Seruling Perak Sepasang Walet 7

Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung Bagian 7


suki goa ini mencari seorang kakak, sama sekali
tidak berniat jahat! Kalau Anda melihat kakakku, mohon beri
petunjuk! Kalau tidak, aku pun bukan orang yang takut
urusan!" Seusai Ciok Giok Yin berseru lantang, terdengar pula suara
dengusan dingin.
"Hmmm!"
Hati Ciok Giok Yin tersentak. Kini dia bertambah yakin bahwa
di dalam goa ini ada orang lain, yang berniat tidak
baik. Sementara asap putih beracun itu semakin tebal,
sehingga Ciok Giok Yin tidak dapat melihat jalan di dalam goa
itu. Walau mata Ciok Giok Yin amat tajam, namun tetap tidak
bisa menembus asap putih beracun itu, kecuali dia telah
mencapai tingkat Thian Gan Thong (Mata Tembus
Langit). Mendadak dia mendengar suara dengusan dingin di
sampingnya. Karena itu dia bergerak cepat membalikkan
badannya. Dilihatnya sesosok bayangan hijau, mencelat ke
belakang. Ciok Giok Yin tidak berlaku ayal lagi, langsung
bergerak cepat menyambar ke depan. Dia tidak melihat jelas
wajah orang itu. Namun dalam hatinya yakin bahwa orang itu
adalah Tong Wen Wen. Maka dia langsung berseru.
"Kakak Wen, aku telah bersalah padamu...!" Terdengar suara
sahutan lemah, "Cepat papah aku... meninggalkan goa ini!"
Suara itu membuat Ciok Giok Yin merasa ada sesuatu gelagat
tidak baik. Maka, dia langsung menegasi orang tersebut.
"Hah" Kau?" serunya kaget.
Ternyata gadis berbaju biru yang tempo hari ditolongnya
ketika dikeroyok oleh enam orang tosu Gobi Pay, namun malah
menimbulkan kerepotan bagi dirinya. Ciok Giok Yin merasa
serba salah, harus memapahnya ke luar ataukah.... Namun
nafas gadis itu tampak memburu, pertanda menderita luka
dalam yang amat parah. Ciok Giok Yin berdiri termangumangu.
Gadis baju hijau itu, kelihatannya seperti tahu akan
apa yang sedang dipikirkan Ciok Giok Yin.
"Memang aku. Kita tidak leluasa berbicara di tempat ini.
Cepat papah aku ke luar! Di sana kita berbicara," katanya
dengan lemah. Dia berhenti sejenak, kemudian melanjutkan, "Kau tidak takut
asap putih beracun?"
"Ya."
"Bagus! Aku sudah menelan obat penawar racun, maka bisa
bertahan sesaat. Mari kita cepat pergi!"
Ciok Giok Yin melihat gadis itu amat gugup dan panik, maka
segera memapahnya ke luar. Akan tetapi gadis itu kelihatan
sudah tidak kuat berjalan.
"Aku... aku... sudah... tidak... tahan...," katanya tersendatsenndat.
"Lalu bagaimana?"
"Mumpung... aku... aku masih punya nafas, aku... akan
memberi... petunjuk agar kau... bisa keluar..... Kalau tidak...
seumur hidup... kau... tidak... akan... bisa... keluar...."
Hati Ciok Giok Yin tergetar. Kemudian tanpa peduli lagi
tentang tata krama antara lelaki dengan wanita, dia langsung
memeluk gadis itu erat-erat. Gadis itu terharu.
"Cepat membelok kiri..." katanya.
Ciok Giok Yin cepat-cepat membelok ke kiri, mengikuti
petunjuk gadis itu. Akan tetapi baru berjalan beberapa
langkah, mendadak terdengar suara yang amat memekakkan
telinga. Blam! Ternyata sebuah pintu besi telah menghalangi mereka
berdua. Bukan main terkejutnya gadis itu! Dia cepat-cepat menarik
nafas dalam-dalam lalu berkata, "Cepat ambil jalan tengah...."
Ciok Giok Yin bergerak cepat menerjang ke tengah. Namun
jalan itu amat sempit, maka dia terpaksa menggendong gadis
itu. Setelah berjalan kira-kira dua tiga depa, mendadak
terdengar lagi suara yang sama.
Blam! Sebuah pintu besi menutupi jalan itu. Ciok Giok Yin yang
menggendong gadis itu, merasakan jantung gadis itu berdetak
lebih cepat, pertanda gadis itu amat tegang.
"Aku ketakutan setengah mati. Kalau terlambat, kita berdua
pasti tertutup di dalam," kata gadis itu perlahan. Gadis itu
mulai memberi petunjuk pada Ciok Giok Yin, harus menikung di
mana dan membelok ke mana. Namun nafas gadis itu semakin
lemah, dan sudah barang itu suaranya juga menjadi lemah.
Maka Ciok Giok Yin harus menempelkan telinganya ke bibir
gadis itu. Berselang sesaat, asap putih beracun itu mulai
menipis. Di saat bersamaan, tampak sesosok bayangan duduk
di hadapan mereka.
Setelah mendekati bayangan itu, Ciok Giok Yin berseru tak
tertahan. "Thian It Ceng!"
Hweshio Siauw Lim Si itu duduk bersila tak bergerak,
kelihatan seperti sebuah patung. Ciok Giok Yin merasa serba
salah. Sebab dia sedang menggendong gadis itu, yang dalam
keadaan luka parah, sudah pasti tidak dapat menolong hweshio
tua itu. Ciok Giok Yin berpikir keras, akhirnya dia mengambil
keputusan, setelah membawa gadis itu ke luar, barulah
kembali ke sana untuk menolong hweshio tua tersebut. Oleh
karena itu, dia mempercepat langkahnya. Setelah menikung
beberapa kali, terlihat seorang tosu tua duduk di depan,
sedang menghimpun hawa murninya untuk menolak
racun. Tosu tua itu adalah Hwa Yang Totiang. Ciok Giok Yin
tidak habis pikir, mengapa kedua orang itu terkurung di dalam
goa tersebut" Ketika itu dia pun teringat akan dirinya sendiri,
kalau tidak makan buah Toan Teng Ko, tentu dirinya juga akan
sama seperti mereka.
Maka Ciok Giok Yin mempercepat langkahnya lagi, agar bisa
segera meninggalkan goa itu. Tiba-tiba gadis berbaju hijau itu
menarik nafas panjang, seperti balon yang
dikempiskan. Terdengar suara nafasnya yang amat lemah. Hati
Ciok Giok Yin tersentak dan kemudian dia membatin.
'Sebetulnya siapa gadis ini" Bagaimana dia bisa bergabung
dengan perkumpulan Sang Yen Hwee" Apakah dia adalah istri
Bun It Coan" Kalau benar dia, aku akan mencincangnya untuk
menuntut balas dendam saudara angkatku!'
Namun kemudian dia berpikir lagi, tidak masuk akal
dugaannya itu. Sebab wajah gadis itu sangat anggun, tidak
seperti wanita jalang.
Mendadak Ciok Giok Yin teringat akan sesuatu. "Apakah dia
adalah Hui Hui?"
Kini Ciok Giok Yin yakin bahwa gadis berbaju hijau itu adalah
Hui Hui. Akan tetapi itu pun tidak masuk akal. Sebab kalau
benar gadis berbaju hijau itu adalah Hui Hui, bagaimana dia ke
tempat ini" Ini adalah Goa Sesat, mengapa dia ke mari" Ciok
Giok Yin terus berpikir, tapi sama sekali tidak menemukan
jawabannya. Kecuali gadis berbaju hijau ini siuman, barulah
bisa mengungkap teka teki ini. Karena itu, Ciok Giok Yin segera
melesat ke luar.
Kini mereka sudah berada di luar Goa Sesat. Ciok Giok Yin
menundukkan kepala memandang gadis itu. Tampak sepasang
matanya tertutup rapat, wajah agak kehijau-hijuan, pertanda
dia menderita luka dalam yang amat parah. Ketika Ciok Giok
Yin mau membawa gadis berbaju hijau itu ke suatu tempat sepi
untuk mengobatinya, mendadak terdengar suara tawa dingin di
belakangnya. Ciok Giok Yin menolehkan kepalanya ke
belakang. Ternyata Bu Lim Sam Siu telah berdiri di
belakangnya. Kemudian tiga orang itu mengepungnya dan
salah seorang dari mereka berkata, "Tak disangka kita akan
bertemu di sini!"
Sepasang mata Ciok Giok Yin langsung merah membara dan
dia membentak sengit.
"Ternyata kalian bertiga! Aku akan mengadu nyawa dengan
kalian!" Namun dia masih menggendong gadis berbaju hijau itu,
membuatnya tidak bisa turun tangan menyerang Bu Lim Sam
Siu. Karena itu, dia segera menaruh gadis itu ke bawah. Ternyata
dia teringat akan pesan Tiong Ciu Sin Ie. 'Terhadap seseorang
yang terluka parah, baik dia wanita maupun lelaki, musuh atau
kawan dan dalam situasi apa pun, kau harus bertanggung
jawab sebagai seorang tabib! Mengobatinya sekaligus
melindunginya agar dia bisa lekas pulih!' Namun keadaan saat
ini amat mendesak, mau tidak mau Ciok Giok Yin harus
menaruh gadis itu ke bawah.
Sementara Bu Lim Sam Siu tertawa licik. Kemudian dengan
mata menyorot bengis mereka bertiga melangkah
maju. Mendadak Sangkoan Yun San tertawa dingin dan
kemudian berkata sepatah demi sepatah,
"Bocah, kalau saat ini kau mampus, justru tidak akan
kesepian lho!"
Menyusul Cu Cing Khuang dan Kwee Sih Cun juga tertawa
dingin. "He he he he...!"
Sungguh menyeramkan suara tawa mereka bertiga! Siapa
yang mendengar suara tawa itu pasti akan merinding. Ciok
Giok Yin tahu, kalau tiada gadis berbaju hijau itu, dia seorang
diri menghadapi Bu Lim Sam Siu, walau tidak bisa menang,
namun juga tidak akan kalah. Akan tetapi kini dia justru ada
halangan, sebab dia harus melindungi gadis
tersebut. Sedangkan Bu Lim Sam Siu amat membenci Ciok
Giok Yin. Itu dikarenakan mereka bertiga memperoleh peta Si
Kauw Hap Liok Tou palsu di Goa Toan Teng Tong. Kemudian
mereka bertiga mendengar khabar tentang kemuncuan Ciok
Giok Yin di dunia persilatan, maka segera menerima seorang
murid wanita yang cantik manis, untuk memikat Ciok Giok Yin
agar bisa mencuri peta tersebut.
Namun tak disangka, begitu bertemu Ciok Giok Yin, murid
wanita mereka yang bernama Ceng Siauw Yun itu, malah
tertarik hatinya. Seandainya Ciok Giok Yin merupakan pemuda
yang buruk rupa, pasti mereka bertiga akan memperoleh peta
tersebut dengan gampang sekali. Cen Siauw Yun memang
berhasil mencuri peta itu, namun gadis itu justru menyuruh
Ciok Giok Yin pergi ke Goa Cian Hud Tong duluan, untuk
mengambil benda pusaka di dalam goa tersebut. Ternyata tidak
mengecewakan gadis itu, sebab akhirnya Ciok Giok Yin
memperoleh benda pusaka yang dimaksud.
Tentunya membuat Bu Lim Sam Siu amat gusar, maka
mereka bertiga memusnahkan ilmu silat Cen Siauw
Yun. Untung setelah itu Cen Siauw Yun menemukan sesuatu.
Tentang itu akan diceritakan nanti. Saking bencinya Bu Lim
Sam Siu terhadap Ciok Giok Yin, maka ketika melihatnya,
mereka bertiga berniat membunuhnya. Karena itu, seusai
tertawa dingin, mereka bertiga langsung menyerang Ciok Giok
Yin secara serentak. Ciok Giok Yin tidak menangkis, melainkan
berkelit. Namun di saat Ciok Giok Yin berkelit, Sangkoan Yun
San justru mendekati gadis berbaju hijau yang masih dalam
keadaan pingsan. Ternyata Sangkoan Yun San ingin turun
tangan jahat terhadap gadis tersebut.
Bukan main gusarnya Ciok Giok Yin! Dia menggeram sambil
menerjang ke arah Sangkoan Yun San. Terkesiap hati
Sangkoan Yun San. Apabila dia turun tangan jahat terhadap
gadis itu, nyawanya pun pasti melayang di tangan Ciok Giok
Yin. Oleh karena itu, dia terpaksa berkelit ke samping.
Sedangkan Ciok Giok Yin cepat-cepat menyambar gadis baju
hijau itu. Kini dia tidak berani melepaskan gadis itu lagi, tapi
justru membuatnya tidak leluasa bergerak. Menyaksikan itu, Bu
Lim Sam Siu tertawa terkekeh, lalu mendadak melakukan
serangan serentak lagi ke arah Ciok Giok Yin dari tiga arah.
Kali ini Ciok Giok Yin betul-betul tidak bisa berkelit. Dalam
keadaan kritis itu, tiba-tiba Ciok Giok Yin mencelat ke atas
setinggi dua depa. Tiga rangkum angin pukulan yang amat
dahsyat itu, melewati di bawah kaki Ciok Giok Yin. Ciok Giok
Yin tidak bisa berhenti di udara, sebab badannya sudah mulai
merosot. Bu Lim Sam Siu tidak menyia-nyiakan kesempatan
itu. Mereka langsung melancarkan pukulan lagi ke
arahnya. Ciok Giok Yin betul-betul dalam keadaan bahaya,
sebab dia tidak bisa berkelit mau pun menangkis, lantaran
menggendong gadis baju hijau. Kelihatannya Ciok Giok Yin
akan.... Mendadak terdengar suara siulan panjang yang amat
nyaring, bergema menembus angkasa.
Menyusul tampak sesosok bayangan kuning berkelebat
laksana kilat ke tempat itu, sekaligus menangkis pukulan yang
dilancarkan Bu Lim Sam Siu sambil membentak.
"Kalian sungguh tak tahu malu, tiga lawan satu! Ayo, cepat
enyah!" Orang yang baru muncul itu memakai kain penutup muka.
Seusai membentak, dia melancarkan pukulan ke arah Bu Lim
Sam Siu, bukan main dahsyatnya! Seketika terdengar suara
jeritan Bu Lim Sam Siu, lalu kabur terbirit-birit tanpa menoleh
lagi. Sedangkan Ciok Giok Yin sudah melayang turun. Karena
agak jauh, maka tidak melihat orang itu melancarkan pukulan
apa. Yang jelas pukulan itu membuat Bu Lim Sam Siu terluka
dan kabur lintang pukang tidak karuan. Orang berbaju kuning
memakai kain penutup muka itu menatap Ciok Giok Yin dengan
tajam. Ciok Giok Yin tidak tahu siapa orang itu. Kemudian
orang itu pun menatap gadis berbaju hijau dengan dingin.
"Siapa gadis ini?" katanya.
Ciok Giok Yin tertegun. Sebab dia memang tidak tahu siapa
gadis tersebut. Walau berikut kali ini dia sudah dua kali
menyelamatkannya, namun belum tahu namanya. Sesaat
kemudian dia baru menjawab,
"Aku masih belum tahu namanya," Dia menatap orang itu.
"Terima kasih atas pertolonganmu."
"Siapa kau?" tanya orang berbaju kuning dan memakai kain
pemutup muka itu.
"Ciok Giok Yin."
Mendadak sepasang mata orang itu menyorot tajam sekali,
membuat Ciok Giok Yin merinding dan tanpa terasa mundur
dua langkah. Namun berselang sesaat, sikap orang itu kembali
seperti semula. Hening sejenak. Kemudian orang berbaju
kuning dan memakai kain penutup muka itu bertanya lagi,
"Siapa suhumu?"
"Suhuku adalah Sang Ting It Koay."
"Sang Ting It Koay?"
"Ng" Orang itu tertawa terkekeh-kekeh. Suara tawanya amat
menusuk telinga. Terbelalak Ciok Giok Yin.


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mengapa Anda tertawa" Apa yang lucu?" katanya.
