Kisah Pedang Di Sungai Es 6

Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen Bagian 6


kram Kang Lam. Mendadak Kang Lam tekap kepalanya dengan ke dua tangan
sambil berlari-lari kian kemari dan berteriak-teriak: "Wah,
celakai pria dan wanita harus ada pembatasannya jangan kau
pegang aku,jangan pegang-pegang"
Maka terdengar suara bret sekali, dayang sebelah kiri telah
merobek sepotong baju dayang sisi kanan. Menyusul lantas
terdengar pula suara jeritan, dayang sebelah kanan juga telah
betot secomot rambut dayang sebelah kiri Kiranya Kang Lam
telah menggunakan Thian Lo Poh Hoat yang baru saja
dipelajarinya dari Kim Si-ih untuk mempermainkan ke dua
dayang itu hingga saling baku-hantam sendiri
Karuan yang paling senang adalah Kang Hay-thian, ia
tertawa cekakakan geli.
"Sudahlah, Kang Lam, marilah pergi" seru Si-ih tiba-tiba.
Dan sekali tarik, segera ia membawa serta Kang Lam
melompat keluar pagar tembok. segera Ki Hiau-hongpun
melayang keluar menyusul sang kawan.
Melihat Kim Si-ih sudah bergabung dengan Ki Hiau-hong,
sudah tentu Thian Mo Kaucu bertiga tidak berani mengejar
lagi. Sesudah turun sampai di kaki gunung ci Lay san, sementara
itu hari sudah terang. Si-ih dan rombongannya lantas
mengaso sekedarnya di rimba rindang tepi jalan.
"Hay-ji," seru Kang Lam kepada puteranya. "Ketika di
rumah setiap hari kau ribut ingin ayah carikan gurumu.
sekarang sang suhu sudah di sini, mengapa kau tidak lekas
menjura?" Bocah itu benar-benar pintar juga, terus saja ia berlutut dan
berkata: "Banyak terima kasih atas pertolongan suhu yang
telah menyelamatkan aku dari sarang musuh. Biarlah Tecu
menjura tiga kali lebih banyak kepadamu"
Ia tahu kalau upacara mengangkat guru harus menjura
sembilan kali, maka seluruhnya ia telah menjura 12 kali
sampai batok kepalanya merah benjut.
"Baiklah, karena timbul dari hatimu yang murni, akupun
tidak mencegah engkau, cuma ayahmu yang mungkin merasa
menyesal," ujar Si-ih dengan tertawa.
"Hahaha, Kang Lam ikut tertawa. Anak ini jauh lebih
beruntung dari padaku. Kalau aku dapat mengangkat seorang
guru baik seperti ini, aku bersedia menjura 100 kali"
Si-ih sangat sayang kepada Kang Hay-thian, segera ia
menarik bangun bocah itu. Tapi mendadak ia tercengang
sejenak seakan-akan melihat sesuatu apa atas diri anak itu.
Tanyanya tiba-tiba: "Apakah Thian Mo Kaucu itu pernah
mengajarkan kepandaian apa-apa kepadamu?"
Maka Hay-thian menjawab: "setiap malam wanita itu
mengajarkan aku duduk bersila dan suruh aku melapangkan
dada untuk mengambil napas perlahan-lahan. Entah apakah
itu termasuk sesuatu kepandaian atau tidak?"
"Dan bagaimana rasanya sesudah kau lakukan?" tanya Si-ih
pula. "sehabis duduk bersila begitu, semula perutku terasa panas
bagai dibakar dan aku mandi keringat," demikian Hay-thian
menjelaskan. "cuma sesudah berkeringat, aku menjadi segar
rasanya. Aku merasa tenagaku jauh bertambah. Benda yang
semula aku tidak kuat mengangkat, kini sudah dapat kuangkat
dengan mudah."
Kini Kang Lam sudah dapat melihat juga bahwa di antara ke
dua alis anaknya itu lapat-lapat bersemu warna hijau. Ia
terkejut, cepat tanyanya: "Kim-tayhiap. iblis wanita itu telah
mengajarkan dasar melatih Lwekang dari kalangan sia Pay.
Apakah akan membahayakan diri anakku ini?"
"Tidak berhalangan," sahut Si-ih. "Cuma cara aku
mengajarkannya nanti terpaksa harus ganti rencana. semula
aku berharap dalam 10 tahun akan dapat memupuk dasar
Lwekang-nya. Tapi kini mungkin cuma diperlukan tujuh tahun
saja." "Aneh, jika begitu, bukankah bermanfaat malah?" kata
Kang Lam heran "Boleh juga dikatakan demikian," sahut Kim Si-ih samarsamar.
"Yang sudah terang, Thian Mo Kaucu itu sangat sayang
kepada anakmu ini."
Oleh karena tidak paham rahasia apa yang terkandung di
dalamnya, namun dari jawaban Si-ih itu, Kang Lam menjadi
lega. Padahal Kim Si-ih justru merasa gegetun sekali.
Kiranya maksud Si-ih semula ialah ingin memulai ajarannya
kepada Kang Hay-thian dengan Lwekang dari aliran cing Pay.
Apabila pondamen sang murid sudah kuat, barulah kemudian
akan diberi ajaran ilmu silat yang paling bagus. Tapi kini sekali
mulai Hay-thian lantas dicekoki dengan Lwekang kalangan sia
Pay, kalau mesti suruh dia belajar kembali dari awal, untuk
mana bocah itu harus cuci otak dan ganti otot untuk
melenyapkan kepandaian sia Pay yang sudah dipelajarinya itu.
Tapi karena usianya masih kecil. daya tahan badannya
tentu tidak seperti orang dewasa, kalau dipaksakan, mungkin
akan merusak kesehatan bocah itu. Maka terpaksa Kim Si-ih
membiarkan apa adanya saja. Sebab untuk belajar silat, dapat
juga dimulai dengan melatih Lwekang dari Sia-pay.
bahayanya, bila sudah mencapai puncaknya. besar
kemungkinan akan "Cau-hwe-jip-mo" atau sesat napas dan
salah urat hingga melumpuhkan diri sendiri. Hal itu dahulu
pernah dialami Kim Si-ih sendiri Beiknya sekarang Si-ih sudah
berhasil meyakinkan puncak ilmu silat dari golongan Sia dan
Cing. terhadap bahaya "Cau-hwe-jip-mo" sudah bukan soal
sulit baginya untuk mencegahnya. Dan oleh karena alas dasar
latihan Kang Hay-thian ini semula sudah salah, maka
dikemudian hari terpaksa harus mengalami banyak rintangan
yang berliku-liku dan pengalaman aneh. namun akirnya toh
jadi juga seorang mahaguru silat yang terkemuka.
Begitulah maka Kim Si-ih dan rombongannya lantas
meneruskan perjalanan. Sesuai dengan rentiana semula,
mereka akan menuju ke Sohciu untuk mentiari Tan Thian-ih.
Sepandiang dialap Kang Lam terus mengotieh dengan riang
gembira. Sebaliknya Kim Si-ih tampak lesu seperti
menanggung pikiran apa-apa.
Sesudah dialan setengah hari. selagi Kang Lam hendak
menanya. namun tiba-tiba Si-ih sudah membuka suara:
"Tempat ini sangat dekat dengan Pek-hoa-kok (lembah
beratus bunga), aku menjadi ingin berziarah kemakamnya Le
Seng-lam. Bolehlah kalian jalan lebih dulu, segera tentu aku
akan menyusul."
Meski dimasa hidupnya Le Seng-lam. gadis itu tidak disukai
oleh Kang Lam. Tapi demi Kira Si-ih, mau juga ia
berserobahayang kemakam gadis itu. Maka iapun menyalakan
maksudnya itu. "Baik juga." sahut Si-ih pelahan. "Orangnya sudah
meninggal, apa yang terjadl dahulu, baik suka maupun duka.
biarlah dibuang jauh-jauh. Lebih banyak kawan yang
berkunjung kemakamnya. kalau dia tahu dialam baka, tentu
diapun akan senang."
Waktu magrib, sampailah mereka di Pek-hoa-kok. Dari jauh
sudah kelihatan tempat kuburan Le Seng-lam. Kim Si-ih
menjadi pedih terkenang pada kejadian dahulu
Sesudah dekat. tiba-tiba Ki Hiau-hong terkejut. Si-ih terus
berteriak juga: "Hai. perbuatan siapa itu"' " cepat ia berlari
kekuburan Le Seng-lam dan tertampak batu nisan yang
didirikannya dahulu itu sudah roboh. Bahkan tulisan diatas
Bongpay atau batu nisan itupun sudah tak karuan macamnya.
Dahulu Kim Si-ih telah mengukir tulisan "kuburan isteri
tercinta Le Seng-lam" diatas Bongpay itu. dan dipinggirnya
terukir pula: "persembahan Kim Si-ih". Kini keempat huruf
terukir itu sudah hilang sama sekali, bahkan kata-kata "isteri
tercinta" pada ukiran-ukiran tengah itupun sudah diratakan
orang hingga tak terbaca.
Yang paling mengejutkan adalah diujung kuburan yang
menggunung itu. ternyata sudah terbuka satu celah-celah dan
peti mati di-dalamnya sudah terbuka tutupnya. isi peti matipun
sudah kosong. Kang Lam dan Ki Hiau-hong tidak berani bicara menghadapi
kejadian luar biasa itu. sedang wajah Kim Si-ih menjadi gelap
dan beringas, ia termangu-mangu sedienak. kemudian
mendadak berteriak sambil menangis: "O. Seng-lam.
perasaanku kepadamu, hanya engkau yang mengetahui nada
detik sebelum engkau menghembuskan napas pengabisan.
Tapi sayang engkau sekarang tak-dapat bicara lagi bagiku dan
cara bagaimana aku harus membela diri terhadap orang luar?"
Kang Lam menjadi bingung, ingin membujuk Si-ih
meninggalkan kuburan, kuatir orang semakin berduka.
Terpaksa ia biarkan menangis sepunsnya. lewat sebentar,
sesudah tangis Kim Si-ih agak reda. barulah Kang Lam dapat
menghiburnya. "Kim-tay-hiap. urusanmu dengan nona Le.
para kawan tentu cukup paham duduknya perkara, pasti
takkan ada orang yang akan mencela kesalahanmu."
"Tidak, kau tidak tahu. kau tidak tahu!" seru Si-ih tiba-tiba
dengan pedih. "Biarlah aku akan menjelaskan padanya".
Kang Lam kaget, pikirnya: "He. apakah pikiran Kim-layhiap
menjadi gelap mendadak"' " Kiranya disangkanya maksud
Kira Si-ih hendak menjelaskan isi ha tinya kepada Le Senglam.
hal mana berarti Si-ih akan membunuh diri untuk men y
usul kekasihnya itu dialam baka.
Maka cepat Kang Lam menarik lengan baju Si-ih sambil
berseru: "Jangan. Kim-tayhiap. jangan"
"Kenapa jangan?"
"Aku harus pergi kesana untuk bicara yang lebih jelas
padanya barulah hatiku bisa merasa tenteram. Kalian boleh
meneruskan perjalanan dahulu, aku akan pergi ke Ci-lay-san
lagi. dalam waktu satu-dua hari aku pasti akan dapat menyusul
kalian." demikian kata Si-ih sambil mengipatkan pelahan
lengan bajunya dan tinggal pergi.
Kang Lam tergentak jatuh oleh kebasan baju Si-ih itu. Dan
baru sekarang ia paham maksud Kim Si-ih itu bukan hendak
menemui Le Seng-lam diakirat, tapi yg dimaksudkan ialah
sipemuda baju hitam di Ci-lay-san itu. Cepat ia merangkak
bangun dan berseru pula: "Kim-tayhiap. kenapa engkau mesti
men-cari susah sendiri?"
"Sudahlah. Kang Lam." ujar Ki Hiau-hong. "Selamanya kau
tidak pernah mengalami hal-hal yang raenyedihkan. kau tidak
paham perasaan seorang yang sedang dirundung rasa
menyesal dan dendam. Pemuda baju hitam itu she Le.
mukanya rada mirip Le Seng-lam pula. maka Kim-tayhiap telah
menyangsikan dia adalah sanak keluarganya Le-kohnio."
"Sekalipun benar adalah sanak keularganya. lantas mau
apa?" kata Kang Lam menggeleng kepala.
"Apakah kau belum dapat mengikuti krjadian ini?" tanya
Hiau-hong. "Menurut pendapatku. tulisan diatas batu nisan ini
tentu pemuda she Le itu yang menghilangkannya dan tulang
je-nazah nona Le tentu juga dia yang memindahkan. Meski
kita menganggap Kim-tayhiap sudah memenuhi kewajiban dan
setia kepada nona Le. tapi Kim-tayhiap sendiri justeru merasa
berdosa padanya. ditambah lagi pemuda she Le itupun tidak
bisa memaafkan padanya. sudah tentu ia sangat sedih. dan
ingin sekali membela diri dalam peristiwa yang mengenaskan
itu." "Kepandaian Suhu begitu tinggi, mengapa tadi telah
menangis?" tiba-tiba Kang Hay-thian bertanya.
Kang Lam menjadi tertawa oleh kepolosan bocah itu. Sahutnya:
"Kau masih kecil kujelaskan persoalannya juga kau
takkan paham."
Tabiat Hay-thian ternyata sangat berbeda dengan sang
ayah. biasanya jarang bicara. tapi teguh keinginannya. apa
yang dia ingin tahu, ia harus bertanya sampai ada suatu
jawaban memuaskari barulah mau sudah. Maka ia terus
menanya lagi. Terpaksa Kang Lam menyahuti: "Suhumu disebabkan oleh
seorang wanita, wanita itu telah bikin susah padanya hingga
dia berduka."
"Wah, kiranya wanita begitu menakutkan, kelak aku tidak
berani dekat-dekat dengan kaum wanita," demikian kata Haythian.
"Tak boleh juga disamaratakan, seperti aku dan ibumu,
bukankah semuanya berjalan dengan baik?" ujar Kang Lam
dengan tertawa.
"Ya. itu adalah rejekimu. Kang Lam." kata Hiau-hong
dengan tertawa juga. "Baik sekarang kita berangkat saja.
ditengah suasana remang-remang begini, aku menjadi rada
merinding berada ku-buran bobrok seperti ini."
"Haha. kusangka hanya aku yang merasa jeri. kiranya Kitoako
juga takut pada arwah halusnya nona Le!" seru Kang
Lam dengan tertawa. Sembari berkata. Haythian
digendongnya lagi dan buru-buru meninggalkan Pek-hoa-kok
itu. Agar nanti Kim Si-ih mudah mencari dan menyusul mereka,
maka Ki Hiau-hong dan Kang Lam menaruh kode-kode
disepanjang jalan, pula mereka memperlambat kakinya. sehari
cuma puluhan li mereka tempuh. Tiga hari kemudian. Kim Siih
masih belum nampak menyusul.
Sampai hari keempat. Kang Lam menjadi kuatir. sambil
jalan berulang-ulang ia menoleh mengharapkan munculnya
Kim Si-ih. .Kang Lam." kata Hiau-hong. "tak perlu kau gopoh. Mungkin
Kim-tayhiap terhalang oleh urusan lain, tidak nanti dia
meninggalkan kita."
"Aku justeru kuatir terjadi urusan lainnya." sahut Kang Lam.
"Dia menyalakan dalam satu-dua hari tentu akan menyusul
kita. tapi kini sudah hari keempat. Didepan sudah kelihatan
kota Yam-sia. kesana lagi sudah masuk wilayah Kangroh. tapi
dia masih belum kelihatan. Dapatkah disebabkan dia terluka
apa-apa?" "Pasti tidak." ujar Hiau-hong. "Biarpun dikeroyok Tbian-mokancu
bertiga, paling tidak juga Kim-tayhiap akan sama
kuatnya menempur mereka. Aku justeru tidak kuatir badannya
terluka. tapi kuatir kalau hatinya yang terluka. Diharap saja dia
dapat bertemu dengan pemuda shc Le itu untuk
menghilangkan rasa dendam orang itu kepada Kim-tayhiap."
Bicara sampai disini. mendadak Kang Lam melonj.H sambil
berseru: "Itu dia, Kim-tayhiap sudah kembali. Hai. apakah
engkau bertemu dengan orang itu?"
