Bukit Pemakan Manusia 9

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bagian 9


encariku ?" "Tentu saja"
sahut siau hou, sayangnya suhu justru tidak
termakan oleh tipu muslihatnya itu" Ku Gwat cong segera tertawa.
"Tidak gampang bila ingin membuatku masuk perangkap !" "Aai . .
kesemuanya itu gara gara aku suka mencampuri urusan
orang sehingga akibatnya mesti menyulitkan orang lain, siau hou,
menurut pendapatmu mungkinkah orang-orang jahat itu tidak turun
tangan menganiaya Kwik Wangwee sekalian ?"
"Aku rasa ini tak mungkin" sahut Ku Gwat Cong. "hutang musti ditagih
kepada yang hutang, perselisihan harus diselesaikan pada orang yang
berselisih" "Jadi antara aku dengan mereka benar benar terikat oleh dendam
kesumat ?" Ku Gwat cong tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya balik
bertanya: "Siau liong, berapa umur mu tahun ini ?" "Enam belas tahun !"
"Ehmm .. . berarti masih ada setahun !" "Apanya yang masih ada
setahun?" tanya Sun Tiong lo dengan
perasaan tak habis mengerti. "Bukankah kita telah berjanji akan
berjumpa ditikungan belakang kuil Kwan tee hio pada bulan enam tanggal enam disaat kau genap
berumur tujuh belas tahun" Apakah kau sudah lupa ?"
"Lupa sih tidak, tapi sekarang . . ." Tidak menanti Sun Tiong lo
menyelesaikan kata-katanya, Ku Gwat cong telah menukas: "Sekarang tidak masuk hitungan, kau harus
kembali lagi ke sana, dan kita bersua kembali pada saat yang telah kita janjikan." "Tidak aku
tak mau kembali" kata Sun Tiong-lo sambil
menggelengkan kepalanya. "Siau liong-! ucap Ku Gwat cong dengan
suara dalam, "aku hendak memberitahukan satu hal kepadamu, ketahuilah bahwa kau
mempunyai suatu dendam kesumat yang tiada taranya yang mesti
dituntut balas, bila kau ingin membalas dendam maka kau harus
kembali dulu ke gedung keluarga Kwik"
"Aah... siapakah musuh besar yang telah membunuh keluargaku ?"
"Dengarkan bait baik, aku dan orang tuamu hanya kenal karena kita
sama-sama anggota dunia persilatan, sebetulnya aku hendak datang ke
sana untuk membantu ayahmu, sayang kedatanganku toh terlambat
juga. .." "Beritahu kepadaku, siapakah musuh besarmu itu ?" tukas Sun Tiong lo
cepat. "Mari kubawa kau kesana, lebih baik tidak usah banyak bertanya lebih
dahulu" Tiba tiba Sun Tiong lo bangkit berdiri, lalu, berseru: Ku Gwat cang
pun berpaling kearah Siau hou, sambil berkata. "Siau hou, kaupun
harus pergi, tapi mesti ber hati hati, kini pihak
lawan masih mencari jejak kita keempat penjuru, kau mesti selalu
waspada dan jangan memberi kesulitan lagi kepadaku"
Siau hou mengiakan, lalu sambil menepuk-bahu Sun Tiong lo katanya
lagi: "Siau liong, aku mesti berangkat lebih dulu karena masih ada tugas lain,
jangan lupa kita akan bersua kembali bulan enam tahun depa." Tidak
menunggu jawaban dari Sun Tiong lo lagi, dia segera melompat keluar
dari situdan lenyap dibalik kegelapan.
Setelah Siau hou pergi, Ku Gwat cong pun membopong tubuh Sun
Tiong lo dan turut melompat keluar pula.
Tubuhnya segera menyelinap keatas dinding kuil dan langsung meluncur
ke dinding pekarangan bagian belakang dari gedung keluarga Kwik,
dimana ia melayang turun ke dalam. Setelah melayang turun, Ku Gwat cong mem beri tanda kepada Sun
Tiong lo agar membuka jendela belakang gudang buah, kemudian
setelah berada dalam gedung dan memasang lentera, pengemis tua Ku
Gwat cong baru berkata lagi: "Siau liong, disini ada sepucuk surat, bacakan dengan seksama, setelah
kau baca semua tulisan itu maka segala sesuatunya akan menjadi
terang." Sembari berkata, pengemis rua itu merogoh ke dalam sakunya
mengeluarkan sepucuk surat, lalu diserahkan kepada Sun Tiong lo.
Dengan cepat Sun Tong lo merobek sampul surat itu dan membaca
isinya dibawah sinar lentera. Pada pembukaan surat itu antara lain bertuliskan demikian. "Siau
liong, dikala kau membaca surat ini dalam gedung keluarga
Kwik, aku telah pergi." Sambil berseru tertahan Sun liong lo
mendongakkan kepalanya sambil mengawasi keadaan disekeiiling tempat itu, benar juga, dalam
waktu yang amat singkat itu Ku Gwat cong telah pergi meninggalkan
tempat itu tanpa menimbulkan sedikit suarapun.
Dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa Sun Tiong lo melanjutkan
kembali membaca surat itu. ?". .. mengenai asal usulmu serta siapakah musuh besar pembunuh
keluargamu, terpaksa kau harus menunggu sampai kita bersua kembali
nanti, bila kau ingin membalas dendam maka kau harus tinggal dalam
gedung keluarga Kwik ini, hanya saja mulai sekarang kau tidak
diperbolehkan membiarkan setiap orang sudah tahu kalau kau sekarang
telah pulang ke gedung keluarga Kwik, kalau tidak, jika musuh besarmu
sampai mengetahui kabar ini, niscaya mereka akan datang
membunuhmu, mungkin kau heran, apa sebabnya aku justru
meninggalkan dirimu dalam gedung keluarga Kwik" Nah, sekarang akan
kuterangkan sebab musababnya."
Ketika selesai membaca isi surat tersebut tanpa terasa Sun Tiong lo
lantas berpikir: "Oooh... rupanya begitu, yaa, siapa yang nyata kalau tiga generasi
sebelum Kwik Wangwee sesungguhnya adalah seorang tokoh sakti yang
tiada tandingannya dalam dunia persilatan, tapi kejadian inipun cukup
mengherankan kenapa ilmu silatnya yang amat lihay itu tidak diwariskan
kepada anak cucunya sendiri?" Ia tidak habis mengerti, sambil menggeleng sorot matanya dialihkan
kembali ke atas surat tersebut, setelah mengulanginya sekali lagi, sambil
mengerdipkan matanya dia mulai ter menung ... .
"Dalam surat ini dikatakan orang tersebut disebut sebagai "Bu lim ci seng
" ( malaikat dari dunia persilatan), berhubung dia tak pernah menemukan
seorang anak murid yang berbakat bagus dan berbudi luhr, maka tak
pernah mempunyai ahli waris, agar ilmu silatnya tidak hilang, kepandaian
tersebut di tulisnya ke dalam sejilid kitab aneh dan menyembunyikan
dalam gudang bawah tanah rumah leluhurnya, setelah itu dia bersama
sahabatnya Im hok-ji hian mengasingkan diri, sebelum menghembuskan
napas yang penghabisan ia memberitahukan pula rahasia ini kepada Ji
hian dan minta kepada Ji-hian agar mewariskan kepandaian rersebut
kepada seorang yang berbakat walaupun kejadian ini sudah berlangsung
seratus lima puluh tahun lamanya, namun Ji hian tak pernah mewujudkan
pesan itu, Ku Gwat cong adalah murid angkatan ke empat dari Ji hian, tak
heran dia mengetahui bagaimana caranya memasuki gudang bawah
tanah...." Berpikir sampai disini, tak tahan Sun Tiong lo kembali bergumam:
"Kejadian ini lebih aneh lagi, andaikata si pengemis tua itu
mengetahui bagaimana caranya memasuki gudang tersebut, mengapa
dia tidak mengambil pergi kitab pusaka itu sehingga kepandaian silat
yang dimilikinya menjadi semakin hebat ?"
ia tidak berhasil memahami persoalan ini dan menggelengkan kepalanya
berulang kali, tapi kali ini dia sudah bertekad, dalam surat itu
diterangkan bagaimana caranya membuka gudang bawah tanah serta
dimana letaknya, dia harus mencobanya:
Kebetulan sekali, gudang bawah tanah yang berada dalam gedung
keluarga Kwik pada seratus lima puluh tahun berselang tak lain berada
dibawah gudang yang dijaga olen Sun Tiong lo sekarang ini.
Maka Sun Tiong lo mulai bekerja keras menemukan tempat yang
dimaksudkan, sambil mengangkat lentera dia bersiap siap melakukan
pencarian. Belum berapa langkah, mendadak ia mendengar suara diluar,
cepat-cepat lentera itu dipadamkan.
Betul juga, dari luar gudang iana segera ter dengar seseorang berkata
dengan suara tercengang. "Heran, betul betul heran, Lo Be, apakah kau telah melihatnya ?"
"Melihat apa?" tanya orang yang dipanggil Lo be itu. "Ada cahaya
lentera dalam gudang !" Lo be tersentak kaget dengan tubuh
menggigil, kemudian serunya. "Ah . .. barangkali ada setan." Pada saat itulah, mendadak
terdengar suara yang penuh berwibawa sedang menegur: "Siapa di luar?" Mengetahui siapa yang
menegur, buru buru Lo be menjawab. "Wangwee ya, aku dan Sang sin
!" "Oooh . . apa yang kalian lakukan ditengah malam buta begini ?"
suara Kwik wangwee kembali menegur. "Anu . .. . anu .,. perutku sakit
sekali aku hendak . "Tampaknya kau berjudi tagi?" dengus Kwik
wangwe c^pat. "Wangwe ya, barusan aku melihat ada cahaya lentera
dalam gudang sana.." seru 0ng-Seng lagi. "Omong kosong! Tampaknya kau
sudah dibuat keblinger oleh permainan Pay kiu hingga matamu menjadi tidak normal lagi." Lo be
segera tertawa tergelak mendengar ucapan itu. Kwik wangwe kembali
mendengus: "Hmm. ., mengapa tidak segera pergi tidur" Besok adalah
tanggal lima, pagi pagi sekali masih harus memasang mercon!" Ong
seng dan lobepun segera mengiyakan, cepat2 mereka
mengundurkan diri dari situ. Sejenak kemudian, ketika Sun Tiong lo sudah tak mendengar suara apa
apa lagi diluar, dia baru memberanikan diri untuk memasang lentera dan
mencari gudang bawah tanah itu seperti peta yang tercantum dalam
surat itu. Tapi malam ini dia tidak dapat bekerja, sebab pertama tak punya alat,
kedua hari sudah malam, bila sampai menimbulkan suara keras
pastinya menimbulkan kecurigaan orang.
Maka dia lantas memadamkan lampu dan beristirahat. Dalam
suratnya, pengemis tua itu telah menandaskan dengan
jelas bahwa kehadirannya didalam gudang kali ini tidak boleh bertemu
dengan siapapun, maka diapun menjumpai kesulitan lain yakni soal
makanan dan minuman karena kehabisan daya, terpaksa mencuri
Teringat soal mencuri, dia segera merasa bahwa inilah saat yang paling
baik, diam diam ia merangkak keluar lewat jendela belakang dan
menuju kedapur, ia tahu di tahun baru seperti ini. sudah pasti banyak
hidangan yang tersedia disana. Tapi dia harus kembali dengan tangan kosong. Ternyata suasana
dalam dapur hangat, para pegawai sedang
berjudi didalam dapur. Dengan perasaan apa boleh buat dia pulang
dengan tangan hampa, baru merangkak masuk kedalam gudang, ia saksikan diatas
pembaringan yang biasanya dipakai untuk tidur telah bertambah
dengan sebuah bungkusan, ketika dibuka ternyata isinya adalah
makanan. Jilid 18 - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
DENGAN cepat dia rnengerti, sudah pasti Siau hou atau si pengemis tua
yang menghantar makanan baginya, karena tidak lapar, dia
membungkus kembali hidangan itu dan tidur.
Fajar baru menyingsing, dikala ia masih ter tidur nyenyak, tiba tiba
terdengar ada orang membuka kunci pintu gudang tersebut, serentak
dia melompat bangun, lalu sambil menyambar bungkusan, dia
menyembunyikan diri di balik keranjang dan karung.
Pintu gudang segera terbuka, lalu terdengar Kwik wangwee berkata:
"Lo be, pergi bunyikan petasan, Ong Seng, masukkan semua barang itu
kedalam gudang, cepat!" Tak lama kemudian pintu gudang itu dikunci, sementara itu Sun Tiong
lo telah bermandikan keringat dingin, sambil menggelengkan kepalanya
dia berpikir. "Aai, rupanya jadi pencuri tak enak rasanya" Dari balik tempat
persembunyiannya dia munculkan diri, tapi
setelah melihat benda-benda yang digetarkan disana, ia menjadi
gembira sekali. Ternyata pelbagai alat di letakkan disitu, alat-alat tersebut baru saja
dimasukkan Ong Seng ke dalam gudang atas suruhan Kwik wangwe,
lebih kebetulan lagi, alat-alat itu sesuai dengan kebutuhannya sekarang.
Maka selesai bersantap dia mulai mencari letak mulut masuk menuju ke
gudang bawah tanah itu. Sejak kecil sampai sekarang Sun Tiong lo sudah terbiasa hidup sendiri,
gemblengan selama enam belas tahun membuat bocah ini betul-betul
menjadi ulet dan tahan uji. Tidak membuang banyak tenaga, ia telah berhasil menemukan mulut
masuk menuju ke gudang bawah tanah itu, maka ia pergunakan karung
kosong untuk mengisi pasir tiap digali dan menggunakan buah-buah
kering untuk menghilangkan jejaknya.
Senja itu dia berhasil memasuki mulut gudang tersebut, tapi belum lagi
berapa kaki, mendadak ia merasa badannya terpeleset dan tak ampun
lagi tubuhnya terperosok kebawah. "Blaam . ,.!" ternyata ia terjatuh diatas sebuah kursi berlapiskan kulit
binatang, oleh karena itu lunak maka tubuhnya sama sekali tidak
mengalami cedera apa apa, sebaliknya jalan kembalinya tadi ternyata
tidak berhasil ditemukan kembali. Akan tetapi ia tidak cemas, setelah tiba di sini mengapa ia musti gelisah,
maka dia bertekad hendak menemukan dulu kitab aneh seperti yang
dimaksudkan si pengemis tua dalam suratnya itu sebelum memikirkan
hal-hal yang lain. Setelah mencari sekian lama, akhirnya dia buru berseru kaget dan
berdiri termangu-mangu. Ternyata walaupun dulunya tempat itu merupakan sebuah gudang
bawah tanah, yang pasti kini bukan. Tempat itu mempunyai dekorasi
yang sangat indah dengan ruangan yang bersih.
