Bukit Pemakan Manusia 6

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 6


lah diriku, mulai sekarang hamba pasti akan bertindak
lebih hati-hati, ampunilah kesalahanku."
Diam-diam nona Kim menghembuskan nafas panjang, tapi diluar dia
kembali berkata: "Terus terang saja, bila hari ini aku tidak memanfaatkan kesempatan ini
untuk menjebloskan dirimu ke dalam gua Liat hwee tong, di-kemudian
hari kau tetap masih memandang remeh orang lain, sama sekali tak
memandang sebelah matapun kepadaku."
Dengan gugup dan gelisah kembali nona Siu memohon "Nona kau
adalah putri kesayangan Sancu, hamba mana berani
memandang rendah dirimu" Apalagi Sancu adalah seorang bermata
tajam, tak akan dia biarkan orang lain mengelabuinya..."
"Biarpun, muak aku melihat gayamu ini!" tukas nona Kim sambil
mengulapkan tangannya. Setelah berhenti sejenak, dia berkata lagi kepada kakek Tiong.
"Mulai hari ini, semua kehormatannya sebagai pemegang lencana
kemala di tarik kembali dan harus diawasi oleh kakek Tiong kemudian
jebloskan dia kedalam ruang Thiahiasi-dalam istana Sin kiong, dan
menyekapnya selama tiga puluh hari untuk bertobat dari kesalahannya
itu." Kekek Tiong segera mengiakan. Nona Kim berkata lebih jauh: "Kakek Tiong. aku akan melakukan pemeriksaan sendiri atas tugas yang
kuberikan kepadamu ini!" "Lohu tak berani melanggar perintah!" cepat cepat kakek Tiong
memberi hormat. "Ehm, selesai melaksanakan tugas ini, harap Pat lo segera
mengumpulkan segenap jago lihay yang ada di atas bukit untuk
melakukan penggeledahan secara besar-besaran di seluruh bukit kuberi
batas waktu sampai tengah hari nanti untuk datang memberi laporan,
jangan sampai melakukan kesalahan lagi!"
Pat lo mengiakan bersama. Pelan-pelan nona Kim bangun dari
duduknya, kemudian berkata kepada nona Sian. "Untuk sementara waktu kau boleh tinggal diruang
Kun wan dalam istana Sin kiong, hati-hatilah dalam melaksanakan setiap tugas
dan kewajiban." Dengan hormat nona Sian mengiakan, nona Kim segera beranjak
meninggalkan tempat itu. Mendadak nona Siu berseru: "Hamba masih mempunyai rahasia
besar hendak disampaikan kepada nona .. ." "Katakan!" seru nona Kim sambil membalikkan
badannya dan berjalan kembali. "Rahasia ini hendak hamba laporkan dengan
pertaruhan nyawa, harap semua orang mengundurkan diri lebih dahulu dari sini" Nona Kim
berkerut kening, setelah berpikir sebentar, dia
mengulapkan tangannya seraya berseru: "Nona Sian, kau boleh
kembali dulu ke dalam istana." sedang Pat
lo dan nona Sian menurut perintah dan mengundurkan diri, dengan
demikian dalam loteng Hian ki lo tersebut tinggal mereka berdua saja..
Dengan bersungguh sungguh nona Kim lantas berkata: "Sekarang,
kau boleh berbicara !" Nona Siu maju beberapa
langkah ke depan, lalu sambil merendahkan suaranya dia berkata.
"Nona, apakah kau benar-benar hendak menyekap hamba
didalam ruangan ini Thian hian si?" "Persoalan inikah yang kau anggap
sebagai rahasia maha besar itu?" tegur nona Kim dengan suara dalam. "Tentu saja bukan" jawab
nona Siu sambil tertawa, "cuma saja,
hamba ingin membuat jasa demi menebus ini..." Tergerak juga hati
nona Kim serrlah mendengar perkataan itu,
katanya kemudian: "ltu mah tergantung dari pekerjaan apa yang hendak
kau laksanakan..." "Persoalan ini merupakan rahasia dari San cu, juga
rahasia dari nona, sebenarnya didunia ini hanya ada tiga orang saja yang
mengetahuinya, tapi Ji nio telah lama mati, sekarang..."
Diam-diam nona Kim merasa amat terkejut, segera selanya:
"Sekarang cuma tinggal kau dan Sancu saja yang tahu, bukan
begitu...?" "Benar!" jawab nona Siu sambil tertawa menyeramkan. Nona
Kim segera mendengus dingin. "Kalau toh persoalan ini diketahui oleh
San cu, aku seharusnya juga tahu." Nona Siu segera tertawa penuh arti, dia menggelengkan
kepalanya berulang kali. "Telah kukatakan tadi, perasaan ini merupakan
rahasia dari Sancu, oleh karena itu mustahil Sancu mengutarakannya kepadamu,
dan sepanjang hidup jangan harap nona dapat mengetahuinya"
"Dari dulu sampai sekaran - tiada rahasia yang merupakan suatu
kejadian baik, lebih baik aku tidak mengetahui saja!"
Sekali lagi nona Siu menggelengkan kepalanya berulang kali,ujanya
cepat-cepat: "Aku toh sudah mengatakan tadi, walaupun hal tersebut merupakan
rahasia dari Sancu, juga merupakan rahasia nona sendiri."
Nona Kim sudah dibikin agak terperanjat setelah mendengar perkataan
itu, setelah termenung dan berpikir sejenak, dia berkata:
"Apakah kau hendak mempergunakan rahasia tersebut untuk ditukar
dengan penarikan perintahku tadi ?"
Sekali lagi nona Siu menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak
sampai begitu" katanya, "sebab rahasia ini mempunyai
hubungan dan pengaruh yang amat besar, ituIah sebabnya aku masih
mengharapkan juga barang-barang iainnya, aku percaya nona tak akan
keberatan untuk memberikan kepadaku".
Sekarang nona Kim benar-benar merasa agak takut, dia cukup
mengetahui akan kebusukan dan kelicikan nona Siu, kini nona Siu
berani mengajukan permohonan seperti itu, bisa disimpulkan kalau
rahasia tersebut penting sekali artinya bagi ia pribadi."
Maka diapun termenung untuk beberapa saat lamanya, setelah itu baru
tanyanya: "Coba kau terangkan dahulu permohonan mu yang lain itu !" "Harap
nona bersedia membebaskan Khong lt hong dan ijinkan
kepadaku untuk kembali keistana dan mengambil tabunganku selama
banyak tahun ini, kemudian bersama Khong lt hong meninggalkan bukit
ini lari pergi sejauh-jauhnya dari tempat ini."
Begitu permohonan tersebut diutarakan, paras muka nona Kim segera
berubah hebat, serunya dengan gusar:
"Budak rendah, besar amat nyalimu, rupanya kau dengan
dia..." "Harap nona bersabar dulu dan dengarkan perkataanku sampai selesai"
tukas nona Siu sambil mengulapkan tangannya "saat itu, bila nona
menganggap tidak seharusnya melepaskan aku, sekalipun hendak
membinasakan diri ku juga belum terlambat."
Baru saja nona Kim akan menyahut, tiba-tiba terdengar suara dari
kakek Tiong berkumandang dari bawah loteng:
"Nona, apakah kau ada pesan lain ?" Dari sini dapat disimpulkan
bahwa bentakan gusarnya tadi telah mengejutkan ke delapan orang kakek itu. Nona Kim memandang sekejap
kearah nona Siu, lalu sahutnya: "Aku tak ada urusan, harap Pat lo tetap
menunggu diluar loteng" Kakek Tiong tidak bersuara lagi, sudah pasti ia
telah mengundurkan diri keluar loteng. Pada saat itulah nona Siu baru berkata
lebih lanjut: "Nona, Khong It hong adalah setan perempuan yang tidak
berperasaan dia licik, keji dan tidak mengenal ampun, aku percaya nona
pasti tak akan menganggapnya sebagai kekasih hatimu bukan..."
"Budak sialan, makin lama nyaliku semakin besar, jangan mencoba
untuk berkata yang bukan-bukan lagi!" bentak nona Kim gusar.
"Nona, aku bukan lagi berbicara yang bukan-bukan, setiap ucapanku
keluar dari hati sanu bari yang jujur." sahut nona Siu dengan wajah
bersungguh-sungguh. "Kalau toh Khong lt-hong adalah seorang manusia semacam itu,
mengapa kau hendak melarikan diri bersama dirinya?"
Tiba-tiba paras muka nona Siu berubah menjadi sedih sekali, setelah
menghembuskan napas panjang, katanya:
"Nona, disini hanya ada kita berdua, kitapun sama-sama perempuan,
inilah saat yang paling tepat untuk berbincang-bincang
cuma aku minta setelah mendengarkan nanti harap nona jangan
berteriak memanggil Pat-lo...."
"Baik, kululuskan permintaanmu itu, katakan!" Nona Siu menghela
napas panjang, ujarnya: "Pertama tama aku ingin bertanya kepada
nona, tahukah nona berapa usia ku sekarang?" Nona Kim menjadi tertegun, sahutnya: "Aku
hanya ingat sejak aku masih kecil kau telah..." "Nona, aku telah berusia
tiga puluh sembilan tahun!" tukas nona
Siu cepat. "Hhmm, masih belum nampak juga" Nona Kim berkerut
kening.sesudah berhenti sejenak, dia melanjutkan: "Kalau sudah
berusia tiga puluh sembilan tahun lantas kenapa ?" "Bagi seorang
perempuan, usia setua itu sudah merupakan usia
paling akhir bagi masa mudanya." "Hmm... tampaknya kau terlalu
memandang serius masa muda seorang manusia didunia ini". Nona Siu menghela napas sedih. "Nona,
usia tidak berbelas kasihan, ini merupakan suatu
kenyataan yang tak dapat dibantah." "Kau anggap aku tidak mengerti
?" bentak nona Kim, "tapi bila
kau memiliki pasangan yang serasi, bisa memandang soal nama dan
kedudukan dengan lebih terbuka, apa pula yang mesti dikuatirkan
dengan soal usia." Kembali nona Siu tertawa getir. "Semua perkataan nona dapat pula
kupahami, cuma nona, apakah aku bisa memiliki kebahagian serta kemujuran seperti itu " Pada
usia delapan belas tahun, aku sudah merupakan barang permainan dari
sancu." "Tutup mulut !" bentak nona Kim dengan suara rendah dan dalam.
Nona Siu segera menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya:
"Nona, aku berbicara dengan sejujurnya, jangan cegah diriku, lima
tahun berselang aku telah kehilangan kehormatanku lagi ditangan
Khong It hong, maka jika aku harus memilih sekarang, tentu saja aku
lebih suka memilih Khong It-hong dari pada sancu !"
"Kau belum menjawab pertanyaanku tadi!" Nah, sekarang juga akan
kukatakan, Khong It sangat berhasrat
untuk mengawini nona karena pertama, kau adalah puteri kesayangan
Sancu, kedua nonapun pasti mengerti, wajahmu cantik lagi pula
merupakan seorang nona yang baik."
"Tapi, kalau dibilang memahami hati kecil-nya, memahami tujuan yang
sebenarnya, maka hanya aku seorang yang tahu dengan pasti aku
mengerti akan maksud pribadinya yang licik dan buas, terus terang
kukatakan, jika hari ini dia mengawini nona, maka besok Sancu, pasti
akan mati." Nona Kim segera berseru kaget. "Kau. . . kau. . . apakah semua
perkataanmu itu ada buktinya?" Nona Siu segera tertawa. Nona, pada
lima tahun berselang dia berani menggagahi
kehormatanku dikala Sancu tak ada digunung, apakah hal ini bukan
merupakan suatu bukti yang amat baik?"
Nona Kim segera mendengus dingin. "Hmm, aku percaya dengan
peristiwa tersebut, cuma kesalahan tersebut belum tentu merupakan kesalahannya seorang!"
Sekali lagi nona Siu tertawa. "Mumpung nona membawa lencana Kim-leng sekarang, mengapa kau
tidak membuka kotak mestika yang tersimpan dalam loteng ini untuk
diperiksa isinya?" Begitu ucapan tersebut diutarakan, paras muka nona Kim segera
berubah hebat. "Kenapa dengan kotak mestika tersebut?" "Orang itu mempunyai
ambisi yang amat besar, dia telah membuat tindasan dari kitab pusaka milik Sancu tersebut, bahkan
dengan yang palsu menukas yang asli, ia telah mencuri pula lencana
Bong hu-kiu-ciat-milik Sancu!"
"Benarkah telah terjadi peristiwa tersebut?" nona Kim dibuat semakin
tertegun. Dengan wajah bersungguh-sungguh nona Siu berkata: "Sekarang ia
sedang disekap di dalam gua Im-hong-tong, mengapa nona tidak
berusaha umuk menggeledah kamar tidurnya ?"
Nona Kim memandang sekejap kearah nona Siu. kemudian ia berkata:
"Baik, dengarkan yang jelas, andaikata aku berhasil menemukan salinan
dari kitab pusaka itu serta lencana sakti tiong hu kiu-ciat tersebut, aku
bersedia meluluskan permintaanmu untuk melepaskan kau pergi, cuma
Khong It liong bajingan itu..."
"Nona, rahasia yang barusan kubicarakan ini tak lebih hanya rahasia
yang kuhadiahkan untuk nona, rahasia yang sebenarnya jauh lebih
berharga dari pada rahasia ini, dan rahasia tersebut mesti ditukar
dengan Khong It-hong." Nona Kim berkerut kening, dia menjadi termenung dan tidak berbicara
apa-apa lagi. Nona Siu bersikeras hendak menukar rahasia paling besar yang
menyangkut nona Kim pribadi dengan kebebasan untuk Khong It hong
kejadian mana segera membuat nona Kim menjadi serba salah.
Pada saat itulah, nona Siu telah berbisik lemah: "Nona, mengapa
tidak kau geledah dulu kamar tidurnya Khong
It-hong " kemudian yang lain baru dibicarakan lagi ?" Nona Kim
memandang sekejap wajah nona Siu, kemudian
serunya kearah bawah loteng: "Kakek Tiong, harap kau bersama kakek
Siau dan kakek Jin naik keatas loteng !" Tiga orang kakek itu segera mengiakan dan melompat
naik keatas ruangan loteng. Dengan wajah dingin dan keren nona Kim
berkata: "Barusan aku mendapat laporan rahasia yang mengatakan
bahwa Khong It-hong ada maksud untuk berhianat, secara sembunyi dia telah
menyalin kitab pusaka milik Sancu dan mencuri lencana mestika,
sekarang harap San-lo (kakek bertiga) berangkat ke Ku- kui-wan untuk
melakukan penggeledahan yang seksama!"
