Pedang Dan Kitab Suci 7

Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Bagian 7


"Tidak ada dirumah," sahut Centeng itu ketus, kontan. Habis ini, tanpa banyak-banyak bicara lagi terus balik tubuh hendak menutup pintu kembali.
Tentu saja Ciu Ki menjadi tak sabar, sekali Cekal, se ketika Centeng itu diseretnya
keluar. "Keparat, lekas bilang, ia ada dirumah tidak ?" bentaknya segera sambil lolos goloknya.
Karuan Centeng itu ketakutan setengah mati, hampir 2 saja semangatnya terbang ke-
awang 2, lekas-lekas ia menyawab dengan suara gemetar : "Ia ia" benar 2 ti".. tiada
dirumah." "Kemana ia pergi " Lekas bilang !" sentak sigadis pula.
"Pergi ketempatnya Pek-bi-kui (mawar putih)," sahut Centeng itu.
"Barang maCam apa Pek-bi-kui itu?" bentak Ciu Ki sem bari goloknya di-gosok 2kan
dimuka orang. "Dan dimana tempatnya ?"
"Pek-bi-kui adalah nama orang," kata siCenteng.
"Bohong," sentak lagi sigadis. "Masakan ada orang ber nama Pek-bi-kui ?"
Centeng itu menjadi kelabakan, lekas-lekas ia menerangkan :
"Be?". benar, nona, aku tak membohongi kau, Pek-bi-kui adalah adalah nama orang,
ia seorang wanita 'P' !"
"Wanita 'P' adalah orang busuk, kerumahnya untuk apa?" bentak Ciu Ki pula dengan
gusar. Sudah takut, geli juga Centeng itu oleh pertanyaan Ciu Ki itu. Pikirnya, meski wanita ini bengis dan galak, tapi soal insaniah ternyata sedikitpun tak paham. Ia hendak tertawa tapi tak berani, terpaksa tak menyawab.
"Kenapa tak menyawab, kau mau bilang tidak?" bentak Ciu Ki pula meng'anCam.
"Ia adalah 'kawan' baik majikanku," sahut Centeng itu achirnya.
Barulah sekarang Ciu Ki paham. "Fui," semprotnya sengit. "Lekas bawa aku kesana, tak perlu banyak-banyak Cerewet !"
Sungguh penasaran Centeng itu oleh damperatan sigadis, pikirnya: "Kapan aku pernah
Cerewet, justru kaulah yang terus bertanya."
Namun begitu, dibawah anCaman senjata mau-tak-mau ia harus menurut, maka
katanya kemudian: "Baiklah, biar aku ambil pelita dulu."
"Pelita apa lagi?" damperat Ciu Ki. "Lekas berangkat, sekarang juga, orang sakit keras, kau tahu tidak?"
Dalam mendongkolnya, diam-diam Centeng itu membatin, se bentar lagi bila sudah
ketemu Loya (tuan besar, ma jikan), pasti akan kukisiki jangan mau pergi, sekalipun
dipaksa pergi oleh perempuan galak ini, harus juga senga ja diberi obat yang tak bisa sembuh.
Tidak antara lama, sampailah mereka didepan pintu sebuah rumah. "Nah, inilah
tempatnya," kata Centeng itu.
"Lekas ketok pintu, suruh tabib keluar," perintah Ciu Ki.
Terpaksa Centeng itu menurut. Tak lama kemudian se orang induk semang kelihatan
membuka pintu. "Ada orang mengundang Loya kami untuk melihat orang sakit, aku bilang padanya Lbya
tiada senggang, tapi ia tak percaya dan aku dipaksa; kemari," tutur siCenteng segera.
Induk semang itu melototi Centeng itu dengan sengit, habis ini, tanpa buka suara ia
gabruki pintu kembali.
Ciu Ki berdiri dibelakang, waktu ia memburu maju, namun sudah terlambat. Dengan
gusar ia gemberong pintu dengan keras-keras, namun sedikitpun tiada suara dibagian
dalam. Saking gusarnya Ciu Ki angkat kakinya mendepak pung gung Centeng itu sambil
mendamperat: "Lekas kau enyah, tinggal disini hanya bikin nonamu marah saja !"
Karena depakan itu, si Centeng jatuh menCium tanah, dengan menahan sakit ia
merangkak bangun, sambil meng omel habis-habisan terus menggelojor pergi.
Menunggu sesudah orang pergi jauh, sekali enyot tubuh, Ciu Ki melintasi pagar tembok rumah itu, ia lihat jendela sebuah kamar masih ada, Cahaja lampu, pelahan 2 ia men
dekatinya dan mendekam dibawah, ia dengar ada suara 2 orang lelaki lagi pasang
omong. Iaj basahi kertas jendela dengan air ludah hingga berwujut satu lobang' kecil buat mengintip, ia lihat didalam kamar terang benderang oleh sinar lilin, satu lelaki berbadan kekar kuat dan seorang laki 2 kurus dyang kung lagi merebah disuatu, dipan
sambil berbi Cara, dan seorang wanita yang bersolek dengan ber-lebih 2an dan tampak
genit lagi memijati paha silelaki kurus.
Dan selagi Ciu Ki hendak membentak: "Siapa yang ber nama Cho Su Ping, lekas keluar!"
" Tapi belum kata-kata "siapa" diuCapkannya, mendadak dilihatnya silelaki kekar itu
mengajun tangannya, ia menjadi tertegun, sedang wanita genit didalam itu mendadak
telah berdiri sambil berkata dengan tertawa : "Ha,- tentunya akan berunding lagi
dengan kembangan apa untuk menCelakai orang. Buatlah sedekah sedikit guna anak 2
CuCu, bisa 2 nanti lahirkan seorang bo Cah yang tiada lobang. pantat, barulah Celaka !"
"BaCotmu kentut!" bentak lelaki kekar itu setengah. tertawa.
Dengan mesam 2 wanita itupun lalu keluar sembari menutup kembali pintu kamar terus
pergi keruangan belakang.
Diam-diam Ciu Ki pikir : "Tentu wanita inilah yang dibilang Pek-bi-kui (atau mawar
putih) itu. Huh, sungguh hina-dina. Tapi apa yang dikatakannya tadi masih ada
benarnya juga, biarlah aku nanti tidak membunuhnya."
Sementara itu dilihatnya lelaki kekar tadi telah menge luarkan empat bongkotan perak dan diletakkan diatas me ja. "Cho-lauko, inilah 200 tail perak, kita adalah lengganan lama dan tentunya puja harga lama," demikian terdengar ia berkata.
"Tong-lakya," sahut yang kurus itu, "beberapa harini pasukan besar melalui daerah sini dan banyak-banyak minta Catu tentara, hal ini berarti kau Tong-lakya bakal
mendapatkan rejeki lagi."
Gusar dan girang Ciu Ki mendengar kata-kata orang itu. Girangnya karena Tong-lakya
yang berjuluk "Tong-li-pi-siang" atau warangan didalam gula, yang hendak diCari nya
itu ternyata sekaligus sudah berada disini dan tak perlu banyak-banyak buang tenaga
lagi; gusarnya karena pasukan tentara telah bikin ia banyak-banyak menderita, tapi
orang ini ternyata justru penundyang pasukan tentara itu sembari mengeduk
keuntungan buat diri sendiri.
Sementara itu didengarnya lelaki kekar tadi menyawab : "Ah, mana, merekapun Cukup
liCin, apa kau kira dengan sukarela mereka mau setor wajib Catu " Beberapa harini
justru aku sudah mendesak ke-mana 2 sungguh bikin orang bisa mati letih."
"Haha, sekarang 2 bungkus obat ini kau bawa pulang lah," dengan tertawa kata lagi
yang kurus, "rupanya kau bakal naik sorga betuia. Bungkusan merah ini minumkan saja
perempuan itu, dalam waktu setanakan nasi, pasti ia tak sadarkan diri, tatkala itu, haha, tergantung kau Cara bagaimana menginginkannya, hal ini tak perlu lagi aku me
ngajarkan kau bukan ?"
Maka ke 2nya lantas bergelak ketawa.
Kemudian sikurus berkata lagi: "Dan yang bungkusan hi tam ini minumkan pada lelaki
itu, katakan untuk menyem buhkan lukanya, tidak lama masuk perutnya segera lukanya
akan berdarah terus mati. Dengan begitu orang lain tentu menyang ka lukanya terlalu
parah, siapapun tiada yang Curiga padarau. Katakanlah, bukankah tindakan saudaramu
ini sangat jitu ?"
"Ja, ja, jempol, jempol !" sahut yang kekar tiada hen tinya memuji.
"Tapi, Tong-lakya," kata si kurus, "kau benar 2 ketum plek rejeki, dapat orangnya, pula hartanya, dan uang jasa saudaramu ini Cuma 200 tail perak, bukankah ini agak terlalu sedikit ?"
"Ai,? Cho-lauko ini," sahut yang kekar, "kita ber 2 selamanya bicara blak 2an. Muka
betina itu memang benar 2 Cantik molek, ia mengenakan baju lelaki, tatkala itu saja aku sudah tak tahan, belakangan dapat kuketahui se benarnya ia wanita yang menyaru
lelaki, hahaha, daging yang telah dihantarkan sampai diujung mulut masakan tidak
diCaplok, bukankah orang nanti akan mengumpat kakek-moyang 1delapan keturunanku
tak pernah bersedekah " Dan me ngenai yang lelaki itu, sesungguhnya tiada 'gemuk'
lagi yang terdapat padanya, Cuma mereka datang ber 2, kalau yang betina sudah
kumaui, sudah tentu yang lelaki itu tak bisa dibiarkannya hidup lagi."
"Eh, bukankah kau tadi bilang dia ada sebatang seruling dari emas " Melulu seruling
emas ini saja mungkin sudah beberapa kali beratnya ?" ujar yang kiffus.
"Ja, sudahlah, biar aku tambahi kau 50 tail lagi," kata yang kekar. Habis ini ia keluarkan pula osbongkot perak.
"Dan jika urusan sudah beres, ia adalah gundikmu yang ke-15, bukan ?" demikian yang
kurus achirnya, dengan tertawa.
Makin mendengar Ciu Ki semakin gusar, sampai disini ia tak tahan lagi, kontan pintu
kamar ia depak dan orangnya terus menyerbu kedalam.
Dalam kagetnya lelaki kekar itu telah berteriak, berba reng itu ia masih berani angkat kaklhja hendak menendang pergelangan tangan Ciu Ki yang membawa senjata. Namun
gadis ini mana bisa keCundang, sedikit ia putar ta ngannya, tahu-tahu goloknya malah menyamber dari atas hingga mulai betis, kaki orang itu telah kena ditabasnya, menyusul itu sekali tusuk lagi masuk keulu hati, melayang lah nyawa lelaki kekar itu.
Karuan yang kurus tadi sudah ketakutan hingga hendak berteriakpun tak sanggup lagi.
Ciu Ki Cabut goloknya dari tubuh orang yang sudah menggelongsor itu, ia usap 2kan
goloknya diatas majat itu untuk bersihkan darahnya, habis itu sekali jambak dada
sikurus itu telah ditariknya dan dibentak : "Apa kau inilah Cho Su Ping ?"
Sikurus itu bertambah takut hingga ke 2. kakinya serasa lemas, orangnya terus tekuk
lutut, dan giginya gemertuk saling beradu. "Am?" ampun nona, ak?" aku tak berani
lagi," demikian mohonnya dengan gemetar.
"Siapa inginkan jiwamu " Bangun !" bentak Ciu Ki.
Dengan gemetar Cho Su Ping bangkit berdiri, bisa 2 akan mendoprok lagi saking
takutnya. "Pergi keluar !" bentak lagi sigadis. Dan tak lupa seka lian ia pindahkan kelima
bongkotan perak dan 2 bungkusan obat diatas meja itu kedalam bajunya.
Cho Su Ping tak tahu maksud tujuan orang menyuruh nya keluar, terpaksa ia keluar dari kamar pelahan 2 dan membuka pintu luar.
Mendengar suara orang membuka pintu, induk semang nya menanya dari dalam,
namim Cho Su Ping tak berani buka suara. Ciu Ki perintahkan orang mengambil kuda
tunggangannya sendiri dulu, kemudian merekapun keprak kuda keluar dari kota itu.
Sepanyang jalan Ciu Ki memegangi tali kendali kuda orang sambil menganCam : "Asal
kau berteriak sedikit, segera aku penggal kepala anyingmu !"
Karena takut, ber-ulang 2 Cho Su Ping minta ampun dan bilang tak berani.
Tiada satu jam, tibalah achirnya mereka sampai dirumah sinenek tua itu.
Sepanyang jalan hati Cho Su Ping terus kebat-kebit saja, ia tidak tahu kemanakah
"bandit wanita" ini hendak membawanya.
Dan sesudah masuk kerumah sinenek itu, dengan mem bawa pelita orang tua itu telah
memapak keluar. Ia menjadi heran tak terkira bila melihat Ciu Ki kembali dengan
membawa Cho Su Ping yang terkenal pelit itu. Tapi bila teringat olehnya tabib she Cho itu pernah menolak untuk menyembuhkan anaknya, seketika juga ia marah dan ber
duka, maka terhadap tabib itu ia tak menggubrisnya.
Waktu Ciu Ki mendekati pembaringan Ji Thian Hong, ia lihat pemuda itu masih tak
sadarkan diri, dibawah sinar lilin wajahnya tertampak merah membara, tentunya suhu
panasnya luar biasa.
Segera juga gadis itu jamberet Cho Su Ping dan diseretnya kedekat pembaringan. "Aku
punya ko". koko ini terluka parah, lekas kau menyembuhkan dia," katanya segera.
Mendengar orang menCuliknya hanya untuk mengobati orang sakit, barulah separoh
rasa takut dan kuatir Cho Su Ping lenyap, ia periksa mukanya Thian Hong yang panas
merah itu dan memegang nadi orang, ia buka kain pem balut dan periksa lukanya, ia
meng-kerut 2 kening, lalu katanya: "Tuan ini sangat kekurangan darah, panasnya
membubung."
"Siapa telaten mendengarkan obrolanmu," damperat Ciu Ki tak sabar. "Lekasan kau
mengobati dia, kalau tak sembuh, kaupun jangan harap bisa pulang."
"Kalau begitu biarlah aku pergi ambil obat kekota, tanpa obat juga perCuma," ujar Cho Su Ping.
"Namun, se-bodoh 2nya Ciu Ki tak nanti ia bisa diakali. "Hm, apa kau anggap aku ini
anak kecil umur tiga?" demikian jengeknya lantas. "Kau buka resepnya, dan aku pergi
mengambil obatnya."
Selagi mereka bicara, keadaan Thian Hong sudah agak baikan, diam-diam iapun
mendengarkan perCakapan itu.
Sedangkan Cho Su Ping menjadi mati kutu, ia tahu harini benar 2 ia ketemu batunya,
terpaksa, .maka jawabnya: "Jika begitu silahkan nona keluarkan kertas dan pit-nya, biar aku membuka resepnya."
Namun ditempat pedusunan terpenCil seperti ini, darimana ada pit dan kertas tulis"
Karuan seketika Ciu Ki kelabakan tak berdaya. Sebaliknya Cho Su Ping menjadi senang, kata nya: "Penyakit tuan ini takbisa di-tunda 2 lagi, aku kira baiknya biar aku pulang ambil obat saja."
"MoayCu (adikku)," mendadak Thian Hong buka suara, "bakarlah sebatang kaju kecil
dijadikan arang, lalu tulis diatas kertas merangpun boleh, kalau masih tidak ada, tulis diatas papan juga dapat."
"Ja, ja, benar, memang akalmu selalu banyak-banyak," sahut Ciu Ki sangat girang.
Lalu ia menurut membakar sebatang kaju menjadi arang, sinenek itupun pergi
menCarikan seCarik kertas merang yang sudah kumal. Dan terpaksalah Cho Su Ping
harus membuka resepnya.
