Pedang Dan Kitab Suci 9

Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Bagian 9


biarlah aku yang menjadi tuan rumah untuk mengundang sekalian sahabat itu minum
dengan sepuas 2nya. Untuk hari ini, biarlah kita berpisah dulu."
"Tang-hong Ni sianseng akan pulang, Ayo merapat ke tepi!" teriak Keh Lok lalu.
Perahu pesiar itu pelan-pelan didajung ketepi, di ring oleh ratusan perahu kecil,
sehingga telaga itu penuh bergemer lapan Cahaja lampu.
Ketika dekat ketepi, dari arah depan tampak sebuah perahu melunCur datang dengan
pesatnya. Berdiri dimuka haluan, seseorang yang berpakaian jubah dengan menenteng
sebuah bendera merah. Begitu dekat dengan perahu Thian Hong, orang itu loncat
keperahunya, dan membisiki ditelinga Thian Hong.
Pada lain saat, rombongan perahu itu telah merapat ketepi. Li Khik Siu loncat dulu
kedarat, lalu menuntun Kian Liong turun. Para si-wi itu menyaga dikanan kiri dengan
tertib. Tiba-tiba Khik Siu mengeluarkan peluitnya, terus ditiup sekuat-kuat nya. Beratus-ratus pasukan gi-lim-kun segera ber-bondong 2 menghampiri. Seorang si-wi menuntun
seekor kuda putih untuk baginda. Berbareng itu, pasukan pemanah tampak mengepung
rombongan Tan Keh Lok. Kian Liong memberi isjarat dengan kedipan mata pada Khik
Siu, siapa segera berseru kearah Tan Keh Lok: "He, kawanan perusuh yang bernyali
besar, baginda berada disini mengapa kamu tak memberi hormat !"
Tapi segera juga Thian Hong mengibaskan tangan, Ma San Kun dan puteranya, Ma Tay
Thing memasang obat pasang, yang terus melunCur ke udara bagaikan sebuah bin tang
yang bersinar. Berbareng dengan jatuhnya kembang api itu kedalam telaga, sorak sorai terdengar dari empat jurusan dengan gegap gempita. Dari bawah puhun, sudut rumah, kolong
jembatan, ya, dari segala pelosok, munCul orang-orang yang kepalanya bersunting
bunga merah (hong hwa) dengan masing-masing menghunus senjata.
"Sekalian saudara dari HangCiu, Congthocu HONG HWA HWE ber ada disini, Ayo kalian
sama datanglah menghadapnya!" Thian Hong berteriak dengan nyaring.
Kembali sorak sorai terdengar dengan riuhnya, dan ber-jejal 2lah orang mendesak
maju. Pasukan gi-lim-kun dan barisan panah siap dengan busur dan senjatanya untuk
menghadang majunya orang-orang itu. Keadaan makin genting merunCing.
Li Khik Siu kembali meniup peluitnya. Terdengarlah derap kaki kuda menCongklang.
Itulah barisan dari induk pasukan didaerah HangCiu. Begitulah ribuan orang tampak
ber-siap 2 dike 2 tepi telaga. Pertempuran besar hanya menanti saat saja.
Li Khik Siu pimpin beberapa perwira dari pasukan setem pat, untuk mengepung
rombongan orang-orang HONG HWA HWE Dia hanya tunggu perintah dari
junyungannya saja.
Keh Lok tetap tenang. Pelan-pelan dia hampiri seorang ang gauta gi-lim-kun, terus
minta tali les kuda. Seperti terpenga ruh dengan sinar mata Tan Keh Lok, serdadu gi-
lim-kun itu serahkan saja tali lesnya. Begitu Keh Lok menCemplak keatas kuda, dia
segera ambil setangkai 'hong hwa' sulaman untuk dilekatkan pada leher bajunya.
Jilid 16 BUNGA-BUNGA merah itu besar sekali, disulam dengan benang emas berwarna merah.
Keliling bunga itu adalah sulaman daun hijau, yang diselipi dengan permata. Tertuju
Cahaja obor, 'hong hwa' itu merupakan tanda bintang dari seorang panglima. Melihat
itu, kembali riuh rendah gemuruh sorakan dari orang HONG HWA HWE itu yang lalu
samai menyura. Heranlah, pasukan tentara negeri yang semula berbaris dengan rapi itu, tiba-tiba
sebagian besar sama maju kemuka. Sekalipun perwira mereka Coba menCegahnya, tapi
sia-sia saja. Rombongan serdadu itu menghampiri Tan Ken Lok. Dengan merangkap ke 2
tangan mereka sama membong kokkan tubuh. Itulah Cara penghormatan HONG HWA
HWE yang biasa dijalankan.
Tan Ken Lok angkat tangan membalas hormat. Setelah menyalankan penghormatan,
rombongan serdadu itu balik kembali dalam barisannya. Menyusul dengan itu, barisan
yang dibelakang, ganti tampil kemuka untuk menyalankan penghormatan kepada Tan
Keh Lok. Demikian sekelompok demi sekelompok sebagian besar pasukan Ceng yang
ditempatkan didaerah HangCiu itu, sama bergantian maju untuk mem beri hormat pada
ketua HONG HWA HWE.
Demikianlah pengaruh HONG HWA HWE didaerah Kanglam. Banyak-banyak sekali
anggauta tentara Ceng yang masuk menjadi ang gauta HONG HWA HWE Terutama dari
suku Han-nya. Melihat bagaimana hampir lebih dari separoh tentaranya sama, memberi hormat pada
Tan Keh Lok, bukan main ter kejutnya Kian Liong. Dia insyap, malam itu kembali gagal untuk menangkap orange HONG HWA HWE Maka jengeknya pada Li Khik Siu dengan
suara dingin: "Hm,' anak buahmu betul-betul bagus !"
Sebenarnya Khik Siu sendiri juga terkejut tak terhingga, kini didamprat oleh sang
junyungan, tersipu-sipudia loncat turun dari kudanya, terus berlutut dihadapan Kian
Liong, dan Cepat-cepat katanya: "Hamba yang rendah pantas menerima hukuman !"
"Suruh mereka mundur saja!" bentak Kian Liong ke mudian.
"Baik, hamba segera perintahkan," sahut Li Khik Siu dengan ketakutan. Begitu dia
keluarkan perintah, maka selaksa serdadu itu sama mundur. Juga Thian Hong ber
teriak", menyuruh anggota-anggotaHONG HWA HWE bubaran. Dengan begitu, ber-
bondong 2lah ribuan manusia meninggalkan tepi telaga yang kesohor itu.
Berkat asuhan dari ayahandanya, kaisar Yong Ceng, maka Kian Liong telah menjadi
seorang kaisar yang pandai dalam ilmu surat dan ilmu silat. Dalam sejarah kerajaan
Boan, dia terhitung seorang kaisar yang paling terkenal sendiri.
Sangat tinggi ia menyunyung pada leluhurnya yang telah dapat menaklukkan daerah
barat, serta merobohkan kera jaan Beng.
Menurut naluri dari kerajaan Boan apabila apa yang disebut "Pat-Ki-Ping," tentara dari delapan bendera keluarga pe rang, maka anggauta pemimpin pasukan ini yang terdiri
dari para Jin-ong (sanak raja), dan pwe-lek (pangeran), se mua tentu berjuang dengan mati 2an. Tak selangkahpun mereka mau mundur. Karena' mundur berarti, seluruh anak
buah dan perlengka.pan pasukan itu akan jatuh pada apa yang disebut "Chit-Ki-Ping"
atau tentara tujuh Bendera yang lain. Karena itu, setiap saudara dan keluarga raja tentu rata-rata pandai ilmu perang.
Semasa Kian Liong naik tachta, keadaan dalam negeri aman. Tak ada pemberontakan
apa-apa. Maka ketika Kian Liong diundang ntuk minum arak oleh Tan Keh Lok, dia
teringat akan kisah kegagahan baginda 2 yang lalu ketika dimedan pertempuran
dipadang Tiang Pek San dahulu. Masa hanya untuk datang ketelaga saja, dia tak berani.
Karena itu di terimalah undangan Ketua HONG HWA HWE itu. Tapi tak di-nyana 2 dia
telah mengalami beberapa kekalahan. Untung dia seorang raja yang berpengalaman,
hingga tak sampai terjadi apa-apa yang tak di nginkan.
"Sampai disini kita berpisah, dan sampai berjumpa pula pada lain waktu," demikian
katanya kemudian sambil angkstt tangannya kearah Tan Keh Lok.
Dengan dilindungi oleh pasukan pengawal dan gi-lim-kun, Kian Liong tinggalkan tempat itu.
Keh Lok tertawa puas. Setelah itu ia ajak sekalian sau daranya kembali kedalam
perahunya dan lanyutkan minum dengan gembira.
Orang-orang gagah yang tergabung dalam HONG HWA HWE itu telah dapat
mempeCundangi kawanan si-wi, dan dalam babak ter achir, berkat renCana Thian
Hong, maka baginda pun urung mengeluarkan perintah untuk menangkap. Malam itu,
betul-betul mereka rajakan kegembiraannya dengan minum se-puas 2nya.
Meskipun Sim Hi menderita Juka berat, tapi tak sampai teranCam jiwanya. Dia masih
berbaring didalam ruang perahu. Tak putus-putusnya dia menggerang, dan kadanga me
maki-maki pada Pui Liong Cun.
"Ma-toako,1' kata Thian Hong kemudian kepada Ma Sian Kun. "Baginda hari ini betul-
betul penasaran. Dia tentu takkan sudah sampai disini saja. Harap kau peringatkan
pada saudara-saudara kita di HangCiu, supaya lebih waspada. Terutama saudara kita
yang tergabung dalam anggauta pasukan negeri. Jangan sampai mereka teraniaya.
Apabila mereka kerahkan pasukan besar, sebaiknya kita mundur ketelaga Thay-ouw
saja." Ma Sian Kun meng-angguk-anggukkan kepala. Setelah minum lagi seCawan, dia lalu
ajak puteranya pulang.
Saat itu keadaan Keh Lok sudah delapan bagian mabuk. Ketika dia dongakkan
kepalanya, tampak rembulan sudah Condong kebarat. Daun 2 terate dan puhun liu
sama berteba ran jatuh kedalam telaga. Tiba-tiba dia teringat sesuatu, lalu bertanya pada Thian Hong: "Tanggal berapakah sekarang" Karena sibuk, sampai tanggalpun
kulupa." "Hari ini tanggal 1tujuh, bukankah kemaren lusa kita meraja kan malam Tiong Chiu?"
kata Thian Hong.
Tan Keh Lok termenung sejenak. Habis itu ia berkata pula: "Ciu loenghiong, Totiang,
dan saudara-saudara sekalian. Kita sibuk semalam tadi, tapi tidak sampai kehilangan
muka. sTentang Bun suko pun telah ada beritanya. Sekarang harap sama beristirahat.
Besok aku punya urusan peribadi yang perlu kuselesaikan. Lusa kita mulai turun tangan untuk me nolong Bun suko."
"Congthocu, perlukah seorang saudara untuk menemani mu?" tanya Thian Hong.
"Tak usahlah, urusan ini kulihat tak berbahaja. Biarkan aku berada disini seorang diri, untuk memikirkan renCana ku itu," kata Keh Lok.
Setelah menepi, orang-orang itu sama minta diri. Seng Hiap Jun Hwa, Ciang Cin, Cio Su Kin dan lain-lain. sudah setengah mabuk. Disepanyang jalanan HangCiu mereka menyanyi 2 dengan nyaringnya. Giok-ju-ih pun diantar orang pulang.
Habis itu, Tan Keh Lok menuju kesebuah perahu kecil, terus didajungnya pelans.
Sampai ditengah telaga, perahu ia
berhentikan dan tibas ia menangis dengan sedih sekali. Kira nya, tanggal 1delapan
bulan delapan, adalah hari lahir ibunya. Sepuluh tahun berpisah, waktu pulang ternyata sang ibu sudah me nutup mata. Dia terkenang dan berduka sekali, dan menangis tersedus seperti anak kecil. Sebenarnya waktu Thian Hong memberi tahukan tentang
tanggal tadi, dia sudah akan menangis, tapi dapat menahannya. Sebagai seorang
pemimpin, tak seharusnya ia unyukkan kelemahan begitu.
Tengah ia ter-isak 2 itu, tibaa disebelah sana terdengar suara orang ketawa. Dengan
terkejut lalu Ken Lok ber paling, dan tampak sebuah perahu menghampiri. Dibawah
Cahaja bulan, orang yang berdiri didalam perahu itu menge nakan pakaian kelabu
muda. "Tan kongcu apakah sedang menikmati remlsalan seorang diri?" sapa orang itu segera
sesudah dekat. Jelas bagi Keh Lok bahwa orang itu bukan lain adalah muridnya Liok Hwi Ching, ialah
'pemuda' yang berdiri di belakang Kian Liong tadi. Buru-buru Keh Lok menyeka air mata dan membalas hormat, katanya: "Li-toako" Ada urusan apakah denganku?"
Sekali loncat, Wan Ci sudah berada diperahu Tan Keh Lok. Dia tertawa. "Bukankah kau
hendak mengetahui tentang berita, si Kim-tiok-siuCay ?" katanya kemudian.
Tan Keh Lok melengak. Tapi segera menyawab: "Harap Li-toako duduk untuk ber-Cakap
2." Wan Ci tertawa dan mengambil tempat duduk berhadapan dengan ketua. HONG HWA
HWE itu. "Apakah Li-toako berjumpah dengan Ie-hengte, dimana kah dia?" tanya Keh Lok.
"Sudah tentu aku tahu, namun tak mau kuberitahukan padamu," sahut Wan Ci.
Mendengar jawaban aneh itu, kembali Keh Lok melengak. MaCam omongan seorang
anak perempuan Centil saja orang ini. Sampai disitu, teringatlah Keh Lok, akan Carahja
'pemuda' ini tempo hari menyikap pundak Hwe Ceng Tong. Entah bagaimana, tibas
timbul semaCam perasaan bsnCinya pada anak muda, ini.
Wan Ci tak hiraukan perubahan muka orang. Dia tetap mainkan tangannya kedalam air,
lalu diCipratkan keatas. Ketika mendongak keatas, tampak bagaimana mata ketua
HONG HWA HWE itu masih merah tanda habis menangis, heranlah ia. "He, apa kau
habis menangis " Tadi aku mendengar suara tangisan orang, kiranya kaulah," tanyanya.
Keh Lok menjadi malu, dan melengos.
"Apakah kau terkenang akan Bun suko dan Ie sipsutemu itu" Jangan bersedih, biarlah
aku kasih tahu. Mereka ber 2 tak apa-apa," kata Wan Ci seperti niembujuk anak kecil.
Sebenarnya Keh Lok hendak menanya lebih jauh, tapi dirinya dihibur seperti anak kecil itu, dia kurang senang. Pikirnya: "Huh, sekalipun kau tak memberitahu, akupun dapat
menCarinya sendiri,", karena itu, dia diam tak mau menyahut.
"Bagaimana suhuku" Apakah dia juga datang ke HangCiu sini?" tanya Wan Ci pula.
"Apa" Liok-locianpwe tidak bersama kau?" tei'paksa Keh Lok mengajak bicara.
"Betul, sejak malam pertempuran 'dimuara Hoangho itu dia tak kelihatan lagi," sahut
Wan Ci. "Liok-locianpwe seorang yang luar biasa kepandaiannya tentu tak akan ada apa-apa,
kau tak perlu kuatir," ujar Keh Lok.
"Pengaruh HONG HWA HWE kalian sedemikian besar, kenapakah kau tidak
menCarinya?" tanya Wan Ci.
Mendengar ucapan orang yang kurang adat itu, Keh Lok makin mendongkol. Tapi
sebagai seorang terpelajar, dia dapat mengendalikan diri, katanya: "Ucapan Li-toako itu benar, besok kukirim orang untuk menyelidiki."
"Kudengar Ie-suko berkata, ilmu silatmu lihai sekali. Aku tak percaya! Dia berkata lagi, kau pantas menjadi suhuku, huh, apa kau nempil dengan suhuku?" tanya si Centil itu
dengan sengit. Heran Keh Lok dengar perkataan orang yang begitu aneh itu. Dia tersenyum dan
menyawab: "Liok locianpwe adalah orang yang sukar diCari bandingannya didunia
persilatan. Aku menjadi muridnya saja, belum tentu dia mau mene rima. Dia menerima
murid, tentu memilih yang berbakat dan Cerdas."