Bahkan boleh dibilang jauh lebih bersih daripada kamar baca manapun.
Sebuah meja tertera didalam ruangan, di-atas meja terdapat sebuah
meja lentera yang bersinar sinar. Siapakah yang memasang lentera itu" Siapa pula yang membersihkan
ruangan itu" Berpikir akan hal uu. Sun Tiong lo menjadi tertegun dan berdiri bodoh.
Tanpa terasa sorot matanya dialihkan kesekeliling tempat itu, dia tidak
takut, tapi keraguan menyelimuti seluruh wajahnya.
Sambil mengerdipkan sepasang matanya yang besar dan jeli, dia
menggelengkan kepalanya sambil bergumam.
"Si pengemis itu mungkin keliru, disini jelas ada penghuninya, jika betul
berpenghuni maka tidak pantas bila aku masuk kemari dengan jalan
mencuri, ,yaa, aku harus keluar dari sini, sekalipun harus datang lagi,
aku mesti melaporkan dulu hal ini kepada Kwik wangwee."
Saat itu dia sudah tidak memikirkan lagi tentang kitan pusaka seperti
apa yang dikata kan pengemis tua itu, dia mulai mencari jalan keluar
untuk segera meninggalkan tempat itu.
Mendadak . .. seseorang berkata dari belakang tubuhnya: "Anak baik,
tampaknya aku memang tidak salah menilai dirimu !" Mendengar
suara itu Sun Tiong lo segera mengetahui siapa
orangnya, sambil membalikkan badannya, dengan wajah memerah dan
menundukkan kepalanya rendah rendah dia berkata:
"Wangwee, harap kau jangan marah, aku... aku..." Waktu itu Kwik
Wangwee berdiri disudut ruangan, dia segera
maju dan menarik tangan Sun Tiong lo sambil berseru. "Marah"
Haaahhh ... haaahhh ... benar, jika tadi kau hanya


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memikirkan soal kitab pusaka tanpa mempersoalkan sopan santun, aku
pasti akan menjadi marah" Sambil berkata dia lantas menarik Sun Tiong Jo agar duduk dikursi
beralas kulit binatang itu, kemudian melanjutkan.
"Tiong lo, terus terang kuberitahukan kepadamu, aku memang sengaja
merubah gudang bawah tanah ini menjadi kamar baca yang khusus
kutinggalkan bagimu, Ku Gwat cong menganggap dirinya pintar,
padahal kali ini dia sudah tertipu !"
Sun Tiong lo bangun berdiri ingin berbicara, tapi Kwik wangwee segera
menggelengkan kepalanya berulang kali.
Ditunjuknya sebuah meja besar dekat dinding sana, lalu katanya lagi
sambil tertawa: "Mulai sekarang, semua yang ada disini menjadi milikmu, kitab pusaka
tersebut berada di meja, soal makan dan minum tak usah kau
pusingkan, aku akan menghantarkannya bagimu seperti semalam, bila
kau menjumpai persoalan yang tidak dipahami dalam kitab pusaka itu,
tariklah tali kuning yang kupasang di sisi dinding dekat meja baca itu,
aku akan segera datang !" Sun Tionglo tidak tahu bagaimana harus menjawab, dia menjadi
gelagapan dan berdiri termangu. Kwik Wangwee menuding lagi ke arah sebuah cermin besar disebelah
barat sana, kemudian berkata lagi. "Dibelakang cermin sana adalah tempatmu untuk membuang hajad, nah
! Kau boleh berla tih sekarang."
Sehabis berkata, ia lantas berjalan menuju ke dinding sebelah selatan,
menggerakkan tangannya dan lenyap dibalik sebuah pintu yang
membuka dan menutup lagi secara otomatis.
"Kwik wangwee.,., " dengan gelisah Sun-Tiong lo berteriak keras.
Sambil berseru dia mengejar kedepan, tapi tiba didekat pintu,
pintu rahasia itu menutup. Maka dia menirukan cara dari Kwik
Wangwee tadi dan menuju kearah dinding. "Blaaamm!" kepalanya segera membentur di atas
dinding, sebaliknya pintu itu sama sekali tidak membuka kembali. Dia mencoba
mencari tombol rahasianya, tapi tidak ditemukan,
akhirnya sambil menggelengkan kepalanya dia duduk kembali dikursi
dengan perasaan apa boleh buat. Benaknya penuh dengan aneka persoalan yang membingungkan
hatinya, dia ingin menarik tali kuning itu untuk mencari keterangan,
tapi setelah berpikir sejenak, niat tersebut kemudian diurungkan.
Kini dia tak ada pekerjaan lain lagi, maka diapun membuka-buka kitab
pusaka itu untuk mempelajari... - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** Musim panas diwilayah utara, boleh dibilang amat
menyengat badan. Terutama musim panas dibulan lima, boleh dibilang anjingpun ikut
kegerahan dan napas-tersengal-sengal.
Dimusim-musim seperti ini, orang sedikit sekali yang lalu lalang dijalan
raya, tapi disepanjang sungai, ditempat-tempat yang rindang justru
penuh dengan kerumunan orang. Tapi, hal ini tidak berlaku bagi Sun Tionglo sebab dia berlatih terus
dengan tekun, selain mempelajari ilmu pedang dan tenaga dalam, juga
mempelajari semacam ilmu meringankan tubuh yang amat luar biasa.
- ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** Bulan enam tanggal empat, ditanah lapang dalam
hutan dibelakang kwan ya bio empat orang perempuan dan dua orang lelaki
seperti lagi menantikan sesuatu. Tak lama kemudian, dari luar hutan muncul kembali seseorang yang
berjalan masuk ke dalam hutan. Orang itu mengenakan baju biru dan melangkah dengan tindakan
lebar, ia berhenti beberapa kaki dihadapan beberapa orang itu.
Dari ke enam orang tersebut, dua orang lelaki itu adalah Ang Beng-liang
serta Tan Tiang hoa, sedangkan dari empat orang perempuan, dua
orang adalah dayang berbaju merah, perempuan yang mengaku
bernama Yan hujin di tambah pula dengan seorang nenek berbaju putih.
Setelah berhenti, orang berbaju biru itu segera menegur sambil
tersenyum ramah. "Kwik Seng-tiong telah datang memenuhi janji, tolong tanya Yan
Sian-poo ada petunjuk apa?" Yang dimaksudkan Yan Sian-pou adalah nenek berbaju putih itu,
dengan dingin dia menjawab. "Kwik wangwee, benarkah kau tidak tahu akan maksud kedatangan aku
si nenek?" "Mengapa tidak kau utarakan saja secara langsung dan blak blakan?"
sahut Kwik Seng tiong tertawa. Yan Sian poo segera menuding ke arah Yan hujin, lalu katanya:
"Tahun berselang, Kwik wangwee telah bersua dengan putriku
bukan?" "Yaa, betul !" Kwik wangwee manggut-manggut. "Hmmm,
siauli tidak mengenali siapakah Kwik wangwee karena
pengetahuannya memang picik, tapi kenyataannya Kwik wangwee telah
melanggar sumpahmu yang dahulu kauucapkan, maka aku. .?"
Belum habis dia berkata, Kwik Seng tiong telah menukas. "Yan Siau
poo, peristiwa manakah yang kau maksudkan" Maaf
bila aku orang she Kwik tak bisa menerimanya." "Kwik wangwee,
apakah kau memaksa diriku untuk mengulangi
kembali sumpah yang telah kita janjikan dulu?" "Aku orang she Kwik tak
dapat mewakilimu untuk mengambil keputusan!" ucap Kwik Seng tiong tenawa. Tiba-tiba rambut Yan sian
poo yang beruban itu berdiri semua,
kemudian serunya: "Kau hendak menggertak aku?" Kembali Kwik Seng
tiong tertawa. "Dikolong langit tak ada orang yang bisa me maksa kau
untuk melakukan apa-apa, hal ini sama pula dengan tiada orang diduma ini
yang bisa memaksa aku Kwik seng tiong untuk melakukan sesuatu?"
Jawaban ini mengandung dua arti yang berbeda, jawabannya selain
tegas juga tidak merendahkan derajat sendiri.
Yan San poo semakin naik darah, rambut nya yang beruban pada
berdiri semua bagaikan landak. Dengan kening berkerut ia berseru:
"Aku tahu, kau dan Sun Pek gi adalah sahabat karib, teman sejawat,
oleh karena itu setelah terjadi peristiwa tempo dulu, kau datang
mencariku untuk membicarakan hal ini"
"Yan Sian poo, sampai kini aku orang she Kwik toh memegang janji . . .
" tukas Kwik Seng-tiong. "Kau telah melindungi anak jandanya keluarga Sun, begitu masih
mengatakan memegang janji ?" kata Yan Sian poo dengan suara dalam.
Kwik Seng tiong segera tertawa. "Pertama, sewaktu kuterima bocah
tersebut sama sekali tidak kuketahui kau dia adalah keturunan dari saudara Pek gi, kedua hal
inipun tidak termasuk dalam janji kita dulu."
"Hmm kau mengatakan hal ini tidak termasuk dalam kita dulu?" dengus
Yan Sian-po amat gusar. "lm tay poo, terlepas dari tindakan saudara Pek-gi yang telah
meninggalkan puterimu hanya karena persoalan pribadi atau juga dia
mempunyai kesulitan lain, sekarang saudara Pek gi suami istri telah
tewas secara mengenaskan ditangan putrimu . .. "
"Ah" Kwik wangwee menganggap perbuatan kami itu kelewat keji?"
tukas sinenek. Kwik Seng tiong segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Soal kejam atau tidak bukan urusanku, apa lagi dalam janji kita
dulu dikarakan berhubung kesalahan berada di pihak Pek gi, maka aku
orang she Kwik tak akan mencampuri urusan nya lagi, maka..."
"Kwik wangwae" kembali Yan siau poo menukas. "duabelas tahun
berselang, aku beserta putriku berkunjung ke keluarga "Sun" dengan
menggunakan peraturan dunia persilatan jadi tegasnya Sun Pek gi suami
istri mati dikarena kan kepandaian saatnya tak mampu
menandingi kepandaian kami ini, memang bukan kami berniat
membunuhnya!" "Yaa, mumpung tak ada saksi mata yang melihatnya !" sindir Kwik Seng
tiong dingin. Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan. "justru karena tiada
orang yang bisa membuktikan suatu intrik
keji. maka itu aku orang she Kwik terpaksa mengambil keputusan buat
tidak mencampurinya!" Yan Sian poo segera tertawa dingin. "Hee . . heee . . . pada waktu itu
aku sama sekali tidak menyangka kalau Cui Thong mempunyai keberanian sebesar ini dengan
melarikan bocah keparat itu, akupun lebin lebih tak menduga kalau Ku
Gwat cong si tua bangka itu akan turut mencampurinya pula."
"Yaa, kejadian ini memang di luar dugaan." sambung Kwik seng tiong
sambil menghembuskan napas panjang-panjang.
"He... heee... yang lebih diluar dugaan ku adalah kau Kwik wangwee,
bukan saja kau telah memelihara menghidupkan si anak jadah dari
keluarga Sun itu, mewariskan pula kepandaian silat yang hebat
kepadanya !" Dengan wajah serius Kwik Seng tiong segera berkata. "Ketika dia
mencampuri urusan di ibukota dulu, aku sama sekali
tidak mewariskan kepandaian apa-apa kepadanya, percaya atau tidak
terserah kepadamu sendiri." "0oooh....kalau begitu, sekarang kau telah mewariskan kepandaian silat
kepadanya ?" "Benar" Kwik Seng tiong manggut-manggut "tapi hal itupun boleh
dibilang merupakan jodohnya !"
"Jodohnya!" Yan Sian poo kelihatan terkesiap setelah mendengar
ucapan itu "apa maksud ucapanmu itu ?"
"Secara tidak sengaja dia telah menemukan sejilid kitab peninggalannya
dari Tiong ke. . nenek moyaag keluarga kami dari tiga generasi
berselang, karena itu sekarang dia telah memiliki kepandaian silat yang
hebat." Mendengar perkataan itu, paras muka Im Tay poo dan Yan Tan hong
(menurut Bau ji ibu dan neneknya telah mati dibunuh orang ) berubah
hebat. "Sungguh?" serunya hampir berbareng. "Selamanya aku orang she
Kwik tak pernah berbohong!" jawab
Kwik Seng tiong tak senang. Yan Sian poo berpikir sebentar lalu
berkata: "Padahal hal ini pun tidak terhitung suatu peristiwa yang luar
biasa, aku sudah memperoleh kitab pusaka itu puluhan tahun berselang,
aku tidak percaya kalau kesempurnaan tenaga dalamku bisa kalah
darinya!" Kwik Seng tiong hanya tertawa saja tanpa mengucapkan sepatah
katapun.... Keadaan ini semakin mencurigakan Im Tay poo dengan nada
menyelidiki ia lalu bertanya. "Kwik wangwee.. bolehkah aku bertanya, apakah yang kau tertawakan?"
"Boleh saja, leleluhurku Tiong keng mempunyai seorang sahabat karib,
dia adalah leluhur dari Ku Kwat cong, sewaktu mengasingkan diri
bersama. ." "Apakah kitab pusaka itu terbagi menjadi yang lengkap dan yang tidak
lengkap?" tiba tiba Yan sian poa menukas.
"Lengkap atau tidak aku orang she Kwik tidak tahu," jawab Kwik Seng
liong sambil tertawa, "tetapi aku tahu cara kerja Tiong keng amat
istimewa dan lain dari pada yang lain, oleh sebab itu aku orang she
Kwik percaya apa yang di peroleh Im dan hok dua orang sudah pasti tak
sama." Tergerak juga hati Yan sian poo setelah mendengar perkataan itu, tiba
tiba dia mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain, tanya:
"Sekarang bocah itu berada di mana?" Kwik Seng tiong segera
menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Dulu kita pernah berjanji, aku orang she Kwik tak akan membantu
saudara Pek gi suami isrri, juga tidak akan membantu Yan sian poo
kalian, oleh karena itu aku tak dapat menjawab pertanyaanmu itu!"
Tiba tiba Yan Tan hong menyela: "Tolong tanya.,., sekitar masalah
keluarga Yan dan keluarga Sun, apakah Wan gwee yang hendak mencampurinya atau tidak?"
Mencorong sinar tajam dari balik matanya Kwik Seng tiong,
ujarnya tegas-tegas: "Hal ini hanya bisa ditentukan oleh cara kerja
kalian termasuk kejam atau tidak, dan menurut pendapatku, dimana bisa mengampuni
jiwa orang lebih baik ampunilah, soal dendam kesumat inipun sudah
seharusnya segera mengakhiri sampai disini!"
