Petualang Asmara 21

Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo Bagian 21


kecuali belasan ekor jenis burung laut yang beterbangan di atas pulau, tidak
ada seekor pun binatang di pulau itu. Dan tetumbuhan yang berada di bukit itu pun
terdiri dari jenis tetumbuhan yang tidak dapat dimakan. Diantaranya terdapat pohon-
pohon besar yang sudah amat tua, dengan batang yang besar-besar. Hutan kecil itu liar
dan gelap, dan di situ terdapat banyak batu-batu karang yang merupakan guha-guha
besar. Namun dia tidak ingin menyelidiki tempat yang buruk dan sukar didatangi karena
banyaknya semak-semak belukar itu.
Terpaksa, untuk mengisi perutnya yang kelaparan, Kun Liong menangkap seekor burung
besar dengan jalan menyambitnya dengan pecahan batu karang. Dipanggangnya daging
burung itu dan biarpun rasanya tidak terlalu sedap, lumayan untuk mengatasi kelaparan.
Akan tetapi, makan daging burung panggang ini mengingatkan dia kepada Pek Hong Ing
ketika mereka berdua makan ikan panggang di dalam perahu peti mati! Teringat akan
ini, teringat pula akan kemungkinan besar kematian dara itu secara menyedihkan, leher
Kun Liong seperti dicekik rasanya. Daging yang dimakannya berhenti di kerongkongan
dan dia tidak dapat melanjutkan makannya. Sambil minum air tawar yang didapatnya di
dekat rimba di tengah pulau, dia membuang sisa daging burung panggang ke laut,
kemudian menghela napas dan dengan tubuh lemas dia mencari tempat teduh di
belakang sebuah batu karang besar, menjatuhkan diri di atas pasir dan tak lama
kemudian dia sudah jatuh pulas. Matahari sudah naik tinggi dan beberapa jam kemudian
sinar matahari telah melewati batu karang itu dan menimpa tubuh Kun Liong. Namun
pemuda yang telah mengalami kelelahan lahir batin yang amat hebat itu seperti sudah
mati, tidak merasakan lagi sengatan sinar matahari, tidur dengan nyenyaknya, sedikit
pun tidak pernah bergerak.
Akan tetapi sesungguhnya hanya tubuhnya saja yang tidur dan tidak bergerak, karena
pemuda yang dihimpit oleh penderitaan batin ini, yang dengan kekuatan batinnya
menahan kedukaan hebat, setelah tertidur diterbangkan ke alam mimpi oleh perasaan
bawah sadarnya yang kini setelah dia tidur memperoleh kesempatan untuk timbul. Mimpi
hanya datang mengganggu seseorang yang di waktu siangnya diamuk oleh pikirannya
sendiri, pikiran yang mendatangkan pertentangan di dalam batin. Orang yang pikirannya
terbebas dari segala macam ingatan masa lalu, yang tidak terpengaruh oleh suatu
peristiwa, tidak menyimpan dalam pikirannya suatu pengalaman, tentu akan tidur
nyenyak tanpa mimpi!
Di alam mimpinya, Kun Liong melihat beberapa orang dara cantik melayang-layang
mendekatinya dan mereka menari-nari, seperti dewi-dewi kahyangan di sekelilingnya,
tersenyum simpul dan mengerling tajam kepadanya, seolah-olah mereka itu berlumba
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
594 untuk memikat hatinya. Dan dia mengenal dara-dara itu karena mereka itu bukan lain
adalah wanita-wanita yang selama ini telah dijumpainya dalam hidupnya. Yo Bi Kiok
dengan sepasang matanya yang amat indah seperti mata bintang kejora itu, Souw Li
Hwa dengan lehernya yang panjang putih dan dagunya yang meruncing amat manisnya,
Cia Giok Keng dengan hidungnya yang amat indah bentuknya, Lim Hwi Sian dengan
mulutnya yang menggairahkan, Yuanita de Gama dengan matanya yang biru dan
rambutnya yang seperti benang sutera emas, Nina Selado yang cantik genit dan panas,
Lauw Kim In yang cantik pendiam dan dingin namun memikat hati, Kim Seng Siocia yang
gendut dan lucu, dan akhirnya tampak juga Pek Hong Ing yang baginya tidak
mempunyai keistimewaan tertentu karena segala sesuatu yang ada pada Hong Ing amat
menarik hatinya! Para wanita ini menari-nari dan Hong Ing berada di belakang sendiri,
kadang-kadang nampak kadang-kadang tidak. Akan tetapi dia hanya memandang
mereka itu sepintas lalu saja, akhirnya dia mencari-cari dengan matanya ke arah Hong
Ing. Ingin sekali dia agar dara yang berkepala gundul itu mendekat namun apa daya, dia
sendiri tidak dapat menggerakkan kaki tangannya.
Tiba-tiba datang angin besar bertiup dan dara-dara jelita yang menari-nari itu terhembus
angin melayang-layang pergi sambil melambaikan tangan kepadanya, dan tersenyum
manis. Akan tetapi hanya Hong Ing seorang yang melawan hembusan angin, gadis itu
tidak seperti yang lain terbang melayang menunggang angin. Hong Ing meronta dan
melawan. menjulurkan kedua lengan ke arahnya, seperti minta bantuan dan terdengar
jeritnya, "Kun Liong...!"
"Kun Liong...!"
Kun Liong tersadar tanpa membuka matanya. Hemm, dia tertidur enak sekali, dan
semua itu ternyata hanya mimpi. Hanya mimpi kosong. Dia menarik napas panjang
tanpa membuka mata, menikmati tubuh yang mengaso. Tidak perlu memikirkan mimpi,
demikian suara berbisik di kepalanya yang berbantal gundukan pasir. "Mengapa tidak
perlu?" bantah suara di dadanya, "Mimpi ada artinya, apalagi yang muncul adalah
wanita-wanita yang selama ini mendatangkan kesan mendalam di hatinya. Pasti ada
artinya mimpi tadi!"
"Aahhh, celoteh nenek bawel!" bantah suara di kepalanya. "Mimpi hanya kembangnya
orang tidur! Tidak ada artinya, kalau pun ada, maka artinya itu direka-reka dan dicari-
cari, dibuat dan dipaksakan."
"Sombong! Si dungu berlagak pintar!" Hatinya memaki. "Pasti ada artinya. Bukankah
para wanita itu pergi dengan senyum dan sebaliknya Hong Ing meronta dan minta
pertolongannya" Itu tandanya cinta?"
"Cinta hidungmu!" bantah pula suara di kepala. "Tidak ada cinta yang murni, semua cinta
palsu! Betapa banyaknya orang menderita karena cinta. Hanya orang tolol saja yang
membiarkan dirinya terjerat cinta! Hanya orang totol yang akhirnya akan nenderita
karena cinta. Dia suka kepada wanita, kepada semua wanita yang cantik dalam mimpi
tadi, dia suka kepada mereka seperti suka akan bunga yang indah dan harum, seperti
suka akan makanan yang lezat, suka akan pemandangan alam yang permai. Akan tetapi
cinta..." Huhhhh!"
"Sombong! Kalau tidak cinta, mengapa kau menderita setengah mampus karena
kehilangan Hong Ing" Itu tandanya cinta, tahukah kau, sombong?" Hatinya menjerit
marah. "Hemm, apa sih artinya, cinta" Aku memang kasihan kepadanya, aku berduka teringat
akan nasibnya yang buruk. Apa salahnya itu?" Suara di kepalanya melemah, namun
masih membantah dan meragu.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
595 "Kun Liong...!"
Terkejutlah dia. Suara itu demikian jelas sekarang, diantara suara angin ribut. Angin
ribut" Mimpikah dia tadi" Kun Liong membuka matanya dan cepat menutupkannya
kembali karena ada debu pasir menyerangnya. Maklumlah dia bahwa sekali ini dia tidak
mimpi. Memang benar ada angin ribut mengamuk! Dia cepat meloncat bangun, dengan
kedua tangannya meraba batu karang lalu berjalan setengah merangkak memutari batu
karang, berlindung di balik batu sehingga tidak terserang debu pasir lagi. Dia membuka
mata. Gelap! Kun Liong termangu-mangu. Sudah malam" Dia mengingat-ingat. Tadi dia makan
daging burung panggang ketika matahari telah naik tinggi, dan dia mulai merebahkan
diri berlindung di balik batu karang setelah matahari mulai condong ke barat. Dan
sekarang sudah gelap! Demikian lamakah dia tertidur" Sampai setengah hari lebih! Dan
semua itu tadi hanya mimpi. Termasuk suara orang memanggil namanya. Seperti suara
Hong Ing! Hemm, tak mungkin suara Hong Ing yang sesungguhnya, kecuali hanya dalam
mimpi. Hong Ing sudah tewas. Hal ini sudah jelas, karena dia sudah mencari di sekeliling
pulau. "Kun Liong...!"
Kun Liong terperanjat dan meloncat ke atas. Itu suara Hong Ing! Mungkinkah"
Bulu tengkuknya meremang. Suara Hong Ing" Tentu suara arwahnya! Aduh kasihan
Hong Ing...! Kun Liong memandang ke kanan kiri, jantungnya berdegup aneh,
tengkuknya terasa tebal. Dia sudah siap untuk melihat roh dara itu memperlihatkan diri,
seperti asap, seperti yang pernah didengarnya dalam cerita dongeng. Apakah yang
menjumpainya dalam mimpi tadi juga roh para gadis itu" Dan memang Li Hwa sudah
mati, juga Hong Ing, akan tetapi yang lain-lain bukankah masih hidup"
"Kun Liong...! Ahh... Kun Liong...!" Suara itu merupakan jerit melengking, disusul
rintihan dan isak tangis, lapat-lapat terdengar lalu lenyap lagi. Datang terbawa angin!
Dari tengah pulau!
"Hong Ing...!" Kun Liong meloncat. Tidak peduli lagi akan kegelapan, dia berlari terus ke
depan, ke arah suara tadi, ke arah tengah pulau, tidak peduli dia tersaruk-saruk, jatuh
bangun beberapa kali. Tidak peduli lagi apakah yang menjerit itu setan ataukah iblis.
Yang jelas, itu adalah suara Hong Ing! Dan Hong Ing menangis! Dia harus menolong
Hong Ing, baik Hong Ing yang masih hidup atau Hong Ing yang sudah menjadi roh. Jelas
bahwa Hong Ing memanggilnya, membutuhkan pertolongannya.
"Hong Ing...!" Dia berteriak-teriak memanggil ketika dia sudah berada di atas bukit, di
dalam hutan yang kecil namun lebat itu, menghadapi guha-guha di batu karang yang
membukit. "Kun Liong...!"
Biarpun hatinya girang bukan main mengenal suara dara itu, namun meremang juga
bulu tengkuk Kun Liong. Suara setankah yang menirukan suara Hong Ing" Atau roh
gadis itu yang menjadi penasaran berkeliaran di pulau dan menemukan tempat tinggal di
dalam guha itu"
"Hong Ing...!" Dia memanggil lagi sambil melangkah mendekati guha.
"Kun Liong...!"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
596 Kun Liong meloncat masuk. Tidak peduli suara setan atau iblis, suara roh atau arwah,
yang jelas itu adalah suara Hong Ing memanggilnya. Dia masuk dan kakinya tersandung
batu. Dia terjatuh dan tangannya menyentuh benda lunak dan hangat, dan tiba-tiba dua
buah lengan merangkulnya mendekap kepalanya dan di antara suara terengah-engah
dan isak tangis, jelas terdengar suara Hong Ing, "Kun Liong... ahhh, Kun Liong...!"
"Hong Ing...!" Mereka saling berdekapan, lupa akan segala, yang ada hanya keharuan,
kegembiraan. "Hong Ing... kau... kau masih hidup...! Ya Tuhan, syukurlah...!"
"Kun Liong... ahhh, alangkah lamanya menantimu di sini. Sampai serak suaraku
memanggil-manggilmu... kukira kau sudah mati... aku tidak mempunyai harapan lagi...
kakiku terkilir, tak dapat berjalan, tubuhku nyeri semua, perutku lapar bukan main...!"
"Ya Tuhan...!" Kun Liong kembali berseru dan air matanya turun bercucuran. Untung di
dalam gelap, kalau tidak tentu dia akan merasa malu kepada Hong Ing. Dan teringat
betapa dia memeluki tubuh itu, bahkan kalau tidak salah ingat dia tadi menciumi muka
itu, mengecupi air mata yang asin itu, dia merasa malu dan cepat dia melepaskan
rangkulannya. "Hong Ing, kau suka... makan... daging burung laut?"
Biarpun keadaan gelap di situ, namun terasa oleh Kun Liong betapa Hong Ing terbelalak
heran, dan dia girang sekali. "Daging burung laut?" Gadis itu bertanya, suaranya ragu-
ragu seolah-olah dia sangsi apakah pemuda itu waras pikirannya.
"Ya, daging burung laut dipanggang! Aku telah makan daging itu siang tadi. Kalau kau
suka, aku akan menangkap seekor untukmu."
Hong Ing menghela napas panjang, jelas terdengar oleh Kun Liong, mengingatkannya
bahwa di luar guha angin ribut mengamuk. Mengingatkannya betapa canggung dan lucu
penawarannya tadi. Malam gelap begitu, angin ribut pula, bagaimana mungkin
menangkap seekor burung untuk Hong Ing" Mengapa orang yang berada dalam
kegirangan besar, seperti dalam kedukaan besar, bicaranya lalu menjadi kacau tidak
karuan" "Besok sajalah, Kun Liong. Aku belum mati kelaparan, hanya kakiku... aughh...!"
"Kakimu kenapa..." Otomatis Kun Liong mengulurkan tangan meraba, akan tapi cepat
ditariknya kembali karena di dalam gelap itu dia tidak dapat melihat dan tanpa
disengaja, tangannya yang diulurkan tadi meraba daging yang gempal, meraba... paha
dara itu yang tidak tertutup pakaian!
"Maaf... ah, Hong Ing. Bagaimana kau dapat sampai di sini" Dan bagaimana kakimu"
Bagaimana keadaanmu..." Aihhh, terkutuk tempat begini gelap sehingga aku tidak dapat
melihatmu!"
Tubuh dara itu menggigil. "Mengapa tidak kau buat api unggun" Dingin benar malam
ini..." Kun Liong ingin menampar kepalanya sendiri yang gundul. "Bodohnya aku!" makinya
dan dia cepat merangkak keluar, mencari kayu dan daun kering. Untung angin ribut tidak
membawa hujan sehingga daun dan ranting kering yang banyak terdapat di depan guha
tidak menjadi basah. Dengan pengerahan tenaga, mudah saja dia membuat api dengan
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
597 batu karang, dan tak lama kemudian, di dalam guha itu menyala seonggok api unggun
yang terang dan indah.
Mereka kini dapat saling melihat. Mereka duduk berhadapan dan saling pandang.
Sepasang mata dara itu bercucuran air mata, dan Kun Liong berusaha sekuat tenaganya
untuk mencegah, air matanya turun dari pelupuk mata yang panas, bahkan dia berusaha
untuk tersenyum, lalu berkata, "Kita masih hidup..."
