Pendekar Satu Jurus 6

Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Bagian 6


mengendalikan perasaan kembali ia menghela napas
panjang. "Ai, tapi kejadian di dunia ini memang sukar diramalkan, apa yang terjadi di alam ini kadang
kala bagaikan perubahan cuaca yang sukar diramalkan, kejadian yang kemudian berlangsung
sama sekali di luar dugaan mereka, Anak perempuan itu makin hari makin meningkat dewasa,
kungfunya makin bertambah lihay, sepuluh tahun kemudian Ilmu silatnya berhasil mencapai
tingkat tinggi dia pergilah menjumpai kekasihnya dengan penuh harapan, di sana ia temukan
kekasihnya yang sudah berpisah sepuluh tahun ini bukan saja tidak tambah besar malahan ai,
ternyata tubuhnya tetap cebol seperti badan seorang anak berusia tujuh delapan tahun.
Sekalipun Hui Giok telah mengetahui hal tersebut akan tetapi demi mendengar cerita itu
tertegun juga dia, sungguh ia tak dapat membayangkan bagaimanakah perasaan kedua orang itu
ketika saling berjumpa, ia tak tahu apakah dia harus bersimpati terharu atau entah bagaimana lagi
perasaannya. Sebenarnya apa yang menyebabkan Cianpwe itu menjadi pendek seperti anak kecil" tanyanya
kemudian. Setelah mereka melarikan diri, setahun lamanya mereka hidup bergelandangan, selama
setahun itu tentu saja banyak penderitaaan yang mereka alami. Anak laki2 itu merasa dia adalah
seorang laki2, adalah menjadi kewajibannya untuk melindungi anak perempuan itu, meski usianya
masih kecil namun kekuatannya tidak kecil, untuk menyambung hidup setiap hari anak laki2 itu
menjadi kuli, ia bantu orang mengangkat barang di dermaga atau di rumah2 penginapan dengan
upah yang kecil inilah mereka hidup.
Hui Giok menghela napas, terbayang kembali pengalamannya sendiri sewaktu mencuci kuda
di depan rumah penginapan dulu, tanpa terasa timbul perasaan simpati dan senasib. Setelah
termenung sebentar iapun bertanya: "Masakah mereka tidak menemukan satu-dua orang yang
baik hati dan sedia menerima mereka.
"Ya di dunia ini memang bukannya tidak ada orang yang baik hati, tapi anak laki2 itu terlampau
keras kepala, ia tak sudi mengemis kepada orang, tak sudi pula menerima budi kebaikan orang
lain, bila anak perempuan itu hendak membantunya, tapi ia melarangnya, dia berprinsip bahwa
laki2 yang kewajiban menghidupi kaum perempuan. Tapi... ai, berapa banyak yang berhasil dia
dapatkan dengan bekerja kasar" seringkali makanan yang mereka beli tak cukup untuk dimakan
berdua, bila berada dalam keadaan seperti ini anak laki2 itu lantas memberikan bagiannya kepada
anak perempuan itu dengan alasan dia sudah makan, sekalipun diam2 dia harus memperkencang
tali pinggangnya Ai, Hui-heng, tentu kau juga pernah..."
"Ya, aku memang pernah mengalami penghidupan seperti ini " sahut Hui Giok dengan kepala
tertunduk. Mereka berdua sama2 pernah mengalami kelaparan, kedinginan dan siksaan lahir batin, maka
ketika mereka terbayang kembali pengalamannya di masa bergelandangan tanpa terasa mereka
sama-sama termangu.
Lama sekali Go Beng-si baru berkata lagi.
"Tahun itu usianya belum mencapai sembilan tahun, tulang belulangnya belum tumbuh dengan
baik, bagaimana mungkin anak itu sanggup menahan penderitaan yang tak terkirakan beratnya
itu" Otomatis masa pertumbuhannya juga mengalami rintangan, apalagi ketika ia tekun berlatih
silat kungfu yang dipelajarinya adalah sejenis ilmu silat dari unsur dingin, padahal perasaannya
waktu itu banyak murung dan sedihnya daripada gembira, mungkin pembawaannya juga tidak
normal maka pertumbuhan badannya jadi kerdil dan selamanya juga tak bisa tumbuh lebih tinggi.
Setelah mengatur napasnya, ia melanjutkan.
"Ketika mereka berdua akhirnya berjumpa, kedua belah pihak sama2 tak mampu
mengucapkan sepatah katapun, hal ini menyebabkan anak laki2 itu tambah malu dan kecewa,
setelah termangu sejenak akhirnya dia putar badan dan meninggalkan tempat itu, si anak
perempuan coba berteriak dan mengejarnya, tapi tak berhasil menyusulnya.
Sejak itulah gadis itu mulai berkelana ke sana kemari mencari jejak anak laki2 itu. Dalam masa
berkelananya tentu saja dia tak lupa pada dendam suku hatinya. Ya, di dunia ini memang tak ada
rahasia yang dapat tersimpan se-rapat2nya, setelah melakukan penyelidikan ke sana kemari
akhirnya gadis itu mengetahui siapakah musuh besarnya dalam keadaan demikian terpaksa ia
harus mengesampingkan urusanya mencari anak laki2 itu untuk sementara waktu.."
"Ai, bila seorang telah jatuh cinta sekalipun samudra akan kering dan batu akan lapukpun tak
akan bisa menggoyahkan cinta mereka," kata Hui Giok sambil menghela napas "betapa dalam
cinta cianpwe ini, sungguh patut kita hormati!"
Dia sendiri seorang laki2 yang perasa, maka ketika mendengar tentang betapa agungnya cinta
kasih orang lain, segera timbul rasa kagum dalam hatinya.
Go Beng-si berkisah lagi "Ketika dia siap akan melakukan pembalasan dendam, diketahuinya
ada tiga orang musuhnya yang tewas. sisanya satu orang sedang berusaha menyelamatkan diri,
sedangkan orang yang membinasakan ketiga orang itu tentunya itu bukan lain adalah kekasih
yang sedang dicarinya itu, maka iapun melompat maju dan membinasakan musuhnya yang
terakhir, lalu kepada anak laki2 itu dia berkata bahwa apapun yang terjadi dia masih tetap
mencintainya, ia berharap agar anak laki2 itu bersedia pula hidup bersama dengannya.
Dengan mengembeng air mata dia menghela napas panjang, terusnya" "pernyataan cinta yang
suci itu benar2 menggetarkan sukma, anak laki2 itupun sangat terharu, maka pasangan yang
sudah banyak mengalami pahit getirnya kehidupan itupun kawin menjadi suami-isteri sekalipun
potongan badan mereka tak setimpal, tapi tiada cinta di dunia ini yang bisa menandingi teguhnya
cinta mereka berdua, bentuk lahiriah dalam pandangan mereka tiada artinya, sebab mereka tahu
yang paling berharga bagi kehidupan manusia adalah cinta kasih kedua belah pihak yang suci
murni, kasih sayang itu mereka pupuk dengan darah dan air mata, karena itu mereka menyayangi
kasih sayang itu melebihi jiwa sendiri.
Hui Giok mendengarkan cerita itu dengan termangu, sekalipun Go Beng-si telah menghentikan
katanya ia masih tetap memandang keluar jendela dengan termangu, kegelapan telah berakhir
cahaya terang mulai muncul pelbagai pikiran berkecamuk dalam benaknya: "Meskipun potongan
badan mereka tidak serasi, tapi cinta kasih suami-isteri manakah di dunia ini yang bisa menandingi
keteguhan cinta mereka. Ai, sekalipun wajah dan potongan badannya serasi, lalu apa gunanya?"
Berpikir sampai di sini tanpa terasa iapun teringat kepada diri Cian-jiu-suseng dan Leng-gwat
siancu, bukankah mereka amat serasi baik potongan badan maupun wajahnya" Tapi bagaimana
akhirnya" Ia sudah tahu bahwa dibalik hubungan cinta antara Kim-tong dan Giok-li pasti terdapat suatu
kisah cerita yang menarik tapi ia tak pernah menyangka kalau di balik semua itu terselip liku2-nya
orang hidup. Sejak itu pula iapun tahu bahwa cinta yang tidak mengalami pelbagai percobaan adalah cinta
yang lemah dan tidak kukuh, cinta harus dibina dan dipupuk dengan air mata dan pengorbanan
barulah akan berbuah.
Maka iapun terbuai dalam lamunan, pikirnya:
"Apa maksud mereka datang mencari aku" Apa tujuan mereka?"
pertemuan besar yang akan diadakan untuk memberi selamat kepada Lok-lim-bengcu baru
bagi wilayah Kanglam sudah semakin dekat, tapi apa yang ia pikirkan adalah urusan yang sama
sekali tak ada hubungannya dengan masalah itu. "Benarkah Bun-ki akan datang mencari aku
beberapa hari lagi sebagaimana dikatakan oleh mereka?"
Persoalan ini menyelimuti sebagian besar pikiran dan perasaannya, membuat ia tidak sempat
lagi memikirkan soal lain.
Dia tak tahu bahwa pertemuan besar yang akan diselenggarakan nanti boleh dibilang
merupakan persoalan yang maha penting baginya.
Begitulah, dengan pelahan Go Beng-si telah menyelesaikan ceritanya yang penuh liku2 itu,
sinar matanya yang semula tajam dan bening sekarang tampak sayu, terlapis oleh kabut
kesedihan akibat kisah yang baru saja diuraikannya itu.
Dia berdiri dan mengebut bajunya yang penuh debu se-akan2 hendak melepaskan semua
kemurungannya. Tapi kesedihan dan kemurungan apakah yang mengganjal hati pemuda itu" Hal
ini selamanya tak seorangpun yang tahu"
Bila seorang berusaha keras merahasiakan asal usulnya, bukankah hal inipun sangat
menyiksa" Ia menghela napas pula dan melangkah ke depan pintu, ia berusaha secepatnya
meninggalkan ruangan itu, karena ia kuatir bila terlampau lama berada di situ, bisa jadi tanpa
disadari dia akan mengungkapkan rahasia hatinya kepada Hui Giok.
Hui Giok menengadah dan memandang bayangan punggungnya, tegurnya dengan lirih:
"Engkau akan pergi?"
"Ehm.." Go Beng si menghentikan langkah.
"Ai mengapa waktu terasa berlalu dengan cepatnya" Tapi kadang2 juga terasa sangat lama."
gumam Hui Giok sambil menghela napas.
"Aku sangat berharap malam yang gelap ini bisa cepat berlalu dan pagi lekas datang. Ai aku
tak menyangka bahwa menanti adalah pekerjaan yang sangat menyiksa."
Go Beng-si mengangguk tiba2 saja putar badan dan tertawa, tanyanya "Apa yang kau
tunggu?" Kembali Hui Giok menghela napas panjang sinar matanya beralih ke tempat kegelapan d luar
jendela, kemudian sahutnya dengan suara berat "Aku tak tahu apa sebabnya Kim-tong-giok-li
kedua Locianpwe itu datang kemari mencari aku, oleh karenanya aku berharap kentongan ketiga
besok malam bisa cepat2 menjelang sehingga persoalan dalam hatiku bisa terpecahkan, selain
itu..." Go Beng-si kembali tersenyum ramah, cuma kali ini senyumannya tampak sedikit aneh.
Tatkala senyuman ramah dan aneh itu berubah pula menjadi kemurungan, diapun berkata
sambil tetap tertawa: "Selain itu, bukankah engkau berharap Tham Bun-ki datang mencarimu"
Kau tahu ia tak mungkin datang pada siang hari, maka kau sangat berharap agar malam hari lekas
tiba!" Agak merah wajah Hui Giok karena jengah, tapi sekulum senyuman penuh rasa kagum dan
memuji segera tersungging di ujung bibirnya., seakan-akan hendak berkata "Ah, kau memang
hebat, apa yang kupikirkan selalu kau ketahui."
Tapi perkataan itu tak sampai diutarakan, dia hanya mengakuinya secara diam2
Pelahan Go Beng-si menghampirinya, sambil menepuk bahunya ia berkata dengan tertawa
"Menanti walaupun merupakan pekerjaan yang menjemukan dan membuat hati jadi gelisah, tapi
hal ini pun sesuatu yang indah, bila tiada kegelisahan di kala menanti, darimana akan muncul
kegembiraan setelah bertemu?" - Selesai berkata dia lantas berlalu dari kamar itu.
Sekali lagi Hui Giok memandang bayangan punggungnya yang makin menjauh, ia merasa
betapa indah dan menawannya perkataan itu.
Maka iapun meresapi penderitaan sewaktu menanti melamunkan kegembiraan pada saat
berjumpa nanti. Cahaya keemasan mulai menyinari kertas jendelanya barulah ia tertidur
oOo ^o^ oOo Sinar matahari di musim semi sebagaimana biasa terbit dari timur dan memancarkan sinar
keemasannya menembus kertas jendela dan menyinari wajah Hui Giok yang tampan, juga
menyinari jendela kamar Tham Bun-ki, menyinari wajah yang cantik jelita bagaikan sekuntum
bunga, waktu itu dia tidak tidur, ia cuma merapatkan matanya dan menggeser tubuh, menghindari
sinar yang menyilaukan itu.
Ia tidak tidur, sebab ia sedang menyesal. Menyesali kekasih yang senantiasa dirindukan itu
ditinggalkannya dengan tergesa-gesa, kemanjaan yang berlebihan mengakibatkan datangnya
penyesalan itu, diam2 ia menyalahkan dirinya sendiri mengapa terlampau menuruti wataknya.
Maka nona inipun mulai menantikan tibanya kegelapan malam nanti.
"Bila malam tiba nanti, aku akan pergi mencarinya lagi, entah ia bersedia memaafkan
kesalahanku kemarin malam atau tidak?"
Sambil memejamkan matanya ia mulai melamun, membayangkan pemuda itu datang ke tepi
sungai kecil itu dan menantikan kedatangannya membentang tangan dan memeluknya serta
berbisik kepadanya hanya dia seorang saja yang dicintainya.
Hari itu dia berharap dapat melewatkan dengan serba manis, tapi ketika orang2 persilatan
mengetahui bahwa puteri kesayangan Liong heng pat-ciang, pemimpin besar Hui-liong-piau-kiok
berada di sini, mereka telah merampas ketenangan si nona, kunjungan demi kunjungan
berlangsung tiada putusnya, mereka datang mengunjungi si nona menyambangi Koay-be-sin-to
Kiong Cing yang dan Pat-kwa-ciang Liu Hui, kedua Piautau kenamaan itu, Banyak juga
pengunjung itu melirik sekejap kedua Leng bersaudara yang dingin, kaku dan melihat itu, semua
orang sama merasa heran bagaimana kedua mahluk aneh itu dapat bergaul dengan orang2 Huiliong-
piau-kiok, cuma tak seorangpun yang berani bertanya.
"Hari ini sudah tanggal dua, tinggal tiga hari lagi tepat tanggal lima bulan lima!"
Hampir semua jago persilatan menunggu dengan hati gelisah, menunggu tiga hari lagi untuk
ber-bondong2 menyampaikan selamat kepada Bengcu mereka yang baru.
