Pedang Golok Yang Menggetarkan 17

Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen Bagian 17


menutupi tubuh ciu ceng dan sipendeta. Han In diberitahu mengapa
dia perlu menutup diri agar dia tidak menolak.
Keempat kiamsu bagaikan patung-patung tetapi mereka dapat
diperintah Kho Keng untuk menggotong kedua tandu itu.
soat Kun tidak bisa melihat tetapi dengan pertolongan adiknya, ia
tahu letak tempat serta sekitarnya. Maka ia berkata pada Siauw Pek:
"Bengcu berjalan bersama hambamu berdua, dan Nona Thio
bersama Kho Huhoat berjalan dibelakang, tetapi perhatikanlah
keempat kiamsu kalau-kalau nanti ada yang roboh ditengah jalan.
Giok Yauw dan Kho Kong menerima baik pesan itu.
"Nah mari, kita berangkat" Soat Kun mengajak. "silahkan nona
jalan dimuka" kata Siauw Pek. tersenyum. Kereta mereka dihentikan
ditepi jalan, di sebuah tikungan-Lewat kira-kira tiga lie, jalanan
menjadi lebar. Ada sebuah rimba pohon cemara menghadang
ditengah jalan akan tetapi ditengah-tengah itu terbuka suatu jalan,
yang terus ia lalui.
"AmidaBudha" tiba terdengar puji suci yang keluar dari dalam
rimba itu, disusul munculnya seorang pedneta tua yang tubuhnya
diselubungi jubah sucinya. Dia merangkap kedua belah tangannya
seraya meneruskan berkata^ "Kedua siecu, terimalah hormat loo
ceng" "Loo ceng" itu berarti "aku sipendeta tua."
Soat Kun dan adiknya lekas-lekas membalas hormat.
"Tak berani kami menerima kehormatan besar dari loosuhu ini,"
kata sinona. "Aku mohon bertanya, untuk tiba digereja Siauw Lim
Sie masih ada berapa lie lagi" "
Pendeta itu tercengang. Dia berkata didalam hati: "Sungguh
liehay bocah ini. Belum sempat aku bertanya dia sudah mendahului"
Tapi ia mesti menjawab. Katanya: "selewatnya rimba ini, siecu
berdua akan tiba dimuka kuil kami. Dapatkah siecu menerangkan,
ada urusan apakah siecu datang berkunjung ini" "
"Kami hendak menghunjuk hormat kami kepada ketua loosuhu."
"Tadi ada dua orang yang membawa kartu nama, adakah mereka
kawan siecu" "
"Benar"
Pendeta itu membuka lebar kedua matanya, mengawasi si nona.
"Apakah kau Kim Too Bengcu" " tanyanya pula.
"Akulah bawahan Kim Too Bengcu," sahut si nona.
"Nah, manakah Kim Too Bengcu sendiri" "
"Sebentar setelah bertemu dengan ketua loosuhu, Kim Too
Bengcu akan muncul untuk membuat pertemuan-"
Pendeta itu berpikir, lalu dia kata: "siecu, walaupun kamu
berkunjung dengan menggunakan aturan, akan tetapi..."
"Akan tetapi apa, loosuhu" Apakah ada sesuatu halangannya"
Silahkan loosuhu jelaskan-"
Pendeta itu menghela napas.
"Siauw Lim Sie kami mempunyai satu aturan."
"Aturan apakah itu" "
"Jikalau pinceng jelaskan, harap siecu tidak berkecil hati. Aturan
ini ialah kuil kami melarang kunjungan perempuan. . . "
Istilah "pinceng" itu berarti "aku" buat seorang pendeta Buddhist.
"Kedalam kuil loosuhu ini apakah tak ada wanita yang datang
bersujud" "
"Ada memang ada..."
"Kalau wanita itu seorang nyonya besar, apakah dia dilarang
juga" "
"Itulah lain..."
"sama-sama wanita, ada apakah bedanya" Kalau wanita bersujud
boleh, baiklah loosuhu anggap akupun sebagai wanita yang
bersujud itu..." Pendeta tua itu menggelengkan kepala.
"Walaupun sebagai wanita bersujud, siecu cuma bisa sampai
disuatu bagian toa-tian, yaitu toa-tian pertama, tidak sampai ditoatian
kedua..." Toa-tian-yaitu pendopo besar.
"Aku tidak percaya bahwa kuil Siauw Lim Sie yang besar dan
ternama, semenjak beberapa ratus tahun dahulu, belum pernah ada
wanita yang memasuki toa-tian yang kedua"
"Memang ada tetapi harus ada syaratnya."
"Apakah syarat itu" "
"Syarat itu ialah orang mesti mengandalkan kepandaiannya untuk
masuk secara menerobos melewati penjagaan"
Sampai disitu, mendadak Giok Yauw mencampuri bicara.
"Menerobos masuk bukanlah soal sukar" katanya. "Apakah
loosuhu yang bakal merintanginya" " Pendeta tua itu tertawa
hambar. "Siauw Lim Sie mempunyai aturannya yang keras," katanya.
"Selama siecu belum mencoba memasukinya dengan paksa, mesti
pinceng tidak berani menghalang halanginya."
setelah berkata begitu, pendeta itu menggeser kesamping.
Melihat orang minggir, Soat Gle bertindak maju. Soat Kun mengikuti
adik itu. Siauw Pek dengan tangan pada gagang pedangnya berjalan
dibelakang nona itu. Giok Yauw dan lainnya lalu mengikuti juga .
Selewatnya rimba cemara, jalanan berupa jalanan dari batu putih
yang terhampar rapih dan lebar. Didepan itu segera tampak pintu
halaman luar yang tinggi dan besar. Diluar pintu itu berdiri dua
orang pendeta dengan jubah merah.
"Kedua suhu, tolong suka membuka jalan" berkata soat Kun
nyaring, "Kami datang untuk bersujud"
Kedua pendeta itu saling mengawasi satu dengan lain, lalu yang
dikiri bertanya. "Apakah tuan tuan adalah orang Kim Too Bun" "
"Ada pengajaran apakah dari kamu, kedua taysu" " si nona
bertanya. "Tadi ada utusan Kim Too Bun datang membawa kartu nama,"
kata pendeta itu. "Kami menjadi pendeta penyambut tetamu, karena
itu kami hendak menyambut para tetamu kami."
"Benar, kamilah orang orang Kim Too Bun"
"Yang mana Kim Too Bengcu" "
"Sebentar setelah bertemu ketua kamu, Kim Too Bengcu akan
muncul sendirinya."
Pendeta yang dikanan merangkapkan kedua tangannya. Katanya,
"Aturan kuil, karena itu, siecu menjadi orang Kim Too Bun atau
bukan, tak ada jalan buat siecu memasukinya." Pendeta itu bersikap
hormat, cuma suaranya bernada dingin.
"Masih ada satu aturan lagi, yang taysu lupa menyebutkannya,"
kata Giok Yauw.
"Jikalau pihak tetamu meng gunakan kekerasan menerobos
masuk kedalam kuil, tak ada tempat yang terlarang, bukan" "
Paras sipendeta berubah.
"Benar" katanya. "Asalkan nona mempunyai kepercayaan dapat
menerobos masuk ke dalam kuil Siauw Lim Sie ini, sekalipun kamar
suci dari ketua kami, nona tak salah untuk memasukinya "
Dengan memperdengarkan suara "Sreeet" Nona Thio menghunus
pedang dipunggungnya.
"Nona Hoan," katanya, "mereka dengan sengaja hendak
merintangi kita, tak perlu kita banyak mulut lagi melayani dia bicara.
Ia berpaling kepada kedua pendeta itu, matanya menatap tajam
Katanya pula: "Taysu berdua, silahkan kamu menghunus senjata
kamu" Pendeta yang dikanan tertawa.
"Aku bersama kakak seperguruanku ini akan menyambut nona
dengan tangan kosong, itulah sama saja" sahutnya sombong. Giok
Yauw menatap pula.
"Kamu berdua mengepung aku satu orang. Walaupun kamu tidak
menggunakan senjata, itu pun pantas"
Begitu habis berkata, nona ini menggerakkan pedangnya, tapi
disaat ia hendak menikam mendadak ia menundanya Katanya: "Satu
hal perlu ditanya jelas dahulu "
"silahkan bicara, siecu" kata pendeta yang dikanan-"Kita
bertempur untuk mengadu jiwa atau cukup dengan saling towel
saja" " tanya si nona.
"Dalam hal itu terserah kepada nona," kata pendeta yang dikiri.
Giok Yauw berpikir.
"Begini saja " katanya. "Kita tiba hanya pada saling towel, tetapi
kalau ada satu pihak yang terluka, anggap saja bahwa dia yang
naas..." "Baiklah, nona" menyahut kedua pendeta itu. "Kalau nona
mempunyai jurus jurus yang liehay, keluarkanlah semuanya "
Baru saja pendeta itu menutup rapat mulutnya, Giok Yauw sudah
menyerang. Ia menikam pendeta yang dikanan dan dengan tangan
kosong, menyampok pendeta yang dikiri.
Kedua pendeta itu berkelit, menyingkir dari ujung pedang dan
sampokan, menyusul itu, keduanya membalas menerjang dari kiri
dan kanan. Giok Yauw membungkuk, pedangnya dipergunakan membabat
keatas setelah itu ia meneruskan menikam dada pendeta yang
disebelah kanan Ini disebabkan dimatanya, pendeta itu sangat tidak
menghormat. Didalam kulitnya itu, kedua pendeta itu bertugas sebagai tie kek
ceng yang pertama dan pembantunya ilmu silat mereka sudah
sempurna. Mulanya mereka tidak memandang mata kepada Nona
Thio, setelah dua gebrakan itu baru mereka insaf bahwa wanita ini
bukan sembarangan. Maka mereka lalu bersungguh sungguh.
"Tie kek ceng" ialah pendeta tukang menyambut melayani tamu
tamu. Giok Yauw lalu mencoba mendesak. Lagi lagi ia menikam yang
dikanan dan menyampok yang dikiri. Ia berlaku sebat beserta
waspada Karena desakannya itu, baru sepuluh jurus, tie kek ceng
yang kanan sudah repot, bahkan segera dia dihajar adat, yaitu
jubahnya kena ditublas hingga jadi berlubang.
Dengan serempak kedua pendeta itu melompat mundur kira kira
sejauh lima kaki. "Nona, benar ilmu pedangmu liehay Silakan masuk
" kata mereka.
Giok Yauw menyimpan pedangnya, ia tertawa. "Niatlah pendeta
pendeta dari Siauw Lim Sie tak kehilangan budi luhurnya sebagai
orang orang partai besar," pujinya.
Merah muka kedua pendeta itu, akan tetapi mereka toh berkata.
"Masih ada berlapis pintu nona, setiap pintunya makin kuat. Semoga
nona jangan terlalu bergirang dahulu"
"Terima kasih" berkata Giok Yauw tersenyum. Ia terus bertindak
maju. Kedua pendeta itu menyingkir kekedua sisi, mereka tidak
merintang. Baru rombongan ini berjalan beberapa tombak. sudah terlihat
Ban Liang lari mendatangi. Jago tua itu lari cepat, maka sebentar
saja sampai sudah ia diantara rombongannya .
"Ada apakah" " Soat Kun bertanya.
"Telah loohu sampaikan kartu kita," sahut Jago tua itu.
"Siapakah yang menerimanya" "
"Pemimpin dari Tat Mo Ih"
"Tat Mo Ih" adalah namanya "Ruang Tat mo" dan "Tatmo" atau
Tatmo couwsu ialah Bodhiedarma, biksu dari India yang di dalam
tahun 526 datang ke Tiongkok.
"Apakah LooCianpwee tidak bertemu dengan ketuanya" "
"Seorang pendeta tua dengan janggut putih yang menyebut
dirinya pemimpin dari Tatmo Ih itu, menemuiku dan dia mengaku
bahwa dia menerima perintah ketuanya menyambutku."
"Apakah katanya" "
"Gerak gerik pendeta tua itu tegas sekali. Setelah dia menerima
kartu kita, tanpa membaCa lagi, dia lalu berkata bahwa kuil Siauw
Lim Sie biasanya tidak menerima kunjungan tamu tamu wanita,
bahwa walaupun kita datang dengan memakai aturan, mereka toh
tidak dapat merusak aturannya sendiri, bahwa dia mesti mentaati
aturan kuilnya"
"Apakah aturan itu" "
"Aturan mengandalkan ilmu silat memaksa masuk kedalam kuil"
"Jikalau demikian adanya, tak dapat tidak, kita mesti
menggunakan kekerasan" berkata Giok Yauw "Hm Kalau tahu tahu
begini, tak usah kita mengirim kartu nama lagi"
"Hanya, ketika aku mau mengundurkan diri pendeta tua itu
mengatakan kepadaku bahwa walaupun dia tak berdaya melanggar
aturannya dia toh akan membantu kita sebisanya agar kita bisa
masuk ke dalam Siauw Lim Sie."
"Itu artinya dia hendak mengatur segalanya untuk memudahkan
kita masuk," berkata nona Hoan-
"Begitulah kiranya,"
"Mana Oey Eng" " Siauw Pek bertanya. Jago tua itu keluar
seorang diri. "Ia berada didalam."
Alis si anak muda bangun sendiri. Ia hendak membuka mulutnya
tetapi bataL Ban Liang berkata pula, perlahan: "Aturan di dalam kuil ini keras
sekali, karena dia tak sudi menyambut kita memang satu
pertempuran tak dapat dihindarkan lagi. Aku pikir, nona baiklah
nona menentukan kita supaya pertempuran ini berupa saja sampai
saling towel, agar kita tidak membinasakan, atau melukai, pendeta
pendeta Siauw Lim Sie."
"Baiklah. amat suka aku mendengar kata kata Loocianpwee."
"Nah... sekarang aku hendak kembali ke dalam guna
menyampaikan berita. Disana kita menantikan nona bersama."
"Jika ada terjadi sesuatu perubahan, lekas kabari kami" Soat Kun
pesan- "Baik." berjanji sijago tua, yang terus kembali kedalam.
Nona Hoan segera berkata: "Nona Thio telah menang satu
rintasan, maka untuk rintasan selanjutnya silahkan bengcu yang
turun tangan"
Giok Yauw menurut, ia mundur. Iapun tahu sipemuda jauh lebih
liehay dari padanya.
siauw Pek segera maju dua tindak maka ia kini berada dipaling
depan. Ia berjalan di muka.
Pintu besar terpentang, dari sebelah luar tampak halaman dalam
yang panjang dimana terdapat barisan pohon pohon pek dan
cemara. Dengan kepala diangkat Siauw Pek memasuki pintu pekarangan
itu. Giok Yauw bertindak bersama sama kedua nona Hoan. Ia
bagaikan sipelindung.
Kho Kong berjalan paling belakang bersama empat orang ang ie
kiamsu yang menggotong Han In Taysu dan ciu ceng.
Baru saja rombongan ini memasuki halaman sudah terdengar
puji keagamaan yang mendengung kedalam telinga, dari balik pintu
segera muncul empat orang pendeta dengan tongkat di masing
masing tangannya. Mereka itu bergerak gesit, melintang di tengah
jalan. siauw Pek menghunus pedang tanpa mengucapkan apa apa, ia
mendahului menyerang. Empat pendeta itu menyambuti, selagi
yang satu menangkis, yang tiga menyerang. Dengan begitu
bentroklah mereka, hingga suara pedang dan sering terdengar.
"Ah orang ini lihay"pikir keempat pendeta itu. Mereka merasai
getaran tangan akibat terbenturnya senjata mereka dengan pedang
sipemuda. Keempat pendeta itu dapat bekerja sama dengan baik. Biasanya,


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kalau mereka meluruk serentak. senjata lawan mesti ditarik kembali.
Pedang siauw Pek lain dari pada yang biasa. Si anak muda justru
menangkis lalu terus menyerang, membabat, memapas.
