Pendekar Setia 1

Pendekar Setia Pendekar Kembar Bagian Ii Karya Gan K L Bagian 1


" Pendekar Kembar Bagian II
Karya : Gan KL Bab 1 : Rahasia Kitab Pusaka Hian-ku-cip
Tentu saja Yap Jing, Kan Hoay-soan dan Hana merasa kuatir.
Setelah ditunggu lagi sejenak dan Yu Wi tetap tidak ada kabar beritanya, saking cemas Kan Hoay-soan terus melompat bangun dan hendak ikut terjun kedalam laut.
Tapi Giok-bin-sin-po sempat meraihnya sambil membentak, "Mau apa kau?"
Hoay-soan meronta-ronta dan menjawab, "Akan kuperiksa kebawah sana!"
"Keadaan dibawah tidak jelas, didasar laut sering ada pusaran air, jika Toakomu tidak dapat naik kembali, apakah kau sendiri tidak mengantar kematian belaka?"
Tapi Hoay-soan meronta terlebih keras, teriaknya, "Biar kuturun. . . ." Tampaknya dia rada kalap dan sukar diatasi.
Segera Giok-bin-sin-po menutuk Hiat-to kelumpuhannya sehingga Hoay-soan tidak dapat berteriak dan bergerak lagi, tapi air matanya lantas bercucuran.
"Aku mahir berenang, biar aku saja yang turun kebawah untuk memeriksanya," seru Yap Jing sambil menanggalkan baju luar.
"Tidak, jangan!" cegah Giok-bin-sin-po.
"Dibawah belum pasti ada pusaran air," ujar Yap Jing, "sedangkan kedua tangan Toako terikat sehingga kurang bebas bergerak, jika terdapat kesulitan dibawah mungkin dapat kuberi pertolongan, biarlah kuperiksa kebawah sana."
Karena ucapan Yap Jing memang masuk diakal, tampaknya juga sukar dicegah lagi, terpaksa Giok-bin-sin-po berkata, "Baiklah, cuma kau harus hati-hati."
Yap Jing lantas meringkaskan bajunya, lalu terjun kedalam laut. Air laut sangat jernih dan dingin, Yap Jing sudah bermain air laut sejak kecil, maka dengan mahir dia menyelam kedasar laut.
Lebih dalam kebawah, keadaan tambah remang-remang, mungkin lantaran masih pagi, cahaya matahari belum bisa mencapai kedalam laut. Namun Yap Jing masih dapat membedakan arah dan memandang keadaan sekitarnya, namun tidak ditemukan sesuatu jejak Yu Wi.
Mendadak dirasakannya daya pusar yang kuat, diam-diam Yap Jing mengeluh, ia tahu didasar laut itu ternyata benar ada pusaran air yang sangat dahsyat.
Untung dia cukup kenal sifat air, ia sukar melawan daya pusaran air yang kuat itu, akan lebih baik mengikuti arah pusaran dan kemudian mencari kesempatan untuk melepaskan diri.
Maka terbawalah dia oleh pusaran air itu, sampai kedalaman tertentu, mendadak tubuhnya terseret oleh daya hisap yang sangat kuat, ia dapat melihat dengan jelas tubuhnya meluncur kearah batu karang ditepi pulau, dahsyat sekali daya hanyut itu, apabila menumbuk dinding karang, andaikan tidak mati juga akan terluka parah.
Tampaknya sudah hampir menumbuk dinding karang, otomatis Yap Jing menjulurkan tangan untuk menahan kedepan, karena daya tolak tangannya secara kebetulan tubuhnya terus tergeser kebagian bawah dan terhisap lagi kebagian dalam, secara cerdik Yap Jing memegangi dinding karang.
Dinding karang penuh berlmut dan sangat licin, ia merasa tubuhnya terhisap lebih kedalam lagi, tiba-tiba dirasakannya dinding karang itu terputus sampai disitu saja, dibagian tengah terasa kosong sehingga air se-akan2 dituangkan kesitu, makanya menimbulkan daya sedot yang sangat kuat.
Yap Jing tidak kuat lagi memegangi dinding karang, mendadak tubuhnya terhanyut terus mengapung keatas.
Makin terapung keatas makin gelap keadaan didalam air, sampai akhirnya tidak dapat melihat apa2 lagi, mendadak tubuhnya ditolak oleh suatu kekuatan sehingga terpental kepermukaan air, "bluk", ia terlempar keatas dan jatuh dilantai batu karang, cukup keras ia terbanting sehingga sangat sakit, hampir saja patah tulang.
Dilihatnya air bergemuruh mendampar kedepan sana dengan sangat dahsyat dan mengejutkan, begitu keras suara gemuruh air sehingga mirip gemuruh medan perang dan memekak telinga.
Berdasarkan perkiraannya dapatlah Yap Jing meraba keadaan sekitarnya, jelas bagian tengah bawah pulau ini kosong, air laut tertuang kedalam perut pulau melalui mulut Ho-lo yang mencuat kebawah, sebab itulah menimbulkan pusaran air. Setelah air laut
tertuang kedalam perut pulau, lalu air mengalir lagi kedepan sana dengan arus yang kuat, entah kemana mengalirnya air.
Sekarang dirinya berada ditengah perut pulau dan terlempar keatas batu karang, didepan jelas arus air mendampar dengan kuatnya, jika dirinya terbawa hanyut lagi, entah sampai kemana dirinya akan terdampar.
Setelah berpikir sebentar, rasa sakit terbanting tadi sudah berkurang, tapi untuk berdiri terasa belum kuat, terpaksa ia merangkak maju dengan memegang dinding karang. Gua didasar laut yang gelap gulita ini ternyata penuh dinding batu yang menonjol dan aneh bentuknya.
Sekian lama Yap Jing merangkak, baju yang tipis sudah robrk, tapi dia tetap tidak berhenti dan masih terus mencari jejak Yu Wi, ia yakin pemuda itu pasti juga terlempar di tepian.
Menurut dugaannya, Yu Wi pasti juga terlempar disini, sebab berdasarkan pengalaman sendiri, sesudah menyelam kebawah, nasib Yu Wi pasati sama seperti apa yang dialaminya sekarang. Cuma tidak ketahui anak muda itu terlempar kemana, tempat ini sangat luas sehingga sukar diraba begitu saja, keadaan gelap pula sehingga tidak terlihat apa pun.
Akhirnya Yap Jing tidak sanggup merangkak lagi, ia berteriak, "Toako, Toako! Dimana kau?"
Setelah berteriak-teriak lagi sejenak, tetap tidak ada jawaban, Yap Jing berhenti sebentar, lalu berteriak pula, kalau letih lantas berhenti, lalu memanggil lagi, sedikitnya hampir satu jam ia berteriak-teriak, pada waktu ia sudah putus asa, tiba-tiba didengarnya suara orang merintih pelahan.
Keruan Yap Jing sangat girang, cepat ia merangkak pula, kearah sana sambil berteriak lagi, "Toako, Toako!. . . ."
Sejenak kemudian terdengar pula suara keluhan, setelah merangkak maju, suara keluhan bertambah jelas, tapi segera
diketahuinya didepan adalah arus yang keras, jika merangkak maju lagi bisa ikut terhanyut.
Maka tahulah Yap Jing bahwa Yu Wi pasti terlempar diseberang sana, pantas diraba-raba sekian lama tidak diketemukan.
Yap Jing tidak memanggil lagi, Ia meronta bangun berduduk, dengan semedi ia berusaha menghimpun tenaga.
Cukup lama ia bersemedi, setelah tenaga sudah pulih, ia berdiri dan mendengarkan dengan cermat gemuruh air, dari suara air dapatlah diperkirakan lebar antara kedua tepian, lalu ia melompat kesana dan syukurlah dapat mencapai tepian seberang dengan tepat. Dan begitu dia berjongkok, tidak jauh lantas dapat diraba tubuh Yu Wi.
Didengarnya anak muda itu masih terus merintih, agaknya terluka cukup parah, dengan suara samar-samar ia bertanya, "Apa. . . .apakah Jing-ji adanya. . . . .?"
Yap Jing memberi tanda mengiakan, lalu bertanya dengan suara keras, "Kenapa kau, Toako?"
"Aku. . . aku tertumbuk pada. . . pada dinding karang dan. . . dan terluka parah. . . ." demikian Yu Wi menjawab dengan terputus-putus.
Maka tahulah Yap Jing sebab apa Yu Wi terluka, jelas karena kedua tangan anak muda itu terikat sehingga tidak dapat menahan damparan arus air yang dahsyat, maka ketika terhanyut dan dilemparkan pula keatas, lalu terbanting dengan keras diatas karang.
Jika badan ditumbukkan dan terbanting pula pada batu karang, tentu saja lukanya tidak ringan, malahan lebih berat daripada kena dihantam dua kali oleh jago silat kelas satu.
Suara rintihan Yu Wi seperti menyayat lubuk hati Yap Jing, ia pikir anak muda itu telah menolongnya waktu dirinya sakit keras, sekarang Yu Wi terluka parah, tapi dirinya tidak sanggup menolongnya, sungguh tidak enak perasaannya.
Tampaknya tenaga dalam Yu Wi jadi buyar karena lukanya itu sehingga tidak mampu menahan serangan hawa dingin, dengan menggigil ia berkata, "Ding. . .dingin sekali. . . ." Berbareng terdengar giginya bergemertuk.
Mendadak Yap Jing juga merasakan dingin, tahulah dia hawa dingin yang timbul dari arus air yang dingin, cepat ia merangkul Yu Wi seeratnya, tapi anak muda itu masih mengeluh kedinginan.
Begitu erat Yap Jing merangkul Yu Wi sehingga bernapas saja terasa sesak.
Pelahan hilanglah rasa dingin, tapi dia lupa melepaskan Yu Wi, malahan dia terus mencium bibir anak muda itu, ciuman ini membuat jantungnya berdebur hebat dan tak karuan rasanya.
Yu Wi seperti tidak merasakan apa-apa, ia tertidur dalam pelukan si nona. Rasa sakit sudah membuat beku syarafnya sehingga tidak merasakan hal lain lagi.
Tidak lama kemudian, kembali dingin lagi.
Hawa dingin ini datangnya secara mendadak, Yap Jing kuatir Yu Wi tidak tahan, cepat ia merangkulnya pula dengan erat, Sesudah hawa dingin mereda, mendadak dalam pangkuan si nona bertambah dengan dua ekor ikan hidup yang entah cara bagaimana bisa melejit kedalam pangkuannya.
Badan ikan itu sangat dingin, jelas tidak sama dengan ikan biasa, begitu dingin sehingga mirip dua potong es.
Perut Yap Jing sudah kelaparan, maka tidak dihiraukannya ikan apa, segera ia pegang seekor dan diganyang mentah-mentah, rasa ikan itu pun sangat dingin, seperti minum es saja.
Ikan itu tidak besar, maka cuma beberapa kali gigit saja sudah dilalapnya habis.
Sisa seekor lagi lantas dijejalkan kemulut Yu Wi. Meski terluka parah, anak muda itu masih sanggup makan, perutnya memang
juga sudah lapar, walaupun agak lambat, akhirnya ikan itu juga diganyang habis.
Waktu dimakan ikan itu terasa sedingin es, tapi sesudah masuk perut, pelahan lantas timbul hawa panas seperti api membakar. Karuan Yap Jing terkejut, disangkanya ikan itu beracun, cepat ia mengerahkan tenaga dalam untuk melawan.
Tapi tidak ada gunanya, rasa panas itu lantas mengumpul didalam perut, seluruh badan seperti terbakar, bibir dan mulut terasa kering dan rasanya sangat haus.
Yu Wi yang tidak tahan oleh hawa panas yang membakar didalam badan itu, keluhnya pula, "O, minta. . . minta air. . . ."
Tentu saja ditempat demikian tidak ada air tawar, air laut jelas tidak dapat diminum. Padahal Yap Jing sendiri juga kehausan dan tidak tahan rasanya.
Ia coba meraba kian kemari, kembali dapat diraihnya pula dua ekor ikan, tanpa pikir dia caplok lagi seekor ikan itu, seekor lain dijejalkan kemulut Yu Wi.
Segar sekali rasanya begitu ikan masuk mulut, tapi habis itu tenggorokan terasa panas lagi. Ketika daging ikan aneh itu tertelan, setiap bagian kerongkongan yang terasa panas lantas segar dan nyaman, namun setiba daging ikan didalam perut, segera rasa segar itu berubah lagi menjadi hawa panas seperti api membakar dan menjalar ke sekujur badan.
Dengan demikian jadinya seperti api disiram minyak, hilang rasa segar badan bertambah panas, saking tak tahan Yap Jing terus menarik-narik baju sendiri, meski cuma selapis baju yang tipis, namun terasa menambah rasa panas yang tak tertahankan itu.
Didengarnya Yu Wi juga sedang merobek bajunya, Yap Jing tahu anak muda itu menanggung panas seperti dirinya, tapi entah dari mana datangnya tenaga, mendadak Yu Wi kuat merobek baju sendiri. Akhirnya kedua orang jadi telanjang bulat, namun rasa kegerahan itu tidak berkurang sedikitpun.
Sungguh Yap Jing tidak tahan lagi, kalau bisa ia ingin membeset kulit sendiri yang kepanasan itu. Mendadak Yu Wi mendekapnya dengan erat, begitu kuat tenaganya sehingga sukar terlepas.
"He, kau sudah. . . .sudah sehat, Toako"!" tanya Yap Jing dengan samar-samar.
Sama sekali Yu Wi tidak tahu apa yang diucapkan Yap Jing, yang dirasakannya hanya sekujur badan seperti terbakar, panas dan panas, tidak ada perasaan lain. . . . .
Yang luar biasa adalah anggota tubuh bagian bawah, panasnya terlebih tak tahan, rasanya perlu pelampiasan.
Kedua muda-mudi itu saling dekap dengan erat dalam keadaan telanjang bulat, maka akibatnya mudah dibayangkan, dan terjadilah. . . . .
Tanpa permisi dulu meminta persetujuan si gadis, Yu Wi langsung main serobot begitu saja!
Dua jenis manusia itu melanjutkan kegiatan saling menyalurkan kenikmatan ragawinya. Ada saat-saat di mana Yap Jing seperti sedang meluncur cepat di pusaran air yang bergelora, terbawa arus entah ke mana, cepat sekali menggelandang di antara lika-liku kenikmatan yang diberikan secara jelas dan nyata oleh Yu Wi. Ada saat di mana sang gadis bagai melambung di atas bola-bola air, ada kalanya bagai melayang di atas awan yang bergumpal-gumpal.
Seluruh pori-pori tubuhnya dijalari rasa nikmat yang muncul bertubi-tubi ketika kulit mulusnya tersentuh, tertelusur, terjilat, tergigit, tersedot. . . . .
"Oh. . . . !"
Yap Jing sungguh tak pernah menyangka bahwa kendali dirinya bisa begitu cepat lepas. Ia membiarkan saja Yu Wi menciumi lembah dangkal di antara dua bukit sekal di dada, membiarkan dua tangannya meremas dan memilin bergantian di ujung-ujung bukit kembarnya.
Yu Wi mendorong tubuh mereka berdua semakin ke pinggir, ke sebuah lokasi yang agak lapang beralaskan batu hitam datar. Di situ Yu Wi mencoba melampiaskan kepanasannya dengan posisi dimana si gadis berbaring terlentang, sementara si laki-laki menindih dan menyerang dari atas dengan senjata pusaka tunggal yang kokoh bagai batu karang.
Yap Jing terus mendesah, menggeliat, terlentang pasrah, dibiarkan pemuda tampan yang juga telanjang bulat itu mengangkat kedua lututnya, menguak sebentuk gerbang istana kenikmatan di antara kedua belah paha.
