terpikirkan oleh
pikirannya. Diambilnya sebuah kursi lalu duduk disisi lorong rahasia tersebut sambil
termenung. Apa maksud yang sebenarnya dari tanya jawab Im Kiok serta Bi Kui
tadi" Aku tidak percaya kalau mereka tidak tahu bahwa pembicaraannya
kudengar, tapi mereka mengapa sengaja"
Kalau toh sudah tahu kalau aku turut mendengarkan pembicaraan
tersebut, mengapa mereka tiu masih berbicara terus tanpa berusaha
untuk merahasiakan" Hmm! Kalau begitu, ucapan mereka bukan suatu pembicaraan yang
jujur dan sesungguhnya, siapa tahu kalau mereka sedang mengatur
siasat untuk menjebaknya nanti"
Yaaa, betul! Jadi tanya jawab mereka memang sengaja dilakukan agar
dia turut mendengarkannya. Jikalau betul begini, berarti persoalannya tak dapat dianggap main-main,
aku harus berpikir lebih mendalam lagi sebelum mengambil tindakkan
selanjutnya. Bila mereka persiapkan jebakan yang berlapis-lapis dibawah sana,
jikalau dia nekad turun ke bawah, niscaya dirinya akan celaka, siapa
tahu kalau mereka kuatir diriku tak berani turun, maka sengaja
menggunakan tipu muslihat untuk menjebakku "
Sekarang mereka sudah sengaja memperdengarkan tanya jawab ini
kepadanya, ini membuktikan kalau dibawah sana mesti ada jebakan
namun tak akan mampu membelenggu dirinya, maka itulah mereka
memakai siasat licik ini. Aku mengerti, mereka takut aku benar-benar turun ke bawah maka
sengaja mereka katakan begini begitu hmmm... hmmm... budak
sekalian bila ingin beradu permainan busuk denganku, kalian masih
ketinggalan jauh sekali. Berpikir sampai disitu, mendadak Mao Tin hong melompat bangun dan
bertekad untuk mencobanya. Turun sih pasti turun, cuma dia enggan untuk turun ke bawah dengan
begitu saja. Mula-mula dia mencari dulu sebuah lentera didalam ruang loteng itu
dan menyulutnya. Kemudian dengan menggunakan tenaga dalamnya dia menekan meja
kursi dan peralatan lainnya sehingga hancur berkeping-keping dengan
hancuran kayu tersebut dibuatnya sebuah api unggun yang diletakkan
dibawah Iorong rahasia dengan demikian keadaan dibawah lorong sana
menjadi terang benderang. Rupanya bawah lorong itu merupakan undak-undakan batu yang
semuanya terdiri dari dua puluh dua buah undakan.
Dibawah undak-undakan merupakan suatu lorong yang berdinding batu,
tiada benda lain yang nampak. Ia menunggu hingga kobaran api pada kayu-kayu tersebut hingga habis
terbakar, kemudian baru melayang turun dengan kecepatan luar biasa.
Siapa tahu, baru saja tubuhnya melayang turun ke dalam lorong rahasia
tersebut, segera berkumandanglah suara gemuruh yang memekikkan
telinga, menanti dia mendongakkan kepaIanya, ternyata mulut lorong
rahasia tersebut sudah tertutup rapat.
Dengan lentera ditangan, terpaksa Mao Tin hong menaiki kembali
undak-undakan tersebut dan meraba pintu lorong dengan tangan,
dengan cepat hatinya terkesiap. Ternyata pintu rahasia itu terbuat dari baja yang tebalnya beberapa inci,
kuat dan lagi keras. Sekarang Mao Tin hong mulai gugup dan gelisah, dengan tertutupnya
pintu rahasia tersebut berarti jalan mundurnya tersumbat...
"Aah, jangan-jangan kawanan budak tersebut sengaja bertanya jawab,
agar dia mencari penyakit buat diri sendiri dengan memasuki lorong
rahasia ini ?" demikian dia mulai berpikir.
Makin dipikir dia merasa jalan pemikirannya makin benar, sayang nasi
sudah menjadi bubur, segala sesuatunya telah terlambat, dalam
keadaan demikian terpaksa dia hanya dapat meneruskan perjalanannya
menuju kedepan. Maka dengan berhati-hati sekali dia maju ke depan, langkahnya amat
lambat. Tapi tiba-tiba saja dia mendongakan kepalanya sambil menjerit
tertahan. Rupanya diatas dinding batu disebelah depan sana, tertera beberapa
huruf besar yang berwarna merah darah:
"Kau berani datang" Silahkan maju terus kedepan."
Berbicara yang sejujurnya, kalau bisa mundur Mao Tin hong pasti akan
memilih mundur saja, tapi sayang jalan baginya sekarang tinggaI satu.
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa ia harus berhati-hati dan
sambil menahan debaran hatinya yang makin menjadi, selangkah demi
selangkah dia terus maju ke muka. Kembali dia sampai disebuah tikungan lorong, kemudian setelah
berbelok dia maju lagi kedepan. Ternyata didepan sana tiada jebakan apa-apa, maka dengan perasaan
lega dia maju lagi ke-depan. Baru saja maju beberapa langkah diatas dinding batu kembali muncul
beberapa buah huruf besar berwarna merah darah yang berbunyi
demikian: "Mao Tin hong, didepan sana adalah tempat untuk mengubur tulang
belulangmu" Selain gugup dan cemas, Mao Tin hong mulai mendongkol bercampur
gusar. Dia maju lagi ke depan, maju terus ke muka, akhirnya dia menangkap
cahaya terang. Sambil tertawa Mao Tin hong segera bergumam. "Oooh, rupanya
hanya tipu muslihat saja, hampir saja aku tertipu
oleh permainan busuk semacam ini!" Sambil bergumam dia melanjutkan
perjalanannya dengan langkah lebar dan langsung menuju ke tempat yang terang dan terbuka
itu. Pada jarak berapa kaki dari tempat yang terbuka itu, sekali lagi dia
berhenti secara tiba-tiba. "Keningnya berkerut semakin kencang, kemudian dengan gemas dia
mendengus dingin. Ternyata diatas dinding batu itu muncul kembali serangkaian huruf
besar dari warna merah yang berbunyi:
"Mengingat hubungan suami istri, kau boleh melihat sinar dulu sebelum
mampus." Mao Tin hong segera tertawa seram, gumamnya: "Heeeh... heehh..
perempuan jalang, kalau toh kau berhasrat
membunuhku, masa kau mempunyai kebaikan hati seperti ini" sekarang
aku baru mengerti, rupanya kau sengaja memancing aku untuk kemari,


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

baik- apa yang mesti kutakuti?"
Seraya berkata dia segera menerjang keluar dari lorong rahasia
tersebut menuju ketempat yang terbuka itu.
Begitu keluar dari lorong rahasia itu, Mao Tin hong segera menyaksikan
suatu pemandangan yang sama sekali berbeda.
Dulu Mao Tin-hong pernah berdiam selama dua tahun di dalam kebun
Pek hoa-wan dan sekalipun amat singkat namun terhadap suasana
kebun maupun daerah di sekitarnya boleh dibilang sudah hapal sekali,
bahkan hampir semua tempat pernah dijelajahi olehnya.
Tapi apa yang terlihat didepan mata sekarang, ternyata masih begitu
asing dan belum pernah terlihat olehnya selama ini.
Dengan ketajaman matanya dia dapat memeriksa keadaan sejauh
berapa li di hadapannya, hal mana bukan sesuatu yang aneh karena bisa
dilakukan semua orang, yang cukup mengejutkan adalah pemandangan
yang terlihat olehnya sekarang. Pertama tama yang terlihat olehnya sebuah gardu kecil yang sangat
indah, dulu belum pernah tempat ini di jumpai, lebih lebih tidak terlihat
lagi dimanakah tempat itu terletak Gardu kecil itu tingginya tiga kaki dengan atap yang berwarna hijau dan
bercahaya terang. Di dalam gardu tiada meja ataupun kursi, tapi ada perabot lainnya.