"Ai, ai, tak perlu kau puji 2 dihadapan orangnya," kata Wan Ci dengan tertawa. "Tadi aku telah saksikan kau me nimpukan Cawan arak, ternyata lwekang-mu bagus luar
biasa. Tetapi sekalipun orangs Hong Hwa Hwe kalian itu begitu menghormat dan tunduk
padamu melebihi terhadap kakek-moyang mereka, namun aku justru agak kurang
terima." "Hm, untuk menundukkan orang toh tidak harus mengan dalkan ilmu silat melulu, hal
ini kau tak paham, akupun sungkan menyelaskan padamu," demikian diam. 2 Keh Lok
menyengek dalam hati. Tapi bila dilihatnya kelakuan Wan Ci yang ke-kanak 2an serta
nakal, tanpa merasa ia men dongkol dan geli juga, maka kemudianpun katanya: "Sudah
lah, hari hampir pagi, aku mau menepi saja, nah, sampai ketemu !"
Habis berkata, Keh Lok angkat dajungnya untuk menunggu orang kembali keperahu
sendiri 2. Akan tetapi Wan Ci justru menjadi kurang senang. Katanya tiba": "Huh, meski semua
orang lain begitu tunduk padamu, juga tak perlu kau begini Congkak padaku !"
Mendengar oloks ini, seketika Keh Lok naik darah, segera juga pikirnya hendak memberi hajaran setimpal pada orang. Tapi bila ia pikir lagi, dirinya adalah pemimpin dari orangs gagah dan kepala dari ksatrias Hong Hwa Hwe, se jogianya tidak boleh sedikits lantas marah, pula boCah she Li ini usianya lebih muda dari dirinya, kinipun tiada orang ketiga yang menyaksikan, kalau sampai terjadi CeCok, tentu orang akan bilang tua menghina
muda, hal ini bila tersiar sesungguhnya kurang berharga.
Karena itulah sedapat mungkin ia menahan rasa gusarnya dan angkat gajuhnya hendak
medajung. Sebaliknya Wan Ci juga seorang anak yang sejak kecil sudah di-sanyung 2 dan
dimanyakan orang tua, semakin Keh Lok tak menggubris padanya, semakin ia merasa
kurang senang, sesaat itu ia masih menyublek dihaluan perahu itu takmau pergi.
Setelah perahu itu Keh Lok dajung sampai di "Sam-tam-in-gwat," suatu tempat terindah ditelaga Se-ouw itu, tiba-tiba Wan Ci tertawa dingin terus berkata lagi: "Hm, tak perlu kau berlagak, jika kau bjenar 2 bandel, kenapa seorang diri kau menangis umpetaan
disini tadi?"
Tapi masih Keh Lok tak menggubrisnya.
"He, aku berbicara padamu, apakah.kau tidak dengar?" desak Wan Ci.
Alangkah mendongkolnya Keh Lok oleh sikap boCah yang tak kenal adat itu, saking
mendongkolnya ia menarik napas sembari melirik orang, pikirnya dalam hati: "Kau
boCah ini benar 2 tidak kenal selatan, gurumu saja harus sungkan 2 padaku, tapi kau
ternyata berani begini kurang ajar."
Melihat orang masih tak menggubrisnya, masih Wan Ci berkata lagi dengan dingin:
"Orang bermaksud baik datang memberitahukan sesuatu kabar padamu, tapi kau justru
tak menggubris orang. Hm, tanpa bantuanku, lihat saja kau mampu menolong keluar
Bun-suko kalian?"
Alis Keh Lok terkerut mendengar itu. "Ha, hanya sedikit kepandaianmu ini kau mampu
berbuat apa?" katanya.
"Eh, kau pandang rendah padaku, ja" Baiklah, mari, biar kita men-jajal 2 dulu," semprot Wan Ci sengit. Dan ketika tangannya diangkat, Cepat-cepat sebilah pedang sudah
dilolosnya dari pinggang.
Sebenarnya karena mengingat Liok Hwi Ching, Keh Lok selalu bersikap mengalah. Tapi
tatkala orang melolos pedang, iapun tergerak hatinya. Tadi anak itu berdiri dibelakang Kian Liong, begitu rapat hubungannya dengan Ciangkun (Li Khik Siu) tentara HangCiu,
apakah tidak mungkin kalau dia itu orang fihak sana" Dan dia sendiri merasa aneh juga, entah karena apa, terhadap orang dia merasa benCi. Kalau melihat wajah yang begitu
Cakap, betul-betul dia tak mengerti siapakah dia itu sebetulnya.
"Tadi kau berdiri dibelakang baginda, apa pura-pura menakluk, atau memangnya kau ini hamba kerajaan?" tanyanya segera.
"Salah semua!" sahut Wan Ci dengan singkat.
"Adakah diantara kaki tangan kerajaan itu keluargamu?" tanya Keh Lok pula.
Mendengar ayahnya dikatakan "kaki tangan," murkalah Wan Ci. Tanpa menyawab dia
maju menyabet, seraja memaki: "Mulutmu betul-betul kotor !"
Karena orang berbalik menyerang, Keh Lok mendapat kesan bahwa dia kini berhadapan
dengan kakitangan kerajaan. Dia tak mau berlaku sungkans lagi. Maka bentaknya
segera: "Baik, biar kuCari suhumu untuk membuat perhi tungan."
Dengan itu, ia mengelit tusukan orang. Wan Ci keluarkan ilmu pedang "jwan-hun-kiam"
yang baru dipelajari dari suhunya. Begitu Lok berbangkit, ia luruskan pedang
kemuka untuk menusuk dadanya. Tapi Keh Lok tetap tenanga saja. Begitu ujung
pedang mendekati dada, tiba-tiba dia empos semangat dan menarik dadanya
kebelakang sedikit.
Tadi Wan Ci telah kerahkan tenaganya untuk menyerang. Kalau sampai orang dapat
menghindarinya dengan Cara itu, insyaplah dia bahwa orang itu sungguh-sungguh lihai.
Karena kuatir orang akan balas menyerang, ia enyot kakinya untuk loncat ke sebuah
tumpukan batu di "pulau" Sam-tam-in-gwat di tengahs telaga itu. Melihat Caranya
orang meloncat keatas batu karang yang sedemikian jauh dan tinggi lagi liCin itu,
tahulah Keh Lok bahwa anak itu kepandaiannya juga tak terCelah. Diam-diam ia tak
berani memandang rendah.
Sebenarnya ia akan gunakan tangan kosong untuk melajani. Tapi ketika anak itu
keluarkan ilmu pedang dari Bu Tong Pai, ia teringat ketika bertempur dengan Thio
Ciauw Cong. Kenyataan telah membuktikan, bahwa ilmu pedang Bu. Tong Pai itu tak
boleh dibuat permainan. Karenanya, diapun menyamber dahan puhun liu yang
menyulur kebawah, untuk dipakai mengajun kesebuah tumpukan batu karang lain.
Begitu dia berdiri tegak, tangannya sudah memegang sebatang dahan liu.
Melihat Caranya orang menyawut dahan puhun, terkejut lah Wan Ci. Tapi ia pantang
mundur dan masih terus ngotot, untuk menyerang lagi. Ia loncat keatas batu dimana
Tan Keh Lok berdiri, sambil menusuk pundaknya.
"Sam-tam-in-gwat" adalah salah satu dari tiga buah "pulau" batu ditengah telaga Se-
ouw. "Pulau" itu terapunga diper mukaan air. Pada saat itu, Tan Keh Lok hanya
miringkan tubuhnya sedikit, terus menyodokkan dahan liu itu kepung gung penyerangnya. Luput
menusuk, kaki Wan Ci di-enyot kan kelain batu, Dari situ dengan gerak "giok-tay-wi-
yao" atau sabuk putih melilit pinggang ia putar pokiamnya untuk menyerang lagi. Dia
percaya kali ini, orang tentu akan ter desak dari tempatnya.
Tapi Keh Lok tetap tak mundur. Begitu ujung pedang sinona menyambar, ia loncat
tinggis keatas terus poksay (kepala menyungkir) kebawah, jadi dahan liu pun men julur kebawah. Wan Ci Buru-buru menabas, tapi dahan liu itu seCepat-cepat nya bergerak
menurut batang pedang, terus me nyabet kemukanya. Sakitnya sampai terasa panas
dipipinya, tanpa berajal, nona itu loncat kesebuah batu disebelah kiri.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siapa tahu berbareng kakinya menginyak kebatu, Tan Keh Lok pun sudah menyusul
berdiri tegak dengan gerakan yang rapi sekali. Wan Ci marah betuR Begitu pedang di
pindah ketangan kiri, dia Cepat-cepat sudah mengambil serangkum jarum 'hu-yong-
Ciam', terus disambitkan beruntun-runtun keatas, tengah dan bawah, dia arah semua.
Karena berdiri diatas sebuah batu, maka Keh Lok tak punya kesempatan untuk berkelit.
Maka ia menyulurkan ke 2 kakinya keluar, sehingga sikapnya seperti orang rebah diatas air, tangannya kiri yang lurus dijulurkan untuk me nempel pada batu. Maka jarum
timpukan itu melayang disela tangannya terus jatuh ditelaga. Setelah itu, dengan
gunakan khi-kang, dia melambung keatas. Sedikitpun badan nya tak menempel air.
Sampai disini, insyaplah Wan Ci bahwa musuh jauh lebih kuat darinya dan dengan
gunakan akal ia berseru: "Ha, sampai disini saja, lain kail kjta bertemu lagi !"
Dengan ucapan itu sinona akan merat.
"Kau telah menyerang tiga kali, karena memandang muka suhumu, aku hanya
membalas 1 kali saja, nah terimalah!" bentak Keh Lok tiba-tiba .
Berbareng mengucap, dahan liu digentak kemuka. Karena sudah pernah merasakan
tamparan tadi, Wan Ci tak mau menerima ke 2 kalinya. Pedang lurus dibaCokkan
kemuka untuk memotong dahan. Tapi dahan itu bagaikan bermata, pedang tiba, diapun
ikut bergerak untuk menCongkel. Suatu tenaga kuat dirasakan Wan Ci merabetot
pedangnya. Berbareng itu tangan kiri orang telah menyodok juga kedadanya.
Betapa kaget dan malu Wan Ci tak terkira. Pedang agak dikendorkan, lalu tangannya
kiri dipakai untuk menyambut tangan "jail" orang. Dari situ, ia loncat kebatu yang ter letak disebelah kanan.
Karena memikiri menangkis itu, pedangnya telah terCong kel keudara dan pada lain
saat sudah berada ditangan lawannya.
"Huh, maCam itukah seorang Chongthocu, masa gunakan jurus yang begitu rendah!"
Wan Ci menyemprot.
Tan Keh Lok melengak. "NgaCo, jurus mana yang kau katakan rendah itu?" sahutnya
bingung. Wan Ci terhening malu. Ia pikir lawan tentu tak menge tahui bahwa dirinya itu seorang nona yang menyaru lelaki, jadi jurus tadi tak sengaja untuk melakukan perbuatan 2
yang kurangajar. Dia jengah sendirinya, terus loncat ke dalam sebuah thing (pagoda
kecil) yang berada di 'Sam-tam-in-gwat' itu.
Melihat gerakan orang, tahulah Keh Lok akan maksudnya. Cepat-cepat ia enyot kaki dan tegak berdiri dihadapan sinona. Dengan wajah tenang dia angsurkan pedang yang
dirampas nya tadi. Tanpa berkata apa-apa, tangan Wan Ci menyambuti nya untuk
dimasukkan kedalam sarung, terus tundukkan ke pala berlalu.
Setelah "bertempur" hampir setengah malam, haripun sudah menyelang terang. Keh
Lok simpan sulaman 'hong-hwa' yang didadanya itu, lalu menuju kepintu timur. Pintu
kota sudah terbuka. Serdadu yang menyaga pintu menga 4} wasi Tan Keh Lok dengan
tajam, tiba-tiba tangannya ditekuk kedada, lalu membongkok memberi hormat. Kiranya
dia adalah salah seorang anggauta HONG HWA HWE Keh Lok anggukkan kepala, lantas
berjalan keluar.
"Congthocu akan keluar kota, apakah perlu seekor kuda?" tanya penyaga itu tiba-tiba .
"Baikkah", sahut Keh Lok.
Serdadu itu berlalu, dan sebentar lagi dia kembali dengan seekor kuda. Dibelakangnya mengikut 2 orang hamba, juga anggauta HONG HWA HWE Mereka merasa girang
dapat mem berikan jasa untuk Congthocunya.
Kira-kira 2 jam, Tan Keh Lok sudah sampai dipintu barat kota Hay Ling. Hampir sepuluh tahun, baru kali ini dia pulang kerumahnya. Baginya, segala apa tampak tak berobah.
Tem bok kota dimana semasa kecil dia sering bermain-main , masih tetap sama.
Takut orang mengenalnya, dia keprak kudanya untuk me nuju keutara. Sekira 5 li, ia
mengasoh dirumah seorang petani. Sehabis makan siang, ia beristirahat. Karena sema
lam bergadang, maka tidurnya tampak pulas sekali.
Nyonya rumah melihat tetamunya itu seperti seorang kongcu, dan berbicara dalam lidah daerahnya situ, mela janinya dengan gembira. Malamnya menyembelih ajam untuk
dihidangkan. Atas pertanyaan Keh Lok mengenai keadaan didaerah itu, petani itu
menerangkan : "Entah karena apa, baginda telah membebaskan pajak penduduk Hay
Ling ini selama tiga tahun. Mungkin karena memandang diri Tan koklo".
Ayah Keh Lok, Tan Siang Kok, sudah meninggal beberapa tahun lamanya. Dia heran,
mengapa pihak kerajaan tiba-tiba menghadiahkan kebaikan begitu besar. Habis dahar,
dia berikan sepuluh tail perak pada tuan rumah, lalu minta diri.
Lebih dulu dia menuju kepintu selatan. Disitu dia duduk ditepi laut, memandang lautan.
Teringat dia semasa kecil nya mamahnya telah mengajaknya kesitu untuk melihat Laut.
Lagi-lagi dia mengembeng air mata. Selama sepuluh tahun berada di daerah Hwe, apa
yang dilihatnya setiap hari, hanya lah padang pasir. Kini disuguhi pemandangan laut
nan biru indah itu, dia merasa nyaman.
Tak lama kemudian, ombak dilautan tampak samar 2 dengan datangnya petang hari.
Dia tambatkan kudanya pada sebatang puhun liu disitu, lalu dengan gunakan ilmu
berlari Cepat-cepat , dia menuju kerumahnya yang terletak disebelah timur-laut.
Sampai dirumahnya, ia kesima. Disamping gedungnya yang lama, kini ada pula sebuah
gedung baru. Diantara sinar rem bulan, tampaklah loteng gedung itu megah dan indah
sekali. Papan yang tergantung dimuka gedung itu bertulisan: "An Lan Wan," ditulis oleh tangan Kian Liong sendiri.
Keh Lok kembali merasa heran. Dia loncat masuk ke dalam gedungnya yang lama,
langsung menuju kekamar mamahnya. Dengan ber-indap 2 dia naik keloteng, lalu me
longok kedalam. Ternyata kamar itu kosong, hanya perhiasan nya masih tetap terawat
seperti dikala mamahnya masih hidup. Perabotannya yang terbuat dari kaju merah,
tempat tidur, lemari, masih tetap berada ditempat seperti sepuluh tahun yang lalu.
Dimeja ada sebuah lilin menyala.
Tiba-tiba terdengar derap kaki orang mendatangi. Buru-buru Keh Lok bersembunyi
kesebuah sudut. Ternyata yang datang itu adalah seorang wanita tua, Tampak
perawakan orang, tak tertahan lagi Keh Lok ingin menegurnya. Kiranya wanita itu
adalah pelajan tua Swi Ing. Dialah yang mengasuh Tan Keh Lok sampai umur 15 tahun.
Salah seorang inang pengasuh nya yang paling dikasihinya.
Swi Ing yang sudah berusia lanyut itu, terus masuk kedalam kamar. Setelah
membersihkan semua perabot 2 disitu, ia duduk disebuah kursi dan termenung 2. Dari
bawah bantal diatas pembaringan itu, diambilnya sebuah kopiah anak kecil. Kopiah itu bersulamkan kembang merah, diatasnya disunting kan sebuah giok warna hijau dikitari
oleh 5 biji mutiara. Itulah kopiah Tan Keh Lok dimasa kecil.
