Pendekar Super Sakti 11

Pendekar Super Sakti Serial Bu Kek Siansu 7 Karya Kho Ping Hoo Bagian 11


ng tidak begitu kuat pengawalannya. Sarang perampok dibasmi, banyak yang dibunuh dan ada pula yang melarikan diri. Kepala perampok dibunuh, akan tetapi seorang di antara isteri-isteri perampok itu, yang muda cantik dan genit, tidak dibunuh oleh perwira yang mengepalai pasukan, karena perempuan ini amat pandai mengambil hati dan pandai pula merayu. Perempuan ini menceritakan bahwa dia bukanlah perampok, bahwa dia adalah puteri seorang guru silat yang diculik perampok dan diperkosa. Akhirnya ia dapat jatuh ke tangan kepala rampok itu dan dijadikan selirnya. Karena perwira itu dan pembantu-pembantunya puas dengan rayuan wanita ini, maka dia dibawa sebagai teman penghibur dalam tugas pembersihan yang mereka lakukan. Apalagi ketika wanita itu membuktikan bahwa dia pun pandai silat dan ikut pula melakukan gerakan pembersihan, membantu para pasukan, dia makin disayang. Hebatnya, perempuan ini mempunyal kesenangan yang amat aneh, yaitu ia paling suka menyaksikan wanita-wanita diperkosa oleh para anak buah pasukan! Bahkan dialah yang sering kali menangkapi gadis-gadis dan wanita-wanita muda yang cantik untuk diberikan kepada para anak buah pasukan kemudian dengan tersenyum puas ia menyaksikan betapa mereka itu diperkosa seperti domba disembelih! Hal ini timbul dalam hatinya, merupakan semacam penyakit sebagai akibat daripada pengalamannya sendiri. Ketika masih gadis remaja, dia sebagai gadis terhormat seorang guru silat, diculik perampok dan diperkosa oleh banyak orang. Semenjak itu, nasibnya selalu seperti itu, diperkosa ganti-berganti tangan sampai akhirnya ia jatuh ke tangan kepala rampok dan dijadikan selirnya. Karena penderitaan batin yang amat hebat itulah maka dia akhirnya ingin melihat setiap orang wanita diperkosa seperti yang pernah ia alami sendiri! Ketika pasukan memasuki dusun di selatan kota raja itu dan si wanita cabul dan genit ini mendengar bahwa di situ tinggal seorang guru silat dengan seorang isteri dan seorang gadisnya, timbul kegairahan hatinya untuk menimpakan malapetaka kepada guru silat dan keluarganya ini seperti yang pernah dialami keluarga ayahnya sendiri. Maka ia lalu berbisik-bisik kepada komandan pasukan yang tertawa terbahak, kemudian menjelang senja wanita itu bersama perwira dan tiga orang pembantunya keluar dari gedung yang dijadikan markas sementara pasukan. Empat orang perwira itu mengenakan pakaian biasa, tidak seperti pakaian yang mereka pakai kalau menjalankan dinas, sehingga mereka itu kelihatan seperti tokoh-tokoh persilatan atau pembesar-pembesar sipil karena pakaian yang dipakai secara tiru-tiru oleh orang-orang Mancu ini memang lucu. Namun gerakan mereka ketika berjalan Jelas menunjukkan bahwa mereka adalah tentara"tentara Mancu.
Guru silat pemilik rumah yang agak terpencil itu menyambut kedatangan empat orang laki-laki tinggi besar dan seorang wanita cantik itu dengan hati gelisah. Dari sikap mereka itu ia sudah mengenal bahwa empat orang itu tentulah orang-orang Mancu, maka cepat ia menyambut mereka dengan hormat dan bertanya.
"Cu-wi mencari siapakah"
Empat orang perwira Mancu itu belum pandai benar berbahasa Han, maka Si Wanita yang menjawabnya. "Mereka ini adalah perwira-perwira Mancu yang memimpin pasukan mengadakan pembersihan."
Wajah guru silat itu menjadi berubah dan ia bertanya hati-hati, "Ada keperluan apakah cu-wi datang mengunjungi saya"
Wanita cabul itu tertawa dan berkata, "Hanya ada sedikit keperluan yaitu mereka ini hendak meminjam sebentar isterimu yang kabarnya cantik dan anak gadismu!" Empat orang perwira itu tertawa bergelak dan mengangguk-anggukkan kepala.
"Keparat!" Guru silat itu marah sekali dan cepat menyambar goloknya dari atas meja sambil berteriak ke dalam, "A-bwee, ajaklah anakmu lari!"
Empat orang perwira itu tertawa bergelak, dan pemimpinnya lalu berkata. "Bunuh anjing pemberontak ini!" Kemudian ia bersama wanita cabul itu melompat ke dalam den mengejar ibu dan anak yang melarikan diri melalui pintu belakang.
Kauwsu (Guru Silat) itu mengamuk, dikeroyok tiga oleh tiga orang pembantu perwira. Akan tetapi dia adalah guru silat yang kepandaiannya biasa saja sedangkan tiga orang lawannya adalah perwira-perwira muda yang kasar dan bertenaga besar, juga hampir setiap hari bertempur, maka begitu dikeroyok dengan serangan-serangan dahsyat, ia hanya dapat bertahan belasan jurus saja. Tiga batang golok di tangan lawannya menyambar-nyambar dan guru silat itu roboh mandi darah dan tewas seketika. Sambil tertawa-tawa tiga orang perwira itu menancapkan golok mereka di atas meja lalu berlari menyusul pemimpin mereka ke belakang. Mereka sudah mendengar jeritan-jeritan wanita dan hal ini menambah gairah hati mereka.
Kasihan sekali nasib isteri dan anak guru silat itu. Belum jauh mereka melarikan diri sudah disusul oleh perwira dan si perempuan cabul dan cepat mereka itu ditawan. Melihat bahwa isteri guru silat yang berusia kurang lebih tiga puluh itu benar-benar amat cantik, jauh lebih menarik dan lebih matang daripada gadisnya yang berusia lima enam belas tahun, perwira itu langsung menubruk isteri guru silat itu, memeluknya dan menciuminya sambil tertawa-tawa. Akan tetapi isteri guru silat itu meronta, melawan dan mencakar. Adapun gadis itu dengan mudahnya dirobohkan si wanita cabul yang menyambar sabuknya. Gadis itu bangkit berdiri dan lari, akan tetapi sabuknya terlepas dan sabuk yang panjang itu membuat tubuhnya berputaran dan ia roboh kembali, sabuknya yang panjang berada di tangan wanita cabul yang tertawa-tawa. Wanita itu membuat laso di ujung sabuk dan mengalungkannya di leher gadis itu. sehingga setiap kali gadis itu meronta, sabuk itu mengikat dan menjerat lehernya dan dia roboh kembali.
Pada saat itu, tiga orang pembantu perwira yang berhasil membunuh si guru silat muncul dan melihat gadis yang meronta-ronta itu, mereka tertawa bergelak. Si wanita cabul memotong sabuk menjadi empat dan berkata, "Nih, ikat kaki tangannya, kita permainkan dia, hi-hik!"
Laki-laki yang buas sebanyak tiga orang itu tertawa-tawa dan dua orang mengikatkan sabuk potongan itu pada kedua tangan Si Gadis, dan seorang lagi mengikatkan sabuknya pada kaki kanan gadis itu. Ketika mereka menarik sabuk, dan si wanita cabul menarik pula sabuknya yang menjerat leher, gadis itu terpentang kaki tangannya dan berdiri dengan kaki kiri, berloncatan dan berteriak-teriak, "Jangan bunuh aku...., jangan bunuh aku....!"
Sementara itu, perwira yang sudah bangkit nafsunya setelah menggumuli isteri guru silat dan mendapat perlawanan, bahkan pipinya kena dicakar, menjadi marah. Ia menampar muka wanita itu sehingga terpelanting, kemudian berkata marah, "Hemmm, apakah engkau masih menolak" Lihat, anakmu akan kusuruh robek menjadi empat kalau kau menolak. Manis, mengapa kau menolak" Bukankah aku lebih gagah daripada suamimu yang kurus kering itu"
"Ibu.... Ibu.... tolonggggg....!" Gadis itu menjerit-jerit.
"Akhiuuu.... anakku....!" Si ibu menjerit, kemudian sambil terisak-isak ia berkata, "Baiklah.... baikiah.... lakukanlah sesuka hatimu terhadap aku.... akan tetapi bebaskan anakku.... lepaskan anakku....!"
Sambil menangis terisak-isak isteri guru silat itu tidak meronta lagi, membiarkan saja apa yang dilakukan oleh perwira yang menjadi buas itu dengan pakaian dan tubuhnya. Sementara itu, Si Gadis yang melihat keadaan ibunya, cepat berkata kepada tiga orang dan wanita cabul yang mengikatnya dengan sabuk. "Lepaskan aku...., ah, lepaskan aku. Lihat, Ibuku sudah mau.... lepaskan aku....!" Anak gadis itu yang hanya memikirkan keselamatan dirinya sendiri, agaknya lupa akan keadaan ibunya, lupa betapa ibunya diperkosa orang secara buas, dan lupa betapa ibunya terpaksa mau menerima penghinaan ini hanya demi keselamatannya.
"Lepaskan aku! Ibu sudah tidak menolak lagi....!" Kembali ia menjerit.
Wanita cabul itu tertawa terkekeh-kekeh. "Aduh.... puas hatiku, persis seperti aku dahulu. Hi-hi-hik, alangkah lucunya, hi-hik!" Ia menuding-nuding ke arah isteri guru silat yang menggeliat-geliat dan merintih dalam tangisnya, kemudian mengedipkan matanya kepada tiga orang perwira. "Kita main kucing dan tikus. Lepaskan dia!"
Tiga orang perwira itu maklum dan sambil tertawa-tawa, mereka melepaskan sabuk. Gadis itu jatuh, kemudian bangkit berdiri dan tanpa mempedulikan ibunya ia lalu melarikan diri. Akan tetapi ia menjerit lagi karena tiba-tiba tubuhnya terpelanting dan kiranya sabuk yang mengikat kakinya telah ditarik dari belakang! Ia bangkit lagi, akan tetapi ketika lari ke depan, di situ telah menghadang seorang perwira dan sekali renggut bajunya robek sebagian! Si gadis menjerit dan lari ke kiri, hanya untuk bertubrukan dengan seorang perwira lain yang juga merobek bajunya sambil tertawa-tawa. Gadis itu menjadi panik, lari ke sana ke mari, akan tetapi selalu bertemu perwira yang sengaja menghadangnya dan merobeki bajunya sedikit demi sedikit sehingga hampir telanjang. Wanita cabul yang menonton pertunjukan ini tertawa-tawa penuh kepuasan.
Setelah pakalan gadis itu habis koyak-koyak, seorang perwira menubruk maju dan memeluknya. Gadis itu menjerit, dan pada saat itu, jeritnya diikuti jerit Si Perwira yang menciumnya. Mereka, perwira dan gadis itu, roboh terguling dan masih berpelukan karena sebatang ranting telah menembus tubuh mereka berdua, membuat tubuh mereka seperti dua ekor ikan disate! Dari atas pohon melayanglah turun seorang pemuda berpakaian putih sederhana yang bukan lain adalah Han Han! Ketika pemuda ini yang kebetulan tiba di dusun itu dalam pengejarannya kepada Ouwyang Seng, melihat peristiwa yang terjadi di belakang rumah guru silat, kemarahannya tak dapat ia tahan lagi. Dia tidak tahu, bahwa empat orang laki-laki itu adalah perwira-perwira Mancu, akan tetapi melihat perbuatan mereka, dalam pandang matanya wajah mereka berubah seperti wajah perwira-perwira yang telah memperkosa ibunya dan cicinya. Maka ia menjadi mata gelap. Lebih-lebih ketika menyaksikan sikap gadis itu sama sekali tidak patut, seorang anak yang puthauw (tak berbakti), yang membiarkan ibunya menjadi korban asal dia sendiri selamat. Dalam kemarahannya dan kemuakannya, ia melontarkan ranting pohon dari atas pohon, sekaligus membunuh perwira dan gadis itu! Kemudian ia melayang turun dan sekali tangannya menampar, perwira yang sedang memperkosa isteri guru sliat itu terguling dengan kepala remuk! Dua orang pembantu perwira dan wanita cabul menjadi kaget sekali. Cepat mereka menerjang maju, akan tetapi sekali saja menggerakkan kedua tangemnya, Han Han membuat mereka bertiga roboh puia dengan kepala remuk dan dada pecah! Isteri guru silat sudah bangkit dan lari menghampiri mayat puterinya sambil menangis, kemudian lari memasuki rumah dan terdengar jeritnya. Han Han menyusul masuk dan melihat isteri guru silat itu menggeletak mandi darah di samping mayat suaminya. Kiranya wanita yang kehilangan suami dan anak ini mengambil keputusan nekat, membunuh diri! Han Han meninggalkan tempat itu cepat-cepat dan menghela napas. Ia memikirkan perbuatan wanita tadi. Salahkah kalau dia membunuh diri" Salah pulakah kalau dia menyerahkan kehormatannya kepada perwira untuk menyelamatkan puterinya" Ah, betapa malang nasibnya. Suaminya dibunuh. Puterinya juga tewas, dan dia sendiri sudah diperkosa. Harapan apalagi dalam hidup" Memang, agaknya kematianlah jalan terbaik.
Ketika Han Han mendengar bahwa yang dibunuhnya itu adalah perwira-perwira yang memimpin pasukan Mancu yang berada di dusun itu, ia terkejut dan juga marah. Kiranya di mana-mana pasukan Mancu mendatangkan malapetaka! Bukan hanya Han Han saja yang terkejut mendengar akan kematian empat orang perwira Mancu di belakang rumah guru silat itu. Juga semua penduduk dusun itu terkejut sekali, bukan terkejut bercampur marah seperti Han Han, melainkan terkejut dan ketakutan. Mereka semua maklum apa artinya peristiwa itu, apa yang akan menjadi akibatnya. Tentu pasukan Mancu akan mengamuk, menganggap dusun itu sebagai sarang pemberontak! Maka berbondonglah malam hari itu juga semua penduduk lari mengungsi.
