Golok Halilintar 7

Golok Halilintar Karya Khu Lung Bagian 7


r. Katanya: "Sesungguhnya, aku juga girang sekali. Tetapi apa
kabarnya dengan Ciu Siu Tojin?"
Cit Siu Tojin adalah gurunya Thio Hian Cong, sekaligus
merupakan pembantu utama gerakan Thio Su Seng yang
bertindak sebagai penasehat. Memperoleh pertanyaan itu, wajah Thio Hian Cong
berubah. sahutnya : "Guruku telah gugur dimedang perang, beberapa bulan
yang lalu." Tatkala itu Coa Kim siong menyusul, setelah saling
memberi hormat, baik Coa Kim siong maupun kakak
seperguruannya, ouw Sam Ciu, segera menuturkan dan
menerangkan maksudnya. Sudah satu tahun Thio Sin Houw belajar kepada mereka
berempat, tetapi karena mereka merasa tidak memadai untuk
menjadi guru dari anak itu, maka mereka bermaksud hendak
meminta bantuan Cit Siu Tojin untuk mendidiknya, tetapi
karena sekarang mereka mengetahui bahwa Cit-siu Tojin telah
binasa, maka mereka bermaksud menyerahkan Thio Sin Houw
kepada Thio Hian Cong. "Anak itu mempunyai masa depan gemilang, kami
berempat telah mencoba mendidik dalam hal ilmu
pengetahuan dan ilmu kepandaian. Otaknya sangat terang
dan bakatnya sangat baik sekali, daya ingatannya jauh
melebihi kami berempat. 413 Baru satu tahun dia belajar kepada kami, kepandaian kami
sudah di hirupnya habis. Dia masih sangat muda, sedangkan
banyak hal-hal yang terjadi didunia ini belum diketahuinya dan
di insafinya, Kami berempat berpendapat bahwa apabila anak
itu berada dibawah asuhan Thio ciangkun, akan memperoleh
kemajuan pesat, sebaliknya apabila tetap ditangan kami, sukar
sekali ia memperoleh kemajuan ..." demikian Ouw Sam Ciu
menambahkan perkataannya. Mendengar alasan Ouw Sam Ciu, maka Thio Hian Cong
diam menimbang-nimbang, sejenak kemudian berkata:
"Jadi jiewie mengharap aku mendidiknya?"
Ouw Sam Ciu berdua Coa Kim siong manggut berbareng.
Sahut Ouw Sam Ciu: "Kami tadi memperoleh kesempatan menyaksikan ilmu
kepandaian hiantee, ternyata ilmu kepandaian hiantee sepuluh
kali lipat tingginya dari pada ilmu kepandaian kami berempat,
itulah sebabnya apabila hiantee tidak keberatan untuk
menerima dia sebagai murid, pasti kami merasa sangat
gembira dan berterima kasih sekali."
Setelah berkata demikian, Ouw Sam Ciu berdua Coa Kim
siong lalu membungkuk hormat. Keruan saja Thio Hian Cong
menjadi tersipu, Cepat-cepat ia membalas hormat, ujarnya:
"Jiwie sangat menghargai aku, sudah sepantasnya bila aku
menerimanya, hanya sayang, sekarang ini aku berada dalam
laskar perjuangan Thio pekhu, siang dan malam tiada waktu
tertentu. Setiap kali aku dikirimkan ke medan perang melakukan
tugas, seringkali pula aku bertempur melawan tentara
penjajah, Entah berapa lama lagi umurku, itulah sebabnya,
meskipun aku membawa murid jiwie, akan banyak gagalnya
dari pada hasilnya. Sebab, sama sekali aku tidak mempunyai
414 waktu luang untuk men-didiknya, selain itu, keselamatannya
selalu terancam." Alasan itu masuk akal, sehingga Ouw Sam Ciu maupun
Coa Kim siong menjadi putus asa. Dan melihat mereka
berputus asa, Thio Hian Cong menjadi gelisah, Katanya tak
jelas seolah-olah kepada dirinya sendiri:
"Ada seorang sakti yang memiliki ilmu kepandaian seratus
kali lipat dari pada aku. Jika dia sudi menerima murid jiwie,
benar-benar merupakan karunia Tuhan ..." sampai disitu
mendadak saja ia menggoyangkan kepalanya.
Lalu berkata lagi: "Tidak! Tidak mungkin! ini tak mungkin
bisa terjadi..." Ouw Sam Ciu berdua heran. Coa Kim siong lantas saja
minta keterangan: "Siapakah orang itu?" "ltulah orang aneh yang kusebutkan tadi," jawab Thio Hian
Cong, "Kepandaianriya tiada batasnya, dia hanya mengajarku
selama enam bulan saja, Tapi meskipun demikian, aku sudah
dapat memiliki kepandaian seperti sekarang. padahal apa
yang kuwarisi itu, barulah kulitnya saja ..."
"Siapakah orang aneh itu?" Coba Kim Liong menegas,
suaranya bernada girang bukan kepalang.
"Dia aneh tabiatnya," Thio Hian Cong memberikan
keterangan. "Dia mengajarku ilmu kepandaian, tetapi dia
melarangku menyebutnya sebagai guru, Diapun melarangku
memberitahukan kepada siapa saja tentang nama dan
tempatnya, itulah sebabnya hatiku berbimbang-bimbang,
apakah dia sudi menerima murid jiwie sebagai muridnya."
415 "Di manakah tempat tinggal orang aneh itu?" Ouw Sam Ciu
ikut mengajukan pertanyaan. "Tadi sudah kukatakan, aku dilarang menyebutkannya.
Dan sebenarnya aku sendiri tidak tahu, Agaknya dia tidak
mempunyai tempat tinggal yang tetap, Mungkin sekali dia
seorang perantau yang berjalan dari tempat ke tempat. Datang
dan pergi seenaknya saja. Ke mana perginya dan kapan
datangnya tidak pernah memberi kabar kepadaku."
Ouw Sam ciu berdua merasa kewalahan memperoleh
keterangan dari Thio Hian Cong. sekarang tinggal satu usaha
lagi, yakni dengan memanggil Thio Sin Houw menghadap.
Anak itu lantas di perkenalkan kepada Thio Hian Cong.
Senang Thio Hian Cong melihat pemuda itu, yang beroman
cakap, bertubuh sehat dan memiliki marga sama seperti
dirinya. Tatkala ia minta keterangan sampai dimana Thio Sin
Houw belajar ke pada Ouw Sam ciu berempat, anak itu segera
dapat menjawab dengan rapi sekali. Tiba-tiba bertanyalah
Thio Sin Houw dengan tak segan-segan lagi kepada Thio Hian
Cong. "Thio susiok, tatkala susiok merobohkan dua mata-mata
tadi, pukulan apakah yang susiok gunakan?"
Thio Hian Cong tertawa lebar. Tak pernah disangkanya,
anak itu memperhatikan, jawabnya: "ltu adalah pukulan "Hok-houw ciang" (Harimau
mendekam) , salati satu pecahan dari Sha-cap lak-lou Kim- na
hoat." "Mengapa begitu cepat dan dahsyat ... " kedua mataku
sampai tak sanggup mengikuti gerakannya." ujar Thio Sin
Houw. "Apakah kau ingin mempelajari ilmu pukulan itu?"
416 Tentu saja tawaran itu menggirangkan benar, Thio Sin
Houw seorang anak yang cerdas pula, lantas saja ia
menyahut: "Jika Thio susiok sudi mengajari-ku, aku girang sekali!"
Thio Hian Cong menoleh kepada Ouw Sam Ciu, Katanya
kemudian: "Setelah pertemuan ini, aku ditugaskan Thio Pekhu untuk
tetap hadir diantara saudara-saudara seperjuangan seminggu
atau dua minggu, biarlah kesempatan ini kupergunakan untuk
menurunkan beberapa jurus ilmu kepada murid jiwie toako."
Tentu saja Ouw Sam ciu berdua girang bukan kepalang,
cepat-cepat mereka menghaturkan terima kasih. sedang Thio
Sin Houw lantas pula membungkuk hormat.
Pada hari ketiga pertemuan resmi, boleh dikatakan sudah
selesai. Antara Lie Hui Houw dan Cu Kauwcu telah terjadi
kata-sepakat, untuk mengadakan perserikatan, Masingmasing
pihak bertekad hendak menggempur pihak pemerintah
penjajah, sampai bangsa Mongolia dapat diusir seluruhnya
dari daratan Cina, maka dengan tercapainya kata sepakat itu,
pada hari keempat pertemuan antar angkatan dibubarkan.
Cu Kauwcu segera mengantarkan para tetamu untuk
berpisahan, Mereka pulang dengan puas dan menyanyikan
lagu-lagu perjuangan, membuat sekitar tempat yang sunyi sepi
itu lantas saja tergetar kena perbawanya.
Lie Hui Houw pulang ke daerahnya beserta Ang Sin Tiu,
sedangkan Thio Hian Cong tetap berada diatas gunung
menemani Cu Kauwcu, Dan Ouw Sam ciu berampat selalu
menemani. sebaliknya selama hari-hari itu Thio Sin Houw
mencari dimana beradanya Lie Hong Kiauw.
417 Thio Sin Houw menyadari apa sebab ke empat gurunya
tiba-tiba menyerahkan dirinya kepada Thio Hian Cong, itu
semua berkat pengaruh Lie Hong Kiauw.
Gadis yang selalu bersikap rahasia itu, kian menjadi tekateki
besar baginya, siapakah sesungguhnya Lie Hong Kiauw"
pastilah dia bukan seorang gadis sembarangan!
Diatas meja, ia menemukan sepucuk surat. sederhana saja
bunyinya, Begini bunyi surat itu: "Adikku Sin Houw! Aku telah mendengar kabar dari ke empat gurumu, hatiku
girang bukan kepalang. Belajarlah dengan sungguh-sungguh, tetapi jangan lupa
obat pemunah racun Hian-beng Sin ciang! setiap kali kau
harus menelannya, dan jangan sampai kau buang!"
***** TERHARU DAN GELI, Thio Sin Houw yang membaca
surat Lie Hong Kiauw, Di buang" Dan teringat akan jasa-jasa
Lie Hong Kiauw yang merawat dirinya begitu cermat dan
sabar, membuat hatinya sangat pilu, seumpama tidak teringat
bahwa apa yang dilakukan itu semata-mata sebagai persiapan
balas dendam demi ketenteraman arwah ayah-ibunya, pastilah
dia sudah turun gunung untun mencari gadis itu, Apabila gadis
itu kembali ke lembah Ouw-tiap san.
Pada malam itu ia tidur sekamar dengan ke empat
gurunya, waktu itu panitya pertemuan masih sibuk
membereskan perkemahan, Karena itu masing masing sibuk
dalam urusannya sendiri. Thio Hian Cong yang memperoleh kamar didepan kamar
418 Thio Sin Houw dan guru-gurunya, datang menyambangi. Kata
pemuda gagah itu: "Suwie toako sekalian, Begitu aku melihat muka murid
kalian, hatiku sangat tertarik. Aku mempunyai kesan bahwa ..."
"Teruskan, hiantee." kata Ouw Sam ciu karena melihat
Thio Hian Cong ragu ragu. "Rupanya dia telah memperoleh dasar-dasar ilmu sakti
Boe-tong pay, ini sangat memudahkan untuk ia menerima
ajaran jurus-jurus sakti yang kuperoleh dari orang aneh itu,
Sebab orang aneh itu sesungguhnya mewariskan rahasia inti
ilmu saktinya kepadaku, Sebab itu aku akan meniru dan
mencontoh cara menurunkan ajarannya kepadaku dahulu,
Akan tetapi tentu saja aku tak dapat membuat anak itu bisa
mewarisi dengan sempurna, lantaran waktunya sangat sempit.
Namun diatas segalanya ini masih ada Tuhan yang Maha
pengasih - selain itu masih ada harapan lagi yang boleh kita
andalkan, yakni bakat dan pembawaan, kerajinan serta
keuletan calon pewarisnya, Menimbang semuanya itu,
perkenankan aku mengundang namanya saja dari pada
sebagai guru dan murid. Sebab nyatanya, tak dapat aku
berjanji akan terus menerus meniliknya."
"Alasan hiantee kurang tepat." ujar Ouw sam Ciu, "Apabila
Sin Houw sudah menerima ajaran dari hiantee, satu atau dua
jurus saja artinya dia sudah menjadi muridmu, dan hiante
berhak menyebut diri sebagai gurunya."
Thio Hian Cong dapat menerima alasan Ouw Sam Ciu,
akan tetapi pendiriannya tak dapat diubahnya lagi, Tetap saja
ia hanya mengakui dirinya sebagai paman angkat saja,
sedangkan Sin Houw sebagai anak angkatnya. Karena itu
Ouw Sam Ciu berempat terpaksa menerima keputusan itu.
Mereka berempat tahu bahwa Thio Hian Cong akan
419 menurunkan warisan-warisan ilmu sakti tinggi, yang tentu saja
tak boleh dilihat seseorang, itulah sebabnya, Ouw Sam Ciu
berempat segera berpindah kamar, dan Sin Houw tidur
sekamar dengan Thio Hian Cong. Thio Hian Cong menunggu sampai mereka berampat
masuk ke dalam kamarnya. Kemudian ia membawa Thio Sin
Houw berjalan keluar, Malam hari waktu itu sangat pekat
sehingga baik Thio Hian Cong maupun Sin Houw tak dapat
melihat tubuhnya masing-masing. Kata Thio Hian Cong:
"llmu kepandaianku ini kuperoleh dari seorang sakti yang
telah berusia lanjut, Aku sendiri belum berhasil menyelami
sampai ketataran kesempurnaan Meskipun demikian, apabila
hanya untuk melayani jago-jago kelas dua atau kelas tiga,
rasanya sudah cukup, Tatkala aku mewarisi ilmu pukulan ini,
orang aneh itu memaksa aku untuk bersumpah kepadanya,
bahwasanya sejak itu tak boleh aku menghina orang-orang
yang berkelakuan baik atau mencelakai seseorang tanpa
alasan..." Thio Sin Houw seorang anak yang cerdik, segera ia
mengerti maksud Thio Hian Cong, Katanya didalam hati:
"Sebelum menerima ajarannya, aku diwajibkan bersumpah
dengan berlutut. Aku dibawanya berjalan ditengah malam
yang gelap pekat, Maksudnya bukan aku berlutut kepadanya,
akan tetapi kepada diriku sendiri dan bersembah kepada
orang aneh yang memiliki ilmu sakti yang akan diajarkan.
Memperoleh pikiran demikian, segera ia berlutut benarbenar,
serunya: "Aku Thio Sin Houw, dengan ini bersumpah kepada diriku
sendiri, kepada pemilik ilmu sakti yang akan diajarkan
kepadaku, kepada bumi dan langit serta Tuhan, bahwasanya
setelah aku mewarisi ilmu sakti ini tidak akan kupergunakan
untuk menghina orang orang yang bertabiat baik dan
420 mencelakai seorang tanpa alasan apabila ternyata -
dikemudian hari aku melanggar " sumpah ini, paman Thio Hian
Cong boleh datang kepadaku, untuk membunuh diriku."
Mendengar sumpah Sin Houw, Thio Hian Cong tertawa.
ujarnya: "Bagus! Berdirilah tegak kembali dan dengarkanlah!
Tahukah kau, ilmu sakti apakah yang hendak kuajarkan


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepadamu ?" "Pastilah ilmu sakti yang terelok didunia ini!" jawab Sin
Houw dengan suara penuh semangat. Sekali lagi Thio Hian Cong tertawa. Berkata:
"lnilah ilmu sakti Hok-houw ciang - esok pagi bisa kita
mulai ..." Thio Hian Cong berkata "esok pagi ", akan tetapi tiba-tiba
tubuhnya melesat. Gerakan itu mengherankan dan
mengagumkan Thio Sin Houw. Gurunya yang baru itu lenyap
dari pengamatannya, Tatkala menoleh, gurunya sudah berada
dibelakang punggungnya dan menepuk pundaknya.
