Pendekar Setia 5

Pendekar Setia Pendekar Kembar Bagian Ii Karya Gan K L Bagian 5


il berlari dengan gemas, diam-diam ia pun bergumam sendiri, "sungguh budak kurang ajar. Masa berani bilang tidak menuntut balas bagi kematian ibunya adalah karena mengingat jiwanya pernah kutolong. sekarang akan kubunuh ayahmu sehingga tambah besar sakit hatimu, coba akan kau balas atau tidak"Justeru ingin kutahu cara bagaimana dapat kau tuntut balas padaku" Hm, memangnya benar- benar dapat kau bunuh diriku?"
setelah melintasi jalan besar dan sampai di suatu ujung gang yang sepi, tiba-tiba dilihatnya seorang mengadang disitu, jelas Yu Wi yang telah menyusul tiba, anak muda ini masih memakai kedok. segera ia membentak, "Berhenti"
Sambil berhenti Thio Giok-tin menjengek. "Hm, anak busuk she Yu, untuk apa kau pakai kedok segala, memangnya kau kira nyonyamu dapat kau takuti" Buang saja kedokmu, betapa nyonya sudah tahu siapa dirimu"
Dengan tenang Yu Wi membuka kedoknya dan berkata, "Thio Giok-tin, apakah kau masih ingin membunuh orang?"
"Betul," jawab Thio Giok-tin dengan bengis, "hidupku memang gemar membunuh. Ang-bau-kong Lam-si-khek. keduanya kubunuh, ibu Ya-ji juga aku yang membunuhnya. Dan sekarang hendak kupergi membunuh ayahnya."
"Kalau Yu Wi berada disini, tidak boleh sembarangan kau bunuh orang yang tak berdosa," bentak Yu Wi.
"Hehe. anak busuk" ejek Thio Giok-tin, "Ko siu bukan mertuamu, Untuk apa kau rintangi maksudku membunuhnya, apakah ingin mengambil hati Ya-ji. Tapi sayang, andaikan ingin kau bikin senang hatinya juga sudah terlambat, budak itu sudah nekat menjadi Nikoh, tidak nanti dia kembali hidup bersama anak busuk macam dirimu lagi." Habis berkata ia menengadah dan bergelak tertawa dengan sangat gembira.
Maklum, dia juga pernah patah hati terhadap Ji Pek-liong, sedangkan Yu Wi adalah murid Ji Pek-liong, sekarang Yu Wi juga gagal bercinta dengan muridnya, secara ilmu jiwa dirasakannya sebagai semacam pembalasan- Meski pembalasan seperti ini terjadi secara kebetulan dan lucu, tapi membuatnya sangat senang.
Inilah semacam kelainan jiwa, lantaran dia sendiri pernah patah hati, maka dia berharap setiap orang di dunia ini juga gagal bercinta. orang berharap semoga setiap kekasih di dunia ini dapat hidup bahagia, dia justeru menghendaki setiap kekasih di dunia ini sama menjadi seteru.
Mendengar ejekan Thio Giok-tin itu, hati Yu Wi sangat pedih, pikirnya, "O, Ya-ji, mengapa kau tinggalkan rumah dan menjadi Nikoh" Ai, engkau ..."
Ia tahu apa sababnya Bok-ya putus asa,justeru hal inilah yang membikin pedih hati Yu Wi. Ia menyesal mengapa waktu itu dirinya tidak segera mencari Ya-ji lagi. apabila dia dapat menemukannya sebelum racun bekerja, tentunya Bok-ya takkan cukur rambut dan menjadi Nikoh.
Melihat air muka Yu Wi memperlihatkan rasa duka dan sangat tersiksa, Thio Giok-tin sangat girang, dengan tertawa ia berkata pula, "Yu Wi, jika Ya-ji sudah meninggalkan dirimu dan hidup bebas sebagai Nikoh, tapi kau sendiri justeru terjeblos kedalam jurang penderitaan perasaan, akan lebih baik jika kau ikut padaku untuk membunuh tua bangka Ko siu itu untuk menuntut balas kepada ketidak setianya kepadamu, agar selama hidupnya tak dapat tirakat dengan tenang."
Gagasan yang kotor dan jahat ini membuat rasa duka dalam hati Yu Wi berubah menjadi rasa pedih dan gusar yang amat kuat, mendadak ia membentak. "Thio Giok-tin, serahkan jiwamu"
segera sebelah tangannya menghantam dengan angin pukulan yang maha dahsyat.
Keruan Thio Giok-tin terkejut, cepat ia berkelit, pikirnya, "Wah, baru beberapa tahun tidak bertemu, kenapa tenaga bocah ini sudah tambah sedemikian kuatnya?"
Ia tidak tahu Yu Wi telah makan ikan aneh di dasar pulau Ho-lo sehingga secara mendadak tenaga dalamnya bertambah lipat, sampai-sampai Giok-bin-sin-po dari Thian-san juga tidak berani meremehkan dia. Apa lagi belum lama ini segenap urat nadinya telah dilancarkan oleh Ko Bok-cing sehingga makin menambah tenaga dalamnya. Kini jangankan cuma Thio Giok-tin, sekalipun Lau Tiong-cu juga belum tentu lebih kuat daripada Yu Wi.
Waktu Yu Wi menghantam lagi untuk kedua kalinya, mendadak telapak tangan kiri menepuk lengan kanan, seketika telapak tangan kiri berubah menjadi bayangan telapak tangan yang berhamburan tak terhitung banyaknya sehingga mirip bunga rontok, tapi membawa damparan tenaga yang kuat.
Thio Giok-tin kenal ilmu pukulan ini, ketika di Tiam-jong-san dahulu dia pernah dipukul mundur oleh Yu Wi dengan pukulan ini. sekarang meski sama ilmu pukulan yang digunakannya, tapi tenaganya sudag jauh lebih kuat. Tentu saja Thio Giok-tin tidak berani menangkis, cepat ia menggunakan langkah ajaib Leng-po-wi-poh untuk mengelak.
Segera Yu Wi mendesak maju, Thio Giok-tin menjadi kelabakan. cuma Yu Wi tidak menyerang lagi, ia berdiri tegak dengan kedua telapak tangan siap di depan dada, maksudnya seakan-akan hendak bilang takkan menyerang selagi orang tidak siap biarlah bertanding lagi mulai dari permulaan.
Thio Giok-tin terkesiap oleh gaya Yu Wi yang gagah perkasa itu, meski diam-diam merasa jeri, tapi di mulut tidak mau kalah, ucapnya, "Lam-si-khek saja kubunuh, masakah kutakut kepada ilmu pukulannya Hoa-sin-ciang-hoat segala?"
"Kalau tidak takut boleh coba-coba lagi" jawab Yu Wi dengan gagah.
Sesungguhnya Thio Giok-tin memangnya tidak takut kepada Hoa-sin-ciang-hoat, yang membuatnya gentar adalah tenaga pukulan Yu wi yang dahsyat itu, tenaga dalam yang ditambahkan pada Hoa-sin-ciang-hoat inijadinya jauh lebih kuat dari pada lam-si-khek. -.^ pencipta ilmu pukulun itu sendiri.
Belum lagi ditambah dengan langkah ajaib Hui-liong-pat-poh yang labih lihai dari pada Leng-po-wi-poh mau Thio Giok-tin harus mengakui sukar baginya untuk memperoleh kemenangan.
Dasar licik, dia tidak mau bertempur yang membawa risiko, maka ia mencari akal lagi, katanya, "Bocah she Yu, apakah kau tahu sebab apa kubunuh Lam-si-khek?"
Yu Wi menjadi gusar, "Tenju saja kutahu. Makanya hari ini hendak kugUnakan ilmu pukulan ajaran Lam-locianpwe dan langkah ajaib Yim-locianpwe. dengan kombinasi kedua ilmu ini hendak kubunuh musuh mereka."
"Hm," jengek Thio Giok-tin, "asal kau tahu saja. Tapi justeru kubilang kematian Ang-bau-kong dan Lam-si-khek itu tidak berharga, demi membela seorang anak busuk. jiwa sendiri harus melayang sungguh percuma hidupnya.
Padahal dengan nama kebesaran mereka di dunia Kangouw, apakah begitu saja kubunuh mereka" Tidak. tidak mungkin. Terutama bila mengingat sama-sama penghuni Tiam-jong-san selama belasan tahun, betapa pun tidak nanti kubunuh mereka. Kalau ada kesalahan adalah karena kalian sudah mengajarkan kungfunya kepada anak busuk ini sehingga telah melanggar sumpah kalian sendiri. Kalian sudah bersumpah bila kungfu kalian tidak dapat menandingi diriku, maka kalian harus mati. Tapi aku tetap tidak tega membunuh segenap anggota keluargamu. sungguh penasaran kematian kalian, bukanlah salahku jika kubunuh kalian, yang salah adalah anak busuk ini, dia yang membikin celaka kalian-"
Melengak juga Yu Wi oleh cerita orang, timbul rasa dukanya, diam-diam ia mengakui, "Betul juga, akulah yang membikin susah kedua Cianpwe itu. Kalian mengajarkan kungfu padaku, akibatnya
jiwa kalian yang melayang. Aku memang seorang yang tidak membawa berkah, mengapa kalian mengajarkan kungfu padaku. Cobakalau kalian tidak mengajarkan ilmu padaku, tentu kalian pun akan hidupaman tenteram."
Melihat anak muda itu termangu-mangu. Thio Giok-tin tahu akalnya telah berhasil, segera ia berkata pula dengan suara yang lebih menyentuh perasaan. "sebenarnya tidak ingin kubunuh anggota keluarga kalian, meski dahulu pernah kunyatakan bila mana kalian tetap memusuhi diriku, pasti akan kubunuh kalian dan seluruh anggota keluargamu. Tapi sekarang hal itu harus kulakukan, sebab kungfu ciptaan kalian hendak digunakan lagi memusuh diriku, asalkan aku tidak mati, pernyataanku dahulu pasti akan kulaksanakan. Bila mana kalian mengetabui di akhirat juga jangan menjesali diriku, kalau mau menyesal harus menyesali diri kalian sendiri yang telah mengajarkan kungfu kepada anak busuk ini."
Tidak kepalang kuatir Yu wi, pikirnya, "Meski kuyakin takkan dikalahkan oleh Thio Giok-tin tapi bila sekali hantam tidak dapat kubinasakan dia sehingga sempat kabur, tentu dia akan membikin susah anggota keluarga kedua Locianpwe itu lalu bagaimana" Betapa tidak boleh kubikin celaka anggota keluarganya yang tidak berdosa,"
segera Yu Wi barkata, "Thio Giok-tin, jangan kau salahkan kedua Locianpwe itu, cari aku menuntut balas bagi mereka sekarang takkan kugunakan kungfu ajaran mereka."
Thio Giok-tin tertawa, katanya, "Jika tidak kau gunakan kungfu ajaran mereka, mengingat hubungan baik masa lampau takkan kubunuh anggota keluarga mereka. Tapi hendak kukatakan padamu anak busuk. jika tidak kau gunakan kungfu ajar mereka, maka jelas kau pasti akan kalah"
"Ah, belum tentu," seru Yu Wi.
"Masa kau tidak parcaya?" kata Thio Giok-tin mendadak ia tuding kedepan sana dan barseru "Coba lihat, siapa itu yang datang"
Waktu Yu Wi menoleh dan benar dilihatnya ada seorang sedang berlari kemari, pada saat itu juga dirasakannya angin pukulan menyambar tiba. Keruan ia terkejut, tanpa terasa langkah ajaib Hui-liong-poh lantas digunakan untuk menghindar.
Karena sergapannya tidak berhasil, diam-diam Thio Giok-tin merasa gegetun-Dilihatnya pendatang itu dari ujung jalan sana sudah semakin mendekat, meski belum jelas kelihatan wajahnya, tapi dari gerak tubuh pendatang ini pasti tidak lemah kungfunya, padahal tidak diketahui kawan atau lawan. Mendingan kalau kawan, bila musuh, kesempatan membunuh Yu Wi mungkin akan hilang.
Maka ia lantas menjengak. "Hm, anak busuk. kenapa bicara seperti kentut saja"
Muka Yu Wi menjadi merah, ia tahu orang menyindirnya telah menggunakan langkah ajaib ajaran Ang-bau-kong untuk menghindarkan pukulannya tadi. Padahal kalau dia tidak menggunakan langkah ajaib itu, tentu sukar mengelakan sergapan maut Thio Giok-tin itu.
Tapi apakah benar tanpa menggunakan kungfu ajaran kedua Locianpwe itu lantas tiduk mampu melawan Thio Giok-tin"
Dasar watak Yu Wi mamang keras, apa lagi dia paling taat kepada janji dengan mangertak gigi ia lantas berkata, "Gebrakan tadi tidak dihitung, boleh kita mulai lagi. pasti tidak kugunakan kungfu ajaran kedua Locianpwe itu."
"Mulai lagi apa" Aku tidak ada minat lagi" ujar Thio Giok-tin sambil membalik tubuh dan hendak melangkah pergi.
Yu Wi menjadi gelisah, disangkanya dirinya menggunakan lagi kungfu ajaran Ang-bau-kong, maka Thio Giok-tin hendak pergi membunuh anggota keluarga orang tua itu, Mana Yu Wi dapat membiarkan orang mengganas lagi, ia hendak merintanginya tapi kaki yang baru gerak itu segera ditarik kembali mentah-mentah sebab hampir saja ia menggunakan langkah Hul-liong-poh lagi.
Pada saat itu juga, mendadak Thio Giok-tin melayang pergi, berbareng tangannya menebas kebelakang, secomot senjata rahasia segera berhamburan kearah Yu Wi.
Di Tiam-jong-san dahulu Thio Giok-tin menggunakan tipu serangan aneh ini, cuma digunakannya waktu itu adalah kebut sehingga Yu Wi terluka. Tapi sekarang ia menggunakan senjata rahasia kecil sebagai pengganti kabut, daya serangannya berlipat, senjata rahasia ini tidak langsung mengarah Yu Wi, tapi anak muda itu tahu punggung sendiri yang terancam bahaya.
Mestinya sekarang ia sudah tahu cara mematahkan serangan musuh, cukup dengan langkah ajaib Hui-liong-poh yang terakhir dapatlah serangan maut itu dihindari.
Menghadapi serangan aneh ini, dahulu ia tidak tahu cara bagaimana menghindarnya. Maklumlah, siapa yang percaya senjata rahasia yang jelas-jelas datang dari depan itu bisa membelok untuk kemudian mengincar punggunguya dengan cara yang aneh.
Walaupun suduh tahu satu-satunya cara untuk mematahkan serangan musuh, tapi Yu Wi tidak berani menggunakannya, ia kuatir bila Hui-liong-poh digunakan, meski jiwa sendiri dapat diselamatkan, tapi sukar lagi merintangi kepergian Thio Giok-tin, dan bukankah anggota keluarga Ang-bau-kong akan menjadi korban atas perbuatan dirinya"
Berpikir demikian, Yu wi jadi lebih suka menyerempet bahaya daripada menggunakan Hui-liong-poh.
Tapi lantaran ragu sejenak itulah, tahu-tahu senjata rahasia musuh sudah menyambar sampai di belakang punggung.
Diluar dugaan, pada detik berbahaya itu, sekonyong-konyong terdengar suara "trang-trang" beberapa kali, suara mendering nyaring memekak telinga. Jelas tenaga benturun itu sangat keras.
Tahulah Yu Wi ada orang telah menolongnya dengan menangkiskan senjata rahasia itu dengan sesuatu benda, kalau
tidak mustahil jiwanya takkan melayang bila mana punggung tertembus oleh senjata rahasia Thio Giak-tin itu.