Melihat semua hal itu, tak tahan lagi perasaan Keh Lok. Sekali melangkah dia
"menyerbu" maju untuk merangkul mak inang pengasuhnya itu.
Swi Ing kaget bukan kepalang, hingga akan berteriak. Tapi Keh Lok keburu mendekap
mulutnya, katanya dengan berbisik: "Jangan menyerit, akulah."
Mengawasl muka anak muda itu, budyang tua itu heran sampai tak dapat berkata apa-
apa. Kiranya setelah meninggal kan rumah selama sepuluh tahun itu, wajab, Keh Lok
berobah sama sekali. Sedang sibudyang masih tetap sama, sekalipun hanya kelihatan
agak tua. Maka yang satu mengenal, yang lain tidak.
"Swi-kho, akulah Sam Koan (nama kecil Keh Lok), apa kau tak mengenalnya?"
Baru saat itu dapat Swi Ing tenangkan hati, katanya : "0, kau......... kau ini Sam Koan.
Kau betul......... pulang?"
Keh Lok tersenyum anggukkan kepalanya. Masih saja budyang itu menimang-nimang
mengawasi wajah majikan yang diasuhnya itu. Pada lain saat, dia terus merangkulnya
dan menangis tersedu 2.
"Sudahlah, jangan menangis, supaya orang tak ketahui kedatanganku ini," kata Keh
Lok. "Tidak apa, mereka semua sama berada digedung baru sana. Disini kosong," kata
sibudyang . "Gedung baru itu kepunyaan siapa"' tanya Keh Lok.
"Baru setengah tahun yang lalu didirikannya, entah menelan ongkos berapa puluh laksa tail perak, dan entah apa guna nya," demikian sahut budyang itu melantur.
Keh Lok tahu bahwa budyang nya itu sudah tua, jadi tak mengerti apa-apa tentang
urusan itu. Maka tanyanya pula : "Bagaimana meninggalnya ibu" Dia menderita sakit
apa?" Swi Ing mengambil saputangan untuk mengusap air mata nya, kemudian baru
jawabnya: "Entah penyakit apa yang diderita sioCia itu ia berduka, tiga hari beruntun tak mau makan, terus sakit, sepuluh hari kemudian menutup mata. Dikala mau
meninggal dia masih teringat padamu, katanya: 'Di manakah Sam Koan-ku" Dia belum
pulang" Aku ingin bertemu padanya !' Dua hari ia selalu mengiang begitu, baru
kemudian menghembuskan napasnya terachir."
"Sungguh aku seorang anak yang put-hauw! Ibu mau melihat aku untuk yang
penghabisan kali, tapi aku tak datang," kata Keh Lok dengan ter-isak 2.
Pada umumnya didaerah Kanglam, apabila puteri seorang ternama menikah, tentu ia
dibawai beberapa budyang (pela jan). Sekalipun nona itu sudah kawin dan disebut thaythay (nyonya), namun budyang 2 itu masih menyebutnya "sioCia". Demikianlah, Swi
Ing masih membahasakan ibu Keh Lok dengan sebutan "sioCia" (nona).
"Apakah pesan ibu kepadamu?" tanya pula Keh Lok.
"Sehari sebelum menutup mata, nampaknya kesehatan
sioCia sangat baik, seperti orang biasa. Tahu kalau takkan berjumpah padamu, ia
menulis sepuCuk surat untukmu", tutur sibudyang itu.
"Mana surat itu, lekas berikan padaku!" Keh Lok tanya dengan Cepat-cepat .
"Tapi entah apa sebabnya, ia mengelah napas, lalu katanya: 'Ah, lebih baik ia tak
mengetahuinya saja'. Lalu menyuruh aku ambil lilin, dan surat itu dibakarnya. Hampir surat itu terbakar habis, sioCiapun kehabisan tenaga, tangannya me lepas, terus
menghembuskan napas terachir".
Tak tahan lagi air mata Keh Lok berCuCuran, lalu tanya nya lagi: "Jadi ibu belum
membakarnya habis" Mana sisa surat itu?"
"Kusimpan", kata budyang itu.
"Berikan padaku!" pinta Keh Lok.
"Karena sioCia tak ingin kau mengetahui, maka baik dibakar saja. Perlu apa kau
memintanya itu?" ujar sibudyang .
Wajah Keh Lok mengunyuk kedukaan, ia mengeluh dengan ibanya: "0, entah apa yang
akan dikatakan oleh ibu, ah, aku tak beruntung bertemu muka padanya, sedang
suratnya yang penghabisan pun aku tak dapat melihatnya".
Swi Ing merasa kasihan, lalu membuka peti dan mengam bil keluar sebuah kotak kecil.
Begitu dibuka, diambilnya sebuah amplop, diberikan pada Tan Keh Lok seraja katanya :
"Tak tahu aku apa yang ditulis oleh sioCia, surat ini diama kusimpan, tak pernah
kutunyukkan pada orang lain."
Dengan bergumeteran tangannya Keh Lok menyambuti amplop itu. Ternyata surat
didalamnya itu merupakan sjaira yang separoh bagiannya telah terbakar. Sedang
sisanya itupun sudah gosong kekuning 2an. Disana sini tampak tetesan lilin. Huruf 2 itu terang adalah buah tulisan ibunya, antaranya ter tulis "sebagian hidupnya menderita", semataa untuk kepen tingan putera", "keluarga Tan yang terpaksa disuruh meni kah"
dan lain-lain. beberapa patah kata yang terputus dari rangkaian nya. Ada lagi beberapa baris kalimat yang tak ada hubu ngannya satu dengan lain, jakni: "nisan Sim-si," "jalan wanita utama" dan lain-lain.
Keh Lok sungkan mempelajarinya, lalu memasukkansja kedalam saku, dan tanyanya
lagi: "Dimanakah kuburan ibu?" "Dibelakang Hay-sin-bio yang baru dibangun." "Hay-sin-bio (kelenteng malaikat laut) ?" Keh Lok menegas.
"Benar, juga bangunan baru yang 1 selesai tahun ini. Bio itu luas sekali, terletak ditepi laut," kata sibudyang . "Swi-kho, aku akan kesana," kata Keh Lok achirnya. Swi Ing
sebenarnya masih akan mengajak bicara lagi, tapi Keh Lok sudah loncat' keluar dari
jendela. Perjalanan ketepi laut, ia paling paham. Sekejab saja, sampailah sudah. Benar disitu tampak sebuah bangunan yang menyulang tinggi. Belum pernah dia melihatnya dulu,
dia menduga pasti itulah Hay-sin-bio. Terus ia menuju kepintu muka. Tiba-tiba dari arah kanan dan kiri bio itu terdengar derap kaki orang. Sebagai seorang' kangouw, tahulah ia, bahwa itu adalah tindakan kaki dari bangsa Ya-heng-jian (orang kangouw yang
keluar diwaktu malam). Cepat-cepat ia sembunyi dibalik sebuah puhun liu.
Betul juga dari ke 2 samping bio (kelenteng) loncat keluar empat orang. Dimuka pintu bio, mereka saling me negor dengan isjarat tangan. Habis itu mereka menuju lagi
kesebelah kanan dan kiri halaman bio itu. Keh Lok merasa heran. Hay Ling adalah
sebuah kabupaten kecil ditepi laut. Mengapa dan apa tujuan keempat orang yang lihai
itu" Mau ia menguntit mereka, tapi tiba-tiba terdengar ada tindakan kaki orang lagi. Kembali dari ke 2 samping bio itu ada empat orang loncat keluar. Ia lihat keempat orang ini
bukanlah keempat orang yang duluan. Makin heran Keh Lok dibuatnya ia tunggu setelah
empat orang itu sudah meng hilang pula, Cepat-cepat ia enyot tubuh terus melesat
keatas tembok untuk menunggu kejadian selanyutnya.
Sesaat kemudian, kembali ada empat orang munCul lagi. Nyata orang-orang yang setiap
kalinya 2 itu, sedang mengelilingi bio itu untuk melakukan perondaan. Dengan penuh
perhatian Keh Lok mengawasi kesemuanya itu. Mereka nyata orang-orang yang tinggi
ilmu silatnya, apakah akan ada upaCara dari sesuatu partai yang diselenggarakan dalam bio itu" Atau
mungkin ada kawanan bajak yang akan mengadakan per temuan besar disitu"
Tersurung oleh keinginan mengetahui, Keh Lok dengan tak mengeluarkan suara
sedikitpun loncat turun, lalu menyelinap masuk kedalam bio dan mengambil tempat
persembunyian disitu.
Diruangan sebelah timur kelenteng itu terdapat patung dari Wat Ong, sedang diruangan sebelah barat adalah patung dari malaekat penunggu bio itu. Dia pergi keruang tengah, untuk mengetahui patung siapakah yang dipasang disitu. Setelah mengawasi, maka
bukan main kagetnya.
Patung yang wajahnya bersih berseri-seri itu ternyata bukan lain adalah ayahnya
sendiri, Tan Siang Kok. Karena kagetnya itu, sampaia Keh Lok mengeluarkan seruan
tertahan. Tiba-tiba disaat itu dari arah luar terdengar tindakan kaki orang mendatangi.
Dia Buru-buru sembunyikan diri dibelakang lonCeng besar. Empat orang tampak masuk
keruangan tengah itu. Mereka berpakaian warna hitam, masinga menghunus sen-jata.
Setelah berputar sekali, mereka keluar lagi.
Disebelah kiri adalah sebuah pintu angin terbuka, kesitu Keh Lok menyelinap, terus
berjalan dengan ber-indap 2. Disitu terdapat sebuah jalan yang terbuat dari marmer
putih. Jalanan itu panyang dan menyurus keluar. Tepat seperti lorong yang terdapat
didalam istana. Kuatir kalau kepergok, Keh Lok enyot tubuhnya naik keatap yang me-
nutupi sepanyang jalan itu. Sampai diujung jalan batu marmer itu, ternyata tak ada
seorangpun jua. Ia lalu loncat turun. Disebelah muka kembali ada sebuah ruangan
agung. Didepannya tergantung papan yang tertulis "Thian Houw Kiong." Pintunya
terbuka, dan Keh Lok dengan beranl masuk kesitu. Tapi keadaan disitu ternyata tambah membuat ia ter kejut.
Patung di "Thian Houw Kiong" itu putih berseri bagaikan rembulan. Sepasang matanya
yang bening, mirip sekali dengan mamahnya, Ji-si. Setelah mengawasi sekian lama, lalu Keh Lok balik keluar, untuk menCari kuburan sang ibu. Dibelakang "Thian Houw Kiong"
itu, dipasangi dengan tenda 2 dari kain warna kuning yang panyang sekali.
Kembali Keh Lok sembunyikan diri, karena diluar tenda itu, terdapat beberapa orang
berpakaian hitam tengah mondar-mandir melakukan patroli. Kesemuanya itu, tetap tak
dimengerti olehnya. Karenanya, dia ambil putusan untuk menCari tahu. Dengan ber-
indap 2 dia mendekati tenda. Menunggu kesempatan ke 2 penyaga yang tengah
meronda kesana, ia terus masuk kedalam tenda itu.
Bermula ia rebahkan diri, untuk mengetahui apakah ada orang yang mengetahui
perbuatannya. Kiranya dihalaman dalam tenda itu, kosong. Tanah disitu sangat bersih, sedikit pun tak ada rumputnya. Tenda itu, bersambung satu dengan lain, sehingga
merupakan jalanan yang menyurus kebela kang. Pada setiap tenda dipasangi dengan
penerangan lilin besar yang terang sekali.
Dengan menCabut pokiam pemberian Hwe Ceng Tong, Keh Lok maju kemuka. Ia pikir
harini sekalipun masuk kesarang harimau, dia tak gentar. Sunyi senyap keadaan ketika itu. Hanya kadang 2 terdengar letikan lilin yang me netes jatuh. Beberapa tindak pula, tiba-tiba terdengar suara berkresek, Buru-buru dia menyingkir kesamping. Setelah
keadaan sepi lagi, kembali ia maju. Diantara Cahaja lilin yang terang itu, tertampaklah dimuka ada 2 buah kuburan besar. Dan terlihat ada seorang yang tengah berlutut
didepan, kuburan 2 itu.
Pada bagian depan kuburan itu terdapat batu nisan yang tertuliskan perkataan
"Kuburan dari Tan Si Koan, tay-hak-su kerajaan Ceng." Sedang bongPai pada kuburan
disamping nya, bertuliskan "Kuburan dari Ji-hujin, it-bin-hu-jin kerajaan Ceng."
Keh Lok dapat membaCanya dengan jelas, diam-diam hatinya menCelos. Tanpa
mengingat bahaja apa-apa, dia akan maju untuk berlutut kesitu. Tapi tiba-tiba orang
yang berlutut itu berbangkit. Keh Lok merandek dan mengawasinya. Tampak orang itu
bermenung sejenak, akan kemudian, dengan tiba-tiba berlutut dan member! hormat
beberapa kali. Terus orang itu berjongkok ditanah. Dari gerakan bahunya yang tampak
mengigil itu, nyatalah dia tengah menangis tersedu-sedu.
Hilang kekuatiran Keh Lok ketika menyaksikan hal itu.
Yang berlutut dihadapan kuburan orang tuanya itu, tentulah masih keluarganya.
Mungkin keponakan dari sang ayah, atau lain-lainnya. Melihat kesedihan orang itu,
tanpa merasa Tan Keh Lok menghampiri dan menepuk bahunya pelan-pelan : "Silahkan
bangun !" Karena kagetnya, orang itu berbangkit bangun. Tapi dia tetap tak mau berpaling
kebelakang, hanya berseru menanya : "Siapa!"
"Aku juga akan menyambangi kuburan ini," sahut Tan Keh Lok.
Dan tanpa mengurus orang itu lebih jauh, Keh Lok terus berlutut didepan kuburan ayah bundanya dan menangis tersedu-sedan.
"0, ayah, ibu, Sam Koan datang terlambat tak beruntung bertemu," katanya dengan
suara ter-isak 2.
Karena itu, kedengaran orang tadi bersuara kaget, terus mengajunkan langkahnya
keluar. Namun sekali enyot kakinya, Keh Lok melompat 2 tindak kebelakang, tepat
meng liadang dimuka orang itu. Diantara sinar lilin, ke 2 orang yang saling berhadapan itu seketika melengak terpesona, sampai 2 ke 2nya mundur selangkah. Orang yang
berlutut dimuka kuburan ayah bundanya itu ternyata bukan lain adalah yang dipertuan
dari kerajaan Ceng pada masa itu, baginda Kian Liong.
"Kau......... tengah malam buta mengapa kemari?" seru Kian Liong kemudian dengan
terkejut. "Hari ini adalah hari lahir ibuku, karena itu aku datang untuk menyambangi kuburannya.
Dan kau?" balas Keh Lok.
"Jadi kaulah putera dari Tan Si Koan itu?" Kian Liong berbalik menanya.
"Benar, semua orang dikalangan kangouw mengetahuinya, kukira kaupun sudah
mengetahui juga," sahut Keh Lok.
"Belum," kata Kian Liong.
Kiranya pada tahun 2 yang teraehir itu, perhatian Kian Liong ditujukan pada keluarga Tan di Hay Ling daerah Kanglam. Sekalipun diantara menteri 2 itu mengetahui bahwa
daerah itu adalah daerah kekuasaan Hong Hwa Hwe yang dipimpin oleh putera dari Tan
Siang Kok almarhum, namun
mereka tak berani memberitahukan kepada baginda. Karena raja itu, wataknya aneh
sekali. Rasa murka dan girang, bisa datang mendadak padanya dengan Cepat-cepat .
Dengan mengajukan laporan itu, menteri itu kuatir, akan mengundang bahaja baginya
sendiri. Begitulah kekuatiran Keh Lok tadi kini berganti dengan rasa keheranan, pikirnya: "Tak heranlah kiranya kalau se luruh bio dijaga sedemikian kerasnya. Kiranya dialah yang
datang kemari. Tapi untuk apakah dia datang pada tengah malam begini, tambahan lagi
berlutut dan menangis dimuka kuburan ayah bundaku?" " Hal inilah yang membuat ia
tidak habis mengerti. Sedang fihak Kian Liong sendiripun tengah termenung
mengawasinya. Achirnya, Kian Liong mengajak nya duduk. Dengan begitu, ke 2 orang
itu, bertemu lagi untuk yang ketiga kalinya. Pertama dirimba Sam-tiok, per kenalan
permulaan. Ke 2 kalinya, ditengah telaga Se-ouw, dimana diam. 2 mereka saling
menguji kekuatan masings. Tapi kini pertemuan dimuka kuburan Tan Siang Kok kali ini, rasa bermusuhan itu terkikis dan berobah menjadi rasa yang dekat sekali.
