Pendekar Riang 7

Pendekar Riang Karya Khu Lung Bagian 7


eakanakan terbentur semua pada batunya.
Lewat beberapa saat kemudian, sambil tertawa dia baru berkata lagi:
"Paling tidak, ada satu hal yang mau tak mau harus kau akui akan kebenarannya."
"Soal apa?"
Kali ini Hoat-liok-pi tidak berhasil membeseti kulit seorang manusiapun," kata Kwik Tay-lok
sambil tertawa.
"Lagi-lagi kau keliru."
"Lagi-lagi aku keliru?" seru Kwik Tay-lok sambil tertawa getir.
"Yaa, paling tidak kali ini Hoat liok pi, telah membeseti kulit seseorang."
"Kulit siapa yang dibeseti?"
"Kulitnya sendiri!"
Sebenarnya siapakah manusia yang dinamakan Lim Tay-peng itu"
Apa sebabnya ada seorang yang bersedia menghamburkan uang sebesar beberapa ribu tahi
perak hanya bermaksud untuk mencari jejaknya "
Ada persoalan apa mereka mencarinya"
"Menurut pendapatmu, apa sebabnya orang-orang itu pergi mencari Lim Tay peng?" tanya
Kwik Tay-lok. Tampaknya ia sudah lebih pandai menguasahi diri, sebab kali ini ia tidak mengemukakan
pendapatnya sendiri.
Yan Jit termenung sebentar, kemudian katanya:
"Seandainya kau bersedia menghamburkan uang sebesar lima-enam ribu tahil perak untuk
mencari seseorang, mungkin tujuannya karena apa ?"
"Aku tak bakal melakukan perbuatan semacam ini" sahut Kwik Tay lok sambil tertawa.
Yan Jit melirik sekejap ke arahnya lalu, berkata:
"Seandainya aku lenyap secara tiba-tiba dan kau harus menghamburkan uang sebesar lima
ribu tahil perak untuk menemukan diriku, bersediakah kau untuk melakukannya?"
Tanpa berpikir panjang lagi Kwik-Tay-lok segera menjawab:
"Tentu saja bersedia, demi kau sekalipun aku musti menggadaikan batok kepalaku juga aku
bersedia."
Mencorong sinar tajam dari balik mata Yan Jit.
Sorot mata seseorang baru akan memancarkan sinar tajam bila ia sedang merasa sangat
gembira atau merasa sangat bangga.
"Karena kita adalah sahabat karib maka aku bersedia untuk melakukannya" kata Kwik Tay-lok
lagi, "tapi, Lim Tay-peng sudah pasti bukan sahabat karibnya kedua orang itu, dia tak nanti akan
bersahabat dengan manusia-manusia macam begitu"
Yan Jit manggut-manggut, sahutnya:
"Seandainya ada orang telah membunuhku, bersediakah kau menghamburkan yang sebesar
lima ribu tahil perak untuk menemukan jejak pembunuhnya?"
"Tentu saja mau, sekalipun harus beradu jiwa, aku juga pasti akan mencari orang itu sampai
ketemu dan membalaskan dendam bagimu"
Tapi kemudian dia lantas menggeleng, katanya lagi:
"Tapi Lim Tay-peng belum pernah membunuh manusia, aku rasa sikap menderita dan tersiksa
yang diperlihatkannya sehabis membunuh Lamkiong Cho itu sudah pasti bukan dilakukannya
dengan berpura-pura."
"Bila ada orang telah merampas lima puluh laksa tahil perak milikmu, kemudian kau
menghamburkan lima ribu tahil perak untuk mencarinya, tentu saja kau bersedia untuk
melakukannya bukan"
"Tapi ketika Lim Tay-peng datang, sepeser uangpun tidak dimilikinya, apalagi dia toh bukan
manusia semacam itu"
Yan Jit segera tertawa.
"Sekarang bukan aku yang mendebat ucapanmu, adalah kau yang terus menerus mendebat
perkataanku" serunya.
Kwik Tay-lok turut pula tertawa.
"Yaa, soalnya aku juga tahu kalau hati kecilmu yang sesungguhnya juga tidak berpendapat
demikian" Yan Jit menghela napas panjang, katanya sambil tertawa getir:
"Terus terang saja, pada hakekatnya akupun tidak berhasil menemukan jawaban yang tepat,
apa sebabnya mereka mencari Lim Tay-peng."
"Walaupun tak bisa ditemukan, apakah kau lupa aku sudah banyak belajar cara menanyai
orang dari diri si tongkat?"
Sinar lentera didalam kamar masih terang benderang, tidak kelihatan ada orang berjalan
keluar, juga tidak kelihatan ada orang berjalan masuk.
Baru saja mereka bersiap-siap akan menanyai kedua orang itu, tiba-tiba daun jendela dibuka
orang. Seseorang sedang menggape ke arah mereka dari depan jendela.
Sementara kedua orang itu masih belum mengerti jelas siapa gerangan yang sedang di gape,
sambil tertawa orang itu sudah berkata lebih dulu:
"Di atas pohon udara tentu sangat dingin, mengapa kalian berdua tidak masuk saja, ke dalam
untuk menghangatkan badan?"
Api pemanas dalam ruangan itu amat besar.
Duduk di tepi perapian sudah barang tentu jauh lebih nyaman ketimbang berjongkok di dahan
pohon. Orang yang menggape mereka dari jendela tadi, kini sudah duduk kembali.
Orang itu bukan si lelaki bercodet di wajahnya, juga bukan si manusia berlengan tunggal yang
berwajah bengis.
Sesungguhnya orang itu sama sekali tidak terlihat ada didalam ruangan tadi.
Sebaliknya orang-orang yang tadi berada dalam ruangan, kini sudah pergi entah ke mana.
Kwik Tay-lok tidak melihat mereka keluar dari situ, juga tidak melihat orang ini masuk ke
dalam. Hanya ada satu hal yang membuat Kwik Tay-lok merasa agak terhibur dan lega.
Dari ujung kepala sampai ke ujung kakinya, orang ini jauh lebih sedap dipandang daripada
kedua orang tadi.
Yang lebih penting lagi, orang ini adalah seorang perempuan.
Sesungguhnya dia sudah tidak termasuk muda lagi, tapi wajahnya masih cantik dan agak
menawan hati. Di dunia ini memang terdapat semacam perempuan yang bisa membuat kau tidak akan
memperhatikan usianya.
Dan kebetulan sekali dia adalah perempuan semacam itu.
Perempuan yang cantik kebanyakan angkuh, tak tahu aturan, hanya sedikit sekali yang
terkecuali. Kebetulan dia termasuk didalam pengecualian tersebut.
Anehnya, perempuan semacam ini mengapa secara tiba-tiba bisa muncul didalam ruangan
tersebut" Setelah tertawa, katanya lebih lanjut:
"Apa pula hubungannya dengan kedua orang itu" Apa pula hubungannya dengan persoalan ini
?" Tentu saja Kwik Tay lok ingin bertanya, tapi hingga detik itu belum juga ada kesempatan.
Setiap kali bila dia ingin bertanya, ternyata ia telah didahului terus oleh orang lain, bila ada
seorang perempuan semacam itu mengajukan pertanyaan kepadamu, tentu saja kau harus
menjawab lebih dulu.
"Aku she Wi" kata perempuan itu sambil tersenyum, "dan kalian berdua?"
"Aku she Kwik, dan dia she Yan, Yan dari huruf Yan-cu si burung walet"
Yan Jit segera mendelik ke arahnya, tapi sebelum dia mengucapkan sesuatu, Wi hujin telah
berkata lagi sambil tertawa:
"Semua teman Lim Tay-peng tak ada seorangpun yang tidak kukenal, mengapa belum pernah
kujumpai kalian berdua?"
Kembali Kwik Tay lok ingin berebut menjawab, mendadak ia menjumpai Yan Jit sedang
mendelik ke arahnya.
Terpaksa dia harus menundukkan kepalanya dan mendehem pelan.
Pelan-pelan Yan Jit baru mengalihkan sinar matanya ke wajah Wi-hujin, sahutnya hambar:
"Darimana kau bisa tahu kalau kami ini adalah temannya Lim Tay-peng ?"
"Kalian berdua datang dari tempat kejauhan dengan menempuh hujan salju serta angin
kencang, kemudian menunggu di luar dalam udara sedingin ini, sudah barang tentu bukan
dikarenakan tauke rumah pegadaian itu bukan?"
"Mengapa tidak mungkin?"
Wi-hujin tersenyum.
"Naga akan berteman dengan naga, burung hong akan berteman dengan burung hong, masih
cukup jelas bagiku untuk mengetahui, siapa tepatnya berteman dengan siapa?"
Yan Jit segera mengerdipkan matanya.
"Kalau begitu, ternyata kau juga kenal dengan Lim-Tay-Peng bukan ....?"
Wi hujin manggut-manggut:
Sambil tertawa kembali Yan Jit berkata:
"Padahal tidak seharusnya kuajukan pertanyaan seperti ini, bahkan temannya saja kau kenal
semua, tentu saja kenal dengan dirinya"
"Yaa, memang boleh dibilang kenal sekali" Wi-hujin tersenyum.
"Lain kali, bila kau bertemu lagi dengannya, tolong sampaikan salam dari kami, katakan kalau
kami merasa rindu sekali dengannya" seru Yan Jit lagi.
"Aku pun ingin sekali berjumpa muka dengannya, maka sengaja aku datang untuk minta
petunjuk dari kalian berdua"
"Minta petunjuk apa?"
"Aku minta kalian berdua suka memberitahu kepadaku, selama dua hari belakangan ini dia
berada dimana?"
Yan Jit merasa seperti amat terkejut bercampur keheranan lalu serunya dengan cepat:
"Hubunganmu dengannya jauh lebih akrab dari pada kami, dari mana aku bisa tahu dia berada
dimana sekarang ?"
Wi-hujin segera tertawa.
"Bagaimana akrabnya seorang teman kadangkala diapun bisa lama sekali tak pernah bersua
muka" Yan Jit menghela napas panjang.
"Aaaaaiii... aku malah punya rencana untuk meminta bantuanmu agar mengajak kami untuk
pergi menjumpainya"
"Apakah kalian juga tidak tahu dimanakah ia berada sekarang?"
"Kalau kau sendiripun tidak tahu, darimana kami bisa tahu " Seorangpun diantara temannya
ini tak ada yang kami kenal"
Mendadak ia bangkit berdiri sesudah menjura katanya:
"Waktu sudah tidak pagi lagi kami harus segera mohon diri"
Wi-hujin tertawa ewa.
"Ooooohhh. . . kalian berdua akan pergi" Maaf aku tidak menghantar, tidak menghantar"
Ternyata ia sama sekali tidak berniat untuk menghalangi kepergian mereka dengan begitu saja dia
membiarkan Yan Jit berdua pergi meninggalkan ruangan.
Baru keluar dari rumah penginapan, Kwik Tay-lok sudah tidak tahan berseru:
"Aku benar-benar merasa kagum kepadamu kau memang hebat sekali"
"Hebat kenapa ?"
"Kalau kau sudah mulai berbohong, pada hakekatnya tidak jauh berbeda dengan orang yang
sedang berbicara sungguhan"
Yan Jit segera melotot sekejap ke arahnya kemudian berkata pula:
"Akupun sangat mengagumi dirimu..."
"Kagum apa kepadaku?"
"Manusia macam kau memang jarang terdapat di dunia ini, asal melihat ada perempuan yang
menarik, tanggal lahir sendiripun sudah terlupakan sama sekali kalau bisa seakan-akan semua
rahasianya akan diungkapkan keluar"
"Itu mah disebabkan aku lihat dia tidak mirip orang jahat"sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa.
"Hmm, memangnya orang jahat akan pasang papan nama di atas wajahnya ?" seru Yan Jit
sambil tertawa dingin.
"Seandainya dia bermaksud jahat, masakah kita dibiarkan pergi dengan begitu saja?"
"Kalau tidak membiarkan kita pergi lantas bagaimana" Apakah dia mempunyai kemampuan
untuk menahan kita?"
Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang.
"Aaaai... andaikata kau menganggap dia hanyalah seorang perempuan biasa saja, maka
pandanganmu itu keliru besar"
"Oya..."
"Semua gerak gerik kita agaknya diketahui olehnya dengan jelas, cukup mengandalkan
persoalan ini aku berani memastikan kalau dia bukan manusia sembarangan"
"Apa saja yang dia ketahui ?"
"Ia tahu kita datang dari luar kota, dia tahu kita sembunyi di atas pohon..."
Mendadak dia menghentikan ucapannya lalu berbisik:
"Coba kau lihat di depan pintu toko obat dibelakang sana"
"Tak usah dilihat lagi"
"Jadi kau sudah tahu kalau ada orang sedang menguntil di belakang kita?"
Sambil tertawa dingin Yan Jit manggut-manggut.
Sementara itu mereka sudah berbelok ke sebuah jalanan yang lenggang dan sepi toko-toko di
situ menutup pintu agak awal, saat itu hampir tiada orang yang perlu lalang lagi di sana.
Toko obat itupun sudah menutup pintu, tapi seorang manusia berbaju hitam yang pendek kecil
sedang berdiri di belakang pintu sambil kadang kala melongokkan kepalanya memperhatikan
mereka. "Apakah orang ini mengikuti kita terus menerus?"
"Baru keluar dari rumah penginapan, aku telah mengetahui jejaknya. Maka aku baru sengaja
membelok ke jalanan ini"
Sesudah tertawa dingin, lanjutnya:
"Sekarang, tentunya kau sudah mengerti bukan, apa sebabnya Wi-hujin membiarkan kita
berlalu dengan begitu saja?"
"Masakah dia sudah tahu kalau kita sebenarnya tinggal bersama Lim Tay-peng, maka sengaja
membiarkan kita pergi dengan begitu saja sementara dia suruh orang mengikuti kepergian kita
secara diam-diam?"
"Ehmm"
Kwik Tay-lok menghela napas panjang.
"Perhitungan si-poanya hebat juga cuma sayang ia terlalu menilai rendah diri kita"
"Memangnya kau anggap dia memandang sebelah mata kepadamu?" jengek Yan Jit dingin.
"Walaupun aku tiada sesuatu yang luar biasa, tapi bukan sesuatu yang gampang buat orang
lain bila ingin menguntit diriku"
"Oya !"
Kwik Tay lok mengerdipkan matanya, lalu tertawa.
"Siapa ingin menguntil diriku, maka dia harus mencicipi dulu hembusan angin barat laut"
Di jalanan tersebut, hanya rumah makan yang belum menutup pintu.
Tak tahan Yan Jit segera tertawa, katanya:
"Aku lihat mungkin kau bukan berniat untuk menyuruh orang lain minum angin barat laut,
adalah kau sendiri yang ingin minum arak bukan?"
"Aku minum arak dan dia minum angin barat-laut, pokoknya kan semua orang minum meski
berbeda apa yang diminum"
Kwik Tay-lok mempunyai suatu penyakit didalam minum arak.
Sebelum minum sampai mabuk, dia takkan pergi.
Bila di kolong langit masih ada yang bisa menyembuhkan penyakitnya itu, maka dia pastilah
Yan Jit. Rantai emas itu sudah digadaikan sebesar lima puluh tahil perak, separuh diantaranya sudah
diberikan kepada Ong Tiong, sedang Kwik Tay-lok ternyata tidak menghabiskan isi sakunya
dengan minuman tersebut.