Hampir pada saat yang sama, Yu Wi dan Thio Giok-tin itu sama2 menoleh, terlihat pendatang tadi membawa sopotong senjata berbentuk manusia yang terbuat dari batu pualam. orang ini ternyata bukan lain dari pada Lau Tiong-cu adanya.
Tidak kepalang gemas Thio Giok-tin setelah tahu siapa pendatang ini.
"Kembali kau lagi?" teriak Thio Giok-tin dengan mUrka.
Lau Tiong-cu memegangi senjatanya yang istimewa itu tanpa bersuara. Dipandangnya sekian lama senjata itu, matanya kelihatan marah dan hampir mancucurkan air mata.
Dengan heran Yu Wi memandang senjata orang, dilihatnya senjata batu pualam berbentuk manusia itu panjangnya lima-enam kaki, diukir sebagai patung wanita cantik, begitu indah ukirannya sehingga mirip manusia hidup. Cuma sayang, patung pualam itu sekarang telah bertambah belasan lubang kecil oleh karena senjata rahasia Thio Giok-tin tadi sehingga merusak keindahan semula.
Selagi Yu Wi hendak mengecapkan terima kasih kepada Toa supek atas pertolongannya, tiba-tiba dilihatnya Lau Tiong-cu menangis, dengan suara sedih lagi bergumam, "Hul, o, Hui-giok telah melukaimu, betapapUn tak dapat kuampUni dia lagi"
"Orang hidup,mampus, apakah kau sinting, kenapa menangis terhadap sebuah patung?" teriak Thio Giok-tin dengan gusar.
Yu Wi tahu Toa supek lagi menangisi patung isterinya yang dirusak. ia pikir Toa supek adalah seorang pencinta besar, pencinta yang tulus dan luhur. Dengan menyesal ia lantas berkata, "Toa supek maaf, akulah yang salah"
Lau Tiong-cu mengangkat kepalanya, kelihatan sinar mata memenuhi wajahnya, ia menjawab sambil menggeleng, "Tidak. bukan salahmu"
Lalu ia barpaling kearah Thio Giok-tin, ucapnya dengan gusar, "A Giok. demi suhu, berulang-ulang kuampuni perbuatanmu. Apa bila kau tetap tirakat di Tiam-jong-san dan mau memperbaiki dirimu, tentu aku takkan memusuhi puteri suhu. sekarang bukan saja jenazah isteriku kau curi, kau lari kebawah gunung dan berbuat macam-macam kejahatan, bahkan kau rusak lagi patung isteriku. Betapa pun tak dapat ku-ampuni lagi dirimu. o, suhu maafkan apa bila murid tidak sungkan-sungkan lagi kepada puterimu."
Habis berkata, ia angkat patung itu dan mendesak maju.
Thio Giok-tin siap tempur, tapi segera ia goyangkan sebelah tangannya dan berseru, "Nanti dulu, aku ingin bicara padamu."
Lau Tiong-cu berhenti dan menjawab, "Apa pula yang akan kau katakan?"
"Hm, kau bilang kucuri jenazah isterimu, itu kulakukan dengan terpaksa, kalau tidak kubawa lari tulang jenazah isterimu, tentu sukar memaksa dirimu meninggalkan gunung, dan kalau kau tidak turun gunung, selama hidupku bukankah akan mati tua di Tiam-jong-san?"
"Apa jeleknya mati tua di Tiam-jong-san?" ujar Lau Tiong-cu "Pemandangan Tiam-jong-san indah permai, disanalah tampat kediaman abadi yang sukar dicari. Memangnya kau lebih suka berkecimpung di dunia Kangouw dan senantiasa hidup menyerempet bahaya" Ketahuilah di luar dunia masih ada langit, di atas orang pandai masih ada yang lebih pandai .Jangan kau kira kungfumu sudah maha tinggi, bila mana pada suatu hari kepergok tokoh sakti, bisa jadi akan kau terima ganjaran yang setimpal. Daripada kau mati tak terkubur, kan lebih baik hidup aman dan prihatin di Tiam-jong-san."
"Hm, orang kosen juga tidak banyak. memangnya kutakut kepada siapa" Mati tua di Tiam-jong-san bukanlah cita-citaku, menjadi Nikoh selama hidup juga bukan niatku. Nah, Hoat-su-jin, demi diriku sendiri terpaksa kucuri tulang jenazah isterimu, hendaknya jangan kau salahkan diriku."
"Memangnya menyalahkan siapa jika bukan dirimu?" teriak Lau Tiong-cu dengan gusar. "Selama hidup kutinggal berdampingan dengan isteriku tak terpisahkan, tapi sengaja kau cerai-beraikan kami sehingga aku hidup merana kesepian- Dengan susah payah dapat kubuat pula sebuah patung pualam sekedar menghibur hatiku yang rindu, sekarang patung kau rusak lagi.a giok, apapun juga hari ini tidak dapat kuampuni dirimu."
Thio Giok-tin bergelak tertawa, "Kucerai-beraikan kalian, katamu" Kucuri tulang orang mati hal ini kau anggap hidupmu tercerai-berai" . Hoat-su-jin, kukira kau sudah kurang waras"
"Omong kosong"^ bentak Lau Tioug-cu. "Aku kan melihat tulang jenazuh isteriku, sama hal kulihat orangnya. Dalam bayanganku sama hal kau cerai-beraikan kami. o, kau ... kau terlalu keji dimana dia" Lekas kau kembalikan dia"
"Dia" Dia siapa" Apakah tulang orang mati itu, maksudmu?" tanya Thio Giok-tin dengan berlagak pilon-
" Lekas kembalikan dia" bentak Lau Tiong- cu pula dengan lebih keras.
"Untuk apa kusimpan tulang orang mati, tulang belulang itu sudah lama kubuang, maka janganlah kau pikirkan lagi, Hoat-su-jin, jangan terus menerus merecoki diriku."
"Benar tulang jenazah isteriku telah kau buang?" tanya Lau Tiong-cu.
"Masaku dusta?" jawab Thio Giok-tin dengan tertawa, "semua ini adalah demi kebaikanmu, kalau tulang orang mati itu tetap kau simpan, selama hidup ini kau pun akan menjadi Hoat-su-jin (orang hidup lama dengan orang mati)."
Mendadak Lau Tiong-cu menangis tergerung-gerung, ia rangkul erat patung pua lam itu dan berkeluh-kesah, "o, Hui, Hui Kini tertinggal patungmu saja yang masih dapat mendampingi diriku."
"suheng," seru Thio Giok-tin sambil menggeleng kepala, "tampaknya kau sukar lagi diobati, lekas kau buang patung itu,
kalau tidak kau bisa liaglung lagi dan hidup tersiksa. Demi kebaikanmu, kuharap jangan kau pikirkan lagi isterimu yang sudah mati itu, bangkitlah semangatmu, tempuhlah hidup baru"
Diam-diam Yu Wi maaggut-manggut atas ucapan Thio Giok-tin itu, memang benar, seorang pendekar besar sebagai Toa supek harus hidup merana dan putus asa hanya lantaran kematian isteri, sungguh tidak berharga hidupnya ini jika sekarang harus hidup ling lung lagi demi sebuah patung pualam, tentu sia-sia belaka hidupnya. Bila mana patung itu dibuang dan buyarkan segala lamunannya, hidupnya masih dapat melakukan hal-hal yang gemilang.
Namun Lau Tiong-cu benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya, sejak tulang jenazah isterinya dibawa lari Thio Giok-tin, dengan segala daya upaya ia mengejar Thio Giok-tin untuk merampas kembali tulang janazah isterinya. Tapi Thio Giok-tin benar-benar sangat licin, selama beberapa tahun selalu lolos dari kejaran Liu Tiong-cu, selama ini berkat patung pualam itulah Lau Tiong-cu dapat mempertahankan hidupnya, kalau tidak. tentu dia akan sakit rindu dan mati ngenas.
Entah bantuan ahli ukir mana telah membUatkan patung pualam isterinya itu, siang dan malam patung itu tidak pernah berpisah dengan dia. sekarang didengarnya pengakuan Thio Giok-tin bahwa tulang jenazah isterinya telah dibuang tanpa bekas, patung pualam itu bertambah besar artinya baginya.
Tapi patung itu benar-benar sudah rusak sehingga wajahnya sukar dikenali lagi, hanya masih kelihatan patung saorang perempuan, tentu saja hal ini membuat Lau Tiong-cu sangat sedih, ia terus menangis, akhirnya pikirannya menjadi gelap. mendadak ia berteriak, "A Giok, harus kau ganti isteriku, jika tidak kau ganti, aku bersumpah akan merenggut nyawamu"
Melihat keadaan Lau Tiong-cu yang kurang waras itu, sikapnya kelihatan beringas, Thio Giok-tin menjadi takut, tanpa pikir lagi segera ia kabur secepatnya.
Dengan membawa patungnya lau Tiong-cu lantas mengajar sembari berteriak, "Ganti istreriku Ganti isteriku ...."
Keduanya berlari pergi secepat terbang, Yu wi agak terlambat, apalagi Ginkangnya memang kalah tinggi dibandingkan Lau Tiong-cu dan Thio Giok-tin. Hanya sekejap saja ia sudah kehilangan jejak kedua orang itu Hanya suara teriakan Lau Tiong-cu saja yang masih kedengaran berkumandang dari jauh.
Yu Wi menggeleng kepala. ia pikir orang yang pintar di dunia ini terkadang jutteru sukar terbuka pikirannya sehingga berduka dan merana selama hidup, akhirnya menjadi linglung. sebaliknya orang bodoh tidak perlu banyak berpikir, hidupnya selalu tenteram dan bebas sehingga bahagia sampai tua.
Seperti halnya Lau Tiong-cu, lantaran kematian isteri, hidupnya jadi tersiksa seperti di neraka. Apabila dia tidak banyak berpikir, isteri mati anggap saja memang sudah takdir ilahi, kan beres segalanya.
Ia pikir selama hidup Thio Giok-tin mungkin juga tak bisa tenteram, ia telah merusak patung pualam yang dipandang Lau Tiong-cu serupa membunuh isterinya. Maka selama Lau Tiong-cu masih hidup, selama itu pula Thio Giok-tin tak dapat tidur nyenyak.
--oo0dw0oo-- Selama dua-tiga hari ini penduduk kota raja diliputi perasaan was- was, disana-sini kelihatan bergerombolan rakyat yang kasak-kusak membicarakan sesuatu peristiwa yang sama.
Tamu rumah minum, bila mana bartemu dengan kenalan juga tak terhindar dari mempergunjingkan kejadian itu. Memangnya apa yang ramai diperjuangkan itu"
Terdengar si A berkata, "Bagaimana, pembunuhnya sudah tertangkap belum?"
"Tertangkap apa" siapa pembunuhnya saja belum diketahui, kemana dapat menangkapnya?" demikian jawab si B.
Lalu si C ikut nimbrung, "sungguh gemas Lebih 30 orang penghuni istana Tay-ciangkun tidak ada satu pun terkecuali, samuanya mati dengan mengenaskan. Untung waktu itu Tay-ciangkun tidak di rumah, kalau tidak. pembesar kerajaan yang paling berjasa itu juga sukar tarhindar dari kematian"
"Anehnya dalam semalam segenap penghuni istana dibunuh orang tanpa ketahuan, padahal tidak sedikit pengawal istana yang lihai," demikian si B berujar. "Akan tetapi kabarnya tidak ditemukan tanda-tanda terjadinya pertarungan, pembunuh itu seperti hantu saja, jangan-jangan digunakannya ilmu sihir lebih dulu, lalu satu persatu korbannya dibinasakan?"
Si A merinding, katanya, "Bisa ilmu sihir katamu" Wah, jika begitu, barang siapa di incar pembunuh itu, maka dia pasti akan mati."
seketika si B dan si C menjadi pucat, cepat si B berkata, "Wah, lebih baik kita bicara urusan lain saja, jangan sampai ketiban pulung"
saat itu tiga hari sudah lalu sejak segenap penghuni istana pang lima terbunuh selama tiga hari ini peristiwa itu telah menggemparkan setiap pendudUk kota raja.
Sejak peristiwa itu, penjagaan kediaman Ko siu di tempat isteri tua diperketat. Istana dikelilingi pengawal yang berseragam dan bersenjata lengkap. Bila malam tiba setiap orang yang tidak berkepentingan dilarang mendekati istana itu.
Padahal Ko siu tidak menaruh harapan kepada barisan pengawal yang berseragam perang itu untuk melindungi jiwanya. Ia tahu betapa banyak pengawal itu pun tidak berguna dan tidak mampu merintangi pergi datang pembunuh dari dunia persilatan.
Di dalam istana Ko siu mempunyai pengawal pribadi lagi, pengawal pribadi pilihan ini semuanya berpakaian preman dan tidak
ada bedanya separti orang biasa, namun semuanya berkepandaian tinggi, kebanyakan adalah jago persilatan terkemuka yang diundang dengan bayaran tinggi.
Menjelang tengah malam, para pengawal pribadi itu lantas terbagi dalam kelompok kecil dan meronda di sekeliling taman istana. mereka bermata awas dan bertelinga tajam, asalkan menemukan sesuatu yang tidak beres, segera mereka menyerang dengan senjata rahasia. Hampir setiap saat pasti ada regu peronda lalu sehingga misalkan seekor tikus saja yang berlari masuk ke taman itu pasti juga akan dipergoki mereka.
Walaupun begitu, malam ini mereka toh kebobolan juga, ada sesosok bayangan orang melayang masuk tanpa diketahui kawanan jago pengawal itu.
Betapa cepat gerak tubuh penyatron ini sungguh sukar untuk dibayangkan.
Penyatron ini dengan sendirinya adalah Thio Giok-tin- Kepandaiannya memang jauh lebih tinggi dari pada para jago pengawal pribadi Ko siu itu.
Tertampak hanya beberapa kali lompatan saja, tanpa menimbulkan suara Thio Giok-tin sudah menyusup kedalam istana. belasan jago pengawal pribadi yang berjaga di situ sama sekali tidak tahu akan kedatangannya.
Rupanya Thio Giok-tin dapat meloloskan diri dari kejaran Lau Tiong-cu, lalu ia datang lagi hendak mambunuh ayah Ko Bok-ya.
Dia berkepandaian tinggi dan bernyali besar, tanpa menghiraukan suasana yang genting dan penjagaan yang ketat itu dia tetap mendatangi tempat kediaman Ko siu.
Kalau dia sudah bertekad membunuh seseorang. sungguh dia ingin saat itu juga orang itu dibunuhnya. Lebih-lebih kepala Ko siu, semakin cepat dapat dipenggalnya akan semakin baik, kalau saja dia dapat meloloskan diri dari kejaran Lau Tiong-cu, mungkin siang hari tadi dia sudah datang.
Dahulu, waktu Thio Giok-tin mengambil Ko Bok-ya sebagai murid, dia pernah datang ke sini untuk menemui Ko siu. Maka ia tahu di mana letak kamar tidur panglima angkatan perang itu Tanpa susah payah dapatlah dia menyusup sampai di depan jendela kamar Ko siu.
Segera ia membasahi kertas penutup jendela dengan air ludah, setelah berlubang, ia intip ke dalam. Dilihatnya Ko Siu belum tidur, lagi duduk membelakangi jendela dan asyik membaCa.
Karena buru-buru ingin memenggal kepala Ko siu agar dapat diperlihatkan kepada Ko Bok-ya selekasnya, tanpa pikir Thio Giok-tin lantas mendobrak jendela dan menerjang masuk. dengan tertawa dingin Thio Giok-tin membentak. "Tua bangka, coba sekarang hendak kau lari kemana?"
