Pendekar Bayangan Setan 12

Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 12


g!" kembali Tan Kia-beng berseru dengan kagetnya.
Pada saat ini dalam hatinya benar-benar sudah yakin kalau Bok Thian-hong adalah anak murid dari Teh-leng-bun.
Sewaktu dia bermaksud untuk menampilkan diri itulah mendadak.... dari atas wuwungan rumah terdengar suara tertawa terbahak-bahak yang amat seram berkumandang datang.
Disusul dengan berkelebatnya tiga sosok bayangan manusia melayang turun ke atas permukaan tanah, kiranya mereka bukan lain adalah Hong Jen Sam Yu.
Si pengemis aneh dengan cepat maju setindak kehadapan Thay Gak Cungcu Bok Thian-hong lantas tertawa terbahak-bahak dengan seramnya.
"Haa, haa, aku si pengemis tua sudah menduga kalau ini malam kau akan mendatangi kuil Ya Hu Sie ini lagi untuk melakukan kejahatan hee.... heee.... tidak kusangka kedatanganku masih terlambat setindak, di atas jalan menuju ke akhirat sudah kebanyakan beberapa setan, kesepian lagi.
Dengan perlahan Bok Thian-hong putar tubuhnya dan memandang ke arah Hong Jien Sam Yu dengan pandangan sinis.
"Aku rasa setan kesepian yang bakal memenuhi jalan menuju keakhirat bukan mereka melainkan Hong Jien Sam Yu"
serunya ketus Sembari berbicara selintas napsu membunuh terbayang di atas wajahnya.
Tan Kia-beng yang menonton dari samping diam-diam sudah menemukan kalau secara diam-diam Bok Thian-hong sudah kerahkan tenaga lweekang "Sian Im Kong Sah Mo Kan"
sampai sembilan bagian hatinya jadi terjotos ia bermaksud untuk menyampaikan diri tetapi karena takut membuat Hong Jien Sam Yu kehilangan muka akhirnya dia batalkan juga niatnya.
Dan si hweesio berangasan yang paling tidak sabaran waktu itu benar-benar amat marah sekali menanti perkataan dari Bok Thian-hong selesai diucapkan dia sudah membentak keras sedang tubuhnya menerjang ke depan melancarkan serangan dahsyat.
Selama ini hweesio itu sudah amat benci sekali dengan tindakan Bok Thian-hong yang licik, karenanya begitu turun
tangan dia sudah kerahkan seluruh tenaga dalam yang dimilikinya.
Angin pukulan menderu deru laksana menggulungnya
ombak di tengah samudra, dengan diselingi suara ledakan halilintar yang dahsyatnya menggulung ke arah Thay Gak Cungcu.
Dengan wajah yang amat tenang Bok Thian-hong berdiri tak bergerak ditempatnya semula menanti serangan tersebut hampir mendekati tubuhnya ia baru membentak keras
"Hujien! baik-baiklah kau menjaga kedua orang bajingan itu, biarlah aku minta sedikit pelajaran dari Hong Jien Sam Yu yang memiliki sedikit nama kosong di dalam dunia kangouw ini, aku mau lihat apakah mereka benar-benar mempunyai kepandaian yang luar biasa untuk dipamerkan dihadapanku".
Selesai berkata tubuhnya segera melayang ke depan menghindarkan diri dari serangan hweesio berangasan itu dan telapaknya berputar mendadak dia menerjang ke arah si pengemis aneh dan sebentar kemudian tubuhnya sudah berada di depan tubuh si toosu dengkil sambil menyentilkan jarinya melancarkan dua serangan gencar.
Sejak menghindarkan diri dari serangan hweesio
berangasan sehingga melancarkan serangan ke arah pengemis aneh serta toosu dengkil seluruh gerakannya ini dilakukan dengan sangat cepat sekali bahkan hampir hampir boleh dikata hanya dilakukan dalam sekejap saja.
Hal ini seketika itu juga membuat si pengemis aneh jadi terperanjat sekali.
Maksud Bok Thian-hong untuk melancarkan serangan
seorang diri melawan Hong Jien Sam Yu justru ingin supaya mereka kehilangan muka tetapi Hong Jien Sam Yu pun bukan
manusia sembarangan, sudah tentu mereka tidak akan termakan oleh pancingan ini
Maka terdengarlah si pengemis aneh itu tertawa terbahak-bahak dengan amat kerasnya.
"Haa, haaa kalian berdua jagalah disamping kalangan, biar aku si pengemis tua menerima beberapa serangannya.
Tidak menanti Bok Thian-hong melancarkan serangan untuk kedua kalinya dia sudah menerjang ke depan menyambut datangnya serangan tersebut, sepasang tangannya yang hitam dan kotor serta lima tendangan yang gencar.
Hanya di dalam sekejap saja angin pukulan kembali menderu deru menerjang kesana kemari laksana tiupan anign taupan menjelang hujan badai, keadaan waktu ini sudah amat mengerikan
Bok Thian-hong pun dengan cepat memainkan telapak tangannya kesana kemari menerjang keluar dari antara sambaran angin pukulan yang sangat hebat itu.
Mendadak terdengar ia tertawa dingin, tubuh mereka berdua pada berpisah ke belakang sepasang mata si pengemis aneh melotot keluar dengan murkanya, rambutnya yang pendek pada berdiri laksana kawat, jelas di dalam pertempuran barusan dia sudah menderita sedikit kerugian Diantara mereka Tan Kia-beng lah yang paling terkejut bercampur keheran heranan dia dapat melihat ilmu silat dari Bok Thian-hong kecuali berasal dari aliran Teh-leng-bun diantaranya masih terselip berbagai jurus serangan yang amat aneh.
Walaupun pemuda itu sangat paham terhadap ilmu silat berbagai partai tetapi selamanya ini belum pernah ia menemui jurus serangan yang begitu aneh.
Mendadak dia dapat melihat kalau si pengemis aneh itu kembali bergerak maju siap melancarkan serangan kembali, hatinya jadi cemas sambil meloncat keluar dari tempat persembunyiannya dia berseru lantang, "Toako jangan bergebrak dulu, cayhe ada beberapa perkataan yang hendak diajukan kepadanya."
Terlihatlah sesosok bayangan manusia dengan diiringi suara bentakan yang nyaring sudah menghadang di depan
tubuhnya, Dengan cepat si pengemis aneh dongakkan kepalanya memandang, kiranya orang itu bukan lain adalah Tan Kia-beng, hatinya jadi girang sekali.
Dalam hati dia mengerti dengan kekuarannya seorang diri ada kemungkinan nama besar Hong Jen Sam Yu malam ini akan hancur ditangan orang lain walaupun dia mengerti tiada gunanya berbuat begitu tetapi demi menjaga nama baiknya tak urung dia harus bergebrak sampai titik darah penghabisan.
Kini dengan munculnya Tan Kia-beng memberi kesempatan yang baik buat dirinya untuk mengundurkan diri, dan bersamaan itu diapun percaya kalau hanya pemuda ini saja merupakan tandingan dari manusia licik tersebut.
Bok Thian-hong yang melihat munculnya Tan Kia-beng serta seorang nona berbaju merah ke dalam kalangan, air mukanya segera berubah hebat tidak terasa lagi dia sudah mengundurkan diri dan langkah ke belakang.
"Heee.... hee.... tidak disangka kembali kita bertemu muka disini" seru Tan Kia-beng sambil tertawa dingin sepasang
matanya dengan dinginnya melirik sekejap ke arah Thay Gak Cungcu.
"Hmm!...."
"Sewaktu masih ada digunung Gak Lok san aku sudah menaruh curiga kalau kau adalah anak murid dari Teh-leng-bun ini malam aku baru tahu kalau dugaanku sama sekali tidak meleset. Hay! kenalkah kau dengan benda ini.
Dibawah sorotan sinar rembulan tampaklah cahaya terang berkelebat Tan Kia-beng sudah mengangkat seruling pualam tanda kepercayaan dari Teh Leng Kauwcu yang telah menggetarkan seluruh dunia kangouw itu ke atas udara Maksudnya bilamana Bok Thian-hong dengan benda
tersebut maka orang itu bukan lain adalah murid kedua dari Teh-leng-bun yang menghianati sesuai dengan pesan terakhir dari Han Tan Loo jien itu dia berharap dengan adanya seruling pualam itu bisa memaksa dia untuk berubah sifat seperti halnya dengan Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong tempo hari.
Siapa sangka setelah Bok Thian-hong melihat seruling pualam itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun dia hanya tertawa dingin semakin menyeramkan.
"Heee.... heee.... kau tak usah menggunakan benda dari setan tua itu untuk menakut nakuti Cungcumu, aku orang she Bok sejak semula sudah lepaskan diri dari Teh-leng-bun dan angkat orang lain sebagai guru."
Pengakuannya yang secara terus terang ini benar-benar merupakan suatu hal yang tidak pernah diduga sebelumnya oleh Tan Kia-beng, dia tidak menyangka kalau Bok Thian-hong berani begitu terus terang mengakui penghianatannya terhadap perguruan Teh-leng-bun.
Tampaklah paras muka Bok Thian-hong mendadak berubah jadi ramah sekali
"Tetapi aku pun boleh dikata mempunyai ikatan persaudaraan dengan dirimu" katanya sambil tertawa terbahak-bahak, "Aku orang she Bok benar-benar tidak ingin kau pun ikut terdaftar diakhirat sebagai seorang anggota baru bagaimana kita dua bersaudara suka bekerja sama bukankah seluruh dunia kangouw bisa kita kuasahi?"
Mendengar perkataan tersebut Tan Kia-beng segera
tertawa terbahak-bahak.
"Haaa, haaa.... aku sih tidak akan percaya ada orang yang berani mengapa apakan diriku, aku rasa malam ini yang sudah mendaftarkan diri di dunia akhirat bukannya diriku melainkan kau bukan?"
Dengan kecerdasan Bok Thian-hong tentu dia mengerti apa maksud dari perkataan pemuda tersebut, maka air mukanya masih tenang-tenang saja.
"Aku rasa orang she Bok sama sekali tidak suka mendengar omongan besar yang bisanya cuma menakut nakuti orang saja" katanya perlahan, "Situasi Bulim waktu ini amat dahsyat sekali tujuh partai besar pada saling baku hantam untuk merebut nama serta kekuasaan dalam soal ini tentunya kau telah melihat sendiri bukan" Hee.... heee.... Liok lim Sin Ci yang dikatakan sebagai Rasul dari seluruh dunia persilatan tidak lebih merupakan manusia manusia yang tidak kuat menerima sekali pukulan, pentolannya saja tidak becus apalagi partai partai lainnya, haaa.... haaa...."
"Maka itu kau rela menjadi kaki tangan orang lain untuk menjalankan siasat busuk memancing datangnya hujan badai di dalam dunia persilatan?"
"Kau jangan terlalu menghina diriku, haruslah kau ketahui aku bicara begitu adalah bermaksud baik buat dirimu, aku rasa kepandaian silat yang kau peroleh saat ini tak mudah untuk didapatkan bilamana harus membuang nyawa dengan
percuma rasanya terlalu sayang sekali."
Baru saja Bok Thian-hong selesai berkata mendadak terasa bau harum berkelebat datang kiranya Lei Hun Hweeci sambil tersenyum genit sudah berjalan mendekat.
"Akh.... kiranya kau adalah siau sute kami. Sute!! Perkataan dari suhengmu ini tidak salah, coba kau bayangkan di dalam dunia kangouw pada saat ini mana ada orang baik" Bukan saja para jago bahkan sampai Ci Si Sangjien pun sudah mengincar pedang pusakamu.... lebih baik kau pindah keperkampungan Thay Gak Cung kami saja!
---0-dewi-0--- Tan Kia-beng seorang yang suka mengingat ingat
hubungannya dengan orang lain walaupun dia mengetahui kalau suami istri itu baik diluar, jahat di dalam dan saat ini lagi bermaksud untuk membaiki dirinya tapi untuk sesaat tak dapat mengumbar hawa amarahnya maka dia hanya tertawa saja.
"Maksud baik dari kalian berdua aku menerimanya dihati saja." ujarnya dingin. "Tetapi aku orang she Tan bersifat sombong, semakin sulit orang itu dihadapi, semakin besar niatku untuk bergebrak dengan dirinya, aku cuma tahu menegakkan keadilan dan membasmi kejahatan dari muka bumi, urusan mati atau hidup sudah bukan suatu persoalan yang besar bagiku!"
Beberapa patah kata ini diucapkan dengan sangat tegas dan bersemangat sehingga membuat si pengemis aneh yang
mendengar dari samping merasa amat kagum sekali
mendadak dia tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya.
"Haa haa haa..... bagus, sungguh memuaskan! Sungguh memuaskan! Tidak malu kalau disebut sebagai ahli waris dari Teh Leng Kau cu"
Sejak munculnya Tan Kia-beng di tempat itu perhatian semua orang sudah ditujukan kepadanya dan untuk
sementara sudah melupakan Cao Phoa yang sedang menderita luka parah itu.
Penjahat dari Liok lim yang gemar akan harta ini memang dasarnya bersifat licik, diluaran sekalipun pura pura menderita luka parah padahal di dalam hati mulai memikirkan cara untuk melarikan diri dari sana
Matanya dengan cepat melirik sekejap ke samping
dilihatnya Lei Hun Hwee ci yang mengawasi dirinya sudah berjalan dihadapan Tan Kia-beng maka ia lalu meloncat bangun dari atas tanah kemudian sambil mencengkeram tubuh Mey Leng Hweesio yang hampir mati itu putar badan melarikan diri
Dia sama sekali tidak menduga kalau Mo Tan-hong yang ada dibelakang tubuh Tan Kia-beng terus menerus lagi mengawasi seluruh gerak geriknya.
Memang selama ini gadis tersebut tidak maju melakukan pemeriksaan dikarenakan dia merasa kuatir terhadap keselamatannya Tan Kia-beng dia takut dengan kekuatan seorang Tan Kia-beng sulit untuk menahan serangan gabungan dari Bok Thian-hong suami isteri.
Dan kini melihat kedua orang cecunguk Bulim itu hendak melarikan diri sudah tentu ia tidak suka lepas tangan begitu saja.
"Berhenti!!!" bentaknya nyaring.
Laksana sekuntum mega berwarna merah yang melayang di tengah udara mendadak ia meloncat ke depan menghalang perjalanannya sambil menggetarkan pedang yang ada ditangan bentaknya, "Cau Phoa, kau masih kenal dengan nonamu bukan?"