"Ahhh, Kun Liong... pakaianmu koyak-koyak..." Suara Hong Ing lirih seperti orang
merintih. Kun Liong melihat kepada pakaiannya dan tersenyum, lalu memandang pakaian dara itu,
menuding dan berkata. "Pakaianmu sendiri pun tidak utuh, Hong Ing." Biarpun pakaian
dara itu tidak sehebat pakaiannya mengalami kerusakan, namun tak dapat dikatakan
utuh, banyak bagian yang terobek lebar sampai paha dan pundaknya kelihatan.
"Dan tubuhmu... ahhh, babak belur dan lecet-lecet... Lihat dahimu itu, berdarah... dan
lengan kirimu, ahhh... paha kananmu juga mengeluarkan darah sampai celanamu merah
semua... Kun Liong...!" Suara dara itu makin gemetar, pandang matanya penuh iba
ditimpakan ke seluruh tubuh Kun Liong.
Kun Liong merasa betapa bulu tengkuknya berdiri, akan tetapi bukan meremang karena
ngeri seperti tadi, melainkan karena terharu menyaksikan sikap Hong Ing dan
mendengar suara dara itu.
"Hong Ing... kau sendiri pun babak bundas... ujung bibir kirimu pecah-pecah...
pundakmu dan lenganmu... dan... dan bagaimanakah dengan kakimu?"
"Uhhh... kaki kiriku... agaknya terkilir di belakang mata kaki, tak dapat dipakai berjalan,
digerakkan sedikit pun sakit."
"Coba kuperiksa... maaf..." Kun Liong memegang kaki itu dan Hong Ing menggigit
bibirnya menahan rasa nyeri. Memang terkilir. Agak hebat. Membengkak di bagian mata
kaki itu, dan biru kehitaman oleh darah yang terkumpul di dalamnya.
"Hong Ing, maukah engkau menahan sakit sedikit" Tulang kaki ini keseleo, tergeser dan
harus segera dibetulkan kembali letaknya. Kalau tidak, akan lama sembuhnya dan
mungkin menjadi cacat."
Hong Ing mengangguk dan memandang kepada Kun Liong yang kini menggunakan
kedua tangannya memegang kaki itu. Tangan kanan memegang bagian atas dan tangan
kiri memegang bagian bawah.
"Siaplah, Hong Ing, sakit akan tetapi hanya sebentar." Tiba-tiba dia membuat gerakan
menarik dan terdengar suara "krekk..." dan teriakan Hong Ing yang merasa nyeri bukan
main. Perasaan nyeri yang sampai menusuk ke ulu hati rasanya, membuat seluruh
tubuhnya menggigil dan keringat dingin membasahi dahinya, matanya terbelalak dan di
atas pipinya yang pucat nampak air mata.
"Sudah baik letaknya sekarang. Harus dibalut erat-erat." Kun Liong lalu merobek
bajunya yang memang sudah koyak-koyak lalu membalut mata kaki itu dengen ketat.
Ketika dia selesai dan mengangkat muka, dia melihat betapa dara itu tadi menderita
nyeri yang hebat, napasnya masih naik turun, bibirnya berdarah sedikit karena pecah
digigitnya sendiri.
"Kasihan kau... Hong Ing..." Kun Liong mendekat dan menggunakan tangannya menyapu
keringat dari dahi yang halus itu.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
598 "Terima kasih, Kun Liong... kau memang baik sekali."
"Hemm, dalam keadaan seperti ini tidak perlu memuji, Hong Ing. Yang ingin sekali
kudengar adalah ceritamu bagaimana engkau bisa sampai di tempat ini. Kukira tadinya
kau..." "Mati" Memang aku lebih baik mati daripada hidup, bahkan sebelum bertemu dengan
engkau aku mengharapkan kematian saja, Kun Liong."
"Mengapa?"
"Mengapa" Hemm... kau tidak tahu betapa ngeri rasa hatiku, betapa tidak berdaya sama
sekali, seolah-olah menanti datangnya maut tanpa daya sedikit pun juga. Ketika kita
diamuk badai dan agaknya perahu kita dihempaskan pada batu karang, aku tidak tahu
apa-apa lagi..."
Hong Ing mulai bercerita, dan Kun Liong tentu saja maklum akan keadaan ini karena dia
sendiri pun tidak ingat apa-apa lagi setelah itu, tahu-tahu dia berada di atas pasir pantai.
"Ketika aku siuman, aku berada di pantai, untung bahwa kepalaku berada di luar
jangkauan air sehingga aku tidak mati tenggelam. Aku memanggil-manggilmu, keadaan
gelap sekali malam itu, akan tetapi suaraku lenyap ditelan angin dan kau tidak
menjawab. Aku menyeret kaki kiriku yang nyeri sekali ke darat, dan karena aku takut
akan diserang binatang buas, aku terus merangkak sekuat tenaga sambil memanggil-
manggilmu. Akhirnya aku berhasil masuk ke guha ini dan kembali aku tidak ingat apa-
apa lagi. Setelah siuman untuk kedua kalinya, matahari telah naik tinggi. Kakiku tak
dapat digerakkan, seluruh tubuh sakit, perut lapar sekali dan... dan... pada saat itu aku
ingin mati saja, Kun Liong. Aku mengira bahwa engkau tentu telah mati! Aku sendiri
tidak mampu bergerak. Tentu aku akan mati kelaparan. Betapa ngerinya. Maka aku lalu
menangis sampai habis air mataku. Aku menjerit-jerit memanggil namamu, percuma
saja. Malam tiba dan aku masih tetap menjerit dan menangis dan akhirnya... akhirnya...
kau datang juga..." Mata itu terbuka lebar, kembali dua titik air mata turun, gigi yang
rapi dan putih itu menggigit bagian dalam dari bibir bawah, cuping hidungnya bergerak-
gerak membayangkan keharuan hati.


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aduh kasihan sekali kau, Hong Ing. Tahukah engkau betapa aku pun sudah putus
harapan, mengira engkau tentu telah tewas ketika aku menemukan kain penutup
kepalamu" Dan tahukah engkau betapa suara panggilanmu tadi terbawa dalam mimpi
sehingga aku mengira bahwa rohmu yang memanggilku?" Kun Liong lalu menceritakan
pengalamannya dan tentu saja dia tidak menyebut-nyebut tentang mimpinya dan
tentang perbantahan antara pikiran dan hatinya.
Berkat rawatan Kun Liong yang penuh ketelitian, belasan hari kemudian sembuhlah kaki
kiri Hong Ing yang terkilir. Dia sudah dapat berjalan biarpun masih agak terpincang-
pincang. Mereka berdua kini berusaha untuk menyesuaikan diri di pulau kosong itu.
"Kalau pulau ini tidak memenuhi syarat untuk dijadikan tempat tinggal selama kita
bersembunyi, kita mencari pulau lain," demikian kata Kun Liong.
"Bagaimana cara mencarinya" Perahu peti mati itu sudah lenyap, pula aku merasa ngeri
kalau harus masuk ke dalam perahu peti mati itu lagi."
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
599 Kun Liong tersenyum. "Aku dapat membuat perahu dari batang pohon besar di rimba itu.
Akan tetapi kalau ada bahan makanan lain di pulau ini, tidak perlu mencari pulau lain.
Pulau ini cukup indah dan hawanya pun nyaman."
"Dan kita hidup di sini seperti orang-orang hutan" Seperti orang liar tak beradab?"
Kun Liong tersenyum memandang. Mereka saling berpandangan dan akhirnya keduanya
tertawa geli. "Engkau memang pantas menjadi seorang puteri hutan. Pakaianmu tidak karuan dan
ringkas akan tetapi... pantas dan manis sekali. Kakimu tak bersepatu, dan rambutmu...
hemmm.... rambutmu mulai tumbuh dengan suburnya, Hong Ing."
"Dan kau... kau memang seperti seorang manusia di jaman batu! Hanya memakai celana
yang pantasnya disebut cawat, badan tanpa baju, kulit terbakar sinar matahari. Wah,
kau kelihatan kuat dan sehat, Kun Liong. Dan kepalamu... hi-hik, bersih sekali sampai
mengkilap!"
Kun Liong tersenyum lebar. "Baru saja aku mandi dan kugosok dengan bunga karang.
Segar sejuk rasanya." Dia mengelus-elus kepala gundulnya.
Mereka duduk berteduh di dekat batu karang besar, berlindung dari sinar matahari yang
sudah mulai naik tinggi. Hong Ing memanggang daging ikan yang baru saja ditangkap
oleh Kun Liong. Selama belasan hari ini, mereka hanya makan daging ikan atau burung
laut, dan mereka mulai rindu akan makanan sayuran. Mereka hanya makan karena lapar
saja. Makan untuk perut, bukan untuk mulut. Di tempat seperti itu, terasing dari dunia
ramai, mereka tidak mungkin dapat memilih makanan yang enak. Sehabis makan dan
minum air tawar, mereka duduk dan memandang ke laut. Dari pulau itu, tidak kelihatan
pulau lain, apalagi daratan besar.
"Enak juga di sini, kita dapat makan setiap hari dan tidak khawatir akan pengejaran
Pangeran Han Wi Ong."
Hong Ing menarik napas panjang. "Sayang tidak ada pondok. Setiap malam aku merasa
ngeri tidur di guha itu, takut kalau-kalau ada kalajengking atau kelabang, lebih-lebih
ular... hiiih...!"
"Aku akan membuatkan pondok untukmu, Di mana baiknya?"
Wajah manis itu berseri. "Benarkah, Kun Liong" Aku sudah terlalu banyak
menyusahkanmu."
"Tidak sama sekali. Memang kita berdua membutuhkan pondok..."
"Dengan dua kamar..."
"Cukup satu saja, untukmu. Aku bisa tidur di mana saja..."
"Ah, kalau begitu aku tidak mau! Masa yang membuatnya tidur di mana saja" Kalau kau
tidak membuat pondok dengan dua kamar, aku juga tidak mau tidur di situ."
Kun Liong tersenyum dan merasa geli hatinya. "Lucunya kita ini. Pondok belum jadi,
dimulai pembangunannya pun belum, kita sudah cekcok tentang jumlah kamarnya!"
Hong Ing teringat akan ini dan dia pun tertawa. Ketawanya bebas dan diam-diam Kun
Liong kagum dan terheran-heran. Mengapa gadis yang pakaiannya tidak karuan, hanya
sedikit kain menutupi dari atas buah dada sampai ke paha, tanpa sepatu, dengan rambut
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
600 mulai tumbuh masih awut-awutan, mengapa gadis seperti ini kelihatan begini menarik"
Padahal, kalau dalam keadaan seperti itu Hong Ing berada di dalam kota yang ramai,
tentu dia akan diikuti dan digoda oleh banyak anak kecil, dianggap seorang gila! Akan
tetapi baginya, pada saat itu tidak ada bidadari di kahyangan yang lebih cantik, lebih
manis, lebih menarik dan lebih menggairahkan daripada Pek Hong Ing!
Mulailah Kun Liong membuat alat-alat untuk membangun pondok. Alat-alat sederhana
sekali dan tidak salah kalau Hong Ing membandingkan dia dengan seorang manusia dari
jaman batu karena Kun Liong terpaksa membuat alat-alat dari batu karang! Kapak,
pisau, semua dari batu karang tajam!
Biarpun dengan sukar, namun akhirnya jadi juga sebuah pondok berdiri di belakang batu
karang besar di tepi laut itu. Sebuah pondok yang modelnya menurut kehendak Hong
Ing. Agak tinggi dari tanah, sebuah pondok panggung karena Hong Ing takut kalau-kalau
ada ular memasuki pondok dan kamarnya. Di depannya dipasangi anak tangga, atapnya
dari daun, dindingnya dari bambu. Pintunya dua, di depan dan belakang, kamar Hong
Ing di depan, ada jendelanya yang menghadap ke laut! Kamar Kun Liong di belakang.
Selain pondok itu, juga Kun Liong membuat perabot rumahnya. Sebuah dipan kayu
untuk Hong Ing, berikut sebuah bangku kayu, dan sebuah dipan bambu untuknya
sendiri. Sebuah meja dan dua bangkunya di depan kamar. Tong-tong tempat air tawar.
Pada malam pertama mereka pindah ke pondok, kebetulan malam terang bulan. Hampir
dua bulan Kun Liong membuat pondok itu, dibantu oleh Hong Ing yang menganyam
dinding dan atap. Mereka berdua setelah makan malam, duduk di luar pondok, di atas
pasir yang bersih dan putih tertimpa sinar bulan purnama.
Hong Ing menarik napas panjang, menggunakan sebuah sisir bambu buatan Kun Liong
menyisiri rambutnya yang sudah ada sejari panjangnya. "Hemm, alangkah senangnya.
Kita sudah punya rumah! Baru aku merasa sebagai manusia, bukan seperti binatang
yang bersarang di dalam guha kotor!"
Kun Liong menoleh dan memandang wajah dara itu. Kebetulan sinar bulan menimpa
wajah itu sepenuhnya, membuat wajah dara itu kelihatan seperti disepuh emas,
cemerlang dan indah sekali. Senyum di bibir yang manis itu kelihatan amat indahnya,
indah dan halus seperti sajak sasterawan di jaman dahulu. Kun Liong terpesona! Ketika
Hong Ing melirik, pandang mata mereka bertemu dan dara itu memperlebar senyumnya.
Kun Liong gelagapan karena senyum dan pandang mata dara itu membuat dia merasa
seperti seorang maling tertangkap basah! Cepat dia menutupi kecanggungannya dengan
pertanyaan. "Benar-benarkah kau merasa senang, Hong Ing?"
Dara itu menunda sisirnya dan memandang wajah Kun Liong, senyumnya masih cerah
dan dia mengangguk. "Senang sekali. Engkau pandai sekali, Kun Liong. Apakah tidak ada
yang tak dapat kaulakukan" Apa saja engkau bisa! Ilmu silatmu tinggi, kau pandai
kesusastraan. Bahkan pandai berfilsafat. Bisa mengobati kakiku, pandai menghibur dan
sekarang kau malah menjadi tukang kayu, tukang batu, pembuat sisir, penangkap ikan
dan burung, pemasak daging... wah, apa yang kau tidak bisa?"
Merah wajah Kun Liong saking senangnya dengan pujian ini. Dia menunduk den sambil
tersenyum dia berkata, "Aahh, kau melebih-lebihkannya saja. Sebuah pondok butut
seperti ini..."
"Tapi kokoh kuat... bukan, Kun Liong?"
"Ya, cukup kuat. Tak usah kau khawatir. Ular dan segala binatang takkan dapat masuk.
Pula, di sini tidak ada binatang buasnya."
"Kau memang pandai dan rendah hati..."