Dengan terkejut Ko siu melompat bangun, akan tetapi Thio Giok-tin lantas membentak pula, "Roboh saja kau"
Secepat kilat pedangnya lantas menabas, belum sempat Ko siu bertindak sesuatu. tahu-tahu kedua kakinya sudah buntung tertabas pedang Thio Giok-tin dan roboh terjungkal sambil menjerit ngeri.
Alangkah kejamnya Thio Giok-tin, dengan sebelah kaki menginjak di atas dada Ko siu. segera pedangnya terangkat hendak memenggal kepala korbannya.
Tapi belum lagi pedang mengenai sasarannya mendadak ia membentak terkejut, "He, siapa kau?"
Dia kenal Ko siu, tapi yang menggeletak di depannya ini jelas bukan Ko siu, hanya baju Ko siu saja yang dipakai, tampaknya cuma samaran belaka.
Hanya berpikir sejenak segera Thio Giok-tin tahu dirinya terjebak. Tapi dia tidak gentar, meski didengarnya di sekitar kamar ramai orang berlari datang, tapi tanpa gugup ia menuding Ko siu palsu dan membentak, "Di mana tua bangka she Ko itu?"
Ko siu palsu mendelik, sekuatnya ia menahan sakit kedua kaki yang sudah buntung dan bercucuran darah itu, sahutnya dengan
mengertak gigi, "Tidak tahu, pendek kata, tak ... tak dapat kau lolos dari kematian ..."
Belum habis ucapannya, Thio Giok-tin memperkuat tenaga injakan, seketika isi perut orang itu hancur, dia menjerit ngeri memecah malam sunyi.
Jeritan ini tentu saja mengejutkan segenap isi istana, segera beberapa orang berteriak. "Ada pembunuh ... Ada pembunuh ..."
Tertampak bayangan orang yang mengecung tiba makin banyak sehingga kamar Ko siu terkepung rapat, cahaya obor terang benderang bagai siang.
Thio Giok-tin tidak gentar, ia berdiri di dalam kamar dan menghimpun tenaga. wajahnya tampak beringas dan siap melakukan pembunuhan besar-besaran.
Tiba-tiba terdengar suara "blang" yang keras, pintu kamar tidur didobrak orang, menyusul tiga orang menerjang masuk dari pintu kamar dan jendala.
Tapi sekali pedang Thio Giok-tin menyabat, cahaya perak menyambar secepat kilat, kontan ketiga orang itu tertabas binasa dengan kepala menggelinding kelantai.
Dari belakang segera masuk lagi tiga orang, tapi pedang Thio Giok-tin kembali menabas seperti tadi, dia tetap berdiri di tempat semula, tapi tiga orang itu segera mati lagi dengan kepala tertabas, untuk menjerit saja tidak sempat.
Empat kali serbuan menewaskan 12 orang, sisanya menjadi jeri oleh kelihaian jurus serangan pedang Thio Giok-tin itu dan tidak ada yang berani menerjang lagi. Mereka mengurung di luar jendela dan pintu, Kelihatan yang berdiri di depan pintu sama melongo kaget dan heran- sebab tidak diketahui dengan cara bagaimana ke-12 orang kawan meraka terbunuh.
Padahal ilmu silat ke-12 orang yaDg terbunuh itu tidak lemah, sedikitnya tergolong jago kelas dua, tapi mengapa satu jurus saja tidak sanggup bertahan dan sudah terbunuh.
Kiranya jurus seraagan Thio Giok-tin itu adalah salah satu jurus Hai-yan-kiam-hoat. yaitu satu diantara dua jurus yang belum dikuasai Yu Wi itu.Jurus itu bernama sat-jin-kiam atau pedang pembunuh orang.
Nama jurus ini bukan pemberian Thio Giok-tin melainkan oleh si kakek tuli, jurus ini diperoleh kakek itu dari Thio Giok-tin dengan mengorbankan teliganya. Ia merasa daya serang jurus ini sangat lihai, dapat digunakan membunuh orang semudah memotong sayur, sebab itulah diberi nama sat-jin-kiam.
Jurus serangan ini memang sangat mudah digunakan untuk membunuh orang seperti halnya Thio Giok-tin sekarang.
Thio Giok-tin sudah apal sekali menguasai kedelapan jurus ilmu pedang sakti itu, setiap jurusnya juga sudah diselami secara mendalam, memang setiap jurusnya memiliki daya serang yang ampuh cuma sayang dia tidak mampu memainkan kedelapan jurus itu secara sambung menyambung, dia hanya memainkannya dengan sejurus demi sejurus, sebab kalau sekaligus dia memainkan kedelapan jurus itu. maka darah dalam dadanya serasa bergolak dan menimbulkan rasa sakit luar biasa.
Kemudian diketahuinya bahwa orang perempuan tidak cocok berlatih Hai-yan-kiam-hoat, paling-paling dia hanya sanggup melancarkan daya serang satu jurus saja, untuk mengeluarkan keampuhan serangkaian Hai-yan-kiam-hoat secara lengkap tidaklah sanggup dikuasainya.
Namun cukup hanya dengan satu jurus saja sudah merupakan kungfu maha lihai, para pengawal pribadi Ko Siu tergoloug jago pilihan semua. tapi mati kutu juga menghadapi satu jurus sat-jin-kiam saja, mereka harus terima ajal belaka.
Melihat tidak ada yang berani masuk lagi, dengan senang Thio Giok-tin membersihkan darah pada pedangnya, dipandangnya senjata yang ampuh itu dan bergumam, "Pedangku sayang, hari ini boleh kau minum darah sepuasmu"
Habis berkata ia terus melangkah keluar kamar, para pengepung yang berdiri di depan pinta sama menyurut mundur dengan jeri. setiap kali Thio Giok-tin melangkah maju, setiap kali pula mereka menyurut mundur. Thio Giok tin melangkah maju delapan langkah, mereka pun menyurut mundur delapan langkah.
Senang sekali hati Thio Giok-tin, ia tertawa terkekeh, katanya, "Hah, penjaga sewaan tua bangka she Ko itu semuanya bakul nasi belaka"
Ucapan ini menimbulkan rasa murka berpuluh jago pengawal itu. Padahal mereka umumnya adalah jago ternama di dunia Kangouw, mereka hanya jeri seketika oleh jurus serangan Thio Giok-tin yang aneh itu sehingga tidak barani sembarangan bergerak. sekarang mereka terpancing murka, entah yang mana melolos senjata lebih dulu, serentak yang lain juga ikut mengerubut maju. Terlihat belasan macam senjata sama menyambar kebagian mematikan di tubuh Thio Giok-tin.
Tapi sekali Thio Giok-tin mengeluarkan jurus "Put- boh- kiam", jurus yang tak terpatahkan, terdengarlah serentetan dering nyaring, belasan macam senjata yang menyerangnya sama tergetar patah.
Hanya dengan sebatang pedang biasa Thio Giok-tin telah mematahkan macam-macam senjata lawan, kekuatan ini sungguh sangat mengejutkan, selagi lawan yang kehilangan senjata itu masih merasa jeri, tahu-tahu sinar pedang menyambar lagi, belum sempat mereka menjerit, seketika leher terasa dingin dan kepalapun putus, nyawa amblas.
Melihat kawannya tewas lagi, jago pengawal yang lain menjadi nekat, sambil berteriak-teriak serentak belasan orang menerjang maju lagi.
Tampaknya mereka pun akan dibinasakan oleh Thio Giok-tin dengan cara sangat mudah, mendadak terdengar seorang membentak, "Nanti dulu" suaranya keras dan berat, hati semua orang sama tergetar, tanpa terasa belasan orang itu sama berhenti di tempat.
Terlihatlah seorang jago pedang muda melangkah tiba dengan tenang, dia mendekati Thio Giok-tin, lalu memberi tanda kepada para jago pengawal dan berkata, " Kalian mundur saja, kalian bukan tandingannya, lihat saja kuhadapi dia sendiri."
Dengan kening berkerut belasan jago pengawal itu melangkah mundur, mereka tidak puas terhadap sikap jago pedang muda yang congkak itu. Tapi terpaksa mereka menurut, sebab jago muda ini adalah kepala barisan pengawal pribadi Ko siu.
Cukup cakap wajah jago pedang muda ini, tapi sikapnya yang angkuh membuat orang merasa segan untuk berdekatan dengan dia.
Dengan sombong ia angkat pedangnya lurus ke depan, dengan tak acuh ia berkata, "Layani dengan baik"
Nadanya serupa orang tua sedang mengajar anak muridnya, menyuruh orang hati-hati sedikit supaya tidak kalah dengan mudah.
Walaupun mendongkol. tapi Thio Giok-tin juga bisa melihat gelagat, sedapatnya ia bersabar, jengeknya. "silakan maju dulu"
Dilihatnya gerak pedang anak muda itu lain daripada yang lain, sebab pedang yang diluruskan ke depan utu kelihatan kuat dan mantap. sungguh seorang lawan tangguh yang jarang ditemunya.
Dia menyuruh anak muda itu maju lebih dulu, sebab dilihatnya ilmu pedang orang sangat kuat dalam hal bertahan, jika orang disuruh menyerang lebih dulu, hal ini tidak berarti manguntungkan orang itu sendiri
Betapa pun darah mmda, jago muda itu menjadi gusar karena diremehkan oleh Thio Giok-tin, segera ia menusuk dengan pedangnya.
Melihat serangan lawan tidak ada sesuatu gerakan yang istimewa, diam-diam Thio Giok-tin mentertawainya. Ia sangka lawan tidak tahan sekali serang juga, maka dia tidak mau banyak buang waktu, segera ia keluarkan lagi jurus Put-boh-kiamnya hendak menabas pedang lawan, lalu memotong kepalanya.
Siapa tahu, dugaannya ternyata keliru. Meski gerak pedang jago muda itu kelihatan biasa tanpa sesuatu yang istimewa, tapi menghadapi serangan Giok-tin yang lihai itu, mendadak gerak pedangnya berubah menjadi luar biasa, sekali berputar pedangnya berubah menjadi beratus bayangan titik perak.
Dipandang dari sebelah Thio Giok-tin sini, bayangan ujung pedang seolah-olah beratus bintang meteor yang berhamburan menembus tabir cahaya pedangnya.
Betapa hebat jurus Pit-boh-kiam itu tetap juga ada setitik kelemahannya. dan dengan tepat satu butir meteor itu menyambar masuk ketitik lemah itu sehingga jurus yang tak terpatahkan itu sekali ini dapat dibobol.
Untung Thio Giok-tin sempat menghindar dengan langkah ajaib Leng-po-wi-poh sehingga tidak tertusuk oloh pedang lawan yang menembus tabir cahaya pedangnya.
Maka sadarlah Giok-tin bahwa dirinya bukan tandingan anak muda itu, cepat ia melompat mundur manjauhi lawan dan tidak berani menerjang maju lagi.
Hendaklah diketahui bahwa ilmu silat Thio Giok-tin sangat luas, cuma tidak semuanya dikuasainya dengan baik. Berbagai macam kungfunya adalah hasil tipuan dengan menggunakan kecantikannya. seperti kitab pusaka Hai-yan-to-boh juga ditipunja dari oh It-to, tapi lantaran dia tidak suka main golok melainkan gemar main pedang, maka ia coba meyakinkan Hai-yan-to-hoat dengan pedang.
Padahal permainan pedang dan golok sama sekali berbeda, meski dia ubah permainan pedang dengan golok tanpa mengurangi daya serangnya, tapi sayang sukar dilatihnya hingga sempurna. Yang dapat dipelajari hanya gerakan kedelapan jurus saja, tapi tak dapat terjalin menjadi serangkaian ilmu pedang yang ampuh.
Walaupun kedelapan jurus ilmu pedang itu sangat lihai, tapi karena tak dapat dimainkan secara lengkap. bila ketemu jago pedang yang kuat menjadi tidak banyak artinya.
Meski Thio Giok-tin juga bertemu dengan jago pedang seperti Kwe siau-hong, tapi dia tidak menipu ilmu pedangnya, seterusnya iapun tidak pernah lagi bertemu dengan jago pedang lain, sehingga sebegitu-jauh dia tetap tak dapat menguasai pedangnya dengan sempurna. Jadi di antara berbagai macam Kungfu yang dikuasainya, ilmu pedang terhitung kungfunya yang paling lemah.
Diam-diam Thio Giok-tin jadi menyesal telah datamg dengan membawa pedang, kalau dia membawa senjata lain, tentu sekarang dapat menghadapi jago muda ini dengan kungfu andalannya yang lebih tinggi itu. Tapi sekarang, mau-tak-mau dia harus terima nasib. seketika semangat tempurnya membuyar.
Melihat Thio Giok-tin berdiri lesu, jago pedang muda yang angkuh itu tertawa, serunya, "Agaknya kau tahu ilmu pedangmu bukan tandinganku, tidak berani maju lagi" Kukira tidak menjadi soal, bila kau takut kepada ilmu pedangku, boleh kita bertanding ilmu pukulan saja."
Di antara macam-macam kungfu yang dikuasai Ciang-hoat atau ilmu pukulan bertangan kosong merupakan kungfu andalan Thio Giok-tin , diam-diam ia mendongkol atas sikap jumawa anak muda itu, pikirnya, "Anak kurang ajar, seb entar nanti baru kau tahu rasa akan kelihaianku"
Tanpa kenal malu segera ia mendahului membuang pedangnya.
Dengan sikap pongah si jago muda itu berpaling menyapu pandang para jago pengawal seakan-akan hendak bilang, "Coba kalian lihat, hanya satu jurus saja tuanmu sudah membikin keok dia dan sekarang dia minta bertanding dengan ilmu pukulan."
Lalu dengan sikap angkuh ia mas ukkan pedang kesarungnya dan berkata, "Nah, sekali ini boleh kau serang lebih dulur
Para jago pengawal sama gusar oleh sikap sombong jago pedang muda itu, meski tidak diutarakan dengan kata, tapi jelas wajah mereka sama mengunjuk kurang senang, pikir mereka, "Yang penting sekarang adalah menangkap si pengganas ini, masakah kesempatan ini kau gunakan untuk pamer kepandaian segala?"
---ooo0dw0ooo---
Bab 11 : Ko-Bok-cing yang lihay dan sakti
Thio Giok-tin juga tidak mau banyak omong lagi, segera ia menggunakan langkah Leng-po-wi-poh, ia mendesak maju dan kedua tangannya menghantam sekaligus.
Baru saja jago pedang muda itu sempat menangkis, tahu-tahu bayangan musuh sudah menghilang. Langkah ajaib Leng-po-wi-poh sungguh hebat, mendadak Thio Gokstin sudah berputar kebelakang anak muda itu, kembali kedua tangannya menghantam.
kungfu jago muda itu memang patut dibanggakan, sekali berputar, dengan cepat lia menghadapi lawan, serangan dapat ditangkis pula.
Meski langkah ajaib ditambah Ginkang Thio Giok-tin yang juga tidak kurang lihainya, namun jago muda itu dapat menangkis dengan baik, bahkan balas menyerang, dia kalah ulet, namun ilmu pukulannya sangat aneh sehingga dapat melayani Thio Giok-tin dengan sama kuat.
Makin lama makin dahsyat pertarungan kedua orang, para pengawal yang berdiri di sekitar mereka terdesak mundur jauh oleh angin pukulan mereka. Meski mereka benci kepada kesombongan anak muda itu, kini mau-tak-mau harus kagum juga terhadap kelihaian kungfunya, pantaslah kalau Ko SiU menunjuk anak muda itu menjadi komandan mereka.