Bahkan ketika keluar dari warung itu, dia masih tetap sadar, tetap bisa mengenali orang.
Betul juga, manusia berbaju hitam itu masih menunggu di depan pintu sambil minum angin
barat laut. Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya:
"Seharusnya aku musti membiarkan dia lebih banyak minum sebab kelihatannya dia belum
puas" "Tapi kau sudah minum terlalu cukup. Kalau minum terlalu banyak lagi, maka seorang bocah
yang berusia tiga tahun dia pasti dapat menguntil dirimu"
"Kwik Tay-lok segera melototkan sepasang matanya bulat-bulat, serunya:
"Siapa bilang begitu" sekalipun aku lari dengan kaki sebelah belum tentu dia bisa menyusulku,
kau tidak percaya?"
"Aku cuma percaya satu hal"
"Hal apa?"
"Sekalipun dia dapat menyusulmu, kaupun dapat meniupnya sampai pergi"
"Meniupnya sampai pergi" Bagaimana cara meniupnya?"
"Meniup seperti kau sedang meniup kertas (membual)!"
Apapun tidak diucapkan oleh Kwik Tay lok tiba-tiba dia melompat ke muka dan mengayunkan
kakinya. Ternyata lompat tersebut mencapai dua kaki lebih.
Yan Jit segera menghela napas panjang, sambil menggeleng gumamnya:
"Heran, kenapa orang ini selamanya tak pernah dewasa?"
0000000 0000000
Langit sudah menggelap, sedang jalan berwarna putih cemerlang.
Sesungguhnya jalanan itu tidak berwarna putih, yang putih adalah timbunan salju, Kwik Taylok,
menyaksikan pepohonan di balik timbunan salju itu seakan-akan sedang lari ke belakang.
Sesungguhnya pohon itu tidak lari, yang sedang berlarian adalah sepasang kakinya.
Ia bukannya sedang takut tak bisa melepaskan diri dari penguntilan manusia berbaju hitam di
belakangnya itu, melainkan dia kuatir tak bisa menyusul Yan Jit.
Bila Yan Jit sedang mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, maka dia akan berubah
bagaikan seekor burung walet.
Kwik Tay-lok sudah mulai terengah-engah napasnya.
Saat itulah Yan Jit baru pelan-pelan menghentikan gerakan tubuhnya, lalu sambil mengerling
sekejap ke arahnya, dia menegur sambil tertawa:


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah kau sudah kepayahan?"
Kwik Tay-lok menghembuskan napas panjang dan tertawa getir.
"Makanku lebih banyak daripada darimu, kepalaku juga lebih gedean daripada dirimu, tentu
saja lariku tak bakalan bisa menangkan kau"
"Makan si kuda lebih banyak darimu, kepalanya juga lebih gedean dari pada dirimu mengapa
larinya justru lebih cepat dari pada kau?"
"Aku bukan kuda dan kakiku cuma dua"
Yan Jit segera tertawa.
"Bukankah kau pernah bilang sekalipun sedang lari dengan satu kaki, orang lain jangan harap
bisa menyusul dirimu !"
"Bukan kau yang kumaksudkan"
"Memangnya kau anggap orang lain tidak becus !"
"Tentu saja"
Tiba-tiba Yan Jit menghela napas panjang lalu katanya:
"Mengapa, kau tidak berpaling untuk melihat sendiri ?"
Begitu Kwik Tay lok berpaling dia lantas dibikin tertegun.
Tiba-tiba dia menjumpai ada seseorang berdiri ditengah jalan sana.
Jalanan itu putih, sedangkan orang itu hitam.
Manusia berbaju hitam yang bersembunyi di belakang pintu warung obat tadi, ternyata saat itu
sudah menyusul sampai di sana.
Kwik Tay lok tertegun untuk beberapa saat lamanya, kemudian berkata:
"Sungguh tak kusangka bocah keparat ini bisa berlari dengan begini cepatnya"
"Jangankan kau cuma memakai sebuah kaki saja, tampaknya sekalipun kau lari dengan
memakai tiga buah kakipun, dia tetap akan mampu mengikuti dirimu, percaya tidak?"
"Aku percaya!"
Yan Jit memandang ke arahnya, sinar mata itu penuh dengan makna senyuman.
Dia memang seorang yang menyenangkan, yang paling menyenangkan adalah keberaniannya
untuk mengakui kesalahan yang telah dilakukannya.
Oleh karena itu, kendatipun tak sedikit kesalahan yang pernah dilakukannya, dia masih tetap
merupakan lelaki yang menyenangkan.
"Ketika tak mampu meninggalkan kejarannya, itu berarti kita tak boleh pulang ke rumah!"
"Benar!"
"Tapi kalau tidak pulang, kita harus ke mana?"
"Tiada tempat yang bisa kita kunjungi."
Tapi kemudian sambil mengerdipkan matanya mendadak ia tertawa, katanya lebih jauh:
"Kau masih ingat dengan apa yang kau ucapkan tadi?"
"Apa yang pernah kukatakan?".
"Kau bilang, sekalipun dia benar-benar mampu menyusulku, akupun masih bisa meniupnya
pergi." "Aaah, masakah kau memiliki kemampuan sebesar itu" seru Yan Jit sambil tertawa.
"Tentu saja."
"Dengan cara apa kau hendak meniupnya pergi."
"Dengan kepalanku."
Tiba-tiba ia membalikkan badannya dan berjalan mendekati orang berbaju hitam itu.
Orang berbaju hitam itu berdiri ditengah jalan sambil mengawasi dengan tenang.
"Hebat benar orang ini, sungguh pandai ia mengendalikan diri."
Habis kesabaran Kwik Tay lok, pelan-pelan dia berjalan ke depan sementara hatinya sedang
berputar, dia sedang mempertimbangkan untuk membuka mulut lebih dulukah atau menggerakkan
kepalannya"
Siapa tahu, orang berbaju hitam itupun tak sanggup mengendalikan diri, sambil putar badan ia
lantas kabur meninggalkan tempat itu.
Kwik Tay lok juga tak sanggup mengendalikan diri, dia mengerahkan tenaga dan mengejar dari
belakang. Mendadak ia menemukan bahwa ilmu meringankan tubuh yang dimiliki berbaju hitam itu tidak
berada di bawah Yan Jit, sekalipun ia mempunyai tiga buah kaki juga, belum tentu dapat
menyusulnya, terpaksa dengan suara lantang teriaknya:
"Sobat, tunggu sebentar, aku hendak berbicara denganmu!"
Tapi orang berbaju hitam itu justru tidak menunggu, dia malahan lari semakin cepat.
Kwik Tay lok menjadi naik darah, segera teriaknya keras-keras:
"Hei, apakah kau tuli?"
Tiba-tiba orang berbaju hitam itu berpaling dan tertawa, sahutnya:
"Benar, aku memang tuli sekali, apa yang kau ucapkan tak sepatah katapun yang kudengar"
Agaknya untuk membuat berkobarnya amarah Kwik Tay lok.
Siapa saja yang berhasrat untuk membuat Kwik Tay lok marah hal ini bisa dilakukannya
secara gampang, sebab dia memang seseorang yang gampang menjadi marah.
Begitu amarahnya berkobar, ia lantas mengejar dengan kencang.
Tadi, sebenarnya orang berbaju hitam itu yang menguntil mereka, tapi sekarang justru dia
menguntil orang berbaju hitam itu.
Terpaksa Yan Jit harus mengiringinya untuk turut mengejar ke depan....
Di tepi jalan situ terdapat sebuah hutan yang tertimbun salju, dibalik hutan ternyata ada cahaya
lampu. Orang berbaju hitam itu segera berkelebat lewat didalam hutan tadi, kemudian tubuhnya
lenyap tak berbekas.
Cahaya lampu masih bersinar terang di situ.
Cahaya lampu itu memancar keluar dari balik sebuah rumah, ternyata orang berbaju hitam itu
menerjang masuk ke dalam rumah itu.
Sambil menggigit bibir, Kwik Tay lok berseru dengan gemas:
"Tunggulah aku di luar, akan kuperiksa rumah itu."
Yan Jit tidak berbicara, diapun tidak menahan pemuda itu.
Apabila Kwik Tay lok sudah berniat untuk melakukan sesuatu, pada hakekatnya tak
seorangpun yang sanggup untuk menghalanginya.
Sekalipun dia ingin terjun ke sungai, Yan Jit terpaksa harus menemaninya juga.
Pintu rumah dimana cahaya lentera itu berasal berada dalam keadaan terbuka lebar.
Ketika Kwik Tay-lok menyerbu masuk ke dalam pintu rumah, kembali ia bikin tertegun.
Didalam ruangan itu tampak sebuah perapian, disamping perapian duduk seorang perempuan
yang berwajah cantik.
Ternyata perempuan itu adalah Wi hujin.
Ketika menjumpai Kwik Tay-lok, sedikitpun ia tidak merasa heran atau kaget, malah ujarnya
sambil tersenyum:
"Udara di luar sana tentu sangat dingin, mengapa kalian berdua tidak masuk untuk
menghangatkan badan"
Tampaknya kehadirannya di sana adalah khusus untuk menantikan kedatangan kedua orang
itu. 00000000 Selain dia, dalam ruangan itu masih ada seseorang, itulah si orang berbaju hitam.
Begitu melihat kehadiran orang itu di sana, api kemarahan dalam hati Kwik Tay-lok kontan saja
berkobar, tak tahan dia menyerbu masuk seraya berteriak keras:
"Mengapa kau selalu menguntil di belakangku?"
Orang berbaju hitam itu mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian menjawab:
"Aku yang sedang menguntilmu" Atau kau yang sedang menguntil diriku ?"
Mencorong sinar bening dari balik matanya, "Tentu saja kau yang sedang menguntil diriku!"
sahut Kwik Tay-lok.
Kembali orang berbaju hitam itu tertawa. "Tahukah kau tempat manakah ini?"
"Tidak!"
"Kalau begitu kuberitahukan kepadamu, tempat ini adalah rumahku"
"Rumahmu?"
"Yaa, betul!" jawab orang berbaju hitam itu sambil tertawa, "andaikata kau tidak menguntilku,
mengapa kalian bisa sampai didalam rumahku ?"
Kwik Tay-lok jadi tertegun.
Tiba-tiba ia merasakan bahwa sinar mata orang berbaju hitam itu bukan saja amat jeli,
senyumannyapun sangat manis.
Ternyata orang berbaju hitam itu adalah seorang gadis yang memakai baju hitam, lagi pula
usianya paling banter sekitar enam tujuh belas tahunan.
Dalam keadaan begini sekalipun Kwik Tay-lok memiliki banyak alasan juga percuma saja
sebab dia tak mampu untuk mengucapkan sepatah katapun.
Sambil tertawa Wi hujin lantas berkata:
"Toh kalian berdua sudah sampai di sini mengapa tidak duduk lebih dulu" Silahkan masuk,
silahkan masuk!"
Disamping perapian terdapat dua buah bangku.
Yan Jit segera duduk lalu katanya tiba-tiba sambil tertawa:
"Agaknya kau sudah menduga kalau kami bakal datang kemari, maka kau sengaja menunggu
kami di sini?"
Wi hujin tersenyum.
"Kalian ingin pergi, aku tak bisa menahannya, kalian mau datang, akupun tak bisa
menolaknya"
"Bila kami akan pergi juga sekarang?" tanya Yan Jit.
"Akupun masih tetap dengan perkataan yang lalu"
"Perkataan apa"
"Tidak menghantar, tidak menghantar!"
"Tapi kau masih akan menyuruh adik kecil itu untuk menguntil di belakang kami?"
Nona berbaju hitam itu segera melotot:
"Siapa yang sedang menguntil kalian?" protesnya, "toh jalanan itu bukan milik kalian, kalau
kalian boleh melewati jalan itu, mengapa aku tak boleh" kalian saja boleh seenaknya saja
menyerbu ke rumahku, memangnya aku tak boleh mengambil jalan yang sama dengan kalian?"
"Oooh rupanya kau hanya secara kebetulan saja mengambil jalan yang sama dengan kami"
jengek Yan Jit tertawa dingin.
"Tepat sekali!"
"Wah, kalau begitu sungguh amat kebetulan"
Wi hujin tertawa ewa, katanya:
"Bila usiamu sudah agak meningkat nanti, kau akan segera mengetahui kalau kejadian yang
kebetulan memang tak sedikit jumlahnya.."
"Kalau begitu kau sudah bertekad untuk menemukan kembali Lim Tay peng dari tangan kami?"
"Soal itu mah harus dilihat dulu apakah kalian tahu kemana perginya atau tidak" sahut Wi hujin
sambil tertawa.
"Seandainya kami tahu?"
"Asal kalian tahu, maka cepat atau lambat akupun bakal tahu juga"
Tiba-tiba Yan Jit mengedipkan matanya kepada Kwik Tay-lok, kemudian ujarnya:
"Andaikata kaki seseorang sudah dibelenggu dengan tali, dapatkah ia menguntil orang lagi?"
"Agaknya tak bisa" jawab Kwik Tay-lok.
"Tepat sekali jawabanmu itu!"
Mendadak dari sakunya meluncur keluar seutas tali dan secepat kilat menyambar kaki si nona
berbaju hitam itu.
Ibaratnya seekor ular, tali tersebut dengan cepat dan tepat bahkan seakan-akan mempunyai
mata meluncur ke muka.
Asal dia sudah melancarkan serangan dengan talinya, jarang sekali ada orang yang mampu
menghindarkan diri.
Sesungguhnya nona berbaju hitam itu sama sekali tidak berkelit, sebab tali itu sudah berada
ditangan Wi hujin.
Tangannya pelan-pelan di ulurkan ke depan, tapi kenyataannya meski gerak tali itu cepatnya
luar biasa, tapi entah mengapa tahu-tahu sudah berada dalam genggamannya.
Yan Jit segera menarik dengan sepenuh tenaga, dia bermaksud untuk menarik kembali talinya.
Wi hujin sama sekali tidak menggunakan tenaga, tapi entah mengapa, tahu-tahu tali itu sudah
berada di tangannya.
Paras muka Yan Jit berubah hebat, hanya seorang yang tahu apa gerangan yang sebenarnya
telah terjadi, dia hanya merasakan dari balik tali itu muncul segulung tenaga yang aneh sekali,
sedemikian dahsyatnya tenaga serangan tersebut, membuat separuh badannya sampai kini masih
terasa kesemutan.
Selama hidup, ia belum percaya kalau di dunia ini terdapat tenaga dalam yang begitu
dahsyatnya, tapi sekarang, mau tak mau ia harus mempercayainya.
Sambil tersenyum Wi-hujin lantas berkata:
"Padahal, sekalipun kau benar-benar hendak membelenggu sepasang kakinya juga percuma"
Yan Jit termenung beberapa saat lamanya, kemudian dia menghela napas panjang.
"Yaa, memang percuma"
"Paling tidak, kau harus membelenggu sepasang kakiku lebih dulu"
"Benar!"
"Tapi aku berani menjamin, mungkin di dunia ini tak ada seorang manusiapun yang sanggup
membelenggu kakiku" kata Wi hujin sambil tertawa lebar.
"Aku mempercayainya"
Tiba-tiba ia tertawa, lalu katanya pula:
"Tapi akupun dapat membuktikan sesuatu kepadamu"
"Membuktikan apa?"