Lewat lohor dua puluh empat orang laki2 kekar berbaju ringkas warna hitam dengan
menunggang kuda jempolan datang dan perkampungan Long-bong-san-ceng ke kota pegunungan
itu, mereka menyebar kartu undangan merah berhuruf emas itu kepada para jago persilatan dan
secara resmi mengundang jago2 itu untuk menghadiri pertemuan besar yang akan diadakan pada
tengah hari tanggal lima bulan lima di Long bong-san-ceng.
Undangan merah berhuruf emas itu dilanda tangani bersama oleh si Tangan Sakti Cian Hui,
Jit-giau-tui bun Na Hui hong serta pak-to jit-sat.
Ketika Koan-be-sin to Kiong Cing yang menerima surat undangan itu, terbacalah beberapa
huruf emas di atas kartu itu: "Diaturkan kepada Sin to Kiong, Sin-ciang Liu, kedua Piautau besar
Hiu liong-piaukiok"
Sedang pada kartu undangan yang laju bertuliskan "Diaturkan kepada Leng ko ji lo"
Koay-be-san-to Kiong Cing-yang terhitung jago yang tinggi hati, tapi sekarang mau-tak-mau
dia harus mengagumi juga atas berita lawan yang begitu cepat dan tajam, padahal baru satu hari
mereka tiba di situ dan orangpun sudah mengetahui jejaknya sampai sejelas itu.
Muka setelah termenung sebentar dia mengambil sekeping uang perak untuk persen
pengantar kartu undangan itu.
Tanpa mengucapkan terima kasih, juga tidak menolak pemberian itu, pengantar kartu itu
dengan gesit mencemplak ke atas kudanya dan pergi dengan cepat tinggal Kiong Cing-yang
masih berdiri dengan termangu dengan uang perak itu masih berada di tangannya.
Sejak lengannya tergetar patah oleh Cian-jiu suseng dengan pukulan tenaga dalam yang lihai,
tabiat orang itu sudah jauh mengalami perubahan bila dibandingkan sebelum itu. Kali ini dia
mendapat perintah Liong-Ii ug pat-ciang ke situ untuk menyelidiki keadaan orang2 Lok-lim di
daerah Kanglam, maka sedikit banyak hatinya diliputi rasa was2 dan tidak tenang.
Sebab ia tahu tugas ini bukan pekerjaan enteng, meskipun ia punya kedua Leng bersaudara
sebagai tulang punggungnya namun sampai detik itu ia masih belum yakin apakah kedua makhluk
aneh itu bersedia membantunya bila menghadapi bahaya. padahal ia tahu jelas bahwa orangorang
yang datang ke sini ini adalah jago2 Lok-lim, sedangkan orang Lok lim selamanya adalah
musuh kebuyutan Hui-liong piauwkiok.
Ketika berada di dermaga penyeberangan sungai Tiangkang, dia dan Pat-kwa-ciong Liu Hui
telah berjumpa dengan Tham Bun-ki yang hampir setahun lamanya minggat dan rumah, mereka
tak tahu apa sebabnya Tham Bun ki melakukan perjalanan bersama Leng-kok siang-bok pada
waktu itu mereka menasehati dan memohon kepada gadis yang manja tapi binal itu agar cepat2
pulang ke rumah, namun gadis itu menolak maksud baiknya, malahan sekarang ia ikut bersama
mereka datang ke sini.
Dalam keadaan demikian terpaksa mereka mengirim orang ke ibu-kota untuk mengabarkan
berita gembira itu. Tapi sekarang, tiba2 saja ia merasa gadis itu mengalami perubahan. Dulu ia
lincah binal dan polos, tapi sekarang lebih banyak murung dan melamun daripada gembira, dia
mulai menyesal mengapa melakukan perjalanan bersamanya sehingga tugas yang sudah teramat
berat itu sekarang terasa bertambah berat.
Suara deheman menyadarkan dia dari lamunan, Pat-kwa-ciang Liu Hui pelahan
menghampirinya, ketika sinar matanya terbentur dengan kartu merah di tangan rekannya, dengan
kening berkerut dan suara berat ia menegur "Apakah kartu undangan dari Long-bong~san-ceng?"
Kiong Cmg-yang mengangguk, Liu Hui coba menyambut kedua lembar kartu undangan itu,
setelah memandangnya sekejap, kening yang berkerut semakin berkerut, lama sekali dia
termenung, akhirnya ia bertanya "Kita perlu memenuhi undangan tersebut?"
Tentu saja!" jawab Koay-be-sin-to Kiong Cing-yang sambil berdehem. Setelah berhenti
sejenak, katanya lebih jauh, "kalau melihat lagak Sin jiu Cian Hui dengan tindakannya ini, seakan2
ia sudah penuh keyakinan pasti berhasil, aku jadi ingin tahu siapa gerangan yang telah
mereka angkat menjadi Congpiaupacu?"
"Ai kukira soal itu tidak penting!" ucap Liu Hui sambil menghela napas, "yang penting kita
bicarakan sekarang adalah apa maksud mereka yang sebenarnya dengan mengundang kehadiran
kita, bila mereka ingin membikin malu kita dalam pertemuan besar itu, dalam keadaan jumlah
musuh jauh lebih banyak. Ai... aku kuatir nama baik Hui liong-piaukiok bisa..." sekalipun kata2 itu
tidak dilanjutkan, tapi sudah jelas apa maksudnya "Ai. sekalipun begitu, masakah kita tak
menghadiri pertemuan itu?", kata Kiong Cing yang pula sambil menghela napas panjang.
Kedua Piautau yang pernah mengarungi dunia persilatan bersama-sama, melindungi panji
"Naga Sakti" Hui-liong-piaukiok dan entah sudah mengalami berapa banyak kejadian besar itu
sekarang hanya bisa saling pandang dengan perasaan cemas dan gelisah.
Beberapa tahun belakangan ini nama besar Hui-liong-piaukiok memang jauh lebih cemerlang
daripada tahun-tahun sebelumnya, akan tetapi jago mereka yang benar2 berilmu tinggi pada
hakekatnya tidak terlampau banyak, apalagi jika seluruh kaun Lok-lim di wilayah Kanglam bersatu
padu setelah diselenggarakannya pertemuan besar ini, maka peristiwa ini jelas suatu persoalan
yang pantas dimurungkan oleh pihak Hu liong-piaukiok.
Langit sudah mulai gelap, kota Keng-ho selatan cahaya lampu tampak lebih terang dari pada
hari2 biasa, Koay be-sin to Kiong-cin yang dan Pat-kwa ciang Liu Hui tidak menginap di kantor
cabang Hui-liong-piaukiok di kota Keng-ko yang mewah dan penuh dengan kesenangan itu,
melainkan berdiam di sebuah rumah penginapan yang sederhana tapi bersih di kota gunung itu,
pertama karena kedua orang Piautau dari kantor cabang Keng-ko itu sedang pergi ke Se-cuan,
kedua merekapun ingin menghindari pengamatan orang2 Long-bong-san-ceng.
Tapi mereka gagal, di mana seorang jago kenamaan muncul, berita tersebut segera akan
tersiar lebih cepat daripada penularan wabah penyakit, apalagi mereka adalah orang-orang dari
Hui liong piau kiok.
Tatkala senja tiba, banyaklah orang2 yang berkunjung ke kota gunung ini, tentu saja sebagian
besar adalah orang2 gagah dan golongan putih ke datangan mereka tidak mutlak ingin
mengunjungi Piautau Hui-liong piaukiok tersebut yang lebih penting mereka ingin tahu
bagaimanakah reaksi serta rencana tindakan orang-orang Hui liong-piaukiok terhadap
diselenggarakannya pertemuan besar penghormatan kepada Kanglam Lok-lim-bengcu ini.
Tapi setelah lewat senja setiap orang yang berkunjung ke situ hampir tak seorangpun yang
berhasil menjumpai Tham Bun ki puteri kesayangan Liong heng pat-ciang Tham Beng yang cantik
jelita itu, setelah begitu hari sudah gelap, gadis itu segera menutup pintu kamarnya dan memberi
alasan: "Perjalanan yang jauh terlampau melelahkan mau tidur"
Terpaksa Koay-be~sin-to Kiong Cing-yang dan Pat-kwa-ciang LIu Hui harus minta maaf
kepada orang-orang persilatan yang datang lantaran kagum akan nama besar Liong-hengpat~
ciang dan puterinya Tham Bun-ki.


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perlu diketahui, kekuasaan Liong-heng-pat-ciang Tham Beng pada waktu itu sudah hampir
meliputi 4 dunia persilatan, otomatis puteri kesayangannya juga merupakan incaran setiap orang
persilatan, sekalipun ia tak pernah berkelana di dunia persilatan, tapi setiap orang tahu akan
kecantikannya, mereka yang gemar cari urusan diam2 memberi julukan kepadanya sebagai:
"Liong-li" atau puteri naga.
"Ehm Liong-li, suatu sebutan yang indah" kata Sin jiu Cian-hui yang berada dalam ruang
tengah perkampungan Long-bong-san-ceng setengah li di sebelah barat kuil Cian-in si "akan
tetapi, entah bagaimana dengan kungfunya" Sampai waktunya jika dia ikut datang, tentu akan
diperhatikannya dengan seksama." - Habis berkata sambil menggoyangkan kipasnya ia tertawa
terbahak-bahak.
Duduk di sampingnya adalah seorang pemuda berbaju perlente yang berwajah tampan tapi
pucat dan berperawakan kurus, ia tak lain adalah Jit sat malaikat maut ke tujuh Mo Seng dari Pakto-
jit~sat yang baru saja datang.
Dia berkata dengan tersenyum: "Dulu di kuil Ciau-im-si dijadikan tempat berkumpulnya kaum
seniman romantis, sekarang meski keromantisanku kalah daripada kaum seniman itu, belum tentu
kegagahanmu kalah juga biarlah aku minum arak sambil berbicara soal kaum pahlawan di
perkampungan Long-bong-san-ceng ini hahnha . siapa tahu kalau kejadian inipun akan menjadi
kenangan pula bagi umat persilatan di masa mendatang." Cara berbicara orang ini bukan saja
halus dan lirih seperti suara perempuan, tindak-tanduknya juga tidak berbeda dengan gaya
seorang perempuan, siapa yang tidak kenal dengannya tentu takkan mengira orang ini justeru
adalah Jit sat Mo Seng yang paling kejam, paling ganas dan kungfunya paling tinggi di antara Pakto-
jit sat. Sambil mengelus jenggotnya Sin-jiu Cian Hui terbahak-bahak: "Hahaha .... tepat, tepat sekali
memang keromantisanmu tidak kalah dengan kaum seniman hahaha, bila Liong li Tham Bun-ki
bertemu dengan Mo-heng, tentu... hahaha tentu mulai saat itu Mo-heng akan mendapat julukan
sebagai Liong-say (menantu naga)!"
Semua jago yang hadir ikut tertawa tergelak nyaring sekali suaranya sehingga menggetarkan
seluruh ruangan di tengah gelak tertawa itu hanya jit giau-tong-cu Go Beng-si yang duduk di sudut
saja tampak wajahnya berubah, ia seperti mau berdiri, tapi setelah memandang sekejap
sekelilingnya akhirnya dia menghela napas dan urung berdiri.
Sayang sekali Knn-keh (si ayam emas) tidak datang kemari." kata Sin-jiu Cian Hui lagi, "kalau
tidak ayam yang kuhidangkan di atas meja ini tentu akan bertambah teman dan hahaha bukankah
akan berubah menjadi ayam bertarung minum arak sambil bicara orang gagah" Hahahha..."
Gelak tertawa yang nyaring kembali bergema kali ini, Jit-giau-tangcu Go Bengsi ikut tertawa.
Cuma, gelak tertawa yang nyaring itu tak terdengar oleh Hui Giok yang janji di kebun belakang.
Ia tahu kawanan jago persilatan yang merasa kedudukannya cukup terhormat telah
berdatangan dari delapan penjuru untuk berkumpul di Long bong-san ceng, di antara Pak-to jit-sat,
kecuali Sam-sat Mo Su yang tidak diketahui kabar beritanya, dari enam anggota lainnya ada
empat orang sudah hadir di situ, Toa-sat Mo Lam dan Ngo-sat Mo Pak yang dikejar oleh Lenggwat-
siancu Ay Cing tempo hari berhasil melepaskan diri dari ancaman maut ketika tiba-tiba
muncul seorang yang mengalangi Ay Cing.
Sekarang mereka juga sudah datangi kecuali itu banyak pula kawanan jago yang tidak dikenal
Hui Giok telah berkumpul di sana, pemuda itu tahu bahwa kedatangan semua orang itu tak lain
adalah untuk dirinya.
"Tapi untuk apa aku menerima semua ini" Ai dia mengeluh sedih memandang cahaya lampu
yang serupa malam sebelumnya, dia bergumam pula: "Aku tak lebih cuma boneka belaka."
Dalam keadaan seperti ini dia hanya berharap kentongan ketiga cepat2 berbunyi, dia harap
pada kentongan ketiga nanti bisa berjumpa dengan Kim tong-giok-li dan lebih2 mengharapkan
akan berjumpa dengan Tham Bun-ki.
Dan sekarang dia hanya menunggu dengan gelisah melamun sambit mengeluh.
Tentu saja keluhannya itu tak akan didengar oleh Tham Bun-ki yang berada di tempat
penginapannya. Gadis itu hanya mendengar suara gelak tertawa yang menggema di luar, dia tahu
di ruang tamu sedang di selenggarakan perjamuan besar untuk menghormati kawanan jago
persilatan. Di antara gelak tertawa yang nyaring dia seakan-akan mendengar isi pembicaraan orangorang
itu adalah memperbincangkan orang yang mendapat kehormatan menjabat sebagai
Kanglam Congpiaupacu itu semua heran dan ingin tahu manusia macam apakah Bengcu kaum
Lok-lim itu. Ada di antaranya yang berkata. "Konon orang itu adalah murid kesayangan Thian tong-wu dari
Kun-lun-pay bukan saja Kun-lun-kiam-hoatnya sudah mewarisi segenap kepandaian gurunya,
terutama dalam hal Ginkang, katanya luar biasa."
Tapi orang lain segera menimpali "Apa yang kudengar malah jauh berbeda Tentunya kau tahu
tentang perguruan Heng-ih-bun yang pernah menggetarkan dunia Kangouw pada puluhan tahun
berselang yaitu Ji-ih-ciang Kim Put-poh yang disebut sebagai pendiri perguruan Heng-ih-bun"
Meskipun kemudian harinya orang tua itu tak mencampuri urusan heng-ih-bun lagi lantaran murid2
perguruan tak becus, padahal secara diam-diam ia mempunyai seorang ahli waris yang amat
tangguh, kudengar Beng cu kaum Liok-lim ini bukan lam adalah murid Ji Ih ciang itulah."
Karena ucapan ini, seruan kaget segera memenuhi seluruh ruangan, tapi seorang segera
membantah: "Keliru, keliru besar, dugaan kalian semuanya keliru besar!"
