Pedang Golok Yang Menggetarkan 22

Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen Bagian 22


tegalan- Rumput kering dan basah menyala dengan cepat. Bagian
tegalan yang dilanda api itu menjadi hangus hitam dan apinyapun
padam. Beberapa puluh orang bertopeng itu berkumpul disatu bagian
tegalan disebelah utara. tanah disitu gundul. Terang mereka mau
kebarat. Rombongan lainnya, yang terdiri dari seratus orang lebih itu
masih berlari berputaran, baru kemudian merekapun menuju
kesebelah utara itu.
Sekarang ini disebelah timur, ditegalan rumput juga , sudah
tampak tegas itu belasan pasukan kecil pendeta-pendeta Siauw Lim
Sie. Setiap pasukan terdiri dari dua atau tiga puluh jiwa, dan setiap
pimpinan rombongan ialah seorang pendeta yang telah berlanjut
usianya. cepat majunya mereka. Pasukan yang pertama segera
mendekati pasukan berkuda itu tetapi...bagaikan tak melihat mereka
maju terus kearah barat itu mungkin mereka berniat mengambil
sikap mengurung.....
Pasukan dari seratus orang lebih itu rupanya insyaf akan
ancaman lawan, mereka tidak berdiam saja mereka justru maju,
untuk menyerang terlebih dahulu. Maka itu, bentroklah kedua belah
pihak itu. Dengan begitu ramailah tegalan belukar itu yang berubah
menjadi medan pertempuran-Berisik dengan suara bentroknya
macam-macam senjata. Riuh dengan pekik dan ringkik kuda, juga
seruan-seruan mereka sendiri.
Selagi pasukan yang pertama bentrok. Pasukan lain pihak Siauw
Lim Sie itu bergerak terus.
Sebenarnya semua ada delapan belas pasukan. cepat sekali
mereka sudah membentuk barisan rahasia To Han Tin dengan apa
mereka mengurung musuh. Kali ini yang dibilang musuh ialah
rombongan dari tiga puluh orang lebih itu serta yang seratus orang
lebih. Karena desakan api serta letak tempat, kedua rombongan jadi
berkumpul disatu tempat. Demikianlah mereka menjadi terkurung
bersama. Rombongan Siauw Pek diatas bukit dapat melihat jalannya
pertempuran itu. Mereka mengagumi liehaynya pasukan Lu Han Tin
dari pihak Siauw Lim itu.
Mendadak ada serombongan musuh yang lolos dari kurungan,
mereka menyerbu ketimur, hingga mereka bentrok dengan dua
rombongan Siauw Lim Sie lainnya.
Tepat waktu itu, Kho Kong telah kembali bersama Ouw Bwee.
Dia melempar dan menggabruki orang tawanan itu ketanah. "Nona
Hoan, inilah Ouw Bwee" sihuhoat memberitahukan.
"Geledah tubuhnya" Soat Kun memberi perintah.
Kho Kong segera bekerja, ia mendapatkan segumpal kain hitam,
ketika ia membuka dan membebernya, ternyata itulah bungkusan
kepala dan muka yang sama benar dengan yang dikenakan
pasukan-pasukan "musuh" itu. Nona Hoan tersenyum.
"Ban Loo huhoat, tolong periksa orang ini" sinona meminta
bantuan Ban Liang. "Dia harus dipaksa mengakui segala-galanya"
Ban Liang tertawa dingin-
"Aku si tua tahu bagaimana harus bertindak" katanya. Lantas ia
maju menghampiri ouw Bwee, akan menjambak leher bajunya, buat
mengangkat tubuh orang Ouw Bwee sadar, mukanya pucat-pasi.
"Tak usah mencapikkan hati." kata dia. "Aku si orang she ouw
telah terjatuh ketangan kamu tanyalah segala apa, aku akan jawab"
Soat Kun memperdengarkan suara dingin. "Dari mana kau dapat
bungkusan kepala hitam ini?"
"Itulah pemberian ciangbunjin-" sahut Ouw Bwee.
"ciangbunjin- ialah ketua partai."
"Ngaco" bentak Ban Liang bengis, yang terus menotok pinggang
orang. ouw Bwee tertawa geli, tetapi mukanya pucat tanda nyeri,
dengan gugup dia berkata: "seorang laki-laki dapat dibunuh, tetapi
tidak dapat dihina. Aku omong dari hal yang benar. Jangan kamu
menggunakan cara-cara kejam"
Siauw Pek mengulapkan tangan mencegah si jago tua. "Dimana
sekarang adanya ciangbunjin kau itu?" tanyanya.
"Di Pat kwa peng." sahut orang tawanan itu. Yang mengerti
salatan dan tak sudi dikompes. "Tadi malam aku dan para adik
seperguruanku berada di Lamyang. Tiba-tiba kami menerima surat
perintah dari ciangbunjin kami. Aku diperintah mengajak sutee dan
kedua sutee lekas pergi ke daerah Hie ciang untuk memapak It Tie
Taysu, ciangbunjin dari Siauw Lim Sie."
"Siapakah yang diperintah membawa surat perintah itu?"
"Dialah pelayan ciangbunjin kami, yang sekalian membawa
bungkusan kepala hitam itu."
"Pat kwa peng berada jauh di Seecuan Barat." menyela Ban
Liang. "Sedangkan peristiwa Siauw Lim Sie baru terjadi satu dua
hari. Apakah ciangbunjin kamu itu pandai ilmu meramalkan?"
"Itulah keajaiban partai kami, tak dapat aku menjelaskannya.
Mungkin orang-orang kedua partai Kun Lun dan ceng shia Pay juga
telah menerima perintah dari ciangbunjin kami itu."
Ban Liang tertawa dingin pula, katanya: "ok Touwhu Hoan pa
dan Uh bun ceng tak punya ketua. Habis mereka menerima perintah
siapa kah?"
"Hal mereka itu, aku si tua tak tahu."
"Apakah hubungannya ciangbunjin kamu dengan Seng Kiong Sin
Kun?" Siauw Pek tanya. Ouw Bwee melengak.
"Seng Kiong Sin Kun?" ia mengulangi. "Pernah aku
mendengarnya. Tak tahu aku ada hubungan apa diantara dia dan
ciangbunjin kami itu."
"Hmmm, kau main tak tahu saja" bentak Ban Liang. "Rupanya
kau mesti dikasih rasa"
Berkata begitu, jeriji tangan si jago tua segera meluncur. Itulah
Ngo Hun Souw hiat, totokan "Lima Sukma."
Tak ampun lagi, Ouw Bwee merasai seluruh tubuhnya geli dan
nyeri, peluhnya mengucur membasahi kepalanya. Dialah seorang
jago tetapi tak sanggup dia menderita, saking gusar dia mencaci
kalang kabutan.
"Hai Ban Liang, tua bangka. Kau menggunakan siksaan, adalah
kau seorang gagah?"
"Aku tanya kau" bentak sijago tua. "Kau konco Seng Kiong Sin
Kun atau bukan?"
Masih Ouw Bwee gusar.
"Seng Kiong Sin Kun itu manusia macam apa?" bentaknya. "Aku
sih orang she ouw adalah anggota Pat Kwa Bun"
"Hei kelinci licik" bentak Ban Liang, "Lihatlah bagaimana aku situa
dengan perlahan-lahan membereskanmu"
Walaupun ia mengatakan demikian, Seng Su Poan toh menotok
membebaskan orang tawanan itu dari siksaan totokan "Lima
Sukma", maka itu segera saja si orang tawanan menarik napas
melegakan diri.
"Kamu orang-orang yang memuja prikeadilan, begini kejam
perbuatan kamu" kata dia mendongkol. "Kenapa hatimu lain dan
mulutmu lain" Apakah kamu tak takut mati ditertawai orang
dikolong langit?"
"cis" Ban Liang membentak. "Terhadap kamu bangsa busuk,
siksaan sepuluh lipat dari inipun masih tak apa" Lalu ia menoleh
kepada ketuanya dan berkata: "Tua bangka ini ada hubungannya
dengan Seng Kiong Sin Kun tetapi dia membela menyangkal, karena
itu aku lihat, baik dia dihabiskan saja"
"Biarkan dahulu dia hidup sementara waktu lagi." sahut Siauw
Pek. Ban Liang cuma menggertak. maka juga setelah memperoleh
jawaban ketuanya itu, dia jambak ouw Bwee, untuk dibawa pergi.
"Ban Liang huhoat" tiba-tiba Soat Kun memanggil. "Tolong
ambilkan bungkusan hitam dari tiga orang lainnya itu"
"Baik, nona" menjawab sijago tua, yang terus lari. Dilain saat ia
sudah kembali bersama tiga bungkusan kepala yang diminta itu,
sedangkan ouw Bwee telah dikembalikan kedalam kereta.
Dimedan pertempuran, kebakaran rumput sudah padam
seluruhnya, tetapi pertempuran masih beriangsung. Pihak musuh
masih terkurung oleh beberapa ratus pendeta Siauw Lim Sie itu,
yang merupakan pasukan istimewa Lo Han Tin- Nampak diantara
mereka yang terkurung itu ada yang mengerti Lo Han Tin, buktinya
sejumlah penunggang kuda dapat menerjang sana menerobos sini
walaupun mereka belum berhasil menyerbu keluar.
Pertempuran berlangsung hebat tetapi tidaklah kacau, karena dia
pihak mudah dikenali. Pihak yang satu berbungkus kepala hitam,
yang lain berseragam hijau.
"Taysu," tiba-tiba nona Hoan tanya Su Kay. "Apakah taysu masih
belum mengerti It Tie?"
"Loolap telah memperhatikan tetapi belum tampak orang yang
mirip." "Apakah kesembilan tiangloo hadir semuanya?" Su Kay
menggeleng kepala.
"Tidak. nona .Jangan tampak cuma Su Seng sutee seorang.
Dialah yang mengepalai tin itu."
"jikalau begitu, mungkin It Tie tidak ada dalam rombongan itu."
Su Kay bagaikan tersadar.
"Demikianpun dugaanku, cuma loolap tidak berani memastikan.
Ada kemungkinan It Tie sengaja menyembunyikan diri, untuk pada
saatnya lolos kabur."
"Bagus tipu menggunakan bungkus kepala itu" Siauw Pek puji.
"coba bilang, taysu, apakah rombongan itu dapat lolos dari
kurungan tin?" Nona Hoan tanya kemudian-
"Disiang hari, tidak. entahlah kalau sudah malam."
"Sekarang jam berapa?"
Su Kay melihat langit dan sekitarnya, ia nampak masgul. "Lekas
juga gelap gulita akan datang," sahutnya. Sekonyong-konyong
Siauw Pek menunjuk kearah barat laut. "Lihat disana, ada orang
mendatangi" katanya. Semua orang menoleh dengan cepat.
Benarlah disana lagi mendatangi beberapa bayangan orang,
setelah datang lebih dekat ternyata mereka itu berjumlah belasan.
Mereka berlari-lari kearah medan perang. Su Kay Taysu nampak
tenang, dia mengawasi tajam.
Hanya sebentar, rombongan itu sudah datang lebih dekat hingga
jumlah mereka dapat dihitung tepat, empat belas orang pendeta
dan semua mengenakan bungkus kepala hitam. Bahkan setelah
mereka muncul lagi empat bayangan lain, yang datangnya pesat
sekali. Dalam ketegangan hatinya, Su Kay Taysu berkata seorang diri:
"Empat orang yang belakangan itu, yang lagi mengejar, adalah
Suheng Su Khong. Su It dan sutee Su Lut dan Sie wi"
"Kalau sampai Su Khong Taysu yang mengejar sendiri," berkata
Siauw Pek, "Diantara empat belas orang itu tentu ada It Tie."
Sementara empat belas orang itu sudah mendekati tegalan bekas
terbakar itu, terpisahnya dari Lo Han Tin tinggal delapan atau
sembilan tombak. tapi mendadak mereka memutar haluan lari
kebarat selatan, barat daya. Paras Su Kay berubah.
"Jikalau mereka berhasil melintas bukit, mereka bakal dapat
lolos" katanya. "Jikalau taysu ingin memegat mereka, silahkan"
Siauw Pek memberi perkenan. Nampaknya pendeta Siauw Lim Sie
itu sangat bersyukur.
"Bengcu, loolap." katanya yang terhenti dengan tiba-tiba. inilah
sebab ia melihat dikiri tanjakan muncul sepuluh orang, delapan
diantaranya berkerudung hitam, hingga ia mengawasi dengan
perhatian. Segera ia mengenali tiga orang yang paling belakang,
yang lagi mengejar tujuh yang didepannya. Mereka bertiga itu ialah
Su ci, Su ceng dan Su Beng.
Delapan orang itu mulanya menuju keutara. Lalu belok kearah
tempat berkumpulnya rombongan Siauw Pek. Maka itu Su Kay
segera maju memapak kedepan sambil menegur: "Siapa kah kamu"
Disini Su Kay"
Delapan orang itu nampak kaget. Mereka itu sudah datang dekat
sekali. orang yang terdepan terpaksa menggunakan golok kaytoo
membacok pendeta yang memapaknya itu.
Su Kay gusar, sambil membentak ia menangkis. Maka bentroklah
tongkat dengan golok, lalu apinya meletik munCrat.
Pendeta berkerudung itu menjerit kesakitan goloknya terlepas
dan jatuh, sebab telapakan tangannya luka mereka mengucurkan
darah. Ketika itu tibalah Su cu, Su ceng dan Su Beng mereka mengenali
Su Kay, ketiganya lantas berseru: "Suheng, pegatlah mereka ini.
Jangan kasih lolos"
Oleh karena peristiwa yang hebat itu, walaupun dia berbudi
luhur. Su Kay tak dapat menguasai diri lagi, habis berkata itu,
dengan hebat ia serang kedelapan murid Siauw Lim Sie itu. ia
sampai lupa akan orang sendiri
Serangan hebat itu mengasih dengar suara bentrokan senjata
hebat juga , dua pendeta terlepas genggamannya dan tubuhnya
terguling kebawah tanjakan, maka Su Kay tinggal melayani enam
yang lainnya. Ada rombongan baru yang berlari-lari mendaki, mereka itu
segera dipegat Su cu, Su ceng, Su Beng begitu bergerak. mereka
bertiga tahu bahwa lawan-lawannya itu adalah pendeta-pendeta
dari huruf "It."
Sementara itu Su Kay tengah melayani seorang lawan yang
tangguh, hingga ia menyangka iawan itu It Tie adanya. Demikian ia
berseru: "It Tie, mUrid mUrtad, apakah kaU masih tidak mau
mempertihatkan wajahmu?" berbareng dengan itu, ia putar
tongkatnya, mengelakkan satu serang berbahaya.
JILID 44 Lawan itu berlaku tenang. Walaupun dia telah dicaci dan
dibentak. tak mau dia membuka suara, sebaliknya dia mencoba
membalas menyerang dengan satu tipu silat yang membahayakan
sekali. Itulah gerakan "Cie So Hok Liong" atau "Rotan Merah Melibat
Naga". Tangan kiri menyambar, untuk menangkap lengan kiri Su
Kay Taysu, tangan kanannya meluncur kepinggang pendeta itu.
Gerakan itu sangat sebat tetapi juga tanpa suara anginnya.
Namanya jurus ialah "Poan Jiak Sian ciang", atau "Tangan Prayna".
Itu pula salah satu tipu silat istimewa Siau Lim Pay yang banyaknya
tujuh puluh dua macam.
Su Kay Taysu dapat membebaskan diri, tetapi ia terkejut sekali,
hingga ia membentak "It Tie, pendurhaka, masih kau tak mau
perlihatkan dirimu"
Tetap pendeta yang disangka It Tie itu membungkam, dia
bagaikan tuli dengkak dan gagu bisu, tetap dia menangkis dan
menyerang, melayani Su Kay Taysu secara yang membuat tiangloo
ini heran dan kagum.