Sampai ratusan jurus masih belum jelas menang dan kalah, si jago muda menjadi tidak sabar, jika menangkap seorang penyatron saja tidak becus, tentu akan dipandang rendah oleh Ko Siu.
Dasar watak anak muda Itu memang angkuh, setelah sekian lama lawan tak dapat ditundukkan- tentu saja ia gelisah.
Sebaliknya Thio Giok-tin diam-diam terkejut dan bergirang, ia terkejut oleh kelihaian kungfu jago muda itu, selama ini belum
pernah didengarnya ada seorang tokoh muda demikian, mungkin tokoh terkemuka jaman ini juga sukar mengalahkan dia.
Girangnya karena melihat anak muda itu mulai gelisah, betapa hebat ilmu pukulannya, lama-lama tentu juga akan kacau dan itu berarti tanda akan kalah.
Siapa tahu, sampai lebih dari 150 jurus, mendadak ilmu pukulan jago muda itu berubah, dimainkannya semacam ilmu pukulan yang aneh.
Ilmu pukulan ini bernama sian-thian-ciang-hoat yang menurut peraturan perguruannya tidak boleh sembarangan digunakan- sekarang karena ingin cepat menang, tanpa pikir terus dimainkan oleh jago muda itu.
Dan tidak lebih tiga jurus sian-thian-ciang di- mainkan, sekali hantam pipi Thio Giok-tin telah kena digampar oleh anak muda itu, menyusul gamparan lain mengenai pipi sebelah lagi.
Betapa pedih hati Thio Giok-tin sukar dilukiskan, setelah mengalami dua kali gamparan. Dia adalah seorang tokoh termashur, tapi mukanya kena dipukul dua kali oleh seorang anak muda, tentu saja dirasakan terlebih menderita daripada terbunuh.
sian-thian-ciang anak muda itu dimainkan terus, kini keadaannya tidak serupa bertempur antara dua orang lagi, tapi lebih mirip orang tua lagi mempermainkan anak kecil, kedua tangannya menampar kian kemari, berulang-ulang pipi kanan dari Giok tin kena dihajar pula,
Dia sengaja pamer kepandaian, tidak mau melukai Thio Giok-tin dengan pukulan berat, namun begitu Thio Giok-tin terus menerus terpukul tanpa mampu membalas.
setelah belasan kali tamparan, Thio Giok-tin tidak tahan terhina lagi, teriaknya, "Baiklah, aku kalah"
Jago muda itu tertawa senang, ucapnya, "Jika kau mau mengaku kalah, aku pun takkan membikin susah padamu. Nah, lekas kau ikat tangan sendiri dan menyerah."
Sudah tua begini baru mengalami penghinaan sebesar itu, tentu saja. Thio Giok tin sangat sakit hati, mana dia rela mengikat tangan sendiri dan mandah disembelih orang, tiba-tiba ia mendapat akal, serunya dengan tertawa, "Numpang tanya siapakah nama saudara cilik ini?"
saking senangnya jago muda itu menjawab tanpa pikir, "Namaku Siau Hong .jika kau masih penasaran, boleh kita bertanding lagi."
Thio Giok-tin menggeleng kepala, katanya, "Tidak. kuakui ilmu silatmu memang nomor satu di dunia, biarpun siapa saja bukan tandinganmu."
Pada umumnya orang sombong memang suka disanjung puji orang, makin diumpak makin sombong dia. Maka umpakan Thio Giok-tin ini membuat jago muda itu lupa daratan dan tidak ingat lagi lawan adalah penyatron yang harus ditangkapnya, malahan barusan dia harus menempurnya dengan mati-matian.
Habis bicara. lalu Thio Giok tin membalik tubuh seperti mau pergi.
Lantaran merasa senang terhadap pujian orang, Siau Hong tampaknya tidak bermaksud mencegahnya. Tapi para pengawal yang masih berada disitu lantas berteriak-teriak. " Lekas ringkus dia"
Baru sekarang Siau Hong ingat kepada tugas sendiri. katanya, "Eh, kau tidak boleh pergi"
"Aku tidak pergi, boleh kau suruh mereka meringkus diriku," jawab Thio Giok-tin.
Siau Hong pikir terlalu repot meringkusnya ditutuk Hiat-to kelumpuhannya kan sama saja, Ia mengira Thio Giok-tin sudah menyerah total kepadanya. maka caranya menutuk juga tidak memakai perhitungan.
Diluar dugaan, mendadak Thio Giok-tin menghantam kebelakang tanpa membalik tubuh.
Caranya menghantam ke belakang juga sangat aneh, sekaligus tubuhnya ikut berputar kebelakang Siau Hong. Angin pukulan yang lihai segera mengancam bagian maut di punggung anak muda itu.
sungguh aneh dan lihai pukulan ini, apabila Siau Hong terkena pukulannya dengan tepat, sukar baginya untuk lolos dari kematian.
Untunglah pada detik yang berbahaya itu, sekonyong-konyong dari atas rumah melayang turun sesosok bayangan.
Bayangan ini seakan-akan sudah tahu kelihaian pukulan Thio Giok-tin itu, maka begitu tangan Thio Giok-tin menghantam kebelakang, serentak ia anjlok ke bawah, maka ketika tenaga pukulan Giok-tin mendakati punggung Siau Hong, dengan tepat dapat dicegat bayangan itu.
Tertampak orang ini mengapung di udara dan menahan serangan Thio Giok-tin dengan sebelah tangan, ia sambut mentah-mentah pukulan yang dahsyat ini. -"Blang", kedua tangan beradu dengan keras, karena terapung, bayangan itu tergetar mencelat dua tombak jauhnya, ia berjumpalitan dan berdiri tegak diatas tanah tanpa cidera apa pun-
Perubahan kejadian ini berlangsung dalam waktu sekejap saja, belum lagi para jago pengawal sempat berteriak kaget dan gebrakan itu pun sudah berlangsung. Ternyata sebagian besar di antara mereka kenal bayangan orang itu, sarentak mereka berseru, "Yu-kongcu"
Orang ini memang betul Yu Wi adanya.
Siau Hong juga pernah melihat Yu Wi. prihal Yu Wi merawat lukanya di dalam istana telah banyak diketahui para pengawal, hanya sebagian tidak pernah melihatnya, tapi lebih banyak yang pernah melihat dan tahu dia adalah putera sahabat Tay-ciangkun yang sudah wafat, putera Yu Bun-hu.
setelah sergapannya gagal membunuh Siau Hong, Thio Giok-tin menyadari kesempatan baik sukar dicari lagi, padahal kepandaian anak muda itu jauh di atas dirinya, jelas sakit hati penghinaan tadi
sukar dibalas, dengan gemas ia lantas menuding Yu Wi dan mendampsrat, "Anak busuk, kau bikin gagal urusanku" memaki. lalu ia berduduk di tanah.
Ia pikir kepandaian Siau Hong lebih tinggi dari padanya. jangankan hendak kabur, mungkin dirinya akan dibunuh untuk membalas sergapannya tadi. Belum lagi Yu Wi, anak muda ini pasti juga. takkan mengampuni dirinya.
Karena itulah ia lantas memejamkan mata dan menunggu ajal. ia tidak ingin bertempur lagi, sebab hal ini akan berarti dirinya lebih banyak terhina. Ia pikir biarlah salah seorang dari kedua anak busuk itu boleh berikan suatu pukulan dan mematikan diriku saja.
Akan tetapi sampai sekian lama ia menunggu dan tidak terjadi sesuatu, ia menjadi heran, kalau Yu Wi yang baik budi itu dapat dimengerti jika dia tidak tega membunuh musuh yang tidak mengadakan perlawanan, tapi Siau Hong yang angkuh dan keji ini mengapa juga tidak balas menyerang diriku"
Para jago pengawal juga tidak berani sembarangan bertindak sebelum mendapat perintah Siau Hong selaku komandan mereka, mereka sama berdiri disekeliling situ dan menanti keputusan Siau Hong. Mereka tahu meski keadaan Thio Giok-tin sekarang hanya berduduk dengan mata terpejam, kalau bukan Siau Hong sendiri yang meringkusnya, orang lain sukar untuk membekuknya.
Kedatangan Yu Wi ke tempat kediaman Ko siu ini terjadi waktu Thio Giok-tin kabur dikejar Lau Tiong-cu, ia tahu Thio Giok-tin hendak membunuh Ko siu, maka diam-diam ia hendak melindungi Ko siu. Kemudian diketahuinya Ko siu yang sedang membaca di kamarnya itu adalah palsu, namun dia tidak pergi, ia bersembunyi disitu dan menunggu kedatangan Thio Giok-tin.
sama sekali tak tersangka olehnya bahwa di tengah para jaro pengawal pribadi Ko siu ini terdapat seorang jago muda yang mampu mengatasi Thio Giok-tin. Diam-diam ia kagum terhadap Siau Hong. Maka ketika melihat anak muda itu terancam bahaya oleh
pukulan membalik Thio Giok-tin, Yu Wi yang bersembunyi di atas belandar rumah lantas melompat turun untuk menolongnya.
Kini meski mendapat kesempatan untuk membunuh Thio Giok-tin, namun Yu Wi tidak sudi melakukannya, pikirnya "Thio Giok-tin memejamkan mata dan menunggu kematian, jelas karena dia tahu bukan tandingannya Siau Hong. sekarang hanya Siau Hong saja yang berhak menentukan mati- hidup Thio Giok-tin, apabila dia tidak mati dan berhasil lolos. kelak akan kucari dia pula untuk menuntut balas."
Semua orang tidak tahu apa sebabnya Siau Hong hanya termenung saja dan tidak lantas bertindak terhadap Thio Giok-tin, sejenak kemudian agaknya Siau Hong berhasil memacahkan sesuatu persoalan, ia tmendekati Thio Giok-tin..
Dengan ketus Thio Giok-tin barkata tanpa gentar, "Baik, aku tidak mampu membunuhmu biarlah kau bunuh diriku saja"
"Aku takkan membunuhmu, aku cuma ingin tanya sesuatu padamu," ujar Siau Hong sambil menggeleng.
"Setelah kau tanya, lalu bagaimana?"
"Bila sesuai dengan apa yang kupikir, segera kubebaskan kau."
Ucapan Siau Hong membikin gempar para jago pengawal, mereka berteriak-teriak, "Tidak. jangan lepaskan dia Bunuh saja dia untuk membalas sakit hati saudara kita"
"Hm, jika ada diantara kalian yang berani membunuh dia, silakan maju saja dan membunuhnya." jengek Siau Hong.
Thio Giok-tin tertawa, katanya, "Aku dikalah olehmu, hanya kau berhak membunuhku. Bila orang lain tidak tahu diri, boleh dia timbang dulu apakah dia mampu mambunuhku atau tidak."
"seumpama mampu membunuhmu juga perlu tunggu setelah selesai kutanyai dirimu," kata Siau Hong.
Yu Wi melangkah maju, "Ada soal apa, dapatlah kau tanya dia selekasnya."
"setelah kutanyai dia, apakah hendak kau bunuh dia?" jengek Siau Hong.
Yu Wi jadi melengak, ia heran atas sikap orang yang kasar. Padahal baru saja jiwa orang diselamatkannya, mengapa membalasnya dengan bersikap tidak sopan begini.
Tanpa menunggu jawaban Yu Wi. segera Siau Hong berkata pula dengan ketus, "setelah kutanyai dia, bunuh atau tidak adalah bergantung kepadaku, bila ada yang tidak menurut kepada keputusanku, boleh silakan menantang diriku, kalau dapat mengalahkan aku barulah berhak mengambil tindakan terhadap perempuan ini." Ucapannya ini sama dengan menantang Yu Wi.
Keruan para jago pengawal sama gusar. mereka sama memaki di dalam hati, "Hm, memangnya dengan hak apa kau berani. mengambil keputusan mengenai penyatron ini" Tay-ciangkun menyewa dirimu sebagai komandan pasukan pengawal, kau harus tunduk kapada perintah Tay-ciangkun, memangnya apa yang kau andalkan" Huh, lagaknya seperti tuan besar padahal apa bedanya dirimu dengan kami" Kan sama-sama terima upah orang?"
Meski gusar didalam hati, tapi tidak ada seorangpun bersuara. Maklumlah, Siau Hong terlalu lihai, mereka menyadari bukan tandingan anak muda itu.
Yu Wi juga tidak suka bertengkar, ia mundur kebelakang ia pikir terserah padamu akan kau bunuh atau tidak. Pokoknya bila kau bebaskan dia, segera kucari dia untuk menuntut balas.
setelah cukup pamer kekuasaan dan tidak ada yang berani membantah lagi, Siau Hong bergelak tertawa bangga, lalu ia tanya Thio Giok-tin, "Tadi caramu menghantam kebelakang itu, apa nama jurus seranganmu itu?"
Giok-tin menggeleng, "Aku cuma dapat memainkannya dan tidak tahu apa namanya."
"Tadi kurasakan jurus seranganmu itu sudah kukenal serupa jurus serangan dari perguruanku, setelah kurenungkan sekian lama
baru kuingat bahwa pukulan ke belakang seperti seranganmu tadi disebut sat-jiu-ciang (pukulan maut)," kata Siau Hong pula.
"Nama sat-jiu-ciang sama sekali tidak pernah kudengar" ujar Giok-tin.
"Mungkin benar tidak pernah kau dengar, tapi pasti kau tahu orang yang mengajarkan ilmu pukulan itu bermata satu bukan?" Berubah air muka Thio Giok-tin.
"Betul, kau kenal dia?"
"Dengan sendirinya kukenal, kalau tidak. dari mana kutahu nama kungfu andalannya itu bernama sam-jiu-sam-ciau (tiga jurus pukulan maut)."
"sat-jiu-sam-ciau?" Thio Giok-tin mendegus dengan kaget.
"Memang betul yang diajarkan orang bermata satu itu kepadaku adalah tiga jurus."
Meski namanya tiga jurus, namun cara memainkan tiga jurus itu sama sekali berlainan.
"Benar" seru Giok-tin.
Siau Hong tambah bangga, ucapnya, "Meski permainan ketiga jurus itu sama sekali berbeda, tapi berasal dari sumber yang sama Jurus pertama adalah penggunaan senjata rahasia, jurus kedua mengenai pemakaian senjata dan jurus yang lain lagi adalah ilmu pukulan seperti yang kau mainkan tadi."
Thio Giok-tin sangat licin, segera ia tahu watak Siau Hong yang suka diumpak ini, maka dia sengaja berkata, "Wah, berbahaya, sungguh berbahaya. . . ."


Pendekar Setia Pendekar Kembar Bagian Ii Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Berbahaya apa?" tanya Siau Hong..
"Sungguh aku tidak tahu diri, padahal Anda sedemikian paham sat-jiu-sam-cian, tapi berani kusergap Anda, untung bocah she Yu itu menghalangi seranganku, kalau tidak. bukan mustahil
seranganku tidak berhasil dan berbalik akan dibinasakan oleh jarus serangan Anda yang lebih lihai".
Sanjungan ini membuat hati Siau Hong kegirangan luar biasa. Padahal bilamana tidak dirintangi oleh Yu Wi, tidak mungkin dia mampu menghindarkan serangan maut Thio Giok-tin tadi.
Tapi dasar orang yang sombong, jelas-jelas Yu Wi telah menyelamatkan dia, sudah tidak berterima kasih, sebaliknya malah menganggap Yu Wi mengganggu dia.
Sekarang Thio Giok-tin berkata demikian, tanpa malu ia menjawab, "Ah, mana, mana Meski sam-jiu-sam-ciau itu sangat lihai, tapi akupun mempunyai jurus yang dapat mematahkannya. Akan tetapi akupun takkan melukaimu. setelah kukenal asal- usul jurus seranganmu, segera kutahu ada hubungan antara kita berdua, mana boleh sembarangan kulukaimu sehingga dimarahi susiok nanti."
