Pendekar Cacad 20

Pendekar Cacad Karya Gu Long Bagian 20


rdebar keras. Puluhan pasang mata bersama-sama ditujukan ke atas
sumbu mesiu yang sedang terbakar dan merambat ke atas
dengan cepatnya itu. Dengan harap-harap cemas mereka
berdoa agar api segera mencapai puncak dan meledakkan
dinding batu di atas permukaan tanah.
Biarpun waktu tiga menit itu sangat pendek, namun dalam
perasaan mereka waktu itu lamanya bagaikan tiga tahun.
1297 Pada saat itulah terdengar Thio Kim-ciok berkata lagi,
"Tindakan Hek-mo-ong menyulut sumbu mesiu di dasar lorong
rupanya telah memperpanjang umur kalian semua."
"Thio-locianpwe, apa maksudmu?" tanya Bong Thian-gak
dengan tidak mengerti.
"Kini sumbu mesiu di dasar lorong Bu-lim-bong telah
menyala setiap saat bakal meledak hebat. Kekuatan yang
tercipta akibat ledakan itu bisa menenggelamkan lorong ini
dan kehebatan goncangan yang dihasilkan tak akan mampu
dilawan oleh siapa pun. Oleh sebab itu, di saat dinding batu
itu meledak nanti, bila kalian masih menginginkan nyawa,
berlarilah sekuat tenaga melampaui lorong ini. Kalau tidak,
kalian jangan harap bisa lolos dari ancaman maut."
"Tapi dengan begitu berarti juga aku sudah tak punya
kesempatan untuk membantai kalian semua. Bukankah ini
berarti Hek-mo-ong telah memperpanjang nyawa kalian?"
"Tapi setelah aku berhasil mencapai di atas, aku bakal balik
kemari mencari kalian satu per satu serta membalas dendam."
Baru selesai perkataan itu diucapkan, mendadak terdengar
suara ledakan yang dahsyat.
Seluruh permukaan lorong bergoncang keras, disusul
guguran batu dan tanah berhamburan di hadapan mereka,
ternyata dinding di atas permukaan telah hancur berantakan
dan sinar fajar memancar masuk ke dalam lorong itu.
Di antara pasir dan debu yang beterbangan, Thio Kim-ciok
sudah melompat keluar lebih dulu, kabur secepat-cepatnya
menuju ke muka, sambil berlari kencang pekiknya, "Cepat
kabur!" Semua jago yang berada dalam lorong bawah tanah segera
berhamburan keluar dari liang ledakan yang merekah dan
berusaha secepat-cepatnya melarikan diri dari tempat itu.
1298 Akibat saling berebutnya para jago menyelamatkan diri,
akhirnya Bong Thian-gak, Thay-kun serta Song Leng-hui
malah ketinggalan paling akhir.
Angin dingin berhembus, kabut amat tebal, rupanya
kentongan kelima baru saja lewat, fajar pun mulai
menyingsing dari ufuk timur.
Bong Thian-gak serta Thay-kun dan Song Leng-hui berdiri
sekejap di tepi liang, mereka saksikan bayangan orang sedang
melarikan diri ke empat penjuru dengan kecepatan luar biasa
dan lenyap di balik kabut pagi yang tebal.
Bong Thian-gak berpaling ke sebelah barat. Di sana
ternyata ada perkampungan.
Menyaksikan itu, mereka menjadi tertegun. Apa yang baru
saja dialaminya, serasa bagaikan dalam alam impian.
Terdengar Thay-kun berseru cemas, "Bong-suheng,
kemungkinan besar apa yang dikatakan Thio Kim-ciok itu
benar, mari kita pergi secepatnya dari sini!"
Dia segera menarik tangan Bong Thian-gak serta Song
Leng-hui, diajak kabur menjauhi ke arah timur.
Dengan ragu-ragu Bong Thian-gak berkata, "Thio Kim-ciok
adalah manusia licik dan banyak akal muslihatnya, semua
perkataan maupun tindak-tanduknya sungguh membuat orang
sukar untuk percaya."
"Aku sendiri tidak percaya," sambung Song Leng-hui.
"Andaikata apa yang dikatakan memang benar, ingin sekali
kusaksikan peristiwa tenggelamnya lorong yang dimaksud."
"Jika ingin melihat, paling tidak kita harus lari lebih dulu
sebelum berhenti untuk menonton!"
Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki ketiga orang ini
memang amat sempurna, mereka meluncur cepat
meninggalkan tempat itu.
1299 Pada saat itulah mendadak suatu ledakan dahsyat bergema
memecah keheningan.
Menyusul ledakan yang maha dahsyat ini, tampak jilatan
lidah api membumbung tinggi ke tengah udara.
Bong Thian-gak, Thay-kun serta Song Leng-hui bertiga
segera merasakan permukaan tanah bergoncang sangat keras
bagaikan dilanda gempa bumi berkekuatan besar, kepala
mereka jadi pusing, pandangan berkunang-kunang dan
sepasang kaki mereka tak mampu lagi berdiri tegak di atas
permukaan tanah.
Menyaksikan itu, Thay-kun berseru dengan cemas,
"Permukaan tanah akan tenggelam, kita harus segera
melompat ke depan."
Bong Thian-gak tidak menyangka peristiwa yang dianggap
bagaikan dalam impian itu bakal berubah menjadi kenyataan,
dalam terkejutnya mereka bertiga segera mengerahkan
seluruh kekuatan yang dimiliki untuk berlari ke muka.
Serentetan ledakan yang sangat dahsyat kembali bergema
susul-menyusul.
Bong Thian-gak telah melihat permukaan tanah di
hadapannya merekah dan tenggelam akibat ledakan dahsyat
itu. Cepat mereka bertiga menjejakkan kaki ke atas permukaan
tanah yang belum tenggelam, lalu dengan sekuat tenaga
melompat ke muka dan berlari kencang.
Di saat ujung kaki mereka menjejak tanah untuk kedua
kalinya, suatu kekuatan dahsyat telah menggelegar. Seluruh
permukaan bumi bagaikan bergoncang keras, ketiga orang itu
tak mampu berdiri tegak lagi dan segera terlempar ke atas
tanah. 1300 Bumi bergoncang hebat membuat Bong Thian-gak, Thaykun
serta Song Leng-hui merasakan kepala pusing, mata
berkunang-kunang dan tak sanggup berdiri tegak.
Terpaksa mereka harus merangkak di atas tanah,
merangkak dengan sekuat tenaga menuju ke depan dan
melawan goncangan tanah yang makin menghebat.
Diam-diam Bong Thian-gak berpikir dalam hati, "Habis
sudah riwayatku! Kami bertiga pasti akan terkubur untuk
selamanya di sini."
Sementara itu Thay-kun menggenggam tangan Song Lenghui,
mereka berdua segera berteriak, "Engkoh Gak, dimanakah
kau?" Bong Thian-gak mendongakkan kepala, ia saksikan kedua
orang gadis itu tak jauh dari sisi tubuhnya, namun berhubung
permukaan tanah bergoncang terlalu hebat mengakibatkan
pandangan mata menjadi kabur dan kedua orang gadis itu tak
sempat menjumpai dirinya.
"Aku berada di sini," sahut Bong Thian-gak dengan suara
keras. Sambil berteriak Bong Thian-gak berusaha keras
merangkak ke depan dan menghampiri mereka, goncangan
yang begitu dahsyat dan hebat membuatnya sama sekali tak
mampu bergerak lagi.
Pada saat itulah Thay-kun melihat Bong Thian-gak, sambil
menangis teriaknya lagi, "Engkoh Gak, jika kita harus mati,
biarlah kita bertiga dikubur bersama-sama. Kau cepatlah
kemari!" Kedua gadis itu berusaha keras merangkak ke depan
mendekati Bong Thian-gak.
Tenaga goncangan yang makin menghebat itu membuat
mereka tak sanggup lagi memberikan perlawanan. Bong
Thian-gak, Thay-kun dan Song Leng-hui merasakan tekanan
1301 udara yang menggencet tubuh mereka semakin bertambah
berat. Mereka bertiga segera merasakan bernapas kian bertambah
susah, kesadaran pun makin menurun.
Rupanya pada saat itu permukaan tanah mulai tenggelam
ke bawah. Tenggelamnya permukaan tanah menimbulkan pusaran
angin yang sangat kuat membuat udara sekeliling situ
membumbung ke atas, akibatnya udara sekeliling tempat itu
menjadi kekurangan zat asam. Itulah sebabnya Bong Thiangak
bertiga merasa sukar untuk bernapas.
Kembali terjadi ledakan yang maha dahsyat, diikuti
goncangan yang sangat kuat.
Matahari serasa tidak bersinar lagi, dunia seolah-olah
berubah menjadi gelap-gulita.
Bong Thian-gak, Song Leng-hui serta Thay-kun tidak
mampu bertahan diri lagi, mereka jatuh tak sadarkan diri.
Peristiwa aneh dengan tenggelamnya permukaan tanah ke
dalam perut bumi pun tak sempat lagi mereka saksikan.
Tatkala mereka sadar dari pingsannya. Pertama-tama yang
masih dirasakan adalah bumi yang masih bergoncang serta
kepala pening dan mata berkunang-kunang.
Bong Thian-gak yang pertama-tama membuka mata lebih
dulu. Ia saksikan langit nan merah, cahaya matahari yang
lembut di langit belah barat, rupanya senja telah menjelang
datang. Suasana dan pemandangan di sekeliling tempat itu pun
samakali telah berubah.
Tempat dimana mereka berada sudah dipenuhi air lumpur.
Dari balik liang besar yang menganga bagaikan telaga,
1302 nampak asap putih yang panas masih mengepulkan asap
seperti peristiwa timbulnya kawah ini di pegunungan berapi.
Menyusul Thay-kun dan Song Leng-hui sadar dari
pingsannya, dua nona ini segera dibuat tertegun dan melongo
oleh pemandangan aneh yang terbentang di depan mata,
tanpa terasa mereka bergumam, "Nerakakah ini?"
"Tidak, kita masih berada di alam semesta," sahut Bong
Thian-gak sambil menghela napas sedih. "Musibah telah
berlalu dan ternyata kita masih hidup di dunia ini."
Andaikata waktu itu mereka berlari kurang cepat, niscaya
tubuh mereka bertiga sudah mati terkubur di dalam perut
bumi. Rupanya setelah mengalami ledakan dahsyat yang
berakibat tenggelamnya tanah dalam perut bumi ini, tanah
padang rumput kini telah berubah menjadi sebuah kubangan.
Bukan cuma itu, pada permukaan tanah terjadi pula
retakan bumi yang sangat besar, yang kecil menjadi selokan,
sedangkan yang besar berubah menjadi sungai. Malah semua
pepohonan tumbang, sedang rerumputan menjadi layu.
Betapa dahsyat serta mengerikannya peristiwa ledakan
yang baru saja berlangsung itu.
Thay-kun memandang sekejap sekeliling tempat itu,
kemudian dengan paras muka berubah hebat katanya sambil
menghela napas, "Entah berapa banyak obat peledak yang
telah ditanam Thio Kim-ciok pada dasar Bu-lim-bong itu"
Nyatanya ledakan yang terjadi bisa berakibat tenggelamnya
permukaan tanah. Ai! Bila dilihat dari rekahan tanah dan
hancurnya bebatuan di sini, bisa diduga dasar Bu-lim-bong
tentu sudah berubah menjadi sebuah gunung berapi kecil."
Matahari senja masih memercikkan sinar, membuat
permukaan tanah nampak merah membara.
1303 Bagaikan baru terlepas dari peristiwa mengerikan, Bong
Thian-gak, Thay-kun serta Song Leng-hui bertiga pelan-pelan
berjalan menuju ke arah timur dengan wajah kusut.
Setelah mengalami peristiwa luar biasa ini, tampaknya
perasaan mereka sudah dingin dan hambar. Persoalan apa
pun yang terjadi di dunia persilatan sudah tak ada daya tarik
lagi untuk mereka campuri.
Dengan langkah yang lelah dan lemas, mereka keluar dari
tempat itu mencari tempat terpencil untuk hidup
mengasingkan diri.
Mendadak terdengar suara pekikan nyaring yang amat
keras berkumandang datang mengikuti hembusan angin.
Dengan perasaan kaget dan terkesiap mereka bertiga
segera mendongakkan kepala. Mereka saksikan ada seseorang
sedang mengejar orang yang lain.
Yang kabur sudah jelas pihak yang kalah, sambil berlari dia
masih memberikan perlawanan gigih, namun rambutnya
sudah terurai kusut. Meskipun pedang di tangannya berulang
kali masih melancarkan serangan gencar dan mematikan,
namun sudah jelas ia tidak mampu lagi menghadapi serangan
maut pedang pendek lawan.
Suatu ketika tampak cahaya pedang berkelebat, pedang
pendek sang pengejar telah berhasil menghujam ke tubuh
pihak yang kalah itu.
Jeritan keras yang mengerikan pun bergema. Dengan
langkah terhuyung-huyung orang yang menderita kekalahan
itu melarikan diri terbirit-birit menuju ke hadapan Bong Thiangak
bertiga. Orang yang kalah bertarung itu sudah melihat dengan jelas
paras Bong Thian-gak bertiga, kulit wajahnya nampak
mengejang keras menahan penderitaan luar biasa, sementara
1304 sorot matanya memancarkan sinar merengek yang amat
mengibakan. Mendadak Thay-kun berseru tertahan, "Ah, rupanya Tan
Sam-cing Locianpwe!"
Biarpun orang yang kalah bertarung itu sudah berlepotan
darah di seluruh wajahnya hingga kelihatan amat
menakutkan, namun Bong Thian-gak bertiga masih dapat
mengenali dirinya. Dia memang tak lain adalah Tan Sam-cing,
seorang di antara sepuluh tokoh persilatan.
Sang pemenang dengan garang dan gagahnya melompat
turun di hadapan lawan.
Kembali Bong Thian-gak bertiga berseru tertahan, "Ah,
rupanya Thio Kim-ciok Locianpwe."
Betul, Thio Kim-ciok. Waktu itu tangan kanannya
menggenggam pedang pendek yang memancar sinar putih
berkilauan, wajah kelihatan dingin, kaku, sadis, buas dan
mengerikan.

Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam pada itu Tan Sam-cing telah berseru dengan nada
merengek, "Jian-ciat-suseng, tolonglah aku, bantulah diriku"
Bong Thian-gak menggeleng dengan hambar, sahutnya
dengan wajah serius, "Kami sudah tak ingin terlibat dalam
kasus bunuh-membunuh yang berlangsung di antara kalian."
"Tapi dia bukan cuma ingin membunuh sepuluh tokoh
persilatan saja, dia pun akan membantai setiap umat
persilatan yang ada di dunia ini," jerit Tan Sam-cing dengan
perasaan kaget bercampur ketakutan.
Thio Kim-ciok segera tertawa menghina, jengeknya, "Tan
Sam-cing, bukankah kau nampak gagah dan perkasa selagi
berada di dalam Bu-lim-bong tadi" Sungguh tak kusangka kau
berubah menjadi begini lemah. Kasihan ... oh benar-benar
mengenaskan. Siapa orangnya di dunia ini yang tidak merasa
1305 takut menghadapi kematian" Dan siapa pula yang bisa lolos
dari maut" Aku rasa kau pun tak perlu menyesal lagi."
Sampai di situ, pedang pendeknya yang sudah diangkat
tinggi-tinggi itu pelan-pelan digerakkan ke bawah menusuk
dada Tan Sam-cing.
Tampaknya Tan Sam-cing sudah dalam keadaan tak
mampu melakukan perlawanan lagi dan hanya bisa
membelalakkan mata menyaksikan pedang pendek itu pelanpelan
menusuk ke tubuhnya.
Perasaan ngeri, seram, ketakutan serta berbagai perasaan
lainnya serentak bermunculan dari balik matanya.