Orang berbaju kuning dan memakai kain penutup muka itu
berhenti tertawa lalu berkata dengan perlahan-lahan.
"Aku memang pernah bertemu dengan suhumu. Tahukah kau
bahwa karena kau murid Sang Ting It Koay, maka sulit bagimu
menaruh kaki di dunia persilatan, baik golongan putih maupun
golongan hitam?"
"Maksudmu?"
"Perlahan-lahan kau akan mengetahuinya."
"Aku minta penjelasan!"
Ternyata Ciok Giok Yin mulai gusar. Namun orang-orang itu
bersikap seperti biasa.
"Tidak perlu kujelaskan. Aku tahu kau melatih ilmu pukulan
Soang Hong Ciang. Pukulan itu bisa menakuti kaum rimba
persilatan lain, namun terhadapku...."
Perkataan orang itu berhenti mendadak, lalu sepasang
matanya menyorot tajam, menatap wajah Ciok Giok Yin dan
gadis baju hijau silih berganti. Karena wajahnya tertutup
dengan kain, maka tidak tampak bagaimana air
mukanya. Perkataan orang itu bernada menghina Sang Ting It
Koay, maka membuat Ciok Giok Yin menjadi gusar. Dia
menatap orang itu sambil membentak sengit.
"Bagaimana terhadapmu?"
Orang itu menyahut dingin,
"Kelak kau akan mengetahuinya."
"Siapa kau?"
"Kelak kau pun tidak akan jelas."
"Bolehkah aku tahu nama perguruanmu?"
"Itu tidak perlu, tapi...."
Orang itu menghentikan ucapannya. Tapi ketika Ciok Giok Yin
baru mau bertanya, dia sudah berkata lagi.
"Adik Kecil, kalau kau sudah merasa tiada tempat di dunia
persilatan untukmu, maka kau boleh mencariku, aku pasti
berupaya mencarikanmu jalan yang terbaik."
"Kalau begitu, di mana tempat tinggal Anda?"
"Tidak dapat kuberitahukan."
Ciok Giok Yin mengerutkan kening.
"Kalau begitu bagaimana cara aku mencarimu?"
"Kau tidak perlu mencemaskan itu. Apabila sudah waktunya,
aku pasti akan mencarimu."
Usai berkata, orang itu menatap Ciok Giok Yin dan gadis
berbaju hijau lagi, lalu melesat pergi. Ciok Giok Yin terkesima
menyaksikan ginkang orang itu, sebab amat tinggi sekali. Ciok
Giok Yin tidak memikirkan orang itu. Dia menundukkan kepala
melihat gadis berbaju hijau. Ternyata nafas gadis itu semakin
lemah. Karena itu, Ciok Giok Yin cepat-cepat menggendongnya ke
bawah sebuah pohon besar. Sungguh di luar dugaan, di
samping pohon besar itu terdapat sebuah goa. Bukan main
girangnya Ciok Giok Yin! Dia langsung membawa gadis berbaju
hijau ke dalam goa. Sampai di dalam goa, dibaringkannya
gadis itu, kemudian dia mengambil sebutir pil Giok Jun dan
langsung dimasukkan ke dalam mulut gadis itu. Berselang
beberapa saat, wajah gadis itu mulai tampak kemerahmerahan
dan nafasnya pun tidak begitu lemah lagi.
Ketika Ciok Giok Yin duduk di samping gadis itu mendadak
tampak sesosok bayangan melesat ke dalam goa. Ciok Giok Yin
langsung meloncat ke hadapan gadis baju hijau.
Jilid 11 Setelah berada di hadapan gadis baju hijau, barulah Ciok Giok
Yin memandang ke depan. Ternyata yang melesat ke dalam
goa itu adalah seorang nenek tua. Dia berdiri sambil menatap
gadis baju hijau dengan mata berbinar-binar. Akan tetapi
nenek tua itu tidak memperdulikan keberadaan Ciok Giok Yin,
seakan tidak melihatnya. Berselang sesaat, nenek tua
melangkah maju. Ciok Giok Yin tidak tahu siapa nenek itu. Dia
langsung menghadang di depannya seraya membentak.
"Berhenti!"
Namun nenek tua itu seperti tidak mendengar, tetap
melangkah maju. Ciok Giok Yin melotot.
"Kalau kau masih maju, jangan menyalahkanku kalau aku
berlaku tidak sungkan padamu!" bentaknya lagi.
Nenek tua itu mendengus, kemudian bertanya.
"Siapa dia?"
"Mau apa kau bertanya?"
"Aku cuma ingin tahu!"
"Kau tidak perlu tahu!"
"Kau tidak mau memberitahukan?"
"Tepat dugaanmu!"
"Kalau begitu, tentunya aku boleh bertanya padamu!"
Sepasang mata nenek tua menyorot tajam. Ketika dia mau
melangkah maju lagi, bukan main gugupnya Ciok Giok Yin. Dia
langsung menyerangnya dengan totokan, ke arah jalan darah
Sian Kie Hiat, Hwa Kay Hiat dan Ling Sim Hiat nenek
tua. Apabila nenek tua tidak cepat-cepat mencelat ke belakang
pasti tertotok. Karena itu, si nenek tua terpaksa meloncat ke
belakang. Setelah itu, dia tertawa terkekeh-kekeh. Justru
sungguh mengherankan, suara tawa si nenek tua amat sedap
di dengar, mirip suara tawa seorang gadis berusia tujuh belas,
lagi pula tampak dua deret giginya yang amat putih
bersih. Akan tetapi wajahnya sudah keriput, membuat orang
merasa muak menyaksikannya. Ciok Giok Yin tertegun.
"Mengapa kau tertawa?" tanyanya.
Si Nenek tua berhenti tertawa, lalu menyahut.
"Hubungan kalian berdua tentu sudah akrab sekali."
Ciok Giok Yin mengerutkan kening.
"Omong kosong!"
"Nyatanya memang begitu!"
"Mana buktinya" Harap dijelaskan!"
Si Nenek tua menyahut dengan wajah tak berperasaan.
"Sederhana sekali! Kalau hubungan kalian tidak akrab,
bagaimana mungkin kau mati-matian membela dan
melindunginya?"
"Itu karena dia terluka?" kata Ciok Giok Yin dengan sengit.
"Dia terluka apa?"
Ciok Giok Yin tertegun. Gadis baju hijau memang terluka di
dalam Goa Sesat, namun siapa yang melukainya, Ciok Giok Yin
sama sekali tidak tahu. Karena itu, dia menyahut dengan
tersendat-sendat. "Ini... ini...."
"Bagaimana" Cepat katakan!"
Ciok Giok Yin melototi nenek tua, kemudian menyahut,.
"Tanpa sengaja aku bertemu dia di Goa Sesat! Aku merasa
heran ketika melihat dia masuk ke dalam goa itu, maka
kemudian aku menyusul masuk! Tak kusangka aku
menemukan nona ini di dalam goa dalam keadaan terluka!"
"Begitu sederhana?"
"Memang begitu!"
"Setahuku, Goa Sesat itu tidak sedemikian sederhana!
Sayang sekali aku belum menyelidikinya, sebetulnya siapa
yang membuat Goa Sesat itu!"
"Apakah di dalam Goa Sesat itu terdapat suatu racun jahat?"
"Sulit dikatakan! Kau sudah masuk ke dalam, sudah pasti
jelas mengenai keadaan di dalamnya!"
"Tidak salah, aku memang sudah masuk ke dalam!"
"Bagaimana keadaan di dalam Goa Sesat itu?"
Ciok Giok Yin melihat si nenek tua tidak berniat jahat, maka
segera menutur tentang apa yang dialaminya di dalam goa
tersebut, kemudian menambahkan.
"Ketika aku ke luar, di dalam goa itu masih ada Thian It Ceng
dan seorang tosu tua."
"Mereka berdua sudah keluar!"
"Sudah keluar?"
"Tidak salah!"
"Kau yang menyelamatkan mereka berdua?"
"Bukan aku."
"Siapa?"
"Aku tidak melihatnya."
Usai berkata, nenek tua itu duduk bersila. Ciok Giok Yin
berharap dia cepat-cepat pergi, agar tidak banyak bertanya ini
dan itu. Tidak tahunya si nenek tua malah duduk di situ,
kelihatannya tidak ingin cepat-cepat pergi. Nenek tua diam,
maka Ciok Giok Yin memandang gadis baju hijau. Wajah gadis
itu sudah seperti biasa, begitu pula nafasnya dan kelihatan
tidur pulas. Nenek tua menatap gadis baju hijau sambil
bergumam perlahan-lahan.
"Sungguh cantik gadis ini!" Dia manggut-manggut. "Gadis
yang sedemikian cantik, siapa yang tidak menyukainya?"
Nenek tua itu melanjutkan lagi. "Aku nenek tua pun amat
gembira melihatnya."
Tiba-tiba nenek tua itu menghela nafas panjang sambil
menggeleng-geleng kepala dan berkata.
"Namun sayang sekali, sepasang mata gadis ini tidak bisa
melihat lebih jauh. Kalau tidak dapat melihat jelas lelaki, kelak
pasti menderita. Contohnya diriku."
Ciok Giok Yin yang berada di sampingnya nyaris tertawa geli
mendengarnya. Hatinya tergerak dan membatin, 'Mungkinkah
ketika masih muda, nenek tua ini salah memilih lelaki sehingga
saat ini bergumam demikian"' Karena itu, Ciok Giok Yin merasa
simpati padanya dan tanpa sadar berkata dengan suara
rendah. "Apakah lo cianpwee menderita dalam hal perjodohan?"
Nenek tua itu mengangguk.
"Tidak salah."
"Kini lo cianpwee sudah tua, mengapa tidak hidup tenang di
rumah, malah berkeliaran di dunia persilatan?"
"Tentunya aku punya alasan."
"Alasan apa?"
"Mencari orang."
"Lo cianpwee mencari siapa?"
"Hu Sim Jin (Orang Yang Tak Setia)."
"Hu Sim Jin?"
"Tidak salah."
"Siapa dia?"
"Dia adalah orang yang kuanggap sebagai jantung hatiku."
Ciok Giok Yin tertawa dalam hati, sebab si nenek tua
kelihatan sudah berusia di atas tujuh puluh, namun masih
berkeliaran di dunia persilatan mencari kakek tua.
"Lo cianpwee sudah menderita lantaran perjodohan, mengapa
masih tidak bisa melupakan Hu Sim Jin" Bukankah akan
membuat lo cianpwee bertambah menderita?"
Nenek tua itu melototinya.
"Hm! Sungguh sederhana omonganmu!"
"Apakah aku salah omong?"
"Tentu tidak benar."
"Maaf, lo cianpwee, aku tidak pahan akan maksud lo
cianpwee."
Nenek tua melototinya lagi, kemudian menyahut.
"Kalian orang muda, semuanya ingin mencari yang cantik
jelita, agar bisa tetap bersama. Apakah kami orang yang sudah
tua harus terus hidup merana?"
Mendengar itu, Ciok Giok Yin sudah tak tertahan, langsung
tertawa gelak. "Ha ha ha...!"
Sepasang maata nenek tua itu mendelik.
"Kau tertawa apa?" bentaknya guar.
Ciok Giok Yin berhenti tertawa, lalu menyahut, "Menurutku,
lebih baik lo cianpwee tidak usah pergi mencarinya."
"Mengapa?"
"Dia meninggalkanmu, pertanda dia sengaja menjauhimu,
jadi tidak usah...."
"Tapi, aku justru terus-menerus mengikuti di belakangnya,"
sergah nenek tua.
"Kalau begitu, mengapa lo cianpwee tidak menghentikannya?"
"Suatu hari nanti, aku pasti mematahkan sepasang kakinya!"
Ciok Giok Yin terbelalak.
"Hah" Lo cianpwee begitu sadis terhadapnya?"
"Tentu! Tapi hingga saat ini aku belum melihatnya melakukan
suatu kejahatan, maka aku diam saja."
"Apakah orang itu adalah iblis seks?" tanya Ciok Giok Yin.
Nenek tua itu melotot lalu membentak keras.
"Tidak boleh memfitnahnya sembarangan! Namun... memang
ada beberapa gadis amat menyukainya, bahkan terus-menerus
mencarinya!"
Ciok Giok Yin terperangah matanya terbeliak.
"Beberapa gadis?"
"Apakah aku membohongimu?"
"Kalau begitu, berapa usia Hu Sim Jin itu?"
Nenek tua tertegun, lalu mendadak bangkit berdiri sambil
menyahut dengan dingin sekali.
"Sudah pasti usianya tidak begitu besar, maka begitu banyak
gadis berusia tujuh belasan jatuh cinta padanya! Bukankah
pertanyaanmu itu agak berlebihan?"
Semula Ciok Giok Yin melongo, namun ketika tertawa
terbahak-bahak.
"Ha ha ha! Kalau begitu, bukankah usia lo cianpwee terpaut
jauh dengan orang itu" lalu bagaimana saling memanggil?"
"Dasar kentut bau! Bagaimana kau tahu berapa usiaku?"
bentak nenek tua.
Ciok Giok Yin menggeleng-gelengkan kepala, lalu berkata
dalam hati, 'Saking memikirkan lelaki, nenek tua ini jadi pikun'
Dia diam, setelah itu memandang gadis berbaju
hijau. Mendadak nenek tua itu bergumam,
"Hu Sim Jin, setelah kau berhasil mempelajari ilmu silat
tinggi, jangan lupa akan gadis di dalam Goa Toan Teng Tong
itu! Aku sudah tidak mau...."
Air matanya bercucuran, suaranya juga berubah terisak-isak.
Usai bergumam, dia langsung melesat pergi. Begitu
mendengar Goa Toan Teng Tong, hati Ciok Giok Yin tergerak.
'Apakah nenek tua itu adalah ibunya kakak Siu"'
Setelah berpikir demikian, dia pun melesat ke luar seraya
berseru, "Lo cianpwee, harap tunggu sebentar!"
Akan tetapi, Nenek tua itu sudah tidak kelihatan. Ciok Giok Yin
terus berseru hingga tenggorokannya terasa kering, namun
tetap tiada sahutan.
"Lo cianpwee! Harap tunggu! Lo cianpwee...!" Tetap tiada
sahutan. Akhirnya Ciok Giok Yin kembali ke dalam goa. Namun tak
disangka di dalam goa itu telah kosong, tidak tampak
bayangan gadis baju hijau. Bukan main terkejutnya Ciok Giok


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yin. Dia segera melesat ke luar dan mencari ke mana-mana,
tapi sama sekali tidak menemukan jejak gadis itu. Dia
membanting kaki seraya menghela nafas panjang dan
bergumam. "Lukanya belum pulih, apakah...."
Mendadak terdengar suara yang amat dingin.
"Temanmu itu, dibawa pergi oleh seorang nona."
Suara itu amat dikenal Ciok Giok Yin, membuat sekujur
badannya menjadi merinding.
"Bok Tiong Jin (Orang Dalam Kuburan)!" serunya tak
tertahan. Ciok Giok Yin tidak berani menoleh, sebab takut melihat
wajah hantu wanita yang amat menyeramkan itu.
"Ciok Giok Yin, tahukah kau siapa gadis berbaju hijau itu?"
tanya Bok Tiong Jin.
"Tidak tahu."
"Dia adalah putri ketua perkumpulan Sang Yen Hwee,
namanya Hui Hui."
Ciok Giok Yin terentak kaget.
"Hui Hui?"
"Ng!"
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Hantu pasti tahu segalanya."
Hening sejenak, kemudian terdengar suara Bok Tiong Jin lagi.
"Kau harus hati-hati, karena orang-orang perkumpulan Sang
Yen Hwee ingin menangkapmu."
"Menangkapku?"
"Kelihatannya kau amat penting bagi mereka." Ciok Giok Yin
yang bersifat angkuh itu, langsung menyahut.
"Aku tidak takut."
"Musuh di tempat gelap, kau di tempat terang. Yang rugi
tentu dirimu."
Ciok Giok Yin mengerutkan kening, memang tidak salah amat
banyak anggota perkumpulan Sang Yen Hwee. Walau
kepandaiannya tinggi, namun tetap cuma seorang diri.
