Pendekar Satu Jurus 4

Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Bagian 4


an Sakti Cian Hui sudah lama tersohor namanya
dalam dunia persilatan, iapun termashur sebagai orang licik, banyak tipu muslihatnya sekarang ia
bersikeras hendak mengangkat saudara Hui menjadi Congpiaupacu orang Lok-lim bisa jadi di balik
urusan ini dia mempunyai maksud dan tujuan tertentu.
Setelah termenung sebentar, pahamlah dia, pikirnya "Ah. benar! Pasti dia tertarik akan cacat
Hui-heng, ia anggap orang yang cacat bisa lebih mudah diperalat.
Lalu iapun berpikir lagi sejak kecil Hui-heng sudah kenyang hidup menderita, dihina dan
dicemoohkan orang, sekarang dia mendapat kesempatan yang baik untuk melepaskan diri dan
penderitaan tersebut, apa salahnya kalau kuterima siasatnya ini sebagai siasat pula" Asal Huiheng
bisa jadi pentolan kaum Lok lim, maka semua penderitan yang pernah dialaminya akan
terlampiaskan dan iapun tak perlu malu menjadi sahabatku.
Jit-giau-tongcu Go Beng-si adalah seorang pemuda ajaib dalam dunia persilatan, sejak masih
kecil dia sudah menjelajahi dunia persilatan dengan kecerdikannya ia berhasil mendapatkan
"nama besar, sekalipun sekilas pandang orang menganggap dia ramah dan senyum manis selalu
tersungging di bibirnya. hakekatnya ia berhati dingin dan kaku selama luntang-lantung sekian
tahun bukan saja tidak menghasilkan teman, orang persilatanpun tak ada yang tahu akan asalusulnya.
Tapi entah mengapa, setelah bertemu dengan Hui Giok, ia merasa sangat cocok dengan anak
muda itu, kalau biasanya sikapnya selalu dingin dan kaku maka setelah berteman dengan Hui
Giok, semua pikiran dan perhatiannya lantas ditumpahkan pada sahabatnya ini, ia menganggap
Hui Giok bagaikan saudara sendiri.
Dan sekarang dia harus putar otak, semua inilah lain adalah demi kebaikan Hui Giok, dia tak
ingin sahabatnya ini menderita lagi, dia ingin menyaksikan sobatnya ini hidup senang dan bahagia.
Ketika ia memandang ke sana, dilihatnya Sin jiu Cian Hui sedang saling melotot dengan Kim
keh Siang It-ti, tampaknya kedua pihak sama-sama ingin membunuh lawannya dengan sekali
hantam, kalau bisa diam-diam ia tertawa geli katanya kemudian dengan nyaring:
"Aku merasa kagum sekali pada pendapat Cian-locianpwe yang bernilai tinggi tapi akupun
merasa bahwa apa yang diucapkan Siang pangcu ada betulnya juga Ya, aku sendiri masih muda
dan tak berpengalaman apalagi terhitung orang luar di dalam persoalan ini, rasanya aku tak
berhak untuk ikut memberi komentar. Tapi kalau kalian memandang tinggi diriku, apalagi saudara
Hui juga sahabat karibku, sekalipun bodoh mungkin aku masih bisa juga mengutarakan beberapa
patah kata "
Diam-diam Sin jiu Cian Hui memuji kecerdikan pemuda itu pikirnya "Sudahh lama kudengar
orang bilang Go Beng-si adalah seorang bocah ajaib dari dunia persilatan, setelah kujumpai
sekarang terbuktilah bahwa ia memang cerdik dan pandai berbicara anehnya entah cara
bagaimana ia berkenalan dengan seorang anak yang bisu lagi tuli"
Sementara itu si ayam emas Siang It-ti telah berkata dengan suara lantang: "Saudara Go,
kalau ada sesuatu yang akan kau ucapkan katakan saja secara blak-blakan" Agaknya ia sudah
menaruh kesan baik terhadap diri Jit-giau-tongcu ini, dalam anggapannya bocah ini tentu akan
membantu pihaknya.
Siapa tahu, sambil tersenyum Go Beng-si malah berkata begini "Bila berbicara tentang
persoalan ini maka aku akan berdiri di pihak Cian-locianpwe.
Begitu ucapan tersebut diutarakan, an muka si ayam emas Siang It-ti seketika berubah hebat,
sedangkan Sin-jiu Cian Hui tampak berseri, serunya cepat saudara Go, teruskan kata-katamu, jika
ada orang berani mengacau, biar aku orang she Cian menghadapinya lebih dahulu."
Go Beng-si tertawa, katanya lagi "Kalau persoalan itu telah disepakati semua pihak,
semestinya hal ini harus ditaati, terutama saudara Hui ini memang berbakat bagus, berjiwa besar
dan selalu bijaksana dalam menghadapi pelbagai persoalan, cacat yang dideritanya itu bukan
cacat alamiah, tapi cacat akibat dicelakai orang, bisu dan tulinya bukan lantaran penyakit yang tak
dapat disembuhkan, cacatnya hanya karena Hiat-to bisu dan tulinya itu ditutuk orang dengan cara
berat." "Aku percaya saudara Go juga seorang jago lihay yang mengerti tentang ilmu tutuk," sela Si
Tangan Sakti Cian Hui sambil mengelus jenggot, "mengapa kau tidak membantu sahabatmu itu
untuk membebaskan jalan darahnya yang tertutuk?"
"Cian-locianpwe, kau t:dak tahu, orang yang menutuk jalan darah saudara Hui-ku ini bukan
orang sembarangan!" kata Go Beng si dengan alis berkerut aku memang berniat membebaskan
jalan darahnya yang tertutuk itu, sayang orang itu menutuknya dengan caranya yang khas, aku tak
mampu membebaskan tutukannya"
Sin-jiu Cian Hui tertawa. "Dalam hal ilmu pertabiban rasanya aku masih lumayan, biarlah lain
waktu aku akan berusaha bantu menyembuhkan penyakitnya itu, hanya saja, ia tertawa terbahak2,
ujarnya lebih lanjut "Hahaha, kalau saudara Go sudah berkata demikian, itu berarti janji
kami harus dilaksanakan tanpa dibantah lagi, persoalan ini sebenarnya tak penting" tapi
sebetulnya juga penting, baiklah besok pagi-pagi aku akan mengutus orang untuk menyebarkan
surat undangan "Bu-lim-tiap" akan kuundang semua jago di dunia ini untuk bersama-sama
merayakan kejadian besar ini."
Belum habis ia berkata Kim-keh Siang It-ti sudah mengetukkan tongkatnya sambil berteriak:
"Persoalan ini harus dipertimbangkan lagi " - Lalu sambil berpaling ke arah kedua bersaudara
Mo, ia menambahkan "Kita tak boleh bertindak secara gegabah!"
Kedua bersaudara Mo itu saling pandang sekejap, namun mereka tidak bicara apa-apa.
Sedangkan Jit-gi- u tui hun sendiri berdiri dengan wajah sebentar mendung sebentar cerah,
rupanya iapun sedang mempertimbangkan sesuatu. hanya mulutnya tetap membungkam.
Waktu itu hari belum lagi terang tanah, dan kejauhan terdengar suara ayam berkokok, tiba-tiba
Sin-jiu Cian Hui mendengus, ia melompat ke atas terus meluncur keluar ruangan.
"Eeh ke mana perginya Cian Hui?" seru Mo Lum dengan gelisah. ketika pertanyaan itu
diucapkan, bayangan tubuh Cian Hui yang tinggi besar sudah lenyap.
Kawanan jago yang berada dalam ruangan itu saling pandang dengan melongo, tidak ada
yang tahu apa maksud tujuan Sin-jiu Cian Hui melakukan tindakan tersebut"
Kim-keh Siang It-ti sendiripun menatap keluar pintu dengan melotot pada waktu itulah
terdengarlah suara kokok ayam jago berkumandang di tempat kejauhan.
Tapi hanya sesaat kemudian kokok ayam yang bersaut-sautan tadi kembali tak terdengar
suasana jadi hening kembali.
Kejadian ini semakin mencengangkan hati semua orang, akhirnya Mo Lam, gembong Pak-tojit-
sat yang selama ini tidak memberi komentar apa-apa tak sabar lagi, dengan dahi berkerut dan
tangan kanan meraba gagang pedang yang tergantung di pinggangnya, katanya: "Sin-jiu Cian Hui
memang paling sukar diikuti gerak geriknya, baru saja berada di sini.
Belum habis ucapannya, gelak tertawa Sin jiu Cian Hui telah berkumandang di luar pintu. Go
Beng-si menengadah, tertampaklah si Tangan Sakti muncul di luar gedung dengan kipas
digoyangkan pada tangan kanannya, sedang tangan kiri menarik seutas tali panjang, pada ujung
tali itu terikat ratusan ekor ayam yang berjajar seekor demi seekor memanjang ke belakang ayamayam
itu tidak berkutik lagi karena semuanya telah menjadi bangkai.
Sambil melangkah masuk ke dalam ruangan, Sin-jiu Cian Hui menatap sekejap semua orang,
lalu terbahak-bahak, bertanya: "Ayam2 ini terlalu menjemukan. kokokan mereka selalu saja
mengganggu kegembiraan kita bercakap-cakap. Hm Karena mendongkol, maka kujagal ayamayam
konyol ini agar tidak mengganggu lagi."
Senyuman yang semula menghiasi bibirnya tiba-tiba lenyap tak berbekas, setelah mendengus
ia berkata lagi "Bila ada ayam yang berani mengganggu pembicaraanku lagu hmm"
Dia menyentak tangan kirinya dan menarik masuk bangkai ayam yang berjajar dengan rapi itu,
lalu tambahnya sambil tertawa dingin" "Bangkai-bangkai ayam inilah contohnya!"
Diam-diam Go Beng-si tertawa geli. ia tahu yang dimaksudkan Sin-jiu Cian Hui pada saat ini
bukan ayam sungguhan, tapi Kim keh, si ayam emas Siang It-ti yang menjadi sasaran sindiran itu.
Siang It-ti bukan manusia bodoh, sudah tentu ia jauh lebih jelas daripada siapapun juga, dalam
gusarnya air mukanya berubah hebat, dia hendak balas mencaci maki lawannya itu, tapi ketika
sinar matanya terbentur dengan ratusan bangkai ayam yang menggeletak tanpa cedera, tapi
kepala ayam itu gepeng semua, jelas binatang itu mati terbunuh oleh tangan sakti Cian Hui, diamdiam
ia terkesiap, mau-tak mau keder juga hatinya.
Dio tahu gedung itu terletak jauh dan rumah penduduk, tapi Cian Hui dalam waktu singkat
dapat membunuh ratusan ekor ayam dengan tangan saktinya, padahal ayam-ayam itu bukan
terpelihara di sebuah rumah yang sama, dari sini dapat terlihat bahwa kungfu yang dimiliki
musuhnya ini betul-betul mengerikan.
Kepandaian macam begitu jarang ada di kolong langit ini, ia menyadari kemampuan sendiri
belum sanggup menandinginya, ia jadi teringat kembali pada peristiwa yang terjadi dua tiga bulan
berselang, waktu itu dia bersama Jit-giau tui-hun dan Mo-si siang-sat pernah mengerubutinya,
bahkan Mo Pak membantu dengan menggunakan senjata rahasia Pak-to-jit-seng ciam yang
ampuh, tapi hasil merekapun tak dapat menundukkan lawan, bila sekarang dia harus
menghadapinya sendiri, jelas dia yang bakal kecundang.
Kim-keh Siang It-ti memang berwatak berangasan, tapi pengalamannya selama bertahuntahun
berkelana di dunia persilatan tidaklah percuma, setelah mempertimbangkan untung ruginya,
akhirnya ia telan kembali kata-kata makian yang hampir di ucapkannya, ia mundur ke belakang
dan memandang langit-langit ruangan, ia menirukan sikap Hui Giok dengan berlagak jadi manusia
bisu dan tuli. Sin-jiu Cian Hm tertawa dingin, ia memandang sekejap ke arah sekeliling, lalu katanya lagi
"Nah, kalau semua orang sudah setuju, maka urusanpun kita putuskan begini saja, sekarang juga
aku Cian Hui memberi hormat kepada Hui Giok, Hui-taysianseng, Congpiaupacu kaum Lok-lim
wilayah Kanglam!"
Selesai berkata, dia melipat kembali kipasnya dan diselipkan di leher baju, kemudian dengan
penuh hormat ia menjura dalam2 kepada Hui Giok.
Sementara itu Hui Giok sendiri sedang berdiri diliputi macam-macam pikiran yang berkecamuk
dalam benaknya, ia sedang membayangkan cinta, dendam, budi, dan kemurungan yang
dialaminya selama ini, ia terbayang pada Tham Bun-ki yang manja tapi lembut dan juga binal itu,
iapun terbayang pada ayah nona itu liong-heng pat-ciang Tham Beng.
Ayah dan ibu telah mati semua, demikian ia berpikir, "aku hidup sebatang kara tanpa saudara,
paman Tham yang telah memelihara diriku, budi kebaikan ini sepantasnya kubalas, Tapi entah
mengapa, dalam hati kecilku selalu timbul perasaan benci padanya yang sukar kukatakan Ai,
bagaimana pun juga, kepergianku ini tetap bersalah padanya.
Selanjutnya ia terkenang pula pada Wan Lu-tin yang mungil, polos dan menyenangkan itu:
"Kehidupan ini sebetulnya penuh diliputi kesepian dan kemasgulan, hanya Tin-tin yang banyak
memberi hiburan padaku, Tapi aku telah pergi meninggalkan dia tanpa memberi kabar, Ai, entah
betapa sedihnya dia ketika mengetahui kejadian ini?"
Akhirnya iapun terkenang akan diri Sun Kim-peng- "Dia juga sangat baik kepadaku, sering
membantu aku, ia tak pernah memandang hina dan rendah padaku lantaran aku hanya seorang
cacat yang sama sekali tak berguna Ai, Sun-lotia juga baik kepadaku, tapi aku belum sempat
membalas kebaikan itu kepada mereka, aku malahan mencelakai jiwa mereka lantaran kedua jilid
kitab itu"
Pemuda yang kenyang menderita, kenyang mengalami siksaan ini hanya meng-ingat-ingat
kebaikan orang terhadapnya, hanya tahu menyalahkan diri sendiri, ia tak pernah mengingat
kejelekan orang, tak pernah mengingat orang lainpun pernah berbuat jahat kepadanya.
Sesaat itu ia merasa seakan-akan berada di halaman belakang Hui-liong-piaukiok, ia merasa
seolah-olah tubuh Tham Bun-ki yang halus dan hangat itu berada dalam pelukannya. iapun seperti
melihat nona itu dibawa pergi oleh ayahnya dan berpaling memandangnya sekejap dengan wajah
sedih, ia merasa seperti berada kembali di jalanan berbatu yang panjang dan lebar, seakan-akan
sedang menggandeng tangan Wan Lu-tin yang mungil berbicara dan bergurau dengan nona itu.
Dalam keadaan linglung ia tidak melihat perbuatan Sin-jui Cian Hui yang sedang menjura
kepadanya, ia sama sekali tidak menggubris.
