Jodoh Si Mata Keranjang 11

Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Bagian 11


ebaikan kalian, akan tetapi sungguh aku sendiri belum dapat mengambil keputusan dalam hal itu. Nah, mari kita minum untuk kesehatan kita bertiga!"
Setelah makan selesai, mereka minum banyak dan Mayang kelihatan lelah dan mengantuk sekali. Beberapa kali ia harus menyembunyikan kantuknya dan menguap di balik telapak tangan.
"Mayang, kalau engkau mengantuk sekali, rebahlah dulu di pembaringanku." kata Cin Nio. Mayang bangkit.
"Sebaiknya aku kembali ke kamarku saja".." Akan tetapi ketika ia bangkit berdiri, tubuhnya terhuyung dan cepat Cin Nio merangkulnya dan membimbingnya ke pembaringannya.
"Engkau kelihatan pusing, tidurlah dulu di sini." Mayang tidak membantah karena memang ia merasa betapa kepalanya berat dan matanya sukar dibuka lagi, demikian hebat rasa kantuk menguasainya. Begitu ia merebahkan diri, tanpa membuka sepatu dan baju luar, ia pun sudah tidur pulas!
Cin Nio dan Cang Hui saling pandang. Mereka juga merasa lelah dan mengantuk, dan mereka juga tadi minum banyak anggur. Akan tetapi, mereka tidaklah selelah Mayang. Mereka lalu memerintahkan Pek Lan memanggil pembantu dan membersihkan meja makan. Setelah para pelayan pergi, Cang Hui berkata, "Kasihan sekali Mayang, tentu ia selama beberapa hari dan malam ini tidak pernah mengaso dan kini tertidur saking kelelahan." .
"Sebaiknya biarkan ia tidur di tempatku malam ini, dan aku yang tidur di kamarnya. Kasihan kalau ia harus dibangunkan dan disuruh pindah kamar." Kata Cin Nio dan Cang Hui mengangguk setuju. Cin Nio membawa pedangnya dan ia pun meninggalkan kamar besar menuju ke kamar Mayang di sebelah belakang. Ia membuka pintu kamar yang hanya dirapatkan saja, mengunci pintu dan memeriksa keadaan dalam kamar, kemudian ia melepaskan sepatu dan pakaian luar, meniup padam lampu penerangang dan merebahkan diri di tempat tidur Mayang karena ia pun merasa lelah dan mengantuk akibat nimum anggur terlalu banyak. Pedangnya ia letakkan di bawah bantal untuk bersiapan.
Jauh lewat tengah malam, sesosok bayangan hitam yang mukanya tertutup kain hitam, menyelinap ke kamar Mayang, dengan mudah mencokel daun jendela dan bayangan itu menyelinap masuk, menutupkan kembali daun jendela. Gerakannya demikian gesit dan ringan, dan tidak terdengar apa-apa lagi dari dalam kamar itu sejak dia menyelinap masuk sehingga para petugas yang melakukan ronda malam tidak melihat atau mendengar sesuatu. Menjelang pagi, daun pintu kamar itu dibuka dari dalam, bayangan hitam itu menyelinap keluar dan beberapa kali loncatan saja dia pun setelah tadi menutupkan kembali daun pintu kamar. Kini, kalau ada orang menempelkan telinganya di daun pintu, tentu dia akan mendengar lapat-lapat suara orang menangis sesenggukkan dari dalam kamar itu.
Mayang membuka matanya, terkejut dan heran melihat dirinya rebah di atas pembaringan dalam kamar Cang Hui dan Cin Nio. Cepat ia bangkit duduk dan melihat Cang Hui juga agaknya baru saja terbangun, ia meloncat turun dan menghampiri pembaringan gadis itu.
"Apa yang terjadi" Kenapa aku tidur di sini?" tanyanya sambil menekan-nekan kedua pelipis kepalanya karena masih terasa agak pening.
"Tidak apa-apa, Mayang. Hanya semalam engkau terlalu lelah atau terlalu banyak minum sehingga ketika rebahan di situ engkau terus pulas dan kami biarkan sampai pagi ini."
Hemm, tidak mungkin ia tertidur pulas karena kelelahan atau hanya karena minum anggur! Mayang menjadi curiga sekali dan menoleh ke kanan kiri. "Mana adik Cin Nio?" tanyanya.
"Melihat engkau pulas di pembaringannya, ia tidak tega untuk menggugahmu, dan ia memhiarkan engkau tidur di pembaringannya, sedangkan ia sendiri pergi tidur di kamarnya."
Mayang terbelalak, mukanya berubah pucat. Ia sudah curiga. Tidak mungkin rasanya ia mahuk hanya karena minum anggur, juga tidak mungkin ia sedemikian lelahnya sampai tidur semalam suntuk tanpa bangun sebentarpun. Pasti ada hal yang tidak beres, pikirnya. Dan kini Cin Nio tidur di kamarnya!
"Celaka"..!" katanya dan sekali berkelebat ia sudah berlari keluar dari kamar itu, menuju ke kamarnya. Hari masih pagi sekali, lampu-lampu penerangan masih belum dipadamkan karena di luar masih gelap. Ia tiba di depan kamarnya dan membuka daun pintu yang ternyata tidak terkunci dari dalam. Jantungnya berdebar penuh ketegangan. Kamar itu gelap, remang-remang saja mendapat penerangan dari lampu luar kamar. Mayang menahan jeritnya ketika ia melihat tubuh yang tergantung di sudut kamar. Tubuh Cin Nio! Lehernya terikat kain ikat pinggang dan tubuh itu tergantung dari tihang. Sekali melompat, Mayang sudah menyambar pedang Cin Nio yang berada di atas pembaringan, lalu melompat ke atas tangan kanan memondong tubuh yang tergantung, tangan kiri membabat ikat pinggang di atas kepala gadis itu. Ia melompat turun lagi sambil memondong tubuh yang masih hangat itu.
Ketika ia merebahkan tubuh itu dan melepaskan ikatan pada leher, hatinya terasa lega. Biarpun tinggal satu-satu, Cin Nio masih bernapas! Cepat ia mengurut sekitar leher gadis itu, perlahan-lahan dan menotok beberapa jalan darah di tengkuk dan kedua pundak. Gadis itu kini teregah-engah dan pernapasannya mulai pulih. Mayang membuka daun jendela sehingga lampu yang tergantung di luar jendela menyorot ke dalam kamar. Mayang kembali menghampiri Cin Nio yang sudah siuman. Gadis ini membuka matanya dan melihat Mayang duduk di tepi pembaringan ia menangis terisak-isak.
Mayang sudah melihat keadaan gadis itu. Pakaiannya tidak karuan, hampir telanjang dan di atas tilam kasur yang putih bersih nampak noda darah. Biarpun ia masih gadis, namun Mayang sudah cukup dewasa untuk dapat menduga apa yang telah terjadi atas diri gadis itu. Cin Nio telah diperkosa orang! Dan yang lebih jelas lagi, ada orang memasuki kamarnya dengan maksud memperkosa dirinya, akan tetapi yang menjadi korban bukan dirinya, melainkan Cin Nio yang kebetulan bertukar tempat tidur dengannya!
" Adik Cin, siapa yang melakukannya " Katakan, siapa yang melakukan ini kepadamu?" tanyanya lirih.
Tangis Cin Nio semakin menjadi-jadi, dan Mayang memeluknya, berbisik di dekat telinganya, "Adik Cin, demi Tuhan, aku yang akan membalaskan penghinaan ini, aku bersumpah! Jahanam itu sebenarnya mengarah diriku, akan tetapi engkau menjadi korban. Sekarang hentikan tangismu, urusan ini hanya diketahui oleh kita berdua saja. Aku berjanji akan menutup rahasia ini, bahkan adik Hui juga tidak perlu tahu. Nah jangan menangis lagi, cepat bereskan pakaianmu, aku akan membersihkan pembaringan."
Cin Nio maklum bahwa itulah jalan satu-satunya kecuali kalau ia membunuh diri. Biarpun ia mati membunuh diri sekali pun, dirinya tidak akan menjadi bersih, bahkan dengan membunuh diri, maka semua orang tentu akan dapat menduga apa yang telah terjadi dan ia akan dibicarakan orang, namanya akan tercemar. Ia harus mencuci aib ini dengan darah orang yang telah menodainya, sementara itu, ia menanggung aib dengan diam-diam tak diketahui orang lain kecuali Mayang, gadis yang berjanji hendak membalas dendam ini. Maka, ia lalu menghentikan tangisnya, masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri, merapikan kembali pakaiannya sedangkan Mayang cepat membersihkan tempat tidur, dan menghilangkan bekas-bekas yang dapat mencurigakan hati orang lain.
Ketika Cang Hui tiba di situ dan mengetuk pintu kamar, semua telah beres dan Cang Hui disambut oleh Mayang dan Cin Nio yang sudah dalam keadaan rapi.
"Apakah yang telah terjadi" Cin Nio, kenapa engkau kelihatan pucat?" Cang Hui segera menegur.
"Ah, tidak ada apa-apa, adik Hui. Tadi aku hanya salah duga. Karena terbangun di kamarmu, aku menduga telah terjadi hal-hal yang mencurigakan. Dan aku menggedir kamar ini sehingga adik Cin terkejut disangkanya terjadi hal-hal yang hebat. "
"Benar aku kaget oleh kedatangan Mayang secara mendadak di pagi buta," kata Cin Nio yang sudah dapat bersikap wajar.
Ketika mendapat kesempatan bicara empat mata dengan Cin Nio, Mayang minta keterangan dari gadis itu. "Sekarang ceritakan, apa yang telah terjadi, dan siapa yang telah melakukan perbuatan terkutuk itu, adik Cin."
"Kamar itu gelap, aku terbangun dan tak mampu bergerak. Aku hampir pingsan karena menderita penghinaan itu, Mayang. Aku tidak dapat melihat muka orang itu, selain gelap juga mukanya tertutup kain hitam. Dia pun tidak mengeluarkan kata-kata apa pun. Aku sendiri tidak dapat mengeluarkan suara karena tertotok. Kemudian". Kemudian".. dia membuka daun pintu dan menyelinap keluar, seperti iblis saja gerakannya, cepat sekali, dan setelah aku mampu terbebas dari totokan, aku lalu lalu"..lalu"." Cin Nio menutupi muka dengan kedua tangannya.
"Ssttt, tenangkan hatimu, enci Cin. Ingat, engkau harus dapat menyimpan rahasia dan kuatkan hatimu. Sekarang ini pikiranmu harus selalu dipusatkan untuk membalas dendam kepada orang itu sehingga tidak kau bayangkan lagi peristiwa itu, tidak membayangkan kehancuran hatimu. Untung aku datang tidak terlambat. Kalau terlambat, tentu semua orang akan mengetahui. Percayalah, engkau menjadi korban karena diriku, maka aku bersumpah untuk membalaskan dendammu ini, adik Cin.
"Terima kasih, Mayang, akan tetapi kalau bisa".aku".aku ingin membununya dengan kedua tanganku sendiri!" Cin Nio meraba gagang pedang dan matanya mengeluarkan sinar penuh dendam.
Mayang mengangguk. "Mudah-mudahan aku akan dapat menangkapnya. Akan tetapi, satu hal yang ingin aku mendapat penjelasan darimu. Yakin benarkah engkau bahwa jahanam itu bukan seorang yang berperut gendut?"
Cin Nio menundukkan mukanya yang berubah merah padam lalu pucat, dan ia menggelehg kepalanya, tidak tahu mengapa Mayang bertanya demikian, dan ia pun malu untuk bertanya. Mayang mengangguk-angguk lagi dan mengepal tinju. Biarpun tadinya ia ragu-ragu, namun kini ia merasa bahwa tidak ada orang lain lagi yang patut dicurigai kecuali Sim Ki Liong atau Liong Ki! Bukankah Liong Ki pernah mencoba untuk merayunya, mengajaknya berbuat mesum" Dan pemuda itu memang pernah menjadi seorang sesat dan jahat! Kini agaknya dia bukan bertaubat dan kembali ke jalan benar, melainkan kumat kembali. Biarpun belum ada bukti kuat, namun ia akan menyelidiki sampai tuntas! Tadinya timbul juga persangkaannya bahwa kakek gendut gundul yang diaku sebagai guru oleh Ki Liong itu yang melakukannya, namun keyakinan Cin Nio bahwa pemerkosanya itu tidak gendut, membuat dugaannya kembali kepada Liong Ki. Akan tetapi, tentu saja tanpa bukti ia tidak mungkin dapat menuduh pemuda itu begitu saja, dan bagaimanapun juga, tentu Liong Ki akan menyangkal. Lalu tiba-tiba matanya bersinar-sinar! Di kamarnya itu gelap, dan selain si pemerkosa, juga Cin Nio yang tertotok tidak pernah dapat mengeluarkan suara. Besar sekali kemungkinannya, si pemerkosa pun tidak tahu bahwa yang diperkosa bukan ia melainkan Cin Nio! Ia harus dapat mempergunakan akal untuk memancing, bersikap seolah-olah ia yang diperkosa dan ia menerima perlakuan ini sebagai hal yang telah terlanjur! Ia akan pura-pura menuntut pertanggungan jawab, hanya untuk memancing pengakuan Liong Ki bahwa dialah pemerkosa itu.
"Adik Cin, harap kau tenangkan hatimu. Aku pasti tidak akan mau sudah sebelum jahanam itu dapat kutangkap dan kuseret di depan kakimu. Hanya saja, hal ini harus dilakukan dengan diam-diam, tidak menimbulkan keributan agar rahasia ini jangan sampai bocor. Kau setuju, bukan?"
Cin Nio mengangguk pasrah. Dalam, keadaan seperti itu, hanya Mayang satu-satunya orang yang dipercayanya, satu-satunya orang yang dapat diharapkannya.
*** () *** Mayang tidak memberitahukan dugaannya itu kepada Cin Nio. Hal itu bahkan akan berbahaya sekali. Ia belum mempunyai bukti, dan kalau sampai Cin Nio mendengar kemudian langsung nekat menyerang Liong Ki, tentu siasatnya akan gagal. Liong Ki akan menyangkal dan tidak ada bukti atau saksi yang akan dapat membuka rahasianya. Juga tidak mungkin dapat memancing pengakuan Liong Ki di dalam istana itu. Kalau sampai terjadi keributan, tentu semua orang akan mengetahuinya.
Besok pagi-pagi ia kan mengajak Liong Ki keluar kota dan bicara di tempat sunyi, memancing pengakuan Liong Ki sebagai pemerkosa malam itu. Hatinya diliputi penuh ketegangan. Bagaimanapun juga, harus ia akui bahwa Liong Ki memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Kalau ia hanya nekat mengandalkan kepandaiannya, sukarlah mengalahkan pemuda itu. Apalagi kalau ada Liong Bi yang membantunya, lebih-lebih lagi kakek gendut yang diakuinya sebagai guru itu. Ia harus berhati-hati. Kalau terpaksa, ia akan nekat mengamuk, kalau perlu berkorban nyawa.
