Kisah Si Bangau Merah 14

Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo Bagian 14


erutkan alisnya. "Nona Sian Li, tentu saja kalau kebetulan engkau bertemu
 dengan suhengmu itu...."
 "Dia bukan suhengku lagi! Mungkin aku akan membunuh jahanam itu kalau bertemu dengan
 dia!" "Nah, itulah yang kurisaukan. Kalau Nona bertemu dan bicara dengan dia, hal itu masih tidak
 mengapa. Akan teta-pi kalau sampai Nona menyerangnya, padahal kini Sian Lun telah
 menjadi sekutu kami, tentu semua orang akan membantunya dan Nona akan dipersalah-kan.
 Oleh karena itu, mengingat bahwa urusan antara Nona dengan Sian Lun merupakan urusan
 pribadi, sebaiknya No-na bersabar hati dan menunggu sampai kelak setelah kalau kalian
 berada di luar lingkungan kami, barulah Nona dapat membuat perhitungan. Jangan di sini,
 Nona." Sian Li mengangguk-angguk. Benar juga, Pikirnya. Sian Lun telah menjadi sekutu mereka.
 Kalau ia menyerang Sian Lun, tentu mereka akan membantunya, bahkan pemuda di depannya
 ini tentu saja terpaksa harus berpihak kepada Sian Lun pula.
 "Baiklah, aku tidak akan menyerang-nya. Akan tetapi setidaknya ajaklah dia ke sini agar aku
 dapat bertanya sendiri kepadanya. Baru akan puas hatiku dan yakin bahwa dia benar-benar
 telah menyeleweng."
 "Akan kuusahakan, Nona."
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 389 Pemuda itu lalu mengajak Sian Li ke-luar dari kamarnya. Dan kini, dalam keadaan sadar dan
 tidak terbelenggu, gadis itu mendapat kesempatan mengamati keadaan di sarang Hek I Lama
 itu. Tempat itu merupakan perkam-pungan besar dan di tengah-tengah ter-dapat bangunan
 induk yang bentuknya seperti kuil. Bangunan induk itu besar sekali, sedangkan tempat
 dimana ia dikurung merupakan bangunan disebelah kiri bangunan induk. Di dalam
 perkampungan itu terdapat banyak rumah-rumah yang bentuknya sama, dan itulah tempat
 tinggal para anggauta Hek I Lama. Ter-dapat pula bangunan baru beru-pa pondok-pondok
 yang menjadi tempat tinggal para anggauta pasukan Nepal, juga tempat para tamu dari
 pengemis tongkat hitam.
 Setelah keluar dari rumah tempat ia di tahan, nampaklah oleh Sian Li betapa melarikan diri
 dari situ merupakan hal yang tidak mungkin. Banyak sekali anggauta gerombolan itu
 berkeliaran, dan penjagaan juga diadakan dengan amat ketatnya. Baru rumah di mana ia
 diku-rung itu saja dijaga oleh sedikitnya dua puluh orang! Tak mungkin ia dapat pergi tanpa
 diketahui dan sekali ketahuan, ten-tu ia akan dikeroyok puluhan, bahkan ratusan orang. Cu Ki
 Bok berkata benar. Bodoh sekali kalau ia berusaha melarikan diri. Sebaiknya bersabar
 menanti kesem-patan yang lebih baik. Selama ia tidak diganggu, ia akan tinggal di situ,
 menan-ti kesempatan melarikan diri, atau me-nanti sampai munculnya Yo Han karena ia
 merasa yakin bahwa Yo Han pasti tidak akan membiarkan saja ia menjadi tawanan
 gerombolan. Teringat akan Yo Han, Sian Li tersenyum. Bekas suhengnya itu hebat bukan
 main! "Kenapa Nona tersenyum?" tanya Cu Ki Bok dan ketika gadis itu memandang kepadanya,
 pemuda itu pun tersenyum. "Senang melihat Nona gembira," sam-bungnya.
 "Tempat ini indah sekali, dan penja-gaannya amat kuat. Engkau benar sekali, Ki Bok. Aku
 harus menanti dengan sabar dan tidak akan mencoba kebodohan melarikan diri. Dan kalau
 engkau beritikad baik, jangan sebut Nona kepadaku. Namaku Sian Li."
 Wajah pemuda itu berseri. "Aku tahu bahwa engkau adalah gadis yang selain gagah perkasa
 dan cerdik, juga berhati mulia, Nona.... eh, Sian Li. Sungguh aku akan merasa bahagia sekali
 kalau akhirnya akan dapat menjauhkanmu dari bencana dan ancaman bahaya. Nah, seka-rang
 engkau akan kutinggalkan. Akan tetapi sekali lagi kuperingatkan, jangan mencoba untuk
 membuat keributan. No-na.... eh, kau akan selalu diawasi, Sian Li. Dan seperti kukatakan tadi,
 aku yang diserahi tugas menjagamu dan bertang-gung jawab."
 Sian Li mengangguk tegas. "Baik Ki Bok. Dan aku sudah berjanji, bukan" Aku tidak akan
 suka melanggar janjiku sendi-ri."
 Ki Bok tersenyum dan pergi mening-galkannya. Hemm, pemuda itu semakin tampan kalau
 tersenyum, pikir Sian Li. Sayang pemuda sebaik itu berada di te-ngah orang-orang Hek I
 Lama, tempat yang sungguh tidak sesuai dengan dirinya. Dan ia teringat betapa Ki Bok juga
 telah menguasai ilmu kepandaian silat yang tangguh.
 Sian Li berjalan-jalan, dan kemana pun ia pergi di dalam kampung para pendeta Lama itu, ia
 tahu bahwa semua matamengamatinya. Ia selalu dibayangi secara diam-diam. Ketika ia tiba di
 pin-tu gerbang, satu-satunya pintu gerbang di perkampungan itu, ia melihat betapa di situ
 terdapat puluhan orang penjaga! Dan perkampungan itu dikelilingi pagar tembok yang tinggi,
 bahkan di sudut-sudutnya terdapat menara di mana terdapat penjaga pula. Seperti benteng
 saja. Belum lagi perondaan yang ia lihat dila-kukan pasukan kecil Hek I Lama. Sukar-lah
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 390 untuk dapat melarikan diri dari perkampungan itu, dan agaknya lebih sukar lagi untuk
 menyusup masuk! Biarpun de-mikian, ia yakin bahwa Yo Han akan dapat menyerbu masuk
 dan menemukan dirinya.
 Benar seperti dikatakan Ki Bok, kemana pun ia pergi, sampai ke pintu ger-bang pun, tidak
 ada orang yang melarangnya, namun makin dekat dengan pin-tu gerbang, semakin banyak
 orang membayangi dan mengamatinya. Agaknya semua anggauta Hek I Lama sudah
 mendapat perintah untuk mengamatinya akan tetapi tanpa mengganggunya. Diam-diam ia
 bersukur dan berterima kasih kepada Cu Ki Bok. Akan tetapi karena teringat betapa ia ditipu
 Sian Lun, bahkan lalu dibelenggu oleh bekas suhengnya itu, ia amat membenci Sian Lun. Ia
 berusaha untuk menemui bekas suheng itu, seka-rang ia tidak sudi lagi mengaku suheng
 kepadanya, namun usahanya sia-sia saja. Ia sampai pula di pemondokan para orang Nepal,
 dan cepat-cepat meninggalkan tempat itu lagi ketika melihat betapa mata orang-orang Nepal
 itu memandang kepadanya seperti sekumpulan srigala memandang seekor domba muda yang
 gemuk. Juga ia merasa jijik ketika meli-hat sekelompok anggauta pengemis tongkat hitam
 yang berpakaian butut dan de-kil, kotor sekali dan jorok.
 Dengan berindap-indap ia kini meng-hampiri bangunan yang berbentuk kuil. Baru tiba di
 pekarangan saja sudah mendengar suara orang berdoa, diiringi ketukan kayu berirama. Dan
 ketika ia tiba di ambang pintu gerbang masuk, nampak asap tebal mengepul tebal dari ruangan
 depan yang menjadi ruangan sembahyang seperti pada kuil-kuil biasa. Kiranya bangunan
 induk ini di bagian depannya memang merupakan kuil yang luas dengan ruangan sembahyang
 yang mewah. Dan di tempat ini, penjagaan lebih ketat lagi walaupun penjaganya tidak tampak
 berjaga, melainkan para pendeta yang bertugas di situ.
 Ia dibiarkan masuk ke ruangan ke dua di belakang ruangan sembahyang dan ter-nyata
 ruangan ini lebih luas lagi. Yang membuat ia terkejut adalah ketika ia melihat sebuah peti
 mati berada di te-ngah ruangan ini, engap dengan meja sembahyang dan dikelilingi pendeta-
 pendeta Lama yang berdoa. Ada orang mati di sini! Dan setelah ia menjenguk ke dalam, baru
 ia tahu mengapa tadi dalam perjalanan berkeliaran di perkampungan itu, ia tidak bertemu
 dengan tokoh-tokoh persekutuan itu. Kiranya mereka samua berkumpul di ruangan ini,
 agaknya mela-yat yang mati! Dan semua orang itu agaknya tidak mempedulikan Sian Li yang
 berada di luar pintu. Dengan terang-terangan Sian Li memandang ke arah kelompok yang
 duduk di ruangan itu. Ia melihat mereka lengkap semua! Lulung Lama, Cu Ki Bok, Hek-pang
 Sin-kai ketua perkumpulan Pengemis Tongkat Hi-tam, Pangeran Gulam Sing dengan dua
 orang jagoannya yaitu Badhu dan Sagha, ada pula Pek-lian Sam-li bersama Liem Sian Lun
 yang duduk di tengah-tengah antara mareka. Akan tetapi tidak nampak di antara mereka.
 Siapa lagi kalau bukan ketua para Lama Jubah Hitam itu yang berada di dalam peti mati"
 Tentu kakek tua renta itu tewas setelah bertanding melawan Yo Han!
 Ia melihat lagi ke arah peti mati besar itu. Aih! Semua orang melayat dan Dobhin Lama tidak
 nampak di antara mereka. Siapa lagi kalau bukan ketua para Lama Jubah Hitam itu yang
 berada di dalam peti mati" Tentu kakek tua renta itu tewas satelah bertanding melawan Yo
 Han! Ia melihat Sian Lun mengangkat muka memandang kepadanya, akan tetapi su-hengnya itu
 menunduk kembali. Sian Li ingin menghampiri bekas suheng itu, me-maki-makinya, atau
 menyeretnya dan menyerangnya. Akan tatapi ia teringat akan janjinya kepada Ki Bok dan
 pada saat itu, ia melihat Ki Bok juga meman-dang kepadanya. Bahkan pemuda itu lalu
 bangkit, dan dengan tenang menghampirinya, keluar dari pintu dan berkata de-ngan suara lirih
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 391 "Harap jangan memasuki ruangan ber-kabung ini, Sian Li. Kecuali kalau angkau ingin
 melayat." "Dobhin Lama?" tanya Sian Li, juga berbisik sambil memandang ke arah peti mati.
 Ki Bok mengangguk. "Supek sudah terlalu tua. Pertandingan dengan Sin-cing Tai-hiap
 menghabiskan tenaganya.
 Dia meninggal karena kehabisan tenaga dan napas, tidak terluka. Pendekar aneh itu terlalu
 lihai baginya...."
 Diam-diam Sian Li merasa bangga dan girang bukan main. Akan tetapi diam saja, lalu
 melirik ke arah Sian Lun yang masih menunduk, dan berkata, "Aku masih ingin bicara dengan
 jahanam itu."
 Ki Bok mengangguk. "Akan kuusaha-kan, akan tetapi tidak sekarang. Setelah selesai
 pengurusan jenasah Supek. Engkau tidak hendak melayat dan duduk di da-lam?"
 Sian Li menggeleng kepala. Untuk apa masuk ka ruangan itu dia melihat Sian Lun di antara
 tiga wanita cabul itu" Ia khawatir tidak akan dapat menahan hati-nya untuk tidak menyerang
 bekas suheng itu. Pula, tidak perlu berkabung terhadap kematian Ketua Hek I Lama yang
 menyebabkan Sian Lun tersesat dan ia sendiri tertawan. Ia lalu meninggalkan ruangan itu,
 keluar lagi. Senja telah mendatang, dan lampu-lampu penerangan mulai dipasang di perkampungan itu.
 Sian Li kembali ke kamarnya dan seorang pelayan wanita setengah tua menyerahkan pakaian
 pengganti kepadanya, juga mempersiapkan air untuk mandi. Sian Li merasa senang. Ternyata
 Ki Bok memegang janjinya. Ia diperlakukan seperti seorang tamu ter-hormat, dilayani semua
 keperluannya walaupun diam-diam ia tidak pernah dilepaskan dari pengamatan tajam. Kepada
 pelayan itu ia pun dapat memesan semua keperluannya, minta disediakan makan malam.
 Bagaimanapun juga, Sian Li tetap berhati-hati, memeriksa semua makanan dan minuman
 lebih dahulu sebelum me-makan dan meminumnya. Penerangan dalam kamarnya juga cukup
 terang dan suasana cukup menyenangkan.
 Malam itu sore-sore bulan sudah muncul. Udara cerah dan langit bersih, bulan tiga perempat
 menyinarkan cahaya lembut. Sian Li tidak betah berada di kamarnya. Ia keluar dan berjalan-
 jalan di taman bunga dalam perkampungan itu. Sebuah taman yang cukup luas dan
 ter-pelihara baik-baik. Agaknya, para pende-ta Lama ini bukanlah orang-orang kasar,
 melainkan suka pula akan kedamaian dan keindahan.
 Agaknya para tokoh masih berada di ruangan berkabung, dari mana terdengar doa-doa untuk
 si mati. Sian Li melihat banyak pula penjaga di taman itu, bahkan ia dapat menduga bahwa
 begitu ia memasuki taman, maka tempat itu telah dikepung para anggauta Hek I Lama yang
 bertugas mengamatinya. Ia menduga-duga apakah Ki Bok juga ikut mengamatinya, ataukah
 pemuda itu sudah begitu percaya kepadanya sehingga ikut berkabung di ruangan itu.
 Di dekat empang ikan emas terdapat bangku-bangku yang dilindungi atap. Sian Li duduk di
 satu, termenung. Bulan me-nari-nari di air yang digerakkan perlahan oleh ikan-ikan yang
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 392 berkejaran. Ia ter-ingat akan Yo Han dan kembali bibirnya tersenyum, senang sekali
 mengingat pemuda itu, orang yang ketika ia masih kecil paling disayangnya. Dan sekarang
 setelah mereka kembali saling berjumpa dalam keadaan sudah sama dewasa, ia tidak tahu!
 Yang jelas, penyelewengan Sian Lun hanya membuat ia marah, tidak membuat ia bersedih.
