Pedang Darah Bunga Iblis 16

Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H Bagian 16


dingin2: "Hian thian ceng li!"
Suma Bing mundur tiga langkah saking kaget, wajahnya juga
berubah. Dia pernah dengar dari penuturan Suhunya Sia sin Kho
Jiang, tentang Hian thian ceng li ini sebetulnya seorang gadis
cantik rupawan pada puluhan tahun yang lalu, kecantikannya
pernah menggegerkan dunia persilatan dan banyak pemuda yang
ter-gila2 olehnya, bukan saja cantik malah kepandaian silatnya
juga bukan olah2 tinggi dan lihay. Sungguh tidak nyana si nenek
tua kurus kering tinggal kulit pembungkus tulang yang reyot ini
ternyata adalah Hian thian ceng li dulu yang serba pandai dalam
ilmu silat dan sastra.
"Sukoh." terdengar San hoa li berkata pula, "Setelah cita2mu
dapat terkabul, Tecu mohon kau orang tua suka kembali lagi ke
Panggung berdarah, supaya Tecu dapat melayani..."
Mendadak Hian thian ceng li ter-loroh2 keras seperti orang gila,
serunya: "Budak, kalau cita2ku terkabul, buat apa aku terus
merana didunia fana ini!"
"Sukoh, kau..." "Ai!" helaan nafas yang menyedihkan ini
sungguh memilukan hati. Suma Bing sendiri juga ikut mendelu, dia tidak
paham apa yang dipersoalkan tentang cita2. Namun dalam pandangannya
Hian thian ceng li si makhluk aneh yang tua renta ini kini berobah
menjadi seorang tua yang harus dikasihani. Waktu hanya terpaut
satu jam saja, namun anggapannya sudah
berobah sama sekali, timbul keinginannya sekarang untuk
mendharma baktikan sedikit tenaganya untuk seorang angkatan
tua yang benar2 memerlukan bantuan sebelum mangkat.
Terdengar San hoa li berkata dengan nada berat dan sungguh:
"Anak Bing, dapatkah kau melakukan?"
Suma Bing tercengang, sahutnya: "Bu, melakukan apa?"
"Menghancurkan batu besar itu?" "Aku percaya aku dapat!"
"Baik, lekaslah kau bekerja!" Hian thian ceng li tetap
membungkam, agaknya dia setuju. Suma Bing manggut2 terus
melangkah kedepan mulut
lembah. Kira2 terpaut dua tombak didepan batu besar itu Suma
Bing berhenti. Hatinya kebat kebit tidak tentram, namun saat itu
sudah tiada tempo baginya untuk memikirkan apakah tindakannya
ini benar atau salah. Pelan2 kedua tangan terangkat didepan dada,
Giok ci sinkang sudah terkerahkan sampai puncaknya.
"Buyung, nanti dulu!" tiba2 Hian thian ceng li berseru mencegah.
Serta merta Suma Bing menunda gerakannya, dalam pada itu Hian
thian ceng li sudah melompat tiba disebelah sampingnya, sedang
ibunya berserta empat pengikutnya masih tetap berdiri
ditempatnya semula.
"Sukohco masih ada petunjuk apa?" "Buyung, kau masih ingat
permintaanmu tadi?" "Ini..." "Aku dapat minta penghuni lembah
itu nanti memberi
petunjuk memecahkan persoalanmu."
Sifat pembawaan Suma Bing yang terkeram dalam sanubarinya
tiba2 berontak, sahutnya menggeleng dengan angkuhnya: "Tidak
perlu lagi!"
"Kenapa?" "Masih banyak para ahli lain yang dapat membantu
aku dalam bidang itu." "Mengapa harus sedemikian susah payah?"
"Tesun (cucu murid) membantu Sukohco menghancurkan
batu dan memecahkan barisan, sebaliknya tujuan Sukohco adalah
untuk menuntut balas. Memang Tesun tidak berbakti, kalau aku
masih minta petunjuk dan bantuannya bukankah ini menambah
dosa yang tak terampunkan dalam lembaran sejarah dunia
persilatan!"
Berobah airmuka, Hian thian ceng li, agak lama kemudian baru
dia berkata: "Kau memang benar, sekarang kau boleh pergi!"
"Tidak!" sahut Suma Bing menggeleng kepala. "Apa yang
hendak kau lakukan?" "Berbuat menurut perintah ibunda!" "Aku
tidak mengizinkan!" "Terpaksa Tesun berlaku kurangajar!"
habis ucapannya
sebat sekali ia memutar tubuh kedua tangannya terus terayun
sekalian... "Jangan!" teriak Hian thian ceng li keras berusaha, mencegah.
Namun kedua tangan Suma Bing sudah keburu dipukulkan keluar.
Dentuman menggelegar menggetarkan bumi pegunungan dalam
selat itu seakan gugur gunung menggelegar sekian lamanya, batu
dan debu berhamburan se-olah2 bumi merekah
dan laut tumpah, ternyata setelah suasana mereda tampak batu
cadas sebesar gajah raksasa itu telah hancur lebur menjadi
setumpukan debu kerikil yang bergugus tinggi.
Melihat ini tubuh si nenek tampak gemetar dan bergidik, kedua
matanya memancarkan cahaya tajam ber-kilat2 memandang
kemulut lembah tanpa berkesip, lama dan lama kemudian
mendadak dia mengakak tinggi seperti orang kehilangan semangat.
Pada saat itulah sebuah bayangan putih langsing meluncur tiba
dari mulut lembah sebelah dalam sana, sekejap mata saja dia
sudah dihadapan mereka. Dia bukan lain adalah Tio Keh siok
yang belum lama berselang masuk kedalam lembah.
Setelah kakinya menginjak tanah sepasang mata Tio Keh siok
setajam ujung pedang menatap kearah Suma Bing dengan nanap.
Tanpa terasa Suma Bing merinding dipandang begitu rupa, sinar
mata yang mengandung rasa kebencian yang ber-api2 itu takkan
terlupakan selama hidup ini, kontan terasa olehnya suatu
keganjilan dalam kejadian ini.
-oo0dw0oo- 55. SI KAKEK TUA PENGHUNI LEMBAH.
Per-lahan2 pandangan Tio Keh siok beralih kearah Hian
thian ceng li, sedikit menekuk lutut dia memberi hormat serta
ujarnya dingin: "Locianpwe, Suhu tengah menantimu didalam
lembah." "Suruh dia keluar menemui aku." "Kesehatan Suhu terganggu
dan tidak leluasa untuk
bergerak."
"Hm, tidak leluasa apa segala?" "Kenapa Locianpwe mendesak
orang sedemikian rupa?" "Budak setan, berani kau kurangajar
terhadap aku?" Membesi wajah Tio Keh siok, desisnya geram:
"Locianpwe,
Suhu telah menantimu dengan segala perlengkapan!" "Apa, dia
hendak turun tangan dan mengingkari janjinya?" "Suhu sudah
mandi dan ganti pakaian, dengan tenang dia
tengah menantikan dewa kematian mencabut nyawanya, tapi..."
"Tapi apa?" "Ada satu hal yang belum dapat kumengerti!" "Coba
katakan!" "Apa hubungan Suma Bing dengan Locianpwe?"
"Sutitsun (cucu murid keponakan)." "Apakah Locianpwe ada
melulusi untuk melindunginya..." "Tutup mulutmu..." Hian thian
ceng li menggerung keras saking murka
rambutnya yang ubanan itu sampai berdiri, tanpa kuasa tubuhnya
terhuyung dua langkah.
Tanpa takut2 Tio Keh siok terus berkata dengan dongkol:
"Sebelumnya Wanpwe sudah dengar, jikalau Suhu ada terjadi
apa2, Wanpwe bersumpah untuk membalaskan sakit hati ini. Kalau
Cianpwe tidak ingin menimbulkan bencana dikemudian hari
silahkan sekarang juga turun tangan melenyapkan Wanpwe
sekalian!"
Hati Suma Bing sedih dan perih sekali, dia maklum bahwa
tindakannya ini salah, namun seumpama naik harimau susah
turun, tak mungkin dia membiarkan Sukohconya mendapat
malu dan serba susah, maka senggaknya dingin: "Nona Tio, selalu
cayhe nantikan pembalasanmu!"
Tio Keh siok melirik kearah Suma Bing dengan benci dan
kemarahan yang me-luap2, makinya: "Suma Bing, aku takkan
melepas kau!"
Mendadak terdengar sebuah suara berat serak berkata: "Anak
Siok, mundur, jangan kurangajar!"
Dari belakang tumpukan puing2 batu sana muncullah bayangan
seseorang yang membelok turun terus hinggap diatas tanah.
Bayangan yang mendadak muncul ini kiranya adalah seorang tua
yang rambut serta jenggot dan kumisnya sudah beruban semua,
wajahnya penuh kerutan, sinar matanya redup agaknya
mengandung kesedihan yang ber-limpah2. Begitu menginjak tanah
langsung terus duduk ditanah tanpa bergerak.
Sekali lagi Tio Keh siok menyapu pandang semua hadirin dengan
gemes terus mundur dibelakang orang tua itu serta panggilnya:
"Suhu!"
Kalau tadi beringas dan mentang2, sekarang Hian thian ceng li
sebaliknya terbungkam seribu basa, tubuhnya gemetar semakin
keras. Dengan penuh keanehan Suma Bing pandang orang tua ubanan
ini, batinnya pasti dialah penghuni lembah yang dikatakan oleh
Sukohco itu. Seperti orang tua umumnya yang loyo penghuni lembah ini duduk
diatas tanah dengan sikapnya yang lesu, tiada sesuatu yang
mengejutkan malah sepasang sinar matanya juga guram, sikapnya
dingin dan tenang menatap kearah Hian thian ceng li tanpa
membuka suara. Tokoh macam apakah sebenarnya Penghuni lembah ini"
Setelah hening sekian lamanya akhirnya Hian thian ceng li
membuka kesunyian katanya: "Ada apa lagi yang perlu kau
katakan?" Berkatalah penghuni lembah dengan berat dan tersendat: "Kau
dan aku kan sudah menjadi tua bangka yang dekat masuk liang
kubur..." "Omong kosong, yang kumaksudkan adalah janjimu dulu!"
"Silahkan apa yang hendak kau perbuat, aku menurut
saja." "Masih ada urusan apa lagi yang perlu kau sampaikan
kepada muridmu?" "Urusan terakhir?" "Benar, hari ini juga kau
harus kubunuh!" Sekilas sepasang mata penghuni lembah
memancarkan cahaya terang lantas menghilang lagi, katanya tenang: "Silahkan
kau turun tangan!"
"Sampai mati juga kau tidak menyesal?" teriak Hian thian ceng li
kalap. Penghuni lembah bergelak tawa, ujarnya: "Menyesal" Apanya yang
perlu disesalkan" Orang hidup bagai mimpi, setelah sadar dari
tidur, semuanya juga lantas hilang..."
"Sedemikian kejam dan keji kau menghancurleburkan impian
orang lain?"
"Mimpi itu timbul dari hati..." "Dasar kau tanpa
perikemanusiaan!" "Terserah bagaimana kau hendak berkata.
Sekarang biarlah
aku menebus dengan jiwaku, masa masih belum cukup?" "Li It
sim," Hian thian ceng li menggeram sambil mengertak
gigi, "Setelah kubunuh tetap juga kubenci kepadamu!"
Nama Li It sim itu menggetarkan sanubari Suma Bing, teringat
olehnya akan cerita yang dikisahkan oleh Kang Kun Lojin itu.
Sungguh tidak nyana dia masih hidup.
Li It sim yang berjuluk Hwe soh ki khek adalah suami Bu siang sin
li, atau ayah kandung Li Hui perempuan yang terkurung selama
dua puluh tahun dibelakang puncak Siau lim si itu.
Tidak perlu disangsikan lagi persoalannya dengan Hian thian ceng li
ini pastilah menyangkut tentang asmara muda mudi pada masa
remaja mereka dulu. Memang soal cinta merupakan persoalan yang
susah diselesaikan, sampai sekarang tua yang peyot berusia
seratus tahun lebih juga masih terbawa dalam pertikaian yang
menyedihkan ini.
Begitulah karena pikirannya ini bahna heran tanpa terasa
mulutnya berseru kejut: "Bu lim sam ki!"
Seruan kagetnya ini menggetarkan seluruh hadirin. Terutama Li It
sim dan Hian thian ceng li sendiri merasa heran dan terperanjat,
darimana Suma Bing bisa mengetahui asal usul riwayat si orang tua
ini. Sedang sebaliknya. San hoa li Ong Fang lan terkejut karena
mendengar akan kebesaran nama Bu lim sam ki itu.
Sorot mata Li It sim bercahaya terang, katanya haru: "Buyung,
apa yang kau katakan?"
Suma Bing membungkuk dan menyahut hormat: "Bukankah
Locianpwe salah satu dari Bu lim sam ki yang berjuluk Hwe soh ki
khek?" "Darimana buyung semuda kau ini bisa tahu?" "Apakah Cianpwe
masih ingat kepada Buyung Ceng
Locianpwe?" Tiba2 Hian thian ceng li menyelak bicara: "Kang Kun
Lojin?" "Ya, benar," sahut Suma Bing manggut2.
Mendadak Hwe soh ki khek Li It sim bangkit berdiri. Hampir
saja Suma Bing berseru kaget, baru sekarang dia
melihat tegas bahwa Li It sim ini ternyata cacat sebelah kakinya
hanya tinggal satu. Maka terbayang dalam benaknya cerita yang
dikisahkan Kang Kun Lojin itu. Demi memperoleh cinta kasih Bu
siang sin li, dengan menempuh bahaya besar dia menyelundup ke
Siau lim si untuk mencuri Bu siang po liok itu, karena konangan
akhirnya dia terkepung dan terluka parah malah menjadi invalid
untuk se-lama2nya.
"Buyung," ujar Li Itsim, suaranya tersenggak dalam tenggorokan,
"Kau kenal pada Kang Kun Lojin?"
Suma Bing membenarkan. "Dia... masih hidup dalam dunia
fana ini?" "Dia orang tua masih sehat walafiat!" "O, adakah dia
pernah menyebut tentang diriku..." "Dia pernah menuturkan
kepadaku!" "Semua cerita itu?" "Ini... ya benar, beruntung
Wanpwe ada kesempatan untuk
mendengarkan!" "Ada hal lain apa lagi yang dia katakan tidak?"
"Dia pernah berkata dan berpesan jikalau Wanpwe bertemu
dengan Locianpwe, dia minta aku menyampaikan dia ingin
bertemu kembali ditempat perpisahan dulu."
"Tapi sudah tidak mungkin!" ujar Li It sim hampir berbisik
suaranya tertekan.
Suma Bing melenggong, tanyanya: "Mohon tanya kenapa tidak
mungkin?" Tanpa menjawab pandangan Li It sim beralih kearah Hian thian
ceng li. Baru sekarang Suma Bing paham akan duduknya perkara,
dia manggut2. Rona wajah Hian thian ceng li ber-ubah2 beberapa kali, akhirnya
tekadnya sudah bulat dan berkata tegas: "Li It sim, tidak
keterlaluan bukan bila kau kubunuh?"
"Mungkin begitu!" "Mungkin apa maksudmu?" "Hanya itulah
yang dapat kukatakan!" Sekali melejit Hian thian ceng li
melesat dihadapan Li It
sim, sedemikian dekat jarak mereka sekali jamah saja cukup
untuk merenggut jiwanya.