Sambil menarik tangan Keh Lok, kemudian berkatalah Kian Liong: "Kau tentunya
merasa heran mengapa pada waktu begini, aku berkunyung kemari. Semasa hidupnya,
ayahmu itu berjasa besar padaku" sehingga aku dapat naik kesinggasana kerajaan. Budi itu, tak pernah kulupakan. Karenanya, malam ini kuperlukan menyambangi
kuburannya."
Tapi Keh Lok hanya setengah percaya setengah tidak.
"Dan kalau sampai hal ini boCor keluar, tidaklah leluasa. Maukah kau berjanyi takkan memberi tahukan pada orang lain?" tanya Kian Liong pula.
Karena raja itu begitu mengindahkan pada ayah bundanya, sudah tentu Keh Lok tak
berkeberatan, katanya : "Ja ngan kuatir. Dihadapan kuburan ayah bundaku ini, kuber


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sumpah takkan memboCorkan kejadian malam ini pada siapapun juga."
Seorang kangouw, paling mengutamakan janyi. Hal ini di nsyapi Kian Liong. Apalagi
orang sudah bersumpah dimuka kuburan orang tuanya. Dia merarasa puas dan
gembira. Demikianlah ke 2 orang itu duduk dimuka kuburan dengan tangan bergandengan. Yang
satu, adalah yang diper tuan dari negeri Tiongkok pada masa itu. Dan yang seorang,
adalah ketua dari sebuah perkumpulan besar dikalangan Kangouw. Entah apa yang
dipikirkannya, ke 2nya saling menyublek untuk sekean saat.
Tiba-tiba samara terdengar suara gemuruh. Telinga Keh Lok yang terlatih tajam itu,
mengerti apa adanya itu. Katanya : "Ombak. pasang, baiklah kita menyaksikannya
ketepi laut. Sudah sepuluh th. aku tak melihatnya."
Kian Liong mengiakan, dan dengan masih menggandeng tangan orang, dia berjalan
keluar. Kawanan si-wi yang meronda diluar sama tersipu-sipu menyambut keluarnya Kian
Liong. Tapi bagaimana terkejut mereka, ketika dilihatnya baginda tengah berjalan
bertun tunan tangan dengan seseorang. Lebih 2 pentolan 2 si-wi seperti Pek Cin, Cu
Wan dan lain-lain. mereka sama berCekat dalam hati, setelah mengetahui bahwa
penyagaan mereka telah jebol diterobos orang tanpa sepengetahuannya.
PunCak kekagetan mereka terjadi, ketika ternyata orang yang disamping baginda itu,
bukan lain ialah ketua dari Hong Hwa Hwe. Sementara itu beberapa si-wi bergegas-
gegas membawakan kuda.
"Kau naikilah kudaku ini," kata Kian Liong pada Keh Lok. Kembali para si-wi itu
menyediakan lagi seekor kuda kepada baginda. Demikianlah ke 2nya menuju kepintu
timur. Ketika itu gemuruh ombak makin nyata, menderu-deru tak henti-hentinya.
Sekeluarnya dari pintu timur, suasana penuh dengan gemuruh air pasang, namun dilaut
tampaknya tenang 2 saja, putih ke-perak 2an ditimpah Cahaja rembulan.
"Mamahku dilahirkan pada hari ini, karenanya beliau di namakan 'Tiao Seng' (air
pasang)." Ketika ucapan itu melunCur dari mulut Tan Keh Lok, tangan Kian Liong yang memimpin
anak muda itu terasa bergemetar, pertanda dari luapan sang hati. Memandang kelaut,
Kian Liong termenung sejenak. Baru achirnya dia berkata :
"Kau memang berjodoh dengan aku. Besok aku akan kembali ke HangCiu. Tiga hari
kemudian baru kembali ke Pakkhia. Sukalah kau ikut padaku " Sebaiknya, kau selalu
mendampingi aku, agar setiap saat dapat kukenang wajah ayahmu."
Sukar dilukiskan perasaan Tan Keh Lok mendengar kata-kata yang lemah lembut dari
seorang raja yang berkuasa seperti itu. Untuk beberapa saat, dia kesima, tak dapat
menyawab. "Kau seorang bun-bu-Coan-Cay (serta dapat: sastera dan silat). Kelak tentu dapat kau gantikan kedudukan ayahmu. Bukankah itu akan jauh lebih berharga daripada kau ber
kelana dikangouw?" kata Kian Liong pula.
Dengan ucapan itu, Kian Liong mengisiki, bahwa anak muda itu akan diberinya pangkat
tay-hak-su (menteri besar yang berkuasa penuh). Itulah kedudukan yang paling tinggi
menurut tingkatan menteri. Kian Liong jakin, anak muda itu tentu akan girang dan
menghaturkan terima kasih.
Siapa tahu dugaannya ternyata meleset, Keh Lok telah menyawab: "Begitu besar
kebaikanmu itu, entah bagaimana kuharus menghaturkan terima kasih. Tapi kalau aku
temaha dengan kesenangan hidup, tak nanti kutinggalkan rumah dan berkelana
dikangouw."
"Itulah yang akan kutanyakan padamu. Kau tak mau menjadi kongcu, sebaliknya
berkelana tak keruan dikangouw, adakah hal itu tak membuat malu orang tua?" kata
sang kaisar. "Itulah kebalikannya, karena hal itu justeru atas titah mamahku. Ayah dan kokoku, tidak mengetahuinya, sehingga mereka berjerih-payah untuk menCariku. Sampai sekarang,
kokopun masih mengirim orangnya untuk menCari," sahut Keh Lok.
"Mamahmu yang menyuruh" Anehlah, masa begitu?" Kian Liong menjadi heran.
Keh Lok menunyukkan kepala, agak lama tak menyawab, kemudian katanya: "Itulah
rahasia kedukaan dari ibu akupun tak mengerti."
Sementara itu gemuruh air pasang makin menghebat, sehingga pembicaraan ke 2nya
itu hampir tak kedengaran.
Selarik ombak putih bergulung-gulung mendatangi. Hawa terasa dingin ketika gulungan
ombak itu makin mendekat. Gemuruh bagai guntur, makin dekat makin berkumandang
jelas lak sana ribuan pasukan kuda menyerbu datang.
Sambil tangan kiri memegangi tangan Keh Lok, tangan' kanan Kian Liong me-ngebut
2kan kipasnya. Melihat datang-nya ombak raksasa itu, dia terkejut. Tanpa terasa,
tangan-nya kendor, dan kipas itu jatuh kebawah ketitian batu yang menyurus keair laut.
Kipas itu adalah kipas persembahan dari Tan Keh Lok tempo hari. Saat itu baginda dan Keh Lok tengah berdiri ditepi laut, yang berada tujuh atau delapan tombak dari atas
tempat air laut. Saking kagetnya, Kian Liong berseru tertahan.
Cepat-cepat seperti kilat, Pek Cin menerjun kebawah untuk menyawutnya. Dengan
sebelah tangan menekan pada batu di tangkul, tangan yang lain telah berhasil
menyawut kipas itu.
Dalam pada itu gelombang ombak raksasa makin mendekat, dan pada lain saat pasti
Pek Cin akan ditelan oleh gelombang itu, terpenCet pada tanggul 2an. Kawanan si-wi
sudah berteriak kaget. Dengan gunakan ilmu mengentengi tubuh, Pek Cin Cepat-cepat
meloncat keatas, tapi ombak ternyata lebih Cepat-cepat lagi.
Keh Lok Cepat-cepat bertindak, ia sebret jubahnya menjadi 2, disambung terus
dilunCurkan kebawah. Pek Cin Cepat-cepat memegang tali itu, justeru tepat ombak
sudah menganCam ifjjj 2 kakinya. Buru-buru Keh Lok menariknya keatas tangguPnya.
Sedari melihat datangnya ombak yang mengganas itu, Kian Liong dan sekalian si-wi
sudah menyingkir dari tepi tang gulan itu. Ketika Pek Cin dapat ditarik keatas, ombak pun sudah naik keatas.
Sejak kecil Keh Lok sudah kenyang memain ditepian laut itu, jadi fahamlah dia akan
"sifat" ombak itu. Begitu sudah menarik Pek Cin, dia terus loncat kekebelakang
beberapa tindak. Sedang begitu sampai keatas tanggulan itu, ombakpun sudah
mengejar Pek Cin keatas. Cepat-cepat si-wi itu ajunkan tangan untuk lemparkan kipas
itu pada Cu Wan. Setelah itu dia merangkul erat- pada sebuah puhun liu yang tumbuh
ditepi. Sementara itu bagaikan gunung roboh, guiungan ombak itu menutup keatas kepalanya
Pek Cin. Kiranya ombak itu, seCepat-cepat pasang, seCepat-cepat itu pula surutnya.
Dalam sekejab saja, air laut ditanggulan itu sudah surut kembali. Begitu erat Pek Cin menyikap batang puhun; liu itu, hingga me ninggalkan bekas guratan jari. Baru setelah air surut, dia berani loncat kebelakang.
Melihat dia begitu berani dan setia, Kian Liong merasa gembira. Begitu menyambuti
kipas dari Cu Wan, berkatalah ia kepada Pek Cin sambil anggukkan kepalanya: "Kalau
nanti pulang, kuhadiahkan kau satu perangkat pakaian lain."
Dengan pakaian basah kujup, Pek Cin Buru-buru berlutut menghaturkan terima kasih.
Kemudian berkata Kian Liong kepada Tan Kehj Lok: "Kata orang kuno 'sepuluh laksa
tentara sama dengan deru ombak setengah malam', rupanya hal itu memang terbukti."
"Pada masa dulu Chi Ong telah menghamburkan tiga 000 anak panah untuk menghajar
ombak, tapi ombak tetap mengganas. Nyata pengaruh alam, sukar ditundukkan," kata
ketua HONG HWA HWE itu.
Meng'erti bahwa orang akan mengulangi pembicaraannya ditengah telaga Se-ouw
tempo hari, tahulah Kian Liong bahwa anak muda itu tetap tak mau bekerja pada
kerajaan. Maka katanya: "Tiap orang punya tujuan sendiri 2, akupun tak dapat
memaksamu. Hanya ingin kunasehat.i kau sedikit."
"Silahkan berkata," sahut Keh Lok.
"Sepak terdyang dari kaum HONG HWA HWE kalian yang nyata menentang undang 2
pemerintah, peristiwa yang telah lalu dapatlah kuhapuskan. Tapi untuk selanyutnya, tak dapat kubiarkan hal itu lebih jauh," demikian Kian Liong.
"Kita bekerja untuk negara dan rakjat, segala sepakter dyang kita, dapat dipertanggung jawabkan," sahut Keh Lok.
Kian Liong merenung dan berpikir, lalu mengelah napas dan berkata pula: "Sayang ,
sayang ! 'Mustika yang gemilang jatuh ditempat lumpur'. Dengan memandang
semangat per?"?" kelak HONG HWA HWE tertumpas, aku tetap akan mengampuni
jiwamu." "Sebagai Umbal balik, andaikata kau jatuh ketangan HONG HWA HWE akupun takkan
menCelakai kau," balas Keh Lok.
Ter-bahak 2 Kian Liong dibuatnya, katanya: "Dihadapan raja, kau tetap tak mau kalah
suara. Baiklah. Sekali orang gagah mengucap, ibarat larinya kuda. Ayo kita pateri janyi ini dengan berjabatan tangan. Dikemudian hari kita tak boleh saling menCelakai."
Tiga kali ke 2nya berjabat dan berguntjangan tangan. Melihat junyungannya begitu
mengindahkan pada ketua perkumpulan yang memusuhi negara itu, keheranan para si-
wi itu menjadi 2.
Sementara itu ombak sudah kembali tenang. Kian Liong ajak Keh Lok kembali
menghampiri ketepi tanggulan. Ketika, para si-wi akan mengikutinya, Kian Liong
memberi isjarat melarangnya. Sesudah berpuluh tindak ke 2nya berjalan disepanyang
tepian itu. Kata Kian Liong pula: "Dari wajahmu terlihat selain terkenang akan ayah
bunda dan sahabat baik, apakah kau masih ada ganyelan dalam hati mu" Sekalipun kau
tak mau menjadi pegawai negeri, tetapi kau boleh majukan saran atau usul padaku."
Setelah merenung sejenak, berkatalah Keh Lok: "Ingin sekali kuminta bantuanmu akan
suatu urusan, tapi kukuatir kau tak dapat meluluskan."
"Asal ada permintaan, tentu kululuskan!" kata Kian Liong. "Betulkah itu?"
"Raja tak pernah bohong!" sahut Kian Liong pula tegas.
"Terima kasih. Aku hanya minta agar saudara angkat kami Bun Thay Lay dilepaskan,"
demikian Keh Lok achirnya.
Kian Liong terbelalak matanya. Sungguh tak diduganya kalau orang akan ajukan
permintaan itu. Sesaat dia bersangsi.
"Entah dosa apa Bun Thay Lay itu terhadap pemerintah" Mengapa kau begitu
membenCinya, sehingga dia harus di tangkap?" tanya Keh Tok.
"Dia tak bisa dibebaskan. Tapi karena sudah terlanyur aku menyang gupi padamu, tak
dapat ku ingkari. Baik, beginilah, dia takkan kubunuh !" sahut Kian Liong.
"Kalau begitu, biarlah kami sendiri yang membebaskannya. Tadi kuajukan permohonan
pembebasan, bukan berarti kami tak sanggup melakukannya sendiri. Soalnya, kami
akan menghindari pertumpahan darah, kalau dapat. Agar hubu ngan kita jangan
terganggu," demikian Keh Lok.
Dengan mata kepala sendiri kemaren raja Boan itu telah saksikan kepandaian orang-
orang HONG HWA HWE Maka tahulah dia, ketua HONG HWA HWE itu tidak ber-main-
main . Katanya kemudian: "Kutahu kebijaksanaanmu itu. Empat hari lagi, ku-akan
kembali kekota raja. Mungkin sukar bagimu untuk menolongnya. Terus terang
kukatakan, orang itu tak ku-idinkan terlepas dari tanganku. Kalau kau berkeras
membebaskan, empat hari lagi akan kutitahkan membunuhnya".
Tapi Keh Lok tak gentar, katanya dengan menyala-nyala : "Kalau suko kami itu
kaubunuh, kukuatir kau akan tak enak tidur tak enak makan".
"Kalau dia tak dibunuh, hatiku juga makin tak tente ram", jawab Kian Liong dengan
tawar. "Ah, dengan demikian, kemuliaan yang kau ken jam itu, tak melebihi kenikmatan
kehidupanku yang bebas lepas bagaikan ajam hutan itu", ujar Keh Lok.
Kian Liong tak mau urusan Bun Thay Lay disinggung singgung lagi, dia alihkan
pembicaraan. "Berapa usiamui sekarang?" tanyanya lantas.
"Duapuluh lima", sahut Keh Lok.
"Ah, aku lebih tua 20 tahun. Jadi kau lahir sewaktu aku dinobatkan. Sewaktu kau
dewasa, kini aku sudah setengah umur. Ah, segala kebesaran dan kemuliaan itu, kalau
orang sudah sampai ajalnya, pun; akan kembali ke asalnya lagi," Kian Liong menarik
napas dalam 2. Kembali ke 2nya ber-jalan 2 sebentar.
"Kau mempunyai berapa orang isteri?" tanya Kian Liong. Dan tanpa tunggu jawaban dia
melolos sebentuk mainan dari batu giok, terus katanya lagi: "Batu permata ini, mus tika yang jarang terdapat didunia. Ambil ah untuk isterimu."
Tapi Keh Lok tak mau menerima. "Aku belum beristeri," sahutnya.
Kian Liong ter-bahak 2. "Haha, rupanya kau terlalu tinggi permintaan, maka sampai kini belum beristeri. Kau ambil ah ini, biar kau peruntukkan tanda-pengikat bagi Calon isteri mu," demikian katanya.