 Diam-diam ia malah merasa gembira bahwa hal ini mem-buktikan bahwa biarpun tadinya ia
 sayang kepada Sian Lun, kesayangan itu adalah -keakraban antara kakak beradik
 sepergu-ruan yang selalu ingin akrab dalam per-gaulan, dalam latihan bersama. Ia tidak
 pernah mencinta Sian Lun! Dan Yo Han" Ia tidak tahu, yang jelas, ia merasa bangga, kagum
 dan juga senang sekali dapat bertemu kembali dengan Yo Han!
 Yo Han takkan membiarkan ia ter-ancam bahaya! Ia yakin bahwa pemuda itu pasti akan
 datangmenyelamatkannya. Ia teringat betapa sejak kecil, ketika ia baru berusia empat tahun,
 dan Yo Han juga hanya seorang anak remaja yang lemah, Yo Han sudah berani membelanya
 mati-matian, bahkan mempertaruhkan keselamatan dirinya sendiri dengan me-nukar dirinya
 menjadi tawanan iblis beti-na Ang I Moli. Yo Han pasti akan meno-longnya! Kini ia mencoba
 mengenang kembali apa yang dapat diingatnya ketika ia masih kecil, ketika Yo Han masih
 menjadi murid ayah ibunya. Samar-samar masih teringat olehnya betapa dahulu ia sering
 digendong Yo Han, diajak ber-main-main, dihibur dan selalu disenangkan hatinya.
 "Nona, alangkah cantiknya engkau....!"
 Tentu saja Sian Li terkejut dan se-rentak sadar dari lamunan ketika tiba-tiba mendengar kata-
 kata pujian yang lembut itu. Ia meloncat berdiri dan membalik karena suara itu tadi datang
 dari belakang dan ia berhadapan dengan pria tinggi besar gagah perkasa itu. Pa-ngeran Gulam
 Sing! Kalau saja ia tidak ingat akan janjinya kepada Cu Ki Bok, tentu Sian Li sudah
 menerjang dan me-nyerang pangeran Nepal yang dibencinya ini.
 "Mau apa engkau" Pergi, aku tidak ingin bicara denganmu!" bentanya, lalu ia duduk kembali,
 membelakangi pange-ran itu.
 "Aduh, alangkah cantiknya! Marah-Marah semakin cantik jelita. Bukan main!" Kata-kata itu
 diucapkan dalam bahasa Han yang patah-patah sehingga terdengar lucu, namun cukup
 membuat kedua pipi Sian Li menjadi merah oleh perasaan malu dan marah.
 "Manusia biadab! Jangan mencari per-kara, atau aku akan kehilangan kesabaran dan akan
 membunuhmu! Sian Li mem-bentak lagi, kini memutar duduknya menghadapi pangeran itu
 dangan air mata barapi. Wajahnya tertimpa sinar bulan dan nampak cantik bukan main,
 Pangeran itu mengerutkan alisnya. Sebelum bangsa Han dijajah Mancu, me-mang Kerajaan
 Beng menganggap orang asing adalat bangsa biadab. Maka tentu saja Pangeran Gulam Sing
 merasa dihina sekali. Akan tetapi dia malah tertawa, suara tawanya bening dan aneh.
 "Nona Tan Sian Li, aku seorang pangeran! Pandanglah wajahku baik-baik, aku seorang
 pangeran Nepal, bukan bangsa biadab. Seluruh bangsa Nepal kalau melihatku, menghormati
 dan memuliakan aku, bahkan tidak mampu bergerak. Eng-kau juga, Nona! Pandang aku baik-
 baik, aku seorang pangeran dan engkau harus tunduk kepadaku!"
 Pangeran tinggi besar itu kini me-langkah maju menghampiri Sian Li, Gadis itu hendak
 meloncat bangun, akan tetapi aneh, ia tidak mampu menggerakkan tu-buhnya! Terngiang di
 dalam telinganya perintah pangeran itu bahwa ia harus tunduk dan tidak mampu bergerak. Ia
 mencoba untuk mengerahkan tenaga sin-kangnya pada saat pangeran itu sudah memegang
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 393 kedua tangannya dan menarik-nya bangkit berdiri. Di lain saat, ia su-dah didekap dalam
 pelukan kedua lengan yang panjang dan besar itu, dan iamen-cium bau keharuman yang aneh
 keluar dari dada pangeran itu, di mana wajah-nye didekap rapat.
 "Pangeran, lepaskan nona itu!" tiba-tiba terdengar bentakan halus dan Pa-ngeran Gulam Sing
 terkejut, lalu menoleh. Kiranya Cu Ki Bok yang membentak itu. "Nona Tan Sian Li,
 mundurlah engkau!" Sungguh eneh, baru sakarang Sian Li dapat bergerak, seolah tenaga tak
 nampak yang tadi mampengaruhinya telah lenyap. Tahulah ia bahwa ia tadi dipe-ngaruhi sihir
 pangeran Nepal itu, dan agaknya Cu Ki Bok yang membebaskan-nya dari pengaruh sihir.
 "Pangeran Iblis! Keparat busuk engkau!" Ia pun membentak dan ia sudah menerjang dan
 menyerang Pangeran Gulam Sing. Pengeran itu mengelak dengan loncatan ke belakang dan
 ketika Sian Li hendak menyerang lagi, Ki Bok telah menghadang di depannya.
 "Sian Li, ingat akan janjimu. Jangan membuat keributan di sini!"
 Sian Li teringat dan ia pun menahan diri, mukanya merah dan matanya masih berkilat.
 Sementara itu, Pangeran Gulam Sing tertawa, "Ha-ha-ha, saudara Cu Ki Bok, engkau malah
 membela Si Bangau Merah ini" Sungguh aneh sekali!"
 "Pangeran." kata Cu Ki Bok dan sua-ranya mengandung kemarahan. "Kalau Ketua Hek I
 Lama mendengar akan apa yang kau lakukan ini, tentu beliau akan menjadi tidak senang."
 "Hem, Ketua Hek I Lama sudah mati, petinya juga belum diangkat dan ruangan berkabung!"
 kata pangeran itu memban-tah.
 "Pangeran! Engkau tentu tahu bahwa wakil ketua adalah guruku, Lulung Lama dan setelah
 kini Supek Dobhin Lama meninggal dunia, gurukulah yang menjadi ketua! Nona Tan Sian Li
 ini menjadi ta-mu yang dihormati, dan Ketua Hek I La-ma yang menugaskan aku untuk
 menjaga-nya. Kuharap Pangeran tidak membuat keributan di sini dan bersikap sebagai tamu
 dan sahabat yang baik."
 "Aku protes!" Pangeran itu marah-marah. "Saudara Liem Sian Lun dan ke-tiga Pek-lian Sam-
 li telah berjanji akan menghadiahkan gadis ini kepadaku, dan sekarang engkau hendak
 menghalangiku! Beginikah sikap seorang sahabat?"
 "Pangeran, lupakah Pangeran siapa Liem Sian Lun dan Pek-lian Sam-li" Me-reka pun hanya
 tamu-tamu dari Hek I Lama seperti juga engkau. Nona ini ada-lah seorang tawanan kami, dan
 yang ber-hak memutuskan mengenai dirinya ada-lah ketua kami. Ketua kami menganggap
 Nona ini seorang pendekar wanita gagah perkasa yang patut diajak bekerja sama berjuang
 menentang orang Mancu. Bagai-mana mungkin para tamu seperti Liem Sian Lun dan Pek-lian
 Sam-li dapat menghadiahkan Nona ini kepadamu" Me-reka tidak berhak!"
 "Orang muda, berani engkau bersikap seperti ini terhadap aku" Bagaimana ka-lau aku
 memaksa untuk memiliki gadis ini?"
 Sepasang mata pemuda itu berkilat. Dia meraba pinggangnya di mana terda-pat sabuk
 bajanya yang kedua ujungnya dipasangi pisau, senjatanya yang ampuh dan dia berkata dengan
 tegas. Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 394 "Pangeran, aku adalah utusan Ketua Hek I Lama dan aku melaksanakan tugas yang
 diperintahkan untuk menjaga Nona ini. Kalau ada yang berani mengganggu-nya, berarti dia
 melanggar peraturan di sini dan aku akan menghadapinya sebagai wakil ketua Hek I Lama!"
 "Bocah sombong....!" Akan tetapi pada saat itu, entah dari mana datangnya, nampak beberapa
 orang pendeta Lama Jubah hitam bermunculan. Mereka hanya berdiri memandang, akan
 tetapi sikap mereka jelas siap untuk membantu Cu Ki Bok. Melihat ini, Pangeran Gulam Sing
 sadar bahwa dia berada di tempat orang sebagai tamu. Dia memandang ke-pada Sian Li dan
 mengepal tinju. Daging lunak yang sudah berada di depan bibir, terpaksa harus dia lepaskan!
 Dengan ber-sungut-sungut, memaki-maki dalam baha-sanya sendiri, dia pun meninggalkan
 taman itu. Beberapa orang pendeta Lama itu pun, seperti bayangan-bayangan saja, lenyap dari
 dalam taman. Tahulah Sian Li bahwa andaikata Cu Ki Bok tidak berada di situ pun, para
 pendeta Lama itu tentu akan melihat ulah Pangeran Gulam Sing dan mereka akan turun
 ta-ngan membantunya dan melapor kepada Cu Ki Bok. Betapapun juga, ia berterima kasih
 kepada pemuda ini dan ia bergidik kalau teringat betapa tadi ia didekap oleh pangeran Nepal
 

Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang tinggi besar itu tanpa mampu berkutik! Sian Li mulai percaya kepada Cu Ki Bok bahwa
 pemu-da murid Lulung Lama ini memang benar-benar hendak melindunginya.
 "Ki Bok, terima kasih atas pertolong-anmu tadi. Apa yang telah terjadi de-nganku tadi"
 Kenapa aku tidak mampu bergerak! Apakah jahanam itu memper-gunakan sihir?"
 "Benar, Sian Li. Maafkan, aku agak terlambat. Akan tetapi, seperti kaulihat tadi, selalu ada
 beberapa orang anggauta Hek I Lama yang membayangimu sehing-ga engkau selalu aman.
 Para anggauta tadi tidak mengira bahwa pangeran itu akan menggunakan sihir."
 "Kalau begitu, engkau pun ahli sihir. Ki Bok?" tanya Sian Li dan pemuda itu tersenyum,
 merasa girang bukan main melihat sikap gadis itu terhadapnya kini berubah, tidak lagi angkuh
 dan ketus seperti sebelumnya, kini nampak ramah bersahabat!
 "Sian Li, engkau tahu bahwa aku mu-rid Suhu Lulung Lama, murid seorang tokoh pendeta
 Lama. Oleh karena itu, selain ilmu silat, aku pun mempelajari ilmu-ilmu keagamaan dan juga
 ilmu ke-batinan sehingga tidak aneh kalau aku pun mempelajari ilmu sihir."
 "Hemm, kata orang tuaku dan juga paman kakek yang menjadi guruku, ilmu sihir dapat
 membuat orang menjadi sesat. Kenapa engkau mempelajarl ilmu seperti itu, Ki Bok?"
 Pemuda itu tertawa. "Aihh, engkau ini yang aneh sekali, Sian Li. Engkau sendiri masih
 keturunan keluarga para Pendekar Pulau Es, bahkan juga pendekar Gurun Pasir! Padahal,
 menurut yang ku-dengar, dahulu Pendekar Super Sakti Pulau Es adalah seorang sakti yang
 se-lain hebat ilmu silatnya, juga ahli dalam ilmu sihir!"
 Sian Li tersenyum. "Memang engkau benar, akan tetapi menurut orang tuaku, mempelajari
 ilmu sihir amatlah berbaha-ya karena ilmu seperti itu condong untuk menyeret orangnya
 kepada kesesatan."
 Pemuda itu kini duduk di bangku, berhadapan dengan Sian Li yang juga su-dah duduk.
 "Segala macam ilmu mengandung daya tarik yang dapat menyesatkan orang, Sian Li. Ilmu
 apapun juga mem-buat orang merasa lebih pandai daripada orang lain, dan ada kecondongan
 mempergunakan ilmu yang dikuasainya itu untuk berkuasa atau mencari pengaruh atas orang-
 orang lain. Ilmunya sendiri tidak baik atau pun buruk. Baik buruknya tergantung dari dia yang
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 395 mempergunakannya. Betapa baik pun sebuah ilmu, kalau dipergunaken untuk mencelakai
 orang lain ilmu itu menjadi jahat. Sebaliknya, ilmu yang dianggap jahat, kalau dipergunakan
 untuk menolong orang lain, akan menjadi ilmu yang baik. Bukankah begitu?"
 Sian Li pernah mendengar ini, maka ia pun mengangguk dan kini pandangannya terhadap
 pemuda itu sama sekali berubah. Ia tidak tahu benar bahwa semua agama di dunia ini
 mengajarkan orang agar hidup bijaksana dan baik. Pelajaran agama yang dipelajari Ki Bok
 dari pendeta La-ma, tentu saja juga mengatakan yang baik-baik. Kalau terjadi kejahatan
 dilaku-kan orang beragama, maka hal itu berarti bahwa orang itu telah menyeleweng daripada
 pelajaran agamanya sendiri.
 Tidak ada agama di dunia ini yang me-ngajarkan orang untuk menjadi jahat. Justeru yang
 dinamakan agama adalah pelajaran tentang budi pekerti, mengajarkan orang untuk menjadi
 manusia yang baik dan berguna bagi manusia lain. Cu Ki Bok yang sejak kecil menjadi murid
 pendeta Lama, tentu saja juga membaca kitab-kitab agama yang pada hakekatnya tiada
 bedanya dengan kitab-kitab agama lain, yaitu menuntun manusia ke arah jalan hidup yang
 benar. "Sebenarnya, oleh orang tuaku dan paman kakekku, aku pun telah menerima latihan kekuatan
 batin yang dimaksudkan menolak pengaruh sihir. Akan tetapi, ta-di aku sama sekali tidak
 mengira bahwa pangeran Nepal itu akan mempergunakan sehingga aku menjadi lengah. Ki
 Bok, apakah kau kira Sian Lun juga terpengaruh sihir?" Tiba-tiba timbul dugaan ini dalam
 pikiran Sian Li.
 Ki Bok menarik napas panjang. "Mungkin saja, akan tetapi yang jelas suhengmu itu seorang
 pria yang lemah dan mudah dirayu. Sungguh sayang sekali karena sesungguhnya dia memiliki
 ilmu kepandaian yang tinggi. Kalau dia beker-ja sama dengan kami untuk menentang penjajah
 Mancu, hal itu baik-baik saja. Aken tetapi aku khawatir kalau dia sam-pai terseret oleh Pek-
 lian-kauw, melaku-kan hal-hal yang tidak patut."
 Hening sejenak. Kemudian Sian Li mengangkat muka memandang pemuda itu. "Ki Bok,
 engkau kini kuanggap seba-gai seorang sahabat. Aku percaya kepa-damu. Katakanlah, apa
 maksud gurumu dengan menahanku di sini" Berterus te-rang sajalah agar hatiku tidak
 menjadi ragu kepadamu."
 "Mudah sekali diduga, Sian Li. Engkau tahu bahwa Hek I Lama sedang menyu-sun
 kekuatan...."