Pertama memang tempo hari Mo Cuncu selalu berdiam diruangan belakang dan jarang sekali berhubungan dengan orang-orang luar. Kedua waktu itu ia hanyalah orang putri raja muda yang lemah dan tak berilmu silat, maka sewaktu munculkan diri tadi Cau Phoa tidak menaruh perhatian.
Tapi kini sesudah mendengar bentakan yang amat keras itu dia baru mengenali kembali kalau nona yang dihadapannya pada saat ini bukan lain adalah putri dari majikannya dulu, kontan dia jadi ketakutan setengah mati.
"Oooh.... kiranya Cuncu sudah tiba Cay Phoa memang seorang manusia berdosa yang patut dihukum serunya buru-buru sambil bungkukkan badannya memberi hormat.
Pada saat Mo Tan-hong maju menghalangi Cau Phoa itulah Lei Hun Hweeci pun sudah merasa sehingga dengan cepat dia sudah mengikuti dari belakangnya.
Hanya saja dikarenakan Mo Tan-hong bergerak lebih dulu maka saat ini dirinya menghadang dihadapan Cau Phoa sedang sewaktu ia tiba disana tepat manusia dari Liok lim itu sedang menghunjuk hormat.
Menggunakan kesempatan inilah mendadak ia kibaskan ujung bajunya ke depan dengan menggunakan menggunakan ilmu "Sian Im Kong Sah Mo Kang
Terdengar suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati tubuh Cau Phoa sudah kena dihantam sehingga terlempar satu kaki ke tengah udara dan rubuh ke atas tanah menubruk batu hijau di atas pelataran, dan seketika itu ia jatuh tak sadarkan diri.
Walapun Cau Phoa jadi orang amat licik dan rakus akan harta bagaimanapun jua dia adalah anggota dari bangunan raja muda tempo hari dan perbuatan dimana Lei Hun Hwee ci yang mengirim satu pukulan menghajar tubuh Cau Phoa ini seketika itu juga memancing datangnya hawa amarah di hati Mo Tan-hong.
Terdengar dia membentak keras, pedangnya digetarkan ke depan sehingga mendengung lalu melancarkan satu babatan yang amat tajam ke depan dan sejak menelan pil mujarab dari Han Tan Loojien tenaga dalamnya sudah memperoleh
kemajuan pesat sehingga sudah dengan sendirinya babatan pedang kali ini amat dahsyat sekali laksana rentetan pelangi merah dengan cepatnya menggulung ke depan.
Walaupun Lei Hun Hwee ci memiliki ilmu iblis yang amat sakti tetapi waktu ini ia tidak berani memandang gegabah, buru-buru dia enjotkan badannya mengundurkan diri sejauh delapan depa ke belakang
Mo Tan-hong mana suka melepaaskan dirinya begitu saja, jurus serangannya dilancarkan semakin gencar dan hanya di dalam sekejap saja sudah melancarkan delapan serangan dahsyat
Ilmu pedang San Kuan Kiam Hoat dari San Kuan Sin nie sangat aneh dan sukar diduga, hanya di dalam sekejap saja cahaya hijau memancar keluar memenuhi angkasa hawa pedang berdesir mengelilingi daerah sekitar dua kaki.
Dengan terjadinya pertempuran yang amat seru ini adu mulut antara Bok Thian-hong serta Tan Kia-beng sekalipun segera berakhir, merekapun bersama-sama jalan mendekati kalangan pertempuran
Bok Thian-hong mengerti sama sekali akan kemampuan dari ilmu silat yang dimiliki oleh Lei Hun Hweeci, walaupun untuk sementara waktu ia kena didesak pada paras mukanya sama sekali tidak tampak rasa kuatir.
Sebaliknya Tan Kia-beng sendiripun bisa melihat walaupun hawa pedang yang dilancarkan oleh Mo Tan-hong gencar laksana pelangi dan berusaha merebut posisi yang baik tetapi pengalamannya yang tidak cukup membuat banyak
kesempatan baik disia-siakan, bagaimanapun pada akhirnya bakal menemui kekalahan
Karena itu paras mukanya berubah jadi amat berat dan tegang sekali.
Waktu itu si pengemis aneh telah berhasil menenangkan golakan darah di dalam rongga dadanya, mendadak dia maju ke depan dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaa, haaaa, Bok CUg cu kau jangan menganggur saja aku si penemis tua masih ingin minta beberapa petunjuk dari ilmu silat aliran Teh-leng-bun."
Perkataan "Teh-leng-bun" ini diucapkan sangat menusuk telinga sehingga membuat Tan Kia-beng pun merasakan hatinya seperti ditusuk dengan jarum tajam, mendadak dia dongakkan kepala dan dari matanya memancarkan keluar cahaya yang sangat tajam.
"Toako kau tidak usah buang tenaga lagi" serunya. Murid murid ini biarlah aku saja yang turun tangan
membereskannya!"
Sambil bergendong tangan dengan perlahan ia berjalan mendekati Bok Thian-hong.
"Maaf aku orang she Tan terpaksa harus turun tangan untuk menuntut balas bagi sukma sukma yang sudah
berangkat terlebih dulu ditanganmu!"
"Haaa.... haa.... kalau bicara jangan begitu sombong, kau kira aku orang she Bok benar-benar takut padamu?" seru Bok Thian-hong sambil tertawa terbahak-bahak, "Justru karena aku melihat usiamu yang masih muda dan memperoleh kepandaian silat yang demikian tingginya dengan tidak gampang, maka sengaja mengalah tiga bagian kepada dirimu, kalau kau belum suka sadar juga he, he jangan salahkan aku Bok Thian-hong turun tangan kejam!"
Selesai berkata sepasang telapak tangannya segera dilintangkan di depan dada melancarkan serangan, sebaliknya Tan Kia-beng masih tetap tenang-tenang saja dan
memandang ke arahnya dengan dingin.
Sejak saat ia majukan dirinya ke depan Bok Thian-hong memang terus menerus mengawasi keadaan di dalam
kalangan pertempuran, saat itu dapat melihat keadaan dari Lei Hun Hweeci yang masih seimbang dimana kedua ujung baju berkelebat laksana ular berusaha menggetarkan gerakan pedang dari Mo Tan-hong sehingga berdengung, dia tahu bilamana dirinya tidak maju lagi maka keadaan akan menjadi semakin payah
Karena itu dengan cepat dia membentak keras, "Tahan!!"
Lei Hun Hweeci sendiripun tahu kalau rencana yang dipersiapkan malam ini sudah sulit untuk diteruskan, maka walaupun tangannya masih berkelebat melancarkan serangan tapi matanya terus menerus mengawasi gerak gerik dari Bok
Thian-hong, kini mendengar bentakan buru-buru menarik serangannya kembali dan melayang kesisi Bok Thian-hong.
"Hey bangsat! malam ini biarlah aku lepaskan dirimu dan memberi kesempatan untuk merasa bangga" seru Bok Thian-hong sambil tertawa dingin tiada hentinya. "Nanti pada suatu hari kau bakal merasa menyesak karena tidak suka
mendengar nasehat dari aku orang she Bok malam ini."
Sehabis berkata dengan segera dia memutar badannya bersama-sama dengan Lei Hun Hweeci enjotkan badannya berkelebat menuju keluar ruangan.
Tan Kia-beng sama sekali tidak menyangka kalau dia berkata hendak pergi lantas pergi menanti dia merasa dan siap-siap untuk melakukan pengejaran keadaan sudah terlambat.
Terlihatlah sinar rembulan memancarkan cahayanya laksana matahari suasana begitu sunyi sedang bayangan dari mereka berduapun sudah lenyap tak berbekas.
Pada saat itulah terdengar Mo Tan-hong yang ada dibawah sudah berteriak, "Engkoh Beng! tidak usah dikejar lagi, biarkan mereka pergi!"
Tujuannya memanggil kembali Tan Kia-beng adalah ia bermaksud mencari tahu keadaan yang sebenarnya dari Cau Phoa maupun Mey Leng Hweesio dua orang.
Karenanya begitu pemuda tersebut meloncat turun buru-buru dia berteriak kembali, "Kau cepatlah kemari dan periksa apakah mereka berdua masih hidup ataukah sudah mati?"
Tan Kia-beng menurut dan berjalan kehadapan Mey Leng Hweesio untuk mencekal urat nadinya, waktu itu denyutan
jantungnya sudah berhenti jelas kalau ia telah mati beberapa saat lamanya.
"Periksa sakunya!" teriak Mo Tan-hong lagi, setelah diperingatkan oleh gadis itu pemuda itu baru teringat kalau Bok Thian-hong suami istri pun tadi lagi memeriksa dirinya untuk menyerahkan daftar nama-nama.
Maka dengan cepat dia merogoh sakunya dan mengambil keluar sejilid kitab yang di depannya tertera sebuah cap kerajaan yang sangat besar, buru-buru dia memeriksa sekejap kemudian dimasukkan ke dalam sakunya dan melanjutkan perjalanannya menuju ke arah Cau Phoa.
Waktu itu Cau Phoa masih merintih kesakitan dan berusaha bangun berdiri dengan terhuyung huyung, dari saku bajunya tiba-tiba dia mengambil keluar sebuah sapu tangan yang diserahkan kepada Mo Tan-hong.
Beberapa saat lamanya orang itu memperhatikan gadis tersebut lalu ujarnya dengan nada gemetar.
Hamba telah mendapatkan budi kebaikan dari Cun-ong tempo hari, hanya dikarenakan serakah dengan harta kini sudah melakukan perbuatan yang menghianati dirinya sehingga memperoleh akhir yang demikian mengenaskan, walaupun kini merasa menyesal tetapi sudah tiada gunanya lagi! harta kekayaan yang ada di dalam istana kecuali sebagaian kena dirampok oleh pelayan pelayan sebagian besar berhasil hamba angkut pergi dan ditanam disuatu tempat yang amat rahasia sapu jagad tangan ini adalah peta dari pencarian harta tersebut harap Cuncu suka menerimanya."
Mo Tan-hong benar-benar merasa sedih dan terharu
mendengar perkataan itu, diapun lantas menerima sapu tangan itu dan dipandangnya sekejap.
Sehabis mengucapkan kata-kata tadi kembali Cau Phoa muntahkan darah segar lalu batuk dengan krasnya, setelah termenung beberapa saat lamanya kembali ujarnya lagi,
"Menurut dugaan.... dugaan ham.... hamba.... ini.... iblis yang.... memusuhi Cun.... Cun-ong.... kee.... kepandaian sii....
silat orang.... orang ini lii.... lihay sekali harap.... Sun.... Cuncu suu.... suka ber.... berhati.... berhati-hati...."
Dengan paksakan diri ia menerik nepas panjang panjang lalu tubuhnya ke atas tanah, dari tujuh lubang dibadannya mengucur keluar darah segar dan putuslah nyawanya.
Walaupun Cau Phoa jadi orang tidak jujur dan bersifat licik tetapi sesaat menjelang kematiannya dia dapat berkata demikian hal ini menunjukkan kalau pada saat saat terakhir dia sudah bertobat Mo Tan-hong yang merupakan seorang gadis berhati lemah sudah tentu sangat merasa, belum habis Cau Phoa selesai berkata tadi dia sudah menangis tersedu sedu.
Pada saat semua orang lagi dibikin sedih oleh suasana yang amat berat ini mendadak dari ruangan tengah berhembus datang segulung angin yang harum baunya, tampak sesosok bayangan tahu-tahu sapu tangan yang ada di tangan Mo Tan-hong sudah kena dirampas oleh orang itu.
Tan Kia-beng yang berdiri paling dekat dengan gadis itu melihat peta itu dirampas orang segera membentak keras, mendadak tangannya menaymbar ke depan menggunakan gerakan yang amat gesit sekali.
Breeet....! sakin kerasnya tenaga betotan itu tak tertahan lagi sapu tangan kontan robek menjadi dua.
Tan Kia-beng yang melihat benda yang ada dihadapannya hendak direbut orang sudah tentu tidak akan berdiam diri
begitu saja, maka sepasang lengannya mendadak dibabat ke depan dengan menggunakan gerakan I Hok Cong Thian atau burung bangau menerjang ke langit tubuhnya melayang keluar ruangan kuil dan menyapu sekejap keadaan di sekeliling tempat itu.
Tampaklah disebelah Tenggara terdapat sesosok bayangan manusia yang sedang berkelebat dengan cepat, segera iapun mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya Poh poh Cing Im meloncat setinggi tujuh delapan kaki dan meluncur bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya menerjang ke arah orang itu.
Kurang lebih beberapa kaki jauhnya dia melakukan
pengejaran waktu itulah baru dapat dilihat kalau orang itu berbadan langsing dan berkelebat dengan gaya yang amat indah sekali, sekalipun begitu gerakannya jauh lebih cepat lagi dari keadaan semula.
Saking cemasnya seluruh wajah pemuda itu berubah jadi merah padam bagaikan kepiting rebus, ia membentak keras lelu mengerahkan tenaganya hingga mencapai dua belas bagian.
Dengan beberapa kali loncatan dia menerjang semakin cepat lagi ke depan, saking cepatnya hampir hampir boleh dikata seperti terbang di tengah angkasa.
Demikianlah mereka berdua saling kejar mengejar sejauh ratusan kaki jauhnya, mendadak tampak bayang manusia berkelebat disusul dengan suara yang nyaring dari seseorang yang lagi tertawa cekikikan.
"Eei orang lain lagi bergurau dengan dirimu, buat apa kau begitu cemas sehingga sedemikian rupa?"
Tan Kia-beng yang lagi melakukan pengejaran sekuat tenaga sama sekali tidak menyangka kalau orang lain dapat menghentikan larinya secara tiba-tiba, hampir hampir tubuhnya menerjang ke dalam pelukan orang tersebut.
Buru-buru dia meloncat ke tengah udara sedang telapak tangannya melancarkan satu pukulan ke tengah udara, dengan meminjam tenaga pantulan itulah dia bersalto sejauh delapan depa dan melayang turun ke atas permukaan tanah.
Pada detik itulah dia dapat melihat kalau orang yang ada dihadapannya saat ini bukan lain adalah seorang gadis berbaju hijau yang baru berusia enam tujuh belas tahunan.
wajah gadis itu cantik sekali dengan kulit badan berwarna putih, dan sorotan matanya memancarkan suatu wibawa yang besar.
Ketika nona itu melihat sikap yang tegang dari pemuda itu segera tertawa cekikikan.