"Aku cuma mengingatkanmu saja," kata Bok Tiong Jin lagi.
"Mengapa kau mengingkatkanku?" tanya Ciok Giok Yin.
Hening sejenak. Ciok Giok Yin mengira bahwa Bok Tiong Jin
telah pergi. Ketika dia mau menolehkan kepalanya ke
belakang, mendadak terdengar suara Bok Tiong Jin lagi.
"Karena hatimu sudah menjadi milikku."
"Aku tahu."
"Bagus! Justru karena itu, maka aku terus mengikutimu.
Apabila kau tertangkap oleh mereka dan dicincang, bukankah
harapanku akan jadi kosong?"
Ciok Giok Yin tidak menyahut.
"Namun hatimu sudah tidak utuh lagi."
"Maksudmu?"
"Kau mengerti dalam hati."
"Aku sama sekali tidak tahu di mana ketidak utuhan hatiku."
"Sekarang kita tak usah berbicara soal ini."
"Kalau begitu, apa yang harus kita bicarakan sekarang?"
"Aku dengar kau sedang mencari sebatang Seruling Perak.
Benarkah?"
"Tidak salah, aku harus memperolehnya."
Bok Tiong Jin tidak bersuara.
"Tahukah kau di mana adanya benda pusaka itu?" tanya Ciok
Giok Yin. "Beberapa bulan yang lalu, aku dengar kau pernah ke Goa
Toan Teng Tong. Ya, kan?"
"Ya. Aku menemukan tulisan di dinding goa...."
"Tulisan apa?"
"Yang tertulis di situ ialah Seruling Perak Lak Hap Kun."
"Berdasarkan tulisan itu, sepertinya orang bernama Lak Hap
Kun telah mengambil Seruling Perak itu. Ya, kan?"
"Dugaanku juga begitu."
"Tapi belum lama ini aku memperoleh suatu informasi, bahwa
benda itu tersimpan di Ling Cuang. Kau boleh ke sana melihatlihat."
"Di mana letak Ling Cuang?"
"Di luar kota Lokyang."
"Terimakasih atas petunjukmu."
"Tidak usah berterimakasih."
Mendadak Ciok Giok Yin bertanya,
"Mohon tanya sesunggahnya kau membutuhkan bantuan apa
dariku?" Bok Tiong Jin sepertinya tertegun, tidak menyangka Ciok Giok
Yin akan bertanya demikian padanya.
Beberapa saat kemudian dia baru menyahut, "Aku tidak butuh
bantuanmu, hanya menginginkan hatimu."
Coba bayangkan, kalau hati seseorang dikorek ke luar,
apakah mungkin orang itu masih bisa hidup" Namun setiap kali
Bok Tiong Jin berbicara dengan Ciok Giok Yin, pasti
menyinggung soal hatinya. Itu membuktikan bahwa hati Ciok
Giok Yin amat penting bagi Bok Tiong Jin. Ciok Giok Yin
merinding mendengarnya.
"Aku memang tidak mau berhutang budi pada siapa pun. Tapi
kalau hatiku dikorek ke luar, nyawaku pasti melayang.
Mengenai semua urusanku tentu terbengkalai."
"Sudah kukatakan dari tempo hari, sekarang aku belum
mau." "Setelah semua urusanku beres?"
"Tentu."
"Janji ya?"
"Siapa akan membohongimu?"
Ketika berkata demikian, suara Bok Tiong Jin amat merdu,
sungguh sedap di dengar! Tiba-tiba Bok Tiong Jin berkata,
"Ada orang kemari, sampai jumpa!"
Suasana di tempat itu berubah menjadi hening. Namun
kemudian mendadak terdengar suara seruan kaget.
"Ih, Saudara Ciok, kau sedang berbicara dengan siapa?"
Ciok Giok Yin segera membalikkan badannya. Ternyata
seorang gadis berdiri di situ, yang tidak lain adalah Yap Ti Hui.
Wajah gadis itu pucat pias, tanpa sedikit perasaan pun.
Ciok Giok Yin langsung memanggilnya.
"Nona Yap...."
Yap Ti Hui bertanya cepat.
"Barusan kau berbicara dengan siapa?"
Sebetulnya Ciok Giok Yin ingin memberitahukan, bahwa tadi
dia berbicara dengan hantu wanita. Tapi belum tentu Yap Ti Hui
akan mempercayainya. Karena itu dia tersenyum getir lalu
berkata, "Tadi aku tidak bicara dengan siapa-siapa, harap Nona jangan
banyak bercuriga!"
Sepasang mata Yap Ti Hui yang bening itu menatap dengan
tidak berkedip. Kemudian sepasang bola matanya berputar
sejenak dan dia berkata, "Kalau begitu, aku yang banyak
curiga." Ciok Giok Yin pernah menerima budi pertolongannya, namun
wajahnya yang dingin tak berperasaan itu membuat Ciok Giok
Yin merasa tidak enak.
Karena itu dia menjura seraya berkata, "Nona Yap, sampai
jumpa!" Namun ketika Ciok Giok Yin mau meninggalkan tempat itu
mendadak Yap Ti Hui membentak nyaring.
"Berhenti!"
Ciok Giok Yin terpaksa menolehkan kepalanya memandang
gadis itu. "Nona ada petunjuk apa?" tanyanya.
"Kau tidak sopan!" sahut Yap Ti Hui ketus.
"Ucapanmu, aku tidak mengerti!"
Yap Ti Hui menatapnya dingin sambil berkata, "Di hadapan
seorang gadis, kau bilang mau pergi lantas pergi, apakah itu
sopan?" Mendengar itu Ciok Giok Yin menjadi melongo, sehingga
mulutnya ternganga lebar.
"Ciok Giok Yin, apakah aku tidak pernah berbudi padamu?"
kata Yap Ti Hui.
"Memang ada."
"Kalau begitu, kau harus bagaimana membalas budiku?"
Ciok Giok Yin tertegun. Dia sama sekali tidak menyangka
kalau kaum gadis rimba persilatan sungguh macam-macam. Di
hadapan orang yang pernah ditolongnya justru bertanya
bagaimana cara membalas budi pertolongannya. Maka tidak
mengherankan kalau pertanyaan itu membuat Ciok Giok Yin
tertegun beberapa saat.
"Nona menghendakiku harus bagaimana membalasnya?"
"Cobalah kau katakan, bisa memberikan balasan apa padaku?"
"Aku seorang pengembara miskin, tidak memiliki benda
berharga untuk dihadiahkan pada Nona. Namun kalau Nona
membutuhkan diriku, walau harus menerjang lautan api, aku
pun tidak akan menolak."
"Tapi sementara ini, masih belum terpikirkan...."
"Kalau begitu, kalau pun boleh. Pokoknya aku akan membalas
budi pertolonganmu."
Yap Ti Hui diam kelihatannya sedang memikirkan sesuatu.
Beberapa saat kemudian dia baru berkata.
"Aku ingin minta sesuatu darimu."
"Kau mau minta apa dariku?"
"Hati."
"Hati?"
Muncul lagi seorang yang menginginkan hatinya. Bok Tiong
Jin baru pergi, lalu muncul Yap Ti Hui yang juga minta hatinya.
Itu sungguh membingungkan Ciok Giok Yin! Apa gunanya
mereka minta hatinya" Kalau untuk dimakan, tentunya tidak
masuk akal. Kalau begitu, apa gunanya 'hati' bagi mereka"
Ciok Giok Yin tertawa gelak, kemudian berkata.
"Sayang sekali kau terlambat!"
Sepasang bola mata Yap Ti Hui tampak berputar, setelah itu
dia bertanya. "Maksudmu?"
"Sudah kuberikan pada orang lain."
"Siapa?"
"Bok Tiong Jin."
"Omong kosong!"
"Sungguh!"
Yap Ti Hui tertawa cekikikan lalu berkata.
"Bukankah Bok Tiong Jin itu hantu" Mau apa dia
menginginkan hatimu?"
"Aku tidak membohongimu."
"Aku tidak perduli, pokoknya sautu hari nanti, kau harus
menyerahkan hatimu padaku. Kalau tidak, aku pasti tidak akan
mengampunimu."
Ciok Giok Yin terbelalak mendengar ucapan gadis itu.
"Itu... itu...," katanya terputus-putus.
"Tidak perlu ini itu, sekarang aku mau pergi!"
Yap Ti Hui langsung melesat pergi, namun sayup-sayup masih
terdengar suaranya.
"Ciok Giok Yin, kelak kau akan mengerti!"
Bukan main kesalnya Ciok Giok Yin! Dia membanting kaki
seraya mengomel.
"Dasar sial, ketemu hantu!"
Mendadak suara desiran di belakangnya, menyusul terdengar
pula suara yang amat merdu.
"Di mana ada hantu?"
Ciok Giok Yin cepat-cepat membalikkan badannya. Tampak
dua gadis amat cantik berbaju hijau berdiri di
belakangnya. Hati Ciok Giok Yin tersentak, karena ginkang ke
dua gadis berbaju hijau itu sunggung tinggi! Mereka berdua
sudah berdiri di belakang Ciok Giok Yin, namun Ciok Giok Yin
tidak tahu sama sekali. Sudah barang tentu membuat air muka
Ciok Giok Yin berubah.
"Mau apa Nona ke mari?" tanyanya.
"Kau adalah Ciok Giok Yin?"
"Tidak salah."
"Suhuku mengundangmu ke sana."
"Siapa suhumu?"
"Sampai di sana kau akan mengetahuinya."
"Kau tidak mau bilang?"
"Maaf! Sementara ini aku memang tidak bisa bilang."
"Aku tidak kenal suhu kalian, maaf aku tidak bisa ikut kalian
ke sana," kata Ciok Giok Yin dengan dingin.
Kedua gadis baju hijau saling memandang.
"Maaf, aku masih ada urusan lain, harus segera pergi," kata
Ciok Giok Yin. Ciok Giok Yin membalikkan badannya. Namun ketika dia mau
melesat pergi tiba-tiba kedua gadis baju hijau tertawa dingin
seraya membentak dengan serentak.
"Kau tidak bisa pergi!"
Tampak badan mereka berdua berkelebat, tahu-tahu sudah
berada di samping kanan kiri Ciok Giok Yin, bahkan sekaligus
mencengkeram lengannya. Ciok Giok Yin tidak berhasil berkelit,
sehingga kedua lengannya tercengkram oleh kedua gadis itu
dan seketika sekujur badannya terasa tak bertenaga. Bukan
main gusarnya Ciok Giok Yin!
"Sebetulnya siapa kalian berdua?" bentaknya sengit.
"Sampai di sana kau akan mengatahuinya."
Usai menyahut, kedua gadis itu turun tangan serentak
menotok jalan darah Ciok Giok Yin. Setelah jalan darah Cian
Mo Hiatnya tertotok, sekujur badan Ciok Giok Yin menjadi
lemas tak bertenaga, boleh dikatakan seperti orang biasa.
Namun kepandaiannya tidak musnah. Kalau totokan itu
dibebaskan, maka akan pulih seperti biasa. Kedua gadis baju
hijau tertawa cekikikan, kemudian berkata.
"Jalan!"
Dapat dibayangkan, betapa gusarnya Ciok Giok Yin, tapi tidak
dapat dilampiaskannya. Kini dirinya telah dikendalikan orang,
terpaksa harus menurut. Dia menatap kedua gadis baju hijau
dengan penuh kebencian, lalu berjalan dengan kepala
tertunduk. Sedangkan kedua gadis baju hijau mengikutinya
dari belakang, kelihatan ketat sekali. Ciok Giok Yin berjalan
seperti orang biasa, sudah tentu lamban sekali. Maka tidak
mengherankan, walau hari sudah sore, namun mereka baru
berjalan empat puluhan mil. Berselang beberapa saat, Ciok
Giok Yin menoleh ke belakang seraya bertanya,
"Sebetulnya kalian ingin membawaku ke mana?"
"Kau akan tahu nanti."
Tak seberapa lama kemudian mereka sudah tiba di sebuah
kota kecil. Mereka bertiga langsung memasuki sebuah
penginapan. Seusai makan malam, kedua gadis baju hijau
membawa Ciok Giok Yin ke dalam kamar. Ciok Giok Yin duduk,


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sambil menatap kedua gadis itu dengan dingin.
"Kalian keluar saja!" katanya.
"Tidak apa-apa. Kau boleh tidur sekarang."
Kedua gadis itu duduk, kelihatannya mereka berdua tidak
mau meninggalkan kamar itu. Ciok Giok Yin naik ke tempat
tidur lalu duduk bersila dengan mata terpejam. Ternyata dia
ingin mencuri pembicaraan mereka, agar tahu identitas
mereka. Akan tetapi kedua gadis itu justru tidak bersuara sama
sekali, mereka berdua duduk seperti orang bisu. Akhirnya Ciok
Giok Yin yang membuka mulut.
"Nona, kini aku sudah kalian kendalikan, pasti tidak bisa
meloloskan diri. Aku amat lelah, maka ingin beristirahat
sejenak. Harap kalian berdua meninggalkan kamar ini!"
Kedua gadis baju hijau saling memandang, kemudian salah
seorang yang berwajah bulat berkata,
"Kau memang tidak bisa meloloskan diri."
Kedua gadis baju hijau berjalan ke luar, sekaligus menutup
daun pintu kamar, lalu duduk di depan pintu itu. Ciok Giok Yin
tidak memperdulikan kedua gadis itu. Dia langsung
membaringkan dirinya di atas ranjang. Namun dia juga tidak
habis pikir, sebetulnya siapa kedua gadis itu" Lagi pula,
kepandaian mereka amat tinggi sekali. Kelihatannya
kepandaiannya masih jauh dibandingkan dengan
mereka. Mungkin kelelahan dalam perjalanan membuatnya
cepat tertidur pulas. Akan tetapi mendadak samar-samar dia
mendengar suara orang.
"Kau memang makan kenyang dan tidur pulas."
Ciok Giok Yin tersentak, sehingga terjaga dari tidurnya. Dia
membuka matanya lebar-lebar. Tampak di depan ranjang
berdiri seorang tua bongokok, sebuah guci arak besar
bergantung di punggungnya. Ciok Giok Yin segera bangun.
"Lo cianpwee, jalan darah Cian Mo Hiatku ditotok kedua gadis
baju hijau itu," katanya.
Orang tua bongkok itu tidak menyahut, cuma menjulurkan
tangannya membebaskan totokan itu. Ciok Giok Yin cepatcepat
menghimpun hawa murninya, dan seketika tenaganya
pulih kembali. "Cepat pergi, sebentar lagi kedua gadis itu akan sadar!" kata
orang tua bongkok dengan saura rendah.
Kemudian dia melesat ke luar melalui jendela. Ciok Giok Yin
tidak tahu bagaimana keadaan kedua gadis baju hijau. Dia
segera melesat ke luar melalui jendela mengikuti orang tua
bongkok. Dalam sekejap mereka berdua sudah tiba di luar
kota. Orang tua bongkok melesat ke dalam rimba. Ciok Giok
Yin terus mengikutinya dari belakang. Pemuda ini merasa
heran, sebab orang tua bongkok itu sering menyelamatkannya.
Oleh karena itu, tanpa curiga dia terus mengikuti orang tua
bongkok itu dari belakang. Berselang sesaat, orang tua
bongkok itu berhenti lalu membalikkan badannya menatap Ciok
Giok Yin dengan tajam. Tatapan tajamnya membuat Ciok Giok
Yin merinding dan tanpa sadar kakinya menyurut mundur
selangkah. Kemudian dia memberi hormat seraya berkata,
"Terimakasih atas pertolongan lo cianpwee. Bolehkah aku
tahu gelar lo cianpwee?"
Orang tua bongkok tidak menyahut, melainkan berkata
seperti bergumam.
"Aku selalu merasa kau mirip seseorang."
"Aku mirip siapa?" tanya Ciok Giok Yin.
"Mirip...,"
Orang tua bongkok tidak melanjutkan ucapannya.
Ciok Giok Yin segera bertanya.
"Mirip siapa?"
"Kalau benar kau adalah keturunannya. Namun lebih baik
sementara ini jangan dibicarakan."
"Mengapa?"