Mendengar bahwa penduduk lari mengungsi, pasukan yang kehilangan pimpinannya itu menjadi makin marah dan menganggap bahwa tentu dusun itu menjadi sarang gerombolan pemberontak. Maka mereka lalu keluar dari gedung yang dijadikan markas, mulai mengamuk dan membakari rumah-rumah yang sudah kosong, lalu melakukan pengejaran terhadap para penduduk yang mengungsi. Akan tetapi, sebelum keluar dari pintu dusun, mereka dihadang oleh Han Han yang berdiri tegak sambil bertolak pinggang menghadapi tiga puluh orang pasukan Mancu itu. Malam itu bulan telah keluar sore-sore, dan langit tanpa mendung sehingga keadaan cukup terang. Pasukan itu heran menyaksikan ada seorang pemuda yang rambutnya riap-riapan menghadang di tengah jalan. Mereka maklum bahwa tentu pemuda itu seorang pemberontak, karena hanya para pemberontak atau para tokoh petualang kang-ouw saja yang tidak menguncir rambutnya. Menguncir rambut ke belakang merupakan peraturan baru yang dikeluarkan pemerintah Mancu, yaitu peraturan yang berlaku bagi rakyat bangsa Han. Di samping peraturan menguncir rambut, juga ada peraturan bahwa bangsa Han atau rakyat pedalaman tidak diperbolehkan membawa senjata tajam!
"Berhenti semua!" Han Han membentak. "Mengapa kalian hendak mengejar rakyat tak berdosa yang ketakutan dan melarikan diri mengungsi dari dusun mereka"
"Heh, pemberontak cilik, masih berpura-pura lagi! Pemberontak-pemberontak telah membunuh perwira-perwira Mancu, dan semua penduduk ini tentu pemberontak, termasuk engkau dan mereka semua harus dibasmi habis!" bentak seorang perajurit yang brewok.
"Kalian ingin tahu yang membunuh mereka di belakang rumah guru silat itu" Akulah orangnya! Pimpinan kalian telah melakukan perbuatan keji membunuh tuan rumah dan memperkosa ibu dan anak. Aku yang melihat hal itu tentu saja tidak tinggal diam dan turun tangan membunuh mereka. Sekarang, kalau kalian hendak membunuh rakyat yang tidak berdosa, aku pun tidak akan tinggal diam dan akan membunuh kalian semua."
"Wah, keparat, sombongnya! Pimpinan kami memeriksa orang-orang yang dicurigai, menghukum atau membunuh sudah menjadi haknya. Kau.... pemberontak cilik sungguh berani mati. Kawan-kawan, tangkap dan seret ke kota raja!"
Han Han diserbu oleh puluhan orang anak buah pasukan itu. Namun Han Han sudah siap sedia dan dia sama sekali tidak bergerak dari tempatnya. Kedua kakinya tetap terpentang lebar, tubuhnya berdiri tegak, dan hanya kedua lengannya yang bergerak ke sekeliling tubuhnya. Setiap sambaran tombak dan golok yang bertemu dengan tangannya tentu membuat senjata-senjata itu patah atau terlempar, dan setlap kali tangannya menyambar dan mengenai tubuh seorang pengeroyok, tentu orang itu roboh dengan napas putus!
Bagaikan sekumpulan nyamuk menerjang api lilin, pasukan itu menyerang untuk roboh sendiri. Bertumpuk-tumpuk mayat para pengeroyok bergelimpangan di sekeliling Han Han dan kedua lengan baju pemuda ini sudah mandi darah para pengeroyoknya. Setelah ada dua puluh orang perajurit roboh binasa, barulah sisanya menjadi gentar dan tanpa dikomando lagi, karena pemimpin mereka memang tidak ada, mereka itu membalikkan tubuh dan melarikan diri melalui pintu dusun sebelah utara, berlawanan dengan arah yang ditempuh penduduk dusun yang lari mengungsi.
Han Han menghela napas menyaksikan tumpukan mayat-mayat itu. Kembali hatinya dipenuhi rasa penyesalan karena kembali begitu ia turun tangan melakukan sesuatu, tentu akibatnya banyak nyawa melayang. Apakah hidupnya sudah dikutuk sehingga tindakannya selalu hanya akan menimbulkan malapetaka dan pembunuhan belaka" Ia menarik napas dan mukanya murung. Ia sampai tidak tahu bahwa ada beberapa orang mendatangi tempat itu dan menghampiri dari jarak jauh.
Ketika akhirnya ia mendengar langkah mereka dan menoleh, kiranya yang datang adalah lima orang laki-laki setengah tua, penduduk dusun itu. Mereka berlima itu segera menjatuhkan diri berlutut dan berkatalah seorang di antara mereka.
"Taihiap telah menolong kami, menyelamatkan orang sedusun. Akan tetapi taihiap telah membunuh banyak orang perajurit, bahkan membunuh empat orang perwira. Hal ini hebat sekali, harap taihiap cepat-cepat meninggalkan tempat ini sebelum barisan besar datang dan melakukan pembersihan di sini."
"Hemmm, kalian berlima ini siapakah"
"Kami adalah penduduk dusun ini pula, taihiap."
"Jangan sebut aku taihiap, aku hanya seorang muda yang sudah banyak membunuh orang. Mengapa kalian tidak ikut pergi mengungsi"
"Kami merupakan pengungsi-pengungsi yang paling akhir, yaitu laki-laki yang siap mengorbankan diri menghambat pengejaran agar anak isteri kami dapat lari selamat. Akan tetapi melihat taihiap menghadang, kami bersembunyi dan menonton. Taihiap telah menyelamatkan kami, harap taihiap suka mendengar nasihat kami untuk meninggalkan tempat ini sekarang juga."
"Tidak, kalian bantu aku menguburkan semua jenazah ini dan yang berada di belakang rumah guru silat, baru kita pergi. Bagaimana" Ada yang suka membantuku"
Lima orang laki-laki itu saling pandang dengan mata heran. Pemuda ini sudah bersusah payah menolong penduduk dan melawan para tentara Mancu, berhasil membunuh, akan tetapi kini tidak lekas-lekas pergi menyelamatkan diri malah mengajak mereka untuk mengubur jenazah-jenazah itu! Akan tetapi, tentu saja mereka tidak berani menolak dan tanpa banyak cakap mereka itu lalu membantu Han Han menggali lubang-lubang kuburan untuk mengubur sekian banyaknya mayat-mayat itu.
Menjelang pagi barulah pekerjaan itu selesai dan Han Han segera berkata, "Sekarang harap kalian suka pergi cepat-cepat dari tempat ini. Aku akan bersembunyi dan melihat apa yang akan terjadi sebagai akibat dari kejadian ini."
Setelah kelima orang itu pergi cepat-cepat dengan ketakutan kalau-kalau ada pasukan besar Mancu yang akan datang menyerbu ke situ, Han Han lalu mengambil sebuah daun pintu rumah yang terbakar, daun pintu yang lebar dan ia menggunakan telunjuknya dengan kekuatan sin-kangnya mencoret-coret beberapa huruf besar yang berbunyi:
"Sie Han membasmi pasukan yang merampok, memperkosa dan membunuh rakyat yang tidak berdosa. Pemerintah yang baik melindungi rakyat, bukan menindas mereka."
Ia memasang papan pintu itu di tengah dusun yang kini sudah kosong, kemudian ia bersembunyi di pohon-pohon, menanti datangnya pasukan Mancu yang diduga pasti akan datang ke dusun itu. Sambil duduk di atas dahan pohon dan makan kue kering yang ia ambil dari sebuah rumah kosong, Han Han melamun dan mengenangkan semua peristiwa yang dialaminya akhir-akhir ini dengan hati merana. Hanya ada dua hal yang berkesan sekali di hatinya. Pertama, tentu saja terculiknya Lulu oleh Ouwyang Seng yang kini dicarinya dan merupakan tugas pokok dan terpenting baginya di saat itu. Ke dua adalah kakek tua renta berambut panjang yang aneh, yang muncul ketika ia diancam maut di tangan Setan Botak dan Iblis Muka Kuda. Mengapa dia tidak jadi dibunuh" Mengapa dua orang itu roboh dan mengapa pula mereka lalu lari ketakutan" Apa yang telah dilakukan kakek aneh itu" Ia tidak melihat kakek itu melakukan sesuatu! Dan anehnya, ia merasa seperti pernah bertemu dengan kakek itu, hanya ia lupa lagi, entah kapan dan di mana.
Tak lama kemudian tampaklah olehnya berbondong-bondong rakyat dusun melarikan diri dengan wajah ketakutan dan dari sebelah belakang para pelarian ini terdengar derap kaki kuda dan suara-suara makian.
"Pemberontak keparat! Pembunuh-pembunuh keji!"
Makian-makian ini disusul dengan munculnya dua orang penunggang kuda dan melihat pakaian mereka, tahulah Han Han bahwa mereka itu adalah dua orang pengawal. Dua orang pengawal itu memegang gendewa dan beberapa kali mereka melepas anak-anak panah ke depan. Kiranya yang menjerit tadi adalah para pengungsi yang menjadi korban anak panah mereka itu.
Han Han memandang dengan mata terbelalak dan muka merah saking marahnya. Ia melihat sendiri betapa seorang laki-laki muda dan seorang gadis yang melarikan diri roboh oleh anak panah, bahkan seorang ibu setengah tua yang menggendong bayi dan yang lewat di bawahnya, menjerit ketika sebatang anak panah menancap di punggungnya. Ibu ini roboh terguling, mendekap anaknya yang menangis. Seorang laki-laki setengah tua berteriak kaget dan ternyata dia adalah suami ibu itu. Sambil menangis bapak ini lalu menyambar tubuh anaknya yang masih kecil, kemudian melarikan diri dan terpaksa meninggalkan mayat isterinya untuk menyelamatkan dirinya dan anaknya karena kalau tidak lari tentu mereka berdua menjadi korban keganasan dua orang perwira pengawal itu pula.
Han Han tak dapat mengekang kemarahannya lagi. Ia mengeluarkan pekik mengerikan dan tubuhnya sudah melayang turun, langsung menerjang dua orang perwira pengawal yang lewat di bawahnya. Dua orang pengawal itu kaget, namun ternyata bahwa mereka pun bukan orang lemah, karena mereka dalam kegugupan diserang secara tiba-tiba itu menghantamkan busur mereka kepada Han Han yang sudah menggerakkan ranting di tangannya.
"Krak-krakkk!" Kedua buah busur dua orang pengawal itu hancur berkeping-keping sehingga mereka terkejut sekali. Akan tetapi Han Han sudah menggunakan kedua tangannya memukul. Dua orang lawannya cepat melempar tubuh sendiri ke belakang, meloncat dari atas punggung kuda.
"Bluk! Krokkk!" Dua ekor kuda tunggangan mereka meringkik keras dan roboh terguling, berkelojotan tak mampu bangun kembali karena tulang punggung mereka patah terkena pukulan kedua tangas Han Han! Dua orang pengawal yang sudah meloncat bangun memandang dengan mata terbelalak.
"Keparat! Siapakah engkau yang membantu para pemberontak keji" Seorang di antara perwira pengawal itu sudah mencabut goloknya diikuti oleh kawannya, dan mereka memandang pemuda berambut panjang itu dengan hati gentar.
"Hemmm, di dunia ini penuh dengan orang gila yang memaki orang lain gila, penuh dengan maling yang berteriak maling. Rakyat lari mengungsi pasti ada sebabnya dan apalagi sebabnya kalau bukan karena kekejian orang-orang macam kalian" Rakyat mengungsi mencari tempat aman, kalian mengejar dan membunuhi mereka. Sekarang kalian masih memaki mereka sebagai pemberontak keji! Sungguh menjemukan!"
"Eh, orang muda. Apakah engkau termasuk seorang pemberontak"
"Aku bukan pemberontak, akan tetapi aku menentang setiap kekejaman seperti yang kalian lakukan terhadap para pengungsi tadi! Mereka adalah orang-orang lemah yang tertindas, yang membutuhkan bantuan orang-orang yang mengaku dirinya gagah."
"Ha-ha! Mereka orang-orang lemah katamu" Hemmm, dengarlah orang muda. Kami adalah dua di antara para pengawal yang mengawal Giam-tai-ciangkun bersama isterinya. Tahukah engkau bahwa hampir saja kereta Tai-ciangkun hancur dan ada beberapa orang teman pengawal tewas oleh pengungsi-pengungsi yang kaukatakan lemah itu" Mereka adalah pemberontak-pemberontak yang menyelinap di antara rakyat jelata!"
"Tidak percaya! Apakah ibu yang menggendong anak ini pun seorang pemberontak"
Dua orang perwira pengawal itu kelihatan agak malu dan seorang di antara mereka menjawab, "Memang, kurasa bukan. Akan tetapi dalam pembersihan terhadap para pemberontak, bukanlah hal aneh kalau ada rakyat yang terkena akibatnya, karena para pemberontak bersembunyi di antara rakyat jelata."
"Huh, alasan kosong! Para pemberontak berada bersama rakyat, hal itu hanya berarti bahwa rakyatlah yang memberontak" Mengapa rakyat memberontak" Karena rakyat tidak suka akan pemerintah yang menguasainya! Kenapa tidak suka" Karena pemerintahnya tidak benar. Daripada membunuhi rakyat, lebih baik membersihkan diri sendiri agar dapat disuka oleh rakyat!"
"Wah-wah, bicaramu seperti pemberontak pula. Sombong!" Dua orang perwira itu mendengar suara roda kereta dan derap kaki kuda mendatangi, maklum bahwa rombongan panglima yang dikawalnya sudah tiba. Hal ini berarti bahwa kawan-kawan mereka sudah tiba pula, maka timbullah keberanian mereka dan serentak mereka berdua menerjang Han Han dengan golok. Kini Han Han sudah membuang tongkat ranting pohon tadi dan menghadapi kedua orang pengeroyok dengan tangan kosong. Ia melihat betapa gerakan mereka itu baginya lambat sekali, maka dengan tenang ia meloncat ke kiri, kemudian dari samping ia menggunakan tangan kanan menampar ke arah mereka. Tamparan yang kelihatan perlahan saja, dipandang sebelah mata oleh kedua orang perwira pengawal yang cepat memutar tubuh menggerakkan golok lagi, bukan saja menangkis tamparan lengan itu akan tetapi juga akan dilanjutkan dengan bacokan-bacokan mematikan. Tentu saja kedua orang perwira bangsa Mancu ini sama. sekali tidak tahu bahwa tamparan itu mengandung hawa pukulan maut Hwi-yang Sin-ciang! Mereka hanya melihat golok mereka terbang dari tangan mereka, kemudian terasa hawa panas luar biasa menembus dada dan selanjutnya mereka tidak tahu apa-apa lagi karena mereka telah roboh dengan dada gosong dan tubuh tak bernyawa lagi!
Robohnya kedua orang perwira ini tampak oleh rombongan pengawal yang mendahului sebuah kereta yang ditarik oleh empat ekor kuda. Rombongan pengawal di depan kereta berjumlah dua puluh orang, mereka ini adalah anak buah dari dua orang perwira tadi, maka melihat betapa dua orang pimpinan mereka roboh di tangan seorang laki-laki muda berambut panjang yang tidak memegang senjata, mereka menjadi marah dan membalapkan kuda ke depan sambil berteriak-teriak dan tombak serta golok mereka diacung-acungkan ke atas.