Sebuah kursi beroda berada ditengah gardu, Jin jin duduk disitu dengan
wajah sedingin es. Di belakang kursi sebelah kiri berdiri Bi-kui, sedang disebelah kanannya
berdiri Im-kiok mereka berdiri dengan wajah angker dan penuh
kegusaran. Pada bagian belakang berdiri lah berderet-deret dayang dari Pek hoa
wan, semua dayang memancarkan sinar tajam dan mengawasi wajah
Mao Tin hong tanpa berkedip, agaknya mereka sangat tidak terima
dengan musibah yang menimpa rekan-rekannya.
Jin jin bukan duduk berhadapan dengannya, dia duduk dengan
setengah miring kedepan. Di mukanya terdapat banyak sekali benda-benda yang aneh,
benda-benda tersebut kebanyakan tertutup oleh sebuah pilar besar
berwarna merah sehingga sukar dilihat dengan jelas.
Namun Mao Tin hong dapat mengenali kalau diantara benda benda
tersebut terdapat hiolo dan benda benda untuk sembahyang lainnya,
ditambah pula dengan sebilah pedang.
Mao Tin hong berpaling lagi ke sekeliling tempat tersebut ia kembali
dibikin keheranan. Disekeliling gardu terdapat banyak ranting kayu, kebanyakan
ranting-ranting itu ditancap dibelakang bata besar atau kecil, dau
dibelakang ranting ranting kayu itu tampak banyak sekali rumah rumah
mungil. Dibilang rumah mungil memang tepat, sebab rumah-rumah tersebut
kecil seperti rumah-rumahan mainan kanak kanak" hanya saja mainan
ini dibuat lebih bagus. Ketika diamati lebih jauh, haaahahaha... Bukan saja ada
rumah-rumahan kecil, bahkan ada jembatan
kecil, gunung-gunungan, air mancur, selokan...
Mao Tin hong menggelengkan kepalanya berulang kali, seandainya bukan
disiang hari bolong, pada hakekatnya dia akan menyangka bila dirinya
sedang berada dinegeri liliput. Pokoknya kecuali gardu yang dipakai Jin-Jin sekalian saat ini, semua
benda yang terdapat disitu berada dalam ukuran yang kecil sekali.
Kecuali benda-benda tadi, ternyata di sana tidak nampak benda
lainnya. Mao Tin hong agak tertegun dan dibuat berdiri bodoh untuk beberapa
saat lamanya. Dia termenung dan termenung terus, untuk beberapa saat tidak
diketahui apa yang mesti dilakukan.
Pada saat itulah, Im kiok yang berada di dalam gardu itu membentak
keras: "Orang she Mao, Wancu kami ada perintah menyuruhmu untuk
merangkak dan menerima kematian !"
Mao Tin-hong gusar sekali, setelah mendengus dia siap maju lebih ke
depan, tapi ingatan lain segera melintas membuatnya kembali berhenti.
Sesudah menggeleng, diam-diam dia memutar biji matanya sambil
berpikir: "Tunggu dulu, aku tak boleh bertindak gegabah, seandainya sampai
tertipu, bisa mampus aku ?" Baru berpikir sampai disitu, disisi telinganya kembali bergema suara dari
Bi-kui: "Mao Tin hong, masih ingat dengan perkataan aku Bi-kui sewaktu
berada di perahu besar ditengah telaga Tong-ting ou " sekarang kau
berani berniat keji terhadap majikanku, baik, Aku..."
Belum habis dia berbicara, Mao Tin-hong sudah membentak dengan
suara dalam: "Tutup mulutmu budak ingusan, suruh Jin jin berbicara denganku..!"
"Kau jangan keblinger duIu, kau anggap majikan kami itu siapa "
Memangnya kau pantas untuk bercakap-cakap dengan majikan kami "
Terus terang saja kukatakan. saat inilah ajalmu sudah tiba !"
Mao Tin hoag tertawa terbahak-bahak. "Haaahh... haaah... haaah...
sudah belasan tahun aku hidup berkelana dalam dunia persilatan, pengalaman macam apapun sudah
kualami, aku tak percaya kalau perahuku bakal karam dalam selokan
macam pecomberan kalian ini. Budak bangsat, kau jangan sombong
dulu, masih terlalu awal bagimu untuk ngebacot yang bukan-bukan !"
Dalam keadaan seperti ini, bagaimana mungkin Mao Tin hong masih
mempunyai waktu untuk banyak berbicara lagi, apa pula dia memang
bukan seorang manusia yang suka banyak berbicara, dia berbuat
demikian justru karena ada tujuan tertentu.
Siapa tahu Bi kui jauh lebih lihay daripada Im kiok, segera ujarnya:
"Mao Tin-hong, tipu muslihatmu itu mungkin saja dapat membohongi
Wancu kami yang poIos, tapi buat nyonya mudamu " Huuuh, tak bakat
ada gunanya, lebih baik simpan saja akal bulusmu itu !"
"Kini jalan mundurmu sudah buntu, hanya ada dua jalan saja yang
dapat kau tempuh, ke satu menerima kematian dan ke dua berada
untuk selamanya ditempat ini sebelum pelan-pelan mampus karena
kelaparan dan kehausan. "Dengan berterus terang nyonya mudamu ingin memberitahukan
beberapa patah kata kepadamu, tiga kaki disekitar tempatmu berpijak
sekarang adalah daerah aman, tapi jangan mencoba melewati wilayah
tiga kaki, kalau tidak maka kau akan segera terjerumus ke dalam
barisan majikan kami." Lebib baik kau jangan mengandalkan cara masuk keluar dari barisan
yang pernah kau pelajari, sebab sama sekali tak ada gunanya, barisan
ini yang hidup dan tergantung dari gerak-gerik manusianya, jika kau
berani melewati daerah seluas tiga kaki yakin kau tentu akan mampus.
"Kau ketakutan bukan" Nyonya muda dapat melihatnya, masuk ke
barisan pasti mampus lebih baik tinggal saja disana sambil merasakan
bagaimana enaknya kelaparan dan kehausan sebelum akhirnya
mampus, anggap saja hal ini sebagai pembalasan untuk
perbuatan-perbuatan busukmu!" Mao Tin hong sangat marah, dia membentak keras-keras: "Budak
sialan, bila aku takut dengan barisan busuk kalian itu, tak
nanti aku berani turun tangan terhadap anjing perempuan cabul
tersebut, cuma sayang aku masih ada urusan penting saat ini."
Belum habis dia berkata, "Bi Kui sudah menukas dengan setengah
mengejek: "Tak usah mimpi, coba berpalinglah kau lihat apakah disini masih
tersedia jalan ketiga yang dapat menghantar kau pergi dengan
selamat?" Mendengar ucapan tersebut Mao Tin hong segera berpaling, seketika itu
juga paras muka nya berubah hebat. MuIut gua yang terbuka dan bersinar cerah tadi ternyata sudah lenyap
tak berbekas di saat dia berbincang-bincang dengan Bi Kui barusan.
Di belakang tubuhnya terbentang padang pasir yang lamat-lamat
diselimuti kabut tebal, dalam sekilas pandangan saja dapat di duga
kalau di balik kesemuanya itu terdapat banyak jebakan dan hawa
pembunuhan yang mematikan atau dengan perkataan lain jalan
mundurnya benar-benar buntu. TimbuI niatnya untuk mencoba, maka diambilnya sebutir bata sebesar
kepalan dan segera dilontarkan ke arah belakang tubuhnya.
Bersamaan dengan tindakannya tersebut, dia memusatkan semua
perhatiannya untuk memperhatikan batu tadi.
