Seruling Perak Sepasang Walet 12

Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung Bagian 12


ali. "Bocah, kau harus tahu diri, cepat keluarkan!" kata Siau Bin
Sanjin-Li Mong Pai.
"Keluar apa?" tanya Ciok Giok Yin tertegun.
"Kau jangan berpura-pura!"
"Maling Tua, bicara harus ada ujung pangkalnya, jelaskanlah!"
"Benda dari Ciu Kiong!"
"Ciu Kiong?"
"Tidak salah!"
"Benda apa itu?"
"Pokoknya serahkan benda itu, aku akan mengampuni
nyawamu, jadi kau masih bisa balas dendam kelak!"
"Sekarang juga aku akan menuntut balas dendamnya!"
"Bocah, kau boleh coba!"
Sepasang mata Ciok Giok Yin membara, pertanda hawa
amarah sudah memuncak. Dia berkertak gigi seraya
membentak. "Tua bangka, sambut seranganku!"
Laksana kilat Ciok Giok Yin melancarkan ilmu pukulan Hong
Lui Sam Ciang. Akan tetapi Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai dan Si
Peng Khek tertawa dingin dan mendengus.
"Hmmm!"
Di saat bersamaan, mereka telah menghindari serangan Ciok
Giok Yin. Setelah menghindar, Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai juga
menjulurkan tangannya untuk menyambar baju Ciok Giok Yin.
Ciok Giok Yin menyimpan kitab Cu Cian dan potongan kain di
dalam bajunya, maka bagaimana mungkin dia membiarkan
Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai menyambar bajunya" Maka dia
langsung mencelat ke belakang, mengelak sambaran tangan
Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai. Justru di saat ini Si Peng Khek
berempat telah mendorongkan telapak tangan masing-masing
ke arah Ciok Giok Yin. Dapat dibayangkan betapa dahsyatnya
tenaga dorongan itu! Bahkan juga amat dingin sekali, sulit
dilawan. Ciok Giok Yin terhuyung-huyung ke belakang
beberapa langkah dengan badan menggigil kedinginan.
Sedangkan Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai tidak menyia-nyiakan
kesempatan itu. Dia langsung menjulurkan tangannya untuk
mencengkeram lengan Ciok Giok Yin lalu tertawa gelak. Suara
tawanya amat keras, menusuk telinga dan amat tak sedap
didengar. Di saat bersamaan dia pun membentak.
"Bocah, kau:..."
Di saat lengannya hampir tercengkeram, mendadak badan
Ciok Giok Yin terpental ke atas. Ternyata dia sudah terkena
angin pukulan yang dilancarkan Si Peng Khek.
"Habislah!" serunya memilukan.
Badannya melayang bagaikan layang-layang putus ke dalam
jurang yang amat gelap. Di saat bersamaan terdengar suara
seruan di tempat jauh.
"Adik! Adik!"
Tampak sosok bayangan merah melayang turun di tempat itu.
Siapa bayangan merah itu" Tidak lain adalah Heng Thian Ceng.
Dengan sepasang mata berapi-api wanita itu membentak
bagaikan guntur.
"Kalian para penjahat, bayar nyawa adikku!"
Sembari membentak, dia pun menyerang Si Peng
Khek. Mendadak Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai membentak.
"Berhenti!"
Si Peng Khek segera berkelit, sedangkan Heng Thian Ceng
masih dalam posisi menyerang. Sepasang matanya melotot,
sehingga wajahnya yang amat buruk itu tampak
menyeramkan. "Heng Thian Ceng, apa hubunganmu dengan dia?" tanya Siau
Bin Sanjin-Li Mong Pai.
"Dia adalah adikku, maling tua! Cepat bayar nyawa adikku!"
sahut Heng Thian Ceng. Sambil melancarkan sebuah pukulan
ke arah Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai.
Perlu diketahui, dalam jiwa Heng Thian Ceng, Ciok Giok Yin
merupakan orang yang tak boleh hilang. Kini Ciok Giok Yin
terpukul jatuh ke dalam jurang oleh para anggota perkumpulan
Sang Yen Hwee, bagaimana mungkin masih bisa hidup" Karena
itu, Heng Thian Ceng menyerang Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai
dengan sepenuh tenaga dan tampak nekat sekali.
Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai tertawa dingin.
"Heng Thian Ceng, orang lain takut kau, tapi lohu justru
tidak!" Usai berkata, dia pun menangkis pukulan Heng Thian Ceng.
Perlu diketahui, Heng Thian Ceng merupakan wanita iblis
dunia persilatan yang amat terkenal. Mengenai kepandaiannya,
sudah pasti amat tinggi dan luar biasa. Setelah menangkis
serangan itu, Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai terpaksa menyurut
mundur karena Heng Thian Ceng menyerangnya dengan
bertubi-tubi dan amat dahsyat. Sesungguhnya kepandain Heng
Thian Ceng masih lebih rendah setengah tingkat dari Siau Bin
Sanjin-Li Mong Pai. Namun saat ini Heng Thian Ceng sudah
nekat sehingga membuat Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai terdesak
mundur. Si Peng Khek yang menyaksikan itu segera maju
dengan serentak.
"Hei! Nenek peot buruk, kau harus mati bersama bocah itu!"
bentak Hian Peng Khek.
Si Peng Khek langsung menyerangnya. Walau Heng Thian
Ceng berkepandaian tinggi, namun tetap tidak sanggup
melawan mereka. Kini pakaiannya sudah berlumuran darah.
Akan tetapi dia tetap berkertak gigi melawan mereka, sebab
hatinya amat sakit melihat Ciok Giok Yin terpukul jatuh ke
dalam jurang. Mendadak terdengar suara jeritan. Ternyata
Heng Thian Ceng terpukul jatuh di tanah.
"Uaaakh!"
Darah segar tersembur dari mulutnya, namun cepat sekali dia
telah meloncat bangun. Selama ini Heng Thian Ceng jarang
bertemu lawan yang setimpal. Tapi kini keadaannya justru
amat mengenaskan. Karena itu bagaimana dia tidak gusar"
"Aku akan mengadu nyawa dengan kalian!" bentaknya
dengan suara gemetar sambil mencelat ke depan.
Saat ini keadaannya sudah menyerupai hantu penasaran.
Rambutnya awut-awutan, mulutnya berdarah dan pakaiannya
juga sudah berlumuran darah. Kelihatannya Heng Thian Ceng
akan binasa di tangan Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai dan Si Peng
Khek. Namun mendadak terdengar suara siulan nyaring
menembus angkasa lalu tampak sesosok bayangan melayang
turun di tempat itu. Siapa orang yang baru muncul itu"
Ternyata si Bongkok Arak. Begitu melihat orang tua bongkok
itu, Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai dan Si Peng Khek segera
bersiul kemudian melesat pergi.
"Bayar nyawa adikku!" bentak Heng Thian Ceng.
Ketika dia baru mau melesat pergi mengejar mereka, si
Bongkok Arak langsung mencegahnya.
"Khui Fang Fang, kau bilang apa?" tanyanya dengan suara
dalam. Sepasang mata Heng Thian Ceng memerah.
"Aku bilang apa pun ada hubungan apa denganmu" Cepat
minggir! Aku tidak bisa melepaskan mereka!"
Wanita itu segera mendorongkan sepasang telapak tangannya
ke depan. Si Bongkok Arak mengibaskan tangannya, membuat
Heng Thian Ceng terdorong ke belakang tiga langkah.
Sedangkan si Bongkok Arak tetap menghadang di hadapannya.
"Khui Fang Fang, kau jelaskan dulu baru pergi!" katanya
dingin. Heng Thian Ceng tahu bahwa dirinya bukan tandingan si
Bongkok Arak, maka berdiri diam di tempat.
"Uaaakh!"
Tiba-tiba mulut Heng Thian Ceng menyemburkan darah segar
lagi. "Kau terluka?" tanya si Bongkok Arak.
"Tidak salah."
"Sebetulnya apa gerangan yang terjadi?"
"Ciok Giok Yin terpukul jatuh ke dalam jurang oleh mereka."
"Hah" Sungguh?" seru si Bongkok Arak terkejut.
"Buat apa aku membohongimu?"
"Kau jalan bersamanya?"
"Tidak."
"Bagaimana kau tahu?"
"Aku menyaksikannya."
Si Bongkok Arak menghela nafas panjang lalu berkata dengan
nada sedih. "Habislah! Itu jurang maut! Kalau pun tidak mati, juga sulit
keluar dari situ. Kelihatannya...." Dia menatap Heng Thian
Ceng. "Khui Fang Fang, kini dia telah mati. Seharusnya kau
tidak usah merindukannya lagi."
"Itu adalah urusanku!"
"Jadi kau mau apa?"
"Aku akan menuntut balas dendamnya, biar aku mati
bersamanya!"
Mendengar itu, sekujur badan si Bongkok Arak menjadi
merinding. Orang tua bongkok itu tidak menyangka bahwa
Heng Thian Ceng begitu mencintai Ciok Giok Yin. Akhirnya dia
bergumam perlahan.
"Jodoh yang terlarang!"
"Kau bilang apa?" tanya Heng Thian Ceng.
"Khui Fang Fang, tahukah kau dia keturunan siapa?"
"Keturunan siapa?"
"Keturunan...." Si Bongkok Arak menggeleng-gelengkan
kepala. "Dia sudah mati, percuma kukatakan."
Usai berkata begitu, si Bongkok Arak langsung melesat pergi.
Sedangkan Heng Thian Ceng berjalan ke pinggir jurang itu
sambil menangis terisak-isak. Sampai di pinggir jurang, dia
memandang ke dalam. Air matanya tampak berderai-derai.
Beberapa saat dia memandang ke dalam jurang, kemudian
bergumam. "Adik, kakak pasti membalas dendammu itu!"
Usai bergumam, dia lalu duduk di pinggir jurang dan
memejamkan matanya untuk beristirahat sejenak. Tak terasa
dua hari sudah berlalu, namun Heng Thian Ceng masih duduk
di pinggir jurang itu. Kadang-kadang dia memandang ke
bawah, berharap dapat melihat sesuatu di bawah jurang itu.
Namun jurang itu amat dalam, sehingga dia tidak dapat
melihat jelas. Kadang-kadang dia pun pasang kuping, mendengarkan
dengan seksama, tapi juga tidak mendengar suara apa pun.
Akhirnya Heng Thian Ceng betul-betul putus asa. Dia
memandang satu kali lagi ke bawah, barulah melesat pergi.
Ketika Heng Thian Ceng baru melesat pergi, dari balik batu
besar muncul seseorang, ternyata si Bongkok Arak. Orang tua
bongkok itu minum beberapa teguk araknya lalu mendekati
pinggir jurang. Dia memusatkan penglihatannya ke bawah
jurang, namun juga tidak dapat melihat jelas ke bawah. Orang
tua bongkok itu biasanya di hadapan orang lain selalu berlaku
konyol dan seperti linglung. Tapi mengenai mati hidupnya Ciok
Giok Yin, kelihatannya amat penting baginya. Dia berharap
akan terjadi suatu kemujizatan atas diri Ciok Giok Yin. Karena
itu tanpa sadar mulutnya bergumam.
"Tampang Siauw Kun tidak kelihatan pendek umur.
Seandainya Siauw Kun masih punya harapan hidup, bagaimana
cara memisahkannya dengan Khui Fang Fang?" Dia
menggeleng-gelengkan kepala. "Sulit! Sulit! Sulit! Kecuali...."
Si Bongkok Arak berhenti bergumam. Keningnya tampak
berkerut-kerut, seakan sedang memikirkan sesuatu. Akhirnya
menghela nafas panjang seraya berkata.
"Yah! Bagaimana nanti saja!"
Usai berkata begitu, dia langsung melesat pergi. Namun
perasaan dalam hatinya amat tercekam. Karena 'Siauw Kun'
terpukul jatuh ke dalam jurang, boleh dikatakan tidak akan
selamat, kecuali terjadi suatu kemujizatan. Kalau tidak, jangan
harap bisa hidup. Sejak si Bongkok Arak pergi suasana di
pinggir jurang itu berubah menjadi sunyi. Kejadian tiga hari
yang lalu meninggalkan sebuah sejarah di puncak gunung
tersebut. Tapi sejarah itu hanya diketahui beberapa orang saja.
Terutama bagi Heng Thian Ceng sejarah itu terukir dalam
ingatannya. Padahal dia mendengar kabar dari dunia persilatan, bahwa
Ciok Giok Yin dilukai seorang gadis misterius sehingga
kepandaiannya punah. Kemudian mendengar lagi kabar, bahwa
Ciok Giok Yin menuju ke arah barat. Karena itu, tanpa
menghiraukan apa pun dia terus mengejar ke arah
barat. Dalam perjalanan dia mendengar suara bentakan orang,
maka segera menuju ke arah suara bentakan itu. Justru tidak
terpikirkan, Ciok Giok Yin terpukul jatuh ke dalam jurang oleh
Siau Bin Sanjin dan Si Peng Khek. Betapa duka hatinya!
Hatinya boleh dikatakan remuk menyaksikan kejadian tersebut.
Kini dia telah meninggalkan tempat itu dengan membawa duka
yang amat dalam.
Wanita iblis itu selamanya tidak pernah menaruh cinta
terhadap siapa pun. Namun terhadap Ciok Giok Yin justru
menaruh cinta murninya. Kini hatinya telah hampa, tidak
memperoleh apa pun. Di saat seperti itulah seorang wanita
memang harus dikasihani. Akan tetapi sepasang tangan Heng
Thian Ceng berlumuran darah. Entah sudah berapa banyak
orang yang mati di tangannya. Maka tidak ada orang yang
menaruh kasihan dan simpati padanya. Sementara sang waktu
terus berlalu. Sedangkan di dunia persilatan timbul lagi suatu
badai. Timbulnya badai itu tidak lain adalah karena perbuatan
Heng Thian Ceng. Dia seperti sudah gila, membunuh orang
baik golongan putih maupun golongan hitam. Entah berapa
banyak orang yang mati di tangannya, terutama para anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee.
Bagaimana Ciok Giok Yin yang terpukul jatuh ke dalam
jurang" Apakah dia masih hidup" Semula ketika jatuh, dia
masih dalam keadaan sadar dan membuka matanya lebarlebar,
berharap dapat meraih sesuatu agar nyawanya bisa
selamat. Tapi tak disangka dinding jurang itu amat licin. Lagi
pula jaraknya beberapa depa, sehingga tangannya tak dapat
meraihnya. Itu membuatnya putus asa.
"Habislah nyawaku!" katanya sambil menghela nafas panjang.
Dia memejamkan sepasang matanya, menunggu ajal datang
menjemputnya. Berselang beberapa saat, mendadak sekujur
badannya terasa sakit sekali, akhirnya dia pingsan. Sejak Ciok
Giok Yin berkecimpung di dunia persilatan, memang tidak
pernah merasa tenang dan aman, boleh dikatakan selalu
mengalami mara bahaya dan bergumul dengan maut serta
kematian. Dari mulut si Bongkok Arak menyebutnya 'Siauw
Kun' (Tuan Muda). Dapat dibayangkan asal-usulnya amat luar


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

biasa. Karena itu apabila dia tidak memikul tugasnya kelak.
Kehidupan manusia di dunia memang demikian. Kalau
manusia mampu menerima segala penderitaan maupun
percobaan, barulah akan membuat dirinya bertambah tabah
dan menambah pengalamannya dalam kehidupannya. Suatu
penderitaan maupun percobaan justru merupakan hikmah
dalam kehidupan manusia. Sementara Ciok Giok Yin yang telah
pingsan itu entah berapa lama kemudian mulai siuman
perlahan-lahan. Dia merasa dirinya melayang-layang
sepertinya berada di dalam sebuah perahu. Namun dia juga
merasa seperti berada di keluarga Tong ketika masih kecil,
bersama Bwee Han Ping memanjat ke atas pohon, terayunayun
terhembus angin. Ciok Giok Yin mulai berpikir, merasa
bukan itu. Namun sesungguhnya dirinya berada di mana" Dia
betul-betul bingung.