Kereta itu cukup indah, ditarik empat ekor kuda, dan dikawal ketat. Rombongan pengawal di depan tadinya berjumlah dua losin orang dikepalai dua orang perwira. Empat orang pengawal telah tewas di perjalanan sehingga tinggal dua puluh orang. Di belakang kereta juga dijaga pengawal dua losin orang dikepalai dua orang perwira.
Melihat adanya gangguan di depan, kereta dihentikan dan dua losin pengawal di belakang telah mengurung kereta dan melindunginya, tidak membantu dua puluh orang pengawal depan yang menerjang Han Han. Juga dua orang pengendara kereta tidak turun dari tempatnya dan karena tempat duduk mereka itu tinggi, mereka dapat menyaksikan pertandingan di sebelah depan. Mata kedua pengendara itu melotot dan wajah mereka pucat penuh keheranan dan kengerian. Mereka melihat bahwa yang menghadang jalan hanyalah seorang pemuda rambut panjang yang tidak memegang senjata, dan yang kini dikeroyok oleh dua puluh orang pengawal itu. Dua orang pengendara ini tadinya sudah merasa yakin bahwa kembali mereka akan melihat seorang pemberontak dicincang hancur tubuhnya oleh para pengawal yang kuat itu. Akan tetapi ternyata apa yang terjadi di depan itu jauh berlawanan dengan apa yang mereka duga. Pemuda itu dengan sikap tenang sekali hanya menggerakkan kedua tangan mendorong ke kanan kiri, dan para pengawal yang mengeroyoknya seperti semut mengeroyok jangkerik itu roboh bergulingan tak dapat bangkit kembali! Dua orang pengendara itu melihat jelas dari tempat duduk mereka yang tinggi betapa ada tombak yang menusuk punggung pemuda rambut panjang itu, ada pula golok yang membacok pundak dan leher. Akan tetapi, tombak itu patah-patah dan golok itu rompal, terlepas dari tangan pemegangnya, kemudian sekali tangan pemuda itu berkelebat ke belakang, agaknya tidak menyentuh kulit para pengawal, namun mereka yang gagal menyerang ini roboh pula tak dapat bangun!
Juga para pengawal yang menjaga kereta di sebelah belakang memandang peristiwa yang terjadi di depan dengan mata terbelalak. Jendela kereta terbuka, sebuah kepala yang besar dan muka yang penuh brewok, muka yang gagah perkasa, muka si panglima yang berada di dalam kereta, muncul dan bertanya kepada dua orang perwira pimpinan pengawal belakang mengapa kereta lama berhenti di situ.
"Ada gangguan pemberontak, Tai-ciangkun." Perwira-perwira itu melaporkan.
"Banyak" Sang panglima brewok bertanya tak acuh, memandang rendah karena dia sudah biasa mengalami gangguan para pemberontak.
"Hanya seorang saja, Tai-ciangkun."
"Kalau hanya seorang saja mengapa begitu lama" Panglima itu membentak tak sabar.
Suara si perwira yang melapor kini agak gemetar, "Dia lihai bukan main, Tai-ciangkun.... wah, seluruh pasukan pengawal depan hampir semua roboh di tangannya...."
Kagetlah panglima itu. "Rombonganmu jangan meninggalkan kereta!" katanya sambil menutupkan jendela dari dalam.
"Ada terjadi apakah" Seorang wanita cantik yang duduk dalam kereta di depan panglima itu, sambil memangku seorang anak perempuan yang mungil, bertanya. Wanita ini berusia kurang lebih dua puluh enam tahun dan dia adalah isteri panglima itu.
"Ah, hanya gangguan seorang pemberontak," kata Panglima Giam Cu dengan suara tenang. "Jangan khawatir, isteriku. Kau tenang-tenanglah di sini, para pengawal sudah menjaga kita, pula, kalau perlu, aku sendiri akan turun tangan membunuhnya," Panglima Giam Cu meraba gagang pedangnya.
Isterinya menggerakkan tangan menyentuh lengannya. "Jangan....! Sudah berkali-kali kuminta kepadamu agar engkau jangan membunuh orang. Kalau hal itu perlu sekali dilakukan, biarlah para pengawal yang melakukannya."
Panglima itu tertawa, lalu membungkuk dan mencium pipi isterinya, kemudian berkata, "Tentu.... tentu.... apa kaukira aku suka menjadi algojo setelah memiliki isteri seorang dewi seperti engkau ini"
Akan tetapi biarpun mulutnya berkata demikian, hati panglima ini mulai merasa tidak enak dan dia lalu mengungkapkan tirai di jendela depan kereta dan mengintai ke depan. Dapat dibayangkan betapa terkejut hatinya ketika melihat bahwa dua puluh orang pengawal dan dua orang perwira yang memimpin pengawal pasukan depan telah roboh semua, kuda-kuda tunggangan mereka lari cerai-berai dan kini ia melihat seorang laki-laki muda yang rambutnya riap-riapan berpakaian putih sederhana, berwajah beringas dan bermata menyeramkan, melangkah perlahan menghampiri kereta yang terjaga oleh dua losin pengawal, dua orang perwira dan dua orang pengendara kereta!
Han Han memang sudah marah sekali, ketika ia dikeroyok dua puluh orang pengawal tadi, kemarahannya memuncak. Hujan senjata ke arah tubuhnya tidak ia pedulikan karena ia sudah mengerahkan sin-kang melindungi tubuh dan pada saat para pengeroyok menerjangnya, ia menggunakan kedua tangannya memukul ke kanan kiri ke depan belakang menggunakan Swat-im Sin-ciang. Setiap orang pengawal yang terkena hawa pukulan ini tentu roboh dengan darah membeku dan jantung mereka berhenti bekerja seketika. Tentu saja yang jatuh terus mati tak dapat hidup kembali! Setelah semua pengeroyoknya roboh, Han Han memandang ke arah kereta yang terjaga oleh sepasukan pengawal lain. Pakaiannya robek di sana-sini terkena senjata tajam, dan dia melangkah maju menghampiri kereta. Para pengawal hanyalah anak buah, hanya alat, pikirnya. Yang duduk di kereta itu adalah pembesarnya dan dialah biang keladinya yang harus ditumpas, pikirnya.
Sejenak sunyi sekali ketika pemuda itu dengan langkah satu-satu dan lambat-lambat menghampiri kereta. Setelah dekat, meledaklah suara teriakan-teriakan para pengawal mengeroyok Han Han, didahului oleh dua orang perwira. Kini rombongan pengawal ini mengeroyok Han Han setelah meloncat turun dari atas kuda dan segera terdengar suara hiruk-pikuk, suara teriakan marah bercampur aduk dengan suara senjata patah dan jatuh ke atas tanah, disusul pula jerit-jerit mengerikan ketika Han Han mulai dengan amukannya.
Giam-hujin (Nyonya Giam) mendekap puterinya dan mukanya menjadi pucat mendengar suara hiruk-pikuk di luar kereta. Giam-ciangkun kembali mengintai dan panglima tinggi besar brewokan ini mengeluarkan suara menggeram marah ketika menyaksikan betapa dua orang perwira pengawal itu sudah tewas pula, dan kini orang muda yang aneh itu sudah merobohkan para pengawal dengan setiap gerakan tangan seperti orang membabat rumput saja!
"Si keparat....!" Giam-ciangkun mencabut pedangnya dan hendak keluar dari kereta. Akan tetapi isterinya memegang lengannya dan menariknya kembali.
"Jangan.... jangan tinggalkan aku...."
"Hemmm, isteriku. Pemberontak itu lihai, para pengawal bukan lawannya. Aku sendiri yang harus melawannya."
"Tidak.... jangan tinggalkan aku. Aku takut...." Giam-hujin menahan dan anaknya mulai menangis.
Giam-ciangkun duduk kembali, menghela napas dan memangku pedangnya. "Baiklah, aku menjaga di sini dan kalau dia berani masuk, kupenggal lehernya!"
Suara hiruk-pikuk di luar makin gaduh dan tubuh Giam-hujin menggigil. Giam-ciangkun diam-diam juga merasa gelisah sekali, apalagi ketika ia mendengar jerit-jerit kematian para anak buahnya. Ia mengintai dan alangkah kagetnya ketika pemuda itu telah mengamuk dekat kereta dan para pengawal yang mengeroyoknya hanya tinggal enam orang lagi. Mereka itu pun mengeroyok dari jarak jauh, menggunakan senjata tombak yang panjang, seperti enam orang pemburu yang menyerang seekor harimau dengan takut-takut terpaksa dan hanya menakut-nakuti dengan ujung tombak saja!
Han Han yang melihat tidak ada lagi pengeroyok yang mendesaknya, segera meloncat ke dekat kereta. Ia menggerakkan tangan mencengkeram daun pintu dan merenggut.
"Braaaakkkkk!" Daun pintu itu terlepas dan pecah-pecah. Pada saat itulah Giam-ciangkun menerjang keluar dengan loncatan dan dengan tusukan pedangnya ke arah dada Han Han. Han Han yang mendengar bersuitnya angin tusukan pedang, maklum bahwa orang yang menyerangnya memiliki ilmu kepandaian yang cukup tinggi, maka ia cepat menggeser kaki ke kiri, tangannya menyampok pedang itu dan kakinya menendang.
"Bukkkkk!" Tubuh Giam-ciangkun yang tinggi besar itu terlempar sampai empat meter jauhnya! Pada saat Han Han hendak mengejar, dari atas melompat dua orang pengendara dengan golok di tangan. Han Han menyambut mereka dengan kedua tangannya, tidak mempedulikan dua batang golok yang membacok leher dan pundak. Tangannya herhasil mencengkeram baju mereka dan sekali kedua tangannya bergerak, terdengar suara keras dan pecahlah dua buah kepala yang diadukannya itu, darah muncrat bersama otak!
Han Han menghampiri panglima yang ditendangnya tadi. Giam-ciangkun bertubuh kuat dan ia sudah bangun kembali dengan pedang di tangan. Ketika Han Han melihat wajah Giam-ciangkun, terlepaslah pekik melengking dari mulutnya seperti teriakan seekor biruang marah, dan ia melangkah lagi sambil berkata.
"Engkau...." Engkaukah ini...." Si keparat jahanam.... kebetulan sekali, kubeset kulitmu.... kuminum darahmu....!"
Suara Han Han perlahan dan mendesis, wajahnya beringas seperti bukan wajah manusia. Dia mengenal perwira brewok yang dahulu memperkosa encinya!
Giam-ciangkun merasa ngeri melihat wajah Han Han yang sama sekali tidak dikenalnya. Ia berteriak, "Serang....!"
Dan enam orang sisa pengawal itu dengan nekat menerjang maju, menggunakan tombak mereka yang datang seperti hujan ditusukkan ke arah tubuh Han Han.
Han Han yang menemukan musuh besarnya, sudah menjadi marah sekali. Ia menggereng, membiarkan tombak-tombak itu menusuknya, kedua tangannya bergerak, yang kanan memukul dengan ilmu sakti Hwi-yang Sin-ciang, yang kiri menggunakan Swat-im Sin-ciang dan.... enam orang pengawal itu roboh, yang tiga orang hangus seluruh tubuh mereka, yang tiga orang lagi kaku membeku, keenamnya tewas di saat itu juga.
"Kau.... iblis brewok.... tibalah saatnya aku membalas dendam. Ha-ha-ha-ha!" Baru sekali ini selama hidupnya Han Han tertawa seperti itu, suara ketawa yang tidak sewajarnya, seperti bukan suaranya sendiri, seperti ketawa di luar kehendaknya dan memang suara ketawa ini terdorong oleh nafsu dendam yang menyesak di hati.
Giam-ciangkun merasa bulu tengkuknya berdiri, akan tetapi dia sudah menerjang maju lagi dengan pedangnya, membacok ke arah kepala pemuda yang menyeramkan itu.
"Siuuuuuttttt.... plak-kreeek!" Pedang yang kena ditampar tangan Han Han itu patah menjadi dua! Giam-ciangkun kini melempar gagang pedangnya, memandang pemuda itu dengan mata terbelalak, dan otomatis kakinya mundur-mundur ke arah kereta. Han Han masih tertawa-tawa dan melangkah maju.
"Rebahlah!" bentaknya dan tangannya melakukan gerakan mendorong. Biarpun Giam-ciangkun sudah mengerahkan tenaganya bertahan, namun tetap saja tubuhnya terjengkang oleh hawa dorongan yang luar biasa kuatnya. Ia jatuh terlentang dan pemuda itu melangkah maju perlahan-lahan!
Tiba-tiba terdengar jerit dari dalam kereta dan Giam-hujin sudah turun dari kereta memondong puterinya yang menangis keras sejak tadi. "Jangan bunuh dia.... ah, jangan bunuh suamiku.... mohon taihiap sudi mengampuni nyawa suamiku...."
Han Han tertegun memandang wanita memondong anak yang berlutut di depan kakinya. Kemarahannya tak mungkin dapat dihapus oleh ratap tangis seorang wanita yang tidak dikenalnya.
"Dia jahat, aku harus membunuhnya....!" Ia menjawab, suaranya dingin.
"Ahhh.... ampunkan dia.... ampunkan kami.... taihiap, ampunkan suamiku...." wanita itu meratap-ratap sambil berlutut, kemudian menangis dan seolah-olah menciumi ujung kaki Han Han.
Tergeraklah hati Han Han dan ia menjadi marah kepada wanita ini yang telah menimbulkan keraguan di hatinya. Dia harus membunuh perwira brewok ini! Apa pun yang terjadi, dia harus membunuhnya! Si Brewok ini telah memperkosa encinya, memperkosanya di depan matanya! Dialah orang ke dua di antara tujuh orang perwira Mancu yang harus dibunuhnya. Harus! Yang pertama adalah perwira muka kuning yang telah memperkosa dan membunuh ibunya, yang ke dua perwira ini yang memperkosa encinya, kemudian yang lima orang lainnya, mereka yang telah menghina keluarganya, harus dia balas dan tumpas semua!
"Dia orang busuk, kau tahu" Han Han tiba-tiba membungkuk, memegang kedua pundak Nyonya Giam dan menariknya berdiri agar mereka dapat bertemu pandang. "Dia manusia berhati iblis! Dia telah memperkosa...." Tiba-tiba Han Han berhenti bicara, matanya terbelalak dan lehernya seperti dicekik rasanya. Mereka berpandangan, seorang wanita cantik dan pemuda perkasa itu, yang hampir sama bentuk mukanya, keduanya terbelalak dan Nyonya Giam seolah-olah tidak percaya kepada pandang matanya sendiri, berkedip-kedip, mukanya pucat, matanya terbelalak, tangisnya terhenti seketika.
"Han Han....!"
"Leng-cici....!"