Mendengar perintah tersebut, paras muka ke tiga orang kakek itu
berubah hebat, mereka segera mengiakan dan beranjak pergi.
Tergerak hati nona Kim, tiba tiba katanya lagi: "Kakek Tiong, tolong
suruh kakek Gi pergi menangkap Chiu Huihou
untuk dilakukan pemeriksaan!" Kakek Tiong mengiakan dengan
hormat, bersama kakek Siau dan kakek Jin segera mengundurkan diri dari situ. Sepeninggal ketiga orang
kakek itu, dengan kening berkerut nona Kim baru berkata kepada nona Siu: "Ada sepatah kata aku
bersedia untuk memberitahukan dahulu
kepadamu, andaikata ke dua macam barang yang digeledah ketiga
orang kakek itu berhasil ditemukan, dan penghianatan Khong It hong
terbukti, tentu saja aku akan melanjutkan pembicaraan tersebut
sebagaimana mestinya." "Cuma kau harus tahu, bila ayahku telah kembali ke gunung, aku pasti
akan melaporkan semua kejadian ini kepadanya, dengan kemampuan
ayahku, mampukah kau dan Khong It-hong meloloskan diri dari
pengejarannya...?" Nona Siu tertawa getir. "Siapa yang dapat menentukan?" kejadian
yang akan datang dia berseru. Tiba-tiba nona Kim maju dua langkah ke de para, lalu berbisik


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan suara rendah: "Dalam kejadian malam ini, hanya kau dan aku
yang tahu..." "Nona, semua kejadian ini diketahui juga oleh Khong
It-hong..." tukas nona Siu. Nona Kim menggelengkan kepalanya. "Aku
maksudkan soal pengakuanmu pada saat ini" katanya.
- ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
BAB LIMA BELAS "Ooooh,... sebetulnya nona ingin berkata soal apa?" tanya nona Siu
kemudian Nona Kim semakin merendahkan suaranya, ia berbisik: "Kalau toh
semua persoalan itu hanya diketahui olehku seorang,
andaikata aku tidak bicara, ayahku juga tak tahu, mengapa setelah
selesai penggeledahan ruangan Khong It-hong nanti, kau..."
Belum habis perkataan itu diutarakan nona Siu telah memahami maksud
hatinya, dia lantas menukas: "Kau hanya menerimanya dihati saja ?"
Nona Kim berkerut kening, "tahukah kau, apa yang hendak kuucapkan
?" "Tahu!" nona Siu mengangguk sambil tertawa getir, "nona minta
kepadaku untuk kembali lagi ke istana Sin kiong, sedang rahasia
tersebut akan tetap nona pegang kemudian dengan alasan berhianat
menghukum mati Khong-it-hong .... "
"Kalau memang sudah kau duga, aku ingin bertanya kepadamu, apakah
cara tersebut tidak baik?" tukas nona Kim.
Nona Siu memandang sekejap kearah nona Kim, lalu menjawab:
"Walaupun caramu itu bukan termasuk suatu cara yang bagus
dan sempurna, tapi aku tak bisa tidak harus mengakui bahwa cara
tersebut merupakan suatu cara yang terbaik, tapi nona, aku tak dapat
berbuat demikian, tidak dapat..."
"Kenapa" Kenapa" kau?" Nona Kim agak tertegun. Nona Siu
menggelengkan kepalanya berulang kali dan tidak
menjawab lebih jauh. Nona Kim berpikir sebentar, seperti memahami
akan sesuatu, dia lantas berseru: "Oooh, mengertilah aku sekarang, kau takut aku akan . .
." "Tidak" kembali nona Siu menggelengkan kepalanya, "aku
percaya ucapan nona berat bagai batu karang." "Lantas dalam hal apa
kau tidak bisa menerimanya?" Nona Siu memandang nona Kim sekejap,
kemudian maju dua langkah kemuka dan menggenggam tangan nona Kim erat-erat,
sahutnya dengan bersungguh-sungguh:
"Nona sikapmu membuat aku merasa malu sendiri, terus terang
kukatakan kepada nona aku sudah terperosok amat dalam, sedemikian
dalamnya sampai aku sendiripun tak sanggup untuk menyelamatkan
diriku sendiri." "Kalau toh kau sudah mengetahui sampai di situ, mengapa tidak
mengusahakan untuk melepaskan diri" Nona Siu, aku percaya akan
kemampuanmu, kau masih sanggup untuk mengendalikan diri, kau
dapat.." Nona Siu tertawa getir, sambil menggelengkan kepalanya dia menukas:
"Tak mungkin bisa, selamanya tak akan bisa, nona, aku sudah terbiasa
hidup tentram, di bawah perintah dan tekanan Sancu selama hampir
dua puluh tahun ini, sedari dulu aku sudah bukan aku lagi."
"Aku tak lebih hanya sesosok mayat yang masih bisa berjalan, seorang
algojo, seorang perempuan jalang yang harus melaksanakan perintah dari
Sancu, aku sudah tidak berperasaan aku sudah bukan diriku lagi..."
Mendadak nona Kim menukas: "Andaikata benar benar demikian
keadaannya bukankah lebih lebih baik menerima tawaranku itu?" Nona Siu tertawa aneh. "Benar"
katanya, "tapi nona, bila sampai demikian keadaannya
maka kau tak akan dapat hidup lebih lama lagi !" Terkesiap nona Kim
sudah mendengar ucapan itu. "Kenapa" Masa kau akan mencelakai
diriku?" Dengan berterus terang nona Siu mengangguk. "Siapa bilang tidak" Kau anggap selama
hidup aku bersedia membiarkan rahasiaku kau pegang." Nona Kim menjadi berdiri bodoh,
untuk beberapa saat lamanya dia tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Lewat sejenak kemudian,
agaknya nona Kim berhasil menemukan kata yang cocok, dia baru berkata: "Tidak, kau tak akan
berbuat demikian!" "Dapat! Aku pasti akan berbuat demikian." Nona Kim
segera tersenyum, pelan-pelan dia menggelengkan
kepalanya berulang kali. "Andaikata kau akan berbuat yang demikian, sekarang, kau tak akan
berterus terang padaku" Nona Siu kembali tertawa. "Nona, sekarang aku akan
memberitahukan kepadamu, justru karena aku merasa terharu karena telah menerima budi dan kebaikan
dari nona, maka aku baru berniat untuk memotong dulu kesempatan di
kemudian hari..." Nona Kim itu menjadi paham sekarang, dia menggenggam tangan orang
semakin kencang, kemudian ujarnya: "Nona Siu, apakah kau tak dapat mempercayai-diriku." "Tidak dapat"
nona Siu menggeleng "kau harus tahu nona,
seorang manusia durjana dan berhati buas, semuanya bukan orang
tolol yang mudah ditipu orang."
"Aku cukup mengetahui akan hal itu, tetapi kau ucapkan kata kata
semacam itu kepadaku?" "Kawanan manusia durjana itu semuanya cerdik, apakah mereka tak
dapat berpikir demikian sebelum melakukan kejahatan" Mereka semua
tentu sudah memikirkannya, tetapi toh perbuatan tersebut di lakukan
juga..." "Alasannya amat sederhana sekali, oleh karena manusia masih memiliki
watak "tenang bila tak diusik, bergerak bila di usik" maka di saat suara
hatinya terketuk, dia akan melelehkan airmatanya dan bertobat, tapi
bila keadaan sudah lewat, maka sikapnya itu akan kembali seperti sedia
kala." "Aku sendiripun demikian saja, sekarang suara hatiku sedang terketuk
maka aku menyesal dan bertobat, maka aku menutup jalan mundurku
sendiri, tapi bila kejadian ini sudah lewat, mungkin saja rasa terima
kasilku kepada nona akan lenyap dan sebagai gantinya akan timbul
perasaan dendam dan sakit hati!"
Nona Kim menghembuskan napas panjang, dia lantas mengalihkan pokok
pembicaraan ke soal lain, ujarnya: "Kalau memang keputusanmu sudah bulat, kita tidak usah
membicarakan persoalan ini lagi, cuma kau toh sudah mengetahui watak
dari Khong It hong, kenapa kalau ingin pergi tidak pergi sendirian saja?"
Sekali lagi lagi nona Siu tertawa getir. "Justru karena aku terlalu
jelas memahami watak Khong It hong,
maka aku baru mengambil keputusan begitu!" Nona Kim makin
tercengang. "Aku tidak habis mengerti kenapa kau..." "Sebab hanya aku
yang dapat mengendalikan Khong It hong!"
tukas nona Siu cepat. "Kau juga mesti mengerti, bila ketiga orang kakek
itu telah kembali dan terbukti bahwa ia telah berhianat, maka menurut peraturan
bukit kita, dia sudah pasti akan mampus, orang sudah mampus mana
bisa..." "Jika nona tidak bersedia membebaskan Khong lt hong, maka jangan
harap kau bisa mengetahui rahasia tersebut!" tukas nona Siu secara
tiba-tiba dengan wajah serius. "BiIa ia terbukti berhianat dan dibuktikan sendiri oleh ketiga orang
kakek, memangnya kauanggap gampang untuk melepaskan dirinya"
"Aku telah berpikir sampai kesitu, dan telah kudapatkan pula cara yang
terbaik untuk mengatasinya!" "Oya,.." Kalau begitu coba kau katakan kepadaku." "Setelah nona
mengungkapkan semua dosa nya, maka keluarkan
dia dari dari ruang Cap pwee sin lian dan titahkan kepada Pat lo buat
membawanya kembali ke istana Sin kiong buat melakukan pemeriksaan,
saat itu aku mempunyai akal untuk menolongnya dari situ."
Nona Kim berpikir sebentar kemudian tanya nya lagi:
"Kalian hendak keluar gunung lewat jalan yang mana?" "Silahkan nona
yang menentukan, asal kau bersedia menyingkirkan semua penjaga sepanjang jalan itu, hal mana sudah
lebih dari cukup." Kembali nona Kim berpikir sebentar, lalu ujarnya: "Bagaimana kalau
lewat jeram beracun di-tebing berbahaya
belakang bukit situ?" - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
Jilid 12 SETELAH BERHENTI SEJENAK, dia menambahkan:
"Apakah kau akan kabur pada malam ini juga ?" Nona Siu
mengangguk. "Bila memilih hari lalu untuk kabur, mungkin hal ini
akan bertambah sulit lagi!" "Malam jini pukul berapa?" "Antara kentongan ke
dua sampai kentongan ke tiga" Nona Kim berpikir sebentar, lalu
mengangguk. "Baiklah, sampai waktunya aku akan menghantar
kepergianmu secara diam-diam" "Terima kasih banyak atas kesediaan nona untuk
membantuku" ucapan nona Siu kemudian dengan nada terharu. Nona Kim segera
menghela napas panjang, katanya: "Aaaai .. . cuma, kau harus ingat,
Sancu adalah seorang yang serba tahu, bila dikemudian hari." "Jangan kuatir nona," tukas nona Siu
sambil tertawa, "Sancu tak akan berhasil menemukan kami."
Setelah berhenti sejenak, lanjutnya lebih jauh: "Sekalipun nasibku
kurang beruntung dan kena ditangkap oleh
Sancu, akupun tak akan menyalahkan nona, waktu itu, kendatipun aku
disiksa dengan siksaan apapun juga, tak akan ku katakan bahwa aku
memang bersekongkol dengan nona."
"Aku tidak berpikir demi kepentinganku sendiri..." Nona Siu
tersenyum lembut, selanya. "Nona berbudi luhur, aku lebih terharu
lagi dibuatnya." Nona Kim berpikir sebentar, lalu katanya: "Ijinkanlah
aku untuk memanggilmu "Sunio" coba pikirkan lagi
dengan seksama, apakah masih ada pekerjaan lain yang harus
kulakukan untukmu?" Panggilan "Su nio" ini segera menggetarkan perasaan nona Siu itu, tiba
tiba sikap menjadi sangat tegang, katanya kemudian.
"Sudah lama sekali... yaaa, lama sekali kau tak pernah menyebut
dengan panggilan itu." "Harap Sunio jangan marah" Nona Kim menundukkan kepalanya
rendah-rendah. Nona Siu (untuk selanjutnya akan dipanggil dengan sebutan Su nio)
tertawa getir. "Aaaaa, tidak apa apa" katanya, "memang sudah sewajarnya kalau
nama yang tak betul, pembicaraan tak akan lancar"
Nona Kim tidak berbicara lagi, tapi dengan sorot mata meminta maaf
dia melirik sekejap kearah Su nio. "Sekarang nona tak usah mengelabui diriku lagi" kata Sunio lebih lanjut
dengan suara lirih, "salah seorang diantara dua orang Sun- kongcu
yang berada dalam loteng impian sekarang, apakah benar merupakan
orang yang semalam telah menyusup ke dalam istana Sin kiong?"
"Aku memang menaruh curiga akan hal tersebut, cuma tiada sesuatu
bukti yang nyata." Sunio segera tertawa. "Konon Su kongcu yang seorang lagi Bau ji"
"Benar" Nona Kim mengangguk, "soal ini hanya di ketahui olehku
seorang..." Setelah berhenti sejenak, dengan perasaan kaget bercampur
tercengang ia bertanya: "Heran, darimana kau sudah tahu, Su nio ?"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Su nio. Dia seperti hendak
mengucapkan sesuatu, tapi akhirnya diurungkan, setelah menghela
napas panjang ia berkata: "Aku seperti pernah bersua dengan kedua orang Sun kongcu itu !"
"DuIu pernah bersua dengan mereka ?" Nona Kim tertegun, "Kapan,
dan dimana ?" Sunio kembali tertawa getir. "Aku hanya berkata agaknya pernah
bersua dengan mereka dulu, itu berani belum tentu aku pernah bersua dengan mereka". Diam diam
nona Kim menjadi keheranan, tanpa terasa dia melirik
sekejap kearah Sunio. Agaknya Sunio merasa akan hal itu, segera
ujarnya: "Nona, ada tujuan mereka memasuki bukit ini ?" "Sun kongcu
yang datang duluan adalah seorang sastrawan, dia
hanya berkata karena ingin memotong jalan maka ia salah memasuki bukit
ini, sedangkan Sun kongcu yang datang belakangan sukar diajak bicara, ia
tidak menerangkan maksud kedatangannya..."
Su-nio berkerut kening, segera selanya:
"Nona, kau harus lebih berhati hati menghadapi kedua orang itu!"
"0ya...?" nona Kim berseru tertahan, dengan mengandung maksud lain
ia berkata lebih jauh, "apakah Su-nio telah berhasil menyaksikan sesuatu
yang tak beres?" "Percayakah nona bahwa mereka masuk ke bukit ini karena suatu
ketidak sengajaan?" Baru saja nona Kim akan menjawab, kakek Tiong, kakek Siau dan
kakek Jin telah melayang masuk ke dalam loteng.