Dengan lembut, ujung keras tonggak tunggal itu mendekat, berusaha menyelusup masuk dengan pelan namun pasti. Tentu saja Yu Wi sedikit kesulitan. Sebab selain baru pertama kali, senjata pusaka miliknya terlalu besar untuk ukuran gerbang istana kenikmatan Yap Jing yang sempit.
Baru masuk ujungnya saja, Yap Jing sudah meringis.
"Ughh. . . ."
Yu Wi mendorong masuk lebih dalam.
"Oh. . . .!"
Kembali Yap Jing hanya bisa merasakan dirinya terbelah dua dari ujung ke ujung.
Dan kembali pula Yu Wi mendorong masuk lebih dalam lagi. Yap Jing menjerit kecil dan menggigit pundak pemuda yang menindihnya. Terasalah sudah seluruh batang kenyal itu di dalam gerbang istana miliknya, begitu besar dan panjang hingga bergetar menimbulkan rentetan nikmat di sepanjang dinding-dinding lembut bagian dalam istana.
Sambil terus mendorong memaju-mundurkan tonggak tunggal, bibir Yu Wi memagut lembut bibir mungil Yap Jing yang langsung menerima. Lidah saling bertaut di dalam sana, menimbulkan getaran-getaran halus.
"Plukk!"
Ciuman Yu Wi terlepas, bergerak turun menyusuri leher, terus turun ke pundak, bermain sebentar di gundukan daging kenyal yang tegak menantang, kemudian menyambar cepat pada ujung-ujung bukit yang coklat kemerahan.
Setelah selesai dengan yang kiri, Yu Wi berpindah posisi ke yang kanan, sedang tangan kiri yang terikat juga meluncur dan meremas, memilin bagian satunya, dada bulat menggairahkan!
"Hegh. . . heghh. . .mmmh. . .!!"
Suara itu cukup keras terdengar.
Begitulah, entah sudah berapa kali Yap Jing mendaki dan mencapai puncak asmara. Namun anehnya, hingga sekarang ini Yu Wi belum juga memuntahkan lahar panas miliknya sebagai titian puncak asmara seorang pemuda.
Keluhan dan lenguhan datang silih berganti baik dari mulut Yu Wi dan Yap Jing. Saling pagut, saling lilit dan saling raba dilakukan oleh dua insan yang sedang berlayar di tengah samudera.
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba Yu Wi menarik mundur seluruh tenaga yang dipakai.
"Srepp!"
Begitu tenaga ditarik, ia mengganti dengan sebuah tarikan napas lembut, mengalir cepat melewati pori-pori bawah perut dan pada akhirnya sebuah denyutan kuat berjalan cepat dari bawah pusar ke ujung tonggak tunggalnya. Lalu Yu Wi menghentak sambil mempercepat gerakan.
Yap Jing sampai terguncang-guncang, tapi justru inilah yang diharapkannya. Ia pun semakin menggerakkan pinggulnya lebih cepat. . . .lebih cepat!
"Aaah!. . .hhh. . . .hehh. . . .ssst. . .ugh. . . ."
Bersamaan dengan itu pula, sebentuk denyutan cepat bergerak pada dinding-dinding gua, menjalar cepat menuju ke ujung. Dan akhirnya. . . . .
"Jrasss. . . .!"
Sebentuk cairan panas menggelegak tersembur keluar diiringi dengan sentakan keras tonggak tunggal hingga melesak ke dalam, menekan erat bagian terujung dari dinding dalam gerbang istana kenikmatan. Dan bersamaan dengan itu pula, Yap Jing mengalami hal yang sama.
"Serr. . .!" Cairan asmara kental memancar kuat, bertemu dengan lahar panas di dalam.
Saling sembur dan saling semprot!
Jika tubuh Yu Wi menegang sambil mendekap erat punggung si gadis hingga dada padat Yap Jing menempel erat dada bidang Yu Wi yang membuat tonggak tunggalnya semakin dalam menekan ke gerbang istana terujung, lain halnya dengan Yap Jing. Tubuhnya melengkung indah ke depan dengan kepala mendongak ke belakang memperlihatkan sebentuk leher jenjang serta sepasang tangan melingkar kuat ke pinggang Yu Wi, seakan dengan begitu, ia bisa memperdalam hunjaman tonggak tunggal si pemuda. Dada kencang gadis itu semakin membusung.
Gemuruh arus air tak dapat menutupi suara napas mereka yang terengah-engah. . . .
Delapan-sembilan helaan napas kemudian, tubuh mereka mulai lemas.
Kegelapan gua didasar laut itu dalam suasana penuh kebahagiaan. . . . .
Setelah mengalami pelampiasan yang dahsyat barulah berkurang siksaan panas tubuh yang sukar ditahan itu.
Sungguh pengalaman yang gaib dan kejadian yang aneh. Kedua orang tetap saling dekap dan tertidur pulas.
Dalam pada itu suhu dingin secara waktu tertentu masih terus menyerang, tapi kedua orang tidak terjaga bangun oleh hawa dingin, keduanya seakan-akan tidak takut lagi pada hawa dingin.
Entah sudah tertidur berapa lama, ketika keduanya mendusin, mereka saling pandang dengan bungkam, terhadap apa yang terjadi tadi kelihatannya tidak membuat Yap Jing menyesal, Yu Wi juga tidak meminta maaf. Apa yang diperbuat mereka seolah-olah memang terjadi sewajarnya karena kedua pihak sama-sama membutuhkannya.
Hawa dingin secara periodik masih terus menyerang, tapi yang dirasakan mereka bukan lagi dingin. Entah sebab apa, bersama datangnya suhu dingin, banyak juga ikan aneh itu melompat ketepian.
Sudah tentu timbul pula rasa lapar mereka, terpaksa mereka menangkap lagi ikan itu untuk tangsal perut walaupun disadari mereka akibatnya pasti akan terjadi begituan pula.
Benarlah, setelah makan dua-tiga ekor ikan, rasa panas yang sukar ditahan itu lantas timbul, begitu panas sehingga rasanya ingin memukuli dirinya sendiri untuk mengurangi siksaan hawa panas itu.
Tapi hasil daripada menggebuki diri sendiri terlalu kecil, sedangkan rasa panas semakin menjadi, tanpa terasa keduanya saling dekap dengan mesranya, lalu terjadi lagi. . . .
Siapakah yang dapat menjelaskan olah raga apa didunia ini yang paling berat"
Betapa kerasnya sesuatu olah-raga juga tak dapat membuat orang kelelahan dan terus pulas. Akan tetapi sekarang keduanya tertidur dengan lelah, begitu nyenyak tidur mereka, ibarat langit ambruk pun tak diketahui mereka.
Padahal gemuruh arus air yang dahsyat itu tiada ubahnya seperti langit ambruk.
Sesudah kenyang tidur, keduanya mendusin dan rasa panasnya terasa hilang. Tapi berikutnya rasa lapar timbul pula, bahkan terasa
jauh lebih lapar daripada sebelumnya. Maklumlah, mereka habis "olah-raga" dahsyat.
Saking tak tahan lapar, ketika suhu dingin menyerang dan ikan aneh itu berlompatan lagi ketepian, maka kembali ikan aneh itu menjadi santapan mereka. Setelah makan beberapa ekor, kembali timbul rasa panas luar biasa dalam badan.
Sekarang mereka tahu untuk mengatasi siksaan hawa panas dalam badan itu tidak dapat diselesaikan dengan memukuli diri sendiri melainkan harus melalui persetubuhan, habis melampiaskan hawa napsu, lalu keduanya tertidur pula.
Dan begitulah seterusnya, bila mendusin dan perut lapar, mereka lantas makan ikan, habis makan lantas "olah-raga", habis "olah-raga" berat, lalu tidur. . . . .
Napsu makan mereka pun bertambah setelah sekali makan tiga belas ekor ikan barulah mereka mampu mengatasi gejolak hawa napsu masing-masing dan tidak lagi melakukan "olah-raga" yang dahsyat itu. Dan karena tidak berolah-raga, keduanya tidak lagi lelah dan juga tidak tidur.
Mereka tidak menghitung waktu, dengan sendirinya mereka tidak tahu bahwa sudah dua puluh hari mereka tinggal disitu.
Selama dua puluh hari itu kebanyakan mereka lewatkan untuk tidur, setiap kali tidur lebih dari satu hari. Sekarang mereka tidak tidur lagi, maka sang waktu terasa lalu dengan sangat lambat. Maka sesudah makan ikan, mereka lantas bersemadi untuk menghilangkan serangan hawa panas dalam badan.
Setelah hidup tenang, setiap hari mereka makan belasan ekor ikan, lalu bersemadi, bila terlalu lelah barulah tidur.
Dengan begitu kembali belasan hari telah berlalu pula, kalau dihitung, sudah lebih sebulan mereka berdiam didalam gua bawah laut itu.
Sejak pertama kali makan ikan aneh itu dan terjadi hubungan badan, antara kedua muda-mudi itu lantas tidak saling bicara, seperti juga jaman purba, manusia purba juga tidak bicara.
Pada suatu hari, Yu Wi membuka mulut lebih dulu, "Jing-ji, dapatkah kita pergi dari sini?"
"Badanmu sudah sehat belum?" tanya Yap Jing.
"Bagaimana menurut pendapatmu?" Yu Wi balas bertanya dengan mengandung arti tertentu.
Yap Jing menunduk malu, ia tahu kesehatan Yu Wi telah pulih. Sudah barang tentu semua itu berkat ikan aneh yang mengandung khasiat mukjizat itu.
Kembali satu hari berlalu, Yap Jing coba bertanya, "Toako, apakah kau ingin pergi dari sini?"
"Ingin," jawab Yu Wi.
"Memangnya apa manfaatnya jika pergi dari sini?" ujar Yap Jing.
"Kita kan tidak dapat membikin orang berkuatir!" kata Yu Wi.
"Siapa yang kuatir?" tanya si nona.
Yu Wi menuding keatas tanpa bersuara.
Dengan sendirinya Yap Jing tidak tahu isyarat tangan itu karena dia tidak dapat melihat dalam kegelapan, disangkanya Yap Jing juga dapat melihat, padahal nona itu sama sekali tidak melihat apa-apa, kalau dia dapat melihat dalam kegelapan dan mengetahui keadaan sendiri yang telanjang bersama Yu Wi, mungkin dia akan malu setengah mati.
Dengan menyesal Yap Jing berkata pula, "Jika mereka tidak melihat kita kembali, tentu mereka mengira kita sudah mati dan tidak ada lagi yang perlu kuatir."
Tiga hari kembali berlalu pula dengan cepat, selama tiga hari kedua orang tidak bicara, setiap hari mereka tetap makan ikan aneh itu untuk menghilangkan lapar dan dahaga. Hari ini Yu Wi tidak
tahan lagi ngendon ditempat begini, katanya, "Ayolah kita coba pergi kesana mengikuti arah arus!"
Habis berkata ia lantas mendahului berjalan kedepan. Dia dapat memandang dalam kegelapan. maka jalannya cukup mantap, betapapun terjalnya batu-batu karang tak dapat menghalanginya.
Yang payah adalah Yap Jing, dia terpeleset beberapa kali, setelah maju lagi sekian jauhnya, mendadak ia keserimpet dan hampir tidak sanggup bangun.
"He, kau jatuh?" tanya Yu Wi dengan kuatir.
"Toako, sungguh sukar jalan ini, biarlah kita tinggal saja disini," omel Yap Jing.
"Anak bodoh, masakah kita boleh tinggal selamanya disini?" ujar Yu Wi dengan tertawa.
"Mari, biar kupondong kau!"
Segera ia melangkah balik dan memondong si nona. Maka badan berdekapan pula dengan badan dan muka menempel dengan muka.
Sejak mereka dapat makan belasan ekor ikan sekaligus, selama belasan hari terakhir ini mereka tidak pernah saling dekap dan melakukan perbuatan begituan lagi.
Sekarang mendadak keduanya saling dekap pula, Yu Wi tidak merasakan apa-apa, sebaliknya Yap Jing yang tidak tahan, terbayang olehnya kejadian mesra beberapa hari yang lalu, tanpa terasa hatinya terguncang, ia merangkul leher Yu Wi dengan erat sambil mendesis, "O, Toa. . .Toako, aku. . . aku. . . ."
Tapi Yu Wi diam saja dan mempercepat langkahnya.
Gua didasar laut ini ternyata berliku-liku, agak lama juga ia berjalan, tiba-tiba tertampak ada cahaya remang-remang didepan sana.
Yu Wi sangat girang, ia percepat langkahnya kesana, Yap Jing memejamkan mata dengan kepala bersandar didada Yu Wi yang bidang itu dengan pikiran yang melayang-layang.
Setiba diujung arus air sana, cahaya tadi semakin terang, kini terlihat dengan jelas setiba disini arus air itu terus menyusut kebawah dengan cepat sehingga tercipta sebuah pusaran air yang sangat besar dan menakutkan. Pusaran air ini terus berkisar kedasar laut, maka sukar dibayangkan betapa kekuatannya, apabila manusia tersirap kedalam pusaran air ini, mustahil jiwa takkan melayang.
Disebelah pusaran air sana terdapat pula aliran air yang memanjang keluar, aliran air sangat lambat dan tampak mengalir kearah pusaran ini, arah datangnya aliran air ini berada dibagian yang terang sana, Yu Wi yakin ujung sana pastilah bagian pantat Ho-lo-to ini, jadi pulau buli-buli ini boleh dikatakan sebuah buli-buli dengan pantat bocor.
Ia memperkirakan jaraknya sekarang dengan permukaan laut sudah tidak jauh lagi, sebab itulah cahaya terpantul masuk ikut aliran air, jika naik kepantai melalui jalan ini jelas bukan pekerjaan yang sulit. Maka dia tertawa senang, serunya, "Jing-ji, selamatlah kita, sebentar lagi kita bisa keluar dari sini."
Baru sekarang Yap Jing membuka mata, mendadak melihat cahaya terang, matanya menjadi silau. Ia kucek-kucek matanya sejenak, waktu ia memandang lagi kedepan, rasanya tidak silau lagi. Tapi waktu ia menunduk dan melihat badan sendiri dan Yu Wi yang telanjang bulat ini, seketika ia menjerit kaget dan memberosot turun, dengan tersipu-sipu berdiri membelakangi Yu Wi agar anak muda itu tidak melihat bagian depan tubuhnya.
"Kau tunggu disini, akan kuambilkan bajumu!" kata Yu Wi, cepat ia putar balik ketempat semula.
Kebetulan waktu itu suhu dingin menyerang lagi, belasan ekor ikan aneh berloncatan ketepian, ikan-ikan itu lantas ditangkap oleh Yu Wi dan dibungkus dengan bajunya.
Ia tahu pada waktu-waktu tertentu ada sumber air dingin yang menyembur keatas, sebab itulah hawa dingin juga menyerang secara waktu tertentu dan juga membawa datang ikan aneh yang hidup dalam air dingin itu.
Setiba ditempat terang tadi, dilihatnya Yap Jing lagi berjongkok dan sedang meraba-raba tanah.
"Apa yang kau raba?" tegur Yu Wi.
Melihat anak muda itu, Yap Jing terkejut malu dan cepat membalik tubuh.
Yu Wi melemparkan baju si nona sambil berseru, "Pakailah bajumu, mari kita makan ikan lagi."
Selesai memakai bajunya, Yap Jing menjadi tersipu-sipu pula karena bajunya sudah rombeng, disini ditutup, disana terbuka, yang sana dirapatkan, yang sini mengintip pula, jadi serba susah.
Waktu menoleh dan melihat pakaian Yu Wi tidak banyak berbeda dengan keadaan dirinya, keduanya tiada ubahnya seperti dua pengemis, tanpa terasa ia mengikik geli.