Bersenjatakan tongkat yang berat dan cukup panjang, desakan
sianak muda membuat keempat pendeta itu repot. Tak leluasa
mereka berkelahi rapat sekali.
satu kali siauw Pek menyerang dengan sabetan terus menerus,
kesudahannya ia mencoret ujung baju seorang pendeta yang
disebelah kiri, setelah mana dengan sinar pedangnya dia
mengurung tiga yang lainnya.
Repotlah keempat pendeta, pada akhirnya, mereka mundur
sendirinya. "Suhu sekalian mengalah saja" berkata siauw Pek hormat, dua
jeriji telunjuk dan tengah diatas pedangnya, kakinya terus bertindak
maju, untuk masuk terlebih jauh. Giok Yauw mengajak
rombongannya ikut masuk.
Keempat pendeta mengawasi dengan melongo. Tak ada yang
berani menegur atau menghalangi pula. Adalah aturan dalam Siauw
Lim sie, kalau mereka kalah, mereka mesti berdiam saja walaupun
kekalahan itu membuat mereka hilang muka.
Siauw Pek sudah berjalan kira kira enam tombak ketika jalanan
membelok kekiri. Ia bertindak terus mengikuti jalan itu. Tapi segera
ia dihadang dua orang pendeta, satu tua satu muda. Pendeta yang
tua itu mengenakan jubah abu abu, janggutnya sudah ubanan
semua, wajahnya sangat tenang, hingga sukar orang menerka
usianya. Yang muda berumur lebih kurang dua puluh tahun,
jubahnya putih, lehernya berkalungkan kalung tersebut tasbe
Senjatanya, sebatang golok, tersemblok dipunggungnya.
Pendeta yang tua itu segera merangkap kedua tangannya,
tubuhnya menjura, dengan hormat ia memperkenalkan diri sebagai
Su Lut. Mengetahui nama suci pendeta itu mulai dengan huruf "Su",
Siauw Pek jadi ingatpada Su Kay Taysu. Maka itu, melihat usia
lanjut dari orang ini, tahulah ia bahwa Su Lut menjadi salah satu
tiang loo yaitu pendeta dari tingkat tua. Lekas lekas ia membalas
hormat. "Boanpwee adalah coh Siauw Pek," ia memperkenalkan diri. Ia
menyebut nama benarnya. Alis pendeta tua itu berkerut
"Siecu telah melalui beberapa rintangan, itulah bukti dari
kepandaianmu yang mahir. Loolap mendapat tugas menjaga disini,
jikalau siecu ingin lewat juga , silahkan kau menggunakan
kepandaianmu"
Nada suara pendeta menandakan bahwa dia memegat karena
terpaksa. "Akulah seorang muda, tak tepat aku menjadi lawan taysu,"
berkata Siauw Pek merendah.
"Jangan segan, siecu" berkata pula sipendeta. "Loolap mendapat
tugas menjaga disini, biar apa juga yang siecu ucapkan, tak dapat
itu membuat loolap mengalah membagi jalan-"
"Kami berkunjung dengan menghaturkan kartu nama, tak ada
maksud jahat dari kami," siauw Pek menjelaskan-"Kami cuma
mohon diijinkan menghadap ketua taysu..."
"Tak ada gunanya untuk banyak bicara, siecu," menyela
sipendeta. "Baiklah siecu menerobos saja"
Siauw Pek masih tetap berlaku hormat.
"Boanpwee kenal dengan Su Kay Taysu. Taysu dari hurup Su,
tentunya..." katanya.
"Loolap tak pandai bicara, juga tak dapat banyak omong,"
sipendeta memutus. "Jikalau siecu merasa kau bukanlah lawanku
yang tua silahkan kau mundur dan keluar dari kuil ini." Itulah
pengusiran cara halus. Siauw Pek menjadi heran.
"Kenapakah pendeta ini seperti takut bicara denganku" "
pikirnya. Kemudian ia berkata: "Kalau begitu, baiklah, terpaksa
boanpwee menerima baik perintah taysu..." Su Lut menoleh kepada
sipendeta muda.
"Siecu ini sudi memberi pengajaran, apakah kau masih tak mau
mengeluarkan senjatamu" "
Pendeta muda itu mengiakan terus ia menghunus goloknya.
Iapun segera berkata: "Siauw ceng adalah Peng In Silahkan siecu
memberikan pengajaranmu"
"Siauw ceng" adalah "pendeta yang kecil" (muda) Itulah katakata
merendah sebegai gantinya "aku".
Kembali siauw Pek heran. Pikirnya pula: "Mungkin pendeta ini
memegang harga diri, tak mau dia turun tangan sendiri, maka juga
dia mengajukan ini pendeta muda..." Tapi segera ia mengulapkan
pedangnya seraya berkata: "Suhu kecil, silahkan keluarkan semua
kepandaianmu"
Peng In tidak segan-segan, dia segera membacok pada lawan-
Siauw Pek menggeser kesamping, pedangnya dipakai menyampok
golok lawan-Nampaknya gerakan sipendeta muda biasa saja, tak
tahunya, dia gesit sekali. Tidak menanti sampai goloknya terhajar, ia
sudah menurunkannya dan segera diangkat pula, dipakai menebas
lengan kanan lawannya itu.
"Hebat" pikir Siauw Pek. "Dia muda tetapi dia sudah liehay
sekali..." Karenanya tak mau ia lalui. Segera ia menikam tiga kali
saling susul. Dari menyerang, sipendeta muda segera menjadi pihak
pembela diri. Sekarang ketua Kim Too Bun membalas menyerang ia memutar
pedangnya guna mengurung lawan dengan sinar pedangnya itu.
Maka segeralah sipendeta menjadi repot membela diri. su Lut
menonton beberapa lama itu, segera ia menggeleng-geleng kepala.
"Kau bukanlah lawan siecu ini, lekas mundur" akhirnya ia
menyerukan-Pendeta muda itu mendengar kata, ia melompat
mundur. "Amidha Budha" Su Lut memuji. "Siecu liehay sekali ilmu
pedangmu, muridku bukanlah lawanmu, maka itu, mari berikan
kesempatan buatku belajar kenal barang beberapa jurus." Siauw
Pek merendah. "Boanpwee bukanlah lawan taysu." katanya.
"Jangan merendah, siecu. Asal dapat kau melewati loolap. segera
kau akan menemui ketua kami, selanjutnya tak akan ada rintangan
lainnya lagi..."
Siauw Pek mau menjawab, tapi sipendeta tua mendahului
menambahkan kata katanya itu "cuma, kalau sebentar siecu
bertemu dengan ketua kami, maka kau segera berada dalam
ancaman bahaya yang tak terhingga..." Keheranan si anak muda
memuncak. "Kata-kata pendeta tua ini teranglah mengisiki aku tentang
persiapan didalam kuil. Kenapa dia mengatakan begini" Sungguh
sulit akan menentukan dialah lawan atau kawan..." Tak sempat
Siauw Pek berpikir.
Berkata pula sipendeta tua, cukup keras^ "Siecu, loolap sudah
bicara, maka itu silahkan siecu mulai turun tangan"
Si anak muda masih ragu-ragu, tapi ia kemudian mendengar
suara Soat Kun: "Saat ini sang waktu bagaikan emas, paling baik
janganlah memperlambatnya" Sementara itu Su Lut pun
menggerakkan tangan kanannya sambil berkata.
"Kalau siecu seandainya tidak mau turun tangan lebih dahulu,
baiklah loolap yang mulai"
Pendeta ini bertangan kosong, ia segera menyerang. Baru
sekarang si anak muda tersadar ia lalu menangkis.
Su Kut Taysu menyerang dengan tangan kanan, melihat pedang
lawan, ia lekas menarik kembali tangan itu, sebaliknya^ dengan
tangan kiri, ia serta merta menyerang pula. Siauw Pek memutar
pedangnya, membabat lengan sipendeta.
"Bagus" Su Lut berseru, tangan kirinya ditarik kembali, tangan
kanannya menggantikan meluncur lagi.
Secara begini sipendeta mendesak. untuk membikin si anak
muda tak dapat merapatinya.
"Benar-benar hebat tenaga dalam pendeta ini." Siauw Pek
memuji dalam hatinya.
Pertempuran berjalan seru sekali, tapi tidak lama, sinar pedang
sudah mulai merapatkan sipendeta. Dia ini lihay tapi dia nampak
kewalahan juga . Karena itu, lewat lagi beberapa jurus, dia menolak
dengan keras, lalu mendadak dia melompat keluar dari kalangan,
berdiri di sisi seraya berkata: "Siecu ilmu silat siecu lihay sekali.
loolap bukanlah lawanmu. Silahkan masuk"
Siauw Pek mengerti. Katanya didalam hati "Pendeta ini masih
sanggup bertahan, dia mundur, nyatanya dia mengalah membuka
jalan-" Maka lekas-lekas ia memberi hotmat sambil berkata. "Taysu
mengalah saja Maaf" Lalu ia berjalan maju, meninggalkan sipendeta
untuk masuk lebih jauh kedalam.
Bersama muridnya Su Lut mundur tiga tindak Soat Kun bersama
kawannya lalu mengikuti siauw Pek masuk.
Benar apa yang dikatakan Su Lut Taysu. Di sebelah dalam Siauw
Pek tidak menemui rintangan apa-apa lagi. Ia sudah jalan kurang
lebih satu lie. Tibalah didepan bangunan yang besar itulah sebuah
pendopo, yang menghalang ditengah jalan-Pintu pendopo
terpentang lebar, di kiri dan kanannya cerbaris sejumlah pendeta.
Ditengah-tengah tampak seorang pendeta setengah tua dengan
tubuh tertutup jubah kuning. Roman dia keren.
Segera setelah mengawasi, siauw Pek mengenal It Tie Taysu
yang ia telah pernah menemuinya dipuncak ciong Gan Hong.
Bahkan kali ini pendeta itu-ketua Siauw Lim Sie-nampak terlebih
agung pula. Seorang pendeta setengah tua yang berdiri di luar toa-tian,
pendopo besar itu, berkatanya nyaring. "Kim Too Bengcu sudah
berhasil melintasi pelbagai rintangan, ia telah sampai di toa tian ini,
diminta dengan hormat untuk ciangbun memegatnya."
"ciang bun" ialah "ketua" atau bapak ketua.
It Tie menoleh kepada seorang pendeta dengan jubah biru
disisinya. "Kalau menurut aturan kuil kita, bagaimana sekarang" "
dia tanya. Pendeta itu yang ditanya menjawab:
"Menurut aturan kita, kalau pendatang berhasil masuk dengan
melintasi pelbagai rintangan, tak peduli dia laki laki atau wanita, dia
harus disambut dengan aturan sebagaimana mestinya, diundang
memasuki toa-tian-"
"Baik" berkata ketua siauw Lim Pay itu. "Dengan menuruti aturan
kuil kita, silahkan sutee mewakiliku menyambut para tetamu kita"
Pendeta itu menyahutnya, terus ia bertindak keluar, menemui
siauw Pek, sambil memberi hormat, ia berkata, "Pinceng adalah It
ceng dengan menerima perintah ketua kami, pinceng menyambut
para tamu"
Siauw Pek membalas hormat^ "Kami memayahkan taysu saja,"
katanya. It ceng bertindak kesamping.
"Silahkan tuan tuan masuk. untuk minum teh" ia mempersilahkan
dan mengundang.
Siauw Pek menoleh kebelakang. "Nona..." katanya.
Soat Kun segera menjawab: "Kita datang berkunjung, sudah
selayaknya kita menerima undangan masuk kedalam" "
Kali ini si nona yang mendahului bertindak masuk Giok Yauw
memasukkan pedang kedalam sarungnya ia mengikuti nona itu.
It ceng membiarkan Siauw Pek dan kawan-kawan masuk. tetapi
ia mencegah keempat kiamsu.
"tuan-tuan berempat menggotong apa" " tanyanya.
"orang" " menjawab Kho Kong, yang turut tercegat.
It ceng heran hingga ia terCengang.
"orang" " Tanyanya,
"orang hid up atau orang mati"
"Sudah tentu orang hidup" sahut si anak muda
"Kalau orang hidup, kenapa mesti ditutupi kain hitam" "
Memang disaat itu, Han in dan ciu ceng dikerobongi rapi dengan
kain hitam. "Jikalau saatnya telah tiba, kami akan membuka kerobong ini,"
Kho Kong menjawab "Sebentar tak usahlah taysu berpayah-payah
diri lagi "
It ceng menggelengkan kepala.
"Ketua kami adalah seorang yang mulia," berkata dia. "Benar
tuan-tuan telah mematuhi aturan dan berhasil melintasi pelbagai
rintangan, akan tetapi untuk menjumpai ketua kami, ada batasbatasnya."
"Batas apakah itu" "
"Barang yang dibawa empat orang itu harus ditinggalkan disini,
diluar toa tian" menerangkan sipendeta, suaranya tetap dan pasti.
Kho Kong terbengong mengawasi pendeta itu, sangsi ia
memaksa lewat atau berdiam saja.
Syukur segera terdengar suara Soat Kun "Jikalau kamu tidak
dapat masuk, nah, tunggulah diluar..."
Kho Kong menurut, segera dia mengajak empat orangnya
mundur untuk meletaki kedua tandu, terus mereka duduk
mendeprok. ia menanti tapi ia waspada. Siauw Pek maju sambil
melihat kekiri dan kanan, untuk memperhatikannya.
It Tie tampak duduk agung-agung diatas sebuah kursi yang
terbuat dari kayu cendana. Ia didampingi sejumlah pendeta, yang
semuanya nampak bersemangat. Teranglah mereka itu sebenarnya
bersikap melindungi ketuanya itu.
"Tuan yang mana Kim Too Bengcu" " ketua Siauw Lim Sie itu
bertanya. siauw Pek sudah hendak menjawab kapan ia ingat mungkin Soat
Kun mengandung sesuatu maksud, maka ia menoleh kepada si
nona. ia tidak membuka suara.
Soat Kun bertindak maju, tiba disisi sianak muda, ia berhenti. Ia
lalu berkata dengan tenang "Kim Too Bengcu sudah berada didalam
kuil ini."
"Tuan yang manakah itu" " tanya It Tie, menegaskan-"Silahkan
maju untuk bertemu dengan pinceng"
"Tunggu sebentar, taysu, tak akan terlambat," sahut Soat Kun.
It Tie nampak heran, maka iapun memandang keluar pendopo,
kepada kedua buah gotongan itu. "Mungkinkah ketua kamu
terhalang diluar toa-tian-" tanyanya.
Soat Kun tidak menjawab pertanyaan itu.
Sipendeta batuk-batuk. lalu dia berkata pula: "Andaikata Kim Too
Bengcu tidak ada disini, diantara kalian, tuan tuan, mesti ada
seorang wakilnya" "
Baru sekarang sinona menjawab: "Hongtio hendak menanyakan
apa, silahkan tanya, pasti akan ada yang menjawab."
"Hongtio" ialah panggilan untuk seorang pendeta ketua kuil.
siauw Pek yang berdiam saja, memasang mata berkeliling. la
tidak melihat Ban Liang dan Oey Eng. ia menjadi heran, maka ia
bertanya: "Kami masih mempunyai dua anggota rombongan, yang
menjadi utusan, dimanakah mereka sekarang" "
It Tie menjawab dengan tawar: "Menurut aturan kuil kami, kedua
pesuruh kamu itu telah diundang masuk kedalam Tatmo ih untuk
mereka disuguh teh "
siauw Pek mengangkat kepalanya, memandang It Tie, sinar
matanya segera berubah menjadi tajam sekali, sebab tiba-tiba ia
ingat peristiwa di ciong Gan Hong.
"Taysu, apakah taysu masih ingat akan aku yang rendah" "
tanyanya. It Tie tetap membawa sikap agung-agungannya. Dia
menggelengkan kepala.


