Pedang Dan Kitab Suci 4

Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Bagian 4


Tak terduga orang itu menyawab dengan dingin : "Benar, aku inilah Kui Kian Chiu!"
Selama ini Ciu Ki tak takut pada siapapun, tetapi mendengar suara orang yang begitu
dingin menyeramkan, betul-betul ia sampai bergidik, tapi ia Coba tabahkan diri dan
mem bentak : "Apa kau kira aku takut padamu?"
Ucapan itu untuk menutupi kejerihannya. Dan berbareng mulut mengucap, tangan
mengajun kan golok kearah kepala orang. Dengan sikap yang dingin, orang itu
menangkis dengan goloknya. Sepasang matanya tetap menatap sinona dengan
tajamnya. Ternyata gerakan orang yang le mah, adalah gerakan seorang achli lwekang.
Diam-diam Ciu Ki berCekat hatinya. Ia paksakan lagi, untuk menabas.
Orang itu benarlah algojo HONG HWA HWE yang bernama Kui-kian-Chiu Cap-ji-long
Ciok Siang Ing. Dia sebenarnya murid Cabang Pat Kwa Bun. Setelah masuk HONG HWA
HWE, sering ia minta pelajaran silat pada sam-tang-keh Tio Pan San. Pan San ajarkan
ilmu golok Thay Kek padanya. Namanya saja persaudaraan angkat, tapi sebenarnya
mereka ber 2 itu adalah guru dan murid.
Dengan ketenangan dan kelemahan gerak Thay Kek, segera Kui-kian-Chiu dapat
menguasai permainan lawan. Sedang dilain partai, Kian Hiong dan Kian Kong rasanya
tak ungkulan lagi melawan si Bongkok Ciang Cin. Juga permainan sepasang ping-thi-
tian-kong-jwan dari Ban Khing Lan telah dipatahkan oleh pian Seng Hiap. Orang she
Ban ini tak berani bertempur lagi, dan hanya ber-putar 2 diseke liling meja sembari
memper-olok 2 lawan yang berbadan gemuk, tak bisa mengejarnya. Sedang si Tong Siu
Ho entah lari kemana, Pihak Thian-tan-Chung hanya Tiong Ing-lah yang berada diatas
angin menghadapi Thian Hong dan Jun Hwa. Pikir Tiong Ing, setelah dapat
menundukkan ke 2 lawannya itu, dia baru akan jelaskan duduknya perkara.
Demikianlah golok dimainkannya makin gencar, hingga ke 2 anak muda itu terpaksa
mesti main mundur-mundur saja. Selagi begitu, tiba-tiba tampak seorang melesat maju, dengan sekali teriak: "Mari aku saja yang temani kau main-main !"
Tahu-tahu senjatanya sebatang gajuh besi terus menghantam. Senjatanya sebilah kajuh
besi, tapi gerakannya "Lou Ti Sim mengamuk dengan tongkatnya". Jadi thiat-Ciang
dipakai seperti tongkat. Dalam tipu "Chin Ong pian Ciok" Chin Ong menghajar batu,
thiat-Ciang itu dari belakang punggungnya sendiri terus menghantam pundak lawan,
hebatnya bukan buatan.
Melihat tenaga orang sangat besar, Tiong Ing mengegos kekiri, dari situ dia balas
membaCok. Orang itu Buru-buru me megang thiat-Ciang dengan ke 2 tangan untuk
dipalang kan dan terus disapukan. Itulah jurus "kim Coa kiam gwat" ular mas
memotong rembulan, Cepat-cepat dan keras sekali.
Ciu Tiong Ing adalah murid Siao Lim Pai. Dia kenal serangan lawan itu, ia miringkan
tubuh untuk berkelit, dan nampak alisnya dikerutkan, seperti orang yang tengah me
mikir sesuatu. Sambil bertempur, dia terus mundur-mundur, tapi sikap kakinya tak
berobah. Pada saat itu tampak Ban Khing Lan lari menghampiri. tiba-tiba secepat-cepat kilat, Tiong Ing mem balik tangan, membaCok kepala Khing Lan.
Kiranya tahulah Tiong Ing, bahwa salah faham orang-orang HONG HWA HWE tidak bisa
diterangkan karena selalu digagalkan Ban Khing Lan. Terhadap ke 2 kuku garuda jg
akan memeras uangnya itu, Tiong Ing memang marah betul. Tapi kalau mesti
bertentangan dengan orang-orang pemerintah, itulah berba haja. Berpuluh tahun dia
hidup dengan tenang dan bahagia, sekali bentrok tentu hanCur berantakan. Tiong Ing
seorang tuan tanah yang kaja. Dua puluh tahun dia berusaha keras dan berhasil
mengumpulkan harta. Sawah dan ladangnya sangat banyak sekali. Sudah tentu,
sedapat mungkin dia tak mau berbuat kesalahan pada Ban Khing Lan.
Disamping itu, untuk HONG HWA HWE dia telah bunuh anaknya sendiri, tetapi ternyata
mereka tak kenal adat, sekurang-kurangnya menghormatinya sebagai orang yang lebih
tua. Kalau dia mau, dengan segera dapat dia pecundangi mereka, baru nanti memberi
penyelasan. Tapi ternyata orang-orang HONG HWA HWE makin lama makin banyak-
banyak, dan pertempuran makin berkobar hebat. Kalau diteruskan, tentu akan ada
korban yang jatuh. Dan salah faham itu tentu berobah menjadi permusuhan benar 2-
Kini jago tua itu berkeputusan, untuk membasmi biangkeladinya yaitu Ban Khing Lan,
baru nanti semuanya beres.
Disabet golok besar dari Ciu Tiong Ing, terbanglah semangat Ban Khing Lan. Cepat-
cepat dia mundur selangkah, tapi dalam pada itu Seng Hiap sudah memburu dari
belakang. Orang she Ban itu, Cepat-cepat enyot tubuhnya keatas meja, lalu berseru
keras-keras: "Bun Thay Lay Sudah kita tangkap, tentu pemerintah sedikitnya akan memberi hadiah
selaksa tail perak, kau akan bunuh aku untuk mengkangkangi sendiri hadiah itu?"
Ban Khing Lan memang liCin. Dia Cukup faham akan maksud Ciu Tiong Ing. Karena itu,
dia tetap akan adu orang-orang Thiat tan-thjung dengan orang-orang HONG HWA HWE
dan dilepas kannya lidah beraCun itu.
Tadi sewaktu Tiong Ing membaCok Khing Lan, orang-orang tertegun sejenak dan
berhenti berkelahi. Tapi ketika men ngar kata-kata Ban Khing Lan, dalam suasana yang penuh dengan hawa pembunuhan itu, mereka tak dapat berpikir dengan dingin. Dengan
mengerang, si Bongkok Ciang Cin mengampak Tiong Ing lagi.
Sesak napasnya Tiong Ing rasanya, karena murka. Namun dia tak berdaya untuk
menyelaskan, dan terpaksa mengang kat golok untuk menangkisnya.' Adalah Thian
Hong yang masih-bisa berpikir jernih. Dia tahu bagaimana dalam per tempuran tadi
Tiong Ing selalu berlaku murah, dia duga tentu ada sebab-sebabnya, maka Cepat-cepat
ia berseru: "Kiu-te jangan bertindak sembarangan!"
Namun napsu membunuh sudah menguasai diri si Bongkok, hingga tak didengarnya
seruan itu. Orang yang menggunakan thiat-Ciang (kajuh besi) adalah Thong-tauw-ngo-hi Ciang Su
Kin. Dengan thiat-Ciangnya itu dia sabet pinggang Tiong Ing, siapa Buru-buru miringkan tubuh untuk berkelit. Tapi pada saat itu, dari arah belakang Seng Hiap melepaskan
kong-pian untuk memukul pundaknya.
Merasa ada samberan angin dari belakang, Tiong Ing putar goloknya untuk menangkis,
dan begitu berbenturan, lengan ke 2nya sama-sama terasa kesemutan. Nyo Seng Hiap,
Ciang Cin dan Ciang Su Kin adalah HONG HWA HWE punya "tiga samson" tenaganya
luar biasa kuatnya.
Waktu Tiong Ing berbenturan senjata lagi dengan Ciang Cin, untuk ke 2 kalinya,
tangannya merasa kesemutan. Dan pada saat itu, thiat Ciang Ciang Su Kin pun
menghan tam golok Tiong Ing, tak ampun lagi golok jago Thiat-tan-Chung terpental
dari tangannya, melesat keatas menancap pada tiang penglari dan ter-katung 2 disitu.
Kian Hiong/Kian Kong ber 2 sangat terkejut ketika nampak senjata suhunya terlepas.
Serentak mereka akan membantunya, tapi Cepat-cepat dihadang oleh Wi Jun Hwa
dengan sepasang gaetannya.
Jago Siao Lim Pai itu tak gugup sekalipun goloknya sudah terlepas. Sebat luar biasa dia melesat kearah Seng Hiap. Dengan gerak "kiong-Cian-jong-kun" busur terbentur
kepalan, tangan kiri menyawut tangkai pian, sedang tangan kanan membarengi dengan
sebuah jotosan kedada Seng Hiap.
Sudah tentu Seng Hiap gelagapan atas kesebatan jago tua itu. Dalam gugupnya dia
gunakan ilmu "tangan kosong merebut senjata," untuk merebut kembali kong-piannya.
Dengan ke 2 tangan dia kerahkan tenaganya untuk mem betot, dan akan berhasil. Tapi
dadanya tak keburu dijaga, dan "bluk" pukulan Tiong Ing menimpahnya.
Kiranya Seng Hiap sangat andalkan akan ilmu thiat-poh-san (weduk) yang telah
dijakinkan dengan sempurna. Sekalipun tidak mempan dengan tombak atau golok,
apalagi kalau senjata biasa, kebanyak-banyakan tentu takkan mempan. Gelarannya
"thiat-tha" itu berarti dia seumpama menara besi kokohnya.
Tenaga pukulan Tiong Ing adalah laksana palu yang dapat meremukkan kepala kerbau.
Dia kaget bukan terkira, se waktu melihat Seng Hiap tak kurang suatu apa. Walaupun
sebenarnya, sakitnya terasa disunsum dan jantung. Dia burus sedot ambekannya, untuk
menahan sakit. Berbareng itu dia membetot kongpian yang masih dipegang Tiong Ing
dengan sekuat tenaganya. Sedang Tiong Ing pun tak kurang eratnya menarik. Hingga
sesaat itu, terjadilah tarik me narik.
Selagi begitu, Ciang Cin dan Ciang Su Kin berbareng ajunkan senjatanya kepada Tiong
Ing. Dalam saat 2 yang berbahaja itu, Tiong Ing segera lepaskan pegangannya, serta
dengan sebat tangannya kanan mengangkat meja terus dilemparkan kearah Ciang Cin
dan Su Kin. Dan menyusul dengan itu, Kian Hiong loncat kepinggir untuk lepaskan
bcberapa pelor, maksudnya untuk menahan ke 2 lawan yang mengancara suhunya itu.
Begitu dilemparkan, lilin diatasnya segera padam. Seketika itu timbul ah suatu pikiran pada Kian Hiong. Berturut-turut dia lepaskan pelor untuk membunuh mati semua
penerangan lilin diruangan itu, hingga keadaan disitu menjadi gelap gulita.
Semua orang yang bertempur menjadi gelagapan, lalu sama-sama mundur kebelakang.
Seluruh pertempuran berhenti semua.
Sampaipun untuk bernapas, mereka sama tak berani, takut ketahuan musuh. Selagi
dalam kesunyian suasana yang tegang itu, tiba-tiba dari luar ruangan terdengar
Inagkah kaki orang mendatangi, dan ketika pintu terbuka, masuklah seorang yang
membawa obor. Dandanan orang itu seperti anak seko lahan, sebelah tangannya yang
satu memegang sebatang suling. Begitu masuk dia terus berdiri tegak disamping dan
mengangkat obornya tinggi 2. Diantara sinar obor, masuklah tiga orang pula. Seorang tojin, menggemblok pookiam, lengan bajunya yang sebelah kiri diselipkan pada
pinggang nya. Ternyata dia hanya berlengan satu. Yang seorang lagi mengenakan
jubah tipis, wajahnya berseri-seri seperti batu giok, dandanan dan sikapnya seperti
kongcu. Dibelakangnya mengikut seorang boCah dari belasan tahun umurnya.
Keempat orang itu yaitu Kim-tiok siuCay Ie Hi Tong, Cwi-hun toh-beng-kiam Bu Tim
tojin dan Cong-thocu (ketua umum) yang baru dari HONG HWA HWE ialah Tan Keh Lok.
BoCah itu adalah pelajannya. Saat itu Thian Hong berbisik kepada Wi Jun Hwa :
"Awas, jagalah jangan sampai orang-orang Thiat-tan-Chung bisa ada yang lolos."
Ke 2nya melingkar kebelakang Tiong Ing dan orang-orang Thiat-tan-Chung. Kian Kong
tahu maksud musuhnya itu, dengan gusar dia maju selangkah, untuk menegurnya tapi
Buru-buru diCegah suhunya dengan berbisik :
"Jangan bersuara, lihat apa mereka kata."
Saat itu tampak I Hi Tong membawa 2 lembar karcis, maju kehadapan ketua Thiat-tan-
Chung, setelah memberi hormat lalu berseru :
"Cong-thocu HONG HWA HWE Tan Keh Lok dan ji-tangkeh Bu Tim tojin akan mohon
bertemu dengan Ciu loenghiong dari Thiat-tan-Chung".
Kian Hiong maju menyambutinya untuk diserahkan pada suhunya. Melihat surat itu
ditulis dengan kata-kata merendah a.l. Tan Keh Lok dan Bu Tim membahasakan diri
seba gai orang tingkatan bawah, Tiong Ing Buru-buru rangkap ke 2 tangan memberi
hormat seraja berkata :
"Kunyungan tamu 2 yang terhormat kedesa ini, menyesal jauh. 2 tak dapat kusambut.
Mari silahkan duduk."
Tiong Ing perintah orang-orang nya supaya mengatur lagi meja kursi dalam ruangan itu yang sama sungsal sumbal tak ke ruan. Demikianlah setelah sudah rapih dan lilin-lilin pun dinya lakan ke 2 fihak segera ambil tempat duduk masing-masing. Pada rentetan
fihak tamu tampak duduk menurut urut 2an kedu dukannya: Tan Keh Lok, Bu Tim, Ji
Thian Hong, Nyo Seng Hiap, Wi Jun Hwa, Ciang Cin, Lou Ping, Ciok Siang Ing', Ciang Su Kin, Ie Hi Tong. Dan Sim Hi, itu pelajan Tan Keh Lok, berdiri dibelakang tuannya.
Pada saat itu Hi Tong mengerlingkan matanya kearah Lou Ping, siapa nampak kepuCat
2an wajahnya. Dia menduga-duga adakah kejadian malam itu, sudah diketahui oleh
Ciok Siang Ing. Dia lihat roman algojo ini begitu keren sekali.
Kiranya setelah Lou Ping berlalu, Hi Tong seperti orang yang kehilangan semangat dan Cemas. Hampir 2 hari dia ubek-ubekan disitu untuk menCari Lou Ping. Kalau sampai
bertemu musuh, tentu berbahajalah Lou Ping, karena pahanya masih luka. Maksudnya
dia akan memberi perlindungan secara bersembunyi. Namun sia-sialah dia menCarinya
itu, karena Lou Ping waktu itu sudah berada di Thiat-tan-Chung.
Pada malam ketiga, bukan Lou Ping yang dijumpainya melainkan Cong-thocu Tan Keh
Lok dan ji-tangkeh Bu Tim tojin. Segera ke 2 pemimpin HONG HWA HWE menjadi
sangat gu sar, ketika diberitahukan bahwa Bun Thay Lay telah "di jual" oleh orang-
orang Thiat-tan-Chung. Berkata sang Cong-thocu ;
"Sekalian heng-te kita sudah menuju Thiat-tan-Chung, siapa tahu mereka bakal tertipu oleh Ciu Tiong Ing. Seba-liknya kita pergi kesana dulu, baru nanti kita tolong Bun suko."