 "Hemm, untuk memberontak kepada pemerintah Dalai Lama di Tibet?"
 "Benar, akan tetapi selain hal itu merupakan urusan dalam para pendeta Lama, juga satu di
 antara sebabnya ke-rena pemerintah Tibet mengakui kekua-saan pemerintah Mancu. Nah,
 Hek I La-ma dianggap memberontak karena tidak menyetujui hal itu. Karenanya, Hek I Lama
 yang kini dipimpin oleh Suhu Lu-lung Lama menyusun kekuatan dan mengharapkan bantuan
 orang-orang kuat, untuk bersama-sama menentang penjajah Mancu, juga untuk menentang
 pemerintah Tibet yang mau menjadi taklukan orang Mancu."
 "Jadi aku ditahan untuk dibujuk agar mau bekerja sama dengan Hek I Lama?"
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 396 "Begitulah. Suhu mengharapkan engkau akan membantu pula. Bukankah penjajah Mancu
 merupakan penjajah yang menin-das bangsa kita" Aku sendiri pun mem-punyai darah Han,
 Sian Li. Aku akan merasa gembira sekali kalau engkau suka bekerja sama dengan kami."
 "Dan bagaimana kalau aku menolak kerja sama" Apakah aku akan dibunuhnya?"
 Cu Ki bok mengerutkan alisnya dan menggeleng kepala keras-keras.
 "Suhu tidak akan memaksa orang un-tuk bekerja sama. Paksaan itu akhirnya hanya akan
 merugikan kami sendiri, ka-rena orang yang dipaksa bekerja sama akhirnya mudah saja
 menjadi pengkhi-anat. Tidak, engkau tidak akan dipaksa. Andaikata ada yang akan memaksa
 atau mengganggumu, demi Tuhan, aku akan membelamu dengan taruhan nyawaku, Sian Li!"
 Pemuda itu bicara penuh sema-ngat, membuat Sian Li terheran dan ia menatap wajah pemuda
 itu penuh selidik. Namun, sinar bulan tidak cukup terang sehingga tidak melihat betapa wajah
 pemuda itu berubah kemerahan.
 "Akan tetapi.... kenapakah, Ki Bok" Kenapa engkau hendak membelaku seper-ti itu" Kenapa
 engkau begini baik kepa-daku" Padahal, bukankah sejak pertama kali saling bertemu, kita
 berhadapan sebagai musuh?"
 Pemuda itu menggeleng kepala. "Ha-nya salah paham, Sian Li, hanya karena saling
 memperebutkan kebenaran masing-masing. Sudahlah, sebaiknya engkau kem-bali ke dalam
 kamarmu untuk beristira-hat. Besok, setelah jenazah Supek diper-abukan, mungkin Suhu akan
 bicara denganmu tentang ajakan bekerja sama itu."
 "Apa yang harus kujawab?"
 "Sudah kukatakan, kalau engkau suka bekerja sama, aku akan merasa berbaha-gia sekali,
 Sian Li." "Kalau aku menolak?"
 Pemuda itu menghela napas panjang. "Aku akan merasa kecewa sekali. Akan tetapi tentu saja
 terserah. kepadamu, dan aku yang akan membantumu agar dapat pergi dari sini dalam
 keadaan bebas dan aman."
 Tentu saja hati Sian Li menjadi gi-rang bukan main. "Sungguh mati, amat sukar menilai
 keadaan hati atau watak aseli seseorang," katanya. "Tadinya kuki-ra engkau seorang yang
 amat jahat, Ki Bok, tidak tahunya engkau adalah seo-rang yang berhati mulia. Sebaliknya,
 suhengku yang kunilai sebaik-baiknya orang, ternyata malah seorang manusia yang budinya
 rendah!" Pemuda itu tersenyum. "Karena itu, jangan tergesa-gesa menilai seseorang, Sian Li. Yang
 hari ini kaunilai baik, mungkin besok akan kaucela, sebaliknya yang kemarin kaucela, hari ini
 akan kau-puji. Mungkin kalau hari ini aku kaunilai baik, besok lusa akan kaunilai jahat lagi,
 siapa tahu?"
 Sian Li tertawa. "Aku mengerti, Ki Bok. Penilaian seseorang tergantung dari-pada
 kepentingan si penilai, kalau diun-tungkan, tentu menilai baik, kalau diru-gikan, akan menilai
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 397 buruk. Akan tetapi, juga tergantung kepada orang yang dini-lai. Setiap perbuatan baik tentu
 mendatangkan kekaguman, dan perbuatan buruk mendatangkan celaan. Bukankah demik-an?"
 "Engkau memang cerdik, Sian Li. Nah kau bersabar dan tenanglah saja, dan harap menjaga
 diri agar jangan sampai terpancing keributan sebelum Suhu Lu-lung Lama bicara denganmu.
 Selamat malam dan selamat tidur."
 Sian Li yang sudah bangkit, terse-nyum. "Selamat bermimpi, Ki Bok."
 Mereka berpisah dan Sian Li sama sekali tidak mengira bahwa ucapannya tadi sungguh
 terjadi. Ia mengatakan se-lamat bermimpi hanya untuk berkelakar, tidak tahunya malam itu Ki
 Bok benar-benar bermimpi semalam suntuk, mimpi bertemu dengannya dan berkasih sayang
 dengannya! *** file google dokumen ini published by Saiful Bahri ....situbondo seletreng***
 Gak Ciang Hun, ibunya, dan Yo Han bekerja dengan cepat. Yo Han segera menghubungi
 para tokoh di perbatasan yang pernah disadarkannya, sedangkan Nyonya Gak dan puteranya
 pergi meng-hadap para pendeta Lama dan pasukan pemerintah yang berada di benteng
 dae-rah perbatasan tak jauh dari tempat itu.
 Panglima yang menjadi komandan pa-sukan Tibet itu menerima laporan Gak Ciang Hun dan
 ibunya. Dia segera berun-ding dengan para pendeta Lama. Tentu saja mereka sudah
 mendengar akan ada-nya gerakan Hek I Lama, akan tetapi karena gerombolan itu tidak
 melakukan kekacauan, pasukan pemerintah pun tadi-nya mendiamkan saja. Bagaimanapun
 juga para pimpinan Hek I Lama dahulunya adalah tokoh-tokoh pendeta Lama yang terkenal.
 Akan tetapi, ketika mendengar laporan Gak Ciang Hun dan ibunya bah-wa gerombolan
 pendeta Lama jubah hi-tam itu kini bersekutu dengan orang-orang Nepal yang menjadi
 pelarian dari negara mereka, juga bersekutu dengan kaum pengemis sesat dan orang-orang
 Pek-lian-kauw, komandan itu merasa khawatir dan dia pun cepat mengerahkan pasukan, siap
 untuk melakukan penyerbu-an terhadap gerombolan yang kini meru-pakan persekutuan besar
 dan hendak me-lakukan pemberontakan terhadap peme-rintah Tibet itu.
 Sementara itu, para tokoh sesat yang kini telah sadar akibat kebijaksanaan Sin-ciang Tai-
 hiap, ketika pandekar aneh itu minta bantuan mereka tentu saja mereka menjadi gembira dan
 mereka seakan berlumba untuk membuktikan bahwa kini mereka bukanlah penjahat-penjahat
 lagi, melainkan orang-orang gagah yang siap mengganyang pemberon-tak dan penjahat yang
 mengganggu ke-tenteraman.
 Setelah menerima kesanggupan para tokoh kang-ouw itu, Yo Han yang ketika menemui
 mereka mengenakan capingnya yang menyembunyikan mukanya dan me-ngurai rambut,
 cepat kembali ke bukit yang dijadikan sarang Hek I Lama. Dia pun menanggalkan
 penyamarannya dan ketika dia muncul di depan pintu gerbang yang seperti benteng itu, dia
 sudah menjadi seorang pemuda biasa, bukan lagi pendekar yang selalu menyembunyikan
 mukanya itu. Yo Han maklum bahwa dia tidak perlu menyamar kalau ingin memasuki
 perkampungan yang menjadi sarang gerombolan itu dengan aman. Pemuda murid Lulung
 Lama itu pernah melihat dia bersama Sian Li, pernah pula bicara dengan dia. Oleh karena itu,
 ketika para penjaga pintu gerbang menghadang dan membentaknya, dia pun berkata dengan
 suara tenang. Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 398 "Aku bernama Yo Han, dan aku ingin bertemu dengan saudara Cu Ki Bok. Aku sudah
 mengenalnya."
 Yo Han dipersilakan menunggu dan dua orang penjaga lalu berlari masuk un-tuk memberi
 kabar kepada Cu Ki Bok. Selama dua hari ini, sejak jenazah Do-bhin Lama diperabukan,
 ketua baru me-reka, Lulung Lama, memerintahkan agar penjagaan diperketat dan semua
 anggauta Hek I Lama diharuskan bersiap siaga. Lulung Lama maklum bahwa Sin-ciang Tai-
 hiap tentu tidak akan tinggal diam dan akan datang menyerbu untuk mem-bebaskan Tah Sian
 Li. Oleh karena ingin memancing munculnya Sin-ciang Tai-hiap inilah maka dia
 memerintahkan agar gadis itu tetap menjadi tawanan, walau-pun diperlakukan dengan baik.
 Dia sudah membujuk agar gadis itu suka membantu perjuangannya, dengan harapan kalau
 gadis itu mau bekerja sama seperti hal-nya Sian Lun, mungkin Sin-ciang Tai-hiap akan mau
 pula membantunya. Dan meng-ingat bahwa gadis itu dan suhengnya adalah murid keluarga
 Pulau Es, maka kalau mereka bekerja sama dengan per-kumpulannya, tentu lebih mudah
 menarik tokoh-tokoh kang-ouw untuk bekerja sama pula.
 Ketika dua orang penjaga itu melapor bahwa ada orang bernama Yo Han mencarinya, Cu Ki
 Bok yang sudah lupa lagi akan nama itu, menduga-duga siapa orang yang mencarinya di
 tempat itu. Apalagi nama orang itu menunjukkan bahwa dia tentu orang Han. Dia sedang
 bingung memikirkan Sian Li. Gurunya tidak berhasil membujuk gadis itu untuk bekerja sama.
 Sian Li selalu menolak, dengan halus maupun kasar. Akan tetapi gurunya tetap belum mau
 membebaskan Sian Li. Menurut gurunya, gadis itu sengaja di tahan untuk memancing
 datangnya Sin-ciang Tai-hiap. Agaknya Lulung Lama masih penasaran dan belum puas kalau
 belum mendapatkan bantuan pendekar aneh itu.
 Sian Li juga bertahan, tidak mau bekerja sama. Ia selalu mencari kesem-patan untuk dapat
 meloloskan diri, dan harapan satu-satunya hanya pada Cu Ki Bok yang selama ini bersikap
 baik dan tidak mencurigakan. Kemarin, ketika ia kebetulan bertemu dengan Sian Lun di
 taman bunga, ia tidak mampu mengenda-likan kemarahannya.
 "Keparat busuk, penghianat jahanam!" Bentaknya, "Orang macam engkau layak mampus!"
 Dan Sian Li langsung saja me-nyerang bekas suhengnya itu dengan pe-nuh kebencian. Saking
 dahsyatnya serangan gadis itu, biarpun Sian Lun sudah menangkis, tetap saja dia terhuyung ke
 belakang. "Sumoi, nanti dulu....!" teriaknya.
 "Siapa sumoimu" Aku tidak sudi men-jadi sumoi seorang pengkhianat jahanam!" Dan Sian
 Li sudah menyerang lagi, me-ngerahkan tenaganya dan kembali Sian Lun terhuyung ke
 belakang. "Sumoi....!"
 Sian Li tidak memberi kesempatan kepada bekas suhengnya untuk banyak cakap lagi karena
 ia sudah menerjang lagi, dengan serangan-serangan yang dimaksudkan untuk membunuh! Ia
 bukan hanya membenci Sian Lun karena telah mengkhianatinya, membantu pihak musuh
 untuk mencurangi dan menangkapnya, akan tetapi juga karena ia mendengar dan melihat
 sendiri betapa bekas suheng itu telah bermain gila dengan tiga orang wanita cabul dari Pek-
 lian-kauw! Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 399 Pada saat Sian Lun terhuyung dan Sian Li terus mendesaknya, dan berhasil menendang paha
 Sian Lun sehingga pe-muda itu terpelanting, tiba-tiba muncul Pek-lian Sam-li yang segera
 turun tangan membantu Sian Lun dan mengeroyok Sian Li!
 Melihat munculnya tiga orang wanita yang memang dibencinya ini, Sian Li menjadi semakin
 marah dan ia pun me-ngamuk. Akan tetapi, tiga orang wanita itu juga memiliki ilmu
 kepandaian yang hebat, apalagi mereka maju bertiga se-hingga begitu mereka membalas dan
 mendesak, Sian Li mulai terdesak mun-dur.
 "Tahan! Jangan berkelahi!" Tiba-tiba muncul Cu Ki Bok melerai. "Sam-li, ajak Sian Lun
 manyingkir," katanya. Tiga orang tokoh Pek-lian-kauw itu tidak berani membantah. Mereka
 tahu bahwa Ki Bok adalah seorang pemuda yang berdisi-plin dan setelah kini Lulung Lama
 men-jadi Ketua Hek I Lama, maka pemuda itu berarti menjadi wakilnya. Mereka bertiga lalu
 menggandeng tangan Sian Lun dan diajak pergi dari situ. Sementa-ra itu, Ki Bok
 menghampiri Sian Li dan menghiburnya.
 "Sian Li, apa gunanya membuat ribut dengan bekas suhengmu itu" Kalau eng-kau sudah
 tidak menyukainya dan tidak mau berhubungan dengannya, lebih baik kaudiamkan saja dia.
 Membikin ribut di sini sungguh tidak menguntungkan dirimu, dan pula, jangan-jangan orang
 akan menganggap engkau...."
 "Menganggap aku kenapa?" Sian Li mendesak, mukanya masih kemerahan ka-rena marah.
 "Maaf, mungkin saja orang akan menganggap engkau cemburu melihat ke-akrabannya
 dengan Pek-lian Sam-li...."
 "Gila! Akan kuhancurkan mulut orang yang menganggap aku cemburu! Siapa yang
 cemburu" Biar dia menggandeng seratus orang perempuan, apa peduliku" Biar dia mampus!
 Yang membuat aku marah adalah karena dia adalah murid paman kakekku. Kalau guru-
 gurunya mengetahui akan kelakuannya, tentu dia pun akan mereka hukum berat!"
 "Sudahlah, kelak dapat saja engkau membuat laporan kepada guru-gurumu, atau boleh saja
 engkau menghukum dia, akan tetapi kalau kalian sudah tidak ber-ada di sinif. Kalau engkau
 membuat ribut di sini, tentu aku akan ikut repot me-nanggung akibatnya."
