Kisah Si Bangau Putih 4

Kisah Si Bangau Putih Bu Kek Sian Su 14 Karya Kho Ping Hoo Bagian 4


yusup di antara semak belukar, ternyata di balik semak-semak itu terdapat anak tangga yang menuruni jurang! Pantas tidak ada di antara anak buahnyayang dapat menemukan tempat tinggalkakek ini! Siapa yang menduga bahwa dibalik semak belukar, di dalam jurang,merupakan tempat tinggal kakek itu"
Anak tangga itu tidak terus menujuke dasar jurang, melainkan berhenti sampaidipertengahandindingjurangdankiranyadisituterdapatsebuahguayangtersembunyidantidakdapatkelihatandariatas.Akantetapi,mulut guayangberadadidindingjuranginimenghadapketimursehinggamemperolehpenerangansinarmatahariyangcukup.
"Inilahtempattinggalku, pangcu.Silakanmasuk,"kataNam-SanSian-jinsambilmelangkahmasukkedalamgua.SiangkoanLohanmengerutkan alisnya dan ikutmasukbersama puteranya. Diam-diam dia merasa kecewa. Puteranya harus tinggal di tempat seperti ini" Akantetapi, setelah memasuki gua itu, diaterbelalak dan menjadi bengong! Gua itulebar dan nampak biasa saja ketika diamulai memasukinya, akan tetapi setelahmasuk ke sebelah dalam, dia terpesona.Di dalam gua itu ternyata amat luas,seperti rumah gedung besar, dan keadaan di dalamnya tidak kalah dengan gedung tempat tinggalnya sendiri, bahkan jauh lebih mewah. Keadaan gua ini tiada ubahnya keadaan dalam gedung istana! Terdapat banyak kamar, dan setiap ruangandihias gambar-gambar dan tulisan-tulisan indah,setiapperabot rumahnyaamatindah dan halus buatannya, dan keadaan di dalam gua itu luar biasa sekali. Sedemikian luasnya, dan sebagian atasnya berlubang dan terbuka sehingga nampaksinarmataharidandi tengah-tengahruangan itu terdapat pula sebuah tamankecil penuh bunga!
Tidak nampak pelayan wanita di situdan agaknya kakek Ouwyang itu hidupbersama tiga orang pelayan pria yangmenyambut tadi saja. Mereka itulah yangmemasak, membersihkan tempat tinggalyang mewah itu, dan melayani Nam-sanSian-jin serta melakukan pekerjaan lain.
Setelah membiarkan tamunya mengagumi isi gua itu, Nam-san Sian-jin lalumempersilakan mereka memasuki sebuahruangan yang paling luas, yang berada disebelah dalam.
"Ruangan itu kujadikan sebagai ruangan tamu, juga ruangan duduk dan sekaligus ruangan untuk berlatih silat. Dankadang-kadang, seperti sekarang ini, menjadi juga ruangan makan, walaupun barusekarang aku menjamu seorang tamu."
SiangkoanLohanmerasaterhormatsekali dan segera bermunculan tiga orangpelayan tadi yang datang membawa hidangan yang mereka atur di atas meja.Akan tetapi perhatian Siangkoan Lohantertarik kepada hiasan aneh yang terdapat di dekat dinding, di sebelah raksenjata.Disituterdapatsebuahrakpanjangdengantombak-tombakyangberdiriberjajar. Akantetapi, di atastombak itu tertancap masing-masing sebuah kepala manusia, ada belasan buahbanyaknya! Yang mengerikan sekali, kepala manusia itu seperti dalam keadaanhidup, matanya terbuka dan hanya mukanya yang nampak pucat, namun segalanya masih utuh seperti hidup.
"Itu....itu....apa maksudnya" tanyaSiangkoan Lohansambil menuding danSiangkoan Liong juga terkejut melihatkepala yang berjajar itu.
"Aahhh, itu" kata tuan rumah sambil menarik napas panjang dan alisnya berkerut seolah-olah dia teringat akan halyang tidak menyenangkan. "Itulah kepalabeberapaorangyangmemimpinpenyerbuan,merekayangmenyebabkanmatinyasemuaanakisteriku.Akuberhasilmencaridanmembunuhmereka,kepalanyakuawetkandenganramuanobatdankupasang di siniagarmendinginkan hatikusetiapkaliteringat kepada anak isteriku."
Siangkoan Lohan diam-diambergidik.Orang yang amat lihai ini ternyata dapatberlakuamatsadis dalam pembalasandendamnya. Dia tidak tahu sama sekalibahwa memang dendam telah membuatOuwyang Sianseng menjadi seperti gila,dan karena dia dianggap gila itulah makadiadipecatdarikedudukannyadalamistana raja Birma! Dia dianggap berbahayadanbahkankemudiandiamembunuhseorangmenteridanmenjadiburonanpemerintah Birma.
Sebaliknya dari ayahnya,SiangkoanLiong merasa kagum sekali kepada gurunya,yang dianggapnyatelahmenebuskematian yang membuat penasaran darikeluarganya dan telah membuktikan kesetiaannya kepada keluarganya.
Setelah dijamu dengan masakan yangcukup lezat dan lengkap sehingga kelihatan aneh masakan seperti itu dapatdihidangkan ditempatitu,SiangkoanLohanlalumeninggalkan puteranya disitu dan kembali ke perkampungan Tiat-liong-pang.Diaharusberjanjitakkanmemberitahukankepadasiapapunjugatentang tempat tinggal Ouwyang Siansengatau Nam-san Sian-jin ini dan ternyata kemudianbahwakakekinipuntidak pernah berhubungan dengan orang lainkecuali Siangkoan Lohan dan puteranya.
Siangkoan Liong lalu menerima gemblengan di tempat rahasia itu oleh kakekbekaspenasihatRajaBirma sehinggadalam waktu dua tahun dia telah memperoleh kemajuan yang amat pesat. Setelah lewat dua tahun dan kembali kerumah orang tuanya, dia melihat betapaayahnya kini telah mengadakan persekutuan dengan tokoh-tokoh lihai. Karena girang melihat puteranya telah tamat belajar dan memiliki kepandaian yang tinggi,bahkanmungkinlebihtinggidari tingkatnya sendiri, Siangkoan Lohan lalumengadakan pesta, sekalian untuk merayakanhariulangtahunnyayangkeenampuluhtahun. Dia mengundang tokoh-tokoh, baik dari golongan hitam maupunputih dan seperti kita ketahui, di dalampesta itu terjadilah keributan.
Siangkoan Liong maklum bahwa ayahnya sedang bersekutu dengan kekuatan-kekuatanyanghendakmenggulingkanpemerintah Mancu. Biarpun dia sendiri,dalam keangkuhannya, merasa diri jauhlebih tinggi, tidak suka bergaul denganorang-orangkang-ouwitu,namun diatidak menghalangi usaha ayahnya karenadia maklum bahwa usaha pemberontakanitu cocok dengan apa yang dicita-citakanoleh gurunya, yaitu menggulingkan pemerintah Ceng dan dialah yang dicalonkan menjadi kaisar kalau usaha itu berhasil.
*** Setelahmenyelamatkan CiokKimBouw,ketuaCin-sa-pang yang hampirsaja tewas di tangan Sin-kiam Mo-li, danmengobati luka beracun di tangan ketuaitu, tanpa memperkenalkan diri lagi, TanSin Hong segera pergi dengan cepat. Diatidak ingin terlibat dalam urusan oranglain dan dia juga tidak mengenal siapa orang yang nyaris tewas di tangan Sin-kiam Mo-li itu. Kalau dia turun tanganmembantuorangituhanyalahkarenaorang itu terancam maut di tangan Sin-kiam Mo-li yang sudah dia ketahui kejahatannya.
Sin Hong melanjutkan perjalanannyadengan secepatnya menuju ke kota raja.Dia harus menemukan orang kaya yangdisebut Lay Wangwe (Hartawan Lay) itu,karena agaknya hanya kalau dia menemukan Lay Wangwe, maka dia akan melanjutkanpenyelidikannyatentangkematian ayahnya yang penuh rahasia itu. Diapercayabahwatidakakan sukarmencariorangitukarenaciri-cirinya.Pertama, nama keturunannya Lay, kayaraya dan kepalanya botak perutnya gendut. Tentu tidak banyak orang yang sekaligus memiliki ciri-ciri itu.
Akantetapi,setelahkuranglebih sepekan. dia melakukan penyelidikan dikota raja, dia tidak berhasil menemukan orang yang dicari-carinya. Ada hartawanLay, bahkan ada beberapa orang di kotaraja yang kaya dan she Lay, akan tetapikepalanya tidak botak walaupun ada yanggendut. Kalau ada yang kepalanya botakdan gendut, namanya bukan Lay, juga tidak kaya raya. Namun, tetap saja diamenyelidiki orang kaya yang she Lay,botak atau tidak dan tidak ada seorangpun di antara mereka yang pernah mengirim seratus kati emas dari Ban-goankeTuo-lun. Akhirnya Sin Hong mengambil kesimpulan bahwa nama Lay Wangwe itu mungkin sekali palsu, hanya untuk pancingan saja. Bahkan mungkin petiyang katanya berisi seratus tail emas itu pun bohong,dansengaja dipergunakanuntuk selain membunuh Tan-piauwsu, jugamenyita perusahaannya untuk menggantirugi! Dan siapa lagi yang membutuhkankejatuhanPengAnPiauwkiokkecualisaingannya"Dan saingan terbesar dariPengAnPiauwkiokadalahBan-goanPiauwkiok yang dikepalai Kwee Tay Seng!Selain saingan dalam urusan perusahaan,juga saingan dalam urusan wanita! Siapatahu kalau Ciu-piauwsu memang benardalamtuduhannya bahwa Kwee-piauwsuyang melakukan pembunuhan-pembunuhanitu, baik terhadap ayahnya maupun terhadapTang-piauwsu.Pertamakarena dendam kekalahannyamemperebutkan wanita, dan ke dua karena persaingandalam urusan perusahaan. Memang kini, setelah penyelidikannya terhadap orang bernama Lay Wangwe gagal, satu-satunya orang yang dapat dicurigai adalah Kwee-piauwsu. Maka dia pun memutuskan untuk segera kembali ke Ban-goanuntukmelakukan penyelidikan terhadapKwee-piauwsu dan menunda niatnya berkunjung kepada Kao Cin Liong, suhengnya yang tinggal di Pao-teng, sebelah selatan kota raja.
Malamitubulanpurnama.Langit amat bersih, hanya ada awan putih tipisyang amat mengganggu sinar bulan sehingga cuaca amat bersih dan terang,suasana amat menggembirakan. Namunbersama dengan sinarbulanyangindahdatangpulaangindinginyangmemaksaorang-orangyangtadinya menikmatikeindahan sinar bulan di luar rumah, memasuki rumah yang lebih hangat. Hawayang amat dingin membuat orang sore-sore sudah memasuki kamar tidur dan menjelang tengah malam suasanadi kotaBan-goansudahamatsunyi. Sebagianbesar penduduknya sudah tidur nyenyak.
Ban-goan Piauwkiok juga nampak sunyi walaupun setiap malam ada saja anggauta piauwkiok yang melakukan penjagaan secara bergilir di dalam gardupenjagaan di sudut luar perusahaan ituberkantor di depan,sedangkanrumahtinggal Kwee-piauwsu berada di bagianbelakang.Pekerjaansebagai pimpinanpiauwkiok (perusahaan pengawal barang)tentu saja mempunyai banyakmusuhyaitu para penjahat, para perampok yangsukamengganggupengawalanbarang.Oleh karena itu, maka semua pimpinanperusahaan piauwkiok selalu berhati-hatidan kantor bersama tempat tinggal mereka selalu dijaga oleh anak buah secarabergilir.
Malam itu terlampau dingin bagi empat orang piauwsu yang bergilir jaga di dalam gardu penjagaan. Tadi mereka masih berusaha melewatkan waktu dengan bermain kartu, akan tetapi hawa dingin membuat mereka mengantuk sekali dan kini keempat orang itu duduk berhimpit di dalam gardu jaga, menghangatkan tubuh dengan membuat unggundi luar gardu.
Apalagi dalam keadaan kedinginan danbersembunyi di dalam gardu, andaikatamereka itu berada di luar gardu, berjagadengan waspada sekalipun, tak mungkinmerekaakandapatmelihatbayanganorang yang berkelebat dengan amat cepatnya, hanya nampak berkelebat sepertibayangan burung yang terbang di udara.Bayangan itu dengan kecepatan luar biasatelah melompati pagar tembok yang mengelilingi rumah besar itu dan telah menyelinapnyelinap ke dalam taman di sebelah kanan rumah.
Setelahmelihatdengantelitidanmendapat kenyataan bahwatidakadapenjaga di situ, juga di atas gentengnampak sunyi saja, bayangan itu lalumelayang naik ke atas genteng rumah.Bayangan itu adalah Tan Sin Hong yang sedang melakukan penyelidikan di rumahkeluarga Kwee, tidak tahu dengan jelasapa yang akan dilakukan dan bagaimanaharusmemulaidenganpenyelidikannyaitu. Dia merasa yakin bahwa dalam hawasedingin itu, tidak mungkin ada orangberjaga di atas genteng dan menentanghembusan angin malam yang amat dinginnya. Bulan masih nampak cemerlang diatas, dan suasana sunyi sekali.
SejenakSinHongtermenung.Diamengingatkembali ketikaCiu-piauwsumendatangirumahinidanmenantangKwee-piauwsu, teringat betapa gagah dantenangnyaKwee-piauwsudanbetapapiauwsu itu menyangkal bahwa dia telahmembunuh Tan-piauwsu, atau pun Tang- piauwsu.Diamenjadiragu-ragu.Apa yang harus dicarinya dan bagaimana diaharus memulai penyelidikannya" Ah, siapa tahu, Tuhan akan membantunya danmungkin saja dia akanmelihatataumendengar sesuatuyangakandapatmembantu penyelidikannya. Maka, setelahmempelajari keadaan dalam gedung itudari atas, dia pun lalu melayang turun lagi, kini kesebelah dalam dan dia turun dekat lapangan terbuka, di antara deretan kamar dan lorong menuju ke ruanganbesar.Dengan penuh keyakinan bahwa semua penghuni rumah itu telah pulas, dia pun melangkah dengan hati-hati memasuki ruangan yang nampak gelap karena tidak memperoleh sinar bulan, sedangkan dalam ruangan itu tidak ada lampunya.
Akan tetapi, dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika dia melangkah masuk,tiba-tiba saja terdengar bentakansuara wanita, "Pencuri jahat, berani engkau mencurl ke sini" Dan dari anginyang menyambar di tempat gelap, tahulah Sin Hong bahwa ada sebatang pedangmenyambar ke arah dadanya! Cepat diameloncat keluar kembali dan dia membuka pintu kamar. Kalau dia mau meloncat dan melarikan diri pada saat itu,kiranya tidak akan terlambat. Akan tetapiSinHongtidakmelakukanhalini.Diamaklumbahwadia telahketahuanorangdandisangkapencuri.Kalau dia melarikandiridanketahuan siapadiri nya,tentuhal iniamattidakbaikbaginamanya dandiaakandisangka sebagaipenjahat.Mengapatidakmenghadapisajamereka dengan terang-terangan dan mengajakKwee-piauwsubicara tentangkematian ayahnya dan Tang-piauwsu" Darisikap dan kata-kata Kwee-piauwsu dalampercakapan itu, dia akan dapat menduga apa sebenarnya peran piauwsu itu dalamurusan ini. Maka,dia pun tidakmaumeloncat pergi, melainkan menanti sajadi luar ruangan itu dan wajahnya dapat kelihatan jelas karena selain cahaya lentera dan lampu yang tergantung di situmenerangiwajahnya,jugasinarbulanmembuat tempat itu cukup terang.
