Pendekar Kidal 13

Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok Bagian 13


ani tanya?"
Leng Tio-cong menyengir, katanya: "Betul juga ucapan congcoh."
Menyusuri dek sebelah kiri Kun-gi menuju ke buritan, dilihat
seorang diri This La m-jiang sedang berdiri bersandar pagar
me la mun, serta merta Kun-gi menyadari bahwa diantara delapan
Houhoat se-akan2 terbagi menjadi dua kelompok. Hal ini me mang
tidak perlu dibuat heran, waktu masih Hou-hoat-su-cia dulu mere ka
juga terbagi dua di bawah pimpinan coh- yu- houhoat.
Melihat Kun-gi datang, lekas Thio La m-jiang menyongsongnya
serta memberi hormat. Kun-gi tertawa: "Thio-heng jangan sungkan,
aku hanya jalan2 saja." Sembari bicara dia sudah sampai di ujung,
dilihatnya yang pegang kemudi seorang la ki2 tua kurus kecil, kuncir
digelung melingkar di atas kepalanya, tapi Kun-gi dapat melihatnya
bahwa ilmu silat orang ini tentu a mat tinggi.
Kemarin dia sudah mendengar bahwa Ku-lotoa yang pegang
ke mudi ini dulu bekas begal di Ang-tiksouw, sudah 1o tahun
mengabdi di Pek-hoa"pang, semua kendaraan air yang dibutuhkan
Pek-hoa-pang berada di bawah pimpinannya.
Namun tujuan pelayaran kali ini dia sendiri juga tidak tahu,
katanya setiap saat tertentu, Thay-siang langsung memberi perintah
yang disampaikan oleh pelayannya kepada Ku-lotoa kearah mana
pelayaran hari ini, lalu di mana nanti mala m harus berlabuh, Ku-
lotoa hanya bekerja sesuai petunjuk itu.
Sepasang mata Ku-lotoa yang mencorong me mandang jauh ke
depan, seluruh perhatiannya tertumplek pada ke mudinya, se-olah2
tidak melihat kedatangan Kun-gi, maka iapun tidak ena k
mengganggunya. cuma dalam hati dia m2 ia me mbatin: "He k- Liong-
hwe, me mangnya dala m hal ini ada rahasia dan latar be lakangnya?"
Di sa mping itu iapun sedang me mikirkan soal la in, yaitu kejadian
ke marin mala m, orang yang me mbokong dirinya pakai Som-lo-ling
serta orang yang menyergap Nyo Keh- cong dan Sim Kian-sin
diperairan, dua peristiwa yang berbeda, tapi dapat diusut bersa ma..
Delapan Houhoat dan 12 Houhoat-sucia, diri-nya masih asing dan
belum mengenal pribadi dan asal usul mereka. Walau dirinya
berkuasa me mimpin mereka, tapi tiada seorangpun yang patut
diajak berunding. Setelah berpikir pulang pergi, dia merasa lebih
tepat berunding dengan Un Hoan-kun, tapi semua orang berada di
atas kapal, kalau ajak nona itu bicara rasanya kurang le luasa.
Langit biru cerah,awan terbang mengapung, dia m2 Kun-gi
me mbatin: "Agaknya persoalan ini harus kukerjakan seorang diri"
Apa yang harus dikerjakannya" Tanpa dijelaskan me mangnya
siapa yang tahu". Menjelang magrib, sang surya mulai terbenam,
cahayanya nan kuning, cemerlang menimbulkan ke milau laksana
ekor ular emas yang berenang dipermukaan air, indah perma i
menakjubkan sekali.
Menggelendot ditepi jendela Kun-gi me la mun mengawasi
panorama ini. Tiba2 didengarnya suara manis kumandang di
belakangnya: "Eh, apa yang sedang kau la munkan?"
Cepat Kun-gi menoleh, ta mpak So-yok sudah berdiri di
belakangnya, bau harum semerba k segera menyampuk hidung,
dengan tertawa dia menyambut: "Kukira siapa, rupanya Hu-pangcu,
silakan duduk."
"Kecuali aku, me mangnya siapa yang bisa kemari?" kata So-yok
sambil me ngerling penuh arti.
Kun-gi melenggong, katanya: "Hu-pangcu mencariku ada urusan
apa?" "Em" So-yok bersuara sa mbil melangkah maju dan berduduk.
matanya melerok sekali lalu melengos kejurusan lain, kedua pipinya
tampak merah jengah, katanya lirih: "Mala m itu ..... aku kehilangan
..... sebatang tusuk kunda i, apakah kau yang menyimpannya" "
"o, tidak, cayhe tidak pernah melihat tusuk kundai, coba ingat
ke mbali, apakah betul terjatuh dika marku?"
Semakin merah wajah So-yok, kembali ia melerok sambil
menggerunde l: "Ka lau tidak jatuh di ka marmu, me mangnya jatuh di
mana?" "Kenapa tidak sejak mula kau katakan" Atau tanya Sin-ih, apakah
dia mene mukannya?"
"Me mangnya tidak malu tanya pada Sin-ih segala" Tusuk
kundaiku, mengapa ..... mengapa . . . Ah, kena. ........ habis itu
kenapa tidak kau bebenah sendiri?"
Hakikatnya Kun-gi tidak tahu apa arti ucapannya ini, dengan
tertawa ia berkata: "Maaf Hu-pangcu, kalau kulihat barang itu tentu
sudah kua mbil."
"Dasar kau ini, Sin-ih si budak busuk itu kalau berani usil mulut,
mustahil kua mpuni dia."
"Hanya sebatang tusuk kundai kenapa harus marah2" Besok
kalau pulang boleh tanya padanya."
"Kau tahu apa" Dia orang kepercayaan Sam-moay, tusuk kundai
itu terang jatuh di . . . . . di . . . . . jika sampai diketahui Sa m-moay
....." sampai di sini mendada k dia mendengus, "sebetulnya kenapa
aku harus takut pada mere ka, umpa ma diketahui Toaci,
me mangnya dia bisa berbuat apa?"
Kun-gi kebingungan, terasa olehnya se-akan2 tusuk kundai itu
amat penting dan besar artinya, baru saja dia hendak tanya, So-yok
sudah berdiri, katanya: "Hari sudah petang, Thay-siang ha mpir
bangun, aku harus lekas ke mba li." dia m2 ia lantas menyelinap
keluar ke atas dek.
Senja telah tiba. Tabir mala m me mang datang terlampau cepat.
Tahu2 cuaca sudah gelap gulita. Laju kapal sudah mulai la mbat,
akhirnya berlabuh pada sebuah teluk yang letaknya dekat Hiang-
gou. Kapal sebesar ini bertengger di tempat gelap tanpa terlihat setitik
sinar api. La mpu sebetulnya sudah terpasang di dala m kapal, cuma
setiap jendela tertutup oleh kain tebal warna hitam sehingga sinar
la mpu tida k te mbus keluar.
Di ruang makan terpasang dua lentera minyak besar, lauk-pauk
tersedia lengkap di atas meja. Kun-gi duduk ditengah, yang lainpun
duduk berurutan sa ma tangsal perut. Waktu kerai tersingkap. Yap
Kay-sian dan Liang Ih-jun yang bertugas ronda di siang hari berja lan
masuk di ringi e mpat Houhoat. Yap Kay-sian dan Liang Ih-jun
menjura bersama, katanya: "Hamba menyerahkan ke mbali tugas
kepada congcoh"
Kun-gi menyapu pandang wajah keenam orang, katanya tertawa:
"Kalian sudah capai, sila kan duduk dan makan."
"Terima kasih" sahut Yap dan Liang terus cari te mpat duduk.
"Mala m ini, giliran siapa yang piket?" tanya Kun-gi.
Dilihatnya Kongsun Siang, Song Teksseng dan e mpat Houhoat
berdiri, Kata Kongsun Siang: "Mala m ini ha mba dan Song-heng yang
bertugas."
Kun-gi menoleh ke arah kee mpat Houhoat, belum lagi bersuara
Song Tek seng sudah mulai tunjuk satu persatu, katanya: "KikTian-
yu, Ki yu ceng, KhoTing-seng, Ho Siang-seng."
Kho Ting-seng dan Ho Siang-seng sudah dikena l oleh Kun-gi,
mereka seka mar dengan Nyo Keh- cong dan Sim Kian-sim. Dan Kho
Ting-seng adalah orang yang menyerang dirinya dengan pelor perak
dipekarangan waktu dirinya pulang mengudak musuh ma la m itu.
Tanpa terasa Kun-gi lebih banyak mengawasi kedua orang ini, ia
bertanya: "cara bagaimana ka lian akan me mbagi tugas?"
Kongsun Siang menerangkan: "Ha mba bersama Kik dan Ki
bertiga bertugas diperairan sebelah utara. Song-heng bersa ma
saudara Kho dan Ho bertugas di sebelah se latan."
Dia m2 Kun-gi menggerutu dala m hati: "Hm, kiranya tidak
me leset dari dugaanku."
Katanya, kemudian "Begitupun baik, semala m peristiwa telah
terjadi, untung Thay-siang tidak menghukum kita, mala m ini kalian
harus hati2"
Kongsun Siang dan Song Teksseng mengia kan bersa ma, katanya:
"congcoh tak usah kuatir, kalau mala m ini bangsat itu berani
datang, umpama ha mba tak ma mpu me mbekuknya hidup2, paling
tidak akan kupengga l kepalanya."
Kun-gi tersenyum, katanya: "Perairan amat luas, kalau betul ada
musuh datang menyergap. jangan terburu nafsu mengejar pahala,
yang penting lepaskan dulu tanda ke mbang api ke udara." Lalu
dengan menggunakan ilmu suara dan berpesan kepada Kongsun
Siang: "Ma la m ini Kongsun-seng harus lebih hati2, begitu ada
tanda2 bahaya harus segera me mberi tanda."
Kongsun Siang agak me lengak. segera iapun menjawab dengan
ilmu suara: "Pesan Ling-heng pasti a kan kuperhatikan-"
Ling Kun-gi angkat tangan, katanya, "Sekarang kalian boleh
berangkat."
Kongsun Siang dan Song Tek-seng menjura, ia bawa keempat
Houhoat mengundurkan diri.
Setelah selesai makan Kun-gi mendahului berjalan katanya
kepada Sam-gan-sin coa Liang: "Mala m ini coa-heng yang jadi
komandan jaga bukan?"
"Betul, apakah congcoh ada pesan?" tanya coa Liang.
"Pesan sih tidak berani, cuma sema la m sudah ada peristiwa,
cayhe mendapat firasat bangsat itu akan melakukan aksinya lagi
ma la m ini."
"Untuk ini congcoh tida k usah kuatir, kalau mala m ini terjadi
apa2, akulah yang bertanggung jawab," kata coa Liang sambil tepuk
dada. "Bukankah kita masih sedia dua sa mpan pesat, maksudku
suruhlah tukang perahu kedua sa mpan ini Se lalu siap menerima
tugas untuk berangkat."
Sam-gan-sin coa Liang manggut, katanya: "Rencana congcoh
me mang baik, Toh Kian-ling, pergilah kau suruh mereka siap
menunggu perintah se-waktu2."
Toh Kian-ling meng ia kan terus beranjak keluar, Setelah bubaran
makan, yang tida k bertugas langsung ke mbali ke ka mar masing2.
Sebagai cong- houhoat dari Pek-hoa pang sudah tentu berat
tugas dan tanggung jawab Ling Kun-gi, apalagi dalam menghadapi
situasi buruk seperti ini.
Kongsun Siang adalah ahli pedang kaum muda yang me miliki
kepandaian tinggi, walau dari aliran sesat, tapi dia amat mencocoki
seleranya, bahwa ma la m ini dia bertugas ronda, sudah tentu hati
Kun-gi ikut kebat-kebit, kuatir akan kesela matannya, bukan lantaran
saling cocok selera, tapi bagi seorang kaum persilatan yang memiliki
kepandaian se makin tinggi, tentu akan sela lu menjadi incaran
musuh untuk me mbokongnya, terutama senjata rahasia seperti
Som-lo-ling yang ganas dan beracun itu. Secara langsung dia ingat
akan persoalan lain, bila betul pihak lawan sudah mengatur
muslihat, maka sasaran utama pasti akan terjadi pada diri Kongsun
Siang. Keluar dari ruang ma kan, berjalan di atas dek Kun-gi
me mandang lepas ke depan-Bintang berkelap-ke lip me nghiasi
cakrawala, mala m gelap angin sepoi2, suasana terasa lengang dan
sunyi menceka m.
"Kabut tebal juga mala m ini," de mikian Kun-gi berguma m, sambil
menghe la napas panjang.
"congcoh," tiba2 seorang menegur di belakangnya. Kun-gi
menoleh, sahutnya: "coa-heng di sana?"
Sambil me mbawa buli2 araknya coa Liang maju ke sa mpingnya
dengan tertawa, katanya: "Agaknya congcoh dirundung suatu
persoalan?"
"Tiada," ajar Kun-gi tawar, "Aku hanya jalan2 mencari angin
ma la m." "congcoh bicara tidak sesuai isi hati, berarti me mandangku
seperti orang luar, setengah abad aku berkecimpung di Kangouw,
sejak makan mala m tadi congcoh selalu mengerut kening, bukankah
itu pertanda di rundung persoalan?"
"Mungkin coa-heng salah terka, terus terang Cayhe merasa kesal
dan geram, ma ka ke luar jalan2."
Orang tidak mau terus terang, terpaksa coa Liang tidak
mendesak. katanya tertawa: "Sayang congcoh tidak suka minum
arak. tinggal di atas kapal, minum arak ada lah cara terbaik untuk
menghilangkan rasa kesal, mari silakan minum dua tegak," dia buka
tutup buli2 serta diangsurkan: "Mau mi-num tidak, congcoh?"
Sedikit menggeleng Kun-gi berkata: "Silakan coa heng minum
sendiri, terus terang cayhe tidak berjodoh dengan arak,"
Coa Liang angkat buli2 terus tuang arak ke mulutnya, katanya
tertawa sambil menyeka mulut: "Se la ma hidup tiada hobi lain
kecuali minum arak. nasi boleh tida k makan, asal sehari penuh aku
minum arak dan se mangatku tetap menyala." Tanpa menunggu Ling
Kun-gi bersuara dia menya m-bung pula: "saking de men minum arak
sehingga aku me mperoleh julukan Sa m-gan-sin ini."
"o,jadi julukan coa-heng ada sangkut-paut-nya dengan arak?"
tanya Kun-gi. "Me mangnya, waktu itu aku masih berusia dua puluhan, sejak
mudaaku me mang sudah ge mar minum, bagi kami orang2 di daerah
perbatasan yang selalu hidup di tanah dingin, semua orang suka
minum arak. karena minum arak bisa menghangatkan badan, tapi
peraturan perguruanku amat ketat dan keras, pada suatu pagi baru
saja bangun tidur, secara dia m2 aku mencuri sepoci, tak tahunya
lantaran sepoci arak itulah aku tertimpa malang ......." dia tenggak
lagi beberapa teguk lalu meneruskan: "hari itu kebetulan harus
latihan ma in golok, waktu aku mela kukan gerak tipu menyingkap
rumput mencari ular, badan bagian atas harus terbungkuk ke
depan, tak terduga karena minum sepoci arak tadi, kontan aku
tersungkur ke depan, jidatku tepat tertusuk ujung golokku sendiri
sehingga meninga lkan codet di tengah alis ini. Sejak peristiwa itu,
begitu aku minum arak mukaku t idak pernah merah, tapi codet
inilah yang merah dulu, maka kawan2 Kangouw lantas me mberi
julukan Sa m-gan-sin padaku, sementara orang ada yang bilang,
kalau nafsuku berkobar, codet inipun bisa berubah merah, tapi apa
betul aku sendiri tidak tahu."
"Lantaran peristiwa itu ma ka coa-heng tidak mengguna kan golok
lagi?" "Betul, sejak kejadian itu, lenyaplah seleraku untuk meyakinkan
ilmu golok,"
"Kalau aku yang mengala mi peristiwa itu a kan menjadi
kebalikannya, selanjutnya aku pasti tidak minum arak lagi."