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
601 Kun Liong senang sekali, kepalanya menunduk. Hong Ing tidak bicara lagi, dan ketika
diam-diam dia mengerling, dara itu tidak memandangnya, melainkan sedang sibuk
menyisir rambutnya dan memandang ke arah bulan purnama. Betapa indahnya gerakan
itu menyisir rambut! Kepalanya agak dimiringkan sehingga separuh mukanya tertimpa
cahaya bulan. Sepasang matanya kelihatan berkilauan dan memantulkan sinar bulan
yang redup dan sejuk. Bibirnya bergerak-gerak, kadang-kadang mulut yang manis itu
agak terbuka menahan rasa perih ketika sisirnya macet pada rambut yang lengket.
Rambut itu biarpun baru sejari panjangnya, sudah kelihatan berombak, maka seringkali
sisirnya macet. Dengan tangan kanan memegang sisir dan tangan kiri menata rambut,
dara itu mengangkat kedua lengannya sehingga tampaklah sedikit bulu halus di
ketiaknya yang tidak tertutup. Kun Liong terpesona. Betapa hebatnya daya tarik seorang
wanita kalau sedang bersolek! Dan Hong Ing adalah seorang wanita yang luar biasa,
memiliki kecantikan yang khas dan aneh. Apalagi kini hanya mengenakan pakaian yang tidak
lengkap itu. Aku cinta padanya! Kun Liong terkejut sendiri. Bodoh, bantah suara lain di kepalanya
yang gundul. Kau hanya menganggap saja ini cinta, padahal tak lain tak bukan hanya
perasaan tertarik oleh keindahan bentuk tubuh yang bulat itu, kecantikan wajah yang
sudah dipercantik lagi oleh cabaya bulan purnama, dan suasana yang sunyi di mana
hanya ada mereka berdua! Bukan! Bukan cinta! Dia tidak akan dapat mencinta seorang
yang bagaimana pun, karena dia tahu bahwa cintanya itu dikotori oleh keinginan
memiliki, keinginan membelai dan merayu, keinginan yang terdorong nafsu birahi!
Tidak! Dia tidak mencinta, hanya memang dia suka, bahkan tergila-gila oleh kecantikan
Hong Ing. Sama saja dengan rasa sukanya kepada dara-dara yang lain, termasuk Lim
Hwi Sian yang bahkan sudah menyerahkan badannya kepadanya. Hwi Sian telah
menyerahkan tubuhnya kepadanya karena mencintanya, kata data itu! Dan bagaimana
dengan Hong Ing" Hong Ing telah merasa berhutang budi kepadanya, dan mereka hanya
tinggal menyendiri di pulau kosong ini, dengan pakaian yang begitu minim! Bagaimana
kalau mereka berdua terseret oleh godaan nafsu birahi"
"Tidak boleh!"
Hong Ing terkejut sekali, sisirnya hampir terlepas ketika tiba-tiba Kun Liong menampar
kepala gundulnya sendiri! Kun Liong sendiri terkejut dan baru sadar bahwa dia tadi
menjadi begitu gemas kepada dirinya sendiri sampai dia menampar kepalanya!
"Eh, ada apakah?"
Tentu saja wajah pemuda itu menjadi merah sekali, merah sampai ke kepalanya bukan
hanya merah karena tamparannya. "Ehh... ohh... tidak apa-apa, aku hanya
termenung..."
"Mengapa termenung sambil menampar kepala sendiri?"
"Eh... anu... tadi ada seekor nyamuk menggigit kepalaku..." Kun Liong menggosok-gosok
telapak tangannya seolah-olah ada nyamuk mati mengotori tangan itu.
"Hi-hik, kau memang aneh. Mengapa ada nyamuk diajak bicara dan kau membentak
tidak boleh" Lucu sekali!"
"Aku tidak ingat lagi mungkin karena termenung tadi..."
Kembali terdengar dara itu terkekeh geli. Hemm, dia mulai menertawakan aku. Aku Si
Kepala Gundul ini, pemuda miskin, yatim piatu, mana ada harganya bagi seorang dara
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
602 seperti Hong Ing" Bayangkan saja! Seorang pangeran gagah tampan, putera seorang
Kaisar yang tentu saja kaya raya masih ditolak Hong Ing! Apalagi dia! Seperti seekor
anjing merindukan kelinci di bulan!
"Kun Liong, kau jangan suka melamun seperti itu. Orang melamun, bicara sendiri,
memukul kepala sendiri hemmm, seperti orang tidak waras saja..."
Ah, dia mulai mengatakan aku tidak waras, sama dengan memaki gila! "Memang,
kadang-kadang aku seperti gila, Hong Ing."
Hong Ing memandang wajah Kun Liong cepat-cepat, agaknya dapat menangkap nada
marah dalam ucapan pemuda itu, alisnya diangkat tinggi-tinggi dan matanya menyapu
penuh selidik. Akan tetapi Kun Liong sudah menunduk dan tidak bicara lagi. Dia tidak
melihat betapa dara itu tersenyum geli melihat dia
menunduk dengan wajah bersungut-sungut, mulut cemberut.
Hening sampai agak lama. Kadang-kadang kalau Kun Liong mencuri pandang dengan
kerling sekilat, dia melihat dara itu masih bersila dan menengadah, memandang ke
bulan. Rasa mendongkol di hati Kun Liong tak dapat bertahan lama. Mana mungkin dia dapat
marah lama-lama kepada seorang dara yang kelihatan begitu tidak berdaya, yang
mengalami penderitaan seperi itu dan amat membutuhkan perlindungan" Tidak mungkin
dia bisa sekejam itu. Heran dia. Mengapa Hong Ing memilih menjadi nikouw, bahkan kini
memilih menjadi seorang buruan yang terlunta-lunta, daripada menjadi isteri seorang
pangeran yang kaya raya dan berkuasa" Mengapa memilih hidup sengsara kalau
kehidupan mulia terbentang di depan kakinya" Tiba-tiba dia teringat. Sebetulnya dia
belumlah mengenal gadis ini sungguh-sungguh, dan dia mengerti dan mengenalnya
hanya menurut cerita gadis itu sendiri. Hong Ing adalah murid Go-bi Sin-kouw, seorang
tokoh kang-ouw yang berilmu tinggi. Siapa tahu isi hati gadis itu" Kakak seperguruan
gadis ini, nona Lauw Kim In, menurut cerita Hong Ing, juga mau diambil kekasih oleh
seorang pemuda iblis macam Ouwyang Bouw! Siapa tahu, gadis ini mendekatinya karena
memang ada pamrih sesuatu. Bokor itu! Semua tokoh kang-ouw agaknya menduga
keras bahwa dialah yang menyembunyikan bokor emas asli, pusaka Panglima The Hoo
yang diperebutkan itu! Dia mengerling lagi, dan melihat bahwa Hong Ing sudah berhenti
menyisir rambutnya. Rambut itu hitam mengkilap, menghias kepala dara itu sehingga
kepala itu kelihatan seperti setangkai bunga mawar! Manisnya bukan main!
"Hong Ing..." Kun Liong berhenti sebentar karena jantungnya berdebar oleh dugaan yang
bukan-bukan tadi dan oleh ketegangan usahanya untuk memancing dan menyelidiki.
"Hemmm..." Hong Ing menoleh, mereka saling berpandangan dan kembali Kun Liong
yang harus lebih dulu menundukkan kepalanya yang gundul karena pandang mata dara
itu seolah-olah memiliki daya menembus sampai ke dalam dadanya.
"Mengapa engkau menolak pinangan Pangeran Han Wi Ong" Dia putera Kaisar dan..."
"...dan aku tidak mencintanya!" Hong Ing menyambung cepat.
"Tapi, dia putera Kaisar, berkuasa dan kaya raya, dia tampan dan gagah pula."
"Biar dia seratus kali lebih berkuasa, kaya raya, dan tampan gagah, kalau aku tidak
mencinta, apakah aku harus memaksa diri?"
"Agaknya engkau amat mementingkan cinta dalam perjodohan."
"Tentu saja! Menikah tanpa cinta sama dengan memasuki gerbang neraka."
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
603 "Hemmm..."
"Apakah kau tidak berpendapat demikian, Kun Liong?"
"Entahlah. Hanya... kasihan Pangeran Han Wi Ong..."
"Ahh, salah mereka sendiri! Laki-laki yang tidak tahu diri! Betapa banyaknya pria yang
hendak memaksakan cintanya kepada seorang wanita. Kalau ditolak, adalah kesalahan
mereka sendiri, mengapa harus dikasihani?"
Kun Liong mengangkat muka memandang wajah itu dan tampak olehnya betapa wajah
yang cantik itu dihias senyum mengejek, agaknya merasa jijik terhadap cinta kaum pria!
"Banyakkah sudah kau dicinta orang?"
"Banyak sekali!"
"Hemmmm..."
"Mengapa mengeluh?"
"Pantas kau berani menolak cinta seorang pangeran. Kiranya banyak pria yang tergila-
gila kepadamu!"
"Apa salahnya?"
"Tidak apa-apa, aku hanya... hemm, tidak ada seorang pun yang mencintaku."
"Ah masa! Kau seorang pemuda yang gagah dan tampan, pandai mengendalikan diri,
berbudi mulia suka menolong orang lain tanpa pamrih..."
"Betapa pun, tidak ada yang mencintaku seperti begitu banyak pria mencintamu..."
"Kalau ada yang mencintamu...?"
"Tak mungkin! Gundul miskin seperti aku, lebih pantas disebut jembel, mana mungkin...
Ah betapapun juga, aku tidak sudi menikah selama hidupku."
"Heiii! Mengapa?"
"Perempuan di dunia ini sema saja..."
"Wah, agaknya mendalam sekali pengetahuanmu tentang perempuan! Dari mana
pengetahuanmu itu" Dari buku pula?" Nada suara Hong Ing mengejek dan pandang
matanya seperti scorang ibu guru memandang seorang murid cilik yang bodoh dan
nakal! Akan tetapi Kun Liong tidak mempedulikan nada suara dan pandangan itu, lalu
melanjutkan dengan keras kepala, "...sekali seorang laki-laki mengambil perempuan
sebagai isterinya, maka akan celakalah dia! Hidupnya akan merupakan siksaan, karena
perempuan yang menjadi isterinya akan selalu menguasainya, mengikatnya,
merongrongnya. Dia akan kehilangan kebebasannya dan menyesal pun sudah
terlambat!"
"Wah! Seperti itukah penilaianmu terhadap perempuan" Kau menganggap bahwa semua
wanita itu seperti yang kau ceritakan tadi" Dan kau mengira bahwa semua pria
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
604 berpendirian seperti engkau, dirusak hidupnya oleh isteri" Betapa sombongmu, Kun
Liong!" Akan tetapi Kun Liong tidak peduli. Betapa pun menariknya Hong Ing, membuat dia
terpesona, membuat hatinya lemah, namun yang di hadapannya ini tak lain juga hanya
seorang wanita! Maka dia melanjutkan, suaranya penuh semangat seolah-olah dia
mempertahankan pendiriannya mati-matian terhadap serangan dari luar. "Aku tidak akan
sudi menikah, kecuali dengan seorang wanita yang selalu menjadi idaman hatiku
semenjak aku kecil!"
"Waduh! Kecil-kecil sudah mengidamkan seorang wanita! Hebat kau, Kun Liong!" Suara
Hong Ing mengejek sekali, bahkan diperkuat dengan senyum simpulnya, membuat hati
Kun Liong makin panas. "Wanita seperti apa sih, idaman hatimu itu?"
"Aku baru mau menikah dengan seorang wanita yang halus budi bahasanya, manis tutur


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sapanya, lemah lembut geraknya, suaranya seperti nyanyian burung di waktu pagi, tutur
sapanya seperti hembusan angin lalu sepoi-sopi, gerak-geriknya seperti batang pohon
yangliu tertiup angin, tidak hanya cantik jelita di lahir saja, melainkan lebih cantik lagi di
batinnya, penyabar, ramah, tidak pernah cemburu, keibuan, taat, setia, dan..."
"Pendeknya, wanita yang luar biasa tidak ada cacat celanya, seperti bidadari kahyangan
yang diceritakan dalam dongeng! Seperti... seperti Kwan Im Pouwsat sendiri! Seperti...
ah, perempuan idamanmu itu harus dilahirkan lebih dulu, Kun Liong. Thian harus
membuat perempuan itu khusus untukmu, untuk seorang pria yang sombong,
sesombong-sombongnya, tolol setolol-tololnya dan.. dan..."
"Maaf, Hong Ing..." Kun Liong terkejut juga melihat dara itu bangkit berdiri, menegakkan
kepala dan matanya seperti dua bola api hendak membakarnya, seluruh sikapnya jelas
menunjukkan kemarahan yang ditahan-tahan, dan suaranya bercampur napas sesak
seperti mau menangis!
"...dan... dan... perutku menjadi mual melihatmu!" Setelah melontarkan kata-kata
terakhir itu, dengan langkah gontai, dengan pinggul menonjol padat terbayang di balik
kain yang sederhana dan pendek itu, Hong Ing meninggalkan Kun Liong, naik anak
tangga memasuki pondok kecil itu. Terdengar dia menutupkan pintu kamar keras-keras,
dan tampak dari luar daun jendela juga dihempaskan kuat-kuat!
Kun Liong masig duduk di pasir. Bengong terlongong memandang ke arah pondok,
hatinya bingung sekali. Akhirnya dia menarik napas panjang, menekan penyesalan
hatinya. Mengapa dia harus menyesal melihat Hong Ing marah-marah" Biarlah, kalau
dara itu merasa sakit hati, dia telah menguras isi hatinya, telah mengemukakan
pendapatnya tentang wanita. Dia tidak akan jatuh cinta seperti pria-pria tolol itu, seperti
Pangeran Han Wi Ong, seperti Yuan, dan yang lain-lain. Dia ingin terus bebas!
Kembali dia menarik napas panjang. Betapa sunyinya setelah Hong Ing pergi ke pondok.
Betapa menjemukan keadaan sekelilingnya. Cahaya bulan tidak gemilang seperti sinar
keemasan lagi, melainkan mendatangkan kepucatan yang hampa! Mengapa dia menyesal
telah menyakitkan hati Hong Ing" Bukankah dara itu malah yang menyakitkan hatinya"
Mula-mula mengatakannya tidak waras alias gila! Kemudian apa yang dikatakannya
dalam kalimat-kalimat terakhir ketika marah tadi" Bahwa dia adalah seorang pria yang
"sombong sesombong-sombongnya, tolol setolol-tololnya" dan bahwa dia "memualkan
perutnya"!
"Hemmm...!" Keluhan ini keluar dari dadanya menyesak kerongkongannya. Dia
menengadah. Bulan purnama tersenyum mengejek kepadanya, seperti senyum Hong Ing
yang tadi mengejeknya. Dia memandang marah. Ingin dia dapat melumuri muka bulan
dengan pasir di tangannya. Akan tetapi awan membantunya. Awan putih tebal merayap
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
605 lewat, menyembunyikan bulan yang kini hanya tampak sebagai bulatan yang pucat tak
berdaya. Seperti Hong Ing! Dara itu menderita hebat, di pulau kosong. Hanya bersama
dia dan apa yang dia lakukan" Menyakitkan hatinya! Ah, betapa kejamnya dia! Biarpun
dia tidak mau jatuh cinta kepada wanita manapun juga, akan tetapi tidak selayaknya dia
menyakitkan hati Hong Ing seperti itu!