Ketika Cian Hui menengadah dan melihat wajah yang linglung itu, mula-mula jago tua itu
tertegun kemudian iapun tertawa dan berpaling, serunya kepada Jit-giau-tui-hun dan kedua
bersaudara Mo "Eh, kenapa kalian tidak memberi hormat?"
Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong berdehem, lalu katanya dengan dingin: "Sekalipun persoalan ini
sudah diputuskan, tapi Cian-heng telah melupakan sesuatu persoalan!"
"Persoalan apa yang kulupakan?" tanya Cian Hui dengan muka masam.
"Hahaha. . " Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong tertawa, "Urusan ini diusulkan oleh Cian-heng, tentu
saja Cian-heng akan menyetujuinya, Mo-toako bersaudara juga sudah menyetujuinya, Siangpangcu
tidak menunjukkan sikap menolak, sedang Siaute tentu saja tak ada perkataan lain, tapi ia
sengaja berhenti sebentar, ketika ia melirik ke sana, betul juga, ia lihat rasa gelisah menghiasi
wajah Cian Hui, tampaknya ia sangat ingin tahu kata-kata selanjutnya, Na Hui-hong tersenyum,
ditudingnya Hui Giok yang berdiri di samping, katanya lagi sambil tertawa "Tapi Cian-heng telah
lupa untuk bertanya kepada orang yang bersangkutan apakah iapun menyetujui usulmu itu?"
Karena perkataan ini, bukan saja Sin-jiu Cian Hui dibikin melengak Go Beng-si juga
melenggong, pikirnya "Walaupun persahabatanku dengan Hui-heng baru berlangsung satu hari,
dapat kulihat bahwa dia adalah seorang laki-laki sejati yang berjiwa besar, bila diminta
persetujuannya dalam keadaan begini. sudah pasti dia akan menolak"
Padahal bila urusan ini berhasil dan seorang pemuda yang tak ternama rekannya itu akan
berubah jadi seorang Cong-piaupacu golongan Lok-lim untuk wilayah Kanglam, peningkatan
derajat dan kedudukan yang tinggi ini tentu akan menggemparkan dunia.
Waktu ia menengadah, ia lihat senyum bangga terlintas di wajah Kim-keh Siang It-ti, sedang
Mo-si-heng-te tetap kaku tanpa emosi, hanya Cian Hui seorang yang tampak gelisah, terdengar
jago tua itu bertanya, "saudara Go, kulihat temanmu Hui heng ini pandai melukis, tentunya dia
kenal tulisan bukan" Bolehkah tolong kau tanyakan pendapat nya mengenai persoalan ini?"
Sekarang Go Beng-si sudah mempunyai jalan keluar yang mantap, sahutnya dengan tertawa
"O, tentu saja, jangan kuatir, biar kutanyakan persoalan ini langsung kepadanya!"
Segera ia menepuk bahu rekannya itu, Hui Giok terkejut dan tersadar dari lamunannya yang
penuh dengan kemesraan dan kepedihan itu, ia lihat beberapa orang yang tak diketahui maksud
tujuannya berdiri di sekelilingnya, sedangkan sobat kentalnya berdiri di depannya sambil
menggerakkan kaki dan tangannya melakukan beberapa macam tanda yang tak dimengerti
olehnya. Sebentar pemuda itu menekuk jari tangan sebentar membuka telapak tangannya, lain saat
tangannya dipegang satu sama lain, sebentar ia melakukan gerakan seperti orang menjura, tentu
saja tanda itu tak dipahami olehnya, malahan ia merasa bingung, ketika menengadah ia merasa
perhatian semua orang sama tertuju ke arahnya.
Diam-diam Go Beng-si merasa geli juga melihat Hui Giok memandang ke arahnya dengan
kebingungan tentu saja pemuda itu tak mengerti tanda gerak tangannya itu sebab dia sendiripun
tak tahu apa artinya tanda yang baru dilakukannya itu.
Go Beng-si memang pemuda yang berhati mulia sangat perasa dan bisa memaklumi
penderitaan orang, ia tahu sudah terlampau kenyang penderitaan Hui Giok selama ini, dia
berharap Hui Giok melampiaskan semua penderitaannya itu dengan manfaatkan kesempatan baik
ini, dia ingin membantu sobat kentalnya itu untuk menjabat Cong-piaupacu dari kaum lok-lim di
wilayah Kanglam, maka dilakukannya tanda secara ngawur asal Hui giok mengangguk saja berani
semua urusan akan beres.
Makin banyak gerak tangan yang dilakukann, Hui Giok semakin bingung dan heran tiba-tiba
lihat rekannya itu menuding ruangan depan, lalu menuding pula karung yang menggeletak di
tanah, diam-diam satu ingatan terlintas dalam benaknya:
"jangan-jangan ia sedang bertanya kepadaku apakah perlu memasak sedikit makanan di sini"
"- Maka ia lantas menengadah sambil menggelengkan kepalanya.
Melihat itu, dengan wajah kegirangan Kim-keh Siang It-ti bersorak, sebaliknya air muka Sin-jiu
Cian Hui berubah hebat.
Go Beng-si sendiri tak kalah gelisahnya ketika melihat Hui Giok menggeleng, meski begitu
rasa gelisahnya itu tak sampai diperlihatkan setelah berpikir sebentar, selagi ia hendak
menjelaskan "Aku sedang..."
Tiba2 Hui Giok mengangguk Rupanya karena melamunkan hal yang bukan-bukan tadi, anak
muda itu telah lupa segala-galanya, tapi sekarang setelah sobat kental yang tak diketahui
namanya itu menuding karung, tiba-tiba ia teringat pada "kuah yang di masak dengan gelang
tembaga" itu seketika perutnya terasa lapar maka iapun mengangguk kemudian karena terbayang
kembali sikap malu-malu si nona berkepang dua yang memberi jahe dengan tersipu-sipu, ia jadi
geli, maka tertawalah dia tergelak-gelak.
Lega juga Go Beng-si setelah rekannya mengangguk katanya pula sambil tertawa: "Ai,
saudara Hui memang terlampau keras kepala, aku harus memberi penjelasan setengah harian
baru akhirnya menyetujuinya."
Kim-keh Siang lt-ti mendengus, tongkat besinya diketukkan, lalu melangkah keluar ruangan itu.
Baru beberapa langkah ia berjalan, tiba-tiba pandangannya terasa kabur, tahu-tahu Sin-jiu
Cian Hui sudah menghadang di depannya sambil menegur dengan ketus "Sebelum memberi
hormat kepada Cong-piau-pacu, siapapun dilarang meninggalkan tempat ini!"
Si ayam emas Siang It ti melotot ia menjadi murka, tapi untung pikirannya masih sadar, dia
tahu Kungfunya bukan tandingan Sin-jiu Cian Hui, maka setelah saling melotot beberapa saat,
Siang It-ti menahan marahnya di dalam hati, perlahan ia putar badan, pikirnya: "Kalau bocah
keparat itu kumampuskan, ingin kulihat siapa yang akan kau angkat menjadi Cong-piaupacu lagi?"
Sambil tertawa dingin dia menghampiri Hui Giok. ia merangkap tangannya dan menjura.
Kembali Hui Giok tertegun, ia berpaling menengok ke arah Go Beng-si, tak tahunya sesudah
Kim-keh Siang It-ti menjura, tiba-tiba kedua tangannya secepat kilat menyodok ke tubuh anak
muda, menyusul tongkat besinya menutul tanah, tubuhnya melayang ke belakang, setelah
berjumpalitan di udara. tongkat menyabet tubuh Sin-jui Cian Hui, selagi lawan berkelit ke samping,
ia terus kabur keluar.
Kim-keh Siang It-ti bukan jago lemah, sembarangan yang dilancarkan dengan sepenuh tenaga
sedikitnya berkekuatan lima ratus kati, untunglah Hui Giok sempat miringkan badan sehingga
sodokan maut tadi tak sampai bersarang di dadanya, meski begitu sekujur badannya tergetar juga,
ia merasa bumi mi seakan-akan berguncang keras seperti dilanda gempa dahsyat, tanpa ampun
lagi ia mencelat ke belakang.
Lilin yang dipegangnya ikut mencelat ke sudut ruangan dan padam, suasana dalam gedung itu
jadi gelap gulita.
"Sejak Si ayam emas Siang It-ti melancarkan sergapan, lalu kabur, sampai tubuh Hui Giok
mencelat lilin jatuh dan padam, boleh dibilang semua itu hanya berlangsung dalam sekejap saja.
Si Tangan Sakti Cian Hui segera membentak, ia melejit ke udara bagaikan anak panah
terlepas dari busurnya. kakek tinggi besar mi terus mengejar.
Tapi ketika itu, Kim-keh Siang It ti sudah berada puluhan tombak jauhnya, biarpun kaki satu,
cepatnya sungguh mengejutkan.
Sin-jiu Cian Hui mengejar dengan sekuat tenaga, hanya beberapa lompatan saja ia sudah
berada ratusan tombak jauhnya, meski demikian antara dia dengan si ayam emas masih berjarak
cukup jauh Cian Hui tahu bukan pekerjaan gampang untuk menyusul orang ingatan lain tiba-tiba
terlintas dalam benaknya. "Saat ini Hui Giok masih berada dalam ruangan," demikian ia berpikir
"Entah dia masih hidup atau sudah mati" Padahal Jit giau-tui-hun dan lain-lain masih berada
disitu. kalau mereka melakukan sesuatu tindakan. bukankah usahaku ini akin sia-sia belaka?"
Berpikir demikian, cepat ia berbalik lari kembali ke arah gedung besar tadi, ketika melangkah
masuk ke dalam ruangan, ia lihat suasana di situ gelap gulita, tak sesosok bayangan manusiapun


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang kelihatan, di atas tanah hanya tertinggal sebuah karung besar dan setumpukan bangkai
ayam. Tak terkirakan rasa kagetnya, ia tertawa dingin, lalu menengadah dan bentaknya" "Si-sin, turun
kau?" Karena bentakan itu, sesosok bayangan melayang turun dari atas belandar ruangan itu, setiba
nya di bawah, tanpa membersihkan debu yang mengotori bajunya lagi, ia berdiri tegak di depan
Sin jiu Cian Hui, sikapnya munduk-munduk seperti seorang budak bertemu dengan majikannya,
"Ke mana perginya orang-orang tadi?" bentak Cian Hui pula
Si-sin gelagapan dan tak mampu menjawab. sebab setelah berjaga selama sehari semalam di
atas rumah itu, barusan ia tertidur pulas, dia baru mendusin setelah mendengar bentakan Cian
Hui. Melihat anak buahnya tergegap, si Tangan Sakti Cian Hui berkerut kening, napsu membunuh
terlintas pada wajahnya, ditatapnya laki-laki itu tanpa berkedip.
Si sin ketakutan setengah mati, sekujur badannya menggigil peluh dingin membasahi seluruh
badannya, tiba-tiba ia berlutut sambil memohon "Hamba ti... tidak melihat!"
"Hm! Tak ada gunanya memelihara manusia tak becus macam kau," dengus Cian Hui,
pelahan tangannya diangkat dan hendak ditabokkan ke atas batok kepala orang itu.
Makin keras Si-sin menggigil karena ketakutan, ia tahu asal telapak tangan itu diayunkan ke
bawah niscaya jiwanya akan melayang, namun dia tak berani berkutik, tiada keberanian untuk
menghindarkan diri dari tabokan maut itu.
Sampai di tengah jalan, tiba-tiba Cian Hui membatalkan niatnya untuk menyerang dia ulapkan
tangannya sambil berkata: "Sudah seharian kau bercokol di sini, sekarang pergilah beristirahat.
Kemudian katanya lagi: "Kesehatanmu kurang baik bawa pulang ayam2 itu dan buatlah kaldu
ayam agar badan lekas segar kembali, kalau badan sehat tentu kau tak akan mengantuk lagi kalau
bertugas."
Hampir tak percaya Si-sin akan pendengaran sendiri ia tertegun, tapi dengan cepat ia berlutut
pula dan anggukkan kepalanya berulang kali, lalu ia mengumpulkan bangkai2 ayam itu dan berlalu
dari sana. Sin-jiu Cian Hui memang seorang yang cerdik dan bisa berpikir panjang itulah syarat penting
yang harus dimiliki seorang pemimpin macam dia, meskipun kemarahan berkobar dalam dadanya
dan hampir tak terkendalikan toh ia masih bisa menggunakan otaknya dengan tepat, ia tahu
keadaan tadi ibaratnya nasi sudah menjadi bubur, sekalipun orang itu dibunuh juga takkan
menghasilkan keuntungan apa-apa, maka dia putuskan untuk mengampuni jiwanya, dalam
keadaan demikian orang itu pasti akan terharu dan berterima kasih padanya karena diampuni
jiwanya, dengan perasaan semacam ini berarti sejak itu dia akan benar-benar berbakti dan setia
kepadanya. Dari dulu sampai sekarang, orang yang berambisi besar memang harus pandai menggunakan
kesempatan, bukan Cian Hui seorang saja yang akan bertindak macam begini, mungkin banyak
orang lainpun akan timbul pikiran yang sama dalam keadaan seperti ini.
Sekian lamanya ia berdiri termenung di situ kemudian ia tertawa dingin dan gumamnya:
"Hehehe, masa kau dapat lolos dari cengkeramanku hmm .?"
Perlahan ia berjalan ke depan lukisan itu dan menggulungnya dengan hati-hati, lalu putar
badan dan berjalan keluar dan ruangan itu, tiba-tiba ia melihat sesuatu, ketika diamati lebih jelas
lagi, ternyata ada sesosok bayangan manusia masih berdiri di situ dan orang itu tak lain adalah Jitgiau-
tui-hun Na Hui-hong.
Hal ini benar-a di luar dugaan Cian Hui, ia tertegun, lalu bentaknya dengan suara tertahan "Di
mana mereka semua?"
Air muka Jii-giau-tui hun kaku tanpa emosi setelah memandang sekejap ke arah Cian Hut, ia
berlalu sambil berkata: "Ikutlah padaku!"
Rasa gusar Cian Hui tak terbendung rasanya, tapi ia berusaha mengendalikannya, dengan
bahu tak bergerak pinggang tak menekuk ia ikut berjalan di belakang orang, cepat sekali gerakan
tubuh mereka seakan-akan kaki tidak menempel permukaan tanah.
Kedua orang itu dengan muka masam berjalan tanpa berbicara, selang sesaat kemudian tibatiba
Jit giau-tui-hun berkata dengan dingin "Bila kedua bersaudara Mo berhasil menyelamatkan
jiwa orang she Hui itu, di kemudian hari bocah itu pasti akan berterima kasih sekali kepada mereka
berdua, apa yang diucapkan Mo Lam kelak mungkin juga akan diturutinya dengan setia!"
Beberapa patah kata Jit-giau-tui-hun itu diutarakan dengan nada dingin dan tanpa berpaling
seakan-akan ucapan itu bukan ditujukan kepada Cian Hui.