Dibawah sinar rembulan, batu giok itu ber-kilau 2an Ca hajanya. Ketika menyambutinya, Keh Lok rasakan tangannya menjadi hangat. Kiranya itulah sebuah mustika yang dapat
mengeluarkan hawa hangat. Diatas giok itu terukir beberapa baris huruf emas yang
berbunyi : (Page cut) "Kalau tak kuketahui bagaimana peribadimu, tak berani kuberikan mustika ini, apalagi kuminta kau berikan pada Calon isterimu," dengan tertawa Kian Liong berkata.
Kemudian katanya pula: "Sekalipun 4 baris sajak itu tak begitu bagus, namun maknanya mengandung kebenaran." "Cinta murni tetap abadi, kekerasan akan menemui ke
gagalan" tanpa merasa Tan Keh Lok membaCanya pula dengan berbisik. Dia merenung,
dan entah bagaimana pikiran nya jauh melayang 2. Rasa tawar dan sedih
menCengkeram sanubari, sehingga kalau tak malu, mau rasanya dia menangis.
"Dasar bersuami isteri itu adalah Cinta menCintai sehidup | semati sampai kaki 2 dan nini 2. Kekerasan akan membawa keretakan. Rasanya ujar orang kuno itu tepatlah,"
kata Kian Liong.
tiga Keh Lok segan mendengarkan, lalu menyimpan giok itu seraja menghaturkan
terima kasih dan minta diri. Setelah memberi hormat, dia terus akan berlalu. Kian Liong kelihatan melambaikan tangannya dan berkata: "Baik-baik lah kau men jaga, diri."
Keh Lok berpaling untuk mengunyuk hormat lagi, lalu pergi.
Tiba-tiba Pek Cin melangkah kehadapannya, katanya: "Tadi kau telah menolong jiwaku,
entah bagaimana akan dapat kubalasnya."
"Pek-locianpwe terlalu merendah diri, kita sekaum persilatan. Kalau ada kesusahan,
seharusnya saling tolong, itu sudah jamaknya. Mengapa locianpwe harus mengucapkan
begitu," sahut Keh Lok.
Sekeluarnya dari situ, karena masih ada urusan, Keh Lok kembali. lagi kegedung
keluarganya, untuk mendapatkan Swi Ing. Katanya: "Kurasa koko tentu berada di
taman 'An Lan Wan' untuk menyambut baginda. Kurasa dia tentu sibuk, baik lain kali
kujumpainya. Swi-kho, apa Yang kau inginkan, bilanglah, tentu kukerjakan."
(Page cut) "Hal itu rasanya tak mudahlah. Eh, ja, mana si Ceng Hwa dan Uh Si" Kau panggil ah
mereka kemari," kata Keh Lok dengan tertawa.
Ceng Hwa dan Uh Si adalah 2 orang budyang lain, kawan Keh Lok bermain semasa
kecil. "Uh Si telah meninggal pada tahun yang lalu. Ceng Hwa masih disini. Biar kupanggil
dia," kata Swi Ing.
Belum lama Swi Ing berlalu, Ceng Hwa sudah munCul. Tampak oleh Keh Lok bagaimana
kawannya bermain itupun kini sudah menjadi seorang gadis dewasa.
"Sam-koan!" teriak Ceng Hwa dengan berlinang 2 air mata.
"Ai, kau sudah begini besar. Bagaimana Uh Si meninggal nya?" tanya Keh Lok.
"Ia bunuh diri terjun kelaut," kata sibudyang . "Mengapa?" Keh Lok terkejut.
"Jiloya mau mengambilnya jadi gundik, dia tak mau," jawab Ceng Hwa setelah
mengetahui tak ada lain orang lagi. Setelah itu ia menangis: "Urusan kami taCi beradik, tak usahlah membohongi kau. Uh Si sangat akrab dengan Tan Cin Tiong, salah seorang
kawan bekerja dirumah sini. Diam-diam mereka menyimpan uang, untuk menebus Uh
Si. Se sudah itu, mereka merenCanakan akan kawin. Tetapi ji-ya mengaCau. Pada suatu
hari dalam keadaan mabuk, dia paksa Uh Si masuk kamarnya. Keesokan harinya,
dengan tersedus Uh Si memberitahukan padaku. Ia malu kepada Cin Tiong.
Kunasehatinya, agar ia tetap sabar menderita. Tapi ternyata diam-diam ia telah bunuh diri kelaut. Dengan menggerunga Cin Tiong membawa tubuhnya pulang. Pada sebuah
Ciok-say (singa batu) dimuka rumah majikannya, dia benturkan kepalanya hingga tewas
juga." Hati Tan Keh Lok seperti di ris 2. Dia geram sekali.
"Tak kunyana koko-ku begitu rendah budinya. Sebenarnya aku hendak menyumpainya,
kini tak sudilah aku. Dimana kuburan Uh Si" Kau antarkan aku kesana!" kata Keh Lok.
"Dipintu barat, biar besok kuantar," kata Ceng Hwa.
"Sekarang sajalah," desak Keh Lok.
"Pada waktu begini pintu kota masih tertutup, tidak dapat melaluinya?" ujar sibudyang .
Keh Lok tersenyum, tiba-tiba ia ulurkan tangannya memegang pinggang Ceng Hwa,
siapa menjadi ke-malu 2an. Tapi pada lain saat, ia rasakan tubuhnya seperti melayang terbang keluar, terus berada diatas atap. Seperti dalam impian rasa nya, sekejab saja, sampailah sudah kepintu barat. Dan sesudah turun ketanah, baru Ceng Tong berani
membuka mata. "Sam Koan, kau belajar ilmu dewa?" kata budyang itu.
"Kau takut tidak tadi?" tanya Keh Lok tertawa.
Ceng Hwa tertawa sembari berjalan kearah kuburan. Teringat akan perhubungan
mereka semasa kecil, tak terasa hati Keh Lok merasa sedih sekali. Didepan kuburan Uh Si, tig-a kali dia menyura untuk memberi hormat. Dan ketika itu Ceng Hwa menangis.
"Sam Koan, kalau kau masih dirumah, tentu jiloya takkan berani berbuat begitu," ratap budyang itu.
Keh Lok hanya termenung 2 saja.
Jilid 17 "S E T E L A H Cin Tiong mati, ibunya telah minta pada maji kan agar jenazah anaknya itu dapat dikubur disamping Uh Si. Tapi jiloya malahan me-maki-maki. Ah, sekalipun
sudah mati, mereka masih tak dapat berkumpul bersama," kata pula Ceng Hwa dengan
elahan napas panyang.
"Baik, besok akan kusuruh orang memindahnya. Biar mereka mengasoh tenang dialam baka," kata Keh Lok.
"Mungkin jiloya takkan meluluskan," kata Ceng Hwa.
"Hm, aku tak peduli dia mau apa tidak. Juga kau, Ceng Hwa, akan kubebaskan supaya dapat pulang kerumahmu sendiri."
"Sam Koan, kau selalu memperlakukan kami dengan baik sekali" seru Ceng Hwa dengan suara sember.
Ketika itu, rembulan sudah masuk kearah barat.
"Mari kuantar kau pulang dulu, aku masih ada urusan penting akan pergi ke HangCiu,"
kata Keh Lok achirnya.
Setiba dirumah, ketika Tan Keh Lok akan loncat keluar dari jendela, tiba-tiba Ceng Hwa berkata: "Sam Koan, aku akan ajukan sebuah permintaan padamu."
"Baik, kau bilanglah !"
"Biarkan kulajani kau sekali lagi untuk menyisir rambut-mu." Tan Keh Lok merenung sejenak, lalu katanya sambil tertawa: "Baiklah !"
Ceng Hwa masuk kedalam untuk mengambil sebuah nam-pan perak dan 2 mangkok
porselen. Yang semangkok terisi masakan jamur dan yang lain manisan buah li.
Hidangan itu diletakkan dihadapan Keh Lok.
Sepuluh tahun lamanya Keh Lok pergi dari rumahnya, dan lewatkan penghidupannya di
padang Sahara. Lupa sudah dia akan kesedapan dari hidangan keluarga kaja dari
daerah Kanglam itu. Ketika ia menyendok dan hirup kuah itu, Ceng Hwa sudah mulai
menyisir rambutnya, diberi minyak dan disisir dengan rapi. Dia sumpiti irisan manisan itu untuk dimasukkan kedalam mulutnya sendiri, lalu disuap juga kedalam mulut Ceng
Hwa. gp ' "Kau masih nakal, seperti dulu," kata Ceng Hwa tertawa.
Selesai bersisir, hidangan itupun sudah dihabiskannya.
"Masa kau tak pakai pakaian rangkap" Apa tidak takut kedinginan?" tanya Ceng Hwa.
Keh Lok hanya tertawa. Masakan ia masih dianggap seperti boCah yang lemah pada
sepuluh tahun yang lalu. Ceng Hwa lari kedalam untuk mengambil sepotong cheongsam
dan diberikan kepada Keh Lok.
"Ini kepunyaan jiloya, mungkin sedikit kebesaran. Kau pakailah," kata budyang itu.
Dibantuinya Keh Lok mengenakan pakaian itu. Selama itu,


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tampak oleh Keh Lok bahwa Ceng Hwa keluar air mata. Diapun ikut sedih.
"Nah, aku akan pergi!" katanya terus enyot tubuhnya loncat melalui jendela.
Setiba dirumah Ma Sian Kun, tampak para saudaranya sedang berunding dengan Kwi-
kian-Chiu Ciok Siang Ing. Buru-buru Ciook Siang Ing memberi hormat dan melapor :
"Dikota raja kudengar baginda sudah berada di Kanglam, karenanya ku-bergegas-gegas
kembali kemari. Kiranya para sau-dara di sini sudah berjumpa dengan baginda sendiri, malah terlibat dalam pertempuran".
"Capjiko tentu lelah, silahkan beristirahat dulu. Selain itu ada berita apa lagi?" tanya Keh Lok.
"Ketika mendengar situa Hongte pergi keselatan sini, aku merasa urusan sangat
penting, maka tanpa pikir yang lain-lain, dan terus kemari," sahut Siang Ing.
Keh Lok lalu menyilahkan Siang Ing supaya beristirahat dulu. Karena dilihatnya
saudaranya itu tampak keliwat arip sekali, tentunya dalam beberapa hari itu, dia telah lakukan perjalanan siang malam.
Siang Ing pamitan keluar, untuk menuju kekamarnya. Sebelumnya itu dia berpaling lagi dan berkata kepada Lou Ping : "Suso, kudamu putih itu betuia Cepat-cepat sekali
larinya. Jangan kuatir, selama itu kurawatnya sungguh-sungguh".
Lou Ping tertawa dan haturkan terima kasih. Kembali Siang Ing merandek, katanya :
"Ah, ditengah jalan kuber papasan dengan pemilik kuda itu, Han Bun Tiong."
"Apa" Dia akan merampas kudaku itu?" tanya Lou Ping.
"Dia tak melihat aku. Hanya aku yang melihatnya. Dia bersama dengan beberapa
piauwsu dari Tin Wan piauwkiok. Kudengar mereka tengah me-maki-maki pada orangs
HONG HWA HWE Katakan kita orang telah gunakan obat tidur untuk mem binasakan
Tong Siu Ho", tutur Siang Ing.
Thian Hong dan Ciu Ki sama ketawa.
"Tempo hari kami telah mengampuninya, kurang ajar, mereka masih berani me-maki-
maki", Ciu Ki tak tahan lagi dan menyelak.
"Kali ini kawanan piauwsu itu melakukan pekerjaan apa?" tanya Thian Hong.
"Kudengar betul-betul pembicaraan mereka. Kiranya mereka baru datang dari Pakkhia
dan menghantar barang 2 berharga dan kepada keluarga Tan Siang Kok di Hay Ling
sini," mengu-Cap sampai disini, Siang Ing berpaling kearah Tan Keh Lok dan berkata :
"Itulah barang 2 dari kediaman Congthocu, karenanya kuperintahkan kepada
Congthaubak kita di Ce lam dan Kanglam, supaya diam-diam mereka turut melindungi
barang antaran itu". 2
"Terima kasih", kata Ke Lok ketawa. "Tidak nyana, kali ini kita bisa bekerja sama
dengan Tin Wan piauwkiok".
"Dari Tin Wan piauwkiok, Ong Congthauw sendiri yang keluar, barang antaran itu
penting sekali", ujar Siang Ing.
Mendengar kepala piauwkiok itu sendiri yang keluar, Tan Keh Lok, Tio Pan San, Ciu
Tiong Ing dan lain-lainnya sama mengeluarkan suara heran.
"Ong-lopiauwthau sudah lama tak keluar. Kali ini me mang agak luar biasa. Congthocu, besar sekali nama ke luargamu itu !" seru Tiong Ing.
"Akupun heran, karenanya kudengari pembicaraan mereka dengan seksama. Baru
malam ke 2 kuketahui, bahwa ba rang 2 antaran itui berharga mahal sekali, yaitu terdiri dari permata mustika dan sepasang vaas dari batu giok," tutur Siang Ing pula.
"Vaas batu giok?" seru Keh Lok dengan kaget.
"Ja, katanya mustika dari daerah Hwe, dibawa oleh Yauw Hwi Ciangkun setelah dia
dapat kemenangan disana. Suku Hwe mengtiaturkan mustika itu selaku tanda minta
damai, sekalipun mereka tak kalah perang," kata Siang Ing.
Mendengar bahwa suku Hwe tidak sampai kalah dalam peperangan itu, orang-orang
HONG HWA HWE sama gembira, dan menanya kannya lebih lanyut.
"Kabarnya karena ransum tentara Ceng itu telah kita rampas, mereka menderita
kelaparan. Yauw Ciangkun ter paksa tarik mundur tentaranya, tapi ditengah jalan
mereka disergap orang-orang Hwe. Kerugian tentara Ceng tidak kurang dari 2-tiga ribu serdadu yang binasa," tutur Siang Ing pula.
Kembali orang-orang HONG HWA HWE berseru girang. Kata Ciu Ki kepada Thian Hong:
"Kalau enCi Ceng Tong tahu bahwa kaulah yang niengatur siasat itu, tentu dia sangat
berterima kasih sekali padamu."
"Kaulah yang suruh aku menCari tipu itu," bisik Thian Hong dengan tersenyum.
"Tapi begitu ransum tiba, Yauw Hwi kembali menyerang. Karenanya, suku Hwe
menghaturkan sepasang vaas mustika itu selaku minta damai. Thayhouw dan menteria
kerajaan tak berani mengambil putusan, maka segera mengirim orang untuk
mengundang kaisar pulang. Ong Hwi Yang kali ini keluar sendiri, kukira juga karena
mengantar mustika yang berharga itu," kata Siang Ing.
"Jangan lagi hanya sepasang vaas, sekalipun ditambah beberapa maCam barang
mustika lagi, Hongte itu tentu tak mau diajak damai," ujar Keh Lok.
"Orange piauwkiok sama bilang, kalau pemerintah menolak perdamaian itu, seharusnya
mengembalikan vaas itu kepada orang Hwe. Itulah sebabnya barang itu dijaga keras
sekali, jangan sampai rusak," kata Siang Ing.
"Hm, Ong Hwi Yang situa itu benar 2 mengandalkan ketua annya. Sampai di Ciatkang,
dia tak mengirim pemberian tahu kepada kita. Hanya karena mengingat menyang kut ke
pentingan Congthocu, maka kita tak tarik panyang urusan itu," kata Ma Sian Kun tak
tenang karena 'kedaulatan' dae rah kekuasaannya dilanggar orang.
"Orang-orang Tin Wan piauwkiok itu memang keterlaluan," tiba-tiba si Ciang Bongkok
berseru, "kita tahan saja vaas itu, Coba mereka bisa berbuat apa !"
"H?, jangan sembarangan! Bukankah itu akan meng ganggu renCana enCi Ceng
Tongnanti?" ujar Lou Ping.
Demikianlah mereka terus berunding. Keh Lok memberi isjarat pada Thian Hong, untuk
diajak masuk kekamarnya.
"Chit-ko, kemaren malam kuberjumpa dengan baginda. Katanya, tiga hari lagi dia akan
kembali kekota raja. Se belumnya pulang, lebih dulu dia akan titahkan bunuh Bun-
suko," kata Keh Lok segera sesudah duduk.
