Pendekar Kidal 14

Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok Bagian 14


tiga. "Me mang," timbrung Pek-hoa-pangcu, "dala m keadaan kepepet
musuh bisa berlaku nekat, maka kaupun harus hati2."
"Terima kasih atas perhatian kalian, Cayhe punya cara untuk
menghadapinya,"jawab Kun-gi.
"o, ya," kata Pek-hoa-pangcu,
"apakah Cong-su-cia
tidak me mberi tugas padaku?"
"Pangcu sebagai pimpinan tertinggi da la m Pek-hoa-pang, hanya
menghadapi mata2 musuh saja mengapa harus turun tangan
sendiri, cukup asal duduk saja di sini menunggu berita ge mbira."
Baru saja dia habis bicara, terdengar suara Bak-ni berkata di luar:
"Lapor Pangcu, Taycia Loh-bi-jin ada urusan penting mohon
bertemu dengan Pangcu."
"Lekas suruh dia masuk." So-yok mendahului bersuara. Kerai
tersingkap. dengan gopoh dan tegang loh-bi-jin menerobos masuk.
"Cap go moay," tanya Pek-hoa-pangcu, "apa yang terjadi?"
Dada Loh-bi-jin masih turun naik, napasnya ter-sengal2, ia
me mbungkuk kepada Pek-hoa-pangcu dan berkata: "Lapor Pangcu,
Ci-Gwat-ngo yang dikurung di bawah gudang ternyata telah bunuh
diri dengan menggigit putus lidahnya sendiri."
"Apa?" mendelik mata So-yok. "keparat itu bunuh diri dengan
menggigit putus lidah sendiri, me mangnya kau tidak suruh orang
menjaganya?"
Loh-bi-jin me mbungkuk, serunya: "Setelah Kiu-ci (Bi-kui) pergi,
Ci-Gwat-ngo dijaga oleh Ting-hiang, dia terus meringkel tak
menghiraukan orang lain, setelah Ting-hiang me lihat darah yang
berceceran dikepalanya baru tahu kalau dia sudah mati me nggigit
lidah." "Gentong nasi se mua," ome l So-yok. "seorang lumpuh saja tidak ma mpu me njaganya, kau tahu dia pesakitan penting yang berusaha
me mbunuh Thay-siang?"
Loh-bi-jin menunduk. sahutnya: "Hamba ke mari untuk minta
hukuman pada Pangcu dan Hu pangcu. ....."
"Kesalahan tida k bisa dijatuhkan kepada orang yang
menjaganya, mungkin Ci-Gwat-ngo mengira setelah menyuruh Cu-
cu menya mpaikan kabar jelek tentang dirinya berarti dia sudah
menuna ikan tugas terakhir, hidup juga hanya tersiksa belaka, ma ka
dia nekat bunuh diri. Me mangnya dia meringkel tanpa buka suara,
jangan kata orang lain, umpama kita sendiri juga takkan menduga
sebelumnya, sekarang lekas nona Loh turun saja, ke matian C i-Gwat-
ngo jangan seka li2 sa mpa i bocor."
Haru dan berterima kasih sorot mata Loh-bi-jin kepada Ling Kun-
gi, katanya: "Waktu hamba kemari tadi sudah me mberi pesan
kepada Ting-hiang, kularang dia me mbocorkan kejadian ini."
"Baiklah, le kas kau turun saja," ujar Pek-hoa- pangcu. Loh-hi-jin mengiakan dan mengundurkan diri.
"Kalau Cong-su-cia tiada pesan lainnya, hamba juga ingin mohon
diri saja," kata Bi-kui.
"Nona harus ingat perkataanku tadi, waspadalah selalu" pesan
Kun-gi. "Ha mba mengerti," sahut Bi-kui, dia menyingkap kerai terus
keluar. Akhirnya Kun-gi juga berdiri, katanya: "Waktu masih ada satu
setengah jam, Pangcu dan Hu-pangcu boleh istirahat, hamba juga
mohon diri dulu."
Tersenyum manis Pek-hoa-pangcu, katanya: "Tunggulah
sebentar Coh-su-cia, tadi sudah ku-suruh Sa m-moay ke dapur
me mberi tahu koki untuk me mbuat beberapa nyamikan supaya kita
tidak ke laparan tengah mala m ini."
Terbeliak So-yok. katanya tertawa riang: "Toaci, kenapa aku
tidak tahu?"
Pek-hoa-pangcu tertawa lebar, katanya: "Memang kupesan Sam-
moay supaya tidak me mberitahukan pada mu, supaya kau kaget dan
kegirangan, malah kusuruh buatkan ma kanan kege maranmu. "
So-yok cekikikan, katanya: "Ya, tentunya bolu mawar, Toaci
sunggub baik hati." Lalu dia berpaling kepada Kun-gi, katanya: "Tadi sudah kupikir lebih baik Ling-heng tetap di sini saja, dari tingkat
ketiga ini bukan saja bisa menyaksikan dengan jelas, umpama harus
menubruk turun mencegat musuh juga lebih le luasa dan cepat."
"Banyak terima kasih atas kebaikan Pangcu, baiklah terpaksa
hamba me ngganggu," de mikian ucap Kun-gi. .
Kerai tiba2 tersingkap. tampak Toh cian ber-sa ma Siang-hwi
mengusung sebuah baki besar berjalan masuk dan diletakkan di
meja bundar sana. Lalu dengan hati2 me mbuka tutup baki dan
menge luarkan e mpat tatakan, di atas tatakan masing2 berisi bolu
mawar, manisan kenari, pangsit udang dan goreng kepiting.
Menyusul Swi hiang juga masuk me mbawa sepanci bubur sarang
burung, di hadapan e mpat orang masing2 dia isi se mangkok penuh
bubur sarang burung itu lalu mengundurkan diri.
Dengan sumpitnya So-yok jepit sepotong bolu mawar dan ditaruh
di lepek Ling Kun-gi, katanya riang: "Ling-heng,aku paling suka
makan bolu mawar, wangi lagi empuk. manis tapi tidak
me mbosankan, coba kaupun mencicipi."
Merah muka Kun-gi, katanya: "Terima kasih Hu pangcu, biarlah
aku a mbil sendiri."
So-yok melerok. katanya: "Ling-heng sekarang adalah cong-su-
cia kita, kedudukanmu sejajar dengan Hu pangcu yang kujabat,
kenapa selalu kau masih me mbahasakan ha mba pada diri sendiri?"
Pek-hoa-pangcu juga angkat sumpit yang terbuat gading,
dijepitnya sepotong pangsit udang dan diangsurkan kedepan Kun-gi,
katanya dengan tertawa: "Aku suka pangsit udang karena warnanya
putih seperti batu jade, coba cong su-sia me n-cicipi."
Muka Kun-gi yang jengah tampak berkeringat, berulang kali dia
nyatakan terima kasih, katanya: "Silakan Pangcu makan juga."
Giok lan menjadi ge li sendiri, katanya sama tengah: "Toaci dan
Ji-ci tidak anggap cong-su-cia sebagai orang luar, kenapa cong-su-
cia malah sungkan dan ma lu2" Kukira cong-su Cia suka ma kan apa
saja boleh silakan a mbil sendiri, ka lau ma in sungkan begini perut
takkan bisa kenyang."
"Sa m-moay me mang betul," ujar So-yok. "me mang itulah Cirinya, kita tidak anggap dia orang luar, dia justeru anggap dirinya orang
asing." "Ah. masa," ujar Kun-gi ma lu2 "cayhe tidak beranggapan
demikian."
Giok lan Cekikian geli, katanya: "Sebelum datang ke Pang kita
mungkin cong-su-cia jarang bergaul dengan anak pere mpuan, betul
tidak?" "Ya, me mang de mikian," sahut Kun-gi manggut.
Biji mata So-yok mengerling, katanya tertawa: "o, pantas, maka
kau selalu pe malu."
Penuh kasih mesra lirikan Pek-hoa-pangcu, katanya tersenyum:
"Sudahlah, jangan ngobrol saja, mari makan mumpung masih
hangat." Di bawah penerangan la mpu yang redup, berhadapan dengan
tiga nona secantik bidadari, dengan tutur kata le mah le mbut lagi,
perasaan laki2 mana yang takkan melayang keawang2. Selesai
sarapan, pelayan mengangkuti peralatan serta menyuguhkan sepoci
teh wangi. Lambat laun sang waktu mendekati kentongan kee mpat. Bulan
sabit yang sudah doyong ke barat masih bercokol di cakrawala,
bintang ke lap-kelip menghiasi angkasa, cuaca re mang2.
Tiada sinar pelita di atas kapal besar ini, se mua penghuni sudah
terbuai dalam impian- Hanya ditempat yang gelap dekat daratan
sana kelihatan bayangan beberapa orang, mereka berpencar
mondar-mandir sa mbil berdiri ce lingukan. Itulah para Hou-hoat-su-
cia yang bertugas ronda.
Mendadak sesosok bayangan langsing se ma mpa i muncul dari
tangga kayu tingkat terbawah, langkahnya pelan ringan dan hati2
manjat ke atas dek- di tingkat kedua. Dilihat bentuk tubuh dan
dandanannya, jelas dia adalah salah seorang dara ke mbang.
Langkahnya enteng tidak menge luarkan suara, pelan2 dia
beranjak ke haluan kapal menyusuri pagar, kepalanya mendonga k
me mandang bulan sabit yang ha mpir tenggela m diufuk barat,
pandangannya sayu seperti orang me la mun.
Dia bukan lain adalah Un Hoan-kun yang menya mar Bi-kui.
ma la m ini Bi-kui pa lsu ini menyaru jadi cu- cu pula menjalankan
rolnya sesuai rencana Ling Kun-gi.
Berdiri sejenak di ha luan, dia menunggu dengan sabar, serta
me lihat tiada reaksi apa2 di sekitarnya, pelan2 dia putar tubuh
beralih ke dek sebelah kanan. Angin mala m meniup sepoi2 sehingga
dia tampa k suci dan anggun, setiap langkahnya beralih la mban dan
ringan- Tapi gayanya sedemikian indah ge mulai.
Kalau langkah kakinya la mban dan tenang mantap. sebaliknya
jantung tiga orang yang mengintip dari tingkat ketiga justeru
berdebar2 tegang. So-yok sembunyi di haluan depan, Giok" lan
mene mpatkan dirinya di buritan yang gelap. tugas mereka ada lah
mencegat musuh begitu melihat Bi-kui (Cu-cu) me mberi tanda. Tapi
kekuatan yang utama berada di tangan Ling Kun-gi, dia harus
mendadak muncul, secara sigap dan tangkas harus berhasil
me mbe kuk lawan sebelum sempat turun tangan atau melarikan diri.
Maka dia se mbunyi di te mpat yang paling dekat bagian kanan
deretan kamar, badannya mepet dinding tanpa bergerak.
Lamban langkah Bi-kui, secara dia m2 iapun sudah kerahkan
hawa murninya, seperti panah yang siap terpasang dibusurnya
tinggal me lepaskannya.
Bayangan Cu-cu yang anggun ini dari haluan sudah tiba di
buritan mela lui dek kanan, lalu dari buritan putar balik pula ke
haluan, langkahnya tetap pelan dan penuh perhitungan- Dia
me mang t idak tahu bahwa saat itu seseorang sedang
me mperhatikan dirinya, tapi dia yakin bahwa gerak-gerik dirinya
tentu sudah di ncar orang dari tempat Se mbunyinya. Karena dia
me lakukannya sesuai janji tempat dan tepat pada waktunya, dia
me lakukan isyarat pula yang sudah ditentukan sebe lumnya.
Kini dia sudah putar balik, menuju ke buritan lagi, supaya orang
yang me mperhatikan dirinya di tempat gelap itu me lihat lebih jelas,
maka setiap langkah kakinya itu bergerak a mat pe lan sekali..
Ada kalanya dia menunduk kepa la seperti memikirkan sesuatu,
lalu me nengadah me mandang ke te mpat jauh seperti me ngenang
masa sila m, sementara jari jemarinya menguce k2 sapu tangan
sutera di tangannya.
Bagi orang yang tidak tahu duduk persoalannya tentu mengira
nona ini sedang menunggu sang kekasih ditengah mala m buta dan
hendak mengadakan pertemuan rahasia, karena tidak sabar
menunggu ma ka dia mondar-mandir menghabiskan waktu.
Dia m2 Kun-gi manggut2, batinnya: "Walau hanya sandiwara, tapi
dia dapat main dengan ba ik se kali, seperti kejadian sesungguhnya."
Kini sudah putaran yang ketiga. Dari haluan dia melangkah ke
buritan pula, lalu ke mbali lagi ke haluan, Kalau orang itu akan
muncul maka dia akan keluar di tengah perjalanan antara buritan ke
haluan ini. "Nah, tibalah saatnya," demikian batin Kun-gi, dia sudah menarik
napas panjang, matanya menatap tajam ke arah Bi-kui, iapun
pasang kupingnya yang tajam sa mbil me lirik se kitarnya, ke segala
sudut ke mungkinan dari ma na orang itu akan muncul.
Inilah detik2 yang menegangkan, karena hal ini amat penting,
maka dia merasa perlu tahu dari arah mana orang itu akan muncul.
Karena dari mana dia keluar mungkin pula dari arah itu juga dia
akan mundur dan Kun-gi harus bersiaga mencegat jalan
mundurnya, kalau tida k jangan harap akan bisa menawannya
hidup2. Tatapan Kun-gi ikut bergerak mengikut i lang-kah Cu-cu, dari
buritan sampai ke haluan kapal-. Kini dia sudah selesai menjalankan
isyarat yang telah dijanjikan sebelumnya, pulang pergi tiga ka li, lalu
berdiri tegak di haluan kapal.
Orang yang ditunggu dan harus keluar itu tetap tidak kunyung
tiba. Sudah tentu Cu-cu tidak akan bergerak lagi, terpaksa dia tetap
berdiri tenang di haluan, menyongsong he mbusan angin mala m,
bersikap pura2 seperti orang ke lelahan dan sedang ist irahat.
Sebetulnya pikirannya timbul tenggela m, gelisah dan masgul
pula. "Kenapa dia belum muncul juga?"
Sudah tentu yang gelisah bukan hanya dia seorang. So-yok lebih
risau lagi, tangannya sejak tadi sudah menggenggam gagang
pedang, alisnya bertaut dan sudah habis kesabarannya menunggu.
Giok lan biasanya sabar dan tenang, kini iapun ikut gelisah pikirnya:
"orang itu tak mau muncul, bisa jadi dia sudah tahu akan rencana
kita hendak menyergap dia, tapi rasanya tidak mungkin-"
Walau gelisah Kun-gi tak pernah lena, matanya tetap
me mperhatikan Cu-cu yang berdiri disana, dia masih berharap
sesuatu perubahan akan terjadi, dia menunggu penuh kesabaran-
Tak ubahnya seperti seseorang yang me mancing ikan, sedikit
bergeming, ikan yang akan terpancing bisa terkejut dan lari..
Cu-cu masih berdiri di haluan tingkat dua. Tiga orang yang
sembunyi di tingkat ketiga juga tetap berjaga2 penuh waspada.
Detik de mi detik telah berlalu, orang seharusnya muncul tetap tidak
kunjung datang. Lama2 Ling Kun-gijadi kesal.
"Mungkinkah orang itu tida k akan muncul" Kenapa dia tidak
keluar" da la m soal ini tentu ada sebab musababnya."
Mengingat sebab musabab ini, seketika dia teringat adanya
beberapa gejala yang mungkin me njadikan orang itu merasa curiga
dan bertindak hati2. Umpa manya: "Apakah betul isyarat yang
dituturkan Ci-Gwat-ngo" Tapi setelah dia berpesan kepada Cu-cu
untuk melaksana kan tugasnya sesuai apa yang dia jelaskan, lalu
bunuh diri, jelas bahwa isyarat yang dia tuturkan takkan salah.