Tampak batu yang terjatuh diatas pasir itu tiba tiba tergulung oleh kabut
yang tebal sehingga menimbulkan gumpalan asap yang menutupi
pandangan mata, dalam waktu singkat kabut telah menyelimuti seluruh
jagad membuat batu tadi lenyap tak berbekas.
Menyaksikan kejadian tersebut, Mao Tin hong menjadi tertegun dan
melongo untuk beberapa saat. Bi Kui yang berada dalam gardu tiba tiba mengejek lagi: "Yaaa,
betul, dicoba lagi, ambillah batu dan timpuklah sejauh tiga
kaki, coba dilihat apa yang bakal terjadi !" Mao Tin hong tak perlu
mencoba lagi, sekarang dia sudah sadar
kalau Bi Kui tidak bohong, daerah seluas tiga kaki disekeliling tempat itu
memang tak aman, kecuali itu setiap jengkal tanah disekitar sana
benar-benar berbahaya sekali. Setelah berhenti sejenak, kembali Bi Kui berkata: "Aku hendak
memberitahukan sebuah kabar lagi kepadamu,
budak-budak suku Biau dari Ceng Bun keng tak segan-segan melakukan
sumpah darah untuk membuat pembalasan denganmu, kini orangnya
sudah sampai disini. "Sebagai mana kau ketahui, Wancu sudah mengetahui perbuatan busuk
mu sepaujang jalan, ditambah lagi si Lo hoa biao telah datang ke Biau
tiok hiat hu melaporkan semua perbuatan busukmu kepada Wan cu.
"Dan untuk menghadapi keadaan tersebut Wancu telah mengundang
Sun sauhiap sekalian masuk kedalam kebun ini. sekalipun kau bersedia
untuk tetap tinggal disini sambil menunggu ajal dengan menahan lapar,
aku kuatir hal mana tak mungkin dapat kau lakukan..."
Mao Tin hong berkerut kenlng, baru saja dia akan berbicara, satu
ingatan lain telah melintas kembali dalam benaknya.
"Goblok aku!" demikian ia berpikir, "mengapa aku mesti bersilat lidah
dengan kawanan budak busuk itu " Mengapa tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk mencari jalan ke luar !"
Berpendapat demikian, maka dia tidak menggubris lagi ejekan dari
Bi-kui, kembali dia membungkukkan badannya mengambil tiga biji batu,
sebutir dilemparkan ke arah tiga kaki belakang tubuhnya dan satu lagi
disambitkan ke arah dua kaki tujuh delapan depa di depan tubuhnya.
Begitu batuan terjatuh ke tanah, sama sekali tidak nampak sesuatu
perubahan pun. Mao Tin hong merasakan hatinya semakin berat dan tercekam dalam
kemurungan, ternyata apa yang diucapkan Bi Kui memang tepat sekali.
Menyaksikan kejadian tersebut, tentu saja Bi Kui tidak berdiam diri saja,
kembali dia mengejek: "Nah, bagaimana hasilnya " Nonamu tidak berbohong bukan " Hmmm !
Saat pembalasan mu telah tiba."
Rasa benci, dendam dan muak tiba-tiba muncul dari dalam hati Mao
Tin-hong, dia ingin sekali mencincang budak tersebut sampai hancur
berkeping keping, tapi ingatan lain kembali melintas dalam benaknya, dia
lantas berusaha keras untuk menahan gejolak perasaannya dan menarik
napas panjang-panjang untuk menenangkan pernapasan.
Menyusul kemudian dia putar otak lagi untuk mencari suatu cara untuk
menghadapi keadaan serta berusaha untuk melarikan diri dari situ.
Akhirnya dia sudah memahami, apa yang dikatakan Bi Kui memang tidak
bohong, sebentar lagi Sun Tiong lo dan Sangkoan Ki sekalian pasti akan
munculkan diri disana. Berpikir sampai disitu, mendadak ia seperti mendapat satu akal bagus,
tiba-tiba saja ia tertawa seram. Dalam pada itu Jin Jin dan sekalian dayangnya yang berada dalam gardu
mulai berbisik-bisik pula merundingkan persoalan tersebut...
Pertama-tama Bi Kui yang berkata lebih dahulu: "Wancu, menurut
pendapatmu, mungkinkah dia hendak melakukan permainan busuk lagi?" "Aku cukup memahami jalan
pikirannya!" kata Jin Jin dengan
suara dingin. Bi Kui tertegun setelah mendngar ucapan tersebut, cepat
dia berseru: "Apakah dia hendak melarikan diri..." Dengan cepat Jin Jin
menggeleng, tukasnya: "Tidak, dia hendak mengambil tindakan dengan
racun melawan racun..!" Agaknya Bi Kui belum juga mengerti, dia masih saja berdiri
termangu-mangu sambil mengawasi wajah Jin Jin. Pelan-pelan Jin Jin
mengalihkan sorot matanya memandang Mao
Tin hong yang berada di kejauhan, kemudian katanya lagi: "Dia licik
dan berakal busuk, dari perkataan "tiga kaki di muka
dan di belakang aman" kamu tadi ia seperti berhasil menemukan titik
kelemahan dan menganggap dirinya itu sudah memperoleh akal untuk
menghadapi keadaan." "Kalau toh daerah di muka dan belakang tiga kaki adalah tempat yang
aman, maka jikalau dia tak berkutik, tentu saja tak akan terjerumus
pula dalam mara bahaya. "Sebaliknya jika kita hendak membekuknya jelas kemampuan kita
bukan tandingannya. tentu saja dia tak akan takuti. Sedangkan Sun sau
hiap sekalian meski dapat membunuhnya, tapi mereka harus melewati
barisan itu lebih duIu." "Aku mengerti!" tukas Bi Kui, "dia menganggap Sun Sauhiap sekalian
tak mungkin bisa mendekati dirinya?"
"Yaaa, demikianlah keadaannya." Bi Kui segera tertawa
terkekeh-kekeh. "Manusia goblok!" serunya kemudian, "masa kita tak
bisa menghentikan barisan ini untuk sementara waktu sampai Sun sauhiap
sekalian sudah memasuki barisan tersebut baru menggerakkan lagi
barisan mana?" Jin jin segera menggeleng. "Tak mungkin, dia tidak tahu tak
mungkin" "Tidak mungkin ?" Bi Kui tertegun, "mengapa tidak
mungkin ?" Jin Jin menghembuskan napas panjang. "Mao Tin hong
pernah menyaksikan jalan hidup, jalan mati serta
cara masuk keluar dari ilmu barisan ini, begitu barisan berhenti maka dia
akan segera menemukan jalan hidup untuk melarikan diri, dan besar
kemungkinannya da akan menerjang keluar dari kepungan barisan ini !"
Bi Kui berpikir sebentar, lalu katanya. "Sekalipun dia bisa melepaskan
diri dari kurungan ilmu barisan ini. masa dapat kabur dari tempat ini dengan selamat ?" "Tentu saja,
dibawah pengejaran Sun sauhiap yang ketat, cepat
atau lambat dia akan tertawan juga, namun hasil seperti itu bukan
kehendak hatiku, maka aku tak bisa menghentikan gerakan dari ilmu
barisan ini..." "Kehendak hati Wancu adalah..." Bi kui merasa bingung dan tidak habis
mengerti. Paras muka Jin Jin berubah menjadi amat serius, pelan-pelan dia
berkata: "Semenjak lo wancu mendirikan kebun ini belum pernah ada umat
persilatan yang begitu berani masuk keluar dari kebun ini sekehendak
hati sendiri, bila Sun sauhiap sekalian juga menyerbu masuk dengan
kekerasan, maka aku..." " J i k a Sun sauhiap mohon ber t emu dengan t at a cara adat
i s t iadat y ang ber laku " " sela Bi Kui . J in j in memandang
sek ejap k earah Bi Kui , lalu ber k at a:
"Sejak kemarin malam dia sudah menyebarkan kekuatannya untuk


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengawasi gerak-gerik kebun ini, lama sekali mereka belum juga pergi,
beginikah cara bertemu menurut tata cara adat istiadat orang persilatan
?" Bi Kui tak mampu menjawab, terpaksa dia menundukan kepalanya
rendah-rendah. Pada saat itulah Im kiok buka suara : "Wan cu, budak
handuk melaporkan sesuatu!" Jin-Jin mengalihkan pandangannya memperhatikan Mao Tin hong
dikejauhan sana, lalu menyahut: "Katakanlah, ada urusan apa?" "Maaf bila budak berterus terang,
bukankah Sun sauhiap sekalian tahu kalau Wancu hendak bertemu dengan manusia yang lupa budi itu
ditelaga Tong ting ou" Bahkan Sun tayhiap pun merasakan bagaimana
perahu itu dimuati obat peledak..."
