Golok Halilintar 6

Golok Halilintar Karya Khu Lung Bagian 6


singkat. "Baik." kata Cie siang Gie setelah menghela napas.
Meneruskan: "Karena aku pernah berhutang budi kepada
kakek guru anak ini, maka idzinkanlah aku menolong cucunya.
Hal ini demi menjaga nama Beng-kauw. Kalau salah seorang
anggauta Beng-kauw tak dapat dipercaya lagi mulutnya,
dimanakah pamor Beng-kauw hendak susiok sembunyikan"
Karena itu, biarlah susiok tak usah menyembuhkan aku lagi,
Sebaliknya tolonglah anak ini! Dengan begitu idzinkanlah aku
345 menukar jiwa. Satu jiwa ditukar dengan satu jiwa, Paman tidak
rugi, bukan?" Ouw Gie Coen mengerutkan dahinya. Menyahut:
"Jantungmu kena pukulan Tiat-see ciang, itulah pukulan
beracun yang sangat berbahaya, Dalam satu minggu apabila
kau bisa mencari tabib pandai, jiwamu masih dapat tertolong,
sebaliknya apabila sampai lewat satu minggu, hanya jiwamu
saja yang dapat diselamatkan, akan tetapi himpunan ilmu
saktimu akan musnah. Kalau sampai dua minggu, sedang kau
kumat dan belum menemukan tabib pandai, jiwamu akan
melayang." "Hal itu janganlah susiok hiraukan, inilah urusanku sendiri!
Mati sekarang atau besok, bukankah sama saja" Tetapi mati
untuk satu kebajikan, sama sekali aku tidak akan menyesal ..."
ujar Cie siang Gie dengan suara tegas.
Mendengar perkataan Cie siang Gie - Thio Sin Houw
lantas berseru nyaring: "Aku tidak mau! Aku tidak mau kau tolong!" setelah itu ia
berpaling kepada Cie siang Gie, serunya nyaring:
"Toako! Apakah kau kira Thio Sin Houw ini manusia hina
dina" Kenapa kau menukar jiwamu sendiri dengan jiwaku"
sekalipun aku hidup, rasanya dunia tiada untungnya. Dua
puluh-tiga puluh tahun yang lalu, bukankah di dunia ini tiada
seorang manusia kecil bernama Sin Houw" Dan dunia tidak
pernah merasa rugi! Karena itu, tak perlu toako menukar jiwa
dengan jiwaku!" Akan tetapi Cie siang Gie adalah seorang laki-laki sejati.
sekali dia berkata, tidak sudi dia menarik kembali. Dengan
kedua tangannya yang kuat, ia menyambar Thio Sin Houw dan
di dudukkannya di kursi. Kemudian ia mencari tali dan Thio Sin
Houw kemudian di ikatnya erat-erat pada sandaran kursi itu.
346 Keruan saja Thio Sin Houw gugup setengah mati,
teriaknya: "Lepaskan aku! Lepaskan aku! Kalau tidak, engkau akan
kumaki habis-habisan!" dan tatkala melihat Cie Sian- Gie tidak
menggubris teriakannya, benar benar ia terus mencaci-maki
kalang kabut. Mula-mula ia mengutuki Ouw Gie Coen,
kemudian Cie siang Gie.. Teriak-nya kalap:
"Kau sinshe busuk! Kepalamu kecil seperti kelapa! perutmu
gendut seperti lembu! Benar-benar kau seperti kutu busuk.
Katanya kau seorang tabib pandai, akan tetapi gigimu kuning
semua! Kau begitu bangga kepada aliranmu Bengkauw, nyatanya
kau seorang manusia tak punya perikemanusiaan. Kau iblis!
Kau siluman! Kau setan! Dan kau, Cie siang Gie, kau kerbau
berewok! Kau ikut-ikutan jadi kerbau dungu!"
Makian Thio Sin Houw makin lama makin tajam. sekarang
dia tidak memaki asal memaki saja, akan tetapi bersajak pula,
Dan mendengar Thio Sin Houw bisa memaki sambil bersajak,
Ouw Gie Coen dan Cie siang Gie merasa aneh luar biasa.
Akhirnya Cie siang Gie membuka mulutnya:
"Susiok! sekarang idzinkanlah aku mencari seorang tabib
pandai." Disekitar gunung ini tiada seorang tabib pandai," sahut
Ouw Gie Coen dengan suara dingin. "Dan kau tak dapat
mencapai kaki gunung dalam waktu tujuh hari, Karena itu
sebelum kau kembali kemari, mayatmu sudah dimakan burung
gagak!" Cie siang Gie tertawa terbahak-bahak, sahutnya:
"Kalau didunia ini hidup seorang tabib sakti yang tidak mau
347 menolong apabila sekali berkata tidak sudi menolong, maka di
dunia inipun terdapat seorang laki-laki yang tidak takut mati
ditengah jalan." Setelah berkata demikian, pemuda itu melangkahkan
kakinya keluar ruangan. "Oh, Ouw Gie Coen!" teriak Thio Sin Houw yang sudah
terikat erat di atas kursi. "Jika kau tidak mau mengobati Cie
toako, pada suatu hari aku akan datang kemari untuk
membunuhmu. Aku ... aku..." karena diamuk gejolak hatinya, ia terkulai tak
sadarkan diri. "Hemm, Ouw-tiap kiok adalah satu tempat yang suci
bersih, tak bisa ada orang mati diatas tanahnya ..." kata Ouw
Gie Coen seperti kepada dirinya sendiri. Kemudian ia
mengambil sepotong tanduk menjangan muda yang terletak
diatas meja, terus ditimpukkan ke arah Cie siang Gie yang
sedang berjalan membelakanginya, Tepat timpukan itu, tanduk
menjangan tersebut mengenai belakang lutut Cie siang Gie
yang lantas saja roboh ketanah tak berkutik lagi.
Watak Ouw Gie Coen memang benar-benar aneh. Kalau
dia sudah menolak,tak perduli siapa yang memohon
kepadanya, ia takkan merubah keputusannya tadi. sebaliknya
apabila dia mau menolong seseorang, meskipun orang yang
berkepentingan tidak sudi ditolongnya, pasti ia akan memaksa
menyembuhkannya juga, Kecuali itu, ia bisa berpikir panjang
pula, Tadi ia mendengar ancaman Thio Sin Houw, dan ucapan
anak itu benar-benar berkesan didalam lubuk hatinya, ia
melihat, Thio Sin Houw seorang anak yanq masih berumur
belasan tahun, Meskipun demikian, anak itu berjiwa ksatria
sejati. sesungguhnya bukan anak sembarangan, dialah cucu
murid Tie-kong tianglo. Dikemudian hari apabila anak itu
sampai mati di dalam rumahnya, pasti akan menerbitkan ekor
panjang. 348 Setelah menimbang-nimbang beberapa saat lamanya,
akhirnya ia mengambil keputusan, Katanya didalam hati:
"Akh, buat apa aku bersusah payah menolong mereka
berdua" Biarlah kedua-duanya mati diluar rumahku, Ada
baiknya, Ouw-tiap kiok ini bertambah dua setan penasaran..."
Setelah mengambil keputusan demikian, ia menghampiri
Thio Sin Houw dan melepaskan tali pengikatnya, Maksudnya
setelah anak itu dilepaskan tali pengikatnya, akan dilemparkan
ke luar pintu, Mati atau hidup, apa perduliku, pikirnya. Akan
tetapi tatkala tangannya menyentuh pergelangan Thio Sin
Houw, ia tertegun. Dirasakannya urat nadi Thio Sin Houw
berdenyut dengan sangat aneh. Hatinya tercekat, ia mengulangi lagi dengan cermat, Kini ia
jadi heran, pikirnya: "Masakan anak seumur dia sudah bisa menembusi seluruh
peredaran darah dan urat nadinya" sedang aku sendiri yang
dengan susah payah melatih diri berpuluh-puluh tahun
lamanya, belum mampu berbuat demikian. Mengapa anak
umur belasan tahun ini sudah dapat menembusi seluruh
peredaran darah dan urat nadinya" Oh, ya! Mengerti aku kini!
pastilah ini perbuatan kakek gurunya, Tie-kong tianglo yang
terlalu sayang kepadanya, Begitu sayang dia kepada cucu
muridnya ini, sampai dia rela membuang tenaga himpunan
saktinya untuk membantu menembusi seluruh jalan darahnya,"
Sekali lagi Ouw Gie Coen memeqang urat pergelangan
tangan Thio Sin Houw, kemudian memeriksa seluruh urat-urat
anak itu dengan terlebih cermat. Benar benar urat nadi dan
jalan darah sianak berjalan sangat lancar tanpa rintangan,
segera ia membuka pakaian Thio Sin Houw, dan memeriksa
seluruh tubuhnya. 349 Bagian perut, dada, ubun-ubun, setelah memijit-mijit pada
tempat-tempat tertentu, maka tahulah dia untung rugi si anak,
Katanya dengan tertawa dingin: Tie-kong tianglo berlagak pandai, dia terlalu sayang
kepada cucu muridnya. Akan tetapi malah membuat anak ini
celaka, Kalau peredaran darahnya belum tertembus semua,
masih ada harapan untuk memperoleh pertolongan. Kini racun
Hian-beng sin-kang telah merayap ke seluruh isi perutnya,
Kecuali oleh malaikat, jiwanya tak dapat ditolong lagi, He-hehe...
Orang memashurkan ilmu kepandaian Tie-kong tianglo
setinggi langit, akan tetapi menurut pendapatku, dialah
seorang tua yang paling bodoh di dunia ini!"
Kira-kira seperempat jam kemudian, perlahan-lahan Thio
Sin Houw menyenakkan matanya. ia telah siuman kembali,
dan melihat Ouw Gie Coeh duduk terpekur diatas kursinya
yang berada dipojok ruangan. Dan Cie siang Gie masih tetap
menggeletak dirumputan diluar rumah. Ketiga orang itu
membungkam mulut dengan pikiran masing-masing sehingga
Ouw Gie Coen tidak mengetahui bahwa Sin Houw telah
siuman. Ouw Gie Coen memang seorang tabib sakti, seluruh
hidupnya dipersembahkan untuk ilmu ketabiban, segala
macam penyakit aneh-aneh, dapat diatasinya sehingga itulah
sebabnya namanya termashur keseluruh penjuru Tionggoan.
Racun jahat yang berada di dalam tubuh Thio Sin Houw,
adalah semacam racun yang paling berbahaya, Apalagi,
sekarang urat nadi bocah itu sudah tertembus. Dengan
demikian, menjadi arus yang sangat baik bagi menjalarnya
racun Hian-beng sin-kang, inilah suatu persoalan yang pelik
dalam ilmu ketabiban. Seorang ahli catur, merasakan sulit sekali mencari
tandingan yang setimpal, seorang ahli ilmu pasti akan
melupakan makan dan minumnya, sebelum soal-soal yang
350 berada didepan matanya dapat dijawab. Begitu pula dengan
Ouw Gie Coen pada saat itu, ia menemukan suatu masalah
pelik dalam diri Thio Sin Houw, tentu saja ia ingin dapat
mengatasi, setelah menimbang-nimbang setengah harian,
akhirnya ia memperoleh suatu akal, katanya kepada dirinya
sendiri: "Baiklah, aku akan menyembuhkannya dahulu, kemudian
baru kubunuh!" Akan tetapi menolak racun yang berada didalam isi perut
anak itu bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, Ouw Gie
Coen dipaksa untuk memeras otak dan pengalamannya. Lama
sekali ia berdiam diri, akhirnya ia mengeluarkan alat-alatnya,
Lantas ia bekerja membendung aliran-aliran racun menjadi
bagian-bagian kecil, ia hendak merebut jiwa Thio Sin Houw,
sedikit demi sedikit dengan melalui bagian-bagian racun yang
disekatnya. Mula-mula ia mengikat pergelangan tangan Thio Sin Houw,
tiap-tiap ruas tulang diikatnya erat-erat, Dengan demikian,
darah jadi terbendung. Setelah itu ia mulai menggunakan pisaunya. Pisau itu
terbuat dari bahan tanduk gajah, Kemudian ia melepaskan
pakaian anak itu, dan menyelomoti dengan bara yang telah
ditaburi ramuan obat pemunah tertentu, Karena terdesak oleh
obat pemunah itu, racun Hian-beng Sin-kang yang mengeram
didalam urat-nadi Thio Sin Houw lantas saja meruap keluar
dan merembet melalui pisau-pisau tanduk yang tertancap di
antara daging dan urat-urat, Ouw Gie Coen tidak perduli
apakah Thio Sin Houw kesakitan atau tidak.
Untungnya Thio Sin Houw seorang anak yang tidak mudah
menyerah. Kalau ia merasa disakiti, ia makin menjadi gigih
mempertahankan diri, itulah berkat pengalamannya selama
hidup dikejar kejar musuh. pikirnya didalam hati:
351 "Hemm, kau hendak membuat aku mengeluh atau
merintih, bukan" Kau memang iblis...!"
Dan untuk membuat jengkel Ouw Gie Coen, ia malah
mengajaknya berbicara dan bergurau dengan bebas. ia malah
mengajak bertengkar dengan persoalanmu hayat dan anatomi.
Meskipun Thio Sin Houw tidak paham azas-azas
ketabiban, tetapi ayah-ibunya didalam perantauannya
berusaha mengobati luka-luka yang diderita keluarganya
dengan kemampuannya sendiri. Sedikit banyak mereka semua memperoleh pengalaman,
tak terkecuali Thio Sin Houw, Tentu saja pengetahuan Thio
Sin Houw apabila dibandingkan dengan tabib sakti Ouw Gie
Coen, bedanya seperti langit dan bumi. Akan tetapi karena
kegemaran Ouw Gie Coen, maka orang tua itupun mau juga
mendengarkan dan membicarakan. Sudah berpuluh tahun Ouw Gie Coen hidup mengasingkan
diri dilembah Ouw-tiap kiok. Dia tiada teman bergaul kecuali
pelayan-pelayan belaka, sedangkan dalam banyak hal
pelayan pelayan itu hanya bersikap menghamba. jangan lagi
bertengkar, membantah perintah-perintahnya saja merupakan
pantangan besar baginya, Kini anak itu berani bertengkar
dengan dirinya, Meskipun pengetahuannya ngawur belaka,
akan tetapi menarik juga karena sekian tahun lamanya tidak
pernah berbicara secara bebas dari hati ke hati. Maka
kehadiran Thio Sin Houw itu, sedikit banyak menggembirakan
hatinya juga. Demikianlah, berbareng dengan tibanya petang hari,
selesailah sudah babak pertama Ouw Gie Coen merebut jiwa
Thio Sin Houw, Dalam pada itu dua orang pelayan telah
mempersiapkan makan malam diatas meja dan membawa
sepiring nasi dengan lauk-pauknya keluar rumah, untuk Cie
siang Gie yang masih menggeletak diatas rumput, Pada
352 malam itu juga Cie siang Gie tetap berada diluar rumah
berselimut hawa gunung yang dingin luar biasa.
Sementara itu anggauta badan Thio Sin Houw sudah dapat
digerakkan lagi. Melihat Cie Siang Gie menggeletak tak
bergerak diluar rumah, anak itu datang mendekati. ia lantas
tidur disampingnya sebagai kawan sependeritaan.
Ouw Gie Coen sama sekali tidak menggubris sepak terjang
Sin Houw, Hanya diam-diam saja ia kagum di dalam hati,
Betapapun juga bocah itu memang lain dari pada anak-anak
umumnya. ***** PADA KEESOKAN harinya, Ouw Gie Coen melanjutkan
pengobatannya terhadap Thio Sin Houw, Akan tetapi racun


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hian-beng Sin-kang yang merayap di dalam tubuh anak itu
sudah terlalu luas, Untuk menolaknya keluar, sesungguhnya
sudah sangat sulit, setelah berpikir berjam-jam lamanya,
akhirnya Ouw Gie Coen membuat ramuan obat pemunah. Ia
hendak menggunakan dingin untuk menghilangkan dingin,
karena racun Hian-beng Sin-kang bersifat dingin. Begitu obat
pemunah masuk kedalam tubuh, Thio ------------------------- Halaman 18/19 Hilang ------------------------- tentang ilmu urat yang kutulis dengan tanganku sendiri.