Yu Wi tidak menduga antara Thio Giok-tin dan Siau Hong bisa mendadak timbul hubungan perguruan segala. Ia pikir hari ini Thio Giok-tin pasti akan dilepaskan oleh Siau Hong. Hal yang membuatnya ragu adalah mengenai Siau Hong, pada waktu Thio Giok-tin menyerangnya dengan pukulan maut tadi, adalah sukar untuk dipercaya bahwa dia sanggup menyelamatkan diri
Maklumiah, Yu Wi cukup kenal betapa lihainya serangan Thio Giok-tin itu, sebab sudah dua kali dia hampir mati di bawah pukulan maut itu. satu kali terjadi di Tiam-jong-san ketika Thio Giok-tin menimpukkan kebutnya kebelakang dan tepat mengenai punggungnya. satu kali lagi juga menyambitkan secara rahasia ke belakang, kalau saja Toa supek tidak keburu menangkiskan dengan patungnya dia pasti sudah binasa.
Dua kali pengalaman ini meyakinkan dia akan kelihaian serangan membalik Thio Giok-tin itu, maka tadi tanpa pikir ia terus melompat turun untuk menyelamatkan Siau Hong. Tapi sekarang Siau Hong menyatakan dia mempunyai kungfu lain yang mampu menangkis
serangan Thio Giok-tin, jadi bantuan sendiri tadi tidak ada gunanya, pantas orang tidak berterima kasih padanya.
Pada dasarnya Yu Wi memang lugas, meski meragukan kemampuan Siau Hong akan dapat menyelamatkan diri dari serangan maut Thio Giok tin tadi, tapi mengingat di dunia ini masih banyak orang kosen yang sukar diukur kepandaiannya, bukan tidak mungkin Siau Hong memang betul dapat mematahkan serangan Thio Giok-tin itu.
Begitulah didengarnya Thio Gin-tin lagi berkata, "Apa katamu"Jadi orang bermata satu yang mengajarkan tiga jurus padaku itu adalah paman gurumu?"
Siau Hong tertawa, "Haha, setelah kau pelajari kungfu andalan susiokku, tapi sampai sekarang tidak mengetahui asal-usulnya?"
"Dia hanya mengajarkan tiga jurus padaku dan tidak bicara urusan lain, bahkan she dan namanya saja tidak diberitahukan pada ku."
"Tingkah-laku susiok memang aneh, orang lain jangan harap akan dapat belajar kungfunya, pernah kuminta belajar juga ditolaknya. Tapi dia justeru suka padamu, sungguh ada jodoh."
Ucapan Siau Hong ini banyak lubang kelemahannya. orang yang mau berpikir sedikit saja pasti dapat membongkar bualannya. Tadi dia bilang mempunyai kungfu lain yang dapat mematahkan serangan Thio Giok-tin, tapi sekarang dia mengaku tidak pernah belajar sat-jiu-sam-ciau, jelas dia cuma omong besar untuk menutupi kelemahan sendiri.
Di antara jago pengawal itu tentu saja ada yang dapat berpikir, diam-diam mereka mengejek. kalau saja tidak takut tentu mereka sudah tertawa geli.
Dengan sendirinya Thio Giok-tin dapat juga menarik kesimpulan bahwa Siau Hong tidak mempunyai kungfu yang dapat mematahkan serangannya tadi. Maka sekarang ia tambah benci kepada Yu Wi, kalau saja anak muda ini tidak merintangi serangannya, tentu saat
ini Siau Hong sudah dibinasakannya dan terlampiaslah sakit hati belasan kali tamparan tadi.
Tapi sekarang ia tambah kenal watak Siau Hong, ia pikir dalam keadaan tidak menguntungkan, harus lebih banyak kupuji dia agar mau membantu bilamana aku dimusuhi Yu Wi dan para jago pengawal.
Maka dengan tersenyum genit ia berkata, "Ah, beruntung susiokmu sudi mengajarkan tiga jurus sakti padakU, padahal hanya beberapa kali saja susiokmu bertemu denganku dan beliau lantas mengajarkan kungfu andalannya kepadaku, mustahil kalau dia tidak mengajarkan kepada Anda, kukira mungkin susiokmu menganggap ketiga jurus itu tidak banyak manfaatnya bagimu, maka tidak diajarkannya padamu. Padahal dengan kepandaian Anda masakah ketiga jurus itu menjadi soal bagimu?"
Siau Hong merasa senang sekali, ucapnya, "Betul juga perkataanmu, kungfu perguruan kita sangat luas, meski sat-jiu-sam-ciau merupakan kungfu ciptaan susiok sendiri, tapi belum terhitung kepandaian luar biasa didalam kungfu perguruan kita. Agaknya susiok kuatir kungfu perguruan sendiri tidak dapat kupelajari seluruhnya, lalu apa gunanya belajar lagi sat-jiu-sam-ciau. Akan tetapi kau dapat belajar kungfu susiok itu, sungguh ada jodoh dan kau pun dapat dikatakan terhitung anak murid perguruan kita."
Tentu saja Thio Giok-tin mengikuti arah angin, katanya cepat, " Wah, jika demikian, harus kupanggil engkau sebagai suheng"
Padahal usia Thio Giok-tin cukup untuk menjadi ibu Siau Hong, maka para jago pengawal sama merinding mendengar ucapannya.
sebaliknya Siau Hong tidak merasakan apa-apa, ia menjawab dengan serius, "Karena kau terhitung juga murid susiok. maka sebutan suheng biarlah kuterima".
"Ya, suheng," kembali Thio Giok-tin memanggil. Akan tetapi dia menggerutu didalam hati,
"Suheng kentut susiokmu memang ada jodoh denganku. cuma jodohnya jodoh ditengah jalan. Coba kalau setan mata satu itu tidak tergila-gila padaku, mana dia mau mengajarkan tiga jurus mautnya kepadaku. Dasar anak keparat, masih ingusan masih berani mengaku suheng ku. Yang benar harus kausebut nenek padaku."
Bahwa dalam keadaan kepepet Thio Giok-tin mau merendahkan diri, disinilah terletak kelicikannnya. Maka dengan sebutan "Suheng" ini mau-tak-mau Siau Hong harus bicara baginya, segera ia berpaling dan berkata terhadap para jugo pengawal "Nah, saudara-saudara, perbuatan orang ini mungkin timbul karena salah paham belaka. sekarang urusan sudah jelas, rupanya dia adalah orang seperguruanku, maka orang she Siau memutuskan untuk membebaskan dia pergi, aku yang akan bertanggung jawab terhadap Ciangkun nanti, bilamana ada di antara kalian tidak dapat menerima keputusanku, boleh berurusan denganku."
Diam-diam para pengawal menjengek. namun mereka hanya marah di dalam hati dan tidak ada yang berani bersuara. Maklumlah, mereka tidak dapat menandirgi Siau Hong, jika bersuara hanya akan mendatangkan petaka bagi diri sendiri.
Maka dengan berseri-seri Siau Hong berkata pula kepada Thio Giok-tin, "Nah. sekarang bolehlah kau pergi Urusan disini serahkan saja padaku, bila bertemu dengan susiok, katakan guruku "Kun-kiam-bu-siang" (pukulan dan pedang tidak ada bandingan) mengharapkan beliau pulang ke Tibet untuk menemui suhu."
"Kun-kiam-bu-siang", diam-diam Thio Giok-tin menjengek atas julukan ini, besar amat suaranya, pantas kau pun tidak pandang sebelah mata kepada orang lain, rupanya guru dan murid serupa sombongnya.
Namun lahirnya Thio Giok-tin tetap merendah diri, ucapnya dengan tertawa yang dibuat-buat, "Terima kasih, suheng, kumohon diri . . . ."
"Nanti dulu" mendadak Yu Wi melangkah maju.
"Maksudmu aku?" tanya Giok-tin sambil berpaling dengan tertawa.
Yu Wi menjawab tegas, "setelah kau datang ke sini, kau harus memberi keadilan kepada Ciang-kun-"
"Keadilan apa?" jengek Giok-tin-
"Tiga hari yang lalu, segenap penghuni rumah puteri muda Ko- ciangkun telah kau bunuh, bukan?" tanya Yu Wi dengan mendelik,
seketika para jago pengawal menjadi gempar, "Hah, jadi perempuan bangsat inilah pembunuh Jihujin" "
"Tangkap dia. Jangan lepaskan dia"
"Lekas undang ciangkun kemari untuk mengadili pembunuh ini. . . ."
Segera ada seorang pengawal yang cekatan berlari pergi.
Tapi Siau Hong lantas membentak, "Berhenti"
Namun orang itu tidak menghiraukan dan tetap berlari ke sana.
Siau Hong menjadi gusar, mendadak ia menuding dari jauh, "crit." angin jari yang tajam menyambar ke sana, pengawal itu menjerit kaget, lalu berdiri mematung di tempatnya dengan gaya sedang berlari.
Tutukan dari jarak jauh ini sungguh amat lihai, seketika para jago pengawal menjadi jeri dan tidak ada yang berani bersuara lagi.
"Nah. siapa lagi berani sembarangan bergerak?" kata Siau Hong dengan pongahnya.
Thio Giok-tin terus menambahkan, "Kalau ingin hidup janganlah bergerak"
Lalu Siau Hong berpaling dan berkata kepada Yu Wi, "Apakah tidak kau dengar perintahku membebaskan dia pergi?"
sedapatnya Yu Wi bersabar, jawabnya, "Anda bekerja bagi Ciangkun. apa tugasmu sesungguhnya?"
"Melindungi keselamatan ciangkun-" jawab Siau Hong. "sekarang ciangkun tidak cidera apa pun dengan sendirinya aku berhak membebaskan dia."
"Dia telah membunuh nyonya muda, tidak kau periksa dan tanyai dia?" kata
Yu Wi dengan mendongkol.
"Tidak. dia tidak membunuhnya, bukan dia pembunuhnya," jawab Siau Hong tegas.
"Dari mana Anda tahu bukan dia pembunuhnya?" tanya Yu Wi.
"Coba jawab dulu, antara dirimu dan dia ada permusuhan atau tidak?"
"Ada, sedalam lautan dendamku padanya," jawab Yu Wi tegas,
"Hahaha, jika begitu kan jelas segalanya," seru Siau Hong dengan tertawa. "Demi kepentingan pribadimu, sengaja kau fitnah orang. apa yang kau katakan tidak dapat dipercaya."
Dan sebelum Yu Wi bicara pula, segera ia memberi tanda kepada Thio Giok-tin, "Nah, lekas kau pergi saja"
Thio Giok-tin menyadari keadaan yang berbahaya, kalau sekarang tidak lekas pergi, mau tunggu kapan lagi" segera ia melompat keatas. Tapi Yu Wi lantas memburu maju lagi.
"Kau berani?" bentak Siau Hong sambil menghadang di depan Yu wi, sebelah tangannya lantas menghantam.
Cepat Yu Wi menangkis, "blug". Yu Wi tetap berdiri di tempatnya, sebaliknya Siau Hong tergetar mundur dua-tiga tindak.
Adu pukulan ini memperlihatkan tenaga Siau Hong kalah kuat daripada Yu Wi.
Dalam pada itu Thio Giok-tin sudah kabur, ginkangnya sangat tinggi, Yu wi merasa tidak sanggup menyusulnya, maka iapun tidak mengejar lagi.
Dari malu Siau Hong me adi gusar, bentaknya, "Kurang ajar Kau berani bergebrak denganku?" ^
Yu Wi menggeleng, ucapnya, "Betapapun engkau adalah pengawal pribadi paman Ko, aku tidak mau bermusuhan denganmu."
"Kesampingkan tugasku ini, coba kau mau apa?" kata Siau Hong dengan penasaran-
"Antara kita tidak ada permusuhan apa-apa, tidak perlu kita bergebrak dan menjadi musuh malah," ujar Yu wi.
"Pengecut" ejek Siau Hong. "Tahu begitu, belum tentu kau berani mengejar saudara seperguruan kami. Huh, hanya tok berlagak saja."
Yu Wi memang tidak ingin bermusuhan dengan pengawal pribadi sang paman, sedapatnya ia menahan rasa gusarnya. dan tidak menghiraukannya.
Tapi ada sebagian jago pengawal yang biasanya memang benci terhadap sikap sombong Siau Hong, segera mereka berteriak-teriak, " Yu-kongcu, beri lagi sekali pukulan, hajar adat padanya"
"Huh, pengecut apa" Yang benar Yu-kongcu tidak sudi bertengkar dengan manusia yang tidak tahu diri"
"Ya, benar, Yu-kongcu memang berbudi luhur, ampuni saja manusia yang tidak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi ini ..."
sindiran itu tentu saja membikin panas telinga Siau Hong, seketika ia berjingkrak. Meski dia menjabat komandan pasukan pengawal, tapi tidak ada anggota pengawal itu yang condong padanya.
Namun Yu wi tidak mudah terhasut, ia kuatir bila terjadi bentrokan, yang akan repot adalah paman Ko sendiri. Maka ia membalik tubuh hendak tinggal pergi. Tak terduga mendadak Siau Hong membentak "Berhenti"
Dengan sendirinya Yu Wi juga tidak mau dihina, ia berpiling dan menjawab, "Kau mau apa?"
"Orang she Siau ingin berkenalan dengan kepandaianmu, supaya manusia-manusia yang picik itu tahu siapa yang lebih lihai di antara kita berdua"
"Cayhe mengaku bukan tandinganmu, nah. tentunya Anda tidak perlu marah lagi. bukan?" jawab Yu Wi dengan rendah hati.
Siau Hong juga menyadari bila bergebrak dengan Yu Wi takkan mendatangkan manfaat, apalagi dia adalah putera sahabat Ta y- ciangkun. Maka ia lantas mendengus, ia berpaling dan menyapu pandang para jago pengawal, maksudnya ingin berkata, "Nah kalian sudah dengar sendiri, dia sudah mengaku bukan tandinganku, tentunya kalian tidak perlu banyak baCot lagi"
Tak diketahui para pengawal itu sangat benci padanya, mereka justeru berharap Yu Wi dapat menghajar adat terhadap orang sombong ini. segera ada yang menghasut lagi, "Eh, Ting-losam, menurut pandanganku, jika kalah kuat, paling baik janganlah mencari perkara kepada orang lain-"
"Cari perkara" Dia berani cari perkara" Huh mendingan kalau orang lain tidak cari perkara padanya." demikian jawab seorang lagi. Dasar jiwa Siau Kong memang sempit, ejekan itu membuatnyaa tidak tahan, segera ia menghadang lagi di depan Yu Wi, katanya dengan gusar, "Harus kulayani kau sekarang juga, harus bertempur kita"
"Tidak. aku tidak ingin bertempur denganmu," jawab Yu Wi sambil menggeleng.
Karena ingin melabrak anak muda itu, dengan sombong Siau Hong berteriak, "Akan kuberi seratus jurus serangan pada mu, jika kau tetap tidak berani, maka kau benar-benar pengecut besar"
Yu Wi bukan patung, dengan sendirinya ia-pun punya harga diri, lama-lama ia menjadi gusar juga, serunya, "Baik, justeru akan kulihat cara bagaimana kau beri seratus jurus padaku?"
"Bertanding pukulan atau pedang?" tanya Siau Hong dengan mantap.
"Boleh kau pilih, pukulan atau pedang akan kulayani,"jawab Yu Wi.