Cian Hui agak tergerak hatinya demi mendengar perkataan itu, namun dengan berlagak tak
acuh ia bertanya: "Memangnya ada apa kalau dia menurut perkataan mereka" Dan kenapa pula
kalau dia tidak menurut perkataan mereka?"
Jit-giau-tui-hun mendengus "Hm, dia akan menurut perkataan Mo-si hengte atau tidak tentu
saja tak ada hubungannya dengan diriku, cuma, tentunya kau tahu Pak-to-jit-sat adalah bertujuh,
kekuatan mereka cukup tangguh dan rasanya tidak berada di bawah kekuatanmu?"
Sekali lagi hati Sin-jiu Cian Hui tergerak, setelah termenung sebentar akhirnya ia berkata; "Lalu
apa yang harus dilakukan menurut pendapat saudara Na?" Nadanya yang dingin dan kaku kini
sudah tersapu lenyap.
Tanpa menghentikan langkahnya Jit giau-tui-hun menyahut:" Menurut pendapatku, bila kau
mempunyai pembantu, asal dua orang bersatu hati urusan apapun dapat diselesaikan, Sin-jiu Cian
Hui kan orang yang cerdik, masa persoalan ini tak per nah kau pikirkan?"
"Ah. benar, benar!" seru Cian Hui sambil menepuk kening sendiri, sesungguhnya Siaute
memang berhasrat bersekutu dengan Na-heng, cuma tawaran ini sukar kukatakan, kalau Na-heng
sudah berkata begini, kuyakin kaupun bersedia bergabung dengan diriku bukan!"
Padahal sejak Jit-giau-tui-hun mengucapkan kata-kata pertama tadi, Cian Hui yang cerdik
segera mengetahui maksudnya, cuma dia memang licin ia berlagak bodoh, ia biarkan orang
menjelaskan sendiri maksudnya baru ia pura-pura bergirang.
Tiba-tiba Jit giau-tui-hun berhenti, tanpa berkata ia ulurkan tangan kanannya, Cian Hui
mengerling sekejap, iapun mengulurkan tangan kanan. "Plok Plok! Plok?" Mereka bertepuk tangan
tiga kali, ini tandanya mereka sudah bersepakat untuk bersekutu.
Habis bertepuk tangan, wajah Na Hui-hong yang dingin tampak berseri, katanya: "Tidak
terlampau parah luka orang she Hui itu, luka itu tak bakal merenggut jiwanya, tapi dengan
kemampuan kedua bersaudara Mo, jelas penyakitnya tak bakal sembuh. Menurut pendapatku,
Cian-heng tak perlu tergesa-gesa menyembuhkan lukanya, tapi kaupun jangan terangkan berat
entengnya penyakit bocah itu kita ulur waktu saja, jika orang she Hui itu menyatakan
kesediaannya untuk berpihak kepada kita, Cian-heng baru obati lukanya itu, kalau tidak hm"
Sambil tertawa dingin telapak tangan kirinya bergerak menabas kebawah seperti golok "Kita
harus cari akal untuk menjagalnya!"
Terkesiap juga Sin-jiu Cian Hui, dia berpikir "Keji amat orang she Na ini, hatinya busuk dan
kejam, tampaknya kekejiannya jauh melebihi aku, bila orang macam begini tak dilenyapkan
akhirnya akulah yang akan termakan"
Berpikir demikian, iapun berkata sambil tertawa: "Hahaha, siasat saudara Na memang bagus
mungkin Khong Beng lahir lagi juga cuma begini saja, seorang yang kasar, lain waktu aku harus
banyak minta petunjuk pada saudara Na"
"0. tentu," kata Jit-giau-tui-hun sambil tersenyum, sambil melangkah ke depan ia berpikir
?"Sepintas lalu orang she Cian ini tampaknya jujur, mulutnya manis, perkataannya enak di dengar,
pada hal apa yang sedang dipikirnya sekarang tak ada yang tahu, manusia berhati busuk dan
berakal bulus macam dia paling berbahaya, kalau tidak kulayani orang ini secara baik-baik, di
kemudian hari mungkin aku akan dilalap olehnya"
Begitulah dengan pikiran yang berbeda kedua orang itu mempercepat langkahnya ke depan,
tak lama Cian Hui melihat ada tiga-lima buah rumah gubuk, cahaya lampu memancar keluar dari
balik jendela meski cuma kelip2, ia tahu di situlah tempat kediaman kedua bersaudara Mo."
Jilid ke - 6 "Sudah sampai." Jit-giau-tui-hun berseru seraya berpaling.
Ia percepat gerak tubuhnya hanya sekejap saja sudah tiba di depan gubuk itu, pintu didorong
dan ia menyelinap masuk ke dalam.
Sebuah dipan terletak di ruangan yang sempit, di situ berbaringlah Hui Giok yang pingsan, Go
Beng-si duduk di samping pembaringan dengan wajah kuatir, sedangkan kedua bersaudara Mo
yang satu membawa lentera dan yang lain sedang memeriksa luka Hui Giok dan membubuhi obat
luka. Ketika Sin-jiu Cian Hui dan Jit-giau tui-hun melangkah masuk ke dalam ruangan, tak
seorangpun di antara mereka yang berpaling.
Si tangan sakti Cian Hui mendengus, cepat ia menerobos ke depan pembaringan itu, dengan
suatu gerakan yang tak terduga dirampasnya bubuk obat di tangan Mo Lam secara kasar tanpa
diperiksa lagi terus dibuang ke tanah.
"Hehehe, obat macam begitu juga dipakai" Huh, lukanya mana bisa sembuh" jengek Cian Hui.
Ia memeriksa keadaan Hui Giok, dilihatnya baju bahu Hui Ciok sudah dirobek hingga kelihatan
dagingnya yang bengkak, ia coba menekannya dengan tangan dan bergumam: "Entah tulang
bahunya remuk tidak" - Selama bicara ia tak pernah melirik ke arah Mo Lam barang sekejappun.
Maka Mo Lam sebentar merah sebentar pucat akhirnya tanpa bersuara ia mundur tiga
langkah, ketika diliriknya ke belakang, ia lihat Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong yang kurus itu sedang
tertawa aneh. Mendongkol sekali Mo Lam, ia tertawa dingin diam-diam mengumpat di dalam hati" "Hm, suatu
hari pasti akan . . . . "
Belum lagi selesai pikirannya itu, tiba-tiba ada yang mendengus di luar pintu, menyusul
seorang menegur dengan suara halus tapi dingin sekali nadanya, "Siapakah Lotoa dan Longo dari
Pak-to-jit-sat" Hayo gelinding keluar!"
Dengan kejut Mo Lam berpaling, ia lihat seorang perempuan cantik berpinggang ramping
sedang berdiri bersandar pintu, sinar matanya setajam sembilu sedang menatap wajah setiap
orang yang hadir dalam ruangan itu.
Orang-orang yang hadir dalam ruangan itu, kecuali Hui Giok, boleh dibilang semuanya adalah
jago-kelas satu di dunia persilatan dewasa ini, tapi mereka tak ada yang tahu darimana
perempuan itu datang dan sejak kapan berada disitu"
Ramping pinggang perempuan itu, parasnya cantik, suaranya manja, siapapun akan terkesima
bila bertemu dengan perempuan yang menawan hati ini, kata-katanya dingin dan kaku, tajam
menusuk. Waktu itu Mo Pak sedang berdiri sambil memegang lentera, entah mengapa tiba-tiba ia
bergidik mendengar perkataan itu, tangannya gemetar dan lentera yang dipegangnya jatuh ke
lantai. Cian Hui melihat kejadian itu, secepat kilat tangannya menyambar lentera yang hampir hancur
itu sempat diraihnya, lampu itu hanya bergoyang dan tak sampai padam.
Diam-diam Go Beng-si menghela napas, mau-tak-mau ia mengakui kehebatan gerak cepat
Sin-jiu Cian Hui yang luar biasa itu, ia mengerling ke depan pintu, dilihatnya perempuan cantik itu
masih berdiri di sana dengan tersenyum sinis.
Ketika itu dia sedang mengawasi Cian Hui, ia menegur: "Siapa kau" Apa kau ini dari dan Pakto-
jit-sat?" Sin-jiu Cian Hui tertawa, dipandangnya perempuan cantik itu sekejap, lalu sahutnya dengan
lantang "Siapa pula nona" Kalau engkau tak kenal manusia yang bernama Pak-to-jit-sat, ada
urusan apa anda mencari kedua orang itu?" - Seraya berkata, seolah-olah tidak sengaja ia
mengerling sekejap ke arah kedua bersaudara Mo.
Kembali Go Beng-si menghela napas melihat tindak tanduk orang, pikirnya. "Ai, kungfu Si
tangan sakti Cian Hui ini bukan saja cepat luar biasa, kecerdasan otaknya juga sukar ditandingi
orang lain, dengan sikapnya barusan, meski mulutnya tak mengucapkan sepatah katapun, tapi
justeru perbuatannya itu sama artinya dengan memberitahu perempuan itu siapakah Lotoa dan
Longo dan Pak to-jit-sat " Kiranya sejak kemunculan perempuan itu. Cian Hui sudah tahu pasti
bukan orang sembarangan dengan sendirinya ia tak ingin memusuhi perempuan itu, maka ketika
orang menegurnya, di samping tidak merendahkan kehormatannya, iapun tidak secara langsung
menunjuk hidung kedua orang Pak-to-jit-sat, digunakannya akal yang licik untuk memberitahukan
kepada perempuan itu bahwa dia bukan orang yang dicari, malahan ia memberitahu mana orang
yang sedang dicarinya itu
Tentu saja bukan cuma dia saja yang pintar, Go Beng si yang cerdik juga dapat mengetahui
maksudnya, begitu pula Jit-giau tui-hun dan kedua bersaudara Mo pun tahu kelicikan Cian Hui.
Diam-diam Mo Lam dan Mi Pak mendengus, pikir mereka: "Aku tak pernah berjumpa dengan
perempuan ini, kenal saja tidak, darimana datangnya permusuhanku dengan dia" Kalau bukan
mencari gara-gara, lantas apa maksudnya mencari kami?"
Mereka menengadah dilihatnya sinar mata si nona yang dingin tajam. Mo Lam berkerut dahi
sambil membusungkan dada ia melangkah maju lalu berkata dengan lantang: "Aku inilah Mo Lam.
ada urusan apa nona mencari diriku?"
Mo Pak yang agak ketakutan melihat Cian Hui sedang memandangnya dengan senyum ejek,
seakan-akan mentertawakan dirinya yang ketakutan hingga lenterapun terlepas dan cekalan, tentu
saja ia tak mau unjuk kelemahannya di depan orang banyak, terpaksa iapun berseru dengan
lantang: "Eh, kau perempuan darimana" selamanya kami tak pernah kenal denganmu, untuk apa
tengah malam buta kau mencari kami" Ketahuilah..."
Perempuan itu mendengus, tiba-tiba ia berkelebat maju, Mo Pak merasakan matanya kabur
dan tahu-tahu perempuan itu sudah bertolak pinggang di depannya.
Sebagai anggota kelima dan Pak-to-jit-sat, kungfu Mo Pak terhitung lihay, tapi sekarang ia tak
tahu dengan cara bagaimana perempuan itu bergerak maju, keruan tidak kepalang kagetnya,
seketika keberaniannya buyar, kata-kata selanjutnya pun tak mampu diucapkannya.
Si Tangan Sakti Cian Hui termenung sejenak sambil terbahak ia lantas berkata: "Nona,
perselisihan apakah yang terjadi antara kau dengan Mo-si-siang-kiat" Bagaimana kalau dijelaskan
agar kita semua ikut mengetahuinya" Aku Cian Hui..."
"Huh, kau manusia apa" Belum berhak mencampuri urusanku tahu?" bentak perempuan itu
tiba-tiba sebelum lawan selesai bicara.
Lalu dia berpaling, ditatapnya wajah Go Beng-si, Na Hui-hong dan Cian Hui secara bergantian
lalu sambil menuding keluar pintu dia membentak "Hayo, lekas kalian enyah dan sini!"
Air muka Na Hui-hong dan Go Beng-si berubah hebat, sedang Cian Hui berkata lagi sambil
tertawa: "Hahaha, kami memang tak tahu perselisihan apa yang telah terjadi antara nona dengan
Mo-si-siang-kiat, jika persoalannya memang tidak ada sangkut pautnya dengan kamu sepantasnya
kami harus keluar dari sini, Cuma..."
Ia berhenti sejenak, lalu menyambung: "Jika aku pergi begitu saja, bila berita ini tersiar, orang
yang tak tahu duduknya perkara tentu akan mengira aku jeri kepada nona, apalagi Hahaha,
sekalipun aku cuma seorang Bu-beng-siau-cut (manusia kecil tak bernama) tapi kedua orang ini
punya nama besar di dunia persilatan, kukira nona tak dapat memerintah mereka dengan
sekehendak hatimu!"
Mendengar perkataan itu, diam-diam Na Hui-hong menyumpah di dalam hati: "Cian Hui betulbetul
seekor rase tua yang licik."
Tapi sebelum mengucapkan sesuatu, Go Beng-si berbangkit sambil terbahak katanya:
"Hahaha, jangan kuatir diriku asal saudara Cian bersedia keluar dari sini, akupun akan mengikuti
jejaknya, bukankah begitu saudara Na?"
"Tentu saja!" seru Na Hui-hong, "asal saudara Cian mau pergi dari sini, akupun akan ikut
keluar kalau Cian Hui saja dapat berbuat begini, tentu tidak menjadi soal bagiku "
"Hahaha, benar, memang begitu" kata Go Beng-si sambil terbahak-bahak lagi.
Waktu ia memandang ke sana, ia lihat sinar mata si nona yang bening diliputi rasa keheranan
diam-diam ia tertawa geli, pikirnya "Perempuan ini pasti bingung oleh hubungan kami yang ruwet
tentunya ia tak menyangka antara orang-orang yang berada di sini mempunyai hubungan yang
aneh" Ji-giau tongcu si bocah ajaib serba bisa ini memang pintar, apa yang ia terka memang tepat
sekali Sin-jiu Cian Hui maupun Jit-giau-tiu-hun Na Hui-hong adalah tokoh-tokoh ternama di daerah
Kang lam, tentu saja si nona pernah mendengar nama mereka, pada mulanya dia mengira orangorang
itu tentu akan membela kedua bersaudara Mo untuk menghadapinya, sebab dengan nama
dan kedudukan mereka dalam dunia persilatan, jangankan belum kenal siapa dia, sekalipun tahu
tak nanti me reka akan menyerah dan pergi dengan begitu saja.
Maka tercenganglah nona itu setelah menyaksikan orang-orang itu saling gontok-gontokan
sendiri. Suasana dalam ruangan seketika jadi hening, masing-masing terbuai oleh jalan pikirannya
sendiri, Na Hui-hong sedang berpikir. "Ditinjau dari gerakan tubuh perempuan itu, dia pasti
seorang yang punya asal usul besar, Cian Hui si rase tua yang licik itupun segan mencari garagara
padanya, kenapa aku mesti mencampuri persoalan ini" Apalagi aku dan Pak-to-jit-sat tak ada
hubungan istimewa. Mau mampus atau mau hidup peduli apa dengan diriku.
