Pendekar Kidal 1

Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok Bagian 1


PENDEKAR KIDAL CIN CU LING Karya : Tong Hong Giok
Saduran : Gan KL
Cuaca cerah, udara terang, tiada badai, tidak ada ombak di
tengah sungai atau danau, namun demikian gelombang ombak
tetap mendampar, yang di belakang mendorong ke depan, air tetap
menga lir tak ter-putus2. Demikian pula suasana Kangouw (sungai-telaga),
mengejar nama, berebut rejeki, yang kuat mencaplok yang
le mah kelaliman, kesadiaan kejahatan tetap merajalela, liku
kehidupan dunia persilatan penuh diliputi muslihat, kapan insan per-
silatan pernah mengenya m kehidupan aman dan damai"
Sepanjang musim se mi tahun ini suasana Kangouw atau dunia
persilatan memang agak tenteram, namun keadaan ini tidak
bertahan lama, karena kabar yang mengejutkan tiba2 membikin
keadaan yang aman tenteram menjadi gempar dan bergolak.
Kabar pertama yang mengejutkan adalah lenyapnya Tong-Thian-
jong, tertua keluarga Tong di Sujwan yang terkenal dengan ilmu
senjata rahasia dan racunnya. Kabar kedua yang menggemparkan
adalah hilangnya Un It-hong, tertua keluarga Un di Ling lam yang
terkenal dengan obat bius dan wewangian yang memabukkan,
Keduanya menghilang secara beruntun tak keruan parannya .
Konon periatiwa ini terjadi pada permulaan tahun lalu, soalnya
keluarga yang kehilangan ketuanya ini tutup mulut dan
merahasiakan hal itu sehingga urusan baru bocor setelah berselang
tiga bulan ke mudian, sudah tentu berita ini menjadi topik
pembicaraan setiap insan persilatan.
Keluarga Tong di Sujwan berada di utara, sementara keluarga
Un di Ling-lam ada di selatan- Sebetulnya kejadian hilangnya ketua
dari kedua keluarga ini betapapun tiada sangkut pautnya satu sama
yang lain- Soalnya peristiwa ini berlangsung sebelum dan sesudah
tahun baru, sehingga orang mau tidak mau menganggap kejadian
itu suatu kebetulan, apalagi kabar yang tersiar luas di dania
persilatan bersimpang siur sehingga umum merasa urusan ini agak
miaterius. Kabarnya setelah kedua tokoh ini hilang secara aneh, orang2 dari
kedua keluarga ini mene mukan sebutir mutiara sebesar kacang di
bawah bantal mereka. Menemukan mutiara di bawah bantal
sebetulnya bukan suatu hal yang aneh, cuma mutiara yang mereka
temukan ini terukir sebuah huruf "LING" (perintah atau firman)
sebesar kepala lalat bewarna merah menyolok. Dan karena adanya
huruf "LING" yang terukir di atas mutiara inilah menjadikan urusan menarik perhatian orang banyak.
"cin-cu-ling" (firman mutiara), hampir setiap insan persilatan
tiada yang pernah dangar nama ini di Kangouw. Lambang
seseorang ataukah golongan"
Soal ini simpang siur dan tiada scorangpun yang bisa
menjelaskan secara gamblang dan pasti. .
Yang terang cin-cu-ling menyebabkan dua orang tertua dari
keluarga besar yang tersohor di dania persilatan lenyap. Kini tiga
bulan sudah lalu, soal ini masih ramai dibicarakan orang, namun
kejadian masih terselubung, bagai batu kece mplung laut, sejauh itu
masih menjadi teka-teki.
Yang terang orang2 dari kedua ke luarga ini masih terus mencari
dan menyelidiki.
cin-cu-ling me mang me nimbulkan ge lombang besar di dania
persilatan untuk beberapa la manya tapi lambat laun ha l inipun
dilupa kan orang.
Thay goan-tang merupakan pegadaian terbesar di kota Kayhong,
letaknya dijalan besar di timur kota. Huruf "Tang" (gadai ) bagai
poster raksasa menghias tembok tinggi yang me lintang di depan
rumah setinggi dua tombak. Begitu masuk, pintu angin lebar dari
papan tebal mengadang dijalan- pintu angin inipun dihiasi huruf
gadai yang melebihi besar manusia sehingga keadaan di dalam tidak
kelihatan dari luar. Memangnya siapa yang tidak malu
menggadaikan barang miliknya kalau tidak kepepet karena
"tongpes" alias kantong ke mpes"
Hari sudah lewat lohor, keadaan rumah gadai Thay-goan sudah
sepi, pada saat itulah seorang pemuda me masuki pintu pegadaian
itu. Pemuda ini berjubah hijau, usianya likuran tahun, mukanya
cakap. alia tegak. mata besar bersinar tajam, sikap-nya ramah dan
halus mirip seorang pe lajar, tapi sebuah buntalan panjang tiga kaki
me lintang di punggungnya, tidak mirip payung, mungkin senjata
yang selalu dibawanya untuk me mbela diri.
Pemuda jubah hijau langsung menuju ke loket terdekat, sebentar
dia berdehe m, lalu bersuara le mbut. "Mana petugasnya"
Seorang laki2 tua berkaca mata berlari2 dari sebelah dala m,
sekilas diawasinya pemuda jubah hijau ini, lalu berseri tawa sambil
menyapa: "Siangkong (tuan) henda k menggada i barang apa."
Pemuda jubah hijau manggut2, tangan mero-goh kantong dan
menge luarkan sebutir mut iara terus diangsurkan- Mutiara ini
sebesar telur burung puyuh, lapat2 berse mu kuning, sinarnya
mencorong benderang, orang awampun tahu bahwa benda ini
adalah barang mestika yang tak ternila i harganya.
Petugas tua ini menerima serta di-timang2 di telapak tangan, lalu
tanyanya: "Mau digada ikan berapa, Siang kong?"
"Lima ribu tahil perak." sahut pe muda jubah hijau.
Sebetulnya nilai mutiara ini sedikitnya la ksaan tahil, tapi petugas
ini tak berani se mbarangan bertindak, dengan seksama dia a mat2i
mut iara serta memeriksanya dengan lebih teliti. Akhirnya ditemukan
sebuah ukiran huruf "LING" warna merah di atas mutiara yang
menguning terang itu Seketika jantungnya berdetak keras seperti
hendak meloncat keluar dari rongga dadanya.
Sekilas ta mpak berubah air muka petugas tua ini, Tapi kejap lain
rona mukanya berobah pula seperti kegirangan- sudah tentu semua
perubahan ini tak lepas dari pengamatan si pe muda jubah hijau.
Tapi pe muda itu anggap tidak tahu saja.
Sengaja petugas tua ini memeriksa dan menimang2 sekian
lamanya, habis itu baru berkata dengan tertawa lebar: "Mutiara
Siangkong ini tak ter-nilai harganya, hanya digadai lima ribu tahil
saja...." "Ya, baiklah kugadaikan," ujar pe muda jubah hijau.
"Tapi lima ribu tahil juga bukan jumlah yang kecil, maka ........."
"Lho, kenapa, kau tidak mau terima?"
"Tidak. tidak. kami buka pegadaian, mana tidak terima gadai"
Soalnya lima ribu tahil, kami tiada uang kontan sebanyak itu, dan
lagi mutiara ini harus di unjukkan dulu kepada majikan kami."
"Boleh saja," ujar si pe muda, "silakan undang majikanmu."
"Sebagai langganan, mari silakan Siang kong duduk didala m dan
minum secangkir teh, segera kusuruh orang mengundang majikan,"
sembari bicara dia me mbuka pintu di ujung sana, lalu menya mbut
dengan munduk2: "silakan duduk. Siang kong."
Si pe muda tidak sungkan dengan tegap ia masuk ke dala m.
Petugas tua menyilakan duduk. seorang kacung menyuguhkan
secangkir teh. Petugas tua menge mbalikan mutiara dengan ke dua tangannya,
katanya. "Siangkong, simpan dulu mutiara ini, setelah berhadapan
dengan majikan boleh kau perlihatkan kepada beliau." lalu ia bisik2
kepada si kacung sekian la manya, kacung itu mang-gut2 terus
berlari keluar.
"Majikan tinggal di pintu selatan, sebentar be-liau akan datang,
Entah siapakah she Siang kong"
"Aku she Ling" sahut si pe muda. "Siangkong kelahiran mana?"
"Ing-ciu," aga knya dia sungkan bicara,
maka jawabannya
pendek2 saja. "Te mpat bagus," ujar si petugas tua. Si pe muda hanya
tersenyum saja.
Pembicaraan terputus sampai se kian saja, sipetugas lalu
menge luarkan pipa cangklong dan mengiaap te mbakaunya. Kira
setanakan nasi kemudian, tampak dari luar datang seorang laki2
setengah baya berpakaian ketat warna biru, laki2 ini beralis tebal,
mukanya kasar kereng, badannya tegap kuat. Kacung cilik tadi
tampak ber-lari2 di belakangnya.
Lekas si petugas tua menurunkan pipa sambil berdiri, serunya
tertawa: "Nah, sudah datang." Si Pe muda ikut berdiri.
Sementara laki2 setengah baya sudah beranjak masuk. matanya
langsung menatap si pemuda jubah hijau, sekedar menyapa pada si
petugas,katanya:"Apakahsaudaraini yanghendak
menggadaikan?"
Si petugas manggut2, sahutnya: "Ya, ya inilah Ling-s iangkong
dari Ing-ciu." Kepada si pe muda segera ia me mperkena lkan: "Inilah murid terbesar majikan ka mi The Si- kiat The-toaya, belakangan
majikan jarang menca mpuri urusan perusahaan, semuanya The-
toaya inilah yang me mberes-kannya."
" Kiranya The-ya," si pe muda me mberi sala m.
The Si- kiat me mbalas hormat, katanya: "Tidak berani, cayhe
diperintahkan guru ke mari untuk mengundang saudara ke sana
untuk bicara."
" cayhe hanya menggadai barang saya," sahut si pe muda.
Umumnya gadaian hanya mengenal barang tanpa kena l orang,
kalau harganya cocok boleh di bayar, kalau tidak boleh ditolak.
The Si- kiat tertawa, ujarnya: " Guruku berkata, mutiara yang tak
ternilai harganya hanya digadai lima ribu tahil, menurut aturan,
jumlah ini merupakan nilai yang besar, maka kedua belah piha k
perlu bicara langsung, oleh karena itu harap saudara sudi terima
undangan ini."
Si pe muda tertawa tawar, katanya: "Kalau de mikian, terpaksa
aku terima undangan ini."
"Marilah, kutunjukkan jalannya," ujar The Si-kiat terus melangkah
keluar lebih dulu. Si pemuda mengikut di belakang meninggalkan
rumah gadai ini.
Mereka jalan beriring, The Si- kiat
me mbawa-nya berputar
menyusuri dua jalan raya panjang dan
ramai. Kira2 setengah li
ke mudian, mereka me m-belok ke sebuah lorong lebar yang beralas
batu besar dan bersih mengkilap. pohon2
tua dan tinggi berderet di
kedua pinggir jalan-.
Entah sengaja atau tidak The Si-kiat seperti hendak menjajal si
pemuda, begitu me masuki lorong ini langkahnya tiba2 dipercepat,
kelihatannya langkahnya lambat tidak ter-gesa2, namun tubuhnya
bergerak bagai terbang, orang biasa umpa ma berlari sekencang2nya
juga takkan biaa menyusulnya.
Pemuda jubah hijau mengikut di belakang, langkahnya juga
la mban saja seperti tidak ingin berlomba lari, berlangsung seperti
tidak terjadi apa2, na-mun jaraknya dengan The Si-kiat tetap sama,
hanya beberapa kaki, sedikitpun tak pernah ketinggalan-
Jalanan batu mengkilap ini panjangnya ada dua li, sepanjang
jalan ini The Si-kiat melangkah dengan amat pesatnya, hanya
sekejah saja sudah tiba di depan sebuah gedang besar dan
berhenti. Dia kira sipe muda tentu ketinggalan jauh dibelakang, tak
tahunya waktu dia berpaling, ternyata si pemuda dengan sikap
wajar juga berhenti di bela kangnya, -Keruan ia kaget, batinnya: "Di
antara murid Siau-lim-pay dari kaum pre man, aku diberi julukan Sin-
hing thay-po (malaikat jalan pesat), kecuali orang mengerahkan
tenaga dan menggunakan Ginkang, rasanya tidak sembarang orang
bisa menyusul diriku, tapi bocah ini a mat lihay juga Ginkangnya.
sedikitpun tidak mau ketinggalan di belakang." Segera dia menghe la
napas panjang serta berkata dengan tertawa: "Sudah sa mpai"
Si pe muda angkat kepala, dilihatnya gedang besar memakan
tanah yang amat luas, rumahnya ber-lapia2 me manjang ke
belakang, bentuknya megah serta mewah. Kedua pintu besar yang
bercat hitam sudah terbentang lebar, di depan pintu berdiri dua
laki2 muda berpaka ian jubah hijau, sikapnya gagah dan kereng.
Kiranya adalah Kim-ing-ceng yang tersohor di kalangan persilatan-
Locengcu atau pemilik perka mpungan tua ini bernama Kim Kay-
thay, dia pula yang menjabat ciangbunjin dari murid pre man Siau-
lim-pay. Kaum persilatan sa ma me manggilnya Kim- ting, Kim loyacu.
"Kim-ting" (hianglo e mas te mpat dupa) adalah julukan Kim
loyacu, konon dulu dua dijuluki It-kun-cui-kim-ting (seka li pukul
menghancurkan Hianglo), tapi karena kelima huruf ini kurang enak
dibaca, maka orang lebih suka me manggilnya Kim-ting saja. Dan
lagi Kim-ting secara kiasan juga mengandang arti dapat dipercaya
katanya. Di bawah iringan The Si-kiat, si pe muda terus me masuki pintu
besar, melewati pekarangan luas dan panjang, me masuki pintu
kedua, di sini terjaga oleh dua pemuda baju hijau. begitu The Si-kiat
datang, segera mereka me mbungkuk hormat dan menyapa: "Suhu
sudah menunggu di ruang barat, sila kan Toasuheng bawa ta mu ke
kamar barat."
The Si-kiat mengiakan saja terus me mbelok ke arah kiri, setelah
menyusuri serambi panjang yang ber-belok2, mereka tiba di ka mar
di sebelah barat.
Itulah sebuah ka mar tersendiri yang berjendela kaca, sekeliling
kamar dipagari tanaman bunga aneka warna, gunung2an dan kolam
ikan, pajangan di sini sangat perma i, terang ditangani seorang ahli.
Undak2an di depan pintu ka mar berdiri pula dua laki2 jubah
hijau, kiranya mereka ada lah murid Kim- loyacu.
Mengikuti langkah The Si-kiat, si pe muda langsung me masuki
kamar bunga itu, tampak di atas sebuah kursi besar me mbe lakangi
dandang sebelah timur sana duduk seorang laki2 tua berkepala
botak. berjenggot putih bermuka merah, sorot matanya bersinar
tajam. begitu melihat muridnya me mbawa si pemuda masuk. segera
dia unjuk tawa serta berdiri menya mbut.
Setelah dekat The Si-kiat berhenti serta berkata pada tamunya:
"Inilah guru ka mi."