"Kwik Wangwee, suatu hari bila Sun Tiong-lo tahu kalau orang tuanya
tewas di tanganku, beranikah kau menjamin bahwa dia tidak akan
mencari kami berdua untuk membuat perhitungan?"
Kwik Seng tiong segera tertawa ter-bahak. "Haaahh,., haaahh...
seperti apa yang kuucapkan kepada ibumu
tempo hari, aku dapat menjamin kalau dia tak akan mencari balas
kepadamu, tapi tak dapat menjamin kalau dia tak akan mencari untuk
beradu kepandaian." Im Tay poo segera mendengus. "Hmm...! Ucapan-wangwee ini sama
halnya dengan memberitahukan kepada kami berdua bahwa suatu ketika, Sun Tiong lo
pun akan mempergunakan cara yang sama seperti apa yang kulakukan
terhadap keluarga Sun untuk menghadapi kami berdua?"
Kwik Seng ting segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Kejadian yang akan datang sukar dibicara kan, maaf kalau aku
tak bisa menduganya mulai sekarang" "Kini aku ingin bertanya lagi
kepada Wangwee, sejak kini wangwee tak akan mencampuri urusan kami keluarga Yan ataukah
tetap akan membantu anak jadah dari keluarga Sun itu?"
"Aku tetap akan mempertahankan persahabatan tiga generasi antara
kami dengan kalian." Mendengar janji tersebut, Yan Sian poo dan anaknya menjadi lega, tapi
merekapun semakin bernafsu untuk mengetahui keadaan dari Sun
Tiong lo . . . . Sementara itu Kwik Seng tiong telan memandang sekejap Yan Sian poo
berdua, kemudian tanyanya lagi: "Yan Sian-poo, apakah kau masih ada urusan yang lain lagi ?"
"Aaah, tidak ada lagi, aku tak berani mengganggu Kwik wangwee
lagi." sahut si nenek sambil memperlihatkan senyumannya yang
dipaksakan. Kwik Seng tiong segera tersenyum, seakan-akan tak pernah terjadi apa
apa dia berkata: "Kalau begitu aku orang she Kwik akan pulang dulu, harap mulai
sekarang kau jangan mengusik ketenanganku lagi !"
Yan Sian poo merasa amat mendendam, namun rasa dendam tersebut
hanya bisa disimpan dalam hatinya saja.
Dengan langkah lebar Kwik Seng Tiong segera beranjak pergi, namun
baru tiga langkah dia telah berhenti lagi, kemudian sambil membalikkan
badan ujarnya kepada dua orang lelaki berbaju emas itu:
"Persoalan antara keluarga Yan dan keluarga Sun tiada sangkut pautnya
dengan kalian, walaupun kalian berdua hanya bekerja
menurut perintah, namun cara nya bertindak harap sedikit tahu diri,
kalau tidak, jangan salahkan bila ada pembalasan buat kalian !"
Ang Beng liang maupun Tan Tiang hoa sama sekali tidak mengetahui
tentang kelihayan "Tiong-keng", akan tetapi, tatkala dilihatnya kedua
orang majikannya menunjukkan perasaan jeri, maka merekapun tak
berani banyak berbicara lagi. Terdengar Kwik Seng tiong berkata lagi sambil menatap tajam wajah
kedua orang itu. "Selain itu, bila kalian berani membocorkan kejadian pada hari ini ke
tempat luaran sehingga kudengar akan hal ini, jangan salahkan kalau


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku bertindak keji dengan menjatuhi hukuman berat kepada kalian
berdua !" Berbicara sampai disitu, dia membalikan badan dan berlalu dengan
langkah lebar. Tan Tiang hoa berkerut kening, dia hanya mengawasi bayangan
punggung Kwik Seng tiong yang berlalu tinpa mengucapkan sepatah
kata pun. Dan sebaliknya Ang Beng liang segera men dengus dingin,
bisiknya: "Suatu hari, lohu pasti akan mengusikmu !." Baru selesai dia
bergumam, mendadak Yan Sian poo telah
menampar wajahnya keras-keras sambil membentak: "Kau memang
ingin mampus " Berani mengucapkan kata-kata
seperti itu lagi, segera ku hukum kau menurut peraturan perkumpulan !"
Sebagai seorang wakil ketua, ternyata Ang Seng liang kena ditampar
dengan begitu saja. Rasa dendam yang tertanam dalam hatinya tak terlukiskan dengan kata
kata, namun ia tak berani memperlihatkan secara terus terang.
Sekalipun kena ditampar keras, akan tetapi sikapnya masih amat
menaruh hormat, keadaannya benar benar cukup mengenaskan.
Sementara itu Yan Sian poo telah berkata: "Aku duga Sun Tiong lo
pasti berada disekitar tempat ini, tapi
dengan kehadiran Kwik Seng tiong disini, lebih baik kita tinggalkan kota
Tong ciu untuk sementara waktu, segera turunkan perintah agar
menjaga ketat semua jalan penting disekeliling Tong ciu!"
Dengan hormat Tan Tiang hoa mengiakan, kemudian setelah memberi
hormat kepada Yan Sian poo berdua, ia berlalu dari situ:
Pada saat itulah Yan Tan hong baru berpaling kearah Ang Seng liang
seraya berseru: "Menurut laporan rahasia dari pasukan baju hitam, mereka telah
menemukan jejaknya Ku Gwat oong disuatu tempat sepuluh li dari kota
Tong ciu, kau harus mengikutinya dengan ketat, besok malam paling
lambat, laporan yang setepatnya harus sudah diserahkan kepadaku!"
Ang Beng liang pun mengiakan dengan hormat, kemudian berlalu dari
tempat itu. Yan Sian po sendiri berdiri dengan kening berkerut, dia mendongakkan
kepalanya memandang angkasa, seakan-akan ada sesuatu yang sedang
dia pikirkan. Yan Tan hong memutar sepasang biji mata-nya, kemudian berbisik lirih:
"Toa nio, aku telah menemukan suatu akal bagus !" Yan Sian poo
melirik sekejap ke arahnya, kemudian berkata: "Ooh . . . apakah
mengenai persoalan itu?" Dengan merendahkan suaranya Yan Tan
hong berbisik: "Toa-nio, menurut pendapatmu, seandainya suatu ketika kita benar-benar berhasil
menangkap si anak jadah dari keluarga Sun, mungkinkah Kwik Seng
tioig tak akan mencampuri urusan ini seperti apa yang dia katakan
sendiri tadi ?" Yan Sian poa mendengus dingin, sahutnya:
"Ketika Sun Pak gi menikah dulu, dialah mak comblangnya, masa dia
tak akan mencampurinya?" Yan Tan hong manggut-manggut, katanya: "Seandainya
benar-benar demikian, kita harus mencari suatu akal
agar dia tak berdaya untuk mencampuri persoalan ini." "Aaai, aku rasa
hai ini sulit untuk dibicarakan !" kata Yan Sian
poo sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. Tiba-tiba dari balik
matanya Yan Tan hong memancar keluar
sorot mata yang aneh sekali, hanya saja mulutnya tetap membungkam
dalam seribu bahasa. Yan Sian poo seperti merasa agak tercengang dan diluar dugaan,
dipandangnya perempuan itu sekejap, lalu katanya:
"Tadi kau mengatakan telah menemukan suatu akal bagus?" Yan
Tan hong segera tersenyum, katanya sambil menggeleng :
"Setelah kupikirkan kembali siaumoay rasa cara ini terlalu kekanakkanakan,
maka.." Yan Sian poo segera menghela napas panjang, tukasnya kemudian :
"Kalau begitu mari kita rundingkan kembali, nah, sekarang kita harus
pergi." Maka kedua orang itupun mengajak dua orang dayangnya berlalu dari
sana. - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** BULAN enam tanggal lima, tengah hari itu didepan
tengah lapang kuil Kwan ya bio telah berjejer meja yang berderet-deret, disana para
pedagang kecil beradu nasib. Dimana ada keramaian disitulah pengemis bermunculan demikian pula
keadaan di sana. Kini, apa delapan sembilan belas orang pengemis sedang duduk- duduk
dibawah undak-undakan batu sebelah kanan, mereka duduk
berkerumun sambil bermain catur Ngo iong ki, setiap orang tampak
bersemangat segar. Oleh karena itu tak ada orang yang sedang untuk memperhatikan
mereka. Tak lama kemudian, pengemis-pengemis itu mulai menyebarkan diri
kesana kemari mencari sedekah, tapi semuanya bergerak beraturan.
Mendekati malam, dari kota Tong ciu sebelah timur muncul empat orang
pengemis yang berjalan cepat dengan kepala tertunduk, mereka
membawa tongkat bambu ditangan kiri dan sebuah bambu pendek
dipinggangnya. Sedangkan ditangan kanan mereka masing-masing membawa sebuah
mangkuk besar. Pada saat yang bersamaan, dari arah barat pun muncul lagi empat orang
pengemis dengan dandanan yang sama dengan dandanan pengemis
disebelah timur, mereka bersama-sama memasuk ke kota Tiong ciu.
Rumah makan Kuay heng lo merupakan rumah makan termashur
dikota Tong ciu, disebelah kanan ruang loteng dekat jendela tampak
ada tujuh orang sedang berbincang-bincang sambil minum arak.
Tiba-tiba dari anak tangga muncul seorang-lelaki berbaju hitam, ia tidak
membawa senjata, setibanya diatas loteng diapun menggabungkan diri
dengan orang tersebut. Ia menghampiri sisi sikakek berbaju emas yang duduk dikursi utama,
lalu bisiknya dengan lirih: "Telah terjadi suatu peristiwa aneh !"
"Bagaimana anehnya sehingga membuat kau tergesa-gesa?" tegur
orang berbaju emas itu dengan kening berkerut.
"Barusan aku mendapat laporan yang mengabarkan ada enam belas
orang pengemis masuk ke kota Tong kiu dari empat penjuru."
Belum habis dia berkata, orang berbaju emas itu telah mendengus
dingin. "Kalau hanya kejadian seperti itu saja, apa yang membuatmu terburu
nafsu macam di kejar setan?" "Sebab pengemis-pengemis itu ada hubungannya dengan Ku Gwat cong
!" jawab lelaki itu cepat. Keterangan ini segera membuat paras muka orang berbaju emas itu
berubah hebat, sambil menuding sebuah bangku kecil disampingnya dia
berkata: "Duduklah disini dan berilah keterangan selengkapnya !" Setelah
duduk, lelaki berbaju hitam itu baru berkata: "Dandannan dari
keenam belas orang pengemis ini persis dengan
dandanan Ku Gwat cong." Orang berbaju emas itu berseru tertahan,
kemudian setelah termenung dan berpikir sebentar ia berkata lagi: "Dandanan mungkin
saja sama, apakah tampangnya juga sama
semua?" "Betul, yang aneh justeru tampang merekapun sama, lagipula
hamba sekalian belum pernah bersua dengan Ku Gwat cong pribadi,apa
yang kami perhatikan hanyalah keterangan sesuai dengan apa yang
diterangkan kepada kami, oleh sebab itu...."
Tidak menanti lelaki berbaju hitam itu menyelesaikan kata katanya,
orang berbaju emas itu telah menukas dengan cepat.
"Apakah kau sudah pergi ke penginapan Gwat ley untuk melaporkan
kejadian ini kepada toa nio dan pangcu ?"
Lelaki berbaju hitam itu segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Hamba telah mendapat perintah agar tidak langsung mengunjungi
tempat tinggal toa nio dan pangcu !"
Orang berbaju emas itu manggut-manggut dan tidak berbicara lagi, dia
menundukkan kepalanya kemudian termenung.
Sesaat kemudian, sekulum senyuman baru menghiasi bibir orang berbaju
emas itu, katanya : "Bagus sekali, walaupun Ku Gwat-cong licik, kali ini
justeru karena pura-pura akan menjadi sungguhan, maksudnya akan
menghindari kami, tapi dengan terjadinya peristiwa ini makin
membuktikan kalau dia telah datang ke kota Tong ciu !"
Mendengar perkataan itu, lelaki lainnya yang berada disekeliling tempat
itu mengangguk berulang kali. Kembali orang berbaju emas itu melirik sekejap kearah lelaki berbaju
hitam itu kemudian ujarnya: "Aku segera kembali dan perintahkan agar mereka tak usah
bersembunyi diempat penjuru lagi, suruh mereka menyebarkan diri
dalam penginapan besar maupun kecil dikota Tong ciu dan awasi
keenam belas orang pengemis itu secara ketat !"
Lelaki berbaju hitam itu mengiakan dan segera berlalu. Saat itulah
orang berbaju emas itu baru berkata kepada keenam
belas orang yang duduk disekeliiing tempat itu. "Kalian cepat bersantap,
selesai bersantap segera mencari aku
dimuka kuil Kwan ya bio!" Selesai berkata dia lantas beranjak dan turun
dari loteng. Bulan enam tanggal enam, hari ini adalah saat panitia
penderma membagikan derma berupa uang dan pakaian untuk fakir miskin. Hari
ini Kwik Wangwee tidak menampakkan diri, konon dia
sedang tidak enak badan. Akan tetapi pada hari ini di kota Tong ciu
justeru telah bermunculan orang-orang dari desa lain yang berpesiar
kesana, hanya saja mereka tak pernah meninggalkan sekeliling kuil Kwan ya bio
tersebut. Seorang kakek berjubah abu-abu berjalan kian kemari sambil
bergendong tangan, gerak geriknya amat santai, seperti orang yang
sedang mencari angin. Mendadak seorang pengemis muda berjalan mendekat dan menghampiri
kedepan kakek itu. Ketika kakek itu berpaling, pengemis itupun berkata sambil tertawa:
"Loya cu, berilah sedekah beberapa tahil perak buat aku yang miskin
ini." Pengemis minta uang merupakan suatu kejadian yang lumrah, tapi
begitu membuka suara meminta setahil perak adalah suatu hal yang
jarang ditemukan, maka kakek ini segera tertawa terkekeh- kekeh.
Pengemis itu maju setengah langkah lagi ke depan, lalu berkata dengan
suara lirih: "Loya cu, tentunya kau kenal dengan seorang yang bernama Lu Si toh
bukan ?" Mendengar ucapan ini, kakek nampak agak tertegun, tapi kemudian
ujarnya dengan suara dalam: "Ya, aku kenal dengannya, ada urusan apa?"
- ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
Bab Ke Dua Puluh Tiga Pengemis muda itu tertawa, lalu katanya. "Kalau begitu tak bakal
salah lagi, bukankah loya cu berasal dari
marga Ang?" Kakek itu memang tak lain adalah Ang Beng liang, dia mendapat perintah
untuk melepaskan jubah emasnya dan berganti mengenakan pakaian
berwarna abu abu. Ternyata pengemis muda itu dapat menyebutkan nama marganya, mau
tak mau kejadian ini membuatnya amat terkejut bercampur keheranan,
sekali lagi dia amati pengemis tersebut dengan seksama, kemudian
katanya dengan suara dingin. "Anggap saja benar, ada urusan apa ?" Paras muka pengemis muda
itu berubah jadi amat serius, katanya lebih jauh: "Lu Si toh, Lu toaya menitahkan kepadaku untuk
mencari keterangan tentang seorang pengemis tua she Ku, dan kini sudah ada
kabar, beritanya cuma Luya berjanji akan memberi hadiah setail perak
kepadaku." Tidak menunggu pengemis itu menyelesaikan kata-katanya, Ang Beng
liang telah merogoh sakunya dan mengambil sekeping uang perak,
setelah diserahkan kepada pengemis tersebut, ia baru celingukan
kesana kemari, lalu bisik nya: "lkutilah aku !"
Namun pengemis muda itu segera menggelengkan kepalanya
berulangkali katanya: "Ang ya, kau keliru, kaulah yang mesti mengikuti aku, sebab kalau
terlambat lagi orang she Ku itu sudah pasti akan pergi !"
Ang Beng -liang termenung dan berpikir beberapa saat lamanya,
kemudian ia berkata: "Baik, kau pergilah dahulu, aku segera mengikuti" pengemis muda
itu manggut-manggut, ia lantas membalikkan
badannya dan berjalan menuju ke jalan sebelah timur. Pada saat itulah
Ang Beng liang memandang sekejap kearah tiga
orang yang berada tak jauh dari sana, kemudian manggut-manggut
tanda ketiga orang itu harus mengikuti pengemis muda tersebut
secara diam-diam, kemudian ia memberi tanda lagi kearah lain, dua
orang lelaki segera menghampirinya..
Dengan suara lirih Ang Beng liang berbisik kepada kedua orang lelaki
itu. "Perhatikan tempat ini baik baik, bila ada persoalan, segera laporkan
kepada Tan cong-koan!" Dua orang lelaki itu mengiakan, kemudian sambil membalikkan badan
mereka menyebarkan diri. Saat itulah Ang Beng liang baru menyusul pengemis muda itu menuju
kejalan raya timur. Waktu itu, pengemis muda tersebut sedang membelok ke sebelah kiri
jalan, menggunakan kesempatan itu Ang beng liang segera memberi
tanda rahasia, dua diantara tiga orang yang menguntit dibelakang
pengemis muda tadi segera memasuki gang itu dengan langkah cepat.
Mulut keluar dari lorong sempit itu kebetulan membentang kejalan raya
sebelah selatan yang terletak disamping kiri jalan raya timur, ketika dua
orang itu melihat dalam lorong tak ada orangnya, dalam beberapa kali
lompatan saja mereka telah tiba dimulut lorong tersebut.
Mereka saling mengangguk pelan, kemudian dengan langkah yang amat
pelan berjalan keluar dari gang tersebut.
Kebetulan sekali, pengemis muda itu masih belum mencapai
persimpangan antara gang sempit itu dengan jalan raya, maka mereka
berdua pun berjalan didepan pengemis muda itu dan berbincang
bincang seperti tak pernah terjadi sesuatu apapun.
Pengemis muda itupun seolah-olah tidak menemukan kehadiran
mereka, dia masih berjalan terus kedepan dengan langkah yang lambat.
Setelah melewati sebuah jalanan kecil, pengemis itu kembali berbelok
kesebelah kanan. Ang beng liang segera berkerut kening, sambil mempercepat
langkahnya menghampiri pengemis muda itu segera tegurnya.
"Hei, kau hendak mengajakku kemana?" "Eeh, .. bukankah kau
hendak mencari pengemis tua she Ku itu?"
jawab pengemis muda itu tertahan. "Yaaa, benar. Cuma kau..."
Pengemis muda itu segera menuding ke arah sebuah rumah
berpagar bambu disebelah selatan jalan sambil menukas: "Sudah
sampai, pengemis tua itu tinggal di dalam rumah itu!" Ang beng liang
segera memutar biji mata-nya, kemudian


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertanya. "Aku ingin menanyakan tentang satu hal lagi, kecuali
pengemis tua she Ku itu, dalam ruangan tersebut masih ada siapa lagi?" Tanpa
berpikir lagi pengemis muda itu menjawab. "Masih ada dua orang
pengemis cilik, soal-usianya . . hampir
sebaya dengan diriku." Mendengar keterangan tersebut Ang beng liang
menjadi amat girang, buru-buru tanyanya lagi dengan gelisah. "Apakah di-antaranya
terdapat pula seorang bocah yang perawakannya tidak begitu tinggi dan bermata besar?" "Bocah?"
pengemis muda itu mengerdipkan matanya berulang
kali, "aku tidak melihat ada bocah di situ?" Buru-buru Ang beng liang
meralat ucapannya, kembali dia berseru. "Kalau dibilang bocah, sesungguhnya dia telah berumur tujuh
atau delapan belas tahunan, cuma orangnya rada lebih pendek daripada
bocah sebaya dengan usianya, ia memang mempunyai sepasang mata
yang besar, pakaiannya sederhana tapi bersih!"
"Tidak ada" pengemis muda itu segera menggeleng, "paling tidak, aku
tidak melihat bocah seperti ini"
Ang Beng liang manggut-manggut, kepada pengemis muda itu katanya
sambil tertawa: "Apakah kau telah masuk kedalam sana?" Dengan cepat pengemis
muda itu menggelengkan kepalanya berulang kali. "Belum, aku belum pernah masuk kedalam sana, masa
aku berani secara sembarangan memasuki rumah orang?" "Asal pengemis
tua she Ku itu tinggal didalam, sekalipun kau
masuk kedalam juga tak menjadi soal" kata Ang Beng liang kemudian
sambil memutar biji matanya. "Tapi... apa sebabnya?" Ang Beng-liang segera tertawa, "Aku adalah
kenalan lama dari pengemis tua she Ku itu, maka .. . ." "Kalau memang sobat lamamu,
mengapa kau tidak masuk sendiri ?" tukas si pengemis muda itu dengan kening berkerut. Ang Beng liang
memang seorang yang Iicik, tentu saja dia tak
akan menjawab yang sejujurnya, sambil menggelengkan kepalanya dia
menjawab pelan: "Kau tidak tahu, dulu aku telah melalaikan suatu perbuatan yang
kurang menyenangkan hatinya, gara-gara kejadian itu, bila secara
tiba-tiba ia bertemu denganku, sudah pasti pengemis tua itu akan
mengajakku beradu jiwa, bila kau bisa membantuku masuk lebih
dulu...." Belum habis perkataan itu diucapkan, pengemis muda itu sudah
menggelengkan kepalanya sambil menukas "Hari ini di ruang Sian- tong
ada pembagian uang dan pakaian, aku harus turut antri dulu."
Ang beng-liang segera tertawa terbahak-bahak, dari dalam sakunya ia
mengeluarkan sekeping uang perak, kemudian katanya.
"Bagaimana kalau sekeping uang perak ini sebagai ganti pembagian
dirumah Sian tong?" Sambil tertawa pengemis muda itu segera menerima pembagian uang
perak itu, lalu katanya. "Terima kasih banyak, aku akan segera masuk ke dalam, tapi apa yang
harus kuucapkan setibanya di dalam sana ?"
Nampaknya Ang Beng liang menemukan suatu cara yang baik, tanpa
berpikir panjang segera sahutnya. "Kaupun tak usah banyak berbicara, untung saja kau adalah seorang
pengemis untuk minta sedekah tentunya tak ada salahnya bukan" Dan
bila kau berjumpa dengan pengemis tua she Ku itu segeralah keluar dan
beritahukan hal itu kepadaku."
"ltu gampang, baik akan kulaksanakan dengan segera." kata pengemis
muda sambil tertawa. Sembari berkata, pengemis muda itu segera berjalan kedepan pagar
bambu itu, dia sempat berpaling dan memandang sekejap ke arah Anri
Beng liang sambil tertawa, kemudian dengan suara Iantang:
"Loya yang berada dalam rumah, adakah sisa makanan yang tak
terpakai" berilah sedekah buat aku sipengemis"
Selesai berkata dia lantas mendorong pintu pagar bambu itu lebih dulu
dan berjalan masuk ke dalam. Dengan suatu gerakan yang cekatan Ang Beng liang menyelinap
kesudut gang dan mengawasi pintu dibalik pagar bambu tersebut
dengan pandangan seksama. Pada mulanya dia masih menaruh perasaan curiga terhadap pengemis
muda itu, tapi ketika dilihatnya pengemis muda itu sangat penurut dan
segera memasuki pagar bambu rumah itu, semua kecurigaannya
seketika lenyap tak berbekas. Dalam pada itu, ke tiga orang anak buahnya telah memencarkan diri
ketiga penjuru dan mengurung rumah itu rapat-rapat, belum
mereka tak dapat mendekat karena hari masih terang, namun sudah
tidak kuatir kalau Ku Gwat cong sampai berhasil melarikan diri.
Sebenarnya dia ingin mengutus salah seorang anak buahnya untuk
pergi memberi kabar kepada pangcu, tapi diapun kuatir timbul
kesalahan dibalik kesemuanya ini, setelah berpikir sebentar dan merasa
kalau dia masih mampu untuk menghadapi Ku Gwat cong, maka
diputuskannya untuk menanti lebih jauh.
Tak lama kemudian, pengemis muda tadi sudah menongolkan
kepalanya kembali dari balik pagar pintu bambu, lalu menggape ke arah
nya. Tanpa berpikir panjang lagi, dia segera munculkan diri dan memburu ke
depan: Pengemis muda itu segera berbisik: "Kemarilah kau, kebetulan sekali
dalam ruangan itu tak ada orangnya..." "Aaah, masa dia sudah pergi," Ang Beng liang segera
berkerut kening. Pengemis muda itu menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya sambil mengayunkan tangan: "Mungkin sedang keluar rumah
untuk melakukan suatu pekerjaan, diatas meja kutemukan secarik kertas, coba lihatlah !"
Seraya berkata dia lantas menyerahkan secarik kertas kepada
kepada Ang Beng liang. Setelah menerima surat itu, Ang Beng liang
segera memeriksanya dengan seksama, diatas kertas itu tertulislah beberapa
huruf. "Ulat arakku sedang ngamuk, aku keluar rumah mencari arak sebentar,
bila sudah datang tunggulah kedatanganku !"
Dibawahnya tidak tercancum nama, tapi tertulisan sebuah mangkuk,
didalam mangkuk ada araknya. Itulah tanda rahasia dari pengemis tua Ku Gwat cong ! Ang Beng
liang menjadi girang, biji mata nya segera berputar,
kemudian memandang sekejap kearah pengemis muda itu, katanya
dengan cepat: "Sekarang tiada persoalan yang mesti merepotkan dirimu lagi, mungkin
kau masih keburu pergi keruang Sian-tong mencari sedekah."
Tampaknya pengemis muda itu memang seorang yang cerdik, dengan
cepat dia menyam bung: "Ya, mungkin saja, kalau begitu aku pergi dulu." Sehabis berkata dia
baru berlalu dari situ, sekejap mata
kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata. Ang
Beng liang segera memanggil datang ke tiga orang anak
buahnya, lalu bisiknya. "Salah seorang diantara kalian berangkatlah
dengan segera ke rumah penginapan untuk melaporkan kejadian ini kepada Tan pangcu,
katakan kalau kita telah berhasil menemukan tempat persembunyian
dari Ku Gwat cong, harap pangcu segera datang kemari, makin cepat
semakin baik." "Sedang dua lainnya, satu pergi ke kuil untuk memanggil datang Tan
congkoan dan segenap jago lihay yang ada untuk berkumpul disini,
sedang yang lain pergi ke sekitar kota untuk mengumpulkan seluruh
jago lihay yang kita persiapkan cepat!"
Ke tiga orang anak buahnya segera mengiakan dan berangkat
meninggalkan tempat itu dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka
sudah pergi jauh. Tak lama kemudian Tan Tiang hoa dengan membawa jago jagonya tiba
disana lebih dulu, menyusul kemudian seorang manusia berbaju abu abu
yang membawa enam orang jago lihay menyusul tiba, sedangkan
pangcu yang menyebut dirinya bernama
Yan Tan hong dengan mengajak dua orang dayang berbaju merahnya
datang paling belakangan. Pertama-tama Ang Beng liang menerangkan dahulu kisah penemuannya
itu, kemudian menyerahkan kertas tulisan dari Ku Gwat cong itu kepada
pangcunya agar diperiksa. Dengan cepat sang ketua menitahkan anak buahnya agar menyebarkan
diri dan tidak menunjukkan jejaknya secara sembarangan kemudian dia
bersama dua orang dayangnya beserta Ang Beng liang, Tan Tiang-hoa
dan manusia berbaju abu abu itu menyelinap ke dalam ruangan.
Menurut tulisan diatas secarik kertas yang mereka temukan Ku Gwat
cong hanya keluar rumah untuk mencari arak, itu berarti tak lama
kemudian pasti akan balik ke sana. Menurut perkiraan pangcu mereka, dalam sepertanak nasi kemudian ia
pasti sudah akan balik kembali, sekalipun lebih lambat juga tak akan
terlalu malam. Apalagi menurut tulisan yang ditinggalkan Ku Gwat cong, agaknya surat
itu memang sengaja dititipkan buat muridnya Siau Hau cu, sekalipun Ku
Gwat cong datang agak terlambat, Siau Hou cu pasti akan segera
sampai disana. Maka bersama Ang Beng liang dan Tan Tiong hoa sekalian merasa yakin
kalau perjalanan mereka kali ini tak akan sia sia belaka.
Maka merekapun menanti dengan tenang, menunggu Ku Gwat cong
dan muridnya masuk perangkap. Sementara itu dibelakang dinding kuil Kwan ya bio, tampak siau liong
"Sun Tiong lo", Siau Hou cu dan Ku Gwat cong sedang bergandengan
tangan berjalan menuju kedalam sebuah hutan kecil tak jauh dari sana.
Setelah masuk kedalam hutan, mula pertama Ku Gwat cong yang
bertanya dulu kepada Siau Hou cu. "Bagaimana" Apakah urusannya telah beres?" Siau Hou cu segera
tertawa cekikikan, dari sakunya dia
mengeluarkan dua keping uang perak sambil menyahut: "Jangan kuatir
suhu, selamanya Siau Ho cu bekerja dengan
sempurna, aku yakin pada saat ini mereka pasti sudah berada dalam
rumah kosong itu menunggu suhu datang kesana !"
