Seruling Samber Nyawa 17

Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Bagian 17


terkuras habis takkan kuat lagi menahan serangan dari luar, terutama
gembong-gembong silat lihay seperti Ci-hu sin kun dan lainTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/ lain, paling tidak satu diantara saudaranya itu harus
melindungi dirinya. Paling banyak dua diantara Pak hay-su-lo mereka yang
dapat berkelahi menandingi kerubutan sekian banyak musuh,
dengan sendiri kekuatan mereka menjadi jauh lebih lemah,
menang atau kalah menjadi sukar diramaikan.
Kalau sekarang mereka merintangi siapa saja yaag hendak
terjun ke air, dengan gabungan kekuatan mereka berempat
terang kemenangan bakal dipihak mereka.
Berpikir sampai disini, melihat situasi yang semakin gawat
ini, hati Ci-hu sin- kun menjadi semakin gelisah.
Kebetulan saat itu Ham-kang-it-ho Pek Su-in sudah
melompat bangun dari duduk semadinya, matanya tajam
mengawasi Ci-hu sin-kun tanpa berkata-kata, naga-naganya ia
gentar menghadapi ancaman Pak-hay-su lo yang serius tadi.
ci-hu sin kun menjadi nekad, katanya sembari menepuk
pundak Ham-kang-it-ho Pek su in : "Pet-tocu silakan terjun "
"Coba siapa yang berani " gerung King-thian sin Lu say
sembari mendelik, Ham kang- it-ho Pek su in maju mundur tak
berani segera ambil keputusan. Ci hu-sin- kun murka, bentaknya: "segala biar Lohu yang tanggung jawab,"
tiba-tiba sekuatnya ia dorong tubuh Ham-kang-it-ho Pek su
in dari belakang. Tanpa kuasa tubuh Ham-kang it-ho Pek su ii
lantas mencelat tinggi terus meluncur ketengah rawa. Kalau
dikata lambat kenyataan adalah sangat cepat, berbareng
dengan mencelatnya tubuh Pek Su in serentak meluncurlah
empat gelombang angincukulan yang miris sehingga hawa
sekeliling terasa bergolak mem-buntak menggeledek.
Terdengar Pakhaysulo memaki bersama sembari
melangkah setindak- "Berani mati" " gempur" "Blang" "Pyaar" suara serangan mendebarkan hati, air muncrat
kemana-mana, disusul bayangan orang bergerak-gerak.
"Aduh" teriakan panjang tersendat ditengah udara, sosok
bayangan yang mencelat ketengah udara itu terpental tinggi
disongsong empat jalur pukulan angin dahsyat itu.
Percikan darah muncrat keempat penjuru seperti hujan
darah menyapu keseluruh gelanggang seketika hidung semua
orang terangsang bau amis memuakkan.
Nyata tubuh Ham kang itho Pek Su in sudah tergetar
hancur lebur dan menjadi ber-gedel terpukul oleh pukulan
gabungan Pak-hay-su-lo yang hebat itu, kaki tangan dan
tubuh serta kepalanya terbelah dan semua jatuh ke dalam air
dan sebentar saja lenyap tak berbekas tertelan pusaran air
yang deras itu. Dalam pada itu, dengan menggertak gigi Cihu sin kun
lancarkan sebuah hantaman memukul mundur King thian sin
Lu Say. Tanpa ketinggalan secara diam-diam Hiat hong pangcu
juga mendorong kedua telapak tangannya dari belakang
menggabiok punggung Ka liong Gi Hong.
Mimpijuga Ka liong Gi Hong tidak menduga apalagi kedua
tangan tengah memukul kedepan, merintangi Kiam kang it-ho,
seketika badannya terhuyung kedepan hampir terjerembab,
tanpa ampun darah segar menyembur deras dari mulutnya
terus menyemprot kedalam rawa, sungguh luka dalamnya
bukan olah-olah beratnya. Tepat pada saat itulah, bayangan hitam dalam selokan
gelap dipinggir rawa seberang sana mulai bergerak semakin
cepat. "Plung." suara percikan air yang hampir tak terdengar,
tahu-tahu seorang lak-laki pertengahan umur yang telanjang
bagian atas tubuhnya sudah meluncur terjun kedalam pusaran
air yang keras itu sedikitpun tidak memercikkan air atau
mengeluarkan suara, laksana seekor ikan besar yang
menggelengkan kepala mengalutkan ekor langsung selulup
tenggelam dan dilain kejap telah menghilang di dasar air.
situasi di daratan sedang geger dan bertempur kacau
balau, perhatian seluruh hadirin tertuju pada pertempuran
kalut ini sehingga tiada satu orangpun yang melihat kejadian
ini. Adalah Giok-liong yang mengumpet di- rimbun dedaunan
diatas pohon diam-diam tertawa tawar, bathinnya. Kepandaian
Te ou-sin-kun Ang TO bok biasa saja, namun otaknya cerdik
dan banyak muslihatnya, dia ingin mengail ikan di air keruh
pada saat yang genting dan kacau ini, dengan menuntun Ahliong-
ong menyuruhnya terjun kedalam rawa, perhitungan
waktu yang digunakan sungguh sangat tepat sekali.
Tepat pada dugaan Giok liong, tak jauh dimana tempat Ah
liong ong meluncurkan tubuhnya terjun dalam air, di tempat
yang gelap dan terlindung itu terlihat sepasang mata berkilat
kebiru-biruan tengah berputar mengawasi permukaan air yang
bergolak itu. Hakikatnya dia mana tahu, seperti apa yang dikatakan
"ceng coreng hendak menerkam tonggeret tak tahunya
burung gereja sudah mengintip di belakangnya"
Tanpa pedulikan apapun juga secara diam-diam Giok liong
gunakan kesempatan yang baik ini meluncur turun kearah
tempat sembunyinya Ang TO bok, lalu pelan-pelan selangkah
demi selangkah menghampirinya. ilmu Ginkangnya sudah
mencapai puncak tertinggi jauh melebihi kemampuan Ang Tobok
sendiri seumpama malaikat dewata saja tahu-tahu ia
sudah berada di belakang orang. Apalagi situasi yang kacau balau diseberang sebelah sana
karena pertempuran yang seru dan gemuruh itu Tampak Pakhay-
su lo terkecung ditengah gelanggang. sementara Ci hu sin
kun bersama Ci hu ji lo bergabung dengan ratusan anak buah
Hiat hong pang dengan sengit tengah melancarkan serangan
yang serabutan, diantara mereka banyak yang bersenjata
golok dan tombak serta senjata tajam lainnya, begitu gencar
serangan mereka sehingga untuk waktu dekat Pak hay su-lo
kena terdesak dibawah angin. untung pihak istana beracun dan Gu-bing yang berkeliling
dilapisan paling luar selalu membokong dan menyerang begitu
ada kesempatan. Mau tak mau pihak Hiat- hong-pa ng dan cihu-
bun menjadi was-was karena harus berjaga dan
menghadapi musuh dari dua jurusan. Kalau tidak satu diantara Pak-hay su-lo sudah terluka
parah, pastilah mereka bakal konyol dan hancur karena
dikeroyok begitu banyak musuh. Masih banyak lagi gembong-gembong iblis dari berbagai
aliran lain yang-mandah menonton dan berpeluk tangan saja
tanpa mau campur, seumpama menonton pertarungan dua
harimau yang sama kuat. Tapi ada juga yang sebelum ini sudah ada rasa dendam
permusuhan lantas ikut menerjunkan diri ke pihak Hiat-hong
pang atau Ci-hu bun, ada pula yang membantu pihak istana
beracun dan sarang Hantu. Yang sama dalam pertempuran kacau balau ini yaitu bahwa
kedua belah pihak sama tidak Pertempuran sepenuh hati dan
sepenuh tenaga. sebab semua orang insyaf bahwa
pertempuran ini melulu hanyalah sponsor pembunuhan besarbesaran
yang bakal terjadi mendatang ini pertempuran adu
jiwa yang benar- benar adalah saat perebutan buku catatan
rahasia yang terpendam di dasar rawa itu nanti.
Maka pihak istana beracun tidak mau lancarkan ilmu Lan cu
tok-yam yang ganas itu. demikin juga pihak Ci-hu-bun tidak
melancarkan Ci-hu-cin-kangnya. Namun demikian pertempuran kalut ini sudah cukup
menggemparkan, inilah merupakan pertempuran besarbesaran
antara gembong-gembong iblis sendiri, pertempuran
berdarah yang belum pernah terjadi selama ini.
Darah tergenang, bau amis merangsang hidung di sana sini
terdengar dengan umpat caci dan bentakan saling susul
diiringi jeritan yang menyayatkan hati sebelum ajal.
Dalam pada itu Giok- liong sudah menggeremet tiba di
belakang Te-ou sin kun Ang To bok tidak lebih hanya tiga kaki
saja jauh-nya, sekali ulur tangan saja cukup meranggehnya,
namun sedikitpun Te ou-sin kun Ang To bok tidak insyaf atas
ancaman elmaut ini, sepasang matanya berkilat mendelong
mengawasi rawa tanpa berkedip. seluruh perhatiannya
dipusatkan kepermukaan air, tangannya memeluk segulung
benang panjang yang terbuat dari urat kerbau, ujung benang
yang dipeluknya itu terjulur masuk kedalam rawa.
Diam-diam Giok- liong merasa gemes dan geli pula, tahu
dia atau muslihat Te-ou sin kun Ang To-bok ini. Pasti dengan
mulutnya yang manis ia menipu Ah-liong-ong yang tumpul
otak dan tidak tahu seluk beluk hidup manusia di dunia ramai
yang serba licik dan jahat dengan ujung benang halus dari
urat kerbau itu ia mengikat tubuh Ah-liong-ong, sedang ujung
yang lain dipegang ditangannya, dengan cara ini ia tidak usah
kwatir Ah-liong-ong bakal terbang ke atas langit, Memang
tipunya ini tepat sekali untuk menjaga supaya Ah- liong ong
tidak melarikan diri setelah berhasil mengambil pusaka didasar
rawa itu. Terpikir sampai disini muak dan benci sekali perasaan
,Giok- liong terhadap pribadi Ang Tok-bok yang licik ini, timbul
nafsu membunuh dalam kaIbunya, pelan-pelan ia tepuk
pundak orang serta panggilnya perlahan dan tertekan :
"Ang To bok " "ou " Te-ou-sin kun Ang To-bok berangkat kaget, namun
suaranya sirap seketika sebelum terlontar keluar dari
mulutnya, karena dua jari tangan ,Giok- liong sudah menutuk
tiba sembari menutuk : "Kau sendiri yang cari mampus "
sungguh kasihan Te ou-sin-kun Ang To-bok yang bersusah
payah mengatur tipu muslihat mempermainkan Ah-liong-ong,
sebelum ajal suaranyapun tak terdengar sama sekali, kedua
tangannya masih erat-erat memeluk gulungan benang halus
itu. sekali tutuk Giok liong menutukjalan darah mematikan
dipunggung Te ou-sin kun Ang Tok bok, lalu menyingkirkan
jenazah-nya kesamping lalu ia sendiri menggeremet lebih
maju sembunyi ditempat gelap. dimana ia lebih terang
memandang kearah rawa, benang gulungan itu kini berada di
tempatnya. Kini ganti Giok- liong sendiri yang mencurahkan
perhatiannya kearah permukaan air, dasar kepandaiannya
tinggi, betapapun bisa diketahuinya bahwa di belakangnya
lapat-lapat terdengar suara desiran halus, nyata itulah
seseorang tengah merangkak dan menggapai-gapai maju
kearah dirinya. Pendengaran kuping Giok liong sangat tajam, boleh dikata
sudah mencapai kesempurnaan sesuai dengan bekal ilmu
silatnya. (Bersambung keJilid 30) Jilid 30 Begitu mendengar desiran halus itu, siang-siang ia sudah
waspada, diam-diam hawa Ji lo sudah terkerahkan untuk
melindungi badannya, sebelah tangan menggenggam
gulungan benang sedang tangan kanan yang lain sudah
bersiap-siaga untuk bertindak "Traki cres " itulah suara ketipan
jari-jari tangan, suatu tanda atau isyarat umum bagi kawanan
kaum persilatan saling memberi tanda dan berhubungan,
nyata orang ini adalah kawan bukan lawan.
Timbul rasa curiga dalam benak Glok-liong. Terdengar
seseorang berkata: "Siao-hiap Lo siu Le Siang-san, mari aku tuntun kau keluar
dari gunung berbahaya ini." "Apa menuntun aku keluar gunung?" tanya Giok Liong
curiga. Lan ing-mo-ko Le siang-san berbisik pelan
"Timbul niat jahat dari Ciang- bun-jin Bu-ih-pay Im-yangkiam
Go Beng-hui, ditempat-tempat penting jalan keluar dari
seluruh pegunungan Bu-ih-san ini sudah dipendam banyak
sekali dinamit dan bahan peledak lainnya. tujuannya untuk
membumi hanguskan seluruh gembong-gembong iblis yang
mengobrak abrik sarangnya demi menuntut balas dendam.
Maka perlu kau ikut aku mencari jalan keluar yang selamat."
"Betul ada kejadian begitu ?" Giok Liong menegas.
"Buat apa LOsiu membual kepadamu, ketahuilah telah
dapat kutemukan sebuah jalan rahasia, tanggung kita bakal
selamat ke luar dari sini " Pada saat itulah sekonyong-konyong benang halus yang
terpegang ditangan Giok- liong itu bergerak-gerak tertarik
kedalam air, terang Ah- liong ong telah memberi syarat
kepada dirinya, begitu bergerak benang halus itu terus tertarik
semakin keras kedalam air keruan kejut Giok Liong bukan
main, pikirnya mungkinkah Ah-liong-ong sudah berhasil....
cepat-cepat kedua tangannya bergantian meraih dan menarik
semakin cepat. Dibela kang sana Lan ing-mo-ko Le siang-san sudah
mendesak lagi: "Siau-hiap. lekas-lekas, begitu terang tanah mungkin kita
sudah terlambat." Giok Liong sendiri tengah gundah dan mengkhawatirkan
keselamatan Ah- liong ong yang berada di dalam air, sembari
bekerja menarik sekuat tenaga, mulutnya menyahut:
"Terima kasih akan kebaikan Cian-pwe, tapi... ai "
Dari permukaan air muncul sebuah paha besar yang
telanjang, terang itulah salah sebuah kaki Ah- liong ong,
kiranya ujung benang yang lain itu terikat dipergelangan kaki
Ah- liong ong, kini yang tertarik dulu justru kakinya itu yang
muncul kepermukaan air, terang jiwanya mungkin susah
diselamatkan lagi. Teriakan kejut Giok- liong disusul mencuatnya suara air
seketika mengalihkan perhatian seluruh gembong iblis yang
tengah bertempur kacau balau itu, serempak sinar pandangan
mereka beralih kepermukaan air. Malah ada yang terus berteriak : "Celaka, ada orang terjun ke air mengambil pusaka itu"
Giok Liong tak berani berayal lagi, sekali sendai langsung ia


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tarik tali ditahannya itu kuat-kuat, kontan seluruh jubah dan
pakaiannya basah kuyup kecipratan air dingin.