"Tertawa apa, ayolah makan ikan," seru Yu Wi.
Yap Jing menerima dua ekor ikan itu, tertampaklah sekarang badan ikan itu putih mulus, matanya sangat kecil, tubuhnya pipih, bentuknya lucu.
"Ikan ini hidup didalam sumber air dingin yang tidak pernah tertimpa cahaya, pantas matanya sekecil ini, padahal mata tiada gunanya bagi mereka." ujar Yu Wi.
Yap Jing hanya mengiakan saja, lalu menggerogoti ikan aneh itu. Terbayang olehnya akibat yang timbul waktu mula-mula makan ikan tersebut, tanpa terasa mukanya menjadi merah sehingga lupa makan lagi melainkan berdiri terkesima.
Yu Wi dapat menduga apa yang sedang dipikir si nona, dengan tertawa ia berkata, "Jangan kuatir, habis makan ikan ini, apa pun juga takkan pula kuperlakukan kau dengan kasar."
Yap Jing menjadi malu, ia lemparkan ikan yang belum termakan, lalu berpaling kearah lain.
Yu Wi mendekatinya dan memegang bahu si nona, ucapnya lirih, "Jing-ji, masa kau marah?"
"Huh, masih tanya lagi," omel si nona dengan mulut menjengkit. "Tak kau pikir tempo hari betapa ganas kau perlakukan diriku?"
"Ganas bagaimana?" tanya Yu Wi.
Yap Jing membalik tubuh lagi kesini dan memukuli dada Yu Wi sambil berteriak, "Kau. . .kau. . . sengaja mengejek. . . ."
"Eh, masakah kau tega memukul diriku?" ucap Yu Wi dengan tertawa. "Ayolah, lebih baik kita mencari akal untuk naik keatas."
"Dalam keadaan begini mana dapat kita naik kesana?" ujar Yap Jing dengan menunduk malu.
"Kukira diatas tidak ada orang lagi." kata Yu Wi.
"Dan kalau ada orang, lalu bagaimana?"
"Memang tidak enak hati keadaan kita yang tidak keruan macamnya ini dilihat mereka."
"Bagaimana kalau kutambal baju kita yang robek ini?" kata Yap Jing.
Segera ia membuka baju Yu Wi yang compang-camping dan hakikatnya cuma semampir saja ditubuh anak muda itu, maka sangat mudah dicopot. Segera Yap Jing mengeluarkan bungkusan benang dan jarum dalam sakunya dan mulai menambal baju.
Selesai menambal, karena tangan Yu Wi terikat sehingga sukar berbaju, terpaksa Yap Jing bantu mengenakannya, dia malu memandangi tubuh Yu Wi sehingga membantu dengan mata terpenjam, tentu saja sampai lama baju Yu Wi belum lagi terpakai dengan betul.
"Hubungan kita sudah lain daripada yang lain, apa yang kau malukan lagi?" ujar Yu Wi dengan tertawa.
Yap Jing lantas membuka mata dan tersenyum, ia mengenakan baju Yu Wi bagi tanpa memejamkan mata pula. Habis itu iapun menambal bajunya sendiri.
Selesai si nona bekerja, Yu Wi bertanya, "Apa yang kau raba diatas tanah tadi?"
"Disitu ada tulisan," jawab Yap Jing.
"Oo, apa betul?" Yu Wi terkesiap, cepat ia berjongkok dan memeriksanya, benarlah, pada batu karang ditepi aliran air itu terukir dua huruf sebesar mangkuk. Waktu ia periksa lebih teliti, disebelahnya terdapat lagi tiga huruf lain.
Kelima huruf itu kalau diurut dan dibaca akan berbunyi, "Disini Bu-beng-si wafat."
"Hah, Bu-beng-si (orang tak bernama)?" seru Yu Wi kaget. "Ternyata ben. . .benar Bu-beng-lojin itu bertempat tinggal dipulau ini."
"Mengapa tidak kelihatan jenazah atau tulang belulangnya?" tanya Yap Jing.
"Jika disini ada tulisan ini, pasti jenazah Bu-beng-lojin itu tadinya berada disini," kata Yu Wi.
"Tapi jelas tiada terlihat sesuatu barang apapun." kata Yap Jing.
Setelah memandang lagi tulisan itu, kemudian Yu Wi berkata pula, "Mungkin waktu Bu-beng-lojin bersemadi disini dahulu belum terdapat aliran air seperti sekarang, setelah berpuluh tahun, karena guyuran arus air, akhirnya jenazahnya terhanyut masuk kepusaran air itu."
Yap Jing mengangguk, "Ya ,betul, jenazahnya pasti lenyap terbawa arus sehingga cuma tersisa tulisan yang diukirnya ini. Jangan-jangan tulisan ini diukirnya dengan jari tangan."
Yu Wi membenarkan, katanya, "Beliau mampu mengukir tulisan pada batu karang, tenaga dalamnya sungguh sangat mengejutkan. Berdasarkan tenaga dalam Bu-beng-lojin ini jelas kungfu dalam
Hian-ku-cip sudah berhasil diyakinkannya, akan tetapi ia toh meninggal sebelum mencapai umur satu abad, mungkinkah tidak betul keterangannya bahwa kungfu dalam Hian-ku-cip akan dapat membuat orang panjang umur dan awet muda?"
"Cara bagaimana Toako memastikan Bu-beng-lojin mati sebelum berumur satu abad?" tanya Yap Jing.
Yu Wi menunjuk pada tulisan yang terukir itu, katanya, "Coba kau lihat ukiran huruf ini sudah hampir rata dengan batu karang, jika lewat beberapa puluh tahun lagi tentu huruf ini sukar dibaca lagi. Dari sini dapat diperkirakan sedikitnya sudah 40-50 tahun Bu-beng-lojin menulis lima huruf ini. Jika demikian, pada 40-50 tahun yang lalu umur Bu-beng-lojin kan belum ada satu abad?"
"Aha, betul!" seru Yap Jing sambil berkeplok, "Lantas cara bagaimana kakek itu meninggal dunia" Padahal pernah kudengar cerita ayah, konon orang yang Lwekangnya mencapai tingkatan tertinggi tentu juga akan panjang umur, jika Bu-beng-lojin memiliki Lwekang sehebat ini, tidak seharusnya dia meninggal sebelum berumur satu abad."
Yu Wi termenung sejenak, katanya kemudian sambil menggeleng, "Ya, akupun tidak mengerti apa sebabnya, bisa jadi dia belum berhasil meyakinkan kungfu dalam Hian-ku-cip."
"Apakah artinya Hian-ku-cip, Toako, tampaknya kau sudah kenal Bu-beng-lojin itu?" tanya Yap Jing.
Yu Wi tertawa, jawabnya, "Mana bisa kukenal dia" Pada waktu dia meninggal, aku sendiri mungkin belum menjadi manusia. Hian-ku-cip adalah kitab pusaka pelajaran ilmu silat yang paling gaib didunia. Eh, masa tidak kau dengar pembicaraanku dengan Giok-bin-sin-po tempo hari?"
"Waktu itu aku sudah tidur, dengan sendirinya tidak tahu apa yang telah kalian perbincangkan," jawab Yap Jing.
Maka Yu Wi lantas memberitahukan apa yang telah dibicarakan dengan Giok-bin-sin-po tempo hari.
Habis mendapat keterangan itu, Yap Jing lantas berjalan kian kemari sambil menatap tanah dengan cermat seperti orang yang lagi mencari jarum jatuh.
"Apa yang kau cari?" tanya Yu Wi.
"Apa lagi, tentu saja mencari Hian-ku-cip," jawab Yap Jing dengan serius.
Yu Wi menggeleng, katanya, "Pasti tidak bisa kau temukan."
"Kenapa tidak bisa ketemu?" tanya Yap Jing dengan tak sabar, "Lekas kau ikut cari, bila kitab pusaka itu dapat kita temukan, lalu kau latih kungfunya dan jadilah kau tokoh nomor satu didunia."
Tapi Yu Wi ternyata tidak berminat terhadap predikat "tokoh nomor satu di dunia", ia berdiri disitu tanpa bergerak, katanya, "Apa gunanya andaikan kungfuku dapat terlatih hingga menjadi nomor satu di dunia?"
Sambil terus mencari Yap Jing berkata, "Apabila kau jadi jago nomor satu didunia, tentu tiada seorangpun berani mengganggu Jing-ji."
Yu Wi melengak oleh kata-kata si nona yang tidak sengaja itu, tapi mengandung arti yang dalam. Ia pikir sekarang dirinya dan nona itu sudah ada hubungan suami-isteri, jelas ucapan Yap Jing itu dilontarkan dalam kedudukannya sebagai seorang isteri. Kalau sang suami adalah jago nomor satu didunia, memangnya siapa yang berani mengganggu isterinya"
Pelahan Yap Jing berjalan turun ke air dan asyik mencari didalam air. Air itu mengalir dari dasar Ho-lo-to, meski arusnya tidak keras, tapi kalau kurang hati-hati, bukan mustahil bisa terpeleset dan terhanyut kepusaran air sana.
Maka cepat Yu Wi berseru, "He, lekas naik kemari, tidak perlu dicari lagi, Hian-ku-cip pasti ikut tenggelam kedalam pusaran air bersama tulang belulang Bu-beng-lojin.
Tapi Yap Jing masih terus berjalan maju, meski sudah berada ditepi pusaran air tetap tidak takut, ia malah berkata, "Biar kucari kedasar pusaran air ini."
Yu Wi kuatir si nona benar-benar melakukan apa yang dikatakannya, cepat ia melompat maju dan memondongnya naik keatas, omelnya. "Apakah kau tidak sayang lagi akan jiwamu?"
Tapi Yap Jing tidak rela, katanya, "Bisa jadi Hian-ku-cip tersimpan ditempat lain dan tidak ikut terhanyut kedalam pusaran air."
"Sekalipun kungfuku tidak nomor satu didunia juga takkan kubiarkan kau diganggu orang, untuk apalagi kau cari Hian-ku-cip segala?" ucap Yu Wi dengan gegetun.
"Toako benar-benar akan membela Jing-ji?" tanya Yap Jing dengan tertawa.
"Barang siapa berani mengganggu kau, biar aku mengadu jiwa dengan dia." jawab Yu Wi tegas.
Yap Jing tertawa manis, katanya pelahan, "Bilamana orang yang mengganggu diriku kungfunya lebih tinggi daripada Toako dan kau tidak sanggup melawannya, lalu bagaimana?"
Seketika Yu Wi tidak bisa menjawab.
Maka Yap Jing lantas menyambung, "Kuyakin Toako pasti tidak tinggal diam, dan kalau mengadu jiwa dengan dia, kan jiwamu sendiri pun terancam. Bila kau harus menghadapi bahaya begitu, lebih baik kumati saja daripada ditolong olehmu. Sebaliknya jika kungfu Toako sudah nomor satu didunia, tentu Jing-ji tidak perlu kuatir lagi."
Habis berkata, ia melepaskan pegangan Yu Wi, lalu memandang kian kemari, nyata dia bermaksud mencari lagi dimana beradanya Hian-ku-cip.
"Sudahlah, jangan cari lagi." bujuk Yu Wi. "Bu-beng-lojin memandang Hian-ku-cip sepenting jiwanya sendiri, pada waktu dia
meninggal tentu kitab itu terpegang pada tangannya, sekarang jenazahnya tidak kelihatan, tentu pula kitab pusaka itu ikut lenyap bersama tulang belulangnya, tampaknya pasti ikut terhanyut kedalam pusaran air."
Yap Jing pikir keterangan ini memang masuk di akal, tapi ia lantas turun lagi kedalam air dan berkata, "Aku mahir menyelam, biar kuperiksa dasar pusaran air ini, bukan mustahil kitab pusaka itu dapat kutemukan disitu."
"He, jangan, lekas naik!" seru Yu Wi kuatir, "Jika kau tidak menurut, Toako akan marah!"
Yap Jing menjulurkan lidah dan sengaja berucap dengan nakal, "Tidak, aku tidak mau naik."
Untuk menipunya supaya mau naik keatas, Yu Wi sengaja menuding kedepan sana dan berseru dengan lagak kaget, "He, lekas kemari! Lihatlah, apa itu?"
Buru-buru Yap Jing melompat keatas dan memandang kesana mengikuti arah yang ditunjuk, katanya, "Jangan-jangan itulah Hian-ku-cip?"
Padahal dia tidak melihat apa-apa, ia mengira pandangan sendiri kurang tajam ditempat yang remang-remang, ia coba menuju kesana, setiba dikaki dinding karang, dilihatnya disitu benar-benar ada tulisan yang samar-samar, cepat ia berseru, "He, lekas kemari, benar-benar ada disini!"
Yu Wi tahu dirinya cuma berucap sekenanya dan tiak ada apa-apa disitu, maka dengan tertawa ia menjawab, "Sudahlah, jangan main-main, marilah kita naik saja keatas."
Tapi Yap Jing lantas menuding dinding karang dan berseru, "Lekas kemari, lihatlah apa yang tertulis disini, aku tidak dapat membacanya!"
Melihat nona itu bicara dengan tidak sabar, Yu Wi coba mendekatinya dan ternyata benar ada bekas tulisan di dinding
karang situ, padahal tadi dia hanya bicara dengan pura-pura, siapa tahu terjadi sungguhan.
Ia coba membaca tulisan itu dari awal hingga akhir, seluruhnya ada ratusan huruf, tulisannya sudah samar-samar dan kurang jelas, ditambah lagi cahaya yang redup sehingga sukar dibaca, untung mata Yu Wi sudah terlatih sejak didalam makam keluarga Kan dahulu sehingga semua tulisan itu dapat dibacanya dengan jelas, sedangkan Yap Jing tidak dapat membacanya sama sekali.
"He, apa yang tertulis disitu?" tanya si nona.
"Tulisan inipun diukir oleh Bu-beng-lojin dengan jari tangan." tutur Yu Wi. "Kejadiannya sudah hampir lima puluh tahun, dinding karang ini berlumut sehingga hampir tidak kelihatan lagi."
"Kutanya, apakah yang tertulis disitu?" omel Yap Jing.
"Sebelum meninggal, Bu-beng-lojin telah menulis kisah hidupnya disini. . . ."
"Hah, apakah betul" Lantas siapa namanya, supaya kita dapat menyebutnya dengan hormat."
"Dia memang tidak bernama. . . ."
"Mana ada orang didunia ini tidak bernama." omel Yap Jing dengan mendongkol. "Jika dia menulis asal-usulnya sendiri, lebih dulu tentu akan dijelaskannya siapa dia sebenarnya."
Yu Wi menggeleng, katanya, "Tapi riwayat hidupnya ini ditulis dengan sangat ringkas dan sederhana, benar-benar tidak ada keterangan lain, hanya dikatakan dia bernama Bu-beng-si, tidak berkeluarga, juga tidak berharta. . . ."
"Ai, sungguh kasihan." ujar Yap Jing dengan menyesal, "Kalau nama sendiri saja tidak tahu, maka hidup orang tua ini pasti sangat kesepian."
Tiba-tiba hati Yu Wi tergerak, tanyanya, "Eh, mungkinkah dia terpengaruh oleh ilmu sihir ayahmu sehingga dia lupa pada she dan nama sendiri?"


Pendekar Setia Pendekar Kembar Bagian Ii Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yap Jing menggeleng, sahutnya, "Waktu dia berada dipulau ini, paling tidak ayah kan juga masih anak kecil, mana bisa ayah menggunakan ilmu sihir padanya?"
Diam-diam Yu Wi memaki dirinya sendiri yang bicara ngawur, katanya pula, "Tapi kan juga bisa jadi dilakukan oleh angkatan tua perguruan ayahmu?"