 Demikianlah, sampai hari itu, Lulung Lama belum memberi keputusan menge-nai diri Sian
 Li. Dan Ki Bok sedang me-nimbang-nimbang dan mencari jalan ter-baik untuk membebaskan
 gadis itu. Dia jatuh cinta kepada Sian Li, akan tetapi kalau gadis itu tidak mau bekerja sama
 dengan Hek I Lama, terpaksa mereka harus berpisah dan dia harus mencarikan jalan terbaik
 agar gadis itu dapat keluar dari perkampungan yang menjadi pusat Hek I Lama itu secara
 aman. Ketika dua orang penjaga melapor tentang muncul-nya seorang bernama Yo Han
 mencarinya, Ki Bok segera menuju ke pintu gerbang.
 Begitu melihat Yo Han, teringatlah dia akan pemuda yang dia temui bersama Sian Li tempo
 hari. Pemuda yang menja-di perantara menyampaikan tantangan mendiang Dobhin Lama
 kepada Sin-ciang Tai-hiap. Alisnya berkerut karena perte-muan ini sungguh mengejutkan
 hatinya, akan tetapi dia pun diam-diam merasa girang dan menaruh harapan untuk dapat
 mengadakan hubungan dengan Sin-ciang Tai-hiap melalui "perantara" ini.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 400 "Kiranya saudara Yo Han yang datang berkunjung! Selamat datang, dan benar-kah bahwa
 engkau hendak bicara dengan aku?" tanya Ki Bok.
 Yo Han memberi hormat. "Benar sekali, dan saya datang untuk bicara ten-tang nona Tan
 Sian Li." "Silakan masuk, saudara Yo Han, kita bicara di dalam," ajak Ki Bok, memper-silakan
 tamunya untuk memasuki pondok penjagaan di dekat pintu gerbang. Dengan lagak seorang
 yang jujur dan tidak curiga, Yo Han melangkah masuk mengikuti pemuda tinggi tegap yang
 tampan gagah itu, dan mereka lalu duduk berha-dapan di atas bangku, di dalam pondok atau
 gardu penjagaan. Ki Bok sudah memberi isyarat kepada para petugas jaga untuk menjauhi
 gardu agar mereka berdua dapat bicara dengan leluasa tanpa terdengar orang lain. Karena
 pemuda itu merupakan seorang tokoh penting dalam perkumpulan Lama Jubah Hitam, maka
 para petugas menghormatinya dan men-taati perintahnya.
 "Saudara Yo Han, selamat datang dan aku girang sekali menerima kunjunganmu ini. Angin
 baik apakah yang membawamu ke sini" Diam-diam Yo Han mendongkol akan tetapi juga
 

Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

waspada sekali. Pemuda di depannya ini sudah dia kenal ilmunya, dan ternyata selain lihai,
 juga cerdik dan licin bagaikan ular, pendai bersikap ma-nis budi seperti ini.
 Yo Han mengerutkan alisnya. "Aku datang karena diutus oleh Sin-ciang Tai-hiap," katanya
 sengaja berhenti, untuk melihat tanggapan orang itu.
 Wajah Ki Bok nampak berseri men-dengar disebutnya pendekar itu. Agaknya harapannya
 akan semakin besar dan kesempatan semakin etrbuka untuk dapat mengajak pendekar sakti itu
 bekerja sama. "Aih, sungguh merupakan kehormatan sekali dan terima kasih atas perhatian
 Sin-ciang Tai-hiap yang kami kagumi."
 Sudahlah tidak perlu bersandi-wara," kata Yo Han. "Tai-hiap marah sekali karena
 kecurangan kalian. Tidak kami sangka bahwa Hek I Lama,
 perkumpulan besar yang terhormat itu dapat melanggar janji dan melakukan ke-licikan dan
 kecurangan. Bukankah janji-nya sebelum bertanding, kalau ketua ka-lian kalah oleh Tai-hiap,
 maka Sian Lun akan dibebaskan dan mutiara hitam akan dikembalikan. Mutiara itu memang telah
 dikembalikan kepada Tai-hiap, akan teta-pi kenapa Sian Lun tidak dibebaskan, sebaliknya
 adikku Sian Li malah ditang-kap pula" Pantaskah hal securang itu dilakukan oleh orang-orang
 Hek I Lama yang gagah" Sepatutnya hanya dilakukan orang-orang pengecut, bukan anggauta
 perkumpulan pejuang yang menganggap dirinya pahlawan."
 Ki Bok tidak marah mendengar umpat caci ini dan hal ini saja sudah membuk-tikan bahwa
 dia memang cerdik dan mampu mengendalikan perasaan hatinya. Dia malah tersenyum
 ramah. "Harap tenang dan bersabarlah, sau-dara Yo Han, atau lebih baik kusebut Yo-toako (Kakak
 Yo) saja karena tadi engkau mengatakan bahwa engkau adalah kakak Nona Sian Li. Benarkah
 itu?" Yo Han mengangguk. "Aku adalah ka-kak misan Tan Sian Li," jawabnya. Dia tidak berterus
 terang, akan tetapi juga tidak terlalu membohong, karena bukan-kah dia termasuk kakak dari
 gadis itu, walaupun bukan kakak misan melainkan kakak seperguruan" Dia juga merasa
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 401 seperti anak sendiri dari orang tua gadis itu, maka sepatutnya saja kalau dia mengaku gadis itu
 sebagai adiknya.
 "Bagus, kalau begitu aku dapat bicara terus terang. Sesungguhnya, Sian Lun te-lah setuju
 untuk membantu perjuangan kami menawan orang-orang Mancu. Oleh karena itu, dia sengaja
 menawan sumoi-nya agar suka pula bekerja sama dengan kami. Sekarang, Nona Sian Li
 menjadi tamu kami, bukan tawanan dan diperla-kukan dengan baik dan terhormat. Kami
 menunggu sampai Nona Sian Li juga me-nyetujui sikap suhengnya, dan mau pula bekerja
 sama dengan kami. Bahkan kami mengharapkan agar engkau suka me-nyampaikan himbauan
 kami kepada Sin-ciang Tai-hiap untuk bergabung dengan kami, bersama-sama menentang
 penjajah, Mancu."
 "Hemm, aku tidak tahu apakah Tai-hiap suka menerima ajakan itu atau ti-dak. Yang jelas, dia
 marah sekali karena janji yang merupakan taruhan pertanding-an itu dilanggar. Pula,
 bagaimana aku dapat percaya bahwa adikku Sian Li di-perlakukan dengan baik di sini
 sebelum aku bertemu dengannya dan melihat sen-diri?"
 "Engkau ingin bertemu dengan adikmu itu, Yo-toako" Baik, baik, tentu saja engkau boleh
 dan dapat bertemu dengan-nya. Akan tetapi tentu saja kita harus lebih dahulu menghadap
 Suhu dan minta persetujuannya."
 "Menghadap ketua kalian Dobhin Lama?"
 "Tidak, menghadap Suhu Lulung La-ma," jawab Ki Bok singkat. Yo Han me-rasa heran akan
 tetapi diam saja tidak bertanya lagi dan dia mengikuti Cu Ki Bok yang mengajaknya
 memasuki per-kampungan itu. Di rumah induk, dia di-bawa Lulung Lama di ruangan depan
 rumah besar itu dan di situ Yo Han ti-dak saja melihat Lulung Lama akan te-tapi juga para
 tokoh lain di tengah ruangan depan itu terletak sebuah peti mati. Diam-diam Yo Han terkejut.
 Kini mengertilah dia mengapa dia diajak menghadap Lulung Lama, bukan Dobhin Lama.
 Kiranya ketua perkumpulan Hek I Lama itu telah meninggal dunia! Padahal, kemarin masih
 bertanding dengan dia. Kalau begitu, agaknya kakek yang sudah tua renta itu terlalu memaksa
 diri mengerahkan tenaga ketika bertanding sehingga tubuh yang sudah tua itu ke-habisan
 tenaga dan tewas. Mungkin keti-ka dia duduk bersila ketika selesai ber-tanding kemarin, dan
 diam saja melihat kecurangan anak buahnya yang mengero-yok, kakek itu sudah tewas. Kalau
 benar demikian, bukan Dobhin Lama yang cu-rang, melainkan Lulung Lama dan anak
 buahnya. Juga penangkapan atas diri Sian Li tentu diatur oleh Lulung Lama, kare-na buktinya
 ketika Dobhin Lama merasa kalah, kakek tua itu mengembalikan mu-tiara hitam dan
 menyuruh Lulung Lama membebaskan Sian Lun.
 "Siapa ,yang meninggal dunia itu?" tanya Yo Han, pura-pura terkejut dan tidak tahu.
 "Dia adalah ketua kami...."
 "Dobhin Lama yang bertanding mela-wan Sin-ciang Tai-hiap?" Yo Han berta-nya. Cu Ki
 Bok mengangguk dan kesem-patan ini dipergunakan oleh Yo Han un-tuk cepat menghampiri
 peti mati dan berlutut di depan peti mati sambil me-ngeluarkan kata-kata yang bernada sedih
 penuh penyesalan.
 "Losuhu, maafkan saya. Sungguh saya menyesal sekali bahwa Losuhu tewas karena
 pertandingan melawan Sin-ciang Tai-hiap. Bagaimanapun, saya merasa menyesal karena saya
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 402 yang menjadi pe-rantara. Akan tetapi, Tai-hiap tidak se-ngaja melukai Losuhu, Tai-hiap tidak
 pernah mau membunuh lawan. Sayangnya, setelah Losuhu tidak ada, anak buah Losuhu
 berbuat curang, tidak menepati janji. Bukan saja Sian Lun tidak dibebas-kan, bahkan adikku
 Sian Li ditawan. Lo-suhu, saya menyesal sekali. Andaikata Losuhu tidak meninggal, tentu
 adik saya tidak ditawan...."
 Sementara itu, Ki Bok telah mende-kati gurunya dan menerangkan siapa ada-nya pemuda
 yang berlutut di depan peti mati itu. Setelah mendengar keterangan muridnya, Lulung Lama
 bangkit dan menghampiri Yo Han.
 "Saudara Yo, bangkitlah. Mati hidup berada di tangan Tuhan dan tidak ada yang perlu
 disesalkan. Juga kami tidak melanggar janji. Ketahuilah bahwa Liem Sian Lun dengan
 sukarela berada di sini, bukan kami tawan. Dia memang sudah sadar dan ingin berjuang
 bersama kami menentang penjajah Mancu. Dialah yang menghendaki agar sumoinya ikut pula
 membantu perjuangan kami yang suci. Maka, tidak salah kiranya kalau engkau suka
 membujuk Sin-ciang Tai-hiap agar suka bekerja sama pula dengan kami."
 Yo Han bangkit dan memberi hormat kepada Lulung Lama, lalu berkata dengan suara
 mengandung penasaran. "Saya da-tang sebagai utusan Tai-hiap yang me-nuntut agar Liem
 Sian Lun dan adikku Tan Sian Li dibebaskan dari sini, sesuai perjanjian."
 "Omitohud, sudah pinceng katakan bahwa kami tidak menawan Liem Sian Lun dan...."
 "Bagaimana saya dapat percaya kalau tidak bertemu sendiri dengan adik saya?"
 Lulung Lama yang sudah mendengar penjelasan muridnya, tersenyum dan mengangguk.
 "Baiklah, saudara Yo Han. Engkau boleh bertemu dengan adikmu itu. Ki Bok, antarkan dia
 bertemu de-ngan Nona Tan Sian Li."
 Cu Ki Bok, mengajak Yo Han mening-galkan ruangan itu. Yo Han girang bahwa mereka itu
 agaknya sama sekali tidak pernah mengira bahwa dialah sebenarnya Sin-ciang Tai-hiap. Kini
 Ki Bok menga-jaknya ke bagian belakang perkampungan yang luas itu dan akhirnya dia
 melihat Sian Li yang duduk seorang diri di ru-angan depan sebuah pondok. Ketika tadi diajak
 pergi ke tempat itu, diam-diam Yo Han memperhatikan dan dia tahu bahwa di tempat itu
 terdapat banyak se-kali orang yang diam-diam melakukan penjagaan sehingga untuk
 mengajak Sian Li dan Sian Lun melarikan diri dari tem-pat itu bukan merupakan pekerjaan
 yang mudah. Dia juga tadi melihat bahwa di ruangan perkabungan terdapat banyak se-kali
 orang yang tentu memiliki ilmu ke-pandaian tinggi. Dia melihat pula orang-orang Nepal yang
 bertubuh tinggi besar, orang-orang Han yang melihat pakaian mereka mudah diduga bahwa
 mereka adalah orang-orang Pek-lian-kauw.
 Ketika Sian Li yang sedang terme-nung memikirkan sikap Sian Lun yang aneh, berubah
 sama sekali dan menjadi seperti boneka yang memuakkan di ba-wah pengaruh Pek-lian Sam-
 li, melihat ada orang datang menghampirinya, ia mengangkatmuka. Ia girang melihat Cu Ki
 Bok yang amat baik kepadanya itu, akan tetapi ketika ia melihat orang ke dua, ia terbelalak
 saking kagetnya. Sama sekali tidak disangkanya bahwa Yo Han akan muncul begitu saja,
 secara terang-terangan, di tempat itu. Karena ia tidak tahu bagaimana maksud Yo Han dengan
 kemunculannya, maka ia pun tidak bera-ni lancang membuka suara dan hanya memandang
 dengan mata terbelalak.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 403 "Li-moi, sukur engkau dalam keadaan selamat dan sehat!" teriak Yo Han sam-bil
 menghampiri dan memegang kedua tangan gadis itu.
 Melihat sikap Yo Han yang wajar saja Sian Li merasa lega, apalagi ia pun per-caya bahwa
 Cu Ki Bok adalah seorang pemuda yang baik dan yang ingin menolongnya. "Han-ko,
 bagaimana engkau bisa datang ke sini?"
 "Aku menjadi utusan Sin-ciang Tai-hiap untuk menyampaikan tuntutan kepa-da Hek I Lama
 agar engkau dan suheng-mu itu dibebaskan, Li-moi. Mereka me-ngatakan bahwa Sian Lun
 dan engkau mau bekerja sama dengan mereka dan tidak ditahan, maka aku minta agar da-pat
 melihat dengan mata sendiri dan dapat bicara denganmu."
 "Aku memang diperlakukan dengan baik di sini, Koko, sebagai tamu. Adapun Suheng...." ia
 ragu-ragu untuk melanjutkan kata-katanya.
 Yo Han memotong dan berkata kepa-da Cu Ki Bok, suaranya mengandung penasaran. "Aku
 menuntut agar adikku dibebaskan sekarang juga. Kalau tidak, aku tidak akan pergi dari sini,
 aku harus menemani adik misanku ini!"
 Ki Bok tersenyum. "Yo-toako, engkau melihat sendiri bahwa Nona Tan Sian Li dalam
 keadaan sehat dan selamat. Se-baiknya kalian bicara berdua di sini, untuk membuktikan
 bahwa kalian di sini diberi kebebasan dan bukan menjadi ta-hanan." Setelah berkata
 demikian, Ki Bok meninggalkan mereka berdua di ruangan depan pondok itu.