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Punco sangat jarang muncul didunia Kang ouw, dari itu sangat
sedikit yang kukenal," sahutnya.
Hati sianak muda terCekat. Katanya pula : "Ketika dipuncak ciong
Gan Hong, walaupun kita bertemu didalam keadaan tergesa-gesa,
tapi aku yang rendah masih ingat baik sekali wajah taysu, tak
mungkin aku keliru mengenali"
"Telah punco terangkan," kata It Tie, tetap tawar, "sangat jarang
punco keluar dari dalam kuil, sedangkan orang-orang Bu Lim, tak
banyak yang punco kenaL Pastilah tuan telah keliru melihat orang"
Siauw Pek berkeras. Katanya: "Mana mungkin aku salah
mengenali ketua Siauw Lim Sie"
It Tie bersikap tenang. Katanya perlahan-"Itulah bukan soal
penting," Ia berdiam sejenak. baru ia melanjutkan: "Menurut aturan kaum
Kang ouw, kamu dari Kim Too Bun, kalau kamu mengirim kartu
mengunjungi gunung kami, mestinya kamu mempunyai urusan yang
hendak dirundingkan dengan punco, oleh karena itu, karena waktu
tak banyak, hingga punco tak dapat lama-lama menemani kamu,
kalau ada bicara, lekaslah utarakan itu"
siauw Pek berpikir: "Dia menyangkal keras tentunya dia telah
pergi ke Heng San secara sembunyi hingga sebagian besar pendeta
pendeta disini tak tahu tentang gerak gerik atau sepak terjangnya
itu." Berpikir demikian, anak muda ini mau bicara lebih jauh, untuk
membeber sepak terjang orang, tapi ia mendengar suara Nona
Hoan. "Taysu, tanya Soat Kun, "didalam satu tahun ini, pernah kah
taysu meninggalkan kuil siauw Lim Sie ini" Taysu pernah merantau
atau tidak" "
It Tie berpikir sedetik, lalu ia berkata. "Jikalau kamu tidak punya
urusan apa apa, punco hendak mengundurkan diri. Segala
pertanyaan tidak beraturan ini, apakah punco diharuskan
menjawabnya."
Nona Hoan berlaku sabar, katanya. "Kami membuat kunjungan
dengan menggunakan aturan, kami menerobos kemari juga dengan
menuruti aturan kuil kamu, maka itu, andaikata hong Thio tidak sudi
menemui kami, toh hong Thio mesti menemuinya juga "
It Tie menoleh kekiri dan kanan, kepada murid muridnya, terus
dia berkata. "Punco sedang repot dengan pekerjaan didalam kuil,
tak ada waktu buat punco bicarakan dari hal yang tidak keruan, jika
tuan-tuan masih hendak bicara, nah bicaralah dengan pemimpin
Tatmo ih kami Punco ingin berlalu lebih dahulu"
Begitu habis berkata, begitu It Tie bang kit, untuk bertindak
memutar tubuh, meninggalkan para tetamunya. "Tunggu" berseru
Soat Kun/ Semua pendeta berubah air mukanya. Mereka tidak senang
mendapatkan tetamu berlaku demikian tak hormat terhadap ketua
mereka. Nona Hoan tidak melihat akan tetapi ia dapat menerka sikap
sekalian pendeta itu. Soat Gie selalu memberi bisikan kepadanya
tentang segala apa yang tampak disekitar mereka. Tanpa
memperdulikan sikap mereka itu ia terus berkata: "Apakah kau ingin
ketahui hal ikhwal Su Hong Taysu, ketua kamu yang dahulu" "
Suara itu tinggi dan tegas nyata.
JILID 34 Mendengar suara itu, paras semua pendeta berubah pula. Hanya
kali ini bukan disebabkan hati yang panas, cuma heran.
It Tie berhenti bertindak, ia menoleh dengan pertahan-Tapi dia
lalu berkata. "Ketua kami yang dahulu itu telah meninggal dunia
pada sepuluh tahun yang lalu."
"Apakah kamu pernah mencari tahu sebab musabab dari
kematiannya itu" " tanya sinona pula, suaranya tetap terang jelas.
It Tie berkata^ "Sebab musabab itu kami dari pihak Siauw Lim
Sie telah menyelidiki dengan seksama, kami tahu bahwa ketua kami
itu telah mati teraniaya oleh coh Kam Pek suami istri dari Pek Ho
Bun, maka juga kemudian sembilan partai besar sudah bekerja
sama dengan empat bun, tiga hwee dan dua pang pergi mengurung
dan mengepung Pek Ho Po guna membalas sakit hati ketua kami
itu" Darah Siauw Pek bergolak^ hatinya berguncang keras, hampir
dia menghunus pedangnya untuk menyerbu, tapi karena khawatir
rencana Soat Kun gagal, sebisa bisa ia menguasai dirinya. Lain dari
biasanya, Soat Kun tertawa.
"HongThio, pernahkah hongThio membuat penyelidikan kalaukalau
ketua kamu yang dahulu itu benar-benar telah menutup mata"
ia tanya. "Itulah urusan yang semua orang gagah dikolong langit
mengatahuinya" menjawab it Tie. "Mustahil ada orang yang
memalsukannya" "
"Apakah ada saksi yang melihat mata kepala sendiri ketika ketua
kamu itu mati" "
"Itulah peristiwa yang menggemparkan dunia Kang ouw Didalam
dunia Rimba Persilatan, siapa yang tidak tahu" Selain dari ketua
kami itu juga masih ada ketua ketua dari Bu Tong, Ngo Bie dan
Khong Tong Pay yang terbinasakan dalam waktu yang
bersamaan..." Nona Hoan tertawa pula, kali ini dengan nada dingin.
"Taysu tidakkah taysu merasa bahwa keterangan ini terlalu jelas"
" tanyanya^
"Nona menanyakan, maka itu punco bicara dengan jelas sekali,"
sahut It Tie. "Bukankah itu disebabkan sebagai pencuri kau sudah ketakutan
tidak karuan" " Tajam bagaikan tusukan pedang adalah kata kata
yang berupa pertanyaan itu.
Ketika itu puluhan pasang mata yang bersinar tajam diarahkan
semua kepada Nona IHoan yang mukanya tertutup cala, hingga
wajahnya tak nampak jelas. It Tie mencoba menenangkan hatinya.
"Siecu, apakah artinya kata-kata mu ini" " dia bertanya sabar.
"Aku cuma bertanya sambil lalu saja," sahut sinona. "Jikalau
didalam hati taysu tidak ada hantunya, tak usahlah taysu menjadi
sangat tegang begini"
"Punco sangat tenang" berkata pendeta itu.
"Tentu saja hatimu tenang" berkata sinona, sabar. "Jikalau Su
Hong Taysu tidak menutup mata, mana dapat kau menyambungi
menjadi ketua" "
Mendengar cara bicara sinona, Siauw Pek kagum sekali. Katanya
didalam hatinya^ "Sinona kagum sekali, lidahnya tajam bagaikan
pisau. Setiap kata katanya itu membuat orang merasa hatinya
tertikam" It Tie sudah memutar pula tubuhnya, untuk berlalu, tapi dia
berdiam pula. Bahkan dengan perlahan dia duduk kembali dikursi
kebesarannya itu.
"Nampaknya siecu" katanya sabar, "kau datang kemari kekuilku,
sengaja untuk membUat Sukar pada punco"
Soat Kun tidak menjawab, sebaliknya ia bertanya: "Eh, mengapa
tidak masuk kedalam" "
"Hebat kata-kata mu siecu. Sayang jikalau punco tidak
mendengarnya sampai habis" sahut sipendeta, yang mencoba
berlaku sabar. "Mungkin bukanlah itu sebabnya..."
"coba bilang, siecu, apakah sebabnya itu" "
"HongThio khawatir, seberlalunya hongThio, pendeta pendetamu
ini akan percaya kata2ku"
Paras It Tie pucat.
"Aku mengira siecu masih mempunyai kata-kata apalagi yang
luar biasa yang mengejutkan hati, kiranya cuma sebegini. Sudah
punco tidak mau mendengarnya lebih jauh"
"Jika hongThio tidak suka mendengar, silahkanlah mengundurkan
diri" sinona mempersilahkan.
Mendadak It Tie tertawa dingin-"siauw Lim Sie ini tempat
apakah" " tanyanya. "Mana dapat siecu dibiarkan berlaku kurang
ajar dan menjual lagak disini" "
Nona Hoan tidak jeri.
"Apakah taysu hendak menitahkan orang orang mu membunuh
aku guna membungkam mulutku" "
ia bertanya. "Biasanya Siauw Lim Sie memperlakukan orang dengan baik-baik.
Tapi nona bicara sangat sembarang, ngoceh saja, walaupun itu
dapat menyebabkan orang tertawa saking jenakanya tetapi jikalau
punco diam saja, bukankah kami bakal ditertawakan semua orang
gagah dikolong langit ini" "
"cara bagaimana taysu berani menganggap bicaraku sembarang,
cuma ocehan saja" "
"Siecu mengatakan dari hal yang membuat orang terkejut, tetapi
dapatkah nona memberikan satu atau dua buktinya" Bukti yang
menyatakan bahwa kata katamu tidak salah"
"Jikalau aku tidak punya buktinya cara bagaimana aku berani
sembarang bicara dihadapan begini banyak pendeta-pendeta dari
Siauw Lim Sie" " Tenang sikap si nona tapi kata-katanya tetap
kokoh. Hati It Tie melonjak. dia merasa sangat tegang sendirinya.
Didepan para muridnya, sebisa-bisa dia menenangkan dirinya.
"Siecu ada mempunyai bukti apakah" " ia bertanya. "Kenapa
nona tidak mau menunjukkan bukti itu supaya punco melihatnya" "
"Sudah pastikah taysu ingin melihat bukti itu" "
"Jikalau punco tidak memeriksa bukti itu, bukankah punco bakal
ditertawakan orang" "
sekonyong-konyong sikap Soat Kun menjadi sungguh sungguh,
bahkan keren- "Taysu, cobalah kaU pikir pikir" katanya dingin, "apakah benar
benar taysu ingin melihat bukti itu" "
"Janganlah kau main gila, siecu" berkata sipendeta. "Jikalau kau
mempunyai bukti, silahkan lekaS tunjukkan, Atau punco akan tak
Sudi melihatmu lagi"
Soat Kun menerima baik tantangan itu.
"Baiklah" katanya. "Taysu memaksa ingin melihat bukti, akan aku
berikan Sekarang taysu terima baik dahulu satu soal lagi"
"Apakah itu" "
"Silahkan taysu segera mengundang semua tiangloo dari kuil ini,
untuk mereka berkumpul dipendopo Tay Hiong Po tian ini segera
aku akan keluarkan bukti untuk dilihat beramai ramai. Buktiku itu
ialah halnya Su Hong Taysu masih berada didalam dunia ini"
Kembali paras It Tie menjadi pucat.
"Kenapa siecu baru memperlihatkan bukti itu sesudah
dihimpunkannya semua tiangloo di sini" " tanyanya.
Dengan tiangloo diartikan pendeta-pendeta tua dan bertingkat
tinggi dari Siauw Lim Sie sekalian tertuanya.
Hoan Soat Kun menjawab dengan keterangannya^ "Para
tiangloo itu adalah para pendeta yang berusia tinggi, yang semua
orang penting dan bijaksana dari siauw Lim Sie. Dihadapan mereka
itu aku akan perlihatkan bukti, lalu mereka akan menjadi saksi saksi.
Jikalau bukti itu bukti benar, walaupun taysu hendak menutupinya,
pasti taysu tidak mampu. Yang dikuatirkan ialah taysu tidak berani
memanggil kumpul mereka, semua tiangloo"
Hati It tie ciut, dia menyesal bukan main. Kata kata si nona
merupakan serangan yang tak dapat ditangkis atau dielak. Pikirnya
"Seharusnya dari siang aku menitahkanpara huhoat membinasakan
budak perempuan ini Sekarang sudah terlambat, tak dapat aku
berbuat demikian-.. Baiklah, akan aku lihat gelagat guna bertindak
terlebih jauh"
Maka dia berkata, "Sekarang didalam Tay IHiong Potian ini telah
berkumpul para ketua pelbagai bahagian partai kami, nona masih
menghendaki hadirnya para tiangloo, tidakkah itu berarti soal kecil
yang diperbesar" "
"Apakah didalam sini ada yang terhitung tiangloo kamu" " si nona
tanya. It Tie terdesak kepojok. Dia menjadi gusar.
"Nona, kau terlalu melit, jangan heran kalau aku berbuat kurang
ajar terhadapmu" katanya bengis. Lalu dia menoleh kepada pendeta
pendeta usia pertengahan dikedua sisinya, untuk memberiperintah^
"Lekas tangkap dia"
soat Kun segera berkata dingin. "Bagaimana eh" Apakah taysu
sudah tak dapat menguasai dirimu lagi" "
Ketika itu dua orang pendeta dikiri kanan it Tie sudah berlompat
maju, untuk maju lebih jauh kepada nona Hoan. Siauw Pek segera
menghunus pedangnya.
"Berhenti" bentaknya bengis.
Kedua pendeta itu tidak menghiraukan, mereka maju terus.
Mereka mencoba menolak orang yang menghadang itu.
Siauw Pek tidak mundur, sebaliknya dia terus menikam pendeta
yang disebelah kiri, sedangkan dengan tangan yang lainnya, yang
kosong, ia meninju pendeta yang sebelah kanan. Pendeta yang
ditikam itu menangkis dengan kebutan lengan jubahnya. "Minggir"
dia berseru. Kebutan ujung jubah itu keras sekali.
"Tidak" jawab Siauw Pek. Ia membabat mengutungi ujung baju
sipendeta. Dia ini kaget dan berlompat mundur.
Pendeta yang disebelah kanan cerdik, dia berkelit. Maka dia
bebas dari jotosan hebat.
Dengan satu gerakannya ini maka berhasilnya si anak muda
menghadang, mencegah kedua pendeta itu melaksanakan perintah
It Tie. soat Kun menggunakan kesempatan itu akan berkata nyaring:
"Para suhu kami datang ke Siauw Lim Sie bukan untuk menyerbu,
tidak ada niat kami untuk menempur partai kamu "
"Suhu" ialah "guru" tapi disini digunakan sebagai panggilan
"bapak guru" kepada sekalian pendeta dari kuil Siauw Lim Sie itu.
Selagi para pendeta berdiam itu, It Tie melihat berkeliling. Ia
tidak menghiraukan kata kata si nona. Ia hanya bertanya^
"Manakah para huhoat kita" "
"Tee cu disini" terdengar jawaban yang dalam dan keren-Lalu
muncullah empat orang pendeta yang mengenakan jubah yang
bersulamkan rembulan dan matahari, yang semua membekal golok.
Semua mereka dari usia pertengahan. Dengan perlahan mereka
bertindak maju.
"Hu hoat" ialah pelindung hukum.
It Tie segera mengeluarkan perintahnya lagi. "Usir mereka keluar
dari pendopo ini Lalu bekuk mereka semua dan bawa kependopo
Kay Sie Ih untuk menantikan keputusan hukum."
Keempat pendeta itu menyahut, untuk mentaati perintah, setelah
itu mereka menghampiri Nona Hoan.
Didalam satu kelebatan, Siauw Pek menyapu dengan sinar
matanya kepada semua pendeta didalam pendopo itu, maka ia
melihat cuma empat pendeta ini yang bersenjatakan golok. Ia
heran, maka ia pikir. "Mereka itu dapat membawa senjata, kalau
bukan kedudukannya tinggi, tentulah ilmu silatnya lihay melebihi
yang lain lainnya. Tak boleh aku memandang ringan pada mereka."
