Pendekar Riang 14

Pendekar Riang Karya Khu Lung Bagian 14


eng itu berpaling dan mengerling sekejap ke arahnya, kemudian tubuhnya menyelinap
ke depan dan tiba-tiba menerobos masuk ke dalam sebuah warung penjual bahan makanan yang
berada di depan sana.
Di depan pintu warung tadi tertumpuk berkarung-karung gandum, berkeranjang-keranjang
beras serta bahan makanan lainnya, selain itu tampak juga seorang bocah nakal yang masih
ingusan bermain "Cian-cu" di depan pintu warung.
Menanti Kwik Tay-lok menyusul kesana, bayangan tubuh dari si bopeng itu sudah lenyap tak
berbekas. Waktu itu para pelayan warung dan sang kasir sedang bermain catur dengan asyiknya.
Kalau dilihat dari sikap mereka yang begitu santai, mustahil orang-orang itu menyaksikan ada
orang yang baru saja memasuki warung mereka.
Jangan kedua orang inipun telah bersekongkol dengan si bopeng dan sengaja bermain
sandiwara untuk diperlihatkan kepada Kwik Tay-lok "
Tapi kali ini Kwik Tay-lok lebih waspada lagi, ia sama sekali tidak masuk untuk bertanya
kepada orang itu, sebaliknya bersembunyi di samping warung dan menggape ke arah bocah yang
masih ingusan itu.
Sambil mengeluarkan beberapa biji mata uang, katanya sambil tertawa:
"Aku ingin bertanya kepadamu, asal kau bersedia menjawab dengan jujur, uang ini kuberikan
semua kepadamu untuk membeli gula-gula."
Bocah cilik itu dengan tangan sebelah memegang mainan, tangan lain menyeka ingus,
sepasang matanya memperhatikan uang ditangan pemuda itu tanpa berkedip.
Baik itu orang dewasa maupun anak kecil tidak ada berapa orang yang tidak menyukai uang.
"Sudah kau dengar dengan jelas ?" ucap Kwik Tay-lok, "asal kau bersedia untuk bicara
dengan jujur, maka uang ini menjadi milikmu semua."
Dengan cepat bocah itu menganggukkan kepalanya berulang kali.
"Aku selalu berbicara dengan jujur" katanya, "Ayah memberitahukan kepadaku, bila anak kecil
suka berbohong, nanti lidahnya akan menjadi busuk dan bau."
Kwik Tay-lok segera menepuk-nepuk kepalanya sambil tertawa, sahutnya dengan cepat:
"Betul, anak yang berterus terang barulah anak baik. Apakah warung penjual bahan makanan ini
adalah milikmu ?"
Bocah itu segera mengangguk:
"Betul, kami menyimpan beras yang sangat banyak, sekalipun dimakan selama seratus tahun
pun tak akan habis."
"Bukankah di rumahmu juga terdapat seorang bopeng ?"
Bocah itu mengerdipkan matanya berulang kali seperti merasa amat keheranan, lalu serunya.
"Dari mana kau bisa tahu ?"
Kwik Tay-lok segera tertawa, untuk membohongi seorang bocah yang jujur tampaknya
memang bukan suatu pekerjaan yang sulit.
Tapi menyuruh seorang dewasa membohongi seorang anak, bagaimanapun juga merupakan
suatu perbuatan yang memalukan.
Oleh karena itu dia merasa amat rikuh sendiri, maka setelah menyerahkan uang tadi ke tangan
si bocah, dia baru berkata sambil tertawa:
"Aku belum pernah menyaksikan seorang yang berwajah bopeng, bersediakah kau untuk
mengajakku pergi untuk menjumpainya ?"
Bocah itupun tertawa, katanya:
"Tentu saja dapat, belum lama berselang dia masuk ke mari, tak lama kemudian dia pasti akan
keluar." "Ia pasti akan keluar ?"
Bocah itu manggut-manggut, sambil memutar biji matanya tiba-tiba ia tertawa, katanya:
"Sekarang dia sudah keluar."
Tangannya memegang uang itu kencang-kencang, sebaliknya melemparkan mainannya ke
tanah, setelah itu ia maju ke depan dan menarik tangan seorang bopeng yang baru ke luar dari
ruangan. Dia tak lebih hanya seorang bocah berusia tujuh delapan tahun yang bermuka bopeng.
Sekali lagi Kwik Tay-lok tertegun, tampaknya ia dibuat menangis tak bisa tertawapun tak
dapat. Bocah itu tertawa amat girang, katanya:
"Dia bernama Siau-sam-cu, yang masih terhitung adikku, sejak kecil mukanya sudah bopeng,
dalam keluarga kami hanya terdapat seorang manusia bermuka bopeng saja."
Kwik Tay-lok menjadi tertegun, kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun dia
membalikkan badan dan berlalu dari sana.
Terdengar bocah itu sedang berbisik sambil tertawa:
"Siau-sam-cu, bila setiap orang yang ingin menyaksikan wajahmu pada memberi uang
kepadaku, dengan segera kita akan menjadi kaya, lain kali kaupun tak usah kuatir tidak
memperoleh istri yang cantik lagi, asal kita sudah mempunyai banyak uang, sekalipun mukamu
bopeng juga sama saja ada orang yang akan mengawini dirimu ?"
Kwik Tay-lok merasa yaa mendongkol yaa geli, sekalipun ingin tertawa namun tiada suara
yang bisa keluar dari dalam mulutnya.
Dia tahu, bocah-bocah itu pasti telah menganggap sebagai telur busuk yang paling tolol.
Sebab jalan pikirannya tidak selisih jauh bila dibandingkan dengan jalan pikiran bocah itu.
Ketika dia berpaling, tampaknya si pelayan dari rumah makan Hwee-peng-koan tersebut
dengan senyum tak senyum sedang memperhatikan dirinya.
"Rekening Kek-koan tadi adalah tiga tahil enam hun, bisa itik panggang yang belum habis
dimakan boleh dibungkus dan dibawa pulang," katanya cepat.
Sudah barang tentu, sikap seorang pelayan rumah makan terhadap tamu yang kabur lewat
jendela tak mungkin akan baik.
Waktu itu, Kwik Tay-lok sama sekali sudah tak punya kemarahan lagi, sambil menyerahkan
uang tersebut kepadanya, tiba-tiba ia bertanya lagi:
"Kenalkah kau dengan si manusia bermuka bopeng yang besar lagaknya itu....?"
Setelah pelayan itu menerima uangnya dan menimang-nimang sebentar, sambil tertawa
segera sahutnya:
"Walaupun hamba tidak kenal dengan si bopeng itu, tapi beberapa orang nona yang
menemaninya hamba kenal, sekarang juga hamba bisa pesankan orang-orang itu untuk
menghibur toaya"
"Aku hendak mencari si bopeng itu, apakah sebelum ini kau belum pernah melihatnya!"
Pelayan itu segera menggelengkan kepalanya berulang kali, jelas dia merasa sangat
keheranan. "Jangan-jangan orang ini mengidap penyakit aneh." demikian pikirnya. "Nona cakep dia tidak
mau, sebaliknya si bopeng yang dicari."
Waktu itu, Kwik Tay-lok sama sekali sudah tak bersemangat lagi untuk banyak berbicara
dengannya, dia tahu sekalipun mencari keterangan dari nona-nona penghibur itupun belum tentu
ia dapat memperoleh keterangan yang diinginkan.
Tampaknya si manusia bopeng itu benar-benar adalah seorang manusia aneh.
Sudah jelas dia sedang berusaha untuk menghindarkan diri dari Kwik Tay-lok, tapi justru dia
selalu munculkan diri pula di hadapan Kwik Tay-lok, kalau dibilang ia bukan sengaja berbuat
demikian, mungkinkah di dunia ini benar-benar terdapat kejadian yang begini kebetulan"
Bukti menunjukkan bahwa pemilik toko penjual bahan makan dengan suami isteri berdua tadi
mempunyai hubungan yang erat dengan dirinya, dari sini dapat diketahui bahwa ia sudah cukup
lama tinggal dalam kota ini.
Tapi herannya, mengapa orang lain tak pernah berjumpa dengan dirinya "
Tanpa sebab tanpa musabab dia telah membayar sebutir mutiara kepada Sui Loan-kim demi
Kwik Tay-lok, sudah barang tentu mustahil kalau dia sama sekali tidak mempunyai tujuan tertentu.
Tapi apakah tujuannya yang sesungguhnya" Kenapa dia harus melakukan perbuatanperbuatan
yang mencengang-kan"
Sekalipun kau menghancurkan kepala Kwik Tay-lok, belum tentu ia bisa menemukan sebab
musababnya. . Hampir saja ia putus asa dan bermaksud untuk melepaskan perhatiannya terhadap orang ini.
Siapa tahu, pada saat itulah si nona cilik yang memayang si bopeng turun dari loteng tadi telah
membalikkan badannya dan berjalan menghampiri Kwik Tay-lok, lalu dengan genit melemparkan
beberapa kerlingan mata ke arahnya.
Pelayan rumah makan memandang sekejap ke arahnya, kemudian memandang pula ke arah
Kwik Tay-lok, setelah itu dia membuat muka setan dan segera kabur dari sana.
Orang yang melakukan pekerjaan semacam ini memang jarang yang tak tahu diri, mereka
selalu pandai melihat gelagat serta menyesuaikan diri. Dalam pada itu, si nona cilik itu telah
berjalan ke hadapan Kwik Tay lok, kemudian setelah tertawa manis katanya:
"Aku pikir, kau pastilah toa sauya dari keluarga Kwik bukan ?"
Kwik Tay-lok manggut-manggut, sambil memandang ke arahnya dengan mata melotot, dia
berseru: "Apakah si bopeng itu yang memberitahukan namaku kepadamu ?"
Nona cilik itupun segera manggut-manggut, sahutnya sambil tersenyum:
"Aku bernama Bwe Lan, tinggal dalam rumah pelacuran Liu-cun-wan, di kemudian hari masih
berharap Kwik sauya suka memperhatikan diriku."
"Asal kau bisa membantuku untuk menemukan si bopeng tersebut, setiap hari aku akan
berkunjung ke kamarku."
"Sungguh?" seru Bwe Lan sambil mengerdipkan matanya.
"Hanya telur busuk anak kura-kura saja yang tidak memegang teguh perkataannya."
Kembali Bwe Lan tertawa, tertawanya semakin manis.
"Aku datang mencari Kwik sauya, karena si toaya bopeng memang ada pesan yang
menyuruhku untuk menyampaikan kepada sauya"
"Apa yang dia katakan?"
"Ia bilang kentongan ketiga malam nanti dia akan menantikan kedatanganmu di kui Liong-ongbio
di sebelah timur telaga Tay-beng ou, dia bilang pula..."
"Dia masih bilang apa lagi ?" tanya Kwik Tay-lok dengan cemas.
Setelah ragu-ragu sejenak, akhirnya Bwe Lan berkata:
"Ia masih bilang, bila kau tak-punya keberanian untuk pergi kesanapun tak jadi soal"
Tiba-tiba ia tersenyum, sahutnya:
"Sekarang Kwik sauya sudah dapat menemukan dirinya, tapi ingat apa yang Kwik sauya
katakan harus dipegang teguh.... kalau seorang lelaki menjadi telur busuk, oh, pasti tak sedap
rasanya." Akhirnya perempuan yang berdandan sebagai siluman cilik itu telah pergi meninggalkan
tempat itu. Sebelum pergi dia tak lupa meninggalkan alamat rumah pelacuran Liu-cun-kwan kepada Kwik
Tay-lok. Sekarang Kwik Tay-lok baru sadar, lagi-lagi dia telah salah berbicara.... kenapa ia tak dapat
menahan diri beberapa waktu lagi, menunggu siluman itu menyampaikan pesan dulu dari si
bopeng " Kenapa dia selalu mendatangkan pelbagai kesulitan bagi diri sendiri tanpa disadari sama
sekali " Tapi si orang bermuka bopeng itu jauh lebih membingungkan lagi..
Sudah jelas dia sedang berusaha untuk menghindari Kwik Tay-lok, tapi sekarang ia justru
mengajak Kwik Tay-lok untuk bertemu.
Apakah hal inipun merupakan suatu rencana busuk untuk menjebaknya"
Apakah dia telah mempersiapkan jebakan disekitar kuil Liong-ong-bio dan menunggu Kwik
Tay-lok masuk jebakan"
Walaupun dia seperti banyak mengetahui persoalan tentang Kwik Tay-lok, namun sebelum itu
Kwik Tay-lok hampir tak pernah bertemu dengan orang ini, sudah barang tentu diantara
merekapun tak bisa dibilang ada dendam atau budi.
Ia telah membuang banyak pikiran, banyak tenaga dan menghamburkan begitu banyak uang
sebenarnya apakah maksud serta tujuannya"
Sambil menghela napas panjang, Kwik Tay-lok bergumam:
"Diantara sepuluh orang manusia bermuka bopeng, sembilan diantaranya berwatak aneh,
tampaknya ucapan ini sedikitpun tak salah"
Kuil raja naga.
Tampaknya, di setiap tempat yang ada airnya pasti terdapat sebuah kuil raja naga.
Liong ong bio memang seperti kuil dewa tanah, ibaratnya telinga bagi orang tuli, hanya suatu
tempat tujuan belaka, di sana tiada tempat untuk pasang hio, juga tiada tosu atau hwesio.
Demikian pula dengan Liong-ong bio.
Kwik Tay-lok datang dengan menunggang kereta keledai, sebab dia tidak kenal jalan, lagi pula
ingin mengirit tenaga sehingga bisa memiliki kekuatan yang tangguh untuk menghadapi si orang
bermuka bopeng itu.
Si kakek kusir kereta adalah seorang kakek yang rambutnya telah beruban semua.
Sebenarnya Kwik Tay lok tidak ingin naik kereta, apa mau dikata setelah malam tiba kereta
yang lain enggan mendatangi kuil Liong ong bio yang letaknya terpencil.
Jalannya menuju ke tempat itu memang bukan suatu jalanan yang baik untuk dilewati apalagi
bila malam tiba, tiada lampu yang menerangi tempat itu, keadaan gelap gulita dan sangat
mengerikan. Kakek si kusir kereta itu mengantuk sepanjang jalan, tiba di sana mendadak ia menarik tali les
keledainya dan berkata seraya berpaling.
"Bila berjalan lebih ke depan, kau akan tiba di kuil Liong-ong-bio, lebih baik berjalanlah sendiri
kesana." Tak tahan Kwik Tay-lok segera bertanya:
"Kenapa kau tidak mengantar aku sampai ke depan pintu ?"
Tiba-tiba kakek bungkuk itu tertawa:
"Sebab aku masih ingin hidup barang dua tahun lagi."
Malam amat hening, senyumannya itu kelihatan agak menyeramkan bagi orang yang
memandangnya. Dengan kening berkerut Kwik Tay-lok segera menegur:
"Memangnya setelah kau mengantar aku sampai di sini, maka kau tak bisa hidup lebih lanjut?"