"Kau tangkaplah aku!" seru gurunya.
Thio Sin Houw telah memperoleh dasar-dasar ajaran ilmu
sakti dari ke empat gurunya. Kecuali dasar pembawaannya
baik, diapun seorang anak yang cerdik dan cerdas luar biasa.
Begitu mendengar seruan Thio Hian Cong, ia tidak segera
memutar tubuhnya untuk menangkap. Akan tetapi ia mengendapkan pundaknya dahulu,
kemudian baru tangan kirinya digerakkan. Dan tangan
kanannya tiba-tiba menyusul menyambar sambil
mendengarkan kesiur angin gerakan tubuh gurunya. Dan pada
421 saat itulah, kedua tangannya tiba-tiba menyambar ke arah
kaki. "Bagus! inilah cara menangkap yang tiada celanya sama
sekali!" seru gurunya, Namun sambaran yang bagus itu tiada
hasilnya. Sebaliknya, sekali lagi pundaknya kena tepuk. Sin
Houw kaget, secepat kilat ia memutar tubuh, tetapi tubuh
gurunya, lagi-lagi luput dari pengamatan.
Menghadapi kecepatan gerak gurunya itu, otak Thio Sin
Houw yang cerdik lantas saja bekerja. Teringatlah dia ajaranajaran
Ouw Sam Ciu berempat yang pernah memberinya
dasar-dasar ilmu sakti. sekarang, tidak lagi ia memutar tubuh
atau menyambar sasaran. Sebaliknya, selangkah demi selangkah ia berjalan
mengarah ke sebuah batu besar, Begitu menghampiri, segera
ia memutar tubuhnya dengan dinding batu di belakang
punggungnya. Kemudian berseru girang:
"Suhu, sekarang tak dapat lagi suhu menyelinap
dibelakang punggungku, Aku dapat melihat gerakan suhu!"
Inilah suatu kecerdikan yang mengagumkan Thio Hian
Cong. Dengan berdiri didepan sebuah batu besar, tak dapat
lagi ia menyelinap dibelakangnya anak itu, Maka sambil
tertawa ia menyahut: "Bagus! Bagus sekali ! Kau cerdik dan mempunyai bakat
besar! Di kemudian hari pastilah kau dapat mewarisi ilmu sakti
Hok-houw ciang dengan sempurna."
Keesokan harinya, Thio Hian Cong mulai memberikan
pelajaran jurus jurus ilmu saktinya. Dalam beberapa hari saja
selesailah sudah seratus delapan jurus yang mempunyai tiga
perubahan pada setiap gerakannya. Mengelak dan menyerang
silih berganti, sehingga semua jurusnya berjumlah tigaratus
dua puluh empat. 422 Seperti diketahui, Thio Sin Houw memiliki otak yang cerdas
luar biasa, yang jarang terdapat di dunia. Baru saja diajari tiga
kali, sudah dapat ia menghafal dan memahami semuanya.
Bahkan dengan perlahan-lahan ia dapat pula melakukan
gerakan-gerakan jurus ilmu sakti Hok-houw elang dengan
tepat sekali. Menyaksikan hal itu, diam-diam Thio Hian Cong
bergembira bukankepalang. Terus saja ia mulai memecahkan
intisari jurus-jurus yang telah dipahaminya itu, Pandai sekali
Thio Hian Cong meresapkan ajarannya kedalam
perbendaharaan muridnya, Sebaliknya, Thio Sin Houw yang
mempunyai bekal sangat luar biasa dan bersungguh-sungguh,
dengan mudah saja dapat menangkapsemua keterangan dan
penjelasan gurunya. inilah yang dinamakan suatu perjodohan.
Gurunya rajin, ulat dan cermat, sedangkan muridnya
bersemangat penuh dan bersungguh-sungguh, dengan mudah
dapat menangkap semua keterangan dan penjelasan gurunya,
Pada setiap malam, tigapuluh jurus dengan pecahpecahannya
dan perubahannya, dapat di lampaui dengan
cepat serta sempurna. Apabila sedang berlatih, anak itu tidak
mengingat waktu lagi, Tahu-tahu fajar hari telah tiba.
Pada pagi hari ke empat, tatkala Thio Hian Cong berjalanjalan
menghirup udara segar, tiba-tiba ia melihat Thio Sin
Houw masih saja asyik berlatih. ia jadi kagum akan
kemauannya yang keras, setelah memperhatikan selintasan,
ia menjadi heran lantaran muridnya dapat melakukan inti
rahasia ilmu Hok-hok ciang dengan sempurna.
Padahal ia baru saja mengajarkannya.
Keruan saja ia bersyukur dalam hati.
Dengan berindap-indap ia menghampiri muridnya,
423 kemudian melompat dengan mendadak serta menghantam
punggung. Thio Sin Houw kala itu sedang bertekun menyelidiki jurus
ke sembilan puluh delapan, Tiba-tiba ia mendengar kesiuran
angin tajam mengancam punggungnya. Cepat luar biasa ia
berputar tubuh sambil meloncat ke samping, Tangan
kanannya ditabaskan untuk menangkis berkelebatnya kaki
yang menendang dirinya, Akan tetapi begitu mengenal
siapakah penyerangnya, segera ia menarik tangkisannya,
"Thio susiok!" serunya girang.
"Jangan berhenti ! Hayo, serang terus !" sahut Thio Hian
Cong dengan tertawa. ia mendahului menyerang kepala.
Dengan cepat Sin Houw mengelakkan diri, Kakinya
dimajukan selangkah agak kesamping, dan dari situ ia mulai
mengirimkan serangannya mengarah pinggang, inilah jurus ke
sembilan puluh delapan. "Bagus! Begitulah seharusnya!" puji Thio Hian Cong, Guru
ini segera menangkis dan kembali menyerang.
Thio Sin Houw melayani serangan gurunya beberapa jam
lamanya. seringkali ia salah langkah dan gurunya segera
membetulkan, sehingga ia jadi sangat bersyukur. semangat
tempurnya makin lama makin menghebat. Terus , menerus ia
melayani gurunya, sehingga habis lah semua tiga ratus dua
puluh empat jurus. Namun gurunya enggan berhenti.
Bahkan dia menyerang lagi dan mengulang semua jurusjurus
pukulan sampai beberapa kali, Dan Thio Sin Houw
sendiri seakan-akan memperoleh suatu mustika yang tak
ternilai harganya. Dengan tak disadari sendiri ia telah
menggenggam beberapa macam rahasia pukulan Hok-hok
ciang, yang belum pernah diperolehnya dari keempat gurunya
424 dahulu. "Sekarang marilah kita beristirahat !" ajak Thio Hian Cong
telah melihat muridnya itu mandi keringat. Akan tetapi selagi
duduk beristirahat, ia mulai memberikan berbagai penjelasan
penting. Dan apabila melihat muridnya sudah cukup
beristirahat, kembali lagi ia melatihnya dengan sungguhsungguh.
Mereka berdua, guru dan murid terus menerus berlatih
sampai tiba saat bersantap pagi hari, Kemudian kembali
mereka berlatih lagi sampai matahari condong ke barat,
setelah makan siang, lagi-lagi mereka berdua berlatih sampai
jauh malam. Tegasnya, mereka berhenti beristirahat apabila waktu
makan tiba, Tak terasa, tujuh hari lewatlah sudah, Pada
malam hari ke delapan Thio Hian Cong berkata kepada Sin
Houw: "Sin Houw, apa yang kumiliki kini telah kuberikan
kepadamu, sekarang tinggal caramu meyakinkannya, Apabila
menghadapi musuh, seseorang akan mengandal pada tujuh
bagian latihannya dan tiga bagian pada kecerdasannya,
apabila kau hanya mengandal kepada latihanmu saja, akan
sukarlah memperoleh kemenangan. sebaliknya apabila
engkau hanya mengandal kepada kecerdasanmu belaka,
hasilnya sama pula, Kau tidak akan berdaya, karena kau
melupakan latihanmu, Kedua unsur itu harus saling mengisi."
Dengan bersungguh-sungguh Thio Sin Houw merasukkan
nasehat gurunya itu kedalam perbendaharaan hatinya. Di
kemudian hari ia dapat membuktikan kebenaran pesan itu.
Karena rajin berlatih dan dibantu oleh kecerdasan otaknya, ia
berhasil melampiaskan dendam orang tuanya yang mati tak
berliang kubur. "Esok pagi aku harus bergabung kepada Lie Ciangkun
425 kembali," kata Thio Hian Cong lagi. Maka semenjak malam ini,
kau harus sanggup berlatih seorang diri.
Merah kedua mata Thio Sin Houw mendengar ucapan
gurunya itu. Hampir-hampir saja tak sanggup menahan
linangan air matanya, benar dia baru berkumpul beberapa hari
saja, akan tetapi sepak terjang gurunya itu sangat menawan
hatinya. Dia seorang yang manis budi, mengajarnya dengan
sungguh-sungguh. Thio Hian Cong sebenarnya seorang peperangan yang
ulung. seringkali ia melihat berbagai peristiwa yang
menggoncangkan hatinya. walaupun demikian, melihat
muridnya itu mendadak menundukkan kepalanya, hatinya tak
urung menjadi terharu pula. Terus saja ia mengusap-usap rambut anak itu. Katanya
dengan suara membujuk: "Sin Houw! jarang sekali aku bertemu dengan seorang
yang berbakat dan cerdik sebagai kau. Hanya sayang sekali,
kita berdua tidak diperkenankan berkumpul lebih lama lagi."
"Bagaimana kalau aku ikut susiok saja, bergabung dengan
Lie Ciangkun?" Thio Sin Houw mencoba.
"Kau masih terlalu muda, Sin Houw - belum bisa kau hidup
didalam kancah peperangan." sahut Thio Hian Cong.
Thio Sin Houw hendak menjawab ucapan gurunya itu,
mendadak terdengar suara teriakan kaget yang sangat riuh.
Bulu kuduknya lantas saja meremang dengan tak
dikehendakinya sendiri. Dan bersama gurunya, ia lari mendaki
tanjakan. Begitu melihat apa yang terjadi dibawah gunung,
mereka berdua bukan kepalang kagetnya.
426 Seluruh gunung menjadi terang benderang oleh nyala api
yang datangnya dari bawah. Lalu, nampaklah berbagai senjata
berkilauan. itulah tentara Mongolia yang dengan tiba-tiba saja
telah mengurung puncak gunung Beng-san.
Para orang gagah yang bergabung dalam laskar
perjuangan Cu Goan Ciang, baru saja bubar. Yang masih
berada diatas gunung tidak begitu besar jumlahnya, inilah
suatu masalah yang menyulitkan ! Merekapun tidak berjagajaga
atau memperoleh berita terlebih dahulu tentang sergapan
tentara Mondolia, hal itu disebabkan lantaran penjaga yang
berada digardu-gardu penjagaan, telah terbunuh semuanya.
Dengan demikian, tiada seorangpun diantara mereka yang
dapat memberikan tanda bahaya. Cu Kauwcu adalah seorang peperangan ulung, Meskipun
terkejut, namun hatinya tidak gentar sama sekali. Dia-lah salah
seorang jago kenamaan dikalangan Rimba persilatan yang
berkepandaian tinggi, dengan suara tenang mereka
menghampiri Ouw Sam Ciu dan berkata:
?"Ouw hiantee! Kau pimpinlah para tukang masak dan
penjaga-penjaga perkemahan, untuk menyulutkan api sebelah
timur, jangan lupa, kalian harus berteriak-teriak agar lawan
tersesat!" Dengan gembira Ouw Sam Ciu melakukan tugas itu
dengan cepat, ia berlari-lari sambil memanggil tukang masak
dan sebagainya, setelah terkumpul, mereka dikerahkan
mengarah ke sebelah timur gunung. "Coa Hiantee dan Go Hiantee .., "
Cu Kauwcu kemudian memanggil Coa Kim siong berdua
Go Kim Sun, "Jiwie berdua hendaknya bertugas menahan
lajunya tentara musuh. Bawa beberapa orang yang pandai
memanah, hujani mereka dengan anak panah beberapa kali!
427 setelah itu, cepat kembali mencari diriku!"
Kedua guru Thio Sin Houw itu segera berlalu dan
membawa tugas Cu Goan Ciang, setelah mereka pergi, Cu
kauwcu kemudian menghadapi Thio Hiang Cong. Katanya
dengan suara hati-hati: "Thio hiantee, perkenalkan aku memohon kepadamu,
sudikah kau memegang satu tugas yang amat penting?"
"Apakah Kauwcu menghendaki agar aku melindungi Sin
Houw?" Cu Goan Ciang tertawa, kemudian menyahut:
"Benar! Dan setelah berkata demikian, dengan hormat ia
menjura kepada Thio Hian Cong. Keruan saja Thio Hian Cong kaget bukan kepalang,
tersipu-sipu ia membalas hormat. Katanya mencegah:
"Kauwcu! janganlah Kauwcu berbuat demikian kepadaku,
perintahkan saja apa yang harus kulakukan, dan aku akan
melakukan tugas Kauwcu dengan segenap hatiku."
Pada saat itu suara hiruk piruk terdengar semakin hebat.
sekarang tentara Mongolia mulai melepaskan anak panah,
dan suara mereka itu datang dari atas gunung. Tahulah Cu
Kauwcu bahwa itu semua hasil kerja Ouw San Ciu yang
berusaha menyesatkan lawan. "Thio hiantee," katanya perlahan, "Tie-kong tianglo adalah
seorang sesepuh, dia mempunyai murid bernama Thio Kim
San. Dan adik ini, adalah puteranya satu-satunya, Karena itu,
tolonglah dia agar terluput dari bahaya ini ! Bawa dia turun
gunung dengan selamat!" "Aku akan melakukan perintahmu, Cu kauwcu." sahut Thio
428 Hian Cong. Pada waktu itu Coa Kim siong dan Go Kim Sun telah
kembali menghadap Cu Kauwcu, setelah melepaskan hujan
anak panah. Cu Goan Ciang menyatakan rasa puasnya,
kemudian berkata lagi: "Aku akan berjalan bersama saudara Go Kim Sun,
kemudian kami berdua akan bergabung dengan saudara Ouw
Sih Ciu. Kami bertiga akan menerjang musuh dengan
menuruni gunung sebelah timur. saudara Coa Kim siong
bersama saudara Ho Thong Cun akan menerjang lawan dari
barat. Agar penglihatan musuh tersesat, kami bertiga akan
mendahului menerjang. Dengan disusul terjangan saudara


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Coa Kim siong dan soudara Ho Thong Cun.
Saudara Thio Hian Cong cepat-cepatlah membawa Sin
Houw turun gunung dari sebelah utara, Dikemudian hari, kita
semua akan kembali berkumpul menjadi satu lagi!"
Semua orang yang mendengar perintah Cu Kauwcu
menjadi kagum, Pada saat segenting itu, Cu Kauwcu masih
sanggup mengatur cara mengelakkan lawan demikian rapi.
Coba andaikata dia mempunyai pasukan tentara, pastilah
keadaan medan laga akan menjadi lain sifatnya.
Thio Sin Houw waktu itu sedih bukan main, lantaran harus
berpisah dengan keampat gurunya yang pernah mendidiknya
dengan sungguh-sungguh, inilah perpisahan yang amat
menyakitkan hatinya, perpisahan yang tiada kata-kata selamat
jalan atau selamat berpisah, lantaran dipaksa oleh keadaan.
Apa yang dapat dilakukannya, hanyalah membungkuk hormat
beberapa kali terhadap mereka. Katanya terisak.
"Ouw susiok, Coa susiok, Ho susiok... sampaikan
hormatku kepada Go susiok yang aku... tak dapat..."
Thio Sin Houw menyelesaikan perkataannya, karena
429 tenggorokannya seakan-akan tersumbat. maka ia mencoba
menguasai diri, Cu kauwcu telah mendahului. Kata pemimpin
itu: "Adikku! jangan kau berpisah dari gurumu, Thio Hian Cong!
Kau harus dengarkan setiap perkataannya!"