"Walaupun aku tak sanggup untuk membelenggu kaki kalian, tapi masih sanggup untuk
membelenggu kaki orang lain, asal kaki orang ini sudah dibelenggu maka sekalipun, kalian
mempunyai kemampuan yang bagaimana hebatpun, jangan harap bisa mendapat tahu tentang
jejak Lim Tay peng...."
"Kau berencana untuk membelenggu kaki siapa?" tanya Wi hujin sambil tertawa.
"Kakiku sendiri!"
Bagaimanapun tak becusnya seseorang, paling tidak ia dapat membelenggu kaki sendiri dan
hal tersebut merupakan suatu hal yang tak dapat diragukan lagi.
Yan Jit telah membelenggu kakinya sendiri.
Dalam sakunya masih terdapat banyak sekali tali. Dia seakan-akan gemar menggunakan tali
sebagai senjatanya.
Wi hujin juga kelihatan agak tertegun, tapi sesudah tertegun beberapa saat lamanya dia baru
tertawa lebar, sahutnya:
"Benar, cara ini memang merupakan sebuah cara yang sangat baik, bahkan akupun mau tak
mau harus mengakui bahwa cara ini memang merupakan sebuah cara yang sangat baik."
"Terlalu memuji!"
"Seandainya kau membelenggu dirimu sendiri ditempat ini, aku memang tak akan mampu
untuk menemukan kembali jejak Lim Tay-peng?"
"Aku tak perlu membelenggu kakiku sendiri" kata Kwik Tay lok, "kakiku seperti juga dengan
kakinya" "Jadi kalau begitu, kau sudah bertekad untuk tidak pergi dari sini?"
"Agaknya memang begitu"
"Sebenarnya aku telah bersiap-siap untuk membelenggu kalian dengan tali kemudian
memaksa kalian untuk mengatakan jejak Lim Tay-peng, sebelum kalian berbicara, aku tak akan
melepaskan kalian pergi"
Setelah berhenti sebentar, dia menghela napas panjang, lalu terusnya sambil tertawa getir:
"Siapa tahu kalian telah membelenggu diri sendiri"
"Inilah yang dinamakan siapa turun tangan lebih dulu, dialah yang lebih tangguh" kata Kwik
Tay lok tertawa.
"Sayang sekali yang bakal mendapat musibah juga bukan aku, melainkan diri kalian"
"Oya?"
"Tentu saja kalian tak akan mengendon sepanjang hidup ditempat ini bukan?"
"Siapa tahu begitu?" jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa.
Setelah memperhatikan sakejap sekeliling tempat itu, katanya lagi seraya tersenyum:
"Tempat ini mana hangat, sedap, nyaman lagi, paling tidak jauh lebih nyaman dari pada
tempat bobrok kami itu?"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Wi hujin setelah mendengar perkataan itu, serunya:
"Jadi kalian tinggal di sebuah rumah bobrok?"
"Kau tak usah mencoba untuk memancing rahasia apa-apa dari mulutku, tidak sedikit rumah
bobrok yang ada di dunia ini, jika kau ingin mencarinya satu demi satu, maka sampai masuk liang
kuburpun belum tentu pekerjaanmu itu sudah selesai."
Wi hujin segera menghela napas panjang:
"Aaai ....aku hanya merasa sedikit keheranan"
"Apa yang kau herankan?"
"Sejak kecil Lim Tay-peng sudah terbiasa dimanja, kenapa ia bisa tahan untuk hidup di dalam
sebuah rumah bobrok?"
"Karena didalam rumah bobrok kami itu, terdapat semacam benda yang tak akan didapatkan
di tempat lain"
"Ditempat kalian sana ada apanya?"
"Teman!"
Asal ada teman, sekalipun tinggal dirumah yang lebih miskin dan lebih bobrokpun juga tak
mengapa. Sebab asal di sana ada teman, di situ pula ada kehangatan dan kegembiraan.
Tempat yang tak ada temannya, meski di seantero lantai penuh dengan emas permata, dalam
pandangan mereka tidak lebih hanya sebuah penjara yang terbuat dari emas.
Wi hujin kembali termenung sampai lama sekali, akhirnya dia menghela napas panjang,
katanya: "Tampaknya, walaupun kalian agak mengherankan, sesungguhnya cukup bersetia kawan."
"Yaa, paling tidak kami tak akan menghianati kawan!" kata Kwik Tay-lok.
"Apakah sampai kapanpun kalian tak akan menghianati teman?" tanya Wi hujin lagi.
Kwik Tay-lok mengangguk.
Wi hujin kembali tertawa, katanya riang:
"Baik, akan kulihat, kalian bisa menunggu sampai kapan?"
Fajar telah menyingsing, langitpun menjadi terang.
Di atas meja dihidangkan pelbagai aneka kueh dan santapan yang lezat, semuanya
membangkitkan selera makan orang saja.
Bersantap, bukan saja merupakan kenikmatan, juga merupakan suatu seni.
Wi hujin pandai sekali mencari kenikmatan hidup, juga mengerti tentang seni memasak.
Waktu makan, dia makan amat lamban, makan dengan indahnya.


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Entah apapun yang sedang dia makan, selalu bisa menimbulkan kesan bahwa makanan yang
sedang dimakannya itu lezat sekali.
Apa lagi semua hidangan tersebut pada hakekatnya memang merupakan hidangan yang
paling lezat. Kalau baunya saja sudah sedap, apalagi kalau dimakan tentu enaknya bukan kepalang.
Kwik Tay-lok sudah tidak tahan dan diam-diam menelan air liur. Bila pengaruh arak sudah
hilang, biasanya perut akan terasa lebih cepat laparnya.
Sambil menahan lapar, harus menyaksikan orang lain berpesta pora, siksaan semacam ini
pada hakekatnya jauh lebih menderita daripada siksaan apapun jua.
Tiba-tiba Kwik Tay lok berteriak keras:
"Aaai.... masa tuan rumah makan sendiri, membiarkan tamunya menahan lapar sambil
menonton orang makan, macam beginikah perlakuan dari seorang tuan rumah?"
Wi hujin manggut-manggut.
"Yaa, ini memang bukan cara melayani tamu yang baik, tapi benarkah kalian adalah tamutamuku?"
Kwik Tay-lok berpikir sebentar, kemudian sambil menghela napas dia tertawa getir.
"Bukan!"
"Inginkah kalian menjadi tamuku?"
"Tidak!"
"Kenapa" Demi Lim Tay-peng"
Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, sahutnya:
"Aaai.... siapa suruh dia adalah sahabat kami!"
"Walaupun kalian cukup setia kawan, tapi kalianpun cukup goblok!" kata Wi hujin sambil
tertawa. "Oya?"
"Hingga kini, kalian masih belum bertanya kepadaku, mengapa aku hendak mencari Lim Taypeng.."
"Kami merasa tak perlu bertanya!"
"Kenapa tidak perlu" Darimana kalian bisa tahu aku bermaksud baik atau bermaksud jahat
kepadanya" Siapa tahu aku hendak mencarinya karena ingin memberi sedikit barang
kepadanya?"
"Aku hanya tahu akan satu hal, bila dia tak ingin berjumpa denganmu, kamipun tak akan
membiarkan kau menemukan dirinya, entah maksud baik atau jahat, kedua- duanya adalah sama
saja!" "Darimana kau bisa tahu dia tidak bersedia menjumpai diriku?" tanya Wi hujin lagi.
"Sebab kau mencarinya dengan terlampau tergesa-gesa, seperti mengandung satu maksud
yang tidak baik, kalau tidak, seharusnya kau biarkan aku pulang dan memberitahukan hal ini
kepadanya, kemudian suruh dia yang datang mencarimu"
Wi hujin segera tertawa, katanya:
"Tampaknya kalian tidak bodoh, cuma ada sedikit bodoh"
"Oya ?"
"Andaikata kalian takut dikuntil secara diam-diam olehku sehingga tak berani pulang,
janganlah pulang, kalian toh masih bisa pergi ke tempat lain" Buat apa musti mengikat diri
ditempat ini?"
Kwik Tay-lok berpikir sebentar, lalu serunya kepada Yan Jit:
"Agaknya apa yang dia ucapkan memang masuk diakal juga, mengapa kita belum juga pergi
dari sini?"
"Sebab saat ini, aku sudah tak akan membiarkan kalian pergi lagi!" kata Wi hujin dengan
cepat. "Kau sendiri kan pernah bilang, setiap saat aku boleh pergi meninggalkan tempat ini ?"
"Tapi sekarang aku telah berubah pikiran"
Sesudah tertawa, lanjutnya:
"Kau toh juga tahu, perempuan itu suka berubah-ubah pikiran setiap waktu!"
Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang.
"Aaaai, andaikata kau bukan seorang perempuan, hal ini lebih baik lagi"
"Apanya yang baik?"
Sambil memandang Sio-may dan kueh-kueh kecil lainnya di meja sahut Kwik Tay-lok:
"Jika kau ini seorang lelaki, paling tidak aku bisa tebalkan muka untuk merampas makanan
milikmu itu"
"Kenapa kau tidak menganggap saja diriku sebagai seorang lelaki?" tantang Wi hujin sambil
tersenyum. Kwik Tay-lok segera berpaling ke arah Yan Jit, sedang Yan Jit mengerdipkan matanya.
Terdengar Wi hujin berkata lagi:
"Tak ada salahnya kalau kalian berdua ingin maju bersama"
Yan Jit segera tertawa.
"Kulit mukaku masih belum setebal mukanya, lebih baik biar dia saja yang turun tangan
seorang diri".
Kwik Tay lok segera menghela napas panjang, katanya:
"Bila seseorang sudah kelaparan setengah mati, sekalipun tak ingin menebalkan mukanya
juga tak bisa?"
Mendadak tubuhnya meluncur ke depan dan menubruk ke atas meja yang penuh dengan
hidangan itu. Ke sepuluh jari tangannya di pentangkan bagaikan kuku garuda, ternyata yang dipergunakan
pemuda itu adalah jurus Hui-eng-poh-toh (elang terbang menyambar kelinci) dari ilmu Eng-jiaukang
yang sangat lihay itu.
Menggunakan jurus elang terbang menerkam kelinci untuk merebut siomay dari atas meja,
sebenarnya kejadian ini merupakan suatu peristiwa yang menggelikan sekali.
Tapi, bila seseorang sudah kelaparan sekalipun perbuatan yang lebih menggelikan juga bisa
dilakukannya. Wi hujin segera tertawa, katanya:
"Aku lihat ilmu Eng-jiau-kang yang kau miliki termasuk lumayan juga....".
Sekalipun mulutnya bercakap-cakap dengan santai, namun sepasang supit di tangannya
mendadak menotok ke muka dengan cepatnya.
Supit yang digunakan adalah supit perak yang halus, supit semacam ini biasanya akan patah
jika terbentur.
Dengan cepat supit itu menotok pelan di atas jari tengah tangan kanan Kwik Tay-lok.
Supit itu ternyata tidak putus.
Sebaliknya tubuh Kwik Tay-lok bagaikan layang-layang putus benang, mendadak ia terjatuh
dari tengah udara dan sebentar lagi agaknya akan segera menjatuhi hidangan di meja.
Mendadak sumpit ditangan Wi hujin itu secepat kilat menjepit ke arah pinggangnya, dengan
begitu seluruh bobot badannya terjatuh di atas sumpit yang terbentur sedikit saja akan patah itu.
Ternyata sumpit itu belum juga patah.
Tangan Wi hujin masih berhenti ditengah udara dan menjepit tubuhnya dengan sepasang
sumpit itu, persis seperti lagi menyumpit seekor udang bago.
Yan Jit menjadi tertegun setelah menyaksikan kejadian itu.
Sambil tersenyum Wi hujin segera berkata:
"0h. . . . begini besarnya sio-may cukup kenyang untuk isi perutmu seharian penuh"
Begitu selesai berkata, tubuh Kwik Tay lok sudah melayang ke atas tubuh Yan Jit.
Yan Jit ingin menerima tubuhnya, tapi tak sanggup, kedua orang itu segera saling bertubrukan
dan sama-sama terguling ke arah tanah.
Lewat lama sekali Kwik Tay lok belum juga merangkak bangun, ia hanya bisa memandang ke
wajah Wi hujin dengan sepasang mata terbelalak lebar-lebar.
Dia seakan-akan dibuat tertegun oleh kejadian tersebut.
Mendadak Yan Jit bertanya:
"Tahukah kau jurus apa yang barusan dia pergunakan itu?"
Kwik Tay-lok segera menggeleng.
"Kau toh mengerti ilmu Eng-jiau-kang?" seru Yan Jit, "seharusnya kau juga tahu bukan kalau
dalam ilmu tersebut terdapat satu jurus serangan yang dinamakan Lo eng cua ki (elang tua
menyambar ayam)?"
Kwik Tay lok manggut-manggut.
Yan Jit segera tertawa, serunya:
"Jurus serangan yang barusan ia pergunakan itu adalah perubahan dari jurus elang tua
menyambar ayam yang diberi nama Kuay-cu sia-ki dengan sumpit ayam!"
"Sebetulnya aku ini ayam atau siomay?"
"Sudah pasti siomay isi daging ayam!"
"Sungguh tak kusangka persoalan yang kau ketahui tak sedikit jumlahnya" seru Kwik Tay-lok
pula sambil tertawa.
Mendadak tubuhnya meluncur ke depan dengan kecepatan bagaikan anak panah yang
terlepas dari busurnya.
Kali ini dia tidak mencomot ke atas meja, melainkan menerobos ke kolong meja.
Wi-hujin sedang mendengarkan pembicaraan mereka sambil tersenyum, seakan-akan merasa
tertarik sekali.
Agaknya dia tidak menyangka kalau Kwik Tay-lok akan menyusup maju lagi ke depan,
sementara masih bercakap-cakap, lebih tidak menyangka lagi kalau orang itu bakal menerobos ke
kolong meja. Dikolong meja tak akan dijumpai hidangan lezat, tapi mau apa dia menerobos ke bawah. Ingin
mencari tulang"
Tanpa terasa Wi hujin menjadi agak keheranan, tapi saat itulah mendadak hidangan yang
berada di meja itu berlompatan ke tengah udara.
(Bersambung ke jilid 14)
Jilid 14 YAN JIT segera mengayunkan tangannya ke depan, tali yang sebetulnya digunakan untuk
membelenggu kakinya itu mendadak meluncur ke depan bagaikan seekor ular berbisa, kemudian
sekali menggulung, ke tujuh delapan macam hidangan yang terlempar ke udara itu sudah
digulungnya... Sementara itu Kwik Tay lok juga sudah menyusup keluar dari dasar kolong meja.
Yan Jit segera lepaskan tangannya, ada tiga empat macam hidangan segera meluncur ke
bawah, dengan cepat Kwik Tay-lok menyambut dua tiga buah diantaranya, sementara mulut pun
dibuka lebar-lebar untuk menyambut jatuhnya, sebiji siomay.
Walaupun beberapa macam gerakan ini tidak dilakukan dengan suatu kepandaian silat yang
luar biasa, namun kerja sama mereka benar-benar dilakukan amat jitu dan bagus, pada
hakekatnya membuat orang merasa kagum saja.
Wi hujin ternyata juga turut menghela napas, katanya:
"Setelah menyaksikan kepandaian kalian berdua, sekalipun harus kuberi sedikit makanan
kepada kalian, itupun tidak rugi."