Karena gelisah membayangkan percakapannya dengan Liong Ki esok hari malam itu Mayang merasa tegang dan untuk rnenghilangkan ketegangan hatinya, ia pun memasuki taman mencari angin dan udara segar. Belum lama ia berada di situ, ia mendengar langkah kaki dan muncullah Cang Sun! Agaknya pemuda ini memang hendak memberi waktu kepadanya utuk berpikirdan mengambil keputusan. Buktinya sejak pengakuan cintanya itu, sepekan telah lewat dan Cang Sun tidak pernah menemuinya, seolah pemuda itu sengaja bersembunyi saja untuk memberi kesempatan kepadanya untuk berpikir. .
"Mayang".."
"Oh, Kongcu".. !" Mayang berkata, agak gugup karena tadi ia sedang melamun dengan hati yang tegang. "Silakan, Kongcu".." katanya sambil bangkit berdiri, dengan tangannya mempersilakan pemuda itu duduk di atas bangku.
"Mayang, sudah cukupkah waktu yang kuberikan kepadamu untuk mempertimbangkan dan mengambil keputusan" Aku selalu menanti jawabanmu, Mayang."
Mayang menunduk. Ah, andaikata tidak terjadi peristiwa malapetaka yang menimpa diri Cin Nio, agaknya tidak akan sukar baginya untuk menjawab. Kini ia sudah tahu dari sikap Cin Nio bahwa gadis itu merelakan ia menerima cinta kasih Cang Sun seperti yang dilihat dan didengar ketika ia dan kedua orang gadis bangsawan itu makan bersama malam itu. Akan tetapi kini hatinya sedang risau, dan ia merasa bahwa bukan saatnya yang baik untuk bicara tentang cinta. Kasihan Cin Nio yang menjadi korban karena dirinya! Dan Cin Nio juga tahu akan hal itu, bahwa karena ia tidur di kamar Mayang maka malapetaka itu menimpa dirinya. Dan gadis itu sepatah kata pun tidak pernah mengeluarkan penyesalan kepadanya. Ia merasa seperti berhutang budi kepada Cin Nio. Kalau saja Cin Nio tidak kasihan melihatnya dan membiarkan ia tidur di pembaringan gadis itu, kemudian Cin Nio yang mengalah dan tidur di kamarnya, tentu tidak akan terjadi malapetaka itu menimpa dirinya.
"Kongcu, aku masih bingung sekali. Pernyataan Kongcu itu merupakan hal yang terlalu besar bagiku, sehingga bingung aku menghadapinya, sukar untuk mengambil keputusan."
Cang Sun, mengerutkan alisnya. "Mayang, aku telah bersikap jujur dan aku hanya mengharapkan kejujuranmu pula. Andaikata engkau tidak mempunyai perasaan sayang sedikit pun kepadaku dan karenanya tidak dapat membalas cintaku, katakan saja terus terang. AKu tidak akan marah, tidak akan menyesal kepadamu, hanya menyesali diri sendiri yang tiada untung. Aku, tidak ingin engkau membalas cintaku hanya karena merasa berhutang budi, atau hanya karena kasihan. Sungguh, Mayang, aku menghendaki kejujuran dalam urusan cinta, karena hal ini menyangkut sisa kehidupan kita sampai akhir hayat."
Mayang merasa terharu. Pemuda ini memang hebat. Biarpun tidak pernah mau mempelajari ilmu silat, namun bijaksana dan wawasannya jauh dan mendalam, dan ia merasa yakin bahwa pemuda seperti ini akan menjadi suami yang baik, men,jadi ayah yang bijaksana.
"Sama sekali tidak, Kongcu. Aku tidak akan bersikap tidak jujur dalam hal ini, akan tetapi, terus terang saja, aku sedang menghadapi persoalan yang amat sulit dan yang tak dapat kuceritakan kepada siapa pun juga, bahkan kepadamu pun belum saatnya kuceritakan. Percayalah kepadaku, Kongcu. Aku menanggapi pernyataanmu itu dengan setulus hatiku, dan sudah pasti akan tiba saatnya aku akan memberi jawaban keputusanku. Harap Kongcu bersabar sampai beberapa lama lagi. Aku harap Kongcu yakin bahwa aku tidak mempermainkan Kongcu, aku bersungguh-sungguh dalam hal ini. Maukah Kongcu memberi waktu lagi kepadaku dan sebelum aku memberi jawabanku, Kongcu tidak akan bertanya sesuatu?" .
"Hemm, sampai kapan, Mayang" Sampai berapa lamanya" Aku seorang manusia biasa, dan menunggu merupakan pekerjaan yang amat berat."
"Maafkan aku, Kongcu. Tunggulah sampai aku menyelesaikan urusan pribadiku, mudah-mudahan tidak lama lagi. Kelak kalau sudah tiba saatnya aku memberi jawaban, semua persoalan ini akan kujelaskan kepadamu dan aku yakin bahwa engkau akan membenarkan sikapku sekarang ini, Kongcu."
Cang Sun tersenyum. "Mayang, setidaknya, aku merasa terhibur dengan penguluran waktumu ini. Andaikata engkau menolak, sudah pasti engkau tidak akan mengulur waktu. Ini aku yakin. Jadi, dengan mengulur waktu, berarti aku mempunyai harapan. Begitu, bukan?"
Wajah Mayang berubah kemerahan dan ia pun tersenyum, lalu mengangguk. "Mudah-mudahan begitu, Kongcu."
"Ha-ha, wajahmu menjadi merah seperti bunga mawar tersinar matahari pagi! Biarlah, aku tidak akan membuat engkau merasa canggung, Mayang, dan tidak akan mengganggumu lagi. Aku berjanji bahwa selama engkau belum memberikan sendiri jawabanmu kepadaku, aku tidak akan mengganggumu lagi dengan pertanyaan dan desakanku. selamat malam, Mayang."
"Selamat malam, Cang-kongcu."
Setelah Cang Sun meninggalkannya, Mayang semakin termenung. Bermacam pikiran menggeluti pikirannya, membuat ia merasa pusing. Jelas ia akan merasa berbahagia kalau sampai dipersunting Cang Sun sebagai isterinya. Betapa akan mudahnya mencintai seorang pemuda seperti itu. Memang sejak pertama kali bertemu, ia sudah merasa suka dan kagum, dan dua perasaan itu mempunyai garis lurus menuju ke arah cinta kasih. Apalagi dengan adanya ulah sim Ki Liong, pemuda yang tadinya telah menjatuhkan hatinya. Kekecewaan dan penyesalan hatinya melihat ulah sim Ki Liong seolah kini hilang nyerinya, terobati oleh kasih sayang Cang Sun, walah hanya baru dapat ia nikmati melalui pandang mata pemuda itu, melalui tutur katanya dan pengakuan cintanya. sebetulnya, ia merasa berbahagia sekali. Baru saja kehilangan cintanya yang dikecewakan oleh Sim Ki Liong, ia telah memperoleh penggantinya yang jauh lebih baik. Dah betapa menyedihkan nasib Cin Nio. Baru saja Cin Nio mengalami patah hati karena cintanya ditolak oleh Cang Sun, kini tertimpa malapetaka yang hampir saja membuat ia membunuh diri. Mayang menghela napas panjang dan melamun di dalam taman itu sampai malam.
Entah berapa jam ia berada di taman itu, melamun dan memandang bulan sepotong yang sudah keluar dan cukup tinggi, membuat suasana di taman itu indah sekali.Akhirnya dengan malas-malasan ia bangkit berdiri untuk kembali kekamarnya. Akan tetapi, ketika ia berjalan perlahan-lahan menyelinap di antara pohon-pohon bunga, tiba-tiba ia melihat dua bayangan hitam berkelebat di luar taman. Sesosok bayangan lari menuju ke kamar Cang Hui dan Cin Nio, sedangkan sesosok lagi lari menuju ke kamar Cang Sun. Berdebar rasa jantung Mayang melihat.bayangan-bayangan itu. Tentu keselamatan Cang Sun dan dua orang gadis itu terancam!
Sejenak hati Mayang menjadi bimbang. Siapa yang harus ditolongnya lebih dahulu" Akan tetapi dalam keadaan yang gawat itu, tiba-tiba saja menyelinap akan yang dianggapnya amat baik untuk menggagalkan niat buruk dua sosok bayangan itu. Ia lari ke gudang penyimpanan jerami untuk ransum kuda dekat kandang kuda dan dibakarnya setumpuk jerami yang berada di luar gudang. Karena jerami itu sudah kering benar, sebentar saja api berkobar.
"Kebakaran?"!Kebakaran?"!!" Mayang berteriak-teriak sambil memukuli canang tanda bahaya yang tergantung dekat kandang. Sebentar saja gegerlah ketika semua orang berlarian keluar.
Mayang sendiri sudah cepat berlari, pertama-tama ia lari menuju ke kamar Cang Hui dan Cin Nio karena ia amat mengkhawatirkan nasib dua orang gadis itu. Ia masih sempat melihat sesosok bayangan hitam melompat keluar melalui jendela kamar itu. Ia mencoba untuk mengejar, namun bayangan itu dengan gesitnya sudah menghilang di balik wuwungan rumah. Ia melompat memasuki kamar dan cepat menutup hidungnya karena tercium bau harum yang aneh. Tahulah ia bahwa kamar itu telah dipenuhi asap pembius! Ia menyambar selimut, dikebut-kebutkan selimut itu mengusir asap dan membuka pintu kamar. Asap itu pun cepat terbang pergi melalui lubang jendela dan pintu. Ketika ia menghampiri dua orang gadis itu, ia melihat mereka sudah tidur pulas atau pingsan, tentu terpengaruh asap pembius yang harum seperti dupa itu.
Ketika ia teringat akan Cang Sun, ia pun cepat meloncat keluar lagi dan lari ke kamar pemuda itu. Ia menarik napas lega melihat pemuda itu tertidur sambil duduk di kursinya, meletakkan kepala di atas meja. Agaknya pemuda itu tadi belum tidur ketika bayangan hitam meniupkan asap pembius ke kamarnya sehingga ia tertidur di atas kursinya. Seperti juga di kamar dua orang gadis tadi, Mayang mengusir asap melalui jendela dan pintu kamar.
Beberapa orang pengawal muncul dan merasa, terbatuk-batuk ketika hendak memasuki kamar. Melihat Mayang mengebut-ngebutkan selimut mengusir asap yang baunya harum menyesakkan dada, mereka bertanya apa yang telah terjadi.
"Lihiap, apakah yang terjadi?" .
"Entah, ada kebakaran dan rupanya ada penjahat masuk melepas asap beracun untuk membius Cang-kongcu."
Tiba-tiba muncul Liong Ki dan Liong Bi. Mereka kelihatan kaget dan tegang, dan ketika melihat Mayang di luar kamar Cang Sun, Liong Ki berkata, "Wah, di kamar nona Cang Hui dan nona Teng Cin Nio juga penuh asap, tapi sudah kubersihkan bersama para pengawal."
Liong Bi juga berkata, " Api yang membakar gudang sudah dapat kami padamkan. Apa yang terjadi di sini, Mayang?"
Mayang pura-pura bersikap biasa saja walaupun di dalam hatinya, keras dugaannya bahwa dua sosok bayangan hitam yang tadi memasuki kamar Cang Sun dan kamar dua orang gadis itu adalah dua orang yang kini bicara dengan sikap seperti orang yang ikut berjasa itu.
"Hemm, rupanya ada dua orang maling hina yang mencoba untuk mencuri barang berharga di kamar Cang-kongcu dan kamar kedua orang nona itu," kata Mayang sambil memandang kepada mereka.
"Heran sekali, bagaimana gudang itu dapat terbakar tanpa ada yang mengetahuinya," kata Liong Bi. "Penjaga hanya mendengar suara gaduh dan melihat bahwa jerami di luar gudang itu sudah terbakar besar."
"Kalau begitu, tentu ada orang ketiga yang membakarnya." kata pula Mayang, tentu saja ia tahu benar karena yang membakarnya adalah ia sendiri. Bagaimanapun juga, hatinya lega bahwa siasatnya itu telah menyelamatkan Cang Sun, Cang Hui dan Cin Nio. Kalau ia tidak melakukan siasat membakar jerami itu, bagaimana mungkin ia melindungi ketiganya.
"Omitohud?".apakah yang terjadi sampai ribut begini?" terdengar suara orang dan nampak Hek Tok Siansu menghampiri mereka, dan kakek gendut ini menggosok-gosok matanya seolah baru bangun dari tidurnya. Mayang memandang kepada kakek itu dan sebagai seorang ahli silat tingkat tinggi, ia dapat melihat betapa kulit yang hitam kehijauan itu tidak wajar, dan ia dapat menduga bahwa tentu kakek ini memiliki ilmu sesat yang amat berbahaya.
"Ada tiga penjahat besar menyusup masuk ke dalam istana keluarga Cang ini," kata Mayang sambil menatap tajam wajah kakek itu.
"Omitohud ..., mana penjahatnya yang begitu berani"..?"
"Kalau kita baru terbangun setelah semua selesai, tentu para penjahatnya telah lama menyingkir," kata Mayang dengan suara mengejek. Kemudian, setelah menyuruh seorang pengawal yang dipercayanya membangunkan Cang-kongcu dan memberi keterangan apa yang telah terjadi, Mayang menghampiri Liong Ki yang berdiri agak menyendiri, kemudian ia berbisik, "Besok pagi jam delapan aku menunggumu di danau. Aku 1ngin bicara urusan penting antara kita."
Liong Ki memandang heran, akan tetapi Mayang tidak memberi kesempatan kepadanya untuk menjawab karena gadis itu sudah melangkah pergi menuju kekamar Cang Hui da Cin Nio.
Dua orang gadis itu pun sudah sadar dan dikerumuni para pelayan yang tadi terbangun dan ikut panik. Melihat Mayang, kedua orang gadis itu lalu menyuruh pergi semua pelayan. Setelah mereka hanya bertiga saja di kamar itu, Cang Hui segera bertanya kepada Mayang.
"Mayang, apa yang telah terjadi" Menurut para pelayan, kamar ini tadi penuh asap pembius dan kami berdua pingsan, dan katanya di gudang ada kebakaran. Mereka mendengar katanya ada dua atau tiga orang penjahat menyelundup masuk ke istana. Juga katanya kamar Sun-ko dipenuhi asap pembius seperti kamar kami. Benarkah itu" Apa yang sesungguhnya terjadi?"
Cin Nio tidak bicara, akan tetapi pandang matanya kepada Mayang penuh arti, penuh pertanyaan apakah peristiwa malam ini ada hubungannya dengan malapetaka yang menimpa dirinya beberapa malam yang lalu.
"Memang benar, ada dua orang penjahat menyelinap masuk dan melepas asap pembius di kamar ini dan kamar Cang-kongcu. Akan tetapi, untung bahwa mereka ketahuan sehingga mereka melarikan diri." .
Cang Hui mengerutkan alisnya. "Mayang, sesungguhnya apakah yang terjadi" Siapa
mereka dan apa mau mereka itu melepaskan asap pembius di kamarku dan kamar Sun-ko?"
" Adik Hui dan adik Cin, harap kalian tenang. Aku sedang menyelidikinya dan kuharapkan dalam waktu singkat akan dapat menemukan jawabannya. Semua urusan mudah-mudahan akan dapat kubikin terang dalam waktu dua tiga hari ini." Berkata demikian Mayang memandang kepada Cin Nio penuh arti, dan Cin Nio mengerti bahwa Mayang hendak mengatakan bahwa juga urusan malapetaka yang menimpa dirinya akan dapat dibikin terang. Hal ini berarti bahwa tentu ada hubungannya antara peristiwa malam ini dengan malapetaka yang menimpa dirinya.