Maka ia mengibaskan pedangnya, untuk maju menghadang. Ia
pun terus berkata. "Para suhu, jikalau kamu sanggup menangkan
pedangku ini, baru kamU bisa mengusir kami keluar dari pendopo
ini" Keempat pendeta itu tidak menjawab^ mereka maju terus,
dengan perlahan, hanya sekarang golok mereka disiapkan, diangkat


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tinggi-tinggi. Siauw Pek memasang mata. Ia menerka orang tentu pandai
menyerang secara bersatu padu.
Kembali terdengar suara keren bengis dari It Tie Taysu. "Siapa
menerobos masuk ke dalam kuil kita dan berani kurang ajar. jikalau
dia tak dapat ditangkap hidup, mau tak mau dia harus dibunuh
mati" Itulah perintah tak langsung Sampai disitu, sambil menyahut
mengiyakan maka majulah keempat pendeta, menyerang dengan
berbareng pada si anak muda. Mereka menyerang dari keempat
penjuru. Siauw Pek memperdengarkan siulannya, pedangnya segera
diputar, maka dengan begitu berhasillah ia menangkis keempat
golok lawan. Itulah tipu silat "Jit Goat Lun coan", atau "Matahari dan
rembulan berputaran".
Semua pendeta terCengang menyaksikan keempat huhoat
mental semuanya. Hebat tangkisan si anak muda. Suara beradunya
senjata juta memekakkan telinga.
"Tahan dulu" tiba tiba terdengar satu suara Cegahan, yang
didahului puji.
"Amidha Budha" Suara itu tak keras tapi mendengung ditelinga.
Mendengar suara itu, keempat pendeta itu segera melompat
mundur sambil menarik kembali senjata masing-masing.
Siauw Pek berpaling dengan cepat. Maka ia melihat munculnya
seorang pendeta tua muka siapa bagaikan rembulan tua, alisnya
melengkungi matanya, jubahnya warna abu abu, kakinya
terbungkus sepatu rumput. Dan teranglah dia seorang yang baru
habis melakukan satu perjalanan jauh. Dia memperdengarkan
suaranya dari muka pintu toa tian dimana dia berdiri lurus, matanya
memandang ke dalam ruang.
"Susiok pulang " seru It Tie setelah dia mengawasi si pendeta.
"Susiok" ialah pa man guru.
Melihat pendeta itu Siauw Pek heran hingga hampir
mengeluarkan seruan tertahan-Sebab ia mengenali Su Kay Taysu,
Pendeta Siauw Lim Sie yang ia kenal, bahkan yang pernah
menolongnya dipuncak clong Gan Hong.
Ia mengawasi sejenak. lalu Su Kay Taysu berkata. "Loolap sudah
menjelajah laksaan lie jauhnya, telah banyak yang loolap lihat dan
dengar. diantaranya ada beberapa perkara besar maka itu sekarang
loolap pulang untuk melaporkan kepada ciangbun hongThio, karena
itu adalah keharusan saking pentingnya."
It Tie tampak bersungguh sungguh ketika ia menjawab paman
guru itu dengan kata katanya "susiok telah melakukan perjalanan
begitu jauh pasti susiok sangat lelah, karena itu baiklah susiok
beristirahat dahulu, ada urusan apa juga , dapat itu dibicarakan
besok..." Su Kay memandang kepada coh Siauw Pek segera dia berkata
pula. "Soal yang loolap hendak bicarakan ada hubungannya dengan
siecu itu" Paras It Tie berubah. Agaknya dia terkejut.
"Apakah susiok kenal mereka ini" " tanyanya "kenapa urusan ada
sangkut pautnya dengan mereka" "
Su Kay menundukkan kepala. "Loolap tidak...," sahutnya.
ooooooo Tapi It Tie memotong. "Jikalau tidak kenal tak usah susiok
memohonkan sesuatu untuk mereka."
Menyusul kata kata ketua itu, dimuka pintu muncul su Lut Taysu,
sembari merangkap kedua belah tangannya, ia berkata. "Loolap
tidak sanggup mencegah masuknya orang orang ini, buat itu loolap
mohon maaf dari ciangbun hongThio..."
Habis berkata pendeta tua itu bertindak masuk. Ia dari golongan
"Su" maka itu, iapun pernah susiok, paman guru dari si ketua.
"Menang atau kalah adalah hal biasa," berkata sang ketua
"karena itu tak usahlah susiok pikirkan, susiok tidak bersalah. Disini
sudsah tidak ada urusan lagi, tak berani aku mengabaikan lagi
kepada susiok. silahkan masuk ke dalam untuk beristirahat"
Su Lut tidak segera mengundurkan diri. "Masih ada yang hendak
loolap laporkan."
"Silahkan bicara, susiok "
Su Lut lalu berkata. "Kematian Su Hong Heng, tanpa kecuali
diantara kita tak ada yang tak menyedihkannya dengan sangat,
walaupun hongThio telah mencari tahu peristiwa kematiannya itu
dan telah mendapatkan juga siapa pembunuhnya, masih ada
sesuatu yang mencurigakan. Kecurigaan ini timbul terutama karena
hasil pertempuran loolap dengan coh Kam Pek dari Pek Ho Po pada
dahulu hari itu. Menurut pendapatku terang sekali Coh Kam Pek
bukanlah lawan setimpal dari Su Hong Suheng. Karena itu loolap
meragukan Coh Kam Pek sebagai sipembunuh. Inipun bukan
kecurigaan loolap sendiri, tapi juga dari semua tianglo dan murid
lainnya dari kuil kota ini..."
Tanpa menanti orang menghentikan kata-katanya itu, It Tie
Taysu sudah memotong. "Itulah peristiwa yang sudah diketahui dan
diakui oleh khalayak ramai. Disaat ini susiok menimbulkan pula soal
itu, apakah maksud yang dikandung susiok" "
Su Lut memanggil "suheng" kakak seperguruan, kepada Su
Hong, yang menjadi ketuanya, karena ia merasa lebih akrab dengan
sebutan itu. Atas kata2 ketuanya itu, berkata pula. "Seperti telah
loolap katakan tadi, didalam ilmu silat, Coh Kam Pek bukanlah lawan
dari suheng karena itu loolap khawatir dibelakang tirai ada orang
yang menjadi biang keladi. Karena itu justru siecu ini datang dengan
membawa saksinya. kenapa ia tak dibiarkan mengajukan saksi itu
untuk kita lihat siapakah dia adanya" "
"Kecuali almarhum ketua kita itu hidup pula," berkata It Tie,
sungguh-sungguh, "supaya ia yang menjelaskan duduk perkaranya,
aku khawatir sulitlah untuk mencari bukti lain lagi"
"Tapi," Su Lut mendesak. "bukankah tak ada halangannya untuk
melihat saksinya ini" "
"Bagaimana andaikata dia mempermainkan kita" " It Tie
bertanya. Dengan dia, ia maksudkan Nona Hoan-
"Kita berada didalam kuil kita, pasti dia tak akan berani
mempermainkan kita" berkata Su Lut. "Jikalau benar dia main gila,
loolap akan membekuknya hidup hidup supaya hongThio
menghukumnya"
Ketua itu tertawa dingin. Dia mengejek.
"Mencegah mereka meerobos masuk saja kau tidak mampu, apa
pula untuk menawannya hidup hidup" " katanya. "Bukankah itu
berbau rada mulut besar"
Mendengar demikian, Su Kay campur bicara, katanya: "Jikalau
beberapa siecu ini benar benar mempermainkan kita, loolap
bersama Su Lut Sutee akan menawannya kami berjanji akan
membekuk mereka semua "
Soat Kun, yang membungkam sejak tadi, menyela: "Jikalau satu
orang didalam dirinya ada hantunya, sudah wajar dia takut
menghadapi langit dan matahari. Dia takut akan keadaan yang
sebenarnya " It Tie menjadi gusar.
"Siecu bicara sembarangan saja" bentaknya "Siapakah yang siecu
maksudkan" "
"Aku maksudkan ketua siauw Lim Sie yang sekarang ini" Soat
Kun menjawab terang dan jelas, suaranya nyaring dan tegas.
Paras ketua Siauw Lim Sie itu berubah menjadi merah padam,
tetapi dia tertawa dingin dan berkata: "Siauw Lim Sie kami
semenjak beberapa ratus tahun belum pernah ada yang berani
menghina secara begini. oh, kamu berani begini kurang ajar" " Dia
memandang para pendeta dan menambahkan dengan seruannya^
"Tangkap dia "
Keempat huhoat Kay Sie Ih segera maju untuk mentaati perintah
itu, mereka melompat kearah Soat Kun.
Menyaksikan demikian, dengan pedangnya Siauw Pak maju
menghadang. Soat Gie memegang erat tangan kakaknya. ia memberi bisikan
segala apa yang ia saksikan-Maka juga , walaupun dia tidak dapat
melihat, Nona Hoan tahu segala sesuatu.
Thio Giok Yauw bersiap sedia sambil memasang mata tajam. ia
khawatir Siauw Pek tak sanggup melayani keempat pendeta yang
lihay itu Kecuali pedang ditangan kanannya, tangan kirinya sudah
menggenggam jarum beracunnya, sedia untuk ditimpukkan
selekasnya sianak muda terancam bahaya.
Siauw Pek bersilat dengan sungguh sungguh, belum sepuluh
jurus dia sudah berhasil mengurung keempat lawannya dengan
sinar pedangnya Su Kay bersama Su Lut berdiri tegak dimUka pintu
pendopo besar itu, dengan berdiam mulut dantubuh, mereka
menonton dengan penuh perhatian.
Para pendeta lainnya berdiri dengan hati heran dan tegang.
Heran sebab keempat huhoat itu, yang mereka tahu kelihayannya,
tidak berdaya menghadapi siorang muda yang hanya sendirian itu,
bahkan merekalah yang dikurung sinar pedang.
Soat Kun menantikan beberapa lama, baru dia membuka
suaranya yang nyaring: "Para suhu jikalau kamu ingin mengetahui
keadaan yang sebenarnya dari kematian ketua kamu yang dahulu
itu, silahkan segera menghentikan pertempuran ini"
orang-orang yang mengadu kepandaian itu mendengar seruan si
nona, dengan serempak mereka sama sama melompat mundur.
"Hai, siapakah yang menyuruh kamu berhenti" " tegur It Tie
kepada empat orangnya, suaranya dingin sekali.
Keempat huhoat itu melongo, lalu mereka saling mengawasi,
kemudian dengan menggerakkan golok mereka, mereka maju pula
kearah sianak muda.
"Tahan" berseru Su Kay Taysu, yang mendadak bertindak maju.
Pendeta tua ini termasuk golongan tiangloo yang dihormati,
diapun salah satu tiangloo yang dijunjung tinggi, mendengar suara
orang itu, keempat huhoat menghentikan majunya, lekas-lekas
mereka mundur kembali. Dengan mata tajam It Tie mengawasi Su
Kay. "Apakah maksud susiok maka susiok mencegah keempat huhoat"
" tanyanya, suaranya tawar.
su Kay merangkapkan kedua tangannya di depan dadanya, ia
menjura kepada ketua nyaitu. "Loolap hendak menyampaikan
sesuatu kepada ciangbun hongtio," sahutnya.
It Tie menahan hati, walaupun ia menjadi ketua, tapi Su Kay
adalah pendeta yang tingkat kedudukannya lebih tinggi dan dia
dihormati seluruh penghuni kuil.
"Ada apa, susiok" " tanyanya. "Lekas susiok bicara "
"Memang urusan kematian Su Hong suheng ada bagiannya yang
sulit dimengerti dan dipecahkannya" sahutnya.
It Tie, berkata dingin: "Pembunuh ketua kita itu telah
dibinasakan oleh wakil dari delapan belas partai, bahkan seluruh
keluarganya di Pek Ho Po telah ditumpas pula, dengan begitu
bukankah peristiwa telah selesai" Apakah susiok tidak tahu semua
itu" "
"Tentu sekali loolap telah ketahui semua itu," menjawab Su Kay,
"hanya soal masih membuat hatiku kurang tenang. Perasaan ini
juga terdapat pada semua tiangloo. Yang mencurigakan ialah
kenyataan bahwa Coh Kam Pek bukanlah lawan dari Su Hong
suheng Memang Coh Kam Pek mempunyai nama tersohor tetapi
dalam ilmu silat dia tak seimbang dengan kepandaian suheng kami
itu..." "Bagaimanakah pendapat susiok" "
"Pendapatku dan para tiangloo ialah sebelum kami ketahui duduk
hal yang sebenarnya belumlah hati kami tenang."
"Jadi susiok sekalian menganggap ketua kita itu bukan
dibinasakan oleh Coh Kam Pek" "
"Mungkin Coh Kam Pek turut mengambil bagian, tetapi dia
bukanlah si pembunuh"
"Sipembunuh telah dibinasakan, perkara sudah selesai, mengapa
susiok beranggapan begini pasti" Dapatkah susiok menunjukkan
kalau benar ada sipembunuh lainnya" "
"Maka itu loolap setuju memberikan kesempatan kepada siecu ini
guna dia menunjukkan saksi atau bukti dari kata katanya itu, Jikalau
dia cuma mengaco belo, loolap akan membekuknya untuk
diserahkan kepada hongtio biar hongtio menghukumnya "
Tanpa diminta, para pendeta memperdengarkan suaranya^ "Su
Kay susiok benar, harap ciangbun hongThio menerima baik
permintaannya itu "
Hati It Tie gentar. Tak berani ia menentang semua pendeta
bawahannya itu ia khawatir nanti dicurigai kalau ia terus berkepala
batu. Maka ia lalu mengawasi Soat Kun dan berkata dengan bengis:
"Aku beri waktu sehirupan teh kepadamu. Jikalau kau tak dapat
memberi butki yang memuaskan aku, jangan kau menyalahkan aku,
apa bila aku berlaku tidak hormat terhadapmu "
"Hanya, taysu, kalau sebentar aku mengajukan saksiku itu, taysu
nanti kaget dan ketakutan sekali" berkata sinona sabar.
It Tie merasa hatinya nyeri. Kata-kata sinona bagaikan
menikamnya hebat sekali.
Sebelum ketuanya menjawab, Su Kay mendahuluinya. Katanya
keras kepada si nona. "Siecu jangan siecu mengandalkan saja
lidahmu yang tajam bagaikan pisau. Ingatlah, jikalau kau tidak
sanggup menunjukkan bukti ada kemungkinan besar kamu semua
sangat sukar bisa keluar dari kuil kami ini "
Meskipun dia berkata demikian, toh Su Kay menoleh kepada
Siauw Pek dan mengangguk dengan perlahan-
"Buktinya ada disisiku dan segera dapat aku ajukan," berkata
nona Hoan, "cuma sebelum aku menunjukkannya, aku ingin bicara
dahulu. Dapatkah aku mengutarakannya" " Su Kay menjura.
"Bicaralah" katanya. Ia melancangi ketuanya.
"Bila sebentar aku mengajukan bukti, atau saksiku itu," berkata si
nona, "pastilah ketua kamu bakal bangkit hawa amarahnya, dan itu
sungguh berbahaya. Bagaimana kalau ketuamu gusar dan dia
mengeluarkan perintah supaya taysu semua mengepung kami"
Kami tahu baik sekali kekuasaan ketua kamu, titahnya adalah
seumpama gunung beratnya. Apabila itu sampai terjadi, bukankah
kami seperti main api untuk membakar diri" Bukankah itu berarti
mencari penyakit sendiri" "
"Dalam hal itu, baik siecu menenangkan diri," berkata Su Kay.
"Loolap akan tanggung jawab terhadap kamu"
"Taysu, apakah kedudukan taysu maka taysu berani bicara besar
begini" " si nona tanya.
"Loolap menjadi salah satu paman guru dari ciangbun hongThio
kami" "Dan Su Hong Taysu yang telah mati itu, ada hubungan apakah
taysu dengannya" "
"Dialah suheng kami yang juga menjadi ketua kami semua"
"Baik" berkata si nona. "Sekarang silahkan suruh pendeta yang
menjaga pintu itu mengijinkan orang kami membawa masuk kedua
gotongannya "
"Apakah yang digotong itu" " bertanya Su Kay.