Benar juga, sekejap kemudian Kim Si-ih sudah tiba sampai
didepan mereka. Tapi wajahnya tampak muram durja.
"Apakah orang-orang Thian-mo-kau itu sudah angkat kaki


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semua dari sarang mereka?" tanya Ki Hiau-hong.
Nyata. sebagai seorang kawakan Kangouw, tebakan Ki
Hiau-hong itu tepat dengan apa yang sudah terjadi. Sahut Kim
Si-ih: "Benar, bahkan rumah-rumah disanapun sudah dibakar
semua. Ai. rupanya mereka sudah menduga aku akan datang
kembali ke-sana. dan tidak sudi bertemu lagi dengan aku."
"Bukan mereka tidak sudi bertemu dengan kau, tapi mereka
takut menemui kau, makanya mereka menghindari kau", ujar
Ki Hiau-hong. "Tapi kembaliku kesana kali ini toh tiada punya maksud jahat,"
kata Si-ih. "Memang, tapi darimana mereka dapat mengetahui
maksudmu itu?" sahut Hiau-hong." Kemarin dulu kita sudah
bikin rusuh di-sana. bahkan engkau telah menghajar Bun-tocu
itu. Mereka insaf tak mampu melawan engkau, maka takut
kalau kau datang kembali mengobrak-abrik sarang mereka."
Sebagai seorang kawakan Kangouw. sudah tentu Kim Si-ih
paham hal itu. namun hatinya tetap merasa masgul.
"Sayang Kok-lihiap tidak berada disini." tiba-tiba Kang Lam
menimbrung, "dan aku terlalu goblok pula. maka tidak tahu
bagaimana harus menghibur engkau. Eh. aneh. waktu Koklihiap
menghantar kita turun gunung tempo hari, dilangit ada
segumpal awan menutupi sang surya, dan sekarang ada pula
segumpal awan seperti itu. Ah. baiklah sekarang, awan itu
sudah lewat. Aha, aku menjadi ingat syair apa-apa yang
pernah diuraikan Kok-lihiap itu tentang awan mendung segala,
aku tidak paham maksud syairnya, tapi terang dia telah
menasihatkan engkau harus besarkan hati dan melapangkan
dada. Aku tidak pintar bicara. terpaksa gunakan ucapan Koklihiap
itu untuk menghibur engkau."
Karena kata-kata Kang Lam ini, Si-ih menjadi teringat pada
suasana diwaktu Kok Ci-hoa menghantar keberangkatannya
tempo hari. sesaat itu telinganya seakan-akan berkumandang
pula pesan Kok Ci-hoa yang penuh berisi filsafat orang hidup
itu. Berpikir sampai disini, sinar mata Kim Si-ih yang tadinya
buram itu kembali bercahaya lagi. katanya dengan
mengangguk: .aa. benar, syukur kau telah menyadarkan aku.
Orang hidup kalau ada seorang yang dapat memahami
perasaanmu, tidak perlu peduli oce han orang lain lagi."
Sejak itu Si-ih tidak pernah meniebut lagi tentang kejadian
Le Seng-Lam dahulu, bahkan tentang Thian-mo-kaucu dan
lain-lain yang ada sangkut-pautnya dengan Le Seng-lam juga
dihindarinya untuk dibuat bicara.
Begitulah mereka lantas melanjutkan perjalanan.
Suatu hari. tibalah mereka sampai dikampung halamannya
Tan Thian-ih. Yaitu sebuah dusun bernama "Bok-tok" yang
indah per mai pemandangannya kira 50 li ditimur kota Sohciu.
Kang Lam pernah tinggal beberapa tahun didusun itu. kini
dapat mengunjungi lagi. ia menjadi sangat senang. Sepanjang
jalan ia berjingkrak dan melompat-lompat kesini kesana sambil
menuding kian kemari untuk bercerita kepada anaknya
tentang dimana dahulu ia suka mencari jangkrik. dimana ia
suka menangkap kupu-kupu dan ditepi empang sana ia suka
mancing ikan".
"Haha. sama sekali engkau tidak mirip lagi sebagai seorang
ayah. tapi lebih mirip anak kecil yang nakal." kata Ki Hiauhong
dgn tertawa. .Memang. Toako. sahut Kang Lam tertawa. "Waktu kecil.
aku memang jauh lebih nakal dari dia. Setiap penduduk
didusun ini tiada seorangpun yang tidak kenal aku."
Namun rasa gembira Kang Lam itu tidak tahan lama, ketika
sam pai didepan rumah tinggalnya Tan Thian-ih, ia menjadi
kaget, rasa riang gembiranya tadi seketika lenyap semua,
sebaliknya perasaannya penuh diliputi tanda tanya"
Ternyata pintu gerbang rumah keluarga Tan itu tertutup
rapat, bahkan daun pintu ada beberapa jalur celah bekas
bacokan sen jata tajam. Di bawah emper penuh sarang labahlabah.
Ketika Kang Lam ketok-ketok pintu itu. segera
tangannya penuh debu dan dengan sen dirinya tiada suara
sahutan juga dari dalam. Melihat gelagatnya, pintu itu entah
sudah berapa lamnya tertutup rapat.
Kang Lam saling pandang dengan Si-ih dan Hiau-hong.
mereka heran dan curiga apa yang terjadi atas keluarga Tan
itu" Tiba-Tiba terdengar ada suara orang berseru: "Hai.
bukankah engkau ini adalah engkoh cilik Kang Lam?"
Waktu Kang Lam menoleh, segera dikenalnya orang itu
adalah kebayan kampung itu Ong-lauthau atau sikakek Ong.
Cepat ia me nyahut: "Benar, aku adalah Kang Lam, aku sudah
pulang sekarang!"
"Apakah Tan-kongcu yang suruh kau pulang kesini"
Baguslah jika begitu!" kata sikakek Ong. "Kalau kau tidak lagi
kembali, mungkin genting dan bala rumah inipun bakal
diangkut pergi orang."
Kang Lam semakin curiga. tanyanya cepat: "Dimanakah
Giheng-!m' Dia sudah tidak tinggal disini?"
Sudah tentu Ong-lauthau terkejut juga. tanyanya: "Jadi
bukan Tan-kongcu yang suruh engkau pulang kesini" Dan
kedua tuan ini"
"Mereka adalah kawanku, dan ini adalah anakku," kata
Kang "Hai, Nyo-losam! Masih kenal tidak pedaku" Aku Kang Lam
yang ceriwis itu, ingat tidak?" demikian Kang Lam menerocos
menegur sikakek itu.
"O. anakmu?" sikakek menegas. "Ya. sang waktu memang
sangat cepat lalunya. tahu-tahu anakmu sudah sekian
besarnya. Baiklah kalau kau kembali tingggal disini saja,
rumah ini sudah lama tiada yang mengurus."
Usia kakek Ong itu sudah lanjut. bicaranya suka berteletele,
omong kesana-kesini belum juga mengenai soal
pokoknya. Kalau diwaktu biasa, tentu Kang Lam akan suka
obrol dengan dia, tapi sekarang ia sudah tak sabar lagi.
Setelah memikir scjenak, segera katanya: "Marilah kita bicara
didalam saja, akupun ingin lihat rumah ini sudah berubah
seperti apa macamnya?"
Terus saja ia merusak gembok pintu dan membukanya.
Maka terciumlah bau apek yang menusuk hidung, keadaan
dalam rumah itu sudah bobrok, jauh lebih rusak daripada
sangkaan Kang Lam. Dipelataran samping sana rumput
tumbuh tak terawat, lukisan dan barang-barang antik hiasan
ruangan tamu sudah tidak kelihatan lagi. almari dalam
kamarpun sudah terbuka, isinya hampir kosong semuanya.
hanya ketinggalan beberapa buah perabot rusak dan di pojok
ruangan terdapat setumpuk sampah.
Ia menjadi heran melihat suasana rumah itu tiada sesuatu
tanda yang mencurigakan Tanyanya kepada sikakek Ong:
"Sebenarnya sejak kapankah Cibengku pindah dari sini"
Apakah sama sekali dia tidak meninggalkan pesan apa-apa
kepada sanak paraili dan para tetangga" Pula kedua
pelayannya yang tua itu kemana lagi pergi nya?"
"Kapan Tan-kongcu pindah rumah, hari yang pasi tiada seorangpun
yang tahu." demikian tutur sikakek. "Tiuma kira-kira
dalam bulan sembilan tahun yang lalu. selama beberapa hari
berturut-turut. pintu keluarga Tan ini selalu tertutu. karena itu
orang luar lantas mulai curiga dan ribut membicarakannya.
Namun keluarga Tan adalah bekas pembesar negeri, maka
siapapun tiada yang berani sembarangan masuk. Akirnya
seorang pamilinya iang menjadi pembesar dikotapun
mendengar kabar, lalu dilaporkan kepada ti-koan (bupati),
segera Tikoan datang sendiri kemari dan barulah pintu rumah
ini berani dibuka untuk diperiksa."
"Apa yang terlihat waktu itu?" tanya Kam Lam cepat.
"Seorang pelayan tua sudah mati kaku diatas
pembaringannya, mayatnya sudah hampir membusuk.
Sesudah Tikoan memeriksa jenazah pelayan. tapi tiada
sesuatu tanda mencurigakan dikete-mukan. Kecuali pelayan
tua yang mati itu. tiada seorang lain pula." demikian tutur
sikakek. "Terpaksa Tikoan suruh mayat pelayan itu dikubur
dan melarang siapapun membuka rumah ini tanpa ada
perintah, hanya boleh dibuka kalau ada anggota keluarga Tan
yang pulang." " Sampai disini. ia merandek. lalu katanya pula
dengan tertawa kepada Kang Lam: "Aku tahu dimasa
hidupnya Tan-loya telah menerima engkau sebagai anak
angkatnya. maka kau dapat dianggap sebagai anggota
keluarga Tan, dari itulah aku berani masuk kesini bersama
engkau." Menyusul sikakek bercenta pula: "Malahan waktu itu dipintu
luar sana ditempel kertas segel Tikoan, tapi sesudah sekian
lamanya. kehujanan dan kepanasan, kertas segel itu sudah
hilang." "Tadi kau bilang selain pelayan yang mati itu tiada orang
lain lagi. lalu pelayan tua yang satu lagi kemana?" tanya Kang
Lam kemudian. "O, itulah Nyo-losam," sahut sikakek Ong.
"Ya, dimana dia sekarang?" tanya Kang Lam tak sabar.
"Dia menjaga kuburan keluarga Tan ini." tutur Ong-lauthau
"Ai. nasibnya pun sangat menyedihkan. meski kau ketemu dia
ju ga percuma. Apakah engkau ingin tahu keadaannya?"
Sampai disini Kang Lnm sudah sangat gopoh, kuatir kalau
ce-rita kakek itu lebih tele-tele lagi, segera ia berkata: "Onglaupek.
terima kasihlah atas semua keteranganmu ini. Tentang
Nyo-losam, biarlah aku akan menemuinya sendiri untuk tanya
lebih jetas. Maafkan sekarang juga kami akan kesana!"
Habis berkata, buru-buru ia gendong pula anaknya dan
berlari keluar dengan diikuti Kim Si-ih dan Ki Hiau-hong
menuju ketanah pekuburan keluarga Tan. Dari jauh mereka
masih mendengar Sua ra menghela napas gegetun sikakek
Ong. Saking tergesa-gesa, sepanjang jalan kalau ketemu kenalan
lama Kang Lam hanya menyapa sekedamya saja terus dilalui
dengan ce pat hingga menimbulkan rasa heran orang. Tidak
lama. tibalah mereka ditanah pekuburan keluarga Tan.
Tan Ting-ki. ayahnya Thian-ih. sudah meninggal tahun
dulu. maka Thian-ih telah mempersatukan kuburan ayahnya
itu dengan sang ibu. Disamping sana masih ada pula sebuah
kuburan lama. yaitu kuburannya Sangpii. puteri, Tusi dari
sekte casa di Tibet.
Dahulu waktu Tan Ting-ki ditugaskan menjadi Duta yang
berkedudukan disekte casa didaerah Tibet. Tusi kepala suku
disanaa telah memaksa Thian-ih memperisterikan puterinya
itu. tapi Thian-ih tidak sudi dan setelah timbul berbagai
kesulitan, akirnya ia melarikan diri. Kemudian Sangoii telah
menyusul sampai dirumah-nya Thian-ih dan melukai isterinya.
yaitu Yu Ping. lalu membunuh diri dengan panah beracun.
Sebab itulah Thian-ih telah mengubur gadis malang itu dengan
kehormatan sebagai isterinya.
Begitu menginjak tanah pekuburan itu. Kim Si-ih lantas
heran juga. katanya "He, disini pernah kedatangan tamu dari
jauh!" "Darimana engkau tahu. Kim-tayhiap?" tanya Kang Lam.
"Lihatlah!" sahut Si-ih sambil menuding kedepan.
"bukankah itu adalah bunga Kinkulai yang cuma terdapat
diwilayah Tibet dan benua barat?"
Bunga Kinkulai yang dikatakan itu bila mekar besarnya
sebagai mangkok. berwarna kuning emas. Mungkin karena
tumbuhnya dipindah kedataran Sohciu situ. maka sekarang
cuma sebesar cangkir. warnanya juga agak muda Tapi dari
bau harumnya yang punya ciri kas. Dengan mudah lantas
dapat dikenal. Maka kata Kang Lam: "Ya, benarlah, aku menjadi teringat
Sangpil itu paling suka pada bunga ini. Apa barangkali
kejadian dirumah Giheng itu disebabkan Tusi dari sekte casa
itu telah mengirim orangnya untuk membalaskan sakit hati
puterinya ini?"
"Ilmu silat Thian-ih dan isterinya bukan sembarangan orang
dapat mengalahkannya. kalau cuma seorang Tusi kecil sekte
casa saja rasanya takkan mampu mengundang jago kosen
untuk mengalahkannya." demikian kata Si-ih. "Tapi urusan ini
memang Agak aneh!"
"Baiknya Nyo-losam tinggal disini. kita dapat menanya
padanya." ujar Kang Lam.
Dibelakang kuburan Sangpii itu adalah sebuah gubuk.
Sedang mereka bicara. dari gubuk itu telah muncul seorang
tua. Itulah dia Nyo-losam adanya.
Kang Lam menjadi girang, segera serunya: "Hai. Lau Nyo.
aku sudah kembali! He. kenapakah kau" Apa sudah tidak
kenal padaku lagi?"
Ternyata sepasang mata Nyo-losam itu tampak mendelik
melulu, sikapnya tiada ubahnya seperti seorang gendeng.
Lewat agak lama. agaknya dia seperti ingat pernah kenal Kang
Lam. maka kedenga ran mulutnya bersuara "ah-uh-ah-uh",
namun tiada seorang pun yang paham apa yang sedang dia
ucapkan" Pada saat itulah. tiba-tiba ada seorang anak tanggung
berusia belasan tahun ikut berlari keluar dari gubuk itu. Segera
bocah itu berseru: "Hai. engkoh Kang Lam. jadi engkau sudah
kembali! Apakah engkau tahu dirumah keluarga Tan sudah
terjadi sesuatu?"
"Eh, kiranya kau. Siau-nyo-cu." sapa Kang Lam. ia kenal
bocah itu adalah keponakan jauh si Nyo-losam "Tentang
keluarga Tan aku sudah mendengar tadi. Aku justeru lagi ingin
tanya Em-pekmu. tapi mengapa Empekmu telah berubah
seperti ini?"
"Empek disuruh menjaga pekuburan ini sejak tahun yang
lalu." sahut anak itu. "Dan sesudah terjadi apa-apa atas
keluarga Tan, ia lantas berubah menjadi begini. Dan oleh
karena itu juga. makanya aku tinggal mengawani dia disini.
Pekerjaan sehari-hari masih dapat dilakukan Empek. cuma
pikirannya yang agak kurang beres, tuli dan bisu pula. Aku
pernah juga mengundang tabib untuk mengobati dia, tapi
tiada seoracgpun tahu penyakit apa yang dia derita?"
