Seruling Samber Nyawa 2

Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Bagian 2


itengah teriakannya itu, kedua kakinya dijejakan
sekuatnya, kontan tubuhnya melesat menghindar kearah
samping kiri, bersama itu ia kerahkan ilmu Sim-hiat-kang yang
dilatihnya selama dua puluh tahun meski belum sempurna
sambil mundur itu kedua tangannya juga bergerak cepat terus
didorong kedepan memapak serangan musuh.
Terdengarlah ledakan dahsyat yang gegap gempita
menggetar langit dan bumi, dua jalur sinar layung warna
merah darah segera memancar dari kedua telapak tangannya
terus melesat keluar seperti kepala ular sanca yang sedang
gusar terus menerjang kearah awan putih yang melayang
datang. Tepat pada saat itulah sebuah tangan kecil yang putih
halus tanpa- mengeluarkan suara tahu-tahu sudah menepuk
tiba didepan dadanya hanya terpaut dua kaki saja.
Begitu melihat tangan halus yang menyelonong ini nyawa
Ang lt-hwi hampir melayang keluar raganya, hatinya terasa
membeku serta timbul rasa kejut dan takut yang selama ini
belum pernah menghampiri sanubarinya.
Hilanglah sifat-sifat kejam dan keberanian semula, Dari
telapak tangan putih halus ini ia membaui hawa keaslian yang
semakin mendekat. "Dar. . . . weeest . . ." ditengah ledakan dahsyat yang
menggetarkan seluruh ngarai itu, sinar layang merah darah itu
kontan pecah berhamburan menjadi titik kecil bersinar seperti
kunang-kunang menyemprot ke empat penjuru, gelombang
awan putih segera mengembang pecah berguIung-gulung.
Si jagal bcrmaka besi segera meliukkan pinggang, sayang
gerakannya kurang cepat dan terlambat sedetik, meskipun
tangan halus itu tidak melukai dadanya tak urung pundaknya
yang menjadi sasaran empuk. Dimana terdengar geraman rendah bayangan kedua orang
segera terpental berpisah. Badan Ang It-hwi yang tinggi besar
itu disertai hujan darah menggelinding sejauh lima tombak
jauhnya seperti bola saja layaknya, sekuat sisa tenaganya ia
berusaha menahan daya luncuran tubuhnya, dengan susah
payah baru ia dapat bangun dengan sempoyongan.
Baru saja dapat berdiri tegak, kontan mulutnya terpentang
terus menghamburkan darah segar, perlahan-lahan ia angkat
kepala sorot matanya yang mengandung kebencian menyalanyala
menatap wajah Giok-liong seakan-akan seperti hendak
dipatuknya. Pada waktu tenaga pukulan kedua belah pihak saling
kebentur tadi, Giok-liong juga rasakan sebuah tenaga tekanan
yang besar dan aneh menerjang kearah dadanya.
Maka ccpat-cepat menyedot hawa murni, tangan kanan
terus didorong lagi dengan di tambahi tiga bagian tenaga lagi,
sedang gerakan tangan kiri sedikit diperlambat Meskipun
tipunya ini berhasil melukai si iagal bermuka besi, tapi dia
sendiri juga merasa dadanya rada sakit, napasnya sesak,
matapun berkunang-kunang, ternyata dirinya juga menderita
luka dalam yang tidak ringan. Tanpa ajal perlahan-lahan ia menyedot hawa mengatur
pernapasan sambil mengerahkan Ji-lo untuk menelusuri
seluruh badan untuk menyembuhkan luka-lukanya.
Waktu si jagal bermuka besi dapat berdiri tegak lagi, darah
yang bergolak dirongga dadanya juga sudah dapat diatasi,
sedikit kakinya bergerak enteng sekali tubuhnya lantas
melayang maju kehadapan Ang It-hwi.
Mendadak Ang It-hwi merasa pandangannya kabur, secara
tiba- tiba Giok-liong tahu-tahu sudah berdiri didepan matanya,
tak kuasa geram hatinya, dengan suara serak ia membentak
gusar: "Bocah Lohu adu jiwa . . . " belum habis kata-katanya,
lagi-lagi ia muntah darah. Sekonyong konyong terdengar sebuah suara dingin dari
samping yang tidak jauh dari sana: "Saudaraku, kau boleh
istirahat dulu!" Seiring dengan suara ini sebuah bayangan laksana seekor
burung besar mendadak muncul disampingnya, sekali jinjing
sebat sekali kawannya dibawanya menyingkir delapan tombak
jauhnya, suaranya tetap dingin: "Kau istirahatlah disini !"
Setelah merebahkan si jagal berduka besi, gesit sekali
bayangan itu sudah melayang tiba dihadapan Giok-liong lagi.
Bercekat hati Giok-Iiong, batinnya: "Ternyata banyak juga
jago silat kelas tinggi didalam Hiat-hong-pang. Tak heran
mereka berani malang melintang bsrsiinaharaja."
Sambil berpikir matanya memandang menyelidiki kearah
bayangan hitam ini. Tampak bentuk tubuh orang ini kurus kecil, kedua biji
matanya cekung kedalam, tapi bersinar tajam. Diatas kedua
biji matanya yang memancarkan sinar kehijauan itu adalah
alisnya yang tebal gompyok, hampir menutupi seluruh
dahinya, Hidungnya besar bengkak seperti paruh elang,
bibirnya tipis kering merekah, selayang pandang bentuk
rupanya ini pasti akan menggiriskan orang yang melihatnya.
Giok-liong berdiri diam dan tenang, sikapnya dingin
memandang, baru ini tanpa mengeluarkan suara. Tapi hawa
Ji-lo sudah terkerahkan untuk melindungi badan bersiap
menghadapi setiap pertempuran. Tatkala itulah dibelakangnya terdengar berkesiurnya angin
dari lambaian baju, dengan seksama ia hitung pendatang baru
dibelakangnya sebanyak lima orang, Dari gerak: langkah serta
lambaian baju mereka dapatlah diukur kepandaian mereka,
paling banyak juga setingkat lebih rendah dibanding si jagal
bermuka besi. Tiba-tiba si kurus kecil berhidung bengkak itu membuka
suara dingin: "Bukankah tuan ini Ma Giok-liong" Pun-coh (aku)
adalah Thian-siu-su cia Ie Pong"
Giok-liong insaf bahwa Thian-siusu cia Ie Pong didepannya
ini benar-benar berkepandaian aneh dan tinggi, salah seorang
iblis besar yang berwatak aneh pula. Sambil bersiaga ia
menyahut: "Sudah lama kudengar nama tuan, laksana geledek
membisingkan telinga, Aku yang rendah memang Ma Giokliong!"
Sekian lama Thian-siu-su-cia le Pong mengamatinya, lalu
katanya manggut-manggut "Benar-benar seorang gagah,
sayang terlalu angkuh. Hm. tuan berani membakar gubuk dan
melukai orang orangku, mungkin kau tidak akan terhindar dari
kejaran keadilan." Mendadak Giok-liong mendongak sambil perdengarkan
tawa gelak-gelak, ujarnya: "Tak terduga kata kata keadilan
juga dapat tuan katakan, Hahahaha."
Air muka Thian siu-su-cia tetap membeku tanpa emosi,
setelah suara tawa Giok-liong reda, baru ia berkata dingin:
"Memang tuan harus tertawa puas sebelum ajal"
Sikap Giok-liong tidak kalah dingin: "Hari ini berapa anak
buah yang tuan bawa kemari. Lebih baik suruh mereka maju
berbareng supaya aku tidak membuang tenaga dan waktu."
Thian-siu-su-cia mendengus keras, mendadak ia berteriak
kearah belakang Giok-liong: "Para Hiang-cu diharap mundur
kesamping, biar aku sendiri yang turun tangan, Kalau menang
itulah baik, kalau kalah segera kita mundur. Anggaplah
peristiwa malam ini belum pernah terjadi!"
Sekilas Giok-liong melirik kebelakang, terlihat
dibelakangnya, berdiri jajar lima orang laki-laki yang
mengenakan pakaian sangat perlente, semua bersikap garang,
berbareng mereka melompat mundar kesamping.
Berkata pula Thian-siu-su-cia kepada Giok-liong: "Tuan
boleh kerahkan seluruh kemampuan untuk melawan aku,
Kalau sejurus atau setengah jurus tuan dapat menangkan aku,
urusan malam ini kita sudahi sampai disini. tapi setelah malam
ini bila bertemu lagi itu menjadi persoalan lain."
Giok liong tersenyum: "Tuan tidak usah kuatir tentang hal
ini seandainya tuan tidak datang, aku yang rendah juga akan
meluruk kemarkas besar Hiat-hong-pang kalian."
"Baiklah aku silakan tuan menyerang tiga jurus lebih duIu,
supaya tidak menjadi buah tertawaan orang yang mengatakan
aku le Pong menindas anak kecil"
"Baiklah aku juga tidak main sungkan-sungkan lagi." lenyap
suara kakinya sedikit menggeser kesamping kiri sedang
tangan kanannya bergerak perlahan dengan jurus Beng-houju-
tong (harimau gilik keluar gua), gerakannya sedemikian
lamban dan berat karena tanpa menggunakan tenaga
murninya, Bersama itu mulutnya juga berseru keras: "jurus
pertama !" Gerak gerik Giok-liong ini merupakan jurus serangan yang
paling umum dilancarkan dengan sengaja tanpa mengerahkan
hawa murninya lagi keruan Thian siu-su-cia menjadi
tercengang, sedikit bergerak ia menyingkir setengah langkah.
Kini Giok- liong merubah gerakannya, tubuh sedikit mendak
kedepan, kepelan tangan kanan tergantung, sedang telapak
tangan kiri menyambar miring dari samping lagi-lagi ia
lancarkan gerak tipu Hu-hou tio-yang (harimau mendekam
menghadap matahari) jurus umum yang paling rendah
tingkatnya. Sekali ini baru Thian siu su cia paham bahwa Giok-liong
sengaja tidak mau terima kemurahan akan serangan tiga jurus
terdahulu ini, keruan bukan kepalang rasa hatinya, tapi ia
segan pula membuka mulut. Dalam pada itu, Giok liong sudah selesai melancarkan tiga
jurus serangan pura-pura, lantas katanya: "Tuan marilah
jangan main sungkan-sungkan lagi !" ringan sekali tubuhnya
melayang mundur lima kaki. Kelima Hiang-cu yang berdiri membelakangi jurang diatas
ngarai itu, melihat betapa congkak sikap Giok liong ini, diamdiam
mereka membatin, bocah ini tidak tahu tingginya langit
dan tebalnya bumi, hari ini terhitung dia pasti mampus.
Jilid 03 Terdengar Thian-siau-su-cia mendengus hina, jengeknya:
"setelah kau tidak mau terima kemurahanku akan ketiga jurus
serangan tadi, nanti jangan kau menyesal bahwa aku telah
berlaku telengas dan keji kepada kau !"
"Hahahahaha, legakan hatimu dan silakan turun tangan
saja, Siapa bakal menang atau kalah masih sukar ditentukan."
dimulut ia bersikap temberang, namun diam-diam ia bersiaga
dengan mengerahkan hawa Ji-lo dalam tubuhnya untuk
bersiap siaga menghadapi setiap perubahan.
Terhadap Hiat-nong-pang dan Kim-i-pang dia merasa
dendam dan membenci sampai ke tulang sumsum. Saat mana
bara dendam kesumat sudah membakar dadanya.
Menghadapi salah satu tokoh dari Hiat-hong-pang yaitu
Thian siu-su-cia le Pang timbul rasa simpatiknya, terasa
olehnya bahwa orang ini tidak sejahat dan seburuk apa yang
pernah dipikirkan, sedikitnya dia masih mempunyai sikap
gagah sebagai kaum persilatan. Sementara itu sedikit mengangkat tangan Thia l-siau-su-cia
le Pang berkata: "Tuan hati-hatilah !" membarengi
ancamannya selicin belut tiba-tiba tubuhnya melejit kesamping
kiri Giok-liong, kelima jarinya dirangkap terus membacok
miring laksana sebilah pedang yang diarah adalah jalan darah
King-bun hiat dibawah ketiaknya. Giok-liong tersenyum geli, kaki kanan menggeser setengah
langkah kebelakang, sedang tangan kanannya diulur
mencengkeram pergelangan tangan kanan Thian-siu-su cia.
Thian-siu-sucia juga perdengarkan jengeknya, matanya
memancarkan kilat hijau, dimana tangan kiri terayun seketika
terbitlah angin lesus yang dibayangkan dengan pukulan
tangan yang memenuhi udara sekitarnya.
Hampir dalam waktu yang bersamaan dengan gerakan kilat
dilandasi tenaga ampuh serentak ia lancarkan empat belas kali
pukulan serta delapan kali tendangan.
Baru sekarang benar benar Giok-liong terkejut, sedemikian
cepat tahu-tahu angin pukulan musuh sudah hampir mengenai
tubuhnya, dalam gugupnya tiba-tiba tubuhnya menjengkang
kebelakang, disusul tumitnya sedikit menjangkit, tubuhnya
lantas melenting miring kebelakang secepat anak panah
meluncur. Baru saja tubuhnya melenting mumbul, pinggangnya lantas
ditekuk dan berjumpalitan ditengah udara serta menyedot
hawa murni dalam-dalam, dengan gaya yang indah sekali
tubuhnya melengkung turun, dimana kedua tangannya
menari-nari dengan bayangan pukulan yang dahsyat ia
meluncur turun mengeprok batok kepala Thian siu-su cia.
Thian-siu cu cia mengekeh panjang, kedua kakinya sedikit
ditekuk dengan gaya berjongkok ini ia kerahkan dua belas
tenaga murninya terus mengayunkan kedua lengannya.
Langsung menyambut kedatangan pukulan Giok-liong, sengaja
ia hendak menjajal dengan latihan Lwekangnya selama
puluhan tahun itu untuk menandingi kekuatan Giok-liong.
"Bum . .. . byeerr . . . ." ledakan yang lebih hebat dan
dahsyat membuat alam sekitarnya gelap gulita angin badai
membumbung tinggi sehingga batu dan pasir beterbangan
seketika itu juga dua bayangan orang terpental berpisah
kedua jurusan, sekarang Giok-liong dan Thian-siu su-cia
berdiri berhadapan terpaut satu tombak. Adu pukulan kali ini
ternyata sama-sama kuat alias seri.