Sambil mengangsurkan sebuah kotak mestika yang dibawanya kepada
nona Kim, Kakek Tiong berkata: "Seperti apa yang dikatakan nona, kami telah berhasil mendapatkan
bukti penghianatan Khong It-hong"
Nona Kim menerima kotak tersebut dan di periksanya sekejap,
kemudian perintahnya. "Harap kakek Tiong mengeluarkan Khong It-hong dan menggusurnya ke
dalam istana Sin kiong, tunggu pemeriksaan dari Sancu sendiri
sekembalinya ke atas bukit nanti, tingkatkan kesiap siagaan penuh..."
Kakek Tiong berpikir sejenak, kemudian ujarnya: "Ruang Cap pwe sin
tian lebih kokoh penjagaannya, mengapa..." "Kakek Tiong, dia sama
sekali tidak tahu kalau kita berhasil
membongkar usaha penghianatannya" tukas nona Kim, "oleh sebab itu
harap kakek Tiong membawanya keluar dari ruang Sin tian secara
diam-diam dan menahannya untuk sementara waktu dalam istana Sin
kiong." "Kakek Tiong harus mengerti, dengan tabiat dari Khong It hong,
sekalipun disiksa juga tiada gunanya, mau berhianat juga tak mungkin
bisa dilakukan dengan kemampuannya seorang, semua persoalan ini
harus kita selidiki lebih dulu sebelum Sancu pulang ke gunung".
Kakek Tiong menjadi paham kini, sambil tertawa katanya: "Nona
memang amat cerdik, kalau begitu lohu bersaudara
hendak mohon diri lebih dulu!" "Semoga kalian berhasil". nona Kim
tersenyum. Tiga orang kakek itu mengiakan, kemudian bersama-sama
meninggalkan ruangan loteng itu. sepeninggal ketiga orang kakek itu,
Su-nio kembali menjura kepada nona Kim seraya berkata: "Budi kebaikan nona kepadaku,
mungki hanya bisa kusimpan dalam hati dan tak dapat kubalas dalam kehidupanku kali ini, anggap
lah penghormatanku ini sebagai ucapan rasa terima kasihku kepadamu."
Dengan gugup nona Kim segera membimbingnya bangun, lalu serunya:
"Su nio, mulai sekarang sampai saatmu meninggalkan bukit ini masih
tersedia beberapa waktu, aku bersedia menggunakan waktu yang amat
singkat ini untuk mendengarkan keputusan terakhir dari Su nio."
"Nona, aku takut kali ini kau akan merasa amat kecewa" kata Su nio
sambil tertawa getir. Dengan perasaan apa boleh buat nona Kim segera berkerut kening, lalu
katanya: "Kalau memang begitu, aku hanya bisa mendoakan keselamatanmu saja!"
Sekali lagi Su nio tertawa getir. "Aku mengetahui akan perasaan hati
nona, akupun memahami

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

apa yang dipikirkan nona, ketahuilah bahwa Khong It-hong tak boleh
mati, paling tidak ia tidak pantas mati ditangan nona atau Sancu.."
"Kenapa ?" Su-nio menghela napas panjang. "Ada sementara persoalan yang
sesungguhnya jauh diluar dugaan orang, aku dan Khong It-hong adalah salah satu diantaranya,
bila San cu telah kembali kebukit nanti, nona boleh menanyakan hal ini
kepadanya...." "Apakah ayahku mengetahui alasan dibalik kejadian tersebut ?" tanya
nona Kim sambil berkerut kening. Su-nio mengangguk. "Sancu mengetahui semua persoalan itu paling
jelas !" Walaupun nona Kim dapat mendengar kalau dibalik ucapan
tersebut mengandung maksud lain, namun ia masih belum begitu
paham, terpaksa teka teki itu disimpan saja dalam hatinya sampai dan
menunggu sampai Sancu pu lang untuk ditanyakan kembali.
Sementara itu, Su nio telah berbisik lagi setelah berhenti sebentar:
"Nona, sekarang aku akan memberitahukan rahasia tersebut kepadamu
!" "Kau benar benar ada rahasia yang hendak disampaikan kepadaku."
nona Kim melirik sekejap ke arah Su nio.
Sunio menghela napas panjang. "Aaaai... tentu saja sungguh"
sahutnya, "cuma setelah kuutarakan nanti, kuatirnya bila nona tak mau mempercayainya, sebab
itu sebelum kuterangkan rahasia itu, terlebih dahulu kumohon kepada
nona untuk meluluskan beberapa persoalan !"
"Katakanlah, persoalan apakah itu ?" "Setelah rahasia ini kau dengar
nanti, percaya boleh tidak percaya juga boleh, tapi yang penting harus disimpan terus didalam
hati, jangan sekali kali kau bocorkan kepada Sancu atau orang lain
yang berada diatas bukit ini."
"Oooh, jika ada kepentingan untuk berbuat demikian, tentu saja bukan
bertindak lebih berhati-hati lagi !"
Su nio segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Nona,
persoalan ini jangan kau anggap sebagai suatu permainan
kanak-kanak belaka, kau harus melaksanakan seperti apa yang telah
kau janjikan !" "Baiklah" ucap nona Kim kemudian dengan perasaan apa boleh buat,
"aku akan berusaha untuk menutup rahasia tersebut dan tak akan
kukatakan kepada siapapun !" "Selain itu, bila Sancu telah kembali dan tahu kalau aku serta Khong It
hong telah melarikan diri, ia pasti akan mendesak kepada nona untuk
menceritakan keadaan yang sebenarnya, paling baik jika nona
menjawab dengan menggunakan kata "Tidak tahu!"
"Soal ini aku tahu, aku tak akan mengaku kalau memang sengaja
kulepaskan dirimu!" Sekali lagi Su nio menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya:
"Soal ini bukan dikarenakan aku takut kalau Sancu akan datang
menangkapku, juga bukan untuk mencuci nama dari keterlibatannya
dalam persoalan ini, aku hanya kuatir bila Sancu sudah mengetahui
keadaan yang sebenarnya maka dia akan membinasakan nona!"
"Aaah, masa seserius itu?" seru nona Kim dengan wajah tertegun
setelah mendengar perkataan itu. "Yaa, dan persoalan itu erat sekali hubungannya dengan rahasia yang
hendak kukatakan kepada nona."
Nona Kim tidak berbicara lagi, dia lantas membungkam diri.
Kembali Su nio berkata: "Nona bersedia memenuhi
permintaanku ini" "Ehm, baik, akan kulakukan, katakan
sekarang!" Su nio menarik tangan nona Kim dan menggenggamnya dengan
lembut, kemudian ujarnya. "Nona, tahukah kau kalau Sancu tak pernah menikah?" Mendengar
perkataan itu, nona Kim menjadi tertegun, walaupun
Su nio tidak berbicara terus terang, namun apa maksud dari ucapan itu
sudah teramat jelas, kalau kawin saja tak pernah, darimana pula
datangnya anak..?" "Nona, kau she Kwik, putri seorang musuh besar Sancu" sambung Sunio
lebih jauh, "sejak berumur setahun, kau sudah dibawa pulang oleh
Sancu, sebetulnya Sancu bermaksud menggunakan nona sebagai
sandera..." Belum habis ia berkata, nona Kim telah membentak nyaring. "Kau
sedang mengaco belo, omong kosong! Omong kosong !" Su nio
menggenggam tangan nona itu semakin kencang,
ujarnya: "Nona, harap kau tenangkan sedikit pikiranmu jangan
terlampau emosi, aku tidak berbicara sembarangan dalam peristiwa itu akupun
mengambil bagian, atau tegasnya akulah yang membopong nona
kemari..." Belum selesai dia berkata, dari bawah loteng, sudah kedengaran suara
dari kakek Gi berseru. "Chin hui ho sudah tertangkap !" Mendengar itu, Su nio yang berada
di atas loteng segera berbisik: "Nona, Chin hui ho turut serta di dalam usaha penghianatan
yang direncanakan Khong It-hong, cuma persoalan yang diketahui olehnya
tidak banyak, orang ini licik dan berbahaya, lebih baik tak usah
menunggu sampai kembali San cu."
Apa maksud yang sebenarnya dari ucapan ini, tentu saja dipahami pula
oleh nona Kim. Maka nona Kim pun manggut2 mengiakan, Sunio segera berkata lebih
lanjut: "Silahkan nona melakukan pemeriksaan terhadap Chin Hui hou ditempat
ini, sementara persoalan yang belum selesai kita bicarakan kita
lanjutkan pada malam nanti sebelum kentongan pertama"
"Baik, permulaan kentongan pertama nanti tunggu aku dalam istana"
Sunio manggut manggut, setelah tersenyum kepada nona Kim, ia turun
dari loteng. Menyusul kemudian, nona Kim segera memerintahkan kepada kakek Gi
untuk menggusur Chin Hui hou naik ke atas loteng.
Chin Hui-hou yang tertangkap masih kebingungan setengah mati, dia
belum tahu kalau bencana besar telah berada didepan mata.
Kakek Gi menggusurnya ke hadapan nona Kim, kemudian sambil
mengendorkan cengkeramannya, dia berseru dengan suara dalam:
"Hayo cepat berlutut dan menjawab semua pertanyaan yang ku ajukan
kepadamu !" Chin Hui-hou adalah seorang Congkoan. juga merupakan orang
kepercayaan dari Sancu, dia belum tahu kalau penghianatan Khong
It-hong telah terbongkar pada saat ini, karena itu mendengar bentakan
dari kakek Gi, segera serunya dengan lantang:
"Kakek Gi, kau telah menganggap aku Chin Hui hou sebagai manusia
apa...?" Kakek Gi segera mendengus dingin. "Hm .. .! kau anggap dirimu adalah
manusia apa?" jengeknya. "Jelek jelek begini lohu adalah salah seorang congkoan, dari ke delapan
orang congkoan dibukit ini, mana boleh kau.."
"Chin Hui-ho" ujar nona Kim kemudian, "jabatan congkoan mu itu
kuhapus mulai saat ini." Chin Hui ho menjadi tertegun, lalu katanya:
"Nona, setelah kau memegang lencana kimleng, apakah tindakanmu
lantas semena-mena seperti ini ?"
Nona Kim mendengus dingin. "Hmm, kenapa, apa aku tak berhak
untuk memberhentikan kau dari jabatanmu itu . .?" "Sekarang nona memegang lencana Kim leng
berarti mempunyai kekuatan untuk menghukum mati seseorang, bila kau hendak
menghapus jabatan hamba sebagai congkoan, tentu saja tak ada orang
yang berani mengatakan tidak, cuma hamba masih tidak mengerti..."
"Sebentar kau akan mengerti, tak usah gelisah dulu!" tukas nona Kim
sambil tertawa dingin. Setelah berhenti sebentar, dengan suara dalam lanjutnya: "Chin Hui
hou, tahukah kau sekarang Khong It hong berada di
mana ?" Ternyata Chin Hui hou cukup licik, dia segera menggelengkan
kepalanya berulang kali. "Hamba tidak tahu" sahutnya, Kembali nona
Kim tersenyum. "Tentunya kau tahu bukan, apa sebabnya Khong It
hong di tangkap dan di tahan ?" "Waktu itu hamba hadir ditempat kejadian,
tentu saja hamba tahu" "Bagus sekali, coba katakan." "Dia berani membangkang perintah
nona berani berbicara kasar dan menyakiti hati nona, maka dia dijatuhi hukuman." "Hmmm.. .!
Apakah tiada alasan yang lain?" "Yang hamba lihat dan hamba
dengar hanya demikian saja !" Nada suara nona Kim segera
berubah, kembali bentaknya: "Mengapa tidak kau pikirkan, dengan kedudukan Khong It hong yang
tinggi, lagipula mendapat kepercayaan penuh dari Sancu, dan juga
sudah banyak berjasa untuk kita, hanya di sebabkan urusan kecil saja
lantas ditangkap dan disekap?"
Mendengar perkataan itu, tergerak juga hati Chin Hui hou, serunya
kemudian: "Chin hui hou, benarkah kau tidak tahu?" jengek nona Kim sambil
tertawa mengejek, sekali lagi tergerak hati Chin hui hou, "Hamba kurang
pintar, tak bisa kuduga hal yang sebenarnya" ujarnya kemudian.
Nona Kim menjadi gusar sekali setelah mendengar jawaban itu segera
hardiknya: "Aku bukan menyuruh kamu menebak, aku suruh mengatakannya."
Diam-diam Chin hui-hou makin terkesiap, ia berseru: "Tapi hamba
harus mulai bicara dari mana?" Sepatah demi sepatah noaa Kim
berkata dengan nada serius: "Katakan, sejak kapan kau turut serta
dalam rencana pengkhianatan itu terhadap perguruan, tugas apa yang diberikan Khong
It hong kepadamu untuk di laksanakan dan apa pula yang telah kau
lakukan selama ini bagi kepentingan nya!"
Begitu perkataan itu diutarakan Chin Hui hou segera merasakan
tubuhnya bagaikan terjatuh kedalam gudang es, sekujur tubuhnya
kontan membeku dan bergidik. Untuk sesaat lamanya dia tak sanggup menjawab, orang itu cuma bisa
berdiri tertegun seperti orang bodoh.
Kakek Gi segera mendengus dingin, tegurnya: "Chin congkoan,
sudah kau dengar pertanyaan itu " Bila ingin
menjawab, katakan dari apa yang telah dikatakan itu."
Chin Hui hou termenung dan menyusun rencana lebih dulu, kemudian
katanya: "Nona, hamba ingin bertanya siapa yang telah menfitnah diri hamba
ini." "Memfitnah?" bentak nona Kim dengan gusar, "anjing laknat, besar
amat nyalimu !" Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan. "Dari dalam Ku kui wan
yang dihuni Khong It hong, kami telah
mendapatkan salinan kitab pusaka ilmu silat milik Sancu, kamipun telah
menemukan lencana mestika yang diganti dengan lencana palsu,
apakah semua bukti itu masih kurang ?"
Berbicara sampai disini, nona Kim sengaja berhenti berkata dan tertawa
dingin tiada hentinya. Sementara sepasang matanya yang memancarkan sinar tajam menatap
wajah Chin Hui hou tanpa berkedip. Sekujur badan Chin Hui hou gemetar keras, dia ingin berbicara namun
tak tahu bagaimana kah harus memulai dengan pembicaraan tersebut.