Si Pe muda maju me langkah, kedua tangan terangkap me mberi
hormat, katanya lantang: "Sudah lama kudengar na ma besar Kim-
loyacu, atas undangan ini, Wanpwe amat bersyukur dan
beruntung." Lekas The Si-kiat berkata lirih kepada gurunya: "Suhu, inilah Ling-siangkong . "
Kim Kay-thay bermata panjang, dengan seksama dia awasi
pemuda jubah hijau ini, sudah tentu yang menarik perhatiannya
adalah buntalan panjang di belakang punggung si pe muda, bagi
seorang ahli tentu segera tahu bahwa buntalan ini berisi pedang
panjang. Sambil mengawasi orang, tangan kanan Kim- loyacu terangkat
sambil berkata: "Ta mu agung, tamu agung Silakan duduk. Sila kan
duduk" Si pe muda juga tida k sungkan2, dia duduk di kursi depan orang.
Seorang pemuda la in berbaju hijau lantas menyuguhkan minuman-
Kim Kay-thay berdehem kecil, lalu berkata dengan tertawa:
"Ling-siangkong, siapakah na ma leng-kapmu .........."
"cayhe bernama Kun-gi."
"Tinggal di ma na?"
"Di Ing- Ciu," sahut si pe muda a lias Ling Kun-gi.
Kim Kay-thay manggut2, katanya: "Lohu dangar Ling-s iangkong
punya sebutir mutiara hendak digadaikan lima ribu tahil perak"
Bolehkah kuperiksa?"
Ling Kun-gi merogoh kantong dan mengeluar-kan mutiara yang
terikat benang e mas dan di- angsurkan-


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kim Kay-thay menerimanya serta menga mati-nya dengan teliti,
katanya kemudian: "Lohu ingin mohon sedikit keterangan dari Ling-
siangkong, entah sudikah menerangkan?"
Ling Kun-gi tertawa tawar, ujarnya: "Kim-loyacu ingin tanya soal
apa?" Tajam tatapan mata Kim Kay-thay, katanya: "Apakah Ling-
siangkong tahu asal-usul mutiara ini?"
"Inilah barang peninggalan leluhur ka mi," jawab Ling Kun-gi. Jadi mut iara itu adalah warisan leluhurnya.
"Siapakah na ma ge laran ayah Ling-siangkong?" tanya Kim Kay-
thay. "Ayah almarhum sudah meningga l sejak beberapa tahun, Kim-
loyacu tanya soal ayah, apa-kah beliau ada sangkut pautnya dengan
mut iara ini?"
"Lohu hanya tanya sambil lalu saja, Ling-kongcu me mbekal
pedang ke mana2, tentunya kaupun dari ka langan persilatan?"
"cayhe hanya belajar beberapa jurus pukulan dan ilmu pedang,
baru saja mula i berkecimpung di Kangouw."
Sekilas terpancar sinar terang dari kedua biji mata Kim Kay-thay
yang sipit, katanya sambil manggut2: "Ling-siangkong gagah dan
cakap. tentunya dari keluarga persilatan ternama juga."
"Ayah almarhum dan ibu sama2 tak mahir ilmu silat, kepandaian
rendah yang cayhe miliki kuperoleh dari didikan guru."
"o, entah siapa na ma crelaran guru Ling-s iangkong?"
"Guruku tidak punya gelaran, namanya juga tidak ingin diketahui
orang lain."
Kim Kay-thay mengelus jenggot, katanya: "Guru Ling-s iangkong
mungkin seorang tokoh persilatan lihay dan aneh tabiatnya."
"Dari mutiara wariaan keluarga ka mi ini, Kim- loyacu tanya asal-
usul dan riwayat hidupku, apakah engkau menaruh perhatian atau
curiga terhadap mu-tiara milikku ini"
Sejenak Kim Kay-thay melengak. katanya ke-mudian sa mbil
tertawa: " Ling-siangkong jangan salah paha m."
"Apa yang ingin Kim- loy acu ketahui sudah kujawab terus
terang. kini cayhe juga ingin tanya satu hal, entah Kim- loy acu sudi
me mberi penjelasan t idak?"
Kim Kay-thay tetap tersenyum simpul, katanya: "Boleh Ling-
siangkong katakan."
"Kukira Kim- loyacu tentu pernah melihat mu-tiara yang mirip
dengan mutiara milikku ini?" kata Ling Kun-gi.
Sedikit berubah air muka Kim Kay-thay, ka-tanya tertawa: " Ling-
siangkong adalah kaum persilatan, tentunya juga sudah mendangar
peristiwa cin-cu-ling di kalangan Kangouw?"
"Ya, cayhe datang ke Kayhong memang ingin cari tahu tentang
cin-cu-sing yang mengge mparkan dania persilatan itu."
Terunjuk rasa heran pada wajah Kim Kay-thay, tanyanya:
"Apakah Ling-siangkong sudah tahu?"
Menegak alis Ling Kun-gi, katanya sambil ter-tawa keras. "Itu
terserah kepada Kim- loyacu. apakah sudi mengunjukkannya kepada
cayhe" Tak urung berubah juga roman muka Kim Kay-thay, katanya: "
Ucapan Ling-siangkong tida k beralasan, darimana lohu biaa
me mpunyai cin-cu-ling itu?"
"Waktu cayhe berangkat, sudah kudangar bahwa Lok-san Taysu,
pimpinan ruang Yok-ong-tian di Siau lim-si mendadak hilang, di
tempatnya tertinggalkan sebutir cin-cu-ling, Hongt iang ketua Siau-
lim-si sudah serahkan cin cu-ling itu kepada Kim-loyacu,
me mangnya kabar ini hanya berita angin be laka?"
Dingin sikap Kim Kay-thay, katanya: "Semula kukira guru Ling-
siangkong adalah tokoh aneh yang mengasingkan diri dan jarang
berkecimpung di dunia persilatan- .... "jelas nadanya penuh
sindiran- Ling Kun-gi tertawa lebar, katanya: "Guruku me ma ng suka
menca mpuri urusan tetek-bengek, sejak tiga puluh tahun yang lalu
sampai sekarang, tabiat ini tak pernah berubah."
Sekilas terpancar perasaan aneh pada wajah Kim Kay-thay,
tanyanya prihatin: "Siapakah sebetulnya gurumu?"
"Tadi sudah cayhe jelaskan, guruku tidak punya gelar, kalau Kim-
loyacu ingin tahu, boleh selidiki dari perma inan beberapa jurus
pukulanku"
Kim Kay-thay naik pitam, katanya kereng: "Jadi
maksud kedatanagnmu bukan ingin me nggadai mutiara mu itu?"
"Sa ma2," ujar Ling Kun-gi tertawa: "Kim-loyacu mengundangku
ke mari, tentunya juga bukan ingin bicara soal nilai gada i mutiaraku,
bukan?" "Sombong benar kau ana k muda" dangus Kim Kay-thay. Sudah
banyak tahun tiada orang berani bertingkah dihadapan Kim-loyacu,
tak heran dia naik pita m.
Ling Kun-gi tertawa lebar, katanya: "Setua umur guruku,
selamanya tak ada yang terpandang olehnya, cayhe adalah ahli
waris guruku satu2nya, me mangnya siapa pula yang bisa
terpandang dalam mataku?"
Berubah gusar wajah Kim Kay-thay, serunya tertawa: "Bagus
sekali, Lohu ingin tahu murid siapa kau sebetulnya?" lalu ia letakkan
mut iara itu diatas meja, katanya pula: "Kalau Ling siangkong tida k
menggadaikan mutiara ini, silahkan a mbil ke mbali."
"Me mang betul ucapan Kim-loyacu." Kata Ling Kun-gi, segera
tangan di ulur menga mbil mutiara itu terus dimasukkan ke kantong
bajunya. Berkilat biji mata Kim Kay-thay, serunya berat: "Si-kiat"
"Tecu siap" sahut The Si-kiat me mbungkuk.
Kim Kay-thay berpesan: "Tujuan Ling-siang-kong adalah gurumu,
boleh kau minta belajar beberapa jurus padanya, dari permainannya
nanti, mungkin aku bisa mengenal perguruannya. "
"Tecu mengerti," sahut The si- kiat, lalu dia menjura kepada Ling
Kun-gi, katanya: "Ling-siangkong ingin me mberi petunjuk. mari
silakan bergebrak di luar, di sana lebih luas."
"Menjajal kepanda ian bukanlah main tombak di atas kuda, cukup
dua-tiga langkah saja cukup, kalau bergebrak di sini Kim- loyacu
tentu bisa dapat menyaksikan lebih jelas."
The Si-kiat tertawa dingin, katanya: "Kalau Ling-s iangkong
berpendapat demikian, bolehlah gebrak di sini saja." ke mba li dia
menjura serta mena mbahkan: "Sila kan Ling-siangkong me mberi
pelajaran,"
Sambil mengawasi orang Ling Kun-gi mengulum senyum lebar,
katanya: "Selamanya cayhe tidak pernah menyerang lebih dulu,
harap The-ya tidak usah sungkan-" terang dia sangat meremehkan
The Si-kiat. The Si-kiat adalah murid tertua Kim-t ing Kim-loyacu, di antara
murid2 pre man Siau-lim-pay, dia merupakan jago yang
berkepandaian tinggi, kini ia dipandang hina sede mikian rupa oleh
Ling Kun-gi yang masih muda belia dan pupuk bawang lagi, sudah
tentu hatinya geram setengah mati, namun dia hanya mendengus,
katanya: "Baiklah bila a ku berlaku kasar" dia m2 dia menghirup
napas panjang dan mengerahkan tenaga, tangan kanan melindungi
dada, serangan segera siap dilancarkan.
"Si-kiat," tiba2 Kim Kay-thay me mbentak. "tunggu sebentar."
Lekas The Si-kiat me mbatalkan dan menarik kuda2nya, sahutnya
me mbungkuk: "Ada pesan apa, suhu?"
"Betapapun Ling siang kong adalah ta mu kita, jangan se-kali2
berlaku kasar padanya," kata sang guru.
Berlaku kasar artinya tidak boleh mencabut nyawanya tapi boleh
kau beri ajaran setimpal biar kapok.
"Tecu mengerti," sahut The Si-kiat. ia membalik badan dan
telapak tangan kiri terbuka, kepalan tangan kanan melingkar di
depan dada, serunya: " Ling-siangkong, hati2lah" begitu telapak
tangan kiri bergerak. tahu2 kepalan tangan kanan mendahului
menggenjot pundak Ling Kun-gi, yang dilancarkan adalah ilmu coan-
hoa-kun (pukulan menyelinap bunga)... .
Ling Kun-gi pun tidak menyingkir, ia tunggu kepalan The si- kiat
hampir mengenai pundaknya, mendadak sedikit miringkan badan,
kaki kiri me langkah setengah tindak. di ma na tangan kiri terangkat,
dia tepuk pundak kanan The si-kiat, serangan balasan ini datang
lebih dulu ma lah. Justru yang dimainkan ini aneh dan lucu
tampaknya, walau tepukannya enteng seperti tidak mengguna kan
tenaga, tapi pukulan The Si-kiat mengenai te mpat kosong,
gerakannya sukar dihentikan lagi, dia terhuyung ke depan lima
langkah. Berubah air muka Kim Kay-thay karena gerakan Ling Kun-gi mirip
sekali dengan Tui-liong-jip-hay (dorong- naga masuk laut), salah
satu jurus cap-ji-kim-liong jiu dari perguruannya, cuma Ling Kun-gi
me lancarkan jurus ini dengan tangan kiri, jadi berlawanan dengan
kebiasaan- cap-ji-kim-liong-jiu (dua belas jurus tangkap naga) adalah salah
satu dari 72 ilmu silat Siau-lim-pay. Termasuk 12 tingkatan teratas
dari deretan ilmu lihay Siau-lim-pay, ilmu ini diciptakan oleh cika l
bakal Siau-lim-pay yaitu Bodhi Dharma setelah dia menyela mi Ih
Kin-keng, kecuali murid2 Hou-hoat atau pe mbela biara, ilmu ini tida k
pernah di ajarkan kepada murid2 pre man-
Sebagai murid tertua dan berkepandaian paling tinggi di antara
murid2 Kim Kay-thay, ternyata dalam gebrak permulaan saja dirinya
sudah kecundang, sudah tentu The Si-kiat malu bukan main, mulut
menggerung, tiba2 badannya berputar cepat, berbareng kedua
tangan menyerang secara me mbadai.
Karena sudah kecundang, maka jurus perma inan selanjutnya
tidak kepa lang tanggung lagi, ia me lancarkan Ha k hou cio hoat (ilmu
pukulan penakluk harimau) dari Siau lim-pay. Ilmu ini cukup
terkenal dala m bu-lim dengan kekuatan dan kekasarannya, begitu
dike mbangkan perbawanya ternyata bukan olah2 hebatnya, setiap
gerakan jurus tangannya membawa deru angin kencang seperti
badai menga muk, kekuatannya cukup menghancurkan pilar batu.
Tak tahunya Ling Kun-gi melayaninya seperti tidak terjadi apa2,
sikapnya adem aye m, kedua kaki tetap berdiri di te mpat tak
bergeser sedikitpun, hanya badannya saja yang bergontai kian
ke mari, namun setiap serangan lawan dapat dihindarinya dengan
mudah. Dirangsang a marah, tentu saja serangan The Si-kiat sema kin
bersemangat dan tumple k seluruh kepandaian silatnya, jurus ketiga
adalah Jiu kip-pau-tan (tangan merogoh ulu harimau), jari2nya
berbalik merogoh ke bawah dari bawah pergelangan tangan yang
lain, bagai kilat tahu2 serangannya mengincar ulu hati Ling Kun-gi.
Begitu cepat dan ganas serangan ini. Jarak keduanya dekat lagi,
pula badan Ling Kun-gi masih miring ke sa mping karena
menghindari jurus kedua tadi, gerakannya jadi sukar berubah dan
tak mungkin berkelit lagi. Dia m2 The Si- kiat mendengus hina,
tenaga dia kerahkan ketangan kanan, gerakanpun dipercepat.
Tatkala jari tangannya menyentuh baju Ling Kun gi itulah,
mendadak terasa pergelangan tangan kanan mengencang sakit,
tahu2 tangan orang sudah mencengkera m pergelangan tangannya.
keruan hatinya mencelos kaget, baru saja dia hendak meronta,
namun sudah terla mbat.
Kejadian berlangsung begitu cepat dalam sekejap saja, Ling Kun-
gi tetap mengulum senyum. sedikit dia gerakkan tangan kiri. badan
The Si-kiat yang tinggi tegar itu tiba mencelat dan terbanting jatuh..
Sebagai murid pre man angkatan kedua dari Siau-lim-pay.
kepandaian The Si-kiat sebetulnya tidak le mah, di tengah udara dia
sempat mengarahkan Jian-kin-tui, kedua kakinya hinggap di atas
tanah dan berhasil me mpertahankan diri. Sehingga tidak jatuh
namun mukanya yang sudah merah ke la m menjadi se ma kin ge lap
seiring malu, katanya dengan tertawa tawa: " Ling-siangkong
me mang hebat." Segera dia hendak menubruk maju lagi.
Betapa tajam pandangan Kim Kay-thay, dari jurus kedua yang
dimainkan Ling Kun-gi ini dia sudah yakin bahwa ilmu itu adalah cap
ji-kim-liong-Ciu, tipu yang dinamakan Ih-kim-ko-Yong (henda k
ditangkap sengaja menurut saja), cuma bedanya dia tetap
me lancarkan jurus secara terbalik, dengan tangan kiri, keruan
hatinya terkesiap. diam2 ia me mbatin: "Mungkinkah dia murid
beliau?" Tanpa menunggu The Si-kiat bergerak lebih lanjut, cepat ia
me mbentak: "Si-kiat berhenti"
Mendangar seruan gurunya, lekas The Si-kiat meluruskan kedua
tangan, sahutnya mengangkat kepala:
"Suhu, ini ......". dia ingin bilang "Tecu belum kalah."