Bu Tim setuju. Mereka tiba di Thiat-tan-Chung justeru diruangan itu sedang dilakukan pertempuran sengit dan te-pat Kian Hiong lepaskan pelor mem-bunuh 2i lilin. Maka Hi
Tong segera nyalakan obor.
Begitulah difihak tuan rumah, duduklah Ciu Tiong Ing, Beng Kian Hiong, An Kian Kong
dan Ciu Ki. Melihat ge-lagatnya ke 2 fihak akan mendapat penyelesaian, diam- Ban
Khing Lan menyelinap kepintu. Tapi ketika dia akan nyelo-nong keluar, Thian Hong
loncat kemulut pintu menghadang-nya, katanya :
"Jangan pergi dulu, kita bicara secara terang."
Melihat fihak lawan berjumlah besar, dia tak berani menentang dan terpaksa balik
kembali. Setelah ke 2 fihak sama memperkenalkan nama, tahulah tuan rumah bahwa
tetamunya itu adalah orang-orang kenamaan dalam kalangan liok-lim. Tapi diam-diam
jago tua itu merasa heran nampak Cong-thocu mereka yang masih begitu muda, dan
yang lebih mirip dengan seorang kongcu dari pada seorang pemimpin besar yang
anggotanya semua jago-jago kangouw yang gagah. Orang-orang HONG HWA HWE
tampak menghormat sekali pada Cong-thocu muda itu, hingga diam-diam Tiong Ing
menjadi tak habis mengerti.
Sebaliknya nampak orang senantiasa mengawasi saja, dikiranya akan menaksir
kepandaiannya, maka marahlah Cong-tho-Cu itu, katanya dengan dingin :
"Karena bertempur dengan kuku garuda dan mendapat luka-luka berat, su-tang-keh
Pan Lui Chiu Bun Thay Lay terpaksa datang meneduh kemari. Demi persahabatan kaum
bu-lim, Ciu locianpwe teiah begitu baik untuk memberi pertolongan. maka dari HONG
HWA HWE disini aku haturkan terima kasih."
Sembari berkata begitu, dia berbangkit untuk menyura. Ciu Tiong Ing tersipu-sipu
membalas hormat, dan diam-diam dia kagum atas ketajaman ucapan anak muda itu,
yang nyata-nyata menyewernya secara halus. Dilain fihak Bu Tim dan Hi
Tong pun sangat kagum dan diam-diam merasa girang bahwa kini HONG HWA HWE
betul-betul mempunyai seorang pemimpin yang ber kewibawaan dan luas
pandangannya. Tidak demikian dengan si Bongkok Ciang Cin yang tak mengetahui arti sebenarnya dari
ucapan sang thocu, maka berserulah dia keras-keras:
"Cong-thocu, situa itulah yang menCelakai Bun suko!"
Wi Jun Hwa yang duduk disisihnya Buru-buru menarik bajunya dan melarangnya jangan
mengaCau pembicaraan. Tan Keh Lok seperti tak mendengarnya, dan dengan sopan
san tun berkata lagi:
"Bahwa pada tengah malam buta saudara-saudara kita telah me ngunyungi tempat
locianpwe, adalah memang tak pantas, harap locianpwe suka maafkan. Itulah
disebabkan karena kita mendapat kabar Bun suko mendapat kesukaran dan Buru-buru
akan menyemputnya. Dan entah bagaimana keadaan penyakit Bun suko itu, mungkin
locianpwe sudah panggilkan sinshe, mohon locianpwe suka bawa kita orang
kepadanya."
Habis mengucap begitu, pemimpin muda itu berbangkit, dan seluruh rombongan HONG
HWA HWE pun ikut berbangkit. Seketika itu Ciu Tiong Ing kemekmek, tak dapat
memberi penyahutan. Disaat itulah Lou Ping berseru dengan nyaring :
"Suko telah dibinasakan mereka, Cong-thocu, kita minta orang tua itu mengganti
jiwanya." Ciang Cin, Nyo Seng Hiap, Wi Jun Hwa dan lain-lainnya serentak menggerung, dengan
melolos senjata masing-masing, mereka menghampiri kemulta. Dengan tabah Beng
Kian Hiong pun berdiri lalu berkata :
"Bun-ya datang kemari, memang ada soalnya"
"Nah, kalau begitu harap Beng-ya antarkan kita kepadanya." Thian Hong memutus
omongan orang. "Ketika Bun-ya, Bun naynay dan Ie-ya ini datang kemari, lo-ChungCu kita sedang tak
berada dirumah. Akulah yang menyuruh orang mengundang sinshe ke Thioke-poh, hal
ini Bun naynay dan Ie-ya tentu mengetahuinya. Kemudian da tanglah petugas-petugas
pemerintah. Kami merasa malu tak dapat melindungi sehingga Bun-ya sampai
tertangkap. Tan tangkeh, kalau menganggap kita kurang sempurna memberi
penyambutan, memang kita akui. Kalau mau bunuh, bunuh lah. Aku orang she Beng
jika sampai jerih, bukan seorang hohan. Tetapi kalau sekalian tangkeh menuduh
loChungCu kami menyual sahabat, itulah kurang pantas!"
Lou Ping- serentak maju kemuka, seraja menuding ia memaki :
"Orang she Beng, kau masih tak malu menyebut hohan. Coba jawablah, kau suruh kita
sembunyi dalam gowa yang demikian rapatnya, kalau sebelumnya tidak ada perjanyian,
masa mereka bisa mengetahui persembunyian kita"
Disemprot begitu, Kian Hiong tak dapat menyawab. Per istiwa Ciu Ing Kiat kena dipikat untuk menyual rahasia, orang-orang Thiat-tan-Chung merasa malu semua. Biar
bagaimana takkan diCeritakan pada orang luar. Maka berkatalah Bu Tim pada Ciu
Tiong- Ing : "Waktu peristiwa itu terjadi mungkin benar 2 Ciu lochungcu tak berada dirumah. Tetapi kata orang "naga harus punya kepala, orang punya pemimpin." Soal kejadian di Thiat-tan-Chung kita hanya dapat meminta pertanggungan jawab loChungCu saja, maka
sukalah memberi jawaban."
Tiba-tiba Ban Khing Lan yang bersembunyi dipinggir berseru dengan lantang :
"Anaknyalah yang membuka rahasia itu, mengapa dia tak mau serahkan anaknya itu
pada kau orang?"
"Ciu locianpwe, benarkah itu?" tanya Tan Keh Lok sambil melangkah setindak lagi.
Ciu Tiong Ing orangnya jujur, sekali-kali tak mau omong justa. Dia anggukkan
kepalanya. Sesaat itu terdengarlah suara berisik dari orang-orang HONG HWA HWE, dan
mereka makin mera pat, sambil menantikan tindakan sang! thocu lebih lanyut.
Tan Keh Lok palingkan pandangannya kearah Ban Khing Lan, tanyanya dengan keren:
"Siapakah dia, belum sempat menanyakan gelaran saudara?"
"Dia adalah salah seorang kawanan kuku garuda yang telah menangkap Bun suko!"
menyelutuk Lou Ping.
Tanpa mengucap apa-apa, dengan tenang ketua HONG HWA HWE itu maju kemuka Ban
Khing Lan dan tiba-tiba dia ulurkan tangan merampas kong-jwan orang she Ban itu,
terus dilemparnya.
Dan tak kurang sebatnya, tahu-tahu ke 2 tangan anggauta kuku garuda itu telah
ditelikung kebelakang punggungnya, kemu dian Cukup dipegangi dengan tangannya kiri
saja. "Aduh, aduh!" Khing Lan mengerung kesakitan, tapi dia tak berdaya untuk berontak
lagi. Gerakan Tan Keh Lok itu luar biasa sebatnya, sehingga orang-orang tak dapat
mengetahui gerakan apakah yang diguna kan tadi. Ban Khing Lan bukan sembarang
jago, bugenya lihai sekali. Hal ini disaksikan oleh orang-orang HONG HWA HWE sendiri.
Tapi kini ditelikung oleh pemimpin muda itu, dia tak dapat berkutik sama sekali. Hal itu bukan saja menajubkan orang-orang Thiat-tan-Chung, sekalipun orang-orang HONG
HWA HWE sendiri sama kemekmek dan terkejut. Karena selama ini hanya di ketahui
bahwa Cong-thocunya itu adalah achliwaris satuanya dari Thian Ti koayhiap, tapi
bugenya sebegitu jauh, belum pernah mereka lihat dengan mata kepala sendiri.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dimana kau bawa Bun suya?" bentak Tan Keh Lok.
Ban Khing Lan membisu, malah mengunyukkan sikap yang sombong, Tan Keh Lok
totokkan jarinya kearah orang, seraja bentaknya :
"Kau bilang tidak?"
Ban Khing Lan mengeluh kesakitan, dan menyerit :
"Kau hendak menyiksa orang Cara begini, bukanlah laku seorang hohan kalau mau
bunuh, bunuhlah"
Ucapan itu terhenti dengan berketesnya butir-butir keringat dari atas kepalanya, ketika Tan Keh Lok kembali menotok jalan darah "jwan-ma-hiat." Kali ini Ban Khing Lan betul-betul tak dapat bertahan lagi, lalu bisiknya dengan lemah :
"Aku bilang ?"" aku bilang."
Waktu Tan kembali menotok "khi-ie-hiat"-nya, meluncur kan beberapa patah kata dari
mulut Khing Lan : "Kalau ingin menolong dia, harus pergi ke Pakkhia."
"Dia belum binasa," seru Lou Ping dengan menahan napas.
"Sudah tentu belum, dia kan pesakitan penting, siapa yang berani membunuhnya!"
sahut siorang she Ban.
"Omonganmu ini boleh dipercaya?" kembali Lou Ping menegasi.
"Masa aku berani menyustaimu."
Karena dihadapi oleh rasa girang yang meluap-luap, Lou Ping roboh tak ingat diri. Hi Tong segera ulurkan tangan hendak membangunkannya, tapi seCepat-cepat itu pula dia
tarik kembali sang tangan. Adalah si Bongkok yang Buru-buru memapahnya seraja
berseru : "Suso, kau kenapa?"
Disamping itu dia melirik kearah Hi Tong, karena merasa heran atas kelakuannya
barusan. Berbareng pada saat itu Tan Keh Lok perintahkan pada pelajannya untuk
mengikat Ban Khing Lan.
"Saudara-saudara sekalian, yang terpenting kita tolong Bun suko dulu. Perhitungan
disini besok kita bereskan lagi."
Semua orang-orang HONG HWA HWE nyatakan setuju. Pada waktu itu Lou Ping yang
sudah tersedar dan duduk dikursi, sampai kucurkan air mata karena girangnya. Tan Keh Lok lalu tinggalkan tempat itu. Ciang Cin tetap memapah Lou Ping yang masih pintyang itu. Ketika berada diluar, Cong-tho-Cu itu mengangkat tangan lagi dan berkata pada
tuan rumah : "Maaf, banyak-banyak membikin repot. Budi tentu terbalas dan takkan kami lupakan.
Kelak kita berjumpa lagi."
"Hem," demikian Tiong Ing perdengarkan suara hidung. Dia tahu sehabis menolong Bun
Thay Lay, orang-orang HONG HWA HWE itu pasti akan datang membikin perhitungan
lagi. "Kalau kauorang tetap buta dengan kenyataan, akupun tak jerih," demikian pikirnya.
"Habis menolong Bun suko, akulah Ciang bongkok, yang pertama-tama akan minta
pengajaran dari enghiong hohan Thiat-tan-Chung ini," seru Ciang Cin.
"Dengan kawanan anying atau beruang saja masih kalah tingkatannya, maCam apa
disebut enghiong!" seru Seng Hiap.
Mendengar itu marahlah Ciu Ki, puteri Tiong Ing, serunya : "Kau maki siapa?"
"Kumaki orang tua yang tak punya perikemanusiaan dan yang tak becus urus rumah
tangganya," balas Seng Hiap tak kurang sengitnya.
Kiranya meskipun si "menara besi" ini mempunyai ilmu thiat-pohsan, namun jotosan
Tiong Ing yang kena dadanya tadi, sakitnya bukan kepalang. Tambahan lagi Bun Thay
Lay ternyata "dijual" oleh putera musuhnya itu makin meluaplah kebenCiannya dan
mendamprat sekena-kenanya.
Ciu Ki yang beradat berangasan itu segera melangkah maju dan balas mendampratnya :
"Telur busuk macam kau, berani menista ayahku!"
"Hah! Budak perempuan ini!" bentak Seng Hiap seraja berlalu, karena dia paling benci bertengkar dengan orang perempuan.
Karuan Ciu Ki makin berkobar amarahnya, masa ia disa makan seperti budak hina.
Memburu maju, berserulah ia : "Kau mau apa"!"
"Panggil kakamu, katakan aku Thiat-tah Nyo Seng Hiap mau bertemu!"
"Ha, kakaku?" balas Ciu Ki dengan heran.
"Ada soal jual sahabat, akan ada juga soal minta bertemu sahabat. Kokomu kan sudah
menyual Bun suko, habis dia bersembunyi dimana?" Wi Jun Hwa ikut mengomong.
Ciu Ki tetap tak mengerti maksud orang, karena ia tak merasa punya koko. Sebaliknya
Kian Hiong segera mengeta hui bahwa karena mendengar kata beracun dari Ban Khing
Lan, oranga HONG HWA HWE itu telah salah faham. Karena keadaan sudah memaksa,
maka Kian Hiong bertekad akan mewakili suhunya, dan berserulah dia keras-keras:
"Liatwi kalau masih ada perkataan apa-apa, silahkan nyata kan sekarang, agar besok
tak usah merepotkan liatwi untuk berkunyung kemari lagi!"
"Kita akan minta berjumpa dengan koko dari nona ini," Ciang Cin ikut bicara.
"Kau, si bongkok ini, sudah edan barangkali. Mana aku punya koko?" Ciu Ki
mendamprat dengan sengit.
Dikatakan "bongkok" begitu, Ciang Cin menggerung, terus ulurkan sepasang tangan
Cakar garuda untuk meraum muka sinona. Ciu Ki Cepat-cepat menabas dengan
goloknya dan peCahlah pertempuran. Ciang Cin dengan ilmu silat tangan kosong "lin-
na-kang" melajani Ciu Ki yang memainkan golok.
Juga Wi Jun Hwa kibaskan siang-kaonya, sambil berseru :
"Beng-ya, mari kita main-main sebentar!"
"Silahkan Wi-ya mulai lebih dulu!" sahut Kian Hiong.
Menyusul dengan itu, disana Ciang Su Kin pun mulai bertempur dengan Kian Kong.
"Kalau kawanan penyual teman ini tetap merintangi, kita bakar saja rumahnya ini!"
tereak Seng Hiap.
Pertempuran makin seru, disana sini terdengar gemeren Cingnya senjata beradu.
Melihat itu tak kuasalah Ciu Tiong Ing menahan hatinya katanya pada pemimpin HONG
HWA HWE : "Bagus, HONG HWA HWE hanya pandai gunakan lidah melukai hati orang dan
mengandalkan jumlah besar untuk menindas."
Seketika itu bersuitlah Tan Keh Lok keras-kerasseraja mene puk tangan 2 kali. Tiba-tiba pertempuran berhenti, dan orang HONG HWA HWE mundur berdiri dibelakang
pemimpinnya. Berkatalah Tan Keh Lok :
"Ciu loenghiong memaki kita andalkan jumlah banyak-banyak untuk menCari
kemenangan. Aku yang rendah ini seorang diri akan mohon pengajaran loenghiong!"
"Itulah bagus," sahut Tiong Ing. "Tadi kita sangat meng agumi gerakan Tan tangkeh,
dan mengakui bahwa sifat eng-hiong itu sudah kentara sedari masih berusia muda.
Lohu ingin sekali menerima pelajaran. Entah tangkeh mau ber main-main dengan
senjata atau tangan; kosong saja?"
"Golok kan sudah menancap di penglari, bagaimana mau bertanding dengan senjata,"
Ciok Siang Ing berkata dengan tajam. Dan memang ucapan itu telah memerahkan
telinga Tiong Ing.