Nyonya Giam itu memang encinya, Sie Leng, gadis yang dahulu diperkosa kemudian dilarikan oleh perwira brewok yang bukan lain adalah Giam Cu yang kini telah menjadi panglima. Sie Leng terkulai lemas, roboh pingsan di dalam pelukan adiknya!
Han Han juga lemas seketika. Getaran-getaran yang menguasai dirinya, yang membuat ia buas dan haus darah, seketika lenyap, meninggalkan tubuhnya yang terasa lemas dan lelah sekali. Ia duduk di atas sebuah akar menonjol, memangku encinya yang masih pingsan, memandang jauh ke depan dengan pandangan kosong. Ia tidak mendengar dan tidak melihat betapa anak perempuan kecil itu memeluki ibunya dan memanggil-manggil, "Ibu.... Ibu.... Ibu...." sambil menangis. Dia tidak sadar pula bahwa kini Giam Cu merangkak dan berlutut di depannya, sambil berusaha mendiamkan puterinya.
Sampai lama Han Han termangu dan melamun. Memangku tubuh encinya yang pingsan membuat ia teringat akan segala hal ketika ia masih kecil. Bagaikan tampak di depan matanya segala peristiwa di waktu ia masih kecil dan hampir ia tidak percaya bahwa encinya yang tadinya disangka mati itu kini berpakaian mewah dan indah, disebut ibu oleh seorang anak perempuan, dan agaknya menjadi isteri dari Si Brewok yang akan dibunuhnya tadi!
Sie Leng sadar dari pingsannya dan ia merasa seperti dalam mimpi ketika mendapatkan dirinya dipangku seorang pemuda tampan berambut riap-riapan. Han Han! Pemuda ini adalah Han Han, adiknya! Ia melihat Kwi Hong, puterinya masih menangis dan suaminya berlutut di depan Han Han!
"Han Han....!" Ia berseru dan merangkul adiknya. "Han Han, engkau tidak boleh membunuh suamiku. Dia iparmu....! Han Han, engkau ampunkanlah dia....!" katanya sambil berlutut pula di samping suaminya.
"Taihiap, saya mengaku berdosa, akan tetapi demi encimu dan keponakanmu ini, saya mohon ampun...." terdengar pula suara Giam Cu yang besar.
Han Han menjadi bingung, akhirnya menarik napas panjang dan berkata, suaranya dingin dan sakit hatinya masih belum dapat ia hilangkan sama sekali, "Enci Leng, apakah yang telah terjadi" Kenapa engkau malah mintakan ampun kepadaku untuk orang ini"
"Han Han adikku, dengarlah penuturanku." Sie Leng lalu menceritakan pengalamannya semenjak dia dibawa pergi oleh Giam Cu. Mula-mula memang ia merasa sakit hati dan benci kepada Giam Cu yang memperkosanya. Berkali-kali ia hendak membunuh diri, akan tetapi digagalkan selalu oleh Giam Cu yang menjaganya dan ternyata bahwa perwira itu jatuh cinta kepada gadis ini. Dengan penuh kasih sayang Giam Cu membujuk, bahkan tidak lagi ia memperkosa gadis itu, diperlakukan dengan sikap halus dan dihujani kemewahan. Mula-mula Sie Leng tidak mempedulikan sikap baik perwira itu, ia terlalu benci kepadanya dan lebih baik mati daripada menjadi isterinya. Akan tetapi, Giam Cu membujuk, bahkan mengenyahkan semua selirnya. Kemudian, setelah Sie Leng mendapatkan dirinya dalam keadaan mengandung akibat perkosaan itu, ia menyerah!
"Dan ternyata bahwa dia amat mencintaku, Han Han. Mencinta sungguh-sungguh dan sampai sekarang pun terbukti cinta kasihnya kepadaku. Setelah dia naik pangkat terus sampai menjadi panglima, dia tetap mencintaku, tidak mempunyai isteri lain dan akhirnya aku pun mencintanya sebagai suamiku yang baik." Sie Leng terisak, kemudian melanjutkan ceritanya, "Kandunganku yang pertama gugur dan hal itu malah menggirangkan hati kami karena kalau anak itu terlahir, tentu hanya akan menimbulkan kenangan pahit dari peristiwa jahanam yang terjadi di rumah kita dahulu. Kemudian aku mengandung lagi dan terlahirlah keponakanmu ini, Kwi Hong. Dia anak kami yang syah, yang lahir dari cinta kasih antara kami. Han Han, setelah engkau mendengar penuturanku, maukah engkau mengampuni suamiku"
Han Han meragu. "Akan tetapi dia dan kawan-kawannya terlampau jahat, Enci. Lupakah engkau akan keadaan keluarga kita yang terbasmi habis"
"Han Han, kalau engkau tidak bisa mengampuninya dan memaksa hendak membunuhnya, terserah. Akan tetapi engkau harus membunuh aku dan keponakanmu ini lebih dulu!" Sie Leng memondong anaknya dan menghadapi Han Han dengan sinar mata menantang.
Han Han terbelalak memandang encinya dan melihat bahwa ucapan dan tantangannya itu berhasil, Sie Leng lalu memegang tangan Han Han dan berkata, "Jangan menilai orang lain secara sepintas lalu, Adikku. Apakah engkau tidak tahu bahwa kita pun bukan keturunan orang baik-baik" Kakek kita seribu kali lebih ganas dan jahat daripada suamiku. Dia ini hanya menjadi buas karena tugasnya yang diharuskan membasmi musuh. Sebaliknya Kakek kita.... hemmm, orang sedunia mengutuknya!"
"Apa.... apa maksudmu, Enci"
"Ohhh, engkau tidak tahu, Han Han" Apakah dahulu, Ayah atau Ibu tidak pernah bercerita tentang Kakek kita yang bernama Sie Hoat"
Han Han menelan ludah ketika mengangguk. Teringat ia betapa Setan Botak pernah mentertawakan kakeknya. Kalau Setan Botak mengenal kakeknya, tentulah kakeknya bukan sembarang orang!
"Kakek kita itu adalah seorang Jai-hwa-sian (Dewa Pemetik Bunga) yang terkenal di seluruh dunia kang-ouw karena jahatnya! Pekerjaannya hanyalah mengganggu anak isteri orang, entah telah mencemarkan berapa ribu orang wanita di dunia ini! Dan lebih banyak pula yang telah dibunuhnya! Nah, kau dengar sekarang" Apa yang dialami Ibu dan aku sendiri, boleh dikatakan hukum karma sebagai pembalasan atas dosa-dosa Kong-kong kita itu. Nasibku masih baik. Biarpun aku diperkosa, akan tetapi ternyata kemudian bahwa yang memperkosaku menjadi suamiku yang mencinta dan kucinta, menjadi Ayah puteriku. Nasibku masih jauh lebih baik daripada nasib ribuan orang wanita yang menjadi korban Kakek kita."
Han Han mendengarkan dengan mata terbelatak. "Ah, benarkah itu, Len cici" Kalau begitu, Kakek kita itu memiliki kepandaian yang luar biasa"
"Tentu saja! Dia ditakuti oleh seluruh tokoh di dunia pada jamannya."
"Kalau begitu, mengapa Ayah kita begitu lemah...."
"Ayah kita bukanlah anaknya yang sah, melainkan anak yang terlahir dari seorang di antara wanita-wanita yang diperkosanya...."
"Aihhhhh....!" Han Han menutupi mukanya. Hukum karma" Kedosaan kakeknya mengakibatkan hancurnya keluarga ayahnya"
"Sudahlah, Adikku. Keturunan Ayah tinggal kita berdua, marilah engkau ikut bersamaku, Adikku. Kakak iparmu ini amat mencintaku, dia seorang yang baik. Kalau dia melakukan hal yang mengerikan terhadap keluarga Ayah, hal itu adalah tidak mengherankan karena hal-hal semacam itu selalu terjadi dalam perang. Engkau telah membunuhi semua pengawal kami, ah, mengapa, Adikku"
Han Han mengangkat muka, memandang kepada cihu-nya (kakak iparnya) yang masih menundukkan muka. "Mengapa" Tanya saja kepada suamimu ini, Leng-cici! Para pengawal itu membunuh-bunuhi rakyat yang tidak berdosa. Tentu saja aku tidak mau mendiamkannya saja melihat penyembelihan orang-orang tak berdosa, melihat para pengawal itu seperti serigala-serigala buas berburu manusia!"
"Hemmm, kauanggap begitukah, Han Han" Lihatlah ini!" Sie Leng menyingkap bajunya dan memperlihatkan pundaknya yang terluka, luka baru.
"Mengapa pundakmu, Cici"
"Akibat serangan mendadak dari orang-orang tak berdosa itu! Mereka pura-pura menjadi rakyat jelata, menonton kereta pembesar lewat. Tiba-tiba menyerang dengan senjata rahasia, mengenai pundakku dan hampir membunuh keponakanmu kalau saja tidak cepat ditangkis Cihu-mu. Masih banyak hal terjadi, Han Han. Hal-hal mengerikan yang dilakukan oleh rakyat tak berdosa itu. Pembunuhan-pembunuhan mengerikan terhadap orang-orang yang bekerja kepada pemerintah baru. Akan tetapi semua itu sudah wajar terjadi dalam perang."
Han Han termenung dan terbayanglah wajah Lulu. Adik angkatnya itu pun puteri seorang Mancu yang terbasmi sekeluarganya oleh "rakyat", oleh Lauw-pangcu dan teman-teman yang menyebut diri mereka kaum pejuang. Bahkan oleh mereka yang menganggap diri sendiri orang-orang gagah itu, Lulu disuruh berpakaian seperti jembel dan dibiarkan hidup seorang diri. Apakah dosa Lulu" Berdosakah kalau dia kebetulan oleh Thian dilahirkan sebagai anak keluarga Mancu" Salahkah sekarang kalau cicinya mencinta pembesar Mancu yang memperkosanya" Ia menjadi bingung memikirkan hal ini, lebih bingung lagi mendengar keterangan cicinya bahwa kakeknya, ayah dari ayahnya, adalah seorang pentolan kaum pemerkosa wanita sehingga berjuluk Dewa Pemetik Bunga!
Tiba-tiba Han Han berseru, "Awas....!" Tubuhnya bergerak mendorong cicinya ke samping dan empat buah senjata piauw runtuh ke bawah. Giam-ciangkun kaget sekali, cepat merangkul isteri dan anaknya, berlindung di dekat kereta, di belakang Han Han yang sudah berdiri tegak memandang ke depan.
"Pembesar Mancu keparat, bersiaplah untuk mampus!" terdengar seruan nyaring sekali sehingga Han Han diam-diam terkejut. Yang datang adalah seorang wanita yang berkepandaian tinggi. Buktinya, dari jauh sudah dapat menyambit piauw yang ketika ia sampok tadi membayangkan tenaga besar, dan sebelum tampak orangnya sudah terdengar suaranya yang nyaring. Tak lama kemudian muncullah tiga orang muda yang gerakannya tangkas dan gesit, berloncatan dengan gerakan ringan sekali membayangkan gin-kang yang tinggi tingkatnya. Mereka itu adalah dua orang gadis dan seorang pemuda. Dua orang gadis yang amat cantik dan seorang pemuda yang tampan. Usia mereka sebaya dengan Han Han, dan pakaian mereka, dapat diduga bahwa mereka adalah orang muda dunia kang-ouw.
Han Han memandang mereka dengan sinar mata penuh selidik. Jantungnya berdebar dan ia mengingat-ingat karena merasa yakin bahwa dia mengenal tiga orang muda yang perkasa ini. Tiga orang itu melihat seorang pemuda berpakaian putih robek-robek dan berambut panjang riap-riapan berdiri tegak melindungi pembesar Mancu dan anak isterinya segera meloncat ke depan Han Han, memandang dengan penuh kemarahan dan penuh selidik pula.
"Sute....!" Tiba-tiba seorang di antara dua gadis itu, yang cantik dan berpakaian kuning yang memiliki mata bening dan sikap jujur, berseru dan melangkah maju. "Benar, engkau Han Han! Engkau Han-sute....!"
Han Han tersenyum. Tentu saja! Mengapa ia hampir melupakan mereka ini, terutama sekali gadis berpakaian kuning ini" Mereka ini adalah sahabat-sahabatnya dahulu, bukan hanya sahabat, malah suci-sucinya dan suhengnya, karena dia bersama mereka inilah yang dipilih oleh Toat-beng Ciu-sian-li sebagai murid! Gadis manis berpakaian kuning ini siapa lagi kalau bukan Kim Cu! Dan gadis ke dua yang pendiam dan bermata tajam berwajah serius itu adalah Phoa Ciok Lin, sedangkan pemuda tampan itu adalah Gu Lai Kwan!
"Wah, kiranya kedua suci dan suheng dari In-kok-san!" Ia menatap wajah Kim Cu dan sampai agak lama mereka saling bertemu pandang. Betapa cantiknya Kim Cu sekarang, pikir Han Han dengan pandang mata mesra. Di antara semua murid Ma-bin Lo-mo tentu saja Kim Cu merupakan murid yang paling dekat dengannya. Bahkan, takkan pernah ia dapat melupakan kebaikan Kim Cu pada pertemuan terakhir mereka, Kim Cu yang semestinya menangkapnya, bahkan membebaskannya, dan menbiarkannya pergi bersama Lulu, bahkan memberi pakaian dan sepatu kepada Lulu!
"Kim Cu suci, bagaimanakah keadaanmu selama ini" Kuharap engkau baik-baik saja, dan sampai kini aku belum pernah melupakan budi kebaikanmu."
Tiba-tiba kedua pipi gadis itu menjadi merah sekali dan terpaksa ia menundukkan mukanya. Untuk melenyapkan rasa jengah bahwa kenyataannya Han Han hanya memperhatikan dia seorang, Kim Cu segera bertanya.
"Sute, kenapa kau berada di sini" Dan siapakah yang membunuhi banyak pengawal anjing-anjing Mancu itu" Kim Cu menudingkan telunjuknya yang kecil runcing ke arah mayat yang berserakan.
"Akulah yang membunuh mereka," kata Han Han perlahan penuh keraguan akan benar tidaknya semua yang telah ia lakukan. Ia teringat akan wejangan kakek di Siauw-lim-si itu dan kini ia kembali telah menyebabkan kematian banyak sekali manusia, sampai puluhan banyaknya. Puluhan orang manusia yang sama sekali tidak dikenalnya dan yang ia sungguh tidak tahu untuk apa ia bunuh!
"Engkau...." Seruan ini terdengar dari mulut tiga orang muda perkasa itu dan mata Kim Cu yang bening terbelalak memandang wajah Han Han. Seruan yang disertai perasaan tidak percaya. Mereka sudah sering kali bentrok dengan para pengawal dan andaikata mereka bertiga. dikeroyok oleh empat puluh lebih orang pengawal itu, tentu saja mereka akan mampu membunuh mereka semua. Akan tetapi Han Han" Seorang diri pula" Betapa mungkin dapat dipercaya!