Berselang beberapa saat, mendadak dia teringat akan suatu
kejadian, yakni dirinya terpukul jatuh ke bawah jurang oleh
Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai dan Si Peng Khek. Hatinya
tersentak setelah teringat akan kejadian tersebut. Kemudian
dia berkata dalam hati. 'Iya! Aku sudah mati, karena rohku
melayang-layang tiada tempat untuk berteduh.' Kemudian dia
berpikir lagi, semua budi dan dendam juga telah berakhir
sampai di sini. Semua kenangan masa lalu maupun kejadian
yang menimpa dirinya terus bermunculan di pelupuk matanya.
Akan tetapi ada satu hal yang membuatnya amat berduka,
yaitu walau sudah mati, tapi justru masih belum tahu
sebetulnya dia keturunan siapa. Kalau begitu, tetap tidak bisa
mencari kedua orang tuanya. Dia menghela nafas panjang, lalu
membuka matanya perlahan-lahan. Sungguh di luar dugaan,
ternyata dirinya terbaring di atas sebuah batu. Dia merasa
heran, kemudian membalikkan badannya ingin bangun. Akan
tetapi mendadak dia merasa seluruh tulangnya seperti telah
remuk. "Aduuuh! Sakit sekali!" jeritnya.
Di saat bersamaan, sekonyong-konyong terdengar suara yang
telah dikenalnya.
"Kau sudah siuman?"
Ciok Giok Yin segera membuka matanya lebar-lebar.
Dilihatnya sosok bayangan wanita diselimuti kabut hijau. Itu
membuatnya merinding.
"Bukankah aku sudah mati?"
"Kau tidak mati," sahut bayangan itu.
"Hah" Aku belum mati?" seru Ciok Giok Yin tak tertahan.
"Ya."
"Tempat apa ini?"
"Jurang Maut."
"Jurang Maut?"
"Ya."
"Lo cianpwee yang menyelamatkanku?"
"Tidak dapat dikatakan aku menyelamatkanmu, melainkan
kau yang memang belum seharusnya mati." Ucapan bayangan
itu berhenti sejenak. "Kaum rimba persilatan yang tahu Jurang
Maut ini dapat dihitung dengan jari, juga tiada seorang pun
yang dapat keluar masuk jurang ini." Mendengar itu Ciok Giok
Yin menghela nafas panjang.
"Kalau begitu, tidak seharusnya lo cianpwee
menyelamatkanku." katanya.
"Maksudmu?"
"Kalau aku tidak dapat keluar dari jurang ini, berarti seumur
hidup akan hidup di sini, jadi tiada artinya sama sekali."
"Apa maksud ucapanmu itu?"
"Maksudku... masih banyak urusan yang harus kuselesaikan."
"Tentang ini kau tidak usah cemas, aku punya akal agar kau
dapat keluar dari tempat ini."
"Punya akal?"
"Ya. Sekarang kau tidak usah banyak berpikir, karena
badanmu belum pulih. Baik-baiklah beristirahat, tentunya
punya jalan untuk keluar."
Usai berkata, bayangan itu berkelebat dan dalam sekejap
sudah hilang. Ciok Giok Yin tetap berbaring di atas batu. Dia
menengok ke sana ke mari, ternyata dirinya berada di dalam
sebuah ruang batu. Kemudian dia memejamkan mata, mulai
menghimpun hawa murninya. Kira-kira setengah hari, rasa
sakit di badannya mulai berkurang. Ketika dia membuka mata,
justru melihat sosok bayangan kehijau-hijauan berdiri di
depannya. Begitu melihat Ciok Giok Yin membuka mata, dia
segera berkata.
"Mungkin kau sudah lapar, makanlah! Setelah itu himpun lagi
hawa murnimu!"
Ciok Giok Yin bangun duduk lalu berkata.
"Lo cianpwee, entah harus bagaimana aku membalas budi
pertolongan lo cianpwee?"
"Jangan berkata demikian, mungkin nanti aku membutuhkan
tanganmu untuk melakukan sesuatu." Ucapan bayangan itu
berhenti sejenak. "Kau makanlah dulu! Setelah kondisi
badanmu pulih, barulah kita berbicara lagi," lanjutnya.
Dalam waktu sekejap, bayangan kehijau-hijauan itu sudah
hilang. Ciok Giok Yin melihat ke arah meja, tampak sepiring
nasi dan sepiring daging rusa. Dia memang telah merasa lapar,
maka segera turun lalu menyantap makanan itu dengan
lahapnya. Usai makan, dia kembali ke atas batu dan mulai
menghimpun hawa murninya. Tiga hari berturut-turut,
bayangan kehijau-hijauan itu mengantar makanan untuk Ciok
Giok Yin. Setelah lewat tiga hari kondisi badannya telah pulih.
Dia mulai menghimpun hawa murninya lagi. Ketika membuka
mata, tampak bayangan kehijauhijauan itu sudah berada di
tempat itu. Entah sejak kapan dia datang" Ciok Giok Yin cepatcepat
turun. Ketika dia baru mau berlutut, mendadak merasa di
hadapannya ada selapis tembok yang tak kelihatan menahan
dirinya, sehingga membuatnya tidak bisa berlutut. Di saat
bersamaan bayangan kehijau-hijauan itu berkata.
"Siauhiap tidak usah memberi hormat. Silakan duduk dan
mari kita bercakap-cakap!"
Ciok Giok Yin tahu bahwa wanita itu mengerahkan semacam
ilmu yang amat luar biasa dan itu membuatnya kagum bukan
main. "Budi pertolongan lo cianpwee tidak akan kulupakan selamalamanya,"
katanya dengan hormat.
Bayangan kehijau-hijauan itu duduk di kursi batu.
"Siapa suhu siauhiap?" tanyanya.
"Beliau bernama Cu Wei To!"
"Julukannya adalah Sang Ting It Koay?"
"Ya. Lo cianpwee kenal suhuku?"
"Aku pernah dengar."
"Mohon tanya gelar lo cianpwee."
"Aku tidak mau tersiar di dunia persilatan, maka alangkah
baiknya tidak kuberitahukan. Setelah kau meninggalkan
tempat ini, janganlah kau ceritakan tentang keadaan tempat
ini, agar tidak menarik perhatian golongan hitam."
"Aku pasti tidak akan menceritakannya."
"Siapa namamu?" tanya bayangan kehijau-hijauan itu.
"Aku bernama Ciok Giok Yin."
"Ketika aku berada di atas melihatmu, membuatku teringat
akan seseorang."
"Siapa?"
"Yakin yang telah kukatakan padamu, Bu Tek Thay Cu-
Siangkoan Hua."
"Siangkoan Hua?"
"Ya."
"Sesungguhnya siapa dia?"
"Dia adalah Sin Kiong Te Kun (Majikan Istana Dewa).
Kepandaiannya amat tinggi, boleh dikatakan tiada tanding di
dunia persilatan. Dia berhati lurus dan amat baik terhadap
siapa pun."
"Dia berada di mana sekarang?"
"Istana Dewa berada di mana, aku pun tidak begitu jelas."
Ciok Giok Yin berkata dalam hati, 'Ketika berada di atas
tebing, dia bergumam memanggil nama Siangkoan Hua. Pasti
mereka punya hubungan istimewa!'
Terdengar bayangan kehijau-hijauan itu berkata lagi.
"Sekarang aku akan menurunkan dua macam ilmu padamu,
agar kau dapat keluar masuk jurang ini. Tapi kedua macam
ilmu itu, tidak boleh digunakan untuk menghadapi musuh, kau
harus ingat!"
"Ya, aku tidak akan menggunakan kedua macam ilmu itu
untuk menghadapi musuh," sahut Ciok Giok Yin.
"Bagus! Mari kita keluar!"
Usai berkata, tampak bayangan kehijau-hijauan itu berkelebat
ke luar. Ciok Giok Yin segera mengikutinya dari belakang.
Begitu sampai di luar, dia nyaris berseru kaget. Ternyata di
atas kelihatan seperti mulut sumur, tingginya mungkin
mencapai ribuan kaki. Kalau tidak bertemu wanita itu, tidak
mati pun sulit baginya untuk keluar. Kecuali punya sepasang
sayap seperti burung, barulah bisa terbang ke atas. Kalau
tidak, jangan harap bisa keluar dari tempat tersebut.
Bayangan kehijau-hijauan itu berdiri di hadapan Ciok Giok
Yin. "Kedua macam ilmu itu disebut Hui Keng Pou (Ilmu Langkah
Terbang). Perhatikanlah!"
Tampak bayangan kehijau-hijauan itu berkelebatan,
mempertunjukkan Hui Keng Pou tersebut. Ciok Giok Yin
terbelalak, karena ilmu tersebut amat aneh dan luar biasa,
penuh gerakan-gerakan tak terduga. Walau Ciok Giok Yin amat
cerdas, namun untuk menguasai ilmu Hui Keng Pou itu harus
membutuhkan waktu tiga hari.
"Bagus, kau telah berhasil!" kata bayangan kehijau-hijauan
itu. Ciok Giok Yin segera bertanya,
"Apakah lo cianpwee masih ada petunjuk lain?" tanya Ciok
Giok Yin. Bayangan kehijau-hijauan itu berpikir sejenak, setelah itu
barulah menyahut.
"Kitab Cu Cian yang berada di dalam bajumu, kuharap
ditinggalkan di sini!"
Hati Ciok Giok Yin tersentak.
"Mengapa?" tanyanya tak tertahan.
"Kau tidak usah khawatir. Aku pikir berdasarkan
kepandaianmu sekarang, kemungkinan besar kau tidak
sanggup menjaga kitab itu. Aku harap setelah kau berhasil
memperoleh Seruling Perak, datanglah ke mari belajar ilmu itu,
dan aku pun ada sedikit urusan membutuhkan bantuanmu.
Apakah kau bersedia membantuku?"
Mendengar itu Ciok Giok Yin segera merogohkan tangan ke
dalam bajunya. Kitab Cu Cian tersebut masih berada di dalam
bajunya. Dia berkata dalam hati, 'Apakah dia juga ingin belajar
ilmu Gin Tie Cu Cian (Seruling Perak Kitab Cu Cian)"'
Mendadak bayangan kehijau-hijauan itu berkata.
"Kau tidak usah banyak curiga. Aku hanya menghendakimu
ke mari satu kali lagi, sebab aku punya sedikit urusan
membutuhkan bantuanmu. Tapi itu pun setelah kau menguasai
ilmu tinggi, barulah dapat menyelesaikannya. Kalau tidak, akan
menimbulkan musibah dalam rimba persilatan."
Setelah mendengar apa yang dikatakan bayangan kehijauhijauan
itu, wajah Ciok Giok Yin memerah seketika.
Dia segera mengeluarkan kitab Cu Cian itu seraya berkata.
"Kalau begitu, mohon lo cianpwee baik-baik menyimpan kitab
ini! Setelah aku berhasil memperoleh Seruling Perak, pasti
segera kemari."
Bayangan kehijau-hijauan itu menerima kitab tersebut seraya
berkata. "Semoga kau berhasil!"
Tampak bayangan itu berkelebat, sudah masuk ke dalam
ruang batu. Ciok Giok Yin bersiul panjang, kemudian tampak
badannya mencelat ke atas. Ternyata dia telah menggunakan
ilmu Hui Keng Pou.
Ilmu Hui Keng Pou tersebut terdiri dari dua gerakan, yaitu
gerakan Terbang dan gerakan Mendepak. Setelah badannya
mencelat belasan depa, lalu kakinya mendepak dinding batu,
seketika badannya meluncur ke atas seperti terbang dan
cepatnya laksana kilat. Tak seberapa lama kemudian dia sudah
sampai di atas tebing. Tanpa membuang waktu, dia langsung
melesat pergi. Saat ini pakaian Ciok Giok Yin sudah tersobek
sana sini, boleh dikatakan menyerupai seorang pengemis. Akan
tetapi wajahnya tetap tampan dan cerah.
Sementara sang surya pun sudah mulai tenggelam ke ufuk
barat. Sedangkan Ciok Giok Yin telah memasuki sebuah kota
kecil. Dia menundukkan kepalanya memandang pakaiannya,
memang sudah tidak karuan. Karena itu, dia membeli satu stel
pakaian. Setelah berganti pakaian, dia langsung berubah
seperti putra hartawan. Ciok Giok Yin bermalam di penginapan,
keesokan paginya baru berangkat ke Gunung Liok Pan San.
Kini dia harus cepat-cepat mencari Thian Thong Lojin, untuk
mengungkap rahasia potongan kain itu. Apabila tidak berhasil
menemukan Seruling Perak, selama-lamanya dia tidak akan
berhasil menuntut balas semua dendam itu. Gunung Liok Pan
San begitu luas. Harus ke mana dia mencari Lembah Tiang
Cing Kok" Dia amat menyesal mengapa hari itu tidak bertanya
jelas pada si Bongkok Arak, jadi tidak usah membuang waktu
mencari ke sana ke mari.
Namun dia yakin pasti berhasil mencari Thian Thong Lojin,
seperti halnya ketika ke Gunung Thian Sang mencari Thian Lui
Sianseng, maka dia tidak merasa gugup sama sekali. Di saat
dia sedang melesat, mendadak terdengar suara dari balik
sebuah batu besar. Dia segera melesat ke atas batu besar itu
lalu melongok ke bawah. Seketika berkobarlah hawa
amarahnya. Ternyata di bawah terdapat enam anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee sedang duduk-duduk di tanah. Di
hadapan mereka tergeletak seorang gadis dengan posisi
telentang. Gadis itu tak berpakaian sama sekali. Sepasang
payudaranya menonjol ke atas, itu sungguh merangsang
sekali. Sepasang mata gadis itu terpejam, kelihatannya seperti
tidur pulas. Siapa yang melihat pasti tahu kalau gadis itu
terkena obat bius.
Ciok Giok Yin tahu apa yang akan dilakukan anggota-anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee itu. Sudah barang tentu
membuat amarahnya semakin memuncak. Di saat dia baru
mau meloncat turun, mendadak hatinya berkata 'Mengapa aku
tidak mencuri dengar apa yang akan dikatakan mereka"'
Karena itu dia batal meloncat turun, segera tengkurap di atas
batu besar itu. Untung gadis tersebut, masih belum mereka


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nodai. Keenam anggota perkumpulan Sang Yen Hwee itu terus
menatap sepasang payudara itu dengan tak berkedip,
kemudian menatap ke bagian bawah tersebut. Tampak pula
mereka menelan air liur, sepertinya ingin segera merangkak ke
atas tubuh yang indah dan mulus itu. Setelah itu mereka saling
memandang lalu menatap ke arah gadis itu lagi.
Mendadak salah seorang dari mereka berkata.
"Kita tidak boleh membuang-buang waktu."
"Kalau begitu, harus bagaimana?" tanya yang lain.
Anggota perkumpulan Sang Yen Hwee yang bicara duluan itu
menyahut. "Aku akan mengemukakan satu usul."
"Usul apa?"
"Undi."
"Undi?"
"Ng!"
"Caranya?"
"Seperti cara yang sering kita pakai, orang pertama yang
menang, berarti dia berhak duluan. Sisa lima diundi lagi, yang
menang berarti giliran kedua. Nah, dengan cara demikian, kita
tidak akan berebut."
"Cara ini memang tepat, tapi kalau dia dibawa pulang,
jangan-jangan akan terjadi kerepotan."
"Kerepotan apa?"
"Kalau atasan memeriksa, ternyata gadis ini sudah tidak utuh,
bukanlah...."
"Kita menculik gadis ini, yang penting dipersembahkan
kepada tua bangka itu! Siapa yang akan memeriksa barang itu
utuh atau tidak" Ya, kan?"
"Apakah gadis itu tidak akan bicara?"
"Kau memang bodoh. Dia sudah merasakan kenikmatan
bagaimana mungkin akan bicara tentang itu" Bukanlah
selanjutnya kita akan tinggal di dalam kuburan?"