Nona Kim memandang sekejap ke wajah Chin Hui hou, setelah itu
pelan-pelan baru berkata. "Menurut pengakuan dari Khong it hong serta di perlihatkan barang
barang buktinya, ia mengakui kalau kau adalah orang kepercayaannya
yang turut serta dalam organisasi rahasia itu, tapi kau belum pernah
mendapat kesempatan-untuk melakukan sesuatu..."
Chin hui ho segera tertipu, dengan bermasam muka katanya. "Harap
nona maklum, hamba..." "Kau adalah seorang penghianat kau berani
mengakui dirimu masih sebagai anggota perguruan kami?" hardik kakek Gi amat gusar
Sekujur badan Chin Hui hou kembali gemetar keras, cepat cepat
katanya lagi: "Harap nona maklum, aku yang rendah ini memang benar-benar telah di
paksa untuk ber komplot dengan Khong it hong, tetapi akupun
benar-benar tak pernah melakukan perbuatan yang merugikan Sancu,
oleh karena itu mohon nona suka mengampuni diriku yang rendah ini"
Nona Kim segera berpaling ke arah kakek Gi sambil serunya: "Kakek
Gi, kau sudah mendengar jelas?" "Setiap patah kata telah lohu
dengar dan ingat baik baik" sahut
kakek Gi sambil membungkukkan badannya memberi hormat. Nona Kim
mcngangguk, dia lantas berkata lagi kepada Chin Hui
hou: "Chin Hui hou, menurut peraturan kita, atau menunggu sancu
pulang dan lalu menjatuhkan sendiri hukumannya sendiri hukumannya
kepadamu, tentunya kau sudah tahu bukan hukuman apa yang bakal di
timpakan kepadamu?" "Oooh... nona, ampunilah aku..." rengek Chin Hui hou dengan sedih.
Nona Kim segera tertawa dingin tiada hentinya. "Chin Hui hou"
kembali dia berseru, "Hal ini tergantung pada
dirimu sendiri, mengerti?" Chin Hui hou bukan orang bodoh, tentu saja
dia mengerti, maka jawabnya cepat: "Hamba berterima kasih sekali atas kesempatan yang
nona berikan, cuma apa yang kuketahui tidak banyak...." "Berapa yang kau
ketahui, katakan pulaberapa banyak". "Khong Ithong hanya
menitahkan kepada aku yang rendah untuk
menghancurkan semua alat jebakan dan alat rahasia yang
berada di bukit ini bila saatnya sudah matang, agar orang-orang yang telah
dipersiapkan diluar bukit dapat menyerbu masuk kedalam bukit ini !"
"Oooh, lantas siapa saja yang akan disambutnya itu ?" "Soal ini, aku
yang rendah kurang begitu tahu." jawab Chin Huihou
sambil menggeleng. "Sebenarnya kapan rencana yang disusun oleh
Khong It-hong itu akan dilaksanakan ?" Chin Hui-hou berpikir sebentar, lalu sahutnya.
"Soal ini merupakan rahasianya, dia sendiri pun tidak tahu, hanya
katanya kepada hamba bahwa hal ini akan terjadi tak lama kemudian,
mungkin juga akan dilaksanakan sebelum permulaan tahun depan, soal
waktu yang tepat..." "Oooh, kalau begitu Khong It-hong bukan pentolan dari gerakan
tersebut ?" "Yaa, dia bilang andaikata berhasil maka dialah Sancu dari bukit ini."
"Hmm ! Dia lagi bermimpi disiang hari bolong" dengus kakek Gi dingin.
Setelah berhenti sebentar, kembali ia berkata: "Bagaimana caranya
untuk mengadakan kontak dengan kawanan
tikus yang berencana ingin merebut kekuasaan diatas bukit ini ?"
"Hamba kurang begitu jelas, cuma setiap kali dia berada di atas
gunung, maka setiap malam hari ganjil dia pasti berada di luar Ku- kui
wan untuk bergadang...." "Di luar kebun dekat sebelah mana" Cepat katakan!" seru kakek Gi
dengan amat gelisah. Di luar kebun dekat jalan berbatu menuju ke jeram beracun!"
"Andaikata kebetulan ada orang sedang lewat di sana, apa yang
harus kau lakukan?" "Dia suruh aku dengan jabatanku sebagai Congkoan untuk mengundurkan


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang itu, sebaliknya jika Sancu atau nona yang datang, maka dia
menyuruh aku yang rendah untuk memberitahukan bahwa dia sedang
melatih ilmu Sam goan sin kang!"
Mendengar ucapan itu, nona Kim segera berkerut kening dan
membungkam diri. Sedang kakek Gi lantas berkata: "Nona, mengapa Sancu menurunkan
ilmu Sam goan sin kang tersebut kepada bocah keparat ini." Nona Kim hanya menggeleng,
kemudian setelah termenung dan berpikir sebentar katanya: "Kakek Gi, jangan lupa untuk
memberitahukan semua kejadian ini- kepada kakek Tiong." "Tolong tanya nona, bolehkah lohu bersaudara
bertindak menurut suara hati kami sendiri?" "Nona Kim berpikir sejenak, lalu
sahutnya. "Jangan memunahkan segenap kepandaian silatnya, tapi
boleh saja menarik kembali Sin kang tersebut." "Lohu pun bermaksud
demikian!" Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba ia berkata. "Nona, hari ini
adalah hari ganjil!" "Aku tak akan melupakannya" nona Kim tertawa.
Kemudian ia berpaling kearah Chin Hui bou dan bertanya: "Apakah kau
masih ada perkataan lain yang kau sampaikan
kepada kami?" Chin Hui hou menggelengkan kepala. "Apa yang hamba
ketahui telah hamba ucapkan, aku sudah tidak
mengetahui soal yang lain lagi!"
Nona Kim segera mengangguk.. "Kalau begitu aku ingin bertanya
satu hal kepadamu, kalau toh. Khong It hong memberi-tahukan kepadamu tentang rencananya untuk
menghianati Sancu, bahkan kaupun bersedia untuk turut serta, bila
berhasil kebaikan apakah yang akan kau peroleh?"
Chi Hui-hou ragu-ragu sejenak, kemudian baru sahutnya: "Aku yang
rendah diperkenakan mengambil ketiga macam benda
mestika yang ada dibukit ini masing sekantung, kemudian mengundurkan
diri dari dunia persilatan !" "Ehmmm, sekantung pasir emas sudah cukup bagimu untuk hidup
senang sepanjang hidupmu, sedangkan dua macam benda yang lain
pun merupakan benda mestika yang tiada tara nya djdunia ini, yaa,
memang cukup untuk membeli dirimu !"
Setelah berhenti sejenak, mendadak bentaknya lanjut. "Sudah berapa
lama timbul niat dalam benak kalian untuk
berhianat kepada Sancu?" "Sudah sepuluh bulan lebih beberapa hari !"
"Selama hari hari ini, apakah kalian tak pernah berhasrat untuk
menyembunyikan ke tiga macam mestika itu...." Belum habis perkataan
itu diucapkan, Chin hou telah menukas: "Aku yang rendah berani
bersumpah, belum pernah hamba mengambil secuwil pun..." "Apakah Khong It hong juga tak pernah
mengambilnya ?" sela kakek Gi cepat. Chin Hui hou tertawa getir. "Hari ini, aku yang rendah
telah menjadi begini rupa, apa yang
bisa kuucapkan telah kukatakan semua, semula aku yang rendah
memang berniat begitu, tapi Khong It hong yang mencegah perbuatan
hamba itu, dia bilang jangan karena soal sepele mengakibatkan
gagalnya masalah besar." "Heeehh...heeh...heee....menurut pendapat lohu, dia memang tidak
bersungguh hati untuk memenuhi janjinya bila urusan telah berhasil
nanti!" jengek kakek Gi sambil tertawa dingin.
Chin Hui-hou turut tertawa getir. "Mungkin saja demikian, tapi yang
pasti hamba telah mati karena harta kekayaan !" Nada perkataan itu amat menyesalkan sekali,
kepalanya tertunduk dan keadaannya sangat mengenaskan. Dengan kening
berkerut nona Kim lantas berkata kepada kakek
Gi. "Kakek Gi, aku akan menyerahkan Chin-Hui hou kepadamu
sambil menunggu kepuIangan Sancu untuk menjatuhkan hukuman
kepadanya, cuma kakek Gi harus hati hati, jangan sekap mereka
menjadi satu !" Dari ucapan tersebut, kakek Gi segera me mahami maksud nonanya, dia
mengangguk. "Jangan kuatir nona, lohu dapat bertindak sebagaimana mestinya..."
"Aaa... semalam suntuk tidak tidur, aku benar-benar lelah sekali dan
ingin beristirahat harap kakek Gi menutup loteng ini"
Ditengah pembicaraan tersebut, nona Kim segera turun dari loteng
meninggalkan tempat ini. Dengan suatu gerakan cepat kakek Gi melancarkan sentilan jarinya
menotok empat buah jalan darah penting ditubuh Chin Hui- hou.
Kemudian sambil mendorong Cbin Hui hou, serunya lebih jauh: "Kau
tak usah merepotkan lohu lagi, hayo jalan !" Dengan wajah yang lesu
dan sedih, bagaikan domba yang digiring ke tempat penjagalan, Chin Hui-hou berlalu dengan
lemas, Setelah menutup loteng, kakek Gi menggiring Chin-Hui hou kembali ke
istana Sin-kiong. Walaupun nona Kim mengatakan hendak pergi beristirahat
kenyataannya setelah turun dari loteng, dia lantas berangkat menuju ke
loteng impiam . . . . Sun Tiong lo dan Bun Bau ji yang berada di dalam loteng impian baru
saja bangun dari tidurnya, jadi kedatangan nona itu tepat pada
waktunya. . . . Setelah mempersilahkan nona Kim duduk. Sun Tiong-lo segera bertanya
pelan: "Pagi ini, apakah nona akan menghantar kami sendiri untuk keliling
bukit?" Nona Kim mengerling sekejap kearahnya, lalu menjawab: "Aku
sudah menurunkan perintah, sebentar lagi Kim Poo cu akan
datang kemari, aku datang kemari sekarang karena ada persoalan lain
yang lebih penting lagi hendak di beritahukan kepada kalian"
Mendengar ucapan tersebut, Sun Tiong-lo serta Bau-ji menjadi tertegun,
mereka saling berpandangan sekejap, namun tidak mengucapkan
sepatah katapun. - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
BAB ENAM BELAS KETIKA NONA Kim menyaksikan Bau-ji bersaudara tidak bertanya lebih
jauh, dia lantas tertawa hambar, katanya:
"Persoalan ini ada sangkut paut yang amat besar sekali dengan kalian
berdua !" "Persoalan apakah itu ?" tak tahan Bau-ji bertanya. "Mulai hari ini,
petugas yang akan mengejar kalian dalam usaha
kamu berdua melarikan diri telah berganti orang !"
"Oooh, bukan Chin congkoan dan Kim- po- cu" Nona Kim segera
menggeleng. "Sudah diganti" katanya, "cuma bila pada makan
malam nanti kalian berdua bersedia untuk bersantap diruang tengah sana, aku pasti
akan memperkenalkan mereka kepada kalian berdua !"
Sun Tiong lo memandang sekejap ke arah Bauji, kemudian ujarnya:
"Nona, sepantasnya aku yang muda tak boleh banyak bertanya, tapi
oleh karena..." Tampaknya nona Kim sudah mengetahui apa yang ingin ditanyakan Sun
Tiong lo, dengan cepat dia menyela:
"Chin congkoan telah melanggar peraturan bukit kami, sedangkan Kim
Poocu tak becus melaksanakan tugas berat ini, maka dengan perasaan
apa boleh buat terpaksa aku harus mengundang kedatangan dua orang
dari ruang Cap pwe sin tiam (istana delapan belas siksaan) untuk
menggantikan kedudukan mereka itu."
"Apa sih yang dinamakan ruangan delapan belas siksaan tersebut?"
tanya Sun Tiong lo sambil tertawa. Dengan pandangan dingin nona Kim mengerling sekejap ke arahnya,
kemudian mendengus. "Hmmm, masa kau belum pernah berkunjung ke situ?" Sun Tiong lo
segera menundukkan kepalanya rendah-rendah. "Nona, mengapa sih
kau menyusahkan aku." bisiknya. Nona Kim melirik sekejap wajah si
anak muda itu, kemudian menukas. "Baiklah, tak usah kita perbincangkan perbincangkan
persoalan ini." Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan.
"Semalam, sakitmu terlalu mendadak dan terlalu kebetulan sehingga
sia-sia belaka aku tunggu kau semalaman suntuk, banyak persoalan juga
gagal aku bicarakan denganmu, bila kau tidak ada urusan kini,
bagaimana kalau..." Dengan sekulum senyuman penuh arti Sun-Tiong lo melirik sekejap ke
arah nona Kim lalu berkata: "Besok adalah saatnya saudaraku untuk melarikan diri, dapatkan nona
memaafkan aku , yang paling cocok .. ?" tukas nona Kim dengan suara dalam.
"Bagaimana kalau pada kentongan pe'ika'ma" I-ari ke lima
nanti?" "Oooh .. . bukankah itu berarti lusa malam?" "Tentunya nona
tidak akan merasa terlalu lama bukan?" Nona Kim tidak menjawab
pertanyaan itu, sebaliknya malah balik
bertanya: "Kau tak akan menundanya lagi bukan?" Sun Tiong lo segera
tertawa. "Pertemuan ini merupakan suatu janji, aku yang muda tak
berani mengingkarinya!" "Kalau begitu, kita tetapkan demikian saja" ucap nona
Kim kemudian sambil mengerling sekejap kearahnya, setelah berhenti
sebentar, kembali dia menambahkan...
"Masih perlukah untuk berjalan jalan di sekeliling bukit pada hari ini...?"
"Kakakku belum begitu hapal dengan wilayah di sekitar tempat ini . . ."
"Menurut pendapatku, hari besok adalah hari terakhir bagi saudaramu
itu" kata nona Kim dengan mimik wajah yang amat serius, "aku-perdaya
banyak persoalan yang perlu kalian berdua
perbincangkan apalagi dibawah bimbinganmu, segala sesuatunya
tampak sudah tersusun dengan rapi. ."
"Maksud nona, perjalanan keliling bukit pada hari ini lebih baik
dibatalkan saja" " sela Sun Tiong lo.
Nona Kim segera tertawa. "Bagaimana menurut anggapanmu?" ia
balik bertanya. Sun Tiong Io turut tertawa. "Kalau toh nona
beranggapan perjalanan keliling ini tak ada
faedahnya, batalpun juga tak mengapa." "Baiklah" kata nona Kim
kemudian setelah menatap sekejap wajah si anak muda itu, "kita putuskan demikian, nah, aku mohon diri
terlebih dulu." Maka Sun Tiong lo dan Bau ji segera mengantar nona itu sampai
didepan loteng. - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** "Siapa itu?" Sesosok bayangan manusia melayang
turun di depan gua di belakang bukit sana dengan suatu gerakan yang sangat enteng, baru
mencapai tanah, ia telah merasakan sesuatu sehingga segera menegur.