Adalah Thian-siu-su-cia sediri diam-diam bercekat hatinya,
batinnya: "sungguh tak nyana sedemikian kuat tenaga dalam
bocah cilik ini, betapapun aku harus hati-hati"
Karena pikirannya ini ia kerahkan hawa murninya untuk
melindungi badan, sorot matanya memancarkan sinar
kehijauan, mendongak keatas ia bersuit panjang melengking
menembus angkasa, Kedua tangan ditekuk bersilang mulailah
ia kerahkan ilmu pukulannya yang dinamakan Thiau-siu-sacap-
chit-ciang, seluruh tubuhnya bergetar hebat membawa
gulungan hawa hitam seperti gugur gunung terus menerjang
kearah Giok-liong. Dalam adu kekuatan tadi Giok-liong sudah kerahkan tujuh
bagian tenaga murninya, begitu saling sentuh, darah segar
mengalir balik dalam rongga dadanya, jantungnya lantas
berdetak keras, secara mentah-mentah tubuhnya terpental
balik dan meluncur jatuh lima kaki jauhnya.
Sudah tentu bukan main kejut hatinya, sekarang melihat
musuh menerjang dengan seluruh kekuatan seperti banteng
ketaton, tanpa berani ajal lagi segera ia kerahkan Ji-Io sampai
sepuluh bagian, jurus pertama dari Sam-ji-cui-hun-chit yaitu
Cin-chiu segera dilancarkan, Dimana terlihat
bunujj-imnnrrrniaT-rsgtetiiiifPn"a segera terbit kabut putih
yang bergulung-gulung diselingi angin badai yang menderuderu.
Begitu kabut putih dengan hawa hitam itu saling bentrok
terdengar lagi dentuman hebat yang menggetarkan bumi.


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Para Hiangcu yang berdiri jauh menonton serta si jagal
bermuka besi yang duduk bersila berobat diri agak jauh
disebelah sana kontan merasa diri masing-masing diterpa
hawa panas yang membakar kulit. Begitu bayangan hitam dan putih saling bentrok seketika
tubuh mereka terbungkus oleh bayangan pukulan tangan yang
serabutan sehingga susah dibedakan lagi mana hitam dan
mana putih. Lambat laun kabut putih dan hawa hitam semakin tebal
bergulung-gulung menjadi satu memenuhi alam sekeliling
ngarai, ditengah gelombang kabut putih dan hawa hitam yang
saling tumbuk dan bentok itu, terdengar juga angin pukulan
yang menderu berat, kedua belah pihak sudah lancarkan ilmu
pukulan masing masing yang paling dahsyat.
Tanpa mengenal kasihan sang waktu terus berjalan tanpa
meninggalkan bekas. Cuaca sudah mulai terang, dua orang
yang bertempur diatas ngarai sekarang sudah kerahkan
seluruh kekuatan hawa murni masing-masing, mereka berebut
waktu untuk melancarkan serangannya lebih duIu, dalam
bertempur gerak cepat macam ini, masing-masing harus
berlaku gesit dan tangkas untuk menangkis atau menjaga diri
serta melancarkan serangan yang paling ganas dan keji untuk
secepatnya merobohkan lawan. Sekejap saja dua ratus jurus telah berlalu, namun
sedemikian jauh belum tampak tanda-tanda mana lebih kuat
atau asor, sekonyong-konyong Giok-liong berteriak
melengking keras sekali dimana terlihat bayangan putih
berkelebat seringan asap. Tenaga murni sudah terkerahkan
sampai sepuluh bagian dengan jurus Hwat bwe, ia menyerang
dengan sekuat tenaga. Sungguh menakjubkan begitu jurus kedua dari Sam-ji-cuihun-
chiu ini dilancarkan seketika terjadilah pemandangan
yang sungguh indah, terlihat sinar kelap-kelip berbintang
seumpama gumpalan salju berkembang meluncur turun dari
tengah angkasa, entah lambat atau cepat semua
memberondong kearah Thi-an siu-su cia.
Belum lagi jurus kedua ini memperlihatkan kewibawaannya,
jurus ketiga yaitu Tiam-ceng juga sudah menyusul dilancarkan
sebuah tangan kecil yang putih halus bak setan gentayangan
saja layaknya tahu-tahu sudah melambai tiba didepan dada
Thian-siu su-cia le Pang, tapi sebelum mengenai sasarannya
ditengah jalan mendadak tangan itu membelok arah naik
keatas tentu menepuk keatas batok kepalanya.
Saking kejut Thian siu-su cia menggembor keras, saking
gusarnya kedua tangan ditarik terus didorong kedepan
berbareng, kabut hitam segera bergulung-gulung melambung
keluar. Bersama itu dimana giginya menggigit kencang ujung
lidahnya telah digigit sendiri sampai pecah berdarah, "crat"
segulung sinar merah berdarah langsung disemprotkan
ketangan putih halus yang menyerang tiba.
Dentuman dahsyat menggelegar menggoyangkan gunung
menggetarkan bumi, batu dan pasir beterbangan batu gunung
dimana tempat mengadu pukulan juga sampai retak dan
berbolong sebesar lima kaki bundar.
Berbareng pada saat pasir dan debu beterbangan itu,
mendadak terdengar bentakan gusar. Kelima Hiangcu dari Hiat
hong-pang itu mendadak melejit berbareng berubah lima
bayangan hitam diselingi angin pukulan yang membadai terus
menubruk kearah Giok-liong. "Blang". - sekali lagi terdengar dentuman yang
bergemuruh, sebuah bayangan putih terjungkal sungsang
sumbal terus terbanting keras diatas tanah bersalju, begitu
pentang mulut kontan ia menyemburkan darah segar, pelanpelan
dengan kedua sikutnya ia menyanggah tubuh terus
bergegas bangun berdiri kedua kakinya terasa gemetar.
Karena pengalamannya yang masih cetek dalam cara
menghadapi musuh, sedikit meleng saja ia kena terbokong
oleh gabungan pukulan yang dilancarkan oleh kelima Hiangcu
itu. Sambil menyeringai iblis kelima Hiangcu maju lagi setindak
demi setindak ... Sementara itu Thian siu-su-cia yang telah beradu pukulan
melawan ilmu Sam-ji-cui- feua-chia yang dilancarkan Giokliong
kini juga sudah merangkak bangun, dengan suaranya
yang serak ia membentak gusar: "Para Hiangcu..."
Tanpa berjanji serentak kelima Hiangcu menghentikan
langkahnya berbareng menoleh kemari.
"Kemari!" Sebagai komandan piket sekte utara kedudukan
Thian-stu-su-cia ini sangat tinggi didalam Hiat-hong pang,
kepandaiannya yang lihay merupakan salah satu jago yang
paling dibanggakan dalam perkumpulan itu.
Sekarang mereka diperintahkan mendekat walaupun dalam
hati ingin membangkang tapi mereka tidak berani melanggar
perintah, berbareng mereka berkelebat maju kehadapannya,
tanyanya: "Bagaimana keadaan luka komandan . . . "
Thian-siu-su-cia mengulapkan tangan, setelah
menenangkan semangatnya, sekuatnya ia buka mulut bicara:
"Urusan malam ini, selesai sampai disini saja !"
Saat mana Giok-liong sudah berengsot maju mendekap
jubah luarnya yang putih sudah kotor berlepotan darah,
jengeknya dingin: "Memang tidak memalukan, nama Hiathong-
pang memang serasi benar dengan perbuatan kalian. . ."
Belum habis ucapannya, Thian siu su-cia sudah bangkit
berdiri sambil mengerut alis, serunya membungkuk diri: "Atas
pelanggaran yang telah dilakukan oleh para Hiang-cu kami,
harap suka dimaafkan ! Hari ini jelas sudah kalah. . . urusan
malam ini . . . baiklah setelah sampai disini saja! Selewatnya
hari ini . . . kelak kita tentukan lagi siapa lebih unggul dan
kalah !" habis berkata napasnya juga memburu, agaknya luka
dalamnya juga tidak ringan. Salah satu diantara para Hiangcu itu seorang diantaranya
seorang berusia pertengahan umur berbadan kurus tinggi
dengan air muka kecut segera angkat tangan kepada Thiansiu-
su cia, katanya: "Komandan, bocah ini sudah loyo
kehabisan tenaga, lebih baik diringkus . ."
"Kentut !" "plak, plok" saking gusar kontan Thian-siu su-cia
persen dua tamparan para Hiangcu yang kurang ajar ini, Dia
sendiri karena menggunakan tenaga sekali lagi memuntahkan
darah segar. Dua orang Hiangcu yang lain segera maju memapak
badannya, katanya: "Komandan kau harus menjaga kesehatan
badanmu !" Thiansiu-su-cia mendengus geram, katanya kepada Giokliong:
Ma-siauhiap, ada satu hal yang ingin Losiu tanyakan,
entah dapatkah kau memberi keterangan?"
Sebenarnya keadaan luka Giok-Iiong juga tidak ringan,
namun sekuatnya ia coba bertahan, sahutnya lirih: "Tuan ini
tanya soal apa ?" "Apa hubungan tuan dengan Toji Pang Giok?"
"Beliau adalah guruku." "Oh . . . baik sampai jumpa lagi !" berubah sir muka Thiansiu
su-cis, sambil mengulapkan tangannya ia memberi
perintah: "Mari kita pulang !"
Kedua Hiangcu yang lain segera memayang si jagal
bermuka besi Ang It-hwi yang sedang berobat diri itu, terus
pelahan-lahan turun gunung. Giok-liong terlongong-longong memandangi punggung
mereka menghilang dikejauhan, lalu ia menghela napas
rendah, gumannya: "Oh Tuhan, rata-rata sedemikian tinggi
kepandaian mereka, kapan dendam kesumat ini bisa terbalas .
. ." air mata tak tertahan mengalir deras membasahi tubuhnya
berlepotan darah itu. "Apapun yang bakal terjadi," demikian ia berpikir sambil
menggertak gigi, "Dendam kesumat ini harus kubalas berlipat
ganda ! Bunuh, akan kutumpas mereka ! Aku harus
memperoleh pelajaran ilmu silat sakti, untuk ibu dan
membalaskan sakit hatinya !" Sekonyong-konyong terdengar suara tawa cekikikan
dibelakangnya, sebuah suara merdu berkata: "sungguh tidak
malu, hanya terkena sedikit luka saja lantas menangisi." hilang
suaranya lagi-lagi ia tertawa genit berkakakan.
Tergetar hati Giok liong, seorang diri menangis ditempat
sunyi ini, ternyata sekarang konangan oleh seseorang,
bukankah ini sangat memalukan! Dalam gugupnya segera ia
menyeka air matanya terus memutar tubuh.
Suara tawa genit yang terkekeh itu masih terdengar, lalu
terdengar orang mengejek: "Aku sudah melihat kau menangis,
seeepat-cepat kau menyeka air matamu apa lagi gunanya ?"
Waktu Giok-liong memandang tegas, seketika matanya
terbeliak, orang yang tertawa genit serta mengejek dan berdiri
didepannya ini ternyata adalah seorang gadis remaja yang ayu
jelita bsrpakaian serba merah. Tawa genit yang menggila itu ternyata keluar dari bibir
yang kecil mungil itu. Memang begitu cantik wajahnya dengan
mata yang jeli hidung yang mancung serta dadanya yang
montok benar-benar potongan tubuh yang sangat memikat
hati setiap laki-laki. Demikianlah juga Giok-liong tanpa merasa ia berdiri
terpesona mematung ditempatnya. Setelah puas tertawa, tampak alis si gadis diangkat tinggi
serta ujarnya aleman: "Eh, apakah aku elok ?"
Tanpa sadar Giok-liong manggut-manggut.
"Apakah kau suka kepadaku ?"
Sungguh diluar dugaan Giok-liong orang bakal mengajukan
pertanyaan seperti ini, sesaat ia tertegun tak tahu cara
bagaimana ia harus menjawab. "Hm, agaknya kau tidak tahu, jadi kau hendak ambil
keuntungan dari aku ?" Perasaan sebal dan benci seketika timbul dalam benak Giok
liong, sambil mendengus ia terus putar tubuh tinggal pergi
turun ngarai. Belum lagi ia melangkah jauh terdengar pula suara tawa
genit yang mengiblis itu semakin keras dan menggila, disusul
sebuah bayangan merah berkelebat tahu tabu gadis baju
merah yang cantik itu sudah menghadang didepannya, alisnya
dikerutkan dalam mulutnya cemberut, tanyanya: "Masa kati
tidak ingin tahu siapakah aku ini ?"
Alis Giok-Jiong juga berjengkit tinggi, sahutnya dingin:
"selamanya aku belum pernah bertemu muka dengan nona,
harap nona suka mengenal sopan sedikit."
Lagi-lagi si gadis baju merah ini terkekeh genit dan semakin
jalang, serunya: "Aduh, pura-pura malu kucing dengan istilah
belum pernah jumpa apa segala. Justru sekarang aku minta
kau segera menjawab pertanyaanku?"
"Hm, kalau nona tidak mau menyingkir jangan menyesal
kalau aku sampai turun tangan."
"Aah garangnya, aku tidak mau minggir coba kau berani
turun tangan." Timbul amarah Giok-liong, sambil menahan sakit "Wut"
langsung ia menampar ke depan. Bayangan merah berkelebat seketika ia rasakan sikut
tangannya kesemutan seluruh lengannya itu lantas lemas
semampai tak mampu bergerak lagi. Suara tawa jalang dari
gadis merah itu terdengar pula: "saudara kecil, tabiatmu itu
sungguh sangat kasar . . ." "Cis, siapa menjadi saudaramu, hayo minggir . . . " dengan
marahnya ia terus menerjang maju dengan langkah lebar.
"Kembali lah!" kontan ia merasa dirinya menumbuk sebuah
dincing yang tidak kelihaian sampai badannya terpental balik
dan terhuyung tiga langlah, darah dalam dadanya seketika
bergolak, tenggorokan terasa panas darah segar terus
menerjang naik kedalam mulut. Namun ia mengertak gigi, muntah-muntah ia telan kembali
darah yang sudah menyembur keluar itu. Matanya mendelik
mengawasi wajah gadis baju merah, semprotnya gusar: "Apa
keinginanmu?" "Jawab pertanyaanku!" "Kalau aku tidak mau jawab?"
"Hm, Takabur benar, jangan harap kau dapat pergi!"
"Hah, aku Ma Giok-liong seorang laki-laki tak sudi diperas
dan ditekan oleh perempuan yang jalang kotor seperti kau."
Seketika berubah air muka gadis baju merah, meskipun
memperlihatkan sikap tawanya tapi kini wajahnya itu sudah
diliputi nafsu keji yang ingin membunuh, tawa jalangnya
semakin keras, teriaknya: "Apa yang kau katakan tentang aku
ini?" "Perempuan jalang." "Plok!" kontan Giok liong merasakan pipi kanannya pedas
dan panas sakit sekali, tahu-tahu dia sudah terkena sebuah
tamparan. "Hayo coba berani katakan tidak ?"