Thio Sin Houw masih berkutat dengan perasaan sendiri.
Untuk menjawab perkataan Cu Kauwcu, ia hanya dapat
memanggut, Dalam pada itu, suara berisik ditengah gunung,
terdengar semakin hebat. itulah suatu tanda bahwa tentara
Mongolia sudah mulai mendaki bukit yang berada didepan.
"Mari!" ajak Go Kim Sun. "Thio hiantee, kau berangkatlah sebentar lagi... setelah kita
berhasil menyesatkan musuh." Mereka semua lantas mulai bekerja - Go Kim Sun melihat
Thio Hian Cong tidak bersenjata, maka cepat-cepat ia
melemparkan goloknya kepadanya sambil berkata setengah
berseru: "Thio hiantee, sambutlah ini!"
"Aku tidak membutuhkan senjata apapun!" sahut Thio Hian
Cong, ia menyambar golok itu yang sedang melayang di
udara, Tatkala hendak di kembalikan kepada pemiliknya, Go
Kim Sun sudah lari jauh sehingga ia membatalkan
maksudnya. "Mari!" katanya kepada Sin Houw. Dengan membawa
golok ditangan kanannya, ia menarik lengan Thio Sin Houw
dengan tangan kirinya, Kemudian dibawanya lari mengarah
utara. Dengan berlari-larian, mereka berdua mengitari belakang
pesanggrahan, dari sana cahaya api nampak terang
430 benderang, Diantara nyala api itu, kelihatan tentara Mongolia
mendaki puncak gunung berlapis-lapis, Entah berapa
jumlahnya. Merekapun mulai melepaskan anak panah api.
Menyaksikan hal itu Thio Hian Cong merandek, kemudian
ia balik memasuki dapur dan muncul kembali dengan
membawa kuali penggorengan. "lni tamengmu!" katanya kepada Sin Houw sambil
menyerahkan sebuah kuali. Dengan berlompatan, mereka berdua memasuki kabut
gelap. Dan pada saat itu terdengarlah teriakan-teriakan tentara
Mongolia sambung menyambung: "Kejar! Kejar!" Dan tentara Mongolia itu berserabutan mengejar mereka
berdua sambil memanah. Thio Hian Cong berjalan di belakang, dengan perisainya
yang istimewa ia menangkis setiap anak panah yang
menghujani, Ditengah kesibukan itu tameng istimewanya
menerbitkan suara berisik membisingkan telinga.
Thio Sin Houw sendiri seperti mengerti akan tugasnya
sebagai pembuka jalan, ia maju dengan bersenjata sebatang
tombak pendek. Tatkala kena pegat tentara yang sedang
merangkaki tebing, terus saja ia menyerang, Dan belasan
tentara kena dirobohkan dengan mudah.
Akan tetapi tombak pendek itu merupakan senjata yang
tidak tepat baginya. Gerakannya tidak begitu leluasa, itulah sebabnya, setelah
kena keroyok tentara lainnya, ia hanya dapat melindungi
dirinya. 431 Tak lama kemudian tibalah mereka dipinggang gunung,
Baru saja mereka melepaskan napas lega, terdengar suara
ribut lagi, pasukan tentara Mongolia yang dipimpin oleh
seorang perwira tiba-tiba saja menerjang dari samping,
Perwira itu rupanya bermaksud hendak menangkap Thio Hian
Cong dan Sin Houw hidup-hidup, itulah sebabnya ia melarang
tentaranya melepaskan anak panah, sebaliknya dengan
pedang panjang di tangan ia memimpin pasukannya
mengepung rapat-rapat. Thio Hian Cong menangkis sebatang pedang perwira itu.
Dalam bentrokan ia mengetahui bahwa perwira itu bertenaga
besar, maka dengan sebat ia membalas menyerang.
"Maju!" perwira itu memberi aba-aba kepada tentaranya.
Tak sudi Thio Hian Cong melayani perwira itu lama-lama.
Dengan lindungan tameng istimewanya, ia mengancam
perwira itu dengan golok pemberian Go Kim Sun. ia menikam
sambil membentak, dan celakalah perwira itu. Tulang iganya
kena tikaman golok. Ketika Thio Hian Cong mencabut senjatanya, ia menoleh.
Ternyata Sin Houw tak terlihat lagi, Bukan main ia menjadi
terkejut, Dengan pandang beringas ia mengembarakan
goloknya, Di sebelah kirinya ia melihat kerumun tentara sambil
berteriak-teriak kalap. Segera ia melompat dan menerjang. Dan kena terjangannya, beberapa tentara mundur dan
menyibakkan diri dengan menderita luka-luka parah. Ternyata
Sin Houw terkepung oleh tiga orang tentara yang bersenjata
pedang panjang, Tombak pendeknya sudah terlepas dari
tangan. ia melawan dengan jurus-jurus, ilmu sakti Hok-houw
ciang dengan tangan kosong. Meskipun terdesak, namun
masih bisa ia mempertahankan kedudukannya.
432 Menyaksikan hal itu, tanpa bersuara lagi Thio Hian Cong
melompat menerjang, seorang tentara roboh terjungkal dan
menyusul yang kedua, dengan demikian, tertolonglah Thio Sin
Houw. "Mari!" ajak Thio Hian Cong, Dan sambil menarik tangan
Sin Houw, ia menyibakkan beberapa serdadu yang masih
menghadang didepannya. "Kejar!" seru beberapa tentara. Dan mereka lantas saja
mengejar beramai-ramai sambil berteriak sambungmenyambung,
Mendengar teriakan sambung menyambung itu,
sepasukan tentara yang berada di sebelah kiri turun menerjang,
Thio Hian Cong membalikkan tubuh dan menikam, Dua
orang tentara roboh tertikam dengan sekaligus. Kemudian ia
menerjang yang ketiga, yang mencoba merangsak dari depan.
Serdadu itu kena dilemparkan sehingga roboh terjungkal dan
menjerit tinggi. Menyaksikan hal itu, tentara yang lainnya, yang sedianya
hendak menerjang beramai-ramai, tak berani mendesak lebih
jauh, Mereka merandek seperti patung-patung tak bernyawa.
Tentu saja hal itu merupakan kesempatan yang bagus sekali
bagi Thio Hian Cong, De-ngan cepat ia menyambar Sin Houw
dan kemudian didukungnya, Dengan menggunakan ilmu
ringan tubuh, ia kabur sepesat angin. setelah cukup jauh
meninggalkan lawan, barulah ia menurunkan Sin Houw diatas
tanah. "Apakah kau terluka?" Thio Hian Cong minta keterangan.
Thio Sin Houw mengusap mukanya. Tangannya
menyentuh cairan lendir yang telah melekat dimukanya.
Cepat-cepat ia memeriksa tangannya dalam cahaya bulan
remang-remang, dan ia melihat cairan merah, itulah darah
433 segar, Keruan saja ia terkejut, Hatinya tercekat pula tatkala
melihat wajah gurunya berlepotan darah, gugup ia berseru:
"Susiok! Darah ... darah!"
"Tidak apa. inilah darah tentara Mongolia yang kena
tikamanku." sahut Thio Hian Cong, "Apakah kau terluka?"
"Tidak." jawab Sin Houw, "Bagus!" Thio Hian Cong merasa bersyukur. Terus saja
menggandeng Sin Houw seraya berkata:
"Mari, Kita harus cepat-cepat pergi dari sini!"
Mereka lantas menyelusup diantara pohon-pohon,
menghindari bahaya, setelah berjalan kira-kira setengah jam
lamanya, sampailah mereka di suatu lembah yang sama sekali
tiada pohonnya, tatkala Thio Hian Cong melongok ke bawah,
nampak cahaya terang dibeberapa tempat, puluhan tentara
berjalan mondar mandir dengan menyandang senjata. Keruan
saja hatinya terkejut bukan main, Tak terasa ia berseru
tertahan: "Akh! Tak dapat kita lewat disitu, kita harus mengambil
jalan lain, Di sinipun tiada semak belukar, untuk kita
berlindung," Dengan tetap membimbing tangan Sin Houw, maka Thio
Hian Cong memilih jalan kesebelah kanan. Berjalan kira-kira
cukup jauh, sampailah dia didepah sebuah goa buntu yang
panjangnya hanya dua meter, Goa itu tertutup oleh semak
belukar. Karena tiada pilihan lain, Thio Hian Cong membawa
masuk Sin Houw kedalam goa itu untuk bersembunyi.
Thio Sin Houw merasa sangat lelah, meskipun sejak
kanak-kanak hidupnya selalu dikejar-kejar oleh musuh-musuh
ayah-bundanya, akan tetapi baru pada malam itulah dia
434 bertempur secara berhadap-hadapan, Maka begitu
merebahkan diri, ia lantas tertidur nyenyak.
Thio Hian Cong segera mengangkat tubuhnya dan
dipeluknya serta dipangkunya. setelah itu ia menajamkan
pendengarannya, agar dapat mengikuti perkembangan
keadaan medan perang, Di luar goa, suara riuh rendah belum
juga berhenti. Kemudian ia mendengar suara gemerotok
keras, dan udara tiba-tiba terang benderang oleh nyala api.
Tahulah dia, bahwa perkemahan yang didirikan oleh laskar
perjuangan di atas gunung Beng-san, dibakar musnah oleh
tentara Mongolia. Hatinya panas bukan main.
Satu atau dua jam kemudian, terdengarlah suara terompet
mengalun di udara, itulah suatu tanda bahwa komandan
tentara Mongolia memanggil pasukannya agar berkumpul dan
turun gunung. Hati Thio Hian Cong lantas saja berdebar.
pendengarannya yang tajam segera menangkap langkahlangkah
kaki mereka berderapan, Hatinya mengeluh dengan
sendirinya. Betapa tidak" Ia mendengar langkah kaki tentara penyerbu semakin
mendekati goa persembunyiannya, Hatinya cemas bukan
kepalang, kalau sampai tentara itu menemukan goa
persembunyiannya... entah apa jadinya.
***** TIBA-TIBA terdengarlah seseorang duduk diluar goa,
untunglah goa persembunyiannya teraling gerombol semak
belukar, sehingga orang itu tidak melihat dirinya. Dengan
menggenggam senjata pemberian Go Kim Sun erat-erat dan
tangan kirinya menekap mulut Sin Houw, ia bersiap
menghadapi setiap kemungkinan. Ia terpaksa menekap mulut
Sin Houw, lantaran khawatir anak itu terkejut dan berteriak.
Beberapa saat lamanya tiada terdengar sesuatu, kecuali
435 langkah kaki sibuk. Lalu tiba-tiba terdengar seseorang
membentak. "Bawa kemari anjing itu!"
Kemudian terdengar beberapa orang menyeret seseorang
berjalan ayal-ayalan, pastilah itu seorang tawanan yang
diseret beberapa serdadu secara paksa.
"Menurut penglihatan salah seorang pembantu kita, kau
menyerahkan senjatamu kepada seseorang. siapakah dia"
Dan siapa pula anak tanggung itu, itulah bentakan seseorang
yang memberi perintah kepada beberapa tentara membawa
tawanannya, suaranya nyaring bagaikan genta pecah.
Dan oleh suara nyaring itu, Sin Houw benar-benar tersadar
dari tidurnya. Syukur, jauh-jauh sebelumnya Hian Cong telah
menekap mulutnya. Maka begitu melihat Sin Houw tersadar
dari tidurnya, segera ia membisik: "Diam ...!" Dalam pada itu orang yang memiliki suara nyaring luar
biasa tadi, terdengar membentak lagi:
"Kau mau bilang apa tidak" Kalau kau tetap membandel,
kukutungi sebelah kakimu terlebih dahulu!"
"Jika kau hendak mengutungi kakiku, kutungilah!" tantang
seseorang itu, dengan suara tajam, "Aku, Go Kim Sun, tidak
takut. Meskipun kau kutungi kedua kaki dan tanganku, aku
tidak akan merintih atau menyesal. Kau boleh mengutungi
kepalaku sekali! Huh!" Mendengar suara Go Kim Sun, Thio Sin Houw terkejut,
serunya tertahan: "Go susiok!" 436 "Sstt! jangan bergerak!" bisik Thio Hian Cong.
"Jadi benar-benar kau tak sudi memberi keterangan"
Baiklah!" lagi-lagi orang yang bersuara nyaring tadi
membentak. "Tidak!" terdengar jawaban Go Kim Sun tegas. Dari dalam
goa, Sin Houw dapat membayangkan bahwa gurunya tentulah
meludahi orang itu. Tiba-tiba ia terkejut tatkala mendengar
erang gurunya: "Aduh!" Suara orang itu disusul dengan suara terbantingnya benda
berat, Rupanya sebelah kakinya dikutungi benar-benar.
Karuan saja Sin Houw tak dapat menguasai diri lagi, ia
merengut dari tekapan tangan Thio Hian Cong.
"Go susiok!" Sin Houw memekik sambil terus menerjang
keluar goa. Begitu keluar dari mulut goa, ia melihat seseorang
mengayunkan goloknya kearah tanah. Diantara cahaya api, ia


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat seseorang menggeletak berlumuran darah. itulah
gurunya, Go Kim Sun! Dengan rasa gusar bukan kepalang ia
menerjang dengan salah satu jurus ilmu sakti Hok-houw ciang
yang mengandung ancaman maut. Orang yang sedang mengayunkan goloknya itu memekik
tinggi begitu kena pukulan Sin Houw, Matanya berkunang
kunang, dan mundur sempoyongan dengan tak dikehendaki
sendiri. selagi demi-kian, lengannyapun terasa sakit, sedang
goloknya kena terampas. Thio Sin Houw bergerak tidak kepalang tanggung, setelah
berhasil menghantam orang itu dan merampas senjatanya, ia
437 membacok pula, Meskipun belum memiliki himpunan tenaga
sakti, akan tetapi tenaga jasmaninya sudah cukup membuat
somplak pundak tentara itu. Saking sakitnya, orang itu menjerit tinggi, dan jatuh
terkapar diatas tanah tak sadarkan diri.
Sebenarnya didepan goa, terdapat beberapa tentara yang
bersikap mengurung tawanannya, Namun peristiwa itu terjadi
dengan sangat tiba-tiba. Lantaran kaget mereka jadi tertegun
saja, Dan setelah melihat kawannya jatuh terkapar, barulah
mereka tersadar. serentak mereka menerjang, sambil
berteriak teriak. Thio Sin Houw tidak gentar. Dengan golok rampasannya,
ia menyerang dan membela diri, sewaktu berada dalam
bahaya, tiba-tiba meloncatlah seseorang dari dalam goa,
dengan membawa senjata rantai berkilauan. Ternyata rantai
itu terbuat dari perak murni. Begitu digerakkan diudara remang-remang, lantas saja
berkeredepan menyilaukan mata, Dialah Thio Hian Cong.
Yang meloncat keluar goa untuk melindungi Sin Houw,
sekali menggerakkan senjata rantainya, beberapa tentara
menjerit kesakitan, senjata mereka terpental ke udara!
Keruan saja para tentara itu kaget bukan kepalang,
Beberapa orang diantaranya yang masih berada di luar
gelanggang, lantas saja berseru seru mengabarkan tanda
bahaya, sigap luar biasa, Thio Hian Cong menyambar Sin
Houw dan dibawanya lari turun gunung. Dan pada saat itu
mereka berdua dihujani anak panah. Tiba-tiba diantara tentara yang kalang kabut itu, muncullah
empat orang yang gerakannya gesit, Dengan sekali melihat,
438 tahulah Thio Hian Cong bahwa mereka berempat memiliki ilmu
kepandaian tinggi pula, seorang diantara mereka memasang
gendewanya dan melepaskan anak panah.
