Pedang Golok Yang Menggetarkan 21

Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen Bagian 21


perlunya akan menggoyang dan menggoyangkan lidah lagi?"
Dengan enghlong, orang gagah disini Soat Kun artikan laki laki
sejati. "Didalam Tiang Loo Hwee nona, ada beberapa tiangloo yang
menghargai nama baik Siauw Lim Sie secara luar biasa sekali" Su
Kay menjelaskan pula. ia bicara dengan sangat perlahan dan
mendadak ia menghentikan kata katanya itu.
Nona Hoan menghela napas.
"Taysu telah tiba saatnya utnuk taysu mengundurkan diri",
katanya. "Perlu taysu pergi membantu kakak seperguruanmu itu."
Mendengar kata kata si nona, tak ada lagi orang Kim Too Bun
yang membuka suara, walaupun sebenarnya masih ada beberapa
hal yang ingin ditanyakan. Su Kay mengangguk.
"Para Siecu, beristirahatlah dengan tenang", katanya. "Didalam
tempo dua hari pasti loolap akan menyampaikan kabar baik kepada
Siecu semua"
Habis berkata, ia memberi hormat, terus ia berlalu.
"Hmm" Kho Kong memperdengarkan suara dihidungnya. "Kenapa
sih pendeta ini bicara ayalan" orang Bu Lim siapa yang tidak
menghargai nama" Apakah cuma Siauw Lim Sie?"
"Dia belum bicara habis, dia berhenti secara tiba tiba", berkata
Giok Yauw, "entah apakah maksudnya?"
"Jangan persalahkan dia, dia memang sulit membuka mulutnya"
Soat Kun menerangkan.
"Kenapa begitu nona?" Nona Thiopun bertanya.
"Tadi dia menyebut bahwa diantara Tiangloo ada beberapa yang
sangat menghargai nama partainya" berkata Soat Kun. "itu artinya
dia tak ingin kita membeberkan rahasia mereka itu. Sebenarnya
Siauw Lim Sie terancam keruntuhan dan itu harus dapat dicegah."
"Katanya Tiang loo hwee terdiri dari pendeta yang berusia lanjut,
beribadat dan bijaksana" kata Kho Kong pula. "tetapi kenapa kini
sulit mengambil keputusan" Apakah mereka hendak menanti sampai
api membakar alis mereka?"
"Sebenarnya mereka sudah insyaf tetapi mereka tak ingin dunia
mengetahuinya. Mereka pula tak ingin meminjam tenaga bantuan
kita." "Toh hal telah kita ketahui" Kho Kong masih mendesak.
"Sekalipun mereka tak sudi minta bantuan kita, mereka tetap tak
dapat membungkam mulut kita..."
"Mungkin masih ada soal lainnya.^.." Soat Kun berkata pula. Tiba
tiba ia menghentikan kata katanya itu, ia mengangkat tangannya
untuk merapihkan rambutnya. Habis itu baru ia menyambungi. "Kho
hu hoat apakah kau sudi menerima dua jurus pelajaran dari aku?"
Sebenarnya sisembrono masih penasaran, masih ia mau
menanyakan lebih jauh, tetapi mendengar sinona bicara dari hal
pelajaran silat, kegirangannya meluap luap hingga sejenak itu ia
lupa pada urusan yang membuatnya penasaran itu.
"Pasti nona" sahutnya nyaring. Nona Hoan tersenyum.
"Bukankah huhoat menggunakan poan koanpit?" tanyanya.
"Benar nona. Tapi kalau perlu, suka aku menukarnya dengan
pedang...."
"SEmua delapan belas rupa alat senjata ada masing masing
keistimewaannya" berkata nona Hoan. "Hanyalah bakat dan tenaga
orang yang berlainan, dari itu berlainan pula hasil yang
diperolehnya..... Aku telah mengajari Oey Huhoat sejurus tipu silat
pedang, kau akan mendapatkan tiga jurus poan koan pit".
"Terima kasih nona" kata Kho Kong girang luar biasa. Terus ia
menjura. "Jangan memakai ada peradatan, huhoat."
"Nona mau mengajari ilmu silat padaku, mana dapat aku tidak
menjalankan aturan diantara murid dan guru?" kata siorang
sembrono yang tahu aturan itu.
Noba Hoan menggoyang goyang kepala.
"Aku cuma mengajari hafalannya saja" katanya "bagaimana
hasilnya nanti, itu tergantung kepada huhoat sendiri, kepada
ketekunanmu. inilah beda daripada cara guru mengajari
muridnya...." Berkata begitu, sinona bangkit.
"Kho huhoat, dapatkah kau meminjamkan pitmu?" tanyanya.
Kho Kong mengeluarkan poan koanpitnya, dengan hormat ia
mengangsurkannya. Soat Gie menyambuti senjata berupa alat tulis
itu, untuk diteruskan kepada kakaknya.
Setelah mencekal senjata itu, nona Hoan berkata perlahan- "Kho
huhoat, perhatikanlah"
"Akan aku perhatikan nona" sahut sianak muda hormat.
Soat Kun mengangkat senjatanya.
"Inilah jurus pertama Ho Gak Tiam ciang" bilangnya.
"Nama jurus yang bagus", kata Siauw Pek yang terus memasang
mata. Dengan perlahan Soat Kun mengangkat tangannya, lalu dengan
perlahan juga ia menurunkan lagi, tetapi tiba ditengah jalan,
mendadak ia menusuk dan menangkis berulang ulang bagaikan kilat
sebatnya. "Kho huhoat telah kau lihat jurus pertama ini?" tanya sinona.
"Aku lihat nona, hanya kurang jelas."
"Siapakah yang lainnya yang telah melihat jelas?" sinona tanya.
Semua orang berdiam, tiga kali sinona mengulangi pertanyaan,
tidak ada jawabannya. Maka ia tanya Han in,
"apakah taysu melihatnya?"
"Gerakan Siecu cepat luar biasa, loolappun belum melihat tegas"
sahut ketua Ngo Bie Pay itu.
"Sayang kami terbatas bakatnya, tak dapat kami mempelajari
silat hingga sempurna" berkata sinona. "Maka itu walaupun suhu
lihay tapi kami tidak dapat menuruninya."
"Kenapa Siecu berkata begitu?" tanya Han in- "Bukankah jurus
tadi lihay sekali?"
"Itulah sebab tenagaku kurang dan aku tak dapat melukai orang"
sinona akui. "Aku menyesal" berkata Ban Liang, "Aku bersahabat kekal
dengan gurumu nona, tetapi aku tidak tahu ia selihay ini, kalau tidak
aku pasti sudah minta ia suka mengajari aku barang beberapa
jurus." "Tentang itu, suhupun pernah omong kepadaku loocianpwe"
berkata sinona. "Kalau loocianpwee menyetujui dapat aku mewarisi
barang satu atau dua jurus."
Jago tua itu menghela napas.
"Dalam usiaku ini, nona" katanya masgul. "loohu adalah umpama
lilin yang sisa apinya tinggal padamnya saja, jadi tak usahlah nona
mewariskan kepandaian sahabatku itu kepadaku, tidak demikian
dengan beberapa pemuda ini. Harap nona mewarisi kepada mereka
agar tak sia sialah kepandaiannya sahabatku itu, supaya
kepandaiannya itu tak hilang terpendam"
Soat Kun mengangguk.
"Loocianpwee" katanya. Jikalau loocianpwee merasakan sesuatu
yang kurang sehat, tolonglah beritahukan kepadaku. Mengenai ilmu
pengobatan, guruku telah ada keyakinannya yang mendalam. Tak
dapat suhu mengatakan ia bisa menghidupkan pula orang yang
telah mati, akan tetapi sedikitnya ia dapat mendayakan untuk
mencegahnya, buat membantu memperpanjang umur. Berkat
warisan suhu itu, aku mengerti juga sedikit."
Mendengar kata kata si nona, Ban Liang tertawa terkekeh.
"Walaupun loohu telah merasakan ketuaanku tetapi aku belum
berkenan akan kematianku" katanya gembira dan jenaka.
"Memelihara diri juga sama dengan belajar silat loocianpwee.
Disini perlu juga orang menyediakan payung sebelum hujan turun"
Kembali sijago tua tertawa nyaring.
"Kakak Hoanku itu" katanya, "dia pandai melebihi kebanyakan
orang, dia cerdas luar biasa, dia toh tak sanggup mencegah
kematiannya sendiri. Karena itu buat apa aku situa jeri akan ajalku"
Buatku sekarang ini, yang aku harap ialah kabut tebal dan gelap
dunia Bu Lim dapat disapu bersih, supaya langit menjadi terang
benderang pula"
Han in menghela napas mendengar kata kata sijago tua.
"Sungguh Ban Sie cu seorang gagah sejati" pujinya kagum.
"Loocianpwee, aku cuma mau menunaikan tugasku, lain tidak."
Soat Kun bilang.
Selagi orang berbicara itu, Kho Konh seorang diri tengah berkutat
dengan jurus poan koanpitnya yang pertama itu. ia terus mencoba
mengingat ingat, perhatiannya tak dialih kan kearah mana juga.
Sementara itu sang waktu berjalan terus tanpa menghiraukan
urusan manusia. Lekas rasanya, lima hari sudah lewat, selama mana
Siauw Pek mendekam didalam penjara batu itu. Selama itu tak
terlantar barang santapan mereka, selalu Su Kay Taysu yang
meniliknya sendiri. Maka juga, walaupun terkurung, karena
mendapat waktu sebaik itu, lenyaplah lelah letih mereka selama
setengah bulan melayani musuh musuh terus terusan. Sekarang ini
mereka semua sehat walafiat seperti sediakala.
Kho Kongpun girang sekali. Selewatnya lima hari, berhasil juga ia
memahami tiga jurus ilmu silat poan koanpit ajaran nona Hoan-
Thio Giok Yauw juga tidak melewatkan hari hari senggang itu
dengan begitu saja, ia memperoleh hasil yang menggirangkannya.
Karena ia gemar dengan senjata rahasia, tanpa sungkan ia minta
Soat Kun suka mengajarinya dan untuk kebahagiaannya nona Hoan
menerima baik permintaannya itu. Maka ia dapat mewariskan
kepandaian Hoan Tiong Beng almarhum. Sambil beristirahat itu,
Siauw Pek juga tidak menganggur. Seandainya ia memahamkan
ilmu pedang Tay pie kiam hoat serta Toan hun It Too, ia mencari
cari kelebihan dan kekurangan kedua ilmu itu. Sampai sebegitu jauh
ia masih belum juga berhasil. Akan tetapi untuk kegembiraannya,
latihannya menambah kemahirannya dalam ilmu pedang dan golok
yang istimewa itu.
Pada hari keenam, tengah hari muncullah Su Khong taysu dan Su
Kay dan Su Ie. Mereka datang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu,
mereka memperlihatkan diri secara mendadak.
Dan pendeta tua itu dengan merangkap kedua belah tangannya
itu, dengan cara yang hormat berkata sabar kepada sekalian
tamunya. "Siecu maaf, loolap telah membuat kalian menderita
selama beberapa hari..."
Siauw Pek lekas lekas membalas hormat.
"Untuk keselamatan sesama kaum Bu Lim" katanya, "bagi kami
kaum Kim Too Bun, penderitaan beberapa hari ini tak ada artinya
sama sekali. Yang penting ialah taysu percaya akan kata kata kami
atau tidak?"
Anak muda ini bicara jujur tanpa tedeng aling aling lagi, dia
langsung tiba pada titik soal.
Dengan sikapnya yang agung sabar seperti semula, su Khong
berkata "Setelah kami menerima petunjuk Siecu sekalian, timbullah
kecurigaan kami, cuma karena urusan sangat besar dan penting,
sebelum kami memperoleh bukti yang kuat, kami masih diganggu
oleh keragu raguan, kami baru setengah percaya...."
Soat Kun menghela napas mendengar kata kata jujur pendeta
tua itu. "Taysu, katanya sabar, tahukah taysu mengapa kami beramai
sudah melakukan perjalanan melewati gunung dan sungai serta
juga menerjang bahaya mendatangi kuil Siau Lim Sie dari taysu
beramai ini" untuk apakah itu?"
"PAra Siecu, loolap menghargai usaha dan jerih payah kalian ini"
menjawab pendeta itu, "Siecu beramai sudah datang kemari guna
menyampaikan kabar untuk kebaikan Siauw Lim Sie, untuk itu kami
sangat bersyukur dan berterima kasih."
Aneh pendeta tua ini, pikir Ban Liang. Dia telah ketahui duduk
peristiwanya mestinya dia telah mempercayainya penuh, tetapi
kenapa dia masih tak sudi mengakuinya terus terang"
Nona Hoan berkata pula: "Sekarang ini separuh dari pengaruh
jahat sudah meliputi dunia Bu Lim, maka itu sekarang juga saat
atau kesempatannya yang terakhir. Jikalau kita tidak bertindak tegas
sekarang ini hanya berayal ayalan hingga mereka itu tumbuh sayap
pepak lengkap. pastilah celaka kita semua. Dengan
perlengkapannya itu, orang dibelakang layar itu yang menjadi
penggerak utama, asal dia memaklumkan perintahnya melakukan
penyerangan umum, pasti dunia Bu Lim seluruhnya akan terjatuh
dibawah pengaruhnya. Hingga walaupun tiga puluh tahun, tak nanti
kita dapat bangun pula. Dan partai kamu yang mulia taysu, yang
biasa memegang tampuk pimpinan, kali ini kami harap semoga
dapat bertindak pula, supaya dunia Kang ouw disadarkan agar
pengaruh iblis dapat ditumpas habis"
Mendengar suara sinona, Su Kay menghela napas panjang. Ngo
Kwie Toan Hun Ciu Ban Liang pun turut bicara. Katanya "Sejak
sembilan partai besar menggabung pelbagai partai menyerang dan
membasmi Pek Ho Bun, aku situa sudah merasa curiga, maka juga
telah kuberniat mencari tahu duduk hal yang sebenarnya, syukuriah
usaha kami tidak sia sia belaka karena Hong Thian telah
memberkahinya"
"Mengenai urusan ini loolap sudah berunding lama dengan adik
seperguruanku," su Khong berkata pula: "Kesulitan kami ialah kami
masih belum mempunyai bukti untuk dijadikan pegangan kuat.
Sekarang setelah para Siecu tiba disini, untuk mendapat kepastian,
sudikah para Siecu datang keruang Tay Jiak Ie kami untuk
berunding lebih jauh bersama kami"."
Siauw Pek menerima baik undangan itu
Soat Kun ingat akan Ciu ceng, ia lalu bertanya kalau kalau
kawannya itu yang menjadi kurban racun masih hidup atau sudah
meninggal dunia.
"Kami telah menempatkan dia di Tat Mo Ie" menjawab Su Kay.
"Kami telah memberikan dia obat tetapi hasilnya tidak ada, obat
kami bagaikan tenggelam lenyap didalam laut besar."
"Jikalau obatnya tidak tepat, memang tidak dapat dia ditolong",
kata nona Hoan.
"Apakah nona dapat menolong dia?" Su Kay tanya.
"Aku tidak dapat menolong dia, tetapi aku ketahui caranya,"
menyahut sinona. "Dia sebenarnya ada sangkutpaut dengan ketua
kalian". "Nona, apakah nona telah ketahui sipemimpin yang masih
menjadi orang rahasia itu?" Su Kay menanya menegasi.
"Aku tidak tahu", menjawab si nona. "Nah, mari kita berangkat"
Dengan berpegangan pada adiknya, nona ini segera membuka
langkah kakinya
JILID 42 Su Kay maju satu tindak. untuk mendampingi si nona. "Nona,
apakah nona menyangsikan loolap?" ia tanya perlahan.
"Didalam Siau Lim Sie taysu adalah yang paling sadar" sahut Soat
Kun. "Tentang taysu telah aku dengar dari bengcu kami."
"Sebenarnya loolap mencurigai kematian Su Hong Suheng, ketua
kami yang terdahulu itu," Su Kay memberitahukan. "Ketika
kedelapan belas partai menyerbu Pek Ho Bun, loolap tidak berdaya.