"Perempuan jalang !" Bayangan merah berkelebat lagi, sejalur angin keras
langsung menerjang kearah dadanya, Bercekat hati Giok-liong,
dalam gugup tangannya diangkat untuk menangkis. Tapi dia
sendiri sudah terluka dalam yang sangat parah, faktanya tiada
kekuatan untuk membela diri, seketika itu juga ia menjerit
nyaring, mulut Giok-liong menyemburkan darah segar,
badannya terpental terbang delapan kaki jauhnya terus
terbanting keras diatas tanah bersalju.
Gadis baju merah itu berkecek mulut lalu mendekati,
ujarnya: "Ternyata hanya sebegitu saja kemampuanmu . . . "
Memang Giok-liong sudah terluka parah kini terpukul dan
terbanting begitu keras lagu seketika mata berkunang- kunang
kepala terasa pusing tujuh keliling, sungguh pedih rasa
hatinya, namun sambil menggertak gigi ia masih memaki:
"perempuan cabul, perempuan jalang, akan datang satu hari
aku Ma Giok-liong pasti membunuh kau !"
Pada saat itulah tiba tiba terdengar berkesiurnya angin
serta berkelebatnya sinar emas kekuningan, tahu-tahu diatas
ngarai situ telah muncul tiga orang laki-laki pertengahan umur
yang mengenakan pakaian seragam kuning emas.
Salah seorang yang berdiri ditengah berperawakan tinggi
kekar berdada bidang, alisnya tebal bermata sempit sepetti
mata tikus, dipipi sebelah kiri ada bekas luka terbacok
berwarna merah menyolok. Begitu mereka muncul, enam biji mata yang bersinar tajam
lantas terpusatkan memandangi si gadis baju merah.
Terdengar salah seorang mereka berkata: "He, kurang ajar,
tidak nyana bocab itu mempunyai rejeki demikian besar,


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebelum ajal masih ditemani oleh gadis cantik yang
menggiurkan!" "Hahahaha, Ong-tong-cu, justru aku berkata bahwa kau
sendirilah yang bakal ketiban rejeki, Gadis cilik ini cukup cantik
benar ?" Orang yang dipanggil Ong-tong-cu itu segera melangkah
maju berapa langkah, sekilas ia melirik kearari Ma Giok-Iiong
yang rebah ditanah, katanya: "Hm, memang dia adanya,
ringkus dia dan mundur kesamping."
Baru lenyap suaranya, gadis baju merah itu segera tertawa
genit dan maja menghampiri katanya: "Oho, enak benar kau
berkata, mau ringkus tinggal ringkus, kenapa tidak tanya dulu
kepada aku!" Sejenak Ong-tong-cu tertegun, tapi lantas tertawa
terbahak-bahak, serunya: "Dia ini apamu, sedemikian besar
rasa prihatianmu " Urusan kita dari kaum Kim-i-pang
selamanya tidak suka diusik oleh orang luar.
"Aku tidak perduli, dihadapan aku Li Hong, tiada
seorangpun yang dapat kubiarkan berlaku congkak dan
bertingkah." Li Hong! Begitu mendengar kedua nama ini disebut, Ongtong
cu dan kedua temannya itu bercekat hatinya, sebentar
mereka tercekat lalu dengan mata yang penuh kecurigaan
mata mereka menyelidik dan menyelusuri seluruh badan gadis
berbaju merah itu, tanyanya perlahan: "Nona adalah . . .
adalan Ang-i-mo-li Li Hong?" Li Hong mengekek dulu, sahutnya: "Aku memang Ang-imo-
li Li Hoog, kalian mau apa ?" Pandangan Ong-tong-cu serasa gelap, otknya juga seperti
dipukul godam, batinnya: "Celaka, habis sudah, bagaimana
bisa hari ini kita bisa berjumpa dengan wanita iblis yang
terkenal sulit dilayani ini . . ."
Dalam hati ia mengeluh namun lahirnya tetap berlaku
hormat dan menyanjung, ujarnya sambil memberi hormat:
"Karni tidak tahu bahwa ternyata nona Li telah berkunjung
kemari, harap nona suka memberi maaf se-besar-besarnya
akan sikap kami yang kasar tadi, baiklah hamba beramai
minta diri." sembari berkata ia mundur berulang-ulang.
Iblis wanita baju merah terloroh-loroh semakin keras sekali
melejit ia mendesak maju dihadapan Ong tong cu, katanya
tertawa: "Setelah melihat mukaku. mana boleh pulang tanpa
membawa sedikit oleh-oleh dari aku," habis kata-katanya
terendus bau harum semerbak berkembang terus terdengar
teriakan berulang-ulang. Dalam sekejap itu enam buah kuping dari tiga antek-antek
Kim i-pang telah dibetot putus dan tempatnya terus dibanting
diatas tanah.Darah mengalir deras dikedua pipi mereka.
iblis wanita baju merah tertawa riang serunya: "Sekarang
kalian boleh pergi!" Tanpa berani bercuit lagi Ong-tong-cu bertiga segera lari
terbirit-birit turun ngarai. Waktu Li Hong membalik tubuh lagi, saat mana Giok-liong
sudah bangkit berdiri dengan tubuh masih limbung kerlingan
tajam ia tatap iblis wanita baju merah, tanyanya:
"Kau, sebetulnya apa kemauanmu?"
"Orang yang sudah kupenujui, sudah tentu tidak boleh
terjatuh ketangan orang lain."
Mendengar ocehan yang kurang ajar ini seketika naik hawa
amarah Giok liong sampai kepala terasa berdenyut-denyut,
semprotnya murka: "Apa maksud kata katamu itu" Aku tidak
mengerti" "Nanti sebentar kau akan mengetahui." dengan gaya yang
lemah lembut serta gesit sekali ia menghampiri kearah Giokliong,
kedua matanya yang bersinar bening itu kini memancar
sorot kejalangan yang panas membara menatap wajah Giok
liong. Tanpa merasa tergetar perasaan Giok-liong, cepat-cepat ia
himpun semangat dirogohnya sebutir obat yang dibekal dari
Lembah putus nyawa terus ditelannya suasana diatas ngarai
menjadi sunyi, tegang. Meskipun luka parah Giok-liong masih belum sembuh
namun diam-diam ia sudah kerahkan seluruh kekuatan Ji-lo
untuk melindungi tubuh, Kalau gerak gerik iblis wanita baju
merah ada sedikit mencurigakan terhadap dirinya, segera ia
akan turun tangan sekuatnya untuk merobohkan atau bila
perlu membunuhnya. Sebaliknya Ang i-mo-li masih berdiri di-tempatnya, kedua
pipinya semakin merah, ke-dua bibirnya juga sedikit
terpentang bergerak-gerak laaana delima merekah, dari
badannya mengeluarkan bebauan harum yang memabukkan
setindak demi setindak, sekarang ia maju mendesak kearah
Giok liong. Pada saat itulah mendadak terdengar sebuah suara tawa
dingin yang rendah dan sember memecah suasana yang
tegang menyekam sanubari ini. Tahu-tahu diatas ngarai kini
muncul sebarisan laki-laki yang semuanya mengenakan
pakaian seragam kuning emas. Pemimpin yang terdepan adalah seorang tua berambut
uban dan berjenggot putih panjang, wajahnya tepos, kedua
matanya memancarkan sorot berkilat-kilat, jengeknya dingin:
"Ang i-mo-li, selamanya perkumpulan kita tidak pernah saling
melanggar dengan kamu. Hari ini kau berani turun tangan ikut
mencampuri urusan dari kita, malah melukai anak buah kita
lagi. Bagaimana kau hendak membereskan perhitungan ini?"
Sigap sekali mendadak Ang-i-mo-lt memutar tubuh,
serunya terkekeh: "Oho, tidak nyana tuan besar pelaksana
hukum dari Kim-i-pang juga telah datang kemari !"
"Nona Li, bicara terus terang, kalau hari ini kau lepas
tangan tidak turut campur, semua urusan yang telah terjadi
bolehlah di hapus sama sekali."
"Boleh saja, tapi dengan satu syarat, kalian tidak boleh
membawa pergi Ma Giok-liong." "Apa maksudmu ini ?" "Siapa berani menyentuh dia, pasti kubunuh !"
"Jadi kau sengaja ingin menjagoinya ?"
"Bukan begitu maksudku, tapi siapapun kularang
menyentuh dia." "Sudah pasti kau hendak melindungi dia ?"
"Betul !" "Hehehe . . . nona Li, dengan baik tadi Lohu membujuk kau
tidak mau dengar kata, janganlah nanti kau menyesal bahwa
Lohu berlaku kejam terhadapmu !"
Tatkala itulah, tiba-tiba Giok-liong pelan-pelan maju
ketengah gelanggang. Tertegun Ang i-mo li dibuatnya, teriaknya gugup: "Ma-siauhiap,
jangan kau sembarangan bergerak."
Giok-liong melotot sekali kearahnya, ejeknya: "urusanku
tidak perlu kau turut campur."
"Ma-siau-hiap, mereka sengaja hendak mencari perkara
kepadamu . . " "seumpama aku sampai mati juga tidak sudi minta bantuan
kepada perempuan jalang macammu ini !"
Pelaksana hukum Kim-i-pang itu tiba-tiba terkekeh dingin,
ujarnya mengejek: "Bagus, bagus, nona Li si dia, tidak mau
terima kebaikanmu." Sebaliknya Ang-i-mo-li Li Hong malah melirik penuh
perhatian kearah Giok-liong, lalu serunya tersenyum: "Apa
betul ?" Belum lenyap suaranya mendadak tubuhnya bergerak cepat
sekali, dimana bayangan merah berkelebat membawa
gulungan angin pukulan dahsyat terus merangsak maju
langsung memukul kedada pelaksana hukum Kim-i-pang itu.
Kecepatan turun tangan serta tipu serangannya yang telengas
ini betul-betul sangat mengejutkan Tapi pelaksana hukum Kim-i-pang ini agaknya juga bukan
kaum lemah, sedikit tertegun kemudian, segera mendengus
dingin, serunya: "Diberi arak suguhan tidak mau, malah minta
dihukum. . . " Tanpa ajal ia juga segera menggerakkan kedua tangannya
maju menyambut serangan lawan berbareng berseru memberi
aba-aba: "Ringkus dulu bocah she Ma itu?"
Serentak kelima laki-laki berpakaian kuning emas itu
berbareng mengiakan terus melejit maju mengepung
disekeiiling Giok-liong. Ang-i mo-li terdengar terloroh loroh lagi, serunya: "Tidak
begitu gampang !" bertepatan dengan pukulan tangannya
hampir saling bentur dengan tangkisan pelaksana hukum Kimi-
pang itu, mendadak pergelangan tangannya dibalikkan,
selicin belut pingangnya meliuk ringan sekali badannya lantas
melayang menerjang kearah lima laki-laki yang mengepung
Giok-liong itu. Kontan terdengarlah jerit dan pekik saling susul disertai
hujan darah berceceran, dua diantara lima laki-laki baju
kuning emas itu sudah roboh terkapar karena terserang
dadanya, dalam keadaan yang tak terduga dan tanpa siaga
lagi mereka diserang keruan seketika mereka roboh
bergulingan terus tak bergerak lagi, jiwanya melayang.
Sungguh gusar pelaksana hukum Kim i-pang bukan
kepalang, teriaknya dengan murka: "Maju semua !" sambil
berteriak ia mendahului menubruk kearah Giok-liong sambil
melancarkan pukulan dahsyat yang membawa angin menderu
hebat. Saat mana Giok-liong sudah ada kesempatan menelan obat
serta mengerahkan Ji-lo berputar tiga putaran dalam tubuhnya
luka luka dalam badannya sudah setengah sembuh melihat
dirinya sekarang yang dijadikan sasaran, maka dengan
tertawa dingin ia menjengek: "Tambah selipat lagi juga tuan
mudamu ini takkan gentar." Pelan-pelan kedua tangannya bergerak mendorong maju,
kekuatan tenaga murninya segera memberondong keluar,
terdengar suara plak plok berulang-ulang disertai jeritan yang
mengerikan, dua orang lagi kena terpukul terjungkir balik dan
akhirnya rebah ditanah. Bersamaan dengan hasil pukulannya itu, pelaksana hukum
Kim-i-paag juga tengah melancarkan pukulannya yang lihay
bagai gugur gunung menungkrup keatas kepalanya.
Giok-liong masih tertawa ejek saja, kemudian Ji-lo ia
terkerahkan sampai delapan bagian tangannya terus disorong
kedepan untuk menyambut pukulan musuh. "Darrr .. , Byaar"
sedemikian keras ledakan benturan dua tenaga yang saling
beradu ini, pelaksana hukum Kim-i-pang terdengar menguak
keras seperti babi hendak disembelih, badannya terpental
terbang jauh sambil menyemburkan darah menyemprot keras
sekali sampai beberapa meter, terang jiwa pelaksana hukum
Kim-i-pang ini juga sulit diselamatkan kembali.
Sementara itu dalam gelanggang masih saling susul
terdengar jeritan yang mengerikan darah sudah membanjir
dimana-mana, saban-saban terdengar pula suara tawa jalang
yang keras itu. Ang-i-mo-li bergerak begitu lincah, cara turun
tangannya juga cukup kejam, dalam sekejap mata itu dimana
tangannya bergerak gampang sekali ia sudah merobohkan
anak buah Kim-i pang. Air muka Giok-liong semakin membeku, sebaliknya bara
sakit hati semakin berkobar dalam rongga dadanya seolaholah
gunung berapi yang hendak meletus, Dia sendiri tidak
tahu, apakah pihak Kim-i-pang ini ada bermusuhan dengan
dirinya. tapi gerak gerik serta kata-kata mereka tadi ia
menyimpulkan bahwa pasti mereka adalah musuh-musuhnya
juga. Karena anggapannya ini, gesit sekali bayangannya
bergerak, Sam-ji-cui-hun chiu dilancarkan berulang kali.
Dalam gelanggang pertempuran segera kelihaian
gelombang awan putih yang bertaburan menyelubungi
bayangan putih yang terus mengembang keempat penjuru
mengejar dan merobohkan para anak buah Kim-i-pang yang
sudah ciut nyalinya dan sedang berusaha menyelamatkan diri.
Jeritan ngeri yang mendirikan bulu roma, terdengar saling
bergantian, darah segar yang nangat terbang memenuhi
angkasa dan berceceran ditanah menjali aliran panjang.