Dalam dua tiga kali gigitan saja ia sudah menghabiskan sebiji siomay, lalu katanya sambil
tertawa: "Aku lihat agaknya kau masih punya sedikit liang sim....."
Ketika ia mulai makan siomay yang ke dua, Yan Jit juga telah menghabiskan sebiji bakpao.
Bisa makan sebiji bakpao dalam keadaan seperti ini sesungguhnya bukan terhitung suatu
pekerjaan yang gampang, maka rasanya tentu saja luar biasa sedapnya. Sambil tertawa Yan Jit
lantas berkata:
"Bakpao ini benar-benar sedap sekali, entah isinya terbuat dari apa ?"
Wi hujin segera tersenyum, sahutnya:
"Biasanya ada dua macam isi yang dipakai untuk isi bakpao dan siomay ....!"
"Macam apa saja itu?"
"Yang semacam adalah terbuat dari daging babi yang diberi udang!"
"Sedang yang lain memakai daging apa"!"
"Daging tikus, bangkai tikus!"
Daging tikus memang bisa dimakan, tapi daging bangkai tikus tak bisa dimakan, siapa
memakannya, tentu akan mampus.
Bakpao yang dimakan Kwik Tay-lok seakan-akan terhenti di tenggorokan dan tak mampu
ditelan lagi.. Sebetulnya dia ingin bertanya, bakpao yang dimakannya itu terbuat dari daging apa, tapi
sekarang ia tak perlu bertanya lagi.
Mendadak ia merasakan ke empat anggota badannya menjadi lemas dan kepalanya mulai
terasa pusing. Ketika berpaling ke arah Yan Jit, dilihatnya paras muka rekannya juga telah berubah menjadi
kelabu, bahkan makin lama semakin menghitam pekat.
Wi hujin masih saja tersenyum.
Baru saja Kwik Tay-lok ingin menerjang ke depan, mendadak ia merasa perempuan itu
seakan-akan berada ditempat yang jauh sekali, selembar wajahnya itu makin lama semakin
bertambah buram, makin lama semakin tak kelihatan.
Dia hanya merasakan Yan Jit menerjang ke hadapannya dan memeluknya erat-erat, lalu
terdengar ia berbisik:
"Sebelum mati, aku mempunyai sebuah rahasia yang ingin kuberi tahukan kepadamu"
"Raaa ....rahasia apa?"
Belum sempat dia mengutarakan rahasianya, tahu-tahu iapun turut roboh ke tanah.
Dalam keadaan begini, sekalipun dia telah mengucapkan rahasianya, Kwik Tay-lok juga tak
akan bisa mendengar lagi.
Manusia mati karena harta, burung mati karena makanan.
Ucapan ini ternyata kurang tepat.
Ada sementara orang yang sama sekali acuh terhadap harta kekayaan, mereka enggan
bekerja keras demi uang, tapi seringkali mati demi makanan....
Apakah kau merasa bahwa cara kematian semacam ini penasaran sekali"
Bila kau sudah kelaparan setengah mati, mungkin kaupun akan merasa bahwa lebih, baik mati
daripada menahan lapar.
Tapi mengapa mereka bisa kelaparan"
Tentu saja karena teman.
"Orang yang mati karena teman, dia tak akan dijebloskan ke dalam neraka"
Tapi bila teman-teman mereka berada di dalam neraka, mungkin mereka lebih suka hidup di
neraka dari pada masuk ke sorga.
Tiada manusia yang bisa terlepas dari kematian.
Mati, sesungguhnya boleh dianggap sebagai suatu kejadian yang amat menakutkan.
Maksudnya kau sudah habis, sudah lenyap, tak akan memiliki perasaan lagi, tak akan memiliki
harapan, badan kasarmu dengan cepat akan membusuk, namamu dengan cepat akan terlupakan
orang. . Di dunia ini masih ada kejadian apa lagi yang lebih menakutkan daripada kematian"
Bila sudah mati harus masuk neraka, tentu saja kejadian ini lebih menakutkan lagi.
Tapi macam apakah neraka itu " Tak seorangpun yang tahu.
Tempat itu tentu sangat gelap, sangat gelap sekali...
Gelap yang luar biasa menyelimuti seluruh tempat.
Demikian gelapnya membuat kau bukan saja tak dapat melihat orang lain, juga tak bisa
melihat diri sendiri. .
Kwik Tay-lok yang ingin melihat diri sendiripun tak mampu melihatnya.
Dia hanya merasakan sepasang matanya, terpentang lebar-lebar.
Tapi berada dimanakah dia sekarang", masihkah hidup" Ataukah sudah mati" Ternyata dia
tidak tahu. . "Tidak tahu" itu sendiri sebenarnya adalah suatu kengerian... mungkin suatu kengerian buat
umat manusia. Umat manusia takut dengan kematian bukankah dikarenakan mereka tidak tahu macam
apakah kematian itu"
Kwik Tay-lok mau tak mau merasa amat seram, hampir saja merasa ketakutan sehingga tak
mampu bergerak lagi. Takut sebenarnya merupakan suatu perasaan yang selamanya tak akan
mampu dikendalikan oleh manusia. Lewat lama sekali, Kwik Tay-lok baru mendengar dari sisi
tubuhnya seakan-akan ada orang sedang bernapas.
Tapi benarkah manusia yang sedang bernapas" Ia sama sekali tidak tahu....! Dalam
kegelapan malam semacam ini, siapapun tak akan mempercayai diri sendiri. Untung saja dia
masih percaya akan satu hal.
Dikala masih hidupnya Yan Jit berada bersamanya, setelah matipun dia tetap akan berada
bersamanya. Ada sementara teman yang seakan-akan tak bisa berpisah lagi untuk selamanya,
entah masih hidup ataupun setelah mati. Maka sambil memberanikan diri, Kwik Tay-lok lantas
menegur dengan suara lirih:
"Yan Jit... kaukah di situ?"
Lewat beberapa saat kemudian, dari balik kegelapan baru terdengar seseorang menjawab
dengan lirih: "Siau-Kwik kah di situ?"
Akhirnya Kwik Tay-lok dapat menghembuskan napas lega.
Asal ada teman yang bersamanya, entah mati atau hidup tidak menjadi soal baginya.
Tubuhnya mulai bergeser ke arah sana, akhirnya dia berhasil meraba sebuah tangan, sebuah
tangan yang dingin bagaikan es:
"Tanganmukah itu?" Kwik Tay lok segera bertanya.
Tangan itu bergerak dan segera menggenggam tangan Kwik Tay-lok kencang-kencang.
Menyusul kemudian terdengar suara Yan Jit bertanya lagi dengan lemah dan lirih:
"Dimanakah kita berada sekarang?"
"Entah!"
"Apakah kita masih hidup?"
"Entah!" sahut Kwik Tay lok sambil menghela napas.
Yan Jit juga menghela napas.
"Kelihatannya sewaktu masih hidup kau menjadi orang tolol, setelah matipun menjadi setan
tolol" keluhnya.
Kwih Tay-lok segera tertawa, sahutnya:
"Tampaknya semasa masih hidup kau suka menyindir aku, sudah matipun masih suka
menyindirku"
Yan Jit tidak berbicara lagi, dia hanya memegang tangan Kwik Tay lok semakin kencang..
Di hari-hari biasa dia adalah seseorang yang keras kepala dan pemberani, tapi sekarang
tampaknya dia ingin menggantungkan diri pada Kwik Tay-lok.
Mungkin saja sebenarnya dia ingin menggantungkan diri pada Kwik Tay-lok, cuma dihari biasa
selalu berusaha mengendalikan dirinya.... bila seseorang sudah mencapai pada keadaan yang
benar-benar ketakutan, perasaan tersebut baru benar-benar akan terpancar keluar.
Kwik Tay-lok termenung beberapa saat lamanya, mendadak ia bertanya lagi.
"Coba tebak apa yang paling ingin kuketahui sekarang?"


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ingin tahu kita berada dimana sekarang?" seru Yan Jit.
"Bukan !"
"Ingin tahu sebenarnya kita masih hidup atau sudah mati?"
"Juga bukan!"
Yan Jit segera menghela napas panjang:
"Sekarang aku belum punya kegembiraan untuk bermain tebak-tebakan denganmu, lebih baik
katakan saja sendiri"
"Aku sangat ingin mengetahui rahasiamu"
"Aku..." Aku punya rahasia apa?"
"Sebelum mati tadi, bukankah kau hendak memberitahukan rahasiamu kepadaku?"
Mendadak Yan Jit menarik tangannya dan termenung, sampai lama sekali dia baru berkata
sambil tertawa.
"Sampai sekarang kau masih belum melupakannya?"
Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Entah masih hidup atau sudah mati, aku tak akan melupakannya"
Kembali Yan Jit termenung lama sekali, kemudian baru berkata:
"Tapi sekarang aku tak ingin memberitahukan soal itu kepadamu"
oooo(O)oooo KEMATIAN TAK AKAN TERHINDAR
"KENAPA?" seru Kwik Tay lok penasaran..
"Tidak karena apa-apa, cuma...cuma..."
Belum lagi dia menyelesaikan kata-katanya, dari kegelapan yang mencekam sekeliling mereka
itu mendadak terbentik setitik cahaya api berwarna hijau yang sangat mengerikan.
Itulah api setan!
Di bawah cahaya api setan yang berwarna hijau, seakan-akan berdiri sesosok bayangan
manusia. Mungkin saja bukan bayangan manusia, melainkan bayangan setan.
Ia berada di situ seakan-akan tidak menginjak tanah. Ia seperti sedang melayang-layang di
udara. Tak tahan lagi Kwik Tay-lok segera membentak:
"Kau ini manusia atau setan ?"
Tiada Jawaban, entah manusia atau bayangan setan, tiba-tiba dia melayang kembali ke
depan. Entah dia orang baik atau setan, pokoknya itulah satu-satunya titik cahaya di tengah
kegelapan yang mencekam.
Asal ada setitik cahaya, kan lebih baik dari pada ditengah kegelapan....
"Kau masih bisa berjalan?" tanya Kwik Tay lok dengan suara dalam.
"Bisa!"
"Bagaimana kalau kita kejar bayangan tadi?"
Yan Jit segera menghela napas panjang:
"Aaai.. bagaimanapun juga aku rasa suasana di sana tak akan sejelek keadaan di sini"
Api setan masih melayang-layang di depan sana, seakan-akan sengaja sedang menantikan
mereka. Kwik Tay lok telah menemukan tangan Yan Jit, sambil menggenggamnya erat-erat katanya:
"Peganglah tanganku kencang-kencang, jangan terlepas, entah baik atau buruk, kita harus
berada bersama sama..."
Tenaga yang mereka miliki masih merasa agak kaku.
Tapi bagaimanapun juga mereka sudah dapat berdiri, berjalan mengikuti di belakang api setan
itu. Di depan sana terdapat apa"
Sorga lokakah " Atau neraka"
Mereka tidak tahu, merekapun tak ambil perduli, sebab mereka bisa berjalan ke depan sambil
bergandengan tangan.
Menanti mereka merasa langkah kakinya makin lama semakin cepat, api setan di depan itupun
sudah mempercepat pula langkahnya.
Mendadak bagaikan kilatan cahaya bintang tahu-tahu api setan itu lenyap tak berbekas.
Suasana di sekeliling tempat itu segera berubah menjadi gelap gulita.
Di sana tiada sinar, tiada pula suara.
Yang bisa mereka dengar ketika itu hanya debaran jantung sendiri, debaran jantung yang kian
lama kian bertambah cepat.
Dua orang itu sama-sama merasakan telapak tangannya basah oleh peluh dingin.
"Kau tak usah takut" kata Kwik Tay-lok, "seandainya kita benar-benar sudah mati, mengapa
pula yang musti ditakuti?"
"Apabila bukan mati, kita lebih-lebih tak usah takut lagi"
Bila seseorang menyuruh orang lain tak usah takut, biasanya dia sendiripun pasti merasa takut
sekali. "Kita lanjutkan perjalanan ke depan" Ataukah mundur saja?" bisik Yan Jit kemudian.
"Apakah kita adalah orang yang suka mundur?"
"Baik, entah baik atau jelek, kita harus maju ke depan lebih dulu...!"
Mereka berdua makin kencang bergandengan tangan, dengan langkah lebar maju ke depan.
Mendadak terdengar suara bentakan keras menggelegar dari depan sana.
"Berhenti!"
Begitu suara bentakan itu menggelegar, tiba-tiba dari kegelapan muncul tujuh delapan titik api
setan yang berkedip kedip.
Api hijau yang menyeramkan melayang-layang ditengah udara.
Sekarang, mereka sudah melihat adanya sebuah meja pengadilan yang besar... besar sekali.
Di atas meja itu tampak tempat pit serta tumpukan buku yang besar dan tebal. entah buku atau
bon" Seseorang duduk di belakang meja pengadilan sedang membalik-balik sebuah kitab besar.
Mereka belum sempat melihat jelas wajah orang itu, hanya lamat-lamat seperti mempunyai
jenggot yang panjang sekali dengan kepalanya mengenakan kopiah jaman kuno.
"Bayangan setan tadipun berada di sisi meja pengadilan, masih saja tubuhnya bergelantungan
tidak di udara juga tidak menginjak tanah, di tangannya seakan-akan membawa sebuah tanda
lencana yang amat besar sekali.
Apakah itu yang dinamakan Lencana pencabut nyawa"
Apakah tempat ini adalah pengadilan di akherat"
Dan orang yang duduk di situ apakah Raja akherat"
Mereka tidak tahu, siapapun belum pernah berkunjung ke akherat, dan siapapun belum pernah
melihat raja akherat.
Tapi mereka hanya merasakan semacam hawa setan yang menyeramkan seakan-akan
menyelimuti sekeliling tempat itu, membuat bulu kuduk mereka pada bangun berdiri. .
Raja akherat yang duduk di atas kursi kebesaran itu tiba-tiba berkata, suaranya dingin
menyeramkan seperti membawa hawa setan yang menyeramkan:
"Umur kedua orang ini belum habis, mengapa mereka datang kemari?"
"Sebab mereka melakukan pelanggaran!" jawab bayangan setan itu.
"Pelanggaran apakah yang mereka lakukan?"
"Rakus!"
"Dosanya termasuk tingkat ke berapa?"
"Lelaki rakus tentu pencoleng, perempuan rakus tentu pelacur, dosa ini tertera di tingkat ke
tujuh, hukumannya dijatuhkan ke neraka tingkat ke tujuh, sepanjang masa tak akan makan
kenyang" Mendadak Kwik Tay-lok berteriak keras:
"Bicara bohong dosanya lebih besar lagi, dia harus dijebloskan ke dalam neraka pencabut
lidah...."
Raja akherat itu segera menggebrak meja sambil membentak:
"Besar betul nyalimu, berani berbuat kurang ajar di sini?"
"Perduli kau manusia juga boleh, setan juga boleh, asal memfitnah diriku, aku tak akan berlaku
sungkan-sungkan"
"Siapa yang memfitnahmu?"
"Kalau kau adalah raja akherat sungguhan tentunya kau lebih tahu" teriak Kwik Tay-lok.
"Paling tidak kau harus tahu akan satu hal" teriak Yan Jit pula dengan suara keras.
"Soal apa?"