 Setelah Ki Bok pergi, Sian Li berkata "Han-ko, duduklah. Kautahu, Cu Ki Bok itu ternyata
 baik sekali. Dia bersungguh-sungguh hendak menolongku," ia lalu menceritakan tentang
 pertolongan Ki Bok ketika ia hendak dinodai pangeran Nepal. Setelah menceritakan
 pengalamannya sejak ia ditangkap oleh suhengnya sendiri ia bertanya, "Akan tetapi kenapa
 engkau malah muncul di sini secara berterang, Han-ko" Bagaimana kalau mereka tahu siapa
 sebenarnya engkau?"
 "Aku sengaja masuk ke sini agar da-pat membantu nanti kalau orang-orang kang-ouw yang
 sudah kuhubungi datang menyerbu. Kita sendiri tidak mungkin dapat melawan mereka yang
 banyak jum-lahnya. Aku sudah minta bantuan orang-orang kang-ouw, sedangkan saudara Gak
 Ciang Hun dan ibunya melapor kepada para pendeta Lama dan pasukan pemerin-tah di Tibet
 tentang usaha pemberontak-an Lulung Lama. Dan bagaimana kabar-nya dengan suhengmu"
 Di mana dia se-karang?"
 Mendengar pertanyaan ini, wajah Sian Li berubah muram dan ia mengepal tinju tangannya.
 "Dia telah tersesat, menyele-weng dan kalau ada kesempatan akan kuhajar dia!"
 Yo Han terkejut. "Li-moi, apa yang terjadi?"
 "Hah, jahanam keparat itu, pengkhi-anat busuk itu, dia telah merendahkan diri menjadl antek
 mereka, dia terbujuk oleh perempuan-perempuan hina Pek-lian-kauw, dan dia malah
 menipuku, menang-kapku ketika aku hendak menolongnya."
 Melihat gadis itu seperti akan mena-ngis, Yo Han dapat menduga betapa sakit rasa hati gadis
 itu. Tentu Sian Li mencinta suhengnya dan kini amat kece-wa melihat ulah suhengnya.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 404 "Li-moi, bagaimana watak dan sikap suhengmu selama ini, sebelum dia terta-wan
 gerombolan ini?"
 Sian Li mengerutkan alisnya. "Selama ini dia baik, setia dan membelaku. Akan tetapi
 agaknya dia telah tergila-gila ke-pada Pek-lian Sam-li, dan agaknya demi perempuan-
 perempuan itu, dia tidak se-gan untuk mengkhianatiku." Muka Sian Li merah sekali dan jelas
 bahwa dia me-nahan diri agar tidak menangis karena ia memang merasa penasaran dan
 kecewa bukan main kalau mengenang sikap Sian Lun kepadanya.
 Yo Han merasa kasihan kepada gadis itu. "Li-moi, jangan khawatir, aku pasti akan berusaha
 sekuat tenaga untuk mem-bebaskan dia."
 Sepasang mata itu terbelalak. "Apa maksudmu" Untuk apa bersusah payah memikirkan dia"
 Dia tidak minta dibe-baskan.... hemmm, aku hanya ingin meng-hajarnya, membunuhnya!"
 "Li-moi, tenang dan bersabarlah. Ada sesuatu yang aneh dengan sikap suheng-mu itu. Kalau
 biasanya dia berwatak baik, maka sikapnya sekarang ini tidak wajar. Aku menduga bahwa dia
 tentu berada di bawah pengaruh sihir. Ingat, para pendeta Lama, orang-orang Pek-lian-kauw
 dan orang-orang Nepal adalah ahli-ahli sihir yang pandai."
 Sian Li termenung dan menundukkankepalanya. Ia pun sudah menduga akan hal itu, akan
 tetapi bagaimanapun hati-nya tetap merasa panas dan tidak senang melihat sikap Sian Lun
 yang demikian akrab dan mesra terhadap tiga orang wanita Pek-lian-kauw itu. Wajahnya
 men-jadi semakin merah karena sekarang ia teringat akan ucapan Cu Ki Bok bahwa sikapnya
 itu dapat disangka orang sebagai tanda bahwa ia cemburu. Cemburukah ia terhadap Pek-lian
 Sam-li yang demiki-an mesra dengan Sian Lun" Bagaimana-pun juga, tentu saja ia merasa
 tidak enak, Sian Lun telah dianggapnya seba-gai suhengnya yang baik dan setia, bah-kan ia
 tahu bahwa suhengnya itu jatuh cinta kepadanya. Baik ia membalas cinta itu ataukah tidak,
 tetap saja hatinya tidak enak sekali melihat betapa suheng-nya menjadi kekasih tiga orang
 Pek-lian-kauw dan telah mengkhianatinya.
 "Ingatlah, Li-moi, engkau tadi mence-ritakan bahwa engkau juga terkena pe-ngaruh sihir
 pangeran Nepal itu dan untung ada Cu Ki Bok yang menolongmu. Nah, kuat dugaanku bahwa
 demikian pula hannya suhengmu itu. Karena pengaruh sihir, dia mau melakukan apa saja.
 Kita lihat saja nanti kalau dia sudah sadar dan tidak lagi terpengaruh sihir mereka."
 "Kapankah penyerbuan itu akan terja-di?" tanya Sian Li yang mulai ragu-ragu tentang
 keadaan suhengnya walaupun ia yakin bahwa setelah melihat sikap Siam Lun, kiranya tidak
 akan mungkin lagi baginya untuk membalas cinta pemuda itu.
 "Menurut perhitungan, malam ini me-reka akan datang mengepung tempat ini dan menyerbu.
 Kita harus membantu da-ri dalam untuk membebaskan suhengmu dari cengkeraman mereka,
 baru melari-kan diri keluar ketika penyerbuan terja-di."
 Mereka menghentikan percakapan ke-tika nampak Cu Ki Bok datang meng-hampiri ke arah
 mereka. "Dia orang baik Han-ko. Kurasa hanya dialah yang mem-punyai landasan bersih
 dalam perjuangan melawan orang-orang Mancu."
 "Akan tetapi bukankah dia murid Lu-lung Lama?"
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 405 "Benar, akan tetapi dia mengatakan bahwa andaikata aku tidak mau bekerja sama dengan
 mereka, dia tetap akan mencarikan jalan agar aku dapat lolos dari tempat ini."
 "Hemm, agaknya dia cinta padamu, Li-moi."
 Sian Li mengerutkan alisnya. "Entah-lah, akan tetapi aku yakin dia orang baik." Percakapan
 terpaksa dihentikan karena Ki Bok yang berjalan santai menghampiri mereka telah tiba di
 situ. Dia tersenyum ramah.
 "Bagaimana, Yo-toako. Sudah yakinkah engkau sekarang bahwa kami tidak menganggap
 adikmu sebagai tawanan melainkan sebagai tamu?"
 Yo Han bangkit berdiri dan meman-dang marah. "Biarpun diperlakukan de-ngan baik dan
 dianggap sebagai tamu, tetap saja adikku ini adalah tamu yang dipaksa dan ditahan di sini.
 Aku menun-tut agar adikku dibebaskan sekarang juga dan ikut dengan aku pergi. Kalau tidak,
 terpaksa aku akan tinggal di sini menemaninya!"
 Melihat sikap ini, Ki Bok lalu mende-kati Yo Han dan berkata dengan suara perlahan. "Yo-
 toako, apakah adikmu be-lum menceritakan semua" Sebaiknya eng-kau tidak membuat
 keributan karena kalau terjadi hal itu, aku sendiri tidak akan dapat melindungimu. Ketahuilah
 bahwa perkumpulan kami adalah pejuang-pejuang yang gigih dan kalau ada yang menentang
 akan dibunuh. Suhu sedang mengharapkan agar Sian Li suka bekerja sama membantu
 perjuangan, demikian pula Sin-ciang Tai-hiap. Andaikata Sian Li tidak maupun, tidak perlu
 mengguna-kan kekerasan dan percayalah, aku yang akan menjamin bahwa Sian Li akan
 da-pat lolos dari sini dengan selamat."
 Yo Han memandang penuh selidik. "Hemm, engkau adalah seorang tokoh di sini, bagaimana
 engkau hendak melin-dungi Li-moi" Apa maksudmu melindungi-nya mati-matian" Tanpa
 sebab yang jelas bagaimana kami berdua dapat memperca-yaimu?"
 "Han-ko, aku percaya padanya. Dia sudah membuktikannya!" kata Sian Li yang merasa tidak
 enak terhadap Ki Bok.
 "Justeru perlindungannya itu patut dicurigai, Li-moi. Bukankah dia seorang di antara mereka
 yang memusuhi engkau dan suhengmu" Tanpa alasan yang kuat, bagaimana mungkin dia
 melindungimu tanpa pamrih yang buruk?"
 Mendengar ucapan Yo Han itu, Ki Bok segera berkata dengan terus terang, "Baiklah, Yo-
 toako, aku membuat penga-kuan. Aku bersedia melakukan apa pun untuk Sian Li dengan
 taruhan nyawaku karena aku jatuh cinta padanya."
 "Ki Bok....!" Sian Li berseru kaget dan memandang wajah pemuda peranakan Ti-bet itu.
 Tadinya ia hanya menganggap Ki Bok seorang yang baik sekali kepada-nya, sama sekali tidak
 pernah menyangka bahwa pemuda itu jatuh cinta padanya. Dan kini pemuda itu membuat
 pengakuan sedemikian jujurnya di depan Yo Han!
 Cu Ki Bok menghela napas panjang sambil memandang kepada gadis itu. "Maafkan aku,
 Sian Li. Terpaksa aku harus berterus terang. Aku merasa ka-gum dan jatuh cinta padamu, dan
 tidak peduli apakah engkau akan membalas cintaku, tidak peduli apakah akan mene-rima atau
 menolak ajakan kerja sama, tetap saja aku harus membebaskanmu. Karena itu, kuharap kalian
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 406 berdua bersa-bar dan tidak membuat keributan. Aku akan mencarikan kesempatan sebaik dan
 seamannya untuk kalian."
 Yo Han mengangguk-angguk. "Kalau begitu, aku akan tinggal di sini mene-mani Li-moi,
 harap saudara Cu Ki Bok menyampaikan kepada pimpinan di sini."
 "Baik, Yo-toako, aku akan melaporkan kepada Suhu," kata Ki Bok yang segera
 meninggalkan mereka. Ketika melihat para penjaga mendekat, dia berbisik ke-pada mereka
 agar melakukan penjagaan yang ketat, dan juga memberitahu bahwa Yo Han adalah kakak
 misan Sian Li yang tinggal di situ pula untuk menemani adiknya.
 Di pondok itu memang terdapat dua buah kamar, maka Yo Han dapat me-nempati kamar
 yang ke dua. Akan tetapi setelah Ki Bok pergi, Yo Han dan Sian Li yang sejak tadi diam
 termenung, ma-sih bercakap-cakap di ruangan depan.
 "Kiranya dia jatuh cinta padamu, Li-moi," kata Yo Han melihat gadis itu termenung saja.
 Sian Li menarik napas panjang. "Sungguh sama sekali tidak pernah aku memikirkan hal itu,
 

Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak pernah menduga-nya. Begitu beraninya mengaku cinta!" Wajah gadis itu berubah
 kemerahan. "Jangan marah kepadanya, Li-moi. Aku bahkan kagum, karena dia seorang laki-laki yang
 jantan, gagah dan jujur. Sekarang yang penting kita harus menca-ri di mana adanya
 suhengmu. Aku ingin bertemu dengannya dan kalau mungkin akan kusadarkan dia dari
 pengaruh sihir."
 "Bagaimana kalau dia tidak terpenga-ruh sihir, melainkan kalau dia memang menyeleweng
 dan tersesat, Han-ko" Me-nurut keterangan Ki Bok, Suheng memang telah terpikat oleh Pek-
 lian Sam-li." Di dalam suara gadis itu masih terkandung kemarahan terhadap Sian Lun.
 "Kalau memang demikian, aku akan berusaha untuk menyadarkan dan meng-ingatkannya
 agar kembali ke jalan benar. Bagaimanapun juga dia adalah suhengmu dan perlu diingatkan
 kalau dia tergoda, Li-moi."
 "Terserah kepadamu, Han-ko. Akan tetapi, kita harus berhati-hati sekali ka-rena biarpun aku
 kelihatan bebas namun setiap gerak-gerikku diamati dan sedikit saja mereka itu curiga, tentu
 mereka akan mengepung dan mengeroyok kita. Aku mengkhawatirkan keselamatanmu, Han-
 ko, karena kalau mereka tahu bahwa engkau adalah Sin-ciang Tai-hiap, tentu mereka tidak
 akan memberi ampun. Eng-kau telah membunuh Dobhin Lama."
 Yo Han menggeleng kepala. "Aku ti-dak membunuhnya. Ketika kami bertan-ding, biarpun
 aku dapat mematahkan tongkatnya, akan tetapi aku tidak melu-kainya. Dia tewas karena
 usianya yang sudah tua, dan agaknya dia telah terlalu memaksa diri sehingga kehabisan
 tenaga. Tentu saja aku akan berlaku hati-hati sekali untuk menyelidiki suhengmu.
 Seba-baiknya engkau gambarkan keadaan per-kampungan ini dan di mana aku dapat mencari
 Sian Lun."
 Mereka berbisik-bisik dan Sian Li memberi gambaran tentang perkampungan di situ. Setelah
 mendapat keterangan je-las, mereka lalu memasuki pondok.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 407 *** file google dokumen ini published by Saiful Bahri ....situbondo seletreng***
 Perkampungan di dalam rimba itu terdiri dari beberapa buah bangunan yang cukup besar dan
 perkampungan itu dikelilingi pagar bambu runcing dan dijaga ketat. Yo Han termenung di
 dalam ka-marnya, memikirkan jalan baik untuk dapat menyelamatkan Sian Li dan Sian Lun.
 Pemuda ini merasa prihatin sekali. Dia maklum bahwa serbuan orang-orang kang-ouw dan
 terutama sekali para pen-deta Lama dan pasukan Tibet akan me-nimbulkan perang atau
 pertempuran ma-ti-matian di tempat itu. Dia memba-yangkan dengan hati sedih bahwa
 per-tempuran itu tentu akan mengakibatkan tewasnya banyak orang. Dia sendiri tidak pernah
 mau menggunakan ilmu kepandai-annya untuk membunuh orang lain. Dia tidak pernah
 menilai jahat kepada orang lain karena dia maklum bahwa seorang yang dianggap jahat dan
 melakukan per-buatan yang jahat, sebetulnya hanya orang yang sedang menderita penyakit
 saja. Orang yang menyeleweng daripada kebenaran adalah orang sakit. Bukan badannya yang
 sakit, melainkan batinnya. Akan tetapi, seperti juga penyakit badan, penyakit batin ini suatu
 waktu akan da-pat sembuh. Sedangkan orang yang sehat batinnya, sekali waktu mungkin saja
 ja-tuh sakit. Setiap orang mengakui bahwa tidak ada seorang pun manusia yang sempurna. Yang
 sempurna hanyalah Tuhan. Setiap orang manusia sudah pasti mempunyai kesalahan, setiap
 orang manusia berdosa. Dan kita sendiri, setiap orang dari kita, juga seorang manusia,
 karenanya kita masing-masing ini adalah orang berdosa dan bersalah. Oleh karena itu,
 pantaskah kita mencela orang lain yang bersalah" Orang itu sama saja dengan kita, hanya
 macam kesalahan atau meacam dosanya saja yang berbeda, ada yang kadarnya besar ada yang
 kecil. Akan tetapi, kita ini senasib sependeritaan, takkan dapat lepas daripada kesalahan,
 daripada dosa. Seyogianya kalau melihat orang lain ber-dosa, kita membantunya dengan
 petunjuk dan peringatan, seperti melihat orang lain sakit, sepatutnya kita memberi obat dan
 hiburan. Jangan melihat orang lain terperosok ke dalam lumpur, malah kita injak kepalanya!