Mulailah dia merasa menyesal, bukan menyesal karena pendiriannya tentang wanita
seperti yang telah diucapkannya itu, melainkan menyesal terdorong oleh rasa iba kepada
nasib Pek Hong Ing yang tidak semestinya dia tambah lagi dengan kata-kata yang
membuatnya sakit hati. Teringatlah dia akan sekumpulan batu bulat putih yang telah
dikumpulkannya secara diam-diam selama beberapa hari ini, yang didapatnya di dasar
laut yang jernih dan dangkal di sudut pulau ketika dia mencari ikan. Batu-batu seperti
mutiara besar itu dikumpulkannya dengan maksud untuk kelak setelah cukup banyak
diuntai menjadi kalung dan akan diberikan kepada Hong Ing! Kini, mengingat betapa
dara itu mungkin menangis di dalam pondok, perasaan menyesal membuat Kun Liong
teringat akan benda yang akan dihadiahkannya kepada gadis itu. Maka dia lalu cepat
meninggalkan tempat itu, menuju ke sudut pulau dan di bawah penerangan bulan
pumama, mulailah dia dengan tekun mengumpulkan batu-batu bulat putih yang
berkilauan. Dia melupakan hawa dingin, menanggalkan semua pakaiannya yang hanya
berupa celana semacam cawat lebar, menyelam ke dalam air dan mencari batu-batu itu
sampai semalam suntuk! Dia sama sekali tidak tahu bahwa dari tempat yang agak jauh,
Hong Ing bersembunyi di balik batu karang dan mengintai, berulang kali dara ini
menghela napas panjang akan tetapi tidak berani mendekat atau memanggil karena
melihat betapa pemuda itu bertelanjang bulat! Akhirnya Hong Ing meninggalkan tempat
persembunyiannya, menggeleng-geleng kepalanya dan terdengar berkata seorang diri,
lirih, "Orang aneh dia... apa-apaan malam-malam begini mandi seorang diri dan
menyelam sampai begitu lama!"
Hubungan diantara kedua orang muda itu agak renggang semenjak pertengkaran di
malam bulan pumama itu. Hong Ing bersikap menunggu keramahan Kun Liong, agaknya
tidak mau tunduk dan tidak mau atau enggan untuk "berbaik dulu". Sebaliknya, Kun
Liong merasa malu akan sikap dan kata-katanya di malam hari itu, maka dia seolah
menghindari percakapan dengan dara itu. Mereka hanya tampak berdua di waktu Kun
Liong menyerahkan ikan atau burung yang ditangkapnya, dengan beberapa ikat daun
yang telah dipilihnya dan yang ternyata dapat dimasak dan dimakan. Atau mereka
berkumpul hanya pada waktu Hong Ing sudah selesai memanggang daging atau
memasak sayur menggunakan panci-panci tanah yang dibuat oleh Kun Liong. Namun
mereka keduanya seolah-olah membatasi percakapan mungkin juga khawatir kalau-
kalau mereka terpancing dan bentrok lagi dalam perbantahan.
Akan tetapi pada malam hari itu, sepekan setelah mereka seolah-olah saling menjaga
diri, Kun Liong menghampiri Hong Ing yang duduk seorang diri di luar pondok dan
memandangi bulan yang sudah tidak bulat lagi, tapi yang masih mampu menerangi
permukaan laut dan pulau itu, membuat pasir kelihatan putih dan di sana-sini ada
kerlipan pasir yang seperti menyembunyikan permata-permata kecil.
"Hong Ing..."
Dara itu terkejut. Kun Liong datang menghampirinya tanpa suara tadi, dan agaknya dia
tidak menyangka-nyangka pemuda itu akan menghampirinya dan memanggilnya.
"Eh, ada apa...?"
Kun Liong menghela napas panjang, duduk di depan dara itu dan mengulurkan tangan
kanan yang memegang seuntai kalung hatu putih yang berkilauan. Batu-batu itu sudah
terkumpul dan sudah diasah sehingga rata dan sama, dilubangi dan diuntai dengan serat
kulit pohon yang kuat, merupakan seuntai kalung batu putih yang indah.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
606 "Aku membuatkan kalung ini untukmu. Terimalah..."
Wajah itu berseri, sepasang mata itu terbelalak ketika tangannya menerima kalung itu,
mulutnya tersenyum lebar dan hati Kun Liong berbunga! "Aihhh... bagus sekali kalung
ini...! Eh, jadi selama berhari-hari ini kau tampak murung dan diam, kiranya kau sibuk
membuat kalung ini, Kun Liong?"
"Ya... begitulah."
"Ah, kusangka kau marah-marah."
"Kenapa mesti marah?"
"Aku telah memarahkanmu malam itu, mengatakan sombong dan tolol..."
"Dan bahwa aku memualkan perutmu. Mengapa, Hong Ing?"
"Masih adakah perempuan yang kauangan-angankan itu?"
"He... hemmm..."
"Jangan kausebut-sebut lagi dia, atau perutku akan mual lagi."
"Maaf..."
"Kun Liong..."
"Hemm...?"
"Kau terlalu... terlalu canggung! Kau laki-laki jantan yang lemah! Kau... orang muda
yang berpikiran tua! Kau... pria pandai yang tolol!"
"Hemm... maaf.." Kun Liong gagap dan bingung, tak tahu harus berkata apa.
"Dan kau..." Hong Ing melanjutkan, matanya sayu menatap wajah Kun Liong seperti
mengintai dari balik bulu mata yang hampir saling bertemu bagian atas dan bawahnya,
suaranya agak tergetar akan tetapi bibirnya tersenyum mesra, "kau... akan melihat kelak
bahwa perempuan khayalmu itu, yang tanpa cacad, akan hancur lebur, membuyar
seperti awan tipis tersapu angin, kalau sudah muncul seorang wanita dari darah daging
yang hangat lembut, yang akan membuatmu bertekuk lutut, yang akan membuatmu
suka mencium tapak kakinya..."
"Hemmm, tak mungkin!" Kun Liong menghardik, ditujukan kepada diri sendiri.
"Lihat sajalah kelak...!" Hong Ing tertawa kecil dan bersenandung, senandung yang
dahulu itu, tentang cinta. Suaranya merdu sekali, lirih dan seolah-olah bukan dari
mulutnya suara itu mengalun, melainkan dari tengah lautan, datang menunggang angin
yang bertiup silir semilir.
"Cinta adalah Kehidupan
tanpa cinta hidup sama dengan mati
Cinta adalah Cahaya
tanpa cinta hidup gelap gulita
Cinta adalah suci
tanpa cinta hidup bergelimang dosa
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
607 hanya orang bijaksana saja mengenal
Cinta si dungu hanya mengejar nafsu!"
Dahulu ketika Hong Ing menyanyikan lagu cinta ini di atas perahu peti mati, dia hanya
mengagumi suara Hong Ing dan memandang rendah isi nyanyian itu yang dianggapnya
sebagai pantun seorang buta, memuji-muji setangkai bunga. Akan tetapi sekali ini, isi
nyanyian itu seperti menyindirnya, terutama sekali baris terakhir "si dungu hanya
mengejar nafsu!" Entah mengapa, karena dia tidak mengakui cinta suci, dia merasa
seolah-olah dialah yang dimaki "si dungu" dalam nyanyian itu! Otomatis, seolah-olah tadi
Hong Ing bukan bernyanyi, melainkan
menuduh dan memakinya, dia menjawab, "Memang aku dungu!"
"Heiiihhh... mengapa, Kun Liong?"
Ketika melihat wajah pemuda itu muram dan bersungut-sungut, Hong Ing tertawa geli
sambil menutupi mulutnya. "Kau... ngambek (murung) lagi?"
"Tidak!"
Akan tetapi jawaban itu jelas menunjukkan kejengkelan hatinya, jawaban yang
disentakkan dan pendek keras seperti batu karang! Hong Ing tertawa terkekeh, dan
berkata. "Kau sama sekali tidak dungu! Betapa bodohnya merasa diri dungu!"
Mulut Kun Liong makin cemberut. Seenak perutnya sendiri saja! Dia memaki di dalam
hati. Mengatakan tidak dungu akan tetapi memaki bodoh!
"Kum Liong..."
Tadinya dia tidak ingin menjawab, begitu marahnya hatinya. Akan tetapi panggilan itu
begitu merdu, terasa olehnya seperti mengelus hatinya, maka mau tidak mau dia
menjawab, "Apa?" Jawaban yang masih kaku.
"Maukah engkau menolongku?"
Kun Liong menoleh, memandang dan mereka saling pandang.
"Menolong apa, Hong Ing?" Lenyap sama sekali kemurungan dari wajah Kun Liong yang
mengira bahwa dara itu tentu mengalami suatu kesulitan.
"Tolong kaukalungkan ini di leherku."
Sepasang mata Kun Liong terbelalak. Kalau saja tidak begitu girang hatinya dan begitu
berdebar jantungnya, ingin dia menolak mentah-mentah untuk memperlihatkan
kemarahannya. Akan tetapi dia girang sekali dan tanpa menjawab dia menerima kalung
itu. Kalung yang begitu panjang, masa perlu dibantu untuk mengalungkannya"
Diterimanya kalung, didekatinya Hong Ing dan dikalungkannya benda itu melalui kepala
yang berambut pendek itu, dikalungkan ke lehernya. Karena gerakan ini, kedua lengan
Kun Liong seolah-olah hendak merangkul leher Hong Ing. Dia menunduk, Hong Ing
menengadah. Muka mereka saling berdekatan, begitu dekatnya sehingga terasa oleh Kun
Liong hembusan napas hangat di dagunya. Sepasang mata yang indah itu terpejam, bulu
mata yang panjang lentik itu menebal karena merangkap, mulut itu sedikit terbuka.
Hampir Kun Liong tidak kuat menahan. Kalau bukan Hong Ing dara itu, tentu dia takkan
dapat bertahan lagi untuk tidak mendekap tubuh itu, mencium bibir itu. Akan tetapi
dengan sentakan tiba-tiba dia menarik kedua tangannya dan melangkah mundur.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
608 Hong Ing membuka matanya, tersenyum. "Terima kasih, kau baik sekali, Kun Liong,"
"Hemm, aku seorang yang bodoh dan kasar, Hong Ing."
"Tidak! Akulah yang suka menggodamu, aku gadis tidak tahu budi orang. Kaumaafkan
aku, ya" Dan kaumaafkan pula kesalahan-kesalahanku yang akan datang, mau kan?"
Kun Liong menjedi gemas, akan tetapi melihat wajah itu berseri dan tersenyum nakal,
dia terpaksa tersenyum juga. Kiranya Hong Ing hanya pura-pura saja ketika marah,
ketika diam, dan lain-lain. Hanya untuk menggodanya!
"Hong Ing, mari kita mencari telur."
"Ih, kau tahu aku tidak suka telur."
"Bukah untuk kau. Aku paling doyan telur. Aku kemarin melihat kura-kura besar sekali
mendarat. Tentu akan bertelur. Senang sekali mencari telur kura-kura, seperti mencari
pusaka saja. Kalau kita tepat menggali dan melihat telur di bawah pasir, aku tanggung
kau akan menari kegirangan! Marilah!"
Keduanya berlari-larian seperti anak-anak di sepanjang pantai. Bahkan Kun Liong yang
sudah terobati kemerahannya, memegang tangan Hong Ing. Mereka bergandeng tangan
sambil berlari dan terdengar Hong Ing tertawa-tawa. Suasana memang amat romantis
dan menggembirakan. Pasir yang lemas dan bersih. Laut yang tenang. Sinar bulan yang
sejuk lembut. Akan tetapi, tak jauh dari pondok itu Kun Liong sudah berhenti. "Di sinilah."
"Ah, begini dekat" Kukira jauh!"
"Aku melihat ada kura-kura malam kemarin mendarat di sini."
"Akan tetapi beberapa hari yang lalu aku melihat binatang seperti ular merayap, hitam
dan panjang. Ihh, aku masib ngeri kalau mengingatnya."
"Ular" Di sini" Benarkah itu?" Kon Liong bertanya, heran. "Mengapa kau tidak bilang
padaku?" Hong Ing tersenyum lebar dan memicingkan sebelah matanya. "Habis, kau lagi
ngambek sih! Aku tidak berani bicara padamu!"
Kun Liong tertawa. "Aah, mungkin hanya belut atau ular laut yang terdampar dan
terbawa oleh ombak ke darat. Hayo kita mencari telur kura-kura."
Kembali mereka bergembira, lari ke sana-sini, menggali-gali pasir dengan kaki dan
tangan, seperti orang berlumba ingin lebih dulu menemukan telur kura-kura. Tidak
mudah mencari telur kura-kura hanya dengan mengira-ngira seperti iiu. Biasanya orang
mudah mencari telur kura-kura dengan jalan mengintai kalau ada kura-kura mendarat
dan bertelur. Akan tetapi kalau tidak tahu di mana binatang itu bertelur, tidak ada
terdapat tanda-tanda di mana tempat telur-telur itu. Pasir sudah rata kembali, diratakan
oleh binatang yang mempunyai kebiasaan yang cerdik untuk menyembunyikan telur
mereka terdorong naluri untuk menjaga lancarnya perkembangbiakan mereka itu.
"Heii... Hong Ing...! Lihat ini...!"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
609 Hong Ing yang sedang mencari di bagian yang agak jauh, datang berlari-lari
rmnghampiri Kun Liong ketika mendengar teriakan pemuda itu.
"Ahh, kau sudah menemukannya...!" teriaknya sambil berlari. Kalung panjang itu
bergoyang-goyang, rambutnya yang pendek bergerak-gerak dan kedua tangannya
memegangi ujung kain yang menutupi tubuhnya agar tidak terbuka ketika dia berlari itu.
"Ya, lihat ini. Banyak sekali telur dan... dan lihat apa yang kudapatkan di bawah telur-
telur ini...!"
"Eh...?" Sepasang mata yang indah itu terbelalak lebar. "Sebuah peti" Mengapa..."
Bagaimana...?"
"Entahlah, Hong Ing. Mari bantu aku mengumpulkan telur-telur ini. Aku akan
mengangkat petinya. Yang jelas, tempat ini dahulu pernah didatangi orang sebelum kita,
buktinya peti ini terpendam di sini."
Hong Ing mengumpulkan telur-telur itu dan memandang peti yang tidak berapa besar
yang diangkat oleh Kun Liong dari dalam lubang itu. "Apa isinya?"
"Kita bawa ke pondok dan kita buka di sana," kata Kun Liong.
Setelah mengangkat peti itu ke depan pondok, Kun Liong menanti sampai Hong Ing
menyimpan telur-telur itu ke dalam pondok dan keluar lagi. Kemudian mereka berdua
membuka peti yang dipaku kuat-kuat itu. Namun dengan pengerahan tenaganya, mudah
saja bagi Kun Liong untuk membuka penutup peti yang terbuat dari kayu yang tua dan
kuat. Tutup peti terbuka, hati mereka tegang, dan mata mereka menjadi silau oleh
cahaya berkeredepan ketika isi peti itu tampak.