Nyata tubuh Ah-liong-ong sudah kaku jiwanya sudah
melayang sejak tadi, seluruh tubuhnya berubah hitam kebirubiruan,
tujuh lobang panca inderanya mengalirkan darah,
dipelukan kedua tangannya erat erat menyikap sebuah kotak
kuning mas yang berkilauan sesuai seperti apa yang
diceritakan oleh Ham-kang-it-ho tadi, yaitu kotak mas
sepanjang satu kaki itulah. Pertempuran kacau balau itu seketika berhenti sendiri,
semua tersipu-sipu lari memburu ke arah tempat sembunyi
Giok- liong. Tapi jarak mereka meskipun tidak jauh tapi antara
mereka terpaut oleh rawa air yang berpusar sangat deras itu.
Apalagi tempat kedudukan Giok-liong sekarang berada
dihimpitan sebuah celahan gunung yang meneliti tinggi
keatas, untuk mencapai kelana harus berputar dulu dari
pinggiran dan mesti memanjat tebing dan meloncati selokan
baru bisa sampai disana, kecuali untuk cepatnya mereka harus
melompati permukaan air rawa yang berbahaya itu.
Memang para gembong-gembong iblis yang hadir pada
saat itu tak sedikit yang mampu melompati permukaan rawa
ini, tapi siapa yang berani menempuh bahaya ini, salah-salah
jiwa sendiri bakal menjadi korban secara konyol.
Bukan takut karena jahatnya pusaran air yang
menenggelamkan sesuatu yang terendam. Adalah takut kalau
di saat mereka terbang melintas lantas dibokong dengan
pukulan maut yang mematikan, apalagi kalau meluncur jatuh
tiada satu tempat yang bisa untuk berpijak, terang kalau batal
amblas tenggelam kedasar rawa, masakah bisa tetap hidup"
Justru karena sedikit keraguan inilah telah banyak memberi
kesempatan bagi Giok-liong untuk menjemput kotak mas terus
di-kempit diketiaknya katanya kepada Lan-ing-mo-ko Le
Siang-san yang masih mendekam di tanah :
"Le-cianpwe Mari kita cepat pergi."
Lekas Le Siang-sanjuga mengiakan, Seiring dengan
suaranya ini badannya lantas melenting tinggi terus beriari
cepat kearah timur laksana segulung asap biru yang
mengendarai angin mengejar kilat. Nyata bahwa ia sudah
kerahkan seluruh tenaganya untuk lari secepat meteor jatuh.
Ginkang Giok- liong sudah sempurna sudah tentu larinya
tidak kalah cepat, Dua gulung asap memutih biru dan putih
kejar mengejar berlari pesat laksana dua jalur kilat.
Sebentar saja bayangan mereka sudah selulup timbul
diantara semak belukar dan terus menerobos kecelah gunung
melompati jurang jauh di belakang mereka, tampak bayangan
orang banyak tengah mengejar kencang mendatangi seperti
kunang-kunang yang mengejar sinar lentera terdengar pula
umpat caci mereka yang kotor dan ribut.
"Bocah keparat, berani mati kau."
"letakkan kotak mas itu nanti kuampuni jiwamu "
"Kurcaci banyak akal muslihatnya " demikianlah berbagai
makian saling beriomba dilontarkan suara bentakan membuat
pegunungan yang sepi sunyi ini menjadi ramai dan bergema
sekian lama. Mendadak seseorang berteriak keras dengan ancamannya,
"Kalau tidak mau berhenti awas kita serang dengan senjata
rahasia " Mendengar ancaman serius ini Lan ing mo-ko Le Siang-san
berkata ditengah luncuran udara: "Siauhiap Hati-hatilah mereka akan menyerang dengan
senjata rahasia" "Tak perlu khawatir." sahut Giok- liong.
"Lekas," sembari berkata ia empos semangatnya terus
mengerahkan tenaga dari pusarnya dimana Ji-lo sudah
menyelubung seluruh badannya kakijuga melangkah semakin
kencang. Harus diketahui bahwasanya Giok- liong bukan gentar atau
takut menghadapi kejaran para gembong-gembong iblis itu,
yang di kukhawatirkan justeru adalah seperti apa yang
dikatakan Lan-in-mo-ko Le Siang-san tadi bahwa pihak Bu ih
pay sudah menanam bahan peledak di seluruh pelosok
pegunungan ini untuk menumpas mereka seluruhnya.
Menurut perhitungannya setelah lolos dari lingkungan
pegunungan yang penuh mara bahaya ini baru ia akan
menghadapi gembong-gembong iblis ini, masa mengandal
bekal kepandaian sendiri harus gentar menghadapi musuhmusuh
jahat ini. Bagaimana juga dirinya tak perlu khawatir
kena rugi. "seeeeerrrrrr, ","suiiiiiittttt," Desiran senjata- rahasia yang
memecah udara melesat lewat dipinggir kuping, suaranya
keras membising-kan, sungguh mengejutkan perbawa
berbagai senjata rahasia yang meluruk sekaligus sebanyak itu.
Berubah air muka Le Siang-san, teriaknya kejut:
"Celaka Mereka benar-benar menyerang deagan senjata
rahasia" "Cian-pwe." sahut Goki liong,
"cepat, jangan hiraukan mereka biar aku menjaga
dibelakang." Lan ing mo ko Le Siang-san sudah kerahkan seluruh
Lwekangnya, terus berlari kencang seperti dikejar setan,
mulutnya berkata: "Siau hiap. mereka rata-rata adalah gembong-gembong
iblis yang kejam dan telengas, tidak sedikit yang membekal
senjata rahasia beracun jahat kau harus hati-hati"
Cepat Giok Liong menyahut : "jangan hiraukan mereka
setelah lolos dari mata bahaya nanti kira bicara lagi."
Akan tetapi serangan berbagai senjata rahasia yang
memberondong datang laksana hujan deras, rata-rata
menggunakan senjata berat dan bisa dilancarkan dari jarak
jauh lagi, suaranya semakin membisingkan dan serabutan,
bukan sedikit malah semakin banyak suara bentakan dan
makian mereka yang mengejar juga semakin dekat jaraknya,
terang bahwa para pengejar itu juga telah mengerahkan
seluruh tenaganya mengejar mati matian.
Entah berapa jauh kejar mengejar ini sudah berlangsung, di
ufuk timur sana tampak sinar pancaran terang sang surya
sudah mulai menongol keluar, cuaca mulai terang benderang,
Tak berapa lama lagi seluruh jagat itu suda bakal menjadi
pagi. Lan ing mo ko Le siang-san mencari jalan yang menuju ke
tempat arah timur terus lari sipat kuping, sambil menuding
sebuah gugusan gunung di depan sebelah utara ia berkata:
"Lembah gunung sebelah utara itulah terdapat sebuah jalan
keluar yang paling umum dilewati, tapi disitu telah terpendam
tidak kurang lima ratus kati bahan peledaki kalau seberang
lewat disana, tanggung badannya bakal hancur lebur tanpa
bekas lagi." sungguh haru dan terima kasih sekali Giok- liong, katanya:
"Kalau tiada petunjuk Cianpwe ini, sungguh tak dapat
kubayangkan bagaimana akibatnya nanti."
Dari belakang sana tiba-tiba terdengar gerungan gusar
yang keras sekali: "Le siang san, keparat tua bangka yang tidak tahu
dimampus, apa kau sudah bosan hidup ya?"
Terdengar pula seorang lain berteriak: "Tuan Le, lekas
rintangi bocah keparat itu, sekaligus kau akan menjunjung
nama dan tenar diseluruh jagat, kalau tidak jangan harap
untuk hari hari selanjutnya kau bisa bercokol di dunia
persilatan." Lan ing mo ko Le siang san tetap berlari sekencang angin,
mulutnya juga berteriak. "Omong kosong belaka. sudah setengah abad ini aku orang
she Le berkecimpung dalam penghidupan Kangouw, selama ini
belum pernah aku kena gertak sambel macam kentut
busukmu ini." habis berkata mulutnya lantas bersuit melengking tinggi
dan keras menusuk telinga, kakinya terus berlari secepat
terbang. Diam-diam Giok Liong menjadi kagum dan memuji akan
watak Le siang san yang gagah perwira dan setia kawan ini,
maka iapun tak mau kalah cepat berlari dengan pesat Kalau
mau dengan kemampuan Giok Liong sendiri apalagi
mengembangkan Leng hun-toh mungkin sejak tadi ia sudah
tinggalkan para gembong gembong iblis itu jauh
dibelakangnya dan mungkin tak kelihatan lagi,.
Akan tetapi dalam keadaan yang demikian ini betapapun
juga ia tidak tega meninggalkan Le siang san yang mencoba
menolong dirinya dari mara bahaya ancaman peledakan
dinamit yang dipasang oleh pihak Bu ih pay itu. Maka terpaksa
ia mengintil dibelakang orang sambil melindungi orang
sengaja ia perlambat larinya sehingga dengan kekebalan hawa
Ji-lo menyelubungi badannya untuk mengaburkan pandangan
para musuh yang mengejar dan menyerang dengan senjata
rahasia itu, siapa tahu kalau senjata rahasia yang jahat itu
nanti mengenai Le siang-san. Lambat laun bentakan dan tindakan kaki pengejaran di
belakang mereka sudah semakin susut dan semakin sedikit,
sebaliknya suara samberan senjata rahasia semakin banyak
memberondong tiba. Tadi yang menyambitkan senjata
rahasianya saking gemes sekarang ikut-ikutan menyerang
tanpa banyak bersuara lagi. Pisau terbang berpaku, mata uang atau paku baja dan
entah macam senjata rahasia apa lagi yang telah berseliweran
memberondong tiba, begitu deras sambaran senjata rahasia
seperti hujan layaknya, sampai suara berkerontangan
berjatuhan menyentuh batu-batu gunung.
Akhirnya berang juga hati Le siang-san diberondong terusterusan,
teriaknya : "Siau-hiap. Mari kita juga persen beberapa buah kepada
mereka supaya mereka tahu kelihaian kita."
Meskipun Giok-liong menggembel tiga batang potlot mas
kecil dari perguruannya yang dapat digunakan sebagai senjata
rahasia, namun selama keluar dari lembah kematian sampai
sekarang belum pernah digunakan. Menurut wataknya ia
sangat benci dan dianggapnya perbuatan rendah kalau
melukai orang dengan senjata rahasia, Maka sembari tertawa
getir ia menyahut: "selamanya aku yang rendah belum pernah menggunakan
senjata rahasia, sudahlah, mari cepat "
Mungkin karena sudah tak kuasa menahan gelora
amarahnya atau mungkinjuga tangannya sudah gatal tanpa
banyak cingcong lagi Lan-ing mo ko Le siang san meroboh
kantongnya merogoh segenggam Ci-hun hong-hou ciam (jarum
penembus teng gorokan) mulutnya lantas berseru.
"Biar kuberikan segenggam Ci-hu-hong-hou-ciamku ini
kepada mereka, biar merekapun merasakan kelihayanku,
kalau tidak mereka takkan mundur teratur."
Daam beribu kesibukannya cepat-cepat Giok-liong menoleh
kebelakang, sekilas saja tampak olehnya tak jauh di belakang
sana kiranya adalah Ci-hu-sin-kun yang mengejar paling
depan, disamping yang berlari berendeng bukan lain adalah
putrinya ci-hu-giok-li Kiong Lingling. Memang mereka
mengejar dengan ketat tapi mereka berdua tak pernah
lepaskan senjata rahasia. Tatkala itu Le siang-sau sudah mengayunkan tangannya
membalik hendak menyambitkan senjata rahasiamu. Keruan
Giok-liong menjadi terkejut, sekuat kakinya menjejak tanah
tubuhnya meluncur cepat menubruk tujuh kaki dibelakang
orang tangan terus diulur mencengkeram pergelangan tangan
Lan-ing-mo ko Le siang-san yang menggenggam jarum-jarum
berbisa itu, teriaknya : "cian-pwe, jangan" Tak nyana belum lagi suaranya sirap mendadak tampak
tubuh Le siang-sin meliuk kesebelah kanan mulumyapun
menjerit ",.Aduh" lalu tubuhnya terhuyung kesebelah kiri dan
hampir terjerembab kedepan, larinya juga menjadi lambat.
Keruan bukan kepalang kaget Giok-liong, lekas tanyanya :
"cian-pwe kenapa kau?" Lan-ing mo ko Le siang-san mengertak gigi menahan sakit,
dengusnya : "Aku .. aku .... pada.,.ku...."
"Kau kena senjata rahasia?"
"Aduh" lagi- lagi Le siang-san mengeluh, tubuhnya tampak
berkelejetan dan gemetar, agaknya menahan sakit yang luar
biasa, maka daya larinya menjadi semakin kendor.
Para gembong iblis yang mengejar jauh dibelakang sudah
melihat, terdengar mereka bersorak riuh rendah, suara caci
maki terdengar lagi semakin gempar dan mencekam.
Tanpa ajal Giok-liong menarik pergelangan tangan orang
yang digenggamnya itu serta berseru: "cian-pwe" Lekas
mendekam dipunggungnya tanpa menanti penyebutan Le
siang-san ia terus bopong tubuh orang secepat terbang
seperti segulung asap mengembangkan ilmu ringan tubuhnya
terus berlari sekuat tenaga. Begitu besar nafsunya berlari untuk meninggalkan para
pangejarnya sehingga ia melupakan serangan senjata rahasia
para gembong-gembong iblis yang jahat itu.
semula meskipun senjata rahasia memberondong seperti
hujan derasnya, tapi sedikit pun tak mampu melukai mereka
berdua karena Giok- liong mengerahkan hawa Ji-lo untuk
berlindung, justeru kabut putih dan hawa Ji-lo itulah yang
sudah menyelamatkan mereka, meski sasaran senjata rahasia
sangat tepat, semua kena terpental balik oleh daya tahan
hawa Ji-lo yang ampuh. Maka pada waktu ia memburu maju ke-depan merintangi
tindakan ce siang-san yang hendak menyambitkan ci-hu hong
bou-cian badannya tersuruk kedepan sehingga hawa Ji-lo ikut
terdorong maju, maka tanpa terlindung Le siang-san lantas
kena sebuah senjata rahasia. sekarang ia menggendong tubuh besar Le siang-san
dicunggungnya dan dibawa lari secepat terbang, tapi kekuatan
hawa Ji-lo tak mungkin bisa menembus badan orang
melindungi punggungnya maka terasa oleh Giok-liong,
kadang-kadang badan Le siang-san menggeliat, meronta dan
juga saban saban kekejangan, tapi semua ini dalam
prasangkanya karena kesakitan sebab lukanya itu terkoyak
oleh daya luncuran larinya. Entah sudah berada lama dan berapa jauh ia berlari, tahu
tahu cuaca sudah terang benderang, karena Lwekangnya yang


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kuat maka para gembong-gembong iblis itu sudah jauh
ketinggalan dibelakang kira-kira ratusan tombaki bukan saja
desiran senjata rahasia tidak terdengar malah caci maki
mereka juga tidak terdengar pula. Menggendong seseorang walaupun sudah mengerahkan
Ginkangnya sampai puncak tertinggi akhirnya Giok Liong
merasa kecapaian juga. Menurut dugaannya jalan keluar dari
pegunungan ini sudah tidak jauh lagi, setelah membelok
kedalam sebuah mulut lembah tak jauh disebelah depan
terdapat sebuah batu gunung yang bidang rata.