"Bicara yang penting-penting saja, yang sudah lewat tak perlu
disinggung Iagi!" tukas Jin Jin setengah membentak.
Im Kiok mengiakan, diapun berkata lagi. "Wancu, maksud budak
oleh karena berbagai peristiwa tersebut
membuat Sun sauhiap meningkatkan kewaspadaannya dalam
menghadapi setiap masalah, bagaimana mungkin mereka bisa tahu kalau
peristiwa ini tidak melibatkan Wancu secara langsung?"
Perkataan ini segera menyadarkan Bi Kui maka dengan cepat dia
menyela: "Betul Wancu, sebelum Sun sauhiap sekalian memahami keadaan
Wancu yang sebenarnya, tentu saja dia akan menganggap hingga kini
Wancu masih membelai bajingan she Mao itu, maka..."
Jin jin segera mengulapkan tangannya sambil menukas: "Perduli
bagaimanakah jalan pemikirannya sudah sepantasnya
jika mohon bertemu dengan menggunakan peraturan dunia parsilatan."
Bi Kui memandang sekejap kearah Im Kiok kemudian tidak banyak
berbicara lagi, Im Kiok masih saja bertanya lagi: "Lohoa biau bersama
Tarsi dan Saila..." Jin jin mendengus sambil menukas: "Kau benar-benar pikun, mereka
adalah mereka, Sun Tiong lo adalah Sun Tiong lo, mereka datang
bertemu dengan menggunakan sumpah darah dari adat Biau, sudah
barang tentu kejadian tersebut sama sekali berbeda..."
"Tapi menurut lo hoa biau, Sun sauhiap sekalian adalah sahabat
sahabat yang dia undang datang ?" tukas Bi kui.
Kembali Jin Jin tertawa dingin. "Heh... heeh... heeh... aku hanya
bekerja menurut peraturan dan adat bangsa Biau, jadi aku hanya mengijinkan Lo hoa biau mempunyai
dua orang pembantu, yakni Tarsi dan Saila, sedangkan Sun Tiong lo
sekalian adalah bukan." Setiap patah katanya diucapkan dengan tegas, memaksa Im kiok dan
Bi kui hanya bisa membungkam dalam seribu bahasa.
Sementara itu, Mao Tin hong yang terkurung didalam barisan selain
tenang dan santai bahkan duduk diatas tanah.
Sekarang dia sudah mengerti bahwa pemandangan yang disaksikan
olehnya hanya pandangan semu, maka dia bersikap lebih hati-hati,
orang mengira dia sedang duduk bersantai padahal otaknya tak pernah
berhenti untuk mencari bagaimana bisa menemukan akal guna melarikan
diri. Mula-mula dia berpikir setelah memasuki lorong rahasia tadi, dia bukan
berjalan ke arah tenggara melainkan lurus ke depan sejauh beberapa
kaki, dalam hal ini dia percaya tak bakal saIah. kalau toh hal ini tak
keliru, berarti beberapa kaki di belakang tubuhnya merupakan mulut gua
lorong dimana dia munculkan diri tadi, sedang tempat yang berbahaya
berarti terletak hanya tiga kaki dibelakang tubuhnya.
Berpikir demikian, Mao Tin hong sangat gembira, sedemikian girangnya
sampai tak terlukiskan dengan kata-kata.
Namun dia mengerti gardu yang nampaknya amat jauh itu bisa jadi
hanya berjarak sampai lima kaki saja dihadapannya, maka walaupun
hatinya gembira namun tak sampai di-perlihatkan keluar.
Seandainya berganti orang lain, saat ini mereka pasti sudah mulai
bertindak. Namun Mao Tin hong memang manusia luar biasa, dia lain daripada
yang lain, hingga kini tubuhnya masih tetap tak berkutik ditempat
semula. Menyusul kemudian ia mulai memikirkan langkah yang kedua, dia
percaya setelah gua itu ditemukan maka dia pasti dapat kabur melalui
jalanan semula. Tapi, bukankah pintu masuk diluar sana sudah tersumbat " Apakah hal
ini bukan berarti jalanannya sudah buntu"
Berpikir sampai di situ, mendadak muncul setitik harapan didalam
hatinya. BetuI! Yaa betul! Tak usah melalui pintu masuk yang semula... Tapi,
tanpa melalui jalan semula, bagaimana mungkin dia bisa
meloloskan diri" Sambil bertopang dagu, dia tetap duduk bersantai,
siapapun yang melihat sikapnya sekarang pasti akan mengira dia akan bertahan
lebih jauh. Padahal siapa yang menduga kalau otaknya justru sedang diputar tiada
habisnya untuk mencari seribu macam akal.
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, dia mulai menggeliat dan
merogoh ke sakunya. Psau belati sakti yang tak pernah berpisah dari pinggangnya masid
berada ditempat, senjata mustika yang tajamnya luar biasa itu
memberikan harapan baginya, membuat rasa percayanya pada
kemampuan sendiri makin meningkat. Dia sudah bersiap-siap melakukan tindakan maka pelan-pelan dia
bangkit berdiri. Untuk menutupi gerakan yang hendak di lakukan, dia harus berusaha
mengelabuhi orang lain lebih dulu. Tiba-tiba ia menuding ke arah Jin jin sambil berseru: "Jin jin aku
hendak berbicara denganmu !" Jin jin segera memberi tanda kepada
Bi Kui untuk mewakilinya menjawab, sebab dia sudah tak sudi lagi berbicara dengan Mao Tin
hong. "Bila ingin berbicara, katakan saja dengan cepat!" seru Bi Kui kemudian.
"Aku menghendaki Jin-jin yang menjawab!" Bi Kui mendengus.
"Hmmm! Wancu sudah bilang, sejak sekarang dia taa akan sudi
berbicara lagi dengan bajingan macam kau !" Mao Tin hong
menyeringai seram. "Bi Kui, biIa aku dapat lolos dari barisan ini kau
mesti berhati-hati !" ancamannya. "Lolos dari kepungan ini ?" jengek Bi Kui sambil tertawa,
"nampaknya kau sedang bermimpi disiang hari bolong !"
Tujuan yang sebenarnya dari Mao Tin hong adalah untuk memancing
perhatian orang banyak, maka perkataan apa pun harus dia utarakan
seperti ini agar lebih menarik perhatian orang.
Setelah tertawa seram katanya lagi: "Coba saksikan sendiri nanti,
jangan kau anggap hanya dengan pemandangan semu yang berjarak beberapa kaki saja, maka kalian
dapat menipu lohu habis-habisan, sekarang juga akan kubuktikan
kelihayanku untuk kalian semua !"
Selesai berkata, dia lantas menyentilkan jari tangannya ke arah gardu.
Padahal gardu itu nampaknya berada amat jauh sekali, mustahil tempat
sejauh itu bisa tercapai oleh sentilan jari tangannya...