Eei.... aku tidak lagi menantang berkelahi, buat apa kau merasa demikian tegangnya?"
Tan Kia-beng yang melihat gadis itu sama sekali tidak menggubris dirinya sebaliknya dia sendiri merasa begitu tegang dalam hati mereka amat malu, apalagi kini mendengar godaan dari dara itu semakin membuat harga dirinya ikut tersinggung, maka seketika itu juga dia mengerutkan alisnya dan tertawa dingin tiada hentinya.
"Hee.... hee jangan bicara sembarangan, separuh sapu tangan itu apa kau yang rebut?" bentaknya.
Eeh! cuma aku sama sekali tidak tertarik akan harta kekayaan tersebut, bilamana kau bermaksud minta kembali aku bisa berikan kepadamu dengan mudah!?"
Sapu tangan itu adalah milikku, sudah seharusnya
dikembalikan kepadaku! apakah harus menggunakan syarat syarat juga?"
"Syarat sih tidak ada, hanya saja aku mengharapkan kau suka serahkan daftar nama hitam yang kau dapatkan dari Mey Leng Hweesio itu kepadaku!"
"Daftar nama hitam?"
"Benar! didaftar nama yang di atasnya ada cap kerajaannya itu, benda tersebut sama sekali tidak berguna bagimu, sedang aku amat membutuhkannya."
"Bilamana aku tidak suka mengabulkan?"
"Mungkin karena persoalan itu nyawamu akan ikut lenyap."
"Waah, kalau begitu aneh sekali!" seru Tan Kia-beng, sambil dia tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya.
"Apakah kau kira dengan mengandalkan kepandaian silatmu sudah lebih dari cukup untuk membinasakan cayhe?" katanya.
"Bagi aku pribadi sama sekali tidak bermaksud jahat terhadap dirimu, tetapi orang-orang dari Isana Kelabang Emas tidak bakal mengampuni dirimu!"
Tan Kia-beng yang mempunyai sifat sombong dan congkak, seketika itu juga dibuat marah sekali setelah mendengar perkataan yang mengandung ancaman ini, maka dengan dinginnya dia tertawa keras.
"Haa.... haa.... Cayhe pun boleh terus terang memberi tahu kepadamu, barang siapa saja yang bermaksud untuk
mendapatkan daftar nama tersebut sama saja lagi bermimpi di siang hari bolong, dan kini akupun hendak peringatkan kepadamu bilamana kau tidak suka menyerahkan separuh dari
sapu tangan itu maka jangan harap bisa meninggalkan tempat ini."
Mendengar perkataan tersebut tiba-tiba Dara Berbaju Hijau itu tertawa cekikikan dan berkata, "Agaknya kau menaruh kepercayaan besar terhadap kepandaian silat yang kau miliki menurut pandanganku."
Berbicara sampai disini dia menghentikan kata-katanya sedang sepasang biji matanya yang bulat berkedip kedip tiada hentinya, jelas perkataan selanjutnya adalah perkataan yang tidak enak didengar.
Di dalam sekejap itu dalam hati pemuda itu mulai menaruh perasaan curiga terhadap gadis yang amat misterius ini, sejak semula munculkan dirinya di dalam dunia kangouw walaupun pernah bertemu dengan puluhan orang jagoan Bulim tetapi belum pernah menemui seorang jagoan yang memiliki ilmu meringankan tubuh yang begitu tinggi sehingga dirinya sendiri pun tidak sanggup untuk menandingi.
Teringat akan baju berwarna hijau yang dikenakan dara tersebut mendadak dalam pikirannya berkelebat satu ingatan, pikirnya, "Apakah dia yang telah melukai Liok lim Sin Ci tempo hari?"
Si dara yang barbaju hijau yang melihat lama sekali pemuda itu tak mengucapkan sepatah katapun dalam hati lantas mengira kalau perkataan tadi sudah menusuk perasaannya, tidak terasa lagi dengan wajah penuh kesesalan dia berjalan mendekat ke samping badannya.
"Apakah kau sedang marah karena aku berkata kalau kepandaian silatmu tidak lihay?" tanyanya dengan halus.
Sebenarnya kepandaian silat yang kau miliki boleh dihitung nomor wahid di dalam Bulim dan merupakan seorang jagoan
lihay. Heei, bukannya aku terlalu memandang hina dirimu, yang benar orang-orang dari Isana Kelabang Emas bukanlah tandinganmu!
Di dalam anggapan perkataanmu yang baru diucapkan cukup untuk meredakan hawa amarah dihatinya, siapa tahu justru karena perkataan itu harga dirinya semakin tersinggung dan membuat hawa amarahnya semakin berkobar, terdengar pemuda itu mendengus dingin dengan beratnya.
"Cuma sayang kau bukan orang yang berasal dari Isana Kelabang Emas, kalau tidak?"
"Kalau tidak gimana?"
"Segera minta beberapa jurus petunjuk dan coba-coba siapakah yang lebih berhasil!"
"Kau bermaksud untuk turun tangan melawanku?"
"Tidak salah, bagaimana kau tidak serahkan sapu tangan yang tinggal separuh itu sekalipun kau bukan anggota Isana Kelabang Emas cayhe pun terpaksa ingin minta beberapa jurus petunjuk."
Mendadak Dara Berbaju Hijau itu tertawa cekikikan lagi, ujarnya, "Sebenarnya aku bermaksud untuk mengembalikan separuh dari sapu tangan ini, tetapi kini kau sudah memasuki hatiku, maka aku ingin melihat apa yang dapat kau lakukan terhadap diriku!"
Selesai berkata dia lantas bertolak pinggang dan berdiri tegak dihadapannya.
Walaupun dalam hati Tan Kia-beng merasa amat gusar tetapi menyuruh dia turun tangan terlebih dulu untuk menyerang bocah perempuan yang dua tiga tahun lebih muda dari dirinya sudah tentu tidak sanggup.
Seketika itu juga pemuda itu jadi melengak dibuatnya, lama sekali tak dapat mengucapkan sepatah katapun. Mendadak segulung angin malam bertiup datang membuat ujung baju serta ikat pinggang dari gadis berbaju hijau itu beterbangan menampar wajah pemuda tersebut.
Bersamaan itu pula tersiarkan segulung hawa yang amat harum tapi aneh sekali menusuk hidung.
Tak terasa lagi pemuda itu jadi tergetar dia teringat kalau bau harum ini pernah terasa olehnya disuatu tempat hanya saja dimanakah tempat itu tak teringat kembali olehnya.
Melihat lama sekali pemuda itu tidak turun tangan mendadak Dara Berbaju Hijau itu tertawa
"Eeei....! kalau kau tidak suka turun tangan, maka aku mau pergi dulu lho!
Mendadak tubuhnya berkelebat melayang ke arah depan.
Melihat kejadian itu Tan Kia-beng segera merasakan hatinya amat cemas.
"Berhenti!" bentaknya keras.
Dengan segera dia enjotkan badannya mengikuti dari belakang, siapa sangka waktu itulah dia sudah kehilangan bayangan dan jejak dari gadis itu, dan membikin dia jadi semakin terperanjat.
Bagaimana juga dia merasa tidak percaya kalau gadis itu mempunyai kepandaian yang demikian lihay sehingga hanya di dalam sekejap saja sudah kehilangan jejaknya.
Dengan hati mangkel terpaksa ia melayang turun kembali ke tempatnya semula.
Tapi baru saja dia melayang turun mendadak dari belakang tubuhnya terdengarlah suara tertawa cekikikan yang amat merdu, dengan rasa amat terperanjat buru-buru dia balikkan badannya.
Tampaklah gadis berbaju hijau itu dengan wajah penuh senyum masih berdiri di tempat semula.
Kiranya Dara Berbaju Hijau itu sangat licik dan pintar sekali.
Tadi sewaktu Tan Kia-beng dengan hati cemas melakukan pengejaran itulah mendadak ia membuyarkan hawa murni di dalam tubuhnya dan dengan paksakan diri menarik kembali badannya ke tempat semula, karena pemuda itu agak gegabah maka saat ini kena dikibuli olehnya.
Tan Kia-beng yang beberapa kali kena dipermainkan olehnya dalam hati jadi amat gusar sekali, bentaknya keras,
"Apakah kau bermaksud akan mempermainkan diriku?"
"Itupun hampir hampir mirip!"
Dengan menggunakan kesempatan itulah si Dara Berbaju Hijau itu menubruk ke depan, diantara berkelebatnya telapak tangan di dalam sekejap saja ia sudah melancarkan tujuh belas serangan berantai, setiap jurus serangannya amat aneh dan sakti sekali.
Terasalah empat penuru dikitari oleh bayangan hijau yang berputar laksana roda, di tengah kabut hijau yang amat tebal secara samar-samar terasa ada beribu ribu telapak tangan melancarkan serangan bersamaan hanya di dalam sekejap saja pemuda itu sudah kena dibikin kacau balau dan kalang kabut sendiri.
Sejak terjunkan dirinya ke dalam dunia kangouw belum pernah pemuda itu menemui kekalahan seperti pada malam
ini, saking cemasnya seluruh air mukanya berubah merah padam, dia membentak keras lalu dengan menggunakan jurus
"Jiet Ceng Thian" dari ilmu telapak Siauw Siang Chiet Cian, dengan sepenuh tenaga menyerang ke depan.
Diantara berkelebatnya bayangan telapak hanya dalam sekejap saja dia sudah melancarkan delapan buah serangan berantai.
Terasalah angin pukulan segulung demi segulung saling menyambung laksana tiupan angin taupan serta hujan kencang, tetapi walaupun dia sudah gunakan tenaga yang bagaimana dahsyatnyapun asalkan terkurung oleh kabut hijau kontan terpukul buyar tak berbekas.
Lama kelamaan pemudia itu mulai terdesak, akhirnya jadi amat terkejut sekali
Mendadak.... Bayangan manusia berkelebat, Dara Berbaju Hijau itu sudah balik tangannya memunahkan seluruh serangan yang
mengancam datang lalu tertawa cekikikan.
"Tenaga dalammu sungguh mengejutkan sekali, cuma sayang salah di dalam penggunaannya."
Tidak menanti dia memberi jawaban, sambungnya lagi,
"Perkataan yang kukeluarkan tadi adalah perkataan yang sungguh sungguh mau percaya atau tidak itu urusanmu, kini kau tidak suka menyerahkan daftar nama kepadaku aku tidak akan memaksa, semoga saja kau suka menghadapi dengan berhati-hati, sapu tangan yang hanya separuh lagi ini biarlah aku simpan untuk sementara waktu, selamat tinggal!
Selesai berkata tampaklah bayangan hijau berkelebat, tahu-tahu dia sudah berada kurang lebih sepuluh jauhnya, ilmu
meringankan badan yang demikian dahsyatnya ini sungguh sungguh mengejutkan sekali membikin pemuda itu berdiri melongo longo beberapa saat lamanya kemudian baru menghela napas panjang.
Sewaktu dia bermaksud hendak berlalu dari sana itulah mendadak kembali muncul dua sosok bayangan manusia berkelebat datang.
"Engkoh Beng, berhasilkan kau mendadak diriya?" tanya salah seorang dari kejauhan.
Dengan kakunya Tan Kia-beng meggeleng, bayangan itu bukan lain adalah Mo Tan-hong yang sambil berbicara bagaikan seekor kupu kupu melayang kehadapannya, melihat air muka pemuda itu rada aneh dia melongo keheranan.
Tapi sekejap kemudian dia sudah tersenyum kembali dan berseru dengan nada kegirangan.
"Engkoh Beng, Ui Liong Supek dia taupan sudah datang,"
Waktu itulah Tan Kia-beng baru sadar kembali dari lamunannya, sedikitpun tidak salah Ui Liong-ci sambil mengelus elus jenggotnya lagi memandang dirinya.
Buru-buru dia mendekat dan bungkukkan badannya
menjura "Tootiang bagaimana kau bisa tahu kalau boanpwee sekalian ada disini?" tanyanya.
Air muka Ui Liong-ci diliputi oleh keangkatan dan ketegangan, bukannya menjawab sebaliknya tanyanya,
"Apakah daftar nama itu kena direbut?"
Dengan terperanjat Tan Kia-beng gelengkan kepalanya, Ui Liong-ci bukannya menanyakan apakah sapu tangan itu berhasil direbut kembali sebaliknya malah menanyakan apakah
daftar nama itu kena direbut atau tidak, hal ini di dalam pandangan Tan Kia-beng boleh dikata merupakan suatu hinaan terhadap dirinya dan sebaliknya sudah memandang terlalu tinggi keadaan tinggi.
Karena sikap dari Ui Liong-ci yang amat aneh ini membuat suasana jadi kurang enak, tampak Toosu itu dengan pandangan yang amat tajam meyapu sekejap ke arah kedua orang itu lalu ujarnya dengan dingin, "Tempat ini bukanlah suatu tempat yang cocok untuk berbicara, kalian ikutilah diriku,"
Segera dia meloncat ke depan lebih dulu dan melakukan perjalanan cepat.
Tan Kia-beng lantas bertukar pandangan sekejap dengan Mo Tan-hong mereka merasa pendekar aneh dan sakti ini rada aneh sikapnya.
Walaupun begitu mereka tidak berani banyak bertanya, dengan cepat tubunya ikut berkelebat melakukan perjalanan.
Demikianlah dengan cepat tiga puluh li sudah dilalui. Tan Kia-beng yang memiliki tenaga dalam yang amat lihay masih tidak seberapa merasa, sebaliknya Mo Tan-hong sudah merasa amat lelah sekali, wajahnya berubah memerah sedang keringat mengucur dengan deras bilamana bukannya ada Tan Kia-beng yang tentu menarik dirinya ada kemungkinan sejak semula sudah tidak kuat.
Agaknya Ui Liong-ci pun merasa kalau Mo Tan-hong sudah kepayahan mendadak dia menghentikan langkahnya dan menoleh.
"Tahanlah sebentar lagi. Tinggal melakukan perjalanan sejah tujuh delapan li, dan sampailah disebuah lembah yang amat misterius sekali, keadaan di dalam lembah itu penuh
dengan batu batu cadas yang berserakan dan berpuluh puluh mata air yang memancarkan air membuat pemandangan yang amat indah sekali.
Ui Liong-ci dengan memimpin kedua orang itu berjalan masuk ke dalam sebuah gua alam yang amat besar kemudian baru berhenti melakukan perjalanan.