Loolap bersendirian saja. Kalau loolap menentang, mungkin loolap
mendapat susah..."
"Tapi kemudian" tanya si nona "apakah terus taysu tidak
menyelidikinya lagi?"
" Walaupun tatkala itu loolap berdiam saja. Diam diam loolap


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuat penyelidikan. Sampai saat ini sudah lewat belasan tahun,
tetap loolap tidak memperoleh hasil apa apa...."
"Apa saja yang taysu pernah dapatkan?" nona Hoan bertanya
pula. "Apa yang loolap dapatkan adalah tidak jelas. Loolap merasai
suatu pengaruh rahasia yang lagi meluas menjalar, hanya itu tak
tampak wujudnya, jadi sulit untuk memastikannya," pendeta itu
menerangkan- "Apakah taysu belum pernah berpikir bahwa pengaruh itu dapat
menjalar kedalam Siaw Lim Sie kalian?" Soat Kun tanya.
"Bicara sebenarnya Siecu, loolap bercuriga dalam halnya It Tie
sutit berhasil memperoleh kedudukan ketua partai kami. Hanya saja,
sebelum ada bUktinya, loolap tidak berani membUka mulut."
"Didalam para tiangloo kalian, taysu apakah ada orang atau
orang orang yang sependapat dengan taysu?"
"Menurut perasaanku, banyak yang berpikiran seperti loolap itu,
cuma mereka itu sangat berat terhadap nama baik dari partai kami,
tak ingin mereka keburukan itu tersiar dimuka umum, maka juga
walaupun hati mereka curiga, dimulut mereka tidak mau
mengeluarkannya .... "
"Bagaimana dengan Su Khong Taysu?"
"Kakak seperguruanku ituselalu menutup diri, ia tidak pernah
memperhatikan urusan itu...."
Selagi mereka bicara itu, mereka sudah memasuki halaman
penuh pohon bambu dari pendopo Tay Jiak Ie itu, maka waktu
mereka mulai memasuki ruang, Su Kay jalan mendahului kepalanya
tunduk. alisnya turun. Siauw Pek memimpin rombongannya
mengikuti pendeta pengantar itu. Mereka bertindak naik ditujuh
undakan tangga batu sebelum mereka memasuki hudkok, ruang
dalam dari pendopo itu.
Didalam ruang, orang paling dulu disambut bau harum dari hio
wangi, yang asapnya mengepul bergulung gulung. pada kedua sisi
timur dan barat tampak dua baris poutoan, yaitu alas tempat duduk.
Disebelah timur, terdapat sembilan buah lainnya, dan didepan itu
berdiri berbaris delapan pendeta dari tingkat huruf "Su". Ketika Su
kay tiba disitu, langsung ia menghampiri pou toan yang kesembilan
yang masih kosong.
Su Khong Taysu menanti sampai para tamunya sudah memasuki
ruang, ia menyambut sambil mengunjuk hormat dan mengundang
dengan manis: "Siecu sekalian, silahkan duduk" Lain- lain tiangloo
juga menunjukkan sikap ramah mereka.
Siauw Pek mengucapkan terima kasih sambil ia menjura dalam,
setelah itu, ia bertindak kepoutuan pertama disebelah barat, dimuka
itu ia berdiri diam dengan sikapnya meng hormat. Soat Kun dengan
dibantu adiknya menghadapi penonton di dekat ketua itu.
Ban Liang dan yang lainnya segera mengambil tempat masingmasing,
semua duduk dengan tenang dan rapih. Sikap sopan santun
dari mereka itu mendatangkan rasa hormat dari para tuan rumah.
Selama itu, Su Kong Taysu tunduk memandangi lantai, ia
berdiam saja, sesudah para tamunya mengambil tempat duduk
dengan rapi. Baru ia memulai bicara. Suaranya sabar dan tegas.
Berkata ia: "Kira-kira dua puluh tahun yang lalu, ketua kami Suhong
Suheng, bersama ketua- ketua dari Bu Tong Pay, dan Khong Tong
Pay telah berkumpul dipuncak Yan In Hong di gunung Pek Masan
untuk berapat. Pada suatu hari tiba-tiba saja mereka telah di serbu
musuh hingga semua terbinasa. Tatkala berita itu tiba dikuil kami,
semua murid bergusar sekali. Maka juga pantaslahjika mereka
mengambil tindakan membuat pembalasan sakit hati."
"Itulah hal yang selayak" kata Siauw Pek. "Sudah umum, kalau
ada penasaran, penasaran itu harus dilampiaskan, dan jikalau ada
sakit hati, sakit hati itu harus dibalaskan"
Habis mengucap begitu, ketua Kim Too Bun itu tampak sangat
berduka, karena kembali dlingatkan saat naas dari ayah bundanya,
serta orang-orang desanya. Ia tunduk dan menarik napas.
Su Khong Taysu dapat mengerti keharuan pemuda itu.
"Sebenarnya" katanya lebih jauh. "Kami pihak Siauw Lim Sie,
orang-orang beribadat, jika kami menghadapi soal saling bunuh,
soal hutang darah bayar darah, harus kamu memikir panjang dan
dengan seksama...."
Nona Hoan tidak menanti Siauw Pek membuka mulut, ia
mendahului, katanya:
"Dalam peristiwa dahulu itu, semua orang telah kena
diperdayakan dan dipermainkan. Tapi didalam hal itu, ketua kami
berpenasaran secara kecewa sekali. Bahwa sekarang ketua kami
sedang berikhtiar, itulah untuk peri keadilan kaum Bu Lim. ketua
kami itu memikir hanya soal melenyapkan ancaman malapetaka
besar. pada itu, ketua kami tidak membawa-bawa urusan
pribadinya"
"Para Siecu," berkata Su Khong, "Tentang pribadi kalian, loolap
telah mengerti baik sekali Urusan kalian tentang sepak terjang
kalian disini, telah loolap memakluminya."
"Taysu, taysu sangat mengangkat tinggi kepada" kata Siauw Pek
merendah. Su Khong diam beberapa saat, baru ia berkata pula: "Dipuncak
Yan in Hong itu, empat ketua telah menemui ajalnya dengan
serentak" demikian katanya. "Peristiwa itu amat menggemparkan
dunia Kang ouw. Telah ada bukti dari keempat jenasah, bukti yang
kuat sekali. Sekarang timbul kecurigaan, kecurigaan yang
memerlukan bukti yang kuat sekali......"
"Sekarang bukti sudah ada, walaupun mungkin belum cukup,"
berkata nona Hoan tawar. "Biarpun kuat, bukti pihak sana harus
dirobohkan"
"Nona besar. Walaupun demikian, kita harus berhati-hati....."
"Taysu, apakah taysu masih curigai Han in taysu ini?" si nona
bertanya. "Loolap bukannya curiga tetapi menghendaki kenyataan Han in
Taysu telah bagaikan hidup kembali, maka menurut loolap.
tugasnya yang utama ialah ia harus lekas-lekas pulang ke Ngo Bie
san, untuk membersihkan partainya, agar murid murtadnya itu
terhukum, supaya dilain pihak. ia mengambil alih pimpinan atas
partainya itu. Selesai itu, yaitu membangun kembali partai sendiri,
seharusnya Hak in Taysu mengadakan undangan umum,
mengumpulkan semua orang Bu Lim, guna membeberkan duduk
kejadian, setelah mana barulah bersama-sama di mulai tindakan
menghukum para penjahat lain partai. Untuk akhirnya kita bersama
menghadapi sepak terjang Seng Kiong."
"Itulah benar" berkata Han In Taysu nyaring.
"Loolap bicara dari hal yang pantas, mulai dari pribadi baru
kepada umum," Su Khong berkata pula. "Han in Taysu tak mati
karena kecelakaan itu, mana dapat ia membiarkan musuhnya hidup
berkuasa terus" Kenapa dia bukan mengurus pembalasannya sendiri
tetapi dia datang kemari untuk membantu Siauw Lim Sie?"
Su Ie menyambungi kakek seperguruannya itu. Katanya: "Jikalau
Han in Taysu, setelah lolos dari bencana, kemudian muridnya yang
jahat itu, guna mengambil pulang kekuasaannya selaku ketua, maka
tindakannya itu pasti akan menggemparkan dunia Kang ouw, maka
waktu itu pastilah kami dari kaum Siauw Lim Pay, kami akan
mencurigai ketua kami. Dipihak Bu Tong Pay dan Khong Tong Pay
juga pasti bakal terjadi pergolakan didalam, guna membersihkan
perkara tak wajar itu yang telah berjalan hampir dua puluh tahun.
Dengan begitu para giecu tak usah sampai kalian bergerak hebat
sampai kemari, ke kuil Siauw Lim Sie kami yang tua ini, hingga
sekarang banyak terjadi salah mengerti"
Kata- kata Su Khong dan Su ie masih bagaikan tak mau
mengakui atau tetap menyalahi, tindakan Han in Taysu, akan tetapi
kata-kata itu beralasan- Maka itu, sulit untuk menentangnya. Maka
Siauw Pek lalu berpikir: "Mereka ini berpiklr tetap tanpa
menunjukkan bukti yang lebih kuat, mungkin sulit
menyadarkannya." Selagi ia berpikir, Siauw Pek mendengar suara
Soat Kun. "Para taysu, kalian cuma tahu satu, tidak tahu dua." demikian
kata si nona. "Bagaimana, nona?" sahut Su Khong hambar. "Loolap mohon
penjelasan?"
"Tempat dimana Han In Taysu dikurung ialah wilayah propinsi
Hoolam." "Maafkan ketololan loolap. Siecu" kata Su Khong. "Loolap mohon
penjelasan lebih jauh. Loolap masih belum menangkap maksud
Siecu." "Han In Taysu lolos dari kurungan karena ia mendapatkan
bantuan Kim Too Bun hingga sekarang ia merdeka bebas."
"Masih Loolap kurang mengerti, Siecu. Adakah sangkut paut
peristiwa dulu itu dengan yang sekarang ini?"
"Seng Kiong Sin Kun bercita-cita besar, dia menguasai kalangan
Bu Lim, agar dia itu menjagoi dalam dunia. Untuk itu dia telah
bersiap selama dua puluh tahun. Dan sekarang dia telah mulai
bergerak. dia maju setindak demi setindak."
"Silahkan bicara lebih lanjut, Siecu."
"Ketika Han In Taysu bebas, yang pertama-tama dipikirnya ialah
pulang ke Ngo Bie San untuk membersihkan partainya sendiri guna
menghukum murid-muridnya yang mendurhaka itu, buat mengambil
pulang kekuasaannya, sesudah itu baru ia memikir untuk
menghadapi musuh besarnya, yang membuat partainya bercelaka
dan dirinya tersiksa. Apa mau telah ternyata, musuhnya terlalu
tangguh dan sudah mulai bekerja pula. GUnung Ngo Bie San betapa
jauh di Pak Siok.jauh laksana lie, mana dapat Han In Taysu pulang
kesana" Itulah membutuhkan sangat banyak tempo dan berabe
sekali, sedangkan sang waktu sudah sangat mendesak. Apa lagi
satu kesulitan lain, ialah sejak peristiwa Yan In Hong itu, Ngo Bie
Pay kini telah menjadi lemah, maka kalau Han In Taysu pulang
kegunungnya, tak dapat ia bekerja seorang diri, tak sanggup ia
bekerja besar."
Bicara sampai disitu, Noha Hoan menghela napas, untuk
melegakan hati. Selang sejenak baru ia menambahkan, katanya:
"Sementara itu kami dari pihak Kim Too Bun, kami mengingat Siauw
Lim Pay. Sejak dahulu, Siauw Lim Pay biasa menjadi pemimpin
kaum Bu Lim Bay paling maju dan kuat" Terutama para taysu dari
huruf "Su" merekalah orang-orang tua yang beribadat dan liehay,
yang semua berhati mulia dan bijaksana."
Mendengar kata-kata yang berupa pujian itu merah muka Su
Khong. "Amida Buddha Siecu terlalu memuji, tak sanggup loolap
menerimanya." katanya seraya merangkapkan tangannya. Ia jengah
sekali. Sebaliknya, dibalik cela, wajah si nona tak nampak. Soat Kun
berkata terus, tetap dengan sabar:
"oleh karena itu, maka kami dari pihak Kim Too Bun, kami
berpikir untuk mengambil langkah pertama, yaitu kami memikir
meminta bantuan Siauw Lim Pay. dalam hal ini, kami mau minta
bantuan taysu sekalian kami andalkan kepada Sang Buddha yang
murah hati dan penyayang. Kepada tianglo sekali yang termana
besar dalam dunia Bu Lim. Kamipercaya ka la u taysu sekalian
membuka suara menyerukanpara orang gagah untuk berkumpul
dan bekerja sama, pasti mereka a kan datang memenuhipanggilan
itu untuk menentang Seng Kiong Sin Kun, Han In meng ins aft
bahaya yang mengancam dunia Bu Lim itu, ia merasa malu pula
terhadap Kim Too Bun yang pernah menolongnya, maka waktu kami
mengajaknya kemari, ia segera menerima baik. I a rela
menyampingkan dahulu kepentinganpribadinya. Tapi sekarang taysu
sekalian mencurigai kami sungguh kami menyesal."
Mendengar kata- kata si nona, para tianglo itu malu pada dirinya
sendiri. Mereka merasa bahwa mereka bercuriga tanpa alasan-
Mereka juga malu mengingat mereka memang pendeta-pendeta tua
dan luhur. Sudah selayaknya kalau mereka bekerja sama
menyingkirkan ancamanpetaka untuk dunia Bu Lim seumumnya.
Beberapa kali Su Khong mau bicara, saban-saban ia gagal.
Hingga si nona mendahuluinya .
"Taysu" tanya Soat Kun "Ketika dahulu mendiang Su Hong Taysu
berangkat ke Yan In Hong, ia mengajak berapa orang murid?"
Siauw Pek tidak dapat menerka hati si nona, karena itu ia heran
mendengar nona itu bertanya demikian-Paras Su Khong nampak
terharu. "Ketika itu hari Su Hong sutee berangkat dia hanya mengajak
dua orang pengikut, yaitu It Tie dan It ceng kedua muridnya. It Tie
adalah ketua kami yang sekarang."
"Sutee" ialah adik seperguruan, maka itu Su Hong Taysu,
mendiang ketua Siauw Lim Pay itu, menjadi adik seperguruan Su
Khong. "Ketika It Tie dan It ceng lari pulang ke Siauw Lim Sie, apakah
mereka teriluka parah?" tanya Nona Hoan pula.
Su Khong melengak. "Mereka tak terluka" sahutnya.
Soat Kun berkata pula dingin: "Taysu, pernahkah taysu memikir
tentang bagaimana kuatnya kalau keempat ketua partai dari Siauw
Lim, Bu Tong, Ngo Bie dan Khong Tong bekerja sama" Musuh yang
bagaimanakah tangguhnya yang sanggup dengan sekali pukul
membinasakan mereka itu berempat" Mengapakah tidak ada
seorang ketua yang membebaskan diri dan juga yang lolos
sedangkan mereka masing-masing lihay luar biasa" Mengapa It
ceng yang ilmu silatnya masih lebih rendah dapat kabur pulang
dengan kaki tak kuntung dan tangan tak kuntung, bahkan tanpa
luka sama sekali" Bukankah itu luar biasa?"
Muka Su Khong bersemu merah, lalu ia menghela napas.
"Hal ini memang aneh." bilangnya. "Dahulu pun pernah loolap
merasa curiga, selayaknya taysu menyelidikinya."
"Ketika itu loolap lagi sangat berduka, pikiranku suram, sekalipun
loolap curiga, loolap hanya memikirkan hal musuh saja. Loolap pikir,
musuh tentu mengarah para ketua, jadi mereka membiarkan
sekalian murid lawan-lawannya."