Orang pertamayang melompatkeluar dari dalam ruangan itu adalah seorang gadis berusia kurang lebih delapanbelas tahun yang manis sekali. Gadis ini bertubuh sedang,dengan sepasang kakinampak panjang, tubuhyang padat dan ranum, tubuh seorang dara yangmulaidewasa.Rambutnya hitamlebatdanpanjangsekali,dikuncirmenjadiduadiikat dengan pita merah. Dua kuncir itubergantungan sampai ke pinggulnya. Ping gangnya ramping ketika ia bergerak meloncat ke luar dengan pedang di tangankanan dan sebuah lentera besar dan barusaja dinyalakan di tangan kiri. Dari cahaya lampu ini, nampak jelas olehSinHongwajahgadisitu. Kulitnyaagakhitam, akan tetapimanis bukan main,terutama sekalimulutnya. Sepasang bibirnya berbentuk indah seperti gendewaterpentang, dengan garis yang jelas danbibir itu penuh dan merah basah, sedikit terbukamemperlihatkankilauangigi putih seperti mutiara dan sepasang matanya tajam memandang Sin Hong penuh selidik. Agaknya gadis itu tertegun dan agak heran melihat betapa "maling" yangmampu mengelak dari serangannyatadi tidak melarikan diri melainkan berdiri disitu menanti dan tak disangkanya bahwapenjahat itu seorang laki-laki muda yang berpakaian serbaputih, wajahnya biasasaja,akantetapisinarmatanyademikian lembutdan mulutnya terhiassenyumramahdanmenarik!Samasekalibukanwajahseorang pencuriatau penjahatyang kejamdanganas,melainkanwajahseorangpemudayangramahdanbaikhati. Akantetapikarenaiamerasacurigamelihatmunculnyapemudatakdi kenal,ditengah malam,memasukiruangangelapdimanaiatadiberlatih samadhi,iapunkini mendekatidanmenodongkanpedangnyadengan sikapmengancam.
"Menyerahlahsebelumpedangkuyangbicara!"PedangnyamenodongdadadanlampuditangannyadiangkatmenerangimukaSinHong.
"Tahan,janganserangdia!"Tiba-tiba terdengarsuaramemerintah.Mendengarsuaraayahnya,gadisitumelangkahmundurdanmenurunkanpedangnya,namunsikapnyamasih mengancam.
"Ayah,diatelahmemasuki ruanganlian-bu(latihansilat)sepertiseorangpencuri!"bantahnya.
KweeTaySengatau Kwee-piauwsutidakmenjawab,hanyamelangkahmenghampiriSinHong.Sejak tadi diamenatapwajah itudan kini diasudahberhadapandenganSin Hong,matanyamasihterusmengamatiwajah pemuda berpakaian putih yang berdiri di situ dengansikap tenang dan juga sedang memandangnya.
"Kau....kau seperti pernah melihatmu....ah, engkau mirip sekali dengannya....!Bukankah engkau ini puteramendiang Tan-piauwsu.
SinHongmerasaheranmendengarini, akan tetapi dia pun teringat akan hubungan pria yang gagah ini denganmendiang ibunya, dan dia tahu bahwawajahnya memang mirip dengan wajahibunya.
"Ayah, kalau dia benar putera Tan-piauwsu, jelas bahwa dia datang bukan denganniatbaik.Tadidia meloncatturun dari atas genteng dan menyelinap masuk seperti pencuri. Aku yang beradadi dalam ruangan gelap, dapat melihatdengan jelas. Begitu dia melangkah masuk, aku telah menyerangnya, akan tetapidia meloncat keluar lagi." Kwee Ci Hwa,puteri Kwee-piauwsu itu, berkata lagi.
"Orang muda, aku mengenal mendiangayahmu sebagai seorang gagah, dan engkau tentu seorang pemuda yang gagahpula. Marilah kita bicara secara jantandan terbuka, daripada engkau harus datang secara gelap begini. Silakan masukdan mari kita bicara di dalam."
Sin Hong merasa malu sendiri dan diapunmengangguk,lalumengikutituanrumah memasukiruangantadi,diikutioleh Ci Hwa yang membawa lampu. Ternyata ruangan itu luas dan bersih, hanya terdapat beberapa buah bangku di dekat dinding dan selanjutnya kosong karena ruangan itu adalah sebuah tempat berlatih silat. Ci Hwa menaruh lampu itu di atas meja kecil, dan dinyalakan lagi tiga buah lentera lain dan digantungkan di dinding sehingga kini ruangan itu menjaditerang. Kwee-piauwsu mempersilakanSin Hong duduk di atas bangku, kemudiandia sendiri dan puterinya duduk menghadapinya.
"Orang muda, katakanlah siapa engkau sebenarnya," kata Kwee-piauwsu.
"Tidak salah dugaanmu tadi, Paman Kwee. Aku adalah Tan Sin Hong, danyang menyebabkan aku malam ini datangmenyelundupsepertiseorangpencuri adalah karena aku hendak menyelidikitentang kematian ayahku dan kematianpaman Tang Lun."
"Sungguh aneh," kata Ci Hwa yangsejak tadi diam saja. "Menyelidiki kematian mereka, kenapa harus mencari disini" Apakah pembunuh mereka berada disini"
Kwee-piauwsu mengeluh panjang danpada saat itu, terdengar suara berisikdan ternyata ada beberapa orang anggauta piauwkiok yang meronda dan agaknyamerekamerasa heran dan curigamelihat betapa ada suara orang bicara dilian-bu-thia yang juga nampak terang.
"Ci Hwa, engkau keluarlah dan tenangkan mereka. Aku hendak bicara berdua dengan Tan Sin Hong."
Biarpun gadis itu memandang kecewakarena ia pun ingin sekali mengetahuikelanjutan dari munculnya pemuda itu,namun ia tidak membantah ayahnya, dania pun segera keluar dan tak lama kemudian, para anggauta piauwkiok pergimeninggalkantempat itu,melanjutkanperondaan.
"Sin Hong, sudah dua kali ini orangmencurigai aku sebagai pembunuh ayahmu dan Tang-piauwsu. Padahal, aku samasekali tidak tahu menahu tentang peristiwa itu. Ketahuilah, bahwa dahulu persaingan yang terjadi antara aku dan ayahmu adalah persaingan sehat dua orangyangmemiliki perusahaan yang sama.Kami sama-sama bersaing untuk memperoleh kepercayaan langganan dengan pelayanan sebaiknya, bukan persaingan dengan saling menjatuhkan. Pernah Ciu HokKwi,piauwsu muda yang belum lamamenjadi piauwsu itu pun menuduh akuyang membunuh Tang-piauwsu sehinggadiadatangke sini dan mendatangkankeributan. Dan sekarang engkau sendiri, putera Tan-piauwsu datang ke sini tentumempunyai dugaan pula bahwa aku yang telah membunuh ayahmu dan Tang-piauwsu. Sungguh membuat aku merasa pena saransekali!"Kakekitumengeluhdanmengepaltinju."Tidakkusangkalbahwaaku danayahmu bersaingan dalammemajukanperusahaanmasing-masing,akantetapiaku,KweeTaySeng,selamahidupkubelumlah demikianrendahuntuk menggunakancara-carakotor,apalagisampaimelakukanpembunuhandengancurang!"
SejaktadiSinHong menatapwajahkakekitudenganpenuhperhatiandanmelihatsikapdansuaraKwee-piauwsu,memang sukardipercayaorangsegagahinimelakukankecurangansepertiitu,membunuhdengan sembunyi-sembunyi.AkantetapimasihadasesuatuyangmembuatSinHongpenasaran,makadenganterusterangdiaberkata,"PamanKwee,selainpersaingandalamperusahaan,akupernahmendengardariTang-piauwsubahwadahulu,antaramendiangibukudan engkau...."
"Aihhhhh....!"KweeTaySengmenghelanapaspanjangdan mengangguk-angguk,mukanyaberubah lesu. "Inilahsebabnya mengapaakumenyuruhCiHwapergimeninggalkankita.Akumemanghendak membicarakanhalini,karena akusudah menduga bahwa tentu ini merupakan satu di antara sebab mengapa aku yang dicurigai. Tadi pun, ketika melihatmu,aku sudah dapat menduga bahwaengkau tentulah putera Bwee Hwa, wajahmu demikian mirip dengannya. Sin Hong,tidak perlu kusangkal lagi. Memang di waktukamimuda,terdapatpertaliancinta antara aku dan ibumu, akan tetapisungguh sayang, orang tua kedua pihak tidak setuju sehingga kami terpaksa saling berpisah. Namun, kemudian aku melihat betapa ia, ibumu yang dulu pernahmenjadi kekasihku itu, hidup dengan ba hagia bersama Tan Hok, ayahmu. Akucintakepadaibumu,maka,lebihtakmasuk di akal lagi kalau aku ingin membikin ia sengsara dengan membunuh suaminya! Aku belumlah gila, dan cintakuadalahcinta suci,bukancintanafsubelaka yang menimbulkan iri. Tidak, SinHong,akutidak akan mengganggunya,seujungrambut pun, akan tetapi akumendengar bahwa ketika menyusul suaminyakeutara,rombongannya dihadangperampok daniameninggal...."
SunyisejenakdanSinHong termangu-mangu. Dia sedikit pun tidak meragukankebenaran Kwee-piauwsu. Yang mencelakakan dia dan ibunya, yang melakukanpenghadanganterhadap rombongan ibunya, juga orang-orang berkedok. TidakmungkinKwee-piauwsu yang memimpinpenghadangan itu dan membikin celakaibunya, wanita yang dicintanya. Keterangan dan perasaan hatinya itu melegakanhatinya, akan tetapi juga mendatangkanrasa kecewa dan penasaran. Hatinya legakarena dia yakin orang tua gagah inibukan pembunuh ayahnya dan Tang-piauwsu, akan tetapi dia penasaran dan kecewakarena kini putuslah sudah jalur penyelidikannya. SetelahKwee-piauwsuterlepas dari daftar orang yang dicurigai,maka tidak ada lagi orang yang dapatdicurigainya!Padasaatitu terdengarsuara Ci Hwa dari luar.
"Ayah, bolehkah aku masuk" Gadisitu masih ingin melihat bagaimana kelanjutan dari urusan dengan pemuda she Tan itu.
Karena cerita tentang Bwee Hwa, ibuSin Hong, sudah mereka bicarakan dantidak akan diulang lagi, maka Kwee TaySeng lalu menjawab.
"Masuklah, Ci Hwa."
Gadis itu masuk dan duduk di dekatayahnya."Bagaimana urusannya dengandia ini, Ayah"
Sin Hong memandang kepada gadis itudan membungkuk."Nona,akulahyangbersalah.Ayahmutidaktahuapa-apatentangkematianayahkudanPamanTang, karena itu maafkan aku. Paman Kwee, maafkan aku...."
Melihat sikap pemuda itu yang nampak kecewa, Kwee-piauwsu berkata, "SinHong, aku dapat merasakankekecewaanmu. Engkau kehilangan ayah ibu, tentusaja engkau ingin membalas dendam kepaca mereka yang telah membunuhnya."
"Ibu, bukan dibunuh orang, melainkanmeninggal karena badai di gurun pasir,Paman"Dengansingkatdia pun lalumenceritakan betapa rombongan ibunyayang dikawal oleh mendiang Tang-piauwsudiserangolehorang-orangberkedokdandiabersamaibunyamenunggang ontamelarikandirimemasukigurunpasirsampai ibunya meninggal di gurun pasir.Sampai di sini dia menghentikan ceritanyakarena dia tidak inginberceritatentang guru-gurunya hanya menyambungdengan kata-kata yang tegas. "Dan akusama sekali tidak ditekan dendam Paman.Kalau aku mencari pembunuh-pembunuhitu,bukanterdorong dendampribadi,melainkan karena perbuatanyangsedemikian jahatnya itu harus kuselidiki.Apa sebabnya ayah dibunuh, dan kalaupembunuhnyamemangmelakukannyakarena kejahatan, maka kejahatan harus ditentang dan dihukum, Paman."
Kwee-piauwsu mengangguk-angguk. "Akan tetapi, sampai sejauh mana penyelidikanmu" Aku....aku ingin membantumu, orang muda, karena aku pun merasa penasaran sekarang, apalagi karena akulah yang dituduh melakukan perbuatan kejam itu." Suara Kwee-piauwsu terdengar penuh kesedihan dan memang dia merasa berduka sekali mendengar tentang kematian Bwee Hwa, bekas kekasihnya dan biarpun Bwee Hwa tidak mati dibunuh, namun sama saja, ada orang yang menyebabkan ia sampai lari ke gurun pasir dan menemui kematiannya di sana.
Dengan singkat Sin Hong bercerita tentang penyelidikannya terhadap Lay-wangwe, orang yang dia curigai karena hartawan itulah yang mula-mula menemui ayahnya dan mengirim barang berharga itu. "Kurasa hanya dialah satu-satunya orang yang nrengetahui persoalan ini, Paman, karena dia yang mengirim emas itu, dan dia pula yang menuntut ganti rugi sehingga perusahaan ayah berikut rumah dan seisinya disita. Akan tetapi, penyelidikanku gagal. Di kota raja tidak pernah ada seorang Lay-wangwe yang berkepala botak dan berperut gendut seperti itu."
Kwee-piauwsu mengangguk-angguk. "Aku juga mendengar tentang penyitaan itu dan menurut anak buahku, kini Peng-an Piauwkiok telah menjadi perusahaan pengawal yang baru, dengan rumah dan kantornya sudah dibetulkan menjadi cukup megah. Dan kabarnya, Ciu-piauwsu yang kini menjadi pengurusnya."
Sin Hong mengangguk. "Memang benar,Paman.Paman Ciu yang telah mencarikan seorang sahabat, atau keluarganya yang kaya untuk memberi pinjaman uang untuk membayar sebagian kerugian itu, dan kini karena perusahaan mundur dan tidak mampu bayar pinjaman, semua rumah dan kantor terjatuh ke tangan orang yang memberi pinjaman uang. Dan agaknya perusahaan itu diperbarui, dilanjutkan dan Ciu-piauwsu yang menjadi pemimpinnya, mengingat bahwa majikannya adalah keluarganya."
"Orang yang kausebutkan tadi, Lay-wangwe itu, pernah datang ke sini...."
"Ah, benarkah, Paman" Harap Paman ceritakan....!" Sin Hong memotong, mendapatkan harapan baru.
"Hal itu terjadi beberupa hari sebelum dia menyerahkan angkutan barang berharga yang harus dikawal ke Tuo-lun itu kepada ayahmu. Dia datang dan membawa peti besar yang tertutup rapat, minta kepadaku untuk mengawal ke Tuolun dengan janji upah besar. Aku menerimanya dengan syarat bahwa isi peti itu harus dibuka dan dihitung lebih dahulu. Dia menolak dan marah-marah karena aku dianggap tidak percaya kepadanya. Akhirnya aku mendengar dia mengirim barangnya itu melalui pengawalan Peng-an-piauwkiok."
"Akan tetapi, apakah Paman mengetahui di mana dia tinggal"
Seperti yang telah dikhawatirkannya, piauwsu itu menggeleng kepala. "Kami semua tidak ada yang tahu, akan tetapi karena ada beberapa orang anak buahku pernah melihatnya, biarlah aku membantumu dengan menyebar mereka agar suka mencarinya. Seorang di antara mereka, baru dua hari yang lalu pernah mengatakan kepadaku bahwa si gendut botak itu nampak berkeliaran di kota ini."