Kalau isyarat ini t idak salah, kenapa orang itu t idak muncul"
Mungkinkah dia curiga dan tahu akan rencananya" Tapi inipun tida k
mungkin" Mendadak ia teringat kepada Ci-Gwat-ngo suruh Cu-cu mondar-
mandar tiga kali di atas kapal, me mangnya isyarat untuk
menya mpaikan sesuatu berita" Mungkinkah rahasia Cu-cu tiruan ini
sudah diketahui oleh Ci-Gwat-ngo"
Karena yang ditunggu tetap tak kunjung tiba, sudah tentu Cu-cu
alias Un Hoan-kun masih tetap ia berdiri di tempatnya, kini dia
sudah berdiri setanakan nasi la manya, tapi orang itu tetap tidak
kunjung datang.
Kun-gi menjadi sadar bahwa langkah pionnya kali ini jelas gagal
total, kalah oleh Ci-Gwat-ngo yang telah mati dan sukses
menuna ikan tugas. Maka dia tidak perlu ragu lagi, dengan ilmu
suara dia berkata kepada Cu-cu: "Nona tak usah me nunggu-nya
lagi, dia tidak akan datang, kembalilah ganti paka ian dan segera
naik ke mari."
Mendengar seruan Kun-gi, sekilas Cu-cu melengak. dengan
kepala tunduk pelan2 dia beranjak turun lewat tangga terus ke
bawah. Habis bicara Kun-gi lalu me mberi tanda gerakan tangan ke
arah Giok lan dan So-yok terus mendahului masuk ke dalam. So-yok
menyongsong kedatangannya sambil bertanya: "Bagaimana Ling-
heng?" "Marilah kita bicara di dala m saja," ajak Kun-gi.
"Apakah rahasia kita sudah bocor?" tanya So-yok.
Kun-gi menggeleng, katanya: "Mungkin kita tertipu malah."
"Tertipu?" seru So-yok. "Dit ipu siapa?"
"oleh Ci-Gwat-ngo," kata Kun-gi.
Melihat mere ka bertiga masuk, Pek-hoa-pangcu lantas bertanya:


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jadi apa yang dibicarakan Ci-Gwat-ngo itu bohong belaka?"
"Paling tidak separo yang dikatakannya hanya bualan belaka,"
sahut Kun-gi. Pek-hoa-pangcu melenggong, tanyanya: "Bualan apa maksudnya?"
"Kita diperalat olehnya untuk me mberi kabar kepada te mannya."
Pek-hoa-pangcu me lengak, tanyanya: "Maksud cong-su-cia
bahwa Ci-Gwat-ngo sudah tahu tipu daya yang kita atur?"
"Mungkin de mikian," kata Kun-gi.
Tengah bicara ta mpak Bi-kui berja lan masuk. tanyanya: "Kenapa
cong-su-cia me manggilku ke mbali?"
"Umpa ma nona menunggunya lagi satu ja m, dia tetap takkan
keluar," ucap Kun-gi. "cong-su-cia kira apa yang dikatakan Ci-Gwat-ngo hanya bualan be laka"
Tanpa menjawab Kun-gi mende kati meja, di-je mputnya secangkir
air teh terus ditenggaknya, lalu berkata: "Silakan duduk nona,
Ceritakan pula sejelasnya pe mbicaraanmu tadi dengan C i-Gwat-
ngo." Bi-kui me lenggong, katanya: "Maksud cong-su-cia penyamaranku
telah diketahui oleh Ci-Gwat-ngo?"
"coba nona bayangkan kembali secara cermat, sejak kau masuk
ke sana sa mpai pe mbicaraan kalian yang terakhir."
Bi-kui duduk disebuah kursi, katanya: "Hamba menggant ikan Siu-
kin mengantar makan mala m padanya, setelah siu-kin pergi, ha mba
lantas menutup pintu, la mpu kugantung di dinding, setelah
menurunkan rantang makanan kuha mpiri dia, kupanggil dia dan
tanya: cici, kau tidak apa2 bukan" Se mula Ci-Gwat-ngo rebah tak
bergerak. mendengar suaraku tiba2 ia me mbuka mata, suaranya
lirih terCengang: Kaukah" - Ha mba manggut2 sambil tanya: Kau
tidak apa2" - Dengan susah payah dia merangka k berduduk, sambil
menarik tanganku, katanya dengan menunduk: Siau-moay, -
syukurlah kau telah datang
Mendadak Kun-gi angkat tangan, "Tunggu sebentar nona, dia
menarik tanganmu yang mana?"
"Tangan kiri."
"Waktu dia berduduk, apakah selalu tunduk kepala" Bi-kui
mengiakan sa mbil mengangguk.
Kun-gi menoleh ke arah Giok-lan, katanya: "Minta tolong
congkoan, suruhlah orang me mbawa Cu-cu ke mari."
Giok-lan mengiakan terus mengundurkan diri, tak la ma ke mudian
ia me mbawa Bak-ni dan Swi-hiang me mapah Cu-cu masuk.
Bi-kui tidak tahu dala m hal apa dirinya berbuat salah dan sudah
diduga oleh Ling Kun-gi, maka dengan melongo ia pandang Cu-cu
yang di-gusur masuk.
Kun-gi mengha mpiri dan pegang tangan kiri orang, betul juga
ditemukan sebuah tahi la lat ke-cil di ujung bawah telapa k tangan
kiri Cu-cu, meski keCil tahi lalat itu, hanya sebesar lubang jarum,
tapi warnanya hitam legam, kalau tidak diteliti me mang sukar
mene mukannya. Maka dia mendengus sekali, katanya: "Hek liong-
hwe me mang Cermat bekerja, sampai orang utusan mereka juga
sudah diberi tanda khusus di badannya, umpama orang luar bisa
menya marnya juga sukar me ngelabui orang mere ka sendiri."
"Jadi tanda ini sudah mere ka tato sebelum di utus keluar?" tanya
So-yok. Kun-gi manggut2.
"Tangannya sudah di tato, tak heran Ci-Gwat-ngo menarik
tanganku serta me meriksa dengan telit i, cermat dan cerdik serta
licin betul orang ini."
Kun-gi me mberi tanda supaya Cu-cu digotong keluar, katanya:
"Tangannya sudah di tato sele mbut ini tanpa kita ketahui, inilah
kecerobohan kita. kesalahan yang kecil dan tida k di sengaja, tapi
mengakibatkan gaga lnya urusan besar."
"Apakah ha mba perlu meneruskan bercerita?" tanya Bi-kui.
Kun-gi menggeleng dan berkata: "Sudahlah."
"Bahwa dia sudah tahu aku Cu-cu palsu, sudah tentu apa yang
dia katakan pada ku juga tak-dapat dipercaya," ujar Bi-kui pula.
"Ci-Gwat-ngo me mang cerdik dan licin, wa lau dia tahu bahwa Cu-
cu dipalsukan orang lain, tujuannya sudah tentu untuk mengorek
keterangan dari mulutnya, ma ka dia sengaja mengatur tipu untuk
balas menipu kita, dan nonalah yang diperalat untuk menyampaikan
berita buruk tentang dirinya."
"Hah, ha mba yang menya mpaikan beritanya?" teriak Bi-kui kaget.
"Ya, dia minta padamu supaya mondar-mandir t iga kali di atas
dek tingkat kedua setelah kentongan keempat, mungkin itulah salah
satu cara untuk mengadakan kontak secara rahasia, karena lena
dan kurang hati2, kita ma lah kena diselomoti mere ka."
"Bangsat keparat yang pantas ma mpus" dengus So-yok gusar.
Pek-hoa-pangcu manggut2, katanya: "Analisa cong-su-cia amat
masuk akal, dia tahu kita pasti mela kukannya sesuai pesannya,
maka dia rela gigit putus lidah sendiri mencari jalan pendek. cong-
su-cia, lalu bagaimana tindakan kita selanjutnya?"
Bercahaya sorot mata Ling Kun-gi, tiba2 dia tersenyum, katanya:
"Walau Ci-Gwat-ngo licik dan licin, tapi para begundalnya itu sudah
berada dalam genggaman tanganku, kuyakin mereka tidak akan
bisa lolos."
Terbelalak mata So-yok. serunya girang: "Jadi kau sudah tahu
siapa mereka" coba sebutkan na ma2 mere ka."
"Wah, ini. ....." Kun-gi ragu2.
"Kenapa" Kau tidak mau me nerangkan?" desak So-yok.
"Maaf Hu-pangcu, sekarang belum kuperoleh bukti nyata, sudah
tentu Cayhe tak bisa menuduh seseorang yang tidak terbukt i
me lakukan kesalahan."
"Kau me mang suka jual mahal," So-yok merengut.
"Ji-moay," sela Pek-hoa-pangcu, "apa yang dikatakan cong-su-cia
me mang tida k salah, sebelum me mperoleh bukti yang nyata, tak
bisa kita me mfitnah seseorang sehingga me mbikin orang penasaran,
untuk me mbongkar komplotan ini ke-akar2nya kita harus bekerja
penuh kesabaran."
"Baiklah, aku takkan banyak bertanya lagi, lalu apa yang harus
kita kerjakan, tentunya cong-sucia bisa me mberi petunjuk?" tanya
So-yok. Kun-gi tertawa, katanya: "Urusan selanjutnya kuyakin dapat
menyelesaikannya ditingkat kedua, ma ka Pangcu, Hu-pangcu dan
congkoan selanjutnya boleh tidak usah turut Ca mpur."
"Apakah tenaga hamba masih dibutuhkan cong-su-cia?" tanya Bi-
kui. "Untuk se mentara tiada tugas nona lagi, setelah orang itu dapat
kubekuk, nona boleh tampil sebagai saksi."
"Eh, agaknya kau yakin benar akan rencanamu," ucap Bi-kui
dengan melerok.
"Me mangnya jabatan cong-su-cia harus sia2 berada ditanganku."
Pek-hoa-pangcu menatapnya penuh rasa kasih mesra dan
prihatin, katanya: "Thay-siang me mang tidak meleset menila i
dirimu." oooodwoooo Kapal besar itu laju mengikut i arus sungai Tiang-kang, kini sudah
me masuki wilayah propinsi An-hwi dan ha mpir sa mpai perbatasan
Kang-soh. Sejak terjadi usaha pembunuhan atas diri Thay-siang dan barang
bukti ditemukan di ka mar Ling Kun-gi, Thay-siang ternyata tidak
menaruh curiga padanya. Bukan saja Ling Kun-gi t idak di-hukum,
ma lah dia tetap menjabat cong-su-cia dan diberi kuasa untuk
me mbongkar peristiwa pe mbunuhan ini. Dan peristiwa ini a khirnya
tiada kelanjutannya dan terbengkala i de mikian saja.
Beruntun dua hari keadaan a man tenteram tak terjadi apa2 lagi,
perasaan semua prang mulai tenang dan lupa a kan kejadian yang
lalu. Kapal terus berlayar sesuai haluan yang ditunjuk dan berlabuh
ditempat yang sudah ditentukan pula, selanjutnya tidak ditemukan
rintangan apa2, tiada kapal musuh yang menguntit, seolah2 Hek
liong-hwe tidak tahu bahwa Thay-siang-pangcu Pe k-hoa-pang
pimpin sendiri pasukan intinya untuk menyerbu ke sarang mereka.
Secara tidak langsung ini me mbuktikan bahwa sarang Hek-liong-
hwe yang menjadi tujuan utama mereka letaknya tentu masih
teramat jauh sekali.
Hari ketiga setelah Cu-cu palsu menyampaikan berita dengan
cara mondar-mandir tiga kali di atas dek sebelah kanan, Menje lang
senja kapal berhenti pada ka ki bukit Liang-san sebelah timur.
Gunung Liang-san dibatasi sebuah aliran sungai sehingga terbagi
timur dan barat, umpama sebuah pintu bagi Tiang-kang yang
panjang dan luas, maju lebih lanjut ada lah Gu-cu-san, karena letak
gunung itu menonjol ke luar dan menjurus ke tengah sungai, maka
dia juga dina makan Gu-cu-ki.
Enam sa mpan yang berisi para peronda yang dinas malam sudah
mulai bergerak diperairan sekitarnya, malam ini para peronda itu
tetap dibagi dua kelompok. Kelompok pertama dipimpin oleh
Houhoat cin Tek khong ditemani Houhoat-su-cia Kho Ting-seng
yang pandai menggunakan pelor perak. seorang lagi adalah Ji Siu-
sang, murid Bu-tong-pay, tugas mereka adalah 10 li perairan
perbatasan timur dan barat gunung Liang-san- .
Kelompok yang lain dipimpin oleh IHouhoat Liang ih-Hun, dua
Houhoat su-cia yang mene mani adalah Ban Yu-wi dan Sun Ping-
hian. sepuluh li sebelah selatan perairan kaki gunung Liang-san
menjadi daerah operasi mereka, tegasnya 20 li sekitar kapal yang
ditumpangi Thay-siang itu kapal lain milik siapapun dilarang
mende kat. Waktu turun kapal Cin Te-khong telah me mberi tahu kepada Kha
Ting-song danJi Siu-seng:
"Ji-heng, Khong- heng, daerah operasi kita lain dengan daerah
yang harus dijelajah oleh kelompok Liang Ih-jun, dalam jarak 20-an
li mereka masih biaa saling kontak secara leluasa, sebaliknya bagian
kita ini kalau ma ju lagi adalah Gu-Cu-ki dibawah lereng gunung
adalah perka mpungan kaum nelayan, besar kemungkinan musuh
bersembunyi di sana, maka kita harus hati2, menurut hematku
dalam ke lompok kita ini harus me mbagi tugas,
Kho-heng ke sebelah timur,Ji-heng ronda sebelah barat, aku
akan tetap berada di tengah sebagai poros untuk me mberi bantuan
ke segala jurusan, setiap setengah jam kita berte mu seka li di utara
Gu-cu-ki, semoga tidak akan terjadi apa2."
Kho Ting-seng dan Ji Siu-seng berkata bersama: "Rencana kerja
cin-houhoat me mang baik, ka mi menerima pe mbagian tugas ini."
Begitulah mereka bertiga lantas berpencar ke utara menurut arah
masing2 yang telah dirancang-. Kira2 menjelang kentongan pertama
turun hujan rintik2, permukaan air menjadi pekat diliput i kabut yang
semakin tebal, dalam jarak sedikit jauh sudah tidak kelihatan apa2
lagi. Setiap sampan kecil yang mereka paka i rata2 menggunakan
tenaga dua orang pendayung, keduanya duduk di haluan dan
buritan, sisa tempatnya di tengah hanya cukup untuk duduk dua
orang, karena bentuknya yang kecil dan pendek, maka sa mpan ini
bisa laju cepat sekali di permukaan air.
Sampan yang berlaju ditengah itu meluncur lurus ke utara Gu-cu-
san, seorang laki2 berpakaian hijau ketat tengah me mberi aba2.
orang ini adalah Cin Te-khong, perahunya langsung menuju ke
utara dengan sendirinya lebih cepat dan dekat daripada Kho Ting-
seng dan Ji Siu-seng yang harus berputar ke arah t imur dan barat.
Utara Gu-cu-ki ini adalah pesisir belukar yang ditumbuhi se mak2
gelaga, air sungai Tiang-kang yang mengalir sa mpa i daerah ini
terbagi dua cabang aliran, menuju ke timur dan barat, mela mpaui
dan ke mudian bergabung ke mbali.
Oleh karena itu daerah pesisir sungai ini sepanjang tahun
terdampar oleh arus air yang deras sehingga dinding batu padas
menjadi terjal. Kini Cin Te-khong sedang me mberi petunjuk kepada
kedua pe mbantunya untuk menggayuh sa mpan ke arah utara di
mana tepi sungai lebih rendah dan rata.