Ia nampak begitu mengenaskan, patut dikasihani dan
sangat menyedihkan.
Mendadak Bong Thian-gak berteriak, "Tunggu sebentar,
Thio-locianpwe."
Namun Thio Kim-ciok sama sekali tidak menggubris,
pedang pendek di tangannya juga tidak berhenti karena
teriakan Bong Thian-gak itu. Dalam waktu singkat mata
pedang yang putih dan dingin telah menembus badan Tan
Sam-cing. Ketika pedang pendek itu dicabut kembali, mata pedang
masih kelihatan putih bersih bagaikan salju, tapi cairan darah
segar telah memancar dari mulut luka di dada Tan Sam-cing.
Jeritan ngeri yang memilukan hati pun berkumandang
memecah keheningan.
Jeritan yang begitu mengerikan sekali lagi bergema di luar
dugaan siapa pun.
Bong Thian-gak segera mengernyitkan alis sambil diamdiam
berpikir, "Apa seramnya suatu kematian" Hm, namanya
saja seorang jago silat yang tercantum dalam deretan sepuluh
tokoh persilatan, mengapa baru terkena sekali tusukan saja ia
sudah menjerit-jerit macam begitu" Sungguh tak tahu malu."
1306 Agaknya Thay-kun serta Song Leng-hui mempunyai
perasaan yang sama.
Dalam pada itu agaknya Thio Cim-ciok tak rela membiarkan
Tan Sam-ceng menemui ajalnya dalam waktu singkat. Oleh
sebab itu, tusukan pedangnya sama sekali tidak tertuju ke
bagian mematikan.
Jerit kesakitan Tan Sam-cing itu bagi pendengaran Thio
Kim-ciok justru mendatangkan perasaan gembira yang luar
biasa, ia segera tertawa terbahak-bahak dengan penuh
kegembiraan. Dengan nada seram dan ketakutan kembali Tan Sam-cing
berseru, "Thio Kim-ciok, kumohon kepadamu cepatlah cabut
nyawaku, janganlah kau siksa diriku lagi!"
Thio Kim-ciok mendengus dingin, "Hm, tiga puluh tiga
tahun berselang, racun Hok-teng-ang telah cukup membuatku
tersiksa dan menderita. Siksaan yang kurasakan waktu itu
benar-benar tak dapat diutarakan dengan perkataan, sekarang
aku tak lebih cuma menusuk tubuhmu dengan sebilah pedang
pendek, apakah siksaan dan penderitaan yang kau rasakan
jauh lebih hebat daripada siksaan Hok-teng-ang?"
"Pedangmu itu sudah kau rendam dengan racun keji,"
teriak Tan Sam-cing dengan ketakutan, "ketika menusuk ke
dalam tubuh, rasa sakitnya bukan kepalang. Kau ... kau
sangat keji, buas, tidak berperikemanusiaan. Kumohon ...
kumohon padamu, cepatlah hadiahkan sebuah pukulan lagi
untuk menghabisi nyawaku secepatnya!"
Tatkala Bong Thian-gak bertiga mendengar perkataan Tan
Sam-cing ini, paras mukanya berubah hebat.
"Thio-locianpwe, benarkah di atas pedangmu sudah kau
olesi dengan racun?" Thay-kun segera menegur dengan suara
ngeri. 1307 Thio Kim-ciok tertawa terbahak-bahak penuh rasa bangga,
katanya, "Betul, pedangku ini merupakan sebilah pedang
manusia cacat yang kuciptakan selama puluhan tahun dan
direndam dalam sari racun selama banyak tahun. Bukan saja
pedang ini mengandung seratus jenis racun yang keji, mata
pedangnya amat tajam, bila tertusuk ke dalam tubuh manusia
yang berdarah panas akan menimbulkan penderitaan dan
siksaan yang tak terlukiskan."
Baru sekarang Bong Thian-gak bertiga mengerti apa
sebabnya Tan Sam-cing, jago tua yang gagah dan perkasa
ternyata memperdengarkan suara jeritan kesakitan yang
begitu memilukan walau hanya termakan sebuah tusukan
saja. Dari sini dapatlah disimpulkan betapa kejam, buas dan
jahatnya Thio Kim-ciok.
Bila dia ingin membalas dendam, seharusnya sekali tusukan
saja musuhnya dapat tertusuk mati, tapi dia tidak ingin
berbuat demikian, dia hendak menyiksa lawannya secara keji
dan buas, agar lawannya mati setelah menderita siksaan luar
biasa. Berubah paras muka Bong Thian-gak menyaksikan kejadian
itu, ujarnya kemudian setelah menghela napas sedih, "Thiolocianpwe,
buat apa kau menyiksa orang dengan cara begitu
keji dan buas" Kumohon kepadamu, berilah sebuah kematian
yang cepat untuk Tan Sam-cing!"
Thio Kim-ciok tertawa seram, "Andai aku harus membunuh
dalam sebuah tusukan, lebih baik aku tak usah
membunuhnya. Hm! Kematian adalah suatu peristiwa yang
amat sederhana, asal mata sudah terpejam maka segala
sesuatunya tak diketahui lagi. Itulah sebabnya aku akan
membuat musuh-musuh besarku merasakan siksaan dan
penderitaan yang paling keji di kolong langit sebelum
membiarkan dia mampus."
1308 "Bong-laute, sekali lagi kuperingatkan kepadamu, jangan
sekali-kali mencampuri urusan pribadiku atau aku pun akan
menggunakan cara yang sama kejinya untuk membinasakan
kalian." Seusai berkata, kembali Thio Kim-ciok menggunakan
pedangnya menusuk lambung Tan Sam-cing.
Penderitaan serta siksaan yang dialami Tan Sam-cing saat
ini benar-benar tak terlukiskan dengan kata-kata. Tubuhnya
seperti ditusuk-tusuk jarum tajam, kulit dagingnya serasa
disayat pisau, penderitaannya seratus kali lipat lebih hebat
daripada siksaan macam apa pun.
Pedang manusia cacat mendatangkan siksaan dan
penderitaan yang mengerikan. Mungkin hanya mereka yang
pernah merasakan tusukan itu yang dapat melukiskan.
Kembali Tan Sam-cing memperdengarkan jerit kesakitan
yang memilukan, jeritannya seperti babi disembelih,
mendatangkan perasaan ngeri dan seram bagi siapa saja yang
mendengar. Tan Sam-cing tak sanggup menahan diri lagi, dia segera
mengayun telapak tangannya siap menghabisi nyawa sendiri.
Tapi pedang pendek Thio Kim-ciok segera diayunkan ke
depan dan telapak tangannya pun terpapas kutung menjadi
dua. Ketika ia mencoba menggigit putus lidahnya untuk bunuh
diri, jari telunjuk tangan kiri Thio Kim-ciok kembali menotok
jalan darah di atas gerahamnya sehingga mulut itu tak dapat
tertutup. Pokoknya dia harus merasakan siksaan keji lebih dulu
sebelum mengakhiri perjalanan hidupnya.
Akhirnya Tan Sam-cing menemui ajal.
1309 Di atas tubuhnya, seluruhnya terdapat empat puluh dua
tusukan pedang.
Sejak tusukan pertama pedang manusia cacat menembus
tubuh Tan Sam-cing, dia harus merasakan siksaan dan
penderitaan selama tiga jam sebelum akhirnya mati secara
mengenaskan. Segala penderitaan dan siksaan tak bakal mempengaruhi
dirinya lagi. Bong Thian-gak, Thay-kun dan Song Leng-hui telah
menyaksikan cara membunuh orang yang paling sadis, kejam
dan buas yang pernah ada di dunia ini.
Mereka tak mampu mencegah perbuatan keji Thio Kim-ciok
dan hal ini telah mendatangkan perasaan menyesal yang amat
mendalam bagi perasaan mereka. Suatu kejadian yang amat
memalukan, karena sebagai seorang pendekar dari golongan
lurus, mereka berpeluk tangan membiarkan orang lain
menderita dan terpaksa mati secara keji dan sadis!
Selesai membinasakan Tan Sam-cing, Thio Kim-ciok
berkata, "Bong-laute, keteguhan imanmu sungguh
mengagumkan, akhirnya kau tidak mencampuri urusanku
serta mendatangkan kesulitan bagi dirimu sendiri. Aku merasa
amat kagum."
Dengan suara hambar Bong Thian-gak bertanya, "Agaknya
Tan Sam-cing adalah korban pertama Thio-locianpwe setelah
meninggalkan lorong bawah tanah Bu-lim-bong?"
Thio Kim-ciok mendesis dingin, "Hitung-hitung Tan Samcing
memang termasuk orang yang bernyali. Tatkala daratan
itu sudah tenggelam, dia tidak berusaha melarikan diri dari
sini, sebaliknya justru datang sendiri mencari aku. Itulah
sebabnya dia menempati urutan pertama sebagai korbanku."
"Siapa pula yang akan menjadi korbanmu yang kedua?"
tanya Bong Thian-gak kemudian dengan nada serius.
1310 Thio Kim-ciok tertawa terbahak-bahak.
"Mungkin orang itu adalah sastrawan berwajah tampan
Liong Oh-im!"
Sementara itu Song Leng-hui telah berkata pula dengan air
mata bercucuran, "Thio-locianpwe, kumohon padamu
janganlah membunuh orang lagi, sebab setiap kali kau
membunuh orang, sama artinya dengan aku yang telah
membunuh orang itu."
Thio Kim-ciok tertawa terbahak-bahak pula, "Benar,
engkaulah yang telah menciptakan diriku menjadi seorang raja
baru di dunia persilatan, kau mestinya merasa bangga kepada
semua orang dan menjadi seorang sombong karena
kemampuanmu. Nona Song, apa pula yang kau sedihkan?"
"Raja pembunuh ... raja baru dunia persilatan" Apakah kau
ingin menguasai seluruh jagat?" tanya Thay-kun terkejut.
Thio Kim-ciok tertawa tiada hentinya, "Yang menjadi
ambisiku bukan menjadi seorang raja dalam Kangouw saja,
tapi seorang kaisar kerajaan besar. Hahaha, tatkala aku sudah
selesai menyiksa serta membunuh segenap musuh-musuhku,
maka mata pedangku akan kutunjukkan kepada dinasti
kerajaan ini. Aku akan mengumpulkan pasukan dan
memberontak. Waktu itu aku tentu membutuhkan banyak
sekali tenaga dukungan dan bantuan dari kaum muda yang
pintar dan berbakat macam kalian. Andaikan kalian bertiga
memiliki pula ambisi sebesar itu, silakan membantu usahaku
ini, mari kita bekerja sama membangun satu kerajaan baru di
negeri ini."
Thay-kun, Bong Thian-gak serta Song Leng-hui menjadi
tertegun dan berdiri terbelalak dengan mulut melongo. Saat
itu Bong Thian-gak sekalian baru mengerti apa sebabnya Ku-lo
Hwesio dari Siau-lim-si rela melakukan perbuatan terkutuk
dengan berusaha membinasakan Thio Kim-ciok.
1311 Mengusir bangsa Tartar dan memulihkan kembali bangsa
dan negara dari kaum penjajah memang merupakan tugas
suci setiap insan yang merasa dirinya bangsa Han. Tapi
dengan kekejaman, kebuasan serta kesadisan manusia macam
Thio Kim-ciok ini, bukan saja tidak akan berhasil menciptakan
pekerjaan besar demi kesejahteraan masyarakat, bahkan
sebaliknya akan membawa setiap orang terjerumus ke dalam
penderitaan dan siksaan yang tak terhingga.
Bong Thian-gak bertiga bukan manusia bodoh yang mudah
dipedaya begitu saja, sudah barang tentu mereka pun dapat
melihat bahwa Thio Kim-ciok bukanlah juru selamat yang akan
membawa rakyat bangsa Han menuju ke suatu kehidupan
yang lebih cerah.
Oleh karena itu bukan saja Bong Thian-gak bertiga tidak
dapat membantu usaha Thio Kim-ciok, malahan sebaliknya
perkataan dan ungkapan ambisi orang itu telah
membangkitkan hawa membunuh dalam hati mereka.
Ketiga muda-mudi itu tahu dalam kehidupan bermasyarakat
yang cinta damai ini, jangan sekali-kali raja setan pembunuh
manusia semacam ini dibiarkan hidup terus.
Akan tetapi Bong Thian-gak sekalian pun sadar bahwa ilmu
silat yang dimiliki Thio Kim-ciok sudah mencapai tingkatan
yang luar biasa, tak mungkin kekuatan mereka bertiga mampu
melenyapkan dia pada saat ini.
Thio Kim-ciok sendiri pun bukan seorang bodoh. Dari
perubahan wajah serta cara bicara ketiga muda-mudi itu, dia
mengerti bahwa Bong Thian-gak sekalian tak bakal membantu
ambisinya itu. Maka sesudah tertawa terbahak-bahak, katanya, "Biarpun
aku termasuk orang yang keji, tapi dalam kehidupan seharihari
aku dapat membedakan mana budi dan dendam. Asalkan
Bong-laute sekalian tidak berniat mencampuri urusan dunia
persilatan lagi, maka aku pun tak akan mengusik kalian, lebih
1312 baik kalian bertiga hidup mengasingkan diri di tempat terpencil
dan tak usah mengurusi masalah lain. Tapi ingat, satu kali
kalian berniat mencampuri urusan dunia persilatan, maka aku
pun tak akan diam. Nah, sampai ketemu lagi di lain waktu."
Begitu selesai berkata, Thio Kim-ciok segera melejit ke


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tengah udara dan beberapa kali loncatan saja, bayangan
tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Senja makin redup, angin dingin berhembus kencang,
suasana di jagat raya ini terasa seram dan mengerikan.
Memandang mayat Tan Sam-cing yang terkapar di atas
tanah dalam keadaan mengerikan itu, Bong Thian-gak
menghela napas sedih seraya berkata, "Thay-kun, kita harus
berusaha keras mencegah perbuatan Thio Kim-ciok melakukan
pembunuhan lebih lanjut."
"Masih untung kita tidak berusaha menghalangi
perbuatannya hari ini. Kalau tidak, mungkin kita pun tak akan
lolos dari musibah ini," sahut Thay-kun hambar.
Kembali Bong Thian-gak menghela napas, "Tapi apakah
kita harus membiarkan seorang raja iblis pembunuh manusia
membantai orang dengan semena-mena?"
"Perbuatan Thio Kim-ciok yang mencari balas terhadap
sepuluh tokoh persilatan bukanlah suatu perbuatan berdosa."
"Thio Kim-ciok mempunyai tulang pemberontak di
kepalanya, ambisi yang terkandung dalam dadanya sudah
bukan melulu menguasai dunia persilatan. Dengan kepandaian
silat yang dimilikinya serta didukung oleh kekayaannya yang
berlimpah-ruah, dia benar-benar bisa mengumpulkan tentara
untuk memberontak serta membuat keonaran dimana-mana,
dia akan menciptakan suatu badai pembunuhan yang
mengerikan di negeri ini."
"Ya, siapa pun di dunia ini memang tak akan kenal puas,"
ucap Thay-kun sambil manggut-manggut. "Bisa jadi Thio KimTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1313 ciok akan mewujudkan ambisinya mengumpulkan pasukan
serta melakukan pemberontakan."
"Tapi bila kita bertiga ingin mencampuri urusan ini,
kemungkinan besar kita pun akan tewas secara mengerikan di
ujung pedang iblis Thio Kim-ciok."
"Apabila kita bisa bekerja sama dengan Tio Tian-seng
sekalian, aku pikir kita masih mampu melawan Thio Kim-ciok,"
kata Bong Thian-gak dengan suara dalam.
Thay-kun segera tersenyum.
"Bila ingin menandingi Thio Kim-ciok, kita butuh bantuan
dari orang-orang berkepandaian silat macam Tio Tian-seng
sebanyak enam-tujuh orang. Dengan himpunan kekuatan
sebesar ini, Thio Kim-ciok baru bisa ditanggulangi."