Semua kepala sama mendongak keatas penglari, memang benar disitu tertanCap
sebatang kim-pwe toa-to. Tiba-tiba ada sebuah bayangan mengapung keatas.
Dengan sebelah tangan memegang tiang bandar, sebelah tangan satunya menCabut
golok itu. Dan enteng laksana kapas, bayangan itu melayang turun lagi, terus
menghampiri dihadapan Tiong Ing dan me nekuk separoh lututnya seraja mengangsur
senjata itu keatas kepalanya, katanya :
"Ciu lo-thay-ya, inilah golokmu."
Melihat bayangan itu ternyata Sim Hi, pelajan Tan Keh Lok, orang-orang sama
terkesiap. Tidak dikira kalau boCah yang masih begitu hijau, ilmunya mengentengi
tubuh sudah se demikian lihainya.
Diunyuki permainan begitu, Tiong Ing makin merah wa jahnya. Dia hanya perdengarkan
suara "hm," tanpa menghiraukan Sim Hi, dia berkata pula pada ketua HONG HWA
HWE : "Tan tangkeh silahkan memakai senjata, lohu akan melayani dengan tangan kosong
saja." Waktu itu Kian Hiong Cepat-cepat menyambuti golok yang diangsurkan oleh Sim Hi, lalu membisiki suhunya :
"Suhu tak boleh menuruti kemarahan, pakailah senjata untuk tempur dia."
Kiranya Kian Hiong kuatir betul-betul suhunya akan melajani senjata musuh dengan
tangan kosong, itu tentu berarti rugikan namanya. Pada saat itu Sim Hi, sudah
mengambil keluar senjata, terus diangsurkan pada majikannya.
"Cong-thocu, dia mau adu tangan kosong, baik thocu juga pakai tangan kosong untuk
mengalahkannya," bisik Thian Hong.
Ternyata dia ini beranggapan lain. Bahwa tanda-tanda mengun jukkan kalau Ciu Tiong
Ing itu lebih bersikap bersahabat daripada bermusuhan terhadap HONG HWA HWE
Sekali gunakan sen-jata, tentu bakal ada yang mati atau terluka. Rasanya dengan
tangan kosong lebih sesuai.
Ke 2 kalinya, dia pernah rasakan kelihaian permainan golok Tiong Ing, yang meskipun
dikerojok bersama Wi Jun Hwa, tetap tak terkalahkan. Apalagi dia tak ketahui ba
gaimanakah ilmu senjata dari Cong-thocunya. Tadi yang disaksikannya ialah gerakan
tangan Tan Keh Lok sewaktu menelikung Ban Khing Lan, memang lihai dan sebat sekali.
Jadi terang, kalau ilmu silat tangan kosong dari pemim pinnya itu sangat lihai. Dengan berkelahi tangan kosong, dia bermaksud agar Cong-thocu bisa merebut kemenangan.
Tan Keh Lok menyetujui anyuran Thian Hong, dan katanya pada tuan rumah sembari
tak ketinggalan merangkap ke 2 tangannya :
"Aku yang rendah akan mohon beberapa jurus gerakan tangan kosong dari Ciu lo-eng-
hiong. Harap lo-enghiong berlaku murah."
"Ah, Tan tangkeh terlalu merendah", sahut Tiong Ing.
Ciu Ki tampil kemuka untuk bantu meloloskan jubah ayahnya, sambil membisikinya :
"BoCah itu mahir tiam-hiat, harap ayah berlaku hati-hati."
Nona ini kelihatan marong wajahnya. Sebenarnya ia di liputi kemarahan hebat, hanya
musuh berjumlah banyak-banyak, dan rata-rata mereka bugenya lihai-lihai. ia pun
menginsyapi gen tingnya suasana saat itu.
"Kalau sampai terjadi apa-apa atas diriku, pergilah kau pada Kho sioksiok-mu di Lan Ciu.
Dikemudian hari jangan sekali-' kau terbitkan onar lagi." Tiong Ing memberi pesanan
pada puterinya dengan suara bisik-bisik.
Dengan hati berat, Ciu Ki angguk-anggukkan kepalanya. Kala itu Song San Beng sudah
perintahkan kawanan Congteng untuk menyingkirkan meja dan kursi-kursi di ruangan
itu, sehingga kini merupakan sebuah ruangan kosong yang luas. Pada empat penyuru,
dipasanglah lilin-lilin besar yang menyinari ruangan itu dengan terang sekali.
Ciu Tiong Ing tampak tampil ditengah-tengah, merangkap ke 2 tangannya, dia berkata :
"Harap silahkan memulai."
Dengan tiada menukar jubahnya yang panyang , Tan Keh Lok dengan tenang
menghampiri ditengah-tengah. Sembari meme gang kipas yang terus dikipas-
kipaskannya, katanya dengan lan tang: "Aku yang rendah ini kalau sampai kalah, tentu akan mengundang semua Cianpwe dari kalangan persilatan daerah barat utara sini
untuk menyaksikan penghaturan maaf kita kepada loenghiong. Dan selanyutnya
anggota-anggota HONG HWA HWE tak kan menginyak didaerah Kamsiok sini."
"ucapan Tan tangkeh ini terlalu berat," jawab Tiong Ing.
Tan Keh Lok mengangkat alisnya, lalu bertanya :
"Tetapi sebaliknya kalau lo-Cianpwe yang "salah tangan," lalu bagaimana?"
Jago Thiat-tan-Chung itu dangakkan kepalanya seraja tertawa. Dengan menguruti
jenggotnya dia menyahut : "Seluruh penghuni Thiat-tan-Chung, tua muda, bersedia
serahkan jiwa pada Hong Hwa Hwe!"
"HONG HWA HWE meskipun hanya sebuah perkumpulan kecil yang tak berarti, tapi
dapat juga membedakan budi dengan ke jahatan. Bagaimana kita disuruh membunuh
orang-orang yang tak ikut berdosa" Kalau aku beruntung dalam pertandingan ini, kita
akan berlaku kurang ajar untuk minta agar locianpwe suka serahkan putera locianpwe
yang memboCor kan tempat persembunyian Bun suko itu. Kalau kelak Bun suko dapat
kita tolong dengan selamat, aku menyamin tak kan mengganggu seujung rambutnya
dan akan mengantar kan kembali kesini. Tetapi kalau sampai Bun suko kena apa-apa
maaf, kita terpaksa suruh dia mengganti jiwa," demikian kata Keh Lok.
Mendengar disebut-sebutnya sang putera, teringatlah Tiong Ing akan kecintaan ayah
dan anak, dan tak terasa matanya mengembeng air mata. Tapi pada lain saat sambil
mengulap mukanya, dia berkata :
"Sudah jangan banyak-banyak berkata, silahkan mulai!"
Tan Keh Lok selipkan kipasnya kedalam dada, berdiri te gak dia rangkap ke 2 tangan
dan berkata: "Silahkan!"
Semua mata mengawasi pemimpin muda itu dengan tak terkesiap. Diam-diam mereka
kagum atas sikapnya yang agung perbawa itu. Ciu Tiong Ing menaati peraturan Siao
Lim Pai, tangan kiri dibuka, tangan kanan mengepal. Dia tahu sebagai angkatan muda,
ketua HONG HWA HWE itu pasti tak mau menyerang dulu. Maka diapun tak mau tunggu
lama-lama lagi, terus menyerang muka sitetamu dengan gerak "Co Cwan hoa Chiu."
Pukulan itu luar biasa kerasnya, kepalan belum tiba anginnya sudah menampar muka.
Tan Keh Lok bergerak dengan "han kee poh," tangan kanan menyampok pukulan Tiong
Ing, berbareng tangan kirinya menyikut lambung orang. Pukulan ini adalah ilmu silat
Siao Lim yang disebut "tan hong tiao yang" burung hong meng hadap matahari.
Gerakan itu membuat kesima semua orang. Mereka sama tak mengira kalau
pemimpinnya itupun dapat gunakan ilmu silat Siao Lim Pai untuk lajani ilmu silat dari Cabang Siao Lim yang diyakinkannya berpuluh tahun itu. Sampaipun Ciu Tiong Ing
sendiri merasa heran.
Jilid 7 DEMIKIAN jurus demi jurus. Tan Keh Lot berkelahi dengan ilmu silat Siao Lim Pai yang dimainkannya dengan mahir sekali. Sehingga walaupun namanya bertempur, tapi
nyatanya mereka itu seperti orang berlatih karena gerakan masing-masing sama
sumbernya. Lebih sepuluh jurus telah berlangsung, tapi masih belum ada yang terdesak. Ciu Tiong Ing adalah seorang jago Siao Lim Pai yang telah mencapai punCaknya kesempurnaan.
Gerak kaki dan tangannya, senantiasa mengeluarkan deru samberan angin. Ke lebihan
ilmu silat Siao Lim Pai, adalah dalam hal kesebatan. Demikianlah Tiong Ing makin lama makin gesit.
Pada saat itu dia bersilat dengan gerakan "jong-siao lim" yang terdiri dari tiga tujuh jurus. Baru sampai separoh, Tan Keh Lok segera terdesak. Selagi begitu Tiong Ing
berseru keras sembari memutar tubuhnya kekiri, dari situ dengan gerak secepat-cepat
bintang jatuh, dia rangsang lawannya. Tan Keh Lok buru- mundur selangkah, namun
biar bagaimana, orang-orang Hong Hwa Hwe sama mengeluarkan jeritan tertahan,
karena hampirs saja pemimpin muda itu tak dapat loloskati diri.
Kini Tan Keh Lok tidak lagi gunakan Siao Lim Kun, tap"! berganti dengan "ngo-heng-
lian-hoan-kun" juga salah suatu ilmu silat yang lihai dari; Siao Lim Pai. Dalam salah satu jurusnya yang dinamakan "oh-liang-jay-kwa" naga hitam menyambar semangka, dia
hajar dada orang.
"Bagus!" seru Ciu Tiong Ing sembari masih tetap gunakan jurus ilmu silat Siao Lim Kun untuk memusnahkan serangan.
Setelah lewat beberapa jurus, mendadak Tan Keh Lok ganti menyerang dengan "pat-
kwan-yu-sim-Ciang," menyerang sana-sini sambil ber-putar 2. Karena jubahnya berge
rombongan, maka diantara sinar lilin, tampaknya seperti sepuluh buah bayangan yang
mengitari lawan.
Ciu Tiong Ing Cukup berpengalaman, dengan tenang dia sambut setiap serangan,
hingga lawan tak dapat berbuat banyak-banyak. Ketika Ciu Tiong Ing kirim sebuah
serangan lagi, Tan Keh Lok gunakan lweekang untuk pegang tangan orang. Gerakan itu
adalah dari ilmu silat Thay Kek Kun yang disebut "ji hong si pit".
Tan Keh Lok bergerak dalam gerakan Thay Kek Kun, de ngan ketenangan melajani
kekerasan, dengan kelemahan me nundukkan kekuatan. Dia halau setiap serangan, dia
enyahkan setiap tipu gerakan. Pada waktu itulah mata semua orang baru sama terbuka
dengan penuh kekaguman. Sejak dulu ilmu silat Thay Kek Pai mempunyai sifata
keistimewaan sendiri, dan sedikit saja yang dapat memiliki sempurna. Sekalipun muda
usia ketua HONG HWA HWE itu, tetapi ternyata dia mempunyai ilmu gwakang dan
lwekang yang sempurna. Suatu hal yang jarang terdapat dikalangan kangouw.
Thiat-tan Ciu Tiong Ing, jago Siao Lim yang kawakan itu, terpaksa harus melajani
dengan hati-hati. Memang nampak nya gerakan ke 2 lawan itu lambat, tapi dimata achli silat, pertempuran itu lebih dahsyat dari semula. Sampai pada jurus ke 2, ke 2nya masih belum mengunyukkan mana yang lemah.
Tiba-tiba Tan Keh Lok berganti Caranya berkelahi. Kini dia gunakan ilmu silat Tiang Kun dari kaum Bu Tong Pai, se bentar pula dengan ilmu silat "toa-lin-na-hwat" yang terdiri dari tiga enam jurus, lalu dengan "hun-Ciat-Cho-kut-Chiu" dan lain saat lagi dengan ilmu silat Gak-ke san-Chiu.
Baik kawan maupun lawan sama terpesona, tak habis-habisnya mengagumi.
Bahwasanya pemimpin muda dari HONG HWA HWE itu kaja dengan pelbagai ragam
ilmu silat, yang kesemuanya sukar dan jarang dapat dijakinkan. Dan mereka sama me
nantikan dengan perhatian, ilmu silat apa lagi yang akan dikeluarkannya.
Ciu Tiong Ing tetap bertekun menggunaklm ilmu silat Siao Lim Kun, dan nampaknya dia
tak jsatfhpai keteter. Ber puluh tahun berkelana dikalangan Sungai Telaga, jenis ragam ilmu silat dari Cabang apa saja telah diketahui dan dijumpainya. Sekalipun achli yang mahir dengan berbagai ilmu silat seperti Tan Ken Lok tersebut belum p'ernah di
lihatnya, tapi dengan mengandal pada Siao Lim Kun, dia dapat melajaninya dengan tak
sampai kewalahan.
Suatu saat, jago Siao Lim Pai itu tiba-tiba melangkah se tindak, sebat luar biasa, dia kirim pukulan kiri kekaki lawan. Dan selagi anak muda itu akan menarik tubuh, tahu-tahu lawan telah gunakan gerakan "li-hi-bak-thing" ikan lehi menggoyang angsan, "
"Rett" tahu-tahu jubah Tan Keh Lok pada bagian dada telah rowak seperti terbeset.
"Maaf!" seru Ciu Tiong Ing.
Muka Tan Keh, Lok merah padam. Cepat-cepat ke 2 jarinya akan menotok jalan darah
"jwan-ma-hiat" dari lawan, namun lawan telah bersiap, maka ke 2nya terlibat lagi dalam pertempuran yang gigih.
Kembali pada saat itu orang-orang sama ke-heran 2an lagi. Karena mereka tak tahu
ilmu silat apa yang digunakan oleh ketua muda itu, ilmu "Toa-kim-na-Chiu" dicampur
dengan tiamhiat (totokan). Tangan kiri bergerak dalam "Cat-kun," tapi tangan kanannya bergerak dalam "Bian-Ciang" pukulan kapas. Gerak serangannya seperti "pat-kwa-Ciang," tapi gerak penyagaannya seperti Thay Kek Kun. Gerak ragamnya, seperti tak
keruan, kaCau balau, sehingga mata orange yang mengikutinya sama berkunang-
kunang. Kiranya ilmu silat itu adalah Ciptaan dari Thian Ti koay-hiap, Wan Su Siao, yang disebut
"peh-hoa-jo-kun" ilmu silat ratusan bunga. Thian Ti Koayhiap sejak muda gemar belajar buge. Dia merantau jauh sekali untuk mengunyungi dan berguru pada guru 2 yang
ternama, sehingga mahirlah dia akan peibagai Cabang ilmu silat. Setelah itu dia
menetap didaerah Sinkiang, untuk menyembunyikan diri.
Disitulah dia mulai mejakinkan ilmunya, mengambil kele bihan dari sesuatu Cabang ilmu silat, mehtyang kok sana-sini dan achirnya terCiptalah "peh-hoa-jo-kun"-nya itu. Ilmu silat ini bukan saja sukar diduga" tapi juga mempunyai keistimewaan sendiri, yaitu yang terletak pada gerakan "jo" salah. Benar jurus- gerakannya hampir serupa dengan apa
yang terdapat dalam Cabang ilmu silat yang terdapat di kalangan kangouw, tetapi
sebenarnya tidak sama. Bermula lawan tentu mengira bahwa serangannya itu adalah
tipuan, tetapi dia nanti akan menjadi kaget setelah menangkis dan dapatkan bahwa
serangan itu bukan seperti yang diduganya.