Tepi a ir ditumbuhi daun welingi yang lebat, arus air di sinipun
agak lambat. Sesuai petunjuk Cin Te-khong kedua orang
menggayuh sampan itu me la mpaui tetumbuhan welingi dan
akhirnya berhenti di tepian. Hujan gerimis ternyata juga sudah
berhenti. Supaya kedua sampan lain tahu tempat di mana dia berdia m,
maka Cin Te-khong suruh anak buahnya me masang la mpu angin,
sementara dia sendiri duduk di sa mpan- Kira2 setanakan nasi
ke mudian, Kho Ting seng dan Ji Siu sengpun menyusul t iba dengan
kedua sa mpan mereka.
Cin Te-khong menya mbut kedatangan mereka, katanya: "Kalian
sudah letih tentunya."
Kho Ting-seng menjura, katanya: "Sudah lama cin-houhoat tiba
di sini?" Cin Te-khong tertawa, katanya: "Baru saja, kalian harus
berputar, sudah tentu sedikit terla mbat."
Cepat sekali kedua perahu itupun merapat di darat. Kata Ji Siu-
seng: "Untung cin-houhoat menyulut pelita di sini, kalau tidak sukar
mene mukan te mpat ini."
"Keadaan sekitar sini aku paling apal, arus air di sinipun tidak
deras, tempat ini paling cocok untuk berteduh dari hujan angin, di
daratan sebelah sana ada tanah lapang berumput, kita bisa duduk
atau merebahkan diri sa mbil mengawasi situasi perairan, ada
gerakan apapun di air tentu tak lepas dari pandangan kita. Hayolah
kita mendarat, sudah kubawakan arak dan hidangan, mari ma kan
minum sepuasnya."
"cin-houhoat," kata Ji Siu-seng, "kita bertugas meronda keadaan perairan sini, janganlah kita lena?"
Cin Te-khong tertawa dengan pongahnya, katanya: "Ji-heng
terlalu jujur, me mangnya se mala m suntuk kita harus mondar mandir
dipermukaan air melulu, sekali2 patrolikan sudah Cukup, kita juga
perlu istirahat. Apalagi sambil ma kan minum di sana kita sekaligus
bisa mengawasi situasi perairan, setelah istirahat sejenak. kita harus
periksa juga keadaan hutan sekitar sini."
Lalu dia mendahului melompat ke sana dan menambahkan-
"Hayolah, aku na ik lebih dulu." ..
Mendengar bakal makan minum sepuasnya, Kho Ting-seng
segera tertawa, katanya: "Ji-heng, situasi daerah ini cin-houhoat
apal seperti me mbaca telapak tangannya sendiri, kita turuti saja
kehendaknya."
Lalu dia melompat ke daratan juga. Terpaksa Ji Siu-seng ikut
me lompat naik.
Apa yang dikatakan Cin Te-khong me mang tidak salah, tidak jauh
dari tepi danau adalah sebuah tanah lapang, lereng di depan adalah
hutan yang cukup lebat, di depan hutan inilah terdapat tanah
berumput yang datar.
Cin Te-khong sudah mendahului duduk di atas rumput, katanya
dengan tertawa: "Kho-heng,ji-heng, lekas duduk, sayang mala m ini
tiada rembulan, ma kan minum di te mpat gelap rasanya jadi kurang
nikmat." Kho Ting-seng dan Ji Siu-seng juga lantas duduk di tanah
berumput, se mentara anak buah Cin Te-khong sudah menjinjing
sebuah guci arak dari atas sampan, tiga mangkuk dan sebungkus
makanan di taruh di tengah mereka. Waktu bungkusan di-buka,
ternyata isinya ada babi panggang, ayam goreng, dendeng dan telur


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

asin segala. Ji Siu-seng bertanya heran- "cin-houhoat dari mana kau peroleh
makanan sebanyak ini?"
Sambil mera ih poci arak Cin Te-khong mengisi penuh mangkuk
kedua orang lalu mengisi mangkuk sendiri, katanya setelah
meneguk araknya: "Asal punya duit, setanpUn bisa kita perintah,
tahu mala m ini aku bertugas, diam2 kusogok koki untuk
menyiapkan ma kanan ini. Hawa sedingin ini, siapa tahan bergadang
semala m suntuk tanpa minum arak?"
Lalu dia Celingukan- "Hayolah, kalian jangan sungkan, sikat dulu
makanan ini" se mbari omong dia a mbil paha ayam terus dilalap.
Kho Ting-seng angkat mangkuk araknya, katanya: "cin-houhoat,
kuaturkan seCawan arak ini."
Sambil menggerogoti paha ayam Cin Te-khong angkat mangkuk
araknya dan ditenggak habis, ka-tanya menoleh ke arah Ji Siu-seng:
"Kenapa Ji-heng tidak minum arak?"
"Aku tida k biasa minum arak." sahut J i Siu-seng.
"Me mangnya Ji-heng kenapa?" eje k Cin Te-khong. "Tidak bisa
minum juga harus mencicipi sedikit, terus terang, arak yang kubawa
ma la m ini paling cocok dengan makanan yang kubawa, sengaja
kusediakan untuk J i-heng pula."
"Ah, mana berani kuterima kebaikan cin-houhoat," ujar Ji Siu-
seng. Mendadak Cin Te-khong menarik muka, katanya: "Ji-heng kira
aku berkelakar denganmu" Terus terang se mua hidangan ini
me mang khusus kusediakan untukmu. Kau tahu apa ma ksudku?"
"Ha mba tidak tahu, harap cin-houhoat menje laskan," kata Ji Siu-
seng. Cin Te-khong tergelak2, katanya: "Berapa kali manusia mabuk
dalam hidup ini" Kusediakan makan minum mala m ini untuk
me mperte mukan duplikat seorang kepada Ji-heng."
"o, duplikat siapa itu?" tanya Ji Siu seng.
"Duplikat yang kubawa ke mari ini punya nenek moyang yang
sama dengan Ji-heng," lalu beruntun dia tepuk tangan tiga ka li,
serunya keras2: "Ji-heng, kau boleh keluar sekarang."
Lenyap suaranya, tampak dari hutan sana beranjak keluar
seorang dan menjura pada Cin Te-khong, katanya: "Hamba sudah
datang." Cin Te-khong menuding Ji Siu-seng, katanya:
"Inilah Ji-houhoat, murid Bu-tong-pay, kalian harus berkenalan
dengan akrab."
Mala m pekat,Ji Siu-seng sukar melihat wajah orang, cuma terasa
olehnya perawakan dan dandanan orang ini agak mirip dirinya,
walau merasa heran, lekas ia menjura, katanya: "Mohon tanya siapa
nama Ji-heng yang mulia."
orang itu pelan2 mende kati sa mbil berkata: "Siaute bernama Ji
Siu-seng, mendapat perintah untuk menggantikan kau."
Ji Siu-seng berjingkat kaget dan mundur selangkah, tangan
me megang gagang pedang dan bertanya mendelik ke arah Cin Te-
khong: "Cin-houhoat, apa maksudmu ini?"
Cin Te-khong menyeringai, katanya: "Kenapa Ji-heng bersikap
sekasar ini" Maksud perjamuan yang kusediakan ini adalah untuk
menya mbut kehadiran Ji-heng ini, sekaligus untuk mengantar
keberangkatan Ji-heng pula." Sampa i di sini tiba2 dia menarik muka
serta menghardik: "Tunggu apa lagi, lekas turun tangan . . . . "
Belum habis dia bicara, tahu2 terasa pinggang sendiri menjadi
kaku. Didengarnya seorang berbisik dipinggir telinganya: "Maaf Cin-
houhoat, sementara bikin susah dirimu."
Ternyata yang bicara adalah anak buahnya yang pegang gayuh
di sampannya, yaitu Li Hek kau, Hong-gan-hiat dipinggang Cin Te-
khong telah ditutuknya.
Kejadian berlangsung dala m se kejap mata, tahu gelagat tidak
menguntungkan Ji Siu-seng lantas me lolos pedang, hardiknya: "Cin
Te-khong, Jadi kau ini mata2 Hek liong-hwe, apa yang hendak kau
lakukan atas diriku?"
Seorang anak-buah Cin Te-khong yang la in berna ma Ong Ma-cu,
sambil berdiri di sana dia pegang sebuah kotak perak yang kemilau,
itulah Som-lo-ling adanya, ia minta petunjuk kepada Cin Te-khong:
"Cin-houhoat, menurut perintahmu Ji siu-seng yang mana yang
harus kubidik?"
Cin Te-khong tetap duduk di sana, keringat ber-ketes2
me mbasahi kepa la dan se lebar mukanya, tapi mulutnya tetap
terkancing. Mengawasi Ji Siu-seng palsu, tiba2 kelasi berna ma Ong Ma-cu itu
angkat kotak gepeng perak ditangannya sambil tertawa, katanya:
"Me mangnya saudara ini belum me lihat jelas" Kenapa tidak lekas
menyerah untuk dibe lenggu, me mangnya perlu ku-turun tangan?"
Baru sekarang orang yang menyamar Ji Siu-seng itu tahu gelagat
jelek. mendadak dia me lompat mundur terus hendak melarikan diri.
Ong Ma-cu ter-gelak2, katanya: "Aku tidak menyerangmu dengan
Som lo-ling ini lantaran ingin me mbekukmu hidup2, me mangnya
kau bisa melarikan diri?"
Melihat bangsat yang menyaru dirinya hendak lari Ji Siu-seng
segera menghardik:
"Keparat, ke mana kau lari?"
Baru saja dia hendak menubruk maju, kelasi tadi telah bergelak
tawa, serunya: "Ji heng, tak usah dikejar, dia tidak akan bisa lolos."
Betul juga, belum kata2 Ong Ma-cu itu berakhir, dari arah depan
sana dua bayangan orang tampak berkelebat maju me mapak Ji Siu-
seng palsu seraya me mbentak: "Berdiri saja kawan, jangan lari."
Ji Siu-seng me lihat jelas, kedua orang yang mencegat Ji Siu-seng
palsu adalah anak buah di sa mpan Kho Ting-seng, ia merasa heran
dan kaget, dilihatnya anak buah yang pegang kotak gepeng perak
telah menyimpan benda itu. "Sreng", tahu2 dia telah melolos
sebatang pedang panjang, teriak-nya: "Song-heng, Tio-heng,
kitakan sudah berjanji, orang ini serahkan padaku ......" sekali
lompat dia sudah menubruk tiba disa mping musuh, kata-nya:
"Saudara, keluarkan senjata mu."
Baru sekarang Ji Siu-seng sadar duduk persoalannya, serunya:
"Aha, kiranya Kongsun-houhoat adanya." Kongsun houhoat ialah
Thian long-kia m Kongsun Siang.
Terdengar seorang anak buah yang berdiri di sa mping Cin Te-
khong itu tertawa lantang, katanya: "Betul, dia me mang kongsun-
houhoat, boleh Ji-heng duduk saja, sekarang marilah minum arak
sepuasnya."
Kembali J i Siu-seng me longo kaget, lekas dia menjura dan
berteriak heran: "He, engkau kiranya Cong-su-cia adanya."
Anak buah bernama "Li He k kau" se mentara itu sudah mencuci
obat rias diwajahnya. katanya tersenyum: "Ya, aku me mang Ling
Kun-gi." Melenggong sejenak. segera Ji Siu-seng. ber-jingkrak girang,
serunya: "Kiranya me mang Congcoh, ka lau bukan kalian yang
menya mar, pasti jiwa ha mba sudah a mblas ma la m ini."
Sementara itu Kongsun Siang yang menyaru jadi Ong Ma-cu
dengan gerakan Long-sing-poh telah menerjang ke samping Ji Siu-
seng palsu, ternyata reaksi Ji Siu-seng palsu juga sebat dan cepat
luar biasa, sekali ayun pedang me nusuk ke badan Kongsun Siang.
Betapa cepat serangan pedang orang ini, cabut pedang terus
menusuk dilakukan serentak dalam waktu yang amat singkat, jelas
iapun me miliki Ilmu pedang yang luar biasa.
"Serangan bagus" seru kongsun Siang sa mbil tertawa
"Trang", lelatu api me letik, dua pedang beradu keras dan
menerbitkan ge ma suara nyaring panjang. Kedua orang sa ma2
merasakan telapak tangan sakit kese mutan-
Kongsun Siang menerjang ke sa mping, pedang berkisar,
serangan jurus ke dua sudah dia lancarkan mendahului musuh.
Ternyata gerakan Ji Siu-seng palsu ini juga tidak la mbat,
serempak iapun me mutar, kemba li dengung suara keras beradunya
dua senjata terdengar, tusukan pedang Kongsun Siang ternyata
kena disa mpuknya pergi.
Kongsun Siang tertawa, serunya: "Kau berani menyaru Ji-heng,
kenapa Ilmu pedang Bu-tong-pay tidak kau yakinkan sekalian?"
Sambil bicara secara beruntun ia mencecar pula t iga ka li tusukan-
Lawan tidak berkata sepatahpun, pedang tetap balas menyerang
dengan sengit, beruntun iapun balas me nyerang tiga jurus.
Ini merupa kan pertandingan pedang tingkat tinggi yang jarang
terlihat, kecuali samberan Sinar pedang bagai kilat berkelebat,
Sering pula terdengar suara dering pedang yang beradu secara
keras. Thian-long-kia m-hoat yang diyakinkan Kong-sun Siang me mang
menjurus kealiran liar yang ganas dan buas. pedangnya sering
menyerang tatkala lawan menyangka dia hendak kabur, tahu2
orang malah dicecar dengan tusukan dan tabasan yang sukar
dijaga, Tapi permainan Ilmu pedang Ji Siu-seng pa lsu ini ternyata
cepat sekali, pedangnya bergerak laksana kit iran, setiap jurus
serangan juga mematikan,jadi Ilmu pedang mereka me mang sa ma2
keji dan hebat.
Ling Kun-gi ikut menyaksikan dengan seksa ma dan penuh
perhatian, demikian pula Ji siu-seng dan kedua anak buah lainnya
sama menonton dengan berdebar.
Suatu ketika Ji Siu-seng melirik kearah Cin Te-khong dan Kho
Ting-seng yang duduk dan mengge letak tertutuk Hiat-tonya, diam2
dia me mbatin: "Syukurlah kedua orang ini sudah terbekuk lebih dulu
oleh Cong-su-cia dan Kongsun-houhoat yang muncul mala m ini,
entah bagaimana mere ka bisa tahu akan muslihat musuh yang licik
ini?" Serta merta matanya mengerling ke arah Ling Kun-gi, diam2
hatinya menaruh hormat dan kagum luar biasa kepada Cong su-cia
yang masih muda dan gagah perkasa ini,
Dilihatnya Kun-gi pegang mangkuk sa mbil meneguk arak pelan2,
wajahnya mengulum senyum cerah, sikapnya tenang2 saja seakan2
dia sudah yakin bila Kongsun Siang akhirnya pasti menang.
Dia m2 ji Siu-seng keheranan, lekas dia menoleh pula mengawasi
kedua orang yang tengah berhantam, keduanya masih tetap saling
serang, lingkaran cahaya pedang kini bertambah luas mencakup
lima tombak di seke liling gelanggang sehingga sukar dia
me mastikan siapa bakal menang dan ka lah. Padahal kedua orang
sudah bergebrak seratus jurus lebih.
Se-konyong2 terdengar Kongsun siang me mbentak. pedang
bergerak lebih kencang lagi, beruntun tiga jurus lihay dilancarkan,
maka terbit pula dering nyaring beradunya senjata mereka, pedang
di tangan Ji siu-seng palsu ta mpak terpukul jatuh di tanah
berumput. Sekali tuding pedang Kongsun Siang menutuk ke dada lawan,
serunya dengan gelak tertawa: "Kan sudah kepepet, memangnya
tidak terima kalah dan menyerah?"
Lekas Ji siu-seng palsu menarik napas dan menge mpiskan dada
sambil mundur dua langkah, teriaknya beringas: "Siapa bakal
ma mpus masih sukar dira maikan."