"Entahlah jika terjadi demikian," kata Yap Jing. "Ilmu perguruan ayah memang mengutamakan sihir yang dapat mempengaruhi sukma orang sehingga membuatnya lupa daratan. Apalagi yang ditulis Be-beng-lojin itu, coba ceritakan dengan lebih jelas, ingin kulihat apakah ada hubungannya dengan perguruan ayah."
"Menurut ceritanya, pada waktu dia terdampar kepulau karang ini, dia dalam keadaan terluka parah, ia merasa mati lebih baik daripada hidup, maka ia ingin membunuh diri dengan terjun kelaut, tak tahunya malah terhanyut kesini. . . ."
"Jika demikian, tentunya dia terjun pada ujung pulau sana, jika terjun dibagian depan seperti kita dan terhanyut kesini, dalam keadaan terluka parah tentu jiwanya sudah melayang dulu-dulu."
Yu Wi mengangguk setuju, katanya, "Ya, betul, tentunya dia terjun dari ujung dan terhanyut kemari dalam keadaan tidak sadar, setiba disini dia tidak mati dan siuman kembali."
"Mungkinkah setelah siuman, lalu ditemukannya kitab pusaka?" tanya Yap Jing.
"Betul, yang ditemukannya adalah Hian-ku-cip, dalam keadaan putus asa, secara iseng ia coba-coba membalik halaman kitab berisi ajaran cara bagaimana belajar kungfu, maka dia lantas berlatih menurut petunjuk dalam kitab, jadinya jiwa dapat diselamatkan dan tidak timbul lagi pikiran hendak membunuh diri."
---ooo0dw0ooo---
Bab 2 : Auyang Liong-lian menyandera Yap Jing
"Wah, agaknya Hian-ku-cip itu adalah kitab dewa," ujar Yap Jing dengan tertawa.
"Setelah berlatih menurut petunjuk isi kitab, meski pikirannya menjadi terbuka, tapi badan tetap sangat lemah. Kemudian setelah dia makan ikan aneh disumber air dingin itu barulah badan semakin sehat dan kuat."
"Setelah makan ikan aneh itu, cara bagaimana dia melewatkan hari-hari seterusnya?" tanya Yap Jing dengan muka merah.
"Entah, tidak diceritakan olehnya," tutur Yu Wi.
"Menurut Toako, cara bagaimana dia lewatkan kehidupannya disini?"
Yu Wi berpikir sejenak, lalu menggeleng dan menjawab, "Entah, tak dapat kuterka."
"Tolol, masakah perlu diragukan lagi?" ujar Yap Jing tiba-tiba.
Karuan Yu Wi melengak, tanyanya, "Memangnya bagaimana dia lewatkan kehidupannya?"
"Tentu saja disini juga ada orang perempuan," kata Yap Jing dengan menunduk.
Yu Wi tertawa, katanya, "Tapi jelas-jelas dituturkannya bahwa cuma dia sendiri yang terdampar ke pulau ini."
"Ah, aku tidak percaya." ujar Yap Jing tegas.
Diam-diam Yu Wi sependapat dengan si nona, akan tetapi kenyataannya memang tidak ada orang perempuan yang hidup bersama Bu-beng-lojin, maka ia menjadi sangsi jangan-jangan kakek itu malu untuk melukisnya dengan terus terang.
Ia tidak tahu bahwa sesungguhnya hal itu disebabkan Bu-beng-lojin semula tidak paham ilmu silat, makanya dapat terhindar dari reaksi hawa panas akibat makan ikan aneh itu.
Sebab kalau orang yang mahir ilmu silat dan makan ikan aneh itu, ketika terasa timbul hawa panas dalam badan, dengan
sendirinya dia akan mengerahkan tenaga dalam untuk melawan, dan sekali dilawan, bekerjanya hawa panas itu bertambah mengganas. Akibatnya menjadi sukar ditahan dan perlu ada perpaduan antara unsur Im dan Yang (positif dan negatif), kalau tidak tetap sukar terhindar dari kebakaran oleh hawa panas. Apabila Yu Wi dan Yap Jing sama-sama tidak mahir ilmu silat, tentu takkan terjadi pelampiasan hawa nafsu diantara mereka.
"Menurut ceritanya," demikian Yu Wi mulai bertutur lebih lanjut, "Sesudah badan sehat, pada waktu iseng ia lantas tekun berlatih kungfu dalam Hian-ku-cip, makin berlatih makin tinggi kungfunya, sang waktu juga berlalu dengan cepat, tanpa terasa sudah tiga puluh tahun dia tinggal disini dan baru mulai timbul hasratnya untuk naik keatas pulau."
"Mengapa setelah tiga puluh tahun baru timbul pikirannya akan naik keatas?" tanya Yap Jing.
"Menurut ceritanya, setelah tiga puluh tahun baru kungfu dalam Hian-ku-cip selesai dilatihnya, saking isengnya, ia menjadi tidak betah lagi tinggal disini," tutur Yu Wi, "Ai, apabila bukan tertarik oleh kungfu didalam Hian-ku-cip, kupercaya dia takkan tahan tinggal disini biarpun cuma sebulan saja."
"Ah, juga belum tentu," ujar Yap Jing, "Umpama aku, biarpun tinggal selama hidup disini juga aku betah."
Yu Wi bermaksud membantah, tapi urung.
"Memangnya kau tidak percaya?" tanya Yap Jing. "Sungguh, Toako, jika kau minta kutinggal disini selama hidup, pasti aku mau dan kerasan."
Sekali ini Yu Wi hanya tertawa saja tanpa menanggapinya.
Dengan suara lirih Yap Jing menyambung pula, "Akan tetapi kalau. . . kalau tidak di. ..didampingi Toako, sehari pun aku tidak. . . .tidak kerasan."
Yu Wi memegangi tangan si nona, katanya, "Pengalaman Bu-beng-lojin tidak sama dengan kita, dengan sendirinya jalan pikirannya juga berbeda dengan kita. . . ."
Mendengar kata "kita", hati Yap Jing sangat senang, serunya, "Jadi kau pun mau tinggal disini selama hidup?"
"Meski mau, tapi masih banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan, umpama tinggal disini juga hati tidak bisa tenteram."
Yap Jing tertawa, katanya, "Jika begitu, setelah kita naik keatas dan menyelesaikan pekerjaan, lalu kita datang lagi kesini, mau?"
Diam-diam Yu Wi merasa ucapan si nona terlalu muluk-muluk, orang hidup didunia ini mana ada yang dapat menyelesaikan segala urusan, kecuali orang yang sudah meninggalkan rumah dan mengasingkan diri, atau orang yang sudah mati, maka segalanya pun impas.
"Eh, apa yang kau pikirkan, Toako?" tanya Yap Jing.
"Oo, tidak berpikir apa-apa." sahut Yu Wi.
"Apalagi yang dikatakan Bu-beng-lojin?" tanya pula si nona.
"Dia bilang, setelah merasa tidak betah lagi tinggal disini, timbul hasratnya untuk pulang kekampung halaman. Kebetulan juga, suatu hari ada kapal yang lalu disini dan membawanya pulang ke Tionggoan. Akan tetapi setiba didaratan sana, ia merasa tidak ada maksud tujuan apa pun, segalanya terasa asing, seorang kenalan saja tidak ada."
"Ai, kukira bukannya tidak ada kenalan lagi, umpama ada kan juga sudah terlupakan." ujar Yap Jing dengan gegetun, "Kalau she dan nama sendiri saja sudah lupa, apa pula yang dapat diingatnya lagi?"
"Dan karena tidak ada orang yang dikenal, iapun tidak cari sahabat lagi, sebaliknya malah banyak memngikat permusuhan. . . ."
"Mengapa bisa mengikat permusuhan?" tanya Yap Jing.
"Didunia ini memang banyak kejadian yang tidak adil," ujar Yu Wi dengan gegetun, "Selama tiga puluh tahun Bu-beng-lojin tidak bergaul dengan khalayak ramai, kejadian pada masa lampau terlupakan pula, dengan sendirinya benaknya sangat polos, bersih seperti sehelai kertas putih. Maka ketika melihat sesuatu kejadian yang tidak adil, tentulah dia ikut campur. Dan sekali ikut campur, lantaran kungfunya maha tinggi, dengan sendirinya akan banyak mengikat permusuhan-"
"Dia sudah menguasai semua kungfu dalam Hian-ku-cip yang maha sakti itu, biarpun mengikat permusuhan juga tidak periu takut." ujar Yap Jing. "Orang jahat didunia ini terlampau banyak, bukankah Bu-beng-lojin merupakan elmaut bagi kaum penjahat?"
"Dalam hal kungfu memang tidak ada seorang pun yang mampu melawannya," kata Yu Wi, "maka terhadap musuh mana pun dia tidak perlu gentar. cuma sayang, penyakit lama yang diidapnya itu masih kuat, berhubung dia terlalu sering bertempur sehingga tak dapat hidup dengan tenang. penyakit lama itu tambah sering kumat."
"Hah, masakah penyakit lama sering kumat lagi, padahal sudah telanjur banyak mengikat permusuhan, lalu bagaimana?" tanya Yap Jing kuatir.
"Untunglah, pada waktu penyakitnya kumat dengan hebatnya, kebetulan dia sampai di Pek-po (benteng putih) tempat kediaman Oh It-to," tutur Yu Wi pula. "pribadi Oh It-to cukup baik, suka menghormati orung tua pula, maka dia menyediakan tempat perawatan bagi Bu-beng-lojin setelah sembuh, karena rasa terima kasih atas budi pertolongan Oh it-to, Bu-beng-lojin lantas mewariskan kedelapan jilid kitab ilmu golok itu kepadanya."
"O,jadi itulah Hai-yan-to-hoat yang terkenal pada pertandingan di Hoa-san itu?" Yap Jin menegas.
"Betul,"jawab Yu Wi "setelah meninggalkan Pek-po, Bu-beng-lojin pikir dunia ini terlalu jahat dan berbahaya. sedangkan penyakit
sendiri setiap saat bisa kumat, ia tidak sudi mati di bawah senjata musuh, maka ia lantas pulang ke Ho-lo-to."
"Pantas setelah berhasil menguasai kungfu dalam Hian-ku-cip dan hidupnya ternyata tidak panjang umur, kiranya penyakitnya kumat lagi dan mengakibatkan kematiannya," kata Yap Jing.
"Sepulangnya di Ho-lo-to, ia tahu umur sendiri tidak tahan lama lagi. sebab di ketahuinya ikan aneh itu sudah hilang khasiatnya bagi penyakitnya, sebelum ajal sekuatnya dia meninggalkan pesan berupa ratusan huruf ini."
"Apakah kakek itu tidak menjelaskan di mana beradanya Hian-ku cip?"
"Ada dijelaskannya, dia bilang Hian-ku- cip terpegang di tangannya, yang berjodoh mendapatkannya harus melakukan sesuatu tugas baginya."
"Haya,jadi benar Hian-ku-cip berada padanya, jelas telah ikut hanyut kepusaran air itu, lantas bagaimana?" seru Yap Jing cemas.
"Ikut hanyut ko dalam pusaran air juga baik, agar orang tidak menemukannya, sebab akibatnya toh cuma membikin susah sesamanya."
"Masa Toako juga akan membikin susah sesamanya bilamana mendapatkan kitab pusaka tersebut?" omel Yap Jing.
"Bukan mustahil akan terjadi begitu, maka lebih baik tidak memperolehnya," ujar Yu Wi dengan tertawa.
Yap Jing tahu anak muda itu cuma bergurau, dengan lugu ia berkata, "Biar aku menyelam ke dasar pusaran air itu, bila berhasil menemukan kitab pusaka itu akan kulaksanakan sesuatu tugas bagi Bu-beng-lojin."
"Sudahlah, jangan omong, tindakan yang membahayakan jiwamu tidak dapat kusetujui," kata Yu Wi.
"Mengenai berbuat sesuatu bagi Bu-beng-lojin, sekalipun tidak menemukan Hian-ku-cip juga wajib berbuat baginya."
"Dengan ilmu silat Bu-beng-lojin yang tinggi toh dia minta orang lain yang melakukan sesuatu baginya, maka dapat dibayangkan sesuatu pekerjaan itu pasti sangat sulit diselesaikan, betul tidak menurut pendapatmu?"
"Kukira tidak sulit," ujar Yu Wi. "Dia bilang sampai ajalnya dia tidak tahu asal-usulnya sendiri, maka minta penemu Hian-ku-cip menyelidiki baginya."
"Hal begitu masakah tidak sulit" Dunia sedemikian lebar, memangnya mudah hendak mencari tahu asal-usul seseorang?"
"Tapi dia menyatakan pada dadanya ada sesuatu tanda, yaitu sedikit toh hijau berbentuk bulan sabit, berdasarkan ciri ini tentu tidak sulit untuk menyelidikinya."
"Kukira tetap sulit," kata Yap Jing sambil menggeleng, "bila tidak sulit, ketika dia berada di Tionggoan masakah tidak dapat menyelidikinya sendiri ..." bicara sampai disini, mendadak ia berhenti karena ingin tumpah.
Yu Wi terkejut dan kuatir, serunya, "He, ada apa" Kau sakit?"
"Tidak sakit, hanya ingin tumpah, bila tertumpah baru terasa lega," kata Yap Jing.
"Akan kucarikan air kumur," ujar Yu Wi. Tidak jauh di depan sana ada sebuah dekukan pada batu karang, di situ ada air sumber yang dingin itu, malahan terdapat ikan aneh yang berwarna putih itu, maka Yu Wi lantas berseru, "Lekas kemari"
Sesudah Yap Jing mendekat, Yu Wi meraup air dengan kedua telapak tangannya. Meski kedua pergelangan tangan terikat, tapi telapak tangannya dapat bergerak dalam batas-batas tertentu.
Sesudah mereka makan ikan aneh itu, kekuatan badan mereka sudah berbeda daripada orang biasa sehingga air sumber yang maha dingin itu tidak menjadi soal lagi bagi mereka.
Selesai mengumur mulut, Yu Wi bertanya, "Tiba-tiba kau ingin tumpah, apakah tidak beralangan?"
"Kau sendiri mahir ilmu pertabiban, kan seharusnya kutanya padamu?" ujar Yap Jing dengan tertawa.
Yu Wi garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal, jawabnya serba sulit, "Dalam kitab yang kupelajari tidak tercatat penyakit demikian. Bahwa mendadak kau ingin tumpah, sungguh aneh, mengapa ingin tumpah?"
Hendaklah maklum, kitab pertabiban Pian-sik-sin-bian yang diperoleh Yu Wi dari Yok ong-ya itu memang kitab maha gaib, tapi kitab itu tidak mencatat penyakit-penyakit umum, yang ada cuma ilmu pengobatan penyakit yang spesial, apa lagi Yu Wi belum lama mempelajarinya, dia sanggup mengobati penyakit-penyakit yang aneh dan sulit, sebaliknya penyakit umum malahan tidak tahu.
Yap Jing sendiri sejak kecil sudah ditinggalkan ibunya sehingga pengetahuan umum orang hidup tidak banyak diketahuinya, dengan sendirinya iapun tidak mengerti sebab apa dirinya mendadak ingin tumpah, maka katanya, "sudahlah, tidak perlu memusingkan urusanku, kukira tidak apa- apa."
"Ya, mungkin selama beberapa hari ini kita hanya makan ikan aneh ini, maka seleramu agak terganggu," ujar Yu Wi.
"Memang," ucap Yap Jing dengan gegetun, "selama sebulan ini kita hanya makan ikan mentah melulu, mungkin rasanya barang masak sudah kita lupakan."
"Jika ingin makan barang masak. Lekaslah naik ke sana" sambung Yap Jing dengan tertawa.
"Betul maka sekarang juga marilah kita naik ke sana," kata Yu Wi.