"Aihh..., harta pusaka yang amat banyak...!" Hong Ing berseru kaget, heran dan
gembira. "Emas, perak, permata..., ah, kau menjadi orang kaya raya, Kun Liong!"
Akan tetapi Kun Liong tidak segembira Hong Ing. "Hemmm, untuk apa semua ini" Aku
tidak butuh, dan yang menemukan adalah kita berdua. Biarlah semua ini untukmu, Hong
Ing. Ambillah."
Hong Ing sudah memeriksa benda-benda itu, matanya bersinar-sinar, wajahnya berseri-
seri. Tentu saja dia senang sekali melihat benda-benda itu yang amat indah dan
merupakan perhiasan-perhiasan yang biasa dipakai oleh puteri-puteri kerajaan! Dia tidak
memperhatikan ucapan Kun Liong tadi, berkali-kali dia menggeleng kepala dan
mengeluarkan pujian sambil meneliti benda-benda itu berganti-ganti.
"Sayang...!"
Ucapan Kun Liong ini mengejutkan dan menyadarkan Hong Ing. Dia mengangkat muka
dan memandang wajah pemuda gundul itu. "Apa" Mengapa kau mengatakan sayang
setelah menemukan harta pusaka yang tak ternilai harganya ini?"
"Di sini, benda-benda ini tidak ada harganya sama sekali, Hong Ing. Aku akan lebih
bergembira kalau isi peti ini berupa alat-alat seperti gergaji, linggis, catut, golok dan


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lain-lain. Aku lebih membutuhkannya. Akan tetapi perhiasan..." Dia mengeluarkan benda
itu satu demi satu dan ternyata di sebelah bawah masih terdapat tumpukan uang emas
yang terukir aneh dan belum pernah mereka melihatnya. Kun Liong terus mengeluarkan
semua benda itu dan tiba-tiba dia tertarik sekali dan mengambil sebuah benda yang
terletak paling bawah, di dasar peti dan tadi tertutup oleh segala benda yang berkilauan
itu. Sebuah kitab! Kitab yang sampulnya hitam dan sudah tua sekali.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
610 Melihat betapa wajah Kun Liong berseri dan matanya bercahaya ketika melihat kitab tua
yang butut itu, Hong Ing tertawa. "Waaah, dasar kutu buku menemukan sebuah kitab
kuno! Hemm, sudah kubayangkan betapa engkau nanti tentu takkan pernah berhenti
membaca." Namun Kun Liong tidak mempedulikan kata-kata Hong Ing. Dengan jantung berdebar
tegang dia sudah membalik sampul dan membaca judul kitab itu yang tertulis tangan
dengan huruf yang amat kuat coretannya. Seolah-olah bukan tinta lagi yang membuat
coretan itu dapat dibaca karena warna tinta hitam ini mulai meluntur, akan tetapi jelas
tampak guratan-guratan yang kuat dan dengan kagum Kun Liong dapat melihat betapa
tapak mauwpit (pensil bulu) meninggalkan guratan pada kertas seperti ukiran, sehingga
andaikata tinta itu lenyap sama sekalipun, huruf-hurufnya masih dapat dibaca dengan
jelas! Judul itu hanya terdiri dari empat huruf yang berbunyi KENG LUN TAI PUN. Baru
membaca judul ini saja, Kun Liong sudah harus memutar otaknya, alisnya berkerut den
dia berusaha untuk memecahkan artinya. Huruf-huruf ini memiliki arti yang kalau
dipecahkan banyak sekali, akan tetapi dia mengambil kesimpulan bahwa yang
dimaksudkan dengan Keng Lun adalah mengurai den mengumpulkan yang dapat
diartikan dengan menyelidiki atau menyusun setelah mengerti benar. Adapun Tai Pun
adalah pokok dasar atau aselinya!
Mulailah dia membuka-buka dan membalik-balik lembaran kitab itu dan betapa kaget
den girangnya ketika mendapatkan keterangan di sebelah delamnya bahwa kitab itu
adalah kitab ilmu peninggalan dari Raja Bun Ong yang sakti dan bijaksana! Tepat seperti
yang dikatakan oleh Hong Ing, segera Kun Liong lupa akan segala sesuatu dan
"tenggelam" di dalam kitab kuno itu!
Karena maklum akan kesukaan Kun Liong membaca kitab, yang diketahui dari
percakapan-percakapan dengan pemuda itu. Hong Ing tidak mau mengganggunya.
Setelah menaruh kembali benda-benda berharga dalam peti dan menyimpan peti itu
dalam kamarnya, tanpa berkata apa-apa Hong Ing lalu merebus sepuluh butir telur
untuk Kun Liong. Setelah telur-telur itu masak, disuguhkannya kepada Kun Liong tanpa
berkata apa-apa karena dia tidak mau mengganggu. Akan tetapi Kun Liong menurunkan
kitab itu dan memandang, tersenyum, dan berkata, "Aihh... sudah kaurebus matang"
Engkau juga harus makan telur, Hong Ing, baik untuk kesehatan."
Hong Ing tersenyum. "Tidak, aku tidak lapar, dan aku masih ingin menikmati dan
mengagumi benda-benda pusaka tadi. Kauteruskanlah membaca kitab. Kitab apa sih
itu?" "Kitab kuno yang sukar sekali dimengerti isinya. Akan tetapi makin sukar dimengerti,
makin menarik. Kitab kuno mempunyai sifat seperti wanita..." Kun Liong tertegun dan
berhenti bicara, merasa telah kelepasan kata-kata.
"Hemmm, pendapatmu selalu aneh-aneh. Jadi kauanggap wanita itu sama dengan kitab
kuno, makin sukar dimengerti makin menarik" Apakah aku sukar dimengerti, Kun
Liong?" Kun Liong tertawa. "Maaf, aku tidak bermaksud menyindir dirimu, Hong Ing. Wah, sedap
baunya telur ini. Benarkah kau tidak mau mencicipi?" Kun Liong mengupas kulit telur
yang masih panas itu.
Hong Ing menggerakkan pundaknya. "Ihhh, aku selalu merasa tidak enak kalau
menghadapi telur, apalagi harus dimakan. Dan telur ini... mengapa agak lonjong dan ada
bintik-bintiknya" Bukankah telur kura-kura bulat bentuknya" Jangan-jangan telur ular..."
"Ha-ha, telur apa pun sama saja, sama enaknya. Asal jangan telur manusia!"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
611 "Ihh! Jorok kau...!" Hong Ing mendengus lalu lari ke pondok, mengeluarkan perhiasan
dari dalam peti dan mengaguminya di bawah sinar bulan. Kun Liong tertawa-tawa,
melanjutkan makan telur yang terasa enak sekali sampai tahu-tahu sepuluh butir telur
telah habis, pindah semua ke dalam perutnya!
Tengah malam telah lewat. Sinar bulan tinggal remang-remang karena tertutup awan.
Akan tetapi Kun Liong masih belum memasuki pondok. Sudah sejak tadi Hong Ing rebah
di atas dipan, tidak lagi mengagumi benda-benda berharga. Dia merasa heran mengapa
Kun Liong belum juga memasuki pondok. Untuk membaca kitab di luar tak mungkin lagi
karena sinar bulan terlalu suram. Dia lalu turun dari pembaringannya dan membuka
pintu kamar, keluar pondok.
"Ahhh, benar-benar kutu buku." pikirnya ketika melihat Kun Liong rebah terlentang di
atas pasir. Dia cepat menghampiri dan betapa herannya melihat Kun Liong tidak lagi
membaca kitab, melainkan rebah terlentang, tertidur dengan kitab itu terletak di atas
dadanya yang telanjang.
"Hemm, tertidur di sini, angin begini keras bertiup. Bisa masuk angin engkau! Kun Liong,
bangunlah!"
Akan tetapi Kun Liong yang biasanya amat peka itu kini sama sekali tidak bergerak.
"Kun Liong...!"
Tetap saja pemuda itu tidak menjawab, bergerak pun tidak.
"Kun Liong..., bangunlah!" Hong Ing menyentuh lengan pemuda itu, dan dia terkejut
bukan main. Lengan pemuda itu panas sekali! Celaka, pikirnya, tentu dia sakit, masuk
angin den terserang demam.
"Kun Liong...!" Dia memanggil dengan suara nyaring, akan tetapi pemuda itu sama sekali
tidak sadar, biarpun telah diguncang-guncang tubuhnya.
"Wah, dia pingsan...!" Hong Ing menjadi gelisah sekali. Diamblinya kitab itu, diselipkan
di dadanya di balik kain, kemudian dia mengerahkan tenaga dan memondong tubuh Kun
Liong yang sama sekali tidak bergerak, tubuhnya panas dan mukanya merah seperti
orang mabuk kebanyakan minum arak!
Semalam itu Kun Liong tidak sadar. Tidak tahu betapa Hong Ing menjaga dan duduk di
sebelahnya dengan muka pucat den penuh kekhawatiran. Hampir gadis ini menangis
saking bingungnya. Diguncang-guncangnya tubuh Kun Liong, dipanggilnya nama Kun
Liong berkali-kali, dibasahinya muka pemuda itu dengan air, namun semalam suntuk
Kun Liong tidak sadar, tenggelam ke dalam kepulasan yang amat dalam.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali, barulah Kun Liong siuman. Dia membuka mata
dan tiba-tiba mengeluh, "Aduhhh... gatalnya.. bukan main...!"
Bermacam perasaan mengaduk hati Hong Ing. Lega karena melihat pemuda itu siuman,
mendongkol karena dia sampai harus menderita kekhawatiran semalam suntuk, dan juga
geli mendengar keluh yang aneh itu!
Kun Liong menggaruk-garuk kepalanya dengan sepuluh kuku jari tangannya sampai
terdengar suara "kroook-krookk!" seolah-olah kuku jari tangannya akan mengupas kulit
kepalanya! Akan tetapi tiba-tiba dia meloncat turun dari pembaringan dan memandang
kepada Hong Ing dengan mata terbelalak. "Aihhh...! Kau... kenapa berada di kamarku"
Eh,dan aku kenapa di sini, tidak di luar pondok?" Dia masih menggaruk-garuk kepalanya
yang gatal-gatal akan tetapi matanya memandang Hong Ing penuh selidik.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
612 Dara itu cemberut! "Hemm, kau tidak merasakan susah payahnya orang lain! Aku
melihat kau pingsan di luar sana, terpaksa kupondong kau ke dalam kamarmu dan aku
tak dapat tidur semalam suntuk, gara-gara engkau yang seperti orang mati! Seluruh
tubuhmu panas-panas dan kau sama sekali tidak dapat dibangunkan. Apa sih yang
terjadi?" Kun Liong melongo. "Eh, mana kitabku?"
"Kitab...?" Tiba-tiba Hong Ing teringat dan dengan muka merah dia mengeluarkan kitab
yang saking gelisahnya, semalam suntuk kitab itu masih menyelip di balik kainnya,
menempel di dadanya!
Kun Liong menerima kitab itu, merasakan betapa kitab itu hangat, maka mukanya pun
menjadi merah, akan tetapi dia segera berkata, "Sungguh aneh. Aku sendiri tidak ingat.
Ketika aku membaca kitab sambil makan telur, tiba-tiba aku merasa kepalaku pening
dan mataku mengantuk. Tak tertahankan lagi kantuknya maka aku rebah di pasir dan...
tidak tahu apa-apa lagi sampai sekarang ini, tahu-tahu sudah berada di sini. Jadi aku
pingsan...?"
"Hemm, tentu ada sesuatu dalam kitab itu!" Hong Ing berkata.
Kun Liong membalik-balik lembaran kitab dan menggeleng kepala. "Kurasa tidak ada
apa-apanya yang aneh, sungguhpun kitab ini adalah sebuah kitab yang mujijat! Kitab
yang mengandung pelajaran tentang hidup, tentang perbintangan, dan latihan gerakan
kaki tangan untuk membuat tubuh sehat dan panjang umur. Juga ada latihan
pernapasan akan tetapi tidak mungkin membacanya membuat aku pusing dan
mengantuk."
"Wah, jangan-jangan telur-telur itu...!"
Kun Liong teringat dan mengangguk-angguk. "Hemm, mungkin saja, siapa tahu, tapi...
tubuhku terasa enak, hanya kepalaku ini, wah... gatalnya!" Dia menggaruk-garuk lagi.
"Biar kubuang saja telur-telur itu! Mungkin telur ular yang kulihat kemarin dulu."
"Eh, jangan! Jangan dibuang, Hong Ing. Buktinya aku tidak apa-apa. Telur itu enak
sekali, menyehatkan badan."
"Kau benar-benar tidak apa-apa" Tidak panas lagi tubuhmu?"
"Tidak, aku merasa sehat segar."
"Hemm... syukurlah, aku lelah dan mengantuk, mau tidur..." Hong Ing lalu meninggalkan
kamar itu. "Hong Ing...!" Kun Liong melangkah maju dan memegang lengannya.
"Ada apa?" Dara itu mengerutkan alisnya dan memandang lengannya yang dipegang
Kun Liong melepaskan pegangannya. "Harap jangan marah, aku berterima kasih sekali
kepadamu, Hong Ing. Maafkanlah aku, aku tidak tahu bahwa engkau telah bersusah
payah menjagaku. Kau baik sekali dan..."
"Sudahlah, aku senang bahwa kau tidak apa-apa. Aku mau tidur, kau boleh membaca
kitabmu sepuas hatimu."
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
613 Kun Liong yang ditinggal pergi menjatuhkan diri duduk di atas dipannya. Alisnya berkerut
dan dia membolak-balik kitab di tangannya. Benar-benar ada persamaannya antara kitab
ini dengan wanita! Mengapa Hong Ing kelihatan tidak senang setelah melihat dia sehat
dan tidak apa-apa, padahal gadis itu semalam suntuk mengkhawatirkan keadaannya"
Tentu saja dia tidak tahu! Memang wanita itu mempunyai sifat yang aneh. Ingin sekali
wanita itu merasakan bahwa dia dibutuhkan, bahwa dia diperlukan dan ingin dia lihat
bahwa tanpa dia, pria akan kehilangan dan tak berdaya! Tanpa disadarinya sendiri,
perasaan demikian itu ada pula dalam lubuk hati Hong Ing. Melihat Kun Liong pingsan
dan tidak berdaya, dia khawatir sekali, akan tetapi dalam melakukan pertolongan itu, dia
merasa betapa pemuda itu amat membutuhkan dia. Kini, biarpun hatinya lega bahwa
Kun Liong tidak sakit, namun ada juga perasaan kecewa karena kini dia tidak dibutuhkan
lagi! Memang aneh, namun demikian kenyataannya.