Menunggu,' sesudah orang selesai tulis resepnya, Ciu Ki mendapatkan seutas tambang
rumput pula terus telikung ke 2 tangan sinshe itu dan diringkus erat 2, bahkan ke 2
kakipun di katnya sekalian dan diletakkan disamping pem-baringan Thian Hong, lalu ia taruk juga golok pemuda itu didekat bantalnya, kemudian barulah ia' pesan pada
sinenek itu: "Sekarang juga aku pergi membeli obat kekota, kalau sinshe (tabib) ini men Coba lari, lekasan kau bangunkan engkoku, biar ia membaCoknya mampus saja."
Setelah memesan seperlunya, lantas Ciu Ki Cemplak kudanya kekota untuk membeli
obat. Apabila kemudian ia mendapatkan sebuah rumah obat dan menggedornya minta
diberikan obat menurut resep, sementara itu ufuk timur sudah remang-remang, fajar
sudah menyingsing. Ia lihat sepanyang jalan banyak-banyak petugas-petugas yang
berwira-wiri, agaknya karena soal pembunuhan manusia yang berjuluk ,.warangan
didalam gula" itu telah diketahui.
Ciu Ki sembunyi disuatu pojok rumah penduduk, ia tunggu sesudah barisan peronda
sudah lewat, barulah ia ke prak kudanya keluar kota. Setibanya dirumah nenek itu,
sementara hari sudah terang-benderang, lekas-lekas ia masak obat itu dibantu sinenek, ia wadahi disuatu mangkok kasar dan dibawa kepada Thian Hong, ia bangunkan
pemuda itu untuk meminum obat.
Melihat muka sigadis penuh keringat dan kotor oleh ha ngus, diatas rambutnya juga
banyak-banyak tangkai 2 rumput, seketika Thian Hong menjadi terharu, ia pikir sigadis asal dari keluarga mampu dan selamanya tak pernah turun ke dapur, tapi kini ternyata harus memasak obat dan lain-lain, dalam hati ia menjadi sangat berterima kasih, maka lekas-lekas ia bangun menyang gapi mangkok obat yang disodorkan.
Tapi sebelum ia minum, tiba-tiba pikirannya tergerak, mangkok obat itu ia sodorkan
kepada Cho Su Ping dan katanya: "Coba kau minum 2 teguk dulu."
Ketika sinshe itu sedikit ragu 2, sementara itu Ciu Ki sudah paham juga maksudnya
Thian Hong, maka ber-ulang 2 ia bilang : "Ja, benar, harus dia minum dulu, siapa tahu betapa jahatnya orang ini."
Karena terpaksa, Cho Su Ping mengap menCeguk seba gian obat itu.
"Nah, moayCu, kau mengasolah dulu, sebentar lagi obat ini baru kuminum," kata Thian
Hong kemudian. "Sebab apa ?" tanya Ciu Ki.
"Kita lihat dulu ia (Cho Su Ping) mati tidak," ujar Thian Hong.
"Benar, benar, jika ia mati, itu tandanya obat ini tak boleh diminum," kata Ciu Ki
tertawa. Habis ini, ia pindah kan pelita kedekat mukanya Cho Su Ping sembari matanya yang bundar besar itu terpentang lebar 2 untuk mengawasi perubahan 2 muka sitabib
itu. "Ai, seorang tabib harus punya rasa tanggung jawab, mana bisa menCelakai orang
malah ?" kata Cho Su Ping tertawa getir.
"Hm, masih berani kau membaCot ?" sen tak Ciu Ki gusar. "Bukankah kau tadi kasak-
kusuk berunding dengan manusia 'warangan didalam gula' itu hendak menCelakai nona
orang dan inCar seruling emas orang lagi, kesemua nya itu sudah kudengar sendiri, dan kini masih berani kau bermulut manis ?"
Karena itu, seketika Cho Su Ping tak bisa menyawab. Sebaliknya demi mendengar orang
menyebut tentang "seruling emas", lekas-lekas Thian Hong bertanya duduknya perkara.
Maka berCeritalah Ciu Ki apa yang telah didengarnya dirumah "P" itu serta terangkan
Caranya membunuh manusia "warangan didalam gula" itu.
Teringat akan itu, lekas-lekas juga ia pergi memberitahukan sinenek bahwa ia sudah
membalaskan sakit hati putera dan menantunya. Tentu saja nenek itu sangat berterima
kasih, saking terharu sampai ia menangis.
Menunggu sesudah Ciu Ki masuk kembali, lalu Thian Hong menanya Cho Su Ping pula:
"Coba terangkan bagaimana orangnya yang membawa seruling emas itu dan si apa pula
wanita yang menyaru lelaki itu ?"
"Ja, kalau tidak mengaku terus terang, biar sekali tusuk aku mampuskan kau dulu,"
gertak Ciu Ki sembari Cabut goloknya.
Karuan Cho Su Ping ketakutan setengah mati. "Ba". baik, ak?" aku akan mengaku
kem?" kemarin Tong-lakya da?" datang menCari aku, ka?"". Katanya rumahnya ke
kedatangan 2 orang yang me " meminta mondok, yang seorang terluka, bicara saja
tak sanggup, dan yang lain adalah seorang pemuda tampan. Se". sebenarnya ia tak
mau terima, tapi ketika melihat pemuda itu Cantik luar biasa, ia lantas terima mereka buat menginap semalam, kemudian dapat dilihatnya suara pemuda itu lemah lembut,
gerak-geriknya dan sikapnya juga mirip wanita, pula tak mau bersama suatu kamar
dengan lelaki kawannya itu, maka ia jakin pasti orang adalah wanita menyaru lelaki,"
demikian tabib itu menyelaskan dengan suara tak lancar.
"Lalu ia datang padamu untuk membeli obat, bukan ?" sambung Ciu Ki.
"Ja, itulah salahku," sahut Su Ping, nyata ia tak berani pungkir.
"Bagaimanakah maCamnya yang lelaki itu ?" tanya Thian Hong lagi.
"Pernah Tong-lakya undang aku pergi memeriksanya," kata Su Ping. "Ia berusia kira-
kira dua tiga atau 24 tahun, berdandan secara sastrawan, tubuh dan pahanya terdapat tujuh"delapan luka kena senjata tajam."
"Parahkah lukanya ?" tanya Thian Hong.
"Lukanya memang parah, Cuma luka luar saja, kalau dirawat dengan baik-baik , Cepat-
cepat saja akan sembuh kembali," ujar Su Ping.
Dan karena tiada keterangan 2 lain yang bisa diperoleh, Thian Hong tidak menanya
lebih jauh, ia angkat mangkok obat tadi terus diminumnya.
Sehabis minum obat, Thian Hong tertidur dan keluar ke ringat, petangnya kembali ia
minum obat itu lagi semang kok.
Nyata, meski Cho Su Ping itu kelakuannya busuk, tapi ilmu tabibnya ternyata sangat
pandai, obatnya ternyata "Ces pleng," maka lewat satu hari, kesehatan Thian. Hong
sudah pulih sebagian besar dan sudah bisa turun pembaringan.
Lewat sehari lagi, Thian Hong menduga dirinya sudah sanggup menaiki kuda untuk
menempuh perjalanan, maka katanya pada Ciu Ki : "Orang yang dikatakan membawa
seruling emas itu adalah aku punya Ie sipsute, entah me ngapa ia bisa minta mondok
kerumah buaja darat itu. Dan sesudah buaja itu dapat kau bunuh, mungkin iapun tiada
halangan lagi, Cuma aku tetap belum lega, malam ini juga marilah kita menyelidikinya, bagaimana pendapatmu ?"
"Ia adalah kau punya Sipsute (atau Capsihte) ?" sigadis menegas.
"Ja,* pernah ia datang kerumahmu dahulu, kau sendiripun pernah melihatnya, ialah
orang yang per-tama 2 disuruh Congthocu kami pergi menCari berita itu," Thian Hong
menyelaskan. "O, kiranya dia itu," ujar Ciu Ki. "Aku tak tahu kalau dia memiliki sebatang seruling emas, kalau tahu, tentu aku sudah bojong dia kesini untuk merawat lukanya bersama
kau, bukankah hal itu sangat baik."
Thian Hong tertawa oleh kepolosan sigadis. Selang sejenak barulah ia berkata lagi: "Dan siapa lagi wanita yang menyaru lelaki itu " Apakah mungkin Suso ?"
Waktu magrib, Ciu Ki mengeluarkan sebongkot perak bolehnya 'mendaulat' dari meja
dirumah "P" itu dan dibe rikan pada sinenek, sudah tentu orang tua itu tiada habis-
habis-nya mengucapkan terima kasih :
Kemudian gadis itu seret bangun Cho Su Ping, "srettt..." Cepat-cepat sekali ia lolos goloknya dan tak ampun lagi sebelah daun kuping tabib Celaka itu telah berpisah
dengan tuannya.
"Kau telah sembuhkan engkoku ini, maka, jiwamu boleh kuampuni, tapi bila kelak
diketahui kau berbuat jahat pula, hm, manusia 'warangan didalam gula' itulah
Contohmu," demikian Ciu Ki membentak pula.
"Tidak berani, pasti tidak berani lagi," sahut Cho Su Ping ber-ulang 2 sambil menekap luka daun kupingnya. "Tiga bulan lagi kami masih akan kembali kesini, tatkala
itu pasti kami akan menjadi tetamu-mu lagi, sinshe," ujar Thian Hong.
Dan kembali Cho Su Ping mengucapkan "tidak berani" ber-ulang 2.
"Kau pakai kudanya, marilah kita berangkat," kata Ciu Ki kemudian pada Thian Hong.
Habis itu, mereka keprak kuda meninggalkan tabib sial itu terus menuju kekota Bun-
kong-tin dengan Cepat-cepat .


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sesudah 4"5 li jauhnya, tiba-tiba Ciu Ki menanya : "Kena pakah tadi kau bilang tiga
bulan lagi kita akan datang kesini lagi ?"
"Aku sengaja mendustai sinshe setan itu, agar dia tak berani bikin susah pada sinenek itu," kata Thian Hong.
Ciu Ki meng-angguk-angguk paham, tapi belum seberapa jauh, kembali ia bertanya pula
: "Kenapa kau selalu begitu liCin terhadap orang " Aku tak suka."
Seketika Thian Hong tak bisa menyawab, sejenak kemudian barulah ia berkata "Nona
tidak tahu bahwa hati manusia kangouw keji dan berbahaja, terhadap kawan kita boleh
mengutamakan budi dan bajik, tapi terhadap manusia rendah, bila kau baik hati
padanya, maka pastilah kau sendiri yang dirugikan."
"Tapi ayahku bilang lebih baik merugikan diri sendiri daripada bikin susah orang," ujar sigadis.
"Ja, itulah kelebihan ayahmu daripada orang lain," sahut
Thian Hong, "sebab itulah bila orang kangouw menyebut Thiat-tan Ciu Tiong Ing
loyaCu, tidak peduli dia dari ka langan pek-to (kalangan orang baik-baik ) atau hek-to (lapisan bawah, orang jahat), baik dia orang pemerintahan maupun lok-lim (golongan
bandit), tiada seorangpun yang tidak bi lang ia adalah suatu ksatria sejati yang baik budi, kami semua sangat mengaguminya."
"Jika begitu, kenapa kau takmau belajar seperti ayahku ?" kata sigadis lagi.
"Ciu-loyaCu memang pembawaannya juCur dan berbudi, orang seperti aku yang
banyak-banyak tipu akal aneha mungkin tak sanggup menCapai seperti dia," sahut
Thian Hong. "Aku justru jemu pada tabiatmu yang suka main tipu akal itu," kata sigadis dengan
sengit. "Kata ayahku, asal kau baika terhadap orang, dengan sendirinya orangpun akan baika kepadamu."
Mendengar ini, dalam hati Thian Hong sangat terharu.
"Kenapa " Kau tak suka pada kata-kataku bukan " Dan sedang memikirkan akal untuk
mempermainkan aku lagi bukan ?" tanya Ciu Ki.
"Ah, kau selalu Curiga orang saja," sahut Thian Hong.
Begitulah sembari berbicara ditengah jalan, mereka menjadi tidak kesepian. Sesudah
mengalami peristiwa de-mikian ini, terhadap sigadis itu Thian Hong sudah tentu sangat berterima kasih, sebaliknya Ciu Ki juga kuatir karena dirinya ada budi kepada orang, maka orang sengaja suka mengalah padanya, hal ini bikin dia menjadi hati-hati dan
sungkan juga. "Dahulu aku kira kebusukanmu telah merusak sampai ke-tulang 2mu," demikian kata
Ciu Ki. "Siapa tahu .........."
"Siapa tahu gimana ?" tanya Thian Hong.
"Aku lihat kebusukanmu dulu itu sengaja kau bikin 2," sahut sigadis. "Ja, sebab apakah kau selalu suka membikin susah padaku " Aku ini hanya bikin marah kau saja bila kau
lihat, bukan ?"
"Baik-busuknya seseorang seringkali salah diduga dikala mula 2 berkenalan, tadinya
darimana aku bisa tahu kau si nona ini sebenarnya berhati sanubari begini baik," sahut Thian Hong.
"Waktu itu kau anggap aku sombong lagi dengki bukan?" ujar Ciu Ki tertawa.
Thian Hong tak menyawabnya, melainkan tersenyum saja.
Setibanya di Bun-kong-tin, mereka tambat kuda ditempat yang sepi, lalu mereka
mendapatkan rumah kediaman ma nusia yang disebut "Tong-li-pi-siang" atau warangan
didalam gula itu, mereka melompati pagar dan mengintip kedalam.
Dibagian rumah itu Thian Hong dapat menangkap seorang peronda, ia anCam peronda
itu agar mengaku dimana ada nya Ie Hi Tong. Saking takutnya, sudah tentu peronda itu tak berani membohong, ia mengaku bahwa sejak hari itu Tong-lakya dibunuh sinshe
Cho Su Ping dirumah Pek-bi-kui, lantas se-isi rumah kaCau-balau, maka ke 2 orang yang mondok itupun lantas pergi tiada orang tahu.
"Mari lekas kita .susul mereka," ajak Ciu Ki kemudian pada Thian Hong.
Setelah dua-tiga hari lagi, ditengah jalan Thian Hong melihat tanda-tanda rahasia yang ditinggalkan Tan Keh Lok dan diketahui para kawan akan mengumpul dikota Khay-hong,
maka lekas-lekas ia Ceritakan itu pada sigadis.
Mendengar semua orang tiada terjadi apa-apa, Ciu Ki menjadi girang, pada suatu rumah minum segera ia beli tiga kati arak dan minum se-puas 2nya, besok "paginya ia
mendesak Thian Hong agar perCepat-cepat perjalanan mereka.
Sementara itu luka dipundak Thian Hong sudah rapat kembali, kesehatannya pun sudah
pulih. Sepanyang jalan mereka mengobrol ketimur dan kebarat, selalu'Thian Hong
menCeritakan hal 2 yang menarik yang terjadi didunia kangouw, iapun menyelaskan
dan mengajarkan segala pantangan dan peraturan kalangan kangouw umumnya,
karena semuanya itu serba baru baginya, karuan Ciu Ki menjadi sangat ketarik.
"Mestinya sejak dulu 2 kau sudah harus Ceritakan kesemua ini kepadaku, tapi dahulu
kau selalu ribut mulut saja dengan aku," demikian katanya.
Suatu hari, tibalah mereka sampai dikota Tongkwan, mereka menCari hotel dan katanya
hotel "Wat Lay" adalah hotel paling bagus dikota itu, maka menujulah mereka kesana,
tapi kamar hotel itu ternyata tingg'al sebuah saja, Thian Hong Coba memberikan
serenCeng uang peCah sebagai uang sogok pada sipelajan agar ditambahi satu kamar
lagi, namun sipelajan menjadi serba susah, ia tetap bilang kamar lain-lain sudah penuh.
"Entah sebutan apakah tuan dengan nona ini?" tanya pelajan itu achirnya.
"Ia adalah adikku," sahut Thian Hong.
"Kalau kaka-beradik, bersama suatu kamar bukartlah tak apa-apa," ujar pelajan itu.