Mendadak tangan kiri ter-ayun dan mulut me mbentak, dia
me lenting tinggi me lesat miring ke sana. Kiranya dia tahu keadaan
cukup gawat, kecUali Kongsun Siang, masih ada dua orang lain
yang mencegat jalan mundurnya, ma ka dia pura2 menyerang dan
berusaha me larikan diri.
Melihat tangan orang terayun, tapi tidak menimpukkan senjata
rahasia, Kongsun Siang me mbade lawan hanya main gertak dan
berusaha melarikan diri, ma ka dengan tawa lantang dia berkata:
"Kau masih ingin ngacir, kukira tida k ga mpang."- Tangan kanan
sekali bergerak. pedang ditangannya seketika meluncur dan "crap"
menancap a mbles di tanah berumput sana, sementara seringan
burung walet badannya me la mbung t inggi berusaha mencegat
lawan di tengah udara.
Ji siu-seng palsu semakin murka, teriaknya: "Turun kau" ia
songsong tubrukan Kongsun Siang dengan pukulan telak. Sudah
tentu dikala tubuh terapung Kongsun Siang juga sudah siaga, ma ka
iapun melancarkan pukulan keras menyambut hanta man lawan-
"Brak", di tengah udara kedua orang adu jotos, kekuatan pukulan
mereka sa mpai menerbitkan suara yang me mbisingkan telinga,
kedua orang sa ma2 tertolak turun ke tanah pula.
Begitu menginjak bumi, mendadak kaki kiri Kongsun Siang
me langkah setapak. tahu2 ia sudah mendesak tiba di samping Ji
Siu-seng palsu, serentak dia tutuk siau-you-hiat di pinggang Ji Siu-
seng palsu. Ternyata Ji siu-seng palsu tidak kalah sebatnya, dengan gaya
liong-bwe-hwi-hong (ekor naga menerbitkan angin) iapun balas
menyerang, Tangkas sekali Kongsun Siang sudah ganti gaya sambil
menyingkir ke samping, secara cepat luar biasa dan memberosot ke
sebelah kanan Ji Siu-seng palsu, secepat kilat tahu2 tangan kirinya
sudah cengkera m pergelangan tangan kanan lawan- Gerak ini
sunguh cepat luar biasa, betapa lihay rangsakannya ini sungguh
sukar dilukiskan-
Untuk punahkan serangan lawan jelas tidak se mpat lagi, maka Ji
siu-seng palsu menggera m sekeras2nya, tangan kiri mengepal,
sekuatnya dia genjot muka Kongsun Siang, sementara kelima jari
kanan me mba lik balas pegang pergelangan tangan Kongsun Siang.
Tapi tiba2 tangan kanan Kongsun Siang juga me mbalik dan
lancarkan Kim-na-jiu-hoat, tangan kiri lawanpun kena dipegangnya
pula. Sebelah tangan masing2 sa ma2 kena dipegang lawan, tinggal
sebuah tangan yang lain saling serang secara cepat dalam jarak
dekat, tiba2 menepuk tahu2 menutuk. mendadak ganti jotosan serta
berbagai tipu lihay, keduanya berebut waktu dan mengadu
kecepatan- Betapapun situasi me mang tidak menguntung-kan Ji Siu-seng
palsu, dia ingin lari secepatnya, mendadak dia menghardik, serentak
kaki kanan menendang ke selangkangan Kongsun Siang, sementara
tangan kanan sedang saling serang dengan lawan, tak mungkin
Kongsun Siang menghindar atau menangkis tendangan ini.
Namun Kongsun Siang bukan lawan e mpuk. tiba2 dia lepaskan
pegangannya,tangankiri berbarengme mbalikdengan
mengerahkan tenaga sehingga tangan sendiri yang dipegang lawan
terlepas, dan jari bagai jepitan besi terus menutuk ke kaki lawan
yang menendang t iba.
Kedua pihak ha mpir bersa maan me lepas pegangan tangan- Baru
saja Ji Siu-seng merasa senang asal pegangan jari lawan terlepas,
maka ada harapan dirinya untuk me larikan diri. Tak terduga tiba2
terasa lm-koh-hiat di ka ki kirinya kesemutan, tanpa kuasa tubuhnya
lantas doyong ke depan- Secepat kilat Kongsun siang lantas susuli
pula dan ka li tutukan Hiat-to besar diantara tulang rusuknya.
"Blang" kontan dia terbanting roboh tak berkut ik.
Kongsun siang menyeringa i bangga, dia jemput pedangnya dan
dimasukkan keserangkanya, sekali ra ih dia jinjing tubuh Ji Siu-seng
palsu dan mengha mpiri Ling Kun-gi dengan langkah lebar. "Bluk" dia banting tubuh Ji Siu-seng pa lsu ke tanah terus menjura, katanya:
"Syukurlah ha mba telah me nunaikan tugas."
Kun-gi manggut2, katanya: "Sudah kuduga Kongsun-heng pasti
berhasil me mbekuk musuh, maka sengaja kusediakan secawan arak
untuk menyuguh dan merayakan ke menangan Kongsun-heng."
"Terima kasih Cong-coh," ucap Kongsun Siang ia terima mangkuk
arak itu terus ditenggaknya habis.
"Marilah Song-heng dan Thio-heng," kata Kun-gi menoleh ke
sana, "marilah kita bersa ma2 minum beberapa mangkuk."


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Heran Kongsun Siang, katanya: "Bukankah Cong-coh biasanya
tidak suka minum arak?"
"Betul, biasanya aku jarang minum arak. semangkuk saja
mungkin sudah mabuk, tapi mala m ini Cin-heng ini dengan susah
payah menyiapkan perja muan ini, hayolah jangan sia2kan maksud
baik-nya." Maka be-rama i2 mereka sama duduk di sekitar Ling Kun-
gi. Song Tek-seng dan Thio La mjiang segera menghapus obat rias di
mukanya, sementara Ji Siu-seng mengisi arak ke da la m mangkuk.
Kun-gi duduk di tengah antara Cin Te-khong dan Ko-Ting-seng,
dengan enteng kedua tangannya bergerak, seperti mengulap saja
jari2 tangannya sudah membuka tutukan Hiat-to di tubuh orang.
Sedikit bergetar, Cin Te-khong dan Kho Ting-seng sa ma2 me mbuka
mata. Lekas Cin Te-khong menggerakkan kedua tangan berusaha
bangun berduduk. tapi beberapa kali bergerak selalu gagal, ternyata
didapatinya kaki tangan terasa lunglai, ada Hiat-to yang masih
tertutuk, akhirnya dia menghela napas panjang, tapi sorot matanya
beringas, bentaknya: "orang she Ling, apa kehendakmu?"
"Cin-heng sudah siuman?" tanya Kun-gi tawar. "Bukankah tadi
kau bilang, kapan manusia hidup pernah mabuk. nah silakan minum
beberapa mangkuk ini."
"orang she Ling," desis C in Te-khong penuh marah, "jangan kau ber-muka2 di depanku. Mau bunuh atau se mbelih boleh silakan,
jangan kira aku a kan mengerut kening."
Tegak alis Kongsun Siang, katanya dingin: "cin Te-khong, berani
kau kurang ajar, kau ingin kuiris sebuah kupingmu. "
Cin Te-khong me nggerung gusar, serunya: "Rahasiaku sudah
terbongkar, kecuali mati tiada urusan lain yang lebih besar lagi, kau
kira aku ini pengecut yang bernyali kecil" Apalagi umpa ma orang
she cin betul2 mati pasti juga ada orang akan me mbalas
dendamku."
Kun-gi angkat mangkuk araknya dan meneguk sekali, katanya
sambil menoleh: "Rahasia cin-heng sendiri sudah terbongkar,
me mangnya beberapa anak buahmu itu bisa berbuat apa?"
"Aku tida k punya anak buah," kata Cin Tek-hong ketus.
"Dua orang yang kau suruh menaruh a ir teh di ka marku,
bukankah mere ka anak buahmu?"
Berubah air muka Cin Te k-hong, dingin katanya: "Aku tidak tahu
apa katamu."
"Setelah kita puas makan minum dan pulang, Cin-heng akan tahu
duduk persoalannya."
Kongsun Siang heran, tanyanya: "Cong-coh bilang bahwa di
kapal kita masih ada komplotan mere ka?"
Ling Kun-gi tersenyum penuh arti, katanya: "Sudah tentu masih
ada, kalau mala m ini kita tidak me mbekuk Cin-heng, beberapa hari
lagi mungkin komplotan mereka akan berta mbah banyak lagi,
jabatan Cong-su-cia yang kududuki ini juga pasti harus kuserahkan
kepada Cin-heng ini."
Song Tek-seng menimbrung: "Benar Cong-coh, umpa ma mala m
ini bila rencana mereka berhasil baik, komplotan mereka akan
bertambah seorang lagi di atas kapa l kita."
Kun-gi tersenyum padanya, katanya: "Syukurlah kalau Song-heng
tahu, tapi tiga hari yang lalu waktu Song-heng pulang ronda, kau
pernah me mbawa pulang orang mere ka."
Song Tek-seng berjingkat kaget, tanyanya: "Hamba me mbawa
pulang orang mereka?" Lalu dia berpaling ke arah Kho Ting-seng:
"Apakah dia yang Cong-coh maksud?"
"Kho-heng ini ikut datang dari Hoa-keh-sanceng," ujar Kun-gi.
"O, Kho Ting-seng, kaukah yang mencelaka i jiwa Ho Siang-
seng?" teriak Song Tek-seng murka.
"Orang she Ling," dengus Cin Tek-hong, "agaknya kau sudah
tahu seluruhnya, tentu Li Hek-kau yang me mbeberkan se mua ini." Li
Hek-kau dan Ong Ma-cu adalah kedua kelasi disa mpan C in Te k-
hong. Kun-gi me neguk araknya pula, katanya tertawa: "Apa yang
diketahui Li He k-kau dan Ong Ma-cu a mat terbatas, tanpa tanya
mereka a ku sudah tahu lebih banyak lagi."
"Darimana kau bisa tahu?" tanya Cin Tek-hong.
Sekali me ngebas tangan Ling Kun-gi bebaskan tutukan hiat-to di
lengan orang, lalu angsurkan se mangkuk padanya, katanya:
"Silakan minum Cin-heng."
Cin Tek-hong me mang setan arak, tanpa sungkan dia terima
mangkuk itu terus di tenggaknya habis, katanya sambil ber-kecap2:
"Kukira rencanaku hari ini cukup rahasia dan teliti, tak nyana
terbongkar juga oleh Cong-coh, terus terang aku me ngaku kalah,
cuma cara bagaimana Cong-coh bisa tahu?"
"Aku orang baru, semua masih serba asing, sudah tentu Cin-heng
sendiri yang me mberitahu padaku," ucap Kun-gi tertawa.
Terbeliak mata Cin Tek-hong, katanya keras: "Aku yang
me mberitahukan padamu?" Nadanya heran tak percaya dan
penasaran. "Mala m ini aku ingin bicara blak2an dengan Cin-heng, untuk itu
terpaksa aku menyamar jadi Li He k-kau dan ikut ke mari, marilah
sambil habiskan arak kita mengobrol," lalu Kun-gi a mbil poci arak,
serta mengisi, mangkuk se mua orang.
Cin Tek-hong terkekeh, katanya: "Cong-coh mencekok aku
dengan arak untuk mengorek keteranganku?"
"Segalanya sudah kuketahui, untuk apa minta keterangan
padamu. Tapi me mang ada beberapa persoalan ingin a ku minta
penjelasan Cin-heng, nanti setelah kukatakan, terserah Cin-heng
mau menjelaskan atau tidak, aku takkan me ma ksa."
Cin Tek-hong raih mangkuk araknya terus ditenggaknya,
katanya: "Baiklah, coba Cong-coh ka-takan, dalam hal apa aku telah
me mberitahukan Cong-coh."
Kun-gi angkat mangkuk arak se mbari berka-ta: "Silakan se mua
minum, tak usah sungkan."
Lalu berkata kepada Cin Tek-hong: "Mala m harinya setelah Cin-
heng diangkat menjadi Houhoat, kau mengira aku mabuk dan
tertidur pulas, maka kau guna kan Som-lo-ling berusaha
me mbunuhku secara gelap . . . . '
"Darimana Cong-coh tahu kalau itu perbuatanku?" tukas Cin Tek-
hong. "Se mula me mang sukar kuraba dan bukan Cin-heng yang
kucuriga i, soalnya orang itu terlalu apal mengenai keadaan dan
seluk-beluk Hoa-keh-ceng, jadi jelas dia bukan orang luar,
sementara dua orang kita yang bertugas ditepi danau terpukul mat i
oleh getaran tenaga dala m dari aliran Lwekeh yang dahsyat, dari
keadaan kematian kedua orang ini dapat kusimpulkan mere ka
terpukul dala m jarak satu sampai dua tombak dengan getaran Bik-
khong-ciang, dan orang yang me miliki pukulan telapak tangan
sedahsyat itu dalam Pang kita hanya Coh-houhoat dan Cin-heng
berdua, sudah tentu Yu-houhoat sendiri juga me miliki kekuatan
yang seimbang, tapi dia ahli ilmu kepalan bukan pukulan telapak
tangan, perawakan Leng-heng kurus tinggi, jelas tidak cocok
dengan perawakan orang itu, oleh karena itu aku lebih cenderung
untuk mencurigai Cin-heng."
Cin Tek-hong tenggak beberapa teguk araknya, katanya
menyeringai: "Analisa Cong-coh sungguh teliti dan cermat, agaknya
aku me mang terlampau rendah menila imu."
Kun-gi melirik ke arah Kho Ting-seng, katanya: "Waktu aku
ke mbali, kebetulan kesamplok dengan Kho-heng, dia berjaga di
tenggara Hoa-keh-ceng, merupakan jalan satu2nya yang harus di-
lewati siapapun kalau pulang dari danau, kalau jejakku bisa
konangan dia, kenapa kedatangan Cin-heng tidak diketahui" Hal ini
sudah menimbulkan kecurigaanku, disamping itu dia berjuluk
Gintancu (si pe lor perak), seorang yang kesohor mengguna kan
senjata rahasia di kalangan Kangouw tentu me miliki kepanda ian
khusus yang betul2 lihay dan tinggi, tapi waktu dia menimpuk
diriku, tenaganya lemah dan sasaran kurang telak, kepandaian
rendah begini tak mungkin bisa kesohor dengan julukan Gintancu,
mau tak mau aku dipaksa untuk sedikit me mperhatikan dirinya,
maka kudapati pula wajahnya telah dirias, karena itu aku menarik
kesimpulan kalau dia mungkin sekongkol dan sekomplotan dengan
Cin-heng, orang ini terang adalah sa maran yang menyelundup ke
Pek-hoa-pang kita."
Berubah air muka Kho Ting-seng, tanyanya: "Jadi sejak mula
Cong-coh sudah tahu kalau wajahku ini riasan?"
"Wajah yang dirias mungkin bisa mengelabui orang lain, tapi tak
mungkin mengelabui kedua mataku. Te mpo hari waktu Nyo Keh-
cong dan Sim Kiansin ke mbali dengan terluka, akupun mendapatkan
wajah mereka juga riasan, hari kedua waktu rombongan Song-heng
pulang ronda, muka Ho Siang-seng juga telah dirias pula, oleh
karena itu dapat kusimpulkan, setiap kalian keluar bertugas dengan
cara bergilir satu persatu kalian me nculik orang kita lalu
menukarnya dengan seorang lain yang telah kalian rias mirip wajah
orang aslinya dan diselundupkan ke mari, bila kapa l kita tiba di He k-
liong-hwe, maka seluruh Houhoat dan Houhoat-su-cia telah kalian
ganti dengan begunda l kalian sendiri"
Cin Tek-hong menarik napas panjang, katanya lemas: "Inilah
yang dinamakan seka li salah langkah seluruh rencana porak-
poranda. Saudara Ling, me mang hebat kau!"
