Kisah Pedang Di Sungai Es 2

Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen Bagian 2


dapat tutup mulut menyiarkan suara, agaknya semacam
ilmu Thian San Thoan im (Mengirim Suara Dengan Getaran
Gelombang) dalam dongengan. Masakan sesudah Beng Sinthong
mati, masih ada orang yang mahir ilmu sakti itu"
Tiba-tiba perwira tadi melangkah maju sambil menyodorkan
sehelai kertas pada pemuda itu. Waktu diperiksa, ternyata
kertas itu adalah surat mandat. Kiranya perwira ini adalah
anggota Gi Lim Kun. Dengan menunjukkan surat mandat itu,
terang dia sengaja mengajukan tanda pengenal dirinya kepada
pemuda she Bun itu.
Maka mengertilah pemuda itu, pikirnya: Bukan mustahil
orang ini mendapat perintah agar diam-diam menjaga diriku,
sungguh tidak nyana di tengah Gi Lim Kun terdapat jagoan
sehebat ini - ia merasa kecewa karena tadinya ia bermaksud
mengawal harta pusaka itu ke kota raja dengan
kepandaiannya seorang diri Dengan demikian, namanya tentu
akan kesohor segera. Tapi kini, hanya seorang perwira ini saja
kepandaiannya sudah jauh lebih tinggi darinya, karuan ia
menjadi lesu seperti balon gembes.
Belum lagi hilang pikiran itu dari benak si pemuda, tiba-tiba
terdengar lagi suara bisikan perwira tadi: Lekas, lekas kau
serahkan peti mestika itu padaku.
Dan sedang pemuda itu terkesiap bingung, kembali bisikan
si perwira lagi mendesaknya pula: Lekas, kenapa kau raguragu"
Peti mestika itu kau sembunyikan di sana bukan" Wah,
celaka, celaka itu dia, si copet sakti nomor satu di dunia ini
sudah muncul. Wah, celaka, lihatlah itu, itu.
Biarpun pemuda she Bun itu sangat cerdik dan tangkas,
demi mendengar bisikan itu, hatinya menjadi kuatir. Tanpa
pikir lagi ia bertindak cepat. Tapi dengan kecepatan luar biasa,
baru saja tubuh pemuda itu bergerak, si perwira tadi sudah
mendahului menyerobot di depannya dua tindak, sekonyongkonyong
tangannya merogoh keluar sebuah peti dari dalam
sebuah lubang pangkal pohon sambil terbahak-bahak:
Hahaha, peti harta mestika ini, daripada diberikan pada Ho
Kun, ada lebih baik sumbangkan padaku saja.
Ternyata pemuda she Bun itu sangat cerdik dan pandai
mengatur. Di pekarangan hotel situ ada beberapa pohon
waringin tua. Di pangkal pohon banyak lubang-lubang yang
mengerowok bekas liang semut. Maka peti yang penuh berisi
batu permata mestika itu ia sembunyikan di salah satu lubang
pohon. Dengan sendirinya kawanan begal itu tidak menyangka
hal itu. Mereka menduga kalau peti itu tidak digembol di
badan pemuda itu, tentu masih disembunyikan di dalam
kamar. Dengan demikian, seumpama pemuda itu tertawan
musuh, paling tidak barang kawalannya itu dapat
diselamatkan. Siapa duga perwira tadi ternyata bisa menggunakan tipu
akal main gertak, setiap orang, di kala suasana lagi gawat dan
tegang, kena digertak demikian. Hal yang pertama-tama
dilakukannya tentu akan memperhatikan sesuatu benda yang
paling penting baginya. Maka pemuda she Bun pun tidak
terkecuali. Begitu kena digertak dan didesak si perwira,
pandangan matanya tanpa terasa terus mengincar ke tempat
sembunyi peti mestikanya itu. Dan betapa lihaynya perwira itu,
begitu pemuda itu bergerak, segera ia mendahului dan
dapatlah peti mestika itu direbutnya.
Tentu saja pemuda sheBun sangat terperanjat, selagi dia
hendak menegur siapa perwira itu sebenarnya, ia dengar
sudah ada orang berteriak lebih dulu: Ki Hiau-hong, Bagus,
jahanam, besar amat nyalimu bentak lagi yang lain. Berbareng
ke dua siansu dari siau-lim si sudah melompat maju, sekali
ayun tangan, Tay-hiong siansu terus menghamburkan 108 biji
tasbihnya. Dengan gerak Thian Li san Hoa (Bidadari Menyebar
Bunga), ia menghujani perwira tadi dengan biji-biji tasbih.
Memang tidak salah, perwira itu tak lain tak bukan adalah
samaran Ki Hiau-hong, surat mandat yang ditunjukkan tadi
adalah dahulu dapatnya mencuri dari komandan Gi Lim Kunsikong
Hoa ketika dia menggerayangi rumah Cong-koan keraton
Kean Hong cit. Tatkala itu Kean Hong cit lagi berembuk
dengan si-kong Hoa untuk membasmi tokoh-tokoh dunia
persilatan. Untuk mana diperlukan pembantu-pembantu yang
dapat dipercaya. Maka si-kong Hoa telah menyediakan
beberapa blangko surat mandat. Tinggal mengisi nama saja,
jadilah sehelai surat tugas resmi. Dari situ Ki Hiau-hong dapat
mencuri sehelai dan selama ini belum pernah digunakan.
Malam ini boleh dikata untuk pertama kalinya ia memakainya
dan si pemuda she Bun yang cerdik itupun kena ditipunya.
Sedang mengenai ke empat prajurit itu, semuanya adalah
muridnya. Ki Hiau-hong adalah copet sakti nomor satu di jagat ini,
kepandaiannya menyamar dengan sendirinya sangat pintar,
sebab itulah, sekalipun ke dua paderi sakti dari siau-lim sijuga
kena dikelabuinya. Dan baru sekarang mereka sadar telah
diingusi si copet itu.
Sekali Tay-hiong siansu membentak, seketika bagai guntur
menggelegar di siang hari, berbareng tokoh-tokoh berbagai
golongan itupun membanjir keluar. Dalam keadaan demikian,
perhatian semua orang hanya tercurahkan pada Ki Hiau-hong
dan tiada seorang pun yang memperhatikan pemuda she Bun
lagi. Serangan biji tasbih Tay-hiong itu disebut Ting cu Hang Mo
(Biji Tasbih Menaklukkan iblis) adalah ilmu silat warisan
Thong-sian siangjin, itu ketua siau-lim si yang lihay, seketika
hujan tasbih seakan-akan mengurung di sekitar tubuh Ki Hiauhong.
Wah, ilmu sakti kalanganBudha benar-benar bukan main
hebatnya puji Ki Hiau-hong. Mendadak ia bersuit terus
menghembuskan napasnya keras-keras.
Aneh juga, 108 biji tasbih itu ketika dekat tubuhnya seakanakan
terhalang oleh semacam tenaga gaib yang tak kelihatan
hingga daya sambernya menjadi lambat dan tahu-tahu hanya
berputaran di sekitar Ki Hiau-hong. Tiba-tiba Ki Hiau-hong
menggertak sekali, ke 108 biji tasbih itu bagai bintang jatuh
dari langit dan berhamburan ke tanah.
Tay-hiong terkejut, pikirnya: Sungguh tidak nyana jahanam
ini telah berhasil meyakinkan Lwekang maha sakti dari Thay Hi
Cin Keng hingga memiliki Gikang (Tenaga Hawa) pelindung
badan. Kiranya dari ke tiga jilid kitab pusaka siau-lim si yang dicuri
Ki Hiau-hong itu, satu di antaranya memuat cara melatih
Gikang dari Thay Hi Cin Keng yang lihay. Siapa kalau berhasil
melatihnya hingga sempurna benar, orangnya akan kebal tak
mempan senjata. Kalau cuma Am-gi atau senjata gelap biasa,
begitu mendekat akan tergetar jatuh oleh tenaga hawa yang
tak kelihatan itu.
Kini meski Ki Hiau-hong betul mencapai tingkatan setinggi
itu, tapi ilmu sakti Ting Cu Hang Mo dari Tay-hiong siansu
yang belum sesempurna gurunya itu, menjadi tidak mempan
menyerang Ki Hiau-hong.
Hahaha, kupakai ilmu yang kucuri dari golonganmu untuk
melawan kau, sungguh akan dibuat tertawaan orang saja,
kata Ki Hiau-hong dengan tertawa. Atas kemurahan hati
siansu, mengingat kepandaian dari sumber yang sama,
terimalah hormatku ini secara terus terang ia mengakui
kepandaiannya itu bolehnya mencuri dari kitab pusaka siau lim
si, bahkan terus memberi hormat sungguh-sungguh.
Keruan Tay-hiong merasa lebih tertusuk lagi perasaannya.
Betapa pun sabarnya, mau tak mau ia memaki juga: Bangsat
kecil yang tak kenal malu, siapa mengaku sesama sumber
dengan kau" Hm, lihat pukulan ini.
Ah a, kata-kata siansu ini tidaklah tepat, sahut Ki Hiauhong.
Kalau aku orang she Ki ini cuma bangsat kecil saja, lalu
di seluruh jagat ini, siapa orangnya yang sesuai untuk disebut
bangsat besar" nyata dari nadanya ini ia malah merasa
bangga atas kepandaian sendiri sebagai pencopet sakti.
Terhadap makian Tay-hiong yang menyebutnya bangsat kecil,
ia menjadi penasaran malah.
Dalam pada itu, secepat kilat pukulan Tay-hiong tadi sudah
dilontarkan. Taysu,jangan-jangan marah dulu, paling baik kita cari suatu
tempat baik untuk omong-omong, ujar Ki Hiau-hong dengan
tertawa. Dan sedikit mengegos, pukulan Tay-hiong itu sudah
dihindarkan. Bangsat, kemana kau hendak pergi" sekali kebutnya
bergerak. terus saja Tay-pi sabet muka lawannya.
Aha, rupanya Taysu ini juga seorang simpatik hingga cayhe
mendapat makiannya juga, sahut Ki Hiau-hong terus
menyebutkan Gikang-nya.
Ia tidak duga bahwa Tay-pi siansu adalah kepala dari Cap
Pek Lohan (18 Budha) dari siau-lim si. Kepandaiannya masih
setingkat lebih tinggi dari Tay-hiong. Walaupun tenaga
tiupannya itu dapat bikin mekar bulu kebutnya, tapi kain baju
Ki Hiau-hong sendiri menjadi robeksrobekjuga keserempet
oleh kebut itu.
Memangnya aku sudah bosan memakai baju kulit macam ini
(pakaian perwira). Terima kasih Taysu sudi memberi persen
serangan tadi, kata Ki Hiau-hong tertawa. Tapi sekarang
terpaksa aku harus kembali pada wajahku yang asli.
Mendadak ia berputar, dengan kecepatan luar biasa ia telah
tanggalkan baju luarnya itu, mirip orang bersulapan saja.
Ketika membalik kesini lagi, keadaan orangnya sama sekali
sudah berubah lain.
Kiranya pencopet sakti itu selalu membawa persediaan
topeng kulit manusia untuk menyamar bilamana perlu. Apabila
topeng kulit muka dicopot, segera kembalilah ke wajah
aslinya. Cuma saking cepat gerak tangannya, orang lain tidak
nampak caranya dia copot topeng. Hanya tahu dia
meninggalkan baju, maka demi lihat wajahnya telah berganti,
setiap orang rada tercengang juga.
Dan selagi semua orang terkesiap itulah, dengan gerakan
Thian Lo Poh Hoat, cepat sekali Ki Hiau-hong sudah
menyelinap lewat di antara orang banyak terus berlari keluar
pintu. Waktu Tay-pi siansu hendak menyabetnya pula dengan
kebut, Ki Hiau-hong berseru: Ada ubi ada talas, ada budi
harus dibalas. Biarlah aku pun persen Taysu semacam barang.
Berbareng ia terus menimpukkan seikat benda kehitamhitaman
hingga kebut Tay-pi tertutup. Kiranya benda itu
adalah baju sobek Ki Hiau-hong tadi.
Lari kemana bentak dua anak murid Khong-tong Pay yang
menjaga pintu hotel ketika melihat Ki Hiau-hong hendak lari.
Yang satu terus menghantam, yang lain menusuk dengan
pedang. Ilmu pukulanmu ini masih terlalu hijau, kata Ki Hiau-hong
sembari angkat ke dua tangannya hingga pukulan murid
Khong-tong Pay tadi ditangkis pergi. Menyusul mana, krek,
pedang murid Khong-tong Pay yang lain telah patah dijepit
olehnya. Kiranya kepandaian Ki Hiau-hong itu adalah Kim Hoan ciang
(ilmu Pukulan Gelang Emas). Kalau sudah sempurna
melatihnya, sekali ke dua tangannya berputar, lingkaran
tangan itu tak akan tembus oleh serangan musuh. Bahkan
dapat mematahkan benda-benda keras seperti senjata.
Keruan ke dua murid Khong-tong Pay itu terkejut. setahu
mereka, orang yang sanggup melatih Kim Hoan ciang selihay
Ki Hiau-hong, mampu menjepit patah pedang, hanya jago tua
dari golongan mereka, oh Thian-hong, seorang saja. Tentu
saja ke dua murid Khong-tong Pay itu tidak berani cari
penyakit pula. Huh, kepandaian hasil curianjuga berani pamer di depan
pemiliknya! bentak Jing-siong Tejin dari Go-bi Pay. Berbareng
pukulan geledek terus dilontarkan.
Jing-siong Tejin adalah murid pertama Kim-kong Taysu, itu
jago tua dari Go-bi Pay. Kim-kong Taysu bersama Thong-sian
siangjin adalah dua tokoh angkatan tua di daerah Tionggoan
yang masih hidup, Dari kepandaian sang guru Jing-siong Tejin
sudah mencapai kira-kira setengahnya sang suhu itu.
Maka dengan tertawa Ki Hiau-hong menjawab: Ilmu silat
memangnya harus menarik kebagusanpihak lain dan
membuang kejelekan pihak sendiri untuk dibaurkan secara
sempurna. Kenapa pakai perbedaan milikmu dan punyaku,
mencuri atau belajar"
Sembari berkata, dengan enteng sekali tangannya
disorongkan ke depan, tapi begitu telapak tanganJing-siong
Tejin menempel tangan lawan itu, seketika terasa semacam
tenaga dalam yang lunak tapi kuat luar biasa lagi mendorong
ke arahnya hingga ia terdesak mundur selangkah.
Hm, bagaimana kalau ilmu bolehnya mencuri" ujar Ki Hiauhong
sambil tertawa terbahak-bahak. Dan di tengah
tertawanya itu, ia terus tarik kembali tangannya dan berlari
pergi. Jing-siong sendiri lagi kerahkan seluruh tenaganya untuk
melawan- karuan ia kelabakan ketika mendadak tangan orang
ditarik. Ia menyelonong ke depan beberapa tindak, untung
tidak jatuh. Sungguh kejutnya tidak kepalang dan malu pula.
Kiranya apa yang digunakan Ki Hiau-hong itu adalah Thay
Jing Gikang dari Go-bi Pay pula. Meski keuletan copet sakti itu
belum setingkat gurunya, Kim-kong Taysu, tapi sudah jauh di
atas dirinya. Namun segera ia merasa tidakpaham lagi,
pikirnya: ThayJing Gikang ini sangat sulit dilatih, hanya
beberapa tahun saja Ki Hiau-hong ini dapat mencuri kitab
pusaka kami itu, kenapa sudah berhasil dilatihnya sesempurna
begini" sudah tentu Jing-siong tidak paham. Bahwasanya Ki Hiauhong
itu adalah murid kesayanganBeng sin-thong, setelah
Beng sin-thong memperoleh kitab pusaka tinggalan Kiau Pakbeng.
Dari ilmu di dalam kitab itu, sebagian telah dia ajarkan
pada Ki Hiau-hong dan sute-nya yaitu Yang jik-hu. Tapi apa
yang didapat Ki Hiau-hong masih lebih banyak sedikit daripada
Yang jik hu. Dasar otak Ki Hiau-hong memang tajam, walaupun belum
komplit memperoleh seantero ilmu peninggalan Kiau Pak-beng
yang mencakup ilmu silat aliran baik dan jahat itu. Namun ia
sudah dapat menyelami intisarinya, maka sesudah dapat
mencuri pula kitab-kitab pusaka dari berbagai golongan dan
dilatih, hasilnya menjadi sangat memuaskan. Kedatangannya
kali ini justeru bermaksud menggunakan ilmu silat yang baru
dilatihnya dari kitab-kitab curian itu untuk menguji jago-jago
berbagai aliran dari pemilik kitab-kitab itu sendiri.