Thian Hong melengak. Katanya Cepat-cepat : "Kalau begitu, kita tak boleh berajal,
harus lekas bertindak."
"Bun-suko disimpan dalam gedung Li Khik Siu Ciangkun di HangCiu sini. Harap kau atur suatu tipu bagaimana baiknya," kata Keh Lok. "Baginda kini rasanya masih belum
kembali ke HangCiu. Pahlawan 2nya pilihan sama mengiring nya. Kalau kita turun
tangan, rasanya agak leluasa."
"Apa" Baginda tidak di HangCiu?" tanya Thian Hong tak mengarti. Lantas Keh Lok
tuturkan pengalamannya semalam, bahwa dia habis pulang menyambangi kuburan ayah
bundanya. Thian Hong tidak buka suara lagi, ia me-main-main alat-alat tulis dimeja. Ada yang
ditaruh disebelah timur, ada yang dise belah barat, suatu tanda si "Khong Beng" ini
sedang memikir sesuatu. Keh Lok menunggunya dengan tenang. Baru setelah berselang
beberapa saat berkatalah Thian Hong: Congthocu, kita kuat dan musuh lemah, boleh
kita serang."
Keh Lok mengangguk setuju, lalu ajak sekalian saudaranya berunding dan membagi
tugas. Ketua itu menepuk sepasang tangannya, menurut adat mereka memberi peng
hormatan dulu kepada Couwsu HONG HWA HWE sehabis membaCakan peraturan
partai, berserulah dia dengan lantangnya: "Marilah, saudara-saudara, sekarang juga kita mulai turun tangan membe baskan Bun-suko !'"
Seketika semua orang HONG HWA HWE berteriak girang.
"Cio-sipsamko, kau pimpin tiga 00 orang yang pandai bere nang untuk sediakan perahu.
Setelah kita berhasil, bawalah kita ketelaga Thay-ouw," demikian Keh Lok lantas
membagi tugas. Cio Su Kin terima perintah terus pergi.
"Ma Tay Thing hengte, kau pindahkan semua keluarga anggauta kita kedalam perahu
dulu." Ma Tay Thing pun menerima perintah itu dan pergi.
"Ciok-Capjilong, kau belum pulih semangatmu, kaupun mengasohlah dulu keperahu.
Saudara-saudara lainnya ikut aku me nyerbu tangsi Ciangkun untuk tolong Bun-suko !"
Mendengar itu semangat orang-orang HONG HWA HWE bernyala 2. Keh Lok lebih dulu
panggil Ma Sian Kun, dan mengisikinya supaya pergi ke Hay Ling mempersatukan
kuburan Uh Si dengan tunangannya serta menebus Ceng Hwa. Juga perawatan Sim. Hi
yang belum sembuh itu, diserahkan padanya.
"Sekarang silahkan Chit-ko keluarkan renCana perjuangan, harap sekalian saudara
mendengarkannya," segera Keh Lok persilahkan Thian Hong.
Kata juru pemikir HONG HWA HWE itu: "Telah banyak-banyak tahun kita memupuk
usaha kita di HangCiu sini, rasanya bukan kecil hasilnya. Sampai dalam ketentaraan
pemerintaJi, kitapun punya anggauta. Kalau kita serentak mengadakan serbuan besar,
tentu rumah tangga kita disini akan teranCam bahaja. Dan ini memang harus disayang
kan." Orang-orang mendengari dengan penuh perhatian, lebih 2 karena ingin tahu apa siasat
Thian Hong itu.
"Karenanya, usaha kita bebaskan Bun-suko kali ini, sekali pun serangan terang 2an, tapi sedapat mungkin kita rahasia kan. Janganlah kita sampai bertempur dengan pasukan di
HangCiu yang berjumlah satu laksa itu. Pertama, kita ? hindari besarnya korban yang
jatuh. Ke 2, kita pun sedapat mungkin pertahankan usaha kita disini," demikian Thian Hong achirnya.
"Kata-katamu itu benar, Chit-te! Ayo, kau lekas keluarkan perintah!" seru Bu Tim.
"Suso, nanti malam kau bakar bengkel senjata 'Hin Liong' yang terletak disebelah timur dari markas besar. Sehabis itu, harap lekas-lekas menuju kepintu markas sebelah barat, untuk menyatukan diri dengan kita," demikian si Khong Beng itu mulai mengatur.
Lou Ping menerima perintah itu. Kata Thian Hong pula. "Ma-toako, kau suruh orang
undang pemilik dan semua pegawai bengkel itu kemari. Tak usah bicara apa-apa
padanya, nanti setelah terbakar, kita ganti lipat 2 semua kerugian nya. Dan kumpulkan seluruh 400 saudara kita yang bertenaga kuat. Juga tiga 00 orang lagi saudara kita
yang menjadi tentara pemerintah. Suruh mereka siap disini untuk menunggu perintah."
Ma Sian Kun kerjakan apa yang diperintahkan Thian Hong itu.
"Nyo pat-ko, kau bawa 200, saudara, yang sepuluh0 orang lagi supaya membawa kaju
bakar, suruh mereka menyaru seperti panyual kaju. Wi kiu-te, kaulah yang pimpin 400
orang itu, pura-pura seperti barisan pemadam api. Dan Ki-moay, kau bawa
sepuluh0 orang menyaru jadi pengungsi, setiap orang memikul sepuluh0 kati minyak
dan sebuah wajan."
"Suruh bawa wajan dan minyak, apa mau suruh masak?" tanya Ciu Ki tertawa geli.
"Tentu ada gunanya," kata Thian Hong. "Ciang sip-te, kau bawa sepuluh0 orang
menyaru sebagai tukahg batu. Bawalah ge robak sorong yang berisi gamping !"
Semua orang yang mendengarkan perintah Thian Hong yang aneh- itu sama tertawa
geli, tapi patuh.
"Ma-toako, kau menyaru sebagai perwira tentara Ceng, kau pimpin tiga 00 saudara
dalam tangsi tentara itu untuk me lakukan patroli diluar tangsi besar. Jangan ijinkan sem barang orang dekat ketangsi. Juga laranglah semua anak tangsi yang mau keluar
masuk. Dan Gi-hu (Tiong Ing), Beng-toako dan An-toako menyerang dari selatan.
Congthocu, totiang dan aku, menyerang dari barat. Sam-ko, ngo-ko dan liok-ko
menyerang dari utara."
Habis mengatur, Thian Hong beber siasatnya. Semua orang sama memuji. Ma Sian Kun
segera kerahkan orang-orang nya untuk menyediakan alats yang diperlukan. Karena
HONG HWA HWE besar sekali pengaruhnya di Hang'Ciu, maka dalam beberapa jam
saja. semua perlengkapan itu sudah beres.
Setelah habis makan, sekaliannya sama sibuk mempersiap kan diri. Dan berbondong
mereka berangkat untuk meng gempur tangsi besar. Kata Keh Lok pada Thian Hong:
"Sun Cu (satu ahli siasat dijaman Cian-kok). dalam tulisannya mengatakan: 'Menyerang dengan api menjadi lebih terang, menyerang dengan air menjadi lebih kuat'. Kau pakai ke 2nya, api dan air dan juga batu. Masa Li Khik Siu dapat bertahan?" " Habis berkata, tertawalah Keh Lok ter-bahak 2.
Dan belum selesai mereka berkelakar, mendadak terdengar lah suara gemuruh yang
keras disusul oleh sinar api yang berkobar menyulang tinggi, nyata bengkel perbekalan sudah terbakar. Itulah perbuatan Lou Ping sesuai perintahnya Thian Hong.
Sesudah Lou Ping kobarkan api dengan letusan batu be lirang dan maCam. 2 yang
sengaja dibawanya itu, segera penduduk disekitarnya _pada lari tunggang langgang dan suasana seketika kaCau-balau. Tapi bila melihat kearah ge dung panglimanya, ternyata disana tenanga saja.
Lou Ping menunggu dengan sabar dipinggir tembok rumah, tidak lama, ia lihat dari
samping gedung pembesar itu me nongol keluar beratus kepala perajurit yang telah
siap dengan panah terpasang dibusurnya, nyata penyagaan dilaku kan keras sekali,
keCuali itu ada beberapa puluh perajurit pula yang siap sedia dengan ember air diatas tembok, tapi hanya menunggu saja dan tidak lantas keluar buat meno long kebakaran.
Diamtiga Lou. Ping pikir Li. Khik Siu itu ternyata pandai bersiasat jugu" rupanya kuatir kena perangkap musuh dengan tipu "memanCing harimau keluar dari gunung," maka
beta papun diluar sudah kaCau-balau, namun ia masih tetap menunggu dengan sabar.
Dalam keadaan kaCau itu, terlihat pula ada beberapa ratus petani penyual kaju telah
merubung datang, dan bila melihat berkobarnya api, tampak mereka menjadi gugup
dan bingung, segera saja rumput dan kaju kering yang mereka bawa itu terus dibuang
begitu saja ditengah jalan.
Karena itu, satu perwira dari dalam gedung panglima itu telah berlarl keluar terus
mendamperat: "Keparat, kenapa kaju dibuang disini, bukankah ini akan bertambah
berbahaja, lekas enyah!" " Berbareng itu peCutnya terus disabetkan serabutan hingga
para petani itu lari simpang-siur.
Sedang keadaan semakin rusuh, sekonyong-konyong suara gem bereng ber-talu 2,
beberapa kereta penolong bahaja api telah datang. Sementara itu rumput dan kaju
kering yang dibuang para petani diluar gedung panglima tadi sudah terjilat api juga dan lambat-laun mulai menyalar.
Sedang ribut 2, ratusan pengungsi palsu yang dipimpin Ciu Ki sementara itu juga sudah datang, terus saja mereka berhenti ditengah jalan itu dan memasang Cagak wajan,
setelah minyak dituang kedalam wajan terus mereka me nyalakan api dan mulai
memasak. Tatkala itu Li Khik Siu lagi berdiri diatas tembok untuk memeriksa keadaan kebakaran, ketika dilihatnya orangtiga yang datang dari luar itu makin banyak-banyak makin aneh, segera ia kirim ajudannya, Can Tho Lam, pergi menyelidiki.
Karena perintah itu, Can Tho Lam mendekati kaum pengungsi itu terus membentak:
"He, kerja apa kalian disini?"
"Bukankah kami sedang memasak, kami hendak meng goreng sajur, apa kau tak
melihatnya?" sahut Ciu Ki tertawa.
"Keparat, jahanam, lekas enyah, lekas enyah!" damperat Can Tho Lam ber-ulang 2.
Sedang CeCok mulut, be-ramai 2 Ma Sian Kun sudah datang membawa pasukannya dan
mengepung rapat 2 gedung panglima itu serta mengusir pergi orang-orang yang tak ber
kepentingan. "Hai, siapakah kawan yang memimpin pasukan ini?" teriak Can Tho Lam segera. "Lekas
silahkan kemari mengusir pergi kawanan perusuh ini........." " Belum habis ia bicara, mendadak Ciu Ki gunakan gajungnya buat menyen dok segajung minyak mendidih terus
disiramkan kemukanya.
Seketika juga Can Tho Lam rasakan panas dan sakit luar biasa, ia ter-guling 2 ditanah saking tak tahan, karuan beberapa perajurit yang mengiringinya sangat terkejut, lekas-lekas mereka memayang atasannya itu kedalam gedung.
Kejadian itu telah dilihat jelas oleh perajurit 2 lain yang menyaga diatas tembok itu, segera mereka menghujani panah.
Namun orang-orang Hong Hwa Hwe siang 2 sudah siap sedia, mereka sempat
bersembunyi dibalik kereta dorong yang me muat kaju dan rumput bakar itu, maka
sebatang panah saja tiada yang mengenai mereka.
Dalam pada itu minyak yang digodok itu sudah mendidih, segera pasukan pemadam api
yang dipimpin Wi Jun Hwa terus sedot minyak mendidih itu dengan pipa kereta
penolong bahaja api dan disemprotkan keatas tembok.
Karena sama sekali tak menduga-duga, seketika perajurit 2 Cing itu terbakar minyak
hingga seluruh muka, lengan dan dada pada melepuh bengkak. Dalam keadaan kaCau
itulah, banyak-banyak diantara mereka terjungkal dari atas tembok itu.
Nampak gelagat jelek, Li Khik Siu tahu tentu orang-orang
Hong Hwa Hwe yang datang hendak menolong Bun Thay Lay, maka disamping
mengirim orang pergi mengundang bala bantuan, dilain pihak ia pimpin sendiri
tentaranya buat bertahan.
Tak ia duga bahwa orang yang ia suruh pergi minta bala bantuan itu sampai diluar telah diCegat oleh pasukan yang dipimpin Ma Sian Kun, sebaliknya api makin lama makin
menyilat lebih dekat.
Sebenarnya Thian Hong yang mengatur siasat itu melulu suruh membakar rumput
kering saja, perlunya hanya buat menggertak belaka, padahal ia justru kuatir bila benar 2 gedung panglima itu terbakar dan Bun Thay Lay tak keburu ditolong keluar, bukankah hal itu menjadi runyam malah. Namun hal itu sudah tentu tak diketahui Li Khik Siu,
sebaliknya ia bertambah gugup, ia kuatir api benar 2 men jalar menyilat gedungnya.
Sementara itu minyak mendidih yang dibuat semprot itu sudah habis dan diganti
dengan air dingin. Tapi segera si bongkok Ciang Cin memimpin orang-orang nya
melemparkan bungkusan 2 kapur gamping itu kedalam gedung, dan karena kena
disiram air, dengan sendirinya gamping itu menjadi seperti diaduk hingga panas
mendidih juga, tentu saja yang paling Celaka rasanya jalah perajurit 2 Cing yang
malang itu. "Ayolah, saudara-saudara, serbu!" segera Keh Lok memberi komando.
Dengan semangat me-nyala 2, sekaligus jago-jago dan anggota
Hong Hwa Hwe itu terus membanyir kedalam gedung pem besar itu.
Perajurit 2 Cing masih berusaha menahan serbuan itu, namun mana sanggup mereka
melawan sepasang kampaknya Ciang Cin serta ketangkasannya Nyo Seng Hiap, Wi Jun
Hwa dan jago-jago yang lain. Maka sambil bertempur perajurit Cing itupun sembari
mundur, sampai achirnya mereka ter desak ke-tengah 2 lapangan melatih dan kena
diterdyang anggota 2 HONG HWA HWE menjadi kelompok 2 kecil dan terkepung.
Melihat perajurit musuh berjumlah terlalu banyak-banyak, seketika susah juga hendak
menaklukannya, maka Thian Hong tertegun sejenak. Sedang ia memikir, tiba-tiba
dilihatnya dengan sepasang golok terhunus Lou Ping sedang menerobos keluar-masuk
ke-ruangan 2 gedung pembesar itu untuk men Cari sang suami, Bun Thay Lay.
"Suso, kau keluarlah mengkerahkan barisan pipa air itu kemari dan suruh adik Ki lekas menggodok air diwajan!" seru Thian Hong segera.
Cepat-cepat juga Lou Ping terima perintah itu terus pergi keluar.
Dalam pada itu Tan Keh Lok, Bu Tim, Tio Pan San, Ciu Tiong Ing, Siang-si Siang-hiap
dan lain-lain juga sudah menerobos kian kemari didalam gedung panglima itu untuk
menCari dimana beradanya Bun Thay Lay disekap. Tapi meski mereka menangkap
beberapa perajurit penyaga dan ditanyai, namun mereka hanya melongo saja tak bisa
men jawab, maka sedikitpun mereka belum tahu dimana Bun Thay Lay berada.
Achirnya Bu Tim menjadi gusar, ia ajun pedangnya terus menerdyang kedalam pasukan
musuh, hanya sekejap saja tujuh-delapan perajurit dan bintara musuh telah kena
dibinasakan. Sedang Thian Hong memberi perintah pula dengan bahasa rahasia Hong Hwa Hwe agar
para jago-jago itu be-ramai 2 men desak pasukan musuh dan dikepung rapat 2.
Tapi Li Khik Siu adalah panglima yang sudah berpeng alaman, ia pimpin bawahannya
bertahan mati 2an, walaupun sudah banyak-banyak yang mati atau luka, namun
kedudukan per tahanan mereka masih teratur baik. Sedang pertempuran memunCak,
tiba-tiba didengarnya dipihak lawan ada orang ber seru dalam kata-kata aneh, lalu
anggota 2 HONG HWA HWE pada terpenCar minggir.
