Pedang Dan Kitab Suci 8

Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Bagian 8


yang tepat menyelak di-tengah-tengah antara siorang tua dengan Sim Hi. Keruan saja
orang tua itu Buru-buru tarik kembali tangannya, karena kuatir akan merusak kan kipas dari orang yang menjadi sahabat majikannya itu. Hal itu, tentu bisa dianggap tak
pantas. Dia memandang tajam 2 pada Keh Lok, apakah anak muda ini sebenarnya juga
mengerti ilmu silat tapi sengaja akan menolong Sim Hi. Tapi kelihatan Tan Keh Lok
pelahan 2 ber kipasa dengan seenaknya, se-olah 2 menandakan bahwa ge rakannya
tadi itu hanyalah secara kebetulan saja.
"Sekalipun usianya masih begitu muda, tapi anak itu lihai silatnya. Entah dari mana
hengtay mendapatkan dia?" tanya Tang-hong Ni kemudian.
"Dia sebenarnya tak mengerti silat, hanya faham dalam hal menimpuk burung atau kutu
2. Itulah karena kebiasaan main-main sejak kecilnya saja," sahut Keh Lok.
Tang-hong Ni tak mau mendesak lebih jauh, lalu memandang kearah kipas tetamunya,
katanya: "Kipas hengtay itu entah barang mustika apa, bolehlah siaote meminyam
barang sebentar saja?"
Segera Keh Lok menyerahkan kipasnya. Tang-hong Ni mendapatkan bahwa kipas itu
terdapat tulisan tangan dari pudyang ga yang terdahulu, yaitu Nilan Yong-yo.
Tulisannya bagus dan gajanya kuat.
Tang-hong Ni heran dan menanyakan dari mana anak muda itu mendapatkan kipas itu.
Jilid 14 "SIAUTE membelinya dari toko buku bekas dengan harga sepuluh tail emas," jawab Keh
Lok. "Sekalipun ribuan tailpun masih murah. Ini tentu benda mustika dari warisan keluarga bangsawan, maka heranlah kalau hengtay telah dapat membelinya ditoko buku," kata
Tang-hong Ni seraja tertawa lebar 2.
Sekalipun merasa orang tak mempercayainya, tapi Keh Lok hanya bersenyum saja dan
tak mau menghiraukan.
Melihat sikap, orang yang agung dan bebas ini Tang-hong Ni menjadi rnatkin ketarik, ia ingin menguji sampai di mana peribudi ariak muda itu. Dibalikkannya kipas itu, dan
ketika ternyata disebaliknya tak terdapat tulisan apa-apa, ber katalah dia: "Siaote suka deng-an kipas ini, sekiranya,hengtay tak keberatan, siaote memberanikan diri untuk
memintanya."
"Jika memang hengtay menyukainya, ambil ah," jawab Keh Lok dengan tegas tanpa
ragu 2!. Menunyuk kebalik kipas yang masih kosong itu, kembali Tang-hong Ni berkata: "Sekali
lagi siaote akan minta suka lah kiranya hengtay menuliskan apaa sedikit dibagian ini, untuk kenangan dikemudian hari. Dimanakah tempat ke diaman hengtay, agar lain hari
dapat siaote suruh orang mengambilnya."
"Kalau hengtay tak menertawakan, baiklah siaote tuliskan sekarang juga," kata Keh Lok.
Segera ia minta Sim Hi ambilkan alat 2 tulis didalam tasnya, dan tanpa ragua lagi jari 2nya menuliskan sebuah sajak yang berbunyi sebagai berikut :
Dengan pedang dan kitab naik kereta, Menuju kebarat ribuan li diujnng langit, Gunung bersalju, laut lebar mengalami semua, Achirnya kembali Kanglam menikmati kwi-hoa.
Orang tua kurus achli 'eng-jiao-kang' tadi, sewaktu me lihat bagaimana dengan Cepat-
cepat dan gapah anak muda itu menyelesaikan sajaknya, begitu pula ke-mana 2
membawa alat tulis, segera hilanglah persangkaannya bahwa anak muda itu mengerti
silat. Sehabis mengucap terima kasih dan menyambuti kipas itu, berkatalah pula Tang-hong
Ni: "Dan Siaote juga akan menghaturkan sesuatu pada hengtay." Sembari mengucap
begitu, dia angsurkan alat khim itu kepada sianak muda seraja katanya: "Untuk
pahlawan adalah pokiam, tapi untuk hengtay seharusnya khim inilah persembahannya."
Bahwa khim itu bukan sembarang khim, tahulah Tan Keh Lok. Tapi kalau baru saja
kenal, orang itu begitu baik untuk menyerahkannya, itulah yang tak dimengerti oleh Tan Keh Lok. Tapi sebagai seorang yang hatinya terbuka, sekalipun agak Curiga, tapi
diterimanya juga pemberian itu. Dia haturkan terima kasih dan suruh Sim Hi
menyimpannya. "Hengtay dari daerah Hwe bergegas kembali ke Kanglam, apakah hanya karena akan
menikmati musim bunga kwihoa saja?" kata Tang-hong Ni.
"Ada seorang sahabat yang meminta kedatangan siaote untuk membantu suatu
urusan," sahut Keh Lok.
"Dari wajah hengtay mengunyukkan hengtay masih gelisah, adakah urusan sahabat
hengtay masih belum se lesai?" tanya orang she Tang-hong itu.
"Ja," sahut Keh Lok.
"Entah kesulitan apa yang terselip dalam urusan sahabat hengtay itu" Siaote punya
banyak-banyak kenalan, mungkin dapat membantu."
"Terima kasih atas budi hengtay itu. Tapi dalam beberapa hari lagi, urusan itu akan
sudah selesai."
Begitulah ke 2nya melanyutkan perCakapannya dengan asjik sekali. Tapi hampir
setengah hari mereka duduk meng obrol itu, tetap masinga belum mengetahui siapakah
kawan nya ber-Cakap 2 itu.
"Lain hari kalau hengtay membutuhkan apa-apa pada siaote, harap membawa khim itu
menCari siaote ke Pakkhia. Nah, bagaimana kalau kita bersama-sama turun kebawah?"
kata Tang-hong Ni.
"Baiklah," sahut Keh Lok.
Dan dengan bergandengan tangan ke 2nya turun dari gunung itu. Tiba pada suatu
tempat, tiba-tiba dari arah muka tampak beberapa orang menghampiri. Yang dimuka
seorang berwajah putih, mengenakan jubah tersulam benang mas dan wajahnya mirip
dengan Tan Keh Lok, begitu pula dalam usianya. Sikapnya yang agung, mengunyukkan
bahwa dia bukan orang sembarangan. Begitu saling memandang, ke 2nya sama
terkesiap. | "Liok-heng, bukankah dia feerupa dengan kau" Dia adalah keponakanku. Gong-ji, kau;,
beri .hormat pada Liok-sepeh ini," kata Tang-hong Ni pada orang tersebut, siapa Buru-buru menyura.
Keh Lok ter-sipu- membalas hormat. Selagi toegitu, tiba-tiba terdengar suara ketawa
tertahan dari seorang wanita. Ketika ketua HONG HWA HWE berpaling, ternyata yang
tampak disana jakni Ciu Ki dengan ayah-bundanya, serta Thian Hong. Yang ber suara
tadi, pasti Ciu Ki karena menampak pemandangan yang ganyil itu, jalah adanya 2 Tan
Keh Lok kembar.
Lekas-lekas Keh Lok pura-pura tak melihat, terus melengos kearah sana. Ciu Ki dan ke 2
orang tuanya terkejut tapi tidaklah dengan Thian Hong yang Cepat-cepat dapat
mengetahui maksud Congthocunya itu, maka dengan berbisik dia larang Calon isterinya
itu memandang kearah ketuanya.
"Liok-heng, baru kita sating berkenalan, rasanya seperti sahabat lama. Mudah 2an kita dapat berjumpa lagi kelak, dan sampai disini biarlah kita berpisahan," kembali Tanghong Ni berkata.
Begitulah setelah sama-sama memberi hormat, ke 2nya saling berpisah. Tampak
berpuluh Conghan baju biru itu meng awal Tang-hong Ni dari jauh. Pada saat itulah Keh Lok memberi isjarat dengan matanya kearah Thian Hong.
"Gihu, Congthocu memberi tugas padaku, harap gihu me ngawani adik Ki dan giboh (ibu
angkat) dulu," kata Thian Hong pada Tiong Ing.
Ciu Ki merasa kurang puas, tapi tak berani mengutara kan. Ternyata Thian Hong lantas mengikuti dari jauh rom bongan Conghan baju biru masuk kedalam kota.
Petang harinya, ketika pulang kerumah Ma Sian Kun, segera Thian Hong memberi
laporan pada Tan Keh Lok bahwa orang she Tang-hong itu masuk kedalam gedung
pembesar daerah. Lalu Keh Lok menCeritakan ten tang per temuannya dengan orang
itu, dan menurut dugaan, orang she Tang-hong itu tentulah seorang pembesar yang
berpang kat tinggi. Kalau bukan golongan menteri, tentu golongan pwelek (pengeran).
Kalau menilik sikapnya, kebanyak-banyakan seorang menteri berkuasa tinggi, karena
pengawalnya, terutama orang tua kurus itu, begitu lihai kepandaiannya.
"Apakah kedatangannya itu tak ada hubungannya dengan urusan sliko" Malam ini
kubermaksud untuk menyelidiki sendiri," kata Keh Lok kemudian.
"Baik, tapi sebaiknya ada lain saudara lagi yang mengawani thocu," jawab Thian Hong.
"Tio-samko sajalah, karena dia orang Ciatkang, jadi faham keadaan kota ini," kata Keh Lok.
Begitulah pada malam itu sekira jam 2, dengan berpa kaian ringkas, Tan Keh Lok dan
Tio Pan San gunakan ilmu nya berjalan Cepat-cepat untuk menuju kegedung
gebenuran. Dengan tak mengeluarkan suara sedikitpun juga, ke 2 nya sudah berada diatas
genteng. "Sudah lama kudengar ilmu silat Thay Kek Pai itu lihai sekali dalam soal lwekang. Benar juga, ilmu mengentengi tubuh dari Tio-samko tadi memang sempurna sekali. Kelak
kalau ada kesempatan, ingin aku meminta pengajaran darinya," demikian diam-diam
Keh Lok berpikir sendiri. ' Dibalik itu, diam-diam Tio Pan San pun taruh kekaguman
pada ketuanya yang masih muda itu, pikirnya: "Ilmu silat dari Congthocu ternyata lihai sebagaimana dulu telah diunyuk kan ketika bertempur dengan Ciu-loenghiong di Thiat-tan-Chung. Kini ternyata ilmunya mengentengi tubuh pun luar biasa. Entah bagaimana
selama ini Caranya Thian-ti-koay-hiap Wan Su Siau memberi pelajaran padanya."
Dan dalam sekejab saja, ke 2nya sudah tiba dibagian atas ruangan besar gedung
pembesar itu. "Awas, disebelah muka ada orang!" tiba-tiba Keh Lok berbisik pada kawannya.
Cepat-cepat sekali Tio Pan San ikuti gerakan ketuanya untuk menelungkup kebawah.
Benar juga ketika itu ada 2 sosok bayangan berkelebat. Rupanya mereka itu sedang
meronda. Begitu mereka sudah lewat. Tio Pan San timpukkan sebatang thi-lian-Ci
kearah sebuah puhun besar. Mendengar diatas puhun itu ada sviara berkresekan, ke 2
peronda itu segera memburu untuk memeriksanya. Melihat kesempatan itu, Keh Lok ber
2 segera melunCur turun kebawah.
Sampai sekean saat, mereka sembunyikan diri disudut gedung. Setelah ternyata tak ada bahaja apa-apa, barulah ke 2nya berani menyenguk kedalam. Tapi apa yang
disaksikannya, telah membuat ke 2 pemimpin HONG HWA HWE itu terkejut.
Kiranya rentetan obor yang terang benderang laksana siang hari itu, adalah barisan
penyaga yang terdiri dari ratusan serdadu yang sama siap dengan busur, golok dan
tombaknya, Rupanya penyagaan itu diatur kuat sekali. Beberapa buCiang (perwira)
tampak mondar-mandir mengelilingi gedung itu. Tapi anehnya, sekean banyak-banyak
tentara itu, satupun tak ada yang berani keluarkan suara. Sampai diwaktu berjalan saja, kaki mereka sama di nyakkan pelahan- sehingga hampir tak mengeluarkan suara.
Karenanya, suasana disitupun ke dengarannya sunyi 2 saja. Hanya ada kalanya
terdengar letikan buluh obor yang terbakar peCah.
Karena tak berdaya untuk menyelinap masuk, Tan Keh Lok memberi isjarat samko-nya
untuk keluar dari situ untuk berunding ditempat yang sepi.
"Kita jangan 'keprak rumput membikin kaget sang ular', lebih baik pulang dulu untuk
berunding," kata Keh Lok.
Tapi baru saja ke 2nya akan loncat keatas rumah, tiba-tiba pintu gedung pembesar itu terbuka. Seorang bukoan (perwira) dengan di kuti oleh 4 orang serdadu tampak
berjalan keluar. Mereka berjalan disepanyang jalan, dan kira-kira beberapa puluh
tombak jauhnya, mereka tampak mendatangi kembali. Kiranya mereka itu tengah
melakukan perondaan.
Melihat penyagaan yang begitu kuat, terkejut hati Tio Pan San. Pada lain saat, ketika kelima tentara itu ber jalan keluar, Keh Lok memberi isjarat dengan gerakan tangan.
Pan San mengerti artinya, terus meloncat kemuka dan melepaskan tiga buah Chi-piauw
(piauw dari mata uang). Segera ada tiga orang serdadu itu yang roboh. Keh Lokpun me
nimpukkan 2 buah biji Caturnya dan tepat mengenai jalan darah perwira tadi dan
seorang serdadu yang lainnya. Tertim puk jalan darahnya, mereka tak dapat berteriak, tak dapat berkutik. Hanya mata mereka yang masih dapat menyaksikan bahwa ada 2
bayangan loncat keatas tembok terus meng hilang masuk kedalam. Dan sebelum itu tak
lupa Tan Keh Lok dan Tio Pan San menyeret kelima serdadu itu ketempat yang gelap,
lalu mengambil pakaian dari 2 orang serdadu dan terus dipakainya. Menanti setelah
peronda diatas rumah itu lewat, barulah. ke 2nya loncat masuk kehalaman gedung dan
terus masuk kedalam ruangan dalam. Disitu banyak-banyaklah serdadu 2 dan perwira
2nya yang berjalan pergi-datang, sudah tentu mereka tak dapat mengenali ke 2
serdadu tetiron itu.
Ternyata para pengawal yang menyaga diruangan dalam situ adalah perwira 2
berpangkat tinggi, kalau bukan Cong-peng tentu hu-Ciang. Hanya saja jumlah mereka
tak se banyak-banyak pengawal diluar ruangan. Begitu ada kesempatan, Tan Keh Lok
dan Tio Pan San menyelinap kebalik tiang disudut ruangan, terus menggelandot keatas
tiang penglari. Setelah menunggu lagi untuk beberapa saat, dengan menggaetkan
sepasang kakinya pada tiang penglari, Tan Keh Lok ajunkan badannya kebawah, lalu
membasahi kertas jendela dengan ludahnya dan mengintip kedalam. Tio Pan San tetap
men jagai, apabila ada kemungkinan dipergoki.
Disebelah. dalam situ, ternyata adalah sebuah paseban besar, diatas paseban itu berdiri 5 atau enam orang yang menge nakan pakaian menteri kerajaan. Ditengah 2 situ ada
seorang yang duduk. Sayang karena duduknya membelakangi, jadi Keh Lok tak dapat
melihat wajahnya dengan jelas. Hanya yang nyata, beberapa menteri itu bersikap
menghormat sekali, mereka tak berani memandang kearah orang yang duduk itu. Pada
saat itu kembali ada seorang pembesar datang menghadap terus berlutut menyalankan
peradatan pada orang yang duduk itu.
Tan Keh Lok terkesiap, karena terang itulah. Cara penghormatan yang hanya dilakukan
kepada hongte (kaisar).
Apakah kaisar benar 2 sudah datang ke HangCiu sini " Tengah ia menduga 2,
kedengaranlah pembesar itu berkata: "Hamba yang rendah An-jat-su Ciatkang, In Ciang
Hay datang menghadap bansweya (yang mulia)." "Ah, kiranya benar 2 adalah hongte,
makanya penyagaan
begini kuatnya", pikir Keh Lok. Orang yang duduk itu perdengarkan suara hidung, lalu katanya pelan-pelan : "Hm, sungguh besar sekali nyalimu !" In Ciang Hay tersipu-sipumembuka topi kebesarannya, lalu menyuara 2 ber-ulang 2 dengan tak berani
mengeluarkan ucapan apa-apa.
