Rahasia 180 Patung Mas 18

Rahasia 180 Patung Mas Karya Gan Kl Bagian 18


secara lengkap apa yang dialaminya di Pek-ho-san-ceng tempo hari.
Tidak kepalang kejut dan heran Wi-ho Lojin oleh berita yang sukar dimengerti itu, ucapnya "Jika begitu, jadi Kiam-ong Ciongli Cin sudah difitnah oleh si pengganas yang sebenarnya dan akhirnya juga menjadi korban keganasan jahanam itu."
"Betul, dan si pengganas yang sesungguhnya itu adalah Thian-ong pangcu ini. Cuma sejauh ini wanpwe belum lagi mengetahui persis siapa dia sebenarnya?" ucap Su Kiam-eng akhirnya.
"Ai, sungguh mengerikan dan sungguh mengejutkan!" kata Wi-ho Lojin dengan menghela napas.
"Tak tersangka seorang raja pedang juga bisa terbunuh.... Dan sekarang apa yang hendak kau lakukan?"
"Thian-ong-pangcu telah mengirim kami pulau ini, kami ditempatkan di rumah yang dahulu dihuni oleh Li hun-nionio. Kamar itu sekarang sudah diubah menjadi ruang kerja, beberapa bulan yang lalu ketika ketiga duta Thian-ong-pang menyerang pulau ini, wanpwe dibawa oleh Li-hun-nionio meninggalkan pulau ini melalui sebuah lorong rahasia di bawah tanah, sebab itulah wanpwe ragu ada sebuah jalan rahasia yang menembus ke kamarnya.
"Pada malam pertama kami tiba di sini segera kumasuk lorong rahasia itu untuk menyelidiki keadaan, hasilnya dapat kutemui Li-hun-nionio di lorong bawah tanah itu. Rupanya dia sudah tahu Thian-ong-pangcu sengaja menduduki pulaunya ini untuk dijadikan markas besar, maka diam diam ia menyusup pulang ke pulau ini dan berniat membunuh Thian-ong-pangcu. Beberapa hari yang lalu, Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
lantaran Hoat-keng Taisu tertawan musuh, maka dia lantas menggantikan wanpwe meninggalkan Li-hunto ini untuk menyampaikan berita kepada guruku."
"Dan bilakah kiranya gurumu akan datang ke-mari?" tanya Wi-ho Lojin.
"SuIit untnk kukatakan," tutur Kiam-eng, "Ketika berada di Lo san tempo hari, pernah kuminta bantuan Sam-bi sin-ong pergi ke Hanyang untuk memberitahukan kepada guruku, namun setelah Sam-bi sin-ong berangkat, ternyata jejak Sam-bi sin-ong ditemukan oleh Thian-ong pangcu, maka pada kedua kami lantas dibawa meninggalkan Lo-san, dan sekarang rombongan guruku tentu memburu ke Le-san dan menubruk tempat kosong. Bilamana Li-hun-nionio tidak sempat bertemu dengan guruku di tengah jalan, terpaksa kita masih harus menunggu lagi sementara waktu."
"Jika begitu, harus minta bantuan Boh to Siangjin mengulur waktu, tidak cepat-cepat menyelesaikan terjemahan kitab sebelum rombongan gurumu memburu tiba."
"BetuI, sampai saat ini baru 64 potong tulisan pada medali emas itu berhasil disalinnya, masih tersisa 111 potong belum pernah dijamahnya, Kukira masih dapat mengulur waktu 30 hari lebih."
"Bagus sekaIi, sekarang lekas kau tinggalkan tempat ini dan selanjutnya jangan kemari lagi, sebab kalau sampai kepergok, bagimu tidak sulit untuk kabur namun Boh to Sianjin pasti sukar menyelamatkan diri."
"Apakah paman Wi juga bermaksud menunggu kedatangan guruku baru akan meninggalkan tempat ini?"
"Betul, kalau tidak, apakah kamu bermaksud menolong kami keluar dari sini"
"Ya, Cuma kalau paman Wi tidak terlampau menderita terkurung di sini, bolehlah pergi bersama nanti setelah rombongan guruku tiba."
"Baiklah, kita putuskan demikian. Sekarang lekas kau pergi saja."
"Tidak, kabarnya nona Ih terkurung di kamar sebelah, ingin kubicara dulu dengan dia."
"Oya, sejak nona Ih dikurung di kamar sebelah, setiap dia hanya menangis melulu, boleh juga kau tengok dan mengobrol dengan dia, cuma janganlah tinggal terlebih lama."
"Baiklah, silahkan paman Wi istirahat, wanpwe mohon diri."
Bicara sampai di sini, Kiam-eng lantas meninggalkan Wi-ho Lojln dan menuju ke kamar yang kedua.
Ruang bawah tanah kedua keadaan serupa dengan kamar yang pertama, pada daun pintu juga terdapat sebuah lubang jendela kecil. Waktu Kiam eng melongok ke dalam ruangan, terlihat kamar ini terpajang sangat indah, pada hakekatnya mirip kamar tidur kaum putri. Tentu saja Kiam-eing terheran-heran, pikirnya. "Sungguh aneh, mengapa Keh ki mendapat pelayanan sebaik ini!"
Betapapun juga, ia bersyukur sang kekasih ternyata tidak mendapat perlakuan kejam, ia lihat Ih Keh ki sedang tidur nyenyak di tempat tidur yang lunak, ia tidak sampai hati mengganggu tidur si nona. Tapi demi teringat si nona bisa jadi juga senantiasa mengharapkan bertemu dengan dirinya, segera ia menggunakan gelombang suara untuk memanggilnya, "Keh-ki, bangunlah, Keh-ki !"
Ih Keh ki tampak membalik tubuh di tempat tidurnya, namun tidak mendusin.
Kembali Kiam-eng memanggil, "Keh ki, bangunlah kemari, ini dia kudatang menjengukmu!"
Sekali ini Keh Ki terjaga bangun. Namun disangkanya cuma dalam mimpi saja mendengar suara panggilan Su Kiam-eng, maka ia cuma termangu-mangu saja duduk di tempat tidurnya. Mendadak air mata tampak mengalir.
Terdengar si nona lagi mengguman, "Oo Kiam eng, tidak perlu lagi kaupanggil diriku, selama hidup ini kita tidak dapat bertemu pula..."
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
Hati Kiam-eng tidak tega melihat ucapan putus asa si nona, cepat ia mendesis pula, "Jangan sedih, Keh-ki, ini dia, lihatlah aku berada di sini!"
Seketika tubuh Keh-ki seperti tergetar, ia berpaling dan memandang ke arah pintu, melihat sebuah wajah yang jelek di lubang jendela, segera pula ia terkejut dan berseru, "Hei . . , kamu Sin Kong-ting...
Tengah malam buta untuk.... untuk apa kau datang kemari?"
"Jangan bersuara, Keh-ki," desis pula Kiam-eng. "Inilah aku Su Kiam-eng, dengan menyamar Congsualing sengaja kudatang menjenguk dirimu."
lh Keh-ki seperti tidak percaya kepada telinga sendiri, kedua matanya terbelalak bulat, dengan tercengang ia pandang wajah "Sin Kong-ling," sampai sekian lama baru tercetus suaranya yang gemetar,
"Apa . . . apa katamu" Eigkau Su , .. . Su Kiam-eng"
"Betul" berulang Kiam-eng mengangguk.
Mendadak Keh ki melompat turun dari tempat tidur dan lari ke depan pintu, dengan kaki berjinjit sehingga wajahnya yang cantik setengah tersembul di lubang jendela, serunya dengan kejut dan gembira, "Hah, engkau . , . engkau benar kakak Eng?"
"BetuI," kembali Kiam-eng mengangguk, "Ku dengar kamu terkurung di sini, sudah sekian lama kucari dan ingin menemuimu... Keh-ki kamu tampak kurus!"
Air mata Keh-ki bercucuran, ucapnya tersendat, "Oh, kakak Eng, apakah ini bukan dalam mimpi?"
"Tidak, mutlak bukan mimpI," ucap Kiam-eng tertawa.
Pelahan Keh-ki meraba wajah Kiam eng, gumamnya dengan berbisik, "Oo, selalu kurenungkan, bisa jadi pada suatu hari engkau akan berada di sampingku pada saat aku tertidur, dan... dan sekarang engkau ternyata benar datang..."
Kiam eng memegangi tangan si nona yang halus katanya dengan mesra, "Akupun sering berkata kepada diriku sendiri, asalkan aku masih hidup, pada suatu hari pasti akan menemukan dirimu, dan sekarang ternyata benar telah kutemui dikau."
"Tanggalkan kedok kulit itu, biar kulihat wajahmu." pinta Keh-ki.
"Jangan, busu penjaga sel ini lagi menunggu di ruang atas, bila kubuka kedok dan kepergok dia, urusan tentu bisa runyam," ucap Kiam-eng.
Keh-ki tersenyum pedih, "Wajahmu tidak kau-perlihatkan padaku sekarang, mungkin seterusnya tidak sempat kulihat lagi wajahmu."
Kiam eng coba menghiburnya, "Tidak, takkan terjadi hal demikian. Selang beberapa hari lagi rombongan guruku pasti akan menyusul kemari, tatkala itu tentu akan kuselamatkan dari tempat ini."
Sedikitpun Keh-ki tidak menampilkan rasa girang, dengan menunduk dan menangis ia menjawab,
"Tidak, semua itu tidak ada gunanya..."
"Tidak ada gunanya bagaimana?" tanya Kiam-eng.
Dengan pedih Keh-ki berkata, "Sungguh, kakak Eng, Aku menjadi menyesal! bilamana kita tidak pernah kenal, tentu akan lebih baik..."
"Ai, aku tidak paham maksud ucapanmu," kata Kiam-eng dengan kening bekernyit.
"Mungkin kelak engkau akau paham," kata Keh-ki.
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
"Bolehkah aku diberi mengerti sekarang?" tanya Kiam-eng.
"Tidak, tidak! Tidak dapat kukatakan padamu, tidak dapat kukatakan."
Seketika timbul rasa curiga Kiam-eng, pikirnya, "Meski dia terkurung di sini, akan tetapi dari keadaan ruang ini terlihat jelas Thian-ong-pang-cu tidak memandangnya sebagai musuh, jangan-dia sudah...
sudah..." Berpikir demikian, seketika hati seperti tersayat-sayat, dengan suara berat ia tanya, "Kek-ki, memangnya mereka mengapakan dirimu?"
Keh-ki menengadah dan tersenyum getir, ucapnya, "Engkau jangan salah paham, mereka cukup baik terhadapku."
"Ya, sangat baik sehingga kamu dianggapnya sebagai orang sendiri," jengek Kiam-eng tanpa terasa,
"Coba katakan, sebab apa mereka berlaku baik kepadamu?"
"Tidak dapat kukatakan "ucap Keh-ki pedih dan menunduk. "Aku cuma dapat... dapat mengatakan padamu bahwa... bahwa aku tetap suka padamu, Sekalipun aku mati, tetap aku suka padamu seperti dahulu."
Meski demikian jawaban si nona, Kiam eng tambah yakin akan kebenaran dugaannya sendiri, tanpa terasa badan sekujur badan gemetar, ucapan pedih, "Tanpa kaukatakan juga kutahu. Namun kamu harus memberitahukan kepadaku, siapakah yang telah menghinamu" Siapa dia" Apakah Si duta nomor satu"
Atau nomor dua?"
Kembali Keh-ki menggeleng kepala dan menjawab, "Tidak, semuanya tidak, Engkau salah paham, aku tidak terhina apa-apa, tidak terhina,"
Kiam-eng menjadi bingung, katanya tidak mengerti.
"Habis, sesungguhnya urusan apa?"
"Biar aku saja yang memberitahukan padamu."
Sekonyong-konyong berkumandang suara seorang dari belakang.
Tergetar tubuh Kiam eng, tanpa menoleh pun ia tahu pendatang itu adalah si duta nomor satu.
Sekuatnya ia tenangkan diri, lalu berpaling dan menyapa si duta nomor satu yang sedang menuruni undakan lorong bawah tanah.
"Aha, engkau pun datang, Tadi kutemukan penjaga sedang mengantuk di sini, maka kuturun kemari untuk melihatnya."
"Hahaha, begitukah"!" si duta nomor satu tergelak, "Sudahlah, Su Kiam-eng, tidak perlu main sandiwara lagi, sudah cukup lama kudengarkan di atas sana."
Pikiran Kiam-eng bekerja secepat kilat, segera ia melangkah ke arah orang, sambil terbahak ia ia berkata, "Haha, jangan bergurau, masa aku kauanggap sebagai Su Kiam eng segala!"
Belum habis ucapannya, mendadak ia menubruk maju, sebelah telapak tangan menghantam sekuatnya.
Ia sudah bertekad apapun juga harus menerjang keluar ruang bawah tanah ini, sebab ia percaya meski pihak lawsa sudah tahu dia adalah Su Kiam-eng, halnya sangat mungkin belum lagi mengetahui dia juga menyamar sebagai hwesio cilik Ngo-Iiau, maka asalkan berhasil menerjang keluar dari tempat ini, di bawah kegelapan maka secepatnya dia dapat memulihkan samarannya sebagai Ngo-liau untuk kabur kembali ke tempat semula, seumpama tetap tidak dapat mengelabui pihak lawan, paling-paling Boh-to Siangjin juga dibawa kabur masuk ke lorong rahasia di bawah tanah.
Sebab itulah pukulannya tadi telah menggunakan segenap tenaganya.
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
Angin pukulan dahsyat menyambar ke depan namun si duta nomor satu rupanya juga sudah siap siaga, Begitu melihat lawan bergerak, serentak ia pun menolak dengan sebelah tangan sambil membentak, "Kembali!"
Kedua telapak tangan segera terbentur, di tengah suara "brak" yang keras, keduanya sana sama tergetar mundur dua tiga tindak.
Begitu tergetar mundur segera Kiam-eng mendesak maju lagi. SeIagi dia hendak menyerang pula, tiba tiba di atas undak-undakan sana muncul pula dua orang, Yang seorang adalah si duta nomor dua, Maka sadarlah Kiam-eng bahwa dirinya telah terkurung dan sukar lolos lagi.
"Ya, Sudalah," ucap Kiam-eng dengan menyengir dan urung menyerang lagi.
"Aku cuma ingin tahu, cara bagaimana kalian mengetahui akan kedatanganku."
"Sederhana sekali," jawab Thian-ong pangcu menuruni undak undakan, "Sebab anak buahku yang sedang meronda menemukan mayat Sia kong- ting."
Kiam-eng mengangkat pundak, ejeknya terhadap diri sendiri, "Oo, kukira dia akan sulit ditemukan setelah kusembunyikan di gudang kecil itu. Tahu begitu, seharusnya kukubur dia saja waktu itu."
Thian-ong-pangcu terkekeh, ucapnya, "Baiklah, sekarang dapatkah kau katakan padaku, cara bagaimana dapat kausampai di tempat ini?"
Kiam-eng menyadari dirinya sukar untuk lolos juga tahu paling lambat esok nanti pihak lawan akan tahu dirinya pun menyamar sebagai si hwesio cilik Ngo-liau, maka ia ambil keputusan akan mengaku terus terang agar Boh-to Siangjin tidak ikut menderita.
Maka dengan tertawa Kiam-eng menjawab, "Biar kuberitahu sejujurnya aku ini Ngo-liau yang ikut datang bersama Boh-to Siangjin."
