Pedang Golok Yang Menggetarkan 24

Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen Bagian 24


itu dia pastilah berdusta. Keterangannya itu tidak dapat dipercaya."
"Itupun masih belum pasti, saudaraku" kata Bun Koan tertawa
dingin- "Mungkin Seng Kiong mempunyai tiga orang pemimpin, dan
orang yang selalu memeriksa dan menganiaya Han In Taysu ialah
satu diantarannya"
Hati pendeta Siauw Lim Sie ini demikian tergerak hingga dari
ragu ragu dia menjadi memperoleh ketetapan hati.
Sampai disitu, Ban Liang turut bicara pula. Dia memandang
kepada nona Hoan-
"Nona Hoan- katanya "guru nona pandai luar biasa, dia ketahui
pelbagai peristiwa Bu Lim dahulu dan sekarang, dan nona telah
lama menuntut ilmu dibawahnya, nona juga tentu ketahui banyak
segala macam hal, sampaipun hal ikhwalnya pelbagai partai
persilatan, nona mungkinkah nona tak dapat menerka
sedikitpunjuga tentang asal usul Seng Kiong sin Kun."
Soat Kun tersenyum.
"Menerka aku dapat, hanya menerka tepat itulah yang sukar,"
sahutnya tenang.
"Jikalau nona sukar menerka, mengapa nona tak mau
memberitahukan kita apakah terkaan nona itu?" bertanya Su Kay
Taysu, "keterangan nona mungkin akan membuka kecupatan hati
kami...." Soat Kun berpikir sebentar, lalu dia berkata "melihat kepandaian
Seng Kiong Sin Kun dalam ilmu tabib serta kegemarannya
menggunakan racun, dia pasti ada hubungannya atau bersangkut
paut dengan ceng Gie Loojin, atau sedikitnya dengan kepandaian
atau warisan orang tua yang lihay itu. Atau lagi dia mendapati
kepandaiannya ceng Gie Loojin bukan dengan Cara langsung...."
"cEng Gie Loojin tersohor berhati mulia dan murah" berkata Su
Kay Taysu, "dia telah membuat namanya berCahaya dalam dunia Bu
Lim mungkinkah dia...."
"inilah justru yang memusingkan kepalanya untuk menerkanya,"
Soat Kun menyela.
"ceng Gie Loojin tersohor juga ilmu silatnya," kata Ban Liang.
"Aku tak percaya Seng Klong Sin Kun adalah murid atau ahli
warisnya...."
Han In Taysu turut berpikir, kemudian ia mengutarakan
dugaannya. "Apakah tak mungkin dia adalah orang jahat dari salah
satu dari sembilan pay, empat bun, tiga hwee dan dua pang."
Semua orang berdiam. Kemudian Bun Kucn memandang
mengawasi pendeta itu "Taysu, tahukah taysu dimana pernah atau
letak Seng Kiong?"
Pendeta dari Ngo Bie Pay itu menggelengkan kepala.
"Selama ditangan musuh, loolap telah dibawa pergi datang
kesana kemari," sahutnya. "Tak tahu loolap dimana sarang Sin Kun
yang dia beri nama Seng Kiong itu. Mungkin loolap pernah dibawa
kesana, mungkin juga tidak...."
Setelah orang berbicara banyak itu, pada akhirnya Bun Koan
berpaling kepada Ciu ceng. Dia mengawasi dengan tajam tajam.
"Bagaimana dengan kau saudara Ciu?" tanyanya kemudianSi
Jenjang Kuning, yang sebegitu jauh berdiam saja,
memperlihatkan wajah suram. Nampak dia sangat berduka.
"Selama aku berCampur gaul dengan Seng Kiong Sin Kun, aku
telah diberi kedudukan Oey Liong Tongcu" demikian sahutnya. "Aku
ditugaskan untuk menjadi pimpinan dengan sejumlah bawahan-
Ah..." Jago she Ciu ini menghela napas, sehingga kata katanya
tertunda. "Oey Liong Tong adalah satu diantara kelima Tong dari Seng
Kiong," berkata Bun Koan-"Kedudukan itu bukannya kedudukan
yang rendah"
"Memang demikianlah tampaknya nona" sahut Ciu ceng masgul.
Lagi lagi ia menarik napas panjang.
"sebenarnya Seng Kiong Sin Kun mempengaruhi bukan dengan
mengandalkan obat saja. Dia juga menggunakan suatu ilmu
kepandaian silat dengan menotok beberapa jalan darah dari Ciu
Huhoat.Jadinya Huhoat dikekang dengan dua Cara."
Bun Koan berdiam tetapi hatinya berpikir:
"Sungguh hebat kepandaiannya Seng Kiong sin Kun" karena
memikir ini, ia lalu bertanya kepada Soat Kun-
"Adik, kau sanggup mengobati saudara Ciu hingga sembuh
seluruhnya, kamu tentu tahu juga ilmu apa itu yang digunai Seng
Kiong Sin Kun itu?" bertanya Bun Koan-
"Buat membikin orang lupa dirinya atau kesadarannya dengan
menggunakan obat, itulah tidak aneh," sahut nona Hoan- "Asal ada
bahan obatnya, akupun dapat membuatnya." Kakak Siauw Pek
menghela napas.
"Ah...." katanya menyesal. "Selama kita belum berhasil
mengetahui dan mencari sarang lawan, selama itu juga kitalah pihak
yang mudah diserang dan dipermainkan musuh kita terus akan
dapat diperlakukan sesukanya dia"
Mendengar jawaban itu Kho Konh tertawa. "Pergi dan pulang,
kita kembali ketempat asal" bilangnya.
Kata kata "tempat asal" itu membuat Su Kay Taysu mendadak
ingat sesuatu, dia lalu menoleh kepada nona Hoan.
"Didalam hal ini, kita mengandalkan kepada nona seorang,"
bilangnya. Paras sang pendeta merah.
"Loolap melainkan hanya dapat menjadi kuda atau prajurit yang
maju dimuka," sahutnya. "Buat menggunai kepintaran atau
kecerdlkan sama sekali loolap tak sanggup,"
Soat Kun tertawa "sebenarnya telah aku pikirkan berulang ulang,
akan tetapi sungguh sayang, masih belum dapat aku menerka
dimana adanya sarang dari Seng Kiong Sin Kun itu..."
Su Kay Taysu merangkap kedua tangannya kepada nona itu.
"Soal ini mengenai keselamatan banyak jiwa rakyat," kata ia,
sungguh sungguh, "maka itu loolap memohon sudilah nona
mencapalkan hati memikirkannya."
"Memang nona, tak dapatkah nona memikirkannya pula?" Kho
Kong turut memohon- "Aku percaya buat nona tak ada soal yang
tak dapat dipecahkan-"
"Benar" Su Kay Taysu menimbrung. "Nona memang cerdas luar
biasa" Soat Kun tersenyum.
"Sebenarnya" katanya kemudian, "untuk mencari sarangnya Seng
Kiong Sin Kun, ada satu cara atau jalannya."
"Nah, apakah kataku?" Su Kay menyela. "Memang loolap percaya
nona mestinya mempunyai jalannya Silahkan nona
menyebutkannya, jlkalau loolap diperlukan, tak akan loolap
menampik andaikata loolap mesti terjun kedalam api"
Nona Hoan tidak segera menjawab. Bagaikan ada sesuatu yang
ia pikirkan- Habis berpikir sekian lama, ia menggeleng kepala.
JILID 48 "Aku telah pikir sesuatu jalan, tetapi jalan itu ada bagiannya yang
tak sempurna" katanya kemudian "Taysu, sudikah taysu memberi
ketika buat aku memikirkannya pula?"
Giok Yauw tertarik mendengar kata kata nona Hoan- la memang
tak sabaran, sedangkan selama mengikuti Han In Taysu, dari siapa
ia memperoleh beberapa kepandaian silat baru, keras minatnya
untuk mencoba kepandaiannya yang baru itu. Maka dia bertanya
cepat "Apakah jalan itu" Silahkan tuturkan kepada kami. Nona
Hoan...Tak usah nona bersangsi, kau membuatku jadi bingung"
Nona Hoan berlaku tenang. ia bersenyum menoleh kepada Ciu
ceng, ia awasi, masih ia tak membuka mulutnya, ia melainkan
berkemak kemik.
Si Jenjang Kuning melihat keragu raguan orang
"Apakah itu ada hubungannya?" tanyanya. Nona Hoan
mengangguk. "Diantara kita semua" katanya "Cuma saudara Ciu sendiri yang
pernah pergi keistana nabi dari Seng Kiong Sin Kun. Maka itu untuk
mencari sarangnya itu aku memikirkan kepada kau saudara"
"Memang pernah aku pergi kesana" berkata Ciu ceng "akan
tetapi telah aku lupa benar benar. Dahulu itu aku pergi kesana
dibawah pengaruh obat. Sekarang ini, biar bagaimana aku
mengingat ingat, masih tak dapat aku mengingatnya, bahkan
kesannyapun telah lenyap sama sekali"
"Tapi diantara kita, saudara Ciu adalah Sit hun sut, yaitu
semacam ilmu menarik atau menguasai sukma manusia" berkata
Soat Kun. "Dengan ilmu itu seorang dapat dibikin bagaikan
bermimpi dan selama bermimpi itu dia dapat diperintah melakukan
sesuatu, selama itu dia menjadi ingat semua pengalamannya yang
sudah sudah."
"Nona, apakah ilmu yang nona sebutkan ini sama dengan ilmu
yang digunakan Seng Kiong Sin Kun?" tanya Ciu ceng. "Ilmu Seng
Kiong Sin Kun ialah untuk mengekang semangat orang hingga dia
dapat memerintah melakukan segala apa sesuka dia."