Kalau kau sudah membacanya, barulah kau akan paham
tentang liku-liku urat ditubuh manusia." kata Ouw Gie Coen,
Lalu ia masuk ke kamarnya, dan kembali membawa sejilid
buku tipis berwarna hitam, Dan buku ini kemudian diserahkan
kepada Thio Sin Houw. 353 Thio Sin Houw segera membalik-balik halaman buku itu,
ternyata isinya sangat luas. Masalah urat urat nadi yang
berada dalam tubuh manusia, dibahasnya dengan cermat dan
tertib sekali. Ouw Gie Coen membandingkan penemuan
orang-orang kuno sampai pada zamannya sendiri. Dengan
tekun Thio Sin Houw membacanya, setiap halaman ia
mengingat-ingatnya dengan baik. Tiba-tiba saja teringatlah dia
kepada Ku Cie Tat, si pendeta kecil didalam kuil Siauw-lim sie
yang berotak cemerlang dengan hanya sekali membaca, Ku
Cie Tat dapat menghafalkan seluruh tulisan himpunan sakti
kakek gurunya, Tie-kong tianglo. Dibandingkan dengan likuliku
ilmu sakti, tulisan sinshe Ouw Gie Coen ini jauh lebih
mudah. sebab setiap soal dibahas secara jelas sekali.
Maka setelah membaca isi kitab tersebut sampai tamat,
Thio Sin Houw mengembalikannya kepada Ouw Gie Coen
sambil ia menggelengkan kepalanya, Katanya:
"Kitab ini telah pernah kubaca, sewaktu kakek guru
berumur tiga puluhan tahun, beliau telah mengarang sebuah
kitab Pengantar dan Tuntunan Ikhtisar Urat-urat Nadi Manusia
- kitab karangan kakek guruku itu isinya serupa benar dengan
karanganmu ini. Dengan demikian, sejak tadi aku heran entah
siapa yang membajak, susiok atau kakek guruku."
"He-he-he ...!" Ouw Gie Coen ter-
------------------------- Halaman 22/23 Hilang ------------------------- Houw dapat dikatakan sudah terlatih dan menjadi
keistimewaannya, walaupun demikian, ancaman Ouw Gie
Coen benar-benar menggidikkan bulu romanya.
354 Maklumlah, apabila sampai salah satu huruf saja, jiwanya
akan dicabut, Dia percaya, bahwa Ouw Ceng Goe benarbenar
akan melakukan apa, yang telah di katakan, mengingat
tabiatnya yang sangat luar biasa. Memperoleh pikiran demikian, anak itu menyesal didalam
hati, apa sebab tadi ia membuat sinshe Ouw Goe Coen
menjadi jengkel dan penasaran, inilah suatu senda-gurau yang
keliwat batas. Tetapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi
bubur. Maka terpaksalah ia mengumpulkan semua
ingatannya, lalu mengucapkan isi buku yang telah dibaca-nya
tadi dengan suara lantang, untunglah sepatah katapun tiada
yang salah. Ouw Gie Coen heran bukan kepalang, hampir-hampir ia
percaya bahwa anak ini memang pernah membaca buku
ciptaan Tie-kong tianglo yang sama sekali tiada bedanya
dengan buku ciptaannya sendiri. Akan tetapi karena buku itu
memang ciptaannya sendiri, akhirnya ia menjadi kagum akan
kecerdasan Thio Sin Houw, pikirnya di dalam hati:
"Setan kecil ini benar-benar hebat. Dengan hanya
membaca sekali saja, dia sudah sanggup menghafalkan
semua isi bukuku diluar kepala, inilah bakat yang tiada
bandingnya dijagad ini." Sinshe Ouw Gie Coen tidak mengetahui, bahwa didalam
kuil Siauw-lim masih terdapat seorang bernama Ku Cie Tat
yang daya ingatannya tidak berada dibawah Thio Sin Houw!
"Pintar! Benar-benar pintar!" Ouw Gie Coen memuji. Lalu ia
melanjutkan usahanya mengenyahkan racun yang mengeram
didalam tubuh anak itu. setelah beristirahat sebentar, sengaja
ia hendak menguji sekali lagi kepintaran Thio Sin Houw,
Katanya: "Aku masih mempunyai duabelas jilid kitab ketabiban,
Entah siapa yang membajak, Tie-kong tianglo atau aku!"
355 Setelah berkata demikian, ia mengambil kitab-kitab
ciptaannya sendiri yang terdiri dari duabelas jilid.
Thio Sin Houw kagum, tatkala membalik-balik halaman
buku-buku itu, itulah kitab ilmu ketabiban yang luas sekali
isinya, sudah barang tentu tak mudah untuk dihafalkan dalam
sekali baca saja. Mendadak saja suatu ingatan menusuk benaknya, pikirnya:
"Meskipun isi buku ini sangat luas, akan tetapi masih
sanggup aku menghafalnya. Hanya saja aku membutuhkan
waktu sepuluh hari. Biarlah, aku mencari saja bagian-bagian
yang ada sangkut-pautnya dengan urusan penyembuhan luka
Cie toako." Karena berpikir begitu, dengan cepat ia membalik-balik
kitab, dan ia membuka uraian-uraian penyembuhan luka-luka
akibat pukulan sakti dalam jilid ke sembilan. Uraiannya sangat
jelas sekali. Disitu terdapat uraian tentang menangkis pukulanpukulan
beracun. Keruan saja Thio Sin Houw girang bukan kepalang, segera
ia membacanya dengan cermat. Tanda-tanda kena pukulan
sakti diuraikan dengan jelas sekali, akan tetapi cara
menyembuhkannya hanya disebutkan sangat ringkas, dengan
petunjuk singkat saja, Pada halaman terakhir, terdapat pula
uraian tentang akibat pukulan beracun Hian-beng Sin-kang,
Akan tetapi cara pengobatannya hanya ditulis pendek saja.
Sejak meninggalkan kuil Siauw-lim sie, sadari h dia untuk
mengobati racun yang mengeram didalam tubuhnya memang
sangat pelik. Bahkan tiada harapan lagi, Sekiranya tidak
demikian kakek gurunya yang mempunyai kesaktian luar biasa
pasti dapat menolongnya karena itu, ia menjadi acuh tak acuh.
Perhatiannya kini tertuju kepada bagaimana caranya dapat
356 menolong Cie siang Gie, Maka kembali lagi ia membuka
lembaran yang memuat uraian tentang pukulan yang diderita
Cie siang Gie, pikirnya: "Sebaiknya pikiranku kini kupusatkan untuk
menyembuhkan Cie toako saja, dan jangan sampai aku
membuatOuw sinshe mendongkol lagi,"
Setelah itu ia meletakkan kitab-kitab itu diatas meja,
kemudian dengan hormat ia berkata kepada Ouw Gie Coen.
"llmu sakti susiok memang kalah jauh bila dibandingkan
dengan ilmu sakti kakek guruku, akan tetapi didalam hal
pengobatan susiok menang jauh. Keduabelas buku ini sangat dalam isinya. Betapa tinggi
ilmu kepandaian kakek guruku, pastilah beliau tak sanggup
mengarangnya, Akan tetapi berbicara tentang cara mengobati
luka akibat pukulan beracun," kukira kemahiran susiok belum
bisa menyamai kakek guruku, " "Hemm!" dengus Ouw Gie Coen, "Jangan coba membakar
hatiku," "Susiok tidak percaya" Dengar! Aku akan menghafalkan
kitab karangan kakek guruku," sahut Thio Sin Houw dengan
suara tegas. Lalu ia mulai menghafalkan bunyi ajaran-ajaran
eyang gurunya tentang cara penyembuhan luka-luka akibat
pukulan beracun. Akan tetapi semuanya itu sebenarnya
adalah hasil hafalannya setelah membaca uraian isi buku Ouw
Gie Coen yang berada ditangannya, setelah menghafal di luar
kepala tanpa salah sedikitpun juga,berkatalah dia:
"Tentang menyembuhkan luka akibat pukulan beracun
Hian-beng Sin-kang kakek guruku menyerah kalah, akaa
tetapi Ouw susiok ternyata demikian pula."
357 "Hmm! Tak perlu kau memancing hatiku." sahut Ouw Gie
Coen dengan suara dingin. "Kau sendiri akan menjadi saksi,
apa aku benar-benar tidak mampu melawan racun Hian-beng
Bin-kang yang kau derita. Hanya saja apabila aku sudah
berhasil menyembuhkan lukamu, jiwamupun tak akan berumur
panjang." Meskipun Thio Sin Houw cerdik dan pandai luar biasa,
akan tetapi tak dapat ia menangkap maksud perkataan Ouw
Gie Coen. Sama sekali tak pernah terlintas dalam pikirannya,
bahwa maksud Ouw Gie Coen untuk menyembuhkan dirinya
adalah semata-mata untuk membuktikan bahwa dia sanggup
menaklukkan racun Hian-beng Sin-kang.
Setelah mengesankan bahwa dirinya benar-benar seorang
tabib sakti dan pandai, segera ia hendak membunuh Thio Sin
Houw, itulah sesuai dengan peraturan yang dibuatnya sendirif
bahwasanya aliran dari Beng-kauw, tak diperkenankan
menolong seseorang yang tidak sealiran.
Thio Sin Houw sendiri sebenarnya tidak memikirkan dirinya
sendiri, sejak turun dari gunung Siauw-sit san.
Pada saat itu perhatiannya penuh ditujukan kepada usaha
menyembuhkan Cie siang Gie, maka berkatalah dia:
"Sekiranya umurku tak dapat dipertahankan lebih lama
lagi, perkenankanlah aku memohon kepada susiok untuk
membaca-baca kitab buah pena susiok sendiri. Tentu saja
boleh, bukan?" Ouw Gie Coen yakin, bahwa anak itu tak akan hidup lebih
lama lagi, walaupun sanggup menghafalkan seluruh rahasia
ilmu ketabibannya, apakah gunanya" Paling-paling hanya
akan dibawanya pulang ke neraka. Maka tanpa berpikir
panjang lagi, segera ia mengangguk memperkenankan.
Katanya: 358 "Kau boleh membaca semua kitab-kitab karanganku!"
Pengetahuan Ouw Gie Coen sebenarnya sangat luas,
iapun seorang berhati lapang pula, pastilah tidak akan
sanggup mengarang ilmu ketabiban yang demikian besar.
Akan tetapi setelah memasuki aliran Beng-kauw, ia menjadi
seorang pejuang yang membantu gerakan Cu Goan Ciang,
Karena itu dia sangat membenci sekalian tentara penjajah
bangsa Mongolia, juga kaum hartawan rakus dan orang-orang
yang menganggap dirinya sok suci. Terhadap golongan yang paling belakang ini, dia sangat
membenci. Apalagi terhadap para pendekar yang memusuhi
haluan perjuangannya, itulah sebabnya, ia tak sudi menolong
orang-orang yang tidak sealiran dengan kepercayaan yang
diamatinya . Akan tetapi ilmu pengetahuan yang dimilikinya memang
terasa sia-sia saja, sebab selama hidupnya bakal tiada
seorangpun yang dapat diajaknya saling bertukar pikiran,
karena hidupnya di atas gunung seorang diri.
Dalam pada itu Thio Sin Houw dengan tekun mempelajari
kitab-kitab ketabiban siang-malam tiada mengenal lelah,
Tadinya dia hanya bermaksud mempelajari bagian-bagian
yang bersangkutan dengan luka Cie siang Gie akan tetapi
setelah membaca kitab-kitab tulisan Ouw Gie Coen, hatinya
lambat laun kian tertarik. sekarang tidak hanya beberapa
bagian saja yang dibacanya, akan tetapi ratusan macam buah
karya Ouw Gie Coen. Melihat anak itu begitu tekun mempelajari kitab kitab
ketabiban buah karyanya, diam-diam Ouw Gie Coen girang
bukan main, Hatinya menjadi puas, karena kini bisa
menaklukkan anak setan itu. pikirnya didalam hati:
"Kau bilang bahwa kitab-kitab hasil karyaku ini hasil
359 bajakan kakek-gurumu, Huh! Kau berlagak pandai dan yakin
bisa mengingusi aku, sekarang rasakan betapa luas ilmu
pengetahuan ku mengenai ketabiban."
Pada waktu itu Ouw Gie Coen melihat Thio Sin Houw
bersungut, dan ia mengira anak itu tentu tak dapat memahami
inti sari uraian-uraian tertentu yang terdapat didalam kitab
karangannya, sebenarnya Ouw Gie Coen seorang
cendekiawan yang cerdik dan cerdas.
Apabila dia mau berpikir agak mendalam lagi, pastilah
dapat menebak maksud Thio Sin Houw sesungguhnya. Hanya
saja karena terpengaruh oleh rasa girang yang meluap-luap,
prasangkanya tak begitu peka lagi, Puaslah sudah, melihat
anak setan itu dengan mati matian menekuni hasil karyanya.
Beberapa hari lewatlah sudah. Karena kesungguhsungguhannya,
Thio Sin Houw berhasil menghafalkan semua
rese-presep pengobatan tertentu yang ribuan macamnya.
walaupun kadarnya mungkin sekali asal-jadi saja, akan tetapi
kesanggupannya itu benar-benar mengagumkan.
Seorang tabib yang sudah berpengalamanpun mungkin
sekali tak dapat meniru kemampuan Thio Sin Houw yang
dapat menghafalkan dua belas jilid kitab ketabiban dalam
waktu enam hari saja di luar kepala, Diwaktu siang pada hari
ke enam, kembali Thio Sin Houw membalik-balik halaman
kitab yang memuat tentang luka yang diderita Cie siang Gie.
Ouw Gie Coen pernah menyatakan, apabila dalam waktu
tujuh hari dapat menemukan seorang tabib pandai, lukanya
mungkin sekali masih dapat disembuhkan sebaliknya apabila
sampai melampaui batas waktu, meskipun sembuh, akan
tetapi himpunan tenaga saktinya tak akan bisa pulih seperti
sediakala. Itulah disebabkan karena derita pukulan yang sangat
beracun, dan mulai menembus keseluruh tulang dan urat-nadi.
360 Selama enam hari, Cie siang Gie terus rebah tak berkutik
diatas rumput diluar rumah, Pada hari keenam, tiba-tiba hujan
turun pula, setelah matahari bersinar sangat teriknya di siang
hari, sudah barang tentu Ouw Gie Coen mengetahui bahwa
Cie siang Gie terpaksa tidur di lumpur. Tetapi nampaknya ia
tak perduli. Menyaksikan hal itu, Thio Sin Houw gusar tak kepalang,
Kutuknya di dalam hati: "Manusia itu benar-benar keterluan! Ayah pernah berkata
bahwa seorang tabib harus mengamalkan pengetahuannya
yang luas dan mulia, untuk mengabdi kepada manusia
diseluruh dunia. Tak perduli apakah manusia itu sepaham


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan dia atau justeru bermusuhan. sebaliknya orang ini
tidak demikian. Dia benar-benar cendiakawan, akan tetapi
semua ilmu kepandaiannya hanya diamalkan dalam kitao
kitabnya melulu, sedang amal perbuatannya justeru
bertentangan dengan apa yang di tulisnya. Kalau bukan
keturunan iblis, mustahil rasanya Tuhan melahirkan manusia
seperti dia!" Pada malam hari ketujuh, hujan turun semakin lebat, Kilat
mengejap-ngejap dengan diselingi dentuman guntur
menggelegar Dengan mengertak gigi - Thio Sin Houw berkata
di dalam hati: "Biarlah aku akan mencoba menolong Cie toako sedapatdapatnya,
barangkali caraku mengobatinya akan salah. Akan
tetapi dari pada mati ditengah hujan badai, lebih baik aku
berusaha atas nama Tuhan," Dengan pikiran demikian, segera ia mencari alat
perlengkapan tertentu dari dalam peti penyimpan alat-alat
ketabiban Ouw Gie Coen, Kemudian ke luar menghampiri Cie
siang Gie. 361 "Cie toako!" kata Thio Sin Houw terharu, "Selama
beberapa hari ini adikmu berusaha mati-matian untuk
mempelajari rahasia kitab ketabiban Ouw sinshe, Hanya saja,
aku masih belum dapat memahami seluruhnya, Karena
terdesak oleh keadaan, aku memberanikan diri untuk main
coba-coba. sebab racun yang mengeram didalam tubuhmu,
tak dapat ditunda-tunda lagi pengobatannya.