Kakek bungkuk itu tertawa semakin misterius, katanya hambar:
"Setiap orang yang tiba di sini malam ini mungkin akan sulit untuk pulang dalam keadaan
hidup, kuanjurkan kepadamu lebih baik jangan kesana..."
"Setiap orang boleh berkunjung ke kuil liong-ong-bio, kenapa aku tak boleh kesana?"
"Sebab malam ini jauh berbeda dengan malam-malam sebelumnya." jawab kakek bungkuk itu
sambil tertawa seram.
"Bagaimana bedanya?"
Tiba-tiba kakek bungkuk itu tidak berbicara lagi, sepasang matanya dengan melotot besar
sedang memandang ke belakang punggung Kwik Tay-lok, seakan-akan ia melihat ada setan yang
muncul secara tiba-tiba.
Tanpa terasa Kwik Tay-lok merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri, tidak tahan diapun
turut berpaling ke belakang.
Malam itu sangat hening dan tak tampak seorang manusiapun, pohon liu yang bergoyang
terhembus angin, dalam kegelapan malam mirip sesosok iblis yang sedang mementangkan
cakarnya. Sekalipun demikian, bukan berarti bayangan itu benar benar-mirip dengan iblis yang
mementangkan cakar, sehingga tidak banyak yang dibuat ketakutan.
Kwik Tay-lok segera tertawa geli, katanya:
"Kau boleh menghantar aku ke situ dengan hati tenang, asal kau mati, aku...."
Mendadak ia menghentikan ucapannya secara tiba-tiba.
Sebab ketika dia memalingkan kepalanya, ternyata si kakek bungkuk itu sudah lenyap tak
berbekas. Di kejauhan sanapun hanya kegelapan yang nampak, bukan saja tidak nampak bayangan
manusia, sekalipun benar-benar ada setan juga sama saja tak terlihat.
Kenapa kakek bungkuk itu lenyap secara tiba-tiba" Apakah dia telah dilarikan oleh setan
bengis yang bersembunyi di balik kegelapan"
Segulung angin berhembus lewat, tak tahan Kwik Tay-lok bergidik dan bersin berulang kali
gumamnya kemudian:
"Baik, kau tak mau pergi, biar aku sendiri yang menjalankan kereta ini ke sana."
Bila seseorang berada dalam kegelapan seorang diri, sekalipun hanya mendengar perkataan
sendiri, paling tidak nyalinya akan lebih besar sedikit.
Dia melompat naik ke atas tempat duduk kusir, mengambil cambuk dan melarikan keledai itu.
Siapa tahu seakan-akan ke empat buah kaki keledai itu sudah memantek di atas tanah saja,
sampai matipun ia tak mau maju barang selangkahpun jua.
Apakah keledai itu sudah menduga firasat jelek, yang menunjukkan kalau di depan sana
benar-benar terdapat iblis buas yang siap menerkam mangsanya.
Di tempat seperti ini, dalam suasana seperti ini, jangankan setan bengis bisa makan orang,
orangpun bisa makan orang.
Padahal Kwik Tay-lok adalah orang asing yang tak punya sanak keluarga di sana, sekali pun
dilahap orang sampai habispun tiada tempat untuk mengadukan peristiwa itu, malah jenasahpun
entah dikubur dimana.
Bila orang lain yang harus menghadapi keadaan seperti ini, cara yang terbaik adalah
membalikkan badan dan mengambil langkah seribu, kalau bukan mencari tempat untuk minum
barang dua cawan arak tentulah mencari pembaringan dan tidur yang nyenyak.
Sayang sekali, justru Kwik Tay lok memiliki watak seperti keledai, bila kau menginginkan dia
mundur maka dia justru maju ke depan.
Sekalipun di depan sana terdapat sarang naga gua harimau, diapun akan mencoba untuk
menembusinya. "Kalau toh kau enggan berjalan ke muka, aku juga punya kaki, memangnya aku tak bisa
berjalan sendiri ?"
Dengan cepat dia melompat turun dari atas kereta dan maju ke muka dengan langkah lebar.
"Benarkah kuil Liong-ong-bio terletak di depan sana ?"
Pertanyaan itu masih merupakan sebuah tanda tanya besar, ia tidak tahu juga tidak melihat
bayangan rumah.
Di depan sana hanya tanah luas kosong tiada sesuatu yang terlihat, bila orang hendak
melakukan pertemuan, sudah pasti mereka tak akan melakukannya ditempat seperti ini.
Kecuali dia memang memiliki rencana busuk yang takut diketahui orang lain.
Sambil membungkukkan dada dan tertawa dingin Kwik Tay-lok maju ke depan, tiba-tiba ia
mendengar serentetan suara yang sedang mengeluh sedih.
Baru saja dia membalikkan kepalanya, tampak keledai itu sedang meringkik keras, seakanakan
bertemu dengan setan saja, entah sejak kapan dia telah membalikkan tubuhnya dan kabur
menuju ke arah dimana ia datang tadi.
Kwik Tay lok segera tertawa dingin, gumamnya:


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku toh bukan keledai, kau bisa membuatnya takut, bukan berarti kau bisa membuat akupun
menjadi takut."
Tapi, menunggu dia berpaling, toh hatinya dibuat terperanjat juga.
Dari balik kegelapan sana, entah sejak kapan telah bertambah dengan sebuah lentera di
tambah bayangan sesosok manusia.
Ternyata lentera itu berwarna hijau, cahaya lampu yang berwarna hijau menyoroti tubuh dan
kaki orang itu namun tidak berhasil menyoroti wajahnya.
Di atas kepalanya mengenakan sebuah topi lebar yang besar dan luas, topi itu dikenakan
rendah-rendah sehingga hampir saja menutupi seluruh wajahnya.
Tapi sekarang, Kwik Tay-lok sudah melihat kalau orang itu bukan si orang berwajah bopeng.
Sebab orang ini hanya punya sebuah kaki.... kaki kirinya terpapas kutung sebatas lutut dan
diganti dengan sebuah kaki kayu.
Walaupun demikian, ketika datang tadi ternyata sama sekali tidak menimbulkan suara apaapa.
Dia berdiri dikejauhan sana, tangan yang satu memegang lentera sedangkan tangan yang lain
membawa sebuah tongkat berwarna hitam, entah terbuat dari kayu ataukah terbuat dari besi.
Walaupun dia hanya mempunyai sebuah kaki, tapi berdiri di situ dengan tenang dan tegap
bagaikan sebuah bukit Thay-san.
Di tengah malam buta yang sepi dan tiada sesosok bayangan manusiapun, tiba-tiba muncul
seorang manusia seperti itu, siapapun pasti akan merasa terkejut sekali setelah melihatnya.
Tapi bukan saja Kwik Tay-lok dapat menenangkan hatinya dengan cepat, malahan dia bisa
manggut-manggut pula ke arah orang itu sambil tersenyum lebar.
Asal orang lain belum sempat mencelakai kepada siapapun, dia akan tetap bersikap
bersahabat. Ternyata si orang berkaki tunggal itupun manggut-manggut kepadanya.
Kwik Tay lok segera memperkenalkan diri, katanya:
"Aku she Kwik bernama Kwik Tay-lok, Tay yang berarti besar, lok yang berarti jalan artinya si
orang she Kwik yang berjalan besar."
"Aku toh tak ingin mengetahui siapa namamu" ucap si orang berkaki tunggal dingin.
Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Tapi kita dapat bersua muka ditempat seperti ini, berarti kita masih mempunyai jodoh"
ucapnya. "Darimana kau bisa tahu kalau aku bertemu denganmu hanya karena kebetulan saja?"
"Memangnya bukan?"
(Bersambung ke jilid 29)
Jilid 29 "BUKAN !"
"Memangnya kau khusus datang kemari untuk mencari aku?"
"Benar."
"Ada urusan apa mencari aku ?"
"Suruh kau pulang."
"Pulang " Pulang ke mana?"
"Dari mana kau datang, kesana pula kau pergi !"
Kwik Tay-lok segera mengerdipkan matanya berulang kali, katanya:
"Apakah kau tidak menginginkan aku pergi ke kuil Liong-ong-bio ?"
"Benar !"
"Kenapa ?"
"Sebab tempat itu bukan tempat yang baik, barang siapa berani kesana pasti akan tertimpa
bencana." Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Terima kasih banyak atas petunjukmu, cuma saja kita tak pernah saling kenal, kenapa kau
menaruh perhatian yang begitu serius kepadaku ?"
"Jadi kau bersikap keras hendak pergi ?"
"Benar !"
"Baik, robohkan aku lebih dulu, kemudian melangkahlah dari atas badanku...."
Kwik Tay-lok menghela napas panjang setelah mendengar perkataan itu, serunya kemudian:
"Oh.... rupanya kau memang sengaja mencari aku untuk diajak berkelahi...."
Orang berkaki tunggal itu tidak berbicara lagi, mendadak dia mengayunkan tangannya, lampu
lentera yang berada di tangannya itu segera meluncur ke tengah udara dan persis menancap di
atas sebatang pohon itu yang berada di tepi jalan.
Kwik Tay-lok segera berseru tertahan, katanya:
"Benar-benar suatu kepandaian yang sangat lihay, dengan mengandalkan kepandaian
tersebut, belum tentu aku dapat mengalahkan dirimu"
"Bila kau ingin kembali sekarang, masih belum terlambat."
Kembali Kwik Tay-lok tertawa, katanya:
"Justru karena aku belum tentu bisa merobohkan kau maka aku baru akan menghajarmu, bila
aku sudah mempunyai keyakinan untuk menang, apa menariknya suatu pertarungan ?"
Pelan-pelan orang berkaki tunggal itu mengangguk, katanya:
"Baik, kau memang punya keberanian, aku tak pernah membunuh orang yang mempunyai
keberanian, paling banter cuma sepasang kakinya saja yang akan ku penggal."
"Akupun paling banter hanya bisa mengutungi sebuah kakimu saja, karena kau hanya memiliki
sebuah kaki belaka" jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa.
Sebenarnya dia bukan seorang yang menyindir orang, sebetulnya dia tak ingin mengucapkan
kata-kata yang mencemooh orang lain. Tapi sekarang ia telah menemukan si bopeng, si bungkuk
dan si orang berkaki tunggal ini sebetulnya merupakan suatu komplotan yang telah
mempersiapkan jebakan untuk memancingnya masuk perangkap.
Sekarang dia sudah hampir terjatuh, tapi perangkap apakah itu, hingga kini masih belum
diketahui. Dalam pertarungan ini, musuh berada dalam kegelapan sedang ia berada ditempat yang
terang, musuh lebih banyak jumlahnya dari pada ia seorang, bagaimanapun juga, sebenarnya hal
yang mana merupakan sesuatu yang sama sekali tak adil.
Kesempatan buat Kwik Tay-lok memang tidak banyak, sekalipun ia sengaja mengucapkan
beberapa kata untuk mencemooh dan membangkitkan kemarahan lawan hal tersebut sebenarnya
patut dimaafkan.
Paling tidak ia telah memaafkan dirinya sendiri.
Betul juga orang berkaki tunggal itu menjadi naik pitam, sambil membentak keras tongkat
pendek di tangannya diayunkan ke tubuh Kwik Tay-lok dengan membawa desingan angin tajam.
Tongkat pendek itu paling banter tiga empat depa panjangnya, jaraknya dengan Kwik Tay-lok
pun paling banter hanya dua-tiga kaki.
Tapi begitu tangannya diayunkan, tahu-tahu tongkat pendek itu telah tiba di hadapan Kwik
Tay-lok. Serangan toyanya itu benar-benar dilakukan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Waktu itu Kwik Tay-lok sama sekali tak bersenjata, pada hakekatnya tak mungkin baginya
untuk menangkis atau menahan serangan tersebut, terpaksa ia berkelit ke samping.
Tapi orang berkaki tunggal itu telah melancarkan serangkaian serangan berantai yang bertubitubi,
jurus yang satu lebih cepat dari yang lain, sekalipun Kwik Tay-lok tidak melihat asal dari ilmu
toyanya itu, namun dia tahu ilmu toya yang dipergunakan oleh musuhnya ini pasti mempunyai asal
usul yang besar.
Diantara sekian banyak jago lihay dalam dunia persilatan, hanya dua macam orang yang
menggunakan toya pendek, pertama adalah pengemis sedangkan yang lain adalah hwesio.
Kalau pengemis kebanyakan tergabung dalam perkumpulan Kay-pang, toya pendek yang
mereka pergunakan biasanya dinamakan toya Ta-kau-pang, konon nama ini mulanya berasal dari
seorang pangcu she Cia, tapi bagaimanakah cerita yang sebenarnya, mungkin tiada seorang yang
pernah melakukan penyelidikan secara serius.
Itulah sebabnya ilmu toya yang mereka pergunakan disebut ilmu Ta-kau-pang-hoat atau ilmu
toya penggebuk anjing, selain hebat perubahannya juga rumit jurus serangannya, tidak banyak
orang di dunia ini yang benar-benar bisa mempelajari ilmu toya seperti ini..
Jurus serangan yang digunakan orang berkaki tunggal itu bersifat keras dan ganas, diantara
perubahan jurusnya tidak terdapat perubahan yang terlalu bagus.
Betul Kwik Tay-lok kurang berpengalaman dalam dunia persilatan, namun soal ilmu Ta kau
pang hoat sedikit banyak pernah juga mendengar orang lain membicarakannya.
Sekarang, ia telah melihat bahwa ilmu toya yang dipergunakan orang berkaki tunggal itu bukan
ilmu Ta-kau-pang-hoat, kalau toh bukan ilmu Ta-kau-pang-hoat, berarti pula dia bukan anggota
Kay-pang. Kwik Tay-lok memutar biji matanya berulang kali, tiba-tiba ujarnya sambil tertawa:
"Aku sudah tahu siapakah dirimu, kau jangan harap bisa mengelabuhi diriku."
Mendadak permainan toya pendek orang berkaki tunggal itu makin melamban, sementara kulit
badannya seakan-akan berubah menjadi kaku.
Kenapa dia nampak terkejut setelah mendengar ucapan itu"
Apakah dia sendiripun mempunyai suatu rahasia yang tidak boleh diketahui orang lain" Atau
kuatir bila diketahui jejaknya oleh orang lain...."
Begitu gerakan tangan dari orang berkaki tunggal itu melambat, gerak serangan dari Kwik Taylok
menjadi bertambah cepat.
Sepasang kepalannya dilancarkan menderu-deru bagaikan deruan angin kencang, dia
menerobos ke dalam titik kelemahan orang itu membuat permainan toyanya sama sekali tak dapat
dikembangkan lagi.
Pertarungan antara jago-jago lihay ibaratnya dua orang ahli catur yang sedang berhadapan,
asal selangkah membuat kesalahan bisa jadi seluruh permainannya akan buyar.
Tiba-tiba saja Kwik Tay-lok melancarkan tiga buah serangan berantai yang ditujukan ke dada
dan lambung orang berkaki tunggal itu, namun menanti orang berkaki tunggal itu menangkis jurus
serangannya, tiba-tiba dia berganti gerakan dengan mengayunkan tangannya menghantam topi
lebar yang dikenakan orang berkaki tunggal itu.