Mereka menuju kemulut gua, tertampak air laut mengalir masuk pelahan melalui mulut gua selebar satu-dua tombak itu, dari sini pula cahaya terang terpantul ke dalam, maka dapat diperkirakan jarak gua dengan permukaan air paling-paling hanya beberapa kaki saja, makanya daya tekanan air sangat kecil, air laut yang mengalir masuk itu tidak menimbulkan arus yang deras.
Untuk keluar dari situ lebih dulu mereka harus terjun ke dalam air, maka Yu Wi lantas mendahului melompat turun disusul oleh Yap Jing.
Setelah menyelam keluar gua, mereka terus mengapung kepermukaan laut, pantat pulau itu lebih tinggi dua tombak di atas permukaan laut, dinding karang cukup licin, dengan tangan memegang pada dinding karang yang berdekuk. sekuatnya Yu Wi meloncat ke atas pulau, lalu Yap Jing dibantunya naik ke atas.
Setiba di atas pulau, mereka melihat di lamping pulau sana berlabuh sebuah kapal besar.
"Hah, ada kapal" seru Yap Jing kegirangan. "Dari mana datangnya kapal, jangan-jangan Giok-bin-sin-po sudah pulang ke daratan sana dan datang lagi kemari dengan membawa kapal?"
"Bukan," ujar Yu Wi, "tidakkah kau kenal kapal ini adalah kapal milik Auyang Liong-lian?"
"Aha, benar," sera Yap Jing kuatir, "kenapa mereka pun dapat menyusul ke sini?"
Pada saat itulah mendadak terdengar suara teriakan dan bentakan, tapi tidak nampak bayangan orang.
Rupanya kapal itu berlabuh pada bagian pinggang Ho-lo-to yang mendekuk sehingga teraling-aling oleh bagian depan pulau, agaknya suara itu berkumandang dari depan sana.
Cepat mereka berlari ke sana, setelah lewat disamping kapal, terlihat lima orang berdiri di ujung pulau sana, Giok-bin-sin-po berdiri berhadapan dengan Auyang Liong-lian, di belakang Giok-bin-sin-po adalah Kan Hoay-soan dan Hana, sedangkan dibelakang Auyang Liong-lian berdiri anaknya, yaitu Auyang Po. "Mereka belum pergi, lekas kita menemui mereka," seru Yap Jing.
"Sabar dulu," kata Yu Wi, "Giok-bin-sin-po dan Auyang Liong-lian lagi bertempur, jangan kita mendekati mereka agar tidak mengganggu perhatian nenek itu."
Kan Hoay-soan, Hana dan Auyang Po tampak asyik mengikuti pertempuran sengit itu, meski sedikit melirik saja mereka dapat melihat Yu Wi dan Yap Jing, tapi ternyata tiada seorang pun mengalihkan pandangannya.
Keadaan diam itu berlangsung agak lama, mendadak terdengar Auyang Liong-lian membentak pula sambil bergerak mendekati Giok-bin-sin-po, berbareng pukulan dahsyat memburu ke arah si nenek.
Giok-bin-sin-po tidak memegang tongkat lagi dan menyambut serangan lawan dengan bertangan kosong. Meski dia bertahan dengan kuat, tapi lantaran serangan Auyang Liong-lian bertambah gencar sehingga nenek itu terdesak mundur terus.
Tiga belas kali Auyang Liong-lian menghantam dan 13 langkah Giok-bin-sin-po menyurut mundur, dengan sendirinya Hana dan Hoay-soan juga ikut mundur sejauh itu.
Selesai meluncarkan ke-13 kali pukulan, segera Auyang Liong-lian berhenti menyerang dan berdiri berhadapan dengan si nenek.
Agak lama kedua orang saling melotot, waktu Auyang Liong-lian membentak dan mulai menyerang lagi, sekali ini serangannya bertambah cepat. tapi pertahanan Giok-bin-sin-po juga bertambah cepat dan rapat, sedikit pun tidak memberi peluang kepada musuh untuk menerjang masuk meski kembali ia terdesak mundur lagi.
"Lekas Toako membantunya, Giok-bin-siu-po tidak sanggup melawannya," seru Yap Jing.
"Jangan kuatir," ujar Yu Wi," pertahanan Giok-bin-sin-po sangat rapat, tentu dia menyimpan langkah maut. Auyang Liong-lian tak bisa mengalahkan dia."
Ia pikir si nenek hanya bertahan saja tanpa menyerang, kalau mulai balas menyerang tentu akan sangat lihai. Ia tidak tahu bahwa sejak tadi Giok-bin-sin-po sudah balas menyerang dan tidak berhasil. sekarang terpaksa hanya bertahan saja dan tidak mampu menyerang.
Dalam waktu tidak terlalu lama, kembali Au-yang Liong-lian menyerang lagi 13 kali, tapi pertahanan Giok-bin-sin-po tetap sangat mantap. tiada, tanda-tanda akan kalah.
Dengan kuatir Yap Jing bergumam sendiri, "Ayolah balas menyerang, lekas serang. . ."
Yu Wi juga heran mengapa si nenek tidak melancarkan serangan balasan. Ada juga maksudnya hendak membantu, tapi Giok-bin-sin-po belum nampak ada tanda akan kalah, jika nenek itu memang menyimpan jurus maut, dirinya ikut maju mungkin akan mengacaukan rencananya malah.
Berdiri saling melotot sekali ini bertahan lebih lama, namun akhirnya tetap Auyang Liong-lian menyerang lebih dulu, bahkan sekaligus menyerang 26 kali dan Giok-bin-sin-po juga terdesak mundur 26 langkah, kini tinggal dua-tiga tombak saja dia berdiri di tepi ujung pulau.
Kan Hoay-soan dan Hana tidak dapat mundur lagi dan terpaksa menyingkir kesamping agar tidak terjerumus kelaut. sebaliknya Auyang Po tampak sangat senang, dengan tersenyum ia ikut mendesak maju bersama ayahnya.
Diam-diam Yap Jing sangat mendongkol melihat sikap jumawa Auyang Po, damperatnya didalam hati, "Memangnya apa yang kau tertawakan sebentar bila Giok-bin-sin-po mulai balas menyerang barulah kau tahu rasa."
Ia percaya kepada komentar Yu Wi tadi bahwa si nenek pasti mempunyai rencana tertentu, sekarang nenek itu hanya pura-pura terdesak saja.
Tapi sekarang Yu Wi sendiri menjadi sangsi terhadap jalan pikirannya tadi, sejauh ini Giok-bin-sia-po ternyata belum juga melancarkan serangan balasan, jangan-jangan memang tidak sanggup balas menyerang"
Ia tidak tahu bahwa sebenarnya Giok-bin-sin-po memang tidak sanggup lagi balas menyerang.
Kiranya sejak Yu Wi dan Yap Jing terisap masuk ke gua di dasar laut oleh pusaran air yang kencang itu, Giok-bin-sin-po bertiga terus menunggu di atas pulau dengan harapan akan timbul sesuatu keajaiban.
Beberapa kali Kan Hoay-soan bermaksud terjun kelaut untuk mencari Yu Wi, tapi selalu dicegah oleh Giok-bin-sin-po. Padahal mereka bertiga sama-sama tidak mahir berenang, kalau terjun kelaut tiada ubahnya seperti membunuh diri belaka.
Semula mereka masih menaruh harapan semoga Yu Wi atau Yap Jing akan timbul kembali, tapi setelah tiga hari berlalu, harapan mereka pun buyar, tujuh hari kamudian keajaiban yang mereka bayangkan pun tidak barani lagi diharapkan. Mereka yakin Yu Wi dan Yap Jing pasti sudah terkubur di dasar laut.
Akan tetapi mereka merasa berat untuk tinggal pergi, Giok-bin-sin-po ingin mendapatkan Hian-ku-cip. sedangkan Kan Hoay-soan dan Hana berharap Yu Wi akan timbul lagi ke atas. Karena itulah sehari demi sehari mereka terus menunggu.
Sisa perbekalan di atas perahu mereka tidak banyak. ingin menangkap ikan, tiada seorangpun di antara mereka yang berani terjun ke laut, juga tidak punya alat penangkap ikan, soal air minum tidak perlu dikuatirkan karena ada sumber air dingin, sebaliknya rangsum yang makin tipis.
Sebulan yang lalu mereka sudah mulai menghemat makan, sudah belasan hari mereka menahan lapar, meski tidak sampai pusing tujuh keliling, tapi tenaga sudah hilang sebagian.
Pagi tadi kapal Auyang Liong-lian menyusul sampai di pulau tandus ini, dan begitu mendarat Auyang Liong-lian lantas bertempur dengan Giok-bin-sin-po.
Auyang Liong-lian mengira si nenek telah menemukan Hian-ku-cip. tanpa tanya segera ia menyerang, ia pikir kalau nenek itu dibinasakan, tentu Hian-ku-cip akan dimilikinya.
Watak Giok-bin-sin-pojuga angkuh, iapun tidak tanya sebab apa Auyang Liong-lian menyerangnya, ia pikir kalau orang mengajaknya berkelahi, kenapa tidak diladeninya. Ia yakin kepandaian sendiri tidak lebih rendah daripada Auyang Liong-lian, kenapa mesti takut"
Tak tahunya setelah bergebrak hingga ribuan jurus, tenaga sendiri tambah lemah, sebaliknya Auyang Liong-lian yang sehat dan kuat itu penuh tenaga. kapalnya cukup perbekalan, setiap hari makan besar sehingga tidak pernah kenal kelaparan, setelah diserangnya sekian lama, dilihatnya Giok-bin-sin-po tidak sanggup balas menyerang lagi.
Akan tetapi si nenek masih teras bertahan sekuatnya, dihadapan beberapa anak muda mana dia mau kehilangan pamor, meski jelas kelihatan akan kalah, sakuatnya ia masih terus bertahan, sebelum kehabisan tenaga benar-benar tidak nanti dia mengaku kalah.
Yu Wi tidak tahu bahwa si nenek hanya ingin jaga pamor saja sehingga masih bertahan sekuatnya, disangkanya nenek itu masih dapat berjaga dengan rapat dan tentu masih menyimpan serangan maut yang belum digunakannya.
Tapi Yu Wi juga bukan orang bodoh, lambat laun dapatjuga dilihatnya gelagat tidak betul, ia pikir bila Auyang Liong-lian menyerang lagi dan si nenek tetap tidak balas menyerang, maka dirinya akan menerjang maju untuk membantunya, soal si nenek mengomel atas tindakannya itu adalah urusan nanti.
Maka pada waktu Auyang Liong-lian mendesak maju pula dan menghantam dengan dahsyat, Giok-bin-sin-po tidak menangkis, tapi mendahului menyurut mundur, peluang ini digunakan Auyang Liong-lian untuk melancarkan serangan susulan lagi.
Agaknya Giok-bin-sin-po menyadari sia-sia saja pertahaaannya, dengan sisa tenaga yang masih ada tetap ditunggunya kesempatan baik untuk melancarkan serangan menentukan, maka kembali ia menyurut mundur satu langkah.
Karena serangannya belum juga mengenai lawan, lama- lama Auyang Liong-lian menjadi gemas, dilihatnya Giok-bin-sin-po sudah
makin dekat tepi laut, segera ia menyerang lebih kuat dengan tujuan mendesak nenek itu agar kecebur ke laut.
Giok-bin-sin-po sendiri lagi memikirkan jurus yang menentukan kemenangan terakhir sehingga tidak ingat bahwa di belakangnya adalah tepi laut, bila mundur lagi dua-tiga tindak tentu akan kecebur.
Yap Jing, Hana dan Hoay-soan dapat melihat keadaan yang gawat itu, cepat mereka berseru, "He, awas"
Giok-bin-sin-po jadi terkejut, belum lagi mundur, dilihatnya serangan Auyang Liong-lian tiba pula dengan cepat dan dahsyat.
Diam-diam si nenek mengeluh bisa celaka, sedapatnya ia mengerahkan sisa tenaga untuk menangkis.
Sejauh itu belum dapat diperoleh jurus maut untuk merebut kemenangan terakhir, tenaga tangkisannya ini terlampau lemah, tampaknya bila tangan kedua orang beradu. dirinya pasti tergetar kecebur ke laut dan jiwa pasti melayang.
Pada detik yang gawat itulah, sekonyong-konyong Yu Wi memburu maju, kedua tangan yang terikat sekaligus menyapu ke pinggang Auyang Liong-lian.
Dalam keadaan begitu, apa bila Auyang Liong-lian tetap menyerang Giok-bin-sin-po, maka dia pasti tidak dapat menghindarkan hantaman Yu Wi. Ia tidak sempat memandang siapa penyerang ini, hanya dirasakan tenaga pukulan ini sangat kuat, bila mana kena, pinggang sendiri pasti akan patah .
Padahal dia sudah berada di atas angin, dengan sendirinya sayang untuk gugur bersama dengan Giok-bin-sin-po, cepat ia melompat ke samping.
Saking nafsunya ingin menolong Giok-bin sin-po, sabatan Yu Wi tadi hampir menggunakan segenap tenaganya, dan karena sasarannya mendadak mengelak. seketika Yu Wi tak dapat menahan serangannya, tubuhnya ikut mendoyong kearah depan.
Sungguh tidak kepalang hantaman Yu Wi itu, "blang", batu karang disitu terhantam hingga berlobang, batu krikil muncrat beterbangan.
Setelah pukulannya mengenai tempat keras, dapatlah Yu Wi menahan keseimbangan badannya dan berdiri tegak. dilihatnya Auyang Liong-lian berdiri di samping. segera ia memburu maju dan menghantam pula seperti tadi.
Auyang Liong-lian tidak menyangka tenaga pukulan bocah ini bisa sedemikian lihai, disangkanya Yu Wi telah berhasil meyakinkan kungfu dalam Hian-ku-cip. ia tidak berani menangkis, cepat melompat mundur.
Tambah semangat serangan Yu Wi, iapun tidak menghiraukan keselamatan sendiri, ia pikir jika tidak berhasil merobohkan Auyang Liong-lian, sebentar bila orang balas menyerang dan dirinya tidak sanggup menangkis, tentu dirinya yang akan kecundang. sebab itulah, sekali hantamannya luput segera di susul hantaman berikutnya.
Begitulah susul menyusul ia serang Auyang Liong-lian dengan cara yang sama, tenaga hantamannya sangat kuat, karena tidak jelas betapa kekuatan anak muda itu, sebegitu jauh Auyang Liong-lian tidak berani balas menyerang.
Setiap pukulan Yu Wi ternyata mengenai tempat kosong, batu karang yang terkena angin pukulannya seketika berlubang, keadaannya mirip seorang penggali gunung dengan kapak raksasa, sekali mencangkul segera sepotong batu terbacok pecah.
Sampai ratusan kali Yu Wi memukul dan Auyang Liong-lian menghindar ratusan langkah, dilihatnya sudah ratusan lubang juga batu karang terkena pukulan anak muda itu. Diam-diam Auyang Liong-lian berpikir berapa kuat tenagamu, akhirnya apakah tidak terkuras habis. Karena pikiran ini, ia mau jadi tabah dan coba balas menyerang satu kali.
Pukulannya menuju ke bagian luang di tubuh Yu Wi, tapi lantaran Auyang Liong-lian berprasangka anak muda itu sudah berhasil
meyakinkan kungfu dalam Hian-ku-cip. kepandaiannya tentu tidak boleh diremehkan lagi, waktu pukulannya sampai setengah jalan, ia menjadi rada sangsi sejenak.
Pandangan Yu Wi cukup tajam, tindakannya juga sangat cepat. sedikit kesempatan itu segera digunakan untuk menghantam dengan kedua tangannya yang terikat menjadi satu itu.