Per-lahan2 Hwe soh ki khek Li It sim duduk kembali diatas tanah,
sikapnya tenang dan pasrah nasib.
Tangan yang kurus kering dari Hian thian ceng li pelan2 diangkat
tinggi... suasana menjadi sedemikian tegang mencekam hati, suatu
tragedi yang menyedihkan bakal terjadi dihadapan kita.
Tampak tubuh Tio Keh siok bergerak bersiaga... Kata Hwe soh


Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ki khek dengan tenang: "Anak Siok, kau
mundur dan lagi kau harus ingat, selamanya jangan kau bersikap
hendak menuntut balas apa segala."
"Suhu, kau..." "Minggir, ini perintah!" Apa boleh buat Tio Keh
siok mundur beberapa langkah
sambil menggigit gigi dua butir airmata meleleh membasahi
pipinya. Betapa perih dan sedih hati Suma Bing susah dilukiskan dengan
kata2, jikalau dirinya tidak menghancurkan batu besar itu, tragedi
yang mengenaskan ini tidak bakal terjadi. Adalah
sekarang menyesalpun sudah kasep, memang hakekatnya dia
sendiri juga tidak akan mampu dan kuasa untuk merintangi akan
terjadi tragedi yang bakal terjadi ini sebab Hian thian ceng li
adalah Sukohconya.
Tanpa terasa pandangan matanya beralih kearah ibunya San hoa
li Ong Fang lan, sorot matanya seakan2 tengah berkata apakah
aku telah bekerja salah"
Tangan Hian thian ceng li yang sudah terangkat tinggi gemetar
semakin hebat, lama dan lama sekali tak kuasa dipukulkan.
Untuk detik seperti sekarang inilah maka dia rela menunggu
dengan sabar tekun diluar lembah selama enampuluh tahun,
karena dia (Li It sim) pula maka dia menyebar maut dan banyak
membunuh orang2 yang tidak berdosa, sehingga kedua tangannya
berlepotan darah tokoh2 persilatan yang mati penasaran. Namun
setelah detik yang dinantikan ini sudah diambang mata, dia sendiri
agaknya tak kuasa turun tangan. Mengapa"
"Li It sim, betul2 kau rela mati?" terdengar Hian thian ceng li
berkata pilu. "Ya, benar!" "Tiada omongan apalagi yang perlu kau
ucapkan?" "Yang sudah lalu biarlah tenggelam, dan yang akan
datang buat apa disesalkan!" "Hanya kalimat itu saja?" "Jikalau... ai!"
Mendadak Hian thian ceng li berpaling dan berkata kepada
San hoa li Ong Fang lan: "Kalian menyingkir dari sini!" Wajah San
hoa li Ong Fang lan berubah tegang, serunya
kuatir: "Sukoh, kau..."
"Lekas minggir!" San Hoa li tak berani banyak bercuit lagi,
sambil menggape
kepada Suma Bing dia berseru: "Anak Bing, mari pergi!" Suma
Bing tak kuat lagi menahan perasaan dukanya,
teriaknya penuh haru dan menyesal: "Li locianpwe, Wanpwe akan
merasa menyesal seumur hidup ini!"
Sepasang mata Hwe soh ki khek dipentang berkilat, nadanya berat
serak: "Buyung, jangan kau mereras diri. Lohu tidak salahkan kau,
malah aku harus menyatakan terimakasih akan berita dari kawan
tuaku itu!"
Tanpa bersuara Suma Bing mengikuti dibelakang ibunya beserta
keempat gadis serba putih itu. Kira2 ratusan tombak kemudian
baru mereka menghentikan langkah.
Tanpa membuang waktu lagi segera Suma Bing bertanya: "Bu,
sebenarnya karena persoalan apakah sehingga Li locianpwe dan
Sukohco sampai bermusuhan?"
"Karena cinta!" "Mereka adalah..." "Duduk perkara yang jelas
aku kurang terang, mungkin
pada masa remajanya dulu Sukohcomu terlalu ter-gila2 mencintai
Li locianpwe itu, sayang dia bertepuk sebelah tangan,akhirnya dari
cinta timbullah rasa benci!"
"Mereka sudah berusia sedemikian lanjut, kenapa..." "Nak,
sejak dahulu kala sampai sekarang, ada berapa
manusia yang dapat melepaskan diri dari belenggu cinta asmara?"
"Bu, sebetulnya aku hendak minta petunjuk kepada Li locianpwe
tentang..."
"Tentang urusan apa?" "Mengenai sebentuk
barisan yang aneh."
"Lantas bagaimana?" "Diluar lingkungan markas besar Bwe
hwa hwe dibangun
sebuah barisan aneh sebagai tedeng aling2nya yang kokoh
ampuh!" "Kenapa dalam kesempatan tadi kau tidak mau bilang?" "Dalam
keadaan yang begitu, mana ada muka aku
membuka mulut." "Kau masih ada kesempatan!" "Kesempatan
apa?" "Menurut hematku Sukohcomu tidak akan tega turun
tangan membunuhnya." "Kukira tidak begitu, betapa besar sikap
kebencian Sukohco
tadi!" "Nak, masih ada sesuatu yang belum dapat kau selami,
cobalah sekarang kau bercerita tentang pengalamanmu selama
ini!" Suma Bing bercerita tentang pengalaman menuntut balas di Bu
khek po, cara bagaimana istri tercinta Phoa Kin sian meninggal
dan mengenai orang lain memalsukan dirinya menimbulkan
banyak bencana diberbagai tempat.
Kata San hoa li sambil menghela napas: "Nak, kau harus belajar
dan dapat menghadapi nasibmu yang sudah tersurat dalam takdir,
sebagai seorang persilatan selama hidupmu ini kau harus berani
dan tabah menghadapi gelombang hidup yang tidak menentu dan
banyak bahayanya ini. Agaknya perlu aku perintahkan Ih Yan chiu
dan sebelas Rasul lainnya untuk membantu kau!"
"Bu, jangan!" "Nak, ini tidak akan mempengaruhi hasratmu
untuk menuntut balas seorang diri."
"Tapi anak berharap dapat bekerja seorang diri." "Nak, kau
jangan kukuh dan keras kepala, inilah maksud
baik ibumu, jangan kau menampik lagi, mereka hanya akan selalu
membuntuti gerak gerikmu secara diam2, mungkin dalam suatu
keadaan yang mendesak tenaga mereka sangat berguna bagi
kau." Terdesak oleh kebaikan ibunya, terpaksa Suma Bing mengangguk
setuju. Mendadak San hoa li berpaling kearah hutan sebelah sana dan
berseru nyaring: "Sahabat darimana itu, harap keluar untuk
bertemu." Benar juga beruntun dua kali berkelebat sebuah bayangan, tahu2
sudah hinggap dihadapan mereka.
Jantung Suma Bing ber-debar2, teriaknya gugup: "Nona Tio."
Yang datang ini memang adalah Tio Keh siok murid Hwe soh ki
khek Li It sim.
"Nona Tio apa yang telah terjadi?" tanya San hoa li gelisah dan
tegang. Agaknya Tio Keh siok sudah kehilangan perasaan gusar dan
bencinya, sikapnya kalem katanya sambil bersoja: "Sungguh tak
nyana Cianpwe kiranya adalah ahli waris dari Panggung berdarah,
harap terimalah hormat Wanpwe."
"Nona jangan banyak peradatan, tentang Suhumu..."
"Mereka sudah pergi." "Siapa yang pergi?" "Suhu dan
Hian thian ceng li sudah pergi semua." "Bagaimana
akhir keadaan disana?"
"Kedua orang itu sudah mendapat kata sepakat, sekarang suhu
pergi menuju tempat perjanjiannya dengan Kang kun Lojin
Buyung Ceng untuk bertemu, dia bersumpah untuk tidak
mengunjukkan diri lagi selama hidup ini. Tentang Hian thian ceng
li Locianpwe entahlah dia pergi kemana"
"Bagus, penyelesaian begini sungguh membuat hatiku puas!"
Kata Tio Keh siok kepada Suma Bing: "Tuan ingin mengetahui cara
pemecahan barisan yang melindungi markas besar Bwe hwa hwe
itu bukan?"
Suma Bing tercengang, lantas dia paham pasti Sukohconya tidak
lupa akan janjinya dan mengajukan persoalannya ini kepada Hwe
soh ki khek, maka segera sahutnya: "Benar memang begitulah."
"Pernah satu kali secara kebetulan aku sudah berkenalan dengan
barisan itu. Menurut teorinya barisan itu termasuk yang
dinamakan Im yang ngo heng tin."
Kening Suma Bing berkerut dalam, untuk membalas dendam
ayahnya dengan tangannya sendiri dia telah membunuh Bu khek
sianglo yang menjadi Susiokco Tio Keh siok, malah melukai Tio Keh
siok pula. Besar anggapannya kalau lawan pasti membencinya
sampai ketulang sumsum, haruskah dirinya menerima kebaikan ini
dari dia" Meskipun saat ini dia betul2 ingin mengetahui cara
pemecahan barisan itu. Tapi dia tidak mengharap mendapat
keterangan dari mulutnya. Karena pikirannya ini dengan berat dia
berkata: "Nona, hendak memberitahu kepada cayhe..."
"Aku mendapat perintah Suhu untuk menyampaikan saja." sela
Tio Keh siok dingin, "Ini bukan maksudku sendiri, harap tuan
maklum akan hal ini."
"Jikalau nona tidak sudi memberitahu, boleh tak usah dikatakan."
"Hm, tuan aku hanya menyampaikan penjelasan Suhu, ini juga
berarti melaksanakan perintah beliau yang terakhir. Aku tak kuasa
dan tuan juga harus dengar."
Suma Bing menjadi serba susah dibuatnya. Kata Tio Keh siok
selanjutnya: "Im yang ngo heng tin
termasuk barisan luar dari perguruan sesat yang aneh, barisan ini
merupakan kombinasi dari dua unsur barisan yang berlawanan,
susah untuk dapat diselami, tapi gampang untuk dipecahkan, asal
mengerahkan tujuh tenaga orang yang bekerjasama, sekali gebrak
saja pasti barisan ini akan berantakan..."
"Satu orang saja tak dapat mengatasi?" "Bisa keluar masuk
tanpa rintangan, tapi susah untuk
memecahkan. Ketujuh orang itu harus melalui pintu tengah terus
menerobos kepusatnya, lalu begini..." selanjutnya dia berjongkok
dan mengambil ranting kayu untuk menggambar dan memberi
penjelasan men-coret2 diatas tanah.
Dasar otak Suma Bing memang encer, sekali lihat dan dengar saja
cukup dapat dipahami, segera ia memberi salam dan berkata:
"Cayhe menyatakan banyak terima kasih."
"Mana aku berani terima, selamat bertemu!" habis berkata sedikit
membungkuk kearah San hoa li terus melejit jauh menghilang
dibalik pohon. "Nak," kata San hoa li serius, "Ibumu percaya akan kekuatan
Lwekangmu, pasti kau dapat melaksanakan pembalasan dendam
ini, harap jagalah dirimu baik2, aku pergi."
Suma Bing berat untuk berpisah, katanya tersenggak: "Bu, kapan
aku baru dapat bertemu pula dengan kau orang tua?"
"Kapan2 saja pasti kita dapat bertemu kembali."
"Bu, kuatkanlah imanmu, aku pergi!"
Begitulah setelah keluar dari alas pegunungan Suma Bing
langsung meluncur ke markas besar Bwe hwa hwe, semakin cepat
kakinya bergerak, semakin berkobar rasa dendamnya, terbayang
akan saat2 pembalasan dendam ini, darah musuh besar akan
mengalir keluar rasanya belum puas dan belum terlampias
sebelum terjadi banjir darah di Bwe hwa hwe.
Dia lupa waktu lupa perutnya yang kosong dan lupa akan
badannya yang capek lelah, terus berlaju cepat menuju markas
besar musuh yang misterius itu.
Hari itu dia tengah meluncur secepat anak panah melesat dari
busurnya. Tiba2 sebuah bayangan seorang perempuan yang
rasanya sangat dikenalnya berkelebat dikejauhan sana. Disaat
mereka bertemu pandang setelah dekat, kedua belah pihak
berseru kejut berbareng, dan sama2 menghentikan kakinya.
Perempuan ini bukan lain adalah Thong ping yang diperkosa oleh
Racun diracun sehingga melahirkan didalam gua itu.
Sesaat Suma Bing merasa serba salah dan kikuk, sebab dia tak
bisa melaksanakan janjinya terhadap Thong Ping untuk
membunuh Racun diracun atau duplikat dari Phoa Cu giok.
Thong Ping sedikit menekuk tubuh dan memberi salam: "Suma
Siauhiap, tidak nyana ditempat ini bisa bertemu dengan kau!"
Terpaksa Suma Bing keraskan kepala dan menebalkan muka
berkata: "Nona Thong, aku..."
Wajah Thong Ping tampak agak kurus dan pucat, tanyanya
gelisah: "Ada apa?"
"Nona Thong, cayhe sangat menyesal!" kata Suma Bing masgul.
"Kenapa?" "Tak tahu bagaimana aku harus memberi
penjelasan."
"Maksud Suma Siauhiap tentang Racun diracun..." "Ya, terpaksa
cayhe harus ingkar janji dan menelan
ludahku sendiri..." Thong Ping menghela napas sedih dan
merawan hati, katanya: "Suma Siauhiap, aku heran dan curiga mengapa aku
masih hidup sampai sekarang?"
Suma Bing gelagapan tak dapat bicara, dia pernah melulusi Thong
Ping untuk membunuh Phoa Cu giok, namun dia tidak
melaksanakan sumpahnya itu, sekarang dia tidak mengerti
bagaimana dia harus mengambil sikap untuk membujuk kepada
orang yang sangat dikasihani ini.
Thong Ping menyambung lagi: "Baru sekarang aku sadar ternyata
imanku sedemikian lemah, aku telah kehilangan keberanian untuk
menghadapi kematian, tapi rela dan mandah ditimpa kemalangan
dan penderitaan hidup yang sengsara ini, mengapa...?"
Suma Bing merasa hati kecilnya perih seperti di-tusuk2 jarum,
karena ingkar janji dia merasa sangat sedih suaranya berkata
rendah: "Nona Thong, aku tidak perlu mohon kau memaafkan, tapi
selamanya aku akan merasa menyesal terhadapmu."
"Suma Siauhiap tidak perlu kau bersikap demikian." "Nona
Thong, seorang laki2 sejati harus dapat menepati
janjinya, tapi aku..." "Aku tahu, karena kau terdesak oleh
keadaan!" Suma Bing berjingkrak kaget: "Apa, kau sudah
tahu?" Thong Ping manggut2. "Darimana kau..."
"Dia sendiri yang mengatakan kepadaku!" wajah Thong Ping
semakin pucat, sekuat mungkin dia menahan mengalirnya air mata,
namun akhirnya dia sesenggukkan juga.
"Dia, siapa?" "Phoa Cu giok!" "Dia... berani menemui nona?"
Air mata meleleh di kedua pipinya yang pias, ujar Thong
Ping sambil sesenggukkan: "Dia datang dan bertobat dihadapanku,
dia minta aku turun tangan membunuhnya. Aku maklum bahwa
rasa kebencianku ini selama hidupku ini takkan mungkin dapat
terhimpas lagi. Anaknya diberi nama Phoa Ki, dengan nama ini dia
berharap kelakuan bejat ayahnya ini tidak menurun kepada
anaknya. Diapun sudah menerangkan semua sejujurnya, Siauhiap,
selamanya aku akan membenci dia, tapi... aku sangat sayang
kepada anakku!"