Nona Hoan berkata pula. Ia tertawa dingin. Katanya: "Taysu,
pernah kah taysu memikirkan ini" Murid-murid keempat partai
melihat sendiri guru-guru, atau ketua-ketua mereka dibinasakan
orang secara demikian kejam, kenapa tidak ada satu juapun dari
mereka yang membela" Kenapakah tidak ada satu muridpun yang
berkorban untuk membela guru mereka" Tidakkah inipun
mencurigakan?"
Kembali Su Khong melengak. pada akhirnya, ia tersenyum sedih.
"Pikiran Siecu bukannya tak benar." sahutnya, "Hanya saja....."
Soat Kun memotong. Katanya: "Mungkin aku bicara terlalu keras.
Tapi akupun tak dapat menguasai ketegangan hatiku sendiri. Murid
siapa yang menyaksikan gurunya dibinasakan demikian kejam tetapi
masih dapat kabur dengan selamat, bahkan terus dapat
menggantikan gurunya menjadi ketua partai" Tidakkah para taysu
didalam peristiwa itu, hati taysu terlalu sangat terbuka?"
Para Tionglo itu terdiam. Bukan main kagumnya mereka atas
kepandaian bicara sinona. Lebih dahulu daripada itu, mereka sudah
mengagumi ilmu silat Siauw Pek. Kiranya Kim Too Bun mempunyai
orang-orang yang lihay.
"Siecu, kau membuat kami semua kagum sekali," kata Su Kay
Taysu kemudian-
"Maaf taysu," berkata si nona. "Aku berkata selalu begini buat
kebaikan dunia Bu Lim. Kami terpaksa menempuh bahaya untuk


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghadap para Tiongloo, untuk mengajukan permohonan kami
ini." Su Kay mendahului suhengnya Su Khong Taysu menjawab
sinona. Katanya: "Jikalau Kim Too Bun tak tahu takut menentang
Seng Kiong Sin Kun, maka buat dunia Bu Lim, kami dari pihak Siauw
Lim Pay, kami bersedia mengikuti Siecu beramai, untuk memberikan
tenaga kami yang tidak berarti. cuma......."
"Jangan bersangsi, taysu" Soat Kun menyela. "Kami tak
mempunyai maksud lain lagi. Langit dan bumi menjadi saksinya"
"Jika demikian, Siauw Lim Sie suka bekerja sama......."
"Bekerja sama mudah, asal orang berlaku bersungguh-sungguh
dan jujur" si nona kembali memotong.
"Jikalau orang tak dapat mengutarakan itu seCara terbuka, dia
dapat berjanji didalam hatinya sendiri."
Mendadak Su Khong menatap tajam nona itu dia bagaikan
hendak menembusi Cala dimuka si nona.
Soat Kun tahu sikap sipendeta. Sout Gi telah
memberitahukannya. Ia pula tidak mendengar suara pendeta itu.
"Apakah taysu menganggap kata- kata ku tak tepat?" tanyanya.
"Kata-kata nona terlalu tajam" jawab pendeta itu.
Soat Kun dapat menerka bahwa orang telah berubah pikiran-
Maka ia berkata pula: "Taysu, manakah It Tie" Kita tengah
membicarakan urusan dunia Bu Lim dalam mana Siauw Lim Sie pun
bersangkutpaut, sudah selayaknya saja kalau dia hadir disini"
Tapi Su Khong berkata tawar: "Urusan Siauw Lim Sie, Tiang Loo
Hwee dapat mengurusnya sendiri Kalau nona hendak bicara apaapa,
sampaikan saja pada loolap"
Perkataan sipendeta membuat si nona menduga sesuatu.
Mungkin ada apa-apa didalam Siauw Lim Sie. Lekas-lekas ia
menoleh pada Su Kay Taysu. Ia tidak bisa melihat tapi adiknya
dapat mengisikinya.
Paras Su Kay nampak guram. Segera terdengar dia berkata: "It
Tie sudah bertindak sembrono dan lancang. Dia membuat Siauw
Lim Sie mendapat malu, dia pula merusak diri sebagai penganut
Sang Buddha. Maka itu, Tiang Loo Hwee telah memutuskan menarik
pulang tongkat Lek Giok -hung dari tangannya."
Tiba-tiba saja pendeta itu menghentikan kata- katanya. Mungkin
dia malu orang luar mengetahui keruwetan didalam Siauw Lim Sie
sendiri. "Lek Giok Hung thung," yaitu "tongkat suci kemala hijau",
adalah tongkat kebesaran ketua Siauw Lim Sie.
Nona Hoan sangat cerdas. Kata-kata Su Kay membuat ia percaya
bahwa Tiang Loo Hwee sudah bertindak. bahwa It Tie sudah dipecat
selaku ketua, atau mungkin pendeta busuk itu sudah dipenjarakan,
tinggal perkaranya diperiksa dan diputuskan saja.
Tengah kedua belah pihak itu berdiam, sekonyong-konyong
mereka mendengar suara genta nyaring dan gencar.
Su Thong terkejut, air mukanya berubah. Segera dia menoleh
kepada Su Kay. "Genta itu datangnya dari chong Keng Kok, su Kay
sutee, lekas kau......"
Itulah suara ketua Tiang Loo Hwee itu, yang terputus dengan
tiba-tiba disebabkan munculnya seorang pendeta secara tergesagesa.
"Ada apakah?" tanya tiangloo itu, kaget dan heran-Napas
pendeta itu, yang usianya setengah tua, memburu keras.
"Harap sutee ketahui....." sahutnya susah. Ia pun berkeringat.
"Lekas bicara" bentak Su fe.
"ciangbun suheng....." katanya, kembali terputus. Kali ini dia
menoleh pada rombongan Siauw Pek.
Su Khong menerka jelek. lekas ia berkata pada Siauw Pek. "Maaf
Siecu, silahkan duduk saja. Loolap ingin mengundurkan diri
sebentar."
"silahkan taysu," kata Siauw Pek cepat. Pemuda inipun curiga.
"Maaf.." pendeta tua itu berkata pula, terus ia memberi hormat
dan segera mengundurkan diri. Su Ie dan Su Kay semua mengikuti
ketua Tiong Loo Hwee itu.
Setelah kesembilan Tiongloo tak tampak pula, Ban Liang berkata
perlahan- "Meski telah terjadi perubahan besar dalam Siauw Lim
Sie." "Tentulah itu mengenai diri It Tie" kata Giok Yauw.
"Nona Hoan," berkata Kho Kong. "coba terka, kejadian apakah
itu?" Soat Kun tersenyum. Dia balik bertanya: "Kalau Kho Huhoat yang
menjadi ketua Siauw Lim Sie itu, didalam keadaan seperti sekarang
ini, apakah tindakan huhoat?"
Khu Kong melengak.
"Andaikata aku menjadi It Tie Hweeshio, maka..." sahutnya
terputus. Nona Hoan tersenyum lagi. Ia berkata pula: "Rahasia sudah
pecah, tongkat kekuasaan sudah diambil pulang, hak sudah
ditiadakan. Bahkan diri berada dalam kurungan, tinggal nantikan
putusan saja, tinggal nunggu hukuman-....."
"Kalau begitu, terimalah nasib dan menanti hukuman saja......"
kata Kho Kong. "Benar, diri telah terkurung, tetapi masih ada kesempatan bisa
lolos, bahlan masih mempunyai konco-konco, kalau kau bagaimana
kau akan berbuat?" tanya si nona pula.
Ciuk Yauw menalangi kawan itu menjawab: "Sampai sebegitu
jauh, sederhana saja: Lakukan perlawanan"
Ban Liang tertawa. Ia Campur bicara: "Di sisi sembilan tiangloo
juga ada rombongan kita, dengan kita kedua belah pihak bekerja
sama, walaupun nyali It Tie besar, tak nanti dia berani berontak....
"Jikalau berontak tidak berani, ajaklah konco-konco kabur" kata
Kho Kong. "Terbang pergi tanpa pamitan lagi"
"Mudahkah untuk kabur beramai-ramai?" tanya nona Hoan-Kho
Kong melengak sejenak, terus ia tertawa. "Kalau begitu, gunakanlah
api, bakar habis" katanya.
"Menggunakan api dapat merugikan diri sendiri."
"Kalau aku bergerak dahulu" kata Giok Yauw.
"Kalau bergebrak dahulu, itu artinya kabur juga . Perbuatan
demikian mirip perbuatan seorang istri yang buron yang membawa
kabur barang-barang halus milik suaminya....."
"Siauw Lim Sie tersohor, ada tujuh puluh dua kepandaiannya,"
berkata pula Kho Kong. "Kabur, sekalian saja bawa kabur kitabkitabnya
pelbagai macam ilmu silat itu......"
Pembicaraan mereka ini terputus dengan tibanya Su Kay.
Pendeta itu datang sambil berlari-lari, mukanya menunjukkan
kegusaran beserta berduka, tangannya mencekal sebatang tongkat
besi panjang. Siauw Pek semua bangkit untuk menyambut. Siakan muda
bertanya: "Taysu membawa senjata, apakah ada sesuatu urusan
besar?" Su Kay melirik tongkatnya itu, ia menghela napas panjang.
"Siecu benar," katanya. Siauw Lim Sie telah menemui
kenaasannya, kenaasan yang belum pernah terjadi selama beberapa
puluh tahun."
Mendengar itu semua orang berdiam, cuma mata mereka
mengawasi pendeta itu. Su Kay menatap Siauw Pek.
"Ketika sedang mendatangi kemari, loolap mendengar sebagian
pembicaraan Siecu beramai," ia kata pula. Siauw Pek merasa
kagum. "Liehay tenaga dalam pendeta ini," katanya didalam hati.
"Selama berjalan, dia telah mendengar pembicaraan kita." Lalu ia
berkata: "Maaf, taysu, kami bicara sembarangan saja."
Su Kay menggelengkan kepalanya.
"Walaupun Siecu bicara sembarangan, tetapi itulah hal yang
benar," sahutnya, berduka. "Siecu beramai menerka tepat." Siauw
Pek terkejut. "Taysu maksudkan It Tie," katanya terputus.
Diantara musuh- musuh Coh Siauw Pek. It Tie ialah satu
diantaranya. Sekarang musuh itu kabur, sianak muda terperanjat,
menyesal dan mendongkol, hingga hampir ia melompat untuk lari
mengejar. Su Kay dapat menduga pikiran anak muda ini. Duduk
peristiwanya, "begini Siecu," ia memberi keterangan: "It Tie kabur
sesudah dia menghajar mati pendeta yang ditugaskan menjaga
cong Keng Kok, ranggon perantai menyimpan kitab-kitab kami. Dia
telah membawa pergi semua kitab simpanan itu. Inilah bencana
baru sekali dialami partai kami. Ini pula satu pukulan sangat hebat.
Kami semua menjadi sangat gusar maka kami telah bersumpah, tak
puas kami sebelum kami membinasakan manusia jahat itu serta
merampas kembali semua kitab"
Ketua Kim Too Bun tercengang.
"Jikalau aku tidak salah artikan, taysu." katanya. "Bukanlah
maksud Siauw Lim Pay supaya kami jangan Campurkan urusan
kalian itu?"
"Itulah permintaan yang tak selayaknya, harap Siecu sekalian
memakluminya." jawab si pendeta memastikan-
Giok Yauw tidak puas. Ia memperdengarkan suara dihidung.
"Sebenarnya kalian bersiaga terhadap kami." katanya. "Kalian
kuatir kami menangkap ikan didalam air keruh kalian takut kami
merampas kitab-kitabmu itu"
Muka Su Kay berubah menjadi merah.
"Dapat Siecu menerka begitu, tetapi tidak ada maksud loolap
mengatakan demikian," katanya. "Peristiwa ini menjadi satu malu
besar bagi partai kami, maka kami hendak mengurusnya hingga
beres. Kami mau bekerja dengan sekuat tenaga kami. Jikalau kami
minta bantuan orang lain, umpamanya semua kitab berhasil
dirampas kembali, kami malu terhadap leluhur partai kami"
"Baiklah" sahut Siauw Pek kemudian, sesudah ia berpikir.
"Dengan memandang kepada taysu, kami berjanji tidak akan
mencampuri urusan partai ini. Tetapi, hendak aku jelaskan, kalau
kelak dibelakang hari apa mau kami berpapasan dengan It Tie tidak
nanti kami lepaskan dia"
Su Kay mengangguk. ia memberi hormat. "Terima kasih, Siecu"
Sampai disitu, mendadak Nona Hoan bertanya: "Taysu, It Tie
kabur dengan membawa berapa banyak pengikut?"
Su Kay melengak atas pertanyaan itu. Ia harus mengakui
kecerdikan orang-orang Kim Too Bun ini.
"Ia mengajak lebih daripada lima puluh orang. Diantaranya ada
tujuh orang dari golongan huruf "It". Yang lainnya dari tingkat
ketiga dan keempat."
"Untuk menyusul mereka itu, taysu menggunakan berapa banyak
orang?" tanya Nona Hoan pula.
"Tak kurang dari seribu orang," menjawab su Kay, yang terus
memutar tubuh, buat berlalu. Ia berjalan dengan perlahan-
Siauw Pek jalan berendeng dengan pendeta itu. Ban Liang dan
lainnya mengikuti disebelah belakang. Baru beberapa tindak. si anak
muda, yang telah berpikir. Berkata kepada Su Kay: "Taysu
kehilangan barang, pasti taysu ingin lekas-lekas menyusul orangorang
jahat itu, guna menawan mereka. Karena itu, baiklah taysu
berangkat lebih dahulu. Kami beramai dapat turun gunung dengan
berjalan perlahan-lahan-"
Su Kay mengangguk, tetapi ia berkata: "Beberapa kakak
seperguruanku telah melihat bahwa peristiwa ini adalah permulaan
dari bencana kaum Kang ouw, bahwa karena kejadian didalam
partai kami, pastilah Seng Kiong Sin Kun bakal bergerak guna
mewujudkan usahanya mengacau dunia, supaya benar- benar dia
berhasil menguasai dunia Bu Lim"
"Itulah taysu, pandangan yang sama dengan pandangan kami,"
kata Siauw Pek.
"Siecu, loolap dan kakak-kakak seperguruanku mengagumi Siecu
buat sepak terjang Siecu sekarang ini," Su Kay berkata pula. "Siecu
tak kenal bahaya dan penderitaan, Siecu berusaha keras mencari
kawan diantara pelbagai partai, guna sama-sama menghadapi orang
jahat. Usaha Siecu ini bukan melulu mengenai kita kaum Bu Lim
tetapi juga untuk rakyat jelata. Kami pula berterima kasih yang
Siecu telah membeber rahasia It Tie itu....."
"Kalau kalian berterima kasih, kenapa kalian mengurung kami
didalam penjara batu?" pikir Kho Kong dan Oey Eng mendongkol.
"Siecu, ingin loolap menyampaikan pesan kakak seperguruanku.
Su Khong suheng," Su Kay berkata lagi. "Suhengku itu berkata,
kalau ganti urusan kita sudah selesai, suka Siauw Lim Pay kami
membawa Siecu, sebab Siecu mau bekerja guna umum....."
"Terima kasaih, taysu," berkata Siauw Pek, memberi hormat.
"Harap suheng kalian itu tidak mengatakan begini. Kami harus malu
karenanya."
"Siecu merendah saja. Kami tahu Siecu gagah dan si nona
cerdas, sedangkan kawan- kawan Siecu semua sama gagahnya.
Adalah untungnya dunia Kang ouw dengan munculnya Kim Too Bun
Siecu ini?"
Muka si anak muda merah. "Taysu terlalu memuji" ia merendah.
"Tidak Siecu. Nah, harap Siecu memaklumi yang kami hendak
mencari dahulu si orang jahat. Untuk menghukumnya, guna dapat
merampas pulang kitab-kitab pusaka kami"
"Persilahkan, taysu Tindakan Siauw Lim Pay ini sudah
sepantasnya saja"
"Terima kasih, Siecu. Hatiku tenang sekarang. Lalu......"
"Apakah lagi, taysu?"
"Hendak aku memberitahukan satu hal."
"Apakah itu?"
Pendeta itu menghela napas.
