Kisah Si Bangau Merah 2

Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo Bagian 2


namaku Han."
 "Yo Han..." Siapa orang tuamu?"
 "Aku yatim piatu. Pengganti orang tuaku adalah Suhu dan Subo."
 "Siapa sih suhu dan subomu yang kau-puji setinggi langit itu."
 "Aku bukan sekedar memuji kosong atau membual, Bibi. Suhuku bernama Tan Sin Hong
 berjuluk Pendekar Bangau Putih dan Suboku bernama Kao Hong Li, cucu Pendekar Naga
 Sakti Gurun Pasir."
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 31 Ang I Moli menelan ludah! Sungguh sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa anak yang
 diculiknya adalah pute-ri dari suami isteri pendekar sakti itu! Tentu saja ia pernah mendengar
 akan nama mereka. Bahkan mereka adalah dua diantara para pendekar yang pernah
 membasmi Ang i Mopang! Mereka ter-masuk musuh-musuh lama dari kakaknya, dari Ang I
 Mopang. Akan tetapi ia pun tidak begitu tolol untuk memusuhi mere-ka. Biarpun ia sendiri
 belum pernah me-nguji sampai di mana kehebatan ilmu mereka, namun tentu saja jauh lebih
 aman untuk tidak mencari permusuhan baru dengan mereka.
 Melihat wanita berpakaian merah itu diam saja, Yo Han melanjutkan. "Nah, engkau tahu
 bahwa aku bukan mengger-tak belaka. Tentu engkau pernah men-dengar nama mereka.
 Sekarang, bagaima-na kalau engkau mengembalikan Sian Li kepada mereka, Bibi?"
 Ang I Moli mengamati wajah Yo Han dengan penuh perhatian. "Kalau aku mengembalikan
 Sian Li, engkau mau ikut bersamaku dan menjadi muridku?"
 "Sudah kukatakan bahwa aku suka menggantikan Sian Li. Bagiku yang pen-ting aku harus
 dapat mengajak Sian Li pulang ke rumah Suhu dan Subo. Setelah aku mengantar ia pulang,
 aku akan ikut bersamamu."
 "Hemm, kaukira aku begitu goblok" Kalau aku membiarkan engkau mengajak ia pulang,
 tentu engkau tidak akan kem-bali kepadaku. Yang datang kepadaku tentu suami isteri itu
 untuk memusuhiku."
 Yo Han mengerutkan alisnya, meman-dang kepada wanita itu. Ang I Moli ter-kejut.
 Sepasang mata anak itu mencorong seperti mata harimau di tempat gelap tertim p a sinar!
 "Bibi, aku tidak sudi melanggar janji-ku sendiri! Juga, hal itu akan membikin Suhu dan Subo
 marah kepadaku. Kami bukan orang-orang yang suka me-nyalahi janji."
 "Baik, mari, sekarang juga kita bawa Sian Li kembali ke rumah orang tuanya."
 Biarpun tubuhnya sudah terlalu penat untuk melakukan perjalanan lagi, namun Yo Han
 menyambut ajakan ini dengan gembira. "Baik, dan terima kasih, Bibi. Ternyata engkau
 bijaksana juga."
 Ang I Moli memondong tubuh Sian Li. "Mari kau ikuti aku."
 Melihat wanita itu lari keluar kuil, Yo Han cepat mengikutinya. Akan tetapi, Ang I Moli
 hendak menguji Yo Han, apa-kah benar anak ini tidak pandai ilmu silat. Ia. berlari cepat dan
 sebentar saja Yo Han tertinggal jauh.
 "Bibi, jangan cepat-cepat. Aku akan sesat jalan. Tunggulah!"
 Ang I Moli menanti, diam-diam mera-sa sangat heran. Kalau anak itu murid suami isteri
 pendekar yang namanya amat terkenal itu, bagaimana begitu le-mah" Menangkap kupu-kupu
 saja tidak mampu, dan diajak berlari cepat sedikit saja sudah tertinggal jauh. Padahal, anak itu
 memiliki tubuh yang amat baik. Ke-lak ia akan menyelidiki hal itu. Ketika ia memeriksa
 tubuh Yo Han tadi, bukan saja ia mendapatkan kenyataan bahwa anak itu dapat menjadi
 seorang ahli silat yang hebat, juga mendapat kenyataan lain yang mengguncangkan hatinya.
 Anak itu memiliki darah yang bersih dan kalau ia dapat menghisap hawa murni dan da-rah
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 32 anak laki-laki itu melalui hubungan badan, ia akan mendapatkan obat kuat dan obat awet
 muda yang amat ampuh!
 Tidak lama mereka berjalan karena Ang I Moli membawa mereka ke tepi sungai, lalu ia
 mengeluarkan sebuah pe-rahu yang tadinya ia sembunyikan di dalam semak belukar di tepi
 sungai. "Kita naik perahu, agar dapat cepat tiba di Ta-tung," kata Ang I Moli dan ia menyeret perahu
 ke tepi sungai, di-bantu oleh Yo Han. Tak lama kemudian, mereka pun sudah naik ke perahu
 yang meluncur cepat terbawa arus air sungai dan didayung pula oleh Yo Han, dikemudikan
 oleh dayung di tangan wanita pa-kaian merah itu. Sian Li masih pulas, rebah miring di dalam
 perahu. Melalui air, perjalanan tentu saja ti-dak melelahkan, apalagi karena mereka mengikuti aliran
 air sungai, bahkan jauh lebih cepat dibandingkan perjalanan me-lalui darat. Maka, pada
 keesokan harinya, pagi-pagi sekali mereka sudah mendarat di tempat di mana kemarin Ang I
 Moli bertemu dengan Yo Han dan Sian Li.
 Nah, bawalah ia pulang, dan kau cepat kembali ke sini. Kutunggu," kata Ang I Moli kepada
 Yo Han. Ia menotok punggung Sian Li dan anak ini pun sadar, seperti baru terbangun dari
 tidur. Sian Li girang melihat Yo Han di situ dan Yo Han segera memondongnya, me-natap wajah
 wanita itu dan berkata, "Engkau percaya kepadaku, Bibi?"
 Ang I Moli tersenyum. "Tentu saja. Kalau engkau membohongiku sekali pun, engkau takkan
 dapat lolos dari tanganku!
 "Aku takkan bohong!" kata Yo Han dan dia pun membawa Sian Li keluar da-ri perahu, lalu
 berjalan secepatnya me-nuju pulang. Hatinya merasa lega dan gembira bukan main karena dia
 telah berhasil membawa pulang Sian Li seperti telah dijanjikannya kepada suhu dan su-bonya.
 Dia telah bertanggung jawab atas kehilangan adiknya itu, dan kini dia telah memenuhi janji
 dan tanggung lawabnya.
 *** file google dokumen ini published by Saiful Bahri ....situbondo seletreng***
 Tan Sin Hong dan isterinya, Kao Hong Li, semalam tadi tidak dapat pulas sejenak pun dan
 pagi-pagi sekali mereka sudah bangun. Dengan wajah muram dan rambut kusut mereka duduk
 di beranda depan seperti orang-orang yang menanti-kan sesuatu. Memang mereka menanti
 pulangnya Yo Han, kalau mungkin ber-sama Sian Li yang diculik orang. Hong Li
 menganggap hal ini tidak mungkin, hanya harapan kosong belaka dan sia-sia. Akan tetapi
 suaminya berkeras hendak menanti kembalinya Yo Han sampai tiga hari!
 "Yo Han...." Tiba-tiba Sin Hong ber-seru.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 33 Hong Li yang sedang menunduk ter-kejut, mengangkat mukanya dan wajahnya seketika
 berseri, matanya bersinar-sinar, seperti matahari yang baru muncul dari balik awan hitam.
 "Sian Li....!" Ia pun meloncat dan lari menyambut Yo Han yang datang memon-dong
 adiknya itu. "Ibu....! Ayah....!" Sian Li bersorak gi-rang dan ia merssa terheran-heren ketika ibunya
 merenggutnya dari pondongan Yo Han, mendekap dan menciuminya dengan kedua mata
 basah air mata!
 "Ibu.... menangis" Tidak boleh mena-ngis, Ibu tidak boleh cengeng dan lemah!" Sian Li
 menirukan kata-kata ayah dan ibunya kalau ia menangis. Ibunya yang masih basah kedua
 matanya itu terse-nyum.
 "Tidak, ibu tidak menangis. Ibu ber-gembira....!"
 Sin Hong sudah menyambut Yo Han dan memegang tangan murid itu, mena-tapnya sejenak
 lalu berkata, "Mari masuk dan kita bicara di dalam."
 Mereka duduk di ruangan dalam, me-ngelilingi meja. Sian Li dipangku oleh ibunya yang
 memeluknya seperti takut akan kehilangan lagi.
 "Nah, ceritakan bagaimana engkau dapat mengajak pulang adikmu, Yo Han," kata Sin Hong.
 Hong Li memandang de-ngan penuh kagum, heran dan juga ber-sukur bahwa muridnya itu
 benar-benar telah mampu mengembalikan Sian Li kepadanya. Padahal ia sendiri dan
 suami-nya sudah mencari-cari sampai sehari penuh tanpa hasil, bahkan tidak dapat
 menemukan jejak Sian Li dan penculiknya.
 "Suhu dan Subo, ketika teecu pergi hendak mencari adik Sian Li, teecu se-gera berlari ke luar
 kota, melalui pintu gerbang selatan. Sehari kemarin teecu berlari dan berjalan terus dan pada
 ma-lam hari tadi, teecu tiba di lereng se-buah bukit. Teecu melihat sebuah kuil dan ada sinar
 api unggun dari dalam kuil. Teecu memasuki kuil tua yang kosong itu dan di situlah teecu
 melihat Adik Sian Li tidur dijaga oleh wanita pakaian merah itu."
 "Akan tetapi, Yo Han. Bagaimana engkau bisa tahu bahwa adikmu dibawa ke tempat itu oleh
 penculiknya?" Hong Li bertanya dengan heran.
 "Teecu juga tidak tahu bagaimana Adik Sian Li bisa berada di dalam kuil itu, Subo...."
 "Aku diajak naik perahu oleh Bibi ba-ju merah. Ia baik sekali, Ibu. Kami me-nangkap ikan
 dan Bibi memasak ikan untukku. Enak sekali! Setelah turun dari perahu, kami berjalan-jalan
 ke lereng bu-kit dan memasuki kuil tua itu, Setelah malam menjadi gelap, aku ingin pulang,
 mengajaknya pulang dan.... dan.... aku lupa lagi, tertidur."
 Sin Hong bertukar pandang dengan isterinya. Pantas usaha mereka mencari jejak gagal.
 Kiranya anak mereka dibawa naik perahu oleh penculiknya.
 "Yo Han, kalau engkau tidak tahu bahwa Sian Li dibawa ke kuil tua itu, bagaimana engkau
 dapat langsung pergi ke sana?" Sin Hong mendesak, meman-dang tajam penuh selidik.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 34 Yo Han menarik napas panjang dan menggeleng kepalanya. "Teecu tidak tahu Suhu. Teecu
 membiarkan kaki berjalan tanpa tujuan, ke mana saja untuk men-cari adik Sian Li. Dan tahu-
 tahu teecu tiba di sana dan menemukan mereka."
 "Tapi, bagaimana penculik itu mem-biarkan engkau mengajak Sian Li pulang" Bagaimana
 engkau dapat menundukkan-nya?" Hong Li bertanya, semakin heran dan merasa bulu
 tengkuknya meremang karena ia mulai merasa bahwa ada "se-suatu" yang ajaib telah terjadi
 pada diri muridnya itu.
 Yo Han tersenyum memandang subo-nya, lalu memandang suhianya. "Teecu membujuknya
 untuk membiarkan teecu membawa adik Sian Li pulang. Ia tidak tahu bahwa adik Sian Li
 adalah puteri Suhu dan Subo. Teecu beritahu kepadanya dan mengatakan bahwa kalau ia tidak
 mengembalikan Sian Li, tentu Suhu dan Subo akan dapat menemukannye dan ia akan celaka.
 Teecu mengatakan bahwa kalau ia mau menyerahkan kembali Sian Li, teecu yang akan
 menggantikan adik Sian Li menjadi muridnya, menjadi pela-yannya, dan ikut dengannya.
 Nah, ia setuju dan teecu membawa adik Sian Li, pulang. Akan tetapi teecu harus segera
 kembali kepadanya. Ia masih menunggu teecu di tepi sungai...."
 "Yo Han! Engkau hendak ikut dengan penculik itu" Ah, aku tidak akan mem-biarkan!
 Menjadi murid seorang penculik jahat" Tidak boleh!" kata Hong Li marah . " Aku bahkan
 akan menghajar iblis itu!"
 Kao Hong Li sudah meloncat dengan marah, akan tetapi gerakannya terhenti ketika terdengar
 Yo Han berseru, ,"Subo, jangan!"
 "Hah" Iblis itu menculik anakku, ke-mudian menukarnya dengan engkau untuk dibawa pergi.
 Dan engkau melarang aku untuk menghajar iblis itu?"
 "Maaf, Subo. Apakah Subo ingin meli-hat murid Subo menjadi seorang rendah yang
 melanggar janjinya sendiri, menjilat ludah yang sudah dikeluarkan dari mulut?"
 "Ehhh...." Apa maksudmu?"
 "Subo, bagaimanapun juga, teecu (mu-rid) adalah murid Subo. Teecu sudah ber-janji kepada
 wanita berpakaian merah itu bahwa setelah teecu mengantar Sian Li pulang, teecu akan
 kembali kepadanya dan menjadi muridnya, pergi ikut de-ngannya. Kalau teecu sudah berjanji,
 lalu sekarang teecu tidak kembali kepadanya, bahkan Subo akan menghajarnya, bukan-kah
 bererti teecu melanggar janji sendi-ri?"
 "Tidak peduli akan janjimu itu! Eng-kau tidak perlu melanggar janji, engkau pergilah
 kepadanya. Akan tetapi aku tetap saja akan menemuinya dan meng-hajarnya!" kata Hong Li
 dengan marah. "Subo!" kata pula Yo Han dan suara-nya tegas. "Kenapa Subo hendak mengha-jar wanita
 itu" Kalau Subo melakukan itu, berarti Subo jahat!"
 "Ehhh?" Hong Li terbelalak meman-dang kepada anak itu.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 35 "Yo Han!" kata pula Sin Hong. "Subo-mu hendak menghajar penculik kenapa engkau
 katakan jahat?" Dia bertanya hanya karena ingin tahu isi hati anak itu yang amat dikaguminya
 sejak dia ta-di mendengarkan kata-kata anak itu ke-pada isterinya.
