Kisah Si Bangau Merah 1

Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo Bagian 1


Bangau merah di http://cerita-silat.mywapblog.com
 Hujan pertama semalam amat lebatnya, deras dan merata sam-pai puluhan li jauhnya,
 melegakan hati para petani. Melegakan tanah kering yang sudah berbulan-bulan merindukan
 air. Pagi hari ini udara amatlah cerah, seolah matahari lebih berseri daripada biasanya, seperti
 wajah seorang kanak-kanak tersenyum-tawa sehabis menangis. Kewajaran yang indah tak
 ternilai. Seluruh permukaan bumi segar berseri seperti seorang puteri jelita baru keluar dari danau
 sehabis mandi bersih. Daun-daunan nampak hijau segar dan basah, demikian pula bunga-
 bunga, walaupun tidak tegak lagi melainkan banyak me-nunduk karena hembusan air dan
 angin semalam, Tanah yang disiram air selagi kehausan itu, mengeluarkan uapan bau tanah
 yang sedap, bau yang mengingat-kan orang pada masa kanak-kanak ketika dia bermain-main
 dengan lumpur yung mengasyikkan.
 Burung-burung pun lebih lincah pagi itu. Suasana menakutkan mereka sema-lam, hujan dan
 angin ribut, merupakan bahaya malapetaka yang telah lewat dan mereka menyambut
 munculnya matahari pagi dengan kicau saling sahutan, dan mereka siap-siap berangkat
 bekerja mencari makan. Kegembiraan nampak pada wajah para petani yang memanggul
 cangkul, berangkat ke sawah ladang yang ki-ni kembali menjadi subur menumbuhkan
 harapan hasil panen yung baik,
 Segala sesuatu di dunia ini nampak indah selama kita tidak menyimpan ke-nangan masa lalu.
 Kenangan hanya menimbulkan perbandingan dan perbandingan menghilangkan keindahan
 saat ini. "Yo Han, engkau ini bagaimana sih". Aku dan suhumu bersungguh-sungguh mengajarkan
 dasar-dasar ilmu silat kepada-mu, akan tetapi engkau selalu acuh me-nerimanya, buhkan tidak
 mau berlatih." Suara wanita yang mengomel ini pun merupakan sebagian dari keindahan pagi
 itu kalau tidak dinilai. Perusak keindahan adalah penilaiun dan perbandingan.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 1 Anak laki-laki itu berusia dua belas tahun. Dia berdiri dengan sikap hormat, namun pandang
 matanya sama sekali ti-dak memperlihatkan rasa takut kepada wanita yang menegurnya,
 wanita yang duduk di atas bangku di depannya. Mere-ka berada di kebun yang terletak di
 be-lakang rumah, di mana tadi anak laki-laki itu menyapu kebun yang penuh dengan daun-
 daun yang berguguran semalam.
 Wanita itu adulah Kao Hong Li atau Nyonya Tan Sin Hong. Suami isteri pendekar ini sejak
 menikah lima tahun yang lalu, tinggal di kota Ta-tung, di sebelah barat kota raja Peking, di
 mana mereka membuka sebuah toko rempa-rempa dan hasil pertanian dan perkebunan.
 Tan Sin Hong adalah seorang pende-kar yang terkenal, walaupun kini dia hidup dengan
 tenang dan tenteram di kota Ta-tung, tidak lagi bertualang di du-nia persilatan. Dia pernah
 terkenal seka-li dengan julukannya Pendekar Bangau Putih atau Si Bangau Putih. Julukannya
 ini adalah karena dia merupakan satu-satunya pendekar yang menguasai ilmu silat Pek-ho
 Sin-kun (Silat Sakti Bangau Putih) ciptaan dari mendiang tiga orang sakti yang
 menggabungkan ilmu-ilmu mereka, yaitu mendiang Kao Kok Cu Si Naga Sakti Gurun Pasir,
 isterinya Wan Ceng, dan Tiong Khi Hwesio atau Wan Tek Hoat yang pernah terkenal dengan
 julukan Si Jari Maut! Si Bangau Putih Tan Sin Hong pernah menggemparkan dunia persilatan
 dengan ilmu-ilmunya yang dahsyat. Akan tetapi setelah me-nikah, dia hidup dengan tenang
 tente-ram bersama isterinya di kota Ta-tung, walaupun usianya masih sangat muda, yaitu baru
 dua puluh tujuh tahun. Kesu-kaannya akan pakaian berwarna putih membuat dia lebih dikenal
 sebagai Si Bangau Putih.
 Tan Sin Hong seorang pria yang nam-paknya biasa dan sederhana saja, sikap-nya selalu
 lembut dan ramah. Hanya pada matanya sajalah nampak bahwa dia bukan orang
 sembarangan. Matanya itu kadang mencorong penuh kekuatan dan kewibawaan.
 Isterinya yang kini duduk di kebun, bernama Kao Hong Li, berusia dua puluh enam tahun.
 Isteri Si Bangau Putih itu pun bukan wanita sembarangan. Ia puteri pendekar Kao Cin Liong,
 bahkan cucu, Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir. Tidak mengherankan kalau nyonya muda ini
 pun memiliki ilmu silat yang hebat, walaupun tidak sehebat suaminya. Sukarlah menca-ri
 seorang yang cukup lihai untuk mampu menandingi Kao Hong Li.
 Kao Hong Li seorang wanita yang cantik. Wajahnya bulat telur dan kecan-tikannya terutama
 terletak kepada sepa-sang matanya yang lebar dan jeli. Sikap-nya lincah, gagah dan juga
 galak. Ia seorang wanita yang cerdik, pandai bica-ra. Seperti juga Tan Sin Hong yang pernah
 menikah dengan wanita lain ke-mudian bercerai, Kao Hong Li juga seorang Janda muda
 ketika menikah dengan Sin Hong.
 Biarpun kedua orang pendekar ini sa-ling mencinta ketika Mereka masih per-jaka dan gadis,
 namun keadaan membuat mereka tidak berjodoh dan menikah de-ngan orang lain. Tan Sin
 Hong menikah dengan Bhe Siang Cun, puteri guru silat Ngo-heng Bu-koan, sedangkan Kao
 Hong Li menikah dengan Thio Hui Kong, pute-ra seorang jaksa di kota Pao-teng, Na-mun,
 karena pernikahan ini tidak dilandasi cinta, sebentar saja terjadi keretak-an dan akhirnya
 keduanya bercerai dari isteri dan suami masing-masing. Dalam keadaan menjadi duda dan
 menjadi janda inilah mereka saling berjumpa kembali dan kegagalan perjodohan mereka
 ma-sing-masing itu makin mendekatkan dua hati yang memang sejak dahulu sudah saling
 mencinta itu. Dan mereka pun manjadi suami isteri.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 2 Suami isteri yang saling mencinta itu hidup cukup berbahagia, dan setahun setelah
 pernikahan mereka, mereka di-karuniai seorang puteri yang mereka beri nama Tan Sian Li,
 yang kini telah berusia empat tahun.
 Adapun anak laki-laki berusia dua be-las tahun yang sepagi itu telah menerima teguran Kao
 Hong Li, adalah murid sua-mi isteri itu. Namanya Yo Han dan sejak lima tahun yang lalu dia
 sudah diambil murid oleh Tan Sin Hong. Yo Han adalah seorang anak yatim piatu. Ayah
 ibunya telah tewas di tangan tokoh-tokoh sesat. Ayah Yo Han seorang petani yang jujur dan
 sama sekali tidak pandai ilmu silat, akan tetapi dia memiliki watak yang ga-gah perkasa
 melebihi seorang pendekar silat! Ibu anak itu seorang tokoh kang-ouw yang amat terkenal,
 bahkan dahulunya sebelum menikah dengan Yo Jin, yaitu ayah Yo Han, wanita itu
 merupa-kan seorang tokoh sesat yang ditakuti orang. Namanya Ciong Siu Kwi dan ia dijuluki
 Bi Kwi (Setan Cantik) karena biarpun wajahnya cantik jelita, namun ia jahat seperti setan!
 Setelah bertemu Yo Jin dan menikah dengan pemuda du-sun yang sama sekali tidak mampu
 ber-main silat itu, wataknya berubah sama sekali. Ia menyadari semua kesalahannya dan ia
 hidup sebagai seorang isteri yang baik, bahkan setelah melahirkan Yo Han, ia menjadi
 seorang ibu yang baik. Akan tetapi, agaknya latar belakang kehidup-annya mendatangkan
 malapetaka. Pohon yang ditanamnya dahulu itu berbuah su-dah dan ia pula yang harus
 memetik dan makan buahnya. Biarpun ia sudah berusaha untuk menjauhkan diri dari dunia
 kang-ouw, bahkan dari dunia persilatan, namun tetap saja musuh-musuh mencari-nya!
 Melibatkan suami dan puteranya pula sehingga untuk menyelamatkan anak dan suami,
 terpaksa Bi Kwi Ciong Siu Kwi mencabut kembali pedangnya! Dan akibatnya, ia dan
 suaminya tewas di tangan tokoh-tokoh sesat. Masih baik ba-gi anaknya bahwa dia, yaitu Yo
 Han, tertolong oleh Tan Sin Hong yang kemu-dian mengambilnya sebagai
 murid.Demikianlah riwayat singkat Yo Han dan kedua orang gurunya. Dan semenjak
 gurunya, Tan Sin Hong, menikah dengan Kao Hong Li dan tinggal di kota Ta-tung Yo Han
 bekerja dengan rajin sekali. Biarpun gurunya telah berhasil dalam usaha perdagangannya, dan
 sudah mampu menggaji pelayan, namun tetap saja Yo Han membantu semua pekerjaan dari
 menyapu kebun, membersihkan prabot rumah dan sebagainya. Tidak ada yang menyuruhnya,
 melainkan karena dia suka bekerja, dia suka mengerjakan kaki tangannya.
 Sejak menjadi murid Sin Hong, pende-kar ini mengajarkan ilmu silat dasar ke-pada Yo Han.
 Akan tetapi sungguh mengherankan sekali, anak itu tidak suka belajar silat. Dia lebih tekun
 belajar membaca dan menulis sehingga dalam usia dua belas tahun, dia telah mam-pu
 membaca kitab-kitab sastra dan filsafat yang berat-berat seperti Su-si Ngo-keng! Dia pandai
 pula menulis sajak, pandai bermain suling dan pandai bernya-nyi! Akan tetapi, selama lima
 tahun menjadi murid Si Bangau Putih Tan Sin Hong, dia belum mampu melakukan ge-rakan
 menendang atau memukul yang benar!
 Tan Sin Hong dapat memaklumi ke-adaan muridnya itu. Dia teringat betapa dahulu, ayah dan
 ibu anak ini selalu menjaga agar putera mereka tidak me-ngenal ilmu silat. Mereka
 mengajarkan ilmu baca-tulis kepada putera mereka, akan tetapi Yo Han sama sekali tidak
 diperkenalkan dengan ilmu silat. Hal ini dikehendaki oleh Yo Jin, dan Bi Kwi ju-ga
 menyetujui karena suami isteri ini melihat kenyataan betapa dunia persilat-an penuh dengan
 kekerasan, dendam dan permusuhan. Bahkan Bi-kwi sendiri be-nar-benar meninggalkan dunia
 persilatan, hidup sebagai seorang isteri dan ibu di dusun sebagai petani yang hidup sederha-na
 namun tenteram penuh damai. Karena memaklumi bahwa pendidikan ayah ibu ini ikut pula
 membentuk watak dan ke-pribadian Yo Han, maka biarpun dia me-lihat betapa Yo Han sama
 sekali tidak suka mempelajari ilmu silat, dia pun tidak pernah menegur.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 3 Akan tetapi, yang suka mengomel dan merasa penasaran adalah isterinya, Kao Hong Li.
 Wanita ini memiliki watak yang lincah, gagah dan juga galak, ia merasa penasaran bukan
 main melihat Yo Han tidak pernah memperhatikan pelajaran ilmu silat, bahkan
 mengacuhkannya sama sekali. Padahal, mereka, terutama suami-nya, sudah berusaha
 sedapatnya untuk menjadi seorang guru yang baik bagi Yo Han. Apa akan kata orang dunia
 persi-latan kalau melihat Yo Han menjadi seorang yang sama sekali tidak tahu ilmu silat,
 padahal dia adalah murid ia dan suaminya" Yang tidak tahu tentu akan mengira bahwa
 mereka suami isteri memang tidak bersungguh hati mengajar-kan silat kepada Yo Han,
 bahkan tentu disangkanya membenci anak itu. Padahal ia dan suaminya amat menyayang Yo
 Han. Anak itu mereka anggap sebagai anak sendiri, atau adik sendiri. Apalagi Yo Han adalah
 seorang anak yang tahu diri, pandai membawa diri, rajin bekerja, juga amat cerdik.
 Mempelajari segala macam kepandaian, dia cerdik luar biasa Akan tetapi hanya satu hal, yaitu
 ilmu silat dia tidak peduli.
 Karena sudah merasa kesal sekali, pagi hari itu, melihat Yo Han hanya be-kerja di kebun,
 sama sekali tidak mau berlatih silat, Kao Hong Li tidak dapat menahan kesabaran hatinya lagi
 dan ia pun menegur muridnya.
 "Nah, hayo jawab. Kenapa engkau tidak mau melatih ilmu-ilmu silat yang sudah diajarkan
 oleh suhumu dan aku" Sudah berapa banyak ilmu silat yang ka-mi ajarkan, bahwa engkau
 sudah hafal akan semua teorinya, akan tetapi belum pernah aku melihat engkau mau
 melatih-nya! Hayo jawab sekarang, Yo Han, ja-wab sejujurnya, mengapa engkau tidak mau
 berlatih silat?"
 Sejak tadi anak itu menatap wajah subonya (ibu gurunya), dengan sikap te-nang dan pandang
 mata lembut, wajah tersenyum seperti seorang tua melihat seorang anak kecil yang marah-
 marah! "Benarkah Subo menghendaki teecu (murid) bicara terus terang sejujurnya, dan Subo tidak
 akan menjadi marah, apa pun yang menjadi jawaban teecu?"
 "Kenapa mesti marah" Dengar baik-baik, Yo Han. Pernahkah aku atau suhu-mu marah-
 marah kalau engkau memang bertindak benar" Selama ini, kami harus mengakui bahwa
 engkau seorang anak yang baik, seorang murid yang patuh, juga rajin bekerja dan semua ilmu
 pe-ngetahuan dapat kau kuasai dengan baik dan kau pelajari dengan tekun. Kecuali ilmu silat!
 Kalau memang jawaban dan keteranganmu sejujurnya dan benar, me-ngapa aku harus marah"
 Kalau aku ini menegurmu karena engkau tidak mau ber-latih silat, bukanlah untuk
 kepetinganku, melainkan demi masa depanmu sendiri."
 Anak itu memandang kepada subonya dengan mata membayangkan keharuan hatinya.