Sedang Go Beng-si berpikir lain "Si tangan sakti Cian Hui selalu berusaha cuci tangan dan
persoalan ini, aku justeru akan membuat dia selalu terlibat Hahaha mukanya pada saat ini tentu
sangat menarik sekali untuk dipandang, akan kulihat cara bagaimana dia akan cuci tangan dalam
persoalan ini "
Kemudian ia berpikir pula "Sekalipun ia betul-betul tinggalkan tempat ini akupun tak dapat ikut
berlalu dengan begitu saja, walau perkenalanku dengan Hui Giok belum berlangsung lama, tapi
aku cocok sekali dengan jiwanya aku tak boleh tinggalkan dia di sini, andaikata perempuan itu
sampai bertempur dengan Mo-si-hengte dan mencelakai Hui Giok lagi aku kan bisa menyesal
seumur hidup?"
Kedua Mo bersaudara saling pandang, merekapun berpikir menurut jalan pikiran sendiri.
Gerakan perempuan ini sangat cepat dan aneh, ilmu silatnya pasti lihay. pantas beberapa keparat
itupun tak berani mencari gara-gara padanya, Tapi aneh juga, tampaknya ia punya persoalan
dengan kami padahal berjumpa saja kami tak pernah, darimana munculnya permusuhan Ai,
bagaimanapun urusan telah berkembang jadi begini, harus mencari akal untuk mengatasi
persoalan ini, kalau sampai kalah di tangannya nama baik Pak-to jit-sat tentu akan hancur"
Sin-jiu Cian Hm sementara itu masih tertawa dingin, iapun berpikir "Belum lama berselang Huihong
telah berikrar bersamaku. tapi sekarang ia sudah berkiblat pada keparat she Go ini untuk
menyudutkan aku. Hm" apa mereka mengira aku tak berani keluarkan rumah ini" Hehehe. aku
justeru sengaja akan pergi dan sini, sekalipun berita ini mungkin akan tersiar di dunia persilatan
kelak, tapi siapakah yang percaya aku Si tangan sakti Cian Hui jeri terhadap seorang perempuan
bernama begini?"
Begitulah akhirnya Cian Hui meletakkan lentera di atas meja, dengan tertawa katanya "Kalau
saudara Na dan Go sudah berkata begitu maka..."
Mo Pak mengernyitkan alis, tiba-tiba dia menyela: "Saudara Cian dan saudara Na, kalian tak
usah keluar biar kami berdua saja yang keluar dari sini, bagaimanapun tempat ini terlampau
sempit untuk bertempur, lebih leluasa bila kami bergebrak di luar sana"
Habis bicara, dengan langkah lebar ia lantas menuju ke pintu.
Perempuan cantik itu berkerut kening, katanya sambil tertawa dingin "Hehehe jika kau lebih
suka mampus di luar, apa salahnya kalau cepat gelinding keluar sana?"
Waktu itu Mo Lam sedang berjalan dengan langkah lebar, ketika mendengar perkataan itu tibatiba
ia berhenti dan bertanya "Nona, sebetulnya ada permusuhan apa antara dirimu dengan kami"


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mengapa tidak kau terangkan lebih dulu" Siapa tahu..."
"Hm, Pak to-jit-sat hanya terdiri dari kawanan manusia bejat yang suka merusak anak
perempuan serta perampok-perampok kejam jengek perempuan itu, sudah lama ingin kutumpas
kalian dan muka bumi. Apa yang mesti kuterangkan lagi?"
"Huh, kau sendiri manusia macam apa?" bentak Mo Pak dengan mendongkol.
Belum habis ucapannya, tiba-tiba tangannya diayun ke muka, kemudian secepat kilat dia
menerobos keluar.
Ciau Hui berseru tertahan sambil melompat mundur untuk menghindari serangan yang nyasar
ke arahnya sementara puluhan bintik cahaya tajam menyambar ke muka dan mengurung sekujur
badan perempuan cantik itu.
Pada saat yang sama Mo Lam juga menjejakkan kakinya dan kabur dari ruangan itu, sebelum
keluar pintu, tangannya juga sempat diayun ke belakang, titik cahaya tajam sekali lagi
berhamburan. Pak-to-jit-seng-ciam (jarum sakti tujuh bintang) dari Pak-to-jit sat memang tersohor lihay,
meskipun kedua bersaudara itu menyerang tidak bersamaan waktu. akan tetapi setelah jarumjarum
itu tersebar susah untuk membedakan mana duluan dan mana yang belakangan.
Perempuan cantik itu berkerut dahinya, mendadak ia melayang ke samping dengan lincah.
"Cepat amat gerak tubuh orang ini!" bisik Go Beng-si dengan perasaan kagum, ketika
berpaling dilihatnya puluhan bintik cahaya tajam itu menyambar ke depan dan menyergap tubuh
Hui Giok yang telentang di atas pembaringan.
Ia menjerit terkejut, ia mau menolong tapi tak sempat lagi jarum Pak-to-jit-seng-ciam yang
dibidikkan dan tabung berpegas itu pasti akan segera bersarang di tubuh Hui Giok.
Cian Hui berseru kaget, diam-diam ia mengeluh: "Habis sudah rencanaku..."
"He, kiranya kau?" tiba-tiba perempuan itu berseru dengan wajah berubah hebat.
Bersamaan dengan teriakan itu, tiba-tiba tubuhnya melayang ke belakang tangannya berputar
kencang. mengikuti gerakan tangannya itu puluhan batang jarum perak tadi berubah arah dan
menyusup masuk ke balik ujung baju perempuan cantik itu, dalam sekejap jarum-jarum yang
berbahaya tadi sudah lenyap tak berbekas.
Go Beng-si juga sedang menerjang ke depan secepatnya dan hampir saja tak dapat
mengendalikan badan sendiri, "bluk", ia menerjang di atas tubuh Hui Giok.
Tak ada yang diharapkan olehnya saat itu kecuali menggunakan tubuhnya sebagai tameng
sambaran jarum-jarum beracun itu. Pemuda yang cerdik tapi sangat perasa ini hanya memikirkan
keselamatan sobat kentalnya itu.
Tapi ternyata jarum-jarum itu tak kunjung tiba, bukan saja jarum beracun tadi tidak melukai Hui
Giok tidak pula hinggap di atas tubuhnya, ia jadi tertegun dan heran.
"Ban-liu-kui-ci ng!" tiba-tiba didengarnya Cian Hui dan Jit-giau-tui-hun berseru kaget.
Sekali lagi ia melengak, cepat anak muda itu bangkit dan berpaling, ia lihat Cian Hui dan Jitgiau-
tui-hun sedang berdiri dengan mata terbelalak dan mulut melongo, wajah mereka diliputi rasa
kaget sedang menatap perempuan itu tanpa berkedip sebaliknya perempuan cantik itu berdiri
termangu di ujung pembaringan wajahnya tampak keheranan, cuma tatapan hanya tertuju pada
Hui Giok. Semua itu terjadi hampir pada waktu yang sama, terlampau cepat dan sukar diikuti oleh orang
biasa. Tapi gerak-gerik mereka waktu itu serentak berhenti semua, baik Go Beng-si maupun Cian Hui
dan Na Hui-hong berdiri terpaku sambil memandang perempuan itu dengan melongo, sedang
perempuan itupun berdiri tak bergerak sambil memandang Hui Giok di pembaringan dengan
termangu semuanya diliputi rasa kaget bercampur heran cuma apa yang mereka kagetkan, apa
yang mereka herankan memang berbeda satu sama lainnya.
Setelah termangu beberapa saat lamanya, akhirnya Go Beng-si, Cian Hui dan Na Hui-hong
dengan gerakan yang hampir sama melangkah ke depan dan berseru: "Apakah kau ini yang
bernama Leng-gwat Siancu?"
Perempuan cantik itu tidak menjawab, sebaliknya malah bergumam: "Ah, kau, betul-betul
engkau! Mengapa kau berada di sini?"
Untuk kesekian kalinya Go Beng-si, Cian Hui dan Na Hui-hong melengak, pelahan perempuan
itu berpaling lalu menegur dengan ketus. "Luka apa yang ia derita" Kenapa bisa terluka" Siapa
kau" Mengapa kau rela mengorbankan dirimu untuk menolong jiwanya?"
Dua patah kata yang pertama ditujukan kepada Cian Hui dan Na Hui Hong dengan nada
dingin, sebab tatapan matanya tertuju ke arah mereka, sedang kedua kalimat terakhir diucapkan
dengan nada halus, sorot matanya tertuju ke arah Go Beng-si.
Jit-giau tongcu menengadah diam-diam ia heran, dilihatnya sorot mata perempuan cantik yang
memiliki ilmu Ban-liu-kui-ciong (selaksa aliran akhirnya bertemu jadi satu) dan ilmu Se-kim-sip-tiat
(menyedot emas mengisap besi) itu diliputi perasaan gelisah, kuatir dan tak tenang.
"Aneh!" demikian ia membatin, "Saudara Hui Giok memang terhitung pemuda yang sukar
dicari, tapi bagaimanapun juga dia hanya seorang pemuda yang berilmu rendah dan bernasib
jelek, bagaimana mungkin ia bisa mempunyai hubungan yang erat dengan Leng-gwat-siancu
tokoh sakti dari dunia persilatan.
Perlu diterangkan, tatkala Hui Giok mengisahkan pengalamannya tempo hari secara tertulis ia
tidak menerangkan pertemuannya dengan Leng-gwat siancu Ay Cing, Sebab itulah Go Beng-si
tidak mengetahui hubungan mereka, tentu saja ia keheranan sehingga lupa untuk menjawab.
Tergerak hati Cian Hui ia menjura kepada perempuan cantik itu, katanya sambil tertawa:
"Hahaha, tak kusangka engkau inilah Ay siancu, lebih tak menyangka kalau Ay siancu adalah
sahabat karib Bengcu-toako, Hui-taysianseng kami Hahaha, sungguh sangat kebetulan !"
"Bengcu-toako... Hui-taysianseng... "gumam perempuan cantik itu, sinar matanya yang penuh
perasaan heran mengerling Cian Hui bertiga, lalu pelan-pelan berpaling dan menatap wajah Hui
Giok untuk sekian lama ia diam saja.
Perempuan cantik ini memang benar adalah Leng-gwat-siaucu Ay Cing, isteri Cian-jiu-suseng
satu-satunya orang yang mewarisi ilmu Ban-liu-kui-ciong serta selama belasan tahun terakhir ini
disebut sebagai sepasang pendekar dewa-dewi.
Tempo hari setelah ia sambut kembali ke empat belas batang jarum Pak-to-jit seng-ciam
kepada Sam sat Mo Se sehingga menyebabkan kematian iblis itu, dia kembali ke kamarnya dan
menyangka Hui Giok masih berbaring di pembaringannya, maka tanpa curiga iapun berbaring di
sisinya siapa tahu ketika orang yang tidur di sampingnya itu menggeser badannya ia lihat orang itu
ternyata bukan Hui Giok melainkan orang yang senantiasa berusaha dihindarinya selama
beberapa tahun terakhir ini.
Segera ia bermaksud kabur, sayang terlambat, dalam kejut dan paniknya tahu-tahu ia sudah
tertutuk jalan darahnya dan dibawa pergi orang itu.
Ketika jalan darahnya dibebaskan kembali oleh orang itu hari sudah terang tanah, mau
melawan kungfunya bukan tandingannya, akhirnya ia berhasil menemukan kesempatan baik dan
kaburlah perempuan ini dari cengkeramannya.
Orang yang bisa bikin Leng-gwat siancu mati kutu dan selalu berusaha kabur terbirit-birit ini
tentu saja seorang jagoan yang tak terkatakan kehebatannya, dibalik kejadian itu memang
terdapat serangkaian cerita tersendiri yang cukup unik, cuma cerita itu tak pernah dikatakan Lenggwat-
siaacu kepada siapapun, maka orang Iain tentu saja tak tahu.
Leng-gwat siancu Ay Cing sendiri memang berilmu tinggi tapi terhadap orang itu bukan saja
bencinya merasuk tulang, tapi takutnya juga seperti tikus ketemu kucing, setelah lolos dari
cengkeram airnya siang hari ia selalu bersembunyi, bila malam tiba dia melanjutkan usahanya
untuk kabur sejauh nya dari orang itu, agar tidak sampai tertangkap lagi.
Selama beberapa bulan terakhir, bukan saja dia makan tak enak dan tidur tak nyenyak,
kadang ia bertanya kepada diri sendiri: "Sampai kapan aku harus buron dan tak perlu takut
kepadanya lagi?"
Pertanyaan ini ia sendiripun tak dapat menjawabnya, ia hanya dapat berdoa semoga Thian
cepat-cepat mencabut nyawa orang itu.
Kecuali buron, iapun ingin menemukan kembali bocah bernama Hui Giok itu, ini bukan lantaran
dia akan minta kembali kedua jilid kitab pusaka yang diambil bocah itu, hanya entah sebab apa
kesannya atas pemuda itu sangat mendalam, timbul rasa rindunya.
Tapi dunia amat luas, ke mana dia harus menemukan Hui Giok"
Malam itu ia tiba di depan rumah gubug tersebut, ketika dilihatnya ada cahaya lampu
memancar keluar dari sebuah gubug di tengah malam buta. ia merasa heran dihampirinya gubug
itu dengan rasa ingin tahu.
Tapi setibanya di dekat gubug itu ingatan lain timbul dalam benaknya, diam-diam ia memaki
diri sendiri: "Ay Cing, wahai Ay Cing, keadaanmu sendiri saat ini mengenaskan sekali, untuk
melindungi diri sendiripun tak becus, buat apa kau campur urusan orang lain!"
Ketika timbul pikiran demikian. perempuan itu segera hendak pergi dan situ, tapi tiba-tiba sinar
matanya menemukan sesuatu, di bawah sinar bintang yang redup lamat-lamat dilihatnya sebuah
lambang yang dilukis dengan kapur putih tertera diatas pintu rumah itu, lambang itu berbentuk
bintang persegi tujuh dan tampuk amat jelas sekali, hatinya langsung tergerak: "Hm. rupanya Pakto-
jit-sat berada disini"
Kemudian ia berpikir seandainya Mo Se tidak bikin gara-gara, tentu aku tak akan tertangkap
oleh manusia bedebah itu."
Diam-diam ia menggigit bibir dan menerjang masuk ke dalam gubug itu, tentu saja mimpipun ia
tak menyangka Hu: Giok yang sedang dicarinya itu juga berada di dalam ruangan itu, lebih2 ia tak
menyangka kalau anak muda itu telah menjadi Bengcu toako dan Hui-taysianseng segala.
Ia kaget dan heran, ia berdiri di depan pembaringan dengan tertegun, ia melupakan kedua Mo
bersaudara, diperiksanya luka di tubuh Hui Giok itu kemudian sambil menghela napas panjang
gumamnya: "Ai, lukanya teramat parah, mungkin tulang bahunya ikut remuk!"