Esok pagi, sudah kasep, Maka apabila cara
penyembuhanku ini akan mencelakanmu, akupun tak akan
hidup seorang diri lagi dalam dunia ini, segera aku akan bunuh
diri dihadapan jenazahmu." Mendengar ucapan Thio Sin Houw, Cie Siang tertawa
gelak. Sahutnya: "Adik Sin Houw! Kenapa kau berkata begitu" Nah,
cepatlah kau berusaha menancapkan semua alat-alat
penyembuhanmu kedalam tubuhku. Moga-moga kau berhasil
sehingga Ouw susiok akan merasa malu sendiri. Tetapi
apabila usahamu itu justeru akan merenggut jiwaku, lebih baik
begitu dari pada mati didalam lumpur begini seperti seekor
babi ..." Dengan tangan bergemetaran Thio Sin Houw meraba-raba
urat-urat nadi Cie siang Gie dengan cermat, kemudian
mengambil pisau tajam untuk membedah. Sudah barang
tentu, selama hidupnya belum pernah Thio Sin Houw
membedah seseorang, bahkan menyembelih seekor ayampun
belum pernah. Kalau kini ia berbuat demikian, adalah sematamata
dipaksa oleh keadaan. sebab menurut catatan ilmu
ketabiban Ouw Gie Coen, cara melawan pukulan beracun
yang diderita oleh Cie siang Gie, hanya dengan jalan
membedah urat-urat nadi tertentu untuk mencegah meluasnya
racun yang kini sudah bercampur-baur dalam darah.
Tetapi karena selama hidupnya belum pernah
362 menancapkan pisau pada tubuh seseorang, tangannya
mendadak menggigil. Bidikannya jadi meleset, sehingga ia
harus mengulangi beberapa kali. Keruan saja Cie siang Gie lantas saja mandi darah.
Membedah ditempat-tempat dekat urat nadi, sangatlah
berbahaya. Hal itu disadari oleh Sin Houw, setelah ia hafal
dengan bunyi kitab ilmu ketabiban Ouw sinshe. itulah
sebabnya ia menjadi gugup, Terlebih ketika melihat darah Cie
siang Gie yang membanjir keluar, kini tidak hanya gugup akan
tetapi bingung pula. Tiba-tiba pada saat itu terdengarlah suara seseorang
tertawa gelak dibelakang punggungnya, Thio Sin Houw
menoleh, dan melihat Ouw sinshe berjalan mondar-mandir
sambil menggendong tangan. Dengan berpayung, ia bebas
dari air hujan. ia nampak puas menyaksikan Thio Sin Houw
mencoba menolong Cie siang Gie, dengan cara yang acakacakan
itu. "Ouw sinshe!" kata Thio Sin Houw dengan suara mohon
belas kasihan. "Darah terus mengalir, bagaimana caranya aku
menghentikan?" "Tentu saja aku tahu, Tetapi apa perlu kuberitahukan
kepadamu?" sahut Ouw sinshe dengan suara dingin. setelah
itu ia tertawa perlahan melalui hidungnya.
Mendengar suara tertawa Ouw Gie Coen, seluruh tubuh
Thio Sin Houw menjadi dingin, Apalagi tatkala itu ia berada
ditengah hujan badai. Lantas saja ia menggigil, Dengan
menguatkan imannya, ia berkata lagi:
"Baiklah, begini saja. Kita mengadakan penukaran secara
adil, satu jiwa ditukar dengan satu jiwa. Kau menolong Cie
toako, setelah sembuh aku segera akan bunuh diri di
hadapanmu," 363 Kembali Ouw Gie Coen tertawa melalui hidungnya,
sahutnya: "Sekali aku telah berkata tidak sudi mengobati, selama
hidup tak akan sudi mengobati. Dia hidup atau mati tiada
sangkut-pautnya dengan aku. Kalau dia hidup oleh
pertolonganku apakah malaikat akan menggendongku masuk
ke sorga" sebaliknya kalau dia mati, apakah aku lantas
menjadi setan kelaparan " Juga aku tidak perduli dengan
dirimu. Meskipun sepuluh Thio Sin Houw mati dihadapanku,
tidak bakal aku sudi menolong Cie siang Gie!"
Mendengar jawaban Ouw Gie Coen, hati Thio Sin Houw
menjadi berputus asa. Tahulah dia bahwa tiada gunanya lagi
untuk berbicara berkepanjangan dengan sinshe itu,
Keberaniannya mendadak saja terhimpun dengan tak
setahunya sendiri, itulah disebabkan oleh rasa benci dan
dendam terhadap Ouw Gie Goen. Lantas saja ia bekerja sedapat-dapatnya, berdasarkan
ingatannya belaka. ia seperti lagi membalik-balik halaman
buku ilmu ketabiban Ouw Gie Coen didepan matanya, dan
sesuai dengan petunjuk-petunjuk didalamnya, tangannya
bergerak membedah kesana kemari dan menyekat meluasnya
racun yang mengeram didalam tubuh Cie siang Gie, Diluar
dugaan, tiba-tiba saja aliran darah Cie siang Gie terhenti,
pemuda berewokan itu tidak lagi mengeluarkan darahnya. Hal
itu melegakan hati Thio Sin Houw, beberapa saat ia
menunggu. Tiba-tiba saja, Cie siang Gie melontakkan darah kental
beberapa kali. Melihat Cie siang Gie melontakkan darah hitam kental, tak
tahulah Thio Sin Houw apakah ia berhasil atau justru
sebaliknya. Tak heran, hatinya menjadi berdebar-debar. ia
sudah mengambil ketetapan, apabila Cie siang Gie mati,
364 diapun akan segera menyusul mati bunuh diri, Tiba-tiba
teringatlah dia bahwa Ouw sinshe berada di belakang
punggungnya, Terus saja ia menoleh.
Masih saja Ouw Gie Coen nampak bersenyum mengejek,
akan tetapi samar-samar wajahnya memperlihatkan rasa
kagum dan heran, Maka tahulah ia, bahwa usahanya tidak
gagal seluruhnya, Artinya juga belum tepat sekali. walaupun
demikian, hatinya agak terhibur. Cepat-cepat ia lari masuk kedalam rumah, dan membalikbalik
halaman buku untuk memperhatikan kadar ramuan obat,
setelah bertekun beberapa saat lamanya, dapatlah ia
membuat kadar ramuan obat Akan tetapi sesungguhnya jenis
ramuan obat yang ditulisnya itu, selama hidupnya belum
pernah dilihatnya, ia hanya percaya kepada bunyi kitab bahwa
ramuan-ramuan obat yang ditulisnya itu, merupakan obat
penyembuh racun yang mengeram didalam tubuh Cie siang
Gie, setelah memikir sebentar, ia memberanikan diri untuk
menyerahkan kepada seorang pelayan agar membuat ramuan
obat berdasarkan yang ditulisnya. Pelayan itu segera membawa resep buatan Thio Sin Houw
kepada Ouw Gie Coen, dia mohon idzin kepada majikannya
apakah diperkenankan melayani anak itu, setelah bunyi resep
itu dibaca oleh Ouw sinshe, ia mendengus beberapa kali,
Kemudian berkata: "Kau buatkan saja menurut bunyi resep ini, biarlah
diminumkan! Kalau tidak mati seketika, anggap saja memang
berumur panjang ..." Mendengar kata-kata Ouw Gie Coen, dengan cepat Thio
Sin Houw meminta kembali surat resepnya, kadarnya lalu
dikurangi. setelah itu diserahkan kepada si pelayan yang
segera membuat ramuan obat menurut resepnya, sehingga
menjadi semacam obat kental. 365 Dengan mata berkaca-kaca, Thio Sin Houw membawa
obat ramuannya kepada Cie Siang Gie. Katanya dengan
bingung: "Inilah obat ramuan hasil jerih payahku mencuri bunyi kitab
Ouw susiok, setelah kau minum obat ini entah sembuh entah...
malah celaka, aku tidak tahu ..."
"Bagus!" seru Cie siang Gie. "lnilah namanya orang buta
menuntun kuda buta, apabila sampai tergelincir ke dalam
jurang, kedua-duanya akan jatuh saling tindih." setelah berkata
demikian Cie siang Gie tertawa terbahak-bahak, Kemudian
dengan memejamkan matanya, ia meneguk ramuan obat Thio
Sin Houw. Semalam suntuk perut Cie siang Gie sakit bukan kepalang,
ususnya melilit-lilit seperti tersayat, Dan tak hentinya
melontakkan darah. Thio Sin Houw menunggunya semalam
suntuk pula dibawah hujan lebat. Menjelang esok hari barulah
terang, matahari muncul diudara dengan cahayanya yang
lembut. "Adik, aku belum mati!" seru Cie Siang Gie tiba-tiba
dengan girang. "Ramuan obatmu benar-benar manjur, penyakitku jadi
berkurang." Keruan saja Thio Sin Houw girang bukan kepalang,
sahutnya: "Kalau begitu, resepku semalam boleh juga, Bukan?"
"Benar! Tak pernah kuduga bahwa pada hari ini dunia
melahirkan seorang tabib sakti, yang belum pandai beringus.
Biarlah aku menamakan kau, sin-she malaikat - sebab
resepmu ternyata bisa menyembuhkan babi. Hanya saja
366 agaknya ramuan obatmu terlalu keras, ususku seperti
tersayat-sayat oleh ratusan pisau kecil."
"Ya, kadar ramuan obatku memang agak berat." Thio Sin
Houw menyesal. Ramuan obat yang dibikin oleh Thio Sin Houw sebenarnya
memang sesuai dengan ilmu Ouw Gie Coeni dapat dikatakan
tepat sekali. Akan tetapi kadarnya terlalu berat, sehingga
merupakan obat pemunah racun yang kuat luar biasa. Apabila
Cie siang Gie tidak mempunyai tenaga jasmani melebihi
manusia biasa, pastilah dia akan mati!
Pada pagi hari itu, Ouw Gie Coen datang memeriksa,
melihat wajah Cie siang Gie bersemuh merah dan
bersemangat, ia terkejut, Diam-diam ia berpikir didalam hati:
"Yang satu pandai, dan yang lain berani. Berkat kerja sama
mereka ber-dua, ternyata Cie siang Gie dapat di sembuhkan!"
Pada keesokan harinya, "Thio Sin Houw membuat racikan
obat-kuat Ouw Gie Coen, dan tanpa menghiraukan apakah si
pemilik menggerutu atau tidak, lantas saja ia berikan kepada
Cie siang Gie, pikirnya didalam hati:
"Kalau dia marah, paling paling aku hanya dibunuhnya.
Akan tetapi tenaga Cie toako harus pulih seperti sediakala."
Dengan pertolongan obat-obat simpanan Ouw Gie Coen,
tenaga Cie siang Gie tidak hanya pulih seperti sediakala, akan
tetapi himpunan tenaga saktinya malah menjadi bertambah,
Maka dengan rasa penuh terima kasih, ia berkata kepada Thio
Sin Houw: "Adikku, lukaku kini sudah sembuh - tenaga saktiku pulih
pula, Setiap hari kau menemaniku tidur diatas tanah terbuka
ini, tanpa menghiraukan kesehatanmu sendiri. inilah cara yang
kurang baik, biarlah sekarang kita berpisah dulu."
367 Satu bulan lamanya mereka bergaul. Dalam hati masingmasing
sudah terikat rasa persahabatan, seia sekata dan
sehidup semati, Kini mereka terpaksa berpisah, dengan
sendirinya hati Thio Sin Houw menjadi terharu. Tak ingin
rasanya ia memperkenankan Cie siang Gie meninggalkan
dirinya, akan tetapi ia ingat pula bahwa Cie siang Gie tak
mungkin mengawaninya terus menerus dilembah Ouw-tiap
kok, Maka dengan sedih dan pilu, terpaksalah ia
mengucapkan selamat jalan kepada sang toako itu.
"Kaupun tak perlu bersedih hati, adik, setiap tiga bulan
sekali, aku pasti akan datang menjengukmu. Mungkin sekali
racun yang mengeram di dalam tubuhmu sudah dapat
dibuyarkan, apabila kau sudah sembuh seperti sediakala, aku
segera mengantarkanmu kembali kepada kakek gurumu di
gunung Boe-tong san." Cie siang Gie menghibur.
Setelah berkata demikian, pemuda itu menghadap Ouw
Gie Coen untuk memohon diri, KatanyaJ .
"Berkat kitab ilmu ketabiban susiok, akhirnya aku tertolong.
Tak sedikit aku mengabiskan obat simpanan susiok, yang
sangat berharga." "Akh, hal itu tiada artinya." sahut Ouw Gie Coen dengan
memanggutkan kepala, "Lukamu kini memang sudah sembuh
benar, hanya usiamu menjadi kurang enampuluh tahun,"
"Apa" Usiaku?" Cie siang Gie tak mengerti.
"Ya, menilik kesehatan tubuhmu yang tegap kuat itu,
sedikitnya kau bisa hidup seratus duapuluh tahun lagi ..." kata
Ouw Gie Coen, "Akan tetapi anak itu keliru membuat kadar
ramuan obatnya, Kadarnya sangat kuat, karena itu obat
pemunah racun itu justeru berbalik meracuni umurmu.
akibatnya apabila kau berada ditengah hujan dalam cuaca
368 yang lembab pula, seluruh tubuhmu akan menjadi nyeri. Dan
kira-kira pada umur tujuhpuluh tahunan, riwayatmu akan
tamat." ***** MENDENGAR keterangan Ouw Gie Coen itu, Cie siang
Gie tertawa terbahak-bahak, sahutnya dengan hati ikhlas:
"Seorang laki-laki memperoleh kesempatan untuk beramal,


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan berbuat kebajikan kepada negara dan bangsa serta umat
manusia diseluruh dunia sudahlah cukup apabila dapat
berumur limapuluh tahun saja, sekarang aku mendengar
bahwa aku bisa berumur tujuh puluh tahun, itulah lebih dari
cukup. Sebaliknya apa perlu seseorang hidup sampai seratus
tahun lebih, apabila ia tidak mempunyai kebajikan sesuatu"
Hidup demikian, hanyalah menghabiskan beras dan sayurmayur
saja." Ouw Gie Coen manggut, akan tetapi ia tidak berkata-kata
lagi. Melihat hal itu, Cie siang Gie lantas mengundurkan diri,
dan Thio Sin Houw mengantarkannya sampai di mulut lembah
Ouw-tiap kok. Disini mereka berdua berpisah dengan
mengucurkan air mata. Tadi Thio Sin Houw mendengar
perkataan Ouw Gie Coen, bahwa umur Cie siang Gie kurang
enampuluh tahun, ia sangat berprihatin, Katanya di dalam hati:
"Dengan asal jadi saja aku mengaduk ramuan obat, kini
usianya rusak karena tanganku. Biarlah sisa hidupku
kupergunakan untuk menekuni segala rahasia ilmu sakti Ouw
sinshe, siapa tahu, aku akan memperoleh suatu uraian tentang
memperpanjang umur." Bagaikan patung tak bernyawa, Thio Shin Houw
369 mengawasi kepergian Cie siang Gie, sampai bayangan
pemuda itu hilang dari penglihatan Kemudian perlahan-lahan
ia memutar tubuhnya, dan balik pulang ke pondok, sepanjang
jalan ia menghela napas dengan hati berduka, Alangkah pedih
perpisahan itu. Perpisahan yang tak dikehendaki sendiri .
Selagi bermenung-menung, tiba-tiba ia mendengar suara
menggelegar, ia mendongak mengawasi udara, awan hitam
mendadak saja menutupi seluruh penglihatan. Guruh
berdentuman seperti sedang berlomda, dan kilat mengejapngejap
menusuk cakrawala. Kemudian hujan turun sangat
derasnya. Hujan deras yang turun di tengah lembah Ouw-tiap kok,
bukan kejadian yang perlu diherankan. selama berada di
pondok Ouw Gie Coen, hampir sepuluh kali ia melihat hujan
turun amat deras - akan tetapi, hujan kali ini lain sifatnya.