"Sekarang dengan kekuatan kita bertiga, ditambah Tio
Tian-seng atau sastrawan berwajah tampan, berarti kita masih
kekurangan tenaga satu dua orang lagi. Apakah kita pun harus
bekerja sama dengan Ho Lan-hiang?"
"Kebusukan dan kesesatan Ho Lan-hiang rasanya tidak
kalah dengan kejahatan Thio Kim-ciok," kata Bong Thian-gak
dingin. "Benar," sambil tersenyum Thay-kun manggut-manggut.
"Bukan hanya Thio Kim-ciok seorang dalam persilatan ini yang
bisa mendatangkan bencana dan kemusnahan bagi umat
persilatan. Itulah sebabnya kita wajib memberi kesempatan
kepada Thio Kim-ciok untuk membantai habis manusiamanusia
seperti Hek-mo-ong dan Ho Lan-hiang sekalian."
"Tetapi orang kedua yang akan dibunuh Thio Kim-ciok
adalah Liong Oh-im bukan Hek-mo-ong atau Ho Lan-hiang
seperti yang kau maksudkan."
"Di sinilah kecerdikan serta perhitungan Thio Kim-ciok yang
hebat, dia memang sengaja menjadikan sastrawan berwajah
1314 tampan menjadi korbannya yang kedua, karena dia kuatir
Liong Oh-im akan bekerja sama dengan orang lain."
"Lantas apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Thay-kun termenung sebentar, kemudian katanya, "Gaksuheng,
menurut pendapatku, lebih baik kita mengundurkan
diri saja dari keramaian dunia persilatan."
Lalu ia memandang sekejap ke arah Song Leng-hui,
terusnya lebih jauh, "Kini adik Hui sudah berbadan dua.
Andaikata Suheng mengalami sesuatu yang tak diinginkan,
bagaimana pula dengan nasib adik Hui?"
Bong Thian-gak terperanjat sekali, tapi sebelum ia sempat
berkata, terdengar Song Leng-hui berkata pula, "Enci Thaykun,
setiap kali Thio Kim-ciok membinasakan satu orang, sama
artinya dengan akulah yang melakukan pembunuhan itu.
Bagaimana pun juga aku harus membuat Thio Kim-ciok mati
atau paling tidak tubuhnya cacat."
"Aku harus berbuat demikian, sebab dengan begitu hati
nurani baru merasa tenteram."
"Ucapan adik Hui memang benar," sambung Bong Thiangak
pula. "Biarpun tubuh kita hancur-lebur, kita mesti
berupaya membinasakan Thio Kim-ciok."
Mendengar perkataan itu, Thay-kun segera menghela
napas panjang, "Ai, kalau begitu mari kita cepat pergi dari
sini!" "Kita harus pergi kemana?" tanya Bong Thian-gak dengan
wajah tertegun.
"Pergi mencari Tio Tian-seng."
"Tapi kemanakah kita harus mencarinya?"
"Dunia begini luas, tentu saja harus mencarinya ke empat
penjuru!" 1315 Saat ini Bong Thian-gak sendiri tak tahu dimana Tio Tianseng
berada. Oleh sebab itu mereka mengambil jalan menuju
ke timur. Tiga-empat hari sudah lewat, perjalanan cepat ditempuh
tiada hentinya, penyelidikan dilakukan di sana-sini, akan tetapi
Bong Thian-gak sekalian belum berhasil juga menemukan
je|ak Tio Tian-seng sekalian. Orang-orang itu bagaikan batu
yang tenggelam di tengah samudra, hilang lenyap begitu saja.
Hari ini Bong Thian-gak mengajak kedua nona Itu
menginap di sebuah rumah penginapan.
Sambil bermuram-durja Bong Thian-gak duduk termenung
di bawah lampu.
Tiba-tiba Thay-kun dan Song Leng-hui muncul dalam
ruangan, Bong Thian-gak segera berpaling dan memandang
sekejap, ujarnya sambil menghela napas, "Satu hari kembali
sudah lewat!"
"Suheng," tiba-tiba Thay-kun berkata dengan penuh
rahasia, "bila dugaanku tidak keliru, tengah malam nanti kita
akan mendapat kabar."
"Sumoay, kalau begitu kalian tidurlah cepat," seru Bong
Thian-gak sambil menghembuskan napas panjang.
"Engkoh Gak," kata Song Leng-hui pula dengan suara
lembut, "tengah hari tadi enci Thay-kun telah menemukan
tanda-tanda yang mencurigakan, agaknya gerak-gerik kita
sudah diikuti orang selama dua hari lebih."
Bong Thian-gak kelihatan terperanjat sekali, serunya kaget,
"Ada orang menguntit kita" Mengapa aku tidak merasa sama
sekail?" "Tampaknya orang yang mengikuti kita punya gerak gerlk
yang lihai dan luar biasa," Thay-kun menerangkan. "Padahal
aku sendiri pun hanya berhasil menemukan tanda-tanda
rahasia yang ditinggalkan olehnya setiap kali dia menguntit
1316 kita sampai di suatu tempat, sementara bayangan tubuhnya
sendiri tidak kutemukan sama sekali."
Ketika mendengar ucapan itu, Bong Thian-gak segera
berseru, "Thay-kun, apakah tanda yang kau maksudkan itu
adalah kupu-kupu warna putih?"
"Benar, memang kupu-kupu putih. Masih ingatkah Suheng
bahwa di setiap sudut dinding rumah penginapan yang kita
tempati ini selalu terdapat lukisan kupu-kupu yang dibuat
dengan kapur?"
"Tapi siapakah yang menggunakan lambang kupu-kupu
putih?" seru Bong Thian-gak.
Dengan cepat Thay-kun menggeleng kepala, katanya,
"Siapakah si kupu-kupu putih itu sampai sekarang belum
kuketahui, tapi aku percaya si kupu-kupu putih ini pastilah
orang yang dikirim oleh salah satu di antara sepuluh tokoh
persilatan untuk menghubungi kita."
"Darimana Sumoay bisa berkata seyakin ini?" seru Bong
Thian-gak dengan kening berkerut.
"Sebab selama beberapa hari terakhir ini, kita selalu
berusaha mencari berita Tio Tian-seng, Gi Jian-cau serta Liong
Oh-im sekalian. Bisa jadi berita ini pun sudah terdengar oleh
Tio Tian-seng sekalian, karena mereka ingin membuktikan
apakah berita itu benar atau tidak, maka dikirimnya seseorang
untuk menguntit kita."
Bong Thian:gak menggeleng, katanya, "Sumoay,
perkataanmu makin membingungkan. Kalau Tio Tian-seng
sekalian sudah tahu kita sedang mencari jejaknya, mengapa
mereka tidak secara langsung menampakkan diri serta
bertemu dengan kita?"
"Karena Tio Tian-seng sekalian tetap kuatir kita menjadi
antek Thio Kim-ciok."
1317 Mendengar perkataan itu, Bong Thian-gak baru mengerti,
segera serunya, "Ya benar, Tio Tian-seng sekalian pasti akan
mencurigai hal ini."
Dengan wajah murung dan masgul, Thay-kun segera
berkata lebih jauh, "Dan aku yakin pada saat ini pun Thio Kimciok
berusaha keras menemukan Tio Tian-seng sekalian."
Bong Thian-gak menjadi terkejut, serunya kemudian,
"Andaikata Thio Kim-ciok menguntit di belakang kita,
bukankah urusan akan bertambah runyam?"
"Ya, benar, andaikata hal ini sampai terjadi, maka kita telah
menjadi pembantu Thio Kim-ciok."
"Ai, semoga saja persoalan ini tidak sampai berkembang
menjadi semacam itu."
Thay-kun segera memandang sekejap keadaan cuaca di
luar jendela, kemudian katanya lagi, "Kentongan ketiga sudah
hampir tiba, aku rasa si kupu-kupu putih segera akan
menampakkan diri untuk berhubungan dengan kita."
"Benarkah si kupu-kupu putih akan muncul?"
"Bagi umat persilatan yang seringkah melakukan
perjalanan, berlaku suatu peraturan di antara mereka, yaitu
bila dia sedang menguntit seseorang untuk menyelidiki apakah
dia teman sealiran, maka orang itu pasti akan melakukan
pengintaian selama tiga hari tiga malam sebelum
menampakkan dirinya dan seandainya orang itu adalah musuh
yang dicari, setelah penguntitan itu dia baru akan turun
tangan." Baru saja Thay-kun bicara sampai di situ, mendadak dari
luar ruangan bergema suara langkah kaki manusia, disusul
seseorang mengetuk pintu sambil menyapa, "Bong-siangkong,
apakah kau sudah tidur?"
"Siapa?" tegur Bong Thian-gak sesudah tertegun sejenak.
1318 "Pelayan," sahut orang yang berada di luar.
Sebelum Bong Thian-gak sempat menjawab, Thay-kun
telah berseru dengan cepat, "Ada urusan apa" Cepat masuk."
Pintu itu memang tak dikunci, maka sesosok bayangan
orang segera bekelebat masuk ke dalam ruangan, dia adalah
seorang lelaki berdandan pelayan.
Bong Thian-gak sekalian sebagai jago lihai memiliki
ketajaman mata luar biasa, di saat lelaki itu menyelinap masuk
ke dalam tadi, mereka sudah dapat melihat bahwa orang ini
bukan seorang pelayan yang sebenarnya.
Dia seorang lelaki kekar yang amat cekatan sekali, begitu
masuk ke dalam ruangan, sambil menjura segera katanya,
"Harap Bong-siangkong sudi memaafkan, hamba bernama Tan
Long." "Tan-heng, ada urusan apa kau datang berkunjung di
tengah malam buta begini?" pelan-pelan Bong Thian-gak
bertanya. Dengan sorot matanya yang tajam, Tan Long memandang
sekejap ke arah Thay-kun serta Song Leng-hui, kemudian
sahutnya, "Kalau tak ada urusan penting tentu tidak akan
berkunjung ke kuil Sam-po-tian. Aku mendapat titipan dari
seseorang untuk mengundang kalian bertiga menjumpainya."
"Tolong tanya, Tan-cuangsu dapat titipan dari siapa?" tanya
Thay-kun sambil tersenyum.
Menurut perkiraan Bong Thian-gak bertiga semula, Tan
Long bukan lain adalah orang yang meninggalkan tanda kupukupu
di atas dinding ruangan. Tapi sekarang tampaknya di
belakang layar masih terdapat seorang yang lain.
Lalu siapakah manusia yang bernama kupu-kupu putih itu"
Ada urusan apa si kupu-kupu putih mencarinya"
1319 Sambil tertawa Thay-kun berkata, "Dapatkah Tan-cuangsu
mempersilakan si kupu-kupu putih yang datang kemari?"
Pada wajah Tan Long segera muncul perasaan serba susah,
sahutnya. "Berhubung gerak-gerik si kupu-kupu putih kurang
leluasa, maka tolong kalian bertiga saja yang datang ke sana."
"Apakah kita akan berangkat sekarang juga?" tanya Thaykun.
"Ya, lebih cepat memang lebih baik."
"Kalau memang begitu, harap Tan-cuangsu segera
mengajak kita ke sana!"
Bong Thian-gak, Thay-kun serta Song Leng-hui segera
mengikuti lelaki yang mengaku bernama Tan Long ini
meninggalkan rumah penginapan, mereka berempat menuju
keluar kota dan menempuh perjalanan cepat selama lebih
kurang setengah jam.
Tiba-tiba Tan Long menghentikan langkah.
Dengan heran Bong Thian-gak bertanya, "Sudah
sampaikah, Tan-heng?"
Dengan cekatan Thay-kun melayangkan pandangannya
sekejap memperhatikan sekeliling tempat itu. Rupanya tempat
itu merupakan tanah hutan yang sepi dan penuh semakbelukar
liar, tak nampak setitik cahaya lentera pun.
Dia mengernyitkan alis sambil berpaling memperhatikan
wajah Tan Long dengan seksama.
Sementara itu Tan Long memperlihatkan rasa kaget
bercampur heran, lalu bisiknya, "Aduh celaka, kita telah
dikejar orang."
"Darimana kau bisa tahu?" tanya Bong Thian-gak setelah
tertegun sejenak.
1320 Rupanya sejak mereka meninggalkan rumah penginapan


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hingga kini, Bong Thian-gak bertiga sama sekali tidak
merasakan kalau ada orang yang sedang menguntit jejak
mereka. Dengan suara dalam Tan Long berkata, "Benar, kita telah
dikejar dan diawasi, si penguntit mempunyai gerak-gerik yang
amat rahasia dan secepat bayangan iblis. Tadi pihak lawan
berhenti di balik kegelapan di tepi jalan sana, namun dalam
sekejap mata bayangan itu sudah lenyap."
"Tan-heng, mungkin syarafmu sudah terganggu," jengek
Bong Thian-gak sambil tertawa dingin.
Seraya berkata, pemuda itu segera berjalan menuju ke
arah pohon di hadapannya itu.
Mendadak terdengar Bong Thian-gak menjerit kaget,
secepat kilat tubuhnya menerjang ke arah tempat gelap itu.
Thay-kun serta Song Leng-hui bergerak pula mengejaran
dari belakang, seru mereka hampir bersamaan, "Apa yang
telah ditemukan?"
Tapi dengan cepat kedua nona itu sudah melihat di bawah
pohon besar itu tergantung sesosok mayat.
Mayat itu menyeramkan sekali, dia mati dengan mata
melotot dan lidah melelet keluar, sangat mengerikan sekali
tampangnya. Akan tetapi setelah menyaksikan raut wajah orang itu,
Bong Thian-gak, Thay-kun dan Song Leng-hui segera menjerit
kaget sambil mundur tiga langkah dengan perasaan ngeri.
Yang membuat mereka kaget bukanlah tampang sang
korban yang menyeramkan, melainkan wajah mayat itu.
Dengan suara gemetar Bong Thian-gak segera berseru,
"Sungguh tak nyana secepat ini Liong Oh-im menemui
ajalnya." 1321 Biarpun berada dalam kegelapan, namun dengan
ketajaman mata beberapa orang itu, mereka masih dapat
melihat dengan jelas tampang sang korban.
Memang tak salah, mayat yang mati digantung ini bukan
lain adalah sastrawan berwajah tampan Liong Oh-im.
Sebagaimana diketahui, Thio Kim-ciok pernah berkata
bahwa orang yang akan menjadi korban kedua adalah Liong
Oh-im dan satu hal yang mengerikan adalah Liong Oh-im
memang menemui ajalnya dalam waktu singkat.
Bong Thian-gak menghela napas panjang, "Ai, kini Liong
Oh-im telah mati. Entah siapakah yang akan menjadi korban
berikutnya dari pedang manusia cacat Thio Kim-ciok?"
Mendadak terdengar Thay-kun berseru tertahan, lalu
dengan langkah cepat berjalan mendekati mayat yang
tergantung itu. Kemudian setelah diperiksa beberapa saat, dia
berseru, "Liong Oh-im bukan tewas di tangan Thio Kim-ciok."
"Lalu tewas di tangan siapa?" tanya Bong Thian-gak
tertegun. Dengan wajah serius Thay-kun berkata, "Rasa benci Thio
Kim-ciok terhadap sepuluh tokoh persilatan boleh dibilang
merasuk ke tulang sumsum. Dari sikap Thio Kim-ciok ketika
membantai Tan Sam-cing sedemikian kejinya, bisa diduga
Liong Oh-im tak akan mampus dengan tubuh utuh. Oleh
sebab itu dapat disimpulkan kalau kematian Liong Oh-im
bukan disebabkan pedang manusia cacat Thio Kim-ciok."
Seperti memahami akan sesuatu, Bong Thian-gak segera
berpikir, "Ya, benar juga! Dari luka yang menyebabkan
kematian Liong Oh-im, dimana wajahnya hitam gelap dan
tidak ditemukan luka luar yang mematikan, jelas kematiannya
dikarenakan terjerat seutas kawat baja yang kuat pada
lehernya. Tapi siapakah yang memiliki kemampuan sehebat ini
sehingga dalam sekali gerakan saja berhasil menggantungnya
sampai mati?"