"Nampaknya mirip tetapi sebenarnya lain" sahut sinona. "Ilmu
Sin Kun membuat orang lupa segala apa yang telah lalu, ilmu yang
aku sebutkan ini, sebaliknya ialah untuk mengingat kembali segala
sesuatu" "Apakah nona mengerti ilmu itu?" tanya Ciu ceng sungguh
sungguh. "Siapa pandai, tak ada yang dia tak bisa"
Su Kay Taysu menyela "Nona Hoan sangat berbakat dan Cerdas
sekali, ia pintar luar biasa, pasti ia mengerti" Soat Kun tertawa.
"Taysu Cuma memuji" katanya merendah. "Memang aku
mengerti ilmu itu tetapi rasanya tenaga dalamku kurang mahir, aku
kuatir aku nanti membikin Celaka saja pada saudara Ciu"
"Jangan kuatir nona" berkata siJenjang Kuning bersungguh
sungguh. "Jikalau aku tidak ditolong nona, sampai detik ini tentulah
aku masih tersiksa lahir batin oleh Seng Kiong Sin Kun. oleh karena
itu, guna mencari sarang musuh, jangan kata baru tubuhku rusak.
sekalipun mesti hancur lebur, aku tak jeri, aku tak penasaran atau
menyesal" Soat Kun berdiam pula, untuk berpikir.
"Kalau demikian kata saudara" ia bilang kemudian "baiklah
sekarang juga kita bekerja. Aku akan mencoba sekuat tenagaku
Semoga aku tidak sampai mencelakai tubuh saudara...."
"Bagaimana nona mau bekerja?" tanya Ciu ceng "apakah yang
harus aku lakukan?"
"SEkarang aku minta saudara duduk bersila dan berdiam saja"
berkata Soat Kun. "Yang lainnya semua baiklah mundur sejauh lima
tombak lebih, supaya selama aku memusatkan pikiranku, aku tidak
mendapat gangguan."
Ciu ceng menurut, terus ia duduk bersila, sedangkan Siauw Pek
semua segera menjauhkan diri. Hingga disitu tinggal Ciu ceng
berdua nona Hoan, Soat Gie mesti selalu mendampingi kakaknya
itu. Soat Kun mengajak adiknya duduk menghadapi Ciu ceng. Tanpa
membuang tempo lagi, ia mulai dengan Sit hun sut, ilmunya yang
mirip dengan ilmu sihir. Ia tidak memaksa semangatnya si Jenjang
Kuning, ia hanya mengajaknya bicara, bagaikan orang mengobrol
setiap hari, suaranya halus dan lembut bagaikan siurannya angin
musim semi. Ciu ceng menyangka si nona belum menggunai ilmunya, ia
melayani bicara seenaknya saja, sampai satu kali sinar matanya
beradu dengan sinar mata si nona. Ia menjadi heran-sinar mata
Soat Kun lemah, bagaikan orang yang letih seperti yang kantuk dan
mau tidur. "Nona berdua agaknya letih, baiklah nona beristirahat" katanya.
Nona Hoan menjawab halus seperti biasanya "Saudara sudah
letih berhari hari, baiklah saudara juga beristirahat...."
Mendengar kata kata sinona, tiba tiba saja siJenjang kuning
merasai pelupuk matanya berat. Segera ia ingin tidur. Ia sampai
malas mengatakan bahwa iapun ingin tidur itu. Tanpa merasa sinar
matanya telah terbetot oleh sinar mata sinona.
Sementara itu, telinga jago ini tetap mendengar suara lemah
lembut dari nona Hoan-Tanpa merasa, ia telah terpengaruhkan
hingga ia masuk dalam lingkungan tak sadar akan diri sendiri.
Tiba tiba "Saudara Ciu, kau pernah pergi keSeng Kiong,
sebenarnya istana itu dimana adanya?" demikian pertanyaan nona
Hoan perlahan. Wajah Ciu ceng menyatakan ia was was tanpa berdaya, bibirnya
sudah bergerak akan tetapi mulutnya tak terbuka, suaranya tak
terdengar. "Seng Kiong" berkata sinona "Aku bilang Seng Kiong istana nabi
dari Seng Kiong Sin Kun coba kau ingat ingat"
Benar benar Ciu ceng memperlihatkan sikap tengah berpikir
keras. "Seng Kiong" berkata pula sinona "Ingat, aku tanyakan Seng
Kiong. Ingatkah kau" Tahukah kau, dimana letaknya istana itu?"
Ciu ceng mendengar, terus ia berpikir, berpikir pulang dan pergi.
Lama ia berdiam, lama otaknya bekerja, lama lama didalam
benaknya itu terbayanglah suatu tempat "Itulah sebuah tanah
pegunungan. Tak dapat ia menyebutkan gunung itu gunung apa
dan dimana adanya."
Dengan suaranya yang halus, lagi lagi Soat Kun menanya,
mendesak orang didepannya, yang lupa dirinya, yang bagaikan ling
lung karena terlalu berpikir keras, sedangkan otaknya tak cukup
kuat untuk mengingat jelas jelas.
Tiba tiba Soat Gie mencengkram tangan kakaknya, untuk bicara
dengan kakak itu.
Soat Kun dapat mengerti kisikan adiknya itu, ia tampak ragu
ragu. Lewat beberapa detik ia mengambil keputusan- Maka sebelah
tangannya segera merogoh sakunya, untuk mengeluarkan dua
batang jarum emas halus bagaikan dua lembar bulu kerbau. Dengan
kecepatan luar biasa, dengan cekatan ia menusukkan kedua batang
jarum itu ke kedua pelipis orang she Ciu itu.
Ciu ceng tengah tak sadarkan diri, ia lagi mengawasi sinona
ketika ia tertusuk itu, terus tampak dia bagaikan orang ling lung.
Setelah itu terdengarlah suara dalam dari nona Hoan "Sekarang
kita mau pergi keSeng Kiong" demikian suaranya itu. "Kau jalan
depan, untuk menunjukkan jalan, kita akan mengikuti
dibelakangmu"
Mata Ciu ceng mendelong, sinarnya dungu. Mulanya dia diam
sejenak, terus dia bangkit, akan memutar tubuh kearah timur
selatan- Ia mengawasi kearah itu sekian lama, mendadak dia
membuka tindakannya melangkah pergi dengan Cepat untuk terus
berlari Soat Kun dan Soat Giepun, segera bangkit, melihat orang lari
keduanya terus lari menyusul. Kakak itu berpegangan pada bahu
adiknya, karena mereka lari. Siauw Pek sekalian juga lari, untuk
menyusul dengan cepat, agar mereka semua tak ketinggalan.
Sambil berlari itu, Soat Kun mengambil kesempatan akan
menoleh kebelakang, guna memperingati Siauw Pek beramai agar
mereka memperhatikan Ciu ceng tetapi jangan membuatnya kaget,
supaya dia tetap berada dibawah pengaruh ilmu sit-hun sut itu,
Sebaliknya kalau Ciu ceng menghadapi musuh, Siauw Pek
beramai harus mendahului menyerang dan menumpas musuh itu
supaya waktu mereka yang berharga tidak sampai tersiakan-


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siauw Pek menyahuti bahwa ia mengerti.
"Tetapi nona, keretamu?" ia balik bertanya.
"Ada dikaki gunung" Soat Kun menjawab.
"Kalau begitu, baik nona berjalan perlahan" Siauw Pek kasih tahu
"Biarkan kami yang mengikuti Ciu ceng sebentar, kalau nona sudah
naik kereta, baru nona menyusul kami."
Habis berkata begitu, terus ketua ini lari keras. Dibelakang ia
menyusul Su Kay Taysu serta Ban Liang bersama Oey Eng, Kho
Kong dan yang lainnya.
Soat Kun dan adiknya bersama Han In Taysu selekasnya tiba
dikaki gunung, mereka mencari kereta mereka, yang disembunyikan
dilebatnya pepohonan, setelah itu mereka mulai menyusul.
Bun Koan menyuruh pengikutnya menyusul juga, ia sendiri
bersama empat pelayannya lari mendahului untuk menyusul Siauw
Pek, guna menjadi satu rombongan dengan pemuda itu semua.
Ciu ceng lari terus, ingatannya hanya satu menuju Seng Kiong,
Istana nabi dari Seng Kiong Sin Kun. Kecuali itu, ia bagaikan waswas,
tak sadar, sedikitpun ia tak menghiraukan banyak orang yang
lari mengikutinya.
Lewat tengah hari, si Jenjang kuning singgah disebuah desa
untuk menangsal perut. Siauw Pek beramai segera menemui pemilik
rumah makan untuk menyuruh menyediakan barang hidangan buat
mereka semua. Ciu ceng duduk seorang diri disebuah meja lain dan
ia dahar. Sendirian dengan lahapnya. Habis dahar, ia masih beristirahat
sekian lama, baru ia melanjutkan perjalanannya, tetap dengan
berlari lari. Siauw Pek semua menyusul dengan segera.
Perjalanan selanjutnya dilakukan dengan cepat. Jika lapar orang
berhenti untuk bersantap dan ma lam singgah untuk beristirahat.
Selama itu Ciu ceng dibiarkan seorang diri, ia beristirahat dengan
rebah dan tidur dimana saja dia suka, dan selekasnya ia sadar ia
berjalan pula. Pada suatu hari, selagi tiba diwilayah Hoay Lam, rombongan
Siauw Pek ini berpapasan dengan rombongan Su Ie dan Su Lut
Taysu yang terdiri lebih dari pada dua puluh orang murid pendeta
Siauw Lim Sie. Sebenarnya mereka itu sedang mengejar ngejar
serombongan orang jahat, sekelompok musuh.