"Kukirim pasukan untuk menindas kekaCauan didaerah Hwe, kabarnya kau sangat
menentang", kata orang yang duduk itu beberapa saat kemudian.
"Ha, mengapa nada suara baginda itu seperti pernah ku dengar", kembali Keh Lok
merasa heran. Sembari berlutut, sementara In Ciang Hay telah men jawab : "Hamba pantas menerima
hukuman, hamba tak berani berbuat demikian".
"Kuminta daerah Ciatkang sini mengirimkan sepuluh laksa gantang beras untuk ransum
tentara itu, mengapa tak kau indahkan?" tanya orang itu pula.
"Hamba tak berani melanggar firman bansweeya itu. Hanya saja karena panen tahun ini
kurang hasilnya, rakjat banyak-banyak yang menderita, jadi dalam waktu. sesingkat itu hamba belum dapat melaksanakan titah bansweeya itu", sahut In Ciang Hay.
"Rakjat menderita " Hm, kiranya kau ini seorang pembesar negeri yang menCintai
rakjat," jengek orang itu.
Kembali In Ciang Hay menyura beberapa kali. "Mohon bansweeya sudi memberi
ampun," demikian katanya ber-ulang-ulang.
"Kalau menurut pendapatmu bagaimana baiknya, ransum tidak Cukup, pada hal mereka
sangat memerlukan sekali.
Apakah maksudmu biarkan saja tentara 2 itu mati kelapar an didaerah Hwe sana?"
tanya orang itu.
"Hamba tak berani mengatakan", kata Ciang Hay dengan menyura pula.
"Mengapa tak berani" Ayo, kau bilanglah!"
"Bansweya adalah seorang junyungan yang sangat di patuhi rakjat, sedang daerah Hwe
adalah daerah yang kecil lagi miskin. Kiranya tak perlu bansweya mengirim pasukan
untuk menindasnya, Cukup dengan seorang menteri yang bijaksana tentu akan dapat
mengarah hati mereka," ujar pembesar itu.
Orang yang duduk itu kembali perdengarkan suara dari hidung, tanpa menyahut apa-
apa. "Ujar orang kuno: 'Tentara adalah alat yang bengis, orang bijaksana baru mau
menggunakannya apabila betul-betul sudah terpaksa'. Apabila bansweya berkenan
untuk menarik kembali pasukan itu, pasti rakjat akan merasa berbahagia," kembali
pembesar she In itu berdatang sembah.
"Jadi kalau aku tetap akan mengirim pasukan, rakjat tentu akan mendendam," kata
orang itu seraja tertawa dingin.
In Ciang Hay kembali menyura kelantai. Malah kali ini lebih keras dia tatapkan
kepalanya kelantai, sehingga ke ningnya berdarah. Dengan tertawa bergelak sekali
orang itu turun dari tempat duduknya dan menghampirinya. Katanya dengan tertawa:
"Kiranya kau mempunyai batok kepala yang keras, sehingga berani membantah
dihadapanku !"
Habis berkata begitu orang tersebut berbalik badan.
Kalau ada petir menyambar disiang hari, mungkin masih belum melebihi kekagetan Tan
Keh Lok ketika itu. Baginda itu ternyata bukan lain ialah orang yang duduk ber-Cakap 2
dengan dia dihutan Samtiok pagi tadi, si Tang-hong Ni atau kaisar Kian Liong yang
sesungguhnya. Sekalipun Tan Keh Lok seorang yang tenang dart tabah, tak urung dia
kucur kan keringat dingin juga.
"Sudahlah, kau pulanglah beristirahat dengan tenang!" tiba-tiba Kian Liong berseru.
Setelah menyura lagi beberapa kali, In Ciang Hay undur kan diri. Setelah itu tampak
Kian Liong memberi isjarat dengan mata pada siorang tua (pengawalnya sewaktu di
hutan Sam-tiok tadi pagi).
Siorang tua segera mengikuti dibelakang In Ciang Hay. Begitu berada diluar paseban,
ditepuknya pundak siorang she In dan berkata padanya: "Baginda mengaruniai kau
kematian, lekas berlutut menghaturkan terima kasih!"
Orang itu terkesiap sejenak, tapi pada lain saat ia tertawa seraja berkata: "Haha,
nasehat yang berharga dianggap menusuk telinga, rakjat banyak-banyak dibiarkan
menderita. Aku In Ciang Hay tidak merasa keCewa telah menunaikan kewa jiban,
mengapa mesti jerikan kematian?"
Dengan tenang lalu ia berlutut menghadap kearah paseban besar, dan ketika siorang
tua itu menghantamkan kepelan nya, tulang 2 dipunggung pembesar yang berani itu
segera patah dan seketika putuslah jiwanya. Siorang tua segera titahkan kawanan
serdadu untuk mengangkut majat itu keluar.
Diatas wuwungan, Tan Keh Lok ber 2 dapat menyaksikan kejadian itu dengan jelas.
Diam-diam timbul pikiran mereka, bahwa sedemikian itulah kejamnya kekuasaan
seorang kaisar. Seorang menteri yang berani memberi nasehat tak menyetujui
tindakannya lantas dihukum mati.
Siorang tua kembali masuk menghadap pada baginda seraja menghaturkan laporan: "In
taijin tiba-tiba saja dise rang angin jahat, karena tak keburu diberi pertolongan, beliau keburu meninggal."
Kian Liong meng-angguk-anggukkan kepalanya. "Mengapa begitu segar bugar
nampaknya dapat meninggal dengan tiba-tiba . Sa yang ," ujarnya.
Beberapa menteri yang hadir disitu sama ketakutan.
"Kalian boleh pulang semua, sepuluh laksa gantang beras harus selekasnya
dikumpulkan dan dikirim," kata Kian Liong.
Beberapa menteri itu tampak menyura beberapa kali, terus mengundurkan diri.
"Suruh Gong-ji kemari," seru Kian Liong kemudian.
Seorang 'abdi-dalem' Cepat-cepat menuju keluar, dan tak beberapa lama kembali
masuk dengan seorang pemuda. Tan Keh Lok segera mengenali bahwa anak muda
itulah yang wajahnya mirip dengan dirinya.
Anak muda itu berdiri disamping Kian Liong, sikapnya biasa saja, tak seperti kawanan menteri yang begitu kaku karena ber-lebih-an hormatnya.
"Titahkan Li Khik Siu kemari," kata Kian Liong pula.
Kembali hamba tadi keluar dengan membawa titah baginda. Habis itu seorang bu-Ciang
(jenderal) kelihatan datang menghadap.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hamba yang rendah, Li Khik Siu, panglima HangCiu, mohon menghadap bansweya,"
demikian pembesar itu.
"Kepala berandal Hong Hwa Hwe orang she Bun itu bagaimana?" tanya Kian Liong tiba-
tiba . Mendengar Kian Liong membicarakan soal Bun Thay Lay, segera Keh Lok
mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Dia menderita lukas parah, hamba sedang panggil sinshe untuk mengobatinya. Tunggu
kalau dia sudah baik, .baru dapat' diperiksa," sahut Li Khik Siu sementara itu.
"Harus hati-hati menyaganya," pesan Kian Liong.
"Titah bansweya tentu hamba junyung," jawab Khik Siu.
"Baik, kau pergilah," kata Kian Liong achirnya.
Li Khik Siu lebih dulu menyura baru berjalan keluar.
"Samko, kita kuntit dia," bisik Keh Lok pada Tio Pan San.
Dengan hati-hati ke 2nya melunCur turun, tapi baru saja kaki mereka menginyak lantai, tiba^ dari arah paseban terdengar seorang berteriak: "Ada penyahat !"
Tan Keh Lok dan Tio Pan San Cepat-cepat loncat keluar rua ngan dan menyusup
kedalam rombongan serdadu penyaga. Tapi saat itu terdengar kentongan dipukul keras-
kerasdan sua sana menjadi genting. Siorang tua kurus itu dengan di ringi tujuh atau
delapan Conghan baju biru bersenjata lengkap, tampak melakukan peperiksaan dengan
bengis. Sepasang mata siorang tua itu ber-api 2 berjilatan ke mana 2. Sementara itu Keh Lok
sudah mungkur dan dengan ber-indap 2 menghampiri pintu.
"Kau siapa!" bentak siorang tua sembari ulurkan tangan untuk memegang pundak Pan
San ketika sudah dekat. Tapi sekali bergerak Pan San kibaskan tangan orang terus
menobros kearah pintu. Siorang tua memburu dan menghantam punggung Pan San.
Ketika itu Tio Pan San sudah berada diambang pintu, dengar ada samberan angin, dia
mendekkan badan. Dalam pada itu, ia sudah akan balas me nyerang. Tapi Keh Lok
ketika itu sudah melepas baju sera gamnya, Cepat-cepat s merangkupkannya kekepala
siorang tua. Siorang tua Cepat-cepat ulurkan tangan menyawutnya. Begitulah ketika saling tarik
terjadi, baju seragam itu kerowak menjadi 2. Sebat sekali Keh Lok timpukkan
kerowakan baju di tangannya kearah orang. Selagi timpukan itu di sertai dengan tenaga khikang, kakinya terus melangkah keluar pintu.
Lihai adalah siorang tua, sembari menyawut timpukan orang, iapun sudah maju
memburu. Tapi baru kakinya melangkah diambang pintu, sebuah tubuh orang melayang
kedadanya. Kiranya itulah tubuh seorang serdadu yang telah kena dibekuk dan terus
dilemparkan oleh Tio Pan San.
Lengan kiri orang itu Cukup sekali saja dikibaskan ke muka, tubuh serdadu itu terlempar kesamping, dan iapun tetap memburunya lagi. Begitulah dengan datangnya perintang 2
itu, tahus mereka sudah keluar dari pintu gedung. Tampak pada saat itu 2 tiga puluh si-wi (pengawal istanal ber-bondong 2 memburu keluar. Maka berteriaklah siorang tua:
"Yang penting, kalian harus lindungi baginda. Cukup 5 orang saja yang turut padaku !"
Habis menunyuk pada 5 orang si-wi, siorang tua gunakan ilmu berlari Cepat-cepat untuk lanyutkan pengejarannya. Sampai diluar jalan, tampak ke 2 orang buruannya itu lari
diatas sepanyang atap rumah. Siorang tua juga enyot kakinya untuk loncat keatap
genteng. Dalam sekejap saja, ber puluh rumah telah dilalui. Jaraknya makin dekat.
Ketika siorang tua akan menegurnya, tiba-tiba dibawah sebuah rumah yang berada
disebelah muka, terdengar bunyi suitan, seperti ada bantuan datang.
Siorang tua bernyali besar, dia tetap memburu maju. Ke 2 orang buronan itu tibas
loncat turun dan merandek ditengah jalanan. Menyusul turun, tangan siorang tua men
julur kearah Tan Keh Lok Tapi anak muda itu tak mau mundur atau menghindar, hanya
tertawa keras-kerasseraja ber kata: "Aku adalah sahabat junyunganmu, kau orang tua
ini mengapa berani berlaku kurang adat?"
Ketika diantara Cahaja rembulan dilihat wajah Tan Keh Lok, kagetlah siorang tua, terus menarik pulang tangannya.
"Kau ternyata bukan manusia baik, ikutlah aku menghadap baginda!" katanya
kemudian. "Tapi apakah kau berani mengikuti aku," kata Keh Lok dengan masih tertawa.
Siorang tua merenung sejenak. Tiba-tiba Sim Hi munCul dari samping, terus menuding
siorang tua dan mendampratnya: "Kau situa bangka yang masih temaha hidup ini, kali
ini kau kira akan dapat me nangkap aku" Kongcuku karena memandang muka tuanmu,
maka tak mau ladeni kau. Dan aku, juga karena memandang muka kongcu, pun
terpaksa mengalah padamu. Mengapa kau begitu tak tahu diri berani mengejar
kemari?" Kemarahan siorang tua itu diunyuk dengan mulutnya yang menggerung dan tangannya
yang seCepat-cepat kilat menya wut lengan Sim Hi yang kanan itu. Sehingga pada saat
itu Sim Hi rasakan lengannya serasa dijepit dengan jepitan besi, sakit dan panas bukan buatan, sehingga dia tak dapat berkutik.
Melihat itu Keh Lok dan Pan San berbareng menyerang.
Cepat-cepat siorang tua lemparkan sikaCung untuk menyambut serangan ke 2 orang
itu. Diatas udara. Sim Hi berjum palitan dan inyakkan kakinya ketanah dengan
pelahans. Tak berani dia umbar suara lagi, habis bersuit, terus berlalu.
Pada saat itu kelima si-wi tadipun sudah datang pula. Tan Keh Lok dan Tio Pan San
mundur kearah barat. Diarah muka sana terus menerus terdengar suara suitan.
"Buru terus!" demikian siorang tua keluarkan perintah dengan garang.
Jadi kini yang diburu ialah Tan Keh Lok bertiga dengan Tio Pan San dan Sim Hi sedang yang memburu siorang tua dengan kelima si-wi, Mereka berlarian menuju kearah telaga
Se-ouw. Tepi telaga itu adalah tempat perkemahan tentara yang mengawal Kian Liong.
Jadi kalau Tan Keh Lok ber tiga lari kearah sana itulah bagus, seperti ikan masuk ke jaring, demeikian pikir siorang tua.
Tapi begitu sampai ketepl telaga, Keh Lok bertiga segera loncat kesebuah perahu kecil, perahu mana terus bertolak. Melihat ada sebuah perahu lain ditepi itu, Cepat-cepat
siorang tua dan kelima si-wi itu loncat keatasnya. Tampak pada buritan perahu ada
seorang wanita, yang memakai kerudung kepala warna hijau. Pakaiannya yang
sederhana itu tambah menambah keelokan tubuhnya.
"Lekas mendajung, kejarlah perahu dimuka itu, nanti diberi persen besar", kata siorang tua.
"Sungguh " Masa tengah malam buta begini, mau pesiar ketelaga " Majikan kita sedang
mendarat, maukah tuan 2 menunggunya sebentar ?" kata perempuan itu dengan
tertawa. Salah seorang si-wi menjadi tak sabaran. Sekali babat, putuslah tali penambat perahu itu. Sedang seorang kawan nya, gunakan tombak untuk mendajungkannya. Perahu itu
segera mula; melunCur ketengah.
"Ai, selama ini belum pernah ada pelanCong yang se wenanga tak tahu aturan seperti
ini", kata siperempuan tertawa.
Siorang tua tak mau menghiraukannya, terus perintahkan mendajung dengan Cepat-
cepat . Siwanita terpaksa bantu mendajung. Tampak perahu yang diburu itu melunCur
kebawah terowongan jembatan Su-thi-kio. Salah seorang si-wi ambil sebilah papan
untuk bantu mendajung.
Ketika ke 2 perahu itu hampir merapat, tiba-tiba dari rum pun bunga 2 terate yang
dinaungi oleh bayangan puhun 2 itu, munCul ah 5 buah perahu. Yang ditengah 2
merupakan perahu besar, lajarnya dari kain hijau, merupakan perahu pesiar ja,ng
mewah buatannya. Begitu terdengar suitan, Tan Keh Lok sudah ajun tubuhnya keatas
perahu pesiar itu. Sim Hi pun mengikuti dan mengambil sebuah pakaian jubah warna
putih, lalu diberikan pada tuannya.
Kini tampak ketua dari H.H.H, itu berdiri diatas haluan, tangannya memegang sebuah
kipas. Bajunya bergontaian dimain embusan angin, dan dengan dongakkan kepala me
mandang rembulan, tampak dia betul-betul mirip dengan seorang pertapa sakti.
Tak lama pula, perahu siorang tua pun tiba, setelah suruh memberhentikan mendajung,
maka berserulah ia dengan lantangnya: "Hai, sahabat, siapakah sebenarnya kau ini,
harap memberitahukan."
Dari tengah 2 badan kapal Sim Hi keluar, serunya: "Kong Cuku telah memberitahukan
namanya pada tuanmu! Aku ini adalah kaCungnya, tak ber-she tak bernama. Kongcu
biasa menyebut 'Sim Hi' padaku. Dan siapa pula namamu, Coba sebutkanlah. Kongcuku
adalah sahabat dari tuanmu. Kita yang menjadi orang sebawahannya ini, baik juga
sekiranya untuk berkenalan."