"Perduli kau raja akherat sungguhan juga boleh, raja akherat gadungan juga boleh, jangan
harap kau bisa menyelidiki jejak Lim Tay-peng dari mulut kami"
Agaknya perkataan tersebut sebaliknya malah agak mengejutkan si raja akhirat itu, lewat lama
sekali dia baru berkata dengan suara menyeramkan:
"Sekalipun aku adalah raja akhirat gadungan, tapi kalian akan betul-betul mampus."
"Oya"."
"Setelah berada di sini, apakah kalian masih berharap akan pulang dengan selamat?" ejek
Raja akhirat itu sambil tertawa dingin.
"Ingin hidup atau tidak adalah satu masalah, berbicara atau tidak adalah masalah lain."
"Apakah kalian lebih suka mampus dari pada berbicara"
"Kalau tidak bicara yaa tidak bicara!"
"Baik!" kata raja akhirat itu sambil tertawa dingin.
Begitu ucapan tersebut diutarakan, tiba-tiba semua cahaya api di situ lenyap tak berbekas,
suasanapun berubah menjadi gelap gulita.
Kwik Tay-lok segera menarik tangan Yan Jit dan menerjang maju ke depan.
Baru saja mereka menerjang ke muka, ke dua orang itu segera roboh terjungkal.
Meja pengadilan di depan sana lenyap tak berbekas, Raja akhirat ikut lenyap, setan-setan
cilikpun punah sama sekali.
Kecuali kegelapan, apapun tidak dijumpai di situ.
Yang ada tinggal mereka berdua.
Dua orang itu kalau bukan terlalu pintar, tentu saja terlalu bodoh.
Di sebelah kiri adalah dinding batu, di sebelah kanan juga dinding batu, di depan dinding batu,
di belakangpun dinding batu.
Dinding-dinding batu itu semuanya lebih keras daripada baja.
Akhirnya mereka menyadari bahwa tempat itu telah berubah menjadi sebuah ruang penjara
batu yang kuat sekali.
Maka sambil menahan sabar merekapun duduk di sana.
Lewat lama sekali, Kwik Tay-lok baru berkata sambil tertawa:
"Apakah kau sudah mengetahui kalau raja akhirat itu adalah raja akhirat gadungan?"
"Tentu saja, raja akhirat itu sudah pasti adalah Wi-hujin!"
"Tapi Wi-hujin tidak berjenggot!"
"Jenggotnya juga palsu, segala sesuatunya palsu"
Mendadak Kwik Tay-lok mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh...haaahhh... haaahhh... lucu benar orang itu, tak kusangka dia bisa menemukan cara
bodoh semacam itu untuk menjebak kita berdua"
"Yaa, pada hakekatnya lucu sekali!" sambung Yan Jit sambil tertawa tergelak pula.
Sekalipun mereka sedang tertawa, tapi suara tertawanya tak sedap didengar, bahkan jauh
lebih tak sedap dari pada mendengar orang menangis tersedu.
Sebab kejadian itu sesungguhnya tidak lucu, sedikitpun tidak lucu...
Cara yang dipergunakanpun tidak bodoh.
Bila kau makan sebiji bakpao yang beracun, tiba-tiba sekujur badannya terasa lemas tak
bertenaga, kemudian kaupun menyaksikan wajah temanmu berubah menjadi hitam dan roboh
terkapar di tanah, lalu jikalau kau sadar menemukan suatu tempat yang tidak diketahui, dan
menyaksikan bayangan setan yang tidak menginjak tanah, melihat raja akhirat berkopiah
kebesaran yang berjenggot besar di belakang meja pengadilan yang besar, apakah kau bisa
menganggap kejadian ini sebagai sesuatu kejadian yang lucu atau menggelikan "
Kwik Tay-lok tidak tertawa lagi, mendadak katanya setelah menghela napas panjang:
"Sekalipun apa yang dilakukan menggelikan, tapi ucapannya tidak menggelikan"
"Perkataan apa?"
"Meskipun raja akhiratnya gadungan, tapi kita berarti sedang benar-benar menunggu
kematian" "Kau takut mati?"
"Yaa, rada takut?" sahut Kwik Tay-lok sambil menghela napas panjang.
Mendadak tampak cahaya api berkilat, setumpuk benda bersinar keemas-emasan yang
menyilaukan mata kelihatan muncul di depan mata.
Itulah tumpukan emas murni.
Di dunia ini jarang sekali ada orang yang pernah melihat tumpukan emas sebanyak ini.
Dari balik kegelapan, kembali terdengar suara menyeramkan tadi berkumandang lagi.
"Asal kalian bersedia mengaku terus terang, bukan saja segera kulepaskan kalian pergi
semua, tumpukan emas itupun menjadi milik kalian semua!"
Mendadak Kwik Tay-lok melompat bangun sambil berteriak keras-keras.
"Tidak bicara, tidak bicara, tidak bicara!"
Dari kegelapan terdengar kembali suara helaan napas panjang, kemudian apapun tidak
kelihatan dan apapun tidak terdengar. Kembali berapa saat telah lewat, tiba-tiba Yan Jit berkata.
"Rupanya kau juga tidak takut!"
Kwik Tay-lok menghela napas panjang.
Aaaai.... takutnya sih memang takut, cuma saja.... walaupun kita mati demi Lim Tay-peng, dia
sendiri sama sekali tidak tahu, mungkin selamanya tidak tahu"
"Bila kau sudah bersedia melakukan perbuatan untuk teman, itu adalah urusanmu sendiri,
pada hakekatnya temanmu tahu atau tidak, bukanlah suatu masalah yang penting"
"Sebenarnya aku masih khawatir tentang kau merasa kematianmu agak penasaran" kata Kwik
Tay-lok sambil tertawa, "tidak kusangka ternyata kau lebih setia kawan daripada diriku"
Yan Jit termenung beberapa saat lamanya, kemudian diapun menghela napas pula.
"Aaaai.... mungkin aku masih belum cukup dikatakan setia kawan, cuma aku cukup
memahami" "Memahami apa?"
"Demi menemukan Lim Tay-peng, agaknya dia tidak sayang-sayangnya untuk mengorbankan
segala sesuatu yang dimilikinya"
"Yaa, agaknya memang begitu"
"Seandainya dia tidak memiliki dendam kesumat yang dalam sekali dengan Lim Tay-peng,
mengapa bersedia untuk mengorbankan segala sesuatunya?"
"Aku cuma heran, Lim Tay-peng tidak lebih hanya seorang anak kecil, kenapa dia bisa
mengikat tali permusuhan yang begitu mendalam dengan dirinya?"
"Sudah pasti generasi yang lalu membuat permusuhan itu, demi membasmi rumput seakarakarnya
maka diapun harus membunuh Lim Tay-peng pula...!"
"Aaai, teori ini memang masuk diakal!"
"Kalau toh dia tahu bahwa kita adalah teman Lim Tay-peng, tentu saja kita tak akan dilepaskan
dengan begitu saja, maka sekali pun kita mengungkapkan jejak Lim Tay-peng, kita toh sama saja
akan mampus, malah mungkin mampusnya lebih cepat"
Kwik Tay-lok menghela napas panjang, sambil tertawa getir katanya:
"Setelah mendengar uraianmu itu, aku jadi merasa bahwa diriku sesungguhnya tidak cukup
setia kawan seperti yang semula kuduga."
"Apakah kau juga sudah teringat sampai ke situ?"
"Yaaa, tapi kalau bukan kau ingatkan, mungkin aku sendiripun sudah melupakannya.."
"Kenapa bisa melupakannya?"
"Bila kau sengaja melupakan sesuatu hal dan tidak memikirkannya lagi, bukankah hal itu sama
halnya dengan melupakannya?"
"Kenapa kau sengaja tidak memikirkannya?"
"Sebab dengan begitu aku baru akan merasa bahwa diriku sesungguhnya cukup setia kawan,
menanti aku sudah mati nanti, maka akupun akan merasa bahwa kematianku ini cukup terhormat"
Yan Jit tertawa, tapi suara tertawanya penuh dengan perasaan pahit dan getir yang tak sedap
didengar. Lewat lama sekali, dia baru berkata:
"Padahal sebetulnya kau lebih agung daripada siapapun juga"
"Sangat agung" kau juga merasa aku sangat agung?" seakan-akan kaget sekali Kwik Tay lok
melompat bangun.
"Tiada orang di dunia yang menjadi enghiong semenjak dilahirkan, menjadi enghiongpun
kadangkala dipaksakan. Walaupun semua orang memahami teori tersebut, toh semuanya masih
suka untuk menipu diri sendiri. Hanya kau...."
Dia menghela napas panjang, pelan-pelan terusnya:
"Bukan saja kau berani mengakuinya, bahkan berani juga untuk mengutarakannya ke luar!"
"Mungkin.... mungkin hal ini dikarenakan kulit mukaku jauh lebih tebal dari pada orang lain"
"Soal ini bukan soal kulit muka yang tebal, melainkan...."
"Melainkan karena apa?"
"Keberanian! Itulah yang dinamakan keberanian, jarang sekali ada orang yang memiliki
keberanian seperti ini"
Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Tak kusangka kaupun ada waktu untuk memuji-muji diriku" serunya, "apakah sengaja hendak
menghibur hatiku, agar aku merasa nyaman?"
Yan Jit tidak menjawab, dia hanya menggenggam tangannya erat-erat.
Tangannya yang dingin itu seakan-akan muncul hawa hangat yang menyegarkan badan.
Kembali beberapa waktu sudah lewat, pelan-pelan Kwik Tay-lok baru berkata:
"Padahal perkenalan kita belum berlangsung lama, tapi aku selalu merasa bahwa kau adalah
sahabatku yang paling akrab semenjak dilahirkan dulu, padahal Ong Tiong juga temanku yang
paling baik, tapi sikapku terhadap dirimu dengan dirinya toh ada juga perbedaannya."
"Apa bedanya?" tanya Yan Jit pelan.
"Aku sendiripun tak dapat menerangkan dimanakah letak perbedaan tersebut, cuma... cuma...
seandainya Ong Tiong berbuat salah kepadaku, aku pasti dapat memaafkan dirinya, tapi
seandainya kau yang berbuat suatu kesalahan kepadaku, aku malah merasa sangat gusar,
gusarnya setengah mati"
Perasaan semacam ini memang aneh sekali, tak heran kalau ia tak dapat menerangkannya.
Jari tangan Yan Jit seperti sedang gemetar, hatinya seperti merasa sangat terharu, cuma
sayang Kwik Tay-lok tak dapat melihat mimik wajahnya, kalau tidak mungkin dia akan memahami
lebih banyak lagi.
Tapi, tidak memahamipun jauh lebih baik lagi.
Suasana remang-remang dan kabur tak menentu justru kadangkala mendatangkan suasana
yang jauh lebih indah dan juga lebih menawan hati.
Sayang saja waktu untuk mereka guna menikmati suasana semacam ini tidak terlalu banyak.


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiba-tiba Yan Jit berkata:
"Aku masih ingin mengetahui satu hal lagi, cuma tak tahu bolehkah kuajukan?"
"Katakan, entah apapun yang kau ucapkan, kau boleh mengatakannya kepadaku"
"Andaikata Wi hujin benar-benar bersedia melepaskan kami dan benar-benar menghadiahkan
emas yang begitu banyaknya itu kepada kita, apakah kau akan memberitahukan jejak dari Lim
Tay-peng itu kepadanya?"
"Kwik Tay-lok tidak langsung menjawab pertanyaan itu, hanya pelan-pelan katanya:
"Aku tahu emas pasti akan habis dipakai, orang juga pasti akan mati, tapi persahabatan dan
setia kawan pasti akan selalu ada di dunia ini..."
Setelah tertawa, terusnya:
"Justru di dunia ini masih ada keadaan seperti itu, maka kehidupan manusia baru berbeda
dengan kehidupan binatang"
Yan Jit menghela napas panjang:
"Agaknya aku jarang sekali mendengarkan ucapan semacam ini keluar dari mulutnya,
sepanjang hari kau seperti cengar-cengir melulu, tidak kusangka kau masih bisa menerangkan
semacam ini"
"Ada sementara teori yang sebetulnya tidak perlu diucapkan dengan bibir..."
"Jika tidak kau katakan, darimana orang lain bisa tahu manusia apakah sebenarnya dirimu
itu?" "Aku tidak perlu orang lain mengetahui akan hal ini, asal temanku tahu, asal kau tahu, hal ini
sudah lebih dari cukup"
Tiba-tiba ia tertawa lagi, terusnya:
"Tapi sekarang akupun ingin mengetahui akan satu hal ?"
"Apakah kau ingin tahu rahasia yang belum kukatakan kepadamu itu"
"Tepat sekali"
"Kau.... kau belum melupakannya ?"
"Aku sudah pernah berkata kepadamu! entah mati atau hidup aku tak akan melupakannya."
Yan Jit termenung sampai lama sekali, ia baru berkata dengan sedih:
"Padahal aku sudah berulang kali ingin memberitahukan rahasia ini kepadamu, tapi aku takut
setelah ku utarakan bisa menyesal nanti"
"Menyesal" Siapa yang menyesal?"
"Aku..!"
"Kenapa kau musti menyesal ?"
"Karena, karena aku takut bila kau sudah mengetahui soal ini, maka kau tak akan bersedia
berteman lagi denganku"
Kwik Tay-lok segera menggenggam tangannya kencang-kencang, serunya lirih:
"Jangan kuatir, entah manusia macam apakah dirimu itu, entah perbuatan apapun yang
pernah kau lakukan dulu, sepanjang masa kau tetap adalah sahabatku"
"Sungguh ?"
Dengan suara keras Kwi Tay-lok segera berteriak:
"Belum lagi kata "mati dengan selamat" diucapkan, Yan Jit telah mendekap mulutnya sambil
berkata dengan lembut:
"Baiklah, akan kuberitahukan kepadamu, sebetulnya aku adalah...."
Mendadak dari kegelapan kembali muncul setitik cahaya api yang menyinari di atas sebuah
benda yang aneh sekali.
Kelihatannya benda itu seperti tabung besi yang amat besar dan panjang, warna hitam pekat
dan diletakkan pada kayu pengganjal yang besar dan tebal.
Menyusul kemudian terdengar suara dari Wi hujin berkumandang kembali dengan nyaring.
"Kalian kenal dengan benda ini?"
"Tidak kenal!"
"Tampaknya bukan saja kalian miskin uang, juga miskin pengetahuan!" kata Wi hujin sambil
tertawa. Baru selesai berkata, mendadak dari balik tabung besi itu memancarkan sesuatu ledakan yang
menggelegar di seluruh angkasa.
Hampir pecah gendang telinga Kwik Tay-lok ketika mendengar suara ledakan yang
memekikkan telinga itu.
Lewat lama sekali dia baru bisa membuka matanya kembali, tampak empat penjuru dengan
asap belerang yang amat menusuk hidung, sedangkan dinding batu yang berada tepat di depan
moncong benda tadi sudah muncul sebuah lubang yang besar sekali.
"Sekarang tentunya kau sudah tahu bukan benda apakah itu?"
Kwik Tay-lok segera menghembuskan napas panjang, tanyanya kemudian dengan lirih:
"Apakah benda inilah yang dinamakan meriam?"
"Aaaah.... rupanya kau memang cerdik!" uji Wi hujin sambil tertawa tergelak.