Sam-gin-sin tergelak2, katanya: "Maka itu congcoh sela manya
tidak akan pandai minum."
Waktu Kun-gi ke mbali ke ka marnya, waktu sudah menjelang
ketongan kedua, mala m gelap sunyi senyap. tempat di mana kapa l
berlabuh adalah daerah belukar yang jarang di njak manusia, kecuali
omba k menda mpar pantai, tiada suara lainnya yang terdengar.
Baru saja Kun-gi merebahkan diri di atas pembaringan tanpa
mencopot baju luarnya, tiba2 didengarnya beberapa kali suara
bentakan dari sebelah atas, suaranya ringan terbawa angin lalu
sehingga kedengaran a mat jauh, tapi sekali dengar dapatlah
dibedakan bahwa itulah suara bentakan seorang pere mpuan-
Dia m2 Kun-gi terkesiap. pikirnya: "Me mangnya terjadi apa2 di
tingkat ketiga?"
Serta merta dia berdiri, tanpa banyak pikir dia tarik pintu terus
me lesat keluar. Mala m sunyi, bentakan lirih itu dapat didengar
semua orang, maka bera mai2 bermunculan dari ka mar masing2.
Menyapu pandang sekelilingnya, Kun-gi lantas berseru: "Apa
yang terjadi?"


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Thio La m-jiang yang berada tak jauh di sebelah sana segera
menjura, sahutnya: Belum di-ketahui."
Ling Kun-gi cepat berpesan: "Lekas periksa kesegenap pelosok."
Tiba2 dilihatnya kain gordyn tersingkap. Pek-hoa-pangcu Bok-tan
bersama Hu-pangcu So yok di ringi congkoan Giok-lan me-langkah
tiba, di belakang mereka mengikut pula lima gadis bersenjata
pedang, semuanya siap te mpur.
Ling Kun-gi tertegun. Tengah mala m buta Pangcu sendiri
me merlukan turun, terang ditingkat ketiga me mang telah terjadi
sesuatu. Lekas dia maju menyambut, katanya sambil menjura:
"Ha mba menya mpaikan hormat pada Pangcu."
Coh-yu hou- hoat dan para Hou-hoat juga sama me mberi
hormat. Pek-hoa-pangcu hanya mengangguk sebagai ba las hormat, sorot
matanya yang biasa kale m dan bijak kini kelihatan penuh tanda
tanya, heran dan serba Curiga, sekilas dia pandang muka Kun-gi,
suaranya tetap merdu halus: "cong-su-cia tidak usah banyak adat."
So-yok tidak mengenakan kedok muka, tampak alisnya menegak.
katanya menyela: "Apakah Ling-heng tahu apa yang terjadi di
tingkat ketiga?"
"Ha mba tida k tahu," sahut Kun-gi.
Masam muka So-yok, katanya marah2: "Ada manusia yang tidak
kenal ma mpus berani coba me mbunuh Thay-siang."
Keruan semua hadirin tersirap darahnya. Kun-gi kaget setengah
mati, katanya: "coba me mbunuh Thay-siang, bagaimana keadaan
Thay-siang sekarang?"
Pek-hoa-pangcu tersenyum kale m, katanya:. "Thay-siang
me miliki ilmu sakti yang tiada bandingan di kolong langit.
me mangnya ga mpang beliau dapat diluka i oleh senjata gelap?"
Senjata gelap. Tergerak hati Kun-gi "Pasti Sa m-lo-ling adanya,"
demikian batinnya. Tanyanya segera- "Apakah sipembunuh berhasil
dibekuk?" "Tida k. berhasil lari. mala m ini Giok li dan Hay-siang berjaga dan
me lihat bayangan punggung bangsat itu. katanya dia mengenakan
jubah hijau ..... " waktu mengatakan "jubah hijau" suaranya
kedengaran sumbang dan sangsi.
Berdegup hati Kun-gi, seluruh laki2 yang ada di tingkat kedua
hanya dirinya seorang yang mengenakan jubah hijau. Memang
sebelum ini para Hou-hoat juga mengenakan jubah hijau, cuma
dalam me luruk ke He k Liong-hwe ini mereka diharuskan ganti
seragam hitam. Kecuali Kun-gi sendiri yang me mperoleh kebebasan mengenakan
pakaian yang disuka i, sementara coh-houhoat juga tetap
mengenakan jubah biru. "Apakah pe mbunuh mengguna kan Som-lo-
ling" tanya Kun-gi.
Hay-siang berdiri paling bela kang, tiba2 dia menjenge k: "0,
kiranya cong-su-cia sudah tahu"
Kun-gi menoleh sambil tersenyum, belum dia bersuara, So-yok
sudah me mbentak: "Hay-siang, di hadapan Toaci me ma ngnya kau
berani menyeletuk","
"Hu-pangcu," ujar Kun-gi, "karena mala m ini nona Hay-siang
yang bertugas jaga dan melihat bayangan musuh lagi, maka perlu
kita mendengar pendapatnya."
Pek-hoa-pangcu manggut2, katanya: "Ji-moay, usul Cong-su-cia
me mang betul, 'cap-si-moat', coba kau tuturkan penyaksianmu
kepada cong-su-cia, jangan ma in se mbunyi,"
Hay-siang mengia kan.
Kun-gi bertanya: "Setelab nona melihat bayangan musuh, kecuali
me lihat dia me ngenakan jubah hijau, pernahkah kau melihat jelas
maca m apa dia sebenarnya?"
"Gerak tubuh bangsat itu teramat cepat, sekali berkelebat lantas
lenyap. jadi sukar terlihat jelas, perawakannya seperti tinggi, waktu
itu dia mengapung di atas, aku lalu menyambitnya dengan panah,
tapi karena kejadian terlalu cepat, entah kena tidak timpukanku itu
kurang jelaslah."
"Waktu nona menya mbit kan panah, ke arah mana dia me larikan
diri?" "Dia me lompat turun ke tingkat kedua, waktu aku juga lompat
turun, bayangannya sudah lenyap."
Tergerak pikiran Kun-gi, katanya. "Jadi maksud nona bahwa
pembunuh itu mungkin masih berada di atas kapal ini?"
"Entahlah, aku tak berani berkata demikian," sahut Hay-siang.
Kun-gi manggut2, katanya "Mungkin saja di kapal kita ini ada
musuh yang tersembunyi, ber-ulang2 kali orang ini me lakukan
kejahatan dengan Som-lo-ling, patut kita me mbekuk dan
menggusurnya keluar."
Sam-gan-sin coa Liang menyela, "Ma ksud congcoh di antara kita
ada mata2 musuh?"
"Betul, kukira cukup la ma dia me menda m diri di antara kita."
Kiu-cay-boan-koan Leng Tio-cong ikut bicara: "Me mangnya siapa
dia?" "Sebelum kita mene mukan dia, setiap orang di antara kita patut
dicuriga i," sampai di sini Kun-gi menjura kepada Pek-hoa-pangcu,
katanya: "Pangcu dan Hu-pangcu kebetulan berada di sini, ha mba
pikir kalau dia berani coba me mbunuh Thay-siang, sungguh besar
dosanya, selama dia tidak dibe kuk, semua orang di kapal ini tetap
harus dicurigai, lalu kapan hati kita bisa tenteram, Kejadian baru
setengah jam berla lu, waktunya masih pendek untuk segera
diselidiki. Kecuali ena m orang yang bertugas di perairan, seluruh
penghuni t ingkat kedua hadir semua di sini, marilah kita coba
periksa sebentar, mungkin bisa mene mukan-"
Leng Tio-cong menanggapi: "Betul ucapan congcoh, semua
sudah hadir di sini, lebih baik di geledah satu persatu."
"Bagaimana cong -su-cia hendak menggeledahnya?" tanya Pek-
hoa-pangcu.. Pandangan Kun-gi menyapu hadirin, katanya: "Maksud hamba,
kita geledah satu persatu, lalu mengge ledah ka mar masing2."
"Mungkinkah bisa dite mukan?" tanya Pek-hoa-pangcu.
"Kalau betul orang itu sudah la ma me menda m diri diantara kita
dan tak pernah konangan, tentulah dia seorang yang licin dan
cerdik, bergerak menurut gelagat, geledah badan dan geledah
kamar me mang kecil manfaatnya, tapi mala m ini dia mungkin sedikit
salah perhitungan, karena kita semua berada di atas kapal, menarik
seutas rambut akan me nyebabkan gerakan seluruh badan, apa lagi
sejak peristiwa terjadi sampai se karang temponya masih pendek.
dalam waktu yang tergesa ini tentu tiada tempat untuk sembunyi,
maka cara menggeledah badan ini mungkin akan me mbawa hasiL"
Pek-hoa-pangcu mengangguk, katanya: "Ana-lisa cong-su-cia
me mang benar, baiklah segera laksanakan saja."
Kun-gi mengulap tangan, katanya, "Nah, coba semua berdiri
yang baik."
Para Houhoat segera berdiri berjajar. "Kemarilah Leng-heng,"
panggil Kun-gi.
"cong-su-cia ada pesan apa?" tanya Leng Tlo-cong sa mbil
mende kati. "Kau geledah dulu badanku" ucap Kun-gi, melihat Leng Tio-cong
ragu2 segera dia menambahkan:. "sebagai cong-su-cia, sudah tentu
harus dimulai dulu atas diriku."
"congcoh bilang de mikian, terpaksa hamba melaksanakan
perintah," ujar Leng Tio-cong, lalu dia geledah badan Ling Kun-gi
dengan hati2, teliti dan pelahan, dari saku orang dia merogoh keluar
sebilah pedang pende k dan sebuah kotak gepeng, katanya: "Hanya
ini saja, tiada yang lain-"
"Terima kasih Leng heng", ucap Kun-gi La lu dia buka kotak
gepeng itu sembari menje laskan: "Kotak ini berisi bahan2 riasku,
bukan Som-lo-ling."- Sekilas dilihatnya Hay-siang yang berdiri
dipinggir sana mena mpilkan mimik aneh dan sorot matanya sedikit
jalang. Dia m2 tergerak hati Ling Kun-gi me lihat sedikit perubahan ini,
lekas dia simpan kotak dan pedang serta berkata: "Sekarang silakan
Leng dan coa saling periksa badan masing2, lalu berturut2 periksa
yang lain."
Leng Tio-cong dan coa Liang mengiakan, mereka saling periksa
badan sendiri, lalu berturut2 me meriksa badan para Houhat.
Peristiwa menyangkut jiwa Thay-siang, ma ka siapapun tiada yang
berani semberono, Cara periksa satu persatu tni sudah tentu Cukup
menghabiskan tenaga dan waktu. kira2 sejam baru pe meriksaan
berakhir, Hasilnya nihil.
Berkata Kun-gi kepada Pek-hoa-pangcu: "Pe meriksaan badan
sudah berakhir tanpa menghasilkan apa2, kini mulai mengge ledah
kamar, cuma ka mar2 di t ingkat kedua ini aga k kotor dan se mpit,
harap Pangcu utus seorang saja untuk mengikut i cayhe
mengge ledah."
"Toaci, biar aku yang menyaksikan,"sela So-yok
Pek-hoa-pangcu mengangguk, katanya: "Baiklah, bawa juga cap-
si-moay, dia melihat jubah hijau itu, mungkin bisa mengena linya."
Terunjuk rasa riang pada sorot mata Hay-siang, sahutnya
me mbungkuk: "Ha mba terima perintah."
"Harap Leng- heng ikut aku, sementara coa- heng tetap tinggai
di sini, se mua saudara juga tetap disini, tidak boleh bergerak.
tunggu hasil pe meriksaan ka mar." kata Kun-gi,
Sam-gan-sin mengiakan, Leng Tio- cong mohon petunjuk:
"congcoh, dari ma na kita mulai?"
Kun gi tertawa, ujarnya: "Sudah tentu dimulai dari ka marku,"
Lalu dia angkat tangan- "Silakan Hu-pangcu:"
So-yok tertawa lebar, katanya: "Kamar Ling-heng sendiri, sudah
tentu kau jalan dulu."
"Tida k. Hu-pangcu mewakili Pangcu, orang yang berkuasa penuh
dalam penggeledahan ini, terutama untuk menggeledah ka mar
cayhe, maka cayhe harus me mberi segala kelonggaran, sila kan Hu-
pangcu." So-yok mencibir, katanya sambil ce kikik: "Me mang kau ini selalu
ada2 saja alasannya." Lalu dia mendahului menuju ke ka mar Ling
Kun-gi di kut i Leng Tio-cong.
Leng Tio cong mendahului me mbukakan pintu So-yok lalu
me langkah masuk dan Kun-gi di be lakangnya, begitu dia melangkah
masuk ka mar, seketika dia merasakan hal2 yang tidak beres. Waktu
keluar tadi terang jendela tidak terbuka, kini terpentang lebar,
terutama di dekat jende la, lapat2 terasa olehnya adanya bau
semaca m pupur wangi,jelas seseorang telah menyelundup masuk
lewat jendela. Diam2 me ncelos hatinya, pikirnya: "Me mang-nya ada
orang menyelundupkan sesuatu ke mari?"
Berdiri ditengah kamar, So-yok berpaling, tanyanya: "Ling-heng,
bagaimana cara menggeledahnya" "
Urusan sudah telanjur, terpaksa Kun-gi me ngeraskan kepala dan
menabahkan hati, katanya: "Kamar ini tidak besar, boleh Hu-pangcu
suruh Hay-siang menggeledah saja.
"Betul," ujar So-yok, "Hay-siang, nah, periksa lah dengan teliti."
Hay-siang mengiakan- Matanya menyapu keseluruh ka mar,
kecuali sebuah dipan, sebuah meja kecil dan dua buah kursi seluruh
benda yang ada di dalam kawar dapat terlihat dari segala sudut,
maka langsung dia melangkah kepembaringan.
Kecuali sebuah bantal, masih ada sebuah kemul tebal yang
dile mpit rapi di atas ranjang. Kerja Hay-siang yang pertama ada lah
menyingkap bantaL Maka dilihatnya sinar ke milau perak di bawah
bantal, kiranya itulah sebuah kotak perak yang ber-bentuk gepeng
panjang. Dingin dan taja m sorot mata Ling Kun-gi, dia m2 dia mengumpat
di dala m hati: "Bangsat keparat, aku betul2 dijadikan ka mbing
hitam." Hay-siang je mput kotak perak itu, tanyanya: "Apakah ini?"
Lekas sekali Kun-gi sudah tenangkan diri, katanya kale m dan
tabah: "Itulah Som-lo-ling."
Hebat perubahan rona muka So-yok, tanpa terasa bergetar
badannya, teriaknya: "Som-lo-ling"Jadi kau..."
"Bolehlah Hu-pangcu suruh Hay-siang menggeledah
lagi, mungkin jubah hijau itupun berada di atas ranjang."
Pucat muka So-yok, tanyanya: "Kau .....
betulkah kau pembunuhnya?"
Leng Tio-cong melintangkan tangan didepan dada, sembilan
jarinya tertekuk, sorot matanya liar menatap Kun-gi, agaknya dia
siap turun tangan bila perlu.
Tanpa menghiraukan sikap orang Kun-gi tertawa, katanya:
"Apakah Hu-pangcu tidak me lihat jendela ka marku terpentang"
Kalau bangsat itu sengaja mau me mfitnah aku dengan
menye mbunyikan barang bukti ini di dala m ka marku, me mang
banyak waktu untuknya bekerja disaat kita semua berada di ruang
makan." Sementara itu Hay-siang telah angkat ke mul itu serta
me mbentangnya, maka terlihat di tengah le mpitan ke mul itu
me layang jatuh seperangkat jubah hijau, teriaknya: "Hu-pangcu,
inilah di sini. "-
Dia ambil jubah itu la lu menuding kebagian lengan, katanya: "Ya,
betul ini. di sini ada sebuah lubang kecil, itulah tanda sambitan
panahku." Gusar wajah So-yok, katanya menggera m: "Ling-heng me mang
benar, bangsat itu me mang hendak me mfitnahmu, soal ini harus
diperiksa dan diselidiki dengan seksama sa mpai seterang2nya,
hayolah keluar." Segera ia mendahului keluar
Dengan me mbawa Som-lo-ling dan jubah hijau itu, lekas Hay-
siang mengint il di belakang So-yok, Leng Tio-cong mengira begitu
barang bukti tergeledah, Hu-pangcu akan segera me merintahkan
me mbe kuk Ling Kun-gi, tapi perke mbangan selanjutnya dan dari
nada bicaranya se-olah2 me mbela anak muda itu, dia m2 ia
menggerutu di dala m hati. Tapi So-yok adalah murid kesayangan
Thay-siang, mana berani dia bertindak gegabah, maka pelan2 dia
turunkan kedua tangan, katanya dengan suara sinis: "congcoh, ini
..... bagaimana baiknya?"