Ciu Ki menjadi gusar mendengar itu, kontan ia mendamperat: "Perlu apa kau banyak-
banyak Cerewet "
Namun Thian Hong mendadak menarik bajunya sebelum ia memaki lebih lanyut, maka
terpaksa ia menerima baik meski kurang senang. Cuma selama bikin perjalanan
bersama ini, Ciu Ki melihat kelakuan Thian Hong selalu sopan santun padanya,
tampaknya memang benar2 seorang laki2 sejati, namun bila kini tiba-tiba harus tinggal bersama satu kamar, mau-tak-mau ia merasa kikuk juga, ia malu dan ragu 2. Tapi
dihadapan sipelajan hotel itu terpaksa ia bung kam saja.
Sesudah berada didalam kamar, segera Thian Hong me malang pintu, pemuda ini
memberi tanda agar kawannya jangan berisik. "Tadi kau melihat itu keparat dari Tin
Wan piauwkiok tidak?" tanyanya kemudian lirih.
"Apa" Kau maksudkan binatang yang membawa orang menangkap Bun-suya dan
mengakibatkan kematian adikku itu?" tanya Ciu Ki terkejut.
"Ja, sekilas tadi aku melihatnya, Cuma kurang jelas entah benar tidak, aku kuatir dilihat mereka, maka lekas-lekas tarik kau masuk sini, biarlah sebentar kita pergi
menyelidikinya," ujar Thian Hong.
Dalam pada itu pelajan datang membawakan teh dan menanya sekalian tetamunya
ingin dahar apa, sesudah Thian Hong memesan seperlunya, lalu ia tanya: "Apakah tuan
2 dari Tin Wan piauwkiok di Pakkhia itupun menginap disini?"
"Ja, benar," sahut sipelajan. "Mereka selalu menjadi lengganan kami bila lewat di
Tongkwan sini."
Dan sesudah pelajan itu berlalu, kemudian Thian Hong berkata pada Ciu Ki: "Menurut
Cerita Suso dan Capsihte, katanya manusia Tong Siu Ho ini adalah biangkeladinya se
gala kejahatan yang sudah terjadi, maka malam ini jug biar kita bereskan dia dulu untuk membalaskan sakit hati adikmu dan Bun-suko."
Apabila ingat atas kematian adiknya yang menyedihkan itu serta terbakarnya Thiat-tan-Chung, sungguh darah Ciu Ki menjadi naik, kalau bukan Thian Hong menahan
sebisanya, mungkin sejak tadi gadis itu sudah menerdyang keluar untuk menCari musuh
itu. "Sudahlah, kau mengaso dulu buat kumpulkan semangat, sebenar tengah malam masih
belum terlambat kita kerja kan," demikian kata Thian Hong.
Terpaksa Ciu Ki bersabar sebisanya, tapi belum sampai tengah malam, benar- ia tak
tahan pula, ia Cabut goloknya terus mengajak: "Ayolah, kita mulai !"
Segera Thian Hong membuka! jendela dan melompat keluar, menyusul barulah sigadis.
"Hati-hati, jumlah mereka banyak-banyak, mungkin ada jagoan tinggi pula, mari kita
menyelidikinya dulu, kita Cari akal untuk memanCing keluar keparat she Tong itu agar lebih mudah turun tangan," demikian kata Thian Hong.
Ciu Ki mengangguk setuju. Lalu mereka melayang keatas rumah, mereka melihat
disuatu kamar sebelah timur sana masih ada sinar pelita, Thian Hong memberi tanda,
mereka ber 2 melompat turun ketanah dan dari 2 ju rusan mendekati kamar itu. Ciu Ki mendapatkan suatu lobang kecil dijendela kamar itu terus pasang mata meng intip
kedalam. Selagi Thian Hong dengan senjata terhunus berdiri di belakang sigadis untuk menyaga, tiba-tiba dilihatnya gadis itu menegak kembali, habis itu sebelah kakinya mendadak
melayang hendak menendang kearah jendela.
Karuan Thian Hong terkejut, lekas-lekas ia melangkah maju menghadang didepan
sigadis. Sementara itu kaki Ciu Ki sudah ditendangkan, tapi baru saja melayang sampai didepan dada sipemuda, tersipu-sipuia tarik kembali kakinya, dan karena gerak kakinya itu terlalu keras hingga tenaganya seketika, susah direm, tak tertahan ia terhuyung-huyung mundur beberapa tindak.
Segera juga Thian Hong sudah melompat kedekat sigadis dan menanya dengan suara
tertahan: "Ada apakah?"
"Lekas turun tangan, ibuku kena diringkus mereka di-dalam," sahut Ciu Ki.
"Ha?" kaget luar biasa Thian Hong oleh keterangan itu.
"Mari lekas kita kembali kamar untuk berunding." " Habis ini, ia tarik gadis itu kekamar mereka.
Setiba didalam kamar, Ciu Ki sudah tak sabar lagi. ,.Berunding apa lagi kau inginkan"
Ibuku telah tertawan keparats itu, mengarti?"
"Sabar dulu, nona, aku tanggung akan menolong ibumu keluar," kata Thian Hong. "Ada
berapa orangkah mereka?"
"Kira-kira enam-tujuh orang," sahut sigadis.
Thian Hong termenung sejenak, agaknya ragu 2.
"Takut apa" Kau tak berani pergi, biar aku pergi sen dirian," ujar Ciu Ki.
"Bukannya takut," kata Thian Hong.. "Tapi aku sedang menCari akal, harus menolong
ibumu, tapi juga harus membunuh keparat she Tong itu, ke 2nya harus sekaligus kita
lakukan berbareng."
"Tolong ibu dulu, keparat itu dapat dibunuh tidak itu uru san belakang," kata. sigadis.
Dan pada saat itu juga, tiba-tiba diluar pintu terdengar suara orang berjalan, lekas-lekas Thian Hong menggoyang i tangan agar sig'adis diam, maka terdengar seorang berjalan
lewat didepan kamar sambil mulutnya tiada hentinya mengomel, katanya: "Huh, tengah
malam buta, tidak mau sekarat, tapi masih ingin minum apa segala" Bikin orang lain tak enak tidur. Huh, biar budha memberkati kawanan po-pio (juru kawal) di tengah jalan
ketemukan begal !"
Mendengar lagu suara orang, tahulah Thian Hong pasti itulah sipelajan yang
dibangunkan kawanan piauthau itu agar mengambilkan arak, maka telah mendongkol
dan mengomel. panyang -pendek.
Tiba-tiba tergerak pikiran Thian Hong, katanya pada Ciu Ki: "Bukankah 2 bungkus obat sitabib she Cho itu masih ada padamu" Sebungkus diantaranya ia bilang bisa bikin
orang tak sadarkan diri bila meminumnya, nah, bungkusan itu lekas kau berikan
padaku." Sigadis tak mengarti apa tujuan orang, tapi bungkusan obat itu dikeluarkannya juga.
"Untuk apa?"1 tanyanya.
Namun Thian Hong tak menyawab, hanya tangan orang ia tarik dan diajak melompat
keluar kamar lagi.
Setibanya diserambi dapur, pemuda itu membisiki pula: "Mendekam disini, diam-diam,
jangan bergerak."
Ciu Ki menjadi heran, pikirannya penuh tanda tanya, ia tak tahu perbuatan apa lagi
yang hendak dilakukan pemuda itu.
Setelah menunggu tak lama dan tak terdengar sesuatu suara, selagi ia hendak
menanya, tiba-tiba terlihat sinar pelita ber-kelip 2, pelajan tadi telah munCul lagi sembari membawa sebuah nampan dan tangan lain memegang Cektay (tanCa pan lilin).
Diam-diam Thian Hong siapkan sebutir batu kecil, setelah dekat Cepat-cepat sekali ia menimpuk dan dengan jitu api lilin itu mendadak sirap. Karuan pelajan itu menjadi
kaget, namun mulutnya masih mengomel: "Benar 2 ada setan, baik-baik saja tiada
angin sedikitpun, tapi lilin bisa sirap sendirinya!" " Lalu ia taruk nenampan ditanah dan membalik pergi buat menyulut lilin lagi.
Menunggu sesudah orang menghilang, Cepat-cepat Thian Hong melompat keluar, ia
lihat diatas nampan itu ada 2 poCi arak, lekas-lekas ia bagi bungkusan obat itu menjadi 2 dan dituang kedalam poCi arak itu.
"Mari sekarang kita pergi keluar kamar mereka," ajak nya kemudian pada sigadis.
Dan sebentar saja kembali mereka ber 2 sudah mende kam pula dibawah jendela kamar
para piauwsu itu. Ketika Thian Hong mengintip kedalam, betul juga dilihatnya ada
seorang wanita setengah umur dengan ke 2 tangannya di ikat dibelakang dan berduduk
ditanah. Sebaliknya ada beberapa lelaki sedang berduduk didalam kamar itu sambil
mengobrol ketimur dan kebarat. Ia kenal seorang diantaranya ialah Tiat-pi-peh Han Bun Tiong yang pernah ditawan Ciang Cin itu dan satu lagi adalah Ci Cing Lun, dan seorang lagi ialah Tong Siu Ho yang pernah dilihatnya di Thiat-tan-Chung dahulu. Sedang tiga orang selebihnya ia tak kenal.
Sementara itu didengarnya Tong Siu Ho itu lagi membual, katanya: "Ha, orang selalu
bilang Thiat-tan-Chung begitu kuat laksana tembok besi dan dinding tembaga, siapa
tahu Cukup LoCu (sebutan diri sendiri secara Congkak) segebung api saja sudah
membikinnya ludes !"
Kata-kata itu dapat didengar Ciu Ki dengan jelas, ternyata orang yang membakar
perkampungannya memang benar ada manusia she Tong ini.
Dalam pada itu Han Bun Tiong tertampak bermuka mu ram dan tak bersemangat, ia
telah berkata: "Lau Tong, hendaklah jangan kau me-niup 2 ngawur, Ciu Tiong Ing itu
aku telah bertemu ditengah jalan, kalau kita, sebanyak-banyak ini maju sekaligus belum pasti sanggup melawannya. Kelak apabila sampai ia menCari kepiauwkiok, tentunya
baru kau tahu rasa !"
"Haha, kita selalu dibintangi rejeki, lihat saja, justru sekarang isteri orang she Ciu itu telah datang sendiri pada kita, dengan adanya orang jaminan ini, masakan ia berani
berbuat apa-apa terhadap kita ?" demikian jawab Tong Siu Ho.
Sampai disini, sipelajan telah masuk membawakan ne nampan tadi yang berisi arak dan
daharan. Segera saja para piauwsu itu makan-minum besar, sebaliknya Han Bun Tiong
kelihatan muram durja, tiada hentinya Tong Siu Ho membujuknya minum, katanya :
"Ah, Han-toako, seorang gagah susah juga melawan orang banyak-banyak, kau
terjungkal ditangan mereka, kenapa kau pikirkan terus" Kelak kita pun bisa
mengundang kawan yang banyak-banyak untuk mengha dapi Hong Hwa Hwe mereka
seorang lawan seorang untuk menentukan unggul dan asor."
"Kalau orang lain satu lawan satu, tapi kau, Lau Tong, kau melawan siapa ?" tiba-tiba seorang piauwsu diantaranya menyela.
"Tentu saja aku menCari isteri-gadis mereka."
tapi belum selesai perkataan Tong Siu Ho ini, mendadak ia roboh terguling
dipembaringannya.
Karuan semua orang terkejut, lekas-lekas kawannya mende kati hendak
membangunkannya, siapa tahu tiba-tiba merekapun merasa tangan lemas dan kaki linu,
kesemuanya tak bisa berkutik pula.
Melihat sudah berhasil, Thian Hong menyongkel daun jendela dengan goloknya dan
melompat masuk kedalam, Cepat-cepat saja Ciu Ki pun menyusul melompat masuk,
segera pula ia berseru : "O, mak !" " Dan hanya kata-kata itu saja yang sanggup
diuCapkannya, karena air mata sudah ber CuCuran, lekas-lekas iapun menabas putus
tali pengikat ibunya itu.
Ketika mendadak melihat puteri kesajangannya, sesaat Ciu-toanaynay hanya ternganga
tak sanggup buka suara, ia sangka dirinya dialam mimpi saja.
Dilain pihak Thian Hong sudah lantas seret bangun Tong Siu Ho, tanpa berkata lagi ia tubleskan goloknya keperut manusia itu dan seketika beres nyawanya. Manusia yang hi
dupnya selalu berbuat jahat dan entah sudah berapa banyak-banyak orang yang
menjadi korbannya, harini jiwanya melayang ditangannya 'Bu-Cu-kat' Ji Thian Hong,
dapatlah hal itu dikata sesuai ganyarannya.
Dalam pada itu Ciu Ki menghunus goloknya hendak membunuh lagi piauwsu 2 yang
lain, namun keburu diCegah Thian Hong, kata pemuda ini : "Dosa mereka masih belum
dihukum mati, biarlah ampuni mereka saja .!"
Ciu Ki mengangguk menurut, dan menarik kembali sen jatanya.
Melihat itu, Ciu-toanaynay menjadi heran ; ia Cukup kenal watak puterinya itu, keCuali kata-kata sang ayah yang kadang masih diturutnya, tapi kata-kata orang lain tiada lagi yang bisa menguasainya, apa yang hendak dilakukannya lantas dilakukan. Siapa duga
terhadap kata-kata Thian Hong ternyata ia bisa begitu penurut, sungguh hal ini agak
luar bi asa. Kemudian Thian Hong menggeledahi piauwsu 2 itu dan dapat diketemukannya
beberapa puCuk surat, karena tak sempat buat membaCanya, ia lantas masukkan dulu
keba junya. "Mari lekas kita kembali kamar buat bebenah terus berangkat," ajaknya
lantas. Cepat-cepat mereka bertiga melompat keluar kembali kamar sendiri, Thian Hong
ringkaskan buntalannya dan tinggalkan serenCeng uang perak sebagai biaja
penginapan, lalu ia pergi kebelakang menuntun keluar tiga ekor kuda, segera pula
mereka kabur kearah timur.
Melihat puterinya bikin perjalanan bersama Thian Hong, pula tinggal bersama sekamar, rasa Curiga Ciu-toanaynay
Semakin menjadi-jadi, dasar wataknya memang keras, maka kontan saja ia menanya
sang puteri: "Dimanakah ayahmu" Siapakah tuan ini " Kenapa kau taerada bersama
dia " Kau bertengkar lagi dengan ayahmu bukan ?"
"Kau sendirilah yang tinggal pergi karena bertengkar dengan ayah," sahut Ciu Ki
mendadak. "Mak, tentang ini maukah kau bertanya nanti saja ?"
Tapi ke 2 ibu dan anak ini beradat keras semua, maka bicara punya bicara mereka
lantas seperti mau bertengkar. Lekas-lekas Thian Hong datang memisah.
"Hm, semuanya gara 2 kau, dan kau masih akan bilang apa ?" demikian omel sigadis.
Mendengar itu, aneh, perasaan Thian Hong terasa. nik mat sekali, maka ia tersenyum
dan menyingkir lagi, Sedang ibu dan anak itu masih sama-sama bersengut, masing-
masing sedang memikirkan airusan sendiri.
Malamnya mereka mondok dirumah seorang petani, ibu dan anak itu tidur bersama,
disitulah baru Ciu Ki men Ceritakan pengalamannya, tapi karena tak pandai bicara,
sedang sang ibu kesusu ingin tahu segalanya sampai achir, maka sebentar mereka
menangis dan lain saat sudah tertawa lagi, yang satu ngambek tak mau bicara, yang
lain mengomeli sang puteri tak dengar kata. Begitulah mereka ribut setengah malaman
barulah mereka mengetahui seke dar keadaan masing-masing sejak berpisah.
Kiranya Ciu-toanaynay terlalu pedih akan kematian pute ra kecilnya yang tewas dibawah tangan ayah sendiri itu, dalam gusarnya ia telah tinggalkan rumah, mula 2 ia pergi Kolan menumpang pada seorang pamilinya she Kho, tapi justru tuan rumahnya lagi bikin
perjalanan jauh, nyonya rumah meski melajaninya dengan segala kehormatan, namun
sebab hatinya yang murung itu, sesudah tinggal beberapa hari ia menjadi tak betah, ia tinggalkan sepuCuk surat dan berangkat pergi dengan kudanya.