Si Tangan sakti Cian Hiu ter-bahak2, ia keluarkan kipasnya sambil digoyangkan beberapa kali
ia berkata sambil tertawa. "Hahaha, luka Hui-tay sianseng memang cukup parah, untungnya cuma
luka luar saja, aku memang tak becus, tapi kalau cuma luka begini rasanya aku masih sanggup
menyembuhkannya, Ay-siancu jangan kuatir serahkan saja soal ini kepadaku."
Leng gwat-siancu tersenyum dia mengeluarkan sapu tangan dan menyeka butiran keringat
yang membasahi jidat Hui Giok katanya sambil menggeleng kepala "Ai apa yang terjadi di dunia ini
kadang-kadang memang sukar diduga orang, ketika bertemu untuk pertama kalinya dulu dia masih
berupa seorang pemuda lemah yang sering dihina dan dicemoohkan orang, sungguh tak kunyana
dalam beberapa bulan saja ia telah menjadi Bengcu-toako dari kalian orang2 ternama ini."
la berhenti sebentar, sambil tersenyum berpaling kepada Go Beng-si. "Dapatkah kau
beritahukan kepadaku, kejadian aneh apa lagi yang telah dia alami selama beberapa bulan
belakangan ini."
Aneh juga, ucapannya sekarang lembut dan enak di dengar, tidak lagi kaku, dingin dan seperti
tadi. Go Beng-si tenangkan pikirannya setelah termenung sebentar dia akan menjawab tapi saat
itulah sesosok bayangan berkelebat lewat di luar pintu, segera Leng gwat-siancu membentak
dengan suara lantang "Hm, jadi kalian belum kabur?"
Tubuhnya yang ramping melesat, Go Beng-si merasakan pandangannya jadi kabur, tahu-tahu
bayangan orang sudah lenyap.
Sambil menggoyangkan kipasnya pelahan Cian Hui berjalan ke luar, malam hampir lewat, fajar
sudah menyingsing cahaya merah telah menghiasi ufuk timur, tiga sosok bayangan secepat kilat
menghilang di kejauhan.
Dia tertawa dingin, pikirnya "Kedua Mo bersaudara mungkin sudah bosan hidup, sudah lolos
dan cengkeramannya kenapa datang lagi" Hehehe sekali ini mereka pasti akan jatuh di tangan
gembong iblis perempuan ini."
Ia mengerling sekejap Hui Giok yang berbaring di pembaringan itu, lalu katanya dengan kening
berkerut: "Saudara Go, bukankah sahabat karib Hui-taysianseng, Tahukah kau asal usulnya dan
cara bagaimana ia berkenalan dengan gembong iblis perempuan itu?"
"Hehehe, kukira Go-siauhiap sendiripun tak tahu." sela Jit-giau-tui-hun.
Baru selesai ucapannya. Tiba-tiba bayangan orang kembali berkelebat di luar pintu. ketika
semua orang berpaling, tampaklah Leng-gwat-siancu Ay Cing dengan gerakan secepat kilat telah
menerobos masuk ke dalam ruangan, kali ini dia muncul dengan wajah pucat dan gugup. begitu
masuk ke dalam ruangan pintu lantas dikunci, lentera yang ada di mejapun dikebut hingga padam
seketika. Baru saja ruangan jadi gelap, tiba-tiba suara gelak tertawa seram menggema di luar pintu,
seorang berucap sekata demi sekata: "Tidak kau duga bukan" Akhirnya kau kutemukan juga
Hehehe, padahal kaupun tak perlu kabur terburu-buru, sebab percuma sekalipun kau kabur ke
ujung langit juga akhirnya akan kutemukan kau."
Waktu suara itu bergema terasa masih berada sangat jauh, tapi hanya sekejap saja pintu
gubug itu segera di dobrak orang, menyusul sesosok bayangan menerobos masuk ke dalam
ruangan. Semua orang hanya saling pandang dengan melongo, hening suasana di situ sampai
napaspun kedengaran jelas, tahu-tahu Leng-gwat-siancu maupun bayangan manusia yang
menerobos masuk ke dalam ruangan tadi sudah lenyap tak berbekas.
Fajar sudah mulai menyingsing tapi ruangan itu masih gelap, semua orang berdiri dengan
kaget, heran dan curiga, siapapun tak tahu kejadian apa yang telah berlangsung di situ.
Akhirnya Cian Hui berdehem dan berkata "Saudara Na. apa membawa korek api" Ai, makin
tua aku jadi makin lamur, saudara Go, usiamu paling muda, apakah kau lihat jelas potongan badan
si pendatang tadi?"
Go Beng-si menghela napas, dia tidak memberi jawaban, waktu itu Jit-giau-tui-hun berada di
samping meja, dia menyulut lentera hingga suasana terang kembali.
Angin pagi berembus, Go Beng-si merasa badan agak kedinginan, dia berpaling dan
ditemukan daun pintu sudah roboh ke kiri dan ke kanan, di atas pintu tertera sebuah bekas telapak
tangan yang menekuk ke dalam kayu, ketika diperiksa dengan seksama baru diketahui bahwa
orang tadi telah menghantam daun pintu hingga tembus, pantas di atas pintu tertera telapak
tangan yang jelas.
Sejak bersuara sampai berlalu, bayangan tadi tak pernah berhenti, padahal pintu rumah orangorang
desa biasanya dibikin dari kayu yang tebal berat, tapi cukup sekali pukul orang itu dapat
melubangi papan pintu yang tebal, ngeri juga Go Beng-si membayangkan ilmu orang itu.
Dia coba berpaling, dilihatnya Cian Hui berdiri dengan rasa kaget bercampur ngeri, sedang Jit
giau-tui-hun Na Hui-hong kelihatan agak menggigil, meski tak seorangpun yang buka suara, tapi
perasaan mereka tak berbeda jauh satu dengan yang lain.
"Siapakah orang itu" Hebat sekali ilmu silatnya," pikir orang-orang itu dengan perasaan tak
tenang. Bunyi gemercit berkumandang dari papan pembaringan tiga orang itu tersadar kembali
dari lamunan dan sama-sama berpaling, kemudian mendekati pembaringan.
Hui Giok yang semaput cukup lama itu, tiba-tiba membuka matanya dengan pelahan.
"Ah, dia telah sadar!" teriak Go Beng-si kegirangan.
"Dia sadar!" Cian Hui juga berseru dan tersenyum.
Kedua orang itu saling pandang dengan tertawa sementara Hui Giok yang baru sadar tampak
juga bersenyum. ia bergumam seperti mengucapkan sesuatu, namun tak ada suara yang
kedengaran, hanya senyuman yang menghiasi bibirnya tampak semakin cerah.
"Aneh betul bocah ini!" pikir Go Beng-si keheranan, baru saja mendusin kenapa terus tertawa -
Tentu saja dia tak tahu mengapa Hui Giok lantas tertawa begitu siuman dari pingsannya.
Pelan Hui Giok memejamkan lagi matanya suara tadi seolah-olah masih berkumandang di
telinganya. "Dia telah sadar , dia telah sadar."
Hanya tiga patah kata saja, namun terasa seperti irama yang paling merdu yang pernah di
dengar oleh Hui Giok sepanjang hidupnya, kini ia dapat mendengar suara dunia lagi setelah tuli
sekian lama, ketiga kata itu benar-benar kata yang paling merdu baginya.
"Akhirnya aku dapat mendengar lagi ia berpekik kegirangan di dalam hati."
Dalam keadaan begini, ia tidak ingin berpikir apa-apa, dia hanya mengulangi kembali ucapan
orang2 tadi: "la telah sadar , ia telah sadar."
Tiba^ ia merasa sukmanya seperti melayang-layang ke awang-awang, bisikan ketiga patah
kata itupun berkumandang makin lama makin cepat akhirnya semuanya buyar dan sirna.
"Ai, ia semaput lagi!" keluh Go Beng-si sambil menggeleng kepala dan menghela napas,
"Cuma ada sesuatu yang aneh."
"Ya, mengapa ia tersenyum setelah sadar, begitu bukan?" tukas Cian Hui sambil
menggoyangkan kipasnya.
Kedua orang ini sama-sama cerdik, maka sebelum Go Beng-si menyelesaikan katanya, Cian
Hui sudah tahu apa yang hendak diucapkan lawan.
Kendatipun kedua orang itu sama cerdiknya, toh ada satu hal yang tak pernah mereka sangka
yakni pukulan yang dilancarkan Kim-keh Siang It-ti tadi meski membuat Hui Giok terluka parah
akan tetapi karena pukulan itu, tutukan berat pada jalan darah bisu dan tuli yang dilakukan pelajar
misterius atas diri Hui Giok itupun tergetar lepas sebagian.
Tentu saja hal ini di luar dugaan siapapun dan merupakan kejadian yang sangat kebetulan
sifatnya, tak heran kalau Cian Hui dan Go Beng-si yang cerdik sama-sama tidak tahu.
Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong yang sedang termenung tiba-tiba berkata dengan lantang:
"Sekarang hari sudah terang tanah, saudara Cian tentunya sudah mempunyai rencana ke mana
kita akan pergi?"
Go Beug-si menatap sekejap kedua orang itu ujarnya: "Ke mana kalian akan pergi, paling tidak
luka yang di derita saudara Hui kita ini kan harus disembuhkan dulu?"
Ia berhenti sebentar, sambil terbahak-bahak kemudian ia menambah "Sekarang saudara Hui
telah menjadi Congpiaupacu kaum Lok lim wilayah Kang lam, jika lukanya tak dapat disembuhkan
kukuatir kejadian ini akan mempengaruhi nama baik Cian-heng dan Na-heng di mata orang lain."
Cian Hui tersenyum, kipasnya yang sudah menganggur sekian lama kembali digoyangkan
katanya sambil tertawa "Tentu saja, tentu saja! Kemanapun kita akan pergi, luka Hui-taysianseng
memang harus disembuhkan lebih dulu, cuma..."
Ia melipat kembali kipasnya, sambil menuding Hui Giok ia berkata: "Luka yang diderita Hui-taysianseng
bukan luka yang enteng, tempat inipun bukan tempat yang cocok untuk merawat
lukanya. Saudara Go, kukira kau tak usah kuatir. serahkan saja soal penyembuhan luka Huitaysianseng
kepadaku, biarkan Bengcu-toako kita ini menanggung sekian lama."
"Aku percaya si Tangan Sakti Cian Hui memiliki ilmu pengobatan yang hebat," kata Go Beng-si
sambil tertawa, "sekalipun tak kau katakan juga kutahu tempat ini tak cocok untuk merawat luka,
silakan Cian heng segera mengambil keputusan ke mana kita harus pergi."
Air muka Cian Hui agak berubah, tapi senyum ramah kembali tersungging di ujung bibimya,
katanya kepada Jit-giau-tui-hun: "Menurut pendapatku mula-mula kita harus mengantar Hui-toako
ke suatu tempat yang tenang dan sepi untuk merawat lukanya, kemudian kita siapkan surat
undangan untuk mengundang semua kawan-kawan persilatan yang berada di wilayah Kanglam
untuk menghadiri upacara penobatan ketua Lok-lim yang baru, entah bagaimana menurut
pendapat saudara Na?"
"Selamanya aku mengikuti garis perjuangan Cian-heng yang maha hebat!" kata Jit giu-tui-hun
dengan kaku, "berbicara soal tempat beristirahat bagi Hui-taysianseng, sudah tentu
perkampungan Long-mong san-ceng saudara Cian adalah tempat yang paling tenteram ditambah
lagi saudara Cian memang pandai ilmu pengobatan, semua ini akan melancarkan pekerjaan
dirimu, mengenai surat undangan untuk kawan-kawan persilatan hal ini memang persoalan
penting yang tak dapat ditunda-tunda lagi, menurut pendapatku, bagaimana kalau kita tetapkan


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pada bulan lima hari Pekcun saja, pada waktu itu sekalipun musim semi sudah lewat, musim
panas yang gersang belum tiba, tentunya kawan-kawan persilatan tak akan terlampau disiksa oleh
teriknya matahari"
"Hahaha, betul. betul, bagus! Kita tetapkan hari Pek-cun saja. hari Pek-cun pada bulan lima
paling tepat untuk mengadakan pertemuan besar!"
Cian Hui lantas berpaling ke arah Go Beng-si setelah menjura ia berkata "Selama sehari
penuh kami sudah menerima banyak kebaikan dari saudara Go, bukan saja aku orang she Cian
merasa berterima kasih, bila sobat-sobat kalangan Lok-lim mengetahui hal inipun mereka pasti
juga akan berterima kasih atas bantuan saudara Go"
"Ucapan Cian-heng terlampau serius" kata Go Beng-si sambil tersenyum.
Di luar ia berkata demikian, lain pula yang dipikir di dalam hatinya "Tampaknya orang she Cian
ini akan menggunakan kesempatan ini untuk mengusir aku, agar di kemudian hari dia lebih
gampang mengendalikan Hui-heng , Hehehe, sayangnya, meskipun perhitunganmu sangat bagus,
belum tentu akan kuturuti jalan pikiranmu!"
Betul juga, sambil tersenyum Cian Hui lantas berkata pula: "Saudara Go adalah seorang
pendekar pengembara yang bebas berkelana ke sana kemari, kehidupan macam begitu sungguh
menyenangkan sekali, sayang aku cuma seorang manusia kasar, jauh benar bedanya bila
dibandingkan saudara Go, semoga di kemudian hari aku ada jodoh dan dapat mengikuti jejak
saudara Go untuk menjadi seorang pengelana yang bebas, entah betapa bahagiaku bisa
berpesiar dan menikmati pemandangan alam dengan tenang dan tidak dibebani pikiran."
Ia kembangkan kipasnya dan digoyangkan beberapa kali, setelah tergelak beberapa kali,
lanjutnya: "Tapi hari ini aku tak berani mengganggu saudara Go lagi dengan tugas-tugas lain,
maka selama gunung masih hijau dan air tetap mengalir. semoga kita dapat bertemu kembali lain
waktu, Siaute pasti akan menahan Go-heng untuk menginap selama beberapa hari di rumahku."
Go Beng-si tertawa geli di dalam hati, sedang di luarnya ia berkata dengan wajah serius
"Pujian saudara Cian sungguh membuatku merasa malu sekali, Siaute adalah manusia biasa,
kesenanganku hanya menonton keramaian belaka, terus terang kukatakan, tujuanku lari ke sana
kemari bukanlah untuk menikmati keindahan alam, juga bukan mencari ketenangan. aku justru
sibuk lari kian kemari untuk mencari rangsangan."
"Kini saudara Hu sudah diangkat menjadi Cong-piaupacu kaum Lok-lim di wilayah Kanglam,
aku rasa kawanan Lok-lim dan segala penjuru pasti akan berdatangan untuk memberi hormat
kepada ketuanya, suasana waktu itu entah betapa meriahnya. Hahaha, jangankan diriku ini
memang penganggur, sekalipun ada urusan, kesempatan baik ini pasti tidak kusia-sia kan dengan
begitu saja, maka bila saudara Cian tidak keberatan, aku ingin menumpang selama beberapa hari
di Long-mong-san-ceng yang tersohor itu."