Tiba-Tiba Kim Si-ih ulur jari tengahnya dan menjentik sekali
di "Yau-im-hiat" dibelakang telinga Nio-losam. Kakek itu terus
saja menjerit sekali, tiba-tiba ia dapat merangkul Kang Lam
dan meag gerung menangis Kberapa kali. suaranya begitu
menyeramkan hingga mirip gerungan binatang buas dimalam
sunyi yang mengerikan.
Saking terharu Kang Lam meneteskan air mata. tanyanya:
"Lau Nyo. siapakah yang telah menganiaya engkau, coba


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ceritakanlah. tentu aku akan membalaskan sakit hatimu. Aku
adalah Kang Lam, kau sudah ingat belum" Jika kau tak bisa
bicara. silahkan menulis saja." " Ia masih ingat Nyo-losam itu
melek huruf, maka disuruhnya menulis untuk menceritakan
apa yang sudah terjadi.
Namun pikiran Nyo-losam itu seakan-akan cuma sadar
sekejap saja, lalu sorot matanya buram lagi dan mendorong
pergi Kang Lam dengan pandangan yang kaku. suaranya juga
tidak jelas lagi seperti tadi.
"Dia telah kena ditutuk Nay-hay-hiat secara keji oleh orang,
untuk menyembuhkan dia terang tiada mungkin lagi." ujar Silh
dengan menghela napas gegetun.
"Habislah sudah harapan kita satu-satunya." kata Kang Lam
dengan putus asa. "Nio-losam iang merupakan satu-satunya
orang yang dapat menerangkan, kini sudah cacat untuk
selamanya, lalu nasib Gi-hengku itu siapa lagi
mengetahuinya?"
"Habis urusan sudah begini, apa daya lagi?" sahut Si-ih.
"Rasa nya juga percuma kita tinggal disini, lebih baik marilah
kembali ke Bin-san saja."
Sejak kecil Kang Lam sangat diperhatikan oleh Nyo-losam.
maka ia menjadi terharu melihat nasib orang tua itu. Ia
tinggalkan belasan tahil perak kepada keponakan Nyo-losam
sekedar balas jasanya. Lalu bersama anaknya mereka menjura
didepan kuburan Tan Ting-ki. kemudian barulah tinggal pergi.
Sepanjang jalan sekarang bergilir Kang Lam yang merasa
masgul. ia tiada semangat untuk berkelakar lagi seperti waktu
datang. "Kim-tayhiap, menurut pendapatmu. apakah mungkin
adalah perbuatan Thian-mo-kaucu itu?" tiba-tiba Ki Hian-hong
menanya. "Berdasarkan apa engkau mentafsirkan begitu?" tanya Si-ih.
"Ilmu menutuk Nau-hay-hiat hingga sang korban menjadi
gendeng kalau tidak salah cuma terdapat dalam kitab silat
tinggalan Kiau Pak-beng itu. dijaman ini orang yang mahir
ilmu Tiam-hiat hu rasanya tidak banyak." ujar Hiau-hong.
"Ya. semula akupun menduga begitu," kata Si-ih. "Tapi
sesudah kupikir lagi. perbuatan ini belum tentu dilakukan
Thian-mo-kaucu itu."
"Atau mungkin juga sipemuda baju hitam she Le itu?" kata
Hiau-hong. "Lebih-Lebih tidak mungkin." sahut Si-ih."
"Jika begitu, siapakah gcrangannya menurut pendapatrau?"
tanya Kang Lam tak sabar.
"Pada saat ini aku memang mempunyai suatu dugaan."
sahut Si-ih. "Tapi urusan yang belum ada bukti nyata. aku
tidak ingin membicarakannya lebih dulu. Pendek kata dalam
urusan Thian-ih ini sudah pasti aku tidak berpeluk tangan."
"Aku hanya kuatirkan keselamatan mereka saja." kata Kang
Lam. "Kukira tak sampai terjadi apa-apa. boleh jadi mereka telah
menghindari kesulitan itu ketempat jauh." ujar Si-ih.
Biasanya Kang Lam paling percaya terhadap apa yang
dikatakan Kim Si-ih. meski apa yang dia duga tidak lantas
diberi pen-jelasan. tapi Kang Lam sudah merasa lega, hanya
tinggal sedikit keraguan saja. yaitu bila Thian-ih suami-isteri
benar-benar terancam oleh musuh tangguh, mengapa tidak
minta bantuan kepada Siau-lim-pay atau Bin-san-pay yang
berdekatan, sebaliknya malah menyingkir jauh ketempat yang
belum diketahui" Seumpama pergi dengan tergesa-gesa.
namun sampai kini sudah hampir setahun, seharusnya dia
dapat mengirim sesuatu kabar padaku.
Sudah tentu keraguan Kang Lam itu kecuali Thian-ih tiada
seorangpun lagi yang dapat memberi jawaban. Terpaksa Kang
Lam ikut Si-ih dan Hiau-hong kembali ke Bin-san dengan
tanda-tanda tanya tersebut.
Sampai di Bin-san. Kok Ci-hoa ikut heran juga mendengar
ceritanya Si-ih itu. Katanya: "Ini benar-benar aneh. diantara
kawan-kawan kita cuma Thian-ih yang mungkin dapat
membnca tulisan diatas kulit itu. kini dia telah menghilang,
maka rahasia pribadi Lian-ji menjadi susah pula untuk
disingkap."
"Akirnya aku pasti dapat menemukan kembali Thian-ih,"
ujar Si-ih. ' Baiknya sekarang Thian-mo-kau juga tak
kedengaran lagi. sesudah mengalami kejadian-kejadian itu.
rasanya merek"pun tidak berani mengacau lagi kesini. Engkau
dapat mendidik Lian-ji dengan tenang, bocah itu mempunyai
bakat yang bagus, kelak pasti dapat mengembangkan
perguruanmu ini."
Begitulah untuk sementara Kira Si-ih lantas tinggal di Binsan.
Ia sudah berjanji pada Ki Hiau-hong untuk tukar pikiran
dari berbagai ilmu silat Cing dan Sia yang yang mereka
yakinkan. Diantara ilmu-ilmu silat yang pernah dicuri Ki Hiauhong
dari berbagai golongan itu. memang ada juga sebagian
yang tidak dikenal Kim Si-ih. maka ilmu silat ciptaannya kini
menjadi lebih lengkap dan sempurna. Sebaliknya manfaat
yang diperoleh Ki Hiau-hong dalam pertukaran pikiran itu jauh
lebih banyak pula. Cuma sayang usianya lebih tua. banyak
ilmu-ilmu tertinggi diantaranya sudah tidak dapat dilatihnya
lagi. Dari itu. biarpun cita-cita tinggalan gurunya " Beng Sinthong
" agar melebur ilmu-ilmu silat Cing dan Sia menjadi
satu tercapai. namun kepandaiannya selama hidup toh
takdapat mencapai tingkatan seperti Kim Si-ih.
Selang tiga bulan. Si-ih dan Hiau-hong sudah saling tukar
pikiran dari semua yang mereka pelajari. Kang Lam juga buruburu
ingin pulang, ia mengundang Si-ih kerumahnya untuk
mengajar anaknya. Si-ih terima undangan itu dan mohon diri
kepada Kok Ci-hoa dan Ki Hiau-hong. perpisahan kembali ini
sudah tentu menimbulkan pula rasa haru yang susah
dikatakan "
Sejak itu Kim Si-ih lantas tinggal dirumahnya Kang Lam dan
mentiurahkan perhatiannya untuk mengajar muridnya " Kang
Hay-thian. Oleh karena Hay-thian sudah ketelanjur dipupuk dengan
dasar Lwekang dari Sia.-pay. yaitu ajaran Thian-mo-kaucu.
terpaksa Si-ih mengambil jalan lain dan mengajar muridnya itu
dengan sari Lwekang Cing dan Sia. agar sesudah alas dasar
bocah itu sudah kuat. barulah akan diberi pelajaran ilmu
pukulan dan pedang.
Dengan tanpa terasa, dua tahun sudah lalu dengan cepat.
Kini kepandaian Kang Haythian sudah sanggup menandingi
ayahnya dengan sama kuat.
Sampai tahun ketiga, pada suatu malam. tiba-tiba Kim Si-ih
berkata kepada Kang Lam: "Sudah tiba saatnya kini aku harus
berangkat. Alas dasar Hay-thian sudah terpupuk kuat. Selama
dua tahun ni aku sudah tulis sebanyak 13 helai dari rencana
pela-jaranku kepadanya. selanjutnya dia dapat melatihnya
sendiri menurut urut-urutan rencanaku itu. Akupun sudah
minta bantuan Ki-toako agar setiap tahun suka mengunjungi
rumahmu sekali. Dan kalau Hay-thian ada yang kurang
paham, bolehlah minta petun-juk pada Ki-toako."
"Apakah engkau hendak pergi menyelidiki jejaknya
Gihcngku suami-istery?" tanya Kang Lam.
"Ya. itupun merupakan salah satu tujuan dari sebabnya aku
tinggalkan sini." sahut Si-ih. "Kecuali itu. aku masih ada pula
urusan lain. Aku sudah tinggal selama dua tahun disini. entah
diluar sana sudah terjadi apa lagi yang tak kita ketahui?" "
Setelah berkata, kembali ia menghela napas.
Kang Lam tidak mengarti mengapa orang merasa masgul.
tapi mendengar Si-ih hendak pergi mencari jejaknya Thian-ih
dan isterinya. betapapun ia sangat girang juga. Maka katanya:
"Ya. memang seharusnya sudah dulu-dulu kita mencari
mereka. Tapi karena anakku hingga telah membuang
tempomu selama dua tahun. Harap saja tidak lama lagi
engkau sudah dapat kembali bersama mereka."
"Jangan engkau terlalu memandang enteng terhadap
urusan ini." ujar Si-ih. "Kepergianku ini masih belum dapat
dipastikan kapan baru dapat pulang lagi."
"Kalau tak tahun ini, biar kutunggu lagi sampai tahun
depan, beberapa hari yang lalu Siang-he baru saja mengolah
seguci Kui-hoa-ciu (arak bunga cempaka), kebetulan dapat
menunggu kembalimu kelak untuk dim/inum."
Nyata Kang Lam sangat mempercayai Kim Si-ih. ia yakin
tidak sampai dua tahun tokoh itu pasti akan datang lagi.
Melihat kesungguhan Kang Lam itu, Si-ih menjadi tidak tega
ynengucapkan lagi kata-kata yang mengecewakan, cuma
diam-diam ia menghela napas pula.
"Apakah sekarang juga engkau hendak berangkat"
Mengapa tidak menanti sampai terang tanah agar Hay-thian
sempat menghantar kepergianmu ini." ujar Kang Lam.
"Aku justeru tidak ingin diketahui olehnya. kuatir kalau dia
tidak mau melepaskan kepergianku." sahut Si-ih.
Kiranya Kang Hay-thian sangat cinta pada gurunya itu.
Selama dua tahun boleh dikata setiap saat senantiasa berada
didamping sang guru. .
Kemudian Si-ih berkata pula: "Kecuali ke-13 helai tulisanku
tentang pelajaran melatih ilmu silat tadi. aku masih ada pula
dua macam barang hendak ditinggalkan untuk Hay-thian." "
Sembari berkata ia lantas menanggalkan Cay-in-pokiam yang
di-pakainya itu. lalu mengeluarkan pula Pek-giok-kah (jaket
kemala putih) dan diserahkan kepada Kang Lam.
Karuan Kang Lam menjadi gugup, katanya cepat: "He.
mana boleh jadi begini, seorang anak kecil. mana boleh
menerima dua benda mestika yang tiada taranya ini?"
Dengan tertawa kata Kim Si-ih: "Ini adalah dua diantara
ketiga benda pusaka tinggalan Kiau Pak-beng. Semula
sebenarnya aku tidak ingin ambil barang tinggalannya ini.
Cuma secara kebetulan benda-benda ini jatuh ditanganku.
Apalagi untuk seterusnya aku sudah tidak perlu memakai
Pokiam lagi. kalau aku tidak berakan kepada muridku, lantas
berikan kepada siapa" Cuma. tidak se-luruhnya juga kuberikan
kepadanya, Pek-giok-kah ini kuminta dia menyerahkan kepada
seorang lain lagi".
"Memangnya sebuah benda mestika Ini sudah beruntung
bagi-nya." sahut Kang Lam. Lalu tanyanya: "Dan Giok-kah Ini
akan diberikan kepada siapa?"
"Bila Hay-thian kelak sudah dewasa, suruhlah dia
menghantar Ciok-kah ini ke Bin-san dan serahkan kepada Kok
Tiong-Iian, harus menyerahkannya dengan tangan sendiri."
Kang Lam mendjadi heran. tanyanya pula: "Jika engkau
sudah ada matan hendak memberikan benda ini kepadanya.
mengapa waktu engkau di Bin-san dulu tidak kau berikan
kepadanya sebagai hadiah perkenalan?"
"Hadiah ini kalau diterimakan melalui tangan anakmu
barulah tinggi nilainya." kata Si-ih dengan tertawa. "Lagipula
jangan buru-buru dihantarkan, tapi tunggu kalau puteramu
sudah dewasa nanti. Sekarang kau paham tidak?"
Baru sekarang Kang Lam mengarti apa maksud Kim Si-ih
itu. Ia terbahak-bahak: "Hahaaa! Kiranya sang guru hendak
menjadi com-blang bagi si murid. Cuma anakku entah punya
rejeki sebesar itu tidak?"
Begitulah sesudah selesai Kim Si-ih memberi pesan
seperlunya. kemudian ia lantas berangkat.
Besok paginya, ketika Kang Hay-thyan diberitahu tentang
ke-pergian gurunya itu, bocah itu lantas menangis sedih .
Kalau semula Kang Lam mengira selekasnya Kim Si-ih dapat
kembali lagi kerumahnya situ. namun tunggu punya tunggu,
dengan cepat tiga tahun sudah lalu. dan bayangan Kim Si-ih
tetap belum kelihatan, bahkan setitikpun tiada kabar
beritanya. Selama tiga tahun itu, meski Hay-thian ditinggalkan
gurunya. namun latihannya sama sekali tidak pernah kendor.
Terkadang Ki Hian-hong suka mengunjunginya juga dan
memberi prtunjuk bilamana ada yang kurang dipahami Kang
Hay-thian. Ke-13 helai Lian-kang-pit-keat atau kunci melatih ilmu silat
yang ditulis Kim Si-ih itu memang sengaja ditujukan untuk
Kang Hay-thian. Oleh karena dasar Lwekang yang dilatih
bocah itu di peroleh dari aliran Sia, terpaksa langkah-langkah
selanjutnya yang diajarkan Si-ih kepadanya itu harus
disesuaikan juga menurut alas dasarnya itu.
Sudah tentu Ki Hian-hong tahu hal itu. maka ia dapat
memberi petunjuk kepada Hay-thian. Dan tiga tahun sesudah
perginya Kim Si-ih. kemajuan Hay-thian sangat pesat, kini
Kang Lam sendiri tak sanggup lagi melawan puteranya itu.
Tentu saja Kang Lam sangat girang oleh kemajuan sang
putera. Tapi karena tetap belum nampak kembalinya Kim Siih.
rasa girang itu tidak dapat menghilangkan rasa kuatirnya
pula. Suatu bari. setelah menyaksikan latihan puteranya,
berkatalah Kang Lam kepada Ce Siang-he. yaitu isterinya:
"Aku menghutang budi kepada keluarga Tan. sedangkan
sampai harini Kim-tayhiap masih belum dapat mencari
jejaknya Gihengku, maka aku ingin sekali pergi mendiri untuk
mencarinya Baiknya Hay-ji sekarang sudah meningkat besar,
bahkan kepandaiannya sudah melebihi aku. maka dapatlah dia
menjaga rumah, biarpun ada orang sebangsa kawanan Thianmo-
kau dan sebagainya, tentu ia sudah cukup kuat untuk
membantu kalian ibu dan anak (maksudnya Nyo Liu-jing dan
Ce Siang-he) untuk mengenyahkan musuh'.'
Melihat sang suami sudah membulatkan tekad maksudnya
itu. apalagi orang Bu-lim paling mengutamakan budi sedia
kawan, dengan sendirinya Siang-he tidak enak merintanginya.
Namun aneh juga. sekali Kang Lam sudah berangkat,
seperti juga Kim Si-ih. iapun tiada kabar beritanya sama sekali.