Bila dia ingin menghantam kepala orang berkaki tunggal itu, sudah barang tentu hal mana
sukar untuk dilakukan.
Tapi topi anyaman bambu itu lebar dan besar, apalagi dikala pertarungan sedang berlangsung,
siapapun tak akan berpikir untuk melindungi topi lebar yang dikenakannya itu.
Begitu topi lebar tersebut terjatuh, maka tampaklah selembar wajah orang berkaki tunggal itu,
dia berwajah pucat dengan kepala yang gundul bersih, di atas keningnya terdapat dua belas buah
bekas tusukan dupa yang menandakan dirinya sebagai seorang pendeta.
Dengan cepat Kwik Tay-lok berjumpalitan dan mundur sejauh tujuh depa lebih, kemudian
serunya dengan suara lantang:
"Dugaanku ternyata tidak meleset, kau memang benar-benar seorang hwesio gundul !"
Paras muka orang berkaki tunggal itu berubah makin mengenaskan, tiba-tiba ia mendepakkan
kakinya berulang kali, toya pendeknya segera melesat ke depan dan menghantam lampu lentera
yang berada di atas ranting pohon liu itu.
Seketika itu juga suasana di sekeliling tempat itu berubah menjadi gelap gulita.
Bayangan tubuh orang berkaki tunggal itu berkelebat lewat, tahu-tahu bayangan tubuhnya
sudah lenyap dibalik kegelapan sana.
Kwik Tay lok yang menyaksikan kejadian itu menjadi agak keheranan, pikirnya:
"Heran, menjadi seorang pendeta toh bukan suatu perbuatan yang takut diketahui orang lain,
sekalipun diketahui orang juga bukan suatu hal yang luar biasa, mengapa ia justru tampak kaget
bercampur gugup, bahkan jauh lebih tegang daripada buronan yang berhasil dikenali kembali oleh
opas ?" Kwik Tay-lok benar-benar tidak habis mengerti.
Tapi sekarang kesulitan yang dihadapinya sudah cukup banyak, tentu saja ia sudah tidak
mempunyai kesempatan dan hasrat untuk memikirkan persoalan orang lain lagi.
Sesudah tiada orang yang menghalangi jalan perginya, maka diapun melanjutkan
perjalanannya ke depan.
Jalan, jalan terus ke depan, mendadak ia saksikan di depan sana terdapat suatu tempat yang
memancarkan cahaya lentera.
Di bawah sorotan cahaya lentera, tampaklah sebuah kuil yang amat kecil sekali bentuknya.
Ia sampai juga akhirnya di kuil Liong- ong-bio.
Walaupun sudah sampai di kuil Liong-ong bio, tapi siapakah yang memasang lampu dalam kuil
itu" Kenapa secara tiba-tiba ia menyulut begitu banyak lampu dalam ruang kuil itu "
Si kakek bungkuk, si hwesio berkaki tunggal ditambah si manusia muka bopeng, bukan saja
cara kerja ketiga orang ini amat misterius, asal-usulnya juga sukar ditebak.
Kalau dilihat ilmu silat yang mereka miliki, sudah pasti orang itu merupakan jago kelas satu di
dunia persilatan.
Tapi justru ia belum pernah mendengar tentang mereka, seakan-akan ke tiga orang itu sama
sekali tak punya nama.
Dalam kuil itu di sulut tujuh buah lentera, namun tak nampak sesosok bayangan manusiapun.
Kalau toh orang itu menyulut lampu, kalau toh meminta Kwik Tay-lok mencarinya kesana,
kenapa ia sendiri pergi meninggalkan tempat itu.....
Kwik Tay-lok celingukan kesana kemari seperti seorang pelancong saja, santai sekali gerak
geriknya. Padahal rasa tegang yang menyelimuti hatinya benar-benar tak terlukiskan dengan kata.
Manusia bermuka bopeng itu dapat berbuat demikian kepadanya, sudah barang tentu bukan
lantaran cuma bermain-main saja.
Siapapun tak akan membuang banyak pikiran dan menghamburkan banyak uang hanya
bermaksud untuk bergurau saja.
Sekarang Kwik Tay-lok tinggal menunggu dia menampakkan diri dan menyebutkan asalusulnya
dan mengutarakan maksud serta tujuannya.
Sudah pasti detik-detik itu merupakan saat yang paling berbahaya dan paling mengerikan.
Siapa tahu kalau pada saat itulah merupakan detik-detik yang akan menentukan mati hidup
Kwik Tay-Lok"
Menanti memang merupakan suatu kejadian yang paling menyiksa, apalagi ia tidak tahu apa
yang sedang dinantikan olehnya.
Baru saja Kwik Tay-lok menghela napas panjang, lentera di atas meja telah padam.
Padahal di sana tak ada angin, tapi anehnya kenapa lentera yang sedang bersinar terang bisa
padam dengan sendirinya "
Kwik-Tay-lok mengerutkan dahinya rapat-rapat dan berjalan menghampirinya untuk memeriksa
dengan seksama, dengan cepat ia menemukan kalau sebab padamnya lentera itu tak lain karena
minyak dalam lentera itu telah mengering..
Walaupun lentera itu padam sendiri, tapi di bawah meja seakan-akan ada semacam benda
yang sedang bergerak tiada hentinya dan gemetar tiada hentinya, Kwik Tay-lok segera mundur
tiga langkah ke belakang, kemudian, dengan suara dalam, bentaknya.
"Siapa di situ ?"
Tiada jawaban, namun benda yang ada di bawah meja itu gemetar semakin keras, sehingga
tirai di belakang meja pun turut bergelombang keras.
Tiba-tiba Kwik Tay lok menerjang ke muka dan menyingkap kain tirai tersebut.
Tapi dengan cepat ia menjadi tertegun.
Ditempat yang begini gelap, ditempat sepi dan terpencil seperti ini... ternyata di bawah meja
sembahyang yang sudah kuno dari kuil Liong-ong-bio yang misterius, terdapat seorang nona yang
berusia enam atau tujuh belas tahun yang cantik jelita.
Gara-gara untuk sampai di situ, entah berapa banyak manusia aneh dan kejadian aneh yang
telah dijumpai Kwik Tay-lok, bahkan hampir saja dia pertaruhkan selembar jiwanya.
Andaikata di bawah meja itu tersembunyi suatu jebakan yang bagaimanapun bahaya dan
mengerikannya, dia pasti tak akan merasa keheranan.
Tapi, mimpipun dia tak mengira kalau orang yang dijumpainya ternyata adalah seorang nona
cilik. Nona itu tampak begitu kecil dan ramping, begitu mengenaskan, pakaian yang dikenakan amat
tipis dan minim.
Sekujur tubuhnya gemetar keras, entah karena kedinginan atau karena ketakutan.
Menyaksikan kemunculan Kwik Tay-lok dia gemetar makin keras lagi, sepasang tangannya
melindungi dada sendiri dan menyusutkan tubuhnya menjadi satu, sepasang matanya yang jeli
memancarkan sinar kaget, takut dan mohon kasihan, dengan susah payah dia mengucapkan
beberapa patah kata:
"Kumohon kepadamu, ampunilah aku...?"
Kwik Tay-lok masih berdiri tertegun di sana, entah lewat berapa lama kemudian dia baru bisa
berbicara lagi.
"Siapa kau" Kenapa datang ke tempat ini?"
Nona cilik itu pucat pias seperti mayat karena ketakutan, katanya dengan suara gemetar:
"Kumohon kepadamu.... ampunilah aku..."
Jelas nona itu dibikin ketakutan setengah mati sehingga sukmapun serasa melayang
meninggalkan raganya, kecuali dua kata tadi, dia sudah tak dapat mengucapkan kata-kata lain.
Kwik Tay-lok menghela napas panjang:
"Kau tak usah memohon kepadaku, aku bukan datang kemari bukan untuk mencelakai dirimu."
Nona cilik itu segera melotot ke arahnya, lewat lama kemudian pelan-pelan dia baru sadar
kembali, ujarnya:
"Apakah kau... kau bukan orang itu?"
"Siapa maksudmu ?"
"Orang yang membelenggu aku di sini ?"
"Tentu saja bukan." jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa getir. "Masa siapa yang membelenggu
dirimu ditempat inipun tidak kau ketahui ?"
"Aku.... aku sama sekali tidak melihat wajahnya." sahut nona kecil itu sambil menggigit bibir.
"Lantas, bagaimana kau bisa sampai di sini?"
Sepasang mata nona kecil itu berubah menjadi merah, seakan-akan tiap saat kemungkinan
besar akan menangis.
Buru-buru Kwik Tay-lok berkata lagi:
"Aku toh sudah bilang, tak nanti akan kuusik dirimu, maka sekarang kaupun tidak usah takut
lagi, ada persoalan, dibicarakan pelan-pelan juga tak menjadi soal."
Kalau dia tidak berusaha untuk menghibur masih mendingan, begitu ucapan tersebut
diutarakan, kontan saja nona cilik itu menutup wajahnya dan menangis tersedu- sedu.
Kwik Tay-lok menjadi bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Bila ingin membuat nona cilik yang berusia enam atau tujuh belas tahun menangis tersedusedu,
setiap apapun bisa melakukannya dengan segera.
Tapi bila menyuruh dia jangan menangis, maka hal ini hanya bisa dilakukan oleh lelaki yang
berpengalaman saja.
Dalam bidang ini, pengalaman dari Kwik Tay-lok tidak termasuk matang.
Oleh sebab itu dia hanya bisa mengawasinya dari samping dengan wajah termangu-mangu.


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Entah berapa saat sudah lewat, akhirnya nona itu menghentikan juga isak tangisnya.
Kwik Tay lok segera menghembuskan napas lega, katanya dengan suara yang lembut:
"Masa kau sendiripun tak tahu bagaimana ceritanya sehingga kau bisa sampai di sini?"
Nona cilik itu mash menutupi wajahnya rapat-rapat, katanya kemudian dengan lirih:
"Aku telah tertidur nyenyak, ketika mendusin, secara tiba-tiba tahu-tahu aku telah berada di
sini !" "Setelah kau sadar kembali, apakah di tempat ini tiada orang lain ?"
"Bukan saja tak ada orang, bahkan setitik cahaya lenterapun tak ada...."
"Jadi kau yang telah memasang semua lampu di sini ?"
"Tempat ini mana gelap, dinginnya setengah mati, aku benar-benar sangat takut, untung saja
di atas meja kutemukan batu api...."
Di atas meja dekat lentera, memang benar-benar terdapat batu api.
"Oleh karena itu, kaupun menyulut semua lampu yang berada di sini?" tanya Kwik Tay-lok.
Nona cilik itu manggut-manggut.
Akhirnya Kwik Tay-lok berhasil juga memahami akan satu hal, tapi tak tahan dia bertanya lagi:
"Tadi, di sini kan tak ada seorang manusia pun, kenapa kau tidak menggunakan kesempatan
itu untuk melarikan diri?"
Sebenarnya aku memang ingin melarikan diri, tapi baru melangkah keluar dari pintu kulihat
suasana di luar sana gelap dan dingin, aku.. aku... selangkah pun aku tak berani melangkah keluar
!" Sampai kini, tubuhnya masih gemetar keras, namun ucapannya toh bisa juga didengar dengan
jelas. Seorang gadis pingitan yang belum pernah keluar rumah, tiba-tiba menemukan tubuhnya
berada dalam sebuah kuil bobrok setelah sadar dari tidurnya, belum menjadi gila pun karena
ketakutan sudah termasuk suatu kejadian yang aneh.
Kwik Tay-lok memperhatikan wajahnya dengan sorot mata yang penuh kasih sayang.
Walaupun tangannya masih menutupi wajahnya, namun matanya sedang diam-diam mengintip
wajah Kwik Tay-lok lewat celah-celah jari tangannya.
Tampaknya Kwik Tay-lok tidak mirip dengan tampang seorang manusia yang jahat.... bukan
cuma tidak mirip, dia memang bukan.
Sebenarnya dia ingin membimbing gadis itu bangun dari kolong meja, tapi baru saja tangannya
dijulurkan, dengan cepat dia telah menariknya kembali.
Sekalipun wajahnya tampak lemah lembut namun kematangan tubuhnya ternyata cukup
menggiurkan hati orang.
Pakaian yang dikenakan sebenarnya memang amat minim sekali hingga tampaknya
mengenaskan. Apalagi tangannya digunakan untuk menutupi wajah sendiri, sudah barang tentu dia tak dapat
menutupi bagian tubuh lainnya lagi.
Cahaya lampu masih bersinar dengan amat jelas.
Bukan saja Kwik Tay-lok tak berani mengulurkan tangannya, memandang sekejap ke
arahnyapun tak berani.
Pada saat itulah, lentera yang lain tiba-tiba menjadi padam.
Lentera yang ketiga padam lebih cepat lagi, agaknya minyak yang ada dalam lentera tersebut
sudah habis semua.
Dalam waktu singkat, tujuh buah lentera sudah padam semua.
Nona cilik itu menjerit kaget, kemudian menubruk ke dalam pelukan Kwik Tay-lok.
Dalam kegelapan, tiba-tiba si nona cantik yang berbaju minim itu menubruk ke dalam pelukan
Kwik Tay-lok, kejadian ini segera membuat deburan jantungnya dua kali lipat lebih cepat.
Dengan cepat dia memperingatkan kepada diri sendiri:
"Kau adalah manusia, bukan binatang, jangan sekali kau memancing dalam air keruh, jangan
sekali-kali kau lakukan perbuatan itu...."
"Bukan cuma tak boleh dilakukan, untuk dipikirkan saja tak boleh, kalau tidak bukan saja kau
akan malu terhadap diri sendiri, juga malu terhadap Yan Jit!"
Dalam hatinya dia berusaha keras untuk memperingatkan diri sendiri, sambil selalu pula
mengendalikan diri, tapi banyak bagian tubuh seorang manusia yang tak mungkin bisa
dikendalikan semua dengan sebaik-baiknya.
Salah satu diantaranya adalah hidung.
Bau harum gadis perawan yang aneh dan khas serta bau harum rambut yang terhembus
lewat, mengikuti dengusan napasnya menerobos masuk ke dalam hatinya.
Ini ditambah pula dengan tubuh yang lembut, halus dan hangat yang berada dalam
pelukannya apa lagi di ruangan yang gelap gulita seperti itu, betul-betul mendatangkan suatu
perasaan yang aneh sekali.
Jangan manfaatkan kesempatan di kamar gelap, ucapan ini kedengarannya memang amat
sederhana, namun dalam kenyataannya hanya orang yang pernah mengalami keadaan seperti itu
saja yang mengetahui bahwa keadaan tersebut sebetulnya tidak mudah.
Kwik Tay-lok bukan seorang nabi, bukan seorang dewa, kalau dibilang dia sama sekali tidak
terpengaruh oleh keadaan ini boleh dibilang bohong.
Tapi ada suatu ada kekuatan yang jauh lebih besar lagi yang membuat dia mampu untuk
mengendalikan diri.