Hujan itu mengandung lumpur. Tak mengherankan, sebentar
saja hujan lumpur itu telah membenam bukit-bukit yang
berada disekitar lembah Ouw-tiap kok. Dan tanah-tanah yang
dibenamnya ikut longsor pula. Menyaksikan kejadian itu, Thio Sin Houw terkejut bukan
kepalang, segera ia memanjangkan langkah lari menyingkir
Akan tetapi baru saja melangkah beberapa tapak, guntur
meledak diatas kepalanya, Kilat mengejap dan menembus
dadanya, dan ia jatuh diatas tanah.
Dalam keadaan lupa-lupa ingat, tiba-tiba ia melihat
berkelebatan sebongkah batu turun dengan sangat deras dari
angkasa, Tak mengherankan, hatinya jadi tergetar karena rasa
takutnya.Pada detik itu tubuhnya merasa panas dingin tak
menentu. Dalam keadaan putus asa, ia memejamkan kedua
belah matanya menunggu maut. 370 "Bress!" Bongkahan batu itu menimpa dadanya, dan ia tersentak
bangun dari mimpinya. Iapun siuman kembali Mimpi tak ubah wanita yang terus menerus membuat tekateki
dunia. setiap orang yang pernah hidup dapat
menceritakan pengalamannya tentang keajaibannya mimpi,
dan setiap bangsa mempunyai perbendaharaan cerita khayal
tentang keragaman mimpi pula, lantaran ajaibnya serta sulit
diterima akal. Keajaiban dan tiadanya masuk akal itu, lantaran mimpi
persoalan bawah sadar. Dia mempunyai persoalannya sendiri,
mempunyai dunianya sendiri, mempunyai kehidupannya
sendiri dan mempunyai persoalannya sendiri. Tetapi anehnya
mempunyai hubungan erat sekali dengan dunia kenyataan.
Seorang laki-laki pernah bermimpi menjadikan dirinya
seorang gadis, tatkala tercebur di dalam telaga iblis.
Kemudian datanglah seorang sakti yang bisa menolong
mengembalikan jenis semula, asal saja mau dikawinkan,
Kelak apabila sudah beranak lima orang, ia akan kembali pulih
seperti sedia kala. Lantaran terpaksa, ia menerima syarat itu, Demikianlah, ia
mengandung sampai lima kali berturut-turut. Anak-anaknya
terdiri dari dua laki-laki dan tiga perempuan. Dan tatkala
tersadar dari mimpinya oleh rasa girang, masih sempat ia
melihat asap penghabisan lilinnya yang tadi dihembusnya
padam sebelum tertidur. Dengan demikian, mimpinya hanya
berlangsung beberapa menit saja, padahal dalam mimpinya ia
tercebur didalam telaga sakti, berunding dengan laki-laki sakti,
mengandung dan berturut-turut melahirkan lima orang anak,
Paling tidak, kisahnya berjalan selama lima tahun!
371 Sebaliknya, seseorang pernah bermimpi tercebur dalam
sumur, ia terbangun lantara rasa kagetnya. inilah mimpi terlalu
pendek, dan untuk mimpi sependek itu ia membutuhkan waktu
hampir satu malam suntuk. Demikian pulalah pengalaman Thio Sin Houw.
Dalam mimpinya ia bertemu dengan sinshe Ouw Gie Coen,
guru Lie Hong Kiauw yang telah meninggal Kemudian berada
di dalam pondokannya hampir satu bulan penuh, selama itu, ia
bertekun mempelajari semua himpunan rahasia ilmu sakti
ketabiban yang tiada keduanya didunia, Mimpi dalam keadaan
pingsan ini, hanya berlangsung selama tiga hari saja, Ajaib!
Tetapi yang lebih ajaib adalah pengalamannya dalam mimpi
itu. Siapapun tidak akan percaya, bahwa Thio Sin Houw
dikemudian hari akan mengenal segala rahasia ilmu sakti
ketabiban, lantaran mimpinya itu. Lie Hong Kiauw yang
mendengarkan tutur katanya, berkali-kali menghela napas
lantaran herannya. Gadis dusun ini lantas mengujinya dengan pertanyaanpertanyaan
sulit, dan Thio Sin Houw dapat menjawab dengan
tepat sekali. Malahan anak itu pandai mengemukakan soalsoal
sulit, yang Lie Hong Kiauw terpaksa harus berpikir keras
sebelum memperoleh jawabannya. Demikianlah, selama dua tahun Sin Houw dirawat Lie
Hong Kiauw, selama itu Cie siang Gie sudah dapat
disembuhkan Tatkala berpamit, kejadiannya mirip seperti
dalam mimpinya, Anak itu mengantarkan jauh-jauh, lalu balik
pulang ke pondokan Lie Hong Kiauw seorang diri, Hanya saja
waktu itu tiada hujan lumpur atau kilat mengejap, yang
membuat ia tersadar dari mimpiriya, sebaliknya alam bahkan
nampak cemerlang sekali. 372 Langit terang-benderang, angin meniup sejuk dan bungabunga
Pek-cu hwa Lie Hong Kiauw sedang merekahkan
bunga-bunga birunya yang indah. Tatkala Thio Sin Houw memasuki usia lima belas tahun,
pada suatu hari Lie Hong Kiauw menemukan sesuatu yang
aneh sekali, yang terjadi didalam tubuh anak itu, Beberapa kali
ia mencoba kepekaan urat-urat Thio Sin Houw, akan tetapi
ternyata urat-urat Thio Sin Houw seperti tiada berperasaan
lagi. Gadis itu mencoba menyelami dan menggunakan caracara
lain yang lebih cermat, akan tetapi betapapun dia
berusaha - racun Hian-beng Sin-kang yang mengeram
didalam sumsum Thio Sin Houw sama sekali tak dapat
dikeluarkan. Belasan hari lamanya, Lie Hong Kiauw men cari
sebab-sebabnya, namun masih saja gelap baginya.
Lie Hong Kiauw seorang gadis dusun pendiam, Hampir tiga
tahun Thio Sin Houw bergaul dengan gadis itu akan tetapi
boleh dikatakan tak pernah berbicara berkepanjangan. Dia
bekerja sendiri, dan memecahkan persoalan-persoalannya
sendiri pula, Pada hari itu, karena tak tahan lagi menghadapi
teka-teki yang masih gelap baginya, terpaksalah ia minta
keterangan kepada Thio Sin Houw. Katanya sambil menghela
napas: "llmu sakti kakek gurumu memang sakti sekali, akan tetapi
rupanya dalam hal ilmu ketabiban beliau masih sangat kurang.
Boleh dikatakan tiada berpengetahuan sama sekali. itulah
sebabnya ia malahan membuat celaka dirimu. Jelas sekali,
kau terkena racun jahat Hian-beng Sin-kang, namun dia
bahkan membantu menembusi jalan darah mu sehingga
seluruh urat-nadi di dalam tubuhmu menjadi terbuka semua.
Benar-benar hal itu membuat dirimu celaka."
Thio Sin Houw kenal watak Lie Hong Kiauw, Biasanya
gadis itu diam dan tenang serta tak mengacuhkan segala
373 kejadian diluar dirinya, sekarang ternyata dia menggunakan
kata-kata yang agak keras. jelaslah bahwa gadis itu
menyembunyikan rasa marahnya. Maka buru-buru ia
menyahut: "Itulah perbuatan Cie-kong Taysu, bukan kakek guruku."
Meskipun Lie Hong Kiauw gadis dusun yanq pendiam, dan
ketiga saudara seperguruannya berhati busuk, namun Thio
Sin Houw berkenan padanya, ia menganggap Lie Hong Kiauw
tak ubah seperti saudara perempuannya sendiri maka dengan
tulus ikhlas ia menceritakan pengalamannya sejak kanak
kanak sehingga datang ke rumah perguruan kakek gurunya, ia
mengenal berbagai cabang ilmu silat berkat warisan orang
tuanya. Ayahnya mewarisi ilmu silat aliran Boe-tong pay,
sedangkan ibunya mewarisi ilmu silat dari Si Tangan Geledek
Lie Sun Pin yang menjadi kakek luarnya, dengan jelas pula ia
menceriterakan bagaimana tatkala ia bertemu dengan seorang
yang menamakan dirinya Cie-kong Taysu di kuil Siauw-lim sie.
Dahulu, tatkala Thio Sin Houw di bawa masuk ke dalam
kuil Siauw lim sie, ia kena kebasan tangan salah seorang
pendeta sehingga pulas tertidur, Akan tetapi berkat ilmu
warisan ibunya, yang justeru bertentangan dan berlawanan
dengan ilmu sakti aliran Siauw-lim pay, begitu kena kebut
lantas saja terjadilah suatu perlawanan yang wajar dan Thio
Sin Houw tersadar dari tidurnya ! Dasar ia seorang anak
cerdas, berpura-puralah ia masih tertidur pulas.
Namun dengan diam-diam ia mendengarkan percakapan
antara beberapa orang pendeta. Karena pembicaraan itu, tahulah Thio Sin Houw bahwa
kemudian ia dibawa menghadap Cie-kong Taysu. Masih
teringat olehnya akan kata-kata Cie-kong Taysu yang galak:
374 "Kau siapa dan dari mana datangmu tak perlu aku
menanyakan..." Suara itu datang dari balik dinding, suaranya sama sekali
tak mirip suara seorang pendeta yang saleh, Kesannya
seolah-olah ia sedang berhadapan dengan seorang algojo
yang hendak menjatuhkan golok besarnya, namun dia
bersikap mendengarkan saja. Kata orang itu lagi:
"Duduklah dan dengarkan baik-baik, Aku akan
menguraikan inti sari ilmu sakti berdasarkan Kiu-im Cin-keng
warisan Tat-mo Couwsu, pendiri aliran Siau-lim, Kau sanggup
mengingatnya atau tidak tergantung kepada nasibmu belaka,
karena aku hanya menguraikan sekali saja, Bagaimana" Apa
kau sudah siap" Nah, aku akan mulai ..."
Sejak semula Thio Sin Houw tertarik perhatiannya kepada
suara orang yang katanya bernama Cie-kong Taysu, suara itu
datang dari balik dinding, sebenarnya hal itu tak perlu
diherankan, setiap tokoh-tokoh sakti dapat melakukannya.
Hanya yang membuat Thio Sin Houw tercengang adalah,
bahwasanya orang itu dapat berbicara dengan wajar saja,
seolah-olah sedang berhadap-hadapan muka.
Thio Sin Houw yang sudah berpengalaman banyak,
bertemu dan berbicara dengan tokoh-tokoh sakti yang
mengejar-ngejar ayah-bundanya, diam-diam tercekat hatinya.
Benar-benar dia merupakan tokoh sakti yang tiada taranya !
Sementara itu setelah selesai melakukan tugasnya, Ciekong
Taysu menanyakan apakah Sin Houw sanggup
mengingatnya atau tidak. Untuk membesarkan hati Cie-kong
Taysu, maka Thio Sin Houw lantas saja menyahut:
"Semua uraian Taysu, sudah dapat kuingat dengan baik."
Mendengar ucapan itu, orang yang menamakan diri Ciekong
Taysu terkejut - segera berkata menguji:
375 "Coba! Aku ingin mendengar!"
Tanpa mempunyai prasangka buruk sedikitpun, Thio Sin
Houw mengucapkan kembali ajaran-ajaran Cie-kong Taysu
dengan lancar diluar kepala, Dari awal sampai akhir ternyata
sama sekali tiada salahnya, meski sekalimatpun.
Tentu saja hal itu membuat Cie-kong Taysu tercengang
bukan main, benar-benarkah didunia ini ada seorang bocah
yang memiliki daya ingatan begitu hebat" ia terpaku beberapa
saat lamanya, setelah beberapa saat lamanya, berkatalah dia:
"Coba, biarlah kulihat urat-urat nadimu. Kudengar suaramu
tidak lancar, pastilah kau menderita sesuatu ..."
Dan apabila kedua tangan Thio Sin Houw diserahkan
kepadanya lewat lubang didinding, mulailah dia menembusi
jalan darah bocah itu, Dia seorang tokoh sakti maha hebat
himpunan tenaga saktinya luar biasa tingginya.
Dan dengan himpunan tenaga sakti itulah, dia menembusi
seluruh jalan darah Thio Sin Houw. Lie Hong Kiauw termenung sejenak setelah mendengar
cerita Thio Sin Houw - tiba-tiba ia berkata setengah berseru:
"Adik Sin Houw! pendeta itu sangat jahat kepadamu!"
Keruan saja Thio Sin Houw terkejut mendengar seruan
itu,sahutnya gagap: "Baik aku maupun dia, tak pernah saling mengenal. Apa
gunanya ia mencelakakan diriku?"
"Coba, apa yang telah dikatakan kepadamu, setelah ia
selesai menembusi jalan darahmu?" Lie Hong Kiauw
376 menegas. "Dia mengulangi kata-katanya yang tadi, bahwasanya dia
tak perlu mengenal namaku, tak perlu tahu pula dari mana
asalku dan aliranku." jawab Thio Sin Houw sungguh-sungguh,
Dan mendengar jawaban Thio Sin Houw, maka Lie Hong


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiauw tersenyum, lalu berkata: "Hmm! seumpama aku Cie-kong Taysu, akupun tak perlu
menanyakan namamu dan dari mana kau datang serta apa
golonganmu, Sebab dengan sekali menyentuh tanganmu saja,
tahulah aku bahwa dirimu adalah cucu murid Tie-kong tianglo.
Bukankah kau pernah menerima pelajaran tata ilmu sakti
aliran Boe-tong melalui ayahmu" Akupun akan segera tahu
pula, bahwa didalam dirimu mengeram racun yang sangat
berbahaya, kenapa dia justeru menembusi jalan darahmu"
Bukankah dengan demikian, dia memang sengaja hendak
mencelakai dirimu ?" Thio Sin Houw terpukau, selagi ia hendak membuka
mulutnya, Lie Hong Kiauw telah mendahului:
"Kakek gurumu seorang yang sangat jujur. Diapun
agaknya tidak begitu paham akan azas-azas pengobatan. Ia
menganggap tabiat semua orang seperti dirinya, sehingga
sama sekali tidak mencurigai seseorang."
"Seumpama Cie-kong Taysu memang benar berbuat
demikian, apakah tujuannya" Dan apa pula maksudnya?" Thio
Sin Houw berusaha membantah. "Apa alasan sesungguhnya, akupun tak tahu, Barangkali
karena kau terlalu jujur terhadapnya. Kau bisa menghafal
semua ajarannya di luar kepala tanpa salah sedikitpun, untuk
alasan ini saja cukuplah sudah seseorang membunuhmu."
"Kenapa begitu?" Thio Sin Houw heran.
377 "Apakah kau masih ingat, tabiat dan sepak terjak ketiga
kakak seperguruanku" seumpama mereka mendengar dirimu
dengan tiba-tiba saja dapat menguasai rahasia ilmu ketabiban
almarhum guru, pastilah kau bakal dituduhnya telah mencuri
buku warisan guru, Merekapun akan segera membunuhmu!"
"Kata kakek guruku, pendiri aliran Siauw-lim pay adalah
Tau-mo Couw-su. Kuil Siauw-lim sie merupakan tempat para
pendeta suci, dan aliran itu pulalah pembimbing para
pendekar penegak keadilan. Kupikir, meskipun benar didalam
kuil Siauw-lim sie mungkin terdapat beberapa orang yang
berpikiran sempit dan berjiwa rendah, namun rasanya tak
mungkin berbuat serendah itu. Apalagi, kakek guruku mengadakan pertukaran ilmu
semacam jual beli. Tukar menukar ini jauh lebih
menguntungkan pihak Siauw-lim daripada pihak Boe-tong ..."