Ia berhenti sebentar, sambil terbahak-bahak katanya lagi: "Sekalipun saudara Cian merasa
keberatan, terpaksa kutebalkan muka untuk mengintil di belakangmu"
Kata-katanya itu tersembur keluar seperti bendungan yang bobol, lancar dan tak terbendung,
sementara matanya tak terlepas dari wajah orang she Cian itu.
Ia lihat air muka Cian Hui sebentar berubah hijau sebentar jadi pucat, kipasnya digoyangkan
tiada hentinya hingga jenggotnya yang panjang berkibar tiada hentinya.
Selain sesaat kemudian ia baru berkata sambil tertawa: "Ah, mengapa saudara Go
mengucapkan kata-kata semacam itu" Suatu kebanggaan bagi kami bila Jit giau-tongcu yang
tersohor di kolong langit ini bersedia mengunjungi perkumpulan kami untuk menyambut rasanya
aku tak sempat, masa akan kutolak kunjunganmu itu" Kalau saudara Go sampai mengucapkan
kata-kata semacam itu artinya kau pandang asing diriku ini."
Ucapan ini diakhiri dengan gelak tertawa nyaring, meski dalam hati ia menyumpahi Jit-giautong-
cu yang licin ini.
"Hahaha kalau memang begitu, tentu saja aku turut perintah," kata Go Beng-si sambil tergelak.
Sambil berpeluk tangan ia berdiri di depan pembaringan dan tidak bicara lagi, di dalam hati
diam-diam ia berpikir "Si tangan sakti Cian Hui memang seorang yang berbahaya, sekalipun di
dalam hati bencinya kepadaku merasuk tulang namun perasaannya itu sedikitpun tak diperlihatkan
sulit rasanya untuk menghadapi manusia macam dia."
Waktu ia memandang ke sana, dilihatnya Jit-giau tui hun berdiri kaku dengan wajah tanpa
emosi seakan-akan sama sekali tidak kenal apa artinya gembira, marah, sedih atau murung
segala. Sambil menggoyangkan kipasnya Cian Hui tertawa, ia menengok keluar jendela, katanya:
"Berbicara memang mengasyikkan, tanpa terasa fajar sudah menyingsing Hahaha, sebentar sinar
sang surya akan menyinari seluruh jagat, saudara Na apakah kita harus berangkat sekarang
juga?" Dengan kaku Jit-giau tui-hun Na Hui-hong mengangguk pelahan ia menghampiri jendela,
dikeluarkannya sebuah benda dan dilemparkan ke atas tanah, "Blang," benda itu meledak dan
meletupkan bunga api yang segera memancar ke udara, di angkasa bunga api itu lantas
menyebar menciptakan tujuh gumpal asap hitam dan melayang semakin tinggi, lama sekali
gumpalan asap itu baru buyar. Melihat itu Go Beng-si menghela napas, pikirnya: "Pantas orang
bilang ketujuh keahlian Jit giau tui hun tiada bandingannya di kolong langit sekalipun kepandaian
lain tak pernah kusaksikan, hanya melihat benda mesiu tanda pengenalnya ini sudah cukup
membikin hatiku kagum."
Baru saja kabut tadi buyar di angkasa, suara derap kaki kuda yang sangat ramai segera
berkumandang di luar pintu, derap kuda itu berhenti setibanya di luar pintu, dalam waktu singkat
muncul sebaris laki-laki kekar berbaju ringkas bersenjata, di pinggang masing-masing tergantung
pula kantung senjata rahasia, meski perawakan mereka tak sama, namun semuanya tegap dan
gagah. Begitu masuk ruangan, mereka memberi hormat kepada Jit-giau-tui-hun, kemudian berdiri di
samping, semua dengan tangan lurus ke bawah, sikapnya sangat menghormat.
Go Beng si melirik sekejap ke samping, ia lihat air muka Jit-gian-tui-hun Na Hui-hong meski
tetap kaku tanpa emosi, sinar matanya memancarkan rasa kebanggaan akan kedisplinan anak
buahnya. Melihat itu Cian Hui terbahak-bahak, ucapnya "Semula aku heran kenapa Na-pangcu datang
sendirian, tak tahunya engkau telah membawa serta saudaraku yang gagah perkasa ini. Hahaha,
tanda panggilan yang baru kau gunakan sungguh sangat hebat."
"Hm, kukira setelah tanda pengenal Jit giau-sin-hiang kulepaskan, kawan-kawan Can-heng
tentu juga akan segera berdatangan kemari," jengek Na Hui-hong dengan muka masam.
Betul juga, baru selesai ia berkata, suara derap kaki kuda yang ramai telah berkumandang dan
berhenti setibanya di luar pintu.
Geli juga Go Beng-si melihat kesemua itu, pikirnya "Nama dan kejayaan memang suatu daya
tarik yang sangat besar, sejak dulu sampai sekarang entah berapa banyak orang gagah yang
terperangkap" Cian Hui dan Jit-giau tui-hun adalah bandit ulung di dunia persilatan, soal harta
kekayaan tentu saja bukan persoalan bagi mereka tapi soal "nama" rasanya tetap merangsang
pikiran kedua orang itu.
Ai. begitulah dunia persilatan, beberapa saat berselang kedua orang itu masih bekerja sama
untuk menghadapiku tapi sekarang mereka telah saling mengejek padahal kemampuan mereka
sama-sama hebatnya, kalau betul-betul mau bekerja sama, kekuatan yang dihasilkan pasti luar
biasa, tapi kalau cara kerja mereka tetap dilandasi saling curiga mencurigai urusan tentu akan
hancur." Baru saja ingatan itu terlintas dalam benaknya dan luar pintu berjalan masuk serombongan
laki-laki kekar bergolok, semua laki-laki itu berbaju serba hitam, perawakan tubuh merekapun
sama, seakan-akan mereka berasal dari satu cetakan.
Setibanya di dalam ruangan, serentak mereka berseru bersama, lalu berlutut gerakan mereka
serempak seperti dilakukan oleh tubuh yang sama, cara berlutut ternyata dapat mereka lakukan
bersamaan waktunya.
Sambil mengelus jenggot dan tertawa Cian Hui mengulapkan tangannya, belasan laki2 itu
serentak bangkit berdiri, disiplinnya amat tinggi, ini menunjukkan bahwa cara Cian Hui mendidik
anak buahnya jauh lebih hebat daripada Jit-giau-tui-hun.
Melihat itu Na Hui-hong tertawa dingin, katanya, "Hehehe, tak aneh kalau nama besar Cianheng
termasyhur sampai kemana-mana, dilihat dari anak buahmu itu rasanya sudah cukup
menjagoi dunia persilatan "
Air muka Ciau Hui berubah, dengan penuh kebencian diliriknya Na Hui-hong sekejap, ia
terbahak-bahak, sahutnya "Hahaha, benar, benar. aku bila mencari sesuap nasi sampai saat ini
tidak lain memang berkat kerja sama saudaraku ini, tapi untuk soal menjagoi dunia persilatan
dengan mengandalkan kepandaian sejati, aku rasa kecuali Na-heng seorang mungkin, hahaha..."
Ia terbahak-bahak, setelah berhenti sejenak, lalu sambungnya pula "Mungkin tak ada orang
lain lagi."
Go Beng-si diam-diam mengamati mimik wajah mereka, dilihatnya air muka Jit-giau-tui-hun Na
Hui-hong berubah jadi pucat, lalu dan pucat berubah jadi merah, ia melotot sekejap ke arah Cian
Hui tanpa mengucapkan sepatah katapun ia lantas berlalu dari situ.
Geli juga Jit giau-tongcu Go Beng-si menyaksikan semua itu, pikirnya "Ai, Si tangan sakti Cian
Hui memang hebat bukan saja ilmu silatnya mengungguli Jit-giau-tui-hun, soal ketajaman lidah
juga jauh di atas Na Hui-hong,"
Kiranya ilmu silat sesungguhnya Jit giau tui-hun tidaklah sebanding dengan kesohoran
namanya, meski nama besarnya di dunia persilatan disegani orang, hal ini terutama karena
kedahsyatan tujuh macam senjata rahasia andalannya.
Sekarang Cian Hui mengejeknya secara halus, sindiran itu jauh lebih tak enak didengar
daripada mencaci makinya secara blak-blakan, sebagai jago berpengalaman tentu saja Jit-giautui-
hun dapat menangkap nada ucapannya.
Sin Jiu Cian Hui masih bergelak tertawa setelah melirik sekejap Na Hui-hong yang berdiri
membelakanginya, ia berjalan menghampiri pembaringan, setelah termenung sejenak, tiba-tiba ia
berseru: "siapkan kereta dan segera berangkat!"
Laki-laki berseragam hitam tadi serentak mengiakan dengan lantang, mereka berjalan keluar
dengan mengisar di samping Na Hui-hong yang masih berdiri membelakangi mereka itu.
Sinar matahari menerangi jagad, angin sejuk berembus sepoi2 menggoyangkan ujung baju Na
Hui-hong, tampaknya ia sedang memikirkan sesuatu, ia berdiri tegak tanpa bergerak.
Suasana jadi hening tak terdengar suara apapun, laki-laki berkantong kulit itu saling pandang
sekejap, kemudian bersama-sama mengundurkan diri ke luar pintu.
Tiba-tiba terdengar suara roda kereta berkumandang menyadarkan kawanan jago yang
sedang melamun.
Hanya Hui Giok seorang masih terlelap dalam pingsannya, hidup penuh derita yang dialaminya
selama ini membuat pemuda bernasib jelek itu menjadi lemah dan tak sanggup menahan segala
macam bentuk pukulan batin apapun, apalagi serangan yang dilancarkan Kim keh Siang It ti
dilakukan dengan sekuat tenaga, untung tepat pada saatnya dia sempat miringkan badan ke
samping, kalau tidak mungkin nyawanya sudah melayang sejak tadi. Setelah mengalami macammacam
pergolakan pikiran, akhirnya untuk kedua kalinya Hui Giok membukit matanya.
Lamat-lamat ia mendengar roda kereta berputar kencang, ia merasa suara itu datang dan
tempat yang sangat jauh, tapi juga seperti datang dari tempat yang dekat sekali, waktu membuka
matanya dilihatnya wajah Go Beng-si sedang mengawasinya dengan penuh rasa kuatir.
Sekulum senyuman pun tersungging di ujung bibirnya. Begitulah, dikala ia ingin membuktikan
bahwa dirinya tidak sebatang kara, bahwa dirinya tidak ditinggalkan orang lain, penampilan wajah
sahabatnya yang mengawasinya dengan penuh perasaan kuatir adalah suatu hiburan yang amat
melegakan bagi seorang yang baru sadar dari pingsannya. .
Meskipun waktu itu ia merasakan kelopak matanya amat berat, namun ia berusaha
mempertahankan kelopak matanya itu tidak terkatup kembali ia malah berusaha untuk
memandang lebih jelas lagi wajah yang penuh rasa kekuatiran yang terpampang di depan
matanya itu. Tiba-tiba ia merasa seperti mendengar suara, suara yang berkumandang dari kejauhan,
sekalipun tak terdengar olehnya kata-kata apakah yang dipancarkan suara itu, tapi jantungnya
berdebar keras perasaannya bergetar itulah suara! Ya benar itulah suara!
Ia dapat mendengar suara lagi! Oh, sungguh suatu kejadian yang terlampau aneh bagi
perasaannya waktu itu.
Sudah terlampau lama, hingga dia hampir lupa berapa lama ia tak dapat mendengar suara
apa-apa. Segala kehidupan yang beraneka ragamnya baginya tiada ubahnya seperti kuburan, dia
tak dapat mendengar apa-apa, tak dapat mengucapkan apa-apa.
Tapi sekarang, kehidupan yang mati itu, kehidupan yang sudah lama beku itu mulai segar dan
bersemarak lagi. Sebab ia dapat mendengar lagi.
Rasanya tiada perkataan indah apapun yang dapat digunakan untuk melukiskan kegembiraan
hatinya saat itu tiada tulisan yang dapat menggambarkan kenangan hatinya.
Ia tak pernah menyumpahi nasibnya yang buruk, tak pernah menggerutu ketidak adilan yang
dialaminya selama ini, tapi kini, ia merasa sangat berterima kasih, bahkan berterima kasih kepada
nasib yang memperlakukan dia kejam dan tak adil itu.
Manusia yang budiman, manusia yang bijaksana selamanya tak akan menyumpahi selamanya
tak akan menggerutu akan nasib dan penderitaan yang menimpa dirinya, mereka hanya tahu
berterima kasih dan bersyukur, sebab itulah kehidupan mereka selamanya juga lebih gembira dan
lebih bahagia daripada orang lain.
OO OO 00 OO Inilah sebuah kereta kuda sedang berlari kencang di jalan raya menuju Kanglam indah dan
mentereng sekali. Go Beng-si duduk bersila di depan Hui Giok yang baru sadar ia dapat melihat
senyum manis yang tersungging di ujung bibir rekannya ia berteriak kegirangan.
"Hahaha kau telah sadar, ia telah sadar lagi"
Hui Giok tersenyum. bibirnya bergetar dan meluncurlah beberapa patah kata yang lemah
lembut hingga sukar terdengar dengan jelas: "Saudara Go, aku telah sadar, aku dapat mendengar
suaramu." Meski lirih suara itu tapi Go Beng-si kegirangan setengah mati hampir saja dia melompatlompat
dalam ruang kereta. ia hampir tak percaya pada apa yang terlihat dan apa yang terdengar.
Tapi itu tak berlangsung lama, akhirnya dia berteriak lagi dengan kegirangan "Hahaha ia dapat
berbicara! ia dapat berbicara lagi!"
Bergembira karena keberuntungan teman, bersedih hati karena keburukan nasib teman, dua
perasaan yang berbeda namun mempunyai arti yang sama, begitulah cinta kasih seorang sahabat
yang sejati, yang agung dan patut dicontoh.
Cian Hui melongok ke dalam kereta sinar matanya yang tajam memandang sekejap senyuman
di ujung bibir Hui Giok dengan perasaan kaget bercampur girang ia bertanya "Dia dapat berbicara
lagi?" Go Beng-si mengangguk kegirangan, sedang Cian Hui bergumam lagi dengan agak bingung,
"Apa yang telah terjadi" Mungkinkah jalan darahnya yang tertutuk itu tergetar lepas oleh pukulan
Siang It-ti?"
Diam-diam ia membatin, untung dan malang manusia memang tak dapat dikejar mungkin
takdir telah menentukan demikian.
Debu kuning mengepul di belakang kereta membungkus kereta itu hingga lenyap dan
pandangan. Musim semi datang lebih awal di wilayah Kang-lam tapi berlalu lebih lambat, pohon liu yang
berjejer di sepanjang tepi sungai melambai-lambai terembus angin sejalur air sungai mengalir
dengan tenangnya, burung walet terbang kian kemari di bawah langit nan biru, musik merdu di tepi
sungai Hway berkumandang semalaman suntuk kereta kuda hilir mudik tak hentinya, terdengar
seorang nyonya muda berdiri sendirian di atas loteng sedang bersenandung.
Dalam suasana yang indah itu dunia persilatan di wilayah Kanglam telah digemparkan oleh
tersiarnya berita maha penting.