Thio Hian Cong kala itu lari sambil mengempit Sin Houw, ia
berlompatan kesana-kemari untuk menghindari sambaran
anak panah. Tatkala mendengar ke-siur angin tajam
mengancam tengkuknya, cepat-cepat ia mengendapkan diri,
Dan tiga anak panah lewat diatas kepalanya dengan bersuling
nyaring. Tetapt justeru karena mengendapkan diri, langkah Thio
Hian Cong jadi terhenti. Pada saat itu, seorang di antara ketiga
musuh yang mempunyai ilmu kepandaian tinggi melepaskan
tiga anak panah lagi. Ketiga anak panah itu mempunyai arah
bidikan yang berbeda-beda, Yang pertama mengarah kepada
Sin Houw, yang kedua mengarah Thio Hian Cong dan yang
ketiga menjaga gerak larinya, Melihat ancaman bahaya itu.
Thio Hian cong memutar senjata rantainya dan ketiga anak
panah itu runtuh ditanah dengan sekali kebasan.
"Susiok! Biar aku turun saja!" se ru Sin Houw dengan
semangat tempur yang menyala-nyala.
Thio Hian Cong menurunkan Sin Houw sambil berkata :
"Kau lari dulu!" Mereka berdua telah terpisah jauh dari tentara Mongolia,
akan tetapi keempat orang yang masih mengejarnya seolaholah
bayangannya sendiri. Dengan cepat mereka telah tiba
dihadapan mereka. "Sahabat, letakkan senjatamu ..!" salah seorang diantara
mereka berseru. "Kau serahkan dirimu! Kami berjanji akan memperlakukan
439 dirimu baik-baik!" Hati Thio Hian Cong mendadak menjadi sebal mendengar
suara orang itu. ia menjadi dengki dan mendongkol, sambil lari
ia memindahkan senjata rantainya ditangan kiri, kemudian ia
mempersiapkan senjata sumpitannya yang terbuat dari pakupaku
berujung tajam, ia menunggu sampai orang itu datang
dekat, dan dengan tiba-tiba ia melepaskan senjata bidiknya
tiga batang sekaligus. Orang yang mengunbar suaranya tadi sama sekali tidak
menduga bahwa musuh memiliki senjata bidik istimewa.
Tatkala melihat berkelebatnya tiga batang paku, ia kaget
setengah mati, Tanpa ampun lagi ia roboh terjengkang. Kedua
pahanya tertancap sebatang paku, sedang tangan kanannya
dapat hadiah sebatang paku pula. Sebaliknya, ketiga
kawannya tidak memperdulikan ancaman bahaya, mereka
mengejar terus. seperti saling berlomba.
Melihat datangnya ketiga orang itu yang makin lama makin
dekat, Thio Hian Cong berkata kepada Sin Houw seperti
sedang bergurau: "Adikku, sepasang golok orang itu tepat sekali untuk
dirimu, Biarlah kurampasnya sekali untukmu!"
Setelah berkata demikian, Thio Hian Cong memindahkan
senjata rantainya ketangan kanannya kembali. Kemudian
melompat maju menghampiri salah seorang musuhnya, yang
bersenjata sepasang- golok. Terang sekali maksudnya, ia
hendak membuktikan ucapannya, Akan tetapi orang itu
ternyata bukan lawan lemah, ia mendahului menyerang .
berulang kali, Untuk beberapa waktu lamanya, Thio Hian Cong
belum berhasil men capai maksudnya.
Selagi Thio Hian Cong berkutat dengan orang itu, kedua
440 musuhnya menghampiri Sin Houw, Masing-masing bersenjata
sebatang pedang panjang dan ruyung besi. inilah berbahaya
bagi Sin Houw, karena dia tidak bersenjata sama sekali. Golok
rampasannya tadi tertancap pada pundak orang yang hendak
membunuh gurunya, Go Kim-Sun, maka dengan tangan
kosong ia mencoba membela diri, Thio Hian Cong jadi mendongkol dan kebat-kebit, sadarlah
dia, bahwa dirinya tidak boleh terlibat terus menerus oleh
napsunya hendak merampas sepasang golok lawan, cepat ia
melesat mundur sambil memutar tubuhnya, senjata rantainya
diayunkan dan menghantam orang yang bersenjata ruyung.
"Prak!!" Kena pukulan senjata rantai Thio Hian Cong, orang itu
terhuyung mundur. Justeru pada saat itu Sin Houw sedang
mengayunkan kakinya. Tepat sekali tendangannya. Meskipun
tidak sampai melontakkan darah, orang itu terguling diatas
tanah dengan memaki kalang kabut. Kejadian itu membangkitkan rasa marah orang ketiga.
Dengan sebatang pedang ditangan ia menerjang dan
menabas, secepat kilat Thio Hian Cong me-lompat dan
menangkap pergelangan tangannya. Kedua orang itu lantas
berku-tat mengadu tenaga. Pada saat Thio Hian Cong berkutat mengadu tenaga
dengan orang yang bersenjata pedang itu, yang bersenjata
sepasang golok dan ruyung datang mengepung. Mereka
menyerang dari belakang. Juga orang yang tadi roboh kena
paku Thio Hian Cong, kini juga dapat bangun pula. Dengan
masih menggenggam tombak panjang ia maju tertatih-tatih,
kemudian menikam. Akan tetapi sasarannya adalah Sin Houw.
inilah saat-saat berbahaya bagi Thio Hian Cong dan Thio
Sin Houw, Meskipun demikian Thio Hian Cong tidak menjadi
bingung atau berputus asa, sambil berseru nyaring, ia
441 menghajar orang yang bersenjata ruyung. Kena pukulannya,
orang itu roboh terjengkang. Begitu hebat cara robohnya,
sehingga ia menubruk kawan sendiri yang sedang berjalan
tertatih-tatih sambil, menggenggam tombak panjang hendak
menikam Sin Houw. Karena tadi sudah menderita luka, tak dapat ia
mempertahankan diri tatkala kena tubruk kawannya Dengan
demikian ia ikut terguling pula diatas tanah. Masih syukur,
mereka tidak sampai saling manikam.
Dengan cepat Thio Hian Cong melompat merampas
ruyung. Kemudian dengan ruyung ini ia menangkis sepasang
golok yang menyambar dirinya. Setelah itu ia menarik tangart
Thio Sin Houw dan diajaknya lari secepat mungkin. ia tak sudi
terlibat terus menerus lantaran tentara Mongolia sudah mulai
bergerak mendekati. Sekarang keempat lawannya tidak berani melawan lagi.
Mereka mulai sadar, bahwa lawannya itu bukan lawan
sembarangan, Namun membiarkan buruannya lolos dengan
begitu saja, sudah barang tentu mereka tak rela, seperti
berjanji, mereka lantas saja melepaskan senjata jarak jauh,
itulah senjata Sumpitan yang bentuknya seperti panah-panah
kecil. Sambil melindungi Sin Houw, Thio Hian Cong menangkis
sambaran senjata bidik mereka dengan ruyung dan rantainya.
Kadangkala ia melompat atau mengelak sambil menyingkirkan
Sin Houw dari berbagai serangan yang saling menyusul.
Namun karena harus melindungi Sin Houw, gerakannya tidak
segesit seperti biasanya. Satu kali ia harus menarik Sin Houw ke dadanya terlebih
dahulu, untuk menangkis sambaran senjata bidik. Kali ini ia
terlambat, tiga batang anak panah meraung membuntutinya.
Dua anak panah bisa dielakkan, akan tetapi yang ketiga
mengenai jitu paha kirinya, Dia terkejut, sebab mula-mula
442 tiada rasa sakit sama sekali. Mendadak lama-lama menjadi
gatal, Tahulah dia, bahwa anak panah itu mengandung racun
jahat, segera ia mengerahkan tenaganya untuk berlari lebih
kencang lagi. Tetapi justeru demikian, racun yang merayap didalam
dirinya bekerja kian merunyam, Kakinya lantas saja terasa
kaku, sehingga tak dapat lagi dilangkahkan dan disaat
berikutnya ia roboh terguling. "Susiok!" Sin Houw berteriak lantaran kaget bukan main,
Hampir saja ia terguling pula. Ditengah keremangan malam, ke empat penyerangnya
samar-samar melihat robohnya Thio Hian Cong, Begitu
mendengar teriakan Sin Houw, mereka bertambah yakin.
lantas saja mereka berlomba untuk mengejar.
"Sin Houw!" seru Thio Hian Cong, lari cepat ! Aku akan
menahan mereka." Thio Sin Houw kenyang pengalaman pahit. Melihat
gurunya roboh, ia seperti teringat akan nasib ayah bunda-nya.
Maka tanpa memperdulikan bahaya, segera ia melompat
kesamping gurunya dan bersikap hendak melindungi.
"Sin Houw! Dengan kepandaianmu ini, sanggupkah kau
melindungi diriku?" kata Thio Hian Cong terharu, ia tahu
muridnya itu sangat cerdas. Akan tetapi sama sekali tak
mengira bahwa ia berbakti pula, meskipun baru bargaul
selama delapan hari saja. Dalam pada itu keampat penyerangnya sudah datang
semakin dekat, Mereka semua bersenjata dan bermaksud
hendak menawan buruannya hidup-hidup, Yang membawa
sepasang golok dan sebatang pedang panjang, memutar
kebelakang Sin Houw dan menerjang berbareng. Yang di arah
443 betis kanan. Kaget Sin Houw melihat serangan itu. ia mengelak dengan
melompat, sudah barang tentu Thio Hian Cong tak sudi tinggal
diam Meskipun kaki kirinya tidak dapat digerakkan, akan tetapi
ia memaksa diri berbangkit. ***** TApI, ia berhasil merampas ruyung besi, Tanpa berpikir
panjang lagi ia segera menimpukkannya kepada orang yang
bersenjata sepasang golok, orang itu kaget bukan kepalang,
sampai tak dapat mengelakkan diri. Kepalanya pecah
terhantam ruyung itu. Dan pada saat itu pula Thio Hian Cong
melesat menubruk lehernya. ,Krak! Dan orang itu terguling
roboh, tak bernapas lagi... Inilah peristiwa hebat bagi ke tiga kawannya, orang-orang
bersenjata pedang panjang lantas saja memutar tubuhnya dan
lari terbirit-birit, Sedang kedua kawannya segera menyusul
pula. Apalagi yang seorang telah terluka pundaknya sejak tadi.
Thio Hian Cong sendiri nyaris kehilangan tenaga, darahnya
mengucur tidak hentinya. Kaki kanannya beku tak dapat
digerakkan lagi. Namun tak sudi ia menyerah dengan keadaan
itu, Dengan menguatkan hati ia mengumpulkan sisa-sisa
tenaganya, kemudian dengan bantuan ruyung rampasannya ia
mencoba untuk bangun berdiri. ia sadar, bahwa ketiga
musuhnya tadi lari untuk kembali lagi dengan membawa bala
bantuan. Kesempatan untuk melarikan diri hanya sedikit saja.
"Maril" ia berkata mengajak.
Dengan menyeret kakinya ia berjalan selangkah demi
444 selangkah, dengan bantuan ruyung rampasannya, Sin Houw
berjalan disebelah kanannya, ia memasang pundaknya untuk
memeluk lengan gurunya dan membiarkan dirinya digelendoti,
Dengan demikian perjalanan agak lancar juga.
Akan tetapi setelah berjalan beberapa ratus meter,
keadaan Thio Hian Cong bertambah hebat. Rasa beku yang
memendam sebelah kakinya tadi perlahan-lahan naik
ketangan, Dan tiba-tiba saja tangan itu kehilangan tenaga, ia
tahu, itulah racun jahat yang sedang bekerja, segera ia
memindahkan ruyung rampasan ketangan kiri dan
melanjutkan berjalan sedapat-dapatnya. Sin Houw tak
mengerti tentang bekerjanya racun jahat itu, yang dirasakan
Thio Hian Cong menggelendot makin berat. Meskipun ia
mandi keringat, namun tetap membungkam mulut, Tetapi
setelah berjalan dua tiga li lagi, rasa lelahnya tak tertahankan
lagi. "Susiok! Di depan nampak sebuah rumah. Mari kita
beristirahat dlsana." katanya sambil menuding kedepan.


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bukankah kita bisa bersembunyi di rumah itu?"
Thio Hian Cong memanggut sambil mengumpulkan sisa
tenaganya. Begitu tiba didepan pintu, habislah tenaganya - ia
roboh terkulai. Sin Houw mencoba menahannya, akan tetapi
gagal. Keruan saja bocah itu terkejut.
"Susiok!" ia memekik. Gugup ia membungkuk hendak
membangkitkan. "Susiok, bagaimana?"
Hampir bersamaan dengan waktu itu - terbukalah pintu
rumah. Dan seorang wanita berusia pertengahan muncul di
ambang pintu. Melihat munculnya wanita itu, Sin Houw lantas
saja berkata mengadu: "Subo, kami dikejar-kejar tentara Mongolia. Pamanku ini
terluka, bolehkah kami menumpang satu malam saja di-sini?"
445 (Subo - bibi). Wanita itu seorang petani, ternyata ia murah hati, segera ia
manggut dan memanggil seorang anak tanggung kira-kira
berusia delapan atau sembilan belas tahun untuk membantu
menggotong Thio Hian Cong masuk. Kemudian ia direbahkan
diatas dipan panjang yang berbuat dari bambu.
Thio Hian Cong sebenarnya luka parah, akan tetapi karena
tangguh dan memiliki himpunan tenaga sakti ia tidak pingsan
atau kalut pikirannya -meskipun kaki dan tangannya beku
sebelah, dengan tenang-tenang saja ia minta kepada Sin
Houw agar mengambil pelita yang menyala didinding, Dan
dengan penerangan pelita itu ia memeriksa lukanya.
Mereka yang melihat luka itu terkejut, sebab kaki kirinya
tidak hanya bengkak saja tetapipun nampak matang biru dan
bergenik, Kesannya mengerikan ( - tiba-tiba saja tatkala Sin
Houw melihat luka itu, terbanglah ingatannya kepada
mimpinya yang ajaib. ia seperti pernah melihat luka demikian
dan pernah pula mempelajari cara pengobatannya. Dan oleh
ingatan itu terus saja ia menerkam pundak Thio Hian Cong.
"Susiok! Luka dipundakmu harus kubalut dahulu!" katanya.
Segera ia merobek lengan bajunya dan menggunakannya
sebagai pembalut. Mula-mula ia membalut pundak Thio Hian Cong keras
kencang, setelah itu ia membalut paha untuk mencegah
menjalarnya racun jahat ke jantung. Apabila telah dikerjakan
dengan rapi, secara hati-hati ia mencabut senjata sumpitan
beracun yang masih menancap pada paha, Begitu tercabut,
darah hitam meleleh keluar. Melihat darah hitam itu, Thio 446 Hian Cong menundukkan kepala, ia bermaksud hendak
menghisap darah hitam itu dari lukanya. Akan tetapi mulutnya
tak sampai. Sin Houw lantas saja menggantikan, ia menghisap
berulang ulang dan memuntahkannya diatas tanah. Setelah
menyedot dan menghisap kira-kira empat puluh kali, barulah
luka itu mengalirkan darah merah. Thio Hian Cong menghela napas lega, katanya dengan
suara bersyukur: "Ternyata bukan racun yang sangat berbahaya, Sin Houw,
kau kumurlah cepat cepat!" Wanita petani milik rumah itu sejak tadi berdoa dengan
maksud menolong meringankan penderitaan Thio Hian Cong,
Mendengar perkataan Thio Hian Cong, ia girang bukan
kepalang, dan untuk menyatakan rasa syukurnya, ia berdoa
panjang pendek dengan giat sekali. Pada esok harinya pemuda tanggung itu keluar rumah,
untuk melihat keadaan gunung, Lewat tengah hari ia datang
dan melaporkan bahwa tentara penjajah tiada nampak
seorangpun lagi, Berita itu melegakan hati Sin Houw akan
tetapi melihat keadaan Thio Hian Cong yang
mengkhawatirkan, ia menjadi gelisah.
Benar bengkaknya mulai kempes tetapi suhu badannya
naik tinggi sehingga seringkali mengigau.
Dua tahun lebih Sin Houw berada disamping ide Hong
Kiauw, Banyak pula pengetahuannya tentang obat obatan.
--------------------------- Halaman 42/43 Hilang --------------------------- 447 pan. setelah semuanya beres, segera ia kembali pulang.
