Pendekar Kidal 15

Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok Bagian 15


melingkar2, ilmu
pedang yang menguta makan kele mbutan mengatasi kekerasan,
gerak tubuh dan langkah kaki mengikuti gaya pedang menurut
perhitungan Pat-kwa.
Kini menghadapi musuh yang main sergap dan tubruk,
bersenjata cakar jari beracun dan berilmu silat tinggi lagi, maka ilmu
pedangnya yang lihay menjadi mati kutu, lebih ce laka lagi gera k
langkahnya yang harus dikembangkan menurut i gerak pedangnya
juga susah bekerja. Hanya beberapa gebrak saja dia sudah
kehilangan kontrol dan terdesak di bawah angin.
Sudah tentu tiga kawannya juga kehilangan inisiatif untuk balas
menyerang, semua berada dalam bahaya, cuma keadaan dan situasi
yang dihadapi Ji Siu-seng lebih berat. Tatkala Kho Ting-seng
menjerit, minta a mpun kepada Nao Sa m-jun itulah Ji Siu-seng juga
menjerit kaget, pergelangan tangan kanan yang pegang pedang
tahu2 sudah terpegang oleh seorang berbaju hita m.
Pedang panjang dan pendek di tangan Ling Kun-gi menari2, dia
asyik mene mpur lima lawannya. Walau mengguna kan sepasang
pedang pusaka, tapi ke lima musuhnya juga teramat tangguh,
apalagi mereka sudan tahu senjata Ling Kun-gi tajam luar biasa,
kekebalan baju mereka sudah tak berguna lagi, ma ka tiada
seorangpun yang berani menghadapinya secara langsung. Kelima
orang ini menduduki posisi tertentu, satu maju, yang lain segera
mundur secara bergantian, satu sama lain saling bantu dan mengisi.
sehingga pertempuran berlang-sung cukup la ma, tapi tetap dala m
keadaan bertahan sama kuat.
Lama2 Kun-gi hilang sabar, demi mendengar jeritan Ji Siu-seng,
dia berpaling dan dilihatnya pergelangan orang telah di tangkap
musuh dan sedang meronta, keruan ia me njadi gelisah.
Sudah tentu dia tak tahan lagi, dengan gusar sambil menghardik
tiba2 kedua pedangnya berpencar, sinar kemilau dengan hawa
pedang yang dingin taja m bertaburan bagai badai menerjang ke
empat penjuru. Lebih dahsyat lagi di antara bergulungnya sinar dan
hawa pedang itu diselingi suara gemuruh, itulah salah satu jurus
Hwi-liong-kia m-hoat warisan keluarganya, jurus kedua yang
dina makan Liong-cancay-ya (naga bertempur di tegalan), kekuatan
dan perbawanya bukan olah2 hebatnya.
Tak se mpat lagi berkelit dan mengundurkan diri, kelima musuh
yang mengepung dirinya sama jungkir ba lik, seorang terbabat putus
kedua kakinya dua tertabas buntung sebuah lengannya, sedang dua
lagi yang berdiri agak jauh sa ma ter-guling2 keterjang sambaran
angin. Setelah melancarkan jurus pedang yang tiada taranya ini, Kun-gi
tidak sempat lagi menyaksikan hasil kerjanya, segera ia melejit
terbang ke sana, kembali ia menge mbangkan jurus Sinliong-jut-hun,
pedang mendahului orangnya laksana bianglala me nerjang orang
berbaju hita m yang me megang Ji Siu-seng itu.
Orang yang pegang pergelangan tangan Ji Siu-seng itu rada
kewalahan karena Ji Siu-seng meronta sekuatnya dengan kalap, dua
jarinya dengan tipu Siang-liong-jiang-cu (dua naga berebut mutiara)
mendadak mencolok kedua mata lawan, berbareng kedua ka kinya
bergantian menendang secara berantai, Betapapun dia adalah murid
Bu-tong-pay, kalau tidak tentu Pek-hoa-pang tidak akan
menyaringnya dan mengangkatnya menjadi Hou-hoat su-cia. Bahwa
ilmu pedangnya tadi sukar dike mbangkan, tapi kedua serangan
menyolok dan tendangan dilancarkan dalam keadaan kalap,
ternyata perbawanya cukup hebat juga.
Kedua jari yang menyolok mata orang sangat lihay, terpaksa
lawan berusaha punahkan serangan ini, pada hal tangan kirinya
dibuat pegang tangan Ji Siu-seng, dia gunakan sikut tangan kanan
untuk menya mpuk jari Ji Siu-seng yang menyolok mata. Maka
terdengarlah suara "blang-blang" dua kali, tendangan Ji Siu-seng
dengan telak mengena i perut orang, Sayang orang itu me maka i
baju yang kebal senjata, walau tendangannya mengenai sasaran
dengan telak tapi tidak ma mpu me lukainya.
Sebetulnya Ji Siu-seng juga tahu bahwa mata orang tidak akan
berhasil dicoloknya, maka tendangan kedua kakinya mengguna kan
seluruh kekuatannya, meski seluruh badan kebal senjata, tak urung
orang itu tergentak mundur juga sambil meringis kesakitan.
Pada saat itulah, sinar pedang Ling Kun-gi bagai biangla la
menya mbar kearahnya. Terasa oleh orang itu sinar kemilau menukik
turun dari udara, hakikatnya dia tak sempat melihat jelas, begitu
sinar pedang tiba seketika dia menjerit ngeri, kelima jarinya
terlepas, orangnyapun terjengkang jatuh ke belakang.
Rasa kaget Ji Siu-seng juga belum
lenyap, badannya sempoyongan dan a khirnya jatuh terduduk.
Dua jurus ilmu pedang yang dilancarkan Ling Kun-gi. boleh
dikatakan dilancarkan seka ligus dan telah me mbikin orang2 berbaju
hitam itu mati satu tiga terluka, sungguh bukan kepalang hebat
perbawanya sehingga orang2 lainnya sama berdiri me longo dan
jeri.. Menyusul segera terdengar suara siulan melengking mengge ma
di udara, orang2 berbaju hitam ber-sama2 berlompatan mundur
menyelinap masuk ke dala m hutan dan menghilang dengan cepat.
"Nao Sa m-jun!" bentak Kun-gi mendadak sa mbil me mbalik
badan. Ternyata Kim-kau-cian Nao Sa m jun dari Hwi-liong-tong sudah
tidak kelihatan lagi mata hidungnya, orang2 berbaju hitampun
sudah tidak kelihatan pula bayangannya.
Menyeka keringat di jidatnya Kongsun Siang menuding ke sana
sambil me mbentak beringas: "Kejar!" ,
Baru saja dia angkat langkah, Kun-gi telah berteriak: "Berhenti
Kongsun-heng, jangan mengejar!"
Terpaksa Kongsun Siang urung me ngejar, katanya dengan
gregetan: "Menguntungkan orang she Nao itu."
Lekas Kun-gi me meriksa keadaan Ji Siu-seng yang matanya
terpejam, untung kecuali pergelangan tangan yang dipegang si baju
hitam itu tiada luka2 la in, pergelangan tangannya meninggalkan
lima jalur bekas jari berwarna hita m, walau tangannya keracunan,
rasanya juga tidak terlalu payah, ma ka dia tutuk dua Hiat-to di
badan orang supaya racun tidak menjalar.
Sementara itu Song Tek-seng, Thio La m-jiang telah merubung
datang, melihat keadaan Ji Siu-seng mereka sangka Ji Siu-seng
terluka parah, tanyanya berbareng: "Cong-coh, bagaimana luka Ji-
heng!" Luka2 hita m ini jelas karena keracunan dari tangan si baju hitam,
untuk menye mbuhkan harus me nggunakan Le liong-pi-tok-cu
warisan keluarganya itu, tapi mutiara ini pantang diperlihatkan
kepada orang lain, maka dia pura2 berpikir sebentar, lalu katanya:
"Lukanya me mang tidak ringan, terpaksa harus kubantu dengan
saluran hawa murni baru jiwanya bisa tertolong, untuk itu sedikitnya
me merlukan waktu satu jam, pada saat menyembuhkan luka2nya
jangan sampai ada gangguan dari luar." Sa mpai di sini dia lolos Ih-
thiankia m dan diserahkan kepada Kongsun Siang, katanya:
"Kongsun-heng boleh pakai pedang ini, berdirilah tiga tombak ke
sana, jagalah arah utara." Lalu dia serahkan pedang pandak kepada
Thio La m-jiang, katanya pula: "Thio-heng paka i pedang ini, berdiri
tiga tomba k sebelah sana, jagalah arah barat laut."
Kedua orang terima pedang dan beranja k ke te mpat yang
dltunjuk. Ling Kun-gi menambahkan: "Song-heng ada me mbawa
kotak Som-lo-ling, jagalah di pinggir danau."
Song Tek-seng melenga k, katanya membant ing ka ki. "Wah kalau
tidak Cong-coh katakan, hamba benar2 lupa ka lau lagi me mbawa
kotak Som-lo-ling, Ai, sungguh sayang, mestinya tadi bisa
kugunakan untuk menghadapi mereka."
Kun-gi tertawa, katanya: "Tiada gunanya, betapapun kuat dan
jahatnya Som-lo-ling tetap takkan bisa melukai orang2 yang keba l
senjata itu, kecuali kau mengincar mata mereka, apalagi mereka
belum tentu me mberi kesempatan padamu, celaka ma lah ka lau
sampai terebut oleh mereka."
"Cong-coh me mang benar," ucap Song Tek-seng. Dia rogoh
keluar Som-lo-ling terus beranjak ke pinggir sungai.
Setelah ketiga orang ini disingkirkan, lekas Kun-gi keluarkan
mut iara penawar racun itu digilindingkan pergi datang di tangan
kanan Ji Siu-seng. Hanya semasakan teh ke mudian lima jalur hita m
ditangan kanan Ji Siu-seng telah lenyap. Kun-gi simpan mutiaranya,
lalu kedua tangan me mijat dan mengurut beberapa kali di leher Ji
Siu-seng untuk me lancarkan ja lan darahnya.
Tiba2 Ji Siu-seng me mbuka mata, dilihatnya Ling Kun-gi duduk
bersimpuh di sa mpingnya, segera dia berlutut di depan orang,
katanya sambil menyembah beberapa kali: "Dua kali Cong-coh
menolong jiwa ha mba, cara bagaimana ha mba harus me mbalas."
Lekas Kun-gi me mapahnya bangun, katanya: "Ji-heng, berbuat
apa kau?" "Ayah-bunda melahirkan, aku, tapi Cong-coh dua ka li telah
menolong jiwaku . . . "
' Jangan berkata demikian Ji-heng, sebagai Cong-hou-hoat adalah
tugasku untuk me mberantas anasir2 jahat ini, demikian pula
menolong kau adalah kewajibanku. . . . "
Ji Siu-seng ingin bicara, lekas Kun-gi berkata pula: "Jangan
bicara lagi Ji-heng, marilah kita periksa keadaan, mereka
mengundurkan diri tanpa me mbawa Kho Ting-seng dan orang yang
menyaru dirimu, entah dia sudah mat i atau masih hidup?"
Dari samping tiba Song Tek-seng bersuara tertahan: "Lapor
Cong-coh, muncul lima sampan cepat di sana, kelihatan lajunya
arah kita."
Waktu Kun-gi me mandang kesana, me mang dilihat lima sa mpan
laju pesat menerjang ombak menuju ke arah mereka. Cuma
jaraknya masih terla mpau jauh, jadi sukar me mbedakan yang
datang kawan atau lawan"
Sejenak Kun-gi berpikir, katanya ke mudian: "Song-heng, coba
nyalakan ke mbang api sebagai tanda, kalau sampan, itu milik Pang
kita, mereka pasti akan menyalakan ke mbang api pula."
Song Tek-seng mengiakan, segera dia keluarkan sebatang
ke mbang api dan dipasang, "Sreng", sejalur ke mbang api meluncur
ke udara dan akhirnya ?"Tar-tar-tar" me letus tiga ka li di angkasa, tampak bola api berwarna hijau menyala menerangi langit sa mpa i
la ma sekali baru padam.
Baru saja ke mbang api yang diluncurkan di sini ha mpir pada m,
dari salah satu sampan yang mendatangi itu juga meluncur sejalur
api yang sa ma meletus di angkasa.
Song Tek-seng bertepuk girang, serunya: "Kiranya orang sendiri,
aneh sekali, Liang-heng dan kawan2nya hanya me miliki t iga
sampan, dari ma na di peroleh, dua sa mpan lagi?"
"Waktu kita melawan Cap-ji-sing-s iok tadi, sinar pedang
berkelebatan, tentunya orang2 di kapal juga melihatnya, kelima
sampan cepat ini mungkin sengaja menyusul. ke mari henda k
me mberi bantuan," de mikian ucap Kun-gi.
"Kalau Cong-coh tidak unjuk kesakt ian, bila kita harus menunggu
datangnya bala bantuan, mungkin sejak tadi kita semua sudah mat i
konyol," de mikian kela kar Kongsun Siang.
Kun-gi terima ke mba li kedua pedangnya, katanya: "Ilmu silat
Cap-ji-sing-siok me mang tidak le mah, tapi mereka mengutama kan
kekebalan baju terhadap segala maca m senjata, beruntung aku
me miliki kedua maca m senjata pusaka ini yang kebetulan dapat
me mecahkan ke kebalan mereka."
Mereka lantas me meriksa kedaan sete mpat, ternyata orang yang
menyaru jadi Kho Ting-seng yang tadi direbut oleh orang2 berbaju
hitam telah menggeletak di atas rumput dan tak bernyawa lagi,
kepalanya pecah terpukul, keadaannya amat mengerikan.
Jelas orang2 baju hitam juga berlaku keja m terhadap orang
sendiri. Malah Ji Siu seng palsu yang menggeletak tertutuk Hiat-
tonya di semak rum-put sana ternyata masih hidup, tadi Song Te k-
seng me le mparnya, agak jauh dari arena pertempuran, sehingga
tidak menjadi perhatian orang berbaju hita m. Disa mping itu masih
ada pula tiga sosok mayat.
Seorang mati terpukul oleh Mo-ni-in Ling Kun-gi.
Seorang lagi adalah orang yang melawan Ji Siu-seng, kena
terbabat putus pinggangnya menjadi dua oleh pedang Ling Kun-gi.
Orang ketiga adalah yang buntung kedua kakinya karena terbabat
oleh jurus Liong-cancay-ya yang dilancarkan Ling Kun-gi, menginsafi
kedua kakinya buntung dan tak mungkin melarikan diri, dari pada
tertawan musuh, dia pukul remuk kepalanya sendiri, mati bunuh diri
atau mungkin juga dipukul mati temannya sebelum mengundurkan
diri. Pendek kata dalam pertempuran singkat ini Cap ji-sing-siok telah
kecundang, pantas kalau Nao Sam-jun cepat2 melarikan diri dengan
anak buahnya. Sementara itu kelima sampan tadi sudah menepi. Orang pertama
yang lompat ke daratan adalah Hupangcu So-yok, disusul Hwehoa,
Lianhoa, Giok-li dan Bikui. Di belakangnya lagi baru Coh-houhoat
Leng Tio-cong, Houhoat Liang Ih- jun dan kedua pe mbantunya Ban
Yu-wi dan Sun Ping-hian.
Lekas Kun-gi pimpin Kongsun Siang, Song Te k-seng, Thio La m-
jiang dan Ji Siu-seng me nyambut di tepi sungai, dia menjura dan
katanya: "Kenapa Hupangcu juga ikut ke mari?" .
Lekat tatapan So-yok, katanya, dengan heran: "Apa yang terjadi
di sini?" Kun-gi tersenyum, jawabnya: "Hwi-liong- tongcu dari Hek-liong-
hwe me mbawa anak buahnya mengada kan sergapan di sini, tapi
kejadian sudah usai."