Air muka Thian-ong pangcu berubah seketika, ucapnya tercengang, "Hah, kiranya begitu, tak tersangka kalau si bocah ini bisa bertindak demikian."
"Sebelumnya sudah kuduga engkau pasti akan mencari Boh-to Siangjin, maka tiga hari sebelum kau minta Boh-to Siangjin membuka upacara berdirinya Kui-goan-si, diam-diam kuculik Ngo-liau yang tulen... Apa yang kukatakan ini, tentu dapat kau terima tanpa penjelasan seterusnya."
"Ya, kutahu," Thian-ong-pangcu mengangguk "Dan sekarang apakah Boh-to Siangjin belum lagi mengetahui akan penyamarannya.
"Jika dapat kubiarkan dia tahu, untuk apa pula kuculik Nga-liau?" jawab Kiam-eng dengan menyengir.
Seketika timbul napsu membunuh Thian-ong-pangcu, katanya, "Dengan berbuat demikian, jadi kamu hendak merampas kitab pusaka yang kudapatkan itu?"
"Tentu saja," jawab Kiam eng.
"Hm, apa betul Boh-to belum lagi mengetahui akan penyamaranmu sebagai Ngo-liau?" jengek Thian-ong-pangcu pula, "Sebentar akan kubuktikan hal ini. Sekarang ingin katanya padamu, apakah gurumu tahu beradanya dirimu di sini?"
"Sejauh ini aku berusaha mengadakan kontak dengan guruku, cuma sayang kurang mujur, usahaku selalu gagal" tutur Kiam-eng. "Pertama kuminta bantuan Sam-bi-sin-ong dan jejaknya keburu diketahui olehmu sehingga cepat-cepat kau pindahkan kami diri nasib malang dan ditawan olehmu..."
"lni menandakan nasibmu memang hares berakhir sampai disini," ucap Thian-ong pangcu dengan menyeringai. "Apakah kau merasa dapat kabur dari pulau ini dengan hidup?"
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
"Ya, mungkin tidak dapat," sahut Kiam-eng tertawa.
"Betul, maka sebelum kutamatkan riwayat hidupmu, biarlah kujelaskan semua urusan dan duduk perkara yang sebenarnya."
"Maksudmu, sekarang hendak kau beritahukan padaku siapa engkau sesungguhnya?"
"BetuI," Thian-ong pangcu mengangguk. "Itukan persoalan pokok yang senantiasa ingin kau-ketahui begitu bukan?"
"Bagus, bahwa sebelum mati kuketahui siapa dirimu, sungguh aku sangat senang, Nah, sekarang boleh kau katakan saja."
Pada saat itulah tiba-tiba ia Keh-ki yang terkurung di ruang bawah tanah itu sedang ribut dan berteriak, "Tidak, jangan kau katakan padanya! Kumohon jangan kau beritahukan padanya!"
Dengan tertawa senang Thian-ong-pangcu berkata, "Keh-ki untuk selamanya kamu tak dapat mengikat jodoh dengan dia, apa alangannya bila kuberitahukan padanya"!"
"Tidak, kumohon jangan kaukatakan padanya!" jerit pula Keh ki memohon, "Biarlah aku berjanji padamu takkan menyukai dia lagi, aku cuma memohon sudilah kau bebaakan dia... mohon bebaskan dia..."
Thian ong pangcu terbahak, "Hahaha, budak bodoh, dia sudah hampir mati, mengapa kamu perlu merasa malu!"
Mengapa Kiam-eng paham segala duduk perkara, teriaknya, "Tidak apa, Keh-ki, aku pun sudah tahu siapa dia sebenarnya!"
Ik Keh-ki serupa orang yang mendadak di-vonis mati, seketika ia menangis tergerung-gerung sambil berteriak "Tidak, aku tidak tahu sama sekaIi! Kakak Eng, aku berani bersumpah, sebelum kukenal engkau aku tidak tahu apa pun..."
Kiam-eng menghela napas, katanya sambil menatap Thian-ong-pangcu, "Baiklah, Ciongli Cin, sekarang boleh kembali pada wajahmu yang asli!"
Thian-ong pangcu tertawa keras sampai sekian lama, benar juga ia lantas menanggalkan kedok kulitnya sebagai "Theng-wangwe" dan pulihlah wajahnya yang asli.
Siapa lagi dia kalau bukan Kiam-ong Ciong-li Cin, si raja padang yang termashur itu.
Padahal dua bulan yang lalu diketahui Kiam-ong Ciongli Cin telah dipenggal kepalanya di Pek-ho-sanceng. Namun kalau direnungkan kembali sekarang, segala apa yang terjadi itu tidak mengherankan Su Kiam-eng lagi, sebab yamg mati dahulu itu jelas hanya seorang anak buah Ciongli Cin saja.
Yang membuatnya heran dan tidak habis mengerti sekarang adalah, seorang yang dikenal sebagai tokoh nomor satu di dunia persilatan sebagai Kiam-ong Ciongli Cin ini, mengapa sudi berbuat kotor dan rendah seperti ini"
Padahal dalam hal nama, siapakah di dunia saat ini mampu melebihi dia" juga tiada seorang pun jago silat lain yang kungfunya lebih tinggi dari dia, lalu untuk apa dia berbuat culas seperti ini" Apa tujuannya" Apa pula yang masih diharapkannya lagi"
Kiam-eng tahu berbagai tanda tanya itu selekasnya akan mendapat jawabannya, maka ia tidak mau banyak pikir, segera ia berpaling dan berkata kepada si duta nomor satu, "Dan jika tidak meleset dugaanku, anda ini tentunya "Hong-bun-kiam-hiap Ih Kik pin, Ih-taihiap adanya?"
Si duta nomor satu mengangguk, ia tidak menanggalkan kedok kulitnya, juga tidak berkata menjawab, sebab pikirannya lagi kusut akibat tangisan anak perempuannya si Keh-Ki yang sangat sedih itu.
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
Lalu Kiam-eng berpaling juga kepada si duta nomor dua yang berdiri di dekat pintu sana dan berucap, "Dan engkau" Apakah engkau ini Pi-lik-kiam Kho Seng-tiong?"
Si duta nomor dua hanya mengangguk dan bersuara perlahan, ia pun tidak membuka kedok.
Mendadak Thian Ong-pangcu alias Kiam-ong Ciongli Cin menukas. "Dan duta nomor tiga adalah Pat-pi-lo-cin dan Cing-liat, dia adalah muridku yang paling kusayang akan tetapi dia telah dibinasakan di tempat Sai-hoa to."
"Jika begitu, jadi ketiga pedang emas, perak dan besi itu adalah ketiga putramu sendiri, Ciong li Put, Ciongli Hong dan Ciongli Thian-liong?" tanya Kiam-eng.
"Betul, memang mereka adanya" Ciongli Cin mengangguk.
"Dan sekarang tentu engkau dapat dapat mengakui bahwa ke-18 tokoh memang betul terbunuh olehmu secara keji," tanya Kiam eng dengan tatapan tajam.
"Betul, memang akulah yang membunuh mereka," kembali Ciongli Cin mengangguk.
"Sebenarnya apa alasanmu membunuh mereka tanpa kenal ampun?" tanya Su Kiam-eng.
"Sebab mereka betul-betul sebuah kelompok diskusi ilmu Pedang dan bermaksud mengungguli diriku, jelas hal ini tidak dapat kuterima."
"HEH, mungkin bukan begitu alasanmu?" jengek Kiam-eng.
Ciongli Cin mendengus, "Hm, kalau bukan, memangnya kau kira apa alasannya kubunuh mereka?"
"Aku pun tidak tahu," jawab Kiam-eng. "Namun kuyakin mutlak engkau bukan kuatir karena ilmu pedang mereka akan mengunggulimu, lantas kaubunuh mereka secara keji Sebab kelompok diskusi mereka itu sudah terbentuk sekian tahun lamanya dan selama itu tidak ada tanda-tanda bahwa mereka akan mengunguli kungfumu."
"Hehe, dari ucapanmu ini hanya menunjukkan kebodohan kalian guru dan murid," kata Ciongli Cin.
"Sebab pada hakikatnya sebelum kubunuh mereka, kungfu ke-18 orang itu rata-rata sudah dapat menandingiku dengan sama kuat, Apabila kubiarkan mereka saling belajar lagi lebih Iama, memangnya kaukira aku tahan melihat kemajuan mereka?"
"Dari mana kautahu kemajuan kungfu mereka sudah dapat menandingimu?" tanya Kiam-eng.
"Aku pernah menyamar dan menguji lima orang di antara mereka secara terpisah dan semuanya berakhir dengan kemenanganku secara susah payah," tutur Ciongli Cin.
"Dan lantaran ada gejala mereka mengunggulimu, maka engkau sengaja membunuh mereka secara keji, apa perbuatan ini tidak terlampau kotor?"
"Apanya yang kotor" Yang kuat hidup dan yang lemah mampus, ini kan hukum alam dan juga hukum yang wajar di dunia persilatan."
"Masih kuingat benar, Kiam-ong Ciongli Cin yang dahulu ada seorang tokoh yang berjiwa besar dan berpikiran bersih, sungguh bedanya seperti langit dan bumi dibandingkan dirimu sekarang."
"Heh", hal itu disebabkan dahulu kamu cuma melihat satu sisi pribadiku saja tidak tahu sampai tulang sungsumku," Ciongli Cin terkekeh.
"Akan tetapi aku merasa engkau tidak serupa Kiam-ong Ciongli Cin yang dahulu." kata Kiam-eng.
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
Mendadak Ciongli Cin mendelik, katanya geram. "Anak sialan, jika kamu tiada persoalan lain lagi, menyusul selanjutnya adalah waktunya riwayatmu harus tamat,"
Kiam-eng menyadari bilamana malam ini tidak timbul sesuatu keajaiban, maka dirinya pasti binasa, juga lantaran mereka pasti akan mati, maka ia merasa tidak perlu mengunjuk keIemahan di depan musuh, dengan mengangkat pundak ia menjawab, "Masih ada sedikit urusan yang belum jelas bagiku, sebenarnya ingin kuminta keteranganmu lagi. Tapi bila engksu tidak sabar pula, Ya apa boleh buat, silahkan turun tangan saja."
"Urusan apa," boleh tanya saja, ingin kuberi kesempatan padamu agar mati dengan rela tanpa penasaran."
"Bahwasanya engkau mengirim orang untuk merintangi suhengku dan diriku sendiri ketika mencari Jian-lian-hok-leng, dengan sendirinya tujuanmu adalah ingin mencegah dipulihkannya penyakit hilang ingatan In Ang-bi dan agar kedokmu yang busuk itu tidak terbongkar, Akan tetapi tentang kota emas itu, apakah kau temukan sabelum diketahui suhengku atau setelah sesudah suhengku menemukan kota misterius itu?"
"Kutemui kota kuno itu setelah suhengmu menemukannya lebih dulu," jawab Ciongli Cin terus terang. "Maka dalam hal ini aku harus berterima kasih kepada kalian guru dan murid, sebab kalau gurumu tidak mengirim suhengmu ke daerah purba di selatan itu untuk mencari Jian-lian-hok-Ieng, maka selama ini juga tidak dapat kutemukan harta karun sebanyak itu."
"Oh, jadi ke-180 patung emas itu semuanya telah kau boyong ke pulau ini?" tanya Su Kiam-eng.
"Memang betul, cuma sayang, biarpun masalah ini diketahui olehmu sekarang juga tidak ada gunanya lagi," ujar Ciongli Cin.
"Apakah suhengku juga kau tawan dan terkurung di pulau ini?" tanya Kiam-eng pula.
"Tidak," jawab Ciongli Cin sambil menggeleng, "Menurut cerita Sai-hoa-to, katanya suhengmu bersama Kalana diculik oleh Lo-bu-lai Te Long dan disekap di suatu tempat."
"Suatu tempat itu maksudnya di mana!" desak Kiam-eng.
"Entah, aku pun tidak tahu," kembali Ciongli Cin menggeleng kepala, "Bagiku, setelah kota emas itu kutemukan, maka suhengmu pun tidak ada manfaatnya lagi, Maka aku juga tidak tanya lebih jelas tentang jejak suhengmu kepada Sai-hoa-to."
Mendadak Kiam eng menunjuk ruang bawah tanah tempat ditahannya Wi-ho Lojin dan Hoat keng Taisu, tanyanya, "Mereka berdua kan tidak ada permusuhan apa pun denganmu, mengapa tidak kau bebaskan mereka saja?"
"Tidak bisa," jawab Ciongli Cin dengan tertawa. Barang siapa sudah berani berlawanan denganku, tidak seorang pun dapat kubebaskan."
Ia terlekeh, lalu menyambung lagi dengan bertanya, "Nah, apa yang perlu kautanyakan."
Terpaksa Kiam-eng menjawab, "Tidak ada lagi."
Ciongli Cin lantas menoleh terhadap si duta nomor satu alias Hong-hun-kiam-kek Ih Kek-pin dan si duta nomor dua Pi lik kiam Kho Seng tiong, katanya, "Nah, boleh kalian hajar bocah ini, mampuskan dia tanpa ampun!"
Habis berucap ia sendiri lantas menyurut mundur hingga di tepi undakan sana.
Keadaan yang dihadapi Su Kiam-eag sekarang adalah lorong itu adalah jalan buntu sehingga tidak mungkin kabur ke arah lain, padahal biarpun kungfu Su Kiam-eng maha tinggi juga sulit melawan kerubutan Hong-hun-kiam-kek Ih Kek-pin dan Pi-lik-kiam Kho Seng tiong.
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
Katakanlah Su Kiam-eng berhasil lolos di bawah kerubutan Ih Kek-pin dan Kho Seng-tiong umpamanya, mutlak dia juga tidak mampu lolos dari rintangan Kiam-ong Ciongli Cin sendiri yang masih mengawasi di situ.
Maka setiap orang dapat menarik kesimpulan akan posisi sekarang, yaitu kematian Su Kiem-eng sudah tidak perlu disangsikan lagi.
Dalam pada itu, setelah mendapat perintah sang pimpinan, serentak Hong-hunkiam-kek Ih kek pin dan Pi-lik kiam Kho Tiong seng melangkah ke depan terus mendesak ke arah Su Kiam-eng.
Dengan sendirinya semua percakapan dan tanya jawab antara Kiam-ong Ciongli Cin dan Su Kiam-eng itu dapat didengar juga oleh Wi-ho lojin dan Hoat-keng Taisu yang terkurung di ruang sebelah itu, tentu saja mereka pun tidak tahan, berbareng mereka menggedor pintu besi dan berteriak-teriak. "Hai, si tua Ciongli Cin, apa yang kulakukan ini apakah sesuai dengan nama dan kedudukanmu sebagai tokoh nomor satu" Bilamana dapat mengampuni orang hendaknya diampuni, tapi perbuatanmu jangan kelewat batas?"
"Hahahaha!" Ciongli Cin terbahak-bahak senang, "Kalian tidak perlu ribut, sebentar lagi pun akan tiba giliran kalian untuk kukirim ke surga,"
Sementara itu lh Kek-pin dan Kha Sang-tiong sudah berhadapan dengan Su Kiam-eng daIam hanya beberapa langkah saja, Namun Su Kiam-eng tidak kelihatan gentar, sebab ia pun sudah mengambil keputusan dengan tekad akan bertempur mati-matian, betapapun kalau musuh dapat dibinasakan seorang akan berarti kembali modal, bila membunuh dua berarti untung satu, jika begitu, maka mati pun dia takkan menyesal Dan dia percaya akan kemampuan sendiri untuk membinasakan musuh lebih dari satu.