"Kalau begitu, mari mulai kita undi!"
Mereka berenam mulai mengadakan suatu pengundian.
Akhirnya salah seorang menjadi pemenang. Akan tetapi
seorang di antara mereka kelihatan tidak senang.
"Cara undian ini tidak adil. Kalian jangan lupa! Aku adalah
pemimpin kalian berlima. Kalau aku tidak diberi kesempatan
duluan.... Hm!"
Yang menang itu diam saja, kelihatannya memang merasa
segan terhadap pemimpinnya itu. Kemudian mereka berlima
mulai mengundi lagi, sedangkan pemimpin itu akan
memperkosa gadis itu duluan. Yang lain sudah usai mengundi,
maka pemimpin itu berkata.
"Sekarang sudah beres, maka aku yang duluan! Setelah itu
barulah giliran kalian."
Dia segera menanggalkan pakaian, lalu bagaikan macan
kelaparan menerkam ke arah gadis itu. Di saat bersamaan
terdengar suara bentakan mengguntur.
"Kau memang cari mampus!"
Tampak sesosok bayangan meluncur ke bawah bukan main
cepatnya. Seketika terdengar suara jeritan yang menyayat
hati. Tampak sesosok tubuh terpental beberapa depa,
kemudian jatuh tak bangun lagi. Yang lain langsung
memandang orang yang baru muncul itu dan seketika mereka
berseru kaget. "Kau!"
Ternyata orang yang baru muncul itu adalah Ciok Giok Yin.
"Tidak salah, memang aku!" sahut Ciok Giok Yin.
Kegusaran Ciok Giok Yin memang sudah memuncak. Maka dia
langsung menyerang para anggota perkumpulan Sang Yen
Hwee itu dengan pukulan Hong Lui Sam Ciang jurus
pertama. Bukan main dahsyatnya serangan itu, menimbulkan
angin yang menderu-deru. Terdengar suara jeritan yang
menyayat hati. Tahu-tahu enam anggota perkumpulan Sang
Yen Hwee itu telah tergeletak di tanah menjadi mayat. Keenam
anggota perkumpulan Sang Yen Hwee itu belum sempat
melampiaskan nafsu birahi mereka, namun sudah binasa di
tangan Ciok Giok Yin. Ini sungguh tak terduga sama sekali.
Setelah membinasakan keenam orang itu, Ciok Giok Yin
malah berdiri tertegun. Karena gadis itu telanjang bulat, tidak
tahu harus berbuat apa. Tiba-tiba Ciok Giok Yin teringat
sesuatu, maka segera menggeledah baju mereka mencari obat
penawar. Namun tidak menemukan obat penawar sama sekali.
Itu membuatnya termangu-mangu di tempat, sungguh tidak
tahu apa yang harus dilakukan. Tentunya tidak boleh
membiarkan gadis itu terus telentang di tanah dalam keadaan
telanjang bulat, harus segera menolongnya. Akan tetapi Ciok
Giok Yin justru tidak tahu, gadis itu terkena obat bius jenis apa,
lalu bagaimana membuatnya siuman. Lama sekali Ciok Giok Yin
berpikir, akhirnya manggut-manggut seraya berkata.
"Hanya mencari Thian Thong Lojin."
Karena itu dia segera membungkus tubuh telanjang itu
dengan pakaian gadis itu sendiri, setelah itu digendongnya
untuk dibawa pergi. Ketika melanjutkan perjalanan, hidungnya
mencium aroma tubuh gadis yang amat harum. Itu membuat
pikirannya menerawang. Mendadak dia tersentak sadar dan
mengingatkan dirinya sendiri. Ciok Giok Yin, sedemikian tipis
tenaga ketenangan. Kalau kau terus seperti itu masa depanmu
amat bahaya sekali. Setelah tersentak sadar dan mengingatkan
dirinya sendiri, pikiran Ciok Giok Yin sudah tidak menerawang
lagi. Namun dalam gendongannya adalah seorang gadis cantik,
maka tidak mengherankan kalau hatinya tetap berdebar-debar.
Tanpa sadar dia menundukkan kepala memandang wajah
gadis itu. Memang cantik dan bibirnya juga seperti sedang
menyunggingkan senyuman. Itu membuat Ciok Giok Yin
menjadi kehilangan kesadarannya. Namun seketika dia baru
mau menciumnya, mendadak terdengar suara dengusan
dingin. "Hm!"
Betapa terkejutnya Ciok Giok Yin! Dia segera menengok ke
sekelilingnya, tapi tidak tampak seorang pun. Dengusan dingin
itu justru membuatnya tersadar, tidak berani memandang
wajah gadis itu lagi, langsung mengerahkan ginkangnya
melesat ke dalam sebuah lembah. Setelah melesat ke dalam
lembah, justru melihat dinding batu di sisi kiri dan kanan,
warnanya kehijauhijauan. Hati Ciok Giok Yin tergerak dan
membatin. 'Jangan-jangan ini adalah lembah Tiang Cing Kok!'
Tak seberapa lama kemudian di depan matanya tampak
sebidang tanah yang berlumut hijau.
"Lembah Tiang Cing Kok!" serunya tak tertahan.
Dia langsung melesat ke tanah yang berlumut hijau itu. Dia
berjalan di situ sambil memandang ke depan. Terlihat pula
rumput hijau yang pendek-pendek, dan beberapa tumpuk batu
sebesar-besar kepalan. Dia tidak begitu memperhatikan semua
itu, melainkan terus berjalan ke dalam tumpukan batu itu. Tak
disangka ketika kakinya baru menginjak ke dalam, dia merasa
terkurung di dalam puncak-puncak gunung yang amat tinggi.
Keadaan di tempat itu menjadi seperti di dalam jurang maut.
Di saat bersamaan, dia segera mencelat ke atas, ke arah
tebing sebelah kiri. Di saat merosot turun dia terbelalak,
ternyata di situ terdapat pohon-pohon besar. Dahan pohon
bergerak-gerak terhembus angin, menimbulkan suara.
"Kreeek! Kreeeek...."
Suara itu kedengaran amat menyeramkan sehingga membuat
sekujur badan Ciok Giok Yin menjadi merinding. Di saat
bersamaan dia pun melihat banyak bayangan seperti roh halus
bergentayangan di situ, menyebabkan matanya menjadi
berkunang-kunang. Ciok Giok Yin bersiul nyaring. Seketika
bayangan-bayangan roh halus itu sirna entah ke mana. Namun
saat ini Ciok Giok Yin justru berada di dalam rimba yang
dipenuhi pohon-pohon besar yang tak terhitung jumlahnya. Dia
tahu bahwa kini dirinya berada di dalam sebuah formasi aneh,
percuma kalau menerobos ke sana ke mari. Oleh karena itu dia
sendiri diam di tempat, kemudian berseru nyaring.
"Kalau tempat ini adalah Lembah Tiang Cing Kok, pasti adalah
tempat tinggal Thiang Thong lo cianpwee! Aku Ciok Giok Yin ke
mari mohon bertemu!"
Suara seruannya berkumandang ke mana-mana, tapi tidak
terdengar sahutan sama sekali. Mendadak Ciok Giok Yin
berseru lagi. "Kalau lo cianpwee tidak ingin menemuiku, tidak jadi
masalah! Tapi di tengah jalan aku menyelamatkan seorang
gadis dari tangan para penjahat! Kini masih dalam keadaan
pingsan, kelihatannya seperti terkena semacam obat bius,
mohon lo cianpwee sudi menolongnya!"
Seusai Ciok Giok Yin berseru, sekonyong-konyong terdengar
suara desiran angin. Di saat bersamaan dia pun merasa
sepasang tangannya menjadi ringan, ternyata gadis yang
digendongnya telah hilang. Ciok Giok Yin tersentak, dan
langsung membentak.
"Kalau punya kepandaian cepat perlihatkan...."
Belum juga Ciok Giok Yin usai membentak, sudah merasa
serangkum angin pukulan menerjang ke arahnya. Ciok Giok Yin
mencelat ke belakang secara reflek, lalu memandang ke depan.
Tampak sepasang matanya terbelalak, tenyata pemandangan
tadi telah sirna. Di hadapannya berdiri seorang tua yang
rambut, jenggot dan sepasang alisnya putih bagaikan salju.
Tangannya menjinjing gadis itu, matanya menatap Ciok Giok
Yin dengan tajam.
"Bocah, siapa kau?" bentaknya dengan dingin.
Begitu menyaksikan sikap orang tua berambut putih yang
amat kasar itu, timbullah keangkuhan Ciok Giok Yin.
"Siapa kau?" sahut Ciok Giok Yin dengan dingin pula.
Seketika sepasang mata orang tua berambut putih menyorot
lebih tajam. "Lohu bertanya padamu!" bentaknya lagi.
Ciok Giok Yin telah lupa akan tujuannya ke tempat ini,
sehingga bersikap lebih angkuh.
"Mengapa aku harus menjawab pertanyaanmu?"
Orang tua berambut putih mendengus.
"Hm! Bocah, aku akan kembali baru menghajarmu!"
Usai berkata, orang tua itu melesat pergi.
Ciok Giok Yin segera membentak.
"Berhenti!"
Akan tetapi, orang tua itu telah tidak kelihatan. Ciok Giok Yin
memang bersifat keras dan angkuh. Seharusnya dia tidak boleh
berlaku demikian kasar terhadap orang tua itu. Narnun dia
justru tidak dapat memastikan orang tua itu Thiang Thong
Lojin atau bukan, maka mengambil keputusan untuk bertarung
dengannya. Oleh karena itu dia tetap berdiri di tempat,
menunggu datangnya kembali orang tua berambut putih.
Berselang beberapa saat kemudian, terdengar suara siulan
yang amat nyaring, lalu tampak sesosok bayangan berkelebat.
Dalam sekejap bayangan itu sudah berada kira-kira satu depa
di hadapan Ciok Giok Yin. Siapa bayangan itu" Tidak lain
adalah orang tua berambut putih.
"Bocah, dari mana kau membawa gadis itu kemari?"
bentaknya sambil menatap Ciok Giok Yin dengan tajam.
"Apa hubunganmu dengan dia?" Ciok Giok Yin balik bertanya.
"Dia adalah putriku!"
"Mohon tanya lo cianpwee adalah Thiang Thong Lojin?"
"Tidak salah!"
"Aku Ciok Giok Yin."
"Aku tidak bertanya namamu, yang kutanyakan adalah dari
mana kau membawa putriku ke mari" Bagaimana dia tidak
berpakaian sama sekali" Kalau kau tidak menjelaskan, jangan
harap dapat meninggalkan tempat ini!"
Ciok Giok Yin tidak menyangka Thiang Thong Lojin bersikap
begitu kasar, bahkan berprasangka buruk pula terhadapnya.
Namun demi membersihkan dirinya, dia menekan hawa
gusarnya. "Putri lo cianpwee ditangkap oleh beberapa anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee..." sahutnya.
"Perkumpulan Sang Yen Hwee?" tanya Thiang Thong Lojin tak
tertahan. "Tidak salah, dengarlah dulu!"
Ciok Giok Yin segera menutur tentang kejadian itu.
"Ketika para penjahat itu ingin menodai putri lo cianpwee,
kebetulan aku melewati tempat itu, kemudian kubunuh mereka
berenam. Tapi putri lo cianpwee masih dalam keadaan tak
sadarkan diri. Sedangkan aku tidak tahu dia terkena obat bius
jenis apa, maka aku membawanya ke mari. Salahkah aku
menyelamatkannya?"
"Siapa bilang kau salah" Sekarang kau harus bagaimana
membereskannya?" bentak Thiang Thong Lojin.
Perkataan Thiang Thong Lojin yang tiada ujung pangkalnya
itu membuat Ciok Giok Yin tertegun.
"Aku?"
"Tentu kau!"
"Ada urusan apa dengan diriku?"
"Bocah, kau masih berani berpura-pura di hadapan lohu?"
Ciok Giok Yin betul-betul kewalahan menghadapi Thiang
Thong Lojin yang bicara tak pakai aturan itu.
"Harap lo cianpwee memberi penjelasan!" sahutnya dingin.
"Aku bertanya lagi, dalam hal hubungan apa lelaki boleh
melihat tubuh seorang gadis?"
"Sulit dikatakan. Gadis kecil ketika mandi, sudah barang tentu
kedua orang tuanya akan melihat...."
Belum usai Ciok Giok Yin berkata, wajah Thiang Thong Lojin
sudah tampak gusar.
"Aku tidak bertanya tentang hubungan orang tua dengan
anak!" bentaknya sengit.
Ciok Giok Yin tertegun. Dia memang kurang pengalaman,
maka tidak tahu akan maksud Thiang Thong Lojin.
"Kalau begitu, apakah hubungan suami isteri?"
Thiang Thong Lojin mengangguk
"Itu baru betul!" Dia tampak berpikir sejenak. "Putriku
bernama Tung Yun, sekarang kujodohkan denganmu. Kau mau
bilang apa lagi?"
Ciok Giok Yin terbelalak. Sambil menyurut mundur tiga
langkah dia menyahut dengan perlahan-lahan.
"Ini... ini mana boleh?"
"Mengapa?"
"Aku menyelamatkannya, tidak bermaksud menerima imbalan
apa pun." "Kau telah melihat tubuhnya!"
"Aku melihat tubuhnya, itu belum tentu harus
memperisterinya."


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau tidak mau, kau harus mau!"
Mendengar itu, gusarlah Ciok Giok Yin.
"Mana ada perjodohan yang dipaksa?" katanya lantang.
Thiang Thong Lojin maju tiga langkah seraya membentak.
"Kau berani menolak?"
Ciok Giok Yin tidak menyangka akan terjadi hal tersebut,
maka dia menyahut lantang.
"Tidak mau!"
"Bocah, sungguh besar nyalimu!" Thiang Thong Lojin maju
selangkah lagi. "Lohu bertanya padamu, siapa berani menjamin
bahwa bukan kau yang melakukan itu" Hm! Kau sengaja
menangkapnya, lalu membawanya ke mari seakan menaruh
budi padaku?"
Ciok Giok Yin tertegun dituduh berbuat seperti itu.
"Lo cianpwee...." Sesungguhnya Ciok Giok Yin ingin
mencacinya, namun batal melontarkannya.
"Bagaimana lo cianpwee sedemikian tidak pakai aturan"
Apakah lo cianpwee telah pikun?" lanjutnya.
Sepasang mata Thiang Thong Lojin menyorot tajam.
"Lohu akan memaksamu harus mau..." bentaknya.
"Tidak mau! Tidak mau!" teriak Ciok Giok Yin sekeraskerasnya.
Wajah Thiang Thong Lojin berubah bengis.
"Kalau kau tidak mau, berarti aku tidak akan
mengampunimu!" katanya sepatah demi sepatah. Sambil
melancarkan serangan.
Ciok Giok Yin tersentak. Ketika dia baru mau menangkis,
mendadak terdengar suara seruan.
"Ayah, jangan!"
Thiang Thong Lojin langsung mundur sambil mendengus
dingin. "Hmm! Anak Yun, kau jangan turut campur! Aku harus
menghajarnya!"
Usai berkata, Thiang Thong Lojin maju lagi. Tampak sesosok
bayangan melayang turun di tengah-tengah mereka, ternyata
adalah Tung Yun.
"Ayah jangan marah dulu, aku ingin bertanya padanya,"
katanya merdu. Thiang Thong Lojin melototi Ciok Giok Yin, lalu menyurut
mundur beberapa langkah. Sedangkan Tung Yun maju ke
hadapan Ciok Giok Yin sambil berkata dengan lembut.
"Tuan telah menyelamatkan diriku, selamanya takkan
kulupakan budimu. Ayahku bersifat aneh, mohon jangan Tuan
simpan dalam hati. Kalau Tuan sudah tiada urusan lain, lebih
baik cepat-cepat meninggalkan tempat ini! Budi
pertolonganmu, aku pasti membalasnya kelak."