1322 Thay-kun memandang sekejap ke arah Bong Thian-gak,
setelah itu tanyanya, "Suheng, dapatkah kau ketahui apa yang
menyebabkan kematiannya?"
Bong Thian-gak menggeleng kepala.
"Pada hakikatnya aku tak berani percaya kalau kematian
Liong Oh-im disebabkan jeratan kawat baja di lehernya itu.
Ilmu silat yang dimiliki Liong Oh-im sangat hebat dan dia
bukan seorang jago silat biasa yang mudah dirobohkan begitu
saja. Siapakah yang mempunyai kemampuan sehebat ini
untuk menjerat lehernya serta menggantungnya sampai
mati?" Thay-kun menggeleng pula, katanya, "Luka yang
menyebabkan kematian Liong Oh-im bukan jeratan kawat baja
pada lehernya itu, tetapi karena serangan sejenis racun yang
amat dahsyat daya kerjanya, dia mati karena keracunan. Liong
Oh-im baru digantung setelah dia putus nyawa."
Bong Thian-gak nampak ragu-ragu, kemudian dia maju
mendekat dan bermaksud membopong jenazah itu serta
memeriksanya dengar lebih seksama.
Mendadak ia mendengar Thay-kun berseru dari belakang
tubuhnya, "Suheng, jangan kau sentuh mayat itu."
Dengan terkesiap Bong Thian-gak segera menarik
tangannya, lalu bertanya, "Mengapa?"
"Seluruh tubuh Liong Oh-im telah ternoda oleh racun yang
maha keji, bila kita menyentuh tubuhnya dengan tangan atau
menyentuh salah satu bagian pakaian yang dikenakan, niscaya
kita pun akan keracunan juga."
Bong Thian-gak mengamati wajah Thay-kun lekat-lekat,
lalu tanyanya, "Apakah kita biarkan mayat itu diterjang air
hujan dan dikeringkan panasnya matahari?"
1323 "Kita kan bisa memutus kawat penggantung itu dengan
pedang, lalu mengubur jenazahnya tanpa menyentuh badan
atau pakaiannya."
Mendadak Bong Thian-gak berpaling, lalu berseru tertahan,
"Mana Tan Long?"
Ternyata Tan Long yang semula berdiri di belakang mereka
kini sudah lenyap, entah sejak kapan dia telah pergi
meninggalkan tempat itu"
Thay-kun dan Song Leng-hui merasa heran juga atas
kepergian Tan Long yang tanpa pamit itu.
Thay-kun yang cekatan dan banyak curiga segera teringat
akan satu hal, cepat dia berseru, "Suheng, kemungkinan besar
kita telah terperangkap oleh siasat lawan. Mulai sekarang kita
harus meningkatkan kewaspadaan untuk menghadapi segala
kemungkinan."
Belum selesai perkataan itu diutarakan, Bong Thian-gak
telah berteriak kaget lagi, "Mayat tergantung! Di atas pohon
itupun terdapat sesosok mayat yang mati tergantung."
Rupanya di atas sebatang pohon Pek-yang yang tinggi,
tampak pula sesosok mayat yang mati tergantung, mayat itu
masih bergoyang kian kemari karena terhembus angin.
Song Leng-hui berteriak pula keheranan, "Ketika kita masih
berada di sana tadi, mengapa tak nampak mayat itu?"
Di saat Bong Thian-gak, Tan Long, Thay-kun dan Song
Leng-hui berempat berhenti di pohon Pek-yang tadi, di situ
mereka tidak melihat ada mayat yang mati tergantung.
Paras muka Thay-kun segera berubah hebat, tiba-tiba dia
berseru, "Aduh celaka, jangan-jangan mayat yang mati
tergantung itu adalah Tan Long" Mulai sekarang kita bertiga
tak boleh berpisah lagi."
1324 Seraya berkata, pelan-pelan dia berjalan ke muka
mendekati pohon Pek-yang dimana mayat itu tergantung.
Bong Thian-gak serta Song Leng-hui tidak percaya kalau
mayat yang tergantung di atas pohon itu adalah mayat Tan
Long, tanpa terasa mereka berjalan menuju ke depan.
Namun ketika sorot mata mereka yang tajam dapat
menangkap raut wajah mayat yang tergantung itu, tanpa
sadar ketiga orang itu mundur beberapa langkah dengan
wajah pucat dan peluh dingin bercucuran dengan derasnya,
rasa seram dan ngeri segera menyelimuti perasaan mereka.
Ternyata tak salah lagi dugaan Thay-kun, mayat yang mati
tergantung di atas pohon Pek-yang itu adalah Tan Long.
Seperti juga keadaan Liong Oh-im, Tan Long mati dengan
leher terjerat seutas kawat baja yang sangat kuat, wajahnya
hitam pekat, lidahnya melelet dan matanya melotot besar.
Di saat mereka tak nampak Tan Long berada di situ tadi,
sebenarnya Bong Thian-gak bertiga menyangka Tan Long
telah pergi meninggalkan mereka atau mungkin juga
mempunyai suatu rencana tertentu terhadap mereka bertiga.
Mimpi pun mereka tidak mengira kalau dalam waktu begitu
singkat Tan Long telah dibunuh orang tanpa menimbulkan
sedikit suara pun, bahkan mayatnya digantung di atas pohon
Pek-yang. Cara membunuh yang begitu cepat, kejam dan misterius ini
benar benar merupakan kejadian yang luar biasa.
Sekalipun Bong Thian-gak bertiga masih belum begitu jelas
mengetahui asal-usul Tan Long, tapi mereka tahu bahwa Tan
Long adalah seorang lelaki cekatan serta pintar, ilmu silatnya
pun tidak lemah.
Tapi kenyataan dia dibunuh secara begitu mudah tanpa
sempat menimbulkan sedikit suara pun.
1325 Pembunuhnya sudah pasti seorang berhati kejam, buas dan
tak berperasaan.
Tapi siapakah orang itu"
Bong Thian-gak bertiga segera menjadi tegang. Dengan
kesiap-siagaan penuh mereka memperhatikan situasi di
sekeliling situ dengan seksama, mereka mempersiapkan diri
menghadapi segala kemungkinan.
Mereka sadar bahwa pembunuh keji itu belum pergi terlalu
jauh, dia pasti berada di sekeliling tempat itu sambil
menunggu kesempatan baik untuk turun tangan keji terhadap
mereka bertiga.
Dan Bong Thian-gak bertiga pun sadar bahwa mereka tidak
mempunyai pegangan serta keyakinan untuk bisa
mempertahankan diri dari serangan maut si pembunuh itu.
Suasana di sekitar tempat itu terasa amat hening, sepi,
sedemikian seramnya hingga mendatangkan suasana ngeri
bagi siapa pun.
Makin lama waktu berlalu, situasi pun terasa makin gawat
dan tegang. Akhirnya Bong Thian-gak tak dapat menahan diri lagi, tibatiba
ia berpekik nyaring, lalu bentaknya, "He pembunuh,
dimanakah kau" Ayo cepat keluar dan bertarung tiga ratus
gebrakan denganku."
Bentakan Bong Thian-gak itu diutarakan seperti orang gila
saja, suaranya begitu keras mengalun di angkasa dan
mendengung tiada hentinya.
"He pembunuh, kenapa belum juga muncul" Kalau memang
bernyali, cepat keluar. Jian-ciat-suseng menunggu
kedatanganmu."
1326 Bersamaan dengan menggemanya bentakan ini, mendadak
dari balik kegelapan di antara pepohonan muncul sesosok
bayangan hitam, meluncur datang dengan cepat.
Bayangan hitam itu berkelebat dan langsung menerjang
tubuh Bong Thian-gak.
Waktu itu kendati Bong Thian-gak merasa sangat kesal dan
setengah kalap, namun ilmu silatnya memang tak bisa
dianggap remeh. Dengan suatu kesiap-siagaan yang tinggi,
telapak tangan tunggalnya segera melepaskan sebuah pukulan
dahsyat ke depan.
Thay-kun serta Song Leng-hui tidak berpeluk tangan, Sohli-
jian-yang-sin-kang serta Tay-gi-khi-kang yang dahsyat
serentak dilontarkan pula ke arah bayangan iblis itu dari sisi
kiri dan kanan.
Tiga orang dengan tiga macam ilmu sakti serentak
menggulung ke muka menciptakan suatu kekuatan dahsyat
yang tak terlawankan.
Di tengah benturan yang memekakkan telinga, hawa murni
memancar keempat penjuru menciptakan pusaran angin
berpusing yang amat hebat, desingan tajam menderu-deru,
pasir dan debu beterbangan ke angkasa, tampak bayangan
iblis itu melayang turun.
Menyusul terdengar seorang dengan suara dingin
menyeramkan seperti hembusan salju yang membekukan hati
bergema di angkasa, "Himpunan tiga ilmu sakti yang amat
dahsyat, nyatanya serangan gabungan kalian telah
mematahkan ancaman maut dari tengkorak pembunuhku!"
Di bawah sinar bintang yang redup, tampak seorang
berbaju hitam mengenakan topeng tengkorak telah berdiri di
hadapan mereka.
Ujung baju sebelah kanannya tampak kosong dan berkibar
ketika terhembus angin, sepasang matanya bersinar tajam
1327 bagaikan cahaya hijau mata setan yang begitu tajam, buas,
sesat sehingga mendatangkan perasaan ngeri bagi siapa pun
yang memandangnya.
Setelah berhasil mengendalikan gejolak perasaannya, Bong
Thian-gak berbisik lirih, "Hek-mo-ong, kau adalah raja iblis
hitam!" Walaupun selama ini nama besar Hek-mo-ong atau si raja
iblis hitam ini sudah menggetarkan perasaan setiap orang dan
kehadirannya selalu mencekam perasaan hati siapa pun,
namun selama ini Bong Thian-gak bertiga belum pernah
bertemu langsung wajah aslinya.
Biarpun Bong Thian-gak sekalian sudah mempunyai dugaan
yang meyakinkan atas asal-usul serta identitas yang
sebenarnya dari Hek-mo-ong, yaitu Liu Khi, tapi siapakah dia
sebenarnya hingga kini belum pernah memperoleh jawaban
secara nyata. Oleh sebab itu dengan cepat Bong Thian-gak membentak,
"Benarkah kau adalah Liu Khi?"
Hek-mo-ong segera memperdengarkan dengusan dingin
serta suara tawanya yang mendirikan bulu roma, pelan-pelan
dia mengangkat lengan kirinya, kemudian melepas topeng
tengkorak yang dikenakan di atas wajahnya.
Wajah asli Hek-mo-ong pun akhirnya muncul juga.
"Ah! Ternyata kau memang Liu Khi!"
Hampir bersamaan Bong Thian-gak, Thay-kun sertu Song
Leng-hui berpekik keras.
Dan dengan demikian teka-teki sekitar identitas Hek moong
yang sebenarnya pun terungkap.


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam keadaan demikian Bong Thian-gak malah sama
sekali tidak merasa ngeri ataupun terperanjat.
1328 Thay-kun segera berkata sambil tertawa, "Ternyata dugaan
kami memang tidak meleset. Nyatanya kau memang Liu Khi!
Tapi satu hal yang tidak kupahami, apa sebabnya kau
membantu Thio KIm-ciok membunuh orang?"
"Thio Kim-ciok membunuh sepuluh tokoh persilatan karena
ingin membalas dendam, sedang aku pun bertekad
membunuh mereka," kata Hek-mo-ong dengan suara dalam
dan pelan. "Disebabkan dendam kesumat?"
"Bukan dendam kesumat, melainkan karena harta
kekayaan."
"Apakah dikarenakan tambang emas itu?" tanya Thay-kun.
"Benar, setiap orang yang mengetahui rahasia tentang
tambang emas itu harus mati."
"Tapi kau tahu juga bahwa Thio Kim-ciok tak akan
melepaskan dirimu?"
"Asal kubunuh seorang lebih banyak di antara sepuluh
tokoh persilatan, berarti sebagian kekuatan yang akan
memperebutkan harta kekayaan itu berkurang."
Dari pembicaraan yang baru berlangsung, terungkaplah
sudah semua rencana busuk Hek-mo-ong.
Kalau begitu Hek-mo-ong dan Thio Kim-ciok sebetulnya
sudah bekerja sama untuk saling mengisi kekurangan masingmasing.
Seorang Thio Kim-ciok saja sudah memusingkan kepala dan
susah dihadapi, apalagi ditambah dengan seorang Hek-moong
sekarang. Nampaknya sepuluh tokoh persilatan sudah
tiada harapan lagi untuk meloloskan diri dari bencana itu.
Thay-kun segera berkata, "Walaupun kau membantu Thio
Kim-ciok membasmi semua musuh-musuh besarnya, tapi pada
1329 akhirnya kau sendiri pun akan dilenyapkan Thio Kim-ciok dari
muka bumi."
"Thio Kim-ciok adalah seorang yang berwatak aneh,
sombong, takabur dan selama hidup tak punya teman.
Sebaliknya aku orangnya baik, suka membantu orang dan
banyak sahabat persilatan yang merupakan sobat lamaku. Aku
akan hidup sepanjang masa dengan aman dan damai."
Thay-kun tersenyum.
"Hingga sekarang, sudah berapa orang di antara sepuluh
tokoh persilatan yang kau bunuh?"
"Hanya Liong Oh-im seorang."
"Mengapa kau pun membunuh Tan Long?"
"Untuk menghalangi usahanya mengajak kalian pergi
menemui si kupu-kupu putih."
"Siapakah si kupu-kupu putih itu?" tanya Bong Thian-gak
dengan terperanjat.
Hek-mo-ong cuma tertawa seram tanpa menjawab
pertanyaan itu.
Thay-kun segera berkata pula, "Jadi tindakan yang kau
lakukan malam ini hanya bermaksud mencegah kami pergi
menemui si kupu-kupu putih?"
Kata Hek-mo-ong sambil tertawa dingin, "Andaikata aku tak
dapat memanfaatkan tenaga kalian, maka akan kubunuh
kalian bertiga daripada meninggalkan bibit bencana di
kemudian hari."
Bong Thian-gak segera mendengus dingin, bentaknya, "Liu
Khi, sepanjang hidupmu sudah banyak kejahatan yang kau
lakukan. Pembunuhan demi pembunuhan kau lakukan tanpa
perasaan, dosamu sudah menumpuk. Andaikata kami
bebaskan dirimu pada hari ini, percuma hidup kami di dunia
ini, nah, bersiaplah kau menerima kematian!"
1330 Hek-mo-ong tertawa seram.
"Aku justru menerima bakat alam dari Yang Kuasa untuk
membunuh orang. Sepanjang hidupku hanya membunuh
oranglah pekerjaan yang kulakukan dan belum pernah
dibunuh orang lain. Jika kau tak percaya dengan perkataanku
ini, silakan saja untuk dicoba."
"Tunggu sebentar!" mendadak Thay-kun berseru.
Dengan cepat dia menggeser tubuhnya menghadang di
depan Hong Thian-gak, setelah itu sambungnya, "Dapatkah
kau memberi keterangan kepada kami, sebenarnya macam
apakah si kupu-kupu putih itu" Sebetulnya si kupu-kupu putih
itu lelaki ataukah perempuan?"
"Dia adalah seorang wanita. Orang itu she Pek bernama
Hu-tiap, jadi namanya persis seperti julukannya. Berusia kirakira
lima puluh lima tahun."
"Hm, keteranganmu cukup jelas," Thay-kun tersenyum,
"tapi menurut apa yang kuketahui, dalam dunia persilatan
tidak terdapat manusia yang bernama si kupu-kupu putih."