 Setelah gurunya selesai bicara, dia pun menarik napas panjang.
 "Subo, teecu tahu benar betapa Subo dan Suhu amat sayang kepada teecu, amat baik kepada
 teecu. Teecu tak habis merasa bersukur dan berterima kasih atas segala budi kebaikan Subo
 dan Suhu, Dan maafkanlah kalau tanpa sengaja teecu telah membuat Subo dan Suhu kecewa,
 menyesal dan marah. Sekarang, teecu hendak menjawab secara terus te-rang saja, sebelumnya
 mohon Subo me-maafkan teecu."
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 4 Diam-diam Kao Hong Li memandang kagum. Sering ia merasa kagum kepada anak ini.
 Bicaranya demikian lembut, sopan, teratur seperti seorang dewasa saja, yang terpelajar tinggi
 pula! "Katakanlah jawabanmu mengapa eng-kau tidak suka berlatih silat. Aku tidak akan marah,"
 katanya, kini suaranya ti-dak keras penuh teguran lagi.
 "Subo, teecu suka mempelajari ilmu silat karena di situ teecu menemukan keindahan seni
 tari, juga teecu menemu-kan olah raga menyehatkan dan mengu-atkan badan, memperbesar
 daya tahan terhadap penyakit dan kelemahan. Akan tetapi, teecu tidak suka melatihnya
 ka-rena teecu melihat bahwa di dalam ilmu silat terdapat pula kekerasan. Karena itu, maka
 ilmu silat itu jahat!"
 Sepasang mata Kao Hong Li yang memang lebar dan jeli itu terbelalak semakin lebar.
 "Jahat..."!?"
 "Ya, tentu jahat, Subo. Ilmu silat adalah ilmu memukul orang, bahkan membunuh orang lain.
 Apa ini tidak ja-hat namanya?"
 "Wah, pendapatmu itu terbalik sama sekali, Yo Han! Justeru ilmu silat mem-buat kita dapat
 membela diri terhadap kejahatan, juga dapat kita pergunakan untuk membasmi kejahatan.
 Kalau ilmu silat dipergunakan untuk kejahatan, tentu saja tidak benar. Akan tetapi ilmu silat
 dapat dipergunakan untuk menentang kejahatan, seperti yang dilakukan para pendekar. Ilmu
 silat adalah ilmu bela di-ri dari serangan orang jahat maupun binatang buas. Yang jahat itu
 bukan ilmu silatnya, seperti juga segala macam ilmu di dunia ini. Jahat tidaknya, baik
 tidak-nya, tergantung dari manusianya, bukan dari ilmunya. Ilmu silat atau ilmu apa pun tidak
 ada artinya tanpa Si Manusia yang memergunakannya."
 Yo Han mengangguk-angguk. "Teecu mengerti, Subo. Apa yang Subo katakan itu memang
 kenyataan dan benar adanya. Baik buruk tergantung dari orang yang menguasainya. Seperti
 Suhu dan Subo, walaupun ahli-ahli ilmu silat, namun sa-ma sekali tidak jahat. Yang membuat
 teecu tidak mau melatih diri dengan il-mu silat adalah karena melihat sifat dari ilmu silat itu.
 Sifatnya adalah keke-rasan, perkelahian, saling bermusuhan. Itulah yang membuat teecu tidak
 suka menguasainya.
 Kao Hong Li sudah mulai merasa pe-rutnya panas. Ia memang galak dan te-guh, dalam
 pendiriannya. "Yo Han, lupa-kah engkau bahwa kalau tidak ada ilmu silat, engkau sudah mati
 sekarang ketika engkau terjatuh ke tangan para tokoh sesat?"
 "Maaf, Subo. Nyawa kita berada di tangan Tuhan! Kalau Tuhan belum meng-hendaki teecu
 mati, biar diancam bahaya bagaimanapun juga, ada saja jalannya ba-gi teecu untuk terhindar
 dari kematian. Sebaliknya, kalau Tuhan sudah menghen-daki seseorang mati, biar dia
 memiliki kesaktian setinggi langit sedalam lautan, tetap saja dia tidak akan mampu
 meng-hindarkan diri dari kematian. Bukankah begitu, Subo?"
 Diam-diam Kao Hong Li terkejut. Dari mana anak ini dapat pengertian se-perti itu"
 "Anak baik, biarpun nyawa berada di tangan Tuhan, akan tetapi sudah menjadi kewajiban
 setiap orang manusia untuk menjaga diri, untuk selalu berusaha me-nyelamatkan diri dari
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 5 segala ancaman. Dan ilmu silat dapat menjamin kita un-tuk menyelamatkan diri dari ancaman
 orang jahat atau binatang buas."
 "Subo, maafkan kalau teecu berterus terang. Teecu selalu ingat betapa Ayah dan Ibu tewas,
 karena Ibu pernah ber-kecimpung di dunia persilatan. Ibu sudah terlalu banyak menanam
 permusuhan, su-dah terlalu banyak bergelimangan keke-rasan, maka akhirnya Ibu tewas
 dalam kekerasan pula, bahkan membawa Ayah menjadi korban. Selain itu, pernah teecu
 mendengar kisah yang dituturkan oleh Subo dan Suhu, kisah para pendekar sak-ti. Mereka itu
 hampir semua tewas da-lam perkelahian, dalam kekerasan."
 "Kau keliru, Yo Han. Memang benar bahwa banyak pendekar tewas dalam perkelahian,
 seperti juga sebagian besar perajurit tewas dalam pertempuran. Akan tetapi justeru itu
 merupakan kematian terhormat bagi seorang pendekar. Tewas dalam melaksanakan tugas
 menentang kejahatan adalah kematian yang terhor-mat!"
 "Membunuh atau terbunuh merupakan kematian terhormat, Subo" Ahh, teecu tidak dapat
 menerimanya. Semua kepan-daian manusia didapatkan karena kekua-saan dan kemurahan
 Tuhan. Juga ilmu silat. Akan tetapi sungguh sayang bahwa kemurahan dari kekuasaan Tuhan
 itu oleh manusia diselewengkan, untuk saling bu-nuh. Tidak, Subo. Teecu tidak mau
 mem-bunuh orang! Teecu tidak mau belajar ilmu silat, ilmu memukul dan membunuh orang."
 Kao Hong Li menjadi semakin marah. "Bagaimana kalau engkau sekali waktu diancam oleh
 orang jahat untuk dibunuh?"
 "Teecu akan berusaha untuk menyela-matkan diri, melindungi diri dengan segala kekuatan
 dan kemampuan yang ada, bukan berarti teecu akan berusaha membunuhnya. Kalau teecu
 sudah berusaha sekuatnya. untuk melindungi diri, cukuplah."
 "Hemm, bagaimana engkau akan mampu melindungi dirimu dari serangan orang jahat yang
 hendak membunuhmu kalau engkau tidak pandai ilmu silat?"
 "Teecu serahkan saja kepada Tuhan! Sudah teecu katakan tadi bahwa nyawa berada di tangan
 Tuhan. Kalau Tuhan belum menghendaki teecu mati di tangan penjahat itu, tentu teecu akan
 dapat menghindarkan diri."
 Kao Hong Li sudah kehilangan kesabarannya, Ia bangkit berdiri dan menatap wajah anak itu.
 "Yo Han, aku khawatir bahwa engkau telah dihinggapi kesom-bongan besar yang tolol!"
 "Meafkan teecu, Subo," kata Yo Han sambil menundukkan mukanya.
 "Bocah sombong! Kalau engkau tidak mau belajar silat, kalau engkau meng-anggap bahwa
 belajar silat itu salah, lalu engkau mau belajar apa" Engkau menjadi murid suami isteri
 pendekar, kalau tidak mau belajar silat dari kami, lalu mau belajar apa?"
 "Teecu ingin belajar hidup yang benar dan sehat, belajar menjadi manusia yang berguna, baik
 bagi diri sendiri, bagi orang lain, dan bagi Tuhan. Teecu akan mempelajari segala ilmu yang
 berguna dan indah, sastra, seni apa saja, asalkan bukan ilmu yang merusak...."
 "Sombong!" Kao Hong Li membentak, kini ia sudah marah. "Kau mau bilang bahwa ilmu
 silat adalah ilmu yang meru-sak?"
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 6 Pada saat itu, muncullah Tan Sin Hong. Sejak tadi dia sudah mendengar percakapan antara
 isterinya dan murid mereka. Dia tidak menyalahkan isterinya yang marah-marah. Dia sendiri
 pun tentu akan marah kalau saja dia tidak teringat akan keadaan Yo Han di waktu kecilnya.
 "Aih, ada apakah ini sepagi ini sudah ribut-ribut?" Sin Hong menegur sambil tersenyum
 tenang. Melihat suaminya datang, Kao Hong Li segera menuding kepada Yo Han.
 "Coba lihat muridmu ini! Dia menjadi murid kita tentu kita beri pelajaran ilmu silat. Eh, dia
 

Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

malah menganggap bahwa ilmu silat itu jahat, ilmu yang merusak! Apa tidak membikin panas
 perut?" "Sudahlah, nanti kita bicarakan hal itu." Sin Hong menghibur isterinya, lalu bertanya kepada
 Yo Han. "Yo Han, apa-kah engkau lupa hari lusa, adalah suatu hari yang bahagia" Nah, ada
 peristiwa bahagia apakah hari lusa itu?"
 Yo Han mengangkat mukanya dan wajahnya berseri memandang kepada suhunya yang telah
 mengalihkan percakapan yang membuat hatinya merasa tidak enak terhadap subonya tadi.
 "Teecu tahu, Suhu. Besok lusa adalah hari ulang tahun yang ke empat dari Sian Li."
 "Ha, jadi engkau ingat" Dan sudahkah engkau mempersiapkan hadiahmu untuk adikmu itu?"
 Yo Han menggeleng kepala. "Belum Suhu."
 Yo Han amat mencinta adiknya, pu-teri kedua orang gurunya itu, bahkan se-jak Sian Li dapat
 merangkak, Yo Han lah yang selalu mengasuhnya dan menga-jaknya bermain-main sehingga
 Sian Li juga amat sayang kepadanya.
 Sin Hong mengeluarkan uang dari sa-ku bajunya dan menyerahkannya kepada Yo Han.
 "Nah, ini uang kau boleh pakai untuk membelikan hadiahmu untuk Sian Li."
 Akan tetapi Yo Han menggeleng ke-palanya, "Suhu, teecu ingin memberi ha-diah sesuatu
 yang merupakan hasil pe-kerjaan tangan teecu sendiri kepada adik Sian Li."
 "Hemm...." Sin Hong menyimpan kem-bali uangnya. "Dan sudah kaubuatkan itu"
 "Belum, Suhu!"
 "Kalau begitu, mulai hari ini engkau boleh mulai mengerjakannya. Jangan ban-tu pekerjaan
 tukang kebun dan pelayan, tapi selesaikan membuat hadiahmu untuk adikmu."
 Berseri wajah Yo Han. Memang kedua orang gurunya tidak pernah menyuruh dia bekerja,
 akan tetapi dia sendiri yang merasa tidak enak kalau harus mengang-gur. Selalu ada saja yang
 dia kerjakan. Kini, gurunya memberi dia kesempatan sepenuhnya untuk membuatkan hadiah
 untuk Sian Li. "Baik, terima kasih, Suhu. Sekarang pun teecu hendak mulai membuatkan hadiah itu!" Dan
 dia pun pergi meninggalkan kebun itu, menuju ke sungai kecil yang mengalir di sebelah
 selatan rumah itu.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 7 Setelah Yo Han pergi, baru Sin Hong bicara dengan isterinya. "Sudahlah, kalau dia tidak mau
 berlatih silat, kita tidak perlu memaksanya. Kita sudah mengajar-kan ilmu-ilmu kita yang
 paling baik, dan dia sudah menghafalkan semua teorinya. Tinggal terserah kepada dia sendiri
 hendak melatihnya atau tidak."
 "Akan tetapi, dia adalah murid kita. Kalau kelak dunia persilatan tahu bahwa dia murid kita
 akan tetapi lemah dan tidak pandai memainkan ilmu silat, bu-kankah kita yang menjadi bahan
 tertawa-an?"
 Sin Hong menggeleng kepala. "Belum tentu demikian. Aku melihat bahwa dia bukan anak
 sembarangan. Dia pemberani dan tabah, juga amat cerdik. Dan dia mempunyai kasih sayang
 kepada sesama-nya. Lihat saja. Dia tidak pernah menja-di jagoan, akan tetapi semua anak di
 kota ini mengenalnya dan bersikap amat baik kepadanya. Dia disukai dan disegani, bukan saja
 oleh anak-anak, juga orang-orang tua tetangga kita selalu memujinya karena sikapnya yang
 sopan dan baik budi."
 "Bagaimanapun juga, aku khawatir ka-lau terjadi serangan orang jahat terhadap dirinya...."
 "Tidak perlu khawatir, Li-moi. Biar-kan saja dia bertumbuh sewajarnya, me-nurut apa yang
 disukainya dan kita lihat saja. Yang penting, dia tidak melakukan sesuatu yang menyimpang
 dari kebenaran, Dan dia amat sayang kepada Sian Li."
 Hong Li mengangguk. "Memang, Sian Li Juga amat sayang kepadanya. Justeru inilah yang
 kadang merisaukan hatiku."
 "Eh" Engkau risau karena anak kita menyayang Yo Han?"
 "Yo Han bagaikan kakak bagi Sian Li dan kelak, tentu Sian Li akan men-contoh segala
 prilaku Yo Han. Kalau Yo Han membenci ilmu silat, menganggapnya jahat, bagaimana kelau
 dia mempenga-ruhi Sian Li dan anak kita juga tidak suka berlatih silat?"
 Sin Hong mengangguk-angguk. "Aku akan bicara dengan Yo Han tentang itu dan minta agar
 dia jangan menanamkan pendapatnya itu kepada Sian Li, bahkan agar dia membujuk Sian Li
 agar suka mempelajari dan berlatih ilmu silat." Mendengar ucapan suaminya itu, baru legalah
 rasa hati Hong Li.
 "Sungguh seorang anak yang aneh se-kali Yo Han itu," katanya menarik napas panjang. Ia
 sendiri amat suka kepada Yo Han. Siapa yang takkan suka kepada anak yang pandai
 membawa diri dan rajin itu" Wajahnya tidak pernah muram, terang dan amat ramah, juga
 berhati lembut.