 Uluran tangan untuk menariknya keluar dari lumpur merupa-kan kewajiban luhur.
 Yo Han teringat kembali akan an-caman pertempuran. Dia menghela napas panjang. Apa
 yang dapat dia lakukan" Di dunia ini penuh dengan perang. Pe-rang merupakan korban api
 besar yang timbul dari percikan api kecil. Dimulai dari konflik atau pertentangan dalam batin
 setiap orang manusia sendiri. Konflik yang timbul karena adanya keinginan-keinginan yang
 tak ada habisnya. Konflik dalam batin sendiri ini mencuat keluar menimbulkan konflik antar
 pribadi, kare-na bentrokan kepentingan, bentrokan keinginan, saling berebut kebenaran,
 be-rebut keenakan sendiri. Konflik-konflik antar pribadi ini dapat membengkak menjadi
 konflik antar keluarga, antar go-longan, kemudian berkobar menjadi kon-flik antar bangsa dan
 antar negara yang menimbulkan perang.
 Yo Han sudah memesan kepada para orang kang-ouw untuk membantunya membebaskan
 Sian Lun dan Sian Li, dan dia sudah minta kepada mereka agar ja-ngan membunuh dan
 setelah kedua orang muda itu dapat diselamatkan, agar para orang kang-ouw tidak
 mencampuri perang yang terjadi antara pasukan Tibet dan para pemberontak. Dia sendiri pun
 tidak akan ikut campur dengan pertempuran itu. Dia hanya ingin melindungi Sian Li dan Sian
 Lun agar dapat lolos dari tem-pat itu dengan selamat.
 Setelah Ki Bok melaporkan tentang Yo Han yang berkunjung sebagai utusan Sin-ciang Tai-
 hiap dan sekarang pemuda itu tidak mau pergi karena menuntut di bebaskannya Sian Li,
 Lulung Lama segera memanggil semua pimpinan dan pemban-tunya untuk mengadakan
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 408 perundingan. Mereka semua berkumpul di bangunan induk, di ruangan yang luas di mana
 selalu dipergunakan untuk mengadakan pertemuan. Mereka semua berkumpul dan karena
 waktu itu sedang terjadi perke-bungan kematian Dobhin Lama, maka seluruh pimpinan dan
 pembantu yang tadinya bertugas di luar, sudah berkum-pul pula untuk berkabung. Lengkaplah
 mereka yang kini berada di ruangan itu. Lulung Lama yang ditemani muridnya, Cu Ki Bok,
 duduk di kursi pimpinan. Be-lasan orang pendeta Lama jubah hitam yang menjadi pembantu-
 pembantunya hadir pula, Gulam Sing. Pangeran dari Nepal itu pun hadir bersama para
 pembantunya, termasuk Badhu dan Sagha. Dari pihak Pek-lian-kauw, hadir selain Pek-lian
 Sam-li, juga tiga orang tosu Pek-lian-kauw yang datang melayat. Hek-pang Sin-kai juga hadir
 bersama empat orang rekannya. Jumlah mereka yang berada di ruangan itu tidak kurang dari
 empat puluh orang. Di dekat Pek-lian Sam-li duduk pula Liem Sian Lun.
 Wajah tampan Sian Lun yang biasanya cerah itu kini nampak agak muram. Ke-rut merut di
 antara kedua alisnya, pan-dang matanya yang sayu, mulutnya yang agak cemberut itu
 menggambarkan beta-pa dia tidak tenang dan tidak senang.
 Pek-lian Sam-li agaknya salah perhi-tungan terhadap pemuda ini. Memang dalam
 kesempatan pertama, Sian Lun yang masih hijau dalam hal pengalaman itu mudah mereka
 rayu dan mereka ja-tuhkan. Sian Lun dibakar nafsunya sendi-ri. Apalagi tiga orang wanita
 Pek-lian--auw itu menggunakan kekuatan sihir. Pemuda itu bertekuk lutut dan melaku-kan
 apa saja yang mereka kehendaki. Bahkan dia mentaati ketika mereka me-nyuruh dia menawan
 sumoinya sendiri, wanita pertama yang pernah menjatuhkan hatinya! Dan dia bahkan
 menganggap perbuatan itu sebagai bagian dari per-juangan mereka, karena para pimpinan itu
 menghendaki agar dia menawan dan membujuk Sian Li sehingga gadis itu mau pula
 membantu perjuangan mereka.
 Kesalahan perhitungan Pek-lian Sam-li adalah bahwa mereka mengira Sian Lun sudah benar-
 benar setia kepada me-reka, mengira bahwa mereka telah dapat menundukkan pemuda itu
 dengan kecan-tikan mereka sehingga mereka menjadi lengah dan tidak lagi menggunakan
 ke-kuatan sihir untuk menguasai Sian Lun. Dan dalam keadaan sadar sepenuhnya inilah dia
 mulai merasa menyesal. Nafsu bagaikan gelembung sabun. Kesenangan yang didatangkannya
 hanya selewat saja, disusul kebosanan karena nafsu mendo-rong kita mengejar yang baru,
 yang be-lum kita miliki. Kita dipermainkan nafsu seperti anak kecil dipermainkan mainan-
 mainan. Mainan lama yang dahulunya amat disenangi, mendatangkan bosan dan diganti
 mainan baru yang mengasyikkan.
 Daya tarik tiga orang wanita Pek-lian-kauw itu berkurang kekuatannya sehingga Sian Lun
 mulai dapat melihat betapa perbuatanaya selama ini amat memalukan. Dia telah membiarkan
 diri-nya menjadi boneka, menjadi permainan tiga orang wanita itu. Bahkan dia begitu buta
 sehingga tidak melihat bahwa dia diperalat. Dia mau saja melakukan peni-puan untuk
 menawan Sian Li secara amat curang. Padahal dia amat mencinta sumoinya itu. Dia merasa
 malu, malu kepada Sian Li, malu kepada diri sendiri dan kalau dia membayangkan betapa
 guru-gurunya akan mendengar tentang dirinya, betapa kedua orang gurunya yang sudah
 melepas budi besar kepadanya, yang menganggap dia seperti anak sendi-ri, akan merasa
 berduka, kecewa dan menyesal, ingin Sian Lun menjerit-jerit dan menangis. Namun, semua
 telah ter-lambat. Dia telah mengkhianati sumoinya. Perjuangan menentang penjajah Mancu
 memang baik, dan setiap orang pendekar sepatutnya bangga kalau membantu per-juangan
 membebaskan rakyat dan tanah air dari cengkeraman penjajah Mancu. Akan tetapi,
 bagaimana mungkin perju-angan itu dapat melalui jalan yang benar kalau dipimpin orang-
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 409 orang sesat seperti Pek-lian Sam-li dari Pek-lian-kauw, para pemberontak Nepal dan
 pemberontak Tibet"
 Malam tadi, biarpun ada Pek-lian Sam-li yang menemaninya, dia tidak da-pat tidur
 memikirkan Sian Li. Dia mera-sa bersalah kepada sumoinya itu dan merasa menyesal sekali.
 Dia harus dapat membebaskan sumoinya, dan sudah mengambil keputusan untuk minta
 kepada Lulung Lama agar Sian Li dibiarkan be-bas. Kalau permintaannya ditolak, dia pun
 akan menyatakan tidak mau lagi membantu mereka! Dan sore hari ini, Lulung Lama
 memanggil semua sekutunya untuk mengadakan pertemuan di ruangan luas itu.
 Setelah memberi salam kepada semua orang, Lulung Lama berkata dengan sua-ra lantang,
 "Kita sudah mengadakan per-siapan dan penjagaan untuk menyambut datangnya Sin-ciang
 Tai-hiap yang pasti akan datang ke sini untuk membebaskan Nona Tan Sian Li. Akan tetapi
 sampai hari ini, dia tidak muncul dan mengirim utusan untuk menuntut agar nona itu ki-ta
 bebaskan. Padahal, seperti kalian ke-tahui, kita menghendaki agar Nona Tan Sian Li dan juga
 kalau mungkin Sin-ciang Tai-hiap sendiri, suka bekerja sama de-ngan kita menentang
 penjajah Mancu. Kalau dia tidak mau kita tidak dapat membebaskan Nona Tan Sian Li karena
 ia sudah mengetahui semua rahasia per-gerakan kita. Bagaimana pendapat anda sekalian?"
 Pangeran Gulam Sing, melalui penter-jemahnya, berkata, "Siapakah utusan Sin--ciang Tai-
 hiap itu" Di mana dia sekarang" Seharusnya dia itu ditangkap ketika da-tang ke sini."
 "Suhu, biar teecu (saya) yang menje-laskan, karena teecu mengetahui dengan jelas," kata Cu
 Ki Bok kepada Lulung Lama yang mengangguk setuju. Setelah mendapatkan persetujuan
 gurunya. Ki Bok memberi keterangan. "Utusan itu berna-ma Yo Han dan dia adalah kakak
 misan Nona Tan Sian Li. Dia pula yang menja-di perantara ketika aku mengajukan tan-tangan
 kepada Sin-ciang Tai-hiap untuk bertanding melawan ketua kita mendiang Dobhin Lama.
 Ketika dia mendengar bahwa kita tidak akan membebaskan No-na Tan Sian Li, Yo Han
 berkeras tidak mau pergi dan hendak menemani Nona Tan Sian Li di sini. Sekarang, dia
 masih berada di sini, di pondok yang menjadi tempat tinggal nona itu. Aku sudah me-mesan
 kepada para penjaga agar melaku-kan pengawasan yang ketat."
 Gulam Sing yang masih merasa pena-saran karena dia gagal memperkosa Sian Li, berkata,
 "Kalau begitu, Yo Han itu dan juga gadis itu harus dihadapkan ke sini sekarang juga! Kita
 paksa nona itu bekerja sama, dan kita paksa utusan itu untuk membujuk Sin-ciang Tai-hiap
 agar mau datang ke sini dan bekerja sama pula. Kalau mereka tidak mau, kita bu-nuh saja
 mereka!" Karena pendapat ini dianggap benar, demi keselamatan dan kepentingan mere-ka agar rahasia
 persekutuan mereka ti-dak sampai terbongkar, semua orang mengangguk setuju. Juga Lulung
 Lama mengangguk-angguk. Tentu saja Cu Ki Bok menjadi khawatir sekali. Dia tahu bahwa
 akan sukar bahkan hampir tidak mungkin membujuk Sian Li agar mau bekerja sama. Nasib
 gadis itu terancam bahaya maut. Dan mungkin saja untuk menyenangkan hati Pangeran
 Gulam Sing, sekutu yang dianggap kuat dan dapat di-andalkan itu, gurunya akan
 menyerahkan Tan Sian Li kepadanya. Dapat dia mem-bayangkan betapa ngerinya nasib gadis
 yang dicintanya itu kalau terjatuh ke tangan Gulam Sing. Akan tetapi sebelum dia sempat
 menemukan kata-kata untuk membantah dan membela Sian Li, tiba-tiba Sian Lun sudah
 bangkit berdiri.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 410 "Losuhu, biar aku yang memanggil mereka ke sini!" tanpa menanti jawaban, Sian Lun sudah
 melangkah cepat, keluar dari ruangan itu.
 Cu Ki Bok sudah tahu bahwa Sian Lun telah mengkhianati Sian Li dia amat dibenci gadis itu.
 Kalau Sian Lun yang memanggil Sian Li dan Yo Han, tentu akan terjadi keributan, apalagi dia
 tidak suka dan tidak percaya kepada pemuda yang mudah begitu saja terjatuh ke da-lam bujuk
 rayu tiga orang wanita seperti Pek-lian Sam-li.
 "Dia tidak semestinya pergi. Dia be-lum dapat dipercaya benar!" serunya.
 "Ha-ha-ha, biarlah aku yang memang-gil mereka!" kata Pangeran Gulam Sing yang segera
 berlari keluar, diikuti oleh Badhu, Sagha dan beberapa orang pembantunya.
 Pek-lian Sam-li yang juga mengkha-watirkan Sian Lun yang kini tidak lagi mereka pengaruhi
 dengan sihir, bangkit dan berdiri keluar pula. Setelah mereka semua tiba di luar, ternyata Sian
 Lun telah tidak nampak. Agaknya pemuda itu berlari cepat meninggalkan tempat itu. Segera
 mereka semua melakukan penge-jaran ke tempat pemondokan Sian Li. Melihat para pimpinan
 yang tadi menga-dakan pertemuan rapat itu kini berlarian ke arah pondok tawanan, para
 petugas yang melakukan penjagaan menjadi ter-kejut dan mereka pun mengikuti dari
 belakang. Sian Lun memang berlari secepatnya ke pondok di mana Sian Li berada. Dia sudah
 mengambil keputusan nekat. Dia harus membebaskan Sian Li. Kalau dia berterus terang
 kepada Lulung Lama, tak mungkin permintaannya akan dikabulkan. Tadi dia sudah
 mendengar sendiri renca-na mereka. Kalau Sian Li tidak mau menyerah dan bekerja sama,
 mereka akan membunuhnya agar gadis itu tidak membocorkan rahasia persekutuan mereka.
 Tidak ada jalan lain. Dia harus segera membebaskan Sian Li atau memberi ke-sempatan
 kepada Sian Li untuk melarikan diri selagi ada kesempatan, selagi para pimpinan yang lihai
 mengadakan perte-muan di ruangan itu. Dia akan melin-dunginya, menjadi perisai, kalau
 perlu mempertaruhkan nyawa menghadapi para penjaga yang mengejar agar Sian Li da-pat
 lari. Dia sudah melakukan dosa besar dan dia harus menebusnya sekarang juga selagi masih
 ada kesempatan.
 Sian Li dan Yo Han terkejut ketika mereka mendengar orang mendorong pin-tu pondok
 terbuka dan ketika mereka berdua keluar dari dalam kamar masing-masing, mereka melihat
 Sian Lun dengan wajah pucat telah berada di situ.