Su Kay Taysu segera menemui kedua saudara seperguruan itu,
guna menerangkan halnya Ciu ceng itu, bahwa mereka tengah
mencari istana nabi dari Seng Kiong sin Kun, sebaliknya Su Ie dan
Su Lut menjelaskan tentang mereka lagi mengepung musuh
musuhnya itu, setelah itu bertiga mereka berdamai dan mengambil
keputusan "Su Ie akan mengejar musuh terus, Su Lut akan pulang guna
memberi kabar kepada Su Khong Taysu untuk menerima petunjuk.
sementara Su Kay tetap mengikuti Siauw Pek."
Maka itu selesai berdamai, bertiga mereka memecah diri.
Tengah orang mengikuti Ciu ceng itu, rombongan bertemu pula
dengan rombongan Su Wie Taysu. Mereka ini datang menyusul.
Kembali Su Kay memberi keterangan kepada saudara seperguruan
itu, habis mana, Su Wie terus turut rombongan Siauw Pek itu.
Menurut Su Wie, didalam pertempuran itu, selain banyak orang
musuh yang terbinasa dan terluka, pihak Siauw Lim Sie juga
menderita kerugian tak sedikit jiwa yang mati dan terluka. Hingga
Su Kay taysu menghela napas.
Ciu ceng telah melintasi sungai Tiang Kang, akan tetapi ia masih
berjalan terus, menuju keselatan, sampai waktu itu Soat Kun minta
Siauw Pek menyusul dan menahan Ciu ceng guna
menghentikannya, buat diberi obat. Sesudah berlari lari tak hentinya
begitu jauh dikuatirkan sijenjang kuning terluka didalam, maka perlu
dia dibantu dengan obat penguat tubuh.
Lewat beberapa hari, akhirnya tibalah orang dikaki gunung Toat
cong San- Itulah sebuah gunung yang menempati diri dalam wilayah
beberapa kecamatan, terutama kecamatan Lee-sui. Kecamatan
kecamatan lainnya ialah ceng thian, cin in, SI an Kie, Lim hay, Hong
giam dan Un nia. Bun Koan pernah mencari Seng Kiong kegunung
itu tetapi ia tak berhasil siapa tahu sekarang ia datang pula kesitu.
Untuk mendekati gunung, Soat Kun dan Soat Gie meninggalkan
keretanya, begitu juga Han In taysu, bahkan pendeta ini mesti
berjalan dengan kedua tangannya menggantikan kedua kakinya
Hari sudah mulai magrib ketika orang terus mengikuti Ciu ceng
mendaki gunung yang luas itu, sekarang ini setiap orang
bersetengah hati. Karena mereka bakal segera menemukan istana
nabi yang termashur itu. Dilain pihak mereka bersemangat, selalu
bersedia untuk turun tangan menempur musuh yang sangat jahat
itu. Tengah berjalan, Bun Koan berlompat naik kesebuah puncak
kecil, ia memandang jauh kedepan, kesekitarnya.
"Dikiri itu ialah kecamatan Sian Kie" bilangnya "Dan puncak
gunung didepan itu ialah puncak utama dari kota chong san" Nyata
nona Coh kenal baik gunung itu."
Siauw Pek turut melompat naik kepuncak keCil itu, untuk turut
menyaksikan- "Sarang Seng Kiong Sin Kun disebut Seng Kiong, mestinya dia
mengambil tempat tak keCil" katanya "kalau sarang itu berada
dipuncak sekali, mestinya kita sudah dapat melihatnya."
Tiba tiba Soat Kun turut bicara, katanya: "Waspadalah semua..
Kita sudah berada dalam lingkungan lawan, kita mesti berhati hati"
Belum berhenti suara nona Hoan itu, tiba tiba orang telah
dikejutkan pekik panjang yang datangnya dari sebuah pohon besar
dan tinggi, sedikit lebih jauh dari tempat dimana mereka berkumpul.
Pekik itu dibarengi dengan melompat turunnya empat tubuh
manusia bagaikan bayangan yang terus lari kepada Ciu ceng
Dengan kecepatan yang luar biasa, su Kay Taysu lompat
mengejar. Pendeta ini berlompat sambil berseru. Ia menggunai
lompatan "Sie Bie Kay cu", ilmu ringan tubuh istimewa dari Siauw
Lim Sie. Ia terus menggunakan sian thung tongkatnya yang lihay,
menghajar salah seorang yang terdekat dengan si Jenjang Kuning.
Satu jeritan tertahan terdengar, lalu robohlah orang yang
diserang pendeta itu. Dia pecah kepalanya berikut tulang bahunya.
Dia berpakaian hitam seperti orang konconya.
Penderitaan Siauw Lim Pay membuat Su Kay yang welas asih
menjadi berubah, hingga dalam penyerangannya itu, ia nampak
menjadi telegas.
Siauw Pek bertindak tak kalah gesitnya daripada sipendeta,
bahkan dia sudah lantas menggunakan Pa Too, goloknya yang
ampuh. Maka orang berseragam hitam yang kedua roboh terbinasa
seketika Dua orang yang lainnya tidak memperdulikan bahwa dua orang
kawannya sudah terbinasa, mereka terus menghampiri Ciu ceng.
Teranglah mereka bertugas untuk membinasakan si Jenjang Kuning.
Mungkin dimata Seng Kiong Sin Kun, Ciu ceng sudah terpandang
sebagai penghianat yang bakal merusak usahanya yang besar itu.
Mereka masing masing bersenjatakan sebatang ruyung dan sebuah
golok tajam bagaikan gigi gergaji.
Lantas Su Kay dan Siauw Pek meneruskan berlompat kepada
kedua musuh itu. Ciu ceng mesti dilindungi.
Oey Eng bersama Kho Kong berlompat maju, buat turut
menyerang musuh. Kedua musuh agaknya lihay, mereka dapat
melayani Siauw Pek dan Su Kay.
Ciu ceng seperti tak tahu akan adanya pertempuran itu, bahwa
ada orang orang yang hendak membinasakannya. Dengan
mendelong dia mengawasi empat orang yang lagi mengadu jiwa itu,
sedetik dia ragu ragu, dia bagaikan berpikir keras. Tiba tiba saja dia
memutar tubuhnya, buat berjalan kelain arah
"Ban Hu Hoat" Soat Kun berseru "Oey huhoat dan Kho Huhoat
Lekas susul Ciu Huhoat. Jagalah ia dari serangan musuh"
Ban Liang menyambuti seruan sinona. Ia menhunus senjatanya,
ia segera lari menyusul Ciu ceng, Oey Eng dan Kho Kong menyusul
segera, mereka pun menghunus senjatanya.
Bun Koan menonton pertempuran, ia menjadi habis sabar.
"Lekas bereskan mereka" ia berseru "Jangan biarkan mereka itu
menggagalkan kita"
Segera juga terdengar bentakan Ban Liang, disusul dengan suara
beradunya senjata senjata tajam. Mendengar itu, Nona Coh
melompat maju, untuk lari menyusul, memutar melewati Siauw Pek.
Sementara itu Siauw Pek dan Su Kay bermula berniat menawan
hidup hidup kepada musuhnya masing masing, guna mengorek
keterangan dari mulut mereka itu, akan tetapi mendengar anjuran
Bun Koan terpaksa keduanya merubah pikirannya itu dan segera
mereka menghajar mati masing masing lawannya.
Pertempuranpun terjadi disebelah depan- Telah muncul secara
tiba tiba beberapa orang yang berseragam hitam, yang menyerbu
kepada Ciu ceng karena mana Ban Liang bertiga segera maju
merintangi mereka. Dengan majunya nona Coh, ketiga huhoat
menjadi mendapat bantuan cepat.
Orang orang berseragam hitam itu bukan sembarang orang.
Buktinya ialah mereka sanggup melayani Bun Koan berempat,
hingga buat sementara itu mereka kedua pihak sama tangguhnya.
Tengah mereka itu bertempur seru, sekonyong konyong dari atas
sebuah pohon didekat mereka semua berlompatan turun satu
bayangan orang, yang terus lari cepat kearah Ciu ceng.
"Siauw Pek" Bun Koan berseru ketika melihat gerakan bayangan
itu. Ia menguatirkan keselamatannya siJenjang Kuning maka ia
meninggalkan lawannya dan melompat memburu kepada bayangan
itu, yang gerakannya gesit luar biasa
Siauw Pek dan Su Kay Taysu, yang baru selesai membereskan
musuhnya masing masing juga telah melihat bayangan itu, tanpa
bersangsi mereka berlompat untuk lari menyusul. Tapi mereka,
seperti Bun Koan telah terdahulukan oleh sibayangan hitam.
Ketika itu Ciu ceng tidak dapat berbuat apa apa. Ia boleh gagah
tetapi waktu itu ia berada dalam keadaan was was. Ia nampak
bagaikan orang bingung atau ling lung. Hebat kesudahannya apabila
ia berCelaka ditengah bayangan hitam itu, sedangkan ia adalah
orang satu satunya yang tahu sarangnya Seng Kiong Sin Kun
Si bayangan hitam sudah mendekati Ciu ceng ketika dengan
mendadak satu tubuh orang yang melesat muncul dari samping,
yang terus saja menyerang kepadanya, hingga dia kaget dan
bingung, hingga dia tak berdaya ketika orang itu menyerangnya,
hingga ia roboh seketika
Habis menyerang, orang itu berlompat kesisi Ciu ceng, maka
sekarang ia tampak tegas. Ia adalah seorang tua dengan kulit
keriputan, kumisnya sudah putih, sedangkan bajunya baju hitam. Ia
bertubuh jangkung tetapi bungkuk. sedangkan ditangannya tercekal
sebatang jeroan pancing
Melihat orang tua itu yang ia kenali, Siauw Pek girang sekali.