Sebenarnya dia antara tiangloo tiangloo Siauw Lim Sie, Su kay
adalah yang paling lihay disamping Su Khong Taysu, maka heraniah
yang lawan ini dapat melayaninya dengan kepandaian yang luar
biasa hebat itu.
Ketika itu tibalah Su Khong dan Su ie, Su Lut dan Su wie Su Kay
menjadi bertambah semangat, ia menyerang hebat lawannya itu.
Tiba tiba terdengar satu suara menyayatkan hati. Kiranya Su


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Beng dilain pihak telah menghajar remuk batok kepalanya lawan,
hingga dia telah hilang nyawa seketika.
Tibanya rombongan Su Khong itu membuat beberapa orang
lawan lari turun tanjakan. Su Beng mau mengejar mereka itu sambil
dia membentak. "Kawanan pemberontak, kau hendak kabur
kemana?" Tapi Su Khong menteriak "Sutee, tak usah mengejar mereka itu"
Mulanya Su Beng melengak. setelah ia menoleh, ia mengerti.
Maka ia berhenti mengejar lalu ia berdiri diam, bersiap sedia dengan
senjatanya. Dengan begitu ia mau menjaga, mencegah lawan lawan
lainnya lari turun.
Belasan murid Siauw Lim Sie dapat lolos turun, hingga tinggal itu
satu pendeta, yang bertubuh tinggi besar, yang dilihat oleh Su Kay
Taysu, Su Khong dan lainnya bertujuh tiangloo pun berdiri diam,
berjaga-jaga. Rombongan Siauw Pek diatas bukit tetap menonton pertempuran
yang dahsyat itu. Mereka memikir belum tiba saatnya untuk turun
tangan- Tengah Su Kay melayani lawannya yang lihay itu, mendadak ia
mendengar suara teguran su cu Taysu. "Apakah kau It Tie?"
Teguran itu mulanya didahulukan suara bentrokan senjata yang
nyaring berisik sekali. Itulah bukti bahwa kedua senjata berada
ditangan yang lihay.
Su Kay mendengar teguran Su cu itu, hatinya bercekat.
Mendengar disebutnya nama It Tie saja sudah membuat darahnya
bergolak., Maka segera ia melirik kearah Su cu Taysu, hingga ia
melihat, Su cu tengah menghadapi serombongan orang
berkerudung yang lainnya yang telah mendaki tanjakan, Su cu bisa
terancam bahaya dikepung rombongan yang baru ini. Maka Su kay
berlompat meninggalkan lawannya, akan menyerang beberapa
orang itu. dalam murkanya, segera ia menghajar roboh tiga lawan,
yang tubuhnya terguling ke bawah bukit.
Han in Taysu menyaksikan kegagahannya, "Sungguh ilmu
tongkat yang bagus sekali Itulah hebatnya sebuah senjata berat "
Menyusul pujian ketua Ngo Bie Pay itu, kembali terdengar seruan
bengis dari Su Kay Taysu, maka kembali tiga orang lawannya, roboh
semua Dengan begitu maka ia bisa terus menghampiri Su cu Taysu.
Su cu Taysu tengah menahan beberapa orang lawan lainnya,
ketika ia melihat tibanya sang suheng, ia menjadi girang
semangatnya terbangun. segera ia berseru: "Suheng, kau bekuk
dahulu itu orang yang bertangan kosong Lihatlah, dia It Tie atau
bukan" Su Kay menoleh kepada lawan yang ditunjuk Su cu itu, yang
berada disebelah kiri, melihat seorang pendeta dengan tubuh besar
dan kekar, yang mirip dengan potongan tubuh It Tie, maka ia
berseru seraya melompat kearah orang itu.
Melihat majunya Su Kay, lawan itu berlompat nyamping, untuk
dari situ menerjang punggung orang. Ia telah melayangkan
tangannya Su Kay melihat lawan itu menggunakan jurus "Hang Liong sippat
Siang" yaitu tipu silat "Delapan belas Tangan Menaklukkan Naga"
Sekarang ia melihat tegas, inilah lawan lihay yang tadi bentrok
hebat dengannya. Maka ia segera berlaku waspada.
Tengah saudaranya itu bertempur, Su Khong menegur, "It Tie,
murid murtad, apakah kau masih tak mau menyerah" Kau mau
tunggu apa lagi ?"
Teguran itu mengejutkan pendeta itu, hingga gerakannya jadi
ayal, Su Kay menggunakan kesempatan untuk menghajar kepala
orang. Pendeta itu kaget tapi ia sempat melompat berkelit. Dia
melompat sejauh tujuh kaki
Su Khong semua mendongkol. Mereka mengenali kelitan atau
lompatan itu, ialah salah satu jurus terlihay dari Siauw Lim Sie.
Diantara sembilan tiangloo, cuma Su Khong yang pernah
mempelajari tipu silat itu.
Karena pendeta itu menggunai tipu silat yang lihay itu, Su Kong
beramai menerka pasti dialah It Tie, si ketua murtad. Maka semua
lalu berwaspada.
Dengan berlompat itu, pendeta itu jadi mendekati Su cu Taysu,
yang menjaga diarah timur laut. Tanpa ayal lagi, Su cu membentak
sambil menerjang. Ia menggunakan tangan kosong.
Atas serangan itu, yang ia dengar anginnya, pendeta
berkerudung kepala itu menangkis sambil memutar tubuhnya. Hebat
tangkisannya itu hingga ia mundur satu tindak. Dilain pihak. Su cu
mundur tiga tindak dengan tubuhnya limbung
Menurut tingkat golongan, It Tie ada terlebih rendah daripada Su
cu. Dia dari huruf It Su cu dari huruf "Su". Toh sekarang terbukti,
dia terlebih gagah
Sebagai kesudahan dari bentrokan itu, Su Khong beramai
berseru, lalu mereka maju berbareng, mengurung bebas ketua itu.
Itulah kurungan Lo Han Tin yang dipersingkat.
Kedelapan tiangloo heran sekali menyakslkan kelihayan lawan itu.
Kalau dia itu benar It Tie, itulah hebat bukan main- Maka mereka
perhebat pengepungan mereka.
Selang dua puluh jurus, baru tampak lawan itu keteter, walaupun
demikian, tak dapat dia segera diringkus atau diroboh kan.
Bertempur terlebih jauh, kedelapan tiangloo bersikap semakin
keras. Mereka heran dan penasaran jikalau mesti bertempur satu
lawan satu, mungkin mereka bukanlah lawannya. begitulah Su
Khong, setelah mendesak keras dia menyapu dengan tongkatnya.
Lawan itu berkelit sambil berlompat, sambil berlompat itu, dia
meneruskan menyerang Su Lut dan Su Beng dikiri dan kanannya.
Dia bertarung mementang kedua belah tangannya.
Su Kay menggunakan saat orang menyerang ke kedua arah itu,
ia berlompat maju, menyerang dengan sianthung, tongkatnya. Tapi
ia menyerang bukannya dengan menikam atau menyodok. hanya
tongkat itu diteruskan dilepas dari cekalannya, dibuat meluncur
pesat Orang yang diserang itu kaget sekali. Inilah dia tidak sangka.
Tapi dia lihay luar biasa, sambil berkelit kesamping, dia mengulur
tangan kirinya, menyambut tongkat itu
Berbareng dengan serangannya Su Kay itu Su cu bersama Su Ie
dan Su Beng menyerang serempak. Itulah hebat sekali. Lawan
belum sempat memperbaiki kedudukannya, sedangkan tangan
kirinya baru mencekal tongkatnya Su Kay itu. Toh dia masih
mencoba berkelit dan menangkis. Sayang dia repot sekali dia jadi
kurang sebat. Mungkin ini disebabkan ia sudah terdesak. karena dia
telah letih. Tidak ampun lagi, ujung tongkat Su Ie mampir di
pinggangnya, hingga tubuhnya menjadi limbung. Justru itu, tibalah
jeriji tangan Su Kay dan Su Khong maka itu dia segera kena
tertotok. Di saat tubuhnya limbung hendak jatuh, sebelah tangan Su
Khong telah menyambar kekepalanya, menjambret bungkusan
kepala hitam itu
Selekasnya kerudung itu terpisah dari kepalanya, tampaklah
kepala gundul dan wajah si lawan. Benar benarnya dia It Tie adanya
Su Ie berlaku sebat, segera ia mengeluarkan tambang istimewa
yang dinamakan "Kauw Kin Sun So", atau "tambang otot ular naga".
Dibantu oleh Su Lut dan Su Beng, kedua tangan It Tie ditarik rapat
kebelakang, terus dilibat diikat erat erat. Bahkan kedua kakinya
diikat juga Disaat itu mendadak terdengar teriakan kaget dari Su Kay Taysu.
"Ditubuh binatang ini tak ada apa apanya" demikian teriakan itu.
"Apa?" seru Su Khong bertanya.
"Dari sembilan belas kitab rahasia, satupun tiada" Su Lut pun
berseru. Su Khong kaget hingga ia bermandikan peluh, hingga dengan
kedua tangannya sendiri ia meraba raba tubuhnya itu ketua murtad.
Kesudahannya itu membuat ia mengoceh seorang diri. suaranya
bagaikan orang menangis.
Siauw Pek berkata perlahan pada Oey Eng:
"Adik, coba tolong nyalakan obor untuk mereka itu"
Memang, ketika itu, cuaca sudah mulai gelap.
Oey Eng serta Kho Kong berlaku sebat, mereka mencari rumput
kering, untuk diikat dijadikan obor dan terus disulut.
Ketika itu, Soat Kun memperdengarkan suaranya: "Para taysu,
baiklah kalian kekang dahulu semua orang di bawah itu supaya
jangan ada yang lolos, sesudah itu barulah kalian periksa It Tie"
Su Khong bagaikan tersadar. Suara si nona benar sekali. Saking
tegang hatinya, tadi ia melupakan mereka yang sedang bertempur.
Ia pun mengagumi si nona yang cerdas itu. Maka ia lalu memegang
It Tie dengan kedua tangannya untuk mengangkat tinggi tubuh
sang ketua berbareng dengan mana ia berkata nyaring:
"Kamu dengar, Semua berhenti bertempur... Lihat, It Tie si
pemberontak telah kena ditawan. Pemberontak inilah yang bakal
dihukum, kalian yang hanya ikut ikutan saja, akan memperoleh
keringanan"
Suara ketua tiangloo ini terdengar tegas oleh semua orang yang
sedang bertempur itu. Mengalun nyaring suaranya, karena
dikeluarkannya menuruti ilmu suara "Hud Bun ciang Keng" yaitu
Cara pembacaan khotbah istimewa.
Menyusul itu Su Kay Taysu juga memperdengarkan suara
gunturnya. "Berhenti" Ia menggunakan ilmu suara "Say cu Hauw"
artinya "Derum singa" Suara itu lantas berkumandang, terdengar
oleh semua orang di Tegalan itu.
Hanya sebentar, sunyilah seluruh medan pertempuran itu.
Pertempuran berhenti serentak. sebagai gantinya, semua mata
diarahkan ke atas bukit
Dalam kesunyian itu terdengar suara Su Khong Taysu: "Su Kay
Sutee berdiam disini. Yang lainnya turun untuk mengurus mereka
itu semua, guna menjaga jangan ada yang lolos." Atas perintah itu,
Su ie semua segera lari turun dari atas bukit.
Di dalam waktu yang pendek. Lo Han Tin sudah berubah menjadi
delapan belas pasukan kecil, yang terus bersikap mengurung semua
pengikut It Tie Taysu.
Tegalan belukar menjadi terang pada saat lain- Itulah karena
pihak $pengurung menyulut unggun, yang mereka tumpuk disana
sini. Terutama dari atas tanjakan, dari atas bukit, orang dapat
melihat dengan tegas.
Pemandangan dimedan tempur itu menyedihkan. Diantara
bangkai bangkai kuda tampak mayat mayat berserakan, mayat yang
tak utuh lagi serta berlumuran darah. Tak sedikit kurban telah
berjatuhan- Segera setelah Su Khong menyaksikan selesainya pengurungan
orang orangnya. ia menepuk dua kali tubuh It Tie, membuat bekas
ketua itu sadarkan diri.
"Manusia durhaka, mana itu sembilan belas kitab pusaka?"
tiangloo ini membentak. "Dimana kau sembunyikan?"
It Tie mementang matanya, mengawasi orang yang menegurnya.
Ia bagaikan tak mendengar suara orang.
Bukan kepalang mendongkolnya Su Khong. "Plok" demikian satu
gaplokan kepipi orang
It Tie merasakan sangat nyeri, matanya sampai berkunang
kunang, sedang mulutnya mengeluarkan darah. Tapi ia tetap
berdiam saja, ia berdiri mematung. Memang ia telah diringkus
tangan dan kakinya.
Dengan tangan kanan mencekal tulang pipa dari bekas ketua itu,
Su Khong menyentil telinga orang
Luar biasa pendeta lawan itu, ia masih saja berdiri diam.
Su Kay gusar bukan main, akan tetapi ia masih dapat menguasai
dirinya. "It Tie," katanya, dengan perlahan, suaranya terharu, "kau
menjadi ketua Siauw Lim Sie, mengapa kau berbuat begini rupa"
Bagaimana perasaanmu terhadap gurumu yang berbudi, terhadap
sucow kita yang maha mulia" Kau tahu sendiri, sembilan belas kitab
pusaka itu menjadi pusaka Siauw Lim Sie kita, bahkan empat jilid
diantaranya adalah tulisan tangan dari Tatmo couwsu kita sendiri,
sedang lima yang lainnya hasil kerja susah payah dari seluruh kita.
Kitab-kitab itu memuat tujuh puluh dua rupa ilmu silat istimewa dari
partai kita. Mana dapat semua kitab itu dihilangkan atau
dimusnahkan" Lekas kau kasih tahu, dimana kau sembunyikan" Asal
kau bicara terus terang, bersedia menjamin keselamatan jiwamu,
kau memperoleh hukuman yang ringan"
Su Khong gusar tetapi, dengan nada sengit, ia toh berkata: "Asal
kau mengaku, aku jamin seutar nyawamu"
It Tie terus berdiam, tak peduli apa katanya kedua pendeta itu.
Mulutnya tertutup rapat, sedang matanya mengawasi saja kesatu
arah biji matanya itu tak berputar atau memain.
Bukan main berkuatirnya Su Khong berkuatir akan keselamatan
kitab kitab pusaka partainya.
"Apakah kau telah merusak habis semua kitab itu?" tanyanya
pula, keras. Su Kay juga bingung, hingga ia menyambar lengan orang, untuk
dipegang dengan keras.
"Lekas bilang " bentaknya, "Apakah kitab kitab itu berada pada It
ceng ?" Masih itu berdiam saja.
Sampai itu waktu, Hoan Soat Kun bertindak menghampiri. "Maaf,
taysu," katanya. "Dapatkah taysu mengijinkan aku melihat wajah
murid murid dari kuilmu ini ?"
"Silahkan, nona," berkata Su Khong, yang segera mundur
kesamping. "Tolong nona menanya dia. Sekarang ini pikiran loolap
sangat kacau hingga loolap tak tahu harus bagaimana bersikap."
su Kay pun mengundurkan diri.
Soat Kun tersenyum.
"coba kau lihat wajahnya, adikku" ia berkata kepada Soat Gie,
yang tubuhnya ia tolak kedepan.
Adik itu menghampiri It Tie, untuk berdiri didepannya sekali.
Segera ia mengawasi mukanya pendeta itu, bahkan ia mengangkat
tangan kanannya untuk meraba pipi orang, kemudian lagi, dengan
kedua tangannya, ia membuka kulit matanya. Baru setelah itu,
kembali ke sisi kakaknya.
Dilain detik, kedua saudara berCacat itu telah saling berpegangan
tangan jeriji mereka memain satu dengan lain- Demikianlah Caranya
mereka berbicara dengan terlebih jelas.
"Inilah aneh " berkata Nona Hoan kemudian "Akupun tak
mengerti."