Tatkala itu, Ang-i-mo-Ii sudah mundur dan berdiri
menonton diluar gelanggang, melihat cara turun tangan Giok
liong yang tengah melancarkan pembunuhan kejam besar
besaran, tanpa merasa hati kecilnya menjadi li'jt dan jijik
rasanya. Sekejap saja anak buah Kim i-pang yang masih
berada diatas ngarai tinggal tidak seberapa banyak lagi,
mereka yang masih ketinggalan hidup berusaha lari
memencarkan diri, saking takut seiasa arwah sudah melayang
meninggalkan badan. Meskipun mereka sudah berusaha lari sekencangkencangnya,
tapi toh tak luput dari kejaran hantaman tangan
dari bayangan putih yang diselubungi kabut pula, Akhirnya
setelah jerit dan pekikan seram sebelum ajal itu sirap dan
semua sudah roboh terkapar ke aiaan diatas ngarai itu
menjadi sunyi pula. Dengan tenang Giok-liong berdiri tegak diantara mayatmayat
yang bergelimpangan serta darah yang mengalir
tergenang disekitar kakinya, jubah panjang yang berwarna
putih itu, sedikitpun tidak terkena noktah-nokcah darah.
Tapi wajah Giok-liong yang membesi, jubahnya yang
melambai tertiup angin serta potongan tubuhnya yang tinggi
lencir berdiri diantara tumpukan mayat dan genangan air
darah, keadaan ini benar-benar sangat menyeramkan
dipandang mata. Ang-i-mo li sendiri juga seorang iblis wanita yang kejam
membunuh orang tanpa mata berkedip, namanya sangat tenar
dikalangan Ka-ngouw, setiap kali mengerahkan tangan
membunuh musuh musuhnya selalu diiringi dengan tawa
jalangnya yang menusuk kuping, Kini melihat keadaan dan
pandangan didepan matanya ini tak urung merasa mengkilik
dan ciut nyalinya. Untuk berapa lamanya suasana diatas ngarai tenggelam
dalam kesunyian. Giok liong terlongong-longong melepaskan pandang kearah
yang jauh dan jauh sekali, sorot matanya memancarkan
perasaan hampa. Mendadak ia berpaling muka, sinar matanya
yang tajam bagai kilat menatap wajah Li Hong yang berseri
bagai kuntum bunga dimusim semi. Tiba-tiba timbul suatu perasaan aneh yang belum pernah
terjadi dalam sanubari Li Hong, Memang lahirnya sifatnya
kelihatan jalang dan genit sekali, namun dia sendiri sangat


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keras menjaga kesuciannya, Berapa banyak para mata
keranjang di Kangouw yang terpincut dan tergila gila oleh
kecantikannya ini, tapi mereka semua menjadi setan
gentayangan korban keganasannya. Tetapi waktu untuk pertama kali ia bersua dan melihat
Giok-liong, hati kecilnya timblul suatu perasaan manis mesra,
namun ia tidak terlalu besar menaruh perhatian akan hal ini,
karena dia sudah kebiasaan dalam permainannya mengalah
sifat laki-Iaki. Siapa tahu setelah sebuah tragedi pembunuhan besarbesaran
terjadi, perasaan dalam sanubarinya itu mendadak
mengembang dan memperbesar sampai tiada batasnya dan
susah dibendung lagi sehingga memenuhi rongga dadanya
yang penuh padat itu. Pandangan kasih mesra segera terlontar dari sorot matanya
yang bening dan terbelalak bundar itu menatap sayu kewajah
Giok-liong yang dingin membesi dan berdiri terpekur itu.
Tali asmara sudah terikat kencang diatas badan Giok-liong.
selintas itu terbayang olehnya gambaran indah dan impian
muluk dalam otaknya. Tanpa terasa mulutnya menyungging
senyum manis mesra bak sekuntum kembang mekar dan
segar di pagi hari. Sekonyong-konyong dengusan rendah dan berat
menyesakkan dia dari lamunannya. Sorot mata Giok-liong
yang memancarkan kilat dingin tengah berapi-api
mengandung nafsu membunuh beranjak, mendekat ke arahnya
setindak demi setindak. Walaupun expesi wajahnya sangat menakutkan namun
sepasang pipinya bersemu merah sangat elok dipandang
mata. Bercekat hatinya, diam diam ia kerahkan tenaga dan hawa
murninya untuk siaga, lalu dengan lantang ia bertanya: "Masiau-
hiap, bukankah mereka adalah musuh-musuh besarmu?"
Giok-liong mandah menyeringai dingin tanpa membuka
suara, kakinya tetap melangkah maju dengan mantap.
Melihat gelagat ini, semakin ciut perasaan Ang-i-mo li,
batinnya: "mungkinkah ia sudah kerasukan setan laknat,
sehingga dianggapnya aku juga kamprat-kamprat dari kaum
Kim i-pang?" karena anggapannya ini segera ia menghardik
keras: "Stop, berdiri disitu! "
Giok-liong juga tercengang dibuatnya, betul juga ia
menghentikan langkahnya. "Ma-siauhiap, aku adalah Li Hong, bukan antek dari Kim-ipang!"
"Hm, aku tahu kau Li Hong adanya, tapi kau harus
rnampus!" habis berkata dengan langkah tetap ia maju
mendesak lagi. Mendengar ancaman Giok Lioag itu, seketika dingin
perasaan Li Hong seumpama diguyur air dingin, pemuda
pujaan hatinya ini ternyata bersikap kaku dan berkata
demikian, sekuatnya ia menghimpun semangat dan
menenangkan pikiran, ujarnya dengan lemah lembut: "Masiau-
hiap. apa , . . apakah sikapku tadi terlalu kasar
terhadapmu" " Aku harus membalas kedua tamparan dan sekali genjotan
didadaku tadi." Serasa pecah kepala Li Hong, tanpa terasa dua butir air
mata kontan mengalir membasahi pipinya, Berapa tinggi
kepandaian Giok liong tadi ia sudah menyaksikan sendi ri,
bagaimana juga dirinya bukan tandingan orang, seumpama
dirinya mau menggunakan senjata rahasia yang jahat yaitu
Sia-hun-ciam (jarum penyedot sukma), mungkin dengan
gampang dapat menundukkan dan meringkus dia, tapi
bukankah impian muluknya tadi bakal buyar himpas.
Pengalaman yang dulu pernah membuat dia patah hati, dia
tahu dan dapat merasakan betapa sukar membina cinta murni
ini, taji dia juga tahu cara bagaimana untuk menghalang
ikatan perasaan itu, Dalam saat-saat pendek laksana sepercik
kilat itu, diam-diam ia sudah mengambil suatu keputusan yang
penuh mengandung resiko. Langkah Giok-liong sudah semakin dekat tinggal lima
langkah lagi jaraknyj, tersipu penuh pandangan sayu dan
hampa ia angkat kepala, tersapu bersih sifat-sifat jalangnya
semula, katanya parau dengan pedih "Ma. . . seumpama aku
mandah menerima balasan dua tamparan dan pukulan dada
tadi, maukah kau memaafkan kesalahanku tadi ?"
Melihat macam pandangan orang, tergetar hebat sanubari
Giok-liong, oo Tuban, sikap dengan air muka serta pandangan
semacam ini sungguh sudah sangat dikenalnya.
Malam itu, diwaktu ibunya terpekur merenungkan sesuatu
bukankah pandangan mata serta mimiknya seperti itu.
Tapi suatu kesan lain segera mendorong dan melenyapkan
pikiran serta keraguannya ini, "Cis, perempuan cabul semacam
dia, masa sejajar dibanding ibuku." sambil berpikir tangan
kanannya sudah pelan-pelan terangkat tinggi, dengusnya:
"Kalau kau berkepandaian lancarkanlah seranganmu, supaya
jangan dikatakan aku menindas orang yang tidak mampu
melawan." Betapa perih hati Li Hong mendengar ejekan Giok-liong ini,
air mata semakin deras mengalir. Tadi waktu dirinya memukul
Giok-Iiong bukankah orang tengah terluka berat" Oleh karena
itu pelan-pelan ia memejamkan kedua mata yang penuh
mengembang air mata, serta mengangsurkan kedua belah
pipinya yang halus dan bersemu merah itu, katanya sayu:
"pukullah . . . " Giok-liong menjadi serba sulit, hatinya gundah dan
bimbang, tangan kanan yang telah terangkat tinggi menjadi
susah diturunkan. Dia bukan seorang gagah yang mau begitu
saja menurunkan tangannya memukul orang yang tidak mau
melawan ! Akhirnya dia membentak dengan marahnya: "Apa
kau orang mati, apa kau tidak bisa berkelit?"
"Ai, memang aku rela kau pukul sampai mampus."
Semakin melonjak amarah Giok-iiong, tangan kanan yang
sudah terangkat tinggi itu segera diayun dipukulkan kearah
tanah, "Blang," saking keras pukulannya tanah sampai
tergempur dan berlobang besar sambil berjingkrak gusar GiokTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/ liong memaki: "perempuan cabul, perempuan bangsat pergi
kau menggelindinglah dari hadapanku . . ."
Dimaki sedemikian rerdah dan kotor keruan terketuk
sanubari Li Hoag seolah-olah ditusuk sembilu, giginya
berkereot dengan gemasnya, teriaknya beringas: "Siapa yang
kau maki ?" Berbareng bayangan merah berkelebat sebat sekali ia
melejit maju sambil menampar dengan bernafsu kearah muka
Giok-liong, Giok-liong mandah tertawa ejek, sekali berkelebat mudah
saja ia menyingkir disusul terdengar dua kali srara "plak, plok"
yang nyaring diselingi pekik kesakitan suara perempuan.
Tahu-tahu kedua belah pipi Li Hong sudah bengap
membengkak besar, mulutnya melelehkan darah segar,
dengan terlongong-longong ia memandangi Giok-Iiong.
Giok-liong tersenyum sinis, jengeknya: "perempuan rendah,
segera menggelinding dari ngarai ini, kelak jangan sekali-kali
kebentur ditanganku lagi, kalau tidak jangan kau sesalkan
perbuatan tuan mudamu yang tidak kenal kasihan !"
Sepasang mata Li Hong segera memancarkan sorot
kebencian yang menyala-nyala, Bukan karena pukulan atau
tamparan Giok-liong tadi, adalah karena makian yang kotor
dan hina itu telah melukai harga dirinya.
Sebab, Giok-liong telah menghancurkan impian muluk dari
seorang gadis remaja, sehingga sanubari yang sudah terluka
itu semakin parah lagi. Sekejap ia menatap kcarah Giok-liong dengan pandangan
bengis dan kebencian yang tak bertara terus membalik tubuh
melesat turun ngarai dengan pesatnya.
Setelah bayangan Li Hong hilang dari penglihatannya baru
Giok-liong dapat menghela napas panjang, selintas
pandangnya merayapi mayat-mayat yang bergelimpangan
disekeIilingnya, tiba-tiba timbul perasaan hampa dan masgul
dalam hati kecilnya. "Haruskah aku menghantamnya tadi " Bukankah dia telah
menolong jiwaku tadi " Apalagi sewaktu aku memakinya
sebagai perempuan cabul, sedemikian galak reaksinya, apakah
aku salah lihat orang ?" Sekarang setelah rasa gusarnya hilang dan dapat berpikir
secara tenang dan sabar diam-diam baru ia sadar dan
mengeluh dalam hati: "Celaka! " dimana badannya berkelebat
pesat sekali laksana meteor ia terus berlari turun gunung,
sepanjang jalan pengejaran ini ia berpikir "Pandangannya
yang penuh kebencian dan sayu itu mirip benar dengan sorot
mata ibu. Tentu dia seorang yang pernah merasakan pahit
getirnya hidup dan merana. Tidak seharusnya aku melukai
hatinya tidak seharusnya aku begitu kejam memakinya."
Semakin dipikir hatinya semakin gundah dan tidak tentram,
tanpa merasa sekuat tenaga ia kembangkan gerak tubuh
Leng-hun-toh, dengan kecepatan maximum lari mengejar
kedepan. Dia tengah berpikir: "Bilamana dapat mengejarnya, cara
bagaimana aku harus minta maaf kepadanya..." batu-batu
gunung serta hutan dikedua sampingnya laksana kilat saja
mundur kebelakang, Tapi sedemikian jauh masih belum
terlihat bayangan Ang-i-moli. Matahari sudah semakin doyong kearah barat, haripun
sudah mulai sore, dengan lari kencangnya dalam pengejaran
ini, mungkin sudah ratusan li lebih ia tempuh. Tengah ia
celingukan kian kemari keadaan bingung kemana pula ia harus
mengejar, tiba-tiba dihutan kejauhan sana terlihat sesosok
bayangan merah yang langsung berkelebat terus menghilang.
Betapa tajam pandangan Giok-liong sekarang, begitu
menjejakkan kaki badannya terus melesat kearah hutan
didepan sana secepat meteor terbang.
Waktu Giak-liong sampai dihutan yang dituju, bayangan
merah itu sudah menghilang tanpa jejak, keadaan hutan ini
sedemikian lebat dan keadaan didalam sana sangat gelap
pekat serta sunyi lagi. Diam diam Giok-liong bimbang dan berpikir "Apakah dia
sudah memasuki rimba ini." "Tanpa banyak pikir lagi badannya segera melenting
menerjang masuk kedalam rimba. Tidak lama setelah Giok-liong masuk, sebuah sososok
bayangan kecil langsung melesat keluar dari dalam rimba
terus berlari kencang menuju kearah timur.
Baru saja Giok liong menginjakkan kakinya didalam rimba
hidungnya lantas dirangsang bau apek yang menyesakkan
dada. Selepas pandang terlibat keadaan dalam rimba ini gelap
gulita, tapi pohon pohon tumbuh begitu subur sekali.
Tanah sekitarnya tebal bertumpuk tumpuk daun-daun
kering yang basah, bau apek yang memualkan itu justru
teruar dari timbunan daun-daun kering yang sudah membusuk
itu. Tatkala itu sudah musim kemarau, tapi tetumbuhan dalam
hutan ini masih sedemikian suburnya berkembang baik,
sampai daunnya tumbuh begitu lebat hingga menutupi sinar
mata hari. Ketajaman sepasang mata Giok liong bagai kilat menjelajah
keadaan dalam rimba itu, dilihatnya sekiur tubuhnya tiada
jejak atau bayangan manusia, tanpa merasa ia mengguman
sendiri: "Apakah dia sudah memasuki rimba sebelah dalam
sana ?" Sambil berpikir ia angkat langkah maju semakin dalam.
Kiranya hutan ini adalah sebuah rimba belantara yang
besar sekali, "semakin jauh dan dalam Giok-liong maju,
keadaannya semakin gelap, jikalau Lwekangnya sudah
sempurna serta ketajaman kedua matanya yang luar biasa,
mungkin dia takkan dapat melihat situasi sekelilingnya. Lama
kelamaan hatinya menjadi heran: "Untuk apakah Ang i-mo li
memasuki hutan ini" Atau mungkin juga dia tidak memasuki
hutan ini ?" Karena pikirannya ini, lantas timbul niatnya hendak
mengundurkan diri. Bertepatan dengan saat ia memutar tubuh
hendak balik, tiba-tiba pandangan matanya meajadi terang
mendadak muncul diatas sebuah dahan besar yang terkuras
licin memutih dimana tertuliskan huruf huruf yang berbunyi:
"daerah kramat hutan mati, siapa masuk dia mati."