Bagai terlepas dari belenggu yang mengekang dirinya Suma Bing
menghela napas lega ujarnya: "Nona Thong, sungguh kau seorang
yang bijaksana dan baik, Yang Maha Kuasa sungguh kurang adil,
mengapa segala sengsara dan derita hidup ini semua ditimpahkan
kepada seorang wanita lemah seperti kau ini!"
"Siauhiap," kata Thong Ping sambil mengusap air matanya, "Yang
sudah lalu biarlah pergi, jangan sampai semua peristiwa sedih ini
mengganjal dalam sanubarimu."
"Nona Thong, tiada apa lagi yang dapat kuucapkan, selain aku
merasa menyesal dan minta maaf kepadamu!"
"Ai!" keluhan yang merawan ini melimpahkan semua penderitaan
dan kemalangannya.


Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nona, kau jadi membunuhnya?" "Aku... tatkala itu rasanya
ingin benar tapi bagaimanapun
juga aku tidak tega turun tangan."
"O, seharusnya memang dia setimpal dihukum mati..." "Aku
harus merasa malu karena tak berbakti kepada ibu
dialam baka." "Kemana dia sekarang?" "Dia sudah pergi entah
kemana!" "Hanya begitu saja pertanggungan jawabnya
terhadapmu?" "Sebelum pergi, dia berkata kelak dia akan
mengatur bertanggungan jawabnya serta berharap melakukan kerjaan besar
yang dapat membawa kesejahteraan bagi kaum persilatan
khususnya dan bagi masyarakat umumnya untuk menebus segala
dosa2nya dan untuk menghibur arwah cicinya yang berada dialam
baka." "Demikian juga pengharapanku supaya dia bisa hidup kembali
menjadi manusia yang berguna, kalau tidak..."
"Bagaimana?" "Nona Thong, kalau kudapati perbuatannya tidak
sesuai dengan kemanisan mulutnya itu, pasti aku akan bertindak tanpa
kepalang tanggung!"
"Gubukku yang reyot tidak jauh dari sini, harap Siauhiap..."
"Sungguh menyesal, aku ada urusan sangat penting yang
harus segera kuselesaikan, biarlah kita berpisah untuk sementara
waktu!" Setelah berpisah dengan Thong Ping, suma Bing melanjutkan
perjalanan semakin cepat. Memang segala sesuatu kejadian didunia
ini sulit diduga sebelumnya. Sebetulnya dia tengah kuatir cara
bagaimana dia harus memberi penjelasan kepada Thong Ping,
siapa duga kejadian ternyata demikian akhirnya.
Beberapa hari kemudian diluar barisan pohon bunga Bwe didalam
lembah sempit dimana Markas besar Bwe hwa hwe
berada, datanglah seorang pemuda cakap ganteng yang berwajah
dingin membeku dan diselubungi hawa membunuh yang tebal.
Dia tak lain tak bukan adalah Sia sin kedua Suma Bing atau calon
majikan Perkampungan bumi yang dipandang sebagai tempat
kramat oleh kaum persilatan.
Tiba didepan barisan pohon Bwe darah Suma Bing bergolak
semakin keras, nafsu kekejaman yang sadis terbayang pada
wajahnya. Hutan pohon Bwe dihadapannya sekarang sudah tidak
menjadikan rintangan berarti lagi bagi dirinya...
Setelah menyapu pandang situasi atau keadaan barisan yang
dinamakan Im yang ngo heng tin dia perdengarkan suara
dinginnya ber-ulang2 terus melejit cepat sekali menerobos masuk
dari pintu tengah langsung menuju...
Mendadak tubuhnya yang melambung tinggi itu terpental balik
dan meluncur turun diatas tanah, jantungnya terasa menciut
se-akan2 seluruh tubuhnya membeku.
Diatas sebuah pohon Bwe yang tinggi besar terpancang sebuah
mayat manusia, mulutnya terpentang dan giginya meringis, kedua
matanya melotot keluar, kaki tangannya terpentang lebar, telapak
tangan dan kaki serta ditengah dadanya menonjol keluar pentolan
paku sebesar buah kelengkeng, jadi tubuhnya ini terpantek diatas
pohon. Darah yang membeku berwarna hitam, mengalir dari sang
korban terus membasahi seluruh pohon dan membasahi seluruh
tanah dibawahnya, keadaan ini sungguh menusuk hati dan seram
menakutkan. Mayat yang menggenaskan ini tak lain adalah jenazah si maling
bintang Si Ban cwan dari wajah sang korban yang berkerut dan
menakutkan itu agaknya dia hidup2 dipantek diatas pohon hingga
meninggal, kematiannya ini kira2 terjadi satu hari yang lalu.
Sedemikian seram dan mengenaskan cara kematian si maling
bintang, malah mati dipantek didepan barisan pohon pelindung
markas besar Bwe hwa hwe, siapapun takkan dapat menduga
akan peristiwa yang mengharukan ini si maling bintang terkenal
akan kebijaksanaannya dan jujur serta suka mengulur tangan
membantu kesukaran yang lain. Demi membantu Suma Bing
mencapai cita2nya menuntut balas sakit hati orang tua serta
gurunya telah menjalin hubungan erat dan kental dengan Suma
Bing. Melihat keadaan dan cara kematian orang yang dianggap sangat
berbudi ini kedua mata Suma Bing sampai merah padam hampir
melelehkan air darah, tubuhnya kejang dan tangan mengepal
keras ingin rasanya sekali hantam dia bikin mampus para
musuhnya. Untuk menghadapi si maling bintang Si Ban cwan tidak segan2
Bwe hwa hwe menggunakan cara kejam dan telengas menghabisi
jiwanya. Terang karena si maling bintang secara terang gamblang
membantu usaha Suma Bing mencapai angan2nya dan ini berarti
juga secara terbuka bermusuhan dengan pihak Bwe hwa hwe.
Suma Bing menggerakkan langkahnya yang berat mendekati
jenazah diatas pohon. Dua butir air mata tanpa terasa meleleh
keluar membasahi raut mukanya yang membesi kehijauan.
Diulurkan sebelah tangannya menyentuh jenazah itu, segulung
bayangan putih tiba2 melesat kencang meluncur mengarah
mukanya. Sigap sekali ia miringkan kepalanya sambil ulur tangan menjepit
benda yang meluncur tiba itu dengan kedua jarinya. Kontan dia
berjingkat kaget karena yang meluncur tiba itu kiranya bukan
senjata rahasia tapi ternyata adalah segulungan kertas. Sejenak
dia melengak lalu mundur dua langkah celingukkan kian kemari
tidak tampak olehnya bayangan seorangpun jua.
Waktu gulungan kertas itu dibuka, dimana terlihat empat huruf
besar yang berbunyi 'Jangan sentuh mayat ini!' Ditulis dengan
arang dan agaknya ditulis secara ter-gesa2 sehingga tulisannya
agak corat coret.
Apakah maksudnya ini" Siapakah yang mengirim gulungan kertas
ini" Sekarang dirinya telah memasuki pintu tengah, namun tidak
terlihat bayangan seorangpun, ini sudah merupakan suatu
kejanggalan yang harus diperhatikan. Tapi mengandal kekuatan
ilmunya nyalinya menjadi besar, sedikitpun tidak gentar
menghadapi segala bahaya lagi.
Gulungan kertas itu menyadarkan semangat dari kesedihan,
perasaan indran keenamnya mengetuk hati memberitahukan,
bahwa bukan mustahil pihak Bwe hwa hwe sudah mengatur tipu
daya hendak menjebak dirinya. Tapi siapakah orang yang memberi
peringatan ini" Kenapa tidak boleh menyentuh mayat ini" Sekian
lama dia bimbang dan ragu, akhirnya pandangannya menatap
kearah jenazah si maling bintang yang tak enak dipandang mata.
Tidak, aku harus mengubur jenazahnya dulu. Demikian dalam hati
ia berkata, terus melangkah maju dua langkah dan mengulur
tangan... Se-konyong2 terdengar kesiur angin dari melambainya baju yang
terbawa terbang diselingi derap langkah yang ramai. Terpaksa
Suma Bing harus menarik kembali tangannya terus memutar
tubuh bersiaga. Terlihat olehnya bayangan puluhan orang
berkelebatan meluncur tiba dihadapannya.
Dua diantaranya yang paling gesit sigap sekali melangkah maju
kehadapannya berjarak tiga tombak terus membungkuk dan
berseru lantang: "Hamba beramai menghadap Huma."
Para pendatang ini kiranya adalah para kerabat dari
Perkampungan bumi dibawah pimpinan Sim dan Bu dua Tongcu.
Suma Bing sedikit mengangguk dan bertanya heran: "Kalian..."
Sim tong Tongcu Song Lip Hong segera tampil kedepan dan lapor
dengan hormat: "Hamba beramai begitu menerima kabar bahwa
ternyata Huma seorang diri telah meluruk kemarkas besar Bwe
hwa hwe, maka bergegas kami menyusul tiba untuk terima tugas!"
"Ini..." "Harap Huma suka mundur dahulu, hamba ada pesan
yang perlu disampaikan!" Suma Bing mengiakan dan mundur sejauh
lima tombak diikuti kedua Tongcu itu. -oo-dw-oo-
5 6 . S U M A B I N G M E N A W A N K E T U A
B W E - H W A - H W E .
Dengan sikap serius berkatalah Bu-tong Pan Bing-say:
"Menurut laporan mata2 yang hamba sebar, ternyata belakangan
ini Bwe-hwa-hwe telah mengundang berbagai gembong2 penjahat
dari aliran hitam yang sudah lama tidak pernah muncul.
Diantaranya Hwe-hun-koay-hud juga telah diundangnya datang
dan diangkat sebagai Maha pelindung mereka...................."
"Selain itu masih ada Lam-hay-si-niu, Tiang-pek-siang-pan.
Tok-jiau Kho Wan, dan Ngo-tay-tok-hok Thauto dan lain2. Mereka
sudah menggabungkan diri kepihak Bwe-hwa hwe"
Terpancar sinar kemarahan pada kedua mata Suma Bing,
desisnyai: "Lamhay-si-niu (empat camar dari Lam-hay) juga
menggabungkan diri kepihak Bwe-hwa-hwe?"
"Benar!" "Bagus sekali!" Sim dan Bu kedua Tongcu menjadi
melengak heran, entah
apa yang dimaksud "bagus" oleh Suma Bing ini mereka tidak
tahu. Tanya Suma Bing selanjutnya: "Bagaimana keadaan di
perkampungan "''
"Sejak Huma samaran itu datang dan menipu Kiu-im-cin- keng,
sampai sekarang tiada terjadi apa2 lagi!" demikian jawab Sim-tong
Song Lip-hong. "Baik, sekarang kalian boleh pimpin anak buahmu tinggalkan
tempait ini."
"Huma........" "Kedatanganku ini untuk menuntut balas, aku
tidak ingin ada lain orang turut campur" "Namun hamba beramai menerima
perintah dari Kiong-
Hu........" "Tidak perlu lagi......" "Huma, jenazah jatas pohon
itu........" "Jenazah simaling bintang Si Ban-cwan!" kata Suma Bing
sambil kertak gigi. "Ah, tidak mungkin jadi!" "Kenapa tidak
mungkin?" "Dua hari yang lalu kita pernah bertemu dengan si
maling bintang. Katanya dia terburu2 hendak menuju ke Ngo-san untuk
menjelaskan kesalah pahaman Huma!!"
"Apa betul?" "Tidak
akan salah!"
"Bukan mustahil dia tertawan setelah berpisah dengan
kalian..............."
"Bagaimana juga si-maling bintang berkepandaian tinggi banyak
pula akal muslihatnya, tak mungkin sedemikian gampang dia kena
tertawan?"
"Lalu bagaimana dengan jenazah yang terpancang di pohon ini?"
"Hamba merasa sangat ganjil!" "Aku harus segera mengubur
jenazah ini!" "Biarlah hamba beramai yang mengerjakan."
Segera Sim-tong Song Lip-hong melangkah lebar
menghampiri kearah jenazah si maling bintang yang terpantek
diatas pohon itu
"Nanti dulu Song Tongcu!" "Huma masih ada perintah apa
lagi?" "Ada orang mengirim surat memberi peringatan, Katanya
jangan menyentuh jenazah itu!" Song Lip-hong berjingkat,
tanyanya menegas: "Jangan
menyentuh mayat?" "Apa mungkin merupakan jebakan...."
"Hamba ada akal untuk mencobanya!" "Cara bagaimana
mencobanya?" "Tadi kami menawan dua orang peronda, biarlah
aku suruh kedua peronda, itu yang menurunkan mayat itu, kalau ada
jebakan apa2 pasti segera dapat kita bongkar'"
"Baiklah laksanakan caramu itu!" Song Lip-hong segera
berpaling sambil memberi isyarat
dengan tangannya, dua orang anak buahnya segera berlari
keacaih semak belukar sebelah sana, tidak lama kemudian
mereka sudah kembali sambil menggusur dua orang anak buah
Bwe-hwa-hwe. "Lepaskan!" menurut perintah kedua laki2 tegap itu segera
melepas tali yang mengikat kedua tangan tawanannya yang
ditelikung kebelakang itu.
Dengan sinis Song Lip-hong menatap kedua peronda musuh ini
sambil berkata hambar: "Kalian berdua kuberi tugas menurunkan
jenazah yang terpantek diatas pohon besar itu, setelah itu kamu
boleh pergi, tapi ingat jangan sekali-kali kamu berani bermain
lagak, meskipun berada didaerahmu sendiri, kamu takkan ada,
kesempatan untuk bertingkah " Setelah saling berpandangan
kedua anak buah Bwe-hwa-hwe itu terus berlari maju
Song Lip-hong dan Pau Bing-sian mengikuti maju dikanan kiri
berjarak tiga tombak.
Suma Bing juga tidak mau ketinggalan...... Agaknya kedua
peronda musuh itu insaf tiada harapan
untuk hidup lebih lama lagi, sekian lama mereka takut2 dan saling
pandang dengan hampa dan putus asa, akhirnya mendekati pohon
besar itu, mulailah mereka mencabuti paku yeng amblas diatas
badan jenazah itu........
Sebuah dentuman yamg menggelegar menggetarkan bumi
Disertai teriakan yang mengerikan. Cepat sekali kejadian yang tak
terduga ini, begitu suara sudah sirap dan keadaan menjadi terang
kembali, tampak pohon besar Itu sudah toboh dan hancur
berantakan, dahan dan daon pohon beterbangan ke- mana2.
Kedua peronda Bwe-hwa-hwe itu bersama jenazah si malihg
bintang bayangannya saja sudah tidak kelihatan lagi, tubuh
mereka hancur luluh tanpa meninggal kan bekas.
Tersirap darah Suma Bing, giginya sampai ber-kerot2 saking
gusar. Sim dan Bu kedua Tongcu segera maju mendekat dengan badan
yang kotor oleh runtuhan debu, suaranya gemetar haru. "Huma
tidak kurang suatu apa?"