"Benar partai kami tidak dapat membantu sepenuhnya kepada
Kim Too Bun akan tetapi itu bukan berarti bahwa kami menaruh diri
kami diluar garis."
"Tolong jelaskan, taysu."
"Inilah pesan Su Khong, kakak seperguruanku itu. Loolap
diperintah mengikuti Siecu beramai, buat bekerja guna kebaikan Bu
Lim. Loolap akan menerima perintah Siecu, walaupun loolap mesti
menyerbu api"
Siauw Pek tercengang bahkan heran. "Mana dapat, taysu,"
katanya. "Perintah suhengku tak dapat loolap tentang." Su Kay terangkan.
"Suheng bahkan menandaskan, selama Seng Kiong Sin Kun belum
tertumpas, selama dunia Bu Lim belum bersih dan aman, selama itu
juga loolap termasuk orang Kim Too Bun- Walaupun kepalaku
kuntung dan darahku berhamburan, tak dapat loolap mundur
setengah jalan Suheng juga memberitahukan, setelah beres urusan
rumah tangga kami. Ia akan mengepalai semua muridnya akan
menyusul Siecu, agar dapat membantu sepenuhnya kepada Kim Too
Bun" "Bersatu hati bersatu tenaga, bersama-sama menentang musuh,
itulah sudah selayaknya," berkata Siauw Pek. "Akan tetapi apakah
kebijaksanaanku, maka juga aku berani menempatkan diri diatasan
kalian, taysu?"
"Itu lain soalnya, Siecu." menjelaskan Su Kay. "Didalam
pergerakan, kalau suatu urusan tidak disatu tangan, kalau perintah
bukannya satu, itu artinya tak akan berhasil"
Siauw Pek melengak saking herannya.
"Loolap pula hendak memberitahukan satu hal," Su Kay
menambahkan. "Sejak sekarang ini diriku sendiri hendak aku
serahkan pada Kim Too Bun, guna turut dalam usahanya. Andaikata


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siecu tidak menampik, suka aku bekerja buat selama lamanya. Atas
nama Buddha kami, hendak aku memastikan bahwa kata-kata
loolap ini bukan kata-kata kosong belaka"
"Taysu......" kata si anak muda, gugup, "Hal ini harus didamaikan
dahulu" Su Kay menjadi Siauw Lim Sie tingkat huruf "Su" itulah tingkat
tertinggi buat jamannya itu. Ia pula berkenamaan dalam dunia Kang
ouw. Sebab itu sebagai pendeta beribadat dan kenamaan, adalah
luar biasa yang di mesti tunduk dibawah kekuasaan Kim Too Bun
sebuah partai baru. Siauw Pek pula ada seorang pemuda bijaksana,
berat rasanya menerima pendeta itu. Tapi, sebelum sempat ia
menampik terlebih jauh, ia sudah mendengar suara Soat Kun.
Kata Nona Hoan: "Kim Too Bun hendak bekerja guna keadilan
dan kebenaran. Sekarang Su Kay Taysu hendak masuk kedalamnya,
ia tak dapat ditolak. Dengan memasuki partai kita, taysu mau
bekerja guna kebaikan dunia Bu Lim, buat kesejahteraan umum,
tindakannya itu tepat dan sesuai dengan maksud mulia Sang
Buddha" Mendengar suara si nona, Su Kay menghadapi Siauw Pek, untuk
merangkap tangannya.
"Benarlah apa yang dikatakan Nona Hoan" katanya. "Nyata si
nona mengetahui baik hati ku Nah, bengcu, terimalah hormat
sebawahanmu"
Berkata begitu pendeta itu memberi hormat itu. ia berkata: "Jika
aku tetap menolak. mungkin aku akan dikata mengasingkan taysu.
Maka itu sekarang, aku minta taysu tetap dalam kedudukan orang
yang tertua. Sukalah taysu menjadi pelindung kami mencapai
keadilan buat menolong dunia Bu Lim dari ancaman mara bahaya"
Sampai disitu, lalu muncul satu soal baru, karena ia diterima
dalam Kim Too Bun, berbicara dengan Siauw Pek, sang ketua,
bengcu, Su Kay membahasakan diri sebagai "Siok hee," sebawahan.
Sebutan ini ditolak Siauw Pek. sebab pendeta itu telah berusia lanjut
dan dia pula pendeta kenamaan dari Siauw Lim Sie. Dilain pihak, Su
Kay tetap memaksa juga , sebab katanya, itulah sudah sepantasnya.
Ban liang campur bicara, sambil tertawa ia berkata: "Sebenarnya
Kim Too Bun bukan berarti parta iseumumnya. Kami baru saja
membangun diri, maksudnya cuma untuk menegaskan wajah kami.
Tanpa suatu sebutan, susah buat kami bekerja. Siauw Lim Pay lain
sifatnya. Taysu menjadi pendeta beribadat dan agung dari Siauw
Lim Pay, kurang tepat taysu menjadi sebawahan ketua kami. Apa
kata semua murid Siauw Lim Sie lainnya nanti?"
"Sudahlah, hal ini tak usah diperpanjang." Soat Kun campur
bicara, suaranya tawar. "Taysu memasukkan diri secara sukarela,
taysu benar. Bengcu hendak menolak sebutan, bengcu juga benar.
Alasan bengcu terlebih tepat, karena bengcu hendak menjaga
nama, supaya kelak dikemudian hari tak nanti ada yang
mengatakan ia mau mengangkat diri umpama Seng Kiong Sin Kun."
"Tapi," berkata Su Kay. "Loolap menuruti bukan dimulut saja....."
"Demikian adanya, itulah keberuntungan dunia Bu Lim" berkata
pula Nona Hoan, tetap tawar.
Siauw Pek heran akan nada suara si nona. Tak sungkan-sungkan
Soat Kun terhadap Su Kay. Itulah bukan kebiasaan nona itu berlaku
tawar. "Mungkinkah sikap nona ini ada sebabnya?" tanyanya didalam
hati. "Biarlah lain waktu, bila saatnya telah tiba, aku akan minta
keterangannya...."
orang berbicara sambil jalan. Tak lama, keluar sudah mereka dari
pintu gereja. Disepanjang jalan itu mereka cuma menemui kacungkacung
serta pendeta-pendeta yang sudah tua-tua. Nampaknya
Siauw Lim Sie kosong, suasana sunyi sekali. Siauw Pek melihat
kelangit, lalu sekitarnya.
"Bagaimana sekarang?" tanya bengcu itu. "Siapakah yang
mempunyai saran?"
"Loolap." menyahut Han in Taysu. "Apakah itu, taysu" Bicaralah"
Han in memajukan keretanya hingga kesisi ketua Kim Too Bun.
"Untuk sementara loolap ingin pamitan dari bengcu," berkata
ketua Ngo Bie Pay itu. "Loolap pergi paling pama setengah tahun,
paling cepat tiga bukan Habis itu loolap akan mengikuti bengcu
untuk bekerja guna dunia Kang ouw." Siauw Pek heran.
"Apakah taysu ingin pulang kegunung taysu guna membersihkan
partai taysu, buat mengambil alih kedudukan ketua?" tanyanya.
Han in berdiam, terus dia menghela napas dalam. Nampak dia
berduka. "Sudah lama loolap belum pernah pulang kegunungku,"
sahutnya, masgul. "Loolap pergi sementara peristiwa di Yan in Hong
itu. Entah bagaimana keadaan partai loolap sekarang ini."
Si anak muda mengangguk. Dia mengerti.
"Tak heran kalau taysu kangen dan memikirkannya," katanya.
Wajah ketua Ngo Bie Pay itu suram. Katanya: "Telah loolap
menerima warisan dari guruku almarhum, siapa sangka bahwa
loolap telah menyia-nyiakannya, bahkan tubuh loolap malu....inilah
sebabnya kenapa selama banyak tahun itu loolap menahan malu,
mau hidup terus sampai sekarang ini...."
"Tetapi Thian maha adil, taysu Lihat saja sijahat akan makan
hasil perbuatan busuknya" Siauw Pek menghibur. Han in menghela
napas. "Benar, bengcu. Loolap bersumpah dengan tanganku sendiri
akan menghukum si murid murtad, guna mengambil kembali
kekuasaanku selaku ketua partai. Kalau tidak, tak ada muka loolap
menemui mendiang guruku yang berada dunia lain Dan dihadapan
para murid yang lurus dan setia, akan loolap umumkan kejahatan si
murtad itu, supaya kemudian loolap dapat memperbaiki partai
loolap itu."
Beda dari pada ketuanya. Soat Kun menggeleng kepala atas niat
Han in pulang kegunungnya itu. Kata nona ini. "Taysu, waktu sudah
berubah, suasana telah salin rupa. Daya taysu ini sudah tak
sempurna lagi."
Mendengar itu, Han in Taysu menatap si nona akan tetapi ia
cuma bisa mengawasi cala nona itu.
"Nona, kau sangat mengagumkan loolap." katanya kemudian-
"Maukah nona memberi petunjuk kepadaku?"
"Taysu, kata-katamu ini sangat memuji aku." berkata Nona
Hoan- "Loolap bicara dari hal yang benar."
"Taysu, pandanganku begini," berkata sinona kemudian- "Ngo
Bie Pay lain dari pada Siauw Lim Pay maka itu, kalau taysu
bertindak seperti pihak Siauw Lim, kau tentu tak akan berhasil.
Tindakan rombongan Su Kay Taysu itu, didalam tempo yang
pendek. bakal tersiar luas, hingga semua orang mengetahuinya.
Dengan demikian, bukankah telah ada contoh" Apakah Hoat ceng
tak bakal menyediakan payung sebelum hujan turun" pastilah dia
telah bersiap sedia akan menyambut taysu"
"Benar" Oey Eng turut bicara. "Sekarang Hoat ceng mengetahui
Ngo Bie Pay. Dia memegang kekuasaan besar, mudah saja dia
bergerak. Bukankah dia Cerdik dan licik" Taysu pulang seorang diri,
apakah itu bukan artinya menyerahkan diri masuk kedalam jaring?"
"Bicara terus terang, taysu," Ban Liang juga turut bicara. "Taysu
bercacat terutama pada kedua kaki taysu, hingga tak merdeka kau
menggunakan kedua kakimu itu. Sekarang taysu mau mendatangi
tempat berbahaya, mana hati kami dapat lega?"
"Paling benar" Kho Kong berseru, "Kita semua sama-sama pergi
ke Ngo Bie San. untuk menemani taysu dan membantunya
membersihkan partainya"
Semua orang Kim Too Bun bersimpatu kepada ketua Ngo Bie Pay
ini. Hati Han in Taysu terharu.
"Siecu sekalian, terima kasih untuk kebaikan hati kalian" katanya.
"Sekarang ini dunia sedang kacau, Kim Too Bunpun mempunyai
urusan sendiri, maka itu mana dapat kalian pergi keSu coan yang
sangat jauh" Untuk pergi dan pulang, orang harus menggunakan
tempo banyak sekali. oleh karena itu, tak usahlah Siecu sekalian
melakukan perjalanan yang jauh itu......."
Terdengar Soat Kun menghela napas.
"Memang sebenarnya, suasana tak mengijinkan kami semua
turut ke Sucoan," katanya. "Tapi juga tidak tepat untuk membiarkan
taysu pergi pula seorang diri. Sedangkan itu adalah perjalanan yang
berbahaya. Kita harus bersama-sama untuk memikirkan jalan yang
ada kebaikannya buat yang kedua belah pihak. Disamping kita
membereskan urusan dalam dari Ngo Bie Pay, kita juga harus
mendapatkan kesempatan buat mengumumkan orang-orang gagah
yang merdeka, untuk kita bekerja sama menentang Seng Kiong Sin
Kun" "Benar begitu" Giok Yauw pun campur bicara. "Maka itu nona,
tolong kau pikirkan daya yang sempurna. Apakah daya itu?"
Han in Taysu mengangguk. Dia setuju.
"Nona cerdas sekali, pasti nona dapat memikir jalan yang
sempurna" katanya.
Giok Yauw juga mendesak Nona Hoan- ia sangat ingin membantu
pendeta tua itu, yang menurut kenyataan telah menjadi gurunya,
sebab ia telah diajari ilmu silat pedang dan tangan "Hui Liam Sam
Kiam," dan "Thian Hong Su ciang."
Kemudian Soat Kun bertanya. "Taysu, apakah taysu ketahui,
kecuali Hoat ceng, adakah lain orang yang ilmu silatnya liehay
didalam Ngo Bie Pay?"
Pendeta itu menggelengkan kepala.
"MenyesaL Siecu, tak loolap ketahui. Sejak dianiaya dan
dikurung, loolap asing terhadap partai loolap itu."
Siauw Pek berpaling kepada Su Kay Taysu.
"Dalam hal ini." katanya kepada pendeta Siauw Lim itu. "Mungkin
taysu yang dapat memberi keterangan tentang Ngo Bie Pay itu."
"Bengcu menanyakan, tak dapat loolap tak bicara dengan
sebenar-benarnya." berkata pendeta itu, mengangguk. "Sekarang ini
didalam Ngo Bie Pay ada tiga orang yang ternama, mereka itu
terdiri dari satu bikshu, satu bikshuni dan satu orang biasa saja,
bukan pendeta bukan imam. Mereka itu mendapat sebutan Ngo Bie
Hu hoat Sam ciat."
"Taysu, tahukah taysu nama ketiga orang itu", tanya Han in. Su
Kay mengangguk.
"si bikshu adalah Ang In dan si bikshuni Cie in," sahutnya.
"Sedangkan siorang biasa ialah Kheng Tan-"
Kembali wajah Han In suram mendengar disebutnya tiga nama
itu, bahkan mereka itu disebut "huhoat sam ciat" artinya "tiga
pelindung hukum yang terliehay".
"Merekalah murid- murid durhaka dari Ngo Bie Pay" katanya,
berduka berbareng mendongkol. "Mereka diusir oleh mendiang guru
kami pada tiga puluh tahun yang lalu. Ang In dan Cieng In diusir
sebab melakukan pelanggaran agama, ilmu silat mereka telah
dihapus. Siapa sangka sekarang mereka muncul pula, malah sebagai
pelindung hukum Ngo Bie Pay"
"Merekalah penunjang yang paling diandalkan Hoat ceng." Su
Kay memberi keterangan lebih jauh.
"Loolap masih mempunyai seorang paman guru namanya ceng
ceng." berkata Han in. "Apakah taysu tahu kalau- kalau dia masih
sehat walaftat?"
"Seng ceng Siansu dapat tak dibuat sebutan selang sepuluh
tahun lebih." sahutnya. "Entahlah sekarang dia masih ada atau
sudah menutup mata." Siauw Pek menghela napas.
"Kalau begitu taysu, lebih baik jangan taysu pulang dahulu." ia
mencegah. "Sekarang justru waktunya si sesat berkuasa dan sijujur
bersembunyi."
Han in Taysu tertawa tawar.
"Buat loolap. hidup atau mati sudah diluar garis" katanya.
"Bengcu," Giok Yauw berkata, "Bagaimana kalau aku turut taysu
pergi ke Ngo Bie Pay?" Siauw Pek tercengang. Itulah pertanyaan
diluar dugaannya.
"Sekarang ini bukan soal pergi atau tidak pergi." ia berkata
sesudah berpikir. "It Tie dari Siauw Lim Sie, Gouw in Cu dari Bu
Tong Pay, Hoot Ceng dari Ngo Bie Pay, dan Shie Siang Hin dari
Khong Tong Pay, merekalah penunjang-penunjang yang paling
diandalkan dari Seng Kiong Sin Kun, sedang tadinya, mereka
menjadi mata- mata didalam keempat partai besar. Soal sekarang
ialah kemana kita harus pergi lebih dahulu."
"Bengcu benar, mari kita pahami soal ini." berkata Ban Liang.
Sampai disitu, semua mata diarahkan kepada Nona Hoan- Ketika
itu si nona tampak sedang tunduk tanpa mengucapkan sepatah kata
perkataan. orang tahu, seperti biasanya, nona itu tengah mengasah
otaknya karena itu, tidak ada jalan yang berani mengganggunya.