Karena kuatir lawan menggunakan muslihat, lekas-lekas, Li Khik Siu memberi perintah:
"Tetap ditempat masing-masing, jangan mengejar, lepas panah !"
Tapi belum selesai ia memberi perintah, mendadak pihak lawan kelihatan menerobos
keluar beberapa buah pipa air an seketika air mendidih berhamburan dengan santarnya, karena tak sempat menyingkir, perajurit 2 Cing itu menjadi kerupukan kena digodok
oleh air mendidih itu, banyak-banyak yang terguling 2 menyerit sakit terus desak-
mendesak di antara Kawan-kawan sendiri untuk menCari selamat.
"Pipa air berhenti dulu!" tiba-tiba Thian Hong berteriak. Lalu ia membentak pula kepada perajurit 2 musuh itu: "Yang masih ingin hidup lekas letakkan senjata dan mendekam
diatas tanah!" " Habis itu, tanpa menunggu musuh sempat memikir, Cepat-cepat ia
memberi komando lagi: "Semprot!" " Dan kembali belasan "naga air" itu berhamburan
pula kedalam pasukan musuh.
Dalam keadaan kaCau serta badan sama melepuh, perajurit 2 Cing itu lekas-lekas
buang senjata terus mendekam ketanah. Karena itu Li Khik Siu menjadi sibuk, tapi apa daya"
Sedang ia gugup dan kuatir, tiba-tiba dilihatnya ada satu pemuda berlari masuk dari


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

luar dengan menghunus pedang.
"Ayah lekas lari!" seru pemuda itu Cepat-cepat terus menarik tangan Khik Siu.
Melihat pemuda ini adalah puterinya yang menyaru lelaki, entah mengapa tenaga
puterinya itu ternyata begitu besar luar biasa hingga sekali kena ditarik lantas ikut berlari.
Dalam pada itu sibongkok Ciang Cin lantas menghadang datang, begitu sepasang
kampaknya membaCok, ia barengi membentak pula: "Hendak lari kemana !"
Namun Wan Ci mendahului menusuk pundak orang hingga terpaksa Ciang Cin angkat
kampaknya menangkis. Tak terduga serangan Wan Ci ini hanya pura-pura saja, Cepat-
cepat " 2 sekali ia telah tarik kembali pedangnya terus menarik ayah nya menerobos
pergi dengan Cepat-cepat .
Sedianya Ciang Cin hendak mengudak, tapi Tio Pan San mengenal Wan Ci adalah
muridnya Liok Hwi Ching, ia pikir : "Entah boCah ini ada hubungan keluarga apa dengan panglima ini hingga telah menolongnya dengan mati 2an, melihat mukanya Liok-toako,
biarlah dilepaskannya pergi !" Karena pikiran itu, segera ia. berteriak : "Sipte, jangan mengejar ! Paling perlu kita menolong Sute dulu !"
Dan Ciang Cin lantas berhenti tak menguber lebih jauh.
Sementara itu perajurit 2 Cing sudah membuang senjata mereka seperti seruan Thian
Hong tadi, sedang Nyo Seng Hiap memimpin bawahannya telah menggiring perajurit 2
musuh itu kesuatu sudut.
Dengan begitu Tan Keh Lok, Bu Tim dkk. lantas menCari keseluruh pelosok gedung
panglima itu, tapi bayangan Bun Thay Lay ternyata belum juga diketemukan.
Lou Ping yang tak bisa ketemukan sang suami, ialah yang paling gopoh rasanya, segera ia tangkap satu perajurit musuh, dengan gigir goloknya ia gebuk orang sambil mem
bentak 2nya agar memberitahu dimana Bun Thay Lay diku rung. Namun perajurit itu
hanya mints, ampun terus, tam paknya memang benar 2 tidak tahu dimana Bun Thay
Lay ditahan. "Kitai lekas pergi menCegat panglimanya, tentu dia tahu dimana Suka dikurung," seru
Thian Hong tiba-tiba .
Maka Cepat-cepat para pahlawan lantas mengejar keluar, tapi tiada berapa tindak,
sekonyong-konyong seorang berkedok telah melompat keluar dari pinggir jalan dan
pedangnya terus menusuk kearah Lou Ping.
Dalam kagetnya Lou Ping sempat menangkis dengan golok pendeknya ditangan kanan,
berbareng golok panyang ditangan kiri kontan membalas serangan orang. Namun orang
itupun dapat menahan dengan pedangnya, lalu terde ngar ia berkata dengan suara
parau: "Kalau ingin bertemu dengan suamimu, lekas ikut padaku !"
Lou Ping tertegun sejenak oleh kata-kata itu, sedang orang itu lantas putar tubuh berlari pergi.
"He, apa yang kau bilang tadi?" segera Lou Ping berseru terus menyusul orang itu.
Karena kuatir terjadi apa-apa atas diri nyonya jelita itu, Cepat-cepat Ciang Cin dan Ciu Ki juga menyusulnya dari belakang.
Orang berkedok itu masih terus lari menuju keruangan belakang sambil membiluk kesini dan memutar kesana, sedang Lou Ping, Ciu Ki dan Ciang Cin tetap mengintil dari
belakang. "Hai, siapa kau?" demikian terus-menerus Lou Ping membentak menanya
orang. Tapi orang berkedok itu tetap bungkam seribu basa, me lainkan terus lari saja. Setelah melalui beberapa pintu bundaran, achirnya sampailah ditaman bunga, sepanyang jalan
banyak-banyak majat bergelimpangan, tentunya terbunuh tatkala Bu Tim cs. menCari
kesitu. Waktu orang berkedok itu berlari sampai disuatu rumpun bunga, tiba-tiba ia mengitari sekali terus menepuk tangan beberapa kali, tapi ketika ia hendak buka suara, mendadak dilihatnya Li Khik Siu dan Li Wan Ci telah berlari kedalam taman itu juga, dibelakang kelihatan Siang-si Siang-hiap lagi mengejar.
Cepat-cepat orang berkedok itu melompat kehadapan Siang-si Siang-hiap terus
menangkis dengan pedangnya, kesempatan itulah digunakan Wan Ci dan ayahnya
untuk melompat ke atas pagar tembok taman itu.
Sudah tentu Siang-si Siang-hiap tak membiarkan buronan nya lolos, sekali mengajun,
Siang Pek Ci telah timpukan Cakar-terbangnya sembari tangan yang lain menghantam
orang berkedok itu.
Namun dengan gerakan "hwe-hong-hut-liu" atau angin lesus menyamber puhun liu,
orang berkedok itu angkat pedangnya menyampok Cakar-terbang, berbareng orangnya
melangkah mundur menghindari pukulan tangan lawan yang lain.
Tak ia duga, ke 2 saudara Siang itu diwaktu bertempur selamanya bisa bekerja sama
dengan rapat sekali, setiap gerak-gerik ke 2 saudara itu dapat dilakukan bagai seorang saja. Maka ketika Siang Pek Ci memukul, segera Siang He Ci menduga kemana musuh
bakal mundur, ketika orang berkedok itu melangkah mundur, tepat sekali pundaknya
kena digablok oleh balikan tangan Siang Ho Ci yang sudah menanti, tanpa ampun lagi
orang itu menCelat pergi beberapa tindak terus terguling.
"Goko, Lakko, jangan melukai dia!" teriak Lou Ping tiba-tiba .
Karena itu Siang-si Siang-hiap terCengang tak mengarti, dalam pada itu orang berkedok itu telah berbangkit terus menerobos keluar melalui pintu taman bunga itu.
Cepat-cepat dan singkat saja Lou Ping lantas Ceritakan tindak tanduk orang berkedok
yang aneh itu kepada ke 2 saudara Siang. Ke 2 saudara kembar ini sudah lama
berkeCimpung dikangouw, banyak-banyak pengalaman dan luas pengetahuannya,
setelah mendengar Cerita Lou Ping itu, mereka lantas Co ba-Coba meneliti sekitar
rumpun bunga itu, tapi ternyata tiada sesuatu yang aneh.
Dan sedang ke 2 saudara Siang itu lagi memikir, semen tara Ciang Cin sudah tak sabar lagi terus menggembar gembor: "Suko, Suko! Dimanakah , kau, kami telah datang
hendak menolong kau!" " Habis ini, ia ajun kampaknya terus membabati pot 2 bunga
itu hingga berantakan.
Pada saat itulah, sekilas Siang Pek Ci melihat dibawah, satu pot bunga yang peCah itu terdapat tanda-tanda yang aneh, Cepat-cepat ia melompat maju buat memeriksanya.
Ternyata dibawah pot itu terdapat sebuah gelangan besi yang besar, waktu ia
menariknya sekuatnya, tiba- terdengar suara ber Cits yang keras, pelahans tempat
dibawah pot bunga itu lantas menggeser hingga tertampak sebuah papan batu.
Ciu Ki tahu pasti dibawahnya terdapat alats rahasia mengingat pengalaman dirumahrija sendiri, maka Cepat-cepat ia berlari keluar memanggil Thian Hong dan Keh Lok cs.
Sementara itu Siang-si Siang-hiap, Ciang Cin dan Lou Ping berempat sedang berusaha
mengangkat papan batu itu be-ramai 2, tapi batu itu ternyata seperti melengket saja
tak bergerak sedikitpun.
"Toako, toako, apakah kau berada dibawah?" 'Lou Ping ber-teriak 2 sambil
menempelkan telinganya kepapan batu itu untuk mendengarkan, tapi sedikitpun tiada
suara dibawah. Melihat papan batu itu tiada sesuatu tanda" lain lagi, Thian Hong Coba mundur
beberapa tindak untuk memeriksa keadaan tempat itu lagi, dibawah sorot sinar sang
surja, tiba-tiba dilihatnya diujung kanan papan batu itu lapat 2 ter lukis sebuah gambar
"Pat-kwa." Cepat-cepat saja "Khong Beng" dari Hong Hwa Hwe ini melompat maju terus
menutul tengah 2 gambar Pat-kwa itu dengan ujung tongkatnya, namun tiada sesuatu
reaksi, ketika ia menekan lagi lebih keras, mendadak terasalah dibawah kakinya
tergontyang , lekasa ia melompat pergi kesamping.
Pada saat itulah papan batu itu mendadak ambles kebawah. Karuan yang paling girang
rasanya; ialah Lou Ping, saking tak tahan ia berteriak sekali terus hendak melompat
kebawah, baiknya Siang Pek Ci keburu memanggilnya agar sabar.
Dan betul saja tiba-tiba dari bawah telah menyamber keluar tiga anak panah, diam-
diam Lou Ping berSyukur, hampira saja dirinya terjebak.
Apabila kemudian mereka menegas kebawah dimana papan batu tadi ambles masuk,
tertampaklah suatu jalan dengan undak 2an batu.
"Goko, Lakko, kalian ber 2 menyaga dimulut goa sini, biar kami yang turun kebawah!"
kata Keh Lok. Dalam pada itu Bu Tim, Tio Pan San, Ciu Tiong Ing, Nyo Seng Hiap dan Beng Kian
Hiong cs. ketika mendengar ada nya goa itupun sudah menyusul tiba, karena sudah tak
sabar ingin bisa membebaskan Bun Thay Lay, seketika juga mereka menyerbu kedalam
goa itu, dengan mengajun sepasang kampaknya, Ciang Cin lantas membuka jalan.
Setelah mereka turun dari undak 2an batu itu, dibawah sana ternyata ada satu jalan
lorong yang sangat panyang . Tanpa menghiraukan bahaja, para pahlawan itu terus
berlari maju mengikuti jalan lorong itu. Tapi pada ujung jalan lorong itu ternyata ada sebuah pintu besi.
Kini Thian Hong sudah berpengalaman, ia keluarkan batu ketikan api, ia menyinari pintu besi itu, dan betul juga di ketemukan pula sebuah gambar pat-kwa, kembali ia tekan 2
kali ketitik tengah gambar pat-kwa itu, lalu serunya: "Awas, semua minggir !"
Para pahlawan itu pada mengkeret mepet dike 2 sisi dinding lorong itu, untuk menyaga kalau ada senjata rasia yang menghambur keluar mendadak. Tapi sekali ini ternyata
tiada senjata rasia apas, Cuma menaiknya pintu besi itu sangat lambat.
Saking tak sabar, belum lagi gerak naik pintu besi itu berhenti, segera saja Lou Ping lantas mendek menerobos masuk.
"Hati-hati Suso," demikian Thian Hong Coba memperingat kannya, namun saat itu juga
Lou Ping sudah masuk dan disusul oleh Ciang Cin serta Ciu Ki.
Selagi para pahlawan hendak mengikut masuk juga, terlihatlah Wi Jun Hwa berlari
masuk dari luar terus melapor pada Tan Keh Lok: "Congthocu, panglima itu telah
berhasil lolos keluar, baiknya lekasan kita turun tangan, kuatirnya sebentar ia bakal datang lagi dengan bala bantuan."
"Baiklah, kau keluar lagi membantu Ma-toako, harus lebih banyak-banyak siapkan
panah, jangan sampai bala bantuan bisa masuk," perintah Keh Lok.
Segera Wi Jun Hwa keluar lagi dengan tugas itu.
Habis itu Keh Lok dan Bu Tim cs. lantas menerobos masuk juga dari bawah pintu besi
tadi, tapi didalam sana kembali terlihat sebuah jalan lorong lagi, tapi karena hasrat hendak menolong Bun Thay Lay semakin memburu, para pahlawan itu tidak pikirkan
lagi bakal ada serangan senjata rasia segala, ber-dujun 2 segera mereka menyerbu
lebih jauh. Tapi beberapa tombak jauhnya, kembali jalan lorong itu tampaknya buntu lagi.
"Keparat, begini banyak-banyak alat rahasia nya!" segera Ciang Cin memaki.
Tak terduga ketika sudah sampai diujungnya, ternyata jalan lorong itu ada bilukan,
Cepat-cepat saja pahlawan 2 itu membiluk dan mendadak pandangan merekapun
terbeliak, ternyata didepan sana ada sebuah ruangan kecil, didalam ruangan itu terang benderang tersulut beberapa lilin besar, di-tengah-tengah ruangan ada sebuah kursi
dimana berduduk se orang sendirian dengan pedang terhunus, musuh bujutan bertemu,
tampaknya menjadi lebih jelas, siapa lagi dia kalau bukan Hwe-jiu-poan-koan Thio Ciau Cong.
Dibelakang Thio Ciau Cong itu ada sebuah dipan, jelas dapat dilihat oleh Lou Ping
bahwa orang yang merebah di dipan itu terang ada sang suami yang dirindukannya
siang dan malam itu.
Dilain pihak ketika mendengar suara tindakan kaki orang yang riuh, Bun Thay Lay telah berpaling, dan ketika dilihat nya isteri yang diCintainya itu tahu-tahu berlari mendatangi, serasa dikiranya dialam mimpi, dan karena tangan-kakinya diborgol tanpa bisa berkutik, maka ia hanya bisa mengeluar kan suara terkaget saja.
Dalam pada itu segera Lou Ping menghamburkan dulu tiga buah pisau terbangnya
kearah Thio Ciau Cong, habis itu tanpa dihiraukannya Cara bagaimana musuh itu
berkelit, tanpa. pikir lagi ia menubruk kedepan pembaringan sang suami.
Tapi hanya sekali tangan kiri Ciau Cong meraup dari kanan kekiri, tiga 2 hui-to atau pisau terbang Lou Ping tadi sudah kena ditangkap semua olehnya, saat lain ketika
tangan kanannya menekan knop diatas kursinya, sekonyong-konyong dari atas
menganylok turun sebuah jaring kawat baja hingga dipan tempat merebah Bun Thay
Lay itu kena dikurung rapat 2 didalam, perCuma saja suami isteri yang sudah saling
berhadapan itu, tapi tak mampu berdekatan.
"Ayo maju, saudara-saudara, kita bereskan dulu jahanam ini!" seru Keh Lok gusar.
Berbareng itu belatinya terus ia Cabut dan menubruk maju menikam kedada Thio Ciau
Cong. Bu Tim, Tio Pan San dan Ciu Tiong Ing Cukup kenal betapa lihainya Thio Ciau Cong,
tapi kini dalam keadaan genting, merekapun tidak menghiraukan lagi tentang per aturan satu-lawan-satu menurut Caranya perkelahian kaum ksatria, maka mereka bertiga
lantas lolos senjata juga hingga Ciau Cong kena dikepung ditengah.