Auyang Liong-lian tidak sempat lagi menarik kembali serangannya, begitu beradu tangan, dirasakannya tenaga pukulan lawan yang maha dahsyat membanjir tiba. "Celaka" teriaknya, kontan tubuhnya terpental jauh seperti layangan putus.
Yu Wi tidak menyangka kekuatan sendiri maju sepesat ini. dilihatnya Auyang Liong-lian terbanting jauh disana, dengan muka mewek Auyang Po berlari maju hendak membangunkan sang ayah sambil berteriak, "Ayah, ayah. . . ."
Munculnya Yu Wi secara mendadak tadi, sampai sekarang juga Kan Hoay-soan dan Hana masih tidak percaya kepada matanya sendiri. Menyusul Auyang Liong-lian lantas dihantam roboh Yu Wi. semua perubahan ini sungguh terlalu aneh dan luar biasa, seketika kedua nona itu berdiri melenggong dan lupa menyapa anak muda itu.
Sekarang Giok-bin-sin-po sedang berduduk di ujung pulau sana, mata terpejam dan sedang menghimpun tenaga, dia benar-benar terlalu lelah. sejak Yu Wi mulai melabrak Auyang Liong-lian, dia lantas berduduk dengan lemas, apa yang teriadi kemudian tidak lagi diikutinya, dia hanya duduk bersemadi di situ.
Yap Jing mendekati Kan Hoay-soan dan Hana, tanyanya, "Sebulan lebih berpisah, baik-baiklah kalian?"
"Apakah . .. apakah betul engkau kakak Jing?" tanya Hoay-soan dengan agak sangsi.
"Memangnya siapa lagi?" jawab Yap Jing dengan tertawa. "Apakah kau sangka aku ini badan halus?"
Hoay-soan kucek kucek matanya, setelah yakin bukan mimpi, segera ia menubruk merangkul Yap Jing sambil berteriak girang, "selama sebulan ini kalian berada di mana?"
"Sangat panjang kalau diceritakan," kata Yap Jing. "Marilah kita lihat dulu keadaan Toako"
"Dia menang, tentu kegirangan," kata Hoay-soan.
Hana mendahului berlari ke samping Yu Wi dan menarik tangannya sambil menegur, "Yu-toako, Yu-toako, masih kenalkah padaku?"
Setelah tenangkan diri dan melihat Hana, si nona kelihatan jauh lebih kurus, mungkin akibat kelaparan. Yu Wi tidak tahu hal ini, disangkanya selama sebulan ini mereka sangat menguatirkan keselamatan dirinya dan Yap Jing sehingga mengakibatkan tubuhnya kurus, segera ia balas pegang tangan si nona dan menjawab, "Tentu saja kenal, memangnya kau kira aku sudah menjadi setan?"
"Semula kusangka kau adalah orang yang mirip kau itu, tapi tidak menganggap kau sebagai setan" kata Hana dengan tertawa.
Melihat Yu Wi berpegangan tangan dengan Hana dengan mesra, mau-tak-mau timbul rasa cemburu Yap Jing, ia sendiri tidak tahu mengapa bisa timbul perasaan demikian.
Padahal cemburu adalah sifat pembawaan kaum wanita, tidak ada seorang perempuan yang suka melihat suami sendiri bersendu gurau dengan perempuan lain, padahal dalam hatinya sekarang Yu Wi tiada bedanya seperti suami sendiri
Yap Jing dan Hoay-soan lantas mendekati Yu Wi, tiba-tiba terdengar teriakan Auyang Po, "Ayah meninggal, ayah meninggal . . . ."
Yu Wi terkejut, cepat ia melepaskan Hana dan berlari ke tempat menggeletak Auyang Liong lian, ia coba periksa kakek itu, dilihatnya mulut Auyang Liong-lian berdarah, setelah meraba denyut nadinya ia berkata, "Ayahmu tidak mati, hanya napasnya tersumbat."
"Wah, lantas bagaimana. bagaimana" seru Auyang Po dengan bingung.
"Kau pondong dia ke atas kapal, setelah kami naik ke kapalmu baru kutolong ayahmu." kata Yu Wi.
Diam-diam Auyang Po memaki Yu Wi, tapi diluar ia tidak berani bersikap kasar, pikirnya, "Baik juga, sebentar bila kau sudah berada di atas kapal, akan kucari akal untuk mencuri Hian--ku-cipmu."
Segera ia mengangkat tubuh ayahnya dan dibawa ke atas kapal.
"Jangan lepaskan dia, Toako," cepat Yap Jing berseru. "Jika kapalnya dijalankan, tentu kita celaka."
"Tidak. jangan kuatir, tak nanti dia meninggalkan kita disini, dia kan memerlukan tenagaku untuk menolong ayahnya," ujar Yu Wi.
Hoay-soan mendekati Yu Wi dan bertanya, "sebulan lebih tidak melihat Toako, di manakah kau tinggal selama ini?"
Yu Wi menuding bawah tanah dan berkata, "Di bawah pulau ini ada sebuah gua besar sehingga persis perut sebuah Ho-lo. setelah kau bicara tentang mulut Ho-lo yang mencuat keatas tempo hari. timbul pikiranku mulut Ho-lo kan juga mungkin mencuat ke bawah" Maka aku lantas menyelam ke dasar laut, benarlah aku terisap kedalam gua di perut pulau ini oleh pusaran air yang berputar di mulut pulau sana."
Hoay-soan tertawa dan berkata, "Malam itu kusangka Toako telah linglung, kiranya gara-gara ucapanku sehingga menimbulkan hasrat Toako untuk menyelidikinya, dan entah apa yang terdapat di dalam gua situ?"
"Kami menemukan di situ memang tempat tinggal Bu-bang-lojin," tutur Yu Wi.
"Hah, betul?" tanya Hoay-soan sambil memandang Yap Jing. Yap Jing mengangguk.
"Pantas sebulan lebih kalian tidak naik ke atas," kata Hoay-soan pula. "Jangan-jangan kalian jadi lupa daratan setelah membaca ilmu yang tercantum di dalam Hian-ku-cip?"
Yu Wi menggeleng, katanya, "Di sana tidak ada Hian-ku cip. juga tidak ditemukan jenazah Bu-beng-lojin, semuanya sudah hilang terhanyut oleh arus."
Keterangan ini bagi orang lain pasti sukar untuk dipercaya dan mengira Yu Wi sengaja berdusta karena kuatir orang mengetahui dia mendapatkan Hian-ku-cip. Tapi Kan Hoay-soan percaya penuh kepada keterangan Yu Wi, ia hanya rada heran, maka tanyanya, " Habis tenaga Toako yang maha kuat itu dari mana datangnya?"
"Mungkin akibat makan sejenis ikan aneh berwarna putih," tutur Yu Wi.
"He, ikan aneh apa itu?" tanya si nona.
"Setelah kami terhanyut kedalam gua di bawah pulau ini, aku terluka parah dan tak bisa berkutik, didalam gua gelap gulita, ikan aneh yang kecil itu melompat keluar dari sumber air dingin, karena lapar, kami makan ikan aneh itu, maka lukaku lantas sembuh. Tadinya kami mengira tidak ada jalan keluar lain dan bermaksud keluar melalui jalan semula, tapi pusaran air itu terlalu kuat sehingga tidak memungkinkan kami menyelam keluar, terpaksa kami tertahan disitu dan setiap hari menggunakan ikan aneh itu untuk tangsal perut. setelah makan ikan aneh itu sebulan lebih, badan kami bertambah kuat dan tidak takut dingin lagi. Dari semua ini dapat kuduga bertambahnya kekuatanku tentu juga akibat makan ikan aneh itu."
Hoay-soan berkeplok senang, katanya, "Padahal air sumber ini dinginnya melebihi es, tapi ikan aneh itu ternyata dapat hidup di dalam air sedingin itu, sungguh ajaib. Eh, Toako, jika begitu besar khasiatnya ikan aneh itu. biarlah akupun menangkapnya beberapa ekor untuk kumakan,"
Cepat Yu Wi menggoyang tangan dan berkata. "He, jangan, tidak boleh kau makan. . . ."
"Kenapa tidak boleh kumakan, Toako boleh mengapa aku tidak boleh?" tanya Hoay-soan dengan tertawa.
Dengan sendirinya Yu Wi rikuh untuk menceritakan apa sebabnya, ia coba pandang Yap Jing, wajah nona itu kelihatan merah dan menunduk.
Maka Yu Wi menjawab dengan agak kikuk.. "Tidak boleh kau makan. sebab . . . sebab memang tidak boleh kau makan . . . ."
Hoay-soan menjadi bingung, ia pandang sang Toako, lalu pandang pula Yap Jing, lamat- lamat ia dapat menduga pertanyaaannya pasti mengenai sesuatu yang tidak dapat dijelaskan, segera ia alihkan pokok pembicaraan, "Ayolah kita periksa keadaan Cio-locianpwe."
"Ya,betul,lekas kita menjenguk Cio-locianpwe." tukas Yu Wi. Maka beramai-ramai mereka lantas mendekati Giok-bin-sin-po.
Setelah bersemadi sekian lama, tenaga Giok-bin-sin-po sudah mulai pulih. Waktu keempat anak muda itu mendekat, ia lantas membuka mata. "Baik-baikkah Locianpwe?" sapa Yu Wi sambil memberi hormat.
Giok-bin-sin-po tampak malu, "Tadi sangat berbahaya. kalau tidak ditolong Hiantit (keponakan yang baik), jiwaku tentu sudah melayang di tangan Auyang Liong-lian."
"Tua bangka yang tidak tahu malu itu telah dipukul mampus oleh Yu-toako," Hana menyela,
"Hah, apa betul?" Giok-bin-sin-po terkejut. " Dengan kekuatan apa kau binasakan dia?"
"Tidak, tidak mati, hanya terluka parah dan napasnya tersumbat," tutur Yu Wi.
"Kau dapat melukai Auyang Liong-lian, nyata kungfumu sudah maju pesat, apakah berhasil kau yakinkan kungfu pada Hian-ku-cip?" tanya si nenek.
Kuatir orang salah paham dan mengira dirinya benar-benar menemukan Hian-ku-cip. maka cepat Yu Wi menuturkan pengalamannya di dalam gua bawah pulau ini. Dengan sendirinya soal hubungan badannya dengan Yap Jing tidak diceritakannya.
Habis bertutur, Giok-bin-sin-po tampak masih sangsi, ia tanya pula, "Apakah betul Hian-ku cip ikut terhanyut ke dalam pusaran air bersama jenazah Bu-beng-lojin?"
"Wanpwe telah menceritakan apa yang sesungguhnya, mana berani kudustai Locianpwe," kata Yu Wi.
Giok-bin-sin-po menghela napas menyesal, katanya, "Ai sayang kitab pusaka maha sakti itu telah kehilangan jejaknya. tempat inipun tiada gunanya untuk ditinggali lagi, marilah kita pulang ke Tionggoan dengan menumpang kapalnya Auyang Liong-lian."
Dari nada ucapan si nenek Yu Wi dapat merasakan orang masih sangsi terhadap keterangannya tentang Hian-ku-cip. diam-diam ia merasa masgul, ia pikir urusan ini kelak pasti akan menimbulkan macam- macam kesulitan.
Setelah berada di atas kapal, segera Yu Wi dapat menyadarkan Auyang Liong-lian. Tapi luka dalamnya seketika sukar disembuhkan.
Selama beberapa hari keadaan aman tenteram, ombak juga tidak besar sehingga kapal laju dengan tenangnya ke arah Tionggoan.
Hari ini kesehatan Auyang Liong-lian sudah lebih baikan, ia mengadakan perjamuan di dalam kabin sendiri untuk menjamu Giok-bin-sin-po, Yu Wi, Yap Jing, Kan Hoay-soan dan Hana.
Di tengah perjamuan, Auyang Liong-lian mengangkat cawan dan berkata, "Pertama-tama ingin kuhormati satu cawan kepada tuan penolong jiwaku"
Semua orang saling pandang, sebab tidak tahu tuan penolong manakah yang dimaksudkannya.
Ketika cawan arak Auyang Liong-lian dihadapkan kearah Yu Wi, cepat anak muda itu berdiri.
"Hm-jangan sungkan, duduk saja, duduk saja" jengek Auyang Liong-lian. Lalu ia menenggak araknya hingga habis.
Yu Wi tidak berani kurang adat, iapun ikut habiskan secawan.
"Meski Yu-heng ini telah melukai diriku, tapi kekuatannya memang lebih hebat dari padaku, harus menyalahkan diriku yang tidak becus dan tak dapat menyesali dia, kemudian dia telah menyembuhkan lukaku,jadi sebutan tuan penolong jiwaku ini pantas kuberikan padanya," demikian Auyang Liong-lian berkata pula sambil menuang cawan arak sendiri, di samping pelayan juga menuangi lagi cawan Yu Wi.
Auyang Liong-lian angkat lagi cawan araknya dan berkata, "Dan cawan yang kedua ini adalah hormatku kepada tokoh nomor satu di dunia ini."
Dengan sendirinya para hadirin tidak tahu siapakah tokoh nomor satu di dunia, terlihat cawan arak Auyang Liong-lian dihadapkan kearah Giok-bin-sin-po, maka nenek itu tampak berkerut kening dan menjengek, "Oh It-to sudah mati, Wi-san-tay hiap juga sudah mati, sedangkan Lau Tiong-cu tidak diketahui jejaknya, kau sendiri hidup dengan segar bugar, tapi sebelum kau dan Lau Tiong-cu mati, betapapun aku tidak berani mengaku sebagai tokoh nomor satu di dunia."
Auyang Liong-lian terbahak-bahak, katanya, "Betul, kau memang tidak dapat menerima predikat sebagai tokoh nomor satu di dunia, akupun tidak. tapi ada seorang yang pantas mendapat gelar tersebut."
"Hm, memangnya siapa?" jengek Giok-bin-sin-po pula.
Cawan arak Auyang Liong-lian lantas beralih kearah Yu Wi, katanya dengan tertawa, "Yu laute, cawan kedua ini tetap kuberikan padamu"
Yu Wi tidak mengangkat cawan araknya melainkan berbangkit dan meninggalkan meja perjamuan, katanya "Wanpwe lebih- lebih
tidak berani disebut sebagai tokoh nomor satu di dunia. jika Lo-siansing sengaja menyindir, biarlah Cayhe mohon diri saja."
Auyang Po yang mengiring di samping lantas mendengus, "HHm. sebelum perjamuan ini rampung siapa pun tidak boleh mohon diri"
Tapi mendadak Yap Jing juga berbangkit dan berseru, "Toako, marilah kita pergi"
"Kalian duduk saja," kata Giok-bin-sin-po tiba-tiba, "dengarkan dulu apa yang hendak diuraikan si tua ini."
"Haha, betul," Auyang Liong-lian terbahak. "umpama tidak mau makan lagi kan perlu dengarkan dulu apa yang hendak dikatakan tuan rumah."
Yu Wi tidak ingin mengecewakan Giok-bin-sin-po, ia duduk kembali di tempat semula barsama Yap Jing.
Auyang Liong-lian berkata pula terhadap Yu Wi dengan tetap angkat cawan arak. "Kau tahu, antara Lau Tiong-cu, nenek Cio ini dan diriku hanya bertempur sama kuatnya ..."
Mendengar ucapan yang tidak tahu malu ini, Giok-bin-sin-po menjengeknya, "ia pikir kalau bertempur sama kuatnya dengan diriku memang betul, tapi kalau bilang sama kuat dengan Lau Tiong-cu. jelas hanya meninggikan derajat sendiri secara tidak tahu malu."
Meski tahu Giok-bin-sin-po lagi mengejeknya tapi Auyang Liong-lian tetap menyambung uraiannya.