Maksud Giok-liong hendak meletakan Le siang-san yang
luka-luka itu diatas batu itu, sekedar untuk istirahat dan untuk
memeriksa luka lukanya pula. siapa tahu waktu ia pelan-pelan
meletakkak tubuh orang diatas batu bidang itu serta
memanggil: "cian-pwe . ."
"Bluk" Lan ing-mo ko Le siang san terjatuh rebah
tertelungkup tanpa bergerak, badannya sudah kaku dan mulai
dingin. Giok-liong sampai berjingkrak kaget dan melonjak bangun
kakinya membanting tanah saking gegetun tangannya terkepal
memukuli kepalanya sungutnya. "sungguh goblok dan harus mampus benar aku sungguh
aku harus mampus" Ternyata diatas tubuh Le siang-san sudah terkena puluhan
macam senjata rahasia yang jumlahnya tidak kurang dua tiga
puluh jumlahnya, seluruh punggungnya dedel duwel dan
berlumuran darah sehingga punggungnya itu seperti duri
landaki sungguh keadaan ini sangat mengenaskan.
Tadi ia menghadapi kematian Ah-liong-ong yang
mengenaskan sekarang ia harus menghadapi pula
pengorbanan Le siang-san yang gugur secara mengerikan ini.
Betapa sedih dan pilu hati Giok-liong ini sungguh sukar
dilukiskan dengan kata-kata. Kematian Ah- liong ong memang bukan menjadi tanggung
jawab dirinya secara langsung tapi orang menyelam kedasar
rawa menjemput kotak mas itu justru secara langsung
menguntungkan dirinya, maka betapapun ia harus ikut
berduka cita akan kematian orang. Tapi bagaimana juga lubuk
hatinya yang paling dalam tidak begitu terkesan akan
peristiwa ini. Adalah kematian Lan ing-mo-ko Le siang san, walaupun
tidak sengaja tapi kematian orang adalah karena dirinya,
Apalagi orang tengah berusaha hendak menolong dirinya
keluar dari mara bahaya kehancuran total oleh pihak Bu ih-pay
yang telah menanam dinamit di berbagai jalan keluar yang
penting di seluruh pelosok pegunungan.
Beliau merupakan seorang yang telah menanam budi
besar, terhadap dirinya, maka betapa gemes dan gegetun
Giok-liong akan kejadian ini dapatlah dibayangkan.
Tak kuasa lagi ia tergerak sedih dan menyesal sekali,
kepalanya terus dipukuli dengan kepelannya, entah berapa
lama ia tenggelam dalam kedudukan ini. Tersadar olehnya
orang yang telah meninggal takkan hidup kembali, apa boleh
buat tak jauh dari batu bidang itu digalinya sebuah lobang
besar terus mengubur jenazah Le siang san ditempat itu juga.
Lalu dicarinya sebuah batu persegi yang rata ditegakkan di
depan pusara, lalu dikerahkan lwekang dengan jari tangannya
ia menulis sebaris huruf-huruf yang berbunyi "Disini tempat
istirahat budiman Le siang sun" Baru saja ia selesai mengores.
"Hahahaha Hehehehe" " Keparat akan kulihat sampai dimana kau bisa lari"
sekonyong-konyong sekelilingnya sudah dirubung oleh orang
banyak, malah ada pula yang mendesak:
"Lekas serahkan kotak mas berisi buku catatan rahasia itu"
Ternyata para gembong gembong iblis yang mengejar itu
sudah meluruk tiba semua, mereka mengepung dirinya
menjadi sebarisan pagar manusia, semua mengawasi dan
menatap dengan pandangan gusar dan mendelik semua
menatap dengan muka buas dan ganas dengan mata
membunuh membayang dalam pandangan mereka.
Betapa murka hati Giok Liong boleh dikata sudah mencapai
puncak tertinggi yang tak terkendali lagi, sungguh sangat
kebetulan kedatangan mereka karena rasa duka dan dendam
hatinya belum sempat terlampias. Bukan gentar dan takut menghadapi situasi menegangkan
urat syaraf ini sebaliknya Giok-liong malah bergelak tertawa- -
"Hahaaha Haha-hahahaha siapa yang tidak takut mati
silakan tampil ke depan" Lalu dengan ringan ia meloncat keatas batu nisan yang
baru saja ditegakkan itu, sikapnya garang dan gagah.
segera tampak Ci-hu sin-kun tampil ke-depan, katanya
lantang: "Buka kotak mas itu, biar Lohu melihat sekali lantas
kutinggal pergi" "Untuk apa kau hendak melihat?" tanya Giok-liong dengan
nada berat. "Lohu sudah pernah berkata, aku takkan turun tangan
merebutnya." "Merebut" Kukira kau belum mampu"
"Buyung" ci hu sin-kun berjingkrak gusar,
"kau tidak tahu kebaikan."
"Bukan aku" "siapa?" "Kau sendiri" Keruan semakin murka Ci-hu sin-kun kedua lengannya
digentakan, serunya: "Agaknya sebelum melihat la yon kau takkan menangis.
Baik, biar Lohu memberi ajaran kepadamu."
ci-hu-sin kun mengerahkan tenaga kabut ungu segera
menyelubungi seluruh badannya setinggi tiga kaki di atas
kepalanya. Melihat ayahnya marah-marah dan hendak bergebrak
dengan Giok Liong, ci-hu-giok li menjadi gelisah, tersipu-sipu
ia memburu ke samping ayahnya terus menarik lengannya,
katanya berbisik dipinggir telinga sang ayah:
"Yah saat ini musuhnya begini banyak, apa perlu kita
sendiri yang turun tangan" demikian bujuknya supaya meredakan amarah ayahnya.
"Dia berani main tengkar dengan ayahmu." dengus ci-husin-
kun, "rasa dongkoi ini masa bisa kutahan"
"Kalau kau tidak mencari perkara kepada dia, belum tentu
dia mau bertengkar dengan kau, kenapa kau tidak menonton
saja dari samping dulu." demikian bujuk Ci-hu-giok-li Kiongling
dengan suara lembut. sebenarnya mana Ci-hu-sin kun sudi menjadi pelopor dalam
pertempuran babak per-tama, apalagi Giok- liong merupakan
lawan yang paling tangguh lagi. Maka segera ia pinjam angin
memutar haluan, dengusnya dengan kebencian:
"Baik, biar kuberi kelonggaran beberapa saat lagi." lalu ia
membalik tubuh berseru kepada seluruh hadirin:
"Lohu tiada niat- untuk merebut kotak mas itu. Maka
silakan kalian berlaku menurut keinginan kalian sendiri."
Apa yang dikatakan sebagai bergerak bebas menurut
keinginannya sendiri tidak lain adalah kata-kata membakar
dan memberi dorongan kepada gembong-gembong iblis itu
supaya mereka yang ada minat lekas-lekas turun tangan.
sudah tentu para hadirin menjadi gempar.
"Tutup bacot kalian." Tiba-tiba Pak-hay su lo meluncur
datang, semua melayang kesamping Giok-liong kira-kira
setombak jauhnya, berjajar dan bertolak pinggang dengan
angkernya. Melihat Pak-hay-su lo juga telah ikut mengejar tiba,
berkerut alis Giok-liong, hatinya mulai was-was dan gelisah
tidak tentram. sebab bagaimana hubungan pribadinya dengan aliran Pakhay-
bun diPinng-goan itu sampai saat ini masih belum
diketahui secara jelas. Li Hian pernah menanam budi besar
akan keselamatan jiwanya dulu, demikian gagah perwira dan
setia kawan lagi ke-empat orang tua dari laut utara ini, pribadi
dan sepak terjang mereka merupakan teladan yang harus
ditiru dan menjadi cermin bagi dirinya, sekarang aku harus
bertempur mati-matian melindungi kotak mas ini atau
kuserahkan secara damai saja kepada mereka "
Disaat Giok-liong gundah dan serba sulit inilah King-thian
sin Lu say bersoja katanya: "selamat siau-hiap. secara tak sengaja siau-hiap telah
dapat memperoleh kotak mas yang tersimpan di mata air
dasar Rawa naga beracun itu." " Celaka." demikian pikir Giok-liong,
" kalau mereka menghadapi aku dengan kata-kata manis
lebih membuat runyam diriku." Karena pikirannya ini maka
dengan tegas dan gambla langsung ia buka suara lebih dulu :
"Apakah kalian berempat mengingini kotak mas ini."
Tersipu-sipu King thian sin Lu Say goyang tangan, ujarnya:
"Siau-hiap jangan salah paham, kita berempat bersaudara
jauh menyusul ke Bu ih san sini dari laut utara memang
bertujuan mengambil kotak mas itu dari dasar rawa itu."
Giok- liong tertawa getir, katanya:
"Hal ini kalian sudah pernah katakan kepadaku"
"Malah sebelum berangkat," demikian lambung Lu say,
"majikan ada berpesan wanti-wanti, supaya kita harus
mendapatkan kotak mas ini meski harus berkorban jiwa."
Terpaksa Giok- liong tertawa getir tanpa mampu berdebat
lagi, katanya terbata-bata: "Ta. . . tapi . . . tapi ... "
"siau-hiap Dengarkan penjelasanku "
"o, silakan katakan " "sekarang kotak mas itu sudah menjadi milik siau-hiap.
maka kami berempat masa berani kurang ajar, terpaksa kita
segera pulang ke ping goan dilaut utara untuk memberi lapor,
maka sekarang juga kita minta pamit"
Kata-kata terakhir ini betul-betul diluar dugaan Giok Liong,
sesaat ia melengak lalu ujarnya : " kalau majikan kalian memberi hukuman, aku menjadi
sungkan kepada kalian." "Kami berempat sudah puluhan tahun menghamba dibawah
perintah majikan, baru pertama kali ini kita gagal menunaikan
tugas, terpaksa memang harus minta hukuman kepada
Majikan Permisi." Habis berkata King thian-sin Lu say mengulapkan tangan
mengajak tiga saudaranya, lalu membentak bersama:
"Mari " baru saja lenyap suara mereka, tahu-tahu Pak-hay
su-lo sudah meluncur sejauh lima tombak. Empat bayangan
tinggi besar dan kekar itu sebentar lenyap ditelah kabut pagi
yang masih pekat itu, mereka langsung menuju kearah timur
dimana terdapat jalan keluar yang paling aman.
sungguh tiada suatu kejadian seperti hal ini yang membuat
hati Giok- liong kegirangan, su-lo tinggal pergi begitu saja
tanpa mencari perkara dengan dirinya, ini menambah hati
Giok- liong semakin besar dan tabah, bertolak pinggang berdiri
diatas batu bidang itu tangan kanannya terkepal diangkat
tinggi-tinggi, mulutnya berseru lantang kepada para gembonggembong
iblis: "Masih ada siapa lagi, silakin taiipil kedepan unjukkan
tampangmu." "Lohu tak percaya ada berapa tinggi kemampuanmu
menghadapi kita sekian banyak ini." tahu-tahu Cukong istana
beracun ibun Hoat menggoyangkan pundak beranjak kedepan
sepasang matanya memancarkan sinar kebencian yang kebirubiruan,
seringainya kejam dan sadis. "Lohu juga raga penasaran." seumpama bayangan ibun
Hoat saja Yu-bing-khek-cu Li Peki yang juga tampil ke depan.
Bertaut alis Giok- liong, tanpa bergerak sepasang matanya
menyapu pandang kearah ibun Hoat sekonyong-konyong ia
mendongak dan bergelak tertawa, katanya sambil menunjuk
Yu-bing-khek-cu Li Pek-yang: "Li-khekcu, aku ada sepatah dua kata, setelah kukatakan
barulah kita mulai." "Katakan." gerung Yu bing-khek cu LiPek-yang beringas.
Belum berkata Giok- liong tertawa geli dulu, ujarnya :
"Khekcu, sebagai seorang Congcu dengan kedudukanmu
yang tinggi itu kenapa kau terima menjadi ekor ibun Hoat
berjalan dituntun hidungmu ?" "Tutup bacotmu kau berani menghina aliran Yubing kita."
"Menghina " Haha kenyataan terpapar didepan mata "
"Kenyataan apa ?" "Coba kutanya Tempo hari waktu mengejar dan membututi
aku yang rendah kenapa tidak begundal dari pihak Istana
beracun yang tampil sebaliknya kau mengutus putrimu sendiri
" Ketahuilah putrimu seorang gadis remaja, masa disuruh
berkelana menonjolkan diri ditonton orang di jalanan, apakah
hal ini patut dipandang mata. Apa- lagi seumpama ia berhasil
memperoleh seruling samber nyawakan bakal menjadi milik
istana beracun, tiada manfaat bagi dirimu, sebaliknya kalau
tidak berhasil, bukankah kau sendiri yang bakal mendapat
malu" "Tutup mulut." Yu-bing-khek-cu semakin berjingkrak gusar.
dengusnya: " Kembalikan putriku, maka diantara kita masih bisa
dirundingkan secara damai, kalau tidak biar aku adu jiwa
dengan kau." Giok Liong tertawa lantang, ujarnya
"Gampang Urusan ini gampang diselesaikan."
"Mana putriku ?" "Pada hari Goan-siau tahun depan silakan kaujemput di
Gak-yang lau." "Apa benar ucapanmu ini ?"
"Ma Giok-liong belum pernah membual Apalagi dihadapan
sedemikian banyak orang aib sekali untuk berbohong."
"Betul ?" "Legakanlah hatimu." "Baik, biar Lohu menanti selama satu bulan ini, sampai
saatnya pasti aku datang, seumpama sampai ke ujung langit
kalau kau berbohong tentu Lohu takkan memberi ampun
kepadamu." "Baik, kita janjikan begitu saja, usiaku masih muda masa
harus ingkar janji mendapat nama jelek dan dimaki orang."