"Lantas dari mana kau dapatkan uang ini?" tanya Ku Gwat cong sambil
menuding uang perak ditangannya seraya tertawa.
Kembali Siau Hou cu tertawa cekikikan. "Suhu, apakah kau masih
ingat dengan dua keping uang perak yang pernah kau peroleh dari Pit It kiam tempo hari" Siau Hou cu telah
menirukan siasat yang sama dan menyuruh Ang Beng lian
menghadiahkan uang itu kepadaku dengan rela !"
"Bagus sekali!" puji Ku Gwat cong sambil menepuk-nepuk bahu Siau
Hou cu, "tampaknya taktik menjebak, mengelabui menculik, menipu
memeras dan meminta telah kau pelajari, sejak kini kau sudah tak usah
kuatir mati kelaparan lagi, dan aku pun boleh pergi dengan perasaan
lega!" "Suhu, apa maksudmu?" seru Siau Hou cu tertegun. "Siau Hou cu,
sekarang sudah sampailah saat kita guru dan
murid untuk saling berpisah!" "Suhu" seru Siau Hou cu menjadi berdiri
bodoh, "tampaknya kau lagi-lagi sedang mencari akal guna mempermainkan siau Hou cu?"
Dengan wajah serius Ku Gwat cong menggeleng. "Aku berbicara
sejujurnya, aku akan berpisah dengan kalian!"
katanya cepat. Sun Tiong-lo yang mendengar perkataan itu segera
menarik ikat pinggang Ku Gwat-cong yang terbuat dari tali seraya berseru: "Tidak,
tidak boleh, kau tak boleh pergi, aku masih mempunyai
banyak persoalan yang hendak ditanyakan kepadamu!"
Ku Gwat-cong memandang sekejap ke arah nya, lalu memandang pula
ke arah Siau Hau cu, setelah itu ujarnya:
"Aku mengerti, pertama tama yang ingin kau tanyakan adalah masalah
asal-usulmu sendiri bukan?" "Benar!" Sun Tiong lo mengangguk, "kemudian akupun ingin bertanya
apa hubunganku dengan Ciu Tong, lalu .. . ."
Ku Gwat cong tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya sambil
menuding ke arah Siau Hou cu katanya.
"Siau Hou cu, apakah kau ingin mengetahui asal usulmu?" Siau Hou
cu agak tertegun menghadapi per-tanyaaan itu, tiba
tiba dia bertanya: "Suhu, aku hanya tahu kalau aku adalah seorang
anak yatim piatu, apakah aku..." Ku Gwat-cong segera menghela nafas panjang,
dari sakunya ia mengambil sejilid kitab yang besarnya seperti sebuah kepalan tangan
dan tebalnya cuma dua hun, lalu setelah memandang sekejap wajah
Siau liong, kemudian memandang wajah Siau hou, katanya:
"Asal usul kalian mempunyai sangkut paut yang sangat erat, dalam
kitab kecil ini semuanya tertulis jelas, Siau liong she Sun sedang Siau
hou she Sun, orang tua kalian telah mengalami suatu musibah yang
amat tragis!" Siau Hou cu segera membelalakkan sepasang matanya yang besar,
senyuman binalnya dihari-hari biasa kini lenyap tak berbekas, dengan
suara agak emosi serunya: "Suhu, aku berasal dari mana, orang tuaku adalah... "Jangan
bertanya kepadaku." tukas Ku Gwat-cong sebelum
pengemis itu menyelesaikan kata-katanya, "bacalah sendiri isi kitab itu,
tapi ingat, kalian mesti bertindak bajik dan bijaksana, terhadap orang
mesti setia dan dapat di percaya, kalau bukan keadaan amat
mendesak, jangan sembarangan membunuh orang!"
Selesai berkata, dia berikan kitab kecil itu kepada Siau liong dan Siau
Hou cu. "Suhu," Siau Hou-cu segera berseru, "kalau toh kau mengetahui duduk
persoalan yang sebenarnya, mengapa tidak kau beritahukan saja
kepada tecu secara langsung?" Ku Gwat cong segera menggengkan kepalanya berulang kali. Ketika
aku menerimamu dulu sesungguhnya dipaksa oleh
keadaan, toh selama ini aku tak menyuruh kau berlutut didepan Cousu
ya" Mulai saat ini perkumpulan kaum pengemis sudah tiada
hubungannya dengan dirimu lagi."
"Gara-gara kalian berdua, aku sudah mengesampingkan urusan besarku
sendiri, kini kalian sudah memperoleh hasil yang lumayan, bila ada
jodoh dikemudian hari kita pasti dapat bersua lagi."
Selesai berkata, Ku Gwat-cong segera membalikkan badannya dan
berlalu dari situ. Sun Tiong lo dan Siau hou cu segera berteriak sambil mengejar, tapi KL
Gwat cong kembali berseru. "Cepat tinggalkan kota Tong ciu dan laksanakan seperti apa yang tertulis
dalam kitab itu, mungin saja kita akan bersua lagi dikemudian hari, kalau
tidak, kalian akan merusak saja semua rencana yang telah tersusun...!"
Setelah mendengar perkataan itu, Siauw Hou cu segera menghentikan
langkahnya, dia tahu sekalipun hendak disusul juga tak bakal bisa
tersusul. Padahal berbicara dari tenaga dalam yang di miliki Sun Tiong lo
sekarang, seandainya dia ingin mengejar, sudah pasti Ku Gwat cong tak
bakal bisa lolos, namun oleh karena Siau Hou cu menghentikan
langkahnya, maka sekali pun berhasil tersusul apa pula yang bisa dia


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lakukan" Setelah berhenti dan menggosok-gosok mata nya, Siau Hou cu berkata
kemudian: "Siau long, kita tak usah mengejar lagi, bila suhu sudah ingin pergi,
sekalipun disusul per-cuma, cuma sudah belasan tahun aku tak pernah
meninggalkan dia orang tua, sekarang .. ."
Ia tak sanggup kembali melanjutkan kata-katanya, sementara air mata
jatuh bercucuran dengan derasnya. Sepasang mata Sun Tiong lopun ikut berubah menjadi merah, tapi ia
masih mencoba untuk menghibur Siau Hou cu:
"Jangan bersedih hati engkoh Siau hou, mari kita mencari suatu tempat
lebih dulu untuk memeriksa isi kitab kecil ini kemudian baru
menentukan langkah selanjutnya!"
Siau Hou cu manggut manggut. "Apa yang dikatakan suhu sebelum
berangkat tadi memang tepat sekali, yang penting sekarang adalah cepat-cepat meninggalkan tempat
berbahaya ini!" Sun Tiong lo mengiakan. "Engkoh Siau hou, aku cuma pernah keluar
rumah satu kali, mulai sekarang . .." "Siau liong, kau tak usah kuatir." tukas Siau Hou-cu
cepat, "mau ke utara, selatan, timur atau barat, semua tempat kukenal dengan
jelas, ikuti saja diriku," sekarang mari kita berangkat dulu ke Ci-tian !"
Maka berangkatlah kedua orang itu melanjutkan perjalanan ke depan.
- ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** Malam itu, mereka berdua berbaring diatas rumput
di suatu tempat yang sepi diluar kota, siapapun tidak berbicara. Bintang
bertaburan diangkasa, lampu menyinari permukaan
jagad, hanya mereka berdua yang mempunyai persoalan yang
mengganjal hati sehingga membuat pikiran menjadi kusut, banyak
masalah yang memenuhi benaknya, namun tak sepotongpun yang
sanggup di utarakan keluar. Dan sampai setengah harian kemudian, siau Hou-cu baru berbicara lebih
dahulu: "Siau liong, kau belum tidur ?" Sun Tiong lo hanya menggelengkan
kepalanya tanpa menjawab. Siau Hou cu segera menghela napas
panjang kembali ujarnya: "Akupun tak dapat tidur, Siau liong, bagaimana kalau kita membuat api
unggun dan memeriksa isi kitab kecil itu?"
"BetuI." teriak Sun Tiong lo sambil melompat bangun, "siang tadi kita
hanya ribut melakukan perjalanan, sampai-sampai persoalan inipun
terlupakan." sambungnya kembali.
Dan sambil berkata dia mulai mengumpulkan ranting-ranting kering dan
menimbunnya menjadi satu, siau Hou cu membantu pula, dalam waktu
singkat sejumlah ranting kering sudah terkumpulkan dan cukup untuk
dipakai setengah harian. Dari sakunya Siau Houcu mengeluarkan alat pembuat api, tatkala api
unggun sudah terbuat, Sun Tiong lo baru mengeluarkan kitab kecil itu
dan diserahkan kepada Siau Houcu sambil berkata.
"Engkoh Siauhou kau bacalah lebih dulu." Siau Hou cu segera
menggeleng. "Mari kita membaca bersama-sama, sehingga kalau
menemukan hal hal yang tak jelas bisa dirundingkan!"
- ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
Jilid 19 MEREKA berdua pun segera duduk di tepi api unggun sambil membuka
kitab kecil itu, tapi apa yang kemudian terbaca membuat kedua orang
itu menjadi tertegun. Kiranya pada halaman yang pertama hanya terlukis beberapa patah
kata saja. "Untuk menyelidiki asal usul, datang dulu ke Bukit Pemakan Manusia!"
Siau Hou cu dan Sun Tiong lo saling berpandangan sekejap, kemudian
mereka membalik halaman yang kedua, disitu hanya tertulis berapa
huruf saja. "Kemudian seberangi sungai Ang sui hoo (Sungai air merah)!"
Halaman berikutnya pun tidak dijumpai kata kata yang terlalu
banyak, disana tertuliskan "Datang ke perkampungan Mo keh ceng
(perkampungan keluarga Mo) dibawah kaki bukit wu san dan cari Mo kiau jiu!" Maka
satu halaman demi satu halaman mereka buka ternyata
sepuluh dari sebelas halaman yang terdapat dalam kitab kecil itu
berisikan tempat tempat yang harus mereka datanginya.
Sampai pada halaman yang kesepuluh, disitu baru tercantum tiga huruf
saja yakni: "Si hun loo (Loteng penemu sukma)!" Pada halaman yang ke sebelas
atau halaman terakhir, disitu tercantum kata yang jauh lebih banyak, anrara lain berbunyi demikian.
"Sekarang kalian sudah mengetahui asal usul sendiri, dendamkah,
penasarankah, membalaskah atau tidak, semuanya terserah kepada
kalian sendiri, orang lain tak dapat menentukannya bagi kalian!"
Selesai, isi kitab itu benar-benar selesai begitu saja tanpa tercantum
keterangan lain. Siau Hou cu berdua menjadi termangu, mereka benar-benar dibuat
menangis tak bisa tertawa pun tak dapat selesai membaca isi kitab
tersebut. Kitab aneh memang banyak dijumpai dikolong langit, tapi rasanya
seaneh-anehnya kitab itu tak akan menangkan keanehan dari kitab kecil
peninggalan dari Ku Gwat cong ini, tiada ujungnyapun tiada pangkalnya,
sekalipun telah dibaca hasilnya tetap seperti tak pernah terbaca.
Didalam kitab itu bukan saja tiada petunjuk pun tidak pernah tercantum
dimanakah letak ke sepuluh tempat yang harus mereka datangi itu,
lebih lagi tidak tercantum kata kata yang menyangkut asal usul mereka,
bayangkan saja aneh tidak kitab semacam itu.
Yang lebih aneh lagi adalah kalimat pada halaman yang terakhir, disana
tercantum kata-kata yang berbunyi begini:
"Sekarang kalian telah mengetahui asal usul kalian sendiri !"
Hakekatnya kejadian ini merupakan suatu lelucon yang amat
besar, suatu lelucon yang amat mendongkolkan hati. Lewat setengah
harian kemudian, Sun Tiong lo seperti menyadari
akan sesuatu, serunya. "Engkoh Siau hou, menurut pendapatmu, apa
yang harus kita lakukan sekarang?" Siau houcu tertawa getir dan menggelengkan
kepalanya berulang kali. "Apa daya" Kitab dari suhu ini pada hakekatnya jauh lebih sukar
dimengerti dari pada Kitab dari langit !" Sun Tiong lo memutar matanya
lalu berkata, "Aku mah berhasil
menemukan sedikit titik terang, mungkin kesepuluh tempat yang
dimaksudkan mempunyai hubungan yang erat dengan asal usul kita,
dan lagi harus dilewati semua lebih dulu kemudian baru...."
Belum habis perkataan itu diutarakan, Siau Hou cu sudah melompat
bangun sambil menukas. "Saudaraku, tepat sekali dugaanmu itu, hayo berangkat, kita segera
datangi Bukit Pemakan marusia!"
"Tunggu dulu engkoh Siau hou" seru Sun Tiong lo sambil menarik
tangan saudaranya "Tahukah kau Bukit Pemakan manusia dimana?"
Siau hou cu berdiri bodoh, dia menggelengkan kepalanya berulang kali,
sampai lama kemudian baru sahutnya!
"Aku tidak tahu. aaai... suhu memang sangat aneh, mengapa dia tidak
menerangkan hal ini sampai jelas..."
Belum selesai dia berkata, tiba-tiba Sun Tiong lo berbisik dengan suara
lirih: "Engkoh Siau hout cepat padamkan api unggun, ada orang datang."
Sambil berkata Sun Tiong lo segera mengambil setumpukan rumput
basah dan menutupi api unggun itu. Siau Hou-cu berkerut kening, dia menyimpan dulu kitab kecil itu,
kemudian baru memadamkan api unggun tersebut dengan rumput dan
tanah, dengan waktu singkat api telah padam tinggal asap putih saja
yang masih mengepul di angkasa. Sambil menuding semak belukar sepuluh ka ki didepan sana, Sun
Tiong-lo kembali berseru. "Engkoh Siau-hou, mari kita bersembunyi ke sana, coba lihat siapa saja
yang datang !" "Mengapa tidak bersembunyi didalam hutan saja ?" tanya Siau Hou-cu
sambil menuding sebuah hutan tak jauh dari sana.
Sun Tiong lo segera menggelengkan-kepalanya berulang kali, sahutnya
dengan lirih: "Hutan bukan suatu tempat persembunyian yang baik, kita saja bisa
berpikir kesitu, apakah orang lain tak bisa berpikir pula kesana?"
Dan seraya berkata ia sudah berlarian lebih dulu menuju ke arah semak
belukar yang di maksudkan. Terpaksa Siau Houcu harus mengikuti dibelakangnya.