Sebab orang itu ialah Hie Sian cian Peng
"oh, loCianpwee" serunya girang dan kagum, "sungguh besar
bantuan locianpwee ini. Locianpwee, terima kasih banyak banyak"
Berkata begitu, bengcu dari Kim Too Bun segera memberi hormat.
cian Peng tidak berlaku sungkan, bahkan ia tertawa.
"Jangan banyak adat peradatan bengcu" katanya polos. "Soal kita
sekarang ini soal besar kaum Rimba Persilatan, karena itu aku si
nelayan tua, tak dapat aku tidak menyayangi lagi setakar tenagaku,
bahkan harus aku menggunai menghabiskannya. Sebaliknya kau
bengcu, berhasil atau tidaknya usaha kita sekarang ini, semua itu
bergantung kepada dirimu sendiri. Karenanya bengcu, aku situa
justru bersedia untuk menerima segala titahmu"
"Loocianpwee terlalu merendahkan diri" berkata Siauw Pek.
"cukup sudah" berkata Soat Kun. yang segera telah datang pada
ketuanya itu. "Kim Too Bun menjadi pembela keadilan, maka juga
setiap orang rimba persilatan yang menjunjung keadilan, sendirinya
dia menjadi huhoat, pelindung dari Kim Too Bun, karena mana tak
usah bengcu berlaku sungkan- Sungkan berarti akan melemahkan
bentengan kita"
Cian Peng heran, hingga ia berpaling dan menatap sinona.
"Sungguh Cerdas" ia memuji. Soat Kun tersenyum.
"Loocianpwee" ia bertanya "sekarang loocianpwee berada
digunung ini, apakah loocianpwee datang terlebih dahulu daripada
kami atau belakangan?"
"Aku selalu mengiring dibelakang rombonganmu nona" sahut Hie
sianGiok Yauw tertawa geli mendengar jawaban orang itu.
"Loocianpwee sendirian saja ataukah mempunyai kawan?" tanya
dia. cian Peng membuka matanya lebar lebar.
"Aku si nelayan tua, aku selalu sendirian" sahutnya "Mana ada
kawanku" Nona Thio tersenyum, dia menoleh kearah rimba dan mengawasi
sekian lama. Menyaksikan lagak nona itu, cian Peng tertawa berkakak.
Mendadak saja ia lari kearah rimba dan lompat memasukinya,
hingga dia lenyap seketika Semua orang tersenyum. Lucu gerak
geriknya jago tua itu.
Kemudian orang menoleh untuk mengawasi Ciu ceng. Si Jenjang
Kuning berdiri ditepi jurang, dengan mata mendelong dia
mengawasi kebawah jurang itu kearah lembah. Sampai ekian lama
dia mengawasi, agaknya dia ragu ragu, terang dia tengah berpikir
keras, mengingat ingat....
Dengan berpegangan pada bahu adiknya, Soat Kun bertindak
mendekati jago tua she Ciu itu.
Saat itu rembulan guram, maka juga lembah nampak gelap.
hingga nona Hoan tidak dapat melihat apa- apa. Atau sebenarnya,
Soat Gie tidak melihat apa juga.
Setelah berpikir, Soat Kun minta semua orang beristirahat ditepi
jurang itu, guna menantikan tibanya sang fajar diwaktu mana
barulah mereka akan melanjutkan usaha mereka mencari Istana
Nabi. Oey Eng dan Kho Kong mengeluarkan ransum kering, untuk
dibagi baglkan kepada sekalian kawan itu, maka semua orang lantas
dahar sambil duduk. buat terus beristirahat guna mengUmpulkan
tenaga. cepat rasanya sang malam berlalu, sang fajar segera tiba.
Matahari pagi segera tampak diufuk timur. Dengan perlahan lahan,
lembah mulai tampak tegas.
Tengah orang mengawasi lembah, tiba tiba saja Ciu ceng
berlompat bangun, terus dia lari, untuk melompat turun
Ban Liang ditugaskan selalu mengawasi siJenjang Kuning, jago
tua itu terperanjat, tetapi dia tak menjadi bingung, bahkan dia
segera lompat menyusul. Su Kay Taysu adalah orang yang kedua
yang menyusul Seng Su Poan.
Soat Kun segera diberi kisikan oleh Soat Gie tentang gerak
geriknya Ciu ceng iut serta menyusulnya Ban Liang berdua Su Kay
Taysu, ia segera berpaling kearah Siauw Pek seraya berkata
"Mestinya Ciu ceng mengingat sesuatu, karena itu bengcu silahkan
kau menyusulnya buat melihat sekalian melindunginya"
Siauw Pek sementara itu telah menerka, mungkin Istana Nabi
berada dilembah itu, maka ia segera menjawab sinona. Tapi iapun
lekas berkata "Lembah ini dalam dan berbahaya, nona mungkin tak
leluasa buat nona turut turun kesana^


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jangan kuatir bengcu" sahut sinona cepat, "kami berdua tahu
bagaimana harus menuruninya"
"Silahkan berangkat lebih dahulu bengcu" Giok Yauw turut
berkata "Bersama sama nona nona Hoan kami akan menyusul"
Ketua itu mengangguk.
"Baik Kalian berhati hatilah" pesannya seraya terus lompat turun
kelembah. Didalam tempo yang pendek, Siauw Pek telah dapat menyusul
Ciu ceng, bahkan ia melihat siJenjang Kuning tengah menggunakan
tangannya menyerang kearah dinding gunung yang licin- Tiga kali
serangan itu dilakukan, setiap kalinya menimbulkan suara keras
yang mendatangkan kumandang disusul dengan satu suara
gemuruh yang mengakibatkan bergeraknya kesisi hingga
tertampaklah sebuah mulut gua.
Tepat dengan terpentangnya pintu gua itu, Ciu ceng menjerit
nyaring dan tiba tiba saja dia roboh terlentang, bahkan kedua biji
matanya mencilak dan mulutnya mengeluarkan busa putih,
sedangkan sekujur badannya bergerak gerak gemetaran
Su Kay Taysu kaget sekali, akan tetapi didalam kagetnya itu ia
ingat akan melihat sekitarnya. Ia tidak mendapatkan apa juga,
jangan kata musuh
Dengan pedang terhunus, Siauw Pek berdiri disisi Ciu ceng,
matanya diarahkan kesekitarnya. Ia hendak melindungi kawanan
itu. Ban Liang terus berjongkok disisi tubuh si orang she Ciu, berniat
memeriksa kalau kalau kawan itu mendapat suatu luka.
"Ban Huhoat, jangan sembarang menggeraki tangan" sekonyong
konyong terdengar seruan atau Cegahan Soat Kun, yang
mendatangi dengan cepat.
Sebenarnya Ban Liang tengah hendak menotok beberapa ototnya
siJenjang Kuning, akan tetapi mendengar suara sinona, lekas lekas
ia membatalkannya. Ia menarik pulang tangannya yang sudah
diulurkan itu. Bagaikan menyusul suara nona Hoan itu, dari jauh terdengar satu
siulan yang nyaring dan panjang, datangnya dari arah barat daya,
mungkin dari tempat hitung lie atau pal. Mendengar seruan itu, Su
Kay tampak girang "Itulah suara Su Khong, kakak seperguruanku"
dia berseru "Kalau dialah Su Khong Taysu, kenapa taysu tidak mau segera
menyambutinya?" Siauw Pek tanya.
Tanpa menjawab lagi ketua Kim Too Bun itu, Su Kay Taysu
segera menegasi dengan siulannya yang nyaring dan panjang, yang
terus berkumandang dilembah lembah, hingga sebelum kumandang
itu lenyap. sudah datang timpalannya, ialah suara yang pertama
tadi, suara Su Khong Taysu.
Saat itu tiba juga orang orang yang lainnya.
Soat Kun menghampiri Ciu ceng dengan petunjuk Soat Gie, Ia
menotok tiga kali pada tubuh si Jenjang Kuning. Menotok ditiga
tempat, setelah mana ia mencabut sebatang jarum yang
tertusukkan nancap ditempilingan orang. Ciu ceng lantas
memperdengarkan keluhan terus bibirnya bergerak, giginya terbuka.
Dia mengeluarkan napas panjang.
"Dia terluka parah" berkata nona Hoan. "Dia membutuhkan
istirahat yang cukup lama. Tak usah kuatir, jiwanya tidak terancam"
Mendengar itu, Su Kay merogoh sakunya mengeluarkan sebutir
obat pil yang tak ayal lagi ia jejalkan kedalam mulutnya orang luka
itu. Ketika itu diarah barat sudah tampak bermunculannya sejumlah
pendeta dengan jubah abu abu, diantaranya Su Khong Taysu
dengan tangannya mencekal siantung, tongkatnya yang panjang
mirip toya. Pendeta itu berjalan dimuka. Di tepi jurang, ia melongok
kebawah kearah lembah.
"Disanakah Coh tayhiap dan sutee Su Kay?"
Siauw Pek mengangkat kepalanya. "Benar" ia menyahut dengan
lantang. Su Khong sudah lantas melihat tegas keletakan lembah, terus ia
berlompat turun akan lari kepada rombongan Siauw Pek itu. Ia
segera disusul oleh Su Ie, Su Lut dan lainnya. Melihat para pendeta
itu, Siauw Pek berkata didalam hati "terang sudah Su Khong masih
belum berhasil mencari It Tie dan belum juga mendapatkan kembali
kitab pusakanya". Tapi ia tidak berpikir lama, bersama sama Su Kay
ia segera menyambut mereka itu. Kedua pihak saling memberi
hormat. Wajah Su Khong muram, pertanda bahwa ia sangat berduka,
"Apakah tayhiap telah berhasil mendapat Seng Kiong?" tanya dia.