---oo0dw0ooo---
Sang waktu lewat dengan cepat, tahu-tahu tiga tahun
sudah lalu puta. Kini Kang Hay-thian sudah berusia 16 tahun.
Karena se-jak kecil sudah melatih silat, maka perawakannya
kekar dan tegap mirip orang dewasa saja. Bicara tentang
kepandaiannya. se-jak dia angkat guru pada Kim Si-ih. sudah
cukup delapan tahun ia melatih silat, dan ke-13 helai iktisar
ilmu silat ajaran Kim Si-ih itupun sudah dilatihnya hingga
matang betul-betul. terutama mengenai Lwekang, oleh karena
sistim yang digunakan Kim Si-ih ada lah sistim cepat, maka
latihannya selama delapan tahun itu sudah sama kuatnya
seperti orang lain melatih 30 tahun. Bahkan dikala Ki Hiauhong
menjajal-jajal keponakannya itu, terkadang iapun me
rasa kewalahan.
Karena sudah tamat belajar. timbul juga pikiran Kang Haythian
untuk mencari guru dan ayahnya yang sudah lama pergi.


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanpa kabar itu. Ia lantas berunding dengan sang ibu dan
neneknya. "Aku sendiripun sangat menguatirkan ayahmu yang tiada
sesuatu kabar sejak perginya itu." demikian kata Siang-he.
"maka cita-cita mu ingin mencari ayah ini patut dipuji. Dengan
ilmu silatmu sekarang untuk berkelana, betapapun aku dapat
merasa lega. Cuma aku kuatir pengalamanmu yang masih
tietek, bukan mustahil kau akan banyak menghadapi kesulitankesulitan
dalam perjalanan, maka dalam berbagai hal kau
perlu berlaku hati-hati."
Nyo Liu-jing ternyata lebih bijaksana daripada puterinya itu.
katanya dengan tertawa: "Segala pengalaman Kangouw
adalah ke-luar dari gemblengan, orang muda kalau menderita
sedikit juga tidak mengapa. Engkongmu dulu menjagoi Bu-lim
dan namanya sangat tersohor, puteramu terhitung juga
keturunan keluarga Nyo. maka tepatlah jika suruh dia pergi
cary pengalaman untuk mengembangkan kembali nama
kebesaran leluhur itu!"
"Aku tidak ingin mencari nama, tapi tujuanku ialah mencari
ayah dan Suhu agar dapat menambah pula sedikit
kepandaianku." ujar Hay-thian." Cuma dunia ini terlalu lebar,
entah kemana aku harus mencari mereka, maka mohon Popo
suka memberi petunjuk."
Nyo Liu-jing memikir sejenak. kemudian katanya:
"Hubungan Tan Thian-ih dengan Teng Keng-thian sangat
rapat, tentu ayahmu akan mencari kabar kesana. Dari itu.
lebih dulu kau boleh menu-ju kepegunungan Tengra sana u-
.tuk nenjumpai ayahnya Keng-thian. yaitu tokoh utama dalam
Bu-lim dijaman ini. Teng Hiau lan. Tahu kalau kau adalah
cucu-Iuarku. tentu dia akan melayani kau dengan baik dan
membantu dimana perlu".
Setelah menerima petua itu. segera Hay-thian bebenah
seperlu-nya. membawa serta Pokiam dan Pek-giok-kah titipan
Kim Si-ih dahulu. Lalu berangkat.
---ooo0dw0oo---
Tatkala itu sudah akir musim semi. dipegunungan Bin-san
tampak seorang pemuda sedang mendaki kepuncak diatas
gunung itu. Meski pemandangan disekitamya indah permai,
namun pemuda itu kelihatan tergesa-gesa seakan-akan tidak
menghiraukan keindahan alam yang susah dicari itu.
Pemuda itu Kang Hay-thian adanya! Bukanlah ia tidak suka
menikmati keindahan alam yang permai itu. tapi saat itu ia
justeru lagi terbayang oleh seorang gadis jelita yang telah
lama dirin-dukannya.
Gadis jelita yang dirindukannya itu adalah Kok Tiong-Iian.
itu muridnya Kok Ci-hoa. Kedatangannya ini adalah untuk
memenuhi pesannya Kim Si-ih untuk menyampaikan Pek-giokkah
kepada gadis itu.
Hay-thian pernah tinggal tiga bulan di Bin-san. tatkala itu ia
baru berumur delapan. Sesudah lewat delapan tahun pula, ia
sudah berupa satu pemuda remaja 16 tahun. Selama tiga
bulan dahulu, hampir setiap hari ia memain dengan Kok Tiong-
Iian. Maka timbul pikiran Hay-thian: "Kini tentu dia juga sudah
besar, entah apakah masih nakal seperti dulu atau tidak" Aku
ingin coba-coba ber tanding lagi dengan dia, dulu aku pernah
dibanting terjungkal oleh nya."
Memang waktu itu Kang Hay-thian baru mulai belajar
Lwekang dari Kim Si-ih. ilmu silatnya jauh dibawahnya Kok
Tiong-lian. maka ia selalu dihajar oleh gadis cilik itu. Iapun
sering mendengar cerita Tiong-lian tentang Kang Lam yang
bokongnya telanjang dipergoki gadis itu hingga selalu dibuat
olok-olok olehnya. Teringat pada kejadian-kejadian yang
menarik dahulu itu. rasa Hay-thian menjadi ingin lekas-lekas
bisa berjumpa dengan kawan memain diwaktu kecil itu.
Begitulah dengan cepat tanpa berhenti akirnya ia sampai
dide-pan Hian-li-koan. Tiba-Tiba ia dikejutkan oleh suara
pertengkaran yang ribut. Ia lihat didepan kuil itu ada seorang
laki-laki yang dandanannya aneh. memakai jaket kulit domba,
memakai tepi dengan daun penutup telinga, padahal waktu itu
sudah dekat musim panas. Pada kedua telinganya tampak
memakai anting-anting pula. Begitu melihat dandanannya itu.
segera orang akan tahu laki-laki itu pasti bukan bangsa Han.
Orang itu sedang menganyung dan menuding sambil
mengoceh tak karuan, sedang dihadapannya berkerumun
segerombol orang yang agaknya melarang orang aneh itu
masuk kedalam kuil. Diantara gerombolan orang itu dapat
dikenalnya terdapat Thia Go. Pek Eng-kiat. Loh Eng-ho. Kam
Jin-liong dan murid-murid Bin-san yang terkemuka.
Setelah Hay-thian maju lebih dekat, ia dengar orang aneh
itu sedang berseru: ,.Jauh-Jauh aku datang kemari, mengapa
Kok-ciangbun kalian sengaja menghindari tak mau menemui
aku?" "Bukankah sejak tadi sudah kukatakan pada tuan bahwa
Kok-ciangbun kami sedang bepergian," demikian sahut Tiia
Go. "Aku tidak percaya." kata orang itu, "masakan bisa begitu
kebetulan?"
"Untuk apa kami mendustai kau?" sahut Thia Go ".Kalau
engkau ada urusan, dapatkah kau katakan" Nanti kalau
Ciangbun kami sudah pulang, tentu aku sampaikan padanya.".
"Siapa kau?" tanya orang itu dengan mata melotot.
"Mungkin urusanku ini tak kan mampu kau terima!"
"Ciangbun tidak ada akulah yang mewakilnya." sahut Thia
Go dengan menahan rasa gusarnya. "Maka urusan apapun
mengenai Bin-san-pay. akulah yang bertanggung-jawab."
"O. kiranya kau adalah wakil ketua Bin-san-pay." kata orang
itu dengan tawar. "Tapi urusanku ini meski takbisa dikatakan
tiada sangkut-pautnya dengan Bin-san-pay kalian, tapi bukan
hendak ditujukan kepada kalian, maka orang yang ingin
kutemui cuma Kok Ci-hoa seorang!"
"Jikalau ada sangkut-paut dengan Bin-san-pay kami,
dapatkah engkau menerangkan persoalannya?" kata Thia Go.
"Sebab Kok-ciangbun benar-benar tidak ada dirumah. cara
bagaimana bisa menemui engkau?"
"Hm. boleh juga. jika kau berkeras hendak menerima aku."
jengek orang itu "kunjunganku mengundang Kok Ci-hoa dan
muridnya untuk mengunjungi perjamuan di Kim-eng-kiong
(istana garuda emas) dari Masarmin dikaki gunung Altai yang
akan kami adakan pada hari Tiongkiu nanti. Hendaklah Kok Cihoa
hadir tepat pada waktunya. kalau tidak, pasti akan
celakalah dia!"
Para murid Bin-san-pay itu menjadi terperanjat mendengar
itu. Pegunungan Altai itu letaknya didaerah barat, jaraknya
dengan Bin-san berlaksa li jauhnya. sekalipun hari Tiongkiu itu
masih ada lima bulan lagi, tapi siapa berani menjamin takkan
terjadi halangan dan akan hadir disana tepat waktunya"
Apalagi nama tempat "Masarmin" itu hakikatnya belum mereka
kenal, tentang majikan dari Kim-eng-kiong itupun tidak -
pernah mereka dengar, dengan sendirinya Thia Go tidak
berani srmbarangan mewakili Kok Ci-hoa menerima undangan
itu. Dan yang paling mendongkolkan. anak murid Bin-san-pay
itu adalah nada orang itu yang kasar dan sombong. seakanakan
Bin-san-pay tak dipandang sebelah mata oleh-nya.
Karena itu. seketika ada beberapa anak murid Bin-san-pay
yang berwatak keras memberi reaksi: "Kurangajar masakan
ada orang mengundang tamu secara begitu?" " "Hm,
dikiranya Bin-san-pay mudah digertak orang" Kalau erang
sudah tidak kenal aturan, buat apa kita sungkan-sungkan lagi
padanya" Labrak saja!"
Namun orang itu sedikitpun tidak gentar, ia melirik
sekeliling, lalu berkata dengan ketawa ejek. "Kenapa" Aku
cuma menyampaikan pesan majikanku. apa kalian hendak
berkelahi dengan aku?".
Dalam Bin-san-pay kedudukan Thia Go adalah nomor tiga.
Sesudah Co Kim-ji meninggal dan Ek Tiong-bo tidak ada. ia
adalah Suheng tertua, maka Kok Ci-hoa pergian. ia yang
mewakili sebagai ketua Ia cukup sabar dan berpengalaman,
maka cepat mencegah para Sute yang sudah tidak sabar lagi.
katanya: "Harap jangan keburu napsu dulu. biarlah kutanya
dia lagi" " Segera iapun tanya orang tadi: "Mengundang tamu
paling tidak harus diketahui dulu siapa pengundangnya" Maka
tolong tanya siapakah gerangan majikanmu itu dan ada
urusan apa mesti mengundang tamu segala Dan kalau tidak
hadir, mengapa bakal celaka?"
Sahut orang itu dengan mendelik: "Asal Kok Ci-hoa sampai
di Masarmin dan menananya majikan dari Kim-eng-kiong,
biarpun anak umur tiga disana juga tahu. Kini tidak perlu
tanya dulu. Sedang mengenai bakal celaka apa. itu cuma
majikanku yang dapat menentukan. Boleh jadi cuma Kok Cihoa
sendiri yang akan tanggung akibat itu, mungkin juga
menyangkut orang-orang Bin-san-pay kalian. Dan kalau kau.
mewakilinya menerima kartu undangan ini tentu juga tak
terhindar dari akibatnya. Nah, omongan sudah berakir sampai
disini. kartu undangannya berada disini, kau akan
menerimanya atau tidak?"
Betapapun sabarnya Thi Go. kini ia menjadi naik darah
juga, sahutnya keras-keras: "Kok-ciangbun tidak dirumah.
andaikan dirumah juga tidak Sudi kepada undanganmu
segala" Maka boleh kau ba wa pulang saja, bakal ada bahaya
apa. biarlah kami menanti-kannya!"
Wajah orang itu berubah seketika, ia terkekeh-kekeh
beberapa kali. Thia Go menyangka orang segera akan turun
tangan, maka ia sudah bersiap-siap. Tak terduga sehabis
tertawa, kembali orang itu berkata dengan sopan: "Ya. akupun
menaksir engkau takkan berani menerima. Cuma, masih dapat
pula dirundingkan. Kok Ci-hoa tidak dirumah, diantara kalian
ini masih ada pula seorang yang boleh menerima kartu
undangan ini."
Thia Go tertegun sejenak, lalu katanya dengan marah:
"Bukankah kartu undanganmu itu ditujukan untuk Kokciangbun
kami" Kalau aku sudah bilang tidak menerima, tetap
takkan terima! Sekarang kau hendak serahkan kepada siapa
lagi" Kau kenal peraturan Bu-lim atau tidak?"
Harus diketahui bahwa menurut peraturan dunia persilatan,
biar pun golongan atau aliran apapun juga. semuanya diwakili
oleh seorang Cianbunjin. Kini Thia Go sudah kemukakan
kedudukan nya sebagai pejabat ketua Bin-san-pay. tapi orang
itu sengaja mengesampingkan dia, sebaliknya ingin orang lain
untuk menerima kartu undangannya itu. sudah tentu Thia Go
anggap itu sel agai Suatu hinaan kepada pribadinya.
Siapa duga erang itu tetap mendelik, sahutnya dengan
tertawa dingin: "Aku justeru bilang engkau sendiri iang tidak
kenal aturan. Yeng diundang majikanku adalah Kok Ci-hoa.
toh bukan Kok-ciangbun dari Bin-san-pay! Jika Bin-sanpay.
kalian suka mengikut sertakan urusan pribadi Ciangbunjin. itu
adalah urusan dalam kalian, aku peduli apa" Cuma kartu
undanganku ini tetap harus kusampaikan kepada orang iang
wajib menerima. Kok Ci-hoa tidak dirumah. maka bolehlah kau
suruh muridnya keluar, aku ingin berjumpa dengan dia!"
Meski kata-kata orang itu kasar, tapi ada benarnya juga.
Karena debatan itu. Thia Go mendiadi bungkam. Tiba-Tiba
hatinya tergerak, pikirnya: "Asal-usul Kok Tiong-Iian agak
aneh dan sampai sekarang belum diketahui dengan jelas.
Jangan-Jangan kedatangan orang ini ada hubungannya
dengan bocah itu?"
Maka dengan menahan gusar ia coba tanya pula: "Memang
benar Kok-ciangbun kami mempunyai seorang murid
perempuan, apa engkau kenal dia?"
"Tidak kenal." sahut orang itu.
"Jika begitu, apakah ada hubungan pamili?"
"Juga tidak!"
Thia Go menjadi gusar, serunya: "Jikalau bukan sanak
kadang, lalu untuk apa engkau hendak menemui dia?"
"Sebab kartu undangan ini ada bagiannya!" sahut orang itu.
"Ucapanmu ini menjadi janggal sekali." kata Thia Go. "Kau
tahu tidak bahwa dia adalah seorang anak yang belum
dewasa, se kalipun majikanmu ada hubungan pamili dengan
dia dan mengirim kartu undangan padanya. paling-paling ia
cuma dapat pergi bersama Suhunya, masakah kau akan
membawa seorang anak gadis kecil menempuh perjalanan
sejauh itu untuk menghadiri perjamuan majikanmu itu?"
"Hahaha, kau benar-benar sudah pikun." orang itu
terbahak-bahak. "Aku mengundangnya kesini. masakah
membiarkan dia berangkat begitu saja tanpa urus" Sudah
tentu aku yang akan mengiringi perjala nannya itu! Dengan
kawalanku, masakan kau kuatir dia akan di terkam harimau?"
"Ha, jadi engkau yang akan membawa pergi dia?"
"Benar." sahut orang itu. "Kalau Kok Ci-hoa berada disini.
dengan sendirinya Kok Ci-hoa yang akan membawanya. Tapi
kini Kok Ci-hoa tidak ada, biarlah aku yang mengawalnya.
Beginilah keputusanku".
"Engkau sungguh pintar mengundang tamu. pantas
majikanmu memberi tugas ini kepadamu," ujar Thia Go
dengan tawar. "Akan tetapi, sayang murid keponakanku
itupun tidak dirumah."
"Dimana dia?" seru orang itu.