Dengan demikian, sunyilah mereka semua.
Lewat kira-kira beberapa menit, tiba-tiba terdengar suara si
nona. "Ada Ada Ada"
Giok Yauw, yang menentang matanya, adalah yang paling dulu
bertanya. "Ada apa nona?"
"Ada jalannya" menyahut Nona Hoan- "Asal semua dapat bersatu
hati melakukannya, dapat kita membuat pertempuran yang
memutuskan dengan Seng Kiong Sin Kun"
Mendengar kata-kata si nona, tiba-tiba orang bagaikan terbangun
semangatnya. "Lekas bicara, nona" Kho Kong berseru. "Daya apakah itu" Siapa
tidak suka bekerja sama dan atau melakukannya dengan sungguhsungguh.
Dia dapat dihukum menurut undang-undang perang"
Suara pemuda tak sabaran itu disambut sinona dengan
senyuman. Lalu habis itu, kembali ia berdiam.
Menyaksikan demikian, Ban Liang menghela napas.
"Rahasia tak dapat dibocorkan" katanya. "makin rahasia besar,
makin tak dapat sembarangan diumumkan. Demikianlah ajarannya
Cukat Bu Houw. Sudah, jangan ada yang tanya kepada si nona"
"oh, begitu?" berkata Kho Kong.
Mendengar suara si anak muda, semua orang tertawa. Akan
tetapi, didalam hati, semua menerka-nerka. "Daya apakah yang si
nona punyai?"
Tidak lama, Soat Kun berpaling kepada Han In Taysu.
"Taysu" kata ia, Jikalau taysu dapat bekerja menurut pikiranku,
aku percaya Hoat Ceng bersama ketiga pelindung hukumnya itu
akan datang kemari kehadapan taysu, untuk membereskan urusan
rumah tangga Ngo Bie Pay itu......"
"Jikalau itu sampai terjadi, sungguh ringan bagi kita," berkata
Siauw Pek. "Dengan begitu tak usah kitalah yang pergi melakoni
perjalanan jauh ribuan lie itu"
Han In taysu melongo karena herannya, ia menengadah kelangit.
"Berapa lama loolap mesti menanti, nona?" tanyanya.
"Dalam waktu tiga bulan, taysu."
"Tidakkah tempo tiga bulan terlalu lama?" tanya sang pendeta.
"Jika loolap tidak dapat membinasakan murid murtad itu, loolap
akan makan tak napsu dan tidur tak nyenyak" Soat Kun tertawa.
"Untuk berita sampai di Ngo Bie San, buat mereka itu sampai
disini, buat pergi dan kembali, sedikitnya dibutuhkan waktu dua
bulan." katanya.
"Karena itu, tempo tiga bulan itu bukanlah tempo yang lama."
"Suhu, dengarlah aku" berkata Giok Yauw. "Belasan tahun suhu
bersabar.....mustahil tiga bulan tidak?"
Pendeta dari Ngo Bie Pay itu tertawa menyeringai.


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nona, sudi kiranya kau memberi petunjuk kepadaku," ia minta
kepada Soat Kun-"Sebelum murid murtad itu datang kemari, apa
saja yang loolap mesti kerjakan?"
Sebelumnya menjawab, Nona Hoan memperlihatkan sikapnya
yang sungguh-sungguh.
"Taysu" sahutnya. "Hoat Ceng itu menjadi murid taysu, untuk
menghukum dia, taysu yang mesti turun tangan sendiri"
"Kau benar nona, tapi bagaimana caranya?" Sinona tersneyum.
"Inilah urusan dalam Ngo Bie Pay, orang luar tak berhak
mencampur...."
Han In taysu melengak. tapi segera tampak wajahnya terang.
Inilah karena ia dapat berpikir: "Jikalau murid celaka itu datang
bersama tiga kawannya, seorang diri sulit aku melayaninya. Jika kau
gagal, tidakkah itu membuat penasaran" Dalam mengurus urusan
Ngo Bie Pay ini, aku memang tidak dapat minta bantuan orang lain-
....." Pendeta ini bukannya seorang tolol, ia segera insyaf. Akhirnya ia
tertawa. "Giok Yauw" berkata ia kemudian- "Loolap harus melatih dahulu
ilmu silatku Lekas kau pernahkah aku kedalam kereta kuda, kaujaga
agar tidak ada orang yang mengganggu.. Ingat, jangan kau
membuatku menyia-nyiakan yang amat berharga ini" Giok Yauw
gembira sekali.
"Baik suhu" sahutnya. "Murid mu akan mentaati perintah mu"
Tetap nona ini memanggil suhu kepada pendeta tua itu.
Sementara itu tiga buah kereta sudah bercokol ditepi jalan Oey
Ho Ciu Ceng telah menempati salah satu kereta. Karena itu, Giok
Yauw membawa gurunya kesebuah kereta yang lainnya. Ia
membantui gurunya itu naik kereta bersama-sama kursi atau kereta
dorongnya sekalian- Sesudah itu, ia sendiri juga turut naik kedalam
kereta. Menyaksikan lagak nona Thio, Ban Liang tertawa.
"Kata- katamu, nona," katanya perlahan kepada Soat Kun,
"mungkin akan menyebabkan nona Thio menjadi murid dari Ngo Bie
Pay" Soat Kun senyum. Ketika ia menjawab sijago tua, ia bicara tidak
tentang Giok Yauw, katanya: "Waktu untuk bertempur sudah tak
lama lagi, karena itu membuat kepandaian silat sendiri bertambah
menambah tenaga berperang dan itu juga berarti menambah
harapan buat memperoleh kemenangan"
"Nona benar" Kho Kong turut bicara. "Pelajaran kami juga perlu
dilatih terus"
Siauw Pek mengangguk. ia mengawasi semua kawannya.
"selama menanti ini, apakah yang harus kita perbuat?" tanyanya
"Nona Hoan tentu dapat memberi petunjuk." berkata Kho Kong.
Soat Kun menggelengkan kepala.
"Telah ada yang kupikir, akan tetapi didalam tempo satu bulan
ini, aku hendak melihat suasana saja," menyahut si nona. "Sekarang
ini segala sesuatu aku serahkan kepada kalian-"
Siauw Pek memandang Su Kay Taysu.
"Taysu pikir bagaimana?" ia tanya pendeta Siauw Lim Sie itu.
"Loolap menurut saja" sahut orang yang ditanya.
"Menurut aku," Ban Liang berkata. "Baiklah kita berangkat ke
Kanglam untuk melihat keindahan disana."
Setelah mendengar pelbagai suara itu, Soat Kun baru berkata:
"Ban Loocianpwee benar, Kalau kita pergi ke Selatan, mungkin kita
akan memperoleh sesuatu hasil"
Kang Lam ialah wilayah Selatan.
Tiba-tiba Su Kay mendapat pikiran. Maka iapun berkata: "Ngo Bie
San berada jauh di See Siok. tak dapat kita pergi kesana, tetapi Bu
Tong Pay terletak tak jauh dari sini, kenapa kita tak mau pergi
kesana untuk melihat bagaimana keadaan Bu Tong Pay?"
Soat Kun tertawa mendengar suara pendeta itu.
"oh, kiranya taysupun mendapat serupa pikiran sebagai aku"
katanya. "Kenapa taysu tak mengutarakan sejak tadi-tadi" Tidak
demikian tak usahlah taysu membuat kita semua mesti keras
berpikir" Paras sipendeta bersemu merah. "Pendapatku pendapat yang
cupat saja." bilangnya. Siauw Pek heran
"Agaknya Nona Hoan memikir sesuatu terhadap Su Kay Taysu,"
pikirnya. "Kalau diantara mereka ada ganjalan, aku harus
meredakannya supaya selanjutnya mereka mengerti satu sama lain-
..." Maka ia selalu berkata: "Diantara sembilan partai besar, Bu Tong
termasuk nomor dua yang kuat dan besar pengaruhnya, maka itu,
kalau kita pergi kesana, kita harus berhati-hati. Aku percaya
kepergian kita inipun akan lebih banyak untungnya daripada
gagalnya....."
Su Kay girang Siauw Pek setujui usulnya itu. "Sungguh jauh
pandangan bengcu," kata memuji.
"Taysu cuma memuji," kata sang ketua jengah. "Nona Hoan,
jikalau nona tidak memikir lainnya, mari kita berangkat sekarang"
"Terserah pada bengcu" berkata nona itu. Lalu dengan tangan
kanan dibahu adiknya, ia bertindak kearah kereta bertenda.
Hanya sejenak. maka terdengarlah bergelindingnya roda-roda
kereta. Disepanjang jalan itu kadang-kadang terlihat dua atau tiga murid
Siauw Lim Sie yang membekal senjata dengan wajah kucal, mereka
tampak dijalan besar atau dijalan kecil, tengah mondar mandir.
Kalau mereka berpapasan dengan Su Kay Taysu, mereka memberi
hormat. Sebaliknya pendeta tua ini tak menanyakan apa juga
kepada mereka itu.
Siauw Pek mengawasi gerak gerik para pendeta, ia tahu bahwa
orang-orang itu belum berhasil mencuri It Tie, akan tetapi melihat
arahnya mereka itu, ia menerka tentulah It Tie kabur ke selatan
gunung Siong San-
Dilain hari, ditengah perjalanan rombongan Kim Too Bun
menemui banyak murid Siauw Lim Sie.
Pada tengah hari itu, selagi Siauw Pek berada didalam kereta,
melihat Ciu Ceng, tiba-tiba keretanya dihentikan, menyusul itu Kho
Kong lari menghampirinya, setibanya didekat kereta, saudara itu
berkata nyaring. "Bengcu, mari, lekas lihat"
Suaranya anak muda ini sangat mendesak saking tegangnya
hatinya sedang napasnya memburu keras. Siauw Pek tercengang.
"Apakah ada musuh?" tanyanya. Itulah terkaannya yang
pertama. Iapun segera melompat turun dari keretanya. Kho Kong
lantas menunjuk.
"Ban Huhoat memegat rombongan orang Rimba Persilatan"
katanya masih napasnya belum teratur kembali. "Pemimpin
rombongan itu justrulah musuh besar kita, orang yang membunuh
ayah bengcu."
Hari si anak muda tercekat.
"Kim ciong Tojin?" tanya sambil terus lari kedepan.
"Bukan- Hui Siu ouw Hwee" sahut sang adik angkat yang
menyusul lari. Hanya sebentar, tiba sudah mereka didepan kereta terdepan,
maka dari situ mereka dapat melihat tegas.
Ban Liang lagi tersenyum, Oey tengah berdiri menghadang
ditengah jalan besar. Pihak yang dihadang itu terdiri dari dua atau
tiga belas orang. Yang menjadi kepalanya ialah seorang yang
tubuhnya kate dan kecil. Yang hidungnya mirip hidung burung
ulung-ulung, tangan kirinya menggenggam golok pendek. Dia itu
tengah berkata-kata, tetapi Ban Liang sambil menengadah kelangit,
tak menghiraukannya.
Melihat si kate kecil itu dibenak otak Siauw Pek segera berbayang
peristiwa hebat didepan Seng Su Kio dahulu itu, hingga didalam
sekejap saja timbullah hawa amarahnya. Tanpa membuka suara
lagi, ia melompat maju sambil menghunus pedangnya.
Memang benar orang kate kecil itu ialah Hui siu ouw si TUa
Terbang, jago partai Pat Kwa Bun-
Siauw Pek mengingat baik musuh itu, sebagaimana si musuhpun
segera mengenali anak muda ini. Adalah diluar dugaan mereka
berdua bahwa hari ini mereka bertemu ditengah jalan ini.
Mulanya ouw Bwee terkejut hingga ia melengak. tetapi sebentar,
dia menengadah kelangit dan tertawa terbahak-bahak.
"Hmm, tua bangka" menegur Ban Liang. "Apakah dengan
tertawamu ini kau mencoba membesarkan nyalimu?"
Habis tertawa itu, Ouw Bwee menatap tajam kepada sijago tua,
sepasang alisnya bangun berdiri. Setelah itu dia menggeser
tatapannya kepada si anak muda.
"Hai, Coh Siauw Pek" dia menegur. "Selama ini telah tersiar
berita dalam dunia Kang ouw bahwa kau telah membangun Kim Too
Bun bahwa kau yang menjadi ketuanya. Benarkah itu?"
"Tidak salah" sahut Siauw Pek terang. "Berita itu tidak dusta"
Ouw Bwee mengawasi pula Ban Liang.
"Eh, Seng Supoan, kau tentulah orang Kim Too Bun," tanyanya.
"Aku si tua adalah seorang huhoat dari Kim Too Bun" Ban Liang
mengakul. Agaknya si tua Terbang terkejut. Dia segera berpikir: "Apakah
kebiasaan dan kebijaksanaan Coh Siauw Pek yang muda remaja ini
maka juga si tua bangka yang namanya sudah terkenal sejak
puluhan tahun yang lalu sudi menjadi huhoat bawahannya"
Kenapakah dia rela jadi hanya seorang bawahan?"
Selagi berpikir begitu, ouw Bwee mendapat lihat Su Kay Taysu,
mendadak dia tertawa lebar, terus dia berkata nyaring: "Jikalau aku
si tua she ouw tidak lamur mataku, taysu tentulah itu pendeta
beribadat dari Siauw Lim Sie ialah Su Kay Taysu yang menjadi salah
satu dari empat Kim Kong Siauw Lim Pay?"
"Sungguh malu, demikianlah adanya loolap." Su Kay menjawab
dengan sebenarnya. ia merendahkan diri karena ia disebut sebagai
salah satu Kimkong, Arhat, dari Siauw Lim Sie.
ouw Bwee tertawa dingin, katanya: "Taysu, menjadi pendeta
beribadat, bukankah tak selayaknya taysu merendahkan diri menjadi
seorang anggota Kim Too Bun?"
Dengan bersungguh-sungguh Su Kay memberikan kepastian:
"Memang benar loolap menjadi salah seorang huhoat"
ouw Bwee terkejut, demikian juga kawan-kawanannya. Mereka
semua mengenal pendeta Siauw Lim Sie itu, maka itu mereka
menjadi heran bukan main- orang Siauw Lim Sie menjadi huhoat
pelindung hukum dari partai Kim Too Bun Mereka bungkam.
"ouw Bwee" Siauw Pek menegur, memecahkan kesunyian.
"Ada apakah?" Ouw Bwee balik bertanya, berlagak pilon-
Sianak muda memperlihatkan roman bengis.
"Ketika dahulu hari terjadi pengepungan dan pengeroyokan
terhadap keluarga Coh didepan Seng Su Kio kan toh salah satu
pengeroyok, bukan?" tegur Siauw Pek. jago Pat Kwa Bun itu
mencoba menenangkan hatinya.
"Dunia Rimba Persilatan telah menjadi gusar sekali, mana dapat
aku si orang she ouw ketinggalan dibelakang?" dia menjawab tak
langsung. Siauw Pek tertawa dingin.
"Jikalau aku salah ingat, kau telah menikam punggung ibuku"
katanya. "Aku tak salah bukan?"
Tanpa terasa, Ouw Bwee memanggil sendiri.
Siauw Pek berkata pula, bengis: "Dan kakak ku, Kie Pek. telah
kena tebas tubuhnya hingga menjadi kutung dua potong, tubuhnya
itu jatuh kedalam selokan jurang. Dan ada lagi, kakakku Bun Koan,
telah kau tangkap hidup,hidup Sekarang kau harus membuat
perhitungan"
JILID 43 Masih Ouw Bwee dapat tersenyum.
"Kabu benar" sahutnya. "Memang aku telah tangkap hidup Coh
Bun Koan, tetapi......"
"Tetapi apa?" teriak Siauw Pek. "Apakah kau telah
membunuhnya?"
"Kau dengarlah" balas teriak Ouw Bwee. "Kakakmu itu tidak
mati" "Baik" seru Siauw Pek. "Kalau kau benar tidak membunuh dia,
dimana dia sekarang?"