"Hmm ... aliran pendekar penegak keadilan!" potong Lie
Hong Kiauw dengan suara dengki. "Ayah-bundamu dan
saudaramu, bukankah mati lantaran keganasan tangan orangorang
yang menamakan diri golongan para pendekar penegak
keadilan" Karena menamakan diri golongan ksatria, lantas
saja mereka berbuat semena-mena terhadap para pendekar
lainnya yang mereka golongkan sebagai aliran sesat dan liar,
Alangkah kejinya cara mereka mengadili! Mereka yang
merasa diri manusia baik-baik, belum tentu semuanya benarbenar
manusia yang baik, sebaliknya, mereka yang
digolongkan sebagai manusia jahat, belum tentu semuanya
jahat!" Perkataan Lie Hong Kiauw ini benar-benar mengenai lubuk
hati Sin Houw. Anak itu lantas saja teringat pada peristiwa pembunuhan
kedua orang tuanya dan saudaranya diatas gunung Boe-tong
san, Memang, ayah-bunda dan saudaranya mati ditangan
378 mereka yang menamakan diri pendekar-pendekar aliran lurus.
Tatkala melihat mayat ayah bundanya, mereka nampak
berduka cita, Tetapi dalam hati mereka masing-masing justeru
berkata bahwa kematian ayah-bundanya sudah pada
tempatnya. Kesan demikianlah yang selalu teringat dalam lubuk hati
anak itu. Tentu saja terhadap kakek guru dan paman-paman
gurunya, belum pernah ia menyatakan kesan hatinya itu, Kini
Lie Hong Kiauw dengan sengaja atau tidak, tiba-tiba
membongkar rahasia yang tersimpan dalam lubuk hidupnya.
Hatinya lantas saja tergoncang, seperti tersentak ia menangis
menggerung-gerung. "Sejak zaman dahulu, manusia hidup dan mati sebenarnya
tanpa teman dan tanpa kawan. Hanya,anehnya, setelah
berada bersama-sama didalam dunia yang sama ini pula,
mereka lantas bersaing dan bermusuhan" kata Lie Hong
Kiauw menghibur. "Karena teringat pada peristiwa ayahbundamu,
kau menangis. Akan tetapi bila kau tidakmati,
dikemudian hari pasti banyak manusia yang akan membuatmu
menangis dan menggerung lagi."
Mendengar perkataan Lie Hong Kiauw - maka Thio Sin
Houw lantas berhenti menangis. sambil mengusap air
matanya, ia menatap wajah gadis dusun itu, Katanya sulit:
"Jadi ... orang yang menamakan dirinya Cie-kong Taysu
itulah ... sesungguhnya musuh besar ayah-bundaku?"
Lie Hong Kiauw tidak segera menjawab, ia tersenyum
rahasia seperti biasanya, iapun tidak meladeni lagi.
Setelah memutar tubuh, ia mengambil cangkulnya dan
berangkat ke ladang merawat pohon-pohon bunga Pek-hu cuhwa,
seperti yang dilakukan pada setiap harinya.
379 Sampai petang hari, dia baru kembali, wajahnya yang tadi
siang nampak suram, kini menjadi cerah, Katanya dengan
suara gembira: "Baiklah, Sin Houw. sebenarnya hatimu bergolak hebat,
lantaran ingin membalaskan dendam ayah-bunda dan
saudaramu Sayang, penyakitmu terlalu berat. Meskipun aku
masih sanggup mempertahankan jiwamu dengan ramuan
obat-ku, akan tetapi untuk memusnahkan racun yang sudah
mengeram didalam sum-summu, benar-benar aku merasa tak
sanggup. Akan tetapi membiarkan dirimu menjadi manusia tak
berguna lantaran racun Hian-beng Sin-kang, rasanya kurang
tepat pula, Meskipun penyakit itu yang berada didalam
tubuhmu tak dapat disembuhkan, namun setidak tidaknya kau
harus dapat membalas dendam kepada musuh-musuh ayahbundamu.
Dengan demikian, kau akan membuat arwah ayahbundamu
dan saudaramu tenteram di alam baka.
Besok pagi, biarlah kau kuantarkan kau kepada seseorang.
Dia seorang sakti yang berilmu kepandaian tinggi, aku akan
memohon kepadanya agar dia sudi mewariskan ilmu saktinya
kepadamu dan selama itu, aku akan menjaga kesehatanmu
supaya tidak lumpuh karena racun Hian-beng Sin-kang,
Bagaimana " Apakah kau setuju?"
Sudah tentu hati Thio Sin Houw girang bukan kepalang.
Begitu girang dia sampai menari-nari. Lantas berseru :
"Terima kasih, kakakku yang manis... terima kasih. Berapa
lama aku hidup, memang sejak aku turun dari gunung Boetong
san, tidak kupikirkan lagi, Akan tetapi hatiku selalu
gelisah, manakala teringat arwah-arwah ayah bunda dan
saudaraku yang masih menanggung penasaran. Aku berjanji
kepadamu dan juga kepada diriku sendiri serta berjanji kepada
hidupku, bahwasanya apabila aku sudah mewarisi sekalian
ilmu sakti pamanmu, akan cepat-cepat melaksanakan balas
380 dendam ayah-bunda dan saudaraku, "
Thio Sin Houw tak berani minta keterangan, tentang
siapakah orang yang dijanjikan itu, selamanya Lie Hong Kiauw
bersikap rahasia, akan tetapi dia percaya bahwa gadis itu
bermaksud baik terhadapnya, Hanya saja gerak-geriknya
sangat sukar ditebak. Malam itu Thio Sin Houw tak dapat tidur dengan nyenyak,
hatinya sangat girang karena janji Lie Hong Kiauw.
Memang ia sudah mengantongi beberapa ragam ilmu sakti
yang diwarisi ayah-bundanya, akan tetapi keragamannya
masih seperti cakar ayam, sekarang apabila ada seseorang
yang sudi memberi petunjuk-petunjuk, bukankah dia akan
menjadi orang yang berarti di kemudian hari"
Meskipun, mungkin sekali belum boleh diandalkan untuk
menghadapi musuh besar ayah-bundanya, namun setidak
tidaknya sudah merupakan tataran persiapan balas dendam.
Dan dengan bekal tata ilmu sakti yang teratur itu, dia akan bisa
menanjak ke tataran kesempurnaan dikemudian hari.
Orang yang dijanjikan itu bernama Ouw Sam Ciu, ia
bermukim di pinggang gunung Ouw-tiap san bagian timur,
orangnya berperawakan pendek ketat. Seperti Lie Hong
Kiauw, ia seorang pendiam pula, saudara seperguruannya
berjumlah tiga, Coa Kim Siong, Go Kim Sun dan Ho Thong
Cun. Satu tahun lamanya Thio Sin Houw menerima dasar-dasar
pelajaran mereka berempat, dan selama itu pula Lie Hong
Kiauw tak pernah meninggalkan setiap kali habis berlatih,
selalu gadis itu memeriksa keadaan tubuh Thio Sin Houw,
setiap malam ia menggodok ramuan obat-obatan tertentu,
untuk mengikis habis racun Hian-beng Sin-kang.
381 Pada suatu hari datanglah Lie Hong Kiauw menghampiri,
kata gadis itu dengan berbisik: "Sin Houw, gurumu menghendaki kau berkemas-kemas
sebentar malam. sekarang ini keempat gurumu telah
mendahului berangkat, dan esok pagi kau bersama aku
diperintahkan mengikuti jejak mereka."
"Ke mana?" tanya Thio Sin Houw heran.
"Gurumu akan selalu meninggalkan tanda-tanda
disepanjang jalan, lihatlah , kita berdua masing-masing
diberinya sebatang panah hijau, Panah hijau ini semacam
tanda pengenal di jalan." sahut Lie Hong Kiauw cepat. Dan
setelah menyerahkan sebatang anak panah kepada Sin Houw,
ia berkata meneruskan: "Pada saat ini negara sedang kacau-balau, Cu Goan Ciang
telah bertekad hendak mengusir kaum penjajah dari daratan
Cina, dan kita ini tergabung dalam laskar perjuangannya untuk
menegakkan keadilan. Kau memang bukan anggota Bengkauw,
akan tetapi keempat gurumu semua termasuk tokohtokoh
pembantu Cu Goan Ciang, Terserah padamu, apakah
kau sudi membantu atau tidak."
Mendengar kata-kata Lie Hong Kiauw, Thio Sin Houw
termenung, Sejak dirumah perguruan Boe-tong pay, dia telah
mengetahui bahwa kakek gurunya dan semua paman-paman
gurunya bukan merupakan anggota Beng-kauw. Mereka
bahkan mencela segala tindakan orang-orang Beng-kauw, dari
itu pernah Tie-kong tianglo mengeluarkan perkataan melarang
Thio Sin Houw memasuki atau menjadi anggota Beng-kauw,
Akan tetapi rasanya tidaklah tercela, apabila kini dia hanya
sekedar membantu ke empat gurunya guna menentang kaum
penjajah. Memperoleh pertimbangan demikian, segera Thio Sin
Houw memberikan jawaban: 382 "Ayahku memang murid aliran Boe-tong pay, akan tetapi
kalau sekedar membantu gerakan Cu Goan Ciang mengusir
kaum penjajah bangsa asing. Kurasa, akupun tidak akan kena
damprat kakek guru dan sekalian paman-paman guru.
Tegasnya, seumpama aku ini seorang penumpang perahu,
akan tunduk patuh kepada pemegang kemudinya. Hanya saja
tentang panah hijau ini. Benar-benar aku tak mengerti
maksudnya." Lie Hong Kiauw tersenyum, jawabnya:
"Meskipun kau kini telah menjadi manusia lain, akan tetapi
kau masih tergolong seorang pelajar lemah, Tidak selayaknya
kau berkelana turun gunung seorang diri, Karena itu aku
diperintahkan untuk selalu menyertaimu, Akan tetapi karena
akupun hanya pandai ilmu ketabiban saja, keempat gurumu
memandang perlu untuk memberikan tanda pengenal
pencegah bencana diperjalanan demi keselamatan kita
berdua." Thio Sin Houw memeriksa panah hijau yang berada
ditangannya. Dia boleh cerdas, akan tetapi tak dapat
menemukan keajaibannya atau kemujija-tannya, Akhirnya ia
mengira bahwa panah hijau itu hanyalah semacam benda
yang membawa alamat baik saja. "Baiklah, Hong cici. Aku sangat berterima kasih atas
perhatian guru." berkata demikian, ia segera menyimpan
panah hijau itu kedalam bungkusannya.
***** KEESOKAN harinya berbareng dengan munculnya
matahari ditimur, mereka berdua berangkat dengan naik kuda.
Mereka menempuh perjalanan perlahan-lahan, dan menjelang
petang hari tibalah mereka disebuah kampung.
383 "Kita singgah disini," kata Lie Hong Kiauw.
Mereka lantas mencari tempat pemondokan untuk dapat
beristirahat satu malam penuh. Dan pada esok harinya mereka
meneruskan perjalanan kembali. Mereka melewati dusun-dusun yang pernah dirampoki
tentara penjajah, Banyak penduduknya yang mati terbunuh.
Menyaksikan bekas-bekas kekejaman tentara penjajah
bangsa Mongolia, Thio Sin Houw jadi teringat akan nasibnya
sendiri. Lantas saja ia mengaburkan kudanya, untuk
melupakan kesan-kesan nya itu. Waktu itu tengah hari tepat, Dari arah depan kelihatan
seorang penunggang kuda mendatangi dengan mengaburkan
kudanya secepat angin, debu tebal membubung keudara,
Tatkala berpapasan, orang itu berpaling, Akan tetapi baik Thio
Sin Houw maupun Lie Hong Kiauw bersikap acuh tak acuh.
Baru mencapai perjalanan lima atau enam li, mereka
mendengar derap kaki kuda datang dari arah belakang,
Makin lama derap itu terdengar makin nyata. Tatkala Thio
Sin Houw berpaling ia melihat seorang penunggang kuda
beroman gagah. Nampak memakai ikat kepala hijau.
"Aneh sekali gerak-gerik orang itu!" kata Thio Sin Houw
setelah penunggang kuda itu melintasi. "Bukankah yang
berpapasan dengan kita tadi dia juga?"
Memang, orang itu juga yang tadi datang dari sebelah
depan, dan berpaling sewaktu berpapasan. Lie Hong Kiauw
sebenarnya memperhatikan pula dengan diam-diam, ia tidak
menjawab pertanyaan Thio Sin Houw, sebaliknya dia berkata:
"Sebentar lagi kalau dia balik kembali, kau larikan kudamu
384 secepat-cepatnya." Thio Sin Houw terperanjat. Heran ia minta keterangan:


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa" Apakah dia penyamun?"
"Kau lihat sajalah! Lima li lagi didepan kita, pasti akan
terjadi suatu perkara." kata Lie Hong Kiauw. "Dan kita tidak
akan dapat mundur lagi, Rasanya, satu-satunya jalan
hanyalah ... mencoba menerjang untuk meloloskan diri."
Mendengar perkataan Lie Hong Kiauw, hati Thio Sin Houw
menjadi gelisah, ia menatap wajah Lie Hong Kiauw - gadis
itupun nampaknya tegang sendiri . sebenarnya ingin Sin Houw
minta penjelasan lagi, akan tetapi melihat wajah Lie Hong
Kiauw begitu tegang, ia membatalkan niatnya. Dan dengan
berdiam diri, ia mengikuti kuda Lie Hong Kiauw.
Kira-kira empat li lagi, tiba-tiba terdengarlah mengaungnya
anak panah ditengah udara, Kemudian nampak tiga
penunggang kuda melintang di tengah jalan. Melihat mereka,
Thio Sin Houw segera maju kedepan, ia mengangguk hormat,
lalu berkata. "Aku bernama Thio Sin Houw, dan kakakku ini bernama Lie
Hong Kiauw. Kami berdua sedang melakukan perjalanan jauh, sama
sekali kami tidak membawa harta benda yang berharga,
Apakah kami berdua diperkenankan lewat?"
Walaupun masih merupakan pemuda tanggung, akan
tetapi Thio Sin Houw mempunyai pengalaman banyak dalam
riwayat hidupnya, itulah pengalamannya -tatkala selama terusmenerus
dikejar-kejar lawan. Dia pandai membawa diri.
Karena itu berhadapan dengan mereka bertiga yang
merintang ditengah jalan, segera ia berkata merendah.
385 Seorang diantara mereka tertawa melalui dadanya,
sahutnya: "Kami kekurangan uang, karena itu tolong pinjamkan kami
uang seratus tail saja." Thio Sin Houw tercengang, ia berpaling kepada Lie Hong
Kiauw, minta pertimbangan. Dalam pada itu, sipenunggang kuda yang berikat kepala
hijau, yang tadi pertama kali mereka berpapasan, membentak:
"Kami hendak pinjam uang seratus tail, kamu mengerti
atau tidak?" Mendengar bentakan itu, Thio Sin Houw menjadi gusar,
Tak sudi ia kalah gertak, sahutnya membentak pula:
"Sudah belasan tahun aku berkelana, belum pernah aku
bertemu dengan orang yang sekurang ajar kalian!"
Mendengar bentakan Thio Sin Houw, mereka bertiga
tertawa terbahak bahak. Alangkah lucu ucapan anak itu, sudah
belasan tahun berkelana" Memang, meskipun apa yang dikatakan Thio Sin Houw
sedikit banyak mengandung kebenaran, akan tetapi mengingat
usianya siapapun tentu tidak akan percaya. Orang berikat
kepala hijau itu lantas berkata lagi:
"Baiklah, taruh kata kau sudah belasan tahun berkelana
seorang diri, Apakah kau pernah melihat seorang yang bisa
memanah seperti aku?" Setelah berkata demikian, ia mengambil gendewa dan
peluru. Dengan beruntun ia melepaskan tiga butir peluru ke
atas udara, setelah itu ia melepaskan anak panahnya. Dan
386 ketiga peluru itulah sasarannya. Jitu sekali bidikannya, Ketiga peluru itu pecah menjadi
enam bagian dan runtuh berbareng meluruk ke bawah.
Thio Sin Houw ternganga-nganga menyaksikan
kepandaian orang itu, justru demikian, tiba-tiba lengan kirinya
terasa sakit, Ternyata ia terkena panah dengan tak setahunya.
Pada saat itu orang ketiga yang berperawakan pendek dan
berewok, tiba-tiba menyandarkan cemitinya. Dengan sebat
Thio Sin Houw menggerakkan kudanya untuk mengelakkan
diri, ia berhasil menggagalkan serangan orang itu.