"Tiada manfaatnya bagimu, sebaliknya malah akan
mencelakaimu."
Orang tua bongkok menatapnya, lalu bertanya.
"Bagaimana kau ditangkap oleh kedua gadis itu?"
Ciok Giok Yin menutur tentang kejadian itu, kemudian
bertanya. "Pengetahuan lo cianpwee amat luas, apakah tahu asal-usul
kedua gadis berbaju hijau itu?"
Orang tua bongkok tidak langsung menjawab, melainkan
memutar guci araknya ke depan, setelah meneguk beberapa
kali, barulah menyahut,
"Menurut dugaanku, kedua gadis itu mungkin dari Goa Ban
Hoa Tong."
"Goa Ban Hoa Tong?"
"Ng!"
"Aku pernah ke Goa Ban Hoa Tong, tidak mungkin mereka
berdua dari goa tersebut," kata Ciok Giok Yin.
"Kau kenal semua penghuni Goa Ban Hoa Tong?"
Ciok Giok Yin menggelengkan kepala,
"Tidak, setahuku di dalam Goa Ban Hoa Tong hanya terdapat
Ban Hoa Tongcu dan kaum pemuda ganteng."
Orang tua bongkok meneguk araknya lagi, lalu berkata, "Kau
keliru." "Bagaimana keliru?"
"Kaum wanita penghuni Goa Hoa Tong, semuanya menyamar
sebagai pemuda."
Ciok Giok Yin terbelalak.
"Hah" Mereka menyamar sebagai pemuda?"
Orang tua bongkok manggut-manggut.
Tiba-tiba Ciok Giok Yin teringat akan Fang Jauw Cang. Apakah
dia juga menyamar sebagai pemuda" Kalau dia menyamar,
tentunya Ciok Giok Yin tahu akan hal itu, sebab entah sudah
berapa kali Ciok Giok Yin memeluknya. Hanya saja... di saat
berbicara, Fang Jauw Cang kelihatan malu-malu dan wajahnya
sering memerah.
"Itu tidak akan salah," kata orang tua bongkok.
Ciok Giok Yin segera memberitahukan, "Aku kenal seseorang
dari Goa Ban Hoa Tong."
"Lelaki atau wanita?"
Ciok Giok Yin tidak menyahut, melainkan menutur tentang
itu. Orang tua bongkok manggut-manggut ketika mendengar
penuturan Ciok Giok Yin, setelah itu berkata,
"Kalau kau tidak percaya, kapan bertemu kau boleh bertanya
padanya." Ciok Giok Yin mengangguk.
"Aku pasti tanya."
Mendadak Ciok Giok Yin teringat sesuatu dan segera berkata.
"Lo cianpwee, aku ingin menanyakan suatu tempat."
"Tempat apa?"
"Di mana letak Liok Bun (Pintu Hijau)?"
Ternyata Ciok Giok Yin merasa kepandaiannya masih rendah,
kalau begitu terus, tentunya tidak dapat memenuhi harapan
gurunya untuk membasmi murid murtad itu, juga tidak bisa
menuntut balas dendam Bun It Coan, kakak agkatnya. Oleh
karena itu dia harus pergi ke Liok Bun, bermohon pada ayah
Bun It Coan agar menurunkan padanya beberapa macam ilmu
silat. Orang tua bongkok terbeliak.
"Liok Bun?"
"Ng!"
"Mau apa kau menanyakan Liok Bun?"
"Aku ingin pergi ke sana."
Orang tua bongkok terbeliak.
"Nyalimu sungguh tidak kecil!"
"Maksud lo cianpwee?"
"Setahuku siapa yang datang di Liok Bun tidak pernah
kembali lagi. Mengapa kau harus pergi menempuh bahaya?"
"Biar bagaimanapun aku harus ke sana."
"Penting sekali?"
"Mendapat titipan pesan dari seseorang, maka aku harus
melaksanakannya."
"Siapa yang menitip pesan itu?"
Pertanyaan tersebut membuat Ciok Giok Yin menjadi merasa
serba salah, sebab sebelum menghembuskan nafas
penghabisan, Bun It Coan pernah berpesan padanya, jangan
sampai membocorkan tentang kematiannya pada ayahnya.
Karena itu, Ciok Giok Yin berkata,
"Mohon maaf lo cianpwee, aku tidak boleh menceritakannya."
"Kalau begitu, kau tidak punya hubungan apa-apa dengan
Liok Bun?"
"Memang tidak ada hubungan apa-apa."
"Aku boleh memberitahukan padamu, dari mereka yang
pernah ke Liok Bun, cuma satu orang yang berhasil ke luar
dengan selamat."
"Siapa orang itu?" tanya Ciok Giok Yin.
Orang tua bongkok menunjuk hidungnya sendiri sambil
menyahut, "Aku!"
Bukan main terkejutnya Ciok Giok Yin! Dia menatap orang tua
bongkok dengan mata terbelalak. Padahal orang tua bongkok
itu tampak tidak karuan, namun justru pernah ke Liok Bun
yang amat misterius itu. Kalau begitu, sudah pasti
kepandaiannya setingkat dengan majikan Liok Bun tersebut.
"Mohon lo cianpwee sudi memberi petunjuk agar aku bisa
sampai di sana!"
Orang tua bongkok meliriknya beberapa kali, kemudian
berkata. "Liok Bun berada di Lembah Sia Hui Kok Gunung Lu Liang
San." "Lembah Sia Hui Kok?"
"Tidak salah, namun sulit sekali mencari lembah itu."
"Lo cianpwee, aku mohon petunjuk tentang itu."
Orang tua bongkok manggut-manggut.
"Kau harus ke puncak Mo Sia Hong, di sana kau akan melihat
kabut berwarna-warni, yang berasal dari Lembah Sia Kok. Kau
harus menuju ke sana. Di tempat itu terdapat sebuah batu
besar. Asal kau dapat menggeserkan batu besar itu, maka kau
bisa masuk ke dalam."
"Terima kasih atas petunjuk lo cianpwee," kata Ciok Giok Yin.
"Tentang gelar lo cianpwee, bolehkah diberitahukan padaku?"
Orang tua bongkok berpikir sejenak, kemudian menyahut.
"Kau boleh panggil aku si Bongkok Arak."
Orang tua bongkok tetap tak memberitahukan namanya.
Sudah barang tentu membuat Ciok Giok Yin menjadi serba
salah. Karena orangtua itu merupakan penolongnya,
bagaimana mungkin dia memanggilnya si Bongkok Arak"
Namun Ciok Giok Yin yakin bahwa dengan julukan itu dia tentu
akan tahu namanya kelak.
Dia memberi hormat dan berkata, "Entah sudah berapa kali lo
cianpwee menyelamatkan diriku. Aku tidak akan melupakan
budi pertolongan to cianpwee selama-lamanya."
"Tidak perlu. Karena kau mirip seseorang. Kalau benar kau
adalah keturunannya, maka aku memang harus
menyelamatkanmu, bahkan juga harus melin- dungi."
"Lo cianpwee tidak bisa menjelaskan?"
"Sementara ini tidak bisa, namun cepat atau lambat kau akan
tahu sendiri." Orang tua bongkok menatapnya.
"Baiklah, kau boleh pergi sekarang. Aku pun masih ada
urusan lain, sampai jumpa!"
Orang tua bongkok melesat pergi dan sekejap sudah hilang
dari pandangan Ciok Giok Yin.
Sesungguhnya Ciok Giok Yin ingin langsung berangkat ke
Lembah Sia Hui Kok menemui ayah Bun It Coan, untuk
bermohon diajarkan beberapa macam ilmu silat tinggi agar
dapat menuntut balas kematian Bu It Coan. Namun disaat
bersamaan justru muncul bayangan Fang Jauw Cang di pelupuk
matanya. Karena dia telah berjanji pada Fang Jauw Cang, dua
bulan kemudian akan bertemu kembali di kuil Thay San Si.
Kini racun yang mengidap di tubuhnya telah punah, maka dia
harus memberitahukan padanya. Dan juga kali ini dia harus
menyelidiki secara seksama, apakah benar Fang Jauw Cang
adalah seorang gadis yang menyamar sebagai pemuda. Dia
harus menasehatinya agar pulang ke rumah, jangan
berkecimpung di dunia persilatan yang penuh marabahaya.
Lagi pula dirinya tidak seperti orang biasa. Seandainya dia
tidak dapat mengendalikan diri, tentu akan mencelakakannya.
Walau dia memiliki kitab Im Yang Cin Koy, namun kitab itu
khusus untuk dibaca istrinya, agar tahu harus bagaimana
melayaninya di saat berhubungan intim, tidak boleh
dikeluarkan sembarangan. Dan juga nyawa Tiat Yu Kie Su telah
melayang lantaran mencuri kitab itu, dan budi kebaikan itu
belum dibalasnya....
Selanjutnya dia teringat pula akan calon istrinya, yaitu Ie Ling
Ling, yang belum pernah ditemuinya. Berada di mana Ie Ling
Ling" Cak Hun Cian mati demi dirinya. Karena itu dia harus
membalas budi tersebut dengan memperistri Ie Ling Ling,
maka harus berhasil mencari gadis itu. Ciok Giok Yin menarik
nafas panjang, setelah itu barulah melesat pergi. Tujuannya,
yakni Kuil Thay San Si. Sementara itu hari sudah mulai terang,
sudah tampak beberapa orang berlalu lalang di jalan. Agar
tidak menimbulkan kecurigaan orang, Ciok Giok Yin terpaksa
harus berjalan lamban seperti orang biasa. Ciok Giok Yin sudah
menghitung, kira-kira satu hari lagi baru tiba di tempat
tujuan. Dia mengambil keputusan untuk menempuh perjalanan
malam. Sebab kalau tidak tiba tepat pada waktunya, khawatir
Fang Jauw Cang akan mencemaskannya.
Lagi pula dia ingin tahu, sebetulnya Fang Jauw Cang lelaki
atau wanita. Sore harinya, dia mengisi perutnya di sebuah
rumah makan. Setelah itu dia melanjutkan perjalanan
lagi. Pada hari kedua, disaat hari mulai gelap, dia sudah tiba di
Kuil Thay San Si. Begitu memasuki kuil tersebut, dia langsung
berseru. "Adik Cang! Adik Cang...!"
Mendadak terdengar suara sahutan nyaring, "Siapa Adik
Cangmu?" Di saat bersamaan, dari tempat gelap muncul seorang wanita.
Usianya sekitar dua puluh sembilan, sepasang matanya amat
indah, namun kelihatan genit sekali. Ketika berjalan, badannya
meliuk-liuk dan sepasang payudaranya bergoyang-goyang
menantang. Begitu melihat, Ciok Giok Yin sudah tahu bahwa
wanita itu bukan dari golongan lurus. Wajahnya langsung
berubah dingin dan dia membentak sengit.
"Siapa kau?"
Wanita genit itu berdiri satu depa di hadapan Ciok Giok Yin.
Sepasang matanya terus menatap wajah Ciok Giok Yin yang
tampan itu dan bibirnya menyunggingkan senyuman


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

genit. Bahkan kadang-kadang dia mengeluarkan air liur,
kelihatannya ingin menelan Ciok Giok Yin bulat-bulat. Beberapa
saat kemudian wanita itu berkata dengan nafas mendesah,
"Adik Kecil, sikapmu amat galak sekali. Sungguh
menakutkan!"
"Sebetulnya siapa kau" Mengapa berada di sini?" tanya Ciok
Giok Yin sengit.
"Bicaralah baik-baik, tidak usah begitu galak! Boleh kan?"
Wanita itu mulai maju, sehingga jaraknya dengan Ciok Giok
Yin semakin dekat. Sepasang mata wanita itu terus
menatapnya, membuat hati Ciok Giok Yin terasa tergetar.
Karena itu, Ciok Giok Yin cepat-cepat mengerahkan lwee
kangnya dan kemudian membentak dengan keras.
"Kalau kau berani maju lagi, aku pasti melancarkan pukulan!"
Wanita genit itu segera berhenti, lalu tertawa cekikikan dan
berkata, "Kau amat tampan, tapi kok begitu galak dan bengis. Kau
ingin melancarkan pukulan, padahal diantara kita tidak ada
permusuhan apa-apa."
Memang benar antara Ciok Giok Yin dengan wanita genit itu
tiada permusuhan apa-apa. Ciok Giok Yin datang di tempat itu
lantaran sudah berjanji pada Fang Jauw Cang. Lagi pula setelah
Mo Hwe Hud kabur, kuil itu menjadi kosong dan siapa pun
boleh datang ke sana. Setelah berpikir demikian, kegusaran
Ciok Giok Yin pun menjadi reda. Namun dia tetap waspada
terhadap wanita genit itu, sebab wanita genit itu berani tinggal
di kuil itu seorang diri, otomatis membuatnya merasa agak
seram. Berselang sesaat, Ciok Giok Yin bertanya dengan nada
ramah. "Apakah kau melihat seorang pemuda ke mari?"
"Itu sih tidak," sahut wanita genit itu dengan merdu.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Wanita genit itu terbeliak.
"Eh" Kau boleh ke mari, apakah aku tidak?"
Ciok Giok Yin terdiam. Sesungguhnya dia mau pergi, tapi
khawatir Fang Jauw Cang akan muncul. Oleh karena itu, dia
menjadi seba salah. Wanita genit itu tertawa terkekeh lalu
berkata. "Adik Kecil, siapa namamu?"
"Perduli apa kau siapa namaku!"
"Tanpa sengaja kita bertemu di sini, boleh dikatakan
berjodoh. Nah, apakah aku tidak boleh tahu namamu"
Beritahukanlah agar kita tidak terlampau canggung!" wanita
genit itu tersenym manis. "Biar kuperkenalkan diri, namaku
Teng Kun Hiang."
Wanita genit itu langsung maju tiga langkah, kini dia sudah
berdiri di hadapan Ciok Giok Yin.
Sepasang mata Ciok GiOk Yin menyorot dingin.
"Beritahukan perguruanmu!" bentaknya.
Wanita genit itu mengerlingnya dengan mata berbinar-binar,
lalu menyahut dengan perlahan-lahan.
"Perguruanku...."
Mendadak jari tangannya bergerak cepat, ternyata menotok
jalan darah Khi Bun Hiat di pinggang Ciok Giok Yin. Akan tetapi
Ciok Giok Yin sudah siap sebelumnya. Dia cepat-cepat berkelit
sekaligus melancarkan sebuah pukulan seraya membentak.
"Dasar tak tahu malu, aku...."
Ternyata Ciok Giok Yin melancarkan jurus pertama ilmu
pukulan Hong Lui Sam Clang. Dia curiga kemungkinan Fang
Jauw Cang sudah jatuh ke tangan wanita genit itu. Kalau tidak,
bagaimana wanita genit itu turun tangan mendadak
terhadapnya. Perlu diketahui, ilmu pukulan Hong Lui Sam
Ciang itu amat lihay dan dahsyat.
Setelah Ciok Giok Yin melancarkan jurus pertama itu, seketika
juga terdengar suara jeritan. Tampak sosok bayangan terpental
beberapa depa, namun kemudian masih dapat mencelat ke
atas atap kuil dan terdengar pula suaranya.
"Meskipun kau tidak beritahukan namamu, aku sudah tahu
siapa kau! Lihat saja nanti, perkumpulan Sang Yen Hwee tidak
akan mengampunimu!"
Tampak wanita genit itu melesat pergi dan tak lama
kemudian menghilang di kegelapan malam. Sedangkan Ciok
Giok Yin sama sekali tidak menduga, bahwa dengan jurus itu
berhasil membuat wanita genit itu terpental. Karena merasa
tiada dendam apa pun dengan wanita genit itu, maka dia tidak
mengejarnya. Setelah mendengar suara seruannya barulah
Ciok Giok Yin tahu akan asal-usul wanita genit itu.
"Mau kabur ke mana?" bentaknya.
Dia melesat ke atap kuil, namun terlambat, sebab wanita
genit itu sudah tidak kelihatan bayangannya. Ciok Giok Yin
tidak mau mengejarnya, melainkan meloncat turun, kembali ke
dalam kuil. Dia mencari ke sana ke mari, tapi tidak
menemukan Fang Jauw Cang. Namun tak disangka dia malah
melihat seorang pengemis tua sedang duduk di ruang dalam:..