"Bukti" sahut si nona, singkat.
su Kay tercengang.
Tapi... "Kamu bawalah masuk" akhirnya ia berikan perintahnya.
Kho Kong menyahuti, terus ia memerintahkan empat ang ie
kiamsu menggotong tandunya, untuk dibawa masuk kedalam taa


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

can- "Siecu menghendaki apa lagi" " Su Kay tanya si nona.
"Masih ada satu hal untuk mana kami minta keputusan taysu"
"Katakan saja, siecu"
Terus menerus susiok ini melancangi ketuanya. "Didalam
rombongan Kim Too Bun kami ada dua orang anggota yang tadi
ditugaskan menghaturkan kartu nama," kata sinona. "Ia telah
masuk kedalam sini, tapi sekarang mereka entah ada di mana."
"Mereka sekarang berada dibelakang tengah menerima
pelayanan kami," berkata seorang pendeta yang berjubah merah,
yang sejak tadi berdiri dibelakang It Tie Taysu. Dialah orang yang
bertubuh gemuk.
"Walaupun sekarang ada Su Kay Taysu yang bertanggung
jawab," berkata sinona, yang sangat teliti, "kami masih
menghendaki kedua orang kami itu kembali kedalam rombongan
kami ini. Kalau sebentar setelah kami menunjukkan bukti lalu terbit
gelombang, bagaimanakah" Bukankah jumlah kami jadi tak
lengkap" Maka itu, dapatkah permintaan kami ini diterima baik" "
Pendeta gemuk itu memandang It Tie, sang ketua, terus ia
menjawab. "Boleh" Lalu dia mengangkat sebelah tangannya, untuk
diulap ulapkan kearah luar pendopo.
Didalam waktu yang pendek maka muncullah dua orang pendeta
yang mengiringi Ban Liang dan Oey Eng. Semua pendeta didalam
pendopo mengawasi dengan seksama.
Semasuknya kedalam pendopo, Ban Liang menyapu dengan
matanya kesegala penjuru, habis itu ia menghampiri gotongan,
untuk memernahkan diri di sisi Han In Taysu.
"Siecu" tanya Su Kay, "masih ada cara apa lagi dari siecu untuk
memperlambat waktu" "
Soat Kun tidak menjawab pendeta itu, hanya dia berkata pada
rombongannya sendiri: "Silahkan mengundang Han In Taysu"
Han In menjadi ketua yang terdahulu dari Ngo Bie Pay. Walau dia
menemui kecelakaan sudah belasan tahun yang lampau, namanya
masih belum dilupakan orang, terutama di dalam kalangan Siauw
Lim pay, para pendeta mengetahuinya dengan baik. Maka itu, ketika
nama itu disebut si nona, semua orang Siauw Lim Sie itu menjadi
heran, dan tercengang Kho Kong segera memberikan jawabannya
karena ia mengerti kata si nona ditujukan padanya. cepat ia
menyingkap kain hitam yang dipakai menutupi joli yang diduduki si
ketua yang malang nasibnya itu karena dia mesti menjadi seorang
berCaCad hebat.
Selekas kain berkerudung disingkap maka semua pendeta Siauw
Lim Sie melihat di atas gotongan itu duduk bercokol seorang
berpakaian serba hitam, yang kedua kakinya buntung dan wajahnya
rusak. It Tie terkejut sekali ketika dia mendengar disebutnya nama Han
in Taysu diam diam dia mengerahkan tenaga di tangannya,
sedangkan matanya mengawasi dengan tajam kearah gotongan-Dia
telah memikirkan, asal orang itu benar ketua Ngo Bie Pay, dia
hendak segera menghajar mampus, agar pendeta itu tak sempat
berbicara Jika tidak. sulit baginya untuk mengendalikan semua anggota
siauw Lim Sie. Dia telah pikir juga, sematinya Han in, baru dia akan
melayani Soat Kun-
Dia berani berpikir begitu sebab dia tahu, separuh dari pendeta
pendeta Siauw Lim itu adalah orang orang keperCayaannya.
Segera setelah Han in muncul, It Tie tertawa dingin, karena
hatinya lega. Dia tidak mengenali ketua Ngo Bie Pay itu. Dengan
nada mengejek dia tanya nona Hoan^ "Siecu, dari manakah
memperoleh manusia ajaib yang rupanya tak karuan ini" Siecu
menyebutnya sebagai Han in Taysu Siapakah juga percaya"
PertunjUkanmu ini sangat jenaka"
Banyak pendeta, yang mengenal macam Han Inpun pada
tertawa. Mereka tak mengenali pendeta tua itu.
Soat Kun tidak gusar atau bingung karena ejekan itu, dengan
sabar dia berkata^ "Para suhu, aku percaya, diantara kamu, mesti
ada banyak yang pernah melihat Han In Taysu Silahkan kamu
mengenalinya"
It Tie berkata dingin: "Siecu, diantara kami ada seratus orang
yang kenal Han in Taysu, hanya pertunjukanmu ini menunjukkan
kau sangat tak memandang mata kepada kami dari Siauw Lim Sie"
"Taysu, aku begini sabar, aku kagum sekali" berkata si nona
tetap tenang. "Tapi baiklah taysu, atau para suhu lainnya, mengerti.
Jikalau aku hendak mengajukan orang yang wajah dan potongan
tubuhnya mirip sekali, sebab walaupun aku sangat bodoh, tidak
nanti aku mengajak orang yang cacat begini rupa. Wajah orang ini
telah dirusak seperti juga kedua kakinya sudah dikutungkan hingga
sukar buat orang mengenalinya..."
"Bicaramu beralasan, siecu" berkata sejumlah pendeta. It Tie
tertawa berkakak.
"Sungguh kata kata yang bagus untuk mempengaruhi orang"
katanya. "Siecu, kepandaianmu berlagak membuat punco sangat
kagum" Soat Kun tetap tidak menghiraukan ejekan-Ia tak gusar. Sama
tenangnya seperti semula, ia kata^ "Sekalipun seorang yang pintar
sekali didalam seribu, satu kali mesti dia berbuat keliru. Taysu mati
matian ngotot berbantah denganku, mengatakan bahwa orang ini
bukanlah Han In Taysu, ketua terdahulu dari Ngo Bie Pay, apakah
maksud yang terkandung didalam hati taysu" Mustahilkah, kalau
suhu ini benar Han in Taysu, lalu terhadapmu bakal terjadi sesuatu
yang merugikan atau membahayakan kedudukanmu dan dirimu
pribadi" "
Itulah kata kata tajam yang sangat menikam si ketua partai.
Dilain pihak. kata kata itu menambah kepercayaan para pendeta
terhadapsi nona.
Sekejap. wajah It Tie menandakan dia terkejut dan khawatir,
hanya dilain detik, dia sudah tenang kembali. Dia bersikap sangat
sabar. "siecu," katanya, "adakah maksud siecu datang kemari untuk
mengadu dombakan kami semua" Adakah sengaja engkau mau
memecah belah Siauw Lim Sie" "
"Tidak. taysu, itulah bukan maksudku," sahut si nona. "Kalau
memang dihati taysu ada setan penggodanya, mengapa taysu tidak
mau menyingkirkannya" Itulah mudah Taysu coba saja
menjernihkan urusan ini " Kembali It Tie kaget didalam hatinya.
"Liehay budak ini" pikirnya. Lalu ia berkata^ "Siecu, apakah yang
hendak siecu katakan" Silahkan Untuk kebersihan diri, suka aku
mendengarnya " Soat Kun juga mengagumi si pendeta.
"Heran dia tak dapat dibuat murka Inilah menandakan halnya dia
sangat licik dan berbahaya " Maka ia berkata: "Taysu, sikapmu ini
menyatakan kecerdasanmu"
It Tie batuk batuk. Itulah caranya baginya untuk membungkam,
agar ia tidak sembarang mengucap.
soat Kun tidak mendengar si pendeta menimpali, ia
menyambungi^ "Sekarang ini soal yang didepan mata harus
diselesaikan yaitu soalnya Han in Taysu ini, dia benar ketua dari Ngo
Bie Pay atau bukan "
"Benar" berkata sejumlah pendeta, yang menaruh perhatian
besar atas soal itu. "Bagaimanakah caranya siecu hendak
memastikan bahwa dialah Han in Taysu" "
"Didalam hal ini hendak aku mohon bantuan para suhu juga Nah,
diantara suhu sekalian, Siapakah yang mengenal Han in Taysu
dengan baik" "
"Pinceng kenal baik Han In Taysu" menjawab dua orang pendeta.
"Bagus Silahkan suhu berdua menghampirinya" Kedua orang
pendeta itu bertindak maju.
Siauw Pek memasang mata. Ia mengenali Su Lut Taysu dan It
ceng Taysu. soat Kun berkata sabar kepada kedua pendeta itu "Jiewi
mengenal baik Han In Taysu, mungkin dari suara atau lagu suara
taysu itujie-wi akan mengenalinya."
"Semenjak peristiwa dipuncak Yan In Hong itu, sudah belasan
tahun pinceng tidak pernah bertemu Han In Taysu," berkata Su Lut,
menjawab si nona, "karena itu pinceng tidak merasa pasti bahwa
pinceng akan mengenalinya atau tidak..."
"Pinceng pernah turut suhu ke Ngo Bie San dan tinggal disana
lama sekali." berkata It ceng menggantikan Su Lut Taysu. "Pernah
pinceng mendengar suhu bersama Han In Taysu merundingkan soal
agama. Karena itu pinceng percaya akan masih mengenali
suaranya."
"Aku mohon tanya, siapakah suhu taysu itu" " Nona Hona
bertanya, hormat.
"Suhu ialah Su Hong taysu ketua terdahulu dari siauw Lim Sie
kami, yang telah mengalami bencana hebat dipuncak Yan In Hong
itu." It ceng menjelaskan.
"Bahwa gurumu suka mengajakmu berkunjung ke Ngo Bie San,
itulah bukti bahwa ia baik sekali terhadap suhu." si nona berkata
pula. Terhadap kedua pendeta ini, Soat Kun bersikap manis, sedang
suaranya tetap merdu.
It ceng mengerutkan kening.
"Budi suhu laksana gunung beratnya."
"Sungguh budi berat bagaikan gunung" Si nona mengulangi.
"oleh karena guru taysu itu telah melepas budi demikian besar
kepada taysu, sudah selayaknya apa bila taysu mencoba membalas
budinya itu."
It ceng menganggut. Tak tahu ia bagaimana harus menjawab.
Kali ini Soat Kun berkata pula, suaranya tinggi dan jernih.
"Jiewi taysu, sekarang silahkan jiewie mulai mengadakan
pembicaraan dengan Han In taysu. Aku tidak percaya jiewie akan
berpihak pada salah satu diantara kita, aku hanya mengharap
masing-masing mengikuti "Langsim"-suara hatinya."
Su Lut taysu segera mengawasi Han In taysu iapun merangkap
kedua belah tangannya, sambil memberi hormat keagamaan itu, ia
mulai bertanya. "Tuan, benarkah kau Han In suheng" "
Karena mereka bersamaan tingkat derajat, pendeta Siauw Lim
Sie ini memanggil "suheng" (kakak seperguruan) kepada ketua Ngo
Bie Pay itu. Han In taysu menghela napas berduka.
"Benar," sahutnya singkat.
"Mengapa keadaan suheng menjadi begini menyedihkan" " Su
Lut bertanya pula. Han In menghela napas pula.
"Loolap bersama suheng kamu, Su Hong taysu, juga kedua
suheng dari Bu Tong dan Khong Tong didalam waktu yang
bersamaan, telah menemukan bencana. Kamu toh telah ketahui
itu." "Benar. Tapi sembilan partai besar bersama sama empat bun,
tiga hwee dan dua pang telah berhasil membalaskan sakit hati
suheng berempat itu."
"Bagaimanakah cara pembalasan sakit hati itu" " Han In
bertanya. "Didalam satu malam Pek Ho Po musnah diserbu hingga
terbinasa seratus lebih jiwa anggota keluarganya. Sibiang jahat coh
Kam Pek. malam itu dapat meloloskan diri, akan tetapi setelah
delapan tahun, dia kena dicandak dan dikepung serta dibinasakan
juga didepan jembatan Seng Su Klo"
Keterangan itu membuat Siauw Pek merasa tertikam berulangulang,
karena mata terbayang pula peristiwa hebat didepan Seng Su
Klo itu, peristiwa yang pernah dihadapinya sendiri. Maka darahnya
bergolak dan jantungnya berdenyutan keras. Hampir ia tak dapat
mengekang kesabaran hatinya. Ia menggigit gigi atas dan
bawahnya sampai darahnya keluar Han In Taysu menggeleng
gelengkan kepala, ia menarik napas panjang.
"Meskipun pada masa itu nama coh Kam Pek dari Pek Ho Bun
sangat terkenal, pasti sangat sukar bagi dia untuk membinasakan
suheng kamu. Apalagi ketika itu bersama suheng kamu itu juga ada
loolap serta ciangbun suheng dari BuTong Pay dan Khong Tong Pay"
Su Lut Taysu hendak bertanya lebih jauh, tapi mendadak It Tie
memotongnya. "susiok. dapatkah susiok memastikan dialah Han In
Taysu" " demikian pertanyaannya.
"Loolap masih belum berani memastikan," sahut tiangloo itu
jujur. It Tie menoleh kepada It ceng, matanya bersinar tajam.
"Sutte, telahkah kau dengar dan mengenali suaranya itu" " dia
bertanya kepada adik seperguruannya itu^
It ceng memberi hormat.
"Sebegitu jauh telah kudengar, suara orang ini beda jauh sekali
dari suara Han In Taysu" demikian jawabnya.
Ketua Siauw Lim Sie itu tertawa dingin. nyaring tawanya.
"Nah, siecu, apakah lagi yang hendak kau katakan" Adakah
sampai disini saja akal muslihat iblismu" " katanya pada nona Hoan.
Lalu, tanpa memberi kesempatan buat menjawab, mendadak dia
memberikan perintahnya.
"Tangkap mereka. Gusur mereka ke Kay Sie Wan, untuk
menantikan keputusanku. Jikalau mereka berani melawan, bunuh
saja, habis perkara "
"Tunggu dulu" berkata Su Lut Taysu sambil dia menjura terhadap
ketua itu. "Ada apakah, susiok" " It Tie bertanya.
"Menurut apa yang loolap ingat samar samar, suara orang ini
mirip dengan suara Han In Taysu," kata pendeta tertua itu.
"Perkara ini besar dan penting sekali, susiok" kata It Tie dingin.
"Jikalau susiok tidak punya pegangan yang kuat, baiklah susick
jangan berlaku murah hati dan belas kasihan." Kembali Su Lut
menjura. "Loolap bicara dengan sejujurnya, loolap tidak mendusta,"
katanya pula. It Tie berkata pula. dingin seperti semula: "It ceng sutee berani
mengatakan dia bukannya Han In Taysu, itu menyatakan bahwa dia
telah mempunyai pegangan, sebaliknya susiok ragu-ragu. Walaupun
susiok menjadi tiangloo tetapi tak dapat susiok memperkokoh
pikiran sendiri. Hal ini tak usah susiok Campur lagi. Mundurlah" su
Lut tertegun, terus ia menurunkan tangannya dan berdiri diam.
Tiba-tiba Su Kay Taysu menjura dan berkata^ "Loolap ingin
bicara" katanya pada ketuanya.