Kekuatan tersebut bukan ajaran agama adat atau kesopanan, juga bukan lain-lainnya,
melainkan rasa cintanya yang tebal dan mendalam terhadap Yan-Jit..
Dia sama sekali tidak mendorong tubuh nona cilik itu.
Dia tidak tega berbuat demikian.
Nona cilik itu melingkar didalam pelukannya, seperti seekor burung dara yang baru saja
mendapat kekagetan yang hebat, kemudian menemukan suatu tempat yang aman.
Dengan halus Kwik Tay-lok merangkul bahunya, lalu berkata dengan suara lembut:
"Kau tak usah takut, mari ku antar kau pulang ke rumah."
"Sungguh ?"
"Tentu saja sungguh, bahkan sekarang juga aku mau mengantar kau pulang."
"Tapi... ditengah malam buta begini kau datang kemari sudah pasti ada urusan penting yang
hendak dikerjakan, mana boleh kau kesampingkan persoalanmu dan malahan hendak
mengantarku pulang!"
Diam-diam Kwik Tay-lok menghela napas panjang.
Bukan suatu yang gampang baginya untuk mencapai tempat tersebut, bila ia disuruh berlalu
dengan begitu saja, sebetulnya dia merasa sangat tidak rela.
Siapa tahu kalau si orang bermuka bopeng itu akan datang, setiap waktu, siapa tahu kalau
setiap saat dia bakal memperoleh kabar berita dari Yan Jit.
Tapi sekarang, tampaknya dia sudah tidak mempunyai pilihan lain lagi.
Ditepuknya bahu nona cilik itu, kemudian ujarnya:
"Sekarang fajar sudah hampir menyingsing bila orang tuamu mengetahui kalau kau lenyap,
hati mereka sudah pasti akan sangat cemas. Bila orang lain tahu kalau semalaman kau tidak
pulang, entah berapa banyak kata iseng yang bakal mereka lontarkan, sekarang usiamu masih
kecil, mungkin belum kau ketahui sampai dimanakah mengerikannya kata-kata iseng tersebut, tapi
aku tahu dengan jelas."
Kata-kata iseng macam begitu selain dapat merusak nama baik seseorang, bahkan akan
menghancurkan pula seluruh kehidupannya.
Berpikir sampai di sini, Kwik Tay-lok semakin bulatkan tekadnya, dengan cepat dia berseru:
"Oleh sebab itu, sekarang juga aku harus menghantarkanmu pulang ke rumah...."
Mendadak nona cilik itu memeluknya erat-erat, sampai lewat lama kemudian, dia baru berbisik
lembut: "Kau sungguh baik sekali, belum pernah kujumpai orang sebaik dirimu itu !"
"Rumahku berada didalam gang kecil di depan sana, belok ke kanan rumah ketiga, di depan
pintu yang tumbuh pohon liunya itu."
Gang itu amat tenang dan sepi...
Sinar terang baru saja muncul di ufuk sebelah timur dan menyinari embun yang berada di atas
ubin hijau. Kwik Tay-lok berbisik lembut:
"Mereka pasti belum tahu kalau kau telah lenyap, dapatkah kau menyusup masuk ke dalam
tanpa sepengetahuan mereka ?"
Nona cilik itu manggut-manggut.
"Aku bisa masuk lewat pintu belakang, kamarku beradu di sebelah sana...." katanya.
"Lebih baik kau tidur di kamar lain saja, lebih baik lagi jika mencari seorang pembantu
setengah umur untuk menemani kau tidur."
Setelah berpikir sebentar, dia menambahkan:
"Dua malam berikutnya bisa saja aku menengokmu dari sekitar tempat ini, siapa tahu akupun
bisa membantumu untuk menyelidiki siapa gerangan orang yang telah melarikan dirimu itu."
Sinar mata hari fajar yang memancar dari ufuk timur, sudah menyinari butiran keringat-keringat
di atas wajahnya, butiran keringat itu berkilat seperti butiran mutiara.
Di atas wajahnyapun seakan-akan tampak cahaya berkilauan.
Nona cilik itu mendongakkan kepalanya memperhatikan wajahnya, tiba-tiba ia berkata:
"Kenapa kau tidak bertanya siapa namaku" Apakah kau sudah tak akan datang lagi untuk
menengok diriku?"
Kwik Tay-lok tertawa paksa, sahutnya dengan lembut:
"Aku hanya seorang gelandangan, lagi pula seorang yang sangat berbahaya, bila kau sampai
melakukan hubungan denganku, sudah pasti banyak orang yang akan membicarakan kita
berdua." "Aku tidak takut" seru nona cilik itu cepat.
"Tapi aku takut."
"Apa yang ditakuti?" seru si nona sambil mengedipkan matanya berulang kali.
Kwik Tay-lok tidak menjawab, kembali dia menepuk bahunya sembari berkata:
"Selanjutnya kau bakal tahu apa yang sesungguhnya kutakuti, sekarang cepat-cepatlah
kembali ke kamarmu dan tidur baik-baik, paling baik lagi bila kau dapat melupakan kejadian yang
kau alami pada hari ini."
Nona cilik itu menundukkan kepalanya rendah-rendah, lewat lama kemudian dia baru berkata
lembut: "Setelah keluar dari gang ini, paling baik kalau kau berbelok ke kanan saja."
"Mengapa !"
Nona cilik itu tidak menjawab pertanyaannya, mendadak ia mendongakkan kepalanya dan
berkata sambil tersenyum.
"Kau benar-benar seorang yang baik, orang baik selamanya tak pernah kesepian."
Fajar telah menyingsing. Fajar dipermulaan musim panas terasa amat segar, tapi ketika angin
berhembus lewat, maka terasa hawa dingin yang mencekam.
Tapi perasaan Kwik Tay-lok terasa hangat dan nyaman. Sebab dia tahu bahwa dirinya sama
sekali tidak merugikan orang lain, tidak merugikan sahabat-sahabat yang baik kepadanya, juga
tidak merugikan diri sendiri.
Siapapun itu orangnya, bila ia dapat berbuat demikian pula, maka hal tersebut boleh dibilang
tidak gampang. Dia mendongakkan kepalanya sambil melemaskan pinggang, kemudian menghembuskan
napas panjang. "Hari ini benar-benar hari yang panjang"
Setiap kejadian yang dialaminya hari ini, hampir boleh dibilang semuanya merupakan peristiwa
yang sama sekali di luar dugaan.
Si manusia bermuka bopeng yang misterius, si kakek bungkuk yang tiba-tiba lenyap dibalik
kegelapan, si hwesio berkaki tunggal yang berilmu tinggi dan mempunyai asal usul yang misterius,
serta si nona kecil yang menyenangkan tapi mengenaskan itu.
Kehadiran serta kemunculan orang-orang itu, boleh dibilang semuanya jauh di luar dugaannya.
Diapun telah mengalami banyak mara bahaya, menerima banyak kemangkelan dan rasa
mendongkol, namun tak setitik beritapun tentang Yan Jit yang berhasil diperolehnya.
Namun dia sudah mendapatkan suatu hasil yang lumayan.
Sekalipun dia tidak mengharapkan balas jasa dari orang lain terhadap perbuatannya yang
telah dilakukannya, namun hatinya terasa begitu hangat dan gembira.
Orang baik selamanya tak akan kesepian, orang yang berbuat kebajikan akan selalu
memperoleh rejeki.
"Setelah keluar dari gang ini, lebih baik kau belok ke kanan."
Kwik Tay-lok tidak mengerti kenapa dia diminta untuk berbuat demikian, tapi dia toh belok juga
ke sebelah kanan.
Dengan cepat dia menemukan sebuah kejadian yang aneh sekali.
Fajar telah menyingsing.
Kabut pagi baru saja menguap dan menyelimuti sebuah jalanan yang berbatu. Jalan itu amat
sempit. Kwik Tay-Iok berjalan maju menuju ke lorong itu dan belok ke kanan, dengan cepat ia
menemukan sebuah gedung yang terasa amat dikenal olehnya.
Artinya dia pernah berkunjung ke gedung itu.
Tapi dalam kota tersebut hampir boleh dibilang tidak seorang manusiapun yang dikenal,
apalagi gedung rumah kediaman yang pernah dikenal olehnya..
Tapi, dengan cepat ia menjadi teringat kembali, rupanya gedung itu tak lain adalah gedung
yang diterobosinya ketika sedang mengejar si manusia muka bopeng pagi tadi.
Sekarang, didalam gedung itu sudah tidak nampak cahaya lentera lagi.
Sang suami yang kurus berwajah kuning itu apakah sedang melakukan pekerjaan yang
membuatnya menjadi kurus dan berwajah kekuning-kuningan itu"
Sebenarnya Kwik Tay-lok memang berniat untuk melakukan penggeledahan dalam gedung itu
bila malam telah tiba dan mencoba untuk memeriksa apakah si bopeng akan muncul di situ.
Tapi sekarang niat tersebut harus diurungkan.
Dia maju lagi ke depan, kemudian berbelok kesana.
Jalanan dalam lorong itu beralaskan batu hijau yang diatur sangat rapi, kelihatannya jauh lebih
bersih dan rapi daripada gang-gang yang lainnya. Sekarang fajar telah menyingsing, ternyata
dalam gang tersebut masih ada beberapa buah lampu yang dipasang.
Ketika ia membaca tulisan yang berada diantara dua buah lentera, sepasang matanya segera
bersinar terang.
"Liu-hiang-wan."
Ternyata tempat tinggal nona Bwe Lan letaknya juga berada didalam lorong tersebut.
Cuma sayang saat ini bukan saat yang paling tepat untuk mencari kesenangan, mungkin saja
lengan nona Bwe Lan yang halus masih menjadi alas kepala orang lain.
Sekalipun Kwik Tay-lok adalah seorang lelaki yang suka bermain perempuan, tentu saja dia
enggan merusak suasana kegembiraan orang lain dalam keadaan seperti ini.
Tapi dalam hati kecilnya seakan-akan telah timbul suatu perasaan yang istimewa, seakanakan
seorang penyair yang tiba-tiba tertarik oleh sepatah kata dalam syairnya.
Dia berjalan lebih cepat lagi, lalu berbelok pula ke sebelah kanan.
Tempat itu berada di tepi jalan raya, setelah menelusuri jalanan itu sejauh beberapa puluh
langkah, dia telah tiba di toko penjual bahan makanan tersebut, juga menyaksikan papan nama
Hwee-peng-to yang berada di seberang jalannya.
Di tepi jalan terdapat beberapa buah bangku yang terbuat dari batu, Kwik Tay-lok duduk
diatasnya dan termenung.
Seandainya tempat tinggal dari nona kecil itu disebut sebagai deretan pertama.
Kemudian tempat tinggal sepasang suami istri itu dianggap deretan yang kedua.
Deretan rumah dari sarang pelacuran Liu-hiang-wan disebut deretan ke tiga.
Selanjutnya warung penjual bahan makanan itu sudah pasti merupakan deretan ke empat.
Ke empat deret rumah itu sudah pasti semuanya mempunyai hubungan yang erat dengan si
manusia bermuka bopeng itu.
Seandainya si manusia yang bermuka bopeng itu tidak menyuruhnya ke kuil Liong-ong bio,
mana mungkin bisa berjumpa dengan nona cilik itu"
Peristiwa ini sebetulnya hanya satu kebetulan" Ataukah memang sengaja diatur demikian"
Kenapa nona cilik itu meminta kepadanya lebih baik belok ke kanan setelah keluar dari gang
tersebut" Mungkin karena dia mengetahui suatu rahasia yang tidak leluasa untuk diutarakan maka dia
baru memberi petunjuk kepadanya"
Benarkah ia sengaja bersembunyi di bawah meja, sengaja berbuat sesuatu agar jejak di
ketahui oleh Kwik Tay-lok"
Apakah semua ini peristiwa ini merupakan suatu rencana yang sengaja diatur oleh si bopeng...
Dia berbuat kesemuanya itu Sebetulnya karena apa dan apa pula tujuannya"
Kwik Tay-lok segera bangkit berdiri dan sekali lagi berjalan menelusuri semua jalanan yang
baru saja dilewatinya.
Ternyata ke empat baris rumah itu tak lebih membentuk suatu posisi segi empat.
Di jalanan kota manapun juga, rumah yang berada pada deretan depan pasti akan saling
menempel dan bertolak belakang dengan deretan rumah yang ada di belakangnya.
Tapi kenyataannya sekarang, deretan rumah pertama dengan rumah deretan ketiga sama
sekali tidak saling bersinggungan, malahan diantara kedua deret bangunan itu terdapat suatu jarak
yang cukup lebar.
Demikian pula keadaannya dengan deretan rumah kedua dengan ke empat, diantaranya
terdapat suatu jarak yang amat lebar.
Atau dengan perkataan lain, ditengah-tengah lingkaran rumah yang dikelilingi ke empat deret
rumah itu pasti terdapat sebuah tanah kosong yang cukup luas.
Mendadak Kwik Tay-lok merasakan jantungnya berdebar amat keras.
"Ke empat deret rumah itu sengaja dibangun macam ini, apakah dibalik kesemuanya itu tidak
terdapat sesuatu alasan yang tertentu ?"
Untuk memperoleh jawaban, hanya ada satu macam cara yang bisa dilakukan.
Kwik Tay-lok segera melejit ke udara dan melayang naik ke atas atap rumah toko penjual
bahan makanan itu..
Bagian depan gedung penjual bahan makanan itu merupakan toko, di belakangnya terdapat
sebuah halaman.
Di kedua belah sisi halaman merupakan deretan kamar, agaknya tempat tidur pemilik toko itu,
sedang dibagian belakang adalah gudang tempat menimbun barang.
Ke belakang lagi sana, sebenarnya tidak seharusnya ada rumah lainnya, sebab menurut
keadaan pada umumnya, tempat itu merupakan bagian dari bangunan rumah pendeta lain.
Kini Kwik Tay-lok sudah berada di atas rumah bangunan terakhir dari toko penjual bahan
makanan itu, benar juga, dia segera menemukan ditengah+tengah antara ke empat deret
bangunan rumah yang berbentuk segi empat itu, betul-betul masih terdapat gedung lain.
Ke empat deret bangunan rumah yang berada di empat penjurunya seakan-akan merupakan
dinding pekarangan yang di empat penjuru serta mengelilingi gedung tadi, itulah sebabnya gedung
itu tidak mempunyai jalan lewat juga tidak memiliki pintu gerbang.


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dikolong langit, mana ada orang yang membangun rumahnya dalam keadaan seperti ini " Bila
gedung ditengah tersebut dilewati maka kita akan sampai ditempat tinggal sepasang suami istri itu,
yakni bangunan rumah yang berada pada deretan kedua.
Bilamana tidak diperhatikan dengan seksama, siapapun akan mengira kalau rumah tersebut
berhubungan langsung dengan rumah lain, sekalipun ada orang yang berjalan malam lewat di
sana, merekapun tak akan menemukan keanehan dari rumah ini.
Tapi sekarang, Kwik Tay -lok telah menemukannya.