Kecil usianya, tapi kaCung itu pandai mengili hati orang. Saking marahnya, sepasang
alis siorang tua itu terangkat naik, lalu mendamprat: "Setan Cilik, jangan ngaCo gila 2an!"
Adalah Tio Pan San yang berdiri dilain perahu segera berseru: "Aku yang rendah ini,
adalah Tio Pan San dari Un-Ciu. Adakah saudara ini dari golongan Ko Yang Pai?"
"Ah, kiranya sahabat ini adalah yang dijuluki orang kangouw sebagai Cian-pi-ji-lay Tio-tangkeh itu?" kata siorang tua.
"Ah, sebenarnya itu hanyalah gelaran kosong dari sahabat 2 kangouw yang suka
bersendau gurau. Sebenarnya aku merasa malu pada diri sendiri. Dan mohon tanya,
siapakah nama saudara yang mulia?" kata Pan San.
"Aku yang rendah orang she Pek nama Cin..............."
Mendengar kata-kata itu, Tan Keh Lok dan Tio Pan San sama terkesiap. Pek Cin yang
berjuluk "Kim-jiau-thi-kau" atau Cakar emas dan kaitan besi, adalah tokoh terkemuka
dari Cabang Ko Yang Pai. Kira-kira tiga 0 tahun yang lalu, ilmunya "eng-jiao-kang" telah menggetarkan dunia persilatan. Sudah lama benar dia menghilang, kini tahu-tahu dia
menjadi peng awal peribadi dari baginda Kian Liong.
Buru-buru Tio Pan San rangkapkan ke 2 tangannya memberi hormat, katanya ;
"Oh, kiranya 'Kim-jiau-thi-kau' Pek-locianpwe, maka tak heranlah kalau bugenya begitu lihai. Pek locianpwe begitu memerlukan sekali untuk mengunyungi kami, entah akan
memberi pengajaran apa?" tanya Tio Pan San dengan me rangkap ke 2 tangannya.
"Kudengar saudara Tio adalah sam-tangkeh dari HONG HWA HWE, dan siapa saudara
yang satunya itu?" tanya Pek Cin. Setelah merenung sejenak, tiba-tiba dia berkata pula:
"Aha, apakah bukan siaothocu Tan kongcu?"
Tio Pan San menyawab pertanyaan itu dengan bertanya: "Apakah yang locianpwe
inginkan?"......
Tan Keh Lok mengebut kipasnya, kemudian ia ikut berkata dengan lantang: "Rembulan
terang, angin tenang. Malam yang sedemikian indahnya, maukah Pek-locianpwe ber-
sama-sama menikmati arak?"
"Kau tengah malam ! telah menyelundup kegedung pem besar, sehingga membikin
gaduh. Sebaiknya kau suka turut aku menghadap pada junyunganku, agar tak
menyusahkan diriku. Junyunganku inemperlakukan kau dengan baik, dirasa tentu
takkan meiCusahkan dirimu," "sahut Pek Cin.
Tertawa Tan Keh Lok. "Junyunganmu itu bukan orang sembarangan. Kau sampaikanlah
padanya, bahwa bunga kwi-hoa tengah menyebarkan baunya yang harum ditelaga,
sedang rembulan pun tengah bersemarak dengan gilangnya. Apabila ada kegembiraan,
sukalah berkunyung kemari untuk mengobrol dan menikmati arak. Aku menantikannya
disini," sahutnya kemudian.
Hati Pek Cin menjadi serba susah. Dia menyaksikan sendiri bagaimana raja telah
memperlakukan orang itu begitu manisnya, apabila sampai berbuat kesalahan padanya,
ada. kemungkinan raja akan menyesalinya. Tapi karena orang itu berani menyelundup
ketempat persidangan baginda, maka bagaimana akibatnya kalau tak ditangkap"
Beberapa saat ia me-nimang 2 itu, tiba-tiba ia mendapat pikiran : bahwa karena yang
menyelundup itu 2 orang, maka kalau seki ranya tak leluasa menangkap yang seorang,
yang lainnya (Tio Pan San) akan bisa ditangkap tentunya.
SeCepat-cepat memikir, seCepat-cepat itu pula dia enyot tubuhnya loncat keatas perahu Tio Pan San. Belum orangnya datang, Cengkeraman tangannya sudah menyulur.
Sepuluh jarinya bagaikan besi kerasnya, berbareng merangkum muka dan dada Tio Pan
San. Melihat itu, Cepat-cepat Pan San empos semangatnya dan tetap tenang saja. Begitu
Cengkeraman orang hampir tiba, dengan tangan kanan "im Ciang" dan tangan kiri
"yang Ciang," dalam gerakan "hun Chiu," dia kibaskan ke 2 Cengkeraman besi itu
dengan tipu "ji-liong-jut-hai" atau 2 naga keluar dari lautan.
Berpuluh tahun Tio Pan San telah mejakinkan ilmu si lat Thay Kek Kun. Dia adalah achli lwekang Thay Kek Pai dari golongan selatan. Gerakannya telah menCapai kesem
purnaan pada tingkat yang tiada taranya.
Ketika Cengkeramannya tak menemui sasaran, Pek Cin rasakan lengannya terdorong
oleh kekuatan yang maha kuat, Cepat-cepat a dia kerahkan khl-kang untuk bertahan.
Berbicara tentang ilmu Iwe-kang, sebenarnya ke 2 orang itu sama-sama telah menCapai
kesempurnaan. Hanya saja posisi mereka yang berlainan. Pek Cin turun melayang dari
atas, jadi tak punya landasan untuk Cari kekuatan. Tio Pan San menginyak diburitan
perahu. Sambil mendo rong, kakinya tetap berpijak kuat 2.
Tiba-tiba Pek Cin merobah gerakannya dengan Cepat-cepat . Sebe lum lawan
kumpulkan seluruh tenaganya, tangannya kiri di kibaskan keatas, sedang tangannya
kanan kembali membe rosot untuk menCengkeram dada lawan. Kalau berhasil, dada
musuh. pasti akan robek dibuatnya.
Pan Sanpun dengan sebatnya melindungi dadanya dengan ke 2 tangannya. Habis itu,
seCepat-cepat kilat tangannya kanan ditebaskan kebawah sedang tangannya kiri
diangkat memo tong keatas. Jadi kanan kiri tubuh Pek Cin seperti dika Cip. Itulah yang disebut gerakan "ya-ma-hun-Cong" atau kuda liar mengibar suri. Sambil menolak
serangan, terus balas menyerang.
Adalah maksud dari serangan Pek Cin tadi, supaya musuh mundur setindak, agar dia
dapat menginyak lantai perahu. Tapi ternyata Pan San dari mundur sebaliknya tetap
berdiri ditempatnya. Sehingga kini Pek Cin teranCam bahaja keCebur disungai. Dia menjadi
nekad, terus menyambar maju.
Tapi Pan San tetap membandel, malah dengan gerakan "maju memindah palang," dia
maju menghantam. Pek Cin egoskan kepala, sembari menyawut lengan orang. Melihat
itu, Pan San susuli dengan sebuah hantaman kemuka lawan, tapi lawanpun juga
bertindak sama. Jadi 2 buah tinyu saling berhantam. "Brakk!" Akibatnya, ke 2 orang itu
? sama-sama terpental kebelakang sampai beberapa tindak.
Tio Pan San terpental jatuh tepat diatas buritan. Cio Su Kin yang menjadi juru dajung dihaluan perahu, Buru-buru menghampiri untuk menolong. Tapi ternyata Pan San sudah
Cepat-cepat berdiri pula.
Sebaliknya, bagi Pek Cin karena dibelakangnya adalah telaga tentulah ia akan keCebur masuk air, diam-diam ia sudah mengeluh, Syukurlah baginya dengan Cepat-cepat
seorang si-wi melempar sebilah papan kemuka air dan dengan papan itulah Pek Cin
dapat enyot tubuhnya loncat masuk kembali ke dalam perahunya.
Dalam 2 tiga gebrak, nyatalah kekuatan ke 2 jago itu berimbang. Bagi Pek Cin, dia
gagal untuk menginyak kan kakinya kelantai buritan. Sekalipun dia dapat membuat
lawan terhujung 2, tapi ia juga hampir keCebur ditelaga. Jadi boleh dikata seri alias sama kuat.
"Bagus, bugemu Cukup lihai. Sekarang pulanglah berita hukan pada tuanmu, bahwa
kutunggu dia disini untuk meng gadangi dewi malam," seru Tan Keh Lok dengan suara
lantang. Pek Cin malu terCampur marah. Tapi karena kelima perahu itu penuh dengan orang-
orang yang lihai, sedang fihaknya hanya 5 orang, maka ia dapat melihat gelagat. Lebih baik mundur teratur untuk menyusun kekuatan. Lalu diperintah kannya siperempuan
tukang perahu mendajung pulang.
"Rembulan sedang gemilang, mengapa tuan 2 kesusu pulang" Mengapa tak mau ber-
main-main dulu?" tertawa si f perempuan tukang perahu.
"Ceriwis! Kau tak tahu kita sedang melakukan tugas negara!" bentak Pek Cin,
"Aha, masa menyalankan tugas negara pergi ketelaga, penghuni telaga tentu geli
dibuatnya," demikian sahut pe rempuan itu pula. "Baiklah, ongkos persewaannya satu
tail perak. Bajar dahulu, baru kubawa kau pulang!"
Karena menguber orang, sudah tentu kelima orang itu tak membawa uang, hingga
mereka terkesiap sejenak.
"Masa tuan besarnya naik perahu saja diharuskan mem beri uang" Kita tak minta
uangmu saja, itu kau sudah harus berSyukur. Ayo, lekas dajung," hardik seorang si-wi dengan marahnya.
Namun wanita tukang perahu itu malah lepaskan dajung-nya, dengan berdiri bertolak
pinggang, dia tertawa dan menyawab: "Ha, sekalipun kau ini kaisar sendiri juga harus membajar !"
Melihat sikap luar biasa dari perempuan itu, Pek Cin Curiga dan akan menegurnya. Tapi salah seorang si-wi telah mendahului ulurkan tangannya untuk menyeret kaki siperem
puan, seraja tertawa.
Cepat-cepat perempuan itu mundur selangkah. Tapi si-wi itu terus menyulurkan
tangannya lebih panyang .
"Lo Hoan, awas!" tiba-tiba Pek Cin berseru.
Belum habis peringatan itu diuCapkan, badan perahu menjadi miring, dan si-wi itu
terhujungs separoh tubuhnya meng gelandot kesamping perahu, karena itu, Cukup
sekali kaki kiri perempuan itu didupakkan pelan-pelan keatas punggungnya, maka
menyeritlah si-wi itu disusul dengan suara keCem plungnya sang tubuh kedalam air.
Sebat kepalan Pek Cin melayang kemuka siperempuan, namun tukang perahu
perempuan itu Cepat-cepat pula mengangkat gajuhnya. Brekk..................
Untuk kekagetan situkang perahu, dajungnya telah patah. SeCepat-cepat kilat ia buang dirinya kebelakang terjun kedalam telaga. Tapi pada lain saat, perahu ber-goyang 2
dan berputar dengan keras sekali, se-olah. 2 akan terbalik. Tentu itulah perbuatan
perempuan tukang perahu tadi.
Pek Cin dan Kawan-kawan nya si-wi adalah orang utara, mereka tak mengerti ilmu
berenang. Sudah tentu mereka kaget bukan kepalang.
"Orang-orang itu adalah orang-orang sebawahan dari sahabatku, biarkan mereka
pulang!" tibas Keh Lok berseru nyaring.
Cio Su Kin loncat kedalam air. Bagaikan ikan dujung, dia melunCur kearah si-wi yang
keCebur tadi. Dijambaknya rambut orang, setelah dilemparkan keatas satu kali, barulah si-wi itu dilontarkan kedalam perahu. Pek Cin tersipu-sipumenyang gapinya, tapi tak
urung iapun turut basah kujup. Dalam pada itu, ia diam-diam terkejut menampak
kekuatan luar biasa yang diunyukkan Cio Su Kin tadi.
Pada saat itu, perahu itu tampak tenang kembali. Sedang siperempuan tadipun tampak
munCul keatas sambil tertawa 2 bertepuk tangan. Habis itu dia berenang bersama Cio
Su Kin kearah lima buah perahul tadi. Kiranya perempuan tukang perahu itu, bukan lain ialah Lou Ping adanya.
Apa boleh buat, Pek Cin dan kelima si-wi itu mendajung nya sendiri. Tanpa ajal lagi, mereka laporkan kejadian itu pada junyungannya. Tapi soal mereka di "lelapkan" dalam air oleh Lou Ping itu tak dilaporkan.
"Kalau memang dia bersungguh hati mengundang, tak apalah, kau kasih tahu padanya
sebentar aku akan kesana," kata Kian Liong.
"Mereka adalah kawanan 'batu', sedang baginda adalah seumpama emas, hamba kira
tak usahlah baginda hiraukan mereka," kata Pek Cin.
"Lekas jalankan perintah!" seru Kian Liong tegas.
Pek Cin tak berani banyak-banyak omong lagi,. terus Cemplak kudanya ketelaga Se-
ouw. Disana Cio Su Kin tengah ber peluk lutut, seperti sedang menanti beritanya.
"Bilanglah pada siauthocumu, junyungan kami terima undangannya!" seru Pek Cin.
Dalam perjalanan pulang, Pek Cin telah berpapasan dengan pasukan gi-lim-kun
(pasukan pengawal raja) dan pasukan pemanah tengah berjalan menuju ketelaga. Me
nyusul tampaklah pasukan tentara di HangCiu, dan Cui-su (pasukan air, angkatan laut
jaman itu). "Entah bagaimana pandangan baginda terhadap anak muda itu. Hanya karena hendak
menemani minum arak, baginda telah bawa pasukannya lengkap 2" pikir Pek Cin heran.
Cepat-cepat dia pulang lalu atur rombongan si-wi yang bertugas melindungi kaisar.
Nampaknya Kian Liong bersikap gembira sekali.
"Apa sudah siap semua," tanya Kian Liong kepada Li Khik Siu yang sementara itu
mendampingi juga.
Kian Liong ganti berpakaian seperti rakjat biasa, begitu pula pasukan 'gi-lim-kun'
disuruhnya ganti pakaian. Dia Campurkan diri pada rombongan si-wi. Dengan berkuda
mereka berangkat ketepi telaga.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi. belum jauh mereka berangkat, tiba-tiba seorang perwira datang melapor kepada
Li Khik Siu: "Perahu pesiar ditelaga Se-ouw tiada satupun dapat disewa, semua alat
pengang kutan air itu berlabuh di-tengah-tengah telaga, sudah kita perintah kan mereka menepi, tapi mereka anggap sepi saja."
"Goblok," damperat Li Khik Siu gusar, "kenapa suatu perahu saja tak dapat disewa,
masakan mereka berani memberontak " "
Perwira itu tak berani membantah melainkan mengia saja. Tak lama kemudian,
rombongan merekapun tiba ditepi telaga.
"Mungkin mereka sudah tahu siapa aku, namun kita tetan. puras berlaku seperti rakjat biasa saja," demikian pesan Kian Liong.
Sementara itu disekitar telaga itu sudah penuh tersem bunyi pasukan 2 Gi-lim-kun,
batalion pemanah serta pasukan kepercayaan Li Khik Siu sendiri, mereka mengurung
rapat 2 seluruh Se-ouw itu ber-lapis 2, hanya saja ditepi telaga tetap tiada sebuah
kapalpun. Dan selagi Li Khik Siu merasa gopoh, tiba-tiba terdengar gemeriCiknya suara air,
didahului ber-kelip 2nya sinar pelita, dari depan sana terlihat didajung datang lima buah perahu pesiar. Perahu yang paling tengah berdiri seorang tinggi kekar, lagaknya gagah dengan berbaju panyang dari sutera.
Ketika perahu itu sudah dekat menepi, orang itu telah berteriak: "Aku diperintah oleh Liok-kongcu untuk men jemput dengan hormat kedatangan Tang-hong siansing untuk
menikmati keindahan rembulan di tengah telaga!"
Habis berkata segera orangnya melompat ke-gili 2 terus mem beri hormat pada Kian
Liong. Karena itu Kian Liong pun membalas hormat orang, katanya: "Terima kasih, dan
siapakah she saudara?"
"Aku yang rendah she Wi," sahut orang itu. Nyata ialah Kiu-beng-kim-pa-Cu Wi Jun
Hwa, simaCam belang ber nyawa sembilan.