Hari itu iapun sampai di Tongkwan dan dapat dilihatnya panyi Tin Wan piauwkiok
dihotel Wat-lay itu, ia menjadi ingat kata-kata murid suaminya, yaitu Beng Kian Hiong, bahwa biangkeladi yang menyebabkan kematian putera kesajangan nya itu adalah
piauthau dari Tin Wan piauwkiok yang bernama Tong Siu Ho. Maka malam 2 dengan
membawa senjata ia memasuki hotel itu hendak menCari musuh besar itu.
Dan kebetulan sekali dilihatnya Tong Siu Ho berada didalam, tanpa pikir lagi Ciu-
toanaynay menerobos masuk hendak membalas dendam, namun jumlah orang
piauwkiok sangat banyak-banyak, pula Tiat-pi-peh-jiu Han Bun Tiong terhi tung jagoan tinggi, maka achirnya ia kena tertawan. Ia sudah pikir dalam keadaan sebangkara itu, pasti nasibnya sekali ini tak terluput dari kematian. Siapa duga justru) datang puteri kesajangannya untuk membebaskannya dari mara-bahaja.
Apabila kemudian Ciu Ki menCeritakan Cara menolong sang ibu dan menuntut balas,
kesemuanya adalah tipu akal nya Ji Thian Hong, maka Ciu-toanaynay merasa sangat
berterima kasih kepada pemuda itu-.
Besok paginya dalam perjalanan Ciu-toanaynay telah menanyai asal-usul Ji Thian Hong
dengan teliti. "Waktu aku berumur 2belas, seluruh keluargaku sudah habis diCelakai pemerintah,
hanya aku sendiri yang berhasil lolos," demikian Thian Hong menutur.
"Kenapa pemerintah menCelakai kau ?" tanya Ciu-toa-naynay.
"Karena putera pembesar itu penujui enCiku dan hendak mengambilnya sebagai
gundik," kata Thian Hong. "Padahal enCiku sejak lama sudah bertunangan, dengan
sendlrinya ayahku tak boleh. Karena itu ayahku lantas dipitenah pem-besar itu
berkomplotan dengan perampok, lalu ayah, ibu dan kaka laki 2 telah dipenyarakan
serhua. Kemudian enCiku di beritahu jika suka menurut lamaran sipembesar itu, lantas ayah akan dibebaskan. Cihu (suami enCi) dengan berani menCoba membunuh
pembesar itu, tapi malah dipukul mati opas 2, mendengar kabar itu lantas enCiku
menCebur ke sungai membunuh diri."
"Apa kau tak balaskan sakit hati orang tuamu itu?" Ciu Ki menyela dengan marahnya.
"Memang setelah besar dan belajar silat, aku pulang untuk lakukan pembalasan, tapi
musuhku sudah naik pang kat dan dipindah kelain tempat. Ber-tahun 2 kuselidiki dia,
tapi,Siapakah kini belum memperoleh hasil apa-apa."
"Siapakah nama musuhmu itu?" tanya Ciu Ki.
"Yang kuketahui, dia itu orang she Pui. Namanya siapa, sayang aku kurang jelas.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mukanya sebelah kiri terdapat tai lalat. Kalau bertemu dapat kukenalnya," demikian
Thian Hong achirnya.
Maju setindak lagi, Ciu-naynay tanyakan adakah pemuda itu sudah beristeri.
"Bah, ia orangnya terlalu liCin, tentu takkan ada sioCia yang menyukainya," kata Ciu Ki dengan tertawa. "Seorang sioCia tak pantas omong begitu!" Ciu-naynay mendamprat
gadisnya. "Mak, kau tanya begitu pelit, apa mau menCarikannya jodoh baginya?" sinona malah
tetap menggodanya. "Entah sioCia yang mana, eh, mungkin adik dari keluarga Kho itu
bukan?" Malamnya sewaktu dihotel, Ciu-naynay kembali mengata ngatai puterinya.
"Kau seorang gadis berjalan dan tinggal sekamar dengan seorang pemuda, siapa sih
yang mau kawin dengan kau," demikian orang tua itu.
"Dia luka, apa salahnya kutolong! Sekalipun ia orang yang liCin, tapi selama itu ia
berlaku aturan padaku," jawab Ciu Ki maraha.
"Hal itu hanya kau dan dia yang tahu. Aku dan ayahmu dapat mempercayai, tapi
apakah orang luar bisa menerima begitu saja" KeCuali seumur hidup kau tak menikah,
itu lain perkara. Karena tak ada Calon suami yang mempercayai keteranganmu itu.
Memang begitulah susahnya menjadi wanita seperti kita ini," panyang lebar Ciu-naynay menga tainya dengan pedas.
"Kalau begitu, biarlah aku tak kawin selamanya!" sikepala keras membantahnya.
Kembali ibu dan anak itu bertengkar dengan suara keras.
"Sudahlah jangan ribut 2, ia tidur dikamar sebelah, nanti kan malu," Ciu-naynay Coba meredakan.
"Takut apa, aku toch tidak berbuat hal 2 yang tidak pantas, biarkan dia dengar!" teriak sigadis malah.
Ketika mereka bangun pada keesokan harinya, pelajan masuk membawa sepuCuk surat,
katanya dari tamu orang she Ji yang tidur dikamar sebelah, untuk Ciu-naynay. Ketika
Ciu Ki tanya dimana orang itu, pelajan menerangkan bahwa tadi pagia sekali dia sudah berangkat dengan naik kuda.
"Mengapa tak kau bangunkan kami!" bentak Ciu Ki seraja menarik leher baju sipelajan
itu. "Ji-ya itu mengatakan tak perlu, dan surat ini sebagai gantinya," kata sipelajan.
Ciu Ki lepaskan Cekikannya, terus merebut surat itu untuk dibaCanya. Surat itu ternyata pernyataan terima kasih dari Thian Hong atas pertolongan Ciu Ki. Dan karena sudah
dekat dengan kota Khay Hong, maka dia terpaksa akan berjalan dulu. Dan sekali lagi dia takkan melupakan budi kebaikan sinona.
Habis membaCa, Ciu Ki tertegun. Surat dilempar, ia terus masuk kedalam
pembaringannya lagi. Ibunya suruh ia makan dan akan diajak berangkat, sinona tetap
tak menghiraukan nya.
"Nona besar, kita bukan di Thiat-tan-Chung, mengapa masih bertingkah!" bujuk sang
ibu. Ciu Ki tetap membisu.
"Kau salahkan dia yang sudah berangkat tanpa memberi tahukan kita, bukan?" desak
sang ibu lagi. "Dia berbuat begitu untuk kebaikanku, mengapa kuharus menyesalinya," jawab Ciu Ki
dengan aseran. "Habis mengapa kau mengambek?" tanya ibunya.
"Semalam dia tentu mendengar pembicaraan kita, karena nya untuk menyaga nama
baik kita dari Celahan orang, dia telah berangkat dulu. Aku kawin atau tidak, perduli apa dengan orang-orang luar!" teriak Ciu Ki seraja duduk diatas pembaringannya.
Sebenarnya Ciu-naynay memanyakan puterinya itu. Melihat anaknya menguCurkan air
mata, kasihan juga ia. Sebagai seorang ibu, tahulah ia perasaan apa yang dikan dung
puterinya itu terhadap Thian Hong. Sekalipun mulut tak mengatakan, tapi air matanya
Cukup berbicara.
"Kini anakku hanya tinggal kau seorang. Aku tahu pera saanmu. Nanti sampai di Khay
Hong, biarlah ayahmu yang memutuskan, tentu diapun tak berkeberatan kau bisa
terang kap jodoh dengan Ji-ya itu. Jangan kuatir, serahkan saja pada ibumu ini,"
demikian Ciu-naynay membisikinya. "Siapa yang minta dijodohkan dia" Apa yang
kukuatir kan" Lain kali biar ada orang kelabakan mati dihadapanku, tak nanti aku sudi menolongnya!" seru Ciu Ki dengan aseran.
Kiranya malam itu dihotel sebenarnya Thian Hong tengah memeriksa surat 2 yang
diambilnya dari piauwsu 2 Tin Wan piauwkiok. Kiranya surat itu dari pemimpin Tin Wan piauwkiok, Ong Wi Yang, kepada Han Bun Tiong, dan menyuruh yang tersebut
belakangan ini untuk lekas-lekas datang ke Pak khia berhubung akan ditugaskan
mengantar barang 2 ber harga ke Kanglam. Juga diterangkan, bahwa ada kiriman uang
sepuluh laksa tail perak yang disuruh antarkan pada induk tentara pemerintah yang
sedang melawat perang keperbata san barat. Barang itupun dipercayakan pada Tin Wan
piauwkiok, karenanya piauwkiok harus memperkuat pengawalnya dengan beberapa
orang yang berkepandaian tinggi.
Thian Hong menganggap surat itu tak begitu penting. Dan pada saat itulah tiba-tiba ia dengar lagi Ciu Ki ribut 2 dengan ibunya dan beberapa kali menyebut namanya. Setelah didengarnya jelas, ia merasa tak enak dihati. Karena menolong dirinya, jangan 2 Ciu Ki akan dibuat buah tutur orang. Maka ia ambil putusan untuk berangkat sendiri lebih
dahulu. Setibanya diperbatasan propinsi Holam, rakjat didaerah sungai Hoangho sama
menderita diserang banyir. Diam-diam Thian Hong mengutuk pembesar 2 negeri yang
hanya memen tingkan diri dan mengabaikan usaha 2 menolong rakjat. Dalam hatinya,
ia berjanyi, bilamana gerakkan HONG HWA HWE berhasil memegang tampuk
pemerintahan, tentu akan dikerahkannya usaha untuk mengurangi keganasan sungai
itu. Mengikuti tanda-tanda HONG HWA HWE dikota Khay Hong, achirnya Thian Hong
berhasil mendapatkan Kawan-kawan seperjoangan ditempat kediaman Bwee Liang Bing,
seorang pehdekar dan anggauta HONG HWA HWE Demikianlah malam itu tuan rumah
meng adakan pesta, dimana semua (robek)
Wi Jun Hwa dan Sim (robek)
Ciok Siang Ing masih belum (robek)
surat kedaerah Hwe di Sinkiang (robek)
masih menyirepi tempat dimana Bun Tha (robek). Cio Su Kin disuruh Tan Keh Lok untuk
meninyau keadaan sungai Hoangho.
Thian Hong tak mau sebut 2 perihal Ciu-naynay dan Ciu Ki kepada Ciu Tiong Ing,
karena dipikirnya, dalam 2 hari lagi mereka sudah akan datang. Tapi ia terangkan
tentang dirinya Hi Tong yang menderita luka parah dengan berkawan seorang gadis
yang menyaru jadi laki 2. Katanya: "Bermula kukira kalau suso (Lou Ping), tapi ternyata suso berada disini."
Tapi semua orang pun tak dapat menebak, siapakah nona kawan Hi Tong itu.
Pada hari ke 2 diwaktu pagi, Ciu Ki tampak datang ke rumah keluarga Bwe itu. Kembali orang-orang HONG HWA HWE merasa girang, terutama Ciu Tiong Ing. Setelah sama
mengasoh, Ciu Ki menghampiri Thian Hong dan berkata dengan bisik-bisik: "Kemarilah,
aku perlu bicara padamu!"
Thian Hong merasa bahwa nona galak itu tentu akan me maki-makinya karena berani
berangkat dulu.
"Biar ia maki apa saja, aku akan tetap tak mau mem bantahnya," demikian pikirnya.
Dengan ketetapan begitu, ia ikut sang nona menuju kebelakang.
"Ibuku tak mau ikut kemari, kau Carikanlah akal bagaimana!" pinta sigadis tiba-tiba .
Thian Hong lega tak terhingga karena orang ternyata bukan hendak mendamperatnya,
maka katanya: "Mintalah supaya ayahmu suka menemuinya."
"Ibu pun tak mau menyumpainya. Ibu marah besar pada nya," kata Ciu Ki.
Thian Hong termenung sejenak, lalu serunya girang: "Baiklah; aku ada akal."
Lalu ia-membisiki beberapa patahkata pada sinona, siapa segera bertanya: "Apa bisa?"
(robek) pergilah kesana dulu," kata (robek)
pat ibunya, Thian Hong kem (robek)
sekalian saudara angkatnya. Dalam p(robek)
ekati Ciu Tiong Ing dan berkata pelan-pelan :
"Ciu-loyaCu, didekat gereja Thiat Ta Si sini katanya ada sebuah rumah minum yang
kesohor dengan araknya. Karena sudah sampai disini, sebaiknya kita Coba 2 buktikan."
"Baik, aku yang menjadi tuan rumah. Ayo, sekalian saudara, kita minum kesana," seru
Tiong Ing dengan gembira.
"Dalam kota ini banyak-banyak sekali orang-orang pemerintah, kalau kita be-ramai 2
pergi tentu kurang leluasa. Biarkan Cong-thocu dan aku saja yang menemani,
bagaimana?" kata Thian Hong.
Begitulah setelah sama setuju, mereka bertiga menuju ke Thiat Ta Si.
Rumah minum "Siu Tiok Wan" itu ternyata memang baik sekali tempatnya. Perabotnya
semua rapi bersih. Thian Hong memilih tempat yang disenanginya. Sambil minum arak
dan dahar ikan, mereka asjik berCerita tentang kissah Sin Ling kongcu dijamari Cian-kok yang mengadakan perjamuan untuk melaksanakan gerakan besar.
Tan Keh Lok dengan mengelah napas berkata: "Kegagahan Sin Ling kongcu itu, kini
bagaikan arak yang turun kedalam tenggorokan kita. Sekalipun wujudnya tak tampak
lagi, tapi masih tetap terasa menggetarkan tubuh kita.
Karena pengaruh arak, Keh Lok tampak bersemangat se kali ketika dia menuturkan
semangat Cinta negeri dari sin Ling kongcu tersebut. Setelah mengeringkan lagi
beberapa Cawan maka Thian Hong mengangkat Cawannya untuk memberi selamat
pada Tiong Ing yang sudah bisa berkumpul lagi dengan puterinya. Tiong Ing hanya
menghela napas saja. Kata Thian Hong, "Ciu LojaCu berduka, apakah karena Thiat-tan-
Chung telah terbakar musnah bukan?" "harta benda adalah barang sampiran, mengapa
Thiat-tan-Chung mesti kudukakan?" sahut siorang tua. "Kalau begitu tentu terkenang
akan kongcu yang telah tiada itu?" tanya Thian Hong lagi.
Jilid 13 LANTAS Cui Ki perintahkan pelayan memindah minumannya kesitu. Kepada ayahnya ia menceritakan, bahwa karena ingin mencicipi arak terkenaI dari rumah minum itu, ia
berke ras ajak mamahnya kesitu dan kebetulan duduk disebelah dari ayahnya ini.
Begitulah ketiga orang itu berkumpul lagi dan minum 2 de ngan gembira sekali, dalam
kegembiraan, Ciu-Ki obrol omongannya, ia ceritakan bagaimana ia dapat membunuh
Tong siu ho untuk balaskan sakit hati adiknya.
Thian Hong memberi isjarat supaya nona itu jangan te ruskan penuturannya, tapi
agaknya Ciu Ki terlalu gembira, maka katanya pula :
"Memang dia banyak-banyak akal, sehingga piauwsu 2 telah dapat dibikin roboh dan
kita berhasil menolong mamah dan mem binasakan orang she Tong itu."
Segera Keh Lok dan Tiong Ing memberi selamat pada Thian Hong dengan seCawan
arak. "Memang, enghiong itu dimuliakan sejak kecil mula. Laote telah menolong isteri dan
membalaskan sakit hati anakku, lohu sangat berterima kasih," kata Tiong Ing.
"Ah, loyaCu terlalu merendah saja, ini semua adalah jasa nona Ciu," tersipu-sipuThian Hong membalas pernyataan hormat itu.