Nampaknya berjalan dengan sangat lancar dan sederhana
saja. Akan tetapi gerobak itu sesungguhnya sejak lama dikuntit
beberapa orang mata-mata pihak pemerintah Mongolia, Begitu
melihat Sin Houw membawa Thio Hian Cong memasuki rumah
penginapan, mata-mata itu segera lari kencang melaporkan
kepada atasan mereka. Thio Sin Houw masih mempunyai beberapa tail sisa uang
bekalnya, Dan dengan uang itu ia mencari beberapa ramuan
obat yang diperlukan. Karena selama itu ia belum pernah
memasuki kota, ia mengajak seorang pelayan sebagai
penunjuk jalan. setelah memperoleh ramuan obat-obat yang di
carinya, segera ia pulang ke rumah penginapan.
Sama sekali ia tak menyadari bahwa dua orang tentara
telah menguntitnya diam-diam. Tiba di rumah penginapan, segera ia memasak ramuan
obat-obatnya. Dalam pada itu Ihio Hian Cong masih tetap
rebah di tempat tidur dengan kepala panas bagaikan api.
Belum lagi air di-masak mendidih, delapan orang tentara tibatiba
memasuki rumah penginapan dan membawa rantai
pembelenggu, seseorang yang mengenakan pakaian sebagai
rakyat biasa, menuding kepada Sib Houw seraya berkata:
"Dialah orangnya!" Seorang tentara lantas membentak: "Hai! Kau pelarian dari atas gunung, bukan?"
Thio Sin Houw kaget tak terkira, Tak tahulah ia apa yang
harus diperbuat. Akhirnya dalam bingungnya, menjawab
sekenanya saja: 448 "Bukan ..." Pemuda tanggung itu perlu dikepung sekawanan tentara
yang berjumlah delapan orang" Dalam pada itu seorang tentara melancarkan rantai
belenggunya keleher Sin Houw, Anak itu mundur
mengelakkan diri, sama sekali ia tidak berkisar dari ambang
pintu. Niatnya sudah teguh untuk mencegah kawanan tentara
memasuki kamar. Bagaimana akibatnya nanti , tak masuk dalam pikirannya.
Tentara itu malu karena tak mampu membekuk seorang
anak tanggung, sedang dia merasa diri sudah berpengalaman
belasan tahun lamanya, Lantaran malu, ia menjadi gusar.
Tangan kirinya bergerak dan menyambar tengkuk.
"Thio Sin Houw tak gentar melihat datangnya serangan, ia
menangkis sambaran tangan yang hendak mencengkeram
tengkuknya, ia menggunakan salah satu jurus ilmu Hok-houw
ciang, Dan begitu tangannya membentur sasaran, tentara itu
mundur sempoyongan. Dia menjadi gusar setengah mati,
sambil memutar tubuh, kakinya menendang dan mulutnya
memaki: "Anak anjing!" Thio Sin Houw menang gesit, Melihat berkelebatnya kaki,
ia mengelak kesamping, Dengan kedua tangannya ia
menangkap kaki itu, terus diangkat dan didorong dengan
keras. seketika itu juga tentara tadi terlempar dan jatuh
terbanting diatas tanah. Para tamu yang berkumpul di pekarangan kagum dan
bersorak tak terasa. Terhadap rombongan tentara penjajah
mereka nampaknya tak senang, Meskipun bukan termasuk
449 para pejuang, mereka berpihak kepada Sin Houw, Mungkin
sekali lantaran melihat Sin Houw seorang pemuda tanggung,
yang sama sekali tiada bersenjata atau berteman.
Namun kedelapan tentara itu nampak beringas dan bengis.
Mereka jadi tak puas dan bersyukur tatkala melihat sin Houw
berhasil melemparkan seorang polisi sampai terbanting diatas
tanah. Ketujuh tentara lainnya heran menyaksikan ketangguhan
Sin Houw. Mereka mengira anak itu mempunyai ilmu gaib,
Segera mereka saling memberi isyarat kemudian menerjang
berbareng. Diantara mereka ada yang bersenjata pedang,
golok dan panggada kayu. Dan menyaksikan gerakan mereka,
para tamu kaget, takut dan bingung. Mereka mundur dengan
sendirinya . Meskipun Thio Sin Houw kini sudah mewarisi ilmu sakti
Hok-houw ciang dari Thio Hian Cong, akan tetapi tenaganya
masih lemah. Lagi pula ia belum berpengalaman. itulah
sebabnya, menghadapi keroyokan demikian ia menjadi
bingung, Dalam saat-saat yang berbahaya itu, sekonyongkonyong
melompatlah seorang dari kamar sebelah. orang itu
bertubuh besar dan berkulit hitam. Dengan sekali lompat, ia telah berada di depan Sin Houw
dan terus menggerakkan kaki dan tangannya. Entah
bagaimana caranya ia bergerak. Tiba-tiba saja para tentara
yang bersenjata tajam itu kena terampas senjatanya dan
dilemparkan berjungkir balik. Kemudian ia mendesak, menyerang dan menerjang ke kiri
kanan sampai ketujuh tentara itu babak belur, setelah itu ia
berteriak nyaring seperti kerbau menguak, Aneh suaranya!
"Siapa kau?" seorang tentara menegur. "Kami hendak
menangkap pemberontak , jangan ikut campur!"
450 Orang itu seperti tuli. sekali menggerakkan tangan, ia
menjambret dada tentara itu dan mengangkatnya tinggi tinggi.
Kemudian dilemparkan hingga tentara itu melayang-layang
bagaikan layangan putus, dan roboh diatas tanah tak sadarkan
diri. Menyaksikan hal itu kawan-kawannya bubar berderai dan
lari berserabutan keluar rumah penginapan.
Orang itu kemudian berpaling kepada Sin Houw, ia
membuka mulutnya dan tangannya bergerak-gerak. Tetapi
mulutnya tiada mengeluarkan suara apapun kecuali "ah-ah-uhuh".
Maka tahulah Sin Houw, bahwa orang itu bisu. Dan apa
yang dikehendaki sangat mudah di tebak.
Beberapa saat lamanya Sin Houw bingung menebaknebak.
Akan tetapi dia memang anak cerdas luar biasa,
Segera ia mengamat-amati gerakan tangan dan gerakan mulut
orang itu. selagi mengamat-amati mendadak orang itu
mengangkat tangannya keatas, lalu ditabaskan kebawah,
Kedua kakinya digerakkan dan tahu-tahu ia sudah melakukan
jurus-jurus ilmu sakti Hok-houw ciang, dari jurus pertama
sampai jurus kelima belas dan melihat Sin Houw jurus
pertama sampai jurus ke sepuluh, setelah itu ia berhenti,
sikapnya menunggu. Otak Sin Houw yang cerdas luar biasa segera dapat
mengerti kehendaknya, buru-buru ia menjawab dengan
melanjutkan jurus ke sebelas sampai jurus kelimabelas. Dan
melihat Sin Houw dapat melanjutkan jurus-jurus ilmu sakti
Hok-houw ciang, si bisu tertawa lebar sambil memanggutmanggutkan
kepalanya, sekonyong-konyong ia melompat
sambil mengulurkan tangannya, tahu-tahu Sin Houw
dipondongnya dan hendak dibawanya pergi.
Thio Sin Houw teringat gurunya yang masih rebah didalam
kamar, dengan girang ia menuding kamarnya, Si bisu rupanya
mengerti gerakan tangannya, segera ia masuk kedalam kamar
sambil menggendong Sin Houw. Terhadap Sin Houw, seolahKANG
ZUSI WEBSITE http://cerita-silat.co.cc/ *** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )***
451 olah ia menemukan mustika yang tak ternilai harganya.
Tetapi begitu melihat wajah Thio Hian Cong yang pucat
lesi bagaikan mayat , orang itu nampak kaget sekali.
Cepat-cepat ia menurunkan Sin Houw dan menghampiri
Thio Hian Cong, ia memijit-mijit menyadarkannya, kemudian
kedua tangannya digerakkan. Oleh pijitannya itu, Thio Hian Cong tersadar, Begitu melihat
siapa yang memijitnya, wajahnya bersinar terang, iapun
segera menggerakkan kedua tangannya sambil menunjuk
pahanya. Orang itu mengerti arti gerakan tangan Thio Hian Cong,
seketika itu juga ia bekerja, Dengan tangan kiri ia membimbing
Sin Houw dan dengan tangan kanannya ia memondong Thio
Hian Cong, Kemudian dengan langkah lebar ia keluar kamar
dan meninggalkan rumah penginapan, ia lari sangat pesat
begitu tiba dijalan, tak perduli berat tubuh Thio Hian Cong
yang dipondongnya. Baik pemilik rumah penginapan maupun para pelayan, tak
ada yang berani merintang, semuanya menyaksikan
kegagahannya, seorang diri saja ia sanggup mengundurkan
delapan orang tentara, malah yang seorang dibanting roboh
sampai pingsan tak sadarkan diri, Terhadap orang segagah
itu, siapakah yang berani mencoba-coba merintangi
kehendaknya " Namun pihak tentara tidak mau sudah, dua orang matamatanya
segera menguntitnya, Tentu saja mereka tak berani
berada terlalu dekat, mereka menguntit dalam jarak duapuluh
langkah, tujuan mereka hanya ingin mengetahui dimana
tempat tinggal sigagu itu. setelah mereka ketahui, mereka
akan menyulutkan tanda-tanda tertentu untuk mencari bala
bantuan. 452 Thio Hian Cong masih tak sadarkan diri, ia tak tahu bahwa
dirinya dibawa kabur oleh si bisu dari rumah penginapan. Si
bisu sebaliknya tidak mengetahui bahwa dirinya selalu di
bayangi dua orang mata-mata, tapi tidak demikian halnya Sin
Houw yang cerdik. ia melihat dua orang yang selalu
mengikutinya, diam-diam ia menarik tangan si bisu,
Dan dengan memonyongkan mulutnya ia memberi abaaba,
Si bisu lantas berpaling, dan ia melihat pula dua orang itu
yang selalu mengikutinya. Namun ia bersikap acuh tak acuh, Dengan berlagak pilon
ia lari terus dengan cepat, Sin Houw dibawanya lari kencang
melintasi tegalan-tegalan sepi - kira tiga atau ampat li lagi,
tiba-tiba si bisu meletakkan Thio Hian Cong keatas tanah.
Agaknya dia hendak beristirahat untuk menghilangkan rasa
lelahnya, Tahu-tahu dengan sekonyong-konyong ia
membalikkan tubuhnya, dan melesat kebelakang, Dalam dua
tiga gebrakan saja, ia sudah sampai ke depan mata-mata itu
yang kaget setengah mati.

Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Itulah serangan diluar dugaan. Dalam kaget dan takutnya, kedua mata-mata itu segera
memutar tubuh, Maksudnya hendak mengangkat kaki, namun
sudah terlambat. Si bisu sangat cepat gerakannya. sebelum
mereka berdua dapat menggerakkan kaki, tangan si bisu
sudah menghempaskannya, Tak ampun lagi mereka roboh
terjengkang diatas tanah. Orang bisu itu bekerja tidak kepalang tanggung. Melihat
kedua lawannya roboh, tangannya mencengkeram ke rambut
mereka. Kemudian diangkat tinggi tinggi dan dibenturkan
kesebuah batu yang berada dipinggir tegalan,
"Prak!" 453 Tak sempat lagi kedua mata-mata itu berteriak, mereka
mati dengan kepala pecah. Setelah menamatkan riwayat hidup kedua mata-mata itu, si
bisu kembali menghampiri Thio Hian Cong. Dengan ringan
sekali ia mengangkat tubuh Thio Hian Cong, dan dibawanya
berlari lagi, Larinya cepat bagaikan terbang.
Celakalah Thio Sin Houw! pemuda tanggung ini mencoba
lari sekencang-kencangnya, agar dapat menjajarinya,
usahanya sia-sia belaka, meskipun ia telah mengerahkan
seluruh kemampuannya. Makin lama ia makin tertinggal.
Akhirnya ia merasa tak sanggup lagi, dan dengan napas
tersengal-sengal ia menghentikan langkahnya.
Si bisu menoleh, ia berhenti pula sambil tersenyum.
Melihat Sin Houw kehabisan tenaga, ia menghampiri dengan
wajah ramah. Lalu menyambar tubuhnya dan digendongnya,
Dengan menggendong dua orang, ia lari kencang
lagi.Malahan kini larinya lebih kencang, dibandingkan dengan
semula, Lantara ia tidak usah menunggu-nunggu Sin Houw.
Setelah berlari-lari sekian lamanya, ia membelok ke kiri
dan lari mengarah ke sebuah gunung, ia mendaki dengan
cekatan, dan sama sekali tak mengenal lelah, Dalam sekejap
mata saja dua bukit telah dilaluinya. Tiba-tiba nampak sebuah
rumah gubuk di depan lamping gunung, Dengan langkah tetap
ia menghampiri gubuk itu. Seseorang yang berada di ambang pintu lari menyambut.
Dia seorang wanita berumur tigapuluh tahun lebih. ia
memanggut kepada si bisu, dan si bisu pun membalas
anggukannya, Nampaknya ia heran melihat si bisu membawa
bawa dua orang dalam gendongannya, segera ia mengajak
masuk. "Cie Lan! Kau sediakan tiga mangkok air teh!" seru wanita
454 itu. Dari ruangan dalam terdengar jawaban dan muncullah
seorang gadis kecil membawa nampan berisi tiga mangkok air
teh, ia nampak heran begitu melihat si bisu, kemudian ia
memandang kepada Thio Hian Cong dan mengamat-amati Sin
Houw. Kedua matanya jernih bening dan meresapkan
penglihatan. Gadis kecil inilah yang bernama Cie Lan,
umurnya kurang lebih duabelas tahun.
Setelah melirik Cie Lan, pandang mata Sin Houw beralih
kepada wanita muda itu, Dia seorang wanita yang cantik,
mukanya putih bersih dan halus. Bibirnya manis dan suaranya meresapkan pendengaran.
Meskipun pakaiannya sederhana, pribadinya berkesan agung,
Dengan ramah ia bertanya kepadanya:
"Umurmu sebaya dengan anakku, siapakah namamu"
Bagaimana kau bisa bertemu dengan dia?"
Waktu itu Sin Houw sudah diturunkan ke tanah.
Mendengar lagak lagunya, tahulah ia bahwa si bisu adalah
sahabat nyonya rumah itu, Maka dengan tulus ia menceritakan
pengalamannya. Ibunya Cie Lan kemudian memperkenalkan namanya, Cin
Bun Nio, Dan setelah memperkenalkan namanya, ia masuk ke
dalam dan keluar lagi dengan membawa dua botol ramuan
obat, Sin Houw melihat bubuk putih dan merah terbawa oleh
rasa girangnya, segera ia menyendoknva sedikit dan
diadukkan ke dalam air teh, setelah itu ia menegukkan ke
dalam mulut Thio Hian Cong. Bun Nio heran menyaksikan Sin Houw mengerti tentang
obat-obat, Katanya : "Heee, kau semuda ini sudah mengerti
tentang ilmu ketabiban?" 455 Oleh kata-kata itu, Sin Houw tersadar . wajahnya menjadi
merah, cepat-cepat ia membungkuk hormat dan meminta maaf
atas kelancangannya. sahutnya. "Maaf, bibii Maaf ... aku..."
Tetapi Bun Nio tidak merasa tersinggung, ia bahkan
tertawa manis sekali , lalu katanya:
"Bagus! Tak usah kau bersegan-segan terhadapku,
rupanya kau murid seorang tabib pandai. Kalau aku boleh
bertanya, siapakah gurumu?" "Sebenarnya aku tidak mempunyai guru, hanya secara
kebetulan saja aku mendapat kesempatan belajar mengenal
obat-obatan dipinggang gunung Ouw-tiap san."
Bun Nio mengira, Sin Houw tidak mau memperkenalkan
nama gurunya. oleh pertimbangan sopan-santun, ia tak mau
mendesak. Berkata mengalihkan pembicaraan:
"Apakah kau membutuhkan alat tertentu ?"