Dengan tertawa tawar Kun-gi berkata: "Barang bukti sudah
dikete mukan di ka marku, kamar2 lain tida k perlu, di geledah,
marilah keluar saja."
Waktu Kun-gi tiba di ruang makan, hadirin sudah tahu bahwa
barang bukti tergeledah di ka mar cong su Cia, maka ge mparlah
semua hadirin, ada yang geleng2, ada yang menghela napas, ada
pula yang me mandangnya dengan rasa belas kasihan, tapi ada juga
yang me mandangnya dengan gusar penuh dendam. Sambil
mengangkat tinggi kedua barang bukt i Hay-siang tengah
menerangkan hasil kerjanya.
"Betulkah hal ini terjadi?" ujar Pek-hoa-pangcu, nadanya kurang
yakin dan ragu2. Giok-lan segera bersuara: "Kurasa cong-sucsia
bukan orang de mikian."
"Pendapat Sam-moay betul," seru So-yok. "pasti ada orang
sengaja me mfitnah dia."
"Nah, sekarang kita dengar dulu pendapat cong-su-cia sendiri,"


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sela Pek-hoa-pangcu.
Hay-siang mena mbahkan: "Tadi cong-su-cia bilang jende la
kamarnya terbuka, kemungkinan bangsat itu sengaja sembunyikan
barang bukti ini di dala m ka marnya, tapi bayangan tinggi yang
kulihat tadi me mang mirip dia, soalnya belum ada ada bukti, hamba
tidak berani terus terang. Soal jendela terbuka, me mang mungkin
bangsat itu menyelundup ke kamarnya serta sembunyikan barang2
bukti ini, tapi dapat juga diterangkan, waktu dia melayang turun
dari tingkat atas dan langsung, masuk jendela serta
menye mbunyikan kedua barang ini la lu buka pintu lari keluar,
karena waktu amat mendesak belum se mpat dia menutup jendela,
atau sengaja dibiarkan terbuka, umpa ma perbuatannya kebongkar,
bisa saja dia mengguna kan alasannya tadi. Maka menurut pendapat
hamba, soal ini harus segera dilaporkan kepada Thay-siang dan
dengarkan putusan beliau."
So-yok mentang2 tidak terima: "Soal menggeledah ka mar adalah
usul Ling heng sendiri, kalau dia menyembunyikan barang bukti di
kamarnya, me mangnya dia berani suruh kita menggeledahnya
ma lah?" Hay-siang tidak berani debat, katanya: "Betul Hu-pangcu, tapi
kedua barang bukti ini jelas kita temukan dika marnya, ini
kenyataan."
Pek-hoa-pangcu berkata kepada
Kun-gi: "cong-sucia, ingin
kudengar pendapat mu."
Kun-gi tahu perhatian seluruh hadirin tertuju pada dirinya, tapi
sikapnya tenang dan wajar, katanya sambil tertawa lebar: "Salah
atau benar pasti ada keadilannya, kurasa apa yang dikatakan nona
Hay-siang juga tidak salah, kenyataan kedua barang bukti me mang
berada di kamarku, sudah tentu cayhe patut dicurigai, lebih baik
laporkan saja kepada Thay-siang, biarlah beliau yang menga mbil
kesimpulan dan putusan-"
Dia m2 gelisah hati So-yok, katanya tak tahan: "Toaci, kurasa hal
ini me mang sengaja ada orang me mfitnah dia, kita harus me meriksa
dan menyelidikinya sampai terang baru laporkan kepada Thay-
siang." Pek-hoa-pangcu sendiri juga bingung dan sukar a mbil putusan,
menoleh ke arah Giok-lan dia bertanya: "Sam-moay, bagaimana
pendapatmu?"
Giok-lan menepekur sebentar. katanya kemu-dian: "Kurasa
pendapat cong-su-cia me mang tepat dan masuk akal, ka lau musuh
sengaja mau me mfitnah dia, ma ka laporkan saja soal ini kepada
Thay-siang."
"Baiklah," Pek-hoa-pangcu mengangguk, "Ji-moay, cong-su-cia,
marilah kita menghadap Thay-siang." Lalu dia berdiri lebih dulu.
Walau merasa ogah, tapi So-yok sungkan membe la Kun-gi
terang2an, apa lagi dihadapan umum, terpaksa dia mengikuti Pe k-
hoa-pangcu ke-luar dan disusul Kun-gi.
Giok lan ikut di belakangnya, dengan membawa kedua barang
bukti Hay-siang mengintil di be-lakang Giok lan, beberapa orang
lainnya mengekor pula di be lakang Hay-siang dan bera mai2 na ik ke
tingkat ketiga.
Setelah orang banyak berlalu, Sa m-gan-sin coa Liang geleng2
kepala, ujarnya: "Bahwa pemimpin kita adalah mata2 Hek liong-hwe
yang akan me mbunuh Thay-siang, aku orang perta ma yang tida k
percaya." Leng Tio-cong me nyeringai, jengeknya: "Bukti sudah nyata,
me mangnya harus diragukan?"
Maklumlah dia sebagai coh-hou-hoat, kalau kedudukan Kun-gi
dicopot, maka jabatan cong-hou-hoat yang kosong akan menjadi
miliknya, maka dia m2 ia berdoa semoga Ling Kun-gi me mang mata2
musuh adanya. Sam-gan-sin tertawa dingin, katanya: "Manusia paling goblok di
dunia ini juga tidak akan mengangkat batu menimpuk kaki sendiri,
kalau betul cong-su-cia menyembunyikan barang bukti di ka mar
sendiri, masadia mengusulkan ge ledah ka mar malah" Ka lau betul
dia pe mbunuhnya, waktu dia lompat turun dari tingkat atas, Cukup
sekali ayun dia buang kedua barang bukti ke air kan segalanya
beres, kenapa harus disembunyikan di ranjang. Beberapa hal yang
meragukan ini lebih meyakinkan bahwa me mang ada orang sengaja
mau me mfitnah dia."
Sudah tentu bukan maksudnya ingin me mbe la Ling Kun gi,
soalnya dia juga iri dan tidak terima kalau jabatan cong-su-cia jatuh
ke tangan Leng Tio-cong. Dari pada Leng Tio-cong me mungut
keuntungan, biarlah tetap dijabat oleh Ling Kun-gi saja. Maklumlah
kedua orang ini me mang sering perang dingin dan tarik urat.
Baru pertama kali ini Kun gi na ik ke tingkat ketiga yang jauh lebih
sempit daripada tingkat kedua.
Thay-siang mene mpati ruang tengah, sebelah depannya ada
sebuah ruang kumpul, di mana terdapat kursi berjajar, ditengahnya
ada sebuah meja dan kursi. Kamar tidur Thay-siang di sebelah
dalam. Di sebelah kiri masih terdapat dua ka mar lagi, tertutup oleh
kain gordyn yang tersula m indah, itulah te mpat tingga l Pangcu dan
Hu-pangcu. Dari letak beberapa kamar ini, dapatlah disimpulkan jendela
kamar Thay-siang tentu berada di sebelah kanan, jadi berlawanan
dengan jendela ka mar Pangcu dan Hupangcu.
Begitu Kun-gi melangkah masuk ruang pertemuan, Pek-hoa-
pangcu lantas angkat tangannya, katanya: "Silakan duduk cong-su
Cia." Kun-gi menjura, sahutnya: "Hamba sebagai tertuduh yang patut
dicuriga i, biarlah berdiri di sini saja."
Tengah bicara, dua pelayan menyingkap kerai, tertampak Thay
siang melangkah datang dari ka marnya. Pek-hoa-pangcu, Hu-
pangcu, Ling Kun-gi dan Giok-lan sa ma berdiri serta me mbungkuk
menya mbut kedatangannya.
Menyapu pandang wajah para hadirin, Thay-siang mengangguk
serta berkata: "Kalian sudah mene mukan pe mbunuhnya?"
"Lapor Thay siang," seru Pe k-hoa-pangcu, "Som-lo-ling dan jubah hijau sudah dite mukan, cuma . ...."
Thay siang menuju ke kursi besar berlapis bulu binatang dan
duduk. dia lantas menukas: "Ba ik, sekali kalau sudah ditemukan-"
So-yok menyela dengan gugup: "Thay-siang, walau kedua
barang ini dite mukan di ka ma cong-su-cia, tapi Tecu berpendapat
pasti musuh sengaja hendak me mfitnah dia."
Pek-hoa-pangcu mena mbahkan: "Tecu juga berpendapat musuh
sengaja hendak mengka mbing hita mkan dia, harap Thay-siang suka
periksa." "Bagaimana duduk persoalannya" tanya Thay-siang.
Maka So-yok lantas Ceritakan usul Ling Kun-gi serta Cara
pemeriksaan seorang de mi seorang, lalu menggeledah ka mar.
Setelah mendengar laporan So yok, Thay-siang berkata: "Hay-
siang, bawa ke mari barang2 bukti itu."
Hay-siang mengia kan, tersipu-sipu dia perse mbahkan kotak
perak dan jubah hijau itu dengan kedua tangannya. Memegang
kotak perak Som-lo-ling itu Thay-siang me nga mati sekian la ma
dengan teliti, katanya kemudian: "Benda ini a mat ganas sekali,
me mang barang tiruan,yang mereka buat dari seorang ahli, tak
ubahnya dengan barang aslinya."
Dia letakkan kotak itu, diatas meja lalu bertanya: "Hay-siang, kau
bilang pernah menyambit penyantron dengan panah, apakah
timpukanmu mengenai sasaran?"
Hay -siang me mbungkuk, sahutnya: "Lapor Thay-siang, lengan
kanan jubah hijau itu ada lubang kecil, itulah bekas kena t impukan
panah Tecu."
"Kau pernah me lihat bayangan punggung pe mbunuh itu, apakah
mirip Ling Kun-gi?"
Hay-Siang ragu2 sebentar, sahutnya: "Gerak tubuh orang itu
teramat cepat Tecu tidak melihat jelas wajahnya, jadi tak berani
sembarang bicara, tapi kalau dilihat bentuk perawakannya me mang
rada2 mirip cong-su-cia."
"Nah, itulah," ujar Thay-siang.
Berdegup jantung Pek-hoa-pangcu, Hu-pangcu dan Giok-lan
serentak mereka berteriak: " Thay-siang"
Sedikit menggerak tangan, Thay-siang cegah mereka bicara,
matanya tertuju kearah Kun-gi, katanya: "Ling Kun-gi, apa pula
yang hendak kau katakan?"
Sikap Kun-gi t idak berubah, katanya me mbungkuk: "Apa yang
ingin ha mba sa mpaikan tadi sudah dijelaskan oleh Hu-pangcu,
Thay-siang maha bijaksana, salah atau benar persoalan ini tentu
dapat diselidiki dengan adli, hamba terima apa saja putusan Thay-
siang." Karena mengena kan cadar, sukar dilihat bagaimana mimik muka
Thay-siang, tapi Bok-tan, So-yok dan Giok-lan sa ma tertekan
perasaannya, napas-pun terasa sesak.
Menoleh kearah Hay-siang, Thay-siang bertanya: "Begitu kau
me lihat pe mbunuh lalu menyerangnya dengan panah" " Hay-siang
mengiakan. "Waktu itu, berapa jauh jarakmu dengan dia?" Hay-siang
berpikir, sahutnya: "Kira2 tiga tombak."
"Baik, Ling Kun-gi, putar badanmu dan majulah setombak lebih."
Pek-hoa-pangcu, So-yok dan Giok-lan t1dak tahu apa maksud
Thay-siang, dia m2 mereka berkuatir bagi Kun-gi.
Jarak setombak setengah berarti sudah berada di luar ka mar.
Maka Kun-gi melangkah keluar.
"Sudah cukup, berhenti, kau berdiri saja di situ," ucap Thay-
siang, "akan kusuruh Hay-siang menimpuk panah ke be lakangmu,
kau tak boleh berkelit, hanya boleh menyampuk dengan lengan
bajumu, sudah tahu?"
Bahwa dirinya hanya boleh menya mpuk ke belakang dengan
lengan bajunya saja, Kun-gi lantas tahu ke mana maksud Thay-
siang, cepat dia menjawab: "Ha mba me ngerti."
"Hay-siang, kau sudah siap?" tanya Thay siang.
"Tecu sudah siap." sahut Hay-siang,
"Bagus, timpuk pundak kanannya," seru Thay-siang.
Sejak tadi Hay-siang sudah gengga m sebatang panah kecil
ditelapak tangan kanannya, belum lenyap seruan Thay-siang,
tangan kanannyapun sudah terayun, "Ser," sebatang panah kecil
bagai bintang meluncur kepundak kanan Ling Kun-gi.
Agaknya kali ini Kun-gi hendak pa mer kepandaian, dia dia m saja
tanpa menoleh, setelah panah melesat tiba lebih dekat, tangan
kanan pelahan mengebut ke belakang. Gayanya indah gerakannya
ringan dan gagah, lebih harus dipuji lagi karena dia
me mperhitungkan wa ktu dengan tepat, ujung lengan bajunya
bergerak la mban seperti me la mbai tertiup angin, kebetulan panah
kecil sa mbitan Hay-siang kena disampuknya. "creng", panah kecil
terbuat dari batang baja itu berdering nyaring seperti me mbentur
benda keras, lengan baju Kun-gi lunak tapi panah baja itu kena
disa mpuknya terpental balik. "Ta k", tepat dan persis menancap
dipapan lantai didepan Hay-siang.
Sudah tentu Hay-siang terperanjat dengan sigap dia berjingkrak
mundur. Demontrasi kepandaian yang tiada taranya ini sungguh
me mbuat kagum dan riang hati Pek-hoa-pangcu. Hu-pangcu dan
lain, siapapun tak pernah me mbayangkan bila kepandaian silat Ling
Kun-gi bukan saja tinggi, malah sudah begitu matang dan
sempurna. Thay-siang manggut2 senang dan puas, kata-nya tersenyum
ramah: "Me mang tidak ma lu sebagai murid Put-thong Taysu, balik
sini." Ling Kun-gi ba lik ke depan Thay-siang, katanya membungkuk:
"Thay-siang masih ada pesan apa?"
Le mbut suara Thay siang: "Perlihatkan kepada mereka, apakah
ujung lengan bajumu tertimpuk berlubang oleh panah kecil itu?"
Panah kecil itu terbuat dari baja, bobotnya cukup lumayan, tapi
lengan baju Ling Kun-gi ternyata tetap utuh tidak kurang suatu apa.
Dala m jarak setombak setengah panah kecil itu tak ma mpu
me lubangi lengan baju Kun-gi, apalagi ka lau dala m jarah tiga
tombak. Seketika tersimpul senyuman riang lega pada wajah So
yok. Pek-hoa-pangcu dan Giok-lan dia m2 juga menghe la napas lega,
rasa kuatir dan jantung dag-dig-dug tadi seketika sirna.
Hay-siang tunduk. katanya: "Ilmu sakti cong-su-cia tiada taranya,
kiranya Tecu yang salah lihat orang." Nyata nada bicaranyapun
menjadi lunak dan putar haluan-
Thay-siang mendengus, kedua matanya mencorong menatap
Ling Kun-gi, katanya kale m: "Kalau Losin t idak ma mpu menila i
orang, me mangnya kuangkat dia menjadi cong-hou-hoat-su-cia"
Kalau jabatan tinggi ini sudah kuserahkan padanya, maka aku harus
percaya begini saja akan cara keji musuh untuk me mfitnah dia?"