 *** file google dokumen ini published by Saiful Bahri ....situbondo seletreng***
 Memang tidak berlebihan kalau wani-ta pendekar itu mengatakan bahwa Yo Han adalah
 seorang anak yang aneh sekali. Memang nampaknya saja Yo Han seorang anak biasa yang
 tiada bedanya dengan anak-anak lainnya. Akan tetapi memang terdapat sesuatu yang luar
 biasa pada diri anak ini, yang membuat Kao Hong Li dan juga suaminya mengetahui bahwa
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 8 Yo Han bukanlah anak biasa. Si-kapnya demikian dewasa, pandangannya luas dan kadang-
 kadang aneh dan tidak pantas dimiliki seorang anak berusia dua belas tahun. Wajahnya
 memang tampan, akan tetapi itu pun tidak aneh. Dan wa-taknya sederhana. Pakaian pun amat
 sederhana walaupun selalu bersih dan rapi. Biarpun kedua orang gurunya amat sayang
 kepadanya dan selalu berusaha agar dia senang dan tidak kekurangan sesuatu, namun Yo Han
 tidak pernah minta apa-apa, hanya menerima saja apa pun yang diberikan kepadanya tanpa
 me-milih. Yang membuat suami isteri itu seringkali kagum adalah kecerdikannya. Dia seolah
 mampu membaca pikiran orang!
 Terutama sekali dalam pelajaran sas-tra, anak itu sangat menonjol kecerdas-annya. Dalam
 usia dua belas tahun, dia sudah mampu membaca kitab-kitab yang berat-berat, bukan saja
 kitab-kitab seja-rah juga kitab-kitab agama dan filsafat. Hafal sudah olehnya kitab-kitab Su-si
 Ngo-keng, dan andaikata dia mau, dalam usia dua belas tahun itu bukan tidak mungkin dia
 akan lulus dalam ujian ke-negaraan bagi para siu-cai (semacam ge-lar sarjana). Tan Sin Hong
 sendiri seo-rang yang suka membaca dan dia memiliki kumpulan kitab-kitab kuno di dalam
 kamar perpustakaannya. Sama sekali ti-dak pernah disangkanya bahwa kalau sedang
 membersihkan kamar itu, Yo Han tenggelam ke dalam kitab-kitab itu, membaca kitab-kitab
 yang kadang masih terasa sukar bagi Sin Hong sendiri!
 Banyak hal yang dibacanya, baik da-lam kitab sejarah maupun kitab keaga-maan, yang
 mempengaruhi batin Yo Han yang aneh, yang membuat dla ngeri menghadapi kekerasan,
 membuat dia me-rasa ngeri melihat kenyataan betapa kehidupan manusia bergelimang
 kekerasan. Di samping itu, ada sesuatu yang amat luar biasa pada diri Yo Han, yang seringkali membuat
 dia sendiri merasa heran. Dia seakan-akan ada kekuatan yang melindunginya, kekuatan yang
 ka-dang-kadang bekerja di dalam dan di luar dirinya, bekerja di luar kehendaknya, bahkan di
 luar pengertiannya. Suatu te-naga mujijat, suatu kekuatan yang beker-ja di luar hati dan akal
 pikirannya. Hal ini tadinya tidak diketahuinya. Akan te-tapi karena beberapa kali terjadi hal
 yang tadinya dianggap suatu "kebetulan" saja, mulailah dia menyadari, bahwa hal itu
 bukanlah suatu kebetulan belaka.
 Mula-mula keanehan itu terjadi ketika dia membaca sebuah kitab agama kuno yang terisi
 dongeng-dongeng yang me-ngandung makna-makna terpendam. Amat sukar dimengerti oleh
 orang dewasa yang sudah banyak membaca kitab agama se-kalipun. Yo Han menemukan
 kitab ini dalam kamar perpustakaan suhunya. Dia membacanya dan segera menemui
 kesulitan. Banyak huruf kuno yang tak dike-nalnya, dan lebih banyak pula kalimat yang tidak
 dimengerti maknanya. Karena dia memang seorang kutu buku, dia tidak putus asa dan terus
 membaca. Makin dia berusaha untuk mengerti isi kitab, makin sukarlah baginya dan makin
 bingung dan ruwetlah pikirannya. Akhirnya, karena kelelahan, bukan karena jengkel, dia pun
 tertidur. Tidur sambil duduk dan kitab itu masih terbuka di atas meja di depan-nya.
 Ketika setengah jam kemudian dia terbangun, dia melihat lagi kitab itu dan.... dia dapat
 membaca dengan lancar, bahkan dapat mengerti apa arti isi kitab itu. Hal yang tadinya
 dianggap sukar, setelah dia bangun tidur, menjadi mudah, yang gelap menjadi terang. Hal itu
 terjadi dengan sendirinya, bukan hasil pe-merasan pikiran, seperti secara wajar dan otomatis
 saja. Demikianlah, banyak hal seperti itu terjadi selama kurang lebih dua tahun ini dan Yo Han
 mulai mengerti bahwa kekuatan mujijat itu terjadi kalau dia pasrah kepada Tuhan, kalau dia
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 9 tidak mempergunakan daya hati dan akal pikir-annya. Seperti telah diatur saja oleh tenaga
 mujijat. Setelah gurunya memberi ijin kepadanya untuk segera membuatkan hadiah untuk Sian Li, Yo
 Han segera pergi ke sungai yang letaknya kurang lebih satu li saja dari rumah gurunya. Dia
 tahu bahwa bahan yang dibutuhkannya untuk membuat hadiah itu berada di tepi su-ngai.
 Bahan itu hanya tanah liat, lain tidak! Dia ingin membuatkan patung ke-cil atau boneka dari
 tanah liat, buatan tangannya sendiri, untuk Sian Li! Dia tahu bahwa dia dapat membuat
 sebuah boneka yang indah dari tanah, liat. Sudah sering dia bermain-main dengan tanah liat
 dan dia mendapat kenyataan betapa tanah liat itu demikian penurut dalam remasan jari-jari
 tangannya, demikian mudahnya dibentuk menjadi apa saja yang dikehendakinya. Dia dapat
 membuat segala macam patung binatang dari tanah liat. Rasanya seperti kalau dia melukis.
 Dengan goresan, dia pun dapat membentuk apa, saja yang dilihatnya, baik yang dilihatnya
 dalam kenyataan maupun yang dilihatnya dalam bayangan khayal.
 Yo Han tiba di tepi sungai dan dia segera menuju ke bagian di mana, ter-dapat tanah liatnya
 yang baik. Bagian ini sunyi sekali. Hanya dia dan beberapa oreng kawannya bermain,
 tetangga guru-nya, yang mengetahui tempat ini. Kini dia berada di situ seorang diri dan
 sege-ra dia turun ke tepi sungai dan mengam-bil tanah liat dengan kedua tangannya. Mudah
 saja menggali tanah liat yang lunak dan basah itu, dikumpulkannya sampai cukup banyak, lalu
 dibawanya tanah liat segumpal besar itu ke bawah sebatang pohon besar di tepi sungai.
 Baru saja dia menurunkan tanah liat yang dibawanya, ketika dia duduk di atas akar pohon
 yang menonjol keluar dari tanah, tanpa disengaja kakinya menginjak seekor ular! Bagian
 ekornya yang diinjak-nya itu. Ular itu terkejut, juga marah dan tubuhnya membalik,
 kepalanya meluncur dan menyerang ke arah leher Yo Han yang sudah duduk. Tangan kanan
 Yo Han bergerak dan tahu-tahu leher ular itu telah terjepit di antara jari-jari ta-ngannya. Dia
 telah dapat menangkap leher ular itu!
 Tak jauh dari situ, Sin Hong memandang terbelalak! Tadi pun dia melihat serangan ular yang
 tiba-tiba itu dan wajahnya menjadi pucat. Terlalu jauh bagi-nya untuk dapat menolong dan
 menyele-matkan muridnya, juga gerakan ular itu terlalu cepat. Dia sudah membayangkan
 betapa leher itu akan dipatuk ular. Bu-kan ular biasa, melainkan ular hijau yang racunnya
 amat jahat! Akan tetapi apa yang dilihatnya" Yo Han telah dapat menangkap leher ular, hanya
 sedikit se-lisihnya karena moncong ular itu tinggal sejengkal lagi dari leher Yo Han! Dia
 sendiri, kalau diserang ular secara tiba-tiba seperti itu, masih meragukan apakah berani
 menghindarkan diri dengan cara menangkap leher ular itu! Perbuatan ini amat berbahaya
 karena sekali meleset dan leher terpatuk ular beracun itu, amat hebat akibatnya. Kalau kaki
 yang terpatuk ular, masih banyak harapan untuk diobati, akan tetapi leher demikian dekat
 dengan kepala dan jantung. Dia hanya terbelalak memandang dan semakin bengonglah dia
 ketika melihat apa yang terjadi.
 Yo Han sendiri terbelalak ketika me-lihat bahwa yang ditangkap tangannya itu adalah seekor
 ular hilau yang dia ta-hu beracun! Dia merasa heran karena sungguh dia tidak menyadari, apa
 yang dilakukan tangannya tadi, seolah-olah tangan itu bergerak sendiri dengan amat cepatnya
 menangkap leher ular! Akan tetapi, dia memang seorang anak yang memiliki keberanian luar
 biasa. Setelah kini dia melihat kepala ular itu, dengan mata yang nampaknya begitu putus asa
 dan ketakutan, lidah yang terjulur keluar masuk, tubuh yang menggeliat-geliat me-libat
 lengannya tanpa daya karena dia merasa betapa lengannya diisi tenaga yang membuat
 lengannya itu seperti ber-ubah menjadi baja, timbul perasaan ka-sihan di dalam hatinya.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 10 "Ular hijau, kenapa engkau hendak mematukku" Kalau seandainya aku me-nyentuh atau
 menginjaknya tanpa kusengaja, sepatutnya engkau memaafkan aku. Engkau yang sengaja
 hendak mematukku pun dapat kumaafkan. Kita sepatutnya bermaaf-maafan setelah sama-
 sama di-ciptakan hidup di dunia ini. Bukankah begitu, ular hijau?"
 Sin Hong terbelalak, tak pernah ber-kedip ketika melihat betapa kini ekor ular yang tadi
 membelit-belit lengan muridnya itu melepaskan belitannya, dan melihat betapa Yo Han
 dengan lembut melepaskan leher yang ditangkap tangan-nya itu, membiarkan ular itu ke atas
 tanah. Dan ular itu sama sekali tidak nampak buas lagi, tidak menyerang! Juga tidak
 melarikan diri ketakutan. Ular itu kini perlahan-lahan menghampiri Yo Han yang sudah
 duduk di atas akar, mengeli-lingi anak itu, perlahan-lahan, kadang-kadang mendekat dan
 menyentuh kaki Yo Han dengan tubuhnya, seperti tingkah seekor kucing yang manja
 mengusapkan tubuhnya ke kaki majikannya. Dan Yo Han sudah tidak mempedulikan ular itu
 lagi, melainkan asyik dengan pekerjaan-nya. Kedua tangannya bekerja dengan cekatan,
 meremas-remas tanah liat itu sehingga menjadi lunak dan liat, dan mulai membentuk patung
 yang hendak dibuatnya. Sampai beberapa lamanya, ular hijau itu bergerak di sekitar Yo Han
 mengusapkan tubuhnya ke kaki anak itu, kadang menggunakan lidahnya menjilat, Yo Han
 yang tenggelam ke dalam peker-jaannya seperti sudah melupakan binatang itu dan akhirnya,
 ular itu pun pergi de-ngan tenang.
 Beberapa kali, dalam pengintaian itu Sin Hong menelan ludah. Dia merasa se-perti dalam
 mimpi. Yo Han demikian mudahnya menangkap leher ular yang se-dang menyerangnya, ular
 beracun yang terkenal ganas. Kemudian, lebih aneh lagi, dengan ucapan dan sikapnya, dia
 mampu membuat seekor ular berbisa yang ganas berubah menjadi seekor bina-tang yang jinak
 dan manja seperti kucing. Apa artinya semua ini" Tentu saja Sin Hong menjadi penasaran
 bukan main. Dia adalah guru anak itu. Dan semenjak berusia tujuh tahun, Yo Han selalu ikut
 dengan dia. Akan tetapi bagaimana sam-pai saat ini dia sama sekali tidak me-ngenal muridnya
 itu" Tidak tahu akan keadaan muridnya yang aneh" Muridnya itu tidak pernah mau melatih
 ilmu silat yang diajarkan, akan tetapi kini buktinya, anak itu sedemikian lihainya! Kapan
 be-lajarnya" Dari siapa" Gerakan tangan ketika menangkap ular berbisa tadi tidak dikenalnya.
 Mirip dengan jurus Bangau Putih Mematuk Ular. Akan tetapi hanya mirip. Jauh bedanya.
 Jurus dari ilmu si-latnya Pek-ho Sin-kun itu menggunakan jari tangan untuk mencengkeram
 tubuh ular dan memang yang dimaksud lehernya dan dalam ilmu silat menghadapi manusia
 dipergunakan untuk menangkap lengan lawan yang menyerang. Akan tetapi ge-rakan Yo Han
 tadi begitu cepat akan tetapi begitu lembut sehingga ketika leher ular tertangkap, ular itu tidak
 mampu melepaskan diri, akan tetapi juga tidak tersiksa dan tidak luka. Gerakan apa itu" Dan
 sikapnya kemudian terhadap ular berbisa itu, sungguh tidak dimenger-tinya! Kenapa Yo Han
 bersikap seaneh itu dan bagaimana pula ular itu berubah menjadi sejinak itu" Apakah artinya
 se-mua itu" Ilmu apakah yang dikuasai Yo Han"
 Sin Hong adalah seorang pendekar yang gagah dan jujur, tentu saja tidak suka akan hal-hal
 yang dirahasiakan, tidak suka akan kepura-puraan. Di de-pannya, Yo Han tidak pernah
 berlatih silat, sehingga dia dan isterinya meng-anggap dia lemah dan tidak dapat bersi-lat.
 Akan tetapi apa kenyataannya seka-rang" Serangan ular tadi amat cepat dan berbahaya.
 Hanya seorang ahli silat tingkat tinggi saja yang mampu menghindar-kan bahaya maut itu
 dengan menangkap leher ular yang sedang menyerang dalam jarak sedemikian dekatnya. Dan
 Yo Han mampu melakukannya. Ini membuktikan bahwa anak itu sama sekali bukan lemah,
 hanya berlagak lemah saja. Apakah diam-diam dia telah mempelajari dan melatih ilmu silat
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 11 lain" Atau mempunyai seorang guru lain" Dia harus membongkar semua rahasia ini, tidak
 mau dipermainkan lagi.
 Sekali melompat, Sin Hong sudah ber-ada di dekat Yo Han. Anehnya, anak itu sama sekali
 tidak kelihatan kaget atau gugup, dan kini teringatlah Sin Hong bahwa muridnya itu memang
 tidak per-nah gugup apalagi kaget atau takut. Se-lalu tenang saja seperti air telaga yang
 dalam. "Suhu....!" kata Yo Han memberi hor-mat dengan membungkuk karena kedua tangannya
 berlepotan lumpur tanah liat. Sejak tadi Sin Hong mengamati, wajah Yo Han, kini melihat
 wajah muridnya itu biasa-biasa dan wajar saja, dia meli-rik ke arah bongkahan tanah liat di
 ta-ngan anak itu dan dia terkejut, juga kagum. Dalam waktu singkat itu, jari-jari tangan anak
 itu telah mampu mem-bentuk sebuah boneka anak-anak yang ukurannya demikian sempurna.