"Tapi, eh, bagaimana jiwi bisa saling berjumpa dite ngah jalan itu.?" tanya Keh Lok tiba-tiba .
Thian Hong hanya berkemak-kemik tak dapat mengatakan jelas. Sedang Ciu Ki
mengeluh dalam hati, karena dengan begitu akan terbongkarlah rahasianya selama itu
dengan sianak muda. Tanpa terasa wajahnya bersemu merah dan ditundukkan
kepalanya, karena kikuknya itu, tanpa disengaja dia telah menyampok jatuh sumpit dan Cawan araknya hingga berantangan ketanah, hanCur ber-keping-keping. Untuk itu, ia
makin malu 2. Keadaan itu tak lolos dari pengawasan Tan Keh Lok. Dia percaya bahwa antara ke 2
anak muda itu tentu ada "apa-apa"nya. Diperhatikannya juga bagaimana pada setiap
kali mengatakan Thian Hong, nona itu tentu menyebutnya "dia" tanpa memanggil
namanya. Delapan dari sepuluh ba-gian, tahulah ketua HONG HWA HWE itu apa yang
telah terjadi antara ke 2 anak muda itu.
Sekembalinya kerumah keluarga Bwe, Keh Lok panggil Thian Hong dan katanya : "Chit-
ko, kau lihat nona Ciu itu bagaimana orangnya ?".
Pikiran Thian Hong Cepat-cepat dapat menangkap maksud ke tuanya itu, lalu sahutnya :
"Congthocu, apa yang nona itu katakan dirumah arak tadi janganlah kau uwarkan pada
lain orang. Dia berhati jujur dan terus terang. Tapi janganlah hal itu sampai terdengar lain orang, karena jangan 2 nanti urusan bisa jadi runyam dan akibatnya kita menodai nama baik Ciu-loenghiong."
"Akupun berpendapat bahwa nona Ciu itu perangainya baik. Bagaimana Chit-ko rasa
kalau aku berlaku sebagai.. Comblangnya ?" tanya Keh Lok.
Dengar ucapan itu, meloncatlah Thian Hong seperti di sengat. "Jangan, jangan sekali-
kali hal ini di-singgung 2. Orang sebagai aku, mana sembabat dijodokan padanya ?"
ujarnya Cepat-cepat .
"Kau tak boleh merendah begitu, Chit-ko. Kau adalah Bu Cu Kat, 'bun-bu-siang-Cwan'
(serba dapat). Namamu telah menggetarkan dunia kangouw. Juga Ciu-loenghiong me
naroh perindahan padamu," kata Keh Lok pula. Thian Hong kelihatan mendelong
beberapa saat. "Bagaimana ?" Keh Lok mengulangi pertanyaannya tadi. "Kau tak
mengerti, Congthocu. Ia tak ;menyukai aku," sahut Thian Hong kemudian.
"Bagaimana kau tahu ?" tanya Keh Lok. "Mulutnya sendiri yang mengatakan begitu. Ia
benCi pada adat kelakuanku yang dikatakan sangat liCin itu. Bermula memang kami
selalu bertengkar selama dalam perjalanan itu," tutur Thian Hong.
Keh Lok tertawa ter-bahak 2 mendengar itu. "Tapi, kau kan mau artinya ?" ia menegas.
"Congthocu, janganlah memper-olok 2 aku. Kita baiknya jangan Cari perkara," kata
Thian- Hong. Selagi mereka tengah ber-Cakap 2 begitu, datang pelajan keluarga Bwe yang
mengatakan, bahwa Ciu Tiong Ing me minta supaya Tan Keh Lok suka datang
kekamarnya. Dengan tertawa, Keh Lok segera tinggalkan Thian Hong. Begitu melihat
ketua HONG HWA HWE ini datang, Ciu-naynay dan puterinya lantas menyingkir.
"Aku ada suatu urusan yang terpaksa membikin repot pada Tan tangkeh untuk
memutuskahnya," demikian Tiong Ing mulai membuka omongari setelah menyilahkan
Tan Keh "Jadi aku supaya masuk keluarga she Ciu?" tanya Thian Hong.
"Bukan, hanya apabila kelak kau mendapat putera, maka yang pertama harus memakai
she Ciu, yang ke 2 dan se lanyutnya barulah pakai she Ji. Orang kuno mengatakan,
bahwa tidak punya turunan itu, adalah berdosa. Dengan demikian .bukankah kita
membalas budi Ciu loenghiong?" kata Keh Lok.
Merasa berhutang budi pada sinona, Thian Hong suka meluluskannya Keh Lok lalu
mengajaknya kekamar Tiong Ing, disini Tan Keh Lok minta bicara sendiri dengan Ciu-
naynay dan menyampaikan hal itu. Ciu-naynay sangat girang, sedang Tiong Ingpun
wajahnya berseri-seri sambil meng haturkan terima kasih kepada ketua HONG HWA
HWE itu. Thian Hong berlutut untuk menyalankan peradatan, tapi Tiong Ing Buru-buru
mengangkatnya bangun, katanya: "Kita ber kelana selalu, tak membawa barang
pertanda apa-apa, sebagai gantinya kuturunkan saja ilmu Thiat-tan-hoat itu padamu,
kau rasa bagaimana Ji-ya?"
"Ai, kau ini benar 2 sudah pikun, mengapa masih menyebutnya Ji-ya?" tegor isterinya.
Tiong Ing hanya balas tertawa.
Thian Hong sama sekali tak bermimpi kalau pada hari itu dia mendapat keberuntungan
yang ber-limpah 2 begjhu. Dia mendapat seorang isteri yang Cantik, dan mendapat
warisan dari ilmu senjata yang begitu kesohor. Buru-buru dia berlutut menghaturkan
terima kasih. Dan sejak itu mereka saling membahasakan anak da ayah.
Setelah warta itu sampai kepada semua orang, mereka ber-bondong 2 menghaturkan
selamat. Malamnya, Bwe Liang Bing mengadakan pesta besar untuk merajakannya. Tapi
Ciu Ki bersembunyi, sekalipun Lou Ping memaksanya, tetapi sinona tak mau keluar
dalam perjamuan.
Tengah mereka bergembira ria minum arak, tiba-tiba Ciok Siang Ing munCul.
"Congthocu, suratmu telah diterima dan inilah balasan dari Bok To Lun loenghiong."
demikian lapornya.
Selagi Keh Lok menyilahkan Siang Ing untuk minum arak, tiba-tiba Cio Su Kinpun
datang dengan berteriak: "Sungai Hoangho bobol !"
Mendengar itu semua orang sama menanyakan.
"Dari Beng Cin sampai ke Tong Wat Shia, ada tujuh atau delapan tempat yang bobol. Di beberapa tempat, air telah membenam jalan," Su Kin menerangkan.
Semua yang mendengarnya, sama berduka. Apalagi Siang-si Siang-hiap belum datang,
dan entah bagaimana nasibnya Bun Thay Lay.
"Saudara-saudara," kata Keh Lok kemudian, "karena sudah be-berapa hart Siang-si
Siang-hiap tak datang, kurasa ada apa-apa dalani perjalanan. Harap saudara-saudara
mengemukakan usul bagaimana baiknya?"
"Kita tak boleh hanya terus menunggu disini saja. Lebih baik kita menyusul ke Pakkhia.
Sekalipun suko ditutup di penyara ujung langit, kitapun juga akan menolongnya," seru'
Ciang Bongkok tak sabar.
Suara itu ditundyang oleh Wi Jun Hwa, Nyoo Seng Hiap dan Cio Su Kin. Sementara
sehabis berunding dengan Ciu Tiong Ing, Bu Tim, Tio Pan San, berkatafah Tan Keh Lok:
"Ja, urusan tak boleh dibiarkan ber-larut 2. Ayo kita lekas-lekas berangkat !"
Setelah menghaturkan terima kasih atas penyambutan tuan rumah, Keh Lok pimpin
rombongannya meninggalkan tempat itu.
Ditengah jalan baru Keh Lok mengeluarkan dan mem baCa surat Bok To Lun. Surat itu
menyatakan terima kasih atas bantuan HONG HWA HWE dan juga persiapannya untuk
meng hadapi serbuan dari tentara pemerintah. Tapi karena kalah jumlahnya maka telah
menderita kekalahan. Sekalipun begitu, dia tak mau menyerah pada Ceng Tiauw.
"Bok To Lun loenghiong masih memesan apa lagi?" tanya Keh Lok.
"Dia menanyakan apakah Bun-suko telah tertolong" Ia ikut berduka ketika mengetahui
usaha kita gagal," jawab Siang Ing.
Tan Keh Lok hanya mengelah napas.
"Rakjat mereka sangat akrab sekali dengan kita. Ketika mendengar aku adalah utusan
Congthocu, mereka menyam butnya dengan meriah sekali," demikian Siang Ing
lanyutkan Ceritanya.
Semasa kecilnya, Ciok Siang Ing ini pernah menjadi penggembala sapi dari seorang
tuan tanah. Karena sapinya berkelahi dan terluka parah, ketika pulang dia telah dipukuli oleh majikannya begitu rupa, sehingga sampai sekarang pada mukanya masih terlihat
tanda-tanda Codet dikulit 2nya yang menonyol disana sini.
"Apakah kau bertemu dengan keluarga Bok To Lun Loeng hiong?" tanya pula Keh Lok.
"Aku_ bertemu dengan isteri, dan ke 2 puterinya. Puterinya yang sulung sudah pernah
bertemu dengan Congthocu, dia menanyakan kesehatanmu, tho-Cu," kata Siang Ing.
"Selain itu, apa katanya lagi?" tanya Keh Lok. Setelah mengingat sebentar, Siang Ing berkata: "Sewaktu aku akan pergi ia agaknya akan memesan apa-apa, tapi tdak jadi."
Keh Lok termenung sejenak lalu dikeluarkannya pedang mustika pemberian dari Ceng
Tong, serta dibuatnya ber main-main . Tangkai pedang itu dilibat dengan benang emas, terang suatu mustika dari ratusan tahun usianya. Menurut nona itu, katanya pedang itu menggenggam suatu rahasia besar yang selama ini belum terpeCahkan. Beberapa kali
Keh Lok membolak-balikkannya, tapi tak nampak ada tanda-tanda yang luar biasa.
Setelah semalam lewat, sampailah rombongan HONG HWA HWE itu pada salah satu
tempat sungai Hoangho yang bobol itu. Di situ air mendahsyat, mengalir kemana 2.
Dataran luas yang yang terdapat disekitar sungai telah menjadi sebuah rawa besar.
Sawah ladang penduduk sudah tergenang semua. Pe miliknya sama mengungsi ketanah
2 pegunungan agak tinggi. Tapi ada beberapa lagi yang tak keburu lari, dan terpaksa
berada diatas rumahnya. Karena tak membekal apa-apa mereka sama berteriak 2
memilukan hati. Malah disana sini tampak ada beberapa majat mengambang.
Rombongan orang HONG HWA HWE terpaksa ambil jalan memutar dan terus berjalan
kesebelah timur. Dan malam itu, mere ka mengasoh diatas pegunungan. Keesokan
harinya, mereka meneruskan perjalanan dan tiba dikota Toliangsay. Disi nipun keadaan sangat mengenaskan. Hampir seluruh kota telah tergenang air banyir.
Nampak hal itu, Ciu Ki tak tertahan lagi hatinya. Dia, keprak kudanya untuk menyusul Thian Horig, katanya : "Kau banyak-banyak akal, Ayo gunakanlah itu untuk menolong ra hajat yang tengah menderita itu."


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sejak bertunangan dengan Ciu Ki, Thiang Hong selalu menyauhkan diri. Maksudnya
agar jangan sampai bentrok lagi: Sudah 2 hari ini, dia tak bicara dengan sinona. Dan kini sekali bicara, sinona telah ajukan soal yang berat ba ginya.
"Ucapanmu itu raemang tepat, tapi karena pengungsi se demikian banyak-banyaknya,
apa daya kita," jawab Thian Hong.
"Kalau aku punya daya, tak nanti perlu tanya padamu," kata sigadis.
"Baiklah, nanti akan kuminta pada semua saudara, jangan menyebut aku sebagai 'Bu Cu
Kat' lagi, agar kau tak selalu menCemoh padaku."
"Bilakah aku menCemooh kau " Baiklah, aku telah salah omong, selanyutnya biar aku
tidak buka suara saja," de mikian Ciu Ki mengambek.
Habis menyemprot begitu, sinona jebikan bibirnya, tak mau berkata lagi.
"Ha, adik Ki, kita kan orang sendiri, tak boleh berCek Cok," bujuk si anak muda.
Namun Ciu Ki tak mengacuhkannya.
"Ja, sudahlah, aku yang salah. Kau maafkanlah, dan Ayo, tertawalah!" menggoda Thina
Hong. Ciu Ki melengos.
"Ha, kau tak mau tertawa " Oh, jadi begitulah gajanya seorang nona temanten baru
yang masih malu 2," goda Thian Hong lagi.
Karena itu, tertawalah sinona, setelah tak kuasa menahan gelinya hati.
"Kalau kau tetap ugal 2an, awas kuhajar dengan ini," kata Ciu Ki seraja mengangkat
Cambuknya. Lou Ping yang menyaksikan itu, menjadi sedih dan ter kenang akan suaminya. Dekat
fajar, rombongan itu sampai di Ciao-tho-ing, sebuah kota besar disepanyang sungai
Hoangho. Disitupun banyak-banyak sekali pengungsi 2 yang datang dari udik.
Lou Ping tukarkan emasnya dengan uang perak, lalu di belikan makanan. Pengungsi 2
itu sama mengerumuninya, dan sebentar saja habislah makanan itu di-bagi 2kan.
Pada ketika rombongan HONG HWA HWE itu berangkat, banyak-banyaklah kaum
pengungsi yang tampak mengikuti dibelakangnya. Mereka berharap dapat diberi
makanan lagi. Tapi karena tak membawa bekal Cukup, maka terpaksalah orang-orang
HONG HWA HWE itu anyurkan mereka supaya balik kekota saja. Kira-kira 4 atau 5 li
berjalan, tiba-tiba Keh Lok memerintahkan supaya berhenti sebentar, katanya : "Tujuan HONG HWA HWE adalah menolong rakjat. Bahwa kini kita menghadapi sekean ba nyak
rakjat yang tengah menderita, sekalipun kita masih punya urusan penting, tapi biar
bagaimana tak dapatlah pe rasaan hati kita hanya mengawasi mereka mati kelaparan.
Nah, bagaimanakah pendapat saudara-saudara sekalian 1"
"Siaote telah memikirkannya, kiranya hanya ada suatu jalan," tiba-tiba Thian Hong
berseru. Mendengar itu, timbul ah harapan pada semua aggauta rombongan. Buru-buru mereka
menanya akal apa dari si "Khong Beng" itu.
"Merampas milik pembesar negeri dan memaksa yang berharta," sahut Thiang Hong
dengan tegas, singkat.
"Tepat," seru Keh Lok. "Disebelah muka adalah kota Lan Hong. Daerah itu terkenal
subur, jadi tentunya gudang negeri banyak-banyak ransumnya. Juga kaum hartawan
tentu tak sedikit jumlahnya. Kita kerjakan renCana itu disana."
Ketika dalam perjalanan, Ciu Ki unyuk senyuman pa da Thian Hong, maksudnya memuji
buah pikiran tunangan nya itu.
Disepanyang jalan yang mereka lalui, tampak pengungsi 2 masih ber-dujun 2 tak
putusnya. Anak 2 kecil me-rengek 2 minta makan. Tiba-tiba dari arah depan sana
tampak ada se orang penunggang kuda tengah melarikan kudanya kemari. Jalan disitu
sangatlah sempitnya, tapi penunggang kuda itu seperti tak menghiraukan, terus
menerdyang saja, sehing ga seorang perempuan yang menggendong anak telah ke
terdyang dan terlempar kedalam air. Namun penunggang kuda itu tetap tak
mengacuhkan. Melihat itu marahlah orange HONG HWA HWE Pertama adalah Wi Jun Hwa yang loncat
memburu, dia ulur tangannya kiri untuk sawut sebelah kaki orang itu, lalu ditariknya turun terus ditempeleng muka orang.