"Hwi-liong-tongcu?" seru So-yok heran sa mbil celingukan. "Mana mereka" Tiada yang tertawan?"
"Sudah dipukul mundur, mereka meninggalkan tiga mayat," ucap
Kun-gi. So-yok banting kaki, katanya gegetun: "Kalau datang lebih dini,
tentu mereka dapat kita jaring seluruhnya."
"Cap ji sing- siok yang datang mala m ini se muanya kebal senjata,
kalau Cong-coh t idak berada di sini, hanya kita beberapa orang ini,
pasti sudah ditumpas habis, me mangnya ma mpu ka mi me mbekuk
mereka?" "Apa katamu?" teria k So-yok kurang senang.
Merah muka Kongsun Siang, sahutnya menunduk: "Ha mba
berkata sesuai kenyataan."
So-yok mendengus gera m. Kuatir Kongsun Siang banyak mulut
dan me mbuat So-yok gusar, lekas Kun-gi menyela: "Baga imana
Hupangcu bisa menyusul ke mari?"
Sikap kaku So-yok seketika sirna, katanya aleman setelah,
me lerok sekali: "Masih tanya lagi, kau suruh aku menangkap orang,
tapi urusannya kau rahasiakan kepadaku, tengah mala m tadi baru
Sam-moay naik ke atas me mbawa suratmu dan suruh aku bertinda k
menurut petunjuk . . . . . . "
Kongsun Siang berdiri di sebelah samping, jaraknya cukup dekat,
me lihat sikap dan mimik So-yok wa ktu bicara dengan Ling Kun-gi
begitu mesra dan aleman, tanpa terasa kepalanya menunduk
semakin rendah.
Kun-gi tersenyum, katanya: "Memang Cayhe suruh Congkoan
me mberikan surat itu kepada Hu pangcu setelah lewat kentongan
kedua, harap Hu-pangcu maaf."
"Me mangnya siapa yang salahkan kau?" omel So-yok, tiba2 dia


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cekikikan. "Kau diberi kekuasaan oleh Thay-siang untul
me mbongkar urusan ini, jangankan aku, Toacipun harus tunduk
pada perintah mu, me mangnya aku berani me mbangkang."
"Thay-siang me mberi kuasa, Pangcupun harus tunduk padamu",
hal ini sa ma sekali tidak diketahui oleh orang2 yang ada ditingkat
kedua, yaitu para Houhoat dan Hou-hoat-su-cia.
Dia m2 mencelos hati Coh-houhoat Leng Tio-cong, telapak
tangannya berkeringat dingin, pikirnya: "Bocah ini selangkah lagi
manjat ke atas, untung aku tidak berbuat salah terhadapnya."
"Berat ucapan Hupangcu, tentunya 'Nyo Keh-cong' bertiga telah
diringkus bukan?" (Nyo Keh-cong, Sim Kiansin dan Ho Siang-seng
asli sudah gugur dan digantikan mata2 Hek-liong-hwe, hal ini telah
dibeberkan dala m tanya jawab Ling Kun-gi dan Cin Te k-hong tadi ).
So-yok tertawa, katanya.: "Sudah tentu teringkus semua, malah
mereka sudah mengaku terus terang," lalu dia menyambung: "tadi
Kiu-moay melaporkan, katanya dari sini kelihatan cahaya pedang
me la mbung tinggi, kemungkinan Ling-heng ketemu musuh tangguh,
maka buru2 a ku menyusul ke mari."
Baru sekarang Coh-houhoat Leng Tio-cong se mpat tampil ke
depan dan berkata sambil menjura: "Cong-coh me mang ahli
mera mal dan tepat perhitungan, tajam pandangan dan tegas
tindakan, sekali jaring seluruh mata2 musuh yang terpendam telah
digaruk seluruhnya, sungguh aku merasa amat malu dan menyesal,
selanjutnya aku tunduk lahir-batin kepada Cong-coh."
"Leng-heng terlalu merendah," ucap Kun-gi tertawa, "akupun
secara kebetulan saja me mergoki muslihat mere ka."
"Eh mana Cin Tek-hong?" tanya So-yok, "apakah dia me larikan
diri" Menurut pengakuan Nyo Keh-cong, dialah pemimpin mata2
musuh." "Cin Tek-hong sudah mati," Kun-gi menerangkan, "mati diserang oleh orang mereka sendiri, soal tidak penting, yang paling penting
adalah para Cap-ji-sing-siok yang kita hadapi mala m ini, pakaian
yang mereka kenakan semuanya kebal senjata, untuk penyerbuan
kita ke Hek-liong-hwe kali ini, hal ini merupa kan masalah yang harus
segera dipecahkan untuk mengatasinya, kalau tidak piha k kita pasti
akan rugi besar."
"Bukankah ada tiga musuh yang mati, di mana mereka. Hayo kita
periksa bersa ma", kata So-yok.
"Nah, itulah di sana," Kun-gi menuding. Lalu dia iringi So-yok
mengha mpiri mayat2 itu.
So-yok me lolos pedang dan me mbacok tubuh salah satu mayat
itu, bacokannya mengguna kan ena m bagian tenaganya, tapi
pedangnya terpental balik tak dapat tembus badan orang. Keruan
So-yok melenggong, katanya heran: "Kulit apakah ini?"
"Cayhe tidak tahu, kita angkut saja mayat2 ini pulang dan
diperiksa lebih lanjut."
"Cara ini paling ba ik, eh, mereka dina makan Cap-ji-s ing-siok, jadi
seluruhnya ada 12 orang."
Kun-gi lalu tuturkan kejadian tadi. Sebelumnya dia suruh orang
banyak menggali liang besar, pakaian kulit hita m yang dipaka i
ketiga orang mati itu ia suruh be lejeti, mayat mereka dikubur
bersama Cin Tek-hong, Kho Ting-seng, Jiu Siu-seng sendiri
menjinjing tawanan musuh yang menyaru dirinya naik ke sa mpan
lebih dulu, kejap lain semua orang sudah berada di sampan dan lalu
balik ke kapal besar.
Laksana panglima yang ke mbali dari medan perang dengan
ke menangan gilang ge milang. Sementara itu di atas kapal, Pek-boa-
pangcu Bok-tan, Congkoan Giok-lan sudah duduk menunggu sekian
la manya di tingkat kedua. Yu-houhoat Coa Liang pimpin seluruh
Houhoat dan Hou-hoat-su-cia terpencar disekeliling kapa l
menya mbut kedatangan mereka.
Kun-gi bertanya, So-yok langsung masuk ke ruang besar, dua
orang Hou-hoat-su-cia menya mbut dia mbang pintu.
Dua pasang lilin raksasa menyala terang benderang di ruang
besar. tampak Pek-hoa-pangcu du-duk di kursi ujung atas
menyandang meja panjang, Tho-hoa dan Kiok-hoa berdiri di kanan-
kirinya, di sebelah belakang adalah para Tay-cia, pakaian mereka
ringas bersenjata siap te mpur.
Melihat Kun-gi, Pek-boa-pangcu Bok-tan berdiri, katanya sambil
tertawa lebar: "Apakah Ling-heng kepergok musuh?" Sorot matanya
menyala terang penuh perhatian. tapi juga penuh rasa kasih sayang
yang amat mendala m.
Kun-gi menjura, katanya: "Terima kasih atas perhatian Pangcu,
di Gu-cu-ki setelah Cayhe ber-hasil menangkap Cin Tek-hong, pada
saat kami mengorek keterangannya, Nao Sam-jun Hwi-liong-tongcu
dari Hek-liong-hwe tiba2 muncul dengan Cap-ji-s ing-siok yang kebal
senjata . . . . . . "
Terbeliak mata Pek-hoa-pangcu Bok-tan, katanya kaget: "Banyak
jumlah ba la bantuan musuh" Akhirnya bagaimana?"
"Syukurlah, berkat wibawa Pangcu yang
sakti, musuh meninggalkan tiga sosok mayat dan me larikan diri.'
Cerah senyuman Pek-hoa-pangcu Bok-tan katanya: "Itu berkat
kesaktian Ling-heng sebagai Cong-su-cia yang perkasa."
"Toaci," sela So-yok, "Cap-ji-sing-siok dari Hek-liong-hwe
semuanya berpakaian kulit yang kebal senjata, kita sudah be lejeti
pakaian ketiga korban itu."
Sementara itu Leng Tio-cong, Kongsun Siang dan la in2 juga ikut
masuk ke ruangan besar, baru sekarang mereka sempat maju
me mberi hormat kepada sang Pangcu. Sedangkan Song Te k-seng
dan Thio La m-jiang ta mpil ke depan menghaturkan ke tiga paka ian
kulit itu. Sementara Ji Siu-seng juga maju me mberi hormat sambil
tetap menge mpit tawanannya. '
Sebentar Pek-hoa-pangcu pandang Ji Siu-seng pa lsu, lalu
bertanya: "Mana Cin Tek-hong dan Kho Ting-seng?"
"Kedua orang ini sudah
terbunuh musuh, ka mi sudah menguburnya," tutur Kun-gi..
Sambil me lirik Ji Siu-seng pa lsu Pek-hoa-pangcu berkata pula:
"Inikah utusan mereka yang me ma lsukan Ji Siu-seng. Untung Ling-
heng me mbongkar kedok dan muslihat jahat mereka, kalau tidak
sebelum kita tiba di sarang Hek-liong-hwe, seluruh Hou-hoat-su-cia
sudah ditukar dengan orang2 mereka." La lu dia mengulap tangan
dan mena mbahkan: "Gusur dia dan sementara sekap saja di gudang
bawah."' Ji Siu-seng mengia kan terus gusur Ji Siu-seng pa lsu keluar.
Pek-hoa-pangcu berkata lebih lanjut: "Sila kan duduk Ling-heng,
tadi Kiu-moay telah me mberi laporan padaku, dari arah Gu-cu-ki ada
cahaya pedang yang berkelebatan, dikuatirkan Ling-heng meng-
hadapi bahaya serbuan musuh, ma ka kusuruh Ji-moay menyusul ke
sana me mberi bantuan, kukira pertempuran kalian pasti sangat
sengit dan ber-bahaya, sukalah Ling-heng kisahkan kejadian tadi?"
Kun-gi menarik kursi dan berduduk.
So- yok ikut duduk di sebelahnya, sekilas dia melirik Song Tek-
song dan Kongsun Siang, katanya: "Seorang diri tadi Ling-heng
menghadapi Cap-ji-sing-siok, musuh yang tangguh dan kebal
senjata, tentu badan amat lelah, kukira kalian boleh bergantian
mengisahkan kejadian itu."
Kongsun Siang mengangguk, katanya: "Baiklah, biar hamba yang
me mberi laporan kepada Pangcu."
Pek-hoa-pangcu manggut2 setuju.
Kongsun Siang lalu bercerita cara bagaimana mereka berhasil
menjebak Cin Tek-hong , serta mengorek keterangannya, sampai
tahu2 Nao Sa m-jun muncul bersa ma Cap ji-sing-s iok, lalu mere ka
bentrok dengan sengit, seorang diri Ling Kun-gi berhasil me mbunuh
dan melukai Cap-ji-sing-siok, seluruh peristiwa diceritakannya
dengan lengkap dan teliti. Kongsun Siang berwajah cakap dan
pandai bicara, maka peristiwa menegangkan yang mereka ala mi itu
dapatlah dia kisahkan dengan baik dan menarik sehingga hadirin
yang mendengarkan seolah2 ikut menyaksikan sendiri dite mpat itu.
Waktu dia bercerita cara bagaimana pedang pusaka se kaligus
me mbabat kutung tangan orang serta me mukul mati lawan, hadirin
sama bertepuk tangan me muji.
Dengan seksama Pek-hoa-pangcu periksa baju kulit ra mpasan
yang berada di atas meja, tanyanya sambil angkat kepala: "Tahukah
kalian terbuat dari kulit apakah paka ian ini?"
Tahu bahwa pakaian kulit ini tak me mpan senjata tajam, meski
senjata rahasia dan pukulan saktipun takkan dapat me luka i
pemaka inya, maka para hadirin jadi lebih ketarik, bera mai2 mere ka
merubung maju, tapi tiada seorangpun yang ma mpu me mberi
keterangan. Akhirnya Sa m-gansia Coa Liang buka suara: "Ha mba pernah
dengar orang mengatakan di laut utara ada tumbuh sejenis
binatang anjing laut, kulit bersisik le mbut dan halus sekali, dapat
dibuat pakaian yang kebal senjata dan tahan pukulan, sarang He k-
liong-hwe mungkin terletak tak jauh dari Pak-hay, maka tidak heran
kalau mereka bisa me mproduksi pakaian anjing laut ini secara
besar2an."
Pek-hoa-pangcu manggut2, katanya: "Ya, mungkin saja, akhir2
ini He k-liong-hwe me mang telah merangkul banyak sekali orang2
kosen dari berbagai kalangan, kalau mere ka sama mengena kan
pakaian seperti ini dan kita tidak lekas me mpersiapkan diri, mungkin
bisa mengala mi kegagalan."
"Buat apa Toaci kesal?" ujar So-yok, "Bukankah Cap ji-sing-s iok telah dibikin pora k poranda dengan tiga mati dan tiga luka oleh
Ling-heng, akhirnya melarikan diri dala m keadaan serba runya m?"
Kata Pek hoa-pangcu: "Itu baru seorang yang me miliki Lwekang
dan kepandaian setinggi ini, diantara kita sebanyak ini, ka lau
berhadapan dengan musuh yang kebal senjata, bukankah kita
sendiri bisa runyam jadinya?" ia melongok keluar jendela melihat
cuaca, katanya pula: "Sudah terang tanah, sebentar lagi Thay-siang
akan bangun, soal ini betapapun harus cepat kulaporkan kepada
beliau." Ia berpaling dan berpesan kepada seorang pelayan: "Bak-
ni, ambil ah perangkat pakaian itu dan ikut aku ke atas, dua
perangkat yang lain serahkan kepada Ling-houhoat untuk
menyimpan se mentara." Lalu ia berdiri dan mena mbahkan pula:
"Ling-heng, Ji moay, mari kita menghadap Thay-siang."
Ling Kun-gi, So-yok dan Giok-lan berdiri bersama. "Sila kan Ling-
heng," Pek-hoa-pangcu angkat sebelah tangannya.
"Pangcu silakan dulu," Kun-gi, merendah, "mana berani ha mba
mendahului.?"
Pek-hoa-pangcu tersenyum, katanya: "Mengapa Ling-heng lupa,
Thay-siang sudah me mberi mandat padamu, kau berkuasa penuh
untuk me mbongkar perkara ini, aku dan Ji-moay termasuk
pembantu saja, maka sila kan Ling-heng jalan di depan."
Kata2 ini terucap dari mulut sang Pangcu sendiri, sudah tentu
bobotnya jauh berbeda. Baru sekarang semua orang tahu bahwa,
Ling Kun-gi adalah orang kepercayaan Thay-siang, kedudukannya
seolah2 lebih tinggi dari Pangcu dan hupangcu ma lah.
Me mangnya hal ini sebetulnya tidak perlu dibuat heran, dinilai
taraf ilmu silat dan martabat Kun-gi, dala m kalangan Bu-lim masa
kini sukar dicari orang kedua yang mirip dengan Kun-gi. Ma ka
semua orang sudah menduga dan kini se makin yakin bahwa Ling
Kun-gi akan se makin me nanjak ke atas menjadi calon menantu,
cuma ba kal me mpersunting Bok-tan, sang Pangcu yang cantik
rupawan merajai se mua pere mpuan yang ada di sini, atau menikah
dengan So-yok, Hupangcu yang cerdik panda i dan berkuasa serta
garang dan angkuh ini
Betapapun Kun-gi t idak mau jalan di depan, terpaksa Bok-tan
me mbuka jalan, disusul So-yok terus Giok-lan dan ke 10 Taycia
beriring naik ke tingkat ketiga.