Bukan main jerinya si Tua Terbang, dengan Cepat hatinya
berpikir: "Kabarnya bocah ini mewarisi kepandaian Thian Kiam Kie
Tong dan Pa Too Siang Go, sudah begitu disinipun ada Su Kay
Taysu dan Ban Liang. Mana dapat aku lolos dari sini" Mesti aku
menggunakan akal" Dasar licik, dia segera berpura tabah.
"Tentang dimana adanya Coh Bun Koan sekarang, cuma aku
sendiri yang ketahui" berkata dia sambil tertawa kering. "Jikalau kau
tidak menunjukkan kepandaianmu yang membuat aku kagum dan
takluk. jangan kau harap nanti mendapat tahu tentang kakakmu itu"
Si Tua Terbang berharap dengan gertakannya ini, Siauw Pek
tidak akan segera membinasakannya. Dia pikir, selama dia masih
hidup, dia tetap akan berdaya menolong jiwanya.
Kho Kong yang mengawasi jago tua itu, berkata nyaring: "Mata
tu bangka ini memain tak hentinya, dia tidak dapat dipercaya"
"Silahkan toako minggir" berkata Oey Eng. "Biar aku yang
mampuskan dia untuk mengubur arwah ayah toako dialam baka"
Siauw Pek dapat menenangkan diri. Ia tahu ia memang
membutuhkan keterangan musuh ini mengenai kakaknya.
"Saudara-saudara, mundur dahulu." katanya. "Biar aku yang
melayani dia"
Kho Kong menghunus senjatanya. Dia berseru: "Mereka yang tak
bersangkut paut, mundur lima tindak"
Ouw Bwee membesarkan nyalinya. Dia tertawa menghina.
"Coh Kam Pek menjadi musuh umum" teriaknya. "Disini tidak ada
orang yang tidak bersangkut paut"
Sengaja dia berkata demikian, untuk merembet-rembet kawankawannya
itu, supaya semua kawan itu memburu. Siauw Pek dapat
menebak hati orang. "Percuma kau mengharap dapat mengepung
aku" katanya. "Waspadalah"
Begitu ia mengancam itu, sianak muda segera menikam. Ouw
Bwee sudah siap sedia, siap menyampok dengan tamengnya.
Siauw Pek tertawa dingin, ia segera menyerang pula. Bahkan ia
mengurung dengar sinar pedangnya.
Ouw Bwee repot sekali. Dia menangkis-nangkis dengan
tamengnya. Dia mencoba membacok dengan golok pendek
ditangannya, tetapi senjata pendek itu tak sampai kepada musuh.
Maka terpaksa dia membela diri. Dia memang satu jago tua. Dia
segera mengeluarkan ilmu silat "Hoan In Pat Sie" dari partainya,
partai Pat Kwa Bun. Ilmu silatnya itu berarti delapan jurus
"Membalik Awan". Dengan itu dia berkelahi sambil mencari jalan
lolos. Walaupun lawan mengandalkan tamengnya yang liehay, Siauw
Pek dapat mengurung terus ia dapat membuat lawan repot sekali.
Didalam waktu yang singkat, Ouw Bwee telah bermandikan
peluh, hingga hatinya menjadi Ciut sekali. Wajahnya juga tak dapat
menyembunyikan rasa takutnya. Dla selalu melindungi tubuhnya
yang katai kecil dibalik tamengnya.
Tengah Hui Siu terdesak itu, diantara rombongannya terdengar
perintah segera maju empat orang yang bersenjatakan tameng dan
golok pendek. Maka dapatlah diduga bahwa mereka adalah orangorang
Pat Kwa Bun. Itulah tidak salah Bahkan salah seorang adalah adik seperguruan
Hui Sui. Tiga yang lainnya adalah keponakan murid.
Siauw Pek melayani keempat musuh baru itu, sehabisnya ia


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menangkis setiap serangan mereka, ia serentak mengurung mereka
bersama-sama Ouw Bwee.
Oey Eng menonton dengan asyik. Bahkan mereka bisa saling
melirik dan tertawa. Karena tahu liehaynya ketua mereka itu, yang
tak takut pengepungan-
Lewat beberapa jurus, ketiga keponakan murid Ouw Bwee
merasa dirinya sangat terdesak. Tetapi mereka tidak berani
melompat mundur untuk keluar dari kalangan. Mereka jeri terhadap
aturan keras dari Pat Kwa Bun yang melarang sembarangan orang
mundur. Sebagaimana biasanya, Siauw Pek dapat mengurung lawanlawannya,
akan tetapi buat turun tangan membinasakannya, ia
merasa "sulit". Ilmu pedangnya itu cuma dapat mengurung
membuat orang lelah.
Dengan perantaraan Soat Gie, Soat Kun mendapat tahu jalannya
pertempuran yang bertele-tele itu, segera juga ia memperdengarkan
suaranya: "Mereka berlima bukan orang baik-baik, mereka juga
musuh- musuh yang membinasakan ayah bengcu, kenapa bengcu
tidak mau segera turun tangan membinasakan mereka?"
Mendengar suara si nona, yang tahu-tahu sudah muncul dan
datang menonton pertempuran- ketiga keponakan murid Ouw Bwee
itu menjadi kaget, mereka takut bukan main, tanpa merasa mereka
menoleh kearah nona itu.
Justru orang berpaling itu, justru pedang sianak muda
mengancam pinggang mereka. Ujung pedang meluncur terus
dengan ancamannya itu.
Ketiga orang Pat Kwa Bun itu terkejut mereka menangkis dan
membacok. membela diri sambil menyerang. "Aduh" demikian satu
jeritan. Tahu-tahu ujung golok melesat dan menikam kawan sendiri.
Siauw Pek sendiri sudah meneruskan serangannya kepada Ouw
Bwee. Orang yang terluka itu melemparkan tameng dan goloknya,
sambil menutup lubang lukanya dengan kedua tangannya, ia
menjatuhkan diri bergulingan, keluar dari kalangan pertempuran.
Ouw Bwee kaget serta takut.
"Siapa berani" teriaknya. Tetapi kata- katanya itu tak dapat
diteruskan, karena ia terus lompat kepada keponakan muridnya
yang terluka itu, untuk mendepaknya. Sebenarnya ia berniat
mengancam supaya jangan ada kawannya yang mundur.
Siauw Pek sementara itu ragu-ragu untuk membinasakan musuh,
ia harus menggunakan goloknya. Dengan pedangnya saja ia tak
berdaya. Disaat itu terdengar pula suara nona Hoan: "Bengcu, Jikalau
bengcu ingin mendapatkan musuh yang hidup, silahkan bengcu
mundur. Biarkan Oey dan Kho Huhoat yang maju"
Suara nona itu dingin. Ia berkata itu karena ada maksudnya.
Kho Kong menerima kata-kata sinona dengan wajar. Ia berkata:
"Benar Silahkan bengcu istirahat Lihat adikmu membekuk mereka
ini" Mendengar suara saudara itu, paras Siauw Pek berubah. "Lihat
pedang" mendadak ia berseru. "Lihat pedang"
Menyusul seruan itu, berisiklah suara pedang beradu dengan
pelbagai tameng disusul dengan suara berisiknya jatuhnya keempat
tameng ketanah. Karena dengan tiba-tiba saja Ouw Bwee semua
merasai tangannya nyeri, hingga tanpa merasa mereka melepaskan
cekalan atas senjatanya itu masing-masing.
"Bagus" Ban Liang berseru, sedangkan mulanya dia tercengang
heran- Oey Eng dan Kho Kong turut tercengang juga , tetapi lekas juga
mereka mengawasi musuh.
Ouw Bwee berempat berdiri diam ditengah medan pertempuran
itu, muka mereka pucat pasi. Yang hebat ialah tangan kiri mereka
memegangi tangan kanannya masing-masing. Sebabnya ialah,
semua jeriji tangan kanan mereka telah terbabat kutung dan
darahnya mengucur ke tanah
"Hahaha" tertawa Kho Kong selekasnya dia sadar. "Jikalau kami
tidak segera menyerah manda ditelikung, sungguh kamu tak tahu
mampus" Berkata begitu, anak muda ini lari kepada Ouw Bwee, untuk
menotok jago tua itu. Hui Siu berlompat mundur, berkelit dari
totokan. "Kau mengandalkan kawan, adakah kau seorang gagah?"
bentaknya. Pemuda itu menjadi gusar.
"Tua bangka" bentaknya. "Kau berani mendamprat orang" Ambil
senjatamU, aku akan menghajarmu"
Jago tua Pat Kwa Bun itu licik sekali. Dia tidak melayani si anak
muda, hanya dia menoleh kepada Siauw Pek.
"Aku si orang she ouw menyerah" katanya. "Sekarang kau maU
apa?" Siauw Pek berdiri diam. Ia memang bagaikan mematung
sehabisnya ia membabat jari tangan orang. Inilah karena ia
memikirkan ilmu silatnya itu. Ia merasa, itulah bukan jurus ong Too
Kiu Kiam. Ia percaya, itulah jurusnya semula sebelum ia
mendapatkan pelajaran Kie Tong.
Ouw Bwee melihat anak muda itu berdiam saja, ia heran- Ia
berpikir: "Dasar ia masih terlalu muda, dia belum pernah menang
perang. sekali dia menang, dia menjadi girang begini rupa.....Buat
apakah aku berdiam saja" Kalau tidak sekarang aku mengangkat
kaki, aku hendak tunggu apalagi?"
Maka ia segera berkata pula. "Aku si orang she ouw kalah tak
penasaran GUnung hijaU tak berubah, air hijaU mengalir terus, dari
itu ini hadiah tebasan pedang, lain hari pasti aku balas"
Begitu ia berkata, begitu Hui Siu menjemput golok dan
pedangnya, untuk lari menyingkir.
"Berhenti" mendadak Siauw Pek berseru bengis. Ouw Bwee
memutar tubuhnya.
"Apakah kau hendak menanyakan tentang Coh Bun Koan dimana
adanya dia?" tanyanya. Siauw Pek tertawa dingin.
"Aku memikir mengambil jiwa anjingmu" jawabnya. Terus ia
maju menyerang. Bukan kepalang takutnya Ouw Bwee.
"orang she Coh" dia berteriak. Masih dapat dia menggunakan
otaknya. "Kau mengerti aturan Kang ouw atau tidak?"
Ban Liang tertawa terbahak. dia mendahului ketuanya. "oh tua
bangka, kau justru bicara tentang aturan Kang ouw"
Siauw Pek tertawa dingin, dia maju kepada musuhnya itu, untuk
membulang balingkan pedangnya didada orang empat kali.
Ketika itu tiga orang Pat Kwa Bun lainnya sudah menjemput juga
pedang dan tameng mereka dan mereka menghampiri si jago tua
pemimpinnya itu.
Siauw Pek berlaku sebal. Ia menggores dada lawannya hingga
goresannya itu berupa mirip huruf "che" "Sumur". Dengan begitu
maka terlukalah Ouw Bwee dan darahnya turun mengucur. Luka itu
tidak dalam tetapi darahnya mendatangkan rasa seram. Justru itu,
tibalah ketiga orang Pat Kwa Bun itu, yang hendak membela
pemimpinnya, dengan tameng, mereka mencoba menangkis pedang
sianak muda. Melihat demikian Siauw Pek berseru: "Pedangnya bekerja,
menusuk ke lengan musuh" Dengan serentak.jatuhlah tameng itu,
sedangkan pemiliknya masing-masing merasai lengannya nyeri.
Sekarang ini Siauw Pek bagaikan telah berubah diri, parasnya
merah padam, matanya terbuka lebar dan sorotnya bengis ia
menghampiri Ouw Bwee, untuk menikamnya. Jago tua itu takut
sekali. "Tahan" serunya sambil ia mementang kedua tangannya. Siauw
pek mengancam dada orang.
"Lekas bicara" bentaknya bengis. "Saat kematianmu telah tiba.
Jikalau aku tidak membunuhmu, kecewa aku terhadap ayah
bundaku didunia baka"
Muka Ouw Bwee pucat tak berdarah, napasnya memburu.
"Coh Bun Koan adalah saudara kandungmu, benarkah kau tak
mempedulikan mati hidupnya." dia tanyanya.
Mendengar suara orang itu, Siauw Pek berpikir: "Dia sangat licik,
dia harus dipaksa" Maka ia berkata dingin: "Dengan pertanyaanmu
kau hendak memeras aku" Hmm,jangan kau bermimpi" Lalu ia
menikam dada orang.
Ouw Bwee berteriak kesakitan, dengan kedua tangannya, ia
memegang badan pedang, tangan dan tubuhnya bergemetarandarah
mengucur keluar dari lukanya itu, yang tidak dalam karena
sianak muda hanya mengancam. Semua kawan Ouw Bwee terkejut
dan ketakutan. Bahkan Oey Eng dan Kho Kong heran karena sikap bengcu itu,
yang biasanya murah hati.
Su Kay memuji sang Buddha, terus ia menghampiri Siauw Pek.
Untuk memberi hormat dan berkata: "Siecu, sabar... Mari biar loolap
yang menanyainya"
Siauw Pek menarik kembali pedangnya, ia mundur dua tindak. Su
Kay menatap Hui Siu, agaknya ia tak tega.
"ouw Siecu," sapanya sabar. "Kaulah orang Kang ouw kenamaan,
setelah keadaan begini rupa, seharusnya kau bersikap terus terang"
Berkata begitu, ia menotok jalan darah orang membuat darahnya
berhenti mengucur. Ouw Bwee menarik napas lega, tetapi dia
tertawa tawar. "Terima kasih, taysu" dia mengucap.
"Ketua kami....."
"Jangan mengucap terima kasih, Siecu." Su Kay memotong.
"Loolap belum menolongmu." Paras Ouw Bwee berubah, kembali dia
tertawa hambar.
"Ada pengajaran apakah, taysu?" dia tanya. Kembali sang
pendeta menatap tajam.
"Hendak loolap tanya kau, Siecu sekarang ini nona Coh Bun Koan
berada dimana?" demikian tanyanya.
Ouw Bwee berpikir keras, ia tahu kesempatan hidupnya sangat
kecil. Siapa tahu pendeta ini dapat menolongnya" Dengan roman
likat ia menjawab: "Memang benar dahulu itu didepan Seng Su Kio
akulah yang menawan Coh Bun Koan hidup, hidup, akan tetapi itu
waktu. Selagi kedua ekor bangau berebut kerang, sang nelayan
memperoleh hasilnya: Coh Bun Koan telah dibawa lari oleh orang
lain....."
Alis Su Kay berkenyit, kembali ia menatap.
"ouw Siecu" katanya nyaring. "Kau bukannya orang yang mudah
diperhina atau ditipu orang, siapa kah yang demikian liehay dapat
merampas orang tawananmu?"
Ouw Bwee tertawa pula. Tetap dingin tertawanya itu.
"orang itu she cee Didalam dunia Kang ouw, dia ternama besar"
"orang Kang ouw ternama besar?" Su Kay mengurangi, serunya
ia menengadah kelangit. "Bukannya dia Hong In Hwee Cu cee cu
Ho?" "Taysu telah menerka tepat, tak usah aku membilangi lagi"
berkata si Tua Terbang dengan suara dinginnya. "Hwee cu" ialah
ketua perkumpulan (hwee).
"Didalam kalangan Kong ouw tak terdengar berita tentang itu."
kata Su Kay Taysu, ragu-ragu. "Apa Siecu tahu apa yang diperbuat
cee cu Ho setelah dia merampas Nona Coh itu?"
"Tentang itu," sahut Ouw Bwee seenaknya "cuma cu Ho sendiri
yang mengetahuinya."
Pendeta itu menoleh pada Siauw Pek, romannya berduka.
Hendak ia membuka mulutnya tapi gagaL Ia ragu-ragu. Ingin ia
mohon keampunan jiwa bagi Ouw Bwee tapi ia tahu baik hal
kebiasaannya Coh Kee Po sedesa.... Siauw Pek dapat menerka hati
pendeta itu. "Saudara Kho, tolong ringkus empat orang ini" katanya.
Kho Kong menyahuti dan maju menghampiri.