Segera Kian Liong melangkah keatas perahu itu di kuti oleh Li Khik Siu, Pek Cin serta tiga 0-40 pengawal lain yang terbagi naik diatas beberapa perahu itu. Diantara
pengawal 2 itu ada belasan orang yang mahir berenang, maka Pek Cin menyuruh
mereka harus berlaku waspada untuk melindungi keselatan Sri Baginda.
Begitulah kelima perahu itu lantas didajung ketengah telaga, tiba-tiba ditengah 2 telaga itu tertampak sinar pelita terang benderang, seluruh perahu yang berkumpul ditengah
telaga itu telah menyalakan lampu semua hingga seketika keadaan yang tadinya gelap
suram itu seketika menjadi penuh sinar pelita yang ber-kelip 2 bagai bintang-bintang memenuhi langit.
Apabila lebih dekat lagi perahu mereka, sajup 2 terdengar pula suara suling disertai alat tetabuhan lain yang meraju merdu merasuk sukma.
Pada saat itu, tiba-tiba suatu perahu lain bagai terbang melunCur datang, didepan
perahu itu seorang telah berteriak: "Apakah Tang-hong siansing sudah datang" Liok-
kongcu sudah lama menunggu !"
"Sudah, sudah datang!" sahut Wi Jun Hwa keras-keras.
Segera pula perahu itu memutar sebagai penunyuk jalan, sementara itu kapal 2 lain
yang tadinya berhimpun di-tengah-tengah sana pelahan 2 pun sudah merapat kemari.
Melihat begitu hebat lagak pihak lawan, Pek Cin dan pengawal 2 lain mau-tak-mau rada terkejut juga, diam-diam mereka meraba senjata yang mereka sembunyikan didalam
baju. Sementara itu terdengarlah suara Tan Keh Lok telah ber seru diujung kapal yang
ditumpanginya itu, katanya: "Wah, Tang-hong siansing benar 2 sangat periang, marilah lekas kemari !"
Dan begitu ke 2 kapal sudah merapat, segera Kian Liong, Li Khik Siu, Pek Cin dan
beberapa jago pengawal pilihan lantas menyeberang kekapal Tan Keh Lok yang lebih
besar itu. Ketika melihat didalam kapal itu hanya terdapat Keh Lok sendiri bersama
kaCungnya, Sim Hi, barulah hati Pek Cin dan Kawan-kawan nya rada lega.
Kapal yang ditumpangi Keh Lok itu ternyata terpadyang sangat indah, pada dinding
2nya banyak-banyak tergantung pigura 2 lukisan, ditengah kapal sudah siap sedia
daharan komplit dengan arak yang baunya sudah teruar semerbak.
"Betapa beruntung rasanya saudara telah sudi menerima undanganku ini," demikian
lantas Keh Lok buka suara.
"Saudara mengundang, mana berani aku tidak datang," sahut Kian Liong.
Habis itu ke 2nya saling menyabat tangan dan tertawa gembira, lalu mereka ambil
tempat duduk yang berhadapan. Sedang Li Khik Siu dan Pek Cin cs. berdiri dibelakang
Kian Liong. Melihat Pek Cin, Keh Lok tersenyum tanpa bicara, saat lain, sekilas dapat dilihatnya pula dibelakang Kian Liong berdiri seorang pemuda tampan, ia menjadi terkejut, bu kankah
dia ini muridnya Liok Hwi Ching" Kenapa kini berada bersama diantara pembesar 2
pemerintah, inilah sangat aneh !
Oleh karena heran, tanpa merasa Keh Lok lebih banyak-banyak memandang sekejap
pada orang, namun Li Wan Ci telah bersenyum sembari kedipi matanya dengan maksud
agar jangan menyapanya.
Kemudian Sim Hi telah maju menuang arak. Kuatir kalau Kian Liong Curiga, Keh Lok
mengeringkan dulu isi Cawan sendiri dan menyumpit pula daharan yang sudah tersedia
itu. Karena itu, Kian Liong hanya memilih makanan yang telah di Cipi Keh Lok saja dan menyumpitnya beberapa kali, lalu iapun berhenti tidak makan lebih banyak-banyak.
Tatkala itu terdengarlah diperahu sebelah suara seruling berbunyi pula, lagu yang
dibawakan itu ternyata adalah lagu "khing-ka-pin" atau menyambut tamu agung.
"Saudara sungguh seorang hebat, dalam tempo sesingkat ini ternyata bisa mengatur
sedemikian lengkapnya," ujar Kian Liong tertawa.
"Ja, ada arak harus pula ada nyanyian, karena mendengar suara Giok-ju-ih ada suara
emas ditempat ini, maka senga ja diundangnya untuk menemani peminuman arak ini,"
sahut Keh Lok. Dalam gembiranya Kian Liong menepuk tangan memuji, habis itu ia berpaling menanya
Li Khik Siu: "MaCam apakah orangnya Giok-ju-ih itu?"
"Itulah nama bunga raja ternama dikota HangCiu ini," kata Khik Siu. "Kabarnya
wataknya sombong dan suka ber-lagak, kalau ia tidak suka, sekalipun disediakan beribu tail emas jangan harap bisa melihat wajahnya sekejappun, jangan lagi bilang suruh dia menyanyi dan menemani minum.
(page cut) Sedang berbicara, sementara itu Wi Jun Hwa sudah mendampingi Giok-ju-ih datang dari
perahu disebelah itu.
Kian Liong melihat bunga raja yang tersohor itu berwa jah putih berminyak, bangun
tubuhnya kecil mungil, rupa nya ternyata tidak begitu Cantik.
Sementara Giok-ju-ih telah maju memberi hormat dulu pada Tan Keh Lok sembari
berkata dengan suaranya yang merdu : "Sungguh riang sekali Kongcu harini
tampaknya!"
"Inilah Tang-hong loya," segera Keh Lok memperkenakan sambil menunyuk Kian Liong.
Karena itu Giok-ju-ih berpaling memberi hormat pada kaisar itu, lalu menggelendot
berduduk disamping Keh Lok.
"Menurut kata Wi-koko, katanya nyanyianmu sangat merdu, dapatkah kau memuaskan
pendengaran kami?" kata Keh Lok pula.
"Tentu saja, jika Liok-kongcu ingin mendengar, sekali pun aku menyanyi tiga-hari-tiga-malam juga bersedia, hanya kuatir kalau kau yang bosen saja," sahut Giok-ju-ih
tertawa. Sementara itu ada pelajan telah membawakan 'pi-peh', dengan pelahan senar
tetabuhan itu dipentil, lalu menyanyi lah Giok-ju-ih membawakan suatu lagu popiler
tentang "pura-pura tidak mau, belum dipanggil sudah mau" dan lain-lain segala.
Mendengar suara orang memang nyaring m?rdu meraju kalbu, segera Keh Lok
menepuk tangan bersorak bagus, begitu pula Kian Liong tanpa merasa terkesima juga.
Habis satu lagu, Giok-ju-ih tertawa manis dengan 2 dekiknya dipipi, ia berpaling
memandangi Tan Keh Lok, lalu menyanyi pula :
(page cut) "Mau pukul boleh pukul ah!" mendadak Kian Liong ber teriak tak tahan, rupanya ia
menjadi lupa daratan.
Karena itu, Keh Lok ketawa ter-bahak 2. Begitu pula Li Wan Ci menjadi geli sambil tekap mulutnya, hanya Li Khik ? Siu dan Pek Cin cs. yang terus tarik muka tak berani meng
unyuk tertawa sedikitpun.
Sebenarnya Giok-ju-ih tidak tertawa, tapi bila menampak wajah beberapa pengawal
yang serba salah itu, tak tertahan ia tertawa geli juga.
Kian Liong yang selamanya hidup didalam istana terpenCil, meski didalam istana tidak sedikit selir dan penyanyi 2, tapi kesemuanya serasa kaku lugu, tiada aksi, tak pandai memi kat, mana bisa dibandingkan Giok-ju-ih, seorang bunga raja tersohor didaerah
Kanglam ini, karuan seketika Kian Liong terpesona oleh lirikan mata yang menggiurkan dan suara nyanyian merdu yang meng-alun 2, ditambah wangi bunga
yang sajup 2 semerbak ditengah telaga itu, kaisar yang ber tachta itu lambat laun lupa daratan, tak teringat lagi olehnya bahwa ia lagi bertemu dengan seorang tokoh besar
dari kalangan kangouw.
Kemudian Giok-ju-ih yang menuangkan arak lagi untuk Kian Liong dan Tan Keh Lok
yang masing-masing kembali menge ringkan tiga Cawan pula, Giok-ju-ih sendiripun
mengiringi seCawan.
Tiba-tiba Kian Liong menanggalkan sebuah mainannya yang terbuat dari batu giok dan
dihadiahkan pada seniman itu dan katanya: "Coba menyanyilah suatu lagu lagi."
Giok-ju-ih menghaturkan terima kasih dan menurut, se belum angkat suara ia telah
panyang sekejap kearah Wi Jun Hwa, habis itu barulah ia membawakan pula suatu lagu
yang ternyata berlainan daripada lagua yang duluan, lagu ini bersajakkan rindu kekasih yang telah ditinggal pergi, suaranya begitu ulem dan begitu memilukan, sampai
achirnya. Giok-ju-ih benar 2 menCuCurkan air mata.
"Kemanakah kekasihmu itu telah pergi?" tanya Kian Liong kemudian sambil tertawa
kelakar. Siapa duga Giok-ju-ih benar 2 menyawab: "Ia telah di paksa pergi perang dengan rakjat Hwe oleh Hongte (kaisar)."
"Laki 2 sejati memangnya harus mendirikan pahala untuk negara barulah bisa
beruntung untuk hari depan, hal itu harus dibuat girang, kenapa malah dibuat berduka,"
kata Kian Liong pula tertawa tawar.
"Ai, ai, kalau mereka bangsanya panglima atau jenderal, makin perang makin naik
pangkat dan kaja mendadak, tapi rakjat jelata yang dipaksa pergi perang itu kalau bisa se lamat pulang kerumah sudah harus berterima kasih pada Tuhan Al ah, mana berani
bilang mendirikan pahala segala, tuan ini benar 2 pandai berkelakar," demikian sahut Giok-ju-ih.
Karena debatan itu, seketika Kian Liong menjadi bung kam malah.
Segera juga Li Khik Siu telah membentak: "Jangan.kau tak kenal gelagat berahi ngaCo-
belo !" "Baiklah, hamba yang ngaCo-belo, harap tuan jangan
gusar," kata Giok-ju-ih sambil berbangkit dan memberi hormat.
"Siapakah namanya kekasihmu itu" Kenapa bisa dipaksa berperang kedaerah Hwe?"
tanya Keh Lok tiba-tiba .
"Sebenarnya ia termasuk juga kaka-misanku," sahut Giok-ju-ih, "ia bernama Jiau Siu,
sejak kecil kami ber 2 selamanya memain bersama, belakangan ayah menyo dohkan
dia padaku dengan harapan kelak ia bisa hidup aman dan tenteram, siapa tahu
mendadak Hongte mau serang daerah Hwe dan secara paksa ia telah diangkut pergi. Di
tempat sejauh beribu li yang penuh es dan salju itu, selama hidup ini teranglah dia
takkan bisa pulang lagi."
Mendengar Cerita yang Cukup memilukan itu, Keh Lok terharu juga, ia berpaling dan
berkata pada Kian Liong: "Ja, bangsa Hwe tinggal ditempat sejauh itu, pula tiada salah apa-apa, kenapa pemerintah telah kerahkan tentara meng gempurnya tanpa
menghiraukan kesengsaraan rakjat, se sungguhnya ini tidak menguntungkan rakjat
umumnya." Kian Liong menyengek sekali dan tanpa menyawabnya.
Kemudian mereka ber 2 saling mengeringkan lagi beberapa Cawan, harum bunga
ditengah telaga itu semakin se merbak mewangi.
"Aku ada seorang saudara angkat, ia bisa meniup suling dengan sangat bagus, sayang
kini tiada disini, sungguh aku menjadi sangat merindukan dia," kata Keh Lok tiba-tiba .
Mendengar itu, bibir Wan Ci tiba-tiba bergerak seperti hendak buka suara, Cuma dapat ditahannya lagi.
"Saudara jauh-jauh datang ke Kanglam sini dari daerah Hwe katanya untuk keperluan
kawan, apakah soalnya justru karena saudara angkat itu?" tanya Kian Liong.
"Bukan, tapi saudara tukang suling ini justru datang bersama aku hendak menolong
seorang kawan yang lain, Cuma sayang tidak berhasil," sahut Keh Lok.
"Entah kawanmu itu berdosa apakah?" tanya Kian Liong pula.
"Ja, kawanku itu entah berdosa apakah hingga ditawan oleh pemerintah, hal ini
sungguh bikin orang tak mengarti," kata Keh Lok.
"Siapakah nama kawanmu itu?" tanya Kian Liong.
"Ia she Bun bernama Thay Lay, orang kangouw menyu lukinya Pan-lui-jiu," sahut Keh
Lok. Begitu mendengar kata-kata ini, seketika Kian Liong dan Li Khik Siu berobah wajahnya.
Mereka sudah tahu juga bahwa Keh Lok adalah pemimpin Hong Hwa Hwe, tapi sekali 2
tak mereka duga orang berani terang 2an mengungkat soal Bun Thay Lay.
Saat itu juga Pek Cin mengedipi Kawan-kawan pengawalnya agar siap sedia, tampaknya
pertarungan sengit tak dapat diCegah lagi, maka para Si-wi atau jago pengawal itu telah memegangi senjata masing-masing yang disembunyikan didalam baju.
Namun kesemuanya itu dapat dilihat oleh Tan Keh Lok, dengan tersenyum ia tanya Kian
Liong: "Beberapa pengiring saudara ini tentunya mahir ilmu silat semua, entah
darimana kah saudara memperolehnya?"
Namun Kian Liong tidak menyawab, hanya dengan tersenyum ia tunyuk Pek Cin dan
berkata: "Menurut Ceritanya tadi, katanya saudara sendiri berkepandaian tinggi, nyata siang tadi siaote telah salah mata, dikira seorang pelajar yang lemah, siapa tahu adalah seorang pendekar besar dari kalangan kangouw, entah dapatkah saudara mempertunyu
kan sedikit, agar siaote bisa menambah pengalaman."
"Kepandaian siaote yang Cetek mana ada harganya untuk dibicarakan," sahut Keh Lok.
"Tampaknya saudara ini mem bawa 'boan-koan-pit' (potlot baja), tentulah seorang ahli menutuk, baiknya silahkan tampil kemuka buat belajar beberapa jurus saja?" " Sembari berkata ia tunyuk salah seorang jago pengawal yang berdiri dibelakang Kian Liong itu.
Si-wi itu she Hoan, bernama Tiong Su, ia mampu meng gunakan senjata Boan-koan-pit,
dengan sendirinya ilmu silatnya bukan kaum lemah. Tadi waktu mengejar Tan Keh Lok
dan diatas perahu menCoba menggoda Lou Ping dengan memegang kakinya, ia sangka
orang hanya seorang wanita tukang perahu biasa, siapa tahu ia sendiri yang kena
didepak kedalam air hingga basah kujup seperti ajam keCemplung kali.
Kini mendengar Keh Lok menunyukan dalam bajunya membawa Boan-koan-pit, tentu
saja ia terkejut, pikirnya : "Aneh, darimana ia bisa tahu?"
Kiranya senjatanya meski ditutupi baju, namun tidak urung kelihatan menonyol juga,
pula Keh Lok sudah me latih segala maCam senjata, dengan sendirinya segera ia tahu
senjata apa yang menonyol didalam baju orang itu.
Hoan Tiong Su sendiri memangnya lagi belum terlampias mendongkolnya karena
keCundang tadi, dengan kepandaian nya yang sangat ia agulkan, kini ia justru ingin
pamerkan dihadapan Sri Baginda, maka Cepat-cepat ia telah menyawab : "Baiklah, bila
Kongcu sudah menunyuk padaku, marilah silahkan memberi petunyuk." " Habis
berkata, segera senjatanya ia lolos, dengan enteng ia melompat keujung kapal.
Melihat lagak orang yang sombong, sesaat itu Keli Lok malah tak mau menggubrisnya
lagi, sebaliknya ia tunyuk Giok-ju-ih dan berkata lagi pada Kian Liong: "Nasib nona ini sesungguhnya harus dikasihani, sudilah kiranya jinheng (saudara) memberi
pertolongan, biar mereka 2-sejoli bisa hidup beruntung?"