Siapa tahu selagi kedua pihak sudah hampir bergebrak, mendadak lh Keh-ki yang terkurung di ruang bawah tanah itu berteriak, "Ayah, mohon engkau dengarkan dulu perkataan ini!"
Dengan sendirinya Hong-hun-kiam-kiap lh Kok-pin terperanjat, tanpa terasa ia menjawab.
"Keh-ki, kau mau bicara apa?"
"Serahkan dia kepada anak, dan anak berjanji pasti dapat membujuk mereka agar ikut bergabung dengan kita," seru Keh-ki.
"Tidak bisa," jawab Hong-hun-kiam-kek Ih Kok-pin. "Apa yang kulakukan ini adalah atas perintah pimpinan."
"Jangan ayah," ratap Keh-ki. "Jika ayah membunuhnya, segera juga anak membunuh diri dengan menggigit lidah sendiri."
Hong-hun-kiam-kek Ih Kek-pin menghela napas pelahan, ucapnya, "Ai, jangan bodoh, Keh-ki, ayah berjanji pasti akan mencarikan jodoh bagimu, anak muda yang jauh lebih baik daripada dia kan masih banyak."
"Tidak, ayah," seru Keh ki. "Anak berani bicara berani berbuat, Kalau tidak percaya boleh ayah buktikan nanti, cuma janganlah engkau menyesal jika anak berbuat nekat."
Dengan sendirinya Hong hun-kiam-kek Ih Kek-pin cukup kenal watak keras sang anak, sebab itulah ia merasa serba salah, terpaksa ia menoleh dan minta petunjuk Ciongli Cin, "Cukong, si budak Keh-ki bilang dia sanggup membujuk mereka untuk bergabung dengan kita, bagaimana pendapat Cukong akan usulnya?"
"Huh, jika anak muda ini mau bergabung dengan kita, maka batu pun akan berubah lunak." jengek Ciongli Cin.
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
"Akan tetapi bukan... bukan mustahil Keh ki memang dapat membujuknya, bagaimana kalau cukup memberi kesempatan padanya!" sambung Hong-hun-kiarn-kek Ih kek-pin.
Ciongli Cin tampak termenung, sejenak kemudian barulah ia mengangguk dan berkata.
"Baiklah, akan kuberi waktu sepuluh hari, jika benar sepuluh hari dia benar dapat membujuknya untuk bergabung dan bekerja bagi yang kita, maka akupun dapat mengampuni jiwanya."
Dengan ucapannya itu, jelas bermaksud bila dalam sepuluh hari Su Kiam-eng tetap tidak mau tunduk dan bergabung maka sekalipun Keh ki benar membunuh diri dengan menggigit lidah sendiri juga takkan dipedulikan lagi.
Akan tetapi mendadak Pi-llk-kiam kho seng-tiong mengajukan pertanyaan "Tapi, cara bagaimana Cukong menghendaki dia tunduk dan bergabung dengan kita."
"Yaitu dia harus menjadi anggota aktif pang kita," jawab Ciongli Cin dengan tertawa.
"Akan tetapi kalau dia cuma lahirnya saja menyatakan mau menjadi anggota pang kita dan batinnya tidak, apakah pimpinan lantas percaya dan mau menerimanya begitu saja?" tanya Kha Seng-tiong.
"Ya, dengan sendirinya kita tidak menerima begitu saja penggabungannya," ujar Ciongli Cin dengan tertawa, "Tentunya juga akan kita uji dulu ketulusannya, akan kusuruh dia menghukum mati dua-tiga orang, bila mana tugas itu dia laksanakan dengan baik barulah dapat kita mengakui akan kesungguhansya menjadi anggota pang kita."
Pi lik-kiam Kho Seng-tiong paham siapa dua-tiga orang yang hendak dihukum mati seperti yang dimaksudkan Kiam-ong Ciongli Cin itu, maka segera ia mengangguk dan berkata dengan tertawa. "Ya, betul, memang perlu diuji lebih dulu."
Lalu Hong-hun kim-kiam-kek Ih Kek-pin bertanya kepada Keh-ki, "Anak Ki, Pangcu sudah menyanggupi permohonanmu, sekarang cara bagaimana hendak kaubujuk dia?"
"Jika begitu harap dia dikurung saja di ruang sekamar anak ini," pinta Kek-ki.
"Omang kosong!" bentak Ih Kek-pin mendadak. "Seorang nona semacam dirimu mana boleh didapatkan bersama dia dalam ruangan yang sama?"
"Masa ayah memandang putri sendiri sedemikian hina?" ucap Kek-ki kurang senang.
Dengan terbahak-bahak Ciongli Cin menyambung, "Betul, Kik-pin, masakah perlu kau-kuatir terjadinya hal-hal yang buruk" Jika kamu sudah menyanggupi permintaannya, terpaksa juga harus membiarkan mereka berada dalam suatu ruangan agar dia dapat membujuknya. Pula, kalau anak muda itu nanti mau menggabungkan diri dalam pang kita, apa alangannya jika sekalian kamu menjodohkan putrimu kepadanya?"
Hong-hun-kiam-hiap Ih Kek-pin mengiakan secara samar-samar dan tidak membantah lagi, ia menatap Kiam-eng dan mendengus, "Nah, anak muda, sekarang kamu telah diberi kesempatan untuk hidup jika kamu berani main gila terhadap anak perempuanku, lihat saja nanti kalau tidak kucincang tubuhmu hingga hancur lebur,"
Bahwa jiwanya dapat selamat tanpa susah payah, tentu saja Kiam-eng sangat gembira, segera ia memberi hormat dan menjawab, "Jangan kuatir, setelah putrimu menyelamatkan diriku, masa aku malah membalasnya dengan kejahatan kukira engkau sendiri yang suka menghina putrimu."
"Sekarang mundur dan berdiri di depan dinding sana, akan kubuka pintu ruangan bagimu," kata Ih Kek-pin.
Kiam-eng menurut, ia mundur dan berdiri di pojok lorong sana.
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
Hong-hun-kiam-hiap Ih Kek-pin mengeluarkan sebuah anak kunci, dibukanya gembok pintu besi, lalu menyurut mundur beberapa langkah dan berkata kepada Kiam eng, "Baiklah, sekarang kau boleh masuk ke sana."
Kiam-eng menuju ke pintu ruangan bawah tanah itu, tapi ia tidak lantas masuk ke sana melainkan berpaling dan memberi hormat kepada Kiam-ong Ciongli Cin, katanya dengan tertawa.
"Ciongli-pangcu, ingin kuberi nasihat padamu bilamana engkau masih menghendaki Boh-to Siangjin menerjamahkan kitab pusaka ilmu pedang itu bagimu, kukira janganlah engkau membikin susah padanya."
"Tentu, selama tenaganya masih diperlukan, mana mungkin kubikin susah dia," ujar Kiam-ong Ciongli Cin.
Maka Kiam-eng tidak banyak omong lagi dan memasuki ruang bawah tanah. Cepat Hong-hun-kiam-hiap Ih Kek-pin menggembok lagi pinta besi, habis itu baru putar tubuh dan meninggalkan lorong bawah tanah bersama Ciongli Cin.
Ketiga busu yang dinas jaga ruang bawah tanah itu turun kembali keruang itu, menyusul pintu besi kamar tahanan itu pun mengeluarkan suara gemerantang dan merapat kembali, lalu suasana pulih kembali dalam kaadaaa sunyi senyap.
Sekarang Kiam-eng merasa sudah bebas, seakan ikan mendapat air, tanpa rikuh lagi ia memeluk Ih Keh-ki dan mendekapnya erat-erat, diciumnya si nona dengan mesra...
Sampai sekian lama Keh-ki membiarkan dirinya dalam pelukan anak muda itu, katanya kemudian lirih, "Sudahlah, kita bicara urusan penting saja, Dengarkan ucapanku."
Kiam-eng masih terus menciumi wajah Ih Keh-ki yang ayu itu dengan rakus, katanya dengan cengar-cengir, "Tidak, apa pun tidak perlu kau-katakan, aku takkan terbujuk olehmu."
"Sesungguhnya aku pun tidak ingin membujukmu supaya tunduk dan mengekor kepada mereka,"
kata Keh-ki. "Cuma perlu ingat, engkau hanya ada waktu hidup sepuluh hari, betapa pun kita harus mencari jalan selamat yang paling baik."
Kedua tangan Kiam-eng mendekap wajah si nona dan dibelai-belainya dengan penuh rasa mesra, sampai sekian lama barulah ia berucap dengan tertawa, "Engkau besar tidak membujuk diriku agar mengekor pada mereka?"
"Benar," jawab Keh-ki. "Jika ada maksudku membujukmu, tentu aku pun takkan dikurung di tempat seperti ini."
"Ehm, bagus, berdasarkan ucapanmu ini, biar-pun aku mati bagimu juga cukup berharga." kata Kiam-eng.
"Akan tetapi aku justru tidak ingin engkau mati," kata Keh-ki.
"Sudah tentu kita tidak sudi mati konyol," tukas Kiam-eng, "Kita dapat mencari akal untuk kabur dari sini, Ketahuilah, tatkala aku bertekad datang kemari untuk menjengukmu, sekuatnya, Boh-to Siangjin telah mencegah padaku agar jangan menyerempet bahaya, akan tetapi aku tidak menerima nasehatnya dan tetap datang kemari Apakah kau tahu sebab apa aku tetap nekat datang menjengukmu?"
Saking terharunya sampai Ih Keh-ki menitikkan air mata, dirangfeulnya anak muda itu dengan erat, ucapnya, "Ya, kutahu, kutahu! Kakak Eng, tahu engkau sangat baik padaku."
Kiam-eng mengusap air mata si nona, katanya dengan tertawa, "Cuma, resiko yang kutempuh malam ini juga mendatangkan hasil yang paling besar, Hasil yang menyenangkan ini adalah tiada akhirnya aku pun tahu persis siapa Thian-ong pangcu, ternyata dia tak-Iain-tak-bukan adalah kakek-gurumu sendiri."
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
Dengan kikuk Keh-ki berkata, "Ya, aku pun tidak tahu mengapa kakek guru bisa berubah sehebat itu, dahulu jelas dia bukan manusia kotor begini..."
"Apakah kau tahu siapa dia setelah kamu diculik di daerah sana?" tanya Kiam eng.
Keh ki mengiakan.
"Kemudian apakah ayahmu tidak pernah memberi penjelasan sebab apa kakek-gurumu bertindak jahat begini dan sama sekali berlawanan dengan kepribadiannya pada masa lampau?"
"Tidak pernah, ayah juga tidak mengerti mengapa dia berbuat jahat sejauh ini...."
"Ooh, apa betul begitu?"
"Ya, setelah aku dikirim pulang ke Tionggoan, diam-diam ayah pernah memberitahukan padaku bahwa beliau sama sekali tidak mengerti mengapa kakek guru mendadak bisa berubah. Pernah ayah membujuknya agar jangan berbuat jahat, akibatnya ayah malah didamprat habis-habisan dan diancam.
Mungkin tidak dapat kaulihat, biarpun ayahku di-angkat sebagai duta nomor satu Thian-ong-pang, namun batinnya senantiasa tersiksa dan merasa berdosa..."
"Apa benar begitu jalan pikiran ayahmu?" Kiam-eng menegas.
"Memangnya untuk apa kudusta padamu" Kautahu, bilamana aku tidak dilarang oleh kakek guru untuk meninggalkan ruang bawah tanah ini, tentu sudah lama ayah membawaku kabur sejauh-jauhnya,"
tutur Keh-ki. "Oo, jika begitu, kukira urusan ini selekasnya pun akan tamat."
"Apa maksudmu" Selekasnya akan tamat bagaimana?" tanya Keh-ki.
"Maksudku riwayat kakek gurumu segera akan tamat. Termasuk juga organisasinya Thian ong-pang ini, dalam waktu yang singkat pasti akan runtuh seluruhnya dan bubar."
"Engkau yakin akan dapat menghancurkan. Engkau sanggup?"
"Kukira sanggup," jawab Kiam-eng. "Apakab ayahmu sering datang menjengukmu!"
"Ya, sedikitnya satu kali setiap hari ayah pasti datang menjengukku."
Dipulau ini seluruhnya ada berapa orang penghuni, maksudku anggota Thian-ong-pang yang masih tinggal di sini?"
"Termasuk seratus anak buah Thian-ong-pang, seluruhnya kira"kira seratus tiga puluhan orang,"
tutur Keh ki. "Oo, jadi busu yang dapat diandalkan di pulau ini hanya belasan atau likuran orang saja." Kiam-eng menegas.
"Betul," jawab Keh ki. "Cuma menurut cerita, busu andalan Thian-ong-pang tersebar di seluruh jagat, akan tetapi kakek guru hanya mengizinkan likuran orang busu yang paling terpercaya saja ikut tinggal di pulau ini."
"Baik, sekarang aku pun tidak perlu menunggu kedatangan rombongan guruku untuk menumpas musuh, seorang diri pasti aku ada akal untuk membasmi Thian ong-pang secara keseluruhannya."
"Engkau benar yakin mampu" Memangnya apa akalmu?" tanya Keh-ki.
"Wah, rahasia alam tidak boleh kubocorkan, sementara isi engkau jangan tanya, biarlah selang beberapa hari lagi baru akan kuberitahukan padamu."
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
"Hm, penyakitmu yang lama kembali kambuh lagi," omel Keh-ki "Pendek kata, jika tidak kau ceritakan padaku, malam ini engkau pasti tidak dapat tidur...."
Padahal, karena asyik bercengkeram dan berkisah akan pengalaman masing-masing selama berpisah sehingga tanpa terasa hari pun sudah pagi, meraka baru sadar pagi hari sudah tiba tatkala orang mengantar sarapan pagi kepada mereka.
Tidak lama setelah makan pagi, benar juga tampak Hong-hun-kiam-hiap Ih Kek-pin datang menjenguk.
Ia berdiri di luar pintu dan memandang ke dalam melalui lubang jendela yang kecil itu, tanyanya dari luar, "Bagaimana Keh-ki?"
Keh ki tertawa, jawabnya, "Ayah, ini kan baru hari pertama, masakan begitu cepat dia mau terima bujukanku?"
Hong-huo-kiam-hiap lh Keh-pin melirik Kiam-eng sekejap, lalu bertanya pula, "Dia tidak membikin susah padamu?"
"Di sini hanya ada dua orang yang suka membikin susah padaku," jawab Keh ki. "Yang satu orang adalah kakek guru yang paling kuhormati, yang kedua adalah ayah yang paling kusayangi Merekalah yang telah membuat susah padaku."
Ih Kek-pin menjadi kikuk, katanya, "Hm, jangan sembarang omong, Bukankah sebelum ini ayah sudah... sudah berkata padamu...."
"BetuI, ayah pernah bilang apa yang terjadi ini adalah karena terpaksa," potong Keh-ki dengan menangis. "Soalnya dia adalah guru ayah, juga kakek guru anak, Bilamana dia menyuruh kita harus begini atau begitu, terpaksa kita harus berbuat sesuai perintahnya...."
Agaknya Hong hun-kiam-hiap Ih Kik-pin merasa tidak enak untuk bicara hal-hal ini di depan Su Kiam eng, cepat ia memotong, "Baiklah, Keh-ki, kuharap dia dapat kau bujuk dan mau terima saranmu, Biarlah petang nanti kudatang menjengukmu lagi,"
Habis bicara segera ia putar balik hendak tinggal pergi.