Akan tetapi selagi demikian, mendadak cemeti itu berbalik
arah, Kini melilit golok yang diselipkan diping
gangnya. Dan berbareng dengan gerakan itu, tiba-tiba Thio
Sin Houw melihat berkelebatnya sebatang pedang memapas
tali bungkusannya yang berada di punggungnya. Kena
babatan pedang, bungkusannya jatuh diatas tanah, Dan
setelah mengambil bungkusan itu dengan cemiti-nya, orang itu
lantas mengaburkan kudanya. "Terima kasih!" kata penunggang kuda yang berikat kepala
hijau sambil tertawa senang, Dan setelah berkata demikian,
dia lantas menyusul temannya, sedang orang yang berada di
sampingnya, mengeprak kudanya pula, sebentar saja ketiga
penyamun itu hilang dari penglihatan.
Thio Sin Houw menjadi sangat lesu, ia sangat berduka dan
mendongkol. ia merasa diri tiada guna, padahal ia telah belajar
tata berkelahi satu tahun lamanya. Namun menghadapi tiga
penyamun itu saja, tak dapat ia berbuat sesuatu apa.
"Mari kita jalan terus!" ajak Lie Hong Kiauw dengan suara
tenang. "Masih untung, jiwa kita tidak diarahnya."
387 Thio Sin Houw menundukkan kepalanya, dengan tetap
berdiam diri ia mengikuti Lie Hong Kiauw meneruskan
perjalanan. Kira-kira setengah jam mereka berjalan, tiba-tiba terdengar
derap kaki kuda sangat berisik, Thio Sin Houw menoleh.
Hatinya tercekat, karena yang datang adalah mereka bertiga
tadi. Apalagi yang mereka kehendaki" Apakah belum merasa
puas telah memperoleh uang" Dan Kini hendak merenggut
jiwa" Memperoleh dugaan demikian, bulu kuduk Thio Sin
Houw bergidik dengan sendirinya. Ketiga penyamun itu dapat mengejar Thio Sin Houw dan
Lie Hong Kiauw dengan cepat sekali, selagi mereka itu saling
memandang dengan wajah penuh pertanyaan, sekonyongkonyong
ketiga penyamun itu melompat dari kudanya masingmasing,
lalu membungkuk hormat. Kata orang berikat kepala
hijau itu: "Akh, ternyata kalian berdua orang sendiri. Maaf, maafkan!
Kami tak kenal kalian, sehingga telah berbuat keliru, Harap
kalian berdua memaafkan perbuatan kami tadi."
Si pendek berewok lantas saja menyerahkan kembali
bungkusan Thio Sin Houw yang tadi dirampasnya, ia
menyerahkan dengan kedua tangannya. Dan Thio Sin Houw
jadi terheran-heran, Hatinya penuh pertanyaan, itulah
sebabnya tak berani ia menyambuti bungkusannya sendiri. ia
berpaling kepada Lie Hong Kiauw minta pendapatnya.
Ternyata gadis itu memanggutkan kepalanya, dengan
wajah tenang sekali. Maka Thio Sin Houw segera menerima kembali
bungkusannya. "Perkenankan kami bertiga mengenal nama kalian berdua,
388 agar di kemudian hari kami tidak berbuat keliru lagi."
"Bukankah tadi kami sudah memperkenalkan diri" Aku
Thio Sin Houw, dan kawanku cici Lie Hong Kiauw." sahut Thio
Sin Houw, Orang berikat kepala hijau itu tertawa senang, sambil
menegakkan badannya ia menyahut: "Nama bagus! Aku sendiri bernama Gouw Cin Kie, dan
kedua temanku ini bernama Gui Cu Liang dan Tan Kim Sun.
Kalau tadi siauwtee segera memperlihatkan tanda panah hijau
kepada kami, pastilah kami segera mengerti. Untungnya kami
bertiga tidak sampai melukai dirimu."
Mendengar perkataan Gouw Cin Kie, barulan Thio Sin
Houw mengerti khasiat panah hijau yang dibawanya, sewaktu
berkemas-kemas dirumah perguruan, ia menyimpannya
didalam bungkusannya, coba, seumpama disimpan dibalik
bajunya, bukankah dia bakal kehilangan bungkusannya yang
berisi uang pula" "Pastilah kalian berdua hendak mendaki gunung Beng-san,
bukan?" menegas Gouw Cin Kie. "Kalau begitu mari kita
berjalan bersama-sama. saudara kita berdua, Gui Cu Liang
dan Tan Kim Sun berasal dari Su-cwan utara, Meskipun
demikian, mereka bisa menyesuaikan diri."
Gouw Cin Kie berbicara dengan nada ramah, akan tetapi
hati Thio Sin Houw tetap berbimbang hati. Betapapun juga
melihat mereka adalah sebangsa penyamun, sedangkan katakata
penyamun tak dapat dipercayai penuh. Maka jawabnya
mengelak: "Kami berdua tak mempunyai tujuan tertentu."
Mendengar jawaban Thio Sin Houw, Gouw Cin Kie nampak
389 tersinggung. wajahnya berubah merah, katanya menegur:
"Kami bertiga datang dari jauh, menempuh perjalanan
ribuan li. Kami telah berjalan siang dan malam, lantaran tiga
hari lagi himpunan laskar perjuangan Cu Goan Ciang akan
mengadakan pertemuan besar diatas gunung Beng-san.
Kenapa kalian berdua yang sudah berada dekat dipinggang
gunung Beng-san, tidak sudi sekalian mendaki?"
Pilu juga hati Thio Sin Houw mendengar teguran itu.
Dengan sesungguhnya, ia tak mengerti tujuan perjalanannya,
Disepanjang jalan, Lie Hong Kiauw selalu membungkam mulut
dan tak pernah memberi keterangan. Akan tetapi dia memang
seorang pemuda yang berpembawaan dapat menangkap
suatu keadaan dengan cepat sekali. Maka dengan suara wajar
ia berkata: "Apakah pertemuan itu sangat penting artinya?"
"Tentu saja!" sahut Gouw Cin Kie dengan suara tetap
mengandung kegusaran. "Bukankah kita diharuskan datang
menghadiri pertemuan itu, untuk menghormati panji-panji
Beng-kauw?" Kembali Thio Sin Houw bingung. Meskipun dia seorang
pemuda yang cerdas sekali, akan tetapi pergaulannya dalam
percaturan hidup masih sempit. Namun dasar seorang pemuda cerdas, lantas saja ia
memutuskan: "Kita baru saja bertemu dan berkenalan, karena itu wajib
aku merahasiakan tujuan perjalanan. Bukankah begitu" Mari,
mari kita berjalan bersama sama."
Mendengar perkataan Thio Sin Houw maka Gouw Cin Kie
lantas memanggut-manggut penuh pengertian, wajahnya
berobah menjadi girang, Dia tertawa lebar sambil menyahut:
390 "Memang telah kuduga, bahwa siauw tee hendak
menyembunyikan maksud sebenarnya ... Bagus. Akupun akan
bersikap demikian, terhadap seseorang yang belum pernah
kukenal." Sampai disitu, berlima mereka berjalan bersama-sama
untuk mendaki gunung Beng-kauw, Gouw Cin Kie memimpin
perjalanan, setiap kali berjumpa dengan rombonganrombongan
atau gardu-gardu penjagaan, ia hanya
menggerak-gerakkan tangannya saja. Gerakan gerakan
tangannya ternyata besar khasiatnya, rumah-rumah
disepanjang jalan bersiaga penuh untuk menerima
kedatangan mereka berlima, Juga rumah-rumah makan yang
disinggahi tak sudi menerima pembayaran, perlayanan
terhadap mereka berlima sangat manis sekali.
Selang dua hari, tibalah mereka diatas pinggang gunung
Beng-kauw sebelah utara, Diatas gunung ini, barulah Thio Sin
Houw mengembarakan penglihatannya dengan bebas
merdeka. Di segala penjuru ia melihat ratusan orang berlerot
tiada putusnya mendaki gunung. Pakaian mereka warna-wami, cara dandanannya berbedabeda
pula, perawakan mereka pun bermacam-macam. Ada
yang gemuk, ada yang kurus, ada yang jangkung dan ada
yang pendek. sebaliknya yang boleh dikatakan sama adalah
mereka semua memiliki gerakan gerakan yang gesit, Diantara
mereka banyak yang sudah kenal dengan Gouw Cin Kie, Gui
Cu Liang dan Tan Kim Sun. Thio Sin Houw dan Lie Hong Kiauw bersikap tidak ingin
tahu dengan rahasia mereka, itulah sebabnya, selagi mereka
berbicara, mereka berdua sengaja berdiri jauh-jauh, walaupun
demikian pendengaran mereka yang tajam dapat menangkap
logat bahasa orang-orang yang mendaki gunung Beng-san itu.
Ternyata mereka datang dari berbagai pelosok negeri
391 Cina, dari bagian barat, selatan, utara dan timur. Mengapa
mereka mendaki gunung Beng-san beramai-ramai"
sebenarnya Thio Sin Houw sangat ingin memperoleh
keterangan dari Lie Hong Kiauw, akan tetapi tatkala itu Lie
Hong Kiauw tiba-tiba bersembunyi dibalik sebuah batu besar,
sewaktu muncul kembali, ia sudah mengenakan pakaian lakilaki.
Malam itu Gouw Cin Kie membawa rombongannya
bermalam di kaki gunung, Dan keesokan harinya, ia
memimpin rombongannya mendaki gunung Beng-san sebelah
utara, selagi bersantap, tiba-tiba terdengarlah seruan orang
sambung menyambung: "Cu kauwcu datang!" Mendengar seruan sambung menyambung itu, delapan
orang berdiri serentak. Kemudian berlari-lari menyambut
kedatangan orang yang diserukan. "Mari kita lihat!" ajak Thio Sin Houw.
Lie Hong Kiauw tidak membantah. segera diikutinya
pemuda itu dengan langkah panjang. Seperti berbaris, mereka yang mendaki gunung Beng-san
berdiri dengan rapih dan tenang, Tak lama kemudian
terdengar derap kaki kuda, dan muncullah seorang pemuda
berumur kira kira tiga puluh tahunan. Kudanya berjalan
perlahan-lahan, Manakala melihat jumlah penyambutnya
terlalu banyak, segera ia melompat turun dari kudanya.
Seorang berperawakan tinggi besar, muncul diantara
gerombol orang. Orang itu segera menyambut kuda Cu Goan Ciang, sang
Kauwcu, segera Cu Goan Ciang menyerahkan kendalinya, dia
392 sendiri lantas berjalan dan memanggut hormat kepada para
penyambut penyambutnya. Melihat Thio Sin Houw yang masih
berkesan kanak-kanak, ia tertegun sejenak. Kemudian
bertanya dengan manis: "Siapakah saudara ini?" "Aku bernama Thio Sin Houw," sahut Thio Sin Houw
pendek. "Apakah ciangkun, yang disebut Kauwcu Cu Goan
Ciang?" "Akh, jangan memanggil aku ciangkun," potong Cu Kauwcu
dengan tertawa ramah. "panggil saja namaku, Cu Goan


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ciang." Thio Sin Houw tertarik akan sikap kauwcu itu yang sopan,
segera ia membungkuk hormat. Dan dengan tersenyum, Cu
kauwcu berjalan mengarah penginapan yang telah disediakan.
Thio Sin Hoiiw benar-benar tertarik hatinya, selagi
tertegun-tegun, tiba-tiba Lie Hong Kiauw meniup telinganya,
Kata gadis itu: "Dia seorang kauwcu, kita berdua bukan apa-apa.
Rupanya dia sangat berpengaruh, inilah kesempatan baik
apabila kau hendak bersahabat dengan dia. Kalau kau bisa
berbicara dari hati ke hati dengan Cu kauwcu, setidak tidaknya
martabatmu akan naik ..." Geli hati Thio Sin Houw mendengar perkataan Lie Hong
Kiauw. Akan tetapi pikirnya gadis itu menarik hati pula, Lantas
saja ia menyusul ke rumah penginapan, mencari Cu kauwcu.
Didepan kamar Cu kauwcu, ia sengaja berbatuk-batuk
kecil. Kemudian mengetuk daun pintunya perlahan lahan.
Ia mendengar suara seseorang sedang membaca buku di
dalam kamar itu, Begitu pintu diketuk, suara orang itu berhenti.
393 Kemudian pintu terbuka, dan muncullah Cu kauwcu dengan
wajah berseri-seri. "Dalam rumah penginapan sesunyi ini, Thio hiantee datang
kemari. inilah bagus!" kata Cu kauwcu dengan suara ramah.
Thio Sin Houw masuk. Dan nampak didepan matanya
sejilid buku dan sehelai peta diatas meja, itulah sehelai peta
sebuah kerajaan baru, Khawatir ia bakal dicurigai Cu kauwcu,
cepat cepat ia mengalihkan pandangnya, Dan pada saat itu,
Cu kauwcu minta keterangan kepadanya asal-usul dirinya.
Thio Sin Houw tidak menyembunyikan riwayat hidupnya.
Dengan terus terang ia berkata, bahwa dirinya adalah putera
Thio Kim San yang menemui ajalnya diatas gunung Boe-tong.
Kemudian dia kini berada dipinggang gunung Beng-san, untuk
menyembuhkan penyakitnya. "Oh...!" Cu Goan Ciang berseru tertahan. "Ayahmu
seorang pendekar golongan putih bersih. Kami juga
menghargainya ..." Mendengar Cu kauwcu menghargai ayahnya, hati Thio Sin
Houw tergerak. Lantas saja ia merasa dekat sekali dengan kauwcu itu,
dengan kata-kata merendah ia menyahut:
"Penghargaan kauwcu terhadap almarhum ayah kami,
sangat mengharukan hatiku. Akan tetapi tak berani aku
menerima penghargaan kauwcu yang terlalu tinggi."
Cu Goan Ciang tertawa lebar. Katanya:
"Thio hiantee, inilah yang dinamakan jodoh. Kita bisa
bertemu disini dan berbicara dari hati ke hati, Besok hiantee
akan mendaki gunung pula, bukan" Biarlah besok
kuperkenalkan kepada segenap para hadirin disini. . Kau
394 dapat membuktikan sendiri, bahwa mereka semua mengenal
nama ayahmu dan menghargai kegagahannya.Kutanggung
hiantee akan merasa gembira sekali."
Bangga hati Thio Sin Houw mendengar perkataan Cu
kauwcu, segera ia berbicara panjang lebar tanpa segan-segan
lagi, ia membicarakan tentang kancah perjuangan, ilmu tatasakti
dan ilmu ketabiban yang dikenalnya dengan baik, Dan
mendengar perkataan Thio Sin Houw, diam-diam Cu kauwcu
tercengang, pikir Cu kauwcu didalam hati:
"Anak ini nampaknya luas sekali pengetahuannya, jarang
sekali aku menjumpai seorang anak seperti dia. Anak seperti
dia sangat dibutuhkan dalam perjuanganku, biarlah
kubawanya serta didalam pertemuan-pertemuan resmi. Siapa
tahu, dikemudian hari ada gunanya,"
Mereka berdua berbicara sampai larut malam. Apabila
suasana di situ bertambah sunyi-senyap, barulah Thio Sin
Houw kembali ke kamarnya, Lie Hong Kiauw ternyata belum
memejamkan matanya. Seperti biasanya, ia menunggu kedatangan Thio Sin Houw
dengan setia. Dan dengan semangat menyala-nyala, maka Sin Houw
segera menceritakan pengalamannya berada bersama Cu
kauwcu, Dan seperti biasanya juga, Lie Hong Kiauw bersikap
mendengarkan saja, wajahnya sangat tenang, dan tiada
nampak perubahan atau kesan sesuatu, Entah dia ikut
bersyukur lantaran perkenalan itu atau tidak, hanya malaikat
dan Tuhan sendiri yang tahu... ***** PADA HARI keempat adalah hari yang dijanjikan Cu Goan
Ciang hendak membawa Thio Sin Houw untuk diperkenalkan
395 dengan para pendekar pendukung gerakannya, atau para
anggauta Beng-kauw yang datang dari segala penjuru.