Maka setelah desak mundur Jing-siong Tejin dan terjang


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keluar hotel, dengan terbahak-bahak Ki Hiau-hong berkata:
Hahaha, apakah kalian ada minat untuk mengiringi aku berlari,
sekalian menghantar aku kesana juga boleh Kejar seru Tay-pi
siansu dengan suara tertahan.
Tapi dalam sekejap itu juga Ki Hiau-hong sudah berlari
berpuluh tombak jauhnya.
Bukannya Tay-pi siansu tidak tahu betapa tinggi Ginkangnya
Ki Hiau-hong, cuma kalau kali ini sampai maling sakti itu
lolos pula, untuk mempergokinya lain kali terang teramat sulit.
Apalagi tadi demi melihat ilmu silat yang ditunjukkan Ki Hiauhong
itu, ia bertambah kuatir. Kalau tidak sekarang juga
penyakit itu tidak dibasmi, mungkin lewat beberapa tahun lagi
hingga ilmu silat dari berbagai aliran itu berhasil
dikombinasikan dan mencapai puncaknya, lalu dipergunakan
untuk berbuat kejahatan seperti gurunya, Beng sin-thong,
bukankah akan merupakan bencana lagi bagi dunia persilatan"
sebab itulah, biarpun tak akan dapat mencandak orang, toh
tetap ia harus mengejar.
Si pemuda she Bun yang kehilangan harta pusaka itu
menjadi lesu muram. Dalam keadaan ragu-ragu, baru kakinya
melangkah keluar hotel, tiba-tiba terdengar Kang Lam lagi
berkata padanya sambil tertawa: Wah, keramaian ini rasanya
kau harus menontonnya sampai bubar. Dan kau, kukira palingpaling
juga menonton keramaian saja.
Seketika pemuda she Bun itu tersadar, ia insaf dirinya
dimusuhi orang banyak, untuk mengejar Ki Hiau-hong juga tak
mampu, andaikan bisa, harta pusaka itupun tak mungkin
dikembalikan- Karena itu, sebelah kakinya yang sudah
melangkah keluar pintu itu lekas-lekas ditariknya kembali dan
pulang kamar untuk menolong kacungnya.
Sementara itu beramai-ramai para jago berbagai golongan
itu lagi mengudak Ki Hiau-hong, hanya sebentar saja sudah
sampai di luar kota.
Aneh juga maling sakti itu, setelah berlari-lari sebentar, Ia
lantas berhenti untuk mengulet menguap. Lalu lambatkan
langkahnya sambil berseru setengah menggerundel: Wah,
runyam Apa kalian benar-benar akan mengejar terus" Tapi
aku sudah mulai merasa capek.
Melihat Ki Hiau-hong lambatkan larinya, ada dua anak
murid Bu-tong Pay yang tak kenal lihaynya maling sakti itu,
sambil berteriak-teriak mereka terus mengudak maju. Awas
perangkap musuh cepat Tay-hiong mencegah.
Tapi satu di antara murid Bu-tong Pay itu mahir menyambit
panah kecil, segera ia menyerobot ke depan malah, tanpa
peduli peringatan Tay-hiong, pikirnya, biar kutimpuk dengan
panah lebih dulu bicara belakangan.
Tapi punggung Ki Hiau-hong seakan-akan tumbuh mata,
baru panah murid Bu-tong Pay itu disambitkan, sekonyongkonyong
ia melompatjauh ke depan sambil menggapai-gapai
ke belakang: Eeh, jadi kalian benar-benar memaksa aku lari
cepat" Tapi kalau aku sudah mulai lari, kalian harus buang
tenaga lebih banyak lagi untuk bisa menyusul aku.
Dan sekali Ki Hiau-hong sudah mulai lari cepat, ia benarbenar
secepat kilat. Ser, ser, dua kali, panah yang disambitkan
murid Bu-tong Pay menyambar ke depan, tapi jauh sebelum
mencapai sasarannya sudah jatuh di tanah. Ternyata
kecepatan lari Ki Hiau-hong jauh lebih cepat dari meluncurnya
anak panah. Begitulah seterusnya, Ki Hiau-hong sengaja cepat lalu
lambat, lalu cepat lagi larinya untuk mempermainkan
pengejar-pengejarnya. Karuan Tay-hiong dan kawan-kawan
gemas luar biasa.
Biarlah dia sombong dulu, aku justru ingin dia berbuat
begini, ujarJing-siong Tejin. Meski Ginkang-nya bagus, tenaga
dalamnya belum tentu tahan lama, kalau dia sudah letih, tak
mungkin mampu melawan kita beramai-ramai.
PikiranJing-siong ini tepat sama dengan pendapat Tay-pi
berdua. Tapi untuk menangkan orang, terpaksa nanti harus
mengeroyok, hal ini membuat mereka jengah sendiri.
Tanpa merasa, kejar-mengejar itu terus berlangsung hingga
fajar menyingsing. Jarak Ki Hiau-hong tetap terpisah agakjauh
dengan pengejarnya, sampai di suatu tanah datar, mendadak
Ki Hiau-hong mengulet dan menguap lagi sambil berseru: Ai,
ai, letih benar, aku tak tahan lagi. Maafkan, aku sudah
ngantuk. ingin tidur sebentar benar juga, ia terus duduk di
bawah satu pohon, sambil menyandar di batang pohon itu, ia
benar-benar mendengkur.
Sekali ini anak murid berbagai aliran itu tidak berani
gegabah lagi. Beramai-ramai mereka mengurung pohon itu,
lalu Tay-pi siansu tampil ke muka, katanya: Ki-kisu, caramu
mempermainkan orang ini, hendaklah jangan keterlaluan.
Terimalah hormatku ini, Lolap masih ingin belajar kenal
beberapa jurus dengan kau.
Ki Hiau-hong terbahak-bahak sambil berbangkit, sahutnya:
Kau beri aku satu, kubayar kembali dua. Harap Losiansu pun
terimalah hormatku ini. Harap Losiansu jangan marah pada
perbuatanku ini, sebab bukan maksudku sengaja
mempermainkan kalian, juga tidak ingin bergebrak cula
dengan kalian. Semua orang rada tercengang oleh jawabannya itu, segera
ada di antaranya saling bisik-bisik, Hm, cara begini masih
bilang tidak mempermainkan kita" Emangnya dia bisa
mempunyai maksud baik" Losiansu jangan mau tertipu oleh
akalnya mengulur waktu.
Namun Tay-pi siansu adalah kepala dari Cap Pek Lohan di
siau-lim si. Betapa pun keinginan tokoh-tokoh lain juga mesti
menjaga gengsi sendiri. Mereka pikir tunggu dulu bagaimana
Tay-pi siansu akan bertindak. Kalau terpaksa mesti bergerak,
biar Tay-pi melemahkan tenaga musuh dahulu, untuk
kemudian lalu dikerubuti dan diringkus.
Namun Tay-pi siansu tidak urus bisik-bisik kawannya itu,
dengan ramah ia menjawab: Ada perkataan apa, silahkan
bicara. Lolap siap mendengarkan.
Maksud aku memancing kalian kesini, sesungguhnya karena
di hotel sana terlalu banyak orang. Bukan tempatnya bicara
yang baik, demikian sahut Ki Hiau-hong dengan sungguhsungguh.
Pula ada beberapa barang juga tidak enak kalau
kuserahkan di sana. Tay-pi rada tercengang, tanyanya:
Apakah maksud ucapan Ki-kisu ini"
Maka dengan kalem berkatalah Ki Hiau-hong: sebabnya
kalian menguber terus padaku, mungkin adalah karena aku
pernah mengambil kitab-kitab pusaka kalian tanpa permisi,
bukan" Bagus, kalau kau sudah tahu teriak semua orang beramairamai.
Lalu ada yang berkata pula pada Tay-pi: Tak perlu
siansu banyak bicara dengan dia, musnahkan ilmu silatnya
saja gar tidak membikin celaka sesamanya di kemudian hari.
Tapi Tay-pi Siansu hanya goyang-goyangkan tangannya
agar semua orang diam.
Maka terdengar lagi Ki Hiau-hong bicara: Ilmu silat yang
kudapat dari curian ini tidak bisa dikembalikan, tapi kitab yang
kucuri masih tetap utuh tak kurang apa-apa. Sekarang juga
kupersembahkan kembali.
Sungguh tiada seorangpun yang percaya bahwa Ki Hiauhong
bersedia mengembalikan kitab-kitab curiannya itu secara
demikian mudah, seketika mereka menjadi kesima malah
memandang Ki Hiau-hong. Maka copet sakti itu berkata pula:
Ada sesuatu yang ingin kukatakan ada kalian. Mendiang
guruku di masa hidupnya banyak membikin susah orang Bu
lim. Sudah lama aku ingin menebus dosa guruku itu. sebabnya
aku mencuri kitab-kitab pusaka kalian, meski benar karena
suka mencuri sudah menjadi dasar watakku. Tapi sebab yang
lain, ialah aku ingin menggunakan kesempatan itu untuk
mengumumkan rahasia-rahasia ilmu silat dari berbagai
golongan ini kepada sesama peminat. Maka di atas kitab-kitab
yang kucuri ini telah kutambahi catatancatatanpendapatkusetelah
kubaca isinya. Di mana perlujuga
ada catatan kritik-kritikku. Tujuanku adalah saling menukar
kebagusan dan kekurangan di antara kalian kitab-kitab pusaka
masing-masing itu. Di tambah pula apa yang kuperoleh d ari
perguruanku sendiri sekedar mengemukakan kesimpulanku
yang cupat sebagai timbal-balik dari apa yang sudah kubaca
dari kitab-kitab kalian itu Kukira kalian tentu tak akan marah
pada perbuatanku itu, bukan" Nah, sekarang berturut-turut
akan kukembalikan kitab kalian. Harap Losiansu menerima
dulu ke tiga jliid kitab pusaka golonganmu.
segera Ki Hiau-hong mengayunkan tanganya, tiga jilid buku
melayang keluar dari lengan bajunya. Dengan tenang kitabkitab
itu terbang ke arah Tay-pi siansu. Menyusul ia pun
kembalikan kitab-kitab pusaka Bu-tong Pay kepada Bo-cut
Tejin, milik Go-bi Pay kepada Jing-siang Tejin dan seterusnya,
ia lemparkan kitab-kitab itu ke tangan penerimanya dengan
enteng dan tepat.
Setelah terima kembali kitab pusakanya itu, Tay-pi siansu
coba membalik halamannya, ia lihat di bagian Thay Hi cin
Keng ada catatan pendapat Ki Hiau-hong mengenai sam siang
Kui Goan, yaitu inti dasar melatih Lwekang yang tinggi. Mau
tak mau Tay-pi terkesiap juga melihat betapa tinggi
pengetahuan Ki Hiau-hong tentang dasar melatih Lwekang itu
Catatannya itujauh lebih luas daripada uraian dalam Thay Hi
Cin Keng. Begitulah, reaksi dari masing-masing golongan yang
menerima kembali kitab pusaka itu berbeda-beda. Ada yang
senang ada yang marah. senang bagi golongan kecilan karena
diatas kitab mereka telah ditambahi banyak pendapatpendapat
Ki Hiau-hong yang tiada nilainya, sedang yang
marah, karena kitab mereka banyak terdapat kritik-kritik Ki
Hiau-hong yang susah dibantah.
Setelah selesai Ki Hiau-hong mengembalikan kitab-kitab
curiannya itu, kemudian ia berkata: Nah, barang sudah
kembali miliknya masing-masing. Ada lebihannya tiada yang
kurang, sekarang dapatlah kalian membiarkan aku pergi"
Tay-hiong siansu adalah paderi pemegang hukum dalam
siau lim si. Ia paling benci pada segala macam kejahatan. Ki
Hiau-hong berani mencuri kitab Siau-lim Si, hal ini
dipandangnya sangat merugikan nama besar siau-lim Pay
mereka. Kini meski kitab itu sudah diterima kembali oleh
Suheng-nya, tapi ia tidak tahu apa yang dicatat di atas kitab.
Maka demi nampak Ki Hiau-hong hendak tinggal pergi, dengan
gusar ia lantas berkata: Setelah kau curi kitab, curi pula isinya.
Lantas sekarang akan pergi cara begini saja"
Benar segera Bo-cut Tejin dari Bu-tong Pay ikut berteriak.
Kalau tidak musnahkan ilmu silatnya, ke mana pamor kita
harus ditaruh jika membiarkan dia pergi datang sesukanya"
Segera Tay-hiong meninggalkanjubahnya, sekali
membentak seketika kasa jubah paderi) berubah seakan-akan
segumpal awan terus menutup kepala Ki Hiau-hong. Menyusul
dengan Lian Hoa n TO beng Kiam Hoat yang lihay, Bo-cut
Tejin pun ikut menusuk cepat. Semula Jing-siong Tejin masih
ragu-ragu karena kitab pusaka sudah diterima kembali. Tapi
dia sudah ada sepakat dengan Tay-hiong siansu untuk
menangkap Ki Hiau-hong hidup-hidup, Kini melihat kawan itu
sudah turun tangan, terpaksa ia pun mengerubut maju.
Ai, ai, Cuhkehlang (orang beragama) mengutamakan
kebajikan, tapi Losiansu kau kenapa begini keji" kata Ki Hiauhong.
Kata pribahasa, tangkap maling untuk dapatkan kembali
barang yang dicuri. Kalau kau sudah mengaku dosa hukuman
berkurang. Kini bukan saja aku sudah kembalikan semua
barang asal, bahkan ditambahi dengan rente sekalian,
seumpama kalian anggap aku sebagai maling, pantasnya juga
dapat mengampuni aku"
Dalam pada itu, cepat sekali kasa Tay-hiong siansu tadi
sudah menyambar dari atas kepala. Walau tampaknya Ki Hiauhong
seakan-akan berkelakar, padahal sedikit pun ia tidak
berani pandang enteng ketiga lawannya itu. segera ia
hantamkan tanganya ke depan, kasa besar itu berputar sekali
di atas kepalanya, pinggiran kasa melambai ke bawah. Tengah
kasa melambung ke atas hingga mirip sebuah sangkar dan
tetap menutup ke atas kepalanya.
Hendaklah diketahui bahwa ilmu silat Ki Hiau-hong benar
sangat tinggi, tapi keuletan Lwekang-nya sudah mencapai
puncaknya. sebab itu, meski banyak dia mencuri belajar dasar
Lwekang dari berbagai golongan, namun kepandaian sejati
kalau dibanding ke dua paderi Siau-lim Si itujuga tidak lebih
tinggi. Kini Tay-hiong siansu menyerang sekuatnya, maka Pi
Khong ciang (Pukulan Ke Udara) yang dilontarkan tadi hanya
bisa mengurangi daya tekanan kasa dan tak bisa
memecahkan. Sementara itu tusukan pedang Bo-cut Tejin sudah tiba pula
dan mengincar Hong Hiu Hiat di punggungnya dengan sangat
lihay. Namun punggung Ki Hiau-hong seperti tumbuh mata
saja. Mendadak ia balik tangan menjentik keras. Pergelangan
tangan Bo-cut yang memegang pedang itu tepat kena
disampok hingga pedangnya berganti arah menusuk ke atas
dan tepat bertemu dengan kasa Tay-hiong yang lagi
ditutupkan ke bawah itu, creng, pedang Bo-cut seakan-akan
menusuk dipapan baja. Ujung pedang patah seketika.
Dan pada saat lain, Ki Hiau-hong sudah sempat putar tubuh
menangkis hantaman Jing-siong Tojin.
Gusar Bo-cut Tejin tidak kepalang, ia putar pedang
menyerang lebih gencar. Mendadak Tay-pi siansu berkata:
sute, biarlah dia pergi.
Tay-hiong menjadi tertegun hingga jubahnya terhenti di
udara. Jing-siong Tojin juga tiada niatan mengadujiwa dengan
Ki Hiau-hong. Dengan demikian, menjadi tinggal Bo-cut Tojin
sendiri yang bergebrak dengan Ki Hiau-hong.