Rahasia 180 Patung Mas Karya Gan Kl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendadak Su Kiam-eng berseru, "Tunggu dulu IK-taihiap!"
Hong-nun-kiam-hiap Ih Kek-pin mendekati lubang jendela lagi, tanyanya dengan dingin, "Apa pula yang hendak kau katakan?"
"Ada suatu urusan kumohon bantuan Ih-taihiap untuk disampaikan kepada gurumu CiongIi-locianpwe," kata Kiam-eng tersenyum. "Tujuh tahun yang lalu, pernah gurumu meminjam pada guruku sebiji Ya-beng-cu (mutiara bercahaya pada waktu malam), katanya akan dipergunakan untuk sesuatu keperluan, Padahal sebenarnya Ya-beng-cu itu adalah milikku yang kutitipkan kepada guruku, Meski sekarang diriku menjadi tawanan pang kalian, namun tetap kuharapkan gurumu sudi mengembalikan mutiara mestika itu, apabila gurumu tidak mau mengembalikan barang milikku, tentunya dia memberi alasan yang jelas, pantas bukan?"
"Oo, adalah terjadi hal demikian?" ucap Hong hun-kiam-hiap daagan ragu.
"Benar terjadi, jangan-jangan lh-taihiap menang tidak tahu kejadian itu?" kata Kiam-eng.
lk Kek-pin mengangguk, ucapnya, "Ya, aku memang tidak tahu, Tetapi, baiklah, akan kubantu menanyakannya kepada guruku. Apakah masih ada urusan lain?"
"Ada lagi suatu permintaanku," ujar Kiam eng tertawa "Kumohon disediakan lagi sebuah tempat tidur. Di ruang ini jelas cuma ada-sebuah ranjang, kan tidak enak hati jika aku harus mengangkangi tempat tidur putrimu?"
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
Hong-hun-kiam-hiap tidak bicara lagi, segera ia tinggal pergi.
Setelah sang ayah meninggalkan lorong bawah tanah barulah Ih Keh-ki bertanya kepada Kiam-eng,
"Apakah benar kakek guruku meminjam sebiji mutiara mestika kepada gurumu" Kenapa hal itu terjadi"
Aku kok tidak tahu menahu kejadian ini."
"Tidak, tidak pernah terjadi" Kiam-eng menggeleng cepat. "Aku sengaja membuat perkara saja."
"Apa maksud tujuanmu sengaja mengada-ada?" tanya Keh-ki bingung.
"Sudah tentu ada tujuannya, bahkan sangat besar manfaatnya." tutur Kiam-eng "Malahan sangat erat hubungannya dengan soal mati-hidup kita, apakah kita dapat pergi dari sini dengan hidup dan dapatkah kuhancurkan Thian-ong-pang, semuanya bergantung pada akalku ini."
"Ooh, apakah dapat kau jelaskan lagi?" tanya Keh-ki dengan heran.
"Begini, apabila tidak meleset dugaanku, sebentar lagi pasti akan datang beritanya, kuharap kamu suka bersabar sementara," ujar Kiam-eng tersenyum.
Benar juga, tidak sampai satu jam kemudlan, Hong-hun kiam-hiap Ih Keh-pin datang lagi bersama dua anak buah dengan menggotong sebuah tempat tidur ke lorong bawah tanah, ia keluarkan anak kunci dan membuka gembok pintu supaya kedua orang dapat membawa tempat tidur itu ke dalam ruang tahanan, habis itu ia memberi tanda agar kedua orang itu mengundurkan diri Iebih dulu. ia sendiri lantas barkata kepada Su Kiam-eng.
"Menurut guruku, katanya mutiara mestika yang kau maksudkan itu sudah lama hilang, akan tetapi bila kamu mau menyerah dan bergabung dengan pang kami, maka guruku bersedia memberi ganti rugi seratus kati emas murni, bagaimana pendapatmu?"
"Aku berpendapat sangat lucu!" jawab Kiam-eng dengan gelombang suara.
Hong hun-kiam hiap Ih Kek pin tampak melengas, ia menegas dengan melotot, "Apa kata.."
Tetap dengan gelombang suara Kiam-eng menjawab dengan tertawa, "Aku bilang merasa lucu dan geli, Sebab pada hakekatnya gurumu tidak pernah pinjam Ya-beng cu apa segala kepada guru-ku, hal itu cuma sesuatu yang kukarang dan mengada-ada saja."
Rupanya Hong-hun kiam-hiap Ik Kek-pin merasa dipermainkan, dengan gusar ia membentak,
"Kurang ajar! Memangnya apa maksudmu dengan berbuat demikian?"
Cepat Kiam-eng menjelaskan dengan gelombang suara pula, "Jangan emosi, Ih-taihiap, dengarkan dulu keteranganku. Bukankah engkau pernah menyatakan kepada putrimu bahwa engkau merasa bingung entah mengapa gurumu berubah sedemikian jauh dan tersesat ke jalan yang gelap. Mengapa selama ini engkau tidak menaruh curiga bahwa bakau mustahil gurumu dihadapanmu ini sebenarnya adalah guru gadungan?"
Tubuh Hoa-hun-kiam-hiap Ih Kek-pin tergetar serupa tersengat arus listrik, dengan mata terbelalak ia berseru, "Kamu... kamu sembarangan omong!"
"Tidak, aku tidak sembarangan omong, melainkan bicara dengan asal-asalan," jawab Kiam-eng dengan tenang dan tetap dengan bisikan gelombang suara. "Soalnya bergantung padamu, Tampaknya engkau tidak punya keberanian untuk menghadapi kenyataan. Namun sekarang ingin kukatakan padamu bahwasanya sebelum ke-18 tokoh besar dunia persilatan dibunuh oleh Thian ong-pangcu yang sekarang, lebih dulu gurumu sudah menjadi korban keganasannya dan terbunuh olehnya, Lalu dia memakai kedok kulit wajah gurumu dan menyamar sebagai gurumu dalam segala hal, sekaligus memimpin kalian untuk berbuat kejahatan sesuai maksud tujuannya yang keji."
"Apabila, apa yang kukatakan ini tidak dapat Ih-taihiap terima, boleh coba kau gunakan caraku untuk memancing dia, coba saja bagaimana reaksinya, Yang pasti kuberani bertaruh dengan nyawaku bahwa gurumu yang sekarang ini pasti barang gadungan dan bukan gurumu yang asli."
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
Hong-hun-kiam-hiap Ih Kek-pin menatap Su Kiam eng dengan pandangan kaku, sekujur badan tampak gemetar seperti orang terserang penyakit demam, sampai agak lama kemudian baru mendadak putar tubuh terus Iari keluar seperti orang di ancam keluar lorong bawah tanah dan menuju ke ruang pendopo, malahan langsung menuju ke tepi pantai.
Sampai di sana, ia berdiri mematung dengan napas terengah-engah, sampai lama sekali barulah pelahan membalik tubuh dan melangkah pulang ke tengah pulau.
Saat itu Kiam-ong Ciongli Cin berada di kamar tulis di tengah taman dan sedang mengawasi cara kerja Boh-to Siangjin menerjemahkan kitab pusaka. Ketika melihat kedatangan Hong-hun kiam hiap Ih Kek-pin, segera ia menegur, "Bagaimana, apakah dia sudah mau?"
"Belum, ia menyatakan hendak mempertimbangkannya lebih jauh, hehe..." jawab Ih Kek-pin tertawa, sementara ini ia dapat menahan gejolak hatinya dan telah pulih ketenangannya.
Segera Kiam-ong Ciongli Cin berkata kepada Boh-to Siangjin dengan tertawa, "Nah, kau dengar sendiri" Su Kiam-eng sudah menyatakan mau mempertimbangkan untuk bergabung dan menjadi anggota pang kami. Maka hendaknya Siangjin juga bekerja dengan hati dan menerjemahkan dengan tepat, jangan lagi coba main gila. Hal itu tentu akan merugikan dirimu sendiri."
Boh to Siangjin hanya diam saja tanpa memberi sesuatu reaksi.
Hong-hun-kiam-hiap lh Kek-pin segera menukas, "Suhu, menurut pendapatmu, sebab apa mendadak ia menagih mutiara mestika sebagaimana dikatakannya itu?"
"Ehm, apakah kau tahui" tanya Ciongli Cin malah.
"Ia bilang mutiara itu hendak diberikan kepada putriku." ucap Ik Kek-pin.
"Ooh," Ciongli Cin tertawa, "Mereka memang suatu pasangan yang setimpal dan rupanya memang sudah ditentukan harus menjadi suami-istri, asalkan saja dia benar-benar mau bergabung dengan pang kita secara sungguh-sungguh dan lkhlas, maka bolehlah kau jodoh kan Keh-ki kepadanya."
Hong-hun Kiam-hiap Ih Kek-pin mengangguk "Ya, memang ada maksud demikian padaku. Tadi anak Ki juga bertanya dan minta sesuatu padaku seingatnya pada waktu ulang tahunnya yang kesepuluh dahulu, Suhu pernah memberi hadiah patung batu kemala hijau kepadanya, waktu itu kumala mestika dibuatnya mainan, tapi kuambil dan kusimpan dengan alasan supaya tidak pecah atau hilang Kejadian itu sudah hampir sepuluh tahun lalu, tecu sendiri sudah lama lupa, mungkin suhu masih ingat peristiwa dahuIu itu?"
Kiam-ong Ciongli Cin manggut-manggut, katanya, "Ya. betul, kuingat batu kemala mestika yang kuberi kepada Keh-ki itu, semula juga sumbangan seorang sahabat. Mungkin batu mestika itu kemudian disimpan ibunya dan kamu sendiri pun lupa. Sayang istrimu sudah mangkat lebih dulu, entah di mana dia menyimpan batu mestika itu?"
"Kukira tersimpan di Pek ho-san-ceng," ucap Ih Kek-pin dengan lagak mengingat-ingat, "sayang, karena terburu-buru tempo hari, sama sekali tecu tidak membawa sesuatu benda berharga dari rumah, apalagi barang simpanan keluarga...."
"Ya, sudahlah, tidak apa," ujar Ciongli Cin tertawa. "Boleh mengatakan kepada Keh-ki. apabila nanti dia berhasil membujuk Su Kiam-eng bergabung dengan pang kita, aku berjanji pasti akan memberi hadiah benda lain yang jauh lebih berharga..."
"Baiklah, apakah sekarang ada tugas lain yang perlu tecu kerjakan?" tanya Ih Kek-pin kemudian.
"Tidak ada lagi, boleh kau pergi saja," kata Kiam-ong Ciongli Cin.
Sesudah memberi hormat, segera Hong~hun-kiam hiap Ih Kek-pin mengundurkan diri.
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
Keluar dari taman, dia gemetar seperti punya demam kambuh kembali, langsung ia lari ke halaman gedung terbesar di tengah pulau itu dan berteriak-teriak, "Keempat sute, lekas kemari, kalian kemari!"
Ketiga pedang emas, perak dan besi, alias Ciongli Pit, Ciongli Han dan Ciongli Thian-Ian, bersama Pi-lik-kiam Kho Sam-tong, saat itu memang tukar pikiran tentang ilmu pedang di dalam rumah, demi mendengar suara teriakan sang suheng yang agak tergopoh itu, serentak mereka lari keluar dan bertanya, "Toa-suheng, ada urusan apa?"
Langsung Ih Kek-pin mencengkeram sebelah lengan Ciongli Put, ucapnya dengan pedih, "Adik Put, kini semua persoalan sudah dapat kutemukan jawabannya!"
Sudah tentu Ciongli Put merasa bingung oleh sikap dan ucapan Hong-hun-kiam-hiap itu, tanyanya,
"Toa-suheng, sesungguhnya ada urusan apa" Lekas katakan yang jelas!"
Mendadak air mata Hong-hun-kiam-hiap Ih Kek pin bercucuran, ucapnya dengan tersedat, "Adik Put, baru sekarang kutemui suatu rahasia. Kuharap kalian jangan kaget, sebab rahasia ini merupakan berita buruk bagi kalian. Ketahuilah bahwa... bahwa... ah, marilah kita bicara saja di dalam kamar sana..."
Suasana di Li-hun-to seharian masih tetap tenang saja seperti biasa, tiada terjadi sesuatu yang mencurigakan.
Hong-hun-kiam-hiap Ih Kek-pin bersama Ciongli Put, Ciongli Hong, Ciongli Thian-liong dan Kho Sang-tiong masih tetap bergiliran melaksanakan tugas pengawasan di sekeliling pulau, pada waktu lohor, mereka tetap makan siang bersama Kiam ong Ciongli Cin, semuanya berjalan seperti biasa.
Akan tetapi betapa tajamnya pandangan Ciongli Cin, dia justru dapat melihat gerak-gerik antara anak muridnya itu ada sesuatu yang tidak beres, maka pada suatu ketika ia pun bertanya.
"Anak Put, sebenarnya ada urusan apakah antara kalian ini?"
Cepat Ciongli Put menjawab dengan berlagak tertawa. "Ah, tidak ada sesuatu ayah, biasa-biasa saja
!" Ciongli Cin mengamati-kembali mereka satu per satu, katanya kemudian dengan tersenyum, "Tapi kulihat kalian seperti memiliki sesuatu pikiran yang tidak kalian katakan, Apakah barangkali kalian merasa kuatir akan kedatangan Lok Cing-hui bersama begundalnya yang akan menyatroni tempat ini?"
Dengan mengikuti nada ucapan orang, Ciongli Put menjawab, "Betul, memang anak dan para suheng semua merasa kuatir juga auwki dengan ketangguhan ayah kami yakin musuh takkan mampu berbuat apa-apa, akan tetapi bila terjadi pertarungan, betapapun toh akan mendatangkan kerepotan juga, Soalnya di Lo-san tempo hari, jejak yang ditemukan nyata itu dikenali sebagai jejak Sam-bi sin-ong, padahal bisa jadi bekas kaki Lok Cing hui yang diam-diam telah menyusup ke sana."
"Biarpun betul Lok Cing hui dapat menyusup ke sana juga kalian tidak perlu kuatir," ucap Ciongli Cin,
"Coba kalian pikir, berapa orang pembantu yang dapat diajak serta" PaIing-paling juga cuma beberapa begundal yang sudah kita kenal itu. Padahal kekuatan di pihak kita jelas tidak lebih lemah daripada mereka, apalagi kita telah menduduki Li-hun-to yatsg strategis ini, maju bisa menyerang, mundur dapat bertahan. Untung kalau mereka tidak coba-coba menyerbu kemari, kalau datang, biar sekali jaring kita ringkus mereka seluruhnya."
Tiba-tiba Ciongli Hong menyambung, "Ayah, ilmu sakti Pek hoa-hiang hun ciang yang dilatih ayah itu sudah pernah asuji pada diri It-sik-sin-kai dan Lau-ho-li, daya serang pukulan sakti ayah itu memang luar biasa, Cuma, betapapun Lok Cing hui juga bukan lawan empuk, apakah ayah yakin dapat mengalahkan dia dengan mudah?"
Ciongli Cin terbahak-bahak, "Hahaha, mengapa tidak" Kau tahu kemampuan Lok Cing-hui selisih tidak jauh dengan It-sik-sin-kai, jika pengemis tua itu dapat kukalahkan, dengan sendirinya Lok Cing hui pun dapat kubereskan."