 Kepala, kaki, tangan sudah terbentuk dan demi-kian serasi. Hanya wajah kepala itu yang
 belum dibuat. "Suhu, ada apakah Suhu mencari tee-cu?" tanya Yo Han.
 Suara dan sikap yang amat wajar itu membuat Sin Hong menjadi bingung dan tak tahu harus
 berbuat apa. "Apa yang kaubikin itu?" akhirnya dia bertanya.
 "Boneka tanah, Suhu, hadiah teecu untuk adik Sian Li," kata Yo Han. Keha-ruan menyelinap
 di hati Sin Hong, Juga sedikit iri hati. Tidak ada hadiah yang lebih indah dan memuaskan hati
 melebihi benda buatan tangan sendiri. Kalau saja dia mampu membuat boneka tanah sein-dah
 yang sedang dibuat Yo Han, dia pun akan senang membuatkan sebuah untuk puterinya!
 Akan tetapi, renungan Sin Hong buyar seketika karena dia teringat lagi akan ular tadi. Suatu
 kesempatan yang amat baik untuk menguji muridnya, untuk me-ngetahui rahasia yang
 menyelimuti diri muridnya. Tiba-tiba saja, dengan tenaga terukur, kecepatan yang hampir
 menya-mai kecepatan gerakan ular tadi, tangan-nya meluncur dan jari tangannya meno-tok ke
 arah leher muridnya, seperti ular yang mematuk tadi, dari arah yang sama pula dengan
 gerakan ular tadi. Gerakan-nya ini pun tiba-tiba selagi Yo Han tidak mengira, kiranya presis
 seperti keadaan-nya ketika diserang ular hijau tadi.
 Dan satu-satunya gerakan yang dila-kukan Yo Han adalah gerak refleks atau reaksi yang
 umum. Dia terkejut dan me-narik kepalanya sedikit ke belakang. Tentu saja serangan itu akan
 dapat me-ngenai leher Yo Han kalau Sin Hong menghendaki. Sin Hong merasa kecelik.
 Kenapa Yo Han sama sekali tidak me-nangkis atau mengelak, sama sekali tidak ada gerakan
 seorang ahli silat yang ma-hir" Kalau dia bersikep seperti itu tadi ketika dipatuk ular, tentu dia
 sudah ce-laka, mungkin sekarang sudah tewas oleh racun ular! Ataukah Yo Han sudah tahu
 bahwa dia diuji dan sengaja tidak mau menangkis atau mengelak untuk mengelabuhi
 gurunya" Ah, tidak mungkin! Se-orang ahli silat tinggi memang dapat menangkap gerakan
 serangan dengan ce-pat, akan tetapi tidak mungkin dapat menduga secepat itu. Serangannya
 tadi terlalu cepat untuk diterima dan diran-cang pikiran. Jadi jelas bahwa muridnya ini
 memang tidak tahu ilmu silat sama sekali. Akan tetapi ular tadi"
 "Apakah maksud gerakan Suhu tadi?" tanya Yo Han dengan sikap masih tetap tenang seolah
 tidak terjadi sesuatu. Ke-kagetannya ketika diserang tadi pun hanya merupakan reaksi saja,
 bukan kaget lalu disusul rasa takut. Ini saja sudah amat mengagumkan hati Sin Hong.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 

Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

12 "Yo Han, engkau ini muridku, bukan?" tiba-tiba Sin Hong bertanya dan dia pun duduk di atas
 akar pohon, di sebelah Yo Han.
 Anak itu menoleh dan memandang wajah suhunya dengan sinar mata mengandung penuh
 pertanyaan. "Tentu saja, kenapa Suhu bertanya?"
 "Dan sejak lima tahun yang lalu, se-jak engkau kehilangan orang tuamu, eng-kau hidup
 dengan aku, bukan?"
 Sepasang mata anak itu bertemu de-ngan pandang mata Sin Hong dan pende-kar ini merasa
 seolah sinar mata anak itu menembus dan menjenguk isi hatinya! Dia tahu bahwa muridnya
 memiliki mata yang tajam dan lembut, akan tetapi baru sekarang dia merasa betapa sinar mata
 itu seperti menjenguk ke dalam lubuk hatinya.
 "Teecu tahu dan teecu selalu ingat akan kebaikan Suhu dan Subo. Selama hidup, teecu akan
 ingat kebaikan itu, Su-hu, dan Suhu bersama Subo, bagi teecu bukan hanya guru, akan tetapi
 juga pengganti orang tua teecu."
 Sin Hong terheran. Anak ini luar bi-asa, karena memang itulah yang dipikir-kannya tadi. Dia
 merasa penasaran kare-na anak itu dianggapnya seperti anak sendiri, namun menyimpan
 rahasia dirinya dan masih berpura-pura lagi!
 "Nah, karena itu, Yo Han. Hubungan antara murid dan guru, atau antara anak dan orang tua,
 sebaiknya tidak menyim-pan rahasia, bukan?"
 "Memang benar, Suhu. Apakah Suhu mengira teecu menyimpan rahasia" Kira-an itu tidak
 benar, Suhu. Teecu tidak pernah menyimpan rahasia terhadap Suhu atau Subo."
 Anak seperti ini tidak mungkin dibo-hongi, pikir Sin Hong kaget. Lebih baik berterus terang.
 "Yo Han, memang terus terang saja, aku dan subomu merasa heran melihat sikap dan
 pendirianmu. Engkau menjadi murid kami akan tetapi tidak mau berlatih silat. Lalu apa
 arti-nya kami menjadi gurumu?"
 "Bukan hanya ilmu silat yang telah diajarkan Suhu dan Subo kepada teecu. Teecu menerima
 pelajaran sifat yang gagah berani, adil dan menjauhi perbuat-an jahat dari Suhu dan Subo,
 juga selama ini banyak yang telah teecu pelajari. Sastra, seni, dan banyak lagi. Terima kasih
 atas semua bimbingan itu, Suhu."
 "Engkau benar-benar tidak dapat ber-main silat sama sekali, Yo Han?" per-tanyaan ini tiba-
 tiba saja karena Sin Hong memang bermaksud hendak berta-nya secara terbuka.
 Yo Han menggeleng kepala, sikapnya tenang saja dan wajahnya tidak memba-yangkan
 kebohongan. "Yo Han, aku tadi telah melihat be-tapa engkau dapat menghindarkan an-caman maut ketika
 engkau menangkap leher ular yang mematukmu dengan ce-pat. Ular hijau berbisa,
 mematukmu se-cara tiba-tiba dan engkau mampu me-nangkapnya. Gerakan apa itu kalau
 bukan gerakan silat?"
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 13 "Ahhh...." Itukah yang Suhu maksudkan" Ular itu tadi" Teecu juga tidak tahu sa-ma sekali
 bahwa teecu diserang ular, dan teecu juga tidak menggerakkan tangan teecu. Tangan itu yang
 bergerak sendiri menangkap ular, Suhu."
 Sin Hong mengerutkan alisnya, hati-nya bimbang. Kalau orang lain yang bi-cara demikian,
 tentu akan dihardiknya dan dikatakan bohong. Akan tetapi, sukar membayangkan bahwa Yo
 Han membo-hong!
 "Engkau tidak mempelajari ilmu silat lain kecuali yang kami ajarkan?"
 Sin Hong menatap tajam wajah Yo Han, dan anak itu membalas tatapan mata gurunya
 dengan tenang. Dia tidak menjawab, melainkan menggeleng kepala. Gelengan kepala yang
 amat mantap dan jelas menyatakan penyangkalannya.
 "Engkau tidak mempunyai seorang guru silat lain kecuali kami?"
 Kembali Yo Han tidak menjawab, ha-nya menggeleng kepala.
 "Lalu.... gerakan tangan menangkap ular tadi?"
 "Bukan teecu yang menggerakkan maksud teecu, teecu tidak sengaja dan tangan itu bergerak
 sendiri." "Ahhh....!" Ingin dia menghardik dan mengatakan bohong, akan tetapi sikap anak itu
 demikian meyakinkan. "Coba.... kau ulangi gerakan tanganmu ketika me-nangkap leher ular
 itu, Yo Han. Anggap saja lengan tanganku ini ular itu tadi." Dan Sin Hong menggerakkan
 tangannya seperti ular mematuk. Akan tetapi Yo Han hanya menggeleng kepalanya.
 "Teecu tidak dapat, Suhu. Sama seka-li teecu tidak ingat lagi, karena ketika tangan teecu
 bergerak, teecu sama seka-li tidak memperhatikan dan tahu-tahu ular itu telah tertangkap oleh
 tangan teecu."
 "Hemmmm....!" Sin Hong mengamati wajah muridnya dengan pandang mata tajam
 menyelidik. Namun muridnya itu tidak berbohong!
 "Pernahkah engkau mengalami hal-hal sepertl itu" Ada gerakan yang tidak kau-sadari dan
 yang membantumu?"
 Di luar dugaan Sin Hong, anak itu mengangguk! Tentu saja Sin Hong menja-di tertarik
 sekali. "Eh" Apa saja" Coba kauceritakan kepadaku, Yo Han,"
 "Seringkali teecu merasa terbimbing, tahu-tahu sudah bisa saja. Misalnya kalau membaca
 kitab, menghafal dan sebagai-nya. Kalau teecu merasa kesukaran lalu menghentikan semua
 usaha, bahkan ter-tidur, begitu bangun teecu sudah bisa! Padahal sebelumnya teecu
 mengalami kesulitan besar."
 "Kau merasa seperti.... seperti ada sesuatu yang membimbingmu, melindungi-mu?"
 Yo Han mengangguk perlahan, alisnya berkerut karena dia sendiri tidak tahu dengan jelas.
 "Kira-kira begitulah, Suhu. Teecu hanya dapat bersukur dan berteri-ma kasih kepada Tuhan."
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 14 Sin Hong mengerutkan alisnya, pikir-annya diputar. Kalau anak ini memiliki sin-kang, yaitu
 hawa murni yang mem-bangkitkan tenaga sakti, dia tidak mera-sa heran karena tenaga sakti
 itu juga melindungi tubuh, walaupun perlindungan itu bangkit kalau dikehendaki. Akan
 te-tapi, tenaga mujijat yang melindungi Yo Han ini lain lagi. Lebih dahsyat, lebih hebat
 karena bergerak atau bekerja jus-teru kalau tidak ada kehendak! Semacam nalurikah" Atau
 kekuasaan Tuhan yang ada pada setiap apa saja di dunia ini, terutama dalam diri manusia dan
 pada diri Yo Han kekuasaan itu bekerja de-ngan sepenuhnya" Dia tidak tahu, juga Yo Han
 tidak tahu! Bagaimanapun juga, dia tahu bahwa muridnya ini mendapat-kan berkah yang luar
 biasa dari Tuhan Yang Maha Kuasa, maka diam-diam dia memandang muridnya dengan hati
 penuh kagum dan juga segan. Seorang manusia, biarpun masih bocah, yang menerima
 anugerah sedemikian besarnya dari Tuhan patut dikagumi dan disegani. Pantas saja kadang-
 kadang anak ini mengeluarkan kata-kata yang sesungguhnya terlampau tinggi bagi seorang
 kanak-kanak. Kiranya kalau sedang demikian itu, yang bekerja di dalam dirinya bukan lagi
 hati dan akal pikirnya yang dikemudikan nafsu badan!, melainkan badan, hati dan akal pikiran
 yang digerakkan oleh kekuasaan Tuhan!
 Ada pula pikiran lain menyelinap da-lam benaknya. Apakah bimbingan gaib yang dirasakan
 Yo Han itu datang dari.... roh ayah dan ibunya" Dia tidak dapat menjawab. Apa pun dapat
 saja terjadi pada seorang anak yang telah dapat mencapai tingkat seperti itu, kebersihan batin
 dari kekerasan!
 Sin Hong tidak mau mengganggu mu-ridnya membentuk boneka yang sedang dibuatnya. Di
 sini pun dia dibuat terte-gun. Pernah dia melihat ahli-ahli pem-buat patung di kota raja, baik
 ahli-ahli memahat patung, maupun juga ahli pem-buat patung dari tanah liat. Mereka ada-lah
 orang-orang yang sudah belajar kese-nian itu selama bertahun-tahun, di bawah pimpinan
 guru-guru yang ahli. Keahlian mereka itu setidaknya masih terpengaruh oleh ilmu
 pengetahuan, oleh latihan dan belajar. Akan tetapi, Yo Han tidak per-nah mempelajari seni
 membuat patung. Dan lihat! Jari-jari tangan itu demikian trampil, demikian cekatan dan
 pemben-tukan patung itu seolah-olah tidak dise-ngaja. Akan tetapi dia mulai melihat bentuk
 muka puterinya, Sian Li, pada patung boneka tanah liat itu! Diam-diam dia bergidik. Bocah
 macam apakah mu-ridnya ini" Sungguh tidak wajar, tidak umum! Dia pun meninggalkan
 muridnya dengan perasaan yang bercampur aduk. Ada kagum, ada heran, ada pula ngeri!
 Setibanya di rumah, dia menceritakan apa yang didengarnya dari jawaban Yo Han, juga
 tentang pembuatan patung boneka, kepada isterinya yang mende-ngarkan dengan alis
 berkerut. Akan teta-pi Kao Hong Li diam saja, walaupun hatinya merasa gelisah pula. Gelisah
 mengingat akan puterinya, karena hu-bungan puterinya dengan Yo Han amat dekatnya.
 Puterinya amat sayang kepada Yo Han, dan ibu ini khawatir kalau-kalau kelak anaknya akan
 meniru segala kela-kuan Yo Han yang aneh-aneh dan tidak wajar.
 Ketika hari ulang tahun ke empat da-ri Tan Sian Li tiba, ulang tahun itu di-rayakan dengan
 sederhana. Hanya keluar-ga dari empat orang itu, Tan Sin Hong dan Kao Hong Li, murid dan
 puteri me-reka Yo Han dan Tan Sian Li, ditambah dengan tiga orang pembantu rumah tang-ga
 yang merayakan pesta kecil yang mereka adakan.
 Ketika Yo Han menyerahkan hadiah-nya yang dibungkus rapi, Tan Sian Li bersorak gembira.
 Apalagi ketika bungkusan itu dibuka dan isinya sebuah pa-tung tanah liat yang indah, anak
 kecil itu tertawa-tawa gembira. Ia tidak tahu betapa ayah ibunya, juga tiga orang pembantu
 rumah tangga itu, menjadi bengong melihat sebuah patung tanah liat yang merupakan seorang
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 15 anak pe-rempuan kecil dengan wajah presis Tan Sian Li! Demikian halus buatan patung itu
 sehingga, nampak seperti hidup saja!