Pada saat itu, terdengar suara Cang Sun yang telah berdiri di pintu kamar adiknya. "Mayang, apakah yang sebenarnya telah terjadi" Aku mendengar berita yang simpang siur dari para pengawal, katanya kamarku dipenuhi asap pembius dan aku telah tak sadar di atas kursiku. Aku ingin mendengar sendiri darimu, apa sebenarnya yang telah terjadi?"
Cang Hui mendekati kakaknya. "sun-ko, ada penjahat menyusup ke dalam rumah kita. Mereka itu melepas asap pembius di kamarku dan kamarmu, tentu dengan niat buruk terhadap kita. Dan ada yang membakar jerami di dekat gudang. Untung Mayang segera datang mengusir asap itu dan berteriak-teriak sehingga para pengawal berdatangan. Dua penjahat itu telah melarikan diri."
"Mayang, apa artinya semua ini?" tanya Cang Sun sambil memandang kepada Mayang. Agaknya keterangan adiknya itu masih belum memuaskan hatinya dan ia ingin mendengar sendiri keterangan Mayang.
"Artinya bahwa ada penyerang gelap mengancam keluarga Cang, Kongcu, dan aku akan mencoba untuk membikin terang perkara ini."
Cang Sun menatap wajah gadis itu penuh selidik. "Adakah ini hubungannya dengan urusan pribadimu itu?"
Mayang mengangguk. "sekarang belum waktunya aku bicara banyak, Kongcu. Bersabarlah beberapa hari lagi, pasti aku akan dapat membongkar semua urusan ini. Setelah berkata demikian, Mayang segera meninggalkan mereka, kembali ke kamarnya karena ia tidak ingin percakapannya tadi didengar orang lain.
*** () *** Pada hari-hari biasa, danau di luar kota raja itu sepi saja, apalagi pada pagi hari itu. Bukan waktunya orang berlibur. Para pemilik perahu yang biasanya menyewakan perahu pada para tamu di hari-hari yang ramai, pada hari sepi itu menggunakan perahu mereka untuk mencoba peruntungan mencari ikan di tengah danau.
Sejak awal sekali Mayang telah berada di tepi danau, memandang ke arah timur, ke arah kota raja. Akhirnya, orang yang dinanti-nanti sejak pagi tadi muncul. Sim Ki Liong berjalan seorang diri menuju telaga dan dia segera dapat melihat Mayang karena gadis itu sengaja naik ke atas tepi danau yang menonjol tinggi. Mayang melambaikan tangan dan Sim Ki Liong atau Liong Ki berlari menuju ke tempat itu. Akan tetapi, setelah pemuda , itu dekat, Mayang memberi isyarat agar Ki Liong mengikutinya dan ia pun berlari memasuki sebuah hutan yang berada di sebuah bukit kecil. Tempat itu sunyi dan tak nampak seorang pun manusia lain. Mayang ingin bicara denganSim Ki Liong di tempat sepi agar jangan terdengar orang lain. Diam-diam hatinya merasa tegang sekali karena kalau benar seperti yang disangkanya bahwa Sim Ki Liong pelaku pemerkosa akan diri Cin Nio maka hal itu merupakan kepastian baginya untuk bertindak, menganggap Ki Liong sebagai musuh. Mungkin akan terjadi bentrokan antara ia dan Ki Liong, dan ia sudah siap siaga untuk menghadapinya. Dan ia pasti tidak akan tinggal diam sekali ini. Akan dibukanya rahasia Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa kepada Menteri Cang agar kedua orang itu tidak lagi diterima sebagai pembantu, bahkan ditangkap karena dahulu mereka mengatur siasat menculik lalu menolong Cang Sun. Ia harus membuat perhitungan dengan Sim Ki Liong yang telah mengkhianatinya, mengkhianati cintanya.
Setelah tiba di tempat terbuka di puncak bukit, dikelilingi hutan kecil, Mayang berhenti dan menanti Sim Ki Liong yang mengejarnya. Kini mereka ,berdiri berhadapan, dalam jarak empat meter. Ki Liong tersenyum memandang kepada Mayang, senyum yang penuh arti.
"Mayang, engkau mengundangku datang ke sini, agaknya hendak bicara penting sekali. Ada urusan apakah, sayang?"
Kata-kata dan nada suaranya itu terasa oleh Mayang seperti sebatang pisau menusuk jantungnya, akan tetapi ia pura-pura tidak merasakannya dan ia bahkan menekan perasaannya sehingga suaranya terdengar datar dan biasa tanpa emosi.
"Liong-ko, aku mengundangmu ke sini agar dapat bicara berdua denganmu. Aku menuntut pertanggungan jawabmu terhadap diriku!"
Ki Liong tersenyum dan maju selangkah. "Tentu saja, Mayang. Pertanggungan jawab yang bagaimana yang kau maksudkan" Jelaskanlah, sayang."
Mayang mengerutkan alisnya dan mengambil sikap pura-pura marah. "Liong-ko, setelah apa yang kau lakukan kepadaku beberapa malam yang lalu, sekarang engkau masih berpura-pura lagi bertanya pertanggungan jawab apa yang kumaksudkan?" Setelah berkata demikian, ia memandang penuh selidik, dan ini bukan lagi bersandiwara karena memang ia ingin sekali mengetahui reaksi dari pemuda itu ketika mendengar ucapannya ini.
Mendengar ucapan itu, Sim Ki liong tertawa. "Ha-ha-ha, kiranya itu yang kau maksudkan" Aih, Mayang, bukankah sudah lama sekali kita saling mencinta" Tentu saja aku akan mempertanggungjawabkan. Sudah berani berbuat aku tentu berani bertanggung jawab. Nah, katakan, apa yang harus kulakukan untukmu?" Ki Liong bersikap menantang. sambil tersenyum dan jelas bahwa pandang matanya membayangkan perasaan senang. Agaknya hatinya senang melihat Mayang tidak marah. Akan tetapi jawaban itu masih belum memuaskan atau belum meyakinkan hati gadis itu.
"Liong-ko, engkau telah menodai seorang gadis dan sekarang masih bertanya apa yang harus kau lakukan" Begitu bodohkan engkau, atau memang tidak perduli akan nasibku?" Ia memancing lagi.
"Mayang, kekasihku. Sejak dahulu aku mencintamu. Jangan katakan bahwa aku menodaimu, sayang. Malam itu aku hanya membuktikan rasa cintaku kepadamu. Nah, malam itu kita telah menjadi suami isteri yang sah. Engkau menghendaki pernikahan, bukan" Sabarlah, Mayang, kalau sudah tiba saatnya, kita pasti akan menikah. Heh-heh-heh?". !"
Akan tetapi, suara tawanya terhenti seketika ketika tiba-tiba saja terjadi perubahan dalam sikap Mayang. Sepasang mata itu mencorong seperti mengeluarkan api dan tangan Mayang sudah menyambar ke depan, meluncur seperti ular mematuk ke arah leher Ki Liong.
"Haiiiiittttt?".!!"
"Ehh?"..ahhh?"!" Sim Ki Liong terkejut setengah mati. Biarpun dia amat lihai, akan tetapi datangnya. serangan itu demikian tiba-tiba, tubuh Mayang menerjang dengan amat cepatnya dan pukulan yang dilancarkan itu adalah ilmu pukulan Hek-coa-tok-ciang (Tangan Beracun Ular Hitam) yang amat ampuh. Tidak ada kesempatan bagi Ki Liong untuk menangkis lagi, maka sambil mengeluarkan teriakan nyaring dia sudah melempar tubuh ke belakang dan berjungkir balik sampai lima kali baru dia terlepas dari ancaman maut pukulan beruntun yang dilakukan Mayang kepadanya.
"Heii, Mayang! Ada apakah engkau ini" Gilakah engkau" Bukankah kita Sudah menjadi suami isteri dan?"?"
"Jahanam busuk! Kiranya benar engkau yang melakukannya! Keparat terkutuk! Sekarang aku yakin bahwa yang berniat busuk terhadap Cang Hui dan Cang-kongcu tadi malam tentulah engkau dan komplotanmu, pelacur hina Su Bi Hwa itu! Sekarang terbukalah semua kedokmu, jahanam! Aku pasti akan membuka rahasiamu kepada Menteri Cang!"
Wajah Sim Ki Liong berubah pucat mendengar ini. " Aih, Mayang, kenapa engkau berkata demikian" Ingat, engkau telah menjadi isteriku! Engkau sudah tidak gadis lagi. Kalau bukan aku yang mengawinimu kelak, apakah engkau akan menjadi seorang yang menderita aib selama hidupmu?" ,
"Sim Ki Liong, iblis busuk! Aku telah buta dan tolol menganggap seorang manusia iblis macam engkau akan bertaubat dan kembali ke jalan benar. Kiranya engkau hanya menipu dan mempermainkan aku! Huh, jangan diikira bahwa akan mudah saja engkau untuk menghinaku. Yang engkau perkosa pada malam itu bukanlah aku!"
Sepasang mata Sim Ki Liong terbelalak dan dia memandang tak percaya. "Bukan engkau" Tapi"..tapi di kamarmu dan"..kalau bukan engkau lalu siapa ?"
Mayang tersenyum mengejek. "Tak perlu engkau tahu siapa, karena saat ini pun aku akan mencabut nyawamu yang tak berharga!" Berkata demikian, Mayang sudah melepaskan senjatanya yang ampuh, yaitu pecutnya yang panjang. Begitu ia mengayun pecutnya ke atas kepalanya, terdengar bunyi ledakan-ledakan kecil yang nyaring.
Pada saat itu muncullah Su Bi Hwa atau yang dikenal sebagai Liong Bi oleh keluarga Menteri Cang. "Hi-hi-hik, Liong koko, sekarang engkau tahu rasa! Sudah sejak dulu kukatakan bahwa bocah ini berbahaya, sebaiknya dilenyapkan saja. kalau tidak, ia tentu akan membikin ribut saja dan selalu menggagalkan semua rencana kita."
Ki Liong merasa lega melihat munculnya sekutu ini, akan tetapi juga heran karena dia tidak menyangka. "Engkau pun di sini, Bi-moi?" tanyanya.
"Tentu saja! Aku tidak sebodoh engkau, Liong-ko. Aku sudah mencurigainya, maka aku sudah membuat persiapan yang serba lengkap. Sekarang, mari kita habiskan riwayat bocah ini agar tidak menjadi penghalang bagi kita."
Melihat munculnya Su Bi Hwa, Mayang menjadi semakin marah lagi. "Bagus, kau siluman betina. Memang aku pun sudah mengambil keputusan untuk membasmi siluman jahat macam engkau!" Mayang lalu menggerakkan cambuknya dan menyerang kalang kabut. Cambuknya mengeluarkan suara bercuitan disusul ledakan-ledakan, menyambar-nyambar dengan ganasnya ke arah kedua orang itu. Sim Ki Liong maklum akan kelihaian Mayang maka dia pun sudah mencabut pedangnya, demikian pula Su Bi Hwa. Mereka maju bersama dan mengeroyok Mayang dengan gerakan peda.ng mereka yang lihai.
Kalau hanya Su Bi Hwa seorang diri, yang melawan Mayang, tentu ia akan kewalahan. Akan tetapi di situ ada Sim Ki Liong, murid Pendekar Sadis yang amat lihai. Baru menghadapi Sim Ki Liong seorang diri saja agaknya Mayang tidak akan mampu mengalahkannya. Kini Sim Ki Liong dibantu Su Bi Hwa, maka tentu saja amat berat bagi Mayang untuk menghadapi pengeroyokan mereka. Akan tetapi, gadis ini tidak mengenal takut dan ia sudah nekat untuk melawan mati-matian. Gerakan pecut di tangannya amat menggiriskan, setiap sambaran pecutnya merupakan sambaran maut yang mengarah nyawa lawan.
Berbeda dengan Su Bi Hwa yang, membalas serangan Mayang dengan serangan maut untuk membunuh pula, Sim Ki Liong agak ragu-ragu dalam serangan balasannya. Bagaimanapun juga, Sim Ki Liong memang pernah tergila-gila kepada Mayang. Bahkan sampai kini, belum ada wanita yang dapat menandingi daya tarik Mayang baginya. Agaknya dia tidak tega kalau harus membunuh Mayang, dan agaknya akan membiarkan Bi Hwa saja yang membunuhnya. Oleh karena itu, gerakan pedangnya hanya untuk menangkis serangan Mayang dan mendesak gadis itu sehingga Su Bi Hwa yang nampak lebih ganas menghujankan serangan.
Kenekatan Mayang membuat kecepatan dan kekuatannya bertambah, namun karena dua orang lawannya juga merupakan ahli-ahli pedang yang hebat, terutama sekali Ki Liong, setelah lewat seratus jurus, mulailah Mayang terdesak hebat. Melihat ini, mulailah Su Bi Hwa mengejek dan tertawa-tawa. "Hi-hi-hik, Mayang, bocah sombong. Bersiaplah engkau untuk mampus!"
Pedangya membabat ke arah leher Mayang. Mayang mengelak dengan loncatan ke samping, akan tetapi ketika pecutnya menyambar ganas ke arah Bi Hwa, pedang di tangan Ki Liong sudah membabat dari samping, kuat bukan main sehingga terdengaar suara keras dan ujung pecut itu terbabat putus oleh pedang Ki Liong! Melihat ini Su Bi Hwa menggerakkan kakinya dan paha kiri Mayang kena ditendangnya.
"Dukk!" Tak dapat dicegahnya lagi, tubuh Mayang terpelanting keras. Sambil terkekeh Bi Hwa membacokkan pedangnya, akan tetapi pedang itu ditangkis oleh pedang di tangan Ki Liong.
"Tranggg?"..!"
"Ehh" Liong-Ko, apa yang kau lakukan ini?" Bi Hwa berseru kaget.
"Aku ingin menangkapnya hidup-hidup, Bi-moi!"
Bi Hwa mengerti dan tertawa. "Heh-heh, agaknya karena malam itu ternyata bukan Mayang yang kau tundukkan dalam kamarnya, engkau masih penasaran" Baiklah, akan kutangkap ia untukmu, kuhadiahkan padamu untuk hari ini, akan tetapi sesudah itu ia harus dibunuh dan mayatnya dilenyapkan di dasar danau!" kata Bi Hwa.
Mendengar ini, Mayang, mengerahkan seluruh tenaganya dan meloncat bangun, tidak memperdulikan rasa nyeri di pahanya. Hatinya terasa sakit bukan main. Kini terbukalah matanya dan tahulah ia benar-benar macam apa adanya Sim Ki Liong yang penah dicintanya. Ia telah mintakan ampun untuk Ki Liong dari Cia Kui Hong, kemudian di pulau Teratai Merah ia pun memintakan ampun untuk Ki Liong dari Pendekar Sadis dan isterinya. Dan kini ternyata Ki Liong hanya memandangnya sebagai alat memuas nafsunya belaka. Bahkan demikian kejinya Ki Liong untuk minta kepada Bi Hwa agar ia tidak dibunuh dulu sebelum digumulinya!