Siau-hong tertawa. "Haha, bagus Karena kau anak sahabat Ciangkun- juga sahabat karib soh-sim, supaya tidak menyakiti pihak lain, boleh kita bertanding pukulan saja."
Karena orang menyebut nama agama Ko Bok-ya, cepat Yu Wi tanya, "soh-sim" siapa yang kau maksudkan sebagai soh-sim?"
"Peduli siapa dia" Pokoknya. mengingat dia takkan kulukai kau" ucap Siau Hong dengan temb erang.
Yu Wi menjadi gusar karena orang meremehkan dia, tanpa bicara lagi ia lantas menyerang.
Mendadak tangan Siau Hong menangkis dengan gaya memutar, kontan serangan Yu Wi dipunahkan. Melihat gerak tangan orang sangat aneh, Yu Wi tidak berani ayal, dengan hati-hati ia memainkan ilmu pukulan ajaran Ji Pek-liong, secara teratur ia melancarkan serangan.
Tapi Siau Hong juga dapat mematahkan setiap sarangannya dengan teratur, setiap pukulan Yu Wi dipunahkan dengan enteng.
Diam-diam Yu Wi kagum terhadap ilmu pukulaan Siau Hong yang aneh itu. seketika timbul semangat tempurnya karena dapat berhadapan dengan lawan tangguh yang jarang ditemui. Ia tidak lagi menyerang dengan teratur melainkan menggunakan ilmu pukulan kombinasi, terkadang Thian-lo-sam-ciang ciptaan keluarga Kan, lain saat dimainkan ilmu pukulan ajaran Ji Pek-liong, lalu diselingi pula Hoa-sin-ciang-hoat ajaran si janggut biru.
semula Siau Hong tetap berdiri ditempatnya dan hanya mematahkan serangan lawan dengan kedua tangannya. sekarang Yu Wi menyerang secara tidak teratur, mau-tak-mau kaki Siau Hong harus bergeser untuk mengelak.
sekarang tangan dan kaki Siau Hong bergerak semua, ilmu pukulannya semakin hebat. Meski setiap pukulan Yu wi dilontarkan dengan dahsyat, tapi seluruhnya tidak berhasil, dirasakan ilmu pukulan Siau Hong mamang lain daripada yang lain, seakan-akan khusus digunakan mematahkan setiap macam ilmu pukulan, pertahanannya sangat rapat, bahkan lebih hebat dari pada jurus Put-boh-kiam.
Serang menyerang itu terus berlangsung dengan sengit. hanya sekejap saja seratus jurus sudah selesai.
Melihat Siau Hong benar-benar tahan seratus jurus serangan Yu wi, para jago pengawal sama terejut, ada yang menyesal kata-kata hasutan tadi, akibatnya Yu Wi mengalami kekalahan dan tidak bisa menang.
Mereka tidak tahu bahwa meski tenaga dalam Yu Wi sabenarnya jauh di atas Siau Hong, tapi ilmu pukulannya kalah jauh, mereka mengira Yu Wi pasti dapat mengalahkan Siau Hong, akhirnya jadi terdesak malah.
Ada beberapa orang yang menguatirkan keadaan Yu Wi dan diam-diam berlari pergi memberi laporan kepada Ko Siu.
Setelah bertahan seratus jurus, Siau Hong bergelak tertawa dan berkata, "Sayang kepandaianmu yang kelihatan hebat ini, nyatanya cuma indah dipandang tapi tidak berguna dalam praktek."
Habis berkata, serentak ia melancarkan serangan balasan- Dan sekali menyerang, yang dimainkan adalah ilmu pukulan yang paling top, yaitu Sian-thian-ciang. Dengan ilmu pukulan inilah tadi Thio Giok-tin kena digamparnya belasan kali
Padahal ilmu pukulan Yu Wi masih di bawah Thio Giok-tin, keruan ia juga bukan tandingan Siau Hong, baru dua-tiga gebrakan sudah disadarinya pasti akan kalah. Waktu Siau Hong menghantam lagi, mendadak ia berteriak, "Awas pipi kanan"
Watak Yu Wi lunak diluar keras didalam, mana dia rela mukanya digampar orang. Ia tahu Thio Giok-tin tidak dapat menghindari hinaan tamparan pipi, jelas dirinya juga sukar terhindar.
Tapi lebih dulu ia sudah tahu apa yang akan terjadi, maka sebelumnya ia melindungi muka sendiri dengan kedua tangan- Ketika mendengar Siau Hong berteriak "pipi kanan," segera ia jaga mukanya dengan mati-matian supaya tidak tertampar, dan tidak menghiraukan bagian tubuh yang lain-
Tindakan Yu Wi ini membawa hasil, pukulan Siau Hong yang diarahkan ke pipi itu hanya mengenai tangan Yu Wi.
Tampaknya Siau Hong rada kecewa karena tamparannya tidak mengenai sasarannya.
Padahal dia sengaja hendak membikin malu Yu Wi di depan orang banyak. segera ia susulkan lagi tamparan yang lain dan kembali ia berteriak, "Awas pipi kiri"
Biarpun sian-thian-ciang-hoat memang ajaib, tapi Yu Wi sudah nekat, yang dijaga hanya muka sendiri agar tidak tertampar, maka betapa hebat pukulan Siau Hong itu tetap tidak berhasil.
Sampai tujuh atau delapan kali Siau Hong berteriak "awas pipi", tapi tidak sekalipun berhasil, semua pukulannya hanya mengenai tangan Yu wi.
Mestinya Siau Hong tidak berani melukai Yu Wi, hanya karena dia memang iri terhadap anak muda itu, maka dia bermaksud menampar mukanya agar pemuda itu mengalami malu besar. siapa tahu tanpa menghiraukan jiwa sendiri Yu Wi berjaga rapat mukanya sehingga semua pukulan Siau Hong gagal total. Tak tersangka oleh Siau Hong akan watak Yu Wi yang keras itu, lebih baik mati daripada terhina.
Akhirnya Siau Hong menjadi murka, teriaknya. "Jika kau terus bertahan cara begini. terpaksa aku tidak sungkan lagi"
Yu Wi menahan gusarnya tanpa bicara, sorot matanya menatap Siau Hong dengan tajam, jelas tekadnya sudah bulat, lebih baik terbunuh daripada muka tertampar.
"Kurang ajar" teriak Siau-hong. "Tampaknya kau memang ingin mampus"
segera ia menggampar muka Yu Wi pula dengan sian-thian-ciang. tapi pukulan tangan lain justeru mengarah dada Yu Wi dengan dahsyat.
serangan Siau Hong ini sungguh sangat keji, kalau ingin selamat Yu Wi terpaksa harus menjaga bagian dada, dan ini berarti muka pasti akan tertampar.
Siau Hong bergelak tertawa, ia pikir sekali ini coba saja mukamu akan disembunyikan ke mana"
siapa tahu watak Yu Wi benar-benar kepala batu dan berani mati, ia tetap melindungi mukanya dengan kedua tangan, lama sekaii ia tidak menghiraukan serangan Siau Hong yang lain, padahal serangan kehulu hati itu merupakan pukulan maut.
Keruan Siau Hong tambah geram melihat kebandalan Yu Wi, jengeknya, "Hm, bagus, biar ku-mampuskan kau"
Tampaknya pukulan Siau Hong itu segera akan membinasakan Yu Wi, syukurlah pada saat itu juga Ko Bok-cing ikut datang bersama Ko siu. Melihat sang kekasih terancam bahaya, cepat ia berteriak, "Tahan dulu" Namun Siau Hong sudah kadung gemas, pukulannya sukar lagi ditarik kembali.
Mendadak Ko Bok-cing bergerak cepat, tahu-tahu ia sudah melayang ketengah-tengah antara Yu Wi dan Siau Hong.
Terdengar suara "plak", tangan kiri Siau Hong kena gampar tangan Yu Wi pula, tapi pukulan tangan kanan yang mengarah dada ditahan oleh tubuh Ko Bok-cing.
Yu Wi menyaksikan sendiri Ko Bok-cing mewakilkan dirinya menahan pukulan maut itu, keruan hatinya sangat berduka, tanpa
terasa ia merangkul si nona dan berseru, "o, Cici, ken . . . kenapa kau" . . ."
Muka Siau Hong juga pucat karena merasa salah pukul, sama sekali tak terpikir olehnya ada orang rela mewakilkan menerima serangan maut itu, dan orang ini justeru adalah kakak si gadis yang dikasihinya, yaitu Ko Bok-ya.
Semua orang yang menyaksikan kejadian ini, juga sama melengak, mereka mengira pukulan Siau Hong itu pasti akan membikin Ko Bok-cing tumpah darah dan binasa.
Akan tetapi apa yang terjadi ternyata sama sekali diluar dugaan, Ko Bok-cing kelihatan masih berdiri tenang di tempatnya, dengan wajah penuh rasa kuatir ia pandang Yu Wi dan bertanya, "Apakah kau terluka?"
Pertanyaan ini membikin Yu Wi melenggong, sebab seharusnya dia yang mesti tanya demikian kepada si nona. siapa tahu nona yang terpukul ini tidak cidera apa pun dan berbalik tanya keadaannya.
Tiba-tiba Yu Wi menyadari emosi sendiri terlalu menyolok di depan umum, cepat ia melepaskan rangkulannya pada si nona, dengan kikuk ia menjawab, "o, aku . . . aku . . .. ?"
Dilihatnya Ko Bok-cing tersenyum manis dan menjawab, "Ah. kalau tidak apa-apa, legalah hatiku,"
Dan seperti tidak pernah mengalami pukulan maut, malahan ia terus berpaling dan menegur Siau Hong dengan kurang senang, "Mengapa hendak kau- bunuh dia" Tidakkah kau tahu dia adalah putera sahabat ayahku" Mengapa sembarangan kau bunuh orang yang tidak bersalah."
Teguran ini menimbulkan rasa gusar Siau Hong, dengan ketus ia menjawab. "siocia yang terhormat, aku bukan pengawal bayaran ayahmu, hendaknya jangan kau bicara sekasar ini padaku."
Sejak kecil Ko Bok-cing dimanjakan ayah-bunda dan segenap kaum hamba, mana dia pernah mendapat jawaban orang seketus ini, seketika ia jadi melenggong dan tidak sanggup bicara lagi.
sebaliknya karena macam-macam sebab diam-diam Siau Hong memang benci kepada Yu Wi, lebih-lebih sikap mesra Ko Bok-cing sekarang kepadanya sama sekali berbeda daripada sikap kasarnya terhadap dirinya, keruan ia tambah gemas, dengan gregetan ia berkata, "Bocah she Yu, untunglah ada kaum wanita yang melindungimu sekarang, kapan-kapan bila kepergok sendiri, bilamana tidak kugambar mukamu seratus kali, selamanya aku tidak mau she Siau"
Mendongkol juga Ko Bok-cing, ia menegur pula dengan kurang senang, "Berdasarkan apa kau- berani menampar mukanya?"
"Kalau Locu (bapak) suka menggamparnya, siapa yang dapat mengurus diriku?" jawab Siau Hong dengan gusar.
Karena ucapan Siau Hong yang kasar ini, seketika meledak rasa gusar Ko Bok-cing. sebagai seorang putri panglima besar, damperatnya segera, "Hm, kau ingin menampar muka orang, biarlah sekarang kau rasakan dulu bagaimana rasanya kalau mukamu ditampar"
Begitu bicara begitu pula bergerak, tidak jelas bagaimana caranya, tahu-tahu ia menubruk kehadapan Siau Hong dan "plok", kontan muka orang digamparnya satu kali.
Siau Hong ingin menampar Yu Wi dan hendak menghinanya, tapi tindakannya gagal, sekarang ia sendiri berbalik terhina. maka betapa sedih dan benci perasaannya sukarlah dilukiskan-
Dengan penasaran ia menyurut mundur satu tindak. ucapnya dengan menahan air mata, "Jika mampu coba kau pukul lagi satu kali"
"Baik," sahut Bok-cing dengan tersenyum "tadi pipi kiri, sekarang kupukul pipi kanan"
Baru lenyap suaranya, secepat terbang ia mendesak maju lagi. orang lain seakan-akan tidak melihat bagaimana dia bergerak. tapi tahu-tahu ia sudah berada di depan Siau Hong.
Daripada tertampar lagi, Siau Hong menirukan cara Yu Wi tadi, ia melindungi muka sendiri dengan kedua tangan tanpa menghiraukan bagian tubuh yang lain.
Akan tetapi penjagaan demikian sama sekali tidak efektif di bawah gerak cepat Ko Bok-cing. tangannya yang putih habis itu tanpa rintangan telah menuju ke pipi kanan Siau Hong.
Pada saat tangan hampir mengenai sasarannya, tiba-tiba Bok-cing melihat genangan air mata di kelopak mata Siau Hong, hati Bok-cing jadi tidak tega, cepat ia menarik kembali tangannya dan melompat mundur.
"Jika kau tahu betapa pedihnya muka tertampar, seharusnya kau tahu betapa orang lain akan merasa sedih oleh tamparanmu," kata si nona.
Waktu ditampar Bok-cing tadi, setelah tangan si nona mengenai mukanya barulah Siau Hong sempat mengangkat tangannya untuk melindungi mukanya, selisih waktunya cuma beberapa detik saja, tapi dalam gerakan kedua pihak terasa selisih amat besar. ini berarti kalau Ko Bok-cing ingin memukulnya adalah tindakan yang sangat mudah, berapa kali si nona ingin menamparnya pasti akan terjadi sesuai kehendaknya.
Keruan Siau Hong menjadi pucat dan sangat sedih. Teringat olehnya pukulannya yang mengenai tubuh Ko Bok-cing tadi waktu nona itu membela Yu Wi, tenaga pukulannya serasa masuk ke laut dan lenyap tanpa bekas, maka sukarlah dibayangkan betapa hebat ilmu sakti Ko Bok-cing.
Apalagi sekarang terlihat pula betapa tinggi Ginkangnya, Siau Hong yakin ilmu yang diyakinkan si nona pastilah su-ciau-sin-kang yang merupakan Lwekang tertinggi di dunia persilatan-
Berpikir demikian, Siau Hong benar-benar lemas lunglai, katanya kemudian, "Ko-siocia, aku menyerah padamu. Hanya saja tidak seharusnya kau bela bocah she Yu itu dan membikin malu diriku di depan umum."
"Memangnya apa arti ucapanmu ini?" . tanya Bok-cing kurang paham. Siau Hong berpaling kearah Ko siu dan berseru. "Paman Ko"
Panggilan ini jelas ingin minta Ko siu yang berdiri disamping itu suka tampil kemuka untuk menjelaskan sesuatu.
Maka berkatalah Ko siu, "Anak Cing, Toako ini adalah sahabat Jimoaymu, secara sukarela dia datang kemari untuk melindungi ayah, Ya-ji pernah pesan pada ku agar kita melayani dia sebaik-baiknya."
"Melayaninya sebaik-baiknya," tukas Siau Hong dengan tersunyum getir, "untuk ini paman Ko memang cukup baik padaku, akan tetapi Ko-siocia, hadiah tamparanmu tadi rasanya takkan kulupakan selamanya."
Keterangan Ko siu itu tidak mengubah pandangaan Bok-cing terhadap perbuatan Siau Hong yang kejam tadi, sebab disaksikannya ssndiri Siau Hong berniat membunuh calon menantu pilihan sang ayah, mana dia tahan melihat sang kekasih dicelakai orang, maka ia lantas menjengek. "Hm, jika kau mampu melindungi ayahku, masa tidak mampu melindungi muka sendiri yang akan di-tampar?"