Siauw Pek menunjuk kearah gua.
"Baru saja kami mendapatkan itu, belum sempat kami masuk
melihatnya" sahutnya. "Untuk memeriksanya, pihak Siauw Lim Pay
bersedia maju dimuka" katanya Su Khong.
Dan ketua Kim Too Bun dapat memaklumi pendeta itu yang telah
menjadi sangat benci sekali pada Seng Kiong Sin Kun-
"Kami bersedia mengiringi taysu beramai" katanya sambil
memberi hormat.
"Tayhiap terlalu merendah" berkata sipendeta yang tanpa ragu
ragu lagi terus bertindak maju.
Gua itu lebar dua tombak dan tingginya setombak lebih,
dindingnya licin. Karena gua gelap. tak tampak ujungnya. Walaupun
demikian, Su Khong maju terus.
Oey Eng dan Kho Kong bersama sama beberapa pendeta Siauw
Lim Pay sudah lantas menyalakan obor, dengan begitu merkea
dengan mudah bisa membuka langkah untuk memasuki gua itu.
Siauw Pek bersama Bun Koan mengikuti Su Khong Taysu
dibelakang mereka mengiringi yang lain lainnya. Semua berjumlah
seratus orang lebih. Dan semua orang kagum menyaksikan gua itu
rata rata mereka menyangsikan lagi bahwa itulah sarangnya Seng
Kiong sin Kun. sekonyong konyong dari arah depan terdengar suara gemuruh,
yang berkumandang keras.
Su Khong Taysu terperanjat, segera dia berpikir. "celaka kalau
musuh memasang alat peledak hingga kita bisa mati terkubur
didalam gua ini." Tanpa merasa, pendeta itu perCepat larinya.
Yang lainnya juga menerka serupa, serentak merekapun segera
berlari lari maju.
Hanya sebentar, sampailah mereka itu diujung lain dari gua itu,
atau terowongan itu. Mereka masih mendengar suara bagaikan
menggelegar, sedangkan mata mereka menampak dua buah pintu
gua. Su Khong Taysu mengernyitkan alisnya saking mendongkol.
"Bagus" serunya. "Lihat Seng Kiong sin Kun lagi mementang
pintu guna menyambut tetamu" berkata ketua para tiangloo itu.
Diantara Cahaya matahari, disana tampak sebuah lembah yang
lebar, yang indah. Disana sini terdapat pepohonan serta pohon
pohon bunga beraneka warna. Tapi yang paling menarik perhatian
adalah satu pemandangan disebelah kiri, yang seperti teraling
pepohonan. Itulah sebuah rumah berhala besar yang temboknya
merah. Sementara ituSu Khong Taysu berkata nyaring. "Para murid
Siauw Lim, dengarlah... Hari ini, disini kalau ada musuh, tak ada
kita, kalau ada kita, tidak ada musuh... Siapa menjadi murid Siauw
Lim, dia mesti maju dimuka, guna mengadu jiwa dengan musuh"
"Baik tiangloo" jawab murid muridnya.
Tiba tiba Siauw Pek menunjuk kedepan seraya berkata. "Lihat
disana... Ada orang mengatur barisan menantikan kita. Mari kita
maju" "Maju" Su Kay berseru, sedangkan sebelah tangannya diulapkan.
Terus dengan membawa tongkatnya iapun mendahului bertindak
maju. Seruan itu berupa perintah juga. semua murid Siauw Lim
bergerak serentak menaatinya. Maka, majulah mereka semua.
Siauw Pek maju bersama rombongannya sendiri serta Bun Koan
dengan sekalian pengikutnya.
Justru itu terdengar seruan peringatan dari Soat Kun
"Perhatikan... Diwaktu melintasi lorong bunga bunga, semua harus
menahan napas. Kita harus menjaga kalau kalau bunga bunga itu
ada racunnya, agar kita tak tercelakai musuh"
Nasihat itu dituruti, maka juga selagi perjalanan diantara pohon
pohon bunga, semua orang berdiam sambil menahan napas. Dilain
pihak^ mata mereka diarahkan kedepan kepada musuh.
Dipelataran dimuka istana Seng Kiong Sin Kun itu, diantara kira
kira seratus orang berjubah merah dari si Nabi sakti, tampak
seorang yang menjadi pemimpinnya. Dia bertubuh jangkung,
mukanya brewok hingga kepipinya dan brewoknya itu berwarna
kuning. Tubuhnya tertutup semacam mantel merah. Berdiri tegak,
dia tampak angker.
Selekasnya ia memandang pemimpin berseragam merah itu, Su
Kay Taysu mengernyitkan alisnya.
"Dia mirip The Eng, pangcu dari Hui Eng Pang" katanya.
"Hui Eng Pang menjadi satu diantara dua partai besar dalam
dunia Kang ouw" berkata Su Khong Taysu, "Terutama dia sangat
berpengaruh diwilayah Khong ouw. Kenapa sebuah partai besar
dapat muncul disini?"
Su Kay menjadi heran sekali, hingga timbul keragu raguannya.
"Dia sangat mirip dengan The Eng" demikian pikirnya. "Bukankah
ini aneh...?"
Ketika itu orang sudah datang dekat sekali kepada rombongan
seragam merah itu, diantara siapa ada yang telah mengajukan diri
guna merintangi.
Sipemimpin brewok kuning dan berbaju merah itu mementang
kedua matanya yang bercahaya berkilauan, menyapu kepada para
pendatang. "Apakah diantara kalian ada yang menjadi pemimpin?"
tanya dia nyaring. Seng Su Poan Ban Liang bertindak maju.
"Kami mempunyai banyak pemimpin" sahutnya sama nyaringnya.
"Kau tanyakan yang mana?"
Sibrewok kuning itu melengak mendengar jawaban yang tak
diduga duga itu, kedua sinar matanya memain. Lalu dia mengawasi
tajam kepada Su Khong Taysu.
Pendeta dari Siauw Lim Sie itu tidak menghiraukan lagak orang.
ia tetap bersikap tawar.
"Loolap adalah Su Khong" katanya "Para murid Siauw Lim Sie
menganggap loolap sebagai kepala mereka"
orang itu tidak berkata apa apa, sinar matanya yang bengis
beralih kepada Siauw Pek. "Numpang tanya, kau siapa kah tuan?"
tanya ketua Kim Too Bun itu, yang biasa berlaku hormat kepada
siapapun. Si baju merah menjawab "Akulah tongcu dari Ang Llong Tong,
satu diantara kelima Tong dari Seng Kiong"
Ban Liang yang tak sabaran jadi tak senang.
"Apakah orang orang Seng Kiong bukan dipelihara ayah
bundanya?" tanyanya mengejek. "Bagaimana orang sampai tak
mempunyai she dan nama?"
Wajah tongcu itu menjadi muram. Terang dia gusar.
"Aku yang bodoh ialah The Eng" dian menjawab, keras dan
sengit "Sahabat, siapakah kau?" terus dia balik bertanya. Ban Liang
tertawa dingin.
"Benar saja kau?" serunya. "Aku situa ialah Ban Liang, anggota
dari Kim Too Bun"
The Eng menyeringai. Kembali dia mengawasi Siauw Pek. "Dan
sahabat itu?" tanyanya.
Kho Kong mendongkol, dia menyela. "inilah bengcu Coh Siauw
Pek dari Kim Too Bun. Siapa kah sahabatmu?"
KEtua Hui Eng Pangpun murka, tetapi dia mencoba
mengendalikan diri dengna rerus menengadah kelangit.
"Kecuali pihak Siauw Lim Pay dan Kim Too Bun," katanya tawar,
"apakah masih ada lainnya lagi" Siapa kah orang gagah itu?"
Dengan tawar, Bun Koan menjawab. "Aku Coh Bun Koan dari Pek
Ho Bun. Aku datang bersama ketujuh kiamcu kami, guna menagih
hutang darah"
The Eng tertawa dingin.
"Bagus" serunya. "Nah, Su Khong Taysu dari Siauw Lim Sie, Coh
Bengcu dari Kim Too Bun, Nona Coh dari Pek Ho Bun... Mari kalian
turuti aku si orang she The menghadap Sin Kun. Semua sahabat
lainnya tunggulah disini"
Ban Liang mengangkat kepalanya, dongak kelangit. Ia tertawa
nyaring. Tiba tiba Su Kay Taysu maju satu tindak kepada sibrewok
kuning itu. "The Siecu" tanyanya, "benarkah kau pangcu dari Hui Eng Pang
yang kesohor dalam dunia Kang ouw"
"Tak salah" sahut The Eng itu, singkat dan dingin.
"Seorang pangcu yang besar dan agung, bagaimana dia dapat
berada disini menjadi hamba didalam Seng Kiong?" Su Kay tanya
pula. The Eng tertawa besar.
"Taysu keliru" ujarnya nyaring. "Didalam Seng Kiong ada harimau
harimau tidur dan naga naga mengeram. Jangan kata baru pangcu
dari Hui Eng Pang yang kecil mungil, Bahkan ketua ketua dari Siauw
lim pay dan Bu Tong Pay pun berada didalam Seng Kiong bekerja
selaku hamba hamba sebaya"
Tajam kata kata itu, sampai Su Khong semua berdiam sejenak.