Chapter 30. Rahasia 180 Patung Mas - Tamat
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
"Akan tetapi, bukan mustahil selama sekian tahun Lok Cing hui juga berhasil meyakinkan semacam kungfu khas," ujar Ciongli Hong. "Seperti kejadian dahulu, sesudah ayah berhasil mengalahkan Lok Cing hui dan mendapat gelar juara gelar nomor satu dunia persilatan, pernah mengatakan bahwa Lok Cing hui itu adalah tokoh yang ber-bahaya, sebabnya dia dikalahkan ayah mungkin ada sebagian disebabkan dia sengaja mengalah jika betul demikian halnya, nanti bila ayah bergebrak lagi dengan dia, anak berharap ayah harus berlaku waspada dan jangan terlampau meremehkan musuh."
"Sudah tentu, kalian jangan kuatir!" Ciongli Cin mengangguk.
Tiba-tiba Ciongli Thian-liong menimbrung, "Aneh, mengapa anak sama sekali tidak tahu menahu kejadian itu?"
"Kejadian apa yang tidak kau ketahui?" tanya Ciongli Cin.
"Yaitu, sesudah ayah berhasil merebut juara pertarungan dahulu, apa benar ayah merasa Lok Cing hui sengaja mengalah?" tanya Ciongli Thian-liong pula.
Kembali Ciongli Cin mengangguk, jawabnya, "Ya, tatkala itu ayah memang mempunyai perasaan begitu. Cuma kalian tidak perlu kuatir, dengan kungfu Pek-hoa hiang in ciang yang telah kuyakinkan sekarang pasti dapat kukalahkan dia."
"Cuma anak tetap tidak mengerti, mengapa hal itu tidak kuketahui, barangkali dahulu anak tidak hadir di tempat, maka tidak tahu..."
"Ya, memang, waktu itu kamu baru belasan tahun, mungkin kamu dengar dan sudah lupa," tukas Ciongli Cin.
Ciongli Thian-liong memandang sekejap Ih Kik pin dan lain-lain, lalu tidak bicara lagi dan makan dengan lahapnya.
Malamnya setelah lewat tengah malam, Ciongli Thian-liong bersama Ih Kik pin berlima diam-diam mendatangi penjara bawah tanah itu.
Setelah menyuruh pergi busu penjaga, Ih Kik-pin lantas mengeluarkan anak kunci untuk membuka gembok ruang tahanan Ih Keh ki dan Su Kiam-eng, berturut-turut mereka masuk di ruang itu dan serentak memberi hormat kepada Su Kiam-eng.
Dengan sendirinya Kiam-eng heran, ia membalas hormat dan bertanya, "Eh, mengapa kalian sedemikian sungkan padaku?"
Ciongli Put mendahului menanggalkan kedok kulit tipis pada mukanya, dengan air mata berlinang ia menjawab, "Bilamana Su siauhiap tidak menyadarkan kami mungkin selama hidup kami akan selalu menganggap musuh sebagai ayah dan tetap dikelabuinya."
"Ahh, jadi sekarang kalian sudah tahu jelas bahwa ayah kalian itu adalah barang gadungan?" tanya Kiam-eng girang.
Dengan suara pedih Ciongli Put menjawab, "Ya, sudah kami uji, dan memang bukan ayah kami . . .
selama sekian tahun, meski kami juga merasa heran mengapa ayah sudi melakukan hal-hal yang tidak patut dan tersesat, sungguh tidak pernah terduga bahwa dia ternyata ayah kami yang palsu..."
Bicara sampai di sini suaranya menjadi tersendat-sendat dan sulit meneruskan.
Berturut Ciongli Hong dan Ciongli Thian-liong juga menanggalkan kedok kulit masing-masing sehingga pulihkan wajah asli mereka.
"Su siauhiap," tanya Ciongli Thian-liong kemudian dengan air mata bercucuran, "cara bagaimana engkau dapat mengetahui kepalsuan jahanam itu?"
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
"Sangat sederhana alasannya," tutur Kiam-eng, "sebab kita yakin pribadi ayahmu pasti tidak begitu.
Kita tahu, baik nama baik dan kungfu ayahmu tidak ada bandingannya di dunia ini, sama sekali tidak ada alasan bahwa beliau rela terjerumus sejauh ini."
"Jika begitu, apakah Su siauhiap juga tahu siapakah dia sesungguhnya?" tanya Ciangli Hong.
"Apakah Ciongli-heng tahu bahwa kalian mempunyai seorang paman guru yang bernama Hin thian kisu Lo Ging-yang?" tanya Kiam eng.
Ciongli Hong berlima sama tergetar kaget, seru mereka, "Hei, kau bilang Hin thian kisu Lo Ging yang" Bukankah dia sudah lama meninggal?"
"Bisa jadi dia belum meninggal," ujar Kiam-eng. "Cuma, hal ini hanya dugaan guruku saja, Soal benar atau tidak, aku pun tidak berani memastikan."
Segera Ciongli Thian-liong berkata kepada Ciongli Put, "Toako, aku tidak sabar lagi, biarlah sekarang juga kita membekuk bangsat tua itu."
Ciongli Put mengangguk, dengan rasa kikuk ia coba tanya Su Kiam eng, "Su-laute, apakah engkau sudi kiranya memaafkan segala kesalahan kami?"
Dengan tertawa Kiam-eng menjawab, "Tanpa sengaja kalian tertipu oleh kawanan penjahat sehingga terlanjur berbuat sedikit hal-hal yang berlawanan dengan kebenaran, tapi yang mengalami kesusahan sebenarnya adalah kalian sendiri dan bukan kami, kenapa mesti minta maaf apa segala?"
"Baiklah," ucap Ciongli Put dengan bersemangat "Pendek kata, sekarang juga kita pergi bersama untuk membekuk bangsat tua itu untuk dicincang hingga hancur luluh."
Belum lagi lenyap suaranya, tiba-tiba pintu besi di lorong sana gemerinting dengan lantang.
Ih Kik ping berdiri di samping sana, begitu mendengar suara nyaring pintu besi, seketika air mukanya berubah pucat, cepat ia melongok keluar ternyata pintu besi itu telah tertutup dengan sendirinya, Keruan kejutnya tak terhingga, teriaknya, "Hei, Ji Ing, siapa yang menyuruhmu menutup pintu"!"
Ji Ing adalah busu penjaga ruang bawah tanah itu. Akan tetapi yang menjawabnya sekarang bukan lagi Ji Ing melainkan gema suara gelak tertawa yang keras. Menyusul lantas terdengar suara "Kiam-ong Ciongli Cin" lagi menjawab, "Aku inilah yang menyuruhnya menutup pintu besi itu!"
Seketika air muka Ciongli Put berlima berubah hebat, mereka saling pandang, sampai sekian lama tidak sanggup bersuara.
Betapapun Su Kiam eng dapat berlaku tenang ia coba melangkah keluar ruang tahanan itu untuk memeriksa pintu besi lalu ia berpaling dan tanya Ciongli Put berlima, "Cara bagaimana dia dapat mengetahui bahwa rahasianya telah terbongkar oleh kalian?"
"Mungkin... mungkin kami terlampau banyak bertanya dan memancing pengakuannya sehingga menimbulkan rasa curiganya..." tutur Ciongli Put dengan lesu.
Maka terdengar "Ciongli Cin" di luar itu lagi tertawa dan berkata, "Hahaha, memang betul, Ciongli Put, justru karena kalian terlampau banyak mengajukan berbagai pertanyaan padaku mengenai masa lampau, dari situlah timbul rasa curigaku."
Seketika meledak rasa kejut dan murka Ciongli Put, ia menubruk ke pintu besi, seperti kesetanan yang memukul dan menendang pintu itu hingga menimbulkan suara keras, dampratnya kalap, "Bangsat tua! sesungguh kamu ini siapa" Mengapa kau bikin celaka ayahku, mengapa pula kamu memalsukan dia untuk membohongi kami" Coba katakan, ayolah katakan"l"
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
Ciongli Cin palsu tertawa latah, katanya, "Jika kalian sudah tahu aku ini bapakmu yang palsu, tentu saja akan kuberitahukan duduknya perkara kepada kalian, Cuma, hendaknya kalian bersabar lagi."
Habis berkata, kembali ia tertawa terbahak-bahak, namun suara tertawanya semakin menjauh, nyata orangnya sudah meninggalkan rumah warna-warna itu.
Su Kiam-eng menjadi bingung, ucapnya he-ran, "Aneh, mengapa dia pergi malah?"
"Mungkin dia hendak menggunakan sesuatu cara untuk membinasakan kita di ruang bawah tanah ini," ucap Ih Kik pin.
Kiam-eng pikir memang bukan mustahil akan terjadi hal demikian, maka cepat ia tanya. "Apakah ada jalan tembus lain di ruang bawah tanah ini?"
Ih Kik pin menggeleng kepala, "Tidak ada kecuali membuka pintu besi itu, kalau tidak, betapapun tidak dapat kabur dari sini."
Kiam eng berpikir sejenak, katanya pula sambil menunjuk ruang tahanan Wi ho Lojin dan Hoat keng Taisu, "Harap Ih taihiap membuka dulu ruang ini dan bebaskan saja Wi locianpwe dan Hoat keng Taisu, habis itu barulah kita berunding lagi cara bagaimana meloloskan diri dari kurungan musuh."
Ih Kik pin mengiakan dan cepat mengeluarkan anak kunci untuk membuka gembok, apa yang diucapkan orang di luar sudah dapat di dengar semua oleh Wi ho Lojin dan Hoat keng Taisu, maka begitu keluar dari ruang tahanan, mereka pun tidak banyak bertanya lagi.
"Apakah pintu besi itu sulit dibuka?" tanya Wi-ho Lojin.
"Betul," jawab Ih Kik pin. "Tebal pintu itu lebih tiga dim, tombol buka tutup terletak di bagian luar, dari dalam sulit dibuka."
"Bagaimana dengan tenaga gabungan kita bersembilan?" tanya Wi-ho Lojin.
"Mungkin tidak berguna," tutur Ih Kik-pin dengan menyengir "Pintu besi ini sangat kukuh dan kuat luar biasa, untuk membukanya hanya ada satu jalan, yaitu dengan menggunakan dinamit."
" Wi-ho Lojin coba mendekati pintu itu, katanya, "Marilah kita coba-coba dulu!"
Segera mereka menaiki undak undakan batu, dengan berjubel-jubel bersembilan orang sama menahan daun pintu sekali teriak, serentak mereka mengerahkan tenaga untuk mendorong sekuatnya.
Akan tetapi pintu besi itu memang kukuh luar biasa, jangankan terbuka, bergeming pun tidak.
Namun Wi ho Lojin masih belum putus asa, kembali ia mengomando agar ke sembilan orang melancarkan pukulan dahsyat sekaligus, tenaga pukulan yang dilontarkan ke sembilan orang itu setiap kali cukup untuk merobohkan dinding rumah akan tetapi meski sudah berulang dicoba, pintu besi tebal itu hanya bergetar saja dan tetap tidak ada tanda akan terbuka.
"Wah, gagal," ucap Ciongli Thian liong dengan menyengir "Rupanya bagian atas dan bawah pintu ini terjepit oleh dinding dan lantai, untuk membukanya harus membongkar seluruh ruang ini kalau tidak, jangan harap akan dapat membuat pintu baja ini terbuka."
Pada waktu dibawa masuk tempo hari, kedua mata Wi lo Lojin sengaja ditutup, maka ia tidak tahu bagaimana bangunan ruang bawah tanah ini ia coba tanya, "Bagaimana luas ruang pendopo itu?"
"Kira-kira dapat memuat ratusan orang di bangun dengan batu-batu besar," tutur Su Kiam-eng.
"Wah, jika demikian, rasanya tiada jalan lain bagi kita kecuali duduk di sini dan menunggu ajal saja,"
ucap Wi ho Lojin dengan tersenyum getir.
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
Su Kiam eng coba memandang atap jalan tembus sana dan bertanya, "Kira-kira berapa tinggi atap ini?"
"Kurang-lebih dua tombak," jawab Ih Kik-pin.
"Jika begitu, bagaimana kalau kita mencari jalan melalui atap saja, yakni dengan cara menggangsir,"
ujar Kiam eng. "Betul, boleh kita coba," kata Ih Kik pin, "Cuma untuk itu diperlukan waktu agak lama, sedikitnya dua jam, apakah dia mau membiarkan kita berbuat sesukanya selama dua jam di sini?"
Selagi Kiam eng hendak menjawab, tiba-tiba suara tertawa latah "Ciongli Cin" bergema pula di luar,
"Hahahaha! Biarkan kuberi waktu dua jam untuk kalian berbuat sesukanya, Cuma untuk itu akan kulihat apakah kalian sanggup bertahan hidup selama dua jam itu" Hahahaha..."
Di tengah gelak tertawanya, mendadak dari bagian muka dan belakang di atas lorong tertuang masuk dua arus air yang deras.
Keruan Ih Kik pin terkejut, teriaknya, "wah" celaka! Rupanya dia hendak membenamkan kita dengan air bah!"
Kiranya sudah menjadi patokan umum, setiap ruang bawah tanah tentu ada saluran tembus hawa keluar sekarang air yang dituang dari atap lorong itu justru dialirkan melalui saluran tembus hawa itu.
Dua arus air bah dituangkan ke dalam lorong hanya dalam sekejap saja lorong itu sudah dibenami air setinggi dua dim.
Dalam keadaan, jelas "Kiam eng Ciongli Cin" sudah bertekad akan membunuh Su Kiam eng bersembilan dengan membenamnya dengan air bah, sebab ditaksir luas ruang bawah tanah dan lorongnya, tidak sampai satu jam pun air bah akan memenuhi seluruh ruang itu.
Karena itulah, demi melihat air terus mengalir masuk dari atap, air muka ke sembilan orang pun berubah seketika, mereka saling pandang tanpa bisa berbuat apa pun.
Tampaknya Ciongli Cin gadungan di luar itu sangat senang, dengan gelak tertawa ia berkata pula.
"Hahaha, katanya kalian hendak menggangsir, kenapa tidak lekas kerjakan" ingin kulihat apakah air yang kutuang lebih cepat atau cara kerja kalian menggangsir terlebih cepat?"
Kiam-eng tidak mengerti air tuangan itu bersumber dari manakah datangnya air bah ini?"
Dengan gregetan Ciongli Put berkata, "Di sekitar ruang pendopo ini tidak ada sumber air, kukira pasti dia mengerahkan ratusan anak buah dan secara berantai mengangsuh air seember demi seember dan akhirnya dituangkan ke sini,"
Kiam eng mengangguk, "Ya, mungkin begitu. sekarang kita tidak boleh diam saja dan menunggu ajal, ayolah silahkan Ciengli Heng lekas mulai menggali."
Ciongli Put lantas memanggil kedua saudaranya dan Kho Sing tiong, katanya, "Jite dan Samte harap berdiri di atas pundakku dan pundak Kho-sute, lalu dengan pedang kalian cepat menggangsir bagian atap."
Kiranya tinggal lorong itu memang hampir dua tombak, untuk mencapai atapnya terpaksa harus seorang berdiri di atas pundak seorang lagi baru pedang dapat mengorek tanah di atap sana.
Ciongli Hong dan Ciongli Thian liong tidak berani ayal, cepat mereka melolos pedang dan melompat ke atas pundak Ciongli Put dan Kho Sing tiong, lalu mulai menggali tanah atap.
Soalnya menyangkut mati atau hidup mereka maka Ciongli Hong dan Ciongli Thian liong harus bekerja cepat lagi keras, Di mana pedang mereka bekerja, serentak tanah pun berguguran. Hanya dalam sekejap saja mereka sudah berhasil menggangsir sebuah lubang setinggi satu meter.