"Aduh !" orang itu menyerit muntah darah, karena tiga biji giginya rontok.
Orang itu dandanannya seperti pembesar militer, setelah bangun dia segera memaki :
"Kawanan berandal, tunggu setelah tugasku selesai, tentu kubikin perhitungan
padamu." Habis memaki, dia naik kudanya lagi, tapi Ciang Bong kok Cepat-cepat menCegatnya.
"Urusan apa sih begitu ter-Buru-buru , kau tunggu dulu disini !" demikian bentaknya
sambil menyeretnya turun pula.
Keh Lok pun perintah si Bongkok geledah badan orang itu. Ciang Bongkok berhasil
menemukan sepuCuk surat, lalu di serahkan pada ketuanya. Melihat surat itu ditutup
dengan bulu ajam, tahulah Tan Keh Lok bahwa itulah surat penting yang harus dikirim
dengan segera. Pada sampulnya tertulis alamat sipenerima "Ceng-Se-Tay-Ciang-kun."
Ketika melihat Tan Keh Lok merobek sampul surat untuk dibaCa, puCatlah wajah orang
itu, ia bertereak keras-keras, "Itu surat militer penting, apa kau tak takut dipanggal ke palamu " !"
"Yang dipanggal nanti, tentunya kepalamu !" seru Sim Hi dengan tertawa.
Dalam surat itu ternyata berisi laporan dari Sun Khik Thong Congpeng yang bertugas
mengurus ransum yang me laporkan kepada tayCiangkun Yauw Hwi bahwa ransum
untuk tentara yang akan menindas pemberontakan rakjat Hwe sudah tiba dikota Lan
Hong. Tapi karena sungai Hoangho meluap, terpaksa tertunda pengirimannya sampai
beberapa hari dan lain-lain.
"Surat ini penting, tapi sayang tak ada sangkutannya dengan urusan Bun-suko," kata
Keh Lok seraja menyerahkan surat pada Thian Hong.
Sebaliknya Thian Hong unyuk kegirangan bila sudah membaCa.
"Congthocu, inilah rejeki besar yang datang pada kita," demikian katania. "Sekali tepuk kita dapat 2 lalat. Per tama secara tak langsung kita seperti bantu Bok-loeng-hiong, dan secara langsung kita dapat meringankan rakjat yang menderita kebanyiran ini."
Habis berkata begitu, Thian Hong turun dari kudanya, menghampiri siperwira tadi.
Dihadapan orang ia robek 2 surat itu, lalu berkata dengan tertawa : "Baik kau menuju kepada Yauw Hwi atau balik pulang ke Lan Hong, sama sajalah Celakanya. Kehilangan
surat penting, berarti pang-gal kepala hukumannya. Kalau masih sayang jiwamu, kau
baik melarikan diri saja."
Perwira itu marah terCampur takut. Sampai beberapa saat dia tak dapat mengucap apa-
apa. Achirnya di-pikir 2 omongan Thian Hong itu memang tepat, apa boleh buat
dilepasnya pakaiannya dinas, terus menggabung pada barisan pengungsi.
"Merampas ransum untuk tolong rakjat sengsara, me mang tepat. Tapi digudang
ransum tentunya dijaga kuat. Kita berjumlah sedikit, harap Chit-ko atur daya bagaimana bisa berhasil," kata ketua HONG HWA HWE yang telah mengerti mak sud Thian Hong.
Thian Hong membisiki. beberapa patah kata dan tampak ketua itu menjadi girang, dan
me-muji 2. Segera ia atur orang-nya :
Ciu Tiong Ing dengan memimpin Ciu-naynay, Ciu Ki dan Thian Hong masuk dari pintu
kota Lan Hong yang se belah barat. Begitu ada pertandaan api, harus lekas serang
penyaga pintu situ dan masukkan rombongan pengungsi ;
Bu Tim mengepalai Seng Hiap, Ciang Bongkok dan Su Kin masuk dari pintu utara. Tio
Pan San, Jun Hwa, Lou Ping, Siang Ing dari pintu selatan. Sedang Tan Keh Lok bersama Kian Hiong, Kian Kong dan Sim Hi akan menuju kepusat kota untuk melepas pertandaan
api. Mereka akan menyaru sebagai pengungsi, dan kepada rombongan pengungsi itu supaya
disebarkan berita bahwa besok siang didalam kota akan diadakan pembagian ransum.
Tiap orang dapat uang satu tail perak dan gandum segan-tang.
Mendengar kabar itu, besok paginya, rombongan pengungsi yang banyak-banyak sekali
jumlahnya itu segera menyemut masuk kedalam kota Lam Hong. Pembesar distrik itu
ber nama Ong Pek To, melihat gelagat yang luar biasa itu, ia titahkan seorang hamba
negeri untuk menahan beberapa pengungsi dan ditanyainya. Mereka menyawab akan
mene rima pembagian bantuan uang dan ransum yang katanya akan diadakan sebentar
sore. Ong Pek To Buru-buru suruh menutup pintu kota. Tapi rombongan pengungsi yang
sudah masuk tampak ber-kelompok 2 dari empat jurusan, bagaikan segumpal besar
mega hitam dilangit. Hamba negeri ber-tereak 2 bahwa tidak ada pembagian apa-apa,
tapi mereka tak mau percaya. Karena bingungnya, Ong Pek To lari menemui Congpeng
Sun Khik Thong yang berkemah digereja Ciok Hud Si, agar suka perintahkan 500
serdadu guna mengatasi keka Cauan itu.
Siapa tahu Sun Khik Thong telah berkata "SiaoCiang hanya ditugaskan untuk
mengantarkan ransum pada jenderal Yauw Hwi yang kini berada diperbatasan barat.
Kalau sampai ransum itu hilang, berat sekali hukumannya, karena itu maaf, siaoCiang
tak dapat penuhi permintaan Ong-taijin disini."
Sampai tiga kali Pek To meminta, tapi Khik Thong tetap menolaknya. Ketika berjalan
pulang, ditengah jalan ada beberapa pengungsi yang mulai ber-tereak 2, melihat itu sa lah seorang bawahannya, Pang San Jong mengusulkan agar Pek To suka menyogok
Congpeng itu, karena keadaan ternyata genting benar 2.
Setibanya dikantor, benar juga Pek To suruh San Jong antar sepuluh00 tail perak pada Congpeng Khih Thong.
Menyelang malam digedung tempat kepala daerah, pen jara dan beberapa rumah
pedagang yang kaja, telah terbit kebakaran. Buru-buru Pek To atur orang-orang nya
untuk memadam kan, tapi tiba-tiba datanglah seorang hamba negeri dengan ter gesa 2
melapor : "Taijin, Celaka ! Pintu barat telah dibo bol oleh pengungsi, dan mereka sudah menyerbu masuk."
Ong Pek To mengeluh, tubuhnya gemetar. Dia Cepat-cepat min ta disediakan pasukan
berkuda. Dengan beberapa penyaga, Pek To menuju kepintu barat. Tapi ditengah jalan
mereka telah dihadang oleh rombongan pengungsi.
"Mari kita pergi kesebelah timur, digereja Ciok Hud Si sana diadakan pembagian uang
dan ransum," demikian ter dengar beberapa pengungsi ber-tereak 2.
Atas seruan itu, bagaikan air mengalir, rombongan pengungsi itu ber-bondong 2 menuju kesana.
"Bangsat yang berani menyiarkan kabar bohong, Ayo tangkap mereka !" seru Pek To
dengan gusarnya.
Segera 2 orang opas dengan membolang-balingkan ran tai besi, menghampiri kearah
seorang pengungsi bertubuh tinggi kurus yang berjalan dimuka sendiri. Tapi dengan
tangkasnya, orang itu telah dapat merebut rantai siopas. Malah salah seorang opas
telah disabetnya hingga patah punggungnya.
"Kita mau makan, apa salahnya !" seru orang itu.
Melihat gelagat jelek, Pek To putar kudanya menuju kepintu selatan. Disitupun
rombongan pengungsi sudah me nyerbu masuk.
"Taijin, mereka sudah nekad seperti singa kelaparan, lebih baik kita berlindung dimarkas Sun-Congpeng sana," San Jong memberi usul.
Pek Tok setuju, terus larikan kudanya menuju kesana. Tapi ditengah jalan dia
berpapasan dengan rombongan ba risan patrolie yang lari tunggang langgang. Ternyata
mereka diburu oleh seorang Tojin yang menghunus pedang, seorang gemuk yang
bersenjata thiat-pian, seorang bongkok yang membawa sepasang kapak dan seorang
tinggi besar yang menganCungkan thiat-Ciang. Asal ada serdadu yang agak berajal,
tentu dihajarnya.
Achirnya sampai juga Pek To digereja Ciok Hud Si. Oleh barisan penyaga dia segera
diberi jalan masuk. Di luar gereja itu, kaum pengungsi sudah berbaris dengan rapat-
rapat. "Uang dan ransum yang disediakan untuk menolong rakjat, telah digasak oleh
pembesar 2 sendiri, Ayo lekas bagikan uang dan ransum!" demikian terdengar suara
tereakan di luar. Pengungsi 2 itupun ber-tereak 2 dengan gemparnya.
Ong Pek To gemetar badannya. Tapi sebagai seorang mili ter Sun Khik Thong lebih
tabah, dengan sebuah tangga, dia naik keatas tembok seraja bertereak nyaring:
"Saudara-saudara sekalian, harap lekas pergi dari sini. Jangan percaya pada kabar
bohong itu. Kalau tak mau pergi, nanti kusuruh serdadu lepaskan panah!"
Betul juga barisan pemanah sudah siap diatas tembok gereja itu. Ketika rombongan
pengungsi itu masih tetap hi ruk pikuk, Khik Thong segera titahkan lepaskan panah.
Berbareng dengan melunCurnya hujan panah, seketika itu ada sepuluh orang lebih yang
roboh. Melihat itu, pengungsi 2 sama lari berserabutan. Keadaan menjadi kaCau sekali.
In jak menginyak, disusul dengan jeritan orang-orang perempu an 2 dan anak 2 kecil
terdengar disana sini.
Melihat itu Sun Khik Thong tertawa terbahak 2. Tapi belum lagi dia menutup mulutnya, diantara pengungsi itu ada salah seorang yang menyabitkan batu. Khik Thong miringkan tu buh. Yang sebuah dapat dia kelit, tapi yang sebuah lagi tepat mengenai pelipisnya.
Darah menguCur dan rasanya sakit bu kan buatan.
"Lepas panah!" seru Congpeng itu dengan gusarnya.
Kernbali hujan panah berseliweran, dan kembali ada be lasan rajat yang roboh. Dalam
suasana yang gaduh itu, tiba-tiba ada 2 orang yang berperawakan tinggi kurus enyot
tubuh nya keatas tembok. Entah apa yang dilakukannya, tahu-tahu ada tiga atau 4
orang pemanah telah terlempar kebawah. Begitu mereka jatuh, segera rakjat yang
marah itu menghujani nya pukulan. Bahkan kaum perempuannya telah ikut 2an men-
Cakar dan menggigitnya.
Kiranya orang-orang HONG HWA HWE sudah berCampur dengan rombongan
pengungsi. Memang direnCanakan oleh Thian Hong, agar terjadi provokasi, sehingga
rakjat betul-betul menjadi marah. Dan ketika itulah baru diserbunya gereja itu.
Yang loncat 'keatas tembok tadi, ialah ke 2 saudara Siang, oleh karena ke 2 orang
tersebut sudah tak dapat menahan amarahnya lagi. Juga Lou Ping dengan memutar
siangtonya, ikut loncat keatas. Begitu dekat dengan Siang He Ci, ia berkata: "Ngo-ko, sudahkah kau bertemu dengan suko" Bagaimana ia?"
"He, kau juga datang suso" Kita sudah menemukan suko, jangan kuatir!" seru He Ci
dengan terkejut girang.
Mendengar itu, timbul ah semangat Lou Ping. Tapi jus teru keliwat girang, ia merasa
lemas, lalu loncat keluar tembok untuk menenangkan hatinya.
Ketika itu Wi Jun Hwa, Seng Hiap, Ciu Ki dan Kian Hiong pun sudah loncat keatas
tembok untuk menghantam penyaga pintu. Begitu mendobrak, Cio Su Kin dan Kian
Hiong melambaikan tangannya pada rombongan pengungsi, menyuruh mereka masuk.
Bagaikan gelombang air, pengungsi 2 itu menyerbu kedalam gereja. Semula serdadu 2
disitu masih berusaha menghalangi, tapi arus manusia telah mendampar mereka dalam
desak-desuk yang kaCau sekali. Apalagi setelah diantara rombongan pengungsi itu
terdapat beberapa orang yang lihai bugenya, beberapa perwira mereka telah kena
dibinasakan. Sekalipun begitu, dengan mengandel pada jumlah orang dan senjata,
serdadu 2 itu masih tetap bertahan, sehingga rakjat pengung sipun tak berani terlalu merangsek.
Sun Khik Thong yang memimpin perlawanan dengan mem bolang-balingkan golok
besarnya, tiba-tiba merasa ada angin menyambar disebelah telinganya. Tahu-tahu
punggungnya kese mutan, dan goloknya terpental jatuh. Malah pada lain saat dia telah ditelikung orang, serta rasakan tengkuknya ada suatu benda dingin yang menindih.
"Lekas perintahkan supaya serdadumu lemparkan senjata nya, dan suruh keluar dari
gereja ini!" tiba-tiba orang itu menghardiknya dari belakang.
Ketika Congpeng itu agak ajal, lehernya segera terasa sakit nyeri. Kiranya tengkuk
lehernya itu tadi dipalang dengan mata sebuah golok. Waktu orang itu menggerakkan
goloknya, maka tengkuk Congpeng tersebut terkupas kulitnya. Sampai disitu barulah dia insyap dan Buru-buru meneriaki anak buahnya.
Kawanan serdadu ketika menampak pemimpinnya telah dibekuk musuh sampai tak
dapat berkutik oleh seorang pe muda berpakaian putih, Buru-buru mereka menurut
perintahnya, lempar senjata dan mundur keluar gereja. Riuh rendah kaum pengungsi
ber-sorak 2 kegirangan.
Setelah menangkap Sun Khik. Thong, Tan Keh Lok loncat turun terus menuju
keruangan besar. Diruangan itu penuh dengan berkarung 2 bahan makanan, dan
disebelah dalam ruangan tersebut tampak beberapa gerobak perak.
Ketika Ciok Siang Ing menyeret sipembesar Ong Pek To kehadapan Tan Keh Lok, maka
menegorlah pemimpin HONG HWA HWE itu. "Pembesar jahat, jawablah pertanyaanku
dengan jujur !"
"Silahkan tay-ong bertanya," jawab Ong Pek To dengan menggigil.
"Aha, kau kira aku ini mirip kepala rampok?" seru Tan Keh Lok tertawa.
"Ah, memang aku harus menerima hukuman, karena ke salahan omong. Siapakah nama
kongcu yang mulia itu?" tanya Pek To lagi.
Keh Lok tersenyum simpul, tak mau menyawab, bahkan bertanya: "Adakah kau ini
seorang terpelajar ?"
"Ah, jangan demikian kongcu menyanyungku," sahut pembesar itu.
"Apanya yang disanyung" Karena kau seorang Cinsu (gelar ujian jaman feodal),
tentunya berkepandaian luas dalam ilmu sastera. Akan kuajukan sebuah sajak, kau
bikinlah timpalannya," kata pemimpin HONG HWA HWE seraja berhenti sejenak untuk
berkipas 2, kemudian katanya pula dengan tertawa: "Jika dapat kau menimpali dengan
tepat, kau boleh bebas. Tapi kalau tidak bisa, hm, kami tak sungkan 2 lagi padamu."
Kaum pengungsi yang diberitahu oleh orang-orang HONG HWA HWE, bahwa sebentar
lagi akan dimulai pembagian ransum, semua bisa berlaku tenang. Dan ketika
mendengar tihu (residen) telah ditangkap serta akan diuji kepandaiannya oleh ketua
HONG HWA HWE, dengan penuh keheranan, mereka seperti berbaris merupakan
lingkaran besar yang mengelilingi ruangan itu.