 "Hemm, jahanam busuk, mau apa eng-kau ke sini!" bentak Sian Li, seketika kemarahannya
 berkobar begitu ia melihat Sian Lun. Bahkan ia sudah bergerak maju hendak menyerang
 pemuda itu. "Li-moi, jangan terburu nafsu, de-ngarkan dulu apa kehendaknya," Yo Han mencegah dan
 menghampiri mereka. Sian Lun memandang Yo Han, tidak mengenal pemuda itu akan tetapi
 dia dapat men-duga bahwa tentu pemuda ini yang tadi dibicarakan sebagai utusan Sin-ciang
 Tai--hiap. Dia tidak peduli dan memandang kembali kepada Sian Li.
 "Sumoi, cepat. Engkau larilah seka-rang juga, biar aku yang akan mengha-dapi para
 pengejar. Cepat, selagi para pimpinan sedang mengadakan rapat per-temuan di bangunan
 induk. Cepat, mere-ka akan membunuhmu kalau engkau tidak mau membantu mereka. Aku
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 411 telah ber-salah, Sumoi, akan tetapi biarlah kesem-patan terakhir ini kupergunakan untuk
 menebus dosa. Cepat larilah engkau dari tempat ini, Sumoi."
 Melihat sikap dan mendengar ucapan suhengnya itu, Sian Litertegun. Ia masih sangsi.
 Benarkah suhengnya itu telah sa-dar dan hendak menolongnya" Ataukah ini pun hanya siasat
 busuk belaka" Agak-nya Sian Lun maklum pula akan kesang-sian sumoinya.
 "Lihat, Sumoi. Aku telah membunuh empat orang penjaga di depan. Engkau larilah melalui
 pintu belakang, langsung ke pagar bambu sebelah selatan dan lo-los dari sana. Kalau ada yang
 mengejar, biar aku yang akan menghadapi mereka."
 Sian Li berlari ke depan dan ia meli-hat betapa empat orang penjaga di situ telah
 menggeletak mandi darah. Diam-diam ia terkejut. Kiranya Sian Lun benar--benar tidak
 membual. Ia menoleh kepada Yo Han untuk minta pendapatnya. Yo Han juga sejenak
 tertegun melihat peru-bahan tiba-tiba pada diri Sian Lun itu. Akan tetapi, Yo Han segera
 dapat men-duga bahwa tentu kini Sian Lun telah sadar, menyesal dan ingin menebus dosanya!
 Maka dia pun diam-diam merasa girang sekali.
 "Kalau memang hendak meloloskan diri, marilah kita bertiga lari bersama selagi ada
 kesempatan!" kata Yo Han. Akan tetapi pada saat itu, rombongan para pimpinan yang tadi
 melakukan pe-ngejaran telah tiba pula di depan pondok, dipimpin oleh Pangeran Gulam Sing
 dan tiga orang Pek-lian Sam-li. Melihat ini, Sian Lun terkejut dan dia pun cepat ber-kata,
 "Sumoi, pergilah ke belakang. Ce-pat!" Dan dia sendiri sudah melompat keluar untuk
 menyambut para pengejar. Dia tahu bahwa bicara dengan mereka tidak ada gunanya lagi. Dia
 telah mem-bunuh empat orang penjaga. Tentu mere-ka tidak akan mengampuninya, apalagi
 melihat dia berusaha membantu Sian Li melarikan diri. Dengan pedang di tangan dia pun
 menyerbu ke arah Pangeran Gu-lam Sing yang berada paling depan.
 "Kalian hendak memberontak?" Pek-lian Sam-li membiarkan pemuda bekas kekasihnya itu
 dihadapi Gulam Sing yang mereka yakin akan mampu menundukkan pemuda itu. Mereka
 sudah meloncat ke depan Sian Li dan Yo Han, diikuti oleh para pimpinan lain.
 Sian Li sudah siap untuk melawan walaupun ia tidak memegang senjata. Akan tetapi Yo Han
 maklum behwa keadaan mereka tidak menguntungkan. Kini agaknya terpaksa dia harus
 membuka ra-hasianya. Dia harus melindungi Sian Li walaupun agaknya sudah terlambat
 untuk melindungi Sian Lun. Jarak di antara mereka terlalu jauh dan kalau dia me-loncat untuk
 melindungi pemuda itu, berarti dia harus meninggalkan Sian Li dan hal ini berbahaya sekali.
 Karena mereka berpisah, maka dia tidak mungkin dapat melindungi keduanya dan tentu sa-ja
 dia lebih memberatkan Sian Li daripa-da pemuda itu. Dia pun sudah siap mem-bela Sian Li
 dan dia sudah melangkah maju untuk menghadapi pengeroyokan orang-orang lihai dari
 persekutuan pem-berontak itu.
 Sementara itu, tanpa mengeluarkan kata apa pun. Sian Lun sudah menyerang Gulam Sing
 dengan pedangnya. Kalau ta-dinya dia memandang Gulam Sing seba-gai rekan, keduanya
 menjadi kekasih Pek-lian Sam-li, kini dia memandangnya sebagai musuh dan serangan-
 serangan yang dilancarkan Sian Lun adalah serang-an maut yang dimaksudkan untuk
 mem-bunuh. Namun, Gulam Sing ternyata lihai sekali. Tingkat kepandaian pangeran Ne-pal
 ini memang lebih tinggi dibandingkan Sian Lun. Dia menggunakan golok me-lengkung untuk
 membendung gelombang serangan pedang Sian Lun dan setiap ka-li golok bertemu pedang,
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 412

Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sian Lun mera-sakan tangannya tergetar dan pedangnya terpental. Dia kalah tenaga dan
 sebentar saja dia mulai terdesak hebat.
 "Kalian hendak melarikan diri" Jangan harap dapat keluar dari sini dalam ke-adaan
 bernyawa!" kata Ji Kui sambil tersenyum mengejek, kemudian, setelah memberi isarat kepada
 dua orang adiknya Ji Kui yang sudah mengerahkan kekuatan sihir dibantu dua orang adiknya,
 mem-bentak nyaring. "Tan Sian Li dan Yo Han pandanglah kami dan kalian berdua harus
 mentaati perintah kami! Berlututlah kali-an! Hayo, berlutut!"
 Sian Li merasa ada kekuatan aneh yang seperti hendak menariknya untuk menjatuhkan diri
 berlutut. Akan tetapi karena ia sudah siap siaga sebelumnya, ia dapat mengerahkan sin-kang
 dan me-lawan. Tiba-tiba saja kekuatan aneh yang menariknya itu lenyap seperti disapu angin
 dan tiga orang wanita Pek-lian-kauw itu mengeluarkan suara terkejut dan heran. Mereka agak
 terhuyung ke belakang dan terengah-engah. Pengerahan tenaga sihir mereka. membalik dan
 meng-hantam isi dada mereka sendiri! Kini mereka siap untuk menyerang, dan keti-ganya
 sudah mencabut pedang. Gerakan itu diikuti oleh kawan-kawannya yang sudah mengepung
 Yo Han dan Sian Li, akan tetapi sebelum para pengepung itu bergerak menyerang, tiba-tiba
 terdengar bentakan, "Tahan semua senjata!"
 Pek-lian Sam-li menengok dan mereka melihat bahwa yang membentak itu ada-lah Cu Ki
 Bok. Tiga orang wanita ini diam-diam merasa tidak suka kepada pemuda ini. Pertama mereka
 tidak mam-pu mempermainkan Ki Bok, dan ke dua mereka tidak berani menentangnya
 me-ngingat bahwa Ki Bok adalah murid dan kepercayaan Lulung Lama.
 "Cu-enghiong (Orang Gagah Cu), dua orang ini jelas hendak melarikan diri, kenapa engkau
 melarang kami membu-nuhnya" Mereka hendak memberontak!" kata Ji Kim.
 "Itu fitnah belaka," kata Ki Bok. "Su-hu membutuhkan bantuan mereka, juga bantuan Sin-
 ciang Tai-hiap. Bagaimana kalian dapat lancang membunuh mereka" Pula, mereka sama
 sekali tidak melari-kan diri. Liem Sian Lun itu yang hendak berkhianat."
 "Empat orang penjaga telah mereka bunuh!" kata Ji Kui.
 "Tidak mungkin. Lihat, Nona Tan Sian Li dan saudara Yo Han ini sama sekali tidak
 memegang senjata, dan empat orang penjaga itu jelas tewas karena bacokan dan tusukan
 pedang. Yang me-megang pedang hanyalah Sian Lun, jadi dialah yang membunuh para
 penjaga, bukan dua orang tamu ini. Atas nama Suhu, aku melarang kalian mengganggu-nya.
 Suhu perlu bicara dengan mereka." Sikap Cu Ki Bok keras dan tegas sehing-ga para anak
 buah Hek I Lama tidak berani melanggar, juga para tamu tentu saja tidak berani menentang
 tuan rumah. Apalagi karena apa yang dikemukakan pemuda itu memang benar. Empat orang
 penjaga itu tewas karena terluka pedang, sedangkan dua orang itu sama sekali ti-dak
 memegang senjata.
 "Suheng....!" tiba-tiba Sian Li berseru, terbelalak dan ia pun meloncat dari situ. Ternyata Sian
 Lun telah terkena ten-dangan Gulam Sing yang disusul bacokan golok melengkung. Bacokan
 itu merobek perutnya dan pemuda itu roboh sambil kedua tangan menekan perutnya yang
 terluka parah untuk menahan agar isi perutnya tidak terburai keluar! Pangeran Gulam Sing
 tertawa bergelak dengan bangga sambilmembersihkan goloknya, dan Sian Li sudah berlutut di
 dekat tu-buh suhengnya.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 413 Sian Lun mendekap perut dan darah membasahi seluruh tubuhnya. Akan teta-pi dia masih
 sempat memandang Sian Li dan berkata lemah, "Sumoi, kau maafkanlah.... aku.... dan
 mintakan ampun untukku.... dari Suhu dan Subo.... aku.... aku berdosa...." kepala itu terkulai,
 kedua tangan terlepas dari perut dan ususnya terburai.
 "Suheng....!" Sian Li menjerit ngeri melihat keadaan suhengnya, dan ia pun melompat
 berdiri, membalik dan mengha-dapi Pangeran Gulam Sing dengan mata melotot dan muka
 merah. "Kau.... kau.... jahanam busuk.... kau telah membunuhnya!" Lian ia pun mener-jang dengan
 nekat, menggunakan tangan kosong sambil mengerahkan sin-kang di-ngin dari Pulau Es.
 Sambil tertawa dan memandang ringan, pangeran Nepal itu menangkis dan hendak
 menangkap kedua tangan gadis itu. Dia terlalu memandang rendah, tidak tahu bahwa dalam
 serangan itu, Sian Li mengerahkan seluruh tenaga Swat-im Sin-kang dari Pulau Es. Maka,
 begitu dua pasang tangan bertemu, Pa-ngeran Gulam Sing terdorong ke belakang dan dia pun
 menggigil kedinginan! Dia terkejut setengah mati dan terpaksa dia melempar tubuh ke
 belakang dan bergu-lingan agar tidak menerima serangan susulan lawan. Akan tetapi hal itu
 tidak perlu karena Yo Han sudah berada di dekat Sian Li, menyabarkan gadis itu.
 "Hentikan seranganmu, Li-moi. Serah-kan saja urusan ini kepada Sin-ciang Tai-hiap."
 Ucapan itu selain dapat menyabarkan Sian Li, juga membuat para pengepung menjadi gentar
 karena Yo Han menyebut-nyebut nama Sin-ciang Tai-hiap yang tentu akan marah sekali
 karena Sian Lun telah dibunuh. Sian Li kembali mengham-piri mayat suhengnya dan
 menangis. Ki Bok cepat mendekatinya. "Sudahlah Sian Li, tidak ada gunanya lagi ditangisi. Aku akan
 menyuruh orang-orangku untuk mengurus jenazah suhengmu baik-baik dan memperabukan
 jenazah itu agar abu-nya dapat kaubawa kalau kau menghen-dakinya. Sebaiknya engkau dan
 Yo-toako berdiam saja di pondokmu malam ini dan jangan keluar."
 Sian Li mengangguk dan merasa ber-terima kasih sekali. Kalau tidak ada Ki Bok, mungkin ia
 dan Yo Han juga sudah dikeroyok banyak orang dan entah bagai-mana akibatnya. Agaknya,
 murid Lulung Lama ini memang benar-benar jujur dan hendak menolongnya, tentu saja tidak
 berani berterang karena kalau hal itu diketahui Lulung Lama, tentu dia sendiri aken celaka
 dan dianggap sebagai se-oretng pengkhianat. Yo Han agaknya me-ngerti akan keadaan Ki
 Bok, maka dia pun mengajak Sian Li memasuki kembali pondok mereka.
 Peristiwa kematian Sian Lun itu tentu saja. menimbulkan perubahan pada rencana yang tadi
 telah diputuskan, yaitu un-tuk menghadapkan Sian Li dan Yo Han dan minta mereka
 menentukan sikap. Bagaimanapun juga, Sin-ciang Tai-hiap yang pernah mengadu ilmu
 melawan Dobhin Lama menuntut dibebaskannya Sian Lun dan kini pemuda itu telah tewas.
 Tentu akan terjadi hal yang lebih gawat, maka atas permintaan Ki Bok, Lulung Lama
 menunda keputusan itu. Penjagaan diperkuat karena mereka khawatir kalau Sin-ciang Tai-
 hiap telah mendengar akan kematian Sian Lun itu dan akan datang menyerbu malam itu.
 Sementara itu, di dalam pondok Sian Li masih duduk termenung, wajahnya agak pucat dan
 kedua matanya berlinang air mata. Biar pun tadinya ia marah dan membenci Sian Lun yang
 mengkhianati-nya dan melihat suhengnya itu bermain gila dengan tiga orang wanita Pek-lian-
 kauw, namun pada akhir hidupnya su-hengnya itu telah bersikap gagah, bahkan telah
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 414 mengorbankan nyawa sendiri demi membelanya. Sian Lun telah bertekad untuk
 membebaskannya dengan pengor-banan nyawanya. Walaupun usaha mem-bebaskannya itu
 gagal karena keburu ke-tahuan para tokoh persekutuan itu, na-mun tidak urung nyawanya
 menjadi kor-ban. Pada akhir hidupnya, Sian Lun telah menebus kesalahannya dengan
 perbuatan gagah dan membuktikan cintanya kepada-nya. Terkenanglah ia akan masa lalunya,
 ketika ia dan Sian Lun masih sama-sama belajar ilmu di bawah pimpinan Kakek Suma Ceng
 Liong dan isterinya, selama lima tahun lebih. Teringatlah ia betapa Sian Lun selalu bersikap
 manis dan baik kepadanya, betapa Sian Lun selalu me-nyayangnya dan teringat akan semua
 ini, air matanya runtuh kembali.
 "Suheng....!" Ia mengeluh.
 Yo Han menghampirinya dan duduk di depannya, terhalang meja. "Li-moi, tidak ada
 gunanya menangisi kematian Sian Lun. Bagaimanapun juga, dia tewas sebagai seorang
 pendekar yang gagah dan tidak mengecewakan!"
 Sian Li mengusap air matanya dan menghela napas. "Dia patut dikasihani, Han-ko."