Sejak tadi sikap Kun-gi tetap tenang dan wajar meski dirinya
difitnah dengan barang2 bukti yang me mberatkannya, tapi setelah
mendengar kata2 Thay-siang ini, tanpa terasa keringat membasahi
badan, serunya hambar: "Sela ma hidup ha mba tidak akan lupa akan
budi dan kebijaksanaan Thay-siang."
Sudah tentu ini bukan kata2 yang terlontar dari lubuk hatinya,
tapi dihadapan Thay-siang terpaksa dia harus ber-muka2.
Nada Thay siang tiba2 berubah kereng: "Ling Kun-gi, walau Losin
me maafkan dan menga mpunimu, tapi bangsat yang coba
me mbunuh Losin itu menjadi tanggung jawabmu untuk
me mbe kuknya, kau ma mpu tida k?"
Kun-gi me mbungkuk, serunya: "Sesuai dengan jabatanku ha mba
me mang wajib me mbekuknya . "
"Aku berikan batas waktu untukmU me mbongkar perkara ini,"
desak Thay-siang.
"Entah berapa lama batas waktu yang Thay-siang berikan kepada
hamba." Thay-Siang gebrak meja, serunya gusar: "Dia berani coba
me mbunuh Losin, me mangnya Losin harus berpeluk tangan
me mbiarkan dia bebas bergerak sesukanya, kau harus dapat
me mbe kuknya sebelum terang tanah atau kau menyerahkan batok
kepala mu sendiri."
Tatkala itu sudah kentongan ketiga, kira2 masih satu dua jam
lagi sebelum fajar menyingsing . .
Perkara ini masih merupakan teka teki, bayangan untuk
menyelidikipun tiada, cara bagaimana harus me mbe kuk biang keladi
pelakunya. Yang terang perintah harus dilaksanakan, walau wa ktu
sudah teramat mendesak.
Pek-hoa-pangcu bermaksud mohonkan keringanan, tak terduga
Kun-gi lantas menjura, katanya: "Ha mba terima perintah Thay-
siang." Tanpa ragu2 dia terima perintah yang menyudutkan dirinya
ini. Sudah tentu hal ini lagi2 me mbuat Pek-hoa-pang-cu, Hu-pangcu
dan Giok -lan me lengak heran, tanpa berjanji mereka sama tumple k
perhatian padanya.
Thay-siang manggut2, katanya me muji: "Losin tahu kau punya
bakat dan ma mpu melaksanakan tugas."
"Thay-siang terlalu me muji, cuma ha mba kebentur suatu hal
yang menyulitkan ...."
"Ada kesulitan apa boleh kau katakan, Losin akan me mberi
kelonggaran pada mu."
"Walau ha mba sebagai cong-hou-hoat-su-cia dari Pang kita, tapi


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hak kuasa hamba terbatas, gerak lingkungan ha mba hanya terbatas
pada tingkat kedua maka, umpa ma tingkat ketiga ini bukan lagi
menjadi daerah operasiku ....."
Terunjuk senyum lebar pada wajah Thay-siang di balik cadar,
katanya: "Baik", Lalu dia berpaling pada salah seorang pe layannya, katanya: "Liu-hoa, pergilah a mbilkan Hoa-sin-ling ke mari, sa mpaikan
pula perintah ku kepada semua orang, sejak kini sa mpa i terang
tanah nanti, Losin serahkan kekuasaan tertinggi kepada cong-su-cia
sebagai wakil Losin untuk me laksanakan tugas, tak peduli Pek"hoa-
pangcu atau Hu-pangcu juga harus siap terima tugas dan
perintahnya, siapa berani me mbangkang akan dijatuhi hukuma n
yang berlaku."
Pelayan itu mengiakan- Baru saja dia bergerak hendak putar ke
belakang, tiba2 Kun-gi berseru:
"Nona tunggu sebentar"- Lalu dia menjura kepada Thay-siang,
katanya: "Sudah cukup dengan kata2 Thay-siang tadi, tak perlu
pakai Hoa-sin-ling sega la.."
Tiba2 dia berkata kepada Giok-lan dengan ter-tawa: "Thay-siang
sudah serahkan kekuasaan untuk menjalankan tugas, tentunya
congkoan sendiri juga telah dengar."
Pek-hoa-pangcu yang berdiri disa mping ha mpir tida k berani
percaya akan apa yang di dengarnya ini, sungguh dia tidak habis
mengerti kenapa Thay-siang berubah begini mendadak" Dan yang
me mbuatnya heran adalah Ling Kun-gi, entah akal muslihat apa
pula yang tersembunyi di dala m benaknya.
Demikian pula So-yok me mpunyai rasa curiga yang sa ma, kedua
matanya terbeliak menatap Kun-gi tanpa berkedip.
Mendengar ucapan Kun gi, lekas Giok-lan menjura, sahutnya:
"Ha mba sudah dengar."
Lebar tawa Kun-gi, katanya balas menjura: "Kalau begitu tolong
congkoan sa mpaikan perintahku, suruhlah ketujuh TayCia datang
ke mari." Hay-siang sudah berada disini, berarti Giok-lan harus me manggil
enam Tay-cia yang la in- Setelah me ngiakan Giok-lan lantas keluar.
Kun-gi menjura pula kepada So-yok, katanya: "Ada pula sebuah
tugas, mohon Hu-pangcu suka me mbantu."
So-yok mengerling penuh arti, katanya tertawa: "cong-su-cia
hendak menugaskan apa?"
"cayhe minta Hu-pangcu suka berjaga dipintu keluar, kalau ada
orang berusaha melarikan diri, harap Hu-pangcu me mbe kuknya
hidup2, kalau terpaksa boleh juga me mbunuhnya . "
"Me mangnya perlu dije laskan, siapa berani me larikan diri lewat
pintu, pasti tidak akan kulepas dia."
"Hu-pangcu perlu hati2, bukan mustahil kalau kepepet orang itu
jadi nekat, diapun bisa menggunakan Som-lo-ling," Kun-gi
me mperingatkan-
"Aku tahu," ucap So-yok, "begitu ia merogoh kantong, akan
segera kuserang dulu, umpa manya kutabas lengannya."
"Tapi Hu-pangcu harus bertindak menurut aba-abaku."
So-yok cekikik ge li, katanya: "Aku tahu, aku akan menurut
petunjukmu."
"Terima kasih Hu-pangcu, sekarang silakan kau berdiri dipintu."
Sambil me megang gagang pedang dipingggang So-yok keluar
dan berdiri di a mbang pintu. Kun-gi menghadapi Pek-hoa-pangcu
lalu katanya: "Sila kan duduk Pangcu."
Pek-hoa-pangcu melirik mesra, tanyanya: "cong-su-cia tidak
me mberi tugas kepadaku?"
"Tida k. sila kan Pangcu duduk saja."
Karena Kun-gi bekerja mewakili Thay-siang, maka Pek-hoa-
pangcu menurut saja permintaan Kun-gi, dia duduk di sebuah kursi
di bawah Thay siang. Se mentara Thay-siang tetap duduk di kursi
kebesarannya tanpa bersuara, dia melihat saja apa yang dilakukan
Ling Kun-gi tanpa me mberi komentar karena dirinya tidak
dihiraukan, tak tahan Hay-siang buka suara: "cong-su-cia, apakah
hamba t idak diberi tugas?"
Kun-gi tertawa, ujarnya: "Nona adalah saksi satu2nya yang
me lihat bayangan musuh, kunci me mbongka peristiwa mala m ini
berada dipundak nona," lalu tangannya menuding: "Sila kan nona
duduk di sebelah Pangcu." Hay-siang mengiakan lalu duduk di
tempat yang di tunjuk.
Kerai tampak tersingkap. Giok-lan melangkah masuk lebih dulu,
di belakangnya mengikuti ber-turut2 adalah Bi-kui, Ci-hwi, Hu-yong,
Hong-sian, Giokju dan Loh-bi-jin.
Giok-lan menjura kepada Kun-gi, serunya: "Lapor cong-su-cia,
enam Taycia yang la in sudah kumpul seluruhnya."
Keenam Taycia ini dipimpih oleh Bi-kui (Un Hoan-kun), melihat
So-yok berjaga di pintu, semuanya tertegun, ter-sipu2 mereka
berlutut dan berseru bersa ma: "Tecu menghadap Thay-siang."
Thay-siang angkat tangan, katanya: "Bangunlah, kalian harus
tunduk kepada cong-su-cia, mala m ini dia bekerja mewakili Losin
untuk menyelesaikan perkara besar. kalian harus dengar
perintahnya, tidak boleh me mbantah."
Para Taycia sudah tahu akan peristiwa usaha pembunuhan atas
junjungan mereka dan Ling Kun-gi sebagai tertuduh utama,
sungguh tak nyana dari nada bicara Thay-siang sekarang tertuduh
justeru diberi kuasa mewa kilinya untuk mengusut perkara ini,
Pangcu mereka sendiripun harus tunduk di bawah perintahnya,
keruan jantung mereka ber-debar2.
Sudah tentu yang paling merasa diluar dugaan adalah Bi-kui
samaran Un Hoan-kun, sehingga ia me lirik kearah Kun-gi.
Giok-lan bawa keenam orang ini berbaris di depan Kun-gi. Sambil
mengawasi Bi-kui, Kun-gi berkata: "Nona Bi-kui, harap maju."
Di antara ke-12 Taycia Bi-kui mendapat urutan nomor se mbilan,
tapi dalam perjalanan kali ini dia merupa kan tertua dari tujuh Taycia
yang ikut, maka Kun-gi mena mpilkan dia, Un Hoan-kun segera
tampil ke depan Kun-gi.
"Silakan duduk," kata Kun-gi menunjuk sebuah kursi di depannya
sana. Sedikit merandek, akhirnya Un Hoan-kun duduk di kursi yang
teraling meja bundar di depan Kun-gi.
"Lepaskan kedok nona," kata Kun-gi. Perlu diketahui Un Hoan-
kun sudah dirias oleh Kun-gi sehingga sekarang bukan dengan
wajah aslinya, maka dia tidak usah kuatir a kan konangan
kepalsuannya, tanpa ragu2 dia mengelupas kedok mukanya.
Tajam pandangan Kun-gi, sekian la manya dia menga mati wajah
orang, akhirnya manggut2, katanya: "Baiklah, nona boleh paka i lagi
kedok itu."
Un Hoan-kun segera tempelkan lagi kedok mukanya yang tipis ke
wajahnya serta mengelusnya dengan telapak tangan, tanyanya:
"Masih ada pesan la in cong-su-cia?"
"Nona boleh ke mbali ke te mpat semula," ujar Kun-gi, lalu dia
angkat kepala dan berkata pula:
"Nona Ci-hwi sila kan maju."
Ci-hwi segera duduk juga dihadapannya. "Bukalah kedok nona,"
kata Kun-gi. Karena Thay-siang sudah keluarkan perintah, terpaksa dia
mencopot kedoknya meski dengan rasa berat. Duduk berhadapan
dengan pemuda gagah ca kap ini, setelah kedok mukanya dicopot,
tampak wajahnya yang putih halus bersemu merah jengah. Kun-gi
juga menga mati muka orang sekian la ma dengan teliti, akhirnya
menyuruhnya mengenakan kedok dan ke mbali ketempatnya.
Para Taycia yang lain tidak luput menga la mi pe meriksaan yang
sama, semua sa ma menunduk ma lu dengan muka merah, ena m
Taycia sudah di-periksa wajah aslinya, tinggal Hay-siang seorang
yang belum diperiksa. Kun-gi berdiri lalu katanya kepada para
Taycia dengan tertawa: "Sekarang para nona boleh ke mba li,
sementara nona Bi-kui harap tinggal di sini, ada tugas lain untuk
nona." Un Hoan-kun menjura, sahutnya: "Hamba menunggu perintah."
Lima Taycia mengundurkan diri.
Hay-siang bersuara: "cong-su-cia tiada tugas untukku bukan?"
"Tadi sudah kubilang, untuk me mbongkar peristiwa mala m ini,
bantuan nona amat diharapkan, sudah tentu kau harus tetap di
sini." lalu ia berpaling kepada Giok-lan-"cayhe masih menyusahkan
congkoan, suruhlah 20 dara ke mbang yang ada naik ke mari."
"Dara2 ke mbang itu dipimpin oleh cap-go-moay (Loh-bi-jin),
Cukup hamba me mberitahu kepadanya supaya membawanya
ke mari." habis berkata dia keluar dan Cepat sekali sudab ke mbali
pula. Tidak la ma ke mudian Loh-bi-jin sudah me langkah masuk.
katanya membungkuk: "20 dara ke mbang sudah hadir seluruhnya,
apakah cong su-cia hendak suruh mereka masuk ke mari?"
"Te mpat ini se mpit, suruhlah mereka masuk satu persatu," ujar
Kun-gi, Loh-bijin mengiakan lalu me nyapa keluar, seorang dara
terdepan segera melangkah masuk. Loh-bi-jin berkata: "Gong-su-cia
ingin berkenalan dengan kalian, majulah."
Melihat Thay-siang, Pangcu dan la in2 sa ma hadir, dengan
menunduk dan ge metar dia melangkah ke depan Ling Kun-gi,
katanya sambil bertekuk lutut dan merangkap kedua tangan:
"Ha mba menya mpaikan hormat kepada cong-su-cia."
Para dara kembang ini tiada yang mengenakan kedok, ma ka Ling
Kun-gi t idak perlu menggunakan banyak waktu, dengan tertawa dia
cuma pandang kiri lihat kanan, lalu tanya Siapa namanya dan di
Suruhnya keluar. Dala m wa ktu Singkat 20 dara ke mbang telah
diperiksanya Se mua, dia berdiri me mberi Sa la m kepada Loh-bi-jin:
"Bikin Susah nona saja, boleh kau bawa mere ka turun."
Dia m2 Loh-bi-jin menggerutu dalam hati, suruh mereka naik,
kerjanya cuma menikmati wajah para dara yang jelita dan tanya
namanya saja, me mangnya apa ma ksudnya" Tapi dihadapan Thay-
siang dan Pangcu sudah tentu dia tak berani bertingkah, lekas dia
me mbungkuk serta menjawab: "Baiklah, ha mba mohon diri."
Pek-hoa-pangcu dan So-yok dia m2 saja mengawasi tingkah Ling
Kun-gi yang mirip pe muda binal sedang me milih kesukaan, mereka
heran dan tak habis mengerti apa maksud Kun-gi. Thay-siang dia m
saja se-olah2 setuju tindakan Ling Kun-gi. .
Semua sudah mengundurkan diri, tinggal Bi-kui seorang yang
ditahan disini, me mangnya Bi-kui inikah mata2 musuh" Sejak tadi
So-yok ber-diri di depan pintu, setelah semua orang pergi, tanpa
kuasa dia bertanya: "cong-su-cia, tugasku sudah selesai?"
"Belum, kau be lum boleh meningga ikan tugas-mu," ujar Kun-gi.
Hay-siang berkata: "Bayangan yang kulihat terang seorang laki2,
orang2 yang diperiksa cong su-cia justeru para saudara kita yang
nona, kenapa yang laki2 tidak diperiksa?"
Kun-gi tertawa, katanya: "Para Taycia dan dara2 kembang ini
semuanya belum kukenal. Se mentara para Hou-hoat su-cia yang
ada boleh di katakan setiap hari berkumpul bersa maku, dan
keadaan mereka sudah Kuketahui jelas, sudah tentu tak perlu
kuperiksa mereka."
"Jadi cong-su-cia sudah me mperoleh apa yang diharapkan?"
tanya Hay-siang.
"Belum," ujar Kun-gi menggeleng. "sekarang giliran nona, harap duduk dan copot kedokmu, biar kuperiksa juga ."