Moncong meriam pelan-pelan bergeser dan sekarang moncong tersebut sudah diarahkan ke
depan tubuh Yan Jit dan Kwik Tay-lok.
"Apakah kau ingin merasakan bagaimana jika di tembak dengan meriam?" tanya Wi hujin.
"Tidak ingin!"
"Kalau begitu, cepatlah mengakui dimana dia berada!"
"Tidak!"
"Mungkin kau masih belum tahu sampai dimanakah kelihaian dari meriam ini?" kata Wi hujin
lagi. "Aku tahu!"
"Tahu apa?"
"Konon jika menggunakan meriam semacam ini untuk menyerang benteng, bagaimanapun
kuatnya dinding benteng, tak akan tahan jika dihantam dengan tembakan meriam tersebut!"
Wi hujin segera tertawa.
"Bayangkan sendiri, kalau dinding tembok kota pun bisa hancur, apakah kau mampu untuk
menahannya."
Tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa tergelak, serunya:
"Kau tidak akan mengerti, kulit mukaku ini sebenarnya memang jauh lebih tebal daripada
dinding benteng"
"Jadi kau benar-benar tak akan berbicara?" teriak Wi hujin marah.
Agaknya untuk menjawabpun Kwik Tay-lok sudah enggan, dia hanya memalingkan kepalanya
memandang ke wajah Yan Jit.
Sinar mata Yan Jit lebih lembut daripada air, suaranya lebih keras daripada baja.
Dengan tegas dia berkata:
"Berpikir semalam aku sudah mati delapan kali, apa salahnya untuk mati sekali lagi."
Mati sebenarnya merupakan suatu hal yang sukar, juga paling menakutkan tapi ketika
diucapkan dari mulut mereka, hal mana seakan-akan ringan dan tiada sesuatu yang bisa dianggap
serius. Tiba-tiba Kwik Tay-lok menghela napas panjang, sambil menarik tangan Yan Jit katanya:
"Hanya ada satu hal yang kusesalkan"
"Aku mengerti" bisik Yan Jit dengan lembut. "tapi kau tak usah kuatir, mati atau hidup aku pasti
akan memberitahukan kepadamu"
Tiba-tiba wajah Kwik Tay-lok berseri kembali, katanya:
"Kalau memang begitu, apa pula yang musti ku risaukan lagi?"
"Baik!" seru Wi hujin dingin, "matilah bersama !"
Moncong meriam telah diarahkan ke tubuh Yan Jit dan Kwik Tay-lok.
"Blaaam!" suatu ledakan yang memekikkan telinga segera berkumandang memecahkan
keheningan. Di tengah bau asap belerang yang tajam, kelihatan tubuh mereka berdua roboh bersama...
Ada orang bilang mati itu sulit, ada pula yang mengatakan mati gampang.
Bagaimana dengan kau"
(0oooo0)(0oooo0)
HABIS GELAP TERBITLAH TERANG
BAGI Yan Jit, kematian adalah yang mudah, ia sudah mati sembilan kali.
Tapi sekarang, ia hidup kembali.
Ia merasa tubuhnya berbaring di atas sebuah pembaringan yang empuk.. nyaman dan enak,
setiap benda yang terlihat olehnya rata-rata mewah, indah dan mahal harganya, seakan-akan
bukan berada di alam dunia.
Ketika untuk pertama kalinya sadar tadi, ia menebak tempat itu kalau bukan sorga tentu
neraka. Tapi bila tidak berada bersama Kwik Tay-lok, apalah artinya sorga"
Dimana Kwik Tay-lok" Apakah dia dimasukkan neraka "
Yan Jit meronta dan merangkak bangun, dengan cepat ia melihat Kwik Tay-lok.
Hampir saja dia tak percaya dengan apa dilihatnya di depan mata...
Dalam ruangan itu ada meja, di atas meja penuh dihidangkan makanan yang lezat, Kwik Taylok
sedang makan minum dengan lahapnya di sana.
Ketika melihat Yan jit sadar, dia segera meletakkan sumpitnya dan berkata sambil tertawa.
"Karena kulihat tidurmu sangat nyenyak, maka tidak kubangunkan dirimu, untung saja
makanan di sini amat banyak, sepuluh orangpun tak bisa habis dimakan"
"Kau yang membawa aku ke sini?"
"Bukan!"
"Tempat manakah ini?"
"Aku juga tak tahu!"
Yan Jit segera melotot sekejap ke arahnya, serunya dengan gemas:
"Lantas kau tahu apa?"
"Aku hanya tahu makanan koki di sini sangat lezat, arakpun amat wangi, apalagi yang kau
nantikan?"
Setelah berhenti sebentar dia menambah:
"Daripada tidak makan lebih baik makan, apakah kau belum memahami perkataan itu?"
"Dari dulu aku sudah memahami!" sahut Yan Jit sambil tak tahan untuk tertawa cekikikan.
0000000 Dalam ruangan itu bukan saja ada pintu, juga ada jendela.
Dari luar jendela masih terendus bau harumnya bunga bwee yang semerbak.
"Apakah kau sudah menengok keluar?" tanya Yan Jit.
"Belum!"
Kenapa tidak keluar untuk melihat keadaan?" seru Yan Jit sambil berkerut kening.
"Kalau mengurusi mulut maka tak bisa mengurusi mata, bagaimanapun juga mulut toh lebih
penting dari pada mata!"
"Tapi paling tidak, kau harus mencari dulu tuan rumah tempat ini!"
"Aaaah..." Akhirnya dia toh akan datang sendiri mencari kita, kenapa kita musti buru-buru
mencarinya"."
Baru selesai dia berkata, dari luar sudah kedengaran seseorang mengetuk pintu.
Seorang nona cilik berbaju putih muda dengan senyum di kulum dan membawa dua buah poci
arak masuk ke dalam, ia kelihatan seperti bidadari yang baru turun dari kahyangan.
Sepasang mata Kwik Tay-lok agak terbelalak, ketika Yan Jit melotot ke arahnya, dia baru
mendehem beberapa kali, kemudian sambil membetulkan duduknya, tak tahan dia tertawa geli,
katanya: "Aku memang sedang murung takut kekurangan arak, tak nyana arak dihidangkan"
"Setelah kau berada di sini, apapun yang kau minta, dengan cepat permintaanmu itu akan
terwujud" kata si nona baju putih itu sambil mencibirkan bibir.
"Bagai mana ceritanya kami bisa sampai di sini" tanya Yan Jit.
Kembali nona berbaju putih itu tertawa.
"Tentu saja tuan rumah tempat ini yang telah menyelamatkan kalian" sahutnya.
"Kau kah tuan rumah di sini?"
"Menurut pandanganmu aku mirip tidak?" kata si nona baju putih itu sambil mengerdipkan
matanya. "Tidak mirip!"
"Aku sendiripun merasa tidak mirip!"
"Lantas siapakah tuan rumahnya" Kami kenal tidak dengannya?"
"Aku hanya tahu dia pasti kenal dengan dirimu"
"Kenapa?"
Nona berbaju putih itu tertawa, sahutnya:
"Sebab dia bilang kau seorang mampu menghabiskan hidangan untuk lima orang, sengaja dia
suruh aku menyiapkan hidangan yang lebih banyak. Seandainya dia tidak kenal dengan dirimu,
mana mungkin ia bisa memahami tentang dirimu dengan sejelas itu?"
Kwik Tay-lok segera tertawa terbahak-bahak:
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh kalau begitu, bukan saja dia kenal aku, mungkin dia pun
seorang sahabat karibku"
Nona berbaju putih itu mengerdipkan matanya berulang kali, lalu katanya lagi sambil tertawa:
"Apakah semua orang yang mengundang mu minum arak adalah sahabat karibmu "
"Sedikitpun tak salah!" Jawab Yan Jit dingin.
Bukan saja wajahnya berubah menjadi tak sedap dilihat, bahkan sumpitpun sudah diturunkan.
Kwik Tay-lok melirik sekejap ke arahnya, lalu tak berani banyak berbicara lagi.
Kembali nona berbaju putih itu berkata.
"Bila kalian sudah kenyang nanti, aku akan mengajak kalian berdua untuk menjumpai tuan
rumah di sini. Dia selalu menantikan kedatangan kalian berdua"
Mendadak Yan Jit melompat bangun sambil berseru:
"Sekarang aku sudah kenyang!"
"Hei, mengapa kau menjadi kenyang begitu melihat kedatanganku!" seru nona berbaju putih itu
sambil mengerling sekejap ke arahnya."
"Sebab tampangmu persis seperti pantat!"
Bunga bwe yang indah tumbuh di sepanjang kebun, salju nan putih menyelimuti permukaan
tanah. Dengan wajah cemberut nona berbaju putih itu berjalan di muka, dia tidak berbicara apalagi
tertawa. Sesungguhnya nona itu memang manis, cantik tapi sayang agak kegemukan sedikit.
"Tak kusangka Yan Jit bisa membandingkan dirinya dengan pantat.... tak tahu bagaimana
jalan pemikirannya, sehingga bisa nyeleweng sampai ke situ?"
Kwik Tay-lok memandang ke arah Yan Jit dan ingin tertawa, namun ia tak berani.
Sebab paras muka Yan Jit ketika itu lebih tak sedap dilihat lagi. Entah mengapa, dia seperti
amat membenci kaum wanita terutama sekali gadis yang suka bergurau dengan Kwik Tay-lok.
"Dulu ia pasti pernah menderita kerugian ditangan perempuan, atau tertipu oleh perempuan
maka dia menjadi sengit kalau melihat perempuan"
Kwik Tay-lok berjanji dalam hati kecilnya, dilain saat dia tentu berusaha untuk memberi
pengertian kepadanya, memberitahu kepadanya bahwa perempuan bukan semuanya
memuakkan, diantaranya juga ada beberapa orang yang jauh lebih menyenangkan dari pada lelaki
yang ada di dunia ini.
000000 Serambi itu panjang sekali.
Di ujung sana terdapat tirai yang terurai ke bawah.
Baru saja mereka menuju ke situ, dari balik tirai sudah ada yang menyapa sambil tertawa:
"Oooh... rupanya kalian datang lagi" Silahkan masuk, silahkan masuk."
Wi hujin ! Ternyata suaranya itu adalah suaranya Wi hujin.
Ternyata tuan rumah tempat ini adalah dia.
Selain meracuni mereka diapun menyaru menjadi setan, bahkan menggunakan meriam
penggempur kota untuk menghadapi mereka, tapi sekarang dia juga yang telah menolong mereka,
bahkan melayani mereka dengan hidangan yang begitu lezat.
Kwik Tay lok dan Yan Jit segera saling berpandangan sekejap, mereka benar-benar tak bisa
menduga, permainan busuk apa lagi yang sedang direncanakan perempuan itu"
Senyuman Wi hujin masih kelihatan begitu anggun, begitu mempesonakan hati.
Ia sedang mengawasi wajah Kwik Tay-lok, kemudian Yan Jit, setelah itu baru ujarnya sambil
tersenyum: "Kalian tak usah berpikir-pikir lagi permainan busuk apa yang sedang kupersiapkan sekarang,
sebab rencanaku tak akan pernah bisa ditebak oleh siapapun"
Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya:
"Aku percaya dengan perkataanmu itu"
"Ada satu hal lagi, kau pun harus percaya"
"Soal apa?"
"Sekarang kalian boleh pergi dari sini, setiap saat setiap waktu boleh pergi dari sini.
Dimanapun kalian akan pergi, aku tak akan mengutus orang untuk menguntil kepergian kalian"
Kwik Tay lok agak tertegun, serunya:
"Kau tidak menginginkan nyawa kami" Tidak menginginkan...."
"Juga tidak ingin mengetahui jejak Lim Tay-peng?"
"Paling tidak sampai sekarang tidak ingin"
"Kau sudah menggunakan banyak tenaga dan pikiran untuk menghadapi kami, apakah
sekarang membiarkan kami pergi dengan begitu saja?"
"Benar!"
Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, serunya... "Aku tidak begitu percaya dengan
ucapanmu itu"
"Bahkan ucapanku pun tidak kau percaya?"
"Kenapa aku harus percaya denganmu?"
"Kau tahu, siapakah aku?"
"Aku tahu kau adalah seorang yang kaya raya, punya kedudukan, punya kepandaian, tapi
perkataan dari manusia semacam ini justru biasanya paling tak boleh percaya"
Wi hujin menatapnya tajam-tajam, mendadak katanya lagi sambil tertawa lebar.
"Kalian tentu merasa semua perbuatanku itu sangat mengherankan bukan" Akan tetapi bila
kalian sudah tahu siapa aku yang sebenarnya, maka kalian tak akan merasa heran"
"Sebenarnya siapakah kau?" tak tahan Yan Jit segera berseru.
Sepatah demi sepatah Wi hujin menjawab:
"Akulah ibu kandung Lim Tay-peng!"
Begitu ucapan tersebut diutarakan, Kwik Tay-lok serta Yan Jit menjadi amat terkejut.
Mereka benar-benar tak berani mempercayainya, tapi mau tak mau harus mempercayainya
juga. Sekalipun dalam sejarah hidupnya Wi hujin pernah berbohong, tapi sekarang dia sama sekali
tidak mirip seseorang yang sedang berbohong.
"Sekalipun aku percaya bahwa kau adalah ibu kandungnya Lim Tay-peng, tapi seorang ibu
masa tidak tahu kabar berita tentang anaknya?" kata Kwik Tay-lok kemudian.
Pelan-pelan Wi hujin menghela napas panjang, katanya dengan sedih:


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Inilah kesusahan yang dialami seorang ibu, dikala anaknya sudah menginjak dewasa, apa
yang dilakukannya seringkali tidak bisa dipahami oleh ibunya sendiri"
"Dia telah berubah menjadi seorang lelaki dewasa"
"Sebenarnya apa yang telah dia lakukan?" tak tahan Kwik Tay-lok kembali bertanya.
Wi hujin segera menghela napas panjang.
"Dia tidak melakukan apa-apa, dia cuma melarikan diri dari rumah"
"Melarikan diri dari rumah?" kembali Kwik Tay lok tertegun. "kenapa ia melarikan diri?"
"Dia kabur karena menghindari perkawinan"
"Lari karena takut kawin?"
Wi hujin tertawa getir, katanya:
"Ketika kulihat usianya lambat laun bertambah dewasa, maka aku toh mencarikan jodoh
untuknya, siapa tahu semalam sebelum upacara perkawinan itu diselenggarakan, diam-diam dia
sudah minggat dari rumah"
Kwik Tay-lok menjadi tertegun untuk beberapa saat lamanya, kemudian tak tahan lagi dia
tertawa. "Ah, mengerti aku sekarang" serunya, "sudah pasti dia tidak menyukai gadis itu...!"
"Jangan toh kenal, berjumpa dengan gadis itupun belum pernah...!"
Kwik Tay-lok semakin keheranan lagi.
"Kalau memang berjumpa saja belum pernah, darimana dia bisa tahu gadis itu baik atau
tidak?" serunya.
"Ya, dia sama sekali tidak tahu"
"Kalau memang tidak tahu baik atau jelek, kenapa pula dia minggat dari rumah?"