"Jahanam kau?", terkutuk kau?".!" Dan dengan napas terengah-engah saking marahnya ia sudah menyerang lagi dengan cambuknya yang sudah patah ujungnya, menyerang mati-matian ke arah Ki Liong. Bahkan hantaman pecutnya dibantu oleh tangan kirinya yang juga melakukan serangan dengan pukulan Hek-coa-tok-ciang yang mengandung hawa beracun. Namun, Ki Liong mengelak dari pukulan itu dan menangkis hantaman cambuk dengan pedangnya. Mayang kembali mengamuk, dan karena kini Su Bi Hwa tidak lagi menyerang untuk membunuh, melainkan untuk merobohkannya dan menangkapnya, maka Mayang tidak terancam maut lagi. Bagaimanapun juga, tidak akan mudah bagi mereka untuk dapat menangkap gadis yang seperti singa betina mengamuk ini begitu saja.
"Wirrr?" !" Pecut itu kembali menyambar ke arah kepala Ki Liong. Serangan yang dilakukan penuh dengan kebencian. Ki Liong menyambut dengan pedang dan sengaja memutar pedang sehingga pecut itu melibat pedangnya. Kesempatan ini kembali dimanfaatkan Bi Hwa. Tangannya menampar ke arah pundak Mayang dan gadis ini kembali terpelanting, sekali ini terpelanting keras dan kepalanya terasa pening. Namun ia telah dapat melepaskan libatan cambuknya dan ia sengaja menggulingkan tubuhnya sambil memutar-mutar cambuk melindungi diri. Memang hebat gadis ini. Kalau ia tidak bergulingan dan memutar cambuknya, tentu mudah bagi dua orang pengeroyoknya untuk menotok dan menangkapnya. Namun dengan bergulingan dan memutar cambuk, kembali ia terlepas. Ia meloncat berdiri lagi dan walaupun kepalanya pening,dan pundaknya nyeri, ia sudah siap untuk melawan sampai titik darah penghabisan.
"Sim Ki Liong, jahanam busuk kau?"!!" Ia berteriak, suara teriaknya melengking nyaring dan kembali ia mengamuk dengan cambuknya, amukan yang tidak lagi menghiraukan keselamatan dirinya.
Su Bi Hwa menjadi penasaran dan marah sekali. Kalau menurutkan hatinya, ia ingin segera membunuh saja gadis peranakan Tibet itu agar tidak menyusahkan lagi. Akan tetapi ia maklum bahwa kalau hal itu ia lakukan, ia akan rugi karena tentu Ki Liong akan merasa kecewa dan tidak senang kepadanya.
"Liong-ko, biar kurobohkan dia dengan jarum agar lebih mudah!" katanya, akan tetapi sebelum Ki Liong menjawab, tiba-tiba ada sinar merah menyambar dari kiri, sinar merah lembut yang menyambar dengan cepat sekali ke arah Su Bi Hwa da Sim Ki Liong! Kiranya sebelum Bi Hwa mempergunakan jarum-jarumnya, telah ada orang lain yang lebih dulu menggunakan jarum-jarum merah yang amat lihai, akan tetapi bukan untuk menyerang Mayang, sebaliknya malah menyerang mereka.
Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa cepat mengelak dan sinar merah lembut itu menyambar lewat. Bukan jarum-jarum merah itu yang mengejutkan hati mereka, melainkan setelah orangnya yang menyambitkan jarum itu muncul.
"Siluman betina busuk, kiranya engkau di sini! Dan bersama si murtad Sim Ki Liong mengeroyok Mayang! Bagus, jangan takut, Mayang. Aku membantumu menghajar jahanam-jahanam ini!" kata gadis perkasa yang menyambitkan jarum-jarum merah itu.
Wajah Su Bi Hwa dan Sim Ki Liong berubah ketika mereka mengenal Cia Kui Hong! Yang menolong Mayang itu memang Kui Hong. Seperti kita ketahui, Cia Kui Hong meninggalkan Cin-ling-san setelah ia mendapatkan persetujuan ayah ibunya untuk berjodoh dengan Tang Hay. Bagaikan mendapatkan semangat hidup baru, Kui Hong segera berangkat dan mencari ke kota raja. Akan tetapi, kebetulan sekali ia lewat di danau itu dan tertarik oleh keindahan danau. Ia berjalan-jalan di sekitar danau dan tadi, ketika ia sudah mengambil keputusan untuk meninggalkan danau dan pergi ke kota raja, ia kebetulan lewat dekat bukit itu dan mendengar teriakan marah dari
Mayang. Ia pun bergegas naik ke bukit itu dan melihat betapa Mayang didesak dengan hebat oleh dua orang yang membuat ia marah bukan main. Dua orang pengeroyok Mayang itu adalah Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa! Tentu saja Kui Hong merasa heran sekali. Bukankah Ki Liong dan Mayang saling mencintai" Bahkan Mayang sendiri yang pernah mintakan ampun untuk Ki Liong kepadanya! Bagaimana sekarang Ki Liong malah menyerang Mayang, dan bersama dengan Tok-ciang Bi Mo-li murid Pek-lian Da-kui itu" Dalam keheranannya, ia tidak banyak membuang waktu dan mendengar betapa Su Bi Hwa hendak menyerang Mayang dengan jarum, ia mendahului dan menyambit kedua orang pengeroyok dengan jarum-jarum merahnya.
"Enci Kui Hong?".!!" Mayang berseru girang bukan main ketika melihat siapa penolongnya dan cepat ia meloncat ke dekat Kui Hong.
"Mayang, apa yang telah terjadi" Kenapa engku dikeroyok oleh dua orang ini?" Kui Hong bertanya, penasaran.
"Enci Kui Hong, jahanam Sim Ki Liong mengkhianatiku, dia bersekongkol dengan iblis betina itu untuk menguasai keluarga Menteri Cang Ku Ceng."
Kui Hong membelalakkan matanya. "Begitu berani mereka" Kalau begitu dosa mereka sudah melewati ukuran dan mereka layak dibasmi!" Kui Hong membentak dan ia pun sudah mencabut sepasang pedangnya, lalu menyerang Ki Liong dengan sepasang pedang itu. Serangannya hebat bukan main karena ia telah mengerahkan tenaganya dan memainkan ilmu pedang Hok-mo Siang-kiam (Sepasang Pedang Penakluk Iblis) yang dipelajarinya dari Toan Kim Hong, neneknya. Ki Liong yang maklum akan kelihaian gadis ini, tidak banyak cakap lagi dan cepat memutar pedangya melawan.
Mayang kini memperoleh angin baik. Biarpun ia sudah menderita luka oleh tendangan pada paha dan pukulan pada pundaknya, kini melihat munculnya Kui Hong, semangatnya timbul kembali dan bagaikan seekor singa betina, ia menggunakan cambuknya yang sudah patah ujungnya untuk menyerang Su Bi Hwa dengan dahsyat.
Kini terjadilah pertandingan satu lawan satu yang amat seru. Akan tetapi, Ki Liong segera mulai terdesak oleh sepasang pedang di tangan Kui Hong. Gadis ini, biarpun hanya menerima keterangan singkat dari Mayang, maklum bahwa Ki Liong, telah mengkhianati gadis itu dan tentu telah melakukan kejahatan kembali. Memang ia sudah sangat membenci pemuda murid pulau Teratai Merah yang murtad ini. Kalau dulu ia mengampuninya adalah karena atas permintaan Mayang. Kini, ia menyerang untuk membunuh sehingga Ki Liong hanya mampu menangkis dan menjaga diri, tidak diberi kesempatan lagi untuk balas menyerang. Adapun Su Bi Hwa yang tingkat kepandaiannya seimbang dengan Mayang, kini juga kewalahan menghadapi desakan Mayang karena gadis peranakan Tibet ini marah sekali sehingga gerakannya menjadi sangat dahsyat, terutama sekali serangan tangan kirinya yang menggunakan Hek-coa-tok-ciang.
Tiba-tiba Su Bi Hwa berseru nyaring. "Suhu, keluarlah dan bantulah kami!" Ki Liong sendiri merasa heran, mengira bahwa tentu sekutunya itu hanya mempergunakan siasat menggertak saja. Akan tetapi, betapa girang rasa hatinya ketika tiba-tiba terdengar suara orang yang amat dikenalnya, suara Hek Tok Siansu!
"Omitohud?"., banyak benar orang muda perkasa bermunculan!" Dan sambaran angin dahsyat menyerang ke arah Kui Hong dari arah kanan! Kui Hong yang sedang mendesak Ki Liong, ketika mendengar suara itu dan merasakan sambaran angin pukulan dahsyat, cepat membalik ke arah suara itu dan memindahkan pedang dari tangan kanan ke tangan kiri yang kini memegang dua batang pedang, lalu tangan kanannya ia dorongkan kearah dari mana datangnya angin pukulan,
"Desss?"!" Dua tenaga sakti bertemu di udara lewat telapak tangan Hek Tok Siansu dan Cia Kui Hong.
"Omitohud"..!" Hek Tok Siansu berseru kaget dan heran karena tangkisan gadis itu membuat pukulannya tadi membalik. Jarang di dunia ini ada orang mampu menangkis pukulannya seperti itu, dan gadis ini masih muda sekali! "Bi Hwa, siapakah nona ini?" Saking heran dan kagumnya, ia bertanya kepada Bi Hwa. Bagi, Hek T ok Siansu, tidak ada rahasia lagi tentang Su Bi Hwa dan Sim Ki Liong karena mereka sudah mengaku kepadanya tentang keadaan mereka yang sebenarnya. Su Bi Hwa memang cerdik. Ia telah mengatur semuanya sehingga kakek itu berada pula di situ, siap membantu. Bahkan banyak pula orang-orang Pek-lian-kauw sudah siap membantunya.
"Suhu, ia adalah pangcu (ketua) dari Cin-ling-pai."
"Omitohud, seorang wanita masih begini muda sudah menjadi ketua perkumpulan besar. Pantas saja lihai!"
Kui Hong merasa heran mendengar Bi Hwa menyebut suhu kepada hwesio ini. Setahunya, guru Bi Hwa adalah Pek-lian Sam-kwi yang ketiganya sudah tewas semua. Bagaimana tiba-tiba muncul seorang hwesio yang mengaku sebagai guru wanita iblis ini "
"Lo-cian-pwe," katanya dengan sikap tegas. "Aku Cia Kui Hong tidak pernah bermusuhan denganmu. Tok-ciang Bi Moli ini pernah mengacau Cin-ling-pai, maka aku akan membunuhnya, dan Sim Ki Liong ini adalah murid murtad dari kakek dan nenekku. Oleh karena itu, harap Lo-cian-pwe tidak mencampuri urusan kami agar aku tidak perlu bermusuhan denganmu."
"Omitohud, nona muda yang sombong. Apa kau kira pinceng takut melawanmu! Ha-ha-ha, dua orang ini adalah sekutu pinceng, sudah menjadi murid pinceng, tentu saja urusan mereka adalah urusan pinceng."
Tahulah Kui Hong bahwa ia berhadapan dengan seorang yang bentuk dan pakaiannya saja pendeta, akan tetapi isinya adalah seorang yang condong kepada golongan sesat.
"Kalau begitu, pendeta palsu, engkau pun hanya akan membikin kacau dunia saja!" bentaknya dan ia pun sudah menyerang dengan sepasang pedangnya.
"Omitohud, biarlah nona ini menjadi lawan pinceng!" kata Hek Tok Siansu dan dia sudah menggerakkan kedua tangannya. Ujung lengan bajunya menyambar dan ketika kedua ujung lengan baju itu menangkis pedang di tangan Kui Hong, gadis itu merasa seolah-olah sepasang pedangnya ditangkis oleh senjata keras yang kuat. Segera terjadi perkelahian di antara mereka.
"Bi-moi, kau bantu suhu menundukkan Kui Hong, biar aku yang menangkap Mayang!" kata Ki Liong dengan gembira. Tak disangkanya bahwa Bi Hwa sedemikian cerdiknya sehingga kini pihaknya yang lebih kuat. Bi Hwa juga maklum bahwa kalau eta Cin-ling-pai itu tidak di kalahkan, tentu merupakan ancaman baginya, maka tanpa banyak cakap lagi ia membantu Hek Tok Siansu mengeroyok Kui Hong. Adapun Ki Liong segera menghadapi Mayang.
Kembali keadaan berubah setelah tadi Kui Hong dan Mayang mampu mendesak dua orang lawannya. Dengan masuknya Hek Tok Siansu, keadaan kembali tidak menguntungkan bagi pihak Mayang dan Kui Hong. Kakek ini memiliki ilmu yang aneh-aneh, yang kadang amat mengejutkan Kui Hong dan membuat gadis itu terdesak dan hanya dapat melindungi dirinya saja tanpa dapat membalas menyerang. Apalagi di situ terdapat Bi Hwa yang menggunakan pedang mengeroyok dan jelas bahwa iblis betina ini bersungguh-sungguh hendak membunuhnya, membuat Kui Hong segera terdesak. Hanya kematangan ilmu pedang Kui Hong yang bersumber kepada ilmu pedang dahsyat dari neneknya yang membuat gadis itu masih dapat bertahan.
Yang payah adalah Mayang. Gadis ini sudah terluka, dan menghadapi Ki Liong ia merasa kalah setingkat, maka segera ia diserang dan didesak hebat oleh Ki Liong yang amat bergairah untuk menangkapnya hidup-hidup. Kini Ki Liong bagi Mayang merupakan iblis yang amat jahat, dan ia tahu bahwa kalau sampai ia tertawan, tentu Ki Liong akan menghina dan memperkosannya. Kiranya pemuda ini sama sekali tidak mempunyai peri kemanusiaan, tidak tahu malu dan sudah tersesat sampai jauh. Mayang menggigit bibirnya dan melawan mati-matian. Sudah dua kali ia terpelanting oleh tendangan kaki Ki Liong, akan tetapi setiap kali ia meloncat bangun lagi, tidak merasakan kenyerian yang dideritanya dan melawan terus dengan gigihnya.
Kui Hong maklum bahwa pihaknya terancam bahaya kalau perkelahian berat sebelah itu dan membiarkan diri mati konyol. Ia harus melindungi Mayang karena ia dapat melihat betapa gadis itu terancam oleh Ki Liong. Ia mulai mencari kesempatan untuk mengajak Mayang melarikan diri lebih dahulu agar terlepas dari himpitan lawan. Akan tetapi, tiga orang lawan itu tidak memberi kesempatan dan mendesak terus. Selagi Kui Hong memutar pedang mencari kesempatan, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.
"Tahan semua senjata!" Ucapan aitu demikian penuh wibawa sehingga seperti tertahan oleh tenaga yang tidak nampak, lima orang yang sedang berkelahi itu otomatis menghentikan gerakan tangan mereka. Hek Tok Siansu terkejut bukan main karena dia merasakan getaran yang amat kuat dalam suara itu, getaran yang mengandung kekuatan sihir yang luar biasa kuatnya. Segera ia memandang dan ternyata yang membentak itu pun hanya seorang pria yang masih amat muda! Sungguh mengherankan hatinya karena demikian banyaknya bermunculan orang muda yang amat lihai!
Yang paling kaget sampai mukanya berubah pucat adalah Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa ketika mereka mengenai orang yang datang itu karena pemuda itu bukan lain adalah Hay Hay!
Melihat pemuda itu, Mayang menjerit sambil terisak dan lari menghampiri Hay Hay, langsung meloncat dan merangkul leher pemuda itu. "Hay-koko?".Hay-ko?"uuuuuhuhu-huuuuu?".Hay-kooo"..!" Ia menangis tersedu-sedu di dada kakaknya itu.