Suma Bing mengangguk, dalam hati ia membatin; "jikalau tiada
orang memperingati aku dengan gulungan kertas tadi, mungkin
aku sudah cecel duel tak berujud manusia lagi. Tipu muslihat
jebakan ini benar2 keji, sungguh kasian si maling bintang .setelah
mati sampai jenazahnya juga tidak dapat dikubur malah hancur
lebur. Baru saja pikirannya lenyap, tampak seiringan orang tengah
bergegas berjalan keluar dari hutan pohon Bwe sebelah dalam
sana, mereka mendatangi dengan cepat.
"Siap Bertempur!" terdengar Pau Bing-sam memberi aba2 kepada
seluruh anak buahnya
Empat puluh para kerabat Perkampungan bumi serentak
mengiakan berbareng, sebat sekali mereka berpencar membentuk
sebuah lingkaran setengah bundar, siap siaga menghadapi
pertempuran. Suma Bing berpaling dan berkata angkuh: "Kalian tidak perlu
turun tangan."
Para pendatang itu kira2 berjumlah lima puluh orang dipimpin
seorang pemuda yang gagah tegap, dia bukan lain adalah ketua
Bwe-hwa-hwe sendiri Chiu Thong.
Begitu mendekat lantas sorot mata ketua Bwe-hwa-hwe menyapu
pandang sekelilingnya seketika dia berseru kejut terus angkat
sebelah tangan dan memberi perintah: "Berhenti, cepat laporkan


Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kejadian disini kepada dia orang tua!"
Muka Suma Bing merah padam dan membesi diliput hawa sadis,
matanya menyala dan melotot besar menatap ketua
Bwe-hwa-hwe dan anak buahnya.
Semua rombongan dari Bwe-hwa-hwe yang baru muncul ini
semua mengunjuk rasa kejut dan terkesima. Bahwa-sanya SiaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
sin Kedua tidak mampus dan hancur lebur karena ledakan tadi, ini
benar2 diluar perhitungan mereka.
Tiba2 ketua Bwe-hwa-hwe menggerung gusar dan membentak
berat: "Dimana Go-hiangcu berada?"
"Hamba ada disini!" terdengar sebuah sahutan, lantas muncul
sebuah bayangan dari antara kelompok dibelakang sana maju
menghadap sambil menekuk lutut.
Begitu melihat orang yang dipanggil sebagai Go-hiangcu ini,
seketika berdetak keras jantung Suma Bing, sebab bentuk tubuh
ini agaknya sudah sangat dikenal olehnya.
Terdengar ketua Bwe-hwa-hwe bertanya gugup: "Apa yang telah
terjadi disini?"
Go-hiangcu menyahut hormat: "Setengah jam yang lalu,
mendadak Racun diracun muncul, semua saudara yang menjaga di
pos2 terdepan telah meninggal semua keracunan".
Sungguh kejut Suma Bing bukan kepalang, Racun di racun adalah
duplikat istrinya Phoa Kin-sian dan Phoa Cu-Sok Sekarang istrinya
tercinta sudah meninggal, maka orang yang dikatakan sebagai
Racun di Racun itu pasti bukan lain adalah penyamaran Phoa
Cu-giok adanya.
Tapi mengapa Phoa Cu-giok berbuat begitu" Tak heran demikian
lelusa dirinya masuk kedalam sini, ternyata semua penjaga2 pos
sudah mampus keracunan semua, lantas teringat olehnya orang
yang memperingati dengan gulungan kertas itu, apakah itu
perpuatan Phoa Cu-giok" Menurut penuturan Thong Ping. sebelum
Phoa Cu-giok pergi dia pernah berkata hendak melakukan kerja
bakti untuk menebus dosa dan untuk menghibur arwah kakaknya
yang berada dialam baka, apakah inilah yang dia maksudkan
dengan kerja bakti itu.
Dalam pada itu, terdengar ketua Bwe-hwa-hwe mendengus
keras, semprotnya "Go-hiang-cu, lalu kenapa kau sendiri tidak
keracunan ?"
"Kebetulan hamba sedang bergerak meronda, beruntung hamba
lolos dari lobang jarum!"
"Kenapa kau tidak bunyikan pertanda bahaya?" "Belum sempat
karena Sia-sin kedua Suma Bing sudah
keburu tiba, maka..............." "Baiklah, kau mundur!" "Terima
kasih!" Go-hiangcu berdiri sambil putar tubuh
menghadap kearah rombongan Suma Bing, sekilas mata melirik
terus mengundurkan diri
Suma Bing menjadi melongo dan kecele, bentuk tubuh Go- hiangcu
yang sangat dikenalnya ini ternyata adaiah seorang laki2 yang
berwajah kuning seperti orang penyakitan, selamanya belum
pernah dilihat dan dikenal orang macam ini.
Ketua Bwe hiwa-hwe mengangkat kedua tangannya keatas,
semua anak buahnya segera berpencar kedua samping dan
berbaris rapi, meluangkan sebuah jalan diantara mereka,
Pelan dan berat langkah Suma Bing maju berderap di atas tanah,
jarak mereka dari delapan tombak mendekat menjadi tiga tombak
jauhnya. Tiba2 ketua Bwe-hwa-hwe merangkap tangan memberi hormat
dan menyapa: "Menghadap kepada Susiok." Semula Suma Bing melengak dan
kejut, serta merta ia
menghentikan langkahnya. Namun di lain saat lantas dia paham,
maka sahutnya menjengek: "Chiu Thong, apa katamu?"
"Menghadap kepada Susiok!"
"Siapa yang menjadi Susiokmu?" "Selain kau Sisiok, masa
masih ada orang lain!" Suma Bing bergelak tertawa, ujarnya:
"Chiu Thong, Loh
Cu-gi menghina guru dan mendurhakai perguruan kematiannya
masih belum setimpal untuk menebus dosanya....."
Heran sikap ketua Bwe-hwa-hwe ternyata tetap kalem dan sabar,
sahutnya: "Sebetulnya Suhu hanya terfitnah saja, peristiwa
itu........................."
"Tutup mulutmu!" bentak Suma Bing murka, "Apa kau tahu
maksud kedatanganku hari ini?"
"Harap Susiok suka menerangkan." "Mencuci bersih seluruh
Bwe-hwa-hwe!" Rona Wajah ketua Bwe-hwa-hwe berubah tak
menentu katanya lagi: "Suhu segera akan tiba, nanti dia akan menerangkan
sendiri kepada Susiok."
Suma Bing mengertak gigi, desisnya: "Chiu Thong, di mulai dari
kau untuk membuka pesta darah ini!" " habis berkata ringan
sekali sebuah tangannya diayun memukul kedepan.
Dimana gelombang angin badai menerpa tiba, terdengar Ketua
Bwe-hwa-hwe mengeluh tertahan sambil sempoyongan setombak
lebih, serunya lantang: "Untuk membuktikan kebersihan hatinya
Suhu telah mengusung jenazah Suco kemari."
Hampir pecah jantung Suma Bing, tubuhnya berkelejotan seperti
orang sakit ayan. suaranya gemetar: "Apa yang kau katakan?"
"Jenazah Suco sekarang sudah berada didalam markas, tubuhnya
sudah direndam obat anti pembusuk. Sebentar lagi pasti Susiok
dapat lihat sendiri."
Tubuh Suma Bing limbung, pandangan terasa gelap hampir saja
dia terjungkal jatuh. Mimpi juga dia tidak menyangka bahwa
jenazah Suhunya Sia-sin Khong Jiang telah terjatuh ditangan Loh
Cu-gi, manusia jahat berhati serigala ini, entah mengandung
maksud muslihat apa lagi"
Dendam dan sakit hati yang ber-limpah2 hampir membuatnya gila.
Sebat sekali selicin belut tiba2 dia turun tangan secepat kilat.
Dimana terdengar jerit tertahan, tahu2 ketua Bwe-hwa-hwe sudah
tercengkram pergelangan tangannya tanpa mampu berkelit atau
menghindar diri. Para kerabat dari perkampungan bumi tanpa
bersuara serentak maju kedepan tiga tombak.
Berubah pucat airmuka ketua Bwe hwa-hwe, matanya menunnjuk
rasa ketakutan yang luar biasa, suaranya sember gemetar:
"Susiok........"
"Sekali lagi kau berani sembarangan mengoceh,"' demikian ancam
Suma Bing sambil kertak gigi, "Biar kubeset tubuh-mu hidup2!"
Se-konyong2 dari dalam hutan sebelah sana lamat2 terdengar
sebuah seruan yang saling bersahutan: "Sesepuh tiba!"
Maka beramai2 para jagoan anak buah Bwe-hwa-hwe yang berjajar
itu membungkuk sembilanpuluh derajat tanda penghormatan akan
kedatangan sesepuhnya
Kedua mata. Suma Bing ber-kilat2 melotot besar mengawasi tajam
kearah hutan sebelah dalam sana. Tampak serombongan orang
tengah mendatangi, orang terdepan ternyata bukan lain adalah
Loh Cu-gi musuh besarnya.
Dibelakang Loh Cu-gi mengintil pula Hwe-hun-koay-hud yang di
angkat sebagai Maha pelindung itu. dan rombongan yang terakhir
adalah sepuluhan lebih orang2 tua yang berwajah bengis.
Sekejap saja mereka sudah datang mendekat. Tampak Loh Cu-gi
sedikit mengernyitkan kening, katanya dingin "Suma Bing,
lepaskan dia!"
Darah Suma Bing mendidih dan bergolak semakin cepat otot
dijidatnya merongkol keluar, rasa kebencian yang me- luap2
membuat wajahnya merah padam, sungguh keadaannya ini dapat
memibuat hati orang gentar, desisnya dengan bengis: "Loh Cu-gi.
hari ajalmu sudah tiba!" sambil menggeram ini tanpa merasa kedua
tangannya niencengkram semakin keras. Kontan terdengar jerit
kesakitan yang menggetarkan seluruh hadirin. Ternyata
pergelangan tangan ketua Bwe-hwa-hwe sudah tercengkram
hancur. "Suma Bing." bentak Loh Cu-gi gusar, "berani kau melukai dia."
"Ada apanya yang tidak berani." jengek Suma Bing ,"biar dia
menjsdi contoh untuk kamu lihat!" dimana terlihat sinar dingin
berkelebat, cundrik penembus dada tahu2 sudah digenggam
ditangannya. Keringat sebesar kacang membasahi jidat ketua Bwe hwa- hwe
Chiu Thong, tubuhnya lemas semampai, wajahnya ber- kerut2 dan
pucat pasi kehilangan kewibawaannya seperti seekor domba
dibawah cengkraman seekor singa matanya memancarkan rasa
belas kasihan mengerling kearah Suhunya Loh Cu-gi.
"Apa hubungannya bocah keparat Ini dengan Rasul penembus
dada yang dikabarkan itu"'' demikian tanya seorang Thauto
berwajah seperti singa dengan sebuah matanya saja.
Loh Cu-gi melenggong, sahutnya: "Saat ini masih belum
diketahui"
Hwe-hun koay-hud juga menggerung gusar, makinya :Buyung,
berani kau menyentuh seujung rambutnya ketua saja, selain kau
bocah kapiran ini juga akan kami bakar dan kita babat semua
penghuninya sebagai pembalasan."
Perkampungan bumi sebagai salah satu tempat kramat yang ditakuti
kaum persilatan, meskipun sang Te-kun sudah pergi, namun
mengandal kekuatan jago2 yang lihay2 ditambah letak
pembawaannya yang tersembunyi serta peraturan dan penjagaannya
yang ketat untuk menghancurkannya, memang gampang dikatakan
seperti dalarn mimpi.
Suma Bing mendengus acuh tak acuh: "Hwe-hun Lokoay,
kematian sudah didepan mata masih berani pentang mulut
sembarangan mengoceh. Sekarang tontonlah cara aku turun
tangan!'' " Sinar terang berkelebat cundrik penembus dada itu
sudah diayun mengarah keulu hati ketua Bwe-hwa-hwe.
Meskipun rombongan pihak Loh Cu-gi itu kebanyakan adalah
gembong2 iblis yang kenamaan dan berkepandaian tinggi, tapi
siapapun takkan ada yang mampu menolong Chiu Thong yang
sudah terancam dibawah runcing senjata, mereka hanya mampu
berseru kaget dan berubah airmuka.
"Suma Bing," cepat2 Loh Cu-gi berseru gugup. "Kau akan
menyesal se umur hidup!''
Ucapannya ini ternyata membuat Suma Bing melengak dan
menghentikan tindakannya, sehingga cundrik ditangannya
tertunda ditengah jalan.
Segera Loh Cu-gi melanjutkan berkata: "Suma Bing, jenazah suhu
berada disini, apakah kau hendak melihatnya?"
Hampir meledak dada Suma Bing, teriaknya beringas. "Loh Cu-gi,
mulutmu yang kotor itu sudah tidak berharga untuk memanggil
"Suhu" lagi".
"Suma Bing. kau lepas dia dulu, marilah kita bicara"
"Tidak mungkin!'' "Jangan kau menyesal nanti?"
"Tidak ada yang perlu disesalkan-"
"Berani kau buruh dia, biar aku hancurkan juga jenazah
Kho-lo-sia!"
"Binatang kau berani?" bentak Suma Bing, Loh Cu-gi
menyeringai iblis, ujarnya dingin: "Boleh kau
coba, nanti juga boleh kau lihat, aku berani atau tidak!" lalu dia
memberi tanda kebelakangnya
Maka terlihat empat laki2 bertubuh tinggi tegap dengan otot2nya
yang merongkol keluar menggotong keluar sebuah peti mati terus
diletakkan dihadapan Loh Cu-gi.
"Suma Bing, peti mati ini terbuat dari kaca yang tembus cahaya,
cobalah maju dan lihat biar tegas, apakah tulen atau palsu!"
Kedua bola mata Suma Bing sudah merah membara, tubuhnya
gemetar dan berkeringat- Dia makfum manusia seperti Loh Cu-gi
yang bersifat, kejam melebihi binatang, kalau sudah berani
mencelakai Suhunya semasa masih hidup, tentu berani juga
menghancurkan jenazahnya sesudah mati.
Mengandal kekuatan Kiu-yang-sin-kang yang terlatih olehnya
sekarang, jarak tiga tombak masih gampang baginya untuk
menghancurkan peti itu segampang membalikkan tangan.
Hakikatnya sekarang dia harus berusaha cara bagaimana dia harus
menyelamatkan jenazah Suhunya ini, dan lagi apakah jenazah
didalam peti itu betul2 tulen atail palsu belaka!
Setelah direnungkan sekian lama, sambil mengempit ketua
Bwe-hwa-hwe dia melompat maju sampai dimuka peti mati
Memang pet i mat i dibuat dar i k aca yang tembus
cahaya, sekal i pandang saja jelas ter l ihat jenazah
yang rebah di dalamnya memang bukan lain adalah
guruny a Sia- s in Kho J iang adanya, wajahnya ter l ihat
tenang bagai mas ih hidup seper t i sedang t idur
nyenyak Air mata tanpa merasa deras meleleh keluar. Sia-sin Kho Jiang telah
membuatnya hidup kembali dari lembah kematian, dari umur tiga
tahun dirinya dibesarkan dan dididik. betapa besar budinya ini
seumpama langit tingginya dan sedalam lautan, mana bisa dirinya
tinggal diam melihat jenazah gurunya akan dihancurkan. Terang
situasi tidak menguntungkan, didalam pengawasan sekian banyak
gembong2 iblis yang laknat ini, sulit dikatakan dapatkah dirinya tetap
melindungi peti mati ini tanpa kurang suatu apa.
Terdengar Loh Cu-gi berkata lagi: "Suma Bing. lepaskan dia!"