Gadis itu memang cantik sekali. Maka tidak mengherankan
kalau hati Ciok Giok Yin tergerak. Namun dia sudah punya
tunangan, mana boleh.... Karena itu dia berkata dengan suara
rendah pula. "Nona Tung, aku sudah punya tunangan, maka tidak bisa
mengabulkan permintaan ayahmu. Aku mohon maaf, dan
harap Nona tidak menyalahkanku!"
Gadis cantik itu memandangnya.
"Aku tidak menyalahkanmu, lagi pula urusan ini tidak bisa
dipaksa. Cepatlah kau pergi agar ayahku tidak sampai
merepotkanmu lagi."
Dia bermaksud baik, tapi Ciok Giok Yin justru tidak bisa
segera pergi. "Aku ada urusan ingin mohon bantuan ayahmu."
"Urusan apa?"
"Berhubungan dengan sepotong kain."
"Sepotong kain?"
"Ya."
"Ada apa potongan kain itu?"
"Karena potongan kain itu menyangkut asal-usulku."
Tung Yun, terbelalak menatap Ciok Giok Yin seraya bertanya.
"Ada urusan begitu?"
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Ya."
Tung Yun berpikir sejenak.
"Berikan potongan kain itu padaku, aku akan bertanya pada
ayahku." Ciok Giok Yin mengeluarkan potongan kain seraya berkata,
"Inilah potongan kain yang kumaksudkan."
Tung Yun menerima potongan kain tersebut lalu berbisik,
"Kau tunggu sebentar!"
Gadis itu membalikkan badannya lalu berjalan mendekati
ayahnya. Sepasang bola matanya berputar-putar sejenak,
kemudian dia berkata dengan lirih.
"Ayah telah mengambil keputusan itu, tidak boleh diganggu
gugat! Pokoknya dia harus memperisterimu!" bentak Thiang
Thong Lojin. Air muka Tung Yun berubah, kemudian dia berkata dengan air
mata berlinang-linang.
"Ayah tidak takut akan ditertawakan kaum rimba persilatan?"
Thiang Thong Lojin tertegun,
"Apa yang harus ditertawakan?"
"Kaum rimba persilatan akan mengatakan Ayah memaksa
orang menikah denganku. Kalau begitu, apakah aku masih
punya muka menemui orang" Lebih baik aku mati saja."
Thiang Thong Lojin tampak tertegun lagi. Menyaksikan itu,
Tung Yun segera berkata lagi.
"Dia bermaksud baik, lagi pula dia telah menyelamatkan
diriku dari tangan para penjahat. Kalau tidak, apakah aku
masih bisa bertemu Ayah?"
Usai berkata, Tung Yun menangis terisak-isak.
Air mata wanita memang merupakan senjata yang amat
ampuh. Begitu Tung Yun menangis, hati Thiang Thong Lojin
pun menjadi lunak. Namun mendadak orang tua berambut
putih itu menghempas kakinya seraya berkata,
"Biar Ayah berpikir sebentar!"
Tung Yun khawatir kalau-kalau ayahnya akan berubah
pikiran, maka dia cepat-cepat berkata,
"Ayah, dia ke mari ingin mohon bantuan."
"Bantuan apa?"
"Dia memiliki sepotong kain, menyangkut asal-usulnya, maka
jauh-jauh dia ke mari menemui Ayah, agar mengungkap
rahasia kain potongan itu, mungkin...."
Thiang Thong Lojin memutuskan perkataan Tung Yun,
"Potongan kain apa?"
Tung Yun memperlihatkan potongan kain tersebut.
"Ini, Ayah!"
Thiang Thong Lojin menerima potongan kain itu, lalu
diperhatikannya dengan mata tak berkedip. Setelah itu tampak
keningnya berkerut-kerut sedang berpikir keras. Saat ini, dia
sudah tidak memikirkan urusan putrinya, karena perhatiannya
tercurah pada potongan kain itu. Kelihatannya dia amat
tertarik. Ciok Giok Yin yang melihat dari jauh hatinya berdebardebar
tegang. Tak diragukan lagi Thiang Thong Lojin juga
mengalami kesulitan memecahkan rahasia potongan kain itu.
Apabila orang tua berambut putih itu tidak dapat mengungkap
rahasia potongan kain tersebut, berarti selamanya tak dapat
diungkapkan. Beberapa saat kemudian mendadak Thiang
Thong Lojin melemparkan kain itu sambil membentak dengan
sengit. "Mana lohu punya waktu mempedulikan urusanmu" Cepat
enyah!" Ciok Giok Yin menyambut potongan kain itu sambil menyahut
dengan gusar. "Kau cuma bernama kosong!"
Ciok Giok Yin ingin melesat pergi. Sekonyong-konyong Thiang
Thong Lojin mem- bentak bagaikan guntur.
"Berhenti!"
Ciok Giok Yin membalikkan badannya lalu bertanya dengan
dingin. "Masih ada urusan apa?"
Thiang Thong Lojin tertawa gelak seraya berkata,
"Seandainya lohu bernama kosong, lihat siapa yang sanggup
mengungkapnya."
"Aku pasti dapat menemukan orang yang mampu
mengungkap rahasian potongan kain ini!" sahut Ciok Giok Yin.
Dia tidak mempedulikan Thiang Thong Lojin lagi, sebab
khawatir kalau-kalau orang tua berambut putih itu akan
mendesaknya menikah dengan Tung Yun. Maka dia segera
melesat pergi dengan wajah gusar.
Setelah Ciok Giok Yin melewati puncak gunung, mendadak
terdengar suara merdu di belakangnya.
"Tunggu sebentar, Tuan!"
Ciok Giok Yin segera berhenti sekaligus membalikkan
badannya. Tampak Tung Yun sedang melesat ke arahnya.
Ginkang gadis itu cukup tinggi, sehingga dalam sekejap sudah
berada di hadapan Ciok Giok Yin.
"Nona ada petunjuk apa?" tanya Ciok Giok Yin dingin.
Tung Yun menatapnya sejenak, kemudian berkata dengan
perlahan-lahan.
"Ayahku bersikap kasar padamu, aku sungguh merasa tidak
enak!" "Itu tidak apa-apa. Nona ke mari hanya karena urusan itu?"
"Bukan."
"Lalu karena urusan apa?"
"Potongan kain itu."
Ciok Giok Yin tertegun.
"Memangnya kenapa potongan kain itu?"
"Kau harus memperoleh Bu Keng Sui (Air tanpa Akar)."
"Bu Keng Sui?"
"Ya."
"Apa yang disebut Bu Keng Sui?"
"Mungkin potongan kain itu harus direndam dalam Air Tanpa
Akar itu, barulah dapat diketahui rahasianya, sampai jumpa!"
Tung Yun segera melesat pergi.
"Terimakasih atas petunjuk Nona!" seru Ciok Giok Yin dengan
lantang. Usai berseru, dia justru berdiri termangu-mangu.
Tidak menyangka sama sekali, potongan kain tersebut
berhubungan pula dengan Air Tanpa Akar. Ini sungguh
merupakan hal aneh! Memang banyak hal aneh di dunia
persilatan, sulit untuk diduga. Ciok Giok Yin terus berpikir.
Asal-usulnya diketahui Tiong Ciu Sin Ie, mengapa tidak mau
memberitahukan dari dulu" Sebelum meninggal, kakek tua itu
cuma berpesan agar Ciok Giok Yin pergi ke gunung Cong Lam
San mencari Can Hai It Kiam. Namun Can Hai Kian justru
dibunuh oleh orang yang menyamar sebagai dirinya. Kemudian
muncul Cou Kiong, akhirnya Cou Kiong mati di tangan Siau Sin
Sanjin-Li Mong Pai, cuma meninggalkan potongan tersebut.
Sedangkan potongan kain itu harus direndam dengan Air
Tanpa Akar, lalu harus mencari ke mana Bu Keng Sui itu"
Kalau Bu Keng Sui itu kepunyaan orang lain, bagaimana
mungkin orang itu akan memberikannya" Ciok Giok Yin yakin
bahwa Bu Keng Sui merupakan benda pusaka, tidak gampang
memperolehnya. Lama sekali Ciok Giok Yin berpikir, akhirnya
dila membanting kakinya seraya berkata sengit.
"Bagaimana nanti saja!"
Kemudian dia melesat pergi Dalam perjalanan dia terus
berpikir mana yang harus dituju. Mendadak timbul suatu niat
dalam hatinya, ternyata dia ingin menuju Kuil Yeh Ling Si yang
pernah didatangi oleh Siau Bin Sanjin Li Mong Pai. Kini apa
salahnya pergi ke kuil itu melihat-lihat, lalu berangkat ke
Gunung Kee Jiau San tempat markas Thay Kek Bun untuk
menengok Seh Yong Yong, tunangannya. Biar bagaimanapun
harus mencari suatu tempat untuk tempat tinggalnya, tidak
bisa selamanya menumpang di rumah orang. Seusai berpikir
demikian, barulah Ciok Giok Yin melesat pergi laksana kilat,
menuju Kuil Yeh Ling Si.
Hari sudah mulai gelap, namun kuil tersebut sudah berada di
depan. Suasana di sekitar kuil itu sunyi senyap, tidak terdengar
suara orang. Ciok Giok Yin khawatir kalau-kalau di depan kuil
terdapat anggota perkumpulan Sang Yen Hwee, maka dengan
waspada dia mengerahkan ginkangnya untuk meloncati tembok
lalu melesat ke dalam kuil itu. Dari ruang dalam hingga
beberapa kamar, sama sekali tidak menemukan seorangpun,
bahkan kelihatannya kuil itu tidak pernah dihuni orang.
Ciok Giok Yin mengerutkan kening berpikir, mungkin kuil ini
merupakan tempat pijakan sementara bagi Siau Bin Sanjin-Li
Mong Pai tempo hari. Setelah berpikir demikian, dia pun
ingin.... Mendadak terdengar suara yang amat lirih,
"Dengar-dengar waktu hari raya malam itu."
Suara lirih itu berasal dari ruangan depan. Ciok Giok Yin
segera melesat ke ruangan itu, namun sudah tidak terdengar
apa-apa lagi. Beberapa saat kemudian terdengar suara lirih itu
berkata, "Kita di sini melakukan sesuatu yang menyenangkan tanpa
diketahui siapa pun, mengapa tidak boleh" Yang penting
jangan menyia-nyiakan kesempatan ini."
Terdengar suara bentakan nyaring, yaitu suara seorang gadis.
"Kalian semua memang kodok buduk yang ingin makan
daging angsa! Dasar tak tahu diri!"
Terdengar suara lelaki.
"Toaya hari ini memang ingin menikmati tubuhmu."
Ciok Giok Yin sudah mendengar jelas dari mana asal suara,
ternyata berada di bawah lantai. Apakah di bawah lantai
terdapat ruang rahasia"
Mendadak terdengar suara 'Plak!'
Kemudian terdengar pula suara jeritan, yang disusul oleh
suara rintihan. Jelas sama-sama terluka. Mendadak Ciok Giok
Yin melihat di dinding ruangan itu terdapat sebuah titik hitam
yang mencurigakan. Dia segera mendekati dinding itu
kemudian menekan titik hitam tersebut. Di saat bersamaan
terdengar suara 'Kreeeek'.
Ternyata bagian lantai di ruangan itu terbuka sedikit, namun
di dalam agak gelap. Ciok Giok Yin mengerahkan lwee kangnya
lalu melongok ke dalam. Sebelum dia melihat jelas, sekonyongkonyong
dari dalam melesat ke luar sosok bayangan, ternyata
seorang anggota perkumpulan Sang Yen Hwee, karena bajunya
bersulam sepasang burung walet. Ketika melihat Ciok Giok Yin,
anggota perkumpulan Sang Yen Hwee itu tampak tertegun.
"Bocah, siapa kau?" bentaknya.
"Ciok Giok Yin."
Anggota perkumpulan Sang Yen Hwee itu berseru tak
tertahan. "Apa" Omong kosong!"
Rupanya dia telah mendengar tentang Ciok Giok Yin yang


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terpukul ke dalam jurang maut. Di saat dia berseru kaget,
terlihat lagi dua anggota perkumpulan Sang Yen Hwee melesat
ke luar dari bawah lantai. Ciok Giok Yin amat mendendam
terhadap para anggota perkumpulan Sang Yen Hwee maka dia
langsung menyerang ketiga orang itu dengan totokan
mematikan. Terdengar suara jeritan, ketiga orang itu telah
tertotok, roboh tak bisa bangun lagi.
Setelah membinasakan ketiga orang itu, Ciok Giok Yin segera
meloncat ke dalam lantai yang terbuka itu. Ketika sepasang
kakinya menginjak dasar, mendadak terdengar suara rintihan
dari sebuah ruang batu dan tampak pula cahaya menyorot ke
luar. Ciok Giok Yin bergerak cepat melesat ke dalam ruang
batu itu dan terbelalak begitu masuk ke dalam. Ternyata di
lantai ruang batu itu tergeletak sosok mayat. Bajunya bersulam
sepasang burung walet telah berlumuran darah, bahkan kepala
mayat itu pun telah hancur. Tentunya mayat itu anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee.
Di sudut ruang batu itu juga tergeletak seorang wanita
berpakaian hitam. Mulutnya mengeluarkan suara rintihan,
pertanda dia telah terluka parah. Dia tergeletak menghadap ke
dalam, maka Ciok Giok Yin tidak dapat melihat wajahnya. Ciok
Giok Yin mendekati wanita itu dan begitu melihat seketika juga
berseru kaget. "Kau!"
Sungguh di luar dugaan, ternyata Ciok Giok Yin pernah
bertemu wanita berpakaian hitam ini di kuil Cak Ong Bio. Pada
waktu itu gadis tersebut juga dalam keadaan terluka. Tak
disangka wanita berpakaian hitam ini adalah anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee juga. Ketika Ciok Giok Yin
berseru kaget, wanita berpakaian hitam itu terkejut oleh
seruannya dan segera memandang ke arah Ciok Giok Yin.
Sepasang matanya tampak suram.
"Kau..." serunya lemah.
Dia tidak tahu nama Ciok Giok Yin, karena ketika bertemu,
dia tidak menanyakan namanya. Ciok Giok Yin mendengus.
"Hm! Memang aku, tak terduga kan?"
Tiba-tiba wanita berpakaian hitam itu membuka mulut.
"Uaaakh!"
Darah segar menyembur ke luar dari mulutnya, setelah itu dia
berkata dengan lemah sekali.
"Bukankah kau adalah Ciok Giok Yin yang selalu menentang
perkumpulan Sang Yen Hwee kami?"
"Tidak salah!" sahut Ciok Giok Yin dengan dingin.
"Tahukah kau siapa aku?"
"Kau adalah wanita busuk yang tak tahu diri!"
Wanita berpakaian hitam tersenyum getir,
"Katamu memang benar, demikian diriku," dia menarik nafas
dalam. "Tetapi kuberitahukan, namaku Kiok San, tugasku di
perkumpulan Sang Yen Hwee adalah menjaga semacam barang
yang amat rahasia."
Hati Ciok Giok Yin tergerak,
"Barang apa itu?"
Kiok San tidak menyahut, melainkan berkata lain.
"Tak kusangka mereka begitu jahat, ingin menodai diriku.
Salah seorang itu telah kubinasakan, tapi orang itu telah
berhasil memutuskan nadi di jantungku." Dia berhenti sejenak
kemudian melanjutkan. "Setelah kejadian ini aku sudah tidak
bisa bernaung di bawah perkumpulan Sang Yen Hwee lagi." Dia
menatap Ciok Giok Yin. "Di kuil Cak Ong Bio, kau telah
menyelamatkan nyawaku."
"Pada waktu itu aku tidak tahu kau adalah anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee," kata Ciok Giok Yin dingin.
"Kalau tahu?"
"Aku pasti akan menambah satu pukulan lagi untukmu."
"Sekarang masih belum terlambat."
"Terus terang, aku tidak akan mengampuni setiap anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee."
Mendadak mulut Kiok San menyemburkan darah segar lagi,
setelah itu dia berkata lirih.