Sengaja ia berhenti sebentar dan berlagak jual mahal ketika dilihatnya perhatian semua orang
tertuju kepadanya, selang sesaat ia baru meneruskan "Masih ingatkah kalian akan manusia
berkerudung yang misterius yang pernah muncul pada sepuluh tahun yang lalu di dunia persilatan
itu, di mana bukan saja belasan perusahaan Piaukiok telah dimusnahkan, bahkan Ouyang Peng-ci
Lopiautau yang kosenpun ikut tewas" Nah, Liok-lim-bengcu itu bukan lain adalah putera manusia
berkerudung itu katanya kemunculannya ini adalah untuk membalas dendam bagi kematian orang
tuanya." Maka seruan kaget dan helaan napas tambah santar menggema ruangan itu, terutama orang2
yang bekerja di perusahaan ekspedisi wajah mereka sangat murung dan kuatir.
Hanya Tham Bun-ki saja yang tertawa geli di kamarnya, tak bisa dibayangkannya
bagaimanakah mimik wajah "Kiong Cing yang dan Liu Hui tatkala kedua orang itu mengetahui
bahwa "Liok-lim-bengcn" yang disegani mi tak lain adalah Hui Giok yang dulu sering dihina oleh
mereka. Betapa inginnya gadis itu menyaksikan adegan yang lucu itu, darah panas dalam dadanya seolah2
mau bergolak. Tapi, tak lama kemudian perasaan yang riang itu kembali diselimuti oleh kabut kemurungan
yang tebal "Ketika bertemu lagi malam nanti, mungkinkah ia akan marah pada sikap ke-kanak2anku
kemarin malam?" lalu iapun berpikir lebih jauh, "apa yang harus kulakukan kalau nanti ia tidak
menunggu kedatanganku di sana" Bagaimana caraku menemukannya" padahal aku tak tahu dia
berdiam di kamar yang mana?"
Sepasang alisnya yang lentik bagaikan semut beriring itu berkernyit, perasaannya mulai kalut,
ia bangkit dan berjalan mondar mandir sementara ruang depan masih riuh-rendah oleh gelak
tertawa orang banyak, ia merasa kamar di sampingnya sepi tak ada suara sedikitpun dia tak tahu
apa yang sedang dikenakan kedua "paman Leng" pada saat itu tapi ia merasa amat berterima
kasih sebab kedua manusia ajaib yang berwatak aneh itu bersedia menahan diri baginya dan
gangguan gelak tertawa yang menjemukan itu.
oOo -o- oOo Ma!am semakin larut... di tengah detik2 penantian yang menggelisahkan itu malampun
semakin kelam. "Tok, tok!" dua kali kentongan membelah kesunyian malam.
"Ah, kentongan kedua sudah tiba!" sambil merapatkan pakaiannya diam2 Hui Giok ngeluyur ke
halaman belakang, ia berusaha memperingan langkah kakinya sehingga tidak menimbulkan suara.
o0o- oOOo -oOo "Ah kentongan kedua sudah tiba!" Tham Bun-ki yang berada di kamarnya juga bergumam dia
berbangkit dan membetulkn pakaiannya, "aku harus pergi sekarang juga!"
Ia mengenakan sepatu yang tipis dengan ikat pinggang kain sutera, rambutnya yang panjang
di ikat pula dengan sebuah saputangan lalu dia membuka jendela.
Bintang bertaburan di angkasa angin berhembus sepoi2 sejuk, tiba2 gadis itu termangu dan
membatin: "Bagaimana sikapku bila nanti ia tidak mempedulikan diriku?"
Gadis itu kembali berduduk, diminumnya seteguk air teh, lalu bergumam lagi "Ah, tidak
mungkin, ia tak akan mendiamkan diriku, kutahu dia sangat baik kepadaku!"
Maka gadis itupun tersenyum manis dan hangat sehingga malampun dirasakan lebih nyaman,
ia membayangkan kembali semua kebaikan yang pernah diterima dari nya, tapi...
Tiba-tiba ia mendengus. "Hm, kebaikan apa yang pernah ia berikan kepadaku" Buktinya ketika
minggat ia tidak memberi kabar kepadaku sehingga aku harus menderita ketika akhirnya ia
kutemukan kembali dia cuma bertanya kepadaku bagaimana dengan Tin-tin" Huh..."
"Bagaimana dengan Tin-tin?" gumamnya lagi.
"Uh..." ia mencibir dan menarik ikat rambutnya dengan gemas "Bagaimana dengan Tin-tin"
Setan kali yang tahu?"
Ia duduk kembali di kursi, sepatunya dilepaskan kembali, sepatu yang mungil itu dilemparkan
ke sudut kamar hingga menimbulkan suara keras.
Malam itu ia tidak pergi, bahkan tak pernah meninggalkan kamarnya barang selangkahpun
sebab sepanjang malam perasaannya terbenam datar keadaan saling bertentangan dan
penderitaan, hatinya hampir saja ter-koyak-koyak.
"Pergilah, dia pasti menunggu dirimu pasti akan memaafkan semuanya?"
Kenapa mesti pergi" Dalam hal apa kau perlu dimaafkan" Karena dia, kau sudah menderita
sedangkan dia, ketika bertemu kembali orang lain yang segera ditanyakannya!"
-oOo- OooOooO -oQo-
Fajar sudah menyingsing pula, sudah dua malam Tham Bun-ki tidak tidur, persis seperti
keadaan seorang laki2 pemabuk yang baru sadar dari pengaruh alkohol, sekujur badannya terasa
letih dan tak bertenaga, ia berbaring di pembaringan tanpa bergerak, bahkan ujung jaripun
rasanya malas untuk digerakkan.
Waktu makan siang, baru saja rasa mengantuk menyerang, tiba-tiba terdengar orang
menegurnya dengan lembut "Anak Ki, sakitkah kau?"
Ketika ia membuka matanya, dua sosok bayangan manusia yang tinggi kurus berdiri di depan
tempat tidur, tiba2 ia merasa ingin menangis akhirnya dua titik air mata jatuh membasahi pipinya.
Leng Ko-bok berkerut dahi, sekalipun dia tidak begitu paham tentang perasaan anak gadis, tapi ia
tahu anak dara itu tidak sakit sungguh2, dia cuma sakit rindu saja, diliriknya Leng Han tiok
sekejap, kedua orang itu tahu apa sebabnya gadis itu mengucurkan air mata, tapi mereka tak
biasa menghibur orang maka merekapun tak tahu apa yang mesti dikatakan terhadap gadis yang
sedang berduka dan kasmaran itu.
Bun-ki merapatkan matanya berusaha menyembunyikan cucuran air matanya itu, tapi akhirnya
air matanya tetap menetes ke bawah.
Dengan sedih ia menghela napas, keluhnva lirih "Aku tidak sakit Leng toa-siok dan Ji-siok."
Sebelum selesai perkataannya, tiba-tiba pinggangnya terasa kesemutan, rasa mengantuk
segera menjalar dari bagian yang kaku itu dan menyelimuti seluruh badannya.
Jilid ke~ 9 Bun-ki pun tertidur, tidur dengan nyenyaknya/
Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang berdiri di depan pembaringannya saling pandang, lalu
menghela napas panjang, mereka berjalan keluar dan merapatkan kembali pintu kamarnya.
Beberapa langkah mereka berjalan, dari depan muncul Pat-kwa-ciang Liu Hui yang memberi
hormat sambil cengar-cengir, namun kedua orang imi sama sekali tidak menggubris, begitu masuk
di kamar sendiri, "Blang" pintu dibanting keras-keras, meninggalkan Liu Hui yang berdiri sendirian
di luar dengan melongo.
Meskipun kejadian ini sangat tidak menyenangkan hatinya, tapi apa boleh buat" Dia cuma bisa
memandang pintu kamar itu sambil menyumpah di dalam hati.
Dengan mendongkol dia menuju ke depan rumah penginapan itu, beberapa penunggang kuda
tampak berlari tiba dengan cepat, lalu berhenti dan berlompatan turun dengan lincah.
Liu Hui mengamati orang-orang itu dengan lebih seksama, tiba-tiba serunya gembira: "Eh,
bukankah kalian adalah Tonghong ngo-hiap" Kenapa tidak memberi kabar dulu kepadaku
sehingga Siaute dapat menyambut kedatangan kalian!"
Segera ia memburu maju seraya menjura, katanya berulangkali: "Maaf, bila kami tak
menyambut dengan baik!"
Sementara itu para penunggang kuda itu sudah berlompatan turun, mereka adalah lima orang
pemuda berpakaian perlente, berwajah tampan dan bertubuh tegap.
Di antara kawanan jago persilatan yang berada di rumah penginapan itu ada yang sedang cari
angin di halaman depan, ketika mereka melihat Pat-kwa-ciang Liu Hui bersikap amat menghormat
terhadap kelima orang pemuda yang baru datang itu, mereka sama tercengang serentak mereka
menyongsong keluar setelah menyaksikan dandanan kelima orang itu, baik yang kenal maupun
tidak kenal segera menjadi paham.
"Oh, kiranya Tonghong-ngo-hiap dari Hui leng-po di Ho-khu yang datang!"
Setelah membetulkan sekadar pakaiannya, kelima pemuda itu lantas menghampiri Liu Hui dan
menjabat tangannya dengan hangat setelah itu lima pasang nata mereka beralih pandang dan
menyapa pula orang-orang yang dikenal yang berada di sekitar tempat itu. Rata2 kawanan jago
persilatan yang mendapat tegur sapa dari kelima orang pemuda itu segera unjuk senyuman
bangga seakan-akan suatu kehormatan bagi mereka karena kelima orang pemuda itu bersedia
menyapa mereka.
Ketika mendengar suara hiruk pikuk, Koay be-sin-to Kiong Cing-yang segera memburu keluar
dengan cepat iapun segera berteriak gembira "Sungguh tak kusangka. Tonghong ngo-hengte
datang juga kemari!"
Dia memburu ke depan salah seorang pemuda jangkung yang tampan itu, serunya dengan
gembira: "Lebih tak pernah kusangka Tiat-heng yang berada ribuan li jauhnya hari ini ikut datang
pula ke Kanglam. Ketika Siaute baru terjun ke dunia, persilatan tempo hari sebenarnya ada
keinginan untuk berkunjung ke Hou-khu untuk menyambangi kalian tapi lantaran kuatir kalian tak
berada di rumah, dan lagi tak berani mengganggu ketenangan orang tua kalian, maka hahaha, tak
nyana akhirnya kita berjumpa juga di sini!"
Sejak tiba di situ, senyum ramah selalu tersungging di ujung bibir kelima orang itu, tapi setelah
melihat lengan Kiong Cing-yang yang putus sebelah, dengan kaget mereka berseru "Kiong-heng,
apa yang telah menimpa dirimu?"
"Ai, panjang untuk diceritakan Siaute malu untuk mengatakannya." sahut Kiong Cing-yang
sambil menghela napas "Ai biar sebentar nanti kuceritakan peristiwa itu."
Ia mengerling tiba2 ia melanjutkan lagi sambil tertawa "Bukankah kedatangan kalian berilah
juga lantaran pertemuan Bengcu yang diselenggarakan pihak Long bong-san-ceng?"
Pemuda perlente yang berada paling depan yang dipanggil sebagai saudara Tiat oleh Kiong
Cing-yang tadi tersenyum:
"Memang begitulah!" sahutnya, "sebenarnya kami lima bersaudara jarang sekali pulang ke
rumah kebetulan menjelang hari Toan-yang ini kami pulang untuk menengok orang tua, di tengah
perjalanan kami mendengar tentang pertemuan besar yang akan diselenggarakan oleh Sin-jiu
Cian Hui, seketika tua itu maksud kami untuk berkunjung kemari. Sebenarnya ayahku melarang,
kemudian dari Toasuhengku yang baru pulang dari Se-ho kami diberitahu bahwa waktu dia
beranda di Ce-lam-hu telah melihat Liong heng-pat-ciang Tham-toaya juga sedang menuju
Kanglam, maka ayah lantas mengizinkan kami datang ke sini. Pertama, untuk menyampaikan
salam kami kepada Tham-toaya, selain itu kamipun disuruh menyampaikan kabar ayah yang
selama ini kurang sehat semenjak Tham-toaya berkunjung ke rumah tempo hari, maka dari itu
beliau tak bisa mengadakan kunjungan balasan diharap Tham-toaya dapat memaklumi."
Perkataan pemuda ini amat nyaring, sekilas pandang dapat diketahui bahwa dia memang
seorang pendekar keturunan keluarga persilatan.
Sinar matanya kembali menyapu sekejap sekeliling tempat itu, sambil tertawa lalu terusnya
"Setiba di Kang-ko baru kuketahui bahwa saudara sekalian berdiam di sini Apakah Tham-toaya
juga sudah tiba?"
"Lho" apa Congpiautau juga datang Kiong Cing-yang berseru tertahan "Kenapa siaute malah
tidak tahu?"
Sementara pembicaraan berlangsung, di pintu ke luar halaman sebelah barat berdirilah dua
orang jago silat, satu tua dan yang lain muda, ketika mendengar pembicaraan tersebut pemuda itu
segera bertanya "Suhu siapakah kelima orang itu" Kenapa Liong-heng-pat-ciang menyempatkan
diri berkunjung ke rumahnya?"
"Kelima orang itu bersaudara sekandung," kakek itu menerangkan pula, "mereka berdiam di
benteng Hui-leng-po yang terletak Hou-khu di wilayah Kanglam, namanya tersohor di seluruh
kolong langit, coba pikirkan siapa mereka" Apakah pernah kuterangkan kepadamu tentang
mereka itu?"
Pemuda itu termenung sejenak seperti ingat sesuatu ia lantas menjawab "Apakah mereka ini
adalah kelima Kongcu (putera)" dan Tiat-kiacu (si pedang baja) Tonghong Khi yang pernah
menggetarkan dunia Kangouw dan bernama Tonghong Tiat, Kiam, Ceng, Kang, Ouw?"
"Benar," kakek itu tersenyum sambil mengangguk, "orang yang barusan bercakap-cakap
dengan Koan be-sin to itu bukan lain adalah si sulung Tonghong Tiat yang belajar kungfu pada
perguruan Kun-lun. di sebelah kanannya yang agak pendek dengan muka bulat seperti rembulan
itu adalah-Jikongcu (tuan kedua) Tonghong Kiam yang belajar kungfu pada Siang-soat Taysu dari
Go-bi Berdiri di sebelah kirinya, yang rada jangkung dengan mata bening dan alis panjang itu
adalah Sam-kongcu Tonghong Ceng, konon tabiat Samkongcu ini paling berangasan tapi
kungfunya paling lihay, dia adalah satunya murid preman dari ketua Siau-lim-si dewasa ini,"
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan "Dan orang yang berdiri di belakangnya adalah
sepasang saudara kembar, lihatlah wajah serta potongan badan mereka yang persis bagaikan
pinang dibelah dua itu, mereka menjadi murid perguruan Bu-tong-pay, dan mereka-pula saudara
bungsu dari lima bersaudara ini, namanya Tonghong Kang dan Tong-hong Ouw "
Sambil memuji tiada hentinya ia berkata lagi "Lima bersaudara ini berasal dari keluarga
persilatan, bukan saja keluarga terhormat, perguruan mereka juga perguruan besar yang disegani
orang, apalagi tingkah laku mereka amat sopan, ramah dan bijaksana benar2 gagah dan budiman
Ban-ji, bila kelak kaupun dapat menirukan cara kerja mereka, hal itu tentu bagus sekali!"