Yu-bin khek-cu Li Pek-yang manggut-manggut, memutar
tubuh ia berkata kepada Cukong istana beracun :


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"ibun-heng Maaf siaute minta diri "
Cukong istana beracun ibun Hoat melengaki katanya
tergagap: "Li heng Kau..." Li Pek-yang tertawa tawar, katanya :
"Demi keselamatan putriku, terpaksa aku harus
mengundurkan diri, selamat bertemu"
Laksana bianglala tubuhnya meluncur tinggi terus melesat
dan di belakangnya disusul oleh delapan belas Hek-i Tongcu
serta beratus rasul bawahannya, tanpa bersuara mereka
mengejar dan mengintil di belakang pemimpinnya.
Maka para gembong-gembong iblis yang mengepung Giok
Liong kini tinggal separo dari jumlah semula mereka berpencar
berkelompok di mana-mana, kekuatan mereka banyak
berkurang. Mimpi juga Giok-liong tidak sangka bahwa Yu bing khek cu
begitu gampang di gebah pergi dengan beberapa patah kata
saja, sudah tentu hatinya semakin girang dan lebih mantap.
Menghadapi Cukong istana beracun ibun Hoat ia berkata:
"sekarang kekuatan kalian sudan susut separo, apa kau
masih menanti dewa elmaut mencabut jiwamu "
Cukong istana beracun murka sekali, makinya :
" Keparat kau, Lohu bukan anak kecil yang berusia tiga
tahun, masa gampang digertak dan dibujuk dengan kata-kata
manis, jangan harap gertakanmu mempan terhadap aku "
Giok- liong menarik muka, desisnya:
" kalau begitu kau sengaja mencari penyakit sendiri."
"Buyung," hardik Cukong istana beracun ibun Huat,
" Kaulah yang mencari mampus"
setelah berkata air mukanya mendadak berubah, uap biru
lantas mengepul keluar dari seluruh badannya sepasang biji
matanya memancarkan cahaya biru yang cemerlang seperti
api setan, dimana ia menggerakkan ke dua lengannya keatas
mulutnya memberi aba-aba. "seluruh murid istana beracun dengar perintah"
seketika terdengar tembang nyanyi yang gemuruh seperti
suara kumbang yang terbang serabutan suaranya semakin
keras dan lantang menusuk telinga, ibun Hoat bertembang:
"seluas-luas alam semesta, hanya akulah yang teragung."
Anak buah Istana beracun lantas menyahut dengan suara
gemuruh menggeledek : "I-bun cosu, lindungilah hambamu panjang umur." belum
habis gerungan ramai ini sebuah suitan panjang yang
mengejutkan seluruh maya pada ini laksana guntur
menggelegar menggetarkan seluruh gunung.
Dalam sekejap mata saja seluruh anak buah istana beracun
itu mumbul ketengah udara beterbangan semua
mengambangkanjubah panjang warna hitam laksana dua
sayap besar dan lebar semua berputar dan melambai-lambai
seperti laba-laba besar, mulut mereka menyemburkan kabut
biru yang amis memualkan beterbangan memenuhi angkasa.
"Lan-cu tok-yam" terdengar teriakan ketakutan dari
gerombolan gembong iblis lain-nya, tersipu-sipu mereka
mencelat mundurjauh lima tombak. Waktu di puncak Go bi san dulu secara langsung Giok Liong
sudah pernah berkenalan dengan Lan-cu- tok-yam ini, meski
tidak merasa aneh lagi, tapi menghadapi ilmu jahat dan
berbisa yang sudah menggempar kan Kangouw selama
ratusan tahun ini betapapun ia harus berlaku hati-hati.
Dalam seribu kerepotannya segera ia merogoh kantongnya
mengepalkan Kim-pit dan seruling samber nyawa, sinar kuning
mas terpancar gemerlap laksana lembayung, demikian juga
sinar perak cemerlang terang menyilaukan mata.
Dengan membekal seruling di tangan kiri dan potlot mas di
tangan kanan, seluruh tubuh Giok-liong sudah diselubungi
kabut putih nyata bahwa Ji-lo sudah terkerahkan seluruhnya.
Tiba-tiba dari atas batu nisan yang besar tinggi itu
tubuhnya mencelat tinggi menerjang kedalam kabut Lan-cutok-
yam yang berbisa itu dengan gerak tubuh yang sangat
indah, yaitu Kio hwi-ih-thian (burung camar menjulang ke
langit) Maka mulailah pertempuran maha dahsyat dan maha
mengerikan, Terlihat diantara lautan kabut biru yang tebal
bergulung-gulung itu terpancar sinar kuning dan lembayung
putih yang berkelebatan selulup timbul laksana naga bermain
didalam lautan. Dimana sinar kuning menyambar tiba, kabut
biru kontan sirna dan terdesak kesamping.
Akan tetapi anak buah istana beradu ini memang sudah
gemblengan dalam ilmu aneh dan sesat meski setiap kali
Potlot mas menghunjam mengenai sasarannya, musuh
seketika melayang jatuh menggelegar di tanah tapi tak lama
kemudian lantas bisa terbang lagi seperti tak terjadi sesuatu
apa2 atas diri mereka. Begitulah meski seruling dan Potlot mas Giok- liong sangat
ampuhi namun musuh selalu patah tumbuh hilang berganti,
seperti mereka takkan bakal dapat dimusnahkan. Keruan
lambat laun Giok- liong menjadi kewalahan dan gelisah,
pikirnya cara bertempur begitu dahsyat dan seram sampai
kapan baru bisa berakhir, sesaat ia menjadi kehilangan kontrol
a ka n pemus ata n pikira nny a . sementara itu anak buah istana beracun masih terus
beterbangan berseliweran kian kemari menyambar-nyambar,
gerak-gerik mereka semakin cepat dan penyerangan juga
semakin gencar dan ganas, seluruh angkasa dipenuhi kabut
biru yang bersuhu panas berbau busuk.
Kalau tidak mengandalJi-Io yang melindungi badan, seratus
Giok Liong pun siang-siang sudah dilalap habis berubah
genangan air darah kental. sang surya sudah mulai menongol dari ufuk timur, sebentar
lagi cuaca bakal terang benderang. Mendadak tergerak hati
Giok- liong seperti mendapat suatu ilham timbullah kecerdikan
otaknya, segera Potlot mas dan seruling batu pualam
digetarkan cepat sekaligus ia mainkan ilmu jan-hun-su-sek
dengan dua senjata ampuh ini, seketika bertambah besar
perbawa dan kekuatannya, kontan anak buah istana beracun
kena terdesak mundur beberapa tombak jauhnya.
sedikit kelonggaran dan kesempatan ini digunakan baikbaik
oleh Giok- liong, mendadak tubuhnya meluncur turun
diatas batu nisan terus duduk bersila.
Perobahan tingkah laku yang mendadak dari Giok-liong ini
bukan saja membuat heran dan tak mengerti para gembonggembong
iblis yang menonton di pinggiran, seluruh anak buah
Istana beracun juga tidak luput menjadi kejut dan heran,
untuk sesaat mereka menjadi keder dan takut untuk
menerjang maju lagi. Giok Liong mengendalikan napas menarik hawa
memusatkan seluruh tenaganya di pusar, Potlot mas segera
disimpan kembali ke- dalam buntaiannya, dengan rona wajah
yang wajar seperti tak terjadi apa-apa ia mendongak
menghadapi anak buah istana beracun yang terlongo heran
itu, katanya: "Eh kenapakah kalian ?" sedikit bimbang lantas Cukong Istana beracun Ibun Hoat
berteriak lantang: "Jangan masuk perangkap bocah keparat itu, kembangkan
ilmumu serbu bersama." seluruh anak buah istana beracun mengiakan dengan suara
gemuruh, sekali lagi mereka kembangkan Lan cu-tok-yam
terus terbang ke atas kepala Giok-liong, serbuan kali ini
kelihatan lebih ganas dan lebih kejam.
Akan tetapi sedikitpun Giok Liong tidak bergeming dari
tempat duduknya, hanya Ji-lo terus dikerahkan untuk
mendesak mundur serbuan Lan-cu tok-yam yang berbisa itu.
sebentuk kabut putih berkembang dan berkepulan di
sekitar tubuh Giok-liong yang duduk tenang bersila.
"Tri ... lu ... li ..." irama seruling semerdu pekik burung
Hong laksana keluban panjang naga terbang berkumandang
ditengah udara. "Sebelum ajal kiranya buyung ini juga ingin bersenangsenang
dulu " saking gelisah dan kwatir ci hu-giok-li sampai mengalirkan
air mata, mendongak memandang wajah ayahnya ia berkata:
"Yah Kenapakah dia ?" Tidak menjawab Ci-hu-sin- kun berbalik tanya:
"Anak Ling Kenapakah kau ini ?"
"Aku ?" "Kau menangis ?" Ci-hu giok-li Kiong Ling- ling kontan merasa mukanya
merah panas, dengan ujung lengan bajunya ia membasut air
matanya, sahutnya dengan kemalu-maluan:
"Yah Maksudku kenapakah dia ?"
"siapa ?" " Giok- liong . . . Kim-pit-jan hun "
Kontan ci-hu sin-kun menarik muka, dengan wajah
membesi ia termenung sebentar mendengarkan dengan
cermat. Terdengar irama seruling memuncak tinggi menembus
angkasa, nadanya semakin tinggi lagunya semakin kalem.
Ternyata pengalaman dan pengetahuan cihu-sin-kun cukup
luas, mendadak berubah air mukanya, serunya gugup:
"Nak Mari kita pergi." "Pergi?" tanya Ci-hu-giok-li Kiong tling-ling menegas
dengan khawatir. "Ya, cepat menyingkir inilah irama seruling samber nyawa
yang merupakan ilmu tunggal puncak tertinggi yang sudah
putus turunan, namanya jan hun-ti (irama penyedot sukma)
sungguh tak duga bahwa latihannya kiranya sudah melampaui
ribuan tahun " "Ribuan tahun?" "inilah jurus-jurus lihay dari Jan-hun ti senjata kuno yang
sakti mandraguna itu, sudah ribuan tahun yang lalu
menggegerkan dunia persilatan tiada seorangpun yang
mampu mempelajarinya . " Irama seruling semakin gemuruh seperti berlaksa kuda
berderap cepat menggulung tiba, seperti ombak samudera
yang mengamuk setinggi rumah, begitu gemuruh dan gegap
gempita menembus langit seakan-akan dunia kiamat, laut
tumpah dan gunung gugur. "Wuaaaaaaa....." tiba-tiba
terdengar pekik dan jerit panjang yang menyayatkan hati.
Tampak salah seorang anak buah istana beracun melayang
jatuh lurus dari tengah udara terus terbanting keras diatas
tanah, setelah kaki tangan berkelejetan sebentar terus
berhenti untuk selama-lamanya. Irama seruling terus meruncing dan lebih keras dan cepat
lagi. "ou...." "Haaaaah" satu persatu anak buah istana beracun
saling berjatuhan sambil berpekik panjang mengerikan.
sekonyong-konyong ci hu-giok-li Kiong Ling-ling mengerutkan
kening, kedua tangannya mendekap pelipisnya, suaranya
gemetar seperti sangat menderita: "Yah Hatiku pilu benar...
aduh... ai" Berubah hebat air muka Ci-hu sin kun, dengan menarik
sebuah lengan putrinya ia membentak:
"Lekas pusatkan semangat dan pikiran, kerahkan Lwekang
melindungi badan, mari pergi."
Jauh puluhan tombak disekitar gelanggang terlihat sudah
banyak para gembong iblis lainnya sedang terhuyung dan
sempoyongan roboh seperti orang mabuk minum araki
tangannya menggapai- gapai. Sekuat tenaga Ci-hu giok-li Kiong Ling-ling mengerahkan
hawa murni melindungi tubuhnya seiring dengan kelebat
tubuh ayahnya ia bertahan menggigit gigi terus meluncur
cepat sekali berlari kencang kearah timur...
Pertama-tama adalah Hiat-hong pangcu yang melihat
tingkah perobahan ci-hu-sin-kun kurang wajar ini, cepat-cepat
ia bergegas maju mulutnya tercetus berkata: "sin-kun Dan
bagaimana...." "Irama seruling samber nyawa itu, adakah kau kuat
bertahan?" seru Ci-hu-sin-kun.
sungguh mimti juga Hoat hong-pangcu tidak menduda
bahwa lagu kuno yang sakri mandraguna dari tiupan seruling
yang pernah didengarnya sudah menghilang selama ribuan
tahun ternyata sekarang telah betul-betul menjadi kenyataan
atas diri Giok-liong, pemuda yang baru berusia belum cukup
dua puluh tahun. Lari menyelamatkan diri adalah lebih penting, mana ada
waktu baginya untuk ngobrol atau banyak pikir lagi.
Apalagi dengan latihan ci-hu-sin-kun yang sudah sempurna
serta kedudukan dan jabatabannya saja harus lagi menyingkir
secara porakp oranda membawa putrinya, maka betapapun
dirinya tidak boleh terlambat sedikitpun, dalam seribu
kesibukannya secara lantang ia berseru kepada anak buahnya:
"seluruh anak muridku, lekas tinggalkan gunung ini jauhjauh,
jangan sampai kalian roboh dan tertimpa maut oleh
irama seruling samber nyawa ini."
sembari berkata ia mendahului berkelebat jauh, waktu kata
katanya habis iapun sudah puluhan tombak jauhnya.
Sudah tentu semua anak buahnya menjadi ketakutan
seperti arwah sudah melayang keluar badan, serentak mereka
lari pontang-panting jatuh bangun, Para gembong-gembong
iblis lainnya yang mendengar akan ancaman bahaya itu, tak
mau ketinggalan merekapun berlomba melarikan diri keempat
penjuru, entah kemana saja asal jiwa bisa selamat.
Tatkala itu, kabut biru dari hamburan Lan-cu-tok yam yang
jahat dan berbisa itu sudah semakin guram dan menipis.
Diatas tanah bergelimpangan anak buah istana beracun
sungsang sumbel tak teratur, keadaan kematian mereka
begitu lucu dan mengerikan sekali. Tinggal Cukong istana beracun ibun Hoat serta lima tujuh
tokoh-tokoh dari istana beracun yang masih kuat bertahan,
dengan tak mengenal rasa takut sedikitpun mereka masih
beterbangan diatas gulungan kabut putih yang menyelubungi
badan Giok-liong seperti laba-laba laksana setan gentayangan
pula mereka men amber-nyamberpergi datang tapi ^ak sekuat
dan secepat tadi. Yang sangat mengherankan adalah sedikitpun mereka tidak
menjadi gentar atau keder melihat para saudara mereka satu
persatu roboh tak berkutik dan binasa, bukan saja lagi marah
seperti tidak tahu betapa lihaynya sang musuh yang terang
mereka harus menyerang sampai titik darah penghabisan.