Itulah bukti dari benarnya perihal ketua ketua partai besar
menjadi orang orang Seng Kiong sin Kun
"Saudara" seru Ban Liang kemudian, "Buat apa kita mengadu
lidah dengan segala manusia rendah" Sekarang ini keputusan ialah
hasilnya pertempuran"
Benar benar jago tua ini habis sabar, habis berkata ia melompat
maju, untuk segera menyampok ketua Hui Eng Pang itu.
The Eng gusar, dia menangkis sambil membentak. "Bagaimana
kau berani banyak lagak didalam Seng Kiong" Rupanya benar benar
sudah bosan hidup" Dan habis menangkis, dia balas menyerang.
Hebat serangan itu, karena anginnya sampai mendering
Diam diam Ban Liang terkejut, ia berkelit. Tak mau ia melawan
dengan keras, sambil berkelit itu. la membarengi menotok
The eng lihay, dapat dia menghindarkan diri kembali dia
menyerang. Maka keduanya menjadi bertempur seru.
Sebagai seorang tongcu, The Eng pastilah bukan sembarang
orang. ia pula jadi pangcu, ketua dari Hui Eng Pang, partai elang
terbang yang tersohor, sudah tentu dia mesti berkepandaian tinggi.
Maka juga, walaupun sijago tua lihay, tak mudah ia dapat
merobohkan lawannya didalam tempo yang pendek. Bahkan ketika
itu, tak sanggup dia berbuat banyak.
Su Kay Taysu menonton dengan prihatin.
"Suasana mengancam sekali, bengcu" katanya kepada Siauw Pek
kepada siapa dia menoleh. "Apakah pendapat bengcu?"
"Menurut aku, kita harus menggunai tenaga berbareng dengan
kecerdikan" sahut si anak muda "Tak dapat urusan diselesaikan
secara damai....."
"Jikalau demikian" Bun Koan turut bicara dingin, "kenapa kita
tidak meluruk saja. Kita harus segera memberikan hajaran kepada
mereka itu"
Nona Coh juga telah menjadi habis sabar, sebab dia selalu
dipengaruhi dendam kesumat.
Su Kay setujui sinona. Memang, iapun tengah dipengaruhi


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lenyapnya kitab kitab pusakanya yang ia sangat menginginkan lekas
didapat kembali.
"Nona benar" ujarnya, "Pertempuran kali ini tak dapat disamakan
dengan pelbagai pertempuran dunia persilatan yang sudah sudah.
Kalau main satu lawan satu, sampai kapankah akan berakhirnya"
Sampai kapankah kita dapat bertemu dengan pemimpin mereka
itu?" Mendengar suara sipendeta, Siauw Pek berpikir cepat.
"Nona Hoan cerdas luar biasa, sekarang dia tidak campur bicara,
rupanya dia menyetujui pertempuran cepat" demikian pikirnya.
Maka ia jawab pendeta itu "Baik taysu, bersedia aku mengiringi
taysu" Su Khong pun akur dengan saudara seperguruannya itu.
"Para murid Siauw Lim Sie" ia segera berseru. "Mari kalian turut
padaku" Tiangloo ini terus mengibaskan tangannya, terus dia maju
kemuka Sambil berseru seru, para pendeta Siauw Lim Sie terus maju,
untuk menerjang musuh.
Siauw Pek bersama Bun Koan tanpa ayal tapi turut maju juga.
Pasti mereka tak sudi ketinggalan. Lebih lebih Nona Coh itu.
Bagaikan air bah, meluruklah rombongan Siauw Lim Pay, Pek Ho
Bun dan Kim Too Bun itu. The Eng yang lagi melayani Ban Liang
dapat melihat gerak gerik musuh itu, dia gusar bukan main, akan
tetapi karena dia lagi bertempur seru, dia tak dapat berbuat apa
apa. Justru begitu, Su Khong Taysu telah tiba didekatnya, sambil
berseru pendeta itu menyerang padanya. Mau tak mau, dia toh
kaget, syukur dia masih dapat berkelit.
"Gundul Seng Kiong" berseru Su Khong, "Tak dapat loolap
memberi ampun kepadamu"
Kata kata itu diantar dengan satu serangan susulan.
"oh keledai tua" mencaci The Eng dalam gusarnya "Kenapa kau
tidak memakai aturan Kang ouw" Kalau begini, jangan kau sesalkan
orang Seng Kiong"
"Maut menghadapimu, buat apa kau banyak bicara" kata Su
Khong dingin. Kembali ia menyerang pula.
The Eng gelagapan, syukur dia masih dapat menangkis dan
berkelit. Tapi ia kaget tak terkirakanDidalam
sedetik itu, tanah datar itu sudah bermandikan darah.
Banyak orang Seng Kiong yang roboh binasa dan terluka. ereka itu
segera kacau, tak lagi merupakan pasukan yang rapih. Hebat
serangannya rombongan Siauw Lim Pay itu. Tiba tiba Dari dalam
Seng Kiong terdengar gemuruh lonceng.
The Eng bagaikan mendapat air penawar ketika ia mendengar
suara lonceng itu.
"Mundur" ia segera berseru seraya terus ia lompat mundur,
berniat meninggalkan Su Khong, lawannya yang tangguh yang
membuatnya repot sekali. Lonceng itu pertanda untuk mundur.
Su Khong tengah sengit sengitnya, melihat orang berlompat
pergi, iapun berlompat, hanya ia untuk menyusul dan menghajar
musuh itu. Ketua Hui Eng Pang berlaku sebat, tetapi ia masih kalah gesit,
bahkan tak sempat ia menangkis, ujung sianthung sudah mengenai
punggungnya, hingga sambil berseru tertahan memuntahkan darah,
tubuhnya turut roboh ngusruk
Semua orang Seng Kiong yang tinggal separuh, kabur terus
kearah istananya atau lebih benar, sarangnya. Merekapun lalu
meninggalkan pemimpin mereka yang segera saja putus nyawa,
karena memang selagi roboh itu, dia terus benar terinjak injak
kawanan musuh yang mengejar sisa pasukannya itu.
Belum berhenti suaranya lonceng, pihak Siauw Lim Pay sudah
mulai memasuki istana.
Seng Kiong dibangun menyender kepada samping gunung,
karena bangunan itu makin kebelakang makin mendaki. Ketika para
pengejar baru memasuki toatian yaitu pendopo depan dan besar,
mendadak mereka dikejutkan suara dahsyat bagaikan guntur,
segera jalan maju mereka terintang
Itulah sebab suara mengguntur itu adalah suara jatuh turunnya
pintu besi yang lebar dan berat beberapa ribu kati. Karena guruh
berbunyi tiga kali, maka juga tiga tiga jalan masuk tertutup
semuanya. Hanya sekejap. toatian menjadi gelap gulita. Su Kay
Taysu yang mengepalai pasukannya menjadi terkejut.
"Tenang" serunya segera "Nyalakan obor"
Su Khong Taysujuga turut memperdengarkan suaranya yang
berwibawa. Orang orang Siauw Lim Pay, yang telah terlatih, demikian juga
pengikut pengikutnya
Bun Koan, lantas berdiam, tanpa bergerak. tanpa bersuara,
sedangkan mereka, yang bertugas membawa obor, sudah lantas
menyulut nyalakan api, hingga seluruh ruang tampak pula dengan
tegas dan terang.
Jumlah rombongan kira kira tiga ratus jiwa tetapi mereka tak
memenuhi ruang yang luas itu, mereka dapat bergerak dengan
leluasa. Dengan nyalanya api obor, para tiangloo Siauw Lim Sie,
Siauw Pek, Bun Koan dan lainnya berkumpul ditengah toa tian.
Soat Kun yang sampai sebegitu jauh berdiam saja, sekarang
membuka suaranya paling dulu. Katanya:
"Semua menjaga diri baik baik, supaya tak terserang racun jahat.
Semua lekas memeriksa pintu, supaya kita dapat lekas keluar dari
sini." Nona ini ketahui halnya mereka sudah terkurung didalam toatian,
maju tak bisa, mundur tak dapat. Semua jalan didepan dan
belakang dan sisi sudah tertutup,
Dengar suara sinona, semua orang lantas insaf bahwa mereka
memang lagi menghadapi ancaman petaka. Kalau mereka diserang
dengan air, api atau racun, celakalah mereka semua. Ruang luas
tetapi itu bukan berarti bahwa mereka dapat menyingkir jauh.
Hanya sedetik para pemimpin itu saling melirik, terus mereka
mulai menyelidiki pintu, untuk mencari jalan keluar.
Toatian semuanya mempunyai empat buah pintu. Pintu masuk
sudah tertutup terlebih dahulu. Tiga pintu lainnya, belakang dan
kedua sisi baru saja ditutup, Su Khong Taysy mengernyitkan
dahinya. "Biar loolap menghajar dulu pintu belakang" katanya nyaring. Ia
tidak melihat lain jalan- la pun segera lari sambil membawa tongkat
panjangnya itu.
Selagi yang lain lain mendatangi kepadanya Su Khong Taysu
sudah menghajar daun pintu, hingga terdengarlah satu suara sangat
nyaring dan berisik.
"Segala pintu begini hendak mengurung kita?" kata Su Ie dengan
tawanya yang dingin-Sementara itu daun pintu tak segera
tergempurkan- "Mungkin musuh membuat pintu ini sengaja untuk menjebak
kita" berkata Siauw Pek yang berpikir jauh. "Mungkin musuh lagi
menggunai tipu dayanya" sambung anak muda itu.
"Biarnya dia menggunai akal busuk, kitapun harus mengujinya"
kata pula Su Ie sambil ia mengajukan diri. Dia penasaran hingga dia
mengernyitkan dahinya. Hatinyapun mendongkol.
Su Khong mundur untuk adik seperguruan itu.