 "Suhu, wanita berpakaian merah itu memang benar tadinya hendak melarikan Sian Li, akan
 tetapi ia bersikap baik terhadap Sian Li, dan ia melarikannya, karena ingin mengambilnya
 sebagai murid. Ia sayang kepada Sian Li. Kemudian, teecu menemukannya dan teecu
 membu-juk agar ia mengembalikan Sian Li. Dan ia sudah memperbolehkan Sian Li teecu
 bawa pulang. Teecu sendiri yang berjanji untuk ikut dengannya. Kalau sekarang Subo dan
 Suhu menghajarnya, bukankah itu sama sekali tidak benar?"
 Sin Hong memberi isarat dengan pan-dang matanya kepada isterinya lalu me-narik napas
 panjang dan berkata kepada muridnya itu. "Baiklah kalau begitu, Yo Han. Kami tentu saja
 tidak menghendaki engkau menjadi seorang yang melanggar janjimu sendiri. Engkau sudah
 yakin ingin menjadi murid wanita itu" Kalau engkau ingin memperoleh guru yang baik,
 tem-pat tinggal yang lain, kami sanggup mencarikannya yang amat baik untukmu."
 Yo Han menggeleng kepalanya. "Tidak Suhu. Teecu akan ikut dengan wanita itu seperti telah
 teecu janjikan. Teecu akan berangkat sekarang juga agar ia tidak terlalu lama menunggu." Dia
 lalu pergi ke dalam kamarnya, mengambil buntalan pakaian yang memang telah, dia
 persiap-kan semalam. Memang semalam dia su-dah merencanakan untuk pergi
 mening-galkan rumah itu, akan tetapi karena hatinya terasa berat meninggalkan Sian Li, pagi
 itu ia ingin menyenangkan Sian Li dengan mengajaknya bermain-main di tepi sungai sebelum
 dia pergi. Suami isteri itu juga merasa heran melihat demikian cepatnya Yo Han me-ngumpulkan
 pakaiannya karena sebentar saja anak itu sudah menghadap mereka kembali. Yo Han
 menjatuhkan diri ber-lutut di depan kedua orang gurunya.
 "Suhu dan Subo, teecu menghaturkan terima kasih atas segala budi kebaikan yang telah
 dilimpahkan kepada teecu, terima kasih atas kasih sayang yang te-lah dicurahkan kepada
 teecu. Dan teecu mohon maaf apabila selama ini teecu melakukan banyak kesalahan dan
 mem-buat Suhu dan Subo menjadi kecewa. Teecu mohon diri, Suhu dan Subo" Sua-ranya
 tegas dan sikapnya tenang, sama sekali tidak nampak dia berduka, tidak hanyut oleh perasaan
 haru. "Baiklah, Yo Han. Kalau memang ini kehendakmu. Dan berhati-hatilah engkau menjaga
 dirimu," kata Sin Hong.
 "Setiap waktu kalau engkau menghen-daki, kami akan menerimamu kembali dengan hati dan
 tangan terbuka, Yo Han," kata pula Kao Hong Li, dengan hati terharu. Terasa benar ia betapa
 ia menyayang murid itu seperti kepada adik atau anak sendiri.
 "Terima kasih, Suhu dan Subo" Yo Han membalikkan tubuhnya dan hendak pergi.
 "Suheng, aku ikut....!" Tiba-tiba Sian Li yang sejak tadi melihat dan mende-ngarkan saja
 tanpa mengerti benar apa yang mereka bicarakan, kini turun dari pangkuan ibunya dan berlari
 menghampiri Yo Han.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 36 Yo Han memondong anak itu dan mencium kedua pipi dan dahinya, lalu menurunkannya
 kembali. "Sian Li, aku mau pergi dulu, engkau tidak boleh ikut. Engkau bersama ayah dan
 ibumu di sini. Kelak kita akan bertemu kembali, adik-ku." Dan dengan cepat Yo Han lari
 meninggalkan anak itu, tidak tega mende-ngar ratap tangisnya dan melihat wajah-nya.
 "Suheng! Aku ikut...., aku ikut....!" Anak itu merengek walaupun tidak me-nangis, dan
 terpaksa Sin Hong memon-dongnya karena anak itu hendak lari mengejar Yo Han.
 "Hemm, aku mau melihat siapa iblis betina itu!" Hong Li sudah meloncat ke-luar dan Sin
 Hong yang memondong anaknya hanya menggeleng kepala, lalu melangkah keluar pula
 dengan Sian Li di pondongannya.
 Yo Han berlari-lari menuju sungai. Dia tidak ingin wanita berpakaian merah itu mengira dia
 melanggar janji. Dan benar saja, ketika dia tiba di tepi sungai, wanita itu tidak lagi berada di
 dalam perahu, melainkan sudah duduk di tepi sungai dengan wajah tidak sabar. Perahu-nya
 berada di tepi sungai pula, agaknya sudah ditariknya ke darat.
 Melihat Yo Han datang berlari mem-bawa buntalan, wajah yang tadinya cem-berut itu
 tersenyum. "Hemm, kusangka engkau membohongiku! Kiranya engkau datang pula!"
 Yo Han juga cemberut ketika dia su-dah berdiri di depan wanita itu. "Sudah kukatakan, aku
 bukan seorang yang suka melanggar janji. Aku harus berpamit dulu kepada Suhu dan Suboku,
 dan mengambil pakaianku ini."
 "Andaikata engkau menipuku sekalipun engkau tidak akan terlepas dari tanganku Hayo kita
 berangkat!" kata Ang I Moli Tee Kui Cu.
 "Tahan dulu...!" Bentakan merdu dan nyaring ini mengandung getaran dan wi-bawa yang
 amat kuat sehingga Ang I Moli terkejut sekali dan cepat ia mem-balikkan tubuh. Kiranya di
 depannya te-lah berdiri seorang wanita cantik dan gagah, berusia kurang lebih dua puluh
 enam tahun. Wajahnya bulat telur, mata-nya lebar dan indah jeli, sinarnya tajam menembus.
 "Subo....!" Yo Han berseru melihat wanita cantik itu.
 "Diam kau!" Kao Hong Li membentak muridnya, matanya tidak pernah mele-paskan wajah
 wanita berpakaian merah. Ia belum pernah melihat wanita itu dan memperhatikannya dengan
 seksama. Wa-jah yang cantik itu putih oleh bantuan bedak tebal, nampak cantik seperti
 gam-bar oleh bantuan pemerah bibir dan pipi, dan penghitam alis. Pakaiannya yang serba
 merah ketat itu menempel tubuh yang ramping dan seksi, dengan pinggulnya yang bulat
 besar. Mendengar Yo Han menyebut subo kepada wanita muda ini. Ang I Moli ter-kejut. Tak
 disangkanya subo dari anak itu masih demikian mudanya. Jadi inikah cucu dari Naga Sakti
 Gurun Pasir, pikir-nya.
 "Hemmm, siapakah engkau dan me-ngapa engkau menahan kami?" Ang I Moli bertanya,
 senyumnya mengandung ejekan dan memandang rendah.
 "Aku Kao Hong Li, ibu dari anak pe-rempuan yang kauculik!" jawab Hong Li, juga sikapnya
 tenang, akan tetapi sepa-sang mata yang tajam itu bersinar marah "Siapakah engkau ini iblis
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 37 betina yang berani mencoba mencoba untuk menculik anakku kemudian membujuk murid
 kami untuk ikut denganmu" Jawab, dan jangan mati tanpa nama!" Sikap garang Kao Hong Li
 sedikit banyak menguncupkan hati Ang I Moli. Ia seorang tokoh sesat yang tidak mengenal
 takut dan meman-dang rendah orang lain, akan tetapi ia teringat akan ancaman Yo Han tadi
 bah-wa wanita ini adalah cucu Naga Sakti Gurun Pasir, bahkan suaminya adalah Si Bangau
 Putih yang namanya amat ter-kenal itu.
 "Hemm, bocah sombong. Jangan me-ngira bahwa aku Ang I Moli takut men-dengar
 gertakanmu." Ia membesarkan hatinya sendiri. "Aku tidak menculik, pu-terimu, hanya
 

Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengajaknya bermain-main. Dan tentang bocah ini, dia sendiri yang ingin ikut aku menjadi
 muridku. Kalau, tidak percaya tanya saja kepada anak itu."
 "Subo, memang teecu sendiri yang ingin ikut dengan Bibi ini. Harap Subo jangan
 mengganggunya!"
 Hong Li menarik napas panjang. Kalau sudah begitu, memang tidak ada alasan baginya
 untuk menghajar wa-nita berpakaian merah itu, apalagi mem-bunuhnya. Anaknya sendiri tadi
 pun me-ngatakan bahwa wanita ini bersikap baik kepada Sian Li, dan kini Yo Han
 mengatakan bahwa memang dia sendiri yang ingin menjadi muridnya.
 "Baiklah, aku tidak akan membunuh-nya. Akan tetapi, setidaknya aku harus tahu apakah ia
 cukup pantas untuk men-jadi gurumu, Yo Han. Aku tidak rela menyerahkan muridku dalam
 asuhan orang yang tidak berkepandaian, apalagi kalau orang itu pengecut. Kuharap saja
 engkau tidak terlalu pengecut untuk me-nolak tantanganku menguji ilmu kepandaianmu, Ang
 I Moli." Kulit muka yang ditutup kulit tebal itu masih nampak berubah kemerahan. Tentu saja Ang I
 Moli marah sekali di-katakan bahwa ia seorang pengecut.
 "Kao Hong Li, engkau bocah sombong. Kaukira aku takut kepadamu?"
 "Bagus kalau tidak takut! Nah, kau sambutlah seranganku ini. Haiiittt!" Hong Li sudah
 menerjang maju setelah mem-beri peringatan, dan karena ia memang ingin menguji sampai di
 mana kelihaian wanita baju merah itu, begitu menyerang ia sudah memainkan jurus dari ilmu
 silat Sin-liong Ciang-hoat (Ilmu Silat Naga Sakti) yang amat dahsyat, apalagi karena dalam
 memainkan ilmu silat ini ia meng-gunakan tenaga Hui-yang Sin-kang (Tena-ga Sakti Inti Api)
 dari ibunya. Hong Li telah menggabung dua ilmu yang hebat itu. Sin-liong Ciang-hoat adalah
 ilmu yang berasal dari Istana Gurun Pasir, se-dangkan tenaga Hui-yang Sin-kang adalah ilmu
 yang berasal dari Istana Pulau Es, yang ia pelajari dari ayah dan ibunya.
 "Wuuuuttt.... plak! Plak!" Tubuh Ang I Moli terhuyung ke belakang dan ia ter-kejut bukan
 main. Ketika tadi ia me-nangkis sampai beberapa kali, lengannya bertemu dengan hawa panas
 yang luar biasa kuatnya sehingga kalau ia tidak membiarkan dirinya mundur, tentu ia akan
 celaka. Sebagai seorang tokoh sesat yang telah mengangkat diri menjadi se-orang pangcu
 (ketua) tentu saja Ang I Moli merasa penasaran sekali. Ia lalu membalas dengan serangan
 ampuh. Sete-lah mengerahkan tenaga dalam yang telah dilatihnya dari para pimpinan Pek-
 lian-kauw, ia mengeluarkan suara melengking dan ketika dua tangannya me-nyerang, dari
 kedua telapak tangan itu mengepul uap atau asap hitam dan angin pukulannya membawa asap
 hitam itu menyambar ke arah muka Kao Hong Li.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 38 Pendekar wanita ini mengenal pukulan beracun yang ampuh, maka ia pun me-langkah
 mundur dan mengerahkan tenaga sin-kang mendorong dengan kedua tangan terbuka pula.
 Dua tenaga dahsyat berte-mu di udara dan akibatnya, asap hitam itu membalik dan Ang I
 Moli kini mera-sakan hawa yang amat dingin sehingga kembali ia terkejut. Itulah tenaga
 Swat-im Sin-kang (Tenaga Inti Salju), juga ilmu yang berasal dari Istana Pulau Es! Ang I
 Moli terpaksa mundur kembali dan kemarahannya memuncak. Dua kali me-ngadu tenaga itu
 membuat ia sadar bah-wa lawannya memang lihai bukan main. Dalam hal tenaga sin-kang,
 jelas ia kalah kuat.
 "Manusia sombong, kausambut pedang-ku!" bentaknya, lalu mulutnya berkemak-kemik dan
 ia berseru sambil membuat gerakan seperti melontarkan sesuatu ke udara, "Pedang terbangku
 menyambar le-hermu!"
 Kao Hong Li terbelalak ketika ia melihat sinar terang dan bayangan seba-tang pedang
 meluncur dari udara ke arah dirinya! Padahal ia tidak melihat wanita itu mencabut pedang.
 Inilah ilmu sihir, pikirnya dan ia pun cepat mencabut pe-dangnya dan melindungi dirinya
 dengan putaran pedang.
 "Hentikan perkelahian! Hentikan....!" terdengar Yo Han berseru dan begitu anak ini
 melangkah ke depan, sinar pe-dang itu pun lenyap secara tiba-tiba dan Hong Li mendapat
 kenyataan bahwa ia tadi "bertempur" melawan bayang-bayang. Sementara itu, Ang I Moli
 juga terkejut karena tiba-tibapengaruh sihirnya lenyap begitu saja. Pada saat itu, ia melihat
 pula munculnya seorang laki-laki berusia dua puluh tujuh tahun yang memiliki si-nar mata
 lembut namun mencorong memondong anak perempuan baju merah tadi. Tahulah ia bahwa
 tentu laki-laki gagah perkasa ini ayah Sian Li yang berjuluk Si Bangau Putih. Ang I Moli
 menduga bahwa tentu pendekar ini yang melenyapkan pengaruh sihirnya, maka ia menjadi
 semakin jerih. Memang tadinya ia merasa suka sekali kepada Sian Li, kemudian melihat bakat
 yang luar biasa pada diri Yo Han, ia pun rela menukar-kan Sian Li yang suka rewel dan tidak
 mau ikut dengan suka rela itu dengan Yo Han yang suka ikut dengannya. Akan tetapi melihat
 betapa suami isteri yang amat lihai itu kini berada di depannya dan ia tahu bahwa melawan
 mereka ber-dua sama dengan mencari penyakit, Ang I Moli lalu meloncat ke arah perahunya
 sambil memaki Yo Han,
 "Anak pengkhianat!" Ia mendorong pe-rahunya ke air, kemudian perahu itu diluncurkannya
 ke tengah sungai.
 "Tunggu kau, iblis betina!" Hong Li yang masih marah itu berteriak dan kini ia pun sudah
 mengamangkan pedangnya. Akan tetapi Yo Han cepat berdiri di depan subonya.
 "Subo, harap jangan kejar dan serang lagi! Ia adalah guruku yang baru!" Setelah berkata
 demikian, Yo Han lalu me-loncat ke air, dan berenang mengejar perahu itu. "Bibi.... eh, Subo
 (Ibu Guru), tunggulah aku....!"
 Melihat ini, Ang I Moli memandang heran. Anak itu ternyata sama sekali bu-kan
 pengkhianat, bukan pelanggar janji! Ia pun terkekeh senang dan menahan perahunya. Ketika
 Yo Han telah tiba di pinggir perahu, ia mengulurkan tangan dan menarik anak itu naik ke
 dalam perahunya.