Walaupun mereka telah menyembunyikan diri, ternyata tiada orang
yang muncul disitu, tanpa terasa Siau Houcu lantas bertanya dengan
suara lirih. "Siau liong, kau benar benar telah mendengar sesuatu ?" "Eeeh,
apakah engkoh Siau hou tidak mendengar apa apa ?" Sun
Tiong lo balik bertanya. Siau Hou cu tidak menjawab, tapi dia tahu
bahwa ia pribadi tidak mendengar gerakan apa apa. Tapi setelah lewat beberapa saat
kemudian tampaklah lima sosok bayangan melayang turun ditepi api unggun dengan kecepatan luar
biasa, Tergerak hatinya menyaksikan kejadian ini tanpa terasa dia
berpaling dan memandang sekejap kearah Siau liong.
Dalam pada itu, salah seorang diantara kelima sosok bayangan manusia
itu telah menyepak-nyepak bekas api unggun itu dengan kaki nya,
terhembus oleh angin, api unggun yang masih mengeluarkan asap putih
itu segera muncul kembali kobaran api.
Orang itu segera mendengus dingin, kepada salah seorang diantara
keempat orang tersebut: "Sorot mata pangcu memang amat tajam benar, disini memang ada
orang, lagi pula pergi belum lama!"
Mendengar suara itu, Siau Hou cu menjadi ketakutan setengah mati
karena tak lain orang itu adalah Ang Beng liang.
Tak bisa disangka lagi, sang ketua yang mempunyai tenaga dalam jauh
lebih dahsyat dari Ang Beng liang pun telah datang.
Benar juga, begitu Ang Beng liang selesai berkata, Yan pangcu segera
menyahut. "Coba kau periksa lagi dengan seksama, berapa orangkah yang pernah
berada disini?" Ang Beng liang segera berjongkok dan meneliti berapa saat lamanya,
kemudian menjawab: "Hujin, aneh sekali kejadian ini, disini cuma ada bekas kaki dua orang!"
"Mungkin Ku Gwat cong dan muridnya?" sela Tan Tiang hoa dari
samping tiba tiba. "Tan Cong koan" kata Ang Beng liang kemudian, "tentunya kau masih
ingat, semalam Kim ih hui siu (kakek terbang berbaju emas) mengirim
kabar yang memberitahukan kalau Ku Gwat cong telah keluar
perbatasan seorang diri, mana mungkin dia bisa muncul kembali disini?"
Tan tiang hoa sedikitpun tak sungkan-sungkan, sambil tertawa dingin ia
menjawab. "Hal ini bukan disebabkan aku telah lupa dengan berita yang dikirim si
kakek terbang, adalah karena persoalan yang dilakukan Hu-pangcu
kemarin membuat aku mendapat pengalaman baru !"
Kontan saja Ang Beng liang terbungkam oleh perkataan itu, namun
diapun merasa mendongkol sekali. Sekalipun demikian dia tak sanggup membantah barang sepatah
katapun juga. Siau Hou cu benar-benar telah menipunya habis-habisan, bukan cuma
kehilangan dua keping uang perak, bahkan justeru lantaran dia
menghimpun semua kekuatannya ke suatu tempat, hal ini membuat Ku
Gwat cong dan muridnya berhasil melarikan diri.
Dan sekarang Tan Tiang hoa menyindirnya dengan menggunakan
persoalan itu, bagaimana mungkin ia tidak dibikin kheki bercampur
mendongkol. Setelah berpikir sebentar, dia lantas berjongkok dan melakukan
pemeriksaan yang seksama, kemudian sambil mendongakkan kepala
nya dia berkata lagi: "Tempat ini memang didatangi oleh dua orang, lagi pula dua orang
bocah...." Tan Tiang hoa disebut orang sebagai Tok siu (kakek beracun), bisa
diketahui bagaimanakah watak serta cara berpikir orang ini, begitu
mendapat kesempatan, tentu saja ia tak akan menyia- nyiakan dengan
begitu saja, maka kembali ujarnya: "Aaah, masa dua orang bocah cilik " Hu pangcu, atas dasar apa kau
berani mengatakan demikian ?" Ang Beng liang tidak menggubris sindiran tersebut, kepada Yan pangcu
segera katanya: "Pangcu, menurut ukuran kaki yang membekas di tanah, bisa diduga
kalau kedua orang itu adalah dua orang bocah!"
Tampaknya Yan pangcu merasa kurang senang dengan wakil ketuanya
ini, katanya kemudian. "Bekas kaki orang dewasa kadangkala hampir sama dengan bekas kaki
anak, dugaan tersebut tak bisa ditarik berdasarkan kesimpulan ini!"
Setelah berulang kali ketanggor batunya, bukan saja Ang Beng liang
merasa semakin membenci kepada siau Hou cu yang siang tadi telah
menipunya habis-habisan, terhadap Tan-Tiang hoa pun merasa amat
membenci, diam-diam ia bersumpah, suatu ketika sakit hati ini pasti
akan dibalas. Sekalipun demikian, dia tidak berani bertindak kasar terhadap
pangcunya, maka itu biji matanya segera berputar mencari akal, dan
kemudian katanya: "Hamba hanya dapat melihat sebanyak itu saja, mungkin Tan congkoan
mempunyai pendapat lain." Tan Tiang hoa tertawa seram, dia turut berjongkok buat melakukan
pemeriksaan terhadap sisa-sisa api unggun tadi, setelah itu sambil
berdiri katanya: "Pangcu, hamba rasa entah siapakah orang ini, sudah pasti dia belum
kabur terlalu jauh." Sembari bekata sorot matanya segera memandang sekejap ke arah
sebuah hutan yang tak jauh dari situ.
Yan pangcu segera manggut-manggut. Tan Tiang hoa merogoh
kedalam sakunya dan mengayunkan sesuatu ke tengah udara, sekilas cehaya api segera meluncur
keangkasa, dalam waktu singkat bunyi ledakan keras menggelegar
memecahkan keheningan segulung bola apipun muncul diangkasa yang
gelap. Tak lama kemudian tampak puluhan sosok bayangan manusia
bermunculan ketengah arena dengan kecepatan luar biasa, semua
orang itu berdiri serius tanpa berbicara maupun bergerak agaknya
sedang menantikan perintah dari atasannya.
Sambil menunjuk ke arah, Tan Tiang hoa berseru. "Dalam hutan ada
musuh, geledah sampai ketemu, cepat!" Puluhan orang jago lihay
berbaju hitam itu segera mengiakan dan bergerak kedepan. Tampaknya mereka sudah mempunyai kontak
secara diam-diam, serta merta orang-orang itu menyebarkan diri keempat penjuru dan
tanpa ragu-ragu menerjang masuk kedalam hutan.
Dalam pada itu, Siau Hou cu telah menjawil tangan Sun Tiong Io sambil
mengacungkan jempolnya. Merah padam selembar wajah Sun Tiong lo karena jengah, dia hanya


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertawa dan tentu saja merasa bangga.
Menyusul kemudian Siau Hou cu menarik tangan Sun Tiong lo sambil
menuding kebelakang, sementara jari tengah dan telunjuk tangan
kanannya membuat gerakan orang sedang berjalan diatas tanah.
Maksudnya sudah jelas sekali, yakni karena pihak lawan kelewat banyak
jumlahnya, tenaga dalam merekapun terlalu tinggi, lebih baik kita pergi
saja. Siapa tahu Sun Tiong lo segera menggelengkan kepalanya berulang kali,
dengan cepat dia menuding mata dan telinga sendiri
Maksudnya dia tak ingin pergi, dia ingin mendengarkan lebih lanjut.
Melihat hal itu diam-diam Siau Hou cu merasa gelisah, sebab selisih
kekuatan kedua belah pihak kelewat besar, dan sekarang entah apa
yang terdengar dan yang terlihat, tak mungkin bisa menemukan sesuatu
yang berguna. Sekalipun demikian, setelah Sun Tiong lo bertekad hendak
mendengarkan lebih lanjut dan melihat lebih jauh, tentu saja Siau Hou
cu tak ingin dianggap sebagai setan pengecut, maka diapun bertekad
untuk melihat dan mendengarkan lebih lanjut, bila muncul persoalan
baru dibicarakan lebih jauh. Kurang lebih dari setengah pertanak nasi kemudian, puluhan orang jago
liehay berbaju hitam yang melakukan penggeledahan kedalam hutan itu
sudah muncul kembali. Salah seorang diantaranya yang bertindak sebagai komandan segera
melapor kepada ketuanya: "Hamba telah menggeledah setiap batang pohon yang berada didalam
hutan, namun tidak menemukan jejak seseorangpun!"
Dengan suara dalam Ang Hu pangcu segera membentak keras: "Tan
congkoan menitahkan kalian untuk menangkap musuh
tangguh didalam hutan, itu berarti ia sudah mempunyai bukti yang
pasti, Hmm, tampaknya cara kerja kalian tidak beres sehingga jejak
musuhpun tidak berhasil di temukan, bukan begitu saja bahkan berani
beralasan macam-macam, tampaknya nyali kamu semua tidak kecil!"
Pembalasan yang dilontarkan dengan sindiran tajam ini benar benar
cepat sekali datangnya, kontan saja paras muka Tan Tiang hoa jadi
merah padam lantaran jengah, dia benar-benar tak sanggup berbicara
lagi. Sementara itu Yan pangcu telah berpaling ke arah Tan Tiang-hoa
sembari berkata: "Tan congkoan, didalam hutan tiada jejak musuh ?" Tan Tiang-hoa
tak berani mengambil keputusan menurut pikiran
sendiri maka sambil membungkukkan badannya dia berkata:
"Kemampuan hamba hanya berbatas sampai disini, mungkin saja
pihak lawan kelewat licik!" Yan pangcu segera tertawa dingin. "Hmm....
dari sini menuju ke depan sana hanya bersedia tiga
buah jalur jalan raya, aku yakin mereka masih belum kabur terlampau
jauh" katanya kemudian, "kalian semua membagilah diri menjadi tiga
kelompok dan mengejar dari tiga jalan tersebut, besok pagi temui aku di
dusun Yan liu-cun!" Selesai berkata dia lantas memberi tanda kepada kedua orang
dayangnya dan berlalu lebih dulu dari situ.
Maka Ang Beng liang dan Tan Tiang hoa masing-masing memimpin
sepasukan jago lihay melakukan pengejaran kilat melalui dua arah yang
lain, dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari
pandangan mata. Menanti bayangan tubuh dari orang orang itu sudah pergi jauh, Siau
Hou cu baru menggelengkan kepalanya sambil berkata:
"Siau liong, tadi kau tak mau pergi apakah benar karena ingin melihat
dan mendengarkan?" Sun Tiong lo segera tertawa. "Waktu itu kita tak akan berhasil
melarikan diri dari sini, sekalipun dapat menghindarkan diri dari pengejaran Ang Beng liang
dan ketiga pasukan pengejarnya, sudah pasti kita akan tersusul oleh
Yan Tan hong, buat apa mesti mencari kesulitan diri sendiri ?"
Siau Hou cu melirik sekejap kearah Siau liong, lalu katanya:
"Apakah kesemuanya ini adalah ajaran dari suhu ?"
Sun Tiong lo menggelengkan kepalanya belulang kali. Kalau cuma soal
itu tak usah di ajarkan oleh orang lain, asal kita mau memikirkan
dengan seksama niscaya semuanya akan menjadi jelas.
"Sungguh aneh", kata Siau Hou cu kemudian sambil menggelengkan
kepalanya berulang kali, "semasa suhu masih ada, setiap saat aku selalu
dipuji sebagai orang pintar, tapi heran mengapa kalau kuturuti jalan
pemikiran yang kuanggap pintar tadi, justru berubah menjadi tolol ?"
"Sebelum berbicara tadi akupun telah berpikir, malah memikirkan
persoalanku dengan seksama, tapi apa sebabnya apa yang kupikir
justru berbeda dengan apa yang kau pikirkan?"
Sun Tiong lo mengerdipkan matanya berulang kali, lalu menjawab:
"Siau Hou ko, bagaimana menurut jalan pemikiranmu?" Siau Hou cu
segera tertawa, "Aku sedang memikirkan diriku sendiri, misalkan saja
tadi, aku berpendapat bahwa kemampuanku masih belum cukup untuk
menandingi lawan, bila tetap berada disini dan sampai ketahuan
jejaknya, niscaya sulit bagiku untuk meloloskan diri, itulah sebabnya aku
bertekad untuk pergi saja dari sini!"
"Waktu itu, akupun sedang berpikir bagiku sendiri" kata Sun Tiorg-lo
sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, "cuma yang ku pikirkan
bukanlah apakah aku mesti kabur atau tidak, melainkan kubayangkan
diriku menjadi pihak lawan, kemudian kupikirkan seandainya aku yang
menghadapi kejadian seperti ini, apa yang hendak kulakukan!"
Mendengar perkataan itu, siau Hou cu menjadi paham kembali, dia
segera tertawa terkekeh-kekeh, sambil menepuk bahu Siau
liong,katanya: "Siau liong, kau memang hebat, kali ini aku benar benar sudah
mengerti." Sun Tiang lo juga tertawa terkekeh-kekeh, "Betul engkoh Siau hou, kita
segera pergi !" "Benar, kita mesti berangkat ke dusun Yang liu cim, kita harus
melakukan kembali taktik seperti yang kita lakukan barusan!"
Sun Tiong lo melirik sekejap ke arah Siau Hou cu, kemudian katanya:
"Berbicara yang sebenarnya, semakin dekat kita berada disekitar
mereka, semakin tak mereka sangka tempat persembunyian kita, cuma
kitapun tak boleh bertindak kelewat gegabah, semua hal mesti
dilakukan dengan berhati hati,"
Siau Hou cu tertawa cekikikan, sambil memungut tongkat penggebuk
anjingnya ia bilang: "Legakan saja hatimu, mereka tidak akan mampu untuk menangkap kita
berdua!" Sun Tiong lo memandang sekejap tongkat penggebuk anjing milik Siau
Hou cu, lalu katanya tiba-tiba: "Engkoh siau-hou, aku masih teringat dengan ucapan dari si pengemis
tua, kau dan perkumpulan pengemis tiada hubungan apa- apa lagi,
kalau memang demikian, mengapa kita berdua tidak bertukar pakaian
saja ?" Siau Hou cu berpikir sebentar, lalu serunya dengan gembira:
"Benar, mari kita percepat langkah kita menuju ke dusun Yangliu-
cun, kita berganti pakaian disitu saja !" Seusai berkata, mereka
berdua segera menghimpun tenaga dalamnya dan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk
meluncur ke depan sana. - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** Dusun Yang liu cun termasuk sebuah kota yang
cukup ramai, sebab kota kecil ini merupakan urat nadi perdagangan dan
merupakan persimpangan jalan menuju ke ibu koka, itulah sebabnya
banyak saudagar yang berhenti disitu dan suasana amat ramai.