"Ia telah pergi bersama Suhunya," sahut Thio Go "Tentang
kemana. itulah kami tidak tahu."
"Huh. aku tidak percaya bisa sedemikian kebetulan," jengek
erang itu. "Kenapa tidak lebih tidak kurang, begitu aku datang,
mereka lantas pergi semua" Kau bilang mereka tidak dirumah,
aku justeru ingin memeriksanya sendiri kedalam."
Karuan Thia Go menjadi qusar, bentaknya: "Kenapa engkau
begini kasar" Apa kau sangka Hian-li-koan dari Bin-san-pay
boleh sembarangan dibuat terobosan?"
Belum selesai ucapannya. segera orang itu sudah
melangkah maju. Para murid Bin-san-pay serentak maju
hendak merintanginya, tapi begitu melihat ketanah. seketika
mereka terkejut.
Jalan masuk ke Hian-li-koan itu terbuat dari ubin batu hijau.
ternyata bekas tapak kaki iang ditinggalkan orang itu tampak
je-las mendekuk. karuan para murid Bin-san-pay itu terkesiap,
pikir mereka: "Sungguh hebat benar Lwekang orang ini! Pabila
orang kena ditendang olehnya, mustahil takkan tulang remuk
dan badan hancur?"
Sebagai anak murid tertua dari Bin-san-pay yang lebih
banyak penglamannya. Thio Go. Eng-kiat, Eng-ho dan Jinliong
dapat menghadapi musuh dengan tenang. Namun
mereka menjadi ragu-ragu juga: "Tiat-tui-sin-kang (ilmu sakti
kaki baja) orang ini cukup kuat untuk menandingi Kim-kongtiiang


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

(pukulan tenrga raksasa) dari Siau-!im-pay, bahkan Taypi
Siansu juga tidak setinggi ini kepandaiannya. Sekarang Koksumoay
justeru tidak dirumah. kalau kami berempat maju
bersama mungkin masih dapat melawan nya. Tapi dia cuma
seorang pesuruh saja. bila empat murid tertua dari Bin-sanpay
mesti mengeroyok seorang pesuruh yang rendah, kalau
diketahui umum. apakah takkan dibuat tertawa orang?"
Sedang Thia Go dan lain-lain masih ragu-ragu. sementara
itu orang tadi sudah melangkah maju beberapa tindak lagi dan
tampaknya se gera akan masuk kedalam kuil.
Syukurlah Kang Hay-thian keburu bertindak Ia menjadi
gusar juga ketika melihat orang aneh itu berani masuk ke
Hian-li-koan secara paksa, apalagi menyatakan akan
membawa pergi Kok Tiong-lian. Hay-thian takbisa tinggal diam
lagi. cepat ia raenierobot maju sambil membentak: "Hai,
penjahat darimanakah berani kurangajaran disini. lekas
berhenti ditempatmu!".
Karena suara bentakan Hay-thian itu, telinga orang itu
terasa mendenging-denging. waktu ia menoleh, ia menjadi
kaget. Kiranya gaya jalan Kang Hay-thian tampak
sempoyongan dan aneh. langkah-nya kelihatan berat setengah
diseret, tapi dimana kakinya lalu. seperti sapu saja bekas
tapak kaki orang tadi lantas disapu rata olehnya.
Melihat Kang Hay-thian cuma seorang pemuda tanggung
saja. meski kejut, namun orang itu tidak menjadi gugup.
Segera ia putar tubuh dan menanya: "Siapa kau" Urusan
majikanku apa disangka boleh sembarangan dicampuri
seorang anak ingusan macam kau?"
Sebelum berangkat. Kang Hay-thian telah banyak mendapat
pelajaran tata-tertib serta ungkapan-ungkapan yang sering
digunakan orang Kangouw, maka sekarang lantas digunakan
olehnya. Sahutnya:
"Urusan manusia sudah tentu diurus oleh manusia,
kebenaran tidak kenal umur. biarpun anak umur tiga juga
boleh ikut campur urusan orang tua asal benar. Mengundang
tamu juga harus timbul dari suka-sama-suka, apalagi orang
yang kau undang tidak dirumah. mengapa tanpa idzin tuan
rumah kau lantas akan terobosan sesukanya" Hm, hm,
sekalipun majikanmu itu adalah setan jenderal. sudah pasti
urusan ini aku akan ikut campur! Nah. sekarang kau mau lekas
enyah tidak atau minta kuberi hajaran dahulu?"'
"Bagus, bagus!" seru orang itu tertawa dingin. "jika kau
suka ikut campur urusan ini. Nah bolehlah kau menerima kartu
undangan ini."
Kang Lam menjadi melengak malah, katanya kemudian:
"Aneh. apakah perjamuan majikanmu itu kuatir takada yang
hadir, makanya mesti main mengundang tamu secara paksa?"
"Tidak perlu banyak bicara." sahut orang itu. "Aku tidak
sudi berkelahi dengan anak kecil Pendek kata. jika mau. kau
boleh terima kartu undangan ini agar aku dapat kembali
memberi laporan kepada majikanku. Kelak kalau Kok Ci-hoa
tidak dapat hadir, boleh juga engkau mewakilinya sekalian."
Diam-Diam Hay-thian membatin: "jangan-jangan memang
beginilah pesan majikannya harus berhasil mengundang
seseorang. jika demikian, aku tidak boleh mengecewakan
harapannya itu." " Maka katanya segera: "Aku bukan orang
Bin-san-pay, namun nona kecil yang hendak kau undang itu
adalah kawan karibku. Demi sahabat, biarpun korbankan jiwaraga
juga tidak gentar, apalagi cuma secarik kartu undangan
saja. Bolehlah kau serahkan kepadaku!"
Orang itu mengamat-amati Hay-thian sejenak. lalu katanya:
"Jadi engkau adalah kawan karib nona cilik itu" Itulah lebih
bagus lagi! Baiklah, terimalah kartu ini!'' " Berbareng terus
saja ia angsurkan sebuah kotak kaiu merah kedepan.
Ketika Hay-thian ulur tangannya hendak menerima.
sekonyong-konyong terasa satu arus tenaga sangat besar
bagai ombak bergolak menerjang kearahnya.
Melihat itu. kejut dan gusarlah keempat murid tertua Bin
san-pay, Pak Eng kiat paling cepat. segera ia mendahului
menubruk maju sambil membentak: "Berhenti, bangsat!
Jangan kau main membokong! Kalau ingin mencoba. hayolah
terjang kepada Bin-san-pay kami!"
Namun belum lagi Eng-kiat sempat mengadang ketengah.
sekonyong-konyong tangan Hay-thian yang diulur tadi sudah
menyambuti kotak kayu merah yang diangsurkan orang itu.
Berbareng itu mendadak terdengarlah suara "bluk" sekali,
kontan orang itu ter-jungkal kebelakang terus menggelinding
turun kebawah lereng gunung.
Kiranya Kang Hay-thian sudah berhasil meyakinkan Hou-tesin-
kang atau ilmu sakti pelindung badan, meski datangnya
serangan musuh itu tak diduga sebelumnya, namun begitu
tenaga lawan mengenai tubuhnya. otomatis timbul tenaga
tolakan dari badannya, semakin kuat tenaga yang dikerahkan
orang itu. semakin keras daya pental yang membalik itu. maka
tanpa ampun lagi orang itu jatuh terpental.
Hanya sekejap saja orang itu sudah menggelinding
kebawah gunung, tapi dari jauh terdengar pula suara
teriakannya: "Anak keparat, kalau berani, datanglah ke Kimeng-
kiong sana! Hm. pabila kau tidak berani datang, maka
antero anggota Bin-san-pay kalian dimulai dari Kok Ci-hoa.
bahkan termasuk pula engkau anak keparat ini, semuanya
jangan harap terhindar dari kematian!"
Hay-thian menjadi gusar, iapun gunakan ilmu mengirimkan
suara dan balas menggembor: ,.Huh. apa yang mesti kami
takuti" Kau boleh pulang dan suruh majikanmu itu menunggu
saja, sekalipun tiada kartu undangan, pasti juga aku akan
mengunjungi tempat kalian untuk melihat manusia-manusia
macam apakah hingga berani berbuat tidak semena-mena
begini?" Habis Hay-thian berkata, bayangan orang itupun tidak
kelihatan lagi. Sesudah terpental oleh tolakan Hou-te-sinkangnya
Hay-thian dan orang itu masih mampu melarikan diri
dengan Ginkangnya yang tinggi, suatu tanda bahwa
kepandaian orang itu sesungguhnya luar biasa.
Maka merubung majulah para murid Bin-san-pay
mengelilingi Hay-thian. Dengan kedudukannya selaku wakil
Ciangbundiin. segera Thia Go memberi hormat kepada
pemuda itu: "Terima kasih atas bantuan Enghiong tadi.
dapatkah kami mengetahui namamu yang mulia".
Lekas-Lekas Hay-thian membalas hormat sambil tertawa,
serunya: "Hai. Thia-pepeh. mengapa engkau sudah pangling
padaku" Aku adalah Kang Hay-thian! Ingat tidak sekarang.
Pepeh?" Mata. Pek Eng-kiat lebih tajam. lebih dulu ia mengenali
Hay-thian. segera teriaknya: "Astagafirullah! jadi engkau inilah
Kang-hiantit. Hahaha, adik Kang Lam mempunyai seorang
putera kesatria seperti kau. tentu saja ia bangga setengah
mati! He. Kang-hiantit. kabarnya ayahmu bepergian kedaerah
barat, apakah dia sudah pulang?"
"Ayah sudah tiga tahun meninggalkan rumah dan sampai
sekarang masih belum pulang, kedatanganku ini justeru ingin
mencari beliau," demikian sahut Hay-thian. "Sebelum
perjalananku lebih jaiih. aku ingin menghadap Kok-lihiap.
disamping itu ada sesuatu barang yang hendak kuberikan
kepada Tiong-Iian. Apakah betul-betul mereka memang tidak
dirumah?" "Betul-Betul mereka memang bepergian dan bukan alasan
untuk mendustai bangsat itu." sahut Thia Go.
Hay-thian merasa kecewa oleh jawaban itu. tanyanya
kemudian: "Sejak kapan mereka pergi?"
"Kira-Kira sudah dua bulan lamanya. yaitu disebabkan oleh
sesuatu urusan diluar dugaan," tutur Thia Go. "Kang-hiantit,
jauh-jauh engkau sudah datang kesini. marilah duduk didalam
saja untuk bicara lebih jauh."
---ooo0dw0ooo---
Jilid 5 Segera Kang Hay-thian ikut kedalam kuil itu. Sewaktu kecil
Ia pernah tinggal beberapa bulan di Hian-li-koan itu, masa itu
boleh dikata masa paling senang baginya diwaktu masih
kanak-kanak. Ia lihat suasana disekitar kuil itu masih tetap
seperti dahulu saja, yang kurang cuma Kok Tiong-lian saja
yang tak dilihatnya. hal ini membuat hatinya rada masgul.
Setelah mengambil tempat duduk diruangan tamu, lalu Thia
Go menceritakan kepergian Kok Ci-hoa bersama Kok Tionglian
itu. Tatkala itu adalah hari kedua sesudah Capgomeh, di Binsan
kedatangan seorang tamu bernama Nyo Lin, yaitu anak
muridnya Yap Kun-san di Tanliu.
Tutur Thia Go: "Yap Kun-san adalah anak murid Jing-siapay,
dimasa hidupnya lumayan juga namanya dikalangan
persilat an. Tapi sesudah hari tua Ia telah mengasingkan diri,
tiada banyak pula hubungannya dengan Bin-san-pay. Sudah
ada belasan tahun meninggalnya Yap Kun-san. konon
meninggalnya itu sangat aneh, tanpa sakit apa-apa. tahu-tahu
meninggal mendadak. Tiada seorangpun yang tahu sebabnya.
Satu hal yang lebih aneh ialah dia mempunyai seorang anak
berumur 4-5 tahun, begitu ayahnya meninggal, anak itupun
lantas hilang."
Padahal anaknya Yap Kun-san itu hanya anak pungut saja.
hal ini cuma Kok Ci-hoa dan Ek Tiong-bo yang mengetahui
sedikit rahasia yang meliputi bocah itu, yaitu karena ada
hubungannya dengan diri Kok Tiong-lian. Sedangkan Thia Go
tidak banyak mengetahui asal-usul Kok Tiong-lian, apalagi
anak pungut Yap Kun-san itu.
Lalu Thia Go menyambung: "Waktu Yap Kun-san
meninggal, Nyo Lin sendiri berada ditempat lain. Ketika
mendengar sang guru meninggal mendadak dan sang Sute
menghilang, segera ia pulang Tanliu untuk menyelidiki
duduknya perkara. Namun sudah sekian tahun tetap
merupakan suatu teka-teki. Ia tahu gurunya tidak punya
musuh, ketika menanya tetangga yang waktu itu mengurusi
layon gurunya, tetangga itupun tidak dapat mengatakan ada
sesuatu tanda mencurigakan dijenazah gurunya. Karena itulah
kejadian itu tetap merupakan suatu teka-teki. Namun Nyo Lin
selalu masih berusaha mencari jejak Sutenya yang hilang itu.
Dan setelah belasan tahun, sampai tahun yang lalu barulah
dapat diperolehnya sesuatu kabar, yaitu dari dua sanak Yap
Kun-san sekampung itu juga orang kalangan Bu-lim dan
membuka Piaukiok (perusahaan pengawalan) di Pakkhia.
Tahun yana, lalu mereka telah mengawal suatu barang
hantaran kedaerah Jinghay. Pemilik barangnya ada lah
seorang kepala suku dikeresidenan Orsim. propinsi Jinghay.
Karena wilayah itu paling sulit mencari hahan obat-obatan,
maka dari Pakkhia telah diborong satu partai besar obatobatan
serta diserahkan Piaukiok untuk menghantarnya.
"Umumnya golongan Lok-lim paling suka membegal harta
benda yang berupa emas intan dan lain-lain barang yang
ringkas tapi berni Iai. mengenai bahan obat-obatan, biarpun
ada juga yang berharga, tapi pertama kaum pembegal
mengutamakan cepat mendapatkan hasilnya. sudah tentu
sungkan membuang waktu untuk memilih bahan obat mana
yang berharga: kedua, orang Lok-lim juga ada pantangan,
yaitu dilarang membegal obat-obatan, karena obat-obatan itu
adalah untuk menolong manusia: ketiga, andaikan sudah
dapat merampasnya, untuk menjualnya juga repot. Oleh
karena itu, pengawalan obat-obatan boleh dikata tugas yang
paling enak dan mudah dilaksanakan, apalagi pemilik barang
juga sudah berjanji begitu barang memasuki wilayah Jinghay.
segera akan dikirim orang-nya untuk memapak. Tapi karena
perjalanan ini sangat jauh, pemilik barangnya juga bukan
sembarangan orang. maka. pihak Piaukiok tetap menugaskan
dua Piausu atau jago kawal yang paling kuat.
"Siapa duga kawalan yang dianggap paling gampang itu
sebelum memasuki wilayah Orsim atau ditengah jalan sudah
terjadilah kerusuhan. Hari itu, kira-kira setengah hari lagi
sudah dapat memasuki wilayah Orsim. dari kepala suku suefah
datang memapak pula sepasukan tentaranya, bersama orangorang
Piaukiok rombongan mereka seluruhnya sudah lebih
ratusan orang. Dan sedang ramai-ramai mereka melanjutkan
perjalanan, mendadak dipadang rumput sana telah dicegat
segerombolan pembegal, jumlah pembegal itu tidak terlalu
banyak, hanya 30-40 orang saja dan dibawah pimpinan
seorang wanita, akan tetapi semuanya sangat perkasa.
Dalam suatu pertempuran yang sengit itulah, pasukan yang
dikirim kepala suku dan rombongan orang Piaukiok telah
dibinasakan serta ditawan seluruhnya. Kedua Piausu pilihan
dari Piaukiok itupun termasuk diantara tawanan itu dan
dipaksa oleh kawanan pembegal itu untuk mengangkut bahanbahan
obatan yang dirampok itu kesuatu kota yang jauh
terpencil sesudah melalui tanah- pegunungan yang tandus,
dan sesudah barang-barang rampokan itu dikumpulkan.
tawanan-tawanan itupun disekap disuatu rumah besar. Jumlah
tawanan waktu itu sudah tinggal 30-an orang saja.