"Aaaai... justru karena jodohnya itu aku yang pilihkan, maka ia menjadi tak suka"
"Bini adalah miliknya sendiri, tentu saja lebih cocok kalau dia memilih untuk dirinya sendiri. Bila
kau perlihatkan dulu gadis itu kepadanya, mungkin saja dia tak akan kabur" Mendadak wajahnya
berubah menjadi amat serius, katanya lebih jauh:
"Perbuatannya itu bukan berarti dia tidak berbakti kepadamu, sebaliknya setiap pria yang telah
dewasa sedikit banyak dia pasti mempunyai idenya sendiri, kalau tidak, apakah dia masih bisa
dianggap sebagai seorang lelaki"
Pelan-pelan Wi hujin mengangguk.
"Sebenarnya aku merasa gusar sekali" katanya. " tapi kemudian, setelah kupikir kembali
dengan otak dingin, aku malahan justru merasa agak gembira"
"Kau memang sepantasnya merasa gembira" tiba-tiba Yan Jit menyela, "Sebab lelaki yang
tegas dan gagah seperti dia tidak terlalu banyak di dunia ini"
"Yaa, meski sekarang tidak banyak, tapi di kemudian hari lambat laun pasti akan bertambah
banyak" sambung Kwik Tay-lok.
"Itulah sebabnya sekarang aku sudah berubah pikiran" Wi hujin dengan wajah berseri. "Aku
bertekad tak akan memaksanya pulang untuk kawin lagi"
Pelan-pelan sinar matanya dialihkan ke tempat kejauhan sana, kemudian lanjutnya:
"Aku pikir, bila seorang lelaki yang sudah menginjak dewasa bila dia bisa melakukan
perjalanan diluaran untuk melatih diri, baginya sifat tersebut merupakan suatu keberuntungan"
Kwik Tay-lok menghela napas lalu tertawa getir, katanya:
"Bila perkataan semacam ini kau utarakan sejak tadi, kan urusan akan beres dengan cepat"
"Dulu aku tidak mengutarakannya karena aku masih merasa agak kuatir..." kata Wi Hujin
sambil tertawa.
"Kuatir apa?"
"Kuatir dengan teman-temannya"
"Kalau begitu, apa yang kau lakukan selama ini tidak lebih hanya bermaksud untuk mencoba
kami?" Wi hujin tertawa.
"Kalian kalau memang sahabat karibnya, tentu saja tak akan menyalahkan diriku bukan?"
"Sekarang, apakah kau sudah merasa lega?"
Dengan suara lembut Wi hujin berkata:
"Sekarang aku sudah tahu, teman-temannya bukan saja rela menanggung lapar baginya, rela
mati baginya, bahkan menolak sebuah pancingan kemewahan karena deminya, dalam
pandanganku keadaan semacam ini justru lebih sulit dilakukan daripada mati"
00000)0(00000 SETELAH menghela napas, terusnya:
"Ia bisa berkawan dengan teman semacam kalian, berarti hal itu adalah rejekinya, apa lagi
yang musti ku kuatirkan"
Kota kecil itu masih begitu sederhana dan tenang. Ada sesuatu tempat yang selamanya
seperti tak bisa berubah, hanya hati manusia yang dapat berubah.
Tapi, ada pula sementara orang yang hatinya tak pernah berubah. Ketika menyaksikan Kwik
Tay lok dan Yan Jit pulang, Ong Tiong masih berbaring di atas pembaringan, bergerakpun tidak.
"Hei, enam hari tak bersua, apakah sepatah katapun tidak kau tanyakan kepada kami?" tak
tahan Kwik Tay-lok berseru.
"Apa yang musti ditanyakan?" kata Ong Tiong sambil menguap dengan kemalas-malasan.
"Paling tidak kau harus bertanya kepada kami, selama beberapa hari ini penghidupan kami
baik atau tidak"
"Aku tak perlu bertanya"
"Kenapa tak perlu bertanya?"
"Asal kalian bisa pulang dengan selamat, itu sudah lebih dari cukup..."
"Tapi, paling tidak kau harus bertanya, sebenarnya kulit siapa yang telah disayati oleh Hoatliok-
pi?" "Akupun tak perlu bertanya"
"Kenapa?"
Ong Tiong segera tertawa, sahutnya hambar.
"Manusia macam dia, selain menguliti kulitnya sendiri kulit siapa pula yang hendak dikuliti
olehnya..."
Kecuali sewaktu turun tangan menghadapi Hong Si-hu tempo hari, entah sedang melakukan
apa saja gerakan Lim Tay-peng selalu lebih lambat setengah langkah ketimbang orang lain.
Entah itu sedang bersantap, sedang berbicara sedang berjalan, dia selalu pelan-pelan, tidak
gugup, seakan-akan sekalipun alis matanya terbakarpun dia tak akan merasa gugup.
Kadangkala Kwik Tay-lok merasa dia seakan-akan seorang kakek yang sudah tua bangkotan.
Dia tidak seperti Ong Tiong, dia tidak malas. Tapi lamban itulah yang memusingkan.
Ketika Kwik Tay-lok dan Yan Jit sudah pulang setengah harian lamanya, pelan-pelan dia baru
berjalan keluar, bajunya sangat rapi, rambutnya juga disisir sangat rapi.
Entah dimana saja, kapan saja, pokoknya dia selalu nampak necis, segar dan bersih.
"Tampang orang ini seakan-akan setiap saat ada kemungkinan dia akan diundang untuk
menghadap kaisar!"
Kwik Tay-lok dan Yan Jit saling berpandangan sekejap, kemudian tertawa.
Sebab mereka teringat kembali akan Wi hujin.
Hanya ibu Wi hujin saja yang bisa melahirkan seorang anak yang seperti Lim Tay-peng.
"Dari bibit yang baik, pohon yang segar, tak akan membuahkan buah tho yang jelek
kwalitetnya"
Lim Tay-peng memandang ke arah mereka, agaknya diapun tak tahu apa yang sedang
mereka tertawakan, gumamnya:
"Aku lihat selama beberapa hari ini kalian tentu senang sekali..."
"Yaa, senang sekali!" sahut Kwik Tay lok sambil tertawa.
"Tahukah kalian Hoat liok pi sudah lenyap sedang rumah pegadaian Lip gwan sudah berganti
tauke?" seru Lim Tay peng lagi.
"Tidak tahu!"
"Kejadian besar ini saja tidak kalian ketahui, lantas selama beberapa hari ini apa kerja kalian
dan pergi kemana saja?"
Kwik Tay-lok dan Yan Jit saling bertukar pandangan sekejap, lalu tertawa, mereka sudah
bertekad tak akan menceritakan semua pengalaman yang dialaminya selama ini kepada siapapun.
Sebab mereka merasa lebih baik Lim Tay-peng tidak mengetahui kejadian ini daripada
mengetahuinya, mereka tak ingin mempengaruhi keputusan Lim Tay peng, juga tak ingin
mendapat perasaan baru atau terima kasih Lim Tay-peng kepada mereka.
( Bersambung Jilid 15)
Jilid 15 MEREKA cuma berharap Lim Tay peng bisa hidup dengan bebas merdeka persis seperti
ketika berada di rumah dulu, maka dalam keadaan demikian dia pasti akan berubah menjadi lebih
teguh, lebih matang dam lebih pintar...
Sebab kesemuanya itulah merupakan apa yang diharapkan Wi hujin selama ini.
Sambil tertawa kembali Kwik Tay Lok berkata:
"Selama beberapa hari ini kami juga tidak melakukan apa-apa, cuma kami pernah diracuni
sampai mati satu kali, bertemu dengan raja akhirat satu kali, ditembak dengan meriam satu kali
dan akhirnya orang itu mengundang kami makan minum sepuas-puasnya sebelum kami pulang
kemari..."
Lim Tay-peng melompat kearahnya, sampai lama, lama sekali, tiba-tiba ia tertawa terbahakbahak.
"Haaahhh... haaahhhh..... haaahhh.... aku tahu kau pandai sekali mengibul, tapi kali ini
bualanmu terlalu besar, mungkin bocah cilik yang berumur tiga tahunpun tak akan mempercayai."
Dengan tangannya Kwik Tay-lok membaringkan diri, memejamkan mata dan menghembuskan
napas panjang, lalu ujarnya sambil tersenyum manis:
"Aku juga tahu, tak akan ada seorang manusiapun yang mau percaya dengan ceritaku ini."
Setiap orang tentu punya rahasia.
Ong Tiong adalah orang.
Maka Ong Tiong juga punya rahasia.
Manusia seperti Ong Tiongpun ternyata punya rahasia, sesungguhnya hal ini merupakan suatu
yang tak bisa dipercaya.
Dia tak pernah pergi sendirian, bahkan waktu untuk turun dari pembaringan amat jarang.
Sebenarnya mimpipun Yan Jit tidak menyangka kalau diapun memiliki rahasia.
Tapi orang pertama yang menemukan bahwa Ong Tiong juga ada rahasia adalah Yan Jit.
Bagaimana ceritanya "
Ternyata suatu ketika dia menemukan suatu benda yang aneh sekali.
Yang ditemukan olehnya adalah sebuah layang-layang.
Layang-layang sesungguhnya bukan sesuatu yang aneh, tapi dari atas layang-layang itulah
justru akan muncul banyak sekali kejadian aneh dengan manusia-manusia yang menakutkan
sekali. Menurut perhitungan almanak, semestinya saat itu sudah tiba saatnya musim semi, tapi
kemanapun kau lihat sama sekali tidak menjumpai bayangan musim semi.
Udara masih hangat dingin, angin masih amat kencang, timbunan salju di tanah sudah
mencapai tujuh delapan inci tebalnya.
Hari ini ternyata matahari sudah terbit.
Ong Tiong, Yan Jit, Kwik Tay-lok dan Lim Tay-peng sedang berjemur badan dalam halaman.
Sekalipun mereka miskin dan tak beruang tak pernah disia-siakan kesempatan untuk berjemur
badan. Di musim dingin yang menggigilkan seperti ini, berjemur badan dibawah sinar matahari boleh
dibilang merupakan salah satu kenikmatan yang bisa dirasakan oleh kaum miskin secara gratis.
Ong Tiong telah mencari sebuah kursi yang paling nyaman sedang berbaring dibawah atap
rumah sambil menjemur diri.
Lim Tay-peng duduk diatas undak-undakan batu sambil bertopang dagu dan sinar mata
mendelong, entah apa yang sedang dipikirkannya ketika itu.
Sebenarnya Kwik Tay-lok selalu merasa heran, dengan usia semuda itu, kenapa dia seperti
banyak urusan dan dalam hatinya seperti tersimpan banyak sekali rahasia yang tak boleh
diketahui orang.
Sekarang dia sudah tidak merasa heran lagi, dia sudah tahu apa yang sedang dipikirkan Lim
Tay-peng. Tapi bagaimana dengan rahasia Yan Jit "
Tak tahan lagi Kwik Tay-lok segera menarik Yan Jit sambil bisiknya merintih:
"Sekarang, tentunya kau sudah boleh memberitahukan rahasia itu kepadaku bukan ?"
Sejak kembali kesana, kali ini adalah untuk ketujuh puluh delapan kalinya dia mengajukan
pertanyaan yang sama kepada Yan Jit.
Tapi jawaban Yan jit selalu sama seperti dulu.
"Tunggu !"
"Kau suruh aku menunggu sampai kapan?"
"Menunggu sampai aku ingin mengatakannya !"
Kwik Tay-lok menjadi sangat gelisah, serunya lagi:
"Apakah kau harus menunggu sampai aku hampir mati baru bersedia untuk mengatakannya"."
Yan Jit mengerling sekejap ke arahnya, sinar mata itu kelihatan aneh sekali, lewat lama,
kemudian baru ujarnya dengan sedih:
"Kau benar-benar tak tahu rahasia apakah yang hendak kuberitahukan kepadamu itu?"
"Kalau aku tahu, buat apa aku mesti bertanya kepadamu ?"
Yan Jit memandangnya lagi beberapa saat, kemudian tertawa cekikikan, katanya sambil
menggelengkan kepala:
"Ucapan Ong lotoa memang betul, bila kau harus bodoh ternyata menjadi pintar, dikala harus
pintar ternyata bodohnya bukan main..."
"Aku toh bukan cacing pita dalam perutmu, mana aku tahu rahasiamu itu ?"
Tiba-tiba Yan Jit menghela napas panjang!
"Mungkin lebih baik buatmu jika tidak tahu !"
"Baik dalam hal apa ?"
"Ada satu hal yang tidak baik, bukankah hidup kita sekarang jauh lebih menyenangkan?"
"Apakah aku bisa menjadi tak senang bila mengetahui rahasia tersebut....?"
Kembali Yan Jit menghela napas.
"Mungkin..... mungkin waktu itu setiap hari kita akan cekcok, setiap hari akan bertengkar."
Kwik Tay-lok segera melotot ke arahnya, kemudian mendepakkan kakinya keras-keras ke
tanah, serunya dengan gemas:
"Aku benar-benar tidak mengerti, sesungguhnya kau adalah seorang yang suka berterus
terang, kenapa kadang kala lebih sempit pikirannya daripada seorang perempuan?"
"Yang sempit pikirannya bukan aku, tapi kau ?"
"Kenapa pikiranku sempit ?"
"Perbuatan yang tak ingin orang lain lakukan, kenapa kau justru memaksa orang lain untuk
melakukannya ?"
"Siapakah orang lain itu ?"
"Orang lain itu adalah aku !"
Kwik Tay-lok menghela napas panjang, dipegangnya kepala dengan kedua belah tangannya
sendiri, kemudian bergumam:
"Sudah jelas adalah dia, tapi dia justru mengatakan orang lain. Cara berbicara orang ini makin
lama semakin mirip perempuan, coba bagaimana jadinya ?"
Tiba-tiba Yan Jit tertawa, sengaja dia mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain, ujarnya:
"Menurut pendapatmu apa sebabnya secara tiba-tiba Hoat-liok-pi angkat kaki dari sini?"
Sebenarnya Kwik Tay-lok tak ingin menjawab pertanyaannya itu, tapi setelah termenung
sebentar, tak tahan katanya juga:
"Bukan dia sendiri yang ingin pergi, si nenek itulah yang memaksanya untuk pergi ?"
"Kenapa ?"
"Sebab nenek itu kuatir kita akan menyelidiki rahasia asal usulnya"
"Kalau begitu, asal usulnya tentu amat rahasia, dengan Hoat-liok-pi juga pasti mempunyai
hubungan yang sangat luar biasa."
"Ehmm !"
"Kenapa kau tidak pergi mencari kabar, sebenarnya mereka telah menyembunyikan diri
dimana ?" "Kenapa musti di selidiki ?"
"Tentu saja untuk mengorek rahasia mereka !"
"Kenapa aku harus mengorek rahasia orang " Ada sementara rahasia yang tak akan berhasil
kau gali sekalipun sudah diusahakan dengan cara apapun, tapi bisa saatnya sudah tiba tanpa
digalipun rahasia itu akan tersingkap dengan sendirinya.."
Yan Jit segera tertawa:
"Kalau kau sudah memahami akan teori tersebut, kenapa pula kau selalu memaksaku untuk
mengatakannya?"
Kwik Tay-lok melotot besar ke arahnya, kemudian menghela napas panjang,
"Aaaai.... sebab aku tidak memperhatikan si nenek itu, yang kuperhatikan hanya kau !"
Pelan-pelan Yan Jit berpaling ke arah lain, rupanya sengaja hendak menghindarkan diri dari
sinar mata Kwik Tay-lok.