"Sekarang kau boleh turun tangan."
"Aku akan menunggu kau pulih dulu!" bentak Ciok Giok Yin.
Kemudian dia menatap Kiok San tajam. "Katakan, barang apa
yang kau jaga itu?"
Akan tetapi Kiok San tidak menyahut, melainkan
memejamkan matanya, kelihatannya seperti sudah mati.
Hati Ciok Giok Yin tersentak kemudian berkata dalam hati,
'Aku tidak boleh membiarkannya mati, harus tanya dia
menjaga barang apa.'
Ciok Giok Yin segera duduk lalu memegang tangan wanita
berpakaian hitam. Tangan wanita itu dirasakannya amat dingin,
namun di tenggorokannya masih terdapat sedikit nafas. Karena
itu dia segera menghimpun hawa murninya lalu disalurkan ke
dalam tubuh Kiok San. Berselang beberapa saat kemudian,
nafas Kiok San mulai lemah, sepasang matanya tetap tertutup
rapat. Ciok Giok Yin segera menyalurkan hawa murninya lagi
ke dalam tubuh Kiok San dan tak seberapa lama kemudian
sepasang mata Kiok San terbuka perlahan-lahan. Bibirnya
bergerak-gerak beberapa kali, akhirnya terlontar juga beberapa
kata. "Mengapa... kau... membuatku... siuman...?"
Ciok Giok Yin tahu ajal Kiok San hampir tiba, maka dia
berkata lembut.
"Kau menjaga suatu barang penting perkumpulan Sang Yen
Hwee. Seandainya kau ingin berbuat baik terhadap dunia
persilatan dan meninggalkan nama harum, bukanlah lebih baik
kau serahkan barang itu padaku?" Tiba-tiba dia teringat
sesuatu, maka segera bertanya, "Sebetulnya ada apa waktu
hari raya di malam itu" Tadi aku mendengar pembicaraan
mereka." Kiok San balik bertanya dengan suara lemah seakan
bergumam. "Apakah... aku... harus... mengatakannya?"
"Kau harus mengatakannya padaku. Aku tahu pada dasarnya
kau berhati baik. Cuma kau terpengaruh sehingga terjerumus
ke dalam perkumpulan itu." Ciok Giok Yin menatapnya, "Demi
meninggalkan nama harummu, kau harus mengatakannya
padaku." Kening Kiok San tampak berkerut-kerut, kelihatannya seperti
serba salah. Akan tetapi akhirnya dia berkata.
"Baik, kuberitahukan... padamu...."
Ciok Giok Yin segera memegang tangannya seraya berkata,
"Katakanlah!"
Mendadak tampak air mata Kiok San meleleh.
Ciok Giok Yin cepat-cepat menghapus air matanya, "Apakah
hari ini... tanggal..." tanya Kiok San tersendat-sendat.
"Hari ini tanggal dua bulan lima," sahut Ciok Giok Yin.
"Kalau... begitu... masih... ada... tiga... hari...."
"Maksudmu?"
"Di... di dalam... bajuku... terdapat... selembar... daftar...
nama... tolong... ambilkan...!"
Ciok Giok Yin segera merogohkan tangannya ke dalam baju
Kiok San untuk mengeluarkan selembar kertas.
Terdengar suara Kiok San semakin lemah.
"Tepatnya... tanggal lima... bulan lima... turun... tangan... di
tengah... malam... membunuh... para ketua... partai... agar...
mereka... menyerah... pada... perkumpulan... Sang... Yen...."
Bibir Kiok San sudah tidak bergerak, ternyata wanita
berpakaian hitam itu telah meninggal. Sedangkan Ciok Giok Yin
terkejut bukan main mendengar itu. Dia cepat-cepat
memaparkan kertas itu, ternyata di dalamnya tercantum nama
delapan partai besar dunia persilatan. Apabila perkumpulan
Sang Yen Hwee berhasil membunuh para ketua partai tersebut,
bukankah dunia persilatan akan dikuasai perkumpulan Sang
Yen Hwee" Kini cuma tinggal tiga hari, kalau hanya dirinya
sendiri yang pergi memberitahukan kepada para ketua partai
itu, tentunya akan terlambat. Karena itu dia tidak mau
membuang-buang waktu, segera melesat ke arah gunung Cong
Lam San. Mendadak ada tiga sosok bayangan melayang
turun.... Jilid 20 Tiga sosok bayangan itu ternyata Hui Pian-Cu Suang ketua
partai Cong Lam Pay bersama dua orang. Namun Ciok Giok Yin
tidak kenal kedua orang itu. Berdasarkan jubah yang dipakai
kedua orang itu, dapat dipastikan bahwa mereka juga dari
partai Cong Lam Pay. Kedua orang itu berperawakan sedang,
tapi sepasang matanya menyorot tajam sekali, pertanda
mereka berdua memiliki lwee kang yang amat tinggi. Ketika
Ciok Giok Yin baru mau membuka mulut, Hui Pian-Cu Suang
sudah berkata dingin.
"Ciok Giok Yin, tak disangka kita akan bertemu di sini. Hari ini
hutang piutang di antara kita harus diselesaikan!"
Ketika ketua partai Cong Lam Pay itu mau. melancarkan
pukulan, Ciok Giok Yin segera menggoyang-goyangkan
sepasang tangannya seraya berkata.
"Tunggu!"
"Kau masih ingin bilang apa?" bentak Hui Pian-Cu Suang.
"Kebetulan aku memang ingin ke tempat kalian."
Mendadak kedua orang itu mendengus dingin.
"Hmm! Bocah, kau masih ingin ke partai Cong Lam Pay?"
Ciok Giok Yin tidak menghiraukan kedua orang itu, melainkan
berkata serius pada Hui Pian-Cu Suang.
"Ketua, bolehkah aku bertanya?"
Hui Pian-Cu Suang melihat wajah Ciok Giok Yin begitu serius,
maka segera balik bertanya.
"Ada urusan apa?"
Ciok Giok Yin melirik kedua orang itu, setelah itu barulah
bertanya, "Aku ingin bertanya, apakah kedua orang itu juga dari
partaimu?"
"Tidak salah," sahut Hui Pian. Cu Suang.
"Bolehkah aku tahu nama mereka?"
Ketika Ciok Giok Yin bertanya demikian, kedua orang itu
langsung saling memandang, bahkan hati mereka berdebardebar
tegang. Namun salah seorang itu tertawa gelak seraya
berkata. "Bocah, apakah kau takut mati?"
"Aku bertanya pada ketua kalian, bukan bertanya pada
kalian!" bentak Ciok Giok Yin.
Hui Pian-Cu Suang tahu bahwa pertanyaan Ciok Giok Yin pasti
mengandung suatu maksud tertentu. Maka dia segera menegur
orang itu. "Sute, kau jangan turut bicara!" kemudian dia memandang
Ciok Giok Yin. "Apa maksudmu menanyakan nama mereka?"
tanyanya. "Maaf! Sementara ini belum bisa kuberitahukan tapi yang
jelas aku tidak berniat jahat."
Kedua orang itu mendengus dingin.
"Hmmm!"
Hui Pian-Cu Suang manggut-manggut seraya berkata,
"Baiklah! Kuberitahukan padamu, dia adalah To Lun dan yang
itu adalah Liok Siang Ho, mereka berdua adalah suteku."
Setelah itu dia segera mengerahkan lwee kangnya, siap
menghadapi kemungkinan adanya serangan. mendadak dari
Ciok Giok Yin. Setelah mendengar nama kedua orang itu, Ciok
Giok Yin cepat-cepat mengeluarkan kertas yang diperolehnya
dari Kiok San. Ternyata dalam kertas itu tercantum kedua
orang itu. Justru di saat bersamaan Liok Siang Ho membentak.
"Bocah haram! Kau jangan macam-macam, cepat ganti nyawa
Can Hai It Kiam suhengku!"
Usai membentak, Liok Siang Ho pun ingin menyerang Ciok
Giok Yin, namun mendadak Hui Pian-Cu Suang mengibaskan
tangan mencegahnya.
"Sabar sute, aku masih ingin menanyakan sesuatu padanya!"
Liok Siang Hok langsung berdiri diam di tempat, namun diamdiam
memberi isyarat kepada To Lun, lalu mereka berdua
menatap Ciok Giok Yin dengan mata tak berkedip. Tanpa sadar
mereka berdua pun melangkah mundur.
"Sekarang kau boleh memberitahukan maksudmu," kata Hui
Pian Cu Suang. Ciok Giok Yin menyimpan kertas itu ke dalam bajunya sambil
menyahut. "Aku masih ingin bertanya satu hal."
Hui Pian-Cu Suang kelihatan tidak sabaran. sebab dia adalah
ketua partai Cong Lam pay, namun seperti didikte oleh Ciok
Giok Yin, maka dia menyahut dengan nada kurang senang.
"Tanyalah!"
"Apa kedudukan kedua sutemu?"
"Pembantu pribadiku."
"Bagaimana kepandaian mereka berdua?"
Air muka Hui Pian-Cu Suang langsung berubah.
"Untuk apa kau menanyakan itu?" bentaknya.
"Tentunya aku punya alasan."
To Lun dan Liok Siang Ho tersenyum-senyum dan saling
memandang. Ternyata mereka berdua mengira Ciok Giok Yin
khawatir mereka akan maju bertiga, maka Ciok Giok Yin
mengajukan pertanyaan tersebut. Begitu pula Hui Pian Cu
Suang, dia pun berpikir demikian. Karena itu dia tertawa dingin
lalu menyahut. "Legakanlah hatimu, kami tidak akan maju bertiga
mengeroyokmu."
"Itu bukan maksudku."
"Kalau begitu, apa maksudmu" Jelaskanlah!"
Ciok Giok Yin berkata dalam hati, kalau tidak bisa satu kali
pukul merobohkan kedua orang itu, akibatnya pasti fatal. Dia
memutar otaknya sejenak, kemudian berkata.
"Ketua Cu, sebelum membicarakan pokok urusan, masih ada
satu hal yang harus kukatakan."
"Mengenai hal apa?"
"Can Hai It Kiam lo cianpwee mati di tangan orang yang
menyamar diriku, orang itu telah kubunuh."
"Aku tidak bisa mempercayaimu."
"Anda boleh percaya boleh tidak, namun kuharap Anda sudi
menaruh ke belakang urusan ini. Sebab kini kita kembali pada
pokok pembicaraan."
Hui Pian-Cu Suang tidak tahu apa yang akan dibicarakan Ciok
Giok Yin. "Kau boleh bicara."
"Aku harap Anda melihat suatu barang rahasia dulu."
Hui Pian-Cu Suang tertegun.
"Barang rahasia?"


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya."
"Barang rahasia apa?"
"Hanya Ketua Cu yang boleh melihat, kedua sutemu tidak
boleh." Hati To Lun dan Liok Siang Ho tersentak.
"Bocah haram! Kau berani berbuat macam-macam" Aku akan
menghabisimu dulu!" bentak To Lun mendadak.
Ternyata orang itu sudah menyerang Ciok Giok Yin. Namun
Ciok Giok Yin tahu kini bukan saatnya bertarung dengan
mereka, maka secara reflek dia mengerahkan ilmu Hui Keng
Pou yang diperolehnya dari jurang maut. Tampak badannya
berkelebat menerobos ke luar dari serangan To Lun yang
bertubi-tubi. Bersamaan itu, Ciok Giok Yin pun berkata,
"Kalau Ketua Cu ingin lihat, harap Ketua Cu menyuruh kedua
orang itu mundur lima depa. Kalau tidak, aku mau pergi."
Semua orang pasti akan tertarik pada hal-hal aneh, begitu
pula Hui Pian Cu Suang. Walau usianya sudah cukup tua,
namun tidak terhindar dari sifat itu. Sebab itu dia segera
berseru, "Sute, mundur!"
Akan tetapi, To Lun tahu bahwa Ciok Giok Yin muncul dari Kuil
Yeh Ling Si, maka ingin membunuhnya. Bukannya dia berhenti
atau mundur, sebaliknya malah lebih gencar menyerang Ciok
Giok Yin. "Ciangbun suheng, jangan mempercayai omongan bocah ini,
kita harus membinasakannya!" serunya kepada Hui Pian-Cu
Suang. Menyaksikan itu gusarlah Hui Pian-Cu Suang.
"Sute, kau berani tidak mendengar perkataanku?" bentaknya
mengguntur. Begitu melihat Hui Pian-Cu Suang gusar, To Lun segera
mencelat ke tempat semula, kemudian memberi isyarat kepada
Liok Siang Ho. "Kalian berdua, cepat mundur lima depa! Aku ingin melihat
sebetulnya barang rahasia apa itu," kata Hui Pian-Cu Suang.
"Ciangbun suheng, jangan menempuh bahaya! Bocah itu
amat kejam dan banyak akal busuknya. Bagaimana kalau kami
berdua yang melihat barang rahasia itu?" sahut To Lin atau
Liok Siang Ho serentak.
Mendengar itu, Hui Pian-Cu Suang tertegun.
To Lun segera berkata,
"Dia tidak punya barang rahasia apa pun. Aku yakin dia ingin
mencelakai Ciangbun suheng! Kalau tidak, mengapa dia
melarang kami berdua turut melihat?"
Saat ini Ciok Giok Yin berdiri tak begitu jauh, tentunya
mendengar jelas semua pembicaraan itu. Karena itu dia
tertawa gelak, "Kalau Ketua Cu mendengar perkataan mereka, aku pun mau
pergi." Ciok Giok Yin sudah siap melesat pergi, namun mendadak Hui
Pian-Cu Suang berseru,
"Tunggu!"
Setelah itu dia berkata kepada kedua sutenya.
"Kalian berdua mundurlah, tiada urusan dengan kalian."
To Lun dan Liok Siang Ho tidak berani membantah, segera
mundur lima depa. Akan tetapi diam-diam mereka berdua
sudah siap. Kalau benar adalah urusan yang mereka khawatir
itu, mereka berdua akan segera turun tangan membunuh Hui
Pian-Cu Suang, lalu kembali ke gunung Cong Lam San dan...
siapa yang berani membangkang perintahnya" Apabila tidak
dapat membunuh Hui Pian-Cu Suang, mereka berdua masih
punya waktu untuk melarikan diri. Mereka berdua terus
memperhatikan gerak-gerik Ciok Giok Yin dengan mata tak
berkedip. Namun Hui Pian-Cu Suang yang berdiri begitu dekat
dengan Ciok Giok Yin sudah mengerahkan lwee kangnya.
"Sekarang kau boleh perlihatkan," katanya.
Ciok Giok Yin menatapnya sejenak kemudian berkata,
"Ketua Cu, aku berniat baik. Kalau Ketua Cu menganggapku
sebagai musuh, lebih baik jangan melihat."
Mendengar itu, Hui Pian-Cu Suang merasa tidak enak,
"Baiklah! Aku mempercayaimu!"
Ciok Giok Yin manggut-manggut, tahu jelas Hui Pian-Cu
Suang saat ini sudah tidak menganggapnya sebagai musuh.
Dia segera mengeluarkan kertas tersebut dari dalam bajunya,
setelah itu berkata pada Hui Pian-Cu Suang menggunakan ilmu
Penyampai Suara.
"Silakan, Ketua Cu melihat! Kertas ini kuperoleh dari salah
seorang anggota perkumpulan Sang Yen Hwee."
Hui Pian-Cu Suang menerima kertas itu. Begitu membacanya
air mukanya langsung berubah menjadi hebat. Justru disaat
bersamaan, mendadak tampak dua sosok bayangan melesat
laksana kilat ke arah Hui Pian-Cu Suang. Salah satu
menyambar kertas tersebut, sedangkan yang satu lagi
melancarkan pukulan ke arah kepala Hui Pian-Cu Suang. Ketua
partai Cong Lam Pay berkepandaian tinggi, bagaimana
mungkin akan terhantam serangan mendadak itu" Dia
bergerak cepat memutar sebelah tangannya agar kertas itu
tidak tersambar, sekaligus membentak.