Tiba di depan kabin tengah di mana Thay-siang berada, kecuali
Bwehoa yang dinas mala m ini, Bikui pernah menyaru jadi Cu-cu,
tapi iapun tidak berani sembarangan masuk ke kabin, ma ka para
Taycia lantas menyebar ke sekitarnya. Sementara Pek-hoa-pangcu
dan Ling Kun-gi bere mpat lantas masuk.
"Urusan apa, Kun-gi?" tanya Thay-siang segera.
Lekas Kun-gi menjura, sahutnya: "Hamba akan me mberi laporan
kepada Thay-siang."
"Baiklah, tunggu sebentar," seru Thay-siang.
Kun-gi me mberi hormat, hanya dia saja yang tida k tekuk lutut
menye mbah, sementara Bok-tan, So-yok dan Giok-lan sa ma tekuk
lutut menye mbah tiga kali dan berseru
bersama: "Tecu menya mpaikan se mbah sujud kepada Suhu."
Walau wajahnya tertutup cadar, tapi suara Thay-siang terdengar
le mbut ramah: "Bangunlah kalian." Lalu dia duduk di kursi
kebesarannya, tanyanya kepada Kun-gi: "Ling Kun-gi, baru sekarang
kau menghadap, me mangnya perkara. Ci Gwat-ngo dan
komplotannya sudah kau bongkar seluruhnya?"
"Lapor Thay-siang," seru Kun-gi, "syukurlah hamba tidak sia2
menuna ikan tugas berat ini."
' Em, baik sekali," tampa k sinar terang kedua mata Thay-siang
dibalik cadarnya, katanya lembut dengan tertawa: "Memang, kau
anak bagus, Losin tahu kau cukup ma mpu menjaring mere ka
semua, ma ka Losin beri kuasa penuh padamu, kiranya kau tidak
mengecewakan Losin. Oya, kalian le kas duduk, bicaralah pelan2."
Betapa halus dan kasih sayang panggilan "anak bagus" itu, bagi
Kun-gi sendiri t idak merasakan apa2 tapi Pek-hoa-pangcu seketika
merah jengah dan bukan kepa lang rasa riang dan syur hatinya,
Sejak Thay-siang menyerahkan lh-thiankia m kepada Kun-gi, sejak
itu pula perasaan Bok-tan sudah mantap seolah2 soal jodohnya
sudah terangkap.
"Terima kasih," sahut Kun-gi, lalu dia duduk di kursi sebelah
bawah. Maka Pek-hoa-pangcu, Hu pangcu dan Congkoan juga ikut
duduk. Kun-gi mulai bercerita sejak dia diangkat menjadi Cong-su-cia,
ma la m itu seseorang coba me mbunuh dirinya menggunakan Som-
lo-ling, cara bagaimana dia menguntit musuh dan setelah dianalisa
dengan teliti, dia yakin bahwa orang itu pasti Cin Tek-hong adanya.
Waktu ke mbali didapatinya Kho Ting-seng yang berjuluk Gintancu
ternyata hanya begitu saja kepandaiannya, padahal dia tersohor
dengan pelor peraknya itu, setetah dekat dan diawasi kiranya wajah
orang sudah terias, kedua hal inilah mulai menimbulkan rasa
curiganya. Kemudian di atas kapal, Nyo Keh-Cong dan Sim Kiansin ke mba li
dengan luka2, didapatinya pula wajah kedua orang ini riasan juga,
hari ketiga de mikian pula yang terjadi pada Ho Siang-seng dan Kho
Ting-seng yang ke mbali dari ronda. Urusan berkembang sede mikian
pesat, ini sudah jelas menandakan bahwa musuh me mang bekerja
sejak lama dan direncanakan dengan matang, setiap orang kita
yang keluar ronda, pulangnya ditukar seorang dengan kaki tangan
musuh. Thay-siang manggut2, ujarnya: "Kau me mang cerdik, ai, ada
kejadian begitu, kenapa tidak kau katakan sejak mula?"
Sedikit me mbungkuk Kun-gi berkata: "Harap Thay-siang maklum,
urusan semaca m ini, kalau tiada bukti, mana boleh se mbarangan
menuduh orang?"


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Betul," ucap Thay-siang.," manggut2. "Coba teruskan." Kun-gi me lanjutkan uraiannya bahwa mungkin karena waktu itu dirinya
berhasil me mbuat obat penawar getah beracun, maka pihak He k-
liong-hwe berusaha melenyapkan dirinya, maka terjadilah Ci Gwat-
ngo me mfitnah dirinya dengan menye mbunyikan barang bukt i di
kamarnya, lalu dia ceritakan sa mpai pada giliran Cin Tek-hong
mendapat tugas untuk ronda mala m. Secara diam2 ia lantas
perintahkan Kongsun Siang, Song Tek-seng dan Thio La m-jiang agar
me mbe kuk para kelasi perahu Cin Tek-hong dan Kho Ting-sing,
betul juga pada badan para kelasi ini diperoleh sebuah kotak Som-
lo-ling, maka dia lantas meninggalkan sepucuk surat rahasia kepada
Congkoan, surat harus dibuka setelah kentongan kedua dan supaya
disa mpaikan kepada Hupangcu untuk me mbekuk Nyo Keh-cong dan
Sim Kiansin berdua, sementara dirinya bersa ma Kongsun Siang
berempat menyamar ke lasi dan cara bagaimana Cin Tek-hong
me masang la mpu merah di ujung perahu la lu mendarat di Gu-cu-ki,
di sana orang telah mengatur muslihat hendak menawan J i Siu-
seng, tapi ma lah berbalik kena di-ringkus olehnya.
Pelan2 Thay-siang menepuk kursi, katanya mengangguk: "Bagus
sekali, me mang tidak malu kau sebagai Cong-su-cia Pe k-hoa-pang
kita, bagaimana selanjutnya?"
Kun-gi t idak berani ma in se mbunyi, cara bagaimana dia,
mengorek keterangan dari Cin Tek-hong dia tuturkan pula
seterang2nya, Thay-siang hanya manggut saja, tidak tanya seluk
beluk Hek-liong-hwe lebih lanjut.
Dia m2 Kun-gi merasa heran, pikirnya: "Kenapa dia tidak tanya
lebih lanjut" Me mangnya dia sudah jauh lebih tahu akan seluk-beluk
Hek-liong hwe"'
Selanjutnya dia tuturkan C in Tek-hong mendadak mati terbunuh
oleh orang2 pihak mereka sendiri dan menurut Nao Sa m-jun, atas
perintah Hwecu mereka, dia diperintah menawan Kun-gi hidup2 . . .
Tampak mimik Thay-siang menaruh perhatian akan hal ini,
matanya me mbulat ke arah muka Ling Kun-gi, tanyanya: "Apa yang
dia katakan pada mu" Katakan terus terang, jangan dise mbunyikan."
Tutur Kun-gi: "Dia bilang asal hamba betul2 bisa me mbuat obat
penawar getah beracun, Hek-liong-hwe t idak a kan kikir me mberi
imbalan upah besar dan kedudukan lebih t inggi . . . . "
"Bluk", Thay-siang menggebrak me ja, seruhya gusar: "Mereka
me mancing dan hendak menyogok kau."
Pek-hoa-pangcu, Hupangcu dan Giok-lan sa ma berjingkat kaget.
Kun-gi juga ge lisah dan jeri, katanya: "Ha mba..."
Thay-siang angkat kepala, katanya ramah: "Lo-sin tidak salahkan
kau, lanjutkan keterangan ini."
Lalu Kun-gi tuturkan cara bagaimana seorang diri dia melabrak
Cap-ji-sing-siok, meski lawan me makai seragam keba l senjata,
beruntung dia me mbekal Ih-thiankia m anugerah Thay-siang yang
tajam luar biasa, beruntun dia melukai ena m orang musuh, melihat
gelagat tidak menguntungkan cepat2 Nao Sam-jun mencawat ekor
me larikan diri.
Pada akhir ceritanya Ling Kun-gi berpaling dan berkata kepada
Giok-lan: "Tolong Congkoan suruh mereka me mbawa pa kaian keba l
senjata itu ke mari dan diperlihatkan kepada Thay-siang."
Giok-lan mengiakan, dia beranjak ke pintu serta menggapai,
maka Bak-ni me langkah masuk sa mbil me mbawa pakaian kulit itu
terus diaturkan ke hadapan Thay-siang.
Hanya sekilas Thay-sung pandang baju kulit itu lalu berkata sinis:
"Kukira Cap-ji-sing-siok apa, kiranya orang2 yang berpakaian kulit
binatang, me mang kulit anjing laut ini kebal senjata."
Mendengar nada perkataan orang Kun-gi berkesimpulan bahwa
agaknya Thay-siang sudah tahu akan pakaian kulit anjing laut ini,
dia m2 dia merasa heran.
Terdengar Thay-siang berkata lebih lanjut dengan suara le mbut:
"Ling Kun-gi, kali ini kau berhasil me mbongkar komplotan musuh
yang menyelundup ke da la m Pang kita, inilah merupa kan pahala
besar sekali . . . . ." bicara sa mpai di sini entah sengaja atau tida k matanya melirik kearah Pek-hoa-pangcu Bok tan. "Kerjalah yaug
baik, lebih giat dan rajin, Losin tidak a kan menyia2kan bakat dan
kebaikanmu." Kata2nya sudah ga mblang, sejak mula kiranya dia
sudah ada maksud menjodohkan Bok-tan kepada Ling Kun-gi. Pe k-
hoa-pangcu tampa k ma lu dan menunduk se makin rendah.
Sudah tentu Kun-gi juga merasa ke arah mana ucapan Thay-
siang ini, tapi karena Thay-siang tidak bicara blak2an, tidak enak dia
bicara lebih banyak, ma ka sekenanya dia me mbungkuk serta
berkata: "Terima kasih Thay-siang."
Sebaliknya terasa hampir me ledak dada So-yok dengan penuh
kebencian dia me lerok ke arah Ling Kun-gi.
Kebetulan Thay-siang berpaling dan tanya: "So-yok, semua
mata2 He k-liong-hwe yang tertawan sudahkah kau tanyai
keterangannya?"
"Sudah kukompes seluruhnya," jawab So-yok.
"Bagus, penggal saja kepala mereka," Thay-siang me mberi
perintah. "Tecu terima perintah," sabut So-yok me mbungkuk.
"Ha mba ada sebuah permohonan," sela Kun-gi.
Le mbut suara Thay-siang: "Kau ada pendapat apa, boleh kau
utarakan."
"Mata2 Hek-liong-hwe yang diselundupkan ke Pang kita semua di
bawah pengawasan Ci Gwat-ngo dan Cin Tek-hong, kedua
pemimpinnya ini sudah mati, sisa yang lain hanyalah anak buah
Hek-liong-hwe yang berkedudukan rendah, kukira dipunahkan saja
ilmu silat mereka dan berilah kese mpatan hidup kepada mereka,
semutpun ingin hidup apa lagi manusia, kukira tidaklah jelek kita
me mberikan kebijaksanaan ini dan menaruh be las kasihan terhadap
mereka. . . "
So-yok menjenge k dingin: "Hek-liong-hwe sudah je las
bermusuhan dengan kita, terhadap musuh buat apa menaruh belas
kasihan segala" Mereka menyelundup ke mari bukankan orang2 kita
juga sudah menjadi korban" Hutang jiwa harus bayar jiwa, inilah
hukum kodrat yang cukup adil."
Thay-siang tersenyum, katanya lembut: "Waktu gurumu masih
muda dulu juga tidak pernah me nga mpuni setiap musuh, beberapa
tahun belakangan ini sudah tekun me mpelajari ajaran agama, nafsu
dan e mosi sudah jauh tertekan. Begini saja, bahwa Ling Kun-gi
sudah telanjur mintakan a mpun bagi mereka, maka baiklah a mpuni
saja jiwa mereka."
"Thay-siangme mang bajik dan we las asih,hamba
menya mpaikan rasa terima kasih yang tak terhingga," seru Kun-gi.
Sejenak merandek lalu ia berkata ppla: "Hupangcu, masih ada
sebuah persoalan yang ingin ha mba sa mpaikan.".
"Ada urusan apa?" suara So-yok dingin ketus.
"Nona kecil yang menya mar Cu-cu itu adalah orang dari Ceng-
liong-tong, Ceng-liong-tong merupakan seksi dala m di Hek-liong-
hwe, sekarang baru kita ketahui bahwa Ui-liong-tong yang termasuk
seksi luar bermarkas di Ui-lionggia m di utara Kunlunsan, sejauh ini
belum diketahui dima na letak markas seksi dala m mereka, ma ka
orang ini teramat penting bagi kita, hendaklah jangan kau punahkan
dulu ilmu silatnya."
So-yok me mandangnya dengan dingin,
tanpa me mberi tanggapan terus putar badan tinggal keluar.
Melihat sikap orang yang kaku dan dingin, dia m2 Kun-gi
menggerutu dala m hati, entah soal apa yang menyebabkan dia
begitu, dihadapan sekian banyak orang juga mengumbar adat, Kun-
gi hanya menyengir saja, katanya setelah me mbungkuk kepada
Thay-siang: "Kalau Thay-siang tiada pesan apa2, hamba mohon diri
saja." "Ya, boleh kau pergi," rujar Thay-siang. Kun-gi menjura lalu
mengundurkan diri.
Waktu itu hari sudah terang benderang, sementara kapal juga
telah berlayar. Cahaya mentari terasa hangat dan ce merlang.
Kun-gi menengadah menghirup napas panjang, sambil
berpegang langkan kapal pelan2 dia beranjak turun dari anak
tangga kemba li ke tingkat kedua, ternyata sernua orang masih
tunggu di ka mar makan kecuali yang bertugas diluar. Sekilas dia
menyapu pandang lalu berkata dengan ka le m: "Se ma la m suntuk
kalian tidak tidur, kenapa tida k bubar dan istirahat saja?"
Coh-houhoat Leng Tio-cong segera me mapak maju, katanya
tertawa:."Karena semala m Cong-coh berhasil me mbongkar seluruh
jaringan mata2 musuh yang menyelundup di Pang kita mendirikan
pahala besar lagi, maka kita semua ingin menyampa ikan sela mat
pada mu." "Menjaring mata2 dan me lawan serbuan musuh dari luar, adalah
tugas dan tanggung jawabku, apalagi kejadian semala m juga berkat
bantuan para saudara, toh bukan pahalaku seorang, kita se mua
orang sendiri, soal me mberi hormat segala sungguh tak berani
kuterima."
Tengah bicara tampak dari luar berbaris masuk se mbilan dara
ke mbang yang menyoreng pedang, setiap dara kembang me mbawa
sebuah nampan warna merah tertutup kain warna hitam, entah
barang apa yang berada di na mpan kayu itu" Begitu masuk ke
ruang makan kese mbilan dara kembang lantas berdiri berjajar,
serempak me mberi hormat, lalu seorang yang berdiri paling ujung
buka suara: "Se ksi hukum telah menunaikan tugas me mengga l
kepala sembilan mata2 musuh, harap Cong-su-cia periksa adanya."
Seiring dengan kata2nya, berbareng kesembilan dara ke mbang itu
menyingkap kain taplak yang menutup na mpan merah itu. Ternyata
nampan kayu itu semua berisi batok kepala manusia yang masih
berlepotan darah segar..
Mata2 musuh yang dijatuhi hukuman mati penggal kepala ini
jelas adalah orang2 yang menyamar Nyo Keh-cong, Sim Kiansin dan
Ho Siang-seng, de mikian pula e mpat kelasi sa mpan yang masing2
bernama Li Hek-kau, Ong-ma-cu, Lim Telok dan Kim-lo-sa m. Batok
kepala terakhir bera mbut panjang awut2an, beralis lentik bermuka
halus, jelas adalah batok kepala gadis cilik yang menyaru Cu-cu.