"Han-sute, kalau engkau yang telah membunuh semua pengawalnya, mengapa tidak lekas membunuh pembesar Mancu ini" tanya Phoa Ciok Lin, mengerutkan alisnya dan memandang tajam penuh selidik.
"Bahkan engkau tadi telah menyampok piauw-piauw yang kulepaskan!" kata pula Gu Lai Kwan. "Apa artinya semua ini"
Sedangkan Kim Cu tidak bertanya sesuatu, hanya memandang penuh kekhawatiran kepada pemuda yang sejak dahulu amat disukanya dan amat dikaguminya itu. Ia sudah mengenal watak Han Han yang aneh. Dahulu saja sudah mengambil seorang gadis Mancu sebagai adik! Siapa tahu setelah kini dewasa, apa saja yang akan dilakukannya!
Han Han menarik napas panjang lalu mengangguk perlahan. "Sesungguhnya, akulah yang membunuh para pengawal itu dan aku pula yang menangkis sambaran piauw yang kaulepaskan tadi."
"Han Han, engkau tentu melakukan tangkisan piauw karena salah faham, mengira kami menyerangmu. Dan tadi Gu-suheng juga salah sangka, dari jauh tidak mengenalmu maka mengirim serangan langsung!"
Han Han menggelengkan kepala dan berkata, "Tidak demikian, Kim Cu suci, aku memang menangkis piauw-piauw itu untuk melindungi keluarga ini."
"Apa...." Kembali seruan ini keluar dari tiga mulut dengan berbareng. Kalau mereka melihat Han Han menjadi pelindung pembesar Mancu, hal ini tidak akan mengherankan hati mereka. Akan tetapi setelah mendengar bahwa Han Han membunuh sekian banyaknya pengawal Mancu, mayat-mayat mereka pun masih belum dingin benar, bagaimana sekarang orang aneh ini malah melindungi pembesar Mancu yang dikawal oleh para pengawal yang dibunuhnya" Sungguh membingungkan!
"Han-sute, minggirlah dan biarkan aku membunuh anjing Mancu ini bersama anak isterinya!" Gu Lai Kwan membentak tidak sabar lagi.
Akan tetapi Han Han tetap berdiri tegak menghadang. "Tidak boleh, Gu-suheng. Kalian tidak boleh membunuh mereka."
"Han Han! Mengapa begini" Engkau sudah membunuhi pengawalnya, mengapa melindungi mereka ini" Kim Cu bertanya dengan suara kecewa dan penasaran.
"Karena dia adalah Ciciku dan anaknya adalah keponakanku!" jawab Han Han tegas.
"Kalau begitu minggirlah dan biarkan kami membunuh Si Pembesar anjing...." Phoa Ciok Lin berseru.
"Tidak boleh. Dia itu adalah Cihu-ku, terpaksa aku harus melindunginya demi kebahagiaan Cici dan keponakanku."
"Han Han!" Kim Cu berkata mendahului sumoi dan suhengnya. "Kalau engkau masih keluarga pembesar ini, mengapa kau membunuhi para pengawalnya"
Han Han menghela napas panjang, kemudian menjawab, "Karena kulihat mereka membunuh para pengungsi."
"Nah, itu bagus sekali!" Kim Cu berkata girang. "Engkau menyaksikan sendiri betapa jahatnya penjajah Mancu, Han Han! Mereka membunuhi rakyat jelata, mereka membasmi keluargamu, bukan" Juga keluargaku, keluarga sumoi dan suheng ini! Mereka itu jahat, patut dibasmi dari tanah air kita! Minggirlah dan biarkan aku membunuh pembesar ini. Biar dia Cihu-mu, akan tetapi dia ini anjing Mancu. Tentu saja kami tidak akan mengganggu Cici dan keponakanmu."
"Benar apa yang dikatakan Kim-sumoi, Han Han. Minggirlah. Engkau pun musuh bangsa Mancu. Mereka itu sudah terlampau banyak membunuh rakyat yang tidak berdosa, telah menginjak-injak tanah air dan rakyat kita. Jangan sampai seorang pemuda seperti engkau menjadi seorang pengkhianat dan penjilat anjing Mancu."
Mata Han Han berkilat ketika ia menentang pandang mata Gu Lai Kwan. "Aku bukan sute kalian dan hanya mengingat akan perhubungan di antara kita dahulu, terutama sekali mengingat akan budi kebaikan Nona Kim Cu, maka aku melayani kalian bicara. Bolehkah aku bertanya, sudah banyak pulakah kalian membasmi orang-orang Mancu termasuk mereka yang mau bekerja sama dengan pemerintah Mancu"
Tiga orang ini mengira bahwa setelah membunuhi puluhan orang pengawal itu, Han Han lalu menjadi sombong. "Ha-ha, sungguh pertanyaan lucu!" jawab Gu Lai Kwan. "Tentu saja sudah banyak! Sedikitnya seratus orang telah tewas di tanganku ini!"
"Demikian pula dengan Nona Kim Cu dan Nona Phoa Ciok Lin" Han Han melanjutkan pertanyaannya. Dua orang gadis itu mengangguk, pandang mata Kim Cu makin bingung dan khawatir. Ia merasa tidak senang kalau harus bermusuh dengan Han Han.
Han Han tersenyum, senyum yang mengandung penuh arti. "Mungkin Cihu-ku ini sudah banyak membunuh orang. Akan tetapi aku pun sudah banyak membunuh orang dan kalian bertiga sudah mengaku telah membunuh ratusan orang! Entah siapa yang lebih jahat di antara kita pembunuh-pembunuh ini dan aku sangsi apakah ada yang baik di antara kita!"
Sejenak tiga orang muda itu bingung mendengar ucapan itu. "Akan tetapi, yang kami bunuh adalah orang-orang Mancu yang jahat sedangkan yang dibunuh orang-orang Mancu adalah rakyat yang tidak berdosa!" bantah Gu Lai Kwan penasaran.
"Gu Lai Kwan, aku hendak melihat mana ada orang yang tidak berdosa....!" Han Han menarik napas panjang, teringat akan cerita cicinya tentang kakeknya, yang menjadi pemerkosa wanita nomor satu di dunia!
"Han Han! Tak usah banyak cakap, mau tidak engkau minggir dan membiarkan aku membunuh anjing Mancu itu"
Han Han menggeleng kepala.
"Engkau mau menjadi pengkhianat" bentak Phoa Ciok Lin yang seperti suhengnya amat membenci orang-orang Mancu dan sudah bersumpah hendak membunuh semua orang Mancu untuk membalas dendam keluarganya yang habis terbasmi orang Mancu.
"Terserah bagaimana penilaian kalian. Aku tetap tidak membiarkan kalian membunuh Cihu-ku dan keluarganya. Sebaiknya kalian pergi saja."
"Wah, agaknya engkau memiliki sedikit kepandaian dan menjadi sombong!" bentak Gu Lai Kwan. "Minggirlah, atau terpaksa aku akan merobohkanmu lebih dulu!"
"Han Han, minggirlah. Mengapa engkau berkeras" Kim Cu berkata, suaranya setengah memohon. Akan tetapi Han Han memandang gadis itu dan berkata,
"Menyesal sekali, aku tidak dapat memenuhi permintaanmu, Nona Kim Cu."
"Kalau begitu mampuslah!" Gu Lai Kwan menerjang maju, mengirim pukulan keras sekali ke dada Han Han. Seperti telah diceritakan di bagian depan, Gu Lai Kwan ini merupakan seorang di antara empat murid yang diambil Toat-beng Ciu-sian-li sebagai murid, dioper dari tangan Ma-bin Lo-mo, di samping Han Han, Kim Cu dan Phoa Ciok Lin. Murid-murid Ma-bin Lo-mo sudah hebat, menerima pelajaran ilmu kesaktian Swat-im Sin-ciang. Akan tetapi sebagai murid Toat-beng Ciu-sian-li, tentu saja tingkat kepandaian tiga orang itu lebih hebat daripada murid-murid Ma-bin Lo-mo. Mereka juga telah menguasai Swat-im Sin-ciang, akan tetapi ilmu yang mereka kuasai baru setengahnya ini seperti yang hanya dapat dicapai oleh semua murid Ma-bin Lo-mo, telah diperhebat oleh pelajaran yang mereka terima dari Toat-beng Ciu-sian-li. Dari nenek ini mereka menerima ilmu silat-ilmu silat tinggi, juga telah menguasai ilmu pukulan yant disebut Toat-beng Tok-ciang (Tangan Beracun Pencabut Nyawa) yang telah digabung dengan Swat-im Sin-ciang sehingga pukulan yang didasari tenaga sin-kang dingin itu kini mengandung racun yang mematikan. Ketika menyerang Han Han, Gu Lai Kwan yang belum mengenal kelihaian Han Han, tidak mengeluarkan pukulan ini, melainkan memukul dengan sin-kang yang kuat akan tetapi tidak mengandung hawa beracun.
Melihat datangnya pukulan yang amat kuat ini, Han Han dapat mengukur dari sambaran hawanya, maka dengan berani ia menerima pukulan itu dengan dadanya! Kim Cu menahan seruannya yang sudah terlanjur keluar dari mulutnya ketika melihat betapa Han Han menerima pukulan suhengnya begitu saja dengan dada. Pukulan itu mengandong tenaga sin-kang yang kuat dan isi dada dapat remuk terguncang dan dapat menyebabkan kematian. Namun ia tidak keburu mencegah lagi, hanya memandang dengan mata terbelalak. Adapun Phoa Ciok Lin yang menyaksikan sikap sucinya ini mengerutkan kening dan diam-diam ia maklum bahwa Kim Cu menaruh hati kepada pemuda berambut panjang bersinar mata aneh itu.
"Bukkk!"
"Ayaaaaa....!" Gu Lai Kwan berseru kaget dan tubuhnya terjengkang ke belakang. Tentu ia akan terbanting roboh kalau saja ia tidak cepat mempergunakan gin-kangnya berjungkir balik ke belakang sehingga ia dapat berdiri lagi dengan mata terbuka lebar. Pukulannya tadi keras sekali, akan tetapi Han Han telah menerima dengan dada terbuka dan sama sekali tidak bergeming, malah tenaga pukulannya membalik sehingga ia terjengkang!
"Lai Kwan, lebih baik engkau dan kedua orang Nona ini pergi saja dan jangan mengganggu aku," kata Han Han yang tidak ingin bentrok dengan bekas saudara-saudara seperguruannya itu. Akan tetapi ucapannya ini menambah kemarahan Lai Kwan yang menganggap Han Han memandang rendah kepadanya.
"Manusia sombong! Tidak tahu bahwa aku tadi telah berlaku lunak kepadamu. Kalau benar-benar ingin berkelahi, nah, kauterimalah pukulan ini!" Setelah berkata demikian, Lai Kwan melompat ke depan sambil mengeluarkan pekik menyeramkan, kedua tangannya mendorong ke depan ketika tubuhnya masih melambung di udara. Itulah pukulan gabungan Swat-im Sin-ciang dan Toat-beng Tok-ciang yang amat hebat!
Pukulan yang mendatangkan suara berciutan itu amat hebatnya dan Han Han tentu saja mengenal pukulan lihai. Dia tidak berani menerima dengan tubuhnya seperti tadi, apalagi kini kedua tangan yang mendorong itu menuju ke arah pusarnya. Ia masih berdiri tegak dengan kedua kaki terpentang lebar. Cepat ia menggerakkan tangan kirinya, diayun dari kanan ke kiri dengan gerakan menangkis, diam-diam mengerahkan inti tenaga Im-kang yang lebih kuat daripada Swat-im Sin-ciang. Dua tenaga mujijat bertemu dan tentu saja Lai Kwan bukan lawan Han Han dalam hal tenaga sakti.
Sedangkan Ma-bin Lo-mo sendiri tidak sanggup menandingi Han Han, apalagi Lai Kwan. Pemuda murid Toat-beng Ciu-sian-li ini merasa seolah-olah tubuhnya dibawa angin puyuh, kedua lengannya yang mengirim dorongan tadi terbanting ke kanan, dan tubuhnya tak dapat ia cegah lagi ikut terbanting sehingga ia roboh terguling-guling sampai belasan kaki jauhnya!
"Aiiihhhhh....!" Yang berseru ini adalah Kim Cu dan Phoa Ciok Lin, berseru saking heran dan kagetnya. Mereka tentu saja maklum dan mengenal pukulan suheng mereka, dan tahu betapa kuatnya pukulan itu. Akan tetapi Han Han dapat menangkis dengan pengerahan tenaga sin-kang dan akibatnya suheng mereka terpelanting sampai belasan kaki jauhnya!
"Singgggg....!" Ciok Lin sudah mencabut pedangnya.
"Singgggg....!" Kim Cu juga mencabut pedang.
Lai Kwan sudah meloncat bangun, terengah-engah dan bergidik, menggoyang pundaknya. Ia merasa betapa hawa dingin menyerang dadanya dan ia hanya mengira bahwa pukulannya yang mengandung Swat-im Sin-ciang tadi membalik oleh tangkisan Han Han yang memiliki sin-kang amat kuat. Ia masih tidak tahu bahwa Han Han telah memiliki inti sari Swat-im Sin-ciang yang luar biasa kuatnya. Melihat kedua orang sumoinya sudah mencabut pedang, Lai Kwan juga mencabut pedangnya dan melangkah maju.
"Ah, kiranya engkau telah memiliki kepandaian tinggi. Pantas menjadi begini sombong!" kata Lai Kwan. "Akan tetapi karena engkau seorang pengkhianat dan pembela anjing Mancu, engkau akan mati di tangan kami!"
Ucapan itu disusul oleh gerakan pedang yang amat cepat. Pedang di tangan Lai Kwan berubah menjadi sinar putih yang menyilaukan mata. Berturut-turut tampak sinar bergulung-gulung ketika Kim Cu dan Ciok Lin menggerakkan pedang mereka. Memang tiga orang muda ini telah menerima ilmu pedang yang amat lihai dari guru mereka. Tiga sinar pedang bergulung-gulung seperti tiga ekor naga sakti, mengurung tubuh Han Han. Pemuda ini melihat berkelebatnya gulungan sinar pedang yang amat cepat dan mengeluarkan suara berdesing, terkejut juga dan ia mempergunakan gin-kangnya untuk berkelebat dan mengelak ke sana ke sini. Diam-diam Kim Cu kagum bukan main. Ternyata bahwa Han Han kini telah menjadi seorang sakti, tidak saja memiliki sin-kang yang lebih kuat daripada Lai Kwan, bahkan memiliki gin-kang yang istimewa sehingga serangan mereka bertiga selalu mengenai tempat kosong!