"Nyali kalian berdua sungguh besar, berani berontak!"
Dia memutarkan badannya sambil menyambut pukulan yang
dilancarkan To Lun.
Plak! Terdengar suara benturan. Tampak badan To Lun terpental
hampir tiga depa. Namun ada serangan gelap di belakangnya.
"Ketua Cu, ada serangan dari belakang!" seru Ciok Giok Yin.
Saat ini To Lun sudah menerjang lagi. Kini Hui Pian-Cu Suang
dikeroyok kedua adik seperguruannya, membuat Ciok Giok Yin
tidak tinggal diam.
"Ketua Cu, aku akan membantu membasmi kedua murid
murtad partai Cong Lam Pay!"
Usai berseru Ciok Giok Yin sudah maju. Terdengar suara
seruan Hui Pian-Cu Suang.
"Mohon siauhiap jangan melepaskan mereka!"
Dia pun sudah balas menyerang To Lun. Terdengar suara
jeritan. Sedangkan Liok Siang Ho juga sudah terpental oleh
pukulan yang dilancarkan Ciok Giok Yin. Ternyata Ciok Giok Yin
menggunakan ilmu pukulan Hong Lui Sam Ciang. Liok Siang Ho
roboh tak bangun lagi, nyawanya telah melayang. To Lun cuma
terluka ringan. Menyaksikan kematian Liok Siang Ho, ciutlah
nyalinya dan segera melarikan diri. Mendadak tampak sesosok
bayangan menghadang di hadapannya, ternyata Ciok Giok Yin.
Itu membuat To Lun ketakutan dan cepat-cepat memutar
badannya lari ke tempat lain. Akan tetapi Ciok Giok Yin tetap
menghadang di depannya. Ciok Giok Yin tidak mau turun
tangan membunuhnya. Dia berharap Hui Pian-Cu Suang yang
menangkapnya. Sementara kegusaran Hui Pian-Cu Suang telah
memuncak. Dia terus membuntuti To Lun yang berlari ke sana
ke mari. "Kau masih ingin melarikan diri?" bentaknya.
Terdengar Hui Pian-Cu Suang sudah mengeluarkan
senjatanya, yaitu sebuah cambuk panjang. To Lun menjerit dan
mulutnya menyemburkan darah segar. Sambaran cambuk itu
telah menghancurkan tulang betisnya, sehingga membuatnya
pingsan seketika. Kegusaran Hui Pian-Cu Suang belum reda.
Dia menggerakkan cambuknya ingin membunuh To Lun.
Namun Ciok Giok Yin segera mencegahnya.
"Ketua Cu, mohon tanya apakah mereka masih bersekongkol
dengan orang lain?"
"Aku tidak tahu," sahut Hui Pian-Cu Suang.
Setelah menyahut, ketua partai Cong Lam Payu itu
membentak sambil menuding To Lun yang telah roboh tak
berkutik. "Kau betul-betul durhaka! Suhu begitu baik terhadap kalian,
tapi kalian malah berkhianat! Secara diam-diam bersekongkol
dengan perkumpulan Sang Yen Hwee! Ini sungguh...."
Saking gusarnya Hui Pian-Cu Suang tidak dapat melanjutkan
ucapannya. Sedangkan To Lun diam saja, ternyata masih
dalam keadaan pingsan. Hui Pian-Cu Suang mengangkat
sebelah kakinya lalu dihentakkan di dada To Lun. Seketika
terdengar suara jeritan.
"Aduuuh...!"
To Lun siuman perlahan-lahan, namun sepasang matanya
tampak suram. "Katakan! Mengapa kau bergabung dengan perkumpulan
Sang Yen Hwee?" bentak Hui Pian-Cu Suang.
Mendadak To Lung tertawa gelak seperti orang gila lalu
menyahut, "Cu Suang! Kini aku telah terjatuh ke tanganmu, mau bunuh
silakan! Untung nyawamu besar!"
Kemudian dia menoleh memandang Ciok Giok Yin.
"Bocah haram, kau telah merusak rencanaku! Sampai aku
mati pun tidak akan mengampunimu!" katanya penuh dendam.
Menyusul terdengar suara pekikan. Mulut To Lun
menyemburkan darah segar. Badannya bergerak sesaat, lalu
diam, ternyata nafasnya telah putus. Memang sungguh di luar
dugaan, To Lun membunuh diri dengan cara menggigit putus
lidahnya sendiri. Begitulah! Orang jahat pasti mendapat
ganjarannya. Menyaksikan itu Hui Pian-Cu Suang menghela
nafas panjang, "Inilah ketidak mampuan lohu memimpin, sehingga
menyebabkan kedua sute itu salah langkah."
Usai berkata, tak terasa air matanya telah meleleh.
"Ketua Cu, keadaan sudah mendesak sekali, sedangkan masih
ada tujuh ketua partai yang dalam bahaya. Aku tidak bisa
memberitahu mereka satu persatu, maka mohon ketua Cu sudi
memberi petunjuk!"
Hui Pian-Cu Suang tersentak,
"Siauhiap, mari kita pergi!"
Mereka berdua melesat pergi. Arah yang mereka tuju adalah
gunung Cong Lam San. Karena memburu waktu, maka mereka
mengerahkan ginkang dengan sepenuh tenaga. Ketika hari
mulai pagi, mereka berdua sudah tiba di markas partai Cong
Lam Pay. Hui Pian-Cu Suang segera mengutus beberapa murid
handal untuk mengantar surat. Dia berpesan pada para murid
handalnya, surat itu harus sampai di tangan yang
bersangkutan sebelum tanggal lima bulan lima. Seusai Hui
Pian-Cu Suang membagi-bagikan surat kepada beberapa murid
handalnya, mendadak salah seorang murid tergopoh-gopoh
memasuki ruangan itu lalu melapor.
"Cing Yun Cu dari Gobi Pay mohon bertemu To Lun susiok!"
Mendengar itu air muka Hui Pian-Cu Suang langsung berubah.
"Ketua Cu, dia harus ditangkap," kata Ciok Giok Yin.
Ternyata nama Cing Yun Cu juga tercantum di dalam kertas
rahasia itu. Dia datang di Cong Lam Pay menemui To Lun,
tentunya punya suatu rencana. Oleh karena itu, Hui Pian-Cu
Suang manggut-manggut seraya berkata,
"Demi golongan putih, terpaksa aku harus berbuat begitu."
Kemudian dia berbisik-bisik pada muridnya itu. Muridnya itu
mengangguk, kemudian mengundurkan diri. Berselang
beberapa saat Hui Pian-Cu Suang berkata.
"Siasuhiap, mari kita keluar melihat-lihat!"
Ciok Giok Yin manggut-manggut. Mereka berdua berjalan
menuju ruangan depan. Tak lama kemudian terdengar suara
teriakan gusar.
"Aku ke mari mengunjungi kawan lama! Kalian berani
menjebakku ke dalam penjara batu ini?"
Bum! Bum! Terdengar suara pintu dihantam pukulan, tidak lain adalah
perbuatan Cing Yun Cu. Sementara Hui Pian-Cu Suang dan
Ciok Giok Yin sudah sampai di ruang batu itu.
"Cing Yun Cu, aku yakin partaimu tidak pernah berbuat salah
terhadapmu, tapi kau justru berani bersekongkol dengan pihak
lain untuk mencelakai ketuamu itu...."
Cing Yun Cu segera memutuskan perkataan Hui Pian-Cu
Suang. "Apa maksud perkataanmu itu?"
"Apakah kau tidak paham dalam hatimu?"
"Aku memang tidak paham!"
"Di saat lohu menyerahkanmu pada ketua kalian, kau pasti
akan paham!"
"Kentut! Kalau kalian berani berlaku demikian kasar
terhadapku, partaiku pasti akan membuat perhitungan
denganmu!"
Hui Pian-Cu Suang mendengus dingin.
"Hmm! Ini adalah urusanku dengan ketuamu, kau tidak perlu
banyak bicara!"
Mendadak Cing Yun Cu berkata dengan nada lunak.
"Ketua Cu, kau mengurungku di sini sebetulnya ada maksud
apa?" "Sekarang aku tidak mau memberitahukan!"
"Bolehkah aku bermohon pada ketua Cu?"
"Kau mau bermohon apa?"
"Aku diperintah oleh ketua karena ada urusan di luar. Dalam
perjalanan ini aku pun mengunjungi beberapa kawan lama.
Kalau aku tidak pulang tepat waktunya, sudah pasti akan
dihukum. Apakah Ketua Cu merasa enak?"
"Tentang ini akan kubicarakan dengan ketuamu, kau tidak
perlu cemas," sahut Hui Pian-Cu Suang.
"Apakah ketua Cu tidak sudi menolongku?"
"Kalau lohu melepaskanmu, nyawa ketuamu pasti dalam
bahaya." Sekonyong-konyong Cing Yun Cu mencaci maki.
"Tua bangka, aku tidak akan mengampunimu!"
Saat ini Ciok Giok Yin berkata hormat pada Hui Pian-Cu
Suang. "Lo cianpwee, waktu sudah amat mendesak, aku harus segera
berangkat ke kuil Siauw Lim Si."
"Siasuhiap telah menyelamatkan dunia persilatan. Lohu
mewakili kaum segolongan mengucapkan terimakasih pada
siauhiap. Mengenai kesalahpahaman itu lohu pun mohon
maaf." "Lo cianpwee jangan berkata begitu. Di mana letak
kesalahanku, aku mohon lo cianpwee sudi memaafkanku.
Sampai jumpa!"
Ciok Giok Yin menjura, lalu melesat pergi. Dalam perjalanan,
tak lupa Ciok Giok Yin menghitung hari, ternyata cuma tinggal
satu hari lagi. Kalau tidak bisa tiba dikuil Siauw Lim Si sebelum
tengah malam, Hian Yun Huisu ketua Siauw Lim Pay pasti akan
binasa! Oleh karena itu dia melakukan perjalanan malam tanpa
beristirahat sama sekali. Ciok Giok Yin khawatir akan ada


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

halangan di tengah jalan, maka dia menempuh perjalanan
melalui jalan-jalan kecil yang sepi.
Perlu diketahui, Ciok Giok Yin sama sekali tidak bermaksud
mengambil hati para ketua, melainkan ingin menyelamatkan
dunia persilatan dari mara bahaya tersebut. Meskipun para
ketua lain masih menaruh salah paham padanya, tapi dia tidak
mempedulikan itu, bahkan juga tidak pernah disimpan dalam
hati, sebab cuma merupakan salah paham belaka. Dalam
perjalanan menuju Kuil Siauw Lim Si, mendadak dia melihat
sebuah tandu yang digotong dua wanita berbadan kekar,
sedang meluncur. Begitu melibat tandu itu, tersentak pula.
Hati Ciok Giok Yin tersentak karena tahu bahwa tandu itu
adalah tandu Thian Thay Sian Ceng.
Sesungguhnya Ciok Giok Yin tidak takut padanya. Namun
agar tidak terjadi suatu hambatan, maka dia segera
bersembunyi di balik sebuah batu besar.
Akan tetap mendadak terdengar suara bentakan dingin dari
dalam tandu itu.
"Berhenti!"
Setelah itu, terdengar lagi suara bentakan.
"Bocah, kau masih ingin melarikan diri?"
Ucapan itu menimbulkan keangkuhan Ciok Giok Yin. Dia
segera muncul seraya menyahut,
"Kau mau apa?"
Tandu itu telah berhenti. Kedua wanita penggotongnya segera
berdiri di samping tandu tersebut. Sepasang mata mereka
menyorot tajam, menatap Ciok Giok Yin dengan tak berkedip.
Mendadak terdengar suara dari dalam tandu.
"Lo sin (Aku Yang Tua) merasa tak sedap memandangmu."
Ciok Giok Yin tertawa dingin.
"Aku tidak bermusuhan denganmu, mohon dijelaskan
perkataanmu itu!"
"Tidak perlu dijelaskan, pokoknya hari ini kau harus
meninggalkan nyawamu!"
"Silakan! Kau kira aku takut padamu?" bentak Ciok Giok Yin.
Sudah beberapa kali Ciok Giok Yin bertemu Thiang Thay Sian
Ceng, namun Thian Thay Sian Ceng tetap berada di dalam
tandu, maka Ciok Giok Yin tidak pernah menyaksikan
wajahnya. "Kalau kau berani, keluarlah!" bentaknya lagi.
Terdengar suara dari dalam tandu,
"Lo sin tidak perlu keluar!"
Mendadak dari dalam tandu menerjang ke luar tenaga lunak
yang amat dahsyat.
"Kau memang tak tahu aturan!" bentak Ciok Giok Yin gusar.
Ciok Giok Yin menangkis serangan itu dengan jurus pertama
ilmu pukulan Hong Lui Sam Ciang. Dia ingin dengan jurus
tersebut menerbangkan tandu itu. Namun tak disangka....
Bum! Terdengar suara benturan dahsyat dan seketika Ciok Giok Yin
terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah. Dia merasa
darahnya bergolak dan matanya berkunang-kunang.
Sedangkan tandu itu tidak bergeming sama sekali. Hati Ciok
Giok Yin tersentak. Tapi justru membuatnya penasaran.
"Sambut lagi sebuah pukulanku!" bentaknya.
Mendadak dia menerjang ke arah tandu sambil melancarkan
pukulan dengan jurus kedua dan ketiga ilmu pukulan Hong Lui
Sam Ciang. Akan tetapi tandu itu tetap tak bergeming. Angin
pukulan yang dilancarkan Ciok Giok Yin sepertinya tenggelam
ke dasar laut. Di saat bersamaan terdengar suara yang amat
dingin dari dalam tandu.
"Ciok Giok Yin, ilmu pukulan Hong Lui Sam Ciangmu masih
rendah sekali!"
Mendadak tandu itu melambung ke atas menimbulkan suara
menderu-deru lalu menerjang ke arah Ciok Giok Yin, bukan
main dahsyatnya.
Ciok Giok Yin terbelalak, 'Kungfu apa itu" Kok bisa membuat
tandu itu melambung ke atas"' tanyanya dalam hati. Sembari
bertanya dalam hati, Ciok Giok Yin pun bergerak cepat
mencelat ke belakang. Namun tandu itu seperti memiliki mata,
terus mengikutinya.
Itu membuat Ciok Giok Yin gugup, sehingga tanpa sadar
mengeluarkan ilmu Hui Keng Pou. Sungguh menakjubkan!
Tampak badannya berkelebat, tahu-tahu telah berhasil
menghindari serangan itu. Tandu itu merosot ke bawah. Di saat
bersamaan mendadak kedua wanita penggotong tandu
menggeram dan segera menerjang ke arah Ciok Giok Yin.
Dalam waktu bersamaan tandu itu melambung ke atas lagi
lalu meluncur ke arah Ciok Giok Yin. Jadi Ciok Giok Yin diserang
dari tiga jurusan.
Bum! Terdengar seperti suara ledakan dahsyat. Badan Ciok Giok Yin
terpental tiga depa lalu roboh di tanah dengan mulut
menyembur darah segar. Kedua wanita penggotong tandu
langsung melesat ke arahnya. Kelihatannya Ciok Giok Yin
akan..., namun mendadak tampak bayangan sebuah benda
kecil meluncur ke tempat itu lalu menancap di tanah. Apakah
benda kecil itu" Ternyata sebuah panji kecil berwarna
merah. Thian Thay Sian Ceng yang duduk di dalam tandu
seketika berseru kaget.
"Pek Hoat Hujin!"
Sedangkan kedua wanita penggotong tandu, begitu
mendengar seruan Thian Thay Sian Ceng, langsung
menghentikan tangannya yang telah dijulurkan ke arah Ciok
Giok Yin, bahkan cepat-cepat melesat pergi. Ciok Giok Yin
bangun perlahan-lahan. Dia melihat wanita anggun berpakaian
mewah, yang pernah beberapa kali menyelamatkannya berdiri
di tempat itu. Sedangkan Thiang Thay Sian Ceng dan kedua
wanita penggotong tandu telah tidak kelihatan. Ciok Giok Yin
menghapus noda darah di bibirnya, kemudian memberi hormat
pada wanita anggun berpakaian mewah.