"Nona, apakah kata nona?" tanya Su Kay bingung.
"Taysu," menjawab si nona, "orang yang taysu tawan ini
bukanlah It Tie yang menjadi ketua kalian itu"
Su Kay Taysu terperanjat. "Apa?" tanya menyusul mana tangan
kanannya menjambret kepada mukanya pendeta tawanan itu.
Soat Kun menjawab, "Dengan satu kepandaian luar biasa, muka
orang ini telah diubah hingga menjadi merupakan wajahnya yang
sekarang ini. Dia bukannya mengenakan topeng kulit manusia"
Su Kay kaget dan heran bagaikan kalap. dia merobek jubah
sucinya It Tie itu It Tie yang dikatakan palsu
Oey Eng dan Kho Kong maju menghampiri dengan membawa
obor, untuk dapat menyuluhi dengan terang sekali, maka sekarang
tampak tegas dileher It Tie itu ada tampak berbatas seperti kulitnya
ditukar.

Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nona, sebenarnya bagaimana ini?" tanya Su Kay. sedangkan Su
Khong berdiam saja semenjak tadi.
"Inilah suatu kenyataan," berkata Soat Kun menjawab sipendeta.
"Seorang yang mempunyai kepandaian luar biasa, besar sekali cita
citanya. Dia hendak menelan semua partai lainnya dan sekarang
Siauw Lim Sie menjadi buktinya. It Tie palsu ini adalah karya orang
dibelakang tirai itu"
Muka Su Kay menjadi pucat.
"Nona," tanyanya, "apakah nona tahu siapa orang dibelakang
tirai itu?"
"Dialah Seng Kong Sin Kun" sahut Soat Kun, dingin. "Sin Kun"
Raja Sakti, dari "Seng Kong" Istana Nabi.
Kembali su Kay diam tertegun matanya terpentang, lidahnya
terkeluar. Ia berdiam beberapa lama. Baru kemudian ia menuding
pada It Tie palsu itu.
"Apakah iniorangnya yang telah membawa kabur pusaka kami?"
ia tanya Nona Hoan. Nona Hoan menggelengkan kepala.
"Bukan- sahutnya. "Perbuatan itu dilakukan oleh It Tie. Dia ini
muncul ditengah jalan, guna mengalihkan perhatian orang, supaya
It Tie sendiri lolos bersama semua kitab pusaka itu. Taysu telah
terkena tipu daya Seng Kiong Sin Kun yaitu tipu tonggeret
meloloskan kerangka. Jikalau dugaanku tidak keliru, sekarang ini
pastilah sembilan belas kitab pusaka itu sudah berada didalam
tangan Sin Kun"
Muka Su Kay pucat seperti mayat, segera dengan jeriji tangannya
yang kuat bagaikan ujung tombak. ia menutup jalan darah im kauw
dari It Tie palsu itu, sambil menotok itu ia bertanya bengis: "Siapa
kau" Siapakah yang menitahkan kau berbuat begini" Lekas bicara"
Kena totokan pendeta itu, It Tie tetiron meringis ringis, tubuhnya
bagaikan Ciut ringkas. Dia kesakitan bagaikan tersiksa hebat.
"Jangan gusar, taysu," Soat Kun membujuk. "orang ini telah
dilupakan semacam obat, pikirannya tak waras lagi, maka itu,
sekarang keterangannya tak dapat didengar."
Su Khong, yang masih berdiam saja, maju akan mendekati It Tie
tetiron, untuk mengawasi dengan tajam. Ia mendapati tubuh orang
itu menggigil tak hentinya, walaupun demikian matanya tetap tak
bergerak. arah matanya cuma satu mendelong saja. Bahkan dia tak
merintih kesakitan-
Tanpa ayal lagi, tiangloo ini menotok bebas orang itu dari siksaan
totokannya Su Kay.
Dengan roman duka tetapi mengandung keheranan, Su Kay
berkata: "Terang ilmu silat orang ini ilmu silat partai kita, bahkan dia
telah memperoleh ilmu silat simpanan yang istimewa. cuma ketua
partai kita yang dapat mempelajari ilmu silat itu. Loolap menjadi
tiangloo, loolap masih tak pandai jurus itu. Kalau dia bukannya It
Tie, habis siapakah dia?"
Su Khong Taysu pun bingung. Katanya: "Dengan melihat
jurusnya tadi, kalau bukannya peryakinan dua puluh tahun, tak
dapat dia sedemikian mahir. Mungkinkah pada dua puluh tahun
yang lampau itu rahasia ilmu silat kita ini telah bocor keluar?"
Tipu silat yang dimaksudkan itu adalah "Sie ble KayCie" atau
"Semeru Kecil", nama yang diambil dari suatu kitab agama Buddha.
Itulah salah satu dari tujuh puluh dua macam tipu silat istimewa dari
Siauw Lim Pay. Tengah orang bingung itu, mendadak Han In Taysu berlompat
menghampiri. Dengan kedua tangannya menekan tanah, ketua dari
Ngo Bie Pay itu membuat dirinya mencelat kedepan. "Taysu berdua,
benarkah taysu tidak tahu siapa orang ini?" demikian tanyanya.
Itulah pertanyaan yang dianggapnya aneh, hingga Su Kay
melengak. "Taysu," berkata ia, "sekarang ini pikiranku sedang sangat kusut
hingga loolap bagaikan tak sadarkan diri. Adakah petunjuk taysu,
yang dapat membuka hati kami" Tolong taysu jelaskan. . . "
Su Kay juga heran, hingga ia mengawasi pendeta tua dan
bercacat itu. Han In Taysu berlaku tenang, ia menghela napas.
"Ini dia yang dibilang, orang yang bersangkutan pudar, orang
luar sadar," katanya, perlahan- Lalu, sambil menunjuk orang yang
dinamakan It Tie tetiron itu, dengan suara rada menggetar, ia
melanjutkan- "Taysu berdua, orang itu pernah bersama sama taysu
belajar ilmu silat didalam suatu ruangan besar, yang dengan taysu
berdua pun mempunyai hubungan erat bagaikan tangan dengan
kaki. Dialah yang taysu berdua mengenalnya semenjak kecil.
Mustahil taysu berdua benar benar tak mengenalnya ?"
Su Khong menjadi sangat bingung. "Apakah katamu, taysu?"
tanyanya. Su Kay tak kalah herannya, dia tertegUn seperti kakak
sepergUruannya itu. Han In segera memperdengarkan sUaranya
yang tawar. "Taysu berdua," demikian katanya, orang ini adalah ketua
terdahulu dari Siauw Lim Sie, kakak seperguruan kalian, atau dialah
guru It Tie Taysu "
"Su Hong Suheng" Su Khong memotong. Han In Taysu tertawa
dingin- "Benar Su Hong Taysu" sahutnya berseru.
Su Khong dan Su Kay saling mengawasi, mata mereka
mendelong. Keduanya terus berdiri diam bagaikan patung.
Siauw Pek tahu kedua pendeta tua itu sedang kacau pikirannya,
ia merasa kasihan sekali. Lalu ia bertindak menghampiri mereka itu.
"Taysu berdua, katanya sabar, apa yang dikatakan Han In Taysu
tidak salah. Memang benar orang ini adalah Su Hong Taysu, ketua
terdahulu dari Siauw Lim Pay." Su Khong heran.
"Coh Siecu, bagaimana kau mengenalnya?" ia tanya ketua Kim
Too Bun itu. Siauw Pek tetap bersikap sabar.
"Taysu, ia balik menanya, tolong taysu bilang, andaikata taysu
bertempur satu dengan satu dengan orang ini, dapatkah taysu
melawannya?"
Su Khong terus dipengaruhi rasa herannya, tetapi ia menjawab
sejujurnya: "Tenaga dalam dan ilmu silat orang ini benar lihay luar
biasa, buat melawan dia satu sama satu, loolap bukanlah
lawannya."
"Dan ilmu silatnya benarkah itu ilmu silat Siauw Lim Pay?" Siauw
Pek bertanya pula.
"Memang, seluruhnya memang ilmu silat Siauw Lim Pay," jawah
Su Khong. "Nah, taysu, tolong taysu sudi pikirkan- dijaman sekarang ini,
siapakah orangnya yang sanggup mengalahkan tiangloo dari huruf
Su dari Siauw Lim Pay" siapakah orangnya kecuali Su Hong Taysu ?"
"Tetapi," kata Su Khong, bukan main bingungnya, "Su Hong
suheng itu, ketua kami telah terbinasa dipuncak Yan In Hong."
Mendengar disebut nama puncak Yan In Hong itu. Mendadak
muka Siauw Pek menjadi pucat, lalu mengingat akan duduk halnya,
mendadak ia menghentikan kata katanya.
Tapi Han In Taysu sambil menengadah kelangit tertawa nyaring
dan berkata^ "Hai, pendeta tua, kau sudah ling lung. Mustahilkah
aku Han In bukannya salah seorang kurban dari puncak celaka itu?"
Siauw Pek menghela napas. Dia segera sadar. Maka dia berkata
tenang: "soal sangat sederhana. Dahulu dipuncak Yan In Hong,
semua ketua Siauw Lim Pay, Bu Tong Pay, Ngo Bie Pay dan Khong
Tong Pay, semua telah terjatuh kedalam tangan Seng Kiong Sin
Kun- Han In taysu dirusak mukanya, dikutungi kedua kakinya. Dan
Su Hong taysu ini, selain dibikin kacau pikirannya, hingga ia lupa
akan dirinya dia pula diubah wajahnya disamakan dengan It Tie,
muridnya itu Dan dia mau dijadikan alat untuk merobohkan Siauw
Lim Sie " Su Khong berpaling kepada Nona Hoan-
"Nona, kau cerdas dan luar biasa, kau melebihi kebanyakan
orang lain, benarkah penjelasan Coh SieCu ini?" ia bertanya kepada
nona itu. Soat Kun mengangguk. "Sedikitpun tidak salah," sahutnya.
Su Khong meraba kulit dilehernya Su Hong taysu itu, bagaikan
diri. ia berkata sendirinya: "Benarkah didalam dunia ada orang
sepandai ini yang dapat merubah wajah orang begini miripnya " Oh,
sungguh tak terpikirkan "
"Memang kejadian sangat aneh" kata Siauw Pek. "Aku sendiri,
jikalau aku bukannya telah melihat seorang yang rupanya sangat
mirip dengan rupaku sendiri, akupun tak nanti mempercayainya "
Kembali orang berdiam, semua tengah berpikir keras. Hanya
sebentar, mereka segera disadarkan oleh suara riuh dikaki bukit.
Riuh karena berisiknya alat alat senjata yang beradu adu dan seruan
bentakan berulang ulang. Dan ketika semua orang menoleh
memandang kekaki bukit, tampak Lo Han Tin sedang bergerak
gerak. Sebab disana sudah terjadi satu pertempuran seru
Su Khong Taysu heran, tetapi ia segera berkata pada Su Kay:
"Sutee, kau berdiam disini menjaga Su Hong Suheng, aku hendak
melihat kesana, harap saja aku dapat menemukan It Tie."
Begitu berkata, kakak seperguruan ini membawa tongkatnya lari
turun bukit. Su Kay mengawasi suheng itu, ia melihat kemed an
pertempuran, habis itu ia menoleh kepada Nona Hoan-
"Nona, apakah nona mempunyai daya untuk melenyapkan
kekangan atas diri kakak seperguruanku ini?" tanyanya "Aku ingin ia
pulih keadaannya."
"Seng Kiong Sin Kun lihay luar biasa, tak sanggup aku
menyingkirkan kekangan atas diri saudaramu ini, taysu," menyahut
si nona. Su Kay berdiam, nampak dia sangat masgul.
Han In mengawasi Su Hong, ia jadi ingat pengalamannya dahulu,
tiba tiba hatinya menjadi panas.
"oh, Seng Kiong Sin Kun yang jahat" katanya keras. "Sampai saat
ini, dia masih belum memperlihatkan dirinya. Sebelum aku
menuntut balas belum hatiku puas " Siauw Pek pun menoleh kepada
Soat Kun- "Sekarang ini saatnya kita membutuhkan bantuan," katanya, "Su
Hong taysu ini lihay sekali, dia pula musuh besarnya Seng Kiong sin
Kun, kalau kesadarannya dapat pulih, bagaimana besar tenaganya
untuk kita "
"Bengcu benar," berkata si nona. "Akan aku coba sebisaku untuk
memulihkan kesadaran Su Hong Taysu ini."
Berkata begitu, Nona Hoan menghampiri pendeta yang hilang
kesadarannya itu, tanpa likat likat, ia mencekal nadi orang.
Su Kay mengawasi si nona dengan perhatian sangat besar. Ia
mengharap sangat bantuannya nona itu. Selekasnya nona itu
melepaskan pegangannya kepada nadi suhengnya, ia lalu menanya,
"bagaimana nona" Benarkah suhengku ini terganggu obat yang luar
biasa?" "Memang ia terkena semacam obat," sahut nona itu, "Disamping
itu, masih ada kekangan lainnya." sambung Nona Hoan
menjelaskan. "Kekangan apa itu, nona?" tanya si pendeta.
"Buat sementara ini, belum dapat aku menerkanya," menjawab si
nona, "Harap taysu sabar supaya dapat aku memikirkannya."
Ketika itu terdengar bentakan bentakan keras sekali. Ketika
Siauw Pek sekalian menoleh, tampak belasan orang berkerudung
kepala itu berhasil menerobos keluar dari garis terakhir dari Lo Han
Tin, tetapi Su Khong Taysu bersama satu pasukannya berhasil
mengejar dan membuat mereka itu terkurung pula
Menyaksikan penyerbuan itu, tiba tiba Soat Kun berkata,
"Sekarang ini, yang utama ialah kita harus mencari Seng Kiong Sin
Kun, setelah itu, yang lain lain segera ada harapannya buat
dipecahkan "
"Ya, Seng Kiong Sin Kun itu aneh" kata su Kay, "Sampai sekarang
ini, dia masih belum ketahuan siapa, ingin sekali aku melihat
wajahnya" "Sebenarnya aku telah memikir satu hal," kata Nona Hoan
kemudian- "Aku percaya bahwa aku akhirnya akan berhasil mencari
tahu tentang hal ikhwal Seng Kiong Sin Kun- cuma sayang sekali,
terhadap Kim Too Bun, pihak Siauw Lim Sie masih menaruh
kecurigaan"-
Muka Su Kay merah, karena malu sekali.
"Salah mengerti diantara kita sudah dihabiskan" katanya Cepat.
"Sekarang ini kita bukan lagi musuh, bahkan kitalah orang orang
dalam sebuah perahu Nona, daya apa juga kau punyai, kau
gunakanlah itu, pasti Siauw Lim Sie tidak akan mencurigai lagi"
Soat Kun tertawa.
"Syukur hati taysu sangat terbuka " berkata gembira. "Inilah
untungnya kaum Rimba Persilatan. Ini pula untuk kebaikan Siauw
Lim Pay" "Nona memuji saja " berkata Su Kay. "Daya apakah nona punyai"
Silahkan nona tunjukkan padaku, akan loolap lakukan itu. loolap
bersedia sekalipun akan menyerbu api "
"Dayaku ini sangat sederhana, taysu," berkata si nona. "Sekarang
taysu menggunakan bungkusan kepala lekas taysu turun bukit
dengan mempersatukan diri diantara rombongan mereka kabur
meninggalkan tempat ini..."
"Meninggalkan tempat ini?" tanya Su Kay heran. "Kemudian ?"
"Selanjutnya terserah kepada taysu, asal taysu bertindak dengan
melihat selatan," kata si nona. "Semoga taysu berhasil membekuk It
Tie dan merampas kembali kitab kitab pusaka kalian- Atau taysu
masuk terus kedalam gua harimau, untuk mencari tahu tentang
Seng Kiong Sin Kun-.."
Su Kay mengangguk berulang ulang.