Hay-siang malu2, katanya: "Apakah cong-su-cia mencurigai
hamba?" pelan2 tangannya mengelupas kedok mukanya yang tipis
halus. Hay-siang me miliki seraut wajah bundar, kulitnya putih
mulus, sepasang matanya tampak hidup lincah, bibirnya tipis,
me mang sesuai seka li dengan na ma yang diberikan kepadanya.
Sorot mata Kun-gi mendadak taja m, katanya tertawa:
"Berhadapan dengan wajah mole k begini tidak puas hanya
me mandangnya berhadapan, ingin kududuk disa mpingnya dan
merebahkan diri menikmat i kecantikan yang molek ini." Betul juga
dia lantas duduk di sisinya mengawasi wajah Hay-siang dari
samping kiri la lu ke sa mping kanan. Sungguh aneh, di hadapan
Thay-siang dia berani bertinda k begini kasar.
Sudah tentu Pek-hoa-pangcu merasa heran, sedangkan So-yok
yang berdiri di depan pintu segera me lengos, wajahnya merah
bersungut. Sementara pipi Hay-siang sendiri me njadi merah, katanya
menunduk: "cong- su-cia jangan menggoda."
Kun-gi tida k pedulikan, dia putar ke belakang dan berdiri sejenak
seperti seorang pembeli yang sedang menikmati barang pilihannya
saja, sementara mulut bersenandung me mbawakan syair pujangga
dinasti Tong. Sudah tentu Hay-siang tidak tahu apa maksud orang
bersenandung, karena dirinya dipuji, hatinya merasa senang. namun
rasa malunya semakin jadi, akhirnya tak tahan dia berkata: "Sudah
puas cong-su-cia?"
Kun-gi goyang2 tangannya: "Nanti dulu nona" Dari kantong
bajunya dia keluarkan kotak gepeng serta membuka tutupnya,
dije mputnya sebutir obat warna madu terus diangsurkan, katanya
dengan tertawa tawar: "Sayang sekali kalau pupur menutupi warna
yang asli, kukira nona terlalu tebal me maka i pupur, bagaimana
kalau nona cuci muka saja?" obat bundar berwarna seperti madu itu
adalah obat khusus untuk mencuci muka yang telah di ma ke-up,
Mendadak berubah hebat sikap Hay-siang, tiba2 dia berjingkrak
berdiri, baru saja pergelangan tangannya terayun. Tapi Kun-gi lebih
cepat lagi, jari tangan kiri dengan enteng menyentik, sejulur angin
segera menerjang Ki-ti-hiat di pergelangan tangan Hay-siang,
mulutpun tertawa: "Lebih baik nona tetap duduk saja, ada
pertanyaan yang ingin kuajukan pada mu."
Pada saat Hay-siang berjingkrak berdiri itulah, Bi-kui alias Un
Hoan-kun telah bertindak pula di bela kang Hay-siang, kedua tangan
bekerja cepat, beruntun dia tutuk tiga Hiat-to besar dipunggung
orang, lalu menekan pundak orang, bentaknya: "Duduk" Tanpa
kuasa Hay-siang tertekan duduk ke mbali di kursinya.
Thay-siang manggut2 dan berkata sambil tersenyum senang:
"Ternyata kau me mang sudah tahu akan dia."
Serius sikap Ling Kun-gi, katanya: "Thay-siang serba tahu, soal
ini tentunya juga sudah di-ketahui. Waktu ha mba me meriksa ka mar
tadi kudapati jende la terbuka, kucium pula bau pupur yang
tertinggal di dala m ka mar dan pupur itu sa ma dengan bau pupur
yang dipakainya, cuma waktu itu belum berani kupastikan, kini
setelah melihat make- up dimukanya baru aku lebih yakin dan
ternyata me mang terbukti betul adanya."
Thay-siang mengangguk. ujarnya: "Betul, gurumu ahli rias yang
tiada duanya di kolong langit, cara make-up yang dia gunakan ini,
sudah tentu takkan bisa menge labui dirimu yang cukup ahli pula
dalam bidang ini."
Kaget dan girang hati So-yok, katanya sambil melerok: "Kenapa
tidak kau jelaskan sejak tadi."
"Tentunya Hu-pangcu sudah lihat, baru saja cayhe sendiri
me mperoleh buktinya." sahut Kun-gi. Pek-hoa-pangcu menghela
napas, katanya: "Dia ternyata bukan cap-si-moay, tentu cap-si-moay
sudah dia Celaka i."
Kun-gi serahkan obat berwarna madu itu kepada Bi kui, katanya:
"Tolong nona, remas saja obat ini di telapak tangan dan poleskan ke
mukanya, bahan ma ke up di mukanya akan tercuci bersih."
Bi-kui lantas bekerja, obat itu dia taruh di tengah telapak tangan
terus di-gosok2 lalu mula i me moles di muka Hay-siang. Me mang
aneh sekali, di mana jari2nya bergerak di muka Hay-siang, bahan2
rias di muka Hay-siang seketika menge lotok lenyap. dengan cepat
wajah Hay-siang nan molek itu sudah berganti rupa.


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia ternyata seorang perempuan berusia sekitar 25, bentuk
wajahnya bundar agak mirip Hay-siang yang asli. Kerena tertutuk
Hiat-tonya oleh Bi-kui, kecuali kedua biji matanya yang masih bisa
bergerak, mulutpun tak ma mpu bersuara. Kun-gi bertanya kepada
Bi-kui: "Nona, buka-lah Hiat-to yang me mbisukan dia itu."
Bi-kui me mukul pelahan di be lakang leher Hay-siang. Hay-siang
menjerit tertahan, gerahamnya tampak bisa bergerak.
Tiba2 Kun-gi me mbentak pula:
"Lekas tutuk lagi Hiat-to
pembisunya."
Untung Bi-kui bekerja cepat dan sigap. sekali gerak dia tutuk pula
Hiat-to bisunya.
Kata Kun-gi: "Sekarang nona buka lagi tutukan Hiat-to barusan,
cuma gunakan tenaga lebih keras sedikit."
Bi-kui menurut petunjuk. telapak tangan terangkat, dia gablok
keras tengkuk Hay-siang. Kembali Hay-siang menjerit, dari mulutnya
mendadak mence lat keluar sebutir obat bungkus lilin sebesar
kacang tanah. Sigap sekali Kun-gi menya mbarnya, katanya tertawa: "Sepatah
kata saja belum nona katakan, mana boleh kubiarkan kau
ma mpus?" Mendelik mata Hay-siang, semprotnya: "Kau me nggagalkan
tugasku, aku benci pada mu."
"Nona harus salahkan dirimu sendiri," ujar Kun-gi, "Kenapa kau me mfitnah diriku?"
"Kau kira aku akan menga ku" Hm, mau bunuh atau hendak
dise mbelih boleh silakan, jangan kau harap akan mendapatkan
keterangan dari mulutku."
So-yok mengejek: "Keparat kurang ajar, jiwa mu sudah berada di
tangan kami masih berani bertingkah" Ka lau tidak diberi ajaran kau
tidak tahu kelihayanku." Sembari bicara dia lantas melangkah
masuk. Hay-siang menyeringai ejek: "orang2 Pek-hoa-pang siapa yang
tidak tahu kalau kau bertangan gapah dan berhati keji, tidak punya
rasa perikemanusiaan, me mangnya kau berani berbuat apa
terhadap diriku"
Mengela m wajah So-yok saking murka, teriaknya: "Kau kira aku
tidak berani me mbunuh mu?"
Pedang So-yok segera menusuk kebela kang kepala Hay-siang..
"Ji-moay ..... "teriak Pek-hoa-pangcu.
Tapi Kun-gi turun tangan lebih cepat lagi, jarinya menjentik
sekali, "creng", sejalur angin kencang me mbikin pedang So-yok
tergetar sehingga menusuk tempat kosong, katanya: "Jangan
Hupang-cu tertipu olehnya, sengaja dia memancing ke marahanmu,
maksudnya supaya bisa mati se ketika."
Thay-Siang yang duduk di atas sana manggut2, katanya
tersenyum: "So,-yok, kau me mang terburu nafsu, kalau gurumu
mau me mbunuh dia, ketika dia menyambit dengan Som-lo-ling
tentu jiwanya sudah amblas, me mangnya kau kira gurumu tida k
tahu kalau penyerangnya ialah dia ini" Kalau langkahnya tida k
gurumu ketahui, sia2lah a ku berkedudukan sebagai Thay-siang.
Terus terang, gurumu me mang sengaja ingin me lihat permainan
licin apa yang akan dia lakukan pula, di samping itu akupun ingin
menguji ketra mpilan kerja Ling Kun-gi, sampai di mana
kecerdikannya pula, maka peristiwa ini kuserahkan kepada Ling
Kun-gi untuk me mbongkarnya. Kalau menuruti watakmu yang
sembrono itu, susah payah Ling Kun-gi setengah mala m ini
bukankah a kan sia2 belaka?"
Merah muka So-yok. katanya menunduk: "Peringatan guru
me mang betul."
Kun-gi berdiri tegak lalu me njura ke arah Thay-siang, katanya:
"Terlalu tinggi Thay-siang menila i ha mba, untuk ini ha mba merasa
gugup sekali."
Ramah tawa Thay-siang, katanya: "Kenyataan sudah demikian,
kini kau sudah bongkar kejahatan ini, soal mengompes keterangan
dari mulutnya tetap kuserahkan pada mu, kau harus berhasil
me mperoleh keterangannya."
"Ha mba terima perintah," seru Kun-gi sa mbil menjura.
Hay siang mengertak gigi, katanya mendesis: "orang she Ling,
kau me mbongkar kedokku, sema kin besar pula kepercayaan Thay-
siang terhadap-mu, semakin tinggi pula kedudukkanmu, sekali
gebrak berhasil mengangkat dirimu, mungkin kau akan menjadi
calon suami sang Pangcu, ini tentu akan memuaskan cita2mu, tapi
untuk mengorek keterangan dari mulutku, jangan kau harap"
Tawar tawa Kun-gi, katanya sembari mengha mpiri Hay-siang,
suaranya lembut: "Nona sendiri sudah dengar, Thay-siang me mberi
tugas kepadaku untuk mengorek keteranganmu maka kuharap nona
tahu diri."
"Kau henda k menyiksaku?" tanya Hay-siang.
"Syukurlah kalau nona tahu?" kata Kun-gi.
Penuh kebencian nada Hay-siang: "Kau adalah murid paderi Siau-
lim yang agung dan kosen, sampai hati kau mengorek keterangan
mulut seorang pere mpuan dengan cara ke kerasan, me mangnya
tidak takut merendahkan derajat dan merusak na ma baik
perguruanmu?"
Kun-gi bergelak-tawa, katanya: "Salah nona, guruku Hoan jiu
julay sudah keluar dari Siau-lim, maka hakikatnya beliau bukan
murid Siau-lim lagi, kalau ada orang bilang aku ini lurus, aku akan
bertindak lurus, bila dikatakan aku sesat, aku ma lah akan bertinda k
lebih sesat, soal perguruan tidak pernah kupikirkan,jangan kau
menakuti diriku dengan e mbel2 itu."
Merandek sejenak lalu dia menyambung: "Perlu kuberitahu
kepada nona, jika kau mau bicara terus terang, menjawab apa yang
. . .." Sebelum Kun-gi habis bicara, tiba2 Hay-siang angkat kepala,
"cuh", se-keras2nya dia me ludah ke muka Ling Kun-gi.
Jarak mereka teramat dekat, sudah tentu Kun-gi tidak sempat
menghindar, maka mukanya basah berlepotan ludah.
Bi-kui naik pita m, sekali te mpeleng dia ga mpar muka Hay-siang
sekeras2nya, teriaknya: "Berani kau kurang ajar terhadap cong-su-
cia." Hay-siang tertawa dingin, jengeknya: "Bagus seka li pukulanmu,
me mangnya kau juga kepincut pada orang she Ling ini. Hm Bok-tan,
So-yok. semua rela mengorbankan kesucian sendiri padanya,
me mangnya kau juga ma u ........"
Merah jengah wajah Bok-tan, So-yok dan Giok-lan mendengar
ocehan ini. Malu dan murka pula Bi-kui, hardiknya gusar: "Berani usil
mulut mu." Ke mbali tangan terayun, dia ga mpar pula muka orang,
Panas muka Kun-gi mendengar ocehan Hay-siang yang
terang2an itu, dia angkat lengan baju membersihkan kotoran di
mukanya, lalu mencegah ga mparan Bi-kui lebih lanjut, katanya
kepada Hay-siang: "Nona juga seorang perempuan kenapa bicara
sekotor ini, kalau nona tetap berkeras kepala, jangan salahkan aku
tidak kena l kasihan lagi."
"Kau boleh bunuh aku saja," teriak Hay-siang.
Kun-gi tersenyum, katanya ramah: "Agaknya nona amat bandel
dan tak mau mendengar nasehat-ku, terpaksa kau akan merasakan
betapa siksa derita bila darah tubuhmu mengalir sungsang terbalik,
sehari kau t idak bicara, sehari jiwa mu t idak a kan me layang, asal kau
sanggup bertahan, berapa lama terserah pada dirimu"
"Buat apa Ling-heng hanya bicara saja?" desak So-yok tak sabar.
"Tida k, cayhe harus jelaskan lebih dulu, supaya dia ada waktu
untuk me mpertimbangkan. "
"Aku tidak akan mengaku,
kau boleh mulai dengan siksaanmu,"jawab Hay-siang ketus.
"Kuberi waktu satu jam, kau boleh katakan siapa na ma mu, siapa
yang mengutusmu ke mari, berapa banyak komplotanmu yang ada
di kapal ini?"
Sorot mata Hay-siang diwarnai denda m me mbara, teriaknya
keras: "Aku adalah ibu gurumu, Hoan-jiu ji-lay yang menyuruhku
ke mari ......."
Mencorong sorot mata Ling Kun-gi, desisnya dingin: "Dengan
baik hati kuberi nasehat, kau malah bermulut kotor, baiklah biar kau
rasakan dulu betapa nikmatnya bila darahmu menyungsang balik,"
Sembari bicara sekaligus ia menutuk delapan Hiat-to di tubuh Hay-
siang, gerakannya amat cepat, seperti menutuk tapi juga seperti
mengusap saja.jelas gayanya berbeda dengan ilmu tutuk umumnya.
Tubuh Hay-siang seketika mengejang ge metar, seperti orang
mendadak terserang ma laria, terasa darah sekujur badannya
mendadak bergolak. se mua menuju ke ulu hati.
"sekarang masih ada waktu kalau kau mau bicara," desak Kun-gi.
Walau sudah kesakitan Hay-siang tetap bandel, dia peja mkan mata
tanpa bUka sUara.
Tapi hadirin jelas menyaksikan dala m wa ktu sesingkat ini,
wajahnya yang semula putih halus telah berubah merah melepuh
seperti darah, badannya kelejetan, keringat dingin sebesar kacang
me mbasahi mukanya, tapi dia tetap mengertak gigi, bertahan
mati2an dari siksaan tanpa mau berbicara sepatah katapun.
Kira2 semasakan air terdengar Hay-siang merint ih, teriaknya
serak: "Kau bunuhlah a ku saja." Mendadak tubuhnya terguling,
kiranya jatuh pingsan.
"Budak bangsat sungguh bandel sekali," Thay-siang menggeram
dingin. Sekali mengebas tangan kiri, Kun-gi buka Hiat-to di badan orang,
lalu menutuknya pula pada dua Hiat-to yang lain, katanya kepada
So-yok: "Hu-pangcu, cayhe ingin pinja m ka marmu, apa boleh?"
Merah muka So-yok. katanya. " Untuk apa?"
Kun-gi tersenyum, katanya: "Untuk ini harap Hu-pangcu jangan
tanya." Kata So-yok: "Itulah ka marku, silakan masuk."
"Terima kasih Hu-pangcu," ucap Kun-gi la lu ia me manggil Bi-kui,
katanya "Marilah nona ikut masuk."
Bi-kui ragu2, katanya: "cong-su-cia ....."
"Bi-kui," seru Thay-siang, "cong-su-cia menyuruhmu, kau boleh ikut masuk tak usah banyak tanya."