Kedelapan huruf huruf besar itu berkilau-kilau terang
dikegelapan yang pekat ini, membuat orang merasa mengkirik
dan takut. "Hutan... mati." Kedua huruf ini secepat kilat berputar
dalam otak Giok-liong. selamanya belum pernah ia dengar
nama angker ini, Dilihat dari nada kedua buruf huruf yang
bernada angkuh dan congkak ini, dapatlah diperkirakan tokoh
lihay macam apa yang tengah bermukim didalam rimba
belantara ini. Teringat olehnya betapa sengsara riwayat hidupnya
sebatang kara ini, keselamatan ayah bundanya belum jelas
serta dimanakah jejaknya juga tidak diketahui, dan yang
terpenting nama-nama beliau juga dirinya tidak tahu, Di
tambah pengalaman yang berat serta dikejar-kejar hendak
dibunuh oleh musuh, Untuk apa sekarang dirinya mencari
kesukaran lain menambahkan beban saja.
Tapi setelah dipikir kembali, seumpama Li Hong benarbenar
memasuki hutan ini, sedang dia tidak melihat akan
kedelapan huruf huruf larangan ini, bukankah jiwanya bakal
terancam bahaya kematian " Terpikir sampai disint tak tahu dia bagaimana ia harus
bersikap, Akhirnya ia berkata dalam hati: "Baikah, tiada
halangannya aku coba masuk melihat-lihat, betapapun aku
tidak bisa membiarkan Li Hong mati konyol dalam rimba ini,
sebab aku masih berhutang budi kepadanya !"
Keheningan dalam rimba ini demikian aneh tanpa sedikit
suatapun. Keadaaa sekeliling yang gelap ini jaga rada janggal
tanpa sepercik sinar terang, Hanya delapan huruf berkilauan
itulah yang memancarkan cahayanya yang kelap kelip serta
menyeramkan Sekonyong-konyong terasa dingin membeku
perasaan hati Giok-liong badan juga mengkirik dan berdiri bulu
romanya, suatu perasaan takut yang mencekam hati seketika
menyelubungi seluruh badannya, keadaan semacam itu belum
pernah terjadi selama hidup. Terasa kegelapan dan ketenangan dalam rimba ini
mengandung suatu kejanggalan yang seram dan menakutkan.
Siapa menempatkan diri ditempat semacam ini pasti selalu


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibayangi bahwa kematian selalu menimpa dirinya.
Sedikit ragu-ragu lantas ia unjuk tawa tawar, pikirnya:
"Kenapa hari ini aku menjadi begitu penakut " jangan kata
dialam semesta ini tiada setan, seandainya memang ada aku
juga tidak perlu takut," Seketika timbul keberaniannya sedikit
menyedot hawa lantas dengan membusungkan dada ia
beranjak terus memasuki rimba kematian ini.
Baru saja ia melintas batas batas rimba kematian tiba-tiba
terdengar suara helaan napas sedih yang memilukan.
Terperanjat hati Giok-liong, kepandaian siapa begitu tinggi
sampai datang dekat dibelakangnya masih belum diketahui
oleh dirinya. Secepat kilat ia membalik tubuh, hutan sedemikian
lebatnya pohon berdiri dengan tegak dan tenang, keadaan
disekitarnya kosong melompong mana ada bayangan manusia.
Sedikit bimbang lantas ia berlaku nekad, segera badannya
meluncur sebat sekali menuju kehutan yang lebih dalam.
Tidak lama kemudian terasa olehnya keadaan didalam mana
semakin menjadi terang, remang-remang sinar cahaya
menembus masuk diantara celah-celah dedaunan yang lebat.
Sekonyong konyong sebuah dengusan hidung yang keras
terdengar tidak jauh didepannya, seiiring dengan suara
dengusan itu, berkelebat sesosok bayangan besar yang terus
hinggap menghadang didepannya. Selintas waktu bayangan besar ini muncuI, lantas Giok
liong dapat melihat tegas sipendatang ini adalah seorang yang
tinggi besar berbadan tegap gagah, rambutnya awut-awutan
demikian juga godek dan cambang bauknya, berpakaian kasar
sederhana berusia lanjut. Sorot pandangan orang tua sedemikian tajam laksana
ujung golok yang dingin menatap tajam kearah Giok liong,
katanya dengan nada dingin: "Buyung, ini bukan tempat
dimana kau harus datang, lekaslah pergi, kalau tidak jiwa
kecilmu itu susah diselamatkan." Dari kilatan tajam sinar mata
si orang tua lantas Giok-Iiong dapat mengukur betapa lihay
kepandaian orang tua ini, sedikitnya tidak dibawah
kemampuannya sendiri. Munculnya sedemikian mendadak, tapi nada perkataannya
tidak mengandung ancaman yang serius, maka segera Gsok-
Iiong angkat tangan memberi hormat serta katanya: "Wanpwe
Ma Giok-liong, karena mengejar seorang sahabat sehingga
memasoki tempat tuan ini" "Hutan kematian ini mana boleh kau sembarangan
trobosan" sebelum jejakmu ini konangan oleh mereka, lebih
baik kau lekas meninggalkan tempat ini. Kulihat usiamu masih
sangat muda masa depanmu sangat gemilang, maka sedikit
kulepas bantuanku. Kalau kau tidak mau dengar nasehatku,
kematianmu sudah didepan mata."
"Harap tanya Cianpwe apakah melihat seorang gadis
berbaju merah memasuki rimba ini"
"Sudah tak perlu banyak bacot lagi, lekas tinggal kan
tempat ini, Kalau tidak jangan salahkan Lohu berlaku keras..."
bicara sampai disini mendadak ia merandek, matanya
menunjuk rasa heran dan penuh kecurigaan menatap wajah
Giok liong, tanyanya rada gugup: "Buyung, katamu kau she
Ma ?" Giok-liong mengiakan. "Siapakah nama ayahmu?"
Sejenak Giok-liong tercengang, tapi lantas tertawa,
sahutnya: "Sebelum ini kita belum pernah bertemu, maaf
wanpwe tidak bisa menjawab pertanyaan ini."
Seketika si orang tua ini lantas mengunjuk rasa gelisah dan
gusar, sikapnya yang garang membuat rambutnya yang
ubanan melambai-lambai tanpa terhembus angin, mungkin
hatinya geram sekali. Tapi akhirnya tenang kembali serta
katanya dengan nada yang ditekan: "Buyung......"
Sekonyong-konyong dari hutan yang lebih dalam sana
terdengar sebuah lengking jeritan setan yang mengerikan
sedemikian panjang dan tinggi jeritan ini membuat merinding
dan berdiri bulu roma pendengarannya.
Air maka si orang tua lantas mengunjuk rasa gugup dan
gelisah, katanya dengan suara lirih: "Mereka sudah datang
Buyung, kulihat wajahmu persis benar dengan salrh seorang
sahabat kentalku, kalau benar-benar adalah keturunannya,
seumpama jiwa tuaku ini harus melayang betapapun aku
harus menolongmu meninggalkan tempat ini."
Melihat orang bicara setulus hati, tergetar hati Giok-liong,
tercetus perkataannya: "wanpwe tidak tahu siapakah nama
ayah" "Tidak tahu?" "Benar," "Lalu mana ibumu?" "Juga tidak tahu." "Sebagai putra manusia tidak mengetahui nama ayah ibu
kandung sendiri, bukankah tidak berbakti?"
Perkataan ini bak sebilah sembilu yang tepat menusuk
dalam keulu hati Giok-liong terasa nyeri dan pedih sekali, Tapl
dia sudah pernah tertimpa penderitaan dan pukulan yang lebih
besar dan sengsara, sehingga lahiriahnya bersikap terlalu
pendiam dan dingin, Oleh karena itu ia kuat bertahan dan
dapat menelaah teguran ini, dengan manggut-manggut kepala
saja, Sejenak si orang tua tinggi tegap itu berdiri termenung, lalu
tanyanya lagi: "Dimana sekarang ibumu berada ?"
"Entahlah !" "Tidak tahu lagi ?" "Ya!" ibu mendapat celaka dikerubut oleh musuh, jejak
serta mati hidupnya tidak diketahui !"
"Siapakah musuh musuh itu ?"
"Mungkin adalah orang-orang dari Hiat-hong pang,
mungkin juga bcgundal dari Kim i pang,"
"Hm, Toan Bok-ki si iblis Jahat itu, akan datang suatu hari
Lohu . . . " Kiranya dia juga belum tahu bahwa Toan Bok-ki telah
menghilang banyak tahun yang lalu, sesaat mendadak ia
mendelik lalu katanya lagi: "Buyung, jelaslah keluar rimba di
sini bukan tempat untuk kau berdiam lama-lama. Ketahuilah
bahwa majikan dari rimba kematian itu sangat kejam dan
telengas, segala kejahatan dan kekejaman tiada yang tidak
dilakukannya. Dengan bekal ilmu silat Lohu sekarang ini,
sudah berjaga disini selama puluhan tahun namun belum
dapat membongkar rahasianya, apalagi aku tidak berani
bergerak terlalu menonjol dan aktif sekali supaya tidak
konangan asal usulku. Kepandaian majikan rimba kematian ini sangat tinggi,
konon kabarnya seumpama dikeroyok oleh gabungan
kekuatan Ih-lwe-su-cui dulu juga belum tentu dapat
mengalahkan dia. Maka kunasehati supaya kau jangan terlalu
sombong untuk malu coba-coba ! Lekaslah pergi."
Keterangan panjang lebar yang tiada juntrungannya ini
membuat Giok-liong berdiri melongo keheranan, dasar
otaknya cerdik sedikit berpikir segera ia balas bertanya:
"Agaknya Lo-cianpwe tengah berusaha untuk mencegah
terjadinya suatu bencana besar yang bakal menimpa kaum
persilatan bukan?". "Betul! Kalau soal itu telah tiba, paling tidak harus
mengumpulkan seluruh kekuatan dari kaum persilatan untuk
menghadapi baru dapat mengatasinya. Tapi saatnya belum
tiba, maka jangan sekali kali kau membocorkan rahasia ini. . ."
sampai disini mendadak alisnya dlkerutkan, katanya lebih lirih:
"Ada orang datang, kau sembunyi dulu dibelakang pohon
besar itu." lalu di tunjuknya sebuah pohon besar yang
letaknya puluhan langkah di sebelah samping sana.
Sedikit menggerakkan badan, enteng sekali Giok-liong
melayang masuk kedalam lobang besar didalam batang pohon
i:u, Diatas lobang mulut lobang pohon besar ini ternyata ada
seutas tangga yang terbuat dari tali temali yang terus
menjulur kebawah dasar lobang, agaknya dibawah sana masih
ada psrabot dan peralatan dan lain lain.
Tatkala mana ditengah rimba mana sudah terdengar suara
orang bercakap-cakap, sedikit merunduk Giok-Iiong mengintip
ke luar, terlihat olehnya si orang tua tengah berdiri
membelakangi lobang besar dimana ia berada, badannya
bongkok bersikap dan bertingkah laku seperti seorang tua
renta yang lemah, sedikitpun tidak terlihat sikap dan semangat
gagahnya seperti tadi yang garang dan perwira.
Dihadapannya berdiri hormat sambil menunduk dua orang
berseragam ungu, air muka mereka kaku membesi berusia
pertengahan salah seorang diantara mereka terdengar
berkata: "Tong-cu mempersilahkan kau orang tua masuk, ada
urusan penting yang hendak dirundingkan."
Si orang tua menyahut dingin: "Kalian boleh pulang dulu,
segera Lohu datang." suaranya rendah dan sember serta
kaku, sedikitpun tidak berperasaan, membuat kedua orang
dihadapannya merasa merinding dan bergidik.
Segera kedua orang itu mengiakan bersama terus melejit
mundur seringan burung terbang mereka menerobos hutan
terus menghilang entah kemana. Melihat kegesitan gerak gerik orang, diam-diam bercekat
hati Giok liong, batinnya: "Entah tokoh macam apakah
majikan rimba kematian ini, orang orang bawahannya
berkepandaian begitu tinggi, jikalau mereka sengaja mengatur
rencana hendak bersimaha-raja di dunia persilaian, akibatnya
pasti susah dibayangkan." Saat mana si orang tua sudah memutar tubuo, tampak
tangannya cepat sekali mengusap kearah mukanya, seakan
akan menanggalkan sesuatu kedok dimukanya suaranya
terdengar lirih: "Buyung keluarlah !"
Giok-liong segera menerobos keluar dari lobang pohon
langsung memberi hormat kepada si orang tua, tanyanya:
"Harap bertanya, siapakah nama mulia Lo cianpwe ?"
Si orang tua menghela napas panjang, katanya tanpa
menghiraukan pertanyaan : "Ai, Buyung siapakah gurumu "
Hebat benar dia dapat mendidik murid sepandai kau ini ?"
"Suhu bernama Pang Giok kaum persilatan memberi
julukan To-ji pada beliau." Si orang tua berpekik kaget, air mukanya mengunjuk
kegirangan, serunya penuh haru: "Masakah Ih Iwe sun-cun
masih belum berangkat menjadi dewa..."
"Suhu masih sehat walafiat, tentang ketiga tokoh yang lain
belum dapat kepastian." Agaknya si orang tua tengah menekan perasaan haru dan
girangnya, sekian lama ia mengamat ngamati Giok-liong dari
bawah keatas dan dari atas kebawah, Mendadak wajahnya
merengut bengis, kedua matanya melotot gusar berapi-api,
serta bentaknya keras: "Bedebah lihat seranganku." di kala mana tubuhnya
bergerak tiba-tiba keiat kepalan-nya bergerak selincah kera
memetakkan bundaran-bundaran besar kecil yang membawa
angin menderu menerjang kearan Giok liong.
Sudah tentu kaget Giok-liong bukan main, cepat-cepat ia
loncat menyingkir sambit berteriak kuatir, "Cianpwe . . . . . "
Si orang tua hanya mendengus rendah kedua kepalanya
bergerak semakin kencang dan menyerang semakin gencar,
besar kecil yang timbul dari bayangan pukulan tangannya
selulup timbul saling tambal laksana bayangan yang mengikuti
bentuknya saja layaknya terus mengejar datang, Batapa besar
kekuatan pukulan ini benar-benar sangat mengejutkan pula
sangat rapat dan kencang lagi sehingga tidak terlihat ada
lobang kelemahannya. Saking gelisah dicecar sedemikian rupa Giok-liong menjadi
naik pitam bentaknya gusar: "Bila Lo cian-pwe tidak berhenti,
jangan salahkan Wanpwe berlaku kurang ajar!"