"Benar, Apakah bibi mempunyai pisau kecil" Aku harus
mengiris lukanya." Bun Nio segera menyediakan pisau kecil yang dimintanya.
Dengan cekatan Sin Houw mengiris luka Thio Hian Cong.
setelah itu ia memborehi dengan obat-bubuk kuning, ia
menunggu sebentar. Kemudian luka itu dicucinya kembali dan
diborehi bubuk kuning lagi. Tiga kali ia mencuci dan
memborehi luka Tliio Hian Cong. Dan menyaksikan hal itu Bun
Nio bertambah heran, makin percayalah dia bahwa Sin Houw
pastilah murid seorang tabib pandai.
Selang beberapa waktu, Thio Hian Cong membuka
mulutnya. ia memperdengarkan suara tak jelas.
456 "Anakku! Kau benar-benar seorang tabib pandai! Dia
ketolongan!" seru Bun Nio dengan suara girang.
Dengan isyarat tangan, ia memanggil si bisu, ia minta
tolong kepadanya agar membawa masuk Thio Hian Cong
masuk kedalam kamarnya. Dan tatkala si bisu membawa Thio
Hian Cong masuk ke dalam kamar, Bun Nio menutup botol
obatnya sambil berkata kepada Sin Houw:
"Mari, kuperkenalkan dengan anakku, Dia bernama Cie
Lan, mulai sekarang tinggallah kau bersama kami di sini."
Thio Sin Houw memanggut. "Meskipun kau tidak memperkenalkan nama gurumu, aku
bisa menebak delapan bagian - lantaran kau menyebutkan
bukit ouw-tiap san." kata Bun Nio. "Apakah kau kenal tabib
sakti Ouw Gie Coen?" Bun Nio tidak menunggu Sih Houw membenarkan
dugaannya, dengan tersenyum manis ia masuk kebelakang,
Dan dengan dibantu Cie Lan, ia menanak nasi dan
menyembelih ayam, sebaliknya Sin Houw lelah luar biasa.
Oleh rasa kantuknya, dengan tak dikehendaki sendiri ia
tertidur di tepi meja, kepalanya terletak diatas tangannya, yang
bersilang diatas meja. Apakah dunia hancur pada saat itu,
berada di luar ingatannya. Keesokan harinya baru saja matahari muncul diudara, Cie
Lan sudah menarik tangan Sin Houw, Kata gadis cilik itu:
"Mari, cuci muka!" Sin Houw tersentak dari tidurnya, ia mengucak-ucak
matanya. Tiba-tiba teringatlah dia kepada Thio Hian Cong,
serentak ia menyahut: 457 "Aku hendak melihat paman dahulu. Bagaimana lukanya
..!" "Nie susiok telah membawanya pergi sejak fajar hari tadi."
kata Cie Lan. Thio Sin Houw terkejut mendengar perkataan Cie Lan,
tukasnya: "Nie susiok" siapakah Nie susiok itu?"
"Nie susiok ... si bisu." jawab Cie Lan dengan tertawa.
Hati Sin Houw tercekat. menegas dengan wajah berubah:
"Dibawa ke manakah Thio susiok?" Cie Lan hendak
menjawab, Tetapi pada saat itu, Sin Houw tiba-tiba melompat
dari kursi dan lari memasuki kamar, Benar-benar kosong.
Tiada Thio Hian Cong maupun si bisu. Hati Sin Houw terpukul,
terus saja ia roboh terkulai tak berdaya.
"lbu! Ibu!" teriak Cie Lan memanggil ibunya.
Cin Bun Nio datang dengan cepat. Melihat sin Houw roboh
terkulai, ia berkata membesarkan hati Cie Lan:
"Tak apa. Kecuali terkejut, semalam perutnya belum
kemasukan sebutir nasipun, sebentar lagi ia akan siuman
kembali." Setelah berkata demikian, ia mendekati Sin Houw dan
memijit-mijit pundaknya. Bisiknya: "Anakku, pamanmu terluka parah, ia perlu mendapat
pertolongan seorang tabib pandai. Kau mengenal obat-obatan,
pasti kau juga mengerti bahwa obat bubuk kuning semalam
hanya merupakan obat darurat saja. Bukankah begitu?"
458 Thio sin Houw manggut lalu berkata :
"Benar, dan aku hanya memberikan pertolongan pertama.
ia terkena racun senjata rahasia yang sangat dahsyat, kalau
tidak cepat-cepat ditolong secara sempurna, sebelah kakinya
bisa lumpuh selama-lamanya." "Sin Houw dari mana kau memperoleh pengetahuan
tentang ilmu tabib begini sempurna?" tanya Bun Nio kagum.
Thio Sin Houw terhibur hatinya -karena mendengar
perkataan Bun Nio dan ia segera memberikan jawaban:
"Secara kebenaran saja aku berada dirumah salah
seorang murid terpandai dari tabib sakti Ouw Gie Coen."
"Ohl" seru Bun Nio kagum, "Pantas saja kau mahir sekali
dalam ilmu ketabiban, Kalau tahu begini, aku tidak akan
mengijinkan Nie Un siang membawanya pergi."
Thio Sin Houw menarik napas. "Sebenarnya Thio susiok dibawah kemana?" tanyanya.
"Nie siang membawanya menghadap seseorang yang
berilmu sakti. pada jaman ini kukira hanya dia seorang yang
dapat menyembuhkan Thio susiokmu, tapi tunggu saja disini,
apabila sudah sembuh Thio susiokmu itu pasti akan datang
kemari menjengukmu." Sin Houw menyadari apabila Thio susioknya memperoleh
pertolongan seorang tabib pandai, pastilah lukanya akan dapat
disembuhkan. Hanya saja lantaran kata-kata Cin Bun Nio
bersikap menghibur, hatinya menjadi sedih. Beberapa saat
lamanya ia termenung dan Bun Nio membujuknya lagi:
"Sin Houw, Thio susiokmu pasti akan sembuh. sekarang
459 pergilah kau mencuci muka, setelah itu kita makan bersama.
meskipun aku tidak pandai memasak, tetapi daging ayam itu
sendiri pasti akan menawan seleramu!"
Sin Houw sadar akan maksud baik wanita setengah baya
itu, walaupun ia masih merasa letih, namun ia mencoba
menguasai diri, Kemudian mencuci mukanya disebuah
pancuran yang berada di belakang rumah, setelah itu ia duduk
bersama ibu dan anak yang ditumpanginya itu.
Ternyata Cin Bun Nio pandai mengambil hati, suaranya
sendiri sudah meresapkan pendengaran. Apalagi dia
bermaksud membujuk dan membesarkan hati. Thio Sin Houw
lantas saja menyerah kalah. Dengan kemauannya sendiri ia
menceritakan tentang riwayat hidupnya, dan mendengar kisah
anak itu, Bun Nio menghela napas berulangkali. Katanya
dengan hati pilu: "Kalau begitu, tinggallah engkau bersama kami, disini,
jangan kau mencemaskan apa-apa lagi, kau tunggu saja Thio
susiokmu di sini. Apabila sudah sembuh, pasti ia akan
menjengukmu" Sin Houw manggut. sejak bayi ia hidup menderita sekali,
dibawa orang tuanya merantau dari satu tempat ke tempat
lainnya untuk menghindar dari pihak lawan yang datang tak
hentinya, setelah berumur delapan tahun, dengan cara yang
menyedihkan sekali kedua orang tuanya meninggal didepan
matanya. Sekarang, ia bertemu dengan Bun Nio yang halus
budi dan manis sekali perlakuannya. sudah tentu ia seperti
memperoleh seorang ibu sejati, Disamping itu, Bun Nio masih
mempunyai seorang puteri yang manis pula, Cie Lan, Gadis itu
cantik dan selalu bersedia menjadi kawannya. Maka tak
mengherankan, baru beberapa hari saja Thio Sin Houw
merasa betah tinggal dirumahnya Bun Nio.
Pada suatu hari Cin Bun Nio minta kepada Sin Houw untuk
memperlihatkan ilmu silatnya ajaran Thio Sin Houw di
460 hadapannya. Dengan cerman Sin Houw melakukan jurus-jurus
ilmu Hok-houw ciang hoat, menyaksikan cara Sin Houw
mengalah jurus-jurus Hok-houw ciang, Bun Nio memuji tiada
hentinya. Maka ia menjadi insyaf, bahwa hal itu telah terjadi berkat
kecermatan dan ketelitian Thio Hian Cong tatkala memberi
pelajaran. Setelah sepuluh hari berada di rumah itu, Bun Nio
menganjurkan kepada Sin Houw agar berlatih dengan
sungguh-sungguh pada setiap hari. Namun ia tak pernah
membenarkan atau menyalahkan. Dengan seksama ia menilik
dan mengikuti gerak-gerik sin Houw dalam mengolah liku-iiku
intisari ilmu Hok-houw ciang, tetapi sepatah katapun tak
pernah terbersit dari mulutnya yang menyinggung tentang
latihan itu, Malahan beberapa hari kemudian, jarang sekali ia
hadir. sebaliknya Cie Lan mengganti kedudukannya
menemani Sin Houw, tetapi tiba-tiba pada hari kedua belas,
Cie Lan dipanggil ibunya, selagi seperti biasanya menemani
Sin Houw berlatih sampai rampung. Thio sin Houw tak pernah menduga jelek. pastilah ada
alasannya mengapa Cie Lan dipanggil ibunya, dan tidak di
perkenalkan lagi hadir tatkala dia sedang berlatih. Mungkin
sekali hal itu merupakan pantangan besar bagi seseorang
yang melihat orang lain berlatih diri, pada suatu hari Bun Nio
datang kepadanya dan berkata: "Sin Houw, aku hendak pergi sebentar, kau temanilah
adikmu Cie Lan. Tetapi jangan kau ajak dia keluar rumah,


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena disekitar rumah ini banyak binatang buas."
Bun Nio tidak memberi keterangan kemana dia hendak
pergi. Tetapi sebenarnya dia hendak ke kota untuk membeli
dua perangkat pakaian untuk Sin Houw, lantaran pakaian yang
dikenakan sudah usang. 461 Thio Sin Houw patuh kepada pesan Bun Nio, ia menjaga
Cie Lan seperti seseorang menjaga adik kandungnya sendiri.
Cie Lan sendiri bersikap manja terhadap sin Houw, ia berlarilarian
kesana dan kemari mengajak bermain. "Tiba-tiba gadis
itu berkata: "Sin Houw koko, marilah kita bermain masak-masakan.
Biarlah aku , membeli seekor ayam, kau yang menyembelih
nanti!" Tanpa menunggu persetujuan Sin Houw gadis itu lari
keluar rumah. "Kau hendak mencari ayam dimana?" tanya sin Houw.
"Di pekarangan depan. Disana banyak ubi hutan!" sahut
Cie Lan. Maka tahulah Sin Houw, bahwa ubi hutan itu diumpamakan
sebagai ayam lantas pergi kedapur mencari sebilah pisau.
Bukankah ia telah dianggap jadi tukang sembelih ayam. Tetapi
setelah menunggu sekian lamanya, Cie Lan tidak muncul
kembali. ia jadi tidak sabaran memanggil:
"Cie Lan! Cie Lan!" Tetapi panggilannya tiada jawaban - jantungnya jadi
bertebaran. Teringat dia akan pesan Bun Nio, bahwa di sekitar
rumah itu banyak berkeliaran binatang buas, dengan pisau
ditangan ia lari keluar rumah. Begitu berada di pekarangan, ia
menjadi kaget bukan main. Seorang laki-laki bertubuh tinggi-besar nampak sedang
mengempit Cie Lan dan sedang memutar tubuh hendak pergi.
Keruan saja ia berteriak kalap. "Heii Kau hendak membawanya ke mana?"
462 Orang itu tidak menghiraukan. Dia melompat keluar
halaman. Pada saat itu Thio Sin Houw ikut melesat pula, Anak
itu tidak hanya mengejar, tetapi menyerang pula dengan
pisaunya. Keruan saja penculik itu menjadi kaget. sama sekali
ia tak mengira bahwa anak itu bisa menikam, untung Sin Houw
tidak bermaksud mengarah jiwanya, ia hanya menikam bagian
kaki, justru demikian penculik itu mendongkol dan gusar
karena kesakitan! "Kurang ajar!" dia memaki dan menurunkan Cie Lan, Lalu
berbalik sambil menghunus goloknya, dan terus menyerang.
Thio Sin Houw tidak takut, dia menangkis dengan tangan
kosong. Tentu saja yang dipukul balik adalah lengan si
penculik, itulah salah satu jurus ilmu sakti Hok-houw ciang
warisan gurunya, sekali ia menangkis, tangan kanannya ikut
segera menyerang. Heran orang itu, Terpaksa ia harus melayani dan terjadilah
suatu perkelahian yang ganjil, seorang terasa bertubuh besar
bersenjata golok, bertempur melawan seorang anak belasan
tahun bersenjata pisau dapur. Dalam hal tenaga, tentu saja orang itu menang dua kali
lipat, goloknya menerbitkan kesiur angin menderu-deru.
Namun dalam hal kegesitan, Thio Sin Houw jauh lebih
menang. ia menghindarkan bentrokan senjata dengan
mengelakkan diri dan disaat-saat tertentu menikam atau
menusuk secara tiba-tiba. Setelah belasan jurus, orang itu jadi sibuk sendiri. ia heran
dan penasaran, mengapa ia tak sanggup mengalahkan
seorang pemuda tanggung yang hanya bersenjata pisau dapur
saja" Karena itu ia berkelahi semakin sengit tak ubah sedang
berhadapan dengan seorang musuh tangguh. Goloknya kini
terus membabat mengarah kaki. 463 Bagus sasarannya, tetapi sulit untuk dilakukan - hal itu
disebabkan lantaran lawannya lebih pendek dari dirinya
sendiri. untuk dapat menyerang kaki, terpaksalah ia
bergulingan ditanah. Kemudian berjongkok atau membungkuk.
Cara berkelahi demikian sebenarnya menghabiskan
tenaga, tetapi Sin Houw belum berpengalaman. ia menjadi
sibuk juga, terpaksa main mundur untuk menghindari
ancaman golok lawan. Cie Lan yang telah bebas, tidak hanya menonton saja, Dia
lari ke dalam rumah dan kembali dengan membawa pedang
panjang, Dengan senjata itu ia menyerang si penculik dari
belakang. Ternyata ia pandai bersilat dengan pe-dang,
walaupun belum mahir. "Hai, setan! Kau perempuan cilik ikut-ikut campur juga"
Apakah kau mau mampus?" bentak penculik itu. Cepat-cepat
ia membalikkan tubuh dan mengayunkan goloknya, namun ia
tidak menggunakan tenaga sepenuhnya lantaran tidak
menghendaki jiwa Cie Lan, ia hanya menangkis agar
pedangnya Cie Lan terlepas dari tangannya.
Akan tetapi Cie Lan seorang gadis cerdik, Gerakannya
gesit pula, Dia mengelak tangkisan itu sambil melompat
kebelakang, lalu maju kesamping dan dengan cepat balas
menikam! Lega hati Thio Sin Houw yang menyaksikan Cie Lan bisa
menikamkan pedangnya. Tadinya ia khawatir melihat majunya
gadis cilik itu, setelah melihat serangannya beberapa kali, ia
menjadi girang, Terus saja ia membarengi dengan tikaman
berantai jurus delapan belas dari ilmu sakti Hok-houw ciang.
Diserang secara berbareng, si penculik menjadi kalangkabut,
untuk membela diri terpaksa ia bergerak dengan gesit
sekali. 464 Sin Houw berbesar hati, oleh karenanya serangannya
semakin gencar dan hal ini membuat hati si penculik bersyukur
Karena meskipun mereka berdua pandai berkelahi, namun
baik tenaga maupun keuletannya masih kurang jauh.