Memang benar kata Losiansu, di mana dapat mengampuni
orang, ampunilah seru Ki Hiau-hong. Walaupun demikian
katanya, mendadak secepat kilat ia memutar ke belakang Bocut
dengan langkah Thian Lo Poh Hoat, sekali samber pedang
imam itu terus dirampasnya.
Tay-hiong terkejut, cepatjubahnya mengurung ke bawah.
Tapi Ki Hiau-hong sempat acungkan pedang rampasan ke
atas. Sekali ini berbeda dengan tangan kosong tadi. Ia
kerahkan tenaga ke ujung pedang. Walaupun pedang tumpul,
tapijubah itu tertusuk suatu lubang keciljuga. Seketika kasa itu
mirip balon yang kempis. Daya tekanan ke bawahnya meniadi
jauh berkurang.
Dan pada saat Bo-cut Tojin masih teriongong kehilangan
pedang, tahu-tahu Ki Hiau-hong telah jejalkan pedang ke


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangannya sambil berkata: Ini, kukembalikan milikmu. Harap
Totiang murah tangan sedikit.
Betapa tinggi Ginkang-nya Ki Hiau-hong, tidak menunggu
Tay-hiong Siansu menyerang pula, cepat orangnya sudah
melesat pergi. Begitu banyak orang, ternyata tiada satupun
yang mampu merintanginya. Tampak maling sakti itu berlarilari
ke atas gunung, sambil berseru: Tay-hiong Siansu, kau
tidak mau ampuni aku, biarlah aku mati saja saat itu ia sudah
berada di tepi jurang, terus saja orangnya lompat ke bawah.
Walaupun semua orang tahu apa yang dikatakan Ki Hiauhong
itu main-main saja, tapi sesaat itu mereka pun menjerit
kaget. Hihihi, menarik benar Biau JiuSin Thau ini, tiba-tiba Kang
Lam mengikik tawa. Kalau dia mati sungguh-sungguh malah
harus disayangkan.
Bo-cut melotot sekali pada Kang Lam, ia menderita hinaan
pedang dirampas. Bencinya kepada Ki Hiau-hong sudah
merasuk tulang. Tapi sebagai angkatan tua, tak enak kalau
mesti marah-marah pada Kang Lam.
Suheng, dengan susah payah akhirnya kita bisa kepung
jahanam itu. Kenapa suheng malah melepaskan dia" tanya
Tay-hiong kemudian.
Kulihat dia tidak punya maksud jahat, sahut Tay-pi. Pula,
seumpama dia mau melarikan diri, sejak tadi kita sudah tak
bisa menyusulnya. Kalau kini kita sudah mendapatkan kembali
barang yang hilang, sudahlah.
Tapi Bo-cut Tojin masih uring-uringan, katanya: Dengan
kehormatan Losiansu, masa kami berani membantah" Cuma Ki
Hiau-hong ini adalah muridnya Beng sin-thong. Kalau hari ini
kita lepaskan begitu saja, kelak kalau kepandaiannya sudah
sempurna dan dia datang menuntut balas bagi gurunya itu,
lantas bagaimana baiknya"
Pinceng tidak suka turun tangan membunuhnya justru
karena kelakuannya kecuali mencuri, boleh dikata tiada punya
dosa lain yang besar, demikian kata Tay-pi. Tapi, bila kelak dia
melakukan kejahatan, siau-lim Pay pasti tak akan tinggal diam.
Tapi sampai saatnya nanti, hendak Losiansu membasmi dia,
mungkin sudah tidak mudah lagi, ujar Bo-cut dingin.
Untuk membasmi dia sekarang juga belum tentu mudah,
sahut Tay-pi tertawa. Cuma, meski Pinceng tiada kepandaian
apa-apa, sedikitnya masih ada andalan guruku. Jika Ki Hiauhong
berani main gila, beliau rasanya juga tidak bisa tinggal
diam. Guru Tay-pi siansu adalah ketua siau-lim si sekarang,
Thong-sian siang jin. Usianya kini sudah lebih 80 tahun.
Dengan mengemukakan sang guru, maka orang lain tiada
yang berani rewel lagi.
Maka beramai-ramai anak murid dari berbagai golongan itu
lantas saling berpisah. Kang Lam berhubungan karib dengan
cui In-liang, maka ke dua orang menempuh perjalanan
bersama. Kang-toako, kau tidak hidup tenteram di rumah, buat apa
luntang-lantung di Kang-ouw lagi" tanya Cui In-liang.
Kang Lam mengerut kening oleh pertanyaan itu. Hendak
bicara terus terang tapi urung.
In-liang menjadi heran, tanyanya lagi: Kang-toako, di masa
lalu kalau kita berada bersama, selalu kau lebih banyak bicara
daripadaku. Kenapa sekarang kau telah berubah seakan-akan
gagu" Kiranya Kang Lam hanya ingat benar-benar pada pesan ibu
mertua serta sang isteri, agar di tengah jalan tidak banyak
bicara Jangan katakan tentang mencari anak segala kepada
orang luar. sebab itulah, meskipun biasanya Kang Lam suka
usil mulut, tapi demi keselamatan puteranya, terpaksa ia
bungkam. Ia sudah ambil keputusan urusannya itu hanya akan
dikatakan pada tiga orang saja: Kim si-ih, Tan Thian-ih dan
Kek ci-hoa. Terhadap orang lain, sedikitpun ia tidak mau
beritahu. Namun Kang Lam tidak biasa berdusta, di bawah desakan
cui In-liang, ia paksakan dir menjawab dengan tertawa:
Karena aku terlalu lama mengeram di rumah, saking iseng
makanya akujalan-jalan keluar cari angina, biarpun begitu katanya,
namun nada dan sikapnya terang sangat tidak wajar.
Cui In-liang mengerutkan kening, katanya pula: Kulihat
pasti kau mempunyai urusan apa-apa. Hubungan kita bagai
saudara sekandung, kalau nanti ada sesuatu kesulitanmu,
biarlah kubantu sebisanya.
Kang Lam tidak menjawab, tapi pikirnya: Kesulitanku ini
mana bisa kau membantu aku" Ilmu silat ke delapan wanita
bertopeng itu Jangankan kau, sekalipun ke dua paderi sakti
dari siau lim si tadi juga tak akan mampu menangkan mereka.
Kalau kuberitahukan, toh tak akan berguna bagi urusan,
bahkan akan runyam. karena itu, segera ia putar haluan dan
menjawab: Ah, mana aku mempunyai kesulitan apa-apa.
Engkau jangan menerka yang tidak-tidak. soalnya, karena tadi
aku kalah bertanding melawan orang she Bun itu, maka
rasaku agak sedikit tidak enak. Cui-hiante, aku ingin tanya
kau, bagaimana dengan keadaan Gih eng ku paling akhir ini"
Apakah kau tahu"
Thian-ih adalah murid tak resmi sian Jing-hong. Terhitung
sesama perguruan dengan Cui In-liang. Maka jawablah Inliang:
Aku justeru lagi hendak katakan padamu. Baru-baru ini
Gih eng mu telah kebentur suatu kejadian aneh. Kejadian
aneh apa" tanya Kang Lam cepat.
Kira-kira tiga bulan yang lalu, tanpa sebab musabab apaapa,
tiba-tiba rumahnya kedatangan dua wanita bertopeng
yang mengacaukan ketentramannya, tutur In-liang.
Ha, jadi dia juga kedatangan wanita-wanita bertopeng itu
tanpa merasa Kang Lam terlanjur berseru.
Eh, menurut nadamu ini, agaknya kau sudah tahu asal-usul
ke dua wanita bertopeng itu" segera In-liang menanya.
Coba kau ceritakan terus dulu, bagaimana akhirnya" sahut
Kang Lam. Begini kejadiannya, tutur in-liang lagi. Pada suatu malam,
selagi mereka suami isteri tidur dengan nyenyaknya, tiba-tiba
mereka terjaga oleh suara-suara aneh. Waktu membuka mata,
tertampaklah dua wanita bertopeng telah berdiri di depan
ranjang mereka. Yang satu malah menyalakan api sambil
berjongkok untuk memeriksa wajah mereka dan terdengar
satu di antaranya berbisik. Bukan, bukan ini Tan-suheng
menjadi gusar, segera ia lolos pedang yang tergantung di
ujung ranjang hendak melabrak mereka. Tapi ke dua wanita
itu sudah sirapkan api dan melompat keluar melaluij endela,
segera suso (ipar perguruan) mengejar dan menimpuk mereka
dengan tiga butir Peng Pok sin Tan -- Peluru es -- itu meledak
di atas kepala mereka hingga hawa dingin yang mengabut
putih mengurung rapat ke dua lawan itu. Namun aneh,
mereka seperti tidak berasa oleh serangan hawa dingin itu dan
tetap kabur. Lantas kabur begitu saja" tanya Kang Lam menegas.
Kenapa tidak" sahut In-liang. Kau tentu tahu., Gih eng mu
pernah makan buah ajaib di istana es. Betapa tinggi Ginkangnya.
sekalipun tak lebih dari Ki Hiau-hong, rasanya juga tidak
selisih jauh. Tapi kok tak mampu mencandak wanita-wanita
itu, sedang Peng Pok sin Tan enso kita itu, bagi yang ilmu
silatnya sedikit rendah, tentu akan mati kaku kedinginan.
Namun terhadap mereka, sedikitpun ternyata tidak berguna.
Yang lebih mengherankan adalah kedatangan mereka secara
mendadak itu. Lalu tanpa bicara apa-apa lantas kabur begitu
saja, aneh tidak katamu"
Padahal sedikit pun Kang Lam tidak merasa aneh, pikirnya:
orang yang hendak dicari ke dua wanita bertopeng itu
tentunya adalah diriku. Mereka menyangka aku masih tinggal
bersama Giheng. Tapi sesudah tidak ketemu di sana, baru
kemudian mengetahui aku sudah pindah tinggal bersama ibu
mertua. Ehm, jika begitu, tampaknya memang sudah mereka
rencanakan hendak memancing ilmu silat yang Kim-tayhiap
ajarkan padaku itu.
Sementara itu, Cui In-liang sedang melanjutkan ceritanya:
"HAL ITU kuketahui ketika bulan lalu aku bertamu kerumah
Suheng. Sebenarnya mereka akan menyelidiki sampai terang
peristiwa itu, tapi karena tiada kehilangan barang sesuatu apa,
pula usianya ayahnya sudah tua, setelah berunding, mereka
tidak ingin cari susah lagi. Ketika tahu aku akan pergi
kedaerah Soa-tang, mereka pesan padaku agar pergi mencari
engkau, katanya sudah lama tidak bertemu dengan kau, bisa
berkunjung kerumahnya. Sungguh tidak nyana bahwa
semalam bisa bertemu dengan kau dikota kecil itu. Eh, tadi
kau bilang : 'jadi diapun kedatangan wanita-wanita itu"' Jika
demikian, jangan-jangan kaupun sudah kebentrok dengan
mereka?" Karena sudah terlanjur omong tadi, Kang Lam tak bisa
membohong lagi. Ia menceritakan urusannya sendiri serta
memesan wanti-wanti pada Cui-hiati, "Puteraku masih berada
ditangan mereka, sekali-kali jangan ku bocorkan rahasiaku ini
kepada orang lain. Peristiwa ini tidak enak kalau bikin orang
lain ikut gegar.
Kejut sekali Cui In-liang oleh cerita Kang Lam itu, katanya:
"He, bisa terjadi demikian" Pantas kau tadi tidak mau katakan
terus terang padaku. Tapi kau jangan kuatir sedikit banyak
akupun sudah berpengalaman di Kangouw sudah tentu aku
tak mau pukul rumput kejutkan ular hingga urusan ini tersiar.
Biar secara diam-diam aku akan bantu kau menyelidiki.".
"Banyak terima kasih atas kebaikan Cui-hiati" ujar Kang
Lam dengan tertawa getir. "Terpaksa sementara ini aku tak
bisa kununggi Gi-heng. Jika kau ketemu dia, harap sampaikan
permintaan maafku"
Sebenarnya Kang Lam tidak ingin bicara api akhirnya toh
bercerita-juga, dengan sendirinya, sedikit banyak ia menyesal,
namun bila mengingat Cui In-liang orangnya dapat dipercaya,
apalagi sudah berjanji tentu akan tutup mulut serapatrapatnya.
Setelah berpisah, Kang Lam menempuh jalan sendiri
menuju ke Binsan. Tidak lama berjalan kembali ia merasa
menyesal pula. Bukanlah karena ia tidak mempercayai Ciu Inliang,
tapi dirinya menyesal karena tak bisa menurut pesan
sang istri, pikirnya: "Apabila aku pulang berumah dan He Moay
menanyakan aku bercerita pada orang lain tidak ditengah
jalan, lantas bagaimana aku menjawabnya" Ai, tentu saja aku
tak bisa mendustai dia. Dan dia tentu akan mendumel aku
dasar orang ceriwis, sekali ceriwis, tetap bicara."
Selagi Kang Lam bersungut menggerundel sendiri, tiba-tiba
dari belakang terasa angin silir-silir, belum sempat menoleh,
tahu-tahu terasa ada, orang menepuk bahunya sekali,
telinganya mendengar pula suara orang berkata dengan
tertawa: "Anak tolol, seorang diri kau berkemak kemik lagi
memikirkan apa?"
Kang Lam terperanjat, otomatis iapun lantas melompat
kesamping, ketika menoleh, ia li hat seorang sudah berdiri
disitu, siapa lagi dia kalau bukan Ki Hiau-hong"
"Hahaha," maling sakti itu terbahak-bahak : "Apakah
kaupun takut padaku" Orang seperti aku ini sedikitnya juga
kenal kawan, mau mencuri juga tidak nanti mencuri sobat
sendiri" Sebenarnya Kang Lam lagi muram durja. Karena banyolan
itu Kang Lam. tertawa. Sahutnya, "Aku justru sangat
mengharapkan kau bisa curi atas atas diriku, cuma sayang aku
tidak punya barang berharga apa-apa untuk dicuri, sungguh
aku sesalkan diriku tidak punya rejeki"
"Aneh ucapanmu ini, apakah maksudmu?" tanya Ki Hiauhong
terheran-heran:
"Ya, umpama aku punya kitab pusaka segala dan tercuri
olehmu, lalu kau kembalikan padaku, disertai tambahan rente,
bukankah itu sangat menguntungkan aku?"' ujar Kang-Lam
tertawa. "Ai, adik cilik, sungguh baik sekali kau ini", Kata Ki Kiauhong
senang. "Sayang, mereka tiada seorangpun yang
mempunyai ambekan sebagai kau. Apa-Apa yang bermanfaat
bagi mereka justru ditolaknya, bahkan aku dianggap sebagai
musuh yang dicingcang. Begitu dendam mereka padaku,
seakan-akan kubur kakek moyangku juga akan mereka
bongkar" "Tapi aku selamanya tidak pernah memaki kau
dibelakangmu!" kata Kang Lam.
"Ya percakapanmu dengan mereka sudah kudengar
semua," sahut Ki Hiau-hong. "Sebab itu lah aku ingin
bersahabat dengan kau. Tapi kau entah sudi atau tidak
mempunyai seorang kawan pencuri seperti aku ini?".
"Ah, asal-usulku juga tidak lebih terhormat dari padamu.
Kau adalah pencuri, aku berasal, dan kacung. Apabila kau
punya anak perempuan umpamanya, haha, malah aku ingin
berbesanan dengan kau!".
"Hahaha! Bukan saja anak perempuan aku tidak punya,
bahkan istripun tidak pernah ada" sahut Ki Hiau-hong
terbahak-bahak. "Namun meski kita tak bisa besanan, untuk
menjadi saudara toh bisa, kau suka tidak?"
"Kenapa tidak suka" seru Kang Lam memikir sejenak.
"Tetapi usiamu jauh lebih tua dariku, tingkatanmupun tinggi,
kalau kita mengikat saudara, bukankah agak janggal?".
"Eh, kenapa kau jadi suka bertele-tele begini!" ujar Ki Hiauhong,
"Adalah jamak sang kakak lebih tua puluhan tahun dari
sang adik. Apalagi perguruan kita satu sama lain tiada sangkut
paut, peduli tentang tingkatan segala."