Pemuda itu berkerut kening seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi urung katanya:
"Bukankah ayah mereka juga seorang pendekar besar yang cemerlang" Kenapa anak-anaknya
tidak belajar kungfu di bawah bimbingan ayah mereka sendiri" Masakah... masakah mereka tak
menghargai ilmu silat ayah mereka sendiri?"
Kakek itu tersenyum: "Bukannya mereka tak menghargai kungfu ayah mereka sendiri, adalah
Tiat-kiam Tonghong Khi sendiri yang kuatir didikannya kurang ketat sehingga merusak disiplin
mereka, maka ia tidak mewarisi kungfunya kepada mereka, sebaliknya suruh anaknya belajar
pada orang lain. Tapi Tonghong Khi sendiri juga menerima dua orang murid, salah satu di
antaranya adalah Tiat-bin-coan cu (Coan-cu bermuka baja) Lui Tin yang pernah kau lihat di
Shoatang tempo hari."
Sementara guru dan murid itu bercakap-cakap, Tonghong-ngo-hengte sudah dipersilahkan
masuk ke ruang tengah, Koay-be-sin-to Kiong Cing-yang segera menyiapkan perjamuan untuk


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyambut kedatangan mereka.
Sambil mengucapkan terima kasihnya, si sulung Tonghong Tiat berkata: "Sebenarnya tujuan
utama kehadiran kami di sini tak lain tak bukan adalah ingin menyaksikan manusia macam apakah
Congpiaupacu yang berada di Long-bong-san-ceng itu?"
Baru saja selesai kata-katanya, dari luar pintu muncul dua orang laki-laki berpakaian ringkas
warna hitam dengan langkah lebar setibanya di tengah halaman mereka angkat tangannya
mengacungkan selembar kartu undangan merah, serunya dengan lantang: "Atas perintah hamba
datang menyampaikan salam buat Tonghong-ngo-hiap sekalian memberi 4 undangan pula dengan
harapan besok tengah hari Tonghong-ngo hiap sudi berkunjung ke perkampungan kami!"
Tonghong Ceng tertawa dingin: "Hehehe, cepat amat berita Cian si tangan Sakti"
^o^ oOo ^o^ "Hahaha, bukannya aku sombong, tidak sampai setengah jam Tonghong-ngo-hengte tiba di
sini surat undanganku segera kukirimkan kepada mereka Hahaha saudara Mo, menurut kau cukup
cepat tidak tindakanku ini?" demikian sambil mengelus jenggotnya si Tangan Sakti Cian Hui
sedang berkata kepada si malaikat maut ke tujuh dan Pak to Jit-sat Mo Seng yang ada di
sampingnya sambil terbahak-bahak.
Jit-sat Mo Seng berpaling dan memandang sekejap kawanan jago dalam ruangan yang
sedang makan-minum sambil membuang tusuk giginya, sahutnya sambil tersenyum. "Ya, cepat
sekali, memang cepat sekali, cuma..."
Dengan dahi berkerut ia menyambung: "Masih ada beberapa hal yang kukuatirkan mumpung
ada kesempatan ingin ku utarakan pada Cian-heng."
"Ah, kita kan sudah seperti saudara sendiri." kata Sin-jiu Cian Hui cepat, "masa perlu sungkan
bicara" Ayolah saudara Mo, katakan saja terus terang ..."
Mo Seng memandang lagi sekeliling ruangan, lalu berkata dengan suara tertahan: "Apa yang
kukuatirkan tak lain adalah tindakan saudara Cian yang kini boleh dibilang sudah
menggoncangkan seluruh wilayah Kanglam ini sehinga Tonghong-ngo-hengte dari Hui-leng-po
juga ikut terpancing kemari. kutahu mereka mempunyai peraturan rumah tangga yang ketat, boleh
dibilang jarang sekali berkecimpung di dunia persilatan semaunya sendiri dari sini dapat pula
ditarik kesimpulan bahwa entah sudah berapa banyak jago persilatan yang telah berkunjung ke
Long bong-san-ceng saudara Cian ini?"
"Hahaha, makin banyak yang datang semakin baik," Sin-jiu Cian Hui terbahak-bahak. "apakah
Mo-heng kuatirkan diriku tak mampu memikul tanggung jawab ini?"
"Cian-heng, yang kumaksudkan dan ku kuatirkan adalah orang she Hui itu, setiap hari dia
selalu murung dengan dahi berkerut, bukan saja tak pandai bersilat, ia juga tak pandai berbicara
sampai waktunya nanti, bila dia berbuat lelucon yang mentertawakan di hadapan kawanan jago
dari seluruh dunia ini, bukan... bukankah kita semua akan kehilangan muka?"
"Sret" Sin-jiu Cian Hui menutup kembali kipasnya, alisnya yang tebal berkernyit rapat-rapat.
Sementara ia masih termenung, Mo Seng berkata lagi: "Persoalan kedua yang
menguatirkanku adalah yang menyangkut diri Kim-keh (si ayam emas) Siang It-ti, dia sudah
bentrok dengan Cian heng, sampai waktunya nanti mungkin dia akan datang mengacau"
Kendatipun Cian-heng tidak jeri kepadanya, akan tetapi kejadian demikian tentu juga menjemukan,
maka menurut pendapatku ada baiknya bila Cian-heng melakukan persiapan mulai sekarang."
"Sialan!" pikir Sin-jiu Cian Hui, "memangnya aku tidak tahu tentang hal ini dan perlu kau
ingatkan padaku?"
Tentu saja pikirannya tak sampai diutarakan tapi sahutnya berulang: "Ya, benar, benar!"
"Selain itu ada satu hal lagi ingin kubicarakan juga kepadamu" Mo Seng berbicara lebih jauh
dengan bangga, "kulihat gerak-gerik Jit-giau-tui-hun tidak jujur orang itu jelas adalah manusia
busuk dan licik, siapa tahu kalau secara diam2 ia mempunyai rencana tertentu yang tidak
menguntungkan saudara Cian" Tentang soal ini, kuharap saudara Cian suka bertindak lebih hatihati."
Pelahan Sin-jiu Cian Hui mengangguk tiba-tiba ia tertawa, katanya: "Hahaha, baru saja Moheng
membicakan Na-heng, tak nyana saudara Na segera datang kemari"
Air muka Mo Seng berubah hebat, ia berpaling dan dilihatnya Jit-giau-tui-hun benar-benar
sedang berjalan mendekat dengan langkah pelahan.
"Baru saja Mo-heng membicarakan tentang kelihaian tujuh keahlian yang berada dalam
kantungmu." kata Cian Hui lebih jauh sambil tertawa "katanya sudah lama ia mendengar namamu,
maka kapan2 dia ingin menyaksikan kelihayanmu itu."
Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong memandang sekejap ke arah Mo Seng, katanya dengan tertawa
seram: "Hehehe, bukankah begitu saudara Cian?"
Sekali lagi air muka Jit-sat Mo Seng berubah hebat, tapi segera iapun tertawa seram "Hahaha
benar aku memang berharap bisa melihatnya.
"Hehehe hahaha ." ketiga orang itu saling pandang dan sama2 tertawa
-o0o~ -o0o- "Hahaha .. . hehehe , demikianlah pada saat yang sama dengan bangganya Kim-keh Siang Itti
juga sedang tertawa terhadap seorang laki2 pendek kecil yang berwajah jelek dan berbaju
compang-camping.
"Bila sampai waktunya nanti, tidak perlu ragu, pergilah kau mendekati orang yang akan
menjabat Congpiaupacu itu dan ludahilah mukanya dengan riak kental, coba lihat apa yang akan
dia lakukan terhadap dirimu. Hahaha... Cian Hui wahai Cian Hui, akan kulihat perhitungan Suipoamu
yang kau anggap bagus itu akan berlangsung berapa lama lagi?"
Sambil memandang cahaya senja yang menghiasi langit barat ia tertawa tergelak dengan
bangganya. sementara anak murid Kim-keh-pang yang berkumpul di situ ikut bergelak tertawa
demi menyaksikan gelak tertawa ketuanya.
oOOo oOo oOOo Malam yang penuh dihiasi dengan taburan bintang telah tiba, angin malam sebagaimana
biasanya berembus lembut, sinar bintang seperti biasa juga memancarkan sinarnya, air tetap
mengalir dan bumi raya ini tetap hening.
Tham Bun-ki baru mendusin ketika kesunyian telah tiba, dengan samar-samar ia memandang
kegelapan di luar jendela sambil mengucak matanya, sekarang ia baru ingat bahwa jalan darah
tidurnya telah ditutuk oleh kedua Leng bersaudara dan sekarang Hiat-to tidur itu telah terbuka
dengan sendirinya.
Ia tak tahu sekarang sudah jam berapa, ia berbangkit dan membetulkan pakaiannya yang
kusut tiba2 terdengar derap kaki kuda memecah keheningan sekeliling tempat itu.
"Siapa yang melarikan kudanya secepat itu di tengah malam buta begini?" pikirnya dengan alis
berkerut tapi segera ia tertawa sendiri, busyet kenapa aku mesti pusingkan soal itu"
Rambutnya dibenahi, tiba2 telapak kakinya terasa dingin ternyata ia tidak bersepatu.
Ketika teringat pada kemurungannya sebelum tidur tadi, derap kuda yang berkumandang dari
ke jauhan itu telah berhenti, ia tak memperhatikan dimana derap kuda itu berhenti, ingatannya
kembali tergoda oleh masalah yang telah mengurungkan hatinya selama dua hari terakhir ini, tak
hentinya dia bertanya kepada diri sendiri "Haruskah aku pergi ke sana?"
Akhirnya "pergi menjumpai Hui Giok" seru hati menjadi dorongan yang tak terkendalikan, ia
membetulkan rambutnya yang kusut kemudian bersepatu, membuka pintu dan melongok keluar.
Tiba2 sesosok bayangan seenteng daun kering melayang masuk ke halaman tengah, ia
terkejut dan membentak "Siapa itu?"
Bayangan itu berputar dan melirik sekejap ke arah Tham Bun-ki, di bawah cahaya bintang
Tham Bun-ki dapat melihat wajah orang, ketika sinar mata mereka saling bentur, serentak
keduanya berseru "Oh, kau!"
Sementara kedua orang itu saling pandang dengan tertegun seorang telah menegur dan luar
pintu "Hong-longo. lekas buka pintu!"
Mendegar suara itu, Bun-ki terkejut, tanyanya: "Hong-ngosiok, apakah ayah yang berada di
luar" "Ya" orang itu mengangguk, lalu serunya, "segera kubukakan" Dengan langkah enteng dia
melompat ke depan pintu. lihay sekali Ginkangnya.
Orang ini tak lain adalah Say-sang hui yan (Asap ringan dari perbatasan Hong Khu-hong,
seorang Piautau Hui-liong piaukiok yang tersohor di kedua tepi sungai besar sebagai satu-satunya
jago yang amat lihay dalam hal ilmu meringankan tubuh.
Tham Bun-ki ragu sejenak, kemudian ia ikut melompat ke depan pintu, ketika pintu terbuka,
seorang kakek berjubah panjang dan tinggi besar segera melangkah masuk.
"Tia... (ayah)" dengan kepala tertunduk Tham Bun ki menyapa lirih.
Kakek itu tak lain adalah liong heng-pat-ciang Tham Beng, pemilik Liong-hwi piauwkiok, orang
yang nama besarnya telah menggetarkan dunia persilatan.
Mendengar panggilan itu, dia berpaling, kemudian mendengus, sikapnya seakan-akan tak
pernah melihat hadirnya Tham Bun-ki di situ.
"Kiong losam, Liu-lotan," teriaknya, "makin lama kalian semakin tidak becus, urusan di luaran
sudah berubah jadi begini dan kalian masih belum tahu, hmm..."
Setelah mendengus dan masuk kedalam baru dia berpaling ke arah puterinya seraya berseru:
"anak Ki, ayoh ikut aku"
Tidak menunggu, dengan langkah lebar dia naik ke atas undakan dan "Blang" pintu sebuah
kamar dihantamnya keras2 sembari menegur "Siapa yang tinggal di dalam?".
Air muka Tham Bun-ki berubah tak terkirakan rasa kagetnya melihat arahnya menggedor
kamar yang dihuni oleh kedua Leng bersaudara yang berwatak aneh itu cepat dia memburu maju,
tapi ketika kamar itu diperiksa ternyata kosong, entah sejak kapan Leng-toasiok dan Leng-jisiok
telah pergi dari situ.
Gedoran yang keras ini segera membangunkan Koay-be-sin-to Kiong Cing-yang dan Pat-kwaciang
Kiu Hui yang berdiam di ruang sebelah, setelah mabuk tidur mereka sebenarnya nyenyak
sekali, tentu saja tak tahu apa yang terjadi dihalaman, dalam kagetnya cepat mereka melompat
keluar dan kamar.
"Hm, mabuk lagi bukan?" tegur Liong-heng-pat-ciang Tham Beng dengan geram.
Cahaya lampu dalam rumah penginapan itu sekejap kemudian lantas terang benderang,
pelayan yang masih mengantuk buru2 menyediakan air the. Kecuali lima bersaudara Tonghong
telah pergi ke Keng-ho, dalam penginapan itu masih berdiam dua puluh orang lebih, sekarang
mereka sama bangun dan berpakaian, sebab mereka tahu pasti ada urusan penting bila Liongheng-
pat-ciang yang sudah bertahun-tahun tak pernah meninggalkan ibu kota sekarang telah
muncul di sebuah kota kecil di wilayah Kanglam"
oOo ^o^ oOo "Apa" Liong-hong pat-ciang telah datang" Hm, betul2 kejadian aneh. betul2 kejadian aneh"
Sin-jiu Cian Hui yang baru mendapat laporan dan bangun dari tidurnya itu menatap lekat2 wajah
seorang laki-laki, mata-mata perkampungan Long-bong-san-ceng yang baru datang memberi
laporan, kemudian dengan suara dalam katanya lagi "apakah sudah kau periksa dengan
seksama?" "Bila hamba tidak mendapat berita yang pasti tak nanti hamba mengganggu ketenangan
Cengcu" sahut laki2 baju hitam itu sambil menunduk kepala.
Sin-jiu Cian Hui menggerutu tak jelas, sementara jari tangannya mengetuk sisi meja tiada
hentinya. "Heran, sungguh mengherankan. kenapa dia memburu kemari?" gumamnya seorang diri
"ditinjau dari kedudukannya, tidak seharusnya dia bersikap setegang itu lantaran urusan yang tak
penting ini!"