"Kedua Piausu itu kebetulan dikurung menjadi suatu kamar.
Tengah mereka putus asa dan pasrah nasib. tiba-tiba
datanglah seorang pemuda berbaju kulit bersama kepala begal
wanita dan beberapa begundalnya. Pemuda itu rupanya
seorang putera bangsawan, kawanan begal itu sangat
menghormat padanya. Pemuda itu telah minta kedua Piausu
dikeluarkan dari kamar tutupan untuk ditanya: "Dari logat
suara kalian, agaknya kalian orang asal Tanliukoan didaerah
Holam bukan?" " Sungguh aneh. logat bicara pemuda itu
ternyata juga logat orang Tanliukoan.
"Sudah tentu kedua Piausu itu menyatakan benar. Lalu
pemuda itu tanya mereka apakah kenal Yap Kun-san. Yaployacu"
Kedua Piausu itu menjadi ragu-ragu, tapi tidak berani
balas menanya sipemuda pernah apakah dengan Yap Kun-san,
terpaksa mereka mengaku terus terang nama sendiri serta
menyatakan hubungan Piaukiok mereka dengan Yap Kun-san
yang sudah meninggal belasan tahun yang lalu itu.
"Kedua Piausu itu coba memperhatikan sikap sipemuda.
tampak wajahnya sekilas pernah mengunjuk muram,
kemudian berkata kepada si begal wanita: "Kedua orang ini
haraplah engkau mengampuni dan bebaskan mereka." "
Kepala begal wanita itu menjawab dengan sangat hormat:
"Bila Kongcu yang minta sudah tentu kuturut saja.' " Habis
itu. benar juga kedua Piausu itu lantas dibebaskan.
"Kedua Piausu itu menghaturkan terima kasih kepada
sipemuda dan selagi hendak menanyakan namanya, pemuda
itu seperti tidak suka banyak bicara dengan mereka disitu. tapi


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

katanya: 'Kalian telah selamat, kenapa tidak lekas pergi" Dan
untuk selanjutnya jangan lagi membuat perjalanan kesini!" "
Sudah tentu kedua Piausu itu cepatan saja meninggalkan
tempat itu, dan baru mereka melangkah keluar rumah tutupan
itu, segera terdengarlah perintah kepala bagal wanita itu
sambil membentak: "Bunuh semua!" " maka terdengarlah
suara bekerjanya senjata tajam dan jeritan ngeri sang korban;
Keruan kedua Piausu itu ketakutan dan berlari terbirit-birit
pulang ke Tionggoan".
'Dasar watak Kang Hay-tbian adalah welas-asih. ia
merinding juga mendengar cerita yang seram itu, katanya:
"Mengapa begitu kejam. jiwa manusia dianggap saja seperti
jiwa semut. Dan entah pemuda itu apakah juga begundal
kawanan begal itu atau bukan?"
"Hiantit," kata Pek Eng-kiat, "selamanya engkau belum
pernah berkelana, maka tidak tahu pantangan apa bagi orang
Kangouw. Diantara pembegal-pembegal terdapat juga
golongan yang baik dan yang jahat, yang baik suka merampas
milik orang kaya untuk membantu yang miskin, yang jahat
membunuh orang tanpa pandang bulu. Tapi kawanan begal itu
berani merampok barang milik kepala suku Orsim. terang
mereka bukan sembarangan begal. Namun mereka pasti kuatir
juga pembalasan pemilik barang, maka menurut kebiasaan
kalangan Hek-to. supaya perbuatan mereka tidak diketahui
semua tawanan tentu dibinasakan.
"Mengenai pemuda yang menyelamatkan kalian itu.
memang kedudukannya agak meragukan orang, tampaknya
dia bukan sekomplotan dengan kawanan begal itu. makanya
dia telah mintakan ampun bagi kalian kepada kepala begal
wanita . Sebaliknya kawanan begal itu lantas memenuhi
permintaannya dan melanggar pantangan, yaitu
membebaskan kalian dengan hidup tanpa kuatir perbuatan
mereka tersiar. Maka dapatlah diduga pemuda itu pasti
mempunyai pengaruh atas kawanan begal itu dan bukan
sembarangan orang."
"Tentang kedudukan pemuda itu memang kurang jelas, tapi
suatu hal sudah dapat dipastikan, yaitu dia adalah putera
pungut nya Yap Kun-san yang sudah menghilang belasan
tahun itu," demikian Thia Go menyambung "Pihak Piaukiok
sendiri setelah kehilangan barang kawalannya itu, tentu saja
nama baik mereka tidak mendapat kepercayaan lagi, pula
telah kehilangan banyak tenaga, akhirnya Piaukiok itu gulungtikar.
Pemilik Piaukiok itu bernama Han-samya berjuluk Tiatwan-
yang' (simerpati besi), ia telah berusaha meeyelidiki siapa
kawanan begal yang merampas barang kawalan mereka itu.
tapi tiada sesuatu berita yang diperoleh, yang diketahui cuma
diwilayah Orsim telah berjangkit penyakit menular dan karena
kekurangan obat-obatan. banyak rakyat dan perajaritnya yang
jatuh sakit dan meninggal, akhirnya daerah itu kena ditelan
oleh kepala-kepala suku tetangganya. Setelah menutup Piaukiok
nya, lalu Han-samya menghilang dari Pakkhia, ada yang
mengatakan dia telah pergi Jinghay hendak menuntut balas,
namun siapapun tiada yang berani memastikan kabar itu.
"Karena Piaukiok ditutup, kedua Piausu yang beruntung
jiwa nya selamat itu pulang juga kekampung halamannya di
Tanliu dan bertemu dengan muridnya Yap Kun-san. yaitu Nyo
Lin. mereka bercerita tentang apa yang telah dialaminya.
Mendengar kejadian itu. Nyo Lin yakin sipemuda dipadang
rumput itu pasti adalah Sutenya yang hilang sejak kecil itu. Ia
menjadi kuatir sang Sute akan tersesat kejalan yang tidak
benar, pula ingin menyelidiki sebab-musabab keroatian
gurunya, namun seorang diri ia tidak berani menempuh
bahaya, kedua Piausu itupun tidak berani menunjukkan
jalannya. Terpaksa Nyo Lin dalang ke Bin-san sim untuk minta
bantuan pada Ciangbun Sumoay kami itu. Bin-san-pay kami
tidak banyak bersahabat dengan Yap Kun-san, sebenarnya kita
boleh menolak ikut campur urusan ini, andaikan mau, cukup
juga menugaskan satu-dua murid kita untuk membantunya.
Diluar dugaan Kok-ciangbun justeru sangat tertarik oleh cerita
Nyo Lin itu, tanpa ragu-ragu terus menyanggupi untuk
membantu menyelidiki perkara itu."
"Jika demikian, jadi Tiong-lian telah ikut gurunya ke Jinghay?"
tanya Hay-thian.
"Ya, Kok-sumoay hanya membawa serta bocah itu ke
Jinghay", sahut Eng-kiat.
"Mengapa cuma Tiong-lian saja yang diajaknya?" tanya Hay
thian pula. "Kami juga tidak tahu maksudnya," sahut Eng-kiat.
"Mungkin Kok-ciangbun bermaksud menggemblengnya dalam
dunia Kangouw Sebenarnya keterangan Pek Eng-kiat ini tidak masuk diakal.
Bahwasenya Ciangbunjin mereka sampai keluar sendiri,
bahkan menempuh bahaya ketempat jauh, hal ini pasti adalah
sesuatu yang penting dan luar biasa, seharusnya mengajak
serta pembantu yang kuat. Akan tetapi sekarang justeru
membawa serta seorang anak perempuan yang masih hijau,
sekalipun untuk menambah pengalamannya juga tidak
semestinya mengikut sertakan dia dalam urusan besar itu.
Walaupun masih cetek pengetahuan, namun Kang Haythian
dapat memikirkan juga hal itu. Cuma urusan itu adalah
urusan dalam Bin-san-pay, ia tidak enak menanya lebih jauh,
maka iapun tidak mendesak lagi. melainkan perasaannya
semakin kesal. "Asal-usul Tiong-lian memang agak aneh," kata Thia Go
kerau dian "dahulu pernah datang seorang Mo-hujin yang
pura-pura mengaku sebagal ibunya. kini ada lagi seorang
pemilik King-eng-kong mengirim kartu undangan padanya,
semua kejadian-kejadian aneh selalu berpangkal atas diri
bocah itu." " la merandek sejenak. Lalu menanya pada Kang
Hay-thian: "Bicara tentang kartu undangan, sekarang Hiantit
sendiri yang telah menerima kartu itu, apakah benar-benar
engkau hendak hadir dalam perjamuan di Kim-eng-kiong itu?"
"Sekali sudah berjanji. betapapun harus ditepati." sahut
Hay-thian. "'Walaupun mereka bukan orang baik-baik. tapi aku
sudah menyanggupi, sudah tentu harus pergi kesana."
Segera Haythian
bermaksud membuka kotak merah itu untuk melihat kartu undangan didalamnya. Namun Engkiat keburu mencegahnya, ia suruh Haythian
menaruh kotak itu diatas meja dan minta semua orang
mundur belasan langkah dari meja itu.
Habis itu ia terus timpukan sebilah pisau. "sret". pisau itu
tepat memotong ditengah kotak hingga terbelah menjadi dua.
Kiranya Pek Eng-kiat adalah seorang kawakan Kangouw, ia
kuatir didalam kotak itu terdapat alat rahasia atau racun. maka
melarang Kang Hay-thian membuka kotak itu.
Namun kotak itu ternyata tiada sesuatu yang aneh, hanya
kartu undangannya memang rada luar biasa. Waktu Kang
Hay-thian mengambilnya dan dibaca, diatas kartu itu terlukis
seekor Kim-eng atau elang emas yang ganas dengan cakarnya
terpentang sedang mencengkeram seekor naga hitam. Oiatas
kartu itu terdapat dua baris tulisan, yang sebelah adalah
tulisan Han dan baris lain tulisan melingkar-lingkar bagai
cacing dan tak dikenal. Tulisan Han itu maksudnya. "Dengan
membawa kartu ini dapat menghadiri perjamuan dalam istana
pada tanggal 15 bulan delapan" Maka dapat diduga makna
dari tulisan asing itupun searti daripada tulisan Han itu.
Waktu itu Cia In-cin juga berada disitu. Dahulu waktu
Mohujin mengaku sebagai ibunya Kok Tiong-lian dan berkeras
hendak minta kembali bocah itu dari Kok Ci-hoa serta minta
diperlihatkan baju kulit milik Kok Tiong-lian, tatkala itu Cia Incin
juga ikut melihat bagaimana wujut baju kulit itu. Kini iapun
berseru heran demi melihat tulisan asing diatas kartu itu.
Kiranya gaya tulisan-tulisan aneh itu mirip sekali dengan
huruf-huruf yang terdapat dibaju kulitnya Kok Tiong-lian.
Cepat Pek Eng-kiat menanya: "Suso. apakah ada sesuatu
yang mencurigakan diatas kartu ini?"
"Entah, aku tidak tahu." sahut Cia In-cin. ."Yang terang,
tulisan diatas kartu ini dapat kepastian adalah tulisan yang
sejenis seperti tulisan dibaju kulitnya Lian-ji itu."
Thia Go menjadi heran, tanyanya: "Baju kulit" Mengapa aku
tidak pernah mendengar?"
In-cin menjadi sadar telah ketelanjur omong, teringat olehnya
pesan Kok Ci-boa agar jangan membocorkan rahasia
tentang baju kulit milik Kok Tiong-lian itu. Tapi kini sudah
ketelanjur dikatakan, terpaksa iapun menceritakan apa yang
diketahui nya itu.
"Pantas, makanya Ciangbun Sumoy cuma membawa serta
Lian-ji dalam perdu Yanan yang jauh ini, mungkin maksudnya
sekalian mencari tahu asal-usulnya Lian-ji." ujar Eng-kiat.
"Tapi sayang kartu undangan ini datangnya agak terlambat,
bila tidak, tentu ini berarti suatu titik terang bagi usahanya itu.
Menurut pendapatku, boleh jadi asal-usul Lian-ji ada
hubungannya dengan tuan rumah Kim-eng- kiong itu."
Setiap tindak-tanduk Thia Go biasanya lebih hati-hati dari
saudara-saudara perguruannya, setelah memikir sejenak,
kemudian katanya: "Orang yang menghantar kartu ini cuma
seorang hamba saja. tapi kepandaiannya sudah begitu lihay.
maka betapa hebat ilmu silat tuan rumah Kim-eng-kiong itu
susahlah dibayangkan. Kang-hiantit. meski ilmu silatmu telah
cukup sempurna, namun mengingat engkau cuma seorang
diri, betapapun agak berbahaya, maka kupikir lebih baik kita
mengundang Ek-suheng kemari untuk mengawani engkau
kesana, bagaimana pendapatmu?"
Ek-suheng yang dimaksudkan itu adalah Ek Tiong-bo. Pangcu
dari Kay-pang. Sesudah Co Kim-ji wafat, dalam Bin-san-pay
kedudukan Ek Tiong-bo terhitung paling tua. maka segala apa
Kok Ci-hoa juga sering minta petunjuk padanya. Apalagi
hubungannya sangat luas, dimana-mana terdapat anak murid
Kay-pang. kabar beritanya cepat. bila Ek Tiong-bo ikut pergi
bersama Hay-thian. segala apa akan lebih leluasa dan banyak
kenalannya dimana-mana yang dapat dimintai bantuan.
Akan tetapi pertama Kang Hay-thian buru-buru ingin
mencari ayah nya, kedua iapun ingin lekas bisa mengetahui
teka-teki yang meliputi asal-usul Kok Tiong-lian, maka katanya
segera: "Menurut karta undangan ini. hari perjamuan adalah
hari Tiongkhiu walaupun temponya masih ada lima bulan, tapi
perjalanan terlalu jauh, susah untuk memastikan takkan
terjadi halangan ditengah jalan, maka kupikir harus segera
berangkat kesana. Pula Tit-ji baru pertama kali ini dikenal
orang, aku harus menepati janji dengan tepat, maka biarlah
maksud baik Thia-pepek kuterima dalam hati saja. Bahkan
perjalananku ini sedianya ingin menuju kepegunungan Tengra
dahulu untuk menemu empek Teng Keng-thian, habis itu akan
pergi ke Thian-san sekalian menyambangl ayah beliau, yaitu
Teng Hiau-Ian. Teng-lociangwe. Konon pegunungan Al-tai itu
terletak diutara Sinkiang dan berbatasan dengan Mongol,
dikaki gunung Altai itulah berada suku Masarmin. Maka
sehabis mengunjungi Thian-san. aku lantas menuju kesana."
"Baiklah jika begitu,' ujar Eng-kiat. "Teng-locianpwe sangat
apal terhadap suku-suku bangsa dan tempat-tempat wilayah
Sinkiang. Se-cong (Tibet) dan Mongol. engkau boleh sekalian
tanya pada beliau tentang tuan rumah dari Kim-eng-kiong itu.
Pabila Teng-tay hiap suka membantu engkau, tentu saja jauh
lebih baik daripada ikut sertanya Ek-suheng kami."
"Ya. jika engkau ingin tepat waktunya datang kesana.
akupun tidak enak memaksa engkau menunggu Ek-suheng
disini," kata Thia Go "Sungguh aku merasa malu. aku sendiri
tidak tahu dimanakah letak Masarmin dikaki pegunungan Altai
yang menyusur sepanjang ribuan li itu. Maka engkau rasanya
memerlukan juga petunjuk seseorang. Bila Teng-tayhiap
sendiri tidak enak diganggu, boleh juga engkau minta bantuan
suami isteri Teng Keng-thian, jika mereka bersedia pergi
bersama engkau, rasanya sudah lebih dari cukup untuk
menghadapi tuan rumah dari Kim-eng-kiong itu."
Malam itu Kang Hay-thian lantas menginap di Hian-Ii-koan.