"O, pantas waktu mala m itu aku giliran tugas, Cong-coh pesan
wanti2 supaya aku berla ku hati2" kata Kongsun Siang.
"Ya, waktu itu aku kira sasaran berikutnya adalah kau, karena
sampan yang kau guna kan hari itu adalah sa mpan yang diguna kan
Sim Kian sin, tapi akhirnya kuketahui hanya kedua anak perahu
yang telah diganti," merandek sebentar la lu Kun-gi melanjutkan:
"Mala m itu dengan mengguna kan Som-lo-ling seseorang berusaha
me mbunuh Thay-siang, malah me mfitnahku pula dengan
menyelundupkan barang bukti ke ka marku . . . . . . ."
Me mang peristiwa itu tiada buntutnya, padahal barang bukti
sudah tergeledah dari kamar Ling Kun-gi dan dia sudah digusur ke
hadapan Thay-siang, kenyataan dia masih me mbawa Ih Thiankia m,
tanda kebesaran jabatannya sekarang, dia tetap menduduki Cong-
su-cia. Bagaimana kelanjutan dan akhir dari peristiwa itu" Sudah
tentu semua orang mengharap untuk mengetahui. .
Kini Ling Kun-gi menyinggung peristiwa mala m itu, ma ka
Kongsun Siang, Song Tek-song, Thio La m-jiang dan Ji Siu-seng
sama pasang kuping mendengarkan dengan penuh perhatian.
Sampa ipun Cin Tek-hong, Kho Ting-seng tiruan juga terbelalak
menunggu cerita lanjutannya.
Kun-gi tersenyum, tuturnya: "Mala m itu juga, di antara para
Taycia kute mukan juga orang yang telah dirias."
Kongsun Siang tanya: "Ke12 Taycia semuanya mengenakan
kedok, cara bagaimana Cong-coh bisa tahu?"
"Karena kudapati salah seorang mereka mengunjuk aksi yang
mencurigakan, ma ka hal ini kulaporkan kepada Thay-siang, atas
persetujuan beliau kusuruh mereka mencopot kedok dan kutemukan
kepalsuannya."
Song Tek-seng tertawa riang, katanya: "Cong-coh telah me mbe kuknya?"
"Orang ini berna ma Ci Gwat-ngo, salah seorang pimpinan orang2
Hek-liong-hwe yang dipenda m dala m Pe k-hoa-pang kita."
Berubah rona muka Cin Te k-khong, tanpa bersuara dia teguk lagi
araknya. "Mala m itu juga berhasil kuringkus seorang dara kembang tiruan,
orang inilah yang biasa menjadi kurir antara Cin-heng dengan Ci
Gwat-ngo, mala m itu kusuruh dia mondar-mandir di de k tingkat
kedua sebelah kanan untuk me mberi kabar kepada Cin-heng."
"Kalau mereka sudah mengakui segala lakonnya, kenapa aku
tidak ditangkap pada wa ktu itu juga?" tanya Cin Tek-hong.
Kale m senyum Kun-gi, katanya: "Sepanjang perjalanan kapal kita
ini ka lian berusaha mengganti orang2 kita satu persatu, maka
kugunakan pula cara dan aka l yang sa ma untuk ba las menipu
kalian, sepanjang perjalanan akan kutangkap setiap orang utusan
kalian yang diselundupkan ke atas kapa l."
Cin Tek-hong a mbil mangkuk araknya dan ditenggaknya habis
pula, dengusnya: "Saudara me mang lihay, bukan saja jaringan
rahasia kami terbongkar seluruhnya, malah orange kita akan kau
jaring pula satu persatu sepanjang jalan ini, orang yang licik dan
licin seperti ini, mana boleh kubiarkan kau hidup." Tiba2 mangkuk
ditangannya mencelat, telapak tangan besinya secepat kilat
menekan ke dada Ling Kun-gi.
Cin Tek-hong duduk di sebelah kiri Kun-gi, pukulan ini sudah
sejak tadi dia siapkan, sebetulnya sudah bisa turun tangan sejak
tadi, tapi dia harus menunggu kesempatan. Dikala Kun-gi tida k
siaga baru akan menyerangnya secara mendadak dengan pukulan
me matikan. Seperti diketahui dia meyakinkan Hansi-ciang, pukulan
aliran sesat yang dingin beracun dan jahat sekali, sedikit hawa
dingin meresap ke badan dan cukup untuk menewaskan jiwa Ling
Kun-gi. Maka dapatlah dibayangkan bila pukulan telak ini dikerahkan
setaker kekuatannya.
Ketika Kun-gi habis bicara, tangan kanan angkat mangkuk
menghirup arak, baru saja arak masuk ke mulut, belum lagi
mangkuk arak diturunkan, sementara tangan kirinya lagi menje mput
telur asin, sudah tentu sedikitpun dia t idak siaga.
Sama se kali Kun-gi seperti tidak merasakan bahwa telapak
tangan Cin Tek-hong telah menganca m ulu hatinya, tiba2 ia
berpaling sa mbil berkata dengan tertawa kepada Cin Tek-hong:
"Kenapa Cin-heng hanya minum saja tanpa makan" Telur asin ini
enak rasanya." Karena menoleh, dengan sendirinya badan bagian
atas ikut bergerak hingga telapak tangan Cin Tek-hong yang
mengincar ulu hati menjadi nyasar beberapa senti. Gerak tangan
Ling Kun-gi kelihatan kale m dan tak acuh, dengan tepat dia jejalkan
telur asin itu ke telapak tangan Cin Te k-hong.
Telapak tangan Cin Tek-hong penuh kekuatan Hansi-ciang waktu
tangannya hampir mengena i ulu hati lawan, dia m2 ia telah bersorak
girang, tak nyana mendadak terasa adanya benda bulat licin
menahan telapa k tangannya. Benda itu je las adalah telur, ma ka
pukulan telapak tangan yang terjulur ke luar itu menjadi mati kutu
dan berhenti begitu saja karena tertahan oleh telur asin.
Kiranya dari telur asin ini terasa olehnya adanya tenaga besar
yang lunak tak kelihatan menyetop tenaga pukulannya sehingga
Hansi-ciang yang telah terpusat ditelapak tangannya menjadi macet.
Baru sekarang Song Tek-seng, Thio La m-jiang yang duduk di
sekitarnya melihat Cin Tek-hong me mbokong, karena mereka duduk
di depan dari jarak agak jauh, mereka t idak se mpat mencegah,
hanya mulut saja yang berseru kaget.
Tapi Kongsun Siang menggerung gusar, hardiknya dengan alis
berkerut: "Orang she Cin, kau ingin ma mpus!" Serta merta
tangannya terayun, "plak", pundak kiri orang telah dipukulnya,
badan Cin Te k-hong sa mpa i mence lat beberapa kaki jauhnya.
Ling Kun-gi hanya tertawa tawar padanya, katanya: "Sebetulnya
Kongsun-heng tidak perlu turun tangan, me mangnya Hansi-ciang
bisa melukai aku" Ka lau tidak tentu takkan kubebaskan hiat-to


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dilengannya." Sembari bicara dia berdiri, sambungnya: "Sebetulnya
ingin aku me maksanya tahu diri dan mundur teratur dan jiwanya
dapat diselamatkan, tapi pukulan Kongsun-heng ini telah me mbikin
hawa murninya nyasar dan buyar!"
Mendengar keterangan Ling Kunggi ini, serta merta pandangan
semua orang tertuju ke arah Cin Tek-khong, me mang wajah Cin
Tek-hong ta mpak pucat, rebah celentang kaku tak bergerak,
ternyata semaput.
Heran Kongsun Siang, katanya: "Melihat dia me mbokong Cong-
coh, tanpa pikir akupun menyerangnya, pukulanku hanya pakai lima
bagian tenaga, kenapa dia terluka separah itu?"
Kun-gi mengha mpiri Cin Tek-hong dan me meriksa tubuh orang,
dia bebaskan Hiat-to orang yang tertutuk lalu direbahkan mendatar,
katanya: "Kecuali Hiat-to lengan kanannya yang sudah bebas, yang lain
tetap buntu, untuk mela kukan pe mbokongan, sejak tadi dia sudah
menghimpun kekuatan pada telapak tangan kanan, karena ditahan
oleh telur asinku tadi, kalau mau merenggut jiwanya, cukup
kugunakan tenaga keras dan menggetar putus urat nadinya tentu
dia mati seketika, tapi aku hanya tahan tenaga di telapak tangan
supaya tidak terlontar keluar, tujuanku supaya dia tahu diri dan
mundur teratur."
Belum habis dia bicara, terlihat Cin Tek-hong sudah siuman,
tampak kulit mukanya ber-kerut2 dibasahi butiran keringat dingin
sebesar kacang, matanya mende lik, suaranya gemetar: "Saudara
Ling, keji . . . . keji betul cara mu . . . ."
Dengan tersenyum Kun-gi berkata: "'Hawamurninya
menyungsang ba lik, Hiat-to yang tertutuk sudah kubebaskan,
rebahlah dulu dan jangan bergerak, akan kubantu kau mengerahkan
tenaga mengemba likan hawa murni ke tempat asalnya." Lalu dia
berkata kepada Kongsun Siang: "Ada tiga Hiat-to kaki tangannya
masih tertutuk, hanya tangan kanannya yang mengerahkan tenaga,
pukulannya kena kubendung lagi sehingga tak ma mpu dilontarkan,
maka pukulanmu itu walau hanya setengah2 saja, tapi lantaran
gempuran tenaga dari luar inilah sehingga hawa murninya menjadi
buyar dan jatuh semaput."
Kongsun Siang kagum sekali, katanya: "Uraian Cong-coh
me mang betul, jadi akulah yang gegabah, tapi Cin Tek-hong sudah
terbukti adalah mata2 Hek-liong-hwe, umpa ma dia ma mpus juga
setimpal dengan perbuatan jahatnya, kenapa Cong-coh malah a kan
me mbantunya?"
"Dia sudah tertawan hidup2,maka tak boleh kita
menganiayanya, mati atau hidup biarlah Thay-siang yang
menjatuhkan hukuman padanya, oleh karena itu a ku harus bantu
dia me mulihkan kesehatan."
Kongsun Siang masih ingin bicara, tapi. dilihatnya Kun-gi
me mberi kedipan mata padanya, segera dia mengerti, maka katanya
manggut2 "Ucapan Cong-coh me mang betul."
Sudah tentu Cin Tek-hong ma klum, hawa murni da la m tubuhnya
yang nyungsang dan buyar kalau tidak secepatnya dihimpun
ke mbali tentu dirinya akan menga la mi "Cap-hwejip-mo" atau
menga la mi kelumpuhan total, itu berarti masa depan kehidupannya
akan sura m dan tiada artinya lagi. Maka cepat dia merangka k
berduduk dan merangkap kedua tangan mulai se madi.
Tangan kiri Kun-gi segera menekan Pe k-hwehiat di kepalanya,
katanya: " Bersiaplah saudara Cin." Sejalur hawa murni panas
pelan2 mere mbas ke Pek-hwehiat melalui telapak tangannya. Terasa
oleh Cin Tek-hong hawa panas ber-gulung2 mulai mengalir ke
sekujur badan. Kira2 satu ja m ke mudian, terdengar Kun-gi menghela napas serta
menarik tangan, katanya: "Cukuplah, sekarang Cin-heng bisa
mengerahkan tenaga keseluruh tubuh."
"Cong-coh," tanya Song Tek-seng, "apakah kita tidak segera
pulang?" Kun-gi mendongak lihat cuaca, katanya: "Sekarang baru
kentongan ketiga, dari sini kita bisa mengawasi putuhan li se kitar
perairan sini, menjelang fajar baru saatnya ganti piket, lebih baik
kita istirahat saja di sini, untuk apa pulang pagi2?" Lalu ia ambil
mangkuk dan menengga k arak pula.
Kongsun Siang, Song Tek-seng, Thio La m-jiang juga jagoan
minum, mendengar anjuran Kun-gi, tanpa sungkan mereka lantas
minum sepuasnya.
Setelah hawa murni kumpul ke mbali Cin Tek-hong merasakan
kesehatan telah pulih ke mbali, segera dia berdiri mengha mpiri Kun-
gi, sikapnya hormat dan patuh, katanya menjura: "Berkat
pertolongan Cong-coh jiwa orang she Cin selamat, sungguh tak
terhingga rasa terima kasihku."
Kun-gi menoleh, katanya: "Cin-heng sudah pulih ke mbali, marilah
duduk minum arak."
"Cong-coh," kata Cin Tek-hong, "kenapa tidak kau tutuk Hiat-
toku?" Kun-gi berkata: "Apakah Cin-heng yakin dapat melarikan diri?"
Sungguh2 sikap Cin Te k-hong dan katanya: 'Di depan Cong-coh
me mang orang she Cin takkan ma mpu meloloskan diri."
"Kalau begitu, silakan C in-heng duduk dan menghabiskan
semangkuk arak ini."
Cin Tek-hong segera duduk kcrnbali ke tempatnya se mula.
Setelah menghabiskan semangkuk arak Cin Tek-hong comot sekerat
daging terus dijejalkan ke mulut, katanya sambil angkat kepala:
"Cong coh tadi bilang ada persoalan yang ingin di tanyakan padaku,
entah persoalan apa?"
"Aku hanya ingin tanya sedikit keadaan Hek-liong-hwe, kalau Cin-
heng ada kesulitan, tidak usah-lah kau jelaskan."
Melirik sekejap ke arah Kho Ting-seng baru Cin Tek-hong
berkata: "Rahasia perkumpulan ka mi dilarang bocor sesuai
peratutan, bagi yang me mbocorkan mendapat hukuman mati, tapi
jiwa orang she Cin tadi ditolong Cong-coh, soal apa yang ingin
Cong-coh tanyakan, asalkan tahu pasti kuje laskan."
"Me mangnya Cin-heng sudah tidak ingin ke mba li?" timbrung Kho
Ting-seng. Song Tek-seng duduk di sebelahnya, hardiknya: "Tutup bacotmu!" Tenggak se mangkuk arak pula baru Cin Te k-hong berkata
kepada Kho Ting-seng dengan tertawa: "Kita sudah terjatuh ke
tangan orang2 Pek-hoa-pang, kau masih ingin ke mbali?"
Kho Ting-seng dia m saja.
"Tiada maksudku untuk mengorek rahasia Hek-liong-hwe secara
berlebihan, soalnya ada dua temanku yang terjatuh di tangan
orange Hek-liong-hwe, maka aku hanya ingin tahu keadaan Hek-
liong-hwe selayang pandang saja, umpamanya di mana letak
markas Hek liong-hwe" Siapa pe mimpinnya" Di mana mere ka
menyekap para tawanan" Apakah Cin-heng dapat menjelaskan?"
Rupanya inilah tujuan Kun-gi mencekok arak pada Cin Tek-hong
serta menyembuhkan luka2nya.
Kata Cin Tek-hong: "Hek-liong-hwe dibagi jadi dua seksi, yaitu
seksi luar dan seksi dala m, aku di bawah Ui-liong-tong, tugasku di
luar, maka keadaan dalam Hek-liong-hwe sebenarnya sedikit sekali
yang kuketahui "
"Di mana letak He k-liong-hwe, tentunya kau tahu?" tanya Kun-gi.
"Aku hanya tahu Ui-liong-tong ka mi didirikan dibelakang gunung
Kunlun diatas Ui-lionggia m."
"Kunlunsan di Shoatang ma ksudmu?" Kun-gi menegas. "Lalu
siapa pe mimpinmu?"
"Kalau kukatakan mungkin Cong-coh t idak percaya, walau sudah
tiga tahunan aku menjadi anggota Ui-liong-tong, tapi hanya sekali
pernah kulihat Hwecu ka mi, hakikatnya tiada yang tahu siapa dia
sebenarnya?"
"Dia tidak punya she dan na ma"'`
"Se mua orang hanya
me manggilnya Hwecu,
entah siapa namanya." "Cong-coh," sela Kongsun Siang dengan nada sinis, "tiga tahun jadi anggota, tapi siapa na ma pe mimpinnya tidak tahu, apakah kau
percaya ?"