"Bagus, jika demikian toh kau menghargai diriku kenapa
aku tidak ingin tambah seorang Giheng (Kakak angkat) lagi?"
seru Kang Lam girang.
Terus saja kedua orang menggunakan tanah sebagai dupa
dan saling menjura delapan kali sebagai tanda mengangkat
saudara. "Sekarang kakakmu ini hendak menghadiahkan sesuatu
kado perkenalan padamu, kau suka yang mana, silahkan kau
pilih!" kata Ki Hiau-hong.
Ia terus buka peti rampasannya dari pemuda she Bun yang
ber-macam benda mustika itu. Begitu dibuka pandangannya
menjadi silau oleh gemilapannya batu-batu permata itu. Maka
hanya sekejap saja Kang Lam memandang, lalu ia mendorong
pergi peti mestika itu, katanya : "Barang-barang ini bagus si
memang bagus, tapi apa gunanya bagiku?".
"He, benda-benda mestika ini kau tidak mau, lalu apa yang
kau inginkan?" tanya Ki Hiau-hong. "Coba katakan, kecuali


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rembulan dilangit itu, asal benda didunia ini, pasti aku bisa
mengambilnya untukmu!"
Tergerak hati Kang Lam, pikirnya, "Jika aku minta dicarikan
kembali puteraku, tentu diapun bisa!"
Tapi segera teringat olehnya pesan sang istri agar jangan
bicarakan pada orang lain, maka kata-kata yang hampir
diucapkan itu, urung dikeluarkannya.
Harus diketahui, Kang Lam tidak punya kesan jelek kepada
Kiau-hong, bahkan rada kagum malah padanya, tapi palingpaling
hanya kagum saja, sesungguhnya masih belum ada
rasa persahabatan yang akrab. Sebabnya dia mau angkat
saudara dengan Ki Hiau-hong adalah tabiatnya yang suka
menurut. Kedudukan Ki Hia-hhong baginya belum bisa
disamaratakan seperti Kim Si-ie, Tan Thian-ih dan Kok Ci-hoa.
Sebaliknya Ki Hiau-hong berpikir lain, dia berasal sebagai
pencuri, biasanya tidak disukai oleh golongan Cing-pay. Sebab
itulah bila didengarnya, ia lantas pandang orang itu sebagai
sobat kentalnya. Sebab inilah, maka tidak memperdulikan
umur dan tingkatan ia sudi mengangkat saudara dengan Kang
Lam. Kini melihat Kang Lam termenung-menung tidak bicara lagi,
segera ia menanya pula dengan nada kecewa: "Gimana
apakah kau merasa barangku ini asalnya tidak beres, makanya
kau tolak" Jika kau tidak sudi menerima hadiahku, itu berarti
memandang hina padaku?".
"Jangan Toako salah paham", cepat Kang Lam menyahut.
"Yang kupikir ialah asal-usul ku adalah seorang kacung. Kalau
bisa hidup seperti hari ini, rasaku sudah puas, maka aku tidak
berani mimpikan yang berlebih-lebihan tapi kalau Toako sudah
demikian baik padaku, biarlah aku akan memohon sesuatu
padamu" "Baiklah, coba kau katakan" sahut Ki Hiau-hong.
---ooo0dw0ooo---
Jilid 2 "Kau hendak memberi harta pusaka itu padaku, apakah kau
terserah pada pilihanku sendiri?" tanya Kang Lam tiba-tiba
dengan tertawa.
"Ya, sudah tentu!" sahut Ki Hiau-hong.
"Dan kalau aku inginkan semuanya" Dapatkah kau
berikan?" tanya Kang Lam lagi,
Ki Hiau-hong menjadi terheran-heran dan merasa kurang
senang, pikirnya : "Kenapa mendadak ia menjadi serakah
begini" Apa barang kali aku telah salah sangka diri
pribadinya?"
Tapi karena sudah terlanjur bicara, tidak mungkin ia jilat
kembali ludahnya sendiri, maka sahutnya tegas, "Baik,
ambillah peti ini!"
"Bukan, tidak demikian maksudku tapi aku ingin kau
menggunakan isi peti ini untuk dipakai menurut cita-citaku"
kata Kang Lam "Cara pemakaian apa menurut maksudmu itu?" tanya Ki
Hiau-hong. "Bagiku, benda-benda mestika itu bagiku tiada gunanya tapi
besar manfaatnya bagi orang-orang yang lagi kelaparan"
demikian sahut Kang Lam. "Maka maksudku agar kau
menggunakannya untuk menolong kaum miskin!".
"Hahahaa!" Hiau-hong terbahak. "Kau tidak malu sebagai
adikku. Cita-citamu sangat sesuai dengan pendapatku. Bicara
secara terus terang, maksudku mencuri peti mestika ini memang
juga bukan hendak kuhamburkan untuk diri sendiri. Tapi
baru-baru ini gili-gili Hongho jebol, hingga banyak rakyat jelata
tertimpa bahaya banjir. Maka aku hendak menjual bendabenda
mestika ini, lalu serahkan pada seorang yang dapat
dipercaya untuk menolong kaum miskin itu."
"Eh, kiranya begitu maksudmu. Tiada bernilailah darma
amalmu ini," puji Kang Lam.
"Peti mestika ini sudah menjadi milikmu bila ada perbuatan
amal apa-apa, kaupun mempunyai bagiannya," sahut Hiauhong.
"Hahaha orang dapat hidup dapat ketemu kawan secitacita.
Biar matipun tidak menyesal. Mari, mari kita minumminum
dulu!" Kebetulan didepan sana ada sebuah gardu penjual
minuman dan makanan, terus saja Ki Hiau-hong menyeret
Kang Lam nmsuk ke tempat penjual minuman itu.
Setelah minum beberapa cawan arak semangat mengobrol
Ki Hiau-hong semakin berkobar-kobar. Ia mencerocos terusmenerus
menceritakan pengalaman selama hidupnya yang
aneh aneh dan lucu. Pernah ia menyelundup kedalam istana
dan mengintip situa bangka Kaisar lagi main roman dengan
selirnya yang cantik-cantik. Waktu tinggal pergi ia tidak lupa
menggondol lari baju dalam selir Kaisar itu. Ia mendatangi
dapur istana pula dan mencicipi dulu semua daharan-daharan
sebelum disuguhkan pada sang Kaisar. Pernah juga ia mencuri
sebiji tasbih dari ketua Siau-lim si dan mencopet obat mujijat
kesayangan ketua Khong Tong-pay.
Mendengarkan cerita-cerita sang kakak angkat yang
menarik dan lucu itu, Kang Lam hanya mengiringi minum arak
saja tanpa mengucapkan suara sekecappun.
Melihat sikap Kang Lam itu, Ki Hiau-hong agak heran. Dia
pandang adik angkatnya itu sejenak, lalu bertanya: "Ah kau
tentu mempunyai pikiran apa dalam hati?"
"Darimana kau tahu?" ujar Kang Lam tertawa.
"Aku ingat julukanmu sebagai Kang Lam ceriwis, tapi hari
ini kakakmu ini untuk pertama kali mengajak minum padamu,
kenapa sepatah katapun kau tidak bicara?"
"Aku lagi asyik mendengarkan cerita menarik itu, kalau aku
menimbrung, bukankan akan mengganggu ceritamu yang lucu
menarik itu?"
"Betul juga katamu ini," sahut Ki Hiau-hong anggukangguk.
Tapi segera ia sambung pula: "Ah, tidak betul, tidak
betul! Sikapmu ini benar-benar tidak betul! Apa benar-benar
kau tidak mempunyai pikiran apa-apa?"
"Benar-benar tidak ada," sahut Kang Lam. "Kau bilang
sikapku tidak betul, boleh jadi karena aku tidak biasa minum
arak." Tiba-tiba Ki Hiau-hong berkata pula dengan menghela
napas: "Jika kau tidak menanggung pikiran apa-apa, aku
sebaliknya lagi mempunyai pikiran."
"Toako," tanya Kang Lam heran, "kau pergi datang seorang
diri, tanpa kuatir tanpa selempang, lalu apa yang menjadikan
pikiranmu?"
"Kau tahu asal-usulku, sebagai pencuri aku suka mencuri
yang kaya untuk kaum miskin, orang lain memandang tapi aku
sendiri tak merasa hina dan malu akan perbuatanku itu."
demikian ujar Ki Hiau-hong. "Namun hal yang selalu
kusesalkan adalah masih belum bisa menebus dosa guruku
Dimasa hidupnya, guruku banyak berbuat kejahatan, tapi
terhadap diriku dia benar-benar sangat baik. Sebab itulah
hatiku semakin tidak merasa tenteram. Kalau aku tidak
menebus dosanya itu, aku senantisa merasa masih
menanggung utang".
"Sudah sekian banyak perbuatan mulia yang kau lakukan,
boleh dikata sudah menebus dosa gurumu," ujar Kang Lam.
"Tidak. Semuanya itu masih belum cukup," sahut Hiauhong.
"Dimasa hidupnya, guruku selalu ingin diatas semua
orang Bu-lim. Dalam hal ilmu silat juga memang pernah
mencurahkan antero perhatiannya, cuma sayang, jalannya
tersesat. Nama yang ditinggalkannya tak bisa dipuji. Maka aku
ingin melanjutkan cita-citanya dalam ilmu silat, tapi berbuat
terbalik daripada apa yang dilakukan beliau, yaitu akan
kulakukan apa-apa yang bermanfaat bagi Bu-lim, agar
angkatan-angkatan muda yang akan datang, diwaktu
membicarakan guruku, masih ingat beliau juga ada berjasa,
mempunyai seorang murid baik".
Diam-diam makin mendalam rasa hormat Kang Lam kepada
Ki Hiau-hong katanya, "Toako, cita-citamu itu harus dipuji
dengan bakat dan kepintaranmu serta ilmu silat yang kau
miliki sekarang, ku percaya cita-citamu itu pasti tercapai"
Ki Hiau-hong meneguk habis isi cawannya lagi lalu katanya:
"Tidak, aku justru merasakan cita-cita masih setinggi langit,
tapi tenaga kurang! Untuk bisa tercapai cita-citaku itu kecuali
kalau, aku mendapat bantuan seorang."
"Siapakah orang itu?" tanya Kang Lam.
"Orang itupun sobat baikmu, ialah Kim-tayhiap Kim Si-ih.
Diantero jagat ini, hanya dia seorang yang bisa membantu
tercapainya cita-citaku itu!"
"Cara bagaimana Kim-tayhiap bisa membantu engkau?"
tanya Kang Lam.
Ki Hiau-hong minta lagi sepoci arak. ialu minum pula dua
cawan, kemudian baru bercerita, "Adik cilik, perasaanku sudah
kukatakan, semua padamu. Kau tentu tahu selama hidup
guruku mencurahkan antero tenaganya untuk mempersatukan
ilmu silat dari aliran-aliran Cing dan Sia (suci dan jahat). Meski
sampai di masa hidupnya banyak berbuat kejahatan, namun
cita-citanya itu ternyata tepat. Manusia ada perbedaan baik
dan jahat, tapi ilmu silat sendiri seharusnya tidak ada
perbedaan suci dan jahat. Ia dapat dipergunakan untuk
membikin celaka orang, tapi juga dapat dipakai untuk
menolong orang. Betul tidak kataku?"
"Sedikitpun tidak salah." sahut Kang Lam.
"Dahulu" demikian Hiau-hong menyambung. "Ketika aku
mencuri kitab di Siau-lim si, sebenarnya hanya turuti napsuku
yang timbul seketika itu. Kemudian setelah kubaca kitab-kitab
ilmu silat sebangsa itu hingga mencandu. Kesukaanku mencuri
kitab silat ikut mencandu juga. Setelah membaca belasan jilid
kitab-kitab begituan, aku merasa ilmu silat dari berbagai
golongan itu ada titik-titik persamaannya yang bisa dilemburbaurkan,
sebab itulah timbul pikiranku hendak meneruskan
cita-cita tinggalan guruku itu. Cuma sayang dasar ilmu silatku
terlalu rendah, bakatku juga kurang, banyak kesukarankesukaran
dalam ilmu silat itu sampai sekarang masih belum
bisa kupahami."
"Pernah kudengar cerita Kim Tayhiap, katanya ilmu silat
dalam tinggalan Kiau Pak Beng telah mencakup seluruh ilmu
silat dan aliran Cing dan Sia. Segala persoalan yang sukar
dalam ilmu silat, hampir semuanya dapat diselesaikan dalam
kitab itu."
"Justeru itulah," kata Ki Hiau-hong, "Sesudah belasan jilid
kitab-kitab silat dari berbagai aliran itu kubaca semua, aku
merasa masih belum setarap dan sebagus seperti apa yang di
uraikan didalam kitab Kiau Pak Beng itu, sekalipun terhadap
ilmu ajaran Kiau Pak Beng itu, akupun hanya memahami
sekelumit saja diantaranya."
"Kau bilang ilmu silat dari berbagai aliran itu tiada yang
bagus dari pada ajaran Kiau Pak Beng, mungkin tidak mutlak
seluruhnya", ujar Kang Lam.
"Yang kumaksudkan ialah dari pada apa yang pernah
kubaca saja," sahut Hiau-hong. "Kalau ajaran Lwekang dari
aliran Thian-san dan ajaran-ajaran Ih-kin-swe-jwe (ganti otot
cuci sumsum) dari Siauw Lim Pay, yang merupakan ilmu silat
kelas tertinggi, dengan sendirinya aku tidak berani
mencurinya, maka juga belum pernah membacanya dan
dengan sendirinya tak bisa kubanding-bandingkan."
"Oleh sebab itulah aku menjadi teringat kepada Kim
Tayhiap. kata Ki Kiau-hong. pula setelah merandek sejenak.
"Di jagad ini sekarang, hanya dia seorang yang telah
memaham seluruh Ba Kong Pit Kip (Kitab Rahasia Ilmu Silat)
tinggalan Kiau Pak Beng. Sedangkan diapun paham inti
Lwekang dari golongan Cing-pay. Maka aku sangat
mengharapkan agar bisa bertemu dengan dia untuk minta
petunjuk padanya tentang kesukaran-kesukaranku dalam ilmu
silat Itu. Cuma sayang, aku sudah menjelajah kian kemari,
masih tetap tidak jodoh berjumpa dengan beliau. Apakah kau
ada jalan untuk menjumpainya" Mengingat hubunganmu yang
baik dengan dia, sudikah kau menyampaikan maksudku agar
dia suka menerima aku sekedar sebagai Ki-beng teecu (murid
akuan saja" Biarpun umurku lebih tua, namun dalam hal
belajar, siapa yang lebih pintar adalah guru. Aku benar-benar
sukarela mau mengangkat dia sebagai guru."
"Aku sendiri juga lagi mencari jejaknya Kim-tayhiap. Tapi
masih belum dapat menemukannya" ujar Kang Lam.
"Ada urusan penting apakah kau lagi mencari beliau?" tanya
Ki Hiau-hong Mendadak Kang Lam menjadi tercengang, segera
jawabnya: "Bukannya ada urusan, hanya karena sudah lama
berpisah, ingin omong-omong saja dengan beliau."
Ki Hiau-hong pandang adik angkatnya itu sekejap dengan
sikap ragu dan kurang percaya.
Kuatir orang menanya terus, lekas-lekas Kang Lam
membelokkan pokok pembicaraan: "Tentang maksudmu
hendak mengangkat guru padanya, rasanya kau terlalu
merendah diri saja. Menurut apa yang kuketahui, walaupun
Kim-tayhiap mengetahui ajaran-ajaran dari aliran Cing dan Sia,
tapi terhadap kitab-kitab rahasia dari berbagai aliran lain, ia
masih belum pernah melihatnya. Sebaliknya, kau sudah begitu
banyak mencuri kitab-kitab itu, kalau saja ajak tukar pikiran
dengan dia, mungkin juga ada faedah baginya. Akupun tahu
Kim-tayhiap juga mencita-citakan melebur ajaran-ajaran Cing
dan Sia menuju ke suatu jalan Kiau Pak Beng, hingga
menciptakan suatu cabang ilmu silat yang gilang gemilang.
Dalam hal mana boleh dikata kalian berdua sepaham dan
secita-cita"
"Bilang sepaham dan secita-cita masih kuterima. Berkata
saling tukar pikiran tidak berani berani disejajarkan dengan
dia", ujar Hiau-hong
Menyusul katanya pula sambil menghela nafas, "Ya ada
juga keinginanku itu, cuma cara bagaimanakah bisa bertemu
dengan dia?"