"Benar, di dunia persilatan memang tidak terdapat manusia
bernama kupu-kupu putih," ucap Hek-mo-ong sambil tertawa
dingin, "Tapi sepuluh tokoh persilatan serta Thio Kim-ciok
mengetahui secara pasti siapakah perempuan yang bernama
kupu-kupu putih itu."
"Terutama sekali Thio Kim-ciok, di kala ia mendengar nama
si kupu-kupu putih disebut orang, bulu kuduknya akan
berdiri." Perkataan Hek-mo-ong ini kembali membuat perasaan
semua orang bergetar keras.
Thay-kun mengerut dahi, lalu berkata, "Apa sebabnya?"
Tiba-tiba Hek-mo-ong menarik muka, lalu dengan suara
dalam ia berkata, "Pada tiga puluh tahun lalu, Thio Kim-ciok
1331 telah melakukan pembunuhan berdarah yang sangat
mengerikan. Yang menjadi korban pembunuhan adalah istri
pertamanya."
"Kalau begitu si kupu-kupu putih adalah istri tua Thio Kimciok?"
tanya Thay-kun terkejut.
"Ya, istri tua Thio Kim-ciok memang bernama Pek Hu-tiap!"
Sesungguhnya nama Pek Hu-tiap atau kupu-kupu putih itu
terasa sangat asing bagi pendengaran Bong Thian-gak
sekalian, tapi setelah memperoleh penjelasan dari Hek-moong,
mereka pun bisa menarik kesimpulan.
Thay-kun berkata, "Benar-benar tak dinyana Thio Kim-ciok
telah mencelakai istri sendiri. Peristiwa itu sungguh
menggidikkan."
Hek-mo-ong tertawa dingin, "Thio Kim-ciok memang
berwatak kejam, buas dan tak berperi-kemanusiaan, dia
membunuh orang tanpa berkedip. Baginya membunuh
seorang tak berarti apa-apa, namun di saat dia membunuh
istrinya dulu, pembunuhan itu baru dilakukan untuk pertama
kalinya. Oleh sebab itu dalam perasaan Thio Kim-ciok,
peristiwa itu merupakan kejadian yang menyeramkan."
"Dapatkah kau menceritakan secara ringkas bagaimana
jalannya peristiwa sampai Thio Kim-ciok membunuh istrinya
sendiri?" "Suatu malam pada tiga puluh tahun berselang, di saat
Thio Kim-ciok sedang terbuai dan terpikat oleh kecantikan Ho
Lan-hiang, secara keji dia telah membunuh istrinya yang sah,
Pek Hu-tiap."
"Padahal saat itu Pek Hu-tiap sedang berbadan dua. Dalam
keadaan perut besar, secara keji Thio Kim-ciok telah
memotong keempat anggota badan Pek Hu-tiap. Tak heran
tubuh Pek Hu-tiap bermandikan darah, tubuhnya menjadi
seperti sebuah bola besar yang bergelindingan di atas tanah
1332 sambil merengek-rengek minta ampun pada Thio Kim-ciok
serta memberi jalan kehidupan kepadanya, ia berjanji akan
menghabisi nyawa sendiri setelah putranya dilahirkan nanti."
"Apakah Thio Kim-ciok tak memberi jalan kehidupan
kepadanya?" tanpa terasa Thay-kun bertanya.
"Tidak! Thio Kim-ciok malah mengayunkan pedangnya
langsung menusuk dada istrinya yang malang."
"Bagaimana kemudian?" tanya Thay-kun lagi dengan
gelisah. "Inilah kisah pembunuhan yang dilakukan olehnya terhadap
Pek Hu-tiap. Bagaimana selanjutnya, darimana aku bisa tahu?"
"Apakah ceritamu itu kenyataan?" tanya Bong Thian-gak
penuh emosi. "Bila kurang percaya, silakan kalian tanyakan persoalan ini
kepada Thio Kim-ciok," sahut Hek-mo-ong dengan suara
dingin tanpa perasaan.
"Kalau memang begitu, apa sebabnya kau menghalangi
usaha kami menjumpai Pek Hu-tiap?"
"Demi kepentinganku sendiri, terpaksa aku berbuat
demikian."
Thay-kun segera tertawa merdu, tanyanya tiba-tiba,
"Benarkah Pek Hu-tiap masih hidup?"
"Tentu saja Pek Hu-tiap masih hidup."
"Sekalipun Pek Hu-tiap masih hidup di dunia ini, tapi
setelah keempat anggota badannya dikutungi oleh Thio Kimciok
tempo dulu, berarti dia sudah menjadi manusia cacat
tanpa tangan dan kaki. Bagaimana mungkin kemunculannya
akan mendirikan bulu kuduk Thio Kim-ciok?"
"Waktu dapat menciptakan seorang" biasa menjadi seorang
luar biasa, contohnya Thio Kim-ciok sendiri. Apalagi bagi Pek
1333 Hu-tiap yang menyimpan rasa benci, dendam dan sakit hati
yang meluap-luap."
"Tahukah kau dimanakah Pek Hu-tiap sekarang?" kembali
Thay-kun bertanya sambil tersenyum.
"Tentu saja tahu."
"Lantas apakah hubungan antara Tan Long dan Pek Hutiap?"
kembali Thay-kun bertanya.
"Dia adalah pembantu utamanya."
"Setelah kau membunuh Tan Long apakah kau tidak kuatir
Pek Hu-tiap akan datang mencari balas terhadapmu?"
Dengan mulut membungkam dan tanpa mengucapkan
sepatah kata pun, Hek-mo-ong memandang kegelapan
dengan termangu, tiba-tiba paras mukanya berubah.
Dari balik matanya itu segera memancar hawa membunuh
yang menggidikkan. Ditatapnya Bong Thian-gak bertiga lekatlekat,
kemudian tegurnya, "Apakah kalian bertiga melakukan
pekerjaan untuk Thio Kim-ciok?"
Bong Thian-gak mendengus dingin, "Hm, jangankan
membantu dia, malah kami sedang mencarinya dan berusaha
membunuh Thio Kim-ciok dengan tangan kami sendiri."
"Bagus sekali, kini Thio Kim-ciok telah datang. Bekerjasamalah
kalian untuk membunuhnya!"
Selesai berkata, Hek-mo-ong segera berkelebat dan lenyap
di balik pepohonan sana.
Baru saja Bong Thian-gak bermaksud menghalangi
kepergiannya, bayangan tubuh Hek-mo-ong telah lenyap dari
pandangan sehingga tak ada gunanya dia berteriak.
Sementara itu dari ujung jalan raya sana, pelan-pelan
berjalan mendekat seorang kakek berbaju biru berjenggot
1334 putih. Orang itu memang tak lain adalah si raja iblis
pembunuh manusia Thio Kim-ciok.
Pertama-tama yang ditemukan Thio Kim-ciok lebih dulu
adalah mayat Liong Oh-im.
Ia mendongakkan kepala dan memperhatikan beberapa
saat jenazah itu, kemudian baru meneruskan perjalanan serta
berhenti di hadapan Bok Thian-gak bertiga.
Kembali ia mengangkat kepala serta memperhatikan
beberapa kejap mayat Tan Long, wajahnya kelihatan hambar
tanpa emosi, kemudian tanyanya dengan hambar, "Siapakah
yang telah membunuh kedua orang ini?"
Bong Thian-gak bertiga sama sekali tidak menyangka kalau
yang datang benar-benar adalah Thio Kim-ciok. Untuk
beberapa saat mereka hanya berdiri tertegun di situ dengan
wajah melongo. Mereka baru sadar dari lamunan setelah mendengar
teguran itu. Cepat Thay-kun menyahut, "Kami pun ingin
bertanya pada Locianpwe, apakah Liong Oh-im mati di
tanganmu?"
Mendapat pertanyaan yang sama, Thio Kim-ciok
mendengus dingin, serunya, "Benar-benar seorang bocah
perempuan yang sangat cekatan."
Thay-kun kembali tersenyum, katanya pula, "Locianpwe
pernah berkata bahwa si sastrawan berwajah tampan akan
menjadi korbanmu yang kedua. Oleh karena itulah setelah
menyaksikan kematiannya serta-merta kami pun menduga
Liong Oh-im mati di tangan Locianpwe."
Thio Kim-ciok mendesis dingin, katanya kemudian, "Setiap
hari aku membidik burung manyar, tak disangka ternyata
mataku sendiri yang terpatuk. Bila kulihat mimik wajah kalian,
1335 sudah pasti kalian bertiga mengetahui siapakah
pembunuhnya."
"Mengapa Locianpwe seyakin itu?" tanya Thay-kun sambil
tertawa misterius.
"Aku sudah mengetahui dengan jelas bahwa kalian datang
kemari dengan mengikuti korban itu," kata Thio Kim-ciok
cepat. Sembari berkata dia menuding ke arah mayat Tan Long
yang masih tergantung di atas pohon.
Thay-kun menjadi sangat terkejut, cepat dia bertanya,
"Darimana Locianpwe bisa tahu kalau kami datang kemari
bersamanya?"
"Aku lihat dia sudah tiga hari tiga malam menguntit di
belakang kalian bertiga."
"Kalau begitu Locianpwe pun menguntit di belakang kami?"
"Siapa bilang aku menguntit kalian" Cuma secara kebetulan
saja kita menempuh arah perjalanan yang sama."
Tiba-tiba Thay-kun menuding ke arah jenazah Tan Long,
lalu bertanya lagi, "Apakah Locianpwe tahu asal-usulnya?"
"Apakah kalian pun mengetahui asal-usulnya?" Thio Kimciok
balik bertanya dengan wajah berubah.
Dengan cepat Thay-kun menggeleng kepala, "Kami hanya
tahu dia bernama Tan Long, sedangkan soal lain sama sekali
tidak kuketahui."
"Kau sedang berbohong," bentak Thio Kim-ciok dengan
suara dingin. "Selama hidup aku paling benci orang yang suka
berbohong di hadapanku!"
Tiba-tiba Thay-kun menghela napas sejenak, kemudian


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkata, "Kami tak berniat membohongi Thio-locianpwe,
1336 sesungguhnya Tan Long mengajak kami datang kemari karena
ingin menjumpai seseorang."
"Menjumpai siapa?"
"Pek Hu-tiap!"
Ketika mendengar nama Pek Hu-tiap, paras muka Thio Kimciok
segera berubah hebat, dia menengadah dan sampai lama
sekali berdiri termangu-mangu, kemudian baru bertanya lagi,
"Kecuali persoalan ini, apalagi yang dikatakan Tan Long?"
"Tidak ada lagi," Thay-kun menggeleng. "Sebetulnya siapa
Pek Hu-tiap itu" Apakah Thio-locianpwe mengetahuinya?"
Thio Kim-ciok kelihatan rada gugup ketika dihadapkan pada
pertanyaan itu, buru-buru dia berkata, "Darimana aku bisa
tahu siapakah dia?"
Secara diam-diam Thay-kun, Bong Thian-gak serta Song
Leng-hui memperhatikan perubahan mimik mukanya. Dari
sikapnya itu, mereka pun semakin percaya bahwa yang
dikatakan Hek-mo-ong tentang hubungan Thio Kim-ciok dan
Pek Hu-tiap sesungguhnya memang kenyataan.
Sementara itu Thio Kim-ciok telah mendongakkan kepala
sekali lagi mengawasi mayat Tah Long, mendadak ia tertawa
dingin, lalu gumamnya, "Aku tidak akan terjebak oleh
perangkapmu. Aku sendiri pun pernah menjadi seorang ahli
dalam ilmu beracun, permainan kecil seperti itu tidak nanti
membuat diriku masuk perangkap."
Sudah jelas Thio Kim-ciok mengetahui bahwa seluruh
badan Tan Long telah disebari bubuk beracun tanpa wujud
yang sangat hebat.
Thay-kun sengaja berlagak kaget, tanyanya, "Locianpwe,
apakah kedua sosok mayat itu mengandung racun keji?"
"Racun yang ditaburkan di atas mayat-mayat itu
merupakan racun Hek-si-ku dari Say-jiang. Apabila terkena
1337 tubuh seseorang, maka dalam dua puluh empat jam darah
dan dagingnya akan mengering karena habis dihisap oleh ulatulat
Hek-si-ku. Kedahsyatan dan kekejiannya luar biasa."
Baik Thay-kun maupun Bong Thian-gak pernah mendengar
kehebatan racun Hek-si-ku, air muka mereka segera berubah
hebat. Setelah menghela napas panjang, Thay-kun segera
berkata, " Kalau begitu dalam dua puluh empat jam jenazah
Liong Oh-im serta Tan Long akan musnah" Ai, kematian
mereka benar-benar mengenaskan!"
Mendadak Thio Kim-ciok menarik wajah, kemudian berkata
lebih lanjut, "Hek-si-ku adalah sejenis racun yang sangat
hebat. Menurut apa yang kuketahui, di dunia persilatan
dewasa ini hanya Hek-mo-ong seorang yang pandai
menggunakan racun itu, apalagi melukai orang dalam sekejap.
He, aku ingin bertanya kepada kalian, apakah kedua orang itu
mati dibunuh Hek-mo-ong?"
Ketika mendengar itu, diam-diam Thay-kun berpekik
memuji dalam hati, "Nyata sekali Thio Kim-ciok memang
seorang yang sangat hebat. Tak kusangka dugaan dan
tebakannya terhadap setiap masalah begitu tepat dan jitu,
agaknya aku mesti memberitahukan keadaan yang
sebenarnya kepada orang ini."
Setelah berpikir beberapa saat, tiba-tiba ia tertawa
terkekeh-kekeh, kemudian ujarnya, "Thio-locianpwe,
dugaanmu keliru besar. Sebenarnya kami tak ingin
memberitahukan keadaan yang sebenarnya kepadamu
daripada mendatangkan kerugian bagi kami sendiri."
Sampai di situ, Thay-kun sengaja menghentikan
perkataannya di tengah jalan.
Dengan tak sabar Thio Kim-ciok segera berkata, "He budak
setan, kau tak usah berputar kayun lagi. Cepat kau katakan
apa yang ingin kau utarakan."
1338 "Sebenarnya orang yang telah membunuh Liong Oh-im
serta Tan Long adalah Pek Hu-tiap."
Paras muka Thio Kim-ciok segera berubah hebat,
bentaknya, "Omong kosong, manusia macam apa Pek Hu-tiap yang
kalian jumpai itu?"
Sambil tersenyum Thay-kun berkata, "Pek Hu-tiap yang
kami jumpai barusan adalah seorang perempuan berkerudung
yang cacat keempat anggota tubuhnya, dia duduk di dalam
tandu yang digotong oleh empat orang lelaki kekar."
Sembari berkata, dengan sorot mata tajam Thay-kun
mengamati perubahan wajah Thio Kim-ciok.
Pada waktu itu paras muka Thio Kim-ciok telah menjadi
pucat. Dengan termangu-mangu dia mengawasi langit dengan
pandangan kosong, sementara air mukanya berubah tiada
hentinya, tak diketahui apakah merasa tegang ataukah ngeri"
Akhirnya terdengar Thio Kim-ciok bergumam seperti orang
sedang mengigau, "Benarkah dia masih hidup di dunia ini"
Tapi dengan luka yang dideritanya, ditambah pula
kandungannya tergetar hingga menyebabkan ia keguguran.
Mungkinkah dia bisa hidup terus?"
Mendadak dari balik mata Thio Kim-ciok memancar cahaya
tajam, diawasinya wajah Thay-kun tanpa berkedip, kemudian
tegurnya lagi, "Benarkah apa yang kau ucapkan itu?"
"Apa yang telah kami saksikan telah kusampaikan
kepadamu, buat apa aku mesti berbohong?"
Thio Kim-ciok segera mendengus dingin, "Sudah berapa
lama ia meninggalkan tempat ini dan sekarang menuju
kemana?" "Dia berlalu setengah jam berselang dan menuju ke arah
barat." 1339 Ketika mendengar itu, tanpa mengucapkan sepatah kata
pun Thio Kim-ciok segera menggerakkan tubuhnya menuju ke
arah barat. Memandang bayangan punggung Thio Kim-ciok yang
lenyap di kejauhan, sekulum senyuman bangga tersungging di
ujung bibir Thay-kun.