Biar bagaimana, nyali Ouw Bwee sudah pecah tak berani ia lari
ataupun berkelit. Hanya sedetik, ia merasai pinggangnya kaku, terus
tubuhnya roboh.
Oey Eng segera maju, membantu Kho Kong menggotong orangorang
tawanan itu baik keatas kereta.
Masih ada tujuh orang yang menjadi kawan Ouw Bwee itu,
mereka berdiam saja sejak mereka dihadang Ban Liang. Sampai
pertempuran terjadi, hingga ouw Bwee berempat kena dilawan,
akan tetapi sekarang, melihat kesudahannya pertempuran itu,
segera mereka memutar tubuh mereka untuk berlalu pergi.
"Para Siecu tahap dahulu" Su Kay menyerukan tujuh orang itu.
"Mari, loolap ingin bicara dahulu"
Pendeta itu menggunakan ilmu "Say cu hauw atau Geram Singa"
yang dikeluarkan dengan bantuan tenaga dalam. Maka itu suaranya
keras bagaikan guntur. Mendengar suara itu, ketjuh orang itu kaget,
serentak mereka menghentikan langkah mereka, paras mereka
pucat. Siauw Pek heran atas sikap si pendeta. Menurut ia, tujuh orang
itu ia telah membebaskannya sendiri. Kenapa sekarang sipendeta
menahannya"
"Maafkan mataku yang kurang awas." berkata Su Kay kepada
tujuh orang itu. "Dapatkah Siecu sekalian memberitahukan loolap
kalian ada dari partai apa?"
Tujuh orang itu melengak. mereka saling pandang.
"Maaf, taysu, loohu ialah Houyan Pa dari ImCiu," sahut si orang
tua yang matanya celong, tubuhnya kurus sekali dan jubahnya
hitam. Dia menjawab sambil memberi hormat.
"Maaf" berkata Su Kay setelah mendengar nama orang. "Kiranya
Pek Lin cian Houy an Eng hiong dari im San Pay"
"Pek Lin cian" yang berarti " Panah berCahaya" adalah gelar jago
tua itu. Berkata begitu, Su Kay memandang seorang lainnya. Dia ini
memiliki mata sangat tajam, usianya lebih kurang lima puluh tahun,
dipunggungnya tersoren sepasang Siang piau atau ruyang.
Saat mata mereka berdua bentrok. orang tua itu mundur satu
tindak. sambil mengangkat kedua tangannya, dia memperkenalkan
diri: "Aku yang bodoh ialah Kiang Seng Hiap dari ceng Shia Pay...."
"Oh, kiranya It Pian Toan Liu Kiang Siecu" berkata sipendeta. "It
Piau Toan Liu" berarti "Ruyung pembendung sungai."
Sekarang Su Kay memandang orang yang ketiga, yang tubuhnya
tegup, dan janggutnya kaku dan mukanya merah. Diapun berusia
lanjut. ia berkata: "Siecu, roman Siecu beda sekali dari lain-lain
orang, apabila loolap tidak menerka salah, kaulah The Loo Enghiong
dari Kun Lun Pay"
Pendeta ini menyebut sekalian gelar jago tua itu (loo Enghiong)
ialah "Ay Kun Lun" atau si "Kun Lun Katai."
Jago tua itu tertawa hambar, terus dia berkata: "Taysu bermata
tajam sekali dan ingatan mu kuat. Dan ini...." ia menunjuk dua
orang disisinya: "Inilah kedua keponakan murid The Beng."
Su Kay mengangguk. Terus ia menoleh kekirinya, kepada
seorang yang mukanya berenjulan dengan daging, yang
menggendol golok Kim san too dipunggungnya, seraya berkata:
"Siecu ini....."
orang itu dengan berani segera mendahului: "Hoan Pa yang
orang gelarkan ok Touw hu" Su Kay mengerutkan alisnya.
"Rupanya Siecu adalah seorang gagah dari Tiat Tan Hwee." "Tiat
Tan Hwee," ialah perkumpulan (hwee) "Nyali Besi."
ok Touwhu berkata dingin: "Terkaan tepat"


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Heran," pikir Siauw Pek. siapa tahu didalam rombongan ini
terdapat demikian banyak partai yang berlainan.
Su Kay sementara itu menyapa orang yang ketujuh. Katanya:
"Siecu juga pastilah seorang gagah kaum Kang ouw?"
Orang yang ketujuh itu, atau yang terakhir. Yang baru setengah
tua, mukanya putih dan kumisan, tetapi wajahnya suram.
Mendengar pertanyaan sipendeta, segera tertawa kering.
Menyahutlah ia: "Aku yang rendah bernama Uh bun ceng. Tak
sanggup aku menerima panggilan orang gagah. Sebab akulah bu
beng Siauw cut"
"Artinya "bu beng Siauw cut" ialah serdadu kecil yang tak
ternama." Nama orang itu membuat Su Kay berpikir: "Satu nama yang
asing sekali bagiku, belum pernah aku dengar."
Maka ia lalu menanya: "Uh bun Siecu, adakah kau orang gagah
dari sembilan partai besar, dari empat bun, tiga hwee atau dua
pang?" Uh bun ceng menggeleng kepala.
"Akulah asal orang tapi aku tak termasuk partai mana juga."
sahutnya. Su Kay tersenyum tawar, kembali ia menatap tujuh orang itu, ia
bertanya: "Para Siecu, maafkan loolap kalau dianggap loolap banyak
bertanya. Apakah para Siecu berkawan ini hendak menuju ke Siong
san?" Siong San ialah gunung Siong San- Pus at Siauw Lim Sie atau
Siauw Lim Pay. Ditanya demikian, ketujuh orang itu berdiam, cuma
paras mereka tampak berubah. Sang pendeta mengerutkan alis.
"Diantara Siecu sekalian, siapa kah yang menjadi pemimpin?" ia
tanya pula. orang-orang itu saling memandang, mata mereka bersinar. lalu
Uh bun ceng tertawa nyaring. Dia menjawab: "Kebetulan saja kami
bertemu satu dengan lain dan terus berjalan bersama. Tidak ada
pemimpinnya diantara kami"
"Jikalau begitu hendak loolap tanya Uh bun Siecu: "Apakah Siecu
mau pergi ke Siauw Lim Sie?"
orang she Uh bun itu berdiam, tetapi sejenak kemudian dia
menjawab keras: "Aku yang rendah, bukan mau pergi kekuil kalian"
"Bagaimana dengan The Siecu?" Su Kay tanya The Beng.
Jago Kun Lun Pay itu agak tercengang, tetapi dia menjawab
lekas: "The Beng cuma mengagumi Siauw Lim Sie tetapi tidak
bergaul satu dengan lain- Kedudukanku tidak seimbang, karenanya
buat apa aku pergi kesana?"
Kho Kong heran, pikirnya: "Kenapa pendeta ini menjadi aneh
sikapnya" Buat apa dia rewel menanya orang secara melit begini"
Pada saat ini dia tampaknya tak pantas menjadi seorang pendeta
tua dan beriman"
Tapi Su Kay masih melanjutkan pertanyaannya. "Dan orang
gagah ini" ia tanya Hoan Pa. "Aku merasa pasti Hoan Siecu tentu
mau pergi ke Siauw Lim Sie"
Hoan Pa bertebiat berangasan tetapi karena dia jeri terhadap
nama besarnya Su Kay serta juga Siauw Pek yang gagah sekali, dia
membatasi diri, akan tetapi setelah menyaksikan kemelitan
sipendeta. Dia menjadi kurang senang. Maka itu, setelah ditanya,
dia gusar, dia menyahut kasar. "Pendeta tua, buat apa
mengucapkan banyak kata-kata tak ada gunanya?"
Su Kay tidak meladeni sikap kasar itu, bahkan sebaliknya,
mendadak dia menanya bengis: "Loolap tanya Siecu, Siecu mau
pergi ke Siauw Lim Sie atau bukan?"
Ok Touwhu tertawa dingin.
"Jikalau benar Siecu tak sudi menjawab pertanyaanku" berkata
Su Kay, yang menjadi mengotot, loolap persilahkan Siecu kembali,
tak dapat Siecu melanjutkan perjalananmu ini"
Ok Touwhu tertawa berkakak.
"Aku tadinya mengira dikolong langit ini cuma aku ok Touwhu
yang biasa berlaku garang dan galak, tak tahunya juga pendeta dari
Siauw Lim Sie sangat tidak tahu aturan"
Su Kay menjawab: "Seumurku, loolap belum bersikap begini,
baru sekali ini saja.... Inilah karena loolap sangat terpaksa"
"Siapakah yang memaksa kau?" tanya ok Touwhu dingin.
"Tempat ini toh terpisah dari Siauw Lim Sie sejauh seratus lie inilah
jalan besar umum yang setiap orang dapat melewatinya..... Kau
memegat, kau menanya melit, kau memaksa bertanya orang,
apakah pantas perbuatanmu ini?"
Muka Su Kay menjadi merah. Ia segera berpikir: "Memang aku
yang bersalah. Tapi mereka berombongan, mereka mau pergi ke
Siauw Lim Sie. Apakah maksud mereka" Tak bolehkah aku
mencampur" Ah, kalau Nona Hoan...."
Pendeta itu tak sempat berpikir, ia diganggu Uh bun ceng. orang
yang mengaku tak berpartai itu bertanya bengis: "Taysu hendak
mengganggu kami, sebenar taysu mendapat perintah Kim Too Bun
atau dari ketua Siauw Lim Sie?"
Su Kay melengak. pertanyaan itu sukar dijawab. maka ia lalu
berpaling kepada Siauw Pek.
Ketika itu sekonyong-konyong terdengar suara Soat Kun.
"Taysu, apa kah taysu, apa kah taysu mengalami sesuatu
kesulitan?"
"Benar, Siecu" ia menjawab. "Mereka ini datang dalam satu
rombongan, mereka tentu mengandung suatu maksud"
"Benar" si nona menjawab. "Pastilah berita tersiarnya peristiwa
dalam Siauw Lim Sie sudah menjalar cepat sekali maka mereka ini
datang untuk merampok selagi orang repot di ganggu bahaya
kebakaran. Mereka ingin mendapatkan pusaka dari Siauw Lim Sie"
"Anehnya kenapa berita tersiar begitu cepat?" kata Su Kay.
"Tak aneh, taysu. Ada pepatah yang membilang. "Kabar angin
bagaikan angin, kabur tanpa kakinya." Tempo satu atau dua haripun
sudah cukup banyak"
Su Kay masih memikir, ia melengak.
"Mungkin Siecu tidak tahu" katanya pula. "Beberapa kakak
seperguruanku itu berangkat Siang dan malam menyusul It Tie.
Beritahukan ditutup rapat Kenapa kah rahasia toh bocor juga?"
Soat Kun tersenyum.
"Kalau demikian anggapan taysu. Baiklah, tak usah aku banyak
bicara lagi" katanya.
"Tapi loolap......"
Mendadak pendeta ini tak meneruskan kata-katanya itu. Hanya
selang sejenak. baru ia menambahkan: "Siecu, Siecu sangat cerdas,
loolap mengaku kalah....."
"Taysu terlalu memuji," kata si nona.
Su Kay lalu berpaling kepada Siauw Pek, mengawasi ketua Kim
Too Bun itu. Nampaknya dia likat sendirinya.
"Maaf, bengcu." katanya kemudian- "Loolap menerima perintah
suhengku buat berjalan bersama-sama rombongan bengcu,
sebenarnya kami mempunyai pikiran kami sendiri......."
Siauw Pek heran, sampai ia tercengang.
"Taysu menjadi pendeta beribadat" katanya kemudian- "
Walaupun taysu mempunyai pikiran lain- Pastilah itu tidak akan
mengganggu kami."
"Bengcu, sungguh kau berbudi luhur......"
Ban Liang melihat pendeta itu bersangsi, ia campur bicara.
"Taysu" katanya. "Kalau taysu memikir sesuatu, katakanlah itu
kepada kami, mungkin dapat melenyapkan keragu-raguan kami....."
Su Kay menghela napas.
"Hal sebenarnya begini, bengcu" katanya akhirnya: "Saudarasaudaraku
sedang mengejar It Tie, mereka itu khawatir Siecu
beramai nanti mencampuri urusan partai kami ini, maka itu loolap
ditugaskan memasuki kalangan Kim Too Bun untuk melakukan
pengawasan......."
Hoat Soat Kun tertawa.
"Jelaskan Su Khong Taysu beramai mencurigai kami, mereka
kuatir selagi kebakaran terbit, kami nanti menggunakan kesempatan
merampas kitab-kitab pusakanya itu Benar bukan?"
"Jangan kata sampai kena dirampas, Siecu." berkata Su Kay,
jengah. "Sekalipun Siecu beramai dapat membekuk It Tie, asal Siecu
sekalian dapat mengambil kitab-kitab pusaka kami itu, kami dari
Siauw Lim Sie, kami sudah bukan main malunya, kami bukan main
menyesalnya......oh, Siecu, Siecu sangat cerdas, rahasiaku ini
menghamba kepada Kim Too Bun mana dapat ditutup dari mata
Siecu?" Soat Kun tertawa.
"Itulah tak mungkin, taysu......"
Su Kay tertawa menyeringai, ia jengah.
"Loolap bekerja saking terpaksa, Siecu" ia mengaku terus terang.
"sesungguhnya hati loolap sangat tidak tenang. Dan mengenai
mereka itu."
Pendeta ini memandang pada ok Touwhu semua.
"Tak usah taysu menjelaskan lagi." kata Soat Kun menyela katakata
orang. "Aku juga telah merasa tibanya mereka itu sangat
kebetulan, maka itu mesti ada sebabnya......."
"Maksud Siecu...."
Berkata begitu, mendadak pendeta ini terbangun semangatnya.
"Kalau ada perintah, Siecu titahkanlah," pintanya kemudian-
Nona Hoan berkata: "Dalam peristiwa Pek Ho Bun yang
menyedihkan itu, semua empat bun, tiga hwee dan dua pang ada
sangkut pautnya dengan sembilan partai besar, maka itu terhadap
mereka itu, Kim Too Bun tak usah berlaku sungkan lagi......."
"Jadi Siecu........"
"Maksudku, lebih dahulU tawan mereka, baru kita mengurusnya
kemudian" Mendengar kata-kata si nona, ketujuh orang Kang ouw itu
terkejut. Sedang sedari tadi mereka berdiri diam saja, hati mereka
penuh keragu-raguan- Mereka jeri terhadap Siauw Pek dan Su Kay
Taysu. Tiba-tiba Uh bun ceng memutar tubuhnya, buat terus pergi
berlari. Enam orang yang lainnya terperanjat melihat tindakan orang she
Uh Bun itu. Memang, semenjak tadi mereka sudah memikir buar lari
kabur. Maka itu, segera merekapun memutar tubuh dan lari.
Su Kay Taysu tercengang, tetapi hanya sedetik, segera ia lari,
untuk mengejar. "Tahan, taysu" Soat Kun mencegah.
"Nona....." sahut pendeta itu.
Nona Hoan berpaling kearah timur, ia memasang telinganya.
"coba dengar, taysu. Suara apa kah itu?" ia tanya sipendeta.
Bukan hanya Su Kay Taysu, Siauw Pek dan yang lainnyapun
segera memasang kuping.
Didalam rombongan Siauw Pek ini, bicara perihal tenaga dalam
Su Kay Taysu adalah yang paling sempurna mahir, maka juga dialah
yang pertama merasa bahwa suara itu luar biasa. Mirip suara guntur
tetapi samar-samar sekali. Mungkin itu suara sepasukan tentara
yang besar sekali, yang tengah mendatangi. Siauw Pek pun
mengenal suara itu seperti suara derap banyak kuda.
"Mungkin itu suara kuda diatas seratus ekor" kata Su Kay Taysu
kemudian- "Siapa kah yang tahu ditimur itu tempat apa?" tanya Soat Kun.
"Bagaimanakah letaknya itu" Itulah tanah pegunungan," sahut
Su Kay. "Apakah ada jalanannya?"
"orang dapat memaksakan jalan disana, kereta tidak....."