Dalam kota Yang liu cun terdapat delapan buah penginapan empat
diantaranya terhitung rumah penginapan yang cukup besar, sedangkan
empat sisanya merupakan penginapan kecil
Menjelang fajar, Siau Hou Cu dan Siau liong baru tiba di dalam dusun
tersebut. Siau Hou cu segera menarik tangan Siau liong sembari berkata:
"Mari kita mencari rumah penginapan dulu, cari yang kecil saja
tapi mesti kelas yang lumayan !" Dalam persoalan seperti ini, Sun Tiong
lo boleh dibilang belum pengalaman, ia merasa apa yang diucapkan Siau Hou cu pasti tak salah
maka merekapun memasuki sebuah rumah penginapan yang memakai
merek Hongan. Dengan potongan Siau Hou cu macam pengemis, tentu saja bukan suaiu
pekerjaan yang mudah cari kamar, untung dia melakukan perjalanan
bersama Sun Tiong lo, sehingga sang pelayan baru berani
menganggapnya sebagai tamu. Baru saja mereka masuk ke kamar, Siau Hou cu telah berseru kepada
pelayan penginapan. "Hei, Siau ji ko, apakah disini terdapat toko penjual pakaian?" Pelayan
ini memperhatikan Siau Hou cu sekejap, kemudian
sahutnya. Siau Hou cu memang pandai bermain sandiwara, sebelum
berbicara ia tertawa dulu, kemudian dengan wajah memerah katanya,
"Benar, aku sudah berapa tahun meninggalkan rumah sehingga
tampangku berubah menjadi begini rupa, untung saudaraku ini bersedia
mengembara kemana mana untuk mencari jejakku,
sebelum sampai dirumah, tentu saja aku tak boleh berdandan seperti ini
lagi . . ." Tak usah dilanjutkan kata kata itupun sang pelayan sudah mengerti,
katanya sambil tertawa. "Hambapun sedang keheranan tadi, hamba heran Kongcu-ya tidak
bertampang seorang pengemis, kenapa dandanannya macam begitu,
rupanya begitulah kejadiannya, cuma kongcu-ya .. sekarang hari masih
pagi . . ." Sebelum pelayan itu menyelesaikan kata-katanya, Siou Hou cu sudah
merogoh dalam saku nya mengeluarkan sekeping uang perak, lalu
sambil diangsurkan pada si pelayan, katanya.
"Siau jiko, terimalah sedikit uang ini untuk membeli arak, sekalian
tolonglah mengetuk pintu toko, ambilkan empat stel pakaian yang
cocok dengan potongan badan kami berdua."
Orang kuno bilang: Asal punya uang, setan pun bisa diperintah, Apalagi
pelayan itu hanya seorang manusia biasa yang masih kemaruk oleh
harta, sambil menerima pemberian itu buru-buru dia mengundurkan diri
dari situ. Tak selang beberapa saat kemudian, dia telah muncul kembali dengan
membawa enam stel pakaian, Siau Hou-cu segera memilih dua
diantaranya, setelah membayar dan ganti pakaian, ia baru berkata
sambil tertawa. "Siau-Iiong, kau jangan keluar dulu, tunggulah aku, aku hendak
menyelesaikan dulu suatu persoalan penting."
Sun Tiong-lo memandang ke arah siau Hou cu tanpa berkata- kata,
sedangkan Siau Hou-cu segera berlalu sambil tertawa.
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, dengan riang gembira Siau
Hou-cu muncul kembali, setelah menutup pintu kamar dan duduk
disamping Sun Tiong lo katanya dengan suara lirih.
"Kita tak jadi tinggal di penginapan ini, mari kita pindah ke penginapan
yang lain saja, sekarang juga berangkat !"
"Ganti penginapan " Aku duga kau hendak berada dalam satu
penginapan dengan Yan Tan hong bukan ?"
"Kau memang hebat sekali Siau-liong." seru Siau Hou cu sambil
mengacungkan jempolnya "tepat sekali dugaanmu itu, mari kita
berangkat." Dan setelah memanggil pelayan dan memberi persen mereka pun
pindah ke rumah penginapan yang memakai merek "Yong hoa" yang
namanya keren, ternyata perabotnya juga berkwalitet nomor satu.
Dalam penginapan Yong hoa terdapat dua buah ruangan dengan
halaman yang tersendiri satu bernama Yu lu sedangkan lainnya
bernama Ya wan. Dalam ruang Yu lu sudah terisi tamu maka Siau Hou
cu pun memesan ruangan Ya wan. Antara ruang Yu lu dengan Ya wan hanya dipisahkan oleh selapis
dinding pekarangan. Dengan cepat Sun Tiong lo tahu kalau tamu yang
menginap di ruang Yu lu sekarang sudah pasti adalah Yan Tan hong
dengan kedua orang dayangnya. Dan setelah pemilik rumah penginapan pergi Siau Hou ca segera
menutup pintu kamar dan menarik Sun Tiong lo memasuki ruangan
sebelah kiri, lalu dengan suara lirih dia berkata, "Siau liong" kamar yang
berada disebelah kita adalah kamar dari pangcu perempuan iiu, suara
pembicaraan mereka agak besar, bila kita menempelkan telinga diatas
dinding, maka apa yang mereka bicarakan kita dengar dengan jelas!"
Sun Tiong lo segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Lebih
baik aku tidur dikamar sebelah kanan saja" katanya, "aku
tak mau mendengarkan perkataan orang!" Mendengar perkataan itu,
Siau Hou cu menjadi tertegun. "Orang persilatan bilang, jika ingin
mengetahui rahasia orang, lebih baik pasang telinga menyadap pembicaraan orang, Siau
liong,jangan lupa mereka adalah musuh kita, apa yang mereka
bicarakan sembilan puluh persen pasti merugikan kita berdua!"
"Tentu saja" kata Sun Tiong lo sambil mengangguk "tapi apalah
gunanya kalau kita hanya mendengarkan belaka?"
Siau Hou cu segera berpikir sebentar, tiba-tiba dia mendongakkan
kepalanya sambil bertanya kepada Sun Tiong lo.
"Siau liong, bersediakah kau untuk menangkap mereka dan menanyai
hal ini sampai jelas?" "Tentu saja bersedia" jawab Sun Tiong lo tanpa berpikir panjang, "tapi
mudahkah untuk melakukan hal ini?"
"Mudah sekali" Siau Hou cu tertawa cekikikan, "aku sanggup untuk
melakukannya, sekarang mari kita tidur dulu, bila sudah bangun nanti
dan makan sampai kenyang, kutanggung kau pasti berhasil dengan
sukses.." Sun Tiong io memandang sekejap kearah Siau Hou cu, lalu
mengangguk. "Baiklah, kalau begitu kau boleh tidur disini. Sedang aku tidur dikamar
lain." Siau Hou cu tertawa, dia lantas melepaskan sepatunya dan
menanggalkan pakaian untuk tidur. Sebaliknya Sun Tiong Jo berjalan menuju kekamar sebelah kanan,
sesudah melepaskan sepatu, dia duduk bersila diatas pembaringan dan
menggunakan kesempatan itu untuk bersemadi menghimpun kembali
tenaga dalamnya. - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng ***
BAB KEDUA PULUH EMPAT SAMPAI tengah hari kemudian, Siau Hou cu baru bangun dari tidurnya.
Baru saja dia akan bersuara untuk memanggil Sun Tiong lo, mendadak
ia seperti teringat akan sesuatu, karena gegabahnya
hampir saja nama Siau liong diucapkan dan nyaris rencana mereka
mengalami kegagalan total.... Pelan pelan dia lantas turun dari pembaringannya dan mengenakan
sepatu, mendadak dari kamar sebelah dia mendengar ada orang sedang
bercakap-cakap: "Kalian begitu banyak orang, apa lagi terbagi menjadi tiga rombongan,
masa kabar beritapun tidak didapat, malah si kakek terbang yang jauh
diluar perbatasan berhasil membuat pahala."
Begitu mendengar nama Hui siu, atau kakek terbang di singgung, Siau
Hou cu segera merasakan jantungnya itu berdebar keras, apa lagi
setelah mendengar ucapan "membuat pahala," hampir saja jantungnya
melompat keluar. Pada saat itulah, dari kamar sebelah segera terdengar suara dari Ang
Beng liang:

Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pangcu, kalau toh Ku Gwat cong sudah terjatuh ketangan Sui siu, hal
ini membuktikan kalau dugaan hamba yang mengatakan bahwa dua
orang yang berada ditepi api unggun di-tengah hutan semalam adalah
dua orang setan cilik itu tidak salah lalu..."
"Sekalipun tidak salah lantas kenapa" Toh kosong melompong
hasilnya...?" kata sang pangcu dengan dongkol.
Ang Beng liang segera mengiakan berulang kali. "Dua orang setan
cilik itu tampaknya jauh lebih licik daripada Ku
Gwat cong, tapi setelah Ku Gwat cong tertawan, aku rasa persoalan ini
lebih mudah untuk diselesaikan sudah pasti dia mengetahui akan jejak
dari kedua orang setan cilik ini!"
Sang pangcu kembali mendengus dingin. "Hmm, kau memang pintar
sekali, memangnya hanya kau sendiri
yang bisa berpikir demikian dan orang lain tak dapat menduga sampai
ke situ?" dampratnya. Kata-kata yang amat pedas ini kontan saja membuat Ang Beng liang
untuk beberapa saat lamanya tak sanggup mengucapkan sepatah
katapun. Siau Hou cu yang berada dikamar sebelah menjadi amat gelisah,
dengan cepat dia memburu kekamar sebelah kanan, kemudian sambil
membuka pintu ruangan suaranya lirih:
"Siau liong, Siau liong, barusan aku..." Tiba-tiba dia menjumpai kalau
Sun Tiong lo sudah tidak berada didalam kamarnya, hal ini membuatnya menjadi tertegun untuk
beberapa saat lamanya. Pada saat itulah pintu ruangan dibuka orang dan Sun Tiong lo berjalan
masuk dari halaman tengah. Baru saja Siau Hou cu akan berbicara, Sun Tiong lo telah
menggelengkan kepalanya berulang kali, lalu menariknya menuju
kekamar sebelah kanan. Siau Hou cu tak dapat menahan sabarnya lagi, segera bisiknya dengan
lirih. "Suhu sudah keluar perbatasan kini beliau kena ditangkap..." "Tak
usah panik lebih dulu" tukas Sun Tiong lo sambil
menggelengkan kepalanya, "akupun sudah mendengar akan hal itu,
tapi aku tidak percaya..." Jawaban ini segera membuat Siau Hou cu menjadi tertegun, lalu
dengan kening berkerut katanya: "Kau tak percaya" Apakah berita ini palsu." "Beritanya sih tidak
palsu," sambung Sun-Tiong lo kembali,
"tetapi kemungkinan orang nya yang palsu, cobalah pikir, pangcu
perempuan ini dengan membawa begitu banyaknya jago liehaypun
tidak sanggup menemukan kita berdua dengan kemampuan yang
dimiliki oleh suhu, mana mungkin dia bisa kena di tangkap lawan?"
Siau Hou cu mengerdipkan matanya berulang kali setelah mendengar
perkataan ini, untuk beberapa saat lamanya dia tak sanggup
mengucapkan sepatah katapun. Kembali Sun Tiong lo merendahkan suaranya, dan lalu berkata lagi.
"Apakah kan lupa dengan ke enam belasnya, orang pengemis tua di
kota Tong ciu tempo hari" Nah, kejadiannya kan sama!"
Siau Hou cu merasa perkataan ada benarnya juga, maka dia segera
manggut-manggut. "Ya benar juga perkataanmu itu, masa suhu bisa ditangkap dengan
begitu mudah!" "Engkoh Siau hou" kata Sun Tiong lo kemudian sambil tertawa, "aku
rasa kita perlu menggantikan sebutan sehari hari kita, dari pada terjadi
hal hal yang tak diinginkan!" Siau Hou cu segeralah mengangguk, dengan merendahkan suaranya dia
berkata: "Yaa, ucapanmu itu memang benar, ketika baru bangun dari tidur tadi,
hampir saja aku memanggil namamu Siau liong!"
- ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** SUN TIONG LO tersenyum. "MuIai sekarang, lebih
baik kita jangan mempergunakan sebutan
siau liong atau Siau hou lagi" katanya, "baiknya kupanggil toako kepada
mu dan kau memanggil saudara atau jite kepadaku, dengan begitu, kita
boleh memanggil dengan suara keras tanpa mesti menguatirkan
perhatian orang lain..." Siau Hou cu segera tertawa, sahutnya sambil manggut-manggut
"Begitupun baik juga, tadi kau telah keluar?"
"Yaa, Ang Beng liang dan Tan Tiang hoa telah datang, maka aku mesti
selalu waspada." sahut Sun Tiong lo sambil menunjuk kearah halaman
sebelah depan, . Sicu Hou cu tidak berbicara lagi, sedang diam-diam ia menggerutu
kepada diri sendiri mengapa tidur seperti orang mati.
Sejak tengah hari tadi mereka belum bersantap, kini malampun sudah
menjelang tiba, tak heran kalau kedua orang itu merasa amat lapar.
Baru saja Siau Hou cu hendak mengatakan kepada Sun Tiong lo agar
suruh pelayan mengirim makanan ke dalam kamar, mendadak dari
kamar sebelah kedengarannya suara dari Tan Tiang hoa telah bergema
lagi: "Hamba telah mengirim orang untuk memeriksa setiap penginapan yang
berada disini, namun tidak berhasil menemukan kedua orang setan cilik
itu, pangcu, menurut pendapatmu lebih baik kita menunggu semalam
disini ataukah melanjutkan perjalanan lebih jauh..."
"Tunggu saja disini" sambung pangcu dengan dingin, "beritahu kepada
mereka, sebelum kentongan pertama nanti suruh mereka menantikan
perintahku dibelakang dua batang pohon kui di kiri mulut masuk dusun
ini, jejak mereka harus dirahasiakan!"
Mendengar perkataan itu, seperti memahami akan sesuatu Tan
Tiang-hoa segera menyahut. "Dugaan pangcu menang lihay sekali, betul bocah keparat itu pasti akan
berkunjung ke sana ! " Yan pangcu mendengus dingin. "Hmm, kebun Cui liu wan yang dulu
kini telah berubah menjadi puing-puing yang berserakan. kalau kau tak tahu akan hal ini, maka hal
ini merupakan persoalan yang serius, aku tak lebih hanya melakukan
apa adanya saja ." Selanjutnya yang terdengar adalah suara sahutan dari Tan Tiong hoa.