Sebaliknya Bong Thian-gak segera berkata sambil
menghela napas panjang, "Kami pernah bersumpah akan
membinasakan Thio Kim-ciok serta Hek-mo-ong, tapi hari ini
secara tak diduga kedua orang raja iblis pembunuh manusia
itu telah muncul di depan kita, tapi kenyataannya kita tak
mampu membunuh mereka, sebalik membiarkan mereka
bertingkah semaunya sendiri. Ai, penghinaan semacam ini
sungguh membuat perasaan orang serasa remuk."
Dengan wajah serius Thay-kun segera berseru dengan
sungguh-sungguh, "Ada keberanian tanpa akal, bukanlah
seorang lelaki. Bila kita bertindak ceroboh tanpa memikirkan
resikonya, hal ini berarti mencari kematian untuk diri sendiri."
"Apalagi untuk mencari suatu kemenangan bagi umat
persilatan, kemenangan itu belum tentu harus diraih dengan
pertarungan, dari kecerdasan otak pun kita dapat
memperolehnya juga."
Baru selesai Thayrkun berbicara, mendadak dari atas
sebatang pohon di sana berkumandang suara orang bertanya
dengan suara lembut dan ramah, "Siapakah perempuan itu?"
Disusul terdengar seorang tua bersuara rendah menyahut,
"Perempuan ini bernama Thay-kun. Sejak kecil dia dibesarkan
oleh Ho Lan-hiang, tapi kini dia telah memisahkan diri dari
kelompok Ho Lan-hiang."
Bong Thian-gak sekalian menjadi amat terperanjat, sebab
suara lelaki tua serak itu seperti amat dikenal. Namun untuk
sesaat lamanya mereka justru tak dapat mengenali suara
siapakah itu"
1340 Dengan suara berat dan dalam Bong Thian-gak segera
bertanya, "Siapa di situ?"
Baru saja bentakan itu berkumandang, tiba-tiba dari balik
pohon di hadapannya muncul sebuah tandu kecil yang
digotong dua orang. Dalam waktu singkat tandu itu telah
muncul di hadapannya.
Gerakan tandu itu benar-benar cepat seperti melayang di
tengah udara saja, dalam waktu singkat telah tiba di depan
mata. Tapi saat itu juga Thay-kun maupun Bong Thian-gak
sekalian telah melihat dengan jelas tandu kecil itu.
Apa yang dilihatnya benar-benar merupakan keanehan dan
kejadian yang sukar untuk dipercaya.
Ternyata kedua orang penggotong tandu itu tak lain adalah
dua orang kakek yang telah lanjut usia.
Dan yang paling aneh lagi adalah kedua kakek itu ternyata
bukan lain adalah Tio Tian-seng serta Gi Jian-cau yang sedang
dicari-cari Bong Thian-gak sekalian selama ini.
Mula-mula Bong Thian-gak mengira matanya yang salah
melihat, segera ia memejamkan mata, kemudian baru dibuka
kembali untuk memperhatikan dengan lebih seksama.
Apa yang terlihat di depan mata seperti sediakala, paras
muka Tio Tian-seng serta Gi Jian-cau sama sekali tidak
berubah, semua merupakan kenyataan, bukan khayalan.
Dengan perasaan kaget bercampur keheranan Thay-kun
berpaling ke arah tandu itu.
Di dalam tandu itu duduk dengan tenang seorang
perempuan, dia mengenakan baju putih lebar hingga hampir
menutupi seluruh tubuhnya dan membuat orang lain tidak
dapat melihat sepasang tangan dan kakinya.
1341 Wajah mengenakan pula kain kerudung putih yang hampir
menutupi seluruh wajahnya, andaikata rambutnya yang
panjang tidak terurai di kedua bahunya dan orang tak
mendengar suaranya, tak akan ada yang bisa mengenali dia
itu lelaki atau perempuan.
"Siapakah itu?"
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Thay-kun,
dengan jelas ia dapat menebak asal-usul manusia berbaju
putih itu. Kalau tadi dia hanya menciptakan cerita bohong untuk
menipu Thio Kim-ciok, sungguh tak disangka cerita itu kini
justru telah menjadi kenyataan.
Pek Hu-tiap, si kupu-kupu putih benar-benar naik sebuah
tandu kecil. Sementara itu Bong Thian-gak merasa gembira setelah
bertemu dengan Tio Tian-seng, segera teriaknya, "Tiolocianpwe,
kedatangan kalian memang kebetulan sekali.
Boanpwe sedang mencarimu."
Tio Tian-seng maupun Gi Jian-cau sama sekali tidak
menurunkan tandu itu, mereka tetap berdiri sambil memikul
tandu kecil itu.
Pelan-pelan Tio Tian-seng berkata, "Ada urusan apa kalian
mencari diriku?"
"Tahukah Tio-pangcu, bahwa Thio Kim-ciok sedang mencari
jejakmu?" Paras muka Tio Tian-seng segera berubah serius, sahutnya,
"Kami pun sedang mencari jejak Thio Kim-ciok."
Bong Thian-gak segera menghela napas sedih, katanya
kemudian dengan suara lirih, "Tan Sam-cing telah mengalami
musibah secara tragis."
1342 "Liong Oh-im juga telah pulang ke alam baka," sambung
Tio Tian-seng. "Tapi Liong Oh-im bukan?"
Belum Bong Thian-gak selesai bicara, tiba-tiba terdengar
Thay-kun tertawa merdu dan menukas, "Tio-pangcu, Thio
Kim-ciok sudah mengumbar watak kejamnya dengan
melakukan kejahatan yang sama sekali tidak berperikemanusiaan."
"Apabila sehari ia tetap hidup di dunia ini, berarti
masyarakat akan menderita pula. Entah bagaimanakah
rencana Tio-pangcu dalam usaha melenyapkan iblis ini dari
muka bumi?"
Dengan suara dalam, Tio Tian-seng segera berkata, "Dosa
serta kesalahan yang dilakukan Thio Kim-ciok sudah melebihi
batas. Semua jago telah dibuat marah oleh perbuatannya dan
kini segenap umat persilatan telah bangkit menentangnya.
Apakah kalian tak merasa bahwa daerah sekitar tempat ini
telah memancarkan suasana aneh?"
Bong Thian-gak mencoba mengamati sejenak suasana di
sekitar sana, lalu sahutnya, "Ya benar, apa yang kami saksikan
malam ini rasanya memang sedikit di luar dugaan."
"Segenap umat persilatan telah berencana membinasakan
Thio Kim-ciok di tempat ini pada kentongan kelima nanti. Tapi
situasi saat ini rasanya kurang beres. Liong Oh-im dan Tan
Long terbunuh bersamaan secara mengenaskan dan apabila
dilihat dari keadaan mereka setelah mati, sudah jelas kedua
orang itu bukan mati dibunuh Thio Kim-ciok."
Thay-kun dengan suara merdu menukas, "Apabila Tiopangcu
ingin bertanya tentang peristiwa itu, buat apa berputar
satu lingkaran besar lebih dulu sebelum bertanya?"
1343 "Kalau begitu kalian harus mengatakan kepada kami,
siapakah pembunuh Tan Long serta Liong Oh-im?" seru Tio
Tian-seng dengan cepat.
Setelah mendengar itu, Bong Thian-gak serta Thay-kun dan
Song Leng-hui segera mengerti bahwa di tempat itu bakal
berlangsung suatu pertempuran yang amat sengit.
Mereka sama sekali tidak menyangka tindakan
melenyapkan Thio Kim-ciok dari muka bumi bakal berlangsung
sedemikian cepatnya.
"Tio-pangcu," Thay-kun segera berkata lagi, "maaf kalau
saat ini aku belum bisa menjawab pertanyaanmu itu, sebab
jago-jago persilatan yang kujumpai pada malam ini terdiri dari
beraneka-ragam manusia dari berbagai aliran. Oleh sebab itu
Siauli ingin mengetahui satu hal lebih dulu, yakni siapakah
yang merencanakan usaha pembasmian terhadap Thio Kimciok?"
"Apakah Tan Long tidak memberitahukan kepada kalian
rencana pembasmian terhadap Thio Kim-ciok?"
Thay-kun menggeleng, "Tidak, Tan Long hanya
memberitahu, dia hendak mengajak kami pergi menemui
seseorang."
"Orang yang hendak dipertemukan oleh Tan Long kepada
kalian tak lain adalah orang yang berada di dalam tandu ini,"
kata Tio Tian-seng.
"Ah, jadi dia adalah Pek Hu-tiap?"


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perempuan yang berada di dalam tandu segera berkata
dengan suara ramah dan lembut, "Benar, akulah Pek Hu-tiap.
Dan aku pula yang merencanakan pembunuhan terhadap Thio
Kim-ciok pada malam ini."
Setelah persoalan berkembang menjadi begini, Thay-kun
pun menjadi paham pula terhadap persoalan yang semula
masih teka-teki ini, cuma masih ada satu hal yang belum
1344 diketahui masalahnya, sambil tersenyum tanyanya lagi,
"Konon Pek Hu-tiap dan Thio Kim-ciok pernah menjadi suamiistri,
apakah benar?"
Ketika mendengar pertanyaan itu, agaknya perempuan
yang berada di dalam tandu itu merasa amat emosi, sekujur
tubuhnya gemetar keras, sahutnya, "Rupanya kalian sudah
mengetahui asal-usulku, tapi siapa yang memberitahu semua
itu kepada kalian?"
"Orang itu tak lain adalah orang yang telah membunuh Tan
Long serta Liong Oh-im, yakni Hek-mo-ong Liu Khi."
Pek Hu-tiap sama sekali tidak menunjukkan perubahan
sikap apa pun, tapi Gi Jian-cau yang berada di belakangnya
segera mendengus dingin, umpatnya dengan suara seram,
"Sejak dahulu aku sudah tahu bahwa Liu Khi adalah manusia
yang tak bisa dipercaya. Di luarnya saja ia setuju bekerjasama
dengan kita untuk membunuh Thio Kim-ciok, kenyataan
dia masih tetap menjadi kuku garuda Thio Kim-ciok."
Dengan wajah murung bercampur kesal, Tio Tian-seng
berkata pula sambil menghela napas panjang, "Seorang Thio
Kim-ciok saja sudah susah dihadapi, apalagi ditambah seorang
Liu Khi. Ai, urusan sudah jelas bertambah serius."
Tapi agaknya Pek Hu-tiap sudah mempunyai rencana yang
matang, pelan-pelan dia pun berkata, "Pertikaian antara
sepuluh tokoh persilatan, Ho Lan-hiang, Thio Kim-ciok, Hekmo-
ong dan aku sesungguhnya merupakan perselisihan yang
amat pelik, siapa pun tidak akan membiarkan pihak lain
meraih kemenangan. Oleh sebab itu aku telah melihat dengan
jelas bahwa hubungan antara kita semua sesungguhnya
merupakan suatu hubungan yang amat sensitif, saling
bertentangan dengan perasaan sendiri. Itulah sebabnya pada
malam ini aku baru bisa mengajak Ho Lan-hiang serta Hekmo-
ong sekalian untuk bekerja-sama menghadapi Thio Kimciok."
1345 "Dalam pertarungan yang akan berlangsung malam ini,
andaikata Thio Kim-ciok benar-benar dapat terbunuh seperti
apa yang kita harapkan. Aku rasa di antara kita pun harus
membayar dengan harga yang cukup mahal yaitu mereka
yang berhasil lolos dari pertarungan itu dalam keadaan hidup,
akhirnya akan terbunuh juga oleh pihak lain yang mencari
balas sampai pada orang terakhir."
Dengan ucapan Pek Hu-tiap yang berterus terang ini,
semua rahasia pun ikut terungkap, yaitu dapatnya mereka
bekerja-sama saat ini tak lain karena tujuan utama mereka
yaitu melenyapkan Thio Kim-ciok lebih dahulu.
Terdengar Pek Hu-tiap berkata lebih lanjut dengan suara
pelan, "Oleh karena itu siapa yang bakal mati tak perlu kita
persoalkan lagi. Yang penting tujuan kita tercapai, yaitu
berhasil melenyapkan Thio Kim-ciok dari muka bumi."
Gi Jian-cau tertawa dingin, "Yang kukuatirkan justru
sebelum kita berhasil membunuh Thio Kim-ciok, orang kita
malah saling gontok."
"Apakah tabib sakti menaruh curiga bahwa aku dan Hekmo-
ong telah membuat persekongkolan secara diam-diam?"
tanya Pek Hu-tiap dengan suara tetap lembut.
"Terbukti Liong Oh-im telah mati dibunuh oleh Hek-moong,
hal itu menimbulkan rasa curiga siapa pun," ucap Gi Jiancau
dingin. Pelan-pelan Pek Hu-tiap berpaling ke arah Tio Tian-seng,
kemudian katanya dengan suara dalam, "Tio-pangcu, apakah
kau pun menaruh kecurigaan ini?"
"Bukankah kau pernah bilang, pertikaian di antara kita tak
pernah akan memperoleh penyelesaian sebelum salah satu
pihak menemui ajal" Sekarang kita dapat saling bekerja-sama,
hal ini tak lebih demi kepentingan diri pribadi. Oleh karena itu
selain ingin melenyapkan Thio Kim-ciok secepatnya dari muka
bumi, aku tak ingin memikirkan persoalan lain."
1346 "Hm, hanya Tio-pangcu seorang yang dapat melihat situasi
yang sedang kita hadapi sekarang secara jelas dan gamblang.
Aku yakin setelah berlangsungnya pertempuran berdarah
malam ini, satu-satunya orang yang bisa hidup dengan
selamat mungkin hanya Tio-pangcu seorang."
Tio Tian-seng tidak menanggapi ucapan itu, dia
memandang sekejap keadaan cuaca, lalu katanya sambil
menghela napas, "Sekarang waktu sudah menunjukkan
kentongan keempat, kita harus mulai melakukan gerakan."
Tiba-tiba dari tengah udara berkumandang suara pekikan
panjang yang keras, begitu kerasnya suara itu sehingga
membelah keheningan malam.
Begitu pekikan itu berkumandang, dari arah lain pun
bergema pula suara pekikan.
Dalam waktu singkat suara pekikan saling sambut.
Tiba-tiba Pek Hu-tiap menurunkan perintah, "Thio Kim-ciok
berada di sebelah barat daya, mari kita mengejarnya ke sana!"
Begitu selesai berkata, tandu kecil yang digotong Tio Tianseng
dan Gi Jian-cau sudah bergerak cepat meluncur ke
tengah udara dan bergerak ke muka dengan kecepatan tinggi.
Bong Thian-gak segera berteriak, "Pek Hu-tiap, jangan
pergi dulu. Kami bersedia turut serta dalam usaha
pembunuhan terhadap Thio Kim-ciok."
"Aku telah berpesan pada Tan Long untuk mengundang
kalian bertiga ikut serta dalam gerakan ini, namun setelah
melihat kalian kaum muda bersemangat dan berbudi luhur,
maka kurasa tak perlu lagi mengundang kalian untuk memikul
tugas berbahaya ini. Sekarang lebih baik kalian mundur saja
dari sini daripada harus terlibat dalam bencana pembunuhan
yang mengerikan, ketahuilah melanjutkan hidup bukan
pekerjaan yang mudah, janganlah kalian gunakan nyawa
sebagai bahan gurauan. Thio Kim-ciok semakin kalap
1347 mendekati gila, dia hanya tahu membunuh orang, cepatlah
menghindarkan diri dari musibah ini."
Suara yang lembut dan ramah itu bergema nyaring di
tengah udara dan akhirnya lenyap di kejauhan sana.