Sebelum berpisah kembali Thia Go berkata kepadanya:
"Hiantit, banyak terima kasih atas bantuanmu yang kau
berikan pada kami hingga Hian-li-koan terhindar dari hinaan
orang. Tapi peristiwa ini adalah urusan Bin-san-pay kami, kami
pasti tidak dapat tinggal diam. Silahkan Hiantit berangkat lebih
dulu. menyusul tentu akan ada orang kami berangkat kesana."
Kiranya semalam juga Thia Go sudah lantas mengirim anak
mu ridnya yang dapat dipercaya untuk memberi laporan
kepada Ek Tlong-bo agar beliau lekas datang mengadakan
perembukan yang sempurna, dan minta pula agar ketua Kaypang
itu suka mengirim kan kabar kilat kepada anak murid
Kay-pang disepanjang jalan untuk membantu Kang Hay-thian
secara diam-diam. Cuma Thia Go juga tahu tabiat orang muda
yang suka unggul walaupun sebenar nya masih hijau, tapi tob
tidak suka kalau orang menyalakan hen dak membantunya.
Karena itulah apa yang telah diatur Thia Go itu tidak dijelaskan
kepada Kang Hay-thian.
Begitulah dengan rasa kesal dan khayalan pada apa yang
bakal terjadi kelak, Hay-thian lantas meninggalkan Bin-san
menuju ketempat perjanjian yang penuh rahasia dan jauh itu.
Apakah disana ia akan berjumpa dengan Kok Tiong-lian dan
dapat membongkar rahasia yang menyelubungi asal-usul diri
gadis itu" Dengan macam-macam pikiran dan tanda tanya,
dengan penuh harapan serta penuh semangat inilah Kang
Hay-thian terus menuju kearah barat.
Setelah turun dari Bin-san. ia membeli seekor kuda dikota
Sin-an dikaki gunung Bin itu. Tidak lebih sebulan, akhirnya ia
telah sampai diwilayah Soasay
Hari itu karena dia salah hitung hingga melampaui pos
penginapan, sementara itu hari sudah remang-remang, tapi
masih belum mendapatkan sesuatu pondokan. Tengah ia
melarikan kudanya dipa-dang rumput yang sunyi itu. tiba-tiba
didengarnya suara jeritan tajam yang memecah kesunyian
angkasa raya padang rumput. Waktu Hay-thian menoleh,
dilihatnya seorang gadis dengan rambut kusut masai sedang
berlari dari belakang dengan ketakutan. Pakaian gadis itu


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tampak perlente, rupanya anak gadis keluarga hartawan. Tapi
disana-sini sudah terobek, agaknya karena berlari
menyelamatkan diri, maka tidak sadar telah sobek tersangkut
duri belukar disepanjang dialan.
Ketika melihat ada orang didepannya, segera gadis itu
berteriak pula: "Tolong! Tolong!"
Hay-tbian terkejut cepat ia melompat turun dari kudanya
dan menanya: "Ada apakah, nona" Siapa yang bikin engkau
ketakutan?"
Belum lenyap suararya. tiba-tiba terdengar suara derapan
kuda yang cepat mendatangi. Kembali gadis itu berteriak
ketakutan: "Rampok. ada rampok! Tolong, tolonglah aku!"
Dan selang sejenak kemudian, tertampak tiga penunggang
kuda sudah muncul dari balik lembah sana. seorang
diantaranya terus membentak: "Hahaaa. kemana lagi kau
mampu melarikan diri?"
"Oo, dara manis, kenapa kau takut" Marilah ikut aku pulang
untuk menikmati kebahagiaan!" seorang yang lain ikut berkata
dengan cengar-cengir.
Sedang orang ketiga telah menjengek "Hm. berlari-lari
kesini untuk menjumpai gendakmu, ya?"
Hay-thian melihat ketiga orang itu beralis tebal dan bermata
besar, mukanya bengis, terang bukan orang baik-baik. Dengan
gusar segera iapun membentak: "Rampok anjing! Siang hari
bolong berani kalian menggangou orang?" " Segera ia jemput
tiga potong batu sekenanya dan menimpukannya sekaligus.
Kontan dua laki-laki ynng paling depan terus terjungkal dari
kuda mereka, sedang orang ketiga karena jaraknya lebih jauh
hingga timpukan itu masih dapat ditahannya. ia hanya
tergeliat sedikit diatas kudanya. cepat ia memutar kudanya
dan kabur sipat kuping!
Selagi Kang Hay-thian bermaksud memburu maju untuk
me-bekuk kedua orang itu. tiba-tiba terdengar pula suara
jeritan sekali, suara tajam mengerikan bagai orang ditikam.
Waktu Hay-thian menoleh, ia melihat sadis itu sudah terguling
ditanah dengan berlumuran darah. Keruan ia terkejut. ia pikir
menolong orang lebih penting, terpaksa membiarkan kedua
begal itu melarikan diri dan memutar kembali untuk
memayang sigadis dan menanya: "Engkau kenapa, nona?"
Gadis itu meronta-ronta untuk kemudian membiarkan
dirinya dipayang Kang Hay-thian, selang sejenak barulah ia
berkata dengan napas terengah-engah: "Aku?"?"?" aku jatuh
tersandung batu! Terima kasih."
Untuk pertama kalinya Kang Hay-thian bersentuhan dengan
kaum wanita, ia menjadi agak kikuk. Dan baru sekarang ia
dapat melihat jelas raut muka sigadis yang berbentuk daun
sirih, alis-nya lentik dan mulutnya mungil, sungguh seorang
gadis yang cantik. Tapi badannya ternyata tidak terluka. hanya
dari lengan baju nya kelihatan berlepotan darah, makanya tadi
disangkanya gadis itu berlumuran darah. Rupanya cuma
sedikit lecet karena jatuh kesandung batu itu. Hay-thian
merasa lega karena gadis itu tidak apa-apa. tapi rada
menyesal juga karena kedua penjahatnya sempat lolos.
Walaupun cuma luka lecet saja, namun gadis itu toh
menggereng-gereng kesakitan. Diam-Diam Hay-thian
mengkerut kening oleh sifat manja sigadis. Terpaksa ia
mengeluarkan obat luka dan katanya: "Nona jangan kuatir.
biarlah kububuhi obat diatas lukamu, dalam waktu singkat
tentu akan sembuh."
Sambil membiarkan luka tangannya dibalut, gadis itu
mendiamkan tubuhnya diatas dada Kang Hay-thian. Maka
terasalah Hay-thian oleh denyutan jantung sigadis yang
berdetak-detak, dengan risih Hay-thian miringkan sedikit
tubuhnya. Pikirnya: "Tak dapat menyalahkan dia. Karena
dikejar penjahat, walaupun selamat akhirnya, tentu tadi juga
ketakutan setengah pasti".
Selesai Hay-thian membalut lukanya, gadis itu lalu memberi
hormat kepadanya dan berkata: "Terima kasih banyak.
untunglah aku ketemu tuan. kalau tidak tentu celakalah diriku.
Sungguh tidak nyana kepandaian tuan begini tinggi hingga
dua penjahat itu dapat engkau hajar dan lari terbirit-birit."
"Siapakah she nona. bertempat tinggal dimana. mengapa
seorang diri dikejar penjahat dipadang rumput yang sunyi ini?"
tanya Hay-thian.
"Aku she Auyang. bernama Wan," sahut sigadis. "Ayahku
tahun yang lalu baru saja diangkat menjadi Tihu dikota Thaygoan.
Kami berasal dari Poting dipropinsi Hopak. bulan yang
lalu ayah menyuruh orang memapak kami ibu dan anak pergi
ketempat tugasnya. tidak sangka ditengah jalan telah ketemu
begal, centing yang kami bawa terbunuh, kami ibu dan anak
ditawan disuatu rumah gubuk diatas gunung sana. Malam-
Malam kami mendengar kawanan begal itu berunding katanya
aku akan dipersembahkan kepada pemimpin mereka untuk
dijadikan?"?"?"". jadikan gundik ke tujuh. besok juga aku akan
digiring kesarang pemimpin mereka. Untuk menyelamatkan
diri. aku berusaha melarikan diri. malam itu kawanan
pembegal itu lagi makan-minum besar karena berhasil
merampas harta benda kami yang besar jumlahnya, sesudah
mereka mabuk, kesempatan itu kugunakan untuk melarikan
diri bersama ibuku. Sayang ibuku akhirnya dapat mereka
tawan kembali, aku telah jatuhkan diri kebawah parit dan
sembunyi didalam semak-semak rumput, namun kawanan
begal itu masih terus mencari jejakku dan beruntung akhirnya
kepergok tuan yang budiman ini."
Cerita gadis itu sebenarnya banyak lubang-lubangnya yang
tidak masuk diakal namun Kang Hay-thian masih hijau. belum
berpengalaman dalam Kangouw. maka ia percaya saja apa
yang dicerita-kan itu. malahan ia menjadi kagum terhadap
keberanian sigadis meloloskan diri dari sarang bandit itu. Tapi
kemudian Hay-thian menjadi bingung pula cara bagaimana
harus menempatkan diri sigadis itu. Apa mungkin ditinggal
begitu saja"
Sementara itu hari sudah magrib, Hay-thian menjadi serba
sulit berada dipadang rumput yang sepi itu. Tiba-Tiba gadis itu
berlutut dan menangis dihadapan Kang Hay-thian. Lekas-
Lekas Hay-thian mem bangunkannya dan menanya: "Ada
kesulitan apakah, silahkan nona bicara terus terang saja."
"Aku takut?"?"?"". takut?"?"?""." sahut sigadis yang bernama
Auyang Wan itu dengan tak Iancar.
"Takut apa" Toh penjahatnya sudah lari." ujar Hay-thian.
"Begundal pembegal itu sangat banyak, bukan mustahil
mereka akan datang kembali." demikian kata Auyang Wan.
"Berkat pertolongan tuan. jiwaku telah diselamatkan, maka
sebenarnya aku tidak berani bikin susah pada tuan lagi.
Namun aku kini sudah sebatangkara. cara bagaimana aku
harus berbuat untuk bisa sampai di Thaygoan?"
Hay-thian menjadi ruwet pikirannya. tanyanya kemudian:
"Habis, apakah maksudmu minta bantuanku untuk
menghantar kau ke Thaygoan?"
"Begitulah, pabila tuan tidak keberatan, sungguh kami akan
sangat berterima kasih", sahut gadis itu.
"Kira-Kira berapa jauhnya dari sini ke Thaygoan?" tanya
Hay-thian. "Entah, aku sendiri tidak tahu," sahut Auyang Wan. "tapi
kemarin tempat dimana aku ketemukan begal jaraknya
dengan Thaygoan kira-kira tiga hari perjalanan. sesudah aku
melarikan diri tanpa membedakan arah. jika jurusan yang
kulari tepat, mungkin besok lusa juga sudah bisa sampai
disana. Thaygoan berada diarah barat."
Waktu itu rembulan muda kebetulan mulai muncul dari balik
gunung. Kang Hay-thian tepat menghadap rembulan, maka
kata-nya: "Jurusannya tcrnyata tepat. Tapi aku tidak sanggup
menghantar engkau kekantor kebesaran ayahmu. biarlah
malam ini kita mencari rumah seorang penduduk untuk
menginap semalam. besok aku menyewa sebuah kereta
keledai untuk menghantar engkau ketepi kota Thaygoan,
disana aku terpaksa tidak dapat menghantar lebih jauh lagi."
Auyang Wan menjadi girang, sahutnya: "Jika tuan suka
menghantar aku sampai ditepi kota, hal ini sudah lebih dari
cukup. Cuma tidak sempat membalas budi kebaikan tuan.
sungguh rasaku tidak enak sekali."
"Perbuatan demikian sudah menjadi kewajibanku, tidak
perlu engkau berterima kasih dan akupun tidak mengharapkan
sesuatu balas jasamu." sahut Hay-thian. "Marilah, silahkan
naik keatas kuda!"
"Tapi aku tidak?"?". tidak dapat menaik kuda,
tuan?"?"?"tuan?" kata sigadis.
"Aku she Kang," sahut Hay-thian dengan serba sulit
menghadapi sigadis yang serba aleman itu.
"O. Kang-siangkong (tuan Kang)," kata sigadis pula. "Dan
untuk berjalan akupun tidak kuat lagi."
Karena berpikir menolong orang lebih utama, tentang
pantangan pria dan wanita untuk sementara terpaksa
dikesampingkan, maka kata Hay-thian kemudian: "Jika begitu,
boleh engkau menung gang dibelakangku. peganglah badanku
yang kencang." Lalu iapun membopong sigadis keatas
kudanya. Dengan demikian maka Auyang Wan jadi membonceng
dibelakangnya Kang Hay-thian. Agaknya sigadis takut kalau
jatuh. maka kedua tangannya menyikap pinggang Hay-thian
sekencang-kencangnya, karena badan menempel badan, maka
dapatlah Hay-thian merasanya dada sigadis yang naik turun
itu dan napasnya yang harum membikin lehernya terasa risih.
Untuk pertama kali inilah Kang Hay-thian berdekatan dan
mengendus bau seorang gadis, keruan hatinyapun berdebardebar,
betapa nikmat perasaannya waktu itu susahlah untuk
dilukiskan. Kuda tunggangan Hay-thian sudah berlari sepanjang hari,
kini bertambah beban seorang pula. keruan keadaannya lebih
payah. Dengan berjalan incang-incuk kuda itu meneruskan
perjalanan dalam kegelapan, karena jalannya dilereng bukit
yang tidak rata. sigadis yang berada diatas kuda menjadi
terguncang hebat.
Sekonyong-konyong kuda itu melangkah kesuatu tempat
yang dekuk hingga sigadis terguncang membal keatas. entah
disengaja atau tidak, seperti orang gugup, kesepuluh jarinya
terus mencengkeram sekuatnya kepinggang Kang Hay-tham.
Tangan kiri tepat mencengkeram di Ih-gi-hiat dan tangan
kanan persis memegang di Ong-siau-hiat.
Ih-gi-hiat itu adalah salah satu Hiat-to mematikan diatas
tubuh manusia, dan Ong-siau-hiat adalah salah satu Hiat-to
yang melumpuhkan. Untunglah Kang Hay-thian sudah berhasil
meyakinkan Hou-teh-sin-kang atau ilmu sakti pelindung
badan, kalau orang lain kena dicengkeram kedua tempat Hiatto
seperti itu, bila tidak binasa segera juga ilmu silatnya akan
punah seketika. Apalagi se-ak kecil Hay-thian sudah
memperoleh didikan sang ayah, yaitu Kang Lam. dalam Lal
Tian-to-hiat-to atau ilmu memutar balikan jalan darah. Namun
mimpipun dia tidak menduga bahwa diam-diam sigadis itu
telah membokong padanya, oleh sebab itulah sama sekali ia
tidak berjaga-jaga sebelumnya, hanya berkat reaksi yang
otomatis dari ilmu pelindung badannya itulah hingga tidak
sampai terbinasa, namun begitu karena Ong-siau-hiat (Hiat-to
tertawa) kena dicengkeram. tidak urung ia terbahak-bahak
juga. Dan berbareng dengan suara tertawa Hay-thian itulah,
terdengar Auyang Wan juga menjerlt sekali dan badannya
merosot miring kesamping hampir-hampir jatuh kebawah
kuda. Kiranya ia juga tergetar oleh reaksi ilmu pelindung
badan Kang Hay-thian. untung pemuda itu tidak sengaja
hendak menyerangnya. kalau tidak, tentu ia sudah terpental
pergi oleh ilmu sakti itu.
Dengan adanya kejadian itu. kalau orang lain yang sedikit
berpengalaman tentu akan lantas curiga atas kelakuan Auyang
Wan itu. Tapi dasar Kang Hay-thian memang seorang pemuda
yang jujur dan berhati polos, sedikitpun ia tidak paham
kekejian manusia umumnya. Maka ketika didengarnya suara
kaget sigadis tadi, ia menjadi tidak enak perasaannya. lekaslekas
ia memeganginya sambil berkata: "Jangan takut,
duduklah yang anteng, sudah dekat tanah datar, jangan
kuatir. Apakah tanganmu merasa kesakitan?"