Sin Hong merasa girang sekali dan anak buah itu segera dipanggil. "Memang saya melihatnya dua hari yang lalu, ia gaknya masih seperti dulu, seperti seorang hartawan besar, dengan pakaian mewah dan royal dengan uangnya."
"Sekarang juga, ajak teman-temanmu yang pernah melihatnya untuk melakukan pencarian secara berpencar dan kalau menemukannya, cepat memberi kabar ke sini!"
Setelah orang itu pergi, Kwee Ci Hwa juga bangkit berdiri. "Aku dulu juga melihatnya biar aku membantu mencarinya!" Tanpa menanti jawaban, gadis itu lalu meloncat keluar. Sin Hong merasa tidak enak sekali.
"Ah, aku ternyata selain membikin ribut di sini, juga membikin repot saja, Paman Kwee"
"Jangan berkata begitu, Sin Hong. Sudah semestinya dalam hal seperti ini kita saling bantu."
"Akan tetapi sampai nona....eh, adik Kwee sendiri ikut repot...."
"Aku mengerti isi hatinya. rentu ia merasa tidak enak karena tadinya aku yang disangka sehingga ia ingin sekali membantu untuk membersihkan nama ayahnya. Engkau tunggu saja di sini malam ini sampai ada berita dari mereka tentang hasil penyelidikan mereka."
"Terima kasih, Paman. Akan tetapi aku tidak berani mengganggu lebih lama lagi malam ini. Biarlah besok pagi saja aku datang lagi untuk mendengar keterangan hasil penyelidikan itu. Sekarang saya lebih baik pergi saja dulu."
"Tidak ada yang terganggu, Sin Hong. Setelah terjadinya peristiwa ini, aku pun tidak akan dapat tidur lagi. Biarlah kita bercakap-cakap di sini sambil menanti mereka. Karena kota ini kecil saja kiranya tidak akan lama mereka mencari."
Karena ditahan-tahan, Sin Hong merasa tidak enak juga kalau tidak mau menerimanya dan ketika mereka bercakap-cakap, dia mendengar kenyataan bahwa orang she Kwee ini memang memiliki sikap yang amat menyenangkan. Dia gagah dan jujur dan Sin Hong merasa tertarik sekali, juga semakin percaya karena orang seperti ini tidak mungkin melakukan kejahatan yang keji dan curang. Juga Kwee Tay Seng mempunyai pengalaman yang luas di dunia kang-ouw, mengenal tokoh-tokoh kang-ouw yang pandai. Dalam ilmu kepandaian, pernah dia melihat ketika Kwee-piauwsu menghadapi amukan Ciu Hok Kwi dan dia tahu bahwa dalam hal ilmu silat, agaknya sukar dicari orang di daerah Ban-goan yang akan mampu menandingi piauwsu ini.
Karena mereka asyik bercakap-cakap, tak terasa waktu berlalu dengan cepatnya dan menjelang pagi, muncullah Kwee Ci Hwa dan dua orang anak buah piauwkiok.
"Ayah, kami telah menemukan dia!" kata gadis itu. Sin Hong merasa berterima kasih sekali, apalagi melihat betapa gadis itu nampak kedinginan dan lelah.
"Ah, terima kasih! Dia berada di mana Nona"
"Sin Hong, anakku yang hanya satu ini bernama Kwee Ci Hwa, harap engkau jangan sungkan-sungkan dan menyebut nona kepadanya," kata Kwee-piauwsu yang diam-diam merasa suka kepada pemuda yang sederhana itu.
"Maaf, adik Ci Hwa, akan tetapi aku ingin sekali tahu di mana adanya si gendut botak she Lay itu."
"Dia.... dia....Gu-toako, engkau saja yang menerangkan," kata gadis itu dan mukanya berubah merah.
Anak buah piauwkiok itu lalu menerangkan dengan jelas. "Orang she Lay yang gendut botak itu sudah beberapa hari berada di Ban-goan dan agaknya memang hanya kalau malam saja dia berkeliaran keluar, kalau siang entah bersembunyi di mana. Kami menemukan jejaknya dan kini dia berada di rumah pelesir di ujung timur kota. Selama beberapa hari ini memang dia langganan di situ dan menurut penyelidikan kami, dia amat royal dengan uangnya, dan di sana pun dia dipanggil Lay-wangwe (Hartawan Lay) yang royal memberi hadiah kepada para pelacur."
Kini mengertilah Sin Hong mengapa gadis itu malu untuk menceritakan, dan dia sendiri sungguhpun kelahiran kota itu, namun tidak tahu di mana letaknya rumah pelesir atau rumah pelacuran itu.
"Di manakah rumah itu" Ujung timur kota" Jauhkah dari jembatan merah"
"Tepat di sebelah timur jembatan itu," kata Kwee-piauwsu, "Hanya terhalang dua buah rumah. Rumah pelesir itu bercat merah, besar dan di depannya tumbuh sekelompok mawar."
"Kalau begitu, aku akan pergi ke sana sekarang juga!" kata Sin Hong sambil bangkit berdiri dan menjura kepada Kwee-piauwsu, puterinya dan beberapa orang piauwsu yang tadi mencari jejak Lay-wangwe. "Terima kasih atas segala kebaikan Paman, juga engkau adik Ci Hwa, dan para saudara piauwsu yang telah membantuku dan para saudara piauwsu yang telah membantuku."
"Nanti dulu, Sin Hong" kata Kwee piauwsu, Engkau.... apa yang hendak kaulakukan terhadap orang gendut botak itu"
"Akan kutangkap dia dan kupaksa mengaku tentang peristiwa yang terjadi."
"Sin Hong, engkau tidak boleh memandang rendah mereka yang telah melakukan pembunuhan-pembunuhan terhadap ayahmu dan Tang-piauwsu itu. Mereka itu lihai dan berbahaya, dan siapa tahu kalau-kalau dugaanmu benar dan di belakang Lay-wangwe itu terdapat gerombolan jahat itu. Engkau harus berhati-hati...."
"Biarlah aku yang menemaninya, Ayah! Tan-toako, mari kutunjukkan engkau tempatnya dan aku yang akan membantumu kalau muncul orang-orang jahat itu!" kata Ci Hwa dengan gagah. Tentu saja Sin Hong merasa semakin tidak enak dan melihat keraguannya, Kwee-piauwsu berkata, dengan suara yang tegas.
"Benar Ci Hwa, Sin Hong. Engkau boleh mengandalkan ia yang sudah memiliki ilmu silat cukup tinggi untuk membela diri dan juga membantumu. Nah, kalian pergilah, akan tetapi hati-hati dan jangan bertindak sembrono."
Sin Hong tak dapat menolak lagi dan terpaksa dia bersama Ci Hwa lalu keluar dari rumah keluarga Kwee. Mereka berjalan berdampingan. Malam menjelang pagi itu dingin dan sunyi bukan main, juga agak gelap karena kini bulan sudah lenyap, tinggal bintang-bintang yang suram cahayanya.
"Siauw-moi (adik kecil), sungguh aku hanya membikin repot engkau saja," karena merasa tidak enak oleh sikap gadis itu yang diam saja, Sin Hong bertanya.
"Ah, tidak, Toako. Bagaimanapun juga, aku merasa berkewajiban untuk ikut membantumu menangkap penjahat itu, yang telah membunuh ayahmu dan Tang-piauwsu, karena aku harus membersihkan nama ayah yang tadinya ternoda oleh dugaan bahwa ayah yang melakukan kejahatan itu."
Sin Hong tidak bicara lagi, diam-diam dia kagum kepada gadis ini. Seorang gadis yang tidak banyak bicara, akan tetapi memiliki semangat besar, keberanian dan kegagahan.
"Nah, itulah rumahnya," kata Ci Hwa menunjuk ke sebuah rumah yang cukup besar dan bercat merah, di halaman depan tumbuh bunga-bunga mawar. Semua daun pintu dan jendela rumah itu masih tertutup dan suasananya sunyi sekali.
"Aku akan segera mengetuk pintu dan minta bicara dengan Lay-wangwe," kata Sin Hong sambil melangkah lebar untuk menghampiri pintu depan.
"Nanti dulu, Toako. Kalau engkau datang begitu saja ingin menemuinya, tentu dia curiga dan kalau dia melarikan diri, engkau akan kehilangan dia dan akan sukar kalau harus mencari orang yang sembunyi-sembunyi. Sebaiknya kalau aku berjaga di bagian belakang agar dia tidak dapat melarikan diri. Kalau dia lari dari pintu belakang, aku akan menahannya."
Sin Hong merasa semakin kagum. Dibandingkan gadis ini, dia kalah jauh dalam hal pengalaman dan kecerdikan. "Baiklah, Hwa-moi, engkau benar sekali."
Gadis itu lalu berkelebat dan dengan cepat berlari memutari rumah itu untuk mengintai dan berjaga di belakang rumah. Setelah menunggu beberapa lamanya untuk memberi kesempatan kepada Ci Hwa tiba di belakang rumah dan mencari tempat pengintaian yang tepat, Sin Hong lalu menghampiri pintu depan. Dia tidak ingin menimbulkan keributan dengan masuk sebagai seorang pencuri. Dia mengetuk pintu depan beberapa kali.
Tak lama kemudian daun pintu terbuka dan seorang kakek berusia enam puluh tahun muncul sambil menggosok-gosok mata dengan punggung tangan dan dia nampak masih mengantuk, juga ketika pintu terbuka, dia agak menggigil kedinginan oleh angin pagi yang menerpa masuk.
"Ahhh, Kongcu, sungguh merupakan waktu yang aneh untuk mengunjungi rumah pelesiran!" Dia terkekeh. "Kongcu datang terlalu pagi atau terlalu malam. Anak-anak manis itu masih tidur pulas semua, nanti kurang lebih jam sepuluh mereka baru akan bangun. Apakah Kongcu menghendaki seorang di antara mereka" Dengan tambahan istimewa, kiranya ia mau dibangunkan pagi-pagi begini."
Wajah Sin Hong berubah merah. Sialan, pikirnya, dia disangka ingin melacur! Dia menggeleng kepala dan berkata, "Tidak, Lopek. Aku bukan datang untuk pelesir, melainkan mencari seorang tamu, yaitu Lay-wangwe."
Mendadak pandang mata orang itu berubah, penuh kecurigaan dan alisnya berkerut. "Tidak ada yang bernama Lay-wangwe di sini." katanya ketus.
Sin Hong tidak mau menggunakan kekerasan yang akan meributkan suasana dan membikin takut Lay-wangwe. "Lopek, aku tahu bahwa Lay-wangwe bermalam di sini. Ketahuilah, aku adalah seorang sahabat baiknya yang perlu sekali bicara dengan dia sekarang juga. Amat penting!" Sin Hong mengeluarkan sepotong perak dan menyerahkannya kepada pelayan itu.
Melihat berkilaunya perak, pandang mata kakek itu silau dan sikapnya berubah walaupun dia masih ragu-ragu
"Akan tetapi aku tidak mengenal siapa Kongcu, dan selain itu tamu yang sedang tidur nyenyak tentu akan marah sekali kalau kuganggu dan kuketuk pintunya. Apa yang harus kukatakan kalau dia terbangun dan marah-marah kepadaku karena gangguanku"
Uang itu telah diterima dan lenyap ke dalam saku baju pelayan itu. Sin Hong sudah merasa menang, akan tetapi dia pun harus berhati-hati dan jangan sampai menimbulkan kecurigaan. Dia tahu bahwa Lay-wangwe telah memesan kepada para pelayan di tempat itu untuk merahasiakan kehadirannya di rumah itu.
"Kalau dia sudah terbangun dan marah-marah, katakan saja bahwa aku seorang sahabatnya datang untuk memberi tahu kepadanya bahwa ada bahaya mengancam dirinya, dan dia harus cepat pergi bersamaku kalau ingin selamat."
Mendengar ini, pelayan itu terbelalak. "Wah, kalau begitu gawat!" katanya dan dia pun lari masuk ke dalam rumah besar itu setelah menutup kembali pintu depan. Sin Hong menanti sambil mendekatkan telinganya ke daun pintu agar dapat mendengar lebih baik. Dia siap untuk mempergunakan kekerasan kalau jalan halus ini gagal.
Akan tetapi siasatnya tadi berhasil baik. Ketika pelayan itu mengetuk daun pintu kamar di mana Lay-wangwe masih tidur mengorok sambil merangkul dua orang wanita pelacur yang mengapitnya, dia terbangun dan tentu saja dia marah-marah karena merasa terganggu.
"Lay-wangwe, ada keperluan penting sekali, harap bangun!" demikian suara pelayan yang mengetuk pintu kamar itu. Dua orang pelacur terbangun lebih dahulu dan mereka segera menutupi tubuh mereka dengan selimut, sementara itu Lay-wangwe bangkit dan duduk dengan sukar karena perutnya amat gendut. Dia pun menutupi tubuhnya dengan selimut dan mengomel.
"Keparat, siapa berani menggangguku" Kepada seorang di antara dua orang pelacur itu dia memberi isyarat untuk membuka daun pintu. Ketika daun pintu terbuka dan dengan takut-takut pelayan tua itu terbungkuk-bungkuk masuk. Laywangwe membentak marah.
"Apa kau sudah bosan hidup, berani mengganggu aku sepagi ini"
"Maafkan saya, Lay-wangwe, akan tetapi di luar telah datang seorang tamu yang mengaku sahabat baik Wangwe dan dia mengatakan bahwa ada bahaya mengancam diri Wangwe dan kalau Wangwe menghendaki agar selamat, Wangwe harus cepat-cepat pergi bersama dia sekarang juga."
Laki-laki pendek gendut itu terbelalak, wajahnya berubah pucat dan cepat-cepat dia meraih pakaiannya secepat mungkin.
"Bagaimana orangnya" Masih mudakah" Atau sudah tua" Dan siapa namanya" Dia bertanya sambil mengenakan pakaiannya.
"Dia belum sempat mengaku siapa namanya, akan tetapi orangnya masih muda dan orangnya ramah sekali, baik sekali, Lay-wangwe. Dan dia nampaknya bersungguh-sungguh...."
"Kalau begitu aku harus cepat pergi dari sini!" katanya sambil melemparkan beberapa potong uang perak kepada dua orang pelacur itu. Dia keluar dari kamar dan melihat betapa beberapa buah kamar yang berderet di situ juga nampak terbuka, agaknya ribut-ribut itu membangunkan tamu-tamu lain. Hal ini sebenarnya biasa saja, namun orang she Lay yang sudah ketakutan itu kini memandang penuh kecurigaan, seolah-olah bahaya yang disebutkan tadi datang dari kamar-kamar itu. Dia pun cepat-cepat melangkah keluar, tidak tahu betapa beberapa buah kancing bajunya salah memasuki lubangnya dan kedua matanya kemerahan dan ujungnya dihias kotoran mata.
Setelah membuka pintu depan dia berhadapan dengan Sin Hong! Sekali lihat saja tahulah Sin Hong bahwa dia berhadapan dengan orang yang dimaksudkan oleh Tang-piauwsu dan Ciu-piauwsu, orang gendut botak yang terkenal dengan nama Lay-wangwe, pengirim emas yang mengakibatkan tewasnya ayahnya dan membuat perkara menjadi berlarut-larut sampai kematian Tang-piauwsu itu. Akan tetapi, dia belum yakin benar bahwa si gendut ini hanya merupakan umpan untuk menjebak ayahnya. Bagaimana kalau dia ini benar-benar pengirim emas, sama sekali tidak bersalah"
"Siapa....siapakah engkau...." Lay-wangwe bertanya dengan sangsi ketika melihat seorang pemuda yang sama sekali tidak pernah dikenalnya. Akan tetapi, Sin Hong melangkah maju.