Untuk mejakinkan ilmu silat luar biasa ini, orang harus mahir dalam ilmu gwakang dan lwekang, kim-na-kang, tiamhiat dan ilmu mengentengi tubuh. Sejak Thian Ti koay-hiap
Ciptakan ilmu tersebut, dia sendiri belum pernah meng gunakannya. Dan murid tunggal
satu-nya, ialah Tan Ken Lok ini.
Begitu Tan Keh Lok keluarkan "peh-hoa-jo-kun"-nya, orang- sama menyaksikan
perobahan pada jalannya per-tempuran itu. Dengan sepasang tangannya, Ciu Tiong Ing
berusaha untuk menangkis dan melindungi mukanya. Dan sembari begitu, dia terus
mundur-mundur saja. Dia bingung untuk menduga gerak serangan anak muda itu.
Bukan saja gerakannya aneh, pun pukulannya, totokan jarinya, mengandung jurus' 2
dari ilmu golok dan pedang. Betul-betul dia gelagapan.
Ketika melihat ayahnya terdesak kalah, Ciu Ki sibuk seka li, lalu berseru keras:
"Ilmu silat apa yang kau keluarkan itu" Sungguh gila! Katanya adu silat, mengapa kau gunakan pukulan yang tak keruan maCamnya itu?"
Baru saja dia berseru begitu, dari luar ruangan masuk lah 2 orang sambil bertereak:
"Tahan!"


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ternyata mereka, bukan lain adalah Liok Hwi Ching dan Tio Pan. San. Tapi justeru
orange Hong Hwa Hwe akan membuka mulut kepada ke 2 orang ini, tiba-tiba
terdengarlah dari arah luar seorang berseru dengan keras sekali:
"Api.. ada api! Lekas padamkan kebakaran!" Dan berbareng dengan tereakan itu, api
sudah menyilat masuk ke ruangan itu.
Ketika itu Tiong Ing sedang dirangsek oleh Tan Keh Lok, begitu mendengar tereakan
rumah dan seluruh isinya dima kan api, dia terkesiap juga dan untuk sesaat pikirannya bujar memikirkan hal itu. Cukup sesaat saja, sekonyong-konyong paha kirinya terasa
kesemutan, dan dia merasa kakinya le mas. Ternyata "hu hi hiat" atau jalan darah
dipahanya, telah kena tertotok orang. Ciu Tiong Ing, jago tua yang telah berpuluh tahun malang melintang dikalangan Sungai Telaga dengan belum pernah dijatuhkan orang itu,
kini sempojongan akan roboh kebelakang.
"Ayah!" demikian dengan Cepat-cepat Ciu Ki memburu untuk memapahnya, sembari
melintangkan goloknya untuk melin dungi sang ayah, bilamana musuh akan
menyerangnya lagi.
Tapi sebaliknya Tan Keh Lok tak mau memburu, dia ha nya mundur selangkah, seraja
berkata: "Bagaimana kata Ciu loenghiong sekarang?"
"Baik, aku mengaku kalah. Anakku kuserahkan, mari ikut aku", balas Tiong Ing dengan
murkanya. Dengan dipapah oleh puterinya, Tiong Ing menuju keluar ruangan.
Tan Keh Lok, Liok Hwi Ching dan sekalian orange HONG HWA HWE sama mengikuti
Tiong Ing. Melintasi 2 buah ruangan, tampaklah api makin besar. Dalam malam yang
gelap gulita, api itu menyulang keydara, merah marong diantara kabut asap yang ber-
gumpal 2 memenuhi angkasa itu. Beng Kian Hiong, An Kian Kong dan Song San Beng
siang 2 sudah me ngepalai kawanan Congteng untuk memadamkan api.
"Saudara-saudara, kita bantu memadamkan api dulu!" kedengar an Ji Thian Hong
mengajak Kawan-kawan nya.
"Hem, kau yang suruh orang melepas api, sekarang pura-pura mau menjadi orang baik-
baik , ja?" Ciu Ki mendamprat.
Tadi iapun mendengar, Thian Honglah biangkeladi yang memerintahkan membakar,
mengingat itu, dengan tanpa hiraukan musuh berjumlah besar ia angkat goloknya untuk
monyerang orang itu. Thian Hong bi ru 2 menyingkir. Ciu Ki makin kalap, dan terus akan mengubernya. Tapi telah diha dang Tio Pan San yang memberi nasehat untuk berlaku
tenang dulu. Sekalipun Ciu Ki ber-jingkrak 2 meronta-ronta, tapi dengan hanya
menyempitkan tangan pada gigir golok, Pan San telah membuatnya tak berdaya.
Tiong Ing tak hiraukan hal itu dan terus melangkah ke belakang. Orang-orang HONG
HWA HWE menjadi terkesiap, ketika menge tahui bahwa ruang itu adalah tempat
lingtong (ruangan je nazah). Dua batang lilin putih, menyinarkan Cahajanya yang
pudar, hingga keadaan ruangan itu sangat menyeramkan sekali. Begitu Tiong Ing
menyingkap kain selubung putih, maka tampaklah sebuah peti mati yang hitam
warnanya. Tutup peti itu ternyata masih belum dipaku. Kiranya sete lah puteranya
meninggal, karena Ciu Ki masih belum pu lang, maka Tiong Ing belum mau menutup
peti itu dulu, agar nanti. Ciu Ki dapat kesempatan untuk melihat adiknya untuk yang
penghabisan kali.
"Bahwa anakku telah memboCorkan tempat persembunyian Bunya, itu meniang benar.
Dan kini kau orang akan mem bawa anak itu, baiklah, mari ambil ah dia!" demikian kata Tiong In?; dengan suara tak lancar.
Nyata jago tua Itu masih terkenang akan putera yang dikasihinya itu. Menampak
seorang jenazah anak kecil ter hampar didalam peti mati, orang-orang HONG HWA HWE
itu tak habis herannya. Maka berserulah Ciu Ki:
"Adikku adalah seorang anak yang baru berusia sepuluh tahun. Dia sebetulnya belum
mengerti apas dan telah menunyuk kan tempat persembunyian orang she Bun itu.
Ketika ayah pulang, dia begitu murka dan sampai tegah untuk membu nuh dengan
tangannya sendiri. Karena inilah maka sampai ibuku marah dan meninggalkan rumah.
Bukankah ini meng girangkan hati kalian" Kalau masih belum puas, Ayo orang HONG
HWA HWE, bunuhlah kita, ayah dan anak ber 2, Ayo!"
Seketika itu orange HONG HWA HWE sangat menyesal sekali, alas perbuatan mereka
terhadap orang tua Ciu Tiong Ing yang ternyata seorang perwira yang menyunyung
tinggi rasa ke adilan dan peri kebajikan itu. Rasa sesal, terharu dan menghormat itu, memenuhi dada setiap orang HONG HWA HWE, se hingga ruangan itu seketika menjadi
sunyi senyap. Si Bongkok Ciang Ciu adalah orang pertama yang meng unyukkan ketulusan hatinya.
Melangkah kemuka, dia segera menyura dihadapan Ciu Tiong Ing, seraja berkata:
"Loya, tadi telah bersalah besar terhadapmu, aku Ciang"
Bongkok, dengan ini meminta maaf se-besar 2nya.
Habis berbuat begitu, kembali dia menghadap kearah nona Ciu Ki untuk menyura dan
berkata pula: "Nona, maafkanlah aku. Seterusnya panggil ah aku "bong-kok" sekehendak hatimu, tak
sekali-kali aku berani marah."
Mendengar itu, Ciu Kie tertawa urung.
Pada saat itu ber-turut 2 Tan Keh Lok, orang yang pernah memaki orang tua itu jakni
Lou Ping, Nyo Seng Hiap, Chi Thian Hong dan lain-lain orang HONG HWA HWE, sama
datang menyura untuk menghaturkan maaf pada Tiong Ing. Jago tua yang keras hati ini
tersipu-sipumembalasnya. Berkata pemimpin HONG HWA HWE:
"Kebajikkan yang Ciu loenghiong tumpahkan pada HONG HWA HWE, akan kita ukir
sampai mati. Saudara-saudara sekalian, kita perlu lekas padamkan api, Ayo lekas
bertindak!"
Mereka serentak menyingsingkan lengan baju. Tapi ternyata api berkobar dengan
hebatnya, sehingga langit seperti dibakar warnanya. Genteng 2 berguguran ketanah,
belandar dan penglari roboh disana sini, gegap gempita dihimpit dengan tereakan
kawanan Conteng yang riuh itu.
Propinsi Anse, terkenal daerah "sarang" angin. Setahun penuh, tak ada seharipun yang tak berangin. Angin bukan sembarang angin, tapi angin besar yang ki at sekali. Diki pasi oleh sang angin, tambahan lagi air sangat sukarnya, maka api itu rasanya susah untuk dipadamkan. Thiat-tan-Chung yang megah luas itu, sebentar lagi akan menjadi
tumpukan puing rata dengan tanah.
Adalah dalam keadaan begitu, Ciu Tiong Ing tetap meme gang peti mati puteranya,
sikapnya seperti orang yang tak sadar. Api sudali menyilat masuk kedalam ruangan,
sedang Wi Jun Hwa, Ciok Siang Ing, Cio Su Kin dan lain-lain.-nya sama berusaha untuk memadamkannya.
Nampak ayahnya seperti orang yang kehilangan semangat itu, berserulah Ciu Ki:
"Ayah, Ayo kita keluar dari sini!"
Ciu Tiong Ing tak mengacuhkan, dia hanya memandang dengan tak terkesiap pada peti
mati puteranya. Tahulah kini orange itu, bahwa ayah yang sengsara itu tak tegah untuk lepaskan peti mati jenazah puteranya itu dimakan api. Tiba-tiba Ciang Bongkok
membungkukkan badannya dan berseru pada Seng Hiap:
"Pat-ko, kau letakkan peti keatas punggungku sini!"
Seng Hiap menurut, begitu peti diang-kat terus ditumpang kan keatas punggung si
Bongkok siapa terus mendukungnya keluar. Dengan dipapah puterinya, Tiong Ing
berjalan keluar di kuti oleh rombongan HONG HWA HWE Mereka beristirahat disebuah
lapangan diluar Chung. Tak berselang berapa lama, ter dengarlah suara gemuruh keras
dari tiang penglari wuwung an rumah yang jatuh ketanah. Karena tak berdaya untuk
memadamkan api, sekalian orang sama berkerumun disebelah Tiong Ing.
"Astaga! kuku garuda itu masih didalam sana!" tiba-tiba Sim Hi bertereak dengan kaget.
Dan dia terus loncat akan menolongnya, tapi diCegah oleh orang banyak-banyak.
"Orang yang banyak-banyak dosanya itu, biarkan saja terbakar hangus disitu," seru Ciok Siang Ing.
"Sayang , orang piauwkok itu diberi kemurahan," tiba-tiba Lou Ping bertereak.
"Siapa. dianya?" tanya Tan Keh Lok.
Lou Ping Ceritakan halnya Tong Siu Ho, si Cumi-cumi itu. Juga Kian Hiong menuturkan
tentang kedatangan orang itu untuk menyelidiki Thiat-tan-Chung.
"Benar, tentu dialah yang melepas api!" kata Thian Hong.
Semua orartg pun menduga, tentu perbuatan orang she Tong itu. Pada suatu
kesempatan Thian Hong mengerlingkan matanya kearah Ciu Ki, siapa juga justeru
melirik Thian Hong. Maka bertemulah sinar dari ke-empat mata! Buru-buru ke 2nya
membuang muka karena jengah.
"Kita harus tangkap orang itu," Tan Keh Lok nyatakan pikiran, lalu memerintah:
"Chi jit-ko, Nyo patko, Wi kiuko, Ciang sipko, kauorang berempat leicas peCahkan diri menuju keempat jurusan. Dapat menawan atau tidak, dalam satu jam harap sudah
kembali lagi kemari!"
Keempat orang itu bergegas-gegas menyalankan perintah Sedang disebelah sini,
tampak Liok Hwi Ching pasang omong dengan Ciu Tiong Ing. Mereka sama mengagumi
satu sama lain. Pada saat itu kembali Tan Keh Lok meng haturkan maaf pada Ciu Tiong
Ing seraja berkata:
"Karena HONG HWA HWE maka loenghiong sampai mengalami ke adaan begini. Budi
loenghiong akan kami balas sekuat usaha kami. Tentu kita Cari Ciu lothaythay supaya
dapat kembali pada loenghiong. Thiat-tan-Chung sudah menjadi abu, H.H H. yang akan
membangunnya. Kerugian dari sekalian saudaraa Cengteng, HONG HWA HWE yang
mengganti. Harap semuanya jangan kuatir."
Nampak Thiat-tan-Chung menjadi abu, Tiong Ing meng elah napas. Berpuluh 2 tahun
membangun, habis dalam se malam. Tetapi mendengar ucapan pemimpin HONG HWA
HWE itu, Buru-buru dia menyahut.
"Jangan Tan tangkeh mengucap begitu. Harta benda adalah barang titipan. Kalau kau
tetap beranggapan begitu, sama saja artinya dengan menghina aku, tidak mau meng
anggap aku sebagai sahabat," demikian katanya.
Ciu Tiong Ing paling gemar bergaul. Dia saksikan bagai mana tadi orang-orang HONG
HWA HWE mati 2an berusaha menolong api, dan bagaimana sikap mereka yang begitu
mengindahkan padanya, diam-diam hatinya terhibur. Sekalipun Thiat-tan-Chung musna,
tapi dia dapatkan pengganti yang berharga: tali per sahabatan dengan begitu banyak-
banyak orang gagah.
Setelah diadakan pemeriksaan, selain hanya kira-kira sepululian prang yang luka
terbakar, yang mati atau luka berat saja tidak ada. Ketika kemudian Song San Beng
sampaikan kata-kata pemimpin HONG HWA HWE itu pada sekalian Cengteng, mereka
menjadi terhibur juga.
Selagi orang masih sibuk, datanglah Wi Jun Hwa dan Ciang Bongkok melapor pada Tan
Keh Lok bahwa Tong Siu Ho tak dapat diketemukan sekalipun sudah diCari sampai
enam atau tujuh li jauhnya, Tidak berapa lama, Thian Hong dan Seng Hiap pun munCul,
dengan tangan kosong juga.
"Tidak apa, dia. kan orangnya Tin Wan piauwkok, biarkan dulu besok kita urusi lagi,"
habis berkata begitu Tan Keh Lok berpaling kearah Tiong Ing, katanya:
"Ciu locianpwe, untuk sementara ini sekalian Cengteng itu akan disuruh kemana"' '
"Soal ini, besok pagi sesudah keadaan tenang, kita pikir kan lagi," kata siorang tua.
"Siaotit ada usul, harap ioCianpwe suka pertimbangkan," tiba-tiba Thian Hong
menyelak. "Jit-ko kita ini terkenal sebagai Bu Cu Kat, dia banyak-banyak sekali akalnya," kata" Tan Keh Lok setengah bersendagurau.
Melirik pada Thian Hong, nona Ciu Ki perdengarkan suara hidung, lalu berkata pada
Kian Hiong: "Beng toako dengarlah, ada orang yang melebihi hebatnya dari Cu Kat Liang, banyak-
banyak akal, pun bisa buge!"
Kian Hiong hanya tersenyum, maka berkatalah Tiong Ing: "Ji-ya, Coba kau bilanglah."
"Kukira setelah orang she Tong itu melarikan diri dan orang she Ban itu tak kelihatan kembali, kawanan kuku garuda itu pasti akan melapor pada pembesar negeri. Me nurut
pendapatku, lebih baik orang-orang Thiat-tan-Chung ini menuju ke barat saja, untuk
menantikan suasana kalau sudah agak reda. Kalau kita ketimur menuju kota Ti Kim Wi,
rasanya kurang leluasa."
Tiong Ing setuju, katanya: "Benar, lotit memang tak ke Cewa sebagai Bu Cu Kat. Besok kita berangkat ke Anse. Disana aku punya sahabat yang rasanya takkan keberatan
menerima kita untuk beberapa hari saja."
Mendengar ayahnya malah memuji Thian Hong, Ciu Ki mendelu hatinya. Walaupun
sekarang sudah nyata bahwa Thian Hong bukan yang membakar Thiat-tan-Chung, tapi
entah bagaimana, ia benCi pada orang itu. Makin melihat, makin muak rasanya.