Karena dipegangi, Auyang Wan terus bersandar diatas bahu
Kang Hay-thian, rambutnya yang panjang kusut itu melambai
ke-leher pemuda itu hingga membuatnya geli. Dengan
suaranya yang genit ia berkata: "Wah. aku hampir mati kaget
terbanting kebawah. Huh, kenapa malah engkau mentertawai
aku?" Hay-thian merasa badan sigadis sangat halus lunak,
sedikitpun tiada tenaga, tentu saja ia tidak mencurigai gadis
itu. disangka-nya Hiat-to yang dicengkeram itu cuma
kebetulan saja. Kini badan sigadis menyandar pada bahunya,
ia menjadi berdebar-debar dan rada kabur semangatnya.
Lekas-Lekas ia betulkan duduk sigadis. ia sendiripun
menggeser sedikit, lalu katanya: "Aku tidak mentertawai
engkau, tapi merasa geli karena tanganmu persis menggelitik
d.pinggangku. Sekarang sudah sampai ditanah datar, engkau
tidak perlu memegang terlalu kencang lagi."
Auyang Wan seperti menyesal oleh kejadian tadi, katanya:
"Aku selamanya tidak pernah menunggang kuda, karena kaget
terguncang tadi. tanpa sengaja telah mencengkeram badanmu
yang menimbulkan geli. Harap engkau suka memaafkan."
Benar juga, seterusnya ia tidak berani menyikap terlalu
kencang lagi. Hal ini bukan karena hasil pesan Kang Hay-thian
tadi, tapi Auyang Wan kini sudah kenal betapa lihaynya
pemuda itu. Tidak jauh kemudian. tiba-tiba Auyang Wan berseru:
"Lihatlah, bukankah disana ada rumah penduduk?"
Waktu Hay-thian memandang kearah yang ditunjuk. benar
juga dilihatnya ada sebuah rumah, katanya: "Ha. benar!
Matamu ternyata lebih tajam daripadaku. Tampaknya rumah
kaum petani, kebetulan kita dapat minta mondok barang
semalam." "Kang-siangkong." tiba-tiba Auyang Wan membisikinya.
"kuharap engkau suka mengaku aku sebagai adikmu."
Hay-thian melengak, tapi segera sahutnya: ,Ya, benar,
mungkin engkau kuatir dicurigai orang yang tidak-tidak.
baiklah kita mengaku sebagai kakak beradik."
Tengah bicara. rampailah mereka didepan rumah itu.
Setelah Hay-thian menurunkan Auyang Wan dari kudanya, lalu
mengetok pintu.


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rumah petani itu ternyata terpencil sendirian, disekitarnya
tiada terdapat sesuatu bangunan lain lagi. Kang Hay-thian
merasa hal itu agak luar biasa, tapi tak sempat baginya untuk
banyak memikir, ia terus mengetok pintu.
Sejenak kemudian, terdengarlah pintu dibuka, seorang lakilaki
tua melon yok keluar dan berseru menanya "Siapakah?"
Meski rambut dan alis orang tua itu sudah ubanan semua,
namun sorot matanya bersinar tajam. Kena dipelototi sekali
dan dibentak. Kang Hay-thian menjadi kaget juga.
"Kami kaka-beradik telah ketemukan begal ditengah jalan.
har ta benda kami dirampok semua, untung kami sempat
melarikan diri. haraplah Loyacu suka kasihan pada kami dan
perkenankan kami mondok semalam disini."
Kang Hay-thian merasa tidak enak mengganggu orang
dengan percuma, segera iapun berkata: "Loyacu. jika engkau
suka menerima kami. aku masih bekal beberapa tahil perak,
kami akan, memberi sekedar ganti kerugianmu."
Tiba-Tiba sorot mata sikakek berubah welas-asih. segera
iapun tertawa. katanya: "Ah. kalian sudah tertimpa malang,
hatiku masakan tega untuk menerima uang kalian" Seseorang
wajib berbuat bajik bagi sesamanya. kalau cuma menginap
semalam dan daharan sea-danya. bagiku masih dapat
menyumbang sekedarnya. Marilah lekas masuk, segera aku
menyuruh kawan hidupku yang tua itu untuk memasak air dan
menanak nasi bagi kalian." Dan setelah berhenti sebentar,
kemudian ia menggerundel sendiri: "Wah. semula ketika
mendengar suara ketokan pintu, aku menyangka telah
kedatangan orang jahat Tapi karena aku tidak mempunyai
harta apa-apa. aku juga tidak kuatir kedatangan perampok.
Siapa duga kalian justeru telah menjadi korban pembegal".
Masuk kedalam rumah itu. Hay-thian melihat disekitar
dinding penuh tergantung kulit harimau dan binatang lain.
bahkan masih ada sepotong daging binatang yang segar
Diam-Diam Hay-thian memikir: "Kiranya bukan petani, tapi
kaum pemburu. Pantas tampak nya sudah tua. tapi tua-tua
keladi, masih kuat dan tangkas."
Segera sikakek memanggil keluar isterinya untuk bertemu
dengan Hay-thian berdua. Nenek itu sangat bermurah hati.
katanya berulang-ulang : "Sungguh kasihan! Baju nyonya
muda inipun sampai robek dan penuh darah lagi."
"Mereka adalah kaka-beradik." kata sikakek.
"O, maaf. maafkan!" seru sinenek tersipu-sipu. "Kulihat
muka kalian tidak memper. maka menyangka kalian adalah
suami-isteri. Ya. tentu kalian bukan terlahir dari ibu kandung
yang sama."
Dengan samar-samar Kang Hay-thian mengiakan
sekenanya. Lalu sinenek mencorocos lagi: "Kebetulan kemarin aku baru
menyelesaikan sehelai baju tambalan. Siocia. jika engkau tidak
menolak, biarlah sementara dipakai sebagai ganti bajumu
yang kotor itu. nanti kucuci dan menambal tempat yang sobek
itu. Ku-yakin besok pagi juga bajumu akan kering kembali"
"Sudahlah, lebih penting lekas engkau pergi memasak air
dan nasi. tentang salin baju masih boleh ditunda sebentar
lagi." ujar sikakek dengan tertawa.
Tidak terlalu lama, sinenek telah datang kembali
membawakan senampan nasi yang masih hangat-hangat.
bahkan ada pula semangkok besar masak daging binatang
yang berbau sedap. Kata sinenek: .Maafkan jika kami tidak
dapat menyuguhkan makanan enak, maka sudilah dahar
seadanya ini. Untung juga kemarin kawanku yang tua ini
dapat memburu seekor kijang. maka kalau nasinya kurang,
makanlah sedikit baryak daging kijang ini."
"O. ya. kami punya sebotol arak sisa lama, lekaslah engkau
menghangatkannya dan bawa kemari untuk tuan tamu ini,"
kata sikakek kepada sinenek
Hay-thian menjadi tidak enak perasaannya. katanya: "Ah,
asal kami dapat menyelamatkan diri disini. harapan kami
sudah puas, mana berani kami mengganggu lebih banyak
lagi?" "Tuan tamu tidak perlu sungkan-sungkan. angin
pegunungan disini sangat keras, minumlah sedikit untuk
menghangatkan badan." bujuk sikakek.
Sebenarnya Kang Hay-thian tidak biasa minum arak. tapi ia
merasa tidak enak menolak maksud baik tuan rumah, terpaksa
ia mengeringkan juga dua-tiga cawan. Sambil mengiringi
minum, sikakek menanya pula pengalaman Kang Hay-thian
berdua waktu dibegal. Karena tidak biasa berdusta. Hay-thian
menjadi gelagapan. Untunglah Auyang Wan dapat mengarang
jalannya cerita hingga sekedar dapat memenuhi pertanyaan
kakek itu. Diam-Diam Hay-thian menjadi kagum pada gadis itu. ia pikir
betapapun memang anak keluarga bangsawan yang kenyang
sekolahan lebih pandai, sampai dalam hal berdusta juga tidak
kekurangan akal. Sudah tentu tak tersangka olehnya bahwa
cerita Auyang Wan pada siang harinya tentang ketemu begal
segala hakekatnya juga dusta belaka yang sengaja
dikarangnya. Habis makan, sigadis ikut sinenek keruangan dalam, ketika
keluar pula. ia sudah ganti pakaian yang bersih, walaupun
baju itu bukan buatan dari kain halus, namun cukup pantas
dan sopan utk dipakai Auyang Wan hingga menambah
potongan badannya yang menggiurkan.
"Harap tuan tamu memaafkan, karena tempat kami ini tidak
terlalu luang, terpaksa mesti menyusahkan kalian mondok
semalam dikamar gudang kayu. Untungnya kalian adalah
kaka-beradik. maka tiada halangannya tidur sekamar."
demikian kata sinenek kemudian sambil menunjukan
tempatnya. Keruan Hay-thian merasa kikuk, tapi terpaksa memanggut
juga. Setelah membersihkan gudang kayu dan membawakan
sehelai tikar dan sehelai selimut, kemudian sinenek berkata
lagi: "Sungguh memalukan, keluarga miskin seperti kami ini
cuma mempunyai perlengkapan-perlengkapan jelek seperti ini.
harap nona sukalah memakainya. Dan bagi engkau.
Siangkong. jika merasa dingin, silahkan membakar api unggun
dengan kayu-kayu bakar ini. Dan ceret wedang inipun
kutinggalkan disini bila kalian merasa haus".
Setelah sinenek pergi. Kang Hay-thian dan Auyang Wan
saling pandang dengan perasaan tidak enak. Baiknya Auyang
Wan tidak malu-malu kucing seperti gadis umumnya. maka
lambat-laun Kang Hay-thian tidak sekikuk tadi lagi.
"Kang?"?"?"?"" Kang-toako," tiba-tiba Auyang Wan berkata
dengan tersenyum, "berkat pertolonganmu, maka jiwaku
dapat di selamatkan. Tapi sampai sekarang aku masih belum
mengetahui asal-usulmu. Engkau berasal darimanakah dan
siapa-siapa saja dian-tara anggota keluargamu?"
"Keluarga kami terdiri dari ayah dan ibu, ditambah Gwapo
(nenek luar) dan aku sendiri, seluruhnya menjadi empat
orang," sahut Hay-thian. "Karena nenek mempunyai sedikit
harta benda, maka kami tinggal bersama dengan beliau."
"Apakah tiada orang lain lagi?" sigadis menegas. "Jika
begitu, jadi engkau belum menikah?"
Muka Hay-thian menjadi merah, sahutnya: "Tahun ini aku
harus berumur enambelas. agak terlalu pagi untuk bicara
tentang menikah."
"Kalau menurut kebiasaan dikampung, umur enambelas
tahun sudah terhitung dewasa," ujar sigadis dengan
tersenyum. "Ehm. sungguh kebetulan, tahun inipun aku
berumur enambelas. tapi keluarga kami lebih kecil daripada
keluargamu, dirumah kami cuma aku dan ayah-bunda. lain
tiada lagi."
Perasaan Hay-thian bertambah kikuk oleh cerita Auyang
Wan itu. Pada saat itulah tiba-tiba ia merasa lidahnya menjadi
kaku. jantungnya berdenyut, sangat keras, ia mengkerut
kening dengan curiga.
"Ada apakah, Kang-toako, apakah badanmu tidak enak?"
tanya Auyang Wan.
"Entahlah, mungkin karena aku tidak biasa minum arak.
tadi aku telah banyak meminumnya." sabut Hay-thian.
Segera si gadis mengambil ceret wedang dan
menuangkannya semangkok. lebih dulu ia mencium wedang
itu dan berkata: "Wah. air teh ini sungguh harum benar, harap
minumlah, mungkin akan meredakan pengaruh arak didalam
perutmu" Sambil berkata, ia terus sedorkan air teh itu
kebibirnya Hay-thian untuk meladeninya minum. pelayanannya
yang penuh kasih sayangnya seorang kekasih membuat
pemuda itu merasa gugup dan rikuh.
Namun segera diminumnya juga wedang itu. Memang
benarlah rasa air teh itu harum dan sedap, ketika masuk
keperut. rasanya segar tak terkatakan.
Kemudian Auyang Wan tampak menguap ngantuk. katanya
pe-lahan: "Kang-toako, aku menjadi ngantuk sekarang. Dan
engkau tidur dimana?"
"Aku takkan tidur, aku menjaga malam bagimu," sahut Haythian.
Habis berkata, ia terus memutar tubuh dan duduk
bersila menghadap pintu.
Sejenak kemudian Hay-thian mendengar suara keresakkeresek
orang membuka baju. ia dengar Auyang Wan lagi
menggumam sendiri: "Keluarga kurang mampu umumnya
sangat sayang pada setiap benda miliknya, maka baju
pinjaman ini janganlah aku membuatnya kusut dan kotor." "
Nyata sigadis sedang membuka baju luar yang dipinjamkan
oleh sinenek itu.
Membayangkan sigadis membuka baju. muka Hay-thian
menjadi merah lagi dan jantungnya berdebar-debar. Cepat ia
tenangkan diri. mata memandang hidung dan hidung menatap
hati. segera ia menjalankan ilmu semadinya.
Tapi aneh, bukannya pikirannya menjadi tenang, sebaliknya
semakin berdebar-debar dan gopoh rasanya. betapapun
tenaga murninya susah dipusatkan, bahkan pelan-pelan
darahnya bergolak menaik keatas.
Selang sejenak. keadaan semakin tak beres, perut Haythian
mulai terasa sakit, pandangannyapun mulai kabur dan
buram. Karuan ia sangat terkejut. ia berseru sekali terus
melompat bangun sambil melolos pedangnya.
Waktu menoleh. Hay-thian melihat Auyang Wan juga
sedang melompat bangun sambil berseru: "Ada apakah Kangtoako?"
Sebenarnya kalau Hay-thian sedikit teliti saja segera dapat
dilihatnya gerakan melompat Auyang Wan barusan itu sangat
enteng dan gesit, bahkan sorot matanya juga penuh
memancarkan napsu membunuh. Tapi saat itu Hay-thian
sedang kusut pikirannya dan sangat murka oleb kejadian }ang
diluar dugaannya itu. maka sikap sigadis itu sama sekali tak
diperhatikennya.
Melihat Hay-thian telah melolos pedang, rupanya Auyang
Wan menjadi gugup juga, diam-diam ia memikir: "Wah.
celaka. Lwekangnya ternyata jauh lebih hebat daripada apa
yang kusangka semula."
Dan sedang Auyang Wan bingung apa yang harus
ditindaknya. Sekonyong-konyong terdengar Hay-thian
berteriak dengan gusar: "Kedua orang tua itu bukan orang
baik-baik, aku telah terpedaya oleh mereka! Didalam arak itu
ditaruh racun. aku harus menangkap kembali mereka untuk
memaksa mereka memberikan obat penawarnya" Ternyata
pemuda itu cuma menyangka didalam arak saja terdapat
racun. tak tahunya wedang yang dituangkannya oleh Auyang
Wan itulah sebenarnya jauh lebih jahat lagi racunnya.
Sekilas pandang Hay-thian melihat Auyang Wan cuma
memakai baju dalam warna jambon. meski dalam keadaan
gusar ia masih kenal rikuh juga, cepat ia berpaling dan
katanya: "Engkau jangan takut, selama aku masih disini,
mereka takkan mampu mencelakai engkau!" " Habis berkata,
terus saja ia berlari keluar meninggalkan sigadis.
Auyang Wan menjadi ragu-ragu dan tidak tenteram, hendak
lari. kuatir gagal usahanya. kalau tidak lari. kuatir pula
rahasianya diketahui Kang Hay-thian. Setelah bersangsi
sejenak. diam-diam ia memikir: "Agaknya sitolol ini masih
belum mencurigai diriku, biarlah aku menunggu lagi sebentar,
toh racun sudah bekerja didalam tubuhnya. betapapun dia
takkan dapat bertahan lebih lama lagi."
Tidak antara lama. terlihat Kang Hay-thian berlari kembali
lagi. sekali pedangnya mengayun. sebatang kayu bakar kena
ditabas kutung olehnya. Katanya dengan gemas: "Sepasang
suami-isteri itu benar-benar bukan orang-orang baik. mereka
sudah menghilang! Hm. kalau tidak merasa berdosa, buat apa
mesti melarikan diri?"
Auyang Wan mengkirik sendiri dan bersyukur dirinya
barusan tidak sembarangan melarikan diri, ka
Bentrok Para Pendekar 5 Pendekar Sadis Karya Kho Ping Hoo Pendekar Kembar 3
^