Mungkin mereka sudah tergetar pecah telinganya


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pandanganpun menjadi kabur dan yang terpenting adalah
semangat mereka sudah buyar dan linglung karena getara
gelombang irama seruling samber nyawa, seperti patung kayu
saja layaknya yang tidak punya panca indera lagi.
saat itu surya sudah naik tinggi diufuk timur sana, dunia
sudah terang benderang. Lagu yang tertiup dari seruling Giok Liong mendadak
berubah dari cepat menjadi lamban, dan dari tinggi menurun
menjadi suara rendah berisik. Dari kejauhan sana mendadak terdengarlah suara
dentuman yang gegap gempita begitu keras ledakan ini
sehingga tanah pegunungan ini terasa bergetar. DisusuI
disebelah barat sana kelihatan asap tebal menjulang tinggi
keangkasa, sungguh suatu kejadian yang mengejutkan.
Tak lama kemudian disusul terdengar lagi ledakan lebih
keras dari arah selatan api berkobar dan asap tebal juga
bergulung tak kalah hebatnya, ledakan kali ini jaraknya rada
dekat sehingga memekakkan telinga, suaranya sampai
bergema sekian lama dialam pegunungan.
Belum lagi gema ledakan ini hilang di sebelah utara lagi-lagi
terdengar ledakan yang tak kalah hebat dan kerasnya, malah
terdengar tiga kali ledakan yang satu sama lain lebih keras.
Bara api lebih besar dan mengangah memerah diudara pagi
sebelah utara. Begitu cepat perubahan yang tak terduga iai berlangsung,
saking dahsyat dan hebatnya sehingga bumi bergetar dan
gunung menjadi goyah. Malah mayat-mayat yang bergelimpangan ditanan itu ikut
mencelat dan melenting beterbangan karena getaran ledakan
yang dahsyat itu, seperti terjadi gempa bumi dan ledakan
gunung berapi saja layaknya. Giok-liong sendiri juga hampir terjungkal jatuh dari tempat
duduknya di atas batu nisan, "siuuauuut" mendadak irama
serulingnya kuncup dan tak terdengar lagi. seiring deruan
berhentinya irama seruling di mulut Giok-long, Lima tujuh
orang yang masih ketinggalan beterbangan itu lantas
melayang berjatuhan kebanting di tanah.
Para anak buah Istara beracun yang masih ketinggalan
hidup termasuk Cukongnya Ibun Hoat terjungkir balik seperti
layangan putus benangnya melayang ringan terus rebah tak
berkutik lagi. Dengan melintangkan seruling didepan dada Giok Liong
menggebah jubahnya menghilangkan debu diatas pakaiannya
lalu pelan pelan bangkit berdiri menyongsong datangnya surya
pagi terasa seluruh badan sangat penat dan kehabisan
tenaga. Dengan langkah lambat ia menghampiri kehadapan cukong
istana beracun Ibun Hoat. Badan kurus kering seperti seonggok kayu dari Cukong
istana beracun itu kini sudah tidak menyerupai bentuk
manusia lagi, meringkuk di tanah sebesar orok yang baru
lahir, tubuhnya menjadi kempot tinggal kulit pembungkus
tulang, seluruh kulitnya berwarna kekuning-kuningan,
napasnya empas empis banyak keluarnya daripada menghirup
hawa, mulut megap-megap tinggal menunggu ajal saja.
Demikianjuga matanya sudah celong mendalam kehitamhitaman.
Para tokoh-tokoh lihay dari istana beracun lainnya, terang
sudah melayang jiwanya sejak tadi. Giok-liong menerawang keempat penjuru menghadapi
mayat-mayat yang bergelimpangan malang melintang ini, tak
terasa ia menghela napas panjang. "Ai." sekonyong-konyong ia mengguman seorang diri
"Celaka. peringatan suhu masih mendengus di pinggir
telinga, kalau beliau orang tua tahu kejadian disini bagaimana
baiknya" Akan tetapi nasi sudah menjadi bubur, apa pula yang dapat
diperbuatnya, pandangannya dialihkan ke arah barat dan
selatan dan utara, dimana pada tiga tempat ini bara api
kebakaran masih membumbung tinggi, asap hitam mengepul
semakin tinggi. Mungkin peledak atau dinamit dan bahan bakar lainnya
yang dipendam oleh Bu- ih ciang bun Im- yang kiam GoBenghui
telah meledak beruntun, Menurut perhitungan dari sang
waktu tepat sekali sesaat sesudah para gembong gembong
iblis itu berlari sipat kuping menyelamatkan diri dari irama
gelombang seruling samber nyawa. Pikirannya melayang sampai disini, tiba-tiba ia membanting
kaki serta dengusnya: "Kiong Ling-ling" pada saat ini baru terasa olehnya betapa
besar rasa cinta kasih Kiong Ling-ling terhadap dirinya,
tetapi... Dia tak berani memikirkan lagi, sambil menunduk ia simpan
seruling samber nyawa terus merogoh keluar kotak mas itu,
baru saja ia niat membuka, waktu dipandang secara tegas, tak
terasa ia mengeluh: "Bagaimana duduk persoalan ini" ini..."
Kotak mas panjang satu kaki itu mengkilap kekuningkuningan,
bentuknya panjang tapi tipis dan tingginya cuma
lima senti, diatas tutupnya diukir burung Hong dan Naga, ada
awan ada pohon Kwi-hwa serta gambar bunga lainnya yang
dilukis begitu indah seperti hidup,
Jelas sekali diantara sekian banyak ukiran kembang dan
bintang itu ditengah yang sangat menyolok mata tampak
ukiran delapan huruf besar yang berbunyi:
"siapa berani membuka kota ini pasti mengalami bencana
kematian." sinar surya bertingkah diseluruh jagat, alam memancarkan
cahaya kuning yang cemerlang tertimpa diatas permukaan
kotak mas yang mengkilap itu, sehingga kelihatan lebih hidup
dan menyolok mata. Dengan kedua tangannya Giok-liong menjulang kotak mas
itu, sesaat ia menjadi kehilangan pikiran cara bagaimana ia
harus mengurus kotak di tangannya itu. Di buka atau tidak "
Kalau tidak dibuka, pesan terakhir ibundanya sebelum
berpisah dulu masih terkiang jelas sekali dipinggir telinganya,
terang di katakan bahwa kotak mas ini adalah peninggalan
ayahnya, didalamnya tercatat rahasia yang penting sekali
mengenai riwayat hidupnya, kenapa pula aku harus gentar
menghadapi kedelapan huruf ini dan mengaburkan urusan
besar. Kalau dibuka, huruf yang menyatakan bencana kematian
yang menyolok dan menyedot sukma itu benar benar sangat
menyulitkan dirinya. Mungkinkah ini merupakan suatu jebakan
muslihat yang sering terjadi dalam dunia persilatan. Dilihat
dari tata kehidupan di Kangouw yang serba berbahaya dan
penuh liku-liku hidup yang membahayakan betapa juga
peringatan ini harus diperhatikan. Adakah ayahnya dulu pernah meninggalkan dendam
kesumat kepada sementara tokoh-tokoh Kangouw, dengan
menyebar luaskan akan rahasia catan dalam kotak mas ini
untuk memancing sang musuh keluar dan masuk dalam
jebakannya. Terlebih dulu mengadu domba serta membiarkan mereka
dua jiwa dalam memperebutkan kotak mas ini atau mati
tenggelam dalam pusaran air rawa naga beracun yang dingin
membeku ini. Dan bila tokoh yang terakhir mendapatkan
kotak mas inipun takkan ketinggalan hidup karena kotak mas ini berisi racun jahat
atau binatang berbisa dan mungkin juga senjata rahasia yang
ganas. Bukankah tujuan terakhir inijuga akan membuat tokoh
terlihay yang akhirnya mendapatkan kotak mas ini menjadi
korban jebakannya pula. semakin dipikirkan ia menjadi semakin curiga, semakin
dipikir ia menjadi gentar dan ciut nyalinya untuk
memberanikan diri membuka kotak mas di tangannya itu.
Menghadapi pancaran sang surya yang cemerlang itu ia
menjadi bimbang dan tak berani ambil keputusan yang positip.
Mendadak ia membanting kaki, desisnya:
"Tak peduli apapun yang bakal terjadi, aku tak bisa
berpeluk tangan saja, Mati atau berkorban Apa pula yang
harus kutakuti manusia memang harus mati kalau memang
ditakdirkan oleh Tuhan yang berkuasa, daripada hidup seperti
aku yang terombang ambing tak menentu arah dan cita-cita
ini." begitu tetap pikirannya segera jari kelingkingnya menekan
sebuah tombol di muka atas kotak mas itu.
"Plak " dengan mengeluarkan suara nyaring kotak mas itu
terbuka mental dengan keras. Didalam kotak kelihatan
terdapat setumpukan kertas minyak serta seonggok sampul
surat, entah apa pula yang tersimpan di dalamnya.
Pikir Giok-liong bagaimana pula harus dijelaskan kata kata
"malapetaka kematian didepan kotak ini ?" Giok-liong tidak
begitu gegabah uniuk segera mengulur tangan menjemput
bunta Lan sampul-sampul kertas minyak itu, dengan kedua
tangannya terulur maju kedepan dada, dipandangnya lekatlekat
kotak mas tanpa berkesip menantikan perubahan apa
yang bakal terjadi. Nanti punya nanti tiada kelihatan reaksi apa-apa, Giok-liong
menjadi tertawa geli sendiri, segera ia mengulur tangan
mengambil buntalan kertas minyak itu terus dibalik hendak
dibuka. "Permainan apa lagi..." kiranya sampul sebelah yang
terbalik itu tersegel dengan selarik kertas kuning, diatas tarik
segel kuning ini tertulis lagi delapan huruf-huruf kecil warna,
merah darah menyolok mata, berbunyi:
"Mengintip rahasia pribadi orang, setan malaikatpun tak
berampun." Giok-liong menggelengkan kepala berulang-ulang,
"malapetaka kematian tidak sampai menggertaknya takut,
adalah kata-kata rahasia pribadi ini membuatnya serba
runyam. Kalau yang terbuntal didalam bungkusan kertas
minyak ini betul betul adalah rahasia piibadi orang lain
bagaimana " Mendadak ia menjadi nekad, gumannya membanting kaki :
"Masa peduli banyak, terang adalah peninggalan ayahku
sendiri meskipun rahasia pribadi betapapun adalah rahasia
pribadi keluarga kita orang she Ma kenapa aku harus ragu dan
bimbang." Tanpa ayal segera disobeknya segel kertas kuning itu
pelan-pelan ia membuka sampulnya....
"Tunggu sebentar " tiba-tiba pandangannya terasa kabur
akan berkelebatnya sesosok bayangan kuning mas.
Bukan kepalang kejut Giok-liong, secara reflek kakinya
mengeser gesit sekali mundur setombak lebihi "Plak " kontan
ia menutup kota mas kembali serta serunya tak tertahan:
"siapa tuan ini ?" Entah kapan tahu-tahu disampingnya dimana ia berdiri tadi
telah berdiri seorang laki-laki pertengahan umur yang
berdandan sebagai seorang persilatan.
Laki-laki pertengahan umur berdandan kaum persilatan ini
beralis tebal lentik, bermuka cakap dengan kumis yang teratur
rapi menaungi bibirnya yang tebal lebar, hidung mancung
jenggotnya pendek teratur lurus seluruh pakaian yang
dikenakan berwarna kuning mas berkilau entah terbuat dari
bahan apa, dipinggangnya menyoreng sebilah pedang panjang
tiga kaki sikapnya gagah dan perwira sangat angker, membuat
orang merasa kagum dan segan tak berani beradu pandang
kedatangannya ini seumpama malaikat dewata saja.
sekian lama ia mengawasi Giok-liong, sebelah tangan kiri
memegang gagang pedang sedang tangan kanan menunjuk
kotak mas ditangan Giok-liong , katanya :
"sekali-kali kau tak boleh melihat surat-surat dalam kotak
mas itu " Giok Liong menyengir dingin, tanyanya :
" Kenapa ?" "Tidaki... tidak kenapa ?"
" omong kosong Kotak mas sudah menjadi milikku, aku
punya hak penuh akan kotak mas ini, ada sangkut paut apa
dengan tuan?" "sudah tentu ada sangkut paut dengan aku "
"Ada sangkut paut dengan kau ada sangkut paut dengan
kau juga harus kuperiksa," lalu Giok-liong melangkah kesamping menjauh beberapa
tindak, "plak " sekali tekan ia membuka tutup kotak mas itu
lagi. (Bersambung keJilid 31) Jilid 31 Kim-i-jin atau orang berpakaian serba kuning mas itu
menjadi gugup, tak kelihatan ia bergerak tahu-tahu bayangan
kuning berkelebut sebat sekali ia menubruk tiba kehadapan
Giok-Liong tangannya meraih seraya berteriak gelisah:
"Betapapun kau tak boleh lihat"
Giok-Liong melengak, batinnya: "Gerak tubuh yang teramat
cepat sekali sungguh belum pernah kulihat selama ini." Di hati
ia berpikir, mulutnya menggertak sedang kakinya menggeser
kedudukan: "Betapapun aku harus melihat "
Tangan kiri yang memegang gagang pedang dari Kim-ijin
kelihatan gemetar, tangan kanan digoyangkan, naga-naganya
ia berniat hendak melabrak dengan kekerasan.
Karena kepandaiannya yang hebat dan lihay tadi serta
sikapnya yang berwibawa itu Giok-Liong menjadi tak berani
gegabah, kotak mas disembunyikan dibelakang punggungnya
katanya dengan nada berat: "Apa kau nantang berkelahi ?"
Ternyata Kim-i-jin itujuga sangat prihatin katanya sungguhsungguh:
"Kalau kau tidak mau dengar nasehat, terpaksa aku harus
melabrak kau " "Hahahahaha..." Giok-Liong terbahak-bahak,
"Terang kau sengaja hendak ikut merebut kotak ini, sayang
kau terlambat setindak lantas kau mencari gara-gara, Bagus
Mengingat kedatanganmu yang tak gampang dan cukup
mencapaiku n ini, bolehlah kau segera pulang tanpa cidera,
maka tidak tersia-sialah kedatanganmu ini,"
Setelah berkata ia simpan kotak mas kedalam bajunya
terus menepuk kedua tangganya, dengan muka mengeras ia
membentak: "silahkan lolos pedangmu "
Tak nyana dengan mengunjuk muka murung dengan alis
dikerutkan dalam-dalam, Kim-ijin malah menggelengkan


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepala, ujarnya "Kau salah paham. Maksud kedatanganku hanya minta
harap kau tidak mencuri lihat barang yang berada di dalam
kotak itu..." "Tutup mulut, justru karena ingin melihat apa isi kotak ini
sehingga menimbulkan banyak korban konyol ini, sudah tentu
setelah kudapat aku harus melihatnya."