Jangan-jangan pemilik rumah itu adalah si burik"
Untuk membangun rumahnya ditempat semacam ini, tentu saja banyak tenaga yang di
butuhkan dan banyak uang yang dihamburkan, tapi apakah tujuannya "
Jangan-jangan dia seperti juga si hwesio berkaki tunggal, mempunyai rahasia yang tak boleh
diketahui orang lain" Ataukah karena dia lagi menghindarkan diri dari pengejaran musuhmusuhnya
yang tangguh, maka terpaksa ia membangun sebuah rumah yang tersembunyi sekali
letaknya. ."
Gedung itu memang terletak paling tersembunyi, belum pernah ia jumpai bangunan yang
tersembunyi seperti ini, akan tetapi... mengapa pula mereka biarkan Kwik Tay-lok menemukan
rahasia ini tanpa sengaja"
Kalau ia tidak membocorkan sendiri jejaknya, sudah pasti Kwik Tay-lok tak akan menemukan
tempat ini. Berpikir pulang pergi, Kwik Tay-lok merasa makin dipikir persoalan ini bukan saja semakin
aneh dan penuh kemisteriusan, lagi pula ruwet sekali...
Hanya ada satu cara saja untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Yakni melompat turun ke bawah.
Diantara gudang bahan makanan dan gudang tersebut dipisahkan oleh sebuah dinding
pekarangan yang tinggi, dibalik pekarangan terdapat sebuah kebun bunga yang sempit dan
memanjang. Sekarang bunga-bunga mekar, akan tetapi di fajar itu menyiarkan bau harum yang semerbak.
Setelah melewati kebun sempit yang memanjang, sampailah dia di sebuah serambi yang
panjang, cahaya sang surya di fajar itu menyoroti lantai rumah yang bersih tanpa debu.
Suasana di sekeliling tempat itu amat sepi, tak kedengaran sedikit suarapun.
Bahkan angin pun tak dapat berhembus sampai ke situ.
Semua kemurungan, budi dendam, kegembiraan, kesedihan, kemarahan dalam alam dunia
seakan-akan sama sekali terpisah dari tempat itu.
Hanya manusia yang berperasaan tenang bagaikan air saja yang dapat berdiam di sini, baru
pantas untuk mendiami tempat ini.
Manusia burik itu bukan manusia semacam itu, jangan-jangan Kwik Tay-lok salah melihat"
Salah berpikir"
Hampir saja dia tak tahan untuk mundur kembali dari sana.
Tapi pada saat itulah, dia menyaksikan seseorang berjalan keluar dari ujung serambi itu.
Dia adalah seorang gadis yang cantik jelita, mengenakan baju berwarna putih, tidak memakai
bedak, kakinya hanya berkaos putih tanpa sepatu, seakan-akan kuatir kalau langkah kakinya akan
mengganggu keheningan ditempat itu.
Dia membawa sebuah bokor porselen dan berjalan menelusuri serambi panjang itu tanpa
menimbulkan sedikit suarapun.
Seandainya ia tidak-berpaling secara tiba-tiba dan mengerling sekejap ke arah Kwik Tay lok,
hampir saja Kwik Tay-lok tidak mengenalinya kembali.
Ternyata gadis yang halus, berdandan sederhana dan lemah lembut ini tak lain adalah nona
Bwee Lan yang dijumpainya dengan dandanan seperti siluman beberapa waktu berselang.
Dia hanya berpaling dan memandang sekejap ke arahnya, walaupun dengan jelas menjumpai
kehadiran Kwik Tay-lok di sana, tapi seakan-akan pula tidak melihatnya, kembali kepalanya
tertunduk, pula dengan tenangnya melanjutkan perjalanan ke depan.
Hampir saja Kwik Tay-lok berteriak hendak memanggilnya.
Tapi untung saja hal ini segera diurungkan, sebab ia tak berani berteriak-teriak di tempat ini,
kuatir kalau sampai mengganggu ketenangan di sana.
Dia hanya berdiri tertegun di situ sambil mengawasi tak berkedip.
Bwee Lan telah mendorong sebuah pintu dan berjalan masuk, ia tidak berbicara ataupun
menimbulkan suara apa-apa.
Gedung itu masih tetap sepi, tidak kedengaran suara, tiada pula sesuatu gerakan apa-apa.
Tempat ini sudah jelas merupakan tempat terlarang yang tidak memperkenankan orang lain
untuk memasukinya, dengan jelas Kwik Tay-lok berdiri tegak di sana, tapi justru tak ada orang
yang memperdulikannya, seakan-akan di tempat ia sedang berdiri itu tiada kehadiran dirinya, atau
seakan-akan dirinya bukan dianggap sebagai manusia.
Sesungguhnya siapakah yang berdiam dalam gedung itu " Apa pula maksud dan tujuan
mereka terhadap dirinya"
Kwik Tay-lok termangu-mangu untuk beberapa saat lamanya, mendadak ia maju ke depan lalu
menelusuri serambi tersebut dengan langkah lebar.
Perduli manusia kek, setan kek yang menghuni dalam gedung itu, pokoknya dia harus
memeriksanya sendiri.
Tapi baru selangkah dia maju, cepat-cepat kakinya ditarik kembali. Ia telah melihat lumpur di
atas kakinya. Permukaan lantai pada serambi ruangan itu bersih dan berkilat seperti cermin, bila harus
diinjak dengan kaki berlumpur seperti itu bukan saja ia merasa tak tega, bahkan merasa agak
rikuh. Cepat-cepat sepatunya yang penuh lumpur itu dilepas, kaos kakinya masih bersih, meski agak
bau, ia tidak memperdulikan persoalan-persoalan semacam itu. Maka diapun melanjutkan
perjalanan ke depan, mendorong pintu ruangan tersebut.
Ternyata ruangan itu kosong melompong apapun tak ada di sana, tiada pembaringan, tiada
meja kursi, tiada perabotan yang lain, juga tak ada debu barang sedikitpun.
Di atas tanah tampak rumput kering yang amat tebal, di atas rumput kering itu diberi sebuah
seprai berwarna putih, seorang sedang berbaring di sana.
Ruang itu penuh dengan bau obat, rupanya orang itu sudah mendapat penyakit yang parah..
Kwik Tay-lok sama sekali tidak melihat paras mukanya, sebab nampak seorang gadis berbaju
putih yang berambut panjang sedang berlutut di sisinya dan pelan-pelan menyeduh obat ditangan
Bwee Lan dan menyuapi orang itu.
Kwik Tay-lok juga tak berhasil melihat wajah gadis itu, sebab dia berada dalam posisi
membelakanginya.
Hanya Bwee Lan yang sedang berdiri menghadap ke arahnya, bahkan walaupun dengan jelas
ia menyaksikan pemuda itu mendorong pintu dan berjalan masuk, tapi mimik wajahnya justru tidak
menampilkan perubahan apa-apa, seolah-olah dia tidak menganggap dirinya sebagai manusia
hidup. Kwik Tay-lok merasakan jantungnya berdebar keras, kalau boleh dia ingin menyerbu ke dalam,
menarik rambutnya dan bertanya kepadanya apakah matanya berada di atas kepala"
Tapi suasana dalam gedung itu benar-benar teramat hening, sedemikian heningnya seperti
berada di kuil yang suci saja membuat orang tak berani sembarangan bertingkah di sana.
Hampir saja Kwik Tay-lok tidak tahan untuk mengundurkan diri kembali dari sana.
Orang yang hendak dicarinya tidak berada di sana apalagi suasana semacam itu paling
mendatangkan perasaan tak enak baginya.
Siapa tahu, pada saat itulah si nona berbaju putih yang berambut panjang itu telah berseru
dengan suara dalam:
"Cepat masuk, tutup pintu rapat-rapat, jangan biarkan angin berhembus ke dalam."
Kalau didengar dari nada ucapan tersebut seakan-akan ia sudah tahu akan kehadiran Kwik
Tay-lok sebagai keluarganya sendiri, dia pun seakan-akan telah menganggap Kwik Tay-lok
sebagai keluarganya sendiri.
Hampir saja Kwik Tay-lok merasakan jantungnya berhenti berdetak..
Bagaimana tidak" Sudah jelas suara itu adalah suara dari Yan Jit.
Tak ada orang yang bisa membayangkan betapa besarnya keinginan pemuda itu untuk
memandang wajahnya.
Mungkinkah gadis berbaju putih berambut panjang yang berada di hadapannya sekarang
adalah Yan Jit"
Pintu telah ditutup rapat-rapat.
Tapi Kwik Tay-lok masih berdiri mematung di sana, matanya terbelalak lebar-lebar, ia sedang
mengawasi gadis berbaju putih itu tanpa berkedip.
Apa yang bisa dilihat olehnya hanya bayangan punggungnya.
Bayangan punggungnya langsing dan kurus, rambutnya hitam pekat dan terurai di sepanjang
bahunya. Kwik Tay-lok menggenggam tangannya kencang-kencang, mulutnya terasa mengering,
jantungnya melompat-lompat seperti akan melompat keluar dari rongga dadanya.
Dia ingin sekali menerjang ke depan, menarik bahunya agar dia memalingkan kepalanya.
Namun ia tak dapat berbuat apa-apa, dia hanya bisa berdiri mematung di situ.
Sebab dia tak berani, tak berani mengganggu ketenangan tempat itu, tak berani menodai
kesucian tempat tersebut, lebih-lebih lagi tak berani mengusik dia.
Akhirnya si sakit itu telah menghabiskan obat dalam mangkuk dan berbaring kembali.
Sekarang Kwik Tay-lok sudah dapat menyaksikan rambutnya yang telah memutih itu, namun
belum sempat menyaksikan raut wajahnya.
Dia masih berlutut di sisinya, pelan-pelan meletakkan mangkuk ke tanah, menarikkan selimut
dan menutupi badannya, jelas terlihat betapa kasih sayang dan hormatnya gadis tersebut terhadap
si sakit. Seandainya Kwik Tay-lok tidak melihat kalau rambutnya telah memutih semua, sudah pasti dia
akan merasa cemburu sekali.
Siapakah kakek itu " Mengapa gadis itu begitu sayang dan penuh perhatian kepadanya"
Terdengar kakek itu terbatuk-batuk, setelah itu tiba-tiba bertanya:
"Apakah dia telah datang ?"
Gadis berbaju putih itu manggut-manggut.
"Suruh dia kemari" kata kakek itu lagi.
Walaupun suaranya parau dan lemah akan tetapi membawa kewibawaan yang besar sekali,
membuat orang terasa tak berani membantahnya. Pelan-pelan akhirnya gadis berbaju putih itu
berpaling juga.
Akhirnya Kwik Tay-lok dapat melihat raut wajahnya.
Pada detik itu juga, dia merasa semua benda yang berada didalam jagad ini seakan-akan telah
terhenti dan musnah.
Pada detik itu juga, dia merasa di alam semesta yang lebar ini seolah-olah hanya terdapat
mereka berdua, dua pasang mata.
"Yan Jit.... Yan Jit...."
Kwik Tay-lok berpekik dalam hatinya, sementara air matanya jatuh bercucuran dengan amat
derasnya. Teriakan itu tanpa suara, tapi gadis itu seakan-akan dapat mendengarnya dan hanya dia pula
yang dapat mendengarnya.
Butiran air mata telah membasahi pula sepasang mata dara itu. Setelah melalui suatu
penderitaan yang berat, akhirnya ia berhasil menemukan kembali gadis itu.
Dalam keadaan demikian, bagaimana mungkin air matanya tidak bercucuran " Darimana kau
bisa tahu air mata kesedihan" Ataukah air mata kegembiraan "
Tapi akhirnya dia menahan lelehan air matanya.
Kecuali gadis itu, dia tak ingin orang lain turut menyaksikan air matanya bercucuran.
Tapi ia tak tahan untuk tidak melihat wajahnya lagi.
Wajah gadis itu sudah bukan wajah yang tiga bagian membawa kelincahan, serta tiga bagian
membawa kebinalan lagi.
Raut wajahnya sekarang hanya tinggal pancaran rasa cinta yang sejati.
Wajahnya sekarang sudah bukan wajah yang meski kotor namun gagah, segar dan penuh
dengan kegembiraan lagi.
Wajahnya sekarang adalah wajah yang pucat, lesu dan begitu cantiknya hingga membuat hati
orang hancur luluh.
Jelas dia sendiripun telah mengalami banyak percobaan, banyak siksaan dan penderitaan.
Satu-satunya yang tidak berubah adalah sepasang matanya.
Sepasang matanya masih nampak begitu jeli, begitu keras dan teguh.
Tapi, apa sebabnya ia menundukkan kepala " Apakah air matanya sudah tak tahan untuk
meleleh keluar"
Kakek itu kembali berbatuk-batuk pelan.
Akhirnya ia menyeka air matanya secara diam-diam, mengangkat kepalanya dan menggape
ke arah Kwik Tay-lok.
"Kau kemarilah !" dia berbisik.
Sepasang mata Kwik Tay-lok masih menatap wajahnya tak berkedip, seakan-akan kena di
hipnotis saja, selangkah demi selangkah dia berjalan maju ke depan.
Untuk kesekian kalinya gadis itu menundukkan kepalanya, pipinya seakan-akan berubah
menjadi merah padam, masih seperti orang yang sedang mabuk oleh arak.
Dulu, paras mukanya seringkali berubah pula menjadi merah padam, tapi Kwik Tay-lok belum
pernah menaruh perhatian ke sana.
Ada kalanya paras muka lelaki pun dapat berubah menjadi merah padam...
Sekarang Kwik Tay-lok baru sadar, ia membenci kepada diri sendiri, dia ingin menampar pipi
sendiri sebanyak delapan- sembilan puluh kali.
Dia benar-benar tidak habis mengerti, mengapa dirinya begitu tolol, mengapa dia tak dapat
melihat kalau dirinya adalah seorang perempuan.
Tiba-tiba kakek itu menghela napas dan berkata lagi.
"Suruh dia lebih mendekat agar aku dapat melihat wajahnya dengan lebih jelas!"
Kwik Tay-lok tidak mendengar apa-apa.
Sekarang, kecuali memandang ke arah gadis itu dia sudah tidak mendengar apa-apa lagi.
Yan Jit menggigit bibirnya kencang-kencang, kemudian berseru:
"Sudah kau dengar belum perkataan dari ayahku?"
Kwik Tay-lok menjadi tertegun, kemudian serunya:
"Dia.... dia orang tua adalah ayahmu?"
Yan Jit mengangguk.
Kwik Tay-lok segera maju lebih mendekat, dia boleh saja tidak menghormati orang lain, boleh
saja tidak menuruti perkataan orang lain, tapi ayah Yan Jit tentu saja merupakan suatu
pengecualian. Kakek itu dapat melihatnya, diapun dapat melihat kakek itu.
Lagi-lagi ia menjadi tertegun.
Di dunia ini terdapat banyak macam manusia, karena itu terdapat pula banyak ragam raut
wajah. Ada yang berwajah lonjong, ada yang berwajah bundar, ada yang berwajah tampan, ada yang
berwajah jelek, ada yang berwajah cerah dan segar, ada pula yang berwajah cemberut seakanakan
setiap orang di dunia ini hutang tiga laksa tahil perak kepadanya dan tidak bayar. Kwik Taylok
sudah pernah melihat banyak orang, juga lihat banyak ragam raut wajah manusia.