"Apakah engkau yang bernama Lay-wangwe"
Karena tidak mengenal pemuda itu, muncullah lagak Lay-wangwe yang memandang rendah orang lain, apalagi orang ini mengganggunya dan dia tidak melihat adanya gangguan dan dia tidak melihat adanya bahaya mengancam seperti yang dikatakan pelayan tadi.
"Benar, akulah Lay-wangwe. Engkau siapa dan mau apa" Kemudian dia menoleh ke kanan kiri dan menyambung, "Engkau bilang ada bahaya" Engkaulah yang mengatakan ada bahaya tadi, dan di mana bahaya itu"
Sin Hong tersenyum. "Lay-wangwe, di sinilah letaknya bahaya kalau engkau tidak mau bicara terus terang padaku. Ketahuilah, aku adalah putera dari mendiang Tan-piauwsu, pemimpin Peng-an Piauwkiok yang dahulu mengangkut emasmu ke Tuo-lun! Ingatkah engkau" Engkau datang kepada ayah, mengirim peti berisi emas ke Tuo-lun, kemudian di tengah jalan, ayah dibunuh orang dan engkau menuntut ganti kerugian dan menyita rumah dan perusahaan ayah. Kemudian, terjadi pembunuhan pula atas diri Tang-piauwsu belum lama ini. Nah, katakanlah, apa yang kauketahui tentang semua pembunuhan itu"
Lay-wangwe terbelalak memandang kepada Sin Hong, kemudian dia tersenyum lebar, mengejek. "Orang muda, hanya untuk itu engkau berani mengganggu aku" Memang aku yang mengirim emas itu, dan karena hartaku hilang, aku menyita rumah dan perusahaan ayahmu. Aku telah menderita rugi besar dan engkau masih hendak menggangguku" Aku tidak tahu apa-apa tentang pembunuhan itu!" Dan dia pun membalikkan tubuhnya hendak masuk lagi.
"Tunggu dulu!" Sin Hong berseru dengan suara keras. Lay-wangwe membalik dan kini matanya menjadi semakin merah dan alisnya berkerut karena dia sudah marah sekali. "Engkau mengaku sebagai seorang hartawan di kota raja, akan tetapi ternyata engkau bukan hartawan kota raja karena di sana tidak ada seorang pun mengenalmu! Dan ketika engkau hendak mengirim peti berisi emas itu melalui Ban-goan Piauw-kok, engkau menolak ketika petinya hendak dibuka dan isinya diperiksa, bahkan engkau membatalkan pengiriman itu, lalu mengirimkannya tanpa membuka peti melalui ayahku. Siapakah engkau ini sebenarnya dan apa maksudmu memancing ayah dengan umpan kiriman emas itu untuk menjebaknya"
"Bocah kurang ajar! Berani engkau menyelidiki keadaanku" Engkau patut dihajar!" Dan tiba-tiba saja, orang yang gendut itu bergerak cepat sekali, menyerang Sin Hong dengan pukulan kedua tangannya dengan bertubi-tubi! Orang akan terkejut sekali melihat betapa "hartawan" Lay itu tiba-tiba saja menjadi seorang laki-laki yang ganas dan dapat melakukan penyerangan secepat dan sekuat itu padahal tubuhnya bulat dengan perutnya yang gendut.
Sin Hong tentu saja tidak gugup, akan tetapi dia pun agak terkejut karena tidak mengira bahwa Lay-wangwe itu ternyata mampu menyerangnya, bukan hanya dengan cepat sekali, akan tetapi juga dia dapat melihat betapa pukulan-pukulannya mengandung tenaga yang cukup kuat! Kiranya si gendut ini bukan orang sembarangan dan tentu saja kecurigaannya semakin bertambah.
"Hemmm, kiranya engkau seorang tukang pukul!" katanya sambil miringkan tubuhnya dan ketika kedua tangannya melancarkan pukulan bertubi-tubi itu lewat, tangannya sendiri bergerak menotok dan robohlah tubuh yang berperut gendut itu, tidak mampu bangkit lagi karena tubuh itu terasa lemas oleh totokan Sin Hong! Kini muka orang itu nampak ketakutan karena baru dia tahu bahwa dia berhadapan dengan lawan yang luar biasa lihainya, yang dapat merobohkannya dalam satu gebrakan saja! Sulit untuk dipercaya, akan tetapi kenyataannya demikianlah dan dia mulai merasa ngeri dan takut.
"Nah, sekarang ceritakan yang sebenarnya. Siapa yang mengatur pancingan dan jebakan itu, siapa yang telah membunuh ayahku dan Tang-piauwsu" Katakan sebetulnya kalau tidak ingin aku terpaksa menggunakan kekerasan memaksamu!"
Sin Hong sengaja menekankan jari tangannya ke pundak orang gendut itu dan orang itu pun menyeringai kesakitan. Penekanan pada jalan darah di pundaknya itu membuat seluruh tubuh bagian atasnya demikian nyeri seperti ditusuki ribuan jarum dan keringat dingin membasahi muka dan lehernya.
"Aku....aku tidak tahu siapa pembunuhnya....aku hanyalah anak buah saja...." katanya dengan suara terputusputus saking hebatnya rasa nyeri yang dideritanya. Sin Hong melepaskan jarinya.
"Lalu siapa pemimpinmu" Siapa yang mengutusmu" Jawab!"
"....Tiat....Tiat-liong-pang....!" Tiba-tiba dia menjerit dan berkelojotan. Sin Hong terkejut bukan main karena pada saat orang itu tadi mulai membuat pengakuan, ada belasan jarum dan paku beracun menyambar ke arahnya dari depan. Dia cepat mengelak dengan loncatan ke samping dan tangannya mendorong sehingga sisa senjata rahasia itu terpukul angin dorongannya dan runtuh. Akan tetapi ketika dia memandang, dia melihat orang gendut itu sudah berkelojotan dengan muka membiru dan mata melotot. Dia melihat bayangan orang berkelebat lari ke dalam rumah itu. Terlambat untuk menyelamatkan si gendut dan dia pun cepat meloncat dan mengejar ke dalam rumah.
Bayangan yang kelihatan berpakaian hitam itu ternyata memiliki gerakan yang amat cepat. Terdengar jeritan-jeritan wanita ketika Sin Hong berlari cepat memasuki rumah itu. Ternyata wanita-wanita pelacur yang keluar dari kamar masing-masing, terkejut dan ketakutan melihat kejar-kejaran itu, apalagi yang dikejar adalah seorang yang memakai pakaian hitam dan kedok hitam pula!
Dengan penuh semangat Sin Hong melakukan pengejaran karena dia merasa yakin bahwa orang itulah yang menjadi kunci rahasia pembunuhan-pembunuhan itu, setidaknya orang itu tentu yang telah membunuh Tang-piauwsu. Maka dia harus dapat menangkapnya!
Orang itu menerjang pintu belakang dan terus melompat ke dalam kegelapan pagi yang masih remang-remang itu. Tiba-tiba ada orang menyambutnya dengan bentakan nyaring.
"Berhenti!" Bentakan itu dibarengi munculnya Ci Hwa dengan pedang telanjang di tangan. Melihat betapa ada seorang gadis berpedang menghadang di depannya, orang itu tidak berhenti, bahkan menerjang dan menyerang Ci Hwa! Tentu saja Ci Hwa terkejut akan kenekatan orang itu dan ia pun menyambut dengan tusukan pedangnya! Akan tetapi, orang itu menangkis dengan tangan kiri dan tangan kanannya tetap saja mencengkeram ke arah dada Ci Hwa!
"Plakkk!" Pedangnya tertangkis oleh tangan kosong itu begitu saja sampai hampir terlepas dari pegangannya dan dadanya terancam cengkeraman. Terpaksa Ci Hwa melempar tubuh ke belakang dan berjungkir balik, kemudian ia membalikkan tubuhnya. Terlambat! Orang yang ternyata luar biasa lihainya itu sudah menendang lututnya dan Ci Hwa terguling. Orang itu menubruk dengan hantaman tangan kanannya ke arah kepala Ci Hwa yang sudah tidak sempat untuk mengelak atau menangkis lagi!
"Dukkk!" Pukulan hebat dari orang berkedok hitam itu tertangkis oleh tangan Sin Hong yang datang tepat pada saat nyawa Ci Hwa terancam bahaya itu.
Orang itu mengeluarkan seruan kaget, lalu menyerang dengan kedua tangan didorongkan ke arah dada Sin Hong. Pukulan jarak jauh! Ini membuktikan bahwa orang berkedok itu memang lihai bukan main. Sin Hong menyambut dengan dorongan penuh tenaga sin-kang dan orang itu terjengkang! Kembali dia mengeluarkan seruan kaget dan terus meloncat jauh dan menghilang ke dalam kegelapan pagi buta itu. Sin Hong tidak mengejar karena mengkhawatirkan keselamatan Ci Hwa melihat kelihaian orang itu. Siapa tahu masih ada kawanan penjahat di situ yang akan mencelakai Ci Hwa.
"Engkau terluka, Hwa-moi (adik Hwa)" tanyanya sambil memegang pundak gadis itu.
Ci Hwa menggeleng kepala, lalu bangkit berdiri dan kakinya tidak terluka parah, hanya agak terpincang. "Mari kita kejar dia!" kata Sin Hong dan sambil memegang tangan gadis itu, dia pun meloncat dan Ci Hwa merasa seolah-olah tubuhnya diangkat dan dibawa terbang! Sampai beberapa lamanya Sin Hong dan Ci Hwa mencari-cari, namun si kedok hitam itu sudah lenyap.
"Sayang, dia telah pergi....!" kata Sin Hong yang terpaksa menghentikan larinya.
Gadis itu mengangkat muka memandangnya dengan sinar mata penuh kagum, kemudian ia merunduk dan merasa malu sekali untuk bertemu pandang dengan pemuda itu.
"Hong-ko...."
"Ya. Kenapa, Moi-moi, engkau tidak terluka parah, bukan"
Gadis itu menggeleng kepalanya. "Tidak, dan aku terbebas dari maut, berkat pertolonganmu, Hong-ko."
"Aih, sudahlah, hal itu tidak perlu disebut-sebut lagi. Sayang jahanam itu dapat lolos. Dia tentu tahu banyak tentang rahasia pembunuhan-pembunuhan itu."
"Siapakah orang berkedok yang lihai itu, Hong-ko"
"Aku tidak tahu. Aku berhasil bertemu dengan Lay-wangwe yang gendut itu dan ketika aku mulai mengancamnya untuk mengaku, tiba-tiba dia diserang senjata rahasia dan tewas. Penyerangnya adalah orang berkedok itu maka aku mengejarnya."
"Ahhh....!" Tentu saja Ci Hwa terkejut mendengar bahwa orang she Lay itu tewas pula oleh orang berkedok tadi. "Sungguh aku merasa malu dan menyesal sekali, Hong-ko. Aku memandang rendah padamu, mengira engkau tidak sedemikian pandainya sehingga aku ikut membantumu, ternyata bahkan menghalangimu menangkap orang berkedok itu. Kiranya engkau memiliki ilmu kepandaian yang luar biasa tingginya."
"Sudahlah, Hwa-moi, kalau tidak ada engkau yang menghadangnya, tentu aku tidak sempat bentrok dengannya dan dia sudah lebih dahulu menghilang. Mari kita pulang dan melaporkan hal ini kepada ayahmu karena aku memperoleh keterangan yang cukup penting dari Lay-wangwe. Menurut pengakuannya sebelum dia terbunuh dia hanya diperalat oleh Tiat-liong-pang."
"Tiat-liong-pang" Perkumpulan apa itu dan di mana"
"Aku tidak tahu, sebaiknya kalau kita tanyakan hal itu kepada ayahmu, mungkin dia lebih tahu."
Benar saja, ketika Kwee-piauwsu mendengar bahwa si gendut Lay itu diperalat oleh Tiat-liong-pang, dia terkejut bukan main. "Tiat-liong-pang" Perkumpulan besar di bawah pimpinan Siangkoan Lohan! Sungguh aneh sekali! Perkumpulan itu terkenal amat kuat, dan Siangkoan Lohan adalah seorang yang memiliki ilmu kepandaian amat tinggi. Perkumpulannya terkenal kuat pula dan dia memiliki hubungan dekat dengan istana, bahkan kabarnya dihadiahi puteri dari istana yang menjadi isterinya karena dia banyak berjasa terhadap kerajaan. Apa artinya ini" Mengapa perkumpulan besar seperti Tiat-liong-pang ada hubungannya dengan pembunuhan-pembunuhan ayahmu dan Tang-piauwsu, bahkan kini membunuh Lay-wangwe, kaki tangannya sendiri untuk menutup mulutnya" Apa yang dikehendaki perkumpulan macam Tiat-liong-pang di sini" Sungguh aneh dan sukar dipercaya keterangan orang she Lay itu!"
"Bagaimanapun juga, keterangan itu mendatangkan jejak baru dan saya akan melakukan penyelidikan ke sana, paman Kwee. Sayang bahwa orang berkedok itu dapat lolos, karena dia pasti tahu akan semua peristiwa pembunuhan itu, bahkan mungkin sekali dialah yang melakukan pembunuhan terhadap ayah dan paman Tang."
Kwee-piauwsu mengangguk-angguk. "Memang tidak ada jalan lain untuk melakukan penyelidikan setelah orang she Lay itu terbunuh. Akan tetapi berhati-hatilah, Sin Hong, karena Tiat-liong-pang adalah sebuah perkumpulan yang amat kuat dan berpengaruh, juga bukan perkumpulan penjahat."
"Baik, Paman dan terima kasih atas semua nasihat dan bantuan Paman."
Pada hari itu juga, Sin Hong meninggalkan rumah keluarga Kwee, dan setelah pemuda itu pergi, wajah Ci Hwa nampak murung dan sinar matanya suram. Ayahnya melihat hal ini dan diam-diam merasa heran, akan tetapi belum sempat dia bertanya, pada keesokan harinya pagi-pagi sekali dia mendapatkan bahwa puterinya itu telah pergi meninggalkan rumah tanpa pamit! Hanya terdapat surat di atas meja dalam kamarnya yang memberitahukan ayah ibunya bahwa ia pergi untuk membantu menyelidiki pembunuh Tan-piauwsu dan Tang-piauwsu, untuk mencuci nama ayahnya yang tadinya disangka menjadi pembunuh.
Nyonya Kwee menangis dan merasa khawatir sekali, membujuk suaminya agar mencari dan mengajak kembali Ci Hwa. Akan tetapi suaminya menghiburnya. "Ia sudah dewasa dan sudah memiliki bekal kepandaian silat yang cukup kuat untuk menjaga diri sendiri. Biarlah ia mencari pengalaman selagi masih bebas." Demikian dia berkata kepada isterinya, akan tetapi diam-diam dia mengharapkan puterinya itu dapat bertemu dan bekerja sama dengan Sin Hong karena Kwee-piauwsu merasa suka sekali kepada Sin Hong yang mirip ibunya, wanita yang pernah dikasihinya itu, dia mengharapkan untuk menjodohkan puterinya dengan pemuda itu!.