Namun suasana di sekeliling tempat itu sepi tak kedengaran sedikit
suara pun, tiada jawaban, tiada bayangan manusia.
Bayangan manusia itu berdiri tak bergerak, di bawah pancaran sinarnya
rembulan, tampak kalau orang ini adalah Sik Phu.
Mengapa secara tiba tiba Sik Phu meninggalkan istana Pat tek sinkiong
dan mendatangi depan ketiga buah gua di belakang bukit ini" Tidak
salah lagi jika dia sedang memenuhi janjinya dengan sang tetamu
semalam, untuk bersua di tempat ini.
Ketika ia baru tiba di tempat, terasa olehnya seakan akan disana ada
seseorang, namun tegurannya tidak diperoleh jawaban apa apa.
Setelah termenung, sebentar, akhirnya dengan langkah lebar dia
berjalan menuju kedepan gua. Untuk kedua kalinya ia berhenti setibanya di depan gua, diam diam dia
berpikir... Semalam sang tetamu itu mengajakku bertemu di gua bagian tengah
pada kentongan yang pertama hari ini kini, tiba saatnya, mengapa
belum juga nampak sesosok manusiapun?"
Berpikir demikian, ia menjadi teringat kembali akan perasaannya yang
mengatakan disekitar sana ada oran,g, dia menggelengkan kepalanya
berulang kali dan mengambil keputusan, setelah menengok sekejap ke
kiri dan kanan, ia lantas menyelinap masuk ke dalam gua bagian tengah.
Sik Phu cukup hapal dengan keadaan dari ke tiga gua tersebut. Gua
yang ada di sebelah kiri dan kanan masing-masing mencapai
kedalaman dua kaki lebih, sedangkan gua yang ada di bagian tengah
mencapai tiga kaki lebih, tetapi semuanya merupakan gua buntu, dan
mungkin beribu tahun berselang, gua itu digunakan orang untuk
bertapa. Tapi semenjak nama Bukit Pemakan Manusia dipakai, perkampungan
keluarga Beng yaitu Beng keh-san ceng tertimpa musibah, Sancu yang
menguasai tanah perbukitan itu menganggap ke tiga buah gua tersebut
sama sekali tak ada gunanya, maka tempat itu terolisir dan tak pernah
di-singgahi orang, tidak heran jikalau debu dan sarang laba laba
bertumpuk di situ, keadaan gua tidak bersih.
Ditambah lagi gua itu letaknya di belakang bukit, yang hampir
sepanjang tahun tidak memperoleh sinar matahari, tidak heran kalau
gua itu sangat lembab, bila ada yang masuk ke dalam gua, maka
pertama-tama: dia tak tahan akan baunya yang busuk.
Setelah menyelinap masuk kedalam gua bagian tengah itu, Sik Phu
menyembunyikan diri ke dalam gua lebih kurang lima depa dari mulut
depan, suasana dalam gua lebih gelap daripada keadaan diluar, maka
seandainya ada yang datang ke depan gua itu, sulit bagi orang itu untuk
segera melihat kalau di dalam gua ada penghuninya.
Seperminum teh lamanya dia menanti didalam gua itu, namun sang
tetamu yang mengadakan janji dengannya semalam belum juga
menampakan diri, hal ini membuat hatinya gelisah.
Akhirnya ia mengambil keputusan, bila seperminum teh lagi orang itu
belum juga menampak diri, terpaksa dia harus kembali, aah, tidak" Dia
akan mengunjunginya ke loteng impian.
Seperminum teh terasa melebihi setahun, akhirnya Sik Phu tak tahan
lagi, baru saja dia akan melangkah keluar dari gua itu, mendadak
terdengar serentetan suara yang lembut dan halus tapi jelas bergema
disisi telinganya: "Pertemuan toh dijanjikan pada kentongan pertama sampai kentongan
kedua " Kini kau telah sampai disini, apa salahnya kalau menunggu
sebentar lagi, sekalian menyaksikan keramaian yang bakal berlangsung
disini, siapa tahu ada manfaat yang dapat kau raih dari kejadian ini."
Sik Phu hanya mendengar suara orang tapi tak melihat wajahnya, hal
mana membuat perasaannya menjadi tidak tenteram.
Tak salah lagi, orang yang mengirim bisikan tersebut tak lain adalah
sang tetamu semaIam, orang itu bilang bakal ada keramaian yang bisa
ditonton, keramaian apakah yang di maksudkan" Jangan- jangan....
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat tiba tiba dari luar gua telah
muncul bayangan manusia. Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu sangat lihay, gerakan
tubuhnya enteng seperti terbang, dalam waktu singkat ia telah tiba di
depan gua. Menanti Sik Phu dapat melihat jelas paras muka orang itu, diam- diam
ia baru merasa terperanjat. Orang yang berada diluar gua itu mengenakan pakaian berjalan malam
berwarna hitam gelap, sebilah pedang tersoren dipunggungnya,
sedangkan dibawah ketiak kirinya mengempit tubuh seseorang.
Tiba didepan gua, ia nenengok sekejap sekeliling tempat itu. kemudian
dengan langkah lebar berjalan masuk ke dalam gua.
Sik Phu sangat terperanjat, untuk keluar dari gua keadaan sudah
terlambat terpaksa dia melayang mundur lagi ke belakang dan mencapai


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dasar gua tersebut, kemudian mendekam dibalik kegelapan dan tak
berani berkutik lagi. Baru saja ia selesai menyembunyikan diri, orang yang mengempit
seseorang tersebut telah masuk ke dalam gua, untung saja ia lantas
berhenti kurang lebih lima enam depa dari mulut gua tersebut.
Menyusul kemudian, orang itu segara menotok jalan darah orang yang
dikempitnya itu. Orang didalam kempitannya itu mendengus pelan, kemudian tersadar
kembali dari pingsannya. Begitu sadar, ia lantas menjerit kaget sembari berseru. "Su nio, ini...
ini..." Sejak tadi, Sik Phu sudah melihat jelas kalau orang ini adalah
Su nio, namun ia tak tahu siapakah orang itu dalam kempitan Su nio
tersebut, setelah mendengar suaranya, ia baru sadar siapa gerangan
orang tersebut, saking kagetnya nyaris nyalinya melompat keluar lewat
tenggorokan. Ternyata orang itu adalah Khong It hong, iblis keji yang telah dituduh
sebagai penghianat oleh lencana emas Kim leng.
Sudah banyak tahun Sik Phu berada dalam istana Pat tek sin kiong bukit
pemakan manusia ini, dia cukup mengetahui watak serta
kepandaian silat yang dimiliki Khong It hong kontan saja hatinya
menjadi sangat tak tenang. Kejadian pada malam ini, benar-benar kebetulan sekali, selain ia jumpa
suatu peristiwa yang tak ingin diketahui orang dari kedua manusia lihay
ini, merekapun sama sama berada didalam sebuah gua buntu, cepat
atau lambat jejaknya pasti akan ketahuan, saat itu..
Dalam keadaan gugup bercampur gelisah, Sik Phu segera memperoleh
sebuah akal yang sesungguhnya amat terpaksa.
Sementara itu, Su nio telah berkata: "Kau tak usah banyak bertanya
lagi, sekarang juga kita akan pergi dari sini !" "Pergi?" Khong- It hong tertegun, "kau hendak
mengajakku pergi kemana . . .?" "Tolol !" seru Su nio sambil tertawa, "pergi ke mana "
Tentu saja pergi meninggalkan Bukit Pemakan Manusia...!" Dengan cepat Khong It
hong menggelengkan kepalanya berulang
kali, ujarnya: "Su nio, bagaimana sih kau ini" Sekarang, kita mana
boleh pergi" jangan kau gubris tingkah laku budak Kim yang memojokkan aku terus
menerus dengan lencana Kim leng nya itu, percuma saja usahanya itu,
asal si tua bangka tersebut telah kembali..."
Sambil mendengus dingin Su nio menukas: "Kau lagi bermimpi
disiang hari bolong rupanya, kenapa tidak kau
coba untuk menghimpun dulu tenaga dalammu?" Mendengar ucapan
itu, Khong It hong baru terkejut, cepat-cepat
ia duduk bersila untuk mengatur napas. Siapa tahu, begitu dicoba, paras
mukanya, segera berubah hebat, belum lagi dia bersuara, Su nio telah berkata lebih
lanjut: "Dengarkan baik baik, kau terlampau memandang enteng budak Kim, kau
tahu, mengapa dia mencari gara-gara denganmu" Mengapa dia
menggunakan kekuasaan Kim leng untuk menjebloskan kau kedalam
istana delapan belas-siksaan" Kau anggap kesemuanya ini sungguh
sungguh hanya suatu tindakan sentimen saja?"
"Memangnya ia mempunyai maksud lain?" Khong It hong
membelalakkan matanya lebar-lebar. Su nio segera mendengus
dingin. "Hm, terus terang saja kukatakan kepadamu dari tempat
tinggalmu Ku kui wan kitab pusaka serta lencana Bong hu kiu ciat
tersebut, bukti penghianatanmu telah berhasil ditangkap basah semua
olehnya!" Khong It hong menjerit kaget, segera teriaknya: "Kemudian,
mengapa aku dibawa kembali ke dalam istana Pat
tek sin kiong..." "Sebab Pat lo hendak memeriksamu serta mengorek
keterangan dari mulutmu tentang latar belakang penghianatan tersebut!" "Tapi
kepandaian silatku ini..." "Budak Kim yang telah memunahkannya
sendiri." Sambil menggertak gigi menahan rasa geram dan bencinya,
Khong It hong berseru: "Bagus sekali... Sunio, tadi bukankah aku
sedang berada di istana See sian dan bercakap cakap dengan delapan orang tua bangka itu"
Mengapa dalam waktu singkat telah berada di sini.."
Sunio mendengus dingin, lalu menukas: "Pat lo mendapat perintah untuk
mengorek-keterangan dari mulutmu, mereka hendak mencari tahu siapa
saja yang turut berkomplot dalam penghianatan ini dan siapa otaknya,
tapi mereka juga tahu, walaupun disiksa dengan alat apapun mustahil
kau bersedia menjawab maka..."
Khong It hong memang termasuk seorang tokoh dalam bukit tersebut,
tentu saja ia cukup memahami seluk beluk ditempat itu, maka setelah
mendengar perkataan tersebut, ia lantas menduga akan suatu
ketnungkinan, buru buru sambungnya:
"Apakah mereka telah mencampuri sayur dan arak itu dengan Wang yu
cau (rumput pelupa kemurungan)?"
Pelan-pelan Su nio mengangguk, "Ehmmm, ternyata kau masih cukup
pintar" katanya, "Betul, mereka memang telah pergunakan rumput
pelupa kemurungan !" Paras muka Khong It bong berubah sangat hebat, sumpahnya
kemudian. "Perempuan keparat, anjing laknat, kau benar benar keji, semoga kau
mampus disambar geledek !" Su nio mengerling sekejap kearahnya, lalu berkata. Sebenarnya aku
tak tahu akan persoalan ini ."Su kim?" si budak
itulah yang secara diam-diam memberitahukan kepadaku, dalam
cemasku, segera kubakar loteng Siau thian lo untuk memancing
harimau turun gunung..." Belum habis dia berkata, dengan penuh rasa berterima kasih Khong lt
hong telah memegang bahu Su nio seraya berkata:
"Su nio, aku tak tahu mesti mengucapkan perkataan apa untuk
menyatakan rasa terima kasihku kepadamu!"
Su nio tertawa. "Masih diperlukankah perkataan seperti itu bagi kita
berdua?" Khong lt hong tertawa getir. "Su nio ... Su nio, aku . .. aku
..." "Sekarang, ke delapan orang tua bangka itu pasti sudah
menyadari bahwa mereka terkena siasat memancing harimau turun
gunung." tukas Su-nio "dan sekarang merekapun mengetahui kalau
engkau telah kabur, penggeledahan pasti dilakukan secara besarbesaran,
hayo kabur dulu paling penting"
Khong lt hong mengalihkan sorot matanya memandang sekejap keluar
gua, lalu berkata: "Su nio, coba lihat, lampu emas dalam istana telah dipasang, segenap
anggota bukit telah bergerak mencari jejak kita, tempat ini merupakan
sebuah jalan buntu, mana mungkin kita bisa kabur lewat tempat ini ?"
Sunio sedikitpun tidak menjadi gugup, sahut nya: "Siapa yang
mengatakan kalau jalan ini adalah sebuah jalan yang
buntu." Khong lthong menjadi tertegun. "Bukankah tempat ini
merupakan gua Sam seng tong gua yang
terletak di belakang bukit?" serunya. Su nio manggut-manggut. "Betul,
tempat ini adalah gua Sam seng tong!" "Dari ketiga buah gua tersebut,
hanya satu diantaranya merupakan pintu masuk menuju keruang gua, bukankah tempat ini
merupakan sebuah jalan buntu ?"
"Kalau tempat ini merupakan sebuah jalan buntu, mengapa aku bisa
membawamu kemari ?" Mendengar perkataan itu, Khong It-hong baru menjadi mengerti,
dengan girang segera serunya: "Su nio, apakah didalam gua ini terdapat sebuah jalan rahasia ?" Su
nio segera tertawa terbahak-bahak. "Haaah... haaa... haaahh...
walaupun kepandaian silatmu sudah punah, tampaknya kecerdasan otakmu masih tetap utuh, siapa bilang
bukan...?" Tapi dengan cepat Khong It-hong mengerutkan dahinya
kencang-kencang, lalu berkata: "Kalau toh ditempat ini terdapat sebuah jalan rahasia yang lain, kenapa
aku bisa tidak tahu ?" Su-nio mengerling sekejap kearah Khong It hong, lalu mendengus,
ujarnya: "Bocah bodoh, kau anggap si setan tua itu benar-benar menganggap
dirimu sebagai orang kepercayaannya " Hmmm...!"
Merah padam selembar wajah Khong It-hong karena jengah, setelah
tertegun sesaat, sahutnya: "Yaa, aku memang bukan !" Kemudian setelah berhenti sejenak, dia
melanjutkan dengan nada yang penuh kegusaran: "Aku benar-benar amat mendendam !"
"Mendendam " Apa yang kau dendamkan ?" Su nio pura-pura
bertanya seperti tidak mengerti. "Aku benci kepada orang yang secara
diam-diam mengobrak abrik rencana besarku itu, coba kalau bukan dia, delapan sampai
sepuluh hari lagi, Bukit Pemakan Manusia ini sudah menjadi harta
kekayaan keluarga Khong It hong, tapi sekarang.."