"Bagus tipu ini, nona" ia memuji terus, tanpa ragu ragu, ia
menambahkan: "Baik, nona loolap akan bekerja, walaupun mesti
mati, loolap tak akan menyesal "
Berkata begitu, pendeta ini menjemput bungkusan kepala It Tie
tetiron atau Su hong taysu itu, terus ia pakai. Kebetulan sekali,
bungkusan itu cocok dengan kepalanya.
"Taysu, apakah taysu menghentaki bantuanku?" tanya Siauw
Pek. "Bengcu..." kata si pendeta, yang berhenti tiba tiba.
Soat Kun menyela: "Maksud taysu ialah menawan si murid
murtad serta merampas kembali kitab kitab pusaka, sedangkan
maksud kami ialah menumpas Seng Kiong Sin Kun, guna kebaikan
kaum Rimba Persilatan, karena cita cita itu besar, tak dapat tidak,
tenaga kita harus bersatu padu"
"Nona benar" Su Kay menyatakan akur. "Loolap setuju"
Sementara itu Soat Kun telah memegang bungkusan kepala Ouw
Bwee berempat lalu ia serahkan itu pada Siauw Pek. Oey Eng, Kho
Kong dan Ban Liang sambil minta mereka itu mengenakannya.
Katanya: "Diwaktu malam yang gelap dan kalian mengenakan
bungkusan kepala ini, harus kalian berada bersama sama, jangan
kalian berpisah "
"Jangan kuatir, nona," berkata Ban Liang. "Bengcu membekal
pedang dan golok, ia mudah dikenali "
"Tetapi Bengcu harus berhati hati," Soat Kun pesan- "Munculnya
Thian Kiam dan Pa Too telah diketahui tak sedikit orang Kang ouw,
karena itu bengcu harus menjaga supaya tak mudah orang
mengenalimu "
Siauw Pek meloloskan goloknya. "Baiklah nona pegang golokku
ini," katanya
"Inilah senjata ampuh untuk menghajar musuh, senjata ini tak


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat terpisah dari tubuh bengcu" berkata si nona. Siauw Pek
tertawa. "Tidak demikian, nona" kata dia. "Dahulu memang aku tak boleh
ketinggalan golok ini, sekarang tidak. Sekarang ini aku telah
memperoleh kemajuan pesat, maka juga, kecuali aku menghadapi
musuh lihay luar biasa, tak perlu aku akan golokku ini"
Ban Liang semua girang mendengar kata kata ketua itu. Mereka
percaya, habis pertempuran yang paling belakang ini, ketua itu telah
memperoleh kemajuan pesat.
Soat Kun percaya anak muda itu, ia mau menyambut golok
mustika itu, tapi mendadak Ban Liang berkata: "Dimedan
pertempuran terjadi sesuatu yang diluar dugaan, karena itu,
bengcu, baiklah golokmu ini akulah siorang tua yang membawanya"
Dan segera ia menyambut golok itu, untuk digendol
dipunggungnya Soat Kun tak menghadapi jago tua itu.
Siauw Pek terus memandang si nona dan Han In Taysu, katanya:
"Nona bersama taysu baik ikut perlahan lahan dibelakang
rombongan Siauw Lim Sie, jikalau kalian sampai bertemu musuh,
bertindaklah dengan seksama "
"Jangan kuatir, bengcu, kami dapat menjaga diri kami," berkata
si nona. Siauw Pek lalu berpaling kepada Su Kay Taysu, ia memberi
hormat. "Kami tak kenal tin, karena itu, kami mengandaikan kepada
taysu," katanya.
"Maaf," Su Kay berkata seraya mengangguk terus ia berlari lari
turun bukit. Siauw Pek berempat lari mengikuti.
Belum lama, mendadak ada bentakan terhadap mereka:
"Berhenti Siapakah kamu?" Itulah Su Ie Taysu, bersama satu
pasukan, yang muncul dari samping.
Su Kay Taysu tidak menjawab, ia hanya menangkis Su Ie, setelah
mana, ia berkelit dan terus lari turun.
Siauw Pek dihadang tiga buah golok kaytoo. ia tidak menghunus
pedangnya, untuk menangkis, sebaliknya, ia berkelit begitu rupa
sambil menyambut golok lawan, yang ia terus rampas. Ha bis
bertempur dengan Ouw Bwee berempat, ia telah mendapat
kemajuan istimewa.
Ban Liang mengikuti ketuanya itu. Iapun terbacok. ia memang
biasa tak menggunakan senjata, maka buat menolong diri, ia
meneladani sang ketua. Tapi ia salah sangka. Kali ini ia menghadapi
lawan lihay. Baru ia menangkap golok tapi lima golok lainnya
menyambar ke arahnya
"Trang Trang" demikian suara nyaring berulang ulang.
Buat kebaikan jago tua ini, Siauw Pek dengan golok kaytoo
rampasannya itu menalangi kawannya menangkis, hingga Seng Su
Poan terhindar dari ancaman bahaya. Tapi ia juga tak berdiam saja.
Dengan tangan kosong, dengan kepandaiannya, ia memaksa
seorang pendeta mundur sendirinya. Maka iapun bebas.
Dibelakangnya, Oey Eng dan Kho Kong turut meloloskan diri juga .
Dilain saat, Su Kay telah mengajak keempat kawannya itu
memasuki barisan Lo Han Tin-
Selama masih diluar tin, Siauw Pek dan kawan kawannya tidak
melihat apa apa yang luar biasa, akan tetapi segera setelah berada
didalam, mereka terkejut orang orang bergerak bagaikan bayangan,
semUanya sangat gesit. Dan alat senjata bentrok tak hentinya,
sUaranya sangat berisik. Ditanah, sebaliknya, terdapat banyak
bangkai kuda dan mayat manusia, diantaranya ada yang hanya
terluka dan mesti rebah tak berdaya diantara darah melulahan
Su Kay Taysu menyerbu ketengah itu, lalu berbelok. Buat ia,
leluasalah ia untuk bergerak didalam barisan rahasia itu Disebelah
kiri, ia melihat tiga atau empat puluh orang berkerudung kepala,
yang lagi mencoba mencoblos keluar. orang yang memimpin
rombongan itu nampak mengenal baik tin itu. Dengan cepat ia
menghampiri rombongan itu, untuk mencampurkan diri. Dengan
bantuan bungkusan kepalanya itu, mereka tak dikenali musuh.
Tiba tiba Su Khong Taysu dan pasukannya muncul, mereka itu
membentak musuh.
Pemimpin musuh seperti tahu Su Khong Taysu lihay, dia
menghindarkan diri, dia menyerbu kebelakang tiangloo itu.
Su Kay menggunakan kesempatan, ia menerobos. Tapi ia toh
tercegat beberapa pendeta yang berbareng membacoknya. Dengan
satu tangkisan hebat, ia menolong diri, terus ia lompat maju untuk
lolos. Semua pendeta itu kaget, sebab golok mereka terpental dan
tangan mereka gemetar kesemutan akibat tangkisan hebat itu.
Itulah sebabnya, penyerangnya Su Kay bisa menerobos lewat.
Siauw Pek turut menerobos. ia dipegat beberapa pendeta lain,
iapun diserang. ia bekerja seperti Su Kay, ia menangkis hebat, terus
ia melompat pergi. Dibelakangnya, Ban liang bertiga Oey Eng dan
Kho Kong turut menerobos juga.
Rombongan berkerudung itu melihat lowongan yang dibuat oleh
Su Kay Taysu, yang mereka tidak kenali, mereka hanya menyangka
konco sendiri, mereka menggunakan kesempatan itu, dengan
serempak mereka menyerbu.
Su Kay maju terus, berapa kali ia dirintangi tetapi tidak terhalang,
hingga berhasil ia melintasi beberapa lapis kurungan. Paling
belakang, ia menyerbu kelapis timur selatan. Di sini ia terpegat Su
Khong Taysu. "Apa boleh buat," pikirnya, tak dapat ia memperkenaikan diri.
Maka bentroklah ia dengan suheng itu. Su Khong heran waktu
keduanya bergebrak. Lawan itu lihay sekali. ia sampai membentak:
"Siapakah kau?" Kembali ia memegat.
"Suheng bukalah jalan" kemudian Su Kay berkata kepada suheng
itu. Ia menggunakan saluran Toan Im Jip bit.
Su Khong heran- ia tidak segera mengenali sutee itu.Justru itu Su
Kay menerobos pergi. la turut Siauw Pek dan yang lainnya.
"Su Seng sutee, pimpinlah barisan kita" berseru Su Khong. "Para
sutee, mari turut aku"
Dan ia lari, mengejari Su Kay semua.
Tengah ia lari itu, Su Kay mendengar suara Siauw Pek, yang lari
disisinya: "Taysu, buka jalan, Kasih mereka mendahului"
Mulanya pendeta itu heran, tetapi sekejap ia sadar, maka lekas
lekas ia berpura ia tersusul dan menjadi ketinggalan
Rombongan dari tiga puluh lebih orang berkerudung itu kabur
kearah barat laut, Su Kay beramai ramai mengikuti. Dibelakang
mereka Su Khong mengejar bersama enam adik seperguruannya.
Kedua belah pihak terpisah belasan tombak. Sesudah melewati kaki
bukit, terpisah sudah mereka dari medan pertempuran-
"Keselatan" tiba tiba seorang berseru, terus ia melompat
mendahului. Dia bertubuh jangkung kurus. Dia itu segera membuka
jalan- Su Kay perhatikan orang itu, ia tidak mengenali. orang itu
jangkung kurus dan rada bongkok. larinya sangat pesat. Mungkin
dia bukan orang Siauw Lim Sie. Ketika ia menoleh kebelakang, ia
melihat Ban Liang, tetapi Siauw Pek bertiga Oey Eng dan Kho Kong
entah kemana...
Tengah berlari lari itu, seorang terdengar napasnya memburu,
lekas juga dia ketinggalan dibelakang. Dia mengenakan baju abu
abu. Dibawah terangnya bintang Su Khong memperpesat larinya
mengejar orang itu, selekasnya ia sudah menyandak. ia menghajar
dengan tongkatnya kepada punggung lawan-Pendeta didepan itu
menjerit, dia roboh, mulutnya memuntahkan darah. Tapi, belum lagi
tubuhnya jatuh ketanah, Su Ie sudah menyandak dan menjambret.
Dengan sebat Su ie menggeledah tubuh orang itu, ia tidak
memperoleh apa apa. ia memegang mencari kitab rahasianya.
Karena ini ia melempar tubuh orang itu ketepi jalan, membiarkannya
roboh terguling, ia sendiri segera lari terus kedepan, akan menyusul
kakak seperguruannya .
Su Khong Taysu mengejar dan menghajar musuh, setelah musuh
sudah roboh atau terguling, ia meninggalkannya, ia membiarkannya
kawan kawannya yang mengurus. Inilah siasat untuk menang
tempo, supaya ia bisa menghajar semua musuh yang lari kabur itu.
Kalau ia sendiri turut mengurus kurbannya, musuh musuh lainnya
nanti keburu lolos. Demikianlah barusan, Su Ie yang mengurus
kurban kakak seperguruannya itu.
Sementara itu Siauw Pek, yang mencampurkan diri diantara
rombongan itu, sempat memperhatikan kawan kawannya. begitulah,
dengan saluran suara Toan Jip bit ia memesan Oey Eng dan Kho
Kong senantiasa mendampinginya, agar mereka tidak terpencar satu
dengan lain- Disebelah depan, kembali Su Khong Taysu menghajar musuh
yang tercandak olehnya, setelah musuh itu roboh, ia meninggalkan
pergi. Tiba tiba siorang jangkung kurus berseru^ "Lekas" dan larinya
dipercepat. Su Kay melihat dan mendengar, ia pula melihat tempat disebelah
depan mereka. Itulah sebuah rimba yang lebat.
Justru itupun terdengar teriakan bengis, dari Su Khong Taysu:
"Jikalau kamu tidak berhenti lari, jangan kamu sesalkan loolap"
Menyusul bentakan Su Khong itu, mendadak terdengar suara
berisik dari dalam rimba dari mana muncul kira kira sepuluh orang
yang berkerudung hitam pada kepala dan mukanya.
Su Khong Taysu gusar dan bingung. Ia segera berseru: "Sutee
sekalian, lekas hajar semua musuh yang kabur itu" Dan iapun
berlompat seraya menggunakan tongkatnya.
Seorang berkerudung hitam menjerit keras dan tubuhnya roboh,
jeritannya tertahan karena kepalanya pecah dan polonya
berantakan. "Dia seperti It Seng" Su Khong berseru. "Sekalian
sutee, geledah dia"
Su Lut berlompat maju, paling dahulu ia merobek kerudung
orang, hingga ia mengenali, orang itu benar benar It Seng murid
Siauw Lim Sie dari huruf "It" seperti It Tie dan It ceng. Ketika ia
menggeledah tubuh mayat, ia tidak mendapatkan apa apa.
Su Khong maju terus, bersama sama Su ie dan Su Beng ia
sampai dipinggir rimba. Bertiga mereka itu melakukan penyerangan-
Siauw Pek mendengar suara hebat dari anginnya peribagai
tongkat, ia terus berlaku waspada. Kalau perlu, ia menangkis buat
membela diri. Tiba tiba...........
"Lekas lari Aku yang akan menghadang lawan"
Itulah teriakan satu orang, yang lompat keluar dari dalam rimba.
Siauw Pek lompat kesisi, hingga ia melihat orang itu, yang
berkerudung, benar benar menghalang didepan para pengejar.
Hingga kedua belah pihak lalu bertempur didepan rimba itu diantara
langit suram. Sempat Siauw Pek melihat penghadang itu. Dia bukannya
seorang pendeta, karena dia tak mengenakan jubah suci. Ia tidak
mau menonton, ia meninggalkannya pergi.
Dengan lekas mereka melintasi rumba, hingga mereka menjadi
berada dijalanan terbuka. Tengah mereka berlari lari, orang tadi,
yang bertubuh jangkung kurus, tampak lari menyusul, terus dia lari
kearah selatan.
Berlari lari tak ada setengah jam, tibalah mereka dijalan bercagak
tiga disitu dari tepi jalan mendadak orang melompat keluar dari
semak rumput tebal. Dia berkerudung hitam. Dia berseru : "Ke kiri"
Mendengar suara orang itu, si jangkung kurus mengajak kawan
kawannya lari kearah kiri yang ditunjukkan itu.
Selagi Siauw Pek lewat disisi orang yang baru muncul itu, yang
menunjuk jalan, ia menoleh maka ia melihat bahwa didalam semak
rumput itu ada sinar banyak golok Jadi disitu ada bersembunyi
banyak orang. Su Kay Taysu dan Ban Liang juga dapat mendengar dan melihat
seperti Siauw Pek, keduanya kagum untuk persiapan Seng Kiong sin
Kun Si "Raja Sakti", sin Kun pandai bekerja dan banyak juga orang
orangnya. Ketika itu terang pihak yang lari kabur ini sudah letih sekali,
sebagaimana napas mereka terdengar memburu. Karena ini
sijangkung kurus kemudian memperlahan larinya.
Sedikit disebelah depan, kembali satu bayangan orang terlihat
lompat muncul dari tempat sembunyi disisi jalan itu. Dia ini tidak
cuma berkerudung hitam, juga pakaiannya hitam mulus. Berdiri
ditepi jalan, dia tampak bagaikan hantu. Dengan tangan kirinya
menunjuk jalan kecil disisinya, dia berkata seram: "Lari ke arah
barat. Disana ada lentera pertanda"
Semua orang menurut, semua lari kejalan kecil itu.
Itulah jalan yang membawa orang kesebuah tanah pekuburan.
orang menjadi bingung. Tapi segera juga mereka melihat api lentera
dikanan mereka, maka kesanalah orang lari menuju. Sijangkung
kurus tetap lari paling depan-
Api lentera itu berlari lari disebelah depan jaraknya dua puluh
tombak lebih. orang tak dapat lari mendekatinya. Kemudian api
tampak mendaki. Tanpa terasa, tibalah orang dikaki sebuah bukit
kecil. Tetap orang lari mengkuti maka merekapun mendaki bukit itu.