Dalam keadaan yang mendesak ini mau tak mau Suma Bing harus
berpikir panjang, sahutnya: "Boleh, tapi kau harus serahkan dulu
peti mati ini kepada pihak kami!"
"Kau sangka kamu mampu berbuat begitu?" "Kalau begitu kau
lihat dan gusurlah jenazah Chiu Thong
Ini dulu." "Suma Bing kau salah perhitungan, Chiu Thong adalah
muridku, meskipun menjabat sebagai ketua, seumpama dia harus
berkorban demi kepentingan perkumpulan, pengorbanannya itu
harus dibanggakan malah!"
"Jadi kau rela membiarkan dia mati lebih dulu?" "Kalau perlu
apa boleh buat, ada banyak orang yang tak
terhitung jumlahnya akan mengiring jenazahnya ke liang kubur
termasuk kau sendiri dan jenazah Kho-lo-sia!"
Hampir meledak dada Suma Bing, desisnya: "Loh Cu-gi, kaukah
manusia?" "Aku tidak peduli apa yang kau katakan."
"Lalu apa kehendakmu?"
Loh Cu-gi menyeringai iblis, ujarnya: "Gampang sekali bukan, Chiu
Thong harus kau bebaskan, baru kita perbincangkan syaratnya."
Jalan darah dan sendi2 tulang Suma Bing berkeretokan rasanya
hampir meledak. Sedemikian besar semangatnya dengan bekal
dendam kesumat yang me-nyala2 untuk menuntut balas, tak duga
setelah tiba diambang pintu, ternyata terjadi hal2 yang diluar
prasangka sebelumnya. Bukan saja tubuh si maling bintang hancur
lebur, sekarang jenazah Suhunya juga dijadikan tanggungan untuk
mendesak dan menjepit dirinya. Seumpama tidak menghiraukan
jenazah Suhunya, segera dia dapat melepas tangan mulai turunkan
tangan jahatnya membunuh para musuhnya serta antek2nya. Tapi
dapatkah dia berbuat demikian" Akhirnya apa boleh buat dia
lepaskan ketua Bwe-hwa-hwe Chiu Thong.
Pergelangan tangan Chiu Thong sudah hancur, sakitnya bukan
kepalang, setelah dilepas badannya menjadi lemas dan segera


Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diusung kedalam oleh beberapa anak buahnya.
Loh Cu-gi menyeringai dingin ber-ulang2 dengan puas, ujarnya:
"Suma Bing, sekarang marilah kita persoalkan perhitungan
kita........... "
"Coba katakan." "Sudah tentu kau ingin benar membawa
pergi jenazah Kholo-
sia ini untuk dikubur, benar tidak?" "Binatang, kau manusia
yang lebih rendah dari binatang,
katakan kehendakmu!" "Suma Bing, bicaralah kenal aturan,
syaratku gampangi
dipenuhi dan sangat adil sekali, diantara kau dan aku terbentang
sebuah jurang kesumat yang sangat dalam, hanya satu diantara
kita yang boleh hidup di dunia fana ini, kau tidak akan menyangkal
ucapanku ini bukan?"
"Tepat sekali!"
"Jikalau kau dapat bersumpah untuk selamanya tidak mencari
perkara lagi kepada Bwe-hwa-hwe. Maka jenazah Suhu ini dapat
segera kau bawa pergi........
"Tidak mungkin, Loh Cu-gi!" "Kau dengar dulu perkataanku,
tiga hari lagi, mari kita
berjanji untuk bertanding satu lawan satu, mati atau hidup
mengandal kemampuan kita masing2, bagaimana?"
Suma Bing mendengus dingin, jengeknya: "Loh Cu-gi, jangan kau
berani main licik dan akal busuk. Aku sudah bersumpah dan
sesumbar hendak membuat banjir darah di Bwe-hwa-hwe,
mengandal kemampuanmu yang rendah itu, jangan harap kau
kuat bertanding melawan aku secara kesatria."
"Suma Bing, jangan kau bicara terlalu takabur, menjangan bakal
mampus ditangan siapa sulit ditentukan. Tujuanku yang utama
adalah untuk menyelesaikan sakit hati dan dendam kesumat, mati
hidup tidak perlu dihiraukan lagi, asal kau mau menyetujui untuk
selamanya tidak mencari perkara lagi kepada Bwe-hwa-hwe!"
"Loh Cu-gi sungguh pintar dan rapi benar rencanamu ini". "Kau
tidak setuju?" "Ya, tidak." Loh Cu-gi berpaling kesamping dan
menunjuk orang2
disampingnya lantas berkata: "Suma Bing, lihatlah biar tegas.
Inilah Hwe-hun-koay-hud Maha pelindung perkumpulan kita,
Ngotai-tok-bok Thauto, Tiang-pek-siang-hoan, Cakar beracun Kho
Wan dan mereka itu adalah Lam-hay-si-niu, bagaimana
kepandaian kawan2 seangkatan ini pasti kau juga sudah pernah
dengar. Ditambah aku sendiri, jikalau kita bergabung dan serentak
menyerangmu, kau kuat bertahan berapa gebrak?"
Sepasang mata Suma Bing ber-ki!at2 penuh dendam menyapu
pandang kearah Lam-hay-si-niu. Sebetutnya dia tengah merasa
serba susah karena keempat tokoh yang tercatat dalam buku
daftar hitamnya jauh berdiam di Lam-hay, untuk menuntut balas
tentu sulit. Siapa tahu sekarang mereka malah datang sendiri dan
menggabungkan diri kedalam Bwe- hwa-hwe, ini boleh dikata,
Tuhan selalu menuruti permintaan umatnya-
Maka segera ia menjengek dingin: "Tak peduli siapapun yang sudi
diperbudak oleh Bwe hwa-hwe semua akan ku- sempurnakan!''
Kata2 yang takabur dan angkuh ini membuat para gembong2 iblis
Ytu naik pitam dan menggerung gusar.
Sebaliknya Loh Cu-gi acuh tak acuh, katanya: "Suma Bing, kau
sudah ambil kepastian belum?"
"Ya, akan kutumpas dan kucuci bersih seluruh Bwe-hwa- hwe!"
"Tanpa memikirkan segala akibatnya?" tanya Loh Cu-gi sambil
angkat kedua- tangannya serta ancamnya sungguh: "Bagaimana
pendapatmu, apakah sekali pukulanku ini cukup untuk
menghancurkan petimati itu?"
Dingin sanubari Suma Bing. Seumpama kepandaiannya setinggi
langit juga tak mungkin dirinya dapat menyelamatkan jenazah
Suhunya dari kepungan sekian banyak gembong iblis yang lihay
dan tinggi kepandaiannya. Apalagi latihan Kiu-yang- sin-kang Loh
Cu-gi sudah mencapai kesempurnaannya, sekali pukul saja dapat
melumerkan besi baja. Kini dia berdiri tidak jauh dari peti mati itu,
untuk membumi hanguskan dan menghancurkan peti itu boleh
dikata sangat gampang membalikkan tangan saja. Meskipun
akhirnya dirinya dapat membabat habis seluruh musuh2nya ini.
bagaimana juga dia akan menyesal karena toh jenazah Suhunya
sudah rusak. Sebaliknya kalau menerima usul lawan, hatinya berat dan tidak
rela.. Sesaat itu, hatinya gundah dan susah mengambil kepastian
saking gugup dan gelisah dia menggigit gigi sehingga berbunyi
ber-kerot2 Loh Cu-gi mendesak terus tanpa memberi hati: "Suma Bing, semua
akibat dari keputusan ini terletak dari kebijaksanaanmu''
Pandangan Suma Bing kesima memandangi peti mati mana,
Suhunya terbaring, terbayang akan masa lalu pedih dan berat rasa
hatinya Agaknya Loh Cm-gi dapat meraba isi hatinya ini, serunya sambil
mengekeh dingin: "Pada tengah hari tiga hari kemudian,
kunantikan kedatanganmu diluar lembah, saat itu baru kita
tentukan lagi dimana kita harus bertempur, bagaimana?"
Suma Bing membanting kaki keras, sahutnya terpaksa "Balk. tapi
ada sedikit syarat"
"Katakan" "Para durjana yang ikut dalam perisitiwa berdarah
dipuncak kepala harimau dulu. tak peduli apa kedudukannya, aku harus
memberantas mereka semua."
Setelah merenung sekian lama, baru Loh Cu-gi menyahut:
"Baiklah!"
"Kalau begitu bolehlah kau hidup lebih panjang tiga hari lagi."
"Nanti dulu, kau harus bersumpah untuk selamanya tidak mencari
perkara pada Bwe-hwa-hwe!"
"Perkataan seorang kesatria berat laksana gunung, buat apa
me-rengek2 harus sumpah apa segala seperti kaum lemah?"
"Terhitung kau licik, kau boleh membawa jenazah Itu, tapi, peti
mati itu harus kau tinggalkan"
"Loh Cu-gi. dialam baka pasti Suhu juga akan menolak mengubur
jenazahnya dengan menggunakan peti rnatimu. Legakan hatimu.
Seumpama tidak kau katakan, aku Suma- Bing juga tidak sudi
membawa peti matimu.'
Loh Cu-gi ter-loreh2 tanpa membuka suara lagi dia terus memberi
aba2 pada semua anak buahnya, beriring mereka segera tinggal
pergi. Demi menyelamatkan jenazah Suhunya, Suma Bing tidak sayang
untuk menerima segala hinaan yang terbesar. Dia berlutut didepan
peti mati dan menggumam bersabda: "Suhu semasa hidup kau
larang aku panggil suhu, setelah berada di alam baka harap kau
terima panggilan ku ini. Tecu sungguh tidak berbakti sehingga
membuat kau tidak tentram setelah meninggal, setelah
penguburan selesai nanti, aku bersumpah untuk menunaikan
perintahmu mencuci bersih nama baik perguruan, akan kuhancur
leburkan murid murtad itu " selesai sembahyang, pelan2 bangkit
berdiri terus maju hendak membuka.....
"Huma, nanti dulu!" demikian cegah Bu-tong Pau Bing Kiam
dengan gugup. "Kenapa ?" tanya Suma Bing sambil menarik pulang tangannya
"Tentu Huma belum melupakan kehancuran jenazah si maling
bintang si Ban-cwan tadi!"
Suma Bing berjingkat kaget, serunya: "Menurut Pangcengcu
peristiwa itu bisa terulang lagi?"
"Kemungkinan sangat besar!"
"Masa.....
Tiraik asih Websi te http:// kangz usi.co m/ Sim Tong Seng Liphong membungkuk hormat serta berkata:
"Harap Huma mundur dulu!"
"Maksud Seng Tongcu......" "Biarlah hamba yang membuka peti
ini'' Suma Bing tersenyum, ujarnya: "Tak ada alasan untuk
kamu yang menempuh bahaya. silakan kalian mundur!" Sahut
Sim-tong Song Lip-hong dengan serius: "Betapa
tinggi dan luhur kedudukan Huma, mana boleh sembarangan
bekerja dan menempuh bahaya, ini memang sudah menjadi tugas
yang harus hamba lakukan"
Tengah perdebatan ini. Se-konyong2 sebuah bayarngan hitam
melesat tiba secepat kilat terus meluncur dihadapan mereka,
itulah seorang berbentuk tinggi lencir dan seluruh tubuhnya serba
hitam seperti arang-
"Racun di racun!'' tanpa merasa Sim-tong Song Lip-hong berseru
kejut. -o0o- Benarkah peti mati itu merupakan jebakan" Mengapa
'Racun di racun duplikat Phoa Cu-giok ini muncul lagi" Dapatkah
Suma Bing memberantas semua musuh2
besarnya" Tak urung dia sendiri hampir mengorbankan jiwanya
dalam cengkramian Irama seruling seorang tokoh lihay yang
berjuluk Dewi irama iblis.
Siapakah Dewi irama iblis ini "
-oo0dw0oo- Jilid ke-15. 57. IRAMA
SERULING IBLIS Suma Bing sendiri sudah tahu siapakah orang yang datang itu,
maka jengeknya: "Phoa Cu........"
"Cepat mundur!" Racun diracun segera menukas perkataan Suma
Bing, dengan gugup, "Lekas!" serunya lagi.
Terhadap Phoa Cu-giok boleh dikata Suma Bing sudah
membencinya sampai ketulang sungsumnya, meskipun karena
janjinya terhadap istrinrya almarhum sehingga dia tidak
membunuhnya, namun rasa kebenciannya masih me-luap2, maka
segera katanya dengan nada rendah: "Apa maksudmu?"'
Dalam pada itu tampak lagi beberapa bayangan berkelebatan dari
hutan sebelah dalam sana.......
Racun diracun menjadi gugup dan gelisah, serunya pula sambil
membanting kaki: "Lekas mundur, nanti terlambat!" Suma Bing
menjadi ciuriga dan insaf mungkin ada gejala2 apa lagi, maka
dengan penuh tanda tanya ia tatap Racun diracun lalu sekali
berkelebat mundur lima tombak. Demikian juga Sim dan Bu dua
Tongcu juga ikut mundur. Secepat kilat tiba2 Racun diracun
mengayun tangannya
Terus memukul kearah peti mati dari kejauhan............ Melihat
ini keruan Suma Bing berjingkrak gusar: "Berani
kau!" Sebuah ledakan dahsyat menggelegar menggetarkan bumi
nan langit, debu membubung tinggi keangkasa sehingga alam
sekelilingnya seketika menjadi gelap, tercium bau belirang.
Lapat2 terdengar suara Racun diracun dari kejauhan: "Cihu,
jenazah simaling bintang dan Suhumu adalah palsu belaka!"
Suma Bing tergetar mundur dan kesima. Palsu, apakah artinya ini"
Waktu keadaan merajadi terang kembali, bayangan Racun diracun
sudah menghilang, sedang peti mati Itu juga telah hancur lebur
tanpa bekas Keringat dingin membasahi seluruh tubuh Suma Bing. kurang lebih
dua jam lamanya sudah dua kali dia terhindar dari malapetaka
yang mengancam jiwanya ini.
Dia tengah merenungi perkataan Phoa Cu-giok tentang kepalsuan
dari kedua jenazah itu. Bukankah bentuk tubuh simaling bintang
dan gurunya lain dari bentuk tubuh manusia umumnya, sekali
pandang saja lantas, dapat tahu, lantas bagaimana cara
menjeiaskan tentang 'palsu' itu" Apakah mungkin Bwe-hwa-hwe
betul2 dapat mencari penggantinya Yang palsu untuk membuat
jebakan yang keji ini"
Mendadak sepecik sinar terang berkelebat diotaknya, teringat
olehnya tentang penyamaran orang atas dirinya itu
"Raja iblis seratus muka!" diam2 hatinya berseru. Dia berani
memastikan kalau Raja iblis seratus muka ini pasti berada di
Bwe-hwa-hwe, dengan kepandaian khusus yang lihay serta,
keahliannya dalam ilmu penyamaran Itu, tidak sukar baginya
mencari bentuk tubuh orang lain yang hampir sama untuk diolah
dan dirias untuk memalsu si maling bintang serta gurunya
Tapi sebuah pikiran lainnya, segera menghapus analisanya ini.