"Apakah itu" " tanya It Tie. "IHmm"
"Benar apa yang ciangbun hongThio baru saja katakan," berkata
Su Kay. "Perkara ini sangat penting, sudah selayaknya kita caritahu
hingga menjadi terang. Kalau orang ini bukan Han In Taysu, dengan
menyamar atau mengaku menjadi ketua Ngo Bie Pay, apakah
maksudnya" Benar musuh Su Hong suheng telah dibinasakan,
walaupUn demikian dudUk kejadian yang sebenarnya masih gelap.
bagaikanmasih ditutupi kabut atau mega Meng apakah Su Lut sutee
tak diberi kesempatan buat dia bicara terus sampai jelas segalanya"
" "Dia tidak berani menetapkan orang adalah Han In Taysu, buat
apa mendengarkannya mengoceh tidak keruan" " kata It Tie. Su
Kay berpaling kepada Han In Taysu.
"Dia telah dirusak mukanya, teranglah kerusakan itu dibuat
dengan sengaja." katanya. "Memang sekarang ini sulit untuk
mengenali dialah ketua dari Ngo Bie Pay itu. Sebaliknya, kalau dia
benar Han In Taysu walaupun dia bercacat begini rupa, masih bisa


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diselidiki tentang dirinya."
"Mohon tanya, susiok. bagaimana caranya untuk membuktikan
dia benar Han In Taysu" " It Tie bertanya.
Terhadap tiangloo ini, ketua Siauw Lim Pay itu masih
menghargainya juga.
"Didalam Ngo Bie Pay ada banyak rahasia yang orang luar tak
tahu," berkata Su Kay dengan sabar, "kalau dia ini benar Han In
Taysu, tentulah dia tahu semuanya."
It Tie berkata tawar: "Karena itu rahasia partai, kita juga turut
tidak tahu. Jikalau dia ngaco belo, mana bisa kita ketahui benar atau
tidaknya" "
"Semasa Han In Taysu belum menemui petakanya, dia
bersahabat erat dengan loolap." Su Kay berkata pula.
"Sekalipun begitu, tidak nanti dia sudi memberitahukan rahasia
dari Ngo Bie Pay" Su Kay melengak. Dia kalah alasan-Tapi dia tak
putus asa. "Masih ada satu jalan lain," katanya.
It Tie memperlihatkan sikap keren-"Tak peduli itu jalan apa, itu
mestinya bisa diterima baik oleh orang banyak" katanya keras.
"Jikalau hal itu cuma diketahui oleh satu orang, yaitu oleh susiok
sendiri, teranglah benar ya benar, salah ya salah. Jalan itu tidak
adil" Mendengar itu Su Kay tertawa tawar.
"Kalau begitu, jadi loolap pun ciangbun hongThio sudah tidak
percaya lagi" " tanyanya.
"Tapi punco harus berhati-hati sekali" sahut It Tie, yang mencari
alasan-"Setelah terjadi pembunuhan kepada ketua partai kami itu,
punco sudah bekerja keras untuk membuat pembalasan sakit hati,
hingga punco berhasil mengumpulkan tujuh belas partai lainnya.
Sesudah lewat beberapa tahun, barulah punco berhasil mewujudkan
pembalasan itu. Habis itu toh masih tersiar banyak macam kabar
angin, karena mana mesti punco berlaku waspada dan berhati-hati"
Su Kay tetap beraku sabar. Ia tertawa.
"ciangbun hongThio benar dan loolap menyetujuinya," katanya.
"Maka itu loolap minta sudilah ciangbun hongThio berlaku hati-hati
untuk menyelidiki lebih jauh perkara ini. Semoga ciangbun hongThio
meluluskannya." It Tie berdiam karena desakan paman guru itu.
"Baiklah" sahutnya kemudian. "Silahkan susiok ajukan beberapa
pertanyaan terhadapnya, tetapi jangan terlalu lama, kalau terlalu
lama itulah tak ada faedahnya. cukuplah selama waktu seminum
teh..." Su Kay mengangguk.
"Loolap akan bertanya Cepat," katanya. "Silahkan ciangbun
hongThio menyaksikannya"
Segera ia menghampiri Han In Taysu, untuk terlebih dahulu
memberi hormat, baru ia bertanya: "Tooheng, apakah tooheng
masih mengenali loolap" "
"Too heng" adalah panggilan kakak sesama kaum beragama.
Panggilan itu biasa digunakan terhadap golongan Too Kauw. Apakah
Too, dari Loo cu (Lao Tze).
"Jikalau loolap tidak salah ingat, kaulah yang dipanggil Su Kay,"
jawab Han In. "Benar, loolap memang Su Kay." Han In menoleh kepada Su Lut.
"Dia itu adik seperguruanmu, namanya Su Lut," katanya sabar.
Su Lut memberi hormat.
"Benar, loolap ialah Su Lut," katanya.
Han In menoleh kepada It Tie.
"Kau adalah murid Su Hong Tooheng, It Tie" katanya pula.
It Tie tertawa dingin-Bukannya ia mengiakan atau ia menyangkal
ia justru berkata dengan nada ejekannya "Jikalau kau memalsukan
Han In Taysu, tentulah terlebih dulu kau mencari tahu jelas perihal
kami. Punco menjadi ketua disini sudah sepuluh tahun lebih,
siapakah didalam dunia Kang ouw yang tidak kenal namaku" "
Han In Taysu tetap berlaku sabar, katanya tenang: "Ketika
dahulu hari Su Hong Tooheng bersama loolap membuat pertemuan
diatas puncak Yan In Hong, bukankah kau diajak bersama"
"Benar Adalah dipuncak itu yang pertama kali punco bertemu
dengan Han In cianpwee" sahut It Tie. Ia memanggil "cianpwee"
"orang tingkat tua yang dihormati" kepada Han In Taysu dalam
artian Han In yang sejati.
soat Kun tertawa dingin, ia menyela: "Paling baik taysu jangan
campur bicara, biarkanlah Han In Taysu bicara terus " It Tie gusar.
"Jikalau dia ngoceh tidak karuan, mana dapat punco tak
memperbaikinya" " katanya sengit.
"Dengan sikap ini taysu, bukankah kau menjadi seperti membuka
rahasia sendiri" " sinona bertanya.
Maka ketua Siauw Lim Pay itu pucat lalu menjadi marah. Katanya
bengis: "jikalau siecu masih bicara sembarangan dan mengejek
punco, akan habis sudah kesabaranku "
Su Kay Taysu pun berkata: "Siecu berlaku tidak hormat begini
rupa kepada ketua Siauw Lim Sie kami, terang siecu hendak
membuat kepusingan saja, karena itu jangan kata ketua kami,
loolap sendiri juga akan melarang kau banyak bicara lagi"
soat Kun terdiam. Didalam hatinya, ia tertawa Ia dapat menerka
maksud tiangloo itu. Dimuka umum, dia membantu ketuanya,
dibalik itu, diam-diam dia menunjang pihaknya. Kata-kata itu berupa
bisikan untuk ia jangan melayani bicara lebih jauh kepada It Tie.
Teranglah pendeta itu sudah mengenali Han In Taysu.
Han In sementara itu berkata pula: "Ketika hadir dipuncak Yan In
Hong itu, su Hong Tooheng membawa dua muridnya yang
dipercaya. Jikalau loolap tidak salah ingat, kecuali kau, yang lainnya
ialah yang bernama It ceng"
"Itulah hal yang dunia ketahui, itu bukan rahasia lagi" It Tie
berkata keras. "Dan loolap membawa muridku yang mendurhaka
Hoat ceng" It Tie batuk batuk keras.
"Didalam ketua Ngo Bie Pay, siapakah yang tidak tahu" " dia
menanggapi. "Yang kami ingin dengar ialah bagaimana tuan dapat
membuktikan bahwa dirimu benar Han In Taysu"
"Selama loolap bicara taysu selalu memotong apakah itu bukan
berarti loolap dilarang bicara" " tanya ketua Ngo Bie Pay itu.
"Kau buktkan dahulu bahwa kaulah Han In Taysu tulen, baru
dapat kau menceritakan segala sesuatu mengenai peristiwa dahulu
itu" It Tie jawab.
"Bagaimana kehendakmu supaya aku dapat memberi bukti
tentang diriku" "
"Inilah sukar buat punco menyebutnya. Asal kau memberi satu
bukti bahwa kau benar Han In Taysu, bukti yang dapat diterima
baik oleh orang banyak. jangan kata loolap. semua pendeta Siauw
Lim Sie lainya akan menghormatimu"
"Baiklah.. Didalam partai kami ada ilmu silat yang dirahasiakan,
yang tidak diwariskan kepada sembarang orang, sekarang loolap
hendak menyebut dua saja diantaranya, bagaimana" "
"Jikalau itu adalah ilmu silat Ngo Bie Pay yang dirahasiakan,
percuma tuan menyebutkannya sebab kami tidak tahu menahu" Han
In tertawa tawar.
"Bagaimana jikalau loolap menuturkan dahulu sekelumit yang
mengenai peristiwa di Yan In Hong dahulu hari itu" " tanyanya. It
Tie tertawa dingin.
"Perihal peristiwa hebat dan menyedihkan di Yan In Hong dahulu
itu, didalam dunia Kang ouw telah bermunculan banyak cerita yang
tak sama satu dengan lain, dan siapa hidup didalam dunia Kang
ouw, banyak yang sudah mendengar dan mengetahuinya. Sungguh
sederhana peristiwa itu dikarang menjadi sebuah cerita, ya,
sungguh sangat mudah oh tuan, kau sangat memandang ringan
kepada kami dari Siauw Lim Sie"
Kedua mata Han It Taysu bersinar tajam. Terang bahwa ia
merasa sangat tersinggung. Dengan sinar matanya itu dia menyapu
semua pendeta yang hadir didalam pendopo besar itu kemudian ia
berkata dengan suara dingin: "seorang yang menderita hebat
semacamku ini, daripada dia hidup didalam dunia, lebih baik dia
mati siang-siang Tapi aku berlaku sabar luar biasa menderita
kesengsaraan, tak sudi akupergi mati, sengaja aku membiarkan
hidupnya jiwa tuaku ini, itulah melulu buat peristiwa celaka dipuncak
Yan In Hong itu, supaya masih ada satu-satunya saksi hidup"
Didalam ruangan itu kebanyakan adalah orang kepercayaan It
Tie, tapi ada juga mereka yang jujur dan menjunjung peri keadilan,
kapan mereka ini mendengar kata kata orang tanpa daksa itu hati
mereka guncang, lalu puluhan pasang mata diarahkan kepada
pendeta Ngo Bie Pay itu.
Su Kay senantiasa memperhatikan secara diam-diam suasana
didalam ruangan, ia bisa melihat sikap semua pendeta itu, maka itu
mendengar suara Han In, ia lalu campur mulut. Katanya tenang:
"Walaupun orang ini bicaranya sembarangan saja, tapi agaknya dia
mempunyai alasan yang dapat dipercaya, karena itu sudilah kiranya
ciangbun hongThio mengijinkan dia melanjutkan keterangannya."
Dengan sinar mata dingin, It Tie melirik kepada tiangloo itu,
katanya. "Walaupun susiok menjadi tiangloo yang paling dihormati
didalam kuil ini tetapi susiok tidak dapat mencampur tahu
kekuasaanku sebagai hongThio Setelah susiok tahu dia bicara
sembarangan saja, apa gunanya akan mendengarkannya terlebih
jauh" Didalam urusan ini, disaat ini, tak usah kau campur tahu,
lekas kau mengundurkan diri " Su Kay Taysu tercengang. Tapi lekas
juga ia sadar. "Loolap menjadi tiangloo, sudah sepantasnya loolap
memperhatikan dari prihatin terhadap hong Thio" katanya. Jikalau
benar benar hong Thio tak sudi mendengar dia bicara tak karuan
baiklah loolap minta dia diserahkan kepada loolap untuk
membawanya kependopo Kay Sie Ih Loolap nanti memanggil rapat
para tiangloo guna kami mendengar penuturannya, setelah mana
loolap akan memberi laporan singkat kepada hongThio"
"Apakah sudah pasti sekali susiok ingin mendengarnya" tanya
ketua itu dingin.
"Memang banyak sekali cerita di luaran," berkata Su Kay. "akan
tetapi semua itu tidak lengkap dan terang, karena itu, walaupun
orang ini mendusta, tak ada halangannya akan mendengar
keterangannya, dia bicara benar atau tidak. kita akan dapat
memastikannya . . . "
Diam diam It Tie memperhatikan para pendeta. Ia mendapat
kenyataan, kecuali orang orang dipihaknya, yang lain nampak curiga
semuanya. Maka itu, ia lalu tersenyum.
"Baiklah, susiok" katanya. "Kata kata susiok beralasan, baik kita
membiarkan dia bicara"
Su Kay merangkap kedua tangannya menghadap ketuanya terus
ia menjura pada Han In Taysu untuk berkata: "Ketua kami telah
memberi persenan untuk kau bicara terus, tapi kau harus membuka
hatimu, akan menuturkan dengan terang danjelas"
Han In memejamkan mata untuk mengingat peristiwa atau
pengalamannya yang pahit itu, setelah itu ia menghela napas
panjang. "Membicarakan peristiwa dipuncak Yan In Hong di Pek Ma San itu
kembali mengingatkan akan hal yang menyedihkan dan
menyebabkan penasaran," berkata ia kemudian-Mendadak ia
mementangkan matanya mengawasi tajam kepada It Tie Taysu,
matanya itu bersinar bagaikan kilat. Lalu ia meneruskan^
"Tidak loolap memuji kepada kepandaian silat dari beberapa
orang itu, dan yang mengharukan hati juga bukan itu, Sekalipun
puncak Yan In Hong itu sembunyi seribu orang jago sebenarnya
sukar untuk mereka itu dapat merintangi loolap bersama Su Hong
Too heng dan dua tooheng lainnya"
Su Kay Taysu menyela. "Kalau orang orang itu tidak tinggi ilmu
silatnya, mengapa taysu bersama Su Hong Su Heng serta kedua
tooheng lainnya kena tertawan dan terbinasakan, danbahkan
matinya secara demikian hebat dan menyedihkan, sampai tubuh
dan wajah taysu sekalian tak dapat dikenali lagi" "
"Jikalau semua mayat itu dapat dikenali maka usahanya
sekawanan manusia jahat itu pasti gagal"
Sinar mata Su Kay Taysu berkilau akan tapi lekas juga ia menjadi
tenang pula. Katanya sabar. "Jadi, menurut taysu, semua keempat
mayat itu ialah mayat mayat palsu" "
"Paling sedikitnya, mayat sejati" menyahut ketua Ngo Bie Pay itu.
"oleh karena itu, berdasarkan mayat palsu itu, mungkin mayat
mayat Su Hong Tooheng, Goan cin Tooheng dan Thie Kiam Pang
Tooheng pun bukanlah mayat mayat tulen juga " Hati Su Kay
guncang keras akan tetapi ia mencoba mengendalikannya.
"Maksud taysu bahwa suheng kami itu seperti loolap masih hidup
didalam dunia ini" tanyanya.
"Loolap Cuma mengatakan tentang kemungkinannya," sahut Han
In. "Masih ada satu hal yang loolap tidak mengerti," berkata pula
tiangloo dari Siauw Lim sie itu, yang hatinya tetap tegang.
"Baik, tanyakanlah" sahut ketua Ngo Bie Pay itu.