Namun Kim Kay-thay segera menyela: "Tak usah dilanjutkan, kau
bukan tandingan Ling-lote. "
The Si-kiat tak berani banyak bicara, namun batinnya tidak
terima dan penasaran sekali.
Kim Kay- thay tidak hiraukan sikap muridnya, ia berdiri dengan
muka berseri ia berkata kepada Ling Kun-gi: " Ling-lote, sila kan
duduk." Dari Ling-siangkong mendadak dia menyebutnya Ling-lote
(saudara Ling), nadanyapun jauh lebih ra mah dan hormat.
Dia m2 The Si-kiat menggerutu dala m hati, na mun dia juga dapat
mengira gurunya berpengalaman luas, dari dua gebrakan tadi, tentu
beliau sudah tahu asal-usul Ling-siangkong ini.
Ling Kun-gi tersenyum penuh arti, tanpa bicara ia ke mbali ke
tempat duduk se mula.
Mengawasi Ling Kun-gi, berkatalah Kim Kay-thay dengan tulus:
"Ingin kutanya suatu hal, entah sudikah Ling-lote me mberitahu?"
Dari nada ucapannya jelas berubah jauh sekali pandangannya
terhadap anak muda ini, walau dirinya lebih tua, sedikitpun ia tak
berani angkuh lagi. "Kim-loyacu ingin tanya apa?" jawab Ling Kun
gi. "Gurumulah yang ingin kutanyakan, apakah beliau seorang
beribadat?"
Ling Kun-gi hanya tertawa, katanya: "Tadi sudah kukatakan,
guruku tidak punya gelar dan tidak mau disebut na manya, terpaksa
tak bisa kujawab pertanyaan Kim loyacu."
"Tida k apa, kalau Ling-lote tidak mau me mberitahu, akupun tidak
me ma ksa," sebentar Kim Kay-thay merandek lalu bertanya pula
dengan tatapan tajam: "Jadi Ling-lote ke mari lantaran cin-cu-ling
itu" "Betul," Ling Kun-gi mengangguk.
"Bolehkah Ling-lote bicara sedikit lebih je las?"
"Baiklah akan kujelaskan- Akhir
tahun yang lalu,
secara mendadak ibuku menghilang. ."
"o," Kim Kay-thay bersuara kaget, "apa-kah ibumu juga orang
persilatan?"
"Tida k. ibu sedikitpun t idak mahir ilmu silat."
"lbumu tidak bisa silat?" seru Kim Kay-thay penuh keheranan.
"Aneh sekali, jadi Ling-lote, kira hilangnya ibumu ada sangkut
pautnya dengan cin-cu-ling?"
"Aku sendiripun tidak tahu, tapi begitulah kata guruku. Loh-san
Taysu, pimpinan Yok-ong-tian di Siau-lim-si mendada k lenyap. di
tempatuya konon ditinggalkan sebutir cin-cu-ling, ma ka cayhe
disuruh ke sini mene mui Kim-loyacu untuk mencocokkan apa kah
cin-cu-ling itu mirip dengan mutiara warisan ke luargaku atau tida k?"
"Peristiwa hilangnya Loh-san suheng amat dirahasiakan, hanya
beberapa orang saja dari pihak Siau-lim-si yang mengetahui, boleh
dikatakan tiada seorang kangouwpun yang tahu, bahwa Ling-lote


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke mari atas perintah gurumu, baiklah tak perlu kumain sembunyi
lagi, Waktu Loh-san Suheng hilang, di tempat tingga lnya me mang
ditemukan sebutir cin-cu-ling, karena para paderi Siau-lim-si jarang
yang keluyuran di Kangouw, maka tugas mencari jejak Loh-san
Suheng ini oleh ciangbun Hong-t iang diserahkan kepadaku, ma ka
mut iara itupun kini berada ditanganku"- Sa mpa i di sini dia berdiri
dan menambahkan, "Harap Ling-lote tunggu sebentar, biar
kua mbilkan mutiara itu."
"Kim- loyacu boleh sila kan," sahut Ling-Kun gi sa mbil berdiri. .
Bergegas Kim Kay-thay masuk ke dala m, tak lama ke mudian
keluar pula sa mbil menenteng sebuah bungkusan kain warna
kuning, ia duduk ke mbali di kursinya terus me mbuka bungkusan
kain kuning itu, isinya adalah sebuah kotak persegi kecil dari kayu.
Dengan hati2 dia buka kotak kecil itu, lalu mengeluarkan sebutir
mut iara sebesar telur burung dara, katanya: " Ling-lote, inilah cin-
cu-ling itu." Ling - Kun-gi menerimanya serta meng-amat2i dengan
seksama, mutiara inipun bolong tengahnya dan disisipi benang
emas, sebelah atasnya ada ukiran huruf "Ling" warna merah
menyolok, bentuknya mirip seka li dengan mutiara warisan
keluarganya, cuma besar kecilnya saja yang berbeda, sampaipun
ikatan benang emas itu satu sama lain juga sama. Ling Kun-gi
angkat kepala dan bertanya:
"Apakah Kim- loyacu sudah mendapatkan hasil penyelidikan yang
diharapkan?"
Kim Kay-thay menggeleng kepala, katanya tertawa getir: " Walau
Ling-lote tidak mau katakan asal-usul perguruan, bahwa gurumu
suruh kau ke Kayhong untuk mene muiku, itu pasti ada hubungan
intim ada diantara kita. maka biarlah kuterus terang, anak murid
preman Siau-lim si tersebar luas di-mana2, dan banyak diantaranya
yang membuka Piaukiok, cabang kitapun tersebar ke segala
pelosok. dalam jangka tiga bulan ini sudah kuberi instruksi kepada
mereka untuk menyelidikinya secara ketat. di samping mengada kan
sergapan bila mana yang dianggap mencurigakan, na mun bukan saja
jejak Loh-san Suheng tetap tidak dite mukan, soal cin-cu-ling inipun
nihil hasilnya, cuma aku jadi ingat a kan suatu hal"
Sambil mengelus jenggotnya, tiba2 dia berhenti.
"Kim loyacu ingat akan hal apa?" tanya Ling Kun-gi.
Kim Kay-thay tidak segera menjawab, dia merenung sebentar,
lalu ba las bertanya: "Apakah ibumu pandai mengguna kan racun?"
Ling Kun-gi tertegun, sahutnya tertawa: "Tadi sudah kukatakan,
ibu bukan kaum persilatan, sudah tentu beliau tidak bisa
menggunakan racun."
"Kalau de mikian
apakah ibumu pandai tata rias atau.. pengobatan?"
Tanpa pikir Ling Kun-gi menjawab, "ibu t idak tahu soal obat2an-"
"Aneh kalau begitu," Kim Kay-thay, "sebetulnya tiada alasan
mereka menculik ibumu."
Ling Kun-gi ta mpak bingung, tanyanya: "cayhe tidak tahu, apa
maksud ucapan Kim-loyacu."
"Itu dasarnya pada analisa dari tiga peristiwa yang baru2 ini
terjadi di Kangouw. Tapi ibumu bukan kaum persilatan, tidak tahu
obat2an, juga tidak mengerti soal racun, na mun juga lenyap tak
keruan parannya, kini gurumu suruh kau ke mari mene muiku pula,
kalau gurumu anggap soal ini ada sangkut pautnya dengan cin-cu-
ling, tentu urusan tidak akan me leset sama seka li analisaku tadi
menjadi harus diragukan-"
"Bagaimana analisa Kim-loyacu, bolehkah diterangkan?" tanya
Ling Kun-gi. "Setelah Loh-san Suheng lenyap. tersiar pula berita di kalangan
Kangouw bahwa ketua keluarga Tong di Sujwan dan keluarga Un di
Lingla m juga lenyap secara aneh, keluarga mereka juga mene mu-
kan cin-cu-ling di ka marnya, ini me mbuktikan bahwa ketiga orang
ini pasti dikerjai orang dari suatu golongan-"
"Kenapa mereka tidak meninggalkan cin-cu-ling dikala ibuku
lenyap?" tanya Ling Kun-gi.
"Tiga orang yang lenyap itu, keluarga Tong di Sujwan adalah ahli
dibidang ilmu senjata rahasia dan racun, ke luarga Un di Ling la m
tersohor karena obat2 bius, sedang Loh-san Suheng menguasai ilmu
obat2an, karena itu aku menduga, bahwa ketiga orang ahli dibidang
masing2 ini sengaja diculik dan tidak terlepas dari dua kemungkinan
. ... ..."
"Dua ke mungkinan apa?" tanya Ling Kun-gi tak sabar.
"Pertama, di antara komplotan orang2 itu pasti terdapat salah
seorang tokoh penting yang terluka oleh sesuatu racun jahat,
mungkin sudah diobati berbagai maca m obat dan tetap tak
sadarkan diri. oleh karena itu terpaksa mereka menculik kedua ahli
racun dan obat bius dari keluarga Tong dan Un itu, demikian pula
Loh san Suheng yang ahli dala m bidang pengobatan, dugaan ini
menjurus pada darma bakti de mi kesela matan jiwa orang, jadi
mereka diculik untuk menolong jiwa ma nusia."
"Lalu bagaimana dugaan yang menjurus ke kejahatan?"
"Itulah dugaan kedua, komplotan ini me mpunyai maksud2
tertentu dengan ambisi besar, bahwa ketiga orang ini diculik untuk
alat pemeras kepada keluarga Tong dan Un agar menyerahkan
catatan rahasia dari ilmu masing2 yang sudah turun te murun seja k
leluhur mereka."
"Lalu apa pula tujuan mereka menculik Loh--san Taysu?" tanya
Ling Kun-gi. Kim Kay-thay menghela napas, katanya: "Kak-tam-wan buatan
Siau-lim-si dapat mengobati segala maca m racun, resep
pembuatannya sudah turun temurun sejak ratusan tahun lumanya,
hanya pimpinan di Yok-ong-thian saja yang tahu akan resep ini,
bahwa Loh-san suheng juga mereka culik, tujuannya sudah tentu
untuk me mbuat Kak-ta m-wan. Ini sih urusan kecil, sebab kecuali
tiga orang ini bukan mustahil mereka juga menculik tokoh2 lain
yang ahli da la m bidang ini" Ha l inilah jauh lebih mengerikan-"
" Kenapa?" Ling Kun-gi menegas.
"Ini me mbuktikan bahwa komplotan ini sedang merancang suatu
muslihat yang besar. Mereka khusus menculik orang2 ahli di bidang
racun, obat bius dan obat2an, tujuannya tentu hendak- me mbuat
suatu obat yang mengerikan untuk mencela kai jiwa kaum
persilatan" Sampa i di sini nadanya jadi lebih tandas: "Gerak-gerik komplotan ini serba misterius dan sangat rahasia, kalau mereka
tidak meningga lkan cin-cu-ling, bukankah kita lebih sukar lagi untuk
menyelidiki hal ini?" mendadak sorot matanya menjadi berkilau,
tanyanya: "Apakah Ling-lote tahu asal-usul dari mutiara warisan
keluarga mu itu?"
"Entah, sejak kecil mutiara ini sudah selalu berada dibadanku,"
Ling Kun-gi me njelaskan-
"Gutumu juga tida k pernah menjelaskan"
"Tida k." jawab Ling Kun-gi, tiba2 dia berdiri serta menjura:
"Terima kasih atas petunjuk dan kete-rangan Kim- loy acu, sekarang
cayhe mohon diri saja."
"Harap Ling-lote duduk lagi sebentar, masih ada suatu hal perlu
kusa mpaikan-"
"Kim-loyacu masih ada petunjuk apa"."
"Menurut apa yang kuketahui, kecuali keluarga Tong dan Un, di
kalangan Kangow masih ada satu keluarga yang pandai dan ahli
juga menggunakan racun- ........"
" Ke luarga mana," tanya Ling kun-gi.
"Llong-bin-san-ceng (perka mpungan gunung naga tidur), tapi
mereka jarang bergerak di ka langan Kangouw), maka jarang orang
tahu akan kehadiran mereka, menurut apa yang kuketahui,
komplotan cin-cu-ling agaknya belum bertindak terhadap Liong-bin-
san-ceng, tidak ada ruginya Ling-lote me mperhatikan juga soa l ini."
"Terima-kasih atas petunjuk ini" habis menjura Kun-gi panggul
buntalannya serta melangkah Keluar. Ter-sipu2 kim Kay-thay
mengantar sampai undakan. lalu dia suruh The si-kiat antar
tamunya sampai diluar pintu. Sudah puluhan tahun The Si kiat
mendapat bimbingan gurunya, dia tahu bahwa pemuda she Ling ini
punya asal usul yang bukan se mbarangan, setelah Ling Kun-gi
pergi, lekas dia kembali keka mar dan bertanya pada gurunya:
"Suhu, apakah engkau sudah tahu asal usulnya?"
Prihatin air muka Kim Kay-thay, katanya sungguh2 "Dua jurus
yang dia tunjukan tadi adalah tipu2 dari cap-ji-kim-liong-jiu, cuma
dia bergerak secara kidal, kalau dugaan gurumu tidak me leset,
ke mungkinan dia adalah ......."
The Si-kiat terperanjat, serunya: "Maksud suhu, dia murid
Susiokco?" Kim Kay-thay tidak bicara lagi, dia hanya manggut2.
Konon 50 tahun yang lalu pernah muncul seorang ma ling
pendekar. Maling pendekar maksudnya dia mencuri untuk piha k
yang lemah, bukan saja dia me mberantas kelaliman dan kejahatan,
iapun me mbantu kaum miskin dan le mah melawan yang kuat dan
batil, karena dia bekerja secara terbuka dan terang2an, ilmu silatnya
teramat tinggi lagi, biasanya jejaknya sukar ditemukan, hanya
sering mendengar na manya tapi tidak pernah melihat orangnya,
sudah tentu jarang ada orang yang tahu asal-usulnya. Maka orang
banyak lantas memberi julukan It-tin-hong (angin la lu) kepadanya.
Maksudnya dia pergi datang seperti angin lalu.
It-tin-hong punya tabiat aneh, yaitu dia pandang kejahatan
sebagai musuh kebuyutan, pejabat korup dan kikir, buaya darat dan
tuan tanah yang me meras rakyat jelata semua disikatnya habis2an.
Kaum persilatan dari golongan hita m yang sudah berlepotan darah
kedua tangannya karena kejahatan yang kelewat batas juga
diganyang olehnya, mending ka lau hanya dipunahkan ilmu silatnya,
bagi yang berdosa di luar batas, kalau tidak terluka parah tentu jiwa
me layang. Entah bagaimana ke mudian jejaknya menghilang dari kalangan
Kangouw, It tin- hong lenyap tak karuan paran, ternyata ia telah
cukur ra mbut dan menjadi pendeta di kuil Siau-lim-si di Hoala m,
setelah jadi Hweslo ge larannya adalah Tay-thong.
Sekejap mata 20 tahun telah berlalu, umumnya ajaran agama
menguta makan we las asih dan bijaksana, setelah dia insyaf tindak
kekerasannya dan patuh kepada ajaran agama, tak terduga pada
suatu hari seorang musuh yang pernah dipunahkan ilmu silatnya
dapat mengenali dia bahwa Tay-thong Hwesio adalah It-tin-hong.