Kian Liong melirik kearah Giok-ju-ih, ia lihat wajah orang yang halus menggiurkan tapi harus dikasihani itu, diama ia menjadi suka, ia pikir sebentar Cara bagaimana menyuruh Li Khik Siu menghantarnya kepadanya dan Cara bagaimana merahasiakan hal ini agar
tidak menodai nama baiknya yang tentu akan menimbulkan Celahan umum. Maka
ketika ditanya Keh Lok, seketika ia tak bisa menyawab, setelah sejenak barulah ia
berkata: "0, tapi kaka-misannya mengabdi untuk kerajaan, berjuang untuk negara,
bukan kah hal itu sangat baik?"
Sementara itu Hoan Tiong Su masih menanti diujung kapal dengan sepasang Boan-
koan-pit siap ditangan, ia menjadi serba salah, maju tak bisa, mundur tak mungkin.
"Lau Hoan, kembalilah," bentak Pek Cin tertahan, demi melihat keadaan sang kawan
yang runyam itu.
Terpaksa Hoan Tiong Su menyimpan kembali senjata dan kembali berdiri kebelakang
Kian Liong lagi, dengan gemas ia melototi Keh Lok sejenak, Cuma dimulut tak berani ia mengomel.
"Betapa besar dan kepandaian Tong Thay Cong, tentunya jinheng sangat
mengaguminya bukan?" tiba-tiba Keh Lok menanya Kian Liong.
Memangnya selama hidup Kian Liong paling menyunyung tinggi pada kaisar 2 Han Bu
Te dan Tong Thay Cong, ia merasa ke 2 maharaja yang membuka jalan dan meluas kan
wilayah hingga namanya terkenal dinegeri lain, maka sejak naik tachta, dalam hati ia pingin sekali mentaulad kaisar* yang terdahulu itu. Sebabnya ia mengirim tentara jauh-jauh menggempur daerah Hwe itu, meski tujuannya karena menginCar kekajaan daerah
itu, namun disamping itu sebenarnya ia justru hendak melanyutkan tindakan-akan ke 2
kaisar dari ahala 2 yang lebih dulu itu. Kini mendengar per tanyaan Keh Lok, tentu saja hal itu CoCok dengan "selera" nya.
Jilid 15 M A K A segera ia menyawab: "Tong Thay Cong adalah seorang raja yang gagah dan
bijaksana, negeri tetangga takut mendengar namanya, maka menyebutnya sebagai
maharaja, ia pandai ilmu sastra pula ilmu militer, sudah tentu sepanyang jaman susah diCari bandingannya."
"Siaote pernah membaCa buah karya Tong Thay Cong yang berjudul 'Cing-koan-Cing-
yau' (tinyauan beberapa hal ten tang mengatur negara), ada beberapa kalimat
diantaranya memang benar katanya," ujar Keh Lok.
"Entah kalimat 2 yang manakah?" tanya Kian Liong se nang, rupanya ia sangat ketarik.
Nyata sejak berkenalan dengan Tan Keh Lok, meski ia sangat menyukai pemuda ini, tapi dalam pembicaraan selalu tidak CoCok, kini mendengar orang juga sangat menyunyung
Tong Thay Cong, tanpa merasa ia sangat gembira
Maka jawablah Keh Lok: "Tong Thay Cong bilang : 'Perahu makanya diumpamakan raja
dan air makanya di misalkan rakjat, sebabnya air bisa menyalankan perahu juga dapat
menyungkirkan perahu'. " Ia tulis juga : 'Seorang raja, kalau bijaksana orang akan
menyunyung nya, kalau tidak bijaksana orang akan meninggalkannya, hal itu harus
diCamkan!"
Kian Liong taungkam mendengar itu.
"Tamsil yang diambilnya itu memang sangat tepat," terdengar Keh Lok berkata pula.
"Misalnya saja sekarang kapal yang kita tumpangl ini, kalau dijalankan menuruti arus air, maka duduk kita akan tenang dan aman saja, sebaliknya kalau didajung tidak
karuan dan se-mena 2, atau arus air mendadak bergolak, maka kapal ini pasti akan ter balik."
Dengan mengambil tamsil itu dan diperdengarkan pada seorang raja ditengah telaga
itu, terang sekali sengaja Keh Lok menggertak secara terus terang, bukan saja
menghina kewibawaan seorang raja, dan menyatakan rakjat jelata setiap waktu juga
dapat merobohkan raja, bahkan seakan-akan menganCam bahwa sekarang juga bisa
menyungkirkan raja itu kedalam air.
Tentu saja Kian Liong sangat gusar tak tertahan. Selama hidupnya ia hanya jeri
terhadap kakek baginda (Khong Hi) dan ayah bagindanya (Yong Cing), keCuali itu tak
pernah ia diper-olok 2 orang, apalagi dianCam seperti sekarang ini secara terang 2an.
Namun betapapun juga memang Kian Liong bisa mena han amarahnya, diam-diam ia
membatin: "Biarlah sekarang kau boleh umbar suaramu, tapi sebentar kalau kau sudah
ku tangkap, lihat saja kau takkan ketakutan dan menyura minta ampun?" " Nyata ia
pikir pasukan Gi-lim-kun dan batalion pemanah sudah kepung rapat sekitar telaga itu, pula jago-jago pengawal yang dibawanya itu adalah pilihan semua dari yang terpilih,
masakan suatu perkumpulan kecil di kangouw mampu berbuat apa"
Karena itulah, dengan tertawa ia masih menyawab : "Bukankah Sun-Cu berkata: 'Alam
ini melahirkan raja dan raja mengatur alam ini. Raja adalah Ciptaan alam ini dan diatas segala maehluknya, ialah ayah-bunda rakjatnya. " Dengan begitu teranglah raja itu
adalah firman Tuhan untuk membahagiakan rakjatnya, maka apa yang dikatakan
jinheng tadi bukankah sangat bertentangan dengan sabda nabi?"
Keh Lok tidak lantas menyawab, ia menuang dulu isi Cawannya, habis ini barulah ia
berkata: "Wi Le Ciu siansing dari permulaan dinasti ini pernah berkata dalam beberapa kalimat yang sangat bagus dan tepat, ia bilang, sebelum seorang raja berkuasa: Ia
menyagal dan meraCnni kepala dan otak rakjat seluruh negeri, memisahkan putera-
puteri rakjat seluruh negeri, perlunya untuk memupuk kedudukan dan kekajaan sendiri.
Dan kalau tujuannya sudah ter kabul, ia lantas memeras tulang sumsum rakjat negeri,
memisahkan putera-puteri orang, hanya untuk kesenangan dan ber-foja 2 dirinya. Hal
itu dipandangnya seakan-akan; Inilah hasil bunga daripada milikku tadi'. " Haha, apa yang dikatakan itu sungguh sangat tepat dan bagus sekali !"
Habis berkata, Keh Lok angkat Cawannya terus diCeguk habis.
Sampai disini, Kian Liong tak bisa tahan lagi, mendadaft ia banting Cawan araknya


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kelantai, seketika juga ia sudah akan umbar amarahnya.
Siapa tahu Cawannya yang dibantingkan itu, waktu hampir menyentuh lantai kapal,
tiba-tiba Sim Hi berjongkok terus me raup, Cawan itu telah kena ditangkapnya, hanya isi araknya berCiprat sebagian.
"Tang-hong loya, Syukurlah Cawan ini belum terbanting peCah!" demikian kata Sim Hi
kemudian sambil setengah berlutut dan menyodorkan Cawan itu kehadapan kaisar Kian
Liong. Karena perbuatan sikaCung ini, seketika Kian Liong ter tegun dengan wajahnya yang
bersengut, ia hanya menyengek sekali.
Lekas-lekas Li Khik Siu yang menerima kembali Cawan itu sambil menantikan tanda dari Kian Liong untuk bertindak lebih lanyut.
Namun sesudah menenangkan diri, tiba-tiba Kian Liong ber gelak ketawa, katanya:
"Haha, Liok-jinheng, kaCungmu ini sungguh gesit amat gerak-geriknya." Habis ini ia
berpaling dan katakan pada Hoan Tiong Su: "Nah, baiknya kau Coba main-main saja
dengan kawan Cilik ini, Cuma harus hati-hati, jangan orang tua terjungkal ditangan
boCah Cilik."
Tiong Su membungkuk menerima perintah itu, segera pula ia melompat kedekat Sim Hi.
Namun Cepat-cepat sekali Sim Hi sudah lantas melompat ke taelakang, ia menCelat
tinggi untuk kemudian turun diujung kapal, oleh karena usianya masih muda, maka
kepandaian sesungguhnya masih belum terlatih masak, hanya dalam hal Ginkang atau
ilmu entengi tubuh saja ia mendapatkan ajaran langsung dari Thian-ti-koay-hiap (guru Keh Lok), maka kepandaian inilah boleh diandalkan.
Ketika dilihatnya Hoan Tiong Su mengeluarkan sepasang Boan-koan-pit yang terus
menutuk kekanan-kiri jalan da rahnya, kaCung ini tahu kalau soal ilmu silat sejati sekali 2 bukanlah lawan orang, terpaksa ia harus menghindari dulu untuk menCari
kesempatan buat balas menyerang.
Sementara itu bagai angin Cepat-cepat nya ke 2 senjata potlot Hoan Tiong Su sudah
lantas menutuk pula. Namun lagi Sim Hi enyot tubuh melompat keatas antap kapal.
"Marilah kita main-main petak-umpat saja, kalau dapat kau menangkap aku hitunglah
kau menang, lalu berganti aku yang menangkap kau," demikian kaCung itu menggoda
dengan tertawa.
Sudah 2 kali menyerang tak kena sasarannya, pula kini kena di-kili 2 sikaCung, Hoan Tiong Su menjadi naik darah, sekali ia tutul kakinya, Cepat-cepat sekali iapun menyusul keatas atap kapal. Tapi baru saja ia inyak tempatnya, tahu-tahu dengan gerakan "it-ho-Ciong-thian" atau burung bangau men julang kelangit, bagai burung terbang saja Sim Hi telah melompat kesebuah perahu disebelah kiri, tentu saja Hoan Tiong Su tak mau
sudah, segera ia menguber.
Dan begitulah lantas terjadi udak-udakan hingga benar 2 seperti anak kecil main petak-umpat (Cari 2an), maka tidak seberapa lama, ke 2 orang itu telah ber-putar 2 beberapa kali diatas belasan perahu itu.
Karena masih tetap tak bisa mendekati sikaCung, diam-diam Hoan Tiong Su sangat
gopoh, ia menjadi tak sabar. Setelah mengitar sekali lagi, tiba-tiba terlihat ada tiga perahu yang berjajar dalam segi tiga seperti huruf "T" dan Sim Hi sudah melompat
keatas sebuah perahu yang paling dekat itu, ia pura-pura menubruk keperahu sebelah
kiri, karena itu Sim Hi tertawa ter-kikik 2 senang sambil melompat keatas perahu kanan.
Tak terduga tubrukan kekiri itu memang disengaja Hoan Tiong Su, maka sekejap saja
orangnya sudah menyusul diatas perahu yang kanan itu, kini ke 2 orang menjadi
berhadapan, Cepat-cepat sekali potlot kiri Hoan Tiong Su lantas menutuk kedada
sikaCung. Dalam keadaan begitu, untuk menghindari terang tak sempat lagi, dalam keadaan
bahaja, Cepat-cepat Sim Hi berjong kok membarengi memukul kebawah perut Hoan
Tiong Su. Terpaksa Tiong Su tekan potlot kirinya kebawah buat me nangkis, sedang potlot yang
lain terus menutuk kepunggung siboCah yang lagi membungkuk itu. Serangan ini Cepat-
cepat lagi jitu, tampaknya Sim Hi tak mungkin bisa hindarkan diri lagi. Siapa duga
mendadak Tiong Su merasa dari belakang ada angin menyamber datang seperti sesuatu
senjata antap yang telah menyerangnya.
Tiong Su sudah banyak-banyak asam-garam, sudah luas pengala mannya, dalam
keadaan begitu tak sempat ia teruskan serangannya kepada musuh, tapi menolong diri
paling perlu, maka sedikit kaki menggeser dan badan memutar, potlot kanan ia angkat
terus menghantam keatas senjata yang membokong itu.
Maka terdengarlah suara "trang" yang keras, lelatu ber Cipratan, dan senjata orang itu hanya sedikit tertahan kebawah saja, habis itu kembali sudah menyerampang lagi
kepinggang Hoan Tiong Su.
Kini Tiong Su sudah dapat melihat jelas senjata musuh itu ternyata adalah sebatang
gajuh besi, pemakainya adalah situkang perahu yang duduk diburitan itu. Dari
pengalaman saling beradunya senjata tadi, Tiong Su tahu tenaga tukang perahu itu
terlalu besar sekali, maka tak berani lagi ia pak sakan diri buat menangkis, lekas-lekas ia meloncat untuk kemudian dengan pelahan hendak turun kembali keburitan perahu
untuk menutuk hiat-to atau jalan darah situkang perahu itu.
Tukang perahu itu bukan lain ialah Cio Su Kin. Sesudah dapat menolong Sim Hi dan
melihat Hoan Tiong Su melompat kearahnya, Cepat-cepat sekali ia julurkan
penggajuhnya kedalam air terus disongkel pergi hingga seketika perahunya telah
berputar setengah lingkaran, apabila Hoan Tiong Su hendak turun keburitan seperti
tujuannya semula, maka kedudukan perahu itu kini sudah berganti tempat.
Karuan saja Tiong Su menjadi kelabakan, ia menyerit kaget dan belum lenyap suaranya,
"plung," tanpa ampun lagi untuk ke 2 kalinya ia terCemplung kedalam telaga, bahkan
sekali ini ia telah minum air telaga hingga keadaannya gelagapan luCu.
"Hahaha, main petak sampai achirnya masuk kedalam air," demikian Sim Hi bertepuk
tangan sambil tertawa.
Sementara itu 2 jago bayang kari yang mengiringi Kian Liong yang mahir berenang
lekas-lekas melompat turun kedalam telaga buat tolong sang kawan, tapi pada waktu
hampir mendekat, tahu-tahu Cio Su Kian mengulurkan penggajuhnya kemukanya Hoan
Tiong Su, karena dalam keadaan gelagapan dengan ke 2 tangannya lagi merontaa
serabutan, kini tangannya menyentuh penggajuh, karuan ia tidak perdulikan apa benda
itu, seketika ia pegang erat 2 tak mau lepas.
Bila saat lain mendadak Cio Su Kin angkat penggajuhnya terus diajun pergi sambil
membentak: "Pergi!" " Maka melambunglah tubuh Hoan Tiong Su keudara menuju ke
kapal dimana berduduk Kian Liong dan Tan Keh Lok.
Susiok atau paman-guru Hoan Tiong Su yang bernama Pui Liong Cun juga jago bayang
kari yang ikut serta mengawal disitu, maka ialah yang tersipu 2 maju untuk menyang
gapi tubuh sang sutit.
Dua kali Hoan Tiong Su telah keCemplung kedalam telaga, meski semuanya karena atas
keCerobohannya, namun betapa pun bukanlah dirobohkan musuh dengan kepandaian
asli, kena dibikin malu dihadapan sang kaisar lagi, boleh jadi nanti sepulangnya akan didamperat atau terima hukuman pula; karena itu, ia sangat mendongkol dan berkuatir
pula, dengan basah kujup ia berdifi ditempatnya dengan termangu-mangu.
Pernah Pui Liong Cun mendengar Cerita kawannya bahwa Sim Hi telah menyambit
menCeng panah dengan tanah lempung ketika siang harinya di Sam-tiok hingga kawan
bayang kari telah dibikin malu, kini lagi-lagi Sutit atau murid keponak annya
dipermainkan pula, karuan ia tak tahan lagi, ia tunggu sesudah Sim Hi sudah berada
dibelakang Keh Lok, lantas ia tampil kemuka sambil berkata dengan suaranya yang
seram: "Konon katanya kepandaian saudara Cilik ini dalam hal menggunakan am-gi
(senjata gelap/rasia) sangat hebat, kini biarlah Cayhe minta petunyuk beberapa jurus dari padanya."
Kiranya Pui Liong Cun ini berjuluk "Tok-sian-sia" atau sikatak berbisa, selama hidupnya terkenal karena menggunakan senjata rasia "Tok-Cit-le" (semaCam b'iji besi berduri
yang berbisa), sambitannya jitu dan raCun dalam senjata rasia itu sangat lihai luar
biasa, keCuali obat pemunah yang ia miliki sendiri, siapa saja yang terkena raCun itu tak dapat tertolong lagi, asal sudah masuk darah, dalam tiga jam pasti orangnya akan mati.