"orang orang dengan kepandaian silat seperti tooheng serta
suheng kami itu, juga dari Goan cin Tooheng dari Bu Tong Pay, cara
bagaimana dapat terbinasakan di tangan lain orang" " demikian
tanya Su Kay. "Mulanya kami terkena racun, kami ditotok maka mudah saja
kami kena ditawan-"
"Menurut apa yang loolap ingat, ketika suheng kami mau
berangkat ketempat rapat ia telah membuat persediaan, bahkan teh
dan cangkirnya ia bekal dari rumah, yang dibawanya sendiri,
bagaimana mungkin ia kena diracuni juga " "
"Tepat pertanyaan taysu. Mengenai rapat itu, Su Hong Tooheng
dan loolap mendapat serupa anggapan, ialah bahwa rapat sangat
penting, karena hal itu menyangkut keselamatan atau kehancuran
dunia Rimba Persilatan-Maka itu juga , tak dapat tidak kami
membuat persiapan dari siang-siang. Begitulah loolap saling berjanji
dengan Su Hong Tooheng dan Goan cin Tooheng untuk sama-sama
memilih tiga orang murid yang diperCaya untuk mereka itu
bertanggung jawab menjaga keamanan diempat penjuru tempat
rapat dengan mereka dipesan asal mereka melihat sesuatu yang
mencurigakan, mesti mereka segera memberi kisikan kepada kami,
agar kami dapat mengatur penjagaan. Diluar dugaan kami, kami toh
tercelakai juga "
JILID 35 "Ada orang yang telah memasuki tempat rapat itu, apakah tak
ada satu juga murid-murid taysu sekalian yang memberi kisikan?"
tanya Su Kay pula. Mendadak Han in Taysu tertawa nyaring.
"Jikalau loolap sudah siap secangkir racun juga tak akan dapat
merobohkan loolap" sahutnya. "Tidak demikian kalau loolap tidak
bersiap sama sekali" Berkata begitu, ia menatap tajam tiangloo dari
Siauw Lim Sie itu, segera ia melanjutkan^ "Sebenarnya racun yang
luar biasa itu mereka masukkan kedalam teh wangi yang baru
diseduh dan disuguhkannya justru loolap sedang haus sekali. Dan
loolap masih ingat juga, ketika itu loolap bersama Su Hong Tooheng
telah menenggaknya dengan segera, baru dua ceglukan, cangkirnya
segera sama-sama diletakkan."
"Andaikata taysu berhati hati sedikit, tentu orang yang
menyuguhkan teh tidak sempat menaruhkan racunnya itu."
"Jikalau orang itu orang yang menjadi murid yang dipercaya
dapatkah taysu mencurigainya ?"
Mendadak Su kay berkata keras bagaikan membentak: "Jangan
tooheng sembarangan menuduh. Itulah artinya menyembur orang
dengan darah. Diantara murid Ngo Bie Pay kamu yang mana


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

satukah yang menyuguhkan air teh itu ?"
Han In Taysu juga menjawab dengan nyaring: "itulah Hoat ceng
muridku yang jahat itu"
Semua hadirin terperanjat. Hoat ceng adalah ketua Ngo Bie Pay
yang sekarang, yang menggantikan Han in Taysu sebab Han in
"telah dibinasakan orang". Tak ada orang yang tak tahu bahwa Hoat
ceng sudah menggantikan mendiang ketuanya menjadi ketua yang
baru. Maka juga, pendopo Siauw Lim Sie itu menjadi sangat sunyi.
Su Kay Taysu adalah orang yang pertama dia menarik napas
panjang. "Tooheng, inilah soal sangat besar" ujarnya: "Soal ini bukan saja
mengenai Ngo Bie Pay sendiri tetapi juga dunia Rimba Persilatan
seumumnya. Tak dapat kau bicara sembrono "
"Loolap bicara dari hal yang benar. Jikalau kau tidak percaya,
loolap tidak bisa bilang apa-apa lagi."
"Apakah urusan begini besar dapat dipercaya cuma karena katakata
satu orang saja ?" tanya Su Kay.
"Tapi itulah urusan yang terutama menyangkut kedudukan dan
diriku sendiri" berkata Han in Taysu. "Jikalau tuan-tuan percaya
akulah Han in ketua Ngo Bie Pay, tentu tuan-tuan percaya kata
kataku ini. Percuma loolap menerangkanj elas bagaimana gambar
lukisan jikalau kamu tidak percaya "
"Dengan cara bagaimana kau dapat membuktikan bahwa kau
Han in Taysu?" Su Kay bertanya pula.
"Susiok benar" It Tie taysu campur bicara "orang ini tidak jelas,
dia ngoceh tak karuan terang dia mengandung suatu maksud..."
Berkata begitu, pendeta ini menoleh kepada kedua pendeta
disisinya. "Dia cuma mengacaukan pikiran orang saja." serunya,
"tangkap dia Kalau dia melawan, bunuh saja"
"Baik hongthio" menjawab kedua pendeta itu, yang dua-duanya
berusia setengah tua. Segera mereka berlompatan maju kepada
Han in taysu, dari kanan dan kiri.
Melihat aksi It Tie itu, Han in taysu tertawa dingin. Katanya cepat
kepada kedua pendeta yang maju menghampirinya. "Walupun
loolap sudah cacat begini, kepandaian loolap belum musnah
seluruhnya. Apakah tuan-tuan bedua ingin berkenalan dengan ilmu
silatku" Berkata begitu, pendeta itu menolak dengan kedua
tangannya kekiri dan kekanan.
Kedua pendeta Siauw Lim Sie terkejut. Mereka tak sangka bahwa
orang tapa daksa ini dapat menyambut mereka dengan caranya itu.
Sambil menghentikan majunya, mereka menggunakan kedua
tangannya masing-masing untuk menangkis serangan itu. Mereka
lalu merasa tergempur keras sekali, hingga tubuh mereka
menggetar, terpaksa mereka mundur dua tindak.
Han In Taysu tertawa bergelak.
"Walau cacat ilmu lolap belum hilang semuanya" katanya pula,
nyaring. "Jikalau Hoat ceng murid yang jahat itu mengetahui haiku
di sini, pasti dia bakal tidur tak nyenyak lelap dan makan tak
bernafsu" Mendadak ia menoleh kepada It Tie Taysu untuk
menatap. kemudian sekonyong-konyong juga berkata keras:
"Jikalau ingatanku tidak salah, orang yang hari itu menyuguhkan teh
kepada Su Hong Tooheng kaulah adanya?"
Hebat kata kata itu Itulah tuduhan bahwa It Tie meracuni
gurunya dan para ketua partai lainnya. Paras It Tie menjadi pucat
pasi dan merah padam.
"orang edan darimana berani main gila disini?" teriaknya.
Menyusul itu, tangan kanannya diayun kearah Han In Taysu,
menyambarkan sebuah roda bagaikan rembulan yang bercahaya
kuning emas. Su Kay Taysu tahu senjata itu senjata apa. Itulah hui poat, atau
cecer terbang, senjata istimewa dari Siauw Lim Pay, yang sangat
berbeda dari lain lain macam senjata rahasia. celaka kalau orang
menyambutnya dengan tangkisan senjata tajam seCara biasa saja.
oleh karena itu ia segera mengebutkan ujung bajunya sambil
berseru. "hongthio, tahan.. Dia memang mengoceh tidak karuan,
dia menghina partai kita, dia harus dibinasakan. Tapi buat
kebersihan nama Siauw Lim Sie, dia baik ditinggal hidup dahulu
sampai kita sudah mencari tahu duduk hal yang sebenar-benarnya."
cecer terbang itu kena tertolak angin kebutan tangan baju Su
Kay, akan tetapi dia dapat berbalik bagaikan bomerang, gagal
menyerang Han In Taysu, sebab dia tersampok ujung baju, dia
berbalik menyambar kearah Su Kay sendiri. Tapi tiangloo ini kenal
baik dengan senjata rahasia partainya itu. Ketika cecer mendatangi,
ia segera menolak dengan tangan kirinya, membuat senjata itu
melesat kesamping. Siauw Pek heran dan kagum.
"Senjata rahasia apakah itu?" tanyanya didalam hati. "Mengapa
dia bagaikan berjiwa, bisa terbang pulang balik dan tidak segera
jatuh ketanah?"
Su Kay Taysu sementara itu memasang mata kepada hui poat.
Memang, senjata itu berputar pula, kembali kepadanya.
Bersama dengan itu terdengarlah tawa dingin dari It Tie Taysu,
yang terus menanya. "Susiok, apakah maksud Susiok menentang
kui poat punco itu?"
Tak sempat Su Kay menjawab ketuanya, ia segera menyampok
berulang kali. Baru kali ini sang cecer jatuh ketanah. Maka tiangloo
itu mengulur tangan menjemputnya.
"Sabar hongthio, harap kau tak bergusah dahulu." berkata
tiangloo ini. "huipoat menjadi salah satu senjata rahasia istimewa
dari Siauw Lim pay, senjata ini tak dapat ditangkis oleh sembarang
orang. Untuk kebersihan diri hong Thio sendiri untuk nama baik
Siauw Lim Pay kita, terpaksa loolap berbuat begini guna
menyelamatkan jiwa orang itu..." It Tie bersikap tawar.
"Entah darimana Kim Too Bun mendapatkan orang edan ini"
serunya. "Dia telah mengoceh tidak keruan, dia menghina partai kita
dan punco sendiri, jikalau dia tidak segera dimampuskan, apakah
Siauw Lim Sie kita masih ada muka untuk menaruh kaki didunia ini?"
"hongthio, maksud hongthio sama dengan maksudku," berkata
Su Kay. "Tutup mulut." bentak ketua itu, gusar. "Sebagai ketua, punco
larang kau campur lagi urusan ini."
Su Kay merangkap kedua tangannya.
"harap jangan gusar hongthio," katanya membela. "Loolap masih
ingin bicara lagi dari satu hal..."
It Tie masih gusar, katanya bengis. "Walaupun kau menjadi
tiangloo, tidak dapat kau tak memandang mata kepada punco..."
terus dia menoleh dan berseru. "Mana penegak hukum Kay Sie Ih?"
"Tee-cu disini" menjawab dua orang pendeta.
"Tee cu" berarti "murid" tapi dipakai sebagai "aku".
Merekalah dua orang usia pertengahan, yang romannya keren.
Mereka muncul dengan tindakan lebar, sambil menghunjuk hormat,
mereka berkata "Kami menanti perintah hongthio."
It Tie Taysu berkata dingin. "Tiangloo Su Kay tidak menghormati
punco, dia melanggar aturan Siauw Lim Pay, segera bawa dia ke
Kay Sie Ih untuk menantikan keputusan"
Kedua pendeta itu bersamaan usia, jubah mereka seragam abu
abu, dengan tindakan perlahan mereka menghampiri Su Kay sampai
disini tiangloo terus mereka memberi hormat seraya berkata.
"Bukankah tiangloo mendengar perintah hongthio?"
"Telah loolap dengar" sahut Su Kay.
Pendeta yang dikiri berkata: "Aturan dari kuil sangat keras dan
hongthio telah memberikan perintahnya, maka itu kami minta
tianglo sudi ikut kami pergi keruang Kay Ih..."
Su Kay tidak menjawab, ia hanya menghela nafas.
"Jikalau loolap mati, itulah tak harus disayangkan," katanya,
perlahan tetapi tegas, "hanya sungguh harus disesalkan, penasaran
dari Su Hong suheng pasti tak bakal dapat dibikin terang." Ia
berhenti sebentar, lalu menambahkan^ "Loolap menjadi tiangloo
disini, tanpa rapat dari tiangloo, dikhawatirkan mUngkin tak ada
dayanya, buat loolap buat dikirim ke Kay Sie Ih "
Kembali It Tie berkata dingin. "Tapi kau menentang perintah
ketua, kau merusak aturan kuil"
"Dalam hal itu loolap tahu sikap loolap ini" kata Su Kay.
It Tie Taysu lalu berkata pula. "Di dalam aturan Siauw Lim Sie
kita ini jelas ditentukan bahwa seorang ketua mempunyai
kekuasaan teratas, kekuasaan memimpin semua anggota pendeta,
tetapi Susiok sudah berkeras menentang aturan, karena itu punco
terpaksa harus mengeluarkan Lek Giok Hut thung"
"Lek Giok Thung" berarti "tongkat suci" (hut thung) dari kemala
hijau (lek Giok)
Itulah benda paling suci dan berkuasa dalam partai Siauw Lim
Pay atau kuil Siauw Lim Sie. Siapa juga orang partai atau kuil tidak
dapat menentangnya. Siapa dihukum dengan Lek Giok Hut thung
maka mesti pecahlah batok kepalanya. (Baca "thung" mirip "teng"
dari "tengkulak", epepet).
Su Kay melengak dan kedua pendeta setengah tua itu berdiri
diam. Melihat kedua orangnya tidak segera turun tangan- It Tie berkata
pula dengan keras. "Murid murid anggota Kay Sie Ih dengar!!
Jikalau Su Kay Taysu tak sudi menerima perintah untuk menerima
hukuman maka punco akan minta dikeluarkannya Lek Giok Hut
thung untuk dipakai menghajar matipada murid yang berontak itu"
Kedua pendeta itu menjadi ragu, akan tetapi mereka mesti
bekerja. Tak berani mereka menentang titah ketuanya. Maka
mereka menjura kepada Su Kay Taysu seraya berkata^ "Perintah
dari ciang bun hongthio keras sekali, jikalau tiangloo tidak rela
ditawan, terpaksa teecu akan mengundurkan diri saja."
Belum lagi Su Kay memberikan jawabannya Su Lut Taysu dimuka
pintu pendopo berkata dengan nyaring: "Sudah sejak beberapa
ratus tahun perintah dari ketua kamitak ada orang yang berani
menentangnya, maka itu suheng, sebagai tiangloo yang paling
dihormati mengapa suheng hendak menyerahkan diri untuk
beristirahat dahulu didalam Kay Sie Ih, andai kata suheng
penasaran, dapat suheng menanti rapat para tiangloo, diwaktu
mana suheng bisa membela diri"
Paras Su Kay menjadi merah padam dan pucat pasi, dengan
perlahan dia mengulurkan kedua tangannya.
"Baik" katanya kemudian, terpaksa. "Kamu boleh meletakkan alat
penghukum itu diatas tubuh loolap"
Siauw Pek menyaksikan kejadian itu di depan matanya, ia tahu
pasti hatinya Su Kay bergolak keras. fa merasa sangat tidak puas.
Maka ia berpikir dengan cepat. Terang sudah bahwa Su Kay Taysu
sangat penasaran- Dialah seorang pendeta yang jujur, dia pula
bekerja sebagian untuk perkara keluargaku, mana dapat dia
dibiarkan mendapat susah" Entah bagaimana keras keputusan rapat
para tiangloo nanti. Kelihatannya banyak pendeta yang banyak
curiga mengenai peristiwa di Pek Ma San itu, tetapi mereka tidak
berani banyak bicara. Akulah orang tersangkut, apakah aku mesti
diam saja" Tidak"
Maka ia lalu bertindak maju walaupun terpaksa.
Ban Liang selalu mengawasi segala sesuatu dihadapannya itu, ia
memperhatikan pihak Siauw Lim Sie itu, ia prihatin terhadap
orangnya sendiri, maka gerak gerik ketuanya tak lolos dari matanya.
Melihat ketua itu bertindak maju ia tahu maksud ketuanya itu.
Dialah orang yang banyak pengalamannya, ia insyaf pentingnya
urusan, kalau pihaknya keliru bertindak, mungkin sukar mereka
keluar dari dalam kuil Siauw Lim Sie itu. Maka lekas ia bertindak
sambil mengulur tangannya, mencegah ketuanya itu sambil berkata
perlahan sekali^ "Jangan sembrono, bengcu. Didunia Kang ouw
adalah tabu seorang luar mencampuri urusan dalam suatu partai
lain, maka kalau bengcu mengajukan diri bengcu bakal
membangkitkan amarahnya seluruh anggota Siauw Lim Sie "
Si anak muda dapat diberi mengerti, maka batallah ia maju
kedepan. Karena itu dengan berdiri diam itu ia menyaksikan kedua
tangan Su Kay Taysu dilibat dengan sehelai tali benang kuning,
setelah mana dia diajak meninggalkan toa tian.