Kong Lam hanya menjublek saja tak bicara, maka sehabis
mengeringkan isi cawannya, Ki Hiau-hong tiba-tiba buka suara
pula, "Melihat gerak tubuhmu semalam, agak kau pernah juga
mendapat petunjuk Kim-tayhiap dan memperoleh sedikit ilmu
silat dalam kitab tinggalan Kiau Pak Beng?"
"Sedikit kepandaianku sudah tentu tidak bisa mengelabui
pandangan Toako" sahut Kang Lam, "Tapi tentu kau juga
dapat melihatnya bahwa apa yang kumiliki itu hanya bagian
sekelumit saja"
"Namun sedikitnya kau sudah terhitung kenal akan jalan
penghantarnya", ujar Ki Hiau-hong. "Apabila aku tiada jodoh
ketemu dengan Kim-tayhiap, sudikah kau membuang 10 tahun


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk saling tukaran dan mempelajari ilmu silat yang maha
tinggi itu?"
"Soalnya mungkin aku tiada sesuai untuk saling tukar
pikiran dengan Toako" kata Kang Lam ragu-ragu. "Tapi bila
Toako sudah sudi, baiklah, sesudah tiga tahun nanti,
bagaimana kalau silahkan mampir kekediamanku?".
"Apa sebabnya mesti menunggu tiga tahun lagi?" tanya
Hiau-hong heran.
Dengan samar-samar Kang Lam coba menjawab, "Kupikir
dalam waktu tiga tahun ini supaya ada kesempatan untuk
menyambangi sobat andai lama, kecuali Kim-tayhiap, masih
ada seperti Siau-locianpwe dan kakak angkatku Tan Thian-ih,
yang telah lama tak saling bertemu"
Padahal alasan Kang Lam minta tempo selama tiga tahun
itu adalah ingin mencari jejak puteranya yang hilang itu. Tapi
dia tidak bisa berdusta, maka maka bicaranya menjadi agak
kurang wajar. Saat itu Ki Hiau-hong sudah enam-tujuh bagian dipengaruhi
air kata-kata. Mendengar jawaban Kang Lam itu, dengan
tertawa ia berkata, "Kau benar-benar sangat mengutamakan
persahabatan, tidaklah percuma aku mempunyai saudara
angkat seperti kau." lalu sambungnya, "tidak perlu terlalu
merendah. Ilmu silatmu belum mencapai tingkatan sempurna.
Tapi kecuali Kim-tayhiap, orang yang mampu saling tukar
pikiran dengan aku mengenai inti ajaran Kiau Pak Beng,
rasanya engkau seorang saja".
Karena bernapsu mencari puteranya yang hilang hingga
Kang Lam selalu terbayang oleh potongan kedelapan wanita
berkedok itu, maka iapun banyak meneguk arak, iapun hampir
setengah mabuk, maka tak tertahan lagi tercetus dari
mulutnya, "Ah, belum tentu demikian halnya, kecuali kita
berdua, mungkin masih ada orang lain lagi yang juga paham
ilmu silat dalam kitab rahasia itu."
Ki Hiau-hong terkesiap oleh kata-kata itu, ia letakkan
cawannya kemeja, lalu bertanya: "Apa kau maksudkan
kesembilan Thian-mo-li (wanita iblis) dari Ci-lay-san itu. Ehm,
rupanya kaupun mengetahui tentang mereka?"
Kata-kata Ki Hiau-hong ini membikin Kang Lam jauh lebih
terperanjat dari pada Ki Hiau-hong tadi. Saking tak tahan,
terus saja ia berseru, "Hee, jadi mereka seluruhnya berjumlah
sembilan orang?"
Ki Hiau-hong pandang Kang Lam dengan tajam. tanyanya
pula dengan suara berat. "Adikku, tentu ada sesuatu yang kau
tak mau beritahukan padaku, tampaknya justeru ada
hubungannya dengan kesembilan Thian-mo-li itu apakah
secara kebetulan kau pergoki mereka atau mereka yang telah
mencari setori ketempat tinggalmu, harap kau ceritakan terus
teranglah!"
Kang Lam coba tenangkan diri, setelah bicara sekian
lamanya, kepercayaannya kepada Ki Hiau-hong telah
bertambah tebal pula, maka lebih dulu ia minta maaf, lalu
menutur: "Bukanlah aku tidak percaya pada Toako, soalnya
karena ilmu silat kedelapan wanita itu terlalu lihay, kukuatir
didengar mereka hingga malah bikin usahaku menjadi
runyam." "Tinggi rendahnya ilmu silat mereka telah kukenal semua",
ujar Hiau-hong. "Hanya kelemahanmu apa yang terpegang
mereka hingga kau demikian berkuatir. Baiklah, coba kau
ceritakan betapapun besarnya urusan, biar Toakomu
mengurusnya bagimu."
Segera Kang Lam menceritakan kedatangan delapan wanita
berkedok yang ajak bertanding, kerumahnya itu serta telah
menggondol lari putranya.
"Kurang ajar" seru Ki Hiau-hong, sembari gabrukkan cawan
araknya kemeja. Mereka telah menipu silatmu, masih menculik
pula puteramu. Sekalipun Kau bukan adik angkatku, urusan
demikian tentu akan kuselesaikan bagimu."
"Banyak terimakasih atas kebaikan Toako", katanya Kang
Lam. "Cuma menurut Toako jumlah merela bersembilan orang
tapi aku hanya melihat delapan orang saja"
"Ya kalau menurut ceritamu, agaknya yang paling lihay
masih belum muncul", sahut Hiau-hong.
"Yang paling lihay, sampai dimanakah lihaynya?" tanya
Kang Lam terkejut. "Siapakah sebenarnya mereka itu?"
"Kedelapan wanita berkedok itu adalah dayangnya Le Senglam,
hal ini sudah tepat kau terka", kata Hiau-hong, "Masih
ada seorang, lagi akupun tidak tahu seluk-beluknya yang
kutahu hanya dia merupakan kepala dari kesembilan Thianmo-
li itu, ilmu silatnya lebih tinggi apa yang kedelapan wanita
itu bisa, diapun mahir semuanya. Disamping itu dia
mempunyai kepandaian tunggal pula yang bukan bersumber
Kepandaian ilmu ajaran Kiau Pak Beng dan masih bisa
memakai racun lagi. Maka aku hanya bisa memastikan dia
pasti bukan sembarang dan bukan bekas dayangnya Le Senglam"
"Kenapa sedemikian jelas kau mengenai kepandaian
mereka" Bagaimana kepandaiannya itu kalau dibandingkan
dengan engkau?" tanya Kang Lam.
"Aku pernah bergebrak sekali dengan dia, aku tidak mampu
menangkan dia. Tapi untuk kalahkan aku rasanya diapun tidak
mudah," sahut Hiau-hong.
Dengan jawabannya ini, secara tak langsung dia sudah
mengaku kalah setingkat dengan lawannya itu.
Karuan Kang Lam terlebih terperanjat.
Segera pula Ki Hiau-hong menceritakan pengalamannya
ketika bersengketa dengan kawanan "Thian-mo-li" itu.
Tuturnya : "Peristiwa itu terjadi pada hari Cing-bing tiga tahun
yang lalu ketika tiba-tiba timbul keinginanku pergi
menyambangi kuburannya Le Seng-lam di Pek-hoa-kok.
Kuburannya itu adalah Kim-tayhiap yang mendirikannya, apa
kau tahu?".
"Ya", sahut Kang Lam mengangguk. "dimana hidupnya
telah banyak bikin susah Kim-tayhiap, dan sesudah mati Kimtayhiap
tetap kesemsem olehnya, sungguh aku ikut merasa
penasaran bagi beliau".
"Aku tidak banyak mengethui tentang diri Kim-tayhiap. Tapi
dia adalah orang pujaanku satu-satunya selama ini", kata Ki
Hiau-hong. Ketika aku sedang memegang batu nisan Le Senglam,
sambil termenung-menung, tiba-tiba ada dua gadis jelita
mendekati aku dan berkata. "Ki Sian-sing, apakah kau masih
kenal kami" Meskipun dimasa hidupnya guru-guru kita saling
bermusuhan, tapi kini sudah wafat semuanya, apa lagi ilmu
silat mereka sebenarnya berasal dan suatu cabang yang sama,
rasanya kau takkan pikirkan urusan dahulu itu hingga
menganggap kami juga musuhmu. Sudah tentu aku kenal
mereka adalah dayangnya Le Seng-lam, sebabnya aku
menjenguk kuburannya Le Seng-lam dihari Cing-bing itu,
sebenarnya akupun ingin mencari mereka. Sebab waktu itu
aku lagi menghadapi kesukaran dalam menembus ilmu silat
yang kupelajari, maka sangat ingin mencari seorang yang
paham dan secita-cita untuk saling tukar pikiran. Dan karena
Kim-tayhiap sukar dicari, dengan sendirinya aku lantas ingar
dengan dayang Le Seng-lam yang dulu itu. Namun pertama
karena ada perbedaan laki-laki dan perempuan. Kedua, ada
permusuhan antara guru masing-masing dan ketiga belum
diketahui tinddak tanduk mereka paling akhir, keempat juga
tak tahu betapa banyak pengetahuan mereka atas ilmu
dalam kitab pusaka Kiau Pak Beng. Tapi aku menduga dihari
Cing-bing mereka tentu akan datang berziarah kemakam
majikannya, maka dengan tujuan mencoba-coba sengaja aku
datang kesana dan benar juga aku telah pergoki dia.
"Maka aku berkata pada mereka : "Apa yang kalian katakan
ini memang tepati seperti apa yang ingin kukatakan. Cuma
entah ada keperluan apai lagi kedatangan kalian ini?"
Mereka menjawab : "kami masih mempunyai beberapa
orang taci adik lagi yang ingin bertemu dengan Ki-siansing,
entah Ki-siansing sudi tidak ikut ke sana bersama kami?"
Segera aku mengangguk menerima undangan mereka.
"Kuburan Le Seng-lam itu tidak jauh di luar Ci-lay-san, tiada
setengah hari, kami sudah sampai dipegunungan itu. Tiba-tiba
kedua gadis itu berkata: "Ki-siansing, maafkan, sudahkan
menderita sebentar harap kedua matamu ditutup dulu, cara
demikian ini adalah peraturanku kalangan Hek-to (golongan
penjahat) aku merasa kurang senang diperlakukan begitu,
namun aku juga membiarkan tokh akhirnya mereka menutup
mataku dengan kain, aku ikut mereka nemutar, membiluk
banyak jalanan yang ber liku-liku, mendaki bukit pula,
akhirnya ketika mereka suruh diriku membuka tutup mataku.
Aku sudah berada disuatu ruangan tamu yang sangat iuas
dan indah. Kecuali kedua gadis yang membawa aku itu, disitu
sudah ada pula enam gadis lain yang berdandan sama."
"Ehm, bukankah jumlah mereka memang delapan orang?"
timbrung Kang Lam.
"Benar, semula memang kedelapan dayang Le Seng-lam itu
yang kulihat, seorang lagi yang merupakan pemimpin mereka
itu masih belum muncul. Kau jangan kesusu, biarlah kuceritakan
dengan jelas," demikian tutur Ki Hiau-hong. "Setelah aku
dipersilahkan duduk, aku lantas tanya mereka apa maksud
tujuannya mengundang aku kesana" Maka seorang
diantaranya yang lebih tua dan berbaju hitam berkata: "Terus
terang saja kami katakan, maksud kami mengundang Ki
Siangsing kemari adalah minta engkau suka menjadi Hu-kaucu
(wakil ketua agama) kami. Dengan heran aku bertanya
"Agama apakah dan siapakah Kaucu kalian". Kata mereka :
"Agama yang kami dirikan bernama Thian-mo-kau." Aku
terkesiap dengan nama itu, seperti kau, tentu kau kenal juga
watakku yang biasa suka bicara blak-blakan maka tanpa pikir
aku lantas berkata, "Aai kenapa pakai nama agama sejahat
itu?" Wanita itu terbahak-bahak katanya: "Apakah yang
disebut jahat" Jahat atau bajik tergantung sang manusia,
peduli apa dengan olok-olok orang lain" Apa lagi sepanjang
tahu kami, Ki siansing kau sendiripun bukan orang dari
golongan Cing pay". Terpaksa aku menjawab: "Ya, guruku
memang seorang gembong iblis, aku adalah muridnya, dengan
sendirinya, terhitung orang dari golongan Sia-pay'' Jawabanku
ini telah membikin wanita wanita itu sangat senang, kata si
gadis baju hitam pula: "Tepatlah jika demikian katamu, Kisian-
sing. Padahal, kalau dibicarakan, kata hakikatnya ada
sekeluarga. Ilmu silat kita sama-sama berasal dari ajaran Kiaucosu.
Kiau-cosu adalah iblis, terbesar dalam sejarah Bu-lim.
Cuma sayang ia wafat dipulau karang dengan menanggung
rasa penasaran. Siocia kami sebenarnya ingin melanjutkan
cita-citanya, tapi sayang terlibat dalam godaan asmara, dibikin
celaka oleh Kim Si-Ie yang terkutuk itu."
"Kurang ajar, mereka berani mencaci maki Kim-tayhiap?"
timbrung Kang Lam.
"Telingaku pun ikut risih juga mendengarnya. Namun
kupikir mereka toh dayang-dayangnya Leng Seng-lam, kata Ki
Hiau-hong. "maka aku pun dapat memahami perasaan
mereka. Segera aku tanya mereka lagi, "Oh, jadi kalian ingin
melanjutkan cita-cita Kiau Pak Beng dan nona Le, lalu
bagaimanakah cita cita tujuan kalian ini?". Jawab gadis baju
hitam itu: "Hai mana masakah masih perlu kau tanya". Kau
harus tahu, bahwa cita-cita Le-kohnio kami ialah hendak
menaklukkan antero orang yang menyebut dirinya dari
golongan Cing-pay, hanya akulah yang paling agung!". "Kiranya
demikian.' sahutku. Jadi cita-cita mereka itu bukan hendak
mengembangkan ilmu silat, tapi ingin merajai Bulim.
Berhubung kematian Le Seng- lam, mereka telah demikian
benci dan dendamnya kepada setiap tokoh Bu-lim dari
golongan Cing-pay..."
"Dengan sendirinya makin bicara makin tidak cocok dengan
jiwaku. Tapi aku tidak ingin bikin marah mereka, segera aku
beri Alasan: "Aku hanya seorang pencuri kecil, seorang tukang
copet, sesungguhnya tidak punya cita-cita yang sangat
muluk sekali, apalagi sudah ada cermin kejadian guruku, maka
aku tidak berani berbuat sembarangan. Mereka masih
menganjurkan aku dan memancing pula dengan mengatakan
aku penakut, katanya aku mengkhianati perguruan dan
macam-macam lagi tapi aku tetap tidak tergerak. Melihat
keteguhan hatiku itu, sigadis baju hitam lantas berubah
sikapnya!"
"Mereka menjadi marah dan bergebrak dengan kau?" tanya
Kang Lam. "Betapa lincah mereka, kau belum lagi mengetahui!" sahut
Hiau-hong tertawa. "Bukan saja gadis itu tidak marah, bahkan
ramah-tamah berkata padaku: "Manusia semua mempunyai
cita-cita sendiri-sendiri, jikalau Ki Siansing tidak mau, kamipun
tidak memaksa. Tapi jauh-jauh Ki-siansing telah datang
kemari, harap perkenankan kami memenuhi sedikit kewajiban
sebagai tuan rumah!". Memangnya sudah setengah harian
tidak makan minum apa-apa, perutku sudah merasa, lapar dan
dahaga. Pula menurut peraturan, meski perundingan gagal,
datangnya baik-baik, perginya juga baik-baik, maka kataku.