Pengemis tua itu tidak lain adalah Te Hang Kay, yang pernah
menyelamatkan Ciok Giok Yin dari kejaran orang-orang
keluarga Tong Keh Cuang. Namun Ciok Giok Yin juga pernah
memberikan sebutir pil Ciak Tan pada pengemis itu, untuk
mengobati lukanya. Setelah itu mereka pun pernah bertemu
kembali di luar Goa Toan Teng Tong. Ketika itu Te hang Kay
bertanya pada Ciok Giok Yin, ada hubungan apa dirinya dengan
Heng Thian Ceng. Justru tak terduga sama sekali, kini mereka
bertemu di dalam kuil ini.
Maka mereka berdua sama-sama mengeluarkan suara 'Ih!'
Ciok Giok Yin segera maju, lalu memberi hormat seraya
berkata. "Lo cianpwee pernah menyelamatkan nyawaku, maka aku
amat berterima-kasih. Entah bagaimana lo cianpwee berada di
tempat ini?"
Sepasang bola mata Te Hang Kay berputar sejenak, kemudian
balik bertanya sambil menatapnya.
"Bocah, bagaimana kau ke mari?"
"Aku telah berjanji dengan seorang teman," sahut Ciok Giok
Yin jujur. "Siapa?"
"Adik angkatku."
Te Hang Kay manggut-manggut, lalu menatap Ciok Giok Yin
dengan tajam seraya berkata.
"Bocah, bolehkah aku mengajukan satu pertanyaan padamu?"
"Tentu boleh, silakan!"
"Kau harus jawab dengan jujur lho!"
Ciok Giok Yin tertegun, sebab wajah Te Hang Kay tampak
amat serius, sehingga bertanya dalam hati, 'Apakah dia ingin
menanyakan tentang Seruling Perak itu"'
Kemudian dia menyahut, "Asal aku tahu, pasti kujawab
dengan jujur."
"Apakah di bagian dadamu terdapat sebuah tahi lalat merah
berbentuk bulat?" tanya Te Hang Kay.
Mendengar pertanyaan itu sekujur badan Ciok Giok Yin
menjadi gemetar, dan dia langsung balik bertanya.
"Bagaimana lo cianpwee tahu itu?"
"Aku bertanya, kau harus jawab."
"Tidak salah."
Seketika sepasang mata Te Hang Kay menyorot tajam dan
jenggotnya tampak bergerak-gerak, pertanda hatinya amat
tergetar. "Kalau begitu, ternyata benar kau adalah...." katanya
terhenti. "Lo cianpwee, harap lanjutkan," kata Ciok Giok Yin.
Te Hang Kay menghela nafas panjang, lalu menggelenggelengkan
kepala seraya berkata, "Sementara ini tidak dapat
kukatakan, kelak kau akan tahu sendiri."
"Lo cianpwee kok tidak mau berlaku jujur?"
"Bukan tidak mau berlaku jujur...."
"Kalau begitu, lantaran apa?"
"Apabila kukatakan sekarang, jelas tiada manfaatnya bagimu,
sebaliknya malah akan mencelakai dirimu sendiri."
Ciok Giok Yin mengerutkan kening.
"Mengenai asal-usulku, bolehkah lo cianpwee menceritakan
sesingkatnya?"
Te Hang Kay tertawa gelak,
"Justru karena asal-usulmu. Namun, kalau belum waktunya,
kau tahu juga tiada gunanya."
Ciok Giok Yin ingin mendesaknya, tapi Te Hang Kay sudah
bertanya. "Kau pernah ke Gunung Cong Lam San?" Tertegun Ciok Giok
Yin. "Bagaimana lo cianpwee tahu itu?"
"Aku pengemis tua pernah pergi mencari Can Hai It Kiam."
"Mencari Can Hai It Kiam?"
"Ng!"
"Tapi dia sudah mati."
"Bukankah kau yang membunuhnya" Ciok Giok Yin tersentak.
"Aku sama sekali belum pernah melihat wajahnya.
"Mereka yang mengatakan demikian."
"Lo cianpwee percaya?"
"Ini cuma merupakan suatu kesalah pahaman. Kini di dunia
persilatan memang ada seseorang merias seperti wajahmu.
Orang itu melakukan kejahatan di mana-mana, termasuk
membunuh Can Hai It Kiam."
"Lo cianpwee tahu siapa orang itu?"
"Gerak-gerik orang itu amat misterius, kini belum berhasil
kuselidiki."
Usai menyahut, Te Hang Kay terus memadang wajah Ciok
Giok Yin. Berselang sesaat dia bertanya.
"Sebetulnya kau punya hubungan apa dengan Heng Thian
Ceng?" "Tiada hubungan apa-apa."
"Kau harus menjauhinya."
"Mengapa?"
"Pokoknya kau harus menjauhinya."
"Bolehkah lo cianpwee menjelaskan sebab musababnya?"
Ternyata Ciok Giok Yin teringat akan budi pertolongan wanita
iblis itu, maka terkesan baik padanya.
"Tidak bisa," sahutnya.
Mendadak Ciok Giok Yin tertawa gelak, kemudian berkata.
"Lo cianpwee, di kolong langit tiada suatu urusan yang tidak
bisa diberitahukan pada orang lain. Lo cianpwee menyimpan
urusan itu dalam hati, maka kukatakan tegas, aku tidak mau
menjauhinya."
Sekujur badan Te Hang Kay tergetar.
"Kau dan dia...."
"Dia penolongku, bagaimana aku menjauhinya?"
Te Hang Kay menatap Ciok Giok Yin dalam-dalam, kemudian
bertanya dengan serius.
"Kau sungguh-sungguh mau tahu?"
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Ya."
"Heng Thian Ceng...."
Sekonyong-konyong terdengar suara yang amat dingin
menyela. "Bagaimana Heng Thian Ceng?"
Menyusul tampak sosok bayangan merah melayang turun di
tempat itu. Tidak lain adalah Heng Thian Ceng. Begitu melihat
kemunculannya, sepasang mata Te Hang Kay langsung
menyorot dingin.
"Heng Thian Ceng, mau apa kau ke mari?" bentaknya.
"Apakah Kuil Khay San Si ini sudah menjadi tempat
tinggalmu, pengemis bau?" sahut Heng Thian Ceng dingin.
"Jaga sedikit mulutmu!"
"Kau mau apa?"
"Kau harus segera enyah dari sini!"
"Ini bukan tempat tinggalmu! Kau boleh ke mari, kenapa aku
tidak?" Heng Thian Ceng lalu memandang Ciok Giok Yin seraya
bertanya. "Adik kecil, kau sudah bertemu adik angkatmu?"
Wajah Heng Thian Ceng yang buruk itu, membuat Ciok Giok
Yin merasa muak, namun mengingat sudah beberapa kali
menerima budi pertolongannya, maka Ciok Giok Yin menyahut
dengan ramah. "Belum, aku berjanji padanya bertemu di sini!"
"Kau mau menunggunya?" tanya Heng Thian Ceng.
"Tentu."
"Baik, aku masih ada sedikit urusan. Sebelum hari terang,
aku akan balik ke mari menemanimu."
Usai berkata, tanpa mempedulikan Te Hang Kay, Heng Thian
Ceng langsung melesat pergi. Ketika melihat Heng Thian Ceng
melesat pergi, Te Hang Kay juga tidak mau ketinggalan,
langsung mengikutinya dari belakang. Sedangkan Ciok Giok Yin
tetap berdiri di tempat. Dia termangu-mangu memikirkan apa
yang Te Hang Kay katakan tadi, sepertinya tahu jelas akan
asal- usulnya. Kalau tidak, bagaimana pengemis tua itu tahu di
bagian dadanya terdapat sebuah tahi lalat merah" Berdasarkan
ini, sudah dapat membuktikannya.
Akan kenapa Ciok Giok Yin justru tidak mengerti, mengapa Te
Hang Kay tidak mau memberitahukannya, malah bersikap
misterius" Dan juga, mengapa Te Hang Kay melarangnya
berhubungan dengan Heng Thian Ceng" Wajahnya yang amat
buruk itu, apakah.... Ciok Giok Yin tidak mau berpikir lagi,
hanya menggeleng-gelengkan kepala seraya bergumam.
"Urusan di dunia persilatan, memang sungguh amat misterius
dan tidak bisa diduga!"
Sang waktu terus berlalu tanpa terasa malam sudah larut.
Sedangkan Fang Jauw Cang, tetap tidak tampak bayangannya.
Semakin menunggu, hati Ciok Giok Yin semakin gelisah,
namun dia tidak berani pergi. Tak terasa hari sudah subuh.
Mendadak Ciok Giok Yin teringat akan Heng Thian Ceng.
Wanita buruk rupa itu pernah bersamanya pergi mencari Pek
Jau Lojin, namun di atas tebing itu, dia terpukul jatuh ke
bawah. Lalu bagaimana dia bisa selamat" Mengenai kejadian
itu Ciok Giok Yin malah lupa bertanya pada Heng Thian Ceng.
Sebab dia terpukul jatuh ke bawah, justru ingin menolong Ciok
Giok Yin. Nanti bertemu, harus baik-baik berterimakasih padanya. Ciok
Giok Yin berjanji dalam hati. Disaat bersamaan, tiba-tiba
terdengar beberapa kali suara siulan bergema di angkasa.
Ciok Giok Yin langsung melesat ke luar, menuju arah suara
siulan itu. Mendadak tampak empat sosok bayangan
menghadang di depannya, maka dia lang- sung berhenti.


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah melihat tegas siapa keempat orang itu, sekujur
badannya terasa menggigil kemudian dia menyurut mundur
beberapa langkah. Ternyata ke empat orang itu adalah Si Peng
Khek, Si Tay Hu Hoat (Empat Pelindung Besar) Perkumpulan
Sang Yeng Hwee, yaitu Hiang Peng Khek, Tan Peng Khek, Liak
Peng Khek dan Hui Peng Khek.
Bagaimana tingginya kepandaian keempat orang itu, Ciok
Giok Yin sudah merasakannya. Karena itu, dia sudah bersiap
untuk bertarung mati-matian. Hiang Peng Khek tertawa dingin
lalu berkata. "Ciok Giok Yin, tak disangka kita bertemu di sini."
"Bagaimana?"
"Ingin mengundangmu ke markas perkumpulan Sang Yen
Hwee." "Di mana markas kalian" Kelak kalau aku sempat pasti
berkunjung ke sana."
"Pokoknya hari ini kau harus ikut kami ke sana." sahut Hian
Peng Khek dengan dingin.
"Kalau aku bilang tidak?"
"Lebih baik kau ikut saja agar kami tidak susah."
Ciok Giok Yin tertawa gelak lalu berkata, "Gampang sekali kau
mengatakannya. Aku masih ada urusan lain, maaf!"
Ciok Giok Yin ingin melesat pergi, namun mendadak tangan Si
Peng Khek bergerak melancarkan pukulan yang mengandung
hawa dingin ke arah Ciok Giok Yin, sehingga membuatnya tak
mampu melesat pergi. Dia merasa sekujur badannya amat
dingin, bahkan merinding pula. Namun sifat angkuhnya tetap
menunjang dirinya.
"Si Peng Khek, aku tidak akan mengampuni kalian!"
bentaknya sengit.
Ciok Giok Yin langsung melancarkan jurus pertama ilmu
pukulan Hong Lui San Ciang, ke arah dada Hian Peng Khek.
Melihat pukulan itu, Hian Peng Khek tidak berkelit, melainkan
malah menyambutnya. Sedangkan Tam Peng Khek, Liak Peng
Khek dan Hui Peng Khek, juga melancarkan pukulan berhawa
dingin ke arah Ciok Giok Yin. Walau Ciok Giok Yin memiliki lwee
kang tinggi, namun tetap tidak dapat menahan hawa dingin itu.
Maka sekujur badannya menggigil, sehingga terpaksa berkelit
ke arah samping. Akan tetapi gerakan Hian Peng Khek jauh
lebih cepat dari gerakannya.
Di saat Ciok Giok Yin berkelit, Hian Peng Khek juga
melancarkan pukulan secepat kilat ke arahnya. Seketika Ciok
Giok Yin merasa sepasang kakinya kesemutan, kemudian roboh
gedebuk di tanah. Liak Peng Khek segera menotok jalan
darahnya. Setelah itu Si Peng Khek tertawa gelak, dan
kemudian Hiang Peng Khek berkata,
"Ciok Giok Yin, mulai sekarang dan selanjutnya, namamu
akan dicoret dari rimba persilatan!" Usai berkata, dia segera
bersiul panjang.
Tak lama kemudian, terdengarlah suara kereta kuda menuju
tempat itu. Setelah kereta kuda itu tiba, Hui Peng Khek
menyambar Ciok Giok Yin dan langsung dilemparkan ke dalam
kereta kuda itu, yang kemudian meluncur pergi. Di saat
bersamaan, tampak sosok bayangan berkelebat laksana kilat,
sekaligus mengitari Si Peng Khek. Setelah itu, dia berdiri di
tempat yang agak tinggi, lalu membentak keras,
"Cepat suruh kereta kuda itu berhenti!"
"Siapa kau?" tanya Hian Peng Khek.
"Bu Tok Sianseng!"
"Bu Tok Siangseng?"
"Tidak salah! Cepat suruh kereta kuda itu berhenti!"
"Apa maksudmu?"
"Terus terang! Kalau kereta kuda itu tidak segera berhenti,
kalian tidak akan bisa berjalan ke luar dalam jarak satu mill!"
Mendengar itu, bukan main terkejutnya Hian Peng Khek. Dia
langsung bersiul panjang menyuruh kereta kuda itu berhenti,
kemudian berkata.
"Bu Tok Sianseng, julukanmu adalah Bu Tok (Tiada Racun),
mengapa turun tangan justru menggunakan racun" Sungguh
tidak sesuai dengan julukanmu!"
Bu Tok Sianseng menyahut dengan wajah tidak berekspresi
apapun. "Kau tidak perlu bertanya, sekarang cepat suruh kusir itu
membawa Ciok Giok Yin ke luar!"
"Jangan bermimpi! Ternyata kau ingin menyelamatkannya!"
"Tidak salah dugaanmu!"
Hui Peng Khek menggeram.
"Termasuk kau juga harus...."
Hui Peng Khek mau melancarkan serangan, namun tidak
dapat mengerahkan lwee kangnya. Bukan main terkejutnya.
Sedangkan Bu Tok Sianseng tetap berdiri di tempat, seakan
tiada urusan apa-apa.
"Bagaimana" Bukankah ada sedikit ketidakberesan?" katanya
sambil tersenyum.
Hui Peng Khiak diam, tidak menyahut. Bu Tok Sianseng
memandang yang lain, seraya melanjutkan ucapannya.
"Badan kalian sudah terkena racun! Dalam waktu setengah
jam, badan kalian akan berubah menjadi cairan darah!
Seandainya kalian tidak mau melepaskan Ciok Giok Yin, kalian
berempat pasti mati!"
Ketika mendengar itu, Hian Peng Khek, Tam Peng Khek dan
Liak Peng Khek segera menghimpun hawa murni. Mereka
merasa ada suatu yang tidak beres di dalam tubuh masing
masing. "Sebetulnya kau mau apa?" tanya Hian Peng Khek pada Bu
Tok Sianseng. "Lepaskan Ciok Giok Yin!"
"Tidak!"
"Kalau begitu, tunggu kematian kalian! Aku punya cara
menyelamatkan Ciok Giok Yin!"
Sepasang bola mata Hian Leng Khek berputar sejenak,
setelah itu dia menyuruh kusir membawa Ciok Giok Yin ke luar,
lalu ditaruh di atas tanah. Bu Tok Sianseng langsung melesat
ke samping Ciok Giok Yin, sekaligus membebaskan jalan
darahnya. Kemudian dia menoleh memandang Si Peng Khek
seraya berkata,
"Obat pemunah racun, ambil!"