"Tentu saja nenek Cio mungkin juga dapat mengalahkan diriku, tapi sayang, sebelum menemukan Hian-ku-cip. kukira dia cuma mimpi saja jika ingin mengalahkan aku. Tapi sekarang bukan saja Yu-heng telah mengalahkan diriku dengan kedua tangan terikat, maka siapa yang membantah bahwa kungfunya ini tidak nomor satu di dunia?"
Sampai di sini ia berpaling dan tanya Giok-bin-sin-po, "Nah, coba katakan, dapatkah kau mengalahkan Yu-heng?"
Giok-bin-sin-po diam saja. Maka Auyang Liong-lian terbahak-bahak pula, katanya, "Tidak berani menjawab berarti membenarkan kau tidak dapat mengalahkan Yu-heng, tidak dapat mengalahkan berarti kau sendiri yang kalah, dan kalau kita berdua bukan tandingannya, jelas Liu Tiong-cu juga tak bisa melawannya, lalu siapa lagi jago nomor satu di dunia ini kalau bukan Yu-heng?"
Selagi Yu Wi hendak mendebatnya, segera Auyang Liong-lian mendahului bicara lagi, " Tapi sebelum berkunjung ke Ho-lo-to, jelas Yu-heng bukan tandinganku, bahkan pernah kututuk Hiat-tonya dan menggeletak tak bisa berkutik. Namun sesudah tinggal satu-dua bulan di Ho-lo-to, mendadak kungfunya bertambah pesat sehingga dapat mengalahkan dan . . .dan melukai diriku. Coba jawab, dari dulu hingga sekarang pernahkah dunia persilatan terjadi peristiwa aneh seperti ini" Bahwa kemajuan kungfu Yu-heng sedemikian pesat, sungguh belum pernah terjadi, lantas apa sebabnya, apakah karena Yu-heng berbakat lain daripada yang lain" Tapi sekalipun berbakat luar biasa kan perlu juga mendapat petunjuk dari seorang ahli, lantas siapakah ahli yang memberi petunjuk ini"Biarpun Oh It-to sendiri yang mengajarnya juga takkan berhasil secepat ini" Namun menurut Oh It-to, katanya di dunia ini ada kitab pusaka yang bernama Hian-ku-cip. kungfu dalam kitab ini sangat sakti, salah satu jenis kungfunya dapat mengalahkan Hai-yan-to-hoatnya. padahal dahulu dia telah mengalahkan beberapa tokoh utama dari bsrbagai perguruan terkemuka dengan ilmu goloknya itu dan pernah mendapat gelar sebagai jago nomer satu di dunia. . ."
Sampai di sini Giok-bin-sin-po menjadi tidak sabar, desaknya, "sebenarnya apa yang hendak kau katakan, lekas saja jelas kan terus terang dan tidak perlu bicara secara bertele-tele"
Dengan cengar-cengir Auyang Liong-lian mengiakan, lalu sambungnya, "Kita sama-sama belum pernah melihat Hian-ku-cip yang dimaksud sehingga kungfu yang termuat dalam kitab itupun tidak kita ketahui. Tapi kungfu Yu-heng mendadak maju pesat secepat ini, jangan-jangan dia sudah membaca kitab pusaka itu dan berhasil mendapatkan kungfu maha lihai dnri kitab itu?"
Dengan tegas Yu Wi lantas menjawab, "Tidak. tidak pernah kulihat kitab tersebut, bagaimana bentuk Hian-ku-cip hakikatnya aku tidak tahu, hal ini sudah pernah kukatakan kepada Cio-locianpwe.Jika pernah kulihat kitab itu tentu sudah kukatakan terus terang, kenapa kutakut?"
"Tentu saja tidak takut, kau sudah menjadi jago nomor satu di dunia, memangnya siapa pula yang kau takuti?" sampai di sini Auyang Liong-lian menoleh dan tanya Giok-bin-sin-po, "Betul tidak. Cio-pocu?"
Giok-bin-sin-po hanya mendengus saja tanpa menjawab, air mukanya jelas kelihatan tidak senang,
Diam-diam Auyang Liong-lian bergembira, sebab maksud tujuan perjamuan ini memang sengaja hendak memecah belah hubungan baik antara Giok-bin-sin-po da Yu Wi.
Dengan sendirinya perjamuan bubar dalam suasana tidak enak. Dengan kesal Yu Wi mendahui kembali ke kamarnya.
Yap Jing ikut Giok-bin-sin-po keluar dari kabin Auyang Liong-lian, sampai di dek, karena tertiup angin laut, padahal baru saja dia minum arak. seketika Yap Jing tumpah-tumpah lagi.
Cepat Hoay-soan dan Hana memayangnya dan bertanya dengan kuatir, "He, apakah enci Jing sakit?"
Yap Jing sendiri tidak tahu mengapa dirinya sering tumpah, entah sakit apa, maka jawabnya dengan tersenyum getir, "Ah, tidak apa- apa, hanya rasanya ingin tumpah."
"Eh, ingin kutanya padamu, apakah benar Yu Wi tidak menemukan Hian-ku-cip?" tanya Giok-bin-sin-po tiba-tiba.
"Toako orang yang jujur, masakah Cianpwe tidak percaya kepada keterangannya?" ujar Yap Jing.
Mendadak Giok-bin-sin-po menjengek, "Hm, tahukah kau sebab apa kau ingin tumpah?"
"Tidak tahu," jawab Yap Jing sambil menggeleng. "Mungkin sakit."
"Hm. sakit apa?" jengek Giok-hin-sin-po "Kau hamil, tahu tidak?"
Habis berkata, tanpa memandang lagi ia terus menuju ke kabin sendiri.
Yap Jing jadi melenggong. Tidak terkecuali, Hoay-soan dan Hana juga tercengang.
Cuma tidak sama perasaan ketiga nona itu. masing-masing mempunyai pikiran sendiri-sendiri- Yap Jing terkejut dan juga girang, ia bingung dengan cara bagaimana akan memberitahukan kepada sang Toako bahwa dirinya sudah mengandung anaknya. sedangkan Kan Hoay-soan lagi berpikir anak siapakah yang dikandung Yap Jing itu Hana merasa berduka. tiba-tiba ia tanya, "Sudah berapa bulan?"
"Bilamana benar, sudah hampir dua bulan," jawab Yap Jing dengan malu.
Diam-diam Hoay-soan menggerutu, ia pikir "Tentu kau mengandung anak Toako ketika kalian berada di dalam gua bawah pulau ini. la jadi teringat kepada cerita tentang makan ikan aneh itu, persoalannya pasti terletak pada ikan aneh tersebut, pantas ketika bercerita tentang ikan aneh, sikap mereka tampak kikuk."
Secara diam-diam Hana juga jatuh cinta kepada Yu Wi, iapun menyesal, ia pikir jika benar anak Yu-toako yang dikandung Yap Jing maka seterusnya sang Toako takkan berkunjung lagi kenegerinya.
Begitulah kapal itu terus berlayar, tanpa terasa lima hari sudah lalu. selama lima hari ini Yu Wi tidak ada pekerjaan, hanya Yap Jing yang sering datang mengajak bicara padanya. sedangkan Giok-bin-sin-po sama sekali tidak kelihatan sampai-sampai Hana dan Kan Hoay-soan juga tidak terlihat.


Pendekar Setia Pendekar Kembar Bagian Ii Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yap Jing belum memberi tahukan tentang kehamilannya, ia rikuh untuk membuka mulut, meski dari pagi hingga malam sedikitnya
bertemu enam-tujuh kali, tetap tidak sanggup ia menyinggung urusan perutnya yang berisi itu.
Pagi hari ini sampai Yap Jing juga tidak muncul untuk mengajak bicara padanya, hal ini membuat Yu Wi heran, ia pikir apakah si nona sakit"
Sampai lohor, ia tidak tahan lagi, ia menuju kabin tempat tinggal Yap Jing, Hoay-soan dan Hana bertiga.
Yang berada di dalam kamar hanya Hana dan Hoay-soan, Yap Jing tidak kelihatan-Melihat Yu Wi, Hoay-soan seperti mau bicara apa-apa, tapi urung.
"Mana adik Jing?" tanya Yu Wi.
"Entah, tidak tahu," jawab Hana ketus.
Yu Wi lantas tanya Hoay-soan- nona itu juga cuma menjawab singkat, "Entah, sejak pagi sudah tidak tahu ke mana dia?"
Merasakan gelagat tidak enak. segera Yu Wi memburu ketempat Giok-bin-sin-po. tapi nenek itu tidak berada ditempatnya. Cepat ia memburu pula kabin Auyang Liong-lian.
Melihat kegelisahan anak muda itu, dengan terbahak Auyang Liong-lian bertanya, "Kehilangan sesuatu?"
"Betul, di mana?" jawab Yu Wi.
"Haha, kau kehilangan apa, tidak kau jelaskan dari mana kutahu berada di mana?"
Dengan suara bengis Yu Wi berkata, "Kuhormati kau dan menyebut kau Losiansing, hendaknya kita bicara blak-blakan, orangnya hilang di atas kapalmu, lekas kau katakan dimana dia?"
"Hm, memangnya di tempat tidurku?" Auyang Liong-lian sengaja mengejek. "Tapi tempat tidurku selamanya tidak pernah ditiduri perempuan yang tidak tahu malu."
"Siapa yang kau katakan tidak tahu malu?" bentak Yu Wi dengan gusar.
"Hm, siapa yang tidak tahu malu masakah kau tidak tahu?" jengek Auyang Liong-lian. "Belum nikah sudah hamil, coba katakan siapa yang tidak tahu malu?"
Yu Wi terkejut, ia bergumam, "Hamil?"
"Hahahaha, betul, memang hamil" seru Auyang Liong-lian dengan tergelak.
Baru sekarang Yu Wi tahu Yap Jing telah mengandurg anaknya, dirinya sudah akan manjadi ayah, ia menjadi kegirangan dan berteriak. "orangnya dimana sekarang" Di mana?"
Tiba-tiba Auyang Liong-lian mengangsurkan tangannya, katanya dengan ketus dan tegas, "Hian-ku-cip ada, tentu dia juga ada."
Kedua tangan Yu Wi yang terbelenggu itu menyapu sekuatnya.
Jeri juga Auyang Liong-lian, kamar kabin itu tidak besar, bila tidak dapat berkelit dan tersapu oleh hantaman Yu Wi yang dahsyat itu, bukan mustahil bisa terluka parah andaikan tidak mampus.
Maka ia tidak berani berdiam lagi di dalam kamar, cepat ia melompat keluar.
Yu Wi menyangsikan ucapan Auyang Liong-lian tadi dan mengira Yap Jing disambunyikan di dalam kabin, ia coba mencari kian kemari, seluruh kabin diobrak-abrik dan tetap tidak nampak bayangan si nona.
"Tidak berada di situ" teriak Auyang Liong-lian "setelah kau serahkan Hian-ku-cip, tentu akan kupertemukan dia padamu, Kalau tidak. selamanya jangan harap lagi dapat kau lihat kelahiran anakmu"
Ucapan yang bernada memeras ini makin mengguatirkan Yu Wi, segera ia mengejar ke luar.
Tapi Auyang Liong-lian lantas berlari keatas dek, serunya sambil tertawa, "Kau berani menghajar diriku, tentu juga ada orang akan menghajar adik Jingmu tersayang itu"
Bahwa orang menirukannya memanggil adik Jing, jelas orang pernah mencuri dengar percakapan dirinya dengan Yap Jing, makanya tahu sebutan tersebut, dengan gusar Yu Wi berteriak pula, "Jika kau berani mengganggu seujung rambutnya, pasti kubunuh kau"
Auyang Liong-lian bertolak pinggang jawabnya dengan lagak tengik, "Bila kau bunuh diriku. tentu ada orang akan membunuh juga adik Jingmu. nyawa satu tukar nyawa dua, kan masih untung bagiku."
Dalam keadaan demikian Yu Wi jadi mati kutu dan perlu barpikir sebelum bertindak. la menahan rasa gusarnya dan bertanya, "sesungguhnya apa kehendakmu?"
"Apalagi, Hian-ku-cip" jawab Auyang Liong-lian dengan senang. "singkatnya, asalkan Hian-ku-cip kau serahkan, segera kupertemukan kalian"
Yu Wi meraung gemas, "Tidak pernah kulihat bagaimana bentuk Hian-ku-cip itu, masakah kau tidak percaya" "
"Setan yang mau percaya bahwa kau tidak pernah melihat Hian-ku-cip." ujar Auyang Liong-lian dengan terkekeh-kekeh.
"Habis cara bagaimana barulah kalian mau percaya kepada keteranganku?" teriak Yu Wi dengan murka.
"Kecuali korek keluar hatimu barulah kami percaya" jengek Auyang Liong-lian.
"Jika demikian, jadi aku harus mati kalau tidak dapat memberikan Hian-ku-cip?" tanya Yu Wi.
"Ya, begitulah," sahut Auyang Liong-lian tegar.
Saking gusarnya, selagi Yu Wi menghimpun tenaga hendak melabrak musuh, tiba-tiba seorang kelasi berlari datang dan memberi lapor, "Dari depan datang tiga buah kapal cepat"
"Kapal apa?" tanya Auyang Liong-lian.
"Menurut bahasa isyarat kapal pendatang, katanya kapal Thi-bang-pang (klik jaring besi)" lapor kelasi itu.
"Thi-bang-pang biasanya bergerak di sepanjang Tiangkang (sungai panjang. Yangt se kiang). untuk apa mereka datang kelautan sini?"
"Menurut keterangan isyarat mereka, katanya puteri sang Pangcu pesiar kelaut dan suruh kita menghindarinya," lapor pula si kelasi.
"Suruh kita menghindar?" Auyang Liong-lian berkaok gusar. "Mereka tahu siapa kita atau tidak?"
"Hamba sudah memberi isyarat pemberitahuan bahwa kapal ini milik Hay-liong-ong"
"Dan apa kata mereka?"
"Katanya, biarpun kapal maharaja juga harus menghindar."
"Wah, terlalu" teriak Auyang Llong-lian dengan menyebul jenggot kumis. "Cara bagaimana harus kita jawab, Losiansing?" tanya si kelasi.
"Tidak perlu jawab, terjang saja dari tengah," seru Auyang Liong-lian. Kelasi itu mengiakan terus mengundurkan diri
Segera laju kapal dipercepat, ketiga kapal juga meluncur dengan cepat dari depan, tidak antara lama kapal kedua pihak sudah mendekat. Ketiga kapal lawan terbentuk dalam formasi dua didepan kanan dan kiri, satu ditengah belakang. Mendadak terjadi hujan panah dari kedua kapal bagian depan itu.
---ooo0dw0ooo---
Bab 3 : Putri ketua Thi bang pang pemilik Hian ku cip
Kelasi kapal Auyang Liong-lian seluruhnya ada likuran orang, semuanya anak buah yang sudah belasan tahun ikut Auyang Liong-lian, jadi semuanya sudah terlatih, tangkas dan cekatan, tidak ada seorang pun yang kena panah.
Di bawah hujan panah, terpaksa Yu Wi berkelit juga sambil berteriak, "Mau kau serahkan adik Jing atau tidak?"
sembari menghindari sambaran panah, Auyang Liong-lian menjawab dengan tegas, "Tidak"
"Hm, percuma kau mengaku sebagai seorang tokoh terhormat dari suatu perguruan terkenal, kelakuanmu ternyata kotor dan rendah, tidak tahu malu. sambut seranganku ini"
Sekali melangkah maju, segera Yu Wi mendekati Auyang Liong-lian sambil manghindari sebuah anak panah yang menyambar tiba.
Pada saat yang sama Auyang Liong-lian merasakan beberapa anak panah juga menyambar kearah punggungnya, sedangkan belum lagi Yu Wi mendekat, lebih dulu angin pukulannya yang dahsyat.