Sorot matanya bergerak mengikuti ketukan jari tangannya alisnya berkerut semakin kencang.
iapun mulai termenung dan berpikir
oOo WOW oOo "Mengapa aku menyusul kemari?" dengan tatapan tajam Liong-heng-pat ciang Tham Beng
mengawasi puteri kesayangannya, "semua ini tak lain lantaran kau. Aku ingin tanya kenapa kau
minggat dari rumah secara diam2"- ke mana saja kau pergi selama ini" Kenapa bisa serombongan
dengan Ko bok dan Han-tiok dari Leng kok-siang-bok?"
Tham Bun-ki berdiri di hadapan ayahnya dengan kepala tertunduk. ia tak tahu bagaimana
mesti menjawab pertanyaan ayahnya, sinar lampu di seluruh penginapan telah menyala, tapi
dalam ruangan itu hanya ayah dan anak berdua, ia merasa sinar mata ayahnya setajam sembilu,
ia tak berani berbohong tapi betapapun dia harus berbohong.
Maka setelah termenung sejenak jawabnya tak tergagap "Aku ingin melihat Kanglam, takut
ayah tidak mengizinkan. maka diam-diam ku minggat dari rumah sebetulnya aku menjumpai apaapa,
tapi pada suatu hari secara tiba-tiba aku bertemu dengan dua orang yang memakai baju
perlente di sebuah jalan raya di kota Ce-lam-hu. mereka berdiri di tepi jalan dan minta sedekah,
apa yang mereka minta ternyata aneh sekali "
"Huh apanya yang aneh?" jengek Tham Beng. di manapun juga kita mudah temui orang2
persilatan yang mencari sedekah buat apa kau campur urusan orang?"
Kepala Tham Bun-ki yang tertunduk semakin rendah, lanjutnya dengan suara lirih "Kulihat
banyak orang berkerumun di sana sambil berbisik memaki kedua orang itu sebagai orang sinting,
dengan heran akupun menghampiri tempat tersebut ada seorang pemuda mengambil serenceng
uang kecil dan diserahkan kepada mereka, tapi tanpa memandang sekejappun mereka
membuang uang itu seraya berkata "Kalau ingin memberi uang, berikanlah semua uang yang kau
miliki di sakumu!"
"Pemuda itu melengak, sambil menggerutu ia lantas menyingkir. Sementara itu air muka kedua
orang ini tetap tenang saja meski mendengar orang mencaci maki diri mereka. Selang sesaat
kemudian salah seorang di antaranya berkata kepada rekannya "Sudah tibakah saatnya?"
Rekannya mengangguk dan kedua orang itupun berlalu dan sana. Dalam pada itu aku yang
tidak puas mendengar caci maki orang yang tak sedap didengar itu melihat mereka mau pergi, aku
jadi tidak tahan dan berseru, He akan kuberikan semua uang yang kumiliki untuk kalian!" -
Mungkin orang yang menyaksikan tingkah lakuku waktu itu akan menganggap akupun orang
sinting." Tham Beug mendengar "Hm, mungkin kedua orang itu adalah Leng Ko-bok dan Leng Hantiok?"
Tham Bun-ki manggut2, terusnya: "Pikirku waktu itu, sekalipun semua uang yang kumiliki
kuberikan kepada kalian juga tak mengapa, toh aku kenal Li-toasiok yang kaya dan berdiam di
kota Ce-lam-bu, selain itu aku tak tega melihat kedua orang itu dicemooh orang banyak, mimpipun
tak kusangka mereka berdua akhirnya tak lain adalah Ko-bok serta Han tiok yang pernah ayah
singgung di masa lampau'
"Sebenamya apa yang dilakukan kedua makhluk aneh itu"' tanya Tham Beng dengan dahi
berkerut. Tersenyumlah Tham Bun-ki sahutnya: "Aku pun baru tahu akhir2 ini rupanya mereka berdiri
sedang bertaruh, yang seorang berkata begini sekalipun kita berdiam satu jam di tepi jalan raya
teramai belum tentu ada orang yang akan memberikan semua uang yang dimiikinya kepada kita
berdua" Tapi rekannya tidak sependapat, pada hal..."
Tiba2 dia tersenyum, setelah berhenti sebentar baru meneruskan "Padahal, kecuali aku,
siapakah yang akan memberikan semua uang yang dimilikinya kepada mereka" Ketika mereka
lihat aku menyerahkan beberapa puluh tahil perak tanpa mengucapkan terima kasih mereka
terima uang tersebut dan segera berlalu, akupun tidak memikirkan persoalan itu di dalam hati, aku
cuma merasa kejadian itu menarik kemudian..."
Ia berhenti sebentar sambil melirik sekejap ayahnya, legalah hatinya ketika diketahui ayahnya
sama sekali tidak marah, maka iapun bercerita lebih lanjut Ketika malam tiba, akupun tak jadi
mengambil uang di rumah Li-toasiok. setelah berpikir sebentar, aku mencari rumah gedung yang
paling besar untuk... untuk meminjam beberapa puluh tahil perak dari mereka..."
Pada wajah Liong heng pat ciang yang kereng tiba-tiba tersungging sekulum senyuman, dia
lantas menukas: "Dan kau tak menyangka kalau keluarga yang akan kau gerayangi itu adakah
keluarga persilatan juga, akhirnya nyaris kau tertangkap oleh mereka bukan?"
"Ayah! Darimana kau tahu?" tanya Bun-ki dengan mata terbelalak tercengang.
"Hm tahukah kau rumah yang kau gerayangi itu adalah rumahnya Pek-lek kiam (pedang
peledak) Cin Thian hou, seorang tokoh kenamaan di wilayah Shoa-tang?" Ketika lewat di kota Celam
tempo hari, aku juga menginap semalam di situ dari dia kudengar pada beberapa bulan
berselang rumahnya digerayangi pencuri, kuheran siapakah pencuri yang berani masuk ke
rumahnya Pek lek-kiam" Eh, tak tahunya adalah perbuatan kau si budak..."
Sampai di sini Tham Bun ki tak bisa menahan rasa gelinya lagi, dia tertawa cekikikan.
"Akupun tidak menyangka kalau gedung itu adalah tempat tinggal beliau waktu itu akupun
heran kenapa begitu cekatan penghuni rumah ini, baru saja aku melangkah ke dalam halaman,
segera muncul bayangan manusia yang mengadang jalan pergi ku. sebetulnya aku tidak takut,
siapa tahu yang muncul kemudian semuanya adalah jago2 lihay bahkan makin lama jumlahnya
semakin banyak belasan pedang mendesak aku sampai sukar untuk bernapas.
Setelah kejadian itu aku baru mulai ketakutan untunglah pada saat itu tiba2 muncul dua sosok
bayangan manusia, dengan kecepatan seperti kilat mereka menyambar ke sana sini, dalam waktu
singkat beberapa pedang sudah kena mereka rampas.
Melihat kelihayan musuhnya orang2 itu mulai berteriak kaget "Tolong, kungfu pencuri ini lihay
sekali, cepat undang keluar Loyacu" - Baru selesai mereka berteriak kedua orang itu telah menarik
tanganku dan kabur dan sana, sekalipun mereka berusaha melakukan pengejaran namun hanya
sekejap saja kami sudah meninggalkannya."
"Dan kedua orang itu tentunya Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok?" sambung Liong-heng-patciang
Tham Beng lagi dengan alis berkerut.
Sambil tertawa Tham Bon-ki mengangguk "Ya mereka berdualah yang telah menolong diriku,
aku jadi geli sekali setelah mengetahui bahwa jiwaku di tolong mereka, sebaliknya mereka cuma
memandang diriku dengan ter-mangu2 tiba2 salah seorang di antara mereka berkata padaku:
"Selama setahun mendatang bila kau ada kesulitan, kami akan membantu dirimu" dan akupun
menjawab" Tapi ke mana aku harus mencari kalian. Lebih baik kalian mengiring di sampingku
saja!" - Padahal aku cuma bergurau saja, siapa tahu tanpa dipikir mereka segera menyanggupi
permintaanku ini"
Liong-heng-pat-ciang Tham Beng yang sebenarnya lagi marah, sehabis mendengarkan kisah
cerita puterinya yang diiringi tertawa ini rasa gusar nya sudah padam sebagian biarpun sikapnya
masih tetap kereng.
Ketika dia berjalan ke kamar yang khusus disediakan baginya itu, langkahnya begitu tenang,
sekalipun di balik ketenangan tersebut mengandung perasaan yang berat.
"Ya, aku memang sudah tua!" gumamnya lirih perjalanannya dari Ho-pak ke Kanglam telah
mendatangkan rasa letih baginya. Keberhasilan dalam usahanya. kekukuhan, dalam
kedudukannya serta kemashuran namanya se-olah2 racun yang diselimuti gula dan pelahan
sedang geragoti cita-cita dan ambisinya yang besar, juga pelahan sedang menina bobokkan
ketekunan latihan silatnya, dia yang pada sepuluh tahun berselang masih tidak kenal artinya lelah,
sekarang sudah mulai merasa keletihan.
Waktu berlalu secepat larinya kuda yang dicambuk, kini berubah ibaratnya ombak di sungai
Tiangkang, setelah mengalir pergi selamanya tak akan kembali lagi.
Ia menjatuhkan tubuhnya yang tinggi besar itu di atas pembaringan dalam keadaan begini dia
hanya berharap tibanya impian indah dalam tidurnya.
"Aku sudah tua... aku sudah tua.." sesaat sebelum tidur dia masih juga mengeluh.
Tapi keesokan harinya setelah bangun tidur, ketika tidur yang nyenyak telah mengembalikan
semangat hidupnya yang bergairah ketika ia melangkah keluar dari kamarnya, semua orang
menyaksikan dia masih sebagai seorang jago tua yang gagah kosen dan termasyhur di seluruh
dunia, bukan seorang kakek yang kecapaian seperti malam sebelumnya.


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seorang laki-laki setengah baya yang bermuka kurus, bertubuh jangkung, berwajah tampan
tapi bermata redup dengan bibir yang tipis dan jenggot pendek muncul dari balik kerumunan orang
dan menghampiri kehadapannya, selesai memberi hormat dengan senyum dikulum ia menyapa:
"Tham-loyacu, sudah lama tak berjumpa, baikkah kau selama ini?"
Liong-heng-pat-kiam mengerdipkan matanya, sama sekali ia tidak memandang ia kenal orang
ini adalah Koay-sim (si berita kilat) Hoa Giok, seorang yang sepanjang hidupnya bekerja sebagai
penjual berita dan tersohor sebagai pembawa berita yang tercepat.
Kungfu orang ini tak begitu lihay tapi pembawaannya menarik dan mudah bergaul boleh
dibuang selama seratus tahun belakangan ini baru dia ini orang pertama yang menggantungkan
hidupnya dan menjual berita.
Sebab itu Tham Beng cuma mengangguk dengan wajah kurang senang, ia tidak merasa
punya keharusan untuk menyambut sapaan itu.
Bagi Koay-sim Hoa Giok, perlakuan semacam ini sudah biasa baginya, maka iapun tak pernah
memikirkannya di hati. dia tetap tersenyum dan berkata pula. "Besok adalah saat
diselenggarakannya pertemuan besar untuk memberi selamat kepada Kanglam Lok-lim-bengcu,
apakah Tham-loyacu juga akan hadir di Long-hong san-ceng besok siang?"
Dengan acuh tak acuh Tham Beng hanya berdehem, sementara itu kawanan jago yang lain
lantaran melihat ada orang mulai mengajak bicara Tham Beng tapi Tham Beng tidak
menggubrisnya maka mereka lantas mengerubung maju dan menyapa serta memberi hormat.
"Tham-loyacu, sudah lama tak berjumpa, kau kelihatan tambah gagah!"
"Tham-locianpwe Wanpwe menyandarkan salam hormat."
Dengan senyum dikulum Tham Beng membalas hormat orang2 itu, kemudian ia memberi
tanda kepada si "Berita kilat Hoa Giok, katanya "Ada urusan apa bicarakan saja dengan Kionglosam"
Koay-sin Hoa Giok mengiakan, dengan tersenyum tiba2 ia berkata pula: "Apakah Tham-loyacu
ingin tahu sebenarnya manusia macam apakah orang yang akan menjabat sebagai Lok-limcongpiaupacu
itu?" Air muka Tham Beng tampak berubah setelah mendengar perkataan itu.
Si Berita kilat Hoa Giok memang pandai melihat gelagat, segera dia melanjutkan "Katanya
orang itu adalah kaum keroco yang sama sekali tak pandai silat"
Liong-heng-pat-ciang terbelalak matanya, tiba2 dia berpaling ke arah Koay-be-sin-to Kiong
Cing-yang yang sejak tadi sudah berdiri di sampingnya lalu memerintahkan "Berikan amplop
kepada Koa congsu ini sebagai uang sangu!"
Lalu sambil mengebaskan ujung bajunya dia hendak turun dari undak2an batu, saat itulah tibatiba
terjadi kegaduhan di antara orang yang berkerumun, menyusul kemudian terbukalah sebuah
jalan lewat ketika dia berpaling ternyata ada lima orang pemuda berpakaian perlente muncul dari
kerumunan orang2 itu, mereka tak lain adalah Tonghong-ngohengte dan Hui-leng-po.
Sudah beberapa hari si Berita kilat Hoa Giok berjaga di sekitar rumah penginapan itu, kemarin
malam dengan uang sebesar lima puluh tahil perak dia telah menjual berita kepada mata-mata
dari Long-bong-san ceng yang bertugas di dusun itu. "Liong-heng-pat-ciang Tham Beng telah
datang." Dan sekarang, dengan berita yang lain dia mendapat uang sebesar seratus tahil perak dan
Tham Beng, Dengan senyum bangga berlalulah dia dari rumah penginapan itu, sementara
suasana dalam penginapan ramai dengan suara pembicaraan dan gelak tertawa.
Beberapa langkah dia berjalan ke arah barat pintu, seorang laki2 berbaju hitam segera
menghampirinya, setelah bertukar pandang sekejap, mereka bersama-sama menuju ke balik
tikungan sana. "Hoa-toako, berita apa yang kau bawa hari ini?" dengan tak sabar lagi laki2 berbaju hitam itu
berbisik. Si Berita kilat Hoa Giok tersenyum, pelahan ia tunjukkan sebuah jari tangannya dan menyahut:
"Seratus..."