Sembilan dara ke mbang yang me mbawa na mpan berisi batok
kepala manusia ini se mua masih muda belia, berparas cantik
bertubuh montok menggiurkan, pakaian mereka ringkas ketat,
dengan garis tubuh yaug me mpesona, tapi se mbilan batok kepala
manusia yang berlepotan darah itu jauh menarik perhatian orang
dan terasa menjijikan, siapapun takkan percaya bahwa dara2
kernbang ayu jelita seperti mere ka ini tega me mengga l kepala
kesembilan korbannya ini.
Semula hadirin sama bersorak tawa ge mbira, kini se muanya
me longo sera m dan berdiri bulu kuduknya. Ling Kun-gi sendiri juga
tertegun diam sekian la manya.
Maklumlah, atas persetujuan Thay-siang para mata2 ini hanya
diputus hukuman punahkan ilmu silatnya tapi diampuni jiwanya,
terutama gadis cilik yang menyaru Cu-cu dipandang lebih penting,
maka dia merasa perlu berpesan kepada So-yok untuk menjaga dan
menyela matkan jiwanya, karena hanya dara cilik inilah yang tahu
letak markas Ceng-liong-tong, musuh yang amat terahasia itu.
Dia m2 ia mendongkol, serunya naik pitam: "Siapa yang perintahkan
kalian me menggal kepala mereka?"
Terdengar seorang menanggapi di luar pintu: "Sudah tentu atas
perintahku!" Se iring suaranya tampak So-yok me langkah masuk.
Tak tertahan, seperti dibakar hati Ling Kun-gi, katanya dongkol:
"Sudah kumohon a mpunkan jiwa mereka kepada Thay-siang. ."
"Yang berkuasa dala m seksi hukum aku atau kau?" tukas So-yok
sengit. "Setiap tugas urusan dalam Pang kita masing2 diurus oleh
jabatan masing2, apakah Cong-su-cia tida k merasa menca mpuri
urusan orang la in?"
"Hupangcu me mang menjabat rangkap seksi hukum, tapi
tahukah kau telah menggagalkan urusanku?" se mprot Kun-gi.
"Menggagalkan urusan apa?"
"Umpa ma kata dara cilik yang menyaru Cu-cu ini, dia adalah
pelayan Cui-tongcu yang berkuasa di Ceng-liong-tong, hanya dia
saja yang tahu di mana letak markas Ceng-liong-tong, maka tadi
kupesan kepada Hupangcu supaya tidak me munahkan ilmu silatnya,
kini kau malah me mbunuh dia. . . ."
Me mbesi hijau muka So-yok, jengeknya: "Aku mengagalkan
urusanmu, me mangnya kau sudah kepincut pada dara molek ini,
maka kau melarang aku menyentuh dia. . . .."
Merah muka Ling Kun-gi, semprotnya marah: "Kau me mang usil
dan sengaja cari perkara."
"Ling Kun-gi!" teriak So-yok, "berani kau .... mema kiku?" Setelah me mbanting kaki dia terus putar badan berlari keluar. Dia pikir
setelah marah dan berlari keluar, Kun-gi pasti akan mengejarnya
keluar, tak terduga beberapa langkah ke mudian, waktu dia
berpaling, Kun-gi masih berdiri me matung di tempatnya. Saking
marah tak tertahan dia berteriak: "Ling Kun-gi, keluarlah kau!"
Kun-gi tetap berdiri tidak bergerak. Dia m2 Kongsun Siang
mende kati dan berbisik: "Watak Hu pangcu sela manya angkuh,
dalam segala persoalan Ling-heng harus bersabar dan mengalah,
dia me manggilmu keluar, mungkin dia merasa menyesal, di sini
banyak orang dan malu menyatakan kesalahannya, lekaslah Ling-
heng keluar saja."
Mengingat orang adalah Hupangcu, tak pantas dihadapan orang
banyak dirinya marah2 padanya, Kun-gi mengangguk la lu beranjak
keluar. Sementara sembilan dara ke mbang masih berdiri menjublek,
karena pertengkaran Hupangcu dan Cong-su-cia menyangkut
perintah yang mereka la kukan, mereka me njadi pucat ketakutan.
Coh-houhoat Leng Tio-cong mengacung je mpol kepada Kongsun
Siang, katanya tertawa: "Kongsun lote me mang pandai bicara,
syukurlah kau berhasil me mbujuk Cong-su-cia."
"Ah, hamba hanya me mbujuk Cong-su-cia supaya tidak bekerja
menurut i adat saja."
Leng Tio-cong tetap tersenyurn, katanya sambil menoleh ke arah
para dara kembang: "Nona2, kalian boleh mengundurkan diri."
Serempak kese mbilan dara me njura terus mengundurkan diri.
Menyapu pandang seluruh hadirin, Leng Tio-cong buka suara
sambil mengelus jenggot kambing di dagunya: "Semala m kalian
tidak tidur, sekarang boleh ke mbali ke ka mar masing2 untuk
istirahat."
Hanya Kongsun Siang seorang yang bertaut ke dua alisnya,
seperti dirundung persoalan rumit yang mengganjel hatinya, dia
tetap mondar-mandir di ruang ma kan sa mbil menggendong tangan.
Keadaan sepi lengang, dala m ruang makan yang luas ini kini
tinggal Kongsun Siang dan Sa m-gansin Coa Liang yang duduk
dibangku panjang sa mbil mengangkat sebelah kakinya di atas
bangku.. Hari ini. dia menjadi komandan para petugas siang.
Dengan me micingkan mata dan miring kepa la dia me mandang
Kongsun Siang, tanyanya: "Kongsunlote, kau ada ganjelan hati
apa?" Kongsun Siang menggeleng: "Mana ada ganje lan hati segala."
Coa Liang meraih secangkir teh terus diteguknya, katanya
terkekeh: "Kongsunlote, jangan mulut mu bicara tidak sesuai dengan
isi hatimu, aku berani bertaruh kau pasti sedang kasmaran entah
terhadap nona yang mana sampa i kehilangan se mangat seperti
orang linglung. Ke marilah, hayo ceritakan padaku, nanti kubantu
mencarikan a kal."
Merah muka Kongsun Siang, katanya tergagap: "O, sungguh
tiada persoalan apa2." Lalu dia menjura dan merna mbahkan:


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Silakan duduk lagi, ha mba akan ke mbali ke ka mar saja." Bergegas dia lantas ke ka mar.
Mengawasi punggung orang, Coa Liang ter-kekeh2, katanya:,
"Anak bagus kau masih pura2 dan mungkir, kalau betul kau sudah
kasmaran, kau bisa sa kit rindu."
Sementara itu So-yok berdiri di ujung dek tingkat kedua. Angin
sungai menghe mbus santer. . wajah yang selama ini berseri cerah
kini kelihatan meradang ke marahan dan kesal.
Kun-gi sudah berada di sa mpingnya, jelas dia telah mendengar
langkah orang mendatangi, tapi dia sengaja me mandang ke te mpat
nan jauh di depan tanpa menoleh atau me lirik.
Kun-gi berhenti, serunya: "Hupangcu.. ... ."
Tetap tidak menoleh, suara So-yok kedengaran kaku dingin:
"Jangan panggil aku Hupangcu, untuk apa kau masih hiraukan
diriku?" "Bukankah Hupangcu yang suruh aku ke mari?"
"Siapa suruh kau ke mari" Aku tidak me manggilmu, pergilah kau."
. "Hupangcu me manggilku dan aku sudah keluar, kalau kau
me mang tidak me manggilku, yah anggaplah aku yang salah
dengar," pelan2 dia putar badan hendak tinggal pergi.
Mendadak So-yok putar badan, bentaknya: "Berdiri ditempat mu!"
Kun-gi masih muda dan berdarah panas juga, katanya tertawa
tawar: "Cayhe sebetulnya . . . ." dia mau berkata: "Cayhe
menghargaimu sebagai Hupangcu, tapi Cayhe bukan orang yang
boleh di panggil dan diusir begini saja." Tapi baru saja berucap
'Cayhe' itulah, sorot rnatanya kebentrok dengan wajah orang yang
kelihatan sayu rawan, seperti dirundung kesedihan dan penyesalan,
suaranya garang, tapi sorot matanya ber-kaca2 dan akhirnya
meneteskan air mata.
Hati le laki umumnya me mang le mah bila me lihat air mata
perempuan. Dan perempuan juga tahu cara menga mbil keuntungan
ini, maka dala m setiap pertengkaran air matalah yang dijadikan alat
untuk menundukkan lelaki. Sejak ja man dahulu ka la air mata
perempuan entah sudah menundukkan berapa banyak kaum la ki2.
Demikian pula hati Ling Kun-gi seketika luluh, kata2 yang sudah
siap tercetus dari mulutnya seketika dia telan ke mba li, setelah
menghe la napas, dia berkata: "Kau me mang suka me mbawa
adatmu sendiri"
"Aku me mbawa adat apa?" jengek So-yok.
"Entah karena apa Hupangcu marah2, sekaligus me mbunuh
sembilan orang, me mangnya ini bukan me mbawa adatnya sendiri."
"Ya, aku marah2 dan me mbunuh orang, me mangnya kenapa?"
Serius rona muka Kun-gi, katanya: "Kau ada-lah Hupangcu Pek-
hoa-pang, me mangnya siapa berani berbuat apa2 terhadapmu" Tapi
perlu Cayhe me mberitahukan nona bahwa kuinginkan keutuhan ilmu
silat nona cilik penyaru Cu-cu itu adalah untuk kepentingan Pang
kita, dengan tingkat kepandaiannya, utuh atau dipunahkan ilmu
silatnya tidak menjadi persoalan bagi kita, cuma menurut rencanaku
setelah nanti kita mendarat akan kuberi kese mpatan dia melarikan
diri, dengan menguntit jejaknya kita pasti akan dapat meluruk ke
Ceng-liong-tong dengan mudah, dengan Hek-liong-hwe Cayhe tiada
permusuhan apa2, tapi jelek2 Cayhe adalah Cong-su-cia Pe k-hoa-
pang, aku punya tanggung jawab untuk berbakti dan bekerja demi
kepentingan Pek-hoa-pang, dan kau me mbawa adatmu sehingga
segala rencanaku kau gagalkan."
"Gagal ya gagal, me mangnya kenapa?" ejek So-yok.
"Bagi Cayhe sendiri tiada persoalan, kalau di sini a ku tidak bisa
bekerja dan tidak betah lagi, seandainya seluruh isi kapal baka l
tertumpashabis,Cayheyakinmasihcukupma mpu
me mpertahankan diri, aku masih tetap bisa berkelana di Kangouw,
aku tetap Ling Kun-gi, tapi kau adalah la in. . . . ."
"Dala m hal apa aku berbeda?"
"Kau kan Hupaagcu Pek-hoa-pang, kalian mengerahkan seluruh
kekuatan meluruk ketempat jauh ini, hanya boleh menang pantang
kalah dan gagal, sekali menang akan ta mbah se mangat juang yang
lebih berkobar dan menyapu segala aral rintangan, tapi bila gaga l
kalian a kan berbalik tertumpas habis seluruhnya, nama Pe k-hoa-
pang selanjutnya akan lenyap dari percaturan Kangouw, oleh karena
itu menghadapi setiap persoalan tidak boleh kita me mbawa adatnya
sendiri." "Kau sedang me ngajar dan me mperingatkan a ku?"
"Mengajar atau memperingatkan aku tidak berani, aku hanya
me mberi ingat saja."
"Tida k perlu kau me mbujukku, me mang de mikianlah a ku ini,
watak pembawaan sejak dilahirkan, segala tindak-tanduk selalu
menurut i keinginan hati .... "
"Obat mujarab biasanya me mang pahit getir, bujuk kata
umumnya me mang menusuk telinga, kalau Hupangcu t idak suka
dengar nasihatku, ya sudahlah," Kun-gi putar badan hendak tingga l
pergi. Melihat orang mau pergi, semakin marah So-yok, bentaknya:
"Berdirilah dite mpat mu."
"Apa pula yang ingin kau katakan?"
"Terangkan sejelasnya, ya sudahlah apa maksudmu?" kiranya si
nona salah paha m.
"Sudahlah, anggap saja aku tida k pernah bicara apa2"
Me mbesi kaku muka So-yok, serunya menuding Kun-gi dengan
menggereget: "Ling Kun-gi, jangan kau kira secara langsung Thay-
siang sudah me mberi muka padamu, maka kau lantas ingin berbuat
tidak semena2, mendapat yang baru lupa yang lama, ketahuilah,
kalau kau berani . . . . me mbuang akhir untuk permulaan yang
kalut, aku tidak akan me mbiarkan dirimu," lenyap suaranya
mendadak dia putar tubuh terus berlari ke tingkat ketiga.
"Me mbuang yang akhir untuk permulaan yang kalut" kata2 ini
umpa ma geledek mengge legar di pinggir telinga Ling Kun-gi, apa
lagi kata2 ini terucap oleh seorang perempuan maca m So-yok yang
Hupangcu ini, dia terlongong sekian lamanya. Betapa berat dan
serius kata "mendapat yang baru lupa yang lama" dari mulut
seorang perempuan" Mendapat yang baru lupa yang la ma,
me mangnya siapa yang baru dan siapa pula yang lama itu" Kapan
dirinya pernah mendapatkan yang baru" Kapan pula yang lama" . . .
. Lama sekah Kun-gi menjuble k di atas dek, mulutnya berulang
mengguma m kata2 yang tak berujung pangkal itu, hatinya
dirundung rasa kesal dan masgul yang tak terla mpias. Sungguh dia
tidak habis mengerti darimana juntrungan kedua patah kata dan
persoalan apa yang dimaksud"
Kun-gi adalah perjaka yang punya perasaan tajam dan otak yang
encer pula, selama beberapa hari ini, bagaimana sikap dan tindak-
tanduk So-yok terhadapnya, memangnya dia tidak tahu" Tapi dia
yakin sebagai murid didik Hoanjiu-ji-lay yang kesohor itu dirinya
selalu bertindak jujur dan sopan, tak pernah melakukan perbuatan
kotor apalagi me langgar susila.
Waktu Thay-siang me manggilnya dan So-yok mengantar, di
la mping gunung yang mele kuk gelap itu, karena tak kuat menahan
gejolak perasaan lantaran dirayu pernah dia me meluk ia satu kali,
kan ia sendiri juga re la dan ma ndah dipeluk dan dicium, ka lau bukan
dia sendiri yang rela menyerahkan dirinya, memangnya dirinya
berani berbuat kurangajar" Bagaimana kejadian itu dapat dikatakan
sebagai permulaan yang kalut"
Dia tahu perempuan yang satu ini me mang angkuh dan tinggi
hati, tidak dapat disangkal bahwa sikap orang me mang teramat baik
pada dirinya, dan di sinilah mungkin letaknya kenapa dia sampa i
berkata demikian pedas dan ketus. Beginipun baik, paling tida k
selanjutnya nona itu tida k akan merecoki dirinya lagi.
Semala m suntuk Kun-gi tida k me meja mkan mata, angin sungai
terasa silir nyaman, tanpa terasa ia merasa letih, setelah menguap
dia ke mbali ke kabin. Setiba di kamar baru saja dia duduk di kursi
dekat jendela, didengarnya seseorang mengetuk pintu pelahan, lalu
daun pintu didorong orang, bayangan seorang berkelebat masuk.
Itulah Kongsun Siang, mimik mukanya ta mpak aneh, seperti
dirundung persoalan rumit saja, mulutnya berseru lirih: "Cong-coh"
Heran Kun-gi, tanyanya: "Ada urusan apa Kongsun-heng"'
"Ti . . . .tidak apa2," gagap jawaban Kongsun Siang, "kulihat Ling-heng baru ke mba li, maka sengaja kutengok ke mari." Jelas
jawabannya sangat meng-ada2.
"Silakan duduk Kongsun-heng."