Betapa sukar dan rumit serta terahasia, tempat gua Suhu nya itu,
malah dia sendiri yang menyumbat mulut gua itu setelah Suhunya
meninggal. Seumpama betul Loh Cu-gi dapat menemukan tempat
itu, jarak yang sedemikian jauh serta kematian Suhunyapun sudah
sekian lamanya masakan jenazahnya belum membusuk dan rusak.
meskipun telah diberi obat anti pembusuk, itu juga terjadi setelah
diusung keluar, tak mungkin tetap dapat membuat mukanya
sedemikian hidup seperti sedang tidur saja.
Karena pemikirannya, ini seketika terbangun semangatnya dan
berkobarnya semangat ini bergolak pula darahnya dan timbul
nafsunya untuk membunuh
Ucapan Bu-tong Pau Bin-sam menyadarkan dirinya dari lamunan:
"Huma, kita sudah terkepung!"
Selayang pandang Suma Bing menyapu pandang sekitarnya,
tampak rombongan Loh Cu-gi sudah mendatang sampai di
hadapannya, empat penjuru sudah terkepung oleh ber-lapis2
tembok manusia, semua adalah anak buah Bwe- hwa-hwe,
jumlahnya tidak kurang dari limaratus orang.
Para kerabat Perkampungan bumi Yang berjumlah empat puluh
orang itu segera menyebar menghadap kearah musuh, menanti
perintah untuk bergerak.
Suma Bing harus cepat2 menerawangi situasi yang dihadapi ini,
cepat dia ambil keputusan, lantas katanya terhadap kedua Tongcu
itu: "Kalian harus memimpin semua anakbuahmu untuk berusaha
menerjang keluar kepungan''
Bu-tong Pau Binsan mengunjuk rasa berat, sahutnya: "Huma,
hamba Sekalian......" "Ini perintahku!" Sim dan Bu dua Tongcu
saling pandang sekali, lalu
sahutnya. berbareng: "Terima perintah." Pada saat itu juga
terdengar bentakan dan teriakan yang
gegap gempita, kiranya para anak buah Bwe-hwa-hwe itu telah
mulai bergerak menyerang, seketika terdengarlah berdentingnya
senjata beradu serta angin yang ribut dan jeritan kesakitan bagi
yang luka, darah mulai mengalir dan membanjir diatas tanah
Suma Bing mendesak maju sambil bentaknya bengis: "Loh Cu-gi,
jebakanmu yang hina dan rendah itu kiranya sia2 juga."
Sebuah bayangan meraih berkelebat, tahu2 Hwe hun-koay- hui
sudah merebut maju dihadapan Loh Cu-gi, sambil terkekeh tawa
dia berkata: "Buyung, kau sangka kau takkan mati ?"
Suma Bing mendengus ejek: "Hwe-hun Lokoay, hari itu kau dapat
lari. tapi harini tumbuh sayappun kau takkan dapat merat lagi."
"Bedebah, serahkan jiwamu." sambil menggerung keras segulung
badai yang dahsyat bagai gugur gunung segera melanda kearah


Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suma Bing terdengar geledek menggelegar dan disertai angin ribut
yang memekakkan telinga. Sekali turun tangan tanpa kepalang
tanggung dia lancarkan kepandaian andalannya yaitu Liong-lui-in-lo
Serta merta terpusatkan perhatian Suma Bing, Giok-ci-sin- kang
terkerahkan sampai dua belas bagian tenaganya tanpa berkelit atau
menyingkir, dia juga lancarkan pukulannya. Dentuman keras
memecah kesunyian angkasa, saking dahsyat benturan kekuatan ini
sampai hawa yang sangat panas menerjang keempat penjuru.
Kontan Hwe-hu Lokoay tersentak mundur tiga langkah
Mendapat angin Suma Bing tidak me-nyia2kan kesempatan ini,
bagai bayangan setan saja tubuhnya melejit maju secepat kilat dia
susulkan juga jurus Mayapada remang-remang Debu dan pasir
bergulung seperti terjadi hujan badai ditengah gurun pasir, tampak
Hwe-hun-koay hud terbang menyingkir tiga tombak jauhnya baru
untung2an terhindar dari pukulan dahsyat yang dapat
memecahkan bumi mengejutkan langit ini.
Terdengar berdentingnya suara senjata gelang beradu, disusul dua
bayangan berkelebat menubruk maju kearah Suma Bing dari
kanan kiri. Kali ini yang turun tangan adalah Tiang-pek-siang-hoan
dua gembong penjahat dari utara.
Kedua gembong penjahat ini kenamaan akan senjatanya yang
berupa gelang bundar yang besar, maka dapatlah dibayangkan
kepandaian mereka akan senjata aneh lain dari yang lain ini pasti
bukan olah2 hebatnya. Tampak bayangan bundar gelang
berkelebatan ber-lapis2 sehingga memenuhi angkasa, sedikitpun
tidak terlihat lobang kelemahannya
sungguh perbawa serangan gabungan mereka ini laksana geledek
dan kilat menyamber.
Suma Bing paham pertempuran hari ini merupakan pertempuran
mati hidup yang menentukan, sudah pasti pihak lawan bertarung
dengan cara keroyokan untuk menghadap dirinya. Sedang para
gembong penjahat yang dihadapi ini rata2 adalah tokoh2 silat yang
lihay dan kenamaan, merobohkan atau membunuh salah satu
diantara mereka berarti mengurangi beban dalam pertempuran
yang harus dihadapinya ini.
Karena kesiagaannya inilah maka kedua tangan diayun
mengerahkan seluruh tenaganya kedua tangan dipentang ke
kanan kiri sambil memutar bundar terus didorong keluar.
Kontan bayangan sinar gelang musuh yang ber-lapis2 hendak
menindih tiba itu tenggelam dilanda arus gelombang angin
pukulan Suma Bing yang hebat ini, tampak Tiang-lek- siang-hoan
sendiri juga terpental sempoyongan berapa tindak.
Menggunakan peluang yang pendek inilah, secepat kilat mendadak
Suma Bing bergerak dengan kecepatan yang susah diukur
menubruk ke arah musuh yang berada di sebelah kanan.
Jeritan yang menyayatkan hati menelan segala keributan di
sekelilingnya sehingga mengagetkan pihak yang sedang
bertempur. Kiranya salah satu dari Tiang-pek-siang-hoan itu sudah
terpukul mabur sejauh tiga tombak dan terkapar diatas tanah
tanpa bergerak lagi. Boleh dikata hampir dalam waktu yang
bersamaan dimana terdengar jeritan panjang itu, salah seorang
sisa Tiang-pek-siang-hoan itu juga terpental sungsal sumbel
sampai lima tombak jauhnya.
Hanya dua gebrak saja cukup untuk melenyapkan dua lembong
penjahat besar yang kenamaan, kepandaian se- liacam ini benar2
belum pernah terlihat selama seratus tahun ini.
Begitu dapat merobohkan Tiang-pek-siang-hoan, tanpa berhenti
sedikitpun tubuh Suma Bing langsung melesat kearah Loh Cu-gi.
Terdengar gerungan gusar yang keras, lagi2 Hwe-hun- koay-hud
melancarkan serangannya dari sebelah samping. kontan tubuh
Suma Bing yang tengah meluncur kedepan itu tertolak ke samping
delapan kaki Dan belum lagi ia sempat berdiri tegak dan bernapas,
secarik sinar merah yang membawa hawa panas menungkrup tiba
puia kearah dirinya. Kiranya Loh Cu-gi bermain licik menggunakan
kesenpatan ini untuk turut membokong dan menyerang.
Mengandal keampuhan dan kesaktian Giok-ci-sin-kang untuk
melindungi badan, sedikitpun Suma Bing tidak terluka atau kurang
suatu apa karena serangan Kiu-yang-sin-kang Loh Cu-gi ini, namun
tak urung badannya juga terpental setombak lebih. Rumput dan
dedaunan dimana tadi dia berpijak kini sudah terbakar hangus dan
mengepulkan asap tebal betapa hebat Kiu-yang-sin-kang itu
dapatlah dibayangkan.
Terlihat bayangan berkelebatan lagi, Ngo-tai-tok-ho- Thauto,
sicakar beracun Kho Wan dan Empat burung camar dari Lam-hay
berbareng menubruk maju meluruk kearah Suma Bing.
Sorot mata Suma Bing memancarkan sinar kehijauan yang
menakutkan, hanya sejurus Mayapada remang2 saja cukup
membuat keenam musuhnya tertolak balik tanpa mampu
mengendalikan badan sendiri, disusul jurus Bintang berpindah
jungkir balik yang diarah adalah Ngo-tai-tok-bal Thayto. Kontan
terdengar pula pekik yang mengerikan nyata si Thauto mata satu
dari Ngo-tay-san ini menyemburkan darah segar sambil terhuyung
mundur terus jatuh duduk diatas tanah tanpa dapat bergerak lagi.
"Brak." telak sekali sebuah pukulan sicakar beracun juga telah
menghantam punggung Suma Bing dengan keras nya. Seketika si
cakar beracun terpental balik tiga langkah karena
tolakan ilmu pelindung badan Suma Bing, sedang yang terpukul
sampai terdorong kedepan tujuh langkah.
"Setan kecil, robohlah kau." sambil memaki ini Hwe hun- koay-hud
mengajukan telapak tangannya segede kipas itu memapak dada
Suma Bing yang terdorong sempoyongai itu.
Dalam keadaan yang kritis ini, terpaksa Suma Bing menggerakkan
tangan untuk menangkis, cara perlawanannya ini dilakukan
ter-gesa2, maka kekuatannya juga sangat lemah kurang separo
dari kekuatan tenaga biasanya. Sedang musuh sebaliknya
mengerahkan seluruh kekuatannya. Dimana terdengar beradunya
tangan masing2 diselingi deheman keras seperti orang muntah2,
Suma Bing terpental jungkir balik setombak lebih. Belum lagi
tubuhnya menginjak tanah, empat jalur angin pukulan sudah
menerjang pula datang, keruan tubuh Suma Bing lagiL bergulingan
diataa tanah sebagai bola sampai dua tombak jauhnya. Untung
ilmu saktinya melindungi badan, kalau tidak seumpama tidak mati
juga,pasti sudah terluka parah
Begitulah segesit kera, begitu badan menyentuh tanah tubuhnya
lantas melejit bangun berdiri. Beruntun terkena pukulan telak yang
keras dan berat, namun tanpa kurang suatu apa, keruan para
gembong2 penjahat itu terkesima dan giris serta gentar dibuatnya.
Pertempuran diluar gelanggang sebelah sana, saat itu sudah terjadi
banjir darah dan, tertumpuklah gunung jenazah manusia, bunuh
membunuh masih terus terjadi tanpa mengenal kasihan seperti
srigala kelaparan atau banteng ketaton, senjata beradu dan
jerit-kesakitan terus terdengar saling susul.
Suma Bing prihatin akan keselamatan para kerabat dari
Perkampungan bumi, waktu matanya melirik tergetarlah hatinya,
ternyata dalam gelanggang pertempuran sana kini sudah
bertambah dengan para gadis berkerudung serba putih,
kiranya duabelas Rasul penembus dada utusan ibundanya itu
sekarang juga telah terjun dalam pertempuran sengit itu.
Sambil memekik panjang Lam-hay-si-niu menyamber tiba pula
sambil lancarkan serangannya.
Sambil kertak gigi Suma Bing lancarkan jurus Membuka langit
menutup bumi salah satu jurus dari ilmu Giok-ci-sin- kang yang
paling hebat. Supaya dapat sekali serang menamatkan para musiih
yiamg tercatat dalam buku daftar hitam itu maka untuk pertama
kali ini dia lancarkan ilmunya yang paling ampuh ini.
Empat bayangan manusia laksana layang2 yang putus benangnya
meluncur tinggi ketengah angkasa terus melayang jauh entah
kemana Yang celaka dan konyol adalah Thanto simatai satu. dari
Ngo-tay-san itu. karena terluka parah tadi dia duduk ditanah
tanpa mampu bergerak lagi, kini tergulung pula oleh kekuatan
angin pukulan Suma Bing yang dahsyat bagai gugur gunung ini
tubuhnya terguling2 sambil menyemburkan darah terus tak
bergerak lagi Baru pertama kali Suma Bing lancarkan pukulan Membuka langit
menutup bumi yang terampuh ini, betapa dahsyat dan perbawa
ilmu ini sungguh luar biasa, saking kejut dia tampak berdiri
kesima tak bergerak-gerak
Waktu suasana menjadi sepi dan tenang kembali, bayangan Loh
Cu-gi, Hwe-hun-koay-hud dan sicakar beracun Kho Wan sudah
menghilang tanpa kerana.
Dalam pada itu pertempuran diluar gelanggang juga sudah
mereda, suara gaduh tadi sudah sirap, anak buah Bwe-hwa- hwe
sudah lari terbirit2 tanpa memperdulikan kawan2nya yang menjadi
korban dan tertumpuk d'imana2-
Salah seorang gadis berkedok serba putih itu menghampiri
kedepan Suma Bing memberi hormat serta sapanya:
"Menghadap tuan muda!'' " dia bukan lain adalah Ih Yan- chiu
pemiimpin dari dua belas Rasul penembus dada. Maka beruntun
sebelas Rasul lainnya juga maju satu persatu memberi hormat-
Suma. Bing manggut2 membalas hormat, katanya: "Terima kasih
akan bantuan kalian"
"Ah, tuan muda terlalu sungkan, hamba beramal hanya bekerja
menurut perintah majikan."
Tidak ketinggalan Sim dan Bu dua Tongcu juga maju sambil
membungkuk hormat katanya: "Hamba berdua menunggu
perintah" Suma Bing menyapu pandang kesekelilingnya. lalu tanya nya:
"Bagaimana keadaan para saudara dari Perkampungan bumi ?"
Lapor Sim-tong Song Lip-hong: "Lima orang terluka parah,
duabelas luka ringan, sedang yang meninggal ada sembilan
orang!'' Suma Bing mengunjuk rasa sedih dan prihatin, ujarnya: "Kuburkan
yang meninggal, yang terluka Segera diobati, setelah itu kalian
boleh segera pergi."
Tanpa berani berciut kedua Tongcu itu mengundurkan diri sambil
membungkuk tubuh.
Lalu Suma Bing berpaling kearah Ih Yan-chiu dan berkata:
"Nona Ih beramai juga boleh segera meninggalkan tempat
ini!" habis berkata tanpa menanti reaksi terus putar tubuh melesat
masuk kedalam hutan barisan itu.
Sejak mendapat petunjulk dari Tio Keh-siok itu murid Hwasoh-
ki-khek, mengenai inti perobahan atau rahasia barisan Imyarg-
ngo-hengtin ini Suma Bing sudah apal diluar kepala, maka
tanpa takut atau sangsi2 lagi dia terus menerobos masuk tanpa
rintangan- Setelah sekian lama dia beranjak,
mendadak terasa keadaan sekelilingnya, sangat asing dan lain
dari petunjuk yang diberikan kepadanya.
Karena keraguannya ini cepat2 dia, hentikan kakinya, dengan
nanap dia awasi keadaan sekitarnya. Seputarnya. terdapat banyak
dahari pohon Bwe besar yang malang melintang diselingi
tumpukan batu2 yang membumbung tinggi. Tahu2 dia sudah
terlalu dalam terjebak dalam barisan Perasaan benci dan dendam
segera merangsang dalam benaknya,. Sungguh mimpi juga dia
tidak menyangka bahwa. Tio Keh-siok ternyata bisa Bertindak
sedemikian jauh memberi keterangan palsu.