Dilain saat, sirnalah api lentera itu. Ketika itu, orang bagaikan
telah habis tenaga. Semua berhenti berlari, semua napasnya turun
dan naik tak hentinya, perlahan lahan.
Seorang pendeta yang berjubah abu abu telah menyingkirkan
tutup kepalanya. Ia menyusuti peluhnya yang membasahi mukanya.
Su Kay dan Coh Siauw Pek terperanjat selekasnya mereka
melihat wajah orang. Mereka mengenali. Pendeta itu ialah ji ceng,
sutee dari It Tie si ketua Siauw Lim Sie yang buronan itu.
Hanya sebentar, It ceng sudah mengenakan pula kerudungnya.
Su Kay segera melihat kesekitarnya, ia mencari It Tie Taysu Ia
menerka ketua itu berada didalam rombongan mereka.
Tempat dimana mereka itu berhenti bukannya dipuncak bukit,
hanya tanah datar disampingnya,jadinya ditengah tanjakan.
Diantara pohon Cemara dan pek. tampak sebuah kuil yang pintu
halamannya terpentang, dikiri dan dikanan pintu berdiri masing
masing seorang yang berpakaian hitam, kepalanya terbungkus
kerudung hitam juga , punggungnya membekal pedang panjang.
Sijangkung kurus mengawasi kearah kedua orang itu, didalam
hati dia berkata: "Diantara kelima tong dari Seng Kiong, cuma orang
orang chee liong Tongcu yang mengenakan pakaian hitam, yang
membekal pedang panjang dipunggungnya, maka itu mustahilkah
chee liong Tongcu yang menanti disini memapak kami?"
Karena memikir begini, ia lalu berkata pada rombongannya,
suaranya perlahan: "Yang mulia chee liong Tongcu berada disini,
kalian harus berhati hati, supaya kalian jangan berlaku kurang
hormat" Habis berkata itu, dia mengulapkan tangan- Kemudian dia
mendahului bertindak maju.
Su Kay Taysu dan Siauw Pek kecele mendengar keterangan
halnya chee liong Tongcu, atau kepala dari ruangan (tong) Naga
Hijau (chee liong).Jadi disitu tak ada Seng Kiong Sin Kun sendiri.
Suasana dikuil itu sunyi tetapi nampaknya tak terhindari ancaman
bencana, selagi cahaya bintang bintang dilangit suram, angin
gunung bersilir silir, membuat dahan dan daun daunp ohon cemara
dan pek memperdengarkan suaranya.
Tiba dipintu halaman, semua orang memandang kedalam,
sampai dimuka pendopo, tampak tergelar jalan batu yang
terhampar rapih. Di tepi jalan itu terdapat berbaris kira kira lima
atau enam puluh orang berpakaian serta berkerudung hitam, semua


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdiri diam tetapi dengan waspada.
Sijangkung kurus beramai maju terus sampai didepan tangga.
Disini dia berhenti didepan tangga pertama dimana terlihat
empat anak perempuan dengan bercela hitam sebagai hitam juga
bajunya. Dua yang ditengah bertangan kosong, yang dikiri dan
kanan membawa masing masing sebuah nampan dengan isinya
ialah sebuah thee koan serta dua buah cangkirnya.
Mulanya sijangkung kurus melengak sedetik, lalu dia menjura
kerah toa tian, pendopo besar itu, seraya berkata "Uh bun ceng,
pengiring pribadi sin Kun, mohon menghadap chee liong Tongcu "
"Ah, kiranya dia Uh bun ceng," kata Siauw Pek didalam hati. Ia
kecewa. Salah seorang nona itu berkata "Tongcu memerintahkan supaya
semua orang disuguhkan masing masing secawan air teh, habis
minum baru semua boleh datang menghadap "
Hati Uh bun ceng tidak tenang. "Nona..." katanya tertahan-
Nona itu tertawa tawar, terus dia berkata seram: "Benarkah kau
Uh bun ceng pengiring pribadi dari sin Kun?"
Sijangkung kurus melengak.
"Memangnya aku yang rendah mempunyai berapa batok kepala
maka juga aku berani memalsukan diri sebagai pengiring pribadi Sin
Kun?" katanya setelah dia sadar.
Kembali si nona serba hitam itu tertawa dingin- Katanya
"beranikah kau bertanggung jawab bahwa diantara orang orang
rombonganmu ini tak ada mata mata musuh didalamnya?" Uh bun
ceng tunduk. "Aku yang rendah tak berani bertanggung jawab," sahutnya. Lagi
lagi si nona tertawa dingin-
"Kalau kau benar pengiring pribadi sin Kun, kaulah si emas tulen
yang tak takut api. Mustahilkah kau takut Tongcu kami memfitnah
padamu?" "Tak berani hambamu menerka demikian," sahut Uh bun ceng
ragu ragu. Dari dalam rombongan tiba tiba maju seorang berkerudung hitam
yang mengenakan jubah hitam panjang, sambil menjura dia
berkata: "Aku yang rendah suka menerima hadiah dari chee liong
Tongcu" "cerdas dan gagah, itulah baru orangnya Sin Kun" berkata si
nona baju hitam. Dan ia mengangsurkan secawan teh.
Cawan itu tidak besar, isinya juga cuma separuh dan masih
hangat. Orang itu menyambut dengan kedua tangannya, terus dia
menghirup kering isinya, setelah mana, cawan itu dia
mengangsurkannya kembali.
Si nona menyambut cawan kosong itu, terus ia bertindak
minggir, membuka jalan-
Orang itu memberi hormat, dia bertindak maju, memasuki
pendopo hingga dia tak tampak lagi.
Menyakskan contoh orang itu, Uh bun ceng bertindak maju. Ia
meluncurkan kedua tangannya, menyambut cawan teh, untuk
minum isinya, sesudah mana ia pun bertindak maju. Habis Uh bun
ceng, seorang pula maju dan minum teh, terus ia berjalan masuk.
setelah itu yang lainnya lalu meniru, semua memasuki toa tianJumlah
rombongan ini kira kira tiga puluh orang, diantaranya
sepuluh lebih murid murid Siauw Lim Sie yang turut it Tie berontak
mendurhaka terhadap partainya. Mereka semua menjadi orang
orang kepercayaan ketua yang murtad itu. Mereka termasuk orang
orang Seng Kiong Sin Kun tetapi tidak seCara langsung. Belasan
orang lainnya terdiri murid murid atau anggota lain lain partai,
mereka sama seperti Ouw Bwee dan kawan kawannya. Mereka
termasuk orang Seng Kiong Sin Kun sendiri, sekalipun ketua kelima
tong belum pernah mereka lihat.
uh bun ceng memang pengikut pribadi dari seng Kiong Sin Kun,
tetapi Istana Nabi banyak aturan yang tersendiri, anggota atau
anggota anggota dari satu tong sukar berhubungan dengan anggota
atau anggota tong lainnya.
Maka itu, ia tidak kenal tidak dikenal oleh orang orang chee liong
Tongcu ini. Karena itu, terhadap mereka dikenakan kemestian
minum teh itu. Tadi, orang yang pertama meminum teh, dia
memang orang chee liong Tong orangnya chee liong Tongcu sendiri.
Bahwa air teh itu tercampurkan semacam obat itulah tak
disangsikan pula, hanya ketika obat itu rupanya tak ada racunnya.
walaupun demikian, teh itu menyulitkan rombongan Siauw Pek atau
Su Kay Taysu. Buat orang Sin Kun, minum racun tak ada artinya,
Tidak demikian bagi Siauw Pek beramai. Mereka mata mata,
mereka mengandung suatu maksud, kalau mereka keracunan, itu
berarti kegagalan
Tiga puluh orang itu terpecah dalam dua rombongan, mereka
maju minum dengan gerak gerik perlahan.
Diam diam Siauw Pek bicara dengan saluran Toan Im Jip bit
kepada Su Kay Taysu:
"air teh itu mesti tercampurkan racun racun kalau bukan racun
keras, sedikitnya obat yang dapat melenyapkan kesadaran diri,
meskipun isinya cuma setengah cawan, itulah berbahaya untuk kita.
Bagaimana kalau kita tidak sadar atau kehilangan tenaga kita?"
Su Kay menjawab: "Bagaimana kalau kita tidak minum itu" Pasti
rahasia kita terbuka. Bukankah sia sia belaka usaha kita yang baru
separuh ini?"
"Apakah taysu membawa obatpemunah racun?" tanya Siauw Pek.
"Sayang loolap tidak membekalnya..." sahut Su Kay. "Kini
terpaksa kita mesti minum cu setelah dapat masuk, kita kumpulkan
air teh itu disatu tempat, perlahan lahan kita berdaya untuk
memusnahkannya..."
Siauw Pek berpikir keras^ "Dia mahir tenaga dalamnya, dia tidak
usah kuatir. Aku dan Ban Liang juga mungkin dapat bertahan-
Bagaimana dengan Oey Eng dan Kho Kong?" Ketua ini menjadi
bingung sekali. Giliran mereka akan lekas tiba.
Seorang tua yang bertubuh kurus dan kecil sudah menyambut
teh, habis dia minum, dia bertindak masuk. Untuk minum teh, dia
mesti menyingkap sedikit kerudungnya seperti semua orang lainnya
dan memberi hormat, baru dia bertindak masuk. Tiba tiba:
"Saudara, jalanlah baik"
Demikian terdengar sinona serba hitam itu, yang suaranya
dalam, berbareng dengan mana sebelah tangannya dilayangkan.
"Buk" begitu terdengar satu suara nyaring, suara tangan halus itu
menghajar punggung si tua kurus dan kecil itu, sehingga hampir dia
jatuh berlutut. Apakah yang sudah terjadi"
orang tua itu bercuriga, dia ragu ragu. Dia minum air teh tetapi
tidak segera ditelan. Terang dia memikir untuk memuntahkannya di
lain kesempatan-
Tapi sinona bermata jeli, ia melihat, maka lalu menghajar
serangan itu tidak hebat tapi secara mendadak sekali. Si tua kaget,
hampir dia berseru. tanpa terasa, air tehnya itu kena tertelan- Dia
malu, dia ngeloyor cepat.
Melihat kejadian itu, orang tersenyum, tapi Siauw Pek, pemuda
ini menahan napas. Diluar dugaannya, nona itu bermata liehay.
Ban Liang berada di belakang sang bengcu, tiba tiba ia berbisik:
"cepat totok jalan darahnya orang didepan bengcu itu"
Siauw Pek heran hingga dia melengak, tapi ia bermata jeli, maka
ia melihat, tangan orang di depannya itu merogo saku. Tanpa
bersangsi bahkan dengan sebat, ia menotok orang itu.
Perbuatannya ini tak ada yang lihat sebab perhatian orang banyak
lagi dicurahkan kepada si tua kurus dan kecil tadi.
Karena kena tertotok, orang itu jari berdiri diam tanpa berkutik.
"Lekas ambil barang dalam sakunya itu" Ban Liang bisiki pula
Siauw Pek. Bengcu itu tertawa dalam hati mengingat kecerdikan sijago tua.
Ia lantas bertindak maju, dengan disengaja, ia kena bentur tubuh
orang yang ia totok itu, berbareng dengan mana tangannya bekerja,
merogo saku orang, buat mengambil isinya ialah sebuah peles batu
hijau, yang dia teruskan kepada Ban Liang.
Jago tua itu dengan cepat memeriksa isi peles, ialah enam butir
pil. Sebutir pil ia perhatikan. Pil itu berwarna merah, ada gubahnya,
ada baunya sedikit. Tiba tiba ia menjadi girang katanya didalam
hati: "Inilah obat pemunah racun Hwee Kut Tan dari partai Tiam
cong Pay. Baiklah aku coba,"
Terus ia menelan sebutir, sedang dua lainnya, ia angsurkan
kepada Oey Eng dan Kho Kong. Dua saudara ini memang sedang
bingung memikirkan teh itu, yang mencurigakan hati mereka,
seterimanya pil, segera mereka menelannya.
Siauw Pek juga bingung. Itu waktu, lagi lima orang, akan tibalah
gilirannya. Maka iapun girang ketika Ban Liang memberikan ia dua
butir pil. Tanpa bersangsi, ia telah yang sebutir, sedangkan sebutir
lainnya, setelah ia memberi isyarat, ia sentilkan kepada Su Kay
Taysu. Pendeta ini mengenali pil itu selekasnya ia melihat
macamnya, iapun dengan tidak ragu ragu lagi segera menelannya^
Tiam cong Pay adalah partai yang berkedudukan diwilayah
selatan, barat daya. Diwilayah itu banyak terdapat binatang berbisa,
maka partai itu membuat pilnya itu Hwee Kut Toan pil, Tulang Api
guna menolong diri dari ancaman racun atau bisa binatang itu,
bahkan pil itu tersohor kemujarabannya, maka taklah heran Su Kay
Taysu, pendeta dari Siauw Lim Sie itu, mengenalnya dengan baik.
Segera juga didepan Su Kay Taysu tinggal dua orang dan
didepan Coh Siauw Pek tiga orang. Karena jumlah itu, yang tinggal
sedikit, si nona berseragam hitam lantas mendapat lihat ada salah
seorang yang berdiri diam saja. Dia segera memberitahukan hal itu
kepada kawannya, si nona berseragam hitam lainnya.
"Sebentar kita mengurusnya," berkata kawan yang diberitahukan
itu, yang tertawa tawar.
Lantas tiba giliran Su Kay Taysu. Dia disodorkan cangkir teh, dia
menyambuti, dia meminumnya tanpa bersangsi sedikit juga . Toa
tian makin gelap. sampai sukar melihat lima jeriji tangan-
Tiba tiba Su Kay melengak. Ia mendengar suara nyaring sinona:
"Jalan kekiri " Tanpa bersuara ia jalan kekiri. Tiba tiba pula.
"Berhenti " demikian suara sinona tadi. Ia berhenti pula. Didalam
gelap petang itu, samar-samar ia melihat sebuah meja panjang
diatas toa tian seseorang duduk dibelakang meja itu. Disebelah kiri
orang itu berdiri pula enam orang lainnya. Kecuali orang yang duduk
dibelakang meja itu, semua yang lainnya membekal pedang
dipunggungnya masing masing. Rombongan Su Kay Taysu terpecah
dua, terpisah sejarak setombak.
Diujung kiri meja, seorang yang berdiri yang bertubuh kecil, mirip
seorang wanita yang menyamar sebagai seorang laki laki,
memerintah: "Berjalan kekanan "
Su Kay Taysu, yang melihat seorang muncul dimulut toatian, dia
tampak seperti bayangan. Atas perintah itu, dia berjalan kekanan-
Wanita itu berdiri disebelah dalam, dia dapat melihat keluar
karena bantuan cahaya bintang yang suram. orang dari luar,
sebaliknya sukar melihat padanya. Dia yang menyuruh orang orang
yang masuk itu, berdiri menjadi dua baris.
Su Kay Taysu yang mahir tenaga dalamnya, dapat melihat cukup
jelas. orang membagi dua baris an dari rombongan itu, karena para
pendeta dipisahkan dari orang bukan pendeta. Sementara itu diam
diam ia menyalurkan pernapasannya. Ia merasa lega,
pernapasannya itu tidak ada rintangannya. Jadi air teh tadi tidak
mengganggunya. Siauw Pek muncul masuk. diapun dipisahkan- Muncul pula Ban
Liang, Oey Eng dan Kho Kong
Dilain saat, telah masuk semua tiga puluh orang lebih itu, semua
berkumpul didalam toa tian, pendopo besar itu.
Menyusul itu, terdengar tindakan kaki yang ramai. Kiranya orang
orang berseragam hitam yang bersenjatakan pedang dari luar tadi
pada masuk kedalam ruang, mengatur diri diempat penjuru,
menutup semua jalan keluar pendopo.