Tata tertib siau lim si a mat keras, begitu para Hweslo da la m kuil
agung itu tahu bahwa Tay-thong Hweslo adalah It-tin-hong yang
dosanya bertumpuk2, mereka anggap kehadirannya dibiara besar
itu menodai dan merusak kesucian aga ma mereka, maka t imbul
keributan dan pertentangan, ada yang mengusulkan supaya
punahkan saja ilmu silatnya serta mengusirnya pergi dari kuil. sudah
tentu Tay-thong Hweslo marah, katanya:
"Kalau sang Budha tidak meluluskan aku me letakkan golok
pembunuh, akupun tidak pingin menjadi seorang Budhis lagi, tapi
ilmu silat yang kumiliki tidak melulu kupelajari dari siau-lim-si saja,
kalian tidak berhak me munahkan ilmu silatku. Soal apa yang pernah
kupelajari di Siau- lim-si ini, setelah meninggalkan Siau-lim-s i pasti
tidak akan kugunakan lagi."
Begitulah akhirnya Tay-thong Hweslo meninggalkan Siau- lim-si.
Sudah tentu ada juga para Hweslo yang ingin menahan dan
merintangi kepergiannya, tapi selama dua puluhan tahun
mengge mbleng diri di biara agung itu, pelajaran silat yang
diyakinkan sudah tera mat tinggi, tiada seorangpun yang ma mpu
menahannya. Sejak itu, muncul pula di kalangan Kangouw seorang pende kar
aneh yang menyebut dirinya Tay-thong Hwesio, sifanya tidak
pernah berubah, kejahatan dipandangnya sebagai musuh, ilmu silat
yang dima inkan sudah tentu ada yang berasal dari Siau-lim-pay,
cuma setiap jurus yang dia gunakan dengan tangan kiri, jadi jurus
permainannya terbalik dan berlawanan dengan silat Siau-lim-pay.
Maka orangpun me mberinya na ma Hoan-jiu-ji-lay (Buddha Kidal).
Itulah peristiwa tiga puluh tahun yang la lu. Maka bicara soal
tingkatan, Hoan jiu-ji-lay masih terhitung Susiok dari It-wi Taysu,
Hongtiang siau-lim-si sekarang, juga dengan sendirinya Susiok dari
Kim-ting Kim Kay thay.
Hari belum ge lap. namun rumah2 penduduk Kayhong sudah
sama pasang la mpu. Lalu lintas masih ra ma i dija lan raya. Tampak
diantara sekian yang mengayun langkah itu ada seorang pemuda
baju hijau me manggul buntalan panjang melintas jalan menuju ke
ujung jalan sana, di mana terdapat sebuah gang kecil yang se mpit,
di mulut gang sempit ini berdiri seorang, tak terlihat wajahnya.
Umumnya orang2 yang berdiri di mulut gang kalau bukan begal,
tentu juga bukan orang baik2 yang sedang mengincar mangsanya.
Begitu me lihar pe muda jubah hijau mengha mpiri orang itu segera
me me luk kedua tangan di depan dadanya, kedua biji matanya
dengan nanar mengawasi gerak-geriknya, lekas sekali si pe muda
sudah mende kat dan lewat di mulut gang, dala m se kejap orang
itupun sudah mene mukan apa2 yang di ncar dari badan pe muda
jubah hijau, ternyata pemuda jubah hijau mengenakan ikat
pinggang atau sabuk yang terbuat dari kain sutera warna kelabu. .
tepat di ujung kiri pinggangnya dihiasi sebutir mutiara dengan
seutas benang mas. Mut iara itu sebesar telur burung dara.
Maka orang itu tidak sangsi lagi, bergegas dia melompat keluar
serta mengejar dua langkah, katanya sambil unjuk tawa lebar:
"Siangkong, inilah surat untukmu."
Si pe muda me lengak dan berhenti, dengan tajam ia menatap
muka orang di depannya.
Dengan gugup orang itu menyetahkan sepucuk surat kepada si
pemuda terus tinggal pergi dengan langkah tergopoh2.
Pemuda jubah hijau ini ialah Ling Kun-gi, sekian la manya ia
me longo mengawasi sa mpul surat ditangannya, walau merasa
heran, akhirnya dia buka sa mpul itu dan me mbaca isi surat yang
tertulis di atas secarik kertas kuning, bunyinya demikian: "Serahkan
kepada si mata satu di luar Ho-sing-bio di He k-kang."
Ling Kun-gi tertegun me mbaca surat ini, cepat otaknya berpikir:
"Jelas surat ini salah ala mat, mungkin orang tadi salah mengenali
aku." Waktu ia angkat kepala, orang yang menyerahkan surat tadi
sudah tidak kelihatan lagi bayangannya.
Mau tak mau tergerak juga hati Ling Kun-gi, batinnya: " Dari
nada surat ini, agaknya seorang persilatan hendak mengirim
sesuatu barang. Memangnya aku sedang menyelidiki cin cu-ling,
kenapa tidak kupergi ke Hek-kang menunggu di luar Ho-sio-bio
untuk me lihat apa yang akan terjadi di sana"
Tapi segera dia berpikir pula:" Dala m surat sudah dijelaskan
untuk menyerahkan entah barang apa kepada seorang yang buta
sebelah matanya di luar Ho-sin-bio. Liu apa gunanya ku pergi ke
sana. toh aku tidak punya barang yang dimaksud" Sedangkan surat
pengantar ini sudah terjatuh ke tanganku, orang yang harus
menyerahkan barang tak mungkin menuju ke ala mat yang
ditentukan tanpa me mbawa surat ini."
Sampa i di sini tiba2 dia menduga kalau orang tadi telah salah
menyerahkan sampul surat ini kepada dirinya, pasti orang yang
seharusnya menerima sampul surat ini berperawakan mirip dirinya,
kenapa tidak kutunggu saja di sini, kalau nanti ada orang yang mirip


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diriku datang ke mari" Bukankah lebih ba ik kalau dia yang
menyerahkan barang itu ke Ho-sin-bio"
Dengan bibirnya dia basahi sampul surat serta menutup rapat
pula sampul surat itu, kini ganti dia yang berjaga di ujung gang
sempit tadi, buntalan panjang dipunggungnya dia turunkan dan
diletakkan di kaki te mbok yang gelap. Tak lupa dia meraih
segenggam tanah kering lalu mengusap muka sendiri dengan debu
tanah itu lalu ia berdiri bertopang dinding dan menunggu dengan
sabar. Tak la ma ke mudian, betul juga dari ujung jalan raya sebelah
barat sana muncul sesosok bayangan orang, ternyata iapun
me manggul sebuah buntalan panjang, perawakannya tinggi lencir,
karena jarak masih jauh, tak terlihat jelas wajahnya. Langkahnya
tampak tenang2, tidak gugup dan mantap, se-akan2 dijalan raya itu
hanya dia sendiri yang berjalan-
Sekejap saja si baju biru ini sudah tiba di ujung gang. Kini Ling
Kun-gi dapat me lihat jelas, laki2 ini berusia e mpat- lima likuran,
wajahnya me mang cakap. cuma sikapntya angkuh, dingin dan kaku.
Ling Kun-gi tunggu orang berjalan sa mpa i di mulut gang dan
segera me mburu maju serta berkata: "Siangkong, inilah surat
untukmu" Dengan kedua tangan dia angsurkan sa mpul tadi.
Langkah si baju biru merandek. dengan sebe lah tangan dia
terima sampul itu tanpa berpaling, sekenanya tangan yang lain tiba2
menggablok ke be lakang.
Tak pernah terpikir oleh Ling Kun-gi orang akan menyerang
dirinya dengan cara ganas ini, ada niat menangkis, tapi cepat sekali
otaknya bekerja, pikirnya: "Dia ingin me mbunuhku untuk menutup
mulutku, ma ka aku jangan menangkis."
Dia m2 ia kerahkan hawa murni untuk me lindungi Hiat-to dan
terima pukulan keras orang.
"Blang", walau tidak berpaling, namun gerakan tangan orang
mengincar sasaran secara tepat, pukulannya tepat mengenai dada
Ling Kun-gi. Dengan mengeluarkan keluhan tertahan Ling Kun-gi
terjengkang roboh. Tanpa berhenti atau meneliti korbannya si baju
biru terus beranjak ke depan tanpa menoleh.
Dia m2 Ling Kun-gi tersirap darahnya setelah menerima pukulan
keras laki2 baju biru ini, pikirnya: "Tak nyana pukulannya ini
mmggunakan Jong-jiu-hoat dari aliran Lwekeh."
Sudah tentu tak pernah terpikir oleh si baju biru kalau ada orang
menguntit dirinya, dengan langkah berlenggang dia terus beranjak
ke depan, setiba di pintu utara, di depannya mengadang tembok
kota yang beberapa tombak tingginya.
Sekali kaki menutul, si baju biru segera melayang naik la ksana
luncuran anak panah ke atas tembok kota yang tinggi, sekali kaki
menutul pula dengan enteng, badannya me layang turun ke luar
tembok kota. Dari tempatnya Ling Kun-gi dia m2 kaget me myaksikan
kepandaian orang, batinnya: "Bagi jago kosen Bulim bukan soal
untuk melompat setinggi e mpat-lima tombak, tapi orang ini masih
begini muda, namun sudah me miliki kepandaian setinggi ini" Karena
merasa curiga, bertambah besar pula hasratnya untuk menguntit
laki2 baju biru untuk me-nyaksikan barang apa pula yang hendak di
antar ke Ho-sin-bio
Segera iapun melayang ke atas tembok kota, dari tempat
ketinggian dilihatnya sesosok bayangan meluncur di kejauhan sana
secepat terbang, arahnya ke utara. Ling Kun-gi tidak berani ayal, dia
menghirup napas panjang danmelayang turun sa mbil
menge mbangkan Ginkang terus menguntit laki2 baju biru dari
kejauhan- Kira sepuluh li ke mudian, di depan sana adalah sebuah bukit
kecil, kiranya itulah Hek-kang atau bukit tandus hitam. Setiba di
bawah bukit, gerakan la ki2 baju biru menjadi la mbat, ke mbali dia
berjalan dengan langkah lebar, lambat tapi mantap. terus menanjak
ke atas bukit. Dla m2 Ling Kun-gi geli, pikirnya: "Orang ini pandai berpura2 dan
ber-muka2, sungguh terlalu angkuh dan sombong." Setelah tiba di
Hek-kang, sudah tentu sebentar lagi akan sa mpai di Ho sin-bio.
Ingin Ling Kun-gi mengetahui barang apa yang hendak
diserahkan kepada orang buta satu itu" Maka jaraknya tidak boleh
terlalu jauh. Untung se makin dekat puncak bukit, tetumbuhan
pohon juga lebih lebat, sebat sekali Ling Kun-gi menyelinap masuk
ke dala m hutan, dari balik bayang2 pohon dengan cepat dia
me luncur ke atas bukit. cepat sekali dilihatnya bayangan tembok
merah dan ujung wuwungan, sebuah kelenteng terselubung di ba lik
lebatnya pepohonan di atas sana, ternyata dirinya berada di
belakang kelenteng, jadi Ho sin-bio ini di bangun menghadap utara.
Ling Kun-gi t idak tahu siapa dan bagaimana asal-usul orang buta
sebelah yang akan menerima barang, maka dia tidak berani
gegabah, dengan menge mbangkan Ginkang dia berlompatan di
pucuk pohon terus berputar dari arah kanan me nuju ke depan-
Ho-sin-bio terdiri dari tiga lapis bangunan ke-lenteng, waktu Ling
Kun-gi tiba di sebelah kanan, betul juga dilihatnya seorang tua buta
sebelah mata berpakaian hitam telah berdiri menunggu dengan laku
hormat di luar ke lenteng. . Tak lama ke mudian laki2 baju birupun
muncul dengan langkah pelan2.
Ter-sipu2 laki2 tua mata satu menyongsong ma ju, sambil
munduk2 dia menyambut dengan tawa lebar, katanya: "Atas
perintah Ho-sin-ya, sejak tadi ha mba sudah me nunggu disini"
Laki2 baju biru berkata dingin: "Mata kirimu picaku ternyata mata
kananmu masih awas"
Si mata satu munduk2 lagi, katanya tertawa: "Ya, ya, hamba
picak mata kanan bukan mata kiri."
"Bagus sekali" kata si baju biru, tangan merogoh kantong dan
menge luarkan sebuah bungkusan kertas terus diangsurkan,
katanya: "Barang ini a mat penting, kau harus ber-hati2"
Si mata satu menyambut dengan kedua tangannya, sahutnya
tetap munduk2: "Ya, hamba tahu"
"Baiklah, setiba kau di Hoay-yang, ada orang memberi petunjuk
padamu ke mana kau harus antar barang ini."
"Ha mba mengerti" orang tua mata satu menjawab.
Laki2 baju biru mendengus kereng, dimana dia jejak kedua
kakinya, tlba2 badannya mela mbung tinggi ke udara, bayangan
tubuh secepat kilat meluncur turun ke bawah bukit.
Ling Kun-gi se mbunyi di te mpat yang cukup dekat, maka
percakapan mereka di dengarnya dengan jelas, batinnya " Entah
apa isi bungkusan kertas itu. begitu besar perhatian mereka, sampai
harus dikirim secara rahasia lagi, si mata satu adalah pesuruh,
namun dia sendiri juga belum tahu ke mana dan kepada siapa dia
harus serahkan barang itu?" lalu dia berpikir lebih lanjut: "Ka lau laki2 baju biru tadi tidak menerima surat rahasia dariku tadi, iapun
tak tahu ke mana dan kepada siapa dia harus serahkan barang yang
terbungkus di kertas itu?"
Dari sini lebih mudah diraba, kalau bukan barang pusaka yang
tak ternilai harganya, tentu bungkusan itu berisi suatu barang yang
amat rahasia dan penting artinya. Setelah hati merasa curiga, sudah
tentu Ling Kun gi tida k abaikan kejadian ini, dia bertekad
menyelidiki hal ini sa mpai terang duduk persoalannya meski harus
mene mpuh bahaya dan maca m2 kesulitan-
Di kala dia menerawang tinda k lanjut diri sendiri, sementara si
mata satu sudah beranjak pergi dengan langkah tergesa-gesa.
Dari langkah orang Ling Kun-gi dapat menila i kepandaian silat
orang ini tidak seberapa tinggi, kalau dibanding la ki2 baju biru tadi,
jaraknya terlampau jauh. Untuk menguntit seorang keroco seperti
laki2 tua mata situ ini bagi Ling Kun-gi merupa kan kerja sepele.
Tapi Ling Kun-gi cukup cerdik dan teliti, dari penga la man mala m
ini yang penuh liku2 dia ingat bahwa komplotan orang ini serba
misterius, diduganya bungkusan itu sangat penting dan a mat besar
artinya, teramat ganjil kalau diserahkan dan dipercayakan kepada si
mata satu yang berkepandaian silat begitu rendah, maka ia
menduga secara sembunyi pasti masih ada orang la in yang
berkepandaian tinggi melindunginya. oleh karena itu dia tidak berani
gegabah, setelah si mata satu pergi jauh dan me nelit i sekelilingnya
me mang t iada orang lain yang berse mbunyi, barulah dia berkelebat
keluar hutan, menyusul ke bawah gunung.
Si mata satu menempuh perjalanan dengan langkah cepat, Ling
Kun-gi tetap menguntit dari kejauhan- Supaya tidak menimbulkan
perhatian orang, maka mut iara yang dia ikat dipinggang kiri seperti
pesan gurunya dia simpan da la m kantong baju.
Mala m itu si mata satu mene mpuh tujuh li perjalanan, setelah
hari terang tanah, ia sa mpai di Kip-sian dan langsung masuk kota.
Tak jauh di be lakangnya Ling Kun-gi juga ikut masuk kota,
agaknya si mata satu sudah apal jalanan dalam kota ini, di pinggir
jalan dia minum dulu se mangkuk bubur kacang serta makan
beberapa kue untuk mengganjal perut, lalu menuju ke ujung ja lan
dan me masuki hotel Hin-liong, sebuah penginapan kecil.