SAMBIL MEMBENTAK ITU BADANNYA melayang ringan
sekali sepuluh tombak lebih meluputkan diri dari rangsakan
musuh walaupun gerak mundurnya ini secepat angin tapi cara
turun tangan juga tidak kalah cepatnya seumpama kilat
menyamber karena bundaran yang terpeta dari serangan
pukulan itu menari-nari serta menutuk, hakikatnya tiada
tempat luang lagi unutuk meloloskan diri.
Terdesak oleh keadaan yang mengancam jiwa ini apa boleh
buat terpaksa Giok-liong kerahkan Ji lo sampai delapan
bagian, dengan sejurus Ciu-Chiu dilancarkan seketika
berkuntum-kuntum mega mengembang membungkus seluruh
tubuh terus meluncur menyongsong tamparan musuh, Baru
saja Cin-Chiu di lancarkan, lantas terdengar gelak tawa gelak
gelak dalam hutan, mendadak si orang tua menghentikan
serangannya terus melompat mundur sepuluh tombak,
serunya: "Sungguh tidak memalukan sebagai murid To-ji,
buyung kiranya kau tidak menipuku."
Giok-liong sendiri juga melengak heran, Maklum bahwa
Sam-ji-cui-hun chiu adalah kepandaian tunggal yang tiada
keduanya di dunia persilatan, perbawa dan kekuatan ilmu ini
besar dan sakti luar biasa, sekali dilancarkan lantas
bergelombang saling susul tak mengenal putus, hakikatnya
musuh takkan mampu mengundurkan diri dengan tetap masih
segar bugar. sungguh diluar dugaan kepandaian si orang tua
ini bukan saja tinggi juga sangat aneh, sekejap mata saja
lantas dapat lolos dari kekangan angin pukulannya.
Jilid 04 Dan lagi ilmu pukulan yang dilancarkan tadi juga
merupakan ilmu pukulan tunggal yang sangat disegani didunia
persilatan yaitu Wi-hian-ciang. ilmu pukulan semacam ini dulu
pernah dimiliki dan digunakan oleh seorang tokoh aneh yang
bernama Liong-Bun, tokoh ini terkenal juga akan wataknya
yang keras dan tidak kenal apa artinya ka-)ata, tapi pada
ratusan tahun yang lalu jejak Liong Bun ini sudah menghilang,
konon kabarnya sudah meninggal dikalahkan oleh musuh
besarnya, sejak kematian Liong Bun ini maka ilmu pukulan Wihian-
ciang ini lantas ikut lenyap dan tidak terturunkan lagi.
Justru ditempat ini dan pada saat ini juga seorang tua aneh
ini ternyata bisa melancarkan ilmu pukulan hebat yang sudahputus
turunan itu, bukansaja kaget Giok-liong heran pula
dibuatnya. Tatkala mana si orang tua tengah mendatangi dengan
tenang, wajahnya tampak serius lantas membungkuk memberi
hormat kepada Giok-liong, ujarnya: "Ma-siau-hiap, harap maaf
akan kelancangan Lohu tadi." Sebenarnya Giok-liong merasa dongkoI, namun begitu
melihat sikap orang ini lantas ia merasa rikuh sendiri cepatcepat
ia menjawab "Mana berani, harap Cian-pwe jangan


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berlaku sungkan." Si orang tua tertawa lantang, katanya: "Tadi Lohu hanya
ingin coba-coba asal usul kepandaian Ma-siau-hiap saja, untuk
memastikan bahwa Ma-hiau-siap betul-betul adalah murid
tunggal Pang-lo-cian-pwe. Karena aku ada sebuah urusan
penting yang minta di-sampaikan."
Giok liong juga tertawa, sahutnya: "Kalau ada pesan apaapa,
silahkan Cian-pwe katakan saja, asal Wanpwe mampu
melakukan aku berjanji untuk melaksanakannya"
"Dimanakah sekarang gurumu menetap?"
"Sekarang Suhu tengah menuju ke Lam-hay, jejaknya juga
tidak menentu!" Terdengar si orang tua itu mengeluh seperti kehilangan
sesuatu, katanya sambil menghela napas: "Kuharap Siau-hiap
berusaha dalam tempo setengah tahun harus dapat
menemukan gurumu. Haturkan sembah Sujud-ku kepada
beliau katakan bahwa sahabat kecilnya Liong Bun
menghaturkan selamat kepada beliau!"
Tanpa merasa Giok liong berseru kaget, si orang tua
dihadapannya ini ternyata tidak salah adalah Wi-hian-ciang
Liong Bun yang pernah menggetarkan dunia persilatan pada
ratusan tahun yang lalu, tidak heran ia memiliki Lwekang
sedemikian hebat dapat Iolos dari lingkungan angin
pukulannya tadi. Tampak Wi-hian-ciang Liong Bun mengunjuk sikap risau
dan gundah, katanya tertekan: "Bencana dunia persilatan
sudah diambang pintu, Harap sampaikan pada guru-mu,
katakan bahwa para iblis pada masa silam kini telah bangkit
kembali dari liang kuburnya, mereka bermaksud menggulung
dan menguasai seluruh jagat raya ini. Harap dia orang tua
segera mengundang Ih-lwe-su cun serta para sahabat tua
yang lain untuk berkumpul merundingkan cara mengatasi
mala petaka yang bakal terjadi ini. Pula aliran Hiat ing bun
juga ada tanda-tanda tengah menghimpun kekuatan untuk
menunjukkan perbawanya, betapapun kita harus berjagajaga."
Tergetar hebat hati Giok-liong, serunya tak tertahan: "Apa
mungkin Hiat-ing cu masih hidup?"
"Tentang hal ini Lohu sendiri juga tidak tahu pasti, Hanya
pada bulan yang lalu waktu Lohu bertemu dengan majikan
hutan kematian ini, dia pernah bilang bahwa Hiat-ing-bun
sudah mulai unjuk gigi ingin merajai dunia persiiatan, ini
merupakan tandingan paling kuat bagi hutan kematian kita!"
"Kepandaian siapakah yang lebih tinggi diantara Hiat-ing-cu
dengan majikan hutan kematian?"
"Kepandaian mereka sama-sama sudah mencapai taraf
yang paling tinggi, siapapun belum ada yang pernah melihat,
juga belum pernah ada seseorang yang betul betul membuat
mereka harus melancarkan ilmu kepandaiannya sampai
puncak tertinggi. Pula belum pernah terdengar mereka berdua
pernah adu kepandaian, maka Lohu sendiri juga tidak berani
memastikan." "Jadi Lo-cian-pwe memendam diri dalam hutan ini sudah
delapan puluh tahun lama-nya?"
Liong Bun manggut-manggut, sahutnya: "Losiu dengan
Siau-hiap adalah seangkatan selanjutnya harap panggil saja
lazimnya sebagai kaum seangkatan! Baiklah sampai disini saja
perkataanku, harap Siau-hiap secepatnya meninggalkan hutan
ini, supaya tidak mengejutkan mereka sehingga terjadi sesuaiu
hal yang tidak diinginkan" Giok-Iiong menunduk berpikir sebentar lalu tanyanya:
"Bagaimanakah susunan tingkat perguruan dari hutan
kematian ini?" "Disini dibagi dua belas seksi i tau tong, setiap seksi
mempunyai Tong-cu dan wakilnya serta Hou-hoat (pelindung)
pelaksana hukum atau komisaris masing-masing satu orang
semua jabatan ini masing-masing dipegang oleh tokok-tokoh
silat yang berkepandaian sangat tinggi, Maka kelak merupakan
ancaman yang serius bagi kita."
"Locian-pwe..." "Hai jangan mengagulkan Losiu lagi, Jikalau kau tidak
pandang rendah Losin sebagai orang yang lebih tua baiklah
kau panggil aku sebagai Liong-loko saja, aku sangat girang."
"Liong-Ioko, sampai dimana kedudukanmu didalam hutan
kematian ini?" "Sebagai pelindung dari Liong-tong (seksi jaga)."
"Kalau begitu dengan kepandaian Liong loko, yang hebat
itu masih berada di bawah para Tong-cu serta wakilwakilnya?"
"Ya, masih kalah setingkat."
"Laln siapa pula para Tong cu serta wakil wakilnya itu?"
"Bagi mereka yang menduduki jabatan Tong-cu atau wakil
Tong ca bila bukan para tokoh yang dulu menjagoi dan
malang melintang di Kangouw yang selebihnya adalah para
murid terpercaya dari majikan hutan kematian sendiri. . ."
Mendadak dari dalam hutan yang jauh sana terdengar pula
sebuah jeritan yang panjang melengking bergema sekian
lamanya. Seketika berubah air muka Liong Bun, katanya dengan
nada berat, "Mereka tengah mendesak aku harus segera
kembali. Kuharap hiante bisa segera meninggalkan tempat ini.
secepat bertemu dengan gurumu laporkan perihal yang
kuceritakan tadi, ini menyangkut untung rugi seluruh kaum
persilatan!" Cepat-cepat Giok - liong menyahut: "Siaute sudah paham
bemi, oh, ya, apakah Liong-loko ada melihat seorang gadis
baju merah memasuki hutan ini ?"
"Dia sudah kubujuk dan segera pergi, menuju kearah timur
sana!" habis suaranya lantas berkesiar angin dan hilanglah
bayangannya entah kemana. Giok liong juga tidak berani tinggal terlalu lama, bergegas
ia menggunakan Leng-hun-poh seringan burung ia melesat
keluar dari hutan kematian yang kramat ini.
Setelah sampai di luar hutan sedikit menerawang serta
melihat keadaan sekitarnya ia lari sekencangnya menuju
kearah tirnur, sepanjang jalan ini pikirannya terus bekerja,
semakin dipikir hatinya menjadi gundah dan tidak tentram.
Entah tokoh macam apakah majikan hutan kematian ini,
tak terkira ia mempunyai kekuatan sedemikian besar malah
bertujuan membuat onar dan bersijahaiajaleia didunia
persilatan. Wi-hian ciang Liong Bun tidak malulah sebagai seorang
gagah yang perwira, demi keselamatan kaum persilatan
diseluruh kolong langit ini, ia rela merendahkan diri
bersembunyi serta menyelundup didalam hutan kematian itu
selamanya delapan puluh tahun, semangat serta tekad yang
besar ini benar-benar harus dipuji dan diagungkan.
Dari pengalaman yang baru dialami lambat laun pikirannya
melayang kearah soal diri pribadi, tentang asal usul serta
riwayat hidup sendiri yang sebatang kara ini. Banyak tahun
yang lalu ayahnya telah menghilang, konon kabarnya adalah
memasuki lembah putus nyawa, tapi tidak bertemu jenazah
atau tulang beIulangnya. Suhunya sendiri juga berkata belum pernah ada seorang
she Ma memasuki lembah putus nyawa itu, lalu kemana beliau
pergi dan apalah sebabnya " Apakah mungkin ibundanya juga
masih hidup dalam dunia fana ini " Menurut tutur ibu aku
masih mempunyai adik kandung yang bernama Giok-hou, ia
telah hilang setelah lahir belum beberapa lama, apakah adikku
itu juga masih hidup " Dan lagi nama ayah bunda sendiri aku tidak mengetahui,
sungguh tak berguna aku sebagai manusia sebagai anak
orang, Pikir punya pikir tak terasa ia merogoh dan mengelusngelus
kalang batu giok yang dipasang sendiri oleh ibunya
diatas lehernya. Perkataan ibu lagi-lagi terngiang dalam telinganya . . .
jikalau di jalanan kau mengalami kesukaran kalung batu giok
ini mungkin dapat membantu kau . . . " ini berani bahwa
kalung batu giok warna merah darah ini pasti dikenal oleh
banyak orang. Berpikir sampai disini tahu-tahu mulutnya menyungging
senyum manis dan puas. Dari asal usul batu giok ini rasanya aku dapat menyelidiki
nama serta asal usul riwayat hidup ibu, selanjutnya juga dapat
mencari tahu nama ayah, lalu berusaha lagi menyelidiki siapasiapakah
musuh besar keluarganya. . . Mendadak ia merandek dan teringat akan perkataan Liong
Bun tadi, bukankah Wi hian-ciang tadi pernah berkata bahwa
dirinya persis besar dengan seorang sahabat kentalnya"
Karena kelalaiannyalah sehingga ia lupa menanyakan siapakah
orang yang dimaksudkan itu, Ai sungguh sangat ceroboh aku
ini. Begitulah setelah berkeluh kesah seorang diri, akhirnya ia
membatin lagi: "Peduli semua itu, yang penting bahwa
sekarang aku sudah dapat mempelajari kepandaian tingkat
tinggi, lebih baik segera aku langsung menuju ke Bu ki-san
mencari mata air sumber nasa itu untuk mengambil kotak
serta mengeluarkan buku peninggalan rahasia itu, bukankah
dengan demikian segalanya dapat dibikin terang.