"Tahukah kau" Si tangan sakti Cian Hu, Si ayam emas Siang It-ti, Na Hui-hong dan Mo-si
hiante, para pentolan Lok-lim itu berhasil menemukan seorang tokoh yang telah mereka angkat
menjadi Congpiaupacu! Hehehe, selama puluhan tahun terakhir ini belum pernah wilayah Kanglam
digemparkan oleh kejadian semacam ini, agaknya dunia persilatan akan jadi ramai dan hangat
kembali" "Ah. masa betul" Sin jiu Cian Hui dan Kim ke Siang It-ti beberapa orang pentolan Lok-lim itu
tak pernah tunduk kepada orang lain, masa mereka sudi diperintah orang" Mo bersaudara, apa
kau tahu, manusia macam apakah bakal Cong-piaupacu kita itu?"
"Tentang ini... akupun kurang jelas, cuma kudengar dia she Hui, usianya tidak seberapa besar
selain itu aku tak tahu apa-apa lagi !"
"She Hui" Aneh benar! Rasanya di daerah Kanglam tak ada tokoh kenamaan yang memakai
she Hui" lalu siapakah dia" Menurut apa yang kuketahui bukan saja daerah Kanglam, bahkan di
utara sungai besarpun tak ada ksatria dari warga Hui"
"Belum tentu benar, pernah kubaca Bu loenghiong boh (daftar lengkap tokoh-tokoh ternama)
milik Pek-loyacu di kota Bu-oh. Bukankah dalam kitab itu tercatat pula dua orang jago dan warga
Hui" Kudengar mereka bergelar Cong-khim bu-tek (tumbak dan pedang tanpa tandingan), yang
satu memakai pedang dan yang lain bersenjata tumbak berkait, konon kungfu kedua orang itu
lihay sekali. "Hei, pengetahuanmu terlampau cetek, kitab Bu-lim-enghiong boh itu dibuat Pek loyacu pada
dua puluh tahun berselang, padahal Ciong kiam bu-tek kedua Hui bersaudara sudah mati belasan
tahun lamanya, mereka mati bersama beberapa orang Piautau kenamaan lainnya dalam peristiwa
manusia berkerudung yang menggetarkan dunia Kangouw belasan tahun yang lalu"
"Oh, kiranya begitu!"
"Sekalipun kedua orang bersaudara itu belum mati, mereka kan penduduk di kedua sisi sungai
besar. Tidak mungkin lari ke wilayah Kanglam dan menjadi Congpiaupacu tempat ini?"
"Hahaha, jangan kau lupa, kitapun berasal dari wilayah kedua sisi sungai besar" Siapa tahu
pada suatu ketika kitapun akan menjadi Cong-piaupacu wilayah Kanglam".
"Huh, jangan bermimpi di siang hari bolong"
"Bicara sesungguhnya, bila kau ingin tahu manusia macam apakah pemimpin kita itu, datang
saja ke Long-mong-san-ceng tempat si Tangan Sakti Cian Hui pada bulan lima hari Pek-cun nanti,
kudengar hari itu akan diadakan pertemuan besar, semua tokoh wilayah Kanglam akan diundang
datang, tujuannya adalah untuk menghadapi Naga sialan itu."
"Eh, saudara hati-hati kalau bicara."
Maka sejak hari itulah jalan raya Kanglam jadi ramai dengan kuda yang dilarikan dengan
kencang, jago-jago persilatan bermunculan di mana-mana dan tujuan mereka adalah
perkampungan Long-mong san-ceng untuk menghadiri pertemuan besar itu serta menghadap
Cong-piaupacu mereka yang misterius itu.
-o0o- o0o- - o0o-
Matahari bersinar dengan teriknya, orang akan merasa segan untuk melakukan perjalanan
dalam suasana seperti ini, di bawah sebuah pohon besar di tepi jalan berjajarlah penjual buah
semangka yang besar dan segar dalam jumlah yang banyak tempat kecil yang berumput hijau dan
berpohon itu lantas ramai orang yang berlalu lalang.
Tengah hari udara panas membuat lesunya orang dalam perjalanan, suasana yang
mendatangkan rasa mengantuk mi membuat beberapa laki-laki berbaju ringkas yang berdiri di
samping penjual semangka tidak bergairah mencicipi semangka segar yang terletak di depannya.
Tiba-tiba suara derap kaki kuda yang ramai berkumandang dari ujung jalan depan sana, di


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bawah sinar matahari yang panas tampaklah beberapa ekor kuda dilarikan kemari, kuda-kuda itu
adalah kuda-kuda jempolan dari daerah luar perbatasan tinggi besar gagah dan cepat larinya.
Beberapa orang laki-laki berbaju ringkas di bawah pohon itu membuka matanya. kemudian
saling pandang dengan curiga. Seolah-olah sedang saling bertanya: "siapakah mereka itu?"
Pertanyaan mereka dalam waktu singkat telah memperoleh jawabannya, beberapa ekor kuda
jempolan itu makin mendekat, ketika penunggang-penunggang kuda itu bercuit nyaring, sambil
meringkik panjang kuda2 itupun berhenti.
"Gerakan tubuh yang indah!" puji orang-orang di bawah pohon itu dengan perasaan kagum.
Lima ekor kuda jempolan berhenti di depan tempat teduh itu, orang pertama adalah seorang
laki setengah baya yang kurus jangkung berjenggot pendek, mentereng sekali baju yang
dikenakan hingga menambah kegagahannya.
Di samping laki-laki jangkung itu adalah seorang laki berjidat lebar, bermata tajam seperti
elang dan berlengan buntung sebelah, dia mengendalikan tali kudanya dengan tangan kiri, meski
begitu tubuhnya sama sekali tak bergeming, ini menunjukkan kepandaiannya menunggang kuda
sangat tinggi. Orang-orang yang berteduh di bawah pohon saling pandang sekejap, mereka coba alihkan
perhatiannya kepada penunggang kuda yang ketiga.
Orang ketiga itu adalah seorang nona muda yang mengenakan setelan baju ringkas berwarna
hijau, rambutnya diikat dengan secarik kain warna hijau, mukanya cantik, matanya jeli, siapapun
akan merasa kagum bila memandangnya. Selain cantik, anak dara itupun berwibawa dan anggun,
membuat orang tak berani menantangnya lama-lama.
Laki-laki bertangan tunggal itu melompat turun dari kudanya, dihampirinya nona cantik itu, ka
tanya dengan tersenyum: "Nona, apakah perlu beristirahat dahulu?"
Nona cantik ini mengerling sekejap ke arah kedua orang di belakangnya, lalu menggeleng
kepala dan menjawab. "Tak usah, beli saja beberapa biji semangka itu. kita makan di tengah jalan
saja!" suaranya merdu bagaikan kicauan burung di pagi hari, dan logatnya dapat diperkirakan dia
orang ibu kota.
Sambil tersenyum laki-laki berlengan tunggal itu mengiakan lalu menghampiri penjual buah
semangka dan melemparkan sekeping uang perak ke atas tanah.
"Eh penjual semangka!" teriaknya "Carikan semangka yang terbagus dan masukkan ke dalam
keranjang, tuan mu akan borong semua!"
Melihat tingkah laku laki-laki itu, si nona ayu tadi berkerut dahi, setelah melirik sekejap kedua
orang di belakangnya, ia mengomeli "Ai. tabiat Kiong-samsiok masih juga seperti dulu!"
Kedua orang penunggang kuda di belakangnya itu mempunyai wajah yang serupa dengan
tubuh yang kurus kering yang sama pula, wajah kedua orang itu kaku tanpa emosi, tapi bersinar
mata tajam. Mendengar perkataan si nona wajah mereka tetap kaku tanpa emosi. Seakan-akan tiada
persoalan di dunia ini yang menarik perhatian mereka.
Sebaliknya air muka orang berbaju ringkas yang berteduh di bawah pohon seketika berubah
demi melihat kemunculan kedua laki-laki kembar tersebut setelah saling pandang sekejap kepala
mereka tertunduk rendah, diambilnya semangka yang belum habis termakan itu dan dilahapnya
dengan cepat, mereka tak berani memandang ke atas lagi. sejenak kemudian, Laki-laki bertangan
tunggal itu selesai membeli semangka kelima ekor kuda itupun meneruskan perjalanannya ke
depan. Setelah bayangan mereka lenyap dan pandangan orang-orang di bawah pohon itu baru berani
menengadah serentak mereka berdiri.
Seorang lelaki kekar yang bercambang lebat segera berkata "Dugaan Cengcu ternyata tidak
meleset, pihak Hui-liong-piaukiok telah mengirim orang kemari. Hm, melihat lagak tengik Kuay-besinto
(golok sakti kuda kilat) Kiong Cing-yang. Huh, andaikata tiada kedua orang yang mengikut di
belakangnya itu" sungguh ingin kuberi ajaran kedua kunyuk itu."
Laki-laki yang lain berkata sambil mengenakan topi lebarnya "Masih mendingan kalau yang
datang melulu Kuay-be-sin-to Kiong Cing-yang dan Pat-kwa-cing Liu Hui kedua monyet itu, tapi ke
dua orang di belakangnva itu memang tidak boleh diremehkan, juga si nona cantik tadi entah
siapakah dia?"
Orang ketiga berkerut dahi, setelah bersiul mengundang datang beberapa ekor kuda mereka
lalu katanya "Tampaknya nona cantik itu pasti puterinya si naga sialan tersebut. Kalau bapaknya
berani membiarkan anaknya berkelana di dunia persilatan, kungfunya tentu lumayan juga. Ai, aku
benar2 tak habis mengerti akan rencana Cengcu kita, masa seorang bocah aneh juga diangkatnya
menjadi Cong-piaupacu, kalau sampai bocah itu membuat lelucon di hari pertemuan nanti urusan
kan bisa runyam?"
Laki-laki bercambang lebat mendengus: "Hm memangnya rencana Cengcu boleh kau terka
seenaknya" Agaknya nyalimu sudah tumbuh bulunya hingga berani main kritik segala!"
Di pegangnya tali kendali kudanya dengan telapak tangannya yang besar, kemudian sambil
lompat ke atas katanya lagi "Kini orang-orang Hui-liong-piaukiok telah muncul, rasanya kitapun tak
perlu mencari berita lebih jauh. Hayo pulang ke perkampungan dan memberi laporan!"
Dikempitnya perut kudanya dan berlalu lebih dulu.
Kini tinggal si penjual semangka saja yang berdiri termangu sambil memandang kepergian
rombongan laki-laki kekar tadi, tiba-tiba dia membereskan pukulannya dan berlalu juga dan situ
dengan langkah lebar, cuma arahnya berlawanan. Tentu saja rombongan laki-laki kekar tadi tak
tahu sikap dan tindak tanduk si penjual semangka ini.
Dari tengah hari sampai senja, entah berapa puluh rombongan jago persilatan yang menuju ke
arah timur mereka semuanya bermata tajam dan bertubuh tegap, siapapun akan tahu bahwa
mereka adalah jago silat kenamaan.
Bagi Hui Giok, tahukah dia bahwa namanya sekarang sudah menghebohkan dunia persilatan"
-vo0o- -o0o- Hari sudah gelap, sepasang lilin besar di tempat lilin yang terbuat dari tembaga menerangi se
buah kamar baca yang indah dan mentereng.
Hui Giok duduk bertopang dagu menghadapi meja baja, ia memandangi tempat biin itu dengan
termangu, entah apa yang dilamunkan"
Sesaat kemudian ia berpaling dan melirik sekejap Go Beng-si yang duduk di sampingnya,
kemudian berkata dengan suara tertahan "Saudara Go setelah kupikir bolak balik dapat kurasakan
bahwa persoalan ini agak tak beres, tenggang waktu pertemuan sudah kian mendekat tapi hatiku
terasa makin kalut tak keruan coba bayangkan seorang tak berguna macam diriku apakah
sanggup memikul tanggung jawab seberat ini?"
Dia menghela napas panjang, setelah membetulkan posisi tempat duduknya lalu ia
menyambung "Kau tahu, lukaku sampai sekarang belum sembuh sama sekali Go-heng adalah
seorang yang maha pintar sedangkan aku tak lebih hanya seorang manusia bodoh, setahun
pengalamanku berkelana dalam dunia persilatan sudah cukup menambah pengetahuanku, bahwa
orang pintar itu banyak sekali di dunia Kangouw ini. kalau seorang goblok dan tak punya
kemampuan apa-apa macam diriku ini akan jadi seorang pemimpin dunia persilatan wilayah
Kanglam. bukankah orang gagah di kolong langit ini akan mentertawakan diriku?"
Go Beng si tersenyum tanpa mengucapkan sepatah katapun, ia bangkit berdiri, pelahan ia
berjalan mondar-mandir dalam ruangan.
Hui Giok berkata lagi dengan dahi berkerut: "Apalagi... ai, sungguh aku tak tahu maksud Sin-jiu
Cian Hui yang sebenarnya" sebabnya dia mengangkat aku jadi Cong-piaupacu adalah karena aku
ini orang bodoh dan tak berguna, maka aku hendak dijadikan bonekanya agar menuruti
perkataannya dan berbuat menurut seleranya kalau pekerjaan baik bukan soal, tapi kalau dia
suruh aku melakukan hal-hal yang terkutuk dan melanggar peri-kemanusiaan, apa musti
kulakukan" Ai saudara Go kalau tahu begini banyak kesulitan yang menanti diriku. lebih baik
aku?" Dia menghela napas dan berhenti, tapi sesaat kemudian sambil tertawa sambungnya lagi
"Entah mengapa, semenjak jalan darahku tergetar lepas, aku jadi sedikit ceriwis dan suka bicara,
Ai dapat mengungkapkan suara hati dengan leluasa memang kejadian yang mengasyikkan,
selama setahun ini..."
Co Beng si yang lagi mondar-mandir dalam ruangan tiba-tiba berhenti. dengan ahs berkernyit
dia memandang wajah Hui Giok lalu katanya tegas Hui-heng, tahukah kau biarpun kita belum lama
berkenalan, tapi seumur hidupku hanya kaulah sahabatku yang sejati?"
"Aku tahu, kecuali kau, didunia ini memang tak ada orang lain yang sudi menganggap aku
sebagai sahabatnya" Hui Giok mengangguk.
Go Beng-si tertawa, terusnya dengan serius. "Setelah kau tahu tentang soal ini, tentunya kau
tahu yang paling penting bagi suatu persahabatan adalah kepercayaan! Ada kata-kata yang tak
pantas untuk diucapkan tadi kurasa tak lega kalau tidak mengeluarkan kata-kata yang mengganjal
tenggorokan itu maka kupikir lebih baik kukatakan saja terus terang."
"Katakanlah saudara Go" pinta Hui Giok.
Kita saling tertarik pada perjumpaan pertama, di mana kau menuturkan semua pengalamanmu
padaku, Kutahu, sebelum berkenalan, kau pasti bukan orang cacat, selama beberapa hari ini,
sejak kau datang bersama Cian Hui, entah berapa ratus kali kau menghela napas panjang pendek
dalam seharinya, tahukah kau bahwa sikapmu itu bukan sikap seorang laki-laki sejati?"