Tapi manusia memang makhluk yang aneh, seperti orang dewasa
membohongi anak kecil saja, pura-pura melemparkan cawan ke arah
lawan, meski orang tahu kalau hanya di tipu toh tanpa disadari
tangannya digerakkan juga untuk menyambut.
Oleh sebab itu Jin Jin yang berada dalam gardu itu selain mendengus
dingin dan sama sekali tidak melakukan tindakan apapun, toh tanpa
disadari badannya bergerak juga seolah-olah hendak menghindari
sesuatu. Pada dasarnya Mao Tin hong memang bertujuan menggertak orang,
sedikit kekuatanpun tidak disertakan dalam gerakan mana, melihat Bi
Kui, Im Kiok dan sekalian dayang menunjukkan wajah terperanjat,
kontan saja dia tertawa terbahak-bahak.
Ditengah gelak tertawa tersebut, serunya lantang. "Jangan takut,
jangan takut, laho hanya menggoda kalian saja !" Im Kiok sangat
marah, segera bentaknya. "Mao Tin hong, kematian sudah berada di
depan mata, kau masih saja..." Belum selesai dia berkata Mio Tin-hong sudah menyentil lagi ke arah
gardu sambil membentak. "Kita buktikan saja siapa yang bakal mampus lebih dulu... !" Kali ini
para dayang ini tidak takut lagi, sebab mereka tahu kalau
gerakan mana hanya tipu muslihat belaka. Siapa tahu kali ini berbeda
sekali dengan yang semula gerakan menyentil itu bukan hanya gertak sambal belaka. Menyusul sentilan jari
tangan dari Mao Tin hong itu, nampak
serentetan cahaya tajam melesat ke tengah udara dan persis meledak
dekat tiang pilar dalam gardu tersebut.
Diiringi ledakan dahsyat yang menggelegar, tampak api dan asap
membumbung tinggi ke-angkasa. Menyusul kemudian kembali meluncur datang serentetan cahaya tajam,
sekali Iagi terdengar ledakan keras, seluruh gardu itu tahu- tahu sudah
terselimut oleh asap yang tebal. Jin Jin tahu kalau peluru yang dibawa Mao Tin hong tidak banyak
jumlahnya, kepada para dayang dia cepat berseru:
Jangan takut, peluru tersebut tak mungkin dapat memasuki gardu kita!"
Benar. ke dua peluru itu hanya meledak di pilar bagian luar dari gardu
tersebut, sekalipun asap amat tebal namun tak berhasil menembusi
gardu. Dari sini dapat disimpulkan kalau gardu itu mempunyai pelindung lain.
Setelah asap menipis dan api mengecil, pandangan disekeliling tempat
itu pun dapat terlihat kembali. Api sudah padam, asap telah membuyar, segala sesuatunya sudah
berubah seperti seperti sedia kala.
Tapi aneh ditengah lapisan kabut yang tebal itulah Mao Tin hong sudah
hilang lenyap secara aneh. Kenyataan tersebut kontan saja mengejutkan kawanan wanita yang
berada disana. B i K u i y a a g p e r t a m a t a m u b e r s e r u t e r t a h a n
l e b i h d u l u . " W a n c u , d i a . . . d i a t e l a h k a b u r ! " " l a
b i s a k a b u r k e m a n a " A n e h ! " s e r u I m K i o k p u l a
s a m b i l mengawasi keadaan disekeliling tempat itu, Jin-jin tidak menjawab,
hanya sorot mata nya dialihkan ke tempat dimana Mao Tin bong semula berdiri. Selang berapa saat
kemudian. Jin-jin baru mendengus dingin
sambil berseru: "Benar-benar manusia yang licik dan berakal busuk, kau
terlalu memandang rendah aku!" Mendengar ucapan tersebut, Bi Kui segera
bertanya. "Apakah Wancu tahu ke manakah dia telah melarikan diri ?"
Jin-Jin manggut-manggut. "Dia sudah kabur kembali kedalam lorong
rahasia tersebut !" sahutnya. Im Kiok berkerut kening. "Seluruh angkasa sudah tertutup
rapat, lorong rahasia itu tak mungkin bisa dipakai untuk melarikan diri, sekalipun dia dapat balik
kesitu, masakah dapat kabur dengan selamat?"
"Dalam hal ini dia sendiripun tidak begitu yakin, mungkin dia
beranggapan dengan kembalinya ke lorong rahasia, berarti kesempatan
buat hidup jauh lebih besar daripada tetap berada disini"
"Wancu, dalam lorong bawah tanah itu meski terdapat berbagai jebakan
namun belum cukup untuk membekuk bajingan busuk itu, sekarang dia
sudah kabur kedalam lorong tersebut terpaksa kita hnrus membiarkan
dia mati kelaparan disitu !" Jin jin tertawa. "Kalian anggap aku tak mampu membekuknya.
Buru-buru Bi Kui menyahut: "Sebelum Wancu terkena
sergapannya, tentu saja mampu untuk membekuknya tapi sekarang..."
"Aku tetap punya akal, cuma harus menggunakan tenaga lebih
banyak..." kata Jin jin sambil mengulapkan tangannya.
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia menyambung lebih jauh:
"Disini sudah tak ada urusan Iagi, sekalipun dia muncul kembali
dari mulut gua dan ingin menyerbu barisan inipun hal tersebut tak
mungkin bisa terjadi, sekarang kita perlu menuju kedepan sana dan
coba lihat apa yang hendak dilakukan oleh Sun Tiong lo..."
Bi Kui dan Im Kiok saling bertukar pandangan sekejap, kemudian
dengan lm Kiok yang mendorong kereta dorong Jin jin, pelan-pelan
mereka menuruni gardu tersebut dan bergerak menuju kesisi kiri
barisan tersebut. Yang tersisa kini hanyalah kobaran api yang berkedip di tengah barisan,
segala sesuatunya telah pulih kembali seperti sedia kala, bayangan
tubuh Jin-jin dan kawanan perempuan itupun sudah lenyap tak
berbekas. Dalam ruang tamu Pek hoa wan yang megah, Jin jin duduk ditengah
ruangan dengan para pelayan berderet di kedua belah sisi ruangan,
mereka sedang menyambut kedatangan para pendekar dengan tata
cara yang hikmat. Sun Tiong-lo duduk disamping tuan rumah, dia sedang menunggu
jawaban dari Jin-jin. Disisi kiri Jin-jin berdiri Bi Kui. di kanan ada Im kiok, dua orang dayang
muncul menghidangkan air teh. Beberapa saat kemudian Jin jin baru berkata:
"Sayang sekali kami tak sempat bersua dengan sauhiap sekalian
sewaktu berada di telaga Tong ting-ou tempo hari!"
Dengan hormat sekali Sun Tiong lo membungkukkan badannya lalu
menjawab. "Aku pun berpendapat sama, sudah lama mengagumi nama besar
Wancu." Jin-jin tersenyum. "Ji sauhiap, kedatangan kalian sudah terlambat
beberapa hari !" katanya kemudian. "Oooh bolehkah aku tahu apa yang Wancu
maksudkan ?" Sun Tiong lo bertanya. "Sekarang Mao Tin hong sudah terjurumus dalam
keadaan yang amat bahaya!" "Boleh aku tanya Wancu, apakah dia bisa mampus
setiap saat ?" Sun Tiong-lo berkerut kening. Jin jin mengangguk. "Yaa, begitulah yang
kumaksudkan !" Sun Tiong lo termenung lagi beberapa saat, kemudian
dia berkata lebih jauh. "Aku siap mendengar penjelasan dari wancu!" "Mao
Tin hong berambisi besar dan berhati buas, setelah
menyergap dan mencelakai diriku, dia ingin menguasai Pek hoa wan ku
ini, maksudnya dia hendak mempergunakan barisan dari kebun kami
untuk menghadapi sauhiap sekalian! "Kalau toh dia begitu tak berperasaan dan tak mengenal budi, tentu saja
aku tak dapat membiarkan dia bebas merdeka dengan begitu saja maka
kupancing dia memasuki barisan tersebut, walaupun ditengah jalan dia
menyadari bahaya dan menghindar..."