Bi-kui me mbungkuk sahutnya: "Tecu terima perintah."
"Saat latihan sudah tiba. perkara ini kuserahkan padamu untuk
me mbongkar seluruhnya, kekuasaan penuh kuberikan pada mu,"
ujar Thay-Siang sa mbil berdiri.
"Terima kasih Thay-siang, musuh dala m selimut yang ada kapal
ini akan ha mba jaring seluruhnya," seru Kun-gi sa mbil menghormat.
Thay-siang mengangguk. ujarnya: "Ya, kau me mang anak baik."
Lalu me langkah ke da la m.
Setelah Thay-siang masuk. Kun-gi menjura kepada Pek hoa-
pangcu dan Hu-pangcu, katanya: "Pang cu dan Hu-pangcu harap
tetap duduk dan tunggu saja di sini." Lalu dia me manggil Bi-kui:
"Marilah, nona ikut cay he."
Karena sudah dipesan oleh Thay-siang, tak berani Bi-kui
me mbantah, terpaksa dia ikut Kun-gi masuk ke ka mar So yok.
Begitu berada di dala m ka mar Kuu-gi segera menutup pintu,
"Untuk apa ini" tanya Un Hoan-kun lirih.
"Kuminta nona suka menya mar seseorang."
"Menyamar siapa?"
"Jangan banyak tanya, lekas buka kedokmu."
Un Hoan-kun me ngelupas kedok mukanya, sementara cepat
sekali Kun-gi sudah keluarkan bahan2 rias dala m kotak kayunya,
pertama dia cuci bersih wajah Un Hoan-kun. lalu secara teliti dia
merias wajah orang me njadi bentuk lain-
Kira2 satu ja m la manya baru dia me mbereskan barang2nya ke
dalam kotak serta disimpan dala m baju, katanya: "Sejak kini nona
tidak usah lagi mengenakan kedok, duduk saja di ka mar ini,
menunggu panggilan baru boleh ke luar."
Le mbut suara Un Hoan-kun: "Ya, kuturut segala petunjukmu."
"Terima kasih nona," ucap Kun-gi seraya me mbuka pintu dan
keluar, daun pintu dia tutup pula dari luar.
Sudah tentu Bok-tan, So-yok dan Giok-lan tidak tahu apa kerja
Kun-gi bersa ma Bi-kui di-dala m ka mar tertutup sekian lamanya"
Melihat dia keluar, sorot mata mereka setajam pisau menatapnya.
Anehnya setelah keluar dia tutup pula pintu dari luar, jadi Bi-kui dia
kurung di da la m ka mar.
Dasar suka blingsatan, So-yok tak tahan, tanyanya: "Ling heng,
mana Bi-kui" Apakah dia mata2 musuh?"
"Sebentar lagi Hu-pangcu akan je las duduk persoalannya," sahut
Kun-gi. Lalu ia berpaling ke arah Giok-lan, katanya: "Kini mohon
bantuan congkoan lagi"
"Tida k apa," sahut Giok-lan- "Ada pesan apa cong-su-cia."
"Harap congkoan panggil Loh-bi-jin ke mari dengan me mbawa
empat dara ke mbang," la lu ia berbisik beberapa patah kata pula.
Giok-lan berkata: "Ha mba mengerti." Lalu berjalan keluar.
So-yok melerok pada Kun-gi, katanya: "Ling-heng, sebetulnya
langkah apa yang sedang kau atur?"
Pek-hoa-pangcu juga tertawa, katanya "Kukira cong-su cia sudah
punya perhitungan matang, buat apa Ji-moay banyak tanya, nonton
saja dengan sabar, nanti kau juga akan mengerti."
"Aku tidak sabar melihat caranya jual mahal, bikin dongkol saja,"
ome l So-yok. Lebar senyum Kun-gi, katanya me mbungkuk: "Rahasia ala m tidak
boleh bocor, hamba harus berikhtiar dan me mutuskan langkah2
yang penting, untuk ini harap pangcu, Hu-pangcu ma klum."
So-yok me lerok pula, katanya sambil ce kikiksan: "Sekarang Ling-
heng adalah orang kepercayaan Thay-siang, bila Thay-siang sudah
serahkan kuasa padamu untuk me mbongkar peristiwa ini, me mang-
nya siapa yang berani menyalahkan kau."
Tengah bicara Giok-lan tampak menyingkap kerai berjalan
masuk, katanya: "cap-go-moay telah datang."
"sila kan dia masuk." ujar Kun-gi.
Loh-bi-jin mengia kan di luar pintu, lalu katanya kepada orang2 di
belakangnya: "Cucu, kau ikut aku masuk. kalian bertiga tunggu
giliran di luar sini."- Lalu dia singkap kerai dan berjalan masuk.
Cu-cu ikut di belakang Loh-bi-jin. begitu masuk langsung ia
me lihat Hay-siang yang meringkuk le mas di lantai dengan wajah
yang sudah tercuci bersih, seketika dia bergidik ngeri, serta merta
langkahnya agak merande k.
"Nona Cu-cu," kata Kun-gi tertawa, "tolong kau papah dia."
Cu-cu mengia kan sembari mengha mpiri Hay-siang dengan
takut2, baru saja dia me mbungkuk badan secepat kilat telunjuk jari
Kun-gi menutuk Hiat-to di be lakang badannya. Tanpa ayal Giok"
lan maju menge mpitnya terus diseret ke ka mar So-yok.
Cepat2 Kun-gi dorong daun pintu se mbari berkata kepada Bi-kui:
"Lekas nona tukar pa kaian dengan dia."
Giok-lan Cepat menutup pintu. Tak la ma ke mudian pintu terbuka
lagi, Giok-lan melangkah, keluar bersama Cu-cu
Semua orang tahu Cu-cu yang satu ini adatah samaran Bi-kui.
Tanya Kun-gi lirih kepada Loh-bi-jin: "Apakah nona sudah
me mpersiapkan seluruhnya?"
Loh-bi-jin mengangguk. sahutnya: "Sudah kusampa ikan pesan
sesuai permintaan cong-su-cia, semuanya sudah siap."


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baik sekali, sekarang boleh nona menggusurnya keluar," kata
Kun-gi. Dengan bimbang Loh-bi-jin bertanya: "Apa betul tidak perlu
menugaskan beberapa orang lain untuk me njaganya?"
"cayhe sudah menutuk beberapa Hiat-tonya, sementara dia
kehilangan kepandaian silatnya, nona Cukup bekerja menurut
rencana yang telah kuatur itu."
"Ha mba mengerti," sahut Loh-bi-jin, dia me mbalik kepintu lalu
me manggil "Kalian masuk lagi seorang."
Seorang dara kembang mengia kan dan me langkah masuk. Kata
Loh-bi-jin sa mbil menuding: "Kalian gusur dia ke luar."
Cu-cu tiruan alias Bi-kui dan dara kembang baru ini mengiakan,
mereka angkat tubuh Hay-siang terus dibawa keluar.
Loh-bi-jin tidak berani gegabah, lekas dia me mbungkuk: "Ha mba
mohon diri " cepat2 dia ikut keluar menjaga Hay-siang.
So-yok bertanya: "Ling-heng, Cu-cu masih ada dikamarku, apa
tindakanmu terhadapnya?"
"orang ini lebih penting dari Hay-siang, kita harus mengompes
keterangan dari mulutnya, sebentar kumohon Hu pangcu sendiri
yang mengompes dia."
"Kenapa aku yang mengompesnya?" tanya So-yok.
"Karena Hu pangcu juga menjabat kepala Hukum, biasanya
me laksanakan peraturan sekokoh gunung, seluruh anggota Pang
kita sa ma segan dan hormat kepada mu, kalau Hu pangcu yang
tanya dia pasti dia takut dan mau bicara terus terang."
So-yok mencibir,jengeknya: "Kenapa tidak katakan saja ini
perempuan galak dan bawel."
"Sebagai pelaksana hukum yang harus me megang teguh
peraturan sudah tentu Hu pangcu harus bermuka ka ku dingin tanpa
kenal be las kasihan terhadap yang salah," ujar Kun-gi.
Cerah sorot mata So-yok. katanya tersenyum: "Kau me mang
pandai bicara"
Tampak kerai tersingkap. ternyata Bi-kui telah ke mbali. Kini dia
telah ganti seperangkat pakaian warna hijau kembang, mengena kan
kedok muka Bi-kui yang asli lagi.
"Kiu-moay," seru So-yok heran, "kenapa kau ke mbali?"
Bi-kui me mberi hormat, katanya tertawa: "cong-su-cia suruh
hamba untuk me ndengarkan apa2 yang terjadi di sini."
"o." So-yok bersuara singkat, lalu dia bertanya sambil menatap
Kun-gi: "Sekarang boleh mula i?"
"Waktu a mat mendesak. lebih Cepat lebih baik," ujar Kun gi.
So-yok me mbalik, katanya kepada Pek-hoa-pangcu: "Toaci
silakan duduk di atas," Lalu dia berkata kepada Giok-lan dan Bi-kui:
"Sekarang harap Sa m-moay dan Kiu-moay gusur Cu-cu keluar."
Ruang sidang ini adalah te mpat kedia man Thay-siang, tanpa
dipanggil para pelayan tidak berani masuk, ma ka sekarang terpaksa
Giok-lan dan Bi-kui harus kerja sendiri, atas perintah So-yok mereka
gusur Cu-cu keluar dari ka mar.
Kun-gi serahkan sebutir obat mencuci bahan rias pada Giok-lan
dan Giok-lan langsung mencuci bersih wajah Cu-cu dengan obat
yang diterimanya itu. Cu-cu yang asli baru berusia 17- an, ternyata
gadis yang menyamar jadi Cu-cu ini kelihatan juga baru berusia 17-
an- So-yok duduk pada kursi disebelah bawah te mpat duduk Pek-
hoa-pangcu, lalu me mberi tanda anggukan Kepada Giok-lan dan Bi-
kui. Sekali gablok Giok-lan buka tutukan hiat-to Cu-cu. seketika gadis
yang menyaru Cu-cu me mbuka mata dan mendapati dirinya rebah
di lantai, sesaat dia melenggong, waktu dia angkat kepala, di
lihatnya Pangcu, Hu pangcu, cong-su-cia dan la in2 berada di
Sekelilingnya. diam2 hatinya terkesiap. bergegas dia merangkak dan
menye mbah, serunya: "Hamba menyampa ikan se mbah hormat
kepada Pangcu, Hu pangcu ... ."
Tegak alis So-yok. hardiknya: "Tutup mulutmu, tiada dara
ke mbang seperti dirimu dala m Pang kita, ketahuilah, Hay-siang
sudah mengaku terus terang, maka bicaralah secara bla k2an juga ,
me mangnya kau ingin disiksa dulu?"
Gemetar gadis yang menyaru Cu-cu, katanya sesenggukan
sambil mende ka m di lantai: "Pangcu, Hu pangcu, ha mba sungguh
penasaran-"
"Kiu-moay," kata So-yok angkat tangan, "serahkan sebuah
cermin padanya, biar dia melihat tampangnya sendiri."
Bi-kui me ma ng sudah me nyiapkan sebuah cermin bundar terus
diangsurkan. Gadis penya mar Cu-cu masih belum tahu kalau ma ke-
up dimukanya sudah dicuci, begitu me lihat wajah sendiri di cermin
seketika merasa terbang sukmanya, mukanya pucat, bibir gemetar
tak ma mpu bicara lagi.
"Hay-siang berani coba me mbunuh Thay-siang, kini telah dijatuhi
hukuman mat i,"
Demikian gera m So-yok katanya dingin. "Sepatah kata saja kau
berani bohong, jangan harap kau bisa hidup."
Dia m2 Kun-gi me mberi isyarat kedipan mata kepada Pek-hoa-
pangcu. Segera Pek-hoa-pangcu buka suara: "Cu-cu, mengingat
usia mu masih muda belia, mungkin lantaran dipaksa dan dianca m
orang sehingga kau menyelundup ke tempat kita ini, tapi asal kau
suka bicara terus terang, akan kuberi kelonggaran padamu,jiwa mu
akan dia mpuni, sebaliknya ka lau berkukuh dan tida k menyadari
kesalahanmu, ke matian Hay-siang akan me njadi contoh bagimu."
Semakin takut dan gemetar gadis yang menyaru Cu-cu,
tangisnya terisak. katanya: "Pangcu dan Hu pangcu harap periksa,
semula aku adalah pelayan yang ditugaskan di bawah cui- tongcu,
lantaran Ci-Gwat-ngo yang ditugaskan di sini bilang wajahku mirip
Cu-cu, demikian juga usia ka mi sebaya, maka aku disuruh menyaru
jadi Cu-cu dan menyelundup ke mari. cui-tongcu menahan ibuku,
katanya kalau aku gagal menunaikan tugas ibuku a kan dibunuhnya.
Mohon Pangcu dan Hu pangcu menaruh belas kasihan terhadap
nasib jele kku ini dan a mpunilah diriku."
Ci-Gwat-ngo yang di-katakan ini sudah tentu adalah perempuan
yang menya mar jadi Hay slang.
"cara bagaimana ka lian menyelundup ke mari?" tanya So-yok.
Tutur gadis yang menyamar Cu-cu: "Bagaimana cara Gwat-go
cici masuk ke mari aku tidak tahu, kira2 tiga bulan yang lalu aku
diantar ke suatu te mpat yang dekat dengan Hoa keh-ceng, lalu
Gwat-go cici me mancing Cu-cu keluar serta menutuk Hiat tonya,
sejak itu a ku dibawanya masuk Hoa- keh-ceng."
"Kau tahu berapa lama Ci-Gwat-ngo menyelundup ke mari setelah
menyaru jadi Hay-siang" tanya So-yok.
"Entah, hamba tidak tahu," sahut gadis itu, "agaknya sudah
cukup la ma"
"Setelah kalian berada disini, cara bagaimana pula mengadakan
kontak dengan pihak Hek-liong-hwe?"
"Itu urusan dan tugas Gwat-go cici, aku sendiri t idak je las, kalau
tidak salah ada seorang lain lagi yang bertugas dalam ha l ini." Kun-
gi manggut2, tapi dia dia m saja tidak me mberi komentar.
Tiba2 Bi-kui menyelutuk: "Biasanya kalau berte mu dengan Ci-
Gwat-ngo, bagaimana sebutanmu kepadanya?"
"Di muka umum aku me manggilnya cici dan dia me manggilku Cu-
cu," sahut gadis itu.
"Kau pernah me lihat orang yang ditugaskan me ngadakan kontak
rahasia dengan dia?" tanya So-yok.
"Pernah kulihat sekali," tutor gadia itu, "dia mengenakan kedok.
di mala m hari lagi, jadi sukar melihat wajahnya" Tapi Gwat-go cici
juga mengena kan kedok, mungkin orang itu juga tida k tahu siapa
sebetulnya Gwat-ngo cici."
"Mereka sama2 mengenakan kedok. untuk berhadapan dan
saling kenal tentu digunakan tanda2 rahasia yang diperlukan?" sela
Bi-kui lagi. "Waktu itu Gwat-ngo cici menyuruhku berjaga di sekeliling
tempat itu, waktu ka mi sa mpai di te mpat tujuan, orang itu sudah
ada di sana, aku hanya melihat orang itu angkat sebelah tangan
kanan serta menekuk jari telunjuk. se mentara Gwat-ngo cici
menggerakkan tangan me mbuat lingkaran ditengah udara lalu
menutul ke-tengah2 lingkaran."
"Sudah cukup?" tanya So-yok berpaling ke arah Kun-gi.
Lekas Kun-gi menjura, katanya: "Memang Hu-pangcu lebih
berhasil. Ya, sudah cukup,"
"Sa m-moay," kata So-yok. "tutuk Hiat-tonya, sementara sekap
dia di ka mar Hay-siang, tugaskan beberapa orang lagi untuk
menjaganya." Giok-lan menutuk Hiat-to orang terus mengempitnya
keluar. "congkoan, biar ha mba bantu menggusurnya keluar," kata Bi-kui.
"Tida k usah," ujar Giok-lan me noleh," kau masih punya tugas sendiri.