Hui Giok termangu, sedang pemuda she Go itu melanjutkan lagi katanya "Tentu saja ada
maksud Sin-jiu Cian Hui di balik semua ini. Tapi apa salahnya kalau kita gunakan perangkapnya
dan berbalik menjebaknya" Mengapa tidak kita manfaatkan kesempatan ini untuk melakukan
beberapa pekerjaan besar bagi kepentingan umat persilatan di dunia ini!"
Hui Giok menunduk, ia malu pada diri sendiri yang pengecut.
"Hui-heng, tahukah kau bahwa bakatmu jauh lebih bagus daripada diriku?" sambung Go Bengsi
lebih jauh, "kau tidak tahu tentang ini, kau telah menyia-nyiakan bakat baikmu, kau telah
mengubur bakat sendiri serta kecerdasanmu itu, apakah ini tidak sayang?"
Dengan mulut membungkam Hui Giok berpaling ke luar jendela, rembulan sudah bergeser ke
barat, malam sudah makin larut.
"Apa yang harus kulakukan?" ia bertanya pada diri sendiri, "Cari nama, menjagoi dunia?"
Memang itulah cita-citanya, itulah yang diidam-idamkan selama ini, tapi ia agak gentar
menghadapi kesempatan paling baik untuk mencapai cita-citanya itu.
Ya, sudah terlalu banyak penderitaan yang dialaminya selama ini, dia sudah hampir
kehilangan kepercayaannya pada diri sendiri, nasib yang dialaminya setahun belakangan ini
hampir tidak memberi kesempatan kepadanya untuk memilih kehendaknya sendiri, dia selalu
harus tunduk, harus menurut terhadap setiap persoalan yang dihadapinya, ia tak pernah mendapat
hak untuk menentangnya.
Maka kini tiba saat baginya untuk menentukan pilihan bagi masa depannya sendiri ia jadi
bimbang, ia kebingungan dan tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Sinar mata Go Beng-si yang tajam memandang wajah anak muda itu tanpa berkedip, lama dan
lama sekali, dilihatnya pemuda itu masih tundukkan kepalanya, boleh dibilang posisi dudukpun
sama sekali tak berubah, ia menghela napas dan berpikir: "Apa dayaku untuk membangkitkan
kembali semangat serta keberaniannya" Padahal ia dapat ku ubah menjadi seekor singa yang
garang dan perkasa, tapi sekarang, dia tak lebih cuma seekor domba yang lemah dan tak punya
kemampuan apa-apa!"
Terdengar suara kentongan berkumandang di luar kentongan kedua sudah lewat.
Dengan kesal Go Beng-si melangkah keluar ruangan, diam-diam ia memberitahukan pada diri
sendiri "Biarlah kucari akal lain esok nanti, di malam musim semi ini singa yang garang saja bisa
berubah jadi domba yang lunak cara bagaimana harus ku ubah domba yang lemah menjadi
seekor singa yang perkasa?"
Kamar baca yang indah dan mentereng itu kembali dalam keheningan malam, mendatangkan
rasa kesepian yang tak terhingga bagi Hui Giok yang berdiri sendirian.
Hui Giok berjalan menuju halaman yang kelam dan sunyi itu ia mendambakan sinar bulan di
malam musim semi, diapun berharap dapat menikmati suara gemerisiknya angin malam yang
syhadunya, bagaimanapun juga dia masih sayang pada kehidupan ini.
Tempat tinggalnya sekarang adalah suatu ruangan mungil yang terletak di halaman paling
belakang dan perkampungan Long-mong-san-ceng, hening dan terpencil tampaknya dan itu
memang sengaja memisahkannya dari dunia luar ini terbukti pada penempatan Go Beng-si di
kamar tamu yang jauh di ruang barat di bagian depan perkampungan.
Di tengah halaman terbentang sebuah jalan sempit yang beralas batu. Pelan-pelan ia berjalan
di tengah keheningan malam, smar bulan menyinari baju daji memantulkan cahaya yang
menyilaukan, batu kerikil itu he-akan2 berubah menjadi intan permata yang berkilauan.
Diambilnya sebutir batu dan dilemparkan ke sana, diam-diam ia menghela napas, menyesali
nasibnya yang kurang beruntung, iapun gegetun pada kemukjijatan kejadian aneh yang pernah
ditemuinya. Sudah banyak wajah yang dikenalnya melintas dalam benaknya, ia tak tahu berapa jumlahnya
itu. Di sudut halaman terdapat sebuah pintu kecil, ia berjalan mendekatinya, Tapi apa yang
dilihatnya kemudian membuat jantungnya berdebar keras, hampir saja ia menjerit.
Dua sosok manusia terkapar di sudut pintu mereka adalah dua orang laki-laki bertubuh kekar.
Rembulan telah bergeser ke tengah angkasa, ia lihat kedua orang itu terkapar dengan kaku,
tangan kanan mereka menggenggam gagang golok yang tergantung di pinggang golok itu sudah
tercabut setengah cahaya hijau terpancar dari golok itu, ketika dihampirinya, nyata kedua orang itu
sudah tewas, mati dengan wajah penuh ketakutan.
Hangat embusan angin malam di musim semi, tapi ketika berembus di tubuh Hui Giok,
dirasakannya amat dingin hingga menggigilkan tubuhnya lama ia berdiri tertegun sambil
memandang kedua sosok mayat itu, akhirnya ia putar badan dan lari kembali ke arah kamarnya.
Belum jauh dia lari, ketika sesosok bayangan tahu-tahu muncul di hadapannya, tepat
mengadang jalan perginya.
Jantung hampir melompat keluar saking kagetnya Hui Giok, dilihatnya seorang laki-laki
bertubuh kurus kering dengan jubah panjang yang longgar ujung baju berkibar terembus angin
malam, air mukanya dingin, kaku tanpa emosi, andaikan matanya yang berkilat tidak
memancarkan cahaya tajam, mungkin dia akan mengira orang itu bukan manusia hidup melainkan
mayat hidup. Tak terkirakan rasa kaget Hui Giok, ia berusaha mengendalikan debaran jantungnya, pelahan
ia berpaling dan tak berani memandang lebih lama lagi.
Siapa tahu ketika ia berpaling, kembali sesosok bayangan berdiri di depannya.
Bergidik Hui Giok menghadapi kejadian itu, orang ini juga bertubuh jangkung dengan jubah
longgar mukanya dingin tanpa emosi serupa orang pertama tadi.
Mula-mula pemuda itu mengira dia yang salah melihat atau matanya sudah lamur, tapi orang
memang jelas-jelas berdiri di depannya, ia membatin dengan ngeri: "Mungkinkah aku melihat
setan?" Ia berpaling ke belakang, orang tadi masih berdiri tak bergerak di tempat semula.
Bagaimanapun besarnya nyali anak muda ini, menggigil juga badannya, secepat kilat dia
menengok ke kiri dan ke kanan, memang benar, di depan dan belakangnya masing-masing berdiri
sesosok bayangan manusia, bukan saja tampang mereka sama, malahan pakaian dan sikap
merekapun serupa.
Laki-laki kurus yang ada di sebelah kiri itu seperti senyum tak senyum, kemudian dengan
langkah yang kaku seperti bambu di hampirinya pintu di sudut halaman itu dengan cepat, ia
pegang gembok pintu dengan kuat.
Paling sedikit gembok pintu itu ada puluhan kali beratnya, tapi cukup dengan sekali remas saja
dengan tangannya yang kurus bagaikan cakar burung itu, gembok tadi lantas hancur.
Setelah pintu terbuka orang yang berdiri di sebelah kanan berkata "Silahkan!"
"Silahkan!" laki-laki di sebelah kiri juga memberi tanda agar Hui Giok keluar melalui pintu itu,
Kedua kata itu diucapkan dengan nada yang dingin, kaku, seolah-olah di ucapkan oleh badan
halus, sedikitpun tidak berbau manusia hidup.
Hui Giok sampai merinding, ia merasa hawa dingin merembes dan dasar telapak kaki dan
meluncur ke tulang punggungnya, ia tak tahu apa yang harus dilakukan terhadap kedua orang
yang kaku bagaikan mayat hidup itu.
Kedua orang ceking itu dengan ke empat matanya yang bersinar tajam mengawasi terus wajah
Hui Giok tanpa berkedip, hal ini mndatangkan perasaan ngeri bagi Hui Giok. ia merasa seakanakan
berada dalam neraka, darah terasa dingin seakan-akan beku.
Setelah termenung sebentar "Entah siapakah kedua orang ini" Mau apa mereka datang
kemari?" "Aku merasa tak kenal dengan mereka apalagi permusuhan tapi mengapa mereka mencari
aku?" "Apa yang hendak mereka lakukan setelah membawa aku pergi dari sini?"
Meski sangsi, Hui Giok bisa melihat gelagat, dia tahu setelah urusan berkembang jadi begini,
kecuali mengikuti mereka keluar dari situ memang tiada jalan lain, Akhirnya dengan mengertak gigi
ia melangkah keluar pintu itu.
Sebuah sungai kecil mengalir dan barat menuju ke timur, di tepi sungai sana ada hutan bambu
yang kuat, embusan angin mengakibatkan daun bambu gemerisik.
Kedua orang ceking itu berjalan satu di depan dua satu di belakang mengapit Hui Giok di
tengah, dalam keadaan begini dia tak dapat menikmati suara apa-apa kecuali debaran jantung
sendiri. Setelah mendekati hutan bambu itu. Laki-laki ceking yang berjalan di depan itu tiba-tiba
berpaling, tegurnya dengan ketus, "Benarkah kau ini Hui-taysianseng. Cong-piaupacu kaum Loklim
yang baru di daerah Kanglam?"
Beberapa patah kata itu diucapkan dengan nada yang datar tanpa irama hingga
kedengarannya seram seakan-akan ucapan badan halus.
Hui Giok termangu, tapi sejenak kemudian satu ingatan terlintas dalam benaknya "Aneh,
darimana dia tahu aku bernama Hui-taysianseng" Wah jangan-jangan kedua orang ini adalah
musuh si Tangan sakti Cian Hui" ya, pasti mereka hendak mencelakai jiwaku!"
jilid ke- 7 Dia coba mengawasi musuhnya, betul juga dibalik tatapan si ceking yang tajam bagaikan
sembilu itu terselip sifat kebuasan dan kekejaman yang mengerikan.
Tapi sebelum ia sempat menyangkal pikiran lain timbul lagi dalam benaknya: "Hui Giok wahai
Hui giok ke mana keberanianmu" Apakah kau sudah menjadi pengecut yang cuma bisa menghela
napas belaka" Umpama kau harus mampus di tangan kedua orang ini juga tidak boleh kau
bertindak pengecut begini!"
Darah panas segera membakar dadanya, seketika ia bersemangat ia membusungkan dada
dan menengadah.
"Betul! Akulah Hui Giok," ia menjawab dengan lantang "Ada persoalan apa malam-malam
begini kalian mencari diriku?"
Sekarang ia sudah tidak memikirkan mati hidup sendiri lagi, sifat pengecutnya tadi segera
tersapu lenyap.
Tampang si ceking yang jelek menyeramkan itu kembali berkerut, sekulum senyuman dingin
tersungging di ujung bibirnya katanya pelahan: "Usia mu masih muda. tak nyana orang Lok-lim
sudah mengangkat dirimu menjadi pentolannya bagi daerah Kanglam, sungguh peristiwa yang
menggirangkan dan patut diberi ucapan selamat!"
Meskipun sedang mengucapkan kata-kata selamat namun nadanya tetap dingin dan kaku,


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hui Giok ingin mengucapkan sesuatu. namun orang itu lantas mengulurkan tangannya sembari
berkata: "Leng lotoa, kenapa tidak kau menghormati Cong-piaupacu kaum Lok-lim dari Kanglam
itu?" Hui-Giok merasa pandangannya jadi kabur tahu-tahu si ceking yang berdiri di belakangnya
sudah muncul di depannya.
"Usiamu masih muda, tak nyana orang Lok lim sudah mengangkat dirimu menjadi pentolannya
bagi daerah Kanglam. Sungguh peristiwa yang menggirangkan dan patut diberi ucapan selamat!"
Dia berpaling kepada rekannya lalu melanjutkan. "Kau dan aku memang sepantasnya
memberi hormat pada calon Congpiaupacu Lok-lim daerah Kanglam ini!"
Hui Giok tertegun, kata-kata yang diucapkan si ceking belakangan ini ternyata persis seperti
apa yang diucapkan rekannya tadi bukan saja nadanya sama bahkan sepatah katapun tak ada
yang dikurangi.
"Gila..." demikian ia berpikir permainan apa yang hendak dilakukan kedua orang aneh ini"
Jangan-jangan mereka ini orang sinting semua?"
Sementara pemuda itu masih sangsi dan heran Leng-lotoa sudah alihkan sinar matanya ke
wajahnya dan berkata: "Terus terang, jauh-jauh kami datang kemari, tujuan yang sebenarnya tak
lain adalah ingin menyaksikan bagaimanakah tampang manusia yang akan diangkat menjadi
"Congpiaupacu" kaum Lok-lim di daerah Kanglam?"
"Dan setelah kamu lihat sekarang, terbuktilah bahwa orangnya memang ganteng ibaratnya
naga dan burung hong di antara kawanan manusia lain." sambung si ceking yang lain.
Cara kedua orang ini berbicara, baik sedang membicarakan hal2 yang menggembirakan atau
menyedihkan atau sedang menyanjung orang ternyata tetap datar, tanpa irama dan dingin, ini
menyebabkan setiap orang yang mendengar pembicaraan mereka akan timbul rasa ngeri. Hui
Giok adalah pemuda cerdik, tapi sekarang ia menjadi bingung terhadap maksud kedatangan
mereka dan tidak tahu cara bagaimana harus menjawabnya.
Senyum dingin di bibir Leng lotoa mendadak sirna mukanya yang kaku semakin bertambah
seram, katanya pula. "Cuma saja aku "Leng Ko-bok..." ia sengaja berhenti sebentar untuk melihat
reaksi Hui Giok ternyata anak muda itu tetap tenang, se-akan2 tidak terpengaruh oleh nama "Leng
Ko-bok" hal ini menyebabkan laki2 ceking itu keheranan
"Aneh, apakah bocah ini sama sekali tidak pernah mendengar namaku" Atau kungfumu
sangat hebat sehingga tidak jeri menghadapi aku. Setelah berhenti sebentar. ia berkata lebih jauh.
"Ada persoalan ingin Leng Ko-bok tanya kepadamu, keberhasilanmu menduduki kursi
Congpiaupacu untuk daerah Kanglam ini apakah atas pilihan rekan2 persilatan ataukah ditunjuk
oleh orang tertentu. Rupanya orang ini sudah dibikin keder oleh sikap Hiu Giok yang tenang tanpa
gentar ini, maka nada suaranya kini jauh lebih lunak daripada semula, tentu saja mimpipun dia tak
tahu bahwa Hui Giok cuma seorang anak kemarin yang baru terjun ke dunia persilatan, tentu saja
anak muda itupun tak pe
Istana Pulau Es 17 Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung Seruling Samber Nyawa 3
^