Bong Thian-gak memandang sekejap ke arah Thay-kun,
lalu katanya, "Bagaimana kita sekarang" Apa yang harus kita
lakukan?" Tanpa pikir panjang Thay-kun menjawab, "Mari kita
pulang." Bong Thian-gak tertawa getir, "Tidak, meski harus
mengorbankan jiwa, aku tak bisa meninggalkan keramaian itu
begitu saja."
Tapi perkataan Pek Hu-tiap itu benar, sekarang Thio Kimciok
sudah kalap dan mendekati gila, ia sudah kehilangan
semua akal pikiran serta kesadarannya. Begitu melihat orang,
dia cuma tahu membunuh, bayangkan saja apakah kita
mampu menahan serangan pedang manusia cacatnya?"
Tindakan Thio Kim-ciok membasmi umat manusia
merupakan tindakan terkutuk, sudah sepantasnya bila kita
bangkit dan berusaha melenyapkan bajingan itu dari muka
bumi ini. Biarpun Bong Thian-gak tak sanggup menghadapi
bajingan itu seorang diri, namun aku pun tak bisa melarikan
diri hanya dikarenakan menyelamatkan jiwa sendiri!"
Sementara mereka masih ribut, dari kejauhan
berkumandang beberapa kali jeritan ngeri yang memilukan.
Jeritan ngeri yang bergema di tengah malam buta begini,
terutama suaranya yang mengerikan bagaikan lolongan
serigala dan tangisan setan sungguh mendatangkan suasana
yang amat tak sedap.
Bong Thian-gak sekalian tahu bahwa pertempuran darah
sudah mulai berlangsung, jeritan ngeri para jago lihai
persilatan yang tertusuk pedang manusia cacat Thio Kim-ciok.
1348 Siksaan dan penderitaan yang luar biasa membuat orangorang
itu memperdengarkan jeritan sedemikian ngennya.
Thay-kun segera berseru setengah merengek, "Suheng,
kau harus berpikir demi keselamatan adik Hui!"
"Sumoay," kata Bong Thian-gak segera, "apabila aku tidak
turut serta dalam gerakan menumpas Thio Kim-ciok hari ini,
tak ada artinya aku hidup di dunia ini. Sekarang ajaklah Lenghui
pergi dari sini, biar aku sendiri yang dating ke sana!"
Selesai berkata, ia lantas membalikkan badan dan beranjak
pergi dahulu. Thay-kun dan Song Leng-hui cepat menyusulnya sambil
berteriak, "Suheng, jangan pergi dulu. Kalau memang ingin
mati, lebih baik kita mati bersama!"
Bong Thian-gak mendengus dingin, "Hm, siapa bilang kita
bakal mati" Kita tidak akan mati di tangan Thio Kim-ciok."
Sampai di situ, berangkatlah ketiga orang itu menuju ke
arah barat daya dengan mengerahkan ilmu meringankan
tubuh masing-masing.
Udara malam amat cerah tanpa setitik awan pun menghiasi
angkasa, bintang bertaburan dimana-mana dan memantulkan
cahaya yang amat redup.
Keheningan malam yang sebenarnya begitu indah dan
syahdu, kini dihiasi oleh jeritan ngeri yang menyayat hati,
membuat suasana berubah begitu mengerikan, bagaikan
sebuah tempat pembantaian manusia yang menggidikkan.
Bayangan orang tampak saling bergerak kejar mengejar,
cahaya golok dan bayangan pedang menyelimuti angkasa,
percikan darah berhamburan di permukaan tanah, keadaan
benar-benar menggidikkan.
Seorang kakek berbaju hijau bagaikan orang kesurupan
menerjang setiap orang yang ditemuinya dengan tusukan
1349 pedangnya yang putih bercahaya, semua orang ditusuk,
dibacok, disapu, ditotok, dibantai tanpa mengenal ampun dan
nyatanya tak seorang pun di antara mereka yang mampu
menahan satu jurus serangannya.
Di luar lapangan pembantaian itu, di atas sebuah bukit kecil
di tengah padang rumput, telah terbentuk barisan berbentuk
segitiga. Di tengah barisan ada sebuah tandu kecil yang diduduki
Pek Hu-tiap, sedangkan Tio Tian-seng dan Gi Jian-cau berdiri
di sampingnya. Di sayap kanan berdiri pula tiga orang, mereka
mengenakan topeng tengkorak. Lengan kanan mereka pun
sama-sama kosong tinggal sebuah lengan saja, di pinggang
terselip sebilah golok panjang.
Andai perawakan tubuh mereka tidak berbeda dalam
ketinggian, maka siapa pun tak akan bisa mengenali siapakah
ketiga orang itu.
Dandanan Hek-mo-ong yang telah menggemparkan
persilatan. Malah kini muncul tiga orang dengan dandanan
Hek-mo-ong Liu Khi.
Ternyata Liu Khi masih mempunyai dua orang pembantu,
itulah sebabnya di saat Liu Khi muncul dengan peranannya
sebagai si golok sakti berlengan tunggal, pada saat bersamaan
di tempat lain pun muncul Hek-mo-ong.
Di sayap kiri tandu itu berdiri juga tiga orang, mereka
adalah Cong-kaucu Put-gwan-cin-kau, perempuan paling
cantik dari wilayah Kanglam Ho Lan-hiang serta dua orang
pembantu utamanya Ji-kaucu serta Sim Tiong-kiu.
Kesembilan orang itu membentuk sebuah barisan segitiga
di atas bukit kecil itu, dari tempat yang tinggi mereka
menyaksikan jalannya pembantaian yang begitu mengerikan
di tengah lapangan itu.
1350 Bong Thian-gak, Thay-kun dan Song Leng-hui mengikuti
pula jalannya peristiwa itu dari kejauhan.
Mereka bertiga tidak segera ikut serta dalam pertempuran
itu. Begitu tiba di tempat kejadian, Bong Thian-gak dan Song
Leng-hui di bawah pimpinan Thay-kun langsung menuju ke
sisi kiri tanah bukit itu serta bersembunyi di belakang sebuah
batu besar. Mendadak di tengah pertarungan berkumandang lagi
serentetan suara jeritan ngeri yang bergema tiada hentinya,
begitu menyeramkan suara jeritan itu hingga menggidikkan
siapa pun yang mendengarnya.
Dengan terkesiap Bong Thian-gak sekalian segera berpaling
ke arah arena. Ternyata Thio Kim-ciok sedang melakukan suatu tindakan
yang benar-benar menggidikkan, dia telah mengeluarkan ilmu
pedang pembunuh manusianya yang paling hebat.
Saat itu tubuhnya melejit ke udara, pedang manusia
cacatnya telah membungkus tubuhnya, selapis cahaya putih
menggulung kian kemari dengan kecepatan tinggi.
Dalam waktu singkat, tiga puluhan jagoan pedang berbaju
hitam yang sedang mengurungnya sudah menemui nasib
tragis, batok kepala mereka bergelindingan ke atas tanah,
percikan darah segar berceceran kemana-mana, tak ada yang
mampu menahan serangannya dan tak seorang pun di antara
mereka yang berhasil meloloskan diri.
Kawanan jago pedang berbaju hitam itu tak lain merupakan
anggota Put-gwa-cin-kau.
Malam ini Ho Lan-hiang datang dengan membawa
seratusan jago pedang berbaju hitam, namun dalam waktu
yang begitu singkat kekuatannya sudah tertumpas habis.
Di kala Thio Kim-ciok telah selesai membunuh jagoan
pedang yang terakhir, dia segera mendongakkan kepala dan
1351 tertawa keras. Suaranya amat menggidikkan, lalu sambil
memutar pedang manusia cacat di tangan kanannya, dia
berteriak, "Pek Hu-tiap, aku akan datang membunuhmu."
Di tengah bentakan, dengan pedang manusia cacat
diluruskan ke depan, selangkah demi selangkah dia menaiki
bukit kecil itu.
Sementara Pek Hu-tiap yang duduk di balik tenda telah
berkata dengan suara pelan, "Hek-mo-ong, segenap kekuatan
Put-gwa-cin-kau sudah tertumpas habis. Sekarang akan
kulihat kemampuan tujuh puluh dua tentara tengkorakmu!"
Salah seorang di antara tiga Hek-mo-ong yang berdiri di


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sayap kanan segera tertawa tergelak, sahutnya, "Bila Thio
Kim-ciok ingin membantai tentara tengkorakku, tak nanti bisa
dilakukan semudah ini."
Sampai di sini, tiba-tiba ia berseru, "Cepat kau undang
tentara tengkorak kita."
Begitu perintah diturunkan, dua manusia tengkorak yang
berdiri di belakang Liu Khi pun segera mendongakkan kepala
dan berpekik nyaring.
Pekikan itu tinggi melengking persis seperti suara lolongan
serigala, mendatangkan perasaan seram bagi siapa yang
mendengar. Begitu suara pekikan bergema, dari balik keheningan yang
mencekam tanah berumput itu berkumandang teriakan aneh
yang menggidikkan.
Dari empat penjuru segera bermunculan bayangan iblis
yang meluncur tiba bagaikan sambaran kilat, dalam waktu
singkat bayangan iblis itu sudah mengepung Thio Kim-ciok.
Mereka terdiri dari tujuh puluh dua manusia aneh
bertopeng tengkorak, tangan kiri membawa sebuah panji
tengkorak berbentuk segitiga, sedangkan tangan kanan
memegang sebuah tongkat pendek berkepala tengkorak.
1352 Kawanan tentara tengkorak itu mengitari Thio Kim-ciok
sambil melompat-lompat, berteriak dan menggerakkan panji
serta toya mereka. Gerakannya itu tak ubahnya seperti
pasukan suku Biau yang sedang bertempur.
Thio Kim-ciok tertawa, pedang manusia cacatnya diayunkan
ke depan langsung membacok seorang tentara tengkorak
yang berada di dekatnya.
Pertempuran sengit pun kembali berkobar dengan
hebatnya di tempat itu.
Nyata kawanan tentara tengkorak memang berbeda
dengan pasukan jago pedang berbaju hitam Put-gwa-cin-kau
yang begitu mudah dibantai. Sekalipun jurus-jurus serangan
Thio Kim-ciok luar biasa ganas dan kejinya, namun tak
seorang pun di antara pasukan tentara tengkorak yang terluka
di ujung pedangnya.
Dalam pada itu kawanan tentara tengkorak itu seperti
pasukan yang datang dari neraka saja, berteriak dan
melompat ke muka secara garang. Dengan delapan orang
membentuk satu kelompok mereka menerjang dan menyerang
Thio Kim-ciok secara cepat.
Beberapa kali Thio Kim-ciok mengayunkan pedang
melancarkan serangkaian bacokan, namun bukan saja gagal
membunuh tentara tengkorak, malah sebaliknya ia harus
mundur beberapa langkah karena terjangan maut pihak
lawan. Suara bentakan menggelegar, Thio Kim-ciok mengeluarkan
ilmu pedang terbangnya yang paling ganas dan mengerikan,
langsung meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa.
Sekalipun pasukan tengkorak merupakan kawanan jago
yang telah memperoleh didikan khusus serta kebal terhadap
bacokan golok dan tusukan tombak, namun setelah
menghadapi ilmu pedang tingkat tinggi semacam itu, tak
disangka mereka berubah menjadi lapuk seperti kayu kering.
1353 Jeritan ngeri bagai teriakan setan bergema, delapan prajurit
tengkorak terbabat pinggangnya hingga putus dan tewas
seketika. Dalam rencana penumpasan terhadap Thio Kim-ciok hari
ini, Pek Hu-tiap sama sekali tidak kuatir banyak korban yang
jatuh di pihaknya. Dia menggunakan pertarungan bergilir ini
dengan tujuan memaksa Thio Kim-ciok mengeluarkan ilmu
pedang tingkat tingginya sehingga dia kehabisan tenaga
dalam. Itulah sebabnya kesembilan orang itu tetap menyimpan
tenaga serta menonton jalannya pertarungan itu dari atas
bukit kecil. Prajurit satu demi satu saling susul roboh terkapar di atas
tanah dalam keadaan tak bernyawa.
Akhirnya tak seorang pun di antara mereka yang berhasil
lolos dalam keadaan selamat, mereka tewas di ujung pedang
Thio Kim-ciok dalam keadaan yang mengenaskan.
Sambil berpekik keras, Thio Kim-ciok segera melejit ke
tengah udara, lalu menerjang ke atas bukit kecil di
hadapannya itu.
Keadaan Thio Kim-ciok waktu itu sangat mengerikan,
gulungan rambutnya telah terlipat sehingga menutupi
sebagian wajahnya, noda darah membasahi seluruh tubuhnya.
Dengan sepasang mata melotot penuh amarah dia mengawasi
kesembilan orang yang berada di bukit kecil itu tanpa
berkedip, lalu setelah tertawa seram, bentaknya, "Liu Khi,
benarkah dia Pek Hu-tiap?"
"Benar," jawab Hek-mo-ong Liu Khi dengan suara dingin.
"Dia adalah istri pertamamu, Pek Hu-tiap."
Lalu setelah berhenti sejenak, lanjutnya, "Thio Kim-ciok,
mungkin kau tidak menyangka bukan bahwa orang yang
1354 hendak membunuhmu pada malam ini hampir semuanya
merupakan orang-orang yang pernah kau cintai dan hormati?"
Thio Kim-ciok tertawa seram, "Tiga puluh tahun aku
menderita akibat dicelakai sepuluh tokoh persilatan dan tiga
puluh tiga tahun kemudian kembali aku mengalami
pengepungan yang licik dan tak tahu malu dari kalian. Tapi
kalian mesti tahu, selamanya aku tak bakal mati di tangan
kalian, seluruh dunia akan berada dalam kekuasaanku."
Di tengah pembicaraan itu, tiba-tiba Thio Kim-ciok melejit
lagi ke tengah udara, kemudian langsung menerjang ke arah
tandu itu. Tandu kecil itu masih berada dalam gotongan Tio Tian-seng
serta Gi Jian-cau, mereka tak bergerak sedikit pun juga, Pek
Hu-tiap yang berada di dalam tandu pun sama sekali tidak
melakukan sesuatu tindakan apa pun.
Gerakan Thio Kim-ciok menerjang dengan kecepatan luar
biasa, dalam waktu singkat dia sudah melayang di atas tandu
kecil itu, pedang manusia cacatnya langsung diayunkan ke
muka untuk mencungkil kain kerudung putih yang menutupi
wajah Pek Hu-tiap.
Agaknya para jago yang berada di sekelilingnya memang
sedang menunggu tindakan Thio Kim-ciok itu.
Pada saat bersamaan, terdengar Pek Hu-tiap yang berada
dalam tandu membentak, "Thio Kim-ciok, habis sudah
riwayatmu hari ini!"
Tandu kecil yang sama sekali tidak bergerak ini mendadak
memperdengarkan suara ledakan yang amat keras, empat
dinding tenda itu tahu-tahu hancur dan berjatuhan ke atas
tanah, sementara pedang berwarna putih yang tajam
bermunculan dari balik baju Pek Hu-tiap yang lebar langsung
menusuk keluar.
1355 Ketika Pek Hu-tiap melancarkan serangan, Tio Tian-seng,
Gi Jian-cau, Ho Lan-hiang, Ji-kaucu, Sim Tiong-kiu, Liu Khi
serta kedua orang manusia tengkoraknya serentak
melancarkan pula serangan.
Kesembilan jago lihai persilatan itu segera mengeluarkan
jurus mengadu jiwa yang diciptakan bersama-sama untuk
membendung datangnya ancaman Thio Kim-ciok.
Thio Kim-ciok telah mempelajari hampir semua ilmu silat
yang ada di dunia persilatan dewasa ini, para jago tahu
andaikata serangan gabungan itu tidak berhasil mengenai
tubuh Thio Kim-ciok, berarti untuk selamanya jangan harap
mereka mampu membinasakan Thio Kim-ciok.