Kongsun siang duduk tanpa banyak kata, kedua tangan
tergenggam dan jari2 nya mengerat kencang di depan dada,
matanya mendelong mengawasi Kun-gi, bibirnya bergerak beberapa
kali, seperti hendak mengutarakan apa2. Tapi begitu melihat sorot
mata Kun-gi yang tajam, seketika dia menunduk, wajahnya
mena mpilkan rasa penyesalan yang tak terhingga, ingin bicara tapi
tak berani mengutarakan isi hatinya.
Kun-gi anggap t idak tahu, dia angkat poci teh dan menuang dua
cangkir, katanya: "Minumlah Kongsun-heng."
Ter-sipu2 Kongsun siang menerima cangkir teh yang disodorkan
padanya, sahutnya: "Terima kasih Ling-heng."
Dia m2 Kun-gi merasa heran melihat sikap ganjil orang. "Kong
sun-heng" katanya sambil angkat cangkir tehnya, "sema la m suntuk
kaupun tida k tidur, kenapa tidak istirahat saja?"
Mendadak Kongsun Siang berdiri, katanya: "Sila kan Ling-heng
istirahat, aku tidak menggangu lagi."
Kun-gi tertawa tawar, ujarnya: "Silakan duduk Kongsun-heng,
bukan maksudku mau mengusirmu, terus terang aku tidak merasa
kantuk, maksudku kau sendiri yang perlu istirahat"'..
"Seperti juga Ling-heng, akupun tidak merasa kantuk," sahut
Kongsun Siang. "Kalau begitu silakan duduk lagi."
Kongsun Siang duduk pula, sekilas dia pandang Kun-gi lalu
berkata: "Ada sepatah kata yang ingin kukatakan, tapi aku jadi
ragu2 apakah pantas kuucapkan"'
"Sesama saudara, ada omongan apa, boleh katakan saja."
"Baiklah kubicara terus terang, kurasa Ling-heng dengan
Hupangcu adalah pasangan yang setimpal . . . . . . "
Mendadak Kun gi tertawa, katanya: "Apa arti kata2 Kongsun-
heng?" Kongsu Siang me lenggong, katanya: "Apakah ucapanku salah"
Kulihat sikapnya terhadap Ling-heng begitu mesra dan manja, jelas
dia penujui kau ........."
Kun-gi mengge leng, katanya: "Kongsun heng salah paham,
watak Hupangcu dingin di luar panas di dalam, dia pandang aku
sebagai saudara, akupun memandangnya sebagai adik hakikatnya
tiada persoalan jodoh di antara ka mi."
Berkelebat sinar terang pada sorot mata Kongsun Siang,
tanyanya: "Ha, betul de mikian?"
"Terus terang Kongsun heng, aku sudah punya . .. . . . " teringat
akan Tong Bunkhing dan Pui Ji-ping yang terjatuh di tangan orang2
Hek-liong-hwe, terbayang pula akan Un Hoankun yang kini
menya mar jadi Bikui di Pek-hoa-pang ini, sesaat dia jadi sukar
bicara lebih lanjut.
Terpancar rasa senang pada wajah Kongsun Siang, katanya
tertawa: "O, kiranya Ling-heng sudah punya pacar."
Terpaksa Kun-gi manggut2, ujarnya: "Ya, boleh dikatakan
demikian "
Tiba2 serius sikap Kongsun Siang, katanya sambil menekan
suara: "Tapi dia begitu kasmaran terhadap Ling-heng, sifatnya yang
ketus dan kaku juga sudah kau ketahui, kukira urusan ini bisa jadi
runyam." "Hubungan laki pere mpuan harus cinta sama cinta, soal asmara
sedikitpun tidak boleh dipa ksakan, aku hanya anggap dia sebagai
adik, tak pernah terpikir da la m benakku untuk me mpersunting dia
sebagai seorang yang cerdik, lewat beberapa waktu lagi pasti dia,
akan mengerti juga," sejenak dia berhenti lalu berkata menatap
Kongsun Siang: "Dan lagi aku tidak akan tinggal terla lu la ma di sini."
Kongsun Siang mengangguk, ujarnya: "Aku tahu dua saudara
Ling-heng menjadi tawanan Hek-liong-hwe, mungkin Ling-heng
harus selekasnya menolong teman dan harus meninggalkan kita
semua." "Sekali bertemu Kongsun-heng kita lantas seperti sahabat lama,
me mang de mikianlah maksudku, hanya kau saja yang dapat
menyela mi perasaanku."
"Bila Ling-heng me merlukan tenagaku, kapan saja dan di mana
saja pasti aku rela dan senang hati me mbantumu biarpun sa mpa i
titik darah terakhir."
Mendengar orang menyinggung titik darah terakhir (gugur),
sekilas Kun-gi me lengak, katanya mengerut kening: "Soa l menolong
orang, me mang aku sedang merasa kebingungan, bahwa Kongsun-
heng suka me mbantu, kuaturkan terima kasih."
"Kalau Ling-heng merasa ke kurangan tenaga, hubunganku
dengan Thio La m-jiang a mat int im, kalau t iba waktunya cukup
kuminta tenaganya pasti dia suka me mbantu juga."
Kun-gi me nghela napas pelan2, ujarnya: "Ai, dara cilik yang
tertangkap itu sebetulnya adalah pelayan pribadi Cui-tongcu dari
Ceng-liong-tong, keterangannya amat berguna bagi kita, tapi Hu-
pangcu tadi telah me mbunuhnya, sumber penyelidikan yang
kuharapkan menjadi gagal, bukankah a mat sayang?"
Kongsun Siang bertanya: "Dari ucapan Ling-heng ini seolah2
Thay-siang telah setuju penga mpunan jiwa mereka?" .
"Ya, aku telah mohon penga mpunan mereka kepada Thay-siang."
"Lalu kenapa dia me mbunuhnya?"
"Siapa tahu apa sebabnya, tidak hujan tiada angin tiba2 dia
marah2 pada ku?"
"Waktu Ling-heng keluar tadi, apa yang dia katakan?"
' Dia sudah biasa me mbawa adat dan terlalu binal, me mangnya
dia mau me ngaku sa lah?"
"Marah2 dan main bunuh tentu ada alasannya," ujar Kongsun
Siang. "Apakah dia tidak menjelaskan kepada Ling-heng?"
"Tida k," sahut Ling Kun gi, "bicara baru beberapa patah kata lalu dia lari ke ka marnya."
Sudah tentu Kun-gi merasa rikuh dan malu menceritakan tentang
tuduhan So-yok mengena i dirinya, apalagi dia sendiri bingung apa
maksud kata2 "mendapat yang baru lupa yang lama, membuang
yang akhir untuk permulaan yang ka lut".
"Kurasa ka lau Ling-heng ada maksud mau pergi, tida k perlu kau
me layaninya secara serius, segala urusan harus sabar dan berpikir
panjang." "Me mang, sebetulnya wataknya yang sejati tidak jahat, cuma
terlalu bina l dan suka ma in bunuh, tangannya yang gapah itu
me mbikin a ku kurang cocok."
Sampa i di sini tiba2 Kongsun Siang berdiri, katanya: "Ling-heng
harus istirahat, aku mohon diri saja." Terus dia melangkah ke luar.
Setelah Kongsun Siang pergi sudah tentu Kun-gi tidak bisa tidur.
Seorang diri dia pegangi cangkir tehnya sambil me la mun.
Sekonyong2 dia seperti ingat sesuatu, mendadak dia berdiri dari
tempat duduknya, seketika pucat wajahnya dan badanpun gemetar,
keringat dingin ge merobyos, mulutnya berguma m: "Mungkinkah dia
...." -o-00d0w00-o- Mala m itu kapal besar itu berlabuh di Ko-toh-than yang terletak
di Kwanciu, Go-san. Malam sudah larut, kabut tebal. Kira2 setengah
li dari te mpat kapal besar itu berlabuh terdapat sebuah bukit kecil


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang tandus, hanya ada puluhan batang pohon saja yang tumbuh di
bukit itu, Angin ma la m menghe mbus men-desir2 seolah2 suara
berkeluh-kesah.
Pada saat itu, tampak dua sosok bayangan orang sedang ber-
lari2 ke arah bukit saling kejar. Orang yang di depan mengenakan
baju hijau, seorang laki2, yang di belakang berperawakan ramping
sema mpai, itulah seorang gadis re maja.
Mala m berkabut cukup gelap sehingga sukar terlihat jelas wajah2
mereka, tapi dari perawakan mereka jalas bahwa mereka adalah
muda-mudi yang mungkin sedang mengadakan pertemuan cinta
rahasia di sini. Memang te mpat yang sunyi dengan hawa yang sejuk
dan pemandangan mala m nan menyegarkan ini cocok benar untuk
me madu cinta. Jilid 22 Halaman 63/64 dan Jilid 23 Halaman 4 s/d 6
Hilang ....... lagi di antara mereka sudah tidak kuperhatikan."
Si pe muda banting ka ki, katanya geram: "Bajingan la knat, selagi
aku tidak di ka mar dia menyamar diriku mela kukan perbuatan kotor
dan mesum itu."
Si gadis me liriknya sekali, tanyanya heran: "Kenapa iapun
me manggilmu Toako?" pertanyaan yang bernada cemburu.
"Hoanmoay, jangan kau salah paham, pertama kali waktu aku
harus menghadap Thay-siang, di tengah ja lan dia me maksa aku
menjadi Toa konya."
"Tak heran, selama ini begitu besar perhatiannya terhadapmu."
Si pe muda menghela napas, ujarnya: "Ai, mala m itu juga kau
menje laskan persoalannya padaku kemungkinan aku masih se mpat
menangkap keparat itu." '
"Me mangnya kenapa kalau kau menangkapnya" Merekakan suka
sama suka, apa sangkut pautnya dengan kau?"
"Aduh, kenapa kau masih belum mengerti. Kalau ma la m itu
kutangkap keparat itu, paling tidak urusan akan me njadi je las tiada
sangkut pautnya dengan aku dan bukan aku yang dijadikan
kambing hita m:"
Ber-kedip2 bola mata si gadis, tanyanya: "Mala m itu kuseret
Giok-lan ke te mpat itu, kalau sa mpai terjadi sesuatu, dia kan bisa
jadi saksi."
Berkerut alis si pemuda, katanya: "Urusan ini me mang serba
susah, bagaimana aku harus me mberi penjelasan kepadanya?".
Bergetar tubuh si gadis, tanyanya sambil me mandangnya lekat2:
"Kenapa" Me mangnya dia cari perkara pada mu?"
Si pe muda manggut2, katanya serba runyam: "Tadi pagi, dia
me ma kiku, katanya aku mendapat yang baru lupa yang la ma
segala." "Mendapat yang baru lupa yang lama," tanya si gadis, "Lalu
bagaimana jawabmu?"
Sipe muda menyengir kecut, katanya: "Sehabis mengataku, dia
lantas lari pergi."
Si gadis berpikir sebentar, katanya: "Kukira sudah saatnya kau
harus meningga lkan te mpat ini."
"Tida k, sekarang aku masih belum boleh pergi."
"Kenapa?"
"Pertama, perkara ini be lum kuselidiki, sela ma belum terang
persoalan ini aku tetap akan menjadi ka mbing hita m, ka lau
kutinggal pergi begini saja, bukankah aku betul2 me mbuang yang
akhir dari permulaan yang kalut" Selain itu kedua temanku berada
di tangan orang2 Hek-liong-hwe, aku harus me nolong mereka."
Berpikir sejenak si gadis mengangguk, katanya: "Alasanmu juga
betul, lalu baga imana selanjutnya?"
"Aku harus me mbekuk keparat yang me malsu diriku itu . . . . . "
sampai di sini, mendadak ia gengga m lengan si gadis, katanya lirih:
"Ada orang datang, lekas kita se mbunyi."
Pohon ce mara di atas bukit me mang tinggi besar, tapi dahannya
runcing dan daunnya jarang2, tidak cocok untuk menye mbunyikan
diri. Si pe muda celingukan, cepat ia tarik si gadis terus me lompat jauh
ke semak2 sana dan merunduk maju, baru saja mereka sembunyi di
belakang pohon ce mara besar, Ta mpak sesosok bayangan orang
me lesat tiba, langkahnya begitu enteng dan cepat meski harus
berlari menanjak naik ke atas bukit, begitu tiba dia berdiri tegak
menghadap ke utara sambil menggendang kedua tangan. Bukit ini
kecil tapi luasnya ada belasan tombak.
Tempat orang itu berdiri sedikitnya berjarak empat-lima tombak
dari tempat se mbunyi kedua muda-mudi, di tengah ma la m yang
gelap oleh kabut ini, yang kelihatan hanya bayangan hitam belaka.
sukar melihat bentuk dan roman mukanya.
Kedua muda mudi itu mendeka m di-se mak2 di belakang pohon,
mereka mengawasi bayangan orang itu tanpa berani bergerak.
Bayangan itu tetap berdiri menghadap ke utara, juga tiga
bergerak sedikitpun. Begitulah keadaan demikian bertahan cukup
la manya, tak kuat menahan rasa heran, si gadis berbisik di pinggir
telinga si pe muda: "Untuk apa dia ke mari?"
Si pe muda menjawab dengan suara lirih: "Kelihatannya dia
sedang menunggu sesuatu."
Arah utara sebelah bukit kecil ini adalah hutan pohon cemara,
pohonnya pendek2 dan tidak begitu lebat, tapi di ma la m nan ge lap
ini kelihatannya begitu lebat dan pekat. .
Tak la ma ke mudian dari arah hutan ce mara itu berkumandang
sebuah suara rendah berat: "Kau sudah datang?"
Orang yang berdiri tegak di atas bukit segera me mbungkuk
hormat, sahutnya: "Cayhe sudah tiba."
Orang di dala m hutan ce mara ternyata tidak unjuk diri, suaranya
tetap berkumandang: "Ba ik sekali!" sesaat kemudian dia bertanya:
"Bagaimana di atas kapa l?"
Orang di bukit menjawab: "Me mang Cayhe hendak
menya mpaikan laporan kepada Cujin (majikan), sejak datang
seorang she Ling dala m Pang itu, dia diangkat menjadi Cong-su cia,
usianya masih muda, tapi berilmu silat tinggi, kabarnya adalah
murid kesayangan Hoanjiu-ji-lay. . . . . . . ."
Orang di da la m hutan bersuara kaget dan heran.
Orang di atas bukit melanjutkan: "Akhir2 ini dia berhasil
me mbongkar komplotan mata2 He k-liong-pang yang diae lundupkan
ke sana, ma ka dia mendapat kepercayaan Thay-siang . . . . . . . '"
"O," orang di dala m hutan bersuara pula.
"Kalau bocah she Ling ini tidak disingkirkan, mungkin akan
merugikan juga bagi Cujin," ucap orang di atas bukit.
Mendadak orang di dalam hutan tertawa, katanya: "Majikan
ma lah suruh aku me mberitahu padamu, sedapat mungkin kau harus
ber-muka2 kepada bocah she Ling itu, dan ikatlah hubungan intim
dan kerja sa ma baik dengan dia."
Orang diatas bukit mengia kan, sahutnya: ' Cayhe mengerti"
"Majikan ada sepucuk surat," kata orang di dala m hutan cemara,
'Kau harus menyerahkan kepada Thay-siang, cuma jangan sa mpa i
jejakmu di ketahui."
"Cayhe akan laksanakan perintah dengan hati2."
"Nah terimalah surat ini!" "Ser" se larik sinar putih tiba2
menya mbar ke luar dari hutan me layang ke atas bukit.
Orang di atas bukit cepat menangkapnya, langsung dimasukkan
ke dala m saku.
Terdengar orang dala m hutan ce mara berkata pula: "Bagus,
sekarang boleh kau ke mbali! "
Orang di atas bukit mengiakan, sekali menutul kaki terus
me luncur turun ke bawah bukit, sekejap saja bayangannya lenyap
ditelan kege lapan. Keadaan hutan ce mara juga seketika menjadi
sunyi, agaknya orang di da la m hutan itu juga telah pergi.