"Kenyataan me mang de mikian, buat apa aku me mbual?" Cin Tek-
khong me mbela diri, "kau Kongsunhouhoat sudah setahun menjadi
Houhoat-su-cia, tahukah na ma dan she Thay-siang?"
"Bukankah Cin-heng pernah me lihatnya sekali?" sela Kun-gi.
"Ya, aku hanya melihat seraut wajah hitam dengan jambang
legam, seorang laki2 tua kekar yang berjubah hita m pula, tapi
terasa olehku bahwa mukanya itu bukan wajah aslinya."
"Cin-heng di bawah perintah Ui-liong-tong, tugas bagian luar, lalu
bagaimana bagian da la m?"
"Hwi liong dan Ui-liong termasuk seksi luar, hanya Ceng-liong-
tong bertugas bagian dala m."
"Apa bedanya seksi luar dan seksi da la m?"
"Ceng-liong-tong berkuasa atas segala rahasia Hek liong-hwe,
anak buahnya semua perempuan, dinama kan seksi da la m dan
merupakan seksi yang paling berkuasa dari seksi lainnya. Hwi-liong
dan Ui-liong dikhususkan mengerjakan tugas luar, sedang Hwi-liong
juga boleh dina makan Hou hoat-tong, anggotanya terdiri dari jago2
kelas wahid, hari2 biasa tiada tugas rutin bagi mereka, jarang pula
beraksi, bila orang2 Ui-liong-tong yang menjalankan tugas di luar
menghadapi kesukaran, orang2 Hwi-liong-tong yang akan memberi
bantuan." "Di mana Hwi-liong-tong didirikan?" tanya Kun-gi.
"Entah aku tidak tahu, tapi bila orang2 Ui-liong-tong menghadapi
bahaya, entah di mana saja, bila menge luarkan tanda bahaya maka
dari jauh atau dekat orang2 Hwi-liong-tong pasti akan segera
datang me mberi bantuan, oleh karena itu tiada orang tahu di mana
sebenarnya Hwi-liong-tong didirikan."
"Sunggub He k-liong-hwe yang serba rahasia dan misterius." ucap
Kun-gi la lu tanyanya pula: "Lalu Ui-liong-tong?"
"Tugas Ui-liong-tong menghadapi persoalan luar, anggotanya
scluruhnya laki2, terdiri orang2 dari golongan hita m atau putih, bila
dia seorang persilatan dan ada seorang perantara, siapapun boleh di
terima me njadi anggota.."
Mendadak Kun-gi bertanya: 'Jadi Ci Gwat-ngo orangnya Ceng
liong-tong?"
"Ya, dia utusan Cui-tongcu, ka mi se mua di bawah perintahnya.".
"Tak heran setelah Ci Gwat-ngo suruh Bi Kui menya mpaikan
berita mana, dia gigit putus lidah dan bunuh diri, ternyata dia takut
me mbocorkan rahasia Hek-liong-hwe," demikian batin Kun-gi, lalu
katanya sambil menepekur: "Jadi Cin-heng juga tidak tahu di mana
mereka menyekap para tawanan?"
"Tergantung kedua teman Cong-coh itu ditawan oleh seksi mana,
kalau ditangkap orang2 Ui-liong-tong, pasti dikurung di Ui-
lionggia m. Kalau dibe kuk orang2 Hwi-liong- tong atau Ceng-liong-
tong, tak bisa aku me nerangkan," ke mudian ia berkata pula:
"Sebelum aku diselundupkan ke Pek-hoa-pang pernah bertugas
cukup la ma di Ui-liong-tong, ada kalanya Cui-tongcu mengutus
orang menya mpaikan perintah, dari cara mereka pergi datang
leluasa dan lancar, kukira jaraknya tidak terlalu jauh, pernah aku
dia m2 me mperhatikan, 10-an li di se kitar Ui-lionggia m me mang
tidak ke lihatan adanya bayangan, Ceng-liong-tong."
Kembali Kun-gi me mbatin: "Gadis cilik yang menyaru jadi Cu-cu
katanya semula adalah pelayan pribadi Cui-tongcu, tentunya dia
tahu di mana letak sebenarnya Ceng-liong tong itu" ia angkat
mangkuk dan meneguk arak, lalu tanyanya: "Apa jabatan Cin-heng
di dala m Ui-liong-tong?"
"Dala m Ui-liong-tong kecuali Tongcu yang berkuasa penuh, di
bawahnya terbagi dua tingkat pula, yaitu Sincu dan Kia m-su, aku
menjadi anggota Sincu."
"Lalu di antara orang kalian sendiri, me maka i kode rahasia apa?"
Cin Tek-hong sudah terlalu banyak tenggak arak, keadaannya
sudah setengah sinting, ia menaruh mangkuk araknya, dari sanggul
kepalanya ia menga mbil sebuah benda, telapak tangannya di buka,
dia berkata: "Biarlah ma la m ini kubeber segalanya kepada Cong-
coh, kode rahasia kami menggunakan benda ini," Di tengah telapak
tangannya menggelinding kian ke mari sebutir mutiara sebesar
kacang tanah, mutiara ini berlubang tengahnya dan disunduk seutas
benang kuning. Betapa tajam mata Kun-gi, sekilas pandang di lihatnya mutiara
yang kemilau itu ada terukir sebuah huruf "Ling" atau firman, tanpa terasa mulutnya ber-suara kaget : "Cincu ling!"
"Ternyata Cong-coh sudah tahu," ujar Cin Tek-hong.
"Aku juga punya sebutir, silakan Cin-heng me lihatnya juga," ucap
Kun-gi, dari kantong bajunya dia merogoh keluar sebutir mutiara
pula. Cin Tek-hong menyipit mata menga mati penuh perhatian,
katanya tertawa: "Inilah tanda peringatan berasal dari Hek-liong-
hwe, jadi Cong-coh me mang sejak mula menyelidiki Hek-liong-
hwe?" "Sa ma2 CinCu-ling, entah apa bedanya?" tanya Kun-gi.
"Dala m Hek-liong-hwe ka mi hanya anggota yang berkedudukan
lebih tinggi dari Sin cu boleh menggunakan CinCu-ling ini, para
Sincu me maka i mutiara sebesar kacang tanah, kalau mutiara seperti
yang ada di tangan Cong-coh besarnya seperti buah kelengkeng
seharusnya milik Tongcu, dan lagi benang sunduknya juga
berlainan, Ceng-liong-tong pakai benang hijau, Hwi-liong-tong paka i
benang merah, untuk Ui-liong-tong me ma kai benang kuning, hanya
Hwecu saja yang mema kai benang emas. Benang mutiara milik
Cong coh ini bewarna kuning e mas, pertanda yang mewakili Hwe
kami, Cuma mutiara milik Hwe ka mi adalah mutiara asli, hanya
tanda2 kebesaran, diperuntukan pihak luar diguna kan mutiara
tiruan, sekali pandang orang akan bisa me mbedakan."
"Ternyata masih sebanyak itu perbedaannya," ucap Kun-gi.
"Malah masih ada lagi," Cin Tek-hong ngoceh sendiri, "bagi ka mi orang2 yang bertugas di luar, huruf 'Ling' yang terukir di mutiara ini
menggunakan goresan tunggal, sebaliknya ukiran huruf 'Ling' pada
mut iara yang dipaka i orang2 seksi dala m menggunakan goresan
dobel." Tergerak hati Kun-gi, pikirnya: "Leliong-cu warisan keluargaku itu
juga diukir dengan goresan dobel, me mangnya Hek-liong-hwe ada
hubungannya dengan diriku?" Terpikir olehnya Hwi-liong-sam-kia m
warisan keluarganya kenyataan menjadi Tinpang-sa m-kia m Pe k-
hoa-pang, kini diketahuinya pula bahwa Leliong-cu warisan
keluarganya juga ada sangkut pautnya dengan Hek-liong-hwe.
Kalau dikatakan kebetulan, masakah kedua persoalan bisa terjadi
secara kebetulan, terang terlalu jauh untuk dapat dipercaya.
Sekejap ini pikirannya jadi gundah dan resah, tanpa mengisi
mangkuknya langsung dia angkat poci terus tuang arak ke dala m
mulut. Kongsun Siang juga tidak sedikit minum arak, keadaannya sudah
seperempat mabuk, le kas dia ber-kata: "Song-heng, Thio-heng dan
Ji-heng, mari kita iringi se mangkuk pula dengan cong-coh."
Sembari berkata dia m2 dia me mberi tanda kepada tiga te mannya


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini. Maksudnya bahwa Ling Kun-gi sudah takkan kuat minum lagi,
sisa arak tidak banyak lagi, marilah kita bagi rata dan minum
bersama sa mpai habis.
Song Tek-seng, Thio La m-jiang dan Ji Siu-seng tahu maksud
Kongsun Siang, lekas Ji Siu-song angkat guci arak terus tuang
ke mangkuk se mua orang, lalu me nenggaknya bersama.
"Ji-heng," kata Cin Tek-hong, "sisanya biar kuhabiskan saja." Dia angkat poci itu serta tuang sisa isinya ke mulut sendiri.
Kun-gi tertawa, katanya tersenyum: "Kalian kuatir a ku mabuk?"
Belum lenyap suaranya, mendadak Cin Tek-hong menjerit sekali,
badannya mengejang terus terkapar roboh ke belakang. Kejadian
amat di luar dugaan, keruan orang2 yang duduk berkeliling ini sa ma
kaget, Gerakan Kun-gi pa ling sigap, cepat dia melompat bangun
serta memapah Cin Tek-hong, sementara jari kanan menekan Bing-
bunhiat orang, teriaknya gugup: "Cin-heng, kenapa kau?"
Kongsun Siang, Song Tek-seng, Thio La m-jiang dan Ji Siu-seng
berempat me lompat berdiri, Kong-sun Siang berbisik apa2 pada tiga
orang lainnya, Song Tek-seng manggut2 terus berpencar siap siaga.
Pada saat itulah mendadak Kun-gi me mbentak sa mbil berpaling:
"Siapa itu di dala m hutan?"
"Lohu!" se iring dengan suaranya dari hutan melangkah keluar
seorang kakek kurus yang menggelung kuncir ra mbutnya di atas
kepala. Kakek ini mengena kan baju biru, celana kencang terikat bagian
bawahnya, tangan kiri me mbawa pipa cangklong sepanjang satu
setengah kaki, roman mukanya kaku ke labu, dalam kegelapan, bola
matanyapun tampa k berwarna kelabu bersinar ke milau.
Karena me mperoleh saluran hawa murni dari Ling Kun-gi,
sementara itu pelan2 Cin Tek-hong sudah me mbuka mata. seketika
ia terbelalak waktu me lihat kakek kurus ini, bibirnya bergetar,
suaranya merinding serak: "Hwi . . . . . liong. . . . . liong . . . . . "
agaknya sebisanya dia sudah kerahkan setakar tenaganya untuk
berucap ketiga patah kata ini, tapi akhirnya suaranya semakin
le mah, pelan2 kelopak matanya tertutup, darah kental hita m
seketika mele leh keluar dari mulutnya, agaknya dia tertimpuk
semaca m senjata rahasia kecil, racun telah merenggut jiwanya.
Kun-gi me lepaskan tangannya, seraya berdiri tanyanya menatap
kakek kurus: "Apakah tuan dari Hwi-liong-tong?"
Kata kakeh muka ke labu: "Lohu malah sudah tahu kau ini Cong
su-cia yang baru da la m Pek-hoa-pang, betul tidak?"
"Betul, Cayhe Ling Kun-gi, sebutkan na ma tuan."
"Lohu Nao Sa m-jun," jawab si ka kek.
Ling Kun-gi t idak tahu Kim-kau-cian Nao Sa m-jun ini adalah Hwi-
liong-tong Tongcu, tanyanya: "Apa maksud kedatangan tuan?"
Sambil mengelus jenggot ka mbing yang sudah ubanan, Nao
Sam-jun terkekeh, katanya: "Ada tiga tugas Lohu kemari, pertama
me mbunuh anggota yang murtad dan menolong orang yang
tertawan."
"Hanya dua yang kau sebutkan."
"Betul, dan yang ketiga kami mohon Ling-cong-sucia suka
meringankan langkah ikut pergi ber-sa ma Lohu."
"Ke mana tuan hendak me ngajakku"' tanya Kun-gi.
'Sudah tentu ma mpir ke markas ka mi, kalau t idak ingin
mengundang Ling-lote buat apa Lohu meluruk ke mari," nadanya
congkak dan sombong.
Kun-gi tatap orang lekat2, katanya: "Sepongah ini tuan bicara,
me mangnya kau inikah Hwi-liong- tong Tongcu?"
"Betul, Lohu me mang Hwi-liong-tongcu, Ling-lote mau ikut Lohu
bukan?" "Sungguh sangat beruntung dapat bertemu di sini, maksud
Cayhe malah sebaliknya, bagaimana ka lau Nao-tongcu saja yang
ma mpir ke kapa l ka mi?"
Berkedip bola mata Nao Sa m-jun yang kelabu dingin, mendadak
dia ter-bahak2, katanya: "Ling-lote, kesempatanmu sudah tiada
lagi." "Jago2 kosen2 Hwi-liong tong me mang banyak, tentunya tidak
sedikit jago2 yang mengiringimu."
"Ling-lote me mang pandai menebak, Lohu me mang bawa Cap ji-
sing- siok (dua belas bintang kelahiran), mereka sudah tersebar di
sekeliling sini, umpa ma satu lawan satu belum tentu ka lian bisa
menang, paling2 sa ma kuat, tapi keadaan sekarang berbeda, kalian
harus satu melawan tiga, belum lagi terhitung Lohu, bagaimanapun
juga kalian tak ada kese mpatan untuk menang."
Di sini dia bicara, tahu2 tanah lapang berumput ini sudah
terkepung oleh 12 orang berpaka ian serba aneh.
"Tuan siap perintahkan mereka turun tangan?" jengek Kun-gi
dengan tersenyum.
Nao Sam-jun menyeringai, katanya: "Sudah tentu Lohu tidak
ingin bergebrak dengan kalian supaya tidak merusak persahabatan,
sebab sebelum Lohu ke mari Hwecu ada pesan . . . . " mendadak dia
tutup mulut. meski kata2nya tidak dilanjutkan, tapi ke mana
juntrungnya sudah bisa ditangkap:
"Apa kata Hwecu kalian?" desak Ling Kun-gi.
"Hwecu sudah dengar, katanya
Ling-lote telah berhasil menawarkan getah beracun itu?"
"Benar," ucap Kun-gi singkat .
Berkelebat cahaya di wajah Nao Sa m-jun yang kelabu itu,
suaranya berat: "Oleh karena itu beliau suruh Lohu ke mari untuk
mengundangmu, kalau Pek-hoa-pang bisa me mberi jabatan Cong-
su-cia, Hwe kita juga bisa me mberi jabatan Cong-houhoat
kepadamu."
Tawar tawa Kun-gi, katanya: "Wah, Cayhe menjadi tertarik
rasanya." "Me mangnya, asal Ling-tote telah betul2 dapat menawarkan
getah beracun, Hwe kita tidak akan kikir, betapapun besar
pengorbananyangharusdipertaruhkan,pastiakan
mengundangmu."
Dia m2 Kun-gi merasa heran, pikirnya: "Pek-hoa-pang me mang
bermusuhan dengan Hek-liong-hwe, setiap macam senjata dan
senjata rahasia orang2 Hek-liong-hwe dilumuri racun getah, adalah
jamak dan dapat dima klumi kalau Pek-hoa-pang begitu getol
me mperoleh obat penawarnya, bahwa Hek-liong-hwe sendiri juga
ingin me miliki obat pena-warnya, entah apa pula gunanya" Ya,
waktu Coat Sinsanceng me nculik Tong Thianjong, Un It-hong, Lok-
san Taysu dan Cu Bunhoa, bukankah tujuannya juga untuk
menciptakan obat penawar getah beracun itu." Segera ia bertanya:
"Getah beracun kan milik ka lian, me mangnya kalian tida k punya
obat penawarnya?"