"Hong Jie tentu kau amat lelah bukan?" tanyanya sambil tertawa.
"Akh.... untung masih baik-baik saja" sahut Mo Tan-hong sambil membereskan rambutnya yang awut awutan.
Dengan menggunakan kesempatan sewaktu mereka berdua lagi tanya jawab Tan Kia-beng mulai memeriksa keadaan di dalam gua itu, tampaklah tempat itu walaupun amat luas tapi sama sekali tidak terdapat sesuatu apapun, selagi hatinya keheranan Ui Liong-ci sudah putar badannya dan ujarnya,
"Kalian berdua tentunya menaruh curiga pada pinto mengapa membawa kalian kemari bukan" Tapi kalian tidak tahu untuk mencari tempat yang demikian baiknya sudah membuang waktu yang tidak sedikit."
Mo Tan-hong yang memiliki kecerdasan luar biasa lalu mengerti apa maksud dari perkataan itu, buru-buru dia mengucapkan terima kasih.
"Supek sudah mencarikan kita tempat yang demikian bagus untuk berlatih silat. kami haru smengucapkan banyak terima kasih kepadamu," katanya.
"Haa.... haa.... hitung hitung saja kau memang amat cerdik"


Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ujar Ui Liong-ci sambil tertawa terbahak-bahak. "Agar kalian bisa mempelajari ilmu silat yang ada di dalam kitab Sian Tok Poo Liok ini sebenarnya memang pinto carikan satu tempat yang sesuai."
Sehabis berkata dia lalu mengajak kedua orang itu untuk menuju kegua belakang, di dalam sana ada alat alat keperluan, misalnya pembaringan dan lain lain lagi keperluan yang penting.
Sesudah mempersilahkan kedua orang itu duduk Ui Liong-ci baru bertanya pada pemuda itu, "Yang baru saja kau jumpai tadi apakah seorang Dara Berbaju Hijau yang amat cantik?"
"Benar!" jawab pemuda itu mengangguk.
"Apakah dia pernah mengajukan permintaannya
mendapatkan daftar nama?"
"Benar! Tapi Tecu tidak mengabulkan permintaannya itu."
"Lalu kalian bergebrak?"
"Dia hanya menyerang beberapa jurus saja lalu berhenti dan ditinggal pergi."
"Pergi?" teriak Ui Liong-ci sambil mementangkan matanya lebar-lebar, agaknya dia merasa ada sedikit diluar dugaan.
"Benar, sebelum pergi dia malah sudah pesan wanti wanti agar kau suka berhati-hati katanya ada golongan Isana Kelabang Emas yang lagi mengincar daftar nama itu."
Sembari berkata dari dalam sakunya dia mengambil keluar daftar nama yang didapatkan dari saku Mey Leng Hweesio itu untuk diansurkan kepada Ui Liong-ci.
Terhadap Dara Berbaju Hijau itu agaknya Ui Liong-ci menaruh perhatian yang amat besar sehingga terhadap perkataan yang diucapkan oleh pemuda itupun didengarnya dengan amat hati-hati sehingga lupa untuk menerima daftar itu.
Tan Kia-beng yang melihat dia tak suka menerima daftar nama itu lantas membukanya pada halaman pertama.
Nama pertama yang tertulis dipaling atas adalah Ui Liong-ci disusul Chu Swei Tiang C*ng, Tan Ci Liang Leng Siauw Kiam Khek dari gunung Cing Shia, Thiat Bok Tootiang dari Bu-tong-pay dan berturut turut seratus orang banyaknya.
Selagi pemuda itu membaca nama nama tersebut dengan penuh perhatian itulah mendadak terdengar Ui Liong-ci menepuk meja dengan amat keras.
"Benar, pastilah dia!" teriaknya.
Tindakannya yang amat aneh ini kontan membuat Tan Kia-beng maupun Mo Tan-hong jadi kebingungan dan terperanjat.
Dengan cepat Ui Liong-ci menoleh ke arah Tan Kia-beng dan tanyanya, "Sewaktu kau bergebrak dengan dirinya apakah ada segulung hawa hijau yang muncul dari badannya?"
"Benar, hawa berwarna hijau itu amat aneh dan luar biasa, sewaktu angin pukulan menembusi kabut tersebut segera berhasil dipunahkan tak berbekas, entah ilmu kepandaian macam apakah itu?"
"Itulah semacam ilmu saktinya yang amat dahsyat yang disebut Hong Mong Ci Khie ilmu ini dapat lunak dapat pula keras sesuai dengan kemauannya sendiri, tenaga keras kuat tak tertembus, tenaga lunak melukai orang tak berwujud.
Pinto menaruh curiga ada kemungkinan Liok lim Sin Ci pun terluka di tangan gadis tersebut."
Tan Kia-beng yang melihat dia memandang ilmu Hong Mong Ci Khei itu begitu tinggi dan anehnya dalam hati merasa sangat tidak puas, maka tanyanya tak terasa, "Entah ilmu
Hong Mong Ci Khie itu mana lebih lihay jika dibandingkah dengan Pek Tiap Sin Kang ku itu"
"Semuanya merupakan ilmu sakti, hanya saja ilmu Hong Mong Ci Khei ini jauh lebih tinggi satu tingkat."
Sehabis berkata dia menghela napas panjang dan
menerima daftar nama itu untuk dilihat sebentar, dan kemudian dilemparkan ke atas tanah kembali.
"Supek!" akhirnya Mo Tan-hong tidak dapat menahan sabar lagi dan berseru. "Dari manakah asal usul perempuan berbaju hijau ini" apa kegunaannya untuk mencari daftar nama ini?"
"Heeeii.... walaupun pinto tidak begitu tahu tapi meraba sedikit asal usulnya" sahut Ui Liong-ci sambil menghela nafas panjang "Urusan ini dikemudian hari kalianpun bakal tahu sendiri, sedangkan mengenai daftar nama hitam itu sendiri, bibit ini ditimbulkan sewaktu mengadakan pembasmian terhadap suku Biauw tempo hari"
"Dara Berbaju Hijau itu apa mungkin datang dari daerah Mo Pak?" sela Tan Kia-beng tiba-tiba. Yang dimaksudkan sebagai Isana Kelabang Emas mungkin merupakan suatu partai atau perkumpulan di Bulim"'
Ui Liong-ci mengangguk lalu sahutnya dengan serius, "Masa pembunuhan secara besar besaran sudah berlangsung di dalam Bulim, karenanya pinto sengaja mengundang kalian berdua datang kemari untuk ikut berlatih ilmu silat yang ada di dalam kitab pusaka Sian Tok Poo Liok, karena hanya dengan mengandalkan ilmu silat yang ada di dalam kitab itu saja baru bisa menenteramkan pembunuhan secara besar besaran ini, maka mulai besok pagi kalian berdua harus membuang seluruh pikiran yang mengacau hati kalian perhatian harus dipusatkan untuk berlatih ilmu. Walaupun ilmu Hong Mong Ci
Khei" itu sangat luar biasa tapi belum tentu tak ada ilmu yang bisa memecahkannya."
---0-dewi-0--- JILID: 23 Selesai berkata dia penjamkan matanya dan tidak berbicara lagi.
Tan Kia-beng berduapun tidak berani bertanya lebih lanjut merekapun lalu pada beristirahat sendiri sendiri.
Keesokan harinya Ui Liong-ci mengundang Tan Kia-beng kehadapannya dan mengambil keluar sebuah kitab yang berisikan rahasia rahasia berlatih silat lalu diserahkan kepadanya.
"Nasibmu amat mujur" katanya perlahan. Bahkan memperoleh pil sakti dari ular raksasa dan tenaga murni hasil latihan selama ratusan tahun dari Han Tan Loojien, walaupun seluruh tenaga belum lumer menjadi satu karena waktu yang amat singkat tapi di dalam tubuhmu sudah ada dua buah tenaga murni yang berbeda, karenanya aku hendak memberi satu pelajaran gabungan yang bernama Jie Khek Kun Yen Kan Kun So terdiri dari hawa Im serta hawa Yang, ilmu semacam ini membutuhkan tenaga dalam yang berbeda tapi harus bersatu padu disatu tempat justru ilmu ini sangat jarang sekali ada yang mempelajarinya maka kedahsyatannya tak bisa dibayangkan lagi, dan hanya dengan ilmu gabungan Im Yang ini saja ilmu Hong Mong Ci Khie bisa terpecahkan."
Sehabis berkata dia lantas membawa Tan Kia-beng menuju ke dalam sebuah gua yang kecil dan menyuruh dia masuk ke dalam terakhir pesannya wanti wanti, "Mulai saat ini kau boleh
duduk bersemedhi selama empat puluh sembilan hari untuk melatih ilmu tenaga gabungan Jie Khek Kun Yen Kan Kun So ini, pinto akan melindungi dirimu selama ini dan perduli sudah terjadi peristiwa apapun kau tidak usah urus harap kau suka baik-baik berlatih."
Tan Kia-beng mengiakan, demikianlah Ui Liong-ci pun lalu membantu dirinya menutup pintu batu itu dan membawa Mo Tan-hong berlalu dari sana.
Seperginya Ui Liong-ci dengan perlahan Tan Kia-beng mulai membuka halaman pertama kitab pusaka itu dan
mempelajarinya dengan seksama, dia merasa ilmu gabungan
"Jie Khek Kun Yeng Kan Kun So" ini benar-benar luar biasa sekali, bilamana harus berganti dengan orang lain mungkin tidak bakal berhasil walaupun sudah peras seluruh tenaga yang dimilikinya.
Sebaliknya pada dirinya hal ini bukanlah merupakan satu persoalan yang sukar, asalkan dia bisa menggabungkan aliran tenaga dalamnya menurut *ek Tiap Sin Kang dan Sian Im Kong Sah Mo Kang maka dengan cepatnya ia bisa berlatih sesuai dengan ajaran di dalam kitab itu.
Mulai saat ini pemuda itu berlatih sesuai dengan apa yang tercantum di dalam kitab itu walaupun ilmunya yang luar biasa ini amat sukar untuk dipelajari tapi dengan kecerdikan yang dimiliki Tan Kia-beng tidak sukar juga untuk mengetahui dasarnya.
Beberapa hari kemudian dia berhasil mencapai pada taraf yang paling genting dimana terasalah hawa murni yang ada di dalam tubuhnya bergolak laksana berjuta juta ekor kuda yang menerjang bersama-sama dengan perlahan sinar merah yang tebal mulai meliputi seluruh ruangan sehingga akhirnya berubah jadi merah laksana api di dalam tungku saking
panasnya keringat sebesar kedelai mengucur keluar dengan amat derasnya.
Perubaan semacam ini sebelum berlatih telah terbaca di dalam kitab itu karenanya pemuda tersebut tidak merasa begitu terperanjat, demikianlah pada hari kedua mendadak cahaya merah lenyap berganti dengan kabut hijau yang amat tebal dan dingin, seketika itu juga seluruh gua telah membeku bagaikan es membuat pemuda itu saking dinginnya jadi menggigil
Kurang lebih tiga puluh hari lamanya panas dingin menyerang saling susul menyusul yang lama kelamaan menjadi tenang kembali, hawa panas maupun hawa dingin yang ada di dalam tubuhnya mulai bergabung menjadi satu dan dapat dikerahkan sesuai kemauan hatinya.
Karena mengetahui dirinya telah memperoleh sedikit hasil, pemuda itupun baru mulai berlatih ilmu serangan sesuai dengan kitab tersebut.
Ilmu Kan Kun So yang kelihatannya amat gampang ini ternyata amat sukar sewaktu dilatih dan ruwet sekali, untung saja otaknya cerdik dan sudah memiliki dasar belajar silat yang mendalam, maka di dalam waktu yang ditentukan dia dapat menghapal seluruh gerakan itu dengan sendirinya sehingga kepandaiannyapun memperoleh kemajuan yang amat pesat sekali
Empat puluh sembilan hari berlalu dengan cepatnya, seluruh ilmu silat yang termuat di dalam kitab itupun sudah berhasil dipelajari seluruhnya dengan matang
Hari itulah tiba-tiba dari luar gua terdengar suara percakapan serta tertawa dari Ui Liong-ci serta Mo Tan-hong
disusul pandangan jadi terang karena pintu gua telah dibuka lebar-lebar.
Ui Liong-ci sambil tersenyum telah menyambut dirinya dan berkata, "Tidak sampai dua bulan kau telah memiliki kepandaian silat yang amat tinggi, hal ini benar-benar luar biasa sekali."
Buru-buru Tan Kia-beng bangun berdiri dan merendah
"Tecu tidak berani memastikan apakah ilmu yang dipelajari mendatangkan hasil!" serunya.
Dan dengan segera Mo Tan-hong melompat maju ke depan dan menarik tangannya.
"Engko Beng, kalau kau tak percaya kenapa tidak keluar gua untuk dicoba?"
Tan Kia-beng melirik sekejap ke arah Ui Liong-cie, melihat orang tua itupun lagi memandang mereka berdua sambil tersenyum sehingga tanpa dirasa air mukanya terasa jadi panas tanpa banyak bicara lagi dia lalu mengikuti dari belakang orang tua itu berjalan keluar dari gua.
"Coba kau gunakan pohon siong ini untuk membuktikan ilmu barumu itu! terdengar Ui Liong-ci berseru sambil menuding sebuah pohon siong yang amat besar sekali.
Tan Kia-beng menurut saja, tampaklah dia berdiri tegak dengan sepasang telapak tangannya diangkat dengan gaya Tahy Khek lalu sambil membikikn setengah lingkaran dengan amat perlahannya ditekan ke arah depan.
Seketika itu juga tampaklah dua rentetan cahaya putih dan merah berkelebat ke depan bagaikan kilat, tidak terlihat angin pukulan juga tidak tampak pohon siong itu mereaksi apa apa keadaan tetap tenang-tenang saja tanpa terjadi sesuatupun.
Mo Tan-hong yang melihat kejadian ini segera mencibirkan bibirnya, dia merasa amat kecewa
Tiba-tiba.... Disertai suara ledakan yang amat keras sehingga
memekikkan telinga pohon raksasa tersebut dengan perlahan rubuh ke atas tanah dan menggelinding ke arah bawah tebing.
Pasir dan debu pada beterbangan memenuhi angkasa
disertai gugurnya dedaunan memenuhi permukaan
keadaannya benar-benar luar biasa sekali.
Dengan gesitnya Ui Liong-ci melayang ke samping pohon tersebut dan mencengkeram batang kayu itu untuk diperiksa dengan teliti, mendadak dia tertawa terbahak-bahak kerasnya.