Hay Hay mengelus kepala adiknya penuh kasih sayang. "Sssttt, Mayang adikku yang manis, di mana kegagahanmu" Hentikan tangismu, Mayang dan ceritakan apa yang terjadi." Dia lalu mengangkat muka dan bertemu pandang dengan Kui Hong. Keduanya berau pandang mata, dua pasang sinar mata bertaut sejenak dan keduanya tersipu.
"Hay-ko"..!" Kui Hong berbisik hampir tidak bersuara, akan tetapi bibirnya jelas menyebut nama pemuda itu.
"Hong-moi, kulihat mati-matian engkau melindungi Mayang adikku. Terima kasih! Akan tetapi apa yang telah terjadi" Ini si iblis betina dari Pek-lian-kauw kembali telah mengacau dan kenapa Ki Liong bahkan menyerang Mayang, bukan melindungi" Dan siapa pula kakek yang gagah ini?" Hay Hay bertanya.
Ki Liong merasa gentar bukan main dan dia pun cepat berkata kepada Hek Tok Siansu, "Suhu, inilah yang bernama Tang Hay, yang suhu cari-cari!" katanya.
Mendengar keterangan itu, Hek Tok Siansu terkejut, akan tetapi juga girang. Diam-diam dia lalu menggerakkan kekuatan sihirnya dan berkata dengan suara yang mengandung wibawa. "Omitohud?"kiranya engkau yang bernama Tang Hay" Orang muda, engkaulah yang telah menewaskan dua orang saudara pinceng yang bernama Janghau Lama dan Pat Hoa Lama di Tibet?"
Hay Hay mengamati kakek itu dan dia menjawab, "Kalau yang Lo-cian-pwe maksudkan tiga orang pendeta Lama yang memberontak kepada Dalai Lama itu, memang benar bahwa aku pernah bertentangan dengan mereka. Aku tidak membunuh siapa pun, dan kalau ada yang tewas dalam pertandingan, maka itu sudahlah wajar. Yang bersalah akhirnya pasti akan kalah dan terhukum perbuatannya sendiri."
"Mengapa Lo-cian-pwe masih merasa penasaran?"
"Omitohud, engkau orang muda yang sombong. Kematian tiga orang saudara kami itu harus di balas. Kim Mo Siankouw sudah membalas kematian Gunga Lama, dan sekarang, engkau harus menebus kematian Janghau Lama dan Pat Hoa Lama."
"Kalau Lo-cian-pwe membela yang bersalah, berarti bahwa Lo-cian-pwe juga menyeleweng dari kebenaran!"
kakek itu tertawa. "Ha-ha, sungguh menyenangkan sekali bertemu dengan orang yang sudah lama kucari-cari. Menggembirakan sekali bertemu dengan orang-orang muda yang berkepandaian. Nah, orang-orang muda, mari kita bergembira, tertawa dengan gembira, ha-ha-ha-ha!!" Suara tawanya sernakin lama semakin kuat dan mengandung getaran hebat, Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa sudah ikut tertawa. Mayang sendiri cepat mengerahkan ilmunya. Dari gurunya ia memang menerima ilmu yang menolak kekuatan sihir, maka ia dapat bertahan. Kui Hong juga tergetar hebat dan dengan segeraa mengerahkan sin-kang untuk menolak,namun tetap saja mulutnya membentuk se-nyum lebar.
"Bagus, tertawalah Lo-cian-pwe. Tertawalah sepuasmu biar kulihat!" kata Hay Hay, tentu saja dengan mengerahkan kekuatan sihirnya untuk melawan.
Akhirnya, yang tertawa bergelak adalah kakek itu sendiri, diiringi suara tawa Ki Liong dan Bi Hwa! Melihat kenyataan ini, Hek Tok Siansu terkejut. Dia mempergunakan sihir agar para lawan itu tertawa dan muda dia kuasai. Tidak tahunya sekarang malah dia sendiri yang tertawa dan tidak dapat dihentikan Cepat dia merendahkan tubuhnya, seperti katak hendak meloncat dan mengerahkan tenaga dari dalam perut sehingga terdengar bunyi berkokok seperti katak. Akan tetapi dia berhasil menghentikan tawanya dan otomatis Ki Liong dan Bi Hwa juga berhenti tertawa. Waiah dua orang itu menjadi pucat.
"Tang Hay, hari ini, pinceng Hek Tok Siansu akan membuat perhitungan denganmu! Bersiaplah untuk menebus kematian saudara-saudaraku!" kakek itu membentak.
Hay Hay tersenyum. "Kalau Lo-cianpwe tetap hendak membela yang bersalah, dan ingin menyusul mereka, silakan!"
Hek Tok Siansu yang sudah marah sekali, segera memutar kedua lengannya dan dia sudah menyerang Hay Hay dengan ilmu pukulannya yang ampuh, yaitu pukulan Gelombang Samudera yang amat dahsyati Hay Hay mengenal ilmu pukulan ampuh, maka dia pun mengerahkan tenaga dan menyambut dengan kedua tangannya
"Dess....... !!" keduanya terpental ke belakang. Ternyata tenaga mereka seimbang. Hal ini mengejutkan Hek Tok Siansu dan dia pun semakin penasarang tubuhnya seperti menggelundung dan ia menyerang semakin dahsyat. Hay Hay menyambutnya dan dua orang sakti ini segera bertanding.
Tiba-tiba Su Bi Hwa yang melihat betapa keadaan pihaknya tidak menguntungkan segera mengeluarkan suara bersuit nyaring. Dan bermunculanlah belasan orang tosu Pek-lian-kauw dari tempat persembunyian mereka! Melihat ini, Kui Hong meloncat rnendekati Mayang. Mereka beradu punggung dan saling melindungi, menghadapi pengepungan Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa yang dibantu belasan orang tosu Pek-lian-kauw!
Hay Hay maklum akan kehebatan lawannya, juga ia tahu bahwa Kui Hong dan Mayang dikeroyok banyak orang. Maka, dia pun cepat menggunakan ilmunya giauw-pon-poan-san, dengan langkah terputar-putar dia dapat membuat lawannya hanya membuang-buang tenaga sia-sia belaka. Hay Hay kadang-kadang meninggalkan kakek itu dan menerjang untuk membantu Kui Hong dan Mayang, membubarkan kepungan dan merobohkan satu dua orang pengeroyok. Baru dia menahan lagi kalau kakek itu mendesak, lalu menggunakan langkahnya yang ajaib itu untuk bermain kucing-kucingan. Dengan demikian, Hay Hay dapat melindungi Mayang dan Kui Hong.
Pada waktu itu, ilmu kepandaian Cia Kui Hong telah meningkat karena selama ia berada di Ci-ling-san, di bawah pengamatan ayah bundanya, ia berlatih dengan tekun sehingga saat itu, tingkat kepandaiannya sudah melebihi ayah dan ibunya. Hal ini tidak mengherankan karena gadis perkasa ini pernah digembleng sendiri oleh kakek dan neneknya, yaitu Pendekar Sadis dan isterinya di pulau Teratai Merah. Biarpun ia harus menghadapi pengeroyokan Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa, ia tidak akan kewalahan dan mampu mengimbangi mereka berdua. Mayang sendiri pun bukan gadis lemah. Akan tetapi ia telah terluka, dan para anggauta Pek-lian-kauw yang kini mengeroyok ia dan Kui Hong, berjumlah tiga belas orang dan mereka itu bukan anggauta biasa, melainkan tokoh-tokoh yang telah memiliki kepandaian tinggi. Maka, bagaimanapun Kui Hong mengamuk, tetap saja ia harus melindungi Mayang dan kedua gadis ini tetap terdesak. Untung disitu ada Hay Hay. Dengan siasatnya kadang-kadang melawan Hek Tok Siansu, dan kalau ada kesempatan ia meloncat dan menggempur para pengeroyok kedua orang gadis itu, dan gempurannya selalu merobohkan seorang pengeroyok, maka keadaan menjadi seimbang.
Sim Ki Liong yang menyamar dengan nama Liong Ki dan Bi Hwa yang memakai nama Liong Bi, adalah dua orang yang kicik. Mereka tidak mengenal apa yang disebut budi, tidak mengenal setia kawan. Mereka hanya mementingkan diri sendiri. Kini, melihat keadaan mereka yang tidak lahan semalarri. Maka, mendengar ucapan menguntungkan mereka merasa gelisah. Mereka tahu bahwa setelah rahasia mereka kini diketahu Mayang, tidak mungkin bagi mereka kembali ke istana Menteri Cang Ku Ceng. Dalam keadaan yang gawat itu, Liong Bi berbisik kepada Liong Ki, "Cepat, kit aharus pergi dari sini agar jangan terlambat!"
Dua orang itu memang memiliki jalan pikiran yang sama, maka mendengar ucapan itu saja Liong Ki sudah dapat menangkap maksud yang terkandung di dalamnya. Di pun melihat bahwa keadaan mereka amat tidak menguntungkan dan diam-diam dia mengutuk Mayang. Gadis itulah gara-gara semua kegagalan ini. Dia sama sekali tidak mengira bahwa malam itu bukan Mayang gadis yang di perkosanya selagi terbius, melainkan Teng Cin Nio! Dan Mayang telah mengetahui hal itu. Semua menjadi gagal! Kalau menteri Cang pulang dan mendengar akan peristiwa itu, tentu dia akan di tangkap. Habislah sudah semua cita-cita yang muluk, hancur oleh kesalahan semalam. Maka, mendengar ucapan Liong Bi, dia pun mengangguk-angguk dan keduanya lalu keluar dari kalangan pertempuran, membiarkan sisa anggauta Pek-lia-kauw untuk mengeroyok Kui Hong dan Mayang. Karena ditinggakan dua orang itu, belasan orang Pek-lian-kauw menjadi kocar-kacir melawan amukan Kui Hong dan Mayang. Beberapa orang terpelanting roboh disambar sepasang pedang Hok-mo Siang-kiam di tangan Kui Hong dan beberapa orang lagi roboh disambar pecut di tangan Mayang, walaupun pecut itu telah putus bagian ujungnya.
"Enci Hong, cepat kejar mereka, lindungi keluarga Menteri Cang!" Mayang berseru dengan khawatir. Ia sendiri merasa tidak mampu untuk melawan dua orang lihai itu.
Mendengar itu, Kui Hong terkejut. Berbahaya sekali kalau orang-orang macam Ki Liong dan Bi Hwa itu benar-benar menyerang keluarga Menteri-Cang. Ia meloncat ke belakang dan menoleh ke arah Hay Hay yang masih bertanding dengan seru melawan Hek Tok Siansu. Pertandingan antara dua orang itu berlangsung dengan seru. Kakek itu berusaha sekuat tenaga uhtuk mengalahkan Hay Hay, untuk membalas dendamnya. Dia sudah bertubi-tubi melakukan penyerangan dengan pukulan Angin Taufan, pukulan Gelombang Samudera, bahkan dia sudah menggunakan cara bergulingan seperti trenggiling, lalu mendekam dan melancarkan pukulan sakti seperti katak hendak meloncat. Namun Hay Hay selalu dapat menghindarkan diri. Langkah-langkah ajaib giau-pouw-poan-san dapat menghindarkan sernua pukulan dan kalau sekali dua kali pemuda itu menangkis, maka keduanya terpental karena memang tenaga sinkang mereka seimbang. Hay Hay juga penasaran garang dia berhadapan dengan lawan setangguh ini. Baru setelah dia memainkan Ciu-sian Cappek-ciang, yaitu,delapan belas jurus ilmu pukulan yang dipeiajarinya dari Ciu-sian Sin-kai, kakek gendut berkulit hitam itu terdesak mundur. Pada saat itulah Kui Hong meloncat ke belakang meninggalkan gelanggang.
"Hay-ko, kau lindungi Mayang. Aku harus melindungi keluarga Cang!" kata Kui Hong.
Melihat Kui Hong berlari cepat meninggalkan tempat itu, Hay Hay menjadi sadar. Tadi Sim Ki Liong dan wanita cantik yang dia kenal sebagai Tok-ciang Bi Moli yang pernah mengacau Cin-ling-pai telah melarikan diri. Kalau kini Kui Hong mengatakan hendak melindungi keluarga Cang, berarti kedua orang tadi mungkin merupakan ancaman bagi keluarga bangsawan itu. Akan tetapi Mayang masih dikeroyok beberapa orang anggauta Pek-lian kauw, dan di sini terdapat pula Hek Sansu yang lihai. Kalau dia pergi mengejar dan membantu Kui Hong, tentu Mayang terancarn bahaya. Tak mungkin dia rneninggalkan Mayang, apa lagi kelihatannya adiknya itu telah menderita luka-luka.
Karena mengkhawatirkan Kui Hong yang melakukan pengejaran seorang diri, juga mengkhawatirkan keadaan Mayang, Hay Hay menjadi rnarah. Dia mengerahkan seluruh tenaga saktinya, lalu mengeluarkan teriakan melengking. Teriakan ini mengandung kekuatan sihir yang amat dahsyat sehingga Hek Tok Siansu sendiri sampai terhuyung ke belakang dan muka nya berubah pucat. Saat itu dipergunakan oleh Hay Hay untuk menyerang dengan dorongan kedua tangannya.
Saat itu tubuh Hek Tok Siansu sedang terhuyung oleh daya kekuatan lengking nyaring yang dikeluarkan Hay Hay, maka datangnya serangan ini amat dahsyat. Dia berusaha mengerahkan tenaga untuk menyambut dengan dorongan kedua tangannya pula.
"Desss".!" Dua tenaga dahsyat bertemu dan akibatnya, tubuh Hay Hay terlempar ke atas. Dia membuat salto sampai lima kaki baru turun ke bawah. Akan tetapi kakek itu terjengkang dan dia cepat duduk bersila mengatur pernapasan dan mengusap darah dari bibirnya. Setelah itu, dia membuka mata, memandang kepada Hay Hay dengan sinar mata kagum dan tidak percaya, lalu berkata dengan lirih.
"Tang Hay, lain kali kita bertemu lagi." Dan dia pun bangkit berdiri lalu berkelebat pergi dengan cepatnya.
Melihat kakek itu melarikan diri, sisa orang-orang Pek-lian-kauw tentu saja menjadi ketakutan dan mereka pun lari meninggalkan kawan-kawan mereka yang terluka atau tewas.
"Koko mari cepat kita susul enci Hong. Keluarga Cang berada dalam bahaya!" kata Mayang, akan tetapi ia terhuyung karena lelah dan karena lukanya. Tanpa membuang banyak waktu untuk bertanya, Hay Hay Ialu menyambar tubuh adiknya dan mempergunakan ilmu berlari cepat seperti terbang menuju ke kota, dan langsung pergi ke gedung Menteri Cang yang sudah dikenalnya baik itu.
Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa secepatnya meninggalkan gelanggang pertempuran yang tidak menguntungkan pihak mereka, dan cepat sekali mereka tiba di istana keluarga Menteri Cang Ku Ceng. Karena mereka adalah orang-orang kepercayaan Menteri Cang, tentu saja para pengawal juga tidak banyak bertanya melihat mereka datang nampak tergesa-gesa itu. Keduanya langsung saja mencari Cang Hui dan Cang Sun, dengan maksud untuk menangkap mereka. Mereka telah ketahuan, rahasia mereka telah terbuka dengan munculnya Hay Hay dan Kui Hong, maka kalau mereka tidak menyandera putera puteri Menteri Cang, tentu mereka akan celaka. Akan tetapi, mereka tidak melihat Cang Sun, hanya menemukan Cang Hui dan Teng Cin Nio yang sedang menanti pulangnya Mayang karena gadis itu tadi pergi tanpa pamit. Ketika mereka melihat munculnya orang-orang yang mereka kenal sebagai Liong Ki dan Liong Bi, keduanya terkejut, apalagi melihat sikap dua orang itu yang aneh dan tidak seperti biasanya. Cin Nio sendiri belum menduga bahwa Liong Ki yang memperkosa dirinya malam itu, akan tetapi ia memang sudah tidak suka melihat sikap pemuda itu yang kadang-kadang memandang kepadanya dengan sinar mata kurang ajar. Lebih-lebih Cang Hui. Ia pernah dirayu oleh pemuda itu, maka ia merasa tidak suka kepada Liong Ki.
"Di mana Mayang?" tanya Cang Hui ketika melihat mereka berdua menghampirinya. Ia dan Cin Nio sedang duduk di taman bunga. "Ke mana ia pergi" Sejak tadi aku tidak melihatnya." Cin Nio sendiri hanya memandang dan tidak bicara sesuatu.
Liong Ki dan Liong Bi mendekat, dan Liong Ki berkata, "Mayang telah dicelakai orang jahat. Kalian pun akan celaka kalau tidak cepat pergi dari sini. Mari, kami akan melindungi kalian." katanya sambil mendekati Cang Hui.
"Pergi" Ke mana" Aku tidak mau. Pula, bahaya apa yang mengancam?" Akan tetapi, secepat kilat Sim Ki Liong telah menerjang dan menotoknya, hampir berbareng dengan yang dilakukan Su Bi Hwa kepada Cin Nio. Biarpun dua orang gadis itu pernah berlatih silat dengan tekun di bawah bimbingan Mayang, namun dibandingkan dengan dua orang itu, mereka kalah jauh. Pula, penyerangnya itu tidak mereka duga-duga sama sekali sehingga mereka tidak sempat mengelak, menangkis maupun berteriak.
Sesuai dengan rencana yang mereka atur ketika lari tadi, keduanya tanpa banyak cakap lagi memondong kedua orang gadis yang sudah lemas dan tidak mampu bergerak maupun bersuara itu, dan membawanya lari menuju ke belakang di mana terdapat beberapa buah kereta keluarga dan banyak kuda-kuda yang pilihan.
Melihat dua orang kepercayaan majikan mereka itu memasang dua ekor kuda di depan sebuah kereta, lalu memapah dua orang siocia mereka ke dalam kereta dan menjalankan kereta keluar dari situ, para pelayan hanya memandang dengan melongo, tidak berani menegur atau banyak bertanya. Mereka, hanya mengira bahwa agaknya dua orang nona mereka itu tiba-tiba terserang penyakit lumpuh dan, dua orang kepercayaan itu tentu akan membawa mereka mencari tabib dalam keadaan tergesa-gesa.
Akan tetapi ketika kereta tiba di pintu gerbang belakang, dari mana kereta-kereta dari istana itu biasanya keluar, lima orang penjaga pintu gerbang menghadang di tengah jalan dan mengangkat tangan memberi isyarat agar kereta dihentikan.
"Minggir!" bentak Sim Ki Liong. "Apakah kalian tidak melihat bahwa aku yang membawa kereta keluar.
"Maaf, Taihiap. Akan tetapi kami mendengar bahwa Cang Siocia dan Tang Siocia kaubawa dalam kereta. Kami harus mempertanggung jawabkan ini. Hendak dibawa ke mana mereka itu dan mengapa" Apa yang terjadi denga mereka, Taihiap?"
"Keparat, kalian tidak percaya kepadaku" Minggir!" bentak Sim Ki Liong yang tidak mau membuang banyak waktu. Sementara itu tanpa banyak cakap lagi Su Bi Hwa menggerakkan tangan lima kali. Lima orang penjaga itu menjerit dan roboh, tewas karena yang memasuki tubuh mereka adalah jarum-jarum beracun yang disambitkan Su Bi Hwa. Sim Ki Liong ,segera melarikan dua ekor kuda yang menarik kereta keluar dari situ dengan cepat.
Para peniaga lain yang melihat lima orang rekan mereka tewas, segera berteriak-teriak dan gegerlah seisi istana. Apalagi, ketika Nyonya Cang mendengar bahwa puteri dan keponakannya dilarikan oleh dua orang kepercayaan itu, ia mejadi bingug karena tidak tahu apa yang telah terjadi. Rasanya, sukar diterima dugaan bahwa dua orang kepercayaan itu menculik dan melarikan dua orang gadis itu. Untuk apa diculik"
Selagi semua orang kebingungan karena pada waktu itu Menteri Cang tidak berada di rumah, muncullah Cang Sun yang ketika peristiwa itu terjadi sedang keluar istana dan berkunjung ke rumah seorang sahabatnya. Tentu saja dia menjadi sekali mendengar bahwa liong Ki dan Liong Bi melarikan Cang Hui dan Cin Nio dengan sebuah kereta. Dia memang mulai curiga kepada dua orang itu, apalagi mengingat sikap Liong Bi yang selalu berusaha merayunya.
"Pengawal, cepat kerahkan pasukan pengawal dan mengejar kereta itu!" kata Cang Sun dengan gelisah. Selagi semua orang sibuk, muncullah Kui Hong!
"Nona Cia?"..ah, nona Cia?".!"
Nyonya Cang merangkul Cia Kui Hong dan menangis. "Mereka melarikan Cang Hui dan Cin Nio"."
Sementara itu, Cang Sun juga tertegun melihat munculnya gadis yang selama ini, sebelurn dia bertemu Mayang.
"Nona Kui Hong....... !" katanya, disambungnya cepat-cepat, "Nona, kau harus menolong Hui-moi dan Ci-moi. Mereka berdua dilarikan Liong Ki dan Liong Bi dengan kereta!"
"Mereka itu dua orang penjahat besar yang kejam! Aku akan mengejar mereka!" kata Kui Hong dan ia pun melompat dan berlari cepat meninggalkan rumah itu. Di pintu gerbang, ia rnendapat keterangan dari penjaga bahwa kereta itu dilarikan ke arah barat. Pantas saja ia tadi tidak berternu karena ia masuk kota melalui pintu gerbang selatan. Melihat seekor kuda milik para penjaga, ia lalu berkata.
"Aku pinjam kuda kalian sebentar!"
Para penjaga sudah mengenal Kui Hong dyang mereka kagumi ketika gadis itu dahulu pernah tinggal di rumah Menteri Cang. Mereka tahu bahwa gadis itu lihai sekali, bahlan kabarnya menjadi ketua Cin-ling-pai. "Silakan, nona!"
Kui Hong membalapkan kudanyamelakukan pengejaran. Akan tetapi karena kereta itu sudah jauh meninggalkan pintu gerbang kota raja, karena memang kedua orang itu memilih kuda terbaik sehingga kedua kuda itu berlari cepat sekali. Namun, jejak kereta itu jelas dan Kui Hong terus melakukan pengejaran.
"Hong-moi, perlahan dulu....... !" Suara itu terdengar jelas sekali walaupun lirih, seolah-olah yang bersuara itu berbisik di dekat telinganya. Tahulah ia bahwa itu adalah suara Hay Hay dan bahwa orang yang selama ini selalu tak pernah meninggalkan hatinya itu mempergunakan ilmu mengirim suara dari jarak jauh yang hanya dapat di lakukan orang yang memiliki tenaga sakti yang amat kuat. Ia menahan kudanya dan menengok. Benar saja. Bayangan itu seperti terbang saja datang dari belakang, cepatnya bukan main. Ia harus mengakui bahwa ia sendiri tidak rnungkin dapat menandingi ilmu berlari cepat Hay Hay. Memang seorang di antara guru Hay Hay, yaitu See-thian La-rna adalah seorang ahli gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang sukar dicari bandingnya. Dan agaknya Hay Hay telah menguasai ilmu-ilrnu peninggalan para gurunya dengan baikg bahkan mungkin gurunya sendiri lebih baik dibandingkan setelah pemuda ini mendapat. gemblengan dari Song Lojing seorang sakt! yang menyempurnakan semua ilmunya.
"Hay-ko bagaimana dengan mereka tadi?"
"Hek Tok Siansu melarikan diri, orangorang, Pek-lian-kauw juga lari. Mayang berada di rumah Cang Taijin."
"Hay-ko, kenapa engkau menahanku" Bukankah kita harus cepat mengejar dan menyusul kereta itu?" Ia menunjuk ke depa dan kereta itu kini nampak sudah jauh.
"Hong-moi, kita harus berhati-hati menghadapi dua iblis itu. Kalau kita mengejar seperti ini dan mampu menyumereka akan memperguakan sul, tentu, dua orang gadis itu sebagai sandera dan kalau mereka mengancam dua orang gadis bangsawan itu, apa yang dapat kita lakukan?"
Kui Hong mengangguk. "Lalu apa yang harus kita lakukan?"
"Kita harus menyamar sebagai dua orang perampok yang menghadang perjalanan mereka, menutupi muka dengan saputangan. Kalau mereka mengira kita perampok, tentu mereka akan menyerang dan kita pendapat, kesempatan untuk menyelamatkan dua orang gadis tawanan itu."
"Engkau benar, Hay-ko. Mari kita cepat menyamar dan megejar." Kui Hong Ialu menggunakan saputangan mdnutupi mukanya dari bawah mata ke bawah, dan membungkus rambut kepalanya dengan kain pula sehingga sukarlah mengenal ketua Cin-ling-pai ini. Hay Hay juga menggunakan saputangan lebar menutupi mukanya. mengacaukan rambutnya sehingga riap-riapan.
"Hong-moi, sembunyikan sepasang pedangmu agar tidak dikenal." kata Hay Hay, dan Kui Hong cepat menyimpan sepasang pedang di balik bajunya yang longgar. Kemudian, gadis itu menatap wajah Hay Hay yang sudah tertutup saputangan. Mereka hanya saling beradu pandang mata Sejenak sinar mata mereka bertaut lalu dengan suara menggetar Kui Hong berkata.
Hay-ko, betapa banyaknya yang ingin kubicarakan denganmu. Akan tetapi waktunya tidak ada. Kelak saja kalausudah selesai urusan ini Mari kita kejar mereka!" Ia pun melompat ke atas punggung kudanya dan membalapkan kuda kedepan mengerahkan gin-kangnya Hay Hay juga melesat cepat mengejar dan tubuhnya kuda itu.
Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa rnerasa lega. Memang semua cita-cita mereka hancur dan gagal, dan mereka tidak mungkin menjadi orang kepercayaan Menteri Cang, akan tetapi setidaknya mereka dapat menyelamatkan diri. Dengan adanya Cang Hui dan Cin Nio sebagai sandera, takkan ada orang yang berani menggannggu mereka, apalagi menyerang mereka. Dan kini Ki Liong masih mempunyai harapan tipis, yaitu dengan menyandera Cang Hui, mungkin Menteri Cang akan mengalah demi keselamatan puterinya dan akan suka menerimanya sebagai mantu. Mengingat betapa dia pernah berjasa dan menjadi orang kepercayaan Menteri Cang, dan mengingat pula bahwa bangsawan tinggi itu tentu akan menjaga nama baik keluarganya daripada aib, besar kemungkinan niatnya itu akan terkabul.
Kini kereta itu telah tiba di luar kota raja, mendekati kaki sebuah bukit dan hati mertka sudah merasa senang. Dua orang gadis yang mereka tawan masih rebah setengah duduk dalam keadaan lemas tak mampu bergerak di dalam kereta. Ki Liong memegang kendali, dan Bi Hwa duduk, di sampingnya sambil mengawasi dua orang tawanan mereka.
"Aih, engkau mau enak sendiri saja." kata Bi Hwa bersungut-sungut, "Kita menculik dua orang gadis, hanya akan menyenangkan engkau saja. Aku tentu hanya akan menjadi penonton yang panas perut."
Ki Liong tertawa dan mengelus dagu perempuan yang duduk di sampingnya. "Ah, engkau ini masih mempunyai cemburu" Ha-ha, jangan berpendapat sepicik itu, Bi Hwa. Kalau tadi ada Cang Sun, tentu akan ku culik pula pemuda itu untukmu. Yang penting bukan kesenangan, melainkan keselamatan kita lebih dahulu. Dengan adanya mereka, kita akan selamat. Siapa tahu, kelak Cang Taijin akan mau menerimaku sebagai mantu. Kalau hal itu terjadi, tentu aku tidak akan melupakan engkau, manis."
Tiba-tiba mereka menjadi tegang dan memandang ke depan. Ada dua orang yang mukanya tertutup sapu tangan menghadang di depan. Dua orang itu mengangkat tangan ke atas memberi isyarat untuk berhenti. Dari pakaian mereka, dapat diketahui bahwa mereka adalah seorang pria dan seorang wanita. Akan tetapi baik Ki Liong maupun Bi Hwa tidak mengenal mereka karena wajah mereka tertutup saputanga, bahkan wanita itu kepalanya dikerudungi, dan yang pria rambutnya riap-riapan. Karena tidak ingin kuda yang menarik kereta ketakutan dan sukar dikendalikan, terpaksa Liong menahan kedua ekor kuda yang sudah kelelahan itu.
Heii, kalian mau apa?" bentaknya penuh wibawa. "Minggir!"
"Kalian yang cepat turun dan serahkan kereta dan kuda kepada kami." kata pria bertopeng yang rambutnya riap-riapan. Suaranya parau dan dalam. Tahulah Ki Liong dan Bi Hwa bahwa mereka berhadapan dengan dua orang perampok yang hendak merampas kereta dan kuda. Mereka marah bercampur geli.
"Hemm, kalian sudah bosan hidup!" bentak Su Bi Hwa dan tangannya bergerak. Jarum-jarum beracun meluncur menjadi sinar hitam kehijauan menyambar ke arah kedua orang perampok itu. Akan tetapi, kini kemarahan dua orang itu berubah menjadi kekagetan dan keheranan. Dua orang "perampok" itu menggerakkan tangan mengibas dan semua jarum itu runtuh oleh hawa pukulan dari tangan mereka! Kibasan seperti itu hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang memiliki sin-kang (tangan sakti) yang kuat.
"Keparat, kalian benar-benar ingin mampus!" Bi Hwa hendak melompat turun, akan tetapi tiba-tiba Ki Liong memegang pergelangan tangannya.
"Jangan turun, jaga dan todong kedua orang tawanan kita." Bisiknya. Bi Hwa adalah seorang wanita yang berpengalaman dan cerdik, maka seketika, ia pun sadar, dan pedang yang tadinya sudah ia cabut untuk "menghajar" kedua orang perampok itu, kini sebaliknya ia todongkan kearah dua orang tawanan yang sudah tidak berdaya.
Ki Liong yang masih di bagian depan kereta memegang kendali kuda, kini tertawa bergelak, "Ha-ha-ha-ha, Kui Hong dan Hay Hay, kalian kira aku begitu tolol untuk dapat kalian tipu" Jangan kalian bergerak, karena begitu kalian bergerak, nona Cang Hui dan Teng Cin Nio akan kami bunuh!"