Tapi belum pernah dia menyaksikan raut wajah semacam ini.
Atau lebih tegasnya lagi, wajah orang ini sudah tak dapat dibilang wajah manusia lagi, tapi
lebih mirip sebagai sesosok tengkorak hidup. Di atas wajahnya yang persegi lonjong, kini tinggal
kulit pembungkus tulang belaka, seolah-olah sama sekali tak berdarah daging lagi.
Tapi dikedua belah sisi sebuah codet golok yang memanjang, justru tumbuh daging yang
merekah. Yang paling menakutkan justru adalah bekas bacokan goloknya itu.
Dua buah bacokan golok tersebut membentuk tanda salib di atas wajahnya, yang di sebelah
kiri mulai dari ujung mata melewati hidung sampai ke bibirnya. Sedangkan yang di sebelah kanan
dari jidat kanan memapas tulang hidung dan mencapai ke telinga.
Oleh karena itu, dari lembaran wajah tersebut sukar sekali untuk menemukan bekas hidungnya
lagi, yang tersisa hanya sebuah matanya saja. Sebuah mata yang setengah terpejam.
Bekas bacokan golok itu sudah merapat, entah bekas yang ditinggalkan berapa tahun
berselang, namun daging yang merekah dikedua belah sisi bekas bacokan itu justru berwarna
merah merekah. Codet yang berbentuk salib, menghiasi wajah yang kurus kering berwarna putih pucat hal ini
membuat tanda itu semakin menyala, seperti lagi terbakar saja, bagaikan tanda dari setan iblis di
neraka. Pada hakekatnya kakek itu seperti lagi hidup didalam neraka.
Kwik Tay-lok merasakan napasnya seakan-akan hendak berhenti.
Dia tak tega, dia tak berani memandang wajah itu lagi, tapi diapun tak dapat menghindarkan
diri. Bahkan wajahnya tidak menunjukkan perasaan muak atau takut barang sedikitpun jua karena
kakek ini adalah ayah kandung Yan Jit.
Kakek itupun sedang memandang ke arahnya dengan mempergunakan matanya yang
setengah terpejam itu, lewat lama kemudian dia baru menegur dengan suara lemah:
"Kaukah yang bernama Kwik Tay-lok ?"
"Benar."
"Kau adalah sobat karib putriku?"
"Benar"
"Apakah kau merasa wajahku ini tak sedap dipandang, lagi pula sangat menakutkan?"
Kwik Tay-lok termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, akhirnya diapun mengangguk.
"Benar !"
Kakek itupun termenung beberapa saat lamanya, kemudian dari tenggorokannya,
berkumandang suara mirip suara orang tertawa:
"Tak heran kalau putriku mengatakan kalau kau ini adalah seorang yang jujur, tampaknya kau
memang jujur."
Kwik Tay-lok mengerling sekejap ke arah Yan Jit, sedangkan Yan Jit masih menundukkan
kepalanya rendah-rendah.
Sebaliknya di atas wajah Bwee Lan justru terlintas sekulum senyuman.
Kwik Tay-lok turut menundukkan kepalanya rendah-rendah, lalu berkata:
"Ada kalanya akupun tidak terlalu jujur!"
Ucapan ini kembali merupakan suatu pengakuan yang jujur. Tiba-tiba dia merasa bahwa
berbicara sejujurnya di hadapan kakek ini merupakan suatu cara yang paling baik.
Benar juga, kakek itu segera manggut-manggut.
"Betul orang yang tidak jujur jangan harap bisa di sini.... orang yang terlampau jujurpun jangan
harap bisa menemukan tempat ini."
Tiba-tiba dia menghela napas panjang, kemudian melanjutkan:
"Kau bisa sampai di sini, boleh dibilang suatu perjuangan yang tidak mudah.... benar.... benar


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak mudah!"
Ucapan tersebut terasa amat menusuk pendengaran Kwik Tay-lok, secara tiba-tiba saja dia
merasakan hatinya menjadi kecut.
Mengapa Yan Jit harus memberikan banyak siksaan dan percobaan kepadanya "
Mengapa dia menghendaki agar dia mencarinya dengan bersusah payah "
Walaupun kakek itu separuh memejamkan matanya, namun agaknya dia dapat meraba suara
hatinya, tiba-tiba dia berkata:
"Suruh mereka pun masuk kemari !"
"Baik!" jawab Bwee Lan.
Dengan langkah yang tenang dia berjalan ke depan, lalu membuka sebuah pintu yang lain.
Di luar pintu telah berdiri tiga orang manusia, dengan langkahnya yang tenang mereka masuk
ke dalam. Orang pertama adalah si Burik. Kali ini dia sudah berganti dengan satu stel jubah berwarna
putih, begitu masuk ke dalam ruangan dengan tangan terjulur ke bawah ia berdiri di sudut
ruangan, sikapnya nampak amat hormat dan takut, seperti seorang budak berjumpa dengan
majikannya. Orang yang mengikuti di belakangnya tentu saja si bungkuk itu. Orang ketiga barulah si hwesio
berkaki tunggal itu.
Ketiga orang itu mengenakan jubah putih yang sama, sikap mereka terhadap kakek itupun
amat menaruh hormat.
Mereka bertiga sama-sama menundukkan kepalanya, tak sekejap matapun mereka
memandang ke arah Kwik Tay-lok.
"Aku rasa kalian pasti sudah kenal bukan," kata kakek itu kemudian.
(Bersambung Jilid ke 30)
Jilid 30 K E T I G A orang itu bersama-sama mengangguk.
Sebaliknya Kwik Tay-lok tidak tahan segera bertanya:
"Walaupun mereka kenal aku, tapi aku tidak kenal dengan mereka, siapakah orang-orang itu
?" "Orang muda jaman sekarang memang sudah tidak banyak yang kenal dengan mereka, tapi
kau mungkin saja pernah mendengar tentang nama mereka."
"Oh...!"
"Kau pernah bertarung melawan Lan Kun apakah belum dapat kau tebak sumber dari ilmu
silatnya ?"
"Lan Kun ?"
"Lan Kun adalah nama premannya, sejak ia masuk ke dalam kuil Siaulimsi dan menjadi
pendeta, orang lain hanya tahu kalau dia bernama Thi-siong..."
Ternyata hwesio berkaki tunggal ini adalah seorang anggauta Siaulimpay, tapi memang cuma
ilmu toya Hong- lui-ciang-mo-ciang (ilmu toya angin geledek penakluk iblis) dari Siaulimpay yang
bisa memiliki daya kekuatan yang begitu mengejutkan.
Dengan paras muka agak berubah Kwik Tay-lok segera berseru:
"Jangan-jangan dia adalah Kim-lo-han Thi-song taysu yang tempo hari pernah menyapu rata
partai Seng-sut-hay dengan mengandalkan ilmu toya saktinya ?"
"Betul, memang dia." sahut si kakek.
Kwik Tay-lok tak sanggup berkata apa-apa lagi.
Kim-lo-han ini merupakan salah seorang manusia yang paling dikagumi olehnya sewaktu
masih muda dulu, sejak dia berusia tujuh atau delapan tahun, nama ini sudah pernah di dengar
olehnya, tapi kemudian ia dengar pendeta itu sudah kembali ke alam baka, sungguh tak disangka
ternyata dia berdiam di sini.
"Thian-gwa-yu-siu-toucu (Naga sakti dari luar angkasa, si bungkuk sakti), bukankah pernah
kau dengar nama ini disebut orang?" kata si kakek kemudian.
Untuk kesekian kalinya Kwik Tay-lok tertegun.
Ternyata si bungkuk ini adalah jago yang paling termasyhur dalam dunia persilatan karena
ilmu meringankan tubuhnya yang amat lihay, tak heran kalau dalam sekejap mata bayangan
tubuhnya sudah lenyap tak berbekas dari pandangan mata.
"Si bungkuk sakti dari luar angkasa dan Jian-pian-ban-hua-ci-tong-seng (Beribu perubahan
berjuta pergantian, akal banyak bagaikan binatang) merupakan dua orang manusia yang
mengangkat nama bersama." ucap kakek itu lagi.
Dengan wajah terkejut Kwik Tay-lok memandang ke arah si burik, lalu serunya tertahan:
"Apakah dia adalah si akal banyak bagaikan binatang Wan-toa-sianseng ?"
"Oh... rupanya kau juga tahu tentang dia."
Kwik Tay-lok berdiri tertegun di sana, sampai lama sekali ia tak sanggup mengucapkan
sepatah katapun.
Pada dua puluh tahun berselang, ketiga orang ini semuanya merupakan jago-jago dunia
persilatan kelas satu yang termasyhur dan disegani oleh setiap umat persilatan.
Menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan, ketiga orang ini sudah mati semua.
Tak nyana ternyata mereka bertiga bersembunyi di sini, bahkan tampaknya sudah menjadi
pelayannya si kakek yang penyakitan itu.
Berpikir sampai di sini, tiba-tiba saja Kwik Tay-lok merasakan hatinya amat terperanjat.
Kalau manusia-manusia tersohor macam Kim-lo-han, Sin Toucu bersedia menjadi pelayan si
kakek ini, bahkan bersikap begitu hormat, segan dan tunduk terhadapnya, lalu manusia macam
apakah si kakek yang penyakitan itu sendiri "
Kwik Tay-lok benar-benar merasa tidak habis mengerti.
Sekalipun hongtiang dari kuil Siauwlimsi yang lalu hidup kembali, belum tentu Kim lo han akan
bersikap begitu hormat kepadanya, sekalipun seorang pendekar besar kenamaan di masa lalu
hidup kembali, si bungkuk sakti dan si akal banyak seperti binatang belum tentu bersedia menjadi
pelayannya. Tapi, siapakah kakek itu" Kekuatan apakah yang dimilikinya sehingga dapat membuat ke tiga
orang ini begitu menaruh hormat kepadanya.
"Hari ini mereka telah banyak memberi penderitaan dan percobaan kepadamu, apakah dalam
hatimu masih merasa tidak puas terhadap mereka ?" tanya kakek itu kemudian.
Kwik Tay lok ingin menggeleng, tapi tak menggeleng, sambil tertawa getir katanya:
"Ya, ada sedikit !"
"Apakah kau merasa sangat keheranan mengapa mereka sampai berbuat demikian?"
"Yaa, ada sedikit.... aaah, tidak, bukan cuma sedikit saja...!"
"Dengan bersusah payah dan menempuh perjuangan yang sangat besar, ada urusan apa kau
datang kemari?"
Kwik Tay-lok agak tergagap, tapi kemudian setelah mengerling sekejap ke arah Yan Jit,
sahutnya: "Datang mencarinya !"
"Mengapa kau datang mencarinya?"
Perkataan yang diucapkan olehnya seakan-akan selalu berupa pertanyaan, bahkan
pertanyaan tersebut amat mendesak orang, membuat orang lain sama sekali tak mampu untuk
menghindarkan diri.
Kwik Tay-lok menundukkan kepalanya rendah-rendah, dia seperti merasa agak kuatir tapi tak
tenang. Tapi saat itulah tiba-tiba Yan Jit mengangkat kepalanya dan menatap ke arahnya dengan
menggunakan sepasang matanya yang jeli dan bening bagaikan air itu.
Kwik Tay-lok segera merasakan timbulnya keberanian dan keteguhan dalam hati, dia segera
mengangkat kepalanya dan menjawab dengan suara lantang:
"Karena aku suka kepadanya, aku ingin selalu berada didampinginya!"
Sesungguhnya persoalan ini adalah suatu persoalan yang terus terang, dan sekarang dia
mengutarakannya keluar dengan menggunakan sikap yang berterus terang pula, hal ini
memperhatikan akan kejujuran serta ketulusan hatinya.
Suara dari kakek itu berubah menjadi makin serius, sepatah demi sepatah dia bertanya:
"Apakah kau ingin mempersunting dirinya menjadi istrimu?"
"Benar!" jawab Kwik Tay-lok tanpa berpikir panjang lagi.
"Tak akan menyesal untuk selamanya?"
"Ya, tak akan menyesal untuk selamanya."
Mata si kakek yang setengah terpejam itu tiba-tiba melotot besar, dari balik mata tunggalnya ini
mencorong keluar sinar tajam yang menggidikkan hati.
Belum pernah Kwik Tay lok menjumpai manusia semacam ini, belum pernah bertemu dengan
manusia dengan mata yang begitu menakutkan, tapi dia tidak bermaksud untuk menghindarinya.
Sebab dia tahu yang paling penting pada saat ini adalah dia berbicara dengan jujur dan sama
sekali tidak mengandung maksud-maksud tertentu yang kuatir diketahui orang lain...."
Kakek itu menatapnya lekat-lekat, lalu membentak keras:
"Tapi, tahukah kau siapakah diriku ini?"
Kwik Tay-lok segera menggelengkan kepalanya berulang kali, pertanyaan ini memang sudah
lama berada dalam benaknya, namun dia tak berani untuk mengutarakannya keluar.
"Coba kau lihat bekas bacokan pedang berbentuk salib di atas wajahku ini, masa kau masih
belum tahu siapakah diriku ini?" kata si kakek.
Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Kwik Tay-lok, dia merasa terkejut sekali, hampir
saja seluruh badannya melompat ke udara saking kagetnya.
Bekas bacokan pedang berbentuk salib, ilmu pedang sepuluh huruf yang menggila...
Satu-satunya manusia yang dapat meloloskan diri dari serangan Sip-ci-kiam yang menggila itu
hanya Lamkiong Cho.
Jangan-jangan kakek yang sedang sakit parah ini tak lain adalah Lamkiong Cho yang asli "
Kwik Tay-lok hanya merasakan kepalanya pusing tujuh keliling dan tidak tahu bagaimana
mesti menjawab.
Mimpipun dia tak menyangka kalau Lamkiong Cho, seorang manusia buas yang termasyhur
dalam dunia persilatan karena kebusukan namanya, ternyata tak lain adalah ayah kandung Yan
Jit. Tak heran kalau Yan Jit dapat memastikan kalau orang berbaju hitam itu pasti bukan Lamkiong
Cho. Rupanya Yan Jit lah yang turun tangan menusuk ulu hati orang berbaju hitam itu lewat dinding
belakang. Dia berbuat demikian jelas, karena dia merasa benci terhadap orang-orang yang telah
mencatut nama ayahnya, oleh karena itu dia tak segan untuk turun tangan membunuhnya, dia
turun tangan karena ingin melindungi nama baik ayahnya.
Tak heran pula dia enggan menyebutkan asal usul sendiri, dan sikapnya seakan-akan
mempunyai banyak rahasia yang tak bisa diutarakan kepada orang lain.
Selama diapun enggan memberi tahukan kepada Kwik Tay-lok kalau dia adalah seorang anak
gadis, sebab dia merasa malu terhadap asal usulnya sendiri, dia kuatir setelah Kwik Tay-lok
mengetahui asal usulnya akan berubah sikapnya.