"Dengan cara apa baru kau rela untuk tidak membuka dan
melihatnya" "Apapun takkan kupedulikan " sahut Giok-Liong dengan
tegas dan kukuh dalam pendapatnya. Tiba tiba alis yang terkerut dari Kim iJin melebar, dia
menjadi terang cahaya mukanya, katanya lantang:
" Kalau ibumu yang tidak mengijinkan kau untuk
melihatnya bagaimana ?" Giok-Liong menjadi murka, hardiknya: " Kentut Kenapa kau
timpahkan urusan ini kepada ibuku." sambil melangkah maju
beberapa tindak tangannya terkepal hendak melancarkan
pukulan. Kim i-jin mundur beberapa langkah sambil menggoyangkan
tangan, ujarnya: "Jangan gegabah, jangan gegabah Aku
bicara sungguh-sungguh." "sungguh-suugguh maksudmu ?"
"Tentu, kalau ibumu tidak suka kau melihatnya, apa kau
bersikeras hendak membuka juga ?"
otak Giok-Liong terasa bebal, sungguh ia tidak habis paham
timbul rasa curiga dan ragu dalam lubuk hatinya, Kelihatan
cara bicara Kim- i jin ini sangat serius dan prihatin benar,
maka tidak menjawab sebaliknya ia bertanya lagi:
" ibuku " Dimana ibuku berada ?"
Tanpa ragu ragu Kim-i-jin menerangkan:
"sudah tentu aku tahu dimana ibumu sekarang berada,
Hanya ingin kutahu, kalau ibumu betul-betul tidak
mengijinkan..." sontak Giok-Liong menjadi berseri girang, dengan langkah
lebar ia memburu maju serta berteriak kegirangan:
"Kalau kau bisa membawa aku menemukan ibuku, jangan
kata dilarang lihat, seumpama harus kuserahkan kotak ini
kepadamu bolehlah." "Apa betul ?" "Aku berani bersumpah demi ketulusan hatiku."
"Baik Mari ikut aku" nada seruan Kim-i-jin terdengar riang
lantang dan tegas, habis berkata sekali berkelebat bayangan
kuning lantas menghilang dan meluncur cepat sekali.
sejak berpisah dengan ibunya, meski selama ini belum
pernah semenit atau sedetik pun ia senggang, namun
terhadap budi dan cinta ibunda belum pernah terlupakan dari
lubuk hatinya. Bahwasanya Giok-Liong belum pernah bersua dan melihat
wajah ayahnya sendiri. Walaupun besar hasratnya hendak membela tentang asalusul
dirinya, ingin segera mengetahui jejak ayahnya, entah
hidup atau mati namun terhadap ibundanya yang telah
mengasuhnya selama sepuluh tahun lebih, besar pula rasa
kangen dan selalu terbayang dalam pikirannya.
sekarang seseorang ini rela dan sudi membawa dirinya
untuk menemui ibunya, betapa girang hatinya, apa yang
dapat dikatakan Maka tanpa berayal segera iapun
kembangkan ilmu ringan tubuhnya mengejar dengan ketat.
ingin rasanya tumbuh sayap dan dalam waktu singkat dia
bisa berlutut di hadapan ibunya untuk melampiaskan rasa
kangennya dengan tangis sepuas-puasnya, maka seluruh
tenaga dikerahkan mengembangkan Leng-hun-toh
membuntuti di belakang Kim-i-jin, teriaknya bertanya:
"Dimana ibuku?" "Aku membawamu menghadap ibumu habis perkara."
sahut Kim-i-jin. sedikit mengerahkan tenaga dan meliukkan pinggang Giok-
Liong melesat lebih pesat lima tombak kedepan, serunya
mendadak: "Mari lebih cepat lagi," Kim-i-jin tersenyum ujarnya:
"Eh, kiranya Iwekangmu cukup tangguh."
sebetulnya ilmu ringan tubuh Kim-i-jin sendiri juga sudah
mencapai kesempurnaan-nya, dimana tampak sinar kuning
berkelebat menembus angkasa membawa desiran lambatan
ringan laksana bintang tujuh mengejar rembulan sekali layang
puluhan tombak gampang sekali telah dijangkaunya.
Perjalanan ini telah dilakukan dari pagi sampai hari sudah
lohor dan dari lohor sampai magrib. Kim- i jin tetap bungkam
tanpa mengeluarkan mulut, kakinya terus berlari secepat
terbang selincah kijang. Walaupun Giok-lioog sudah
mendesaknya berulang kali, dia mandah manggut-manggut
saja serta menjawab: "segera akan sampai."
sang surya terbenam di ufuk barat, kabut malam sudah
menyelimuti seluruh jagad, samar-samar terlihat di depan
sana banyak pohon-pohon besar menjulang tinggi ke angkasa
berjajar rapi seperti raksasa yang sedang berbaris, begitu
besar dan luas hutan rimba belantara ini sampai tak kelihatan
ujung pangkalnya, dalam suasana sunyi lengang di kegelapan
malam lagi dibawah sebuah lembah yang hampir tertutup
rapat oleh rimbunnya tumbuhan pohon yang besar-besar itu
keadaan sekelilingnya menjadi terasa seram dan menakutkan.
Dari puncak sebuah bukit Kim i-jin terus berlari kencang
meluncur turun laksana seekor elang yang menyamber kelinci
seperti air tercurahkan dari langit ke bawah lembah, mulutnya
terdengar berkata. "sebentar sudah sampai, mari ikuti aku"
sedikitpun Giok-Liong tidak berani ayal, dengan ketat iapun
ikut meluncur turun ke bawah, "Haya" tiba-tiba ia berseru
kejut waktu kakinya hinggap di tanah datar diluar rimba,
secara reflek kakinya menjejak tanah terus melesat mundur
tiga tombak dengan mendelong ia mengawasi sebuah papan
besar yang tergantung diatas sebuah pohon beringin dimana
tertulis beberapa huruf besar bejana merah darah:
"Daerah terlarang Hutan Kematian, siapa masuk harus
mati." Betapa jantung Giok-liong takkan ber-debur keras begitu
melihat kedelapan huruf ini " Tahu dia sekarang bahwa dirinya
telah kena diapusi dan pancing kemari, lekas-lekas ia kerahkan
hawa Ji-lo untuk melindungi tubuhnya, lalu dengan
telunjuknya ia menuding Kim-i-jin yang sudah melesat masuk
kedalam hutan, hardiknya menggeledek:
"Ternyata muslihat hendak menjebak aku Berdiri"
sungguh sangat menakjupkan adalah gerak gerik Kim-i-jin,
begitu mendengar bentakan Giok-liong tubuhnya yang sedang
meluncur kedepan itu mendadak mencelat balik telus
jumpalitan hinggap dihadapan Giok-liong, serunya mendelong:
"Apa muslihat"Jebakan?"
Melihat sikap orang yang tidak mengerti semakin
memuncak amarah Giok-liong, menuding ke arah papan
peringatan di-atas pohon beringin itu ia membentak lagi:
"Tempat apa ini?" Tanpa ragu dan heran Kim-i-jin menyahut tegas:
"Markas besar Hutan kematian"
"Kalau begitu kau memancing aku kemari apa maksudmu?"
"Bukankah kau ingin bertemu dengan ibumu?"
"Hm Masih mau menipu orang ibuku mana bisa berada
dalam hutan Kematian?" "Bagaimana tidak mungkin berada didalam Hutan
kematian?" balas tanya Kim-i-jin.
"Bu..." Tanpa menanti Giokliong sempat mem-buka mulut lagi tibatiba
Kimijin mendongak terbahak-bahak, Sesaat Giok-liong
masih ragu dan curiga. Sekonyong-konyong bayangan orang dan derap langkah
kaki orang banyak serta sinar mata orang yang berkilat
memberondong keluar terburu-buru dari dalam hutan, semua
berlari keluar dengan tersipu-sipu, ternyata puluhan anak
buah Hutan kematian telah muncul di kegelapan sana berjajar
rapi dibela kang Kim-tjin, sikap Kim i-jin masih tetap wajar dan
mengumbar gelak tawa-nya menghadapi Giok liong seperti
tidak mengetahui kedatangan para anak buah Hutan kematian
itu. "Coba kau lihat" seru Giok - liong sambil menuding orangorang
di belakangnya itu. Sedikitpun Kim-i-jin tidak merasa heran, mendadak ia
berpaling ke belakang serta berseru keras:
"Tak perlu banyak peradatan"
Bayangan orang-orang hitam itu serentak mengiakan
dengan suara gemuruh sekejap saja seperti angin lesus saja
derap langkah mereka menghilang dibalik pohon-pohon besar
terus mengundurkan diri Mendelik mata Giok-liong, bentaknya:
"Kau ini pernah apa dari Hutan kematian ini?"
"Akulah Limcu ( ketua )."
"Hah..." Giok-liong menjadi semakin bersitegang leher,
kedua tangannya pelan-pelan diangkat terus menekuk dengkul
memasang kuda-kuda, sebuah tangan yang lain terus
bergerak lambat merogoh keluar potlot mas.
Kini ini mandah tersenyum tawar, tangannya digoyangkan
ujarnya. "sabar dan jangan gegabah, tujuanmu adalah ingin
bertemu dengan ibumu, kenapa pula kau peduli Hutan
kematian atau Hutan kehidupan apa segala?"
Memang cukup adil dan benar perkataannya, Demikian
batin Giok-liong, ibu terjeblos dalam kurung Hutan Kematian
entah penderitaan apa saja yang telah dialaminya" Bukan
mustahil mereka menggunakan ibuku sebagai sandera untuk
menekan aku supaya menyerahkan kotak mas ini"
Karena pemikirannya ini hatinya menjadi mendelu dan
rawan, segera ia bersuara lantang dan tegar
"Tunjukkan jalan Tak peduli sarang naga atau gua, harimau
betapapun aku harus menemui ibu,"
Di mulut ia berkata tandas namun secara diam-diam ia
sudah kerahkan seluruh kekuatannya dikedua lengannya,
diam-diam iapun sudah menerka-nerka dalam hati, menurut
rencananya seumpama ibunya betul-betul menderita didalam
Hutan kematian, meski harus mengorbankan jiwa sendiri
betapapun ia harus mengobrak-abrik dan membunuh seluruh
penghuninya, ayam dan anjing juga tak terampunkan lagi.
Sebaliknya seperti tiada terjadi suatu apa2, Kim-i-jin bicara
acuh tak acuh: "Mari ikut aku" Mereka bersama angkat langkah berendeng memasuki
Hutan kematian, semakinjauh didalam semakin gelap.
sepanjang jalan ini terang banyak terdapat pos-pos penjaga
entah yang tersembunyi namun satupun tiada yang
menunjukkan suatu reaksi. Kira-kira perjalanan setengah jam kemudian, mendadak
pandangan mata menjadi silau, alam sekelilingnya menjadi
terang benderang. Kiranya mereka sudah memasuki sebuah
perkampungan yang besar dan megah dihadapan mereka
tegak berdiri sebuah gapura batu pualam hijau, dimana- mana
dipasang lampu lampion dan lilin besar sehingga sekitarnya
terang benderang seperti disiang hati bolong.
Bangunan rumah disini semua bertembok meski tidak
bertingkat tapi cukup angker dan berwibawa seperti
bangunan2 gedung pembesar atau menteri.
"Tang terdengar sebuah lonceng berdentang segera pintu
gerbang perkampungan pelan-pelan terbuka lebar, delapan
laki-laki tegap dan gagah berjaga di kedua jamping pintu terus
bersorak menyambut. "Selamat datang majikan" Kim- i jin mengulapkan tangan,
katanya kepada Giok liong: "Silakan masuk" saat mana Giok-liong tidak banyak pikir dan tak perlu
dipikirkan lagi, dengan langkah lebar ia mendahului beranjak
masuk, setelah menyelusuri serambi panjang dan melewati
dua halaman besar beruntun mereka memasuki lima ruang
besar, yang terakhir baru Kim-i-jin menghentikan langkahnya
dan berkata sembari tersenyum. "Aku tahu kau ingin segera bertemu dengan ibumu maka
maafkan aku tidak menjamu kau lebih dulu" lalu kedua
tangannya bertepuk tiga kali. Dari belakang ruang sebelah kiri
melalui sebuah pinta bundar beruntun keluar empat kacung
kecil berusia tiga empat belas tahunan serempak mereka
berdiri tegak terus membungkuk rendah sembari
menundukkan kepala, sahutnya dengan suara tertekan
nyaring: "Menunggu perintah majikan."
Kata Kim-i-jinjuga dengan suara lirih:
"Laporkan ke Panti Wening bahwa Siau hiap Ma Giok liong
telah tiba " Keempat kacung kecil itu mundur tiga tindak sembari
mengiakan terus membalik masuk keruang sebelah.
Kata Kim-i-jin kepada Giok-liong: "Mungkin ibumu saat ini
sudah mapan tidur." Tatkala itu Giok-liong berdiri menjubleki seolah-olah dialam
mimpi saja sehingga ia melenggong tak tahu apa yang harus
dikatakan. Kata Kim-i-jin pula: " Kalau beliau tahu kau sudah datang
betapa girang hatinya, mari masuk " lalu iapun maju lebih
lanjut melalui pintu dimana para kacung menghilang.
Tanpa bersuara Giok-liong mengintil terus di belakang Kimi
jin, hawa Ji-lo dikerahkan setindak demi setindak ia berjalan
hati-hati sekali sedikitpun ia tidak berani ketinggalan, kedua
matanya berkilat tajam mengawasi situasi sekelilingnya.
Tampak olehnya setiap kamar yang di lalui semua terang
benderang terpasang lilin, malah keadaannya serba bersih dan
mewah dipajang sedemikian indah dan megah, setiap
kembang dan rumput didalam kebun seperti dirapikan dan
dikerjakan oleh seorang ahli kebon, semua serba teratur.
Siapa akan nyana bahwa Hutan kematian yang di siarkan
sebagai sarang momok sebagai bibit bencana dalam dunia
persilatan kiranya punya gedung megah dan tempat
pesanggrahan yang aman tentram dan damai ini.
Beruntun mereka melewati lima tujuh taman bunga dan
serambi panjang, kini di-hadapan mereka terbentang pula
sebuah taman bunga, pemandangan disini lain pula bentuknya
kembang sedang mekar dan tumbuh subur dengan baunya


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang harum semerbak hawanya terasa sejuk hangat,
disebelah kiri sana malah sedang tumbuh ratusan pohon Bwe
yang sedang mekar, bau wangi merangsang hidung.
Ke empat kacung kecil tadi sudah berdiri jajar menanti
didepan hutanpohonBwe itu, katanya sambil menjura:
"sudah hamba sampaikan kepada para cici didalam, belum
terima perintah selanjutnya"."