Maka dengan sabar ia hanya membela diri saja, dengan
mengelakkan berbagai serangan. Dan dugaannya ternyata
benar, beberapa waktu kemudian kegarangan Sin Houw
berdua Cie Lan menjadi semakin surut. Kini mereka berdualah
yang bergilir menghadapi serangan balasan.
Tatkala Cie Lan menikam, penculik itu menangkis dengan
tenaga penuh. Demikian hebat tenaganya, sehingga Cie Lan
tak dapat mempertahankan diri, pedangnya lantas terpental
diudara dan jatuh berkelontangan ditanah.
Melihat Cie Lan terancam bahaya, Sin Houw menerjang
dan menikam, buru-buru penculik itu menangkis dan
menendang Cie Lan dengan sebelah kakinya. Kena
tendangan itu, Cie Lan menjadi terguling-guling.
Sin Houw kaget dan cemas. . Lupa akan penjagaan diri, ia
melompat menikam dengan sembarangan saja, Tentu saja hal
itu membuat girang si penculik, ia mengelak lalu merangsak
dengan goloknya. Dan menghadapi rangsakan, Sin Houw
cepat-cepat mengangkat pisau dapurnya untuk menangkis,
inilah bentrokkan yang tak dapat dihindarkan lagi, pisau
dapurnya lantas saja terlepas dari tangan dan menancap di
tanah selagi terkejut, pergelangan tangannya kena cengkeram
pula dan diputar" Sin Houw kesakitan, Namun dalam kesakitan ia tidak
menjadi gugup. tangan kirinya segera menyelonong masuk
menghantam tulang rusuk, Penculik itu kaget bukan kepalang.
Dalam kagetnya ia melepaskan cengkeramannya dan
melompat mundur. Begitu berdiri tegak kembali ditanah,
segera ia melesat menyambar Cie Lan dan dikempitnya.
465 Kemudian ia memanjangkan langkah. Walaupun sedang kesakitan, begitu melihat Cie Lan kena
dibawa lari, Sin Houw menjadi kalap. Segera ia memungut
pisau dapurnya lagi yang tertancap di tanah, kemudian lari
mengejar sambil berteriak: "Hai, jangan lari!" "Akh, setan cilik! Apakah kau tak sayang jiwamu?" si
penculik memaki. Dengan tangan kiri mengempit Cie Lan, tangan kanannya
menggerakkan goloknya sambil membalikkan tubuhnya, ia
harus melayani Sin Houw yang sudah dapat mengejarnya,
setelah bertempur lima enam jurus, Sin Houw kena dibacok
bagian pundaknya. "Bagaimana" Apakah kau masih membandel?" bentak
penculik itu. Thio Sin Houw benar-benar tak mengenal takut. Bajunya
robek dan pundaknya mengalirkan darah. Namun ia menjawab
dengan garang: "Lepaskan Cie Lan! Dan aku tidak akan mengejarmu lagi!"
Tentu saja penculik itu tidak menghiraukan ocehannya, ia
memutar tubuh dan memanjangkan langkahnya. Dan Sin
Houw tetap mengejarnya sambil terus berteriak-teriak,
Akhirnya penculik itu menjadi habis sabar, dan timbullah
pikirannya: "Jika aku tidak membunuhnya, aku akan diganggunya
terus-menerus," Memperoleh pikiran demikian, ia berhenti dan
memutar tubuhnya, dengan goloknya ia menyongsong
serangan Sin Houw, ia kini tidak mau berkelahi setengah hati -
baru beberapa gebrakan saja lagi lagi pisaunya Sin Houw
466 kena dipentalkan jatuh ditanah. Terus saja ia menendang -sehingga Sin Houw menjadi
terguling. Setelah itu ia mengayunkan goloknya hendak
menghabiskan jiwanya, Cie Lan yang berada dalam kempitannya, melihat
ancaman bahaya itu. Dengan mati-matian ia menggelendoti
lengan penculik itu dan menggigitnya. Karena gigitannya,
penculik itu kesakitan sehingga berteriak. Dan bacokkannya
menjadi gagal pula. Dan inilah kesempatan yang bagus bagi Sin Houw. Anak
itu segera membuang diri dengan bergulingan di tanah, lalu
kembali merangkak-rangkak memungut pisaunya. Tentu saja
penculik itu mendongkol bukan main, Dengan penuh dengki ia
menjewer telinga Cie Lan, lalu kehilangan serangannya yang
tadi kena digagalkan. Karena sudah berpengalaman, dengan
mudah saja ia dapat melukai Sin Houw.
Kali ini jidat anak itu yang termakan golok, sehingga
mengalirkan darah. Menimbang bahwa karena luka itu Sin
Houw tidak akan dapat berdaya banyak lagi, penculik itu
segera memutar tubuh hendak kabur secepat-cepatnya.
Akan tetapi Sin Houw benar-benar berani dan bandel, ia
melompat dan menubruk kaki si penculik yang terus
dipeluknya erat-erat. Karena kehilangan pisau dapurnya, ia
kini menggunakan ketajaman giginya. Meniru Cie Lan, ia
menggigit kaki penculik itu sekuat tenaganya.
Penculik itu berkaing-kaing kesakitan sambil memaki-maki
kalang kabut. Dengan geram ia mengangkat sebelah ka kinya dan
diinjakkan ke kepala Sin Houw, Kemudian menendangnya
dengan sekuat tenaga, Dan kena tendangan itu Sin Houw
467 terpental menggabruk tanah. Penculik itu sudah terlanjur membencinya, terus saja ia
mengejar. Dengan golok ditangan ia bermaksud
membunuhnya. Untunglah pada detik-detik yang sangat berbahaya bagi
Thio Sin Houw terdengarlah suara kesiur angin. Dan tahu-tahu
kepala penculik itu terbentur sebuah benda yang membeletuk.
Penculik itu terkejut, ia menoleh dan melihat Cin Bun Nio
sedang mengayunkan senjata bidiknya yang kedua. Ternyata,
senjata bidik itu adalah sebutir telur. Pantaslah begitu
membentur kepalanya menerbitkan suara membeletuk -ia
menjadi kuncup hatinya, terus saja meninggalkan Sin Houw
dan kabur secepatnya dengan masih mengempit Cie Lan.
Tentu saja Bun Nio tidak membiarkan penculik itu kabur
dengan membawa puterinya. ia melepaskan sambaran
telurnya yang ketiga. Kali ini tepat mengenai mata kiri.
Penculik itu menjadi gelagapan, Meskipun hanya sebutir telur,
akan tetapi timpukan itu cukup keras, sehingga matanya
berkunang-kunang, ia jadi gusar, terus saja ia melepaskan Cie
Lan, Tangan kirinya mengucak matanya yang terkena
pecahan telur, ia maju menyerang dengan golok ditangan
kanan. Cin Bun Nio tak bersenjata, ia melayani serangan si
penculik dengan kelincahan tubuhnya. Dalam pada itu Sin
Houw sudah merayap bangun. segera ia memungut pisau
dapurnya kembali. Tanpa memperdulikan luka-lukanya, ia
maju menyerang membantu Bun Nio. Semangat tempurnya
makin lama makin menyala, dan tidak takut segala akibatnya.
Cie Lan juga tidak tinggal diam. Teringat akan pedangnya yang tertinggal dipekarangan
rumah tatkala kena gempur penculik itu, segera ia lari
mencarinya dan datang kembali dengan membawa pedang
468 itu. Karena didesak Sin Houw, penculik itu tak dapat lagi
memusatkan serangannya kepada Bun Nio seperti semula,
Bun Nio jadi memperoleh kesempatan untuk menerima
pedang Cie Lan. Dengan pedang ditangan, ia tak ubah seekor
harimau tumbuh sayap. Namun ia seorang wanita penyabar,
tak mau segera turun ke gelanggang menggunakan
pedangnya, ia menjumput tiga buah batu dan ditimpukkan,
membuat si penculik jadi kerepotan setengah mati, Hampir
saja ia ke na tikam pisau dapur Sin Houw.
Selagi penculik itu terpaksa mundur, Bun Nio berkata
dengan suara sabar: "Ouw Lo Sam! selagi aku tiada di rumah, mengapa kau
hendak menculik anakku" Apakah itu perbuatan seorang lakilaki?"
Bun Nio tidak memberi kesempatan Ouw Lo Sam
menjawab tegurannya, dengan pedang ditangan ia
menyerang, Dan Ouw Lo Sam menjadi sibuk tak keruan. cepat
cepat ia menendang Sin Houw, Bocah itu roboh terguling,
kemudian ia melayani serangan Bun Nio dengan sungguhsungguh.
Bun Nio nampaknya sedang gusar, ia berkelahi dengan
hebat. setelah melakukan serangan beberapa kali, berhasil dia
melukai pundak Ouw Lo Sam. Ouw Lo Sam jadi berteriak
kesakitan, dan karena kesakitannya itu maka gerakannya jadi
lambat.

Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bun Nio tidak sia-siakan kesempatan sebagus itu, terus
saja ia mendesak dan menghantam golok Ouw Lo Sam. Kena
hantamannya, golok itu terlepas dari tangannya, dan buruburu
ia melompat sambil berseru: "Aku berbuat demikian, semata mata melakukan perintah
469 suamimu. Kau hendak membunuhku, nah bunuhlah! Tetapi
aku akan mati penasaran. Apabila aku menjadi setan, akan
tetap mencarimu dimana saja kau berada!"
Sepasang alis Bun Nio berdiri tegak. Dengan wajah merah
karena marah, pedangnya menikam. Ouw Lo Sam agaknya
sudah menduga demikian. Cepat-cepat ia menjejakkan
kakinya dan melesat mundur, kemudian lari tungganglanggang
menuruni gunung. Bun Nio tidak mengejarnya. Dengan menyarungkan
pedangnya ia berbalik dan mendekati Cie Lan berdua Sin
Houw. ia bersyukur karena Cie Lan sama sekali tidak terluka,
tetapi Sin Houw mandi darah, cepat-cepat ia membimbingnya
pulang. Dengan tangannya sendiri ia membersihkan luka-lukanya,
dan mengobati dengan bubuk kuning semalam. Anak itu
ternyata mendapat dua luka, syukur lukanya tidak berbahaya.
Benar ia mengeluarkan banyak darah, tetapi tidak sampai
membahayakan jiwanya. "Kau rebah saja di pembaringan" kata Bun Nio dengan
suara terharu. Cie Lan segera menceritakan pengalamannya. Dan
mendengar tutur kata puterinya, hati Bun Nio kian terharu.
pikirnya didalam hati: "Sama sekali tak kusangka bahwa dia berhati mulia. Dia
masih begini muda, akan tetapi gagah sekali. Kalau begitu aku
harus menolongnya, agar mendapat seorang guru yang tepat
untuk menjangkau masa depannya."
Oleh pikirannya itu, ia berkata kepada Sin Houw:
"Sin Houw, kau tidur saja baik-baik, sebentar malam kita
470 berangkat." Baik Cie Lan maupun Sin Houw heran mendengar
perkataan Bun Nio. sebenarnya mereka hendak minta
keterangan, akan tetapi Bun Nio telah masuk kembali
berkemas-kemas. ia mempersiapkan dua bungkusan, dan
menunggu datangnya petang hari. setelah makan petang,
bertiga mereka duduk menghadapi lilin, pintu tidak dikuncinya.
Bun Nio nampaknya seorang wanita gagah yang tidak gentar
menghadapi ancaman bahaya apapun. Kira-kira menjelang malam hari tiba-tiba terdengarlah
langkah kaki memasuki pekarangan rumah. Temyata dia
adalah Nie Un siang, si bisu yang baik hati, ia nampak angker
berwibawa dan langkah kakinya ringan sekali. jelaslah bahwa
ia memiliki ilmu kepandaian tinggi.
Bun Nio menyambut kedatangannya dengan berdiri dari
tempat duduknya, ia bicara dengan Un siang dengan
menggerakkan kedua tangannya. Un siang rupanya mengerti
akan isyarat tangan Bun Nio, dia manggutkan kepalanya.
"Ke mana kau bawa Thio susiok?" tanya Sin Houw minta
keterangan. "Apakah dia tertolong?"
Bun Nio segera menterjemahkan pertanyaan Sin How.
setelah memperoleh jawaban Bun Nio ewakili Un siang -
katanya. "Dia dalam keadaan baik. jangan kau mengkhawatirkan.
sekarang perkenalkan aku bicara denganmu."
Bun Nio mengajak Sin Houw masuk ke dalam kamar. Dia
duduk diatas ranjang, sedangkan Sin Houw berdiri
didepannya. "Sin Houw, duduklah disampingku." kata Bun Nio sambil
menarik tangan Sin Houw. "Begitu aku melihat dirimu, entah
471 apa sebabnya hatiku berkenan sekali. itulah sebabnya kau
kupandang tak ubah anak kandungku sendiri. Tadi kau telah
berkorban demi Cie Lan, itulah budimu yang pertama kali yang
tak akan kulupakan selama hidup. Malam ini kami hendak
pergi ke suatu tempat yang jauh sekali, karena itu pergilah kau
bersama Nie susiokmu." "Oh, jadi subo tidak mengajak aku bersama?" Sin Houw
heran. "Kukira subo tadi bermaksud mengajak aku pergi."
Bun Nio menarik napas panjang. "Sebenarnya tak sampai hatiku untuk berpisah denganmu,"
sahutnya. "Tetapi aku ingin Un siang membawamu kepada
seseorang. Dialah guru dari Thio susiokmu. Baru beberapa
bulan saja ia belajar ilmu kepadanya, ternyata dia sudah
memiliki ilmu kepandaian sangat tinggi, orang itu mempunyai
ilmu kepandaian yang tiada bandingnya didunia ini, dan aku
menghendaki kau berguru kepadanya."
Mendengar perkataan Bun Nio, Sin Houw terdiam. Hanya
hatinya tergerak. Tatkala hendak membuka mulutnya, Bun Nio meneruskan:
"Seumur hidupnya orang itu hanya mempunyai dua orang
murid saja, Hal itu terjadi pada belasan tahun yang lampau.
walaupun demikian, sampai kini dia belum mau menerima
seorang murid lagi, Kau seorang yang berbakat, hatimu mulia
pula, Aku percaya, dia pasti akan menerimamu sebagai
muridnya. Un siang itu hanya pelayannya. itulah sebabnya,
dengan perantaraannya aku me-ngirimkan kau kepadanya.
Kau pergilah dengannya. seumpama orang itu tidak sudi
menerimamu sebagai muridnya, Un siang akan membawamu
kembali kepadaku. Sampai disitu Sin Houw telah mengambil keputusan, dia
472 memanggut. "Bagus!" seru Bun Nio gembira. "sebelum bertemu dengan
orang itu, baiklah kuberitahukan tentang tabiatnya, ia seorang
aneh, seumpama engkau tidak patuh kepadanya, segera ia
membencimu sampai tujuh turunan, sebaliknya andaikata kau
terlalu menurut, diapun mencelamu habis-habisan. Dan
pastilah kau akan dikatakan sebagai seorang anak yang sama
sekali tak mempunyai semangat hidup. Maka segala-galanya
kini tinggal terserah kepada nasibmu belaka."
Bun Nio kemudian melepaskan sebuah gelangnya, dan
dikenakan pada pergelangan tangan Sin Houw, ia memijitnya
sedikit, sehingga gelang itu tidak akan lepas lagi dari
pergelangan tangan anak itu. "Dikemudian hari apabila kau sudah selesai belajar, kau
akan menjadi seorang pemuda yang tinggi besar." kata Bun
Nio dengan tersenyum "janganlah kau melupakan aku dan
adikmu, Cie Lan." "Akh, subo." sahut Sin Houw sungguh-sungguh.
"Andaikata aku diterima sebagai muridnya, aku mohon dengan
sangat, pada waktu senggang hendak lah subo mengajak Lannoay
datang menjengukku. Sepasang mata Bun Nio mengalirkan air mata, hatinya
terharu. jawabnya: "Baik, aku akan selalu teringat kepadamu."
Bun Nio kemudian menulis sepucuk surat yang kemudian
diserahkan kepada Un Siauw, setelah perbekalan selesai
disiapkan, segera ia berkata memutuskan.