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
Akan tetapi serangan air Ciongli Cin gadungan ternyata lebih cepat dalam waktu singkat betis semua orang sudah tergenang air.
Setelah melihat keadaan demikian, Ih Kik pin tahu sulit bagi mereka untuk kabur maka ia ingin tahu segala seluk-beluk urusan ini sebelum mati tenggelam, segera ia tanya, "Bangsat tua kau bilang hendak menceritakan duduk perkara yang sebenarnya kepada kami, sekarang tentu boleh kau ceritakan bukan?"
Ciongli Cin gadungan terkekeh di luar, ucapnya, "Sabar, jangan terburu napsu, nanti bila air sudah mencapai pinggang kalian barulah kumulai berkisah!"
Dengan suara gemas Ih Kik-pin berkata: "Hm, keadaan sudah menjauh ini, memangnya kamu masih jual mahal" Apakah kamu kuatir kami akan lolos?"
"Betul," kata Ciongli Cin gadungan. "Sebab kalau ada seorang saja dari kalian berhasil lolos dari sini, maka selanjutnya aku pun tak dapat lagi tidur nyenyak dan tidak bisa enak makan."
Sementara itu lubang galian Ciongli Hong dan Ciongli Thian-liong ternyata sudah mencapai setinggi lebih satu meter, tiba-tiba Su Kiam eng mendapat akal untuk lolos dengan hidup, diam-diam ia memanggil Wi ho Lojin, Hoat keng Taisu, Ih Kik pin dan lh Keh ki berempat untuk mundur ke pojok lorong sana, katanya dengan suara tertahan, "Melihat keadaan, sebelum kita berhasil menggangsir ke permukaan bumi sana, tentu air akan menggenangi seluruh ruangan ini dan kita pun tak berdaya lagi."
"Ya, tampaknya kita pasti akan mati terbenam seluruhnya di sini," ujar Keh ki sedih.
"Tidak, sekarang juga ada suatu cara untuk lolos dengan hidup," kata Kiam eng dengan tertawa.
Melihat cara bicara anak muda itu sangat yakin, Ih Kik pin menjadi girang, tanyanya cepat,
"Bagaimana caranya, Su siauhiap?"
Kiam-eng menuding lubang yang sedang digali Ciongli Hong dan Ciongli Thian liong itu, katanya,
"Hendaknya kita pun mulai menggangsir seperti mereka cuma kita tidak perlu menggali terlampau tinggi, cukup asalkan dapat dibuat sembunyi dua orang saja, dengan demikian kita pun takkan mati terbenam air."
"Tapi kalau cuma begitu saja kan tetap tak dapat lolos keluar?" tanya Ih Kik-pin tidak mengerti.
"Masih ada harapan untuk lolos keluar," ujar Kiam-eng, "Nanti bila air sudah mencapai setinggi atap lorong, tentu bangsat tua itu akan menyangka kita telah mati tenggelam, paling lama satu hari lagi dia tentu akan membuka pintu besi sana untuk memeriksa keadaan kita, tatkala itu kita pun dapat menerjang keluar di luar dugaannya."
Kik pin merasa saran Su Kiam-eng itu cukup masuk diakal, dengan girang ia pun berseru, "Aha, betul ayolah lekas kita menggali."
Begitulah mereka lantas membagi diri menjadi beberapa kelompok, seorang berdiri di atas pundak seorang yang lain dan mulai menggangsir dengan giat.
Tidak seberapa lama, sudah lima lubang yang berhasil mereka gali, Dan pada saat itu juga air bah sudah naik sampai sebatang pinggang.
Tibalah saatnya bagi mereka untuk berpesan. Segera Ih Kik pin pura-pura terteriak kuatir, "Wah, celaka, air sudah naik sebatas dada, "Wahai, bangsat tua, kenapa kamu tidak berkisah, kamu kan sudah berjanji?"
Terdengar gelak tawa Ciongli Cin palsu di luar teriaknya, "Baiklah! Bukankah hal yang paling ingin diketahui kalian adalah siapakah gerangan diriku ini" Nah, biar sekarang juga kuberitahukan kepada kalian..."
Tanpa terasa Su Kiam-eng menukas ucapan orang, "Kamu ini Hin thian-kisu Lo Ging yang bukan?"
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
"Haha, mengapa kamu menduga aku ini Hin-thian kisu Lo Ging yang?" tanya Ciongli Cin palsu.
"Memangnya bukan?" jengek Kiam-eng.
Kembali Ciongli Cin gadungan terkekeh, katanya, "Bukan, aku ini tak lain-tak bukan adalah Bu tek sin pian In Giok-san, atau dengan perkataan lain, aku inilah ayah In Ang bi!"
Pengakuan ini bukan cuma membuat Su Kiam-eng melenggong, bahkan ke delapan orang lain juga ikut tercengang, semuanya melongo bingung hingga sekian lama dan tidak sanggup bersuara.
Bahwa tokoh maha jahat yang memalsukan Kiam-ong Ciongli Cin untuk membunuh ke 18 tokoh dunia persilatan dahulu itu ternyata bukan Hin thian kisu Lo Ging yang sebagai mereka duga melainkan adalah satu salah di antara ke 18 tokoh utama tadi, yaitu Bu tek-sin pian In Giok-san adanya!
Mungkinkah hal ini"
Memangnya siapa mau percaya bahwa dia benar Bu tek-sin pian In Giok san"
Sampai sekian lama Su Kiam eng melongo bingung, akhirnya ia pun meraung gusar dan mendamperat, "Omong kosong! jika benar kamu ini Bu-tek sian pian In Giok-san, mengapa berulang kali kamu bermaksud membunuh putrimu sendiri?"
"Hehe, hal itu disebabkan . . Ang bi itu bukankah putri kandungku, tahu"!" In Giok-san mendengus hambar.
"Ooh, In Ang-bi bukanlah putri kandungmu?" Kiam-eng menegas dengan melenggong.
"Betul," jawab Ciongli Cin gadungan alias Bu-tek-sin-pian In Giok san. "Dia adalah anak haram yang dilahirkan dari hubungan gelap istriku yang jalang itu dengan seorang ksatria munafik."
"Kesatria munafik" Siapa dia?" tanya Kiam-eng semakin tidak mengerti.
"Siapa lagi dia kalau bukan Ciongli Cin sendiri!" jengek Bu-tek sin pian In Giok-san.
Sekali ini bergilir bagi Ciongli Put, Giongli Hong dan Ciongli Thian liong yang meraung murka karena merasa ayah mereka dicerca, berbareng mereka berteriak, "Kentut busuk! Dasar bangsat keparat, sudah mencelakai ayah kami kau nista secara kotor!"
"Hehe, terserah kalian mau bilang apa," jengek Bu tek sin pian In Giok dengan terkekeh. "Ku paham, setiap anak memang selalu menganggap ayah sendiri pasti orang baik, mana ada anak yang percaya ayah sendiri dapat melakukan hal-hal yang kotor dan rendah. Aku tidak menyalahkan kalian. Cuma hendaknya kalian pun tahu, ayahmu kan juga manusia biasa, Setiap manusia biasa tidak mutlak pasti manusia baik-baik."
"Qmong kosong! Ngaco belo!" teriak Ciongli Put murka.
"Sudah lama ayahmu yang jahanam itu telah kubunuh sekarang kalian selekasnya pun akan mampus, untuk apa aku omong kosong?" kata In Giok san.
Setelah merandek sejenak, lalu ia mendengus pula, "Hm, sekarang sengaja hendak kuceritakan duduk perkara yang sebenarnya kepada kalian, soal kalian mau percaya atau tidak bukan urusanku, yang jelas apa yang kukatakan ini bukanlah dusta, dan ini sudah cukup bagiku..."
"Peristiwa itu berawal pada 19 tahun yang lalu, tatkala mana ayahmu belum lagi memperoleh gelar
"jago nomor satu". Dia dan anggota keluarga kalian tinggal di kaki gunung Hoa-san, jadi bertetangga denganku. Suatu hari, untuk suatu keperluan aku harus mengadakan perjalanan keliling kang-ouw, waktu pulang lagi ke Hoa san pada suatu dini hari, ketika hampir sampai di rumah, mendadak kulihat ada seorang lelaki keluar dari rumahku hanya sekejap saja sudah menghilang di balik kabut subuh.
"Tentu saja timbul rasa heran dan curigaku, kuputuskan tidak segera pulang ke rumah melainkan bersembunyi di tengah gunung, malamnya diam-diam ku pulang ke rumah dan sembunyi di sekitar Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
rumahku untuk mengintai. Benar juga, tidak lama kemudian kulihat orang lelaki itu muncul lagi, ternyata dia bukan lain daripada ayah kalian, Kiam ong Ciongli Cin!"
"Omong kosong! Mana mungkin ayah melakukan hal semacam itu?" teriak Ciongli Thian-liong bertiga saudara.
"Hehe, malahan waktu itu aku sendiri pun tidak percaya akan kejadian itu akan tetapi apa pun juga fakta nyata terpampang di depan mataku dan kusaksikan sendiri langsung. Masih juga timbul kesangsianku kalau-kalau ada orang menyamar sebagai Ciongli Cin, maka dengan sabar kutunggu lagi sampai pagi, kusaksikan dia keluar dari rumahku.
"Diam-diam aku membuntuti dia, akhirnya dapat kuketahui dengan jelas, ternyata tidak salah lagi, dia memang benar Ciongli Cin adanya, Hehe, waktu itu kalian pun sudah berumur belasan tahun tentunya kalian masih ingat anggota keluargaku di rumahku selain perempuan hina itu hanya terdapat seorang babu tua dan tiada orang ketiga lagi. Sebab itulah apa yang dilakukan ayahmu dengan mendatangi rumahku pada malam hari kukira cukup gamblang dan tidak perlu dijelaskan lagi.
"Waktu itu sungguh ingin kuperlihatkan diri untuk melabrak dia, akan tetapi setelah kupikir lagi, akhirnya aku harus bersabar dan menahan tekanan batin, sebab ku tahu diriku bukanlah tandingannya.
jika aku sembarangan bertindak, akibatnya aku pasti akan terbunuh olehnya, Terpaksa aku harus berlagak tidak tahu sesuatu, namun secara diam-diam ku rancang tipu daya untuk menuntut balas...
"Tahun berikutnya, lahirlah Ang bi. Dihitung dari waktunya, jelas pada waktu perempuan hina itu mulai hamil aku memang tidak berada di rumah, maka dapat dibuktikan bahwa Ang bi memang bukan darah daging keturunanku. Akan tetapi Ang bi tetap kupandang sebagai putri kandungku, sampai dia tidak disusui lagi barulah kucari alasan untuk mengenyahkan si babu tua, lalu kubikin perempuan hina itu sakit parah dan akhirnya binasa. Kemudian kubawa Ang-bi meninggalkan pegunungan Hoa san..."
"Dua tiga tahun selanjutnya, dengan giat dan tekun kulatih ilmu pedang dengan harapan dalam pertemuan besar para ksatria dunia persilatan dapat kubunuh jahanam itu di depan umum.
"Akan tetapi yang kuhadapi lebih dulu justru adalah Tek pi sin-kun Pau Thian-bun dan aku telah dikalahkan olehnya sehingga sama sekali tidak sempat bergebrak dengan Ciongli Cin, malahan dari hasil pertandingan itu dia keluar sebagai nomor satu, Harapanku ternyata hampa belaka.
"Kebetulan pada waktu itu ketua Siau-lim pai mengusulkan dibentuknya kelompok diskusi ilmu pedang, tanpa pikir aku menyatakan setuju dan ikut menjadi anggota, Sejak itu, di samping mempelajari ilmu pedang bersama ke-17 tokoh yang lain, diam-diam aku pun tekun meyakinkan semacan kungfu berbisa yang sudah lama putus turunan di dunia persilatan, yaitu Pek-hoa-hiang-hun ciang.
"Dalam sekejap saja rasanya sepuluh tahun ilmu pedang ke 18 jago kelompok kami memang banyak memperoleh kemajuan. Namun tetap kusadari bukan tandingannya, Syukurlah akhirnya "Pek-hoa hiang hun-ciang" yang kuyakinkan juga sudah jadi, maka timbul suatu muslihatku, yakni dengan jalan menyamar sebagai dia untuk membunuh ke-18 tokoh utama dunia persilatan. Akan kujadikan dia musuh bersama dunia persilatan.
"Maka kucoba berunding dengan seorang teman baik agar suka menyaru sebagai diriku untuk hadir dalam kelompok diskusi di Hwe liong-kok, teman itu tidak tahu akan tipu muslihatku, ia merasa mendapat kesempatan baik dan suatu kebanggaan dapat ikut hadir dalam kelompok diskusi itu, maka tanpa pikir ia menyanggupi permintaanku.
"Selanjutnya aku lantas menyamar sebagai Ciongli Cin dan menuju ke Hwe liong-kok dengan membawa 18 butir pil racun Ke-18 biji pil racun itu adalah racikan dari berpuluh jenis racun yang paling jahat, bila sudah diminumkan pasti sukar tertolong lagi."
"Aku pura-pura mengatakan pil racun itu adalah obat kuat, kukatakan kepada ke-18 tokoh di Hwe-liong kok bahwa aku merasa ajalku sudah dekat, aku terharu oleh kegiatan mereka yang tekun meyakinkan ilmu pedang, maka dengan ikhlas kusumbanpkan obat kuat ramuanku itu untuk menambah tenaga dalam mereka...
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
"Semula mereka rada sangsi, tapi sesudah ku bujuk dan kuberi penjelasan lagi, akhirnya mereka menerima juga, Haha, tidak lama kemudian jadilah pil racun diminum mereka. Dan tentu saja semuanya binasa keracunan.
"Namun suatu hal yang sama sekali tidak kuduga adalah pada hari itu ternyata Ang bi juga pergi ke Hwe-liong kok, sehingga peristiwa itu dapat dilihat olehnya, Bahkan karena terlampau kaget ia jadi sakit ingatan, Akan tetapi yang lebih di luar dugaanku adalah hadirnya seorang lagi, yaitu Kiam-ong Ciongli Cin.
"Bisa jadi dia memang juga sangat memperhatikan hasil diskusi ke 18 tokoh itu, maka pada hari itu pun diam-diam ia mendatangi Hwe liong-kok. Ketika dia melihat ke 18 tokoh itu mati keracunan, dia dapat menyusul diriku dan menegur aku mengapa kubunuh ke 18 orang itu dan sengaja memfitnah dia"
"Dengan sendirinya sukar bagiku untuk memberi penjelasan, maka terjadilah pertarungan sengit antara kami di dekat Hwe-liong-kok. Suatu ketika, aku berlagak terkena pedangnya dan roboh, segera ia mendekat dan bermaksud membuka kedokku untuk melihat sesungguhnya aku ini siapa. Pada kesempatan dia mendekat itulah langsung kuserang dia dengan Pek hoa-hiang-bun ciang dan tepat mengenai hulu hatinya. Dia menjerit dari kontan roboh terjungkal..."
"Hehe, apa yang terjadi ini sungguh sama sekali di luar perhitunganku. Jika tahu, ilmu pukulanku itu mampu membinasakan dia, tentu aku tidak perlu repot mengatur tipu muslihat dengan membunuh ke 18
tokoh untuk memfitnah dia lagi.