Sementara itu, setelah meninggalkan rumah keluarga Kwee, Sin Hong tidak langsung pergi ke luar kota untuk menyelidiki Tiat-liong-pang, melainkan singgah di bekas rumah orang tuanya. Dia melihat betapa bangunan itu, baik kantor piauwkiok maupun rumah tinggalnya, telah dibikin betul, kelihatan baru dan dicat baru pula. Hampir dia tidak mengenal lagi tempat di mana dia tinggal sejak lahir sampai berusia belasan tahun.
Ciu-piauwsu menyambutnya dengan wajah gembira. "Tan Sin Hong, engkau baru datang" Bagaimana dengan hasil penyelidikanmu" tanyanya langsung setelah pemuda itu dipersilakan.
Karena Ciu-piauwsu merupakan satu-satunya orang dari pihak ayahnya yang mengetahui akan semua urusannya itu Sin Hong lalu menceritakan dengan singkat tentang semua hasil usahanya. Betapa dia gagal menemukan Lay-wangwe di kota raja, betapa kemudian dia menyelidiki keluarga Kwee-piauwsu dan atas bantuan keluarga itu dia berhasil menemukan Lay-wangwe di Ban-goan dan kembali ada pembunuhan, yaitu terhadap diri si gendut itu, oleh seorang berkedok.
"Sayang aku tidak dapat menangkap orang berkedok itu," Dia mengakhiri ceritanya. "Akan tetapi Lay-wangwe telah meninggalkan suatu pengakuan yang dapat merupakan jejak baru dalam penyelidikanku, paman Ciu."
"Ah, benarkah" Apa saja yang diakuinya" Ciu-piauwsu mendesak.
"Menurut pengakuannya sebelum dia tewas oleh senjata rahasia orang berkedok itu, dia hanya diperalat oleh Tiatliong-pang."
"Ohhh....!" Wajah Ciu-piauwsu berubah dan matanya terbelalak, dia nampak terkejut bukan main.
"Kenapa, Paman"
"Celaka, tentu orang gendut botak itu telah membohongimu. Mana mungkin Tiat-liong-pang mencampuri urusan ini" Tiat-liong-pang adalah sebuah perkumpulan besar dan kuat dipimpin oleh Siangkoan Lohan, seorang kakek yang gagah perkasa dan memiliki ilmu kepandaian tinggi. Mana mungkin melakukan kejahatan" Tentu si gendut itu membohongimu!"
"Kurasa tidak, Paman. Betapapun juga, setidaknya kini terdapat jejak baru sehingga aku dapat melanjutkan penyelidikanku."
"Aku lebih condong untuk menyelidiki Ban-goan Piauwkiok. Orang she Kwee itu lebih mencurigakan...."
"Tidak, Paman. Dugaan kita telah keliru. Paman Kwee Tay Seng sama sekali tidak bersalah...."
"Ah, jangan engkau sampai tertipu oleh sikap manisnya!"
"Tidak, Paman. Aku yakin bahwa dia tidak bersalah dan aku akan melakukan penyelidikan terhadap Tiat-liong-pang."
Ciu-piauwsu mengangguk-angguk. "Terserah kepadamu, Sin Hong. Akan tetapi berhati-hatilah. Jangan sampai engkau menuduh pihak yang tidak berdosa dan Tiat-liong-pang merupakan perkumpulan yang kuat sekali, bahkan dekat dengan istana karena ketuanya masih termasuk keluarga kerajaan!"
Pada hari itu, Sin Hong meninggalkan Ban-goan setelah menerima banyak nasihat dari Ciu-piauwsu agar berhati-hati kalau menyelidiki Tiat-liong-pang. Dia melakukan perjalanan cepat menuju ke kota San-cia-kou karena perkumpulan itu terletak di lereng sebuah bukit di luar kota itu.
*** Sebuah di antara puncak-puncak Pegunungan Beng-san disebut Puncak Telaga Warna karena di puncak itu terdapat sebuah telaga kecil yang amat indah. Telaga itu dikelilingi pohon-pohon dan karena airnya jernih dan tenang, maka bayangan terpantul amat jelasnya dan membuat air telaga seolah-olah berwarna-warni.
Puncak ini amatlah indahnya. Hawanya selalu sejuk, bahkan kadang-kadang teramat dinginnya. Karena hawa yang terlalu dingin inilah maka penduduk tinggal di lereng bawah atau kaki puncak. Akan tetapi, di antara pohon-pohon besar dekat telaga itu nampak sebuah bangunan terselip di antara pohon-pohon raksasa. Sebuah bangunan yang kokoh kuat dan sedang saja besarnya. Rumah itu tidak mempunyai tetangga dan nampak sunyi, namun melihat betapa pekarangannya selalu bersih, dan di belakang rumah terdapat taman bunga dan kebun sayur dan pohon-pohon buah, dapat diketahui bahwa rumah ini dihuni orang.
Memang demikianlah, dan penghuni rumah itu bukanlah orang sembarangan, karena orang biasa saja tentu tidak akan tahan tinggal terlalu lama di tempat yang sunyi dan hawanya amat dingin itu. Penghuninya adalah dua orang kakek kembar. Mereka berusia kurang lebih lima puluh delapan tahun, dan mereka amat terkenal di dunia kang-ouw dengan sebutan Beng-san Sian-eng (Sepasang Garuda dari Beng-san). Dua orang kakek ini serupa benar wajah dan bentuk tubuh mereka mirip satu sama lain sehingga sukarlah bagi orang luar untuk membuat perbedaan di antara mereka. Orang-orang kang-ouw jarang ada yang mengetahui bahwa mereka sesungguhnya adalah cucu-cucu dari Pendekar Super Sakti dari Pulau Es. Mereka adalah putera kembar dari kakek Gak Bun Beng yang kini berjuluk Bu Beng Lokai.
Biarpun orang luar sukar untuk mengenal mana yang bernama Gak Jit Kong dan mana yang Gak Goat Kong, namun tentu saja isteri mereka dengan mudah dapat membedakan mereka, isteri mereka berdua hanya seorang, yaitu bekas murid dan angk angkat mereka sendiri yang bernama Souw Hui Lian. Dua orang kembar ini telah jatuh cinta kepada murid mereka sendiri, dan Souw Hui Lian juga mencinta mereka. Maka kedua orang kakek kembar ini pun menikahlah dengan bekas murid mereka walaupun ayah mereka sebenarnya tidak setuju mendengar kedua orang putera kembarnya itu menikah dengan seorang wanita saja.
Peristiwa pernikahan itu membuat hati ayah mereka, Gak Bun Beng, menjadi kecewa dan berduka. Kakek ini sudah berduka karena ditinggal mati isterinya yang bernama Milana, puteri Pendekar Super Sakti dan Puteri Nirahai. Dalam keadaan berduka, lalu menghadapi kekecewaan karena kedua orang puteranya yang dianggap tidak begitu berbakat dalam ilmu silat kini bahkan menikah dengan seorang wanita saja. Maka, pergilah kakek Gak Bun Beng meninggalkan Puncak Telaga Warna dan hidup merana bahkan terlunta-lunta sebagai Bu Beng Lokai, sampai kemudian dia menemukan Suma Lian, cucu keponakannya sendiri yang kemudian menjadi muridnya dan pertemuan ini memulihkan kembali gairah hidupnya.
Semenjak ditinggal pergi ayah mereka, Gak Jit Kong dan Gak Goat Kong hidup di Puncak Telaga Warna, bersama isteri mereka, Souw Hui Lian dan kini mereka telah mempunyai seorang anak laki-laki yang mereka beri nama Gak Ciang Hun dan kini sudah berusia kurang lebih sepuluh tahun. Tentu saja mereka berdua pun merasa berduka bahwa ayah mereka tidak merestui pernikahan mereka bahkan meninggalkan mereka. Mereka sudah berusaha mencari ayah mereka, namun tak pernah berhasil sehingga akhirnya mereka putus asa dan menanti saja di Puncak Telaga Warna dengan penuh keprihatinan kalau mereka teringat kepada ayah mereka yang sudah amat tua itu. Adanya Gak Ciang Hun, putera mereka, merupakan hiburan terbesar bagi mereka dan mengurangi rasa dosa mereka terhadap ayah mereka karena bagaimanapun juga, pernikahan mereka dengan Hui Lian telah menghasilkan seorang putera. Bukankah itu berarti bahwa Tuhan memberkahi mereka dan memberkahi pernikahan itu"
Pada suatu pagi yang amat sejuk dan indah karena matahari pagi mulai mengusir kegelapan dan memandikan puncak Telaga Warna itu dengan cahaya keemasan setelah semalam suntuk puncak itu diselimuti kabut yang menciptakan embun pagi, Gak Ciang Hun telah berada di dalam taman bunga. Anak ini memang suka sekali bangun pagi dan bermainmain seorang diri di dalam taman, sepasang matanya penuh kebahagiaan memandang burung-burung pagi berloncatan dan beterbangan dari dahan ke dahan, sambil berkicau penuh keriangan. Anak ini baru berusia sepuluh tahun dan dia hanya hidup bersama dua orang ayahnya dan seorang ibunya. Memang kadang-kadang ayahnya atau ibunya membawanya menuruni puncak pergi ke dusun-dusun, atau ke pasar dusun untuk membeli segala keperluan rumah tangga mereka dan menjual hasil kebun atau buruan mereka sehingga anak ini beberapa kali sebulan dapat bertemu dengan banyak orang di dusun-dusun. Namun karena setiap harinya hanya bermain-main sendiri saja maka tentu anak ini merasa kesepian dan mencari hiburan dengan bermain-main sendiri di tempat-tempat indah, di mana dia dapat melihat binatang-binatang dan mendengarkan suara mereka.
Pagi hari itu, selain menikmati kicau burung yang ramai menyambut datangnya pagi, dia pun melihat banyak kupu-kupu kuning. Sebetulnya untuk kupu-kupu itulah maka sepagi itu dia sudah duduk di taman. Semenjak beberapa hari ini, sampai kurang lebih sebulan, taman itu akan penuh kupu-kupu kecil kuning. Sedang musimnya. Indah sekali kupu-kupu yang puluhan ribu banyaknya itu, membuat taman itu menjadi lebih cerah, seolah-olah taman itu sedang penuh dengan bunga-bunga kuning yang sedang berkembang. Karena ingin segera menikmati keindahan pagi itu, Ciang Hun hanya sebentar saja berlatih silat di kebun belakang tadi. Di kebun belakang, tak jauh dari taman itu, oleh orang tuanya dibuatkan sebuah petak rumput yang luas dan tempat ini dipergunakan keluarga itu untuk berlatih silat. Memang setiap pagi Ciang Hun harus berlatih silat, akan tetapi pagi ini hanya sebentar saja dia berlatih dan dia segera berlari-lari memasuki taman setelah melihat kupu-kupu kuning mulai beterbangan.
Tiba-tiba ada beberapa ekor burung beterbangan dari atas pohon, meluncur turun dan menyambari kupu-kupu kuning kecil itu. Melihat ini, Ciang Hun menjadi marah. Dia meloncat dan menggunakan kedua tangannya untuk mengusir burung-burung itu sambil mengeluarkan teriakan-teriakan sehingga burung-burung itu terbang ketakutan. Akan tetapi, tak lama kemudian ada saja beberapa ekor yang menyambar turun sehingga Ciang Hun segera mengambil batu-batu kecil untuk menyambiti dan mengusir mereka, melindungi kupu-kupu kuning kecil. Setelah dia mempergunakan batu-batu kecil, barulah burung-burung itu terbang pergi, tentu saja untuk menyambari kupu-kupu yang beterbangan jauh dari taman itu.
Ciang Hun duduk kembali di atas bangku taman dan merasa lega. Kini kupu-kupu kuning itu beterbangan bebas, di antara bunga-bunga, bahkan ada yang terbang tinggi ke atas pohon tanpa diganggu burung-burung itu! Memang sejak kecil anak ini telah digembleng oleh orang tuanya sehingga dalam usia sepuluh tahun, selain menguasai dasar-dasar ilmu silat, juga di dalam batinnya telah bersemi watak yang gagah dan tidak rela melihat yang lemah dijadikan korban keganasan yang kuat. Sudah bersemi watak seorang pendekar, watak membela golongan lemah yang tertindas.
"Indah sekali kupu-kupu itu!" Tiba-tiba terdengar suara halus. Ciang Hun cepat menoleh dan dia melihat seorang wanita muda telah berdiri di situ sambil memandangi kupu-kupu kuning kecil yang beterbangan kian kemari. Anak itu merasa heran sekali dan perhatiannya kini beralih dari kupu-kupu ke arah gadis itu. Seorang gadis yang usianya kurang lebih dua puluh tahun. Sekali pandang saja tahulah Ciang Hun bahwa gadis itu tak pernah dikenalnya dan bukanlah seorang gadis dari dusun di lereng bawah. Bukan gadis dusun! Pakaiannya amat berbeda, juga sikapnya berbeda. Gadis ini mengenakan pakaian yang aneh sekali. Pakaian yang penuh tambal-tambalan! Seperti pakaian pengemis saja. Akan tetapi, kalau pakaian pengemis tambal-tambalan dan kotor sekali, sebaliknya pakaian yang menutupi tubuh gadis ini, tambal-tambalan akan tetapi amat bersih! Juga potongannya tidak seperti pakaian gadis dusun yang kebesaran, melainkan ringkas, dan ketat membungkus tubuh gadis itu sehingga nampak pinggangnya yang ramping kecil, seperti pinggang lebah. Sepatunya yang kecil terbuat dari kulit hitam dan nampak kuat. Rambutnya juga berbeda lipatannya dengan rambut para gadis dusun. Rambut itu hitam lebat dan panjang, kini digelung ke atas secara aneh, ditusuk dengan tusuk konde panjang sederhana, seperti sebatang sumpit merah. Sepasang mata gadis itu seperti mencorong, dan mulutnya tersenyum-senyum ketika ia membalas pandangan Ciang Hun.
"Adik yang baik, engkau benar sekali. Burung-burung itu memang jahat dan perlu diusir! Mereka itu menyambari dan membunuh kupu-kupu yang tidak berdosa!" kata pula gadis itu dan pandang matanya nampak ramah sekali.
Ciang Hun mengerutkan alisnya, lalu menjawab, "Aku mengusir burung-burung itu bukan karena menganggap mereka jahat, melainkan karena tidak tega melihat kupu-kupu itu dimakan. Burung-burung itu pun tidak jahat!"
Gadis itu melebarkan matanya, nampak heran mendengar jawaban itu. "Akan tetapi, bukankah mereka itu memakani kupu-kupu yang tidak berdosa"
"Kita pun suka makan ayam, babi, kelinci dan binatang lain yang tidak berdosa, apakah kita pun jadi jahat" Anak itu membantah. "Agaknya kupu-kupu itu memang menjadi makanan burung, jadi burung-burung itu pun tidak bersalah. Tidakkah begitu"
Kini gadis itu yang nampak heran dan bingung, lalu mengangguk-angguk.
"Wah, agaknya benar juga engkau." Lalu ia tertawa cerah, suara ketawanya nyaring dan merdu sekali. "Adik kecil, engkau sungguh cerdik sekali. Jawabanmu itu membikin aku takluk dan mengaku kalah! Siapa sih engkau ini" Siapa namamu"
"Namaku Ciang Hun."
"Apakah ada hubunganmu dengan Beng-san Siang-eng"
"Mereka itu adalah ayahku! Aku bernama Gak Ciang Hun."