Setelah sema la m suntuk mene mpuh perjalanan, Ling Kun-gi duga
orang perlu istirahat, maka ia-pun masuk ke warung yang letaknya
di seberang hotel, disini dia sarapan pagi. Dia m2 dia perhatikan
setiap orang yang hilir mudik, dilihatnya seorang laki2 yang bertopi
bulu dengan pakaian abu2 datang dari sana dan langsung masuk ke
dalam hotel Hin-liong. Dari langkahnya yang enteng, Ling Kun-gi
tahu kalau orang ini adalah seorang jagoan, kalau hari sudah
seterang ini baru masuk penginapan, tentu diapun mene mpuh
perjalanan di waktu ma la m.
Berdegup jantung Ling Kun-gi, pikirnya: "Mungkinkah orang ini
sekomplotan dengan si mata satu?"
Setelah perut kenyang dan membayar rekening makanan, Ling
Kun-gi juga masuk ke hotel Hin-liong di seberang, biasanya yang
menginap di hotel sekecil ini adalah tukang kereta atau kuli
angkutan yang me mbawa barang dari te mpat jauh, begitu hari
terang tanah mereka lantas berangkat, maka keadaan hotel
sekarang terasa sepi.
Melihat ada ta mu datang, pelayan menyambut dengan sikap
hormat: "Tuan ta mu, kau akan..."
"Menginap." sahut Ling Kun-gi.
Pelayan kegirangan, katanya sambil munduk2: "Ya, ya, silakan
tuan ikut ha mba." lalu ia bawa Ling Kun-gi ke dala m.
Sambil jalan Ling Kun-gi bertanya kepada si pe layan: " Hotel
kalian ini apa ra ma i dikunjungi tamu."
"Tarip hotel ka mi murah, maka ra ma i juga tamu2 yang suka
menginap di sini," sahut pelayan- "Kalau setiap pagi ada tamu
masuk hotel seperti tuan sekarang. penghasilan hotel ka mi tentu
bertambah besar."
Sementara itu mereka sudah sa mpa i di depan sebuah ka mar,
pelayan me mbuka pintu serta bertanya sambil me langkah masuk: "
Kamar ini bagaima na tuan?"
Sebentar Ling Kun-gi celingukan, lalu menjawab: "Ya, bolehlah.
Biasanya apakah jarang ta mu yang menginap di pagi hari?"
"Orang yang menginap pagi tentu semalam suntuk mene mpuh
perjalanan, belakangan ini kea manan dijalan banyak terganggu,
sudah tentu jarang orang mau mene mpuh perjalanan ma la m hari
......" mendadak dia ce kikikan, serta menambahkan: "Pagi hari ini, termasuk Siang kong ka mi telah kedatangan tiga ta mu"
Ling Kun-gi mengiakan secara tak acuh tanyanya seperti tidak
ambit perhatian: "Mereka tinggal ka mar mana?"
"Hotel ka mi hanya me miliki ena m ka mar, diseberang sana adalah
ruang umum, ka mar tuan nomor t iga, dua tamu yang lain
mene mpati ka mar satu dan dua."
Ling Kun-gi me mbatin: "Jadi si mata satu mene mpati ka mar ke
satu, lelaki baju abu2 tinggal di ka mar nomor dua."
Sementara itu pelayan telah keluar dan kembali me mbawa sepoci
air teh, katanya tertawa sam-bil menyuguh: ."Tuan, sila kan
minum?" Sengaja Ling Kun-gi menggeliat dan menguap. katanya: "Aku
ingin t idur, tutuplah pintu dari luar, tak usah kau layani aku lagi."
Pelayan mengiakan terus keluar sa mbil merapatkan pintu.
Ling Kun-gipasang kuping sebentar, didengarnya laki2 baju abu2
di sebelah agaknya belum tidur, pikirnya: "Kalau orang ini bukan
sekomplotan dengan si mata satu, tentu iapun seperti diriku sedang
menguntit si mata satu."
Setelah meneguk habis secangkir teh, tanpa buka pakaian dia
rebahkan diri. Dengan be kal kepandaian silatnya, umpa ma dia tidur
pulas, asal kedua orang di ka mar sebelah ada sedikit ulah pasti tida k
dapat mengelabui kupingnya, karena untuk keluar hotel mereka
harus lewat depan ka marnya betapapun derap langkah mere ka
tetap bisa didengarnya. Maka dengan hati lega ia pejamkan mata
sebentar saja sudah pulas.
Tak terduga belum la ma dia tertidur, tiba2 didengarnya orang di
kamar sebelah mengumpat marah2: " Keparat, cukup licin juga
kau." Kata2nya tidak keras, menyerupai orang berguman, tapi cukup
mengejutkan Ling kun-gi dari pulasnya, bergegas dia duduk serta
pasang kuping, didengarnya laki2 di ka mar sebelah mendorong
jendela terus melompat keluar . . .. "Mungkinkah si mata satu sudah
merat?" de mikian batin Ling Kun-gi.
Ketiga ka mar berjajar in masing2 ada jendela belakang, waktu
masuk ka mar tadi Ling Kun-gi sudah me meriksanya, di luar jende la
adalah sebuah gang sempit, agaknya lelaki baju abu2 sudah
mengejar lewat gang dibelakang itu.
Bergegas Ling Kun-gipun turun dari ranjang dan buka jendela, ia
me lompat keluar, betul juga dilihatnya jendela di kedua ka mar
sebelah sudah terpentang lebar, jadi si mata satu sudah merat dan
dikejar lelaki baju abu2. Dia m2 Ling Kun-gi ma lu diri, ka lau le laki
baju abu2 tidak mengumpat, diri-nya tentu juga kena dikelabui, dari
sini terbukti bahwa pengala man dirinya masih terlalu cetek untuk
bekal kelana di Kangouw.
Lekas dia ke mbali ke ka mar menje mput buntalannya terus buka
pintu. Melihat Ling Kun-gi keluar, lekas si pelayan menyongsong
maju, tanyanya keheranan: " Katanya tuan mau tidur, kenapa buru2
berangkat ma lah?"
"Sudan tidur sejenak. masih ada urusan- Nah, inilah uang
rekeningku, masukkan juga rekening ka mar ke satu," ternyata
sebelum pergi le laki baju abu2 di ka mar kedua meningga lkan uang
di atas meja, tapi si mata satu menginap dengan gratis.
Karena sudah dengar si baju biru berpesan "Ada orang
menunggumu di Hoay-yang," ma ka Ling Kun-gi t idak perlu buru2,
dari sini ke Hoay-yang sudah dekat, maka dia me ne mpuh perjalanan
ke selatan dengan langkah seenaknya. Kira2 tengah hari ia tiba di
Liong-ki. Liong-ki adalah sebuah kota kecil, hanya ada sebuah warung
bakmi yang terletak di ujung ja lan raya, maka pejalan kaki atau
orang yang menempuh perja lanan jauh suka ma mpir di warung ba k-
mi ini. Karena saatnya orang makan, ma ka meja warung kecil ini penuh
sesak. Waktu Ling Kun-gi me masuki warung ini, sekilas dia menjadi
tercengang, maklumlah warung kecil, hanya ada enam meja dengan
masing2 empat kursi, setiap meja diduduki tiga atau empat orang.
Sekilas matanya menjelajah maka dilihatnya di meja sebelah timur
sana duduk seorang diri si mata satu, dia pesan sepoci arak dan
semangkok kuah sayur asin, dengan lahapnya dia tengah melahap
makanannya. Lelaki baju abu2 terlihat duduk di meja dekat pintu,
mungkin takut dikenali orang, maka topi bulu di atas kepalanya


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ditarik serendah mungkin sa mpai menutup muka, tapi Ling Kun-gi
tetap mengenalinya.
Baru saja Ling Kun-gi masuk pintu, pelayan sudah
menya mbutnya dan menunjuk te mpat duduk yang masih kosong,
setelah menyuguh secangkir teh dia tanya mau pesan makanan apa,
Ling Kun-gi minta sepoci arak dan beberapa maca m masakan-
Setelah pelayan mengundurkan diri, Ling Kun-gi coba mengawasi
orang sekelilingnya, semua adalah kaum pedagang yang kebetulan
lewat dan mampir, hanya si mata satu dan laki2 bertopi bulu itu
termasuk kaum persilatan- Pada saat itulah dilihatnya dari luar
masuk pula seorang berjubah hijau pupus.
Perawakan orang ini tinggi kurus, kulit mukanya kuning ke
hijau2an, begitu melangkah masuk sorot matanya menjelajah ke
seluruh ruangan, akhirnya dia pilih tempat duduk dekat pintu keluar,
tiga jari tangan kirinya mengetuk meja, mulutpun berkaok keras:
"Hai, pelayan"
Kelihatan ketukan ketiga jari tangan di atas meja enteng saja,
tapi piring mangkuk yang berisi makanan diatas meja seketika
berloncatan semua.
Si baju abu2 tengah menunduk menikmati hidangannya, selebar
muka dan dadanya menjadi basah kuyup oleh kuah makanannya
sendiri yang muncrat.
Keruan tidak kepalang marah si baju abu2, topi bulu dia angkat
keatas, tangannya mengusap muka, bentaknya marah, sambil
mende lik kepada laki2 baju hijau: "Saudara tidak lihat kalau aku
sedang ma kan di sini" kenapa ma in kasar begini rupa?"
Tidak terunjuk sedikit perobahan mimik wajah laki2 baju hijau,
sahutnya dingin, "Kalau kau anggap aku kasar, kenapa tidak pindah
ke meja lain saja?"
Bukan saja tidak minta maaf malah dirinya disuruh pindah
ke meja lain, keruan si baju abu2 naik pita m", hardiknya murka:
"Kau ma in tepuk meja, sampa i ma kanan muncrat mengotori
badanku, me mangnya aku yang salah?"
"Kusuruh kau pindah ke meja la in, me mangnya aku juga
salah?"jengek laki2 baju hijau pupus.
Mendengar ada keributan, semua tamu yang hadir sa ma
berpaling ke arah sini.
Mencorong biji mata si baju abu2, katanya tertawa lebar:
"Saudara bertingkah dan main kayu, agaknya sengaja hendak cari
perkara padaku?"
"cari perkara?" dengus laki2 baju hijau. " Kau setimpal?"
Lelaki baju abu2 berjingkrak berdiri, dari kantong kain yang
terselip dipahanya dia lolos sebilah Yap-hap-to, bentaknya: "Mari
keluar, aku ingin belajar kenal kepandaianmu."
Laki2 baju hijau tetap bersikap dingin dan menghina: "Kau berani
ma in senjata dengan aku" Me mangnya kau sudah bosan hidup?"
"Entah siapa yang bosan hidup?" jengek si baju abu2.
"Aku sudah me mperingatkan, kau sendiri yang ingin ma mpus,
maka jangan aku yang disa lahkan-" se mbari bicara tiba2 laki2 baju
hijau sedikit angkat tangan kirinya, selarik sinar hijau t iba2 melesat
ke arah tenggorokan si baju abu2, bukan saja luncurannya cepat,
tidak bersuara lagi.
Pada waktu yang sa ma, tampak dari arah samping sana
me luncur pula sebuah cangkir arak. "Tring", dengan tepat
me mbentur sinar hijau itu sehingga sinar hijau melayang ke
samping laki2 baju abu2 dan "crat" terpaku di atas te mbok.
Waktu semua hadirin berpaling ke sana, Itulah sebatang panah
kecil sepanjang dua dim berwarna hijau, dasar cangkir tertembus
bolong, dan tergantung di atas panah yang terpaku di dinding.
Beringas si baju abu2, bentaknya: "Berani kau melukai orang
dengan panah gelap." Mendadak ia menubruk maju, tangan kiri
terus mencengkeram ke pundak laki2 baju hijau.
Sibaju hijau menjenge k. sekali tangan kiri me mba lik, belum lagi
orang lain melihat gerakannya, tahu2 si baju abu2 tersentak mundur
dua langkah. punggung tangan kirinya ternyata tergores luka, darah
yang meleleh berwarna hitam, kulit dagingnya hangus berwarna
hijau. Seketika ia megap2, ternyata dia tak sanggup bwrsuara lagi,
pelan2 badannya roboh tersungkur.
Kejadian berlangsung dala m waktu yang amat singkat. tanpa
hiraukan korbannya, laki2 baju hijau ma lah me lotot dan berpaling ke
arah Ling Kun-gi, tanyanya dingin, "Kaukah yang menimpuk cangkir
itu?" "Betul," sahut Ling Kun-gi, "aku tak senang melihat kau
me mbokong orang."
"Anak muda," laki2 baju hijau mendengus "Jangan kau turut
campur." Ling Kin-gi berdiri pelan2, sekilas matanya me lirik kearah si baju
abu2, tanyanya: "Bagaimana keadaan saudara itu?"
"Setanakan nasi lagi, jiwanya takkan tertolong," kata laki2 baju
hijau. "Kau mence lakai jiwanya?" tanya Ling Kun-gi gusar.
Menyeringai lebar laki2 baju hijau, jawabnya: "Betul, dia terkena
racun jahat, sudah tentu jiwanya takkan tertolong lagi."
Ling Kun-gi menarik
muka, tanyanya dingin: "Mana obat
penawarnya?"
"Benar, me mang ada obat penawarnya padaku."
"Lekas keluarkan," desak Ling Kun-gi
Si baju hijau tergelak, katanya: "Sungguh lucu, kalau harus
me mberi obat penawarnya, buat apa tadi kukerjai dia?"
"Utang jiwa bayar jiwa, utang uang bayar uang setelah kau
mence lakai dia, maka harus keluarkan obat penawarnva,
me mangnya hanya karena adu mulut, kau lantas mencabut
jiwanya?" "Dia me mang pantas ma mpus," jengek si baju hijau.
"Keluarkan obat penawarnya?" bentak Ling Kun-gi.
Laki2 baju hijau hanya melirik saja kepada Ling Kun-gi, katanya
dingin: "Janganlah kau cari kesulitan sendiri, usia mu masih muda,
kalau jiwa me layang percuma, apakah tidak sayang?"
Melotot gusar biji mata Ling Kun-gi, bentak-nya: "Jiwa manusia di
buat ma in2, hayo, keluarkan obat penawarnya." .
"Anak muda,"^ ujar laki2 baju hijau manggut2, "agaknya kau
me mang usil, ketahuilah obat penawarnya ada di dalam kantongku,
kalau kau ma mpu boleh menga mbilnya sendiri."
"Baiklah kalau begitu," pelan2 Ling Kun -gi mengha mpiri..
Laki baju hijau menyeringa i di mana tangan kanan terangkat,
"Wut" tiba2 ia layangkan kepalannya ke muka si pe muda. Tujuan
Ling Kun-gi hendak menawannya hidup2, me lihat tangan orang
menggenjot tiba, tangan kiri segera menapak maju mencengkera m
pergelangantanganlawan-Gerakanmencengkera m ini
mengandung beberapa perubahan yang lihay, gerakan laki2 baju
hijau juga tidak kalah aneh dan lihaynya, baru kepalan kanan
sampai di tengah jalan, terus ditarik balik, sementara tangan kiri
segera ganti mencengkeram tulang iga Ling Kun-gi. Lekas Kun-gi
turunkan tangan kanan, gerakan mencengkera m dia ubah
mengebas turun- Tangan mereka segera beradu, keduanya sama
bertolak mundur selangkah.
Terasa oleh Ling Kun-gi tangan si baju hijau sekeras baja
sedingin es, pegangannya seperti mencengkera m tongkat besi yang
keras, keruan hatinya terkejut.