Belum habis perkataan tersebut diutarakan" Bau ji sudah tak tahan, dia
segera menukas: "Kalau toh sudah menghindar itu berarti dia belum masuk perangkap
bukan?" Jin-jin mengerling sekejap kearah Bau ji, kemudian menjawab kembali:
"Benar, sekarang dia sudah terkurung dalam suatu lorong bawah tanah,
ujung yang satu sudah tersumbat sama sekali sehingga malaikat pun
jangan harap bisa lewat, sedangkan bagi yang lain berhadapan dergan
barisan, bila berani menyerbu keluar berarti jiwanya akan melayang!"


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bau ji segera melompat bangun sambil berkata. "Tolong Wancu suka
memberi petunjuk kepada kami dimanakah
lorong bawah itu terletak..." "Mau apa kau ?" tegur Jin jin sambil
berkerut kening. "Tentu saja hendak membalas dendam!" Bau ji
nampak agak terpengaruh emosi. Jin jin berkerut kening makin kencang, katanya
lebih jauh. "Jadi maksud Sun sauhiap, kau hendak turun tangan di
dalam Pek hoa wan kami ini?" "Di mana dia berada, disitulah aku akan turun
tangan!" jawab Bau ji dengan cepat. Jin-jin segera mengalihkan sorot matanya ke
wajah Sun Tiong lo, kemudian ujarnya lebih jauh: "Ji siuhiap dan kakakmu sungguh
berbeda...." "Harap wancu tak usah kuatir" cepat cepat Sun Tiong lo
berkata, "betapa pun dalamnya rasa benci dan dendam kami dengan saudara
Mao Tin hong, selama kami masih berada di tempat ini dan belum
memperoleh ijin dari Wancu, tak mungkin kami akan turun tangan
secara sembarangan...!" Pelan-pelan paras muka Jin Jin berubah jadi tenang kembali sesudah
tersenyum dia berkata: "Aaah, tak berani ilmu silat sauhiap berdua amat liehay, sedang para
pendekar yang lainpun merupakan jago kelas satu dalam dunia
persilatan, aku tidak lebih hanya seorang wanita lemah, aku tak
berani..." -oo0dw0ooo- Jilid 44 "BUKAN BEGITU maksud perkataan kami tadi." Sun Tiong lo berkata
serius. "Wancu berhak atas segala sesuatu yang berlangsung dalam
wilayah kekuasaannya, jadi kami merasa wajib untuk meminta ijin
kepadamu." Kembali Jin jin tertawa. "Mana, mana, sekalipun aku benar-benar
menampik, mungkin saja sauhiap sekalian akan memaksa dengan kekerasan !" Sun Tiong lo
segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Aah, tidak mungkin,
kami pasti akan mohon persetujuan dan
pengertian lebih dulu dari Wancu" Jin jin menghembuskan napas
panjang. "Padahal dergan tenaga dalam yang dimiliki sauhiap, hal ini
tak perlu dilakukan !" Bau ji berkerut kening, mendadak dia menyela dari
samping dengan suara keras: "Wancu, bolehkah aku bertanya, dapatkah kami
turun tangan dengan segera ?" Sun Tiong lo kuatir Jin Jin akan berubah pikiran,
maka cepatcepat tegurnya kepada Bau ji: "Toako, persoalan semacam ini tak perlu dilakukan secara tergesa-gesa,
bagaimana kalau aku rundingkan dulu dengan Wancu ?"
Bau ji tidak menjawab, dia cuma manggut-manggut berulang kali.
Jin jin yang menyaksikan kesemuanya ini tanpa terasa segera berkata:
"Sauhiap bersaudara saling hormat menghormati, kejadian ini sungguh
patut dikagumi dan disanjung..."
"Aaah. mana, mana . ." Sun Tiong lo merendah. Kemudian setelah
berhenti sejenak dia baru berkata lebih jauh: "Apakah Wancu
mempunyai kesulitan dalam memberi petunjuk
dimana letak lorong bawah tanah tersebut?" "Apakan menurut sauhiap,
aku harus memberi petunjuk?" Jin jin
balik bertanya. Sun Tiong lo segera tertawa. "Bukanya harus atau tidak,
yang paling penting dapatkan atau tidak." "Mana... mana, menurut siauhiap dapatkan aku memberitahukan
tempat tersebut kepadamu ?" Jin jin balas tertawa. Sun Tiong lo
memang tidak malu disebut seorang pendekar
sejati, dengan serius dia berkata. "Bila aku yang menghadapi
pertanyaan ini, maka aku akan menjawab. "Tidak dapat..." Bau ji menjadi tertegun setelah
mendengar-perkataan ini, tanpa terasa dia berseru: "Jite, kau..." "Coba toako bayangkan." sela Sun
Tiong lo cepat, "sebagai seorang Wancu ternama, mana dia tak berkemampuan untuk
membekuk sendiri manusia yang munafik dan tidak mengenal budi itu
sehingga memerlukan bantuan dari orang luar?"
Jin jin segera tertawa terkekeh-kekeh. "Haahh... haaahh.. sekarang
aku baru tahu saja Ji sauhiap memiliki kepandaian silat yang sangat lihay, dalam tehnik berbicarapun
kau mempunyai kelebihan yang mengagumkan, sungguh membuat aku
kagum setengah mati." "Wancu terlalu memuji!" Sun Tong lo tertawa. Jin-jin merenung
sejenak, lalu dengan suara yang dalam dia
berkata lagi: "Terus terang saja kukatakan, aku memang bermaksud
demikian, Mao Tin hong berani menganiaya aku. membakar rumah tinggalku,
membunuh dayangku. aku harus menangkapnya hidup-hidup untuk
dijatuhi hukuman yang setimpal..."
Kembali Bau ji hendak buka mulut, tapi Hou ji segera mencegahnya
sambil berbisik: "Tak ada gunanya banyak berbicara sekarang, mengapa kita tidak
saksikan bagaimana Siau liong menghadapi keadaan tersebut..?"
Bau ji berbisik pula: "Kita harus mencincang bajingan she Mao
tersebut, bila dia sampai berhasil membekuknya..." "Apa sih faedahnya berdebat pada
saat ini?" tukas Hou ji, "apalagi bagaimanakah situasi nya masih belum diketahui" Bau ji tidak
berbicara lagi, dia lantas membungkam dalam seribu
bahasa. Sementara Sun Tiong lo sedang berkata kepada Jin jin: "Hal ini
sudah merupakan suatu keharusan bagi Wancu, sudah
barang tentu aku tak akan mengajukan permintaan yang berlebihan tapi
kami masih tetap berharap kepada Wancu agar mengijinkan
kami semua untuk menyaksikan cara kerja Wancu didalam usaha
membekuk bajngan tersebut." "Ooooh... hal ini dikarenakan Sauhiap tidak percaya kepadaku, atau
sauhiap menganggap aku tidak becus dalam menangkap orang?"
Sun Tiong lo hanya tertawa belaka tanpa menjawab, hal ini membuat
Jin jin segera mengerdipkan matanya berulang kali.
Mendadak.... Dari sisi telinga Jin jin berkumandang suara bisikan:
"Jalan darah disebagian tubuh Wancu tertotok, apakah hal
tersebut dikarenakan ulah dari bajingan Mao ?" Mendengar ucapan itu,
berubah hebat paras muka Jin jin, tanpa
terasa dia mengalihkan sorot matanya ke wajah Sun Tiong lo. Manyusul
kemudian terdengar suara bisikan tadi berkumandang
lebih jauh: "Aku tak ingin membiarkan para rekanku tahu jika Wancu
sudah tak mampu bergerak lagi sekehendak hati sendiri, maka itulah sengaja
aku berbisik dengan ilmu menyampaikan suara, bila betul demikian aku
akan segera mencari alasan untuk mengundurkan diri lebih dulu.