JILID 45 Dua orang nona kecil berseragam hitam muncul dengan
membawa lentera.
Mereka diikuti oleh dua orang nona lain, yang mengapit si
anggota Tiam Cong Pay yang tadi tertotok Siauw Pek. Dia diantar
kedepan meja. Pendopo besar itu sunyi sekali.
Kedua nona yang membawa lentera maju pula beberapa tindak.
terus mereka berdiri diam, berdiri dikiri dan kanan, lentera mereka
diangkat tinggi hingga cahayanya menyinari muka Su Kay Taysu dan
Coh Siauw Pek sekalian. Dengan begitu, selagi orang lain melihat
tegas pada mereka, mereka sebaliknya silau melihat orang orang
lainnya. Kedua nona, yang mengapit anggota Tiam Cong Pay yang
tertotok itu, satu antaranya melaporkan: "harap diketahui, orang ini
berdiri diam didalam rombongannya, dia telah ditotok oleh
kawannya, entah siapa."
"Ilmu totok itu ilmu golongan apa?" tanya orang yang duduk
dibelakang meja itu.
"Ilmu totok biasa saja"
"Bebaskan dia dari totokan, biar dia bicara" demikian perintah
orang dibelakang meja itu.
Si nona menepuk, membebaskan orang itu. Tapi setelah itu, ia
menotok lagi. Semua mata diarahkan kepada orang itu, yang tak tampak
wajahnya sebab dia memakai kerudung kepala dan muka yang
berwarna hitam. orang hanya menerka dengan melihat Cara
berdandannya serta senjata yang dibawanya.
Su kay dilain pihak tak bisa melihat wajah orang dibelakang meja
itu. Dia bertubuh kecil, dilihat dari potongan tubuhnya serta
suaranya mestinya dia seorang wanita, bahkan usianya tentu belum
lanjut. Semua orang menerka orang itu ialah chee Liong Tongcu, Cuma
Uh bun ceng yang tahu bahwa dia itu bukanlah pemimpin dari
Ruang Naga Hijau chee Liong Tong sebab chee Liong Tongcu adalah
seorang lelaki cuma, iapun tidak kenal wanita ini siapa adanya.
"Kasih tahu namamu" demikian wanita itu memerintahkan si
anggota Tiam chong Pay ya baru dibebaskan dari totokan itu.
"Cie Sun dari Tiam chong Pay," sahutnya orang itu.
"Pernah apakah kau dengan cia Po Sie?" si wanita itu bertanya
pula. "Dia adalah Ciangbun suhengku."
Jadi dialah sutee, adik seperguruan, dari cia Po Sie, ketua Tiam
cong Pay yang namanya disebut itu.
"Kaulah murid Tiam chong Pay, kenapa kau tidak membekal
pedang?" "Selama bertempur tadi, pedangku terhajar patah oleh tongkat
Su Lut Taysu."
"Tiam chong Pay jauh diwilayah Barat laut, kenapa kau datang ke
wilayah Tionggoan ini dan bahkan turut didalam pertempuran?"
"Sebenarnya aku pergi ke Hie ciang mengunjungi sahabat, tiba
tiba aku menerima titah ketua ku buat pergi menyambut it Tie
Taysu, membantu dia meloloskan diri. It Tie Taysu, ketua Siauw Lim
Pay, sudah buron dengan membawa kitab kitab pusaka partainya."
"Kemudian bagaimana ?"
Cie Sun melengak sejenak, baru dia menjawab: "Titah ketua
kami itu cuma menyuruh ia menyambut it Tie Taysu."


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Takkah dia memesan buat bertindak dengan melihat selatan,
supaya kalau ada kesepatan merampas kitab kitab pusaka itu?"
"Tidak."
Walaupun dia menyahut demikian maka Cie Sun toh bersemu
merah. "Tahukah kau hubungan diantara Tiam cong Pay dan Seng Kiong
kami?" Nampak Cie Sun terkejut dan kuatir, tapi dia menjawab: "Aku
cuma tahu keduanya mempunyai hubungan kerja sama, entahlah
jelasnya."
"Kau telah tiba disini, kenapa kau kena orang totok ?"
"Aku terbokong selagi aku kurang waspada."
"Kenapakah orang totok padamu?" suara si nona menjadi
perlahan. "Mungkin karena aku membawa obat partaiku..."
"Apakah itu obat Hwee Kut Tan?"
"Benar."
Wanita itu tertawa dingin.
"Mungkin kau menyiapkan obatmu itu buat menjaga kalau kalau
air tehku ada racun. Benar atau tidak ?"
Tampak Cie Sun takut sekali.
"Itulah ketololanku sesaat, harap Tongcu memaafkan."
Lalu si wanita berkata dingin: "Kau berani menentang perintah.
Hmm Buat apa kau dikasih hidup lebih lama pula?"
"Aku tak minum obat itu. Tongcu..." kata Cie Sun, sangat
ketakutan, "Adalah pencuri itu"
"Akan Punco urus itu" berkata si wanita, tetap dingin- Dia
membahasakan dirinya "punco", sebutan diri atasan buat
bawahannya. "Sekarang kau mundur dahulu"
Meski ia berkata demikian, kepada bawahannya dia
memerintahkan: "Bereskan dia "
Seorang wanita disisi meja menggerakkan tangan kanannya, satu
sinar kuning emas lantas berkeredep berkelebat. Hanya sekejap.
sinar itu lenyap. Tapi menyusul itu, Cie Sun menjerit tertahan, terus
kepalanya teklok sebatas lehernya, karena jiwanya telah melayang
pergi. Kematian sedetik itu membuat toatian bagaikan terlebih sunyi
lagi. Semua orang heran dan terperanjat. Itulah sungguh suatu
keputusan, atau tindakan, sangat getas. segera si wanita dibelakang
meja memanggil. "Uh bun ceng "
"Aku yang rendah disini " sahut orang she Uh bun itu, hatinya
berguncang. Dengan suara dingin bagaikan es, wanita berkerudung muka itu
berkata pula. "Apakah rombenganmu ini semua kau yang
membawanya?"
"Benar aku yang muda yang mengajaknya."
"Mana It Tie ?"
Suara si wanita tetap dingin-
Uh bun ceng melengak, tetapi lekas dia menjawab, "Siauw Lim
Pay itu hebat sekali dan kami semua justru terkurung di dalam Lo
Han Tin..."
"Hm" si nona memotong. "It Tie tidak ada, tidak apalah. Nah,
mana kitab kitab pusakanya"
Uh bun ceng berpikir keras, "Dia bukannya chee Liong Tongcu,
perlu aku tahu terlebih dahulu siapakah adanya dia."
Diapun berpikir cepat. Terus dia menjura Katanya perlahan:
"Maafkan aku yang rendah. Aku mohon bertanya kepada siangco..."
"Siang co" itu ialah panggilan kepada atasan.
Wanita itu tertawa dengan nada tawar.
"Benarkah kau begini bernyali besar?" tegurnya. "Hendak aku
belajar kenal" Terus ia menoleh kepada wanita disisinya untuk
memerintahkan: "coba buka perutnya, hendak aku melihat berapa
besar nyalinya "
"Baik" sahut si wanita berseragam hitam.
Uh bun ceng sangat kaget. Ia melihat, sambil menyahuti itu,
untuk menerima perintah, si wanita sudah lantas menggerakkan
tangannya. Dalam kagetnya itu, dengan sebat ia menekuk kedua
kakinya untuk berlutut, sedang mulutnya mengucapkan, "Maaf, aku
yang rendah harus mati. Aku..."
Wanita itu memotong^ "Kau tahu kau harus mati, apa lagi kau
hendak bilang ?"
Orang she Uh bun itu berpikir cepat. Biar bagaimana, saat seperti
ini, aku harus bersabar, jikalau tidak aku pasti akan mati konyol..."
Karena ini, lekas lekas berkata dengan sikap dan nada mohon
dikasihani. "Aku yang rendah bertindak tak selayaknya, aku telah
menentang siangco, memang aku harus mati tak berani aku
membilang apa apa lagi. Aku yang rendah cuma memohon belas
kasihan supaya siangco melepas budi membebaskanku dari
kematian sekali ini, pastilah aku akan sangat berterima kasih dan
bersyukur."
Wanita berkerudung itu berkata dingin: "coba kau bernafas, coba
salurkan itu dari peparu hoat keng hingga ke nadi jim me Lihat, ada
apakah yang luar biasa?"
Uh bun ceng terperanjat. Segera ia menyalurkan nafasnya.
Lantas ia menjadi kaget sekali. Ia merasakan sangat nyeri diantara
dada dan perutnya, bagaikan disayat sayat. Tanpa merasa ia
meintih rintih dan peluhnya membasahi seluruh tubuhnya
Menyusul perubahan Uh bun ceng itu, maka ruang pendopo itu
menjadi berisik dengan rintihan- Semua orang mendengar dan
mengawasi gerak gerik orang she Uh itu, karena dia menyalurkan
napasnya, lain lain orang tanpa merasa meniru sendirinya, siapa
tahu, selekasnya mereka bernapas, nyerilah perut mereka, bahkan
Su Kay Taysu dan Coh Siauw Pek tidak terkecuali.
Dengan semangatnya bagaikan terbang, Uh bun ceng lalu
berkata. "Harap diketahui..." Tapi dia segera dipotong oleh kata
katanya si wanita, yang berkata. "Tak usah kau banyak bicara lagi.
Mengingat kaulah pengikut pribadi Sin Kun, tak aku tarik panjang
pula kesalahanmu ini. Nah kau telanlah obat pemunah raCun, habis
itu kau melihat kebelakang pendopo, siapa disana"
Berkata begitu, wanita itu menyentilkan sebutir tablet, yang keCil
seperti kacang hijau.
Uh bun ceng menyambuti bagaikan dia menerima mustika,
dengan segera dia menelannya sambil berpikir. "Mestinya chee
Liong Tongcu berada dibelakang pendopo ini..." Maka juga , habis
berpikir, terus dia pergi kebelakang pendopo itu.
Rata rata didalam ruang itu rombognan Uh bun ceng ini
terserang rasa takut mati. Aneh racun itu. Siapa tidak menyalurkan
napasnya dia tak merasakan sesuatu yang berbeda, tapi asal dia
bernapas, terus dia merasa perutnya nyeri sekali. Siapapun menjadi
tak tenang hati, memikirkan kapan saat ajalnya tiba...
"It Tie" tiba tiba si wanita berkata nyaring.
Semua orang segera saling melihat satu sama lain, akan tetapi
tidak ada yang dapat melihat wajah muka, karena semua muka
tertutup kerudung hitam. Mereka pula berdiam semua, maka juga
teranglah diantara mereka tidak ada ketua Siauw Lim Sie itu...
Si wanita menanti sekian lama, karena tidak ada yang menjawab,
ia berkata pula: "Para pendeta Siauw Lim Sie, semua bukalah
kerudung kalian"
Suara itu dingin dan seram, bagaikan suara dari neraka. Hati
orang guncang mendengarnya.
Para pendeta berbaris dikiri, mendengar suara itu, untuk sejenak
mereka beragu ragu, lalu beberapa diantaranya segera membuka
tutup kepalanya. Hanya sebentar, karena ada contoh itu, yang
lainnya turut membuka kerudungnya itu.
Su Kay turut menyingkirkan tutup kepalanya. Ia sudah berpikir,
kalau ia sendiri yang menentang perintah, ia bakal dicurigai hingga
entahlah apa ekornya bantahannya itu.
Didalam sekejap maka ruang itu bagaikan tertambahkan
sembilan belas orang berkepala gundul, bahkan pada batok kepala
mereka bukanlah pendeta pendeta dari tingkat rendah.
"Nyalakan obor" terdengar pula suara si wanita.
Sejumlah orang yang membekal pedang segera bekerja, maka
pada lain detik, belasan obor sudah menggenciang dengan apinya
yang terang benderang membuat toatian itu menjadi tampak nyata
tegas sekali. Masih hati orang tak tenang, semua mengawasi si wanita, untuk
mendapat tahu apa pula titahnya terlebih jauh.
"It Tie" berseru pula si wanita.
Para pendeta itu terperanjat. Didalam hati, mereka menerka
tentulah diantara mereka ada ketua mereka itu, yang namanya
disebut berulang ulang. oleh karena itu, mereka lantas saling
menoleh. Ternyatalah It Tie Taysu tidak ada di antara mereka, yang
kedapatan ialah Su Kay Taysu, salah satu tiangloo. Mereka itu
menjadi kaget, siapa berada dekat tiangloo itu lantas minggir
sendirinya. Bukan main takutnya mereka.
Sendirinya orang gentar terhadap Su Kay Taysu sebab kecuali
menjadi tiangloo ia dikenal untuk kejujuran, ketaatannya kepada
agama, hingga disamping dihormati orangpun takut terhadapnya.
orang takut sendirinya karena sipendeta tak disangka sangka berada
didekat mereka Su Kay Taysu sebenarnya tidak memikir apa apa terhadap
mereka itu, akan tetapi kapan ia melihat It ceng, dengan sendirinya
ia bergerak. meluncurkan tangan menyambar pendeta huruf "It" itu
untuk dibekuk It ceng terkejut dan jeri, wajar saja ia lompat mencelat,
menyelamatkan diri dari sambaran itu. Su Kay liehay, dia juga
liehay. Hanyalah saja, untuk berlompat, dia mesti menyalurkan
napasnya. Justru dia bernapas, terasalah nyeri pada perutnya,
hingga geraknya menjadi ayaL. Maka kenalah dia dicekap tiangloo
itu. Didalam sekejap. kacaulah toatian itu. Kacau disebabkan
ketakutan para murid Siauw Lim Sie itu. Yang memulainya ialah
seorang pendeta yang mendadak melompat untuk lari keluar
pendopo. "Kau hendak lari kemana?" membentak menegur seorang
berseragam hitam sambil dia menghadang dengan tikamannya .
"Aduh" menjerit si pendeta, yang dadanya kena tertikam, hingga
darahnya mengucur keluar, tubuhnya menyusul roboh terkulai.
Pendeta pendeta yang lainnya pada berlompat juga tetapi begitu
mereka berlompat untuk kabur segera nyerilah dada dan perut
mereka. Su Kay tak menjadi kecuali ketika ia menawan It Ceng, iapun
merasakan nyeri.
Si wanita berseragam hitam berlaku tenang, dengan keren dia
berseru: "Kamu semua denga. Jikalau kamu tidak takut mampus,
teruslah kamu berlari lari. Jikalau kamu menyayangi jiwa kamu lekas
berlaku tenang untuk menantikan keputusan"
Besar pengaruh kata kata itu, didalam sekejap. berdiamlah
semua orang hingga ruang menjadi sunyi dan tenang kembali.
Hanyalah saja, diantara sinar obor, tampak mereka itu beroman
takut. Semua mata diarahkan kepada si wanita dan Su Kay Taysu.
Wanita itu melihat suasana dia mengerti keadaan. Dengan sinar
mata dingin, dia mengawasi tajam kepada tiangloo dari Siauw Lim
Sie itu. "Kau siapa kah, taysu?" demikian tegurnya, suaranya perlahan.
Su Kay berlaku tenang.
"Loo lap Su Kay dari Siauw Lim Sie," sahutnya sabar. Wanita itu
tertawa tawar. "Kiranya pendeta beribadat dari huruf Su" katanya. "Maaf Maaf"
Habis itu, wanita itu segera menatap It Ceng. "Siapa dia?"
tanyanya. "Dialah murid murtad dan pemberontak partai kami, namanya It
Ceng" sahut Su Kay.
"It Ceng " Dia toh adik seperguruan It Tie ketua Siauw Lim Sie?"
"Benar.. Dan kau, siapakah kau, nona?" Setelah menjawab,
pendeta ini balik bertanya.
"Akulah Chee Liong Tongcu, bawahan seng Kiong Sin Kun," sahut
wanita itu. Su Kay berkata, berani. "Nona menjadi tongcu, kenapa nona
tidak berani mengasih lihat wajahmu?"