 Yo Han mengangguk. "Sudah kuduga. Kesesatannya tentu tidak wajar. Dia ma-sih terlalu
 muda dan kurang pengalaman sehingga mudah saja dikuasai musuh de-ngan ilmu sihir. Akan
 tetapi dia telah menebus kesalahannya, telah menghapus dosanya dengan darah dan dia.... dia
 ter-nyata amat mencintamu, Li-moi."
 Sian Li mengangguk. Teringat akan pengalamannya di perahu dengan Sian Lun, ketika
 pemuda itu menyatakan cinta kepadanya dan ia mendorong suhengnya sehingga tercebur di
 air! "Memang Suheng pernah menyatakan cinta kepadaku, akan tetapi aku meno-laknya karena
 aku menyayanginya seba-gai kakak seperguruan, tidak lebih dari-pada itu."
 Yo Han menarik napas panjang, meli-hat kenyataan yang membuat nuraninya mencela diri
 sendiri. Kenapa hatinya merasa senang mendengar bahwa Sian Li tidak membalas cinta kasih
 Sian Lun" "Kita harus waspada malam ini. Kalau tidak meleset perhitunganku, malam ini-lah
 penyerbuan itu akan terjadi. Karena Sian Lun sudah tidak ada, kini kita hanya mencari
 kesempatan untuk melarikan diri saja dari tempat ini. Aku tidak ingin terlibat dalam
 pertempuran antara per-sekutuan ini melawan pasukan Tibet. Mengertikah engkau, Li-moi?"
 Gadis itu mengerutkan alisnya "Akan tetapi, aku harus membunuh pangeran Nepal jahanam
 itu, Han-ko!"
 Yo Han menatap tajam wajah Sian Li. "Kenapa harus, Li-moi?"
 "Pertama, dia pernah hampir mem-perkosaku, dan untung ada Cu Ki Bok yang menolongku.
 Ke dua, dia telah membunuh Suheng. Tidak pantaskah kalau aku membalas dendam dan
 membunuh-nya?"
 "Li-moi, siapakah kita ini maka boleh membunuh sesama manusia begitu saja" Li-moi, kita
 mempelajari ilmu bukan untuk menjadi pembunuh. Kurasa ayah ibumu sendiri, juga guru-
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 415 gurumu tentu telah memberitahu akan kebenaran itu. Kita sebagai manusia tidak berhak untuk
 membunuh manusia lain, dengan alasan apapun juga."
 "Tapi, Han-ko. Bukankah dia juga te-lah membunuh Suheng" Bukankah dia hampir
 memperkosaku dan hal-hal itu saja membuktikan betapa jahatnya dia" Dia layak dihukum,
 dibunuh agar jangan menambah kejahatannya lagi dan meng-ganggu orang lain."
 Yo Han menggeleng kepalanya. "Ka-takanlah dia jahat dan dia telah mem-bunuh suhengmu.
 Kalau kita membalas dan membunuhnya, lalu apa bedanya an-tara dia dengan kita?"
 "Jelas bedanya, Han-ko! Kita membu-nuhnya untuk memberantas kejahatan sedangkan dia
 membunuh Suheng untuk melakukan kejahatan...."
 "Tidak begitu, Li-moi. Kalau kita ta-nya kepadanya, tentu dia memiliki alasan yang cukup
 kuat mengapa dia membunuh suhengmu. Setiap orang yang melakukan sesuatu tentu akan
 mempunyai alasan untuk membela diri. Padahal yang men-dorong pembunuhan adalah sama,
 yaitu balas dendam, kebencian dan permusuhan. Kalau engkau hendak membunuhnya, ma-ka
 jelas dasarnya adalah dendam kebencian."
 "Aih, sekarang aku mengerti mengapa Ayah dan Ibu mengatakan engkau seorang yang baik
 hati akan tetapi aneh, Han-ko."
 "Apa yang dikatakan ayah ibumu ten-tang diriku?" Yo Han ingin sekali men-dengarnya.
 "Ayah dan Ibu pernah bercerita kepa-daku bahwa engkau memiliki bakat ilmu silat yang luar
 biasa, akan tetapi aneh-nya, engkau sama sekali tidak mau mempelajari ilmu silat karena
 engkau selalu berpendapat bahwa ilmu silat ada-lah ilmu memukul dan membunuh orang.
 Sekarang, setelah engkau memiliki ilmu kepandaian yang tinggi, engkau pantang membunuh
 orang, betapapun jahatnya orang itu. Aku sudah mendengar sepak terjangmu sebagai Sin-
 ciang Tai-hiap. Han-ko, kalau begitu, untuk apa engkau mempelajari ilmu silat sampai begitu
 tinggi?" "Untuk apa" Selain untuk membela diri dari ancaman bahaya, untuk menyehatkan dan
 menguatkan tubuh, untuk menguasai gerakan yang mengandung se-ni tari yang indah, juga
 kepandaian itu dapat kupergunakan untuk menolong orang lain yang terancam bahaya.
 Bahkan dengan kepandaian ini dapat kita pakai untuk menekan orang tersesat agar me-reka
 kembali ke jalan yang benar. Bagai-kan obat bagi orang sakit, obat yang keras namun manjur,
 ilmu silat dapat kita pergunakan menyembuhkan orang sakit batin sehingga dia jera menjadi
 penjahat dan kembali ke jalan benar."
 Sampai beberapa lamanya, Sian Li berdiam diri, memikirkan apa yang dika-takan Yo Han,
 lalu ia menghela napas panjang. "Kalau begitu, dalam pertemuan nanti, aku tidak boleh
 mencari Gulam Sing dan tidak boleh menyerangnya?"
 "Dia lihai sekali, Li-moi."
 "Aku tidak takut, dan aku tidak gen-tar biar terancam maut melawannya!" kata gadis itu
 dengan sikap gagah.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 416 Yo Han tersenyum. "Aku percaya, Li-moi. Dan aku pun tidak akan membiar-kan engkau
 menghadapi dia seorang diri.
 Akan tetapi, ingatlah bahwa dia akan memimpin orang-orangnya untuk melawan pasukan
 Tibet. Kalau kita ikut bertempur berarti kita telah terlibat dalam perang antara mereka.
 Padahal, aku minta ban-tuan orang-orang kang-ouw hanya agar kita mendapat kesempatan
 untuk melari-kan diri saja, bukan untuk bertempur dan saling bunuh."
 "Jadi berarti.... aku harus membiarkan saja Gulam Sing itu melakukan kejahatan tanpa
 dihukum?" "Li-moi, tidak ada perbuatan tanpa akibat yang menimpa Si Pembuat sendiri. Tidak ada
 orang yang tidak menuai dan memakan hasil tanamannya sendiri. Tu-han Maha Adil, Li-moi.
 Ingatlah, seorang yang berjiwa pendekar pantang untuk mendendam, katena perbuatan apa
 pun yang didasari dendam dan kebencian, maka perbuatan itu sudah pasti sesat dan jahat. Kita
 menentang perbuatan jahat, tanpa dendam kebencian kepada orang yang melakukan kejahatan
 itu. Sekali engkau menurutkan perasaan hati dalam tindakanmu, maka engkau akan
 melakukan hal yang bagi orang lain akan diang-gap jahat pula. Musuh yang paling ber-bahaya
 bukan terdapat di luar diri kita, melainkan di dalam diri sendiri. Musuh itu adalah kalau nafsu
 sudah merajalela di dalam hati akal pikiran.
 "Aihh, aku menjadi pening, Han-ko. Terserah kepadamu sajalah. Aku ingat bahwa Ayah dan
 Ibu menganggap engkau seorang yang berbudi mulia, karena itu, apa pun yang kaukatakan
 tentu benar."
 Dua orang ini sama sekali tidak me-ngira bahwa pada saat itu, para pimpinan gerombolan itu
 pun sedang bersiap siaga, dan mereka pun mengadakan pertemuan dan membicarakan
 kematian Sian Lun dan akibatnya.
 "Biarlah Sin-ciang Tai-hiap datang ka-lau dia marah karena aku membunuh pemuda itu,"
 kata Pangeran Gulam Sing. "Aku tidak takut kepadanya. Dan kita begini banyak. Kalau kita
 maju bersama menghadapinya, apakah seorang saja dia akan mampu mengalahkan kita?"
 "Ada satu hal yang aneh sekali dan membuat kami berpikir-pikir," kata Ji Kui, orang tertua
 dari Pek-lian Sam--li.
 "Apakah yang kaumaksudkan?" Lulung Lama bertanya karena suara wanita itu terdengar
 penuh rahasia dan penuh ke-sungguhan. Semua orang memandang ke-padanya.
 "Tentu kalian telah melihat sendiri betapa kami bertiga mempergunakan kekuatan sihir untuk
 memaksa Sian Li dan Yo Han berlutut kepada kami. Akan tetapi, mereka berdua sama sekali
 tidak jatuh berlutut, bahkan kami terhuyung oleh pukulan tenaga kami yang membalik
 Bukanlah ini aneh sekali?"
 "Apanya yang aneh?" kata Lulung La-ma mendongkol. "Gadis itu adalah ketu-runan
 keluarga Pendekar Pulau Es dan Naga Gurun Pasir. Kalau ia dapat meno-lak kekuatan sihir
 kalian, tidak dapat dibilang aneh." Melihat Ketua Hek I La-ma yang baru itu marah-marah.
 Pek-lian Sam-li berdiam diri. Juga semua orang diam. Suasana menjadi sunyi sampai ti-ba-
 tiba Pangeran Gulam Sing menggebrak meja.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 417 "Memang aneh!" katanya melalui pen-terjemahnya. "Aku mengenal kekuatan sihir Pek-lian
 Sam-li, cukup kuat bahkan lebih kuat daripada kekuatan sihirku. Ti-dak mungkin nona itu
 akan dapat ber-tahan menghadapi serangan sihir mereka, apalagi menolak dan membuat
 tenaga mereka membalik. Menghadapi sihirku saja, ia tidak tahan dan tunduk...." Dia
 menoleh kepada Cu Ki Bok, teringat betapa dia sudah hampir berhasil menguasai Sian Li
 akan tetapi muncul pemuda itu yang menggagalkannya.
 "Itulah yang membuat kami berpikir-pikir," kata Ji Kui yang mendapat angin oleh pertanyaan
 Gulam Sing itu. "Kami pun tahu akan kemampuan gadis itu. Je-las bukan ia yang menolak
 kekuatan sihir kami, akan tetapi Yo Han, kakak misan-nya itu."
 "Hemmm, rasanya tidak mungkin," kata Cu Ki Bok, Yo Han itu hanya utus-an Sin-ciang Tai-
 hiap, dan sepanjang pengetahuanku, dia seorang pemuda yang lemah dan...."
 "Kami sudah mempertimbangkan se-mua itu dan kami hampir merasa yakin bahwa Yo Han
 itu adalah Sin-ciang Tai-hiap sendiri!" kata pula Ji Kui dan seka-li ini semua orang terlonjak
 saking kaget hati mereka.
 "Omitohud....! Apa maksudmu" Dia.... dia Sin-ciang Tai-hiap?" teriak Lulung Lama.
 "Kami hampir yakin akan hal itu," kata Ji Kui pula sambil menoleh ke arah Pangeran Gulam
 Sing. "Pangeran, ingat-kah engkau betapa mudahnya engkau menundukkan Sian Li dengan
 sihirmu" Rasanya tidak mungkin kalau sekarang ia bukan saja mampu bertahan terhadap
 pengaruh sihir kami, bahkan membuat tenaga kami membalik. Jelaslah bahwa yang memiliki
 kekuatan dahsyat itu tentu pemuda bernama Yo Han itu. Siapa di antara kita yang sudah
 membuktikan sendiri bahwa pemuda itu lemah" Dan biarpun selama ini Sin-ciang Tai-hiap
 menutupi mukanya, dan biarpun mungkin suaranya yang diubah, akan tetapi bentuk tubuhnya
 serupa benar dengan Yo Han itu. Kalau dia pemuda biasa yang lemah, bagaimana dia dapat
 bersikap sedemikian beraninya, bukan saja mengunjungi adik misannya di sini, bahkan minta
 ditahan pula di sini dengan alasan menemani ga-dis itu! Hemm, siapa lagi dia kalau bu-kan
 Sin-ciang Tai-hiap?"
 "Omitohud....! Kalau begitu, celaka, kita telah kebobolan! Ki Bok, bagaimana hal ini sampai
 dapat terjadi?" Lulung Lama menegur muridnya.
 Wajah Cu Ki Bok berubah, matanya terbelalak. Pendapat Pek-lian Sam-li itu masuk diakal
 dan dia sendiri pun baru sekarang menyadari kemungkinan itu. Yo Han adalah Sin-ciang Tai-
 hiap! Kenapa dia tidak memikirkan kemungkinan itu" Biasanya dia amat cerdik dan tidak
 mudah ditipu. Inilah akibatnya kalau dia tergila-gila! Karena dia mencinta Sian Li, dia tidak
 ingat apa-apa lagi kecuali untuk melindungi gadis itu. Dia bangkit berdiri. "Suhu, kalau benar
 demikian, teecu yang akan menangkap Yo Han itu!" Dan dia pun berlari keluar. Akan tetapi
 di luar dia masih mendengar teriakan-teriakan mereka yang berada di dalam.
 "Kalau dia Sin-ciang Tai-hiap, kita harus menyerbu beramai-ramai, sekarang juga!"
 terdengar teriakan suhunya. Ki Bok maklum bahwa inilah saatnya dia harus bertindak cepet.
 Dia harus menye-lamatkan Sian Li terlebih dahulu. Menge-nai Yo Han, kalau benar dia Sin-
 ciang Tai-hiap dan tidak mau bekerja sama, dia sendiri akan membantu untuk menge-royok
 dan membunuh pendekar yang ber-bahaya itu. Akan tetapi, yang terpenting baginya, sekarang
 juga sebelum terlam-bat dia harus menyingkirkan Sian Li dari situ, harus dapat membiarkan
 gadis itu lolos. Dia tidak tahu betapa ketika se-mua orang menyerbu keluar, Ji Kui, orang
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 

Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

418 pertama dari Pek-lian Sam-li, mendekati Lulung Lama dan membisikkan sesuatu yang
 membuat Lulung Lama me-ngerutkan alisnya dan nampak terkejut dan marah.
 Ki Bok mengerahkan seluruh kepan-daiannya, berloncatan dengan cepat seka-li dan dia
 mengetuk daun pintu pondok di mana Sian Li dan Yo Han tinggal. Enam orang petugas jaga
 segera menghampirinya dari tempat penjagaan, juga ada belasan orang muncul dari tempat
 persembunyian. Ternyata pondok itu di-jaga ketat sehingga kalau penghuninya hendak
 melarikan diri, maka tentu usaha itu akan ketahuan. Akan tetapi ketika para petugas itu
 mengenal Ki Bok, me-reka memberi hormat dan segera mundur kembali setelah Ki Bok
 memberi isarat.
 Sian Li dan Yo Han tidak tidur. Me-reka di kamar masing-masing duduk ber-sila dan
 menghimpun tenaga, menanti datangny
 
^