Oleh karena itu dia selalu menunggu sampai menjelang saat kematiannya baru bersedia untuk
mengutarakan hal itu kepadanya, maka dia minggat dan selalu menghindar.
Persoalan itu seakan-akan merupakan suatu peristiwa yang sukar untuk dijelaskan, tapi
sekarang, akhirnya toh ada jawabannya juga, Tapi Kwik Tay-lok hampir saja tak dapat
mempercayainya.
Suasana dalam ruangan itu sangat hening.
Sorot mata setiap orang telah dialihkan ke wajah Kwik Tay-lok, hanya Yan Jit seorang yang
masih menundukkan kepalanya, dia seperti tak berani lagi memandang ke arah Kwik Tay-lok.
Dia kuatir dengan jawaban dari Kwik Tay-lok, dia takut jawaban dari pemuda itu akan melukai
hatinya. Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya pelan-pelan kakek itu berkata lagi:
"Sekarang, tentunya sudah tahu bukan, siapakah aku?"
"Benar."
"Sekarang, bila kau masih ingin merubah keputusanmu, masih ada kesempatan yang cukup
bagimu untuk mengutarakannya keluar."
"Sekarang sudah tak sempat lagi"
"Mengapa ?"
"Karena di dunia ini sudah tiada persoalan apapun yang dapat merubah perasaan cintaku
kepadanya, bahkan aku sendiripun tak dapat."
Jawaban tersebut diutarakan dengan begitu tegas, begitu tulus dan jujur.
Ketika ia membalikkan badan memandang ke arah Yan Jit, kebetulan Yan Jit juga sedang
mengangkat kepalanya memandang ke arah wajahnya.
Sorot matanya berkaca-kaca, tapi itulah airmata kegirangan, air mata terharu dan terima kasih.
Bahkan sepasang mata Bwee Lan pun ikut berkaca-kaca menyaksikan adegan tersebut.
Kakek itu masih memandang wajah Kwik Tay-lok dengan sorot matanya yang tajam itu,
kemudian menanyakan sekali lagi:
"Kau masih bersedia untuk mempersunting dirinya untuk menjadi istrimu?"
"Kau bersedia menjadi suaminya anak gadis Lamkiong Cho?"
"Bersedia !"
Tiba-tiba sorot mata kakek itu bagaikan bekunya salju yang mulai mencair di musim semi,
pelan-pelan dia bergumam seorang diri:
"Bagus, bagus sekali, ternyata kau memang seorang anak baik, Yan-ji benar-benar tidak salah
memilih kau."
Kemudian pelan-pelan dia memejamkan kembali matanya, lalu sepatah demi sepatah katanya:
"Sekarang aku dapat menyerahkan dirinya kepadamu dengan perasaan hati yang lega,
sekarang dia sudah menjadi istrimu."
Kwik Tay-lok segera berpaling kembali ke arah Yan Jit, dan Yan Jit pun memandang ke
arahnya, ketika sepasang mata mereka saling bertemu, semua pancaran rasa cinta segera
dilampiaskan keluar semuanya.
Pipi Yan Jit berubah menjadi merah, dia bahagia, dia senang dan dia merasa gembira tak
terlukiskan. Demikian pula dengan Kwik Tay lok, dia merasa amat bahagia, dia tahu perjuangan dan
pengorbanannya selama ini tidak sia-sia belaka, sebab dia berhasil menemukan gadis pujaannya
bahkan berhasil mempersunting dianya menjadi istrinya.
Kamar pengantin.
Di dunia ini banyak terdapat kaum pemuda yang belum menikah mengkhayalkan malam
pengantinnya, bagaimana suasana dalam kamar pengantin dan apa pula yang akan terjadi.
Ada pula banyak kakek-kakek yang membayangkan kembali kenangan masa lalunya
mengenang kembali dan kehangatan dan kemesraan yang dialaminya di dalam malam pengantin,
malam yang penuh kebahagiaan itu.
Khayalan dan kenangan memang selamanya indah menawan.
Dalam kenyataan, suasana dalam kamar pengantin pada malam pertama setelah perkawinan
tidaklah sehangat dan semesra apa yang seringkali dikhayalkan orang, suasanapun belum tentu
selalu cerah dan indah seperti apa yang sering kali dilamunkan oleh kaum perjaka.
Ada sementara orang yang sok pintar, seringkali suka mengibaratkan malam pengantin
bagaikan sebuah kuburan, bahkan suara yang dari kamar pengantin ada kalanya dianggap
bagaikan jeritan binatang yang hendak disembelih.
Tentu saja kamar pengantin bukan kuburan, bukan pula tempat penjagalan binatang.
Lalu, kamarnya macam apakah kamar pengantin itu"
Biasanya kamar pengantin adalah sebuah kamar yang tidak terlalu hangat, di sana sini penuh
dengan warna merah dan hijau, dimana-mana penuh berbau minyak, ditambah lagi bau arak yang
ditinggalkan para tamu, bila dalam satu dua jam orang tidak mual bila berada dalam kamar terus,
sudah pasti dia memiliki perut dan hidung yang sangat istimewa sekali...
Tentu saja didalam kamar pengantin terdapat seorang lelaki dan seorang perempuan, kedua
orang ini biasanya tidak begitu kenal, oleh karena itu tidak banyak pula yang mereka bicarakan.
Oleh karena itu, meski suasana di luar sana hiruk pikuk dan ramai sekali, biasanya suasana
didalam kamar pengantin amat sepi dan hening.
Walaupun para tamu biasanya makan dan minum dengan sepuas-puasnya, kuatir kalau
modalnya tidak kembali tapi pengantin lelaki dan pengantin perempuan biasanya justru merasa
amat lapar. Sebenarnya malam pengantin adalah malam buat mereka berdua, tapi hari itu justru seakanakan
dilewatkan orang lain dengan penuh kebahagiaan.
Kain merah yang menutupi wajah Yan Jit sudah dilepas, dia sedang menundukkan kepalanya
duduk di tepi pembaringan sambil mengawasi sepatunya yang berwarna merah pula.
Kwik Tay-lok jauh-jauh duduk dikursi dekat sebuah meja, agaknya dia sedang termangumangu.
Yan Jit tak berani memandang ke arahnya, dan diapun tak berani memandang ke arah Yan Jit.
Seandainya minum sedikit arak, mungkin suasana akan lebih santai, sayangnya justru pada
hari ini tak ada arak yang dihidangkan. Seakan-akan asal pengantin lelaki minta arak untuk
minum, segera akan muncul "orang yang berbaik hati" untuk menghalanginya dan merebut
kembali cawan araknya.
Sebenarnya mereka adalah sahabat yang sangat akrab, dihari-hari biasa mereka selalu
berbicara tiada hentinya.
Tapi setelah menjadi sahabat karib, mereka seakan-akan sudah bukan sahabat lagi.
Ternyata kedua orang itu merasakan hubungan mereka berdua berubah menjadi begitu jauh,
begitu asing, dan rikuh.
Oleh karena itu masing-masing pihak merasa agak jengah untuk mulai dengan suatu
pembicaraan. Kwik Tay-lok sendiripun semula mengira dirinya masih bisa menghadapi suasana tersebut
dengan baik, tapi setelah masuk ke dalam kamar pengantin, tiba-tiba saja dia menemukan dirinya
seakan-akan berubah menjadi seorang manusia bodoh.
Suasana semacam ini benar-benar terasa sangat tidak terbiasa olehnya....
Sebenarnya dia ingin berjalan ke depan sana, duduk disamping Yan Jit, tapi entah mengapa,
sepasang kakinya justru terasa menjadi lemas, bahkan untuk berdiripun tak sanggup.
Entah berapa lama Kwik Tay-lok hanya merasa tengkuknya sudah mulai menjadi kaku...
Tiba tiba Yan Jit berbisik lirih:
"Aku mau tidur!"
Ternyata begitu menyatakan akan tidur, dia lantas pergi tidur bahkan satu katapun tak sempat
dilepas lagi, ia segera menjatuhkan diri ke atas pembaringan, menarik selimut dan menutupi
tubuhnya rapat-rapat.
Dia tidur dengan muka menghadap ke dinding, badannya melengkung bagaikan seekor udang.
Kwik Tay-lok menggigit bibirnya kencang-kencang, setelah mengawasi istrinya beberapa saat,
tiba-tiba sekulum senyuman menghiasi ujung bibirnya, ia berkata:
"Hari ini, mengapa kau tidak suruh aku keluar dari kamarmu?"
Yan Jit tidak menggubris, dia seperti sudah tidur nyenyak.
Sambil tertawa kembali Kwik Tay-lok berkata:
"Bukankah kau mempunyai kebiasaan tak bisa tidur bila ada orang lain berada dalam


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kamarmu?" Sebenarnya Yan Jit masih tak ingin menggubrisnya, tapi sekarang justru dia tak tahan, maka
serunya: "Kurangilah perkataanmu, aku ingin tidur"
Kwik Tay-lok kembali mengerdipkan matanya beberapa kali, kemudian sambil tertawa dia
berkata lagi: "Masa kau masih bisa tidur walaupun aku berada di sini ?"
"Kau.... kau bukan orang lain." bisik Yan Jit kemudian sambil menggigit bibirnya kencangkencang.
"Kalau bukan orang lain, lantas siapa ?"
Tiba-tiba Yan Jit tertawa cekikikan, "Kau adalah si setan berkepala besar !"
Tiba-tiba Kwik Tay-lok menghela napas panjang, kembali katanya:
"Heran, heran, kenapa kau bisa kawin dengan seorang setan kepala besar seperti aku ?"
"Aku masih ingat, dahulu agaknya kau pernah bilang, sekalipun semua lelaki yang ada di dunia
ini sudah pada mampuspun, kau tak akan kawin denganku."
Tiba-tiba Yan Jit membalikkan badannya menyambar bantal, kemudian menimpuk ke arahnya
keras-keras. Wajahnya telah berubah menjadi merah padam seperti buah masak yang baru saja di petik.
Bantal itu melayang balik kembali, tapi kali ini balik disertai dengan tubuh Kwik Tay lok.
Dengan wajah memerah Yan Jit segera berseru:
"Kau... kau... mau apa kau ?"
"Aku ingin menggigitmu !"
Kain kelambu yang berwarna merah, entah sedari kapan telah diturunkan ke bawah.
Bila ada orang bersikeras mengatakan kalau suasana dalam kamar pengantin bagaikan
sebuah tempat penjagalan, maka tempat penjagalan tersebut sudah pasti tempat untuk menjagal
nyamuk. Suara pembicaraan mereka berduapun sangat lirih seperti suara nyamuk.
Kwik Tay-lok seperti sedang berbisik lirih:
"Heran, heran, sungguh mengherankan."
"Apanya yang mengherankan ?"
"Mengapa tubuhmu sedikitpun tidak bau?"
"Plak....!" terdengar suara orang seperti memukul nyamuk, makin memukul semakin pelan,
makin memukul semakin pelan....
Fajar sudah menyingsing.
Suasana di dalam pembaringan dibalik kelambu baru saja menjadi tenang, lewat setengah
harian, kemudian terdengar suara Kwik Tay-lok sedang bertanya dengan pelan:
"Tahukah kau, apa yang sedang kupikirkan sekarang ?"
"Ehmm...."
Suaranya lebih lirih dari suara burung walet, siapapun tak tahu jelas apa yang sedang ia
katakan. "Sekarang aku teringat sudah banyak persoalan yang aneh, tapi yang paling kuinginkan
adalah daging yang di masak sampai merah dan empuk"
Yan Jit segera tertawa cekikikan.
"Dapatkah kau mengatakan kalau kau sedang merindukan aku?" katanya.
"Tidak dapat."
"Tidak dapat?"
"Ya, karena aku takut kau akan menelanku bulat-bulat."
Setelah menghela napas panjang, gumamnya:
"Isteri macam kau berhasil kudapatkan dengan tidak mudah, bila sampai tertelan bukankah
sukar untuk mencari gantinya ?"
"Kalau sudah tak ada, bukankah kau bisa pergi mencari seorang lagi ?"
"Mencari siapa ?"
"Misalnya.... Swan Bwee-tong...."
"Tidak bisa." jawab Kwik Tay-lok pelan.
"Dia terlalu kecut, lagi pula yang dia sukai adalah kau."
Setelah tertawa, lanjutnya:
"Sekarang aku baru tahu, hari itu kau tidak mau dengan dia, kenapa dia tidak menjadi marah.
Waktu itu kau pasti memberitahukan kepadanya bahwa kaupun seperti dia, seorang perempuan."
"Bila aku seorang lelaki, aku pasti sudah mengawini dirinya.."
"Mengapa kau selalu tak mau memberitahukan kepadaku kalau kau adalah seorang
perempuan ?"
"Siapa suruh kau seorang yang buta " Orang lain saja dapat melihatnya, tapi justru hanya kau
seorang yang tak pernah mengerti."
"Apakah rahasia ini yang hendak kau beritahukan kepadaku ?"
"Ehmm...."
"Mengapa kau harus menunggu sampai aku hampir mau mati baru bersedia untuk
memberitahukan kepadaku?"
"Karena... karena aku takut kau tidak maui aku...."
Perkataannya itu belum habis diutarakan, mulutnya seakan-akan disumbat oleh sesuatu
secara tiba-tiba.
Lewat lama kemudian, Yan Jit baru berkata lagi dengan napas agak tersengal-sengal.
"Kita kan sedang berbincang-bincang secara baik, kau tak boleh sembarangan berkutik"
"Baik, tidak berkutik ya tidak berkutik. Tapi mengapa kau takut aku tak maui dirimu" Apakah
kau tidak tahu, sekalipun menggunakan semua perempuan yang ada di dunia ini untuk ditukar
dengan kau seorang, akupun tak akan menukarnya."
"Sungguh ?"
"Tentu saja sungguh."
"Andaikata ditukar dengan perempuan yang bernama Sui Loan-kim ?"
Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang:
"Aaai.... dia memang seorang anak perempuan yang sangat baik, dan lagi patut di kasihani,
cuma sayang hatiku sudah diisi oleh kau seorang, tak mungkin lagi bagiku untuk menerima
kehadiran orang lain didalam hatiku"
Yan Jit merintih lirih. Tiba-tiba suasana dibalik kelambu kembali menjadi hening, seakan-akan
mulut kedua orang itu kembali tersumbat oleh sesuatu.
Setelah lewat cukup lama, Kwik Tay-lok menghela napas panjang, katanya lagi:
"Aku tahu, kau sengaja berbuat demikian karena ingin mencoba diriku, kau ingin tahu apakah
aku setia kepadamu atau tidak."
Yan Jit menggigit bibirnya kencang-kencang, kemudian berkata:
"Bila kau bersedia untuk tinggal di sana maka selama hidup jangan harap kau dapat berjumpa
lagi dengan aku."
"Tapi, setelah aku sampai di sini, mengapa kau masih tidak membiarkan aku datang
menjumpaimu ?"