Setelah mengumpulkan semua Cengteng dan keluarganya yang berjumlah enam 2
orang itu, maka Tan Keh Lok menyerah kan sepuCuk surat pada Song San Beng seraja
berkata: "Kali ini saudara-saudara menderita kerugian besar, untuk itu aku merasa menyesal
sekali. Untuk menetap di Anse, tentunya saudara-saudara semua memerlukan ongkos,
maka dengan ini suka lah kiranya mcnerima sedikit pemberian yang tak bcrarti ini."
Begitu melihat surat itu, terkejutlah Song San Beng, se hingga untuk sesaat dia tak
dapat berkata apa-apa. Kian Hiong mendekatinya, dan tampak olehnya pada surat itu
terdapat tulisan yang berbunyi. "Dengan surat ini harap diberikan sepuluh ribu tail
perak". Dibawah tulisan itu, terdapat tanda tangan yang bagus, entah apa bunyinya.
"Tan tangkeh, kebaikanmu itu kita terima dengan senang hati, tapi uang yang begini
banyak-banyak, menyesal kami tak dapat menerimanya," kata Kian Hiong.
"Setiba di Anse harap Song-ya pergi kekuil Giok Hi To Kwan untuk mengambil uang
tersebut. Untuk keluarga Beng-ya dan An-ya masing- harap diserahkan seribu tail.
Song-ya sendiri harap mengambil 500 tail. Sedang untuk enam 2 saudara itu, masing-
masing supaya diberi seratus tail. Selebihnya silahkan pakai untuk ongkos jalan,"
menerangkan Tan Keh Lok.
Bermula Beng Kian Hiong mau menolak, tapi telah dide sak oleh anak muda pemimpin
itu. Kian Hiong memandang kearah suhunya, akan minta pertimbangan. Sifat Ciu Tiong
Ing adalah tangan terbuka. Dia paling benCi orang yang main sungkan 2an, maka
katanya: "Karena itu sudah menjadi kehendak Tan tangkeh, kau terima saja dan lekas haturkan
terima kasih."
Apa boleh buat mereka Cepat-cepat haturkan terima kasih. Adanya Tan Keh Lok tak
menghaturkan apa-apa pada Ciu Tiong Ing dan puterinya, karena sangat
menghargainya. Untuk Itu legahlah hati jago tua itu.
"Tan tangkeh, betul-betul kau mengliargai mukanya seorang tua ini," kata Tiong Ing
seraja menepuk bahu ketua HONG HWA HWE itu.
Tiong Ing titahkan San Beng segera ajak rombongannya berangkat ke Anse untuk
meneduh ketempat kediaman Go tay koan-jin dulu. Kelak setelah urusannya selesai,
mereka akan dipanggil lagi.
"Ayah, jadi kita tak ikut pergi ke Anse?" tanya sang puteri.
"Mana bisa, Bun suya tertangkap ditempat kita, bukankah kita ikut bertanggung jawab
untuk monolongnya?" Mendengar maksud ayahnya akan ikut membebaskan Bun Thay
Lay, giranglah hati Ciu Ki, Kian Hiong dan Kian Kong.
"Maksud mulia dari Ciu locianpwe, sangat kita jun jung dengan rasa terima kasih yang se-besar 2nya," demikian Tan Keh Lok Buru-buru menyang gapi. "Tapi menolong Bun
suko itu adalah soal pembunuhan dan perlawanan pada kekuasa an pemerintahan.
Liatwi sekalian adalah rakjat baik-baik yang hidup dengan tentram, jauh berbeda
dengan orang-orang peran taUan kangouw seperti kita orang ini. Bukankah hal itu
sangat tak leluasanya?" Kita hanya akan mohon petunyuk dan renCana dari Ciu lo
Cianpwe saja. Tentang membasmi kawanan kuku garuda, menolong Bun suko, biarlah
kita sendiri saja yang mengerjakannya."
Thiat-tan Ciu Tiong Ing mengelus mengurut jenggotnya, lalu katanya.
"Tan tangkeh, kau tak perlu kuatir akan merembet 2 kita orang. Kalau kau menolak
kehendakku yang akan menolong seorang sahabat itu, artinya kau menganggap sepi
padaku!" "Ciu loenghiong adalah seorang lelaki yang mulia ambe kannya. Semua orang kangouw
sama mengetahui dan meng hormatinya," Liok Hwi Ching ikut menimbrung." Andai kata
dia bukan seorang begitu, aku yang belum mengenalnya tentu tak berani gegabah
menyuruh Bun su-ya meneduh ke tempat kediaman bei au!"
Tan Keh Lok termenung sejenak, lalu katanya:
"Begitu tinggi keluhuran budi Ciu loenghiong, kita seluruh anggauta HONG HWA HWE
takkan lupa sampai mati."
Malah Lou Ping seketika itu maju menghampiri dan ber lutut dihadapan Ciu Tiong Ing,
katanya dengan serta merta:
"Loya rela membantu, aku atas nama keluarga Bun dengan ini haturkan beribu terima
kasih." "Bun naynay, kau legahkan hatimu. Kalau tak dapat me nolong Bun suya aku
bersumpah tak mau jadi orang lagi," kata Tiong Ing seraja tersipu-sipumengangkat
nyonya muda itu bangun. Habis itu dia minta pada Tan Keh Lok supaya lekas
mengeiuarkan perintah untuk berangkat.
Dengan ucapan merendah, Tan Keh Lok minta lagi agar Tiong Ing dan Hwi Ching, 2
jago tua itu, memberi petunyuk, Sudah barang tentu Hwi Ching menolak dan minta agar
ketua itu sendiri yang mengeluarkan perintah sendiri dengan segera.
" Kalau begitu baiklah", demikian aehirSnya Tan-Keh Lok berkata.
"Saudara-saudara sekalian, lebih dulu kita bersembahyang pada Hong Hwa loCu kita!"
seru Tan Keh Lok pada orang-orang nya.
Dia suruh ambilkan sebuah pakaian baru, untuk ganti pa kaiannya yang telah robek
didada itu, setelah itu dia pimpin saudara-saudaranya untuk bersujud menghadap
kearah selatan. Mereka memberi hormat (Paikui). sampai tiga kali. Selesai itu, baru
pemimpin muda itu memberikan perintahnya. Apr yang membakar Thiat-tan-Chung
sudah padam, hanya sana sini terdengar suara kretekan tangkai 2 potongan kaju yang
masih dimakan lelatu. Dengan chidmat, sekalian orang-orang HONG HWA HWE itu
mendengari perintah ketuanya:
Pertama: Sebagai pelopor dimuka, ialah Kim-tiok siuCay, Ie Hi Tong dan SeChwan Siang hiap Siang He Ci dan Siang, Pek Ci sebagai penghubung untuk memberi warta tentang
keadaan Bun Thay Lay.
Rombongan ke 2 terdiri dari: Cian-pek ' Ji-lay Tib Pan San sebagai pemimpin dengan
anggautanya: Sipemberani Ciang Cin, Kui-kiam-Chiu Ciok Siang Ing.
Rombongan ketiga, pemimpinnya: Cui-hun-to-bing-kiam Bu Tim tojin dengan anggauta:
Thiat-ta Nyo Seng Hiap, Thong thao-ngo-hie Ciang Su Kin.
Rombongan keempat dipimpin sendiri oleh Tan Keh Lok dengan anggauta: Kiu-beng
kim-pao-Cu Wi Jun Hwa, clan sikaCung Sim Hi.
Rombongan kelima dipimpin: Bian-li-Ciam Liok Hwie Ching dengan anggauta: Sin-tan-Cu
Beng Kian Hiong, Tok-ka-houw An Kian Kong.
Rombongan keenam dipimpin: Thiat-tan Ciu Tiong Ing, dengan anggauta: Kio Li-kui Ciu
Ki, Bu-Cu-kat Chi Thian Hong dan Wan-yang-to Lou Ping.
"Ie su-sip-te, harap segera berangkat. Saudara lain-lainnya supaya mengasoh lebih
dulu. Besok kita berangkat ke Thio-ke-poh, lalu berpenCaran kita memasuki Kao-ko-
kwan untuk mengadakan rapat lagi," demikian Keh Lok achirnya.
Dan setelah memberi hormat kepada sekalian; saudara, berangkatlah Ie Hi Tong
dengan rombongannya. Baru saja kudanya berjalan beberapa langkah, dia berpaling
kearah Lou Ping, siapa kelihatan menundukkan kepalanya. Rupanya nyonya muda itu


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedang terbenam dalam renungan lain, sedikitpun tak mengacuhkan akan
keberangkatan Hi Tong itu. Anak muda itu mengelah napas panyang , terus mengeprak
kudanya berlari dengan kentyang .
Masing-masing orang lalu menCari tempat, untuk mengasoh.
"Chi jit-ko, kita telah membuat Ciu loenghiong menjadi berantakan rumah tangganya.
Kepergian kita untuk menolong suko kali ini, harap kau taroh perhatian, agar supaya
pembesar 2 negeri jangan sampai mengetahui tentang ikut nya loenghiong itu dalam
rombong'an kita ini. Selain itu, suso telah terluka, untuk kepentingan suko, ia tentu akan ber tempur mati 2an nanti. Inipun harap kau berdaya untuk menCegahnya.
Sebaiknya rombongan jit-ko ini jangan berjalan dengan Cepat-cepat, kalau bisa supaya jangan sampai ikut bertempur," kata pula Keh Lok.
Chi Thian Hong menyatakan akan memperhatikart nasehat ketuanya itu.
Baru saja mereka tidur 2 jam, hari sudah terang tanah. Cian-pik ji-lay Tio Pan San
segera pimpin rombongannya berangkat.
"Sip-ko, jangan kau terbitkan onar dijalan, jangan banyak-banyak minum arak," Lou
Ping memesan Ciang Bongkok.
"Suso, harap jangan kuatir. Sebelum suko tertolong, aku tak mau menenggak setetes
arakpun juga," sahut si Bongkok.
Si Bongkok Ciang Cin itu kiranya seorang setan arak. Begitu masuk, dia sering gegeran dengan orang. Tetapi bila perlu, diapun dapat menCegah minum. Inilah kelebihan dia.
Beberapa waktu kemudian, rombongan 2 dari Bu Tim tojin, Tan Keh Lok dan Liok Hwi
Ching ber-turut 2 berangkat. Yang terachir, barulah rombongan Ciu Tiong Ing. Setiba di Thio-ke-po, penduduk disitu sudah mendengar berita kebaka ran di Thiat-tan-Chung,
dan ber-dujun 2lah mereka datang menghibur Ciu Tiong Ing, Sampai ditempat ini Ciu
Tiong Jng berpisahan dengan Song San Beng yang disuruhnya me mimpin rombongan
Cengteng pergi ke Anse. Sedang jago tua itu terus melanyutkan perjalanannya ke timur.
Disepanyang jalan, Ciu Ki tetap ributs bertentangan dengan Thian Hong saja. Dimata
gadis berangasan itu, segala gerak-gerik Thian Hong itu serba salah. Sekalipun ayahnya ber-ulang 2 mendampratnya, Lou Ping juga ber-kali 2 menasehatnya, malah Thian Hong
sendiripun suka mengalah, namun anak itu tetap memusuhinya saja. Lama-lama Thian
Hong jengkel juga, pikirnya:
"Hanya karena memandang muka ayahmu, maka aku mau mengalah, masa aku
sungguh-sungguh jerih padamu" Di kalangan kangouw,- enghiong mana yang tak
mengindahkan aku, Bu Cu Kat ini" Dasar sial, kini aku mesti menelan rongrongan
seorang budak semaCam dia!"
Sengaja dia memperlambat kudanya, hingga berada di belakang mereka. Rupanya dia
mendongkol, dan tak mau bicara. Kalau menginap dirumah penginapan, sehabis makan
dia terus masuk tidur. Tak mau dia pasang omong dengan mereka. Begitulah pada hari
yang ketiga, rombongan Ciu Tiong Ing ini sudah melalui kota Ka-ko-kwan.
Nampak puterinya tak mau mendengar kata itu, beberapa kali Tiong Ing telah memberi
dampratan. Betul saat itu dihadapan sang ayah, Ciu Ki berjanyi menurut, tapi begitu
kelihatan Thian Hong, kumatlah penyakitnya untuk meng ajaknya bersetori pula. Diam-
diam Tiong Ing terkenang akan isterinya. Apabila ia itu disini, pasti akan dapat
mengajar adat pada puterinya yang bengal itu. Tetapi kini dimanakah sang isteri itu, diapun tak mengetahuinya.
Memikir sampai disini, jago tua itu berduka hatinya. Tambahan pula tampak bagaimana
Thian Hong berada di sebelah belakang dengan sikap yang mengunyuk kejeng kelan
itu, dia makin tak enak hatinya.
Malam itu sampailah mereka di SouwCiu, lalu menCari rumah penginapan yang terletak
didekat pintu kota sebelah timur. Thian Hong kelihatan pergi dan tak lama lagi dia
kembali, lalu berkata kepada Ciu Tiong Ing dan Lou Ping:
"Ie sipsu-ko belum dapat menCium jejak Bun suko, juga belum bercljumpa dengan
Sejwan Sianghiap."
"Bagaimana kau bisa tahu" Jangan ngelantur, ja!" Ciu Ki tahu-tahu sudah memutus
keterangan orang.
Thian Hong tak mau menyawab, hanya melirik dengan ekor matanya kearah gadis yang
dibenCinya. "Daerah sini terkenal dengan araknya yang kesohor. Ayo, jit-ya pergi dengan aku ke
warung arak Heng Hwa Lauw diseberang jalan sana untuk minum," kata Tiong Ing.
"Baiklah, locianpwe," sahut Thian Hong.
"Ayah, aku ikut!" seru Ciu Ki tak mau ketinggalan.
Thian Hong ketawa.
"Apa maCam, ketawa! Masa aku tak boleh ikut?" Ciu Ki iototkan matanya.
Thian Hong melengoskan kepalanya, seperti tak dengar apa-apa:
"Ki moaymoy, kita sama- pergi dah! Siapa yang tak mem bolehkan orang perempuan
minum ar.ak di Ciulauw?" kata Lou Ping dengan tertawa.
Ciu Tiong Ing ternyata seorang ayah yang berpandangan bebas, dia tak melarang
puterinya. Begitulah keempat orang itu terus menuju ke Heng Hwa Lauw dan memesan
bebe beberapa hidangan dan arak. Air sumber di Souw-Ciu dengan apa arak 2 itu
dimasaknya, ternyata sangat jernih sekali. Karena itu, untuk daerah barat utara, arak SouwCiu kesohor lezatnya. Begitu menCiCipi, mereka segera menga kui akan
kehebatanya arak disitu. Pelajan kembali menghi dangkan nampan bakpja keluaran
SouwCiu yang kenamaan itu. Pia itu empuknya seperti kapas, putih meletak meng
giurkan selera. Selama makan pia itu, tak putus-putusnya mulut Ciu Ki me-muji 2
kelezatannya. Karena diwarung situ banyak-banyak orang, mereka tak mau
menyinggung urusari Bun Thay Lay. Hanya pemandangan alam "sepanyang tempat
yang telah dlaluinya itulah yang dijadikan bahan omong-omong mereka. Tiba-tiba Ciu
Tiong Ing berkata pada Thian Hong:
"Pemimpin HONG HWA HWE Tan tangkeh itu masih begitu muda usianya, mirip dengan
seorang kongcu, tetapi dia paham dengan "ilmu silat berbagai Cabang, sungguh jarang
terdapat. Ketika bertanding . dengan aku tempo hari itu, pada saat 2 terachir dia
gunakan ilmu silat yang luar biasa aneh nya, entah apa itu namanya. Adalah Chi-ya
mengetahuinya?"
Sebenarnya Ciu Ki pun sudah lama menyimpan pertanyaan itu, maka dia menaroh
perhatian besar untuk jawabannya.