Tapi betapa jauh gunung Bu ki-san itu sedikitnya juga ada
ribuan li, seumpama siang malam terus menempuh perjalanan
tanpa mengenal juga beras memakan waktu kira- kira tiga
bulan, apalagi ia sendiri tidak mengetahui letak dari pada
sumber mata air naga beracun itu, untuk mencarinya
memakan waktu lagi, hitung hitung sedikitnya dalam tempo
setengah tahun ini pasti dirinya takkan ada harapan dapat
menemui gurunya. Menurut pesan ibu bahwa air rawa naga beracun itu dingin
luar biasa, bila kepandaian silat orang belum mencapai tingkat
sempurna pasti sukar dapat terjun kedalam air, sekarang bila
tingkat kepandaiannya belum mencapai syarat dan akhirnya
mampus didalam rawa itu atau terluka, sedikitnya dalam
tempo setengah tahun ini pasti dirinya takkan ada harapan
dapat menemui gurunya. Oleh karena itu bila majikan hutan kematian benar-benar
mengerahkan seluruh kekuatannya dalam keadaan yang
belum tahu dan tanpa siapa sedikitpun pasti sangat
menakutkanlah akibatnya bagi kaum persilatan didataran
tengah ini. Apalagi musuh bebuyutan terbesar dari
perguruannya yaitu Hiat-ing-bun juga telah bangkit kembali
dan segera muncul dikalangan Kangouw, hal iai juga harus
prihatin benar-benar. BegituIah sepanjang jalan ini ia terus berpikir dan berpikir
hingga tanpa merasa Leng-hun-toh dikembangkan sampai
puncak tertinggi, badannya melesat secepat anak panah dan
seenteng burang walet mengembang dan laju diatas tanah
didalam atas pegunungan. Sampai saat itu ia masih belum dapat kepastian bagaimana
ia harus bertindak, Urusan pertama adalah mengenai
pembalasan dendam kesumat keluarganya serta mencari jejak
asal usul riwayat hidupnya. persoalan yang lain adalah
mengenai nasib atau mati hidup bagi kesejahteraan kaum
persilatan umumnya. Ke-dua urusan penting ini, yang
manakah harus ia dahulukan." Setelah mengalami berbagai pertimbangan akhirnya ia
bertekad untuk mencari suhunya dulu melaporkan berita itu,
tentang pribadinya bolehlah ditunda untuk sementara waktu
ini. terpikir dalam benaknya bahwa kepentingan kaum
persilatan umumnya adalah lebih besar dan lebih mendesak
dari kepentingan pribadinya. Dengan adanya keputusan ini hatinya menjadi terbuka dan
pikiran menjadi jernih sedikit menyedot hawa, badannya
meluncur semakin pesat lagi. Mendadak dalam keremangan menjelang malam ini
dilereng gunung dikejauhan sana, tampak dua bayangan
manusia cepat sekali berkelebat menghilang, Ditengah alas
pegunungan yang jarang dijajagi manusia ini kiranya juga ada
kaum persilatan muncul disini, diam-diam ia merasa heran dan
bertanya-tanya, "Mungkinkah ada sesuatu peristiwa apa yang
terjadi " Atau mungkin, . . tiba tiba teringat olehnya gadis
cantik Ang-i-mo-li Li Hong, Orang pernah menyelamatkan
jiwanya, dirinya masih hutang budi padanya, bukankah dia
juga tengah menuju kearah ini juga, bukan mustahil disini ia
mengalami rintangan dan menghadapi bahaya "
Munculnya dua bayangan tokoh silat di atas pegunungan
ditengah malam ini dengan perjalanan Li Hong menuju
ketimur sebenarnya adalah dua persoalan, kini bergandeng
menjadi satu dalam pemikirannya, mungkin ia sendiri juga
tidak dapat menerangkan apakah sebabnya.
Karena pikirannya ini, diam-diam ia berkata dalam hati:
"Aku harus kesana untuk mencari tahu!" segera ia putar
badan dan terus berlari sekencang meteor melesat kearah
Iamping gunung dikejauhan sana. Sekonyong-konyong terdengar pekik nyaring suara
perempuan yang ketakutan dan kaget, tapi teriakan itu
terputus setengah jalan terus lenyap dan kembali menjadi
sunyi. Suara itu kedengarannya laksana sebatang anak panah
menusuk di lubuk hati Giok-liong. Bukankah itu suara Li Hong"
Kepandaiannya sudah sedemikian tinggi, mungkin ia ketemu
tokoh bangkotan yang berkepandaian lebih tinggi.
Begitulah dengan dirundung pertanyaan dan hati gelisah
Giok liong sudah kembangkan Leng-hun toh sampai tertinggi,
tidak lama kemudian ia sudah sampai di lamping gunung itu.
Keadaan disini remang-remang disinari cahaya bulan suasana
sangat sunyi senyap. Sekilas Giok-liong menyapu pandang keadaan sekelilingnya,
matanya yang tajam melihat kira-kira tiga puluhan tombak
didepan sana ada sebuah hutan rimba yang lebat dan gelap,
tergerak hatinya, secepat kilat badannya segera terbang
menuju kearah rimba gelap itu. Begitu sampai sepasang matanya yang tajam berkilat itu
segera menjelajah setiap pelosok yang mencurigakan, Betul
juga dilihatnya di sebelah dalam sana, samar-samar terlihat
adanya bayangan manusia yang bergerak gerak, sedikit
menyedot hawa ringan sekali bagai asap melayang tubuhnya
melejit kedepan, dimana mata memandang, seketika mukanya
merah padam dan serasa kepalanya berdenyut saking gusar.
Ternyata diatas rumput dalam hutan sana rebah terlentang
seorang gadis cantik yang seluruh pakaiannya sudah dilucuti
sehingga telanjang bulat, kulitnya yang putih serta sepasang
buah dadanya yang montok menonjol tinggi sangat menusuk
pandangan seluruh badan tengah berkelojotan, kedua pipinya


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang putih halus itu kini sudah berwarna merah matanya
separo dipejamkan, pinggangnya terus bergerak meliuk liuk,
seakan akan tengah dirangsang nafsu birahi yang tengah
membara diseluruh tubuh. Tapi dilihat keadaannya itu terang bahwa ia dalam
setengah pingsan atau mungkin terkendali oleh obat bius,
Gadis cantik bagai bunga mekar ini bukan lain adalah Ang-imo-
li Li Hong adanya. Dipinggir kedua sampingnya tengah berjongkok dua lakilaki
pertengahan umur berbadan kurus tengah mengulurkan
kedua cakar iblis, masing-masing mengelus serta meremas
tubuh yang putih bersih itu. Orang yang disebelah kiri
mengenakan pakaian kembang berjenggot pendek bermata
juling. Sedang yang berada disebelah kanan karena
membelakangi Giok-liong jadi tidak terlihat wajahnya, tapi
terlihat dipunggungnya menggemblok sepasang pedang
panjang. . ! Tatkala itu kebetulan orang dlsebelah kiri itu tengah
meremas dan mengelus-ngelus sepasang bukit padat yang
menonjol itu, serta katanya sambil tersenyum girang:
"Hehehehe, siapa akan percaya bahwa Ang-i-mo-li yang
kenamaan itu akhirnya terjatuh ditangan kita bersaudara."
Orang yang disebelah kanan juga tengah meraba-raba
pinggang Li Hong yang meliuk-liuk, sahutnya: "Haha, Toako
ini berkat obat biuskulah sehingga berhasil, betapapun harus
menjadi hakku untuk hjemecabkaa kesuciannya ini."
"Tidak yang lain boleh tapi yang ini jangan, Kau minggir
saja dan menonton permainanku dulu, kalau aku sudah selesai
menjadi giliranmu nanti, apa yang kau gelisahku !, Hehehehe
... " habis berkata langsung ia berdiri terus mulai mencopoti
pakaian sendiri. Cepat-cepat orang disebelat kanan itu mengulur tangannya
mencubit pinggang Li Hong dengan gemas terus berdiri
dengan uring uringan, mulutnya juga mengomel panjang
pendek: "Setiap kali memperoleh barang baik selalu kau
monopoli dulu . . ." Mendadak sebuah gelak tawa dingin yang menciutkan nyali
terdengar dari hutan sebelah sana, sungguh kejut kedua
orang ini bukan kepalang, "sret" serempak mereka mencabut
senjata masing-masing. Orang disebelah kiri itu menyeringai tawa aneh serta
serunya: "Kawan, seorang laki-Iaki harus berani berlaku
terang-terangan. jikalau tiada suatu urusan yang dapat di
rundingkan siiakan keluar berhadapan dengan Bu-san
bersaudara." Kiranya kedua orang ini bukan lain adalah Bu-san siang im,
dua manusia cabul dari Bu-san yang sangat terkenal sebagai
maling pemetik bunga dikalangan Kangouw."
Belum lagi lenyap suaranya, terdengar suara dingin dari
dalam rimba, "srilitiiitt" terdengar suara ringan disertai kilatan
sinar melesat datang, tahu-tahu ditengah hutan di hadapan
mereka sudah tertancap sebatang potlot emas panjang
beberapa senti. Itulah pertanda khas dari aliran Ji-bun yang sudah turun
temurun selama ratusan tahun. Begitu melihat potlot emas ini, berubah pucat dan
ketakutan Bu-san siang-im, setelah saling berpandangan
mendadak mereka menjejak tanah terus melesat tinggi
melarikan diri kedalam hutan dibelakang mereka.
Dalam hutan lagi-lagi terdengar jengekan dingin, terlihat
sebuah bayangan putih berkelebat melayang turun, tahu-tahu
seorang pemuda berpakaian serba putih dengan ikat kepala
yang putih pula telah menghadang dihadapan mereka.
Pemuda ganteng seperti pelajar ini melangkah maju
dengan ringan mendekat dinadapan Busan-siang im.
Bukan saja Bu-sansiang-ini terkenal manusia cabul juga
wataknya sangat kejam dan telengas, licik dan banyak akalnya
lagi ditambah kepandaian silat mereka tinggi, jejaknya tidak
menentu, sehingga kaum aliran lurus menjadi kewalahan
menghadapi mereka. Sekarang begitu mereka melihat pertanda khas dari To-ji
yang berupa pottot emas yang sudah menghilang ratusan
tahun mendadak muncul disangkanya bahwa satu diantara Ihlwe
su-cua yaitu To-ji Pang giok telah datang sendiri, maka
tidak heran sedemikian rasa takut mereka berdua sampai lupa
membetulkan pakaiannya yang masih kedodoran terus
melarikan diri. Tapi setelah melihat yang muncul ini kiranya hanya seorang
pemuda cilik yang mirip pelajar lemah, sesaat mereka
tertegun melenggong. Terkilas cepat sekali dalam otaknya:
"Bocah ini paling tidak berusia dua puluh, seandainya ia sudah
belajar silat dalam kandungan ibunya, juga tidak mungkin
begitu menakjupkan kepandaiannya."
Saudara tua dari sepasang manusia cabul itu segera tegak
berdiri, sambil mendongak tertawa terbahak-bahak teriaknya
melengking. "Bocah keparat, berani kau mengandal pamor
perguruan Ji-bun hendak mengganggu usik kesenangan tuan
besarmu." takut kalau dibelakang bocah ini masih ada tokoh
yang menjadi andalannya, maka ia memancing lebih dulu
dengan kata katanya itu. Pemuda pelajar berpakaian serba putih ini bukan lalu
adalah Giok-liong adanya. Kedua pipinya itu sekarang sudah bersemu merah
menambah kegantengannya. Tapi expresi wajahnya adalah
sedemikian dingin laksana es, kedua matanya memancarkan
kilat tajam yang dingin pula mengamati Bu-san-siang-im,
katanya menjengek: "Silakan kalian memilih jalan sempurna
sendiri, bunuh diri atau tuan mudamu ini yang harus turun
tangan " jawabannya ini secara lang sung menerangkan
bahwa dia datang seorang diri."
Betapa licik dan licin tokoh-tokoh Bu-san-siang-im ini "
Begitu mendengar jawaban ini legalah hati mereka tanpa
merasa mereka saling pandang dan tertawa terloroh-loroh.
Belum lenyap suara tawa mereka mendadak mereka
berbareng menghardik: "Bocah goblok, serahkan jiwamu."
dimana sinar kuat berkelebatan dua batang pedang tahu-tahu
sudah menusuk dan membabat tiba mengarah tempat
mematikan. Bertepatan dengan aksi saudara tuanya ini, demikian juga
adiknya dari Siangliro ini tidak ketinggalan mengajukan tangan
kirinya, seketika kelap kelip sinar hijau kebiruan beterbangan
memenuhi angkasa seperti bintang-bintang layaknya secepat
kilat meluruk semua kearah Giok-liong.
Giok-liong berlaku tenang sekali, malah ujung mulutnya
menyungging senyum ejek, begitu bayangan putih berkelebat
tahu tahu bayangan Giok-liong sudah menghilang, Terdengar
sebuah suara yang mendirikan bulu roma terkiang dipinggir
telinga mereka: "Kalian cari mampus."
Keruan kejut kedua manusia cabul ini bukan kepalang,
siapa akan nyana bahwa pemuda cilik yang kelihatan lemah ini
kiranya adalah tokoh silat yang berkepandaian begitu lihay.
Tidak banyak kesempatan untuk mereka berpikir dan
menduga-duga tanpa berjanji berbareng mereka memutar
tubuh sambil mengayun senjata kebelakang, nyata gerak gerik
mereka juga cukup gesit dan tangkas sekali.
Tapi baru saja badan mereka berputar selengan jalan,
terdengar lagi tawa dingin lantas terlihat bayangan putih
berkelebatan selulup timbul diselingi bayangan tangan pukulan
yang mengaburkan pandangan serta dilandasi angin pukulan
yang kencang seperti gugur gunung terus menungkrup keatas
badan mereka. Tapi Bu-san siang-im juga bukan kaum kroco yang
berkepandaian rendah. Berbareng mereka membentak keras,
pedang diputar sekencang kitiran sampai mengeluarkan sinar
dingin gemerdep menerbitkan angin mendesis terus
melambung keangkasa, Ternyata mereka bisa mengerahkan
hawa murninya untuk didorong keluar melalui ujung
pedangnya terus membentuk suatu hawa pedang untuk
melindungi badan, dan yang terpenting adalah hawa pedang
ini semakin melebar menyongsong kearah angin pukulan yang
dilancarkan Giok-Iiong. Giok- liong berseru heran tidak duga mengandal dua
manusia cabul sampah masyarakat persilatan ini kiranya juga
mempunyai kepandaian begitu tinggi, segera ia perdengarkan
ejekannya lagi: "Ternyata ada isinya juga!" diam-diam dalam
hati ia sudah bertekad, "kedua orang ini berkepandaian tinggi,
kalau tidak dibabat lenyap pasti kelak akan menimbulkan
bencana yang lebih besar lagi."
Cepat-cepat kedua tangannya ditekuk serta disilangkan
terus berputar ditengah udara membuat setengah lingkaran
lantas perlahan-lahan didorong keluar, Kontan terbit angin
menderu serta kabut putih mengembang bergulung-gulung
terus menerus kedepan. Terdengar suara teriakan yang ketakutan: "Sam ji cui-hunchiu,
dia adalah Pang Giok..." belum habis suaranya, lantas
terdengar suara "blang" yang keras dua larik sinar melambung
tinggi ketengah udara berbareng hujan darahpun terjadi!
Setelah angin reda dan debu hilang suasana menjadi sunyi
kembali, tampak Giok-liong berdiri tempatnya dengan tenang,
Delapan tombak disebelah sana meringkuk dua mayat Bu sansiang-
im dan ditempat yang lebih jauh sana adalah kedua
batang pedang mereka yang terbanting ditanah dan sudah
patah patah menjadi empat potong. Tadi dengan jurus Cin-ciu sekuatnya Giok-liong turun
tangan, hanya segebrak saja cukup membuat jiwa Bu ~ san -
siang im melayang ditangannya, Tapi dia sendiri karena
terbentur oleh hawa pedang musuh, dadanya juga sedikit
dirasakan sesak, maka sementara ia berdiri diam
mengerahkan Ji-lo berputar ke-seluruh badannya.
Tak lama kemudian ia membuka mata, sekilas ia menyapu
pandang kearah kedua mayat itu lalu putar tubah memasuki
hutan. Teringat olehnya bahwa Ang i-mo li Li Hong masih
telanjang bulat rebah diatas tanah.