 "Anak baik, ternyata engkau setia ke-padaku. Hi-hik, aku senang sekali!"
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 39 Dari pantai, Hong Li masih menga-mangkan pedangnya. "Yo Han, kembali ke sini engkau!
 Engkau akan rusak dan celaka kalau engkau ikut dengan perem-puan iblis itu!"
 "Subo, maafkan teecu. Teecu sudah berjanji kepada Bibi ini, dan pula, teecu harus
 meninggalkan Suhu dan Subo, teecu harus meninggalkan.... adik Sian Li. Bukankah itu yang
 Subo kehendaki" Teecu harus dipisahkan dari adik Sian Li. Nah, setelah sekarang teecu
 menentukan jalan sendiri, kenapa Subo hendak menghalangi" Sudahlah, Subo, maafkan teecu
 dan sela-mat tinggal." Yo Han lalu mengambil dayung dan mendayung perahu itu.
 Hong Li masih penasaran dan hendak mengejar, akan tetapi ada sentuhan lem-but tangan
 suaminya padalengannya. Ia menoleh dan melihat suaminya tersenyum dan menggeleng
 kepalanya. "Suheng aku ikut....!" Tiba-tiba Sian Li yang melihat Yo Han mendayung pe-rahu, berteriak
 dan meronta dalam pon-dongan ayahnya. Hong Li menyimpan kembali pedangnya dan
 memondong pute-rinya.
 "Jangan ikut, Sian Li. Suhengmu se-dang pergi menuntut ilmu. Kelak engkau akan bertemu
 kembali dengan dia." Ia memeluk anaknya dan menciuminya, menghibur sehingga Sian Li
 tidak berte-riak-teriak lagi.
 Suami isteri itu berdiri di tepi sungai dan mengikuti perahu yang menjauh itu dengan
 pandang mata mereka.
 "Aku tetap khawatir," bisik Hong Li. "Wanita itu jelas tokoh sesat. Julukannya Ang I Moli.
 Aku khawatir Yo Han akan menjadi tersesat kelak."
 Suaminya menggeleng kepala. "Jangan khawatir. Yo Han bukanlah anak yang berbakat jahat.
 Aku melihat hal yang aneh lagi tadi. Ketika engkau diserang dengan sihir, kulihat engkau
 terkejut dan wanita itu berdiri mengacungkan tangan dan berkemak-kemik, ada sinar
 menyam-bar ke arahmu...."
 "Memang benar. Aku pun terkejut akan tetapi tiba-tiba sinar itu menghi-lang."
 "Itulah! Begitu Yo Han melompat ke depan dan menghentikan perkelahian, si-nar itu lenyap
 dan kulihat wanita ber-pakaian merah itu terkejut dan ketakutan. Aku menduga bahwa
 kekuatan sihirnya itu punah dan lenyap oleh teriakan Yo Han! Nah, karena itu, biarkanlah dia
 pergi. Aku yakin dia tidak akan dapat terseret ke dalam jalan sesat."
 Mereka lalu pulang membawa Sian Li yang sudah tidur di dalam pondongan ibunya.
 Berbagai perasaan mengaduk hati kedua orang suami isteri itu. Ada perasaan menyesal dan
 mereka merasa ke-hilangan Yo Han, ada pula perasaan lega karena kini puteri mereka dapat
 dipisah-kan dari Yo Han tanpa mereka harus memaksa Yo Han keluar dari rumah me-reka,
 ada pula perasaan khawatir akan nasib Yo Han yang dibawa pergi seorang tokoh sesat.
 Segala macam perasaan duka, khawa-tir dan sebagainya tidak terbawa datang bersama
 peristiwa yang terjadi menimpa diri kita, melainkan timbul sebagai aki-bat dari cara kita
 menerima dan menghadapi segala peristiwa itu. Pikiran yang penuh dengan ingatan
 pengalaman masa lalu membentuk sebuah sumber dalam diri, sumber berupa bayangan
 tentang diri pribadi yang disebut aku, dan dari sumber inilah segala kegiatan hidup ter-dorong.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 40 Karena si-aku ini diciptakan pi-kiran yang bergelimang nafsu daya ren-dah, maka segala
 kegiatan, segala per-buatan pun selalu didasari kepentingan si-aku. Kalau sang aku dirugikan,
 timbul-lah kecewa, timbullah iba diri dan duka. Kalau sang aku terancam dirugikan,
 tim-bullah rasa takut dan khawatir. Si-aku ini selalu menghendaki jaminan keamanan
 menghendaki kesenangan dan menghindari kesusahan. Si-aku ini mendatangkan pe-nilaian
 baik buruk, tentu saja didasari untung-rugi bagi diri sendiri. Baik buruk timbul karena adanya
 penilaian, dan pe-nilaian adalah pilihan si-aku, karenanya penilaian selalu didasari nafsu daya
 ren-dah yang selalu mementingkan diri sendiri. Kalau sesuatu menguntungkan, maka dinilai
 baik, sebaliknya kalau merugikan, dinilai buruk.
 Sebagai contoh, kita mengambil hujan. Baik atau burukkah hujan turun" Hujan adalah suatu
 kewajaran, suatu kenyataan dan setiap kenyataan adalah wajar karena hal itu sudah menjadi
 kodrat, menjadi kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Hujan baru disebut baik atau buruk
 kalau sudah ada penilaian. Yang menilai adalah kita, didasari nafsu daya rendah yang
 mengaku diri sebagai sang-aku. Bagi orang yang membutuhkan air hujan, maka hujan di
 sambut dengan gembira dan dianggap baik, karena menguntungkan, misalnya bagi para petani
 yang sedang membutuh-kan air untuk sawah ladangnya. Sebalik-nya, bagi mereka yang
 merasa dirugikan dengan turunnya hujan, maka hujan itu tentu saja dianggap buruk! Padahal,
 hujan tetap hujan, wajar, tidak baik tidak bu-ruk. Demikian pula dengan segala macam
 peristiwa atau segala macam yang kita hadapi. Selalu kita nilai, tanpa kita sa-dari penilaian itu
 berdasarkan nafsu me-mentingkan diri sendiri. Kalau ada sese-orang berbuat menguntungkan
 kepada kita, kita menilai dia sebagai orang baik, sebaliknya kalau merugikan, kita menilai-nya
 sebagai orang jahat. Jelas bahwa penilaian adalah suatu hal yang pada hakekatnya
 menyimpanq dari kebenaran. Yang kita nilai baik belum tentu baik bagi orang lain, dan
 sebaliknya. Penilaian mendatangkan reaksi, mem-pengaruhi sikap dan perbuatan kita se-lanjutnya. Dan
 perbuatan yang didasari hasil penilaian ini jelas tidak sehat. Dapatkah kita menghadapi segala
 sesuatu tanpa menilai" Melainkan menghadapi seperti apa adanya. Kalau tindakan kita tidak
 lagi dipengaruhi hasil penilaian, maka tindakan itu terjadi dengan spontan dipimpin
 kebijaksanaan. Permainan pikiran yang mengingat masa lalu dan membayangkan masa de-pan hanya
 mendatangkan duka dan kha-watir, seperti yang pada saat itu dialami oleh Tan Sin Hong dan
 isterinya, Kao Hong Li.
 *** file google dokumen ini published by Saiful Bahri ....situbondo seletreng***
 "Jangan bohong kau!" Ang I Moli membentak. Yo Han yang berdiri di depannya
 me-mandang dengan sinar mata marah. "Subo sudah berulang kali kukatakan bahwa aku tidak
 pernah dan tidak akan mau berbohong!" jawabnya dengan tegas.
 Mereka berada di dalam sebuah ru-angan kuil tua di lereng bukit. Kuil ini belum rusak benar.
 Baru setahun diting-galkan penghuninya, yaitu seorang perta-pa tosu dan agaknya tidak ada
 yang mau mengurus kuil yang berada di tempat terpencil ini. Hanya kuil yang berada di
 daerah pedusunan yang makmurlah dapat berkembang dengan baik. Banyak pengun-jung
 datang bersembahyang dan banyak dana pula datang membanjir sehingga berlebihan untuk
 pembiayaan kuil. Akan tetapi sebuah kuil tua di lereng bukit yang sunyi" Jauh dari dusun jauh
 dari masyarakat" Siapa yang mau hidup seng-sara dan serba kekurangan di situ" Kuil itu kini
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 41 kosong dan dalam perjalanannya pulang, ketika melewati tempat ini dan kemalaman, Ang I
 Moli mengajak Yo Han untuk melewatkan malam di tempat sunyi itu.
 Wanita itu masih terkenang akan ke-lihaian Kao Hong Li. Wanita cucu Naga Sakti Gurun
 Pasir itu demikian lihainya, dan suaminya, Si Bangau Putih, tentu lebih lihai pula. Ia sendiri
 yang ditakuti banyak orang di dunia kang-ouw, kini merasa ngeri kalau membayangkan
 baha-ya maut yang mengancamnya ketika ia berhadapan dengan suami isteri pendekar itu.
 Kalau suhu dan subonya sedemikian saktinya, tentu muridnya juga telah me-warisi ilmu-ilmu
 yang tinggi, demikian pendapatnya. Oleh karena itu, ketika ia bertanya kepada Yo Han
 tentang ilmu silat, berapa banyak ilmu kedua orang gurunya yang telah dikuasainya, Yo Han
 menjawab bahwa dia tidak pandai ilmu silat dan tentu saja Ang I Moli menduga dia
 berbohong. "Bagaimana mungkin, sebagai murid suami isteri yang lihai itu engkau tidak menguasai
 sedikit pun ilmu silat" Sudah berapa lama engkau menjadi murid me-reka, Yo Han?"
 "Sudah lima tahun, Subo."
 "Hemm, apalagi sudah begitu lama. Bagaimana mungkin engkau tidak pandai ilmu silat"
 Bukankah engkau menerima pelajaran ilmu silat dari mereka?"
 "Aku tidak pernah berlatih, Subo. Aku tidak suka ilmu silat."
 Wanita cantik itu terbelalak, lalu ia memandang penuh perhatian kepada Yo Han dengan alis
 berkerut. "Engkau tidak suka ilmu silat?" Ang I Moli tertawa terkekeh-kekeh karena merasa
 geli hati-nya. "Kao Hong Li dan Tan Sin Hong merupakan sepasang suami isteri pendekar
 yang sakti, dan murid tunggalnya ti-dak pandai dan tidak suka ilmu silat?" Ia tertawa-tawa
 lagi sampai keluar air matanya."Habis, apa saja yang kau pela-jari dari mereka selama lima
 tahun itu?"
 "Subo, kenapa Subo mentertawakan hal itu" Aku memang tidak suka ilmu silat, dan yang
 kupelajari dari Suhu dan Suboku itu adalah ilmu membaca dan menulis, membuat sajak,
 bernyanyi dan meniup suling, pengetahuan tentang ke-budayaan dan filsafat hidup,
 mempelajari kitab-kitab sejarah kuno...." Dia terpaksa berhenti bicara karena Ang I Moli
 sudah tertawa lagi terkekeh-kekeh. Yo Han hanya berdiri memandang dengan alis berkerut
 dan mata bersinar-sinar marah.
 Setelah menghentikan tawanya, wanita itu mengusap air mata dari kedua mata-nya, lalu
 memandang kepada pemuda remaja itu. "Anak baik, aku mengambil-mu sebagai murid dan
 aku akan menga-jarkan ilmu silat pula kepadamu. Bagai-mana?"
 Yo Han menggeleng kepalanya. "Per-cuma saja, Subo. Aku tidak akan meno-lak segala yang
 kauajarkan kepadaku, akan tetapi aku tidak akan suka berlatih silat sehingga semua pengertian
 ilmu si-lat yang kauberikan kepadaku tidak akan ada gunanya."
 Ang I Moli teringat sesuatu. "Yo Han, kalau engkau memang sama sekali tidak pandai ilmu
 silat, kenapa engkau begini tabah dan berani" Padahal engkau tidak memiliki kemampuan
 untuk membela diri apabila diserang lawan. Bagaimana eng-kau menjadi begini berani?"
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 42 "Aku tidak suka akan kekerasan, ke-napa mesti takut, Subo" Orang yang tidak melakukan
 kejahatan, tidak merugi-kan orang lain, tidak membenci orang lain, kenapa mesti takut" Aku
 tidak per-nah takut, Subo, karena tidak pernah membenci orang lain."
 "Yo Han, kalau engkau tidak mau be-lajar ilmu silat dariku, lalu kenapa eng-kau mau ikut
 dengan aku?" Wanita itu akhirnya bertanya heran.
 "Subo lupa. Bukan aku yang ingin ikut Subo, melainkan Subo yang mengajakku dan aku ikut
 Subo sebagai penukaran atas diri Sian Li."
 Wanita itu menarik napas panjang, menggeleng-geleng kepala dan meman-dang dengan
 heran. Sungguh seorang anak laki-laki yang aneh sekali. Begitu tabah, sedikit pun tak
 mengenal takut, begitu teguh memegang janji, sikapnya demikian gagah perkasa seperti
 seorang pendekar tulen, akan tetapi, sedikit pun tidak pan-dai ilmu silat bahkan tidak suka
 ilmu silat! Akan tetapi, melihat wajah yang tampan gagah itu ia teringat akan kea-daan tubuh
 pemuda remaja itu dan wajah Ang I Moli berseri, mulutnya tersenyum dan pandang matanya
 menjadi genit se-kali.
 "Tidak suka berlatih silat pun. tidak mengapalah, Yo Han, asal engkau men-taati semua
 perintahku menuruti semua permintaanku." Ia lalu menggapai. "Eng-kau duduklah di sini,
 dekat aku, Yo Han,"
 Tanpa prasangka buruk, Yo Han men-dekat, lalu duduk di atas lantai yang tadi sudah dia
 bersihkan dan diberi tilam rumput kering yang dicarinya di ruangan belakang kuil tua itu,
 sebagai persiapan tempat mereka nanti tidur melewatkan malam. Akan tetapi, suaranya tegas
 ketika dia berkata,
 "Subo, aku akan selalu mentaati pe-rintahmu selama perintah itu tidak me-nyimpang dari
 kebenaran. Kalau Subo memerintahkan aku melakukan hal yang tidak benar, maaf, terpaksa
 akan kuto-lak!"
 "Hi-hik, tidak ada yang tidak benar, muridku yang baik. Engkau tahu, aku amat sayang
 padamu, Yo Han. Engkau anak yang amat baik, dan aku senang sekali mempunyai murid
 seperti engkau." Wanita itu memegang tangan Yo Han dan membelai tangan itu. Merasa
 betapa jari-jari tangan yang berkulit halus itu dengan lembut membelai tangannya, ke-mudian
 bagaikan laba-laba jari-jari ta-ngan itu merayap naik di sepanjang le-ngannya, Yo Han merasa
 geli dan juga aneh. Jantungnya berdebar tegang dan dengan gerakan lembut dia pun menarik
 lengannya yang dibelai itu.