Sebelum bertemu dengan Cu Goan Ciang, Thio Sin Houw
dan Lie Hong Kiauw dibawa Gouw Cin Kie mendaki dan
menuruni bukit-bukit tak keruan juntrungnya, Kadang-kadang
setelah sampai di pinggang gunung, dibawanya turun kekaki
gunung kembali. Kadangkala melintasi pedusunan dan
lamping bukit. Dan seperti kanak-kanak belajar berjalan, ia
dibawa pula beringsut-ingsut dari keblat ke keblat, walaupun
hati Thio Sin Houw kerapkali merasa kesal, namun tahulah dia
bahwa maksud Gouw Cin Kie untuk menyesatkan penglihatan
orang-orang tertentu yang tidak dikehendaki.
Tatkala Thio Sin Houw hendak berangkat meneruskan
perjalanan mendaki puncak gunung, Lie Hong Kiauw datang
menghampiri dan menyerahkan sebuah kantung berisi ramuan
obat, Kata gadis itu: "Didalam pertemuan besar ini, mungkin kita berdua akan
duduk berpisahan, Maka kau bawalah kantong obat pemunah
racunmu ini. setiap kali dirimu merasa akan kambuh kembali,
cepat-cepatlah menelan tiga butir."
"Cici akan ke mana?" Thio Sin Houw bercekat.
"Aku" Akupun berada diantara para hadirin. Hanya saja,
rasanya akan mengganggu dirimu, sebab pastilah Cu Kauwcu
akan membawamu duduk berdampingan. Kalau akupun duduk
mendampingimu - akan menimbulkan berbagai pertanyaan.
"Kenapa begitu?" Thio Sin Houw tidak mengerti.
Lie Hong Kiauw tidak menjawab. ia hanya tersenyum.
Kemudian berangkat meninggalkan kamarnya.
Menjelang tengah hari, sampailah mereka dipinggang
gunung, Belasan orang berdiri menyambut dengan nampan
396 penuh hidangan. setelah berhenti sebentar untuk bersantap
dan minum serta beristirahat pula, mereka yang mendaki
gunung meneruskan perjalanannya kembali.
Sejak itu terus-menerus terdapat gardu-gardu penjagaan
yang ketat, Mereka bertanya dan memeriksa sangat sopan.
Tatkala giliran memeriksa tiba pada Thio Sin Houw dan Lie
Hong Kiauw, Cu Goan Ciang hanya memanggutkan
kepalanya. Lantas saja mereka diidzinkan melintasi penjagaan tanpa
pertanyaan lagi, malahan barisan penjaga bersikap hormat
terhadap rombongannya. "Sungguh berbahaya ..." kata Thio Sin Houw didalam hati.
Makin sadarlah dia, betapa besar pengaruh Cu Goan
Ciang, ia bergirang dan bersyukur didalam hati, karena
semalam dapat berbicara secara akrab sekali . Hanya saja
belum dapat menduga-duga apa yang bakal terjadi nanti.
Tatkala tiba waktu magrib, sampailah mereka diatas
gunung, Ratusan orang berdiri dan berbaris dengan rapih,
mereka menyambut kedatangan para tetamu. sikap mereka
angker, tetapi begitu melihat kedatangan Cu Goan Ciang,
ketua perkumpulan Beng-kauw, lantas maju menyambut.
Kemudian dengan bergandengan tangan, mereka berdua
masuk ke dalam sebuah rumah pesanggrahan yang besar.
Dikiri-kanan pesanggrahan itu terdapat berpuluh-puluh
bangunan yang berpencaran letaknya, Yang paling besar
adalah rumah tadi, yang dimasuki oleh Cu Goan Ciang, Sama
sekali tidak ada panggung atau pagar-pagar ketat dan kokoh,
sehingga keadaannya tiada mirip dengan sarang penyamun.
Diatas bangunan bangunan itu terpancang sehelai bendera
berwarna hijau dan kuning, itulah bendera yang disebut orang
sebagai bendera Beng-kauw. 397 Bagi Thio Sin Houw, semua penglihatan itu merupakan
pengalaman baru. Belasan tahun ia berkelana, akan tetapi baru kali inilah ia
merasa berkumpul dengan ratusan manusia yang nampaknya
bersatu padu. Dengan penuh selidik ia mengamat-amati wajah
setiap orang yang dilihatnya, mereka semua bergaul rapat
sebagai sahabat. Akan tetapi, wajah mereka nampak berduka. inilah aneh!
Lie Hong Kiauw yang berpakaian sebagai seorang
pemuda, mendapat sebuah kamar bersama Thio Sin Houw,
Karena mereka berdua termasuk dalam rombongan Cu Goan
Ciang, pelayanannya lebih sempurna, Akan tetapi hidangan
yang disediakan berupa nasi putih dan sayur mayur belaka,
sama sekali tiada daging atau ikan.
"Cici," kata Thio Sin Houw, "Guru katanya berada disini,
dan kita kinipun berada disini pula, Mengapa guru tidak Cepatcepat
menemui kita" Apakah mereka justeru tidak
menghendaki pertemuan dengan kita?"
Lie Hong Kiauw hanya mendengus, sama sekali ia tidak
menjawab atau memberi keterangan. Thio Sin Houw yang
kenal tabiat Lie Hong Kiauw, tak mau mendesak pula, Akan
tetapi dengan demikian ia jadi bermenung-menung seorang
diri, Kepalanya penuh teka-teki yang tak dapat segera
menemukan jawabannya. Pada keesokan harinya, Lie Hong Kiauw dan Thio Sin
Houw dibangunkan sebelum pagi hari tiba, setelah mandi dan
makan pagi, mereka berdua berjalan jalan menyusuri tepi
kepundan gunung, Kali ini mereka melihat orang-orang yang
cacad tubuhnya, ada yang hanya memiliki sebelah tangan
atau sebelah kaki dan wajah-wajah mereka bekas kena
sabetan senjata tajam, itulah suatu bukti, mereka baru saja
398 datang dari medan pertempuran. Sebenarnya ingin Thio Sin
Houw memperoleh keterangan tentang diri mereka, akan
tetapi Lie Hong Kiauw segera membawanya pergi.
Pada siang sampai petang hari, barang hidangan yang
dibawa masuk kedalam kamar melulu sayur-mayur belaka,
Semua ini kian menimbulkan berbagai pertanyaan didalam
hati Thio Sin Houw, katanya didalam hati "
Siapakah mereka yang cacad tubuhnya itu" Kenapa
sekalian hadirin berwajah muram" Mereka nampaknya
bergaul sangat rapat, akan tetapi selalu membungkam mulut,
Dan apa maksudnya hidangan yang disajikan hanya sayurmayur
belaka" Memang diatas gunung sukar mendapat
daging. Tetapi pertemuan " secara besar~besaran ini, tidak
terjadi secara kebetulan belaka, Mestinya jauh sebelumnya,
mereka sudah bersiap-siap. Masakan tiada terdapat seiris
daging saja?" Dan malam seperti kemarin, tiba lagi. seseorang mengetuk
pintu kamar Thio Sin Houw, berkata dari luar ambang pintu:
"Cu Kauwcu mengundang siauwhiap Thio Sin Houw, untuk
menyaksikan upacara pertemuan ini."
Thio Sin Houw berpaling kepada Lie Hong Kiauw, gadis itu
menundukkan kepalanya dengan sikap acuh tak acuh,
Agaknya jauh-jauh sudah dapat menebak akan adanya
undangan ini, katanya: "Berangkatlah! jangan lupa, kau bawa pula obat pemunah
racun Hian-beng Sin-kang," "Dan cici?" Thio Sin Houw menegas.
"Aku dapat mengurusi diriku sendiri." jawab Lie Hong
399 Kiauw dengan suara dingin. "Kau tak usah memikirkan aku,
Percayalah, selama kau berada disini, aku tetap
mendampingimu!" Oleh jawaban itu, hati Thio Sin Houw menjadi tenteram.
segera ia mengikuti pesuruh tadi, memasuki sebuah bangunan
besar yang berada di tengah-tengah pesanggrahan.
Cu kauwcu ternyata menunggu dirinya didepan pintu
pesanggrahan. setelah menggabungkan diri dengan
rombongannya, segera Cu kauwcu itu masuk ke
pesanggrahan. Begitu masuk ke dalam pesanggrahan,
perhatian Thio Sin Houw terbangun, ia melihat bermacam
macam senjata tertancap diatas tanah semacam pagar,
semuanya delapan belas macam. Dan masing-masing senjata menyinarkan sinar
gemerlapan oleh pantulan cahaya lilin yang dinyalakan terang
benderang, jumlah orang-orang yang berada didalam
pesanggrahan itu kurang lebih tiga ribu orang. inilah suatu
jumlah yang luar biasa, mau tak mau Thio Sin Houw menjadi
heran. Kenapa orang sebanyak itu, bisa berkumpul diatas
gunung yang sunyi sepi ini" Ditengah ruangan, Thio Sin Houw melihat rangkaian
gambar sebagai hiasan dinding, setelah diamat-amati sekalian
gambar itu memperlihatkan lukisan tentara penjajah Mongolia
bertindak sewenang-wenang terhadap orang-orang yang
ditangkapnya. Dibawah lukisan itu terdapat sederet tulisan
yang berbunyi: Semoga Tuhan menerima arwah pendekarpendekar
peminta bangsa dan negara..." Membaca bunyi tulisan itu, hati Thio Sin Houw terkesiap.
siapakah mereka yang disebut sebagai pendekar pencinta
bangsa dan negara" pemuda ini belum pernah mendengar
peristiwa berdarah yang terjadi di kota raja, Mereka
sesungguhnya merupakan para pendekar pecinta negara dan
bangsa, yang diculik dan diangkut tentara penjajah ke kota
400 raja. Bagaimana nasib mereka hanya Tuhan sendiri yang
mengetahui. Thio Sin Houw kemudian menebarkan penglihatannya ke
semua penjuru, bendera berkibar-kibar menghiasi dinding
pertemuan. Terdapat pula berbagai macam alat senjata dan
pakaian kuda serta topi perang, Dari ruang ke ruang terdapat
semboyan-semboyan yang berupa tulisan. Karena kurang
jelas, tak dapat Thio Sin Houw membacanya. Akan tetapi yang
lebih menarik perhatian adalah wajah para pengunjung, yang
semuanya nampak guram dan berduka, Pemuda itu menjadi
bingung, apakah semua yang memasuki pesanggrahan wajib


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berduka cita" Kalau memang diwajibkan demikian, dia harus
berduka cita terhadap siapa" Seorang laki-laki berperawakan tinggi-kurus, tiba-tiba
berdiri dari kursi.nya. setelah membuat tanda hormat terhadap
hadirin, berkatalah dia dengan suara nyaring:
"Saudara-saudara hadirin semuanya ...! Marilah kita mulai
bersembahyang!" Semua orang lantas melakukan sembahyang, Cu Kauwcu
yang bertindak menjadi imamnya, Thio Sin Houw yang sedikit
banyak pernah mendapat bimbingan bersembahyang dari
kedua orang tuanya, juga ikut bersembahyang. Hanya saja ia
tidak mengetahui tujuan upacara sembahyang itu. Tetapi
setelah orang tinggi kurus itu berkhotbah tentang gugurnya
para pendekar yang diangkut tentara penjajah Mongolia, hati
pemuda itu terkesiap, Entah apa sebabnya, tiba-tiba hatinya
bergelora, Darahnya meluap, dan semangatnya berkobar
kobar. Teringat akan nasib ayah-bunda dan saudaranya yang
mati tiada berkubur justeru lantaran dikenal sebagai sepasang
pendekar yang tinggi ilmu kepandaiannya, tak dapat lagi ia
menahan air matanya, Meskipun ayahnya bukan menjadi
orang tangkapan pihak tentara penjajah, akan tetapi nasibnya
401 mirip sekali dengan para pendekar yang di angkut ke kota raja,
justeru lantaran mereka dianggap berbahaya bagi yang
sedang berkuasa. Selagi bersedu-sedan, sekali lagi ia terperanjat tatkala
hadirin tiba-tiba berteriak seperti kalap:
"Kalau didunia ada dua matahari, bagaimana kita bisa
hidup aman dan damai" Hancurkan tentara penjajah atau kita
akan hancur sendiri!" "Benar! Kembalikan gunung gunung dan pohon-pohonku!"
"Hidup! Basmi semua malapetaka dunia!"
"Hidup Kauwcu Cu Goan Ciang!"
"Hidup! Hidup ...!" Dan makin lama teriakan-teriakan itu makin kalap, masingmasing
meledakkan isi hatinya. Dan teringat akan lawanlawan
ayah-bundanya yang bersembunyi dibelakang tabir,
tanpa merasa Thio Sin Houw ikut-ikutan berteriak seperti
kalap. Orang jangkung kurus yang memimpin upacara
sembahyang itu, mengangkat kedua tangannya. Hadirin yang
berteriak kalap menjadi tenang kembali, apabila suara kalap
tadi sudah padam, berkatalah dia dengan nyaring:
"Para utusan daerah diberi kesempatan untuk melaporkan
keadaan daerahnya masing-masing, kepada Cu kauwcu!"
Seorang laki-laki yang duduk di sebelah barat, segera
bangkit dari kursinya, Berkata: "Musuh kita sesungguhnya adalah tentara penjajah bangsa
Mongolia, karena itu sedapat mungkin kita harus mencegah
402 terjadinya segala macam pertikaian diantara bangsa kita
sendiri. Hendaklah kita sama-sama menyadari hal ini!"
Suara itu nyaring luar biasa sehingga Thio Sin Houw jadi
terkejut, Sama sekali tak diduganya bahwa seseorang bisa
mempunyai suara demikian nyaring. Berkata orang itu lagi:
"Saudara-saudara seperjuangan..." selagi orang itu hendak
meneruskan perkataannya, tiba-tiba terdengarlah suara
nyaring sambung menyambung diluar perkemahan:
"Panglima Lie Hui Houw, utusan dari Ciangkun Thio Su
Seng datang untuk memeriahkan pertemuan ini!"
Mendengar seruan itu, Cu Goan Ciang bangkit dari
kursinya, berkata menyambut: "Saudara-saudara sekalian! Marilah kita sambut utusan
Thio Ciangkun!" Semua hadirin kenal siapa Thio Su Seng, dialah yang
menyulutkan api pemberontakan diwilayah sebelah selatan.
Pintu pesanggrahan lantas terbuka lebar. Dua orang
masuk membawa dua obor besar, kemudian berjalan
mendahului menyusur garis kiri dan garis kanan seolah-olah
merupakan batas jalan. Tak lama kemudian masuklah tiga orang yang
mengenakan pakaian sederhana. Yang berjalan didepan, seorang laki-laki berusia kurang
lebih, empat puluh lima tahun. Romannya bengis, pakaian
yang dikenakan sangat sederhana terbuat dari kain kasar, Dia
mengenakan sepatu rumput tanpa kaus kaki rambutnya kusut
403 masai dan lengan bajunya nampak usang, Kesan pribadinya
seperti petani yang gagal dalam masa panen, akan tetapi dia
sebenarnya seorang pembantu setia dari Thio Su Seng, dialah
Ang Sin Tiu. Orang kedua yang berjalan di sebelah tengah, seorang
berkulit putih tampan dan bersih. Dia seorang sasterawan
berusia kurang lebih tigapuluh tahun, namanya Lie Hui Houw,
si Macan Terbang, Dialah panglima kesayangan Thio Su
Seng, yang asalnya keturunan seorang nelayan di pantai Tiociu,
tetapi karena jasa-jasa serta kesetiaannya ia dilantik jadi
panglima. Dan orang ketiga adalah seorang laki-laki yang
perawakannya agak tinggi, berkulit putih dan mengenakan
pakaian seorang pelajar, usianya belum melebihi tiga puluh
tahun, meskipun demikian pandang matanya berwibawa
penuh, gerak-geriknya gesit. Dialah Thio Lian Cong, salah
seorang keponakan Thio Su Seng. Sampai didepan gambar-gambar lambang perjuangan,
mereka bertiga berdiri tegak, kemudian membungkuk hormat.