"Cuma, meskipun dapat membunuh dia, rasa dendamku tetap belum lenyap, sebab itulah sengaja ku rusak wajahnya supaya tidak kukenali kuambil keputusan akan menyamar sebagai Kiam-ong Ciongli Cin.
Dengan berbuat demikian sudah tentu ada alasanku, yakni betapapun orang persilatan tidak boleh tahu bahwa sesungguhnya Bu-tek sin pian In Giok-san masih hidup di dunia ini.
Sekali-kali orang tidak boleh tahu bahwa ke 18 tokoh utama itu dibunuh secara licik dan keji oleh In Giok san.
"Nah, apa yang kuceritakan itulah peristiwa seluruhnya dan tiada secuil pun karangan, semuanya benar, Apakah sekarang kalian masih sangsi lagi?"
Dengan sendirinya Ciongli Thian liong bertiga sulit mempercayai uraiannya itu serentak mereka meraung murka pula, "Omong kosong! Ayahku mutlak bukan manusia semacam itu! Kamu sengaja memfitnah, kamu pasti Hin thian-kisu Lo Ging yang! Tentunya kamu dendam karena ayah telah memukulmu hingga terjerumus ke jurang, maka sengaja kau balas membunuh ayah, lalu mengarang cerita bohong lagi untuk merusak nama baik ayah dan keluarga kami."
"Hu tek sin-pian In Giok-san mendengus.
"Hm, mau percaya atau tidak boleh terserah padamu, yang jelas itulah kejadian yang sebenarnya."
"Jika benar ceritamu, jadi pada hakikatnya Ang bi tidak tahu kamu ini ayahnya, lalu mengapa kemudian kamu senantiasa hendak mencelakai dia pula?" tanya Kiam-eng.
"Kan sudah kukatakan tadi, dia bukanlah darah-dagingku, bukan putri kandungku, karena itulah sedikit pun tidak ada perasaan kasih sayangku padanya. Dengan sendirinya, alasan yang paling utama adalah karena dahulu dia menyaksikan sendiri terbunuhnya ke 18 tokoh utama itu olehku bahkan juga tahu Kiam-ong Ciongli Cin telah kubunuh. Maka aku tidak menghendaki penyakit linglungnya akan sembuh untuk kemudian malah membongkar rahasiaku sendiri.
"Hanya saja, tatkala kalian membawanya menemui aku, dari gerak gerik dan tutur kata kalian sudah kurasakan bahwa kalian sama sekali tidak tahu Kiam ong Ciongli Cin yang kalian hadapi bukanlah palsu, lantaran itulah seterusnya akupun tidak berniat membunuhnya lagi."
"Namun tempo hari pada waktu kami terkurung oleh kebakaran di Pek ho san-ceng, mengapa kau suruh Kiu ci lian hoa ciang Oh Ling untuk menolong kami?" tanya Kiam eng.
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
"Kulakukan hal tersebut karena ku kuatir kalian tidak percaya Ciongli Cin telah dibunuh oleh budaknya sendiri. Pula kebakaran itu pun belum pasti dapat membinasakan kalian, maka demi membuat kalian percaya bahwa diriku ini orang baik, sengaja kusuruh Oh Ling menyelamatkan kalian dari kobaran api."
"Kamu sengaja membunuh ke 18 tokoh utama itu, tujuanmu adalah untuk memfitnah Kiam ong Ciongli Cin, kemudian kamu juga membunuh dia sendiri dan menyamar dia untuk melakukan kejahatan dengan begitu sengaja kau bikin busuk nama Kiam ong Ciongli Cin. Lalu sekarang mengapa kamu malah pura-pura mati untuk membersihkan tuduhan orang terhadap Ciongli Cin?"
"Soalnya semula aku ingin tetap menyamar sebagai dia hingga akhir hayat, akan tetapi kalian sudah keburu mencurigai diriku sebagai pembunuh ke l7 tokoh utama, terpaksa aku harus meninggalkan samaranku sebagai Kiam-ong Ciongli Cin," jawab In Giok san.
Sementara itu genangan air bah sudah mencapai sebatas dada, Kiam eng menaksir sudah tiba saatnya untuk bersandiwara mati tenggelam, maka ia mulai berlagak meronta sehingga menerbitkan gemercik air dan berteriak, "ln Giok-san, sesungguhnya antara kita sama sekali tidak ada permusuhan apa pun, mengapa kamu sengaja membenamkan kami?"
Mendengar beberapa orang itu mulai kelabakan oleh genangan air bah, In Giok-san sangat senang, dengan tertawa latah ia menjawab "Meski antara kita tidak ada permusuhan akan tetapi sesungguhnya kita adalah seteru yang tidak dapat hidup berdampingan, jika kalian tidak mati, cara bagaimana selanjutnya aku dapat hidup tentram" Hahahaha..."
Kiam-eng tidak bicara lagi, dengan berlagak menepuk air sehingga menimbulkan suara debur air yang riuh, orang lain juga menirukan cara dia memukul air.
Pada kenyataannya waktu itu air memang sudah pasang sampai bagian leher, orang yang berperawakan agak pendek pasti akan mati tenggelam bila tidak dapat berenang.
Karena tidak mendengar lagi Su Kiam eng-dengan tertawa In Giok san bertanya, "Eh, bagai mana Su Kiam eng kalian sudah mampus atau belum?"
Kiam eng tetap tidak menjawab, ia merasa akan lebih leluasa berbuat sesuatu bila pihak lawan menyangka pihak sendiri sudah mati, sebab tatkala air bah naik pasang hingga atap lorong biarpun untuk sementara mereka dapat sembunyi, di lubang galian mereka sehingga tidak sampai mati tenggelam, akan tetapi bila pihak lawan tidak segera membuka pintu untuk membuang air bah, akhirnya mereka tetap akan mati sesak napas di lubang galian yang tidak tembus hawa itu.
Karena belum juga mendengar suara jawaban Su Kiam-eng, dengan tertawa Bu tek sin pian In Gioksan berkata pula, "Haha, jika sekarang kalian tidak niat bicara, sebentar lagi ingin bicara pun tidak sempat pula."
Apa yang dikatakan memang tidak salah, tidak lama kemudian, air bah sudah naik pasang dan mencapai atap lorong..."
-ooo0ooo- Subuh sudah hampir tiba. Terdengar suara mencicit kawanan tikus yang riuh bergema dari almari pakaian di kamar yang terletak di taman bunga itu.
Suara tikus itu adalah kode yang sudah dijanjikan antara Li hun nio-nio dan Su Kiam eng, dengan sendirinya Boh to Siangjin juga tahu tanda isyarat itu.
Akan tetapi ketika ia terjaga bangun atau suara tikus yang riuh itu, ia tetap menaruh curiga sebab Li hun nionio baru enam hari meninggalkan pulau itu, mana mungkin datang kembali dengan membawa Lok Cing hui dan lain-lain dalam waktu secepat itu"
Ia pikir jangan-jangan suara mencicit itu memang suara tikus tulen.
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
Ternyata suara riuh mencicit itu makin lama makin ramai, Boh to Siangjin tidak berani ayal, cepat ia turun dari tempat tidur untuk membuka almari, ia putar tombol dalam almari, terdengar suara keriat-keriut, lalu sebuah pintu rahasia terbuka, yang menongol dulu adalah sebuah kepala manusia, itulah kepala Kiam ho Lok Cing hui.
Kedua pihak sama tidak kenal, namun kedua pihak sama-sama dapat menerka siapa pihak lain. Maka cuma tercengang sejenak segera Boh-to Siangjin mendesis, "Apakah di situ Lok-sicu, Lok Cing hui?"
"Betul, dan engkau tentulah Boh-to siangjin adanya," jawab Lo Cing hui dengan suara tertahan.
"Ya, cara bagaimana Lok sicu dapat mencapai pulau ini sedemikian cepat?" tanya Boh-to Siangjin.
Lok Cing-hui tidak menjawab melainkan melongok keluar dan memeriksa keadaan kamar, lalu bertanya, "Di mana muridku si Kiam eng?"
Boh to Siangjin menghela napas, katanya dengan menyesal, "Su siauhiap tidak mau terima nasihatku, semalam dia menyusup keluar dan menemui Wi ho Lojin di kamar tahanan bawah tanah, malang dia kepergok dan tertawan oleh Thian-ong-pangcu."
Tergetar juga Lok Cing hui, cepat tanyanya pula, "Dan bagaimana keadaannya sekarang, di mana dia dikurung?"


Rahasia 180 Patung Mas Karya Gan Kl di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Silahkan Lok sicu keluar dulu, biar kuceritakan nanti," kata Boh to.
Cepat Lok Cing hui melangkah keluar dari almari, menyusul di belakangnya muncul pula Li-hun-nionio, Sam-bi-sin-ong dan It-sik-sin-kai, ke empat orang sama basah kuyup, rupanya mereka perlu berenang untuk mencapai lorong rahasia ini.
Lebih dulu Lok Cing-hui mendekati jendela dan coba mengintai keluar, setelah jelas tiada seorang pun di sekitar situ barulah ia putar balik untuk tanya Boh to Siangjin, "Apakah kamar ini tidak ada penjaga di luar?"
"Ada!" tutur Boh to. "Cuma Lok-sicu jangan ragu, lekas pergi menolong muridmu sekarang juga bisa jadi saat ini dia sudah..."
"Memangnya kenapa?" tanya Lok Cing hui kuatir.
Semalam seorang pengantar makanan memberitahukan padaku bahwa Thian ong pangcu telah mengerahkan beratus anak buahnya untuk mengangsuh air untuk menggenangi kamar tahanan bawah tanah, maksudnya hendak membenamkan muridmu dan kawan kawannya supaya mati kelelap..."
Tergetar hati Lok Cing hui, cepat ia berseru, "Baik, silahkan Siangjin sembunyi saja di lorong rahasia sana, sekarang juga ku pergi menyelamatkan Kiam-eng."
Habis bicara segera ia membuka pintu kamar dan menerjang keluar secepat terbang.
Menyusul Li-hun nionio, Sam bi sin-ong dan It sik sin kai juga menerjang keluar, Mereka sama sekali tidak pakai tedeng aling-aling, maka begitu muncul di taman segera mereka dipergoki oleh ketiga busu yang menjaga di situ.
"Hei, siapa itu" Berhenti!" bentak ketiga penjaga.
Sambil membentak ketiga busu itu pun memburu datang dan menghadang di depan Lok Cing-hui berempat.
Akan tetapi setelah mendekat dan melihat jelas siapa yang dihadapi mereka, seketika wajah mereka berubah pucat, serupa tikus ketemu kucing, tubuh mereka sama gemetar, takut dan lunglai.
Dengan sendirinya Lok Cing hui dan rombongannya tidak sungkan-sungkan lagi, segera Ik-sik sin kai dan Sam-bi sin-ong melompat maju, dengan cepat tangan mereka bekerja, tanpa perlawanan ketiga busu itu tertutuk roboh tanpa berkutik.
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
Segera Lin-hun-nionio dan Lok Cing hui mendahului lari ke depan, langsung mereka menuju ke ruang pendopo dan hanya sekejap saja sudah sampai di lapangan depan pendopo.
Terlihat di situ ada dua barisan anak buah Thian-ong pang sedang mengangsuh air sumur dan secara berantai dikirim ke pojok dinding pendopo sebelah sana, air lalu di tuang ke pipa hawa yang menembus ke ruang bawah tanah.
Lok Cing hui berhenti di situ, ia berkata pelahan terhadap Li hun nionio, "Ternyata betul mereka sedang menuangkan air ke kamar tahanan, apakah Leng tocu tahu di mana letak pintu masuk ruang tahanan itu?"
Li hun-nionio menjawab, "Tahu, yaitu terletak di dalam sebuah kamar warna merah" yang terletak di belakang pendopo, Apakah Lok taihiap melihat keparat Thian ong pangcu itu?"
"Di tengah kedua barisan itu seperti tiada seorang pun yang berpotongan sebagai tokoh Pangcu."
jawab Lok Cing hui.
"Jika begitu, tentu Thian-ong-pangcu dan anak muridnya berjaga dirumah warna merah itu," ujar Li hun-nionio. "Jika kita ingin menolong rombongan muridmu, kecuali menerjang masuk ke rumah warna merah itu untuk membuka kerangkeng besi, jalan lain kukira tidak ada. Cuma kita hanya berjumlah empat orang. serbuan kita begitu saja pasti akan kepergok..."
"Jika tidak ada pilihan lain, biarlah kita terjang dan labrak mereka sekuatnya," tukas Lok Cing hui.
"Pada waktu kita menerjang masuk, hendaknya Leng tocu dan Pekli heng melemparkan granat berasap, pada saat itu juga kita lantas menyerbu ke dalam rumah warna merah itu, kita serang mereka secara mendadak, dalam keadaan tidak terduga, bisa jadi kita akan berhasil menyelamatkan rombongan muridku. itulah usulku, bagaimana pendapat kalian?"
Segera Sam-bi si-ong mengeluarkan tiga buah granat dan berkata, "Granat yang kusiapkan ini memang khusus hendak kugunakan untuk menghadapi mereka."
Melihat Li-hun nio-nio juga sudah siap dengan granat berasapnya, segera Kiam-ho Lok Cing-hui mendahului lari ke tengah lapangan sana.
Tanpa bicara It-sik-sin-kai bertiga lantas ikut lari ke sana, dengan ginkang yang tinggi, secepat terbang mereka lari melintasi kawanan penjaga di lapangan itu.
Ketika mendadak anggota Thian ong pang yang jaga di situ melihat empat sosok bayangan melayang tiba, serentak mereka berteriak "Wah, celaka! Ada musuh! Lekas cegat mereka!"
Selagi tubuh masih mengapung di udara, berbareng Li hun nionio dan Sam bi sin ong lantas melemparkan granat berbau busuk dan bertabir asap, terdengarlah suara ledakan keras, hampir seluruh lapangan seketika diliputi tabir asap tebal, keruan para anak buah Thian-ong pang sama berteriak kaget dan takut sebagian di antaranya kontan melemparkan ember dan lari ketakutan mencari selamat sendiri.
Dan justru pada saat ledakan granat itulah, Lok Cing hui dan It-sik-sin kai langsung menyerbu ke ruang pendopo menyusul Li hun nionio dan Sam-bi sin ong juga menerjang ke ruang pendopo.
Meski kehilangan daya pandang kedua matanya, namun terhadap seluk beluk di tengah pulau bagi Li hun-nionio hampir jelas serupa memegang tangan sendiri. Maka setelah masuk ruang pendopo segera ia menjadi penunjuk jalan dan lari ke ruang belakang.
Dengan sendirinya In Giok san yang berada di luar. Selagi ia hendak lari keluar untuk melihat apa yang terjadi seketika terlihat muncul tiga empat orang lawan keruan ia melenggong dan tanpa terasa berseru, "Hei. jadi ka... kalian..."
Karena masih dalam samaran sebagai Kiam-ong Ciongli Cin, maka ketika Lok Cing hui bertiga melihat dia muncul di situ padahal diketahui dia telah terbunuh oleh Ho Sam di Pek-ho san ceng, tentu saja mereka pun kaget luar biasa semuanya melongo dan berteriak kaget, "Hahh, kenapa engkau..."
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
Begitulah teriakan kaget kedua pihak sama-sama terjadi setengah-setengah, tapi Bu tek-sin pian In Giok san langsung menghantam dengan telapak tangan kanan, tenaga pukulan dahsyat menyamber ke arah Lok Cing hui berempat.