Baru saja kakinya melangkah lantas terlihat tubuh Li Hong
yang padat menggiurkan itu masih menggeliat dan meliuk-liuk
tak henti-hentinya. Kontan merah jengah seluruh wajah Giokliong,
jantungnya juga berdebar sangat keras seperti hendak
meloncat keluar. Cepat-cepat ia berpaling muka tidak berani melihat lagi.
Akan tetapi entah mengapa akhirnya toh dia meliring mencuri
pandang pula. sepasang pipi Li Hong yang merah membara
bak sekuntum bunga mekar itu kini telah diliputi pikatan
menarik bagi seorang laki Iaki. Kedua bibirnya juga tengah
megap-megap memperlihatkan sebarisan giginya yang putih
halus. Ditambah tubuhnya yang langsing menggiurkan terutama
kedua bukit yang montok itu karena bergoyang dan
menggeliatnya pinggang ikut bergerak-gerak tak hentihentinya.
Apalagi kedua pahanya yang putih besar itu sabansaban
dibuka tutupkan Iebih lebih memikat hati lawan
jenisnya. Usia Giok-liong sedang menanjak dewasa, darah mudanya
gampang berkobar, melihat pertunjukan gratis yang
menggiurkan ini kontan kepala terasa mendengung pikiran
juga menjadi butek, terasa sekujur hawa hangat segera timbul
dari dalam pusarnya terus meluber ke atas. seketika ia merasa
kepalanya pusing dan pikiran juga menjadi kabur.
Tanpa disadari kakinya segera melangkah maju dengan
sempoyongan terus menghampiri kearah tubuh Li Hong yang
rebah telanjang bulat itu, Waktu disamping tubuhnya tiba-tiba
pandangan matanya bentrok dengan kilauan sinar mas kuning
yang menyolok mata. Seketika tergetar keras hatinya,
pikirannya lantas menjadi jernih dan sadar kembali gumamnya
menyesali diri sendiri: "Giok liong, wahai Giok liong, seorang
laki laki tidak mengambil keuntungan secara pengecut!
sebagai murid aliran Ji-bun aku harus mengutamakan
kelurusan......." jalur sinar kuning yang kemilau itu kiranya
adalah batang potlot mas tua pertanda khas dari
perguruannya. Segera Giok-liong menjemput potlot kecil itu, waktu
pandangannya melihat kearah Li Hong, sekonyong-konyong
timbul pula hawa amarahnya, "Hm, manusia cabul yang
rendah menggunakan obat bius bagaimana aku harus
menolongnya" Oh ya, diatas badan mereka pasti ada obat
pemunahnya." karena pikirannya ini segera ia berkelebat
keluar rimba langsung mendekati jenazah Bu san-siang-im,
setelah semakin lama ia menggeledah seluruh tubuhnya hanya
diketemukan sebuah bungkusan kecil obat pemunahnya.
Bergegas ia mem bawa obat pemunah itu kembali.
Tapi waktu ia sampai dimana tadi Li-Hong rebah di atas
tanah, seketika ia berdiri tertegun dan terlongong longong
sekian lama. Ternyata keadaan tetap sunyi, bekas bekas
diatas rumput masih ada tapi bayangan Li Hong sudah
menghilang entah kemana, sampai baju yang dipakainya juga
ikut lenyap. Giok-liong menggeleng, jarak sedemikian dekat dan orang
sedemikian besar hilang begitu saja lenyap tanpa diketahui
olehnya, Apa mungkin Li Hong sendiri yang sudah siuman
terus tinggal pergi" Tidak mungkin! Pasti tidak mungkin !
Mendadak ia membanting kaki sambil berteriak kejut:
"Wah, cialat!" dimana badannya bergerak laksana segulung
asap terus menerobos keluar dari dalam rimba. Baru saja ia
keluar lantas dilihatnya puncak sebelah kanan berkelebat
sesosok bayang kecil langsing terus menghilang. Gerakan
siapakah yang sedemikian cepatnya" Dalam hati ia bertanyatanya,
kakinya segera mengerahkan seluruh tenaga
mengembangkan Leng-hun-toh terus melesat ke-arah purcak
didepan sana. Laksana meteor terbang sebentar saja ia sudah tiba diatas
puncak namun disini tiada apa-apa yang dapat dilihatnya,
maka tanpa ragu-ragu lagi Leng hun toh dikembangkan
sampai puncak tertinggi untuk mengejar lagi kedepan, Sambil
berlari dan terbang itu, kedua matanya yang celingukan kian
kemari mengamat-ngamati sekelilingnya, adalah sesuatu
tanda-tanda yang mencurigakan. Hatinya menjadi bingung
dan risau selalu. Betapa tidak Giok-liong menjadi gugup karena dengan
telanjang bulat Ang-i moli Li-Hong telah digondol pergi
seseorang, kepandaian orang yang menculik itu sedemikian


Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lihay bagai mana hatinya takkan gugup dan kwatir.
Dalam berlari kencang tanpa tujuan ini tanpa disadari ia
terus berlari semakin dalam diatas pegunungan, dikejauhan
kegelapan samar samar terlihat setitik sinar pelita, jelas
kelihatan didepan sana kalau bukan sebuah kampung
kampung pasti sebuah kota kecil. Sinar pelita yang kelap-kelip
itu seketika membangkitkan semangatnya.
Memang kenyataan sudah sekian lama dia belum pernah
berdekatan dengan khalayak ramai. Tapi kebangkitan
semangat itu hanya sebentar saja. Hilangnya Li Hong
merupakan beban pemikiran dalam benaknya.
Akan tetapi dia tiada tempo atau waktu untuk berusaha
mencari jejak Li Hong lagi, Sebab masih banyak tugas yang
lebih penting menunggu penyelesaiannya ini merupakan
pukulan berat bagi penderitaan batinnya, Entah menyapa dia
tidak tahu, kenapa dirinya mengambil perhatian sedemikian
besar terhadapnya! Mungkin adalah karena aku berhutang budi terhadapnya!
demikian ia mengguman sendiri untuk menjawab pertanyaan
hati sen-diri, Akan tetapi betapapun setelah mendapat
jawaban ini, apalagi yang dapat diperbuatnya.
Dalam jangka setengah tahun dia harus dapat menemukan
gurunya, kalau gurunya tidak meninggalkan lembah putus
nyawa itulah baik. Tapi gurunya sekarang telah menuju ke
Lam-hay ! sekarang bila berusaha hendak mencari gurunya,
satu-satunya jalan hanyalah menuju ke Lam-hay mencari pula
Bu-ing-to. Apakah benar gurunya pernah kesana- Entahlah,
tapi sekaligus dapat menyerapi jejak Kim-leng-cu, untuk
menyampaikan pesan gurunya tempo hari.
"Ai," perlahan lahan ia menghela napas, batinnya "Nona Li
Hong, maaf bahwa aku tiada waktu lagi untuk mencarimu."
pikir punya pikir lantas timbul perasaan menyesal dalam
hatinya. Sekonyong-konyong bentakan keras terdengar bagai guntur
menggelegar dari sebelah samping kiri sana: "Maknya, kurcaci
dari mana yang sebal sebul napas ditengah malam gelap ini
mengganggu impianku saja." Seiring dengan bentakan ini, dari belakang sebuah batu
besar menggelinding keluar seorang aneh berkepala besar
bertubuh kecil setinggi empat kaki. Sedemikian besar
kepalanya seperti semangka saja layaknya, hidungnya
mendongak keatas dengan sepasang mata kecil seperti mata
ayam, rambutnya awut-awutan, ditambah alisnya yang tebal
seperti sapu, mengenakan pakaian kucel dan banyak
tambalan, kedua kakinya kecil pendek tapi besar kuat, bentuk
tubuhnya yang lucu ini benar-benar sangat menggelikan.
Sambil menyeret sendal bututnya, tangannya diulur untuk
menyeka umbel dari hidungnya terus disiutkan kontan
memberon-dong keluar liur umbelnya langsung terus
dikebutkan "Siuut" sedemikian keras samberan titik bayangan
putih ini secepat kilat terus melesat kearah muka Giok liong.
Giok -liong mengerutkan alis, sedikit menggeser kaki sebat
sekali ia menghindarkan diri, "Plak" terdengar suara nyaring,
lantas terlihat batu pecah berhamburan bersama percikan api,
gumpalan umbel itu sekarang sudah amblas masuk kedalam
batu besar dibelakang Giok-liong. Terdengar orang aneh berkepala besar itu heran, sedikit
menggoyangkan pundak, gesit sekali tahu-tahu dia sudah
berada dihadapan Giok-liong, terdengar suaranya keras seperti
gembreng pecah berkata: "Bagus, bocah keparat ternyata
berisi juga, tak heran berani datang kemari menjual lagak
didepan orang tua." sambil bertriak tangannya mendadak
mencengkeram kedada Giok-liong. Keruan Giok-liong menjadi dongkol, tapi dia tahu bahwa
kesalahan dipihaknya, sedapat mungkin ia berlaku sabar,
serunya sambil melompat mundur menghindar: "Ada omongan
marilah dibicarakan, kenapa harus menggunakan kekerasan . .
." Orang aneh kepala benar itu tetap membandel teriaknya:
"Bagus. kau sudah membangunkan impianku, masih berani
tidak minta maaf. . ." dimana pundaknya bergerak "wut"
tangan kanan menampar tiba dengan dahsyatnya.
Giok liong menggeser kaki kiri terus menyingkir enam kaki
serunya jengkel: "Diatas pegunungan siapapun boleh gembargembor,
dengan hak apa kau mengatakan aku mengganggu
tidur nyenyakmu?" Sebentar orang aneh kepala besar itu tertegun lantas
berteriak lucu lagi: "Bagus... bagus sudah salah tidak
mengaku masih berani mengobral mulut, hari ini kalau Lohu
tidak memberi pelajaran pada kau sungguh sia-sia aku hidup
sekian lama berkelana di Kangouw."
Sambil gembar gembor, dengan suaranya yang aneh
melengking itu tubuhnya bergerak cepat berkelebat mendadak
ia berputar seperti gangsingan mengitari tubuh Giok liong.
Dimana kedua kepalannya bergerak bayangannya bagai
gugur gunung menindih tiba. Sementara itu, rasa gusar Giok-liong sudah semakin
memuncak. sambil berkelit ia berseru keras: "Kalau cian-pwe
tidak segera berhenti terpaksa Cayhe berlaku kurang hormat!
" "Hm emangnya kau sudah tidak tahu tata kehormatan
setelah tahu aku orang tua sebagai cian-pwe, lekas berlutut
dan menyembah sembilan kali, kalau tidak Lohu nanti
putuskan kedua kaki anjingmu itu."
Semakin memuncak amarah Giok-liong, batinnya: "Orang
ini tidak kenal aturan, kalau aku tidak turun targan, pasti
disangka aku ini gampang dipermainkan. . ."
Dalam hati berpikir, badannya lantas melejit mundur.
teriaknya geram: "Aku menghormat kau baru kupanggil
Cianpwe, Siapa tahu ternyata kau tiada harganya untuk
dihormati Hui, kalau tuan tidak segera berhenti, terpaksa
Cayhe berlaku lancang." Orang aneh berkepala besar ini bernama Siok-Kui-tiang,
tingkat kedudukannya di kalangan persilatan sangat tinggi,
kepandaian silatnya juga lihay dan tinggi sekali, biasanya
polahnya memang aneh dan suka melucu, wataknya juga
sangat aneh suka bawa adatnya sendiri, Bersikap kejam dan
telengas lagi, serasi dengan bentuknya yang serba
kekurangan itu maka kaum persilatan sama-sama memberikan
julukan iblis rudin. "Iblis rudin Siok Kui-tiang mendelikkan mata, mulutnya
menggarang keras: "Kurcaci mari tumpahkan seluruh
kepandaianmu Kalau hari ini Lohu tidak menghajar anak kecil
yang kurang ajar dan tidak tahu adat kesopanan ini, sia-sia
aku dipanggil iblis rudin Siok Kui-tiang!"
Seiring dengan habis ucapannya segera ia merubah cara
permainannya, kontan angin lesus yang deras timbul
membumbung tinggi ketengah angkasa sambil mengeluarkan
suara mendesis yang menderu hebat, bayangan pukulan
tangan yang memenuhi angkasa mendadak berubah tutukan
jari yang merata dimana-mana, terus langsung menutuk
keseluruh tempat-tempat penting dibadan Giok-liong.
Baru mendengar nada perkataan orang, lantas Giok-liong
terkejut dan cepat-cepat siaga, batinnya: "Celaka, siapa nyana
kiranya orang aneh kecil ini ada!ah iblis rudin Siok Kiu tiang
yang sudah menjagoi dunia persilatan puluhan tahun yang
lalu. . ." meskipun terkejut tapi rasa mau menang sendiri
lantas bersemi dalam hati kecil. Maka segera ia bergelak
tertawa, serunya: "Bagus biarlah Cayhe menerima pengajaran
dari iblis rudin ytng tenar." Belum lenyap suara tawanya tenaga ji-lo sudah terkerahkan
berputar keras diseluruh badannya, dimana setiap kali
tangannya terayun tenaganya memberondong keluar secepat
kilat itu ia sudah lancarkan delapan belas kali pukulan serta
dua belas tutukan jari. Seketika angin menderu pasir beterbangan bayangan
pukulan serta tutukan saling selulup timbul bergantian laksana
angin badai yang mengamuk bertumpuk berlapis-lapis. iblis
rudin tiba-tiba mementang mulut meneriakkan tawa anehnya,
tubuhnya juga ikut berputar keras seperti gangsingan berubah
bayangan menyelusup kedalam bayangan tutukan, Maka
bayangan jari tutukan berlapis meninggi bagai gunung,
sebaliknya bayangan angin pukulan menderu-deru bagai hujan
batu terus memberondong keluar bergantian tidak mengenal
putus. Beruntun terdengar suara plak-plok, berulang kali dari
benturan tangan yang keras sekali. Dua bayangan manusia yang berwarna ungu dan putih
dengan angin melambai secepat kilat menyerang saling
melancarkan serangan dahsyat yang mematikan diantara
tusukan jari serta pukulan tangan yang rapat dan rumit sekati,
mereka mengerahkan segala kemampuan serta kegesitan
tubuh untuk menyelimatkan diri. Sekejap mata saja, enam puluh jurus itulah berlalu.
Dua belah pihak sama-sama sudah mengerahkan seluruh
kekuatan. Tiba-tiba terdengar iblis rudin mendamprat gusar,
kekuatan angin tutukannya bertambah semakin besar dan
dahsyat, laksana tajam anak panah yang meluncur menembus
hawa ditengah udara langsung menusuk kesetiap tempat yang
mematikan dibadan Giok-liong. Giok-liong sendiri juga lantas memperdengarkan suara
ta Bentrok Para Pendekar 4 Bentrok Para Pendekar 12
^