"Bila kami mengundurkan diri nanti, harap Wancu mencari alasan untuk
menahan diriku seorang ditempat ini dan mengantar rekan- rekan
lainnya ke kamar penerima tamu, aku mengerti ilmu pertabiban, siapa
tahu kalau aku bisa membebaskan dirimu dari pengaruh totokan
tersebut ?" Sekali lagi nampak Jin jin tertegun, bahkan terlintas pula perasaan
gembira. Baru saja dia hendak bertanya bagaimana dia mesti berbicara,
mendadak Sun Tiong lo telah berkata:
"Beglni saja, untuk sementara waktu aku akan mengundurkan diri lebih
dulu, silahkan Wancu mempertimbangkan hal tersebut masak-masak
kemudian baru memberi kabar, entah bagaimana pendapatmu?"
Jin jin mengerdipkan matanya berulangkali, kemudian menyahut:
"Begi... begitupun ada baiknya juga" Maka Sun Tiong lo sekalian
segera bangkit berdiri dan mohon diri. Sewaktu rombongan tersebut hampir mencapai pintu, seperti apa
yang dipesankan Sun-Tiong lo tadi, Jin jin segera bsrseru: "Harap Ji
sauhiap tunggu sebentar!" "Silahkan wancu berkata!" Sun Tiong lo segera membalikan badannya.
Jin Jin berlagak termenung sebentar, kemudian baru berkata: "Harap
para pendekar beristirahat dulu di-kamar penerima tamu
sedang Ji sauhiap tunggu sebentar lagi, siapa tahu dalam perbincangan
yang lebih mendalam, kita bisa mengambil jalan tengah."
"Nah, ini dia yang sangat kuharapkan, akan kuturuti tanpa membantah."
dengan cepat Sun Tiong lo berseru. "Tidak" dengus nona Kim tiba tiba, "akupun akan tetap tinggal disini."
Sun Tiong lo yang mendengar perkataan tersebut, buru-buru
menyambung: "Adik Kim, temanilah para jago, sebentar saja aku akan kembali
keruang penerima tamu." Kemudian setelah terhenti sejenak, dengan ilmu menyampaikan suara
ia berbisik: "Dia sudah terkena serangan gelap dari bajingan Mao, aku bermaksud
menolongnya agar bisa memperoleh kesempatan untuk membekuk
bangsat tersebut!" Kini nona Kim baru mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya, maka
diapun berkata: "Baiklah, cuma kau harus cepat balik lho..." Sun Tiong lo
manggut-manggut sambil mengiakan, maka para
jago pun diiringi pelayan wanita berlalu dari ruangan tersebut. Menanti
semua jago sudah berlalu dari hadapan mukanya, Sun
Tiong lo baru balik kembali ke tempat duduknya semula. Jin jin
memandang sekejap para pelayan yang berada dikiri dan
kanan, mendadak ujarnya sambil mengulapkan tangan: "Kecuali Bi kui
kalian semua mundur dari ini!" Para pelayan mengiakan dan serentak
mengundurkan diri dari ruangan. Kembali Jin jin berpaling ke arah Bi Kui sembari berkata:
"Ruangan dalam sudah hancur, doronglah aku masuk ke ruang
rahasia dari ruang tengah ini!" Bi Kui tertegun setelah mendengar
ucapan itu, bisiknya dengan cepat: "Wancu, mengapa dihadapan musuh kau menyampaikan suruh
budak mendorongmu..." "Sejak tadi Ji sauhiap sudah tahu kalau jalan
darahku telah ditotok orang!" tukas Jin jin tertawa. Berubah hebat selembar wajah Bi
kui setelah mendengar ucapan tersebut. "Kalau memang begini, bukankah keadaannya jauh lebih
menakutkan..?" dia berseru. Sekali lagi Jin-jin tertawa. "Bagaimana menakutkannya?" Bi Kui seperti hendak mengucapkan
sesuatu, namun akhirnya diurungkan. Jin jin yang melihat hal mana dengan cepat menyambung:
"Apakan kau takut aku terjatuh ke tangan Ji Sauhiap?" "Harap wancu
maklum, mau tak mau budak harus mempunyai
pikiran demikian." "Tak mungkin, kalau Ji sauhiap hendak bertindak,
dengan kepandaian silat yang dia miliki, mungkin aku sudah terjatuh
ketangannya sedari tadi, masa harus menunggu hingga sekarang?"
Merah padam selembar wajah Bi Kui karena jengah, dia lantas
manggut-manggut, ucapnya kepada Sun Tiong lo:
"Harap sauhiap memaafkan kelancanganku !" "Tidak !" sahut Sun
Tiong lo serius, "demi kesetiaanmu terhadap
majikan, aku malah kagum dan hormat atas sikapmu ini." Dengan
tersipu-sipu Bi Kui menundukkan kepalanya rendahrendah
dan tidak berbicara lagi. "Pergilah." perintah Jin jin kemudian.
"apa-lagi yang kau nantikan?" Maka Bi Kui segera mendorong kereta duduk dari Jin jin
berangkat ke ruang rahasia. ^oo^dw^oo^ SEBUAH pembaringan
mungil dengan kelambu berwarna merah
jambu yang indah. Bau harum semerbak tersiar diseluruh ruangan.
Mendadak terdengar keluhan lirih, menyusuI kemudian Jin jin meluruskan kakinya
dan pelan-pelan bangun duduk. Sun Tiong lo yang bermandikan keringat sedang menyeka air keringat
sembari berkata. "Untung saja tidak sampai menyia-nyiakan pengharapanmu." Dia
berdiri disamping pembaringan dengan sekulum senyuman
menghiasi wajahnya. Mendadak sebuah tangan yang lembut dan halus
mencekal pergelangan tangannya. Baru saja Sun Tiong lo berkerut kening Jin jin
telah buka suara dan berkata lagi. "Ji sauhiap, entah bagaimana caraku untuk
menyatakan rasa terima kasihku kepadamu." Diam-diam Sun Tiong lo menghembuskan
napas panjang, sekarang dia baru mengerti apa sebabnya Jin jin mencekal dirinya
barusan, ternyata ia berbuat demikian sebab terdorong oleh perasaan
terima kasihnya yang tebal. Maka dia lantas tersenyum.
"Wancu, bila kau menggunakan kata berterima kasih dalam hal ini,
bukankah hal tersebut kelewat asing namanya ?"
Jin jin tertawa getir. "Tidak, aku benar merasa berterima kasih sekali
sehingga sukar terutarakan keluar..." Memandang tangan yang masih menggenggam
pergelangan tangannya, Sun Tiong lo berkata lebih jauh: "Silahkan Wancu mencoba
untuk mengerahkan tenaga dalam, coba kita lihat apakah ada halangan ?" Jin jin memalingkan sorot
matanya mengikuti arah pandangan Sun Tiong lo, dengan cepat dia memahami apa gerangan yang terjadi
dengan wajah memerah buru buru dia menarik kembali tangannya,
kemudian sambil menundukkan kepalanya rendah rendah dia berbisik
lirih: "Sauhiap maafkan kelancanganku." Sun Tiong lo merasa segan
untuk banyak berbicara, maka segera
serunya: "Wancu lebih baik segera kau coba tenaga dalammu kemudian
bersemedi lah beberapa saat." Jin Jin mengangguk sebagai jawaban. Kemudian setelah mencoba
mengerahkan tenaga dia berkata: "Sudah sembuh, aku benar-benar sudah sembuh kembali." Sambil
berkata dia lantas melompat turun dari atas
pembaringannya. Pakaian yang sesungguhnya memang setengah
terbuka dan tidak rapi, kini semakin terbuka lagi sehingga bagian-bagian tertentu nampak
menonjol keluar. Buru-buru Sun Tiong lo membalikkan badannya kemudian berseru.