Wanita itu tertawa hambar.
"Seorang pendeta adalah seorang alim, apakah pendeta juga
gemar melihat roman yang cantik manis?" dia bertanya, lalu
tangannya diangkat, agaknya hendak dia menyingkirkan tutup
mukanya. Suara itu bernada mengejek, Su Kay tidak puas.
"Sudah" serunya, mencegah orang memperlihatkan wajahnya.
Agak sangsi sejenak ia menambahkan: "Loolap cuma ingin belajar
kenal dengan wajah Siapa mau menontoni kau cantik atau tidak?"
Wanita itu masih tertawa hambar.
"Kaulah orang yang lagi menantikan kematianmu, kau tidak
melihat wajah puncopun tidak apa" katanya, kembali
mencemoohkan. Su Kay berkata pula, tetap berani. "Walaupun loolap sudah
terkena racun, belum tentu loolap dapat dikekang olehmu. Siapa
bakal hidup dan siapa bakal mati, saat ini masih belum dapat
dipastikan"
Demikian kedua orang itu mengadu lidah, selama mana Su Kay
tak pernah mengendorkan pegangannya terhadap It Ceng.
Tiba tiba si wanita tertawa nyaring, terus dia berkata "it Ceng
menjadi adik seperguruan dari ketua Siauw Lim Sie, kau lancang
datang kemari, apakah kau hendak menolong dia dengan membawa
dia lari?"
sepasang alis pendeta itu terbangun.
"Jikalau loolap memikir menolong dia untuk dibawa lari, itulah
bukannya soal sulit" sahutnya, keras. Terus ia menatap It Ceng
dengan bengisnya, ia bertanya. "It Ceng, apakah kau kenal loolap?"
It Ceng tercengang, lalu matanya bergerak. memandang kepada
si wanita yang menyebut dirinya tongcu ketua, dari Chee liong
Tong, Ruang Naga Hijau.
"Kau terangkan dirimu menjawab dia" berkata wanita itu. "Tak
usah kau menyembunyikan apa apa. Pendeta tua itu sudah terkena
racun, dia tak akan dapat berlalu dari sini dengan hidup"
Mendengar suara si wanita, It Ceng berpaling kepada Su Kay
Taysu. "Teecu mengenali susiok." sahutnya. Dengan "teecu"
"murid" It Ceng membahasai dirinya sendiri. sedangkan "susiok"
ialah "paman guru", panggilan untuk sang paman guru itu.
Dengan sinar mata tajam bagaikan kilat, Su Kay mengawasi
keponakan murid itu.
"Syukur kau masih mengenali loolap" katanya, bengis. "Tahukah
kau bahwa loolap. walaupun sudah terkena racun, masih dapat
loolap membunuhmu?"
It Ceng tidak menjawab langsung hanya dia membalas bertanya
"susiok menjadi pendeta beribadat dan luhur, mana dapat susiok
dengan mudah saja melanggar pantangan membunuh?"
Su Kay gusar sekali.
"Loolap hendak tanya kau" ia membentak "Dan kau mesti
menjawab dengan sebenar benarnya. Jikalau kau berdusta sepatah


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kata saja, akan segera loolap mengambil jiwamu" Paras It Ceng
menjadi pucat sekali.
"Silahkan tanya, susiok." sahutnya, "Tidak ada yang teecu tidak
akan katakan, pasti teecu tidak akan mendusta..."
su Kay segera menanya dengan suara yang keras: "Mana dia It
Tie?" demikian tanyanya.
"Teecu tak tahu," menjawab It Ceng, "Tadi dimedan
pertempuran kami kena dikacaukan dan terpisah satu dari yang lain,
sekarang teecu tidak mengetahui kemana perginya ciang bun
suheng itu... "Ciangbun suheng" ialah kakak seperguruan yang menjadi ketua.
"Dan manakah kitab kitab pusaka itu?"
"Semua itu berada ditangan ciang bun suheng."
"Hm" Su Kay bersuara dingin. Mendadak ia menotok jalan darah
moa hiat dari It Ceng membuat keponakan murid itu berdiri
mematung, setelah mana segera ia menggeledah tubuhnya.
Semua mata diarahkan kepada Su Kay dan it Ceng itu, tak
terkecuali mata Chee liong Tongcu, hanya dia ini bersikap tawar.
Su Kay menjadi bingung sendiri. pada tubuh It Ceng tak dapat
kitab kitab pusakanya itu Maka ia menarik keras tangan orang dan
membentak "Hai, anak celaka, kau mau hidup atau mati?"
Kembali muka It Ceng menjadi pucat-pasi,
"Andaikata susiok membunuh teecu, itu tak menolong urusan,"
katanya perlahan. Su Kay sangat mendongkol.
"Kau murid Siauw Lim Sie Kenapa kau bersekongkol dengan
pihak luar dan mencuri kitab pusaka partai sendiri?" tegurnya.
"dalam hal ini haruslah dipersalahkan para tiangloo, yang mau
mendengar hasutan orang luar," menyahut It Ceng. "Hal itu
membuat ciang bun suheng tidak dapat berdiri diam lebih lama pula
didalam kuil kita. Itulah sebabnya kenapa ciang bun suheng
mengambil kitab kitab pusaka dan membawanya lari, meninggalkan
Siauw Lim Sie. Teecu cuma mengikuti ciang bun suheng, karena itu
rasa teecu tidak berdosa"
Pandai pendeta ini berbicara, hingga dalam murkanya, Su Kay
Taysu tertawa. "Murid celaka" bentaknya. "Dahulu diatas puncak Yan in Hong
kau telah berbuat gila, kamu mencelakai guru dan ketua kamu,
apakah itu disebabkan kau dipaksa oleh para tiangloo" Apakah
ketika itupun kau cuma menurut dan ikut ikutan saja?"
Lagi lagi pucat pasilah It Ceng.
"Itulah urusan tanpa buktinya," kata dia, berani. "Dapatkah
susiok memfitnah membuat teecu berdosa?"
"Binatang" Su Kay membentak pula. "Kau dengar.. Tahukah
bahwa gurumu itu, walaupun dia bercelaka, dia masih belum mati"
Bahwa sekarang ia sudah lolos dari penderitaan kesengsaraan,
hingga ia melihat matahari yang indah" Sekarang ini justru ketua
kita itu mencari kau untuk membuat perhitungan. Binatang apakah
kau masih tidur nyenyak saja?"
Tubuh it Ceng menggigil saking takutnya.
"Aku tak percaya" katanya nyaring. Tak percaya ia bahwa Su
Hong Taysu, ketuanya yang terdahulu, masih hidup,
Su Kay gusar tak kepalang. ia tersinggung karena keponakan
murid itu tak percaya padanya.
"Binatang" teriaknya, sengit, lalu tangannya digerakkan.
"Tahan" berseru si wanita, gusar.
Tapi suara nyaring sudah terdengar tangan Su Kay sudah
melayang kemuka orang hingga It Ceng roboh terguling, mulutnya
mengeluarkan darah sebab giginya pada copot. Kalau tadi dia gusar,
sekarang wanita itu tertawa.
"Pendeta yang bernyali besar" katanya, nyaring. " Didepan
punco, bagaimana kau berani mengganas" Jikalau kau tidak
dihukum, pasti akan ada contoh teladannya"
Su Kay tak takut.
"Jikalau tongcu sudi memberi pengajaran, loolap bersedia
menerimanya" katanya, menyambut ancaman tongcu itu.
"Kau sudah tidak mampu bernapas, kau berani turun tangan,
takkah itu lucu?" kata si wanita.
Diam diam Su Kay menyalurkan napasnya Kembali ia merasa
nyeri diperutnya. Diam diam ia terkejut. ia membungkam. Wanita
bertopeng itu tertawa dingin.
"Racun punco racun istimewa. Apakah kau sangka sembarang
obat dapat memunahkannya?" katanya.
"IHm Jangan berlagak pintar. Jangan kau kira dapat menelan
obat pencegahnya Itulah artinya kau cari kesengsaraanmu sendiri.
Jangan kau nanti sesalkan punco"
Mendengar kata kata orang itu, Su Kay berpikir. "Apakah dia
maksudkan bahwa aku telah salah makan obat" Yaitu karena makan
obat pemunah terlebih dahulu, akibatnya jadi terlebih buruk?"
"It Ceng" tiba tiba terdengar suara wanita
Justru itu It Ceng baru merayap bangun dan tengah menyusuti
darah dibibirnya. ia mendengar panggilan itu.
"Ya, aku bersedia menerima perintah" sahutnya lekas.
"Semenjak kapan kau masuk kedalam kalangan Istana kami?"
"Sejak sebelas tahun yang lampau."
"Apakah kau pernah menghadap Sin Kun?"
"Pernah."
"Kapankah itu dan dimanakah?"
"Sama sekali sudah dua kali. Pertama ketika aku mulai berguru
kepada Sin Kun, dan tempatnya diluar kota Kim leng. Yang kedua
kali dipuncak Yan in Hong, disaat ketua keempat partai. . . "
"Semua itu kejadian sepuluh tahun yang telah lewat," menyela si
wanita, "Kalau sekarang kau bertemu dengan Sin Kun, kau masih
mengenalinya atau tidak?"
Hati It Ceng terkejut, matanya mencilak. "Apakah tongcu"..."
katanya, terputus suaranya bergemetar.
"Punco adalah Chee liong Tongcu" berkata si nona, menyela
pula, "Walaupun Sin Kun dapat menyalin rupa seribu macam wajah,
tapi belum pernah ia menyamar menjadi wanita" It Ceng melengak.
"Ketika pertama kali aku menemui Sin Kun," berkata ia, bagaikan
menggumam, "tatkala itu Sin Kun berupa sebagai seorang pendeta
tua berusia lebih dari pada seratus tahun yang mukanya merah
marong. Danpada kedua kalinya, ia tampak sebagai seorang
pemuda pelajar yang cakap ganteng."
"Sin Kun dapat menyalin diri menjadi banyak macam, cara
bagaimana kau dapat mengenalinya" "
"Setiap Sin Kun mUncUl, ada pertandanya yang luar biasa. maka
itu, dapat aku mengenalinya. Selama yang paling belakang ini Sin
Kun senantiasa menyampaikan surat surat perintah dengan
menyuruh orang, karena itu belum pernah aku menemuinya pula."
"Kau cerdas" wanita itu memuji. "Kau pula orang yang berjasa.
Habis makan obat, pergilah kau keruang belakang ini, lihat disana
ada siapa..."
Berkata begitu, wanita itu menyentilkan jeriji tangannya,
melemparkan sebutir obat.
Su Kay melihat obat itu hijau seperti yang diberikan kepada Uh
bun Ceng, ia lompat untuk menyambarnya.
It Ceng terkejut berbareng gusar, ia berlompat maju sambil
menyerang, mengarah punggung paman gurunya itu.
Su Kay berlaku awas. Ia mendapat tahu It Ceng menyerangnya.
Sambil dengan tangan kanan menyambuti obat, dengan tangan kiri
ia menyampik, menangkis berbareng menghajar tangan keponakan
muridnya itu...
Hanyalah, dengan menggunakan tenaganya, berdua mereka
masing masing merasai nyeri dalam perutnya, hingga tenaga
mereka berkurang, tempo lengan mereka beradu, mereka
merasakan lebih nyeri pula, hingga keduanya sama sama merintih
kesakitan- Su Kay masih dapat menahan diri, melawan rasa sakitnya
itu. Tidak demikian dengan It Ceng, dia limbung dua tindak. hampir
dia roboh terguling.
Si wanita menyaksikan perebutan obat itu. Ia melihat bagaimana
tangguhnya Su Kay Taysu.
"Kau telah mendapatkan obat itu, kenapa kau tidak segera
menelannya?" dia tanya pendeta tiangloo dari Siauw Lim Sie itu,
yang dia awasi dengan tajam.
Su Kay melengak. Ia segera melihat obat di dalam
genggamannya itu. Didalam hati, ia berkata: "Aku berlima telah
minum setengah cangkir air teh itu. Mana dapat aku makan obat ini
untuk menolong diriku sendiri?"
Tengah tiangloo ini ragu ragu, ia mendengar suara Toan Im Jip
bit dari Siauw Pek terhadapnya: "Taysu, lekas makan obat itu. Itulah
penting Kalau sebentar kita mesti bertempur, dapat taysu
menggunakan ilmu silat Siauw Lim Pay untuk melindungi kami,
jikalau tidak. kita bakal habis semuanya"
Masih Su Kay bersangsi. Ia ingat: "Coh Siauw Pek menjadi Kim
Too Bengcu, ia jauh terlebih gagah daripada aku, maka obat ini
selayaknya dialah yang makan"
Selagi pendeta ini berpikir itu, ia melihat si wanita kembali
menyentilkan obat kepada It Ceng.
Sambil menyentil itu, wanita itu memperdengarkan suara "Hm"
yang dingin. Bukan main girangnya ia. Ia tahu betapa besar
harganya apabila ia dapat tambahan obat tersebut. Maka segera
berlompatlah dia sambil mengulur tangannya, guna menyambar
obat itu It Ceng melihat perbuatan sang paman guru, gusarnya bukan
kepalang sambil berteriak, dia pun melompat, hendak merampas
obat itu Siwanita terkejut sekali Tidak disangkanya bahwa Su Kay kembali
merebutnya. Pendeta itu berhasil karena gerakannya yang gesit
laksana kilat. Untuk sedikit, It Ceng melongo karena dia gagal merampas obat,
segera setelah itu, sambil membentak, dia lompat kepada sang
paman guru dengan kedua tangannya dia menyerang Su Kay
melihat datangnya serangan, ia berkelit.
It Ceng tahu serangannya gagal, dia menyerang pula, dia
mengulangi terus terusan. Su Kay terpaksa melayani, hingga
mereka dengan cepat bergebrak sampai empat jurus.
Karena mereka bertempur hebat, orang pada mengundurkan diri.
Saking gusarnya itu, It Ceng seperti lupa sakit pada perutnya.
Sebaliknya Su Kay, yang sadar, saban saban merasai rasa nyerinya
itu, nyeri bukan buatan. Karena terpaksa, ia tidak merintih. Ia pula
terpaksa melayani keponakan murid yang bagaikan kalap itu.
Karena terpaksa, satu kali ia menyampok dengan keras sekali.
"Aduh" It Ceng menjerit keras, mulutnya menyemburkan darah
hidup, menyusul mana robohlah tubuhnya, kali ini untuk tak dapat
bergerak pula. Su Kay mencoba menenangkan diri, tapi toh ia merasai
kepalanya pusing, matanya kabur, rasa nyeri bertambah tambah,
nyeri pula di ulu hati.
Menyusul itu, ia pula merasai tubuhnya bagaikan kaku semua.
Lekas lekas ia menjatuhkan diri, untuk duduk bersila, guna
bersemedhi, menyalurkan pernapasannya, menurut ilmu partainya.
Ia melawan guna mencegah hatinya beku.
Siwanita tertawa dingin. Katanya: "Lihat kau berlaga gagah,
maka sekarang racun sudah menyerang keulu hatimu Sekarang ini,
walaupun kau memakan obatku, itu sudah sukar akan menolong
jiwamu" Su Kay mendengar ejekan orang, tetapi ia tertawa ingat dua butir
pil didalam tangannya itu sambil mempertahankan diri, ia berkata di
dalam hati: "Dia kata racun sudah menyerang kehatiku. Mana dia
tahu bahwa latihan tenaga dalamku sudah lama lebih daripada
enam puluh tahun. Jikalau obat ini memang obat tepat, mustahil dia
tak mujarab" sekarang ini perlu sekali aku menolong jiwaku, baiklah
aku segera makan yang sebutir, yang sebutir lagi, aku sediakan
buat Coh Siauw Pek. Buat menolongi Ban Liang, Oey Eng dan Kho
Kong, nanti saja aku berusaha pula."
begitu ia berpikir, begitu Su Kay Taysu membawa sebutir pil
kemulutnya. Siauw Pek sementara itu mengawasi dengan heran kepada
pendeta kawannya itu, tiba tiba timbul rasa curiganya, tak ayal pula,
ia bicara dengan saluran Toan Im Jip bit. "Awas pada akal busuk.
taysu, Jangan makan dulu obat itu"
Su Kay mendengar pemberian ingatan itu, ia heran, iapun curiga,
tanpa merasa, ia menoleh kepada ketua Kim Too Bun itu.