"Sebenarnya akupun baru pertama kali itu berjumpa dengan Tan tangkeh Kecil,
mendiang le lotangkeh telah meng antarkannya ke gunung Thian San untuk belajar silat pada Thian Ti koayhiap disana. Ilmu silat itu, kurasa adalah Cip taan dari koayhiap
sendiri," menerangkan Thian Hong.
"Hong Hwa Hwe yang pamornya begitu kesohor didaerah Kang-lam, pemimpinnya
seorang kongcu, bermula aku tak percaya. Tapi belakangan setelah mengenalnya baik
dalam perCakapan maupun pertempuran, barulah kuketahui bahwa selain bugenya
tinggi, juga pengetahuannya luas sekali. Seorang pemimpin yang tepat dan Cakap.
Memang orang tak boleh diukur dari usianya."
Mendengar jago tua itu tak habis-habisnya memuji ketuanya, Thian Hong dan Lou Ping
merasa girang. Begitulah mereka #a|fang omong dan minum arak dengan gembira
sekali. Hanya Lou Ping begitu terkenang akan nasib suaminya yang belum ada
ketentuannya itu, nampaknya selalu berduka saja.
"Dalam beberapa tahun ini, banyak-banyak sekali jago-jago baru yang munCul
dikalangan persilatan. Dengan begitu akan tetaplah bersemarak keharuman Sungai
Telaga, patah tumbuh hilang berganti. Hilang yang tua 2, yang muda 2 tetap tampil
meng g'anti. Misalnya seperti kau sendiri, laote, yang paham bun dan bu itu, memang
jarang terdapat di kangouw. Maka harap kau jangan sia-siakan bakatmu itu, untuk
melakukan suatu pekerjaan besar", kata Tiong Ing lebih jauh.
Thian Hong tersipu-sipumeng-iakan dan haturkan terima kasih. Sebenarnya jawaban
"ja" dari Thian Hong diperun tukkan anyuran Tiong Ing supaya "melakukan pekerjaan
besar" itu. Tak tahunya, Ciu Ki telah menduga salah. Dengan perdengarkan suara
ejekan dari hidung menggerutu lah si-Centil itu:
"Huh, dipuji orang, masa ja, ja" saja!"
Setelah meminum seCawan lagi, kembali Tiong Ing berkata:
"Konon kudengar mendiang Ie lotangkeh itu adalah seorang achli Siao Lim Pai yang
jempolan, dengan begitu sama de ngan kaumku. Scbenarnya telah lama aku berhasrat
mengun jungi untuk berkenalan. Namirn karena dia tinggal di Kanglam dan aku berada
didaerah barat utara, maka be lumlah dapat kulaksanakan. Dan harapanku itu kini tak
mungkin terpenuhkan lagi, setelah beliau meninggal itu. Be berapa kali kuberusaha
untuk menyelidiki sumber kaum lotangkeh itu, tapi selalu gagal saja."
"Semasa hidupnya marhum Ie lotangkeh tak pernah me nyebut asal kaumnya, baru
setelah beliau akan menutup mata, menerangkan bahwa dulu dia belajar buge digereja
Siao Lim Si di Hokkian," jawab Thian Hong.
"Akupun seorang murid Siao Lim Si juga," kata Tiong Ing seraja mengangkat Cawannya.
Dia kerutkan jidatnya sejcnak, lalu bertanya lagi:
"Almarhum itu punya Ciri 2 apa pada mukanya?"
"Sampai pada usia enam0 tahun, marhum masih kelihatan ga gah. Hanya pada ujung
keningnya sebelah kanan terdapat sebuah bekas luka besar, hingga alisnya sebelah
kanan tidak ada lagi."
Mendengar penuturan Thian Hong itu, sekonyong-konyong Cawan arak Ciu Tiong Ing
terlepas jatuh kelantai, dan jago tua itu kelihatan menguCurkan air mata. Katanya
dengan suara sember:
"Oh, suheng, suheng. Memang sudah kuduga tentu kau, tetapi rupanya kau me-nyia
2kan jerih payahku."
Melihat perobahan dan sikap Tiong Ing yang luar biasa itu, Thian Hong sangat terkejut.
"Laote, Bun naynay, apakah kau orang tahu bahwa Ie lotangkeh-mu itu bukan orang
she Ie?" tanya Tiong Ing ke mudian.
"Ja, dia orang she Sim," sahut Thian Hong. Kembali Tiong Ing keluarkan seruan
tertahan, katanya: "Benar, dia memang she Sim. Namanya sebenarnya jalah Sim Ju Ko,
dia adalah suhengku. Hubungan kita, suheng dan sute ber 2, sangat mesra sekali.
Apalagi dikemudian hari karena melanggar peraturan, dia telah diusir oleh suhu. Sejak itu aku tak mendengar lagi tentan'g beritanya. Kese luruh polosok Sungai Telaga
kumenCarinya, tapi tetap tak ada orang yang mengetahulnya. Kukira karena putus asa,
dia tentu menyembunyikan diri. Tak tahunya kalau dia sudah merobah she dan
namanya dan telah mendirikan suatu ge rakan yang begitu mulia tujuannya itu. Dulu
pernah kude ngar bahwa ketua dari HONG HWA HWE itu orang dari golongan Siao Lim
Pai, untuk membuktikan prasangkaku, maka kutulis sepuCuk surat. padanya. Tapi
dengan katas yang sungkan, dia telah membalas suratku itu dengan sikap seperti mem
perlakukan seorang yang baru dikenalnya. Karena kukenal sifat suhengku yang jujur
dan sayang padaku itu, aegera kupercaya bahwa dengan jawaban itu, teranglah bahwa
ketua HONG HWA HWE itu bukan suheng. Dan karenanya, tak kuse lidiki lebih jauh. Oh,
suheng, mengapa kau perlakukan sutemu ini begitu dingin?"
Sampai disitu kembali nampak Tiong Iftg berduka, lalu katanya pula:
"Kalau siang 2 kuketahui dia, tentu biar bagaimana ku periukan berkunyung ke
Kanglam. Kini orangnya sudah me ngasoh kealam baka, dan harapanku untuk
menyumpainya takkan terlaksana se-lama-lamanya."
"Ie lotangkeh berbuat begitu, tentu ada sebabhja. Dia paling gemar bergaul, kalau
sampai dia tak mau kenal lo Cianpwe, tentulah bukan sewajarnya," kata Thian Hong.
"Huh, orange HONG HWA HWE itu, paling suka memandang sebelah mata pada orang,
jangan kata dalam hatinya. CiCi Ping, aku tak mengatakan kau lho," tiba-tiba Ciu Ki
menyelak. Thian Hong tak menghiraukannya.
"Sewaktu meninggal, dia herpesan apa?" tanya Tiong Ing.
"Disini banyak-banyak orang, dan penurunan itu panyang sekali. Baik malam nanti kita lanyutkan perjalanan, dan memilih suatu tempat sepi yang CoCok untuk kita pasang
omong lagi. Aku sendiripun mempunyai beberapa soal, karena Ciu locianpwe adalah
sute dari Ie lotangkeh tentunya mengeta hui juga riwajat semasa mudanya. Aku akan
mohon beberapa pengunyukan dari locianpwe," kata Thian Hong.
Ciu Tiong Ing setuju, lalu menyuruh pelajan membikin perhitungan.
"Harap tunggu sebentar, aku akan turun kebawah dulu," kata Thian Hong.
"Laote, akulah yang menjadi tuan rumah, tak usah kau yang bajar," sera Tiong Ing.
"Baik," jawab Thian Hong terus turun kebawah loteng.
"Hem, sikunyuk jual lagak!" Ciu Ki tak kuat untuk tak memberi komentar.
"Anak perempuan tak boleh sembarangan bicara!" damprat ayahnya.
"Ki moaymoay," kata Lou Ping. "Jit-ko kita itu orang yang paling banyak-banyak akal, kau Cari urusan dengan dia, hati-hati lah tentu dia akan membalas kau."
"Seorang laki 2 yang lebih kate dari aku, masa mesti dibuat jerih!" sahut sigadis.
Ciu Tiong Ing akan mendampratnya lagi, tapi segera tak jadi sebab dengan suara
tindakan kaki. Itulah Thian Hong yang segera mengajak mereka berangkat lagi. Begitu
sete lah mengambil baranga bekalannya, ke-empat orang itu me neruskan
perjalanannya lagi. Untung pintu kota masih belum keburu ditutup.
Sekejap saja mereka berempat telah melalui tiga 0 lie, dan Ciu Tiong Ing lalu ajak
rombongannya untuk mengasoh dibawah gerombolan puhun yang tumbuh ditepi jalan.
Kala itu, keadaan disitu sunyi senyap. Tapi ketika Thian Hong akan membuka mulut,
tiba-tiba jauh dari arah sebelah sana, terdengar suara seperti bunyi telapak kuda.
Cepat-cepat a dia tem pelkan kupingnya ketanah, lalu katanya:
"Ada tiga ekor kuda, lari menghampiri kemari."
Atas isjarat Tiong Ing, mereka segera membawa kudanya bersembunyi dibalik batu
besar. Tidak berselang berapa lama, betul juga ada tiga ekor penunggang kuda lalu
disitu untuk menuju kearah timur. Diantara sinar rembulan, tampak ke tiga penunggang kuda itu memakai ikat kepala putih dan jubah berkembang, dan danannya menyerupai
orang Wi. Pada kuda masing-masing terselip golok.
Setelah mereka lenyap dari pemandangan, barulah Tiong Ing mengajak duduk
ditempatnya tadi. Bahwa selama mereka meninggalkan Thiat-tan-Chung boleh dikata
siang ma lam terus berjalan, hingga tak ada waktu untuk ber-Cakap 2. Maka
kesempatan ini digunakan oleh Tiong Ing untuk me nanyakan pada Lou Ping mengapa
Bun Thay Lay sampai bisa ditangkap oleh pemerintah Ceng Tiauw. Segera Lou
Ping memberi keterangan sbb.:
"Perkumpulan kita HONG HWA HWE merupakan duri dimata peme rintah Ceng, itulah
sudah terang. Tetapi anehnya, kali ini mereka telah mengirimkan banyak-banyak sekali jagoanya yang ber kepandaian tinggi untuk menangkap sampai dapat pada Bun suko.
Dan hal itu merupakan lain perkara lagi. Kira-kira pada pertengahan bulan jl., Ie
lotangkeh buru~> datang ke Pak khia dengan mengajak kita ber 2 suami isteri. Sampai di kota raja tersebut., diam-diam lotangkeh suruh kita untuk menyelun dup keistana
untuk menemui kaisar Kian Liong. Sudah barang tentu kita terkejut dan menanyakan
keperluannya. Namun lotangkeh tak mau menerangkannya. Lalu suko men jelaskan,
bahwa hongte itu sangat galak sekali, sebaiknya undang juga Bu Tim totiang, Tio
samko, SeChwan Siang-hiap dan lain-lain datang ke Pakkhia untuk ber-sama-sama
memasuki ista na. Pula mengundang Chit-ko (Thian Hong) supaya merenCanakan
penyerbuan itu."
Mendengar itu, Ciu Ki melirik pada Thian Hong dan berkata dalam hati:
"Huh, masa orange begitu banyak-banyaknya, sama membutuhkan kepandaian sikate
ini?" "Pendapat suya itu memang tak salah," demikian Tiong Ing berkata.
"Ja, tapi Ie lotangkeh menerangkan bahwa urusan menemui Kian Liong kali ini sangat
penting sekali artinya. Kalau terlalu banyak-banyak yang masuk istana, salaha
menerbitkan salah faham hebat. Suko tak berani membantahnya lagi. Begitulah malam
itu kita ber 2 memasuki istana. Suko yang terus menyelinap kedalam dan aku yang
menyaga diluar. Saat itu kita sangat gelisah sekali. Kira-kira 2 jam kemudian suko
munCul kembali, dan kami terus pulang dengan selamat. Ke esokan harinya kami
tinggalkan Pakkhia menuju ke Kang lam. Ditengah jalan, diams kutanyakan suko
tentang perter muannya dengan baginda Kian Liong. Menurut suko, dia telah berhasil
menghadap baginda, tetapi karena soal itu adalah soal yang maha penting yaitu
gerakan untuk mero bohkan pe merintah Boan Ceng, maka dia tak mau menerangkan
lebih jauh padaku. Hal itu bukan karena ia tak mempercayai diriku, tapi ia kuatir nanti malah membahajakan diriku saja, maka akupun tak mau mendesaknya."
"Tanggung jawab suheng memang besar sekali," seru Tiong Ing.
"Setiba di Kanglam, kita lalu berpisahan. Kami kembali ke Thayouw, dan lotangkeh pergi ke HangCiu," kembali Lou Ping melanyutkan keterangannya.
"Sampai berpuluh tahun, dia tak dapat melupakan ke nangannya," seru Tiong Ing
mengelah napas.
"Kenangan apa sih?" timbrung Ciu Ki.
"Mana kau tahu?" sahut sang ayah.
"Justeru karena itulah aku bertanya," si Centil menyang gapi.
Tiong Ing tak hiraukan. Melihat itu Thian Hong meri ngis ewah, keruan saja Ciu Ki
mendongkol ke-malu 2an.
Sejak dia kembali dari HangCiu, sikapnya berobah sekali. Kelihatannya dia berobah lebih tua sepuluh tahun. Sepanyang hari dia tak mau bicara. Dan lewat beberapa hari
kemudian lalu jatuh sakit. Kata suko. karena orang yang diCintai lotangkeh meninggal dunia, maka dia sangat berduka sekali .............."
Mengucap sampai disini, Lou Ping dan Thian Hong sama menguCurkan air mata, juga
Ciu Tiong Ing tampak ber linang 2. Mengulap air matanya, Lou Ping berkata:
"Sebelum menutup mata, lotangkeh telah panggil hiangCu dari Iwe-sam-tong dan
gway-sam-tong, dan meninggalkan pesanan supaya Siaothocu (Tan Keh Lok) yang
harus menggantikan kedudukannya. Ditandaskannya, bahwa disitu lah letak bangunnya
kembali kerajaan Han."
"Saothocu membahasakan apa dengan kau orang punya lotangkeh itu?" tanya Ciu Tiong
Ing. "Dia adalah anak angkat lotangkeh. Siaothocu adalah pute ra dari Tan Siang Kok di
Hayling. Dalam usia 15 tahun, saothocu telah lulus dalam ujian kiatgoan. Tak lama ke mudian, lotiangke membawanya keluar dan mengirimkannya ke Hwe Poh untuk belajar
buge pada Thian Ti koayhiap. Urusan ini, boleh dikata semua orang kangouw sama me
ngetahuinya. Tentang bagaimana seorang kongcu dari ge dung Caysiang bisa
mempunyai ayah angkat seorang bulim, kita sendiri tak mengetahuinya."
"Mungkin Bun suya mengetahuinya," kata Tiong Ing. "Rupanya diapun tak tahu," sahut
Lou Ping. "Ketika akan menut.up mata nampak lotangkeh mempunyai suatu rahasia
besar dan minta bertemu dengan siaothocu. Tapi karena perjalanan begitu jauh, maka
telah tak keburu lagi. Da-lam pesanannya lotangkeh minta supaya ketua dan waktu
ketua dari keenam tong (daerah) supaya menyemput saothocu untuk merundingkan
gerakan besar. Disamping itu, lotang-keh diam-diam bisiki suko supaya lekas-lekas
menemui saothocu sen diri untuk menyampaikan pesan rahasianya. Tapi apa laCur,
ditengah perjalanan suko mesti menghadapi benCana begini " Sampai disini, suara Lou
Ping menjadi sember, tapi ia paksakan berkata lagi:
"Kalau sampai suko kena apa-apa pesan lotangkeh tentu takkan ada lain orang yang
meneruskannya."
"CiCi Ping, kau jangan bersedih. Kita tentu dapat me nyelamatkan suya," seru Ciu Ki
menghiburnya. Lou Ping Buru-buru tarik tangan Ciu Ki, dan paksakan bersenyum dengan saju.
"Bagaimana Bun suya bisa terluka?" tanya Tiong Ing pula "Kita orang ber-ganti 2 secara bergelombang menuju ke perbatasan sebelah barat utara untuk menyambut saothocu.