 Suami isteri itu saling pandang dan kembali Kao Hong Li merasa tidak enak sekali. Makin
 jelas buktinya bahwa Yo Han bukan orang biasa, bukan anak biasa. Mana mungkin ada anak
 berusia dua be-las tahun yang tidak pernah mempelajari seni membuat patung dapat membuat
 patung sedemikian indahnya, dan mirip sekali dengan wajah Sian Li" Diam-diam ia bergidik
 ngeri, seperti juga suaminya, Akan tetapi tiga orang pembantu rumah tangga itu memuji-muji
 penuh kagum. Selain patung kanak-kanak itu, yang membuat Sian Li gembira sekali adalah pakaian yang
 dipakainya, hadiah dari ibu-nya. Pakaian yang serba merah! Dasarnya merah muda, kembang-
 kembangnya merah tua. Indah sekali. Memberi pakaian serba merah kepada anak yang
 dirayakan ulang tahunnya, merupakan hal yang wajar dan lajim. Namun, tidak demikian
 halnya dengan Sian Li. Semenjak ia menerima hadiah pakaian serba merah itu, sejak
 dipakainya pakaian merah itu, ia tidak membiarkan lagi pakaian itu dilepas! Ia tidak mau
 memakai pakaian lain yang tidak berwarna merah! Ketika dipaksa, ia menangis terus, dan
 baru tangisnya terhenti kalau Yo Han menggendongnya, akan tetapi ia masih merengek.
 "Baju merah.... huuu, baju merah....!"
 Tan Sin Hong dan Kao Hohg Li menjadi bingung. Anak mereka itu memang agak manja dan
 kalau sudah menangis sukar dihentikan, kecuali oleh Yo Han. Kini, biarpun tidak menangis
 setelah dipondong Yo Han, tetap saja merengek minta pakaian merah!
 "Suhu dan Subo, kasihanilah Adik Sian Li. Beri ia pakaian merah, karena warna itulah yang
 menjadi warna pilihan dan kesukaannya. Dalam pakaian merah, baru akan merasa tenang,
 tenteram dan senang! Tadi ketika Subo memberinya pakaian serba merah, ketika ia
 memakai-nya, ia merasakan kesenangan yang luar biasa, maka kini ia tidak mau lagi diberi
 pakaian yang tidak berwarna merah."
 Suami isteri itu saling pandang. Ka-rena mereka tahu bahwa ucapan Yo Han itu bukan
 ucapan anak-anak begitu saja, mempunyai makna yang lebih mendalam, maka mereka lalu
 terpaksa membelikan pakaian-pakaian serba merah untuk Sian Li. Dan benar saja. Begitu ia
 memakai pakaian merah, ia nampak gembira dan bahagia sekali! Dan sejak hari itu, Sian Li
 tidak pernah lagi memakai pakaian yang tidak berwarna merah"
 *** file google dokumen ini published by Saiful Bahri ....situbondo seletreng***
 Malam itu kembali hujan lebat. Hawa udara amat dinginnya. Sian Li sudah ti-dur nyenyak
 dan suasana sunyi bukan main. Tan Sin Hong dan isterinya, Kao Hong Li, masih belum tidur.
 Lilin di atas meja kamar mereka masih menyala dan mereka masih bercakap-cakap, Hong Li
 duduk di atas pembaringan dan suami-nya duduk di atas kursi dalam kamar itu.
 Mereka biasanya bersikap hati-hati, apalagi malam itu mereka membicarakan tentang murid
 mereka, Yo Han. Akan tetapi, karena murid mereka sudah masuk kamar, biarpun andaikata
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 16 belum pu-las juga tidak mungkin dapat mendengar-kan percakapan mereka. Hujan di luar
 kamar amat derasnya. Takkan ada orang lain yang mendengarkan percakapan mereka dari
 luar kamar. "Bagaimanapun juga, aku merasa tidak enak sekali," kata Hong Li setelah bebe-rapa lamanya
 mereka berdiam diri. "Sian Li demikian dekat dengan dia. Sukar untuk mencegah anak kita itu
 tidak me-ngikuti jejak Yo Han. Tidak mungkin pula kita menjauhkan anak kita dari Yo Han
 karena Sian Li sudah menjadi manja sekali dan paling suka kalau bermain-main dengan Yo
 Han. Bagaimana jadinya kalau anak kita itu kelak tidak mau be-lajar ilmu silat, dan mengikuti
 jejak Yo Han menjadi anak.... aneh, anak ajaib tidak seperti manusia! Ih, aku merasa ngeri
 membayangkan anak kita kelak menjadi seperti Yo Han!"
 "Hemm, tentu saja aku pun meng-inginkan anak kita menjadi seorang ma-nusia biasa, dan
 terutama menjadi seorang pendekar wanita seperti engkau, ibunya. Akan tetapi bagaimana
 caranya untuk menjauhkannya dari Yo Han?" kata Sin Hong.
 "Tidak ada cara lain kecuali memi-sahkan mereka!" kata Hong Li.
 "Memisahkan?" Sin Hong berkata de-ngan suara mengandung kekagetan. "Akan tetapi,
 bagaimana" Yo Han adalah seo-rang yatim piatu yang tidak mempunyai sanak keluarga lagi,
 dan dia juga murid kita!"
 "Soalnya hanya ini. Kita lebih sayang Sian Li ataukah lebih sayang Yo Han. Keduanya
 memang kita sayang, akan tetapi mana yang lebih berat bagi kita?"
 Sin Hong menarik napas panjang. Is-terinya mengajukan pertanyaan yang ja-wabannya
 hanya satu. "Tentu saja kita lebih memberatkan Sian Li. Bagaimana-pun juga, ia adalah anak
 kita, darah daging kita. Akan tetapi aku pun tidak ingin melihat Yo Han terlantar, aku ti-dak
 mau menyia-nyiakan anak yang tidak mempunyai kesalahan apapun itu."
 "Tentu saja! Kita bukan orang-orang jahat yang kejam demi kepentingan anak sendiri lalu
 membikin sengsara orang lain. Sama sekali tidak. Maksudku, bagaimana kalau kita
 mencarikan tempat baru untuk Yo Han" Memberi dia kesempatan untuk mendapatkan guru
 yang baru, atau meli-hat bakatnya, bagaimana kalau kita me-nitipkan dia di kuil, dimana
 terdapat orang-orang pandai dan saleh" Tentu saja kita dapat membayar biaya pendidikannya
 setiap bulan atau setiap tahun."
 Sin Hong mengangguk-angguk. Dia pun tahu bahwa isterinya cukup bijaksana. Isterinya
 adalah seorang pendekar wanita tulen, cucu dari Naga Sakti Gurun Pasir! Ayahnya putera
 Naga Sakti Gurun Pasir, dan ibunya cucu Pendekar Super Sakti! Ia pun setuju dengan usul
 isterinya itu. Memang, jalan terbaik adalah memisah-kan Yo Han dari Sian Li, dan cara
 pe-misahan yang sebaiknya adalah menying-kirkan Yo Han dari rumah mereka de-ngan
 memberi jaminan terhadap kehidup-an Yo Han selanjutnya. Paling baik kalau dititipkan di
 kuil agar dapat belajar lebih lanjut. Siapa tahu dibawah pimpinan para pendeta kuil,
 ketidakwajarannya itu akan berubah dan Yo Han akan menjadi seo-rang anak yang biasa.
 Kalau sudah begitu tentu tidak ada halangannya bagi Yo Han untuk kembali kepada mereka.
 "Ah, aku teringat sekarang! Bagaima-na kalau kita minta tolong kepada Thian Sun Totiang?"
 dia berkata. Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 17 "Maksudmu, kepala kuil di lereng Pegunungan Heng-san itu" Bukankah Thian Sun Tosu itu
 seorang tokoh Kun--lun-pai?" kata Hong Li mengingat-ingat.
 "Benar sekali. Selain ilmu silatnya tinggi juga beliau adalah seorang pendeta yang hidup
 saleh dan tentu dia dapat membimbing Yo Han dalam ilmu kerohani-an. Juga beliau adalah
 sahabatku. Tentu saja kita dapat memberi sumbangan un-tuk kuilnya sebagai pengganti biaya
 yang dikeluarkan untuk keperluan Yo Han."
 "Bagus, aku pun setuju sekali!" kata Hong Li. Keduanya merasa lega dengan keputusan itu
 dan Sin Hong meniup pa-dam lilln di atas meja, tanda bahwa keduanya akan tidur.
 Di dalam hujan yang lebat, dalam udara yang amat dingin itu. Yo Han keluar dari dalam
 kamarnya. Dia sendiri tidak mengerti mengapa dia keluar dari dalam kamarnya. Akan tetapi
 dia tidak peduli dan hanya menyerah dorongan yang membuat kakinya berjalan keluar dari
 dalam kamar, keluar melalui pintu belakang ke dalam hujan! Tentu saja rambut dan
 pakaiannya basah kuyup, na-mun dia tidak peduli karena kakinya terus melangkah. Bahkan
 hawa dingin itu tidak dirasakannya sama sekali, kalau pun ada perasaan di tubuhnya, maka
 yang ada bahkan perasaan sejuk segar dan nikmat! Seperti dituntun, kedua ka-kinya menuju
 ke jendela kamar suhunya! Jejak kakinya tentu akan terdengar oleh suhu dan subonya kalau
 saja malam itu tidak ada hujan. Suara hujan jatuh ke atas genteng dan tanah, juga ke atas
 daun-daun pohon, jauh lebih berisik dari-pada jejak kakinya, maka biar andaikata suami isteri
 pendekar itu memiliki keta-jaman pendengaran sepuluh kali lipat, belum tentu akan mampu
 mengetahui bahwa ada orang melangkah di luar jen-dela kamar mereka.
 Dan Yo Han mendengar semua perca-kapan mengenai dirinya itu! Dia meme-jamkan
 matanya, dan setelah lilin dalam kamar itu tertiup padam, dia pun kem-bali ke kamarnya
 dengan tubuh terasa lemas. Dia mendengar percakapan suhu dan subonya. Dia tidak sengaja
 ingin mendengarkan percakapan mereka. Entah bagaimana kedua kakinya bergerak
 mem-bawa dia ke dalam hujan dan mendekati kamar mereka sehingga dia mendengar
 percakapan mereka. Suhu dan subonya tidak menghendaki dia tinggal lebih lama di rumah
 mereka! Mereka ingin memi-sahkan dia dari Sian Li! Dia akan diti-tipkan di sebuah kuil!
 Setelah memasuki kamarnya, dia duduk di atas kursi seperti patung. Rambut dan pakaiannya
 yang basah kuyup tidak dipedulikannya. Dia merasa sedih bukan main. Dia harus
 meninggalkan mereka yang dia kasihi. Harus meninggalkan Sian Li! Tak terasa lagi, dua titik
 air mata turun ke atas pipinya, mencair dan men-jadi satu dengan kebasahan air hujan. Tidak,
 dia tidak boleh menangis! Mena-ngis tidak ada gunanya, bahkan hanya membuat hatinya
 menjadi semakin sedih! Ketika mendengar kematian ayah bunda-nya dahulu, lima tahun yang
 lalu, dia pun mengeraskan hatinya, tidak mem-biarkan diri menangis berlarut-larut.
 Pada keesokan harinya, dengan muka agak pucat dan rambut agak kusut, pagi-pagi sekali Yo
 Han sudah memondong Sian Li yang sudah dimandikan ibunya.
 "Subo, teecu hendak mengajak adik Sian Li bermain di kebun," kata Yo Han kepada subonya
 yang sudah keluar dari dalam kamar bersama suhunya. Kedua orang suami isteri itu saling
 pandang. Mereka merasa tidak tega untuk sepagi itu menyatakan keinginan mereka
 meni-tipkan Yo Han ke kuil. Biarkan anak itu bermain-main dulu dengan Sian Li.
 "Ajaklah ia bermain-main, akan teta-pi nanti kalau waktu sarapan, pagi, ajak ia pulang," kata
 Hong Li dan Sin Hong mengangguk setuju.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 18 "Baik, Subo," kata Yo Han. Dia menurunkan Sian Li, menggandeng tangan anak itu dan
 keduanya berlari-lari meninggalkan rumah, menuju ke belakang rumah. Melihat betapa
 gembiranya Sian Li diajak bermain-main oleh Yo Han, suami isteri itu saling pandang lagi
 

Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan keduanya menghela napas panjang. Mere-ka maklum betapa mereka semua, teru-tama
 sekali Sian Li, akan merasa kehi-langan Yo Han kalau anak itu pergi me-ninggalkan rumah
 mereka. Akan tetapi apa boleh buat. Demi kebaikan Sian Li, mereka harus menegakan hati,
 Yo Han harus dipisahkan dari anak mereka.
 Biasanya, pagi-pagi sekali Yo Han sudah rajin bekerja. Bekerja pagi-pagi sebelum matahari
 terbit menjadi kesuka-annya. Bekerja apa saja, menyapu pekarangan, membersihkan jendela-
 jendela rumah dari luar. Bekerja apa saja asal di luar rumah karena yang dinikmatinya bukan
 hanya pekerjaan itu, melainkan terutama sekali suasana di pagi hari. Pagi hari baginya
 merupakan saat yang paling indah, munculnya matahari seolah-olah membangkitkan
 semangat, gairah dan tenaga kepada segala makluk di per-mukaan bumi. Akan tetapi, pagi
 hari itu dia ingin sekali mengajak Sian Li bermain-main. Dia sudah mengambil kepu-tusan
 untuk pergi, seperti yang dikehen-daki suhu dan subonya. Dia mengerti betapa beratnya bagi
 mereka untuk me-nyuruh dia pergi. Maka dia harus membantu mereka. Dialah yang akan
 berpa-mit sehingga tidak memberatkan hati mereka. Pula, dia tidak mau kalau di-titipkan di
 kuil mana pun juga. Kalau dia harus berpisah dari suhu dan subonya, dari Sian Li yang
 dikasihinya, lebih baik dia berkelana dengan bebas daripada harus berdiam di dalam kuil
 seperti se-ekor burung dalam sangkar. Dan sebelum pergi, dia ingin mengajak Sian Li
 ber-main-main, ingin menyenangkan hati adiknya itu untuk yang terakhir kalinya.
 Dia mengajak Sian Li ke tepi sungai, tempat yang paling disenanginya karena tempat itu
 memang indah sekali. Sunyi dan tenang. Mendengarkan burung ber-kicau dan air sungai
 berdendang dengan riak kecil, sungguh amat merdu dan me-nyejukkan hati. Duduk di atas
 rumput di tepi sungai, menatap langit yang amat indah, langit di timur yang mulai
 keme-rahan, mutiara-mutiara embun di setiap ujung daun. Tak dapat digambarkan in-dahnya.
 Dia duduk dan memangku Sian Li yang memandang ke arah air di sungai dengan wajah
 berseri. Dia menunduK dan mencium kepala anak itu. Betapa dia amat menyayang adiknya.