Begitu mundur laki2 baju hijau ternyata tidak segera merangsak
pula, katanya dingin sa mbil mengulap tangan: "Anak muda, kau
sendiri yang paksa aku turun tangan, sekarang lekas kau pulang
mengurus keberangkatanmu ke a la m baka."
"Ah, kenapa?" tanya Ling Kun-gi tak acuh-
"Hidupmu tinggal 12 jam lagi, setelah itu jiwamu bakal me layang,
sekarang masih keburu kalau kau pulang ke rumah," ujar laki2 baju
hijau. Menegak alis Ling Kun-gi,jengeknya sambil me natap tajam: "Kau
gunakan racun atas diriku?"
"Kau sendiri yang menyentuh tanganku."
"Jadi tanganmu beracun?" sekilas mencorong sorot mata Ling
Kun-gi. "Berulang kali kau menggunakan racun mencela kai orang,
hari ini terpaksa aku tak bisa melepaskanmu pergi..." Habis
kata2nya tiba2 ia me langkah maju, ke lima jari tangan kirinya
laksana cakar terus mencengkera m bahu kanan si baju hijau.
Melihat orang sudah keracunan masih bergerak ce katan dan
menyerang, bukan kepalang kejut si baju hijau. Teruta ma usia Ling
Kun-gi masih begini muda, tapi serangan dan sikapnya begini
berwibawa seperti jagoan angkatan tua layaknya, sudah tentu dia
tidak mau lengannya terpegang, cepat ia putar tubuh sam-bil
merendahkan punda k. ia meluputkan diri dari serangan tangan kiri
Ling Kun-gi. Ling Kun-gi tetap menggunakan tangan kiri. sementara tangan
kanan me lindungi dada, gerakan- menggunakan Kim-na-jiu
(gerakan me megang dan me muntir), yang di ncar adalah Hiat-to
penting tubuh lawan, serangan aneh dan la in daripada yang lain-
Dari gerakannya yang begitu tangkas, siapapun pasti ma klum
bahwa dia pasti didikan seorang guru yang.
Beruntun laki2 baju hijau berke lit tiga kali, pikirnya setelah
merangsak beberapa jurus, racun di badan Ling Kun-gi pasti sudah
bekerja, tak perlu dia melayani orang lebih lanjut. Tapi pada jurus
ke empat ia merasa tak ma mpu berkelit lagi, terpaksa dia ulurkan
lengan kiri sendiri ma lah. Sekali pegang Ling Kun-gi lantas pencet
pergelangan tangan laki2 baju hijau, terasa yang dipegang itu
dingin dan keras, tak ubahnya me megang besi.
Waktu dia awasi, dilihatnya tangan kirinya sudah berubah warna
menjadi kehijauan, kelima jari orang setajam pisau seruncing duri
landak. nyata tangannya me mang terbuat dari besi baja. Kiranya
lengan kiri orang ini me mang tangan palsu yang terbuat dari besi,
ma lah dilumuri racun lagi.
Ling Kun-gi kerahkan tenaga dan pegang tangan besi orang,
jengeknya dingin: "Ternyata kau pakai senjata lengan besi dan
beracun lagi. sungguh kejam kau."
Si baju hijau meronta sekuatnya, namun pegangan orang
sedikitpun tidak berge ming, keruan hatinya mencelos, tanpa bicara
tangan kanannya tiba2 menggenjot ke dada Ling Kun-gi. Ta k
terduga Ling Kun-gi juga angkat kepalannya me mapak genjotan
lawan, "Blang", kepalan lawan kepalan, sibaju hijau tergentak
mundur selangkah.
Gusar dan gelisah si baju hijau, se mbari me mbentak. tubuhnya
ma lah menumbuk maju, tangan kanan bergerak turun naik, dalam
sekejap mata, tangan kanannya sudah menyerang tiga kali.
Ketiga jurus ini rapat dan cepat laksana kilat, tak urung Ling Kun-
gi terdesak mundur dua langkah, tapi pegangan tangan kirinya tetap
tidak terlepas sehingga si baju hijau ikut terseret maju dua langkah,
Mendapat sedikit kese mpatan, Ling Kun-gi segera balas
merangsak. iapun menyerang berantai tiga jurus, jari menutuk
telapak tangan menabas serangannya semua merupakan jurus2
yang me matikan, karena sebelah tangannya memegang lengan
lawan, maka kedua orang hanya bergerak dari jarak. dekat,
masing2 hanya mengguna kan sebelah langan-
Beberapa gebrak jarak dekat ini ke lihatan masing2 tidak
menunjukkan ilmu2 silat yang mengejutkan, tapi bagi seorang ahli
pasti dapat merasakan betapa hebat dan bahayanya, karena mati-
hidup hanya terpaut serambut saja. Betapa cepat serangan dan
betapa tangkas pula perubahan gerak serangan masing2, se mua
hanya berlangsung dala m sekejap mata belaka.
Mungkin karena me mandang rendah lawan, si baju hijau tak
pernah pikir bahwa lawannya yang masih begini muda ternyata
me mbe kal ilmu silat kelas tinggi. Dan yang lebih mengejutkan lagi
adalah pemuda ini tak gentar menghadapi racun jahatnya, orang
lain cukup kesere mpet saja, dalam sekejap racun akan menjalar,
tapi Ling Kun-gi masih terus me megangi lengan besinya yang
beracun tanpa kurang apa2 dan tetap segar bugar, oleh karena itu
tanpa terasa dia menjadi kerepotan dicecar oleh serangan Ling Kun-
gi yang ber-tubi2.
Untunglah pada detik gawat itu, mendadak sebuah suara dingin
kereng me mbentak. "Berhenti"
Mendengar bentakan itu, lekas sibaju hijau me mbentak tertahan:
" Lepaskan"
Ling Kun-gi me nghentikan, serangan tangan kanan, tapa tangan
kiri tetap me megang tangan besi si baju hijau, lalu tanyanya: "Siapa
itu?" Sibaju hijau meronta sekuat tenaga, dampratnya gusar: "Le kas
lepaskan" "Setelah kau me mberi obat penawarnya, segera kulepaskan
tanganmu."
Karena usahanya tidak berhasil, si baju hijau me njadi gugup,
"Wes" tangan kanan tiba2 menepuk ke dada Ling Kun-gi.
Ling Kun-gi berdiri tegak tanpa berge ming. na mun baju didepan
dadanya mendadak mele mbung seperti layar berkembang, maka
tepukan sibaju hijau seperti mengenai benda empuk. laksana
menepuk permukaan air, seperti kosong tapi masih berisi, seperti
mengenai sesuatu tapi mirip me ngenai te mpat kosong, hakikatnya
dia tidak kuasa mengerahkan tenaganya, keruan tidak kepalang
kejutnya. Tiba2 Ling Kun-gl kipatkan tangan kirinya, sementara tangan
kanan tegak menabas punggung, pergelangan tangan kanan lawan,
berbareng dia me mbanting si baju hijau ke atas tanah. Sudah tentu
si baju hijau mati kutu, "Blang," dengan keras badannya terbanting dan tidak ma mpu bergerak lagi.
Menatap sibaju hijau, Ling Kun-gi me ngan-ca m dengan nada
keren: "Serahkan tidak obat penawarnya" "
Dari kumandangnya suara bentakan "Berhenti" seseorang,
sampai si baju hijau me nyerang serta dibanting oleh Ling Kun-gi,
semua, itu berlangsung hanya beberapa detik saja. Maka
terdangarlah orang yang bersuara tadi kembali berseru me muji:
"Gerakan bagus"
Ling Kun-gi angkat kepalanya, dilihatnya se-orang berjubah biru,
entah sejak kapan sudah berdiri di a mbang pintu sambil meng
gendang kedua tangan, Usia laki2 ini sekitar 25 tahun, wajahnya
cakap bersih, me mondang buntalan panjang di punggungnya,
berdiri sa mbil bertola k pinggang, wajahnya tidak mengunjuk
sesuatu perasaan hatinya, sikapnya angkuh. Si baju biru ini ternyata
adalah orang yang pernah ditemuinya di kota Kayhong beberapa
hari yang la lu.
Sementara itu, si baju hijau sudah berdiri dengan sikap patuh dia
me mberi hormat kepada si baju biru, katanya: "Hamba me nghadap
majikan muda,"- Kiranya si baju biru adalah putera majikannya.
Si baju biru mendengus dengan suara hidang, katanya: "Kau
me mbuat onar lagi di sini?"
"Ha mba tida k berani," sahut si baju hijau ter-sipu2.
Sorot mata si baju biru me natap Ling Kun-gi, katanya dingin:
"Agaknya kita pernah berjumpa entah dimana?""
"Sela manya cayhe belum pernah berkelana di Kangouw," sahut
Ling Kun-gi. "Siapa na ma tuan?" tanya si baju biru.
Tidak menjawab Ling Kun-gi malah balas bertanya: "Dia ini
pembantumu?"
si baju biru na ik pita m, alis menegak. wajahnya diliputi nafsu


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

me mbunuh, jengeknya: "Betul, nah dalam hal, apa dia berbuat
salah terhadap-mu?"
Sikap Ling Kun-gi tidak ka lah congkak, ujarnya: "Masuk rumah
makan ini, pembantumu lantas cari perkara dengan orang, main
serang dengan panah beracun lagi, untunglah kena kutimpuk
dengan cangkir sehingga tidak mengenai sasaran, tak terduga
dengan tangan besinya yang beracun dia main kasar lagi, kukira
hanya sedikit perselisihan, kenapa harus mena matkan jiwa orang
lain, bukankah perbuatannya terlalu keji, maka kuahrap dia suka
menge luarkan obat penawarnya."
cemberut dingin wajah si baju biru, katanya sambil melirik sibaju
hijau: "Apa betul de mikian halnya?"
si baju hijau tidak berani bersuara, maka si baju biru
mena mbahkan- "Lekas serahkan obat penawar kepadanya."
Tidak berani me mbangkang, lekas sibaju hijau merogoh kantong
menge luarkan botol kecil porselin gepeng, ia menuang sebutir pil
terus diangsurkan- Ling Kun gi menerimanya, lalu manggut2 kepada
si baju biru dan berkata: "Terima kasih banyak."
"Dia kawanmu?" tanya si baju biru mengawasi laki2 baju abu2
yang mengge letak di lantai.
"Sela manya belum pernah kukena l," sahut Ling Kun-gi tertawa,
lalu dia berpaling: "Pelayan, ambilkan segelas a ir putih."
cepat pelayan me mbawakan air putih yang diminta, Ling Kun-gi
lantas pencet dagu laki2 baju abu2 sehingga mulutnya terpentang,
pil itu terus dijeja lkan ke mulutnya serta dilolohkan beberapa teguk
air. Dika la keributan berlangsung tadi, secara dia m2 si mata satu
sudah berdiri me mbayar rekening terus bergegas tinggal pergi.
Sambil mengawasi Ling Kun-gi, si baju biru berkata pula: "
Kepandaian tuan me mang hebat, entah dari perguruan aliran
mana?" Ling Kun-gi tertawa tawar, sahutnya: "cayhe, Ling Kun-gi, tidak
punya golongan atau aliran segala."
"Um," si baju biru mendengus kurang senang, tiba2 dia me mbalik
badan serta berkata: "Hayo pergi"- cepat sibaju hijau mengikut di
belakangnya. Dala m hati Ling Kun-gi berkata: "Ternyata inilah yang melindungi
si mata satu sepanjang perjalanan ini."
Mendadak dia sadar, dirinya telah perkenalkan diri, kenapa tidak
balas tanya nama orang. Da la mpada itu si baju abu2 sudah
merangka k bangun, katanya sambil menjura kepada Ling Kun-gi:
"Terima kasih atas pertolongan Siang kong."
Ling Kun-gi balas me mberi hormat, katanya tertawa: "Saudara
tidak usah sungkan-".
Lalu si baju abu2 me manggil pe layan, katanya: "Rekening
Siangkong ini biar kubayar sekalian, siaanya bolehlah kau ambil." -
Si pelayan terima uang sembari munduk2 dan mengucapkan banyak
terima kasih. Kembali si baju abu2 me njura, katanya: "cayhe masih ada
urusan, tidak boleh tertunda di sini, maaf aku mohon diri lebih
dulu." orang ter-gesa2 mau pergi setelah jiwanya di tolong, tapi tidak
tanya nama penolongnya, jelas dia kuatir kalau Ling- Kun-gi balas
tanya namanya. Diam2 Kun-gi me mbatin: "Mungkin kau tidak tahu,
si baju biru dan pe mbantu2nya adalah sekomplotan dengan si mata
satu dan secara diam2 melindunginya sepanjang jalan-" - Tapi ha l
ini tak enak dia utarakan, ia hanya tertawa tawar, katanya:
"Saudara ada urusan, boleh silakan saja."
Si baju abu2 menjura pula terus putar badan dan keluar.
Mengantar kepergian bayangan punggung orang, seketika terasa
oleh Ling Kun-gi buntalan kertas yang dibawa si mata satu pasti
penting artinya. Setelah menghabiskan dua cangkir arak pula,
sementara si baju abu2 juga sudah pergi cukup jauh, maka lekas
iapun berdiri terus menuju ke luar kota. Dia tahu setelah di warung
tadi dia mende monstrasi-kan kepandaiannya, mungkin si baju biru
sudah curiga dan menaruh perhatian terhadap dirinya, ma ka gerak-
gerik dirinya selanjutnya tentu kurang leluasa, maka setelah t iba di
luar kota, tanpa pikir dia terus menyelinap masuk ke dala m hutan
dengan gerakan cepat dan enteng.
Pada saat badannya meluncur ke dala m hutan itulah, tiba2 ia
mendengar hardikan nyaring merdu: "Siapa, hayo berdiri?"
Begitu suara berkumandang, di depan muncul sesosok bayangan
hijau, berbareng hidung dirangsang bau wangi, sebuah tangan
halus putih tahu2 mendorong ke arah dadanya.
Belum lagi jelas melihat bayangan orang, secara refteks Ling
Kun-gi gerak tangan kiri menangkap pergelangan tangan yang
menyelonong ke arah dadanya ini.
"Eh" itulah teriakan kejut seorang gadis, tangan yang halus
itupun tergetar serta ditarik mundur, se mentara mulutnya lantas
menda mprat: "Bu jangan bernyali besar, hayo lepaskan" Sepatu
yang ujung-nya melengkung tahu2 menendang tanpa bersuara.
Semua kejadian itu berlangsung begitu cepat sesingkat Ling Kun-
gi menerobos ke dala m hutan-
Begitu mendengar suara nyaring merdu, berbareng merasakan
tangan yang dipegangnya halus dan licin, sesaat dia melongo dan
segera lepas tangan, ber-bareng ia melompat mundur. Waktu dia
mengawasi tampa k diantara semak pohon sana berdiri seorang
gadis jelita berpakaian kuning. Kedua pipinya tampak bersemu
merah, kedua biji matanya melotot gusar lagi me mbentak sambil
menuding dirinya: "Bajingan tengik, apakah mata mu buta?"