Belum lenyap kata-kata para kacung itu dari dalam. hutan
pohon Bwe itu melesat ke luar laksana kupu-kupu terbang
empat orang gadis rupawan berpakaian ketat, mereka berdiri
jajar dibawah pohon yang rimbun, terdengar suara mereka
nyaring merdu: " Harap siau hiap masuk kedalam, Hu-jin sudah menunggu
diruang dalam." Kim i-jin tertawa lebar sembari mengelus jenggotnya,
katanya kepada Giok-liong : " ibumu sudah menanti kau, Hutan Bwe ini merupakan
daerah terlarang bagi Hutan kematian, meski sebagai Limcu
akupun tak terhindar dari larangan ini, Maka harap maaf aku
tak mengiringi kau lebih lanjut, siauhiap silakan "
lalu ia ulapkan tangannya membawa keempat kacung tadi
putar balik melaluijalan datangnya tadi.
Giok-liong tidak tahu latar belakang apa pula yang bakal
dihadapinya nanti, mendelong ia awasi bayangan kuning mas
yang menghilang dibalik pintu sana, ia menjublek tanpa
bergerak. Terdengar suara cekikikan keempat gadis berpakaian ketat
itu sudah membuka jalan berdiri jajar dikedua samping
menyilakan Giok-liong masuk. sedikit merenung segera Giok-liong ber-soja, ujarnya :
"Para cici silakan tunjukkan jalan "
Keempat gadis itu segera berubah hidmat dan berdiri tegak
meluruskan tangan, sahutnya bersama : "Hamba beramai
terima perintah " ikut dibelakang keempat gadis pelayan ini Giok-liong
beranjak terus melewati jalan kecil dari balok batu persegi
yang berliku-liku diantara lebatnya pohon bunga Bwe yang
sedang berkembang harum. Sebelah dalam dari hutan pohon Bwe ini adalah sederetan
hutan bambu kuning, suara kereyat-kereyot terdengar
bersahutan karena dahan-dahan bambu terhembus angin lalu.
Ini lebih menunjukkan suasana nyaman damai pada malam
nan sunyi senyap ini. Keluar dari hutan bambu Giok-liong di hadapi sebuah
gapura baru pualam putih di-atas gapura melintang sebaris
huruf besar, itulah tulisan yang berbunyi. "Panti Wening"
Sesudah melintasi sebuah halaman berumput tebal mereka
memasuki sederet rumah petak yang terbagi dua jajar
keempat pelayang itu membawa Giok-liong memasuki sebuah
kamar besar, dua diantaranya lantas menyiapkan kursi dan
menyuguhkan teh sedang dua yang lain masuk ke dalam
memberi laporan, gerak-gerik keempat dayang remaja ini gesit
dan cekatan. Meskipun sudah melakukan perjalanan jauh sehari
semalam, seluruh badan dirasakan cape dan gerah namun
Giok-Liong tiada selera minum air teh, atau memikirkan perut
nya yang sudah lapar dan keroncongan.
Tengah ia mondar mandir dengan gelisah melihat-lihat
gambar dan pajangan dalam ruangan itu, duri pintu belakang
lapat-lapat terdengar derap langkah ringan serta suara
berdencing yang lirih dari belakang pintu, angin beranjak
keluar seorang wanita pertengahan, sembari mengulurkan
kedua tangannya sua ia nya terdengar tersendat.
"Anak Liong" "Bu oh, ibu, sungguh nak Liong tidak berbakti, apakah anak
Liong tengah bermimpi ?" "Tidak... nak, ini kenyataan yang betul-betul terjadi bukan
mimpi" "Bu Bukankah kau telah dicelakai oleh Hiat hong-pang..."
"Tidak.... cerita ini sangat panjang untuk dituturkan dalam
waktu singkat, kau sudah capai lelah Makanlah dulu baru
istirahat." Memang saat mana keempat dayang itu sudah menyiapkan
meja perjamuan dengan hidangan yang serba lezat, Giok-liong
betul-betul sudah kelaparan, ditunggui oleh ibunya yang
sudah sekian lama berpisah dan selalu dikenangnya ini, maka
dengan lahap ia gegares sekenyangnya lalu katanya:
"Bu orang berpakaian jubah mas..."
"Anak Liong, Keluarkan kotak mas yang kau peroleh dari
mata air rawa naga beracun " Tersipu-sipu dengan ke dua tangannya Giok-liong
persembahkan kotak yang diminta, kepada ibunya.
Tak nyana setelah menyambuti kotak mas itu, ibunya lantas
mengalirkan air mata dengan sedih, sambil menggigit bibir seluruh badannya
gemetar, sedunya semakin keras dan merawan hati.
Giok-liong menjadi bingung dan heran, tanyanya:
"Bu, kau..." "Pergilah kau tidur, sekarang ibumu belum bisa
menceritakan asal usul kotak mas ini kepadamu. Cuma yang
terang bahwa kotak mas ini bukan berisi buku catatan ilmu
silat yang maha sakti atau benda pusaka lainnya."
"o, bu bukankah dulu kau pernah berkata..."
"nak, dulu ibu ngapusi kau. Tapi kotak ini bagi ibumu boleh
dikata lebih penting dan berharga dari segala buku silat,
sekarang agaknya Tuhan memang maha pengasih, terhitung
kotak ini tidak terjatuh ke tangan orang lain, kalau tidak,"
"Kalau tidak bagaimana bu ?"
"Kalau tidak, bukan saja ibumu malu dan tak bisa dilihat
orang, nak kau... kaujuga sulit menjadi manusia di dunia ini"
sampai kata kata terakhir suaranya sudah tertelan oleh
sengguk tangisnya. Giok-liong ikut terharu dan meneteskan air mata, tapi ia
berkata: "Bu" sebetulnya..." "Pendek kata akan datang suatu hari kau bakal tahu duduk
perkaranya." "Besok ?" "Tidak " "Lalu kapan ?" "Pertemuan besar di Gak-yang pada hari raya Goan-tiau
nanti." "Bu, kau..." "Anak Liong, untuk sementara kau menetap disini dan
melewatkan tahun baru, ibu sudah kangen betul, hampirhampir
gila aku memikirkan kau. sekarang kau sudah bisa
berdiri sendiri dan terpandang dikalangan Kangouw,
penderitaan yang ibu kecap akhirnya berhasil juga. tidurlah,
ibu juga sudah lelah." Melihat rasa duka dan murung ibunya, Giok-liong tidak
berani banyak bertanya lagi, terpaksa ia mengiakan terus
masuk tidur kekamar samping yang sudah disiapkan
sebelumnya. semalam suntuk ia gundah gulana, dan gelimpangan diatas
pembaringan tak bisa tidur, sungguh perasaannya bergairah
dan bergejolak, Bergairah karena sekarang ia telah bertemu
kembaIi dengan ibunya seperti dalam impiannya selalu,
Bergejolak karena kwatir dan was-was melihat sikap ibunya
serta rahasia yang terpendam pada kotak mas itu, sekejappun
ia tidak pejamkan mata sampai hari terang tanah.
Diluar dugaannya sekejappun ibunya tidak menyinggung
lagi persoalan kotak mas itu, setiap kali Giok-liong
menanyakan kotak mas itu, atau perihal seluk beluk Hutan
kematian ini ibunya selalu menggunakan alasan dan kata-kata
lain untuk menguarkan pokok pembicaraan mereka.
Kalau terdesak terpaksa ia menghibur supaya Giok-liong
bersabar dan tak perlu banyak tanya semua persoalan bakal
dapat dibikin terang pada pertemuan besar di Gak yang-lau
nanti. sang waktu memang berlalu dengan cepat, hari ke hari
selama ini Giok-liong keluar dalam suasana yang penuh
gembira bersanding didampingi ibunya, namun selalu
dilingkupi rasa tidak tentram dan was-was pula.
Sudah menjadi tradisi selama ribuan tahun setiap hari raya
atau tahun baru dimana-mana menjadi ramai dan dalam
suasana yang bergembira ria, suara petasan dan gembreng
serta tambur bertalu bersahutan, Tahu-tahu tahun baru sudah
berlalu tak terasa. Tanggal lima pada bulan pertama, Giok-liong bersama
ibunya sudah bersiap-siap lengkap. terus meninggalkan hutan
kematian langsung menuju ke Gak- yang.
Waktu sampai di Gak-yang, hari sudah magrib, lampu
sudah dipasang dimana-mana, tepat pada hari itu memang
tiba tanggal lima belas, atau hari Goan-siau dan yang lebih
terkenal dinamakan Cap-go-meh, rumah-rumah dikota Gakyang
ini memasang lampu lampion yang beraneka ragam
bentuk dan warnanya, orang berlalu lalang hilir mudik sangat
ramainya. Giok liong bersama ibunya berpesiar jalan-jalan menonton
keramaian sambil menghabiskan waktu, setelah rumah-rumah
pada tutup dan waktu sudah menunjukkan tengah malam,
orang yang hilir mudik juga sudah jarang pelan-pelan Giokliong
dan ibunya beranjak menuju ke Gak-yang lau.
Dengan ilmu ringan tubuh mereka berdua yang tinggi,
langsung melesat menuju keatas loteng Gak yang- lau.
Diambang jendela empat orang tua bertubuh tinggi tegap
dan kekar berdiri dengan angkernya.
Begitu melihat keempat orang ini Giok-liong menjadi heran
dan berseru menyapa: "Pak-hay su lo selamat bertemu Kalian..."
Begitu melihat Giok-liong serta ibunya sudah datang,
serempak Pak hay sulo membungkuk tubuh menjura dalam
serunya dengan nada menghormati "Hu-jin, siau-hiap, Hamba beramai berjaga dan menunggu
menurut perintah." Belum lagi Giok liong sempat bersuara, terlihat ibunya
mengulapkan tangan seperti mereka sudah menjadi kenalan
kental saja, katanya: "Kalian bersaudara banyak baik,"
"Banyak terima kasih pada Hujin, memang sudah menjadi
tugas kita." King thian-sin Lo say lalu berkata:
"Para pendekar sudah tiba, mereka menunggu di dalam."
Belum lagi suara King thian-sin Lo say hilang, sekonyongkonyong
terdengar denting suara keliningan yang nyaring
merdu, disusul sebuah bayangan putih berkelebat melesat
keluar dari dalam loteng, terdengar sebuah suara nyaring
merdu berkata: "Ji- moa y, baru datang Jauh-jauh aku berhasil
menyeretnya dari laut utara, silakan kau jatuhkan hukuman
padanya." Terdetak jantung Giok-liong, baru sekarang ia tahu bahwa
ibunya ternyata adalah salah satu dari Bu lim su bi yang
menggetarkan kalangan kangouw itu, malah menduduki
nomer dua, beliau bukan lain adalah Toh hun- siancu ( dewi
penyabut sukma ) Ko Eng. Tampak perasaan Toh hun siancu Ko-Eng sangat haru, air
mata mengalir deras bagai hujan, suaranya sember dan serak,
teriaknya: "Toaci" terus menubruk kedalam pelukan Kim-ling-cu dan
tergerung- gerung dengan sedihnya. Pelan-pelan Kim-ling-cu menepuk pundaknya, katanya
dengan suara lembut. "Ji-moay, penasaran beberapa tahun ini sudah kau resapi
dengan penuh derita, sekarang anakmu sudah dewasa lagi.
malah menjunjung nama dan menegakkan wibawa di
kalangan kangouw, Rasa duka yang sudah kelelap dan
ditimbali dengan hal-hal yang menyenangkan ini seharusnya
tak perlu dipikirkan lagi, sekarang kau harus bergembira,
kenapa main tangis segala seperti anak kecil saja. Mari kita
masuk." - dengan bergandeng tangan mereka melejit tinggi terus
meluncur dengan gaya ji-yan-kui-jau (burung seriti pulang
sarang) menerobes jendela masuk kedalam loteng, sungguh
indah dan menakjupkan sekali gerak gerik mereka. Giok liong
juga tak berani ayal, gesit dan tangkas sekali iapun melayang
masuk. Didalam loteng tampak Teji Pang Giok, Pat-ci-kay-ong dan
seorang HweSio tua beralis putih bermuka welas asih,
mungkin beliau adalah Hoat-ceng salah satu dari Ih-lwe-sucun
itu, mereka duduk berjajar disebelah kiri,sedang disebelah
kanan duduk Ih-hun-san-ceng Cengcu Toan-bok Ih-hun, siphiat-
ling Toanbok Ki, Bingcu dari aliran hitam yang membawa
cucunya, yaitu Kiang liong- li Toan bok swie-giok, dan seorang
lagi adalah Bu-ing-tocu dari Lam hay.
Yang menarik perhatian Giok-liong adalah bahwa Hwi hun
chiu Coh Jian kun dan Tam kiong sian li Hoan Ji hoa dari Hwi
hun san cheng ternyata juga hadir dan duduk anteng
disebelah sana. sedang yang duduk ditengah adalah seorang
laki-laki pertengahan umur yang bermuka merah seperti muka
Koan Kong itu tokoh kenamaan pada jaman sam Kong,
matanya jeli berkilat ditaungi alis lentik lempang keatas
bersikap angker dan garang, jenggotnya memutih melambai
didepan dada, dengan mengenakan jubah panjang ia duduk
mementang kedua kakinya seperti pembesar atau raja saja
layaknya, membuat orang menaruh hormat dan segan.
saat mana Kim-ling-cu sudah berjalan kepinggir orang ini,
katanya keras: "Kau masih duduk saja, kenapa sikapmu begitu serius."
Giok-liong tidak tahu siapakah gerangan orang ini. Tapi
melihat gurunya jaga hadir, bergegas ia maju kehadapan Teji
Pang Giok terus berlutut memberi hormat setelah itu ia
mengisar dan hendak memberi hormat pula kepada Pat-cikay-
ong. Pat ci-kay-ong yang suka guyon-guyon itu menggoyang
tangan membuat muka setan dengan suaranya yang serak
dan tenggelam tenggorokan ia berkata mencegah.
"Buyung Bangun Kau sungguh harus berlutut, semua orang
yang hadir disini harus kau sembah lebih baik batal saja"
Giok-liong menyahut dengan sungguh2:


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tata kehormatan sudah menjadi kelaziman mana boleh
batal apa segala." Kata Pat-ci kayong sambil menunjuk laki-laki muka merah
itu: "orang lain boleh batal, hanya beliau saja, kau harus lebih
banyak menyembah padanya." Teji Pang Giok juga ikut bicara dengan sikap serius,
ujarnya: "Anak Liong. pergilah kau tengok ayahmu."
Berdebur jantung Giok-Liong bergetar seluruh badan
seperti disambar geledeki darah lantas bergolak dalam rongga
dadanya "Eh, main ayal lagi. Hayo lekas beri hormat dan berlutut
kepada ayahmu " demikian desak Pat-ci-kay-ong melucu.