Begitulah dalam keadaan yaaig mendesak ini terpaksa dia harus
berlaku tenang dan menerawang sekali lagi pada waktu pertama
kakinya melangkah masuk tadi serta kedudukan-nya sekarang.
Tapi semakin dipikirkan terasa semakin rumit dan
membingungkan semakin putar malah semakin kacau balau,
dimana timur atau selatan susah dibedakan lagi
Gelisah dan gusar membuat Sifat2 gilanya kambuh, mengarah satu
sasaran dengan sekuat tenaga dia menghantam ke-depan, besar
harapannya dapat membuka sebuah jalan hidup dalam kurungan
ini. Demikianlah setiap kali tangannya ter ayun pohon2 dan baru2
itu berterbangan sampai porak peronda. namun tenaganya ini sia2
saja akhlinya saking lelah dia berhenti sendiri-
Mendadak terdengar suara Loh Cu-gi di sebelah samping sana
yang mencemoohkan : "Suma Bing, semua dendam dan sakit hati
Selanjutnrya akan berakhir sampai disini."
Saking gusar kepala Suma Bing sampai menguap, pandangannya
menyapu kearah datangnya suara, namun tak terlihat bayangan
manusia Terdengar suara itu berkata lagi:."Suma Bing. mengingat kita
masih seperguruan, biarlah kubuat kau mati dengan badan utuh."
Bentak Suma Bing sambil mengertak gigi: "Loh Cu gi, kalau
berani keluarlah:"
"Suma Bing, kau sangka aku sudi bergelut mati2an melawan kau"
Hahaha. kau salah"
"Loh Cu-gi. kau anjing hina dina. yang paling rendah!'' "Bocah
keparat, maki dan udallah ludahmu, inilah saat2
terakhir bagimu.' Se-konyong2 lapat2 terdengar suara irama
seruling yang sangat merdu dari hutan sebelah dalam sana. Suma Bing
terkesima heran, darimana terdengar irama seruling ini"
Sedemikian merdu irama seruling ini bagai suara pancuran air di
alas pegunungan seperti gema suara didalam lembah nan sunyi
laksana angin sepoi2 menghembus daon2 pohon, tanpa merasa
membuat pendengarnya tenggelam dalam lamunan yang
menyegarkan badan, rasa penasaran dan dendam sakit hati yang
merangsang dengan kBinginan membunuh se-akan2 tersedot
hilang oleh irama yang mempersonakan ini.
Tiba2 irama seruling berubah sedemikian halus panjang dan mesra,
se-olah2 sepasang kekasih yang tengah sayang2an di tengah
malam dengan saling berbisik sehingga menimbulkan rangsangan
nafsu yang menggelora, lapat2 terbayang sang kekasih tengah
me-nari2 lemah gemulai dengan selendang sutranya yang panjang
terurai, sungguh mempersonakan dan menakjupkan sekali. Tanpa
merasa Suma Bing terlongong seperti orang mabuk, kupingnya
panas dan jantungnya berdebur keras, timbullah suatu keinginan
yang susah dibendung lagi.
Bagaimanapun kesadaran Suma Bing masih belum lenyap
seluruhnya, lapat2 terasa olehnya suara seruling ini sangat aneh
dan janggal, karena sedikit kesadaran ini tersentaklah hati
nuraninya, cepat2 dia kerahkan ilmunya untuk menenangkan
gejolak hatinya. Irama seruling masih terus
bergelombang sambung menyambung dengan iramanya yang
menyedot semangat dan sukma orang. Lambat laun Suma Bing
merasa semakin gelisah, perhatiannya susah dipusatkan karena
gangguan ini, hatinya keri seperti di-kili2, ter-nyata usahanya sia2.
Maka akhirnya dia meramkan mata mulutnya kemak kemik
menghapalkan pelajaran Giok-ci-sing- kang...........................
"Brak", mendadak Suma Bing merasa tubuhnya tergetar hebat
sehingga ter-huyung2, diam2 ia mengeluh: "Celaka!"
Waktu dia membuka mata di hadapannya berdiri tiga bayangan
orang. Seorang diantaranya adalah Loh Cu-gi musuh besarnya
seorang lagi adalah Maha pelindung Bwe- hwa-hwe,
Hwe-hun-koay-hud. Sedang yang terakhir adalah seorang gadis
ayu jelita bak bidadari yang mengenakan selendang panjang untuk


Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menutupi seluruh tubuhnya, kulitnya putih halus, wajahnya
se-akan2 tertawa penuh mengandung arti, ditangannya menyekal
sebatang seruling batu giok.
Sekilas Suma Bing pandang ketiga orang ini, lantas secepat kilat
dia bergerak memukul kearah Loh Cu-gi.
Loh Cu-gi ganda tertawa ewa, menghadapi serangan Suma Bing
yang dahsyat ini sikapnya tetap angin2an. "Blang,'' dengan telak
pukulan Suma Bing ini mengenai dada musuh. Bukan saja Loh
Cu-gi tidak kurang suatu apa, malah berubah air mukanya pun
tidak, sebaliknya Suma Bing sendiri malah tergetar mundur dan
jatuh duduk di atas tanah.
"Hahahahahaha....................." Loh Cu-gi bergelak tertawa
panjang ke-gila2an saking puas.
Bergegas Suma Bing melompat bangun, seketika dia merasa
se-olah2 dirinya telah terjatuh kedalam jurang yang dalam dan air
danau yang dingin, kaki tangannya dingin membeku, hatinya
mengkeret, kedua kakinya hampir tak kuat lagi menyanggah berat
tubuhnya. Baru sekarang dia sadar dan merasakan bahwa
mendadak ternyata tenaga da-lamnya
lenyap seluruhnya, hawa murninya susah dipusatkan lagi. Betapa
perih hatinya ini beribu kali lebih sedih dari kematian. Siapa kan
menduga dalam keadaan begini dirinya terjatuh kedalam tangan
musuh besarnya ini.
Sambil tertawa Loh Cu-gi bertanya kepada gadis yang membawa
seruling itu: "Jikalau bukan karena irama seruling iblis Siancu
(dewi), mungkin bocah ini susah dibekuk."
Sepasang bola mata sigadis pelirak pelirik sambil menatap Suma
Bing, mulutnya menyahut halus: "Dia kuat mendengarkan tiga
gelombang irama iblis, kekuatan pemusatan hatinya itu sungguh
harus dipuji."
Terdengar Hwe-hun-koay-hud juga turut bicara: "Entah ada
hubungan apa antara bocah keparat ini dengan Hian-thianceng-
li itu?" Berubah wajah Loh Cu-gi, sahutnya: "Susah diketahui." Gadis
itu juga tersentak kaget, tanyanya sambil tersenyum
simpul: "Hian-thian-ceng-li yang mana?" Agaknya tulang2
Hwe-hun-koay-hud sudah lemas,
wajahnya berseri tawa dengan mulut terpentang lebar, sahutnya:
"Dewi kan sudah tahu pura2 tanya saja". Masa di dunia ini ada dua
Hian-thian-ceng-li?"
"oh ini sungguh susah dipercaya, dia masih belum mati?"
"Jikalau bukan karena mengejar bocah ini dan secara
kebetulan bertemu aku sendiri juga tidak tahu kalau dia masih
hidup!" "Kukira kalian masih ingat majikan panggung berdarah Bulim-
ci-sin bukan. Kalau mau dikata Hian-thian-ceng-li masih hidup,
mungkin juga Bu-lim-ci-sin juga masih hidup, seumpama bocah
ini........................" bicara sampai disini dia merandek, matanya
melirik tajam kearah Suma Bing, lalu sambungnya lagi: "Benar2 ada
hubungan dengan Hian-thian- ceng-li, kita harus hati2 untuk
bertindak!"
Loh Cu-gi manggut2, ujarnya: "Siancu, Cayhe sudah ada rencana
lain." Suma Bing heran dan tak habis mengerti, tokoh macam apakah
sigadis membekal seruling ini, dilihat usianya belum cukup dua
puluh, tapi toh Loh Cu-gi membahasakan diri-nya Cayhe
sedemikian merendah diri, sedang Hwe-hun-koay-hud juga sudah
berusia seabad tapi toh juga berlaku sedemikian hormat
kepadanya. Tengah dia ber-pikir2 ini, terdengar Hwe-hun-koay-hud tertawa
keras, katanya: "Kenapa tidak tanyakan langsung kepada bocah
ini?" Loh Cu-gi menyeringai dingin, katanya: "Cayhe mempunyai cara
tersendiri, silakan Jiwi kembali untuk istirahat!"
Sigadis tertawa genit, ujarnya: "Mendadak aku merasa ketarik
kepada bocah ini....................."
Sekilas airmukt Loh Cu-gi berubah, dasar licik secepat itu pula
sudah kembali seperti biasa, katanya: "Ucapari Siancu ini.... "
"Ingin kulihat cara bagaimana sesepuh ketua hendak
menghukumnya hal ini tidak menjadi halangan bukan?"
"Tentu tidak, tentu tidak!'' demikian sahut Loh Cu-gi sambil
mcnyeringai, lalu berpaling kepada Hwe-hun-koay-hud katanya.:
"Silakan Thay-siang Huhoat kembali dulu, jikalau ada terjadi apa2
isupaya dapat memberi bantuan seperlunya."
Hwe-hun-koay-hud mengiakan terus memutar tubuh dan
melangkah pergi.
Dalam pada itu berulang kali Suma Bing sudah berusaha
menggunakan hawa murni dalam tubuhnya untuk menjebol jalan
darahnya yang tertutup, namun dia kewalahan- Cara memutus
urat dan menutup nadi ini benar2 lihay aneh dan keji benar,
sehingga tenaga murni dalam tubuhnya menjadi bocor dan susah
dihimpun lagi. "Siancu silakan!" demikian ujar Loh Cu-gi sambil mengempit Suma
Bing- Sekuat tenaga Suin.a Bing coba berontak, tapi perbuatannya ini sia2
saja seperti cacing kepanasan- Tanpa, merasa dia mengeluh:
"Tamatlah riwayatku!"
Tak lama kemudian mereka sampai didepan sebuah gundukan
tanah tinggi, dengan ujung kakinya Loh Cu-gi menginjak sebuah
tombol, mendadak gundukan tanah itu terbelah kedua samping
dan terbukalah sebuah pintu terowongan. Tampak undakan batu
menjurus turun kebawah dan serong kesamping.
Sambil tetap mengempit Suma Bing Loh Cu-gi mendahului masuk,
Sigadis membawa seruling itu rnengintil dibelakang- nya Pintu
dibelakang mereka tahu2 sudah menutup sendiri.
Ternyata keadaan dalami terowongan ini terang benderang seperti
disiang hari bolong. Setelah habis menuruni undakan batu kira2
berjalan maju kedepan sepuluhan tombak mereka sampai
disebuah ruang dibawah tanah yang terbuat dari batu2 gunung.
Perabot dalam ruang ini sangat sederhana, hanya terdapat sebuah
kursi dan sebuah dipan kayu. Agaknya memang ini merupakan
sebuah kamar tahanan istimewa yang khusus dibuat untuk
mengurung tawanan
Setelah menutuk lagi beberapa jalan darah penting ditubuh Suma.
Bing. "Bum', sekali lempar tubuh Suma Bing dibuang keatas
tanah, terus dia sendiri duduk diatas kursi itu. baru dia
menyilakan sigadis: "Menyusahkan Siancu saja, harap duduk saja
diatas dipan kayu ini!"
Hampir meledak dada Suma Bing saking menahan gusar, tapi saat
itu untuk bergerak saja dirinya tidak mampu, terpaksa dengan
sepasang matanya yang merah membara ber api2 dia melotot
kepada Loh Cu-gi-
Tanpa ragu2 Loh Cu-gi maju mendekat pertama2 cincin iblis yang
berada dijari tengah Suma Bing ditanggalkan, baru
dia menggeledah cundrik penembus dada. dan Pedang berdarah
Yang disimpan diikat pinggangnya-
Bola mata Suma Bing hampir mencelat keluar sampai bibir matanya
pecah dan mengaurkan air darah, sikapnya yang penuh kebencian
yang meluap-luap ini benar2 dapat menggiriskan bulu roma.
"Pedang beidarah!" tiba2 terdengar sigadis membawa seruling itu
berseru kejut- "Tidak salah'' sahut Loh Cu-gi dengan tersenyum puas, "benda
pusaka yang paling diincer oleh kaum persilatan.''
"Dapatkah aku melihatnya untuk membuka mataku"''
"Ini......silakan Siancu ambil dan melihatnya biar puas!"
lantas dia angsurkan pedang berdarah itu kepada gadis membawa
seruling itu. Sambil me-nimang2 dan mengelus2 Pedang darah sigadis
bertanya: "Entah dimana letak kasiat Pedang berdarah ini"''
Loh Cu-gi nada bimbang, namun akhirnya berkata: "Konon
kabarnya selain Pedang berdarah ini masih ada sekuntum Bunga
iblis, bila Pedang darah dan bunga-iblis disatu padukan dapat
memperoleh kepandaian sakti yang tiada bandingannya didunia ini.
Ini menurut cerita orang entah tentang kebenarannya'
"Benda macam apakah Bunga-iblis itu?" "Hal itu aku sendiri
tidak dapat menerangkan. Dengan
pengalaman Siancu yang luas saja masih belum tahu, apalagi
Cayhe tak perlu dikatakan lagi-"
"Kita kembali kepersoalan penting ini, cara bagaimana kau
hendak mengompres dia?"
-oo-dwooTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
58. MO IN SIANCU JATUH CINTA KEPADA SUMA
BING "Bagaimana kalau menurut pendapat Siancu"'' "Bukankah
tuan tadi mengatakan ada rencanamu senj- "Menurut
pendapatku lebih baik kita punahkan dulu ilmu
Silatnya.-" Suma Bing menggerung murka, mulutnya
menyemprotkan darah segar, bentaknya beringas: "Loh Cu-gi, dalam hidup ku tak
dapat mengkremus tubuhmu, setelah mati aku akan menjadi setan
gentay3angan mengejar sukmamu!"
Loh Cu-gi menyeringai sadis. Gadis membawa seruling
mengerutkan alis, katanya: "Apatidak
sayang?" "Sayang"'' balas tanya Loh Cu-gi heran dan
terperanjat "Kalau kepandaian silatnya dipunahkan betul2 harus
disayangkan' "Tapi kalau diumbar begitu saja bukankah sangat
menakutkan"Y" "Apa tuan tidak memikirkan akibatnya?" "Akibat
apa?" "Suma Bing adalah Huma dari Perkampungan bumi,
mempunyai sangkut-paut dengan Pek-kut Hujin, Ketua Jeng.
kang-hwe dan Bu-lim-ci-sin mungkin juga ada hubungan"
"Kekuatiran Siancu terlalu besar, asal jiwanya, masih hidup,
cukup untuk menggertak mereka mundur teratur"
"Menggunakan dia sebagai sandera maksudmu?"
"Sementara terpaksa begitu!"
"Selanjutnya bagaimana "'' "Siancu. setahun kemudian,
bukannya aku berani besar
mulut, dalam dunia persilatan ini tiada seorangpun yang perlu
ditakuti lagi-''
"Bagaimana kalau kita gunakan dan manfaatkan tenaganya"
"Hal itu tidak mungkin." "Agaknya kau lupa satu hal- Bukankah
istrimu itu adalah
putri Pek-chio Lojin tentu dia dapat memberi tahu cara nya
kepada tuan!"