"Cianpwee telah menyelamatkan diriku lagi."
"Tidak dapat dikatakan menyelamatkanmu, melainkan cuma
kebetulan saja."
"Tapi... aku telah banyak berhutang budi pada cianpwee."
"Jangan disimpan dalam hati. Bagaimana rasamu sekarang?"
"Baik-baik saja."
"Nak, kau harus beristirahat sejenak."
Begitu mendengar wanita anggun berpakaian mewah
memangginya Nak, seketika air mata Ciok Giok Yin meleleh.
Wanita anggun berpakaian mewah tertegun ketika melihat
Ciok Giok Yin menangis.
"Nak, mengapa kau menangis?"
"Cianpwee, aku... amat terharu," sahut Ciok Giok Yin sambil
menyusut air matanya.
"Lho" Mengapa?"
"Sejak aku mengerti, kecuali Tiong Ciu Sin le, tiada orang lain
yang memanggilku...."
Wanita anggun berpakaian mewah maju selangkah, seraya
berkata. "Nak, kelak pasti ada orang memanggilmu demikian, jangan
sedih!" "Apakah cianpwee tahu tentang asal-usulku?"
"Aku tahu sedikit."
"Cianpwee tahu?"
"Ya "
"Bolehkah cianpwee memberitahukan padaku?"
"Tidak boleh."
"Mengapa?"
"Belum waktunya." Berhenti sejenak. "Tapi aku baru
mendengarnya," lanjutnya.
Seketika hati Ciok Giok Yin merasa terang.
"Bolehkah aku bertanya sedikit?"
"Boleh."
"Betulkah aku bermarga Ciok?"
"Margamu bukan Ciok."
"Jadi sebetulnya aku bermarga apa?"
"Aku sudah berjanji pada orang itu, tidak boleh
memberitahukan."
Ciok Giok Yin merasa kecewa sekali.
"Apakah aku punya hubungan dengan Hai Thian Tayhiap-Ciok
Khie Goan?"
"Hubungan yang erat sekali."
"Aku bukan keturunannya?"
"Bukan."
Wanita anggun berpakaian mewah menatapnya.
"Nak, sebelum waktunya, kau jangan banyak bertanya. Sebab
kalau pun tahu, tiada manfaatnya bagimu, bahkan malah akan
mencelakaimu. Namun cepat atau lambat kau akan
mengetahuinya."
Ciok Giok Yin teringat sesuatu, maka segera bertanya.
"Cianpwee, betulkah potongan kain yang kuperoleh itu
menyangkut asal-usulku?"
"Aku dengar, kau pernah pergi mencari Thiang Thong Lojin.
Betulkah?"
"Ya. "
"Dia dapat mengungkap rahasia potongan kain ltu?"
"Masih harus mencari Bu Keng Sui."
"Bu Keng Sui?"
"Ya. Tapi aku tidak tahu harus ke mana mencari Air Tanpa
Akar itu."
Wanita anggun berpakaian mewah itu menyahut.
"Harus perlahan-lahan mencari informasi, tidak usah terburuburu."
Ciok Giok Yin manggut-manggut. Wanita anggun berpakaian
mewah menatapnya sejenak kemudian bertanya.
"Kau mau kemana?"
"Aku mau ke Kuil Siauw Lim Si."
"Ada urusan apa kau ke sana?"
Ciok Giok Yin segera memberitahukan tentang urusan itu.
"Kalau begitu, cepatlah kau ke sana agar tidak terlambat!"
kata wanita itu.
Ciok Giok Yin memberi hormat. Ketika dia baru mau melesat
pergi, mendadak wanita itu berseru.
"Tunggu!"
"Cianpwee ada petunjuk?"
"Kau telah terluka, harus makan obat dulu."
Wanita anggun berpakaian mewah mengeluarkan sebutir pil
lalu diberikan pada Ciok Giok Yin seraya berkata.
"Makan obat ini baru pergi!"
Ciok Giok Yin segera menerima obat itu dengan mata
berkaca-kaca, "Cianpwee sedemikian menyayangiku, selamalamanya
takkan kulupakan," katanya terharu.
"Baik-baiklah menjaga diri!" pesan wanita anggun berpakaian
mewah. Ciok Giok Yin menelan obat tersebut, lalu memandang wanita
anggun berpakaian mewah sejenak. Setelah itu barulah dia
melesat pergi laksana kilat. Wanita anggun berpakaian mewah
memandang punggungnya sambil menghela nafas dan
bergumam. "Kasihan anak itu!"
Badannya bergerak, tahu-tahu sudah melesat pergi ke arah
yang ditempuh Ciok Giok Yin. Sementara Ciok Giok Yin terus
melakukan perjalanan. Ketika hari mulai gelap dia sudah tiba di
gunung Song San. Tanpa membuang waktu, dia terus melesat
ke puncak gunung itu menuju kuil Siauw Lim Si. Sebelum
tengah malam, Ciok Giok Yin sudah tiba di depan pintu kuil
tersebut. Karena waktu sudah amat mendesak, maka dia
langsung menerobos ke dalam. Mendadak muncul empat
hweeshio, masing-masing memegang sebatang toya
menghadang di hadapan Ciok Giok Yin.
"Sicu kecil, ada urusan apa kau ke mari?" bentak salah
seorang dari mereka.
"Aku ingin bertemu ketua kalian," sahut Ciok Giok Yin.
"Urusan apa"
"Mohon Taysu segera melapor!"
"Kini sudah malam, ketua kami sedang berunding sesuatu di
ruang pengawas!"
"Kalau kalian tidak bersedia melapor, aku akan menerjang ke
dalam." Ciok Giok Yin sudah mau menerjang ke dalam, namun
keempat hweeshio itu segera membentak.
"Kau berani?"
"Mengapa tidak?"
Ciok Giok Yin menggunakan ilmu Hui Kong Pou. Dalam
sekejap dia sudah menerobos ke dalam.
"Berhenti!" bentak keempat hweeshio itu.
Mereka langsung menyerang Ciok Giok Yin dengan toya. Akan
tetapi di saat bersamaan mendadak terdengar suara yang
bertenaga di ruang besar.
"Siapa begitu berani membuat kegaduhan di kuil ini?"
Seorang hweeshio tua berjalan ke luar, langsung melancarkan
pukulan ke arah Ciok Giok Yin yang sedang menerjang ke
dalam. Bukan main dahsyatnya pukulan itu. Suaranya
menderu-deru dan penuh mengandung tenaga menerjang ke
arah Ciok Giok Yin. Ciok Giok Yin menggunakan ilmu Hui Kong
Pou untuk menghindar. Dalam waktu bersamaan dia pun
berkata, "Aku harus menemui ketua kalian, sebab ada urusan rahasia
yang harus kusampaikan!"
Hweeshio tua itu menarik kembali serangannya. Kemudian dia
menatap Ciok Giok Yin tajam seraya bertanya,
"Mengapa tidak menunggu?"
"Waktu sudah amat mendesak!"
"Kau omong kosong! Aku tidak bisa membiarkanmu berlaku
semaunya di sini!"
Hweeshio tua itu melangkah maju. Ciok Giok Yin tidak mau
bertarung dengan hweeshio tua itu, maka cepat-cepat
menggunakan ilmu Hui Keng Pou melesat ke dalam melewati
sisi hweeshio itu. Justru di saat bersamaan, mendadak
terdengar suara lonceng, pertanda Siauw Lim Pay akan
menghadapi musuh. Seketika muncul para hweeshio dari
empat penjuru, yang kemudian mengurung Ciok Giok Yin,
bahkan melancarkan serangan. Ciok Giok Yin tetap
menggunakan ilmu Hui Keng Pou untuk menghindar. Terdengar
suara seruan kaget.
"Hah" Hui Keng Pou! Ternyata kau! Cepat bentuk formasi Lo
Han Tin!" Ciok Giok Yin menengok ke arah suara seruan itu. Seketika
dia pun berseru tak tertahan.
"Tay Yap Huisu!"


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak salah! Hutang piutang Kuil Cing Hong Si, sudah
waktunya diselesaikan!"
Saat ini terlihat lagi beberapa sosok bayangan muncul di
ruangan itu. Para hweeshio yang ada di tempat itu segera
menyingkir ke samping, lalu memberi hormat seraya berkata.
"Kami beri hormat pada ketua!"
Tampak seorang hweeshio tua berdiri di situ, sepasang
matanya menyorot tajam menatap Ciok Giok Yin. Tay Yap
Huisu segera membungkukkan badannya memberi hormat
seraya berkata.
"Mohon Ketua turunkan perintah menangkap bocah itu! Dia
adalah Ciok Giok Yin yang telah membunuh para hweeshio Kuil
Cing Hong Si. Lagi pula tadi dia menggunakan ilmu Hui Keng
Pou." Sepasang mata Hian Yun Huisu semakin menyorot tajam,
"Dia menggunakan ilmu Hui Keng Pou?"
"Ya."
Hian Yun Huisu maju dua langkah sambil membentak.
"Sicu Kecil, kau mau bilang apa lagi?"
Legalah hati Ciok Giok Yin, karena Hian Yun Huisu tidak
kurang suatu apa pun.
"Aku melakukan perjalanan siang malam menuju kuil ini cuma
ingin memperlihatkan sesuatu pada Huisu."
Hian Yun Huisu tertegun.
"Sesuatu apa?"
Saat ini dua hweeshio berusia lima puluhan yang berdiri di
kanan kiri Hiang Yun Haisu merapatkan diri dengan ketua
Siauw Lim Pay itu.
Ciok Giok Yin berkata dalam hati. 'Mungkin kedua hweeshio
itu!' Kemudian dia berkata, "Kalau ketua ingin melihat, harus
menyuruh kedua hweeshio itu minggir."
Kedua hweeshio itu langsung membentak.
"Bocah, apa maksudmu?"
"Barang yang akan kuperlihatkan tidak boleh dilihat oleh lebih
dari enam mata."
"Kau punya barang apa, boleh diperlihatkan padaku! Perlu
diketahui, kedua hweeshio ini adalah Hian Ceh dan Hian Hong
adik seperguruanku," kata Hian Yun Haisu.
Diam-diam Ciok Giok Yin berkata dalam hati, 'Dugaanku tidak
meleset.' Ciok Giok Yin berkata serius.
"Kalau ketua tidak menyuruh mereka mundur, jangan harap
bisa melihat barang ini," katanya kemudian dengan sungguhsungguh.
Hian Yun Huisu terheran-heran, lalu mengibaskan tangannya
seraya berkata kepada kedua hweeshio itu.
"Kalian berdua mundurlah!"
Hian Ceh dan Hian Hong segera mundur satu depa lebih. Ciok
Giok Yin segera mengeluarkan kertas itu dari dalam bajunya.
Suasana di tempat itu seketika berubah menjadi hening.
Puluhan pasang mata menatap Ciok Giok Yin dengan penuh
rasa heran. Ciok Giok Yin melempar kertas itu ke arah Hian Yun
Huisu seraya berkata,
"Silakan Ketua melihat pasti mengetahuinya."
Hian Yun Huisu menyambut kertas itu lalu membaca isinya.
Seketika air mukanya berubah hebat, bahkan sepasang alisnya
yang putih itu bergerak turun naik. Di saat bersamaan
mendadak dari luar menerobos ke dalam seorang hweeshio
langsung berkata dengan tergopoh-gopoh.
"Lapor pada Ketua, di bawah gunung muncul dua puluh lebih
anggota perkumpulan Sang Yen Hwee yang berkepandaian
tinggi, kini sudah sampai di.... Belum juga hweeshio itu usai
melapor, mendadak Hian Ceh dan Hian Hong bersiul panjang
kemudian melesat laksana kilat ke arah Hian Yun
Huisu. Kejadian itu membuat para hweeshio menjadi
melongo. Sedangkan Hian Yun Huisu sudah membaca kertas
itu, maka pasti sudah siap-siap dari tadi, dia segera berseru.
"Cepat tangkap Hian Ceh dan Hian Hong!"
Sembari berseru dia berkelit menghindar serangan yang
dilancarkan kedua hweeshio itu. Seketika tampak belasan
hweeshio telah mengurung Hian Ceh dan Hian Hong.
Sedangkan Hian Yun Huisu langsung menyuruh belasan
hweeshio mengikuti Tay Yao Huisu untuk pergi menghadang
para anggota perkumpulan Sang Yen Hwee. Setelah itu Hian
Yun Huisu memegang tangan Ciok Giok Yin seraya berkata,
"Sicu kecil, mari kita keluar melihat-lihat!"
Sementara di luar sudah terdengar suara bentakan, jeritan
dan senjata berkelebat ke sana ke mari. Pertarungan matimatian
berlangsung di situ. Tampak pula dua puluh lebih mayat
tergeletak di tanah yaitu mayat-mayat hweeshio dan anggota
perkumpulan Sang Yen Hwee. Sampai di luar, Hian Yun Huisu
mengundang Ciok Giok Yin ke ruang tamu. Kemudian berkata
dengan penuh rasa haru.
"Sicu kecil jauh-jauh ke mari, aku amat berterima kasih."
"Membasmi golongan iblis, juga adalah bagian dariku," sahut
Ciok Giok Yin sambil memberi hormat.
Saat ini Tay Yap Huisu masuk ke dalam dan merangkapkan
sepasang tangannya di dada sambil berkata kepada Ciok Giok
Yin. "Tempo hari terjadi kesalahpahaman, mohon Sicu Kecil sudi
memaafkanku!"
Ciok Giok Yin segera balas memberi hormat sambil berkata
dengan ramah. "Taysu jangan berkata begitu, kelak aku masih mohon
petunjuk Taysu."
Kini kesalah pahaman diantara mereka telah jernih.
Mendadak tampak Liau Cing Taysu dan Thian It Ceng berjalan
ke dalam. Mereka menatap Ciok Giok Yin dengan tajam.
Terutama sepasang mata Thian It Ceng, penuh mengandung
dendam dan kebencian.
"Ketua, mohon penjelasan mengenai satu hal," kata Ciau Cing
Taysu. "Hal apa?"
Ciok Giok Yin telah menyaksikan sikap kedua hweeshio tua
itu, tentunya bermaksud tidak baik terhadap dirinya.
"Mengenai kitab Ban Siang Po Kip. Sicu Kecil ini tadi
menggunakan ilmu Hui Keng Pou. Bukankah boleh bertanya
padanya?" sahut Liau Cing Taysu.
Hian Yun Huisu mengerutkan kening kemudian bertanya pada
Ciok Giok Yin. "Mengenai ilmu Hui Keng Pou, Sicu Kecil belajar dari mana?"
"Maaf, tentang itu tidak dapat kuberitahukan," sahut Ciok
Giok Yin. Hian Yun Huisu berkata.
"Sicu Kecil, Kuil kami menyimpan sebuah kitab Ban Siang Po
Kip, peninggalkan Tatmo Cousu, namun telah hilang tiga puluh
tahun yang lalu. Harap Sicu Kecil sudi menjelaskannya!"
Air muka Ciok Giok Yin langsung berubah.
"Apakah Ketua mencurigaiku telah mencuri kitab itu?"
"Sicu kecil telah menyelamatkan Kuil Siauw Lim Si. Dalam hal
ini kami amat berterimakasih sekali. Tapi mengenai ilmu Hui
Keng Pou, Sicu Kecil harus menjelaskannya..." sela Thian It
Ceng. "Maksud tujuanku ke mari bukan ingin menaruh budi pada
Kuil Siauw Lim Si, sekarang aku mau mohon diri," kata Ciok
Giok Yin. Dia segera melesat pergi, juga menggunakan ilmu Hui Keng
Pou. Hian Yun Huisu duduk diam di tempat, kelihatannya
memang sengaja membiarkan Liau Cing Taysu dan Thian Ceng
mendesak Ciok Giok Yin tentang kitab tersebut. Liau Cing
Taysu dan Thian It Ceng melesat ke luar kemudian
menghadang di depan Ciok Giok Yin.