Kita ber 2 suami isteri, jatuh pada gelombang yang paling achir. Setiba di SouwCiu,
sekonyong-konyong ada delapan orang pahlawan kelas satu (si wi) yang menCari kita
dirumah penginapan. Mereka mengatakan membawa titah dari baginda agar kita lekas
menghadap ke Pakkhia. Suko menyawab, bahwa nanti setelah menyambut saothocu,


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

barn nanti akan pergi kekota raja. Dengan kata-kata halus, kedelapan siwi itu
menasehati agar suko lebih meng'utamakan firman keizer daripada uru san partai.
Namun suko tetap membantahnya. Demikianlah karena sama-sama kerasnya,
pertempuran tak dapat dihindari lagi.
Kedelapan siwi itu adalah pahlawan 2 pilihan dari istana. Dengan tertentu, kita makin terdesak. Suko umbar kema rahannya. Dengan bernapsu dia telah dapat merobohkan 2
orang siwi. Malah saking gemasnya dia pukul binasa yang tiga orang. Sedang yang 2
lainnya telah kena hui to-ku. Karena melihat gelagat tak baik, salah seorang dari mereka segera kaburkan diri. Sekalipun kita berhasil dapat menghalau mereka, tapi suko juga mendapat beberapa luka yang ber bahaja. Karena selama pertempuran itu, dia selalu
berada dimukaku, sehingga dengan begitu, sedikitpun aku tak sampai terluka."
Ciu Ki terlongong-longong mendengari bagaimana Lou Ping menuturkan dengan gaja
periuh bersemangat tentang kega gahan suaminya melawan kedelapan siwi itu. Setelah
berhenti sejenak, Lou Ping meneruskan penuturannya lagi:
"Karena tak dapat tinggal lama- di SouwCiu, kita terus menuju ke Ka Ko Kwan.
Sebenarnya sampai di Thio-ke-po saja suko sudah tak kuat meneruskan perjalanan lagi, dan terpaksa menginap dihotel untuk merawat luka-nya. Apa yang kita harapkan jalah
solekasnya saothocu dan rom bongan saudara- kita sudah dapat kembali dan melalui
tempat situ. Tapi diluar dugaan, kawanan kuku garuda dari Pakkhia dan LanCiu terus
mengejar kami. Dan bagaimana kelanyutannya, kukira kauorang sudah dapat
mengetahui sendiri."
"Kian Liong loji mengapa begitu takut dan benCi suko. Kalau begitu keselamatan suko
untuk sementara tentu ter jamin, kuku garuda itu takkan berani mengganggu seorang
tawanan yang ' begitu penting sebagai dia," kata Thian Hong.
"Pikiranmu itu benar, laote," sahut Tiong Ing.
"Mengapa daripada lekas- pergi ke Thio-ke-po untuk me numpas kawanan kuku garuda
dan menolong Bun-ya kauorang malah menuju ke Thiat-tan-Chung untuk mengumbar
tangan jahatt" tiba- Ciu Ki menyelak.
Ciu Ki masih ingat peristiwa pambakaran rumahnya, karena gara 2 HONG HWA HWE itu.
Dalam kesempatan itu, dia sem prot Thian Hong, orang yang dulu menyuruh lepaskan
api itu. "Budak perempuan, jangan omong sembarangan!" bentak ayahnya.
Thian Hong tetap tulikan telinga dan lanyutkan penuturannya:
"Karena saothocu main sungkan tak mau terima keang katannya sebagai Congthocu,
maka mereka sampai terlam bat beberapa hari belum ada keputusannya. Dan lagi kita
tak menyang ka kalau orang berani menepuk lalat dimulut sepasang suami isteri
harimau seperti suko dan suso yang lihai bugenya itu."
"Kau digelari orang sebagai Bu Cu-kat, mengapa tak beCus menduganya?" kembali Ciu
Ki menyentil. Karena sungkan dengan sang ayah, Thian Hong tak dapat melampiaskan
kemendongkolannya kepada gadis yang genit itu. Paling 2 dia bungkem dengan unyuk
muka keCut. "Kalau jit-ya ini sudah bisa menduganya, kita kan tak bisa berkenalan dengan saudara-saudara dari HONG HWA HWE Terutama dengan seorang bun-bu-Coan-Cay (pandai
ilmu surat dan buge) sebagai Tan tangkeh itu," Buru-buru Tiong Ing menutupi
kesungkanan Thian Hong. Berpaling kearah Lou Ping dia bertanya pula:
"Siapakah pasangan Tan tangkeh itu" Puteri atau sioCia keluarga bangsawan atau lihiap dari kalangan persilatan?" "Tan tangkeh belum punya pilihan!" sahut Lou Ping. Ciu
Tiong Ing termenung sesaat.
"Ciu locianpwe, kapankah kita minum arak-kebahagiaan dari adik Ki?" tanya Lou Ping
dengan tertawa.
Tertawalah Tiong Ing mendengar itu, katanya:
"Budak itu tolol dan lantyang , siapa yang sudi" Kalau dia mendapat pasangan orang
tua saja sudah untunglah!"
Maka tertawalah Lou Ping.
"Tunggu saja setelah nanti urusan menolong suko selesai, tentu akan kuajak suko untuk menCarikan pasangan buat adik Ki. Tanggung kauorang tua tentu puas."
"Kalau kauorang terus omongi diriku, aku akan berjalan dulu sendiri," anCam Ciu Ki.
Semua yang mendengarnya sama tersenyum. Malah karena tak tertahan, Thian Hong
tertawa gelak 2. Sudah barang tentu Ciu Ki menjadi marah.
"Kau tertawai siapa?" bentaknya.
"Aku tertawa pakai mulutku sendiri, ada sangkutan apa denganmu?" balas Thian Hong.
Ciu Ki orangnya paling suka berterus terang, dia tak bisa simpan ganyelan dalam
hatinya, lalu sahutnya pula:
"Hm, apa aku tak mengerti ketawamu itu" Kau orang bermaksud jodohkan aku pada
Tan Ken Lok. Dia kan kongcu seorang sinsiang, tidak setimpal dapat aku" Kou orang-
orang HONG HWA HWE begitu me-nyanyung 2 dia seperti anak mas, aku tak ambil
pusing. Ketika bertempur dengan ayah, dia pura-pura sungkan, tapi sebenarnya dia
jahat sekali. Biar aku tak kawin seumur hidup, daripada dapat suami orang yang
banyak-banyak tipu muslihatnya itu!"
Tiong Ing marah disamping merasa geli juga. Dia Coba menCegah, tapi puterinya tak
mau hiraukan, dan berham buranlah kata-kata itu dari mulutnya.
"Sudahlah, sudah. Kelak suami adik Ki tentu seorang ho han yang jujur dan pandai
bicara, bagaimana, puaskah kau locianpwe," tanya Lou Ping menggoda Tiong Ing.
"Budak tolol, apa tak malu diketawai Chit-ya" Ha, sudahlah mari kita tidur, besok kita berangkat pagi 2," kata Tiong Ing.
Demikianlah mereka berempat segera mengambil selimut dan tidur dibawah puhun
besar situ. "Ayah, apa kau membekal makanan" Aku lapar sekali," i.iba 2 Ciu Ki berbisik.
"Tidak bawa. Kau lekas tidurlah, besok kita berangkat pagian dan singgah di Song-
king," jawab Tiong Ing.
Tak berapa lama, menggeroslah sudah orang tua itu dengan nyenyaknya. Sebaliknya,
karena lapar Ciu Ki masih bergulak-gulik tak dapat tidur. Menoleh pada Lou Ping, pun orang itu sudah pulas. Tiba-tiba dilihatnya Thian Hong bangun, dan diam-diam kelihatan menghampiri ketempat kudanya. Heran Ciu Ki dibuatnya, dan diam-diam dia mengawasi
perbuatan si kate;tu.
Karena gelap, tak dapat dilihatnya dengan jelas apa yang dikerjakan Bu Cu-kat, hanya samara seperti dia itu mengambil pauwhok dari atas kudanya. Dan ketika duduk
kembali, dia pakai selimut untuk menutupi badan, dengan sedapnya dia berkemak-
kemik mengunyah sesuatu.
Mei hat Itu, dengan gemas Ciu Ki balikkan tubuh meng hadap kearah lain. Tak sudi ia
melihatnya. Tapi Thian Hong betul-betul menyengkelkan. Tidak saja dia sengaja
mengunyah dengan makin kerasnya, tapi juga tak putus-putusnya sang mulut ber-
keCap 2 memuji kelezatan makanannya itu.
Karena tak tertahan lagi, Ciu Ki Coba 2 menCuri lihat makanan apa yang dikunyah
sikate itu. Kalau ia tidak ber buat begitu itu sih malah baik. Tapi begitu dia Coba 2 meng intainya, maka tak tertahan lagilah air liurnya mengalir. Rasa laparnya makin menagih dengan hebatnya.
Kiranya tangan sikate itu tengah memegang sebuah ben da putih 2 dan disampingnya
masih ada setumpuk lagi. Tak salah lagi, itulah bakpia dari SouwCiu yang luar biasa
lezatnya. Kiranya sewaktu Thian Hong pamitan turun dari loteng Heng Hoa Lauw
kemaren itu perlunya akan beli pia itu.
Karena. biasanya selalu mengajak setori saja, maka se kalipun sangat kepingin, tapi Ciu Ki tak berani meminta nya. Paling banyak-banyak ia hanya meng-harap 2 supaya Thian
Hong itu lekas tidur, baru nanti pianya dapat digasak. Syukur kalau ia sendiri bisa iekas 2 tidur. Tapi kejadiannya malah sebaliknya. Tiba-tiba hidungnya tersampok dengan bau arak yang mar biasa harumnya, dan menyusul terdengar berkeru Cukan arak turun
ditenggorokan Thian Hong, disela dengan elahan napas kepuasan.
Serasa tak tertahan lagi, maka berserulah Ciu Ki dengan uring 2an: "Setan apa malam 2
buta menenggak arak itu" Ayo jangan mabuk 2an disini!"
"Boleh, boleh " sahut Thian Hong sambil meletakkan guCi araknya, terus
menggelundung tidur.
Tapi Bu Cu-kiat itu memang tukang mengili hati orang. Sengaja guCi itu tak
disumpalnya dan ditarohkan disisih kepalanya. Sudah tentu baunya terbawa angin ke-
mana 2. Sewaktu diwarung arak Hong Hoa Lauw kemaren, tahulah dia bahwa Ciu Ki
seorang nona yang dojan minum, maka sengaja dia mempermainkannya begitu.
Ciu Ki ketika itu betul-betul mati kutunya, matanya merem melek tak bisa tidur. Untuk mendamprat, tak ada alasan nya. Tapi kalau disuruh diam saja, betul-betul tak kuat
hatinya. Kembali ia balikkan muka kesebelah sana, mata dan hidungnya ditekap dengan
selimut. Tapi dia tak dapat lama-lama berbuat begitu, karena lekas juga ia merasa
engap. Maka kembali ia berbalik lagi. Tiba-tiba diantara sinar rembulan dilihatnya
sepasang gembolan yang terletak disebelah ayahnya, berkeredepan mengeluarkan
Cahaja. SeCepat-cepat kilat timbul ah suatu pikiran dalam hati sinona. Cepat-cepat ia ulurkan tangan menyemput sebuah gembolan, terus ditimpukkan kearah guCi arak Thian Hong.
"Prukk... guCi peCah berantakan dan arak menyiram basah selimut Thian Hong.
Namun Thian Hong rupanya sudah tidur pulas, dan tak menghiraukannya. Karena
melihat ayahnya masih menggeros dan Lou Ping pun tak ada suaranya, maka Ciu Ki lalu
me rangkak untuk mengambil kembali gembolan tadi. Tapi begitu tangannya diulur,
tiba-tiba Thian Hong membalikkan badannya, sehingga gembolan itu tertindih
dibawahnya, dan berbareng itu dia menggeros keras-keras.
Bukan main terkejutnya Ciu Ki. Cepat-cepat ia tarik tangannya. Bagaimana bebasnya ia bergaul, namun ia tetap seorang sioCia yang tak dapat melepaskan rasa malunya.
Untuk merogoh gembolan yang tertindih badan Thian Hong itu, rasanya masih belum
sampai hatinya. Namun kalau tak diambil, tentu sikate akan bawa gembolan itu untuk
diadu kan pada sang ayah, dari siapa tentu ia akan didamprat. Apaboleh buat dia lebih suka dimaki sang ayah daripada mesti menyentuh badan orang yang dibenCinya itu,
maka ia terus balik tidur ketempatnya lagi. Tapi pada saat itu, tiba-tiba didengarnya Lou Ping tertawa. Seketika itu merah padam lah wajah Ciu Ki, sehingga tengkuknya
dirasakan panas. Karena ia rasa Lou Ping tentu mengetahui perbuatannya menghampiri
tempat Thian Hong tadi. Karena bingung me mikirkan, semalam itu hampir ia tak dapat
pulas tidurnya.
Keesokan harinya, pagi 2 sekali sebenarnya Ciu Ki sudah bangun, tapi dia diam saja
membungkus diri dalam selimut. Begitu terang tanah, Ciu Tiong Ing dan Lou Ping
bangun, dan sebentar pula Thian Hong-.
Tapi tiba-tiba pemuda itu ber-teriak: "Ai, ai, benda keras apa yang tertindih dibawahku ini?"
Mendengar itu, Buru-buru Ciu Ki sesapkan kepalanya kedalam selimut lagi.
"Ah, Ciu loya, gembolanmu menggelinding kemari! Wah, Celaka! guCi arakku tersampok
peCah! Benarlah, tentu sikunyuk kecil diatas gunung karena membau arak lalu tu
run kemari. Dan sewaktu melihat gembolan loya, lalu dibuat main-main . Karena kurang hati-hati, sampai menyatuhi guCi arak. Kunyuk itu betul-betul kurang ajar!" kembali
Thian Hong menggerutu seterigah memaki.
"Hahaha, laote memang suka meluCu. Mana di tempat ini ada monyet," kata Tiong Ing
dengan ketawa. "Kalau bukan kera, tentulah perbuatan bidadari dari kahijangan," Lou Ping menimbrung.
Ke 2nya sama-sama tertawa. Mendengar mereka tak sing gung 2 peristiwa semalam,
legahlah hati Ciu Ki, namun ia benCi pada Thian Hong yang mengatakan ia seekor
kunyuk. Ditengah jalan Thian Hong membagikan pianya pada ka wan 2nya, tapi Ciu Ki
menolak. Setiba dikota Song King, mereka singgah kesebuah rumah makan untuk
tangsel perut. Sekeluarnya dari kota tersebut, Thian Hong dan Lou Ping tiba-tiba menghampiri kaki
tembok dari sebuah rumah. Ketika Ciu Ki ikut 2an mengawasinya, ternyata disitu
terdapat Co retan huruf 2 dan gambar orang-orang an, persis tulisan kanak 2. Selagi Ciu Ki ke-heran 2an, berkatalah Lou Ping:
"SeChwan Sianghiap telah dapat menemukan jejak suko. Ini dia tinggalan tulisannya!"
"Bagaimana kau tahu, apa sih artinya Corat-Coret itu?" tanya Ciu Ki.
"Inilah tanda rahasia dari HONG HWA HWE untuk sesuatu pemberi taan, dan itulah
tulisan SeChwan Sianghiap," kata Lou Ping seraja pakai kakinya untuk menghapus
tulisan itu. Demikianlah dengan semangat ber-nyala 2, keempat orang itu segera meneruskan
perjalanannya lagi. Terutama Lou Ping berCahaja wajahnya. Setelah menempuh kira-
kira 50 li mereka berhenti untuk mengasohkan kuda, lalu kembali meneruskan lagi.
Keesokan harinya dimana jembatan Chit-to-kauw, kembali mereka dapatkan pertandaan
dari Ie Hi Tong yang mengatakan sudah dapat menggabung lagi dengan SeChwan
Sianghiap. Setelah dirawat beberapa hari, luka Lou Ping sudah boleh dikata sembuh. Sekalipun
masih belum seperti biasa jalan nya, tapi sudah tak memerlukan tongkat lagi. Memikir tak lama lagi akan sudah berjumpa dengan suaminya, rasanya Lou Ping sudah mau
meloncat hatinya. Ia larikan kuda untuk menCongklang kemuka lebih dulu.