Tentu saja Hay Hay dan Hui Hong terkejut bukan main. Tak mereka sangka bahwa Ki Liong demikian cerdiknya sehingga tidak dapat mereka pancing meninggalkan dua tawanannya. Mereka merasa tidak ada gunanya lagi menyamar, rnaka mereka merenggut lepas sapu tangan penutup kepala dan muka.
"Ki Liong, engkau iblis cerdik," kata Hay Hay, suaranya tenang saja walaupun di dalam,hatinya, dia merasa khawatir. "Bagaimana engkau dapat mengenal kami?"
"Heh-heh, Hay Hay, kau kira aku begitu bodoh" Ingat, sudah lama aku mengenal Kui Hong. Aku pernah tergila-gila kepadanya, dan aku ingat benar bentuk dan sinar matanya, ingat akan bentuk tubuhnya. Siapa lagi, kalau bukan ia yang dapat meruntuhkan jarum-jarum Tok-ciang Bi-Moli semudah itu" Dan yang pria tentu saja engkau, karena tadi kalian yang menentang kami. Nah, mudah sekali, bukan" Dan kalian yang bodoh. Jangan bergerak kalau menghendaki dua orang nona itu tidak mampus lebih dulu!"
Hay Hay menahan nafas, merasa tidak berdaya. Mengunakan sihir" Dia tahu bahwa Ki Liong terialu lihai untuk dikuasai dengan sihir, karena tentu pemuda itu sudah siap siaga. Dan Su Bi Hwa adalah seorang tokoh Pek-lian-kauw, tentu saja ahli sihir dan kalau mereka berdua sudah siap siaga menjaga diri, sukarlah menguasai mereka dengan sihirnya. Berbahaya, tentu pedang di tangan iblis betina itu akan membunuh kedua orang gadis tawanan itu.
Selagi Hay Hay merasa bingu, dan tak berdaya, tiba-tiba Kui Hong mengeluarkan suara mengejek. "Huh, engkau iblis berrnuka manusia, srigala berkedok domba, engkau jahanam busuk dan terkutuk Sim Ki Liong! Kau kira dapat menggertak kami dengan menyandera kedua gadis bangsawan itu" Bunuhlah mereka kalau engkau mau membunuh, akan tetapi ingat, kalau engkau dan siluman itu membunuh mereka, aku dan Hay-ko akan menangkap kalian dan engkau tentu masih ingat bahwa aku adalah cucu Pendekar Sadis! Dan engkau lebih mengetahui bahwa kakekku yang pernah menjadi gurumu itu dijuluki Pendakar Sadis bukan sekedar omong kosong. Aku juga tahu bagaimana caranya menyiksa kalian sesadis-sadisnya sebelum kalian mampus sehingga kalian akan mati seribu kali!"
Mendengar ancaman ini, meremang bulu tengkuk Ki Liong dan Bi Hwa. Mereka yakin bahwa kalau sedang marah, bukan tidak mungkin ancaman ketua Cin-ling-pai itu akan dilaksanakan!
Ki Liong dan Bi Hwa saling lirik dan muka mereka berubah agak pucat mendengar ancaman Kui Hong itu. Mereka berdua maklum bahwa kalau mereka membunuh dua orang gadis tawanan, pasti mereka harus melawan Kui Hong dan Hay Hay, dan mereka tahu bahwa mereka tidak akan menang. Kalau mereka tertawan dan ketua Cin-ling-pai, cucu Pendekar Sadis itu melaksanakan ancamannya, wah, sungguh rnengerikan sekali membayangkan derita siksaan yang akan mereka alami.
Diam-diam Hay Hay kagum kepada Kui Hong. Gadis pujaan hatinya itu telah mempergunakan siasat yang tepat sekali. Gertak dilawan dengan gertakan yang lebih hebat lagi! Dia tahu bahwa dalam keadaan bingung dan ragu, bisa saja dua orang manusia sesat itu menjadi nekat dan benar-benar membunuh dua orang gadis bangsawan, maka dia pun cepat bicara dengan suara yang juga mengandung ejekan.
"Nah, kalian sudah mendengar sendiri ancaman cucu Pendekar Sadis! Aku sendiri hanya akan menyaksikan dari jauh karena aku pasti tidak tega melihat siksaan yang hanya dapat terjadi di neraka! Bagaimanapun juga, akhirnya kedua orang tawanan kalian mati kalian bunuh, dan kalian mati disiksa pangcu (ketua) dari Cin-ling-pai. Nah, bagaimana kalau kita biarkan kalian berempat tetap hidup"
Dalam keadaan panik dan bingung, ucapan Hay Hay itu merupakan pegangan harapan terakhir bagi Sim Ki Liong. "Aku setuju! Cia Kui Hong, aku menawarkan penukaran nyawa kami berdua dengan nyawa dua orang tawanan kami."
Kui Hong tersenyum mengejek. "Kalau menurut kata hatiku, aku tidak mungkin sudi melepaskanmu untuk ke dua kalinya, Ki Liong. Dahulu, Mayang memohon dan mintakan ampun bagimu karena ia tertarik dan terbujuk rayuanmu. Karena mengira bahwa engkau akan berubah dan kembali ke jalan benar, aku membiarkan engkau pergi. Ternyata engkau malah mengkhianati Mayang! Karena Mayang tidak berada di sini, biarlah kakaknya yang mengambil keputusan. Hay-ko, terserah kepadamu apa yang harus kita lakukan terhadap dua iblis ini."
Hay Hay bersikap acuh dan acuh dan suaranya sambil lalu saja ketika dia bertanya, "Sim Ki Liong, mengadakan perjanjian dengan orang seperti engkau sungguh merugikan diri sendiri karena engkau adalah seorang pengkhianat yang tidak suka memegang janji. Nah, tawaran penukaran yang kau maksudkan itu bagaimana" Jelaskan, nona Cia Kui Hong dan aku akan mempertimbangkannya. Akan tetapi awas, kalau engkau bertindak curang apa yang diancamkan nona Cia Kui Hong tadi pasti akan menjadi kenyataan." Sikap dan suara Hay Hay juga seperti orang yang tidak begitu memperdulikan nasib kedua gadis bangsawan itu sehingga Sim Ki Liong dan Siu Bi Hwa merasa kalah angin. Kalau saja yang mereka hadapi itu bukan Kui Hong dan Hay Hay, pikir mereka, kalau yang mereka hadapi itu Menteri Cang, pasti menteri itu tidak bersikap acuh seperti ini, tentu akan memperhatikan apa yang mereka tuntut dan memenuhinya tanpa banyak berbantah lagi. Akan tetapi, dua orang ini tidak dapat mereka gertak dan agaknya tidak perduli apakah mereka akan membunuh dua orang gadis itu atau tidak. Sebaliknya merekalah yang terancam!
"Kui Hong dan Hay Hay, kalau kalian mau berjanji tidak akan menyerang kami, dan membiarkan kami pergi dari sini, maka kami pun akan menyerahkan dua orang gadis di dalam kereta ini kepada kalian. Kami percaya akan janji kalian, terutama sekaii janji yang keluar dari mulut ketua Cin-ling-pai. Kalau kalian tidak mau, apa boleh buat, dua orang nona ini akan kami bunuh, kemudian melawan kalian untuk kami mati-matian mengadu nyawa. Bagaimanapun juga, kami sudah untung membunuh dua orang gadis tawanan ini."
Hay Hay pura-pura meragu lalu bertanya, sambil menoleh kepada Kui Hong, "Bagaimana pendapatmu, Pangcu(ketua)" Rasanya sayang membiarkan dua ekor tikus busuk ini pergi, setelah kita dengan mudah akan dapat menangkapnya dan menyeretnya ke depan Menteri Cang, atau rnembunuh mereka di sini seperti dua ekor tikus. Bagaimana pendapatmu dengan penawaran mereka itu?"
Kui Hong juga memperlihatkan sikap ragu-ragu. "Hemm, aku pun merasa sayang kalau harus melepaskan dua iblis busuk yang layak mampus ini. Akan tetapi, bagaimanapu juga, nyawa mereka tidak ada harganya. Dua orang nona itu jauh lebih berharga. Biarlah untuk sekali ini kita mengalah dan membiarkan mereka pergi, akan tetapi lain kali kita tidak akan mengampuni mereka lagi."
"Nah, Cia Kui Hong, sebagai ketua Cin-ling-pai, berjanjilah bahwa engkau dan Hay Hay tidak akan menyerang kami dan membiarkan kami pergi." kata Sim Ki Liong, diam-diam merasa girang sekali. Bagi dia dan Bi Hwa pada saat itu, yang paling penting adalah kebebasan dan keselamatan mereka. Yang lain-lain tidak ada artinya. Kalau mereka masih hidup, tentu mereka akan dapat bercita-cita lagi, mengejar segala macam kesenangan lagi.
Kui Hong mengangguk. "Baik sekali ini aku berjanji akan membiarkan kalian pergi, akan tetapi lain kali kita bertemu lagi, aku pasti tidak akan mengampuni kalian. Nah, pergilah cepat!"
Setelah rnendengar janji Kui Hong, Sim Ki Liong memandang dengan wajah berseri dan ia menjadi berani. Dia yakin bahwa orang seperti Cia Kui Hong, sampai mati pun tidak akan sudi melanggar janjinya
"Bi Hwa, tinggalkan mereka!" katanya kepada Su Bi Hwa. Biarpun hatinya ragu dan khawatir, akan tetapi Bi Hwa percaya kepada Ki Liog dan melihat Ki Liong melompat turun dari kereta, ia pun meninggalkan dua orang tawanan itu. Ki Liong tersenyum dan berkata kepada Kui Hong. "Nah Kui Hong, ambillah mereka dan biarkan kami membawa kereta itu. Atau kalian tukar dengan dua ekor kuda kalian, bukankah kalian masih untung sebuah kereta dalam penukaran ini?"
Kui Hong menudingkan telunjuknya ke arah bekas suhengnya itu. "Sim Ki Liong manusia iblis tak tahu malu. Kalau engkau dan iblis betina ini mau pergi, cepatlah pergi dari sini sebelum aku kehilangan kesabaranku dan lupa diri, lupa janji! Semua kuda dan kereta ini milik Menteri Cang, kalian hanya mencuri. Nah, cepat menggelinding pergi dari sini!"
Ki Liong menyeringai, hatinya panas sekali, akan tetapi dia tidak berdaya. Kalau dia tidak terima, apakah yang dapat dia lakukan" Marah dan menyerang mereka" Kalau begitu, jelas di luar perjanjian dan berarti dia mencari penyakit, bahkan mungkin saja mencari mati. Karena merasa,betapa Kui Hong sudah diikat janji, maka untuk melampiaskan kemarahan hatinya, dia pun berseru marah.
"Cia Kui Hong, aku tidak akan melupakan penghinaan ini. Ingat baik-baik, sekali waktu engkau akan terjatuh ke tanganku dan engkau akan membayar semua hutangmu kepadaku berikut bunganya!" Setelah berkata demikian, dia pun memberi isyarat kepada Bi Hwa dan mereka berdua membalikkan tubuh dan berlari cepat meninggalkan tempat itu.
"Hemm, ingin sekali aku memukul pecah kepala yang isinya pikiran busuk itu!" kata Hay Hay.
"Sabarlah, yang paling penting kita menyelamatkan Cang Siocia." kata Kui Hong sambil mendekati kereta. Melihat Cang Hui dan Cin Nio dalam keadaan lemas tertotok, Kui Hong menggerakkan jari tangannya membebaskan mereka dari pengaruh totokan. Begitu dapat menggerakkan tubuhnya, Cang Hui lalu merangkul Kui Hong sambil menangis.
"Enci Hong.........!!"


Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kui Hong menepuk-nepuk pundak Cang Hui. "Tenangkan hatimu, Nona. Engkau tidak diganggu oleh iblis itu, bukan?"
Cang Hui mengerti apa yang dimaksudkan Kui Hong dan ia menggeleng kepala, "Aku tidak tahu apa yang telah terjadi, enci Hong. Mereka itu tiba-tiba saja datang dan menotok lalu menculik kami. Aku tidak tahu apa yang telah terjadi dengan Mayang dan mengapa pula mereka berdua yang selama ini diperlakukan dengan baik oleh ayah, kini berbalik menculik aku dan Cin Nio."
Kui Hong mengerutkan alisnya, "Nona Cang, agaknya engkau belum mengenal betul siapa mereka tadi?"
"Tetu saja aku mengenal mereka. Mereka telah diterima sebagai pembantu dan pengawal keluarga kami oleh ayah. Mereka kakak beradik bernama Liong Ki dan Liong Bi!" kata Cang Hui heran.
Kui Hong menghela napas panjang dan menggeleng-geleng kepala. "Rumah ayahmu telah kemasukan dua orang manusia iblis yang amat jahat, Nona. Akan tetapi panjang ceritanya dan nanti kita bicara dalam perjalanan pulang. Kami akan mengantar kalian pulang. Siapakah nona ini?" tanya Kui Hong menunjuk kepada Cin Nio. Ketika ia berada di istana Menteri Cang dahulu, Cin Nio belum berada di sana maka ia tidak mengenalnya.
"Ia adalah saudara misanku bernama Tan Cin Nio dan tinggal bersama kami. Dan siapakah pendekar ini?" Cang Hui memandang kepada Hay Hay, juga Cin Nio memandang.
"Aku, ji-wi Sio-cia (nona berdua)" Namaku Tang Hay akan tetapi panggil saja aku Hay Hay. Ah, sekarang aku mengerti mengapa Sim Ki Liong yang jahat itu menculik kalian. Kiranya kalian adaah dua orang nona bangsawan yang cantik jelita bagaikan dua tangkai bunga yang sedang mekar merekah dengan harumnya......."
"Ihhhh....... Cang Hui terkejut mendengar ucapan yang Memuji dan merayu itu, dan ia menoleh kepada Kui Hong dengan sinar mata bertanya-tanya mengapa Kui Hong berkawan dengan pria yang kurang ajar itu!
Kui Hong tersenyum. "Saudara Tang Hay atau Hay Hay ini adalah seorang pendekar yang dikenal baik oleh ayahmu. Jangan kaget melihat dan mendengar sikapnya yang seperti merayu karena memang julukannya adalah Pendekar Mata Keranjang! Akan tetapi hatinya bersih. Hay-ko, jagalah sikap dan kata katamu agar tidak mengejutkan nona Cang dan nona Teng."
Hay Hay tersenyum. Girang hatinya mendengar ucapan Kui Hong tadi karena ucapan itu jelas membuktikan bahwa Kui Hong telah mengenalnya dan tidak akan merasa cemburu kalau dia memuji-muji kecantikan wanita dengan sejujurnya.
"Ji-wi Sio-cia, harap ji-wi sudi memaafkan kalau sikapku tidak berkenan di hati ji-wi. Dua orang dara seperti jiwi yang anggun seperti bidadari, tentu memiliki belas kasihan seperti bidadari pula dan sudi memaafkan seorang hamba rendah macam diriku."