Itulah suatu pernyataan duka cita dan penasaran atas
hilangnya beberapa orang pahlawan penjuang bangsa yang
tiada beritanya, setelah itu - panglima Lie Hui Houw berkata
kepada Cu Goan Ciang: "Junjungan kami, Thio Pekhu Thio Su Seng, dengan ini
menyampaikan salam perjuangan kepada Cu Ciangkun,
Junjungan kami ikut berduka cita atas hilangnya beberapa
orang pahlawan pencinta bangsa dan negara yang diculik
pihak bangsa Mongolia. Rasa duka cita junjungan kami
dinyatakan dengan memaklumkan perang kepada pihak
penjajah beserta para pengikutnya."
Kata-kata Lie Hui Houw sebenarnya sederhana, tetapi
kesannya menarik hati lantaran kesederhanaannya itu dia
404 justru memperlihatkan wataknya yang tulus ikhlas dan jujur.
Maka para hadirin riuh rendah bertepuk tangan.
Cu Goan Ciang bangkit dari kursinya, membalas hormat
dan berkata: "Terima kasih! Saudara-saudara kita yang hilang diculik
pihak pemerintah Mongolia, sebenarnya bukan hanya dari
orang-orang Beng-kauw saja. Karena itu sudah sepatutnyalah
kita bekerja sama dengan pihak laskar Thio Ciangkun, Tetapi
sebelum kami membicarakan hal ini, perkenankan kami
mengenal nama saudara." "Namaku Lie Hui Houw, bertugas sebagai panglima pada
pasukan Thio Pekhu Thio Ciangkun, Tetapi sebenarnya aku
adalah seorang desa yang tidak mempunyai pengetahuan
dalam ilmu perang." Kembali lagi para hadirin mendengar betapa jujur dan tulus
hati utusan dari Thio Su Seng itu, sekali lagi mereka bertepuk
tangan riuh. "Jadi saudaralah yang terkenal dengan julukan Si Macan
Terbang?" kata Cu Goan Ciang, "Nama hengte sangat kami
kagumi. Dengan ini perkenankan kami atas nama saudarasaudara
yang hadir dalam pertemuan ini, untuk ..."
Belum lagi Cu Goan Ciang menyelesaikan perkataannya,
tiba-tiba Thio Kian Cong yang berdiri disebelah kiri Lie Hui
Houw, melesat ke pintu, Dengan melebarkan pandangnya
kearah hadirin dengan mata penuh selidik, ia bersikap
menghadang. Keruan saja semua hadirin heran menyaksikan perbuatan
itu, setelah kena pandang mereka berbalik mengawasi utusan
yang menjadi keponakan Thio Su Seng itu.
Pada waktu itu, mendadak Hila Hian Cong menuding dua
405 orang berusia pertengahan yang duduk diantara para hadirin.
Terus membentak: "Bukankah kalian berdua adalah orang-orangnya Tiam-tay
Hiat Ciu, mengapa berada di sini?"
Kata-kata itu membuat kaget sekalian hadirin. semua yang
hadir mengetahui bahwa Tiam-tay Hiat Ciu adalah seorang
pangeran pada Kerajaan Mongolia yang telah membinasakan
Gui Tiong Cian dan keluarga Koh, serta sekaligus
menyingkirkan orang-orang yang menjadi pengikutnya Gui
Tiong Cian, karena Gui Tiong Cian yang bergerak disebelah
Timur untuk menentang pemerintah penjajah, dianggap kian
hari kian membahayakan, sekarang para hadirin mendengar
tuduhan Thio Hian Cong bahwa ke dua tetamu yang berada
diantara mereka adalah begundalnya Tiam-tay Hiat Ciu, jelas
mereka merupakan mata-mata dari pihak pemerintah
penjajah- Benarkah tuduhan itu"
Dua orang yang kena tuding itu tetap saja duduk di
kursinya, Yang pertama seorang laki-laki kira-kira berusia
ampatpuluh tahun, Mukanya licin dan sikapnya sopan sekali,
perawakan tubuhnya tinggi semampai, sedang yang kedua
berkulit agak hitam sehingga mengingatkan orang kepada
suku-bangsa Biauw. Si hitam ini nampak terkejut ketika kena tuding, akan tetapi
pada detik itu pula ia dapat bersikap tenang kembali. ia
menegas sambil tertawa lebar: "Mungkin anda salah lihat."
"Salah lihat?" bentak Thio Hian Cong, "Bukankah kau Sie
Liong Tauwsu dan kawanmu itu bernama Kim Sie Pa" Hem!
Dengan kedua telingaku sendiri aku mendengar kalian kasakkusuk
di rumah penginapan. 406 Lantas kalian berdua menelusup kemari. siapapun akan
tahu apa maksud kalian menyelundup ke mari, Dengan tandatanda
sandi, kalian akan memberi kabar kepada tentara
Mongolia untuk segera menyerbu kemari. Bukankah
demikian" Ya, begitulah kasak-kusukmu di dalam
penginapan." Mendengar perkataan Thio Hian Cong, orang yang disebut
sie Liong Tauwsu itu segera menghunus goloknya.
Lalu melompat menerjang dan segera hendak menyerang.
Akan tetapi kawannya - Kim Sie Pa segera mencegahnya.
Dengan sikap tenang, Kim Sie Pa berkata.
"Gui Tiong Cian bergerak di wilayah sebelah Timur, dia
membanggakan diri sebagai seorang pejuang bangsa,
padahal dia bercita-cita menjadi seorang raja dengan
melupakan rekan-rekan yang lain, Bukankah memang pantas
kalau dia dibasmi ?" Suara Kim Sie Pa halus tetapi tajam. Kata-katanya
mempunyai pengaruh besar sehingga para hadirin yang
mendengar jelas menjadi berbimbang hati.
Si Macan Terbang Lie Hui Houw yang menyaksikan
keadaan itu, segera ikut berkata: "Siapakah kau sebenamya" Bukankah kau telah mengabdi
kepada pihak pemerintah penjajah Mongolia dan mendapat
pangkat Letnan" sebagai seorang penghianat bangsa, jelas
perkataanmu merupakan hasutan belaka!"
Mendengar perkataan Lie Hui Houw. Letnan Kim Sie Pa tergugu, Mulutnya nampak bergerakgerak
hendak mengucapkan kata-kata, akan tetapi berhenti di
kerongkongannya. Menyaksikan hal ini Cu Goan Ciang segera
mendekati. Tanyanya menegas: 407 "Apakah benar, kau adalah seorang Letnan dari tentara
penjajah" Coba jawab pertanyaanku ini!"
Tak dapat Letnan Kim Sie Pa berpura-pura dungu lebih
lama lagi, segera ia mengerling kepada Sie Liong Tauwsu dan
memberi isyarat mata, Sie Liong Tauwsu lantas saja meloncat
ke pintu. setelah itu, Kini Sie Pa segera menyusul. Malahan
dia lantas saja membabat wajah Thio Hian Cong dengan
pedangnya. Gerak-gerik Kim Sie Pa gesit sekali, dalam sekejap mata ia
menghujani dada Thio Hian Cong dengan tikaman-tikaman
berbahaya. Utusan Thio Su Seng datang ke pesanggrahan, sematamata
untuk menyatakan rasa setia kawan. Sama sekali
mereka tidak mempersiapkan senjata, itu lah sebabnya
serangkaian serangan Kim Sie Pa dan Sie Liong Tauwsu yang
bekerja sama rapi dan cepat, membuat sekalian hadirin
terperanjat dan cemas. Diantara mereka lapat-lapat seperti telah pernah
mendengar nama Kim Sie Pa - seorang penghianat bangsa
yang dahulu pernah tertangkap oleh pasukan Thio Su Seng,
tetapi kemudian dibebaskan kembali karena bukti-bukti yang
diperoleh waktu itu belum lengkap. Dengan gesit dan gerak tubuh yang lincah, Thio Hian Cong
melakukan perlawanan dengan tangan kosong.
Sementara itu Thio Hian Cong ternyata seorang
berkepandaian tinggi. Dengan gerakan sebat luar biasa tangan kirinya tiba-tiba
mendahului gerakan pedang Kim Sie Pa, ia mengendapkan
tubuhnya sedikit, lalu tangan kanannya menyambar
menghantam Sie Liong Tauwsu, Karena tubuhnya sudah
408 merendah maka ia tak khawatir kena tikaman pedang Kim Sie
Pa. Menyaksikan kegesitan tubuh Thio Hian Cong, tanpa
merasa para hadirin bersorak sorai memuji. Dengan seorang
diri saja kedua tangannya dapat melabrak kedua
penyerangnya dengan sekaligus. Dan kedua penyerangnya itu
ternyata dapat diundurkan. Sebab apabila kasep sedikit saja,
mereka pasti akan kena tercengkeram tangan perkasa Thio
Hian Cong. Kini para hadirin berubah menjadi girang dan berada
dipihak Thio Hian Cong. Tadinya, banyak diantara mereka
yang hendak membantu, Menyaksikan kegesitan dan
kegagahan Thio Hian Cong, mereka lantas saja menonton.
Hebat cara perlawanan Thio Hian Cong, kedua tangannya


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyambar-nyambar tiada hentinya dengan cepat dan sebat,
Kim Sie Pa berdua Sie Liong Tauw su dibuat sibuk tak keruan.
Mereka berdua kini sadar pula bahwa mereka yang tadinya
hendak, mengepung Thio Hian Cong, kini malahan kena
kepung rapat-rapat, Mereka berdua tak ubah tercebur kedalam
sarang harimau yang setiap saat mengancam jiwanya.
Itulah sebabnya mereka berkelahi sambil mundur
perlahan-lahan. Kemudian dengan tiba-tiba merangsak maju
mendesak. Maksudnya jelas, apabila Thio Hian Cong kena
didesak mundur, dengan sekali menjejakkan kaki mereka
hendak meloloskan diri lewat pintu depan.
Akan tetapi Thio Hian Cong bukan pendekar yang muda
kena diingusi, ia berkelahi sangat hati-hati. Mula-mula
membela diri, kini berbalik menyerang. Tak perduli ia
bertangan kosong, nyatanya berkali-kali ia dapat merintangi
maksud kedua penyerangnya dengan rapat sekali.
409 Kedua kakinya yang teguh tetap menjaga ambang pintu,
sehingga Kim Sie Pa maupun Sie Liong Tauwsu tiada
memperoleh kesempatan untuk bisa lolos dari penjagaannya.
Dalam seribu kesibukan Kim Sie Pa menjadi nekat, Tangan
kirinya menghunus pedang pendek, dengan demikian ia
menggunakan sepasang pedang, panjang dan pendek.
Kemudian merabu dan merangsak Thio Hian Cong dengan
mati-matian, ia harus bisa merobohkan lawannya itu sebelum
tercapai maksudnya mendekati pintu.
Sie Liong Tauwsu yang berada di sampingnya, rupanya
mengerti pula maksud kawannya. segera ia bergulingan diatas
tanah dan membabat kedua kaki Thio Hian Cong, itulah cara
berkelahi yang sangat berbahaya, setiap saat Thio Hian Cong
bakal kena dikutungi. Tetapi Thio Hian Cong nampang tenang-tenang saja, ia
dapat diundurkan beberapa langkah, walaupun demikian
langkahnya tidak menjadi kacau, Bahkan sebentar kemudian
ia berbalik dapat mendesak lagi, sehingga kedudukannya
kembali seperti semula. Pertempuran mereka makin lama jadi semakin seru,
Bayangan mereka berkelebatan menyambar-nyambar
sehingga mengaburkan penglihatan para hadirin, Kim Sie Pa
nampak menjadi gemas sekali, ingin ia bisa mengutungi tubuh
lawan dengan cepat, oleh hasrat itu lantas saja ia merangsak
maju. Tepat pada saat itu ia mendengar Sie Liong Tauwsu
memekik kesakitan, Pedangnya terpentalkeudara dan
tangannya terkulai ke bawah. Dan pada saat itu, muncullah seorang laki-laki kedalam
gelanggang menyambar pedang yang terpental keudara.
Ternyata dia adalah Ouw Sam Ciu, gurunya Thio Sin Houw.
Berbareng dengan terlemparnya pedang ke udara, Thio
Hian Cong menendangkan kakinya. Tak ampun lagi, Sie Liong
410 Tauwsu terjungkal roboh. Tepat pada saat itu, kaki kirinya
melayang menendang Kim Sie Pa pula!
Kim Sie Pa ternyata lebih gesit dari Sie Liong Tauwsu.
Masih dapat ia meloloskan diri dari samberan kaki. pedangnya
berkelebat membalas menyerang, lagi-lagi yang diarahnya
kedua kaki dan tangan Thio Hian Cong.
Thio Hian Cong ternyata tidak hanya perkasa dan gagah
saja, akan tetapi gesit pula, ia membiarkan ujung pedang Kim
Sie Pa nyaris menyentuh dadanya, Dan tiba-tiba ia
memiringkan tubuhnya, tangannya berkelebat menyambar
hulu pedang dan ditariknya dengan suatu hentakan.
Keruan saja Kim Sie Pa kaget setengah mati, Tak dapat ia
mempertahankan pedangnya, terpaksa ia melepaskannya.
Dan pada saat itu tangan kirinya yang membawa pedang
pendek menikam! Thio Hian Cong melihat berke1e-batnya pedang pendek,
cepat sekali ia memutar pedang rampasannya dan menangkis.
"Trang!" Api meletik berbareng dengan suara nyaring yang
mengaung-ngaung memenuhi ruangan pesanggrahan. Dan
celakalah Kim Sie Pa! Selagi tangannya tergetar karena adu tenaga itu, tiba-tiba
saja Thio Hian Cong mengulangi serangannya lagi, Dan
pedang pendeknya terpental runtuh diatas tanah. Karena ia
tidak bersenjata lagi, terpaksalah ia mundur dan mundur.
Thio Hian Cong tertawa panjang, sambil tertawa tangan
kanannya menyambar dada, Letnan Kim Sie Pa mati kutu.
Tubuhnya kena diangkat tinggi diudara.
411 Di luar dugaan tangan kiri Thio Hian Cong merenggut
tengkuk Kim Sie Pa yang menjadi mati daya. seperti
menenteng suatu benda, Thio Hian Cong lantas
menghadapkan orang tawanannya kepada Cu Goan Ciang.
Semua hadirin kagum dan memuji-muji kegagahannya
Thio Hian Cong, sementara Cu kauwcu memerintahkan empat
orang untuk membawa Kim Sie Pa berdua Sie Liong Tauwsu
keluar pesanggrahan, nasib kedua mata-mata itu tidak lagi
perlu diketahui. "Jika tiada pertolongan hengtee bertiga, tentu sekali kami
bakal mengalami bencana." kata Cu Kauwcu kepada panglima
Lie Hui Houw, setelah itu ia memberi hormat menyatakan rasa
terima kasihnya. Buru-buru panglima Lie Hui Houw membalas hormatnya.
"Akh, itupun hanya secara kebetulan saja, selama ditengah
jalan kami melihat dua orang tadi yang gerak-geriknya sangat
mencurigakan selagi mereka menginap, kami bertiga telah
mengintainya, Kesudahannya kami segera mengetahui dan
mengenal siapa mereka sebenarnya. Rupanya mereka berdua
belum insyaf kalau kami intai, sehingga berbicara kasak-kusuk
dengan leluasa. Sementara Cu Kauwcu berbicara dengan panglima Lie Hui
Houw, Ouw Sam ciu mendekati Thio Hian Cong, Mereka
berdua saling berangkulan, dan tatkala Lie Hui Houw dibawa
oleh Cu Kauwcu untuk membicarakan masalah-masalah yang
resmi, maka Ouw Sam ciu mengajak Thio Hian Cong keluar
pesanggrahan, Katanya sambil berjalan mencari tempat yang
sepi: "Thio kongcu, walaupun kita baru bertemu lagi, tetapi
rasanya seperti baru saja kemarin kita berpisah."
412 "Akh, Ouw ciangkun, Aku justeru merasa kangen sekali.
setelah sekarang kita bertemu lagi, rasa hatiku girang bukan
main!" sahut Thio Hian Cong. Ouw Sam Ciu tertawa leba Bukit Pemakan Manusia 3 Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung Bentrok Rimba Persilatan 19
^