Bi-kui putar tubuh serta memberi hormat kepada Kun-gi,
katanya: "Entah cong-su-cia masih ada pesan apa?"
"Nona sudah dengar apa yang dikatakan tadi, maka boleh kau
bekerja sesuai rencana se mula."
"Ha mba terima tugas," sahut Bi-kui. Setelah me mberi hormat
kepada Pangcu dan Hu pangcu segera dia mengundurkan diri.
Bertaut alis Pek-hoa-pangcu, matanya yang bundar besar
terbelalak, bibirnya yang tipis bak delima merekah bergerak2,
tanyanya: "cong-su-cia, di atas kapal kita ini adakah mata2 yang
lain lagi?"
Kun-gi menepekur sebentar, katanya kemudian: "Sekarang masih
sukar dikatakan, asal rencana ku berjalan dengan lancar, kukira
perkara ini segera akan terbongkar."
Sampa i di sini t iba2 dia menjura: "Hari ha mpir terang tanah,
Pangcu dan Hu-pangcu sudah lelah setengah mala m, sekarang
bolehlah istirahat, hamba t idak punya urusan lagi dan mohon diri."
Fajar menyingsing, sang surya mulai me ma ncarkan cahayanya
yang terang benderang.
Lilin masih menyala di ruang makan tingkat kedua. Di atas meja2
yang berbentuk segitiga itu sudah ditaruh beberapa maca m sayur
dan bubur yang masih mengepul serta senampan besar bakpau
yang banyak jumlahnya.
Kini tiba saatnya sarapan pagi, dari setiap pintu kamar di tingkat
kedua beruntun menongol keluar para Busu yang berpakaian
seragam Hijau pupus (Hou hoat) dan hijau kelabu (Hou-hoat-su-
cia), mereka berbaris menjadi dua baris, tiada seorangpun yang
bicara. Tak la ma ke mudian pintu ka mar disebelah kanan terbuka,
munculah coh-houhoat Kiu-cay-boan-koan Leng Tio-cong dan Yu-
houhoat coa Liang. Hanya cong-su-cia saja seorang yang
mene mpati sebuah ka mar tersendiri pada tingkat kedua ini, coh- yu-
hou hoat berdua menempati satu kamar, sementara yang lain2
empat orang satu ka mar.
Setelah coh-yu-hou-hoat muncul, para Hou-hoat dan Hou-hoat-
su-cia segera me mbungkuk badan lalu menegak pula se mbari
berseru: "Hormat kepada coh- yu-hou- boat."
Kulit muka Leng Tio-cong yang tirus itu kelihatan me mancarkan
senyum lebar yang licik, sebelah tangannya mengelus jenggot
kambing di bawah dagunya, katanya manggut2 dengan mata
menyapu hadirin: "Ka lian cukup pagi, silakan se mua duduk."
Barang bukti berupa Sam-lo-ling dan jubah hijau dite mukan di
kamar Ling Kun-gi, sejak mala m tadi tak ta mpak bayangan Kun-gi
setelah digusur naik ke tingkat atas menghadap Thay-siang. Mereka
juga tahu bahwa para dara kembang berbaris naik ke tingkat atas
serta turun pula tak kurang suatu apa. Sejauh ini Thay-siang tidak
pernah me manggil coh-yu-hou-hoat untuk dimintai keterangan, jelas
Thay-siang amat ma rah akan usaha pembunuhan atas dirinya,
mungkin secara diam2 Ling Kun gi sudah dijatuhi hukuman mati,
Cuma berita ini belum diumumkan saja.
Kalau Ling Kun-gi dihukum mati, maka jabatan cong-su-cia akan
kosong, secara langsung se-bagai coh- houhoat, Leng Tio-cong a kan
dinaikkan pangkatnya mengisi jabatan cong su-cia itu. Karena itulah
sikap Leng Tio cong ta mpak riang dan bersemangat langsung dia
menuju ke meja di sebelah kiri terus duduk, serta merta dia melirik
kursi di tengah itu yang masih kosong, baru saja ia hendak bersuara
menyuruh hadirin mulai makan, sekilas di lihatnya pintu ka mar di
ujung kiri sana tiba2 terbuka.
Cong- hou-hoat-su-cia Ling Kun-gi dengan lh-thian-kia m di
pinggang dengan jubah hijau yang longgar mela mbai tiba2 muncul
dengan langkah tenang. Tiada seorangpun tahu kapan Kun-gi
ke mbali ke ka marnya, sudah tentu hadirin kaget dan melenggong.
Sikap Ling Kun-gi yang wajar dengan senyum kemenangan dan
gagah lagi se-olah2 tak pernah terjadi apa2, agaknya perkara yang
menimpa dirinya telah berhasil dibereskan dengan baik.
Setelah melenga k sebentar, hampir seperti berlomba saja hadirin
berdiri menya mbutnya. Dengan tertawa lebar Kun-gi berkata:
"Silakan duduk saja" Dengan langkah tetap dia menuju te mpat
duduknya. Tajam tatapan mata Sa m-gan-sin coa-Liang, tanyanya: "cong-coh
tidak apa2 bukan?"
Tawar tawa Kun-gi, ucapnya: "Terima kasih atas perhatian coa-
heng, kalau Thay-siang sendiri berpendapat peristiwa itu tida k
menyangkut diriku, sudah tentu tiada apa2 pada diriku."
Kiu-cay-boan-koan Leng Tio-cong berkata: "orang berani coba
me mbunuh Thay-siang dan me mf itnah cong-coh lagi, ini
me mbuktikan bahwa di kapal kita ini ada mata2 musuh, maka soa l
ini harus diselidiki sa mpa i sedala m2nya, entah bagaimana petunjuk
dan perintah Thay-siang selanjutnya."
"Betul juga ucapan Leng-heng," ujar Kun-gi. "Walau Thay-siang amat murka, soalnya perkara ini tiada sumber yang dapat dijadikan
sumbu penyelidikan, untuk me mbongkar jejak mereka tentu a mat
sukar, Kini hanya ada satu cara .. . . . .."
"cara apa?" tanya Leng Tio-cong.
"Tunggu saja, nanti dia akan me mperlihatkan jejaknya sendiri."
"Kalau se lanjutnya dia tidak mengadakan aksi apa2, lantas kita
tidak ma mpu menangkap dia " kata Sa m-gan-s in-
Tengah bicara, kerai tersingkap. tampak para peronda yang
bertugas malam hari telah ke mbali. Mereka adalah Hou hoat
Kongsun Siang dan Song Tek seng, Hou- hoat-su-cia Kik Thian-yu,
Ki Yu-seng, Kho Thing song dan Ho Siang-seng. Keng-sun Siang
pimpin mereka me mberi hormat serta me mberi laporan: "Lapor
cong coh, se mala m suntuk keadaan a man tenteram, ha mba bera ma i
telah menunaikan tugas dengan ba ik."
Yang dikuatirkan oleh Kun-gi adalah kesela matan Kongsun Siang,
kini me lihat orang ke mba li dengan segar bugar, maka dia tersenyum
lebar sambil manggut2, katanya: "Kalian sudah letih se mala m
suntuk. lekas duduk dan ma kan." Sorot matanya satu persatu
menyapu wajah keenam orang, entah sengaja atau tidak ia melirik
dua kali kearah Ho Siang-seng.
Kongsun Siang berlima menjura lagi sekali lalu menuju tempat
duduknya masing2.
Kemudian Kun-gi bertanya:, "Apakah luka2 Nyo Keh-sian dan Sim
Kian-sin sudah lebih baik?"
"Mereka sudah bisa turun ranjang dan berjalan beberapa
langkah," sahut Leng Tio-cong, "cuma ha mba kira kesehatan
mereka belum pulih se luruhnya, ma ka kusuruh koki mengantar
makanan ke ka mar mereka saja."
"Ya, baik," ujar Kun-gi. Setelah makan Kun-gi langsung ke mba li
ke ka marnya pula, dia m2 Kong-sun Siang ikut di be lakangnya. Tapi
Kun-gi tida k ajak orang bicara, agaknya dia menaruh perhatian


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kearah jendela, ma ka begitu masuk ka mar langsung dia me nuju ke
jendela, dengan teliti dia me meriksa dan meraba. Kejap lain tampa k
rona mukanya sedikit berubah, dala m hati dia mengumpat:
"Bedebah, besar sekali nyali orang ini."
Melihat orang hanya me mperhatikan jendela tanpa hiraukan
dirinya, Kongsun Siang kira orang tidak tahu akan kedatangannya,
maka dia berteriak: "Ling- heng." Kun gi me mbalik badan, katanya
tertawa: "Silakan duduk Kongsun heng."
Teko di meja masih me ngepulkan bau harum, Kongsun Siang
menga mbil dua cangkir lalu mengisinya penuh, katanya sambil
duduk di kursi sebelah: "Kudengar se mala m ada perkara
pembunuhan di atas kapal"
"Kongsun-heng sudah tahu?" ucap Kun-gi.
"begitu ke mbali dan tiba di kapal aku lantas mendengar kabar
ini," ujar Kongsun siang, sembari bicara tangannya mengambil
sebuah cangkir teh yang di isinya tadi, katanya pula: "orang berani
menye mbunyikan barang bukti di ka mar Ling-heng, bagaimana
Ling-heng akan me nghadapi persoalan ini?"
Kun-gi tertawa tawar, sebelum bicara kedua matanya tiba2
menatap tangan Kongsun Siang, serunya dengan suara rendah:
"Tunggu dulu, ku-kira a ir teh ini tidak boleh diminum."
Kongsun Siang sudah angkat cangkir dan menyentuh bibir, dia
me lengak mendengar seruan Kun-gi, katanya sambil menatap
cangkir ditangan-nya: "Ling-heng kira orang menaruh racun dala m
air teh ini?"
"Apakah dia menaruh racun belum bisa dipastikan, tapi setelah
aku ke luar barusan, terang ada orang masuk ke mari."
"Dari mana Ling-heng tahu?"
"orang itu masuk me lalui jendela, jejaknya tak bisa menge labuhi
mataku" Mungkin karena gagal me mfitnah diriku, ma ka dia gunakan
cara licik lainnya, segala benda yang ada di kamar ini bisa di-
pandang mata, untuk melaksanakan t ipu daya terhadapku, kecuali
menggunakan racun, kukira tiada cara lain yang lebih baik lagi."
Kongsun Siang melenggong, katanya: "Agaknya Ling-heng amat
teliti dan hati2, biasanya aku cukup cermat, kalau akal licik kaum
persilatan umum-nya takkan bisa menge labuhi diriku, tapi dengan
menaruh racun di dala m air teh yang masih mengepul hangat
seperti ini jelas sukar diketahui muslihatnya, nyata aku tak dapat
me mbedakan tipu daya musuh ini."
"Aku hanya menduga saja, apa betul air teh ini beracun biarlah
kucoba," ujar Kun-gi, dia sobek kain gordyn jendela yang terbuat
dari wool terus direnda m ke dala m a ir teh. Ujung kain sobe kan
masuk air dan jadi basah, tapi tidak menimbulkan reaksi apa2, tidak
bersuara juga tidak menimbulkan asap tebal, tapi setelah Kun-gi
mengangkatnya tinggi2, ujung kain wool yang terendam air itu
tampak berubah hitam gelap seperti hangus terbakar.
Berubah air muka Kongsun Siang, serunya: "Lihay betul racun ini,
tak berwarna dan tidak berbau, jadi sukar diketahui." Kela m a ir
muka Kun-gi, dia menenekur tanpa bersuara.
"Kalau de mikian, orang yang menyembunyikan barang bukti di
kamar ini dan orang yang menaruh racun dalam air teh ini pasti
perbuatan satu orang. "
"Yang menye mbunyikan barang2 bukt i adalah Hay-siang dan dia
sudah tertangkap," demikian batin Kun-gi. Ma ka ia lantas berkata.
"Kukira bukan perbuatan satu orang saja."
Kongsun siang berjingkra k. tanyanya: "Maksud Ling-heng mata2
musuh yang terpendam di kapa l ini bukan hanya seorang saja?"
"Me mang t idak cuma seorang saja," kata Kun-gi, "ka lau hanya seorang, apa yang mampu dia lakukan" Saat ini aku me mang belum
punya keyakinan, tapi aku tidak a kan me mberi kelonggaran kepada
mereka." Kongsun Siang tepuk dada, katanya: "Bila Ling-heng me merlukan
tenagaku, tugas berat apapun takkan kutola k."
"Me mang ada tugas yang perlu bantuan Kong-sun-heng, kalau
tiba waktunya pasti akan kuberitahu pada mu."
-oodwoo- Gudang yang berbau apek dan penuh ditimbuni barang2
makanan dan benda rongsok terletak di tingkat paling bawah dari
kapal besar ini, di-batasi oleh sebuah dinding papan yang tebal,
gudang yang terletak di tengah kapal itu dijadikan dua bagian,
depan dan belakang, sehingga kedua bagian ini satu sama lain tidak
bisa berhubungan- Bagian be lakang dibagi pula menjadi dua ka mar
gudang besar, kamar disebelah depan peranti menyimpan ma kanan
dan persediaan air, pokoknya kedua rangsum. Sedang kamar
belakang adalah tempat tidur para kelasi. Kelasi yang berjumlah dua
puluh orang itu hanya mene mpati sebuah ka mar tidur besar, sudah
tentu keadaannya serba kotor dan sumpek, baunya apek dan
le mbab. Paling belakang ada lagi sebuah ruangan, letaknya dipantat
kapal, tempatnya sempit dan doyong miring, tak mungkin orang
bertempat tinggal di sini, jadi keadaannya kosong.
Sementara bagian depan hanya terdapat sebuah ruang besar dan
sebuah ka mar kecil, ruang besar itu te mpat para dara kembang
tidur, mereka adalah dara2 manis yang le mbut dan be lia, ranjang
yang mereka pakai selalu bersih dan rapi, sudah tentu tidak sekotor
dan sumpek seperti tempar para kelasi itu.
Siapapun asal bukan perempuan, bila masuk ruang besar ini pasti
hidungnya akan terangsang oleh bau parfum yang wangi semerbak.
bau pupur yang harum, se mangat akan ikut terbang ke-awang2.
Kamar kecil itu diperuntukkan Loh-bi-jin yang diserahi tugas
mengawasi dan me mimpin para dara kembang ini, ma ka seorang
diri dia me mperoleh fasilitas yang lebih ba ik.
Kecuali ruang besar dan ka mar kecil ini ada pula ruang depan
yang kosong, keadaanya seperti pantat kapal, bagian depan kapal
inipun serong, cuma miringnya menjurus ke atas, jadi berlawanan
dengan buritan yang miring ke bawah.
Ci-Gwat-ngo alias perempuan yang menyaru Hay-siang itu
dikurung di ruang depan yang miring ini. Se mua dara ke mbang
hanya tahu bahwa seseorang semala m coba me mbunuh Thay-siang,
mata2 musuh telah ditangkap. tapi tiada orang tahu kalau
perempuan inilah yang menyamar jadi Hay-siang dan hidup rukun
sekian la manya dengan mereka.
Me mang tata tertib Pek hoa pang amat keras, sesuatu hal yang
tidak diberitahukan. Siapapun di-larang mencari tahu atau bisik,
ma in kasak kusuk. Teruta ma sema la m Loh-bi jin sudah me mberi
peringatan kepada mereka, peristiwa sema la m dilarang bocor meski
hanya sepatah kata, oleh karena itulah tiada yang berani sembarang
buka suara. Ci-Gwat-ngo sudah tertutuk oleh ilmu tutuk khas perguruan Ling
Kun-gi, ilmu silatnya sementara telah dibekukan sehingga tak
ma mpu berbuat apa2, tapi dia tetap harus dijaga. Menjadi tanggung
jawab Loh-bin-jin untuk me nugaskan e mpat dara ke mbang
bergiliran menjaganya, sudah tentu keempat dara kembang ini
sudah mendapat pesan Loh-bi-jin bahwa dikala menjaga C i-Gwat-
ngo sedapat mungkin ajak orang bicara panjang lebar, seCara halus
diharapkan bisa mengorek keterangannya. seperti diketahui wa lau
disiksa oleh tutukan Ling Kun-gi, tapi ci Gwat ngo tetap bandel tidak
mau buka suara. Maka Caranya lantas diubah diusahakan dara2
ke mbang ini akan berhasil mengoreknya dalam obrolan2 yang telah
direncanakan lebih dulu.