 "Subo, apakah Subo tidak lapar?" Tiba tiba dia bertanya dan pertanyaan itu sudah cukup
 untuk membuyarkan gairah yang mulai membayang di dalam benak Ang I Moli. Ia pun
 terkekeh genit.
 "Hi-hik, bilang saja perutmu lapar, sayang. Nah, buka buntalanku itu, di situ masih ada roti
 kering dan daging kering, juga seguci arak."
 Mendapatkan kesempatan untuk mele-paskan diri dari belaian gurunya yang baru itu, Yo Han
 lalu bangkit dan meng-ambil buntalan pakaian gurunya, dan mengeluarkan bungkusan roti
 dan daging kering, juga seguci arak yang baunya keras sekali. Dia menaruh semua itu di
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 43 depan Ang I Moli dan ketika merasakan betapa roti dan daging kering itu keras dan dingin,
 dia pun berkata,
 "Subo, aku hendak mencari kayu ba-kar dan air."
 "Eh" Untuk apa" Makanan sudah ada, minuman juga sudah ada."
 "Akan tetapi roti dan daging itu ke-ras dan dingin, Subo. Kalau dipanaskan dengan uap air
 

Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tentu akan menjadi ha-ngat dan lunak. Juga aku lebih suka mi-num air daripada arak. Ini aku
 membawa panci untuk masak air, Subo," katanya sambil mengeluarkan sebuah panci dari
 dalam buntalan pakaiannya. Ang I Moli memandang dan tersenyum. Ia semakin tertarik
 kepada Yo Han dan ia harus bersikap manis untuk menundukkan hati perjaka remaja itu.
 Pemuda ini tidak mau menjadi muridnya dalam arti yang sesungguhnya. Maka ia harus dapat
 memanfaatkan pemuda itu bagi kesenangan dan keuntungan dirinya sendiri. Seorang perjaka
 remaja yang memiliki tubuh se-baik itu akan menguntungkan sekali bagi kewanitaannya.
 Akan membuat ia awet muda dan kuat, juga hawa murni di tu-buh muda itu akan dapat
 dihisapnya dan dapat menambah kekuatan tenaga dalam di tubuhnya. Selain itu, cita-citanya
 un-tuk menguasai sebuah ilmu rahasia yang selama ini ditunda-tundanya, kini akan dapat
 diraihnya dengan mudah! Untuk dapat menguasai ilmu rahasia itu, ia ha-rus dapat menghisap
 darah murni selosin orang perjaka yang memiliki darah yang bersih dan badan yang
 sempurna. Kini ia telah mendapatkan Yo Han dan anak ini sudah lebih dari cukup, bahkan
 lebih kuat dibandingkan selosin orang pemuda remaja biasa!
 "Baiklah, engkau boleh pergi mencari air dan kayu bakar. Akan tetapi cepat kembali. Hari
 telah sore dan sebentar lagi akan gelap," katanya halus dan ramah.
 "Baik, Subo." Yo Han berlari keluar dari kuil itu. Dia tidak tahu bahwa Ang I Moli
 membayanginya dari jauh. Wanita ini tidak ingin kehilangan Yo Han, maka begitu anak itu
 berlari keluar, ia pun mempergunakan ilmu kepandaiannya dan mengikutinya tanpa diketahui
 oleh Yo Han. Bagi seorang seperti Ang I Moli Tee Kui Cu, tidak mungkin ada orang di dunia
 ini yang benar-benar jujur dan setia dan dapat dipercaya sepenuhnya! Sejak kecil wanita ini
 hidup di dalam lingkungan dunia hitam, berkecimpung di dalam kesesatan, di dalam suatu
 ma-syarakat di mana kata jujur dan setia sudah tidak dikenal lagi, di mana segala cara
 dihalalkan demi keuntungan dan kepentingan diri sendiri. Oleh karena itu, ia pun tidak dapat
 percaya sepenuhnya kepada Yo Han. Ia tidak ingin kehilangan Yo Han yang baginya kini
 menjadi amat penting. Ia takut kehilangan pemuda itu, takut pemuda itu melarikan diri atau
 dilindungi orang lain. Juga ia ingin me-nguji sampai di mana pemuda itu dapat
 mempertahankan kejujuran dan kesetiaan-nya.
 Ang I Moli tidak tahu bahwa sesung-guhnya ia telah menemukan seorang pe-muda yang luar
 biasa, yang berbeda de-ngan pemuda-pemuda lain. Di dalam batin Yo Han belum pernah
 terdapat pamrih yang bermacam-macam, bahkan dia tidak mengenal itu. Dia menghadapi
 segala sesuatu yang terjadi sebagai apa adanya, tidak pernah dia membuat ga-gasan atau
 rekaan macam-macam. Dia hanya melihat kenyataan yang ada untuk dihadapi secara spontan,
 tidak pernah membuat rencana dan akal demi kepen-tingan diri sendiri. Dia melihat
 kenyata-an bahwa suhu dan subonya tidak meng-hendaki dia di rumah mereka, dengan alasan
 agar puteri mereka tidak sampat kelak meniru sikap dan pendiriannya. Dia tahu bahwa demi
 kebaikan keluarga suhunya, dia harus menyingkir, menjauhkan diri dari mereka. Karena
 itulah dia mengambil keputusan untuk pergi me-ninggalkan mereka yang sesungguhnya amat
 dia sayang. Kemudian, dia telah berjanji kepada Ang I Moli untuk mengi-kuti wanita itu
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 44 sebagai muridnya, karena dia harus menyelamatkan Sian Li. Janji-nya itu akan dipegangnya
 dengan teguh. Dia tidak akan melarikan diri karena dia pun sama sekali tidak pernah merasa
 takut kepada Ang I Moli. Dia belum mengenal benar orang macam apa adanya Ang I Moli,
 gurunya yang baru itu.
 Bukan main senang dan lega rasa ha-ti Ang I Moli yang membayangi Yo Han, ketika melihat
 bahwa sedikit pun anak itu tidak memperlihatkan sikap ingin melarikan diri. Dia
 mengumpulkan kayu bakar, kemudian menemukan sumber air dan mengisi pancinya penuh
 air, setelah itu dia kembali ke kuil tanpa ragu-ragu. Ketika Yo Han memasuki kuil, Ang I
 Moli tentu saja sudah lebih dahulu ber-ada di tempat semula, duduk bersila sambil tersenyum
 manis. "Aih, cepat juga engkau mendapatkan air dan mengumpulkan kayu kering, Yo Han," pujinya,
 kemudian ia membantu muridnya membuat api unggun dan me-masak air di panci.
 Setelah roti dan daging kering dipa-nasi dengan uap air, mereka lalu makan roti dan daging
 yang sudah menjadi lunak dan juga hangat itu yang memang terasa jauh lebih enak daripada
 kala? dimakan keras dan dingin. Dengan gembira sekali Ang I Moli makan roti dan daging
 kering minum arak, sedangkan Yo Han hanya minum air yang sudah dimatangkan.
 Setelah makan kenyang, mereka duduk di dekat api unggun. Sementara itu, ma-lam telah tiba
 dan api unggun itu amat menolong mereka mengusir nyamuk dan hawa dingin. Setelah duduk
 termenung di dekat api unggun, Yo Han mengeluh dan sambil mengangkat muka memandang
 wajah subonya yang sejak tadi memper-hatikannya tanpa bicara, dia berkata, "Subo, sekarang
 aku merasa betapa aku kehilangan kitab-kitab itu. Biasanya, di waktu malam begini aku tentu
 membaca kitab. Akan tetapi sekarang, kitab-kitab itu jauh di rumah Suhu dan Subo, dan di
 sini aku tidak dapat membaca apa-apa."
 Wanita itu tersenyum. "Jangan kau khawatir, Yo Han. Setelah tiba di rumah, aku akan
 mencarikan kitab bacaan un-tukmu."
 "Subo mempunyai kitab-kitab bacaan?" Yo Han memandang dengan sinar mata gembira
 "Akan kucarikan untukmu. Apa sih sukarnya mencari kitab-kitab, itu" Akan kucarikan
 sebanyaknya untukmu. Aku sayang kepadamu Yo Han, dan kuharap engkau pun sayang
 kepadaku dan akan menuruti semua keinginanku."
 "Subo baik kepadaku, mengapa aku tidak sayang" Dan tentu saja aku akan menuruti semua
 keinginan Subo. Subo, bolehkah aku tidur dulu" Perjalanan hari ini yang tidak melalui air
 lagi, berjalan kaki sehari penuh, amat melelahkan ba-dan dan aku ingin tidur." Yo Han lalu
 merebahkan dirinya miring di sudut ru-angan itu, di seberang api unggun, ter-pisah dari
 subonya. Ang I Moli tersenyum. "Yo Han, ja-ngan lupa lagi. Apa yang harus kau laku-kan sebelum
 tidur?" Yo Han juga tersenyum, lalu bangkit dan membawa air ke bagian belakang kuil untuk
 membersihkan mulutnya. Pada malam pertama mereka melakukan perjalanan, masih
 berperahu, subonya yang baru ini telah memberi sebuah pelajaran tentang kebersihan
 kepadanya, yaitu ke-harusan membersihkan mulut sewaktu akan tidur.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 45 "Lihat gigiku ini," demikian kata su-bonya sambil memperlihatkan deretan giginya yang
 putih bersih dan rapi. "Be-lum ada sebuah pun yang rusak atau tanggal, padahal banyak orang
 seusiaku sudah hampir kehabisan giginya. Inilah hasil menjaga kebersihan. Bukan saja
 hasilnya gigi menjadi bersih dan utuh, juga kesehatanku menjadi baik karena hampir semua
 penyakit datangnya lewat mulut. Dan cara membersihkan mulut dan gigi yang paling baik
 adalah mem-bersihkannya setiap kali hendak tidur. Hal ini harus menjadi kebiasaanmu sejak
 malam ini, Yo Han!" Demikianlah Ang I Moli memberi pelajaran tentang kese-hatan dan
 kalau dia terlupa, seperti pada malam ini, Ang I Moli selalu memper-ingatkannya. Pelajaran
 kesehatan yang agaknya amat sederhana ini sesungguhnya menguntungkan sekali dan amat
 baiknya bagi Yo Han. Biasanya orang meremeh-kannya. Padahal, kebiasaan membersihkan
 mulut di waktu hendak tidur merupakan satu di antara usaha penjagaan kesehatan yang paling
 baik dan paling mudah!
 Tak lama kemudian, Yo Han sudah tidur pulas di atas rumput kering. Dia tidak tahu bahwa
 sejak tadi Ang I Moli sudah berpindah tempat di dekatnya dan kini wanita itu duduk bersila di
 sebelah-nya, tiada hentinya mengamati wajahnya yang tidur nyenyak, di bawah sinar api
 unggun yang membuat wajahnya menjadi kemerahan.
 Aku harus mulai sekarang juga, pikir wanita itu. Lebih cepat ia dapat mengu-asai Yo Han,
 lebih baik. Dengan lembut tangannya meraba wajah pemuda itu, membelai dagu dan leher,
 lalu membelai semua tubuh Yo Han. Pemuda remaja itu menggeliat dalam tidurnya dan Ang I
 Moli menarik tangannya. Anak ini amat luar biasa, pikirnya sambil menahan gai-rah yang
 sudah mulai membakar dirinya. Mungkin saja dia akan meholak keras, bahkan melawan dan
 tidak mau menyerah biar diancam bagaimanapun juga. Kebe-raniannya memang luar biasa.
 Kalau ter-jadi hal seperti itu, tentu amat merugi-kan dirinya. Kalau ia menggunakan pak-saan,
 anak ini akan dapat mati sebelum ia memperoleh hasil yang memuaskan. Ia harus dapat
 menghisap kemurnian anak ini sedikit demi sedikit, tidak terasa oleh Yo Han. Ia akan
 memberi makanan dan minuman yang mengandung obat penguat badan dan akhirnya, semua
 hawa murni dan darah murni itu akan berpindah ke tubuhnya tanpa diketahui oleh pemuda
 remaja itu, atau kelak diketahui kalau sudah terlambat dan pemuda yang keha-bisan darah dan
 hawa murni itu akan tewas pula. Dan ia akan mampu melatih diri dengan ilmu rahasia itu! Ia
 akan menjadi seorang yang sukar dicari tan-dingnya! Ia akan dapat merajai dunia persilatan
 dengan ilmunya itu.
 Kembali ia mengamati wajah Yo Han yang masih tidur nyenyak. Ah, mengapa ia begitu
 bodoh" Kalau membujuk anak ini, agaknya ia akan gagal total. Anak ini bukan seorang anak
 yang mudah dibodohi atau dibujuk halus, atau pun yang mudah ditundukkan dengan ancaman
 atau siksaan. Padahal, ia menghendaki agar dia menyerahkan diri dengan suka rela! Dengan
 demikian maka hasilnya akan le-bih baik lagi bagi dirinya. Dan satu-satu-nya jalan adalah
 menggunakan kekuatan sihirnya! Mengapa ia lupa akan kepandai-annya itu" Ia pernah
 mempelajari ilmu sihir dari Pek-lian-kauw dan ilmu sihir-nya sudah lebih dari kuat untuk
 mempe-ngaruhi seorang bocah! Orang dewasa pun kalau tidak memiliki sin-kang yang kuat
 akan mudah ia tundukkan dengan kekuat-an sihirnya. Apalagi pemuda remaja yang lemah ini!
 Ang I Moli yang duduk bersila meng-hadapi Yo Han itu lalu membuat guratan-guratan
 dengan telunjuk kanannya, kemu-dian mulutnya berkemak-kemik, matanya terpejam. Ia
 membaca semacam mantram untuk mulai mempergunakan ilmu sihir-nya untuk menyihir dan
 menguasai se-mangat Yo Han yang masih tidur nye-nyak. Setelah membaca mantram, ia lalu
 membuka kedua matanya yang menge-luarkan sinar aneh menatap wajah Yo Han, juga kedua
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 46 tangannya kini digerak-kan dengan aneh, jari tangannya terbuka seperti cakar, dan jari-jari
 tangan itu bergerak-gerak, kedua tangan itu dipu-tar-putar sekitar kepala dan tubuh Yo Han.
 Kembali mulutnya berkemak-kemik, kini mengeluarkan bisikan yang mendesis-desis.
 "Yo Han, engkau sudah berada dalam kekuasaanku, seluruh semangat dan ke-mauanmu
 tunduk kepadaku. Kalau nanti engkau kusuruh bangun, engkau akan tunduk dan menyerah
 kepadaku penuh kepasrahan, engkau akan menganggap aku sebagai wanita paling cantik yang
 kaukasihi, engkau akan dibakar gairah bera-hi dan engkau akan menuruti segala ke-hendakku
 dengan gembira. Kemauanmu akan lemah dan lembut seperti domba, gairah berahimu akan
 bangkit setangkas harimau, engkau akan selalu berusaha untuk menyenangkan hatiku, dengan
 mentaati semua perintahku, hanya aku satu-satunya orang yang kaukasihi, kau-taati...." Ia lalu
 menutup bisikan mende-sis itu dengan tiupan dari mulutnya ke arah muka Yo Han tiga kali.