Meski terserang dari muka dan belakang, sedikit pun Auyang Liong-lian tidak gentar. mendadak tubuhnya mendoyong terus meluncur ke samping dengan enteng dan cepat.
Dengan sendirinya hantaman Yu Wi tidak mengenai sasarannya, tapi beberapa anak panah yang menyambar tiba itu terpukul jatuh malah.
"Lari ke mana?" bentak Yu Wi ketika dilihatnya Auyang Liong-lian melompat dua-tiga tombak ke samping sana.
Selagi dia hendak mengejar, sekonyong-konyong terdengar suara "blang" yang keras, kapal ini bertubrukan dengan kapal lawan yang berada di depan kiri, kapal Auyang Liong-lian ini terbuat dengan kukuh seningga tidak mengalami kerusakan, sebaliknya kapal lawan terseruduk hingga badan kapal berlubang, seketika air laut membanjir dan dalam sekejap saja akan tenggelam.
Di atas kapal sana juga cuma ada likuran orang kelasi yang berdandan ringkas dan tangkas, tampaknya adalah anak buah Thi-bang-pang. Serentak mereka melompat ke atas kapal Auyang Liong-lian.
"Bunuh saja kawanan keparat ini" teriak Auyang Liong-lian.
Dalam pada itu Auyang Po telah memimpin anak buahnya mengalangi serbuan musuh. sementara itu kapal lawan di sebelah kanan juga sudah mendekati, anak buah Thi-bang-pang berbondong-bondong menerjang ke atas kapal Auyang Liong-lian. seketika jumlah musuh bertambah satu kali lipat.
Auyang Liong-lian meremehkan musuh, pikirnya, "Apa-apaan Thi-bang-pang" Datang lagi sepuluh kali lipat aku juga tidak takut."
Ia yakin kepada kelasi sendiri yang sudah terlatih belasan tahun, setiap orangnya terhitung jago kelas dua atau tiga sehingga cukup tangguh untuk menghadapi lawan apa pun.
Tak terduga, meski kungfu anak buah Thi-bang-pang tidak tinggi. tapi rata-rata mempunyai satu- dua jurus serangan aneh, melulu dengan jurus serangan aneh meraka sudah dapat membikin anak buah Auyang Liong-lian kalang kabut.
Keruan Auyang Liong-lian sangat heran, ia tidak mengerti dari manakah lawan belajar jurus serangan aneh itu dan dari aliran mana" Ia menjadi sangsi jangan-jangan Thi-bang-pang telah muncul pemimpin kosen"
Waktu itu yang masih mampu merobohkan musuh hanya Auyang Po saja, kelasi yang dikerahkan itu tidak sanggup mengalahkan musuh, sebaliknya dalam waktu beberapa gebrak lagi mungkin akan dirobohkan musuh malah,
Auyang Liong-lian sendiri harus menghadapi Yu Wi, ia tidak berani membagi perhatiannya untuk membantu kelasi sendiri
"Urusan kita boleh kita bereskan nanti, bagaimana kalau sekarang mengenyahkan musuh tangguh lebih dulu?" seru Auyang Liong-lian.
Tapi Yu Wi lantas menjawab, "Aku tidak mempunyai musuh lain kecuali dirimu, lepaskan Yap Jing dan akupun takkan bertempur denganmu."
Dengan gusar Auyang Liong-lian mendamperat "Perempuan jalang itu sudah kubinasakan. tahu"
Yu Wi menjadi murka. kontan ia menghantam ke depan.
Auyang Liong-lian kewalahan dalam hal tenaga meski diketahuinya jurus serangan Yu Wi hanya itu- itu saja, terpaksa ia berkelit kian kemari dengan Ginkang yang gesit.
Tidak berhasil menghantam Auyang Liong-lian. sebaliknya hantaman Yu Wi itu mengenai seorang kelasi dan dua anak buah Thi-bang-pang sehingga dengan sendirinya orang Thi-bang-pang mengira dia adalah musuh, beberapa orang lain segera memburu maju untuk mengerubutnya .
Anak buah Auyang Liong-lian sudah menyaksikan Yu Wi bertempur dengan pimpinannya, tidak perlu disaksikan lagi jelas anak muda itu juga musuhnya, apalagi sekarang seorang temannya juga dibinasakan, sarentak beberapa orang di antara mereka juga memburu maju untuk mengeroyok Yu Wi.
Seketika belasan orang menerjang ke arah Yu Wi, kesempatan itu segera digunakan oleh Auyang liong-lian untuk menyerang orang Thi-bang-pang.
Meski setiap anggota Thi-bang-pang rata- rata mempunyai dua-tiga jurus serangan aneh, tapi bagi pandangan Auyang Liong-lian serangan mereka tidak ada artinya. hanya sekejap saja, kemana dia lalu, dengan tangan memukul dan kaki menendang, anak buah Thi-bang-pang satu persatu telah dirobohkan olehnya, semuanya tertutuk Hiat-to kelumpuhannya.
Yu Wi sendiri merasa menyesal karena telah membunuh dua-tiga orang yang tidak berdosa, sekarang dikerubut belasan orang, ia tidak mau menyerang lawan dengan tenaga pukulannya yang dahsyat melainkan cuma menghindar kian kemari.
Tapi orang yang mengerubuti Yu Wi makin lama makin banyak. karena melihat langkah Yu Wi sangat aneh dan sukar diikuti, jelas
seorang lawan tangguh, kalau tidak dikerubut orang lebih banyak tentu sukar di atasi.
Namun lambat- laun anak buah Thi-bang-pang semakin sedikit jumlahnya, sudah hampir 30 orang telah ditutuk roboh oleh Auyang Liong-lian, melihat pimpinannya cuma seorang sudah dapat mengatasi orang Thi-bang-pang, para kelasi dibawah pimpinan Auyang Po lantas mengalihkan sasarannya kepada Yu Wi.
Betapa pun Yu Wi menjadi gelisah, ia pikir kalau cuma menghindar saja tentu bukan cara yang baik untuk menyelesaikan pertempuran ini. Mendadak ia membentak. "Minggir"
Berbareng ia terus mengapung ke atas udara dan melancarkan Hui-liong-pai-poh yang lihai.
Kedelapan langkah ajaib ini pernah menendang rontok senjata rahasia ke-15 tokoh andalan Yan su-boh di Pulau Hantu tempo hari, maka dapat dibayangkan betapa lihainya.
Maka ketika Yu Wi turun ke bawah, kedua kakinya bekerja cepat menendang secara berantai, siapa orang yang tidak menyingkir tentu tertendang kepalanya dan roboh pingsan.
Hanya dalam sekejap saja seluruh kelasi dan anggota Thi-bang-pang yang mengerubut Yu Wi itu telah dibikin tunggang-langgang, ada separoh yang terjungkal, sisanya masih bertahan mati-matian.
Yu Wi menjadi murka, kembali ia mengapung lagi ke atas, waktu turun ke bawah, sisa sebagian pengerubut itu dirobohkannya pula, tinggal Auyang Po saja yang menjadi jeri, cepat ia berlari berlindung di belakang sang ayah.
Yu Wi memandang sekelilingnya. dilihatnya di atas dek yang luas itu kini tinggal dirinya dan Auyang Liong-lian serta Auyang Po saja, yang menggeletak di lantai sedikitnya ada 6o orang.
Auyang Liong-lian mengacungkan jari jempolnya dan sengaja memuji, "Hebat, sungguh luar biasa kungfu yang kau peroleh dari Hian-ku-cip."
"Ini bukan kungfu dari Hian-ku-cip." sahut Yu Wi. "Hm, jangan kau sengaja mengacau supaya orang lain menyangka aku menyimpan Hian-ku-cip."
"Kenyataaannya kau memang menyembunyikan kitab pusaka itu," seru Auyang Liong-lian dengan tertawa.
"Omong kosong" bentak Yu Wi.
"Kalau omong kosong, masa Giok-bin-sin-po juga percaya Hian-ku-cip disembunyikan olehmu?" jengek Auyang Liong-lian-
"Apa katamu" Beliau juga menyangka kutipu dia?" saru Yu Wi kaget.
"Ya, memang telah kau tipu dia."
"Oo. Cio-locianpwe . . ." keluh Yu Wi
"Untuk apa berkeluh, sebelum kau serahkan Hian-ku-cip. dia juga tidak sudi bertemu dengan kau," kata Auyang Liong-lian.
"Cio-locianpwe, sekali pun tidak kau percayai omonganku, masakah kau tidak dapat menegakkan keadilan lagi" . . .." kata Yu Wi dengan sedih.
Auyang Liong-lian terkekeh, katanya, "Dibilang sebelum kau serahkan Hian-ku-cip. dia tidak mau ikut campur urusan ini dan semuanya diserahkan kepadaku. Jika kau ingin dia bantu mendesak kuserahkan budak she Yap itu, maka cepat kau serahkan Hian-ku-cip dan segalanya akan beres dengan sendirinya."
"Lantas Hoay-soan" Dan Hana" . . . ." Yu Wi bergumam dengan sedih, ia pikir jangan-jangan kedua nona itu juga mengira dirinya menyembunyikan Hian-ku-cip yang ditemukannya .
Padahal sebetulnya tidak demikian dengan pikiran kedua nona itu, hakikatnya mereka tidak tahu menahu persepakatan antara Auyang Liong-lian dengan Giok-bin-sin-po, sesungguhnya sejak tadi mereka hendak keluar, tapi dicegah oleh Giok bin sin-po, sebab nenek itu sudah berjanji apa yang dilakukan Auyang Liong-lian, asalkan tidak mengganggu Hoay-soan dan Hana, maka mereka
bertiga takkan ambil pusing, biarkan Auyang Liong-lian berusaha sendiri memaksa Yu Wi manyerahkan Hian-ku-cip.
Begitulah Auyang Liong-lian lantas berkata pula, "Nah, makanya lekas kau serahkan Hian-ku-cip apabila kau ingin segalanya berjalan seperti semula."
"Baik, baik" seru Yu Wi dengan menyesal sambil menengadah. "Kalian tidak percaya lagi padaku, apa pula yang dapat kukatakan ...."
Auyang Po merasa mendapat angin, segera ia ikut membentak, "Jangan pura-pura hendak mampus lagi, lekas kau serahkan Hian-ku-cip"
" Hian-ku-cip apa?" tiba-tiba suara seorang perempuan menukas.
Dari haluan kapal sana muncul dua orang, yang di depan adaiah seorang gadis cantik berbaju merah berusia antara 18- an, dibelakangnya mengikut seorang lelaki tinggi besar dan berewok.
Auyang Liong-lian menoleh, dilihatnya kapal Thi-bang-pang itu berhenti kira-kira belasan tombak di sebelah sana, entah cara bagaimana kedua orang ini datang dan kapan datangnya, ternyata tidak dilihat dan didengarnya sama sekali. Maka dengan heran ia tanya, "siapa kau" Datang dari mana?"
Gadis baju merah mengikik tawa, jawabnya, "Losiansing, seluruh anak buahku telah kau tutuk roboh, masakah perlu kau tanya pula siapa diriku?"
"Oo, kiranya puteri Thi-bang-pangcu," ucap Auyang Liong-lian. ia pikir orang datang dari kapal yang berada dibelakang itu dan tidak diketahui bila datangnya, maka Ginkangnya sungguh lain daripada yang lain, lawan ini benar-benar tidak boleh diremehkan-
"Losiansing, dapatkah kau kembalikan anak buahku?" tanya si gadis baju merah.
"Tentu, tentu," jawab Auyang Liong-lian.
"Sia siau-mo," seru si nona sambil mengernyitkan kning, "sadarkan kawanan manusia tak becus ini, macam apa tidur di atas kapal orang?" si lelaki tegap berewok tadi mengiakan terus melangkah maju.
Dasar watak Auyang Po memang kurang ajar, mendengar lelaki itu bernama sia siau-mo atau sia si bulu, segera ia bergelak tertawa, tanyanya sambil menuding orang, "eh, namamu sia siau mo" Bulu apa" Ha ha, lucu?"
Sia siau- mo tidak marah, sebaliknya ia menyengir terhadap Auyang Po, tahu-tahu ia melompat maju dan "plak-plok", kontan Anyang Po digamparnya dua kali.
Auyang Po memegangi mukanya yang bengap dengan melongo kaget, lalu di tumpahkannya dua biji gigi berdarah, ia berkaok-kaok kesakitan.
Dengan sendirinya Auyang Liong-lian tidak tinggal diam menyaksikan anaknya dihajar orang, kontan tangannya mencengkeram sia siau- mo.
Perawakan sia siau- mo tinggi besar, tapi lebih gesit dari pada kucing, cengkeraman Auyang Liong-lian mengenai tempat kosong, ujung baju orang saja tidak tersentuh.
Dilihatnya sia siau- mo lantas bergerak cepat di sekitar dek, dimana dia lewat, setiap anggota Thi-bang-pang yang menggeletak tertutuk itu lantas tersadar dan merangkak bangun.
Auyang Liong-lian melenggong, maklumlah, betapa hebat caranya menutuk tadi, satu dan lain tidak sama, berat ringannya juga berbeda, umpama dirinya yang disuruh menyadarkan orang sebanyak itu dalam waktu singkat juga belum tentu bisa, sungguh caranya membuka Hiat-to ini benar-benar sangat mengejutkan.
Semula Auyang Liong-lian bermaksud menangkap sia siau- mo untuk membalas dendam anaknya yang dihajar orang tadi, sekarang dia sendiri jadi jeri dan tidak berani lagi sembarangan bertindak.
Dilihatnya Sia Siau-mo telah menyelesaikan tugasnya, lalu menuju kedepan si nona baju merah ucapnya sambil memberi hormat, "sudah sadar semua siocia, hanya dua orang saja yang tidak dapat disadarkan."
"Mengapa tidak dapat sadar, caramu yang belum cukup mahir?" omel si nona.
"Bukan, soalnya kedua orang itu terpukul mati" tutur siau- mo.
si nona baju merah lantas berpaling kearah Auyang Liong-lian dan hertanya, "siapa yang membunuh aoggota kami?"
Yu Wi melangkah maju dan berseru, "Akulah yang memukulnya mati tanpa sengaja."
"Hm, kau berani membunuh anak buahku, besar amat nyalimu," jengak si nona.
Lalu ia menoleh kepada sia siau- mo dan berkta pula, "Perintahkan seluruh anggota kita kembali kekapal sendiri jangan berdiri disini untuk mengganggu."
Segera sia siau-mo memberi tanda dan bersaru, " Kembali semua"
Tapi salah seorang kepala kelompok lantas memberi lapor, "siocia, kapal kami sudah tenggelam dan tak dapat kembali ke sana."
Dengan gusar sia siau-mo membentak, "Kau-kira siocia tidak tahu" Perlu apa banyak omong, Kembali saja ke kapal yang lain"
Setelah anggota Thi-bang-pang pergi semua, dek kapal Auyang Liong-lian menjadi luang, ia lantas membuka Hiat-to para kelasinya dan menyuruhnya mundur.
Si nona baju merah berkata pula terhadap Auyang Liong-lian, "Bukan kau yang membunuh anak buahku, tapi sebuah kapal nona telah ditubruk tenggelam, hal ini bagaimana menyelesaikannya" "
Agaknya Auyung Liong-lian menjadi jeri oleh cara Sia Siau-mo membuka Hiat-to tadi, ia tidak tahu betapa hebat kungfu nona ini, maka tidak berani cari perkara lagi, dengan tertawa ia menjawab, "Biarlah kuganti sebuah kapalmu."
"Cara bagaimana menggantinya?" desak si nona.
"Berapa harga kapal nona boleh kuganti penuh," sahut Auyang Lion
Pendekar Laknat 11 Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo Kisah Pendekar Bongkok 11
^