Dua bulan lewat dengan cepatnya. Semua telur yang ditemukan itu telah habis dimakan
Kun Liong, dan dia makin tekun membaca kitab kuno peninggalan Kaisar Bun Ong. Dapat
dibayangkan betapa girang hatinya ketika dia mulai melatih diri dengan ilmu pernapasan
dan gerakan kaki tangan yang terdapat dalam kitab, dia merasa tubuhnya makin segar
dan kuat, penglihatannya terang dan semangatnya tinggi, membuat wajahnya
selanjutnya selalu berseri dan matanya bersinar-sinar, memandang dunia ini sebagai
tempat yang amat indah. Beberapa kali dia membujuk Hong Ing untuk mempelajari isi
kitab, akan tetapi dara itu tidak mau, apalagi mendengar penuturan Kun Liong tentang
isi kitab yang hanya mengajarkan urusan kebatinan dan latihan pernapasan. Bahkan
gerakan kaki tangan itu bukanlah gerakan ilmu silat, hanya ditujukan untuk
menyehatkan tubuh seperti yang dimaksudkan oleh kitab itu.
Bun Ong adalah seorang Kaisar yang maha besar dan amat bijaksana. Kebijaksanaannya
amat terkenal semenjak sejarah berkembang, bahkan kebijaksanaan Kaisar Bun Ong ini
dipuji-puji dan dijadikan contoh oleh Nabi Khong Hu Cu! Kaisar Bun Ong adalah Kaisar
pertama dari Kerajaan Cou (tahun 1050 sebelum Masehi), lima ratusan tahun sebelum
Nabi Khong Hu Cu, seorang Kaisar yang terkenal sebagai seorang manusia setengah
dewa, bahkan terkenal sebagal Thian-cu (Utusan Tuhan) yang bijaksana dan amat
pandai! Juga puteranya, Kaisar Bu Ong, amat terkenal sebagai pengganti dan penerus
kebijaksanaan ayahnya. Maka, sungguh merupakan kebahagiaan besar bagi Kun Liong
yang secara kebetulan bisa menemukan sebuah kitab peninggalan Kaisar itu!
Kitab itu berisi petunjuk-petunjuk tentang hidup, tentang kebatinan dan tentang
perbintangan. Makin terbuka mata hati Kun Liong ketika membaca kitab kuno ini, makin
mendalam pengertiannya tentang kekuasaan yang disebut Tao. Hanya sebutannya saja
yang berbeda, namun pada hakekatnya, Tao dapat juga disebut Tuhan, Kebenaran, Cinta
Kasih, dan sebagainya.
Cinta Kasih tak dapat juga diraba, tak dapat dikejar. tak dapat dimiliki atau digenggam,
tak dapat dilatih atau dipelihara. Cinta Kasih tidak mempunyai sasaran seperti benci,
duka, marah, iri dan lain-lain. Cinta Kasih yang sudah mempunyai sasaran bukanlah
cinta kasih lagi namanya. Sasaran (obyect) timbul karena adanya aku, dan "aku" tak
mungkin mencinta, karena kalau ada aku yang mencinta, cinta itu hanya menjadi alat
untuk mencapai sesuatu demi keuntungan lahir maupun batin dari si aku ini. Cinta Kasih,
Tao, Tuhan, Kebenaran dan sebagainya sudah ada, akan tetapi menjadi tidak ada atau
tidak dimengerti karena terselubung oleh asap nafsu keinginan yang dibuat oleh si aku,
asap yang membuat mata kita menjadi buta. Dalam keadaan seperti buta itu hendak
mencari dan mengerti Tao, mengerti Cinta Kasih, mengerti Tuhan, tentu saja tidak
mungkin. Segala macam asap itu yang berupa kebencian, kemarahan, kekerasan,
kekejaman, iri hati, kedukaan, keinginan, semua ini harus lenyap dulu, barulah mata
akan menjadi terang untuk dapat melihat Cinta Kasih. Barulah Cahaya itu akan
cemerlang dan tampak. Segala macam bentuk nafsu tidak dapat dilenyapkan dengan
paksaan, dengan kemauan, karena hal itu akan sama halnya dengan api dalam sekam,
memang tidak bernyala lagi, namun masih ada membara dan sewaktu-waktu akan
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
614 bernyala lagi kalau mendapatkan angin dan bahan bakarnya! Untuk bebas dari itu
semua, kita harus menghadapinya langsung, mengenalnya, memperhatikannya dari awal
sampai akhir, mengenal sampai ke akar-akarnya segala nafsu itu, berarti kita harus
MENGENAL DIRI SENDIRI berikut segala macam nafsu yang bukan lain adalah si aku
atau si pikiran.
Setiap hari Kun Liong tenggelam ke dalam isi kitab ini, dan biarpun itu itu terlalu dalam,
bahkan kadang-kadang membuat dia termangu-mangu, merasa mengerti akan tetapi
juga masih merasa bingung dan ruwet, namun dia sadar bahwa isi kitab itu penting
bukan main dan bahwa kitab itu merupakan peninggalan yang amat berharga, ribuan kali
lebih berharga daripada seperti emas permata yang disimpan oleh Hong Ing itu. Maka
mulailah timbul kekhawatirannya kalau-kalau kitab itu akan terampas oleh orang lain dan
mulailah dia mencarikan tempat penyimpanan yang tersembunyi dan rahasia di atas
pulau itu. Pada suatu pagi, Kun Liong bangun sambil menggaruk-garuk kepalanya. Entah
mengapa, selama dua bulan ini, semenjak dia menemukan kitab dan harta pusaka,
kepalanya selalu terasa gatal kalau dia bangun tidur di waktu pagi. Sudah beberapa kali
dia memeriksanya, akan tetapi tidak ada perubahan sesuatu pada kepalanya, masih
tetap licin dan halus, tidak ada tanda luka atau bintik yang menimbulkan gatal-gatal. Dia
menggaruk kepalanya dan perutnya berkeruyuk. Hemm, sepagi itu, seperti biasanya,
setelah dia mandi, tentu dia akan menghadapi sarapan yang sudah dibuat oleh Hong Ing.
Teringat akan ini, dia tersenyum. Sudah terbayang dia akan melihat dara yang makin
lama makin cantik jelita itu, makin panjang rambutnya, dengan pakaian yang sederhana,
tampak bentuk dan lekuk lengkung tubuhnya yang makin matang sehingga seringkali
membuat Kun Liong terpesona dan memaksanya menelan ludah. Namun anehnya, tidak
seperti ketika menghadapi gadis-gadis lain, terhadap Hong Ing dia tidak pernah berani
menggodanya, bahkan selalu berjaga-jaga agar bersikap sopan!
Dia meloncat turun, lari melalui pintu belakang ke sumber air yang berada di tengah
pulau di dalam hutan kecil, menanggalkan pakaiannya dan sebelum terjun ke air, lebih
dulu ia berjongkok di pinggir kolam air yang jernih, memandangi bayangan mukanya
sendiri. Kemarin sore dia melihat dari jauh, secara sembunyi, betapa Hong Ing juga
berjongkok seperti itu, bercermin di permukaan air sambil mengatur-atur rambutnya.
Seraut wajah yang kurus menyambutnya di air. Yang mula-mula menarik adalah
sepasang mata bayangan itu. Mata yang seperti mata setan, celanya di dalam hatinya.
Mata yang hitamnya terlalu hitam dan putihnya terlalu putih, seperti mata penyelidik.
Tentu mendatangkan rasa tidak senang, terutama sekali Hong Ing, jika dipandang oleh
mata semacam ini! Muka yang dagunya agak meruncing dan terlalu halus untuk seorang
pria! Lebih-lebih kepala itu. Menjijikkan! Tidak dicukur akan tetapi kelimis. Lalat pun
akan terpeleset hinggap di atasnya! Tentu menjijikkan, apalagi dalam hati seorang dara
seperti Hong Ing. Akan tetapi sikap Hong Ing kadang-kadang manis sekali, terlalu manis
kepadanya! Mungkinkah wajah yang begini dapat menarik hati seorang dara sejelita
Hong Ing! Tak mungkin! Tentu hanya karena kasihan. Phuhhh, dia tidak membutuhkan
rasa iba dari siapapun juga. Biar dari Hong Ing sekalipun, dia tidak mau seperti seorang
pengemis mengulurkan tangan mohon kasihan!
"Hah! Sialan...!" Dia membenamkan kepalanya ke dalam air, dalam-dalam dan lama-
lama, sampai dia gelagapan dan mengangkat lagi kepalanya dari dalam air untuk
bernapas. Air kembali diam setelah tadi berombak keras dimasuki kepalanya dan kembali
dia memandang ke bawah. Muka itu kini basah kuyup, air menetes-netes dari hidung,
dan muka itu agak kemerahan, mata itu menjadi agak merah, dan mulut itu mengejek.
Huh, makin buruk!
"Biarlah si buruk rupa tinggal dalam keburukannya!" Dia berkata keras-keras dan
kembali dia membenamkan kepalanya, kini bahkan sambil meloncat ke depan. Air


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
615 muncrat dan Kun Liong mandi, menggosok-gosok keras seluruh tubuhnya dengan penuh
semangat, seolah-olah dia hendak melampiaskan kegemasannya kepada daki yang dia
bersihkan dari kulit tubuhnya.
Seperti biasa, ketika dia sudah mengeringkan tubuh dan pakaiannya yang tadi dicuci dan
kembali ke pondok, Hong Ing sudah siap dengan sarapan pagi yang terdiri dari masakan
sayur dan ubi-ubian yang didapatkan di hutan, panggang daging ikan sisa kemarin
malam, dan air matang dengan "teh" yang terbuat dari daun-daun yang harum.
"Duduklah dan mari kita sarapan. Mengapa begitu lama engkau di sumber air" Sampai
lelah aku menanti!" Hong Ing berkata.
Kun Liong duduk bersila menghadapi meja rendah di mana telah terhidang sarapan pagi
itu. "Aku mencuci pakaianku," cuping hidungnya bergerak-gerak. "Hemm, sedap! Kau
masak daun apa ini?"
"Daun merah sudah keluar daun mudanya. Makanlah."
Mereka makan dan Kun Liong tidak tahu betapa sepasang mata dara itu memandangnya
dengan sayu, agaknya terharu menyaksikan dia makan dengan lahapnya. Selesai makan
dan minum air teh istimewa itu, Kun Liong menghela napas lega.
"Nikmat dan lezat..." katanya. Biasanya pujiannya yang jujur ini menggirangkan hati
Hong Ing, akan tetapi sekali ini Hong Ing mengerutkan alisnya dan berkata, suaranya
lirih dan penuh duka, "Ah, aku ingin menangis kalau melihat kau makan, Kun Liong."
"Eh, kenapa" Begitu menyedihkankah caraku makan?"
"Minuman hanya dari air dan daun, bukan teh aseli..." suara itu mengeluh.
"Harum dan sedap melebihi teh yang paling baik!"
"Dan daging ikan yang itu-itu juga, dipanggang, hanya digarami air laut..." suara itu
makin merintih.
"Enak dan gurih sekali, melebihi masakan termahal di restoran!"
"Dan nasinya... tak pernah ada nasi... hanya ubi dan kentang hutan, dan sayurnya...
aihh... Kun Liong... hanya daun-daun yang biasanya kerbau pun tidak sudi
memakannya..." suara itu bercampur sedu-sedan.
Kun Liong tertawa membesarkan hatinya. "Hem, enak sekali! Mengenyangkan perut dan
menyehatkan badan!"
"Aihhh, Kun Liong, mengapa kau tidak pernah sungguh-sungguh" Tak perlu kau
menghiburku dengan kepura-puraan ini. Kau tentu menderita sekali..."
"Siapa bilang" Aku senang sekali! Makanku enak, minum pun sedap! Hemm, apakah kau
merasa sedih karena makan minum seadanya ini, Hong Ing?"
"Tidak, bagi seorang wanita, makan minum tidaklah begitu penting. Lebih penting lagi
menghidangkan makan-minum untuk pria, dan melihat kau makan minum seperti ini...
ahhh, hati siapa tidak akan sedih?"
"Sungguh, Hong Ing. Tak perlu berduka. Aku tidak membohong, bukannya hiburan
kosong. Aku sudah senang, aku merasa bahagia sekali!"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
616 "Apa" Di tempat seperti ini" Apakah selamanya kita akan berada di tempat ini, terasing
dari dunia ramai" Dan kau bilang kau bahagia?"
"Demi Tuhan! Aku berbahagia sekali! Aku tidak mau menukar kehidupan di sini seperti
ini dengan kehidupan seorang kaisar di istana yang mewah!"
Hong Ing menunduk. Kun Liong memandang dan karena muka itu tidak dapat tampak
olehnya, dia menurunkan pandangan matanya, menatap dada yang jelas membayang
lekuk lengkungnya di balik kain itu, dada yang turun naik dengan keras seolah-olah
gelombang lautan yang sedang mengamuk. Tiba-tiba muka itu diangkat dan Kun Liong
merasa seperti dibanting dari tempat tinggi, cepat-cepat dia membanting pula pandang
matanya ke samping!
"Kun Liong, kau tadi mengatakan bahwa kau berbahagia. Benarkah"
"Mengapa tidak" Aku tidak berbohong. Aku berbahagia sekali! Dunia begini indah, lautan
begitu cantik, pulau kita ini begini menyenangkan, dan cahaya matahari pagi itu... lihat...
begitu cemerlang dan hangat...."
"Itukah yang membuatmu bahagia?"
"Ya..."
"Tidak ada lain lagi?"
"Lain lagi" Masih banyak! Aku dan kau sehat-sehat saja, makan minum cukup, aku ada
kitab dan kau ada perhiasan-perhiasan itu... dan kita tidak dikejar-kejar orang..."
"Hanya itu?"
"Ya..." Kun Liong meragu. "Apa lagi?"
Kembali Hon Ing menunduk, menghela napas panjang kemudian berkata tanpa
mengangkat muka, "Dahulu... kalau diingat sudah lama sekali, akan tetapi
sesungguhnya baru beberapa puluh hari yang lalu... kau mengatakan bahwa kau tidak
tahu apa artinya behagia itu... akan tetapi sekarang kau berbahagia. Apakah...
apakah..." Hong Ing meragu.
"Apa yang hendak kaukatakan?"
"Apakah engkau sudah bertemu dengan wanita idamanmu dahulu itu maka engkau
merasa berbahagia?"
Wajah itu menengadah dan mata yang indah itu memandangnya setengah terpejam.
Aneh sekali! Mata itu seperti mau menangis, akan tetapi bibir itu mengandung senyum!
"Aaahhh! Mengapa kau menanyakan itu, Hong Ing" Aku... aku... tidak memikirkan
tentang wanita, dan tentu saja aku belum bertemu dengan wanita idamanku itu."
Mata itu tiba-tiba terbelalak, dan muka yang manis itu mendadak menjadi merah padam.
"Apa... apa maksudmu?"
"Mana mungkin aku dapat bertemu dengan wanita idamanku itu?"
"Kau... kaumaksudkan... wanita itu masih ada dalam alam khayalmu, masih
kauharapkan kelak akan bertemu?"
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
617 "Aihh, sudahlah, Hong Ing. Mengapa kita bicara tentang hal yang bukan-bukan itu"
Adalah lebih baik kita bicara tentang kita."
"Hemmm, apa yang hendak kaubicarakan tentang aku?"
"Misalnya, bahwa agaknya kau tidak betah tinggal di sini."