 "Yo Han.... Yo Han.... Yo Han.... ba-ngunlah engkau, sayang!" Ia mengguncang pundak
 pemuda itu, menggugahnya.
 Yo Han adalah seorang anak yang memiliki kepekaan luar biasa. Sejak ke-cil, di waktu dia
 tidur, kalau ada sesuatu yang tidak wajar, sedikit suara saja su-dah cukup menggugahnya dari
 tidur pulas. Begitu Ang I Moli menyentuh pundaknya dia pun terbangun, membuka kedua
 matanya, akan tetapi tidak seperti biasanya, dia tidak segera bangkit duduk, melain-kan
 memandang ke depan kosong, seperti orang melamun seperti melihat sesuatu yang amat
 menarik hati. Dan memang dia merasa melihat se-suatu yang amat aneh. Dia merasa seo-lah kaki
 tangannya terbelenggu, suaranya lenyap menjadi gagu, dan dirinya hanyut oleh gelombang
 samudera, semakin ke tengah dalam keadaan tidak berdaya sama sekali. Kemudian, dia
 merasa ada kekuatan yang menariknya ke tepi, bah-kan dia seperti menunggang gelombang,
 makin dekat ke tepi, lalu kaki tangannya yang seperti terbelenggu itu terlepas bebas, mulutnya
 dapat bersuara lagi. Dia berenang sekuat tenaga ke tepi, dan ber-hasil mendarat di pantai.
 "Apa.... apa yang terjadi padaku" Ya Tuhan, apa yang terjadi....?" suara ini pun seperti keluar
 dengan sendirinya, dari balik perasaan hatinya yang diliputi ke-heranan. Dan begitu dia
 menyebut nama Tuhan. Semua itu pun lenyap dan seperti orang bangkit dari mimpi buruk, dia
 kini duduk dan melihat bahwa di depannya duduk Ang I Moli yang bersila.
 Melihat pemuda remaja itu telah ba-ngun duduk, Ang I Moli tersenyum manis merasa yakin
 bahwa sihirnya telah me-ngena dan telah menguasai anak itu, walaupun ketika Yo Han
 menyebut Tuhan tadi hatinya merasa amat tidak enak.
 "Yo Han, engkau sayang padaku, bu-kan?" Ia menguji.
 Yo Han memandang wajah subonya dengan heran, lalu menjawab lirih, "Ten-tu saja aku
 sayang padamu, Subo. Kena-pa Subo menanyakan hal itu dan mem-bangunkan aku?"
 "Hemm, anak tampan. Aku ingin eng-kau membuktikan kasih sayangmu padaku Nah,
 kesinilah, Yo Han, peluklah aku, ciumlah aku," katanya dengan senyum memikat dan nada
 suara memerintah.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 47 Akan tetapi, kini terjadi hal yang mengejutkan dan mengherankan hatinya! Anak itu tidak
 bergerak menuruti perin-tahnya, bahkan memandang kepadanya dengan alis berkerut dan
 mata bersinar marah!
 "Subo, apa artinya ini" Subo menyu-ruh aku melakukan sesuatu yang tidak patut!"
 Tentu saja Ang I Moli terkejut. Bu-kankah sihirnya tadi amat kuat dan anak ini sudah berada
 di dalam cengkeraman ilmu sihirnya" Kenapa sekarang dia be-rani membantah dan menolak
 perintahnya "Yo Han! Aku sayang padamu dan engkau pun sayang padaku. Apa salahnya kalau engkau
 memelukku dan menciumku untuk menyatakan kasih sayangmu itu?"
 "Tapi aku bukan anak kecil lagi yang pantas dipeluk cium, Subo! Aku seorang pemuda yang
 sudah berusia dua belas ta-hun, menuju ke masa remaja!"
 Kini Ang I Moli merasa penasaran bukan main. Semua ucapan Yo Han itu tidak
 menunjukkan bahwa dia berada di bawah pengaruh sihir! Semua jawabannya itu mengandung
 perlawanan, bukan ke-taatan. Ia pun menguji lagi dan dengan suara nyaring mengandung
 perintah ia berseru,
 "Yo Han, bangkitlah berdiri!"
 Dan anak itu pun segera bangkit ber-diri. Begitu taat!
 "Tambahkan kayu pada api unggun!" perintahnya pula.
 Tanpa menjawab sedikit pun tidak membantah, Yo Han menghampiri api unggun, memilih
 beberapa potong kayu bakar dan menambahkannya kepada api unggun sehingga api kini.
 membesar. "Yo Han, sekarang duduklah kembali ke sini, di depanku!"
 Sekali lagi, Yo Han mentaati perintah itu dan menghampiri subonya lalu duduk di depan
 subonya. Begitu taat dan sedi-kit pun tidak membantah. Mereka duduk bersila, berhadapan,
 dekat sekali sehingga Yo Han dapat mencium bau harum mi-nyak bunga yang semerbak dari
 pakaian dan rambut wanita itu. Melihat betapa Yo Han selalu taat, Ang I Moli menjadi
 semakin heran dan penasaran. Kenapa sekarang anak itu begitu taat seolah sihirnya termakan
 olehnya" "Yo Han, kau rabalah kedua pipiku dan daguku dengan kedua tanganmu," kembali ia
 memerintah. Yo Han hanya memandang heran saja, akan tetapi kedua tangannya bergerak dan dia pun
 meraba-raba kedua pipi yang halus dan dagu meruncing itu.
 "Teruskan, raba leher dan dadaku...." kata pula Ang I Moli, kini suaranya mu-lai gemetar
 oleh bangkitnya, kembali gairahnya. Akan tetapi sekarang, kedua tangan itu bukan turun ke
 leher dan dadanya melainkan turun kembali ke atas pangkuan Yo Han. Anak itu sama sekali
 tidak melaksanakan perintahnya.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 48 "Yo Han, aku perintahkan, cepat kau-raba dan belai leher dan dadaku dengan kedua
 tanganmu!" ia mombentak, mengisi suaranya dengan kekuatan sihir sepenuh-nya.
 Namun, jangankan anak itu melaksa-nakan perintahnya, bahkan kini Yo Han memandang
 kepadanya dengan sinar mata yang aneh, heran dan juga penasaran.
 "Subo, kenapa Subo mengeluarkan. pe-rintah yang aneh-aneh" Maaf, aku tidak dapat
 memenuhi perintah itu."
 Barulah kini Ang I Moli terkejut. Je-las bahwa anak ini tidak berada di ba-wah pengaruh
 sihirnya! Tidak pernah! Kalau tadi nampak mentaati hanya kare-na taat yang wajar, bukan
 pengaruh sihir samasekali. Ia pun menjadi marah.
 "Yo Han, bukankah engkau sudah ber-janji akan semua perintahku" Kenapa sekarang engkau
 membantah dan tidak memenuhi perintahku yang sederhana dan mudah ini?"
 "Subo, sudah kukatakan bahwa semua perintah Subo akan kutaati, kecuali kalau perintah itu
 untuk melakukan sesuatu yang jahat dan tidak benar. Perintah Subo itu tidak baik,karenanya
 m aka aku tidak mau melaksanakannya. Perintahkan aku mengerjakan yang pantas, betapa
 be-rat pun pasti akan kutaati, Subo."
 "Yo Han," kini Ang I Moli ingin men-dapatkan kepastian dan ia tidak mau membuang waktu
 sia-sia dengan memba-wa anak itu jauh-jauh ke tempat tinggal-nya untuk kelak tidak tercapai
 pula maksudnya. "Engkau harus mentaati se-mua perintahku, kalau tidak, untuk apa aku
 mempunyai murid yang membandel dan membantah?"
 "Untuk perintah yang tidak pantas, terpaksa aku menolak, Subo."
 Wanita itu yang sudah terbakar oleh gairah nafsunya sendiri, sama sekali ti-dak tahu bahwa
 Yo Han adalah seorang anak yang aneh, memiliki sesuatu dalam dirinya yang oleh manusia
 pada umumnya akan dianggap aneh. Dia tidak pernah mempelajari silat dengan latihan,
 kecuali hanya menghafal semua teorinya saja, dan dia tidak pernah belajar ilmu sihir. Namun,
 kekuatan sihir yang digunakan Ang I Moli terhadap dirinya, sama sekali tidak mempan, sama
 sekali tidak mem-pengaruhinya, hanya mendatangkan mim-pi bahwa dia hampir dihanyutkan
 ombak samudera. Kekuatan sihir Ang I Moli ba-gaikan arus air sungai yang menerjang batu,
 mengguncang sedikit saja lalu le-wat tanpa mampu menghanyutkan batu itu.
 Karena kini merasa yakin bahwa anak itu tidak lagi dapat dipengaruhinya de-ngan sihir, Ang
 I Moli menjadi penasaran dan tidak sabar lagi. Ia lalu menanggal-kan pakaian luarnya, begitu
 saja di depan mata Yo Han. Anak ini mula-mula me-mandang dengan mata terbelalak heran,
 akan tetapi pandang matanya lalu me-nunduk. ketika ia melihat tubuh subonya terbungkus
 pakaian dalam yang tipis dan tembus pandang.
 Melihat betapa agaknya anak itu ti-dak dapat dipengaruhi oleh kecantikan dan keindahan
 tubuhnya, maklum karena usianya pun baru dua belas tahun, belum dewasa, Ang I Moli lalu
 merangkul dan menciumi Yo Han. Diterkamnya anak itu bagaikan seekor harimau menerkam
 ke-linci! Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 49 "Subo, apa, yang Subo lakukan ini" Subo, lepaskan aku! Ini tidak boleh, tidak benar, tidak
 baik...." Akan tetapi betapa pun dia meronta, tetap saja dia tidak berdaya menghindarkan diri.
 Yo Han ka-lah tenaga dan tidak mampu bergerak lagi ketika wanita itu menerkamnya
 

Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

se-hingga dia terguling dan dia lalu ditindih, digeluti, didekap dan diciumi. Yo Han hanya
 dapat memejamkan matanya dan mulutnya berkemak-kemik dengan sendirinya.
 "Ya Tuhan.... ya Allah.... ya Tuhan...." Dia hanya menyebut Tuhan berulang-u-lang.
 Semenjak Yo Han mengenal akan kekuasaan Yang Maha Kuasa melalui bacaan kitab-kitab,
 dia yakin benar bah-wa sumber segala kekuatan dan kekuasa-an adalah SATU, TUNGGAL
 dan Maha Kuasa. Keyakinan ini yang membuat Yo Han secara otomatis menyebut Tuhan
 setiap kali terjadi sesuatu menimpa diri-nya. Hal ini mungkin karena dia sudah tidak
 mempunyai ayah ibu lagi sehingga dia dapat menyerahkan diri sepenuhnya dan seikhlasnya
 kepada Tuhan. Ang I Moli menjadi penasaran dan marah bukan main. Anak laki-laki itu sama sekali tidak
 melawan lagi, sama sekali tidak bergerak sehingga seolah-olah sedang menggumuli sebuah
 batu saja. Dan bisikan-bisikan yang menyebut Tuhan berulang-ulang itu amat
 mengganggunya, bahan api gairah berahi yang tadi mem-bakar dirinya, perlahan-lahan
 menjadi dingin. Api gairah itu hampir padam.
 "Engkau.... engkau tidak mau melayani hasratku....?" Ang I Moli bertanya, suara-nya
 terengah-engah.
 Yo Han tidak menjawab, dalam ke-adaan tubuhnya telentang dan pakaiannya awut-awutan,
 dia menggeleng dengan tegas.
 "Biarpun dengan ancaman mati" Eng-kau tetap tidak mau?"
 "Mati di tangan Tuhan. Aku tidak mau melakukan hal yang tidak benar!" Jawab Yo Han,
 suaranya lirih namun te-gas dan sepasang matanya bersinar-sinar.
 "Plak! Plak!" Dua kali Ang I Moli menampar kedua pipi Yo Han sehingga kepala anak itu
 terdorong ke kanan kiri dan kedua pipinya menjadi merah. Ang I Moli tidak ingin
 membunuhnya maka tamparan tadi pun menggunakan tenaga biasa saja, namun cukup
 mendatangkan rasa nyeri dan panas. Namun Yo Han tetap memandang dengan tabah, sedikit
 pun tidak memperlihatkan perasaan takut.
 "Hemm, hendak kulihat sekarang! Ka-rena engkau harus dipaksa, maka engkau akan
 menderita. Salahmu sendiri! Nah, sekali lagi aku memberi kesempatan. Ka-lau engkau
 menuruti kehendakku, engkau akan hidup senang. Sebaliknya, kalau engkau tetap menolak,
 aku dapat memaksamu dengan obat perangsang dan racun, dan akhirnya engkau pun akan
 menyerahkan diri kepadaku, hanya saja, engkau akan menderita dan mati!"
 "Subo, dengan ancaman siksaan apa pun Subo tidak dapat memaksaku mela-kukan hal yang
 tidak benar. Aku tidak takut mati karena kematian berada di tangan Tuhan. Kalau Tuhan
 menghendaki aku harus mati, aku pun akan menyerah dengan rela...."
 "Cukup! Tidak perlu berkhotbah! Eng-kau mau atau tidak?"
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 50 "Subo, kuperingatkan Subo. Perbuatan Subo ini tidak benar dan berdosa. Subo akan
 menerima hukuman dari Tuhan!"
 "Tutup mulutmu!" Tangan Ang I Moli bergerak, jari tangannya menotok jalan darah di
 pundak dan pinggang dan tubuh Yo Han terkulai, tidak mampu bergerak lagi. Hanya kedua
 matanya yang masih terbelalak memandang wajah wanita itu engan penuh teguran.
 "Subo dan aku adalah guru dan murid, tidak sepatutnya...."
 "Tukkk!" Kembali wanita itu menotok leher dan suara Yo Han menghilang. Dia tidak
 mampu lagi mengeluarkan suara.
 "Hi-hik, bocah cerewet!" Wanita itu kini terkekeh-kekeh dan dalam pandangan Yo Han
 wanita itu telah berubah sama sekali. Tadinya dia melihat wanita itu sebagai seorang wanita
 yang berwajah cantik, bersuara lembut dan peramah. Akan tetapi kini, sepasang mata itu
 be-rubah seperti mata iblis, juga senyumnya menyeringai mengerikan, suaranya agak parau
 dan mendesis, wajahnya yang ber-bedak tebal itu seperti topeng.