"Banyak-banyak terima kasih kami ucapkan atas pelayanan
tuan rumah, memangnya aku orang she Ki adalah seorang
pencuri yang suka makan milik semua orang, maka biarlah aku
sekarang gegares juga suguhanmu"
"Dengan tertawa gadis berbaju hitam itu menyahut, "Ki
Sian-sing ini benar-benar pandai melucu". Tidak lama
kemudian sudah disiapkan. Dengan sopan dan hormat, gadis
baju hitam lantas menyuguh arak padaku. Haa... haa...
rupanya mereka terlalu pandang enteng padaku, orang
macam apakah Ki Siansing ini. Sebelumnya aku sudah lihat
sikap mereka yang aneh itu, segera akupun terima suguhan
arak itu dan ajak adu cawan mereka, tapi berbareng dengan
gerakan itu, sedikit kukeluarkan ilmu tangan panjangku, diamdiam
aku sudah tukar cawanku dengan cawan sigadis
disebelah kiriku. Sungguh menggelikan, mereka delapan orang
16 mata ternyata tiada sebuah matapun yang tahu akan
perbuatanku itu!"
Sungguh kejut Kang Lam tak terkatakan dengan
kepandaian kedelapan wanita yang tinggi itu, Ki Hiau-hong
mampu menukar cawan di depan hidung mereka tanpa
ketahui, sungguh betapa cepat dan lihay kepandaian copetnya
itu susah untuk dibayangkan.
"Dan sesudah minum arak itu, aku pura-pura menguap dan
berkata: "arak bagus! Rasanya tidak keras, tapi kenapa begini
lihay bekerjanya! Haya... aku merasa rada mabuk nih!".
Dengan terbahak-bahak, tiba-tiba gadis baju hitam itu
berkata: "Ki siansing, kau telah masuk perangkap kami, arak


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu beracun. Kalau kau ingin obat penawarnya, kau harus turut
dua syarat kami!". Aku pura-pura mengunjuk rasa kejut dan
kuatir, seruku, "apa katamu! Arak ini beracun" Syarat apakah
yang kalian inginkan dariku?". Gadis baju hitam itu
menjawab: "Aku tahu kau telah banyak mencuri kitab-kitab
pusaka dari berbagai golongan dan aliran terkemuka, maka
syarat pertama kau harus menyerahkan semua kitab-kitab
ilmu silat itu. Kedua, dari semua ilmu silat tinggalan Kiaucosu
yang kau pahami, harus kau tulis semua untuk kami,
sedikupun tidak boleh bohong! Hmm, jika kau berani bohong,
kami juga ada jalan untuk mencobanya. Baiklah sekarang
kuberikan sebutir pil untuk memberi kesempatan padamu
mengambil kitab-kitab pusaka itu lewat tiga hari kau tidak
datang, sekali racun mulai bekerja, isi perutmu akan
membusuk dan jiwamu akan melayang!"
"Baru selesai ia berkata, mendadak terdengarlah suara
jeritan sangat tajam sekali. Gadis yang duduk disebelah kiriku
tadi sudah merintih-rintih kesakitan perut. Dan dikala mereka
terperanjat itulah aku berkata: "Haha kalian juga telah
terperangkap. Cawan arak itu sudah kutukar sejak tadi haha,
kutukar!" Karuan mereka kejut dan gusar mendengar
ucapanku itu, serentak mereka merubut diriku. Memangnya
aku bermaksud melihat betapa tinggi kepandaian mereka,
berbareng aku pun hindarkan mereka mencuri belajar
kemahiranku. maka aku hanya membiarkan diserang mereka,
sekalipun aku tidak balas menyerang. Hanya memakai Thianlo-
po-hoat ditambah sedikit Ginkang yang bagus untuk
menyelinap kian kemari diantara keroyokan mereka.
"Setelah mempermainkan mereka sebentar, aku merasa
sudah cukup dan berkata : "Baiklah, terima kasih atas maksud
kalian ingin mengangkat menjadi Hu kaucu. Cuma memang
dasarku yang memang rudin ini tidak suka terima kebaikan
kalian, maafkan aku mohon diri saja!" Pada saat itu terdengar
suara seorang berkata dengan nada yang dingin, "Ki Hiauhong,
kau berani pandang rendah Thian Mo-kau kami, kulihat
kau hanya bisa datang dan tidak bisa pergi lagi!" Berbareng
dengan itu, sekonyong-konyong, didepanku sudah bertambah
dengan seorang wanita pula. Hanya sekilas kulihat bayangan
putih berkelebat, tahu-tahu dia sudah berada disitu".
"Wanita itu tentu adalah Kaucu mereka?" tanya Kang Lam.
"Ya, baru saat itu tokoh utamanya muncul dan begitu
datang lantas membikin aku kaget!"
"Sebelum saling gebrak apa kau sudah jeri padanya?" Kang
Lam menegas. "Sekali bergerak, bagi kaum ahli segera akan tahu berisi
atau tidak," kata Hiau-hong. "Maka berdasarkan gerak
tubuhnya yang cepat itu sudah cukup membikin siapapun
akan terkesiap. Namun, bukannya aku jeri pada
kepandaiannya yang bebat itu, tetapi karena...."
"Kalau cuma kepandaiannya yang pergi datang seperti kilat
itu, rasanya di jaman ini tiada yang melebihi Toako sendiri?"
sela Kang Lam. "Ya tahulah aku, tentu karena Wajahnya yang
luar biasa jeleknya sehingga bikin kaget padamu"
"Bukan, biarpun wajahnya sepucat mayat tak bisa dikatakan
cantik, tapi juga tak bisa disebut jelek" Sahut Hiau-hong
"Cuma parasnya dingin saja tanpa emosi. bagi yang
memandangnya akan merasa tidak lagi berhadapan dengan
manusia hidup, tapi lebih mirip setan yang baru keluar dari
kuburan! Malahan rupanya itu, 7-8 bagian mirip dengan Le
Seng-lam".
"Kiranya begitu, pantas kau mengkirik" ujar Kang Lam.
"Dan kalau benar-benar Le Seng-lam hidup lagi, kuduga
sekalipun Teng Tayhiap dari Thian-san juga akan kaget bila
melihatnya."
"Tapi orang yang melakukan pekerjaan seperti aku ini
sekali-sekali tidak percaya tentang setan segala," kata Ki Hiauhong
lagi. "Maka segera akupun dapat membongkar
rahasianya, dia sengaja memakai kedok kulit manusia yang
mirip Le Seng-lam untuk menggertak diriku. Segera aku
menjengek dan berkata: "Hm, kau tidak perkenankan aku
pergi, baik, biar kucakar robek mukamu!" terus saja aku ulur
tangan hendak mencakar kedoknya dengan Im-yang-jiau
sebelum dia sempat mendekati aku lebih dulu!".
"Dan bagaimana wajah aslinya?" tanya Kang Lam.
"Eeh, apa kau sangka Thian Mo-kaucu demikian mudah
dibereskan?" kata Hiau-hong. Sebenarnya aku sudah tahu
pasti dia bukan kaum lemah, tapi penilaianku toh masih
kurang. Bukan saja cakaranku itu luput, sebaliknya aku yang
hampir-hampir celaka"
"Ilmu apa yang digunakan untuk mematahkan cakaran Imyang-
jiau mu itu" tanya Kang Lam. "Apakah gingkang nya
lebih hebat darimu?"
Ki Hiau-hong meneguk dulu araknya, lalu menjawab:
"Thian-mo Kaucu itu benar-benar sangat lihay, ia justru
membiarkan jari tanganku menempel kedoknya. Padahal kalau
kulit badan manusia biasa, cakaranku itu mustahil takkan
membikin matanya menjadi buta. Namun kulit kedoknya itu
rupanya pernah direndam dengan obat berbisa. Begitu jari
menempel, seketika aku merasa seperti terbakar api, kontan
jariku melepuh dan sakit pedas. Cepat aku tarik tangan dan
melompat mundur dan pada sekejap itu juga, dia sudah lantas
mengeluarkan ilmu Thiam-hiat ajaran kitab pusaka Kiau-cosu,
sekaligus hendak menutul 13 tempat Hiat-to di badanku.
Syukur aku sempat berjumpalitan berkelit. Namun begitu
Hong-gan-hiat dipunggungku toh kena juga ditutuk olehnya.
Untungnya aku sudah menutup seluruh jalan hiat-to hingga
tidak mungkin sampai terluka".
"Segera aku putar tubuh menempur dia tenaga.
Kukeluarkan antero kemahiranku. Setelah bergebrak tiga
ratusan jurus juga cuma sama kuatnya dengan dia."
"Bagaimana dengan luka jarimu" tanya Kang Lam
"Aku sudah gunakan lwekang untuk mendesak darah
beracun keujung jari hingga untuk sementara tidak
berbahaya," sahut Hiau-hong. "Tetapi, justeru karena jariku
keracunan, banyak kepandaian-kepandaianku yang lihay tak
sempat kumainkan. Kuinsaf kalau terlibat lebih lama, tentu
akan telan kekalahan. Maka sesudah tiga ratusan jurus itu,
aku lantas berkata: "ilmu silat Kaucu memang sangat tinggi,
untuk bisa menentukan kalah menang, kita mungkin harus
lebih dari seribu jurus baru bisa tahu. tapi aku tiada tempo
banyak, maafkan aku tidak mengiringi kau lebih lama!"
"Untungnya Ginkangmu tinggi, kalau tak bisa menang
segera lari. Dengan begitu, betapa pun lihay lawanmu juga
takkan mampu mengejar," ujat Kang Lam tertawa.
"Bicara sih gampang, tapi kejadiannya tidak semudah itu,"
sahut Hiau-hong. "Kedelapan dayang Le Seng-lam itu sudah
jaga didelapan penjuru. Kemana aku lari, selalu kena di cegat
mereka. Kalau satu lawan satu, dayang-dayang itu tentu tiada
yang mampu menahan dua jurus seranganku. Tapi keadaan
waktu, Ginkang dari Mo-kaucu hanya sedikit lebih rendah
dariku. jangan sepuluh jurus serangan, asal bawahannya
dapat menahan dua jurus seranganku, Kaucu itu tentu akan
menyusul maju. Karena itu setelah hampir bertempur
setengah jam lagi, aku belum belum dapat meloloskan diri!"
"Wah, celaka! Lalu bagaimana Ki-toako?" tanya Kang Lam.
"Untung dikala kepepet, segera timbul akal ku." Hiau-hong
tertawa, "ketika ketegangan sudah memuncak, mendadak
kugunakan Ginkang yang hebat dengan gerakan Yan-cu-coanin
(burung layang-layang menembus awan), terus saja aku
melayang lewat, kesebelah belandar sana. Dayang yang
menjaga disudut itu mungkin tidak sangka-sangka
kedatanganku demikian cepat, tahu-tahu dia telah kena
kutawan! Karena kawannya tertangkap dayang-dayang yang
lain menjadi kuatir dan tidak berani menyerang lagi. Segera
Thian Mo-kaucu itu mengisi sudut yang lowong itu, katanya
padaku dengan dingin, "Orang she-Ki berani kau mengganggu
seujung rambutnya, Hmm... segera kucabut nyawamu!" Aku
dengan tertawa: "Hakikatnya aku tiada bermaksud menyalahi
dia, sebaliknya kalian yang hendak bikin susah padaku.
Baiklah, sekarang kita boleh berunding secara baik-baik?".
"Katakan!" sahutnya. Segera aku mengatakan: "Kau boleh
menjadi Kaucu dan aku tetap menjadi pencuri. Aku tidak ingin
untuk masuk kedalam Thian-mo-kau kalian, juga tiada
maksud mencuri barangmu. Memangnya kita tiada sangkut
paut apa-apa, kenapa kalian terus memaksa padaku" Memang
benar, kalau kau tidak lepaskan aku, hari ini aku susah
meloloskan diri, tetapi kalau aku benar-benar sudah mata
gelap, rasanya kalianpun tidak akan selamat semua!"
"Memangnya kalau tidak dibantu kawanan dayang-dayang
itu, Thian-mo kaucu itu sungguhnya tidak yakin bisa
menangkan aku. Karena dia pakai kedok, aku tidak bisa
melihat mimik wajahnya, kudengar dia berkata: "Baik, asalkan
kau tidak memusuhi kami, aku akan melepaskan kau. Tapi kau
harus turut suatu syaratku". Aku tanya syarat apa, dia berkata,
"ikat kedua belah matamu itu dengan kain dan membiarkan
tawananmu itu membawa kau keluar". Aku paham maksudnya,
maka menjawab "kau tidak perlu kuatir, sekali-kali tidak akan
membocorkan jejak kalian ini juga takkan urus apa yang akan
kalian perbuat". Tapi dengan dingin Thian Mo-kaucu berkata,
"syarat itu sesuai dengan aturan kami, apa kau kuatir kami
membokongmu dari belakang. Hmm.. kau pun terlalu
memandang hina aku Thian Mo-kaucu"
"Aku pikir sekalipun mataku tertutup, juga belum tentu bisa
mereka ciderai, apalagi ada tawanan berada ditanganku.
Tanpa pikir lagi, aku lantas sobek lengan bajuku dan mengikat
mataku sendiri. Sambil genggam tangan dayang yang kutawan
tadi dan suruh dia menunjukkan jalan bagiku".
"Kudengar di belakang ada suara tindakan orang yang
pelahan. kutahu pasti Thian-mo. kaucu itu mengikut
dibelakang, tapi aku tak ubris padanya. Dan dia ternyata benar
tidak membokong diriku. Sampai dimulut lembah, Thian Mokaucu
itu berseru: "Nah, bolehlah kau membuka matamu!".
Waktu kain penutup mata itu kubuka dan kulepaskan
tawananku dan oleh, kulihat Thian-mo-kaucu yang berdiri di
atas bukit sana mendadak ayun tangannya ke depan sambil
berkata, "Selanjutnya sejengkalpun kau dilarang menginjak
lembah ini. Terus terang kukatakan tadi jiwamu tidak kucabut,
sesungguhnya karena mengingat sesama dari suatu sumber.
Tapi jangan kau sangka aku tidak mampu membunuhmu".
Baru selesai bicaranya mendadak terdengar suatu letusan.
Segulung asap tebal dan api tersebar disampingku dan
bayangan wanita itupun menghilang di balik kabut asap itu.
"Setelah sepi dan asap padam, waktu kuperiksa, dalam
jarak beberapa meter sekeliling situ, tumbuh-tumbuhan
tampak kering dan layu semua, eanyak pula yang sudah
terbakar".
"Ha.. itulah am-gi yang biasa dipakai mendiang Le Senglam"
seru Kang Lam. "Namanya disebut Tok-bu-kim-ciam-liatyam-
tan (Peluru api berjarum emas dan berkabut racun).
Sungguh tidak sangka Thian-mo-kaucu itupun telah
memperoleh am-gi tunggal yang keji itul"
Ki Hiau-hong menenggak habis secawan arak pula, lalu
katanya dengan tawar: "Tapi aku tak bisa menerima kebaikan
Thian Mo-kaucu. Aku tak percaya dia benar-benar mengingat
sama-sama dari suatu sumber perguruan"
"Ya, semula dia masih yakin bisa menawanmu hidup-hidup
untuk memaksa kau menyerahkan kitab-kitab pusaka yang
mereka inginkan itu", kata Kang Lam
"itu adalah pasal lain juga tidak susah diterka. Soalnya
karena am-gi yang dia gunakan itu terlalu luas sasarannya.
Kalau waktu main keroyokan dia lepaskan, mungkin
bawahananya akan celaka lebih dulu", ujar Hiau-hong.
"Namun betapapun juga, sesudah dia berjanji melepaskan
kau, dia memang tidak menyerang kau dengan Am-gi yang
keji itu maka boleh dikata dia telah menepati janji. Lebih-Lebih
sesudah keluar dari lembah gunung, dimana kau sudah
lepaskan dayangnya!" kata Kang Lam.
"Adik cilik terhadap orang lain, selalu kau pikirkan kelakuankelakuannya
yang baik, betapa luhur jiwamu, sungguh jarang
terdapat. Pantas Kim-tayhiap sangat suka kepadamu"
Selesai Ki Hiau-hong menceritakan pengalamannya, Kang
Lam berpikir sejenak, lalu bertanya dengan nada kuatir, "Jika
begitu, apakah toako masih dapat menginjak lagi Ci Lay-san?"
"Soal melarang aku melarang menginjak Ci Lay-san, dia
sendiri yang katakan. Aku toh tidak berjanji padanya", ujar
Hiau-hong "Tapi ilmu silat Thian Mo-kaucu sangat tinggi, pula mahir
menggunakan racun mana bisa aku membiarkan Toako pergi
menempuh bahaya bagiku" kata Kang Lam.