Agaknya Loh Cu-gi sadar dan ingat sesuatu, tanyanya "Maksud
Siancu menggunakan I-sing-hoan?"
"Benar, Sebutir I-sing-hoan cukup membuat dia lupa se gala2nya
dan setulusnya menjadi budakmu seumur hidup.'"
"Cayhe tidak berani menyerempet bahaya .ini!" "Kenapa ?"
"Kuatirku kalau terjadi sesuatu diluar dugaanku, bukankah
tokoh2 dibelakangnya itu tak dapat dipandang enteng." Sigadis
membawa seruling tertawa geli, ujarnya: "Apakah
tuan pernah mencurigai asal usul ilmu silatnya yang hebat itu?"
Agaknya Loh Cu-gi tergetar kaget oleh pertanyaan ini. sahutnya:
"Siancu ada pendapat apa"''
Terlihat bibir sigadis membawa seruling itu kemak kernylt,
agaknya tengah berkata, menggunakan ilmu Thoan-in-jip-bit
kepada Loh Cu-gi. Rona wajah Loh Cu-gi berubah ber-gantian,
akhirnya tampak dia berkakakan. Serunya: "Sungguh tidak
merendahkan pamor julukan Mo-in Siancu (Dewi irama iblis),
sungguh aku merasa kagum dan takluk"
Dengan sendirinya Suma Bing lantas membatin: "O, kira- nya dia
bernama Mo-in Siancu sebelumnya. belum pernah terdengar nama
julukan ini, entah rencana apa lagi yang tengah diaturnya
bersama Loh Cu-gi."
Terdengar Dewi irama iblis tertawa terkikik, ujarnya: "Kalau
kenyataan tepat seperti dugaan, tuan sendirilah yang harus
memberi putusan."
"Baiklah, aku menurut pendapat Siancu." "Dalam Waktu tiga
jam, pasti aku memberi laporan yang
memuaskan'' "Sungguh mencapaikan Siancu saja, sebelumnya
Cayhe ucapkan terima kasih.''' Habis berkata Loh Cu-gi mendekati
dinding lalu menekan
sebuah batu, segera terbuka sebuah pintu rahasia disampingnya,
setelah menoleh memandang Suma Bing, terus melangkah lebar
kesebelah, pintu itupun menutup kembali
Begitu pintu itu tertutup segera Suma Bing merasa hidung.nya.
mencium bau harum, ternyata Mo-in Siancu mendekat dan
membebaskan jalan darahnya yang tertutuk.
Suma Bing merangkak bangun dengan sikapnya yang garang.
"Silakan duduk!" kata Mo-in Siancu tersenyum simpul, suaranya
merdu menarik. "Tidak perlu." dengus Suma Bing kaku. "Suma Bing duduklah
jangan keras kepala, itu tidak akan
menguntungkan bagimu." sambil berkata tangannya yang putih
halus menekan pundak Suma Bing sehingga dia terduduk diatas
kursi Loh Cu-gi tadi.
Meskipun jalan darahnya sudah bebas, namun urat dan nadinya
yang tertutup masih belum bebas, tenaga, untuk berontak atau
melawan saja tak adaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Tindak tanduk Dewi irama iblis ini sungguh sangat genit dan
menggiurkan, sayang benak Suma Bing diliputi kebencian dan
dendam kesumat, sedikitpun dia tidak terpengaruh oleh godaan
yang dapat merangsang dan membangkitkan sifat ke- laki2annya.,
seumpama, tenaga dalamnya masih tetap seperti sedia kala, pasti
tanpa banyak pikir lagi dia sudah turun tangan membunuhnya.
Kata Dewi irama iblis dengan nadanya yang menyedot sukma.:
"Suma Bing, berkata setulus hati aku tidak tega. melihat kau
hancur lebur' "Mo-in Siangu', semprot Suma Bing dongkol, "Kalau ada omongan
bicaralah secara gamblang, jangan main diplomasi apa segala."
"Sikapmu ini benar2 takabur dan sombong luar biasa." Demikian
ujar Mo-in Siancu mendadak sikapnya berubah serius, "Suma Bing,
jikalau kau ingin mati, seratus jiwa mu juga sudah melayang
semua." Suma Bing melotot gusar, katanya gemes: "Ingin rasanya
kuhantam mampus kau ini."
Mo-in Siancu malah terkekeh-kekeh, katanya: "Suma Bing. kau
sendin apa kau masih ingin hidup?"
Suma Bing melengak lantas terpikir olehnya mungkin lawan
tengah menjebak dirinya lagi, maka lantas sahutnya acuh tak
acuh: "Mati atau hidup tidak kukuatirkan lagi"
"Aku bicara sungguh!'" "Ingin kudengar rencana apa saja yang
tengah kau atur
untuk menjebak aku?"' "Rencanaku adalah menolongmu keluar
elmaut." "Hahahahaha, aku Suma Bing bukan bocah berumur tiga
tahun, tahu!" "Suma Bing kau betul2 tidak
penyaya?"

Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak percaya! Ingin aku tahu untuk apa kau hendak
menyelamatkan aku?"
"Masa kau tidak tahu?" "Tidak!" "Baiklah kuberi tahu,
sebab......"' "Sebab apa?" Dengan lengan bajunya Mo-in Siancu
menutup mulut dan
tertawa genit, sahutnya: "Sebab aku cinta padamu-" Betapapun
dingin dan kaku sikap Suma Bing tak urung
menjadi merah jengah mukanya, baru sekarang dia, berhadapan
dergan seorang gadis cantik jelita yang bebas dan berani, sesaat
mulutnya seperti tersuimbal tak mengeluarkan suara.
"Ai, katakanlah, mengapa kau diam saja.'' bola matanya yang jeli
dan bening itu pelerak pelerok genit dan mesra
"Mo-in Siancu kau tidak tahu malu, coba, katakan maksudmu
sebenarnya, aku Suma Bing tidak suka menikmati tingkahmu yang
manis ini"
"Aku cinta padamu aku hendak menolongmu." "Terima kasih
akan kebaikanmu ini" "Suma. Bing, baiklah aku bicara terus
terang kepadamu.
Jikalau bukan serentetan bujukanku, saat ini kau sudah menjadi
seorang invalid- Loh Cu-gi tidak akan memberi ampun padamu,
aku mengatakan kepadanya untuk menggunakan pengaruh nama
serulingku untuk mengekang semangatmu dan mengorek asal usul
ilmu silatmu yang lihay itu. Kalau dugaanku tidak meleset pasti kau
sudah memperoleh Bunga- iblis bukan.?"
Ber-debar2 jantung Suma Bing, sungguh lihay gadis ini, tepat
benar dugaannya kalau menurut apa Yang dikatakan ini, agaknya
ucapannya tadi boleh dipercaya, tapi........
Kata Mo-in Siancu selanjutnya: "Loh Cu-gi licik dan banyak akal
muslihatnya untuk menghadapi kau dia sudah mengatur sepuluh
langkah biji caturnya seumpama, kepandaianmu setinggi langit juga
jangan harap dapat lolos dari kekangannya- Dua jenazah palsu itu
tidak membuat tubuhmu hancur lebur, Irama seruling iblisku ini,
baru langkah ketiga, terserah kau mau pencaya."
Tidak mau tidak Suma Bing harus percaya. tapi apakah maksud
tujuan orang benar2 seperti yang dikatakan itu" mungkin rnundur
itu untuk maju, biarlah dengan kenyataan saja untuk membuktikan,
tapi apakah rencananya selanjutnya" Sesaat hatinya risau dan sulit
mengambil kepuasan.
Kata Mo-in Siancu lagi: "Suma Bing, kau percaya tidak terserah,
sekarang biarlah kutolong dulu meninggalkan tempat ini. Hanya
perlu kujelaskan terlebih dulu, aku sendiri tak mampu membuka
urat nadimu yang tertutup itu......"
Sampai disini keteguhan hati Suma Bing semakin goyah
sebenarnya ia tidak sudi menerima budi seorang gadis tapi dia
harus hidup terus untuk menuntut balas inilah harapannya
sekarang yang terbesar- Kalau dia dapat lolos dari kurungan
elmaut ini, boleh dikata memang merupakan suatu kejadian ganjil-
Setelah direnungkan sekian lamanya. Tiba2 la berkata: "Entah
siapa nama nona yang harum?"
Mo-in Siancu tersentak kaget dan girang diluar dugaan, sahutnya:
"Aku bernama Phui Kiau-nio.''
"Nona ada pegangan dapat menyelamatkan diriku?"
"Tentu!"'
"Sebelumnya, perlu kuterangkan bahwa aku tidak mungkin
menerima uluran cintamu"
"Apa, kau........" "Aku tidak mungkin cinta kepada nona, jikalau
nona terasa putus asa, boleh silakan tak usah urus diriku." Berubah airmuka
Mo-in Siancu, sekian lama dia terlolong
memandangi Suma Bing, lalu katanya: "Suma Bing takk duga aku
Phui Kiau-nio......ah sudahlah, memang salahku sendiri Yang
terlalu gampang mengudal perasaan- Tapi aku tidak akan
merubah maksudku-"
"Aku tidak bermaksud untuk memaksa kau,' Kata Suma Bing rada
risi dan kikuk.
Tiba2 terdengar derap langkah kaki yang agak lirih dar| kamar
sebelah Segera Mo-in Sancu berkata berbisik; "Ada orang datang
berbuatlah seperti kau sudah kehilangan semangat." " habis
berkata serulingnya diangkat kedekat bibirnya terus terdenga lah
irama seruling yang halus merdu.
Tiba2 terbuka sebuah pintu rahasia didinding sebelah sana
seorang perempuan setengah umur bergegas masuk Dia bukan
lain adakah istri Loh Cu-gi Ang-siu-li Ting Yan-
Kedatangan Ang-siu-li Ting Yan tanpa diundang ini benar2
mengejutkan Suma Bing dan Mo-in Siancu.
Mo-in Siancu menarik serulingnya lalu berkata tersenyum simpul :
"Ada urusan apakah Hujin berkunjung kemari!"
Alis Ang-siu-li Ting Yan berkerut dalam, sekilas dia me-lerok
kearah Suma Bing dengan gemes. lalu katanya, kepada Mo-in
Siancu: "Harap Siancu memaafkan kelancanganku
"Mana berani, Hujin ada keperluan apa?"
"Ada beberapa patah kata hendak kutanyakan kepada bocah ini,''
Mo-in Siancu mengerut kening, katanya ragu2: "Menurut pesan
Sesepuh ketua.......... Hujin sendiri pasti sudah tahu akan aturan
itu bukan?"
Terpaksa Ang-siu-li, mengunjuk senyum kecut. Katanya
mendesak: "Aku hanya ingin tanya berapa patah,
"Kalau begitu silakan hujin tanya dia!' Ang-siu-li Ting Yan
beranjak kedepan Suma Bing bentaknya
bengis: "Suma Bing, aku hendak tanya padamu!" Suma Bing
terrsentak seperti bangun tidur sahutnya "Apa,
ada apa kau........'" "Jawab pertanyaanku........" "Apa yang harus
kujawab?" "Cara bagaimana kematian putriku Loh Siau-ling?"
Bercekat hati Suma Bing, Loh Siau-ling sebenarnya dipukul
ma t i o l e h P h o a Cu - g i o k , t a p i s e ump ama P h o a
Cu - g i o k t i d a k memb u n u h n y a j u g a p a s t i d i r i n y a
y a n g a k a n memb u n u h g a d i s i t u k a r e n a d i a a d a l a h
p u t r i mu s u h b e s a r n y a - K a r e n a p i k i r a n n y a i n i
s e g e r a s a h u t n y a d i n g i n : "Di p u k u l mamp u s
b a g a ima n a " "
"Kau yang membunuhnya"'' desis Ang-siu-li Ting Yan beringas.
"Akan kuhancur leburkan tubuhmu ini." sambil membentak,
sepuluh jari2nya yang runcing itu terus mencengkeram kebatok
kepala Suma Bing.
Tenaga Suma Bing sudah punah, terpaksa dia mandah saja
terima nasib dan menunggu ajal.
Mendadak sebuah suara yang dingin menjengek: "Hu jin, katamu
kau hanya ingin bertanya berapa patah kata eaja."
Tanpa kuasa Ang-siu-li Ting Yan menarik balik tangan-nya, tapi
lantas diayun lagi sambil berteriak penuh kebencian: "Aku hendak
membalas sakit hati putriku"
Ringan sekali Mo-in Siancu berkelebat maju terus mengulur
seruling diatas kepala Suma Bing, katanya Berat : "Hujin,
seumpama hendak menuntut balas juga tidak perlu ter- gesa2!"
"Siancu." kata Ang-siu-li Ting Yan lesu, "Maaf akan kecerobohanku
ini" "Ah, Hujin terlalu sungkan, silakan kembali dulu." Sebuah
derap langkah yang berat lapat2 terdengar
mendatangi. Berubah airmuka Mo-in Siancu. Ang-siu-ll sendiri juga
mengunjuk rasa tegang, katanya: "Mungkin suamiku datang!"
Sekali loncat Mo-in Siancu tiba dipinggir pintu rahasia.begitu ujung
kakinya menginjak diatas tanah, pintu rahasia itu segera tertutup,
lalu ujung jarinya menekan sebuah batu diatas dinding, terbukalah
sebuah lobang sebesar kepalan tangan.
Karena kecerobohan Ang-siu-li setelah masuk lupa, menekan
tombol rahasia, pintu supaya tertutup lagi, hakikatnya mereka
takkan mungkin mendengar kedatangan orang ini, jikalau benar
Loh Cu-gi yang datang, situasi dalam ruang tahanan ini pasti
berubah Mo-in Siancu mendekatkan mukanya kelobang kecil untuk
mengalingi pandangan sipendatang, lalu serunya dengan garang:
"Siapa yang datang itu?"
Terdengar sebuah suara yang dapat dikenal menyahut: "Siancu,
ini Cayhe!"
"Sesepuh ketua" Ada petunjuk apakah?"
"Apakah istriku ada.
"Ya memang Hujin pernah datang tapi sudah pergi lagi Sekarang
aku tengah bekerja menurut rencana, dan sudah mencapai taraf
yang sangat memuaskan Harap tuan kembali dulu ke Lengsiu-tiam
menanti kabar baik ini"
Keadaan kembali menjadi sunyi senyap, agaknya Loh Cu gi sudah
percaya dan sudah kembali.
Sambil menutup kembali lobang kecil itu Mo-in Siancu menyeka
keringat diatas jidatnya. tanpa terasa tercetus kata2nya: "Sungguh
berbahaya, jikalau secara diam2 tanpa bersuara dia masuk kemari,
pasti terbongkarlah kelemahan kita '
Seketika Ang-siu-li Cng Yan mengunjuk rasa kejut dia heran serta
curiga, tanyanya: "Apa kata Siancu"''
Karena lena Mo-in Siancu sampai lupa bahwa Ang-siu-li Ting Yan
masih berada dalam ruangan itu, kata2nya tadi sebenarnya
ditujukan kepada Suma Bing, maka begitu pertanyaan diajukan
baru dia tersedar akan kecerobohanhya, tapi dasar pintar dan
cerdik dengan tenang dia menerangkan: "Hujin, aku masih ada
urusan penting yang harus kukerjakan, tentang kenapa, pasti
suamimu nanti dapat memberi penjelasan 'kepada Hujin Sekarang
Pendekar Kembar 3 Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo Hati Budha Tangan Berbisa 10
^