"Untuk ini Ling-lote tidak usah urus," jenge k Nao Sa m-jun.
"Kalau Nao-tongcu tidak mau je laskan, bagaimana Cayhe harus
percaya padamu?" ejek Ling Kun-gi.
"Setelah Ling-lote berhadapan dengan Hwecu, segalanya akan
kau ketahui."
"Nao-tongcu bicara seenak sendiri, seakan2 aku harus ikut kau
pergi begitu saja."
"Ya, me mang Ling-lote
harus pergi bersamaku,"
tandas perkataan Nao Sa m-jun.
Kun-gi tersenyum, katanya: "Kalau Cayhe tidak mau pergi?"
Mengelus jenggot, tambah kela m rona muka Nao Sa m-jun,
katanya dengan menyeringai: "Ka-lian berlima sudah berada
digengga manku, mau pergi atau tidak kau tida k kuasa menentukan
pilihanmu, cuma perlu Lohu peringatkan, sukalah Ling-lote
pertimbangkan dulu dengan masak."
"Peringatan apa coba katakan, aku ingin dengar."
Nao Sam-jun menyapu pandang ke muka Kongsun Siang
berempat, lalu katanya sinis: "Kalau Ling-lote dan saudara2 ini ma u
ikut Lohu. itulah paling baik, kalau menola k dan melawan malah,
tujuan pertama Lohu ke mari kecuali harus menawan Ling-lote
hidup2, e mpat orarg yang la in, hehe . . . . "
Kongsun Siang jadi murka, teriaknya: "Katakan saja terus
terang:" Nao Sam-jun melirik tak acuh, dengusnya: "Tumpas seluruhnya
dan habis perkara."
Berdiri alis Kongsun Siang, sa mbil me nengadah dia ter-bahak2,
katanya: "Tumpas habis" Suruhlah mereka maju, boleh coba apa kah
pedang di tangan Kongsun Siang ini taja m atau tumpul."
Song Tek-seng, Thio Lam-jiang dan Ji Siu-seng juga naik pitam,
mereka melotot kepada Nao Sa m-jun, tangan sudah siap me me gang
gagang pedang. Sebaliknya Nao Sa m-jun seperti jijik meski hanya
me lirik kepada mereka, dingin suaranya: "Ling-lote, sudah kau
pertimbangkan?"
Cin Tek-hong tadi sudah bilang bahwa anak buah Hwi-liong-pang
semua tergolong jago2 kosen, melihat situasi sekarang dan sikap
Nao Sam-jun yang begitu yakin pula, mau tak mau Kun-gi merasa
was2, Cap-ji-sing-siok yang dibawa orang tentu hebat dan lihay
sekali. Tapi dia tetap tersenyum simpul, sikapnya tenang dan wajar,
katanya kalem; "Cayhe juga, sudah me mikirkan suatu ha l . . . . .."
"Hal apa?" tanya Nao Sa m-jun.
"Tadi Cayhe me mbekuk seorang Sincu dari perkumpulan ka lian,
jiwanya sudah melayang di tanganmu sendiri, kalau pulang nant i
Cayhejadikebingungancarabagaimaname mberikan
pertanggungan jawab kepada Pangcu, tapi tuan adalah Hwi-liong-
tongcu, kedudukanmu jauh lebih tinggi daripada Sincu, kebetulan
kalau kuringkus kau hidup2, kini yang me mbuatku bimbang adalah
apakah Cap-ji-sing-siok yang kau bawa ini harus dibabat habis atau
ditawan semua . . . . . . . "
Kengsun Siang ter-gelak2, katanya: "Cong coh tidak perlu pusing,
me mbe kuk seorang Tongcu sudah jauh lebih cukup, sisa yang lain
sudah tentu babat saja sampai habis."
Song Tek-seng ikut menimbrung: "Betul, Cong-coh tangkap saja
Nao tongcu ini, yang lain serahkan kepada ka mi untuk
me mbereskannya." Di tengah kata2nya terdengarlah suara
berdering, Kong-sun Siang, Song Tek-seng, Thio La m-jiang dan J i
Siu-seng sa ma me lolos pedang.
Mengernyit dahi Nao Sa m-jun, katanya: "Bila Cap-ji sing-s iok
yang kupimpin ini sega mpang itu untuk me numpasnya tentu mereka
takkan berguna dalam Hwi-liong-tong, kalau Ling-lote tidak percaya,
boleh kau suruh seorang maju mencobanya."
Sebelum Kun-gi buka mulut, Kongsun Siang telah menyela:
"Cong-coh, biar ha mba me nghadapi mere ka."
Nao Sam-jun tertawa angkuh, tangannya menggapai ke atas.
Mungkin itu tanda gerakan mereka, 12 orang yang semula berdiri
beberapa tombak di kejauhan sana serempak bergerak maju
menge lilingi tanah lapang.
Dari dekat Ling Kun-gi dan lain2 dapat melihat je las, kiranya
mereka mengenakan kerudung kepa la warna hitam, seragamnya
ketat kencang warna hita m mengkilap, bahan bajunya agaknya
teramat tebal, sekujur badan serba lega m, hanya kelihatan kedua
biji matanya saja.
Melihat dandanan mereka yang aneh dan lucu, diam2 Kun-gi
me mbatin: "Cap ji-sing-siok berpa-kaian seaneh ini, terang bukan
gertakan belaka untuk menakuti orang, bisa jadi mere ka
meyakinkan se maca m ilmu gabungan yang aneh dari a liran sesat"
Cepat Kun-gi berpaling ke arah Kongsun Siang, katanya: "Kau harus
hati2." "Ha mba tahu," sahut Kongsun Siang.
Sambil menenteng pedang Kongsun Siang me mapa k maju,
hardiknya: "Kalian siapa yang maju, hayolah bertanding denganku."
Nao Sam-jua mendangus: "Sebelum ajal tentu kau takkan
kapok." Segera ia menuding orang di ujung kanan.
Laki2 baju hita m yang dituding segera melesat ke depan
menubruk Kongsun Siang. Gerak-gerik orang ini aneh cekatan,
tanpa bicara, jari2 kedua tangannya yang tertekuk seperti cakar
segera mencengkera m.
Kongsun Siang meyakinkan Thianlong-kia m-hoat dan Long-hing-
poh, begitu badan bagian atas doyong ke depan, tahu2 ia
berkelebat ke sa mping baju hita m, mulutpun me mbentak: "Lihat
pedang!" Sinar pedang berkelebat, tahu2 ujung pedang sudah
menusuk ke bawah rusuk si baju hita m.
Tanpa berkelit dan menghindar si baju, hitam malah me mbalik
badan, kelima jarinya terpentang mencengkeram perge langan
tangan Kongsun Siang yang me megang pedang.
Sigap dan cepat gerak serangan Kongsun Siang. "Trang",
pedangnya dengan telak menusuk rusuk kanan si baju hita m, tapi
terasa ujung pedangnya seperti menusuk batu yang keras sekali.
Entah terbuat dari bahan apa pakain orang ini" ternyata tidak
me mpan senjata, padahal pedang Kongsun Siang terbuat dari baja
pilihan, ternyata tak ma mpu me lubangi badan lawan.
Baru saja mencelos hati Kongsun Siang, tampak sedikit
menggerakkan badan, kelima jari lawan tahu2 sudah mengincar
pergelangan tangannya, sekilas dilihatnya kuku jari lawan berwarna
hitam mengkilap, jelas dilumuri racun jahat.
Kaget dan gusar Kongsun Siang, le kas ia berkisar ke sa mping dan
sekali berkelebat dia me mutar ke bela kang lawan. "Sret", ke mbali pedangnya menusuk.
Walau mengenakan paka ian yang kebal senjata, tapi gerak gerik
orang berbaju hitam ternyata lincah sekali, mengiringi gerakan
Kongsun siang, iapun sudah putar tubuh dan ganti posisi, tangan
ter-ayun dan segera menabas.
Pukulannya ternyata menerbitkan sa mbaran angin keras, malah
terasa sambaran angin pukulan ini berbau busuk a mis.
Guru Kongsun Siang, yaitu Lo long-sin merupa kan ge mbong
aliran "liar", setiap hari dia mendidik muridnya secara keras, sudah tentu iapun ceritakan segala persoalan Bu-lim pada muridnya
termasuk segala maca m ilmu silat yang aneh2.
Begitu mencium bau bacin dan a mis dari angin pukulan lawan,
tergerak hati Kongsun Siang, pikirnya: "Agaknya mereka sa ma
meyakinkan Ngo-tok-ciang (pukulan lima bisa)." Maka dia tida k
berani menandangi secara keras, badan menubruk kedepan, segesit
belut tahu2 dia terjang ke sebelah kiri, pedang menusuk bagian
belakang musuh ma lah.
Dua ka li menubruk te mpat kosong, tiba2 orang baju hita m bersiul
rendah, kedua tangan menari naik turun lebih kencang dibarengi
tubruk dari terjang.
Kongsun Siang ke mbangkan langkah bentuk seriga la, kelit ke
timur menghindar ke barat, dengan kelincahannya dia menandingi
lawannya, tapi kenyataan dia sudah lebih banyak bertahan daripada
balas menyerang. Maklumlah, pakaian musuh kebal senjata, sia2lah
serangan dan tusukan pedangnya, hanya peras keringat dan
menguras tenaga be laka.
Mereka bergebrak depgan sengit, pandangan Ling Kun-gi me lulu
tertuju ke arah orang berbaju hita m, sudah tentu hanya dia yang
bisa melihat dengan jelas, akhirnya alisnya berkerut, bentaknya
tiba2 "Mundurlah Kongsun-heng."
Mendengar itu Kongsun Siang segera melompat mundur.
Ternyata si baju hita m tida k merangsak lebih lanjut, iapun berdiri


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia m. Kongsun Siang ke mba li ke sa mping Kun-gi, katanya dengan
suara tertahan: "Cong-coh, pakaian yang mereka pakai agaknya
kebal senjata."
"Ya, aku sudah lihat," sahut Kun-gi.
"Mereka tidak pakai senjata, tapi jari2nya berlumuran racun,"
demikian Kongsun Siang mena m-bahkan, "angin pukulan juga bacin
dan amis, mirip pukulan Ngo-tok-ciang dan sebangsanya, tak boleh
dilawan secara kekerasan."
"Ya, aku juga tahu, kalau mereka tidak punya bekal kepandaian
yang menjadi andalan orang she Nao itu takkan berani takabur dan
secongkak itu," merandek sejenak, lalu Kun gi berkata kepada
empat temannya: "Kalian berdiri di tempat masing2 dan jangan
sembarangan bertindak, biar kujajalnya sendiri." Se mbari bicara
pelan2 dia melangkah maju.
Kepandaian Kun-gi sudah sejak la ma bikin para Houhoat dan
Hou-hoat-su-cia sa ma kagum dan tunduk lahir batin, jika diapun
tidak ma mpu mengalahkan Cap ji-sing-siok, apa yang bakal terjadi
ma la m ini dapatlah dibayangkan. Dengan suara rendah mendada k
Kongsun Siang berkata: "Hati2-lah Cong-coh."
Kun-gi me ngangguk, pelan2 dia berjalan ke depan Nao Sa m-jun,
kira2 setomba k jaraknya dia berhenti, katanya: "Anak buah Nao-
tongcu ternyata memang lihay."
Mata Nao Sam-jun yang kelabu seperti mata mayat
me mancarkan sinar dingin. katanya sambil menyeringai: "Jadi Ling-
lote mau terima ajakanku" Haha, seorang ksatria harus bisa melihat
gelagat, tidak malu Ling-lote sebagai tokoh yang menonjol."
Tidak terlihat secercah senyumpun pada wajah Ling Kun-gi,
katanya dengan nada berat: "Tidak sulit untuk me ngajakku pergi,
cuma orang she Ling ingin menjajal dulu sa mpai di mana tingkat
kepandaianmu, tentunya Nao-tongcu tidak menolak ke inginanku?"
Berkelebat pula sinar kela m pada bola mata Nao Sam-jun
katanya: "Sebetulnya Lohu menerima perintah Hwecu untuk
mengundang Ling-lote, lebih baik kalau di antara kita tidak merusa k
persahabatan, apalagi ditimbang situasi ma la m ini Lohu yakin
berada di atas angin, ke menangan jelas tergengga m di tanganku,
kalau harus bertempur lagi dengan me mpertaruhkan jiwa, bukankah
aku jadi kehilangan kontrol pada diriku?"
Mendelik mata Kun-gi, katanya sambil ter-bahak2: "Ka lau orang
she Ling sudah menantang, mau atau tidak kau harus melayaniku
ma in beberapa jurus." Dia sudah berkeputusan: "menangkap
rampok harus menawan pentolannya", ma ka lenyap suaranya
tangan kanannya tiba2 terangkat, "Sreng", pedang dilolos keluar.
Ih-thiankia m me mancarkan sinar ke milau dingin, hardiknya sambil
menuding Nao Sa m jun: "Nao-tongcu, keluarkan senjatamu." Jarak
ujung pedang yang ditudingkan ke dada Nao Sa m-jun hanya
beberapa kaki saja, maka hawa pedang yang dingin tajam langsung
menerjang ke dadanya.
Julukan Nao Sa m-jun adalah Kim-kau-cian ( gunting e mas ), yang
diyakinkan adalah Kim-kau-ciansinkang, jari tangannya laksana
gunting baja, umpa ma pedang terbuat dari baja murni juga a kan
terjepit putus, dengan mengandalkan kedua jari yang hebat,
selamanya dia t idak pernah menggunakan senjata la in. Tapi serta
me lihat pedang Kun-gi, bukan saja bentuknya amat kuno dan aneh,
hawa pedangnya dingin tajam, jelas bukan se mbarangan pedang
pusaka. Walau Kim-kau-ciansinkang sudah diyakinkan se mpurna,
tapi menghadapi senjata sakti setajam ini, tak berani ia pandang
enteng dan yakin akan kekuatan jari sendiri, mendadak ia ber-siul
sekali, tiba2 badan bagian atas meliuk doyong kebelakang, kaki
menjejak tanah, dia berjumpa litan mundur.
Kun-gi tida k menduga orang akan lari sebelum bertempur, ia ter-
bahak2 sa mbil mengeje k:
"Apakah Nao-tongcu jeri dan tida k berani bertempur
me lawanku?" Belum habis bicara, tiba2 terasa angin berkesiur di
belakang mencuriga kan. Menyusul dia dengar teriakan peringatan
Kongsun Siang: "Cong-coh, awas belakang!"
Sebetulnya tak usah Kongsun Siang me mperingatkan, tangan kiri
Kun-gi sudah terayun, secepat kilat seperti percikan api tahu2
menepuk seka li, serentak badanpun berputar me mbalik.
Kiranya siulan rendah dari mulut Nao Sam-jun tadi merupakan
tanda aba2 kepada Cap-ji-sing-siok, serempak dua belas orang
bergerak, dua bayangan orang bagai "elang menubruk anak ayam"
dari kirikanan terus menyergap Ling Kun-gi.
Sebagai murid Hoan jiu-ji-lay, kepandaian "mendengar kesiur
angin me mbedakan senjata" Kun-gi sudah tentu telah mencapai
puncaknya, terutama menyerang dengan tangan kiri ke bela kang
meru-pakan ajaran tunggal perguruannya. Tepukan tangankiri dia
lancarkan sebelum badannya me mutar, sa-sarannya adalah musuh
yang menubruk dari arah kiri.
Sebetulnya orang berbaju hitam itu sudah menubruk tiba, kelima
jari2nya yang seperti cakar ayam itu ha mpir saja mencakar punda k
kiri Kun-gi, mendadak terasa segulung angin kuat menerjang
dadanya, tanpa kuasa berkelit sedikitpun, "blang" dengan tela k
dadanya kena dihantam dengan keras.