Su Ie telah menggerakkan tangannya ketika ia menggunakan
tongkatnya menghajar pintu. Berbareng dengan suara nyaring,
berisik, tembok pintu pecah berantakan- Menampak demikian,
pendeta itu mengulangi serangannya. Maka kembali tembok
gempur. Hati orang mulai menjadi lega. Kiranya pintu itu tak
sedemikian kuat.
Kembali Su Ie mengulangi hajarannya, Setelah beberapa kali,
gempuran makin besar. Agaknya pintu bakal lekas dapat didobrak.
"Suheng, beristirahatlah dahulu" berkata Su Kay seraya ia
bertindak maju, untuk menggantikan kakak seperguruan itu.
Su Ie mundur. Bagaimana juga, ia merasa tangannya risi juga.
Su Kay segera menyerang dengan tongkatnya. Tembok gempur,
sebuah terowongan segera tampak.
Orang menyangka, setelah pintu batu itu, dibelakang pintu batu
ini ada sebuah pintu lainnya, yaitu pintu besi yang dipalang turun
dari atas. Rupanya itulah sebuah pintu gantung
Mau atau tidak, orang terkejut. Ada diantaranya yang merasa
kecele. Su Khong Taysu juga merapatkan sepasang alisnya.
"Sutee, coba kau gempur tembok disampingnya" katanya pada
Su Kay. "Baik suheng" sahut Su Kay Taysu. Dan ia segera bekerja.
Kembali terdengar suara keras dan berisik.
Hanya kali ini suara berisik itu disusul suara riuh rendah, yang
Bun Koan dengan datangnya dari arah belakang mereka dari antara
orang orangnya. Maka ia segera memutar tubuhnya.
"Ada apa?"" ia tanya keras.
Tidak ada jawaban, ada juga penyahutan suara berisik seperti
tadi, hanya kali ini ditambah suara tubuh tubuh terkulai. Dan segera
terlihat para kiamsu roboh tak sadarkan diri, dari mulutnya keluar
ludah putih atau busa.
Bun Koan kaget sekali. Ia menggerakkan tubuh, untuk lari
menghampiri, guna memeriksa.
Tiba tiba Siauw Pek ingat pesannya Soat Kun. Bagaikan kilat ia
sambar tangan kakaknya itu, buat ditarik, sedangkan mulutnya
segera berteriak. "Lekas memecah diri. Jangan berkumpul disatu
tempat. Tahan napas!!! Awas hawa beracun"
Ketika itu diantara murid murid Siauw Lim Sie juga ada yang
roboh dengan mulut berbusa itu, keadaannya sama dengan para
kiamsu, tetapi seruan Siauw Pek segera ditaati. orang segera pada
memencar diri dan menahan napas. Biar bagaimana, mereka itu
heran dan kuatir.
Segera orang merasa pasti dari bekerjanya racun, hanya tak
dapat diketahui racun apa itu yang demikian liehay dan bagaimana
caranya untuk menolong sekalian korban itu.
Dalam suasana genting itu terdengar suara Soat Kun. "Para
tiangloo harap lekas menggempur tembok, buat mencari jalan
keluar, buat memberikan pertolongan, boleh nanti"
Soara nona Hoan didengar dan dituruti oleh para tiangloo, maka
semua orang lalu lari menuju ketembok lagi.
Ketika itu masih ada beberapa orang yang berjatuhan- Melihat
itu, Su Khong taysu menjadi bingung dan sangat berkuatir, maka
tempo ia sudah mendekati tembok, segera ia menyerang dengan
tongkatnya. Bertepatan dengan itu maka tembok disebelah kiri
memperdengarkan suara bergemuruh hebat sekali, disusul dengan
berhamburan beterbangannya debu pasir kapur. Sebab itu adalah
gemuruh dari bobolnya tembok itu.
Su Kay Taysu lompat ketembok yang gempur itu, buat
melakukan penyerangan, maka gempur pula lagi bagian tembok itu,
bahkan kali ini gempuran itu segera mengasi lihat sebuah lobang
.Jadinya tembok telah pecah dan lowong
Jsutru itu maka disebelah sana tembok itu terlihat seorang usia
setengah tua, yang mukanya bersih, yang bajunya hijau muda.
Terlihat tegas orang itu tengah menarik pulang tangannya suatu
tanda dialah yang menghajar tembok dari sebelah yang lain itu.
Teranglah orang itu telah menggempur berbareng dengan Su Kay
Taysu. Sementara itu kira kira sembilan tombak jauhnya dari orang
setengah tua itu tampak serombongan orang orang Seng Kiong Sin
Kun tengah mengepung lagi melakukan perlawanan seru.
Dengan terbukanya lowongan pada tembok itu, segera
rombongan Siauw Pek menyerbu masuk kedalam tembok itu. Atau
lebih benar, mereka semua menyerbu keluar.
Tiba tiba saja Thio Giok Yauw berseru. "AYah" dan terus dia lari
kepada si orang tua berbaju hijau itu, untuk menubruk hingga dilain
saat ia sudah ada didalam rangkulan orang.
Siauw Pek bersama dua saudara Hoan menyusul keluar, mereka
menghampiri orang berbaju hijau itu.
Giok Yauw melepaskan diri dari rangkulannya si orang tua ia
menghadapi ketuanya dan berkata gembira. "Bengcu, inilah ayahku,
Thio Hong Hong"
Siauw Pek segera memberi hormat.
"Aku yang rendah Coh Siauw Pek" ia memperkenalkan diri.
"Loocianpwee, kami mengucapkan banyak banyak terima kasih yang
loocianpwee telah meloloskan kami dari kurungan ini"
orang tua itu membalas hormat.
"Jangan mengucap terima kasih" katanya. "Sudah selayaknya
saja aku memberikan tenagaku".
ia diam sebentar lalu ia menambahkan- "Saat sangat penting,
silahkan Coh Siauwhiap menyerbu kebelakang istana itu. Mereka
yang pingsan disini serahkan padaku siorang tua"
"Terima kasih" berkata Siauw Pek yang terus mengajak kawan
kawannya. Rombongan dari Siauw Lim Sie sudah menerjang musuh. Pihak
lawan kewalahan, mereka terdesak. banyak kawannya yang roboh
mati dan terluka, terpaksa sisanya pada melarikan diri. Mereka
mundur. Siauw Pek danSu Kay taysuu dengan pedang dan tongkatnya
masing masing, menghajar siapa yang menghadangnya. Mereka
bersikap keras. Kegagalan mereka membuat musuh jeri dan
menyingkir. Segera juga pemimpin Kim Too Bun dan pendeta dari Siauw Lim
Sie itu bertemu dengan Hie sian cianpeng si dewa lkan.
"Mari" cian Peng berseru. la mendahului lari dijalan batu. "Dari
sini" Semua orang lari mengikuti. Merkea melewati beberapa ruang
atau undakan rumah sampai mereka melihat sebuah pendopo besar
toa tian didepan mana tampak sudah menanti serombongan orang,
pria dan wanita, jumlahnya tiga ratus jiwa lebih, semuanya tampak
keren. Siauw Pek dan Su Kay taysu menerka, inilah tentu pemusatan
tenaga musuh. Mereka segera maju kedepan pendopo. Ada yang
aneh, dimuka pintu besar tampak semacam kabut, yang membuat
orang tak dapat melihat tegas bagian dalam dari pendopo itu.
Setelah mengawasi rombongan musuh, Su Kay mendongkol
sekali. ia melihat ada banyak murid Siauw Lim Sie didalam
rombongan itu. Merekalah simurid murid murtad yang kena
dipengaruhi It Tie.
Orang tak usah menanti lama akan mendengar suara yang keluar
dari dalam pendopo, yang keras: "Punco ada disini Eh, hweslo, ada
apakah petunjukmu?"
"Ah, orang yang membuat orang tertawa" sahut Su Kay Taysu.
"Semua orang gagah sudah masuk kedalam sarangmu ini, masih
kau tidak keluar buat menyambut kami, masih kau main sembunyi
sembunyi. Apakah kau tak malu"
Suara keras terdengar pula: "Punco toh berada disini, bersedia
menyambut serbuan kamu. Kamu mengawasi kami, tetapi kamu
tidak dapat melihat tegas, jangan kamu sesalkan diri sendiri karena
mata kamu tidak awas. Kenapa kau mengatakan punco main
sembunyi sembunyi" Sungguh lucu"
Su Kay tidak menghiraukan ejekan itu. "Mana It Tie?" tanya


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keras. Dari belakang kabut itu terdengar tawa dingin- Lalu datang
jawaban ini: "Kau hendak cari It Tie sipendeta" Dia berada disini
dibawah perintah punco"
"Mana kitab kitab pusaka Siauw Lim Sie?" Su Kay bertanya pula.
"Kitab pusaka Siauw Lim Sie berada ditanganku" demikian
jawaban dari dalam kabut. Jawaban Seng Kiong Sin Kun.
Su Kay menahan desakan hawa amarahanya, ia berpaling kepada
Siauw Pek. "Suasana sekarang telah berubah" katanya. "Karena itu pihak
Siauw Lim Sie ingin maju dimuka. Tentang urusan pihakmu, Coh
tayhiap suka apalah kau bersabar dahulu"
Coh Bun Koan menjawab mendahului Siauw Pek: "Sama sama
menghadapi musuh siapa lebih dahulu siapa lebih belakang sama
saja" Suara Nona Coh ini dingin sekali.
Su Khong Taysu merangkap kedua tangannya memberi hormat.
"Terima kasih" katanya. Lalu dia mengawasi pada musuh. "It Tie
terkutuk. dimana kau" Masih kau tidak mau muncul untuk menerima
kematianmu" Kau hendak menanti apa lagi?"