"Pergilah kalian! Aku tidak ingin membunuh kalian!" Berkali-kali Han Han berseru keras. Memang dia takut sekali kalau-kalau ia kesalahan tangan lagi membunuh tiga orang ini. Hal ini amat tidak ia kehendaki, terutama sekali ia takut kalau-kalau ia salah tangan melukai Kim Cu! Akan tetapi seruan-seruannya tidak dipedulikan tiga orang itu yang menjadi makin penasaran, bahkan seruan Han Han itu dianggap oleh mereka sebagai tanda memandang rendah. Mereka mempercepat gerakan pedang mereka dan kini Han Han menjadi sibuk. Memang, kalau tiga orang itu hanya mengandalkan tenaga sin-kang, kiranya mereka takkan dapat berbuat banyak terhadap Han Han yang jauh lebih kuat, juga dalam hal kecepatan gerakan, Han Han menang jauh. Akan tetapi karena mereka menggunakan pedang dan ilmu pedang mereka merupakan ilmu pedang tingkat tinggi yang amat hebat gerakannya, Han Han yang belum matang ilmu silatnya itu menjadi bingung. Biarpun ia dapat mengelak cepat, akan tetapi karena dikeroyok tiga dan tidak mengenal perubahan-perubahan gerakan tiga batang pedang yang menyambar-nyambar ganas, tidak dapat ia menghindarkan diri dari sambaran-sambaran pedang sehingga dalam belasan jurus berikutnya, pahanya tergores pedang dan pundaknya juga terluka oleh tusukan ujung pedang. Melihat pedang mereka berhasil, Lai Kwan dan Ciok Lin lebih bernafsu lagi, hanya Kim Cu yang berseru.
"Han Han, pergilah. Untuk apa melindungi anjing Mancu dan mengorbankan diri sendiri"
Seruan ini berkesan di hati Han Han dan ia kembali mencatat sikap baik dari gadis itu terhadapnya. Akan tetapi mana mungkin ia membiarkan cici-nya, cihu-nya, dan keponakannya dibunuh" Dia menjadi bingung sendiri. Semenjak dahulu ia bersumpah dan mengambil keputusan di hatinya untuk membunuh perwira-perwira Mancu yang telah membasmi keluarganya, tujuh orang jumlahnya dan terutama sekali perwira muka kuning dan perwira brewok yang ternyata adalah Giam-ciangkun ini. Akan tetapi sekarang bagaimana" Ia malah melindungi nyawa perwira yang setiap saat dahulu tak pernah ia lupakan sebagai musuh nomor satu itu, melindunginya dari ancaman bekas suhengnya dan kedua sucinya! Bahkan ia terpaksa harus menentang dan bertanding melawan Kim Cu, gadis yang demikian berbudi terhadapnya! Ia menjadi bingung, akan tetapi apa yang harus ia lakukan"
"Mampuslah!" Kembali pedang Lai Kwan berkelebat menusuk perutnya. Han Han kaget dan dengan hawa pukulan tangan menangkis sehingga pedang itu meleset, tidak jadi menusuk perut akan tetapi masih melukai pahanya dengan goresan pedang.
Mulailah ia marah sekali. Mereka ini tidak tahu betapa sejak tadi dia mengalah, hanya mengelak dan sama sekali tidak balas menyerang. Kebingungan hatinya, ditambah rasa nyeri dari luka-luka itu, menimbulkan kemarahannya dan tiba-tiba ia memekik keras, tubuhnya mundur tiga langkah kemudian ia mendorongkan kedua tangannya ke depan sambil mengerahkan tenaga Swat-im Sin-ciang!
Tiga orang murid Toat-beng Ciu-sian-li yang sudah memiliki ilmu Swat-im Sin-ciang, mengenal gerakan ini dan cepat mereka pun melakukan gerakan serupa untuk meniaga diri. Akan tetapi, betapa kaget hati Ciok Lin dan Lai Kwan ketika mereka merasa hawa dingin yang luar biasa menyerang mereka, membuat mereka terhuyung ke belakang dengan muka pucat, kemudian roboh terguling dengan tubuh menggigil kedinginan!
"Swat-im Sin-ciang....!" Kim Cu berseru kaget dan heran, juga khawatir melihat keadaan kedua orang saudara seperguruannya. Dia sendiri tidak dipukul oleh Han Han, maka dia tidak terluka.
Kini dengan cepat ia menerjang maju, pedangnya menusuk dada. Han Han menangkis dengan hawa pukulan Swat-im Sin-ciang, dan hawa dingin yang menyambar dari samping, membuat Kim Cu menggigil dan terhuyung. Han Han melangkah maju dan menyambar pedang dari tangan Kim Cu. Gadis itu berdiri terbelalak memandang dengan mulut melongo ketika melihat Han Han yang sudah marah sekali itu melampiaskan kemarahannya pada pedang itu yang dipatah-patahkannya dengan jari tangan seperti orang mematahkan sebatang lidi saja!
"Kim Cu, engkau tahu bahwa aku tidak ingin memusuhi kalian. Harap engkau mengerti dan suka membawa pergi kedua orang saudaramu."
Sejenak Kim Cu memandang wajah Han Han penuh kekecewaan, mengingatkan Han Han akan pandang mata Kim Cu beberapa tahun yang lalu ketika Kim Cu melepasnya pergi bersama Lulu. Kemudian dengan gerakan lunglai Kim Cu membalikkan tubuh, memeriksa Ciok Lin dan Lai Kwan yang sudah bersila dan menghimpun tenaga menyembuhkan luka mereka. Kim Cu membangunkan mereka, menggandeng mereka, sekali lagi memandang kepada Han Han, kemudian membawa kedua orang saudaranya pergi. Terdengar oleh Han Han isak tertahan keluar dari dada gadis itu!
Ia menghela napas dan setelah bayangan Kim Cu dan kedua saudaranya lenyap di antara pohon-pohon, ia membalikkan tubuh menghadapi Giam-ciangkun dan isterinya.
"Sungguh berbahaya....!" Giam-ciangkun berkata lirih. "Dan ilmu kepandaianmu hebat bukan main.... Sie-taihiap." Panglima yang baru saja terbebas dari maut untuk kedua kalinya, pertama di tangan Han Han dan yang kedua kalinya di tangan murid-murid Toat-beng Ciu-sian-li itu, amat cerdik dan masih belum berani menyebut Han Han sebagai adik iparnya, berkata penuh kagum.
"Ah, untung ada engkau, Adikku!" kata Sie Leng sambil memeluk adiknya dan mengucurkan air mata. "Kalau tidak, tentu kami sekeluarga telah terbunuh oleh mereka. Han Han, kepandaianmu luar biasa. Mari kau ikut bersama kami ke kota raja, dengan kepandaianmu seperti itu tentu engkau akan mudah mendapatkan kedudukan tinggi."
"Betul sekali!" Giam-ciangkun berkata. "Aku yang menanggung bahwa engkau tentu akan diangkat menjadi panglima pengawal istana!"
Han Han termenung lalu berkata, "Memang aku hendak pergi ke kota raja, untuk mencari seorang penjahat keji."
"Siapakah dia, Han-te (Adik Han)" Aku akan dapat membantu mencarinya," kata Giam-ciangkun penuh gairah.
"Tentu Cihu (Kakak Ipar) tahu siapa dia. Dia bernama Ouwyang Seng...."
"Ah....!" Giam-ciangkun teringat akan semua rencana yang diatur oleh Puteri Nirahai di dalam rapat di rumah Pangeran Ouwyang Cin Kok. Akan tetapi ia pura-pura bertanya, "Tentu saja aku mengenalnya. Dia putera Pangeran Ouwyang Cin Kok. Apakah yang telah ia lakukan terhadapmu, Adikku"
Han Han tidak peduli akan sikap yang amat baik dan mesra dari kakak iparnya yang betapapun juga masih tidak disukainya itu. "Aku mencarinya karena dia telah menculik Adikku!"
"Eh-eh, Han Han. Adikmu siapa" Engkau tidak mempunyai adik. Anak orang tua kita hanya aku dan engkau!" kata Sie Leng heran.
"Kumaksudkan Adik angkatku, namanya Lulu."
"Lulu" Seperti nama seorang anak perempuan bangsa Mancu...."
"Memang, Leng-cici. Dia.... seorang puteri keluarga perwira Mancu yang tewas dalam perang. Dia diculik Ouwyang Seng."
Giam-ciangkun tersenyum. "Harap kau jangan khawatir, Adikku. Aku yang menanggung bahwa Adikmu itu tidak akan diganggu. Tidak mungkin ada orang berani mengganggu dia, apalagi dia puteri perwira Mancu. Kurasa Ouwyang-kongcu menculiknya justeru karena mendengar bahwa Adik angkatmu itu puteri Mancu, maka dia menculiknya untuk menyelamatkannya. Bisa jadi dianggap amat membahayakan keselamatan Lulu kalau berada di sampingmu. Biarlah, aku yang akan menemui Ouwyang-kongcu dan pasti Adikmu selamat di kota raja."
Hati Han Han menjadi lega mendengar ini. Mungkin benar juga apa yang dikatakan iparnya ini. Lulu seorang puteri Mancu, mana mungkin Ouwyang Seng berani mengganggunya" Tentu ada sebab lain mengapa Ouwyang Seng menculik Lulu.
"Baiklah, aku akan ikut bersamamu ke kota raja, Leng-cici."
Sie Leng girang bukan main dan berangkatlah mereka naik kereta yang dikemudikan oleh Giam-ciangkun sendiri sedangkan Han Han duduk di dalam kereta bersama Sie Leng yang menghujankan pertanyaan yang dijawab singkat saja oleh Han Han. Betapapun juga, hati Han Han masih belum terbiasa oleh kenyataan bahwa encinya menjadi isteri musuh besarnya. Akan tetapi karena Sie Leng benar-benar merasa bahagia dapat bertemu dan berkumpul dengan adiknya, sikapnya jelas membayangkan kebahagiaan dan keharuan sehingga hati Han Han tidak tega untuk menyatakan ketidakpuasan hatinya.
"Leng-cici, aku masih heran mendengar ceritamu tentang Kakek kita tadi." Ia berkata kemudian. "Benarkah Kakek kita yang bernama Sie Hoat itu berjuluk Jai-hwa-sian dan menjadi tokoh jahat di dunia kang-ouw"
Sie Leng mengangguk. "Ibu pernah bercerita kepadaku dengan pesan agar hal itu jangan kuceritakan kepada siapapun juga, tidak pula kepadamu. Apaiagi tidak boleh terdengar oleh Ayah. Justeru Ayah yang melarang keras cerita itu diketahui orang lain."
"Akan tetapi aku masih merasa heran. Kalau Kakek merupakan seorang tokoh besar dunia kang-ouw yang dijuluki Dewa, tentu kepandaiannya hebat. Mengapa Ayah seorang begitu lemah" Kalau Ayah sepandai Kakek, tentu tidak sampai mengalami nasib demikian menyedihkan. Cici, apakah engkau mengetahui cerita selengkapnya"
Sie Leng menghela napas panjang. Bicara tentang keluarganya merupakan pengalaman pahit yang menyakitkan hati, karena hal itu mengingatkan dia bahwa suaminya yang tercinta merupakan seorang di antara mereka yang membasmi keluarganya. Kemudian ia berkata, "Aku pun hanya mendengar cerita dari Ibu. Akan tetapi engkau sekarang sudah dewasa, sebaiknya kalau kuceritakan kepadamu, sungguhpun cerita Ibu itu pun tidak lengkap dan tidak jelas karena urusan itu selalu dirahasiakan oleh Ayah."
Sie Leng lalu bercerita seperti yang ia dengar dari ibunya. Puluhan tahun yang lalu, kakek mereka, yaitu ayah dari ayah mereka yang bernama Sie Hoat terkenal sebagai seorang tokoh dunia hitam yang amat ditakuti orang dan berjuluk Jai-hwa-sian (Dewa Pemetik Bunga), yaitu seorang penjahat besar yang biasanya suka menculik wanita-wanita, tidak peduli wanita itu masih gadis atau isteri orang, kemudian diperkosanya. Kalau hatinya puas dengan wanita itu, maka wanita itu tidak akan dibunuh, bahkan diberi hadiah banyak benda berharga mahal hasil curian di istana-istana pangeran atau hartawan. Akan tetapi kalau wanita itu mengecewakan hatinya, apalagi melawan, lalu dibunuhnya secara keji, ditelanjangi dan disayat-sayat tubuhnya.
Karena banyak tokoh kang-ouw yang berusaha menentangnya tewas pula di tangan penjahat cabul yang amat lihai ini, maka namanya makin terkenal dan dia ditakuti oleh tokoh-tokoh kang-ouw. Wanita yang memuaskan hatinya pun hanya beberapa kali saja didatangi, kemudian ia tinggalkan begitu saja karena tokoh jahat ini tidak pernah mau mengikatkan diri kepada seorang wanita. Ada dikabarkan di antara para tokoh kang-ouw bahwa dia sesungguhnya mempunyai isteri dan anak, akan tetapi tidak ada seorang pun yang tahu betul akan hal ini. Di antara para wanita yang memuaskan hatinya dan yang ia datangi sampai belasan kali hanya seorang gadis puteri seorang sastrawan she Phang. Orang tua gadis yang bernasib malang ini tahu dari puterinya bahwa puterinya menjadi korban Jai-hwa-sian, akan tetapi apakah yang dapat mereka lakukan" Dengan hati perih mereka itu hanya dapat menutup rapat rahasia itu. Akan tetapi betapa sedih hati mereka ibu ayah dan anak itu ketika terdapat kenyataan bahwa gadis itu mengandung, sebagai akibat gangguan Jai-hwa-sian selama belasan kali itu. Jalan satu-satunya yang dapat mereka tempuh hanyalah pindah secara diam-diam dari dusun mereka ke tempat lain dan di tempat baru ini puteri mereka diperkenalkan sebagai seorang janda muda yang ditinggal mati suaminya dalam keadaan mengandung.
Demikianlah, gadis she Phang itu kemudian melahirkan seorang putera. Kakeknya, sastrawan Phang, yang khawatir kalau-kalau anak keturunan Jai-hwa-sian itu akan mewarisi watak ayahnya, lalu memberinya nama Sie Bun An dan semenjak kecil anak itu dididik kesusastraan oleh kakeknya, sama sekali tidak diperbolehkan belajar ilmu silat. Ibu anak itu meninggal dunia tidak lama kemudian karena menanggung penderitaan batin yang hebat, karena sebenarnya gadis she Phang ini sudah jatuh cinta kepada Jai-hwa-sian yang memang tampan dan pandai merayu wanita.