"Haaa.... haa.... dahsyat! Aneh! Hebat!" teriaknya.
Jelas sekali Toosu tua ini merasa sangat bangga sekali dengan hasil yang diperoleh ini
Tan Kia-beng serta Mo Tan-hong pun pada waktu ini bersama-sama turun ke bawah pohon, saat itulah mereka baru menemukan kalau batang pohon yang terkena gempuran tenaga pukulan tadi saat ini sudah hancur menjadi bubuk halus.
Setelah tertawa terbahak-bahak beberapa saat lamanya Ui Liong-ci baru berdiam diri dan katanya dengan serius, "Ilmu aneh yang amat dahsyat dan berkekuatan luar biasa ini tidak boleh digunakan bilamana tidak dalam keadaan terpaksa apalagi terhadap orang-orang Isana Kelabang Emas ilmu ini jangan sekali kali kau gunakan dengan semuanya."
Tan Kia-beng mengiakan, mendadak teringat olehnya dimanakah letaknya Isana Kelabang Emas itu sehingga tak terasa lagi sudah bertanya dengan suara keras, "Supek
apakah kau orang tua tahu dimanakah letaknya Isana Kelabang Emas?"
Ui Liong-ci mengerutkan alisnya dan bungkam diri. Tan Kia-beng yang melihat sikapnya itu segera tidak berani bertanya lebih lanjut.
"Kitab pusaka Lian Tok Poo Liok sudah berhasil kau hapalkan dan untuk mematangkannya sudah tidak sulit lagi"
kata Ui Liong-ci lagi secara tiba-tiba, "Kau tidak usah berada disini lagi dan segera turunlah dari gunung dan kau Hong jie masih harus tinggal disini selama beberapa waktu untuk mendalami isi kitab pusaka Sian Tok Poo Liok itu"
Tan Kia-beng jadi melengak dibuatnya belum sempat ia mengucapkan sesuatu Ui Liong-ci telah berjalan masuk ke dalam gua sambil menggandeng tangan Mo Tan-hong.
Melihat kesempatan untuk menyampaikan kata-kata
perpisahan Mo Tan-hong pun tidak ada pemuda itu merasa hatinya kurang senang apalagi kini Ui Liong-ci memerintahkan dirinya untuk turun gunung sudah tentu tidak enak untuk ikut masuk ke dalam gua lagi.
Terpaksa sambil menghela napas panjang dia putar badan dan berjalan menuruni gunung itu.
Kiranya Ui Liong-ci telah bisa melihat hubungan yang amat baik antara mereka berdua, dikarenakan dendam berdarah dari Mo Tan-hong belum terbalas dia harus mempelajari terlebih dulu isi dari kitab pusaka "Sian Tok Poo Liok" sehingga nantinya dapat membalas dendam dengan tangannya sendiri maka karena takut adanya pemuda itu disana sehingga dapat mengacaukan pikirannya maka itu dia memerintahkan Tan Kia-beng untuk berangkat terlebih dulu.
Tan Kia-beng yang turun gunung seorang diri di tengah jalan merasakan pikirannya amat kacau sekali, "Isana Kelabang Emas", "Dara Berbaju Hijau", "Daftar hitam."
semuanya mempunyai sangkut paut yang amat erat dengan pembunuhan secara besar besaran di dalam Bulim. walaupun begitu tak sebuahpun yang berhasil ia pecahkan dimanakah letaknya sangkut paut tersebut.
Jika ditinjau dari sikap Ui Liong-ci tadi diapun merasa kalau orang tua itu tidak begitu mengetahui jelas cuma ia percaya kalau orang tua jauh lebih mengerti daripada dirinya bahkan jelas dia orang tua amat jeri dengan Dara Berbaju Hijau itu dan Isana Kelabang Emas.
Pikirannya yang kacau itu tiba-tiba teringat kembali akan suatu urusan dimana dia telah mengadakan janji dengan Sak Ih itu anak murid dari Bu-tong-pay, dalam hatipun lalu mengambil keputusan untuk berangkat ke gurun pasir.
Sekeluarnya dari daerah pegunungan Ci Tong sampailah pemuda itu di kota Kiem Hoan Cung, seorang diri ia masuk ke dalam rumah makan untuk bersantap sedang matanya dengan tajam memperhatikan keadaan sekelilingnya.
Tampaklah orang yang duduk dihadapan mejanya adalah seorang pemuda berusia dua puluh tahunan dengan lengat dan badan yang kekar, sebilah pedang tersoren pada pinggangnya, waktu itu diapun lagi memandang ke arahnya dengan pandangan tajam.
Tan Kia-beng yang memiliki sifat lapang dada dan suka berkawan lalu merasa simpatik padanya, tidak terasa lagi lagi ia sudah menangguk dan tersenyum
"Heng thay minum arak seorang diri disana, mengapa tidak pindah saja kemari untuk bercakap-cakap?" ujarnya.
Orang itu segera bangun berdiri dan menjura.
"Terima kasih!" sahutnya.
Orang itu lantas mengambil sumpit serta cawannya sendiri untuk pindah semeja dengan pemuda itu, setelah saling memperkenalkan Tan Kia-beng baru tahu kalau orang itu bernama Si Huan yang merupakan anak murid dari Cing-shia-pay.
Mendengar disebutnya partai Cing Shia tiba-tiba Tan Kia-beng merasa hatinya rada bergerak, buru-buru tanyanya,
"Bagaimana sebutan heng thay terhadap Leng Siauw Kiam Khek"
"Dia adalah suhuku entah bagaimana heng thay bisa mengenalnya?" sahut orang itu sambil menjura.
"Nama besar suhumu sudah lama tersebar di dalam Bulim, sudah tentu siauwte pun pernah mendengar."
"Lalu Tan heng sendiri dari partai mana" apa maksudmu datang ke kota Kiem Hoan ini?"
"Suhuku adalah Ban Li Im Yen Lok Tong adanya dan tidak berpartai karena siauwte ada janji dengan Sak Ie heng dari Bu-tong-pay untuk bersama-sama berangkat ke gurun pasir maka kini siauwte bermaksud untuk menuju ke Butong san."
"Haaa.... haaa.... kalau begitu sangat kebetulan sekali" seru Si Huan sambil tertawa tergelak. "Kebetulan sekali Siauwte pun punya janji dengan Sak Ih heng untuk bertemu muka di kota Wu Han akhir bulan ini bagaimana kalau kita berangkat bersama-sama menunggu di kota Wu Han saja?"
"Bagus sekali!"
Dengan kejadian ini maka ikatan persahabatan diantara mereka berdua pun jadi semakin erat sehingga tanpa terasa sudah membicarakan soal kepergian ke gurun pasir.
Tiba-tiba terlihatlah Si Huan mengerutkan alisnya rapat rapat dan berseru, "Tempat ini tidak sesuai untuk membicarakan persoalan tersebut, bagaimana kalau kita teruskan perundingan ini di kamar Siauwte saja?"
"Ehmm! Siauwte menurut saja" sahut Tan Kia-beng cepat Setelah membayar rekening mereka bangun berdiri dan berjalan menuruni tangga loteng. Pada waktu itulah mendadak terdengar suara sapaan dari seorang kakek tua yang amat serak.
"Saudara berdua janganlah pergi dulu, loohu ada urusan yang hendak ditanyakan kepada kalian."
Dengan cepat mereka dongakkan kepalanya tampaklah orang itu bukan lain adalah si Pendekar Satu Jari Ko Cian Djien adanya.
Tan Kia-beng yang sudah menaruh rasa tidak senang terhadap orang-orang tujuh partai besar segera melirik sekejap ke arahnya.
"Apa kau bermaksud mencari aku orang she Tan untuk berkelahi....?" serunya tidak senang
"Haaa.... haaa.... engkoh cilik kau tidak usah menaruh salah paham terhadap diriku" sahut si Pendekar Satu Jari sambil tertawa tergelak, "Loohu masih tidak setolol mereka mereka itu, ayoh jalan! kita bicarakan persoalan ini dikamar Si heng saja."
Demikianlah mereka bertiga lantas berangkat menuju kekamar Si Huan, setelah menutup pintu si Pendekar Satu Jari
baru berkata dengan wajah serius, "Menurut berita yang tersiar katanya Tan Siauwhiap telah memperoleh daftar nama para jago peninggalan dari meja Mo tempo hari, entah benarkah berita ini?"
Tan Kia-beng yang belum pernah berbohong segera
mengangguk. "Apakah ada yang menguntit dirimu terus?"
"Pernah ada seorang Dara Berbaju Hijau memaksa Cayhe untuk menyerahkan daftar hitam itu, Cayhe tidak gubris dirinya."
"Lalu pernahkah ia mengungkap soal Isana Kelabang Emas?"
"Ehmm! dia memang pernah berkata kalau orang-orang dari Isana Kelabang Emas sangat membutuhkan daftar hitam itu, cuma hingga saat ini Cayhe belum pernah bertemu orang-orang Isana Kelabang Emas.
"Kalau begitu orang-orang Isana Kelabang Emas itu sudah tahu kalau daftar hitam itu kini berada ditanganmu?"
"Ada kemungkinan memang begitu"
Daftar hitam itu adalah bibit bencana yang amat dahsyat, lebih baik kau simpanlah baik-baik bilamana sampai jatuh ketangan orang-orang Isana Kelabang Emas itu maka penjagalan para jago yang bakal berlangsung jauh lebih kejam ganas daripada peristiwa kereta kencana tempo hari.
Untuk kedua kalinya Tan Kia-beng menemui orang yang menaruh perhatian pada daftar hitam itu hatinya merasa jengkel juga.
"Sebenarnya Isana Kelabang Emas itu perkumpulan macam apa" kenapa semua orang begitu takut terhadap mereka?"
serunya kurang puas. "Bilamana pada suatu hari Cayhe bisa bertemu dengan mereka pasti cayhe akan buktikan seberapa lihaynya kepandaian mereka sehingga patut mendapatkan perasaan ngeri dari para jago."
"Menurut apa yang siauwte ketahui!" sambung Si Huan secara tiba-tiba. "Yang dimaksud sebagai Isana Kelabang Emas adalah sebuah perkumpulan rahasia yang jejaknya masih misterius, kepandaian silatnya amat tinggi dan tidnakannya selalu kejam tak berperikemanusiaan, jarang sekali ada yang mengetahui keadaan mereka sebenarnya."
Terdengar si Pendekar Satu Jari menghela napas panjang.
"Heeei.... karena hendak menyelidiki peristiwa kereta kencana loohu sudah melewatkan satu persoalan penting yakni menyelidiki asal usul dari Isana Kelabang Emas itu, titik terang ini loohu dapatkan berhubung menemukan
kematiannya ditangan majikan kereta kencana itu kebanyakan adalah orang-orang yang namanya tercantum di dalam daftar hitam itu, karenanya loohu lantas teringat kalau urusan ini pasti ada hubungannya dengan...."
Baru saja berbicara sampai disitu mendadak dia membentak keras, "Siapa yang mencuri dengar diluar?"
Tubuhnya segera meloncat keluar melalui jendela diikuti suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati dan rubuhnya sebuah benda berat ke atas tanah
Tan Kia-beng dan Huan pun buru-buru melompat keluar, tapi sesudah melihat kejadian disana hatinya jadi terperanjat.
Kiranya si Pendekar Satu Jari sudah menemui ajalnya dipermukaan tanah dengan darah hitam mengalir keluar dari tujuh lubangnya jelas dia sudah kena serangan bokongan sesaat melompat keluar dari jendela tadi.
Si Pendekar Satu Jari sebagai Ciangbunjin partai Thian Cong pay dengan kepandaian Jit Ci Tan kan nya yang luar biasa tidak disangka bisa menemui ajalnya ditangan pihak musuh hanya di dalam sekali pukul saja dari hal ini jelas menunjukkan kalau kepandaian silat pihak lawan dahsyat sekali.
"Tindakan yang amat kejam sekali, mari kita cari!" ujar Si Huan sambil meraung gusar.
"Dengan keluar biasanya ilmu silat yang dimilikinya sipembunuh itu entah pada saat ini sudah sampai dimanakah dia!" cegah Tan Kia-beng goyangkan lengannya.
"Sekalipun kau mencari dirinyapun belum tentu bisa ketemu aku lihat lebih baik kita memeriksa lebih dulu keadaan si Pendekar Satu Jari dengan teliti."
Si Huan lalu merasa kalau perkataan itu amat cengli, maka sambil menahan hawa amarahnya bersama-sama dengan Tan Kia-beng berjongkok dan memeriksa mayat dari si Pendekar Satu Jari, terlihatlah jantung dan isi perutnya sudah hancur kena pukulan tenaga dalam pihak lawan yang dahsyat sekali.
Dengan perlahan Tan Kia-beng menoleh ke belakang dan ujarnya pada Si Huan, "Menurut penglihatan siauwte kematian dari Ko Thay hiap pasti ada hubungannya dengan pihak Isana Kelabang Emas kalau tidak mengapa sesaat dia mengucapkan siapakah majikan Isana Kelabang Emas itu mendadak ada orang yang datang dan membinasakan dirinya?"
"Perkataan dari Tan heng sedikitpun tak salah Cayhepun merasa demikian." jawab Si Huan mengangguk.
Demikianlah mereka berdua segera berjalan masuk ke dalam kamar, tapi sebentar kemudian mereka jadi terperanjat di atas meja ada sebuah sampul surat yang berisikan kata-
kata, "Barang siapa berani menyebut keadaan sebenarnya dari Isana Kelabang Emas mati!"
Pada ujung kertas itu terlukislah seekor kepala kelabang emas yang lagi mementangkan cakarnya.
Jika dilihat dari tulisannya yang indah, jelas berasal dari tangan seorang perempuan, Tan Kia-beng yang tiba-tiba merasa dari kertas itu tersiar bau harum yang amat aneh hatinya jadi rada bergerak.
"Apa mungkin dia yang turun tangan....?" pikirnya.
Waktu itulah Si Huan telah gembar gembor dengan amat gusarnya, "Bangsat ini terlalu menghina orang, malam ini kita tinggal disini semalam, urusan ini harus dibikin hingga jelas."