Bu Tok Sianseng mengibaskan tangannya. Tampak empat
butir pil melayang ke arah Si Peng Khek. Si Peng Khek segera
menyambut pil tersebut dan langsung dimasukkan ke dalam
mulut, kemudian duduk bersila menghimpun hawa
murni. Sedangkan Bu Tok Sianseng menarik tangan Ciok Giok
Yin, lalu melesat ke dalam rimba. Berselang beberapa saat,
barulah Bu Tok Sianseng berhenti.
"Terimakasih atas pertolongan Anda," ucap Ciok Giok Yin
sambil menjura.
"Tidak usah berterimakasih."
Mendadak Ciok Giok Yin teringat akan sesuatu. "Bukankah
Anda yang memperoleh kitab Cu Cian?" tanyanya.
Bu Tok Sianseng mengangguk.
"Ya."
"Bolehkah aku membacanya sejenak?"
"Boleh, tapi kitab itu tidak kubawa." Bu Tok Sianseng
menatapnya. "Mau membaca kitab Cu Cian, harus menemukan
Seruling Perak. Kalau tidak, sama juga seperti benda tak
berguna." "Anda tahu seruling perak itu berada di mana?"
Bu Tok Sianseng tidak menjawab pertanyaan itu.
"Aku bersedia pinjamkan kitab Cu Cian padamu, namun kau
harus berhasil mencari Seruling Perak," katanya.
Ini sungguh di luar dugaan Ciok Giok Yin, sehingga
membuatnya tertegun.
"Kau tidak usah curiga. Aku berkata sesungguhnya. Yang
penting sekarang kau harus berusaha mencari Seruling perak
itu. Kapan saja aku pasti menghadiahkan kitab Cu Cian
padamu." Bagaimana di kolong langit ada urusan begini, setelah
memperoleh benda pusaka rimba persilatan, lalu akan
dihadiahkan kepada orang" Bukankah merupakan urusan yang
amat aneh sekali"
"Apa syaratnya?"
"Tidak ada."
Ciok Giok Yin terbelalak,
"Kalau begitu, mengapa Anda menempuh bahaya merebut
kitab Cu Cian itu?"
"Kau tidak usah bertanya, sudah pasti ada sebabnya." Bu Tok
Sianseng kelihatan berpikir. "Sekarang tujuanmu mau ke
mana?" "Aku punya janji dengan seorang adik angkat di kuil Thay San
Si, aku harus menunggunya disana." Bu Tok Sianseng
manggut-manggut.
"Baik, sampai jumpa!"
Dia menjura pada Ciok Giok Yin, kemudian melesat
pergi. Ciok Giok Yin terus memandang ke tempat Bu Tok
Sianseng hilang dari pandangannya. Dia sama sekali tidak
mengerti maksud tujuan Bu Tok Sianseng, mengapa akan
menghadiahkan kitab Cu Cian padanya tanpa syarat apa pun"
Akan tetapi Ciok Giok Yin dan Bu Tok Sianseng tidak saling
kenal sebelumnya, tentunya tiada permusuhan apa pun, maka
tidak mungkin dia punya suatu rencana jahat untuk mencelakai
Ciok Giok Yin. Walau Ciok Giok Yin berpikir bolak-balik dan
cukup lama, namun tetap tidak menemukan jawabannya.
Oleh karena itu, akhirnya dia tidak mau memikirkan tentang
itu, dan langsung melesat kembali ke Kuil Thay San Si.
Sementara Thay San Si tetap sunyi senyap, sehingga Ciok
Giok Yin yakin pada waktu mau berpisah, mereka berdua sudah
berjanji, dua bulan kemudian akan berjumpa lagi di tempat
tersebut. Kini Fang Jauw Cang tidak menepati janji, pertanda
telah terjadi sesuatu atas dirinya. Meskipun Ciok Giok Yin
berpikir demikian, tapi tetap menunggu. Akan tetapi berselang
beberapa saat, dia langsung melesat pergi memasuki sebuah
rimba. Ketika dia memasuki rimba itu, tiba-tiba terdengar
suara percakapan. Hati Ciok Giok Yin tergerak, dan dia segera
melesat ke belakang sebuah pohon besar. Sementara
percakapan itu semakin jelas, justru membuat sekujur
badannya menjadi dingin. Ternyata dia mengenali suara itu,
yang tidak lain adalah suara Si Peng Khek.
"... asal ketemu lagi!" kata Tam Peng Khek sengit.
"Tidak gampang," sahut Hian Peng Khek.
Ciok Giok Yin yang berbunyi di balik pohon, langsung pasang
kuping mendengarkan dengan penuh perhatian. Beberapa sat
kemudian terdengar suara Hui Peng Khek.
"Apakah kita menyudahi begini saja?"
"Bagaimana kalau kita pulang dengan tangan kosong" Lagi
pula nama kita bukankah akan tercoreng?" sahut Liak Peng
Khek. Ciok Giok Yin tidak mendengar percakapan mereka, namun
dia tetap pasang kuping mendengarkan dengan penuh
perhatian. Berselang beberapa saat, terdengar suara Hian Peng
Khek. "Nama memang penting, tapi nyawa tidak boleh dibuat mainmain."
Liak Peng Khek bertanya.
"Toako punya ide apa?" tanya Liak Peng Khek.
"Kalau ada, lebih baik katakan agar kita bisa berunding
bersama!" sambung Tam Peng Khek.
Hian Peng Khek manggut-manggut, lalu berkata,
"Dia punya deking Bu Tok Sianseng. Walau kepandaian kita
amat tinggi, tapi tidak dapat melawan racunnya, maka
maksudku...."
Tam Peng Khek, Lian Peng Khek dan Hi Peng Khek segera
bertanya dengan serentak, "Bagaimana?"
Hian Peng Khek menjawab dengan meninggikan suaranya.
"Kita pulang menemui ketua, katakan kita akan berusaha
menangkapnya kelak. Mungkin ketua tidak akan menyalahkan
kita." Setelah itu, suasana kembali hening lagi. Namun hati Ciok
Giok Yin tersentak kaget, karena ternyata Si Peng Khek masih
terus mencarinya. Kemudian dia berkata dalam hati, 'Saat ini
kepandaianku masih jauh di bawah mereka. Kalau tidak Bu Tok
Sianseng campur tangan, pasti diriku dibawa pergi oleh Si Peng
Khek.' Karena itu, meskipun saat ini hatinya amat gusar,
namun dia tidak berani muncul dari tempat persembunyiannya.
Biar bagaimana dia harus bersabar menahan kegusarannya.
Mendadak terdengar Hiang Peng Khek berkata, "Mari kita
pulang!" Kemudian terdengar suara desiran, ternyata Si Peng Khek
melesat pergi. Di saat bersamaan, timbullah suatu ide dalam
hati Ciok Giok Yin. 'Keempat iblis itu akan pulang ke markas
mereka, mengapa aku tidak mengungkit secara diam-diam"
Kalau sudah tahu markas mereka, bukankah boleh ke sana
kelak?" Setelah timbul ide tersebut, maka dia pun melesat
pergi. Ciok Giok Yin melihat bayangan Si Peng Khek
berkelebatan jauh di depan. Dia terus mengikuti mereka, tapi
tidak berani terlampau dekat karena khawatir akan diketahui Si
Peng Khek, sehingga sulit meloloskan diri. Karena itu dia
menguntit mereka berempat dari jarak seratus
depa. Sementara Si Peng Khek terus melesat sama sekali tidak
tahu ada orang menguntitnya. Walau tempat yang dilalui
terdapat banyak batu racun, tapi mereka memiliki ilmu ginkang
tinggi, maka seperti melesat di jalan datar. Tak seberapa lama
kemudian mereka tiba di sebuah lembah.
Tampak badan Si Peng Khek berkelebat, langsung melesat ke
dalam mulut lembah itu. Ciok Giok Yin berhenti di depan mulut
lembah, lalu mendongakkan kepala. Tampak dinding tebing
terdapat beberapa huruf 'Siapa Yang Masuk Pasti Mati'. Di
samping tulisan itu terdapat lukisan sepasang burung
walet. Tidak salah lagi, markas perkumpulan Sang Yen Hwee
pasti berada di dalam lembah ini. Seketika dia lupa akan
bahaya dan terbangkit kegagahannya. Di saat bersamaan, dia
pun teringat akan semua dendamnya, baik dendam lama
maupun dendam baru. Oleh karena itu badannya langsung
bergerak. Dia ingin membasmi kejahatan demi dunia
persilatan. Pokoknya perkumpulan Sang Yen Hwee harus dibasmi. Kalau
tidak, dunia persilatan tidak akan tenang dan damai. Ciok Giok
Yin segera melesat ke dalam lembah. Setelah dia berada di
dalam lembah, tampak sebuah sungai kecil melintang di
hadapannya. Air sungai itu amat jernih dan mengalir perlahanlahan.
Di seberang sana tampak pohon-pohon Yang Liu yang
rantingnya bergoyang-goyang lemas terhembus


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

angin. Sungguh merupakan tempat yang amat tenang dan
damai. Pandangan Ciok Giok Yin terhalang oleh pohon-pohon
Yang Liu, sehingga tidak melihat yang lain di belakang pohonpohon
Yang Liu tersebut. Ternyata di belakang pohon-pohon itu
terdapat pegunungan yang tidak begitu tinggi dan
pemandangannya amat indah. Begitu melihat, Ciok Giok Yin
tertarik akan tempat itu.
Sejak dia memasuki lembah tersebut, sama sekali tidak
bertemu seorang pun. Berdasarkan ini dapat diketahui bahwa
perkumpulan Sang Yen Hwee tidak memandang kaum rimba
persilatan ke dalam matanya. Sebab tiada seorang penjaga pun
berada di sana seakan tempat tersebut tidak perlu dijaga.
Mendadak Ciok Giok Yin melihat sebuah panji besar berwarna
merah berkibar-kibar di balik rimba pohon Yang Liu. Panji itu
bertulisan 'Menyatukan Rimba Persilatan'. Melihat tulisan itu
Ciok Giok Yin mendengus dingin.
"Hmmm! Sungguh bermulut besar, tidak takut gigi akan
rontok diterpa angin!"
Ciok Giok Yin mengeras hati melangkah ke tepi
sungai. Sungai itu tidak begitu lebar, cuma satu depa lebih.
Orang biasa yang tidak mengerti ilmu silat pun pasti dapat
meloncat ke seberang. Apalagi Ciok Giok Yin yang
berkepandaian tinggi. Dia langsung meloncat ke
seberang. Akan tetapi tak disangka ketika sepasang kakinya
mau menginjak tanah, Ciok Giok Yin terkejut bukan
kepalang! Ternyata dia melihat sungai kecil itu berubah
menjadi tak terbatas dan tiada daratannya. Rimba Yang Liu
yang ada di hadapannya juga telah lenyap entah ke mana.
Maka terdengar suara 'Plum'.
Ciok Giok Yin terjatuh ke dalam sungai, bahkan mulutnya
kemasukan beberapa teguk air sungai itu. Walau air sungai itu
cuma sebatas leher, namun dinginnya sungguh tak
tertahan. Dia segera menoleh ke belakang. Sungguh tak
disangka, ternyata lebar sungai itu mencapai belasan
depa. Tapi amat mengherankan, di depan justru tidak tampak
tepian sungai itu. Ketika Ciok Giok Yin ingin kembali ke tempat
semula, mendadak terjadi hujan deras, seperti dicurahkan dari
langit. Angin pun berhembus kencang, membuat air sungai itu
bergelombang-gelombang menerjang ke arah Ciok Giok
Yin. Sudah barang tentu menyebabkannya meneguk air sungai
itu lagi, karena dia tidak begitu bisa berenang. Dia berkertak
gigi, berusaha berenang ke tepi yang di belakangnya. Akan
tetapi hujan badai masih berlangsung, membuatnya tak dapat
melawan gelombang sungai yang amat dahsyat itu. Sebab itu,
matanya menjadi berkunang-kunang dan dia kehilangan arah
tujuan. Sekonyong-konyong Ciok Giok Yin merasa dirinya terperosok
ke dalam sebuah formasi yang amat aneh. Mengenai ilmu
formasi, dia memang tidak mengerti sama sekali, maka pasrah
saja. Pada waktu bersamaan, hujan badai semakin menghebat,
bahkan gelombang sungai pun semakin tinggi, menindih Ciok
Giok Yin, sehingga nyaris tenggelam ke dasar sungai. Justru di
saat itulah sayup-sayup dia mendengar suara tawa dingin.
"He he! Bocah, kau sendiri yang cari mati di sini...."
Sedangkan Ciok Giok Yin sudah mulai tak sadarkan diri, sebab
terlampau banyak meneguk air, dan juga terterjang oleh
gelombang sungai. Memang malang nasibnya. Lantaran timbul
kegagahannya ingin membasmi perkumpulan Sang Yen Hwee,
akhirnya malah dirinya yang diintai maut. Kini dia telah jatuh
ke tangan perkumpulan Sang Yen Hwee. Bagaimana nyawanya
bisa selamat" Akan tetapi seandainya nyawa Ciok Giok Yin
melayang di perkumpulan Sang Yen Hwee, berarti sudah tiada
orang yang dapat menyelamatkan dunia persilatan.
Sebaliknya bagi Ciok Giok Yin, meloloskan diri dari maut juga
bukan merupakan hal yang gampang.
Jilid 12 Entah berapa lama kemudian barulah Ciok Giok Yin siuman
perlahan-lahan. Sepasang matanya masih terpejam rapat,
namun dapat merasakan bahwa dirinya terikat pada sebuah
balok kayu. Tanpa melihat keadaan sekelilingnya, dia langsung
mengerahkan lwee kang untuk memutuskan tali yang mengikat
dirinya. Namun tak disangka tali itu sama sekali tidak mau
putus. Di saat bersamaan, terdengar suara yang amat dingin.
"Ciok Giok Yin, kau cuma membuang-buang tenaga!"
Ciok Giok Yin memandang ke arah datangnya suara.
Dilihatnya seorang berpakaian hitam dan memakai kain
penutup muka duduk di ruangan itu. Bentuk badan dan
suaranya sepertinya pernah dikenal Ciok Giok Yin, namun tidak
ingat di mana. Di samping orang berpakaian hitam memakai kain penutup
muka itu duduk seorang lelaki berusia tiga puluhan. Lelaki itu
tampan, tapi sepasang matanya menyiratkan kelicikan hatinya.
Di dalam ruangan itu tampak pula puluhan orang berdiri,
termasuk Si Peng Khek. Kira-kira lima langkah di hadapan Ciok
Giok Yin, berdiri seorang sastrawan berusia empat puluhan,
sepasang matanya menyorot tajam, terus memandang Ciok
Giok Yin dengan penuh perhatian. Setelah mata menyapu
semua orang yang berada di ruangan itu, barulah Ciok Giok Yin
membentak sengit.
"Si Peng Khek! Suatu hari nanti aku pasti akan membeset
kulit kalian!"
"Ciok Giok Yin, kau sudah tiada kesempatan lagi!" sahut Hian
Peng Khek. "Kuberitahukan, aku menggunakan siasat di dalam
rimba itu, sehingga kau terpancing ke mari! Kini kau sudah
tahu kan" He he he!"
Suara tawanya, sungguh menusuk telinga! Saat ini Ciok Giok
Yin baru mengerti, ternyata ketika dia mencuri pembicaraan di
dalam rimba, sudah diketahui oleh Si Peng Khek, maka mereka
berempat sengaja memancing Ciok Giok Yin ke markas
perkumpulan Sang Yen Hwee. Bukan main gusarnya Ciok Giok
Yin sehingga mukanya tampak merah padam.
"Si Peng Khek, aku jadi hantu pun tidak akan mengampuni
kalian!" bentaknya sambil berkertak gigi.
Hian Peng Khek tertawa dingin lalu menyahut, "Itu
urusanmu!"
Orang berpakaian hitam dan memakai kain penutup muka
menatap Ciok Giok Yin seraya berkata, "Ciok Giok Yin, aku mau
bertanya padamu."
"Siapa kau?" tanya Ciok Giok Yin ketus.
"Kau akan tahu perlahan-lahan."
"Kau adalah ketua perkumpulan Sang Yeng Hwee?"