Gadis itu kelihatan girang bukan main. "Aih, pantas engkau cerdik dan pintar sekali! Kiranya adik ini putera Beng-san Siang-eng" Engkau harus menyebut enci (kakak perempuan) padaku!"
Biarpun Ciang Hun jarang bergaul dengan orang asing, namun dia bukan seorang anak pemalu. Ia lalu menghampiri dan agaknya senang melihat gadis yang berwajah manis, kalau tersenyum muncul lesung pipit di kedua pipinya dan pandang matanya ramah sekali.
"Enci, engkau siapakah"
"Namaku Suma Lian dan engkau boleh memanggil aku enci Lian."
Anak itu terbelalak memandang kepada Suma Lian, pandang matanya penuh kekagetan, keheranan dan kekaguman. "Suma...." Enci, shemu sama dengan she dari kakek buyut. Kata ayah, kakek buyutku bernama Suma Han adalah seorang pendekar sakti, penghuni Istana Pulau Es yang tidak ada lawannya di dunia ini!"
Suma Lian tersenyum dan membelai kepala anak itu. "Tidak salah keterangan ayahmu, adik Ciang Hun. Kakek buyutmu bernama Suma Han itu juga kakek buyutku, karena itu kita adalah enci dan adik sendiri."
Gadis bernama Suma Lian itu adalah puteri dari pendekar Suma Ceng Liong dan Kam Bi Eng yang tinggal di dusun Hong-cun, dekat kota Cin-an. Biarpun ayah ibunya merupakan pendekar-pendekar yang sakti, namun gadis ini sejak berusia dua belas tahun, telah menjadi murid Bu Beng Lokai, paman kakeknya sendiri (baca cerita SULING NAGA).
Pada saat itu berkelebat tiga bayangan orang. Gerakan mereka cepat sekali namun Suma Lian dapat melihat mereka. Seorang di antaranya menyambar ke arah Ciang Hun dan dua orang yang lain menerjang dan menyerang Suma Lian! Gadis itu terkejut, tidak menyangka bahwa dirinya akan diserang secara tiba-tiba oleh dua orang itu, maka cepat ia pun mempergunakan gin-kang (ilmu meringankan tubuh), meloncat menjauhi dua orang penyerangnya. Ketika ia turun dan menengok, ternyata Ciang Hun telah dirangkul dan dilindungi seorang wanita cantik, sedangkan dua orang penyerangnya tadi adalah dua orang laki-laki berusia hampir enam puluh tahun yang kembar dan keduanya nampak gagah perkasa! Kini kedua orang kakek kembar itu, yang juga terkejut dan penasaran melihat betapa serangan mereka tadi dengan amat mudahnya dihindarkan lawan yang ternyata hanyalah seorang gadis muda, sudah siap untuk menyerang lagi.
"Tahan dulu, kedua paman Gak Jit Kong dan Gak Goat Kong! Aku bukan orang lain dan tidak berniat buruk!" seru Suma Lian melihat mereka sudah hendak menyerangnya lagi itu karena sekali lihat pun ia dapat menduga bahwa ia tentu berhadapan dengan dua orang putera kembar gurunya, dan tentu wanita itu ibu dari Ciang Hun.
"Ia adalah enci Suma Lian, cucu buyut dari kakek buyut Suma Han!" teriak Ciang Hun kepada ayah ibunya. Mendengar ini, tentu saja sepasang kakek kembar itu terkejut dan juga merasa heran, saling pandang lalu mereka menghadapi dengan pandang mata penuh selidik.
"Nanti dulu!" kata Souw Hui Lian yang tadi bergerak cepat lebih dahulu menyelamatkan dan melindungi puteranya. "Ia harus dapat membuktikannya!" Ia lalu melepaskan Ciang Hun dan sekali meloncat ia sudah berhadapan dengan Suma Lian yang merasa kagum melihat kecepatan gerakan wanita itu. Ia sudah mendengar bahwa wanita itu dahulu adalah murid dari kedua kakek kembar dan ternyata ilmu kepandaiannya sudah lumayan.
"Bibi, apakah engkau tidak percaya kepadaku!" tanyanya sambil tersenyum. "Apakah wajah dan potonganku ini mirip penjahat dan tidak pantas menjadi keturunan keluarga para Pendekar Pulau Es" Suma Lian memang memiliki watak yang jenaka, berani, lucu dan kadang-kadang ugal-ugalan, mewarisi watak ayahnya ketika muda. Ia lalu bergaya memutar-mutar tubuh di depan kakek kembar dan isteri mereka itu.
Hui Lian mengerutkan alisnya. Seorang gadis muda yang pakaiannya aneh, tambal-tambalan, dengan sikap yang demikian ugal-ugalan, bagaimana ia dapat percaya begitu saja"
"Kalau engkau benar she Suma dan keturunan para Pendekar Pulau Es, apa buktinya" bentak Hui Lian.
Suma Lian tersenyum manis dan menjura dengan hormat dan lucu kepada Hui Lian. "Bibi yang baik, namaku benar Suma Lian, ayahku Suma Ceng Liong dan ibuku Kam Bi Eng. Dan bukan itu saja, aku pun menjadi murid dari paman kakek Bu Beng Lokai, ayah mertuamu sendiri."
"Hemmm, gadis muda, jangan engkau bicara sembarangan. Ayah mertuaku tidak bernama Bu Beng Lokai!" kata pula Hui Lian, semakin curiga walaupun nanama ayah ibu gadis itu sempat mengejutkannya.
"Aih, maafkan aku, Bibi. Mungkin kalian tidak mengenal nama Bu Beng Lokai, akan tetapi sebelum mempergunakan nama itu, paman kakekku yang kini menjadi guruku itu bernama Gak Bun Beng...."
"Kong-kong....!" Seru Ciang Hun gembira mendengar nama kakeknya disebut. Walaupun dia belum pernah melihat kakeknya, namun seringkali kedua ayahnya bercerita tentang kakeknya dan dia amat merindukannya.
"Nanti dulu!" kata pula Hui Lian. "Kalau benar engkau murid ayah mertuaku, engkau tentu dapat melayani seranganku ini!" Dan tiba-tiba saja ia lalu menyerang Suma Lian dengan jurus ampuh dari Ilmu Silat Lo-thian Sin-kun (Silat Sakti Pengacau Langit). Suma Lian tentu saja mengenal baik ilmu silat ini dan sambil mengelak dan bergerak dengan ilmu yang sama, ia pun membalas serangan lawan dengan jurus lain dari Lo-thian Sin-kun. Hui Lian masih belum merasa puas. Setelah menangkis, ia pun menyerang lagi dan dua orang wanita itu pun saling serang dengan ilmu yang sama sehingga mereka itu seperti dua orang yang berlatih silat saja. Setelah lewat belasan jurus dan ternyata gerakan Suma Lian dalam ilmu silat itu amat bagusnya, barulah Hui Lian merasa puas dan ia pun meloncat ke belakang.
Suma Lian memandang sambil tersenyum manis. "Lo-thian Sin-kun yang Bibi mainkan sungguh bagus! Apakah Bibi hendak menguji lagi!"
"Cukup engkau memang benar Suma Lian dan maafkan kecurigaan kami karena dalam beberapa hari ini kami terancam bahaya dari seorang musuh yang pandai," kata Hui Lian.
"Ehhhhh" Suma Lian terkejut mendengar ini dan baru sekarang ia melihat betapa wajah dua orang pamannya dan juga bibinya nampak muram dan mata mereka merah seperti orang yang kurang tidur. "Akan tetapi kalau benar demikian, mengapa tadi aku melihat adik Hun bermain sendirian di luar"
"Aih, anak itu belum mengenal bahaya. Mari kita masuk dan bicara di dalam," kata pula Souw Hui Lian sambil menggandeng tangan Suma Lian, kini sikapnya manis sekali.
Suma Lian tersenyum memandang kepada kedua orang pamannya. "Maaf, Paman, aku datang membikin ribut saja. Akan tetapi sikap Bibi memang amat mengagumkan, ia cerdik dan pintar!" Gak Jit Kong dan Gak Goat Kong hanya tersenyum mendengar pujian itu dan mereka pun lalu masuk ke dalam rumah yang cukup luas itu. Seorang pelayan wanita setengah tua segera muncul ketika dipanggil Hui Lian dan diperintahkan untuk menyediakan minuman untuk tamu yang disebutnya Suma-siocia (nona Suma) ketika diperkenalkan kepada pelayannya.
"Aih, Bibi ini!" Suma Lian berseru memotong ucapanitu. "Kenapa harus menyebutku nona segala" Ciang Hun sudah menyebutku enci kepadaku dan sebagai bibiku, tidak sepatutnya Bibi menyebut nona. Namaku Suma Lian tanpa nona."
Hui Lian tersenyum dan kini ia tahu bahwa Suma Lian bukan seorang gadis kasar dan kurang ajar melainkan seorang gadis yang jujur, terbuka, lincah dan tidak suka berpura-pura. "Baiklah, Suma Lian. Sekarang kami ingin sekali tahu, apakah maksud kunjunganmu ini" Kami yakin bahwa tentu kunjunganmu ini mempunyai maksud yang penting sekali."
Suma Lian berpikir sejenak. Ia memang datang membawa keperluan penting,akan tetapi berita yang dibawanya itu bukan berita menyenangkan, melainkan berita tentang gurunya yang sakit tua dan menghendaki kedatangan kedua orang putera kembarnya itu. Sebaiknya kalau ia mengetahui lebih dahulu bahaya apa yang katanya mengancam keluarga paman dan bibinya ini.
"Nanti dulu, Bibi. Sebelum aku menceritakan keperluan kedatanganku, lebih baik kalau Bibi menceritakan kepadaku tentang bahaya apa yang mengancam kalian. Aku bersedia untuk membantu kalian. Ceritakanlah mengapa kalian tadi begitu curiga kepadaku sehingga tiba-tiba saja menyerangku."
Gak Jit Kong kini yang menjawab. "Maafkan kami, Lian-ji (anak Lian). Kami memang sedang panik sehingga tanpa bertanya lagi menyerangmu, karena kami mengira bahwa engkau merupakan komplotan orang jahat yang mengancam hendak menculik anak kami."
"Komplotan jahat menculik adik Ciang Hun."
"Benar, Suma Lian," sambung Gak Goat Kong. "Terjadinya sudah kurang lebih sepekan yang lalu. Mula-mula kami mendengar bahwa di sebuah dusun di kaki gunung terjadi kekacauan ketika ada seorang nenek yang suka menculik anak kecil. Ketika mendengar itu, kami lalu turun tangan dan berhasil mengalahkan nenek itu dan mengusirnya dari dusun yang dikacaunya. Akan tetapi, iblis itu ternyata tidak mau menerimanya begitu saja. Agaknya ia memanggil kawan yang lebih lihai lagi dan sepekan yang lalu mereka datang mengganggu kami."
"Apa yang mereka lakukan" Suma Lian bertanya, penasaran.
Kini Souw Hui Lian yang melanjutkan. "Sepekan yang lalu, pada malam hari, aku mendengar suara gerakan orang di belakang rumah. Ketika aku keluar melalui pintu belakang, ia sudah berada di sana, nenek iblis yang pernah mengacau dusun itu, akan tetapi kini ada seorang temannya, seorang kakek botak. Mereka lihai bukan main."
"Kami keluar mendengar ribut-ribut di belakang," sambung Gak Jit Kong, "dan kami bertiga melawan kakek botak itu. Namun dia sungguh lihai dan kami bertiga terdesak. Tiba-tiba mereka meloncat pergi dan, kakek itu sambil tertawa mengatakan bahwa sepekan kemudian dia akan datang lagi dan mengancam kami agar menyerahkan putera kami dengan baik-baik, kalau tidak seisi rumah akan dibunuhnya!"
Suma Lian mengerutkan alisnya. "Hemmm, sombong sekali iblis itu."
"Karena itu, setiap malam kami tidak dapat tidur dan berjaga-jaga, dan beristirahat pada siang harinya. Tadi kami masih tidur karena semalam berjaga, dan Ciang Hun yang sudah kami larang untuk keluar sendirian nekat keluar ke taman," kata Hui Lian.
"Aku ingin nonton kupu-kupu kuning, Ibu!" bantah Ciang Hun. "Dan pula, kata Ibu iblis itu hanya muncul di waktu malam, bukan"
"Memang benar," kata pula Hui Lian kepada Suma Lian. "Iblis itu mengancam akan datang pada malam hari, karena itulah kami berani tidur di waktu siang."
"Hemmm, dan kapankah malam yang dijanjikannya itu" tanya Suma Lian.
"Malam ini tepat sepekan."
"Harap kedua Paman dan Bibi tidak khawatir. Kalau malam nanti dia berani muncul, biarlah aku yang akan menghadapinya," kata Suma Lian. Biarpun suami itu merasa agak tabah dengan munculnya Suma Lian yang dapat mereka harapkan untuk membantu mereka, namun tentu saja mereka tidak yakin akan kemampuan Suma Lian. Bagaimanapun juga, Suma Lian baru beberapa tahun ini menjadi murid ayah mereka, tentu tingkat kepandaiannya tidak akan lebih tinggi daripada tingkat kedua orang kembar itu. Kalau mereka maju bertiga saja tidak mampu menandingi kakek botak itu, apalagi gadis muda ini" Betapapun juga, mereka mendapatkan tenaga bantuan dan hal ini saja sudah mendatangkan hiburan bagi mereka.
Suma Lian kelihatan tenang-tenang saja hari itu, bahkan bermain-main dengan Ciang Hun, membiarkan tiga orang itu beristirahat karena selama beberapa hari mereka itu kurang tidur selalu.Ketika malam tiba, Beng-san Siang-eng dan isterinya sudah nampak segar dan siap siaga untuk menghadapi ancaman musuh, Souw Hui Lian tak pernah mau melepaskan puteranya.
Menjelang tengah malam, mereka yang berkumpul di ruangan dalam itu mendengar suara ketawa di luar rumah, "Ha-ha-ha, Beng-san Siang-eng, agaknya kalian sudah siap menghadapi kunjungan kami. Apakah anakmu, itu sudah kau persiapkan untuk diberikan kepada kami" Keluarlah, kami tidak ingin bersikap tidak sopan menyerbu ke dalam!"
Mendengar suara ini, Beng-san Siang-eng dan isterinya nampak terkejut dan jelas kelihatan betapa mereka gentar. Hal ini membuat Suma Lian merasa penasaran dan marahsekali. Ia lalu meloncat berdiri dan dengan sikap tenang ia melangkah keluar, diikuti oleh dua orang pamannya, sedangkan Hui Lian tinggal di dalam melindungi puteranya, seperti yang sudah mereka rancangkan. Sebaiknya kalau Ciang Hun disembunyikan di dalam, dilindungi ibunya, agar dia tidak terancam bahaya langsung seperti kalau diajak keluar. Dengan langkah tegap dan sikap tenang sekali Suma Lian melangkah terus menuju ke serambi luar di mana memang sengaja dipasangi empat buah lampu gantung yang cukup terang. Dua orang kembar itu sendiri merasa kagum akan ketabahan hati keponakan mereka walaupun mereka masih merasa khawatir apakah kehadiran gadis itu akan cukup membuat mereka mampu mengusir dan mengalahkan lawan yang amat tangguh. Kalau tingkat kepandaian Suma Lian hanya sedikit lebih tinggi dari tingkat Hui Lian, tak mungkin mereka akan menang. Bahkan andaikata tingkat ilmu kepandaian gadis itu sama dengan tingkat mereka pun, masih amat disangsikan apakah mereka akan mampu mengalahkan kakek botak itu, apalagi kalau si nenek buruk itu membantunya.