Dengan kening berkerut Sun Tiong lo segera bertanya kepada Siau Mou
cu. "Toako, tempat macam apakah Cui liu wan itu?"
Dengan cepat Siau Hou cu menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Siapa tahu" sahutnya, "jite, apakah tidak kau dengar pembicaraan
mereka, tempat itu adalah sebuah tempat yang terbengkalai dan tinggal
puing yang berserakan." "ltukan keadaan sekarang." tukas Sun Tiong-lo setelah memandang
sekejap kearah Siu Hou cu, "dulunya sudah pasti tempat itu merupakan
sebuah kebun bunga yang sangat indah."
"Aah, buat apa kita memperdulikan persoalan itu, toh kita tak akan
pergi kesana !" "Tidak, aku akan pergi kesana untuk melihat keadaan!" ujar Sun Tiong
lo sambil menggeleng kan kepalanya berulang kali.
Diam-diam Siau Hou cu merasa gelisah, dia benar-benar tidak
mengetahui tempat macam apakah Cui liu wan tersebut, tapi dia
pernah mendengar tentang dusun Yang liu cun ini dari sipengemis tua
dan tahu kalau tempat ini erat hubungannya dengan Sun Tiong lo.
Tapi, diapun hanya memahami akan persoalan ini saja, itupun dia
sempat menyadapnya ketika berada di kuil Kwan ya bio di kota Tong ciu
karena pura-pura tidur, ketika itu Cui Tong belum datang dan kebetulan
saja pengemis tua tersebut membicarakannya.
Dia masih teringat dengan jelas, pengemis tua itu pernah berkata kalau
Sun Tiong lo adalah keturunan keluarga Sun dari dusun Yang liu-cun
tersebut, sedang pangcu perempuan tersebut sekarang juga telah
menduga kalau dia dan Sun Tiong lo kemungkinan akan berkunjung ke
Cui liu wan yang tinggal puing berserakan hal ini membuatnya semakin
sadar kalau Cui liu wan kemungkinan besar adalah tempat tinggal Sun
Tiong lo dimasa lalu. Karena pendapat inilah maka sengaja dia menjawab dengan hambar
dan mengucapkan kata kata seperti .. " Toh kita tak akan kesana."
Siapa tahu, Sun Tiong lo pun berhasil menangkap sesuatu yang tidak
beres dibalik perkataan itu sehingga bersikeras hendak ke sana.
"Pergi kesananya memang tak menjadi soal, persoalannya sekarang
adalah pihak lawan telah mengirimkan jago-jago lihaynya ke sana, bila
mereka bersikeras hendak ke situ, bukan kah hal ini sama artinya
dengan menghantar kematian sendiri?"
Berpikir sampai disitu, Siau Hou cu segera berkata dengan suara yang
lirih: "Jite, kau toh sudah tahu bahwa pihak lawan mengirimkan jago- jago
lihaynya ke situ malam ini, kalau kita bersikeras ke sana, bukankah hal
ini..." "Toako, mengapa kita tidak berangkat sekarang juga?" tukas Sun Tiong
lo dengan cepat. Siau Hou cu cukup mengetahui watak dari Sun Tiong lo, tahu kalau tak
mungkin bisa menghalangi niatnya itu, dan lagi pergi sekarang jauh
lebih kecil resikonya daripada pergi malam nanti, maka dengan cepat
dia mengangguk. "Baik" katanya, "aku setuju kalau berangkat sekarang tapi kita mesti
mengisi perut dulu !" Sun Tiong lo manggut sambil tertawa. Maka Siau Hou cu segera
memanggil pelayan untuk memesan dua mangkuk bakmi, setelah bersantap kenyang dan memberikan
pakaian, mereka siap meninggalkan kamar.
Mendadak dari balik pintu tampak seseorang mengintip kedalam,
dengan suara keras Siau Hou cu segera berteriak:
"Hei, siapa disitu " Ditengah hari begini celingukan dimuka kamar tidur
orang ?" Seorang kakek berbaju emas segera berjalan masuk dari luar balaman,
ternyata dia adalah Tan Tiang hoa. Dengan suara yang berat Tan Tiang hoa berkata dari luar halaman.
"Tolong tanya saudara, apakah disini ada se orang kongcu dari marga
Sun ?" Baru saja Siau Hou cu hendak mengatakan tidak ada, Sun Tiong lo
telah berseru: "Ada, aku she Sun, ada urusan apa?"
Sambil berkata Sun Tiong lo memberi tanda kepada Siau Hou cu.
Siau Hou cu segera manggut-manggut dan membuka pintu
berjalan keluar ruangan. Tan Tian Hoa hanya melirik sekejap ke arah
Siau Hou cu, kemudian cepat-cepat serunya lagi sambil menjura: "Oooh, .. salah
orang, maaf kalau lohu telah mengganggu
ketenangan kalian!" Sembari berkata dia telah membalikkan badan dan
berlalu dari tempat itu dengan langkahnya yang Iebar. Diam-diam Sun Tiong lo
lantas berbisik kepada Siau Hou cu: "Toako, mari kita pergi sekarang
juga." Setelah berada dijalanan,
siau Hou cu segera menyikut Sun Tiong lo sambil berkata: "Jite
kesemuanya ini merupakan keteledoranku, kalau hanya
berganti pakaian tanpa berubah muka, lantas apa gunanya?" "Masa
wajah seseorang pun dapat dirubah?" tanya Sun Tiong lo
sambil tertawa, Siau Hou cu mengangguk. "Mengapa tak bisa dirubah,
apakah kau tak pernah mendengar tentang ilmu merubah wajah?" katanya. Sun Tiong lo menggelengkan
kepalanya berulang kali, mendadak dia berbisik. "Memancing setan masuk ke dalam rumah... waah,
rupanya ada orang yang sedang menguntil di belakang kita"
"Oya" Jite, apakah perlu kita permainkan mereka" Aku rasa ditengah
hari begini, mereka pasti akan merasa segan untuk turun tangan, mari
kita mencari akal...." "Toako, mengapa kita tidak mengikuti siasat dari pangcu perempuan itu
dengan memancing mereka datang ke Cui liu wan!" bisik Sun Tiong lo
dengan lirih. Mendengar perkataan itu, Siau Hou cu menjadi tertegun. "Jite,
tempat itu sudah pasti sepi, terpencil, mana tak ada orang
lagi, sudah pasti tak akan menguntungkan bagi kita semua..." Sun
Tiong lo cuma tertawa saja tanpa menjawab, malah langkah
kakinya lebih cepat. Siau Hou cu terpaksa harus mendampingi di
sampingnya dengan mempercepat langkahnya. Luas Yang liu cun ternyata cukup lebar,
untuk mencapai ujung kota mereka membutuhkan waktu setengah harian lamanya, dari
kejauhan sana sudah terlihat kedua batang pohon kui yang besar itu.
Dengan suara lirih Sun Tiong lo berbisik. "Tampaknya orang yang
yang menguntil di belakang kita, semakin lama semakin banyak jumlahnya." "Biar saja, makin banyak
toh semakin baik bagaimanapun kita kan sudah terlanjur sampai disini." sahut Siau Hau-ji sambil melirik
sekejap kearah Sun Tiong-lo. Kembali Sun Tiang lo tertawa. "Toako, masih ingatkah kau dengan
kitab kecil yang ditinggalkan suhu kepada kita?" "Dalam keadaan begini kau menyinggung kembali
soal kitab itu, apalah artinya ?" Sun Tiong lo seperti merasa bangga sekali, dengan
cepat sahutnya. "Pada halaman pertama dari kitab kecil itu bukankah tertuliskan "Untuk
mengetahui asal usulmu, lewati dulu Bukit pemakan manusia" toako,
sekarang kita sudah tak usah repot-repot lagi !"
Tergerak hati Siau Houcu setelah mendengar perkataan itu, katanya
kemudian. "Kau mempunyai pendapat apa " Sun Tiong-lo tertawa, "Buat apa
kita mesti mencari yang jauh dengan menyia-nyiakan yang dekat " Aku mempunyai suatu akal yang
jauh lebih baik lagi !" Siau Hou-cu sendiripun bukan seorang manusia yang bodoh, dengan
cepat dia dapat memahami maksud dari Sun Tiong lo itu, katanya
kemudian segera. "Kau ingin berbuat apa " Membekuk orang-orang yang mengejar di
belakang kita itu ?" "Ehmm, bukankah cara ini bisa menghemat banyak tenaga kita?" Sun
Tiong-lo melirik sekejap ke arah Siau Hou cu.
Siau Hou-cu segera menggelengkan kepala nya berulang kali,
"Menghemat betul menghemat, cuma kuatir hanya ada
sementara persoalan memang bisa dihemat, tapi persoalan lain justru
semakin bertambah banyak" "Mana bisa?" kata Sun Tiong lo sambil tersenyum "Mengapa tidak?"
Setelah berhenti sejenak, Siau Hou cu berkata lebih jauh. "Siau
liong, mengapa kau tidak berpaling dan melihat jelas lebih
dulu keadaan di belakangmu!" Tentu saja Sun Tiong Io mengerti arti
dari pada perkataan dari Siau Hou Cu itu, kembali dia tertawa. "Apakah engkoh Siau Hou cu
takut jumlah mereka yang kelewat banyak?" "Kau tidak takut" " Siau Hou cu balik menatap sekejap wajah Sun Tiong
lo. Sun Tiong lo segera menggelengkan kepala, "Tidak. aku tidak takut,
apa lagi aku.." ?"Percaya tidak kau, pada saat ini perempuan yang mereka sebut
sebagai pangcu itu sudah pasti telah mendapat laporan dari anak buah
nya dan sekarang lagi berangkat kemari ,.,."
"Aku percaya, dan justru aku berharap akan kedatangannya." Jawaban


Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini kontan saja membuat Siau Hou cu tertegun.
"Kau mengharapkan kedatangannya?" dia berseru, Setelah berhenti
sebentar, dia berkata lebih jauh: "Mungkin kau masih belum memahami maksud dari perkataanku ltu,
dengan mengandalkan kepandaian silat yang dimiliki kita berdua, untuk
menghadapi Tan Tiang hoa mungkin saja masih bisa, tapi kalau
ditambah dengan Ang Beng liang..."
"Sekalipun ditambah lagi dengan beberapa orangpun tidak menjadi
persoalan!" seru Sun Tiong lo.
Siau Hou cu melirik sekejap ke arah Sun Tiong lo, kemudian katanya
lagi: "Siau-liong, apakah kau mempunyai keyakinan?" "Seharusnya ada,
cuma aku belum pernah mencobanya !" "Aaai... apa arti dari
perkataanmu itu ?" "Engkoh Mau Hau," kata Sun Tiong-lo sambil
mengerdipkan matanya yang besar, "selama setahun belakangan ini aku sudah belajar
banyak sekali..." Belum habis ia berkata, Siau Hou cu telah menukas lagi: "Soal ini aku
tahu, cuma ragu dalam setahun yang begitu
singkat, sampai dimanakah keyakinan yang berhasil kau raih
!" "Kepandaianku itu memang belum pernah kucoba, akan tetapi menurut
perkataan Kwik Wangwee, aku menjadi seorang jago lihay yang tiada
tandingannya didunia ini !" Siau Hou cu mengerdipkan matanya berulang kali, dan ia pun tidak
berbicara lagi. Maka Sun Tiong-lo segera berkata lebih jauh: "Aku rasa bagaimanapun
juga pada suatu ketika toh mesti mencari seseorang untuk
mencobanya...." Siau Hou cu segera tertawa getir tukasnya. "Oleh karena itu kau
bertekad hendak mempergunakan gembong
gembong iblis itu untuk mencoba kepandaianmu ?" Sun Tiong-lo segera
menggeleng. "Bukan cuma mencoba saja, melainkan masih ada alasan
lainnya." "Oooh... apakah alasanmu itu !!" "Pangcu perempuan itu
menyebut dirinya sebagai Yan Tan hong,
tapi anehnya semenjak muncul sampai sekarang, wajahnya selalu
ditutupi oleh kain cadar putih sehingga tak dapat dilihat raut wajah
sebenarnya..." "Heran, mengapa kau ingin menyaksikan raut wajahnya?" seru Siau
Hou cu dengan kening berkerut. "Sebab aku mempunyai suatu perasaan yang penting sekali." jawab Sun
Tiong lo serius. "Ooh... coba kau terangkan!" "Ketika aku berumur lima tahun dulu
pernah berjumpa satu kali dengan Yan Tan hong, akupun pernah mendengar pembicaraannya tapi
Yan Tan hong yang sekarang bersuara lain, wajahnyapun tak terlihat
jelas, oleh karena itu..." "Pentingkah persoalan ini?" tukas Siau Hou cu kemudian menjadi
mengerti. "Yaa, penting sekali, sebab mendiang ayahku tewas tertusuk oleh
pedang Yan Tan hong!" Dengan wajah serius Siau Hou cu berpikir sebentar, kemudian
jawabnya: "Waah, itu mah berbeda!" Selesai berkata, ia kembali menundukkan
kepalanya dan termenung beberapa saat lamanya, kemudian melanjutkan: "Siou liong,
kalau memang demikian, hari ini kita mesti bikin
kekacauan besar-besaran" "Bagaimana caranya?" Mendadak Siau Hou
cu berpaling dan memandang sekejap ke
belakang, kemudian katanya: "Sekarang orang she Ang itu belum
datang, Tan Tiang hoa juga belum datang, lebih baik kita percepat gerakan tubuh kita setibanya di
depan kedua batang pohon kui tersebut dan menyelinap ke belakang
pohon, hal itu pasti akan memancing mereka untuk makin dekat."
"Kemudian kau dari timur aku dari barat, kita bersama sama
menghadang jalan mundurnya secara tiba-tiba, sedikit berbicara banyak
bekerja, jangan bunuh orang tapi kita ringkus mereka secepatnya
dengan mempergunakan suatu ilmu khusus, bagaimana menurut
pendapatmu?" Sun Tiong-lo segera manggut-manggut. "Baik, kita lakukan begitu saja !"
sahutnya. - ooo0dw0ooo- ***file google dokumen ini published by Saiful Bahri situbondo seletreng *** Nona Kim yang dibuat terpesona karena mendengar
penuturan dari Sun Tiong-lo itu, mendadak menyela: "Kau tak usah menceritakan
lagi kisah pertarunngan dalam Cu liu-wan tersebut." "Ooooh, mengapa ?" tanyanya ingin tahu. "Tentunya kalian berhasil
menangkan pertarungan itu bukan ?"
ucap nona Kim dingin. "Darimana nona bisa tahu kalau kemenangan
berada dipihak kami bukan mereka ?" "Kalau tidak, mana mungkin kau bisa sampai di
Buki Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen
^