Mendadak Siau Hong mang gampar muka sendiri pula satu kali, lalu tertawa dan berseru, "Ah, benar, memang orang she Siau yang tidak tahu diri dan mau terima permintaan soh-sim. Paman Ko, jika engkau mempunyai seorang puteri selihai ini, kan tidak perlu lagi tenaga orang luar yang cuma mahir gegares saja disini. Biarlah kupulang saja dan akan kukatakan kepeda soh-sim bahwa urusan di sini tidak membutuhkan tenagaku lagi."
"Nanti dulu," seru Ko siu cepat, "jika kau pergi begini saja, kelak bila ditanya Ya-ji, cara bagaimana paman harus menjelaskannya?"
Siau Hong tidak benar2 hendak pergi, selagi ia mau mengucapkan beberapa patah kata untuk menutup rasa malunya tak tersangka Bok-cing sama sekali tidak peduli lagi padanya, katanya, "Biarkan saja dia pergi, ayah, Jimoay memang suka banyak urusan, untuk apa mengundang dia ke sini?"
Ucapan ini benar-benar sangat menusuk perasaan Siau Hong, segara ia menoleh dan berkata dengan penuh rasa dendam, "Selama gunung tetap menghijau, sepanjang air masih mengalir, Ko-siocia, tentang tamparanmu tadi pasti tidak akan kulupakan" Habis berkata ia terus berlari pergi secepat terbang.
Diam-diam Yu Wi berkuatir bagi Ko Bok-cing, ia anggap nona itu terlalu keras. Tapi apa yang dapat dikatakannya, betapa pun Bok-cing kan demi membelanya"
Bok-cing tidak paham perkataan Siau Hong sebelum pergi tadi, yaitu kata kiasan yang biasa diucapkan orang Kangouw bahwa sakit hati pasti akan dibalasnya. Dengan tak acuh ia malah berkata, "Biarkan saja dia pergi, apa gunanya di antara para penjawal pribadi ayah terdapat manusia kotor semacam dia ini."
Para jago pengawal biasanya juga benci kepada tingkah- la ku Siau Hong, namun ucapan Bok cing sekarang mau-tak-mau menimbulkan perasaan, senasib bagi mereka.
Pikir mereka, Jika Siau Hong yang berkepandaian tinggi itu dianggap tidak berguna, lalu beradanya kami di sini lebih-lebih tidak terpakai lagi."
Begitulah setelah para jago pang awal itu memberi hormat kepada Ko siu, lalu sama mengundurkan diri dengan lesu,
Setelah menyaksikan betapa tinggi kungfu Ko Bok-cing yang sukar diukur, timbul pikiran para jaga pengawal untuk mengundurkan diri Maka beberapa hari kemudian, ada sebagian mohon diri untuk pulang ke kampung halaman atau berkelana pula di dunia Kangouw.
Setelah membereskan jenazah anak buahnya, diam-diam Ko siu merasa menyesal, batapapun ia merasa sedih melihat para korban itu mati akibat membelanya. Maka ia telah mengomeli Bok-cing karena cara bicaranya telah menyinggung perasaan orang banyak.
Bok-cing tidak pernah berkecimpung di dunia Kangouw, dia tidak banyak tahu seluk beluk orang hidup, karena omelan sang ayah, dengan mandongkol pulanglah dia ke kamarnya.
Sementara itu fajar sudah hampir menyingsing, Ko siu mengajak Yu Wi kekamarnya untuk bicara. Menyinggung ilmu sakti Ko Bok-cing, Ko siu menyatakan tidak tahu menahu, baru hari ini diketahuinya puteri sulungnya yang tidak pernah belajar kepada siapa pun ternyata memiliki kungfu yang lebih tinggi daripada Bok-ya yang pernah berguru.
Bicara tentaag guru Bok-ya, Yu Wi lantas menceritakan pengalamannya menemukan Giok-ciang-siancu terbunuh dan pertemuannya dengan Bok-ya dengan memakai kedok.
"Semua itu tudah kuketahui," kata Ko siu dengan menyesal, "tak tersangka guru Ya-ji tega membunuh isteriku. Padahal dahulu waktu Thio Giok-tin datang kemari untuk mengambil Ya-ji sebagai murid dia berdandan sebagai Nikoh, tampaknya sangat prihatin, siapa tahu sesungguhnya dia seorang iblis yang suka membunuh."
Yu Wi tahu waktu itu Thio Giok-tin terikat oleh sumpah Toa supek sehingga tidak berani sembarangan berbuat kejahatan. Tapi setelah melanggar janjinya dengan Toa supek, kambuh lagi jiwa jahatnya hingga jauh lebih kejam daripada dahulu.
Ko siu mencucurkan air mata ketika bicara tentang ibu Ya-ji yang terbunuh itu. jelas kasih sayangnya kepada Giok-ciang-siancu sangat besar, selama beberapa hari ini Ko siu tenggelam dalam kedukaan yang tak terkatakan-
Melihat kesedihan Ko siu, pula melihat pakaiannya yang serba putih, tidak mentereng sebagai biasanya, Yu Wi tahu sang paman sedang berkabung bagi isteri yang tertimpa malang itu.
Kematian Giok-ciang-siancu secara tidak langsung juga manyangkut diri Yu Wi, mendadak ia berbangkit dan menyembah kepada Ko siu, katanya, "Meninggalnya bibi adalah kesalahanku."
"Bangun, lekas bangun," seru Ko siu. "Apa salahmu, lekas bangun"
Tapi Yu Wi tetap berlutut dan berkata, "Adik Bok-ya mencuri kitab pusaka Thio Giok-tin bagiku, laluThio Giok-tin membunuh bibi, meski hal ini disebabkan perbuatan adik Bok-ya, tapi perbuatan adik Bok-ya adalah karena ingin menyelamatkan diriku.Jadi meninggalnya bibi jelas adalah dosaku, masa kesalahan orang lain?"
Ko siu mengangkat bangun Yu Wi, ucapnya, "Jangan kau bicara demikian lagi. Kalau diurutkan, apakah Ya-ji menjadi Nikoh juga akibat dosamu?"
Yu Wi jadi teringat kepada wajah Bok-ya yang kurus pucat itu, hatinya menjadi pedih. ucapnya dengan mencucurkan air mata, "Bahwa adik Bok-ya sampai putus asa dan meninggalkan dunia ramai ini, justeru juga akibat kesalahanku yang tidak berbudi."
"Ah, kan lucu. ini salah, itu pun salah, apakah hidup ini hanya kerja salah melulu?" ujar Ko siu dengan sengaja tertawa. Lalu ia menghela napas dan berkata pula, "Di dunia ini banyak kejadian yang tak terduga, maka tidak dapat menyalahkan siapa-siapa, semuanya adalah nasib yang sudah diatur oleh takdir. Kalau ada yang salah, maka takdirlah yang salah, apakah dapat kau salahkan Thian?"
---ooo0dw0ooo---
Bab 12 : Mengejar Ko-Bok-ya ke Hoa-san
Yu Wi berhenti menangis, katanya, "Apakah paman sudah mendapat kabar tentang adik Bok-ya?"
"Ah, karena pertanyaanmu, aku jadi teringat pada sesuatu barang yang belum kuserahkan padamu," seru Ko siu.
"Barang apa" Pemberian siapa?" tanya Yu Wi.
"Tunggu sebentar, akan kuambilkan," kata Ko Siu.
Diam-diam Yu Wi heran siapakah yang hendak memberikan sesuatu padanya"
Tidak lama kemudian Ko Siu keluar lagi dengan membawa sebuah kotak kayu panjang. dan diserahkan kepada Yu Wi, katanya, "Inilah pemberian Ya-ji"
"Ya-ji?" Yu Wi menegas dengan terkejut. "Di...dimana dia?"
"Aku sendiri tidak tahu." jawab Ko Siu, "Sejak kejadian pembunuhan itu, Ya-ji tidak pernah lagi menemuiku."
"Lalu dari mana datangnya barang ini?" tanya Yu Wi.
"Entah mengapa Ya-ji tidak mau lagi menamuiku, dia minta badan pemerintah mengantarkan kotak ini padaku."
Waktu Yu Wi membuka kotak itu, yang menarik perhatiannya seketika adalah seikat rambut hitam pekat, dibawah rambut tertindih satu jilid kitab kuno yang sudah berwarna kuning,
Yu Wi memang sudah menduga kotak itu tentu berisi Hai-yan-kiam-boh, tapi tak pernah terbayaag olehnya bahwa di dalam kotak terdapat pula satu ikat rambut Bok-ya yang dipotong pada waktu digunduli menjadi Nikoh.
Biarpun rambut sudah terpotong, tapi cinta belum lagi putus. Tersimpannya seikat rambut ini menandakan Ko Bok-ya sampai sekarang masih belum melupakan dia.
Hati Yu Wi yang sudah kering itu seketika terbakar lagi oleh hadiah tinggalan Bok-ya rambut panjang itu. Percintaan yang sudah lalu itu mestinya tidak mau dipikirkannya lagi.
Ia pikir Ya-ji sudah rela menyerahkan jiwa raganya kepada sang Buddha, untuk apa dirinya meski menyeretnya kembali ke dunia ramai"
Tapi sekarang demi melihat ikat rambut ini. dalam hati timbul pendapat yang lain, ia pikir Ya-ji menjadi Nikoh hanya karena mengira dirinya sudah meninggal, tapi cintanya masih belum pernah dingin dan majih berharap dirinya tetap hidup didunia ini dan bila melihat ikat rambut ini supaya teringat kepada kekasih yang masih menunggunya.
Yu Wi jadi menyesal tidak menemui si nona dengan wajah aslinya dan memberitahukan padanya bahwa dirinya masih hidup. Ia jadi benci pada dirinya sendiri yang bodoh, sudah berhadapan dengan Ya-ji tapi menemuinya dengan berkedok.
Melihat anak muda itu hanya termangu- mangu dami melihat seikat rambut dalam kotak, Kosiu lantas bertanya, "Apa yang kaupikirkan?"
"Kupikir agaknya Ya-ji juga telah mengenali diriku," jawab Yu Wi.
Jawaban ini tidak keruan juntrungannya, Ko siu jadi heran, tanyanya pula, "Apa katamu?"
Yu Wi seperti bergumam sendiri. "Dia tentu menyesali diriku ketika bertemu mengapa tidak ku- katakan padanya bahwa aku masih hidup. Masa aku sengaja membikin dia menderita sendiri karena menganggap kekasih sudah meninggal. Ah, aku memang pantas mampus, harus kukatakan padanya bahwa aku masih hidup... Ya, waktu ku-temui dia drngan berkedok, tentu dia dapat mengenali diriku, tapi sengaja pura-pura tidak tahu, dia menyangka hatiku sudah berubah, bila bertemu kembali hanya akan menambah siksa batinnya saja, maka ... maka ...."
Mendadak Yu Wi mengetuk kepala sendiri dan meratap kepada Ko siu dengan menangis, " o, paman, aku pantas mati. aku pantas mati, aku .... aku terlalu kejam...."
Ko siu dapat meraba arti ucapan Yu Wi itu, ucapnya dengan gegetun, "Bukan salahmu kau temui Ya-ji dengan berkedok, sebab Ya-ji sudah menyerahkan diri ke dalam agama, sudah meninggalkan dunia ramai, kalau bertemu kembali hanya akan menambah penderitaanya. Maka menurut pendapatku, anak Wi, janganlah kau
berduka, kutahu cintamu pada Ya-ji sangat mendalam, sekarang kalian berdua tidak dapat berkumpul lagi seperti biasa, maka lebih baik kau lupakan dia saja, Ya-ji juga tidak menghendaki kau senantiasa teringat padanya. Tahukah bahwa anak Cing sangat suka padamu, persahabatanku dengan. ayahmu laksana saudara sekandung sendiri, kupandang dirimu seperti anakku, kuharap dapat kau nikah dengan anak Cing, jangan lagi berkecimpung di dunia Kangouw, tinggal saja disini, dengan demikian tidaklah sia-sia persaudaraanku dengan mendiang ayahmu. Anak Wi, bagaimana dengan pendapatmu akan maksudku ini?"
Yu Wi seperti tidak mendengar ucapan Ko siu, mendadak ia menepuk paha sendiri dan berseru, "Ah a, betul Eh, paman, dahulu dimana kau temukan adik Bok-ya?"
"Waktu itu aku telah memerintahkan segenap bawahanku ikut menyelidiki jejakmu dan anak Bok-ya, tapi yang kuketahui hanya berita mengenai dirimu dan jejak Ya-ji tidak diketahui kemana perginya. Mendingan Ya-ji sendiri lantas mengirim berita dari Hoa-san ketika mendengar kami sedang mencarinya, dia memberi kabar bahwa dia sudah menjadi Nikoh di Hoa-san- ..."
Mendengar tempat Bok-ya menjadi Nikoh itu, Yu Wi tidak mendengarkan lebih lanjut penuturan Ko siu. cepat ia memotong "Jadi dia berdiam di Hoa-san" Baik, sekarang juga kuberangkat ke sana "
"Ha, untuk apa kau pergi ke Hoa-san?" seru Ko siu terkejut.
Yu Wi tidak bicara lagi, ia ambil ikat rambut itu dan disimpan di dalam baju, lalu melangkah pergi. setiba di ambang pintu, ia menoleh dan berkata, "Kupergi ke Hoa-san untuk membawa pulang Ya-ji .... "
Belum lanjut ucapannya dia terus berlari pergi secepat terbang.
"He, jangan pergi" teriak Ko siu. "jangan, jangan pergi ke Hoa-san ...."
Sebab apa tidak boleh pergi ke Hoa-san, karena lari Yu Wi terlalu cepat, ucapan Ko siu itu tidak sempat didengarnya.
Keruan Ko siu jadi kelabakan sendiri, sungguh tak terpikir olehnya lantaran rambut tinggalan Bok-ya itu telah mendorong emosi Yu Wi untuk bertindak demikian. Tahu begitu, tentu dia takkan menyerahkan kotak kayu itu kepada Yu Wi.
Perubahan ini pun tidak pernah terpikir oleh Ke Bok-ya. Kotak kayu itu sudah ditutupnya rapat-rapat sejak ia memotong rambut dan menjadi Nikoh. maksudnya semula bila dapat menemukan kuburan Yu Wi kotak itu akan dibakarnya di depan makam sang kekasih.
Menurut jalan pikiran Bok-ya. setelah dirinya menjadi Nikoh, artinya sama dengan mati.Jika rambut dan kitab pusaka tidak dapat diserahkan kepada Yu Wi yang disangkanya sudah mati, maka benda itu akan dibakarnya di depan kuburannya sekedar pernyataannya bahwa cintanya yang mendalam itu sudah putus sampai disitu, sisa hidupnya akan dihabiskan dengan membaca kitab dan bersujud kepada sang Budha ...
Siapa tahu berita kematian Yu Wi tidak pernah diperolehnya, malahan anak muda itu masih hidup segar bugar, maka kotak kayu cendana itu dikirimm kepadanya, maksudnya supaya Yu Wi dapat menjadi jago pedang nomor satu, tapi dia lupa bahwa rambutnya juga berada di dalam kotak sehingga menimbulkan salah paham Yu Wi. Padahal tekad Bok-ya sudah bulat unttuk bersujud kepada agamanya dan tidak mau memikirkan lagi cinta pada masa lampau.
Begitulah selagi Ko siu berkeluh kesah sendiri. dilihatnya Ke Bok-cing masuk ke kamarnya dan bertanya dengan suara rada gemetar, "Ayah, kau biarkan dia pergi mencari Jimoay"...."
Ko siu menengadah dan menjawab dengan menggeleng, "Ya, tidak, tidak boleh, dia tidak boleh pergi ke Hoa-san."