Cang Hui adalah seorang gadis yang lincah jenaka dan selalu gembira. Biarpun baru saja terbebas dari ancaman yang lebih mengerikan daripada maut, namun kini setelah mendengar keterangan Kui Hong tentang Hay Hay dan mendengar ucapannya yang terakhir itu, mau tidak mau ia terkekeh geli. "Aduh, setiap orang gadis harus berhati-hati sekali menjaga diri kalau bertemu dengan Tai-hiap ini! Kalau tidak hati-hati tentu akan mudah jatuh bangun!"
Hay Hay menjadi semakin gembira. Kiranya puteri Menteri Cang Ku Ceng ini seorang gadis yang lincah jenaka. "Maaf, Siocia. Apanya yang jatuh bangun itu?"
"Apanya" Tentu saja hatinya!" kata Cang Hui. "Enci Hong, sekarang ceritakan, apa artinya kata-katamu, tentang diri Liong Ki dan Liong Bi tadi?"
"Mari kita naik kereta. Hay-ko, engkau yang menjadi kusir." kata Kui Hong.
Hay Hay tertawa dan mereka semua naik ke dalam kereta. Tiga orang itu duduk di dalam dan Hay Hay duduk di depan, di tempat kusir. Dua ekor kuda itu memang kuda pilihan, dan kuda yang tadi dituggangi Kui Hong diikat di belakang kereta.
Dalam perjalanan kernbali ke kota raja itulah Kui Hong memberi penjelasan kepada Cang Hui dan Cin Nio tentang dua orang yang selama ini dipercaya oleh keluarga Cang itu.
"Orang yang kalian kenal sebagai Liong Ki itu sebetulnya bernama Sim Ki Liong, dan dia sebetulnya adalah murid dari kakekku, akan tetapi telah menyeleweng dan tidak diakui lagi bahkan menjadi musuh besarku. Dia pengkhianat, curang dan licik, seorang yang berbahaya sekali karena dia pandai bersikap seperti seorang pendekar budiman. Dia pernah membantu gerakan pemberontak yang telah dihancurkan. Dia amat jahat dan palsu. Untunglah bahwa engkau dapat terlepas dari tangannya, Nona."
Tiba-tiba Teng Cin Nio menangis. Gadis ini merasa betapa jantungnya seperti ditusuk-tusuk ketika mendengar ucapan Kui Hong. Ia telah menjadi korban kejahatan Sim Ki Liong! Hanya Mayang seorang yang tahu akan peristiwa itu, dan hanya karena bujukan Mayang sampai hari ini ia masih hidup, karena aib itu membuat ia ingin bunuh diri saja.
"Enci Cin, kenapa engkau menangis?" tanya Cang Hui. "Sepatutnya kita bersukur telah terbebas dari tangan dua orang manusia iblis itu."
"Adik Hui, aku teringat akan Mayang. Kalau mereka itu demikian jahatnya, kenapa Mayang datang bersama mereka ke rumah keluarga Cang" Kenapa Mayang mau berdekatan dengan mereka, padahal kita mengetahui benar bahwa Mayang adalah seorang gadis yang baik?"
"Ah, hal itu memang perlu dijelaskan agar tidak salah sangka." kata Kui Hong. "Memang Nona benar kalau mengatakan bahwa Mayang adalah seorang gadis yang baik dan gagah perkasa. Bagaimana tidak akan demikian kalau ia adalah adik dari Pendekar Mata Keranjang ini?"
"Aihh, Hong-moi, kenapa engkau suka sekaii menyebut mata keranjang" Engkau bisa membuat aku benar-benar merasa mata keranjang!"
"Memang kau mata keranjang, habis disuruh mengatakan apa" Akan tetapi aku sekarang tahu bahwa seluruh pria di dunia ini, bahkan seluruh mahluk jantan di dunia ini, semua mata keranjang! Hanya ada yang kecil. ada yang besar kadarnya, ada yang jujur seperti engkau, ada yang pura-pura, ada yang kasar dan ada yang halus, ada yang mampu mengendalikan diri dan ada yang menjadi hamba nafsunya."
"Enci Kui Hong, kalau memang Mayang seorang pendekar wanita yang perkasa, kenapa ia ikut-ikutan, menyelundup kedalam keluarga Cang?" Kini Cin Nio mendesak, marasa penasaran.
"Karena Mayang pernah terpikat dan jatuh cinta kepadanya, itulah sebabnya. Ketika aku akan membunuhnya dalam pertempuran menghancurkan pemberontak, Mayang mintakan ampun untuknya, karena Mayang berharap agar Ki Liong dapat sadar dari kesesatannya. Dan entah bagaimana Mayang dapat bergaul pula dengan Tok-ciang Bi Moli Su Bi Hwa, dan mau saja diajak menyusup ke dalam keluarga Cang. Hal itu tentu ada sebabnya dan nanti Mayang dapat menjelaskan kepada kita. Mungkin Mayang tidak tahu siapa sebenarnya iblis betina yang memakai nama Liong Bi itu. Kemudian, agaknya ia mengetahui juga rahasia mereka dan karenanya ia menentang mereka yang dibantu pula oleh Hek Tok Siansu, seorang datuk yang lihai."
"Kakek itu diakui guru oleh mereka, bahkan mereka mengajak kakek itu menghadap ayah!" kata Cang Hui terkejut.
"Sungguh berbahaya sekali. Untung sekarang rahasia mereka telah diketahui dan mereka tidak akan mungkin berani lagi muncul di rumah keluarga Cang." kata Kui Hong. "Hampir saja Mayang menjadi korban ketika dikeroyok oleh dua orang iblis itu, ketika aku dan kemudian Hay-koko ini muncul dan membantu Mayang."
"Aku yakin bahwa Mayang tentu mempunyai alasan yang kuat kenapa ia dapat datang bersama mereka menghadap ayah." kata Cang Hui. "Di mana sekarang Mayang dan bagaimana keadaannya?"
"Ia menderita luka, akan tetapi agaknya tidak parah dan sekarang telah berada di rumah keluargamu, Siocia. Tadi ia dilindiingi kakaknya dan diantar kesana."
Kereta telah tiba di pekarangan gedung tempat tinggal keluarga Cang. Tentu saja mereka disambut dengan penuh kegembiraan, bukan saja oleh Cang Sun, ibunya dan Mayang, bahkan semua pengawal merasa gembira dan lega karena tadi mereka tentu saja merasa khawatir dan tentu mereka akan mendapat hukuman berat dari Menteri Cang kalau sampai terjadi sesuatu atas diri Cang Siocia.
* * * Sebelum mereka itu tiba, lebih dahulu Mayang dan Cang Sun telah bicara dari hati ke hati. Melihat tadi Mayang diantar oleh Hay Hay dalam keadaan luka-luka, tentu saja Cang Sun merasa khawatir sekali dan cepat-cepat dia memanggil tabib yang pandai untuk mengobati luka-luka yang diderita Mayang. Akan tetapi luka-luka itu tidak berat dan tak lama kemudian Mayang telah diajak bicara empat mata oleh Cang Sun, di ruangan sebelah dalam. Tak seorang pun pelayan diperbolehkan mendekat dan setelah duduk berhadapan berdua saja, Cang Sun mengamati waiah gadis yang di cintanya itu dan dengan nada suara khawatir dia mengajukan pertanyaan kepada Mayang apa yang sesungguhnya terjadi.
"Engkau tentu mengerti segalanya, dan ceritakan mengapa Liong Ki dan Liong Bi melakukan perbuatan menculik Hui-moi dan Cin-moi."
Mayang menundukkan mukanya sampai beberapa saat lamanya. Kemudian, ketika ia mengangkat muka memandang, Cang Sun semakin khawatir. Wajah gadis itu agak pucat dan pandang matanya demikian sayu minta di kasihani.
"Kongcu, sekarang saatnya aku menceritakan segalanya secara terus terang kepadamu. Sungguh tugas ini amat menakutkan hatiku, kongcu, karena besar kemungkinan setelah kongcu mendengar keteranganku, kongcu akan membenciku. Aku telah melakukan kesalahan besar sekali di luar kesadaranku, dan kesalahanku ini hampir saja mencelakakan keluargamu, bahkan kini kita masih belum tahu bagaimana nasib adik Hui dan adik Cin." Suara Mayang terdengar gemetar penuh perasaan sesal.
"Mayang, ceritakanlah. Aku bukan anak kecil, aku sudah dewasa dan aku dapat mempertimbangkan persoalan dengan adil. Apalagi engkau mengatakan tadi bahwa kesalahan itu kau buat di luar kesadaranmu, itu saja sudah menghapus sebagian besar dari kesalahanmu, kalau memang ada. Ceritakanlah."
Berceritalah Mayang. Semua ia ceritakan darai permulaan. Sejak ia menyelamatkan Sim Ki Liong sehingga tidak sampai di bunuh oleh Cia Kui Hong karena ia merasa kasihan kepada Ki Liong, karena ia pun membalas cinta pemuda itu dan mengharapkan pemuda itu akan dapat kembali ke jalan benar. Betapa ia dan Ki Liong melakukan perjalanan dan di tengah jalan bertemu dengan Su Bi Hwa yang tidak di kenalnya dan yang di akui sebagai seorang sahabat lama oleh Ki Liong.
"Aku sempat melihat perbuatan mereka terhadap Kongcu. Aku tegur mereka dan mereka menyatakan bahwa mereka melakukan itu agar dapat memperoleh Kedudukan dan pekerjaan yang baik agar dipercaya oleh keluarga Kongcu. Mulai saat itu aku sudah merasa curiga dan tidak suka, akan tetapi karena menyangka bahwa mereka memang ingin mencari kedudukan yang pantas, aku pun menahan diri. Mereka mempergunakan nama palsu dan mengaku sebagai kakak beradik agar tidak menimbulkan kecurigaan. Aku yang bodoh, dapat saja mereka tipu dan aku sama sekali tidak mempunyai prasagka buruk terhadap mereka, hanya curiga. Akan tetapi, mereka membuat jasa, mereka nampakya setia kepada ayah Kongcu, bahkan mereka merobohkan orang-orang jahat yang hendak membunuh ayah Kongcu. Baru sekarang aku mengerti bahwa para pembunuh itu tentulah kawan-kawan mereka karena Su Bi Hwa itu adalah seorang tokoh Pek-lian-kauw.
Cang Sun terbelalak. "Orang Pek-lian-kauw" Betapa berbahayanya...... !" Aku sama sekali tidak tahu dan mereka kelabui, Kongcu. Sampai akhirnya aku menyadari bahwa mereka bukan orang baik-baik, bahwa Sim Ki Liong tidak dapat kembali ke jalan benar, bahkan semakin jahat. Maka aku lalu mengambil keputusan untuk menentangnya, untuk membongkar rahasia mereka. Namun, aku terjebak dan dikepung, dikeroyok dua oleh mereka. Karena merasa bahwa rahasia buruk mereka telah kuketahui dan mereka tidak aman lagi, mereka berusaha untuk membunuhku. Aku melawan mati-matian akan tetapi karena mereka berdua memang lihai, aku sudah terluka ketika muncul enci Kui Hong."
Cang Sun mengangguk. "Sukurlah, ia tadi ke sini dulu lalu kami minta ia suka menolong Hui-moi dan Cin-moi. Jadi engkau sudah mengenal Kui Hong?"
"Mengenal enci Hong" Ah, Cang-kongcu, bukan hanya mengenal, akan tetapi kami adalah sahabat baik dan lebih dari itu, enci Hong adalah calon kakak iparku."
"Ehh" Calon kakak iparmu?" Can Sun menegas karena tidak mengerti.
"Ia akan berjodoh dengan kakakku."
"Siapakah kakakmu, Mayang?" "Kongcu mengenal dia dengan baik Dia adalah yang mengantarku ke sini tadi."
Sepasang mata Cang Sun terbelalak. "Tang-taihiap" Si Pendekar Mata Keranjang" Aih, jadi engkau ini adiknya?"
"Adik seayah berlainan ibu, Kongcu."
Cang Sun mengangguk-angguk. Pemuda bangsawan ini sudah mendengar betapa banyak tentang diri Tang Hay, Tang Hay adalah anak dari jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) Ang-hong-cu (Si Kumbang Merah) yang amat jahat dan keji. Akan tetapi, Tan Hay tidak menuruni watak jahat itu walaupun menuruni sifat mata keranjangnya, bahkan Ang-hong-cu roboh dikalahkan Tang Hay sendiri. Jadi Mayang ini pun anak dari mendiang Ang-hong-cu" Dia dapat menduga bahwa seperti juga para wanita lain, ibu Mayang tentu juga menjadi korban dari Si Kumbang Merah.
"Teruskan ceritamu, Mayang."
Melihat betapa pemuda itu hanya kelihatan kaget dan heran, tidak marah kepadanya, Mayang berani melanjutkan. "Dengan bantuan enci Hong, kami berdua dapat mendesak dua orang jahat itu.Akan tetapi kiranya mereka memang sudah membuat persiapan, karena segera muncul Hek Tok Siansu......."
Pendeta yang mereka perkenalkan sebagai guru mereka itu?"
"Sama sekali bukan guru mereka, Kongcu. Hek Tok Siansu itu lihai bukan main dan kemuculannya membuat enci Hong dan aku kembali terancam. Akan tetapi, Tuhan tidak membiarkan orang-orang jahat merajalela terus. Muncul kakakku Tang Hay. Setelah kami melawan, diperkuat oleh Hay-koko. Sim Ki Liong dan Su Bi Hwa yang licik dan pengecut itu Ialu melarikan diri. Aku mengkhawatirkan keselamatanmu, Kong-cu, maka aku minta enci Hong melakukan pengejaran ke sini......."
"Keselamatanku'?" Cang Sun bertanya heran.
"Kongcu, sejak mereka tinggal di sini, Su Bi Hwa itu berusaha untuk memikatmu dan Sim Ki Liong berusaha memikat adik Cang Hui. Tentu mereka bermaksud agar mereka dapat menjadi mantu ayahmu. Aku mengkhawatirkan keselamatanmu, Kongcu dan juga adik Hui. Karena Kongcu sedang tidak berada di rumah, maka tadi yang diculik adalah adik Hui dan adik Cin."
"Hemm, nona Cia Kui Hong datang ke sini dan kami minta ia pergi mengejar dua orang adikku yang diculik itu. Lalu bagaimana lanjutannya dengan pertempuran setelah nona Kui Hong pergi melakukan pengejaran?"
"Kakakku dapat mendesak dan mengalahkan Hek Tok Siansu. Kakek itu melarikan diri dan sisa orang-orang Pek-liankauw yang megeroyok juga melarikan diri. Hay-koko lalu membawa aku ke sini dan setelah kini dia dan enci Hong yang melakukan pengejaran, aku yakin bahwa adik Hui dan adik Cin akan dapat diselamatkan."
Setelah gadis ini berhenti bercerita, Cang S-un mengangguk-angguk. "Ceritamu sungguh menarik sekali, Mayang.
"Menarik" Apakah Kongcu?" tidak ....... marah dan benci kepadaku setelah mendengar ceritaku tadi?" Mayang memandang dengan muka terangkat. Sepasang mata sipit dan jeli itu memandang penuh selidik, mulut yang kecil itu agak terbuka penuh ketegangan dan alisnya berkerut mengandung kegelisahan.
Cang Sun tersenyum dan menggeleng kepalanya perlahan. "Kenapa harus membencimu, Mayang" Tidak, aku tidak memb
Harpa Iblis Jari Sakti 28 Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Dendam Iblis Seribu Wajah 15
^