Ketika mereka membuka pintu depan dan tiba di luar, ternyata benar seperti yang dikhawatirkan Beng-san Sian-eng, kakek botak pendek dan nenek bongkok buruk itu sudah berada di situ, berdiri dengan sikap memandang rendah. Nenek bongkok bermuka buruk itu memegang tongkatnya yang butut dan kakek yang bertubuh pendek berkepala botak dengan muka seperti seekor ikan itu menyeringai lebar. Dia tidak nampak memegang senjata, akan tetapi melihat pakaiannya seperti seorang tosu dengan gambar patkwa (segi delapan) di dadanya, tahulah Suma Lian bahwa ia berhadapan dengan seorang pendeta dari perkumpulan sesat Pat-kwa-pai. Ketika melihat Bong-san Siang-eng muncul bersama seorang gadis yang muda dan cantik manis, sepasang mata kakek pendek itu bersinar-sinar dan mulutnya menyeringai semakin lebar.
"Bagus, bagus....!" Beng-san Sian-eng, dari mana kalian mendapatkan seekor domba betina yang begini muda, montok dan mulus, ha-ha-ha! Apakah ia hendak kautukarkan dengan anak kalian" Gadis muda ini untuk aku, wah, aku suka sekali!"
"Hok Yang Cu, jangan gila kau! Aku tidak butuh gadis ini dan tidak sudi kalau ditukar dengan bocah laki-laki putera mereka!" tiba-tiba nenek itu membentak, nadanya marah.
Kakek botak itu tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, Beng-san Sian-eng, kalian sudah mendengar sendiri, bukan" Puteramu itu tetap harus kalian berikan kepada kami, dan gadis ini untuk aku, sebagai pengganti kepala kalian! Nah, berikan gadis ini kepadaku dan keluarkan pula bocah laki-laki itu agar jangan membikin Kui-bo (Nenek Iblis) marah-marah!"
Mendengar kata-kata mereka yang amat memandang rendah, apalagi juga amat menghinanya, Suma Lian menjadi merah mukanya dan sepasang matanya yang indah itu mengeluarkan sinar mencorong. Ia melangkah maju menghadapi dua orang kakek dan nenek itu sambil menudingkan telunjuknya.
"Dua orang tua bangka tak tahu diri dan tak mengenal malu! Kalian muncul sebagai iblis-iblis yang curang, tidak memperkenalkan nama. Siapakah kalian dan mengapa kalian mengganggu kedua orang pamanku ini"
Kakek yang sudah menjadi merah matanya melihat Suma Lian yang cantik manis, kini tertawa bergelak sambil mengelus kepala yang botak dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya menggoyang-goyangkan tangan kanan dengan sikap sombong. Ha-ha-ha, anak manis, ketahuilah bahwa pinto (aku) disebut Hok Yang Cu, dan seperti dapat kaulihat pada gambar di dadaku, aku adalah seorang tokoh Pat-kwa-pai yang terkenal! Adapun nenek buruk ini adalah Hek-sim Kui-bo (Nenek Iblis Berhati Hitam), seorang sahabatku. Ia minta bantuanku untuk mengambil putera Beng-san Sian-seng. Akan tetapi engkau muncul, anak manis, heh-heh-heh, setelah melihatmu, mana aku dapat melepaskanmu lagi"
Tuabangka iblis! Kedua orang pamanku tidak pernah merasa bermusuhan dengan kalian, mengapa kalian datang mengganggu mereka" Mengakulah apa sebabnya kalian mengganggu, ataukah kalian hanya dua orang tuabangka pengecut yang tidak berani mengaku" Suma Lian sengaja memanaskan hati mereka untuk mengetahui mengapa mereka itu memusuhi kedua orang pamannya.
"Bocah sombong!" bentak nenek itu yang jelas memperlihatkan sikap membenci wanita muda. "Beng-san Siang-eng adalah cucu Pendekar Super Sakti dari Pulau Es! Kenyataan ini saja sudah cukup bagi kami untuk memusuhi mereka!"


Kisah Si Bangau Putih Bu Kek Sian Su 14 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kini mengertilah Suma Lian, juga Beng-san Siang-eng mengapa nenek dan kakek itu memusuhi mereka. Kiranya mereka itu, golongan sesat, selalu tak pernah melupakan keluarga Pendekar Pulau Es dan selalu memusuhi keluarga itu setiap kali ada kesempatan. Hal ini membuat Suma Lian menjadi semakin marah. Akan tetapi gadis yang pemberani ini tidak memperlihatkau kemarahannya, sebaliknya ia marah tertawa. Suara ketawanya nyaring dan bebas, tidak ditahan-tahan atau ditutupi mulutnya sehingga nampak rongga mulutnya yang kemerahan dan kilatan giginya yang putih.
"Heh-he-hi-hi-hik! Hek-sim Kui-bu dan Hok Yang Cu, dua orang kakek dan nenek tuabangka yang mau mampus, orang-orang macam kalian ini berani memusuhi keluarga para Pendekar Pulau Es" Dengar baik-baik, aku bernama Suma Lian" She Suma, ingat! Aku adalah cucu buyut dalam dari kakek buyut Suma Han. Hayo cepat kalian berlutut minta ampun, kemudian minggat dari sini jangan memperlihatkan ekor kalian lagi sebelum aku mewakili keluarga para Pendekar Pulau Es untuk menghajarmu!"
Mendengar ucapan yang amat merendahkan itu, si nenek sudah menjadi marah dan mencak-mencak, akan tetapi kakek itu malah menjadi girang sekali dan dia tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, sungguh baik sekali nasibku! Jadi engkau she Suma, keturunan langsung Pendekar Pulau Es" Ha-ha-ha-ha, sudah lama sekali aku ingin mendapatkan seorang wanita she Suma, dan baru sekarang agaknya akan berhasil, ha-ha-ha!" Dan tiba-tiba saja dia sudah menubruk ke arah Suma Lian, tangan kirinya mencengkeram ke arah muka gadis itu, akan tetapi dengan kecepatan kilat tangan kanannya menyusul dengan cengkeraman ke arah dada kiri Suma Lian. Serangan ini tidak sopan, akan tetapi juga amat berbahaya karena gerakannya cepat sekali dan dari kedua telapak tangan yang mencengkeram itu menyambar hawa pukulan yang cukup dahsyat!
Melihat betapa kakek yang lihai itu menyerang Suma Lian, Beng-san Siang-eng tentu saja menjadi khawatir sekali, akan tetapi mereka belum merasa perlu turun tangan karena di situ juga masih ada nenek yang mereka tahu amat lihai pula itu.
Suma Lian adalah murid terakhir dari Bu Beng Lokai di samping Pouw Li Sian yang menjadi sumoinya. Selama delapan tahun, Suma Lian dan Pouw Li Sian menerima gemblengan yang amat tekun dari Bu Beng Lokai, dan kini boleh dibilang semua inti ilmu kepandaian kakek itu telah diwariskan, tentu saja dipilih yang ampuh-ampuh saja. Sebelum menjadi murid Bu Beng Lokai, sebagai puteri ayah ibu pendekar sakti, tentu saja sejak kecil Suma Lian telah menerima gemblengan orang tuanya, maka tentu saja ia kini telah memiliki ilmu silat yang hebat. Menghadapi serangan kakek pendek botak, ia tidak menjadi gentar atau gugup, hanya gemas karena kakek itu ternyata seorang yang benar-benar tidak sopan, begitu menyerang hendak mencengkeram buah dadanya! Dengan gerakan amat lincah ia pun melangkah mundur mengelak sehingga kedua tangan kakek itu yang tadi mencengkeram dada dan kepala, tidak dapat menjangkaunya dan sebagai sambutan, kakinya melayang tinggi dari samping mengarah muka lawan!
Kaget juga kakek pendek itu ketika tiba-tiba gadis itu selain dapat menghindarkan cengkeramannya, juga membalas dengan tendangan yang demikian kuat dan cepatnya. Namun, dia tidak mengelak, melainkan memutar lengan kanannya ke kanan untuk menangkap kaki kiri gadis itu yang menyambar ke arah mukanya dari samping. Suma Lian cepat menarik kembali kakinya, maklum bahwa lawannya amat lihai sehingga dari keadaan terserang dapat mengubah kedudukan penyerang! Dan kakek itu pun tertawa bergelak melihat gadis itu menarik kembali kakinya.
"Ha-ha-ha, kakimu kecil dan indah, harum pula!" Dia memuji dengan nada mengejek. Tentu saja Suma Lian menjadi marah, akan tetapi gadis ini memang pandai sekali menyembunyikan perasaannya, bahkan ia pun tersenyum mengejek.
"Hemmm, tuabangka buruk dan busuk. Mukamu demikian jelek dan kotor sehingga untuk menjadi penjilat kaki pun belum cukup berharga!" Begitu melihat kakek itu terbelalak dan menjadi merah mukanya karena marah mendengar penghinaan itu, Suma Lian sudah menerjang dengan pukulan tangan kiri ke arah ubun-ubun kepala kakek pendek itu sedangkan tangan kanannya menampar ke arah dada. Gerakannya cepat dan kuat. Pukulan ke arah ubun-ubun itu dilakukan dengan kelima jari dibentuk paruh meruncing, seperti paruh seekor burung garuda mematuk ubun-ubun yang botak itu. Jangan dipandang ringan tangan yang berjari mungil ini karena saat itu dipenuhi tenaga Swat-im Sin-kang, yang membuat hawa yang menyambar dari tangan itu terasa dingin sekali dan kalau sampai ubun-ubun kepala itu terkena hantaman ini, tentu akan berlubang atau setidaknya tentu isinya akan terguncang hebat dan orangnya tewas. Juga tamparan ke arah dada itu bukan main-main, mengandung tenaga dahsyat sehingga sekiranya mengenai sasaran, tulang-tulang iga akan patah-patah dan jantung di dalam dada dapat copot karena guncangannya!
"Hyaaahhhhh...." Kakek itu kini terkejut dan sambil mengeluarkan seruan ini, dia melempar tubuh ke belakang dan berjungkir balik. Akan tetapi, gerakan Suma Lian luar biasa cepatnya, disusulnya tubuh yang berjungkir balik itu dan kini tangan kanannya menghantam pula dari atas.
Kakek itu yang baru saja berjungkir balik, tidak sempat pula untuk mengelak dan terpaksa dia pun mengangkat lengan kiri menangkis.
"Dukkk....!" Dua lengan bertemu dan akibatnya, tubuh kakek itu bergulingan sambil menggigil kedinginan!
"Swat-im Sin-jiu....!" serunya kaget.
"Hemmm, baru engkau mengenal kesaktian keluarga Pulau Es, ya" Nah, terimalah ini!" bentak Suma Lian dan dengan cepatnya ia pun menerjang terus, sekali ini tubuhnya merendah sampai hampir menelungkup dan tiba-tiba saja tubuh itu mencelat ke atas, kedua tangan mendorong dan sekali ini ia mempergunakan tenaga sakti yang diwarisi dari gurunya, yaitu Tenaga Inti Bumi! Serangan yang dilakukan dengan lebih dahulu menjatuhkan diri ke atas tanah ini sama sekali tidak terduga oleh lawan sehingga kakek itu terkejut dan tidak sempat mengelak. Dia harus menangkis lagi dan kini, maklum akan kelihaian gadis itu, dia menangkis dengan kedua tangan didorongkan sambil mengerahkan seluruh tenaga sinkangnya.
"Desss....!" Hebat sekali pertemuan tenaga itu dan akibatnya, tubuh yang pendek itu terjengkang dan kembali bergulingan. Namun, Hok Yang Cu sudah meloncat bangun dengan cepat, mukanya agak pucat dan di tepi mulutnya nampak darah. Ternyata pertemuan tenaga sinkang melalui dua telapak tangan tadi telah mengguncangkan tubuhnya dan membuat dia terluka di sebelah dalam tubuh sehingga muntahkan darah segar. Kemarahan dan penasaran membuat kakek itu lupa diri dan dia sudah meloloskan sabuknya, sabuk kulit yang ujungnya dipasangi pisau beracun.
Dua orang kakek Gak tadinya merasa kaget, kagum dan gembira bukan main melihat betapa keponakan mereka itu mampu menandingi, bahkan membuat kakek pendek botak itu dua kali roboh bergulingan! Akan tetapi kini mereka merasa khawatir lagi melihat betapa Hok Yang Cu, melolos senjata sabuk yang mengerikan itu karena mereka dapat melihat betapa kedua batang pisau yang ujungnya menghitam itu tentulah mengandung racun. Juga mereka melihat betapa nenek Hek-sim Kui-bo kini juga memutar tongkatnya, maka mereka pun cepat saling memberi tanda dan keduanya sudah mencabut pedang dan meloncat ke depan, menghadang nenek buruk itu.
"Lian-ji, apakah engkau memerlukan pedang" teriak Gak Jit Kong kepada keponakannya. Akan tetapi Suma Lian tersenyum dan menggeleng kepalanya.
"Paman, menghadapi tua bangka yang sudah mau mampus ini perlu apa menggunakan pedang" Sebaiknya kedua Paman mundur dan nonton saja, biarlah aku akan menghajar anjing tua betina dan jantan ini sampai mereka lari terbirit-birit menyembunyikan ekor di selangkangnya!"
"Bocah sombong lihat senjataku!" bentak Hok Yang Cu yang kembali menyerang penuh semangat walaupun tadinya dia sudah merasa gentar. Kini dia marah sekali dan masih belum mau melihat kenyataan, belum mau percaya bahwa dia kalah oleh gadis muda! Juga nenek Hek-sim Kui-bo menerjang ke depan dengan tongkat hitamnya, akan tetapi dua orang kakek kembar sudah menyambutnya dengan pedang mereka. Terjadilah perkelahian mati-matian antara nenek buruk itu melawan dua orang kakek kembar yang memainkan pedang mereka dengan cepat dan saling membantu.
Serangan sabuk berujung pisau beracun itu amat berbahaya, namun dengan tenang Suma Lian menggerakkan kakinya dan ia sudah mempergunakan langkah-langkah ajaib dari Ilmu Sam-po Cin-keng yang luar biasa. Jangankan baru diserang oleh seorang yang bersenjata sabuk berpisau, bahkan dengan ilmu langkah ajaib ini, yang sudah dikuasainya dengan baik, Suma Lian akan berani memasuki barisan senjata dengan tangan kosong, mempergunakan kelincahannya dan keampuhan ilmu langkah-langkah ajaib itu! Dengan mudah ia menghindarkan diri dari serangan bertubi-tubi yang dilakukan oleh kakek pendek botak, bahkan dapat membalas dengan tamparan atau tendangan yang membuat kakek itu kadang-kadang terdesak hebat.
Pengeroyokan kedua orang kakek kembar Gak terhadap nenek itu membuat Hek-sim Kui-bo repot juga. Biarpun tingkat kepandaiannya lebih tinggi tingkatnya dibandingkan masing-masing pendekar Gak itu, namun ketika mereka maju berbareng sebagai Beng-san Sian-eng, nenek itu kewalahan. Dua orang kakek kembar ini selain memiliki dasar ilmu silat yang tinggi dan ampuh, juga kalau maju berdua seperti satu orang berbadan dua saja. Mereka dapat bergerak otomatis saling bantu sehingga seperti seorang lawan yang berkepala dua dan bertangan kaki empat! Harus diakui bahwa biarpun mereka lebih dahulu mempelajari ilmu silat dibandingkan Suma Lian, namun pada waktu itu, tingkat kepandaian Suma Lian jauh melampaui kedua orang pamannya. Hal ini adalah karena memang bakat gadis itu jauh lebih besar, juga karena kedua orang saudara kembar ini belum menguasai inti dari ilmu-ilmu silat tinggi ayah mereka. Walaupun demikian, karena maju berdua, cukup merupakan lawan yang amat lihai dan kuat. Dengan Ilmu Pedang Pengacau Langit (Lo-thian Kiam-sut) mereka berdua dapat membendung gelombang serangan tongkat Hek-sim Kui-bo, bahkan kini dengan pedang mereka, Beng-san Siang-eng mulai mendesak nenek yang menjadi repot dan harus main mundur, gelisah sekali melihat betapa teman yang diandalkannya, si pendeta pendek itu, juga terdesak hebat oleh gadis yang amat lihai itu!