"Kalau toh Wancu sudah sehat kembali, aku ingin memohon diri lebih
dulu." Jin jin hendak mengucapkan sesuatu, namun niat tersebut kemudian
segera diurungkan, dia memandang sekejap bayangan punggung Sun
Tiong lo, kemudian pesannya kepada Bi Kui yang berdiri di sisinya:
"Antarlah Sun sauhiap kembali ke kamar, siapkan pula hidangan dan
tempat tidur." Bi Kui mengiakan dan berlalu dari situ. Sedangkan Sun Tiong lo
masih tetap membelakangi Jin jin katanya: "Kuucapkan banyak terima kasih atas kebaikan Wancu !" Jin
jin tertawa. "Sauhiap sudah boleh membalikkan badan, aku sudah


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selesai berpakaian." Sun Tiong lo tertawa dan membalikkan badannya kembali
kemudian katanya: "Apakah Wancu masih ada pesan lagi ?" Jin jin menatap wajah Sun
Tiong lo lekat-lekat, kemudian ujarnya: "Mengapa sauhiap tidak bertanya tentang masalah Mao Tin
hong ?" "Aku pasti akan bertanya, cuma bukan sekarang." sahut Sun
Tiong lo serius, "aku menolong Wancu membebaskan diri dari pengaruh
totokan karena aku bertindak demi kebenaran dalam dunia persilatan,
bila menolong disertai permintaan, itu namanya perbuatan yang tidak
terpuji !" Jin jin semakin terharu dibuatnya, cepat dia berkata: "Aku mengira
tiada manusia Kuncu lagi didunia ini, siapa tahu
aku telah menjumpainya hari ini. baik, silahkan sauhiap beristirahat,
paling lama satu jam kemudian aku pasti akan mengirim kabar
gembira." Sun Tiong lo tertawa sambil mengucapkan terima kasih, kemudian
mengikuti Bi Kui keluar dari ruangan rahasia tersebut.
Ditengah jalan tiba-tiba Bi Kui bertanya. "Sauhiap, ada beberapa
persoalan ingin kutanyakan kepadamu." "Ooh, silahkan nona ajukan
!" sahut Sun Tiong lo sembari manggut-manggut. "Nona tadi, sesungguhnya apanya sauhiap?" Sun
Tiong lo tahu kalau nona Kim yang dimaksudkan oleh
dayang ini, maka sahutnya: "Dia adalah seorang rekan seperjuanganku,
sahabat perempuanku yang paling karib!" "Ooh... betapa baiknya nasib dia."
Menggunakan kesempatan tersebut Sun-Tiong lo segera berkata
dengan cepat: "Setiap manusia yang ada dikolong langit sesungguhnya bernasib sama.
asal kau menghadapinya dengan ketulusan hati serta kejujuran, maka
yang kau peroleh pun ketulusan hati serta kejujuran!"
Bi kui segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Aaah, belum
tentu demikian" serunya singkat, "buktinya sikap
Wancu kami terhadap Mao Tin hong boleh dibilang cukup tulus hati
dan..." Tapi Sun Tiong lo segera menggelengkan pula kepalanya. "Sekarang,
mungkin memang begitu, bagaimana dengan
sikapnya dimasa lampau?" Perkataan ini ibarat sebuah tongkat besi
yang dipukulkan ke atas kepalanya keras-keras, seketika itu juga membuat Bi Kui merasa amat
terkesiap. Dengan cepat Sun Tiong lo berkata lebih jauh: "Aku tahu bahwa
nona sangat pintar, moga-moga saja kau dapat
bersikap tulus hati dan jujur terhadap orang yang kau kasihi dikemudian
hari, jangan melupakan jasa orang, dan janganlah karena suatu
kesalahan kecil berakibat melupakan jasa baiknya dulu. Ketahuilah lelaki
didunia ini bukan semuanya tidak berperasaan..."
Bi kui menundukkan kepalanya rendah-rendah tanpa berbicara,
agaknya dia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Setelah menghela napas panjang, Sun Tiong lo berkata lebih lanjut:
"Sangkoan tayhiap sama sekali tidak mendendam terhadap nona..."
Tertegun Bi kui mendengar ucapan tersebut, serunya dengan dengan
cepat agak keheranan: "Siapa Sangkoan tayhiap itu ?"
"Dia bukan lain adalah Kwa Cun seng, kakak misan Mao Tin hong
sewaktu berada di-perahu dalam telaga Tong Ting ou tempo hari."
Merah membara selembar wajah Bi Kui setelah mendengar peristiwa itu
disinggung, kepalanya ditundukkan semakin rendah, teringat kembali
perbuatan cabul dan tindak tanduk jalangnya dimasa lampau,
bagaimana mungkin dia tidak jengah dibuatnya "
Bagaimanapun jalangnya Bi kui dimasa lampau, dia tak dapat
dibandingkan dengan kawanan pelacur dirumah-rumah hiburan, sebagai
perempuan, dia masih tetap mempunyai perasaan malu, dan perasaan
cinta pun tak bisa terhapus dengan begitu saja dari dalam hati kecilnya.
Memang dimasa lalu perbuatan Jin Jin mau pun Bi kui amat memalukan
kalau didengar dan menjengahkan bila dipandang semua perbuatan
serta tingkah lakunya boleh dibilang amat brutal, namun sekarang
sesudah sadar kembali dari impian, dia menjadi malunya bukan
kepalang. Rasa malu yang bertubi tubi membuat ia semakin insaf akan kesalahan
besar yang pernah diperbuatnya di masa lalu.
Yaa, dalam keadaan begini, siapa pula yang bisa mengangkat kepalanya
" Dia Bi Kui, hanya bisa menundukkan kepalanya dengan wajah tersipu
sipu, lalu sahutnya lirih. "Sauhiap, harap kau sudi mewakili budak untuk mohonkan maaf yang
sebesar-besarnya kepada Sangkoan tayhiap !"
"Pasti akan kusampaikan." sahut Sun Tiong lo tertawa, "selanjutnya bila
nona membutuhkan bantuan dari kami semua, katakan saja secara terus
terang, dengan senang hati kami semua akan membantumu dengan
segala kemampuan yang kami miliki."
"Terima kasih banyak sauhiap atas kebaikanmu" Bi Kui betul- betul
merasa terharu dan terima kasih, "cukup menyaksikan pada bantuan
sauhiap sekalian untuk wancu kami, budak sekalian sudah merasa telah
banyak menerima kebaikan kalian"
Sementara pembicaraan berlangsung, mereka sudah tiba dimuka kamar
penerima tamo maka Bi kui segera mohon diri untuk mengundurkan diri.
Dengan perasaan yang tenang dan terbuka, Sun Tiong lo melangkah
masuk ke dalam ruangan penerima tamu dengan langkah lebar, Ketika
Bau ji sekalian menyaksikan dia sudah kembali, serentak pada
berkerumun untuk menanyakan keadaan.
Sun Tiong lo tahu bahwa semua orang telah mengetahui tentang
tertotoknya jalan darah Jin Jin dari mulut nona Kim, maka secara
ringkas dia menuturkan tindakan pertolongan yang telah dilakukan
olehnya dan sebagai akhir kata dia menambahkan
"Mungkin Wancu tak akan menampik permintaan kita untuk membekuk
bajingan she Mao tersebut." "Kalau memang begitu, mengapa hal tersebut tak dikatakan
kepadamu?" tanya Bau ji. "Dia telah menanyakan soal itu kepadaku, adalah aku sendiri yang tak
ingin membicarakan masalah tersebut dengan segera!"
Bentrok Para Pendekar 13 Bentrok Para Pendekar 18
^