"Karena masih ada orang lain yang ingin mencoba pula dirimu, ingin mengetahui apakah kau
cukup pintar, cukup bernyali, ingin mengetahui apakah hatimu cukup baik, pantaskah untuk
menjadi menantunya ayahku."
"Oleh karena itu, kalian ingin melihat apakah aku cukup pintar untuk menemukan rahasia
rumah ini, apakah aku cukup bernyali untuk mendatangi kuil Liong ong-bio tersebut"
"Sewaktu berada dalam kuil Liong-ong-bio, bila kau berani mempunyai pikiran jahat terhadap
adik misanku itu, atau enggan menghantar dia pulang kemari, sekalipun kau berhasil menemukan
tempat ini, juga takkan berjumpa denganku."
Kwik Tay-lok menghela napas panjang, katanya:
"Untung saja aku selain pintar, juga bernyali dan orang baik-baik...."
Yan Jit tertawa, selanya:
"Kalau tidak begitu, mana mungkin kau bisa memperistri seorang nona sebaik aku?"
Kembali Kwik Tay-lok menghela napas panjang.
"Hingga sekarang aku baru menemukan bahwa kita sesungguhnya adalah sepasang sejoli
yang paling cocok."
"Sekarang kau baru mengetahuinya ?"
"Benar" jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa, "sebab sekarang aku baru menemukan kulit muka
kita berdua tampaknya memang cukup tebal."
Sekarang didalam kamar itu baru benar-benar terdapat kamar pengantin, bahkan jauh lebih
indah, lebih mesra dan hangat dari apa yang di bayangkan semula.
Mereka memang berhak untuk memperoleh kebahagiaan tersebut.
Sebab perasaan Cinta mereka sudah memperoleh pelbagai percobaan yang berat, mereka
bisa mendapatkan kebahagiaan seperti hari ini, boleh dibilang hal mana diperolehnya secara tidak
mudah. Berlian pun harus diasah lebih dulu sebelum menjadi berkilat.
Cinta dan persahabatan yang tidak pernah mengalami percobaan, ibaratnya bunga yang
terbuat dari kertas, selain tidak segar dan tidak menyiarkan bau harum, selamanya juga tak akan
memberikan buah.
Buah sudah mulai matang di atas pohon, meski musim semi sudah lewat, namun musim
panen sudah hampir tiba.
Yan Jit duduk di bawah pohon, melepaskan topi dari kepalanya dan dipakai sebagai kipas,
kemudian gumamnya:
"Panas benar udara hari ini, Ong lotoa sudah pasti semakin malas untuk bergerak."
Kwik Tay-lok mengalihkan sorot matanya ke tempat kejauhan, kemudian berguman pula:
"Entah bagaimana dengan Siau-lim " Apa saja yang dilakukan?"
"Kau tak usah kuatir, mereka pasti tak akan kesepian, terutama dengan Siau-lim."
"Mengapa ?"
Yan Jit segera tertawa.
"Apakah kau lupa dengan si nona kecil penjual bunga itu ?" serunya cepat.
Kwik Tay-lok turut tertawa, ia segera mendengar suara nyanyian merdu berkumandang
diangkasa. "Nona kecil bangun pagi.
Membawa keranjang bunga menuju ke pekan.
Melewati jalan raya, menembusi lorong sempit.
Bunga, bunga, dia berseru.....
Tentu saja nyanyian itu bukan berasal dari si nona kecil penjual bunga, yang membawa
nyanyian itu sekarang adalah Yan Jit.
Sambil menggoyangkan topinya untuk menyejukkan badan, dia mengalunkan suaranya yang
merdu, membuat para pejalan kaki sama-sama berpaling dan memandang ke arahnya dengan
mata melotot besar.
Sambil tertawa Kwik Tay-lok segera berseru:
"Hei, jangan lupa pakaian apa yang sekarang kau kenakan?"
Sekarang, dia menggunakan pakaian lelaki tapi suara nyanyiannya justru merdu merayu
bagaikan burung nuri yang sedang berkicau.
"Tak menjadi soal" jawab Yan Jit sambil tertawa, "sekalipun aku tidak menyanyi, orang lain
juga dapat melihat kalau aku adalah seorang perempuan, sebab bila seorang perempuan ingin
merayu seorang lelaki, hal ini bukanlah suatu pekerjaan yang terlalu gampang".
"Bagaimana dengan kau dulu?"
"Dulu berbeda"
"Bagaimana bedanya?"
"Dulu aku lebih dekil.... dekil sekali, semua orang selalu beranggapan bahwa perempuan
selalu lebih bersih daripada lelaki"
"Padahal?"
Yan Jit segera melotot sekejap ke arahnya lalu sahutnya:
"Padahal perempuan yang kenyataannya lebih bersih daripada orang lelaki..."
Jalan ini adalah jalanan menuju ke perkampungan Hok-kui-san-ceng.
Mereka sama sekali tidak melupakan teman-teman mereka, mereka pun ingin membagikan
kebahagiaan mereka kepada teman-temannya.
"Seandainya Ong lotoa dan Siau-lim tahu kalau kita.... kita sudah menikah menjadi suami istri,
sudah pasti dia akan merasa gembira sekali, Entah Siau-lim akan merasa cemburu atau tidak?"
Seusai mengucapkan perkataan itu, dia mulai lari sedang Yan Jit mengejar dari belakangnya.
Mereka tidak menunggang kereta, juga tidak naik kuda, sepanjang perjalanan mereka, hanya
tertawa, lari, saling mengejar dan bergurau bagaikan dua orang anak kecil saja.
Kegembiraan memang membuat orang dapat membuat orang menjadi lebih awet muda dan
segar selalu. Bila sudah lelah berlari, mereka duduk dia bawah pohon yang rindang dan membeli sebiji kueh
untuk menangsal perut yang lapar.
Sekalipun kueh keras itu tawar, dan tak enak, namun dalam mulut mereka akan terasa manis
dan nikmat. Ternyata Kwik Tay-lok sudah beberapa hari tidak minum arak, kecuali sehari menjelang
keberangkatan mereka, Lamkiong Co telah menyediakan perjamuan perpisahan untuk puteri
menantunya, bukan saja dia sendiri minum setengah cawan, bahkan mengharuskan semua orang
minum sampai puas, maka mereka semuapun mabuk hebat.
Sambil tertawa Yan Jit berkata:
"Walaupun sekarang ayahku sudah tak dapat minum arak lagi, akan tetapi dia paling suka
melihat orang lain minum arak."
"Dahulu takaran minum araknya pasti lumayan sekali." kata Kwik Tay-lok sambil tertawa.
"Bukan cuma lumayan lagi, sepuluh orang Kwik Tay-lok belum tentu bisa melawan dia
seorang." "Haaaah."
"Apa artinya hah ?"
"Hah, artinya bukan saja aku tidak puas lagi pula akupun tidak percaya dengan perkataanmu
itu." "Sayang saat ini dia sudah tua, lagi pula luka lamanya kambuh kembali, sudah banyak tahun
dia hanya berbaring belaka tanpa bergerak, kalau tidak dia pasti akan melolohmu sampai kau
bergulingan di atas tanah sambil muntah-muntah."
Menyinggung kembali soal penyakit yang diderita ayahnya, tanpa terasa rasa sedih dan
murung menyelimuti kembali wajahnya.
Kwik Tay-lok juga menghela napas panjang, katanya:
"Dia memang seorang manusia yang luar biasa, aku tidak menyangka kalau dia dapat
mengijinkan kepada kita untuk pergi."
"Mengapa ?"
"Sebab.... sebab dia benar-benar merasa terlampau kesepian, bila berganti orang lain, dia
pasti akan menyuruh kita berdua untuk menemaninya."
"Tapi dia berbeda, dia selalu tak ingin menyaksikan orang lain menderita karena dia,
bagaimanapun juga, dia lebih suka merasakan sendiri penderitaan dan siksaan tersebut daripada
membiarkan orang lainpun ikut merasakan."
Sepasang matanya memancarkan kembali cahaya berkilauan, jelas dia merasa bangga karena
mempunyai seorang ayah seperti ini.
Kwik Tay-lok menghela napas, katanya lagi:
"Berbicara terus terang, aku sendiripun sama sekali tidak mengira kalau dia adalah seorang
manusia seperti ini ?"
"Dulu kau mengira dia adalah seorang manusia macam apa ?"
Kwik Tay-lok agak sangsi, tapi ujarnya kemudian agak tergagap:
"Kau tahu, berita yang tersiar dalam dunia persilatan selalu melukiskan dia sebagai seorang
manusia yang menakutkan."
"Dan sekarang ?"
Untuk kesekian kalinya Kwik Tay lok menghela napas panjang.
"Aaai...! Sekarang aku baru tahu, berita-berita yang tersiar dalam dunia persilatan itulah baru
benar-benar menakutkan. Ternyata dia sanggup untuk menahan derita selama banyak tahun,
hanya cukup berbicara dari hal ini saja, orang lain sudah tak mungkin bisa menandinginya lagi..."
"Mungkin hal ini dikarenakan dia sudah tak sanggup untuk tidak bersabar dan menerima
segala sesuatunya belaka," kata Yan Jit sedih.
"Untung saja dia masih mempunyai teman, aku dapat menyaksikan kesetiaan serta
persahabatan dari si Bungkuk sakti sekalian, mereka selalu berusaha untuk membuat gembira
hatinya." Yan Jit termenung untuk beberapa saat lamanya, tiba-tiba dia berkata:
"Kau tahu, dulu mereka ingin berbuat bagaimana untuk menghadapinya ?"
Kwik Tay-lok menggeleng.
"Dahulu merekapun selalu berusaha untuk membunuhnya" kata Yan Jit, "tapi kemudian,
setelah melangsungkan beberapa kali pertarungan sengit antara hidup dan mati, mereka baru
menjumpai bahwa dia tidak seperti apa yang tersiar dalam dunia persilatan, akhirnya mereka
dibuat terharu oleh perangainya yang gagah, itulah sebabnya dari musuh mereka menjadi
bersahabat."
Kemudian ia tertawa, tertawanya agak pedih, juga agak bangga, lanjutnya:
"Demi dia, bahkan Kim Lo-han bersedia untuk menghianati Siau-lim-pay, bersedia menjadi
seorang murid murtad yang tak mungkin bisa diampuni oleh perguruannya."
"Bahkan manusia justru memiliki perasaan hati yang agung, maka mereka berbeda dengan
hewan." "Perasaan semacam ini biasanya hanya akan muncul bila ada seseorang berada dalam
kesulitan atau ancaman jiwa, hanya perasaan yang muncul dalam keadaan semacam inilah
merupakan ungkapan perasaan yang sangat...."
Apa yang mereka ucapan memang benar.
Seseorang hanya bisa memperhatikan keagungan jiwanya bila berada dalam kesulitan atau
ancaman jiwa. Lamkiong Cho memang berhasil mendapat uluran tangan persahabatan dari Sin Toucu
sekalian, tapi beberapa besarkah pengorbanan yang dibayar untuk itu " Mungkin orang lain tak
pernah akan membayangkan.
Seandainya didalam keadaan yang kritis, ia rela berkorban demi menyelamatkan jiwa orang
lain, dari mana orang lain bisa tahu kalau wataknya sangat agung" Darimana pula mereka dapat
bersedia untuk mengorbankan segala-galanya"
Dibalik kesemuanya ini tentu saja masih terdapat cerita lain yang penuh dengan suka duka
serta keadaan-keadaan yang menyedihkan.
Dan cerita inipun tak perlu disinggung kembali.
Senja sudah menjelang tiba.
Walaupun matahari telah tenggelam di langit barat, namun jalanan yang beralas batu masih
terasa panas dan menyengat badan.
Di bawah pohon yang rindang di depan sana, berdiri seorang perempuan kurus yang
berpakaian kumal menggandeng seorang anak di tangan kiri dan menggendong anak yang lain


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dipunggungnya. Dia berdiri di situ dengan kepala tertunduk dan tangan sebelah dijulurkan ke muka, dia sedang
meminta-minta kepada setiap orang yang melewati tempat itu.
Kwik Tay-lok segera berjalan mendekat dan memberikan beberapa potong hancuran uang
perak ke tangannya.
Selama dia punya uang, tak pernah ia menyia-nyiakan setiap pengemis yang dijumpainya,
sekalipun uangnya masih sisa berapa keping uang perak saja, pemuda itu selalu memberikan
kepada orang lain tanpa mempertimbangkan lagi.
Yan Jit sedang memandang ke arahnya, dibalik sorot matanya yang lembut terpancar
perasaan kagum dan memuji.
Jelas dia merasa bangga karena memiliki seorang suami yang besar sekali jiwa sosialnya.
Perempuan pengemis itu segera berkemak-kemik mengucapkan kata-kata terima-kasih, baru
saja ia akan masukkan uangnya ke saku, tanpa sengaja dia mengangkat kepalanya dan
memandang sekejap ke arah Kwik Tay-lok.
Tiba-tiba paras mukanya yang pucat pias itu mengalami perubahan yang sangat hebat,
berubah menjadi menakutkan sekali.
Sepasang matanya yang cerah dan sama sekali tak bersinar itu telah melotot keluar bagaikan
mata ikan, seakan-akan ada sebilah pisau yang secara tiba-tiba dihujamkan ke ulu hatinya.
Sebenarnya Kwik Tay lok sedang tersenyum, tapi lambat laun senyumannya itu membeku,
wajahnya juga menunjukkan perasaan terkejut bercampur terkesiap, serunya tertahan.
"Aaah, kau?"
Perempuan pengemis itu segera menutupi wajahnya dengan sepasang tangannya, lalu jeritnya
keras-keras: "Kau pergi dari sini, aku tidak kenal denganmu."
Dari perasaan kaget, wajah Kwik Tay-lok berubah menjadi iba dan penuh rasa kasihan,
setelah menghela napas panjang katanya:
"Mengapa kau dapat berubah menjadi begini rupa ?"
"Itu urusanku, dengan kau sama sekali tak ada sangkut pautnya."
Walaupun perempuan itu berusaha untuk mengendalikan perasaan sendiri, toh sekujur
tubuhnya gemetar juga bagaikan cahaya lilin yang terhembus angin kencang.
Pelan-pelan Kwik Tay-lok mengalihkan sorot matanya ke wajah dua orang bocah yang ingusan
dan perkembangan badannya tidak baik itu, kemudian bertanya lagi dengan sedih:
"Mereka adalah hasil hubunganmu dengannya" Dimana orangnya sekarang?"
Sekujur badan perempuan itu gemetar keras, akhirnya dia tak kuasa menahan diri dan
menangis tersedu-sedu, sambil menutupi wajahnya sambil terisak ia menjawab:
"Dia telah membohongi aku, membohongi harta bendaku, kemudian kabur lagi dengan
perempuan lain, yang dia tinggalkan kepadaku hanyalah dua orang bocah ini, mengapa nasibku
begini buruk.... mengapa?"
Tiada orang yang memberi jawaban kepadanya, sebab hanya dia sendiri yang mengetahui
jawabannya. Penderitaan dan tragedi yang m
Kekaisaran Rajawali Emas 6 Kuda Putih Karya Okt Hikmah Pedang Hijau 10
^