Ternyata Ci-Gwat-ngo me mang terla mpau bandel, meski para
dara kembang itu hampir kering ludahnya mengajaknya bicara, dia
tetap bungkam seribu bahasa, ma lah peja mkan mata lagi, anggap
tidak me lihat dan t idak me ndengar.
Maklumlah, kalau dia pantas menyamar Hay-siang sebagai mata2
terpendam di te mpat musuh, sudah tentu dia pernah mengala mi
gemblengan dan ujian berat, hanya beberapa gelintir dara2
ke mbang pingitan ini masa bisa mengore k keterangan dari
mulutnya" Sehari telah lalu tanpa terasa. Sejak pagi sampa i mala m, dua
dara kembang yang bertugas gagal me mperoleh keterangan- Bukan
saja tak berhasil ajak orang bicara, malah makanan yang diantar
sejak pagi hingga mala m tidak pernah diusiksnya, semUa dibawa
keluar tanpa disentuh sedikit-pun- Hanya gagal mene lan pil
beracun, perempuan ini ingin menghabisi jiwa sendiri dengan
mogok ma kan. Kini telah tiba saatnya makan ma la m, terdengar langkah2
mende kati, seorang dara muncul di ruang depan sa mbil menenteng
rantang makanan, kiranya tiba saatnya pula ganti piket.
"Siu- kui cici, kau boleh ke mba li untuk makan," Yang datang
ternyata Cu-cu. .
Pintu terbuka, dengan menenteng rantang makanan yang
dibawanya siang tadi, Siu-kiu mencibir, katanya uring2an: "Buat apa
kau bawa makanan itu" Sungguh menyebalkan, setengah hari ini
hanya menemani orang sekarat belaka," dengan ber-sungut2 ia
lantas berlari keluar.
Cu-cu tersenyum mengawasi perginya, pintu gudang dia tutup
pula serta menggantung la mpu di atas paku, lalu pelan2 dia
turunkan rantang makanan, cepat dia putar tubuh mengha mpiri C i-
Gwat-ngo seraya me manggil dengan suara lembut: "cici, kau tidak
apa2 bukan?"
Ci-Gwat-ngo yang meringkal itu tiba2 me mbuka mata, sesaat dia
mengawasi Cu-cu, katanya: "Kau?"
Cu-cu mengangguk. tanyanya penuh perhatian "Kau tidak apa2
bukan?" Sambil mengawasi orang Ci-Gwat-ngo bangun berduduk. sekali
raih dia tarik tangan kiri Cu-cu sa mbil menunduk. entah sengaja
atau tidak dia me mandang pergelangan tangannya, sorot matanya
tiba2 me mancarkan rona yang aneh, lalu dia geleng2, katanya:
"Siau-koay, syukurlah kau ke mari, hiat-toku tertutuk oleh bocah she
Ling itu, tenagapun tak ma mpu kukerahkan-"
"cici," lirih juga suara Cu-cu, "Hiat-to mana yang ditutuk" Biar kubantu kau me mbukanya . "
Kecut tawa Ci-Gwat-ngo, katanya: "Tutukan khas perguruannya
apalagi yang ditutuk adalah urat nadi besar, jangankan dengan
ke ma mpuanmu yang Cetek ini, umpa ma seorang ahli yang punya
kepandaian 10 kali lipat daripada mu juga takkan bisa
me mbukanya."
Bertaut alis Cu-cu, katanya kuatir: "lalu bagaimana?"
"Apa boleh buat, ingin matipun aku tida k ma mpu lagi, terpaksa
biarlah begini saja."
Kesal dan masgul Cu-cu, katanya: "Apakah mereka bakal
me mbebaskan kau?"
Ci-Gwat-ngo mendengus: "Mereka ingin mengompes keteranganku."
Cu-cu pura2 kaget, katanya: "Sudah kau katakan?"
"Tida k," berhenti sesaat, lalu Ci Gwat Ngo tertawa, katanya: "Kau kira aku mau bicara" Eh, waktu kau ke mari, bagaimana pesan
mereka padamu?" .
Cu-cu menekan suaranya lebih rendah: "Waktu mau ke mari Loh-
bi-jin me manggilku ke ka marnya, dia suruh aku me ngajak kau
mengobrol dan nanti me mberi laporan padanya tentang apa saja
yang telah kita bicarakan."
Ci-Gwat-ngo mendengus lagi, katanya. "Mereka ingin mengaka li
pengakuanku,jangan mimpi,"
Cu-cu berpaling mengawasi rantang makanan, katanya: "Cici,
seharian kau tidak makan apa2, mana kau kuat bertahan, kau harus
makan." "Tida k!! aku tidak akan makan, cukup asal kau telah ke mari."
Dengan mata terbelalak Cu-cu bertanya: "Cici, masih ada pesan
apa?" "o, ya," Ci-Gwat-ngo bersuara, "ada sebuah tugas harus kau
lakukan-" "Apa Cici hendak suruh aku me mberitahukan seseorang?"
"Kau tahu siapa orang yang perlu kau beritahu?" Ci-Gwat-ngo
balas bertanya.
"Bukankah orang yang pernah kulihat tempo hari" Tapi aku tidak
tahu siapa dia,"
Berkelebat sinar dingin pada sorot mata Ci-Gwat-ngo, katanya:
"Tak perlu kau tahu siapa dia."
"Lalu cara bagaimana a ku harus me mberitahu padanya?"
"Asal kau mondar-mandir tiga kali di atas dek tingkat kedua
sebelah kanan, lalu akan datang orang itu mengajak kau bicara."
"Itu gampang, waktu naik ke kapal Loh Bi-jin pernah bilang bila
merasa sumpe k berada di tingkat bawah, siapapun boleh naik ke
tingkat dua setelah me mperoleh persetujuannya untuk cari angin,
api .... tapi, cara bagaimana orang itu aku ajak a ku bicara?"
"Kau tahu tanda2 gerakan tangan kita untuk pertemuan itu?"
"Ya, tahu."
Ci-Gwat-ngo berpikir sebentar, katanya: "Cukup asal kau bilang:
Rembulan yang ha mpir terbena m tida k benderang lagi, pasang laut
akan se makin tinggi. Dua patah kata ini sudah cukup,"
"Apa maksud dan gunanya kedua patah kata itu?"
"Me mberi tahu padanya bahwa aku telah tertangkap. bila ada
berita apa2 dari pihak atas biar dia sendiri yang a mbil keputusan."
Cu cu ingat betul2, tiba2 dia cekikik tawa, katanya: "Rembulan
saat ini me mang ha mpir terbenam, umpa ma ocehanku didengar
orang juga tidak menjadi soal"
"o", Ci Gwat- ngo bersuara dala m mulut.
Seperti ingat sesuatu, mendadak Cu-cu mengerut kening,
katanya: "Tapi aku harus ganti piket setelah larut malam nanti,
bagaimana baiknya?"
"Tida k jadi soal, janji pertemuanku mengadakan kontak dengan
dia setelah kentongan kee mpat nanti."
Cu-cu mengangguk. katanya: "Baiklah, akan kuingat ba ik2."
Dia awasi Ci-Gwat-ngo, lalu berkata pula: "Cici, sedikit2 kau
harus makan untuk menjaga kesehatan-"
Dingin kaku muka Ci-Gwat-ngo. "Tidak perlu," sahutnya.
"Tapi kau . . . . "
"Jangan banyak omong, cukup asal kau sampaikan pesanku
tadi." "Cici jangan kuatir, pasti kusa mpa ikan pesan-mu itu,"
"Berani kau menjua l aku, kapan saja seseorang akan merenggut
jiwa mu." Terunjuk rasa jeri dan takut pada wajah Cu-cu, katanya: "Masa
cici tidak percaya lagi padaku"
Melihat orang ketakutan, Ci-Gwat-ngo ganti sikap. katanya
dengan suara le mbut: "Sudah tentu aku percaya padamu, ka lau
tidak takkan ku-serahkan tugas rahasia ini padamu, tapi kau harus
hati2, bocah she Ling itu lebih cerdik dan tajam penciuma nnya dari
pada anjing pe lacak." .
"Aku akan berlaku hati2, mereka takkan tahu apa yang
kulakukan.".
Ci-Gwat-ngo manggut2, katanya: "Syukurlah, lega lah hatiku."
Waktu berlalu dengan cepatnya. Mungkin belum tengah mala m,
tapi pintu sudah gudang itu sudah berkeriut terbuka setelah rantai
gembokan berdering nyaring, seseorang memanggil lirih: "Cu-cu Cici
lekas buka pintu, tiba saatnya aku menggantimu."
Kalau dihitung dengan waktu yang tepat, saat mana sebetulnya
baru lewat kentongan kedua. Sudah tentu se mua ini sudah diatur


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan baik2. Cepat2 Cu-cu tarik pintu lalu menga mbil rantang
makanan beranjak keluar, seorang dara kembang yang lain
me langkah masuk dan menutup pintu dari sebelah dala m.
Begitu keluar dari ruang kurungan di depan itu, sambil menjinjing
rantang makanan, langsung Cu-cu menuju ke ka mar Loh-bi-jin
untuk me mberi laporan kerjanya. Tapi tak la ma setelah dia masuk.
tampak pintu ka mar terbuka, muncul seorang gadis belia tinggi
sema mpai mengenakan gaun panjang warna putih, dengan langkah
gemulai dia menyusuri tangga naik ke atas kearah tingkat kedua
sebelah kiri. Dia bukan lain ialah salah seorang dari 12 Tay-cia yang
bernomor sembilan yaitu Bi-kui adanya.
Sudah tentu Kun-gi belum tidur, dia masih menunggu kabar baik.
Baru saja kentong kedua ber-bunyi lantas didengarnya langkah kaki
mende kati ka marnya, ketukan pintu pelahanpun terdengar, suara
seorang gadis merdu berkata di luar: "Cong-su-cia."
"Siapa?" tanya Kun-gi.
"Ha mba Ba k-ni," sahut gadis di luar, "Atas perintah Pangcu, Cong-su-cia dipersilahkan naik ke atas."
Kun-gi me langkah keluar, katanya mengangguk: "Silakan nona
ke mbali dulu, segera aku menyusul."
Bak-ni atau si melati terus mengundurkan diri.
Kun-gi merapatkan pintu ka marnya terus naik ke tingkat ketiga.
Tampak Bak-ni dan Swi-hiang bersenjata lengkap berjaga di luar
pintu, melihat Kun-gi tiba, mereka me mbungkuk ke dalam seraya
berseru: "Lapor Pangcu, Cong-su-cia telah tiba." Suara Pek-hoa-
pangcu berkumandang dari dala m: "Silakan masuk."
Bak-ni dan Swi-hiang menyingkap kera i kiri-kanan se mbari
me mbungkuk hormat: "Silakan Cong-su-cia masuk."
Tanpa bersuara Kun-gi masuk ke da la m, dilihatnya Pek-hoa-
pangcu, Hu pangcu dan Giok-lan serta Bi-kui sudah duduk
menge lilingi meja bundar. Melihat Kun-gi masuk, Pek-hoa-pangcu
mendahului berdiri, suaranya nyaring le mbut: "Sila kan duduk Cong-
su -cia." Sudah tentu So-yok, Giok-lan dan Bi-kui ikut berdiri pula.
Dengan berseri tawa So-yok tak mau ketinggalan, katanya:
"Muslihat Ling-heng ternyata amat manjur, lekas duduk dan
dengarkan kabar ge mbira."
Kun-gi me njura, katanya: "Pangcu, Hu pangcu, Congkoan dan
Taycia sila kan duduk." Lalu dia tarik sebuah kursi dan duduk di
sebelah kiri yang masih kosong, tanyanya sambil menoleh kepada
Bi-kui: "Nona berhasil mengorek keterangan apa?"
So-yok mendahului bicara: "Bukan saja mengorek keterangan,
ma lah ma la m ini kita akan dapat membekuk seluruh mata2 musuh
yang mengendon di kapal kita ini."
Dengan tertawa Pek-hoa-pangcu berkata: "Ji-moay me mang
berwatak keras dan terburu nafsu, duduk persoalannya biar
dijelaskan dulu oleh Kiu-moay, Cong-su-cia sendiri yang memimpin
operasi ini, dia harus mendengar laporan selengkapnya baru akan
me mberikan petunjuk dan perintah se lanjutnya."
Sedikit me mbungkuk Kun-gi berkata: "Berat ucapan Pangcu
untuk diterima." Lalu dia menga mati Bi-kui, katanya: "Bagaimana,
hasil kerja nona" Kurasa Ci-Gwat-ngo adalah perempuan yang licin
dan cerdik, apakah samaran nona tida k diketahui olehnya?"
"Aku yakin akan ilmu tata rias Cong-su-cia teramat lihay,
sedikitpun dia tidak mengunjuk perasaan curiga padaku," lalu Bi-kui
ceritakan pengalaman dan pe mbicaraannya tadi dengan ringkas dan
jelas. Setelah mendengar laporan itu, Kun-gi angkat kepala, katanya:
"Sekarang baru kentongan kedua, masih dua ja m lagi baru
kentongan kee mpat . . . ."
"Dengan waktu yang cukup kita dapat mempersiapkan diri lebih
matang, sekarang silakan Ling-heng mengatur tipu daya dan
me mberi komando," ujar So-yok.
Tawar tawa Kun-gi, katanya: "Memberi koma ndo, terus terang
Cayhe tidak berani."
Pek-hoa-pangcu lantas berkata: "Thay-siang sudah serahkan
kekuasaan kepada Cong-su cia me mbongkar perkara ini, termasuk
aku, Ji-moay dan Sam-moay seluruhnya siap tunduk dan patuh akan
petunjuk mu, ma ka tidak perlu kau sungkan."
"Sebetulnya persoalan ini cukup sederhana," ujar Kun-gi,"kalau betul bangsat itu muncul di de k sebelah kanan dan ajak bicara
dengan nona Bi-kui, ha mba yakin masih punya cukup waktu untuk
me mbe kuknya hidup2."
"Lalu ka mi bagaimana" Me mangnya kau suruh kami menonton
saja?" sela So-yok.
"Hu pangcu dan Congkoan harap sembunyi di atas dek tingkat
ketiga sebelah kanan, begitu melihat orang itu muncul, setelah nona
Bi-kui saling me mberi tanda gerakan tangan, kalian boleh segera
terjun ke bawah mencegat jalan mundurnya," merandek sebentar,
Kun-gi menatap Bi-kui: "Cuma ada satu hal, harap nona suka
perhatikan-"
"Hal apa?" tanya Bi-kui
"Nona harus tetap menyaru dan berpura2 lebih lanjut, bila
mendadak dia muncul, kau harus pura2 bersikap gugup dan
ketakutan sembari mundur, jangan sekali2 kau berusaha merintangi
dia," "Kenapa de mikian?" tanya Bi-Kui.
"Bangsat itu pasti me mbawa Som-lo sing atau senjata rahasia
lain yang jahat, umpama nona tidak berusaha merintangi dia,
mungkin karena rahasia sudah terbongkar, dia bisa turun tangan
keji untuk menutup mulut nona. Betapa dahsyat kekuatau Som-lo-
ling itu sukar dihindarkan dari jarak dekat, maka kau harus pura2
takut sambil mundur sejauh mungkin untuk menyela matkan diri dari
segala ke mungkinan."
Haru dan terima kasih Bi kui, katanya dengan prihatin: "Dan kau,
kau tidak takut diserang oleh dia?" Setelah mulut bersuara baru dia
sadar, betapa kasih mesra kata2nya dihadapan Pangcu dan Hu
pangcu ber Bara Naga 7 Pendekar Gelandangan - Pedang Tuan Muda Ketiga Karya Khu Lung Jodoh Rajawali 5
^