Ketika itu mata It Tie main diantara Han In Taysu dan Siauw Pek.
ia dapat melihat bagaimana orang putus asa karena ditawannya Su
Kay Taysu. Soat Gie mencekal tangan kakaknya, mempermainkan jari jari
tangannya, untuk memberitahukan kakak itu perkembangan
didalam pendopo itu.
soat Kun terus berlaku tenang. Ia tidak bisa melihat tapi ia
mendengar dan tahu. Segera setelah Su Kay dibawa pergi, ia
berkata dengan sabar. "Taysu menangkap dan menahan tiangloo
kamu, apakah itu berarti bahwa taysu bersungguh sungguh hendak
mencari tahu kebenaran dari peristiwa di Pek Ma San itu?"
It Tie yang licik tidak menjawab, dia hanya balik bertanya.
"Apakah siecu ingin mencampur tahu urusan dalam dari Siauw
Lim Sie?" lalu tanyanya. Tetap sinona berlaku tenang.
"Rupanya didalam hatimu kau ingin sekali agar aku mencampur
tahu urusan partai kamu ini," berkata sinona. "Dengan begitu maka
mudah saja kamu nanti mendapat dan menggunakan alasan yang
syah untuk menuduh kami melanggar pantangan kaum Kang ouw
sudah mencampuri urusan Siauw Lim sie. Benar, bukan?"
Nona yang cerdas ini dapat menerka maksud atau pancingan si
pendeta lihay itu.
It Tie merasa mukanya panas. Si nona menerka tepat. Tapi ia
dapat mengendalikan diri.
"Siecu," katanya, "kau menuduh punco, apakah maksudmu?"
"Taysu, janganlah taysu selalu mencari alasan untuk kita bentrok
satu sama lain," berkata si nona. "Sudah jelas maksud kami datang
ke mari ialah untuk memberitahukan halnya Su Hong Taysu
mendapat celaka dipuncak Yan In Hong itu, bahwa kecelakaan itu
sudah terjadi karena rencana yang diatur sejak waktu siang siang,
dan rencana yang busuk itu bukan saja bersangkut paut dengan
rasa penasaran Su Hong Taysu itu tapi juga mengenai
kesejahteraan Rimbanya Persilatan seUmUmnya. SemUa itu telah
terjadi karena coh Kam Pek dari Pek Ho Bun telah dijadikan sasaran
dan korban, karena orang timpakan kesalahan terhadapnya
bagaikan dialah seekor kambing potong"
Kata- kata itu sabar dan halus tetapi terasakan tajam sekali dan
para pendeta itu sendirinya merasakan itu, hingga hati mereka
guncang. It Tie berpikir keras, mencari kata kata guna melawan bicara
kepada sinona, akan tetapi dia telah didahului nona itu.
"Haruslah diketahui," berkata Nona Hoan, "bahwa seorang
manusia, selama hidupnya beberapa puluh tahun, sukar dia teriuput
dari kekeliruan atau kesalahan akan tetapi jikalau dia insaf akan
kesalahaannya dan menyesal, lalu dia berdaya memperbaikinya,
maka dia tak gagal sebagai manusia yang sempurna, atau kalau dia
seorang gagah dia tetap seorang gagah juga. oleh karena itu, taysu,
semoga kau suka memikir masak masak kata kataku ini."
Muka It Tie pucat dan merah bergantian, ia malu dan
mendongkol. "oai, siecu kau ngaco belo apa?" bentaknya kemudian, "Sama
sekali punco tak mengerti kata katamu"
"Didalam kalangan kamu kamu Budha ada sebuah pepatah yang
menjadi nasehat umum," berkata sinona, "Itulah artinya siapa
meletakkan golok jagal segera dia menjadi Budha. Taysu dapat
menjadi ketua kuil dari partai itu tandanya bahwa dahulu hari su


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hong Taysu sangat menghargaimu, tapi sekarang dia mengandung
penasaran besar, mati hidupnya tak ketahuan, entah juga dia
berada dimana bukankah sudah seharusnya taysu sebagai ketua
Siauw Lim Sie berdaya mencarinya, supaya perkara menjadi terang
jelas?" Kata- kata tajam itu membuat para pendeta yang jujur selain
timbul kecurigaannya dan tunduk kepala sambil memuji Sang
Budha, juga roman mereka tampak sedih.
It Tie memandang berkeliling. Ia melihat tegas banyak pendeta
yang kena tertarik kata kata Han In Taysu serta Nona Hoan- Mereka
terkekang aturan keras partai tak berani mereka membuka suara
untuk menyuarakan pikirannya, tetapi perubahan air muka mereka
itu menunjukkan jelas sekali isi hati mereka itu. Semuanya tak puas.
Tapi pendeta itu cerdas sekali. begitulah ia menghela napas
terlebih dahulu ketika ia mau berkata^ "Siecu, apakah kata katamu
ini kata kata setulusnya hati?"
"Oh, sungguh manusia sangat licin" kata Soat Kun didalam hati.
Tapi toh ia segera berkata dengan suaranya yang tinggi^ "Seratus
lebih jiwa Pek Ho Bun yang telah terbinasakan, katanya itulah akibat
pembalasan untuk Su Hong Taysu berempat, akan tetapi lainlah
pandangan orang orang yang mengerti. Mereka ini justru bercuriga
Karena perkara sangat besar, tak berani mereka itu mendekati api
hingga mereka dapat tertembus terbakar, begitulah walaupun
mereka tahu akan peristiwa yang sebenarnya tapi mereka tak berani
membuka mulut"
Berkata begitu, sinona berhenti sejenak. Baru kemudian ia
menambahkan^ "Mustahil didalam hatimu, taysu tidak ada
kecurigaan sekali?"
It Tie menjawab cepat, "Sebelum siecu datang kemari, tak ada
kecurigaan punco, akan tetapi disaat ini, hatiku tergerak oleh kata
katamu." "Jikalau benar demikian, sudah selayaknyalah taysu segera
bergerak untuk mencari tahu duduk kejadian yang sebenarnya itu."
sinona mendesak.
It Tie menjawab^ "Asal dapat dicari buktinya yang dapat
membuat kami semua percaya kebenarannya itu, punco akan
kerahkan semua tenaga Siauw Lim Pay untuk mencarinya, supaya si
biang keladi yang jahat itu tidak hidup merdeka didalam dunia ini"
berkata begitu dia mengawasi tajam kepada Han In Taysu dan
menambahkannya: "Tuan, benarkah kau Han In cianpwee?"
Ketua Ngo Bie Pay itu menjawab dingin: "Telah loolap berikan
keterangan loolap tapi karena taysu tidak mau percaya, ya, apa
boleh buat, tak ada dayaku."
"Jikalau punco mengirim murid kupergi ke Ngo Bie San
mengundang datang Hoat ceng Taysu ketua yang sekarang ini,
beranikah tuan dipadu berhadapan dengannya?" It Tie bertanya.
"Lebih lebih jikalau kau mengundang datangnya lebih banyak
murid- murid Ngo Bie Pay" berkata pendeta tua yang bernasib buruk
itu. "Nanti didalam suratku akan aku minta Hoat ceng Taysu
membawa lebih banyak murid Ngo Bie Pay seperti yang diminta
tuan-.." menyambut ketua Siauw Lim Sie itu, yang terus menoleh
kepada It ceng untuk meneruskan berkata^ "Segera kau titahkan
dua orang kita yang Cerdas, yang tinggi ilmu silatnya, berkata ke
Ngo Bie San untuk sebisa-bisanya mengundang Hoat ceng Taysu
datang kekuil Siauw Lim Sie kita ini katakan kepadanya kita akan
mengadakan pertemuan"
"Baik, ciang bun hongthio" menjawab it ceng. "Apakah perlu
sekalian untuk memberi tahukan buat urusan apa?"
"Tak usah. Kau pakai nama punco untuk mengundangnya"
It ceng mengangguk, terus ia memutar tubuh dan berlalu pergi.
It Tie memandang Soat Kun.
"Urusan ini besar sekali, tidak dapat tidak punco harus berlaku
teliti sekali," katanya. "Maka juga punco mengirim orang
mengundang ketua Ngo Bie Pay itu, supaya dia datang dengan
segera. Walaupun perjalanan dilakukan dengan cepat kita toh harus
memakai waktu sepuluh hari lebih..." Si nona berlaku sabar.
"Kelihatan, tak dapat tidak mesti aku mengagumi kau" katanya.
It Tie heran. "Apakah artinya kata kata siecu ini?" tanyanya.
"Aku maksudkan caramu ini memperlambat waktu," menjawab si
nona. "Iniiah cara yang sangat beralasan dan tepat. Jikalau bukan
taysu, maka aku khawatir lain orang tak dapat memikirkannya "
It Tie memperlihatkan roman keren-
"Punco sudah bertindak begini rupa, apakah siecu masih tidak
puas?" tanyanya. Soat Kun tersenyum.
"habis taysu hendak mengatur bagaimanakah kepada rombongan
kami ini?" ia bertanya.
"Selayaknyalah kami memberi tempat kepada rombongan siecu
akan berdiam disini buat sekian waktu," menyahut pendeta kepala
itu, akan tetapi karena kuil kami tidak dapat ketumpangan tamu
tamu, terpaksa kami minta supaya siecu semua tinggal saja diluar
kuil" "Aturan siauw Lim Sie kamu tidak mengijinkan ketempatan orang
wanita, mustahil orang pria tak dapat juga?" si nona bertanya. It Tie
tertawa hambar.
"Apakah maksud siecu supaya kamu dapat tinggal berpisahan?"
tanya dia. "Supaya yang laki laki berdiam didalam Siauw Lim Sie dan yang
perempuan diluar?"
"Maksudku supaya Han In Taysu serta seorang lain, yang terluka,
dapat tinggal didalam kuil," menjelaskan si nona.
It Tie bersikap dingin ketika dia berkata pula: "Tak apalah kalau
ini Han In Taysu ditinggal didalam kuil kami. Tapi itu yang satu lagi,
orang apakah dia" Punco khawatir hal itu kurang leluasa"
"Jikalau aku menyebutnya, mungkin taysu kenal dia," berkata si
nona. "Dialah Oey Liong Tongcu sebawahan Seng Kiong Sin Kun"
Mendengar itu, paras It Tie berubah.
"Apa sisegala Oey Liong Tongcu dan Pek Liong Tongcu?"
katanya, berlagak pilon. "Bagaimana punco kenal dia?"
"Taysu, jawabanmu terlalu cepat" berkata si nona. "Jikalau kau
tidak kenal Oey Liong Tong cu, mengapa kau ketahui di bawah Seng
Kiong Sin Kun itu masih ada Pek Liong Tong cu segala?"
It Tie bangkit, ia berkata dingin: "Siecu, bicaramu banyak salah,
tak karuan mengerti Hoat ceng Taysu bakal segera datang, bila
saatnya telah tiba, maka akan segera diketahui palsu atau tidaknya
Han In Taysu ini. Sekarang ini punco tidak mempunyai waktu lagi
akan mendengarkan kata kata tak keruan dan edan dari siecu"
Berkata begitu, It Tie memutar tubuhnya untuk bertindak pergi,
menghilang di balik tirai.
Ban Liang yang berpengalaman melengak karena herannya
sebab ia tidak menyangka sekali seorang ketua Siauw Lim Sie yang
agung dan berkenamaan beginilah tingkah lakunya.
siauw Pek turut merasa heran pula. ia menoleh kepada Soat Kun,
untuk membuka mulutnya, tapi segera ia batalkan-
Nona Hoan berkata tawar: "siauw Lim Sie biasa dipandang tinggi
oleh kaum rimba persilatan- orang menanggapnya sebagai gunung
Tay San atau bintang Tak Tauw, tak disangka begini saja menerima
tetamu... Para suhu kecuali ketua mu itu, ada siapa lagi yang bisa
mewakili partai kamu?"
Semua pendeta itu berdiam mendengarkan pertanyaan si nona.
Nona Hoan menanti beberapa lama, tetapi masih juga ia tidak
memperoleh jawaban, ia tertawa dan berkata sama tawarnya:
"Jika tidak ada orang yang dapat menjadi wakil ketua mu,
baiklah, kami akan berdiam saja didalam toatianmu ini"
Mendengar Suara sinona itu, Siauw Pek berbisik pada Ban Liang:
"Loocianpwee,jika tidak ada jawaban dari pihak Siauw Lim Sie ini
benarkah kita akan berdiam di dalam pendopo besar ini?"
Ban Liang menjawab berbisik juga^ "Sukar akan menerka
maksud si nona."
"Menurut pandanganku," Siauw Pek berbisik lebih jauh, "sikap
ketua siauw Lim Sie bagaikan hendak membangkitkan amarahnya
orang orang Siauw Lim Sie agar terjadilah perkara darah yang
hebat" "Memang Memang It Tie bermaksud buruk itu. Kecuali itu aku
percaya Nona Hoan dapat menerka maksud orang dan mengetahui
juga bagaimana harus menghadapinya..."
Tepat pada saat itu, terdengarlah satu suara yang berat: "Siecu,
kata katamu keliru" Mendengar itu, Siauw Pek segera berpaling
Yang berbicara itu ialah seorang pendeta berbaju abu abu. Dia
bertindak lebar.
"Siapakah kau suhu?" bertanya Soat Kun segera. "Apakah
kedudukan suhu?"
"Pinceng adalah penguasa toatian ini." menjawab pendeta itu.
"Ruang Tay Hiong Po tian Siauw Lim Sie ini menjadi tempat suci
kami karena itu mana dapat kami ini mengijinkan orang berdiam
disini?" "Suhu, tahukah kau bahwa ketua kamu telah mengibaskan
tangannya dan dengan begitu saja meninggalkan ruangan ini?"
tanya Nona Hoan-Pendeta itu memang datang dari luar.
"Apa yang dipikir ketua kami itu, tak berani aku menerkanya,"
sahut pendeta itu.
"Maksudnya ketua mu itu sudah terang dan jelas sekali" berkata
Soat Kun. "Jikalau kami tetap berdiam disini, dia jadi tidak merdeka
untuk menurunkan tangan jahatnya. Jikalau kita pergi dari sini,
itulah yang dikehendaki"
Pendeta berjubah abu abu itu mensidakapkan kedua belah
tangannya didepan dadanya. "Amidha Budha" ia memuji, "Itulah hal
yang pinceng tak berani menerkanya." Hoan Soat Kun berkata pula
"Jikalau kami takut, tak akan kami datang kemari. Karena kami
berani datang, pasti kami telah mempunyai persiapan kami Suhu,
para suhu yang suci disini semua adalah pendeta pendeta yang
mematuhi aturan, akan tetapi pada saat ini mereka sudah kena
dikelabui oleh beberapa murid Siauw Lim Sie yang murtad"
"oh, siecu, berani kau menghina ketua kami?" demikian satu
teguran keras. Menyusul itu, dua buah benda mengkilat melesat
menyambar kearah si nona
Siauw Pek berlaku waspada dan sebat, dia melihat datangnya
senjata rahasia itu, dengan sampokan pulang balik, dia menolak
senjata rahasia itu sehingga terlepas dari bahaya.
Itulah dua batang pisau belati, yang jatuh dilantai pendopo besar
itu. Dengan sebat Siauw Pek menyapu dengan sinar matanya kearah
para pendeta, yang semua berdiri diam dengan tenang seperti sedia
kala hingga ia tidak bisa mengetahui siapa si penyerang gelap itu.
Seng Su Poan tidak puas, maka dengan suara bernada mengejek,
ia kata keras^ "Suhu manakah yang demikian liehay yang
menggunakan senjata rahasia" Silahkan keluar untuk berbicara"
Tantangan itu tidak memperoleh jawaban-
Ban Liang mengulangi kata- katanya hingga beberapa kali, tetap
semua pendeta menutup mulutnya.
Melihat demikian, Siauw Pek bertindak akan menjemput pisau
belati itu, terus disimpan di dalam sakunya.
Pendekar Super Sakti 23 Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung Pendekar Super Sakti 10
^