Memangnya para jago bayang kari itu sangat gemasnya terhadap "setan Cilik" (Sim Hi)
itu, kini melihat Pui Liong Cun yang tampil kemuka, seketika mereka bergirang, mereka tahu kepandaian senjata rasia sang kawan jarang ketemukani tandingan, maka setan
Cilik ini pastilah harini bakal melayang jiwanya.
Baiknya sebelum tantangan itu diterima, Keh Lok sudah lantas berkata pada Kian Liong:
"Perkenalan kita sudah demikian akrabnya, jangan kita selisih paham nanti oleh karena perCeCokan hamba 2 kita saja. Menurut pendapatku, jika saudara ini adalah seorang
ahli senjata rasia, maka biarlah suruh dia unyukan kemahirannya dengan papan latihan saja, dengan begitu bila kaCungku ini tak mampu menandinginya tidak sampai teerluka, entah usul ini sepaham tidak dengan jinheng?"
Karena usul itu memang beralasan, terpaksa Kian Liong menyawab: "Ja, sepantasnya
begitu, Cuma dalam keadaan ter-Buru-buru begini darimana ada papan latihan?"
Tiba-tiba terlihat Sim Hi melompat keperahu dimana duduk Nyo Seng Hiap, lalu kaCung
itu membisikinya beberapa kata, lantas terlihat Seng Hiap mengangguk-angguk terus
menggapai Ciang Cin yang berduduk diperahu sebelahnya.
"Pegang buntut perahumu itu," kata Seng Hiap sesudah si Bongkok itu melompat
datang. Ciang Cin menurut dan pegang erat- ujung perahu yang dia tumpangi sendiri tadi.
Sementara itu Seng Hiap juga sudah memegangi bong kotan perahu itu, habis itu
mendadak ia membentak: "Naik!" " Seketika juga ke 2 orang itu telah angkat perahu
itu keatas sampai perahu yang ditumpanginya itu ambles separoh kedalam air.
Melihat tenaga raksasa ke 2 orang itu, tanpa tertahan semua orang pada bersorak
memuji. Rupanya Lou Ping menjadi ; ketarik juga oleh "permai nan" itu, iapun melompat keatas perahu itu dan berkata dengan tertawa: "Inilah sungguh satu papan latihan yang sangat baik, biarlah aku yang mendajungnya." " Habis ini lantas didajungnya perahu Seng
Hiap ini kedekatan kapal yang ditumpangi Keh Lok dan Kian Liong itu.
"Siaoya, dengan ini dijadikan papan latihan boleh tidak" Silahkan kau menggambarnya
dengan suatu bundaran ditengah," demikian seru Sim Hi.
Tatkala itu Kian Liong dan para jago pengawalnya sudah ternganga saking terkejutnya
melihat tenaga ke 2 "rak sasa" dari Hong Hwa Hwe itu.
Keh Lok tidak menyawab kata-kata Sim Hi tadi, tapi ia jemput Cawan araknya lalu
mengeringkan isinya, habis itu mendadak tangannya mengajun, tahu-tahu Cawan arak
itu me layang Cepat-cepat dan terdengarlah suara "pluk," Cawan itu ternyata sudah
terjepit di-tengah-tengah pantat perahu yang di angkat tinggi-tinggi oleh Seng Hiap dan Ciang Cin itu, rajin dan rata sekali Cawan itu mengambles* sedikitpun tidak retak atau rusak. Karena itu, kembali semua orang bertepuk tangan memuji.
Pek Cin dan Pui Liong Cun cs. yang menyaksikan Seng Hiap dan Ciang Cin mengangkat
perahu, meski mereka merasa tenaga orang sesungguhnya besar luar biasa, tapi hal ini belum mereka menjadi jeri, kini melihat Tan Keh Lok menggunakan tenaga dalam
menimpukkan sebuah Cawan
arak yang terbuat dari keramik, tapi seperti piau yang ter bikin dari baja dan menancap begitu dalam kedasar perahu itu, hal inilah telah bikin mereka mengkerut kening,
mereka merasa ilmu silat pemuda ini benar 2 lain daripada yang lain.
"Nah, Cawan arak itulah dianggap sebagai sasaran, silah kan saudara ini mulailah," kata Keh Lok kemudian dengan tertawa.
Segera pula Lou Ping mendajung perahu itu mundur beberapa tombak jauhnya, lalu
teriaknya: "Terialu jauh tidak disini?"
Namun Pui Liong Cun tidak ingin buka suara lagi, diam-diam ditangannya sudah siap
dengan lima butir "tok-Cit-le," sekali tangannya bergerak, be-runtun- terdengarlah suara
"Cring-Cring-Cring" yang nyaring, peCahan beling dari Cawan arak itu berhamburan,
nyata Cawan yang menancap didasar perahu tadi telah kena dihantam peCah
berantakan. "Haha, benar 2 jitu juga!" seru Sim Hi tiba-tiba sambil me nongol keluar dari balik
perahu yang diangkat tinggi itu.
Nampak boCah itu, sekonyong-konyong timbul hati keji Pui Liong Cun, kembali lima
butir Tok-Cit-le seCepat-cepat kilat telah disambitkannya, tapi sekali ini yang di nCar adalah badan sikaCung itu yang meliputi atas-bawah, kanan-kiri, dan tengah.
Dibawah sinar bulan, kejadian itu Cukup terlihat jelas oleh semua orang, seketika juga banyak-banyak yang berteriak kaget.
Kepandaian am-gi atau senjata rasia Pui Liong Cun se sungguhnya lihai luar biasa, baru tampak tangannya bergerak, tahu-tahu am-gi yang disambitkan sudah menyamber
sampai didepan sasarannya. Dibawah iringan teriakan kaget semua orang, keliri a Tok-
Cit-le itu telah menuju ketempat berbahaja semua dibadan Sim Hi.
Dibawah anCaman almaut itu, dalam ketakutannya Syukur Sim Hi sempat menyatuhkan
diri kelantai, berbareng itu Lou Ping telah timpukkan juga 2 bilah pisau terbangnya hingga terdengarlah suara nyaring 2 kali, 2 biji Tok-Cit-le kena dibentur pisau
terbangnya dan jatuh kedalam ketelaga.
Sebaliknya Sim Hi yang menyatuhkan diri kelantai ber hasil juga menghindari 2 biji Tok-Cit-le, tapi sayang sebiji yang mengarah bagian tengah itu betapapun susah dikelit dan tetap mampir dipundak kirinya. Seketika kaCung ini masih tak merasakan kesakitan,
hanya sedikit terasa agak gatal 2 pegal. Segera pula ia melompat bangun dan kontan ia mengumpat habis-habisan keliCikan lawannya itu.
Tentu saja para jago Hong Hwa Hwe menjadi gusar, perahu 2 mereka beramai 2 lantas
merubung maju, segera mereka ingin menentukan unggul dan asor dengan Pui Liong
Cun. Bagi jago-jago pengawal yang lain juga menganggap per buatan Pui Liong Cun itu
sesungguhnya terlalu keji, ma sakan pakai Cara yang begitu rendah untuk membokong
lawannya seorang anak kecil, hal itu benar 2 tidaklah mem buat mereka dipuji,
sebaliknya pasti akan diCemooh oleh Kawan-kawan kangouw.
Namun bila mereka melihat jago-jago Hong Hwa Hwe begitu hebat suaranya yang
setiap saat pertempuran bisa terjadi, segera pula mereka. keluarkan senjata siap sedia untuk menyambut musuh buat melindungi keselamatan Sri Baginda. Begitu pula Li Khik
Siu lantas keluarkan "Ok-ka" (sema Cam alat tiupan dari tanduk) siap untuk ditiup buat kerahkan pasukan tentaranya.
Syukur Keh Lok keburu menCegah saudara-saudara angkatnya, serunya: "Para kaka
sekalian, Tang-hong siansing adalah tamu agung kita, janganlah kita berlaku kurang
adat, harap kalian mundurlah !"
Mendengar perintah sang ketua itu, terpaksa para ksatria itu mengundurkan perahu
mereka beberapa tombak kebela kang.
Sementara itu Nyo Seng Hiap dan Ciang Cin sudah letakkan kembali perahu tadi
kepermukaan air, Lou Ping sedang memeriksa lukanya Sim Hi, begitu pula Ji Thiar Hong telah mendatangi dan tanya keadaan luka kaCung itu.
"Su-naynay, Chit-ya, kalian tak usah kuatir, aku tidak merasa sakit, hanya gatalnya yang tak tahan," demikian kata Sim Hi. Habis ini lantas tangannya hendak menggaruk
lukanya yang terasa gatal itu.
Mendengar itu Lou Ping dan Thian Hong terkejut semua, mereka tahu tentu senjata
rasia yang mengenai Sim Hi itu terendam raCun yang paling jahat, maka lekas-lekas
mereka memegangi tangan Sim Hi.
"Aku gatal, Chit-ya, lepaslah kau!" demikian Sim Hi ber-teriak 2 tak tahan.
Namun Thian Hong tetap memeganginya, dalam hati ia menjadi kuatir, Cuma lahirnya ia
berlaku tenang, katanya : "Jangan kuatir, kau bersabar sebentar." " Habis ini ia
berpaling pada Lou Ping: "Suso, silahkan kau mengundang Samko kemari."
Lou Ping mengia terus pergi.
Dan baru saja Lou Ping berlalu, tiba-tiba sebuah perahu seCepat-cepat terbang sedang melunCur datang, didepan perahu itu berdiri Ma Sian Kin, itu pemimpin Hong Hwa Hwe
daerah HangCiu. Orang she Ma ini melompat keatas kapal Thian Hong dan dengan
Cepat-cepat ia membisiki orang: " Chit-tangkeh, disekitar Se-ouw telah penuh dikepung pasukan Cing, di antaranya terdapat pasukan 2 pemanah dan Gi-lim-kun, tam paknya
kedudukan kita sangat tidak menguntungkan."
"Ada berapa banyak-banyak jumlah musuh kira-kira?" tanya Thian Hong Cepat-cepat .
"Sedikitnya adalah tujuh sampai delapan ribu orang, tidak terhitung pasukan Cadangan yang berada diluar kepungan," sahut Ma Sian Kin.
"Kalau begitu lekasan kau kembali mengumpulkan seluruh saudara-saudara kita didalam
dan diluar kota dan dikerahkan ketepi telaga untuk menunggu perintah, Cuma jangan
sampai di ketahui musuh, setiap orang supaya menCantumkan setang kai bunga merah
didada," pesan Thian Hong.
Ma Sian Kin mengangguk menerima perintah itu. "Dalam waktu singkat ini kira-kira bisa mengumpulkan berapa orang?" tanya Thian Hong pula.
"Terhitung pula buruh 2 pabrik-tenunku, jumlahnya disekitar 2 ribu orang, bila sejam lagi sesudalr saudara-saudara diluar kotapun sudah berkumpul, sedikitnya bisa
bertambah seribu orang lagi," tutur Sian Kin.
"Saudara-saudara kita setiap orang sanggup melawan lima orang musuh, dengan tiga
ribu orang dapat melawan 15 ribu orang musuh, maka jumlah kita sudahlah Cukup,
apalagi didalam pasukan musuh itu masih terdapat juga saudaras kita, maka pergilah
kau mengaturnya," kata Thian Hong achirnya Segera juga kembalilah Ma Sian Kin untuk
melaksanakan tugasnya.
Sementara itu Tio Pan San yang diundang Lou Ping itu sudah datang, ia periksa luka
Sim Hi, tapi tiba-tiba ia mengkerut kening, wajahnya kelihatan muram, pelahan 2 ia
Cabut Tok-Cit-le yang menancap dpundak sikaCung itu, lalu dari kan tongnya ia
keluarkan sebutir obat pil dan dijejalkan kemulutnya Sim Hi. Kemudian barulah ia
berpaling pada Thian Hong dan berkata dengan rasa pilu: "Chit-te, tak bisa ditolong lagi
!" "Ha?" Thian Hong sangat terkejut, "Bagaimana luka nya?"
"PerCuma sudah," sahut Pan San. Senjata rasia itu terdapat raCun yang sangat lihai,
keCuali sipemakai sen diri, orang lain tiada yang sanggup mengobatinya."
"Ia dapat bertahan berapa lamakah?" tanya Thian Hong. "Paling lama tiga jam," sahut
Pan San. Sembari berkata, tak tertahan air matanya hampir menetes.
"Samko," kata Thian Hong lagi, "kalau begitu lekasan kita tangkap dulu keparat itu, kita paksa dia keluarkan obat pemunahnya."
Kata-kata Thian Hong ini telah mengingatkan Tio Pan San, segera ia keluarkan satu
sarung tangan yang terbuat dari kulit menjangan, sekali ia melompat pergi, hanya tiga kali naik-turun menutul diatas tiga perahu, tahu-tahu ia sudah sam pai dihadapan Tan Keh Lok dan Kian Liong.
"Liok-kongcu, aku ingin minta belajar kenal dengan ke pandaian ahli senjata rasia ini,"
demikian segera ia berseru.
Memangnya Keh Lok lagi sangat gusar melihat Sim Hi dilukai Pui Liong Cun secara, liCik, kini melihat Tio Pan San maju hendak membalaskan dendam Sim Hi, hal ini sangat
CoCok dengan keinginannya, maka lantas ia berkata pada Kian Liong: "Ilmu kepandaian
memakai am-gi kawan ku ini masih boleh juga, maka biarlah mereka ber 2 Coba main-
main , tentulah akan sangat ramai dan bagus kelihatannya."
Sebagai seorang raja tentu saja senang bila bisa me nyaksikan hal 2 yang menarik,
sedang mengenai apakah nanti pihak yang saling "main-main " itu bakal mampus tidak,
itulah ia tak perduli. Maka segera Kian Liong pun berpaling dan berkata pada Pui Liong Cun: "Baiklah, majulah kau, Cuma jangan kau bikin malu."
Pui Liong Cun mengia terus hendak melompat maju, tiba-tiba Pek Cin membisikinya:
"Awas, Pui-hiante, ialah yang berjuluk Cian-pi-ji-lay !"
Sudah lama juga Liong Cun mendengar nama besarnya Cian-pi-ji-lay atau sibudha
bertangan seribu, karenanya hatinya tergetar, namun ia; mendug-a ilmu senjata
rasianya selamanya belum pernah ketemukan tandingan, harini kalau bisa mengalahkan
Cian-pi-ji-lay, tentu namanya bakal membubung.
Maka ia lantas melompat maju, sambil merangkap ke palannya ia berkata: "Cayhe
adalah Pui Liong Cun, mohon Cian-pi-ji-lay suka memberi petunyuk beberapa jurus."
"Hm, kiranya kau," jengek Pan San sengit. "Memangnya aku duga kalau orang lainpun
tak nanti menggunakan Cara liCik itu serta senjata rasia yang taegitu keji."
"Ha," sahut Liong Cun tertawa dingin. "Aku hanya pu nya 2 tangan, silahkan Cian-pi-ji-lay memulai."
Nyata dengan kata-katanya yang mengandung maksud menyindir ini ia hendak bilang :
Lihatlah fkau yang katanya bertangan seribu dapatkah kau bisa berbuat apa dengan ke
2 tanganku melulu. ini "
Tak banyak-banyak bicara lagi segera Tio Pan San meloncat ke belakang, lalu dengan
suara tertahan ia membentak : "Marilah maju !"
"Tapi aku bertanding senjata rasia hanya dengan kau seorang saja," kata Liong Cun
tiba-tiba . "Sudan tentu, apakah kau kira saudara-saudara kami bisa mem bokong kau seperti
perbuatanmu yang rendah tadi ?" damperat Pan San gusar.
"Bagus, aku justru inginkan kataamu ini," sahut Liong Cun. Habis ini, sekali melesat, Cepat-cepat ia melompat keatas sebuah perahu. kecil.
Kiranya ia tahu semua orang yang berada dikapal itu adalah jago- Hong Hwa Hwe yang
tangguh, meski Tio Pan San sudah berjanyi tiada orang yang bakal membo kong
padanya, tapi ia sendiri tadi telah gunakan perbuatan liCik hingga melukai Sim Hi,
betapapun ia takut kalau 2 pihak lawan juga diam-diam menurun tangan keji, maka tak
berani ia tinggal diatas kapal yang terdapat banyak-banyak orang itu.