 Dicium kepala-nya, Sian Li memandang dan merangkul-kan kedua lengannya yang kecil di
 leher Yo Han. Sejak kecil dia diajar menyebut suheng (kakak seperguruan) kepada Yo Han.
 Melihat kakaknya itu memandang kepadanya dengan sepasang mata penuh kasih sayang,
 anak itu tersenyum.
 "Aku sayang suheng...." katanya lucu, Yo Han mencium pipinya. "Aku pun sayang
 kepadamu, adikku...." hatinya ter-haru sekali karena dia dapat merasakan kasih sayang di
 antara mereka yang menggetarkan hatinya. Dan dia harus berpisah dari anak ini! Bahkan
 karena adiknya inilah dia harus meninggalkan rumah suhunya! Suhu dan subonya tidak ingin
 kelak Sian Li mencontoh sikap dan wataknya! Begitu burukkah sikap dan wataknya" Dia
 mengerti bahwa guru dan subonya amat kecewa karena dia tidak suka berlatih silat. Dan
 membayangkan betapa adik yang bersih ini kelak menja-di seorang gadis yang perkasa,
 seperti ibunya dahulu, hidupnya penuh bahaya dan acaman musuh, hidup selalu waspada,
 membunuh atau dibunuh, ingin dia mena-ngis. Adiknya akan menjadi pembunuh! Akan
 memenggal leher orang dengan pe-dangnya, atau menusukkan pedang me-nembus dada dan
 jantung orang. Atau sebaliknya, disiksa dan dibunuh orang!
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 19 "Ihhh, Suheng.... menangis?" anak itu memandang ketika dua titik air mata turun ke atas pipi
 kakaknya, dan tangan-nya menyentuh air mata di pipi itu se-hingga runtuh. Sentuhan lembut
 yang menggetarkan hati Yo Han.
 "Sian Li...." Dia merangkul, menyem-bunyikan mukanya di atas kepala anak itu.
 "Suheng, Ayah dan Ibu melarang kita menangis...." kata anak itu lagi. "Apakah Suheng
 menangis?" Suaranya masih belum jelas dan terdengar lucu, namun justeru mengharukan
 sekali. Yo Han mengeraskan hatinya dan diam-diam mengusap air matanya, lalu dia membiarkan
 adiknya dapat memandang mukanya yang tadi disembunyikan di rambut kepala Sian Li. Dia
 mengge-leng. "Aku tidak menangis, sayang."
 Anak itu tertawa dan alangkah manis dan lucunya kalau ia tertawa, "Hore Suheng tidak
 menangis. Suheng gagah perkasa!"
 Yo Han merasa jantungnya seperti ditusuk. Sekecil ini sudah menghargai ke-gagahperkasaan! Sekecil ini sudah menja-di calon pendekar wanita, seorang calon hamba
 kekerasan! Sudah terbayang oleh-nya Sian Li menjadi seorang gadis yang selalu membawa
 pedang di belakang punggungnya.
 Dia cepat dapat menguasai kesedihan dan keharuannya, dan teringat bahwa dia mengajak
 adiknya pagi ini ke tepi sungai untuk bermain-main dan menyenangkan hati adiknya.
 "Sian Li, sekarang katakan, engkau ingin apa" Katakan apa yang kauinginkan dan aku akan
 mengambilnya untukmu. Katakan, adikku sayang." Yo Han mem-belai rambut kepala
 adiknya. Sian Li berloncatan girang dan berte-puk tangan. "Betul, Suheng" Kau mau mengambilkan
 yang kuingini" Aku ingin itu, Suheng...." Ia menunjuk ke arah po-hon yang tumbuh dekat
 situ. "Itu apa?" Yo Han memandang ke arah pohon itu. Pohon itu tidak berbunga. Apa yang
 diminta oleh Sian Li" Daun"
 "Itu yang merah ekornya...."
 "Hee" Merah ekornya" Apa...."
 "Burung itu, Suheng. Cepat, nanti dia terbang lagi. Aku ingin memiliki burung itu...."
 YoHan menggaruk-garuk kepalanya. Bagaimana mungkin dia dapat menangkap burung yang
 berada di pohon" Sebelum ditangkap, burung itu akan terbang.
 "Aku tidak bisa, Sian Li. Burung itu punya sayap, pandai terbang, sedangkan aku.... lihat, aku
 tidak bersayap!" Yo Han melucu sambil berdiri dan mengembangkan kedua lengannya,
 seperti hendak terbang.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 20 "Uhh! Kalau Ayah atau Ibu, mudah saja menangkap burung di pohon. Suheng kan muridnya,
 masa tidak bisa?"
 Yo Han merangkul adiknya. "Sian Li, terang saja, aku tidak bisa, dan juga, untuk apa burung
 ditangkap" Biarkan dia terbang bebas. Kasihan kalau ditangkap lalu dimasukkan sangkar. Itu
 menyiksa namanya, kejam. Kita tidak boleh menyiksa mahluk lain, adikku seyang...."
 "Uuuuu.... Suheng....! Kalau begitu, am-bilkan saja itu yang mudah. Itu tuh, yang kuning dan
 biru...." Melihat adiknya menunjuk ke arah serumpun bunga yang berwarna merah, dia mengerutkan
 alisnya. Yang diminta yang berwarna kuning dan biru. Itu bukan warna bunga, melainkan
 warna beberapa ekor kupu-kupu yang beterbangan di se-keliling rumpun bunga itu. Adiknya
 minta dia menangkapkan seekor kupu kuning dan seekor kupu biru! Memang mudah, akan
 tetapi dia pun tidak suka melakukan itu. Dia tidak suka menyiksa manu-sia maupun binatang,
 apalagi kupu-kupu, binatang yang demikian indah dan tidak pernah melakukan kesalahan apa
 pun. Akan tetapi, untuk menolak lagi permin-taan Sian Li, dia pun tidek tega. Maka dia pun
 pura-pura mengejar kupu-kupu yang beterbangan dengan panik, pura-pura mencoba untuk
 menangkap dengan kedua tangannya namun tak berhasil dan sebagai gantinya, dia memetik
 beberapa tangkai bunga merah dan memberikan itu kepada adiknya.
 "Wah, kupu-kupunya terbang. Ini saja gantinya, Sian Li. Kembang ini indah sekali. Kalau
 dipasang di rambutmu, eng-kau akan bertambah manis."
 "Tidak mau....! Aku tidak mau kem-bang. Aku ingin burung dan kupu-kupu. Aihh.... Suheng
 nakal. Aku mau kupu-kupu dan burung...." Sian Li membanting-ban-ting kaki dengan manja
 lalu menangis. Yo Han menjatuhkan diri berlutut dan merangkul adiknya. "Dengar baik-baik, adikku
 sayang. Apakah engkau mau diku-rung dalam kurungan, dan apakah engkau mau kalau kaki
 tanganmu dibuntungi?"
 Mendengar ini, Sian Li terheran, dan dengan pipi basah air mata ia meman-dang kakaknya,
 tidak mengerti. "Kau tentu tidak mau bukan?"
 Sian Li menggeleng kepala, masih terheran-heran mengapa kakaknya yang biasanya amat
 sayang kepadanya dan memanjakannya, kini hendak mengurung dan bahkan membuntungi
 kaki tangannya!
 "Bagus kalau engkau tidak mau! Nah, sama saja, adikku sayang. Engkau tidak mau ditangkap
 dan dikurung, burung itu pun akan susah sekali kalau kau tangkap dan kau masukkan sangkar,
 dikurung dan tidak boleh terbang bermain-main dengan teman-temannya. Engkau tidak mau
 di-buntungi kaki tanganmu, juga kupu-kupu itu tidak suka dan merasa kesakitan dan susah
 kalau sayapnya dipatahkan, kakinya dibuntungi. Kita tidak boleh menyiksa binatang yang
 tidak bersalah apa-apa, adikku sayang. Kubikinkan boneka tanah liat saja, ya?"
 Akan tetapi Sian Li yang manja ma-sih membanting-banting kaki dan mulut-nya cemberut,
 walaupun tidak menangis lagi. "Suheng katanya mau.... memenuhi semua permintaanku,
 ternyata semua permintaanku kautolak...."
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 21 Pada saat itu, nampak berkelebat bayangan merah dan tahu-tahu di depan mereka berdiri
 seorang wanita yang pa-kaiannya serba merah! Pakaian berwarna merah ini segera menarik
 perhatian Yo Han karena adiknya pun sejak hari ulang tahun ke empat itu setiap hari juga
 me-makai pakaian merah! Jadi di situ seka-rang berada seorang anak perempuan empat tahun
 yang pakaiannya serba me-rah, dan seorang wanita cantik yang juga pakaiannya berwarna
 merah. Yo Han memandang penuh perhatian.
 Ia seorang wanita yang berwajah can-tik dan bertubuh tinggi semampai, de-ngan pinggang
 yang kecil dan pinggul besar seperti tubuh seekor kumbang. Usianya kurang lebih tiga puluh
 tahun kalau melihat wajah dan bentuk badannya, pada hal sesungguhnya ia sudah berusia
 empat puluh tahun! Wajahnya bundar dan putih dilapisi bedak, pemerah bibir dan pipi, juga
 penghitam alis. Rambutnya digelung ke atas model gelung para puteri bang-sawan.
 Pakaiannya yang serba merah itu terbuat dari sutera yang mahal dan halus dan selain pesolek,
 wanita itu pun rapi dan bersih, bahkan sepatunya dari kulit merah itu pun mengkilap. Di
 punggung-nya nampak sebatang pedang dengan sarung berukir indah dan ronce-ronce bi-ru
 yang menyolok karena warna pakaian-nya yang merah.
 "Heii, anak baju merah, engkau manis sekali!" Wanita itu berseru dan suaranya merdu.
 "Engkau minta burung dan kupu-kupu" Mudah sekali, aku akan menangkapkan burung dan
 kupu-kupu untukmu. Lihat!"
 Wanita itu melihat ke atas. Ada be-berapa ekor burung terbang meninggalkan pohon besar
 dan ada yang lewat di atas kepalanya. Wanita itu menggerakkan ta-ngan kiri ke arah burung
 yang terbang lewat, seperti menggapai dan.... burung itu mengeluarkan teriakan lalu jatuh
 seperti sebuah batu ke bawah, disambut oleh tangan kiri wanita itu.
 "Nah, ini burung yang kauinginkan, bukan?" Ia memberikan burung berekor merah yang
 kecil itu kepada Sian Li yang menerimanya dengan gembira sekali.
 Yo Han mengerutkan alisnya ketika mendekatdan ikut melihat burung kecil yang berada di
 tangan adiknya. Burung itu tak dapat terbang lagi, dan ketika mencoba untuk menggerak-
 gerakkan ke-dua sayap kecilnya, kedua sayap itu se-perti lumpuh dan ada sedikit darah.
 Ta-hulah dia bahwa sayap burung itu terluka entah oleh apa. Kini dia menoleh dan melihat
 wanita itu menggerakkan kedua tangannya ke arah dua ekor kupu-kupu yang beterbangan.
 Ada angin menyambar dari kedua telapak tangan itu dan dua ekor kupu-kupu itu seperti
 disedot dan ditangkap oleh kedua tangan itu , diberi-kan pula kepada Sian Li.
 "Nah, ini dua ekor kupu-kupu yang kau inginkan, bukan?"
 Sian Li girang sekali. "Kupu-kupu indah! Burung cantik....!" Ia sudah sibuk dengan seekor
 burung dan dua ekor ku-pu-kupw yang dipegangnya.
 "Adik Sian Li, mari kita pergi dari sini!" kata Yo Han tak senang dan dia hendak
 menggandeng lengan adiknya, Akan tetapi tiba-tiba tubuh Sian Li se-perti terbang ke atas dan
 tahu-tahu su-dah berada dalam pondongan wanita itu. Sian Li terpekik gembira ketika
 tubuhnya melayang ke atas.
 "Suheng, aku dapat terbang....!" tariaknya gembira.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 22 Wanita berpakaian merah itu terse-nyum dan wajahnya nampak semakin muda ketika ia
 tersenyum. "Ya, engkau ikut dengan aku, anak manis, dan aku akan mengajarmu terbang,
 juga menang-kap banyak burung dan kupu-kupu. Eng-kau suka, bukan?"
 "Aku suka! Aku senang....!"
 "Sian Li, turun dan mari kita pulang." Yo Han berkata lagi.
 "Tidak, aku ingin ikut bibi ini, me-nangkap burung dan kupu-kupu, juga be-lajar terbang!"
 "Sian Li...."
 Wanita itu mengeluarkan suara ketawa mengejek. "Anak baik, jadi namamu Sian Li (Dewi)"
 Nah, mari kita terbang seperti bidadari-bidadari baju merah, hi-hi-hik!"
 Yang nampak oleh Yo Han hanyalah bayangan merah berkelebat, dan yang tertinggal hanya
 suara ketawa merdu wanita itu yang bergema dan kemudian lenyap pula. Wanita berpakaian
 merah itu bersama Sian Li telah lenyap dari depannya, seolah-olah mereka benar-be-nar telah
 terbang melayang, atau meng-hilang dengan amat cepatnya.
 "Sian Li....! Bibi baju merah, kembali-kan Sian Li kepadaku!" Yo Han lari ke sana-sini,
 berteriak teriak, akan tetapi adiknya tetap tidak kembali, juga wanita yang melarikannya itu
 tidak kembali. Terpaksa Yo Han lalu cepat berlari ken-cang, sekuat tenaga, pulang ke rumah
 gurunya. Sin Hong dan Hong Li terkejut meli-hat murid mereka itu berlari-lari pulang tanpa Sian Li
 dan dari wajahnya, nampak betapa murid mereka itu dalam keadaan tegang dan napasnya
 terengah-engah ka-rena dia telah berlari-lari secepatnya.
 "Yo Han, ada apakah?" Sin Hong me-nagur muridnya.
 "Yo Han, di mana Sian Li?" Hong Li bertanya dengan mata dibuka lebar, mata seorang ibu
 yang gelisah mengkhawatir-kan anaknya.
 "Suhu, Subo.... adik Sian Li.... ia dila-rikan seorang wanita berpakaian merah...." kata Yo
 Han dengan napas masih ter-engah-engah.
 Suami isteri itu sekali bergerak sudah meloncat dan memegang lengan Yo Han dari kanan
 kiri. "Apa" Apa yang terjadi" Ceritakan, cepat!" bentak Sin Hong.
 "Teecu sedang bermain-main dengan adik Sian Li di tepi sungai ketika tiba-tiba muncul
 seorang wanita berpakaian merah. Ia menangkapkan burung dan ku-pu-kupu untuk Sian Li,
 kemudian ia me-mondong adik Sian Li menghilang begitu saja."
 "Seperti apa wajah wanita itu" Be-rapa usianya?" tanya Hong Li, wajahnya berubah dan
 matanya menyinarkan kema-rahan.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 23 "Ia berusia kurang lebih tiga puluh tahun, Subo, dan semua pakaiannya ber-warna merah,
 sampai sepatunya, dan wajahnya cantik pesolek, di punggungnya nampak pedang dengan
 ronce biru...."