"Bila aku datang kesana lagi, tentu aku akan berlaku lebih
hati-hati. Sekalipun ilmu silatnya melebihi aku, belum tentu ia
mampu menangkap diriku", ujar Hiau-hong tertawa. Dan
setelah merandek, ia menyambung pula "Baiknya orang yang
bekerja seperti aku ini biasa pergi datang dalam kegelapan
dengan bebas. Tatkala itu ia menyangka dengan menutup
kedua mataku lantas aku takkan kenal lagi jalannya.
Hahahaha, padahal aku sudah ingat baik-baik didalam hati".
Tapi Kang Lam tetap kuatir, katanya: "Terus terang saja
Toako, kali ini sebenarnya aku ingin pergi ke Bin-san untuk
minta bantuannya Kok-lihiap. Apabila dari Kok-lihiap dapat
diketahui pula jejaknya Kim-tayhiap, tentu akan lebih
menggembirakan lagi. Kini setelah tahu tempat kediaman
kawanan Thian Mo-li, kita tidak perlu lagi buru-buru. Dari sini
ke Bin-san hanya diperlukan dua hari, maka biarlah kita
bersama pergi Bin-san saja, entah bagaimana pendapat
Toako?" "Aku enggan pergi ke Bin-san," sahut Hiau hong.
"Sebab apa?" tanya Kang Lam heran, tapi segera ia ingat
sesuatu, tanyanya pula" "Ya tahulah aku, Toako sudah merata
mencuri kitab-kitab pusaka berbagai golongan, hanya milik
Bin-san-pay saja tak kau jamah sedikit pun, tentu disebabkan
Kim-tayhiap, bukan?"
"Itulah bukan malah," sahut Hiau-hong tertawa: "Hahaha,
rupanya kau telah lupa pernah apakah Kok-lihiap itu dengan
aku?" Kang Lam memikir sejenak, lalu katanya : "Ya, benar. Kau
adalah muridnya Beng Sin-thong dan dia memangnya adalah
puteri gurumu itu. Kalau diurut, kalian masih terhitung
saudara seperguruan. Ya, cuma dimasa hidup gurumu itu,
Kok-lihiap sudah tidak mengakui ayahnya itu."


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tapi guruku hanya mempunyai seorang puteri, biarpun dia
tidak mengaku ayahnya, betapapun aku tidak bisa tidak
mengakui sumoay itu", ujar Kl Hiau-hong, sambil tertawa, lalu
menyambung: "Dan kini kau tentu sudah paham, orang yang
melakukan pekerjaan seperti aku ini, se kali-kali tidak nanti
mencuri milik orang sendiri. Sebab itulah, biar berbagai
golongan dan aliran persilatan di Tionggoan sudah digerayangi
olehku, melulu Bin-sin-pay saja yang tidak. Dan justeru karena
dia sudi mengakui seorang suheng seperti aku, makanya aku
enggan pergi menemuinya agar tidak terkenang pada masa
lalu dan menjadi berduka.
"Namun dari sini sudah dekat dengan Bin-san, sudah
berada disini, pula telah lama tak berjumpa dengan Kok-lihiap,
sungguh aku sangat ingin menyambanginya," kata Kang Lam.
"Kau hendak menyambangi dia, hal ini memang pantas,"
ujar Ki Hiau-hong. "Namun, aku tidak ingin kau minta
bantuannya, kecuali kalau mendapatkan berita tentang diri
Kim-tay hiap, itulah lain perkara".
Rupanya kuatir Kang Lam tidak bisa menangkap
maksudnya, maka Ki Hiau-hong menjelaskan pula: "Sebab
pertama dia sudah menjadi Ciangbun (ketua) Bin san-pay,
tentu takkan dapat meninggalkan Bin-san secara diam-diam.
Lagi pula, seumpama mengingat hubungannya yang amat baik
dengan kau dan tak mau berbuat begitu tentu juga akan
membikin geger kalangan bu-lim. Hal ini akan membikin
urusan bisa runyam malah. Kedua sekalipun dengan ilmu
silatnya menangkan kesembilan Thian-mo-li, akupun tidak
suka dia menempuh bahaya. Tentu saja kalau Kim-tayhiap ikut
bersama kita, itu lain perkara."
"Apa yang kau maksudkan itu memang sudah dapat
kutangkap", sahut Kang Lam. "Memangnya aku hanya ingin
tanya kabarnya Kim-tayhiap dan bukan hendak minta
bantuannya."
"Ya, bukan saja dia tidak baik pergi ke Ci-lay-san, bahkan
kaupun tidak enak ikut pergi bersama aku," kata Ki Hiau-hong
pula. Kang Lam melengak, tapi dia segera paham juga
maksudnya. Hendaklah diketahui bahwa kepergian Ki Hiau-hong ke Cilay-
san sekali ini tidaklah menuruti peraturan Kangouw, yaitu
secara terang terangan mendatangi Thian-mo-kaucu,
sebaliknya hendak menggunakan kemahirannya untuk
mencolong kembali puteranya Kang Lam untuk mana,
Ginkangnya Kang Lam jauh di bawah Ki Hiau-hong, kalau ikut
pergi, tentu akan mengganggu malah.
"Setelah habis arak ini, segera kita berpisah. Sepuluh hari
kemudian, kau boleh datang Boan Liong-tin dikaki gunung Cilay-
san untuk menunggu kabarku", demikian kata Hiu-hong.
"Dan, ada sesuatu lagi, bila kau ketemu Kok-lihiap, boleh kau
ceritakan padanya tentang Thian-mo-kau agar dia
berwaspada. Kawanan Thian-mo-li itu merujuk Le Seng-lam
sebagi cikal bakal mereka, mungkin sesudah jadi melatih
kepandaian, mereka akan bertindak tidak menguntungkan Cihoa."
"Aku tahu, Toako, sudah cukup banyaklah arak yang kau
tenggak," sahut Kang Lam.
Sementara itu memang sudah berkati-kati arak masuk perut
Ki Hiau-hong, meski bicaranya masih terang, namun lidahnya
juga mulai kaku. Mengingat sang Toako masih perlu
menempuh perjalanan, Kang Lam menganjurkan jangan
banyak minum lagi.
"Ai, ai, adik cilik, bilakah kita ada kesempatan minum
seperti hari ini". Kalau bukan katamu ini, mungkin aku ingin
menengguk lima kati lagi," demikian kata Ki Hiau-hong sambil
terbahak-bahak Tapi mendadak ia berseru. "He! sungguh
kebetulan sekali, tahu-tahu ada dua sobat lama datang lagi!"
Ketika Kang Lam memandang kearah yang dimaksud sang
toako, tak tertahan lagi ia terperanjat. Entah sejak kapan
didalam gardu ltu ternyata sudah berdiri dua orang Hoanceng
(paderi asing) yang berperawakan tinggi besar,
Ia merasa sudah pernah kenal kedua paderi itu. Segera ia
menjadi ingat dahulu ketika diadakan pertemuan Jiao-ciangpeng,
kedua paderi itu bersama Ki Hiau-hong pernah
menyampaikan surat tantangan ke Siau-lim-si atas suruhan,
Beng Sin Tiong. Kemudian bersama Ki Hiau-hong mereka ikutikut
mencuri kitab pusaka Siau-lim-si. Ya, memang-benarlah
mereka adanya, yaitu Cufalan dan Cufayu. Setelah berhasil
mencuri, segera Ki Hiau-hong melarikan diri, tapi mereka kena
tertangkap, untung ketua Siau-lim-si Thong Sian Siangjin,
mengingat sama-sama murid Budha, maka mereka telah
dibebaskan. Dalam keadaan setengah mabuk, segera Ki Hiau-hong
terbahak-bahak dan berkata pada mereka, "Ai, angin apakah
yang telah meniup kalian kesini". Aku sangka kalian sudah
lama pulang kandang ke negerimu Thian-tiok (kini India).
Waktu kita bersama-sama mencuri kitab dahulu, aku lari lebih
cepat dan mungkin kalian tertangkap. Namun aku bukan
sengaja meninggalkan kalian. Ya. aku menyesalkan juga
kalian sampai tertangkap. Hari ini kebetulan bertemu lagi
disini, marilah kuajak kalian minum kalian dua cawan sekadar
sebagai permintaan maafku"
Kedua paderi itu maju mendekati meja dengan mata
mendelik Cufalan berkata dengan dingin: "Jadi kau mengharap
sempai kami tak kan datang, ya" Hm, urusan justru tidak
mudah diselesaikan begitu saja. Kami sudah lama mencari
kau. Setelah ketemu hari ini, tidak perlu lagi banyak bicara,
lekas serahkan barang yang menjadi bagian kami!".
"Hahahaha! Jadi kalian ingin membagi rejeki, ya?", sahut Ki
Hiau-hong terbahak, "tapi celaka, kedatangan kalian ini agak
tidak kebetulan"
Cufayu menjadi gusar: "Ki Hiau-hong, apa yang kau
katakan dulu, kau pegang janji tidak?"
"Kenapa tidak?" sahut Ki Hiau-hong. "Orang yang
melakukan pekerjaan seperti kita ini justeru paling pegang
janji!" "Bagus!" seru Cufalan dengan sikap yang heran. "Nah
kenapa kau masih putar lidah cari alasan segala. Tidak mau
lekas keluarkan secara terang-terangan"
"Memang benar waktu kita berkomplotan, mencuri ke Siau
lim-si, kita pernah berjanji ada rejeki dibagi bersama, ada
bahaya ditanggung berbareng. Tapi siapa suruh kalian kena
ditangkap dan sampai hari baru datang mencari pada diriku"
Justru kebetulan pada hari ini aku telah kembalikan barang
curian itu kepada pemilik masing-masing"
"Omong kosong" teriak Cufalan gusar. "ketiga jilid kitab
pusaka Siau-lim-si itu hendak makan sendiri yaa". Hmm.
jangan kau salahku kami akan main kasar sekarang"
"Blang" mendadak ia menggebrak meja hingga meja itu
menjadi hancur berantakan.
Melihat betapa galaknya kedua Hoanceng itu, pemilik
warung minum itu menjadi ketakutan dan berteriak: "He kalian
hendak berkelahi, silakan keluar sana. Kalau disini sebentar
tentu aku bangkrut!"
"Jangan kuatir tak bisa kau dirugikan!" sahut Ki Hiau-hong
tertawa sembari melemparkan serencang uang perak. Lalu
katanya kepada hoanceng tadi :. "Orang tua itu memang tidak
salah. Kita hendak berkelahi atau berunding secara baik-baik
harus mencari suatu tempat lain saja!"
Sekali melompat, cepat dia sudah meleset keluar gardu itu.
"Kau hendak lari kemana, Ki Hiau-hong"!" bentak kedua
Hoan-ceng "Hahaha" Ki Hiau-hong tertawa, "Ketemu si pemilik saja aku
tidak lari, apalagi hanya kalian berdua yang cuma membantu
pasang mata bagiku saja?"
Padahal kedudukan kedua Paderi Hindu itu sangat tinggi
dinegeri asalnya. Mereka datang ke Tiongkok, diantaranya
ialah ingin mengambil kembali Ih-kin dan Swe-jwe, dua kitab
pusaka tinggalan Tat Mo-Cosu. Seperti ketahui, cakal-bakal
siau-lim si itu berasal dari Thian Tok, dengan sendirinya ilmu
silatnya juga diajarkan dinegeri seluruhnya. Cuma sesudah
lewat beribu tahun, ilmu silat di cabang Thian-tiok itu sudah
tidak sebagus di Tiongkok. Sebab itulah, maka mereka malah
ingin mencari kembali kitab-kitab tinggalan Tat-mo Cosu.
Dalam pandangan mereka, hal mana tak bisa dikatakan
mencuri. Tapi justru Ki Hiau-hong berulang kali menyebut tentang
mencuri kitab, anggap mereka hendak membagi rejeki dan
pasang mata baginya segala. Karuan kedua paderi itu naik
pitam segera mereka memaki, "Bangsat yang pandai putar
lidah, jangan kau harap bisa lolos dari tangan kami!"
"Eh, Aku anggap kalian sebagai kawan sendiri, kenapa
memaki tidak karuan" seru Ki Hiau sambil mempercepat
langkahnya menggoda paderi-paderi asing itu.
Saat itu Kang Lam sudah menyusul juga di belakang Ki
Hiau-hong. Mendadak, kedua paderi itu mencengkeram
kedepan dari jauh. Kang Lam lagi ayun langkah mengikuti
dibelakang Ki Hiau-hong. ketika mendadak merasa suatu
tenaga besar telah menyedot tubuhnya dan belakang hingga
mirip dicengkeram orang, hendak melangkahpun terasa susah.
Ki Hiau-hong sendiripun merasakan tenaga tarikan itu cuma
tidak sepayah Kang Lam ia masih bisa berlari, hanya
kecepatannya menjadi berkurang banyak. Namun begitu,
karena Ki Hiau-hong lagi keluarkan tenaga berlari secepatnya
kedepan maka tenaga tarikan kedua paderi itupun seakan
akan ikut terseret olehnya. Tentu saja paderi-paderi bersuara
heran kejut, Ki Hiau-hong berlagak tak terjadi sesuatu katanya dengan
tertawa. "Karena mengingat bekas satu komplotan maka aku
tidak meninggalkan kalian tapi kalau kalian main kasar,
marilah kita coba-coba balapan lari atau boleh juga main
kuking-kucingan!"
Kedua paderi itu berkuatir juga kalau Ki Hiau-hong
melarikan diri, segera mereka tidak main tarik dan pegang
lagi. "Baiklah kita cari suatu tempat untuk bicara. Ingin kami
lihat bagaimana kau bicara mengoceh".
Segera mereka bersama-sama menuju kesuatu tempat sepi,
mendadak Ki Hiau-hong berbenti dan berkata dengan tertawa:
"Asal aku merasa benar, perlu apa mesti mengoceh yang
tidak-tidak" terus terang kukatakan, bukan saja aku telah
mencuri tiga jilid kitab pusaka Siauw lim-si, bahkan berbagai
golongan Bu-lim yang besar di Tionggoan juga telah kucuri,
tapi aku merasa perbuatan mencuri itu sebenarnya tidak baik,
maka aku sudah ambil keputusan akan kembali kejalan yang
benar, justeru tadi juga aku telah kembalikan semua barangbarang
curianku pada pemiliknya masing-masing"
Sudah tentu kedua lloanceng itu tidak mau percaya, segera
Cufalan memaki: "Ngaco-belo, setan yang mau percaya pada
omonganmu!"
"Hu, kau bisa mengubah watak malingmu" Ha, kecuali
kalau matahari terbit dari barat!" demikian Cufayu ikut
memaki. "Benar juga katamu," sahut Hiau-hong. "Harta yang tidak
halal untuk selanjut aku masih tetap akan mencuri terus tetapi
sebangsa Kitab silat pusaka, aku tidak perlu mencuri pula."
"Hm emangnya kau sudah cukup mencurinya", tentu saja
tidak perlu lagi!" maki Cufalan dengan mendelik. Terus saja ia
hendak mulai menyerang.
"He, berhenti dulu, dengarkan aku!" cepat Kang Lam ikut
berseru. "Aku berani, menjadi saksi bahwa Ki-toako memang
benar-benar telab kembalikan kitab" pusaka itu kepada pemilik
masing-masing, termasuk pula ketiga jilid kitab Siau-lim-si.
Jika kalian mampu, boleh kalian pergi mengambilnya di Siaulim-
si, kenapa terus merecoki toako saja?"
"Hm," jengek Cufalan, "macam apa kau ini hingga suruh
aku percaya padamu?"
"Haya, kalian ternyata tidak mau percaya padaku?" seru
Kang Lam. "Kalian boleh coba-coba tanya namaku. Namaku
Kang Lam selamanya tidak pernah berdusta".
"Siapa peduli kau Kang Lam atau Kang Pak! Enyah!" bentak
Cufalan sambil mendepak.
Tapi cepat Kang Lam sudah melompat ke samping sambil
berseru: "Eeh.. Kalian ini benar-benar tidak tahu aturan,
masakah orang memisah juga hendak diserang!"
"Hiante, urusan ini tidak perlu kau ikut campur. Lebih baik
kau pergi saja" kata Ki Hiau-hong.
"Mana boleh jadi, kalau kupergi, mana bisa dianggap
sebagai saudara yang ada rejeki dibagi bersama, ada kesulitan
ditanggung berbareng?" sahut Kang Lam.