Tiba-tiba dilihatnya muka Bok-cing yang pucat itu dengan air mata bercucuran, jelas karena mengalami rangsangan perasaan
yang hebat, dengan kasih sayang ia bertanya, "Apa yang kau tangisi, anak Cing?"
Bok-cing mengusap air matanya dan menjawab dengan senyuman yang dibuat2, "Ooo, aku tidak menangis"
"Sudah ... sudah kau dengar semua?" tanya pula Ko siu dengan menyesal.
Bok-cing mengangguk. " Cintanya sangat mendalam terhadap Jimoay dan tidak mungkin dicegah maka biarkan saja dia bertemu langsung dengan Jimoay, jika sudah diketahui tekad Jimoay yang ingin mengabdi pada agamanya, kukira pikirannya akan menjadi baikan."
"Akan tetapi tempat tirakat adikmu itu tidak boleh sembarangan didatangi," kata Ko siu.
"Biarpun tempat suci yang tidak boleh dikunjungi, kukira ayah tidak perlu kuatir," kata Bok-cing, " Kungfunya tidak lemah, pasti takkan terjadi apa-apa atas dirinya ...."
Tiba-tiba ia melihat kotak kayu itu, "He, barang apakah ini?"
Ia ambil kitab yang sudah lusuh dan berwarna kuning itu dan membalik-balik halaman, dilihatnya kitab itu mencatat semacam ilmu pedang yang hebat, meski dia tidak belajar ilmu pedang, tapi dia dapat menilai kehebatan ilmu pedang itu. "He, kenapa kitab ini tidak dibawanya pergi?" tanyanya.
"Yang diambil hanya rambut adikmu, sama sekali dia tidak membaca kitab ini," tutur Ko siu.
Bok-cing berpikir sejenak. katanya kemudian, "Ayah, biarlah sementara kusimpan kitab ini."
Ko siu tak acuh dan mengiakan-
Yu Wi tidak tahu kitab itu adalah pelajaran ilmu pedang yang digubah Thio Giok-tin dari Hai Yan-to-boh, yaitu kitab pelajaran ilmu golok maha sakti oh It-to, padahal bila dia berhasil meyakinkan isi kitab ini, seketika kungfunya akan bertambah maha lihai. Tapi yang
dipikirnya melulu ingin bertemu dengan Bok-ya sehingga lupa membawa serta kitab pusaka yang sangat berpengaruh terhadap hidupnya di kemudian hari.
Begitulah Yu Wi terus meninggalkan kota raja, ia menyewa sebuah kereta dan langsung menuju ke siamsay di mana terletak Hoa-san atau pegunungan Hoa.
Hoa-san menjulang tinggi di wilayah kabupaten Hoa-im-koan, terkenal juga dengan gunung Thay-hoa.
Waktu itu sudah musim dingin, salju turun bertebaran bagaikan kapas.
Hoa-san adalah gunung suci terkenal dijaman dahulu, banyak sekali biara Nikoh, sedikitnya ada belasan tempat.
Angin pegunungan pada musim dingin sangat dingin, jarang ada peziarah yang mau bersembahyang ke tempat yang dingin merasuk tulang ini.
Tapi setiba di sini, tanpa berhenti Yu Wi terus naik ke atas gunung. Dengan semangat bergelora ingin mencari Ke Bok-ya, urusan dingin sama sekali tidak diacuhkannya.
Dia tidak tanya jelas di biara mana Bok-ya bertirakat, maka setiap kali melihat biara ia lantas mencari keterangan, ia tanya adakah di situ seorang Nikoh bergelar soh-sim"
Hampir seluruh gunung sudah rata dijelajahinya, setiap Nikoh yang membukakan pintu sama menjawab dengan menggeleng kepala dan menyatakan tidak ada orang bergelar soh-sim
Bunga salju masih berhamburan, makin dingin juga semangatnya untuk menemukan Bok-ya. sampai akhirnya, biara terakhir yang terdapat di Hoa-san juga telah didatanginya.
Biara ini sangat kecil, letaknya juga sangat terpencil, boleh juga caranya mencari, kalau orang biasa pasti sangat sulit menemukan biara ini.
Dengan setitik harapan terakhir Yu Wi mengetuk pintu biara, sampai lama barulah pintu terbuka dan menongol keluar seraut wajah yang tua lagi jelek.
Yu Wi lantas memberi hormat dan bertanya dengan penuh harapan, "numpang tanya, Lo suh adakah di sini seorang sukoh bergelar soh-sim?"
Biksuni tua itu tampak takut dingin- dengan rada2 menggigil ia mengkeret kedalam, lalu menjawab dari balik pintu, "soh-sim" Aku sendiri soh-sim."
Mendengar jawaban pertama itu, Yu wi mengira orang tahu di mana beradanya Bok-ya, siapa tahu yang dimaksudkan soh-sim ialah biksuni tua itu sendiri, keruan Yu wi sangat kecewa.
"Ada urusan apa sicu mencari diriku?" tanya biksuni tua itu.
"Oo. Tidak, bukan engkau yang kucari," jawab Yu Wi dengan gugup,
Watak biksuni tua itu agak kasar, sebera ia mengomel, "Hawa sedingin ini, sembarangan mengetuk pintu, bikin susah orang saja. Persetan-"Blang", pintu digabrukan-
Yu Wi tidak putus asa, ia tanya pula dengan suara keras, "Losuhu, adakah di biara ini orang lain yang bergelar soh-sim"^
Tambah marah biksuni tua itu, damperatnya. "Ada setan Kalau ada orang lain lagi di biara ini maka pastilah ada setan"


Pendekar Setia Pendekar Kembar Bagian Ii Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiranya di seluruh biara kecil ini hanya tinggal biksuni tua ini sendiri, pantas dia marah-marah. Rupanya wataknya jadi nyentrik karena hidup menderita sendirian di sini, apalagi diganggu oleh Yu Wi dalam cuaca sedingin ini, tentu saja dia marah. Kalau bukan Nikoh, mungkin sudah berkelahi.
Ketanggor biksuni tua yang kasar itu, Yu Wi menjadi kesal dan meninggalkan biara kecil itu. Ia pikir Ya-ji tidak berada di Hoa-san sini, mungkin paman Ke salah alamat.
Dengan lesu ia terus berjalan tanpa arah tujuan- sampai sekian lamanya, tiba-tiba didengarnya ada orang berdehem pelahan di belakang. Keruan ia kaget dan cepat berpaling, dilihatnya entah sejak kapan di belakangnya sudah berdiri satu orang.
Badan orang ini sangat gemuk. mukanya kurus bersih dan sudah tua, gemuknya itu bukan karena banyak makan melainkan karena badan terbungkus baju berlapis kapas dan baju kulit yang sangat besar dan tebal.-
Yu Wi tidak berani meremehkan orang tua ini, ia pikir orang memakai baju tebal dan berat, tapi berada dibelakangnya tanpa, diketahuinya, malah tidak diketahui entah sudah berapa lama orang menguntit di belakangnya. Apabila orang tidak berdehem. mungkin menguntit lebih lama lagi juga takkan diketahuinya,
Ia coba memandang kearah datangnya tadi, dilihatnya tanah bersalju itu hanya terdapat bekas tapak kakinya sendiri dan tidak kelihatan tapak kaki si kakek. Karuan ia tambah terkejut, ia pikir apakah orang ini adalah sedang tanya siluman atau hantu"
Kakek itu mengamat-amati Yu Wi tanpa bersuara, ketika Yu Wi memandangnya dengan sorot mata penuh tanda tanya barulah ia tersenyum.
Yu Wi juga tersenyum, tapi lantaran dia ada urusan, setelah tersenyum dan si kakek tetap diam saja, ia kira orang kebetulan lalu di sini, maka ia tidak menghiraukannya dan melanjutkan perjalanan,
Sembari berjalan Yu Wi terus berkeluh-kesah tiada hentinya, sama sekali lupa kepada kakek aneh yang dilihatnya barusan. Hatinya benar-benar sangat masgul. yang terus berkecamuk dalam benaknya hanya bayangan Ko Bok-ya belaka. Terbayang olehnya wajah Bok-ya yang tersenyum manis dengan dandanan anak gadis yang mengiurkan itu, lain saat terbayang pula sikapnya yang khidmat dengan baju pertapaannya.
Tidak lama kemudian, tiba-tiba didengarnya pula suara orang berdehem pelahan-sekarang Yu Wi tidak terkejut lagi, ia tahu
Ginkang si kakek sangat hebat, entah ada urusan apa orang tua itu terus mengintil di belakangnya.
Ia tidak takut si kakek akan berbuat sesuatu padanya, sebab kalau orang mau menyergapnya, sejak pertama kali orang mengintil di belakangnya dirinya pasti sudah celaka.
Watak Yu Wi memang kepala batu juga, si kakek tidak menegurnya, iapun tidak menyapa. Maka hanya sebentar si kakek dilupakannya lagi, bayangan Bok-ya kembali terbayang-bayang.
Waktu si kakek berdehem lagi untuk ketiga kalinya, saat itu Yu Wi sedang terkenang kepada detik yang paling sukar dilupakan ketika berada bersama Bok-ya, yaitu waktu keduanya berdekapan di tepi danau dan Bok-ya meraup air baginya. Kenangan manis itu terputus oleh gangguan si kakek- diam-diam Yu Wi jadi mendongkol.
Ia tidak mengerti untuk apakah orang terus menguntit dibelakangnya" Mendadak ia berlari secepat terbang, hendak melepaskan diri dari penguntitan si kakek.
Benar-senar secepat terbang lari Yu Wi, angin mendesir ditepi telinga, kulit muka pun terasa pedas.
Setelah berlari sekian lama, ia berhenti dan coba menoleh. Hah, si kakek masih juga berada di belakangnya dengan tersenyum.
sungguh kaget dan kagum juga Yu Wi, pada waktu berlari tadi tidak dirasakan ada orang mengikuti di belakang, siapa tahu si kakek tetap membayanginya serupa hantu saja.
Yu Wi tidak percaya si kakek akan mampu Menguntit terus menerus, tiba-tiba timbul rasa ingin unggulnya, segera ia berlari pula lebih cepat. Akan tetapi si kakek masih juga menyusulnya dengan sama cepatnya.
Maka tahulah Yu Wi ginkang sendiri tidak dapat menandingi orang, untuk menyusulnya adalah urusan teramat mudah bagi si kakek. Tiba-tiba timbul pikirannya. untuk berlomba tahan lama,
hendak dikurasnya tenaga si kakek, ia pikir usia orang sudah lanjut. memangnya tahan lari berapa lama"
Yu Wi yakin lwekang sendiri tidak dibawah si kakek, bila lari jangka panjang lama dengan mengadu tenaga dalam.
Benar juga, setelah berlari lebih dua jam, Yu Wi merasakan lwekang sendiri memang lebih unggul setingkat.
Mendadak Yu Wi berhenti, muka tidak merah. napas tidak terengah.
Meski si kakek masih juga mengintil di belakangnya seperti tadi, ginkangnya jelas tidak kalah, namun napasnya terdengar agak tersenggal, suara napas ini dapat didengar Yu Wi bila dibelakangnya ada orang mengintil.
Setelah mengaso sejenak. si kakek berkata dengan tertawa, "Dalam hal lwekang, aku menyerah padamu."
Bahwa orang telah mengaku terus terang, rasa ingin menang Yu Wi lantas lenyap seketika. cepat ia memberi hormat dan menyapa. " Entah ada keperluan apa Lotiang (bapak) selalu menguntit di belakangku?"
"Maaf jika adik cilik meragukan perbuatanku." ujar si kakek sambil membalas hormat. "Maksudku hanya ingin menguji kepandaianmu setelah dicoba, ternyata besar gunanya." Yu Wi merasa bingung, tanyanya dengan tertawa,
"Besar gunanya bagaimana?"
"Bukankah kau hendak mencari orang?" tanya si kakek.
"Dari mana Lotiang tahu?" Yu Wi heran-
"Di Hoa-san sini seluruhnya ada 17 biara, sejak biara pertama kau datangi sudah kubuntuti dirimu," tutur si kakek dengan tertawa.
Tanpa menunggu pertanyaan Yu Wi ia lantas menyambung pula, "Hawa sedingin ini, tapi kau sibuk mencari orang, yang kau cari adalah seorang Nikoh, tentunya Nikoh ini sangat penting bagimu.
Karena heran, aku jadi ingin tahu siapkah Nikoh yang hendak kau cari itu. Ketika biara terakhir kau datangi, biksuni tua itu marah-marah, kau kecewa, akupun kecewa. Aku sangat terharu melihat rasa kecewamu, mestinya kecewaku tidak berarti, hanya semacam kecewa karena rasa ingin tahu hasilnya tidak terkabul, sebaliknya aku ikut penasaran melihat kesusahanmu setelah gagal menemukan nikoh yang hendak kau cari dengan susah payah itu. Aku menjadi tambah ingin tahu siapakah Nikoh yang telah membikin merana dirimu itu, demi memenuhi dan memuaskan rasa ingin tahuku, maka hendak kuberi petunjuk suatu jalan bagimu .... "
Yu Wi sangat girang, cepat ia tanya, "Apakah Lotiang tahu di Hoa-san sini masih ada biara lain yang sukar ditemukan orang luar?"
si kakek menggeleng, katanya dengan tertawa, "Di seluruh Hoa-san sini hanya ada 17 biara, biara terkecil dan terakhir saja sudah kau datangi sehingga tidak ada biara lain lagi."
Yu Wi menjadi kecewa, kalau tidak ada biara lain lagi, kemana pula akan mencari Ke Bok-ya. Agaknya petunjuk yang hendak diberikan si kakek juga belum tentu dapat dipercaya.
Melihat keraguan anak muda itu, si kakek berkata pula dengan tertawa, "jangan kau putus asa, sebab Hoa-san ada dua...."
"Apa" Masakah masih ada Hoa-san lain?" seru Yu Wi dengan terkejut.
"Apakah kau tahu Thay-hoa adalah nama lain daripada Hoa-san ini?" tutur si kakek dengan pelahan. Yu Wi mengangguk.
Maka si kakek melanjutkan lagi, "Jika begitu seharusnya kau tahu sebab apa Hoa-san juga bernama Thay-hoa, sebab di barat Hoa-san ini masih ada lagi gunung...."
"Ah, benar, siau- hoa-san" tukas Tu Wi dengan girang.
"Ya, untuk membedakannya, maka kedua gunung ini diberi nama Thay-hoa dan siau-hoa, jika cuma menyebutnya Hoa-san saja dapat meliputi kedua gunung ini seluruhnya,"
Saking girangnya Yu Wi garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal, serunya, "Jika demikian, rupanya aku salah cari. Yang dimaksudkan paman adalah siau-hoa-san ah, Lotiang, tolong tanya. adakah biara di siau-hoa-san sana?"
Si kakek mengangguk dengan tertawa, "Ada. malahan bila kau cari kesana, tidak perlu kau cari biara yang laini"
"oo, apakah disana hanya ada sebuah biara?"
"Betul, hanya satu, tapi melulu satu saja cukup merepotkan kau."
"Apakah letak biara itu sukar dicari, mungkin terletak dibagian gunung yang terakhir?" tanya Yu Wi.
Sekarang ia tidak gelisah lagi, maka ia ingin tanya sejelas-jelasnya agar tidak mencari secara sia-sia. Coba kalau tempo hari dia tanya dulu kepada sang paman, tentu dia tidak perlu gentayangan di Thay-hoa-san sini.
Di luar dugaan, si kakek lantas bertutur, "Biara itu tidak sulit dicari, begitu kau naik ke atas gunung- segera akan
Jodoh Rajawali 30 Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Pendekar Laknat 7
^