Sesaat Ling Kun-gi terlongong mengawasi gadis je lita ini, secara
semberono terobosan di sini dan pegang tangan pula, sebetulnya
dia ingin minta maaf, serta mendengar caci maki orang, dia m2 ia
mendongkol, pikirnya: "Waktu aku menyelinap ke mari tadi tak
kelihatan bayangan orang, jadi dia menapakku waktu me lihat aku
masuk. dia sendiri yang menyerang lebih dulu baru terpaksa
kupegang tangannya, kalau tidak, bukankah dadaku terpukul
olehnya" Kalau dipikir, bukan aku yang salah?" Tanpa terasa ia
tersenyum geli sendiri
Melihat orang cengar-cengir mengawasi dirinya, hati si gadis
semakin dongkol, namun wajahnya sema kin jengah, kini diapun
dapat melihat jelas orang yang berdiri di hadapannya ternyata
seorang pemuda gagah dan berwajah cakap. cuma senyumannya
itu rada kurang ajar" Kejap la in si nona sudah ce mberut lagi,
katanya dengan bibir menyungkit:
"Bajingan kurang ajar, apa yang kau gelikan" Me mangnya kau
sudah bosan hidup?" Dingin pancaran sorot mata Ling Kun-gi,
suaranyapun kaku: "Nona me ma ki siapa?"
Si nona baju kuning bertolak pinggang, ma kinya sambil
menuding Ling Kun-gi: "Me ma kimu, sekali pandang lantas kutahu
kau ini bukan orang baik2.
Dimaki tanpa alasan Ling Kun-gi menjadi berang, jengeknya:
"Nona tahu aturan tidak" Cayhe yakin tidak pernah berbuat salah,
kau sendiri yang muncul tiba2 lantas menyerangku dan me makiku
tanpa alasan, me mangnyu aku yang salah?"
"Mau bicara soal aturan?" si nona sema kin gala k.. "Matamu tidak buta, kenapa main terobosan ke mari?"
"Aku sudah mengalah, kuharap nona tahu sopan santun, hutan
ini toh bukan milik nona, umpa ma orang dilarang masuk,
sepantasnya kau bicara lebih dulu . . . ."
Merah muka si nona, dia makin dongkol, katanya: "Kularang kau
masuk, maka kau tidak boleh masuk,"
" Kenapa tidak boleh masuk?" Ling Kun-gi menegas. "Tidak apa2, kau terobosan, maka kau harus kuhajar."
"cayhe tidak sepandengan nona." jengek Ling Kun- gi, ia putar
badan terus tinggal pergi.
Si nona sema kin marah, bentaknya sambit me mbanting kaki,
"Berdiri di te mpat mu"
Ling Kun gi me mbalik badan, alisnya menegak. suaranya kereng:
" Apa pula kehendak nona?"
"Kau menghinaku, lantas tinggal pergi begini saja?" da mprat si
nona. "Siau Yan," tiba2 sebuah suara merdu bak bunyi kelintingan
berkumandang dari sebelah dalam hutan sana, "kau sedang ribut
dengan siapa?"
Si nona baju kuning Siau Yan, tampak kegirangan, serunya:
"Syukurlah engkau datang Sio-cia, lekas kemari." - Dari dala m hutan tampak melangkah keluar sesosok bayangan semampai berpaka ian
warna merah apel, itulah seorang gadis jelita yang menggiurkan.
03 Terbeliak pandengan Ling Kun-gi, nona ini berperawakan
ramping, kulitnya putih halus, raut wajah bundar telur, alis lentik
laksana bulan sabit dengan biji mata bening ce merlang
me mancarkan sinar keagungan yang tak terlawan oleh siapapun.
Tiba2 wajah Ling Kun-gi menjadi panas jengah, baru se karang
dia maklum duduknya perkara, kenapa nona Siau Yan ini berjaga di
luar hutan, kiranya nona cantik ini sedang buang air di dala m hutan-
Setelah si nona cantik mendekat, Siau Yan me mberi hormat,
katanya aleman: "siocia, bajingan ini kurang ajar"
Si jelita menarik muka, bentaknya: "Siau Yan, jangan me maki
orang" Matanya yang bening tajam mengawasi Ling Kun-gi,
kalanya: "Aku sudah dengar, kau lebih dulu menyerang dia, betul
tidak?" "siocia, dia .... karena dia .... " Seru Siau Yan tergagap.
"Jangan ceriwis, lekas minta maaf kepada Siang kong ini,"
perintah si je lita.
Siau Yan me lengak. wajahnya merah padam debatnya: "Siocia
dia yang menghinaku, main pegang segala .... "
"Jangan banyak omong, hayo minta maaf kepadanya"
Ber-kedip2 lagi sinar mata Siau Yan, sejenak dia awasi si nona,
lalu berpaling kepada Ling Kun-gi, akhirnya seperti menyadari apa2,
tiba2 ia cekikikan sa mbil menutup mulut dengan tangannya, lalu
mende kat ke depan Ling Kun-gi serta menjura dan berkata dengan
nada menggoda: "siocia suruh aku minta maaf kepada Siang kong."
Sebesar ini belum pernah Ling Kun-gi bergaul dengan kaum
hawa, mukanya menjadi merah dan me mbalas hormat, katanya:
"Nona tak usah kecil hati, anggap saja tak pernah terjadi."
Siau Yan ce kikikan sa mbil me lirik. katanya: "Lha ka lau sejak tadi
kau bilang de mikian, kan t idak perlu kita perang mulut."
Ling Kun-gi hanya tertawa saja, ia putar badan hendak tinggal
pergi. Tiba2 didengarnya suara merdu tadi berteriak:
"Siangkong ini harap tunggu sebentar" Senyaring bunyi
kelint ingan teriakannya. jelas yang ber-suara adalah nona jelita itu.
Tanpa terasa merandek langkah Ling Kun-gi dan me mandang ke
sana, katanya sambil merangkap kedua tangan: " Entah nona ada
petunjuk apa?"
Siau Yan segera menyela "siocia me manggilmu, sudah tentu ada
urusan-" "Siau Yan, jangan banyak mulut," bentak sijelita, lalu berkata
pula lirih kepada Ling Kun-gi: "Kulihat Siangkong berkepanda ian
tinggi, entah siapa na ma terhormat Siang kong?"
"cayhe Ling Kun-gi" Kun-gi me mperkenalkan diri. "nona. ......."
"siocia ka mi she Bun . . .. . . ." sela Siau Yan tertawa sambil
me lirik ma jikannya.
Ling Kun-gi me mberi hormat pula, katanya " Kiranya nona Bun,
maaf cayhe kurang adat."
siau Yan ter-pingka l2, dan katanya pula "Bicaraku belum habis,
Siocia berna ma Hoan kun, jadi punya satu bagian yang sama
dengan na ma Siangkong. sungguh kebetulan bukan?"
Merah selebar muka sijelita. "Siau Yan" Seruannya seperti ingin
mencegah, tapi da la m hati se-benarnya merasa senang.
Pada saat itulah tiba2 dari tempat jauh sana berge ma lengking
suitan keras. Seketika berubah roman Bun Hoan-kun, katanya
terperanjat: "Agaknya paman sedang me manggilku, bagaimana
baiknya." siau Yan berkata: "Mungkin Ji cengcu akan ke mari, menurut
pendapat hamba, lekas siocia dan Siangkong se mbunyi ke dala m
hutan saja."
Sudah terbuka mulut Bun Hoan-kun, tapi urung bicara, namun
matanya me mandang Ling Kun-gi penuh arti.
Kelihatan gugup dan takut2 sikap kedua nona ini, tapi Ling Kun-
gi tetap berditi ditempatnya, ta-nya: "Kenapa cayhe harus ikut
sembunyi?"
Tiba2 Bun Hoan-kun menghela napas, katanya rawan- "Tabiat
paman a mat buruk." Sorot matanya me mandang ke tempatjauh,
lalu me na m-bahkan: "Se moga pa man tidak menuju kesini."
Belum selesai bicara, suitan melengking tadi ke mbali mengalun di
udara, dari suara suitan yang keras dan meme kik telinga ini, jelas
bahwa jarak- nya sudah jauh lebih de kat.
Hilang senyuman manis yang menghias wajah Bun Hoan-kun
tadi, sikapnya tampak gugup dan takut, katanya: "Ling -s iangkong,
tiada waktu lagi, lekas ikut aku sembunyi." Segera ia berputar,
namun langkahnya tidak bergerak, ia berpaling mengawasi Ling
Kun-gi. Sebetulnya Kun-gi merasa heran dan curiga, na mun me lihat sikap
dan mimik Bun Hoan-kun begitu gugup se-akan2 harus dikasihani,
ia menjadi tak tega hati, katanya mengangguk: "Ba iklah, biar cayhe
ikut se mbunyi sebentar di dala m hutan-"
Penuh rasa terima kasih tatapan mata Bun Hoan-kun, pipipun
bersemu merah, ter-sipu2 dia putar tubuh dengan setengah berlari
masuk ke dala m hutan. Sedikit merandek akhirnya Ling Kun-gi ikut
me langkah ke sana.. Siau Yan me ngikut di bela kang mereka.
Tidak la ma setelah ketiga orang ini menyelinap se mbunyi ke
dalam hutan, ma ka tampa k dari kejauhan datang dua bayangan
orang bagai terbang. Diam2 Ling Kun-gi me mbatin dala m hati: "
Entah siapa kedua orang ini" Dari langkah mereka yang enteng,
terang me miliki Ginkang yang luar biasa."
Tengah pikirannya melayang, tiba2 terasa telapak tangan nan
halus le mbut pelan2 menarik tangan kirinya, terdengar bisikan Bun
Hoan-kun di tepi telinganya: "Ling-siangkong, pamanku segera tiba,
lekas kau berjongkok."
Belum pernah Ling Kun gi bersentuh tubuh dengan gadis be lia,
bau harumpun merangsang hi-dung, seketika jantungnya berdebur
keras, tanpa terasa dia berjongkok ke dala m sema k2. Tapi dia tetap
mengintip keluar sana.
Itulah seorang tua kurus berjubah panjang warna kuning kela m,
berikat pinggang ka in sutera, berusia lima puluhan, roman mukanya
merah, de-ngan tulang pipi menonjol, sorot matanya tajam berkilau,
punggungnya menyandang sebilah pedang.
Di be lakang laki2 tua mengintil ketat seorang -pe muda berjubah
kuning muda, kelihatan baru ber-usia dua puluhan tahun, alis lentik,
mata berkedip bagai bintang, wajahnya sungguh cakap. bibir tipis
merah delima, sayang hidungnya sedikit bengkok. Tetapi dia benar2
terhitung laki2 yang -bagus. Di pinggang si pemuda tergantung
sebilah pedang panjang dengan hiasan ronce benang merah
diaagangnya, kelihatan gagah dan menarik sikapnya.
Di kala Ling Kun-gi mengawasi orang, terasa oleh Ling Kun-gi
bukan saja jari2 tangan Bun Hoan-kun yang menarik tangannya tadi
tidak di-lepaskan, malah pegangan orang se makin erat dan sedikit
gemetar. Sorot mata si orang tua yang tajam berkilau menyapu pandang
keseluruh penjuru, sebelah tangannya mengelus jenggot ka mbing
dibawah dagu-nya, katanya sambil batuk2 kecil: "Bukankah Hoan-rji


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdua tadi menuju ke sini?" . . .
Hormat dan patuh sekali ta mpaknya sikap sipe muda, sahutnya:
"Betul pa man, mungkinkah adik Hoan mengala mi apa2 di tengah
jalan?" Si tua batuk2 lagi, katanya dengan tertawa:
"Keponakan tidak usah kuatir, bekal ilmu silat yang dipelajari
Hoan-ji cukup berlebihan buat Hoan-ji berkelana di Kangouw.
Mungkin mereka istirahat di dala m kota, marilah kau ikut Lohu
mencarinya di kota."
Sipe muda mengiakan penuh hormat, bayangan mereka lantas
berkelebat menuju ke arah kota di balik hutan sana.
"Agaknya kedua orang ini tengah mencari nona Bun," de mikian
batin Ling Kun-gi, " kenapa dia malah menyembunyikan diri?" Waktu
dia ber-paling, tertampak air mata ber-kaca2 di kelopak mata Bun
Hoan-kun, tentu saja se makin heran hati Kun-gi. .
Agaknya Bun Hoan-kun sadar bahwa dirinya diperhatikan, cepat
dia berdiri, mukanya merah ma lu, katanya getir: "Tadi aku
ketakutan, maaf akan sikapku yang tidak pantas, Ling-siang kong . "
Ling Kun-gi pun berdiri, sahutnya: "Nona tak usah berkecil hati."
Lalu dia tanya penuh perhatian: . "Apakah pa manmu pe mberang" "
Bun Hoan-kun menggeleng, katanya: "Biasa-nya paman sayang
padaku, cuma .... aku tidak ingin pulang ....".
"Siccia," Seru Suan Yan, sikapnya gugup, "Ji-cengcu dan Sia ukong cu pasti akan balik lagi, lekaslah kita pergi."
"Tak usah kau ceriwis," bentak Bun Hoan--kun, "me mangnya aku tidak tahu, kalau aku t i-dak mau pergi, siapa bisa me ma ksaku?"
Lekas Ling Kun-gi berkata: "Kalau nona ti-dak ingin bertemu
dengan pa manmu, sebaiknya me mang lekas .pergi saja dari sini."
"Nanti sebentar lagi juga tidak jadi soal," sahutBun Hoan-kun,
"Sebetulnya bukan kuingin menghindari pa man .... " sampa i disini dia ragu, lalu bertanya dengan sikap prihatin: " Kulihat usia Ling
siangkong masih begini muda, mungkin baru pertama kali berkelana
di Kangouw?"
Ling Kun-gi manggut2, sahutnya. "Betul, ba-ru sekali ini aku
keluar pintu."
Tiba2 berseri girang wajah Bun Hoan-kun, dia ke luarkan sebuah
kantong kecil yang terbuat dari benang sulam sutera, di dalamnya
berisi sebuah botol kecil porselin berbentuk bundar gepeng warna
putih hijau dan diangsurkan pada Kun-gi. katanya dengan tunduk
ma lu2: " Dengan Ling siang- kong baru pertama ka li ini aku
berjumpa secara kebetulan, tiada barang lain kecua li Jing-s in-tan
buatan keluarga ka mi sekedar sebagai kenangan, obat ini dapat
me munahkan segala maca m obat bius, Ling-siangkong baru mula i
berkelana di Kangouw. . perlu kau me mbawanya untuk menjaga
diri." Dia tida k menjelaskan bahwa kantong sutera itu ada lah
buatannya sendiri.
Ling Kun-gi me lengak, katanya. "Besar arti pemberian nona,
namun cayhe tak berani menerimanya. . ."
Semakin jengah wajah Bun Hoan kun, kata-nya malu2 dan
gugup: "Lekaslah terima, Ling-s iang-kong, kau belum penga la man
menge mbara di Kang-ouw yang penuh bahaya ini, obat2an ini dapat
menolong kesulitanmu."
Lekas Siau Yan tampil kedepan, dari tangan majikannya dia rebut
kantong sulam itu terus dijejalkan ke tangan Ling Kun-gi, katanya:
"De mi kebaikanmu, kenapa Ling-siangkong ta mpik pe mberian
siocia?" Me megangi kantong sula m itu, merah muka Ling Kun-gi karena
ma lu, mulutnya melongo:
"Jangan ini itu lagi," tukas Siau Yan, " kantong itu sula man siocia sendiri, setiap melihat kantong sula m itu berarti Siangkong selalu
berhadapan dengan nona."
Sudah tentu gugup dan malu bukan ma in Bun Hoan-kun,
ome lnya: "Siau Yan, siapa suruh kau ceriwis?"
"Ha mba tidak berani," sahut Siau Yan sambil menyingkir dan
me lelet lidah.
Dengan kasih mesra sekilas Bun Hoan-kun me lirik Ling Kun-gi,
lalu katanya dengan nada masgul: "Ling - siangkong jagalah dirimu
baik2, ka mi akan berangkat."