Ber-ketes 2 butir peluh membasahi kepala Ong Pek To.
"Sajak kongcu itu tentu terlalu sukar. Aku?". aku tak dapat menimpali," demikian
sahutnya kemudian dengan tak lancar.
"Baik, kalau menimpal susahpun tak mengapa. Coba jawab, manakah yang lebih
mudah: jernihnya air sungai Hoangho, atau jernihnya perbuatan pembesar 2 korup?"
tanya Keh Lok pula.
Mendadak terbukalah pikiran Ong Pek To, jawabnya Cepat-cepat : "Kukira begitu
sepakterdyang pembesar 2 telah 'jer nih', sungai Hoangho purj akan dapat jernih."
"Bagus," seru Keh Lok tertawa lebar 2. "Nah, kaupun dapat menyawab dengan tepat.
Sekarang panggil pengawalmu, suruh mem-bagi 2kan ransum dan uang ini pada rakjat
yang menderita kebanyiran. Hai, Congpeng, saudarapun harus membantunya."
Sun Khik Thong dan Ong Pek To berada dalam kedudukan sulit. Menghilangkan ransum
dan uang negeri, panggal kepala adalah hukumannya. Apalagi merekalah yang mem
bagi 2kan sendiri pada rakjat. Tapi membantah akan kehi-
langan jiwa juga artinya. Dalam keadaan itu, mereka ber 2 tak punya lain pilihan lagi.
Dikerahkan anak buah tentara dan pegawai 2 kantor tihu untuk membagiskan ransum
dan uang itu. Sebaliknya kaum pengungsi sama bersuka ria. Disatu fihak menghaturkan terima kasih
pada orang-orang HONG HWA HWE, dilain fihak mereka mengejek pada ke 2 pembesar
itu. "Saudara-saudara sekalian, ingatlah!" kata Keh Lok kemudian kepada rombongan
pengungsi itu. "Apabila kelak ada utusan pemerintah datang melakukan, peperiksaan,
katakanlah bahwa pembagian ini dilakukan sendiri oleh tihu dan Cong- peng taijin ber 2 !"
Begitulah dengan diawasi oleh jago-jago HONG HWA HWE, pembagian itu telah
dilakukan dengan beres, dan bam selesai sampai tengah malam. Lalu berserulah Thian
Hong kepada rombongan rakjat itu : "Saudara-saudara bawalah senjata-nyata serdadu
itu kerumah. Kalau pembesar ini mengerti selatan, nah, tidak jadi soal. Tapi andaikata, sepergi kami dari sini, dan mereka paksa kalian untuk mengembalikan ransum dan uang
itu, maka kalian boleh lawan mereka !"
Rakjat pengungsi itu sama menurut perintah itu dengan baik.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Urusan kini sudah selesai, Ayo koko sekalian kita be rangkat !" seru Keh Lok kemudian, sembari menarik Sun Khik Thong untuk diajak keluar gereja.
Dengan diantar oleh semua pengungsi, rombongan HONG HWA HWE larikan kudanya
keluar kota. Kira-kira beberapa li diluar kota, Keh Lok dorong siCongpeng dari kudanya dan katanya : "Maaf, Congpeng taijin, kita bertemu lagi dilain waktu !"
Dengan mengepulnya debu dijalan, sekejab pula lenyap lah rombongan kuda jago-jago
HONG HWA HWE itu dari pemandangan.
"Adakah jiwi telah memperoleh jejak Bun-suko ?" ta nya Keh Lok kemudian pada Siang-
si Siang-hiap ditengah perjalanan.
"Disebelah muka sana kita menemukan pertandaan dari sipsute yang mengatakan
bahwa suko telah dibawa ke Hang-Ciu," jawab Siang He Ci.
"Ke HangCiu " Mengapa tidak ke Pakkhia " Bukankah Hongte (Kian Liong) yang akan
memeriksanya sendiri ?" ta nya Keh Lok dengan terkejut.
"Kami sendiripun heran juga. Tapi selama ini sipsute be kerja selalu Cermat, tentu dia sudah mempunyai kepastian akan hal itu", kata Pek Ci.
Segera Keh Lok ajak orang-orang nya mengasoh sebentar, untuk berunding.
"Kalau suko berada di HangCiu, kita harus menuju ke Kanglam untuk menolongnya,"
demikian katanya. "HangCiu adalah daerah pengaruh kita, rasanya disitu pengaruh
peme rintah Ceng tak sebesar di Pakkhia, jadi mudahlah kita turun tangan. Tapi untuk mendapat kepastian, kita harus minta salah seorang saudara disini pergi menyelidiki ke Pakkhia."
Usui itu disetujui semua orang.
"Kalau begitu, harap Cap-ji-long suka pergi sekali lagi?" kata Keh Tok melirik pada Ciok Siang Ing.
Cap-ji-long, atau orang ke 2belas dari HONG HWA HWE ini, mengiakan dan segera
berangkat keutara. Sedang yang lain-lain mengikuti Tan Keh Lok menuju keselatan.
Ketika ditanya tentang diri Ie Hi Tong, ke 2 saudara Siang itu menyahut tak mengerti.
Karena mereka hanya melihat tanda-tanda yang ditinggalkan oleh anak muda itu saja,
dan ketika sampai dikota Lan Hong mereka berpapasan dengan rombongan pengungsi
yang menuju kegereja Thiat-ta-si. Karena ingin mengetahul peristiwa ramai 2 apa yang akan terjadi dalam gereja tersebut., maka mereka ber 2 lalu ikut melihat kegereja itu.
Justeru ketika itu, barisan pe manah sedang menghujani panah kepada rombongan
pengungsi. Karena mendongkol, maka ke 2 saudara Siang itu loncat keatas tembok
untuk melabrak serdadu 2 yang kejam itu. Sama sekali tak diketahuinya bahwa
saudara-saudara-nya dari HONG HWA HWE pun berada diantara rombongan pengungsi
itu. "Dengan tak dapat kiriman ransum, fihak enCi Ceng Tong tentu mudah memperoleh
kemenangan," kata Ciu Ki.
"Gadis itu ilmu pedangnya lihai sekali, orangnya berbudi, maka sudah selajaknya kita bantu," kata Bu Tim dengan tertawa.
Besoknya mereka sudah tiba dikota Chi-Cfu. Congtaubak (pemimpin) HONG HWA HWE
didaerah situ, Thia Ti, belum pernah bertemu dengan pemimpinnya. Menurut peraturan
partai, dia harus membuat kunyungan pada sang ketua.
Tapi belum sampai dia melaksanakan maksudnya, tibas rombongan HONG HWA HWE
sudah datang kerumahnya, keruan saja dia menjadi sibuk sekali. Pemimpin orang gagah
dari dae rah Kangpak, jakni Nyo Seng Hiap yang kini menjadi salah seorang hiangCu
(anggota pimpinan) dari HONG HWA HWE segera memberitahukan pada orang she Thia
itu bahwa kedatangan pemimpin HONG HWA HWE disitu supaya dirahasiakan, jago-jago
Hong Hwa Hwe itupun tak mau menginap dirumahnya Thia Ti, dan keesokan harinya
sudah berangkat lagi.
Beberapa hari kmudian sampailah Keh Lok dan rombo ngannya di HangCiu. Dikota itu
mereka menginap dirumah Ma Sian Kun, seorang Cong-tauwbak (pemimpin daerah)
yang tinggal dikaki bukit Kusan di daerah telaga Se-ouw. Pemandangan alam disitu
indah sekali. Ma Sian Kun, adalah seorang saudagar sutera dari HangCiu. Dia mempunyai 2 buah
paberik sutera. Karena gemar ilmu silat, dia berkenalan dengan Wi Jun Hwa, dan turut masuk dalam HONG HWA HWE Orang she Ma yang sudah berumur 50 tahun itu,
mengenakan baju dari kain sutera yang bagus, sepintas pandang dia itu seorang
hartawan nampaknya, jauh dari dugaan orang bahwa ia itu sebenarnya seorang gagah
yang tangannya selalu terbuka untuk menolong orang.
Setelah diberitahukan maksud kedatangan pimpinan HONG HWA HWE kesitu, Ma Sian
Kun segera menyuruh puteranya yang sulung, Tay Thing, menitahkan orang menyelidiki
kerumah penyara.
Besok siangnya, Ma Tay Thing kembali melapor, bahwa orang-orang nya yang disuruh
menyirepi kabar ketiap 2 pumah penyara diseluruh HangCiu tersebut, mengatakan tak
dapat menemukan Bun Thay Lay.
"Dalam kantor 2- propinsi, karesidenan, distrik dan setiap tangsi tentara, semua ada orang-orang kita. Jadi andaikata Bun-sutangkeh berada didaerah sini, tentu dapat kami ketahui. Yang dikuatirkan, kalau Bun-sutangkeh dltahan dirumah salah seorang
pembesar, hal itu memang sukar diselidiki," demikian kata Ma Sian Kun.
"Tindakan kita pertama jalah untuk mengetahui tempat penahanan Bun-suko itu, maka
kuharap Ma-toako suka terus titahkan orang-orang mu membuat penyelidikan. Dan
malam ini, harap to-tiang. Nyo-patko, Wi-kiuko pergi menyelidiki kege dung pembesar
negeri setempat, tapi jangan bikin ribut 2 dulu, agar mereka tak keburu mengadakan
penyagaan keras," demikian kata Keh Lok.
Bu Tim mengiakan dan Ma Sian Kun lantas menCeritakan nya tentang keadaan kantor
pembesar disitu. Tengah malam ketiga orang itu segera berangkat, dan selang 2 jam
kemudian, mereka datang dan melaporkan bahwa penyagaan dikantor ^pembesar
sangat kuat sekali. Tidak kurang dari seribu serdadu dikerahkan untuk menyaga.
Perondanya ter diri dari beberapa perwira tingkat tengahan. Karenanya, mereka tak
berani lakukan penyelidikan.
Atas keterangan itu, rombongan HONG HWA HWE sama heran.
"Dalam beberapa hari ini memang di HangCiu sini telah dilakukan penggeledahan keras.
Rumah 2, tempat 2 perjudian atau pelesiran sampaipun perahu 2 yang berlabuh
disungai, telah diperiksa dengan bengis. Sehingga ada beberapa orang -karena.
diCurigai saja, terus ditahan. Entah apakah hubung annya dengan Bun-sutangkeh,"
menerangkan Ma Sian Kun.
"Mungkin tidak dan hanya karena tempat ini mendapat kunyungan dari pembesar tinggi,
maka tikoan (residen) disini telah melakukan penyagaan yang keras," kata Thian Hong.
"Tapi turut pendengaranku, tak ada sesuatu menteri yang datang ke Ciatkang sini,"
jawab Ma Sian Kun.
Karena sudah jauh malam, maka orang-orang itupun lalu masuk tidur.
Keesokan harinya, Ciu Ki berkeras minta ayahnya meng ajaknya pesiar ketelaga Se-ouw
yang termashur itu. Maka Tiong Ing memberi isjarat agar Thian Hong suka turut,
katanya: "Hong-ji, kita belum pernah datang ke HangCiu, kau bawalah kita kesana
supaya jangan kesasar jalan."
Thian Hong sungkan menolaknya, maka ia menurut.
"Ha, kalau ayah yang suruh, kau menurut. Tapi Coba aku yang menyuruhnya, tentu kau
menolak," demikian Ciu Ki menggerutu pelan-pelan .
Tapi Thian Hong hanya ganda tertawa.
Begitulah setelah keluarga Ciu berempat itu pergi, Tan Keh Lokpun ajak muridnya, Sim Hi untuk ketelaga yang kesohor itu. Setelah ber-putar 2 sebentar, Keh Lok mengaso
didekat jembatan pertama. Memandang kearah gunung Lamsan, tampak olehnya
bagaimana hutan disitu sangat le batnya. PunCaknya yang disebut 'Hui-lay-nia' tampak men julang dengan megahnya.
Karena tertarik, dengan menyewa kereta kesanalah Tan Keh Lok menuju. PunCak itu
tingginya antara 50 tombak, penuh dengan batu 2. Puhun 2 tampak tumbuh lebat
menghi jau. Keh Lok dan Sim Hi mendaki keatas. Begitulah dengan gunakan ilmu
berjalan Cepat-cepat , ke 2nya sudah berada diatas punCak itu. Melihat pemandangan
dibawah, mereka dapati pemandangan dihutan Sam-tiok sana lebih bagus lagi. Kare
nanya mereka turun lagi untuk menuju kesana.
Tengah mereka mendaki untuk menuju kehutan Sam-tiok itu, tiba-tiba ada 2 orang laki 2 kekar yang tinggi besar men datangi dari arah atas. Mereka tak putus-putusnya
mengawasi Tan Keh Lok ber 2 dengan rupa keheranan. Keh Lok tak meng hiraukan dan
terus berjalan.
"Siaoya, ke 2 orang itu rupanya mengerti silat," bisik Sim Hi.
"Penglihatanmu tajam juga," kata Keh Lok dengan tertawa.
Tapi belum habis ucapannya itu, kembali dari arah muka 2 orang lagi yang mendatangi.
Dandanan ke 2nya serupa ke 2 orang tadi. Mereka tengah memperCakapkan tentang
keindahan alam disitu. Dari tekukan lidahnya, ke 2nya itu tergolong bangsa utara.
Begitulah selama dalam perjalanan mendaki itu, Tan. Keh Lok telah berpapasan tak
kurang dengan 40 orang bu-ki-jin (orang-orang yang pandai ilmu bu) yang kesemuanya
mengenakan jubah panyang warna biru. Dan setiap berpapasan, mereka tentu
mengawasi Keh Lok dengan penuh keheranan. Sim Hi sedari bermula sudah heran, dan
lama kelamaan Keh Lok sendiripun turut merasa aneh.
"Apakah mereka itu dari segolongan kaum kangouw, atau suatu bu-lim-Pai yang tengah
mengadakan pertemuan disini " Tapi HangCiu adalah daerah kekuasaan Hong Hwa
Hwe, anehlah kalau ada suatu perkumpulan lain yang berani bera pat disini tanpa
memberitahukan kepada kami. Dan mengapa mereka mengawasi aku dengan rupa
keheranan itu?" demikian tak habis-habisnya Tan Keh Lok bertanya sendiri.
Sampai disebuah tikungan, ketua HONG HWA HWE itu akan mem biluk untuk menuju ke
Kwan-Im-bio yang terletak di 'Siang-thian-tiok'. Siang-thian-tiok adalah salah satu hutan dari Sam-tiok (tiga hutan bambu).
Tiba-tiba dilamping gunung terdengar bunyi khim (sejenis tetabuhan) ditabuh orang,
Tan Keh Lok adalah seorang kongcu dari keluarga ternama. Dalam ilmu tetabuhan
khim, tiok-ki, buku dan melukis, tak ada satu yang tak dipahaminya. Diketahuinya
permainan khim orang itu tak terCelah. Maka ia ingin mengetahui penabuhnya, ia
melangkah kearah da tangnya suara itu.
Tampaklah kemudian diatas sebuah batu pegunungan duduk seorang yang berusia
antara 40 tahun. Orang itu dan danan dan sikapnya seperti seorang ,.gentleman."
Dialah yang tengah memetik snaar khim itu. Berdiri disebelahnya, adalah 2 orang laki 2
kekar yang berpakaian jubah biru dan seorang tua yang pendek kurus tubuhnya.
Melihat sipenabuh khim itu, seketika tergetar hati Keh Lok. Ia merasa seperti pernah bertemu muka dengan orang itu. Mukanya yang berseri gemilang, sikapnya yang agung
itu, makin di pandang makin terasa sudah pernah mengenalnya. Tetapi sejauh
ingatannya, Keh Lok ternyata tak berhasil mengingat dimana dia pernah bertemu.
Hati ketua HONG HWA HWE itu memukul keras. Samar 2 terasa dalam bathinnya,
bahwa orang itu serasa ada hubungan darah dengannya. Namun sedekat itu
hubungannya, sejauh itu pula rasanya.