Selang agak la ma lagi baru kedua muda-mudi yang se mbunyi di
semak belukar itu berani angkat kepala. Kata si gadis dengan
pelahan: "Entah orang di dala m hutan itu sudah pergi belum?"
Pemuda itu mendahului berdiri, sahutnya: "Sudah pergi jauh."
Kaget dan heran si gadis, tanyanya: "Agaknya mereka bukan
orang Hek-liong-hwe?"
"Sudah tentu bukan."
"Me mangnya siapa mereka?"
"Sekarang belum jelas, sungguh tak nyana di dala m Pek-hoa-
pang kecuali ada mata2 Hek-liong-hwe, masih ada juga komplotan
agen rahasia lain."
'Tadi sudah kau lihat jelas siapa dia?"
"Kukira dia mengenakan kedok."
"Lalu suaranya" Kau tida k kenal?"
"Tentunya mereka juga sudah waapada kalau konangan orang,
maka suara pembicaraan mereka tadipun menggunakan suara
palsu, biarlah hal ini pelan2 kita selidiki."
"Bukankah kau dengar majikan mereka menginginkan dia kerja
sama dengan kau?"
"Betapapun kita harus menyelidiki asal-usul dan se luk-be luk
mereka, supaya kita tidak di peralat di luar sadar kita," berhenti
sebentar, lalu ia mena mbahkan: "Hoanmoay, hayolah pulang!"
Dua bayangan orang segera meninggalkan bukit kecil itu dan
me luncur ke bawah.
-oo0dw0oo- Kapal besar berloteng susun tiga itu terus berlayar mengikuti
arus sejak dari Kwa-ciu menuju ke muara sungai Tiangkang.
Sekarang mereka sudah berlayar di lautan teduh.
Tiga layar besar berke mbang. Langit nan biru dihiasi gumpalan
mega putih, gelombang laut menda mpar udara cerah.
Kalau kapa l berloteng ini dapat laju dengan tenang di sungai
Tiangkang, tapi tidak demikian di lautan teduh. Gelombang di lautan
lepas ini jauh lebih besar dan kuat, kalau di Tiangkang kapa l ini
terhitung ukuran besar, tapi di lautan teduh seperti daun kering
kecil terombang ambing dipermainkan gelombang yang naik turun,
maka terasa sekali guncangan yang a mat kuat.
Kehidupan orang2 di atas kapal sudah tentu tidak setenang dan
senyaman waktu masih berlayar di sungai. Terutama para dara
ke mbang yang tidak biasa hidup di atas air, mereka sa ma pening
kepala dan muntah2, kaki enteng langkah limbung.
Setelah berada di lautan teduh ini, kapal bersusun ini putar
haluan menuju ke utara, Siang mala m tak berhenti dan berlayar
terus tanpa berlabuh lagi. Sejak Cong-su-cia Ling Kun-gi
me mbongkar mata2 Hek-liong-hwe, sepanjang jalan ini tak pernah
lagi terjadi apa2. Lantaran tak terjadi apa2 ini maka terasa sekali
kehidupan di tengah lautan ini menjadi ha mbar. Dan karena
kehidupan yang hambar ini, ma ka dua persoalan yang selama ini
masih mengganje l dala m benak Ling Kun-gi sukar diselidiki.
Kedua persoalan yang mengganjel hati Kun-gi ini adalah perta ma
dia harus mencari tahu siapa laki2 yang menya mar dirinya
me lakukan perbuatan mesum di ka marnya itu" Orang lain yang
makan nangkanya, dia sendiri yang kena getahnya, maka dia harus
menyelidikinya sa mpai persoalan ini menjadi jelas.
Kedua, siapakah orang yang mengadakan kontak dengan
temannya di atas bukit itu"
Dia harus mengetahui rencana aksi mereka supaya dirinya tidak
sampai diperalat diluar tahunya pula, sebagai Cong-su-cia Pe k-hoa-
pang, adalah tanggung jawab dan kewajibannya untuk menyelidiki
hal ini. Tapi kalau lawan tidak mengadakan aksi tentu takkan timbul
reaksi, padahal menyelidiki sesuatu me merlukan adanya aksi, ka lau
kehidupan di atas kapal ini terus tawar dan hambar begini, kecuali
sehari makan tiga kali, semua orang menganggur dan cuma ngobrol
di ka mar makan atau berma in catur be laka.
Begitulah hari ke hari telah lewat, kedua persoalan ini tetap
belum ada penyelesaian.
Beberapa hari ke mudian kapal sudah keluar dari teluk Lo-s in,
sepanjang pelayaran ini beberapa kali, mereka melihat banyak
kepulauan besar dan kecil.
Pada hari itu, pagi2 betul sa mpa i tengah hari seorang diri Thay-
siang naik ke atap tingkat ketiga memandang jauh ke depan sana.
Semua orang menduga mereka sudah hampir tiba ke tempat tujuan,
tapi tiada seorangpun yang tahu di mana mereka baka l mendarat.
Menjelang senja, di bawah pancaran sinar surya yang kuning
cemerlang, di kejauhan sana daratan sudah kelihatan sa mar2.
Thay-siang suruh Teh-hoa menya mpaikan perintahnya kepada
Ko-lotoa, mumpung mala m ini gelombang pasang, sebelum tengah
ma la m kapal harus sudah me masuki teluk kepulauan Ngo-hui-to.
Berita ini segera tersiar ke seluruh kapal.
Tahu bahwa mala m ini kapal baka l menepi dan mereka akan
mendarat, suasana menjadi hiruk pikuk, berkobar se mangat
mereka. Hari sudah petang, Kehidupan di atas kapal sesudah makan
ma la m dan istirahat satu jam semua orang harus tidur ke ka marnya
masing2. Tapi la in dengan mala m ini. Lampu terang benderang di
kamar makan tingkat kedua, cuma pada setiap lubang dari jendela
berkaca telah dipasang kain hita m yang tebal sehingga cahaya
la mpu tida k menyorot ke luar.
Meja besar yang berjajar segi tiga di ka mar ma kan kini tinggal
satu saja, maka ruang makan ini terasa lebih luas. Orang2 sudah
berdiri berjajar di kanan-kiri, sebelah kiri dipimpin oleh Cong-su-cia
Ling Kun-gi, di belakangnya terbagi dua baris, Coh-houhoat Leng
Tio-cong dan Sa m-gansin Coa Liang, di belakang mere ka lagi adalah
ke tujuh Hou-huat, Kongsun Siang, Song Tek-seng, Thi La m-jiang,
Toh Kanling, Lo Kunhun, Yap Kay-sian dan Liang Ih jun, ( Cin
Tekiong sudah gugur ). Delapan Hou-hoat-su-cia adalah Ting Kiau,
Ban Yu-wi, (e mpat diantara dua belas Hou-hoat-su-cia sudah
terbunuh oleh orang2 Hek liong-hwe ).
Barisan sebelah kanan dipimpin oleh Congkoan Giok-lan, disusul
enam Tay-cia, yakni Bikui Ci-hwi, Hu-yong, Hong-siang, Giok-je dan
Loh-bi-jin (Hay-siang sudah mati), merekapun berdiri menjadi dua
baris, Disusul oleh barisan para dara ke mbang yang berjumlah
sembilan belas, Cu-cu sudah meningga l. Mereka berdiri tegak
khidmad, suasana hening dan sunyi..
Tak la ma ke mudian ta mpak kerai tersingkap, yang mendahului
me langkah masuk adalah Thay-siang, dia tetap menggunakan
pakaian serba hita m, cadar hitam, sebutir mutiara sebesar buah
anggur bertengger di atas gelung rambutnya. Perempuan tua ini
me mang serba misterius. Di belakang Thay-siang adalah Pe k-hoa-
pangcu Bok-tan, Hupangpcu So-yok. Lalu dua pe layan Teh-hoa Liu-
hoa, satu membawa Ji-gi ( mistar batu jade ) seorang lagi
me megang kebutan bergagang batu jade pula.
Thay-siang langsung menuju ke meja di tengah ruangan, Pangcu
dan Hupangcu berdiri di kirikanan kedua pelayan berdiri pa ling
belakang. Orang2 di barisan kanan-kiri serentak bersorak
menyanjung puji dengan suara lantang.
Agaknya Thay-siang merasa puas, dia manggut2 kepada hadirin.
Me mang suasana seperti inilah yang disukai Thay-siang, dia
adalah jantan di antara kaum pere mpuan, suka menonjolkan diri
sebagai orang yang berkuasa dan berwibawa. Begitu senyap
suasana di ruang makan ini, sorot mata Thay-siang yang mencorong
tajam menyapu para hadirin, katanya kemudian: "Losin sudah
perintahkan Ko-lotoa untuk berlayar me masuki teluk kepulauan
Ngo-hui-to mala m ini selagi air laut pasang. Kita akan mendarat di
suatu tempat yang dinamakan Cu-thau .. . ..." sampai di sini dia
bicara, hadirin sudah menyambut dengan ta mpik sorak yang riang


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gembira. Setelah suara keplok tangan sirap baru Thay-siang melanjut kan:
"Cu-thau tempat kita mendarat itu kira2 puluhan li dari Kunlunsan,
kira2 seratus li lebih dari Ui-lionggia m, markas besar Hek-liong-hwe,
oleh karena itu setelah kita mendarat harus segera mendapatkan
tempat berteduh untuk istirahat di samping me mbagi tugas."
merandek sebentar lalu ia me lanjutkan: "Dari Cu-thau menuju barat,
kira2 lima li jauhnya kita akan menuju ke sebuah gunung yang
bernama Ciok santhu, di atas gunung ada sebuah Ciok-sinbio, di
biara inilah kita akan istirahat." Sampai di sini dia angkat kepala
serta berteriak; "'Ling Kun-gi!"
Lekas Kun-gi menyahut: "Ha mba ada di sini."
Kata Thay-siang "Kau pimpin Coh-yu-hou-hoat dan seluruh
Houhoat-su-cia, setelah kapal mendarat bersama Congkoan Giok-lan
kalian naik ke darat lebih dulu dan berkumpul di Ciok-sinbio itu. Di
sebelah timur Ciok-santhau adalah sungai, sebelah barat adalah
hutan, boleh kau berunding dengan Coh-yu-houhoat cara
bagaimana harus menyesuaikan diri dengan keadaan di sana dan
aturlah segala yang kita perlukan."
Kun gi mengiakan dan terima perintah.
Thay-siang berkata pula: "Giok-lan pimpin Bikui, Ci-hwi, Hu-yong,
Hong sian, Giok-je ber-lima seperjalanan dengan Ling Kun-gi
berangkat dulu ke Ciok-sinbio dan atur lebih dulu segala keperluan
kita." Giok-lan dan para Tay-cia yang disebut na manya
me mbungkuk hormat sa mbil mengiakan.
"Loh-bi-jin bersama para dara ke mbang akan me ngiringi
perjalanan Losin," de mikian pesan Thay-siang. Setelah me mbagi
tugas berkata Thay-siang lebih lanjut: "Sekarang waktu masih
cukup, kalian boleh bubar dan me mbenahi se mua yang diperlukan,
setelah tengah mala m nanti bekerjalah menurut pesanku tadi, awas
jangan gagal."
Hadirin mengia kan, Thay-slang terus meninggalkan te mpat itu di
bawah bimbingan Bok-tan dan So-yok. Setelah Thay-siang pergi,
Giok-lan bersa ma para Tay-cia dan dara2 ke mbang itu juga
mengundurkan diri ke tingkat ketiga. Maka terjadilah sedikit
kesibukan di atas kapal, semua orang sibuk me m-benahi barang
miliknya masing2.
Manusia adalah makhluk yang biasa hidup di daratan. Setelah
puluhan hari hidup di atas kapal, siapapun sudah merasa gerah,
kesal dan tak betah, semua orang ingin lekas2 na ik ke darat.
Setelah larut mala m dan re mbulan sudah mulai doyong ke barat,
tiba saatnya air laut naik pasang. Ko-lotoa adalah seorang kelasi
yang ahli, dia tahu cara bagaimana me manfaatkan tenaga angin
dan kekuatan air. Tiga layar berke mbang, mumpung air laut pasang,
kapal laju pesat mengikuti arah angin.
Sebelum kentongan ketiga, di bawah dorongan gelombang
pasang serta hembusan angin kencang kapal sudah mulai me masuki
teluk. Maka, terdengarlah dua kali suara tiupan kulit kerang, ketiga
layar yang berkembang itu segera diturunkan.
Dala m teluk sekitar kepulauan Ngo hui-to ini banyak sekali
pulau2 kecil, kini pulau2 kecil ini tenggela m di bawah air pasang,
hanya batu2 karang saja yang kelihatan menonjol dipermukaan air.
Agaknya Ko-lotoa sudah apal akan keadaan sekitar sini, maka kapa l
laju seperti ke mbali ke rumahnya sendiri.
Setelah layar diturunkan laju kapal menjadi la mbat, kalau air
pasang sudah dengan sendirinya kapal mengapung ke atas, Ko-
lotoa sendiri yang pegang ke mudi, kapal belok ke kanan dan ke kiri
me lalui batu2 karang laksana seekor ikan raksasa yang berenang di
dalam air. Kira2 se masakan nasi ke mudian kapal mulai me masuki teluk
rendah, terdengar suara keresekan di dasar kapal, kiranya perairan
di sini sudah dangkal dan kapalpun berhenti. Tanpa diperintah para
kelasi segera sibuk be kerja menurunkan jangkar maka kapalpun tak
bergoyang lagi.
Bahwa kapal sudah berhenti di sini, itu berarti mereka sudah tiba
di tempat tujuan. Tapi orang2 yang berdiri di atas kapal menjadi
keheranan, selepas mata memandang hanya kegelapan melulu,
kiranya kapal besar ini masih dikelilingi air, jaraknya dengan daratan
paling tidak masih setengah li jauhnya.
Dengan cekatan para kelasi segera menurunkan 6 sa mpan,
sementara Ko-lotoa mengha mpiri Ling Kun-gi, katanya sambil
menjura: "Cong-su-sia, Cong-koan, sekarang boleh silakan turun ke
sampan" Kun-gi me mperhitungkan sa mpan itu paling2 hanya muat tiga
orang, jadi sekali jalan hanya bisa me mbawa 18 orang, rombongan
sendiri bersama rombongan Giok-lan terang tidak bisa sekaligus
mendarat bersama. Maka dia lantas berkata: "Terpaksa kita harus
me mbagi dua rombongan, oleh karena itu harap Congkoan bersama
para Tay-cia, Leng-heng dan para Houhoat dan aku sendiri akan
turun lebih dulu sebagai rombongan pertama. Coa-heng bersama
delapan Hou-hoat-su-cia berangkat pada rombongan kedua.
Sekarang rombongan perta ma boleh turun ke sa mpan."
Sambil angkat tangan ke arah Giok-lan dia mena mbahkan:
"Silakan." La lu dia mendahului lompat turun ke salah sebuah
sampan. Leng Tio cong, tujuh Houhoat dan Giok-lan serta Bikui dan lain2
juga me lompat turun. Cepat sekali keenam sa mpan ini sudah
me luncur ke arah daratan. Setelah kedua rombongan ini mendarat
semua, sementara itu mereka sudah menghabiskan waktu setengah
jam. Setelah semua orang lengkap berkumpul, Kun-gi menjadi
kebingungan, baru saja dia hendak ajak Giok-lan berunding, tampa k
bayangan orang berkelebat, tahu2 Ko-lotoa yang kini mengena kan
topi beludru, sambil menenteng pipa cangklong me ndatang terus
menjura, katanya tertawa: "Atas perintah Thay-siang, hamba
disuruh menyusul untuk menunjukkan jalan. "
Kun-gi melenggong, katanya mengangguk: "Bagus sekali,
me mang aku hendak berunding cara bagaimana menuju ke Ciok-
santhan. Syukurlah Thay-siang mengutus Ko-lotoa ke mari, silakan."