Bahwa In Giok san serentak melancarkan serangan maut, tujuannya memang berharap akan dapat membinasakan ke empat lawan secara kilat dan di luar dugaan.
Namun Lok Cing hui dan kawannya meskipun dalam keadaan kaget karena mengetahui "Ciongli Cin"
ternyata masih hidup, akan tetapi reaksi mereka pun tidak lamban, begitu serangan tiba sekaligus merekapun menolak dengan tenaga pukulan yang kuat.
Di antara mereka berempat, Lok Cing-hui adalah tokoh nomor dua dunia persilatan, It-sik-sin-kai dan Sam-bi sin-ong juga terhitung jago nomor empat dan lima, biarpun Li-hun-nionio tidak termasuk di antara ke-18 tokoh utama dunia persilatan, namun kungfunya juga bukan tokoh kelas rendah. Apalagi sekarang tenaga pukulan mereka dilontarkan sekuatnya, tentu saja dahsyatnya luar biasa bagai gugur gunung layaknya.
Terdengarlah suara "blang" yang keras, Bu tek sin pian In Giok-san bagai dikemplang dengan kuat, kontan ia terhuyung-huyung mundur beberapa tindak, punggungpun menumbuk dinding, darah segar merembes keluar dari mulut, pelahan ia berjongkok, akhirnya ia jatuh terkulai dan tidak sanggup bangun lagi.
Tentu saja Lok Cing hui berbalik melenggong cepat ia melompat maju dan coba memeriksa keadaan lawan, terlihat sinar mata In Giok-san buram dan akhirnya terpejam, keruan ia terkejut dan berseru,
"Hah, dia mati oleh pukulan kita!"
Li-hun nionio tidak tahu bahwa orang yang diserang mereka bersama itu adalah "Kiam ong Ciongli Cin", maka ia tidak terkejut. Ketika mendengar lawan mati terkena pukulan mereka tadi, segera ia lari ke arah pintu kerangkeng, ia putar pantek pintu sehingga pintu baja itu pelahan terpentang dengan sendirinya.
"Su siauhiap, Su siauhiap!!" teriak Li-hun nio-nio. "Bagaimana keadaan kalian" Ini, kami datang menolong kalian!"
Saat itu ruang bawah tanah itu masih tergenang air banjir, air sudah naik pasang sama tingginya dengan atap kamar sehingga apapun tidak kelihatan.
Melihat kamar tahanan itu sudah penuh digenangi air, Lok Cing-hui bertiga sama pucat dan kuatir, tanpa terasa air mata mata Lok Cing-hui menitik.
"Apakah dalam kamar tahanan penuh air?" tanya Li hun nionio.
It sik sin-kai menghela napas, sahutnya, "Ya, tampaknya Wi ho Lojin dan si bocah Kiam-eng sulit untuk..."
"Jika waktunya belum lama, kuyakin masih dapat ditolong," potong Li-hun-nio nio, "Biar kucoba mencari mereka di dasar air."
Habis bicara segera ia hendak terjun ke dalam air dan menyelam ke dasar kamar tahanan itu.
Tak terduga, pada saat itu juga, mendadak terdengar debur air, sebuah kepala manusia tahu-tahu tersembul ke permukaan air.
Siapa lagi dia kalau bukan Su Kiam eng yang mereka kuatirkan itu.
Girang sekali Lok Cing-hui, cepat ia tarik Su Kiam eng ke atas sambil berseru, "Hei, Kiam eng, kami sangka kamu sudah kelelap di dasar air."
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
Rupanya sewaktu Su Kiam eng menyembunyikan kepalanya di lubang galian tadi, sayup-sayup ia dengar suara teriakan Li hun nionio, ia merasa heran, maka ia coba menyelam ke seberang sini untuk melihat apa yang terjadi.
Ternyata yang dilihatnya sang guru juga berada di situ, tentu saja hal ini sangat di luar dugaannya, dengan girang cepat ia tanya, "Hah, Suhu, mengapa secepat ini kalian memburu kemari?"
Dengan haru dan gembira kedua orang berangkulan, kata Lok Cing-hui, "Semua itu berkat lindungan Yang Maha Kuasa, kebetulan dia tengah perjalanan kami dapat bertemu dengan Leng-tocu...."
"Hai, jangan bicara bertele-tele, ingat yang lain, bagaimana dengan si tua Wi ho Lojin?" sela It-sik-sin-kai dengan tertawa.
Cepat Kiam-eng berteriak ke ruang bawah, "Paman Wi, Hoat keng Taisu, Ih taihiap, lekas kalian keluar, musuh sudah berhasil ditumpas oleh rombongan Suhu, suasana sudah aman!"
Hanya sekejap saja Wi ho Lojin, Hoat keng Taisu, Ih Kik pin, Ih Keh ki, Ciongli Put, Ciongli Hong, Ciongli Thian liong dan Kho Tiong-sing berturut turut pun muncul dari bawah air, semuanya merangkak keluar dari kamar tahanan bawah tanah itu.
Dengan sendirinya Lok Cing-hui bertiga kenal Hong in kiam hiap Ih Kik-pin dan ketiga Ciongli bersaudara. Sekarang beberapa orang itu pun terlihat muncul dari bawah air, hal ini membuat mereka merasa bingung dan tidak tahu apa yang terjadi sesungguhnya, sebentar mereka memandang ketiga Ciongli bersaudara.
"Sebenarnya... sebenarnya bagaimana duduknya perkara?" tanya Cing hui kemudian.
"Suhu, mereka inilah yang tempo hari menyamar sebagai ketiga duta Thian eng-pang dan ketiga jago andalannya si pedang emas, perak dan baja, Sejak malam kemarin mereka pun menjadi korban keberingasan Thian-ong pangcu dan di kurung di sini."
Ucapan Su Kiam eng ini membuat Lok Cing-bui tambah bingung, dengan tidak mengerti ia tanya,
"Aneh, mengapa bisa terjadi begitu" Masakah Ciongli Cin juga bertindak keji dan kejam terhadap anak muridnya sendiri?"
Kiam eng memandang mayat "Kiam ong Ciongli Cin" yang menggeletak di lantai itu, katanya dengan gemas, "Suhu, dia bukan Kiam ong Ciongli locianpwe melainkan Bu tek sio pian In Giok san, satu di antara ke 18 tokoh utama yang semula disangka sudah terbunuh itu!"
Habis berkata, ia mendekati mayat dan membeset kedok kulit yang menyelimuti wajah Bu tek sin pian In Giok san sehingga tertampaklah wajah aslinya.
Dan ternyata benar, manusia yang mengacau tokoh misterius yang ditakuti dan membentuk Thian ong pang di wilayah Tionggoan dan bermaksud menyikat semua aliran persilatan itu segera dapat dikenali oleh Lok Cing hui dan lain-lain sebagai satu di antara ke 18 tokoh besar dahulu, yaitu In Gioksan, si rujung sakti tanpa tandingan.
Bagi Wi-ho Lojin dan rombongannya tentu tidak terlampau heran dan terkejut karena tadi sudah mendengar sendiri pengakuan In Giok-san. sebaliknya rombongan Lok Cing hui sama melonjak kaget dan sama berseru mengenai tokoh misterius itu yang ternyata Bu tek sin piau adanya.
"Anak Eng, mengapa bisa dia" Sungguh aku tidak habis mengerti?" ucap Cing-hui.
"Ya, ceritanya sungguh cukup panjang..." jawab Kiam-eng dengan mengulum senyum.
Suasana kemelut sudah mereda, keadaan sunyi cahaya sang surya memancar dengan teriknya di tengah lohor...
Dua buah sampan itu, yang sebuah berpenumpang Hong hun kiam-kek Ih Kik pin bersama Ciongli Put, Ciongli Hong, Ciongli Thian-liong, Ih Keh ki dan Kho Sing tiong berenam. Sampan yang lain memuat Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
Kiam-ho Lok Cing-hui, Boh-to Siangjin, It sik sin-kai, Sam bi sin-ong, Wi-ho Lojin dan Su Kiam eng berenam.
Kedua sampan meluncur sejajar menuju ke arah timur.
Ke 12 orang tua dan muda itu tampak diam saja, tidak ada yang bersuara. Meski bencana yang timbul sudah berlalu, namun duka nestapa yang menimpa ketiga Ciongli bersuara dan guncangan perasaan bagi Lok Cing-hui dan rombongannya sukar untuk lenyap begitu saja dalam waktu singkat.
Di antara mereka itu, hanya Sam bi sin ong saja yang mempunyai perasaan yang tidak sama dengan orang lain, rupanya betapapun dia tidak dapat melupakan ke 180 patung emas yang baru saja dilihatnya di Li hun to tadi, yaitu ke-180 patung emas yang berasal dari kota emas yang misterius itu.
Akan tetapi Kiam-ho Lok Cing hui dan It-sik-sin kai secara tegas telah menyatakan ke 180 patung emas itu seluruhnya disumbangkan kepada Li hun nionio, yaitu untuk dana penampungan bagi ribuan wanita invalid yang usahakan oleh Li-hun nionio yang tuna netra tapi berhati sosial itu.
Sudah tentu keputusan Lok Cing-hui dan It-sik-sin kai itu membuatnya mendongkol, padahal sejak mula sebabnya dia ikut berlomba mati-matian untuk mendapatkan patung emas, tujuannya jelas untuk kepentingan sendiri, untuk memperkaya sendiri, sekarang ternyata andilnya itu harus ikut terbuang begitu saja..
Namun apapun dia tidak berani menyatakan tidak setuju, sebab ia cukup kenal watak Kiam-ho Lok Cing hui dan It sik-sinkai, untuk membatalkan dan main kekerasan jelas dia tidak berani, Tiada jalan lain terpaksa ia harus menyesali diri sendiri.
Tiba-tiba Su Kiam eng menghela napas dan bertanya kepada Lok Cing hui, "Suhu, setelah semua persoalan sudah selesai, lalu cara bagaimana kita harus memberi penjelasan kepada Ang-bi?"
Dengan tenang Lok Cing hui menjawab, "Apa boleh buat, tiada jalan lain terpaksa kita bicara terus terang padanya, kita bilang Thian ong pang-cu sudah kita bunuh dan Thian ong-pang sudah kita tumpas!"
"Dan kita juga memberitahukan bahwa Thian-ong pangcu itu tak lain tak bukan adalah samaran ayahnya?" Kiam eng menegas.
"Wah, tentang ini... Tidak, terpaksa kita beritahukan padanya bahwa sesungguhnya Thian-ong pangcu itu bernama Bu Ki-bin berjuluk Tok-liong sin kun (si naga berbisa maha sakti)," kata Lok Cing hui.
"Lantas siapakah Tok liong sin-kun Bu Ki-bin?" tanya Kiam eng dengan bingung.
"Tidak ada orang bernama Bu Ki bin dan berjuluk Tok liong sin-kun segala, hanya karangan belaka,"
ucap Cing hui. "Oo, maksud Suhu hanya untuk membohongi dia saja, tegasnya apa yang terjadi ini takkan diberitahukan padanya?" tanya Kiam eng.
"Ya," sahut Lok Cing-hui dengan sorot mata bersinar "Habis, dengan alasan apa dan cara bagaimana akan kau beri penjelasan padanya" Pada akhirnya kan cuma akan mendatangkan penderitaan baginya bila dia tahu duduk perkara yang sebenarnya?"
Mau-tak-mau Kiam eng manggut-manggut dan menyetujui gagasan sang guru itu, ucapnya, "Ya, betul, memang itulah jalan yang terbaik!"
Semua orang tidak bicara lagi, sampai sekian lama, akhirnya Kiam eng berkata, pula, "Dan sekarang hanya tersisa suatu urusan saja, bilamana tecu sudah dapat menemukan mereka, maka tecu pun dapat beristirahat dengan tenang..."
Kang Zusi http://cerita-silat.co.cc/
Lok Cing hui tersenyum, ucapnya, "Oo, apakah kau maksudmu hendak menemukan suhengmu dan istrinya si Kalana?"
Kiam-eng mengangguk, "Ya, betapapun tecu berkewajiban mencari dan menemukan kembali mereka!"
"Kamu tidak perlu repot lagi, ujar Kiam ho Lok Cing hui dengan tertawa. "Saat ini mereka berkumpul di suatu hotel di kota Han-yang, diam-diam ada anggota Kai-pang kelas tinggi bertugas menjaga keselamatan mereka."
"Aha, bagus sekali!" seru Kiam eng gembira. "Jadi Suhu sudah menemukan mereka" Mengapa tidak Suhu ceritakan sebelum ini?"
Lok Cing hui tertawa, "Ya sudah kutemukan mereka. Hari itu, setelah ku datang di Han-yang, lalu ku datangi rumah hiburan Goat hiang ih untuk mencari seorang perempuan penghibur di situ, namanya So Kiau-kiau, dari dia kuperoleh keterangan bahwa setelah belasan hari kau berangkat si gendak Lau bu lai Te Long yang bernama So Jiu-kiok itu benar saja kelihatan pulang ke Goat-hiang-ih.
"Dan ternyata benar juga So Jiu kiok itu didalangi Te Long, dia telah mengurung suhengmu dan Kalana di rumah seorang sanak familinya di kampung, Oleh karena sehabis itu dia lantas di tinggal pergi oleh Te Long dan sejauh itu lelaki itu tidak pulang So Jiu-kiok menjadi bingung dan kelabakan sendiri. Di samping dia harus menjaga kedua tawanan, di lain pihak dia tidak memperoleh sumber penghasilan, tentu saja ia tidak tahan, Akhirnya terpaksa ia kembali lagi ke Goat-hiang ih dan melakukan pula profesinya yang semula, yaitu menerima tamu. Dengan cara halus yakni dengan memberi hadiah uang, disamping sikap keras, yaitu ku ancam dia dengan kekerasan akhirnya kuminta dia membawaku ke desa dan berhasil kutemukan suhengmu dan istrinya."
Su Kiam eng bersorak gembira oleh keterangan itu, "Aha, bagus! Syukurlah suheng dan suso telah ditemukan dengan selamat, dapatlah kita merayakannya sebagai pesta keluarga bahagia!"
"Eeh, nanti dulu!" tiba-tiba Sam bi-sin-ong menyela. itu saja belum, justru yang sedang kunantikan adalah ingin hadir pada pesta bahagia perkawinanmu!"
Muka Kiam-eng menjadi merah, jawabnya dengan menyengir, "Ahh, Locianpwe jangan bergurau, belum secepat itu, pacaran saja belum!" .
"Hai, tua bangka, kamu ingin hadir pada pesta nikah bocah itu dengan siapa?" tanya It sik-sin-kai kepada Sam bi sin ong.
Moncong Sam bi sin-ong merot ke arah Ih Keh ki yang duduk di atas sampan yang lain dan menjawab, "Siapakah lagi kalau bukan budak itu?"
Tentu saja It sik sin-kai menjadi kelabakan, cengkeram lengan Lok Cing-hui dan berteriak, "Hei, Lok-heng, tentu kau tahu sudah tidak janji yang telah kuberikan kepada kalian guru dan murid, memangnya kau kira untuk aku berbuat susah payah begitu?"
"Hahahaha!" Lok Cing-hui tergelak, "Sabar dulu, jangan gelisah. Bagaimana cara kita menempatkan nona Ih, tentu begitu pula cara kita menempatkan muridmu si Kalina."
Maka meledaklah suara tertawa riang di tengah kedua sampan itu..."
T A M A T Hati Budha Tangan Berbisa 3 Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Jodoh Rajawali 2
^