Giok liong terlongong bingung kurang percaya, matanya
mendelong mengawasi laki-laki muka merah berbentuk
persegi itu, pelan-pelan kakinya beranjak mendekati baru saja
ia hendak membuka mulut menyapa dan berlutut memberi
hormat .... "Nanti dulu, anak Liong," terdengar Toh-huo-siancu Ko Eng
mengertaki ringan sekali, ia melayang datang, terus menyekal
pergelangan Giok-liong, air mata mengalir semakin deras dan
tersekat-sekat, katanya sendu: "sabar anak Liong. Aku belum tentu punya suami dan kau
belum pasti punya ayah..." suaranya menjadi putus dan lenyap dalam tenggorokannya
karena tangisnya yang merawan hati.
Terpaksa Kim-ling cu tampil kedepan, katanya:
"Ji-moay, penasaran selama lima belas tahun kini sudah
harus dibikin terang, kau harus bergirang, buat apa..."
Tapi Toh-hun siancu Ke Eng tidak kena bujuk, sambil
membesut air mata, ia tuding laki-laki muka merah itu,
hardiknya : "Ma Hun, lima belas tahun yang lalu sepak terjangmu
betuf-betul keterlaluan dan tidak mengenal cinta kasih. Coba
pikirkan, kau minggat diam-diam membawa anak Hou
meninggalkan aku bersama anak Liong, ini sih dapat kuterima
dengan tulus hati kenapa pula kau menyebar kabar bohong
dan memfitnah dengan segala peristiwa kotor untuk menista
aku bersama suheng, katanya aku ada hubungan cinta dan
main asmara dengan Kim-i-hiat-hong Hoan Bu-sang. Malah
kau merangkai cerita dan ditulis dalam sejilid buku serta kau
pendam didasar mata air di dasar Rawa naga beracun,
Tujuanmu hendak merusak dan membusuk kan nama baikku
untuk selama-lamanya, kau terlalu menghina kesucianku dan
merendahkan harga diriku...." Ternyata laki-laki muka merah seperti Kean Keng itu tak
lain dan tak bukan adalah majikan Ping-goan dilaut utara yaitu
Hwi-thian-khek Ma Hun. Dicerca panjang lebar begitu, muka merah Hwi-thian-hun
semakin merah padam seperti warna darah, wajahnya
menunjuk rasa menyesal dan segan, mulutnya bergerak tapi
urung bicara. "Ehi orang she Ma," terdengar Kim-ling-cu mendesak lagi:
"Kenapa kau tidak bicara."
Hwi-thian-khek Ma Hun tergagap. katanya terbata-bata:
"Toamoay, apa... yang... harus.... kukatakan..."
Kim-ling-cu bersungut gusar, semprotnya:
"Apa penderitaan adikku selama lima belas tahun harus siasia
belaka. Mana tanggung jawabmu "
"Ini..." "Ini itu apa ?" "Urusan ini, baru sekarang aku paham seluruhnya "
sembari mengertak gigi Toh Hun siancu membanting kaki,
jengeknya dengan rasa gusar yang meluap:
"Kau paham" Tapi kita ibu beranak selama lima belas
tahun...." ia tak kuasa melanjutkan kata-katanya saking sedih dan
penasaran, mukanya pucat badan gemetar bibirnya sampai
biru. Hwi-thian-khek Ma Hun melonjak bangun dari tempat
duduknya, katanya lantang: "selama lima belas tahun ini kau menderita masakan aku
hidup senang " Ketahuilah aku menggantikan kau mengasuh
anak Hou sejak bayi menjadi besar apakah perasaanku pernah
tentram. Bukan begitu saja, Giok- hou bocah itu karena
kehilangan kasih sayang ibunda, sifatnya menjadi liar dan
suka sewenang- wenang, siapakah yang harus disalahkan."
Kata-katanya diucapkan dengan penuh perasaan dan haru,
mengandung rasa kesal dan penasaran juga .
sudah tentu Kim ling-cu berbicara dipihak adiknya, segera
ia menyela dengan tak kalah kerasnya:
"Kesalahan terbesar adalah karena kau tinggal minggat
jauh mengasingkan diri di Ping-goan di laut utara dan
melarang adikku menginjak daerah Pak hay, kenapa kau
salahkan lain orang." "Tang." sinar mas melayang terus jatuh kelantai dengan
mengeluarkan suara nyaring, kontan kotak mas itu menjeplak
terbuka, lembaran sampul surat segera tercecer diatas lantai.
saking marah dan tak tahan lagi Toh-hun-siancu
membanting kotak mas itu diatas lantai, dengan muka dingin
membeku ia mendesis: "Coba kau periksa, bukti surat
menyurat itu semua berada disini, asal boleh membuka
rahasia ini kepada seluruh sahabat dari dunia persilatan, coba
biar diperiksa apakah benar ada hubungan asmara apa segala,
kenapa waktu dulu kau tidak periksa dengan teliti"
Merah jengah sampai ke kuping Hwi-thian-khek Ma Hun,
katanya coba membela diri: "Hari itu waktu aku temukan surat-surat itu, ingin
rasanya... masa ada muka dan tahan sabar aku periksa suratsurat
itu. Baru sesudah Hoan Bu-seng sesuai dengan nama
julukannya, mendirikan masing-masing Hiat-hong-pang dan
Kim-ipang, baru aku tahu duduk perkara sebenarnya, bahwa
surat menyurut kalian adalah saling memperdalam semacam
ilmu simpanan dari perguruan kalian, tapi dalam keadaan
semacam itu... kenapa sebelumnya kau tidak tuan memberi
tahu dulu kepadaku?" "Pui." semprot Toh-hun-siancu Ko Eng, jengeknya sembari
tertawa dingin : "Hehehe-hehehe Ma Hun sungguh memalukan kau
mengagulkan diri sebagai pendekar agung yang dijunjung
tinggi d idunia persilatan. coba kutanya, suatu pelajaran
rahasia ilmu silat dari suatu perguruan kalau belum sempurna
dan selesai dilatih, seumpama ayah dan anak saja tak boleh
dibocorkan apakah aku harus membocorkan pelajaran
perguruanku kepada- mu?" "Tapi, kita kan suami isteri."
"Suami isteri lalu bagaimana" sehubungan sebagai suami
isteri lantas boleh melanggar sumpah dan mendurhakai
perguruan" Lantas tak perduli akan segala larangan
danpantangan kaum persilatan" "
Setelah berkata, tiba-tiba Toh hun-siancu Ke Eng merobah
sikapnya yang sedih, dengan kemarahan yang tak terkendali
lagi, katanya lantang sembari memutar tubuh menghadapi
seluruh hadirin: "Aku Ke Eng sudah memalukan dan membikin buruk nama
perguruan, puluhan tahun ini makanya aku masih tetap hidup
semua ini karena anak Liong masih belum dewasa, kebenaran
dan kesucianku masih belum kubikin bersih, aku sudah cukup
puas, untuk menyelesaikan urusan ini sampai membikin susah
dan capai para tuan-tuan, sungguh aku merasa kurang enak
dan tentram, hanya dengan kematianlah rasanya baru aku
bisa membalas kebaikan kalian,"
habis kata-katanya kedua lengannya lantas dikembangkan
terus terayun menggaplok kearah balok kepalanya sendiri...
"Haya Jimoay" "Ibu..." "Jangan Ko Eng " "Sabar Sumoay" Bayangan orang bergerak serabutan menubruk maju
sembari berteriak kejut, Sebat sekali Kim-ling-cu menubruk
maju memegang tangan kanannya, sedang Giok-liong juga
tidak ketinggalan memegang tangan kiri.
Tengah semua orang ribut-ribut, tampak sesosok bayangan
kuning mas meluncur masuk kedalam ruangan loteng ini.
Tahu-tahu Kim-i hiat-hong Hoan Bu-seng sudah berdiri
diambang jendela dengan muka merah padam dan gusar
sekali. Pandangannya menyapu selidik ke lantai yang penuh
bertebaran sampul-sampul surat itu, bagai kilat lalu ia
pandang seluruh hadirin satu persatu, terakhir pandangannya
jatuh pada muka Hwi-thian khek Ma Hun, hidungnya
mengeluarkan dengusan berat, jengeknya:
"Ma Hun " sepasang biji mata Hwi-thian khek melotot besar
seperti kelereng hendak meloncat keluar, suaranya berat:
" Hoan Bu-seng Kau mau apa?"
Pelan-pelan Kim-i hiat-hong Hoan Bu-seng berpaling ke
arah Sumoaynya yang ber-sedu sedan, alisnya semakin
bertaut dalam, rasa gusar membayang pada pandangan matanya,
serunya: "Ma Hun, sia-sia kau sebagai pendekar besar yang katanya
budiman dan diagungkan, Karena kau bersikap romantis dan
bekerja secara membawa adatmu sendiri hampir saja kau
mengorbankan jiwa Sumoayku ini, dan yang terpenting adalah
kau telah menunda dan mengganggu kesempurnaan tamatnya
pelajaran rahasia silat perguruan kita",
Maka atas nama Hutan kematian kudirikan pula Hiat hongpang
dan Kim i pang, besar sekali ambisiku untuk menelan
dan menumpas habis seluruh dunia persilatan untuk
melampiaskan dendam dan penasaran-ku ini."
Hwi thian- khek Ma Hun menyeringai ejek, katanya:
"Belum tentu kau mampu." Kim-i pang Hoan Bu seng tertawa dingin, ujarnya:
" Untung aku menugaskan Hiat- hong-pang untuk
menjemput pulang Sumoay dan karena bujukannya lah yang
menyadarkan aku dari kesesatan demi terjadinya suatu
gelombang pembunuhan betar-beaaran diBulim, kalau tidak
jangan harap pihak Pak-hay kalian yang biasanya sangat
mengagulkan sebagai benteng baja dan dinding besi
juga...Hm, huh ." Dengan langkah ringan ia melangkah maju membungkuk
diri menjemput sampul-sampul surat yang berserakan itu,
tanpa perdulikan hadirin lainnya ia berkata kepada Toh-hunsiancu
Ko Eng: "sumoay sejak hari ini Hutan kematian mengundurkan diri
dari Bulim, markas besar itu biar kutinggalkan untuk kau buat
istirahat." "suheng, kau..." "Aku akan mencari suatu tempat tersembunyi seorang diri
aku akan meyakinkan pelajaran rahasia itu sampai sukses,
selamat bertemu." dengan langkah lebar ia menuju ke jendela, entah dengan
gerakan apa tahu-tahu bayangan kuning berkelebat melesat
keluar dan menghilang. Toh-hun-siancu Ko Eng semakin keras tangisnya, ia
memburu maju dan menarik tangan Giok-Liong, katanya
dengan sesenggukan: "Anak Liong ibu malu tetap hidup di dunia."
lalu iapun berkelebat meluncur ka arah jendela. "Jimoay "
"Bu." dua bayangan putih gesit sekali berkelebat
menghadang di ambang jendela. "Jici (kakak kedua), Maaf aku datang terlambat." lenyap
suaranya dari jendela lainnya meluncur masuk dua sosok
bayangan langsing warna hijau. Kiranya Bu-lim-su-bi nomer tiga yaitu Bik-lian-hoa sudah
datang menggandeng Coh sia. Melihat ayah bundanya juga hadir di situ, selincah burung
gereja Coh Ki-sia lantas memburu ke arah sana dan menubruk
ke pelukan ibunya. Selintas pandang ke seluruh hadirin mendadak Bik-lian-hoa
tertawa terloroh-loroh, entah apa gerangan yang membuatnya
geli sampai tertawa terpingkel-pingkel.
"sammoay" bentak Kim-ling-cu,
"apa kau sudah gila ya ?"
Dengan jarinya Bik-Lian-hoa menuding seluruh hadirin serta
katanya melucu: "Masa aku gila, justru kalian yang goblok ini yang sudah
menjadi gila." Pat-ci-kay ong yang suka guyon-guyon itu lantai
menimbrung bicara: "Ya, memang pemain ronggeng seperti kau ini paling pintar
bermain sandiwara, coba katakan alasanmu,"
sebentar Bik-lian-hoa bersungut, lalu katanya :
"Coba kalian lihat hari ini adalah Cap-go-meh hari besar
dan bahagia,Jici dan Ma Thay-hiap rujuk kembali, ditambah
kesalah pahaman Giok-liong dengan coh Ki-sia juga sudah
dibikin terang, malapetaka ancaman Bulim sudah dapat
ditumpas, dengan suasana yang menggirangkan ini sebaliknya
kalian mengerutkan kening mewek-mewek kesusahan, apakah
tidak menyebalkan kenapa justru mengatakan aku yang gila."
Semua orang menjadi geli dan tertawa lebar, dengan riang
mereka bertepuk tangan. Di luar jendela terdengar lambaian
keras yang ramai, terus kelihatan bayangan orang bergantian
menerobos masuk kiranya itulah Tan soat-kiau, Ling soat-yan,
siangkwan Hong-cu dan Lan i-long kun Hoa sip i telah datang,
para muda mudi ini berseri girang terus memburu maju
memberi selamat: "Kiong-hi Kiong-hi.. Selamat akan pertemuan kembali Ma
siauhiap dengan ayan bunda, suami istri rujuk kembali "
Ling soat-yan mengeluarkan batu Giok bentuk jantung hati
warna merah itu menghampiri Coh Ki-sia, lantas dikalungkan
di lehernya, katanya menggoda: " Coh- moay- moay, setelah mengenakan kalung ini
selanjutnya aku harus merobah panggilanku bukan..."
Tangga loteng berderap keras, tampak Hiat-ing-cu muncul,
suaranya keras berkata: "Anak Yan, masa cukup dengan basa-basi saji tanpa
memberi kado?" Di belakang Hiat ing-cu tampak Li Pek-yang juga telah


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sampai, katanya lantang: "Untuk menyampaikan rasa terima kasihku kepada Ma siauhiap
yang telah merawat dan melindungi putriku sengaja
kusiapkan beberapa meja perjamuan, marilah kita lekas
rayakan malam Cap go-meh ini, harap tuan-tuan suka hadir
dan silakan." Benar juga beberapa puluh laki-laki kekar tampak memikul
beberapa macam gantang yang berisi berbagai macam
masakan serba lezat dan enak. Maka suasana tegang penuh kesedihan tadi, kini sudah
tersapu bersih, Gak-yang-lau sekarang tenggelam dalam
suasana riang gembira dengan gelak tawa yang riuh rendahi
disana terdengar nyanyian merdu terlihat demontrasi
permainan pedang dan acara lain-lain yang serba
menggembirakan. Sang putri malam memancarkan cahaya cemerlang
menembus jendela menerangi ruang loteng yang penuh sesak
dengan berbagai tokoh kenamaan dalam suasana genap.
T A M A T Bentrok Para Pendekar 29 Balada Pendekar Kelana Karya Tabib Gila Bentrok Para Pendekar 31
^