 "Hi-hi-hik, kita bukan guru dan murid lagi, melainkan seorang wanita dan se-orang pria! Dan
 engkau, mau tidak mau, harus menyerahkan hawa dan darah murnimu kepadaku. Sampai tetes
 yang ter-akhir! Engkau akan menjadi seperti se-ekor lalat yang dihisap habis oleh laba-laba,
 sedikit demi sedikit darahmu akan kuhisap sampai tinggal tubuhnya menge-ring tanpa darah.
 Heh-heh-heh!" Mulutnya berliur membayangkan kenikmatan dan keuntungan yang akan
 diperolehnya dari anak ini. Kalau saja Yo Han mau menu-ruti kehendaknya, atau kalau saja
 anak itu dapat dikuasainya dengan sihir, tentu ia akan dapat memperoleh kenikmatan yang
 lebih lama. Ia akan menghisap da-rah murni anak itu sedikit demi sedikit, menikmatinya dari
 sedikit sampai akhir-nya darah murni itu habis. Kini, terpaksa ia harus menggunakan paksaan
 dengan racun perangsang, dan ia akan menghisap darah itu dengan paksa. Mungkin hanya dua
 tiga hari anak itu akan bertahan. Ia akan menghisapnya sampai habis dan akan tinggal sampai
 ia menyelesaikan pekerjaan itu di dalam kuil tua ini. Pa-ling lama tiga hari lagi dan ia akan
 ber-hasil. Ia akan siap untuk melatih diri dengan ilmu rahasia itu!
 Melihat api unggun mulai mengecil karena kehabisan kayu bakar. Moli lalu menambahkan
 kayu dan api unggun mem-besar kembali. Sambil menyeringai dan bersenandung kecil
 menyatakan kegembi-raan hatinya, wanita itu lalu mengambil sebuah bungkusan kain dari
 dalam bun-talan pakaiannya, lalu membuka bungkus-an itu dan mengeluarkan tiga butir pel
 dari dalam botol hijau. Ia duduk di dekat api unggun ketika memilih isi bungkusan. Sisa obat
 itu ia bungkus kembali dan ti-ga butir pel berada di tangannya. Yo Han mengikuti semua
 gerakan wanita itu dengan pandang matanya. Dia tahu bah-wa dirinya terancam bahaya, maka
 se-perti biasanya dia lakukan, dalam keadaan seperti itu, penyerahan dirinya kepada
 kekuasaan Tuhan menjadi semakin kuat. Dia merasa yakin bahwa segala sesuatu telah diatur
 oleh kekuasaan Tuhan! Kalau memang Tuhan menghendaki bahwa dia harus mati di tangan
 wanita ini, apa boleh buat. Dia hanya dapat menerima-nya dengan pasrah karena maklum
 seda-lamnya bahwa segalanya adalah milik Tuhan, berasal dari Tuhan dan kembali kepada
 Tuhan. Karena kepasrahan yang mutlak ini, sedikit pun tidak ada rasa takut.
 Rasa takut adalah perkembangah dari si aku yang diciptakan oleh pengalaman masa lalu
 melalui pikiran. Si aku yang merasa terancam menimbulkan rasa ta-kut. Takut kalau
 kesenangan yang sudah berada di tangan itu terlepas dan hilang. Takut kalau kesusahan akan
 menimpa di-rinya, takut sakit, takut mati. Si-aku ingin selalu di atas, ingin selalu menonjol,
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 51 ingin selalu menjadi yang terpenting, terbesar, terbaik. Rasa takut timbul ka-lau si-aku merasa
 terancam kepentingan-nya, terancam keadaannya, takut kalau dirinya akan kehilangan arti,
 takut, kalau dirinya akan lenyap oleh kematian, takut kehilangan segala yang dimilikinya,
 yang menjadikan dirinya penting dan berarti. Takut kehilangan harta, kedudukan,
 ke-hormatan, nama, takut kehilangan orang-orang yang dikasihinya karena mereka yang
 dikasihinya itu menimbulkan kesenangan. Pada hakekatnya, si-aku yang sesungguhnya
 hanyalah khayalan sang pi-kiran yang menimbulkan rasa takut.
 Yo Han dalam keadaan terancam bahaya maut, terancam siksa dan derita, tidak mengenal
 rasa takut karena dia sudah menyerahkan segalanya, dengan sebulat batinnya, kepada
 kekuasaan Tu-han! Si aku dalam dirinya tidak meme-gang peran lagi dan sebagai gantinya,
 semua diri seutuhnya, badan maupun batin, telah diserahkan kepada Tuhan dan karenanya,
 kekuasaan Tuhan sajalah yang membibingnya dan menjaganya.
 Moli memasukkan tiga butir pel kehi-jauan itu ke dalam cawan araknya, ke-mudian
 mengambil guci dan hendak menuangkan isi guci ke dalam cawan itu. Akan tetapi segera
 ditahannya. "Hah-heh, aku lupa! Engkau tidak su-ka arak. Kalau dicampur arak engkau sukar memasuki
 perutmu. Sebaiknya de-ngan air saja. Bukankah begitu, Yo Han"
 Akan tetapi anak itu tidak menjawab. Pada saat itu, semua panca indranya juga bekerja
 sendiri, tidak lagi dikemudikan oleh hati dan akal pikiran. Karena itu, dia mendengar dan
 melihat tanpa peni-laian, tanpa pendapat. Mendengar dan melihat saja seperti apa adanya, dan
 karena pikirannya tidak bekerja menim-bang-nimbang lagi, maka dia tidak mera-sa takut. Dia
 seperti seorang bayi dalam gendongan ibunya, tidak takut apa-apa dan merasa aman!
 Demikianlah keadaan seorang yang berada dalam "gendongan" kekuasaan Tuhan yang
 meliputi seluruh alam maya pada ini, meliputi luar dan dalam, segenap penjuru dan di dalam
 apa saja yang nampak dan tidak nampak, di dalam atau pun di luar dunia, di mana saja yang
 terjangkau pikiran maupun yang tidak terjangkau. Kalau sudah ter-bimbing oleh kekuasaan
 seperti itu, ber-ada dalam gendongan kekuasaan seperti itu, apalagi yang dapat menimbulkan
 rasa takut"
 "Heh-heh-heh-heh!" Moli menuangkan air ke dalam cawan, lalu menggunakan sumpit untuk
 menghancurkan tiga butir pel di dalam cawan, melarutkannya sam-pai rata betul. Sambil
 terkekeh ia lalu mendekati Yo Han yang masih meman-dang dengan sinar mata yang terang
 dan tenang. "Hi-hik, Yo Han. Dengar baik-baik. Tiga butir ini mengandung tiga macam racun yang amat
 kuat. Pertama, racun perampas ingatan! Begitu meminumnya, engkau akan lupa segala.
 Semua ingatan tentang masa lampau akan lenyap dan terlupakan. Enak, bukan" Racun kedua
 mengandung racun perangsang. Begitu meminumnya, engkau akan menjadi se-ekor kuda
 jantan dalam berahi! Hi-hik, menyenangkan aku benar! Engkau akan tak pernah mengenal
 puas dan engkau harus menyalurkan hasrat kejantananmu itu terus-menerus sampai tubuhmu
 yang tidak kuat lagi. Dan racun ke tiga ada-lah obat kuat, agar tubuhmu kuat mela-kukan
 penyaluran hasratmu itu, sampai habis, hi-hi-hik! Sampai darah murnimu terhisap habis
 olehku, hawa murni dalam tubuhmu tersedot habis dan menjadi mi-likku, hi-hik!"
 Yo Han tidak merasa ngeri mende-ngar semua itu. Yang ada hanya kehe-ranan mengapa Ang
 I Moli kini berubah seperti ini! Seperti bukan manusia lagi. Sekarang baru dia tahu mengapa
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 52 wanita ini dijuluki Ang I Moli (Iblis Betina Ber-pakaian Merah). Kiranya memang watak-nya
 seperti iblis betina, seperti bukan manusia lagi, penuh kelicikan dan keke-jaman luar biasa.
 "Bukalah mulutmu, sayang. Biar ku-tuangkan minuman sedap ini ke dalam perutmu melalui
 mulut. Bukalah mulut-mu," kata Moli dengan suara manis me-rayu.
 Tentu saja Yo Han tidak mau mem-buka mulutnya. Dia memang masih dapat menggerakkan
 mulut karena yang tidak dapat digerakkan hanya kedua kaki dan tangan saja. Akan tetapi dia
 tidak sudi menuruti perintah manusia yang sudah menjadi iblis itu.
 "Buka mulutmu kataku!" Kini Moli membentak marah, akan tetapi Yo Han hanya
 memandang dengan mata melotot, bahkan dia merapatkan kedua bibirnya.
 "Anak bandel!" Moli berkata, lalu ta-ngan kirinya menangkap rahang Yo Han dan sekali jari-
 jari tangannya menekan, mulut Yo Han terbuka lebar tanpa dapat ditahannya lagi. Bahkan
 kini yang me-megang rahang Yo Han hanya tiga jari karena jari telunjuk dan jari tengah
 ta-ngan kiri Moli sudah di julurkan ke atas dan menekan lubang hidung Yo Han. Anak itu
 terpaksa menarik napas dari mulut karena hidungnya tertutup dan ketika Moli menuangkan air
 di cawan yang sudah bercampur tiga butir pil yang sudah larut, dia tidak dapat
 memuntahkannya keluar dan cairan itu pun tertelan dan masuk ke dalam perutnya.
 "Hi-hi-hik, racun itu telah memasuki perutmu, Yo Han. Engkau akan tertidur karena
 pengaruh racun perampas ingatan, akan tetapi besok pagi-pagi kalau engkau terbangun,
 engkau akan jinak dan penu-rut seperti domba, akan tetapi juga tangkas dan kuat seperti
 harimau. Hi-hik, sungguh menyenangkan sekali. Sekarang, kau tidurlah, sayang...." berkata
 demikian, Moli membebaskan totokan jalan darah Yo Han sehingga anak itu mampu
 berge-rak kembali. Dia menggerak-gerakkan kaki tangannva yang terasa kaku dan nyeri-
 nyeri, kemudian bangkit duduk memandang kepada Moli dengan sinar mata penuh teguran.
 "Bibi, engkau sendiri yang tadi me-ngatakan bahwa kita bukan guru dan murid lagi, maka
 aku tidak akan menye-butmu subo lagi. Bibi, engkau seorang manusia, mengapa engkau
 melakukan perbuatan yang lebih pantas dilakukan iblis" Ingat, Bibi, perbuatan yang jahat
 akan menghasilkan akibat buruk bagi di-rimu sendiri." Yo Han menghentikan ucapannya
 karena. tiba-tiba saja dia merasa kantuk menyerangnya dengan hebat sekali. Tak tahan dia
 untuk tidak meng-uap.
 Ang I Moli terkekeh genit. "Memang orang menyebutku iblis, Yo Han. Orang menjuluki aku
 Ang I Moli, kalau aku ti-dak bertindak seperti iblis, berarti juluk-anku itu tidak ada harganya
 dan kosong belaka, heh-heh-heh! Dan engkau sudah mulai mengantuk. Tidurlah sayang,
 tidur-lah....!" Wanita itu terkekeh-kekeh melihat Yo Han kini merebahkan diri miring di atas
 rumput kering dan segera pulas. Ia pun menambahkan lagi kayu bakar di perapian, dan
 merebahkan diri di dekat Yo Han, memeluk pemuda remaja itu, dengan mesra. Ia sudah siap.
 Begitu Yo Han terbangun pada keesokan harinya dan racun-racun itu bekerja, ia sudah siap.
 Karena ia pun lelah dan mengantuk, sebentar saja Moli pulasjuga. Ia tidak tahu bahwa tak
 lama kemudian api ung-gun padam dan hawa dingin menyusup tulang. Ia tidak terbangun,
 hanya me-rangkul lebih erat. Yo Han juga tidak pernah terbangun karena dia agaknya
 terpengaruh oleh racun yang mulai be-kerja di tubuhnya.
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 53 *** file google dokumen ini published by Saiful Bahri ....situbondo seletreng***
 Karena kecapaian dan tidur pulas se-kali, Moli yang merangkul bahkan seperti menyelimuti
 tubuh Yo Han dengan tu-buhnya itu, sama sekali tidak tahu bahwa lewat tengah malam, ada
 sesosok ba-yangan hitam perlahan-lahan memasuki kuil tua yang kosong itu. Bayangan itu
 ternyata seorang wanita yang berpakaian longgar, pakaian sutera kuning dengan kepala juga
 dikerudungi sutera kuning. Karena penerangan hanya datang dari bulan yang muncul lambat
 sekali, bulan yang tinggal sepotong, maka tidak dapat dilihat jelas wajah wanita berkerudung
 itu. Namun gerak-geriknya halus walau-pun ringan dan cekatan. Langkahnya ti-dak
 menimbulkan suara ketika ia mema-suki kuil dan tangannya memegang se-batang kayu kering
 yang membara ujung-nya. Ia mengayun kayu itu dan bata itu pun menyala kecil, cukup untuk
 mene-rangi sekelilingnya sejauh tiga empat meter. Akan tetapi ia menggunakan ta-ngan kiri
 menutupi mukanya agar pan-dang matanya tidak silau oleh nyala api di ujung kayu itu. Ia
 memilih tempat, mencari bagian yang kering dan bersih, agaknya untuk melewatkan malam.
 Bagian depan dan tengah kuil itu agaknya tidak memuaskan hatinya karena memang selain
 lantainya tidak begitu bersih, juga di bagian depan itu orang akan terserang angin karena
 terbuka. Di bagian dalam memang terlindung dari angin, akan tetapi tempat itu agak lembab.
 Ia lalu mengayun lagi kayu yang nyalanya telah padam dan hanya tinggal membara. Sekali
 ayun, bara itu menyala, kembali dan ia melangkah ke belakang. Diangkatnya kayu itu tinggi
 di atas ke-pala dan sekilas ia melihat dua orang laki-laki dan perempuan yang saling
 ber-pelukan itu, si perempuan hanya menge-nakan pakaian dalam yang tipis dan tem-bus
 pandang, si laki-laki yang masih re-maja juga pakaiannya awut-awutan: Mereka itu tertidur
 nyenyak, perem-puan merangkul laki-laki itu dengan erat sekali.
 Ia menurunkan kayu dan nyala di ujung kayu itu pun padam. Ia lalu mem-balikkan tubuh dan
 kembali ke ruangan depan, bahkan tidak mau tinggal di ru-angan dalam karena terlalu dekat
 dengan ruangan belakang. Dinyalakannya kembali ujung kayu itu dengan ayunan tangannya,
 dan ia pun mengumpulkan rumput kering dan menaburkannya di sudut ruangan depan itu.