Setelah dewasa, kakeknya menceritakan Sie Bun An tentang riwayat ibunya, maka tahulah Sie Bun An bahwa dia adalah putera penjahat besar Sie Hoat yang berjuluk Jai-hwa-sian! Hal ini membuat pemuda yang semenjak kecil dididik kesusastraan dan mempelajari filsafat itu membenci ayahnya dan sama sekali tidak pernah bercerita kepada lain orang. Ia amat maju dalam pelajarannya sehingga mendapat sebutan siucai setelah lulus ujian kota raja. Dia lalu dikawinkan dan hidup sebagai siucai di Kam-chiu.
"Demikianlah riwayat yang kudengar dari Ibu kita, Han Han. Siapa kira, biarpun Ayah kita tidak mewarisi kepandaian Kakek kita itu, sekarang engkau memiliki ilmu silat yang begitu tinggi. Kiranya engkau yang mewarisi kepandaiannya, akan tetapi kuharap engkau tidak akan mewarisi wataknya."
Han Han menghela napas panjang. Teringat ia akan ucapan-ucapan Gak Liat Si Setan Botak yang tertawa bergelak ketika mendengar bahwa kakeknya bernama Sie Hoat dan menyebut kakeknya itu sebagai Jai-hwa-sian! Pantas saja Gak Liat mentertawakannya karena kakek itu memperkosa Bhok Khim dan ia mencoba untuk menentangnya. Memang mentertawakan kalau cucu Jai-hwa-sian mencela perbuatan Gak Liat, karena perbuatan Gak Liat memperkosa Bhok Khim itu masih belum apa-apa kalau dibandingkan dengan perbuatan Jai-hwa-sian terhadap ratusan, bahkan ribuan orang wanita!
"Hemmm, aku merasa malu untuk mengaku menjadi cucu seorang jahanam keji seperti Jai-hwa-sian, Cici." Suara Han Han begitu dingin sehingga Sie Leng sendiri mengkirik mendengarnya. Ia teringat akan perbuatan Giam Cu kepadanya dan ia mulai merasa ragu-ragu apakah adiknya ini tidak amat membenci suaminya! Juga ia merasa ngeri kalau mengingat bahwa si pemerkosa ibu mereka adalah Giam Kok Ma, seorang panglima yang berada di kota raja pula!
*** Han Han kagum menyaksikan rumah encinya yang seperti istana, lengkap dengan perabot rumah yang serba mewah dan rumah itu sendiri amat besar, penuh dengan pelayan. Dia diperlakukan dengan sikap hormat sekali oleh cihunya dan karena pada dasarnya Han Han adalah seorang yang perasa dan mudah tunduk oleh sikap lunak, ia menjadi makin tidak enak hatinya. Mau membalas kebaikan cihu-nya, ia selalu teringat akan terbasminya keluarganya, mau bersikap kasar, cihu-nya amat hormat kepadanya dan ia juga merasa kasihan kepada cicinya yang amat mencinta suaminya. Yang merupakan hiburan hatinya adalah Kwi Hong, keponakannya yang mungil dan pandai bicara. Ia sering kali bermain-main dengan keponakannya itu, akan tetapi kalau teringat kepada Lulu, hatinya menjadi murung lagi.
Seperti telah dijanjikannya, cihu-nya itu setiba di kota raja lalu mengunjungi rumah Pangeran Ouwyang Cin Kok dan dengan girang sekali ia menceritakan pengalamannya, tentang pertemuannya dengan Sie Han, pemuda perkasa yang aneh dan yang menjadi bahan percakapan dalam sidang tempo hari.
"Ah, kiranya dia adalah Adik isterimu sendiri" Ha-ha-ha, bagus sekali kalau begitu!" Pangeran Ouwyang Cin Kok bertepuk-tepuk tangan saking gembiranya.
"Akan tetapi wataknya amat aneh dan sukar diselami, Ong-ya, bahkan isteri hamba yang menjadi kakaknya sendiri pun menyatakan bahwa perubahan amat aneh dan amat besar terjadi pada adiknya sehingga hampir ia tidak mengenal watak adiknya. Pula, ada sebuah hal yang amat membahayakan sehingga hamba khawatir kalau-kalau dia akan mengamuk. Kepandaiannya benar-benar menakjubkan sekali. Hamba khawatir...."
"Hemmm, tentang kepandaiannya, aku sudah mendengar dari puteraku. Betapapun pandainya, jago-jago sakti kita akan mampu menundukkannya."
"Tentang Ouwyang-kongcu inilah yang mengkhawatirkan hati hamba. Menurut pernyataannya, Adik angkatnya yang bernama Lulu, puteri Mancu itu, diculik oleh Ouwyang-kongcu dan dia marah sekali, mengancam hendak membunuh Kongcu kalau Adiknya tidak dibebaskan dalam keadaan selamat."
Pangeran Ouwyang Cin Kok mengerutkan alisnya dan menghela napas panjang.
"Aahhh, sungguh kedua orang bocah itu mendatangkan banyak kerepotan saja! Adik isterimu itu aneh dan sudah mendatangkan banyak pusing, kini Adik angkatnya itu pun tidak kalah anehnya. Memang Lulu itu itu anak perwira yang menjadi korban penyerbuan kaum pemberontak beberapa tahun yang lalu. Anak itu disangka mati, kiranya muncul sebagai Adik angkat iparmu! Ouwyang Seng sudah berhasil menculiknya dan karena Kaisar merasa kasihan akan nasib anak itu, mengingat pula akan jasa orang tuanya, Lulu diperbolehkan tinggal di dalam istana sebagai dayang istana. Akan tetapi celaka sekali, baru beberapa hari saja bocah itu telah menghilang, minggat entah ke mana! Kini Ouwyang Seng yang bingung pergi mencarinya, karena lenyapnya Lulu tadinya dianggap mengacaukan rencana memancing Han Han ke kota raja. Siapa tahu dia telah ikut bersamamu. Kini Han Han mendari Lulu, benar-benar memusingkan!"
Giam-ciangkun juga menjadi bingung. "Wah, kalau begitu bagaimana baiknya" Han Han tentu tidak akan mempercayai keterangan itu dan hal ini bisa berbahaya."
"Jangan khawatir. Katakan saja terus terang bahwa Lulu minggat dari istana. Kalau tidak percaya boleh suruh dia menyelidiki ke istana. Sementara itu, engkau harus dapat membujuknya dan memperkenalkannya kepada para tokoh pengawal dan pembantu. Sementara menanti kembalinya Gak-locianpwe dan keponakanku Puteri Nirahai, juga puteraku, kita harus dapat membujuknya. Kalau perlu, kita menggunakan akal untuk membuat dia tidak berdaya."
Mereka berunding, bahkan Pangeran Ouwyang Cin Kok lalu memanggil tokoh-tokoh yang berada di kota raja, di antaranya adalah Sin-tiauw-kwi Ciam Tek, kakak beradik Tikus Kuburan Bhong Lek dan Bhong Poa Sik, Hek-giam-ong, Pek-giam-ong dan Hiat-ciang-sian-li Ma Su Nio yang ketiganya adalah murid-murid Setan Botak Gak Liat dan beberapa orang panglima pengawal, termasuk Giam Kok Ma Ciangkun, panglima bermuka kuning yang dahulu memperkosa dan membunuh ibu Han Han. Kemudian diambil keputusan untuk memperkenalkan tokoh-tokoh ini kepada Han Han di rumah Giam-ciangkun karena di situ terdapat Sie Leng yang dianggap dapat menundukkan Han Han apabila pemuda itu bersikap menentang. Sebelum pertemuan itu dibubarkan, diam-diam Giam Cu berbisik kepada Giam Kok Ma yang menjadi pucat sekali mukanya. Panglima muka kuning ini mendengar betapa Han Han mencarinya dan tentu akan membunuhnya kalau berjumpa, mengingat bahwa Giam Kok Ma inilah yang dahulu memperkosa dan membunuh ibu Han Han. Panglima muka kuning ini lalu pulang ke rumahnya dengan muka makin kuning dan jantung berdebar-debar gelisah.
Setelah tiba di rumahnya, Giam Cu disambut oleh isterinya dan Han Han yang ingin segera mendengar bagaimana kabarnya tentang diri adiknya. Giam-ciangkun menarik napas panjang dan berkata, "Wah, Han-te. Adik angkatmu itu benar-benar membikin pusing kita semua."
"Bagaimanakah" Di mana Lulu"
"Tepat seperti dugaanku, karena Lulu adalah puteri perwira, Ouwyang-kongcu sama sekali tidak berani mengganggunya dan memang tidak berniat mengganggunya. Bahkan Lulu dihadapkan kepada Kaisar sendiri yang mengingat akan jasa-jasa Ayahnya lalu mengangkat Lulu menjadi dayang istana, yaitu para siuli yang meniadi pelayan dalam dan sebagai puteri-puteri yang terhormat. Akan tetapi, entah mengapa, setelah mendapat kemuliaan itu, baru beberapa hari saja tahu-tahu Lulu telah minggat dari istana. Entah ke mana perginya tak seorang pun mengetahuinya!"
Wajah Han Han yang tadinya bergembira dan lega itu kini berubah menjadi suram. Ia memandang tajam kepada Gam-ciangkun dan berkata, "Apakah Cihu menceritakan hal yang sebenarnya"
"Han Han, Cihu-mu tidak pernah berbohong!" Sie Leng berkata menegur adiknya.
"Tidak mengherankan kalau Han-te kurang percaya. Akan tetapi aku berani bersumpah dan kalau hal itu pun masih kurang meyakinkan hatimu, boleh saja Han-te melakukan penyelidikan sendiri ke istana dan bertanya-tanya. Kurasa tidak semua petugas istana dapat melakukan kebohongan yang sama."
Han Han duduk melamun. Ia percaya karena apa perlunya berbohong kepadanya" Pula, setelah tinggal di situ beberapa hari lamanya, ia mendapat kenyataan bahwa cihu-nya benar-benar mencinta cicinya dan bahwa benar-benar cicinya hidup bahagia di situ. Ia menghela napas panjang.
"Kalau begitu, aku pun tidak bisa lama tinggal di sini. Aku harus pergi mencari jejak Lulu. Tidak mungkin aku dapat membiarkan adikku itu merana seorang diri. Aku merasa yakin bahwa pasti dia minggat untuk mencariku."
"Ah, mengapa terburu-buru, Adik Han Han! Istana sendiri telah berusaha mencarinya dan banyak penyelidik telah disebar untuk mencari Lulu, bahkan ada perintah dari Kaisar sendiri untuk memanggil gadis itu. Kurasa, sebagai seorang gadis Mancu, dia tidak akan berani membangkang terhadap perintah Kaisar. Lebih baik engkau menanti di sini, pasti akan dapat ditemukan. Sementara itu, engkau yang memiliki ilmu kepandaian begitu tinggi apakah tidak ingin berkenalan dengan tokoh-tokoh besar di dunia kang-ouw yang berada di sini" Aku telah mengundang mereka dan mereka ingin benar berkenalan denganmu. Di antara mereka terdapat seorang tokoh sakti dan aneh berjuluk Sin-tiauw-kwi yang kabarnya murid keturunan tokoh sakti Hek-giam-lo dari Khitan. Ada lagi kakak beradik yang berjuluk Tikus Kuburan, juga mereka memiliki ilmu yang luar biasa lihainya. Di samping itu, lebih baik kau tunggu tokoh yang paling hebat di antara kita semua, yaitu Puteri Nirahai yang memiliki ilmu kepandaian mujijat biarpun dia hanya seorang gadis muda, dia memiliki ilmu keturunan dari pendekar wanita sakti Mutiara Hitam di Khitan!"
Hati Han Han tertarik juga mendengar ucapan itu, terutama sekali mendengar nama Puteri Nirahai. Bukankah itu puteri Mancu yang amat lihai, yang telah mengatur siasat mengadu domba antara Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai" Kalau Nirahai memiliki ilmu keturunan pendekar wanita sakti Mutiara Hitam, berarti gadis Mancu itu masih mempunyai hubungan perguruan dengan Siang-mo-kiam Can Ji Kun dan Ok Yan Hwa, dua orang sakti Sepasang Pedang Iblis yang saling bunuh sendiri itu karena mereka adalah murid-murid Mutiara Hitam. Selain ingin ia bertemu dengan orang-orang sakti yang disebut cihu-nya itu, juga memang kalau dipikir, ke mana ia harus mencari adiknya yang telah melarikan diri dari istana" Adiknya memang nakal, diberi kemuliaan di istana tidak betah dan malah minggat tanpa pamit. Ia tertawa di dalam hatinya. Kalau Lulu tidak menghendaki, biar kaisar sendiri tidak akan dapat menahannya! Adiknya memang nakal dan lucu, tentu sekarang sedang bingung mencari-carinya, padahal dia sudah berada di kota raja! Kaisar mempunyai kaki tangan di mana-mana, tentu lebih mudah mencari adiknya itu.
Melihat pemuda aneh itu agaknya sudah dapat terbujuk, Giam-ciangkun menjadi girang dan mengatur rencana untuk mempertemukan Han Han dengan para tokoh lain, bahkan mulai membujuk-bujuk Han Han betapa senangnya kalau pemuda itu suka menjadi pengawal atau jagoan kerajaan.
"Engkau akan cepat mendapat kemajuan, namamu akan dikenal di seluruh negeri, akan mendapat kehormatan besar bahkan siapa tahu kelak akan mendapat kehormatan menjadi pengawal pribadi kaisar sendiri." Demikian antara lain Giam-ciangkun membujuk adik iparnya.
Han Han menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mau menjadi panglima pengawal kalau pekerjaannya hanya membunuhi orang-orang, Cihu. Selain aku tidak mempunyai cita-cita menjadi pembesar, juga agaknya tidak mungkin aku menjadi pembesar Mancu karena aku masih harus membunuh enam orang perwira Mancu."
Giam-ciangkun mengerutkan alisnya yang tebal. "Apakah maksudmu, Han Han"
Han Han memandang cihu-nya dengan tajam. Kini ia mendapatkan kesempatan untuk bicara berdua dengan cihunya. "Cihu tentu mengerti bahwa aku telah bersumpah untuk membunuh tujuh orang perwira yang dahulu membasmi keluarga orang tuaku. Cihu sendiri karena sudah menjadi suami Ciciku dan kulihat memang Cihu saling mencinta dengan Cici, maka aku tidak akan mengganggumu. Akan tetapi enam orang perwira lainnya, terutama sekali perwira muka kuning yang telah memperkosa dan membunuh mendiang Ibuku, tak dapat aku mengampuninya begitu saja. Sebelum aku dapat membunuh enam orang perwira itu, tidak mungkin aku menjadi petugas kaisar."