Agak berubah air muka laki2 baju hitam itu, meskipun agak mahal, namun iapun mengerti, si
Berita kilat Hoa Giok biasa mencari makan dari pekerjaan semacam itu, tak lain lantaran berita
tersohor cepat dan tepat, terutama dalam soal "cepat", terkadang orang lain belum tahu apa yang
terjadi, dengan cekatan dia sudah menyampaikan berita itu dengan cepatnya. Sebab itulah
beritanya tidak basi beritanya selalu laku keras dan berapa harga yang diminta belum pernah
ditawar orang. Tanpa banyak bicara lagi, laki2 baju hitam itu mengeluarkan dua amplop uang perak, setelah
menimang bungkusan tersebut, Hoa Giok baru berkata "Kemarin malam kedua Leng bersaudara
telah pergi, sampai hari ini mereka belum kembali, kutanggung besok siang mereka takkan hadir di
Long-bong-san-ceng lagi" |
"Kenapa kau berani tanggung?" tanya laki-laki itu
"Hahaha kalau aku tidak punya akal untuk mengetahuinya, mana berani kuterima uangmu ini?"
sahut Koay sin Hoa Giok sambil tertawa bangga. "Setelah berhenti sebentar, tambahnya:
"Mungkin aku masih mempunyai berita yang lebih penting lagi yang menyangkut persoalan ini, tapi
sekarang belum begitu pasti, kentongan keempat malam nanti akan kusampaikan lagi kepadamu
di sini." Maka tidak lama kemudian segera ada seekor kuda yang dilarikan cepat menuju
perkampungan Long-bong-sanceng untuk menyampaikan laporan. Setiap persoalan besar yang
cukup menggetarkan dunia persilatan, seringkali kelihatan berlangsung secara terbuka, padahal
diam2 penuh dengan intrik, tipu muslihat dan akal busuk, entah berapa banyak manusia yang
terlibat dalam usaha semacam ini, cuma bila kau tidak mengalaminya secara mendalam, hal-hal
demikian tidak mudah untuk diketahui.
Si Berita kilat Hoa Giok membagi kelima bungkusan uang perak yang didapatkannya pada tiga
bagian bajunya untuk disimpan, dengan begitu rasanya jadi tidak terlampau berat, kemudian
dengan kuda cepat dia ber-foya2 sehari penuh di kota Keng-ko.
Ketika pulang, senja sudah lalu, dari lima bungkus uang perak kini tinggal sisa tiga bungkus
saja. Tapi dia yakin sebelum kentongan kelima malam nanti ketiga bungkus uang peraknya itu akan
lipat ganda jumlahnya sebab ia percaya sebuah kunci rahasia yang maha penting sudah berada di
dalam genggamannya.
Sewaktu melewati kota pegunungan itu, dia berhenti sebentar dan memandang beberapa
kejap suasana rumah penginapan itu, dalam penginapan masih kedengaran suara orang, ia dapat
membayangkan betapa banyak orang yang sedang mengerumuni liong heng pat ciang waktu itu
dan tentunya dengan pelbagai daya upaya menyanjung puji pada jago tua yang tersohor itu
sebagaimana pula yang telah dilakukannya.
Ia tersenyum sinis, ia larikan kudanya ke arah Long bong san-ceng, jalanan yang dia tempuh
sebagian besar adalah jalan kecil, sempit dan jarang dilewati orang Sebelum mencapai Long-bong
san ceng ia menitipkan kudanya di rumah seorang petani miskin lalu sebagaimana malam2
sebelumnya ia menghadiahkan sedikit uang untuk petani itu yang diterima dengan rasa terima
kasih yang tak terhingga.
Ucapan terima kasih demikian boleh dibilang pengalaman yang jarang ditemuinya, maka
langkah kakinya lantas terasa jauh lebih enteng dan cepat.
Bayangan tubuhnya yang tinggi jangkung dengan langkahnya yang enteng dan cepat segera
menghilang di balik bayangan hitam perkampungan Long-bong-san-ceng yang luas, keadaan
semacam ini persis seperti apa yang terjadi kemarin malam.
Kemarin malam tatkala kota pegunungan itu tidak memberikan lagi berita yang cukup bernilai
baginya, diam2 dia lantas mendatangi Long beng-san-ceng, menyusuri jalan yang sudah
dikenalnya, dia menyusup ke belakang perkampungan melewati dinding-dinding perkampungan
yang tinggi besar, keadaannya ketika itu tidak ubahnya pengemis yang seringkah berjongkok di
sudut rumah makan sambil menunggu belas kasihan tuan yang terhormat agar memberikan sisa
sayurnya untuk mengisi perutnya yang lapar, Dia selalu berharap bisa mendapatkan berita penting
yang tak mungkin didapatkan orang dari sudut2 tembok yang gelap itu.
Tapi sekalipun banyak dinding pekarangan yang melindungi jejaknya, perasaannya waktu itu
tegang sekali, sebab dia tahu para penghuni yang berdiam di balik dinding itu adalah orang gagah
dan jago lihai yang setiap saat dapat mencabut nyawanya dengan gampang, dia berusaha
meringankan langkahnya, kuatir kalau2 menimbulkan suara yang mungkin akan mengakibatkan
jiwanya melayang.
Berbareng itu iapun memperhatikan setiap suara yang terpantul dari balik dinding itu, tapi
suasana disekitar tempat itu sangat hening, bahkan detak jantung sendiri dapat terdengar nyata.
Tiba-tiba terdengar suara dan balik dinding, dengan cekatan dia menghentikan langkahnya
dan memperhatikan dengan seksama.
Tampaklah sesosok bayangan pelahan melambung ke atas dinding pekarangan itu,
tampaknya orang itupun sedang memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu, setelah
menunggu beberapa saat lamanya ia baru naik ke puncak dinding itu lalu "bluk" orang itu
melompat turun ke sana.
Dilihatnya ketika orang itu mencapai permukaan tanah, ternyata imbangan tubuhnya tidak
terkendalikan ia terhuyung beberapa langkah ke depan dan akhirnya berdiri tegak, hal ini diam2
mengherankan dia.
"Siapakah orang ini?" demikian pikirnya tampaknya tidak mahir ilmu silat, tapi berani
melakukan pekerjaan begini di Long-bong san-ceng.
Belum habis dia berpikir dari balik dinding pekarangan terdengar seseorang menegur "Siapa
itu?" Dua sosok bayangan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya segera melayang
keluar dan melayang turun tepat di hadapan bayangan orang yang tak pandai bersilat itu.
Hoa Giok terkejut, cepat ia menyembunyikan diri dibalik pohon besar, bernapaspun tak berani
keras-keras, dengan hati-hati dia mengintip ke sana.
Dilihatnya orang yang sama sekali tak pandai silat itu tidak menjadi kaget atau gugup malahan
sambil membusungkan dada dia menyahut "Aku!"
Selang sesaat ia dapat melihat bayangan orang tersebut ternyata adalah seorang pemuda
berbaju perlente, sekalipun di tengah kegelapan wajahnya tak terlihat jelas, tapi ia dapat
merasakan betapa gagah dan tampannya pemuda itu, boleh dibilang belum pernah ia temui
pemuda segagah dan setampan ini. Hatinya tambah tegang, dia ingin tahu bagaimanakah reaksi
dan kedua orang pengadangnya tadi.
Ternyata kedua orang pengadang itu sama menyurut mundur selangkah lalu dengan hormat
berkata "O, kiranya Hui-tay sianseng adanya di tengah malam buta begini Hui-tay-sianseng
hendak pergi ke mana?"
Hampir saja Hoa Giok menjerit kaget, ketika kata-kata "Hui-taysianseng" menyusup masuk ke
telinganya. "Benarkah dia ini Hui-taysianseng yang akan menjabat Congpiaupacunya orang- Lok-lim di
Wilayah Kanglam?" demikian pikirnya, "tapi kenapa dia tak pandai ilmu silat" Apalagi dia adalah
seorang pemuda yang ternyata masih muda belia?"
Si berita kilat merasa hal ini terlampau aneh dan sama sekali tak masuk akal, pelahan ia
berjongkok dan bersembunyi lebih hati2.
Didengarnya Hui-taysianseng itu sedang menyahut dengan dingin "Di tengah malam sejuk ini
aku ingin jalan-jalan di luar, boleh bukan?"
Kedua pengadang itu adalah dua orang laki kekar berbaju ringkas, sinar mata mereka tajam,
gerak geriknya enteng dan lincah jelas kedua orang ini mempunyai iimr silat yang tangguh, tentu
kedudukan mereka di dalam Long-bong-san-ceng tidak rendah.
Mendengar permintaan itu, kedua orang tersebut saling pandang sekejap, lalu tertawa
terbahak-bahak, ialah seorang di antaranya menyahut sambil tertawa ,"Ya. sungguh tak kusangka
Hui-taysianseng mempunyai kegembiraan sebesar itu untuk ber-jalan2 di tengah malan sejuk ini,
bila tidak keberatan kami berdua memberanikan diri untuk menemani Hui-taysianseng ber-jalan2
mencari angin."
Ia sengaja berhenti sebentar untuk tertawa kemudian menambahkan "Tentunya engkau setuju
bukan?" Hui Giok yang dipanggil sebagai "Hui-taysianeng" baru kaget setelah mendengar perkataan
itu, sinar matanya berkeliaran memandang ke sana ke mari, untuk sesaat lamanya dia tak mampu
mengucapkan sepatah kata.
Si Berita kilat Hoa Giok yang bersembunyi di balik pohon jadi tidak habis mengerti oleh adegan
tersebut, ia tak menyangka di antara Hui-taysianseng dan Sinjiu Cian Hui bisa terjadi hubungan
aneh begini. Dilihatnya setelah termangu-mangu beberapa saat lamanya Hui taysianseng lantas berkata
dengan dingin "Kalau begitu kehendak kalian, terserahlah!"
Perasaan Koay-sim Hoa Giok sekarang walaupun diliputi ketegangan tapi juga merasa
gembira, sebab ia tahu di balik persoalan ini masih tersimpan rahasia yang "tidak dapat
dibocorkan kepada orang luar", dan "rahasia" bagi orang lain berarti uang baginya.
Ia saksikan bagaimana kedua orang laki2 kekar itu menggapit Hui-taysianseng dari kanan dan
kiri terus berjalan ke depan.
Tapi baru beberapa langkah, tiba-tiba langkah kedua orang itu sempoyongan serentak mereka
memutar badan sambil membentak "Siapa" Apa?"
Baru setengah2 bentakannya, tiba-tiba saja kedua orang itu sempoyongan pula dan akhirnya
roboh terjungkal.
Perubahan itu sangat mendadak Koay-sin Hoa Gfbk sampai menutup mulut sendiri agar tidak
menjerit kaget.
Agaknya Hui-iaysianseng juga terkejut oleh peristiwa itu, dia berjongkok dan memeriksa
denyut nadi kedua orang itu, kemudian berbangkit sambil melihat telapak tangan sendiri.
Hoa Giok yang bersembunyi di balik kegelapan diam2 merinding, di bawah cahaya bintang ia
lihat kedua tangan Hui-taysianseng berlepotan darah.
Sambil merentangkan telapak tangannya yang penuh darah itu, Hui-taysianseng memutar
badan nya keempat penjuru sambil bergumam "Siapa" Siapa?"
Malam semakin kelam, hawa terasa dingin, angin yang berembus menggoyangkan ranting dan
dedaunan sehingga menimbulkan suara gemerisik.
Memang sudah banyak kejadian seram dan mengerikan yang pernah dijumpai Koy-sin Hoa
Giok sepanjang hidupnya, iapun tahu apa yang terpampang di depan matanya sekarang
menyangkut suatu rahasia besar bagi dunia persilatan akan tetapi perasaannya waktu itu betul2
ketakutan dan ngeri sekali, hampir saja dia bangkit berdiri untuk kabur se-jauh2nya.
Akan tetapi hanya sekejap saja, ketika dia menengadah, di kedua samping Kui-taysianscng
tahu2 sudah bertambah pula dua sosok bayangan manusia, kedua sosok bayangan itu tinggi
kurus kering menyerupai setan yang mendadak muncul dari bawah tanah, mereka muncul dengan
begitu saja tanpa menimbulkan suara apapun. hampir saja Ho Gio tidak percaya pada matanya
sendiri, tapi ia berusaha mengendalikan rasa kaget dan ngerinya sekali lagi dia memandang ke
depan. "0 kiranya mereka!" diam2 ia membatin.
Kedua sosok bayangan yang muncul secara mendadak itu bukan lain adalah Ko-bok dan Hantiok
yang tadi masih berdiam di penginapannya, waktu dia berangkat tadi dia tak tahu mengapa
kedua orang aneh ini bisa muncul di sini, ia lebih2 tak tahu sebenarnya ada hubungan apa antara
mereka dengan Hui tay-sianseng, dilihatnya kedua orang aneh itu sedang mengawasi Hui
taysianseng dengan pandangan yang dingin.
"Anak Ki sakit!" ucapan pertama yang kaku meluncur keluar dan mulut mereka.
Hoa Giok terkesiap: "Siapa itu anak Ki. Mengapa tengah malam buta begini Ko-bok dan Han
tiok berkunjung kemari, bahkan tak segan2 membunuh kedua orang tadi hanya untuk
memberitahukan bahwa anak Ki sakit?"
Dengan keheranan ia memandang pula ke depan, dilihatnya Hui-tay sianseng merasa kaget
demi mendengar perkataan itu, air mukanya agak berubah, malahan dengan gelisah lantas
bertanya "Kenapa dia sakit" Sakit apa?"
"Hm... dia sakit lantaran kau!" Leng Ko-bok mendengus.
"Tengoklah dia!" sambung Leng Han-tiok.
Koay sim Hoa Giok bagai tenggelam dalam kabut tebal, betapapun cerdiknya juga tak tahu hal
lkhwalnya, cuma lamat2 ia dapat menduga "anak Ki" yang dimaksudkan Leng Ko-bok dan Leng
Han-tiok itu kemungkinan adalah Tham Bun-ki puteri kesayangan Liong heng-pat ciang, tapi
justeru lantaran itu dia semakin bingung.
"Sudah pasti Hui-taysianseng ini bukan lain adalah bakal Congpiaupacu kaum Lok-lim di
wilayah Kanglam,. sedang semua orang persilatan tahu, tindakan Sin jiu Cian Hui ini, tujuannya
tak lain adalah ingin mempersatukan seluruh orang Lok lim di daerah Kanglan agar bersama-sama
menghadapi kekuatan Hui liong piaukiok tapi kenapa bakal Congpiaupacu ini justeru punya
hubungan dengan Liong-li" Tham Bun-ki. Bahkan katanya Tham Bun ki jatuh sakit lantaran dia"
Ada sementara persoalan yang dianggap sebagai kejadian biasa oleh mereka yang
mengetahui latar belakang peristiwa itu, tapi justeru membingungkan orang di luar lingkungan
demikian pula keadaan Hoa Giok sekarang.
Cahaya bintang menyoroti kedua sosok mayat yang berlumuran darah, di samping mayatmayat
itu berdiri dua orang aneh serta seorang pemuda yang tampaknya dalam keadaan bingung
di tengah keremangan malam, pemandangan semacam itu menambah seramnya keadaan.
Sementara itu Hui-taysianseng menghela napas setelah tertegun sejenak ia berkata. "Aku tak
dapat pergi!"
Diam-diam Koay-sin Hoa Giok manggut "Seandainya aku menjadi dia akupun tak akan pergi."
Rupanya jawaban itu membangkitkan amarah Leng Ko bok dan Leng Han-tiok.
Leng Ko bok tertawa dingin "Hm. Lantaran kau dia jatuh sakit, hanya pergi menengoknya saja
kau tak mau?"