Diam-diam Su-nio terperanjat juga setelah mendengar perkataan itu,
serunya kembali: "Oooh. . . rupanya kau telah menetapkan hari untuk melakukan
pemberontakan ?" Dengan pandangan tersipu-sipu Khong It hong memandang sekejap
kearah Su-nio kemudian sahutnya. "Jangan salahkan diriku mengapa tidak memberitahukan soal ini
kepadamu sebab aku kuatir kalau sampai terjadi suatu perubahan
mendadak yang sama sekali tak terduga..."
Su nio tertawa hambar. "Untung saja kau tidak memberitahukan
persoalan ini kepadaku!" katanya kemudian. "Oooh... Su nio, kau marah kepadaku?" sekali lagi
Su nio tertawa. "Coba lihat, entah kau bawa sampai kemana jalan
pemikiranmu itu...?" Rupanya Khong It hong masih juga belum mengerti, kembali dia
bertanya: "Lantas apa maksudmu mengucapkan kata-kata tersebut?"
Su-nio tertawa terbahak bahak. "Haaahh . haaahhh . . . haaahhh . ..
bila kau memberitahukan hal itu kepadaku, dan saat serta duduknya persoalan kau terangkan
kepadaku, bila sampai terjadi kebocoran rahasia seperti sekarang ini
hingga menyebabkan rencanamu gagal total, siapa tahu kalau kau
lantas menuduh akulah yang telah membocorkan rahasia ini!"
Dengan cepat Khong It hong menggelengkan kepalanya berulang kali,
sambil membelai tengkuk Su nio yang halus, dia berkata:
"Kau semakin berkata demikian, hatiku merasa semakin tidak tenteram,
Su nio, aku tahu kau sangat baik kepadaku, kalau cuma masalah itu
mah dikemudian hari masih banyak kesempatan untuk mengejarnya
kembali, aku Khong It-hong pasti akan membalas !"
"Apa sih kau aku, kamu aku melulu" Memangnya kita berdua masih
akan berpisah lagi ?" bisik Su-nio sambil mengerling sekejap kearah nya
dengan genit. Khong It-hong memeluk tubuh Su-nio kencang-kencang, sampai lama
sekali ia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Sementara itu, Sik Phu yang berada didalam gua telah dibuat gugup
setengah mati. Su nio telah menerangkan dengan jelas kalau didalam gua tersebut
terdapat sebuah jalan rahasia, dan sekarangpun dia bisa
menyembunyikan badan dengan meminjam kegelapan malam, namun
sebentar lagi pasti tak bisa menyembunyikan diri lebih jauh.
Kini Sunio maupun Khong It hong berada didepan gua semua, mustahil
dia dapat meninggalkan tempat itu secara diam diam, dalam keadaan
demikian, dia hanya bisa merasa amat gelisah, tanpa terasa hatinya
menjadi gemas sekali terhadap sang tetamu yang mengundang
kedatangannya kutempat itu semalam.
Dalam pada itu, Khong It-hong dan Su nio telah saling mengendorkan
pelukannya masing masing, dan kedua orang itupun mulai berpisah satu
dengan lainnya. Tiba-tiba Khong It hong berseru: "Aneh, peristiwa ini benar-benar aneh
!" Tentu saja Su nio dapat menebak persoalan apakah itu, tapi ia
berpura-pura bertanya juga: "Apa yang kau herankan ?" "Semua perbuatan dan rencanaku ini
kulakukan dengan amat rahasia sekali, darimana budak Kim bisa mengetahui akan semua
rahasia besarku itu ?" Sejak semula Sunio telah mempersiapkan jawabannya, sambil tertawa
dia lantas menyahut: "Kalau dibilang kau pintar, ternyata ada kala nya kau menjadi bodohnya
setengah mati!" Khong It hong menggelengkan kepalanya berulang kali. "Aku tidak
puas bila kau berkata begitu." Sekali lagi Su nio tertawa, katanya:
"Aku ingin bertanya kepadamu, ketika kau pulang kebukit kali ini, bagaimanakah sikap
budak Kim terhadap dirimu ?" Tanpa berpikir Khong It hong segera menyahut: "Sikapnya sama
sekali berbeda dengan sikapnya dihari-hari
biasanya, bila dibayangkan memang aneh sekali"
Su nio segera tertawa cekikikan. "Apanya yang aneh" Aku juga seorang
perempuan, aku cukup mengetahui perasaan seorang wanita, aku masih
ingat sekali pada suatu malam lima tahun berselang, begitu aku bersua
denganmu, bukankah..." - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
Jilid 13 "OOOOH.... APAKAH Budak Kim berbuat demikian lantaran
manusia yang bernama Sun Tiong lo itu ?" Su-nio segera menowel
sebentar jidat Khong It-hong, lalu sahutnya: "Buat apa mesti dipikirkan lagi, orang bodoh ?" Dengan
kening berkerut Khong It-hong segera berseru dengan
suara yang mendendam: "Hmmm, suatu hari, cepat atau lambat kalian
berdua pasti akan terjatuh ke tanganku !" "Tunggu sebertar" tukas Su nio dengan wajah
serius, "kita harus bicarakan persoalan ini baik-baik." "Apakah kau tidak perbolehkan aku
bersumpah untuk membalas dendam sakit hati ini ?" tukas Khong It hong lagi. Su nio segera
mendengus dingin. "Hmmm .. . dendam sakit hati apa sih yang hendak
kau balas ?" tegurnya cepat. "Tentu saja ada dendam yang harus dibalas budak Kim
... " Belum lagi ucapan tersebut selesai diucapkan, kembali Sa nio
telah menukas: Memang, percintaan antara lelaki dan perempuan tak
mungkin bisa dipaksakan, Budak Kim tidak bersalah dia tidak
mencintaimu tentu saja kau mencintainya juga bukan suatu dosa atau kesalahan,
cuma saja ..." "Cuma saja kenapa ?" tanya Khong It hong dengan perasaan
mendendam. Dengan nada berat Su nio berkata: "Cuma, benarkah kau sungguh
sungguh mencintainya ?" Khong It hong menundukkan kepalanya
rendah-rendah. "Persoalannya sekarang bukan masalah aku
sungguh-sungguh mencintainya atau tidak ..." "Dalam pandanganmu, mungkin hal ini
betul, tapi bagi seorang nona yang berkedudukan tinggi, cinta atau tidak merupakan suatu


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masalah yang paling besar" seru Su nio dengan gusar, "kau bukan
seorang yang serius dalam bercinta, selanjutnya lebih baik jangan kau
bicara tentang persoalan ini !"
Menyaksikan suasana sangat tidak menguntungkan, cepat-cepat Khong
lthong mengalihkan pokok pembicaraannya kesoal lain, dia berkata:
"Baik, tidak dibicarakan yaa tidak dibicarakan, apalagi diperbincangkan
pada saat ini pun hanya akan mendatangkan kemurungan belaka, cuma
aku masih saja tidak habis mengerti sekalipun budak Kim berubah hati
terhadap diriku, mustahil dia dapat mengetahui rahasiaku itu!"
Paras muka Su nio turut berubah, katanya kemudian sambil tertawa
lebar: "Kau memang bodoh, dengan mengandalkan kemampuan budak Kim,
tentu saja mustahil bagi nya dapat menemukan rahasiamu itu!"
"Kalau begitu, urusannya menjadi semakin mengherankan kecuali dia
seorang ... " "Menurut dugaanku, penyakit ini pasti timbul dari usahamu mencuri
lencana Bong hu kiu ciat tersebut !"
"Aaah... hal ini mana mungkin bisa terjadi ?" Khong It hong masih tetap
tidak habis mengerti, "lencana ini sudah kucuri pada beberapa bulan
berselang..." Dengan suara dingin Sunio segera berseru: "Sebelum turun gunung
tempo hari, tua bangka itu telah berkunjung ke loteng Hian ki lo terseout..." "Haaah " jangan-jangan
setan tua itu yang menemukan rahasia
ini.... ?" seru Khong It hong sambil menjerit kaget. Kembali Su nio
mendengus dingin. "Hmm, betul atau bukan, aku tak berani
mengatakannya dengan pasti, tapi yang pasti sepeninggal setan tua itu dari loteng Hian ki- loo,
paras mukanya kelihatan menakutkan sekali, dengan gusar dia pergi
mencari budak Kim, kemudian ketika budak Kim menghantar setan tua
itu meninggalkan bukit, sebelum berangkat setan tua itu mengucapkan
pula sesuatu kepada dirinya. Kuserahkan persoalan itu kepadamu, tapi
harus berhati-hati, jangan sampai menggebuk rumput mengejutkan
ular..." Belum habis ucapan tersebut diutarakan, Khong It hong telah
menyambung lebih lanjut: "Kalau begitu, tak bakal salah lagi, sudah pasti si setan tua itulah yang
telah menemukan kejadian tersebut!"
Su nio mengerling sekejap kearahnya, lalu berkata: "Untung saja
semua persoalan telah beres, asal..." "Sudah lewat?" Khong It hong
menyeringai seram, "aku rasa belum tentu demikian !" "Sekarang, kepandaian ilmu silatmu telah
punah, bila kita berhasil melarikan diri dari bukit ini, dengan mutiara dan intan permata
yang kumiliki, kita dapat mencari suatu tempat yang indah
pemandangan alamnya dan melewatkan sisa hidup kita disana."
"Su-nio, apakah kau mempunyai rencana untuk berbuat begitu?" ucap
Khong It hong sambil mengerling sekejap kearah Su nio.
"Demi kau, aku rela meninggalkan tempat ini dan meninggalkan
segala-galanya, masa aku masih mempunyai pikiran bercabang ?"
Khong It hon tertawa getir, katanya: "Su nio, kau telah salah
paham, aku bukan maksudkan kau masih
mempunyai maksud serta tujuan lain". "Lantas kau masih mempunyai
urusan apa lagi?" dengan keheranan Su nio bertanya: Khong Ithong menggelengkan kepalanya
berulang kali, "Terus terang kukatakan Su nio, setelah kepandaian
silatku punah sekarang, sesungguhnya merupakan suatu hal yang diluar dugaan
bagiku karena Su nio masih bersedia menemani aku dan mencari suatu
tempat yang berpemandangan indah untuk hidup tenteram sampai tua,
sudah barang temu akupun tidak mengharapkan yang lain...."
"Apakah masih ada masalah lainnya?" Su nio kembali mengerdipkan
matanya berulang kali. Sekali lagi Khong It hong tertawa getir. "Su nio, kau lupa masih ada
sekelompok manusia lain..." "Sekelompok manusia lain" siapakah
dia?" tanya Sunio dengan kening berkerut. Khong It hong menghela napas panjang. "Aaai,
maksudku orang orang yang telah berunding denganku
untuk bersama sama menyerang bukit ini ?" "Kenapa dengan mereka?"
Khong It hong menggelengkan kepalanya berulang kali. "Mereka tak
akan melepaskan aku dengan begitu saja,
seandainya kepandaian silat yang aku miliki masih utuh,
mungkin saja mereka masih agak takut kepadaku, tapi kini, kepandaianku telah
punah, aku kuatir..." Sunio segera tertawa, tukasnya: "Aku mengira ada persoalan apa,
rupanya cuma masalah ini saja, kau tidak usah kuatir, tempat yang akan kita tuju amat rahasia sekali
letaknya, bahwa si setan tua pun tak akan berhasil untuk
menemukannya, apa lagi hanya teman teman bangsa serigala dan sobat
anjing mu itu!" "Khong It-hong mengerutkan keningnya itu kencang kencang. "Aku
kuatir baru saja kita keluar gunung, jejak kita sudah
ketahuan dan tertangkap oleh mereka?" Su nio segera mendengus
dingin. "Hmm, kecuali mereka sedang mimpi di siang hari bolong!" "Su
nio, kau tidak tahu, cara kerja mereka." Untuk kesekian kalinya Su nio
mendengus dingin, tukasnya: "Cukup, cukup, kujamin siapapun tidak
akan berhasil menyusul kita, nah waktu sudah siang, kita harus cepat cepat pergi meninggalkan
tempat ini...." Dengan perasaan apa boleh buat Khong Ithong mengangguk. "Baik,
aku hanya berharap semoga kita bisa meninggal tempat ini
dengan selamat!" Su nio tidak mnmperdulikan dirinya lagi, dia
membalikkan badan dan berjalan menuju ke dalam gua. Sik Phu yang bersembunyi di dalam
gua merasakan jantungnya bagaikan mau melompat keluar lewat tenggorokannya saja, pelbagai
ingatan segera berkecamuk dalam benaknya, dia berusaha keras untuk
menemukan suatu cara yang terbaik untuk menanggulangi kejadian itu.
-ooo0dw0ooDalam pada itu, ruang See sian di dalam istana Pat tet sinkiong
telah berlangsung suatu kejadian aneh. Pat-tek-pat-Io bernama anak
buahnya pada tergeletak semua dalam keadaan tak sadar. Delapan orang kakek itu ada lima orang di
antaranya tertidur diatas meja, sedang tiga orang lainnya tergeletak ditanah. Sementara
para anggota perguruan yang melayani mereka
terkapar malang melintang di sana sini. Pada saat itulah, sesosok
bayangan manusia melayang masuk kedalam ruangan See-sian tersebut. Orang itu berbaju merah dengan
kain kerudung muka berwarna merah pula. Orang berkerudung merah itu agaknya seperti hapal sekali
dengan keadaan didalam ruangan See sian tersebut, setelah mencapai
permukaan tanah, sorot matanya segera memandang sekeliling ruangan
itu, kemudian sambil tertawa geli melangkah keluar dari sana.
Menyusul kemudian sambil menggelengkan kepalanya orang berbaju
merah itu bergumam. "Sungguh tak kusangka kalau cara semacam inilah yang dia
pergunakan..." Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan: "Aku harus menyusul
kesana untuk melihat keadaan yang sebenarnya telah terjadi !" Selesai bergumam, orang itu melejit ke
udara dan meluncur pergi meninggalkan tempat itu. Belum lama orang berkerudung merah itu
pergi, kembali ada dua sosok bayangan manusia melayang masuk kedalam ruangan
itu. Peristiwa ini bukan suatu kebetulan melainkan seluruh istana Pattek-
pat-lo, kecuali ruangan See sian tersebut, hampir semuanya berada
dalam kegelapan yang mencekam. Dua orang yang barusan tiba itu adala Sun Tiong lo serta saudaranya
Bau-ji. Begitu melayang turun keatas permukaan tanah, Bauji segera berkata:
"Diakah orang berbaju merah itu ?" "Tak bakal salah." jawab Sun
Tiong lo sambil tertawa, "bukankah
toako telah melihat jelas, dia telah menunggu di luar ruangan sampai
sampai Kong It hong telah ditolong oleh nona tersebut, ia baru masuk
kedalam ruangan?" Bau ji menggelengkan kepala berulangkali lalu bergumam: "Suatu
kejadian yang benar-benar aneh, sebetulnya permainan
setan apakah yang sedang mereka persiapkan?" Sun Tiong to segera
tertawa. "Yang aneh tampaknya sebenarnya tak aneh siapa suka
keanehan dia tentu akan mengalami kegagalan" Sesudah berhenti
sejenak, dia melanjutkan: "Toako, aku harus pergi jumpai Sik Phu!"