Kembali Tan Kia-beng bungkam diri seribu bahasa dan hanya terlihat ia menggeleng saja sedang dalam hatinya terus menerus lagi memikirkan soal yang menyangkut daftar hitam itu, dia merasa heran mengapa pihak Isana Kelabang Emas itu selalu bermaksud untuk daftar hitam itu" kenapa Bok Thian-hong berkata kalau semua orang yang namanya tercatat di dalam daftar hitam itu sama saja sudah mencatatkan diri diistana akhirat"
Berpuluh puluh persoalan memenuhi seluruh benaknya membuat dia otang untuk beberapa saat lamanya tak berhasil memecahkannya, setelah termenung sebentar dia baru berkata, "Kita tidak usah tinggal disini lagi lebih baik segera berangkat saja kekota Wu Han untuk bertemu dengan Sak Ih heng menurut penglihatan cayhe orang-orang ini pasti selalu mengawasi gerak gerik kita aku mau lihat dengan
menggunakan cara apa mereka hendak menghadapi kita."
Demikianlah mereka berduapun dengan mengikuti rencana semula meneruskan perjalanan menuju kekota Wu Han, dan di
dalam beberapa hari ini pula hubungannya dengan Tan Kia-beng semakin erat.
Walaupun keadaan berbahaya sekali dan setiap saat ada kemungkinan dapat menemui serangan bokongan tetapi mereka berdua tak pernah pikirkan dihati, hari itu sampailah mereka berdua disuatu tempat yang jaraknya tinggal dua jam perjalanan sampai kekota Wu Han.
Terdengarlah Si Huan tiba-tiba tertawa tergelak dan berkata, "Cayhe kira disepanjang jalan tentu akan menemui kerepotan tidak disangka setan pun tak ditemui...."
Baru habis dia berkata, tiba-tiba....
Dari tempat kejauhan berkumandang suara suitan aneh yang amat keras dan tinggi melengking serasa menusuk telinga
Begitu mendengar suitan itu Tan Kia-beng segera tertawa dingin.
"Hee.... hee.... mungkin kedua orang itu sengaja datang mencari gara gara dengan aku orang she Tan!" serunya.
Saat ini tiada perbedaan di antara kita siapa saja yang berani mencari gara gara dengan Tan heng sama saja dengan musuh dari aku orang she Si sambung Si Huan dengan amat gusar sedang tangannya mulai meraba raba gagang
pedangnya. "Lebih baik Si heng jangan ikut campur di dalam urusan ini sehingga akan mendatangkan kerepotan buat dirimu! dan cayhe sudah biasa menghadapi kerepotan kerepotan seorang diri" kata pemuda itu tenang-tenang
Pada saat itulah tampak dua sosok bayangan manusia dengan amat cepatnya meluncur datang, begitu melayang
turun ke atas tanah segera tertawa terkekeh kekeh dengan seramnya.
"Hee.... hee.... siapakah di antara kalian berdua yang bernama Tan Kia-beng?"
Suaranya amat dingin kasar dan tidak pakai aturan membuat Tan Kia-beng yang mendengarkan merasa hatinya amat kheki mendadak dia maju dua langkah ke depan
"Siauw ya adalah orang yang kalian cari. Siapa kalian"
"serunya dingin.
Sembari memberi jawaban matanya dengan amat tajam memperhatikan kedua orang baru datang itu.
Kedua orang itu memakai baju hitam dengan wajah amat kurus mengerikan, mirip sekali dengan mayat yang baru saja bangun dari kuburan.
Begitu Tan Kia-beng memperkenalkan asal susulnya, segera terasalah empat rentetan sinar yang buas dan tajam menyapu wajahnya, dan terdengar salah satu diantara mereka memperdengarkan suara tertawanya yang amat seram lalu berkata
"Hee.... heee.... terhadap kami kalian tidak kenal buat apa berkelana di dalam dunia kangouw?"
Tangannya yang kurus kering itu lantas dipentangkan ke depan dan berseru kembali
"Ayo cepat bawa kemari!"
Melihat sikap mereka itu Tan Kia-beng lantas tahu kalau benda yang diminta oleh mereka bukan lain adalah pedang Kiem Ceng Giok Hun Kiamnya, oleh karena itu sengaja ia berlagak pilon dan tertawa terbahak-bahak.
Apakah kalian hendak memohon siauw yamu memerseni dua tahil perak buat kalian berdua?"
Sepasang manusia mayat hidup ini bukan lain adalah "Thay Heng siang Mo" yang amat terkenal sekali di daerah Si Pak, tindakan mereka bukan saja kejam buas dan ganas serta paling tidak pakai aturan sekalipun begitu jarang sekali mereka berkelana di daerah sekitar Kang Lam.
Si Huang yang terjunkan diri ke dalam dunia kangouw jauh lebih pagian sudah pasti pernah mendengar orang
mengungkat soal sepasang mayat hidup ini karenanya begitu melihat dandanan mereka dalam hati sudah merasa amat terperanjat
Dia yang mengira pemuda itu tak kenal mereka dan
menemui bencana ditangan mereka maka buru-buru maju ke depan dan berseru;
"Bilamana dugaan cayhe tidak salah, kalian berdua tentunya Thay Heng bersaudara bukan?"
Toa Mo dari Thay Heng Siang Mo ini bersifat amat buas, dan sejak tadi ia sudah dibuat gusar oleh kata-kata Tan Kia-beng yang kasar itu, maka dari matanya segera memancarkan sinar kehijau hijauan yang amat tajam sekali serunya seram,
"Yayamu cuma mengingnkan pedang Giok Hun Kiam yang ada pada pinggangmu itu, tetapi nyawamupun sekalian aku mau!"
Tangannya dengan cepat dipentangkan dengan
menggunakan cakarnya yang bagaikan kuku garuda
menghantam ke depan.
Tan Kia-beng segera tertawa dingin, dengan ringannya dia melayang ke samping untuk menghindarkan diri dari serangan itu.
Toa Mo yang melihat serangannya tidak mengenai
sasarannya maka dengan cepat ia maju ke depan serangan kedua bagaikan kilat cepatnya sudah dilancarkan kembali.
Mendadak terasalah hawa pedang mendesir kiranya Si Huan telah mencabut keluar pedangnya. di tengah suara
bentakannya yang amat keras dengan dahsyat dia membabat ke depan laksana pelangi yang memanjang angkasa.
Sekalipun Toa Mo sudah memiliki kepandaian iblis yang lihay, tetapi waktu ini tak berani menyambut datangnya serangan tersebut dengan kekasaran; maka sekitar itu juga dia terdesak mundur sejauh tiga empat langkah.
Sifat kuatnya segera meliputi seluruh tubuh, sambil bersuit nyaring tubuhnya dengan cepat menunruk ke arah Si Huan sepasang cakar setannya berturut turut berkelebat laksana kabut hitam yang menutupi seluruh angkasa, dan bau amis yang menusuk hidung pun segera tersiar membuat Si Huan kontan terkurung di dalam sambaran angin serangan tersebut.
Dalam keadaan terperanjat buru-buru Si Huan
memperkencang serangan pedangnya sinar hijau memancar memenuhi seluruh angakasa laksana tiupan angin taupan datangnya kabut hitam itu.
Pada saat Toa Mo menubruk ke arah Si Huan itulah Jie Mo sambil membentak keras menubruk pula ke arah Tan Kia-beng.
Thay Heng Siang Mo selamanya paling tidak suka pakai aturan apalagi sifatnya yang ganas itu hal itu membuat Tan Kia-beng jadi gusar juga dibuatnya.
"Hee.... hee.... kalau begitu tidak pakai aturan, jangan salahkan siauwya mu akan turun tangan kejam" serunya sambil tertawa dingin.
Maka dengan segera dia mengirim satu pukulan yang amat dahsyat ke depan.
Seketika itu juga Jie Mo kena didesak mundur delapan depa dengan sempoyongan.
Selama berkelana Thay Heng Siang Mo belum pernah
menemui kekalahan semacam ini apalagi hanya di dalam sekali gebrakan saja sudah kena didesak mundur ke belakang, hal ini membuat orang saking khekinya mendelikkan sepasang matanya bulat bulat lalu bersuit panjang dan sekali lagi menubruk ke depan.
Mendadak.... Terdengar suara bentakan yang amat keras berkumandang memenuhi seluruh angkasa diikuti dengan munculnya serombongan manusia yang menerjang ke depan secara bersama-sama.
Berhenti!" bentaknya keras.
Suara itu amat kasar dan tidak pakai aturan, bahkan secara samar-samar disertai dengan nada ingin menguasahi seluruh kolong langit.
Sejak tadi Tan Kia-beng memang tidak bermaksud
bergebrak melawan Tay Heng Siang Mo ini, kini mendengar bentakan itu segera dia menarik kembali serangannya dan mundur ke belakang.
Tampaklah orang yang baru saja membentak bukan lain adalah seorang lelaki berusia pertengahan yang memakai jubah hijau dengan wajah bercambang, dari sepasang matanya memancarkan cahaya yang amat tajam sekali.
Di belakang lelaki berbaju hijau itu berdirilah Thay Gak Cungcu Bok Thian-hong Ciangbunjin dari Go-bie Pay Loo Hu
Cu, Hwee Im Poocu, Ong Jiang serta beberapa orang jagoan Bulim yang sudah mempunyai nama besar dikalangan
kangouw. Pemuda itu sama sekali tidak menyangka kalau di tempat ini bisa bertemu muka dengan Thay Gak Cungcu, tidak terasa lagi alisnya sudah dikerutkan rapat rapat cuma saja dia tidak mengumbar hawa amarahnya.
Thay Heng Siang Mo yang biasanya berlaku ganas terhadap siapapun dan karena mendengar pedang pusaka Giok Hun Kiam sudah jatuh ketangan seorang bocah cilik maka jauh jauh dari Thay Heng-san sudah datang karena mau merebut pedang pusaka tersebut.
Siapa sangka baru saja bergerak maju sudah kena terpukul mundur dan ketika hendak menubruk untuk kedua kalinya kena dicegah orang, tak terasa sepasang matanya berputar putar lalu bentaknya dengan seram, "Siapa kau" nyalimu sungguh besar sekali berani mengganggu pekerjaan Thay Heng Siang Mo?"
Si orang lelaki berjubah hijau itu tidak menggubris terhadap perkataannya, sebaliknya mengulapkan tangannya dan berseru.
"Pergi....! pergilah, aku tidak akan mencari gara gara dengan kalian, lebih baik tak usah jual lagak disini."
Jie Mo Ong Kuang yang kena dihajar mundur oleh Tan Kia-beng tadi hatinya sudah merasa amat gusar apalagi kini mendengar sikapnya yang sangat menghina dari lelaki berbaju hijau ini bagaikan api yang bertemu dengan prenium hawa amarahnya semakin memuncak.
Tanpa menanti dia selesai berkata ia sudah meraung keras lalu menubruk ke depan dengan dahsyatnya.
"Kawan, nyalimu sungguh tidak kecil!" bentaknya keras.
"Berani sekali jual lagak dihadapan Thay Heng Siang Mo, aku lihat kau sudah bosan hidup lagi."
Lima jarinya dipentangkan bagaikan pancingan lalu dengan cepatnya dibabat ke atas wajah lelaki berbaju hijau itu angin serangan menyambar amat tajam membuat suasana seketika itu juga diliputi oleh desiran angin yang memekikkan telinga.
Tan Kia-beng yang melihat lelaki berbaju hijau itu sama sekali tidak memandang sebelah matapun terhadap datangnya serangan tersebut dalam hati lantas mengerti kalau Ong Kuang bakal menderita rugi yang amat besar.
Sedikitpun tidak salah, baru saja lima jari Ong Kuang mendekati batok kepala dari lelaki berbaju hijau itu mendadak.
Segulung kabut berwarna hijau yang amat tebal
menyongsong datangnya serangan tersebut diikuti dengan suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang memenuhi seluruh angkasa, tubuh Jie Mo Ong Kuang
bagaikan layang layang yang putus benang dengan kerasnya mencelat ke tengah udara dan darah segarpun muncrat keluar dari mulutnya.
Toa Mo yang melihat adiknya menemui bencana hatinya semakin gusar lagi, sepasang matanya melotot lebar-lebar sedang tangannya diayun semakin gencar lagi sambil menubruk ke arahnya.
Hanya di dalam sekejal saja dia sudah melancarkan tujuh serangan sekaligus dan melancarkan lima tendangan mematikan, seketika itu juga pasir dan batu kerikil beterbangan memnuhi angkasa keadaannya benar-benar amat menyeramkan.
"Kau juga cari mati!" tiba-tiba terdengar lelaki berjubah hijau itu membentak keras.
Ujung bajunya dikebutkan ke depan, segulung kabut hijau yang amat tebal dengan cepat menggulung ke arah depan, di tengah suara jeritan ngeri yang amat keras itulah tubuh Toa Mo terpental sejauh beberapa depa, wajahnya berubah jadi hijau menyeramkan sedang dari mulutnya muntahkan darah segar tiada hentinya.
"Dendam ini hari dikemudian hari pasti kubalas," serunya gemas.
Sehabis berkata sambil mengempit tubuh Jie Mo bagaikan kilat cepatnya berlalu dari sana.
Menanti setelah Thay Heng Siang Mo berlalu dari sana lelaki berbaju hijau itu baru maju dua langkah ke depan dan merangkap tangannya memberi hormat terhadap Tan Kia-beng;
"Saudara apakah benar Tan Siauwhiap yang pada waktu baru baru ini memperoleh pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam?"
"Tidak berani, cayhe memang Tan Kia-beng adanya, entah siapakah saudara sahut Tan Kia-beng sambil membalas hormat. "Apakah kaupun merupakan manusia yang sudah menaruh perhatian terhadap pedang pusaka ini?"
"Cayhe adalah "Ci Lan Pak: atau manusia bercabang hijau Ku Sun Su adanya, Dia anak merupakan anak murid dari Isana Kelabang Emas, heng cay harap suka berlega hati, anak murid Isana Kelabang Emas tidak bakal mempunyai niat untuk merebut pedang pusaka tersebut sebaliknya ada satu permintaan yang kurang patut harap heng thay suka mengabulkannya."
"Apa yang kau maksudkan?"
"Harap heng thay suka menyerahkan itu daftar hitam milih raja muda Mo tempo hari."
Tan Kia-beng yang melihat ilmu Hong Mong Ci Khie yang dilancarkan olehnya tadi dalam hati sudah menebak beberapa bagian, kini mendengar orang itu sudah mengaku sebagai utusan dari Isana Kelabang Emas hatinya semakin tergetar.