"Sicu Kecil, lebih baik dijelaskan agar tidak terjadi kesalah
pahaman lagi." kalau Liau Cing Taysu dengan suara dalam.
"Tidak dapat kuberitahukan," sahut Ciok Giok Yin dingin.
"Sungguhkah kau tidak mau memberitahukan?"
"Sungguh!"
"Kalau begitu kami terpaksa bertindak kasar terhadapmu!"
"Bagaimana!"
"Menangkapmu di sini agar ada orang tampil ke mari!"
Ciok Giok Yin tertawa gelak.
"Siauw Lim Pay amat terkenal, tapi para hwee-shionya justru
tak tahu aturan!"
Mendadak Ciok Giok Yin menggunakan ilmu Hui Keng Pou
lagi. Tampak badannya berkelebat menerobos ke luar, tahutahu
sudah sampai di ruangan depan.
"Kau tidak bisa meloloskan diri!" kata Liau Cing Taysu.
Seketika terdengar lonceng berbunyi kemudian tampak
puluhan hweeshio mengepung Ciok Giok Yin. Akan tetapi ilmu
Hui Keng Pou memang amat luar biasa. Buktinya Ciok Giok Yin
masih berhasil menerobos ke luar dengan menggunakan ilmu
tersebut. Saat ini sudah ada seratus lebih hweeshio Siauw Lim
Si mengepung Ciok Giok Yin, tapi tetap tidak berhasil
menangkapnya. Kalau kejadian ini tersiar keluar, pasti nama
Siauw Lint Pay akan runtuh. Kelihatannya Ciok Giok Yin akan
berhasil menerobos ke luar dari pintu kuil Siauw Lim Si.
Mendadak tampak beberapa sosok bayangan berkelebat
menghadang di hadapannya. Salah seorang dari mereka adalah
hweeshio berusia lanjut. Rambutnya, alisnya dan jenggotnya
semuanya sudah putih, badannya agak kurus. Para hweeshio
yang ada di tempat itu segera memberi hormat seraya berkata,
"Kami memberi hormat pada Sucou Hud!"
Ternyata hweeshio berusia lanjut itu kedudukannya masih
tiga tingkat di atas Hian Yun Huisu, tidak lain adalah It He
Tianglo. Begitu melihat hweeshio berusia lanjut itu Ciok Giok
Yin tertegun. Sebab sepasang mata hweeshio berusia lanjut itu
menyorotkan sinar amat tajam. Itu membuat sekujur badan
Ciok Giok Yin jadi merinding.
"Sicu kecil, aku hweeshio tua sudah lama tidak mencampuri
urusan duniawi. Namun tadi ketua melapor bahwa Sicu Kecil
menggunakan ilmu Hui Keng Pou, itu adalah ilmu yang
tercantum di dalam kitab Ban Siang Po Kip. Kalau Sicu Kecil
memberitahukan, tentunya tiada urusan dengan Sicu Kecil."
"Aku sudah berjanji pada lo cianpwee itu, tidak akan
memberitahukan pada siapa pun, maka mohon Taysu
memaafkanku," sahut Ciok Giok Yin.
"Sicu Kecil tidak mau memberitahukan, terpaksa harus
ditahan di sini," kata It He Tianglo.
"Aku tidak percaya itu," sahut Ciok Giok Yin angkuh.
Ketika Ciok Giok Yin baru mau melesat pergi, sekonyongkonyong
merasa ada tenaga yang amat lembut menerjang ke
arahnya, tepat di tiga jalan darah pada bagian
dadanya. Seketika Ciok Giok Yin tak bisa bergerak, berdiri diam
di tempat. Di saat bersamaan tampak sosok bayangan
berkelebat ke tempat itu. Ternyata adalah Hian Yun Huisu,
ketua Siauw Lim Pay. Dia segera memberi hormat kepada It He
Tianglo seraya berkata.
"Teecu tak berguna, telah merepotkan Sucou."
"Kalian urusi itu!" kata It He Tianglo.
Usai menyahut, hweeshio berusia lanjut itu langsung melesat
pergi. Ciok Giok Yin yang berdiri tak bergerak di tempat menatap
Hian Yun Huisu dengan penuh kebencian. Hian Yun Huisu
memandang Ciok Giok Yin seraya berkata,
"Sicu Kecil harus maklum, kuil kami kehilangan kitab Ban
Siang Po Kip, itu amat memalukan kuil kami. Dalam tiga puluh
tahun ini tiada jejaknya sama sekali. Kini Sicu Kecil
menggunakan ilmu Hui Keng Pou, tentunya kami harus
bertanya jelas, mohon Sicu Kecil jangan gusar!"
"Orang gagah harus menepati janji, aku tidak akan
memberitahukan!" sahut Ciok Giok Yin dingin.
"Kalau begitu Sicu Kecil tetap berkeras tidak mau
mengatakannya?"
"Tidak salah."
"Apa boleh buat kami terpaksa mengurungmu di penjara."
Bukan main terkejutnya Ciok Giok Yin! Kalau dikurung oleh
mereka, bukankah selamanya tidak bisa keluar" Oleh karena
itu dia segera berkata,
"Aku tidak melanggar peraturan Siauw Lim Pay. Aku ke mari
cuma ingin mengabarkan tentang rahasia itu. Seandainya aku
tidak ke mari, apa yang akan terjadi di Kuil Siauw Lim Si ini?"
Hian Yun Huisu tertegun. Beberapa saat kemudian baru
berkata, "Aku memang merasa tidak enak dalam hati, namun itu
terpaksa. Walau Sicu Kecil dikurung di dalam penjara, namun
tetap diperlakukan secara baik, hanya tidak leluasa bergerak."
Kemudian dia berseru, "Di mana Tay Yap Huisu?"
"Ada di sini, menunggu perintah Ketua!" sahut Tay Yap Huisu.
"Bawa sicu kecil ini ke ruang batu yang di belakang gunung!"
kata Hian Yun Taysu.
Tay Yap Huisu mengangguk.
"Ya!"
Hwee-shio tua itu segera mendekati Ciok Giok Yin.
Justru di saat bersamaan, mendadak meluncur sebuah panji
kecil merah, yang kemudian menancap di lantai ruangan itu.
Begitu melihat panji kecil merah itu, para hwee-shio langsung
berseru kaget. "Pek Hoat Hujin!"
Menyusul terdengar suara sahutan yang sebentar dekat
sebentar jauh. "Tidak salah!"
Suara sahutan itu bukan main dinginnya. Hian Yun Huisu
segera berseru lantang,
"Pek Hoat cianpwee berkunjung kemari, mengapa tidak mau
memperlihatkan diri?"
Terdengar suara sahutan yang tetap dingin.
"Mengapa kalian mengurung anak itu?"
Hian Yun Huisu tertegun, kemudian menyahut.
"Karena tiga puluh tahun yang lalu kuil kami kehilangan
sebuah kitab Ban Siang Po Kip! Dari badan sicu kecil ini, kami
memperoleh sedikit jejak...."
Mendadak suara yang amat dingin itu memutuskan perkataan
Hian Yun Huisu.
"Apa hubungannya dengan anak itu?"
"Kami harus menyelidiki dari dirinya!"
"Sekarang aku menghendak kalian melepaskannya!"
"Ini...."
"Tidak ada ini dan itu! Cepat lepaskan dia!"
Hian Yun Huisu tahu jelas bahwa Pek Hoat Hujin amat
terkenal enam puluh tahun lampau, telah menggemparkan


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dunia persilatan masa itu. Kalau dia sudah mencampuri suatu
urusan, apabila tidak dikabulkan mungkin Kuil Siauw Lim Si
akan hancur di tangannya. Akan tetapi bagaimana mungkin
Hian Yun Huisu rela melepaskan Ciok Giok Yin begitu saja"
Karena itu ketua Siauw Lim Pai itu berkata,
"Boleh melepaskannya, asal sicu kecil ini mempunyai alasan
kuat!" "Dia sekarang tidak bisa mengatakannya. Lo Sin berani jamin,
kelak dia pasti akan memberi jawaban yang memuaskan
kalian!" "Sungguh?"
"Perlukah lo sin membohongi kalian tingkatan rendah?"
Mendadak panji kecil merah yang menancap di lantai itu
meluncur ke luar laksana kilat. Para hweeshio yang berada di
situ diam-diam mengucurkan keringat dingin. Kini suasana di
tempat itu berubah menjadi hening sekali. Hian Yun Huisu
mengibaskan lengan jubahnya ke arah Ciok Giok Yin dan
seketika jalan darah Ciok Giok Yin yang tertotok itu menjadi
bebas. Ciok Giok Yin tertawa sedih.
"Suatu hari nanti aku pasti ke mari lagi untuk menjajal
kepandaian Siauw Lim Pay," katanya lalu melesat pergi.
Dia tidak menyangka bahwa kedatangannya di Kuil Siauw Lim
Si yang mengandung tujuan baik akan mendapatkan sambutan
seperti itu. Para hweeshio di kuil itu tidak balas budi, bahkan
ingin menahannya. Kalau Pek Hoat Hujin tidak menolongnya
secara diam-diam, saat ini dia pasti sudah dikurung di dalam
ruangan batu. Ciok Giok Yin tidak habis pikir, mengapa Pek
Hoat Hujin berulang kali menyelamatkannya" Siapa dia"
Apakah punya hubungan dengan Ciok Giok Yin" Kalau ada
hubungan, dari mana hubungan itu" Ciok Giok Yin terus
berpikir, namun tidak menemukan jawabannya.
Di dalam Kuil Siauw Lim Si dia tertotok oleh It He Tianglo. Itu
membuatnya amat gusar, tapi tidak dapat melampiaskannya.
Mendadak terdengar suara siulan yang amat nyaring.
Kemudian tampak lima sosok bayangan melesat ke
hadapannya. Setelah melihat jelas kelima orang itu, keringat
dinginnya mengucur. Ternyata mereka berlima adalah ketua
perkumpulan Sang Yen Hwee, Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai,
Setan Tinggi, Setan Pendek dan Setan Kurus. Kelima orang itu
langsung mengepung Ciok Giok Yin. Siauw Bin Sanjin-Li Mong
Pai tertawa gelak,
"Bocah, sungguh besar nyawamu!"
"Iblis tua, aku tidak akan mengampunimu!" sahut Ciok Giok
Yin dengan sengit.
Ketua perkumpulan Sang Yen Hwee yang memakai kain
penutup muka berkata dengan dingin,
"Bocah, kau dengan kami punya dendam yang amat dalam!
Kau pula yang telah merusak rencana kami! Kalau aku tidak
mengulitimu, hatiku tidak akan merasa puas!"
Kelihatannya ketua perkumpulan Sang Yen Hwee sudah mau
turun tangan, tapi Setan Pendek segera berseru.
"Tunggu, Ketua! Serahkan bocah itu pada kami, sebab kami
bertiga harus menuntut balas dendam saudara kami yang telah
mati itu!"
Usai berkata mereka bertiga segera maju. Ciok Giok Yin tahu
akan kelihayan ketiga orang itu, maka dia cepat-cepat
mengerahkan lwee kangnya. Ketiga orang itu sudah
menyerang, sedangkan Ciok Giok Yin menangkis dengan ilmu
pukulan Hong Lui Sam Ciang. Terdengar suara jeritan.
Ternyata Setan Tinggi telah terpental dua depa lalu roboh di
tanah. Setelah itu terdengar lagi suara jeritan dua kali.
Ternyata Setan Pendek dan Setan Kurus terpental juga. Siau
Bin Sanjin-Li Mong Pai tertawa terkekeh-kekeh kemudian
menerjang ke arah Ciok Giok Yin. Kelihatannya Ciok Giok Yin
akan terserang oleh Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai, tapi
mendadak terdengar suara bentakan mengguntur.
"Kau berani!"
Tampak bayangan meluncur ke tempat ini, kemudian secepat
kilat menyerang Siau Bin Sanjin-Li Mong Pai. Demi
menyelamatkannya nyawanya Siau Bin Sanjin-Li Pai terpaksa
melepaskan Ciok Giok Yin lalu cepat-cepat berkelit. Setelah
melihat siapa yang baru muncul itu dia berseru tak tertahan.
"Bu Tok Sianseng!"
"Tidak salah!"
Ketua perkumpulan Sang Yen Hwee maju dua langkah sambil
membentak sengit.
"Bu Tok Sianseng, kau selalu menentang kami, sebetulnya
apa maksudmu?"
"Tidak bermaksud apa-apa dan juga tidak berniat menguasai
dunia persilatan, hanya saja aku tidak senang akan perbuatan
kalian!" Usai berkata Bu Tok Sianeng mendekati Ciok Giok Yin sambil
melirik ke arah tiga setan yang sedang duduk bersemedi
mengobati luka masing-masing. Ketua perkumpulan Sang Yen
Hwee mendengus dingin.
"Hmm! Bu Tok Sianseng, hari ini kau harus meninggalkan
kitab Cu Cian itu di sini!"
"Bukan kitab Cu Cian, melainkan nyawa kalian!"
Ketua perkumpulan Sang Yen Hwee maju selangkah seraya
membentak. "Kalau begitu, cobalah!"
Dia langsung menyerang dan dalam sekejap sudah
melancarkan tiga pukulan. Bu Tok Sianseng berkelit, setelah itu
berkata dingin.
"Ketua Sang Yen Hwee, kalau kau masih berani melancarkan
pukulan lagi, nyawamu pasti melayang!"
Ketua perkumpulan Sang Yen Hwee tersentak, lalu segera
berdiri diam di tempat. Karena dia tahu jelas bahwa Bu Tok
Sianseng ahli dalam hal racun, jangan-jangan dirinya telah
terkena racunnya. Oleh karena itu dia membentak dingin.
"Kau melakukan serangan gelap, apakah terhitung orang
gagah?" "Terhadap kalian, apa salahnya aku melakukan serangan
gelap?" sahut Bu Tok Sianseng.
"Kau...."
"Bagaimana?"
Ketua perkumpulan Sang Yen Hwee membentak gusar.
"Jadi kau sudah meracuni kami?"
"Tidak salah!" Bu Tok Sianseng tertawa dingin. "Kalau kau
tidak percaya silakan melancarkan tiga pukulan lagi!"
lanjutnya. "Sesungguhnya kau mau apa?" tanya Sian Bin Sanjin-Li Mong
Pai. "Aku ingin bertanya pada kalian dulu!" sahut Bu Tok
Sianseng. Ketua perkumpulan Sang Yen Hwee mengerutkan kening.
"Bertanya apa?"
"Kalian ingin hidup atau ingin mati?"
"Bagaimana kalau ingin hidup dan bagaimana ingin mati?"
"Kalau kalian ingin hidup harus segera enyah!"
"Kalau begitu...."
Ketua perkumpulan Sang Yen Hwee ingin bertanya,
sebetulnya meraka terkena racun apa dan apa obat
penawarnya. Namun pertanyaan tersebut ditelannya kembali,
tidak jadi dilontarkannya. Bu Tok Sianseng sudah tahu apa
yang ingin ditanyakan ketua perkumpulan Sang Yen Hwee
maka segera berkata seraya tertawa dingin.
"Aku pasti akan memberikan kalian obat penawar!"
"Cepat berikan!"
Bu Tok Sianseng tertawa dingin lagi.
"Kau kira setelah makan obat penawar, akan dapat
mengambil tindakan" He he! Kuberitahukan, sampai satu jam,
kalian tidak boleh mengerahkan lwee kang!"
Bu Tok Sianseng merogoh ke dalam bajunya, mengeluarkan
dua bungkus obat. Kemudian dilemparkannya obat itu ke arah
mereka berdua seraya berkata, "Satu orang satu bungkus!
Ketiga Setan itu telah terluka, maka mereka bertiga tidak
menghisap racun itu!" Dia membalikkan badannya sambil
menarik Ciok Giok Yin. "Mari kita pergi!" a
Pukulan Naga Sakti 26 Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung Istana Pulau Es 19
^