"Hehe, ada sementara orang suka menolak arak kehormatan dan lebih suka arak hukuman,
pernahkah kau pikir bahwa hari ini kau dapat menolak untuk pergi?" sambung Leng Han-tiok
sambil tertawa dingin.
Setiap kali Leng Ko-bok dan Leng Han tiok berbicara, suaranya selalu dingin seram bagaikan
suara yang berasal dari liang kuburan, kendatipun Koay-sim Hoa Giok bukan orang penakut tidak
urung bergidik juga dia.
Siapa tahu baru saja habis ucapan Leng Han-tiok, mendadak dari balik hutan di kejauhan
berkumandang suara seseorang yang nyaring merdu sekata demi sekata diiringi tertawa "Kalau
tidak pergi lantas kenapa?"
Hoa Giok baru sempat mendengar kata "kalau tidak..." tahu2 sesosok bayangan orang
melarang tiba dari balik kegelapan, tampaknya tidak cepat tapi lenyap suaranya bayangan itupun
sudah melayang tiba di depan mereka dengan entengnya, Hoa Giok adalah orang Kangouw ulung,
sekalipun kungfunya tidak terlampau tinggi tapi semua orang yang berhubungan dengan dia rata2
adalah jagoan ternama di dunia persilatan walaupun begitu selama hidupnya belum pernah
melihat orang yang memiliki ilmu meringankan tubuh selihay ini.
Selagi ia tercengang, Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok telah berseru dengan terkejut "Hah, Kim
tong-giok-li"
Koay-sin Hoa Giok yang memang sudah tegang semakin tergetar demi mendengar nama yang
termasyhur itu."
Cepat dia memandang ke sana, dilihatnya tokoh legendaris dunia persilatan ini adalah seorang
perempuan tinggi besar dengan baju panjang tipis sehingga kelihatan garis tubuhnya yang kekar.
Yang aneh lagi, dipunggung perempuan ini menggendong sebuah keranjang kuning dan di da


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lara keranjang meringkuk seorang laki2 kerdil berbaju warna emas, meski tidak jelas wajahnya di
pandang dari jauh, tapi samar2 terlihat laki2 dalam keranjang yang mirip anak kecil itu selain
berbaju perlente juga berjenggot, siapapun bila pertama kali melihat Kim-tong-giok-li" tentu akan
tercengang dan tidak percaya pada pandangan sendiri, demikian pula dengan Koay-sim Hoa Giok.
Meskipun dia tak menyangka kedua tokoh aneh yang termasyhur di dunia, persilatan ini ternyata
memiliki potongan badan yang istimewa begini.
Waktu dia memandang pula ke sana, dilihatnya Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok sudah berdiri
berjajar dan sedang mengawasi Kim tong-giok-li tanpa berkedip, tubuh mereka kaku sikapnya
dingin, seandainya angin malam tidak mengibarkan ujung bajunya mungkin orang akan mengira
mereka adalah patung.
Hoa Giok menelan air liurnya seolah-olah hendak telan kembali jantungnya yang nyaris
melompat keluar. Rembulan telah condong ke langit barat, hal ini membuat tempat sembunymya
tambah gelap, meski bintang bertaburan di angkasa, malam yang dingin, ia lebih suka berada di
tempat lain daripada berada di tempat semacam ini.
Didengarnya Giok-li sedang tertawa ringan sambil menuding Hui-taysianseng yang berada
disampmgnya ia berkata "Orang tak sudi pergi bersama kalian, berdasarkan apa kalian memaksa
orang mengikuti kehendak kalian" Apalagi dia sudah punya janji lebih dahulu dengan kami. kukira
belum tiba gilirannya pada kalian."
Pelahan sinar mata Ko-bok dan Han-tiok ber alih dari wajah Kim-tong-giok-li ke wajah Hui
Giok, meskipun air muka mereka tetap kaku tanpa emosi namun dalam hati merasa heran. "Aneh,
darimana mungkin anak muda she Hui ini mempunyai hubungan dengan Kim-tong giok-li?" Belum
habis berpikr, tiba2 terdengar gelak tertawa nyarng, menyusul pandangannya terasa kabur tahutahu
Kim-tong meloncat keluar dan keranjang.
Geli Koay-sim Hoa Giok melihat bentuk badan Kim-tong yang kerdil itu. tapi dilihatnya Leng Ko
bok maupun Leng Han tiok tanpa mengeluarkan suara terus ayun telapak tangan dan secepat kilat
membacok batok kepala Kim-tong.
Perawakan Ko-bok maupun Han tiok tinggi kurus, sedangkan perawakan Kim-tong sangat
cebol dan bacokan keempat tangan Leng-kok-siang bok ini segera tercipta selapis bayangan hitam
yang besar. Se-akan2 bukit yang tiba2 ambruk ke atas kepalanya, Hoa Giok melihat sekujur badan Kimtong
sudah terkurung di bawah keempat telapak tangan itu, tampaknya tak mungkin lagi baginya
untuk berkelit maupun menghindar.
Hui-taysianseng kelihatan berseru kaget, sedangkan Giok-li dengan senyuman dikulum berdiri
di samping sambil berpeluk tangan, se-olah2 tak tahu bahwa Ko-bok dan Han-tiok tiba2
melancarkan serangan.
Ketika empat telapak tangan yang besar itu hampir mengenai tubuh Kim-tong yang cebol,
mendadak saja Kim-tong tersenyum, lengannya seperti tidak melakukan gerakan apa2, tahu2
kedua telapak tangannya menangkis ke atas.
Koay-sin Hoa Giok menyaksikan pukulan yang lontarkan Ko-bok dan Han-tiok itu seperti gugur
gunung dahsyatnya, sebaliknya tangkisan Kim-tong seenteng kapas, tampaknya seperti tidak
bertenaga selagi dalam hati ia berkeluh bagi Kim-tong, mendadak terdengar suara "Plak-plok"
empat kali, tubuh Kim-tong yang kecil pendek masih tetap berdiri tegak di tempatnya, sebaliknya
Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok malahan tergetar selangkah ke belakang.
"Aneh," pikir Hoa Giok, "nama Kim-tong sedemikian tersohor, apakah dia pakai ilmu hitam?"
Hoa Giok tidak tahu bahwa tangkisan Kim tong tadi tampaknya sangat enteng seperti tak
bertenaga, tapi sebenarnya suatu pukulan yang memakai tenaga dalam, cuma oleh karena tenaga
dalam yang dilatih Kim tong termasuk unsur lunak dan dingin, maka bagi pandangan orang lain
serangan itu seperti tak berkekuatan. padahal kehehatannya sukar dilukiskan.
Ketika menangkis tadi ia sudah menghantam telapak tangan kanan Leng Han-tiok dan tangan
kiri Leng Ko-bok, menyusul telapak tangannya membalik, dengan punggung tangan dia
menghantam lagi telapak tangan kiri Leng Han-tiok dan tangan kanan Leng Ko-bok, karena itu
benturan yang terjadi adalah empat kali.
Karena itu, baik Kobok maupun Han-tiok segera merasakan telapak tangannya jadi panas,
sekujur badan bergetar keras tanpa kuasa ia mundur selangkah ke belakang.
Sebetulnya Hui Giok menaruh perasaan kasihan terhadap tokoh ajaib yang bertubuh abnormal
ini, tapi setelah menyaksikan kelihayan kungfunya yang sanggup mendesak mundur musuh
tangguh hanya dalam sekali gebrak, rasa kasihannya itu segera berubah menjadi perasaan
kagum. Kim-tong kembali bergelak nyaring, di tengah gelak tertawanya itu tahu2 badannya
melambung lagi ke udara, dalam waktu singkat dia melepaskan beberapa kali pukulan gencar.
Sebelum serangan itu mencapai sasarannya Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok sudah
merasakan angin dingin yang merasuk tulang menyambar tiba, hati mereka terkesiap, setelah
saling pandang sekejap.. mereka bergerak bersama, telapak tangan kanan Leng Han-tiok segera
bergerak dari kanan menuju ke kiri, tangan kiri dari bawah menuju ke-atas, sebaliknya tangan kiri
Leng Ko-bok bergerak dari kiri ke kanan, tangan kanan bergerak lurus ke depan .
"Blang" empat kail benturan kembali menggelegar, dengan tubuh mereka yang jangkung dan
lengan yang panjang, keempat tangan mereka seakan2 hendak menjepit tubuh Kim-tong di
tengah, padahal waktu itu Kim-tong yang cebol masih mengapung di udara, tampaknya ia sudah
tak mampu menghindarkan diri lagi.
Tak terduga, mendadak pergelangan tangannya berputar, "plak-plok", empat kali benturan
menggema lagi di udara. dalam sekejap itu dia menyambut pula ke empat pukulan Ko-bok dan
Han-tiok itu secara keras di udara, kemudian badannya yang cebol berjumplitan dan melayang
turun di belakang Ko-bok serta Han-tiok dengan kepala di bawah dan kaki di atas, kedua tangan
direntangkan dan tangannya bagaikan pedang serentak menutuk jalan darah "Keng-cing-hiat" di
bahu kiri dan kanan Ko-bok serta Han-tiok.
Semua gerakan itu dilakukan dengan enteng dan cepat seperti setan gentayangan malahan
gerakan telapak tangannya juga cepat luar biasa.
Cepat Ko-bok dan Han-tiok rendahkan bahu dan geser langkah, dengan tangan kanan Leng
Ko bok dan tangan kiri Leng Han-tiok mereka berputar membentuk setengah lingkaran, tahu2
tangan yang lain terus menerobos ke depan dan menghantam.
jurus Cian-tiong-sia-goat (memanah rembulan dari lingkaran) ini meski hanya suatu serangan
yang sederhana, namun kuat sekali baik untuk bertahan maupun untuk menyerang, cepat dan
dahsyat serangannya, suatu jurus ampuh ilmu pukulan kelas tinggi.
Tak tahunya ketika serangannya meleset, Kim-tong sekali lagi melejit ke udara, dengan ujung
kaki dia menendang telapak tangan kanan Leng Ko-bok dan telapak tangan kiri Leng Han-tiok,
mengancam jalan darah Ho si-hiat di pinggir telapak tangan.
Dalam kegelapan caranya mengincar jalan darah dengan ujung kakinya ternyata sangat jitu,
hal ini membuat Ko-bok dan Han-tiok terkesiap, cepat mereka menarik tangan dan melancarkan
serangan lagi secepatnya, kali ini mereka menabas pergelangan kaki Kim-tong.
Perlu diketahui baik Leng Ko-bok maupun Leng Han-tiok adalah jago lihay yang sudah punya
nama besar dalam dunia persilatan, dengan sendirinya kungfu mereka lebih hebat dari siapapun,
sekalipun Kim-tong memakai sepatu baja dan kaus besi, bila terkena serangan mereka tentu juga
tulang akan remuk atau patah, padahal waktu itu sudah cukup lama Kim-tong melambung di
udara, tubuhnya sekarang merosot ke bawah, bila dia melayang ke belakang, serangan terhadap
kakinya memang bisa di hindari akan tetapi karena gerakan itu dadanya akan terbuka, padahal
meski Ko-bok dan Han-tiok sedang menyerang dengan tangan kiri dan tangan kanannya namun
sebagian tenaganya masih terhimpun di tangan lain, bila ada peluang segera mereka akan
menyerang pula.
Siapa tahu kedua kaki Kim tong yang cuma sebesar lengan orang dewasa itu mendadak
memancal ke belakang, kemudian bersalto lagi di udara, dengan kepala di bawah dan kaki di atas,
ujung telapak tangan secepat kilat menjabat.
Leng Ko-bok maupun Leng Han-tiok benar2 sangat kaget, sama sekali mereka tak menyangka
tubuh lawan yang sudah mulai meluncur turun itu tahu2 bisa melejit kembali di atas, untuk menarik
kembali serangannya jelas tak sempat lagi, tahu2 telapak tangan mereka terasa kaku kesemutan.
Segera Kim-tong mencengkeram urat nadi pergelaangan tangan mereka, seketika seluruh
tubuh Ko-bok dan Han-tiok jadi lemas tak bertenaga.
Kim-tong tertawa panjang, ketika meluncur ke bawah, dengan ujung kaki secepat kilat dia tutuk
pula jalan darah di pinggang kedua orang itu.
Koay sin Hoa Giok terkesiap dan kagum luar biasa, ia lihat Kim-tong bergerak mengapung di
udara se-akan2 bersayap saja, bahkan tidak diketahui gaya kungfu dari aliran manakah.
Dan selagi dia melenggong itulah terdengar Kim-tong tertawa panjang dan melayang turun ke
tanah, sedangkan Ko-bok dan Han-tiok lantas menggeletak lemas.
Giok-li tertawa senang, dengan nada kagum bercampur memuji dia bertepuk tangan dan
berseru. "Sepuluh tahun tak pernah menyaksikan Toako bertempur tak tersangka hari ini hahaha
kegagahan Toako ternyata sedikitpun tidak berkurang..."
Lalu dia berpaling kepada Hui Giok dan menambahkan "Coba lihat, kepandaian Toakoku ini
terhitung nomor satu di dunia atau tidak?"
Perempuan ini bertubuh tinggi besar, kasar dan kekar, tapi sewaktu berbicara suaranya lembut
dan merdu seperti seorang gadis yang manja, diam Koay sim Hoa Giok sangat geli, tapi tidak
berani tertawa.
Sementara itu Kim-tong sedang memandang Ko-bok dan Han-tiok yang terkapar di tanah,
kemudian memandang pula kedua mayat tadi, ia tertawa dingin, katanya kepada Giok-li: "Tolong
bawalah kedua batang balok kayu ini, ringkus mereka beberapa hari agar mereka tidak banyak
omong nanti!"
Koay-sin Hoa Giok merasa menggigil, bulu kuduknya sama berdiri.
"Agar mereka tidak banyak omong, pikirnya "Wah, bila mereka tahu masih ada orang lain yang
mengetahui kejadian ini, bukankah..."
Dia menghela napas dan tak berani berpikir lebih jauh dilihatnya Giok-li dengan satu tangan
menjinjing sesosok tubuh, dia mengempit badan Ko-bok dan Han-tiok di bawah ketiaknya. lalu
kepada Hui Giok alias Hui-taysianseng, dia berkata "lkutlah padaku, ada barang bagus akan
kuberikan padamu" Dia lantas berlalu lebih dahulu.
Sesudah bayangan mereka lenyap di kegelapam malam Koay-sin Hoa Giok baru mengembus
n napas lega. Siapa tahu, mendadak kepalanya seperti disentuh sesuatu, ia kaget dan kontan angkat
langkah seribu setelah lari terbirit-birit agak jauh baru berani mengintip ke belakang, namun di
belakangnya tetap sepi tak nampak bayangan seorangpun dia meraba kepalanya, ternyata
sepotong kecil ranting pohon yang hinggap di atas kepalanya. Kembali dia mengembus napas
lega meski peluh dingin sempat membasahi sekujur badannya.