"Marilah kita sekarang berangkat."
473 Berempat mereka keluar rumah, sesampainya diluar
halaman mereka berpisah dalam dua jurusan, masing-masing
dengan tujuannya sendiri. Cie Lan bersama ibunya mengarah
ke timur, sedangkan Un siauw mengajak Sin Houw mengarah
ke barat. Berat rasa hati Sin Houw berpisah dengan Cie Lan. inilah
perpisahan yang memilukan untuk yang keenam kalinya. Yang
pertama tatkala ia berpisah dengan kakek gurunya, yang ke
dua dengan siang Gie Coen, yang ketiga dengan ke-empat
gurunya. Yang ke empat dengan Hong Kiauw, Yang kelima dengan
Thio Hian Cong dan yang ke-enam dengan Bun Nio berdua
Cie Lan. Un siang tahu bahwa Sin Houw mengeluarkan darah
banyak ketika menderita luka, karena itu ia memondongnya
dan dibawanya lari cepat tanpa perduli jalan pegunungan
sempit dan licin. Kakinya melesat dengan gesit sekali dan ia
melakukan perjalanan pada waktu siang maupun malam. Ia
baru berhenti beristirahat pada larut malam -tetapi bukannya
berhenti ditempat penginapan atau dirumah seseorang,
melainkan ditengah-tengah tegalan atau dalam goa.
Kalau ia memasuki pedusunan atau kota semata-mata
hanya untuk membelikan barang makanan bagi Sin Houw, Dia
sendiri hanya mengisi perutnya sekenanya saja.
Seringkali Thio Sin Houw minta keterangan tentang dusundusun
yang di laluinya atau ke mana arah tujuannya, tetapi Un
siang hanya menjawab dengan menudingkan tangannya
kearah depan. Setelah tiga hari melakukan perjalanan maka jalan yang di
tempuhnya makih lama makin menjadi sulit. Pada waktu itu
sampailah dia disebuah pinggang gunung terjal. jalanan
hampir boleh dikatakan tiada. untuk maju terus, Un siang
474 menggunakan kedua tangannya merayap atau merangkaki
tebing. Kadang-kadang ia merambat lewat akar-akar pepohonan.
pada waktu itu Sin Houw dapat menggunakan kesempatan
untuk melongok kebawah, Hatinya ngeri luar biasa, karena
dibawah kakinya adalah jurang yang dalamnya entah berapa
ratus meter, Tak terasa ia memeluk leher Un siauw erat-erat
karena takut terlepas. Dalam hatinya ia berdoa panjang dan pendek. Betapa
Tidak" sekali terperosok mereka berdua bakal jatuh di dalam
jurang yang sangat dalam, dan tamatlah riwayat hidupnya!
***** HAMPIR seharian lamanya Un siang memanjat dan
merangkaki tebing tebing terjal, dan menjelang petang hari
sampailah mereka disebuah puncak gunung yang tinggi. Sin
Houw diturunkan di atas batu, waktu itu luka-lukanya sudah
menjadi kering, hanya diatas alisnya masih tertinggal luka
kecil. Karena itu gerakan kaki dan lengannya tak terhalang
lagi, Begitu berdiri di atas batu, segera ia melayangkan
penglihatannya. Didepannya tergelar sebidang tanah lebar dengan dipagari
hutan hutan cemara yang tinggi-tinggi, Kesannya sangat indah
dan menyenangkan. Setelah beristirahat sejenak, Un siang memondongnya
lagi, Kemudian melanjutkan perjalanan. Hanya sekali ini ia
tidak berlari-lari lagi seperti semula. setelah melewati enam
rumah batu, ia tersenyum gembira. Kesannya seperti seorang
perantau yang melihat kampung halamannya kembali.
Di depan sebuah rumah batu, Un siang membimbing Sin
Houw masuk ke dalam pekarangannya. Lantai rumah batu itu
kotor dan banyak kayu-kayu yang malang melintang, itulah
475 suatu tanda bahwa rumah itu lama tiada penghuninya.
Segera Un siang menyapunya, sekarang rumah batu itu
nampak rapi dan menyenangkan. Terus saja sia menyalakan
api dan memasak air serta nasi. Puncak gunung itu tinggi. perjalanannya sangat sukar pula.
Entah bagaimana caranya Un Siang dapat menyediakan beras
dan lauk-pauk yang dibutuhkan, Sin Houw cerdas, tetapi tak
mampu menjawab pertanyaan itu. Tiga hari tiga malam lamanya Sin Houw berada dalam
rumah batu itu dengan Un siang. Bagi Sin Houw hal itu
merupakan suatu siksaan sendiri karena Un siang tak dapat
diajak berbicara, Setelah menjelang hari keempat ia jadi
gelisah. Dengan gerakan tangannya, ia mencoba berbicara dengan
Un siang. ia mencoba minta keterangan kepadanya kapan
kiranya datang sang guru yang di janjikan.
Un siang agaknya mengerti pertanyaan Sin Houw, Dia
menunjuk ke bawah gunung. Mengira bahwa guru yang
dijanjikan itu berada dibawah gunung, Sin Houw segera
mengajak: "Mari kita turun saja!" Akan tetapi Un siang menggelengkan kepalanya, maka
terpaksalah Sin Houw berdiam saja, Hatinya sangat masgul,
hal itu disebabkan karena ia merasa kesepian. Kalau saja dia
bisa mengajak Un siang bicara, hatinya agak terhibur
meskipun berada ditempat yang sunyi.
Pada suatu malam ia menjadi terkejut ketika tersadar dari
tidurnya. 476 Didepan matanya berkelebat cahaya terang, segera ia
menggeliat dan duduk di tepi pembaringan. Di depannya
berdiri seorang tua membawa lilin menyala, orang tua itu
berseri-seri wajahnya, tanda hatinya girang.
Dasar otaknya cerdas, Sin Houw cepat-cepat turun dari
pembaringan. lantas saja bersimpuh dihadapannya sambil
berkata: "Suhu! Akhirnya suhu datang juga."
Orang tua itu tertawa terbahak-bahak, sahutnya:
"Eh, siapa yang mengijinkan kau memanggilku sebagai
suhu" Bagaimana kau bisa yakin bahwa aku akan
menerimamu sebagai murid?" Sin Houw girang bukan kepalang. oleh perkataan orang tua
itu, jelaslah sudah bahwa dia bakal diterima sebagai murid,
segera ia menjawab: "Subo yang mengajari aku."
"Hm!" orang tua itu mengeluh. "Artinya dia menambahi
kesulitan lagi kepadaku." setelah menggerutu demikian, tibatiba
ia tersenyum. Katanya: "Baiklah, mengingat mendiang ayahmu, aku bersedia
menerimamu sebagai murid." Bukan kepalang girang Sin Houw, Terus saja ia bersembah
beberapa kali, tetapi orang tua itu mencegahnya. Katanya:
"Cukupl cukup! sampai besok saja."
Pada keesokan harinya, sebelum terang tanah Sin Houw
sudah bangun dari tidurnya. segera ia mencari Un siang. Dan
melihat kedatangannya, Un siang girang bukan kepalang.
477 untuk menyatakan kegirangannya yang meluap-luap, ia


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengangkat tubuh Sin Houw dan dilemparkan tinggi-tinggi di
udara dan menanggapi dengan tangannya.
Empat lima kali ia berbuat demikian, sehingga Sin Houw
terapung-apung di udara. Sin Houw tahu bahwa Un siang ikut
bergirang hati, karena dirinya diterima menjadi murid. Lantas
saja ia tertawa. Guru besar itu segera keluar dari kamarnya, begitu
mendengar suara tertawa riuh. menyaksikan perbuatan si
bisu, ia menghampiri. Berkata kepada Sin Houw:
"Bagus! Kau masih begini muda, tetapi kau mengarti
berbagai perbuatan mulia dan gagah. Kau telah menolong
seorang perempuan. sebelum kau mengenal namaku, coba
perlihatkan kepadaku, kepandaian apa yang telah kau miliki."
Thio Sin Houw menundukkan kepalanya, wajahnya merah
karena malu, ia segan memperlihatkan ilmu kepandaiannya
dihadapan orang tua itu. "Jika kau tidak sudi memperlihatkan ilmu kepandaianmu,
bagaimana aku bisa mengajari dirimu?" kata orang tua itu
sambil tertawa. Sekarang barulah Sin Houw mengarti maksud orang tua
itu, terus saja menyahut: "Baiklah, suhu." Setelah berkata demikian, ia mulai memperlihatkan ilmu
sakti Hok-houw ciang yang diperolehnya dari ke gurunya dan
dari Thio Hian Cong, Orang tua itu mengawasi dengan
pandang berseri-seri, dia menunggu sampai Sin Houw selesai
dengan jurus yang terakhir, kemudian barulah dia tertawa.
Katanya: 478 "Pantas saja Hian Cong selalu memuji kecerdasanmu.
Mulanya aku tidak percaya." katanya, "Dia baru mengajarkan
jurus-jurus Hok-houw ciang baru beberapa hari saja
kepadamu, nyatanya kau bisa melakukan begini rupa. Bagus!"
Mendengar disebutnya nama gurunya - Thio Hian Cong,
maka Sin Houw tergerak hatinya, sebenarnya ingin segera ia
memperoleh keterangan tentang gurunya, tetapi karena orang
tua itu masih berbicara tak berani ia memutus.
"Sekarang, bolehlah kau mengenal namaku." kata orang
tua itu. Sin Houw masih diam mendengarkan tanpa berani
mengucap apa-apa, meskipun gurunya menunda bicara, ia
membiarkan sampai gurunya yang menyambung bicara:
"Aku adalah she Bok, Dikalangan Rimba persilatan, orangorang
menyebut aku sebagai Pat-jin Sin-wan, Kau harus
camkan baik-baik, Lain kali apabila ada orang menanyakan
nama gurumu kau harus menjawab tidak tahu!"
Sin Houw membungkuk hormat, kemudian dia minta
keterangan: "Suhu tadi menyebut nama Thio susiok, dimanakah dia
sekarang" Apakah dia baik-baik saja?"
Orang tua itu mengerinyitkan dahinya, Biasanya hatinya
tidak senang apabila seseorang mengalihkan pembicaraan
dengan tidak mendapat persetujuannya, Akan tetapi
mengingat anak itu sangat memikirkan keselamatan gurunya,
diam-diam ia menaruh perhatian. pikirnya didalam hati:
"Benar, dia seorang anak yang mulia hatinya. Sama sekali
ia tidak memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Yang
ditanyakan adalah keadaan gurunya dahulu,". Kemudian ia
479 menjawab: "la tak kurang suatu apa. ia sudah kembali kepada
pasukannya, kini berada bersama-sama dengan Thio Su
Seng." Thio Sin Houw girang bukan main, Hanya saja hatinya
menyesal karena tak dapat bertemu lagi dengan gurunya itu,
yang telah mewariskan ilmu sakti Hok-houw ciang kepadanya.
"Baiklah," kata orang tua itu, "Karena kau sudah mengenal
namaku, dan akupun telah menerimamu sebagai murid,
marilah kita melakukan upacara di dalam."
Apa yang dinamakan upacara, bukanlah semacam
upacara sembahyang. Tetapi orang tua itu hanya
mengeluarkan selembar kertas lukisan seorang ksatria
beroman alim dan agung. sambil menyulut lilin ia berkata:
"Inilah gambar Cie Couw Suya, ia pendiri dari golongan
Hoa-san pay. Hayolah, kau sekarang berlutut dan
menjalankan penghormatan!" Thio Sin Houw segera bersimpuh di hadapan gambar itu. ia
bersembah berulangkali tiada hentinya, sehingga membuat
orang tua itu tertawa terbahak-bahak. Katanya:
"Sudahlah, cukup!" Masih saja ia tertawa atau tiba-tiba Sin Houw berlutut
kepadanya sambil berkata: "Suhu!" Mau tak mau orang tua itu atau Pat-jiu Sin-wan Bok Jin
Ceng menerima sembah calon muridnya itu. Katanya:
"Mulai saat ini kau adalah muridku yang syah, sebelum kau
480 tiba di sini, aku mempunyai dua orang murid. Dengan
demikian kau adalah muridku yang ke tiga. Terpautmu sangat
jauh dengan ke dua kakak seperguruanmu itu. Hal itu
disebabkan karena belasan tahun lamanya aku belum
menemukan calon murid yang berbakat seperti kau,
Kini sudah kuputuskan bahwa kau menjadi murid penutup,
karena itu kau harus belajar sungguh-sungguh agar di
kemudian hari kau bisa menjaga martabat perguruanmu.
Thio Sin Houw manggut berulangkali, janjinya:
"Mudah-mudahan Tuhan mengabulkan kehendak suhu,
dan mudah-mudahan Tuhan mengabulkan pula kepadaku
untuk bisa menjunjung tinggi martabat perguruan suhu."
Pat-jiu Sin-wan Bok Jin Ceng adalah rekan sejaman
dengan Tie-kong Tianglo, ia malang-melintang dua puluh
tahun lamanya tanpa tandingan. Karena tak senang menjual
lagak, namanya tak begitu tersohor, ia tidak memperdulikan
hal itu, dia malahan menjadi seorang pendekap yang senang
hidup menyendiri. Tetapi terhadap Sin Houw tiba-tiba timbullah
rasa ibanya. Anak itu yatim piatu, pantaslah dia harus dikasihani.
Demikianlah pikirnya didalam hati, sebagai seorang pendekar
besar, sudah tentu ia mendengar berita tentang kegagahan
Thio Kim San. ia kagum dan menghargai ayahnya Sin Houw
itu. Anak itupun berbakat bagus dan berotak cerdas, serta
tabiatnya mulia pula, oleh pertimbangan-pertimbangan itulah,
mendadak saja lenyaplah tabiat anehnya. ia tidak hanya
menerima Sin Houw sebagai muridnya saja, akan tetapi
bersedia bersenda gurau pula. "Kedua kakak seperguruanmu berusia jauh lebih tua dari
padamu. umurnya kini barangkali tigapuluh lima tahun lebih."
kata Bok Jin Ceng, "Malahan murid mereka ada diantaranya
yang telah berusia lebih tua dari padamu, maka bisa kejadian
481 mereka akan menyesali aku lantaran aku menerima seorang
murid begini muda. Celakanya lagi, apa bila kau tidak berhasil. Umpama kata
kau kalah ketika diadu dengan murid-murid mereka, kedua
kakak seperguruanmu pasti akan mencela aku!"
"Suhu, aku akan belajar dengan sungguh-sungguh." kata
Sin Houw dengan semangat menyala. Kemudian mengalihkan
pembicaraan: "Apakah Thio susiok murid suhu juga?"
"Dia hendak ikut Thio Su Seng berperang," jawab Bok Jin
Ceng. "Tiada waktunya untuk belajar lama-lama kepadaku,
sehingga aku hanya mengajari ilmu pukulan Hok-houw ciang
saja, Karena itu tak dapat dia disebut sebagai muridku." ia
berhenti sebentar memalingkan pandangnya, sambil
menuding ke pada Un siang, ia meneruskan: "Lihat pulalah
dia. setiap kali kita berlatih, dia ikut menyaksikan.
Diam-diam ia menyimpannya didalam ingatannya. Apa
yang di ingatnya bukan sedikit, walaupun demikian apabila
dibanding dengan kedua muridnya, bedanya seperti bumi dan
langit!" Mendengar perkataan Bok Jin Ceng, maka Thio Sin Houw
tercengang oleh rasa kagum, Dengan mata kepala sendiri ia
menyaksikan betapa perkasa si bisu itu. Kepandaiannya
tinggi, meskipun demikian dia hanya seorang pelayan yang
dapat memiliki ilmu kepandaiannya itu dengan cara mencuri
pandang saja. Gurunya sendiri, Thio Hian Cong, hanya memperoleh ilmu
pukulan Hok-houw ciang - meskipu Seruling Samber Nyawa 3 Asmara Berdarah karya Kho Ping Hoo Bukit Pemakan Manusia 15
^