Tapi bilamana serangan gabungan itu mengenai sasaran,
maka akibatnya tak terlukiskan pula.
Mimpi pun Thio Kim-ciok tidak menyangka para jago akan
menggunakan serangan gabungan senekad ini untuk
menghadapinya, dia tahu sudah termakan siasat lawan, tak
kuasa lagi dia mendongakkan kepala dan tertawa seram.
Pedang manusia cacat segera digetarkan ke atas sambil
diayunkan berulang kali, berlapis-lapis cahaya pedang
berwarna-warni segera memancar dari pedang pendeknya
untuk melindungi seluruh tubuh.
Siapa tahu pada saat itulah Pek Hu-tiap yang duduk di
dalam tandu dengan seluruh badan penuh dengan senjata
tajam telah melejit pula ke tengah udara sambil melancarkan
serangan. Jerit kesakitan yang memilukan, teriakan keras, bentakan
bagal guntur serentak bergema memenuhi angkasa.
Bayangan orang saling menyambar di lengah udara, cahaya
golok dan bayangan pedang tiba-tiba lenyap tak berbekas.
1356 Pek Hu-tiap tahu-tahu sudah terduduk di atas tanah,
pakaian yang berwarna putih telah dipenuhi lubang pedang,
darah segar bercucuran membasahi seluruh tubuhnya.
Di hadapan Pek Hu-tiap berdirilah Thio Kim-ciok, di tangan
kanannya masih tetap tergenggam pedang manusia cacat,
sementara bagian dada, punggung dan lambungnya masingmasing
terdapat empat buah luka yang mengucurkan darah
segar. Dengan wajah kaget, gugup dan sedih Thio Kim-ciok
sedang mengawasi wajah Pek Hu-tiap tanpa berkedip.
Ternyata kain kerudung putih yang menutupi wajah Pek
Hu-tlap telah terlepas, kini muncullah seraut wajah pucat,
lembut, halus dan kelihatan sangat ramah.
Di luar kedua orang itu, sudah ada tiga orang yang roboh
dalam keadaan tewas, mereka adalah dua manusia tengkorak
serta Ji-kaucu Put-gwa-cin-kau.
Sedangkan mereka yang tak roboh, tubuhnya dihiasi pula
dengan berbagai macam luka yang mengakibatkan
pendarahan, namun mereka tetap mengawasi wajah Thio Kimciok
dengan pandangan penuh amarah.
Setelah kulit mukanya mengencang beberapa saat, Thio
Kim-ciok baru berbisik lirih, "Kau benar-benar Hu-tiap!"
Dengan wajah sangat tenang dan lembut, Pek Hu-tiap
kembali berkata, "Thio Kim-ciok, kau tidak menyangka bukan
bahwa aku mnslh tetap hidup" Dan kau tak pernah menduga
bukan bahwa aku akan bekerja-sama dengan musuhmusuhmu
untuk membunuh dirimul Dan kau tentunya lebihlebih
tak pernah mengira kalau pada akhirnya akan tewas di
tanganku. Aku tak ingin menjelaskan lagi tentang semua dosa
dan kesalahanmu. Nah, bersiaplah kau menerima kematian."
1357 Thio Kim-ciok tertawa seram, "Mati" Aku belum akan mati.
Sekalipun harus mati, paling tidak baru akan mati setelah
membunuh habis semua musuh besarku."
Sampai di situ, tiba-tiba Thio Kim-ciok berteriak, "Ho Lanhiang,
kau perempuan cabul, pembawa bencana, kubunuh
dirimu lebih dulu!"
Thio Kim-ciok memang memiliki tenaga serta kemampuan
hebat. Sekalipun ia telah menderita luka parah, namun orang
ini masih tetap memiliki ilmu pedang luar biasa.
Tampaknya serangan Thio Kim-ciok ini sama sekali tidak
memberi kesempatan kepada orang lain untuk menghindarkan
diri. Tampaknya Ho Lan-hiang sendiri pun tak mampu
menghindarkan diri dari serangan pedang Thio Kim-ciok.
Mata pedang yang putih bersih langsung menembus dada
Ho Lan-hiang, pedang manusia cacat itu telah dicabut keluar.
Ho Lan-hiang tak mampu menahan diri lagi, dia menjerit
ngeri dengan suara yang amat memilukan, darah segar
menyembur keluar dari dadanya bagaikan air mancur.
Para jago yang berada di sekitar tempat itu menjadi
terbelalak dengan mulut melongo, mereka tidak percaya
dengan ilmu silat Ho Lan-hiang yang begitu hebat ternyata tak
mampu menahan sebuah serangan Thio Kim-ciok.
Sementara itu Thio Kim-ciok yang telah mencabut keluar
pedang manusia cacatnya langsung memutar mata pedang itu
dan ditujukan ke Gi Jian-cau sambil bentaknya, "Gi Jian-cau,
kau pun harus merasakan sebuah tusukan pedangku ini."
Serangan pedang Thio Kim-ciok ini dilakukan dengan
kecepatan luar biasa.
1358 Dengan kaget bercampur ngeri Gi Jian-cau melompat
mundur, namun usaha itu tidak berhasil menghindarkan diri
dari ancaman. Ujung pedang lawan segera menembus dadanya,
menimbulkan rasa sakit yang tak terlukiskan, tak kuasa lagi
dia pun menjerit kesakitan dengan suara amat mengerikan.
Liu Khi, Tio Tian-seng serta Sim Tiong-kiu tentu saja tak
membiarkan pedang Thio Kim-ciok menembus dada mereka.
Tanpa membuang waktu lagi mereka menerjang ke arah Thio
Kim-ciok. Serangan jari, ayunan pedang dan sambaran golok dengan
mengerahkan segenap kemampuan langsung mengancam tiga
tempat mematikan di tubuh Thio Kim-ciok.
Ibarat banteng yang sudah terluka, Thio Kim-ciok nampak
menyeramkan sekali, pedang manusia cacat di tangannya
diangkat sejajar dada, lalu dengan kecepatan luar biasa
menusuk dada Slm Tiong-kiu.
Jeritan bagaikan babi disembelih segera bergema
memenuhi angkasa, Sim Tiong-kiu menjadi korban ketiga
yang tewas tertembus pedang manusia cacat.
Namun di saat Thio Kim-ciok melepaskan tusukan ke dada
Slm Tiong-kiu, punggung dan pinggangnya termakan pula
oleh bacokan golok Liu Khi serta tusukan pedang Tio Tlanneng.
Bacokan golok serta tusukan pedang dua jago lihai ini
kontan membuat Thio Kim-ciok meraung penuh amarah,
dengan sepasang bahu bergetar keras dia berteriak lantang,
"Liu Khi, kau telah mengkhianati aku."
Pedang manusia cacatnya segera dicabut keluar dari rubuh
Sim Tiong-kiu dan dialihkan ke arah Hek-mo-ong Liu Khi.
Liu Khi tahu pertarungan ini menyangkut hidup matinya,
maka sambil tertawa dingin katanya, "Thio Klm dok, sekarang
1359 aku hendak memberitahukan satu hal kepadamu, ketahuilah di
saat kau membantai Pek Hu-tiap secara keji dulu, akulah yang
telah menyelamatkan jiwanya dan saat itu pula dia
mengundangku untuk berusaha membunuhmu dengan
imbalan sebuah bukit tambang emas."
"Kau tahu, Liu Khi dikenal umat persilatan sebagai seorang


Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pembunuh bayaran, setelah menerima imbalan, tentu sa|a aku
tak dapat ingkar janji. Oleh karena itu pada tiga puluh tiga
tahun berselang aku pun mengatur sepuluh tokoh persilatan
serta Ho Lan-hiang untuk membunuhmu. Tujuanku waktu itu
tak lain adalah mewujudkan janjiku terhadap Pek Hu-tiap."
Thio Kim-ciok yang sebetulnya sudah siap melancarkan
tusukan maut dengan pedang manusia cacatnya segera
mengurungkan niat itu, katanya dengan suara hambar, "Coba
kau lanjutkan perkataanmu itu"
Liu Khi tertawa, kemudian katanya, "Dulu kau bisa
membunuh istrimu Pek Hu-tiap tak lain karena terpikat oleh
rayuan maut Ho Lan-hiang, padahal perkenalanmu dengan Ho
Lan-hiang tidak lebih merupakan salah satu rencana busuk
sepuluh tokoh persilatan. Oleh karena itu biarpun Pek Hu-tiap
menderita musibah di tanganmu, tapi kesepuluh tokoh
persilatan pun tak dapat terlepas dari tanggung-jawab ini.
Karena itulah Pek Hu-tiap telah bersumpah akan
membinasakan sepuluh tokoh persilatan, Ho Lan-hiang serta
kau Thio Kim-ciok. Sedang aku mendapat undangan dari Pek
Hu-tiap untuk melaksanakan pembunuhan itu, karena aku pun
menjadi dalang semua pembunuhan yang berlangsung dalam
dunia persilatan."
Ketika Liu Khi mengungkapkan sumber keresahan dan
musibah yang menimpa dunia persilatan selama empat puluh
tahun ini, hampir semua yang hadir dalam arena sama-sama
berdiri terbelalak dengan mulut melongo, sebab budi dan
dendam yang telah berlangsung selama ini memang
terlampau aneh, ruwet dan membingungkan.
1360 Lama setelah termenung, Liu Khi baru berkata lagi, "Semua
peristiwa berdarah ini dapat berlangsung, sebabnya tak lain
karena kau, yang telah membunuh istri sendiri. Nah, Thio Kimciok,
kau sebagai sumber dari segala bencana dan musibah
yang terjadi, serahkanlah jiwamu sekarang juga!"
Begitu selesai mengucapkan perkataan itu, Liu Khi dengan
serangan goloknya yang cepat melancarkan sebuah bacokan
ke depan. Thio Kim-ciok meraung penuh amarah, pedang manusia
cacatnya secepat kilat diayunkan ke muka menyongsong
datangnya bacokan itu.
Pada saat itulah Pek Hu-tiap yang sedang duduk di atas
rumput dengan tenang membentak, "Thio Kim-ciok, jangan
kau bunuh Liu Khi."
Tubuh Pek Hu-tiap yang bulat tanpa sepasang tangan dan
sepasang kaki itu segera melejit bagaikan sebutir peluru besi.
Golok maut Liu Khi segera membacok pinggang Thio Kimciok
secara telak. Sebaliknya tubuh Pek Hu-tiap yang gemuk bulat justru
menempel di atas punggung Thio Kim-ciok.
Ternyata dari bagian sepasang lengan dan kaki Pek Hu-tiap
yang buntung telah muncul empat bilah pedang tajam dan kini
keempat pedang yang amat tajam itu telah menembus empat
bagian tubuh Thio Kim-ciok di tempat yang mematikan.
Seluruh tubuh Liu Khi mengejang keras, dengan langkah
sempoyongan ia mundur tiga-empat langkah, kemudian
serunya dengan pedih, "Thio Kim-ciok, ternyata gerakan
pedangmu masih setengah tingkat lebih cepat daripada
gerakan golokku."
Dalam pada itu Thio Kim-ciok yang ditunggangi Pek Hu-tiap
telah berpaling, kemudian dengan suara gemetar dia berkata,
1361 "Akhirnya aku harus tewas di tanganmu, aku ... aku mati
tanpa menyesal."
Ketika selesai mengucapkan perkataan itu, sepasang kaki
Thio Kim-ciok pelan-pelan berjongkok dan akhirnya roboh
terkapar di atas tanah tanpa bernyawa lagi.
Dengan cepat Pek Hu-tiap menggerakkan tubuhnya
mencabut keempat bilah pedangnya dari tubuh Thio Kim-ciok,
setelah itu sambil menerkam Liu Khi, serunya, "Liu Khi, kau
tak boleh mati. Kau belum melaksanakan janjimu yang
kedua?" Sementara itu Bong Thian-gak, Thay-kun dan Song Lenghui
yang menyembunyikan diri di belakang batu besar telah
muncul. Terdengar Liu Khi menyahut dengan suara lemah, "Pedang
manusia cacat Thio Kim-ciok telah direndam dalam racun yang
sangat keji. Bukankah janjiku yang kedua adalah mencari jejak
putrimu" Aku ... aku pun telah berhasil menemukannya."
"Mana putriku?" seru Pek Hu-tlap dengan gelisah.
"Dimanakah dia sekarang" Cepat katakan, segera akan
kukatakan letak tambang emas itu."
Tapi sayang, waktu itu sepasang mata I.iu Khi telah
membalik ke atas, katanya lirih, "Dia ... dia ... dia adalah?"
Namun Liu Khi tidak sempat menyebutkan nama putri Pek
Hu-tiap, karena jiwanya sudah keburu berangkat
meninggalkan raganya.
Dengan suara pilu dan sedih, Pek Hu tiap segera menjerit
keras "Oh putriku, dimanakah kau berada ... oh putriku ...
dimanakah kau berada?"
Dengan suara pilu dan sedih la berteriak, suaranya makin
lama semakin rendah dan melemah dan akhirnya dia harus
menghembuskan napas terakhirnya dengan membawa
kekecewaan. 1362 Ternyata Pek Hu-tiap juga sudah termakan tusukan pedang
manusia cacat Thio Kim-ciok, sehingga dengan demikian dia
pun tak dapat lolos dari bencana kematian ini.
Memandang mayat-mayat yang bergelimpangan di
hadapannya, Tio Tian-seng menghela napas panjang,
gumamnya seram, "Sungguh tak disangka, aku benar-benar
berhasil lolos dari musibah ini. Ai, kalau dibilang siapa yang
paling tidak beruntung dalam peristiwa berdarah ini, maka
orang itu tak lain adalah Pek Hu-tiap serta Thio Kim-ciok
suami-istri."
"Ya," sahut Thay-kun sambil menghela napas sedih pula.
"Kini dunia persilatan sudah tenang kembali untuk sementara
waktu dan kami pun bisa hidup mengasingkan diri di bukit
terpencil dengan perasaan tenang."
T A M A T BIODATA PENYADUR
Tjan Ing Djioe telah menerjemahkan lebih dari 90 judul
cerita silat. Jumlah yang mengukuhkannya sebagai
penerjemah terbesar sesudah O.K.T. (Oei Kim Tiang).
Karya terjemahan pertamanya adalah Tujuh Pusaka Rimba
Persilatan (Tiancan Cjiding) yang terbit pada tahun 1969.
Tujuh belas tahun kemudian, di tahun 1986, ia menerbitkan
Darah Pahlawan (Ludingji karya Jin Yong) dan meninggalkan
dunia penerjemahan.
Bahasa terjemahannya sederhana dan lugas, sedang
penguasaan bahasa Indonesianya yang jauh lebih baik
1363 daripada para pendahulunya membuat terjemahannya lebih
dekat dengan pembaca generasi muda,
Lahir dari keluarga peranakan di Semarang pada tahun
1949, la pernah duduk di Zhonghua Gongxue sampai kelas 6
ketika sekolah ditutup. Untunglah bahwa ibunya seorang guru,
sehingga penguasaan bahasa Mandarinnya tetap
dikembangkan, apalagi ia sendiri memang gemar membaca
cerita silat dalam bahasa aslinya. Ketika masih duduk di
Fakultas Sospol Universitas Diponegoro, Semarang, ia mulai
terjun dalam dunia penerjemahan, salah satu sebab ia tak
menyelesaikan kuliahnya!
Sesudah 'pensiun' hampir dua puluh tahun, di tahun 2005
ia kembali menerjemahkan cerita silat, terdorong keinginannya
untuk mengangkat kembali popularitas cerita silat di tanah air
bersama-sama Masyarakat Tjerita Silat. Selain menerjemahkan
cerita-cerita baru, ia juga melakukan revisi pada naskahnaskahnya
yang lama untuk diterbitkan kembali di sela-sela
kesibukannya sebagai pengusaha peternakan ayam.
Jodoh Rajawali 9 Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Istana Pulau Es 22
^