Malam ini, meski sudah dilewati pula seharian yang panjang, namun bila terkenang kembali
kejadian kemarin malam, hatinya masih kebat-kebit dan takut diam-diam iapun merasa geli kepada
dirinya sendiri yang penakut. Tapi, memang begitulah pekerjaannya, ia sudah biasa hidup di
antara ketegangan dan ketakutan untuk menyelidiki keadaan pribadi serta rahasia orang lain dia
memang hari membayar dengan imbalan yang cukup besar karena itulah meski pengalaman
semalam cukup membuatnya takut, toh malam ini ia berani menyerempet bahaya lagi dengan
mendatangi kembali tempat yang telah dikunjunginya semalam.
Sekarang dia berdiri lagi di bawah pohon seperti kemarin. rembulan masih juga bersinar dari
tempat yang tak berubah maka suasana di bawah ini juga tetap gelap se-akan2 tempat yang
tergelap di bumi raya ini.
Dia mengembuskan napas lega dengan hati diperiksanya lagi keadaan sekitar tempat itu
dahan pohon amat besar dengan ranting yang tak terhitung jumlahnya daun rimbun membuat
tempat itu semakin rapat, apalagi semak belukar yang tumbuh subur di sekitar pohon tersebut
sekali lagi dia mengangguk dengan perasaan lega.
"Tempat ini memang tempat yang paling aman untuk bersembunyi!" demikian pikirnya.
Maka la pun bersembunyi ditempat yang menurut anggapannya paling aman dengan mata
yang jelilatan ia mulai mengawasi keadaan di sekitar tempat itu dan berusaha menemukan
sasaran yang dirasanya berharga untuk diselidiki.
Angin berembus lewat menggoyangkan dedaunan bintang berkedip memenuhi angkasa,
keadaan malam ini tak berbeda dengan malam sebelumnya, indah, tenang dan nyaman. Malam di
musim semi memang selalu indah.
Lama dan lama sekali, ia menggerakkan tubuhnya kian kemari dengan perasaan tak tenang.
"Aneh, mengapa tidak terjadi suatu peristiwa apapun?" ia berusaha menunggu lagi dengan tak
sabar, tapi suasana di sekitar tempat itu tetap tenang dan hening. sekarang kesabarannya mulai
berkurang "Mungkin malam ini tak akan terjadi apa2" Mengapa aku harus menunggu terus di sini
seperti orang bodoh?"
Tapi dengan cepat ia menghibur dirinya sendiri "Ah, kenapa tidak sabar menunggu sebentar
lagi. Mau pergi juga mesti tunggu sampai rembulan sudah condong ke pucuk pohon sana."
Rembulan mulai doyong kesebelah barat, kian lama kian condong sehingga akhirnya sampai
di atas pohon di seberang kali kecil sana, ia menengadah lalu menghela napas kecewa.
Sekarang baru dirasakan olehnya bahwa perbuatannya benar2 bodoh, malam seindah dan
senyuman ini telah disia-siakan dengan begitu saja menunggu sesuatu yang tak ada gunanya.
"Ya, seharusnya aku mesti tahu bahwa malam ini takkan terjadi peristiwa apa2 lagi,
memangnya orang lain sengaja menerbitkan peristiwa cuma untuk di tontonkan kepadaku saja.
Hmm, aku betul2 tolol, tahu begini, ranjangnya Siau cui di kota Keng-ko pasti lebih nyaman
daripada tempat ini." Sambil menggerutu dia merangkak bangun dan tempat sembunyinya.
"Akan tetapi, sebelum dia berdiri sesosok bayangan tiba2 terlihat sedang bergerak dari
kejauhan yang lebih menggirangkan lagi ternyata orang ini adalah "Hui-taysianseng"
Sepanjang jalan, gerak-"gerik pemuda itu persis seperti orang sinting tangan dan kakinya di
gerakkan ke sana kemari tanpa berhenti. hal ini membuat Koav sin Hoa Giok jadi melongo. Tapi
ketika dilihatnya orang hanya sendirian, hatinya merasa lega,
Sementara itu "Hui-taysianseng" sudah semakin mendekat, tapi kaki dan tangannya masih
menari ke sana ke mari, sekilas pandang gerakan tersebut seperti tidak beraturan, tapi ketika
diawasi dengan lebih seksama, maka terlihatlah bahwa telapak tangan kirinya selalu bergerak dari
kiri ke kanan membuat gerakan melingkar, lalu tiba2 ditarik kembali, sedangkan telapak tangan
kanan selalu membuat gerak lingkaran dari dalam menuju luar lalu menyodok lurus ke depan,
pinggangnya bergeliat ke kanan, sikut kirinya berbareng menyodok dan kaki kanannya mendadak
menendang. Semula Koay sin Hoa Giok memperhatikan gerakan itu dengan termangu, tapi lama kelamaan
ketika dilihatnya permainan pemuda itu melulu hanya gerakan yang sama, akhirnya Hoa Giok
tertawa geli pikirnya "Masa gerakan semacam ini juga terhitung sesuatu jurus serangan" Entah ia
pelajari gerakan ini dari mana" Wah, kalau dengan jurus serangan macam beginipun bisa melukai
orang, hehehe . kecuali lawannya adalah orang tolol."
Dilihatnya Hui taysianseng seperti orang yang kehilangan sukma, masih terus menggerakkan
kaki dan tangannya membuat gerakan yang sama. ketika tiba di hadapannya tiba-tiba satu ingatan
melintas dalam benak Hoa Giok seandainya dia kutangkap, lalu kubawa ke tempatnya Liong-hengpat-
ciang sana, kejadian ini tentu akan jauh lebih menggembirakan hatinya daripada berita apapun
paling sedikit... paling sedikit aku bisa mengeruk beberapa ribu tahil perak darinya, Hahaha...
melihat tindak tanduknya yang tolol dan lagi tak pandai silat, mustahil sekali cengkeram tak dapat
kubekuk. Berpikir sampai di sini hatinya sangat girang, tapi ketelitian dan kewaspadaan sudah menjadi
pembawaan orang ini dengan seksama ditelitinya pula keadaan di sekitar tempat itu, setelah yakin
sasarannya berada sendirian barulah ia mau bertindak.
"Berhenti!" tiba-tiba ia membentak.
Waktu itu pikiran Hui Giok sedang tenggelam dalam suatu keadaan yang serba baru dan aneh
kaget sewaktu mendengar bentakan tersebut cepat ia berhenti. Dilihatnya dari balik kegelapan di
tepi jalan melompat keluar sesosok bayangan sambil menghampiri di hadapannya orang itupun
menegur "Apakah Anda ini Hui-taysianseng?"
Sekali lagi Hui Giok kaget dikiranya orang ini adalah anak buah Sin Jiu Cian Hui tetapi ketika
diamati lebih lanjut ternyata orang berperawakan jangkung dengan baju yang perlente lagi pula
Ginkangnya tidak seberapa lihay belum pernah dikenal sebelumnya maka setelah ragu2 sejenak
akhirnya dia menyahut "Ya, aku memang Hui Giok, Ada urusan apa mencari diriku?"
"Oh jadi dia bernama Hui Giok" pikir Koay sim Hoa Giok dengan geli.
Ia mengerling, kemudian memperkenalkan diri "Aku bernama Tan Cu-peng sudah lama
mengagumi nama besar Hui taysianseng. cuma sayang selama ini tak ada kesempatan untuk
berkenalan sungguh tak tersangka sekarang kita bisa berjumpa di sini. Hahaha sungguh sangat
beruntung bagiku!"
Kecerdikan orang ini memang mengagumkan, meskipun dia hendak menangkap "Huitaysianseng"
dan menyerahkannya kepada Liong-heng-pat-ciang untuk mendapatkan uang,
namun iapun tak ingin menyalahi si Tangan Sakti Cian Hui, maka dia sengaja menggunakan nama
palsu, dengan demikian andaikan "Hui-taysianseng" tidak mati juga tidak akan tahu siapakah dia
sebenarnya, lebih2 Sin-jiu Cian Hui, tentu juga tak akan mengetahui peristiwa ini hasil karya siapa.
"Nama besar apa yang kupunyai?" demikian Hui Giok berpikir karena ucapan orang tadi,
Meskipun sangsi bercampur curiga tapi lantaran Tan Cu peng ini berwajah tampan, cara
bicaranya juga sopan dan tidak memberi kesan jelek kepadanya maka buru2 sahutnya perkataan
saudara terlampau berlebihan!"
Selangkah demi selangkah Koay-sim Hoa Giok menghampiri anak muda itu sembari
celingukan ke sana kemari, ketika ia yakin bahwa sekeliling situ tak ada orang lain, diam-diam ia
sangat girang. "Besok pagi adalah saat nama besar Anda akan menggemparkan seluruh dunia " katanya
sambil tersenyum, "dan malam ini ternyata Anda masih berminat untuk berpesiar malam, hahaha,
Anda memang pandai mencari kesenangan sungguh pandai mencari kesenangan?"
Begitu kata-kata terakhir terucapkan mendadak ia menjotos hidung Hui Giok sekalipun
kungfunya tidak lihay, jelek2 ia pernah belajar silat selama tiga lima tahun, apalagi jurus yang
dipakai adalah jurus Hong-bun-pi hou (menyegel pintu menutup rumah) dari ilmu pukulan Tay-angkun,
ilmu pukulan aliran Siau-lim-pay yang amat populer di masa itu, bila terhajar telak batang
hidungnya, seketika kepala akan pusing dan mata ber-kunang2 serta tak mampu melawan lagi.
Hui Giok tercengang ketika melihat orang berbicara sambil tertawa kepadanya, padahal dia
merasa tak pernah kenal orang ini, kenapa orang bersikap begitu menghormat kepadanya, Belum
lenyap herannya. tahu2 suatu jotosan melayang ke hidungnya dalam kagetnya otomatis telapak
tangan kiri Hui Giok menangkis ke atas dan membuat gerak lingkaran ke sebelah kiri.
Sudah dua malam ini dia latih jurus pukulan tersebut, saking seringnya dia berlatih boleh
dibilang jurus serangan itu sudah mendarah daging maka begitu ingatan melintas, secara naluri
jurus yang sudah dilatihnya itu dikeluarkan sekalipun merasa ragu apakah gerakan melingkar yang
dia lakukan ini sanggup menangkis serangan orang atau tidak.
Koay sin Hoa Giok sendiri yakin sekali jotos niscaya akan merobohkan anak muda yang
kelihatan lemah dan ketololan itu.
Siapa tahu hanya suatu gerakan enteng saja, tangan lawan berhasil menangkis pukulannya,
baru sekarang ia terkejut cepat kepalan kirinya menghantam pula.
Tak terduga pada saat itu juga Hui Giok telah menggerakkan tangan kanannya dari dalam
menuju keluar berbentuk setengah lingkaran dan saat kepalan Hoa Giok tertahan, malahan bagian
yang tertahan itu tepat urat nadinya.


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hoa Giok terperanjat diam2 ia memaki ketololan sendiri, terang sudah diketahui musuh akan
melakukan gerakan tersebut kenapa dia malah mengantarkan kepalannya ke tangan lawan.
Mendadak ia teringat gerakan musuh berikutnya itu adalah tangan menonjok ke depan.
Secepat kilat ingatan tersebut terlintas dalam benaknya secepat itu pula ia ingin menangkis,
apa mau dikatakan lagi tangannya yang sebelah sudah terkunci tangan yang lain kena ditahan
dalam keadaan begini biarpun dia tahu musuh akan menghantam ulu hatinya, namun bukan saja
ia tak mampu menangkis, bahkan mengundurkan diri untuk menghindarpun tak mampu.
Dalam sekejap itu ia merasa telinganya mendengung dada tergetar keras, tenggorokan terasa
anyir mata ber-kunang2, ia menjerit, tubuh mencelat jatuh ke belakang untuk kemudian terbanting
keras di tanah.
Setelah menahan urat nadi penting telapak tangan musuh Hui Giok lantas memutar tangannya
dari luar melingkar ke dalam, tapi dengan demikian maka tangan musuhpun ikut terangkat waktu
menghantam ke depan, dilihatnya musuh cuma memandangi dirinya seperti orang linglung "blang"
tubuh lawan yang jangkung itu mencelat ke udara dan terbanting jatuh di sana.
Hui Giok sendiri sampai melenggong, ia tak pernah menyangka jurus serangannya akan
mendatangkan kehebatan seperti itu, padahal jurus serangan itu baru dilancarkan setengah jalan
dan musuh sudah kena dihajar roboh.
Waktu ia memandang ke sana, dilihatnya setelah tubuh "Tan Cu-peng" menggeletak di tanah,
lalu tidak bergerak lagi, ini membuatnya terkejut.
Jangan-jangan orang itu kuhantam sampai semaput demikian pikirnya.
jilid ke- 10 Ia memburu ke sana dengan langkah lebar, ia berjongkok dan memeriksa keadaan orang itu.
dibawah sinar rembulan Tan Cu-peng kelihatan menggeletak dengan mata melotot, darah
mengalir dari bibirnya dan mukanya menyeringai seram. ketika napasnya diperiksa. Hah, ternyata
"Tan Cu-peng" ini sudah tewas.
Dengan ter-mangu-mangu Hui Giok bangkit berdiri, ia merasa pikirannya kosong dan
melayang entah ke mana, apapun tak dapat dipikirnya, yang teringat hanya: "Aku telah membunuh
orang, aku telah membunuh orang"
Waktu dia mengawasi pula, jenazah itu menggeletak tak berdaya di atas tanah, keempat
anggota badannya terlentang lemas, bajunya tersingkap dan sebuah bungkusan uang perak
tercerai-berai di sekitarnya dan memantulkan cahaya gemerdep tertimpa sinar bulan.
"Belum lama berselang dia masih bercakap-cakap dan tertawa, dalam tubuhnya penuh tenaga
hidup, tetapi sekarang dia sudah mati, jiwanya ternyata amblas dan musnah di tanganku."
Demikianlah Hui Giok menghela napas sedih pelahan dia mengangkat telapak tangan sendiri,
kiranya kungfu adalah sesuatu yang sangat mengerikan.
Malam semakin kelam. tapi dia masih berdiri kaku di situ memandangi jenazah yang terkapar
di hadapannya, berat dan sedih perasaannya waktu itu seperti dinginnya malam yang kelam ini.
Ketika subuh mulai memancarkan sinarnya di ufuk timur dan menimpa mukanya pemuda itu
masih berdiri di situ dengan sedih. Mungkin dia masih terlalu muda, ia belum tahu bahwa
pertikaian di dunia persilatan selamanya adalah kejam, lebih2 ia tak menyangka bahwa jenazah
yang berbaring di hadapannya sekarang sebenarnya telah mengganggap dia sebagai suatu
barang dagangan yang bisa mendatangkan keuntungan besar andaikata ia tidak melenyapkan
jiwanya maka orang inilah, yang akan memusnahkan dia, bahkan memusnahkannya tanpa kenal
rasa sedih ataupun menyesal.
Andaikata ia mengetahui semuanya itu, bila ia dapat meresapi makna yang terkandung dalam
peristiwa ini mungk
Bentrok Para Pendekar 6 Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo Hikmah Pedang Hijau 16
^