Pada saat itu, siorang tua dan ke 2 Conghan (laki 2 kekar) itu sudah melihat kedatangan Tan Keh Lok ber 2. Mereka sama melengak ketika mengawasi roman ketua HONG HWA
HWE itu. Ketika saling mengawasi itu tengah berlangsung, tiba-tiba khim yang sedang
dipetik; oleh orang itu menjadi sember (vals) suaranya, lalu tiba-tiba berhenti, serentak orang itupun lantas berdiri dan menyapa nyaring 2 kepada Tan Keh Lok seraja tertawa :
"Ah, kiranya hengtay inipun seorang achli khim, mari, mari silahkan duduk ber-Cakap 2
disini," Ter-gesa 2 Tan Keh Lok rangkapkan ke 2 tangannya memberi hormat, "Tadi kudengar
permainan khim jin-heng begitu halus dan merdu, sehihgga mempesonakan hati. Sung
guh beruntung sekali siaote dapat bertemu," demikian sahut nya.
Dengan ucapannya itu, Keh Lok menghampiri untuk memberi hormat dan duduk
disebelahnya. Begitu melihat wajah Tan Keh Lok dari dekat, orang itupun melengak
kesima untuk beberapa saat.
Keh Lok mengerti akan keheranan orang, ia tertawa dan bertanya, "Selama dalam
perjalanan di gunung ini, banyak-banyak sekali siaote jumpahkan orang-orang yang
datang pesiar. Tapi anehnya, setiap kali memandang muka siaote, tentu mereka
mengunyuk rupa keheranan; Begitu pula dengan heng-tay. Adakah muka siaote ini
sangat kukway" Mohon hengtay suka menyelaskanlah."
Orang itu tertawa. "Oh, hengtay rupanya tak mengerti. Siaote mempunyai seorang
sanak yang wajahnya mirip sekali dengan hengtay. Orang-orang itu adalah sahabat 2
siaote, karena nya mereka merasa heran," demikian sahutnya kemudian.
"Oh, kiranya demikian," kata Keh Lok tertawa. "Wajah jin-hengpun rasanya tak asing
bagiku, tapi entahlah dimana siaote pernah berjumpah. Apakah jinheng masih ingat?"
Orang itu tertawa, bahkan kali ini ter-bahak 2 Katanya: "Ha, itu namanya jodoh. Dan
mohon tanya siapa nama saudara yang mulia?"
"Siaote ol'ang she Liok, nama Ka Seng," sahut Keh Lok.
Dengan itu, Tan Keh Lok sengaja menyebut namanya secara terbalik (dalam ejaan Kuo-
yu). "Dan mohon tanya kembali nama yang mulia dari hengtay ini?" tanya Keh Lok.
Orang itu merenung sejenak, tampaknya ragu 2, lalu sahutnya: "Siaote orang yang
mempunyai she dobel, jakni she Tang-hong, nama Ni, orang dari Tit-le. Kalau menurut
nada jinheng, agaknya berasal dari daerah ini, bukan?"
"Benar, siaote memang orang sini," sahut Keh Lok.
"Alam pemandangan di daerah Kanglam konon kabarnya kesohor indah sekali, dan hari
ini setelah menyaksikan sen diri, memang betul ah adanya. Bukan saja punCak 2 pegu
nungan indah permai, juga rakjatnya sangat menyenangkan, pula banyak-banyak yang
terpelajar," demikian orang she Tang-hong itu berkata.
Menampak ucapan orang itu seperti bukan rakjat biasa, serta melihat bagaimana
beberapa Conghan berpakaian biru dan siorang tua itu begitu menghormat sekali
kepadanya, diam-diam Tan Keh Lok menaroh perhatian besar. Tapi sampai sebegitu
lama, dia belum juga ketahui siapakah gerangan orang itu.
"Kalau hengtay senang dengan alam di Kanglam, mengapa tak mau menetap saja
didaerah ini, sehingga memungkin kan siaote menerima lebih banyak-banyak
pengajaran yang berharga dari hengtay," demikian kata Keh Lok lagi.
Kembali orang itu tertawa terbahak 2. Sahutnya: "Barang siapa yang dapat melewatkan
penghidupannya untuk menik mati pemandangan Kanglam yang indah permai ini, itulah
orang yang beruntung hidupnya. Sayang aku bukan orang yang mempunyai rejeki
sedemikian besarnya. Karena hengtay mengerti akan seni-tetabuhan, tentu hengtay
seorang achli khim, maka silahkan hengtay mainkan sebuah lagu."
Dan habis berkata begitu, orang itu menyodorkan khimnya kepada Keh Lok. Setelah
menyambuti khim orang, jari Tan Keh Lok menyentil pelan-pelan dan terdengarlah
suara yang ulem mengalun merdu. Kemudian terlihat olehnya, ternyata pada kepala
khim itu terdapat 2 buah huruf "lay-hong" (burung hong) yang diukirkan dengan tinta mas. Buatannya halus dan indah sekali, merupakan seperti khim pusaka. Diam-diam
Tan Keh Lok berCekat dalam hati.
"Dihadapan benda mustika dan achli khim sebagai hengtay, biarkanlah siaote unyuk
permainan yang jelek," kata nya lalu.
Pada lain waktu, keheningan suasana telah dipeCahkan oleh suara khim yang meng-
alun 2 dengan merdunya. Itulah irama lagu "ping-sat-lok-gan" atau dipadang pasir
jatuhlah sang meliwis. Tang-hong Ni mendengari dengan penuh ke tekunan.
Dan ketika khim berhenti, bertanyalah Tang-hong Ni : "Pernahkah hengtay melawat
keluar perbatasan?"
"Siaote baru saja kembali dari daerah Hwe, entah bagai mana hengtay dapat
mengetahuinya ?" balas Keh Lok.
"Dengan khim, hengtay telah melukiskan pemandangan dataran yang luas dan alam
dipadang pasir. Kata seorang pudyang ga. 'Dalam mabuk menenteng pelita melihat
pedang. Dalam impian serasa meniup "kak" (terompet tanduk) di perkemahan. Dalam
daerah delapan00 li tampak panas membara, dengan 50 snaar menggema jauh keluar
perbatasan, seperti dalam suasana padang pasir tengah mengumpul tentara. " ,Ping-
sat-lok-gan' entah berapa ratus kali siaote pernah mendengar, tapi belum pernah ada
orang yang melagukannya begitu merdu mempesona, seperti permainan hengtay itu,"
demikian sahut orang she Tang-hong itu.
Nampak orang sangat dalam pengetahuan seni musiknya, giranglah hati Tan Keh Lok.
"Sebenarnya ada suatu hal yang siaote kurang jelas dan ingin menanyakan pada
hengtay," kata orang itu pula. "Tapi karena kita baru saja berkenalan, rasanya kurang pantaslah."
"Hengtay tak berhalangan untuk bertanya," jawab Keh Lok.
"Kalau dengar permainan hengtay tadi, serasa menggam barkan seperti dada hengtay
ber-kobar 2 penuh semangat. Namun jika melihat wajah hengtay, adalah bagaikan
seorang kongcu bangsawan, lemah lembut penuh kesopanan. Terang bukan perangai
seorang tayCiang (senopati perang). Inilah yang siaote kurang mengerti," ujar orang
itu. "Siaote seorang anak sekolahan yang terCebur di kangouw. Ucapan hengtay itu
sungguh menggetarkan hatiku," sahut Keh Lok dengan tertawa.
Namun orang she Tang-hong itu tak mempercayai keterangan Tan Keh Lok, tanyanya
pula: "Hengtay ini tentu berasal dari keluarga ternama. Maaf, siapakah gelaran dari
ayah hengtay yang mulia ini" Apakah jabatan ayah hengtay itu?"
"Ayah bernasib malang, beliau sudah meninggal lama. Siaote hidup dengan andalkan
sedikit kepandaian. Tentang pahala atau jasa apa, siaote tak punya," sahut Keh Lok.
"Apakah pembesar 2 negeri itu buta, sehingga tak menge tahui akan diri hengtay ini"
atau mungkin ada lain-lain soal?" tanya orang itu.
"Hengtay sungguh baik, banyak-banyak terima kasih. Hanya me mang siaote sendiri
yang tak ada keinginan menjadi pegawai negeri," sahut Keh Lok.
Mendengar penyahutan itu, wajah Tang-hong Ni tampak berobah. Melihat itu ke 2
Conghan pakaian biru itu maju setindak kemuka, tapi pada lain saat Tang-hong Ni
tertawa gelak 2, katanya: "Hengtay seorang yang berambekan tinggi, kita semua tak
dapat menyamai."
Ke 2 orang itu sama menantang satu dengan lain, ma sing 2 merasa satu sama lain
punya sifat 2 luar biasa. Tidak hanya begitu saja, malah mereka merasa aneh juga
meng apa serasa seperti masih ada ikatan bathin.
"Sekembalinya dari daerah Hwe kemari, tentu ditengah jalan hengtay banyak-banyak
mendapat pengalaman," kata Tang hong Ni lagi.
"Gunung-gunung megah, alam nan indah permai memang tak membuat jemu mata.
Sayang karena sungai Hoangho me luap mendatangkan banyir besar, terpaksa siaote
Buru-buru pulang," sahut Keh Lok.
"Kabarnya kaum pengungsi di Lan Hong telah merampas ransum yang diperuntukkan
Ceng-se-tayCiang-kun, adakah hengtay juga mendengarnya?" tanya orang itu pula.
Tan Keh Lok melengak, pikirnya mengapa orang ini begitu Cepat-cepat mendengar
berita itu, pada hal rombongannya siang malam terus berjalan, jadi seharusnya berita itu, tidak bisa lebih Cepat-cepat dari kedatangan rombongannya.
"Memang kejadian itu ada, kaum pengungsi tak punya pakaian tak punya makanan.
Sebaliknya bapak 2 rakjat itu sedikitpun tak mengenal kasihan. Cntuk memperjoangkan
hidup, pengungsi 2 itu telah terpaksa menempuh jalan yang berbahaja. Karenanya,
perbuatan mereka itu dapat dime ngerti dan dimaafkan," kata Keh Lok kemudian.
Tang-hong Ni kembali terhening sejenak, lalu katanya pula : "Tapi kabarnya urusan
bukan sampai sekian saja. Pengungsi 2 itu dihasut orang-orang HHH untuk menentang
pe merintah."
"Apakah HHH itu ?" tanya Keh Lok berlaga pilon.
"Sebuah perkumpulan orang kangouw yang hendak mero bohkan kekuasaan
pemerintah. Apakah hengtay belum per nah mendengarnya?" tanya Tang-hong Ni.
"Khim dan tiok-ki adalah dunia yang siaote karungi, urusan dunia lain-lainnya siaote tak mengerti. Sungguh mema lukan, mengapa sampai sebuah perkumpulan yang begitu
kesohor, baru. pertama kali ini siaote mendengarnya," sahut Keh Lok. Ia memperbaiki


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

duduknya, lalu katanya lagi: "Setelah menerima laporan, tentunya pemerintah
mengambil tindakan keras pada HONG HWA HWE"
"Ah, mungkin belum, karena gerombolan HONG HWA HWE itu di rasa tak
membahajakan kedudukan pemerintah," sahut Tang hong Ni.
Tanpa mengunyuk perobahan air muka, bertanya pula Tan Keh Lok : "Berdasarkan
apakah hengtay mengatakan begitu ?"
"Selama baginda yang arif bijaksana ini masih bertachta, maka kerajaan akan makmur
jaja. Orang-orang pandai semua dipakai oleh pemerintah. Cukup dengan mengirim
seorang 2 pahlawannya yang lihai. maka HONG HWA HWE tentu dapat di basminya,"
kata Tang-hong Ni pula.
"Siaote tak mengerti urusan negara, apabila ada perkataan yang keliru, harap
dimaafkanlah, jangan dibuat Celahan. Menurut pandangan siaote yang Cupet ini, orang
kerajaan itu kebanyak-banyakan dari golongan "kantong nasi" yang tak punya
kepandaian berarti, pandainya hanya gegares saja. Apakah mereka akan dapat
melaksanakan tugas seberat itu ?" ujar Keh Lok.
Ketika ucapan itu melunCur keluar mulut sianak muda, Tanghong Ni dan siorang tua
serta ke 2 Conghan itu sama berabah warna mukanya.
"Pandangan itu mungkin dari hengtay seorang pelajar yang melupakan bahwa orang-
orang pandai dan lihai dalam kerajaan bagaikan mega banyak-banyaknya. Misalnya
beberapa sahabatku inipun bukan orang sembarangan. Sayang hengtay bangsa kaum
sastera, jika tidak, biar kita minta mereka unyuk kan sedikit kepandaiannya. Andaikata hengtay mengerti ilmu silat, tentu dapat mengakui kebenaran ucapanku ini".
Keh Lok tampak berseri-seri wajahnya. Katanya lantas : "Sekalipun siaote tergolong
bangsa leman, tapi siaote paling kagum dengan bangsa orang gagah. Entah hengtay ini
dari golongan mana " Apakah mereka ini murid 2" dari kala ngan hengtay" Sekiranya
tak berkeberatan, biarlah mereka unyukkan sedikit permainan agar siaote bisa tanibah pe ngalaman".
"Baiklah, silahkan kalian unyuk sedikit permainan, agar Liok-ya ini suka memberi
pengajaran", seru Tanghong Ni kepada ke 2 Conghan itu.
Segera Keh Lok pun memberi hormat dengan rangkapkan tangan dan
mempersilahkannya. Diam-diam ia pikir juga, sekali mereka bergerak tentu segera
diketahui dari golongan apakah mereka itu.
Maka tertampaklah salah seorang laki 2 kekar itu maju kemuka, lalu katanya: "Lihatlah, burung prenyak dxatas puhun ini mengganggu orang dengan oCehannya itu. Akan
kupukul jatuh ke 2nya, agar kita dapat melihatnya dengan jelas."
Dan sekali tangannya mengibas, sebatang siuCian (paser) melayang kearah burung
prenyak. Tapi ketika hampir me ngenai sasarannya, mendadak sontak batang siuCian
itu melengkung dan luput mengenainya.
Kalau sampai orang itu luput menimpuk, itulah sangat aneh bagi Tang-hong Ni. Sedang
laki 2 itu sendiripun merah padam selebar mukanya. Kembali dia kibaskan tangannya,
dan kembali pula sebatang siuCian melayang kearah puhun. Kini jelaslah sudah apa
yang telah terjadi. Ketika men dekati arah siburung, tiba-tiba melayang lah sepulung kecil dari tanah, tepat menghantam batang siuCian itu, hingga kembali menCong dari
sasarannya. Diantara mereka, adalah siorang tua kurus itulah yang paling tajam sendiri matanya.
Sedikit dia lihat taifgan Sim Hi bergoyang , tahulah dia bahwa anak itulah yang main gila.
"Oh, tak kira kalau adik kecil ini mempunyai kepandaian yang begitu hebat. Nah,
marilah kita belajar kenal," kata nya sembari menyulurkan jari tangannya untuk
menangkap tangan Sim Hi.
Bukan jari sembarang jari, tapi adalah jari 2 luar biasa dari 'Eng-jiao-kang' atau ilmu Cakar elang. Jari yang dapat meremuk-remaskan segala apa saja yang dipegangnya.
Tan Keh Lok terkejut dan mengeluh dalam hati. Dia Cukup kenal dengan ilmu lwekang
eng-jiao-kang dari kaum Ko Yang Pai itu. Diam-diam ia menarik kesimpulan bahwa
orang tua itu, kalau bukan seorang ketua dari suatu Pai, tentulah seorang jagoan yang sukar diCari tandingannya. Atau se tidak 2nya, dia tentu tergolong seorang achli silat yang lihai dari angkatan tua. Dan heran pula Tan Keh Lok, mengapa orang sedemikian
itu, menjadi pelajan dari orahg'she Tang-hong itu.
Namun pikiran menduga, tanganpun bergerak. Cepat-cepat dia kembangkan kipasnya
Kitab Pusaka 5 Pendekar Kelana Karya Kho Ping Hoo Kitab Pusaka 14
^