Mendadak dia tertawa terbahak-bahak dengan amat
kerasnya. "Haa.... haa.... untuk mendapatkan daftar hitam ini tidak sulit tetapi kau harus memberi tahu kepada cayhe apa kegunaannya?"
Mendadak dia menuding ke arah Thay Gak Cungcu Bok Thian-hong yang ada dibelakangnya dan berkata kembali,
"Apakah dia adalah kuku garuda yang sengaja kalian pelihara"
harap heng thay suka memaafkan kalau cayhe berlaku kutang terhormat yang hendak membasmi kaum laknat dari muka bumi ini."
"Ciat Hun Kiam atau si Pendekar pedang menculik sukma Si Huan yang berdiri disampingnya sewaktu melihat Tan Kia-beng memandang Thay Gak Cungcu yang memiliki nama besar itu bagaikan manusia rendah yang tak berguna membuat hatinya rada bingung dan ragu ragu.
Ci Lan Pek yang mengetahui kalau Tan Kia-beng terus menerus ingin mengetahui apa sebabnya Isana Kelabang Emas menghendaki daftar hitam itu, air mukanya rada berubah, ujarnya tiba-tiba dengan serius, "Urusan ini Heng thay tidak usah ikut tahu, pokoknya, kita dari pihak Isana Kelabang Emas sangat membutuhkan daftar itu."
"Bilamana cayhe kukuh tidak suka menyerahkannya?"


Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Itu artinya kalian memaksa pihak Isana Kelabang Emas untuk mengambil jalan terakhir,"
Mendengar perkataan tersebut Tan Kia-beng segera
tertawa terbahak-bahak.
"Haa.... haa.... aku merasa heran, apakah seluruh barang yang aku orang she Tan miliki adalah barang pusaka semua, kenapa setiap orang pada ingin mendapatkan barang-barang milikku" tetapi kalian harus tahu kalau aku orang she Tan punya sifat keras kepala, sekalipun harus korbankan nyawa tak sebuah barangpun bakal aku lepaskan, perduli kalian dari pihak Isana Kelabang Emas mau menggunakan jalan terakhir atau jalan permulaan aku tak bakal akan menggubris."
Alis yang dikerutkan Ci Lan Pek semakin kencang lagi, paras mukanyapun berubah hebat lagi tapi hanya di dalam sekejap saja sudah berubah biasa kembali, ujarnya dengan perlahan
,"Tan heng adalah seorang manusia yang bentrok dengan kami dari pihak Isana Kelabang Emas hanya dikarenakan secarik kertas rongsokan" apalagi Cayhe pun sama sekali tak bermaksud untuk memenuhi Heng Tay."
Tidak menunggu Tan Kia-beng mengucapkan sesuatu sinar matanya kembali menyapu sekejap ke arah Thay Gak Cungcu dan sambungnya, "Sedang mengenai urusan yang menyangkut orang she Bok dan suhengmu Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong ini termasuk urusan dalam perkumpulan Teh Leng kauw kalian. Cayhe pasti tidak mau ikut campur! hanya saja seluruh perbuatannya dulu adalah atas perintah dari Isana Kelabang Emas dan akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak kita,"
Ci Lan Pek adalah seorang yang gagah dan jujur,
perkataannya yang baru saja diutarakan sudah membongkar banyak rahasia Bulim selama ini maka seketika itu juga membuat air muka Thay Gak Cungcu berubah hebat, cuma saja dia tak berani membantah.
Loo Hu Cu serta Hwee Im Poocu pun merupakan jago-jago Bulim yang memiliki pengalaman yang amat luas, walaupun masih belum mengerti jelas keadaan yang sesungguhnya tetapi dalam hati sudah timbul rasa curiga, tak terasa lagi sinar matanya sudah dialihkan ke atas wajah Thay Gak Cungcu.
Tan Kia-beng yang diam-diam meresapi ucapan dari Ci Lan Pek tadi dari hatinya lantas timbul dua persoalan yang mencurigakan.
Pertama, Bok Thian-hong menggunakan kereta kencana memfitnah diri si Penjagal Selaksa Li, kenapa hal itu dikatakan merupakan urusan di dalam perkumpulan Teh Leng Kauw sendiri"
Kedua. Apakah tujuannya Bok Thian-hong menimbulkan bencana pembunuhan massal di dalam Bulim"
Yang paling mengherankan lagi ternyata Ci Lan Pek sudah mengakui kalau semua hal itu Isana Kelabang Emas yang bertanggung jawab" apakah semua kejadian ini dilakukan atas perintah pihak Isana Kelabang Emas"
Setelah termenung beberapa saat lamanya dia baru
berkata, "Urusan yang menyangkut soal daftar hitam tidak usah kita bicarakan lagi, menurut pendapat cayhe urusan itu adalah menyangkut keselamatan dari berpuluh puluh nyawa manusia. Siapapun jangan harap bisa mendapatkannya dari tangan cayhe, bilamana pihak Isana Kelabang Emas
bermaksud hendak menggunakan kekerasan, hee.... hee....
cayhepun ingin sekali minta beberapa petunjuk dari ilmu Hong Mong Ci Khie saudara!"
Sengaja dia mengucapkan kata-kata Hong Mong Ci Khie itu dengan keras, seluruh jago yang ada disana kecuali Ci Lan Pek sendiri sampai Thay Gak Cungcu sendiripun dibuat
kebingungan, karena siapapun belum pernah mendengar adanya ilmu silat semacam itu.
Sebaliknya Ci Lan Pek yang mendengar Tan Kia-beng sudah mengenali kalau ilmu yang digunakan adalah ilmu Hong Mong Ci Khie hatinya terasa tergetar amat keras tapi sebentar kemudian dia sudah tertawa terbahak-bahak.
"Haa.... haa.... saudara kenal juga dengan ilmu Hong Mong Ci Khie" hal ini membuktikan kalau pengetahuanmu amat luas, aku Kong Sun Su ingin sekali minta beberapa petunjuk dari dirimu."
Dalam hati Tan Kia-beng sendirinya sudah tahu kalau suatu pertempuran sengit tidak bakal terhindar lagi, apalagi setelah dilihatnya kepandaian silat dari Ci Lan Pak amat dahsyat dihatinya sama sekali tidak mempunyai suatu pegangan untuk rebut kemenangan tapi iapun tidak suka memperhatikan kelemahannya.
Dengan langkah lebar ia berjalan maju dua langkah ke depan dan tertawa panjang
"Hong Mong Ci Khie walaupun merupakan ilmu yang amat dahsyat dan cayhe mengerti kalau bukan tandingannya tetapi aku lebih baik mati di atas ceceran darah daripada melihat barang yang ada disakuku kena kau rampas seenaknya. mari!
silahkan saudara mulai turun tangan."
Dengan perlahan Ci Lan Pak pun maju ke depan dan
tersenyum "Tan Siauwhiap kau selalu merendah."
Si manusia bercabang hijau Kong Sun Su ini adalah murid tertua dari majikan Isana Kelabang Emas, kepandaian silatnyapun sudah memperoleh seperdelapan dari suhunya, sifatnyapun jujur dan gagah dan tindakannya menunjukkan sebagai seorang enghiong hoohan. hal ini membuat Tan Kia-beng segera merasa kalau dia adalah satu satunya musuh yang paling dikagumi olehnya selama ini.
Masing-masing pihak pada mengerti kalau lawannya kini adalah musuh tangguh, walaupun diluarnya mereka berbicara dengan kata-kata yang lunak padahal dalam hati pasti merasa amat tegang sekali, diam-diam tenaga lweekangnya sudah dikerahkan mengelilingi seluruh tubuh dan siap-siap menantikan serangan pihak musuh.
Si Ciat Hun Kiam, Si Huan, Thay Gak Cungcu, Hwee Im Poocu serta Loo Hu Cu sekalian yang berdiri disamping kalangan pada terbetot perhatiannya oleh pertempuran yang amat dahsyat ini, saking tegangnnya untuk bernafaspun tidak berani.
Walaupun mereka semua merupakan jagoan Bulim yang memiliki kepandaian tinggi tetapi dalam hati pada mengerti bilamana mereka harus dibandingkan dengan dua orang itu maka bedanya amat jauh termasuk Thay Gak Cungcu yang amat terkenal itupun tak terkecuali.
Segulung angin bertiup dengan amat kencangnya membuat rumput dan ranting bergoyang tiada hentinya, suasana terasa semakin tegang lagi dibuatnya.
Pada saat saat yang amat tegang itulah mendadak tampak bayangan hijau dengan sangat cepatnya berkelebat ke dalam kalangan dan berdiri di tengah-tengah antara Ci Lan Pek dan Tan Kia-beng.
Orang itu ternyata bukan lain adalah gadis berbaju hijau, sambil membereskan rambutnya dia tersenyum manis ke arah si pemuda, setelah itu kepada Ci Lan Pak serunya, "Suheng, kenapa kalian berdua jadi bertempur sendiri?"
"Kau.... kau bukankah kau sengaja bertanya walaupun sudah tahu?" seru Ci Lan Pak tertawa pahit, tangannya menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Apakah kita orang tak dapat menggunakan cara yang lain untuk melakukan penyelidikan" buat apa harus merebut daftar nama milik orang lain?"
"Maksud dari sumoay?"
"Aku melarang kalian berdua saling bergebrak."
Si "Ciat Hun Kiam" Si Huan yang berada disamping diamdiam merasa amat geli, pikirnya;
"Kau melarang suhengmu untuk turun tangan masih boleh dikatakan cengli, lalu dengan mengandalkan apa melarang orang lainpun untuk mengikuti perkataanmu?"
Agaknya Ci Lan Pak sangat menurut perkataan dari
sumoaynya ini, terdengar dia tertawa terbahak-bahak.
"Haa.... haa.... kalau sumoay memangnya melarang aku untuk turun tangan, yaa sudahlah!"
Kakinya dengan amat ringan meluncur ke samping sejauh delapan depa lalu dengan amat tenangnya berdiri tak bergerak.
Dengan perlahan gadis berbaju hijau itu putar badan dan memandang ke arah sang pemuda.
"Bagaimana maksudmu?" tanyanya kemudian.
Sebenarnya Tan Kia-beng sendiripun tidak ingin bergebrak, karena Ui Liong Tootiang pernah memberi pesan wanti wanti kepadanya untuk sementara waktu jangan perlihatkan dulu ilmu barunya Jie Khek Kun Yen Kan Kun So.
Padahal bilamana tidak menggunakan ilmu barunya ini maka tidak bakal ia berhasil pecahkan ilmu "Hong Mong Ci Khei" nya pihak lawan, dengan sendirinya kesempatan untuk merebut kemenanganpun jadi menipis.
Dengan cepat dia anggukkan kepalanya.
"Cayhepun mengikuti saja maksud hati dari nona!"
sahutnya. "Hii.... hii..... agaknya kalian berdua sangat penurut terhadap kata-kataku" tiba-tiba gadis berbaju hijau itu tertawa cekikikan.
Selesai berkata terlintaslah satu senyuman bangga mengatasi wajahnya.
"Hmm! kau tidak usah banyak jual tampang dihadapanku, aku orang she Tan tidak ada sangkut paut apapun dengan dirimu buat apa harus mendengarkan pula perkataanmu?"
seru pemuda itu tiba-tiba sambil mendengus dingin.
Dengan cepat gadis berbaju hijau itu menerjang
kehadapannya dengan wajah berubah hebat.
"Apa kau kata?" jeritnya keras.
Beberapa patah kata tadi agaknya sudah menyinggung perasaan halusnya sehingga membuat sepasang biji matanya yang bening penuh digenangi dengan air mata.
Tan Kia-beng yang melihat sikapnya amat menyedihkan dalam hati segera merasa tidak tegah.
"Aku cuma bergurau saja, kenapa kau harus
menganggapnya sungguh sungguh?" katanya kemudian
sambil menghela nafas panjang
"Hmm! siapa yang suka bergurau dengan dirimu!"
Selesai berkata dia putar badan dan kembali tertawa cekikikan.
Tan Kia-beng segera merasa walaupun gadis itu sudah berusia enam, tujuh belasan tetapi sifat kekanak kanakannya masih belum hilang, sikapnya yang pohon dan jenaka itu membuat sang pemuda merasa tidak tegah untuk
menyinggung bagi perasaannya.
"Bolehkah cayhe mengetahui nama dari nona?" ujarnya kemudian.
"Kenapa tidak boleh" aku bernama Gui Ci Cian, majikan Isana Kelabang Emas adalah...."
Berbicara sampai disini tiba-tiba dia menutup mulutnya lagi dan tertawa cekikikan.
"Aduh celaka, aku sudah kebanyakan bicara,
Dengan cepat dia putar kepalanya memandang ke arah belakang, tetapi sebentar kemudian ia sudah menemukan kalau Ci Lan Pek sekalian telah berangkat terlebih dulu.
Tan Kia-beng yang telah pusatkan perhatian untuk
bercakap-cakap dengan sang nona sehingga melupakan Thay
Gak Cungcu kini melihat mereka sudah pergi tak terasa lagi sudah berseru dengan amat keras, "Aduh celaka, mereka sudah pada pergi!"
Gui Ci Cian yang mendengar perkataan tersebut segera menyangka dia lagi mengartikan suhengnya Ci Lan Pek, tak terasa lagi bibirnya sudah dicibirkan.
"Hmm! kau kira suhengku adalah manusia yang bisa
diganggu seenaknya, bilamana ini hari aku tidak datang pada waktunya siapa yang bakal kalah masih sukar ditentukan."
"Suhengmu jadi orang amat jujur dan bersikap gagah, bilamana dia tidak berada pada pihak musuh kepingin sekali cayhe untuk berkenalan dengan dirinya, sampai kini cayhe sama sekali tidak menaruh sikap bermusuhan dengan dirinya.
Cuma saja "Thay Gak Cungcu Bok Thian-hong tidak bisa dilepaskan begitu saja"
"Agaknya kau merasa tidak cocok sekali dengan dirinya?"
Bukannya tidak cocok, manusia tak berguna bagi Bulim seperti dia ini ada seharusnya dibasmi sampai ke akar-akarnya.
"Kau sudah bulatkan tekat untuk membinasakan dirinya?"
"Untuk membalaskan dendam bagi beribu ribu sukma yang mati ditangannya, cayhe terpaksa harus berbuat demikian."
"Baik! ada suatu hari aku akan memberi kesempatan bagimu untuk melaksanakan niatmu ini, dengan demikian kau merasa puas bukan?"