Orang berpakaian hitam memakai kain penutup muka tertawa
dingin, lalu menyahut sepatah demi sepatah.
"Ingat baik-baik, ketua berada di sini!"
Dengan mata berapi-api Ciok Giok Yin membentak sengit,
"Aku tidak akan mengampunimu...!"
Orang berpakaian hitam dan memakai kain penutup muka
memutuskan perkataan Ciok Giok Yin.
"Itu adalah urusanmu kelak, sementara ini kau tidak usah
bersikap bengis! Sekarang aku mau bertanya, kau harus
menjawab dengan jujur!" sergahnya.
Sepasang mata orang itu menyorot tajam ke arah Ciok Giok
Yin, yang juga sedang menatapnya. Ketika beradu pandang
dengan orang itu, Ciok Giok Yin merasa sekujur badannya jadi
merinding. Bukan main tingginya lwee kang orang itu, boleh
dikatakan telah mencapai tingkat kesempurnaan. Yang jelas
kalau bukan keberuntungan, pasti adalah musibah. Seandainya
musibah, tentu tidak dapat dihindari. Oleh karena itu Ciok Giok
Yin menyahut sengit.
"Orang gagah boleh dibunuh, tapi jangan dihina!"
Orang berpakaian hitam memakai kain penutup muka itu
berkata. "Aku mau membunuh atau menghinamu, itu urusanku! Tapi
aku perlu bertanya jelas dulu padamu, setelah itu barulah aku
mengambil tindakan!" dia menatap Ciok Giok Yin dengan
dingin. "Kalau kau bersedia menjawab dengan jujur, mungkin
perkumpulan kami akan memakai tenagamu! Karena itu kau
jangan berkeras kepala! Kini kau sudah jatuh ke tangan kami,
sulit bagimu untuk meloloskan diri!"
Sepasang mata Ciok Giok Yin membara, kemudian dia
menggigit bibirnya hingga mengeluarkan darah. Orang
berpakaian hitam memakai kain penutup muka itu bertanya.
"Betulkah suhumu adalah Sang Ting It Koay?"
"Tidak salah!" sahut Ciok Giok Yin sengit.
"Dia belum mati?"
Ciok Giok Yin menyahut dengan dingin.
"Kalau dia sudah mati, bagaimana mungkin masih bisa
menerimaku sebagai muridnya?"
"Kalau begitu, dimana dia sekarang?"
"Tidak dapat diberitahukan!"
"Lebih baik kau beritahukan secara jujur!"
"Tidak perlu kuberitahukan secara jujur!"
"Sungguhkah kau tidak mau beritahukan?"
Ciok Giok Yin menggelengkan kepala, kelihatannya betul-betul
berkeras kepala.
"Tidak!"
Sepasang mata orang berpakaian hitam memakai kain
penutup muka itu menyorot lebih tajam dan dingin.
"Ciok Giok Yin, kalau begini caramu, akan menyusahkan
dirimu sendiri!"
Ciok Giok Yin berkertak gigi hingga berbunyi gemertukan. Dia
teringat akan Phing Phiauw Phek dan Cak Hun Ciu. Ciok Giok
Yin berhutang budi pada kedua orang itu. Mereka berdua justru
dibunuh oleh orang orang perkumpulan Sang Yen Hwee, maka
dendam mereka berdua di bahunya. Dan juga masih ada Bun It
Coan. Ketika kakak angkatnya itu dalam keadaan sekarat,
berpesan padanya harus belajar ilmu silat tinggi agar dapat
membunuh Lan Lan, putri ketua perkumpulan Sang Yen Hwee,
Pesan itu selama ini tidak pernah dilupakannya. Akan tetapi
kini dirinya malah tertangkap oleh mereka. Saking gusarnya
Ciok Giok Yin mendengus dingin.
"Hmmm!"
Setelah itu dia membentak sengit, "Aku boleh dibunuh,
namun jangan harap aku akan menurutimu!"
Orang berpakaian hitam memakai kain penutup muka itu
tertawa terkekeh-kekeh.
"He he he! Kau jangan menyesal!"
"Kau mau bertindak apa pun terhadap diriku, silakan!"
Orang berpakaian hitam memakai kain penutup muka itu
berkata dingin,
"Ouw Suya (Penasihat Ouw)!"
Lelaki yang berdiri di hadapan Ciok Giok Yin, langsung
menghadap orang berpakaian hitam memakai kain penutup
muka, lalu memberi hormat seraya berkata, "Di sini Ouw Cih
menerima perintah."
Orang berpakaian hitam memakai kain penutup muka
berkata, "Suruh dia merasakan Cak Sim Coh Kut Kang (Ilmu
pembusuk Hati Dan Tulang)!"
Ouw Cih segera membalikkan badannya. Sepasang matanya
menyorot aneh, kemudian dia menyambar pergelangan lengan
Ciok Giok Yin. Seketika Ciok Giok Yin merasa ada aliran yang
amat panas menerjang ke hati dan seluruh tulangtulangnya.
Dia merasa hatinya dan seluruh tulangnya seperti
tertusuk ribuan jarum. Tak lama kemudian sekujur badan Ciok
Giok Yin mulai mengucurkan keringat, sehingga membasahi
pakaiannya. Dia menjerit menyayat hati, lalu pingsan seketika.
Orang berpakaian haitam memakai kain penutup muka
berseru dingin, "Berhenti!"
Ouw Cih melepaskan tangannya, lalu mundur beberapa
langkah. Tersirat berbagai macam perasaan pada wajahnya,
menatap Ciok Giok Yin yang telah pingsan.
Orang berpakaian hitam memakai kain penutup muka
berkata, "Bikin dia siuman kembali!"
Salah seorang anggota perkumpulan Sang Yen Hwee segera
mengambil secangkir teh lalu disiramkan ke wajah Ciok Giok
Yin, kemudian dia kembali ke tempatnya. Ciok Giok Yin siuman
perlahan-lahan. Dia menatap semua orang-orang itu dengan
dingin, lalu tertawa gelak dan bertanya, "Apakah ini merupakan
tindakan kalian?"
"Kau tidak mau bilang?" tanya orang berbaju hitam memakai
kain penutup muka.
"Tidak!"
"Ouw Suya, siksa lagi dia!"
Ouw Cih mendekati Ciok Giok Yin. Kali ini dia turun tangan
jauh lebih hebat. Seketika Ciok Giok Yin merasa hati dan
tulang-tulangnya seperti digigit ribuan semut. Ciok Giok Yin
menjerit menyayat hati lagi, lalu kembali pingsan. Salah
seorang anggota perkumpulan Sang Yen Hwee mengambil
secangkir teh, lalu menyiram ke wajahnya. Ciok Giok Yin
siuman, Mendadak terlintas suatu hal dalam benaknya. Dia
langsung mendongakkan kepala, lalu bertanya dengan lemah.
"Kau mau bertanya padaku, justru terlebih dahulu aku mau
bertanya padamu."
Orang berpakaian hitam memakai kain penutup muka
tertegun. "Kau mau bertanya apa?"
"Sebetulnya siapa kau?"
Orang berpakaian hitam memakai kain penutup muka
menyahut dingin,
"Kelak kau akan tahu."
"Kau takut menyebut namamu?"
Orang berpakaian hitam memakai kain penutup muka tertawa
terkekeh, "Ciok Giok Yin, aku tidak pernah takut terhadap siapapun!
Lebih baik kau bilang saja!"
"Tiada yang harus kubilang!"
Mendadak orang berpakaian hitam memakai kain penutup
muka itu bangkit berdiri. Entah bagaimana cara dia bergerak,
tahu-tahu sudah berada di hadapan Ciok Giok Yin.
Dia menatap Ciok Giok Yin dalam-dalam lalu membentak,
"Kau sungguh ingin mati?"
Ciok Giok Yin tertawa dingin lalu menyahut.
"Kalau aku takut mati, pasti tidak akan datang kemari!"
Tiba-tiba orang berpakaian hitam memakai kain penutut
muka itu menggerakkan jari tangannya. Ternyata dia sudah
turun tangan menotok jalan darah kematian Ciok Giok Yin.
Justru disaat bersamaan, mendadak Ouw Cih berseru cepat.
"Tunggu!"


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Orang berpakaian hitam memakai kain penutup muka jadi
batal menotok jalan darah kematian Ciok Giok Yin dan segera
berpaling memandang Ouw Cih. Bibir Ouw Cih bergerak,
namun tidak mengeluarkan suara. Kelihatannya dia
menggunakan ilmu Penyampaian Suara kepada orang
berpakaian hitam memakai kain penutup muka itu. Orang
berpakaian hitam memakai kain penutup muka itu manggutmanggut,
lalu berkata, "Musnahkan kepandaiannya, lalu
masukkan ke penjara!"
Tubuh orang berpakaian hitam memakai kain penutup muka
berkelebat, langsung masuk ke dalam pintu
samping. Sedangkan jari tangan Ouw Cih bergerak-gerak,
menotok jalan darah Tung Hu bagian dada Ciok Giok Yin.
Seketika Ciok Giok Yin merasa sekujur badannya lemas tak
bertenaga dan dia tahu kepandaiannya telah musnah. Coba
bayangkan, seorang yang berkepandaian tinggi, mendadak
kehilangan kepandaiannya. Bukankah lebih menderita dari
pada dibunuh?" Dia menghela nafas panjang, dan air matanya
bercucuran. Ouw Cih melepaskan tali yang mengikatnya, lalu
membawanya ke belakang. Ketika sedang berjalan ke dalam,
telinga Ciok Giok Yin menangkap suara yang amat lirih.
"Adik kecil, harap jangan bersuara dan juga jangan menoleh,
aku ingin bicara denganmu."
Hati Ciok Giok Yin tergerak. Dia sama sekali tidak menoleh
dan terus membiarkan Ouw Cih membawa dirinya ke belakang.
Sedangkan Ouw Cih melanjutkan bicaranya.
"Tidak peduli kau keturunan teman baikku itu atau bukan,
yang jelas aku akan berusaha menyelamatkanmu.
Sesungguhnya ilmu silatmu tidak musnah, namun saat ini, aku
tidak boleh membebaskan totokanmu, sebab akan
menimbulkan kecurigaan mereka. Maka sementara ini kau
harus bersabar. Sebelum kau yakin dapat meloloskan diri
janganlah coba-coba menempuh bahaya, karena kepandaian
orang itu sudah mencapai tingkat yang amat tinggi."
Sebetulnya Ciok Giok Yin ingin bertanya siapa orang itu. Akan
tetapi Ouw Cih telah berpesan tadi, jangan bersuara. Oleh
karena itu, dia tidak berani membuka mulut. Tak seberapa
lama kemudian Ciok Giok Yin sudah dibawa sampai di depan
kamar batu, yang ternyata kamar tahanan. Tampak dua
penjaga di sana. Begitu melihat kedatangannya Ouw Cih,
kedua penjaga itu segera memberi hormat.
"Menyambut kedatangan Suya (Bapak Penasehat)!" ucapnya.
"Buka pintu!" perintah Ouw Cih.
Kedua penjaga itu mengangguk.
"Ya."
Tak lama kemudian terdengarlah suara 'Serr Serrrrr!' Pintu
kamar tahanan itu terbuka.
Ouw Cih mendorong Ciok Giok Yin ke dalam seraya berkata.
"Ciok Giok Yin, baik-baiklah beristirahat di situ!"
Setelah itu terdengar suara 'Bum!' Pintu kamar tahanan itu
sudah tertutup kembali. Ciok Giok Yin yang terdorong ke dalam
kamar tahanan itu langsung roboh dan matanya berkunangkunang.
Berselang beberapa saat barulah dia dapat bangkit
berdiri, namun tidak dapat melihat apapun, sebab di jalan
kamar tahanan itu amat gelap. Ciok Giok Yin berkata dalam
hati, 'Siapa Ouw Suya itu" Dan sebetulnya aku ini keturunan
siapa" Dia berniat menyelamatkanku, tapi mengapa tidak mau
segera membebaskan jalan darahku"' Kemudian dia berpikir.
Ternyata yang dipikirkannya adalah orang berpakaian hitam
memakai kain penutup muka. Kelihatannya kepandaian orang
itu tinggi sekali. Kalau tidak, bagaimana mungkin Si Peng Khek
tiada tempat duduk di ruang itu"
Ciok Giok Yin terus berpikir, namun tidak menemukan
jawabannya. Yang jelas dia merasa kepandaiannya masih
rendah. Melawan Si Peng Khek saja sudah terjungkal,
bagaimana mungkin melawan orang berpakaian hitam
memakai kain penutup muka itu" Kecuali... berhasil
menemukan Seruling Perak dan kitab Cu Cian. Kesimpulannya
harus berhasil mencari Seruling Perak dan kitab Cu Cian,
barulah bisa membalas dendam. Akan tetapi, apabila berhasil
mencari Seruling Perak, harus pula diserahkan kepada
keturunan Ciok. Walau dirinya juga bermarga Ciok, tapi bukan
keturunan Hai Thian Tayhiap-Ciok Khie Goan. Kalau begitu dia
keturunan siapa" Banyak orang mengatakan, bahwa dirinya
mirip seseorang. Mungkin dirinya keturunan Ciok Khie Goan.
Kalau benar, maka....
Dia tidak mau berpikir lagi. Sebab dirinya tidak mungkin
begitu tinggi. Akan tetapi berdasarkan semua itu, kelihatannya
dirinya bukan keturunan orang biasa. Dia masih ingat akan apa
yang dikatakan si Bongkok Arak, pengemis tua Te Hang Kay
dan Ouw Suya dari perkumpulan Sang Yen Hwee, itu telah
membuktikan sesuatu. Wajah seseorang memang bisa mirip
orang lain, tapi tidak mungkin ada tiga orang mengatakan
bahwa dirinya mirip seorang kawan baik mereka. Memang
sayang sekali, Can Hai It Kiam telah dibunuh oleh orang yang
menyamar sebagai Ciok Giok Yin. Kalau tidak, berdasarkan
surat itu pasti telah terungkap asal-usulnya.
Mendadak dia berkertak gigi sambil mengambil keputusan.
Apabila dia berhasil meloloskan diri, dia pasti akan
memusnahkan perkumpulan Sang Yen Hwee. Namun kini
kepandaiannya telah musnah, maka ketajaman matanya pun
berkurang, tidak dapat melihat apa pun yang ada di dalam
kamar tahanan itu. Dia menjulurkan tangannya meraba ke
sana ke mari, hanya dinding batu. Kalau ingin meloloskan diri,
harus memiliki pedang pusaka untuk membelah dinding batu
itu. Tentunya tidak mungkin, sebab kini dirinya sudah
terkurung di dalam kamar batu, juga telah kehilangan
kepandaian. Kini dia cuma berharap Ouw Cih menepati
janjinya, memunculkan diri untuk menyelamatkannya. Kalau
tidak, tentunya sulit baginya untuk meloloskan diri dari kamar
tahanan tersebut. Ini membuat Ciok Giok Yin berduka sekali.
"Aku tidak boleh mati, karena masih banyak beban dendam
yang harus kubalas. Seandainya aku mati sekarang, aku pasti
merasa penasaran sekali," gumamnya.
Tanpa terasa air matanya pun bercucuran, namun dia tidak
mengeluarkan suara sedikit pun. Sedangkan di luar kamar
tahanan juga tidak terdengar suara apapun. Ciok Giok Yin
duduk kembali. Setelah itu dia merogoh ke dalam bajunya,
ternyata tiada sesuatu yang hilang. Itu membuatnya berlega
hati, karena di dalam bajunya terdapat kitab Im Yang Cin Koy,
yang diperoleh Tiat Yu Kie Su dengan pengorbanan nyawanya,
lagi pula menyangkut kebahagiaan hidupnya. Juga mengenai
cincin giok pemberian Bun It Coan, itu pun tidak boleh hilang,
karena cincin itu merupakan benda kepercayaan Liok Bun.
Benda lain adalah berupa beberapa macam obat peninggalan
Tiong Ciu Ie, yang harus dipergunakannya saat berkelana di
dunia persilatan. Semua obat itupun tidak boleh hilang. Semua
kenangan masa lampau mulai terbayang di depan matanya.