 Setelah itu, ia memadamkan kembali nyala api dan duduk bersila. Biarpun angin bertiup dan
 hawa dingin sekali, ia tidak kelihatan kedinginan. Bahkan nyamuk yang banyak beterbangan
 di situ, hanya beterbangan di sekitarnya dan agaknya tidak ada yang mencoba untuk hinggap
 di mukanya, satu-satunya bagian tubuh yang nampak dan dapat digigit. Entah apa yang
 menyebabkan nyamuk tidak berani hinggap di pipi atau leher itu. Agaknya harum cendana
 yang keluar dari tubuh itulah yang membuat nyamuk tidak berani mendekat. Atau mungkin
 juga bau hio berasap yang diba-kar oleh wanita itu. Sebatang saja hio (dupa biting) yang
 nampaknya awet seka-li, mengeluarkan asap yang harum. Wani-ta itu duduk bersila dan
 memejamkan mata setelah mulutnya mengomel lirih.
 "Omitohud.... tega benar menodai tempat suci ini, sungguhpun kuil ini su-dah tidak terpakai.
 Apakah mereka tidak dapat mencari tempat lain yang lebih baik dan tepat untuk bermain
 cinta" Omitohud...."
 Akan tetapi, ia segera melupakan apa yang terlihat olehnya tadi dan sudah tenggelam dalam
 samadhi yang mendalam. Siapakah wanita ini" Ia seorang wanita yang tidak muda lagi
 walaupun masih nampak cantik. Usianya sudah empat pu-luh tujuh tahun, rambutnya sudah
 ber-warna dua. Akan tetapi rambut yang tidak tersisir rapi dan awut-awutan ka-rena
 perjalanan jauh dan hembusan angin itu halus dan panjang, berkilau tanda se-hat, rambut itu
 digelung secara aneh, tidak mirip gelung orang daerah, lalu ke-pala itu ditutup kerudung
 sutera kuning. Wajahnya masih belum diganggu keriput walaupun garis-garis di antara kedua
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 54 ma-tanya menunjukkan bahwa ia seorang yang telah banyak mengalami pahit getir kehidupan
 di dunia. Sepasang matanya jeli dan tajam, lebar dan berwibawa. Di antara kedua alisnya
 terdapat titik me-rah, suatu kebiasaan di negerinya karena wanita ini berasal dari negara
 Bhutan, sebuah kerajaan kecil di sebelah selatan Tibet. Tubuhnya masih padat ramping, tanda
 bahwa selain sehat, juga wanita ini memiliki tubuh yang kuat dan terlatih.
 Kalau ada orang Bhutan melihatnya, tentu orang itu akan bersikap amat hor-mat kepadanya.
 Hiasan rambutnya ber-bentuk burung merak dan pakaiannya yang seperti pakaian pendeta itu
 sebetul-nya menunjukkan kedudukannya yang cukup tinggi di Kerajaan Bhutan. Ia seo-rang
 puteri! Seorang wanita ningrat ke-luarga dekat dari raja Bhutan.
 Memang sesungguhnyalah. Wanita can-tik ini bernama Gangga Dewi, seorang puteri
 Kerajaan Bhutan, atau lebih tepat lagi, ia masih cucu raja tua di Bhutan. Ibu Gangga Dewi
 adalah Puteri Syanti Dewi, puteri raja, dan ayahnya adalah seorang pendekar yang amat
 terkenal, dahulu berjuluk Si Jari Maut dan berna-ma Wan Tek Hoat, atau kemudian sete-lah
 menjadi duda dan sudah tua lalu menjadi seorang pendeta dan berjuluk Tiong Khi Hwesio.
 Gangga Dewi dilahir-kan di Bhutan. Ia dilahirkan setelah lebih dari sepuluh tahun ayahnya
 menikah de-ngan ibunya. Ia hidup sebagai seorang puteri di kerajaan itu. Ayahnya menjadi
 seorang panglima atau seorang penasihat perang. Sejak kecil ia pun menjadi gem-blengan dari
 ayahnya, sampai ia dewasa kemudian menikah dengan seorang pa-nglima muda Bhutan yang
 telah banyak membuat jasa.
 Gangga Dewi hidup berbahagia dengan suaminya dan ia melahirkan dua orang anak. Akan
 tetapi, ketika dua orang anaknya berusia belasan tahun, ibunya, Puteri Syanti Dewi,
 meninggal dunia ka-rena sakit tua. Ayahnya, Wan Tek Hoat, seperti berubah ingatan ketika
 Puteri Syanti Dewi yang amat dicintanya itu meninggal dunia. Seperti orang gila Wan Tek
 Hoat tidak mau pulang dan tinggal dalam gubuk di dekat makam isterinya, seolah dia ingin
 menemani isterinya yang sudah berada di dalam kuburan. Akhirnya seorang pendeta tua yang
 bijaksana da-pat menyadarkan Wan Tek Hoat sehingga dia dapat menyadari kebodohannya,
 menggunduli kepala, mengenakan jubah pendeta dan mempelajari keagamaan, menjadi
 seorang hwesio (pendeta Buddhis berjuluk Tiong Khi Hwesio. Kemudian dia meninggalkan
 Bhutan karena setelah isterinya meninggal dunia dia merasa terasing di Bhutan. Puteri
 tunggalnya, Gangga Dewi, telah menikah dan hidup berbahagia dengan suaminya, seorang
 Bhutan aseli. Maka dia pun pergi ke timur, kembali ke Tiongkok dan akhirnya berkunjung ke
 Istana Gurun Pasir dan meninggal di sana bersama saudaranya se-ayah, berlainan ibu, yaitu
 nenek Wan Ceng dan suaminya, Naga Sakti Gurun Pasir Kao Kok Cu. Kisah itu dapat
 diba-ca dalam cerita SI BANGAU PUTIH.
 

Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sepeninggal ayahnya, Gangga Dewi masih hidup dalam keadaan bahagia dan tenteram.
 Bahkan dua orang anaknya, seorang laki-laki dan seorang lagi perem-puan, sudah pula
 menikah dan hidup pe-nuh kemuliaan sebagai keluarga keturun-an raja.
 Akan tetapi, kehidupan manusia tidak mungkin tanpa perubahan. Nasib manusia selalu
 berputar, ada kalanya terang ada kalanya gelap seperti keadaan cuaca. Li-ma tahun yang lalu,
 terjadi perang di perbatasan antara negara kecil Bhutan melawan tetangganya yaitu Kerajaan
 Ne-pal. Sebagai seorang panglima, suami Gangga Dewi memimpin pasukan Bhutan dan
 berperang melawan pasukan Nepal. Dalam pertempuran ini, suami Gangga Dewi tewas.
 Biarpun di waktu masih hidup, suami Gangga Dewi bukan merupa-kan seorang suami yang
 lembut, bahkan merupakan seorang militer yang kasar dan bahkan keras, seorang yang terlalu
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 55 jantan, namun ketika suaminya tewas, Gangga Dewi merasa kehilangan sekali dan ia merasa
 kehilangan sekali dan ia pun tenggelam dalam duka yang mendalam. Agaknya ia mewarisi
 watak ayahnya. Dahulu Wan Tek Hoat ketika kehilangan isterinya juga dilanda kedukaan
 yang hampir membuatnya gila. Kini Gangga Dewi demikian pula. Hidupnya seolah ko-song
 dan merana. Bahkan kehadiran cu-cu-cucunya dari dua orang anaknya tidak dapat menghibur
 hatinya. Setelah membiarkan dirinya merana sampai hampir lima tahun, akhirnya ia
 mengambil keputusan untuk pergi ke timur, mencari ayahnya yang sekian lamanya tiada
 kabar berita dan tidak pernah pulang pula.
 Biarpun perjalanan itu amat sukar, melalui pegunungan yang tinggi, daerah yang sunyi penuh
 dengan hutan, melalui pula padang tandus banyak pula ancaman datang dari binatang buas
 dan penjahat-penjahat yang suka merampok, namun Gangga Dewi selalu dapat
 menyelamat-kan dirinya. Kadang dia menggabungkan diri dengan khafilah yang melakukan
 per-jalanan jauh, kadang menyendiri. Namun, ia adalah seorang wanita yang tidak asing akan
 kehidupan yang keras. Ia me-miliki ilmu kepandaian tinggi, pernah di-gembleng oleh ayah
 kandungnya sendiri. Dan ia pernah menjadi isteri seorang panglima perang. Selain itu,
 sikapnya berwibawa, kecantikannya agung sehingga jarang ada orang berani iseng
 menggang-gunya. Padahal, biarpun usianya sudah mendekati lima puluh tahun, sebagai
 wanita ia masih memiliki daya tarik yang kuat sekali, baik dengan wajahnya yang masih
 cantik jelita maupun dengan tubuhnya yang ramping dan berisi.
 Demikianlah, pada malam hari itu, Gangga Dewi tiba di bukit itu dan meli-hat kuil tua, ia
 pun memasukinya, sama sekali tidak mengira akan melihat pe-mandangan yang membuat ia
 merasa rikuh dan tidak enak hati. Bukan karena melihat seorang wanita tidur berpelukan
 dengan seorang pria yang membuat ia merasa tidak enak namun melihat bahwa mereka
 melakukannya di dalam sebuah kuil, walaupun kuil kosong, membuat ia merasa penasaran.
 Bagaimanapun juga, manusia terikat oleh hukum adat, umum, sopan santun dan tata-susila,
 juga hukum agama. Hukum-hukum inilah yang mem-bedakan manusia dari mahluk lainnya.
 Seorang manusia yang sopan, yang tahu akan peradaban, mengenal tata-susila, sudah
 sepatutnya menghargai sebuah kuil atau sebuah tempat pemujaan, dari go-longan atau agama
 apa pun. Di negara-nya, Kerajaan Bhutan, agama amat dihor-mati, dan biarpun di sana
 terdapat -berbagai agama, di antaranya Agama Kristen, Islam, Buddhis dan lain-lainnya,
 namun diantara agama terdapat saling menghormati dan saling pengertian. Ke-rukunan agama
 mendatangkan kerukun-an dan ketenteraman kehidupan rakyat. Kalau pun ada pertentangan-
 pertentangan kecil, maka pemuka agama dapat menen-teramkannya kembali. Bagaimanapun
 juga inti pelajaran semua agama adalah hidup rukun di antara manusia, saling menga-sihi,
 saling menolong. Hidup saleh dengan cara tidak melakukan perbuatan jahat, memupuk
 perbuatan baik dan saling me-nolong. Hidup beribadat dengan cara memuja Yang Maha
 Kuasa. Maha Pencip-ta, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Kalau pun
 ada perten-tangan, maka yang bertentangan, maka yang bertentangan adalah manusianya dan
 pertentangan atau permusuhan itu meru-pakan pekerjaan nafsu.
 Pada keesokan harinya, pagi-pagi ke-tika sinar matahari telah membakar ufuk timur dan
 kepadatan malam gelap telah memudar dan cuaca menjadi remang-remang, ketika burung-
 burung ramai ber-kicau, sibuk mempersiapkan pekerjaan mereka yang berulang setiap hari,
 yaitu mencari makan. Ang I Moli terjaga dari tidurnya. Ia menggeliat seperti seekor kucing,
 akan tetapi segera ia teringat dan membuka matanya, lalu bangkit du-duk, memandang kepada
 Yo Han yang masih tidur nyenyak. ia tersenyum, lalu merangkul dan mencium pemuda
 remaja itu. Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 56 "Bangunlah, sayang. Bangunlah dan peluklah aku...."
 Yo Han membuka matanya. Seketika dia tersentak kaget ketika mendapatkan dirinya didekap
 wanita itu dan mukanya diciumi. Seperti orang dipagut ular, dia meronta dan bangkit berdiri,
 mukanya berubah merah sekali, matanya terbelalak dan cepat kedua tangannya sibuk
 mem-bereskan letak pakaiannya yang awut-awutan dan setengah telanjang.
 "Apa.... apa yang kaulakukan ini, Bibi?" bentaknya marah.
 Wanita itu memandang heran, hampir tidak percaya akan apa yang dilihat dan didengarnya.
 Menurut penglihatan dan pendengarannya, Yo Han sama sekali tidak berubah! Tidak hilang
 ingatannya, tidak terangsang sama sekali! Ini tidak mungkin! Biar seorang laki-laki dewasa
 yang kuat sekali pun, tentu akan terpe-ngaruh oleh pel-pel itu! Apalagi Yo Han yang masih
 remaja, masih boleh dibilang kanak-kanak.
 "Yo Han, kau.... kau.... ke sinilah, sa-yang." Ia mencoba untuk meraih. Akan tetapi Yo Han
 menghindarkan diri dengan langkah ke belakang.
 "Bibi, apakah engkau sudah menjadi gila?" Suara Yo Han lantang dan penuh teguran.
 "Ingatlah, perbuatanmu Ini amat kotor, hina dan jahat! Sadarlah, Bibi."
 "Yo Han, ke sinilah, sayang. Engkau sayang kepadaku, bukan" Mari kita me-nikmati hidup
 ini...." Kembali wanita itu meraih dan kini, biarpun Yo Han menge-lak, tetap saja pergelangan
 tangannya tertangkap oleh wanita itu.
 Yo Han meronta, namun apa artinya tenaganya dibandingkan wanita yang sak-ti itu"
 "Lepaskan aku! Engkau perempuan jahat, lepaskan aku! Aku tidak sudi me-nuruti
 kehendakmu yang keji dan hina!
 Biar kausiksa, kaubunuh sekali pun, aku tidak sudi! Lepaskan aku, perempuan tak tahu
 malu!" "Plakk!" Sebuah tamparan mengenai pipi Yo Han, membuat anak itu terpe-lanting dan di lain
 detik, dia telah ter-totok dan tidak mampu bergerak lagi.
 Ang I Moli menyeringai. Gairah bera-hinya menghilang, terganti kemarahan karena ia
 dimaki-maki tadi. "Anak tolol! Diberi kenikmatan tidak mau malah me-milih siksaan!
 Kaukira kalau engkau su-dah menolakku, engkau akan bebas dan aku takkan berhasil
 menghisap semua darah dan hawa murni dari tubuhmu" Hemmm, terpaksa aku akan
 menghisapmu sampai habis sehari ini juga. Darahmu akan kuminum sampai habis. Tulang-
 tulangmu akan kukeluarkan dan sumsum-nya kuhisap sampai kering. Dan engkau akan lebih
 dulu mampus kehabisan darah! Wanita itu tertawa-tawa seperti orang gila dan bagaimanapun
 juga Yo Han me-rasa ngeri. Bukan takut akan ancaman itu, melainkan ngeri melihat wajah
 wani-ta itu dan mendengar suaranya. Dia me-rasa seperti berhadapan dengan iblis, bukan
 manusia lagi. "Sratttt....!" Tangan wanita itu me-nyambar dan kuku jarinya yang tajam dan keras seperti
 pisau itu telah menya-yat leher dekat pundak. Kulit dan daging tersayat, dan darah mengucur.
 Wanita itu lalu menempelkan mulutnya pada luka itu dan menghisap darah yang keluar!
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 57 Pada saat yang amat gawat bagi Yo Han itu, yang hanya terbelalak ngeri na-mun tidak
 mampu bergerak, terdengar suara lembut namun mengandung getaran kuat.