 "Ke mana larinya?" tanya Sin Hong.
 "Teecu tidak tahu, Suhu. Setelah me-mondong adik Sian Li, ia lalu menghilang begitu saja,
 teecu tidak tahu ke arah mana ia lari...."
 "Inilah jadinya kalau punya murid tolol!" Tiba-tiba Hong Li berteriak marah.
 "Lima tahun menjadi murid, sedikit pun tidak ada gunanya. Kalau engkau berlatih silat
 dengan baik, sedikitnya engkau ten-tu akan dapat melindungi Sian Li dan anakku tidak
 diculik orang. Anak bodoh, sombong....!"
 ."Suhu dan Subo, teecu bertanggung jawab! Teecu akan mencari adik Sian Li dan
 membawanya pulang. Teecu tidak akan kembali sebelum dapat menemukan dan membawa
 pulang adik Sian Li!" Yo Han berseru, menahan air matanya dan mengepal kedua tangannya.
 Akan tetapi Sin Hong sudah berseru kepada isterinya, "Tidak perlu ribut, ma-ri kita cepat
 pergi mengejar penculik itu!" Seruan ini disusul berkelebatnya dua orang suami isteri
 pendekar itu dan da-lam sekejap mata saja mereka lenyap dari depan Yo Han.
 Yo Han tertegun sejenak, kemudian sambil menahan isaknya, dia pun lari ke-luar dari rumah.
 Dia tidak tahu harus mengejar ke mana, akan tetapi dia tidak peduli dan dia membiarkan
 kedua kakinya yang berlari cepat itu membawa dirinya pergi keluar kota Ta-tung, entah ke
 mana! Sin Hong dan Hong Li berlari cepat menuju ke tepi sungai, kemudian mereka mencari-cari,
 menyusuri sungai. Namun, usaha mereka tidak berhasil. Anak mere-ka lenyap tanpa
 meninggalkan jejak! Tentu saja mereka merasa gelisah sekali.
 "Bocah sial itu harus diajak ke sini agar dia menunjukkan ke mana larinya penculik itu dan di
 mana peristiwa itu terjadi. Kau mencari dulu di sini, aku mau mengajak Yo Han ke sini!" kata
 Hong Li dan ia pun sudah meninggalkan suaminya, pulang ke rumah untuk menga-jak Yo
 Han ke tepi sungai. Akan tetapi setelah tiba di rumah, ia tidak lagi me-lihat Yo Han! Dicari
 dan dipanggilnya murid itu, namun Yo Han tidak ada dan nyonya muda ini pun teringat akan
 te-riakan Yo Han yang akan bertanggung jawab dan akan mencari Sian Li sampai dapat!
 Terpaksa Hong Li kembali lagi ke tepi sungai.
 "Dia.... dia tidak ada di rumah....!" katanya.
 Sin Hong mengangguk-angguk. "Sudah kuduga. Tentu dia sudah pergi untuk me-menuhi
 janjinya tadi. Dan dia pasti tidak akan pernah datang kembali sebelum menemukan dan
 mengajak Sian Li pu-lang."
 "Uhh, dia mau bisa apa?" Hong Li berseru, marah dan gelisah. "Bagaimana dia akan mampu
 mengejar penculik yang berilmu tinggi, apalagi merampas kem-bali anak kita?" Wanita itu
 mengeluh dan hampir menangis. "Sian Li.... ah, di mana kau....?"
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 24 "Mari kita cari lagi!" kata Sin Hong, tidak mau membiarkan isterinya dilanda kegelisahan
 dan kedukaan. Mereka lalu mencari-cari di sekitar daerah itu, men-cari jejak, namun sia-sia
 belaka. Anak mereka lenyap tanpa meninggalkan jejak dan semua orang yang mereka jumpai
 dan mereka tanyai, tidak ada seorang pun yang melihat anak mereka atau wa-nita berpakaian
 serba merah seperti yang diceritakan Yo Han tadi.
 Setelah hari larut malam dan mereka terpaksa pulang, sampai di rumah Hong Li menangis.
 

Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suaminya menghiburnya. "Tenangkan hatimu. Kurasa penculik itu tidak berniat mengganggu
 anak kita. Kalau wanita penculik itu musuh kita dan ingin membalas dendam, tentu ia sudah
 membunuh anak kita di waktu itu juga. Akan tetapi, ia membawanya pergi dan menurut
 keterangan Yo Han, ia bah-kan bersikap baik, menangkapkan burung dan kupu-kupu untuk
 Sian Li." Dihibur demikian, Hong Li menyusut air matanya dan memandang kepada sua-minya.
 "Kaukira siapakah wanita berpa-kaian merah itu?"
 Sin Hong menggeleng kepalanya. "Su-dah kupikirkan dan kuingat-ingat, akan tetapi rasanya
 belum pernah aku mem-punyai musuh seorang wanita berpakaian serba merah. Apalagi
 usianya baru seki-tar tiga puluh tahun. Engkau tahu sendi-ri, tokoh wanita sesat di dunia
 kang-ouw yang pernah menjadi musuhku, bahkan yang tewas di tanganku, hanyalah Sin-kiam
 Mo-li. Tentu ia seorang tokoh baru dalam dunia kang-ouw, bahkan kita tidak tahu apakah ia
 termasuk tokoh sesat ataukah seorang pendekar yang merasa suka kepada anak kita."
 "Tidak mungkin seorang pendekar wa-nita menculik anak orang!" Hong Li ber-kata. "Hem,
 terkutuk orang itu. Kalau sampai kutemukan ia, akan kuhancurkan kepalanya! Eh, jangan-
 jangan bekas iste-rimu yang melakukan itu...."
 Sin Hong memandang isterinya. Dia tahu bahwa pertanyaan itu bukan terdo-rong oleh
 cemburu, melainkan oleh kege-lisahan yang membuat jalan pikiran iste-rinya menjadi kacau.
 Dia menikah dengan Hong Li sebagai seorang duda, akan te-tapi juga Hong Li seorang janda.
 Mereka telah mengetahui keadaan masing-masing, dan sudah saling menceritakan riwayat
 mereka dan nasib buruk mereka dalam pernikahan pertama itu.
 "Tidak mungkin Bhe Siang Cun yang melakukannya," kata Sin Hong sambil manggeleng
 kepala. "Usianya sekarang baru kurang lebih dua puluh empat tahun. Juga ia tidak berpakaian
 merah. Pula, ia tidak akan berani melakukan hal itu. Ia bukan penjahat dan tidak ada alasan
 baginya untuk mengganggu kita. Tidak, dugaan itu menyimpang jauh. Coba kau-ingat-ingat,
 mungkin pernah engkau da-hulu bermusuhan dengan seorang tokoh sesat yang berpakaian
 merah?" Hong Li mengingat-ingat. Bekas sua-minya jelas tak dapat dicurigai. Bekas suaminya itu,
 Thio Hui Kong, adalah putera seorang jaksa yang adil dan jujur. Juga tidak ada alasan bagi
 Thio Hui Kong untuk mengganggunya. Mereka te-lah bercerai. Tokoh jahat berpakaian
 merah" Wanita berpakaian merah rasanya belum pernah ia temui dalam semua
 pengalamannya sebagai seorang pendekar wanita. Pakaian merah"
 Tiba-tiba ia meloncat berdiri. "Ahh....!" Ia teringat.
 "Engkau ingat sesuatu?" Suaminya bertanya,
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 25 "Memang ada tokoh sesat berpakaian merah, akan tetapi bukan wanita. Kau ingat Ang I
 Mopang (Perkumpulan Iblis Baju Merah)" Tokoh yang terakhir, Ang I Siauw-mo (Iblis Kecil
 Baju Merah) te-was di tanganku!"
 Sin Hong mengerutkan alisnya. "Hem-mm.... Ang I Mopang" Bukankah duhulu sarangnya
 berada di luar kota Kun-ming, di Propinsi Hu-nan" Tapi, Ang I Mopang sudah hancur dan
 rasanya tidak ada to-kohnya yang wanita dan yang lihai...."
 "Betapapun juga, itu sudah merupakan suatu petunjuk. Daripada kita meraba-raba di dalam
 gelap. Aku akan pergi ke Kun-ming, menyelidiki mereka. Siapa ta-hu penculik itu datang dari
 sana. Ang I Mopang memang beralasan untuk me-musuhiku dan mendendam kepadaku. Aku
 akan berangkat besok pagi-pagi!"
 "Nanti dulu, Li-moi. Jangan tergesa--gesa. Kemungkinannya kecil saja, walau-pun aku juga
 setuju kalau kita menyeli-dik ke sana. Akan tetapi kita tunggu dulu beberapa hari. Kita
 menanti kemba-linya Yo Han. Siapa tahu dia berhasil...."
 "Bocah sombong itu" Mana mungkin" Kalau kita berdua tidak berhasil, bagai-mana anak
 tolol itu akan berhasil" Dia-lah biangkeladinya sehingga anak kita diculik orang!"
 "Li-moi, tenanglah dan di mana kebi-jaksanaanmu" Bagaimanapun juga, kita tidak dapat
 menyalahkan Yo Han. Andai-kata dia telah menguasai ilmu silat, keppandaiannya itu pun
 belum matang. Apa artinya seorang anak berusia dua belas tahun menghadapi seorang
 penculik yang lihai" Andaikata Yo Han pernah latihan ilmu silat, tetap saja dia tidak akan
 mampu melindungi Sian Li."
 "Akan tetapi, apa perlunya kita me-nunggu beberapa hari" Dia tidak akan berhasil, dan
 penculik itu akan semakin jauh...."
 "Kita lihat saja, Li-moi. Lupakah engkau betapa banyak hal-hal aneh dila-kukan Yo Han"
 Kita tunggu sampai tiga hari. Kalau dia belum pulang maka kita akan segera berangkat ke
 Kun-ming, menyelidiki ke sana. Bahkan kalau di sa-na pun kita gagal, kita terus akan
 me-lakukan pelacakan, akan kutanyakan kepada semua tokoh kang-ouw tentang seorang
 wanita yang berpakaian merah seperti yang digambarkan Yo Han tadi."
 Akhirnya, dengan air mata berlinang di kedua matanya, Hong Li menyetujui keinginan
 suaminya. Akan tetapi, jelas bahwa semalam itu mereka tidak mampu tidur pulas.
 *** file google dokumen ini published by Saiful Bahri ....situbondo seletreng***
 "Tidak mau, aku ingin pulang.... aku ingin ayah ibu, aku ingin pulang....!" Anak itu
 merengek-rengek dan suara rengekan-nya keluar dari dalam kuil tua di lereng bukit yang
 sunyi itu. Wanita berpakaian merah itu menge-lus kepala Sian Li. "Sian Li, engkau bi-dadari kecil
 berpakaian merah yang ma-nis, tidak patut kalau engkau menangis...."
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 26 "Aku tidak menangis!" Anak itu mem-bantah. Dan memang tidak ada air mata keluar dari
 matanya. Ia hanya merengek, membanting kaki dan cemberut. "Aku ingin pulang, aku ingin
 tidur di kamarku sendiri, tidak di tempat jelek ini. Baunya tidak enak!"
 "Bukankah engkau senang ikut de-nganku, Sian Li" Tadi engkau gembira sekali! Kenapa
 sekarang minta pulang?" Wanita itu mencoba untuk membujuk.
 "Aku ingin ikut sebentar saja, bukan sampai malam. Aku ingin dekat Ayah dan Ibu. Mari
 antarkan aku pulang, Bibi."
 "Hemm, baiklah. Nanti kuantar, sini duduk di pangkuan Bibi, sayang. Engkau anak baik,
 engkau anak manis, engkau bidadari kecil merah...."
 Ketika wanita itu meraih Sian Li dan dipangkunya, jari tangannya menekan tengkuk dan anak
 itu pun terkulai, se-ketika pingsan atau tertidur. Wanita itu merebahkan Sian Li di atas lantai
 yang bertilamkan daun-daun kering, meman-dang wajah ,anak itu yang tertimpa sinar api
 unggun yang dibuatnya, dan ia pun tersenyum.
 "Anak manis.... ah, pantas menjadi anakku atau muridku.... aku berbahagia sekali
 mendapatkanmu, sayang...."
 Siapakah wanita berpakaian merah ini" Di daerah Propinsi Hu-nan, namanya sudah dikenal
 oleh seluruh dunia kang-ouw, terutama golongan sesatnya. Selama beberapa tahun ini, ia
 merupakan seorang tokoh kang-ouw yang baru muncul, na-mun namanya segera tersohor
 karena kelihaiannya.
 Orang-orang di dunia persilatan me-ngenal nama julukannya saja, yaitu Ang I Moli (Iblis
 Wanita Baju Merah). Nama-nya yang tak pernah dikenal orang ada-lah Tee Kui Cu dan ia
 tidaklah semuda nampaknya. Usianya sudah empat puluh tahun! Ia memang cantik manis,
 ditambah pesolek dengan riasan muka yang tebal, maka nampak berusia tiga puluh tahun.
 Wajahnya selalu putih karena be-dak, bibir dan pipinya merah karena yan-ci, dan alis mata,
 Juga bulu mata, hitam karena penghitam rambut.
 Dugaan Kao Hong Li tentang Ang I Mopang yang hanya merupakan dugaan raba-raba itu
 memang tepat. Ada hubungan dekat sekali antara Ang I Moli Tee Kui Cu dengan Ang I
 Mopang, per-kumpulan yang pernah dibasmi oleh Kao Hong Li dan para pendekar itu. Wanita
 berpakaian merah ini adalah adik dari mendiang Tee Kok, yang pernah menjadi ketua Ang I
 Mopang. Ketika Ang I Mo-pang terbasmi oleh para pendekar, Tee Kui Cu dapat lolos dan ia
 pun mencari guru-guru yang pandai. Ia berhasil me-nyusup dan menjadi tokoh Pek-lian-kauw
 di mana ia mempelajari banyak macam ilmu silat, ilmu tentang racun dan obat, juga
 mempelajari ilmu sihir yang dikua-sai oleh para tokoh Pek-lian-kauw. Setelah merasa dirinya
 memperoleh ilmu yang cukup tinggi, ia meninggalkan Pek-lian-kauw dan ia pun kembali ke
 Kun-ming, mengumpulkan para bekas anggauta Ang I Mopang yang masih hidup, Ia lalu
 membangun tempat perkumpulan itu, dia mengangkat diri sendiri menjadi ketua!