Karena kewalahan terhadap adik angkat itu segera Ki Hiauhong
berpaling kepada kedua Hoanceng dan berkata: "Jadi
kalian tidak mau percaya omonganku, apa bisa kukatakan
lagi" Lalu kalian mau apa?"
"Jika barangnya tidak kau serahkan, segera kami beset
kulitmu dan betot ototmu," damperat Cufalan.
Sebenarnya Ki Hiau-hong masih ingin bicara secara baikbaik
dengan mereka, mendengar itu ia naik pitam juga, saking
gusar ia malah, katanya: "Bagus, bagus seumpama barangbarang
curian itu belum kekembalkan pada pemiliknya juga
takkan kuberikan pada kalian! Kalau punya kemampuan, boleh
kalian pergi mencurinya. Huh! tidak becus, takut pada Siaulim-
si pula, tapi menghina orang, disini! Apa kalian inginkan
barang curian yang sudah ada, tinggal membagi rejeki saja"
Hmm.. aku justru tidak ingin membagi muka untukmu. Ingin
kulihat cara bagaimana kalian ingin membeset kulit dan
membetot ototku?"
Belum lenyap suaranya,sekonyong-konyong Cufalan
menggembor keras-keras hingga mirip guntur di siang bolong.
Meski Kang Lam cepat tutup kedua telinganya toh masih
merasa seakan-akan pekak dan hati berdebar-debar.
Kiranya suara Cufalan itu adalah ilmu "Say-cu-ho-kang" atau
Auman singa yang lihay, syukur Lwekang Kang Lam sudah
cukup tinggi hingga tidak sampai jatuh pingsan oleh suara
auman keras itu.
Ki Hiau-hong sendiri meski dapat menahan suara itu, tapi
telinganya juga mendenging, pikirnya diam-diam: "Pantas
dahulu Tay-pi dan Tay-ti Siansu dan Siau-lim-si juga
terjungkal, kemudian diperlukan ketua Tat Mo-ih ikut maju
baru dapat menaklukkan mereka"
Dalam pada itu, sekali sekali menggerung lagi, cepat
Cufalan menubruk maju.
"Huh! jeritanmu yang mirip setan itu mau dipakai


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggertak siapa. Nah! lihat juga punyaku!" ejek Ki Hiauhong
berkelit hingga cengkeraman Cufalan mengenai tempat
kosong. "Kena!" bentak Ki Hiau-hong mendadak ia keluarkan ilmu
lm-yang-jiau, hingga tepai pi-pe-kut dipundak lawan kena
dicengkeramnya.
Saking girang, Kang Lam terus bersorak. Sebaliknya Ki
Hiau-hong sama sekali tak menyangka secara demikian mudah
musuh kena diserangnya.
"Pi-pe-kut", yaitu tulang pundak yang lemas itu, kalau kena
dicengkeram orang, maka betapapun tinggi ilmu silatnya, pasti
akan lumpuh juga seketika. Sebab itulah, kalau hendak
memunahkan ilmu silat lawan, asal putuskan tulang
pundaknya, tentu saja.
Sebagai seorang kawakan sedemikian mudah serangannya
mengenai sasaran yang tidak lemah itu, segera Ki Hiau-hong
pikir, lawannya tidak mungkin pura-pura saja. Benar saja di
kala la timbul pikirannya itu, segera terasa tempat yang
dicengkeramnya itu lemas tak bertulang. sekonyong-konyong
lengan Cufalan memutar keatas terus menabok ke thay-yanghiat
di pelipis Ki Hiau-hong malah.
Tulang pundak kena dicengkeram musuh tapi masih bisa
keluarkan buat balas menyerang musuh biarpun Ki Hiau-hong
sudah menduga musuh pasti akan pakai muslihat tapi juga
tidak menyangka ilmu silat lawan bisa sedemikian anehnya.
Kiranya ilmu Cufalan itu adalah Yoga yang lihay dari India,
kalau sudah terlatih sempurna otot daging bisa digerak
kerutkan dengan sesuka hati untuk mematahkan daya
serangan lawan. Ki Hiau-hong mahir macam-macam ilmu silat
Tiong kok, tapi terhadap ilmu Yoga dari India itu belum pernah
belajar. Menyusul mana, secara Cufalan menghantam pula ke
belakang ketika merasa pundaknya dipegang orang, yang dia
gunakan adalah Liong kun atau pukulan naga dari ajaran Tatmo
Cosu. Ki Hiau-hong tahu betapa lihaynya serangan itu serunya
memuji: "Serangan bagus! cuma belum cukup sempurna
terlatih!"
Habis itu, tahu-tahu terdengarlah suara "bluk" yang keras
pukulan itu telah mengenai tubuh Ki Hiau-hong. Saking kaget,
Kang Lam sampai menjerit kuatir!
"Kalau terima tidak balas itu kurang hormat, ini kaupun lihat
aku punya" seru Ki Hiau-hong tertawa, berbareng kedua
jarinya secepat kilat menutuk urat nadi pergelangan lengan
lawan. Ketika hantamannya mengenai Hiau-hong tadi Cufalan
merasa kepalannya seperti mengenai kapas, kiranya Ki Hiauhong
telah gunakan lwekang yang maha tinggi untuk
mematahkan semua tenaga pukulan itu. Dan pada saat itulah,
belum lagi Cufalan sempat tarik kembali tangannya, tahu-tahu
urat nadinya kena ditutuk, ia menjerit sembari sempoyongan
mundur akan roboh.
Diam-diam Ki Hiau-hong kagum juga melihat lawannya
tidak sampai roboh meski tertutuk. Dalam keadaan musuh
masih belum siap kembali, terus saja Ki Hiau-hong
merangsang maju pula memberi serangan lebih gencar.
Setelah serang menyerang tadi, kedua orang masingmasing
sudah tahu kekuatan lawan. Lwekang Ki Hiau-hong,
yang tinggi boleh dikata sama bagus dan sama kuatnya
dengan ilmu yoga Cufalan yang aneh. Cuma Ki Hiau-hong
lebih cepat, lebih gesit, hal ini lebih menguntungkannya.
Nampak sang suheng berulang kali mengalami bahaya,
Cufayu tidak mau tinggal diam lagi. Ia lepaskan kain kasa
yang dipakainya terus melompat maju.
"Hei!.. Kalian kenal peraturan Kangouw tidak" Dua orang
mengeroyok seorang. sungguh tidak tahu malu!" Kang Lam
segera mengolok-olok.
"Jika kau tidak terima kau boleh maju sekalian!" sahut
Cufayu. Segera Ki Hiau-hong menggunakan ilmu mengirimkan
gelombang suara ketelinga Kang Lam untuk membisikinya:
"Adik yang baik aku terima kebaikanmu sudah. Tapi jangan
sekaii-kaii kau ikut maju! Apabila aku tak bisa menangkan
mereka, aku masih pandai melarikan diri, sebaliknya kalau kau
kewalahan untuk lari terang tidak secepat aku".
Kang Lam pikir memang betul juga nasihat sang Toako itu,
segera ia menggembor: "Baiklah aku setuju. Aku akan
menyokong semangat dari pinggir, kau tidak lari akupun
takkan lari".
Kang Lam tidak paham ilmu mengirim gelembang suara itu,
karuan dengan menggembor segera rahasianya diketahui
musuh. Dengan terbahak-bahak Cufayu berseru "Adik cilik yang
licik, apa kau akan lari begitu saja"
Terus saja ia pentang jubahnya yang lebar itu menutup ke
atas kepala Ki Hiau-hong. Tanpa pikir, Ki Hiau-hong sambut
jubah orang itu dengan sekali hantam.
"Bluk"
Jubah itu menggelembung ke atas, tapi masih mengurung
ke bawah, kalau Ki Hiau-hong kurang cepat menghindar, tentu
sudah kena dikurung dibawahya.
Kasa atau jubah Cufayu itu terbuat dari sutera yang khusus
terdapat di India, kalau cuma senjata biasa saja takkan
mempan merusaknya, apalagi hanya kepalan Ki Hiau-hong.
Kekuatan kedua Hoanceng itu boleh dikata sepadan dengan
Ki Hiau-hong, sebabnya Ki Hiau-hong bisa memperoleh
keuntungan melawan Cufalan tadi ialah karena ilmu Ginkangnya
lebih tinggi. Kini Cufayu telah maju membantu sambil
memutar Kasa mestikanyai bagai sebuah jaring-jaring,
disamping itu Cufalan terus menggempur lebih kuat lagi
dengan menggunakan Kasa sang Sute sebagai tameng.
Dengan demikian, tentu saja keadaan berubah, Ki Hiau-hong
menjadi terdesak malah.
Dalam pertarungan sengit itu, Ki Hiau-hong terkena sekali
serangan "In-ciang" yang bertenaga lemas, biarpun Ki Hiauhong
telah gunakan Iwekangnya untuk melawan juga, cuma
6-7 bagian tenaga pukulan itu kena dipatahkan. Maka isi
perutnya terguncang.
"Huak!"
Arak yang tadi diminumnya telah tersembur semua.
Memangnya arak yang dia minun sangat banyak, maka
sekali sembur, mirip air mancur saja hingga kasa yang bagus
itu basah lepek.
Karuan Cufayu marah, ia memaki-maki: "Bangsat kurang
ajar. Kasa tuanmu dibikin bau dan lepek"
"ABIS, memangnya kau harum?" Ki Hiau-hong mengolokolok
dengan tertawa. "Huh! bau bacin dari badanmu itu jauh
lebih busuk lagi!"
Saking geli, Kang Lam sampai tertawa terpingkal-pingkal.
Tapi hanya sekejap saja ia tertawa, habis itu ia tak bisa
tertawa lagi. Sebab setelah Ki Hiau-hong bisa lepaskan diri
dari serangan musuh berkat semburan arak tadi, hal mana
telah makin bikin murka Cufayu, ia merangsang lebih dekat
lagi dengan kasanya, hingga Ki Hiau-hong yang lagi
berkutatan dengan Cufayan beberapa kali hampir-hampir kena
diserang karena menghindari jaringan kasa Cufayu.
Melihat keadaan itu, Kang Lam menjadi kuatir, untuk
menang terang Ki Hiau-hong tiada harapan, bahkan kini
hendak laripun susah.
Segera Kang Lam jemput peberapa potong batu dengan
cepat ia timpukan kepunggung Cufalan secara beruntun
sambil berseru: "Kau lekas lari, Toako!"
Memangnya ilmu Tah-hiat atau memukul Hiat-to Kang Lam
sangat lihay, cuma sayang tenaga dalamnya masih kurang
sempurna, terdengar suara "plok" sekali, punggung Cufalan
kena tertimpuk batu, namun orangnya hanya terhuyung
sedikit dan tidak roboh. Dalam keadaan itu secepat kilat kasa
Cufayu sudah bekerja. Sekali sapu, semua batu timpukan
Kang Lam telah kena digulung olehnya.
Sebenarnya dengan kepandaian Cufalan, tidak seharusnya
ia kena ditimpuk oleh Kang Lam cuma dia memang pandang
enteng jago bekas kacung itu, sedikit lengah, dia lantas telan
pil pahit. Untungnya Hiat-to yang tertimpuk itu adalah Hinyang-
hiat yang mengakibatkan gatal geli saja, maka tidak
terluka. Namun hal itu sudah membuatnya murka, ia
membentak : "Siau cat (bajingan cilik) marilah kaupun maju
sekalian. Kau saling sebut saudara tua dengan bangsat tua ini.
Kalau memang jiwa setia kawan, hayo maju"
Tapi lekas-lekas Ki Hiau-hong membisiki Kang Lam lagi
dengan ilmu mengirim gelombang suara "Adik cilik, jangan
sembronono, lekas kau lari, lekas!"
Jago silat yang sedang saling gebrak, mana boleh berlaku
lengah" Sedikit Ki Hiau-hong meleng, tahu-tahu kasa Cufaya
telah dipentang. Batu-batu yang digulungnya tadi terus
dihamburkan. Selagi Ki Hiau-hong terpaksa berlompatan menghindar,
kesempatan itu telah digunakan Cufalan untuk menghantam.
"Biang"!"
Baju Ki Hiau-hong robek beberapa potong, punggungnya
tampak membekas darah.
"Toako, kita ada rejeki dikenyam bersama dan ada bahaya
ditanggung berbareng, tak perlu kau suruh aku lari. Aku sudah
pasti akan maju membantu kau!" demikian teriak Kang Lam.
Habis berkata, secepat panah, terus saja ia menubruk
ketengah kalangan. Karuan Ki Hiau-hong kelabakan kuatir,
namun tak bisa mencegah lagi.
"Hahahaha, bangsat cilik ternyata setia kawan juga,"
Cufayu terbahak-bahak, sekali kasanya memutar, kontan terus
ditutup keatas kepala Kang Lam.
Cepat Kang Lam papak kedua tangannya keatas, kasa itu
dipegangnya, terus hendak disobeknya. Namun sama sekali
tidak bergeming dan tampaknya segera akan dikerudung oleh
kasa itu. Syukur Ki Hiau-hong keburu menolong, dengan,
membentak: "Lepas!"
Secepat kilat kedua jari Ki Hiau-hong mencolok kedua mata
Cufayu. Ilmu yang digunakan Ki Hiau-hong yalah "Hian-im-ci" yang
lihay, suatu ilmu yang sama hebatnya seperti Siu-lo-im-satkang.
Ilmu yang keji dan lihay ini sebenarnya tak hendak
digunakan Ki Hiau-hong, tapi dalam keadaan kepepet untuk
menolong Kang Lam, terpaksa ia keluarkan juga.
Ketika mendadak merasa angin tajam menusuk matanya,
Cufayu terkejut, lekas-lekas ia tarik kembali kasanya untuk
menutup mukanya sendiri. Namun begitu kedua matanya
sudah merah pedas hingga mengucurkan air mata.
"Haa... haa... keledai tua ini menangis. Toako, baiklah kita
ampuni saja dia" seru Kang Lam.
Segera Ki Hiau-hong tangan Kang Lam terus hendak
melompat lari. Cufayu gusar, kasa diputar sekuatnya sehingga Kang Lam
tak tahan oleh guncangan tenaga putaran itu. Dalam kejutnya,
Ki Hiau-hong lekas-lekas putar balik untuk menyeretnya lagi.
Tapi pada saat itu juga, pukulan Cufalan sudah menuju
kemukanya, begitu juga Cufayu mengebut kasanya ketengah
hingga seketika Ki Hiau-hong dipisahkan dan Kang Lam.
Berhubung keadaan kepepet, Ki Hiau-hong tidak hiraukan
pukulan Cufalan yang sementara itu telah menghantam pula,
lebih dulu. Ia baliki tangan menggaplok kebelakang. Saat itu,
Cufayu sudah hampir memcengkeram Kang Lam, tapi
gaplokan Ki Hiau-hong itu sudah mentalkan kasa yang
melintang ditengah-tengah mereka, Cufayu merasakan pula
semacam hawa dingin merembes keatas melalui urat nadinya,
kontan ia sangat terkejut.
Rupanya itulah Siu-lo-sat-kang yang dilatih Ki Hiau-hong
dan sudah mencapai tingkatan ketujuh, sudah dapat Keh-buttoan-
keng atau ilmu menyerang dari balik benda.
Tapi karena hendak menolong Kang Lam, Ki Hiau-hong
sendiri harus terima satu pukulan Cufalan. Karena itu, ia tidak
sempat mengerahkan lweekang sendiri untuk menolak
serangan itu. Saking kesakitan, matanya berkunang-kunang
dan hampir-hampir terjungkal.
Sebaliknya karena terserang oleh Siu-lo-im sat-kang, Cufayu
tergetar tidak urung mencengkeram Kang Lam, kesempatan
itu dengan cepat digunakan Kang Lam untuk menyelinap ke
samping. "Adik cilik, lekas kau lari saja!" seru Ki Hiau-hong.
"Tidak, melarikan diri disaat bahaya bukan perbuatan
seorang laki-laki sejati!" sahut Kang Lam. "Biarlah hari ini aku
adu jiwa dengan keledai gundul ini!"
"Hm, hanya kau bocah ingusan begini ingin adu jiwa
dengan aku?" e
Romantika Sebilah Pedang 5 Rahasia Mo-kau Kaucu Karya Khu Lung Romantika Sebilah Pedang 6
^