"Tentu saja! Tempat ini amat sunyi, aku merasa seperti berada di dalam kuburan! Bukan
di dunia ramai." Tiba-tiba suara Hong Ing berubah seolah-olah menyesali kata-katanya
itu. "Betapapun juga, ada engkau di sini!"
"Engkau tentu kehilangan segala kebutuhan wanita. Sisir pun tidak ada."
"Sisir bambu buatanmu cukup baik."
"Dan sabun wangi, minyak wangi... ahhh, pakaianmu..."
"Di sini banyak kembang harum... sudahlah, Kun Liong. Kau pun tidak pernah mengeluh,
tidak pernah membutuhkan apa-apa."
"Aku sih tidak membutuhkan sisir, kepalaku gundul buruk begini..."
Hong Ing tertawa. "Memang kepalamu gundul dan lucu!"
"Dan buruk..."
"Dan buruk...!" Hong Ing seperti diajar bicara.
"Dan aku pernah memualkan perutmu."
"Kadang-kadang..."
"Sekarang...?"
"Sekarang kau paling memualkan perutku!"
"Ehhhi...! Maaf, Hong Ing..."
"Kau terlalu cainggung, terlalu sopan, terlalu terpelajar, terlalu berfilsafat, terlalu
melamun, terlalu... terlalu... engkau terlalu sekali!" Hong Ing bangkit dan dengan
gerakan cepat penuh kejengkelan hati lalu meninggalkan Kun Liong, berlari pergi ke
tengah pulau dan bayangannya lenyap di dalam hutan.
Kun Liong melongo. Kemudian ditamparnya kepalanya yang gundul dan mulutnya
menyumpah. "Disambar geledek kalau aku mengerti ini...!" Dia menggeleng-geleng
kepalanya, lalu berjalan perlahan menuju ke rimba di tengah pulau. Dia menyelinap di
antara semak-semak, mendekati sumber air di mana dia melihat Hong Ing menangis
seorang diri di dekat sumber air, di dekat kolam! Hong Ing menangis! Dan didengarnya
suara Hong Ing, lirih dan penuh kedukaan, bicara kepada dirinya sendiri!
"Nah, puaskanlah hatimu, menangislah sepuas hatimu...!" Hong Ing menjenguk ke air.
"Aduhhh... kasihan kau... biar kau menangis sampai kedua matamu merah den bengkak-
bengkak, biar kau menangis sampai mengeluarkan air mata darah sekalipun, apa
gunanya" Lihat hidungmu yang kecil mancung menjadi merah! Apa perlunya kau
menyiksa diri" Biar kau sampai menjadi kurus kering, atau andaikata engkau bersolek
sampai secantik-cantiknya, apa gunanya" Apa perlunya kau menggosok kedua pipimu
pagi tadi sampai pipimu kemerahan... begitu segar den mengalahkan kecantiken
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
618 bidadari, semua itu apa artinya" Tak seorang pun akan melihatnya, apalagi mengagumi!
Si sombong, si pongah itu, hanya akan mengucapkan selamat pagi dengan suara datar,
memuji rambutmu secara basa-basi, kemudian makan dengan lahap tanpa satu kalipun
mengerling kepadamu, kemudian tenggelam dalam kitab-kitabnya untuk bertemu
dengan wanita idamannya! Kau..." Hah, mungkin hanya menimbulkan sedikit rasa iba...
huh-hu-hu...!" Hong Ing menangis lagi!
Kun Liong terbelalak dan kesima, tak mampu bergerak, menahan napas dan dia merasa
demikian kaget, bingung, dan heran sehingga dia tidak mengerti apa sebabnya Hong Ing
bicara seperti itu dan menangis demikian sedihnya! Karena khawatir kalau dia dilihat
dara itu, diam-diam dia lalu pergi dari hutan itu, bukan kembali ke pondok melainkan
pergi ke bagian pantai yang berlawanan tempat yang jarang didatanginya, pantai yang
penuh dengan batu karang tidak berpasir seperti pantai di mana dia membuat pondok
mereka. Dia menghempaskan diri di atas tanah, bersandar batu karang den memandang jauh ke
depan, jauh sekali menyeberangi laut yang tak bertepi itu. Apa yang telah terjadi dengan
dirinya menghadapi Hong Ing" Mengapa dia merasa begitu aneh berhadapan dengan
dara itu" Terjadi perbantahan sendiri di antara hati dan pikirannya, membuat dia duduk
terlongong, lupa waktu lupa keadaan.
"Kau cinta padanya, tolol!"
"Hemm, ape sih cinta itu" Aku suka kepadanya karena dia cantik, seperti aku suka
kepada gadis lain."
"Bukan! Sekali ini lain sama sekali! Kau tidak pernah menggodanya, kau tidak berani
mendekatinya, dia mendatangkan rasa hormat dan iba di hatimu, dia bagaikan sebuah
benda pusaka yang tak ternilai harganya bagimu sehingga engkau tidak berani
memegangnya terlalu lama khawatir rusak! Sedangkan gadis-gadis lain itu begimu hanya
merupakan benda-benda Indah den kaujadikan permainan. Gadis-gadis lain itu bagimu
seperti bunga-bunga yang indah harum, kaucium dan kau petik kemudian dilupakan
begitu saja. Akan tetapi dia lain! Dia bagimu merupakan setangkai kembang yang suci,
yang kaukagumi dengan memandang dan memujanya akan tetapi merasa sayang kalau
tersentuh kotor. Kau cinta padanya!"
"Hemmm... aku hanya akan mencinta wanita idamanku."
"Wanita idamanmu itu hanya khayal, hanya asap, tepat seperti dikatakannya dahulu!
Wanita macam itu tidak ada!"
"Hemmm..." Kun Liong meremas pasir karang sampai menjadi bubuk halus.
Dia duduk termenung di tempat itu, tak pernah berpindah, sampai matahari telah naik
tinggi kemudian condong ke barat. Baru dia teringat betapa dia telah setengah hari
duduk di tempat itu dan bahwa Hong Ing tentu akan gelisah menantinya pulang. Hati
dan pikirannya telah berdamai den telah bermufakat untuk melakukan sesuatu kalau dia
bertemu dengan Hong Ing nanti! Dia mencinta Hong Ing! Inilah keputusan yang diambil
oleh hati dan pikirannya, dan dia akan mengaku terus terang kepada dara itu!
Dengan jantung berdebar tegang akan tetapi kaki dan kepala ringan setelah dia
mengambil keputusan tetap, Kun Liong berlari-lari ke arah pondok. Tahulah dia kini
bahwa segala perasaan aneh yang dideritanya selama ini, bukan lain adalah keraguan
terhadap hubungannya dengan Hong Ing. Sekarang harus ada kepastian! Dia mencinta
Hong Ing! Dia herus menyatakan ini terus terang, dan apakah Hong Ing juga mencinta
dia atau tidak, itu urusan lain lagi! Besar sekali kemungkinannya gadis itu tidak
mencintanya, terlalu sering perasaan tidak senanghya diperlihatkan. Akan tetapi,
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
619 andalkata benar Hong Ing tidak mencintanya, dia tidak akan penasaran, dan penjelasan
itu akan melegakan hatinya. Tidak seperti sekarang, digerogoti keraguannya sendiri.
Bagaimana nanti jadinya kalau Hong Ing menjawab pertanyaannya, dia tidak mau
membayangkannya. Bagaimana nanti sajalah!
TIBA-TIBA kedua kakinya berhenti dengan tiba-tiba dan matanya terbelalak memandang
ke depan, kedua alisnya berkerut. Dia melihat Hong Ing berdiri di pantai depan pondok,
akan tetapi tidak sendirian! Ada tiga orang lain ying berdiri di depan dara itu dan melihat
mereka, jantung di dalam dada Kun Liong berdebar tegang. Tiga orang itu adalah
pendeta-pendeta Lama berkepala gundul dan berjubah merah! Teringatlah dia akan
kakek pendeta Lama yang pernah menolong dia dan Hong Ing, yang amat sakti dan
melontarkan mereka yang berada di dalam peti mati ke laut! Apakah kakek sakti itu
yang datang bersama dua orang kawannya" Melihat mereka dari jarak jauh, sukar
membedakan muka para pendeta Lama itu, maka dia lalu melanjutkan gerakan kakinya
berlari menghampiri. Setelah agak dekat, tampaklah olehnya bahwa mereka adalah tiga
orang pendeta Lama yang usianya sudah tua, akan tetapi pendeta Lama raksasa yang
pernah menolongnya itu tidak berada di antara mereka. Kini dia sudah tiba dekat dan
berdiri memandang.
Tiga orang itu bersikap agung dan berwibawa, usia mereka tentu sudah enam puluh
tahun lebih. Mereka berdiri berjajar, yang tengah-tengah agak berbeda jubahnya, yaitu
pinggir jubah merahnya memakai garis kuning emas dan kedua tangannya yang
dirangkap di depan dada itu memegang lima batang hio (dupa biting) yang
mengeluarkan asap harum. Adapun dua orang lainnya berdiri di kanan kirinya, juga
merangkap tangan depan dada dan menundukkan muka seolah-olah mereka berdua itu
selalu berada dalam keadaan bersamadhi dan berdoa!
Hong Ing berdiri dengan wajah agak pucat di depan mereka, dan jelas tampak betapa
dara itu berada dalam keadaan bimbang ragu dan bingung. Melihat munculnya Kun
Liong, wajah Hong Ing agak berseri seolah-olah dia melihat datangnya pertolongan.
"Kun Liong, para Locianpwe ini adalah supek dan kedua susiok dari Tibet, datang diutus
oleh... ayahku untuk menjemputku!" suara Hong Ing gugup karena hatinya merasa
tegang sekali. Kun Liong mengerutkan alisnya, memandang kepada tiga orang pendeta itu,
memandang dengan sinar mata tajam penuh selidik, kemudian menjura dengan hormat
dan berkata, "Sam-wi Locianpwe adalah paman-paman guru Nona Pek Hong Ing"
Bagaimana ini" Saya tidak mengerti, harap Sam-wi sudi menjelaskan."
Dua orang pendeta di kanan kiri masih menunduk dengan kedua mata terpejam, hanya
pendeta yang berdiri di tengah yang mengangkat muka memandang Kun Liong. Pemuda
ini terkejut sekali ketika melihat sinar mata kakek itu menyambar bagaikan halilintar!
Wajah yang penuh keriput itu kelihatan dingin dan penuh wibawa yang menyeramkan,
mulutnya selalu tersenyum sabar dan kepalanya lebih licin daripada kepalanya sendiri.
Yang amat menarik hatinya, asap dari lima batang hio yang dipegang oleh kedua
tangannya itu, membubung lurus ke atas, sama sekali tidak terpengaruh oleh tiupan
angin laut! "Siancai... pinceng telah menceritakan kepada yang berkepentingan, dan satu kali saja
sudah cukup." Suara kakek ini lemah lembut, namun di dasarnya terasa sekali keputusan
yang seperti baja, tak dapat digoyahkan pula!
"Kun Liong, ketahuilah. Mereka ini datang dari Tibet sebagai utusan ayahku yang
katanya kini menjadi calon ketua para pendeta Lama Jubah Merah di Tibet. Untuk
pengesahan dan upacara pengangkatan ayah sebagai ketua, aku sebagai anak tunggal
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
620 harus hadir, maka ketiga orang Locianpwe ini datang untuk menjemputku sebagai utusan
ayah. Bagaimana baiknya, Kun Liong" Aku ingin sekali bertemu dengan ayahku!"
Kun Liong mengerutkan alisnya. Sungguh tak disangka-sangka timbulnya urusan aneh ini
dan dia menjadi curiga. Mereka itu adalah pendeta-pendeta Lama, dan kalau ayah Hong
Ing adalah suheng dan sute mereka tentu ayah Hong Ing juga seorang pendeta Lama.
Mana mungkin ini" Dan bagaimana pula mereka bertiga itu bisa tahu bahwa Hong Ing
adalah puteri calon ketua mereka"
Agaknya pendeta Lama yang memegang lima batang hio itu dapat membaca isi hati dan
keraguan Kun Liong. Terdengar dia berkata dengan bahasa pribumi yang baik akan
tetapi dengan lidah agak kaku, tanda bahwa sudah terlalu lama dia tidak menggunakan
bahasa ini. "Orang muda harap jangan ragu-ragu terhadap kami. Kami masih mengenal
Pek Hong Ing yang meninggalkan Tibet ketika dia berusia lima tahun, dan ketika di
daratan besar kami mendengar bahwa Pek Hong Ing meninggalkan daratan dengan
seorang pemuda gundul, kami segera berlayar dan mencari, akhirnya Sang Buddha
menuntun kami sampai di tempat ini."
Kup Liong diam-diam harus mengakui bahwa alasan itu memang masuk di akal. Akan
tetapi, kalau benar ayah dara itu yang mengutus, mengapa sebagai seorang ayah,
setelah belasan tahun baru ingat untuk mencari puterinya" Pula, dia masih teringat akan
cerita Hong Ing bahwa ibunya dikeroyok oleh para pendeta Lama sehingga luka-luka
parah den akhirnya tewas di kaki Pegunungan Go-bi-san. Maka kecurigaannya tetap saja
tidak meninggalkan lubuk hatinya.
"Kalau saya boleh bertanya, siapakah nama Sam-wi Locianpwe?"
Kini kedua orang pendeta yang tadi menundukkan muka, mengangkat mukanya dan
kembali Kun Liong terkejut. Dua orang hwesio yang sudah tua ini pun memiliki pandang
mata yang luar biasa, seolah-olah dari pandang matanya itu keluar tanaga mujijat yang
menyeramkan! Tiga pasang mata yang tajam den aneh itu memandang Kun Liong penuh
perhatian, dan pendeta yang berdiri di tengah dengan suara tetap tenang berkata,
"Orang muda, engkau memiliki nyali besar sekali!"


Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Maaf, Locianpwe. Bukan sekali-kali saya hendak bersikap tidak hormat, akan tetapi
hendaknya diketahui bahwa selama ini, sayalah yang menjaga den melindungi Nona Pek
Hong Ing,, maka saya merasa sudah menjadi tanggung jawab saya untuk membelanya
dari apapun juga. Kedatangan Sam-wi sungguh tidak diduga-duga, bukan saya tidak
percaya, tetapi saya harus tahu lebih dulu siapa yang akan berurusan dengan None Pek
Hong Ing."
Pendeta yang berdiri di tengah itu tersenyum, sedangkan kedua orang temannya tetap
diam seperti patung.
"Pinceng disebut Sin Beng Lama, yang di kiri ini adalah Hun Beng Lama, dan di kanan
adalah Lak Beng Lama. Mereka adalah dua orang suteku, dan ayah Nona Pek Hong Ing
adalah suheng, mereka den suteku yang pertama."
Kun Liong dan Hong Ing saling pandang den merasa heran. Mendengar nama-nama itu
mereka teringat akan kakek pendeta Lama yang telah menolong mereka, maka dengan
cepat Kun Liong bertanya, "Dan siapakah nama ayah Nona Pek Hong Ing?"