Wajah panglima tinggi besar yang penuh jenggot terpelihara baik-baik itu berubah pucat. "Aihhhhh, Adik Han Han. Apakah engkau tidak dapat melupakan hal itu" Apakah engkau tidak dapat menerima kenyataan dan menganggap peristiwa itu sebagai peristiwa dalam perang yang lajim terjadi"


Pendekar Super Sakti Serial Bu Kek Siansu 7 Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Han Han menggeleng kepalanya. "Perang atau tidak, perbuatan manusia dapat dibedakan bagaimana yang jahat dan bagaimana pula yang baik. Kalau orang tuaku tewas dalam pertempuran, aku pun tidak begitu bodoh untuk mencari pembunuh-pembunuhnya, akan tetapi orang tuaku tidak terbasmi selagi bertempur, melainkan dibasmi secara keji tanpa alasan. Tidak, Cihu. Tidak mungkin aku mengampuni enam orang perwira yang lain!"
Giam-ciangkuan tidak berkata apa-apa lagi, akan tetapi Han Han maklum bahwa perasaan cihunya tersinggung, akan tetapi dia tidak mempedulikannya. Bahkan pada malam harinya, karena ia telah menaruh curiga akan sikap cihunya yang ia tahu menaruh ganjelan hati terhadap dirinya, dengan mempergunakan kepandaiannya, Han Han dapat menyelinap mendekati jendela kamar cicinya dan mendengar percakapan lirih yang terjadi di dalam kamar itu. Bagi orang yang tidak memiliki sin-kang tinggi sehingga daya tangkap telinganya amat tajam, tidak mungkin mendengarkan percakapan di dalam kamar yang dilakukan sambil berbisik-bisik itu.
"Sungguh celaka. Adikmu itu tentu akan menimbulkan malapetaka besar. Dia masih mendendam kepada Giam Kok Ma dan lima orang perwira lainnya yang dulu menyerbu rumahmu. Dia bersumpah untuk membunuh mereka."
"Aih, anak itu memang keras hati sekali. Aku tidak peduli kalau mereka berenam itu dibunuh, akan tetapi kalau dia melakukan pembunuhan-pembunuhan itu, tentu dia akan dikejar-keiar dan ditangkap. Bagaimana baiknya, suamiku"
"Satu-satunya jalan untuk menghindarkan pembunuhan adalah memberi tahu mereka agar cepat-cepat meninggalkan kota raja dan jangan menampakkan diri sebelum Han Han pergi dari kota raja. Kurasa, kalau terlalu lama anak itu berada di sini, akhirnya pasti akan timbut malapetaka. Wataknya aneh sekali."
Cicinya menghela napas panjang. "Betapa berat rasa hatiku harus berpisah kembali dengan saudara kandungku yang hanya satu-satunya itu. Akan tetapi agaknya ucapanmu itu benar sekali dan terserahlah apa yang hendak kaulakukan asal Han Han terbebas daripada bahaya."
"Aku akan mengirim surat sekarang juga kepada Giam Kok Ma, agar dia bersama lima orang kawan lain itu melarikan diri."
Han Han cepat menyelinap pergi, jantungnya berdebar keras. Ia agak terharu mendengar ucapan cicinya, juga ia percaya bahwa cihunya tidak akan mencelakainya, akan tetapi mendengar bahwa cihunya hendak mengirim surat kepada perwira yang bernama Giam Kok Ma, ia girang sekali. Kiranya enam orang musuh besarnya yang lain itu berada di kota raja pula! Tentu Giam Kok Ma itu pun seorang di antara enam orang perwira itu.
Perwira rendahan yang diutus Giam-ciangkun membawa surat itu sama sekali tidak tahu bahwa di belakangnya ada orang yang membayangi perjalanannya seperti setan. Ia tidak tahu sama sekali bahwa bayangan yang mengikutinya itu terus ikut memasuki halaman istana Panglima Giam Kok Ma dan bayangan yang bukan lain adalah Han Han itu menyelinap ke dalam gelap setelah tiba di istana itu.
Bahkan ketika perwira utusan itu menyampaikan surat kepada Panglima Giam Kok Ma yang membaca surat itu dengan muka berkerut-kerut, Han Han mengintai dari lubang di atas genteng dan sinar mata Han Han berapi-api ketika ia mengenal panglima yang mukanya kuning itu. Itulah dia si keparat yang dahulu memperkosa ibunya! Mukanya terasa panas dan kalau menurutkan nafsunya, ingin ia pada saat itu juga melompat ke dalam kamar dan membunuh musuh besarnya itu. Akan tetapi Han Han menahan kemarahannya. Lebih baik menanti sampai mereka semua berkumpul, pikirnya. Kalau kubunuh dia sekarang, aku masih harus mencari yang lima orang lainnya dan hal itu tidak akan mudah. Apalagi cihunya sama sekali tidak suka membantunya dalam hal pembalasan dendam ini dan hal ini pun ia maklumi, bahkan cihunya tentu saja akan memberi kabar secara diam-diam kepada rekan-rekannya untuk melarikan diri.
Han Han memang telah mewarisi ilmu kepandaian yang luar biasa, akan tetapi betapapun juga dia hanya seorang pemuda yang kurang pengalaman. Mana mungkin ia dapat menandingi kecerdikan tokoh-tokoh istana" Dia sama sekali tidak tahu, bahkan menduga sedikit pun tidak bahwa sesungguhnya semua ini telah diatur dan direncanakan oleh para tokoh itu, di bawah pimpinan Pangeran Ouwyang Cin Kok. Tidak tahu bahwa semua itu adalah pelaksanaan siasat mereka. Karena Giam-ciangkun maklum bahwa di dalam hatinya Han Han tidak senang kepadanya dan bahwa pemuda ini merupakan ancaman baginya untuk selama hidupnya, maka ia telah mengatur rencana bersama Ouwyang Cin Kok dan para tokoh lainnya. Kalau mereka menanti kembalinya Gak Liat, Puteri Nirahai dan Ouwyang Seng, tentu akan memakan waktu lama dan siapa tahu dalam waktu itu apa yang akan dilakukan pemuda aneh itu, dan apa pun yang dilakukannya, menimbulkan kengerian dalam hati mereka, mengingat betapa mudahnya Han Han membunuh puluhan orang pengawal.
Kebetulan sekali dua hari sebelum Han Han mendengarkan percakapan antara cihu dan cicinya, muncul seorang nenek yang luar biasa di waktu malam di dalam gedung istana Pangeran Ouwyang Cin Kok. Munculnya seperti iblis saja, tahu-tahu telah berada di ruangan dalam tanpa diketahui oleh para pengawal yang menjaga. Hanya setelah dia lewat di kamar yang dijadikan kamar tidur Sin-tiauw-kwi Ciam Tek saja maka kehadirannya diketahui.
"Rebahlah!" Tiba-tiba terdengar suara kaku di belakangnya dan nenek itu merasa betapa ada angin pukulan yang hebat luar biasa mendorongnya dari belakang. Nenek ini bukan lain adalah Toat-beng Ciu-sian-li Bu Ci Goat. Maklum bahwa ada orang berkepandaian tinggi menyerangnya dari belakang, nenek ini memutar tubuhnya. Pemutaran tubuhnya ini didahului oleh menyambarnya anting-anting panjang berbentuk rantai gelang yang tergantung di kedua telinganya. Rantai gelang itu menyambar ke depan menangkis pukulan Sin-tiauw-kwi Ciam Tek.
"Tranggggg....!" Pukulan yang dilakukan Sin-tiauw-kwi adalah pukulan Hek-in Sin-ciang, dari kedua telapak tangannya mengebul asap hitam, hebatnya bukan main. Ketika ujung rantai gelang bertemu dengan tangan Si Burung Hantu, sebuah gelang terlepas, akan tetapi bukan terlepas runtuh, melainkan terlepas dan meluncur ke arah tubuh Si Burung Hantu, menyambar jalan darah mematikan di tenggorokan!
Kedua orang tokoh sakti itu sama-sama terkejut, Toat-beng Ciu-sian-li terkejut ketika tangkisan senjatanya yang aneh itu mengakibatkan sebuah gelang putus, maka ia membuat gelang itu meluncur menyerang lawan sambil meloncat mundur. Adapun Sin-tiauw-kwi Ciam Tek terkejut bukan main bahwa serangannya yang amat ampuh itu selain dapat dihindarkan lawan, juga lawan yang lihai itu malah berbalik menyerang dengan senjata rahasia yang aneh itu. Cepat ia miringkan kepalanya dan mulutnya yang runcing meniup gelang itu sehingga menyeleweng dan masuk ke dalam dinding!
Mendengar suara ribut-ribut, sebentar saja ruangan itu penuh dengan para pengawal yang mengepung nenek itu. Kakak beradik Tikus Kuburan yang mengenal nenek itu berseru dengan kaget, "Ah, kiranya Toat-beng Ciu-sian-li yang datang"
Nenek yang tadinya menyapu para pengawal yang mengurungnya dengan pandang mata mengejek, kini memandang kakak beradik itu dan berkata, "Eh-eh, agaknya kedua Tikus Kuburan juga kesasar sampai di sini. Orang-orang she Bhong, aku memenuhi undangan Setan Botak yang menyatakan bahwa Pangeran Ouwyang Cin Kok membutuhkan bantuan orang pandai, akan tetapi beginikah penerimaan Pangeran Ouwyang Cin Kok terhadap tamunya" Siapa kira Pangeran Ouwyang memelihara anjing galak yang mukanya seperti burung sekarat!" Ia melirik kepada Sin-tiauw-kwi yang mendengus saja mendengar ucapan menghina itu.
Pangeran Ouwyang Cin Kok yang sudah bangun pula tadi bersembunyi dari tempat rahasia, ketika mendengar bahwa nenek yang mengerikan itu adalah Toat-beng Ciu-sian-li, dan melihat bahwa jagoan-jagoannya telah berada di situ, kini berani muncul dan ia segera berkata.
"Ah, harap locianpwe suka memaafkan orang-orangku. Karena kedatangan locianpwe tanpa memberi tahu dan pada tengah malam secara begini mengejutkan, maka orang-orangku tidak mengenal locianpwe. Silakan duduk."
Toat-beng Ciu-sian-li sejenak memandang wajah pangeran itu, lalu tertawa dan minum araknya dari guci arak yang selalu diselipkan di pinggang, kemudian tertawa lagi sehingga kepalanya bergoyang-goyang dan anting-antingnya yang besar dan amat panjang itu mengeluarkan bunyi berkerincingan.
"He-he-he, Pangeran Ouwyang dapat menghargai orang pandai, itu bagus! Eh, Ouwyang Ong-ya, anjingmu ini selain galak juga lihai sekali. Siapakah dia" Ia menudingkan telunjuknya ke arah Sin-tiauw-kwi yang sudah berdiri dengan sebelah kaki.
"Apakah locianpwe belum mengenalnya" Dia berjuluk Sin-tiauw-kwi."
Nenek itu membelalakkan kedua matanya. "Wah-wah, kiranya inikah Si Burung Hantu" Luar biasa sekali, pantas dengan namanya, memang engkau buruk seperti burung hantu. Aku ingin sekali mencoba kepandaianmu!"
"Hemmm, nenek tua bangka. Bukankah engkau ini seorang di antara selir-selir Suma Kiat" Aku pun ingin mencoba gebukan-gebukanmu beberapa jurus! Kapan saja dan di mana saja!"
Mendengar ini, di dalam hatinya Pangeran Ouwyang Cin Kok mengomel. Celaka sekali orang-orang sakti yang wataknya aneh ini. Kalau dibiarkan tentu akan saling gebuk dan rumahnya menjadi arena perkelahian di antara pembantu-pembantunya sendiri. Bisa berabe! Cepat ia tertawa dan meloncat ke depan.
"Harap ji-wi suka menangguhkan pibu itu untuk lain kali saja. Sekarang ada urusan yang amat penting yang kuharapkan akan mendapat bantuan Ciu-sian-li. Marilah kita bicara di dalam ruangan belakang. Silakan, locianpwe."
Demikianlah pangeran yang cerdik ini berunding dengan tokoh-tokoh itu dan hasil perundingan ini merupakan siasat yang dijalankan Giam-ciangkun terhadap Han Han. Di luar tahu pemuda itu sendiri, Toat-beng Ciu-sian-li yang lihai membayangi pemuda ini, terus membayanginya ketika Han Han mengikuti utusan yang membawa surat Giam-ciangkun kepada rekannya, si panglima muka kuning, Giam Kok Ma. Ini sudah termasuk rencana mereka. Kalau Han Han langsung turun tangan terhadap Giam Kok Ma, tentu ia akan berhadapan dengan Toat-beng Ciu-sian-li. Kalau tidak dan pemuda ini mengikuti Giam Kok Ma seperti yang mereka duga, hal ini pun sudah mereka persiapkan untuk menyambut pemuda itu!
Ketika Han Han mengintai dari atas genteng di gedung Giam Kok Ma, ia mendengar musuh besarnya itu berkata.
"Baikiah, sampaikan kepada Giam-ciangkun bahwa aku sudah mengerti akan isi suratnya dan besok pagi-pagi aku akan menghubungi rekan-rekan yang terancam."
Mendengar ini, Han Han lalu meninggalkan gedung dan bersembunyi di atas sebatang pohon sambil menjaga. Pada keesokan harinya, ia melihat Giam Kok Ma, musuh besarnya itu, meninggalkan gedung menunggang kuda dikawal oleh enam orang pengawal. Ia cepat meloncat turun dan mempergunakan gin-kangnya mengikuti dari jauh. Larinya cepat sekali sehingga biarpun panglima bersama pengawal-pengawalnya itu membalapkan kuda, ia masih dapat mengikuti mereka. Jauh di luar kota, rombongan itu memasuki sebuah hutan dan ternyata di pinggir hutan itu terdapat sebuah bangunan yang indah, agaknya sebuah rumah peristirahatan pembesar Mancu. Ia melihat Giam Kok Ma memasuki rumah itu, sedangkan para pengawal lalu menuntun kuda ke kandang kuda dan masuk di bagian belakang gedung itu.
Han Han cepat melayang naik ke atas genteng. Dari atas ia mencari-cari namun tidak melihat bayangan musuhnya. Ia mencari terus dan akhirnya khawatir kalau-kalau kehilangan musuhnya, ia meloncat turun masuk ke dalam melalui jendela dan tiba di sebuah ruangan yang luas. Baru saja kakinya menginjak lantai, sebuah pintu terbuka dan yang muncul adalah.... Giam Cu cihunya.
"Eh, Adik Han Han! Mengapa engkau berada di sini" Panglima brewok ini bertanya dengan wajah kaget dan heran.
"Cihu, ini rumah siapakah" Han Han balas bertanya, suaranya juga heran akan tetapi keren dan dingin.
"Ini rumahku, rumah peristirahatan!" jawab cihunya. "Dan sungguh kebetulan sekali kedatanganmu, Adikku. Memang aku sedang memanggil berkumpul tokoh-tokoh pengawal istana di sini
Jodoh Rajawali 2 Kekaisaran Rajawali Emas Pendekar 4 Alis I Karya Khu Lung Amarah Pedang Bunga Iblis 5
^