Kun-gi sudah kerahkan ena m bagian tenaganya, bukan saja daya
tubrukan si baju hitam yang kuat itu terhenti malah dia terdampar
mundur lagi tiga t indak. Begitu melancarkan tepukan tangan kiri ini
baru Kun-gi berputar, kebetulan berhadapan dengan orang berbaju
hitam yang menyerang dari sebelah kanan, dilihatnya sorot mata
orang ini mencorong buas, kelima jari2nya berwarna hita m lega m
seperti kaitan baja, hanya beberapa senti lagi ha mpir
mencengkeram punda knya, betapa ganas serangan ini sungguh
sangat mengejutkan. Dalam seribu kerepotan lekas dia tarik punda k
ke bawah, berbareng pedang menusuk ke depan, badanpun lantas
doyong miring dan berkisar ke sa mping.
Gerakan kedua pihak tera mat cepat, keduanya me mberosot
lewat hampir bersentuhan badan, tahu2 jarak keduanya sudah
terpisah lagi. Waktu sinar pedang Kun-gi berkelebat tadi, orang berbaju hitam
mendadak menjerit tajam, ternyata jari2 tangannya yang hampir
mencengkeram pundak Ling Kun-gi itu telah tertabas kutung, darah
muncrat ke mana2.
Nao Sa m-jun terkejut, tak pernah terpikir oleh nya Kun-gi dapat
bergerak segesit dan stengkas itu, padahal Cap-ji-sing-siok yang
dipimpinnya sudah ma lang melintang di Kangouw dan jarang
ketemu tandingan, tak nyana dalam segebrak saja dua di antaranya
sudah terjungkal. Kalau anak muda ini tidak dibunuh, kelak pasti
merupakan bibit bencana yang bakal menganca m orang2 Hek liong-
hwe. Tapi sebelum berangkat kemari Hwecu telah pesan wanti2 bahwa
orang ini hanya boleh ditawan hidup2. Sekilas berpikir mulutnya
lantas bersiul dua ka li, nada suaranya berbeda dari siulan tadi. Kini
empat bayangan prang bergerak serempak, bagai anak panah
cepatnya mereka terus menubruk ke tengah gelanggang.
Dala m segebrak tadi Kun-gi me mukul mundur seorang lawan dan
me lukai tangan seorang lagi, seketika bangkit se mangatnya,
meskipun pa kaian mereka keba l senjata dan dibuat khusus toh
hanya begini saja kekuatannya.
Kejadian hanya berlangsung sekejap saja, dan si baju hitam yang
dipukul mundur Kun-gi sudah menubruk maju lagi, kedua tangan
terpentang sam-bil menerka m. Malah si baju hita m yang terpapas
jari2nya itu tampak menjadi liar dan buas, matanya mendelik, tanpa
hiraukan darah yang bercucuran di tangan kanannya, dia menjerit
seram dengan menyeringa i sadis, kelima jari tangan kanan bagai
ganco meraih ke dada Ling Kun-gi.
Kedua orang ini ha mpir menyerang bersama, sengit dan
me mbabi buta, Kun-gi tida k berani lengah, lekas jari kanan
menuding, "sret" meluncur sejalur panah air mengincar biji mata
orang di sebelah kiri.
Ih-Thiankia m dia pindah ke tangan kiri, kaki bergerak mengikuti
gerakan pedang, segera dia lancarkan jurus Heng-sau-liok-ha m,
sinar pedangnya bagai rentengan rantai perak menyabet ke arah
orang di sebelah kanan.
Nao Sa m-jun bersiul pendek dua kali, e mpat orang baju hitam
lain segera menubruk maju dari e mpat penjuru. Biasanya mereka
tidak gentar meng-hadapi senjata musuh, tapi Ih-thiankia m di
tangan Ling Kun-gi merupakan anugerah Thay-siang, bukan saja
sakti, berada di tangan Ling Kun-gi getaran pedangnya saja segera
menimbulkan kesiur -angin yang cukup menggetar nyali setiap
lawannya, sinar kemilau tajam menyilaukan mata, perba-wanya
sungguh amat hebat. Keempat orang baju hitam yang menubruk
maju terpaksa menahan gerak-annya.
Celakalah si baju hita m yang kutung tangannya tadi, meski dia
sudah kapok dan me lompat sejauh mungkin ke samping, tapi panah
air yang meluncur dari jari tengah Kun-gi itu adalah arak yang tadi
diminumnya, menghadapi musuh2 tangguh ini, jika dengan
kekuatan Lwekangnya dia desak arak, itu keluar untuk menyerang
musuh lewat jarinya. Bagi Kun-gi senjata rahasia ini hanya
merupakan bantuan tidak berarti dikala menghadapi sergapan kalap
para musuhnya, tapi sebaliknya untuk lawannya sasaran yang
di ncarnya itu justeru merupakan titik le mahnya.
Maklumlah seluruh tubuh orang itu terbungkus da la m pakaian
khusus yang tak me mpan senjata tajam, hanya kedua biji matanya
saja yang tidak terlindung dan merupakan titik sasaran terlemah.
Betapa kuat dan keras daya tubrukannya ini, tak di duganya Kun-gi
menyongsongnya dengan semburan arak yang dilandasi Lwe kang
lagi, betapa hebat pula daya luncurnya, jadi keduanya saling
songsong dengan kecepatan seperti kilat menyamber, dikala dia
sadar Ling Kun-gi me mapaknya dengan se mburan arak, untuk
mengere m dan mundur sudah tak mungkin lagi, malah untuk
me meja mkan mata juga tidak sempat pula, tahu2 rasa sakit pedas
merangsang ke dua matanya, sambil me njerit kedua tangan terus
menutup kedua mata, sudah tentu dia tidak se mpat pikir untuk
me lompat mundur lagi.
Sementara sabetan pedang Ling Kun-gi telah bikin kelima orang
baju hitam menghindar mundur, dilihatnya orang yang tersembur
panah araknya sedang mencak2 kelabakan, tapi agaknya lukanya
tidak fatal, sekali berkelebat dia menyerbu ke depan orang, telapak
tangan pelan2 dia dorong kedepan.
Pukulan ini dina makan Mo-ni-in, ilmu pukul-an dari aliran Hud
yang sakti, betapa dahsyat kekuatannya terbukti dengan suara
erangan si baju hitam yang mengenakan pakaian kebal senjata
badannya terpental jungkir balik beberapa tomba k jaubnya dan
ma mpus seketika.
Lima orang baju hitam lain yang tersapu mundur oleh pedang
Ling Kun-gi juga tidak mundur jauh, mereka sudah terlatih baik
menghadapi situasi yang terburuk seka lipun, mereka seolah2 sudah
kehilangan kesadaran akan awak sendiri, tapi rasa setia kawan
ternyata masih berkobar dala m sanubari mereka, me lihat kawannya
terpukul ma mpus, sorot mata mereka menjadi buas dan liar,
semuanya menggerung gusar, tangan sama terpentang terus menu-
bruk maju bersa maan. Terutama si orang yang terkutung jari
tangannya, meski tingga l tangan kiri yang masih be kerja, tapi dia
bersuit melengking tinggi, bagai seriga la ke laparan dia menerjang
lebih dulu dengan ca karnya yang berbahaya.
Menyaksikan pukulan Kun-gi merobohkan seorang musuh,
seketika terbangkit se mangat te mpur Kongsun Siang, melihat
musuh main keroyok, segera dia angkat pedang seraya berseru:
"Song-heng, Thio-heng, mari kita maju!"
Song Tek seng dan Thio La m-jiang meski tahu pakaian lawan
kebal senjata, tapi serentak mereka pun angkat senjata hendak
terjun ke arena.
Tapi Kun-gi keburu berseru: "Kalian tak usah maju." Lenyap
suaranya, tangan kanannya mengebut sekali, tahu2 cahaya kemilau
hijau berke lebat, entah kapan ternyata tangan kirinya sudah
me megang sebilah pedang panda k (pedang pe mberian Tong-
lohujin). Tampak kedua pedang pusaka panjang pendek ditangannya itu
berkelebat kian ke mari mengha mburkan lingkaran sinar terang yang
menge lilingi tubuhnya.
Kelima orang itu tetap mengge mpur dengan teratur, walau amat
ketat dan kuat gaya gabungan ini, tapi mereka tahu senjata di
tangan Ling Kun-gi ini adalah pusaka yang tajam luar biasa, pakaian
kebal senjata mereka tidak akan tahan menghadapinya, mau tidak
mau mereka menjadi jeri sehingga tak berani mendesak terlalu
dekat, sembari menggerung dan meraung mereka berkelebat kian
ke mari menge lilingi Ling Kun-gi.
Melihat lima anak buahnya masih tak ma mpu merobohkan Ling
Kun-gi, ke mba li Nao Sa m-jun yang berdiri tiga tombak di luar arena
bersuit pula dua kali, orang2 berbaju hitam baru akan bertindak bila
mendengar aba2 siulan ini, maka ena m orang baju hitam yang
tersisa serentak bergerak ke arah Kongsun Siang bere mpat.
KongsunSiangcukupcerdik,segeradiaberseru
me mperingatkan: "Kalian awas!" Segera dia mendahului
menggerakkan pedang, sementara tangan kiri mencengkera m Kho
Ting-seng yang mengge letak di tanah, hardiknya beringas dengan
menganca m: "Siapa di antara kalian berani maju!"
Sementara Thio La m-jiang, Song Te k- seng dan Ji Siu-seng
me lompat maju ke kanan kiri orang, semua siap te mpur.
Karena tertutuk Hiat-tonya Ji Siu-seng palsu menggeletak tak
dapat bergerak, hanya kedua biji matanya saja masih ber-kedip2
dan tak bisa bersuara. Sementara Kho Ting-seng hanya tertutuk
Hiat-to kedua pundaknya, begitu badannya dijinjing Kongsun Siang
dan dijadikan ta meng, seketika pucat mukanya, teriaknya mendelik:
"Kongsun houhoat, lepaskan, mereka sudah kehilangan kesadaran!"
Keenam orang itu merubung maju se makin dekat, mereka
meyakinkan ilmu sesat yang beracun sehingga watak mereka
menjadi ganas dan liar, hahikatnya mereka tiada punya kesadaran
seperti manusia biasa. Kini melihat kawan sendiri yang menyaru Kho
Ting-seng berada di cengkera man musuh, sesaat mereka merande k
bimbang untuk turun tangan.
Maka didengarnya Nao Sam-jun me mbentak dingin: "Le kas turun
tangan, bunuh semua dan habis perkara."
Keruan kejut dan takut luar biasa Kho Ting-seng, teriaknya:
"Nao-tongcu. kalian kan datang untuk menolong ka mi, me mangnya
mati hidup ka mi t idak kau pikirkan lagi. . . ?"
Mendengar desakan Nao Sa m-jun tadi, enam orang baju hitam
serentak bersiul bersama, serempak mereka menubruk kee mpat
musuhnya. Sembari mengangkat tubuh Kho Ting-seng Kongsun
Siang menubruk maju dengan langkah gaya serigala, sementara
pedang panjang ditangan kanan bergetar, sinar kemilau berkelebat
terus menusuk kedua biji mata si baju hitam yang menyerbu tiba.
Serangan pedang ini dina ma kan Kim-cianjut-hong (jarum e mas
menusuk ular sanca), ujung pedangnya menaburkan bintik2 sinar
ke milau, ternyata lawannya segera mendongak ke belakang
berbareng sikut kanannya menyampuk pedang lawan.
Serangan Kongsun Siang ini hanya gertakan, begitu sinar
pedangnya bertaburan tahu2 badannya meliuk ke sebelah kanan
dan me mutar ke be lakang si baju hita m.
Berada di belakang lawan sebetulnya dia bisa menyerang, tapi


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengingat pakaian lawan kebal senjata, ditusuk atau dibabat hanya
menghabiakan tenaga sia2, tujuan me mutar ke belakang ini hanya
untuk menghindar sementara dari sergapan lawan. Maklumlah ena m
musuh sekaligus menubruk tiba, sementara pihak sendiri hanya
empat orang, betapapun dia harus melawan dengan mengguna kan
akal dan perhitungan yang tepat.
Baru saja dia berada dibelakang lawan, mendadak terasa sesosok
bayangan hitam lainnya telah menerka m dirinya dari arah kiri.
Belum lagi me lihat jelas bayangan orang, cakar hitam bagai baja
tahu2 sudah mencengkera m pundak Kho Ting-seng, sementara
tangannya yang lain me mbelah ke muka Kongsun Siang. Sementara
si baju hita m lawannya tadi juga telah putar balik, dalam keadaan
kepepet dan terdesak ini Kongsun Siang terpaksa lepas tangan,
segesit belut dia menyelinap keluar dari gencetan kedua lawannya.
Ketika merasa pundaknya kesakitan, Kho Ting-seng menjerit
ketakutan: "Nao-tongcu, ampun . . . ." belum habis dia berteriak,
orangnya sudah jatuh semaput.
Dala m pada itu Song Tek-seng, Thio La m-jiang dan Ji Siu-seng
juga sedang menghadapi bahaya. Melihat perintah Nao Sam-jun
yang tak segan2 membunuh kawan sendiri, semula Song Tek-seng
hendak meniru Kongsun Siang dengan mencengkera m Ji Siu-seng
palsu sebagai ta meng, tapi mengingat orang akan menjadi beban
belaka, terpaksa dia batalkan niatnya, malah sekali tendang dia
bikin orang mencelat jauh ke pinggir sana, dengan mengembangkan
Loanpah-hong-kia m-hoat
dari Go-bi-pay segera dia bendung serbuan musuh. Ilmu pedang Go-bi-pay me mang terkenal acak2an, kelihatan
ngawur dan tidak teratur, tusuk ke timur potong ke barat, kian
ke mari tidak menentu, sudah tentu gerak langkahnya harus
menyesuaikan gaya pedangnya, gemulai pergi datang dan berkisar
kian ke mari. Betapapun aneh dan lihay ilmu pedang seseorang juga tidak
berguna menghadapi orang yang mengenakan pakaian keba l
senjata, tapi ilmu pedang yang dike mbangkan Song Tek-seng ini
menguta makan kelincahan, gerak langkahnya berkisar ke sana-sini,
ternyata besar sekali manfaatnya bagi diri sendiri, paling tidak
sementara dapat menghindar dari sergapan orang2 berbaju hitam.
ThioLa m jiangdariHing-sinpay,Hing-sankia m-hoat
menguta makan gerak me la mbung ke udara lalu menyerang sambil
menukik seperti burung elang menya mbar anak ayam, tapi manusia
bukan sebangsa burung yang punya sayap dan bisa tetap terapung
di udara, dia mengandalkan kekuatan Lwekang dan Ginkangnya
saja, setiap kali senjatanya membentur lawan, meski hanya
sentuhan yang pelahan saja sudah cukup untuk membuatnya
mence lat tinggi pula ke alas. Me mangnya orang2 berbaju hita m itu
kebal senjata, tatkala menubruk turun cukup pedangnya
sembarangan menusuk badan lawan dan ke mbali ia dapat pinja m
tenaga pantulan itu untuk me la m-bung keatas pula.
Tapi kalau seseorang harus selalu tahan untuk mengentengkan
badan agar bisa me la mbung ke atas, hal ini sudah tentu terlalu
banyak makan tenaga. Tapi berseliweran di antara orang berbaju
hitam yang aneh dan kebal senjbata, cara tempurnya ini justeru
paling berhasil dan menguntungkan.
Di antara keempat hanya Ji Siu-seng saja yang paling rugi. Dia
murid Bu-tong-pay, Lianggi-kia m-hoat Bu-tong-pay punya gaya
tersendiri, setiap gerakan pedangnya selalu
Pendekar Satu Jurus 2 Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Pendekar Gelandangan 10
^