Terharu Ling Kun-gi dia menjura sa mbil me-megangi kantong
sula m itu, katanya: "Terima kasih nona, harap nona juga jaga diri
baik2." Bun Hoan-kun tertunduk, air mata sudah berlinang, lantas ia
beranjak keluar hutan-Siau Yan mengikuti di be lakangnya, serunya
sambil berpaling: " Ling-siangkong, jangan lupa ma mpir ke Ling la m
menengok siocia."
Lambat laun bayangan mereka se makin jauh dan tak kelihatan
lagi, Ling Kun-gi masih berdiri menjublek di luar hutan-Jari2
tangannya membolak -balik kantong sula man itu, bau harum yang
me mabokkan merangsang hidungnya, masih terngiang ka-ta2 Siau
Yan sebelum berpisah tadi: "siocia sendiri yang menyula m kantong
itu, me lihat kantong seperti berhadapan dengan siocia sendiri."
Pada saat itulah tiba2 seseorang berkata dengan suara dingin:
"Barang apa yang saudara pegang itu?"
Sebetulnya kepandaian silat Ling Kun-gi cukup tinggi, kalau ada
orang mende kat masakah tidak diketahui" Soa lnya baru pertama
kali ini dia jatuh kasmaran, dia me megangi barang pemberian
sijuita. tak heran dia sampai terlongong lupa diri, Keruan kejutnya
bukan main mendengar teguran orang, waktu dia angkat kepala,
dilihatnya pemuda jubah kuning tadi sudah berdiri di depannya,
mulutnya me-nyungging senyum dingin, matanya menatap taja m
dan beringas ke arah kantong sula m yang dipegangnya. Lekas Ling
Kun-gi masukkan kantong sula m itu ke da la m bajunya.
"Nanti dulu," cegah pemuda jubah kuning, "barang apa yang kau pegang itu?"
Dengan sikap angkuh Ling Kun-gi menjawab: "Apa kau bicara
dengan aku?"
Si pe muda jubah kuning menyeringai, katanya dingin. "Apa ada
orang ketiga di sini?"
"Sela manya kita be lum pernah kena l, ada petunjuk apa?"
Agaknya pemuda jubah kuning kurang sabar. katanya. " Kutanya
barang apa yang kau pegang tadi?"
"lnilah barangku sendiri, kenapa kau tanyakan?" jawab Kun-gi tak
acuh. "Aku merasa kena l sekali a kan barang itu, coba keluarkan biar
kuperiksa."
"Me mang a ku harus menurut?"
Berubah roman pe muda jubah kuning, katanya menganca m
sambil me ndekat selangkah. "Keluar-kan tida k?"
Terangkat alis Ling Kun-gi, jengeknya. "Kau mau main kasar?"
Sipe muda seperti me mpertimbang apa2, maka kata Ling Kun--gi
seperti tidak didengarnya, sesaat kemudian dia baru berkata.
"Mungkinkah barang miliknya?" - "NYA" atau si dia yang dimaksud sudah tentu adalah Bun Hoan-kun. Panas muka Ling Kun-gi,
katanya. "Kau sedang mengoceh apa?"
Mendadak sipe muda berseru keras. "Betul, me mang itu kantong
yang selalu di- bawa adik Hoan." Tiba2 dengan pandangan penuh
ke marahan dia tatap muka Ling Kun-gi, hardiknya beringas: "
Kantong sula m itu kau dapat dari mana?"
"Peduli kudapat dari mana?" jenge k Ling Kun-gi marah juga.
"Barang milik keluarga Un dari Ling-la m, bagaimana mungkin
berada di tanganmu?"
Keluarga Un dari Ling la m, jadi nona Bun itu sebetulnya she Un"
Tapi Ling Kun-gi lantas menjawab: "Aku t idak kenal keluarga Un dari
Ling-la m yang terang orang lain yang me mberi kantong ini padaku."
Berubah air muka si pemuda jubah kuning, tanyanya tak sabar:
"Siapa dia?"
"Seorang sahabat. Kau tak mungkin kena l dia."
"Katakan, dia she apa"-
"She Bun."
"Laki atau Pere mpuan?"
"Dia adalah Piaumoayku."
"Keluarkan kantong itu untuk kuperiksa, asal bukan milik adik
dari ke luarga Un segera kuke m-ba likan pada mu."
Ling Kun-gi me nggeleng, katanya: "Kau terla lu me ma ksa .........."
"Jadi kau ingin dipaksa pakai kekerasan?"
"Pakai kekerasan aku juga t idak gentar."
"Baiklah, nah rasakan-" mendadak pergelangan tangannya
bergerak. tahu2 sebuah jarinya menuding ke dada Ling Kun-gi,
sekali tutuk lantas menye-rang Hiat-to me matikan, dari sini dapatlah
dinilai orang ini berhati keja m.
Ling Kun-gi menya mbut dengan sikap pongah, "Rasakan juga
boleh" Dengan enteng tiba2 dia miringkan badan dan berkelit ke
samping. Tapi pada saat ia bergerak itu, mendadak terasa pula sejalur
angin kencang yang tidak kelihatan me-nerjang dadanya. Untung
Ling Kun-gi sudah me-ngerahkan hawa murni pelindung badan,
walau angin pukulan ini menerjang secara mendadak tetap tertolak
oleh hawa pelindung badannya sehingga tidak ci-dera sedikitpun.
Namun hatinya kaget dan heran, batinnya: " Entah kapan dia
lancarkan angin pukulan ini, begini cepat dan tangkas?"
Waktu dia angkat kepala, dilihatnya pemuda jubah kuning
mengepal tinju tangan kanan dan kiri me lintang di depan dada,
kelihatannya tidak bergerak sedikitpun. Tapi gaya orang sudah
cukup mengejut-kan Ling Kun-gi, dia m2 ia berteriak kaget dala m
hati: "Bu sing- kun."
Melihat Bu-sing- kun (pukulan tanpa suara) yang dilancarkannya
secara diam2 jelas mengenai dada orang, tapi kenyataan lawan
tetap segar bugar seperti tak terjadi apa2, mau tak mau berubah air
muka pe muda baju kuning, pikirnya : " Kiranya dia telah
meyakinkan Hou-sin-cin-khi (hawa murni pe lindung badan)." Se mua
ini hanya berlangsung da la m sekejap.
Walau dala m hati kedua pihak sa ma kaget, namun mere ka tidak
lantas berhenti. Sambil menyeringai tinju kanan si pe muda jubah
kuning terbuka, telapak tangannya menepuk ke pundak kiri Ling
Kun-gi se mentara tangan kiri menekan turun, dua jari tangannya
secepat kilat menutuk Ki-hay-hiat di iga Ling Kun-gi.
Sedikit miringkan badan berbareng Ling Kun-- gi lancarkan jurus
No-liong-tui-hun (naga marah mendorong mega), secara terbalik dia
menapak serangan tangan kanan lawan, sementara tangan kiri
seperti menangkis tapi kelima jarinya tergenggam, yang digunakan
adalah tipu To-pan -liong- ka (menjungkir balik tanduk naga),
dengan mudah dia tangkap kedua jari pe muda jubah kuning.
Dua jurus serang menyerang ini berlangsung dalam waktu
singkat, semula terdengar suara plok. tangan kanan Ling Kun-gi
dengan telak saling ber-adu dengan telapak tangan kiri pe muda
jubah kuning. Terasa oleh pe muda jubah kuning telapa k tangan
Ling Kun-gi menimbulkan guncangan tenaga yang luar biasa besar
dan keras, tanpa kuasa dia tertolak setengah tindak ke kanan-
Berbareng terasa pula kedua jari kirinya tahu2 sudah tertangkap
Ling Kun--gi yang terus mene likungnya ke belakang.
Semula kedua orang ini berdiri berhadapan, tapi karena lengan si
pemuda jubah kuning ditelikung ke be lakang, dengan sendirinya
badannya ikut berputar, jadi dia kini me mbe lakangi Ling Kun-gi.
Dengan lutut kaki kanan Ling Kun-gi depak pantat orang serta
me lepas pegangan tangan kirinya, maka pemuda jubah kuning
tersuruk sempoyongan lima langkah ke depan, Lintg Kun-gi tida k
mengejar. katanya dingin : "Maaf, aku sih tidak suka main kasar.."
Mendadak pemuda jubah kuning me mba lik badan, wajahnya
merah pada m. "Sret", dia cabut pedang yang berkilau, hardiknya
bengis: " Keluarkan senjata mu."
Ling Kun-gi tidak acuh, ujarnya,: "Barusan cayhe menaruh
kasihan pada mu. tapi kau t idak tahu diri?"
"Hari ini ada kau tiada aku, marilah kita perang tanding pakai
senjata." Bertaut alis Ling Kun-gi, katanya: "Apa perlu sampai demikian?"
^ Seperti dirasuk setan si pemuda jubah kuning menca k: "Jangan
cerewet, jiwamu tetap kubunuh walau tidak pa kai senjata."
"Kalau de mikian sila kan turun tangan saja".
"Baik. Hati2lah," tiba2 pedangnya menutul, batang pedangnya
menge luarkan suara mendengung, di tengah jalan tiba2 sinar
ke milau berke mbang se-perti tiga kuntum bunga yang me kar.
"Ilmu pedang bagus" Ling Kun-gi berseru me-muji. Sedikit
menarik napas, mendadak dia me nyurut mundur t iga ka ki.
Melihat lawan berke lit mundur, tapi tetap tidak mau melolos
senjata, pemuda jubah kuning, menyeringai dingin, dengan cepat
dia mendesak maju seraya mengayun pedang, beruntun dia
menyerang tiga kali. Walau hanya tiga jurus, namun sinar ke milau
pedangnya sudah me menuhi udara sekitarnya laksana deburan
omba k sa mudera yang ber-gulung2.
Ling Kun-gi berge lak panjang, tiba2 kedua tangannya bergerak
sekaligus, entah bagaimana tahu2 jari2nya mencengkera m ke
tengah tabir sinar pedang lawan, gerakannya ini sangat aneh dan
lucu. Kepandaian pemuda jubah kuning bukan olah2 tingginya, pedang
pusaka ditangannyapun tajam luar biasa, ternyata Ling kun-gi
berani menangkap taja m pedangnya dengan tangan telanjang,
keruan pemuda jubah kuning yang biasanya tinggi hati ini menjadi
kaget. Maklumlah biasanya dia selalu me-ngagulkan diri. na mun dia
me mang didikan dari ke luarga persilatan terna ma, pengalaman dan
pengetahuannya cukup luas dan tinggi, otaknyapun dapat hekerja
cepat, pikirnya: "Kalau bocah ini tidak me miliki kepandaian khas, tak
mungkin dia berani mengadu tangan dengan pedang pusa kaku."
Sebelum dapat menyela mi gerakan lawan- betapapun dia tidak
rela kalau pedangnya ketangkap Ling Kun-gi. Sigap seka li dia
mundur setengah langkah berbareng pergelangan tangan
menyendal, ujung pedang seketika menerbitkan sinar benang beribu
banyaknya dan mengurung rapat ke seluruh badan Ling Kun-gi.
Jurus Ban-liu-biau-si (berlaksa jalur daun liu bertaburan) yang
dilancarkan ini mengincar seluruh Hiat-to musuh bagian depan,
kalau latihan sudah mencapa i tarap tertinggi, hanya sekali tusukan
pedang saja dapat me luka i 36 hiato-to me matikan, ilmu pedang ini
merupakan sa lah satu dari tujuh ilmu khas ke luarga Siau yang
tersohor di daerah La m siang.
Baru saja sipemuda jubah kuning me lancarkan serangannya, Ling
Kun-gi mendadak menghardik keras, tangan kanan menegak terus
menabas, sementara tangan kiri secepat kilat meraih ke depan,
tangannya merebut pedang lawan- Serangan telapak tangan di
kanan dan mencengkera m dari kiri ini dilancarkan secara serentak.
Serangan telapak tangannya menerbitkan angin kencang dan
dahsyat, sehingga jurus Ban-liu-biau-si si pe muda jubah kuning
betul2 mirip dahan2 pohon liu yang tertiup angin dan tercerai berai
me layang tak keruan- Sedang kelima jarinya dengan tepat dapat
menindih batang pedang orang pula.
Mimpipun tak pernah terpikir oleh pe muda jubah kuning bahwa
Ling Kun-gi me miliki Lwe kang selihay dan setinggi ini, lekas dia
me lejit mundur beberapa kaki dengan darah tersirap. Sudah tentu ia
tak tahu bahwa gerakan telapak tangan dari men-cengkeram secara
berbareng dari serangan Ling Kun--gi ini me mang me mpunyai asal
usul yang luar biasa. Pukulan telapak tangan adalah mo-ni-in, suatu
ca-bang ilmu pecahan dari ilmu tingkat tinggi Ih-kin- king,
sedangkan cengkera man tadi adalah jit-jiu--pok-liong (tangan
kosong mengikat naga), salah satu tipu dari cap-ji-kim-Liong-jiu
(dua belas jurus penangkap naga), cuma dia melancarkan serangan
lengan tangan kiri, jadi secara terbalik dari jurus2 ilmu silat Siau-lim-
pay yang semestinya.


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pada saat pemuda jubah kuning me lompat mundur itulah
sesosok bayangan lainpun kebetulan meluncur turun di depan hutan
sana. Kedatangan orang ini tidak menimbulkan suara, belum lagi
kedua orang yang berhantam me lanjutkan gebrakannya, cepat
orang itu me mbentak: "Kalian lekas berhenti"
Ling Kun-gi berpaling, yang datang adalah laki2 tua kurus
berwajah merah, jubah panjang dengan ikat pinggang sutera, dia
inilah pa man Bun Hoan-kun ladi.
Terunjuk rasa girang pada wajah pe muda ju-bah kuning, le kas
dia menyambut dengan laku hormat, "Pa man sudah datang"
Dengan pandangan tajam si orang tua menatap Ling Kun-gi,
tanyanya: "Siapakah saudara ini" Kenapa kalian berkelahi?"
"Siautit tida k tahu siapa dia?" sahut pe muda ju-bah kuning,
"cuma tadi kulihat dia me megangi kantong sula m mirip milik adik
Hoan, maka kutanya dia peroleh dari mana" Ternyata dia tidak
menjawab dan tidak mau me ngeluarkan agar dapat kuperiksa."
" omong kosong, kantong itu pe mberian Piaumoayku, apa
sangkut pautnya dengan kau?" bentak Ling Kun-gi. Apa yang
diucapkan Ling Kun-gi me mang cukup beralasan, perempuan mana
dalam kolong langit ini yang tidak pandai menyula m, barang
kenang2an pe mberian adik misan sendiri, mana boleh ditunjukkan
kepada sembarang orang.-
Tersenyum orang tua muka merah sa mbil mengelus jenggot,
katanya: " Kalian masih sama muda dan berdarah panas, ini hanya
salah paham, kini duduk persoalan sudah terang, toh kalian tida k
ada permusuhan, buat apa harus bertempur mati2an?"
"Tapi kantong itu jelas milik adik Hoan, Siautit tidak salah lihat,"
pemuda jubah kuning, masih uring-uringan-
Ling Kun-gi mengejek: "Kau terlalu menghina orang, me mangnya
hanya keluargamu saja yang bisa menyulam kantongan (sejenis
dompet dari kain) begini?" .
orang tua muka merah ter-gelak2, katanya: "Di sinilah letak
persoalannya, kalian tidak mau menga lah, semakin debat urusan
semakin runya m. Nah marilah, kalau tida k bertempur
Pendekar Gelandangan 5 Peristiwa Burung Kenari Pendekar Harum Seri Ke 3 Karya Gu Long Rahasia Peti Wasiat 2
^