Tio Pan San pun tidak sungkan 2 lagi, ia tunggu begitu orang menginyak perahu itu,
sekali tangan kiri bergerak dan tangan kanan mengajun, sekaligus tiga buah "kim-Ci-
piau" atau senjata piau bentuk mata uang, dan tiga buah "siu-Cian" atau panah kecil, telah menyamber kedepan ber bareng, bahkan ketika ia menunduk kepala, tahu-tahu
dari gigir nya menyamber keluar pula sebuah panah. Sungguh sama sekali tak pernah
Liong Cun duga bahwa lawannya sekaligus sanggup menyambitkan tujuh maCam am-gi,
dalam kaget dan ketakutannya karena tiada jalan buat menghin darkan diri, ia tak
pikirkan lagi malu atau tidak, selamat paling perlu, mendadak ia mendekam kebawah
kapal.

Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena itu, maka terdengarlah suara "plak-plok, plak-plok" be-runtung 2, tujuh maCam senjata rasia itu telah mengenai papan lantai kapal semua.
"Haha, seperti kura 2 yang mengkeret saja, Cara begitu mana bisa. disebut bertanding am-gi apa?" terdengar seorang tukang perahu memaki.
Namun Liong Cun tak menggubris makian orang, ia balas menginCar Tio Pan San,
dibawah sinar bulan Cukup te rang dilihatnya bangun tubuh orang, maka sebutir "po-te-Ci" atau biji tasbi, Cepat-cepat ia sambitkan kedada kiri Tio Pan San.
Sedianya Pan San hendak menangkap senjata rasia orang itu, tapi bila didengarnya'
suara samberannya diketahui bu kan Tok-Cit-le, tiba-tiba ia mengegos menghindari.
Tapi baru saja ia berkelit kekanan, tahu-tahu tiga butir Tok-Cit-le be nar 2 kini telah menyamber dari depan.
Melihat Cara menyambit am-gi musuh begitu Cepat-cepat , Pan San tak berani gegabah,
mendadak dengan gaja "tiat-pan-kio" atau jembatan papan besi, ia mendojong
kebelakang hingga- ketiga buah peluru berduri itu menyamber lewat di atas hidungnya.
"Bagus !" serunya, dan baru saja ia hendak menegak kembali, siapa tahu lagi-lagi tiga butir Tok-Cit-le telah me ngarah kebagian bawah badannya seCepat-cepat kilat.
Begitulah Cara Pui Liong Cun menyerang dengan senjata rasianya, hanya sekejap saja
iapun menyambitkan tujuh buah am-gi, serangan itu disebut "lian-goan-sam-kik" atau
gempuran tiga kali secara berantai. Kalau orang lain, pasti sekali 2 tak sanggup
menghindarinya. Namun Tio Pan San diluar pembatasan itu, ia bukan Cin-pi-ji-lay kalau gam pang keCundang, tiba-tiba sebiji "hui-hong-Ciok" atau batu belalang terbang
melayang dari tangan kirinya, menyusul ta ngan kananpun melunCurkan sebuah "thi-
tian-Ci" atau biji teratai besi, dengan 2 am-gi ini ia bentur jatuh 2 buah Tok-Cit-le orang, ia tunggu Tok-Cit-le yang tengah sudah tiba dekat, Cepat-cepat ia baliki tangan kiri dan menang kapnya dengan pelahan terus dimasukkan kesakimja.
Melihat kepandaian menggunakan am-gi Pui Liong Cun memang luar biasa, diams Pan
San memikirkan Cara orang yang keji itu boleh jadi masih ada tipu muslihat lain lagi, jangan 2 dirinya yang berlaku jujur bisa 2 nanti malah ter jebak. Karena itu ia pikir harus mendahului, maka sekali tangannya bergerak pula, tiga buah "Kim-Ci-piau"
kembali disambitkan mengarah "Sin-ting-hiat" dibagian kepala, "thian-ti-thiat" dibagian dada serta "hiat-hay-hiat" dibagian bawah.
Ketika melihat tangan orang bergerak, segera juga Pui Liong Cun sudah melompat
kesuatu perahu yang lain. Tapi Pan San inCar baika tempat dimana orang akan
menancap kaki, segera ia susulkan sebuah panah kemuka orang, dan selagi Liong Cun
bermaksud angkat tangannya buat me nangkap, siapa duga mendadak dari depan
sejenis senjata yang berbentuk bengkjmg aneh telah menyamber datang, le kas 2 ia
menunduk, namun1 aneh juga, senjata itu tahu-tahu sudah terbang kembali' lagi
ketangannya Tio Pan San. Dan bila Pan San meraup terus ditimpukan pula, kembali
senjata itu menyamber lagi kedepan.
Belum pernah Pui Liong Cun melihat senjata rasia tunggal Tio Pan San yang disebut
"hwe-liong-pik" atau batu naga terbang berputar itu, karuan saking terkejutnya pi
kirannya menjadi kaCau, dalam keadaan musuh sedang gu gup itu, bahkan Tio Pan San
memberondongi lagi dengan tiga butir "po-te-Ci" yang tepat mengenai "yang-pek-hiat"
diujung alis kiri dan "hun-bun-hiat" dibagian iga kanan, tanpa ampun lagi tubuh Liong Cun menjadi lemas terus menumprah diatas perahu.
Melihat Pui Liong Cun terjungkal, karuan terkejut se mua jago-jago pengawal Kian Liong itu. Segera Cu Wan yang berjuluk "It-wi-toh-kang" atau dengan sebatang gala me
nyeberang sungai, yang bersama Pek Cin dan Pui Liong Cun digelari orang sebagai
"Pak-khia-sam-eng" atau tiga jagoan dari Pakkhia itu, segera melompat maju buat me
nolong sang kawan.
Dengan pedang melindungi mukanya, segera Cu Wan melompat keperahu dimana Pui
Liong Cun terguling itu.
Namun tak diduganya, selagi tubuhnya masih terapung di udara, tibas dilihatnya dari
pihak sana juga ada seorang melompat keperahu itu dengan pedang terhunus.
Oleh karena Cu Wan melompat maju lebih dulu, maka ia mendahulul turun diatas
perahu itu, segera tangan kir-nya bergerak serta senjata ditangan kanan diputar suatu lingkaran, kontan leher orang yang juga melompat datang itu hendak ditabasnya,
dengan demikian kalau orang terpak sa hendak selamatkan diri pasti akan didesak
masuk air. Tak tersangka orang itu justru tidak ambil mumet akan serang'an Cu Wan itu,
sebaliknya ia membarengi menusuk pergelangan tangan kanan Cu Wan yang
memegang senjata, inilah yang dalam ilmu silat disebut "orang yang pandai menyerang
pasti menginCar tempat musuh yang ha rus dijaga," walaupun dimalam gelap, namun
tusukan itu ternyata begitu Cepat-cepat lagi jitu hingga sekejap saja ia sudah merubah kedudukannya yang diserang menjadi menyerang.
Lekas" Cu Wan menarik tangannya dan mengalihkan ujung pedangnya kebawah
mengarah kaki lawari. Serangan ini adalah salah satu tipu serangan Tat-mo-kiam-hoat
yang lihai. Tapi orang itu telah tendangkan kakinya kiri pura-pura, me nyusul itu kaki kanan lantas melayang pula menendang pergelangan tangan Cu Wan. Apabila Cu Wan sempat
angkat tangannya kesamping dan belum sempat melontarkan serangan pula, sementara
itu orang itu sudah berdiri tegap diatas kapal. Dibawah sinar bulan yang Cukup terang, ter tampaklah orang- itu berpakaian imam dan lengan bajunya sebelah kiri di kat
dipinggang. Cu Wan sendiri asalnya adalah Hwesio dengan nama su Ci "Ti Wan", tapi belakangan
melanggar pantangan budha dan diusir keluar kelenteng, karena itu sekalian ia kembali kedunia ramai lagi dan berganti nama menjadi Cu Wan, berkat ilmu pedangnya Tat-mokian-hoat yang hebat dan ke ji, achirnya ia bisa manyat keatas hingga menjadi pe
ngawal pribadi kaisar Kian Liong. Dan sebab tadinya ia bertirakat, sesudah kembali
pereman hidupnya dilingkungan
kota terlarang pula didalam keraton, maka terhadap urus an 2 kangow ia tidak banyak-
banyak paham, ia merasa ilmu pedang lawannya sekarang ini begitu Cepat-cepat luar
biasa dan belum pernah ia jumpai selama hidupnya. Nyata ia tidak tahu bahwa itu
adalah Bu Tim Tojin dengan ilmu pedangnya "Tui-hun-to-beng-kiam" yang tiada
bandingannya diseluruh jagat itu.
Dalam ilmu silat, pedang di baratkan. rajanya segala ma Cam senjata, pedang
mengutamakan enteng dan gesit. Kalau golok hanya sebelah tajam saja yang bisa
digunakan, adalah pedang ke 2 belah matanya dapat dipakai. Tapi ka rena ke 2
belahnya tajam, dengan sendirinya tidak dapat dibuat menangkis atau keras lawah
keras seperti golok. Dan justru termashurnya ilmu pedang "tui-hun-to-beng-kiam" atau ilmu pedang penCabut nyawa dari Bu Tim itu titik pokoknya adalah karena gesit dan
enteng, lawan yang biasa asal mampu berkelit tiga kali serangannya, lantas Bu Tim
merasa sayang , asal lawan itu bukan seorang penyahat besar atau rnusuh keras, tentu jiwa diampuninya.
Namun Cu Wan ternyata masih belum kenal kelihaian orang, sementara itu ia masih
membentak: "Siapa kau?"
"Ha, masih berani kau pamerkan ilmu pedangmu, masakan kau tak kenal aku?" sahut
Bu Tim tertawa.
Dalam pada itu susul menyusul Cu Wan sudah melontar kan serangan 2 lagi dengan
tipu "kim-kong-hok-hou" atau siraksasa menaklukan harimau, lalu "kiu-bin-lian-tay" atau naik pangkat diatas panggung, ia memotong dulu kebawah, lalu menyabet keatas.
"Ah, tidak jelek juga ilmu pedangmu, marilah sekali lagi dengan tipu 'kim-lun-to-kiap'
(roda emas menghindar kan malapetaka)!" demikian seru Bu Tim sembari menangkis ke
2 serangan orang tadi.
Dan baru selesai ia uCapkan, betul juga Cu Wan me lontarkan serangan lagi dengan
tipu "kim-lun-to-kiap" seperti yang dikatakan Bu Tim.
Cu Wan terCengang bila tipu serangannya sudah dilontar kan, pikirnya: "Aneh,
darimana ia bisa tahu seranganku ini?" Namun Bu Tim sambut serangan orang dengan
ganda tersenyum saja, bahkan ia lantas balas menusuk 2 kali kepundak kanan-kiri Cu Wan
sambil membentak: "Lekas kau gunakan tipu 'hu-khu-in-siu' (kapu 2 mengambang,
lengan baju berlenggang), dan lalu 'hong-ke-pek-koh' (air bak mendampar tubuh)!"
Dan baru habis ucapannya, benar juga Cu Wan telah gunakan ke 2 tipu itu.
Dengan Cara begitu, mana bisa dibflang pertempuran secara mati 2an, tapi lebih mirip dikatakan sang guru yang lagi melatih simurid.
Biasanya Cu Wan sangat agulkan diri, tahu-tahu kini ia se akan-akan sedang dilatih,
karuan ia malu berCampur gusar dan heran pula. Maka sesudah 2 gerakan tadi
dilakukan, segera ia melangkah mundur 2 tindak sanibil memandang tajams kepada Bu
Tim Tojin. Padahal terhadap intisari Tat-mo-kiam-hoat Bu Tim sudah paham semuanya, ia lihat
kepahdaian Cu Wan tidak jelek, maka sengaja ia sebutkan dulu nama 2 tipu yang akan
di keluarkan untuk menangkis serangannya yang ia akan lon tarkan itu. Dan sebab
inl ah, Cu Wan telah kena digertak hingga seketika tak berani sembarang menyerang
pula. "Dan awas, sekarang seranganku ini adalah 'sian-jin-ki-loh' (sang dewa menunyuk
jalan), maka lekasan kau menangkis dengan 'hwe-tau-si-gan' (menyesal masih belum
terlambat)!" demikian tiba-tiba Bu Tim membentak lagi.
Tapi sekali ini Cu Wan telah ambil keputusan justru tidak mau turuti tipu yang orang sebut itu. Siapa duga ilmu pedang Bu Tim memang terlalu hebat, tempat yang dia arah
mau-tak-mau Cu Wan harus memalangkan pedang keatas, dan gerakan ini memang
benara adalah "hwe-tau-si-gan."
Sementara itu Lou Ping yang pegang kemudi diburitan kapal yang dibuat bertarung ini, dengan tersenyum simpul nyonya jelita ini mendajung pelahan perahu ini kehadapan
Keh Lok dan Kian Liong.
Tatkala itu Tio Pan San sudah dapat menangkap Pui Liong Cun dan dengan suara
rendah Thian Hong yang sedang mendesak jago bayang kari itu mengeluarkan obat
pemunah untuk menolong lukanya Sim Hi,
Namun Pui Liong Cun itu ternyata sangat bandel, ia justru pejamkan mata tak mau buka suara, sekalipun Thian Hong sudah palangkan goloknya ditengkuk orang, namun masih
tetap ia bungkam dalam seribu basa.
Dalam pada itu Bu Tim Tojin yang menggunakan gerak tipu "Sian-jin-ki-loh" untuk
memaksa Cu Wan mengeluar kan tipu "hwe-tau-si-gan" untuk menangkis, sebenarnya
ia mengandung maksud agar lawannya itu bisa tahu diri sesuai arti gerak tipu "Hwe-tau-si-gan" atau menyesal masih tak terlambat itu. Maka ketika Cu Wan sudah keluarkan ge rakan itu dan melihat Bu Tim lantas tarik senjata sambil memandang padanya dengan
sinar mata tajam bagai kilat, seketika Cu-Wan menjadi serba salah, maju tak berani,
mundur malu, karuan keadaannya sang'at konyol.
"Dan sekarang tipuku ini adalah 'tang-tau-pang-kai' (kemplangan keatas kepala),
lekasan kau gunakan gerakan 'hing-kang-hui-toh' (menyeberang sungai berterbangan)!"
mendadak Bu Tim berseru lagi. Habis itu pedangnya diangkat terus membaCok keatas
kepala orang. Karena itu, terpaksa Cu Wan menggeser tubuh, pedangnya membalik untuk kemudian
ditangkiskan keatas, dan apalagi tipu gerakan ini kalau bukan "hing-kang-hui-toh" dari Tat-mo-kiam-hoat seperti sudah dikatakan Bu Tim itu"
Kian Liong juga paham ilmu silat, meski tidak terlalu mahir, tapi didalam keratonnya banyak-banyak sekali orangs pandai dan kosen yang sudah biasa dilihatnya sejak kecil, maka pengalamannya juga Cukup luas. Kini dilihatnya setiap kali Bu Tim berteriak
sesuatu nama tipu, betul juga lantas Cu Wan menurutkan apa yang ditunyuknya untuk
menangkis. Tentu saja dalam hati ia mendongkol juga geli, berbareng pula iapun jeri, pikirnya: "Cu Wan ini terhitung jago kelas terkemuka didalam keraton, tapi kini kenapa begini tolol" Jika dalam keadaan genting, orang maCam begini apa gunanya?"
Nyata Kian Liong tak tahu bahwa ilmu pedangnya Bu Tim Tojin tiada bandingannya
diseluruh jagat, dengan sendiri nya Cu Wan takbisa berkutik melawannya. Baiknya Bu
Tim hanya sengaja mempermainkan lawannya saja, bila tidak, sepuluh orang Cu Wan
mungkin sejak tadi 2 sudah diberes kannya.
Dan setelah melihat beberapa jurus lagi, makin lama Cu Wan kelihatan semakin
runyam, Kian Liong tak tahan lagi, katanya pada Pek Cin: "Lekas suruh dia kembali
saja." Karena itu Pek Cin melompat keujung kapal terus ber teriak keras-keras: "Cu-heng,
majikan suruh kau kembali !"
Memangnya panggilan demikian inilah yang sedang di harap- Cu Wan, karuan, tak perlu
diulangi, segera ia me narik pedang dengan maksud hendak melompat pergi.
Akan tetapi Bu Tim tidak tinggal diam, mendadak ia membentak: "Sejak tadi 2 takmau
mundur, sekarang mau mundur, ha, jangan kau harap!" " Berbareng itu sinar pedang
gemilapan, seketika Cu Wan merasa sekitarnya seakan-akan musuh semua, seluruh
badannya sudah terlibat di bawah sinar pedang orang, terang tak bisa larikan diri lagi, sesaat itu ia merasa mukanya silir 2 dingin seperti sebilah pisau Cukur saja yang
menyamber kesana kemari.