 Demikianlah riwayat singkat Ang I Moli Tee Kui Cu. Ia terkenal sebagai seorang ketua yang
 pandai menyenangkan hati para anak buahnya, memimpin kurang lebih lima puluh orang
 anggauta Ang I Mopang, dan hidup sebagai seorang ketua yang kaya. Dan dia pun suka sekali
 merantau, meninggalkan perkumpulan dalam pengurusan para pembantunya, dan ia sendiri
 berkelana sampal jauh, bukan hanya mencari pengalaman, melainkan juga untuk bertualang,
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 27 mencari harta, mencari pria karena ia merupakan seo-rang wanita yang selalu haus oleh nafsu-
 nafsunya. Dan pada pagi hari itu, tanpa sengaja ia melihat Sian Li. Melihat anak perem-puan berusia
 empat tahun yang mungil dan manis itu, dan terutama sekali melihat anak itu mengenakan
 pakaian serba merah, warna kesukaannya dan bahkan warna yang menjadi lambang dari
 per-kumpulannya, hatinya tertarik dan suka sekali. Ia lalu menculik Sian Li dengan niat
 mengambil anak perempuan itu se-bagai anaknya dan juga muridnya.
 Dengan sikap menyayang ia menge-luarkan selimut dan menyelimuti tubuh Sian Li yang
 sudah pulas atau pingsan oleh tekanan jarinya, pada jalan darah di tengkuk anak itu.
 Kemudian ia me-nambahkan kayu bakar pada api unggun yang dibuatnya di dalam kuil tua
 kosong itu, api unggun yang perlu sekali untuk mengusir nyamuk dan hawa dingin.
 Tiba-tiba, pendengarannya yang tajam terlatih menangkap sesuatu dan ia pun melompat
 bangun. Sebagai seorang wani-ta yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, ia tabah sekali dan
 tidak tergesa menge-luarkan pedangnya sebelum diketahui benar siapa yang datang memasuki
 kuil pada waktu itu.
 Sesosok bayangan muncul, memasuki ruang kuil di mana Ang I Moli berada. Bayangan itu
 tidak berindap-indap, me-lainkan langsung saja melangkah dengan langkah kaki berat
 menghampiri ruangan. Ketika bayangan itu muncul, ternyata dia adalah Yo Han yang
 memasuki ruangan dengan langkah gontai agak ter-huyung karena kelelahan!
 "Ahh, kiranya engkau....!" Ang I Moli berkata dengan hati lega, akah tetapi juga ia
 memandang heran. Bagaimana anak laki-laki ini dapat menyusulnya" Bagaimana dapat
 membayanginya dan ta-hu bahwa ia berada di kuil tua itu"
 Yo Han sendiri tidak mengerti dan tidak mampu menjawab kalau pertanyaan itu diajukan
 kepadanya. Ketika dia lari meninggalkan rumah suhunya, dia tidak mempunyai tujuan. Dia
 tidak tahu ke mana harus mencari penculik Sian Li. Maka dia pun membiarkan dirinya
 terbawa oleh sepasang kakinya yang berlari. Dia tidak sadar lagi bahwa dia bukan berlari
 menuju ke tepi sungai di mana adiknya tadi diculik orang, bahkan dia lari keluar dari kota Ta-
 tung dengan arah yang berlawanan dengan tepi sungai itu! Dia berlari terus sampai akhirnya
 dia tiba di tepi sungai lagi, akan tetapi bukan di tempat tadi Sian Li diculik orang. Dan dia
 berlari terus, menyusuri sepanjang tepi sungai, ke atas. Setelah matahari naik tinggi, dia pun
 terguling ke atas lapangan rumput di tepi sungai dan langsung saja dia tertidur. Tubuhnya
 tidak kuat menahan karena dia berlari terus sejak tadi tanpa berhenti.
 Setelah dia terbangun, matahari sudah condong ke barat. Dan begitu bangun, dia teringat
 bahwa dia harus mencari Sian Li. Dia bangkit lagi dan kembali kedua kakinya berlari, tanpa
 tujuan akan tetapi makin mendekati sebuah bukit yang berada jauh di depan. Dia tidak peduli
 ke mana kakinya membawa dirinya. Kesadarannya hanya satu, yakni bahwa dia harus
 menemukan kembali Sian Li dan yang teringat olehnya hanyalah bah-wa kalau Tuhan
 menghendaki, dia pasti akan dapat mengajak Sian Li pulang! Keyakinan ini timbul sejak dia
 kecil, se-jak dia dapat membaca dan mengenal akan kebesaran dan kekuasaan Tuhan melalui
 bacaan. Yang ada hanya kewaspadaan, yang ada hanya kepasrahan. Tidak ada aku yang waspada,
 tidak ada aku yang pasrah. Selama ada "aku", kewaspadaan dan kepasrahan itu hanyalah
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 28 suatu cara untuk memperoleh sesuatu. Aku adalah ingatan, aku adalah nafsu dan aku
 selamanya berkeinginan, berpamrih. Kalau nafsu yang memegang kemudi, apa pun yang kita
 lakukan hanya merupakan cara untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan, dan karenanya
 mendatangkan pertentangan dan kesengsaraan. Senang susah bersilih ganti, puas kecewa
 saling berkejaran, rasa takut atau khawatir selalu memba-yangi hidup. Takut kehilangan, takut
 gagal, takut menderita takut sakit, takut mati. Gelisah menghantui pikiran. Kepa-srahan yang
 wajar, bukan dibuat-buat oleh si-aku, bukan kepasrahan berpamrih, kepasrahan akan segala
 yang sudah, se-dang dan akan terjadi, menyerah dengan tawakal sabar dan ikhlas terhadap
 kekuasaan Tuhan, berarti kembali kepada ko-dratnya.
 Yo Han terus berjalan, kadang berlari mendaki bukit dan ketika dia tiba di le-reng bukit,
 malam pun tiba. Dia melihat kuil tua itu, dan ketika dia menghampiri, dia melihat pula sinar
 api unggun dari dalam kuil. Dia memasuki ruangan itu dan.... dia melihat Sian Li dan wanita
 berpakaian merah. Sian Li sudah tidur berselimut, dan wanita berpakaian merah itu berdiri
 dan menatapnya dengan sinar mata tajam!
 Sejenak mereka berpandangan dan wanita itu terkekeh geli. "Kiranya eng-kau" Bagaimana
 engkau dapat menyusul-ku ke sini" Dan mau apa engkau menge-jar aku?"
 Yo Han menarik napas panjang, tera-sa amat lega hatinya. Begitu dia dapat menemukan Sian
 Li, seolah dia baru ba-ngun dari tidur yang penuh mimpi. Baru sekarang dia merasa betapa
 dingin dan lelah tubuhnya. Dengan kedua kaki lemas dia pun menjatuhkan diri, duduk di atas
 rumput kering, dekat api unggun.
 Bibi yang baik, kenapa engkau mela-kukan ini" Apa yang kaulakukan ini sungguh tidak baik,
 menyengsarakan orang lain dan juga amat membahayakan diri Bibi sendiri," katanya lirih
 namun jelas dan dia memandang ke arah api unggun, di mana lidah-lidah api merah kuning
 menari-nari dan menjilat-jilat.
 Ang I Moli juga duduk lagi bersila dekat api unggun, menatap wajah anak laki-laki itu
 dengan penuh keheranan dan keinginan tahu, juga kagum karena anak itu bersikap demikian
 tenang dan dewasa, bahkan begitu datang mengeluarkan ucapan lembut yang seperti menegur
 dan menggurui! "Bocah aneh, apa maksud kata-katamu itu?" tanyanya, ingin sekali tahu selan-jutnya apa
 yang akan dikatakan anak yang bersikap demikian tenang saja. Bagaimana ia tidak akan
 merasa heran melihat seorang anak belasan tahun be-rani menghadapinya setenang itu,
 pada-hal anak itu mengejar ia yang melarikan adiknya" Orang dewasa pun, bahkan orang
 yang memiliki kepandaian pun, akan gemetar kalau berhadapan dengan-nya. Akan tetapi anak
 ini tenang saja, bahkan menegurnya.
 "Bibi, kenapa engkau melarikan adikku Sian Li ini" Itu namanya menculik, dan itu tidak baik
 sama sekali. Bibi membi-kin susah ayah ibu anak ini, juga menyengsarakan aku yang
 menerima teguran. Apakah Bibi sudah pikir baik-baik bahwa perbuatan Bibi ini sungguh
 keliru sekali?"
 Tokoh kang-ouw yang di juluki Iblis Betina (Moli) itu bengong! Akan tetapi juga kagum
 akan keberanian anak ini, dan juga merasa geli. Alangkah lucunya kalau di situ hadir orang-
 orang kang-ouw mendengar ia ditegur dan diwejang oleh seorang anak laki-laki yang berusia
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 29 pa-ling banyak dua belas tahun! Ia menahan kegelian hati yang membuat ia ingin ter-tawa
 terpingkal-pingkal, lalu bertanya lagi,
 "Dan apa yang kaumaksudkan dengan perbuatanku ini membahayakan diriku sendiri?"
 "Bibi yang baik, engkau tidak tahu siapa anak yang kaularikan ini. Ayah dari ibunya kini
 mencari-carimu dan ke mana pun engkau pergi, akhirnya mereka akan dapat menemukanmu
 dan kalau sudah begitu, siapa berani menanggung kesele-matanmu?"
 Ang I Moli tidak dapat menahan geli hatinya lagi. Ia tertawa terkekeh-kekeh sampai kedua
 matanya menjadi basah air mata. "Hi-hi-heh-heh-heh! Kau berani menggertak dan menakut-
 nakuti aku" Aku suka kepada Sian Li, aku mau me-ngambil sebagai anakku, sebagai muridku
 Aku tidak takut menghadapi siapapun juga. Lalu engkau menyusulku ke sini mau apa?"
 "Bibi, untuk apa membawa Sian Li yang masih kecil ini" Hanya akan mere-potkanmu saja. Ia
 manja, bengal dan bandel, tentu hanya akan membuat Bibi repot dan banyak jengkel. Kalau
 Bibi membutuhkan seorang yang dapat membantu Bibi dalam pekerjaan rumah tangga atau
 mau mengambil murid, biar kugan-tikan saja. Jangan Sian Li yang masih terlalu kecil. Saya
 akan mengerjakan apa saja yang Bibi perintahkan, sebagai peng-ganti Sian Li. Akan tetapi
 Sian Li harus dikembalikan kepada Suhu dan Subo."
 "Oooo, jadi ayah ibu anak ini adalah suhu dan subomu" Sian Li bukan adikmu sendiri?"
 "Ia adalah sumoi-ku (adik seperguru-an), Bibi."
 "Hemm, menurut engkau, kalau suhu dan subomu dapat mengejarku, aku bera-da dalam
 bahaya. Begitukah?" Ia terse-nyum mengejek. Tentu saja, ia tidak takut akan ancaman orang
 tua anak pe-rempuan yang diculiknya.
 "Aku tidak menakut-nakutimu, Bibi. Suhu dan Subo, adalah dua orang yang memiliki
 kepandaian silat tinggi, merupa-kan suami isteri pendekar yang sakti!"
 "Eh" Dan engkau murid mereka, me-nangkap kupu-kupu saja tidak becus" Hi-hi-hik!"
 Wanita itu tertawa geli. Yo Han tidak merasa malu, hanya memandang dengan sikap
 sungguh-sungguh.
 "Aku tidak belajar silat dari mereka, melainkan kepandaian lain yang lebih berguna. Akan
 tetapi aku tidak berbo-hong. Mereka amat lihai, Bibi, dan eng-kau bukanlah tandingan
 mereka" Ang I Moli menjadi marah bukan main. Ucapan terakhir itu menyinggung keangkuhannya
 dan dianggap merendahkan, bahkan menghina. Sekali bergerak, ia sudah berada di dekat Yo
 Han dan mencengkeram pundak anak itu. Yo Han merasa pundaknya nyeri, akan tetapi sedikit
 pun dia tidak mengeluh atau menggerakkan tubuhnya, seolah cengke-raman itu tidak terasa
 sama sekali. "Bocah sombong! Sekali aku mengge-rakkan tangan ini, lehermu dapat kupa-tahkan dan
 nyawamu akan melayang!"
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 30 Wanita itu diam-diam merasa heran bukan main. Anak yang telah dicengke-ram pundaknya
 itu sedikit pun tidak memperlihatkan rasa takut. Masih te-nang-tenang saja seperti tidak
 terjadi apa-apa, bahkan suaranya pun masih te-nang dan penuh teguran dan nasihat.
 "Nyawaku berada di tangan Tuhan, Bibi. Engkau berhasil membunuhku atau tidak, kalau
 engkau tidak mengembalikan Sian Li, sama saja. Engkau akan mengalami kehancuran di
 tangan Suhu dan Subo. Sebaliknya kalau engkau me-ngembalikan Sian Li dan mau menerima
 aku sebagai gantinya, aku dapat minta kepada Suhu dan Subo untuk menghabiskan perkara
 penculikan Sian Li."
 Ang I Moli yang sudah menjadi marah dan tersinggung, hendak menggunakan tangannya
 

Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencengkerem leher anak itu dan membunuhnya. Akan tetapi pada saat itu ketika tangannya
 mencengkeram pundak, ia merasakan sesuatu yang aneh. Ada getaran di dalam pundak itu,
 getar-an yang lembut namun mengandung ke-kuatan dahsyat yang membuat ia merasa seluruh
 tubuhnya tergetar pula. Ia mera-sa heran lalu menggunakan jari-jari ta-ngannya untuk
 memeriksa tubuh anak itu. Dirabanya leher, pundak, dada dan pung-gung dan ia semakin
 terheran-heran. Anak ini memiliki tulang yang kokoh kuat dan jalan darahnya demikian
 sem-purna. Inilah seorang anak yang memiliki bakat yang luar biasa sekali. Belum ten-tu
 dalam sepuluh ribu orang anak mene-mukan seorang saja seperti ini! Tubuh yang agaknya
 memang khusus diciptakan untuk menjadi seorang ahli silat yang hebat. Dan wataknya
 demikian teguh, tenang dan penuh keberanian. Akan teta-pi anak ini mengaku tidak
 mempelajari ilmu silat! Biarpun demikian, anak ini mengatakan bahwa suhu dan subonya
 adalah dua orang sakti! Kiranya bukan bualan kosong saja karena hanya orang orang sakti
 yang dapat memilih seorang murid dengan bentuk tulang, jalan darah dan sikap sehebat anak
 ini. "Brrttt...!" Sekali menggerakkan kedua tangan, baju yang dipakai anak itu robek dan
 direnggutnya lepas dari badan. Kini Yo Han bertelanjang dada. Ang I Moli bukan hanya
 meraba-raba, kini juga me-lihat bentuk dada itu. Dan ia terpesona. Bukan main!
 Ia tadi sudah memeriksa keadaan tubuh Sian Li. Memang seorang anak yang memiliki tubuh
 baik pula, bertulang baik berdarah bersih. Akan tetapi dibandingkan anak laki-laki ini, jauh
 bedanya, tidak ada artinya lagi!
 "Anak yang aneh," katanya sambil ta-ngannya masih meraba-raba dada dan punggung yang,
 telanjang itu. "Siapa na-mamu?"
 "Aku she Yo,
 
^