Siauw Pek menyembunyikan diri diantara puluhan orang itu, ia
berkata pula dengan saluran ilmunya itu: "Aku menerka bahwa
sengaja ia berbuat begini guna membikin taysu minum obat itu. Aku
menduga obatnya tidak tepat, kalau taysu makan itu, mungkin
bahayanya jadi semakin hebat..."
Su Kay Taysu bagai disadarkan, maka timbullah juga
kecUrigaannya. Maka ia jadi berpikir untuk menjaga dirinya. Batal ia
memasukkan obat kedalam mulutnya. sebaliknya, ia memusatkan
pikirannya kepada latihan pernapasannya guna memperkuat tenaga
dalamnya. sekonyong konyong si wanita tertawa nyaring.
"oh, kiranya kau mempunyai konco"^ serunya. "Hampir punco
kena dikelabuhi" Segera ia menoleh kepada Coh Siauw Pek, untuk
mengawasi sejenak. "Semua membuka tutup kepala" tiba tiba dia
memerintahkan. Rombongan itu telah terpengaruh sangat oleh si wanita, perintah
itu ditaati serentak. Semua orang segera membuka tutup kepalanya
kecuali Siauw Pek. Ban Liang, Oey Eng dan Kho Kong. oleh karena
itu baik pihak si wanita, ma upun para pendeta Siauw Lim Sie dan
lainnya turut menumplakkan perhatiannya kepada rombongan Kim
Too Bun itu. Sejenak itu, ruang sangat sunyi.
Wanita itu tetap mengawasi keempat orang yang masih belum
menyingkirkan tutup kepalanya itu, kemudian dia tertawa dingin dan
berkata: "Punco telah menduga mesti ada mata mata yang
menyelundup kesini, sekarang dugaanku itu tepat. Sesudah rahasia
kamu pecah, apakah masih kamu tidak mau membuka tutup kepala
kamu" Mustahilkah kamu menghendaki punco yang turun tangan
sendiri?" Siauw Pek berpikir cepat. "Sudah terlanjut, baiklah aku
perlihatkan wajahku. Hendak aku lihat, apa yang kau dapat bikin"
Maka segera ia menyingkirkan tutup kepalanya.
Segera setelah pemuda itu memperlihatkan diri, didalam
rombongan bukan pendeta ada seorang yang berlompat keluar dari
dalam rombongannya. Dia nampak kaget sekali. Dialah seorang tua
kurus kering dengan dua mata celong serta jubah hitam. Dia
berlompat sejauh setombak lebih.
Si wanita gusar melihat gerakan orang tua itu. "Mau apakah
kau?" bentaknya.
Masih si orang tua terpengaruh oleh kagetnya itu. "Maaf,
tongcu," katanya mohon, "aku si tua,"
"Sebutkan she dan namamu" perintah si wanita, tawar.
"Aku si orang tua Houyan Pa dari San im..."
Wanita itu memotong, "Pernah punco mendengar nama Houyan
Pa dari San im Pay yang bergelar Pek Lin Cian, apakah kau
adanya?" Mengetahui bahwa orang ketahui nama dan gelarannya itu,
Houyan Pa nampak puas. Tapi dia mengekang diri. Terus dia
memberi hormat, merangkap kedua tangannya sambil memberi


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hormat. "Memang Pek Lin Cian adalah gelaranku," sahutnya. "Hanya itu
nama kosong belaka, tak berharga sekalipun untuk dibuat tertawaan
saja." Wanita itu mengawasi: "Kau menyebut dirimu si orang tua,
mungkin kaulah orangnya seng Kiong..."
Houyan Pa terperanjat. "Maaf, tongcu, Siok hee..." katanya
"Siok hee" ialah sebutan "aku" untuk orang sebawahan
Wanita itu tertawa dingin pula. Terus dia menunjuk Siauw Pek.
"Siapakah dia itu?" dia tanya Houyan Pa. "Kenapa kau sangat takut
terhadapnya?"
Kulit muka Houyan Pa berubah menjadi merah. Dia malu dan
jengah. "Harap tongcu ketahui," sahutnya, "Dialah Coh Siauw Pek.
bengcu dari Kim Too Bun yang belum lama muncul dalam dunia
Kang ouw" Nama Siauw Pek memang telah menggetarkan dunia Kang ouw,
Sungai Telaga. atau kalangan Bu Lim, Rimba Persilatan, disebutnya
nama itu oleh Houyan Pa membuat kaget para hadirin didalam
ruang itu. Kiranya Coh Siauw Pek yang tersohor itu berada diantara
mereka. Dengan serentak mereka pada menjauhkan diri lalu terus
mereka mengawasi jago muda itu.
Wanita yang mengaku sebagai Chee Liong Tongcu itupun
terkejut karena ia mendengar nama ketua Kim Too Bun itu, ia
mengawasi tajam. orang telah pada menjauhkan diri dan si anak
muda tanpa kerudung kepala dan muka, ia pula dapat melihat
dengan tegas sekali. Tentu saja ia melihat seorang muka yang
tampan dan gagah sikap duduknya. ia juga mendapat kenyataan,
bersama anak muda itu ada lagi tiga orang kawannya. "Coh Siauw
Pek" kemudian berkata si wanita, nyaring. Siauw Pek maju satu
tindak. "Akulah si orang she Coh" Siauw Pek menjawab sambil tertawa,
tidak ada rasa takut. Kedua mata wanita itu menatap sangat tajam.
"Jadi kaulah Coh Siauw Pek yang baru muncul yang istimewa
menentang Seng Kiong?" dia tanya pula.
Siauw Pek heran- Nada wanita itu beda dari pada semula. ia
mengangguk tetapi ia tidak menjawab.
Wanita itu berkata pula, bahkan kali ini suaranya bagaikan
menggetar: "Pernah apakah kau dengan Coh Kam Pek dari Pek Ho
Po yang telah menutup mata?"
"Itulah almarhum ayahku," sahut Siauw Pek.
Wanita muda yang berdiri diujung meja segera membisiki wanita
yang meng aku tongcu itu: "Lekaslah beri putusan kepada semua
orang yang lainnya, supaya dapat dicegah kalau terjadi perubahan
sesuatu" Wanita itu melengak sejenak, lalu dia tertawa nyaring:
"Coh Siauw Pek" katanya keras. "Sin Kun justru hendak
membekukmu. Kau sekarang mengantarkan diri, sungguh baik
sekali" Habis berkata begitu, wanita itu mengawasi semua orang, lalu
berkata dengan tak kurang kerasnya: "Sekarang Sin Kun ada
dibelakang pendopo ini, lagi menantikan datangnya kamu"
Wanita yang berdiri diujung meja itu lalu bergerak. Dia pergi
kepintu yang menjurus ke belakang pendopo itu, untuk berdiri
dipinggirnya sambil berkata: "Jalan berbaris kemari. Lekas"
Mendengar perintah itu, Houyan Pa yang mendahului bertindak
maju. Melihat contoh itu, orang orang yang lainnya mencontohnya,
semua mengambil jalan kebelakang toatian itu.
Sementara itu, bagaikan tak nampak, dimuka pintu sudah
tampak empat orang wanita yang mengenakan cala yang tangannya
masing masing membawa sebuah menampan merah diatas mana
terdapat cawan cawan teh, yang semuanya telah ada separuh
isinya. Terdengar suara si wanita tongcu itu: "Semua minum dahulu
obat pemunah, kalau sampai racun sudah bekerja, kau tak bakal
menemui Sin Kun."
Houyan Pa berani sekali. Dia menjemput sebuah cangkir, tanpa
bersangsi lagi, dia mencegluk isinya. Ketika dia melihat kedepan, dia
melihat sebuah gang atau lorong yang dikedua sisinya terdapat
berdiri berbaris orang orang dengan seragam hitam, mukanya
tertutup topeng hitam, senjatanya pedang semua. Diujung lorong
itu ada sebuah toatian pendopo besar lainnya. Dengan
membesarkan hati, Houyan Pak berjalan terus memasuki pendopo
besar itu. Dengan kepergian Houyan Pa semua, didalam pendopo tadi
tinggallah Su Kay Taysu bersama rombongan Coh Siauw Pek.
Pendeta dari Siauw Lim Sie itu tetap masih duduk bersila. Puluhan
tahun tenaga latihannya lagi dikerahkan guna melawan racun Chee
Liong Tongcu. Siauw Pek berempat berdiri mengintari si pendeta,
untuk melindunginya. Semua sambil menutup mulut.
Dengan tetap duduk ditempatnya, mata si wanita memain
diseluruh ruang besar itu. Beberapa kali dia mengawasi pula kepada
Siauw Pek. Selama orang berjalan kebelakang, iapun suka
mengawasi mereka itu. Dia mengenakan tutup muka, maka itu tak
tampak wajahnya. Mestinya dia bersitegang hati karena menghadapi
ketua dari Kim Too Bun itu.
juga Siauw Pek. Hatinya anak muda ini tak tenang sebagai
semula, ada sesuatu yang membuat hatinya itu bekerja hingga ia
menjadi tidak keruan rasanya. ia menguatkan hati agar dapat
bersikap tenang. ia bagaikan mendapat firasat bakal terjadi sesuatu
yang mengejutkan. . .
Hanya sebentar kira kira tiga puluh orang itu sudah lenyap
semua dari toatian-segera setelah orang yang terakhir tak tampak
pula bayangannya, si wanita bangun bangkit dari tempat duduknya.
"Coh Siauw Pek" terdengar suaranya. Alis si anak muda
terbangun. "Ada perintah apa, tongcu?" tanyanya tenang.
Dengan suara rada menggetar, wanita itu berkata: "Dalam dunia
Kang ouw ramai tersiar berita bahwa kaulah pewaris dari Thian
Kiam dan Pa Too, kedua ilmu silat pedang golok yang istimewa
itu..." Tanpa merasa, Siauw Pek tertawa lantang. Dengan tangan kanan
ia meraba pedang di punggungnya, dengan tangan kirinya ia
menunjuk golok yang berada pada Ban Liang
"Dua pedang dan golok itu telah berada di sini" katanya. "Tongcu
ada pengajaran apa untukku ?"
Wanita itu melengak. walaupun cuma sedetik. "Seng Kiong Sin
Kun pandai mengubah wajah orang, kau Coh Siauw Pek. kau entah
yang tulen atau yang palsu" katanya pula.
sebelum menjawab pertanyaan orang itu Siauw Pek berpikir
cepat: "Kita semua telah terkena racun, tindakan utama kita ialah
harus dapat mengekang wanita ini, atau mencekiknya guna
memaksa dia memberikan obat pemunahnya", maka itu ia
menjawab sabar: "Aku juga , tak tahu diriku yang tulen atau yang
palsu, kalau Tongcu ingin mendapat kepastian, tak ada halangannya
untuk Tongcu mencoba mencarinya"
Wanita itu melengak pula. Mendadak dia mengulapkan
tangannya. "Sam Kiamcu Cit Kiamcu" demikian suaranya memanggil "Maju "
Siauw Pek heran- ia menerka nerka, siapa Kiamcu,jago pedang
yang ketiga (sam) dan ketujuh (cit) itu. ia berpikir hingga alisnya
berkerut. Gesit sekali dua orang berlompat maju, bagaikan bayangan
sekejap saja sudah tiba di depan anak muda. Diam diam Siauw Pek
terperanjat. Itulah disebabkan karena ia melihat sinar luar biasa dari
senjata Kiamcu yang disebelah kanan- ia menerka kepada senjata
mustika. Maka wajar saja, ia mundur setindak. Berbareg dengan itu,
dengan tangan kanan ia menyambar gagang pedang orang yang
kanan- Sedang tangan kirinya ia menyambut pedang orang yang
lainnya untuk disentil. hingga terdengarlah satu suara yang nyaring.
Kiamcu itu terkejut, tak keburu ia menarik kembali senjatanya.
Itulah sebabnya kenapa pedangnya kena tersentil mental kesamping
Hanyalah, karena ia menggunakan tenaganya, mendadak Siauw
Pek merasa ulu hatinya nyeri, maka gerakannya menjadi ayal,
hingga pedang orang itu tak dapat dirampas.
Sebat sekali kedua kiamcu itu melompat mundur, sesudah mana
tanpa memberi kesempatan sianak muda, mereka maju pula dengan
berbareng mereka menyerang kembali.
Siauw Pek insaf akan liehaynya racun, maka tak mau ia
sembarangan bernapas. Ia segera menggunakan kelincahannya,
buat selalau berkelit dari tikaman- Sejenak itu ia belum mendapat
pikiran tentang bagaimana caranya ia harus merampas senjata
kedua orang itu. Ia berlaku sabar luar biasa.
Tengah pertempuran itu berlangsung, mendadak Su Kay Taysu
berjingkrak bangun seraya dia berkata dengan suara keren: "Bengcu
lekas hunus pedang, melayani musuh. Ban Huhoat. Lekas bersiap
membuka jalan Lolap berdua bengcu akan merintangi musuh
dibelakang "
Mendengar kata kata sipendeta, Oey Eng dan Kho Kong segera
mengeluarkan senjatanya masing masing.
Seng Su Poan Ban Liang berpiklr lain- Ia segera berteriak:
"Bengcu, lekas mundur, untuk menyingkirkan racun dalam tubuh.
Habis itu barulah kita membuat perhitungan "
Mendengar suara orang itu, Cit Kiamsu tertawa mengejek. terus
dia perkeras serangannya. Dia mendesak agar lawannya tak sempat
untuk berkelit.
Si wanita mengawasi tajam kepada Coh Siauw Pek, sambil
mengawasi itu, dia berkata nyaring^ "Coh Siauw Pek, telah lama
punco mendengar nama Thian Kiam, kalau sekarang kau tidak
menghunusnya, kau akan menyesal sesudah terlambat "
Siauw Pek tertawa secara memandang enteng. Katanya^
"Seorang ketua Kim Too Bun, buat melayani musuh tak punya nama
seperti mereka ini, perlukah aku menghunus pedangku" Kalau hal
ini tersiar dalam dunia Kang ouw, tidakkah itu bakal mendatangkan
tertawaan "
Sam Kiamcu gusar sekali. Dia merasa sangat terhina.
"Bocah tak tahu adat" teriaknya. "Lihatlah pedang kiamcumu "
Lalu diapun mendesak seperti Cit Kiamsu, guna melampiaskan
menendongkolannya.
Siauw Pek tidak melayani suara orang, ia hanya memasang mata
untuk bersiap sedia. Ia pun tidak mau berkelit terus terusan- Sambil
mengumpulkan semangat ia menanti tibanya pedang lawan- Baru
setelah ujung pedang mengancam, ia mengegos tubuh sedikit, guna
mengasih lewat ujung pedang itu, berbareng dengan mana tangan
kanannya dengan kecepatan luar biasa meluncur dan dengan
sebuah jeriji tangan menolek lengan penyerang itu
Dengan mendadak saja Sam Kiamcu merasai tangannya
kesemutan, terus nadinya beku, walaupun ia tahu, ia toh hampir tak
merasa lagi melihat bagaimana pedangnya dirampas si anak muda
Gerakan Siauw Pek luar biasa cerdas dan cepat. Kesempatan
beristirahat satu hari dan satu malam membuat otaknya menjadi
terang luar biasa, hingga ia ingat segala macam ilmu silat yang
pernah ia pelajari terutama yang dari Kie Tong, hingga pada saat
Seruling Perak Sepasang Walet 11 Amarah Pedang Bunga Iblis Karya Gu Long Pendekar Setia 9
^