"Ehm, tempat ini bukan tempat yaug aman bila toako merasa
banyak persoalan yang tak kau pahami, mari ikut aku saja meninggalkan
tempat ini" Bau ji manggut manggut. "Tampaknya sebelum jite menyaksikan kau
pergi, hatimu tak akan merasa lega" Selesai berkata, menantikan Sun Tiong lo berkata
lagi, dia lantas pergi meninggakan tempat itu. Sepeninggal Bau-ji, Sun Tiong lo siap siap akan meninggalkan pula
tempat itu, mendadak ia seperti menangkap sesuatu, sambil
memejamkan mata ia termenung dan berpikir sejenak kemudian
dengan penuh keraguan dia menyelinap pula ke tempat kegelapan
Baru saja ia berlalu, di tengah ruangan See sian telah bertambah lagi
dengan seorang kakek yang tinggi kekar.
Kakek itu mengenakan jubah panjang berwarna abu-abu, jenggotnya
masih berwarna hitam, alisnya hitam lebat dengan mata besar, hidung
mancung, bibir lebar, sepasang matanya memancarkan sinar tajam yang
menggidikkan hati Ketika menyaksikan situasi dalam ruangan itu, kakek tersebut segera
mendengus dingin. Setelah berpikir sejenak, dia membalikkan badan siap berlalu dari
tempat itu. Mendadak disisi telinganya berkumandang teguran
seseorang: "Apakah kau adalah Sancu dari bukit ini?" Ketika kakek itu
mendengar suara tersehut berasal dari dalam
ruangan, ia nampak agak terperanjat dengan cepat dia berpaling. Disisi
jendela ruangan lebih beberapa kaki dihadapannya, tahu
tahu telah muncul seorang manusia berbaju kuning yang berusia dua
puluh tiga, empat tahunan, badannya kelihatan tegap gagah.
Tapi sayang dia memiliki raut wajah yang cukup membuat orang
menghela napas panjang, wajah itu pucat menakutkan seakan-akan
baru saja sembuh dari suatu sakit yang parah.
Akan tetapi bila dilihat dari panca indera nya serta bentuk mukanya,
seharusnya dia terhitung seorang lelaki yang ganteng.
Orang itu memakai baju berwarna kuning dan kakek itu cukup
mengenalnya, oleh sebab itu dalam terkejutnya ia bertambah tercekat.
Akhirnya keningnya dikerutkan kencang-kencang.
"Harap kau menjawab pertanyaanku ini?" kembali pemuda tersebut
menegur dengan kening berkerut. Kakek itu tertawa. "Atas dasar apa kau memaksa lohu untuk
menjawab pertanyaanmu itu?" tegurnya, pemuda itu mendengus dingin. "Aku
mengandalkan keadaan yang ada didepan matamu
sekarang, cukup bukan?" Kakek itu terrawa dingin, setelah memandang
sekejap sikap tidur dari ke delapan orang kakek itu, dia berkata: "Aku rasa masih agak
selisih banyak !" "Oooh... rupanya kau bukan Sancu dari bukit ini !"
seru pemuda itu kemudian. Seraya berkata, orang muda itu segera membalikkan
tubuh dan beranjak pergi menuju ke pintu belakang yang ada dalam ruangan itu.
Mendadak kakek tersebut menyelinap ke depan dan tahu-tahu sudah
berdiri dihadapan anak muda itu, serunya dingin.
"Apakah kau ingin pergi dengan begitu saja?" Sikap pemuda itu amat
tenang sekali, sahut nya: "Kalau aku memang akan pergi dengan
begini saja, mau apa kau?" Tiba tiba tergerak hati kakek itu. "Perkataan belum lagi selesai
diucapkan, kau sudah berniat akan pergi meninggalkan tempat ini, apakah tindakanmu ini tidak kurang
hormat . . ?" Anak muda itu tersenyum. "Kalau toh kau bukan Sancu dari bukit ini,
apa pula yang mesti kuperbincangkan dengan mu?" "Andaikata lohu
adalah Sancu dari bukit ini?" Si anak muda itu segera tertawa hambar. Kalau cuma berbicara saja
tanpa bukti, apa pula artinya?" Kakek itu segera tertawa seram.
"Wah... kalau memang begitu, sukar untuk dikatakan lagi, toh
mustahil lohu harus menggotong bukit ini untuk membuktikan bahwa
bukit ini milik lohu dan lohulah sancu tempat ini."
"Hmm, jika kau sanggup menggotong bukit ini silahkan menggotongnya
sendiri, itu mah bukan urusanku." kata orang muda itu dingin.
Kakek tersebut segera berkerut kening. "Apa yang kau inginkan baru
percaya bila lohulah Sancu dari bukit ini ... ?" serunya. "Gampang sekali, panggil orang kemari, asal
ditemukan denganmu kan semuanya akan menjadi beres !" Kakek itu lantas
mengangguk. "Bagus, memang suatu cara yang bagus sekali, masih
ada yang lain ?" Pemuda itu segera menggeleng. "Selain itu, aku rasa tak mungkin
ada cara yang lain !" Kakek itu memandang sekejap ke arah sang
pemuda, lalu katanya lagi: "Ada, lohu tahu masih ada sebuah cara lagi yang lebih
baik lagi!" Pemuda itu hanya melirik sekejap kearah kakek itu,
kemudian mendengus dingin dan tidak berbicara lagi. Diam-diam terkesiap juga
kakek itu, namun ia tetap berkata lebih
lanjut: "Asal lohu berhasil membekuk batang lehermu,
masa..." "Jangan omong besar dulu" tukas pemuda itu, "sebeIum sesumbar,
bekuklah aku lebih dulu, tentu saja bila kau mampu untuk
melakukannya!" Sebenarnya kakek itu amat gusar, siapa tahu, sekarang dia malah
tertawa terbahak-bahak. Selesai tertawa, kakek itu lantas bergumam Seoiang diri:
"Benar-benar menarik sekali, tak nyana kalau pemuda pemuda
yang jarang ditemui dalam dunia persilatan ternyata telah berkumpul
semua diatas Bukit pemakan manusiaku yang kecil ini, rasanya tiada
jalan lain bagiku kecuali mencoba sampai dimanakah kelihayanmu itu!"
seraya berkata, dengan langkah lebar dia lantas berjalan menghampiri
sianak muda itu. Menghadapi ancaman yang mendekat sianak muda itu sama sekali tak
berkutik, lengannya pun tidak di goyangkan malah menggubrispun tidak.
. . Sebenarnya sejak semula kakek itu sudah tidak tenang, apalagi setelah
menyaksikan sikap lawannya yang begitu tenang, hatinya makin
kebat-kebit tak karuan, namun sulit baginya untuk menarik kembali


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tindakannya itu, terpaksa dia melanjutkan langkahnya maju ke depan.
Sesungguhnya kedua belah pihak hanya berseIisih satu kaki saja,
dengan melangkah tiga tindak ke depan, maka jarak merekapun tinggal
empat depa saja. Namun sianak muda itu masih tetap tenang saja seakan-akan tidak
melihat sesuatu apapun, ia tetap berdiri sekokoh bukit karang.
Sebaliknya sikakek itu justru yang berhenti, hatinya kebat kebit tak
karuan. Dalam waktu singkat, suasana disekeliling tempat itu menjadi hening,
ketegangan serasa menyelimuti seluruh tempat tersebut.
Kakek itu mendengus dingin, pelan-pelan telapak tangan kanannya
diayunkan ke tengah udara. Siapa tahu si anak muda itu masih tetap berdiri tak berkutik ditempat
semula, ia tidak menggubris datangnya ancaman tersebut, bahkan
memandang musuhnya pun tidak. Akhirnya kakek itu tak kuasa untuk menahan diri lagi, segera bentaknya
dengan suara dalam: "Bocah keparat, kau betul betul amat takabur, lohu tak percaya kalau
kau sanggup menghindarkan diri dari ancamanku ini!"
Seraya berkata, telapak tangannya segera diayunkan ke bawah, meski
serangan tersebut tidak menimbulkan suara apa-apa, namun
kedahsyatannya benar-benar mengerikan.
Sianak muda itu belum juga bergerak dari tempatnya, cuma telapak
tangan kanannya telah diangkat keudara waktu itu, kemudian dikibaskan
pelan kedepan. Serentetan suara ledakan yang menggelegar memekakkan telinga segera
bergema memecahkan keheningan, bangunan See sian yang terbuat dari
kayu itu tak tahan menghadapi gempuran dahsyat tersebut.
Rupanya didalam melepaskan serangannya kali ini, sikakek tersebut
telah menggunakan ilmu pukulan Cui sim bu im ciang (ilmu pukulan
tanpa bayangan peremuk hati) yang disaluri dengan tenaga dalam
sebesar tujuh bagian, walaupun ia sudah melihat kalau pemuda ini
bukan orang sembarangan namun dalam anggapannya mustahil sianak
muda itu berani menyambutnya dengan kekerasan.
Siapa tahu peristiwa yang kemudian terjadi sama sekali diluar
dugaannya, bukan saja si anak muda itu tidak berkelit, malahan ia
menggunakan sebuah telapak tangan kanannya yang tampak amat
bersahaja itu untuk menyambut datangnya ancaman dari kakek
tersebut. Begitu sepasang telapak tangan mereka saling bertemu, angin puyuh
segera menderu-deru, diantara suara yang menggelegar keras, jendela
Hi wong" yang terbuat dari bahan kayu itu bergetar keras, menyusul
kemudian atap atap berguguran keatas tanah.
- ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
BAB TUJUH BELAS AKIBAT dari bentrokan kekerasan itu, si kakek terdorong mundur sejauh
dua langkah lebih, sedangkan pemuda itu hanya sedikit menggeserkan
kaki kanannya saja. Hanya dalam satu gebrakan saja agakkya siapa tangguh siapa lemah
sudah dapat dibedakan, paras muka kakek itu kontan saja berubah
hebat. Padahal sekalipun kakek itu kena dipukul mundur sejauh dua langkah,
ia bukan berubah wajah lantaran persoalan ini.
Yang membuat wajahnya berubah hebat, sesungguhnya adalah suatu
kejadian yang lain. Tadi, didalam gusar dan mendongkolnya, ia lancarkan serangan dengan
sertakan tenaga sebesar tujuh bagian, dalam anggapannya sianak muda
itu pasti akan menghindarkan diri, maka ia tidak mempersoalkan
kedelapan orang kakek yang tergeletak tak sadarkan diri didalam
ruangan. Tapi, menanti si anak muda itu bukan cuma tidak berkelit saja,
sebaliknya malah menyongsong datangnya ancaman tersebut dengan
kekerasan, kakek itu baru teringat kembali dengan anak buahnya yang
tergeletak tak sadar dalam ruangan, ia tahu mereka pasti akan
terpengaruh oleh gelombang tenaga pukulan yang terpancar
kemana-mana. Sementara ingatan tersebut baru saja melintas lewat, sepasang telapak
tangan mereka berdua telah saling membentur hingga menimbulkan
suara ledakan yang memekakkan telinga.
Tak terlukiskan rasa terkejut kakek itu, dalam keadaan tenaga yang saling
membentur seperti ini, tenaga pusaran angin berpusing yang timbul
akibat bentrokan tersebut sanggup untuk menghancurkan batu cadas,
apalagi manusia dalam keadaan tak sadar, dalam anggapannya kali ini para anak buahnya itu pasti akan
mengalami musibah. Siapa tahu, ternyata pemuda itu sudah melakukan persiapan
sebelumnya, begitu kebebasan tangannya diiancarkan, bukan cuma si
kakek itu saja yang tergetar mundur, bahkan ia berhasil pula
melambungkan tenaga pusaran angin berpusing itu hingga meluncur ke
tengah udara dan tak sampai melukai orang disekitarnya.
Kesempurnaan tenaga dalam serta kelihayan ilmu silat yang dimiliki si
anak muda itulah yang menyebabkan paras muka kakek itu berubah
hebat. Setelah alisnya berkenyit dan sorot matanya memancarkan sinar tajam,
telapak tangan kanannya sekali lagi diayunkan ketengah udara.
Pemuda berbaju kuning itupun berkerut kening, dari balik matanya
memancar sinar tajam. Mendadak kakek itu memandang kearah delapan orang kakek yang
tergeletak ditanah, pelan-pelan ia menarik kembali tenaga dalamnya,
lalu berkata: "Orang muda, bagaimana kalau kita melanjutkan pembicaraan diluar
ruangan?" Diatas wajah sang pemuda bertaju kuning yang pucat dan hambar itu,
segera tersungging sekulum senyuman, sahutnya:
"Apakah Sancu tidak akan menggubris ke delapan orang kakek serta
orang orang itu?" "Orang muda, mengapa secara tiba tiba kau merubah parjggilanmu?"
tegur sang kakek dengan kening berkerut.
"Hmm, secara sungkan kau memanggilku sebagai orang muda, tentu
saja aku akan membalas dengan cara yang sama." sahut pemuda
berbaju kuning itu angkuh. "ltu tak sama, kau menyebutku Sancu !"
"Apakah Sancu hendak menyangkal." Kakek itu segera tertawa.
"Tadi, ketika aku mengakui diriku sebagai Sancu, kau tidak
mempercayainya, kini kenyataannya belum berubah, mengapa kau
sebut diriku sebagai Sancu" Harap kau sudi memberi penjelasan ?"