Baru saja berpaling, dia telah menjumpai sebuah layang-layang...
Sebuah layang-layang berbentuk kelabang buatannya sangat indah dan manis, ketika
bergerak di udara, pada hakekatnya seperti hidup.
Yan Jit segera bertepuk tangan sambil bersorak:
"Cepat kau lihat, apakah itu ?"
Kwik Tay-lok juga sudah melihat, meski merasa amat tertarik, tapi sengaja katanya sambil
menarik muka: "Itu kan tak lebih cuma layang-layang, apanya yang lucu " Apakah kau belum pernah melihat
layang-layang ?"
"Tapi dalam suasana seperti ini, mana mungkin ada orang yang bermain layang-layang?"
"Hmm. asal lagi senang, setiap saat toh boleh saja menaikkan layang-layang ?"
Padahal dia juga tahu, sekarang belum tiba saatnya untuk bermain layang-layang, sekalipun
ada orang ingin menaikkan juga tak akan menaikkan setinggi itu, sebab tak mungkin layanglayang
itu bisa dinaikkan setinggi itu.
Tapi layang-layang itu dinaikkan sangat tinggi, amat lurus dan tenang, jelas orang itu adalah
seseorang yang ahli.
"Kau bisa membuat layang-layang ?" tanya Yan Jit.
"Tidak, aku hanya bisa makan !"
Yan Jit melotot sekejap kearahnya, kemudian berkata sambil tertawa:
"Ong lotoa tentu bisa.... Ong lotoa, bagaimana kalau kitapun membuat sebuah layang-layang?"
Tapi ketika tiba di depan Ong Tiong, dengan cepat wajahnya berubah menjadi tertegun.
Ong Tiong sama sekali tidak mendengarkan apa yang sedang diucapkan olehnya, dia cuma
membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar sambil mengawasi layang-layang tersebut, sinar
matanya aneh sekali, seakan-akan dia belum pernah menyaksikan layang-layang.
Akan tetapi kalau dilihat dari mimik wajahnya, dia seakan-akan telah menganggap layanglayang
tersebut sebagai kelabang sungguhan.


Pendekar Riang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seekor kelabang raksasa yang bisa makan manusia.
Yan Jit turut menjadi tertegun, sebab dia tahu Ong Tiong bukankah seorang manusia yang
gampang dibikin ketakutan.
Sekalipun dia benar-benar menyaksikan ada tujuh delapan puluh ekor kelabang sedang
berjalan dihadapannya-pun, paras muka Ong Tiong tak akan berubah menjadi begini rupa.
Apa lagi selembar wajahnya, sekarang telah berubah menjadi pucat melebihi mayat.
Mendadak saja kelopak matanya seperti berdenyut keras, seakan-akan tertusuk oleh beriburibu
batang jarum. Yan Jit segera mendongakkan kepalanya, sekarang dia menyaksikan diatas langit telah
bertambah menjadi empat buah layang-layang.
Sekarang telah bertambah dengan sebuah layang-layang berbentuk ular, sebuah berbentuk
kala dan sebuah lagi berbentuk burung elang....
Yang paling besar berbentuk segi empat, diatas kertas yang berwarna kuning itu tampak
sebuah lukisan Hu yang berliuk entah apa artinya, seperti "hu" untuk pengusir setan.
Mendadak Ong Tiong bangkit berdiri lalu masuk ke dalam rumah dengan sempoyongan, dia
seperti tak tahan dan setiap saat bakal jatuh tak sadarkan diri.
Kwik Tay-lok segera memburu datang, dengan wajah keheranan segera tegurnya:
"Ong lotoa, apa yang telah terjadi ?"
Yan Jit menghela napas panjang, sahutnya:
"Siapa tahu apa yang terjadi dengannya, ketika menyaksikan layang-layang tersebut
mendadak seluruh tubuhnya seakan-akan telah mengalami perubahan".
Kwik Tay-lok merasa semakin keheranan lagi.
"Hanya melihat layang-layang, tampangnya lantas berubah menjadi begitu rupa ?" serunya.
"Ehmm !"
"Apakah layang-layang itu mempunyai suatu keistimewaan ?" seru Kwik Tay-lok dengan
kening berkerut.
Dia lantas mendongakkan kepalanya dan mencoba untuk mengamati layang-layang tersebut
dengan seksama, akan tetapi tiada sesuatu hasilpun yang berhasil diperoleh.
Siapapun tak akan menemukan apa-apa dari layang-layang tersebut....
Layang-layang adalah layang-layang, tiada bedanya dengan layang-layang lainnya.
"Lebih baik kita masuk dan tanyakan kepada Ong lotoa saja, tanya kepadanya apa yang
sebenarnya telah terjadi !" usul Kwik Tay-lok kemudian dengan lirih.
Yan Jit menggelengkan kepalanya berulang kali, setelah menghela napas katanya:
"Ditanyapun percuma, kemungkinan besar dia tak akan mengatakannya"
"Tapi layang-layang itu...."
"Apakah kau tak pernah berpikir, persoalannya bukan terletak pada layang-layang itu?" tukas
Yan Jit. "Lantas dimanakah letak persoalannya ?"
"Pada orang yang melepaskan layang-layang tersebut !"
"Betul !" seru Kwik Tay-lok sambil bertepuk tangan, "Mungkin Ong lotoa tahu siapakah yang
melepaskan layang-layang tersebut."
"Kemungkinan besar orang itu adalah musuh besar dari Ong lotoa di masa lalu."
Selama ini Lim Tay-peng hanya mendengarkan pembicaraan itu dari samping mendadak dia
berseru: "Aku akan ke sana untuk melihat-lihat, kalian tunggu saja di sini, menantikan kabat beritaku."
Belum habis perkataan itu diucapkan, tubuhnya sudah meluncur keluar dari tempat itu.
Biasanya dia selalu kemalas-malasan dan lamban sekali cara kerjanya, tapi begitu terjadi
peristiwa, maka gerak geriknya selalu jauh cepat dari pada siapapun.
Kwik Tay-lok memandang kearah Yan Jit, kemudian katanya:
"Kenapa kita harus menunggu kabar beritanya disini ?"
Tidak mungkin menunggu ucapan tersebut selesai diucapkan, Yan Jit sudah mengejar ke
depan. Demi persoalan temannya, siapa saja tak ingin tertinggal dari rekan-rekannya lainnya.
Layang-layang, itu dilepaskan sangat tinggi dan lurus.
Yan Jit memperhatikan sekejap arahnya, kemudian berkata:
"Tampaknya Iayang-layang itu berasal dari tanah pekuburan sana!"
Kwik Tay-lok mengangguk, "Betul, sewaktu masih kecil dulu aku sering melepaskan layanglayang
dari kuburan."
Jarak dari perkampungan kaya dan anggun mereka dengan tanah pekuburan itu tidak terlalu
jauh, dengan cepatnya mereka sudah sampai di tempat tujuan.
Dalam tanah pekuburan itu cuma ada satu orang, dia adalah Lim Tay-peng yang berangkat
duluan. "Kau menjumpai sesuatu ?" tegur Kwik Tay-lok.
"Tidak, bayangan setanpun tidak nampak!"
Lantas siapa yang menaikkan layang-layang itu"
Lima buah orang-orangan.
Kelima buah orang-orangan itu semuanya memakai pakaian berkabung, ditangan sebelahnya
membawa tongkat kesedihan.
Sedangkan benang layang-layang tersebut terikat ditangan yang lain dari orang-orangan,
didepan rumah kayu kecil dibawah tebing sana.
Dalam rumah kayu itulah mereka menemukan Swan Bwe- thong tempo hari....
Tentu saja orang-orangan tak akan bisa menaikan layang-layang.
Orang-orangan juga, tak akan memakai pakaian berkabung.
Lantas siapa yang melakukan kesemuanya itu.
Kwik Tay-lok berkata saling berpandangan tanpa berbicara, mereka merasa persoalan itu
makin lama semakin tidak sederhana.
Kata Yan Jit kemudian:
"Layang-layang ini belum lama dinaikkan, mungkin orangnya juga belum pergi jauh."
"Betul, mari kita lakukan pencarian keempat penjuru."
"Aku rasa mereka pasti berlima, lebih baik, kita jangan sampai terpisah satu lama lainnya."
Mereka mengitari tanah berkuburan itu satu kali, dan kemudian sampailah.
"Mungkinkah orang yang melepaskan layang-layang itu bersembunyi di dalam rumah kayu
tersebut ?"
Tanpa terasa ketiga orang itu berpikir demikian.
Kwik Tay-lok yang pertama-tama menyerbu ke dalam bangunan rumah tersebut.
"Hati-hati !" teriak Yan Jit.
Baru selesai dia berteriak, Kwik Tay-lok sudah menendang pintu dan menerjang masuk ke
dalam. Rumah kayu itu masih tetap berupa rumah kayu cuma bentuknya sama sekali telah berubah.
Wajan dan tungku yang pernah dipakai Swan Bwe-tong untuk menanak nasi tempo hari, kini
sudah lenyap tak berbekas, rumah kecil yang sebetulnya kotor dan acak-acakan sekarang telah
dibersihkan dari debu, mana rajin nyaman lagi.
Di tengah ruangan terdapat meja, di atas meja siap lima pasang sumpit, lima buah cawan arak
dan lima bilah pisau kecil yang memancarkan sinar tajam.
Pisau itu tipis tapi tajam, tubuhnya berliuk-liuk dengan bentuk yang aneh sekali.
Kecuali itu, dalam ruangan tersebut sudah tidak ada benda yang lainya lagi.
Baru saja Kwik Tay-lok memegang gagang pisau itu, Yan Jit telah memburu masuk, serunya
sambil mendepak-depakan kakinya berulang kali.
"Mengapa sih aku selalu gegabah didalam melakukan perbuatan apapun" Bagaimana coba
seandainya dalam ruangan ada orangnya" Apakah, kau tidak kuatir dicelakai orang?"
"Aku tidak takut !" jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa.
"Kau tidak takut, aku takut !"
Baru saja mengucapkan kata itu, mendadak paras mukanya berubah menjadi merah padam,
merah sekali. Untung saja orang lain tidak memperhatikannya.
Lim Tay-peng sebetulnya sedang menyelidiki pisau diatas meja, mendadak katanya:
"Pisau ini dipakai untuk memotong daging !"
"Darimana kau bisa tahu !" tanya Kwik Tay-lok.
"Aku pernah melihat suku Oh diluar perbatasan seringkali memakai pisau semacam ini untuk
memotong daging."
"Masa mereka adalah suku Oh yang datang dari luar perbatasan?"
Lim Tay- peng termenung sebentar, kemudian sahutnya:
"Mungkin saja demikian, cuma orang suku Oh hanya memakai pisau, tidak memakai sumpit.
Mendadak mencorong sinar kaget dan ngeri dari balik mata Yan Jit, serunya tiba-tiba:
"Disini cuma ada pisau, tiada daging, mereka bermaksud hendak memotong daging siapa?"
"Tak mungkin dipakai untuk memocong daging Ong Tiong bukan?" sahut Kwik Tay-lok sambil
tertawa. Sekalipun dia sedang tertawa, tapi suara tertawanya kelihatan tidak leluasa.
Yan Jit bersin beberapa kali, sekujur badannya menggigil keras, katanya kemudian:
"Lebih baik kita cepat-cepat pulang, kalau membiarkan Ong lotoa berada dirumah seorang diri,
aku.... sesungguhnya aku merasa agak kurang lega."
Paras muka Kwik Tay-lok segera berubah.
"Betul !" serunya, "lebih baik kita jangan sampai terkena siasat memancing harimau turun
gunung." Teringat sampai kesitu, mereka bertiga menerjang keluar dari ruangan itu.
Kemudian dengan mempergunakan gerakan yang paling cepat menyeberangi tanah
pekuburan itu. Mendadak Yan Jit berhenti, kemudian serunya tertahan:
"Aaaah! Ada yang tidak benar."
"Apanya yang tidak benar ?"
Dengan wajah memucat sahut Yan Jit.
"Barusan kelima buah orang-orangan, itu masih berada di sini, tapi sekarang...." mendadak
Kwik Tay-lok merasakan pula hatinya bergidik, bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Orang-orangan yang semula berada disitu kini sudah lenyap tak berbekas.
Awan putih melayang di udara dan biru, hari ini cuaca sangat cerah dan baik.
Tapi layang-layang di angkasa itu kini sudah lenyap tak berbekas.
Menggunakan gerakan tubuh ysng paling cepat mereka balik kembali ke rumah, tapi baru
sampai di depan pintu, lagi-lagi mereka tertegun.
Kelima buah orang-orangan itu sekarang telah berdiri di depan pintu, mereka masih memakai
baju berkabung, membawa tongkat dan segala sesuatunya masih tetap seperti sedia kala, satusatunya
yang berbeda adalah diatas dada mereka telah menempel secarik kertas, di atas kertas
itu seperti bertulisan beberapa huruf.
Tulisan itu sangat kecil dan sukar dilihat jelas.
Ketika angin behembus lewat, kertas itu segera berkibar kencang, agaknya dijahit dengan
tubuh orang-orangan itu.
Lim Tay-peng yang sampai ditempat tujuan paling dulu, dengan cepat dia menyambar kertas
tadi. Ternyata kertas itu dijahit kuat sekali, dia harus menariknya keras-keras sebelum berhasil
membetotnya. Tapi pada saat itulah, mendadak tongkat ditangan orang-orangan itu melejit keudara kemudian
menghantam keatas perut Lim Tay-peng keras keras!
Untung saja meski pengalaman Lim Tay-peng amat cetek, reaksinya tidak lambat, dia
melompat keudara dan menghindarkan diri dari bacokan benda itu.
Siapa tahu bersamaan dengan melejitnya tongkat tersebut, setitik cahaya hitam ikut meluncur
pula ke depan. Lim Tay-peng hanya menghindari ayunan toyanya saja tapi lupa untuk berkelit dari sambitan
senjata rahasia tersebut.
Tahu-tahu dia merasakan lutut kanannya menjadi sakit bagaikan digigit nyamuk, kemudian
menjadi kaku dan kesemutan.
Menanti tubuhnya melayang balik ke tanah, dia sudah tak mampu berdiri tegak lagi.
Dalam waktu singkat, kaki kanannya telah menjadi kaku dan mati rasa, tubuhnya segera roboh
terkapar ke atas tanah.
"Jarum beracun !" pekik Kwik Tay-lok dengan paras muka berubah sangat hebat.
Baru dua patah kata dia berbicara, Yan Jit sudah turun tangan secepat sambaran kilat, secara
beruntun dia menotok empat buah jalan darah penting disekitar lutut kanan Lim Tay-peng,
sementara tangan yang lain mencabut keluar pisau belati dibalik sepatunya.
Cahaya pisau berkelebat lawat, pakaian Lim Tay-peng sudah robek, kemudian ketika disambar
lagi, kulit badan Lim Tay-peng yang terluka itu sudah terpapas, darah segera muncrat keluar
dengan derasnya.
Darah yang bercucuran keluar ternyata darah hitam.
Terbelalak lebar sepasang mata Kwik Tay-lok menyaksikan ke semuanya itu.
Mimpipun dia tidak menyangka kalau gerakan tangan Yan Jit begitu cepatnya sehingga sukar
diikuti denga Kemelut Di Ujung Ruyung Emas 10 Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Jodoh Si Mata Keranjang 2
^