Tan Kia-beng tidak mengerti maksud dari perkataannya ini adalah sungguh sungguh atau sebaliknya untuk beberapa saat lamanya tak diketahui olehnya apa yang harus dikatakan.
Si Ciat Hun Kiam, Si Huan yang selama ini menanti dengan tenangnya disamping mendadak maju ke depan dan menjura.
"Kalian berdua silahkan melanjutkan pembicaraan, Cayhe akan berangkat terlebih dulu, kita bertemu kembali di kota Wu Han!"
Waktu itulah Tan Kia-beng baru merasa kalau dia sudah mengesampingkan dirinya selama pembicaraannya dengan Gui Ci Cian tak terasa lagi paras mukanya berubah memerah, buru-buru serunya.
"Si heng tunggulah sebentar lagi, kita berangkat bersama-sama.
"Haa.... haa.... caramu bersantap kuah dengan kuah ini kurang sedap rasanya, lebih baik kita bertemu kembali sesampainya di kota Wu Han".
Selesai berkata tanpa menanti jawaban Tan Kia-beng lagi dia putar badan dan berlalu dari sana.
Melihat sikap dari Si Huan ini tak terasa lagi Gui Ci Cian segera tertawa cekikikan
"Hii.... hii.... kawanmu itu sungguh menarik sekali" katanya.
Si gadis berbaju hijau itu bisa tertawa senang sebaliknya Tan Kia-beng merasakan kepahitan dihatinya, bukan saja Gui Ci Cian ini bukan kawan perempuannya bahkan ia berada pada kedudukan bermusuhan.
Sikap pihak lawan yang begitu memperhatikan dirinya ini ia sendiripun tak bisa menebak, sungguh sungguhkah itu atau masih ada maksud tertentu, dia tak ingin kesalah pahaman ini berlangsung lebih jauh
Karenanya begitu melihat Si Huan berlalu diapun dengan tergesa gesa merangkap tangannya menjura.
"Cayhepun akan berangkat terlebih dulu lain kali kita berjumpa kembali" serunya cepat-cepat.
Selesai berkata tubuhnya bergerak siap-siap meninggalkan tempat itu.
Mendadak tampaklah bayangan hijau berkelebat. Cui Ci Cian sudah menghalangi kembali jalan perginya.
"Tidak bisa jadi, tidak bisa jadi" katanya dengan manja.
"Kita bakal bertemu kembali dimana?"
"Wu Han!" sahut pemuda itu singkat.
Tan Kia-beng benar-benar merasa amat takut untuk
bercakap-cakap lebih banyak dengan gadis tersebut, karenanya begitu selesai memberi jawaban dengan cepat ia melayang ke depan dan berkelebat mengejar Si Huan.
Dengan termangu-mangu Gui Ci Cian memandang
bayangan punggungnya yang mulai lenyap dari pandangan ia merasa dirinya seperti kehilangan sesuatu, hatinya terasa sangat sedih sekali sehingga tanpa terasa suara helaan napas panjang bergema meemnuhi angkasa.
Ia adalah putri kesayangan dari istana majikan Kelabang Emas, pada hari hari biasanya mendapatkan kemanjaan yang luar biasa dari siapapun, apa yang diinginkan pasti akan terlaksana dan siapapun tak ada yang berani mencegah maksud hatinya, bahkan sampai Ci Lan Pak sebagai murid tertua pun harus mengalah beberapa bagian terhadap dirinya.
Tetapi ini hari untuk pertama kalinya ia sudah menjumpai suatu peristiwa yang tak berhasil memenuhi selera hatinya, dia sendiripun tidak tahu secara bagaimana secara mendadak ia bisa menyukai pemuda tersebut bahkan hal yang paling
menjengkelkan itu ternyata keras kepala dan sama sekali tidak menggubris terhadap rasa cinta yang diperlihatkan olehnya.
Dia merasa mendongkol dan kecewa karena pemuda itu sudah tinggalkan dirinya tanpa mengucapkan sesuatu.
Hal ini membuat perasaan terhormatnya tersinggung, lama sekali dia berdiri termangu-mangu akhirnya sambil mendepak depakkan kakinya ke atas tanah gumamnya seorang diri,
"Hmm! aku tidak percaya hatinya sekeras baja, aku harus berhasil mendapatkan dirinya"
Mendadak tubuhnya meloncat ke tengah udara, diantara berkibarnya ujung baju laksana bidadari yang turun dari kahyangan dengan amat gesitnya ia berlalu dari sana.
---0-dewi-0--- Kita balik pada Tan Kia-beng yang dalam hati merasa sangat tidak enak sekali berhubung kepergian dari si "Ciat Hun Kiam" Si Huan meninggalkan dirinya berdua
Dia melakukan perjalanan dengan amat cepat, sedang dalam hati tiada hentinya memikirkan beberapa persoalan.
Pertama; Berbentuk apakah organisasi Isana Kelabang Emas itu"
siapakah majikannya" jika ditinjau dari sikap perkataan serta gerak gerik dari Ci Lan Pek serta si gadis berbaju hijau itu sepertinya tidak kehilangan sikap gagah dari jagoan Bulim dan sama sekali tidak memperlihatkan sikat sebagai iblis iblis yang bermaksud jahat lalu apa tujuan mereka untuk medapatkan daftar nama itu"
Kedua, Thay Gak Cungcu Bok Thian-hong adalah anak buah dari Isana Kelabang Emas dengan sendirinya perintah untuk membinasakan para jago Bulim dan anggota partai partai
besar datangnya dari Isana Kelabang Emas, apa maksud tujuannya"
Mendadak dia teringat kembali akan perkataan dari Ci Lan Pek, perbuatan Bok Thian-hong menyaru sebagai majikan kereta kencana merupakan urusan rumah tangga Teh Leng Kauw sendiri, dengan demikian jelas sekali menunjukkan kalau Bok Thian-hong bukan lain adalah murid kedua dari Han Tan Loojien atau dengan perkataan lain Ji suhengnya sendiri.
Mungkin dia berbuat demikian berhubung merasa kalau si Penjagal Selaksa Li adalah murid tertua dan ia berhak untuk menjabat sebagai ciangbunjin dari Teh Leng Kauw, asalkan lenyapkan dia dari muka bumi maka dirinya dengan
kedudukan sebagai murid kedua secara terbuka bisa menjabat sebagai Ciangbunjin" bukankah hal ini akan menambah kekuatan dan pengaruhnya di dalam percaturan Bulim dikemudian hari"
Semakin dipikir pemuda itu merasa semakin mantap
hatinya, dia merasa perasaan curiga yang selama ini terkandung dihatinya sebagian besar adalah cocok dengan keadaan.
Saking bingungnya memikirkan persoalan ini tak terasa lagi Tan Kia-beng sudah salah mengambil jalan, saat ini sampailah dia di tengah sebuah pegunungan yang amat sunyi dengan empat penjuru dipenuhi oleh semak belukar.
Akhirnya sampailah dia disebuah jalan buntu yang penuh dengan akar serabut.
Pada saat dia lagi berdiri tertegun itulah mendadak dari balik semak berkumandang datang suara tertawa cekikikan yang genit disusul munculnya seorang perempuan cantik dengan gaya yang amat mempesonakan.
"Sute, kau seorang diri datang kemari ada keperluan apa"
sapanya. Dengan rasa terperanjat pemuda itu dongakkan kepalanya, tampaklah Lei Hun Hweeci itu istri kesayangan dari Bok Thian-hong sudah muncul dihadapannya dengan gaya yang
merangsang. "Siapakah yang jadi sutemu?" bentaknya dengan wajah adem
"Eeeii.... sute, hawa amarahmu sungguh luar biasa sekali.
ensomu apa pernah berbuat salah terhadap dirimu?"
"Hmm! perbuatan kalian suami istri jelas mau tahu tanyalah pada dirimu sendiri, jikalau tahu diri lebih baik menyingkirlah jauh jauh, hati-hati dibawah serangan siauw yamu selamanya tanpa ampun."
"Heei....! Sute, maukah kau bersikap lebih baikan terhadap ensomu yang sudah tua ini" Terus terang kukatakan suhengmupun ada kesulitan yang tak bisa diutarakan! mari, tempat tinggal ensomu tidak jauh dari sini, masuklah kerumahku dan duduklah sebentar sembari minum teh biarlah ensomu memberi keterangan yang jelas!"
Diantara percakapan itu, Lei Hun Hweeci sudah berjalan mendekati pemuda itu kemudian menarik ujung bajunya untuk diajak pergi.
Melihat sikapnya itu Tan Kia-beng kontan mengerutkan alisnya rapat rapat, telapak tangannya dengan tajam membabat ke samping
"Tidak usah tarik bajuku, sana! menggelinding yang jauh!"
bentaknya dengan keras.
Di dalam anggapannya perempuan itu tentu akan
melepaskan tangannya, siapa tahu dia ternyata sama sekali tidak menggubris, walaupun melihat serangan dari pemuda itu hampir menghajar pergelangan tangannya ia tetap tak menyingkir atau menarik kembali tangannya.
Hal ini membuat pemuda tersebut dengan gugup terpaksa menarik kembali serangannya.
---0-dewi-0--- JILID: 24 "Hey, apa maksudmu yang sebenarnya?" teriaknya dengan mata melotot lebar-lebar.
Saat ini Lei Hun Hweeci telah mengetahui kalau pemuda tersebut tidak bakal mencelakai dirinya, hal ini membuat hatinya semakin mantap
"Hee.... memang nasib kami yang buruk!" ujarnya dengan wajah pura pura sedih, "Sampai antara suheng-te sendiripun tidak bisa memahami keadaan dari suami istri, lebih baik aku mati saja ditanganmu."
Melihat perempuan itu tidak mau juga lepas tangan, Tan Kia-beng benar-benar dibuat amat cemas.
Sebetulnya kau suka lepas tangan atau tidak?" teriaknya lagi sambil mencak mencak saking mendongkolnya.
"Bilamana kau tidak meluluskan permintaanku untuk duduk sebentar di dalam ruangan, sekalipun binasakan dirikupun aku tidak bakal lepas tangan."
"Kau kira aku sungguh sungguh tidak berani hajar dirimu"
"Sreeet....!" dengan sejajar dada dia melancarkan satu pukulan yang amat dahsyat menghajar tubuh pihak lawan.
Terdengarlah suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati, tubuh Lei Hun Hweeci sudah kena dihantam terpental ke tengah udara dan jatuh ke dalam semak belukar yang tebal.
"Sute, kau sungguh kejam! kau begitu tega menghantam ensomu sehingga jadi begini" rintihnya dengan lemah. "Heeii!!
jauh lebih baik aku mati saja daripada hidup tersia-sia, sute!
kirimlah satu pukulan lagi agar aku bisa cepat mati"
Tan Kia-beng yang melancarkan pukulan tadi seaktu melihat Lei Hun Hweeci sama sekali tidak menghindar atau menangkis di dalam keadaan cemas tenaga pukulannya sudah ditarik separuh.
Dikarenakan jaraknya yang amat dekat sekalipun dia sudah berhasil menarik kembali serangannya tidak urung tangannya sudah menekan pula di atas dadanya yang menonjol keluar dan terasa amat empuk.
Dalam keadaan gugup ia lantas meloncat kesamping, walaupun begitu Lei Hun Hweeci tertahan pula sehingga terpental dan menjerit ngeri.
Sekalipun ia merasa sangat benci terhadap mereka suami istri berdua tetapi di dalam keadaan seperti ini hatinya merasa iba juga.
Terburu-buru tubuhnya melayang kesisi tubuhnya dan mengomel dengan nada perlahan;
"Bagaimana dengan lukamu" kenapa kau tidak suka menghindar" heei.... sungguh."
"Maa.... masih rada baaa.... baikkan aku tidak akan menyalahkan dirimu, tolong bimbinglah aku pulang!" rintih Lei Hun Hweeci pura pura kehabisan tenaga.
Dalam keadaan seperti ini Tan Kia-beng merasa tidak enak untuk menolak permintaannya, terpaksa sambil kerutkan alisnya rapat rapat dia membimbing bangun badannya dan dengan perlahan bergerak maju ke depan.
Walaupun usia dari "Thay Gak Cungcu" Bok Thian-hong sudah melampaui setengah abad tetapi istri kesayangannya ini Lei Hun Hwee ci tidak lebih cuma tua dua, tiga tahun dari Tan Kia-beng
Dibawah bimbingan lengan sang pemuda yang kuat dan berotot, Lei Hun Hwee ci segera menjatuhkan seluruh tubuh ke dalam pelukannya.
Segulung bau harum yang semerbak dan terasa amat aneh menusuk hidung Tan Kia-beng membuat sang pemuda yang baru saja menginjak dewasa ini merasakan hatinya berdebar amat keras, napas mulai berjangkit dan hampir hampir tidak kuat menahan diri
Sebetulnya perasaan ini jamak muncul dari tubuh seorang lelaki normal, tidak perduli pemuda maupun pemudi yang manapun asalkan berada di dalam keadaan seperti ini tentu akan merasakan hatinya bergolak amat keras.
Masih untung saja Tan Kia-beng memiliki tenaga dalam yang amat tinggi, tergesa gesa dia menarik napas panjang panjang dan menenangkan hatinya yang lagi bergolak.
"Eee.... Tan Kia-beng.... Tan Kia-beng, sikapmu yang kesemsem dengan perempuan isteri orang lain apakah boleh disebut sebagai sikap seorang lelaki sejati diam-diam dia memperingatkan dirinya sendiri
Perjalanan yang dilakukan amat perlahan ini memakan waktu yang cukup lama, entah berapa saat lamanya terakhir sampailah kedua orang itu di depan sebuah kuil yang amat kecil.
Dengan lemah gemulai Lei Hun Hweeci maju ke depan untuk mengetuk pintu, sebentar kemudian tampaklah pintu kuil terbuka dan muncullah seorang yang bukan merupakan seorang Nikou sebalinya merupakan seorang pelayan muda yang wajahnya penuh perasaan terkejut.
Begitu mereka berdua masuk ke dalam ruangan buru-buru dia menutup kembali pintu itu rapat rapat.
Setelah masuk di dalam biara tersebut dengan sinar mata yang tajam pemuda itu mulai menyapu sekejap memandang sekeliling tempat itu.
Tampaklah di atas meja sembahyang kecuali terletak sebuah patung Koan Im sama sekali tidak nampak
Dendam Iblis Seribu Wajah 2 Pendekar Sadis Karya Kho Ping Hoo Harpa Iblis Jari Sakti 5
^