"Bila kau bukan Sancu asli, ketika kulepaskan pukulan untuk
menyambut seranganmu itu, tak nanti sorot matamu dialihkan ke wajah
Pat lo dengan wajah menyesal, lebih lebih tak mungkin memperlihatkan
rasa kaget lalu girang setelah menyaksikan tenaga berpusing itu
melambung ke udara." "Barusan, tampaknya kau sudah tak tahan untuk melancarkan serangan
lagi, namun setelah sorot matanya di alihkan ke wajah Patlo, niat itu
kembali diurungkan, malah kau lantas mengajakku untuk berunding
diluar ruangan saja." Kakek itu segera tertawa terbahak-bahak katanya: "Anak muda, kau
benar benar mengagumi dirimu !" Setelah berhenti sejenak, sikapnya
berubah menjadi amat bersungguh-sungguh, sahutnya: "Anak muda, ke delapan orang kakek
dan ke empat orang pembantuku ini telah menyaIahi apa kepadamu" Aku bersedia
memintakan maaf kepadamu asal kau bersedia menerangkan sebab
musababnya". "Sancu salah pahan !" tukas pemuda berbaju kuning itu dengan suara
dingin. "Oooh, apakah bukan hasil karyamu. .. ?" Sekali lagi pemuda berbaju
kucing itu menukas: "Justeru karena bukan perbuatanku maka aku
baru menunggu kedatangan Sancu disini !" Mendengar perkataan itu,
Sancu segera tersenyum. "Sobat muda, darimana kau bisa tahu kalau aku bakal datang kemari?"
tegurnya. "Sewaktu datang kemari tadi, apakah kau ber jalanan sebelah kanan
dekat belakang bukit situ ?" Paras muka Sancu segera berubah menjadi kaget bercampur girang,
serunya: "Sobat muda, rupanya kau masih punya teman." Pemuda berbaju
kuning itu mendengus dingin. "Hm, Sancu, aku
selalu pergi datang sendiri." Setelah berhenti sejenak, kembali dia
melanjutkan: "Entah Sancu mau percaya atau tidak, seratus kaki
disekeliling tempat ini dapat kudengar dengan jelas, sekalipun ada daun yang
rontok atau ular yang berjalan, jangan harap bisa mengelabuhi
sepasang telingaku, oleh sebab itu aku tahu kalau Sancu..."
Sancu tidak percaya, dengan cepat dia menimbrung. "Jadi kalau
begitu, sobat muda boleh dianggap sebagai jago
nomor satu di dunia ini !" Sekali lagi pemuda berbaju kuning itu
mendengus dingin. "Nomor satu atau nomor dua tak cuma angka
belaka, itu mah tak terhitung seberapa, tak ada salahnya pula bila Sancu menganggap
diriku cuma omong kosong belaka."
Merah padam selembar wajah Sancu, cepat-cepat serunya: "Sobat
muda, harap kau jangan salah paham, aku...." "Demi menjaga
keselamatannya Pat lo agar jangan sampai
terjadi hal hal yang tidak diinginkan diam diam aku telah berada di sini
untuk melakukan perlindungan" tukas pemuda berbaju kuning dingin,
"Sekarang, Sancu telah munculkan diri berarti tugasku telah selesai
sampai jumpa lain kesempatan, aku ingin mohon diri lebih dulu"
Dan selesai berkata, dia lantas membalikkan badannya dan berlalu dari
tempat itu. Cepat cepat Sancu menghalangi jalan pergi nya sambil berseru:
"Sahabat muda, harap berhenti sebentar" "Sancu masih ada urusan
apa lagi?" tanya pemuda berbaju
kuning itu sambil menatap lawannya lekat-lekat. Dengan menuding ke
arah Pat lo yang tergeletak tak sadarkan
diri, Sancu berkata: "Apakah yang terjadi sebenarnya di tempat ini"
Bersediakah kau untuk memberi petunjuk?" "Boleh, Jika Sancu bertanya langsung pada
nona Siu, maka semuanya akan menjadi jelas." Mendengar perkataan itu, mencorong
sinar mata yang amat tajam dari balik mata Sancu serunya mendadak: "Sobat muda,
darimana kau bisa tahu kalau di dalam istana kami
terdapat seorang nona yang bernama Siu?" Pemuda berbaju kuning itu
mendengus acuh. "Hmm, ada orang yang memanggilnya dengan
sebutan tersebut." katanya. "Siapa?" desak Sancu dengan suara dalam. Pemuda berbaju
kuning itu memandang sekejap wajah Sancu
dengan sikap serta nada yang dingin kemudian menjawab:
"Seharusnyakah Sancu mengajukan pertanyaan kepadaku
dengan sikap serta nada suara seperti itu?" Sancu berusaha keras untuk
menekan hawa yang membara dalam hatinya, lalu menjawab: "Sobat muda, maaf kalau aku bersikap
kasar, tolong tanya siapakah yang telah..." "Orang itu adalah Khong It hong" tukas pemuda itu, "bila Sancu tidak
berhasil menemukan kedua orang itu, silahkan kau sadarkan ke delapan
orang kakek ini, segala sesuatunya akan kau ketahui dengan jelas,
sebab Pat lo memang dirobohkan oleh nona Siu dengan sesuatu bahan
obat obatan !" Selesai berkata, pemuda berbaju kuning itu segera berkelebat lewat dari
hadapan Sancu itu. Tak sempat menghalangi perjalanannya, Sancu berkerut kening lalu
mendengus dengan wajah menyeringai.
Menyusul kemudian, ujung baju sebelah kiri nya segera dikebaskan
kedepan, serentetan cahaya tajam dengan cepat menerobos keluar lewat
daun jendela kemudian meledak, ditengah udara segera muncul
sembilan kuntum lentera berwarna merah.
Begitu lentera merah itu muncul di angkasa, dalam waktu singkat seluruh
Bukit pemakan manusia berubah terang benderang bermandikan cahaya
lampu. Dari setiap sudut tempat diseluruh bukit itu tampak bermunculan lentera
dan obor, dalam waktu singkat bukit itu berubah menjadi sebuah bukit
berlampu, menyusul kemudian segenap jago lihay disegenap bukit
bermunculan untuk melakukan penghadangan diseluruh bukit.
Sesaat kemudian, tampak sesosok bayangan manusia melayang masuk
ke dalam ruangan, kalau dilihat dari gerakan tubuhnya yang gesit serta
ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna, dapat diketahui bahwa
orang ini merupakan seorang jago lihay yang berilmu tinggi dari bukit
itu. Begitu muncul disebelah kiri Sancu yang ber jarak lebih kurang lima
depa, ia lantas memberi hormat sambil berkata:
"Sejak kapan Sancu pulang" Ada urusan besar apa sehingga
membunyikan sembilan lentera Kiu ciat teng?"
Waktu itu Sancu sedang membungkukan badan untuk mengobati kakek
Tiong, dengan cepat dia menukas: "Kwa jite, segera sampaikan perintah aku, untuk menjaga jalan keluar
yang ada dibukit ini, sebelum mendapat ijin langsung dariku" siapapun
dilarang meninggalkan bukit, siapa berani melanggar akan di jatuni
hukum mati!". "Apakah termasuk nona dan Khong It-hong?" tanya jago lihai she Kwa
itu kemudian. "Ya, setiap orang terkena larangan ini, termasuk juga nona Su itu!"
jawab Sancu dengan suara dalam. Mendengar perkataan itu, jago lihay she Kwa itu menjadi tertegun,
namun ia tidak banyak bertanya lagi, dengan cepat dia mohon diri.
Begitu Pat lo telah sadar kembali, mereka pun segera membeberkan
semua kejadian kepadamu Sancu ... - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** Su nio dan Khong It hong itu telah membalikkan
badan berjalan masuk kedalam gua hal mana amat menggelisahkan Sik Phu. Sekarang
situasi sudah bertambah gawat, Sik Phu harus segera
mengambil keputusan. Dia tak ingin bermusuhan dengan Khong It tiong
serta Su nio dalam situasi dan keadaan seperti ini. Tapi andaikata jejaknya sampai
ketahuan, terpaksa ia menampilkan diri untuk melakukan perlawanan. Terbayang akan
pertarungan itu, perasaan Sik Phu yang gelisah
kembali berubah tenang. Jangankan kepandaian silat yang di miliki
Khong It hong sekarang sudah punah sehingga hanya Su nio seorang yang harus di
hadapi, sekalipun harus satu lawan dua, Sik Phu juga mempunyai
keyakinan penuh untuk membekuk orang itu.
Tapi yang menyulitkan adalah dengan begitu maka jejaknya dalam Bukit
Pemakan Manusia pasti akan dicurigai orang, kepandaian silat nya akan
di ketahui orang. BegituIah, sementara Sik Phu masih menanti perubahan situasi
selanjutnya, ternyata Su nio dan Khong It hong tidak melanjutkan
perjalanannya untuk masuk ke dalam gua itu, mereka berhenti setelah
tiba kurang lebih satu kaki dari Sik Phu.


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tampak Su nio menekan dinding batu itu dengan jari tangannya,
kemudian dan atas permukaan tanah segera muncul sebuah pintu
rahasia. Khong It hong dan Su nio segera masuk ke balik pintu rahasia itu dan
lenyap dari pandangan mata, sementara tempat yang terbuka tadi
segera menutup kembali secara otomatis dan balik seperti sedia kala,
sama sekali tidak ditemukan setitik celahpun.
Kejadian itu segera membuat Sik Phu menjadi tertegun. Tapi sesaat
kemudian, ia lantas tertawa: "Ternyata orang itu sengaja
mengundangku kemari untuk menyaksikan sunio dan Khong lt hong melarikan diri lewat tempat ini,
sekalian menunjukkan pula sebuah jalan rahasia kepadaku."
Pelan-pelan dia munculkan diri dari tempat persembunyiannya,
kemudian tangannya mulai meraba dinding batu dimana Su nio telah
merabanya tadi. Lebih kurang seperminuman teh kemudian tombol rahasia tersebut
berhasil juga ditemukan. Dengan cepat dia mempraktekannya, betul juga,
pintu rahasia itu segera terbuka, kemudian tak selang berapa saat
kemudian pin tu tadi menutup kembali secara otomatis.
Sik Phu menjadi amat girang, dengan ditemukannya jalan rahasia
tersebut tanpa sengaja, berarti dia telah menyiapkan sebuah jalan
mundur baginya seandainya tugas yang dilakukan kemudian hari
menjumpai kegagalan. Baru saja pintu itu menutup kembali, menda dak disisi telinganya
terdengar seorang berkata: "Sik tayhiap, Sancu telah kembali secara tiba-tiba, sekarang ia telah
mengetahui tentang kaburnya Khong It-hong serta si nona Siu, itu
berarti malam ini mungkin kita tak bisa berbincang-bincang lagi. e
sebab itu biar kupancing dulu kepergian nona Kim, kemudian segera
kau harus kembali keistana Sin kiong!"
Begitu mendengar suara tersebut, Sik Phu segera mengetahui siapa
orangnya, cepat tanyanya: "Sebenarnya siapakah kau, nona Kim.." Belum habis perkataan itu
diucapkan, suara tadi kembali telah
berkumandang: "Nona Kim telah pergi, kini Sancu berada di dalam
istana Sin kiong, saat ini semua lampu diseluruh bukit telah dipasang, perjalanan
lebih sukar ditempuh, bila Sik-tayhiap telah berhasil menemukan
jawaban yang tepat untuk San cu nanti, harap kau segera berangkat!"
Mendengar perkataan itu, Sik Phu menjadi terperanjat cepat- cepat dia
memeriksa keadaan diluar gua. Ternyata memang begitulah keadaannya, seluruh bukit telah berubah
menjadi terang benderang, jalan lewat juga seluruhnya tertutup.
Sik Phu segera termenung dan berpikir sejenak, sekulum senyum
senyum segera tersungging diujung bibirnya, mendadak ia menjejakan
kakinya ke tanah dan melompat keluar dari gua tersebut
Sementara itu, pada dua puluhan kaki diluar gua, tampak sesosok
bayangan kuning menampakkan diri dari tempat persembunyiannya,
penampilan tersebut segera memancing perhatian semua jago lihay yang
ada ditempat itu, bentakan keras bergema berulang kali, kemudian
tampak bayangan manusia bermunculan untuk mengejar bayangan
kuning tadi. Dengan terjadinya peristiwa ini, maka Sik-Phu dapat keluar dari gua
dengan aman, bahkan diapun ikut melakukan pengejaran .
Bayangan kuning tadi langsung meluncur menuju kearah istana Pat tek
sin kiong, sedang para pengejarnya turut mengikutinya dari belakang.
Waktu itu Sik Phu telah membaurkan diri dengan para pengejar itu,
ditambah ia memang orang sendiri, maka tiada orang yang memper
hatikan gerak geriknya itu. Entah apa tujuan bayangan kuning itu ketika hampir tiba di istana
Pat-tek-sin-kiong, mendadak ia berpekik nyaring, tubuhnya berputar
ditengah udara lalu melesat kesebelah kanan istana Sin- kiong.
Tempat itu terdapat sebuah empang, bukan saja sunyi juga jarang
didatangi orang. Mendadak bayangan kuning itu mengeluarkan ilmu meringankan tubuh
Leng-khong-siu tok (menyebrang dengan melayang diudara), lalu
sepepat kilat meluncur kedepan lebih cepat.
Metihat itu para pengejarnya menjadi semakin gelisah, dengan cepat
mereka kerahkan segenap kekuatannya untuk mengejar lebih cepat
lagi. Tetapi tenaga dalam yang dimiliki bayangan kuning itu terlampau lihay,
bukan saja ia sanggup melewati empang yang amat luas itu, bahkan
dengan tanpa berganti tenaga lagi, dalam sekejap mata telah lenyap
dari pandangan mata. Para pengejar itu segera terhenti setibanya ditepi empang, mereka
saling berpandangan dengan wajah tertegun, kaget dan membungkam,
kalau mereka disuruh melewati empang yang begini lumayan, orang
orang itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan mata terbelalak.
Sementara itu Sik Phu yang berada dibelakang mereka segera menegur
dengan suara keras: "Orang itu sudah kabur ke arah mana?" Mendengar teguran itu,
delapan orang jago lihay yang mengejar
bayangan kuning tadi segera berpaling, dengan cepat mereka dapat
melihat kalau orang itu adalah Sik Phu, tanpa terasa merah padam
wajah orang orang itu. Mereka semua cukup kenal dengan Sik Phu, juga tahu kalau Sik Phu
merupakan seorang petugas dari istana Pat tek pat lo, maka semua
orang lantas maju memberi hormat sambil mengisahkan kembali apa
yang mereka alami barusan. Padahal Sik Phn telah mengetahui segala sesuatunya, mendengar
laporan mereka, dia ha nya bisa tertawa geli dihati.
Menyusul kemudian dia lantas mengulapkan tangannya sembari
berkata: "Cepat lepaskan tanda bahaya, beritahukan kepada..." Belum selesai
dia berkata, tiba tiba dari be lakang tubuhnya lelah
berkumandang suara seruan nyaring "Tidak usah !" Mendengar
suaranya Sik Phu segera mengetahui siapa orangnya,
dengan sikap yang sangat menghormat ia
Bentrok Para Pendekar 2 Bentrok Para Pendekar 23
^