Begitu juga orang-orang yang dikenalnya, satu persatu mulai
muncul di lepas matanya pula. Mendadak terdengar suara
helaan nafas lirih. Ciok Giok Yin tertegun, dan segera
mendengarkan dengan penuh perhatian.
Terdengar lagi suara helaan nafas lirih. Ciok Giok Yin berpikir.
Apakah di dalam kamar tahanan ini terdapat orang lain" Dia
cepat-cepat bangkit berdiri, lalu meraba kian kemari. Namun
sungguh di luar dugaan, tiada seorangpun berada di dalam
kamar itu. Sekonyong-konyong terdengar suara 'Krek!' Sebuah
pintu kecil terbuka dan terdengar pula suara orang di luar
kamar. "Nasimu, ambillah!"
Ciok Giok Yin cuma mendengus dingin, "Hmm!" Dia sama
sakali tidak mempedulikannya.
"Hei! Kau dengar tidak?" bentak orang yang di luar kamar.
Sesungguhnya Ciok Giok Yin tidak mau mengambil nasi itu.
Tapi karena perutnya memang sudah lapar, maka terpaksa nasi
itu diambilnya. Ternyata nasi itu berada di sebuah nampan
dilengkapi dengan dua macam hidangan. Di saat bersamaan,
terdengar lagi suara. 'Krak!' Pintu kecil itu tertutup kembali,
dan kamar tahanan itu berubah menjadi gelap lagi.
Ciok Giok Yin duduk, lalu mulai makan. Seusai makan, ketika
dia mau beristirahat, sekonyong-konyong terdengar lagi suara
helaan nafas panjang. Kali ini suara helaan nafas itu
kedengarannya agak dekat. Ciok Giok Yin mendengarkan
dengan penuh perhatian, agar tahu arah suara helaan nafas
itu. Beberapa saat kemudian terdengar ucapan yang amat lirih,
"Lagi-lagi seorang yang bernasib sama."
Hati Ciok Giok Yin, tergerak dan dia cepat-cepat mendekati
dinding batu. Kemudian dia menjulurkan tangannya mengetuk
dinding batu tersebut.
"Siapa kau?" terdengar suara dari luar.
Ciok Giok Yin menyahut dengan suara rendah, karena kuatir
terdengar oleh penjaga.
"Namaku Ciok Giok Yin."
"Ciok Giok Yin?"
"Ng!"
Hening sejenak. Tiba-tiba terdengar lagi suara orang tersebut.
"Bagaimana kau jatuh ke tangan mereka?"
"Aku menguntit Si Peng Khek, terjebak ke dalam suatu
formasi aneh sehingga tertangkap oleh mereka," jawab Ciok
Giok Yin dengan jujur.
"Kalau begitu mereka telah memusnahkan kepandaianmu?"
"Ya. Mohon tanya siapa Anda?"
"Aku adalah...."
Orang itu tidak melanjutkan jawabannya.
"Aku ingin mengundangmu."
"Kamar tahanan ini terbuat dari dinding batu, bagaimana
mungkin aku akan ke tempatmu?" sahut Ciok Giok Yin.
"Aku punya akal."
Kemudian suasana menjadi hening. Ciok Giok Yin tidak habis
pikir, orang yang ada di kamar sebelah itu punya akal apa"
Bukankah itu cuma bermimpi" Jangan-jangan orang itu sudah
lama terkurung di sini sehingga menyebabkan pikirannya
menjadi kurang waras. Di saat bersamaan mendadak terdengar
suara 'krek!' Dinding batu itu terbuka dan muncul sebuah
lubang. Terdengar lagi suara orang itu.
"Kau boleh ke mari."
Ciok Giok Yin terperangah, kemudian merangkak ke kamar
batu sebelahnya. Karena terlampau gelap, Ciok Giok Yin tidak
dapat melihat wajah" orang tersebut. Orang itu memegang
lengan Ciok Giok Yin sambil bertanya.
"Mereka menotok jalan darah apa di tubuhmu?"
Ternyata orang itu masih bertenaga. Pertanda kepandaiannya
belum musnah. Maka tidak mengherankan kalau lengan Ciok
Giok Yin yang dipegangnya terasa sakit sekali.
"Aduuuuh!" jeritnya kesakitan.
Orang itu segera melepaskan tangannya. "Maaf, aku lupa
bahwa kepandaianmu telah musnah," katanya.
"Tidak apa-apa," sahut Ciok Giok Yin lemah.
"Jalan darah apa yang mereka totok" Mungkin aku dapat
memulihkan kepandaianmu, tanya orang itu lagi.
"Jalan darah Tung Hu Hiat."
"Tung Hu Hiat?"
"Ya."
Hening sejenak. Setelah itu barulah terdengar suara orang
tersebut. "Heran" Mengapa mereka tidak menotok jalan darah Khie Hai
Hiatmu?" "Entahlah. Akupun tidak jelas."
Apabila orang yang berkepandaian tinggi, jalan darah Khie Hai
Hiatnya tertotok, sudah sulit untuk memulihkan
kepandaiannya. Ciok Giok Yin juga paham akan hal tersebut.
"Siapa yang menotok jalan darahmu?" tanya orang itu.
"Ouw Suya perkumpulan Sang Yen Hwee."
"Sungguh mengherankan! Orang itu berhati kejam.
Bagaimana dia berbelas kasihan padamu" Sungguh membuat
orang tidak mengerti!"
"Anda kenal orang itu?" tanya Ciok Giok Yin.
"Tidak kenal."
"Kalau begitu, bagaimana Anda tahu dia berhati kejam?"
"Ketika aku tertangkap oleh mereka, melihatnya turun tangan
terhadap bawahannya tanpa memberi ampun. Boleh dikatakan
dia tak berperasaan sama sekali."
Ciok Giok Yin merasa dingin sekujur badannya. Tidak
disangka Ouw Cih itu berhati begitu kejam! Namun terhadap
dirinya orang itu justru tidak berniat jahat, cuma menotok jalan
darah Tung Hu Hiatnya. Kalau dia menotok jalan darah Khie
Hai Hiat, habislah Ciok Giok Yin, jangan harap dapat menuntut
balas semua dendam itu.
Berselang sesaat, Ciok Giok Yin berkata, "Maaf, ketajaman
mataku berkurang, sehingga tidak dapat melihat jelas...."
Orang itu langsung memutuskan perkataan Ciok Giok Yin.
"Sekarang aku akan membantumu membebaskan totokan itu
agar pulih kepandaianmu, barulah kita bercakap-cakap." Dia
mulai menotok beberapa jalan darah Ciok Giok Yin. "Ikuti hawa
murniku untuk menerjang ke jalan darah Tung Hu Hiat!"
Ciok Giok Yin mengangguk, lalu menghimpun hawa murninya
untuk disatukan dengan hawa murni orang itu menerjang ke
arah jalan darah Tung Hu Hiat. Berselang beberapa saat kedua
hawa murni itu berhasil menembus jalan darah Ciok Giok Yin
tersebut. Maka kepandaian Ciok Giok Yin pun pulih seketika.
Kini dia sudah dapat melihat jelas wajah orang itu, sehingga
mengeluarkan suara.
"Ih!"
Setelah itu berkata, "Lo cianpwee, rasanya kita pernah
bertemu, tapi entah dimana."
Ternyata orang itu berdandan seperti sastrawan, berusia lima
puluhan. "Tidak salah, kita memang pernah bertemu satu kali,"
sahutnya sambil tersenyum.
Mendadak Ciok Giok Yin teringat.
"Kita pernah bertemu di sebuah rumah makan. Ketika itu lo
cianpwee bersama seorang gadis berpakaian ungu ya, kan?"
Sastrawan tua itu manggut-manggut.
"Tidak salah."
"Bagaimana lo cianpwee ditangkap oleh mereka?"
"Panjang sekali ceritanya."
"Bolehkah aku tahu bagaimana ceritanya?"
Sepasang mata sastrawan tua menyorot tajam. Namun
badannya agak gemetar, pertanda hatinya tidak tenang.


Seruling Perak Sepasang Walet Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Menyaksikan itu, Ciok Giok Yin segera berkata, "Kalau lo
cianpwee merasa tidak leluasa, lebih baik tidak usah
diceritakan."
Sastrawan tua menggeleng-gelengkan kepala lalu berkata,
"Kau jangan salah paham." Dia menatap Ciok Giok Yin.
"Saudara kecil, tahukah kau siapa aku?"
"Mohon lo cianpwee sudi memberitahukan!"
Sastrawan tua menghela nafas panjang.
"Aku adalah Seng Ciu Suseng (Sastrawan Bertangan
Mujizat)," katanya dengan suara rendah.
Mendengar itu, Ciok Giok Yin langsung meloncat bangun dan
manatap sastrawan tua dengan penuh dendam.
"Seng Ciu Suseng-Seh Ing?" bentaknya.
"Tidak salah, aku adalah orang yang sedang kau cari."
Saat ini Ciok Giok Yin menjadi serba salah. Sebab orang
tersebut adalah musuh besar suhunya, tapi juga merupakan
penolongnya. Karena itu dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia
berdiri termangu-mangu dan menatap Seng Ciu Suseng dengan
penuh kebencian. Mendadak muncul bayangan Sang Ting It
Koay di depan matanya. Keadaan Sang Ting It Koay amat
mengenaskan, hidup menderita dan tersiksa belasan tahun di
lembah ular. Oleh karena itu Ciok Giok Yin berkata dengan
dingin sekali, "Seh Ing, tentunya kau tidak melupakan kejadian lampau itu!
Ya, kan?" Seng Ciu Suseng mengangguk.
"Tentunya aku masih ingat dengan jelas."
Sepasang mata Ciok Giok Yin menyorot tajam.
"Bagus! Kau telah memulihkan kepandaianku. Namun
dendam suhuku denganmu tidak dapat dikaitkan dengan
urusan ini! Maka kuharap kau sudi memaafkan!"
"Aku boleh...."
Ciok Giok Yin langsung memutuskan perkataannya.
"Suatu hari nanti, setelah semua urusanku beres, aku akan
bunuh diri di makammu untuk membalas budi pertolonganmu
yang telah memulihkan kepandaian!"
Ciok Giok Yin mulai mengangkat sebelah tangannya, siap
menghantam Seng Ciu Suseng. Sedangkan Seng Ciu Suseng
sama sekali tidak bergerak. Dia mendongakkan kepala
memandangnya sambil berkata perlahan-lahan.
"Saudara kecil, bolehkah aku bicara sebentar?"
Ciok Giok Yin segera menurunkan tangannya dan menyahut,
"Bicaralah!"
"Saudara kecil, duduklah dulu!" kata Seng Ciu Suseng.
Ciok Giok Yin mengerutkan kening, kemudian duduk di
hadapan sastrawan tua itu. Seng Ciu Suseng berpikir sejenak,
setelah itu barulah berkata.
"Urusan Kang Ouw Pat Kiat dengan suhumu merupakan suatu
kesalahan pahaman...."
Ciok Giok Yin mengeluarkan suara 'Oh' Lalu bertanya, "Chiu
Tiong Thau?"
Seng Ciu Suseng mengangguk.
"Tidak salah, dialah yang menghasut kami."
"Tiat Yu Kie Su pernah memberitahukan padaku," katanya
Ciok Giok Yin. "Setelah kejadian itu, barulah kami tahu telah dihasut
olehnya, tapi sudah terlambat."
Kini Ciok Giok Yin lebih mengerti, bahwa semua penderitaan
Sang Ting It Koay itu, dikarenakan hasutan Chiu Tiong Thau.
Sebab itu, sepasang matanya tampak berapi-api, "Aku
bersumpah harus membunuhnya!" katanya dengan sengit.
Ciok Giok Yin memandang Seng Ciu Suseng.
"Lo cianpwee tahu Chiu Tiong Thau berada di mana?"
tanyanya. "Semula aku mencurigai ketua perkumpulan Sang Yen Hwee
adalah dia," sahut Seng Ciu Suseng Sei Ing.
"Bukan dia?"
"Aku tetap bercuriga dia berada di dalam perkumpulan Sang
Yen Hwee."
"Mengapa lo cianpwee bercuriga begitu."
"Justru karena aku bercuriga, maka aku ke mari," sahut Seng
Ciu Suseng Seh' Ing.
Hati Ciok Giok Yin tersentak.
"Lo cianpwee sengaja ke mari?" tanyanya.
"Ya."
"Mohon petunjuk lo cianpwee!"
"Saudara kecil, pernahkah kau bertemu seorang yang
memakai kain penutup muka?" tanya Sing Ciu Suseng Seh Ing
sambil menatapnya.
"Orang yang memakai kain penutup muka?"
"Dia adalah orang misterius berpakaian hitam memakai kain
penutup muka di dalam perkumpulan Sang Yen Hwee."
"Pernah bertemu, memangnya kenapa?"
"Kepandaian orang itu amat tinggi. Aku curiga dia adalah Chiu
Tiong Thau. Tapi aku tidak dapat membuktikannya. Ketika aku
tertangkap oleh mereka, aku pernah memancingnya dengan
perkataan, namun dia tidak memperlihatkan reaksi apa pun."
"Ada urusan apa lo cianpwee mencarinya?" Tanya Ciok Giok
Yin. "Sederhana sekali. Aku ingin mengumpulkan kaum persilatan
yang sehaluan menangkapnya, agar dapat menuntut balas
dendam suhumu, juga membersihkan nama baik kami Kang
Ouw Pat Kiat."
Bukan main terharunya Ciok Giok Yin!
"Lo cianpwee, itu telah menyusahkanmu," katanya.
"Kalau tidak begitu, hatiku tak dapat tenang selamanya."
Ciok Giok Yin menghela nafas panjang sambil berkata, "Lo
cianpwee, dulu aku amat mendendam pada Kang Ouw Pat Kiat.
Tapi setelah mendengar penuturan Tiat Yu Kie Su lo cianpwee,
aku sudah percaya delapan bagian."
"Bagaimana sekarang?"
Ciok Giok Yin menjawab dengan jujur,
"Sekarang aku sudah percaya seluruhnya. Mulai saat ini aku
tidak akan mendendam terhadap Kang Ouw Pat Kiat lagi. Aku
pun percaya bahwa almarhum suhuku pasti memakluminya di
alam baka."
Sepasang mata Seng Ciu Suseng berbinar.
"Terimakasih atas pengertian Saudara Kecil," ucapnya.
"Jangan berkata demikian, itu memang merupakan suatu
kesalahpahaman. Tadi aku terlampau emosi, mohon lo
cianpwee sudi memaafkanku."
Seng Ciu Suseng-Seh Ing tersenyum.
"Kau tidak bersalah. Namun terhadap Chiu Tiong Thau.
Saudara Kecil harus menaruh perhatian khusus. Sebab
kemungkinan besar orang berpakaian hitam memakai kain
penutup muka adalah Chiu Tiong Thau."
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Ya "
Seng Ciu Suseng-Seh Ing menatap wajah Ciok Giok Yin lekatlekat,
kemudian bertanya,
"Siapa nama ayahmu?"
Mendengar pertanyaan Sastrawan tua itu, air muka Ciok Giok
Yin agak berubah.
"Lo cianpwee jangan mentertawakanku. Terus terang hingga
saat ini aku belum tahu akan asal-usulku," jawahnya dengan
jujur. Seng Ciu Suseng-Seh Ing manggut-manggut.
"Tapi aku lihat kau mirip seseorang."
Hati Ciok Giok Yin, tergetar dan dia langsung bertanya.
"Mirip siapa?"
"Apakah tiada seorang pun memberitahukan padamu?"
Ciok Giok Yin menghela nafas panjang,
"Beberapa lo cianpwee pernah bilang, tapi cuma setengahsetengah.
Maka aku mohon petunjuk lo cianpwee."
Seng Ciu Suseng-Seh Ing berpikir sejenak.
"Aku percaya pasti benar. Mereka tidak mau bilang pasti ada
sebabnya. Karena itu, aku pun merasa tidak leluasa
memberitahukan padamu. Tapi, ada satu hal perlu
kuberi Pendekar Panji Sakti 19 Kesatria Berandalan Karya Ma Seng Kong Harpa Iblis Jari Sakti 2
^