"Kata adikku ini, disebelah kanan itu, ditanjakan yang nomor dua,
ada jalan yang dapat lewat disana......"
"Mari kita pergi kesana, untuk melihat" Siauw Pek mengajak.
Soat Kun segera mengajak adiknya naik kereta, maka Oey Eng
dan Kho Kong turut naik juga , buat melarikan kereta itu. Mereka
menggunakan cambuknya. Memang, disebelah kiri itu, tak ada
jalan- Dengan lekas kereta sudah menanjak naik, akan tetapi, tak dapat
orang tiba dipuncak tanjakan itu diatas bukit.
"Nona, terpaksa kita mesti jalan kaki......" Oey Eng berkata pada
Nona Hoan- Tapi belum berhenti suaranya itu, Soat Kun dan
adiknya sudah melompat turun dari kereta dan bersama-sama
mereka lari mendaki.
Giok Yauw bersama Han In Taysupun berlari-lari naik.
Ketika itu suara dikejauhan itu masih samar-samar, rupanya
terpisahnya dari mereka ini masih jauh. Maka itu, orang mendaki
terus. Segera setelah berada dipuncak tanjakan, orang terkejut.
Dibelakang bukit itu tampak sebuah tanah datar yang luas tetapi
seluruhnya penuh dengan rumput tebal dan tinggi melewati betis.
Tak tampak orang atau asap dari rumah-rumah penduduk desa.
Dalam pihak. suasana sunyi dan selam.....
Adalah diarah timur selatan tegalan terbuka itu terlihat debu
mengepul naik, suara kuda atau suara pertempuran berisik sekali.
Itulah suara yang mereka dapat dengar semenjak tadi. Kemudian
lagi mereka menyaksikan kabur mendatangnya sebarisan
penunggang kuda, arahnya ialah barat utara, barat laut.
Bukit kiri itu tidak terlalu tinggi, akan tetapi dibandingkan dengan
tegalan sebelah selatan, tampak tinggi sekali. Dari atas bukit itu
orang bisa melihat jauh kedepan, kesegala arah. Maka tampaklah
barisan yang tengah mendatangi itu, walaupun belum jelas.
Su Kay sangat mengagumi Nona Hoan. Karena ia tahu si nona
tak dapat melihat, ia terus menuturkan kepada nona itu apa yang ia
lihat. "Tegalan ini luas luar biasa" berkata Ban Liang kagum. "Tegalan
ini bisa jadi medan laga dari ratusan ribu jiwa tentara....."
"Ban Huhoat benar" berkata Kho Kong yang mendapat serupa
anggapan. "coba bilangi aku," berkata Nona Hoan yang memikir sesuatu,
"apakah ditimur selatan itu terdapat tanah pegunungan belaka"
"Betul" Ban Liang menjawab. "Baik-baiknya tidak tinggi tetapi
nampaknya seperti garis-garis pembalasan, bersama bukit kita ini
seperti juga bukit- bukit mengurung tegalan....."
"coba lihat, Ban Huhoat" kata pula si nona, "Apakah bukit dikiri
itu adalah yang paling tinggi."
"Benar, nona. Bagaimana nona ketahui itu?"
"Inilah medan laga pada jaman dahulu" sahut si nona. "Ya,
jaman diakhirnya kerajaan Han Timur......"
Tiba-tiba terdengar suara Siauw Pek. "Lihat Lihat dandanan
pasukan berkuda itu"
"Ada apakah yang aneh" tanya Soat Kun cepat.
"Semua penunggang kuda mengenakan bungkus kepala hitam"
Siauw Pek terangkan. "Yang tampak melainkan sinar mata mereka"
Ban Liang semua mengawasi, kata-kata sianak muda benar.
Jumlah penunggang kuda itu lebih dari pada seratus jiwa.
Sekonyong-konyong Su Kay berseru: "Rombongan bertutup muka
itu ialah rombongan murid- murid murtad dari Siauw Lim Sie"
Pendeta beribadat itu terperanjat sekali. "Bagaimana taysu
mengenalinya?"
"sebab diantara mereka kebanyakan yang memakai jubah suci
abu-abu" jawabnya.
Tenaga dalam mahir dari pendeta ini membuatnya bisa melihat
jauh melebihi lain orang. Lekas juga ia menambahkan- "Silahkan
lihat, bengcu Lihat senjata mereka yang panjang-panjang, bukankah
itu sianthung dan hongpiansan?" sambung pendeta yang bermata
tajam.

Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sianthung ialah tongkat panjang mirip toya yang biasa digunakan
para pendeta. sedangkan hongpiansan ialah senjata istimewa
lainnya yang mirip garu atau sekop bergagang panjang.
"Taysu benar" kata Siauw Pek kemudian, sesudah ia mengawasi
beberapa lama. "Hanya yang lain- lainnya, warna pakaiannya serta
macamnya, tak serupa, mereka tak mirip pendeta."
Su Kay berdiam, dia terlihat masgul.
"Entahlah, It Tie berada diantaranya atau tidak." katanya
menyesal. Biar bagaimana pendeta ini agak bingung, hatinya tidak
tenang. Rombongan berkuda itu masih juga belum tampak jelas. Tujuan
mereka ialah barat laut. Mereka terpisah masih sangatjauh, sudah
lari kudanya pesat, debupun mengepul bagaikan menutupi langit.
Ban Liang masih belum dapat melihat jelas, lebih-lebih Oey Eng,
Kho Kong dan Giok Yauw.
Lewat lagi sesaat, tiba-tiba Soat Kun bertanya: "Apakah pasukan
pengejarnya masih belum tampak?"
"Belum." menjawab sipendeta Siauw Lim Sie.
Oey Eng heran sekali. "Nona" tanyanya. Jarak kita masih
sangatjauh, mengapa kita...."
Nona yang ditanya itu tertawa^
"Kita tak dapat berpeluk dagu saja" katanya.. "sekarang kita jadi
dahulu penonton. Tempat ini tinggi, dapat kita melihat dengan
terang dan jelas" "Lihat, pihak pengejarnya sudah muncul"
mendadak terdengar suara Siauw Pek.
Mendengar itu, semua orang memasang mata. Kearah timur
selatan Disana tampak segumpalan yang bergerak-gerak mirip
bayangan manusia. Jumlah mereka lebih dari tiga puluh orang."
berkata Ban Liang.
"Taysu" tanya Soat Kun kepada Su Kay. "Apakah taysu masih
belum melihat It Tie?"
"Belum Siecu," sahut sipendeta.
"It Tie menjadi pemimpin." Kata pula sinona. "Kalau dia tidak
berada dimuka. Pasti dia mengambil tempat paling belakang. coba
taysu mengawasi pula dengan teliti"
su Kay Taysu memandang kedepan.
"Jaraknya masih terlalu jauh, Siecu" katanya kemudian-
"Debupun mengepul naik dan tebal muka para penunggang kuda itu
masih belum tampak tegas."
Dan rombongan itu mengenakan tutup kepalanya hitam, mereka
juga pada mendekam diatas kuda mereka, andaikata mereka sudah
datang terlebih dekat, masih sulit buat melihat tegas wajah mereka
itu. Karena itu, didalam tegang hati. Su Kay ingin kabur turun
gunung, guna menghadang ditengah jalan- Tapi ia ingat, ia
sekarang telah menjadi orang Kim Too bun, tanpa perkenan, atau
perintah dari Siauw Pek. tidak dapat ia berlaku lancang.
Tiba-tiba terdengar suara Han in Taysu. "Ah Lihat, lihat... Para
pengejar juga mengenakan tutup kepala hitam"
Semua orang heran, semua segera mengawasi. Benarkah para
pengejar itu, jumlahnya puluhan orang, juga masing-masing
bertutup kepala. Su Kay mengernyitkan alisnya.
"Heran" katanya. "Menutupi kepala berarti takut orang
mengenalinya. ini......"
"Mungkin mereka bukan rombongan pengejar" berkata Nona
Hoan- Hati Su Kay terkejut. Segera dia mengawasi tajam. Semakin
dekat rombongan itu datang, semakin tegas tampaknya. Nyata
pakaian mereka itu tidak seragam. Terang mereka bukanlah
pendeta-pendeta dari Siauw Lim Sie.
"Nona Hoan" katanya, bertambah heran- "Mereka bukan orangorang
Siauw Lim Sie."
Pendeta ini heran karena bingung, bukan heran karena kaget.
"Berapa jauhkah terpisahnya rombongan pertama dari
rombongan yang kedua?"
"Mungkin satu lie, nona."
"oleh karena mereka sama-sama menutup kepala mereka,
mungkin merekalah kawan satu dengan lain-" Siauw Pek pun
berkata. "Ah sungguh heran" berkata Su Kay Taysu. "Kenapa It Tie dapat
berkawan dengan demikian banyak orang Kang ouw?"
Berkata begitu ia mengawasi kearah timur selatan- Terus ia
menyambung. "Mestinya pihak pengejar sudah muncul."
Soat Kun yang berdiam sekian lama, mendadak tertawa
perlahan. "Taysu," tanyanya. "Apakah taysu berniat memegat seratus lebih
penunggang kuda itu?"
"Benar" menyahut Su Kay cepat. "Loolap menjadi orang Siauw
Lim Sie, sekarang loolap melihat simurid murtad lewat dihadapanku
dapat loolap membiarkannya tanpa dihadang" Lagi pula....."
saking bernafsu, pendeta ini sempat tak dapat melanjutkan katakatanya
itu. Tak tega Siauw Pek melihat keadaan pendeta itu. "Taysu, taysu
merdeka." katanya. "silahkan taysu pergi, kami menantikan disini."
Mendengar suara ketua Kim Too Bun itu, bukan main
bersyukurnya sang pendeta.
"Bengcu, terima kasih" dia mengucap. "Loolap cuma mau
menghadang saja, asal pihak pengejar tiba, tak usah dikuatirkan
yang it Tie nanti dapat lolos"
"Rombongan itu lari keras sekali, taysu" berkata Nona Hoan-
"Mereka mirip dengan gempuran gelombang, taysu seorang diri
saja. Mana dapat taysu menghadangnya."
Paras Su Kay menjadi merah Perkataan si nona besar. "Loolap
akan berbuat sebisaku" sahutnya. "Walaupun loolap mesti
mengorbankan diriku, mesti loolap mencegah dan menghadang
mereka itu"
"Bagaimanakah letak tempat dibarat daya?" tanya Soat Kun-
"Tegalan belukar belaka, penuh dengan rumput" sahut Su Kay
menerangkan. Diam-diam pendeta ini mendapat harapan- ia telah mengenal
baik kepandaian sinona. Mungkin sinona itu mempunyai sesuatu
pikiran- "Sekarang yang bertiup ialah angin barat." kata Nona Hoan pula.
"Maka itu, baiklah taysu pergi kebarat laut itu, untuk melepas api
disana.Jikalau mereka itu dapat dirintangi oleh api, mungkin pihak
pengejar akan keburu tiba"
Girang sekali Su Kay mendengar petunjuk si nona
"Terima kasih, nona" serunya, dan segera ia berlompat, untuk
lari kearah barat laut itu.
Siauw Pek beramai menyaksikan bagaimana pesat larinya
pendeta itu, yang didalam waktu yang pendek sudah bagaikan
lenyap diantara tegalan rumput yang tinggi dan lebat itu.
Tatkala itu, rombongan pertama sudah berada diutara.
Sementara itu, dengan tiba-tiba saja, diarah barat laut itu tampak
asap mengepul, menyusul api menyala berkobar.
"Ha, sungguh sebat Su Kay Taysu itu" Ban Liang memuji.
"Tak aneh Su Kay Taysu bertindak mati-matian." berkata Siauw
Pek. "inilah saat mati hidupnya Siauw Lim Pay."
Selama Siauw Pek dan Ban Liang bicara itu asap sudah mengepul
dilima tempat. Itulah bukti yang Su Kay Taysu telah membakar
rumput bukan disatu tempat saja.
Dengan cepat, api menjadi berkobar besar. Dari semacam
tabunan berubah menjadi kebakaran, hingga sekarang terdengar
juga suara meretek dari terbakarnya rumput.
Seratus lebih penunggang kuda itu agaknya terkejut melihat api
berkobar-kobar disebelah depan mereka, serentak mereka memutar
haluan kearah selatan- Rupanya mereka itujeri sendirinya. Mungkin
mereka menerka api dilepas oleh musuh. Sementara itu, apipun
muncul diarah selatan itu.
Kembali rombongan itu terkejut lantas saja mereka mengambil
arah timur selatan-Karena ini, mereka mengambil jalan mendaki
tanjakan dimana kumpul rombongan Kim Too Bun-
Sekarang kawanan itu tampak lebih tegas. Benar saja diantara
mereka lebih banyak yang memakai jubah suci, pakaian para
pendeta. Selain yang memegang senjata panjang, ada juga yang
membekal golok kayloo dan ruyung. Yang sisanya, pakaiannya
campur aduk. ada yang singsat ada yang berjubah panjang seperti
dandanan pelajar. yang seragam ialah bungkusan kepala dan muka
mereka. Dan rombongan itu bagaikan dikejar api, dari itu mereka lari
terus kekaki tanjakan, atau kekaki bukit itu.
Siauw Pek semua mengawasi tajam. Tak dapat mereka
mengenali It Tie. Tiba-tiba Han In menunjuk kearah timur. "Lihat
disana Itulah pasukan pengejar"
Semua orang berpaling ketimur. Disana, ditanah datar, terlihat
mendatangi sepuluh rombongan kecil. Tengah orang mengawasi itu,
mendadak tibalah Su Kay Taysu, yang bermandikan peluh, dan
napasnya memburu, sedangkan ujung bajunya hangus terbakar.
"Lihat disana, taysu" berkata Siauw Pek, tangannya menunjuk
kearah timur. "Itulah pasukan pengejar"
Su Kay Taysu memalingkan kepalanya, terus ia menganggukangguk,
kemudian ia menoleh kearah Soat Kun-
"Nona, terima kasih banyak buat bantuanmu" katanya. "Siauw
Lim Sie tak akan melupakan budi ini" Soat Kun tertawa perlahan.
"Harap taysu ketahui." sahutnya. "Aku berbuat ini karena melihat
taysu, aku bukan membantu Siauw Lim Pay."
"Loolap akan ingat budi ini buat selama-lamanya" kata sipendeta
mengangguk. "Hai lihat" tiba-tiba Giok Yauw berseru. "Lihat"
Semua orang lalu menoleh. Dikaki bukit itu terlihat munculnya
beberapa orang, yang juga membungkus kepala dan mukanya.
Mereka lari kepada rombongan dari beberapa puluh orang itu,
agaknya untuk mempersatukan diri. Soat Kun tidak bisa melihat
tetapi Soat Gie telah memberitahukannya.
Su Kay khawatir Nona tidak tahu, ia memberikan keterangannya
tentang beberapa orang yang baru muncul itu.
"Jumlah mereka bertujuh?" tanya Nona Hoan-
"Benar, tujuh" sahut Kho Kong.
"Rupanya mereka rombongan ok Touwhu" kata Oey Eng.
Su Kay Taysu mengawasi. Iapun melihat mereka itu mirip
rombongannya Hoan Pa. Siauw Pek heran hingga ia mengerutkan
alisnya. "Kenapa mereka pada membungkus kepala dan mukanya"
Mungkinkah mereka sudah berjaga dahulu atau karena kebetulan
saja?" katanya.
"Tak mungkin kebetulan" berkata Ban Liang. Su Kay Taysu juga
mengerutkan alis.
"Kalau bukannya kebetulan, mereka mesti ada yang
mengaturnya.." bilangnya.
"Kho Huhoat" Soat Kun memanggil.
"Ya" menyahut Kho Kong.
"Lekas bawa Hui Siu Ouw Bwee kemari" perintah sinona. "Baik"
sahut si orang she Kho, yang berlari pergi.
Api dari arah barat laut itu sudah merembet sampai ketengah
Anak Berandalan 4 Kisah Pendekar Bongkok Karya Kho Ping Hoo Suling Emas Dan Naga Siluman 16
^