Keempat lawannya kini adalah tokohs terkemuka dalam bu-lim atau dunia. persilatan,
sekal-ipun kepandaian Thio Ciau Cong setinggi langit, rasanya saat demikian juga susah hendak meloloskan diri.
Tapi Ciau Cong tidaklah malu sebagai seorang jagoan kelas wahid, ia melajani
kerojokan musuh dengan tenang dan tekun, sesudah menangkis beberapa serangan,
pada lain kesempatan bahkan pedang pusakanya "ih-pek-kiam" juga ditusukan buat
balas menyerang.
Tiba-tiba Keh Lok selipkan belatinya dipinggang, lalu dengan tangan kosong ia
keluarkan "kim-na-hoat" atau ilm'u me nangkap dan menawan terus menubruk kearah
dada Thio Ciau Cong, ia pikir semua serangan musuh tentu akan di sambut oleh Bu Tim
dan yang lain-lain, ia boleh menyerang tak perlu pikirkan menyaga diri, maka secara
berantai ia me rangsang terus, dibawah sinar lilin dan berkelebatnya senjata, suatu
ketika tangan kirinya terus menCengkeram kemuke, musuh.
Dalam perlawanan sengitnya itu, ketika mendadak Ciau Cong melihat telapak tangan
orang sudah tiba, tak sempat lagi ia berkelit, namun ia Coba mengegos terus sedikit
men dekuk kebelakang, dengan begitu Cengkeraman Keh Lok itu menjadi luput. Tapi
dilain pihak ke 2 pedang Bu Tim dan Tio Pan San berbareng juga sudah menusuk tiba,
begitu pula golok tebal Ciu Tiong Ing telah membabat dari samping.
Lekas-lekas Ciau Cong melompat mundur 2 tindak untuk menghindari babatan golok
Ciu Tiong Ing' yang antap dan Cepat-cepat itu, habis itu ia ajun pedangnya memotong
ke 2 sen jatanya Bu Tim serta Tio Pan San.
Karena jeri terhadap pedang pusaka orang yang sangat tajam itu. Bu Tim dan Pan San
tak berani mengadukan senjatanya dan terus berganti gerak serangan, yang satu
menusuk keperut dan yang lain dada kiri orang.
Dalam pada itu Keh Lok dan Tiong Ing juga sudah me rangsang maju pula, dalam
keadaan demikian, sekalipun ilmu silat Thio Ciau Cong berlipat ganda juga susah me
naha*n kerojokan empat jago kelas satu ini, terpaksa ia mundur lagi 2 tindak.
Memangnya ruangan itu tidak besar, kini ia sudah mundur sampai dipinggir tembok.
Girang sekali Bu Tim melihat itu, ia melangkah maju terus menusuk kedepan mengarah
dada musuh, berbareng Ciu Tiong Ing, Tan Keh Lok dan Tio Pan San juga sudah
menyerang bersama.
Tak terduga mendadak Ciau Cong ulur tangan kirinya menekan dinding dibelakangnya
itu, sedang tangan kanan ia ajun pedang'nya buat menahan serangan musuh. Ketika
serangan Bu Tim semakin gencar dan makin bersemangat, tampaknya dengan sekali
tusuk lagi pasti Ciau Cong bakal terpantek ditembok itu, siapa tahu mendadak terdengar suara, gemertak, tiba-tiba dinding itu melekah berwujut satu pintu kecil dan seCepat-cepat kilat Ciau Cong lantas menyelinap masuk, habis itu pintu kecil itupun Cepat-cepat merapat kembali, sampai ke 2 pedang Bu Tim dan Pan San hampir 2 terjepit.
Terkejut sekali keempat orang itu, Bu Tim mem-banting 2 kaki sambil menCuCi maki,
sedang Keh Lok lantas melompat kehadapannya Bun Thay Lay. Dalam pada itu Ciang
Cin, Ciu Ki dan Lou Ping be-ramai 2 sedang angkat senjata mereka berusaha membobol
jaring kawat yang mengurung Bun Thay Lay itu.
Pada saat itulah mendadak dibagian atas terdengar suara keras, sebuah papan baja
tahu-tahu anylok turun dan dengan tepat memisahkan Bun Thay Lay dibagian dalam.
Lekas-lekas Keh Lok menarik mundur Lou Ping dan Ciu Ki hingga tidak samping tertindih oleh papan baja itu, saking gemasnya Ciang Cin ajun kampaknya membaCoki papan
baja itu. Waktu Thian Hong memeriksa dinding itu apa terdapat alat rahasia pembuka papan
baja itu, achirnya dapat dike temukan juga sebuah gambar pat-kwa, ia tekan pula titik tengah gambar itu seperti tadi, tapi rupanya Thio Ciau Cong sudah mengunCinya dari
dalam, meski sudah belasan kali Thian Hong menekan sekuatnya, namun sedikitpun
tiada bergerak.
Tatkala itu Nyo Seng Hiap berdiri paling belakang dan menyaga ditempat bilukan jalan lorong itu, mendadak didengarnya dibagian luar ada suara keriat-keriut dari tali baja yang ditarik, diam-diam ia tahu gelagat jelek, Cepat-cepat saja ia melompat keluar.
Tapi Thian Hong cs. masih belum putus asa, mereka masih terus menCari alat rahasia
pembuka papan baja itu, sedang Lou Ping dengan perasaan pedih sekali merabai papan
baja itu sambil meratap: "Toako, toako !"
Sekonyong-konyong terdengar suara geraman Nyo Seng Hiap di jalan lorong sana,
suaranya begitu gugup dan menguatir kan. Lekas-lekas Tio Pan San dan Ciu Tiong Ing
memburu ke sana. Tidak lama lantas terdengar Pan San ber-teriak 2 : "Para kawan
lekas keluar, lekas!"
Segera juga Keh Lok dan Thian Hong cs. berlari keluar, hanya, Lou Ping- yang masih
memegangi papan baja itu merasa berat untuk meninggalkan pergi. Ketika Ciu Ki sudah
berlari sampai ditempat bilukan dan waktu ia berpaling dan melihat Lou Ping masih
ketinggalan, Cepat-cepat ia kembali me nyeretnya keluar.
Kemudian terlihatlah Nyo Seng Hiap dengan ke 2 tangannya lagi menyang gah sebuah
papan baja tadi yang beratnya beribu kati itu, begitu payah tampaknya hingga ji dat
Seng Hiap sudah penuh berkeringat. Lekas-lekas Tiong Ing melempar senjatanya, ia
menorobos keluar dulu terus ber jongkok buat menahan pintu baja itu keatas.
Nampak keadaan berbahaja, Cepat-cepat Keh Lok berseru: "Kita keluar saja dahulu buat menCari jalan lain."
Segera pada pahlawan itu menerobos lewat melalui bawah papan baja yang sudah
hampir menempel tanah itu, begitu berat papan baja itu, meski Seng Hiap dan Tiong
Ing sudah keluar sepenuh. tenaga, tapi masih terus menurun pelahan kebawah.
"Ciu-loenghiong, Pat-ko, biar aku menahannya!" segera Ciang Cin berseru, ia
berjongkok kebawah dan gunakan punggungnya yang bongkok itu untuk menyaggah
papan baja itu, sedangkan Seng Hiap dan Ciu Tiong Ing Cepat-cepat lantas melompat
keluar. Lantas Seng Hiap menyemput kembali rujung bajanya yang diletakkannya ditanah tadi
untuk ditegakkan buat me nahan menurunnya papan baja1 itu sambil berkata: "Lekas
keluar Sipte !"
Cepat-cepat juga Ciang Cin mendekam kebawah hingga tu runnya papan baja itu kena
disanggah rujung bajanya Seng Hiap tadi, sedang lengan Ciang Cin telah diseret Seng
Hiap keluar, maka terdengarlah suara gemuruh yang keras, rujung baja patah kena
tertindih oleh papan baja yang mengan jlok ketanah itu hingga debu berhamburan,
kerasnya bukan main.
Sebaliknya Seng Hiap dan Ciang Cin menjadi kehabisan tenaga, mereka mendoprok
kelantai untuk sementara.
Dalam pada itu kembali dijalan lorong itu ada suara ber larinya orang lagi, Siang He Ci telah berlari masuk mem beritahu, katanya: "Congthocu, Gi-lim-kun telah sampai diluar, apakah kita harus bertahan tidak?"
"Cntuk keras lawan keras, kedudukan tidak menguntung kan kita, kita mundur teratur
saja," ujar Thian Hong.
"Baik," kata Keh Lok akur. "MariIah lekas kita keluar !"
Maka Cepat-cepat lah para pahlawan itu berlari keluar jalan lorong itu. Sampai ditaman tadi, tiba-tiba terlihat satu wanita muda yang bersolek dengan Cantik dan mewah sekali, sikap nya gugup dan wajahnya takut-takut. "Tangkap!" bentak Keh Lok. Segera juga Ciu Ki seret wanita itu dan dibawa lari.
Sampai diluar gedung- panglima itu, ternyata diluar sudah penuh dengan orang,
keadaan kaCau balau, para perajurit pemerintah dan anggota HONG HWA HWE ber-
jubel 2 menjadi satu, lekas-lekas Keh Lok menggunakan kode HONG HWA HWE untuk
berseru : "Segera juga kita. mundur, be-ramai 2 kita berkumpul di pintu utara !"
Karena perintah itu, ber-kelompok 2 anggota Hong Hwa Hwe itu lantas mundur kearah
utara. Kejadian ini bikin pasukan pemerintah seketika bingung, tapi merekapun tidak
mengejar. Sebab usaha gagal, ditengah jalan para jago Hong Hwa Hwe itu ramai berunding.
Sampai diluar kota, lantas Keh Lok berseru pula: "Kita berkemah kebukit kira-kira
sepuluh li diluar kota sana baru merundingkan tindakan selanyutnya."
Baiknya Ciu Ki dengan regunya membawa wajan dan minyak, ada beberapa regu lain
juga segera menyiapkan beras dan sajur-majur, lalu mereka berkemah dirimba yang
dituju itu. "Kau jangan kuatir, Su-moay, kalau Sute tidak bisa di tolong keluar dengan selamat, kita bersumpah bukan manu sia lagi," demikian Bu Tim Coba menghibur Lou Ping.
Ada juga yang sedang menCuCi maki Thio Ciau Cong yang jahat tak terampun itu, 2
kali mereka berusaha menolong Bun Thay Lay selalu digagalkan olehnya. Begitu pula
mereka tidak mengarti siapakah gerangan siorang ber kedok itu, ia memberitahu
dimana tempat Bun Thay Lay ditahan, sudahlah terang ia adalah kawan, tapi kenapa
tak mau perlihatkan mukanya, sebaliknya malah membantu selamatkan Li Khik Siu,
sungguh hal ini membikin bingung orang.
Sedang mereka ramai berunding, tiba-tiba terdengar diluar rimba itu berkumandang
suara teriakan: "Aku Bu " Wi Yang, Aku Bu " Wi Yang!" " Itulah suara teriakan pem
buka jalan kawanan po-pio atau tukang kawal.


Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ha, itulah barang kawanan Tin Wan piaukiok telah sampai disini," kata Pan San.
"Kurangajar orang-orang Tin Wan piaukiok itu, meski manusia she Tong itu sudah kena
dibunuh Chit-ko, namun rasanya masih belum bisa melampiaskan rasa dendamku,"
demikian Lou Ping memaki. "Sekali ini mereka benar 2 beruntung, barang yang mereka
kawal adalah milik kediaman Congthocu, kalau tidak, hm, anehlah kalau aku tidak
merampasnya?"
Dalam pada itu Thian Hong telah menarik Keh Lok He samping, ia membisikinya:
"Hongte bilang dalam tiga harini akan membunuh Suko, hal ini jangan sampai diketahui Suso, kalau tidak, karena kuatir mungkin ia bisa melakukan hal 2 nekad hingga bikin
urusan bertambah runyam." Keh Lok mengangguk membenarkan.
Lalu kata Thian Hong lagi: "Dan sesudah keributan kita ini, besar sekali kemungkinan Hongte menjadi kuatir dan mendahului membunuh Suko sebelum waktunya."
"Ja, inilah harus kita pikirkan memang," ujar Keh Lok mengkerut kening.
"Sekarang tiada jalan lain, terpaksa merampas vaas-nya," kata Thian Hong pula.
"Vaas?" tanya Keh Lok tak paham.
"Ja, bukankah tadi Cap-ji-long bilang orang Hwe meng haturkan sepasang 'Giok-bin'
(vaas dari jade) sebagai tanda permintaan damai dan dalam kawalan Tin Wan
piaukiok," kata Thian Hong. "Dan kalau Hongte sudah kirim pasukan ekspedisinya
kebarat, soal damai terang tidaklah mungkin diterima, dan kalau tidak mau terima
permintaan damai, dengan sendirinya 'giok-bin' itu harus ditolak kembali, bila tidak.
tentu akan kehilangan kepercayaan umum. Dan jus tru situa Hongte ini paling suka
diumpak, suka martabat, terhadap urusan nama baik tentu akan dipikirkannya."
"Jadi kalau sudah kita dapatkan vaas itu lantas kita pergi pada Hongte dan bilang
padanya sekalia jangan bikin susah Bun-suko seujung rambutpun, atau bila terjadi apa-apa atas dirinya, lantas kita remukan vaas itu," kata Keh Lok.
"Begitulah memang maksudku," sahut Thian Hong. "Ke lak sekalipun tak dapat
mengulur tempo buat berapa hari lagi, hal ini menguntungkan juga Bok-lunghiong
didaerah Hwe sana."
"Bagus, biar sekalian kita men-jajal 2 Ong Hwi Yang yang berjuluk 'Wi-Cin-ho-siok' itu,"
kata Keh Lok senang.
Sesudah ambil keputusan itu, lantas Keh Lok mendekati para pahlawan yang lain serta
berkata : "Wi-kiuko, seka rang juga pergilah kau menyelidiki keadaan barang kawalan
Tin Wan piaukiok itu dan segera kembali melaporkan."
Cepat-cepat juga Jun Hwa menerima perintah sang ketua itu terus pergi. Ong Hwi Yang
yang berjuluk "Wi-Cin-ho-siok" atau wibawanya menggetarkan daerah Hopak dan
Soatang, usianya tahun ini sudah enamsembilan tahun, sejak berumur tiga puluhan ia
lantas berkelana dan mengawal piau, dengan goloknya "pat-kwa-to" serta ilmu
pukulannya "pat-kwa-Cio" telah menggetarkan seluruh kalangan lok-lim didaerah utara
tanpa tandingan. Dahulu pernah sekali terjadi perta rungan dikota Po-ting, dimana
seorang diri ia telah binasa kan tujuh orang gembong bandit yang tersohor hingga
orang-orang kalangan hek-to peCah nyalinya mendengar namanya dan julukan "Wi-Cin-
ho-siok" justru diperoleh karena kejadian itu.
Tin Wan! piaukiok yang dia dirikan itu selama tiga 0 tahun sangat terkenal didaerah
utara dan selama itu berdiri dengan megahnya meski banyak-banyak juga mengalami
rintangan 2, orang-orang lok-lim suka bilang : "Lebih baik ketemu Giam Ong (raja
achirat) daripada kesemplok dengan lau-Ong (Ong situa, maksudnya Ong Hwi Yang)".
Siapa saja melihat panyi 2nya, tentu tak berani sembarangan turun tangan.
Sebenarnya Ong Hwi Yang bermaksud tahun depan sesudah merajakan ulang tahunnya
yang ke-tujuh0 lantas akan me nutup perusahaannya itu dengan gilang-gemilang, siapa
duga tahun ini telah banyak-banyak terjadi hal 2 yang tidak meng untungkan. Tatkala
mengawal kitab Alkur'an dari daerah Hwe atas perintah jenderal Yauw Hwi, ditengah
jalan telah terjadi kitab suCi itu dirampas orang, bahkan tidak sedikit piauthau 2
pembantunya yang kuat luka atau tewas.
Sekali ini Hongte menyuruh menghantar "giok-bin" kese latan, telah ditunyuk ia sendiri yang harus mengawal, ber bareng itu iapun mendapat permintaan mengawal barang
Bentrok Rimba Persilatan 22 Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung Pendekar Satu Jurus 11
^