 "Omitohud.... hentikan perbuatanmu yang amat keji dan jahat itu, perempuan sesat!" Ada
 hawa pukulan mendorong dari samping dan dengan kaget Ang I Moli meloncat berdiri dan
 membalikkan tubuh-nya. Bibirnya masih berlepotan darah sehingga nampak mengerikan
 sekali. Se-perti seekor binatang buas, lidahnya menjilati darah yang berada di bibir, dan
 -matanya liar memandang kepada wanita berkerudung yang berdiri di depannya dengan sikap
 anggun dan berwibawa.
 "Keparat! Siapa engkau berani men-campuri urusan pribadiku?" Ang I Moli membentak
 dengan marah sekali, mata-nya mencorong menatap wajah Gangga Dewi. Ia sama sekali tidak
 mengenal wa-nita yang berpakaian longgar serba ku-ning, dengan kepala berkerudung sutera
 kuning pula itu, namun dari logat bicara-nya, ia dapat menduga bahwa wanita ini datang dari
 barat dan bukan berbangsa Han.
 Gangga Dewi tidak menjawab. Sejak tadi ia memandang kepada anak laki-laki yang masih
 menggeletak di atas lantai. Tangan kirinya bergerak dan nampak sinar putih menyambar ke
 arah tubuh Yo Han. Kiranya itu adalah sehelai sabuk sutera putih yang meluncur seperti
 tom-bak dan begitu mengenai pundak dan pinggang Yo Han dua kali, anak itu da-pat
 menggerakkan kembali tubuhnya. Yo Han seorang anak yang cerdik. Begitu tubuhnya dapat
 bergerak, dia segera menggelindingkan tubuh, bergulingan ke arah wanita berkerudung itu.
 lalu melompat bangun dan berdiri di belakangnya berlindung di belakang Gangga Dewi.
 "Terima kasih, Locianpwe (Orang Tua Sakti)," katanya.
 Gangga Dewi melihat betapa darah masih mengucur dari luka di leher, anak ltu, luka yang
 tadi sempat dihisap oleh wanita berpakaian merah. Ia mengeluar-kan sebuah bungkusan kertas
 dan mem-berikannya kepada Yo Han.
 "Kau obati luka di lehermu dengan bubuk dalam bungkusan ini agar darahnya berhenti
 mengucur."
 "Heiii, keparat busuk! Siapakah eng-kau" Katakan namamu sebelum aku men-cabut
 nyawamu!" Biarpun sikapnya masih lembut, na-mun pandang mata Gangga Dewi kini be-rubah keras.
 Dengan perlahan, kepalanya tegak ke belakang, dadanya membusung dan ia nampak lebih
 tinggi dari biasanya, anggun dan angkuh, juga mengandung kegagahan yang tersembunyi di
 balik kelembutannya.
 "Perempuan sesat, tidak ada hubungan apa pun antara kita dan aku pun tidak ingin
 berkenalan denganmu. Akan tetapi, kekejaman dan kejahatan yang kaulaku-kan terhadap anak
 ini tidak mungkin kudiamkan saja. Masih baik bahwa aku belum terlambat dan anak ini masih
 hi-dup. Maka, pergilah dan bertaubatlah. Masih belum terlambat bagimu untuk menebus
 dosamu dengan perbuatan baik dan bertaubat!"
 "Keparat sombong! Tidak tahukah engkau dengan siapa engkau berhadapan" Aku adalah
 Ang I Moli dan tidak ada orang dapat hidup terus kalau dia berani menentangku. Kembalikan
 anak itu ke-padaku dan buntungi lengan kirimu, baru aku akan mengampunimu!"
 Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 58 Tiba-tiba Yo Han meloncat ke depan Gangga Dewi menghadapi Ang I Moli dan dia marah
 sekali. Telunjuk kanannya me-nuding ke arah wanita berpakaian merah itu dan suaranya
 lantang penuh teguran. "Ang I Moli! Tidak boleh kaulakukan ini! Bibi ini tidak berdosa,
 kenapa engkau begitu kejam menyuruh ia membuntungi lengan sendiri" Engkau boleh
 menyiksaku, membunuhku, akan tetapi tidak boleh mencelakai orang lain hanya karena
 diriku." Dia menoleh kepada Gangga Dewi dan berkata, "Locianpwe, harap cepat pergi dan
 jangan mengorbankan diri ha-nya karena aku!"
 Gangga Dewi terbelalak kagum me-mandang kepada Yo Han. Bukan main anak ini, pikirnya.
 Ingin sekali ia menge-nal Yo Han lebih dekat dan mengetahui mengapa anak ini sampai
 terjatuh ke tangan wanita jahat itu.
 "Anak baik, ke sinilah engkau!" Ta-ngannya bergerak ke depan dan Yo Han merasa dirinya
 tertarik kembali ke bela-kang wanita berkerudung itu. Gangga Dewi kini memandang kepada
 Ang I Moli lalu mengangguk-angguk.. "Kini aku tidak merasa heran. Kiranya engkau bukan
 manusia melainkan iblis betina (Moli). Pantas engkau melakukan, kekejaman seperti itu. Ang
 I Moli, engkau sepatut-nya berguru kepada anak ini dan belajar tentang kebajikan dari dia."
 "Engkau memang sudah bosan hidup!" Ang I Moli membentak dan tiba-tiba saja bagaikan
 seekor harimau yang marah, ia sudah menerjang dengan tubrukan ke arah Gangga Dewi. Dari
 mulutnya terde-ngar suara melengking nyaring, tubuhnya seperti terbang meluncur dan kedua
 le-ngannya dikembangkan, kedua tangan terbuka membentuk cakar hendak men-cengkeram
 ke arah leher Gangga Dewi. Wanita Bhutan ini mengenal gerakan dahsyat dari serangan yang
 berbahaya itu, maka ia pun menggeser kaki ke kiri sambil tangannya menyambar lengan
 ta-ngan kiri Yo Han yang berdiri di bela-kangnya dan tubuh anak itu terlempar sampai lima
 meter ke arah kiri. Yo Han terkejut dan dia pun terbanting jatuh, akan tetapi kini berada di
 tempat aman, di bawah pohon di luar kuil karena lem-paran tadi membuat tubuhnya melayang
 keluar dari jendela ruangan belakang kuil itu. Gangga Dewi sendiri setelah menge-lak, lalu
 meloncat keluar dari ruangan. Ia merasa tidak leluasa untuk mengha-dapi iblis betina yang
 ganas itu di dalam ruangan.
 "Jangan lari kau, keparat!" Ang I Moli marah sekali ketika terjangannya me-ngenai tempat
 kosong. Ia meraih ke arah pakaian luarnya yang ditinggalkannya semalam, mengambil
 kantung jarum, juga menyambar pedangnya, mencabut senjata itu dan melemparkan sarung
 pedangnya, kemudian ia melompat keluar melakukan pengejaran.
 Akan tetapi orang yang dikejarnya itu sama sekali tidak lari, melainkan menanti diluar,
 ditempat terbuka. Ma-tahari pagi mulai menerangi dunia sebe-lah sini, sinarnya kemerahan
 membakar dan menghalau sisa kegelapan malam. Yo Han berdiri di belakang sebatang pohon
 sambil menonton, dengan penuh perhatian. Tadi, setelah dia bergulingan akibat ditampar oleh
 Gangga Dewi, dia bangkit berdiri. Dia melihat bayangan kuning berkelebat dan wanita
 berambut kelabu itu sudah berada di dekatnya.
 "Anak baik, engkau berlindunglah di balik pohon itu. Iblis betina itu berbaha-ya. sekali."
 Yo Han hanya mengangguk dan dia lalu berlindung di belakang pohon untuk melihat apa
 yang akan terjadi. Kini dia tidak mengkhawatirkan sekali, maklum bahwa wanita berkerudung
 itu bukan orang sembarangan dan berkepandaian tinggi. Betapapun juga, dia masih merasa
 tegang, tidak rela kalau sampai ada orang menderita celaka apalagi sampai tewas karena
 membela dia. Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 59 "Bersiaplah untuk mampus engkau pe-rempuan asing yang lancang!" Ang I Moli membentak
 lagi dan kini ia menyerang dengan pedangnya, menusuk dengan ge-rakan kilat. Pedang di
 tangannya melun-cur dengan sinar menyilaukan mata kare-na tertimpa cahaya matahari pagi.
 Na-mun, ternyata lawannya juga memiliki gerakan yang amat ringan dan tangkas. Tidak
 begitu sukar Gangga Dewi meng-hindarkan diri dari tusukan pedang itu dengan
 menggerakkan kaki kirinya, me-langkah ke samping dan miringkan tubuh-nya. Dari bawah
 samping, tangannya diputar untuk menotok ke arah perge-langan tangan yang memegang
 pedang. "Syuuuttt....!"
 Ang I Moli terkejut bukan main dan cepat-cepat ia menarik kembali pedang-nya dan
 melompat ke belakang. Ia tadi melihat lawannya menggunakan jari te-lunjuk menotok ke arah
 pergelangan ta-ngannya, gerakannya aneh, cepat dan dari jari telunjuk itu datang angin yang
 amat dingin. Tahulah ia bahwa lawannya ini ternyata memiliki ilmu kepandaian yang tinggi,
 maka ia lalu memutar pedangnya dan menyerang lebih ganas lagi. Pedang diputar sedemikian
 cepatnya se-hingga lenyap bentuk pedang berubah menjadi gulungan sinar yang
 mendesing-desing dan dari gulungan sinar itu kadang mencuat sinar yang menyambar ke arah
 Gangga Dewi, merupakan serangan ba-cokan atau tusukan.
 Gangga Dewi terpaksa mengerahkan gin-kang (ilmu meringankan tubuh) dan berloncatan ke
 sana-sini untuk menghin-darkan diri dari sambaran pedang. Senja-ta lawan itu demikian cepat
 gerakannya ia sama sekali tidak mendapat-kan kesempatan untuk balas menyerang. Dan Ang
 I Moli yang merasa penasaran itu terus mendesak dan mempercepat gerakannya. Ia tahu
 bahwa sebelum ia merobohkan dan membunuh wanita ber-kerudung ini, tak mungkin ia bisa
 me-nguasai Yo Han. Padahal, tadi ia sudah mencicipi darah pemuda itu. Segar dan manis
 menyegarkan dan menguatkan ba-dan rasanya!
 Gangga Dewi terus mengelak dengan mengandalkan keringanan tubuhnya. Ge-rakannya
 demikian lincah dan indah se-perti menari-nari saja sehingga Yo Han merasa kagum. Dia
 teringat kepada su-bonya, Kao Hong Li, yang kalau sedang bersilat juga nampak memiliki
 gerakan yang indah, seperti menari saja! Dia menemukan tiga daya guna dalam ilmu silat.
 Pertama seni tari yang disukainya, ke dua seni olah raga juga disetujuinya, dan ke tiga seni
 bela diri dan inilah yang membuat dia tidak suka belajar si-lat. Bela diri ini mengandung
 kekerasan sehingga akibatnya bukan sekedar menyelamatkan diri semata, melainkan balas
 menyerang dan merobohkan lawan. Me-mukul roboh lawan, bahkan kalau salah tangan dapat
 membunuh lawan! Kini, dia melihat betapa segi seni-tari menonjol sekali dalam gerakan
 wanita berkerudung yang menolongnya, dan dia pun kagum.
 Akan tetapi, setelah lewat belasan jurus, maklumlah Gangga Dewi bahwa tidak mungkin
 baginya untuk hanya terus menerus mengelak saja. Kalau dilanjutkan hal itu akan
 membahayakan keselamatan dirinya. Ia tahu bahwa lawannya lihai. Selisih tingkat
 kepandaian antara mereka tidak banyak. Ketika kembali pedang la-wan mendesaknya
 sehingga ia harus ber-loncatan ke belakang, tiba-tiba ia mem-buat lompatan agak jauh ke
 belakang dan dalam loncatan ke belakang itu ia ber-salto sampai lima kali dan ketika
 tubuh-nya turun ke atas tanah, tangannya telah memegang segulung sabuk sutera putih yang
 tadi ia lolos dari pinggang ketika ia berjungkir balik di udara. Hampir saja Yo Han bertepuk
 tangan memuji, bukan memuji kehebatan gin-kang itu, melain-kan memuji keindahan gerakan
 tadi. Kisah si bangau Merah > karya Kho Ping Hoo > file google dokumen ini koleksi dari Saiful Bahri ....situbondo seletreng
 60 "Engkau iblis betina yang haus darah. Sudah sepatutnya kalau engkau dihajar!" kata Gangga
 Dewi dan sekali tangan kanannya bergerak, gulungan sinar putih itu meluncur ke depan dan
 menegang, menjadi seperti batang tombak yang kaku. Pada saat itu, Ang I Moli sudah
 menye-rang lagi dengan bacokan pedangnya. Gangga Dewi menggerakkan sabuk sutera putih
 itu menangkis. "Takkk!" Dan pedang itu terpental, seolah bertemu dengan sebatang tombak besi atau kayu
 yang kaku dan kuat! Akan tetapi melihat ini, tentu saja Yo Han tidak merasa kaget atau heran.
 Bagaima-napun juga, dia pernah tinggal bersama sepasang suami isteri yang memiliki
 kepandaian silat tinggi dan dia pun sudah banyak mempelajari ilmu silat walaupun hanya
 mengerti dan dihafalkannya saja. Dia tahu bahwa sabuk sutera di tangan wanita berkerudung
 itu menjadi kaku karena pemegangnya mempergunakan tenaga sin-kang yang tersalur lewat
 te-lapak tangan ke sabuk itu. Dia hanya kagum karena gerakan silat wanita itu selain aneh,
 juga amat indahnya.
 Kini terjadilah pertandingan yang amat seru, tidak berat sebelah seperti tadi ketika Gangga
 Dewi hanya terus-terusan mengelak. Kini kedua orang wa-nita yang lihai itu saling serang dan
 diam-diam Ang I Moli mengeluh. Sabuk sutera putih itu memang hebat. Pedang-nya sudah
 digerakkan sekuatnya untuk dapat membabat putus sabuk sutera itu, namun semua usahanya
 

Kisah Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sia-sia belaka. Setiap kali terbacok, tiba-tiba sabuk itu menjadi lemas dan tentu saja tidak
 da-pat dibacok putus, bahkan ujung sabuk itu beberapa kali sempat menggetarkan tubuhnya
 karena totokan yang hampir saja mengenai jalan darah dan membuat ia roboh.
 "Haiiittt....!" Tiba-tiba Ang I Moli mengeluarkan suara melengking, mengi-kuti gerakan
 pedangnya yang membabat ke arah leher lawan. Gangga Dewi me-rendahkan tubuhnya,
 membiarkan pedang itu lewat di atas kepalanya dan dari bawah ia hendak menotok dengan
 sabuk sutera yang sudah menegang. Akan teta-pi tiba-tiba tangan kiri A
 
^