"Suteku itu, yang kini dicalonkan sebagai ketua perkumpulan kami, adalah Kok Beng
Lama..." "Ohhhh...!" Kun Liong dan Hong Ing berseru heran. Jadi kakek pendeta aneh yang amat
sakti itu, yang menolong mereka dengan memberi peti mati sebagai perahu, yang
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
621 bernama Kok Beng Lama dan muncul seperti setan, yang bertubuh seperti raksasa,
adalah ayah Hong Ing!
Mendengar seruan itu, Sin Beng Lama dan kedua orang sutenya memandang tajam
penuh selidik. "Apakah kalian pernah bertemu dengan calon ketua kami?" tanya Sin Beng
Lama. Kedua orang muda itu mengangguk, dan Kun Liong berkata. "Kalau benar bahwa beliau
itu ayah Nona Hong Ing, mengapa diam saja dan tidak mengajaknya ketika bertemu
dengan puterinya" Dan menurut cerita Nona Pek Hong Ing, Ibunya pernah dikeroyok
oleh para pendeta Lama, tidak tahu apakah Sam-wi Locianpwe ketika itu ikut pula
mengeroyoknya?"
Tiga orang pendeta itu menggerakkan tubuh sedikit, dan asap lima bateng hio itu kini
bergoyang-goyang.
"Orang muda! Urusan dalam mana mungkin diceritakan kepada orang luar" Pek Hong
Ing, kami adalah paman-paman gurumu. Mari kauikut bersama kami menghadap
ayahmu dan engkau akan mendengar selengkapnya tentang riwayatmu. Dia ini sebagai
orang luar tidak berhak mencampuri urusan kami yang merupakan keluarga pendeta
Lama Jubah Merah!"
Hong Ing kelihatan bingung dan ragu-ragu, sebentar memandang Kun Liong, lalu
menoleh kepada tiga orang pendeta yang memandangnya dengan ramah itu. Melihat ini,
makin tidak enak hati Kun Liong. Dengan suara lantang dia berkata. "Saya bukan orang
luar! Kepentingan Hong Ing adalah kepentingan saya juga, bahkan lebih lagi! Saya akan
membelanya dengan sepenuh jiwa raga saya!"
"Kun Liong...!" Hong Ing berseru lirih dan memandang dengan mata terbelalak lebar.
Kun Liong menghadapi dara itu dan berkata, suaranya lantang karena dia tidak peduli
bahwa ucapannya itu didengarkan oleh tiga orang paman guru dara itu.
"Hong Ing, biarlah aku mengadakan pengakuan sekarang juga. Aku.. aku cinta padamu!
Nah, sudah kunyatakan perasaan yang berbulan-bulan ini mencekik leherku. Aku cinta
padamu, Hong Ing, dan aku siap untuk membelamu dengan seluruh jiwaku. Jangan
kauikut bersama mereka, kalau memang ayahmu yang menyuruh, biarlah ayahmu
sendiri yang datang ke sini! Atau, kalau engkau ingin pergi juga untuk menemui ayahmu,
aku harus mengawalmu!"
Muka yang cantik itu menjadi merah sekali mendengar pengakuan cinta yang begitu
terang-terangan di depan tiga orang pendeta itu. Akan tetapi tanpa dapat dicegahnya
lagi, dua butir air mata meloncat turun dari pelupuk matanya dan dengan mata setengah
terpejam dia memandang Kun Liong, bibirnya gemetar dan akhirnya sambil melangkah
maju sehingga dia berada dekat sekali dengan Kun Liong, dia bertanya, "Kau... kau cinta
padaku..." Lalu... bagaimana dengan wanita idaman yang kaukhayalkan dahulu itu...?"
Kun Liong tertawa dan kedua lengannya bergerak, meraih tubuh itu dan dipeluknya,
didekapnya muka dara itu ke dadany. "Ha-ha, dahulu aku bodoh, aku dungu, tergila-gila
kepada wanita khayal, wanita yang hanya bayangan... aku sungguh tolol seperti yang
kaukatakan..."
Hong Ing merenggutkan tubuhnya menjauh, mukanya pucat dan matanya terbelalak.
"Apa... apa maksudmu...?" Tanyanya dengan suara terputus-putus.
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
622 Kun Liong masih tersenyum dan berusaha meraih lagi, akan tetapi Hong Ing mengelak.
"Dahulu aku tolol, Hong Ing. Yang kucinta dengan seluruh jiwa ragaku hanyalah engkau,
wanita dari darah daging, bukan wanita khayal itu, wanita dalam mimpi yang tentu saja
tidak pernah ada" Kembali tangannya menangkap lengan Hong Ing dan hendak
dipeluknya wanita itu.
"Plak-plak!" Hong Ing merenggutkan dirinya, menangkis dan menampar dengan muka
merah sekali, matanya bersinar-sinar penuh kemarahan.
"Tidak! Lepaskan aku!" teriaknya dan wanita itu tersedu, lari mendekati tiga orang
pendeta Lama sambil berkata. "Sam-wi Locianpwe, mari bawa aku menemui ayahku."
Dia tidak menengok lagi kepada Kun Liong yang berdiri dengan muka pucat dan
terheran-heran.
Sin Beng Lama tersenyum dan mengangguk. "Sebagai puteri Sute yang menjadi calon
Kauwcu (Kepala Agama), engkau bersikap baik dan tepat sekali, Hong Ing. Sute,
ambilkan jubah untuk Hong Ing!"
Lak Beng Lama yang berdiri di sebelah kirinya, mengangguk dan sekali kakinya
bergerak, tubub hwesio ini sudah mencelat dan berada di atas perahu kecil yang
didaratkan di pantai. Sekejap mata kemudian, hwesio ini telah berkelebat datang
membawa sebuah jubah merah yang lebar. Gerakannya demikian gesit dan cepatnya
sehingga Hong Ing sendiri terbelalak kagum, juga diam-diam Kun Liong yang melihat ini
maklum bahwa hwesio Lama itu memiliki gin-kang yang luar biasa tingginya! Akan tetapi
dia tidak mempedulikan itu semua karena dia masih bengong memandang Hong Ing
yang kelihatan marah kepadanya dan kini sama sekali tidak mempedulikannya itu.
Lak Beng Lama dengan sikap melindungi lalu menyelimutkan jubah merah itu ke tubuh
Hong Ing. Jubah itu lebar dan panjang sehingga tubuh dara itu tertutup dari leher
sampai ke mata kakinya, tidak lagi setengah telanjang seperti biasanya.
Melihat dara itu tidak mempedulikannya dan agaknya hendak benar-benar berangkat
meninggalkannya, Kun Liong merasa jantungnya seperti dibetot. Dia meloncat ke depan
dan langsung menjatuhkan diri berlutut di depan Hong Ing sambil berkata, "Hong Ing,
jangan pergi... kumohon kau... jangan pergi meninggalkan aku. Aku cinta padamu...!"
Hong Ing memandang kepadanya dan kembali mata itu menitikkan air mata dan
suaranya terdengar menyesal sekali.
"Sudahlah, Kun Liong. Aku hendak mencari ayah dan biarlah kita tidak saling bertemu
lagi. Betapapun juga, aku selamanya tidak akan melupakan semua budi kebaikanmu
kepadaku. Selamat tinggal, Kun Liong..."
"Tidak! Kau tidak boleh pergi begitu saja! Aku harus ikut den melindungimu, Hong Ing!"
"0rang muda, tidak mungkin boleh ikut bersama kami. Tempat kami merupaken tempat
terlarang bagi orang luar!" kata Sin Beng Lama dengan suara halus. "Aku mau
menjumpai ayahmu, Hong Ing! Aku cinta padamu, dan aku akan meminangmu dari
tangan ayahmu!" Kun Liong berkata lagi.
Naik sedu-sedan dari dada Hong Ing, akan tetapi dia merenggutkan tangannya yang
dipegang oleh Kun Liong. "Apakah
kaw lupa bahwa kau tidak akan menikah selamanya, Kun Liong" Dan aku pun tidak akan
menerima pinanganmu. Aku tidak membutuhkan perlindunganmu. Sudahlah, aku mau
pergi dan.. jangen kau memikirkan aku lagi, Kun Liong..."
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
623 Dara itu sudah melangkah menuju ke perahu, diiringkan oleh ketiga orang hwesio Lama
itu. Kun Liong merasa jantungnya seperti diremas-remas. Sekali meloncat, dia sudah
melampaui mercka dan menghadang antara mereka dan perahu.
"Tidak boleh! Kau tidak boleh pergi begitu saja, Hong Ing! Kau tidak boleh meninggalkan
aku!" Suaranya mengandung isak den matanya liar seperti mata seekor kelinci
ketakutan. Memang dia takut, dia gelisah bukan main melihat wanita itu hendak
meninggalkannya!
"Orang muda, minggirlah kau!" Sin Beng Lama berkata, kini suaranya dingin dan keras,
tidak lagi disertai senyum sabar.
"Tidak! Kau tidak berhak mencampuri, Sin Beng Lama! Kalian datang dan hendek
membawa pergi dia begitu saja! Tidak boleh! Dia punyaku, dan sejak lama aku hidup
untuk dia! Sekarang hendak kaubawa pergi begitu saja! Tidak bisa, selama aku masih
hidup!" "Orang muda, apa kau sudah gila" Minggirlah!" Lak Beng Lama melangkah maju, tongkat
di tangan kanannya tergetar.
"Tidak! Kalianlah yang harus cepat pergi dari sini, jangan mengganggu kami berdua
lagi." bentak Kun Liong marah.
"Kun Liong, jangan kurang ajar terhadap Supek dan Susiok!" Hong Ing berseru.
"Mereka belum tentu Supek dan Susiokmu, Hong Ing. Jangan sembarangan percaya
orang!" Kun Liong membentak.
"Bocah gila, engkau memang harus dihajar!" Lak Beng Lama menjadi marah sekali dan
tongkathya sudah menyambar ke arah pundak Kun Liong. Pemuda ini juga marah,
kemarahan yang timbul karena putus asa dan duka bercampur gelisah menyaksikan
Hong Ing hendak meninggalkannya. Dengan pengerahan tenaga dia mengangkat
lengannya menangkis tongkat itu.
"Desss!" Omitohud...!" Lak Beng Lama terpelanting dan tentu roboh kalau saja Hun Beng
Lama, suhengnya tidak cepat menyambar lengannya. Bukan main kagetnya tiga orang
pendeta Lama itu. Tak disangkanya sama sekali bahwa bukan saja pemuda itu dapat
menangkis tongkat pusaka di tangan Lak Beng Lama yang jarang dapat dicari tandingnya
itu, bahkan sambil menangkis hampir saja pemuda itu membuat Lama ini malu dan
jatuh. Padahal tiga orang Lama ini merupakan tokoh-tokoh besar di Tibet dan memiliki
tingkat kepandaian yang amat tinggi!
"Hemm, kiranya engkau juga memiliki sedikit kepandaian?" Hun Beng Lama sudah
menerjang maju, menggerakkan seuntai tasbih hitam yang sejak tadi dipegangnya.
"Wuuuuttt... singgg...!"
Kun Liong cepat mengelak dan dari samping dia mengulur tangan hendak
mencengkeram lengan lawan dan merampas tasbihnya. Juga gerakan ini membuat Hun
Beng Lama terkejut dan terpaksa dia menarik kembali tasbihnya. Gerakan lawan muda
itu benar-benar cepat bukan main, dan juga aneh sehingga dia makin penasaran lalu
melangkah maju dan menyerang lagi. Kini tasbehnya meluncur ke arah kepala Kun
Liong, sedangkan tangan kirinya menampar pinggang.
Biarpun serangan Hun Beng Lama cepat dan mendatangkan angin keras tanda bahwa
gerakannya mengandung sin-kang kuat, namun gerakan Kun Liong lebih cepat lagi
ketika mengelak dan pemuda ini pun tidak tinmggal diam, melainkan membalas dengan
Petualang Asmara > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
624 pukulan tangan terbuka ke arah leher lawan. Dia kini marah sekali karena tiga orang
Lama itu dianggapnya hendak melarikan Hong Ing yang akan dipertahankannya mati-
matian, maka dia sampai hati untuk membalas menyerang dengan dahsyat!
"Heihhh!" Hun Beng Lama terkejut dan mengelak, tasbehnya menyambar dari bawah.
"Bukkk!" Tasbih itu bergerak dengan cepat mengenai perut Kun Liong, akan tetapi
pemuda ini memang sudah bersiap, mengerahkan sin-kang melindungi perut den
berbareng dia menggunakan tamparan tangan menampar ke arah tengkuk.
"Aihhh... plakk!" Hun Beng Lama kaget ketika tasbihnya bertemu dengan perut yang
keras seperti karet, apalagi ketika tangan lawan sudah menyambar dahsyat memukul
tengkuknya. Dia mengelak, akan tetapi pundaknya kena serempet tangan Kun Liong den
Hun Beng Lama terhuyung-huyung dengan muka pucat karena tamparan tangan pemuda
itu mengandung hawa panas!
"Pemuda keparat!" Lak Beng Lama sudah menerjang lagi, dan dari samping, Hun Beng
Lama juga menerjang. Kini Kun Liong dikeroyok dua! Dia bertangan kosong, akan tetapi
dia tidak menjadi gentar dan cepat dia mainkan Ilmu Silat Im-yang Sin-kun ciptaan
Tiang Pek Hosiang. Ilmu silat tangan kosong ini memang hebat sekali, gerakannya
mengandung dua unsur tenaga Im-kang dan Yang-kang. Tenaga Yang-kang panas
menghadapi serangan tongkat dan Im-kang dingin menghadapi senjata tasbih yang
lemas sifatnya, maka tepat sekali sehingga setelah lewat tiga puluh jurus, Kun Liong
membuat kedua orang pengeroyoknya terheran-heran karena belum juga mereka berdua
mampu merobohkan lawan yang muda, seorang diri, dan bertangan kosong pula!
Kun Liong juga marah. Dia maklum bahwa dua orang Lama itu lihai sekali, maka dia
berseru keras dan kini tubuhnya bergerak makin cepat dan ilmu silatnya berubah. Kaki
tangannya seperti berubah menjadi delapan dan ternyata dia sudah mainkan Ilmu Silat
Tangan Kosong Pat-hong-sin-kun dari Bun Hwat Tosu! Ilmu ini memang mengandalkan
kecepatan, sesuai dengan namanya Ilmu Silat Delapan Penjuru Angin! Kembali dua
orang Lama itu terkejut dan mereka terpaksa harus memutar senjata secepat mungkin
untuk melindungi tubuh mereka, karena kini keadaannya berbalik, bukan dua orang
mengeroyok seorang, melainkan delapan orang menghadapi dua orang!
Dua orang pendeta Lama itu tiba-tiba mengeluarkan pekik melengking panjang, pekik
yang mengandung khi-kang kuat sekali, membuat jantung Kun Liong tergetar hebat.
Pemuda ini terkejut dan cepat dia menggunakan gin-kangnya meloncat dan menyambar
tasbih dan tongkat yang sudah dapat dia cengkeram dengan kedua tangannya!
Hati Budha Tangan Berbisa 3 Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo Dewi Ular 2
^