Jilid 8 MENYELANG petang, mereka sudah sampai ke Liu-Cwan-Cu. Lou Ping maunya akan
terus, tapi Thian Hong yang ingat akan pesan sang ketua, Buru-buru menCegahnya
dengan alasan kudanya akan menjadi kepayahan nanti. Lou Ping menuruti, dan malam
itu mereka menginap disebuah hotel. Semalam itu, Lou Ping bergulak-gulik tak bisa
tidur, sedang hujan rintik 2 membasahi bumi.
Terkenang ia akan peristiwa malam ketiga dari perkawi nannya dengan Bun Thay Lay,
dia dititahkan Ie lotangkeh pergi kekota Kahin untuk menolong seorang janda yang
hendak diCemarkan oleh seorang tuan tanah. Setelah ber hasil, pada tengah malam itu
mereka meneduh diatas paseban Jan Oe Lauw di telaga Lam-ouw, minum arak sambil
menik mati turunnya sang hujan. Pada saat itu, sembari memimin tangan isterinya yang baru dikawin itu, Bun Thay Lay me nyanyi dengan gembira. Saat 2 itulah yang
memenuhi lubuk kenangan sinyonya muda itu. Tiba." tergerak pikiran Lou Ping.
"Karena sungkan menemani keluarga Ciu anak dan ayah ber 2, maka Chit-ko tak mau
Cepat-cepat meneruskan perjalanan. Kalau begitu, mengapa aku tak mau berangkat
dulu sendiri?" demikian ia membatin.
Keinginan itu menguasai hatinya, terus serentak ia bangun mengemasi senjata dan
bekalnya, lalu menuliskan tanda-tanda tulisan diatas meja untuk Thian Hong,
menerangkan meng apa ia berangkat lebih dulu, sekalian supaya dimintakan maaf pada
Ciu Tiong Ing dan puterinya.
Karena kuatir membangunkan mereka, Lou Ping meng ambil jalan loncat dari jendela,
terus melepaskan kudanya, mengenakan baju hujan dan melarikannya dengan
pesatnya. Menyelang fajar, sampailah ia ke Tin-bin dan mengasoh sebentar. Kudanya betul-betul
kelihatan lelah sekali, apa boleh buat ia menunggu sampai setengah jam. Setelah kira-kira berlari tiga empat puluh li lagi, tiba-tiba kudanya mendeklok ketanah. Dengan was 2 Lou Ping Buru-buru menarik kendalinya, Syukur kudanya itu tak jatuh, namun
sekalipun begitu, ta hulah ia bahwa kudanya itu sudah tak dapat disuruh berlari lagi, atau tentu akan mati kelelahan. Apa boleh buat, ter paksa Lou Ping menyalankan
binatang itu dengan pelahan 2 sekali.
Belum berapa jauh berjalan, tiba-tiba dari arah belakang terdengar derap kuda yang
menghampiri dengan pesatnya. Dan pada lain saat seekor kuda putih menCongklang
disisih nya, pesat memberosot kemuka. Karena larinya seCepat-cepat angin, Lou Ping
sampai tak dapat mengawasi dengan jelas, orang maCam bagaimanakah sipenunggang
itu. Belum habis Lou Ping ter-heran 2, kuda putih itu sudah lenyap dari pe mandangan.
Karena kudanya sudah kuat lagi, maka kembali dilarikan nya. Tiba disebuah dusun,
dilihatnya pada muka sebuah rumah tertambat seekor kuda yang bulunya putih meletak
seperti salju. Ditiup angin silir-'; suri kuda itu membelaia, betuia seekor kuda yang luar biasa bagus dan garangnya. Se-konyonga kuda itu bebenger keras sekali, hingga
kudanya Lou Ping sampai berjingkrak mundur. Tak salah lagi, itulah kuda yang lari
pesat melaluinya tadi. Disebelahnya tampak seorang lelaki tengah menyikat bulunya.
"Kalau kudapat naiki kuda luar biasa itu, tentu akan dapat kususul suko dengan segera.
Kuda sebagus itu, tentu pemi liknya tak mau menyualnya. Sebaiknya kuCemplak saja,
tanpa bilang 2. Namun orang yang memiliki seekor kuda seperti itu, tentu mempunyai
kepandaian buge yang tinggi."
Demikian Lou Ping me-nimbanga dalam hatinya. Karena sejak kecil ia ikut ayahnya "
Lou Gwan Thong si Golok Sakti " berkelana dikalangan Sungai Telaga, maka segala
Cara 2 untuk nielakukan perampasan, ia sampai faham. Begitu mengambil keputusan,
segera ia mengambil sumbu dari dalam tasnya, lalu disulutnya dengan batu api yang
dititiknya dengan besi. Habis itu ia keprak sang kuda memburu kearah kuda putih yang di-inCarnya itu.
Begitu hampir dekat, dia sabitkan sebatang hui-to, golok terbang kearah tiang kaju
dimana tali les kuda putih itu ditambatkan. Berbareng dengan putusnya tali les itu, kuda Lou Pingpun sudah berada disamping sikuda putih.
Sebat luar biasa, wanita puteri begal tunggal Lou Gwan Thong yang termashur itu,
sumpalkan sumbu ketelinga kudanya sendiri, begitu mcnyabet dengan tali les, dia
barengi gunakan gerakan "Cian-liong-seng-thian" naga menCelat keatas udara, ia buang tubuhnya keatas pelana sikuda putih. Karena terkejut, kuda putih itu membinal dan
bebenger keras sekali. Sekali kaki menyejak, bagaikan anak panah terlepas dari busur, menCongklanglah kuda luar biasa itu dengan pesatnya.
Cara puteri Lou Gwan Thong menCuri kuda itu, luar biasa sebatnya dan gapahnya.
Sehingga karena kesima, si pemilik itu hanya terlongong-longong mengawasi saja. Baru setelah tersedar apa yang telah terjadi, dia sibuk tak ke ruan dan Buru-buru
mengejarnya. Tapi sungguh sial. Kuda Lou Ping yang ditinggalkan itu tadi, karena
telinganya terbakar dengan api sumbu 2, segera ber-jingkrak 2 tak keruan, me nyepak
kesana, menggigit kemari. Sehingga untuk beberapa saat tertahanlah sipemilik kuda
putih itu, tak dapat mengejarnya.
Tapi orang itupun lihai juga, sekali enyot dia apung kan tubuhnya melompati kuda binal itu, terus lari mengejar lagi. Mei hat dirinya dikejar, Lou Ping yang sudah lari jauh itu segera tahan kudanya, dirogohnya sebuah uang mas, begitu dilemparkan kearah
sipengejar, ia bertereak dengan keras sekali:
"Kita tukar tambah binatang tunggangan. Kudamu lebih bagus, uang mas ini selaku
tambahanku!"
Orang itu menyerit dan memaki dengan kalap, terus mengejar sekuat-kuatnya. Lou Ping
tertawa geli. Begitu ke 2 kakinya menyepit keras-keras, kuda putih itu melesat lagi seperti anak panah. Dan sekali melesat, sudah berpuluh tombak jauhnya. Yang
dirasakan Lou Ping, hanyalah angin yang men-deru-deru disamping telinganya, puhun 2
sebaris demi sebaris lalu disisihnya, dusun dan perkampungan silih ber ganti
dijelayahinya. Sekalipun sudah lari beberapa jam, sedikitpun kuda itu tak kelihatan
lelah, dan tetap seperti terbang larinya.
Ketika tiba disebuah kota, berhentilah Lou Ping pada sebuah rumah makan. Setelah
ditanyakan, barulah diketa huinya bahwa kota itu disebut Sat King, kira-kira sepuluh0 lie jaraknya terpisah dari dusun dimana ia berhasil menCuri kuda itu.
Lou Ping sayang sekali dengan kuda sakti itu. Diberinya sendiri kuda itu makan rumput, sembari mem-belai 2 bulu surinya. Tiba-tiba disisih pelana situ tampak sebuah kantong kain. Tadi karena ter-Buru-buru , ia tak dapat mengetahuinya. Ketika diambil, kantong itu ternyata amat berat isinya. Dan setelah dibuka, ternyata berisi sebuah senjata pie-peh besi. Diam-diam Lou Ping terkejut.
"Kiranya kuda itu milik keluarga Han dari kota Lokyang yang bergelar Thiat-pie-peh-Chiu itu. Mungkin akan ada buntutnya dibelakang hari."
Begitu berkata Lou Ping pada dirinya sendiri. Selain senjata tersebut., terdapat juga 2
tiga puluh tail perak dan sepuCuk surat. Sampul surat itu dituliskan beberapa huruf dan berbunyi: "Harap diterima sendiri oleh Han Bun Tiong toaya. " Dari orang she Ong."
Karena ternyata sampul itu sudah terobek, maka tak kepalang tanggung, Lou Ping lalu
mengambil keluar surat didalamnya. Pertama kali melihat nama sipengirim ternyata
adalah "Hwi Yang," agak terkesiaplah Lou Ping. Tapi di lain saat, ia merasa girang,
karena tahulah ia sekarang bahwa keluarga pemilik kuda putih itu ternyata punya
hubungan dengan Ong Hwi Yang, itu pemilik dari Tin Wan piauwkok, piauwkok yang
justeru akan diCarinya itu. Diam-diam ia me nyesal, mengapa mesti memberi pengganti
sebiji uang mas pada orang yang menjadi kawan musuhnya itu.
Surat itu berbunyi, minta supaya Han Bun Tiong lekas pulang karena persaudaraan
orang she Giam minta bertemu. Agar supaya lekas Bun Tiong dapat tiba kekota raja,
maka dia (Ong Hwi Yang) istimewa mengantar seekor kuda sakti. Selain untuk tugas
melindungi angkutan barang 2 berharga, juga ada urusan dagang yang penting sekali,
agar Bun Tiong sendiri yang mengantarnya ke Kanglam. Tentang benar tidaknya Ciao
Bun Ki dibinasakan orang-orang Hong Hwa Hwe, baik dipertangguhkan untuk diselidiki
lagi lain waktu."
Demikian maksud surat itu, maka berpikirlah Lou Ping: "Ciao Bun Ki adalah murid dari keluarga Han si Thiat pi-peh dari Lok-yang. Dikalangan kangouw keras tersiar omongan, bahwa dia terbunuh oleh kaum kita. Tapi hal itu tak benar adanya. Dan untuk
menghilangkan salah faham, CongthorigCu telah mengutus sip-su-te (I Hi Tong) pergi
pada keluarga Han di Lokyang untuk menyelaskannya. Barang penting apakah yang
dikawal Tiri Wan piauwkok ke Kanglam itu " Baiklah" setelah nanti suko bebas akan ku ajaknya untuk membuat perhitungan pada orang-orang piauwkok tersebut. yang telah
bantu menangkap suko."
Girang dengan apa yang diketahuinya waktu itu, Lou Ping bisa makan lebih banyak-
banyak. Ketika melanyutkan perjalanan nya lagi, ternyata hujan masih belum reda.
Rupanya kuda itu mengerti apa yang dibisikkan oleh Lou Ping tadi. Karena kini dia


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

makin Cepat-cepat larinya serta tak sebinal tadi. Dalam sekejap saja entah sudah
berapa banyak-banyaknya penunggang kuda lain dan kereta 2 yang telah dilampauinya.
Sehingga Lou Ping sendiri berbalik merasa kuatir, salah 2 bisa kesasar jalan nanti.
Ketika akan ditahannya sang kuda agar agak pelahan sedikit, sekonyong-konyong ada
seseorang loncat ketengah jalan untuk menghadang, sembari mengangkat tangannya
keatas kepala. Karena kaget, kuda itu sampai berjingkrak mundur. Belum keburu Lou
Ping akan menegurnya, orang itu menghampiri seraja memberi hormat, katanya :
"Bun su-naynay, Siaoya berada disini !"
Kiranya penghadang itu ialah Sim Hi, kaCungnya Tan Keh Lok. Dengan girang sekali,
Lou Ping Buru-buru loncat dari atas kudanya. Dan Cepat-cepat sekali anak itu menyang gapi les kuda putih tersebut., terus dituntunnya seraja memuji :
"Dimana Bun su-naynay dapat beli kuda yang begini bagus " Tadi masih jauh kulihat
kau mendatangi, tapi sekejap saja sudah sampai disini dan hampir saja ku tak dapat
menghadangmu."
Lou Ping hanya tersenyum saja, sebaliknya menyawab pertanyaan orang, ia malah
berbalik bertanya :
"Apa sudah ada berita tentang Bun suya?"
"Siang ngoya dan Siang liokya menerangkan sudah melihat Bun suya. Mereka sama
berada didalam," kata Sim Hi seraja membawa Lou Ping kesebuah kuil rusak yang
berada ditepi jalan situ.
Lou Ping tak sabaran lagi. Ia serahkan kudanya pada Sim Hi, dan terus berlari masuk.
Tampak diruangan dalam sudah berkumpul Tan Keh Lok, Bu Tim, Thio Pan San, ke 2
saudara Siang dan beberapa saudara lagi. Waktu melihat Lou Ping, mereka sama
berbangkit. Menghadap pada sang ketua, Lou Ping menerangkan bahwa karena tak
dapat menahan hatinya maka ia berangkat lebih dulu. Untuk itu, ia minta maaf.
"Karena keliwat memikiri suko, tindakan suso itu dapat dimengerti. Sekalipun begitu, suso tetap bersalah tak menurut perintah pimpinan. Untuk itu, biarlah setelah nanti
selesai menolong suko, kita putuskan hukumannya. Ciok sipji-ko, harap kau Catat dulu,"
kata Keh Lok. Lou Ping berkata dalam hatinya, asal suko dapat tertolong, hukuman apa saja yang
akan di terimanya, ia rela. Lalu tanyanya pada ke 2 saudara Siang :
"Ngoko dan liokko, adakah kau melihat suko " Bagaimana dia?"
"Kemaren di Song King kita ber 2 telah berhasil menge jar rombongan kuku garuda
yang membawa suko. Karena jumlah mereka banyak-banyak, kita kuatir keprak rumput
membikin kaget ular, jadi tak turun tangan dulu. Malamnya dari jendela kami dapat
melihat suko tidur dengan enaknya. Dia tak melihat kita. Karena penyagaan sangat
kerasnya, maka terpaksa kita tak berani berbuat apa-apa," menerangkan Siang He Ci.
"Kawanan kuku garuda itu bersatu; dengan piauwsu dari Tin Wan piauwkok. Turut
penglihatanku, yang bugenya tinggi tidak kurang dari sepuluh orang," Siang Pek Ci
menambahkan keterangan saudaranya.
Setelah ke 2 saudara Siang atau SeCwan Sianghiap itu habis berkata, tiba-tiba masuklah Ie Hi Tong kedalam ruangan itu, siapa begitu nampak. Lou Ping segera menegor
dengan kaget. "Rombongan orang Wi itu telah berkemah ditepi sungai sebelah depan sana. Para
penyaganya bersenjata lengkap Sebaiknya nanti malam saja kita lakukan pengintipan
lagi," kata Tan Keh Lok.
Sekonyong-konyong diluar terdengar gemuruh derap kuda berlari dan berbenger.
Ternyata ada sebuah rombongan penunggang kuda lewat disitu.
Tak lama kemudian masuklah Sim Hi memberi lapor : "Barusan saja lewat iringkan
kereta besar dibawah pimpinan seorang perwira beserta 2 puluhan perajurit."
Habis melapor, kembali, kaCung itu keluar kelenteng untuk pasang mata pula.
"Dari sini ketimur sedikit sekali penduduknya, tepat sekali untuk pekerjaan kita,"
demikian Keh Lok berunding dengan para kawan. "Cuma pasukan tentara ini dan
rombongan orang Uigor itu entah orang-orang maCam apa, diwaktu kita turun tangan
Sepasang Pedang Iblis 6 Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L Kisah Si Bangau Putih 11
^