Ko-lotoa tertawa, katanya: "Cong-su-cia terlalu sungkan, aku
orang tua memang kelahiran Mo-ping, di ka mpungnya sendiri sudah
tentu apal keadaan sini." Lalu dia menjura serta mena mbahkan:
"Ma-rilah kutunjukkan jalannya."
Kun-gi dan Giok-lan berama i lantas mengikuti langkahnya.
Sembari jalan Kun-gi berpaling dan berkata dengan mengguna kan
ilmu gelombang suara kepada Giok-lan: "Congkoan, kau tahu asal
usul Ko-lotoa?"
Giok-lan menjawab dengan gelombang suara pula: "Aku hanya
tahu dia pandai berenang, dia-lah yang me mimpin armada laut Pek-
hoa pang kita di sekitar perairan Phoa-yang-ouw, tentang asal
usulnya aku tidak tahu. Sejak aku tahu urusan, agaknya dia sudah
menjadi anak buah Thay-siang dan menjadi pe mimpin para kelasi
itu." "Jadi sudah la ma sekali dia ikut Thay-siang?"
Giok-lan manggut, tanyanya: "Adakah Cong-su-cia
melihat gejala2 yang mencuriga kan atas dirinya?"
Kun-gi tertawa tawar, katanya: "'Tidak, aku hanya bertanya
sambil lalu saja."
Selama percakapan ini, mereka berjalan terus dengan langkah
cepat. Mendadak disadari oleh Kun-gi bahwa Ko-lotoa yang
menunjuk jalan di depan berjalan dengan langkah enteng dan
cekatan. Maklumlah rombongan di bawah pimpinan Ling Kun-gi ini
semua me miliki kepanda ian silat yang lumayan kalau tidak mau
dikatakan ke las satu, Ko-lotoa hanya kelasi, dia berjalan paling
depan lagi, padahal orang2 yang di belakangnya sudah berja lan
sambil ber-lari2 kecil, dari ini dapatlah disimpulkan bahwa Ko-lotoa
juga me miliki Ginkang yang tinggi, pa ling tidak sejajar dengan
semua orang. Kira2 semasakan air mereka sudah tiba di Ciok-santhau. Di
tengah mala m di pegunungan yang tidak seberapa besar dan tinggi
ini bertengger seperti raksasa mendeka m terletak Ciok-sanbio di
samping gunung, jalan me nuju ke biara ini merupa kan unda kan
batu yang rata dan terawat bersih.
Di tengah perjalanan Kun-gi menga mati situasi se kelilingnya, lalu
dia perintahkan Coh-houhoat Leng Tio-cong bersa ma Toh Kanling,
Liang Ih-jun dan e mpat Houhoat-su-cia bertugas jaga di sebelah
timur yang menghadap ke sungai. Coa Liang ber-sa ma Lo Kun hun,
Yap Kay-sian bersama e mpat Houhoat-su-cia berjaga di hutan
sebelah barat. Sementara dia pimpin Kongsun Siang, Song Te k-
seng. Thio La m- jiang bersa ma Giok-lan langsung na ik ke atas
gunung. Setiba di depan Ciok-sinbio baru Ko-lotoa menghentikan langkah,
katanya menjura: "Biarlah aku mengetuk pintu." Lalu dia
mendahului maju ke pintu serta mengetuk tiga kali.
Maka kuma ndanglah suara
seorang perempuan
bertanya: "Siapakah di luar?"
"Kita ke mari bukan untuk sembahyang," sahut Ko-lotoa. Jawaban
yang tak sesuai dengan pertanyaan,
Dia m2 Kun-gi heran, tapi dia tida k bersuara.
Terdengar suara perempuan di dala m berkata pula: "Kalian tidak
akan se mbahyang, lalu mau apa ke mari?"
"La m hay Koan sim datang mene mui Ciok-sin," sahut Ko-lotoa.
Tergerak hati Kun-gi, batinnya: "Kiranya mereka bicara dengan
bahasa rahasia."
Waktu dia berpaling ke arah Giok-lan, wajah orang juga
menunjuk mimik heran seperti tidak tahu menahu, kebetulan
orangpun menoleh ke arahnya dengan pandangan penuh tanda
tanya. Kiranya pembicaraan rahasia Ko-lotoa ini juga tida k diketahui
maksudnya oleh Giok-lan.
"O," terdengar perempuan tua di dalam ber-suara, pintu tetap
tidak dibuka, tanyanya pula: "Apakah ucapanmu ini dapat
dipercaya?"
"Kiap toaciangku dari istana bawah laut yang bilang begitu,
me mangnya omongannya bisa salah?"
"Lalu di mana dia!"
"Dia adalah aku inilah yang tidak becus," ujar Ko-lotoa tertawa.
"Hah," lirih suara kaget pere mpuan tua di da la m, "jadi kau inilah Kiap-toaciangkun, lekas silakan!" Daun pintu segera terpentang
lebar, keluarlah seorang nenek beruban dengan muka kuning kurus,
me lihat di luar pintu berdiri sekian banyak orang seketika dia
berjublek, segera pula dia unjuk tawa sa mbil menjura: "Di te mpat
ini serba kekurangan, mari silakan kalian masuk minum teh."
Bahwa Ko-lotoa mendadak menjadi "Kiap-toa ciangkun", sungguh
aneh bin aja ib.
Ko-lotoa tertawa, katanya: "Tidak jadi soal, Lam-hay Koanseim
toh sudah ke mari, apa pula yang ditakuti?"
"Kalau begitu terpaksa aku harus me mberi lapor kepada yang
berkuasa."
"Betul, le kaslah kau laporan kepada yang berkuasa."
Bergegas si nenek lari masuk ke belakang.
Sekilas pandang Kun-gi lantas tahu bahwa si nenek mengenakan
kedok, di waktu me mbalik badan, gerak pinggangnya ge mula i dan
langkahnya enteng, tidak mirip seorang nenek yang sudah tua,
bertambah besar perhatian dan rasa curiganya. Tak tahan dia
berpaling kepada Ko-lotoa, tanyanya: "Kau kenal baik penghuni
biara ini?"
Ko-lotoa tertawa lebar, sahutnya: "Orang sekampung hala man
sendiri, sudah-tentu kami kenal baik. Mari sila kan Cong-su-ciat dan
Congkoan."
Beriring orang banyak lantas masuk ke biara menyusuri sera mbi
mereka masuk ke sebuah pe karangan, tampak bangunan biara ini
terdiri dari tiga lapis gedung, setiap lapis bangunannya amat lebar
dan luas. Tatkala semua orang lagi mengagumi bangunan megah
dipegunungan sepi ini, tampak dari dala m beranjak keluar seorang
Nikoh tua berkopiah kain ke labu, jubah aga manyapun kelabu,
dengan merangkup tangan dia berkata kepada Ko-lotoa: "Omito-
hud! Pinni dengar katanya Ko-toasicu berkunjung, terla mbat
menya mbut, harap dimaafkan."
Ko lotoa balas hormat ber-ulang2, katanya tertawa: "Sekian
tahun tak bertemu. Lo-tang-keh masih ba ik2 saja, marilah
kuperkenalkan dua orang penting dala m Pang kita." Segera dia
menunjuk Kun-gi: "Inilah Cong-su-cia!" Lalu menunjuk Giok-lan:
"Inilah Congkoan. Atas perintah Thay-siang ia di suruh kemari
mengadakan persiapan."
Nikoh tua menga mati mereka berdua, lalu berkata: "Kiranya
Cong-su-cia dan Congkoan, maaf pinni kurang hormat."
Tajam tatapan Kun-gi, didapatinya muka Nikoh tua inipun
mengenakan kedok, bertambah tebal rasa curiganya, tapi sedikitpun
dia tidak unjuk tanda apa2, bersama Giok-lan dia ba las hormat dan
menyapa ala kadarnya.
Lalu Nikoh tua bertanya kepada Ko lotoa: "Go-po tadi
me laporkan, katanya Koanseim akan datang sendiri ke mari, apa
betul?" "Tida k salah," ucap Ko-lotoa berseri tawa. "Posat sudah tiba di Cu-than, sebentar juga akan tiba, maka Congkoan disuruh ke mari
mengadakan persiapan."
Baru sekarang Kun-gi dan Giok-lan jelas duduk perkaranya,
Koanseim-po-sat yang dimaksud dala m pe mbicaraan kedua orang
ini kiranya adalah Thay-siang.
Tampak sikap Nikoh tua menjadi tegang, mulutpun berseru
kaget, katanya ter-sipu2 kepada Giok-lan: "Congkoan sekalian
silakan ikut Pinni, periksalah perumahan di be lakang, supaya
dibersihkan dan dipajang se mestinya untuk menya mbut kehadiran
sang agung."
"Silakan Losuhu," ucap Giok-lan tertawa. Lalu ia berkata kepada
Kun-gi: "Harap Cong-su-cia duduk saja di sini, biar kuperiksa ke
dalam." Ia menggapai Bikui berlima: "Ka lian ikut aku."
Sebetulnya Kun-gi hendak me mberitahu Giok-lan bahwa Nikoh
tua dan nenek reyot tadi sama mengenakan kedok, supaya dia
berlaku hati2, tapi ucapan yang sudah di ujung mulut itu akhirnya
batal diucapkan.
Bahwa secara diam2 Thay-siang menyuruh Ko-lotoa menunjuk
jalan serta bicara dengan para biarawati ini secara rahasia, nenek
tua itupun me manggil Ko-lotoa sebagai. Kiap-ciangkun segala, dari
tanda2 ini tida k sukar dianalisa bahwa dala m biara ini termasuk
seluruh penghuninya pasti me mpunyai hubungan erat dengan Thay-
siang. Setelah Giok-lan berla lu dala m ruang itu tinggal Ling Kun-gi, Ko-
lotoa dan Kongsun Siang, bertiga duduk di kursi yang ada di ruang
sembahyang itu, Kira2 kentongan ketiga baru tampak Thay-siang
datang di ringi Bok-tan, So-yok dan sekalian Taycia dan dara
ke mbang. Ling Kun-gi, Giok-lan dan Nikoh tua beramai menyambut
kedatangannya serta menyongsongnya ke dalam ruang. Mendadak
Nikoh tua berlutut terus menyembah di depan Thay-siang dengan
air mata bercucuran, serunya sambil menyembah ber-ulang2:
"Syukurlah akhirnya hamba bisa bertemu pula dengan Tuan
Puteri."

Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bahwa Nikoh tua berubah me njadi "ha mba" (pelayan) sedang
Thay-siang menjadi Tuan Puteri, sudah tentu kata2 ini me mbuat
semua hadirin me longo kaget. Terutama Ling Kun-gi, pikirnya dala m
hati: "Kiranya Nikoh tua ini adalah pelayan Thay-siang wa ktu
mudanya dulu, entah tuan puteri apa dan darimana Thay-siang
asalnya?" Thay-siang tampak tertawa ramah: "Le kas bangun, ha mpir dua
puluh tahun kita tidak bertemu, masih banyak persoalan yang ingin
kutanya padamu." Sembari bicara sedikit dia mengangkat
tangannya, Teh-hoa dan Liu-hoa segera maju me mbimbing Nikoh
tua itu berdiri.
Nikoh tua berdiri sa mbil menyeka air mata, katanya: "Ada pesan
apa tuan puteri?"
"Coba lihat, ra mbutpun sudah ubanan, jangan kau sela lu usil
mulut me manggil Tuan Puteri segala," kata Thay-siang.
Dari samping Ko-lotoa ikut menimbrung dengan tertawa:
"Sekarang kita me manggilnya Thay-siang, kaupun harus ubah
panggilanmu. "
Nikoh tua menghormat sa mbil mengiakan.
Thay-siang duduk dikursi yang telah disedia kan, tanyanya:
"Sela ma dua puluh tahun ini tentu kau cukup kepayahan, apakah
mereka pernah mencari setori ke sini?"
"Letak te mpat ini hanya seratusan li dari Ui-lionggia m, beberapa
tahun permulaan mereka me mang menaruh curiga, beberapa kali
mengobra k-abrik tempat ini, malah secara dia m2 kita diawasi dan
gerak-gerik dibatasi, syukur tiada yang mengenali ha mba, beberapa
tahun belakangan ini ada kalanya juga mereka meronda di perairan
sekitar sini, sesuai pesanmu dulu tak pernah hamba me mperlihatkan
jejak, maka keadaan tetap aman tenteram."
Dia m2 Kun-gi mulai
paha m, pikirnya: "Tak heran dia mengenakan kedok."
"Gak-koh-tia m apa ada kabar?" tanya Thay-siang.
"Beberapa hari yang lalu masih ada kabar, mereka sudah tahu
bahwa engkau sudah berangkat kemari lewat jalan air, maka Hwi-
liong-tongcu Nao Sa m-Jun diperintahkan mencegat ka lian di tengah
jalan, di samping itu merekapun mendatangkan jago2 dari berbagai
daerah umruk me nghadapi perte mpuran besar2an."'
Thay-siang tertawa dingin, katanya: "Beberapa hari yang lalu
Nao Sam-jun dengan Cap-ji-sing-siok sudah dipukul mundur, kecuali
beberapa gelintir cakar alap2 me mangnya jago2 maca m apa yang
bisa mereka kumpulkan?"
Kembali Kun-gi melenggong mendengar percakapan ini, pikirnya:
"Kiranya Hek liong-hwe juga bersekongkol dengan alat negara."
Cakar alap2 yang dima ksud adalah petugas negara.
"Agaknya Thay siang terlalu pandang rendah mereka, kabarnya .
. . . " mendadak nikoh tua berhenti tak berani meneruskan
ucapannya, lalu menya mbung dengan ilmu gelombang suara. Jelas
percakapan selanjutnya amat penting dan rahasia, tiada seorangpun
yang tahu persoalan apa yang dipercakapkan"
Akhimya terdengar Thay-siang mendengus gusar: "Keparat, biar
kuhadapi jago2 Bit-cong andalan mereka, betapa sih lihaynya?" lalu
ia menyambung: "Kali ini kita mene mpuh perjalanan lewat air,
mereka kurang biasa, menurut rencanaku semula akan istirahat dua
hari di smi, bahwa merekapun sudah me mpersiapkan diri, biarlab
kita sergap saja sebelum mereka bersiaga." Sa mpai di sini
pandangannya menyapu hadirin lalu berkata pula: "Begitu fajar
menyingsing kita harus segera berangkat, waktu masih kira2 dua
jam, dala m waktu yang singkat ini se mua harus istirahat
secukupnya."
Habis berkata dia berdiri, Nikoh tua me mbuka jalan, mereka
mengundurkan diri ke belakang bersa ma Bok-tan dan So yok. Giok-
lan juga bawa para Tay-cia dan dara kembang istirahat ke belakang.
Kecuali mere ka yang ma la m ini tugas jaga, sisanya sama duduk
bersimpuh di ruang depan ini. .
Dengan cepat haripun mulai terang, semua orang berbaris tegak
di pekarangan depan siap menunggu perintah Thay-siang
selanjutnya. Tak la ma ke mudian, dibawah iringan Bok-tan dan So-yok
beranjak keluarlah Thay-siang berdiri di undak2an, sorot matanya
yang berkilat tajam tampak mencorong dibalik cadar hita m, sekilas
dia menyapu pandang seluruh hadirin, lalu berkata dengan suara
lantang: "Sekarang kita akan berangkat, musuh kita adalah He k-
liong hwe, dengan banyak jago kosen merekapun sudah siap
menya mbut kedatangan kita, oleh karena itu kita harus sergap
mereka untuk merebut ke menangan dengan jumlah kita yang
sedikit ini, melumpuhkan mere ka yang berjumlah berlipat ganda.