Melihat sang kawan tiada jalan buat mundur, Pek Cin tak bisa tinggal diam lagi, Cepatcepat ia melompat menubruk kearah ke 2 orang itu, ia ulur ke 2 tangannya dan secara
paksa terus hendak merampas pedangnya Bu Tim.
Nampak gaja serangan orang Cukup ganas, Cepat-cepat Bu Tim putar pedangnya terus
balik menusuk kebagian bawah Pek Cin.
Meski Pek Cin namanya sejajar bersama Pui Liong Cun dan Cu Wan dan disebut sebagai
"Pak-khia-sam-eng" atau tiga jago dari Pakkhia, tetapi ilmu silatnya jauh lebih tinggi daripada ke 2 orang yang disebut belakangan itu. Mendadak ia gunakan jari-jarinya
buat menahan punggung pedang Bu Tim, berbareng telapak tangan kanannya terus
menghantam kepundak kiri lawan.
Bu Tim sudah buntung, tak punya tangan kiri lagi, dengan sendirinya tempat sebelah
kiri merupakan tempat kelemahan nya, kalau musuh menyerang kesebelah kiri, terpaksa
selalu ia menghindari dan tak sangg-up balas menyerang. Tapi habis mengegos,
seCepat-cepat kilat pedangnya kembali menusuk ke tenggorokan Pek Cin lagi.
Namun gerakan Pek Cin ternyata Cepat-cepat luar biasa, me nyusul telapak tangan
kanan masih tetap menginCar ke pundak kiri lawan, ketika Bu Tim terpaksa lagi mundur setindak, tahu-tahu pergelangan tangan kanannya sudah kena diCengkeram Pek Cin.
Melihat itu, Tio Pan San, Ji Thian Hong dan Lou Ping cs. sampai berteriak kuatir.
Diluar dugaan, dibawah gemilapannya sinar pedang dan menyambernya angin pukulan,
tiba-tiba terlihatlah kaki kiri Bu Tim telah melayang langsung mendepak keselangkangan Pek Cin. Ketika Pek Cin mengegos kekiri dan berbareng masih hendak merebut
senjatanya Bu Tim, namun belum kaki kirinya tadi turun kembali, menyusul kaki kanan
imam ini sudah menendang pula.
Sungguh sama sekali Pek Cin tak menduga; gerak serangan musuh itu bisa begitu
Cepat-cepat , begitu tangannya melepas, Cepat-cepat ia melompat mundur, namun
tendangan kilat Bu Tim itu ternyata sangat lihai, tendangan kaki kanan luput, lagi-lagi kaki kiri sudah melayang pula dan sekali ini tak mungkin Pek Cin bisa menghindari,
tepat sekali bebokongnya kena didepak, karenanya ia terhuyung-huyung dan hampir 2
mengusruk masuk kedalam telaga.
Pek Cin menjadi naik darah juga, begitu membalik, ke 2 tangan naik turun terus
menCakar ke 2 matanya Bu Tim. Tapi ke 2 kaki Bu Tim masih tetap amat Cepat-cepat
nya, susul menyusul terus menendang tak berhenti 2, kaki satu dis-usul kaki yang lain.
Itulah tendangan "Lian-goan-bi-Cong-tui" atau tendangan penyesat musuh secara
berantai. Baiknya Pek Cin sudah banyak-banyak berpengalaman, gerak-geriknya juga Cepat-cepat
luar biasa, ketika Cakarannya tadi belum kena sasarannya dan kaki musuh sudah
melayang tiba, lekasan saja ia melompat keatas.
Disebelah sana Lou Ping lagi saksikan pertarungan ke 2 orang itu dengan penuh
perhatian, ketika dilihatnya Pek Cin meloncat naik, tiba-tiba ia Celupkan penggajuhnya kedalam air terus digebjurkan, kontan saja bagai seember air telah menyiram keatas
kepala Pek Cin.
Sebenarnya Pek Cin berniat turun kembali diujung perahu itu buat tenipur Bu Tim lagi, tapi tiba-tiba dilihatnya se gulung air yang putih berbuih menggebjur kemukanya, dalam keadaan gugup, sempat ia berjumpalitan sekali diudara untuk kemudian melompat
turun mundur keatas kapal yang ditumpangi Keh Lok dan Kian Liong itu. Sekalipun
begitu, toh tubuhnya bagian bawah tetap basah kujup hingga ke adaannya sangat
konyol. Ia tak tahu bahwa dibandingkan keadaan Cu Wan, ia masih jauh lebih beruntung.
Kiranya pada kesempatan Pek Cin menempur Bu Tim, barulah Cu Wan mampu
menerobos keluar dari kepungan sinar pedang lawan dan melompat kembali keatas
kapalnya Keh Lok, dan baru bisa tenangkan diri serta hendak berdiri kebelakangnya
Kian Liong, tiba-tiba terdengar Giok-ju-ih yang paling dulu tertawa ngikik. Lain Kian Liong terlihat meng kerut kening, begitu juga Keh Lok bersenyum urung, sikap wajah
semua orang itu sangatlah aneh.
Karena itu Cu Wan tertegun, sementara itu angin telaga yang meniup silir 2 membikin
tubuhnya terasa agak dingin, karena itulah baru ia melihat keatas tubuhnya sendiri
dan ............... terkejutnya sungguh bukan buatan.
Ternyata seluruh kain bajunya itu sudah kena di ris pedangnya Bu Tim hingga
berseliwiran sobek semua. Disam ping itu kepalanya terasa agak pedas, ketika ia
meraba kepala dan muka sendiri, nyata kunCirnya, rambutnya dan alisnya telah kena
diCukur hingga klimis oleh Bu Tim tadi.
Dalam keadaan kaget dan malu, Celaka tigabelas, mendadak Celananya melorot lagi
kedodoran kebawah, kiranya tali kolornya telah kena di ris putus juga. Lekas-lekas ia pegangi Celananya, tapi "plung," pedangnya kini yang terCemplung kedalam telaga.
Begitulah sedang Cu Wan kelabakan mengurusi dirinya yang tak karuan maCam itu,
saat itulah Pek Cin telah melompat kembali kekapal itu juga.
Menyaksikan. tiga jago utamanya telah kena dihajar orang hingga konyol sedemikian
rupa, Kian Liong insaf bila pertandingan diteruskan, pasti juga pihaknya yang akan telan pil pahit, maka katanya pada Keh Lok lantas: "Ke
pandaian beberapa kawan Liok-heng ini ternyata sangat mengejutkan orang, kenapakah
tidak mau bersama Liok-heng berjuang untuk pemerintah, dengan begitu kelak bisa
bikin harum nama keluarga dan membuat jaja nama leluhur, barulah kepandaian
masing-masing itu tidak ter-sia-sia. Tapi kalau Cuma terluntang-lantung dirantau,
bukankah ini sangat sayang ?"
Nyata kaisar Kian Liong adalah seorang raja pintar, dalam keadaan demikian bukannya
ia menjadi gusar, tapi ia justru timbul pikiran ingin memelet ksatria 2 itu untuk
mengabdi padanya.
Namun Ken Lok tertawa. Katanya: "Ah, aku dan Kawan-kawan -ku ini serupa saja, lebih
suka hidup bebas dikangouw, maka maksud baikmu biarlah kami terima didalam hati
saja." "Jlka begitu malam ini sudah Cukup rasanya bikin sibuk, biarlah sekarang juga aku
mohon diri saja," kata Kian Liong pula. Habis ini ia memandang pada Pui Liong Cun
yang masih berada diatas perahunya Tio Pan San itu.
"Tio-samko, kau lepaskanlah orangnya Tang-hong siansing itu!" segera Keh Lok
menteriaki Pan San.
"Itulah tak boleh," seru Lou Ping tiba-tiba . "Sim Hi telah terkena senjata rasianya Tok-Cit-le, dan ia tidak mau beri kan obat pemunahnya." " Sambil berkata ia terus dajung perahu itu mendekat.
Mendengar itu kelihatan Kian Liong membisiki Li Khik Siu, lalu berpaling dan berkata pada Pui Liong Cun: "Kau berikanlah obat pemunahnya untuk orang."
"Sungguh hamba berdosa, obat pemunah itu justru ke tinggalan di Pakkhia tidak hamba
bawa," sahut Pui Liong Cun.
Mendengar itu, Kian Liong mengkerut dahi, lalu tidak berkata lagi.
"Sudahlah, Tio-samko, lepaskanlah dia," kata Keh Lok pula.
Diam-diam Pan San pikir tentu Keh Lok tidak tahu betapa ja hatnya raCun Tok-Cit-le
orang, karena itulah ia suruh orang dibebaskan. Tapi tidak enak juga untuk melakukan kom pres pada Pui Liong Cun, apalagi orang she Pui itu begitu kepala batu, meski sudah dikompres mungkin juga per Cuma. Sebaliknya kalau dilepaskan menurut perintah Keh
Lok, untuk menangkapnya lagi tentunya tidak gampang lagi, seumpama bisa
menangkapnya pula, karena tempo yang terbuang ini, tentu sianga Sim Hi sudah mati
oleh serangan raCun. Karena itulah Pan San menjadi ragua.
"Samko, Coba kau berikan 2 butir Tok-Cit-le itu pada ku," kata Thian Hong tiba-.
Pan San tidak mengarti apa gunanya Tok-Cit-le itu di minta, tapi dirogonya keluar juga senjata rasia itu 2 biji, sebuah ia dapat mengambil dari lukanya Sim Hi, yang sebiji bolehnya menyang gapi waktu bertanding am-gi atau senjata, rasia, tadi.
Dan, setelah menerima 2 biji Tok-Cit-le itu dari Pan San, Cepat-cepat Thian Hong
menyeberet baju orang hingga baju dibagian dada Pui Liong Cun tersobek sebagian
besar dan dadanya yang hitam lebat dengan simbar (bulu dada) itu tertampak jelas.
Tanpa bicara lagi Thian Hong geraki tangannya, "Ces-Ces-Ces" tiga kali ia tusuk- ke 2
biji Tok-Cit-le itu didada orang hingga berwujut enam lobang luka kecil.
Karuan Pui Liong Cun men-jerit-, saking ketakutannya hingga keringat dingin
membasahi kepalanya. Dada adalah tempat yang paling dekat dengan jantung, kalau
raCunnya bekerja, tentu jalannya sangat Cepat-cepat , apalagi sekaligus ditanCap enam lobang.
Namun Thian Hong anggap tindakannya itu seperti biasa saja, ia serahkan kembali Tok-
Cit-le itu kepada Tio Pan San, lalu dengan suara keras ia katakan pada Keh Lok : "Liok-kongcu, mohon kau berikan beberapa. arak pada kami, aku ingin minum bersama
dengan Pui-ya ini sebagai sobat baik, habis itu segera aku membebaskannya kembali."
"Baiklah," sahut Keh Lok.
Sementara itu Giok-ju-ih sudah lantas menuang penuh tiga Cawan.
"Awas, Tio-samko, araknya datang!" seru Keh Lok kemu dian, berbareng itu seCawan
arak telah ditimpukannya. Cara Keh Lok menggeraki tangannya itu ternyata sangat
tepat dan manis hingga Cawan itu antong saja "terbang" dari kapal itu kearah perahu
tempat Tio Pan San berada itu. Ketika Pan San dapat menyang gapi Cawan arak itu,
terhjata setetespun isinya tiada yang kaCir. Dan dibawah sorak pujian semua orang,
kembali 2 Cawan arak yang lain sudah terbang lagi dari tangan Tan Keh Lok ketangan


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tio Pan San. ? Melihat betapa bagus gerak tangan serta tinggi lwekang atau tenaga
dalam ke 2 orang itu, mau-tak-mau para jago bayang kari pemerintah Ceng itu diam-
diam kagum, bahkan ada 2 orang diantaranya yang tak tertahan sampai ikut 2an
bersorak bagus.
Dan sesudah Thian Hong menerima Cawan arak dari Tio Pan San, lantas katanya pada
Pui Liong Cun: "Pui-ya, marilah kita keringkan seCawan !"
Tatkala itu luka didadanya Liong Cun rasanya sudah gatal pegal luar biasa, kini melihat arak ia makin ketakutan seperti melihat ular atau kalajengking yang paling beroisa,
wajah nya kelihatan ketakutan sekali dan mulutnya terkanCing rapat 2.
Kiranya bila ia meminum arak, maka darahnya akan meng alir lebih keras dan
menyebarnya raCun dalam badannya juga tambah Cepat-cepat meluas, dalam waktu
tiada satu jam pasti jiwanya akan melayang .
"Ayolah minum, eh, kenapa kau menjadi sungkan 2, Pui-ya?" demikian Thian Hong
mengejek dengan tertawa.
Dan dengan ucapannya itu, jari kelingking dan jari manis Thian Hong dijepitkan pada
hidung orang, sedang kening si-wi itu ditekannya dengan jari telunyuk dan jempol.
Liong Cun tak dapat berbuat apa-apa, dan begitu mulutnya ternganga, Thian Hong
Cepat-cepat menuangkan ketiga Cawan arak itu kedalamnya.
Selagi Thian Hong menCekoki Liong Cun, adalah Bu Tim dan Tio Pan San berdiri
disisinya dengan pedang terhunus, sehingga kawanan si-wi itu tak berani berbuat apa-
apa, keCuali mengawasi kawannya itu dipale sesuka orang.
SeCepat-cepat arak masuk kedalam perut, Liong Cun rasakan dadanya seperti mati-
rasa, sebagian besar dagingnya berobah hijau kehitam-hitaman warnanya. Tahulah dia
sekarang, bahwa jiwanya sudah terCengkeram maut. Sampai disitu, hanCur lah
kebandelannya, katanya dengan suara lemah: "Kau buka jalan darahku, nanti
kuambilkan obat itu !"
Dengan. tertawa Pan San tepuk jalan darah orang. Pui Liong Cun menggretek gigi, dia
keluarkan tiga bungkusan obat.
"Bungkusan merah ini, untuk obat dalam. Bungkusan hi tam, penghisap raCun. Dan
yang putih untuk obati luka," katanya.
Berbareng dengan kata-katanya yang terachir itu, pingsanlah ia tak tahan. Pan San
Buru-buru aduk obat dalam bungkusan merah dengan air telaga, terus dituang kemulut
Sim Hi. Sedang obat dalam bungkusan hitam, dia poleskan pada luka boCah itu. Tak
berapa saat kemudian, tampak darah hitam ber-ketes 2 keluar dari lukanya. Beberapa
kali Lou Ping meng usapi. Darah hitam, berobah wungu, kemudian menjadi merah
seperti biasa. Setelah banyak-banyak mengeluarkan darah merah, maka ber teriaklah Sim Hi meng-
aduh 2. Lalu Pan Sam menempelkan obat dalam pembungkus putih itu, seraja
bergurau: "Ha, jiwamu achirnya dapat terampas balik."
Thian Hong masih dendam dengan keliCikan orang she Pui itu. Ketiga bungkusan obat
itu, disimpannya dalam kan tung, tanpa menghiraukan si-wi itu lagi.
Tio Pan San mendapat gelar "ji-lay" karena welas-asih nya. Melihat keadaan Liong Cun yang mengeneskan itu, tak tegah hatinya. Dia minta obat itu dari Thian Hong, lalu di obatkan pada Liong Cun.
"Samte tak ubah dengan seorang ibu. Orang maCam dia, tak perlu dikasihani. Baiklah,
akan kubuat dia supaya tak dapat mains senjata rahasia lagi," demikian kata Bu Tim.
SeCepat-cepat sang mulut mengucap, pedangnya telah menusuk tulang lemas "pi-peh-
kut" pundak Liong Cun, untuk memu tus urat 2 besarnya. Setelah itu si-wi yang sial itu diangkat Thian Hong dan dilemparkan keperahu pesiar Tan Keh Lok dan Kian Liong.
Hoan Tiong Su dengan sebat menyang gapinya.
Sejak itu, sekalipun Liong Cun tertolong jiwanya, tapi ke 2 tangannya sudah tak dapat dipakai untuk main silat lagi. Dan ilmunya melepas, tok-Cit-le yang jahat itu, turut lenyap untuk se-lama-lamanya.
"Beberapa sahabat siaote itu memang kasar, tak kenal peraturan, harap jinheng
maafkan," kata Keh Lok kemu dian pada Kian Liong.
Kian Liong tertawa, lalu berkata dengan tangan diangkat : "Hari ini kugembira bisa
berjumpa dengan beberapa eng hiong. Kelak kalau hengtay berkunyung ke Pakkhia,
Sepasang Pedang Iblis 6 Pendekar Bayangan Setan Karya Khu Lung Petualang Asmara 13
^