Perkelahian antara Suma Lian dan Hok Yang Cu memang berat sebelah. Tingkat kepandaian gadis itu memang jauh lebih tinggi dan wataknya yang nakal dan jenaka membuat Suma Lian sengaja mempermainkan lawan. Kalau ia menghendaki, tentu saja sejak tadi ia sudah mampu merobohkan lawan, bahkan kalau perlu membunuhnya, akan tetapi dasar gadis yang memiliki watak aneh dan kadang-kadang suka ugal-ugalan, maka ia pun lebih senang mempermainkannya!
Tiba-tiba terdengar suara kanak-kanak berseru, "Enci Lian, hajar setan pendek itu, Enci!"
Suma Lian menengok dan ternyata Souw Hui Lian menggandeng tangan Gak Ciang Hun telah muncul di ambang pintu depan. Wanita itu tentu saja merasa khawatir mendengar suara perkelahian di luar dan sampai lama tidak ada tanda kemenangan di pihak suaminya, maka sambil menuntun tangan puteranya ia pun keluar untuk menonton. Ketika ia melihat betapa suaminya mengeroyok nenek buruk itu, sedangkan keponakan wanita itu dengan tangkasnya dapat menandingi kakek bersabuk itu dengan tangan kosong saja, hati Hui Lian menjadi kagum dan girang bukan main. Jelas bahwa di situ tidak ada musuh lain kecuali dua orang itu. Maka ia pun cepat mencabut pedangnya dan meninggalkan puteranya di ambang pintu dan ia sendiri cepat meloncat dan membantu suami-suaminya untuk mengeroyok Hek-sim Kui-bo! Dan melihat betapa Suma Lian menandingi kakek pendek sambil berloncat cepat dan aneh dan gadis itu tersenyum-senyum mengejek, Ciang Hun menjadi gembira dan berseru kepada gadis itu untuk menghajar lawannya.
Ketika Suma Lian menengok, kesempatan ini dipergunakan oleh Hok Yang Cu untuk menyerangnya dengan hebat. Sabuknya bergerak dan sebatang pisau beracun meluncur ke arah tenggorokan gadis itu. Cepat bukan main serangan ini dan tahu-tahu pisau itu telah terbang menyambar ke arah tenggorokan Suma Lian yang berkulit halus mulus dan putih bersih! Namun, Suma Lian tahu akan hal ini. Ia teringat akan seruan Ciang Hun, maka kini tangannya menangkis, dan jari-jari tangannya yang kecil mungil itu menyentik ke arah pisau.
"Tringggg....!" Pisau itu terpental, membalik dan terdengar kakek ini berteriak kesakitan ketika pisau yang membalik itu tahu-tahu telah melukai pundaknya! Sebuah tendangan membuat tubuhnya yang tersentak kaget ini terlempar dan jatuh terbanting lalu bergulingan.
"Kui-bolari....!" teriaknya dan tanpa menanti jawaban temannya lagi, dia pun terus menggelinding ke pekarangan depan dan meloncat bangun lalu melarikan diri menghilang ke dalam kegelapan malam.
Sementara itu, Hek-sim Kui-bo yang memang sudah terdesak oleh kedua orang kakek kembar itu, menjadi semakin repot ketika Hui Lian maju membantu kedua orang suaminya. Tingkat kepandaian Hui Lian tidak banyak selisihnya dengan tingkat suaminya. Apalagi ketika ia melihat betapa temannya semakin terdesak. Pada saat Hok Yang Cu terkena pisau beracunnya sendiri, hanya beberapa detik kemudian, pedang Gak Jit Kong juga sudah melukai pangkal lengan kanannya, dan tendangan Hui Lian juga mengenai pahanya, maka ia pun terhuyung ke belakang dan mendengar seruan temannya, ia pun terus meloncat ke pekarangan dan menghilang di dalam kegelapan malam.
"Kejar mereka....!" Hui Lian berseru, siap untuk mengejar. Akan tetapi sebuah tangan yang halus menyentuh tangannya.
"Sebaliknya tidak usah, Bibi. Musuh yang sudah melarikan diri tidak perlu dikejar, apalagi dalam gelap begini. Mereka adalah orang-orang yang curang dan berbahaya. Pula, menurut kata ayah, keluarga Pulau Es tidak pernah memusuhi orang-orang golongan hitam, hanya menentang perbuatan mereka yang jahat. Kalau mereka tidak menyerang, tidak perlu dilayani."
"Ia benar. Mari kita masuk saja," kata Gak Jit Kong dan mereka lalu memasuki rumah dan menutup daun pintu depan dengan rapat.
"Wah, enci Lian sungguh hebat! Kakek pendek yang lihai itu dijadikan bola olehnya!" kata Ciang Hun gembira.
"Itulah hasilnya kalau belajar dengan baik dan tekun," kata Hui Lian kepada puteranya. "Engkau harus meniru encimu, Suma Lian, kami berterima kasih sekali karena kalau tidak ada engkau, entah bagaimana jadinya dengan kami berempat."
"Ah, Bibi, kita adalah orang sekeluarga sendiri, tidak perlu bersikap sungkan. Pula, kurasa dua orang penjahat tadi tidak akan mudah saja mengalahkan Bibi dan Paman berdua."
"Sudahlah, Lian-ji, tidak perlu memuji kami. Yang jelas, kami berdua sudah ketinggalan jauh dalam ilmu silat dibandingkan denganmu dan biarlah kami akan berlatih dengan tekun. Akan tetapi, setelah urusan yang mengganggu kami ini dapat dihindarkan, sekarang engkau harus menceritakan keperluanmu datang berkunjung ini."
Suma Lian menarik napas panjang. Memang selalu ditahannya berita yang tidak menyenangkan itu karena keluarga ini sedang menghadapi ancaman bahaya. Setelah kini bahaya itu lewat, tentu saja ia harus menceritakannya.
"Aku datang berkunjung karena diutus oleh kong-kong, Paman, Beliauminta agar Paman berdua dan sekeluarga suka datang menengok beliau karena pada waktu ini kong-kong sedang menderita sakit...."
"Ayah sakit...." Dua orang kakek kembar itu berseru hampir berbareng.
"Lian-ji, kenapa tidak dari kemarin engkau memberi tahu kami" Gak Jit Kong menegur dengan muka sedih.
"Ayah sakit apakah, Suma Lian" sambung Gak Goat Kong.
"Aku memang menahan berita ini ketika melihat keluarga Paman terancam bahaya agar jangan menambahi gelisah. Sebetulnya, penyakit kong-kong adalah penyakit biasa, yaitu kelemahan seorang yang usianya sudah terlalu tua, demikian menurut keterangan kong-kong sendiri. Karena itu, diharap agar Paman sekalian suka berkunjung ke sana sekarang juga."
"Ah, ayah...." Kedua orang kembar itu merasa gelisah dan berduka, mengingat betapa selama ini mereka gagal mencari ayah mereka, sampai kurang lebih sepuluh tahun semenjak ayah mereka meninggalkan Puncak Telaga Warna, mereka tidak pernah lagi mendengar tentang ayah mereka, apalagi melihatnya.
"Di mana dia" tanya Gak Jit Kong. "Jauhkah dari sini"
"Tidak jauh, hanya di lereng Cin-ling-san, nampak dari sini pegunungan itu kalau siang hari, Paman."
Dua orang kembar itu terkejut dan girang. Ternyata ayah mereka berada di gunung sebelah! Malam itu mereka tidak tidur lagi dan mereka berdua bertanya tentang ayah mereka dan mereka berdua terharu bukan main mendengar betapa ayah mereka kini berjuluk Bu Beng Lokai (Pengemis Tua Tanpa Nama) dan bahkan ketika untuk pertama kalinya bertemu dengan Suma Lian, kakek itu seperti seorang jembel tua yang kotor dan tidak waras!
"Aih, akulah yang berdosa terhadap ayah mertuaku...." Tiba-tiba Hui Lian menangis ketika melihat betapa dua orang suaminya berlinangan air mata. "Akulah yang membuat kalian berdua menjadi anak-anak yang tidak berbakti, membuat hati ayah kalian menjadi merana dan kecewa...." Hui Lian menangis sesenggukan, tak dapat ditahan lagi kesedihannya dan ia pun merangkul puteranya. Ciang Hun ikut menangis ketika melihat betapa ibunya menangis sedih.
Melihat sikap isteri mereka itu, Beng-san Siang-eng menjadi terharu dan wajah mereka diliputi kedukaan, "Hui Lian, kamilah yang bersalah terhadap ayah!" kata Gak Jit Kong.
"Engkau tidak bersalah, dan biarlah kami yang akan mohon ampun kepada ayah." sambung Gak Goat Kong.
Suma Lian adalah seorang gadis yang memiliki perasaan yang peka, mudah tersentuh sehingga ia mudah riang gembira dan jenaka, akan tetapi mudah pula terharu. Melihat Hui Lian menangis, diikuti puteranya, dan melihat pula sikap dua orang kakek kembar itu yang gagah perkasa dan masing-masing mengakui kesalahan dengan isteri mereka, ia pun merasa terharu sekali sampai kedua matanya menjadi basah. Ia dapat merasakan cinta kasih yang besar antara dua orang kembar itu dengan isteri mereka. Keadaan mereka itu memang amat ganjil bagi Suma Lian dan ia tidak dapat menyelaminya, namun ia dapat merasakan kasih sayang yang amat mendalam di dalam keluarga orang kembar ini.
"Paman dan Bibi, harap jangan berduka. Ketahuilah bahwa kong-kong sering membicarakan tentang Paman dan Bibi dengan sikap yang amat mencinta dan rindu, dari kata-katanya aku dapat memastikan bahwa beliau sama sekali tidak marah kepada kalian, apalagi membenci."
Mendengar ini, dua orang saudara kembar itu memandang kepada Suma Lian dengan sinar mata penuh harapan. "Suma Lian, benarkah kata-katamu itu ataukah hanya hiburan belaka untuk kami" tanya Gak Goat Kong.
"Paman, mana aku berani membohong"
"Sudahlah, mari kita semua berangkat. Andaikata ayah marah-marah kepada kita sekalipun, hal itu sudah sepatutnya dan kita hanya tinggal minta maaf kepadanya. Yang penting, kita dapat bertemu dan menghadap ayah. Aih, Lian-ji, betapa kami selama bertahun-tahun ini bersusah payah mencari ayah namun selalu gagal," kata Gak Jit Kong.
Konflik atau pertentangan yang terjadi antara kita dengan orang lain, sama sekali tidak dapat diatasi dengan prasangka, dengan sikap ingin benar sendiri dan ingin menang sendiri. Konflik akan makin memuncak kalau kita saling menilai keadaan orang lain itu, karena penilaian selalu dipengaruhi keadaan hati seseorang, didasari rasa suka dan tidak suka yang timbul dari si aku yang merasa diuntungkan atau dirugikan. Kalau kita sedang bertentangan dengan seseorang, biasanya kita selalu menilai orang itu, segala sikap dan perbuatannya terhadap kita yang tentu saja menimbulkan nilai buruk karena orang itu kita anggap merugikan dan penilaian ini akan menambah tebalnya kebencian dan permusuhan. Akan tetapi, cobalah kita mulai mengarahkan pengamatan kepada diri kita sendiri, sikap dan perbuatan kita sendiri tanpa penilaian, melainkan pengamatan yang waspada, tanpa memihak, menyalahkan atau membenarkan diri sendiri. Maka, akan nampak jelas bahwa segala sebab yang mengakibatkan pertentangan, sebagian besar terletak dalam diri kita sendiri masing-masing. Dan pengamatan terhadap diri ini akan dapat mendatangkan perubahan, dan ini menghapus pertentangan, karena konflik ke luar hanyalah pencerminan dari konflik yang terjadi dalam diri sendiri. Pengamatan kita terhadap diri sendiri, setiap saat, akan mengubah semua ulah kita terhadap orang lain, tidak mudah mata kita dibutakan oleh nafsu belaka, tidak mudah kita menjadi "mata gelap" seperti dikatakan orang-orang bijaksana di jaman dahulu bahwa musuh yang paling kuat, paling berbahaya, paling licik, adalah diri sendiri, pikiran sendiri! Setan pembujuk dan penipu bukan berada di luar diri kita sendiri! Karena itu, pengamatan yang waspada terhadap diri sendiri akan melumpuhkan setan ini!
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali berangkatlah keluarga Beng-san Siang-eng yang terdiri dari dua orang suami, satu isteri dan satu anak itu, mengikuti Suma Lian, menuju ke Pegunungan Cin-ling-san yang luas dan mempunyai banyak bukit-bukit. Di satu di antara lereng bukit inilah kini tinggal Bu Beng Lokai.
*** Bukit itu mempunyai sumber air dan tanahnya amat subur, penuh dengan pohon-pohon besar. Di tengah sebuah di antara hutan-hutan yang memenuhi bukit yang merupakan anak bukit Pegunungan Cin-ling-san ini terdapat sebuah pondok. Tidak besar, hanya terbuat dari kayu-kayu pohon besar, dan mempunyai dua buah kamar saja. Namun pondok itu terawat bersih, dan di depannya bahkan terdapat sebuah taman bunga yang indah. Inilah tempat tinggal Bu Beng Lokai bersama dua orang muridnya, yaitu Suma Lian dan Pouw Li Sian. Muridnya yang bernama Suma Lian telah kita kenal, dan Suma Lian masih terhitung cucu keponakannya sendiri, atau lebih tepat, cucu keponakan mendiang isterinya. Adapun muridnya yang ke dua, juga seorang gadis yang bernama Pouw Li Sian, usianya sebaya dengan Suma Lian, hanya lebih muda beberapa bulan saja. Seperti Suma Lian, Pouw Li Sian ini juga tekun belajar silat dan kini telah memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Ia juga cantik manis, dengan tahi lalat kecil di dagunya yang meruncing, menambah manis. Akan tetapi, wataknya sungguh jauh berbeda dengan Suma Lian. Kalau Suma Lian seorang gadis lincah, jenaka gembira yang kadang-kadang ugal-ugalan, dengan pakaian yang nyentrik dan seenaknya, sebaliknya Pouw Li Sian adalah seorang gadis yang cantik dan halus gerak-geriknya, sopan santun tutur katanya, dan biarpun pakaiannya juga sederhana dan tambal-tambalan seperti pakaian gurunya dan pakaian Suma Lian, namun potongan pakaian itu rapi dan sopan.
Di dalam kisah SULING NAGAsudah diceritakan betapa Pouw Li Sian ini adalah seorang keturunan bangsawan tinggi. Mendiang ayahnya adalah seorang menteri, seorang bangsawan tinggi yang berjiwa satria. Ketik
Pendekar Pemetik Harpa 30 Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Pendekar Pemetik Harpa 8
^