Sepatah kata pesanku ini harus kalian ca mkan dengan baik, setiap
kali berhadapan dengan orang2 Hek-liong-hwe kalian harus turun
tangan lebih dulu bunuh seluruhnya dan habis perkara, sekali lena
dan kalah cepat me mperoleh kese mpatan, jiwa kalian sendiri yang
akan melayang dan tiada liang kubur untuk kalian."
Semua hadirin mendengarkan dengan khidmad dan patuh, tiada
yang buka suara. Sudah ribuan li mereka tempuh perjalanan inti,
tujuannya menyerbu Hek liong-hwe, medan laga sudah di depan
mata, maka berkobarlah se mangat tempur scmua orang. Apalagi
kata2 Thay siang cukup taja m dan me mba kar se mangat, semakin
besar gairah tempur mereka.
Habis bicara dari lengan bajunya yang lebar itu Thay-siang
menge luarkan sepucuk sa mpul tertutup, teriaknya: "Bok tan!"
Pek-hoa-pangcu Bok-tan mengiakan sa mbil tampil ke depan,
serunya: "Guru ada, pesan apa?"
"Kau pimpin Giok-lan, Bikui, Ci-hwi dan Coh-houhoat Leng Tio-
cong, Houhoat Liang Ih-jun, Yap Kay-sian dan Bing-gwat sebagai
petuntuk jalan, bekerjalah menurut catatan dala m surat rahasiaku
ini," Lalu ia serahkan sa mpul surat itu.
Setelah terima sa mpul surat itu, Bok-tan menjura, katanya :
"Tecu terima perintah."
Thay-siang mengulap tangan: "Kalianpun boleh pergi. "
Giok-lan, Bing-gwat ( Nikoh tua ), Leng Tio-cong dan lain2
mengiakan bersa ma, lalu mereka mengintil cepat di belakang Pe k-
hoa-pangcu Bok-tan keluar biara.
Kembali Thay-siang ke luarkan sa mpul surat kedua serta berseru:
"So-yok!"
"Tecu ada," sahut So-yok tampil ke depan.
"Kau bawa Hu-gong, Hong-sian, Giok-je, Yu-houhoat Coa Liang,
Houhoat Toh Kanling, Lo Kunhun dan Bing-cu akan menunjukkan
jalan, bekerjalah menurut petunjuk dala m suratku ini," la lu diapun
serahkan sampul surat itu.
Setelah menerima sa mpul So-yok terus mengundurkan diri
beserta orang2 yang ditunjuk Thay-siang barusan.
Untuk ketiga kalinya Thay-siang mengeluarkan pula sa mpul
ketiga, teriaknya: "Ling Kun-gi!"
"Ha mba ada," sahut Kun-gi.
Thay-siang serahkan sampul surat itu, sorot matanya menatap
tajam ke muka Ling Kun-gi, katanya dengan suara tandas: "Ling
Kun-gi, dala m tiga rombongan ini, rombonganmu merupa kan pusat
kekuatan penyerbuan kita kali ini, apakah Pek-hoa-pang dapat
menga lahkan Hek-liong-hwe, tugas berat ini terletak di atas
pundakmu, oleh karena itu kau harus me matuhi pesanku di dala m
sampul ini, jangan lena dan jangan ragu, tahu tidak?"
"Ha mba akan bekerja sekuat tenaga," sahut Kun-gi.
"Baiklah" ujar Thay-siang. "Sisa orang2 yang ada di sini boleh kau pimpin seluruhnya, Ko-lotoa akan menjadi petunjuk jalan,
laksanakan perintahmu di dala m sa mpul, hanya boleh berhasil
pantang gagal" habis berkata baru dia serahkan sa mpul surat itu.
Waktu Kun-gi terima sa mpul itu, tampak di bagian depan sa mpul
tertulis sebaris huruf yang berbunyi: "Sebelum ja m 8 harus tiba di
Lim-cu-say dan surat ini baru boleh di buka."
Entah dimana letak Lim-cu-say" Tapi Ko-lotoa akan menunjukkan
jalannya, maka dia tidak perlu banyak tanya. Segera dia simpan
sampul itu ke dala m sa ku, terus menjura dan serunya: "Ha mba
terima perintah dan segera me laksanakannya"
"Loh-bi-jin," ucap Thay-siang lebih lanjut, "20 dara ke mbang yang kau pimpin tinggal 19, biarlah Teh-hoa menggenapi jumlah ini,
kau tetap pimpin 20 orang." Teh-hua adalah salah satu pelayan
pribadi Thay- siang.
"Tecu terima perintab," seru Loh-bi-jin.
Kata Thay-siang: "Suruhlah mereka menggotong tandu yang ada
di bela kang itu ke luar, kalian boleh segera berangkat."
Kembali Loh bi-jin mengiakan terus ke be lakang me mbawa
empat dara ke mbang, tak la ma ke mudian dia sudah keluar,
keempat dara ke mbang itu me mikul sebuah tandu, warna tandu ini
juga serba hita m.
Dia m2 Kun-gi me mbatin: "Tandu ini tentu buat Thay-siang."
Thay-siang mengulap tangan, katanya: "Untuk me mburu waktu,
sekarang juga kalian boleh berangkat!"` lalu dia berpaling kepada
Liu-hoa di be lakangnya: "Bawalah ji-gi itu dan jalanlah selalu
mengiring di sa mping tandu." Liu-hoa mengia kan.
Heran Kun-gi, semula dia kira Thay-siang akan naik tandu ini, tak
kira dia me mbagi seluruh kekuatan Pek-hoa-pang menjadi tiga
rombongan, ketiga rombongan dilepasnya pergi berarti seluruh
kekuatan dikerahkan. Lalu dia sendiri bagaimana" Me mangnya
seorang diri dia akan tinggal di biara ini" Atau sengaja dia me mbagi
tugas kepada orang banyak, sementara dia sendiri menuju ke suatu
tempatb tertentu" Tapid Thay-siang sudaah memerintahkabn
berangkat, kecuali berangkat menunaikan tugas, tak mungkin dia
mengajukan pertanyaan lagi.
Maka lekas dia menjura kepada Thay-siang, ia me mbawa Ko-
lotoa, Kongsun Siang, Song Tek seng, Thio La m-jiang dan
kedelapan Hou-hoat-su-cia mendahului keluar. Sementara Loh-bi-jin
mengintil dengan barisan 20 dara ke mbang yang me m-bawa tandu
kosong, sementara Liu-hoa mengiring di sa mping tandu hita m.
Setelah rombongan mereka itu meninggalkan Ciok-santhan
barulah Kun-gi bertanya kepada Ko-lotoa: "Ko-lotoa, Thay-siang
suruh kita tiba di Lim-cu-say sebelum ja m 8 pagi, apakah keburu
waktunya?"
"Lim-cu-say terletak di kaki gunung Kunlun sebelah depan, dari
sini kira2 ada 50 li, kini baru ja m 6, kalau jalan cepat, kukira masih
sempat me mburu waktu."
"Baiklah, sila kan Ko-lotoa tunjukkan jalan, kita jalan cepat2,"
demikian ucap Kun-gi.
Di bawah petunjuk Ko lotoa, mereka berja lan cepat menuju ke
arah utara. Daerah yang mereka lalui adalah pegunungan rendah,
jalan2 gunung yang berliku sukar dilalui, untung mere ka sa ma
me miliki kepandaian tinggi, dengan menyusuri ka ki gunung mere ka
maju terus, ada kalanya mereka harus melintas jurang atau
menyeberang sungai. Sela ma seja m lebih mereka mene mpuh
perjalanan dengan sangat payah, tapi tapi tiada yang mengeluh,
untungnya sepanjang perjalanan yang serba sukar ini mereka tida k
menga la mi aral rintang berarti, tepat pada jam yang ditentukan
mereka t iba di Lim-cu-say.
Itulah sebuah tanah datar yang cukup luas di bawah gunung,
hutan bambu me magari tanah lapang, berumput di depan sana,
kiranya ada beberapa petak bangunan gubuk bambu yang dihuni
beberapa keluarga.
Tiba2 tergetar pikiran Kun-gi, pikirrrya: "Agaknya beberapa
gubuk ba mbu itu ada sembunyi para mata2 Hek-liong-hwe." Serta
merta dia merogoh keluar sa mpul surat itu dan dibukanya, tampak
di atas secarik kertas tertulis:
"Pertama, kalian be lum sarapan pagi, ma ka boleh istirahat di sini
sambil me ngisi perut yang tersedia di dala m tandu.
Kedua, dari Lim-cu-say menuju ke utara, sepanjang jalan
hendaklah kibarkan panji Pang kita, para dara kembang sebagai
pelopor jalan.. Liu-hoa tetap beriring di samping tandu, kalian
menyebar mengelilingi tandu, gerak langkah kalian harus hati2 dan
selalu waspada, tapi juga tidak perlu cepat2, hal hal ini harus
diperhatikan, berbuatlah supaya pihak lawan mengira kalian akan
menyerbu setelah tabir mala m mendatang, tentang situasi
perjalanan boleh berunding dengan Ko-lotoa.
Ketiga, sebelum magrib harus tiba di Ui-lionggia m, di depan Ui-
liong gia m ada sebuah tanah lapang, kalian harus sembunyi dan
aturlah jebakan di sini, sementara perintahkan Loh-bi-jin menaruh
tandu di tengah lapangan dan berjaga mengelilinginya.
Keempat, kalau berhadapan dengan Cap-ji-sing-siok dari Ui liong-
tong, suruhlah para dara ke mbang menghadapinya.
Kelima, di antara musuh yang muncul, bila kedapatan La ma
berkasa merah, jangan dihadapi dengan kekuatan, biarkan dia
berusaha menerjang ke dekat tandu, kalau tidak kesa mplok La ma
kasa merah, tandu harus dijaga seketat mungkin, setelah tiba di Ui-
lionggia m, baru lemparkan tandu ini ke gua Ui-liong-tong, sarang
para penjahat itu.
Enam, sa mpul tertutup yang kedua ini baru boleh dibuka setelah
kalian berhasil, menduduki Ui-Liong-tong."
Setelah habis me mbaca tulisan dala m sa mpul, Ling Kun-gi
berpaling kepada Ko-lotoa, tanyanya: "Berapa jauh dari sini menuju
ke Ui-lionggia m?"
"Lima sa mpai ena m puluh li," sahut Ko-lotoa.
Perjalanan sejauh lima puluh li harus dite mpuh dari pagi sa mpai
maghib, pantas Thay-siang mene kankan supaya kita tidak usah
bergerak terlalu cepat. Kini baru Kun-gi paha m bahwa
rombongannya ini meski merupakan kekuatan utama untuk
menyerbu Ui-lionggia m, tapi kenyataan juga hanya merupakan
barisan yang main gertak belaka. Apalagi mereka tida k perlu
bergerak cepat, para dara kembang sebagai pelopor barisan jelas
tujuannya untuk menarik perhatian pihak lawan saja.
Yang pasti rombongan Bok-tan dan So-yok baru boleh dikatakan
sebagai barisan penyerbu, terang tugas mereka jauh lebih berat,
karena ke mungkinan tugas mereka adalah menyerbu Ui-liong-tong
dan Hwi-liong-tong. Dari sini dapatlah dia mbil kesimpulan bahwa
Thay-siang pasti masih me mpunyai rahasia la innya yang sengaja
dise mbunyikan. Dan yang membuatnya paling heran adalah Cap-ji-
sing siok dari Hwi-liong tong itu kebal segala maca m senjata, tapi
kenapa para dara kembang itu yang diharuskan mengadapi mere ka"
Dari mana pula Thay siang bisa tahu kalau La ma ber-kasa merah
akan muncul di antara para musuh" Kenapa pula kalau berhadapan
dengan para Lama kasa merah boleh me mbiarkan mereka
menubruk ke tandu" Kalau t idak bersua La ma kasa merah, tandu
harus dipertahankan ma lah"
Bolak-ba lik Kun-gi berusaha me mecahkan berbagai persoalan ini,
tapi tetap tidak me mperoleh jawaban yang me muaskan, terpaksa
dia simpan sa mpul surat itu, lalu berkata kepada seluruh
rombongan, "Thay-siang suruh kita istirahat di hutan ba mbu ini,
setelah mene mpuh perjalanan sejauh 50 an li, belum ma kan pagi
lagi, di dala m tandu ada disediakan rangsum, marilah kita istirahat
di sini saja."
"Cong-coh" kata Ko-lotoa, "apakah perlu kita mencari suatu
tempat yang tersembunyi untuk istirahat?"


Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Begitupun boleh," sahut Kun-gi.
Ko-lotoa berseri senang, katanya. "Kalau demikian marilah ikut
aku." Agaknya dia amat apal akan daerah ini, dia bawa orang
banyak me mutar ke ka ki gunung, di mana kebetulan ada tanah
lekukan di balik hutan yang cukup tersembunyi, maju lagi beberapa
jauh mereka tiba di sunga i besar di sebelah be lakang adalah hutan
yang subur dan rimbun. tanah le kukan itu ditumbuhi rumput
menghijau, di sinilah te mpat yang cocok untuk istirahat banyak
orang. Tandu diletakan di tengah tanah lapang, laki perempuan duduk
menjadi dua kelompok di kanan kiri me lingkari tandu. Loh-bi-jin
segera suruh dua dara ke mbang mengeluarkan rangsum di dala m
tandu dan dibagikan kepada orang banyak.
-odw0o- Untung Ui-lionggia m sejauh 50-an li. Thay-siang berpesan supaya
mereka t idak perlu buru2, cukup asal mere ka tiba di te mpat tujuan
sebelum senja, jadi wa ktunya masih cukup luang untuk istirahat.
Setelah semua kenyang, Kun-gi suruh Loh-bi-jin maju dan suruh
dia me mbaca pesan Thay-siang secara lantang dihadapan orang
banyak. habis me mbaca Loh-bi-jin terus menyingkap tutup tandu,
betul juga di tempat duduk tandu me ma ng ada panji yang dilipat
rapi. Maka dia suruh dua dara ke mbang me motong ba mbu dan
dibuat tiang panji. Bukan saja panji2 itu berwarna warni menyolok,
sula mannya juga indah Ada yang berbentuk segi panjang, panji ini
bertuliskan Pek-hoa-pang dengan huruf besar. Ada pula yang
berbentuk segi tiga, di tengahnya bersulam huruf "Hoa" yang besar.
Ada pula panji panjang se mpit berwarna dasar putih bertulisan
hitam, hurufnya berbunyi-"Tumpas habis Hek-liong-hwe" dan
sebuah lagi bersemboyan "Lenyapkan sa mpah persilatan".
Setelah panji2 ini dipasang di ujung ba mbu panjang hingga mirip
barisan panji diwa ktu pawai, menarik dan mengesankan.
Setelah segala persiapan selesai dilakukan, Kun-gi mendekati
Loh-bi-jin, tanyanya: "Apakah nona tahu apa yang harus dilakukan
sepanjang perjalanan ini?"
"Wah, agaknya Cong-su-cia hendak menguji aku," ucap Loh-bi-jin
"dala m pesan Thay-siang suruh para dara kembang menjadi pelopor
barisan dengan panji2 serba aneka ragam ini, tapi gerak-gerik kita
sedapat mungkin harus tetap dirahasiakan, ku-kira maksud Thay-
siang supaya kita menggulung panji2 itu, barisan maju ke depan
dengan dia m2, entah betul t idak ga mbaranku ini?"
"Nona me mang cerdik," ujar Kun-gi mengangguk, "kukira
me mang de mikianlah ma ksud Thay-siang."
"Aku sangat bangga dapat seperjalanan dengan Cong-su-cia dan
berada di bawah perintahmu lagi, segalanya terserah kepada Cong-
su-cia saja."
"Jangan nona sungkan, baiklah kita bekerja sesuai pesan beliau
saja," kata Kun-gi pula. Setelah cukup la ma mereka istirahat, Ko-
lotoa tetap berjalan pali
Dendam Iblis Seribu Wajah 17 Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung Hikmah Pedang Hijau 16
^