Didalam kabut itu terdengar pula suara Seng Kiong Sin Kun. "it
Tie, kau keluarlah. Pergi kau menemui tiangloo Siauw Lim Pay
kamu" Sunyi sedetik itu, walaupun pada kedua belah pihak ada orang
berjumlah lima ratus jiwa lebih. Suasana tapinya sangat tegang.
Lalu dari kabut itu muncul It Tie, pendeta ketua Siauw Lim Sie yang
murtad dan kabur itu. ia bertindak perlahan, dia beralis gomplok
dan bermata besar, tubuhnya tinggi dan kekar. Dibatok kepalanya
ada sejumlah titik pitak. tanda dialah seorang pendeta agung.
Dipandang seluruhnya, dia bengis dan menyeramkan. Selama itu,
dia tak membuka mulutnya. Kalau dia bukan tengah berjalan, dia
mirip dengan sebuah patung.
JILID 49 - TAMAT
Segera terdengar suara nona Hoan: "orang itu sudah hilang
kecerdasannya, dia telah tak berkuasa lagi atas dirinya."
Kedua mata Su Khong Taysu terbuka lebar dan tajam mengawasi
ketuanya itu, ia melihat mata orang tak bersinar dan wajahnya diam
saja, ia percaya sebenarnya perkataan sinona. Tapi ia menoleh
kesisi kiri dan kanannya, untuk bertanya: "Sute, siapa yang mau
keluar untuk menawan dahulu pemberontak dan penghianat itu?"
"Su Ie yang akan mencoba," demikian satu jawab dari Su Ie
taysu. "Dialah simanusia murtad yang menerbitkan bencana juga,"
berkata Su Khong. "Kalau dia tak dapat ditawan hidup hidup,
hajarlah dia mampus dengan tongkat" su Ie Taysu mengangguk.
"Aku Su Ie mentaati perintah suheng" katanya, seraya ia terus
bertindak maju sambil membawa tongkatnya.
IT Tie melihat Su Ie mendatangi, ia mengawasi, akan tetapi
sikapnya atau gerak geriknya menyatakan dia tidak kenal paman
guru itu. Maka juga melihat demikian bukan main mendongkolnya
Su Ie. "orang terkutuk, mari terima kebinasaanmu" bentaknya. Dan
segera dia menyerang.
Walaupun dia nampak seperti kurang ingatan, It Tie tahu bahwa
dia dibentak dan diserang, begitu serangan tiba, dia berkelit untuk
segera membawa menyerang. Dia bertangan kosong tetapi dia tak
takut. Su Ie berkelit. Lagi sekali ia menyerang. Itulah serangan tongkat
"Naga hijau masuk kelaut"
It Tie berkelit pula. Lagi lagi dia membalas menyerang, dia awas
dan gesit. Maka dua orang itu segera bertarung dengan seru sekali. Karena
dua dua mereka sama liehaynya.
Nona Soat Kun menyaksikan pertempuran itu, bukan dengan
matanya hanya dengan telinganya. Ia memasang telinga sambil
memandang kekalangan pertempuran- Disisinya Soat Gie yang
menonton benar benar, ia selalu mengerak geraki tanganya, guna
memberikan keterangan tentang jalannya pertempuran itu.
"Dibanding dengan masanya dia masih berada di Siauw Lim Sie,
kepandaiannya It Tie telah maju jauh" berkata sinona selang sekian
lama. "Belum tentu Su Ie taysu dapat mengalahkan dia...."
Itulah salah satu pukulan dari tujuh puluh dua jurus simpanan
dari Siauw Lim Pay, namanya ialah "tangan Arhat suci" karena itu Su
Ie kontan terdesak mundur kesamping
Hebat It Tie, walaupun dia nampaknya telah kehilangan
kecerdasannya, diwaktu berkelahi, dia tetap masih mengingat baik
ilmu silatnya. Dia segera mendesak lawannya. Saling susul dia
menyerang hingga empat kali, pertama kali saja, Su Ie repot,
apapula setelah ia terdesak itu. Maka satu kali dadanya disentuh
tangannya IT Tie, hingga ia mengasih dengar suara tertahan,
menyusul mana tubuhnya terlenggak.
Diantara saudara saudara setingkatnya, Su Ie adalah yang
tabiatnya paling keras, maka itu serangan it Tie membuat ia sangat
gusar. Ia tidak segera roboh. cepat luar biasa, ia dapat memperbaiki
diri, setelah mana, ia tak menantikan satu detikpun, seCara luar
biasa ia membalas menyerang
It Tie tidak menyangka bahwa orang masih bisa membalas
menyerang padanya, bahkan ia tidak sempat menangkis atau
berkelit ketika tangan Su ie tiba. Ketika itu, tongkat Su Ie ini telah
terlepas, serangannya itu tepat mengenai iga.
Sangat hebat kesudahannya saling serang itu, setelah
serangannya itu mengenai sasarannya tubuh Su Ie segera roboh
terkulai, bahkan jiwanya terus melayang. Karena hajaran it Tie
adalah hajaran kematian- Tapi It Tie pun tidak lolos dari petaka.
Hajaran Su Ie membuat dua batang tulang rusuknya patah,
tubuhnya terus terhuyung, sedangkan mulutnya menyemburkan
darah hidup Su Khong memang senantiasa siap sedia, melihat It Tie luka, ia
melompat kepada keponakan murid atau ketua yang murtad untuk
menyambar mencekal lengan kanannya.Justru ia maju menangkap
It Tie itu, justru dari pihak lawan dua orang berlompat maju
kearahnya. Teranglah kedua orang musuh itu berniat menolongi
ketua murtad dari Siauw Lim Sie itu.
Sementara itu, disaatSu Ie melakukan serangan pembalasannya
itu, Soat Kun telah memutar tubuh kearah Coh Siauw Pek. Nona ini
terus menerus memperhatikan jalannya pertempuran serta suasana
disekitarnya. Atau lebih benar Soat Gie adalah yang melakukan
pengawasan dengan tajam dan senantiasa dengan pencetan
tangannya kepada tangan kakaknya memberitahukan segalanya
kepada sang kakak.
"Bengcu" berkata si nona, suaranya agak kesusu "musuh ayah
bengcu berada didalam toa tian itu, lekas bengcu bertindak^ jangan
tunggu waktu lagi. Inilah saatnya Pa Too bekerja"
Sekalipun nona Hoan bicara dengan cepat, jalannya pertempuran
bagaikan melombainya, demikianlah selagi ia mengakhiri kata
katanya kepada ketuanya, sang bengcu Siauw Pek. Pertempuran
berlanjut dengan sangat cepatnya, ialah ketika itu Su Khong sudah
menangkap tangan It Tie dan dua orang lain dari Seng Kiong Sin
Kun sudah berlompat kepada tiangloo dari Siauw Lim Sie itu
Siauw Pek pun selalu waspada, Maka juga selekasnya mendengar
anjuran si nona dan ia melihat dua orang musuh muncul untuk
mengganggu Su Khong Taysu, ia segera mencelat maju sambil
berseru, sementara golok pembasmi sudah berada didalam
genggamannya. Hanya dengan satu kelebatan bagaikan kilat, muncratlah darah
berhamburan berbareng dengan dua kali jeritan yang hebat, yang
disusul dengan jatuh terbantungnya empat buah tubuh Karena
golok pembasmi sudah menguntungkan tubuh dua orang musuh itu
menjadi masing masing dua potong, kutung sebatas pinggang
mereka Pihak musuh kaget bukan main menyaksikan kejadian hebat
itu. Bahkan Su Khong juga kagum tak kepalang hingga ia berkata
didalam hatinya. "Bukan main hebatnya Pa Too. Dia tak kalah
dengan jurus ilmu silat yang manapun dari Siauw Lim"
Habis membinasakan kedua jago dari Seng Kiong Sin Kun, Siauw
Pek menoleh ke nona Hoan yang tuna netra.
"Nona" tanyanya. "Bagaimana sekarang" Apakah perlu kita basmi
musuh yang diluar dahulu atau segera menyerbu kesarang lawan?"
"Bukankah jumlah musuh diluar Seng Kiong berjumlah hanya kira
kira dua ratus jiwa?" balik bertanya si nona.
"Tak salah" sahut Siauw Pek cepat. Hanya sekelebatan ia
menyapu dengan sinar matanya kepada musuh. "Tapi kita tak perlu
bertempur bergumulan dengan mereka itu cukup bersama beberapa
orang tiangloo dari Siauw Lim Sie. Dengan menyerbu kepada
mereka itu, dapat kira melabraknya hingga mereka nanti buyar
sendirinya." Nona Hoan menghela napas.
"Itulah benar" bilangnya "Tapi itu bukanlah Cara yang sempurna.
Kebinasaan seratus orang lebih didalam satu saat aku rasa terlalu
kejam. Pasti tindakan kita semacam itu sudah berada didalam
perhitungannya Seng Kiong sin Kun yang Cerdik itu. Itu bukan cara
yang memutuskan"
Dan suaranya si nona berubah menjadi tinggi hingga terdengar
oleh pihak musuh. Demikianlah dari balik kabut terdengar satu
timpalan yang keras.
"Benar" begitu suara timpalan "itu bukan cara yang memutuskan.
Merekalah orang orang yang berbaja, jumlah banyak dari mereka
tidak berarti apa apa" katanya lagi lantang.
Nada suara itu, yang nyaring beda daripada suara yang semula
tadi. Suara ini mestinya suara dari Seng Kiong sin Kun sendiri.
Dengan memegangi bahu adiknya, Soat Kun bertindak perlahan
kedepan toatian. Disitu ia segera memperdengarkan suaranya yang
tinggi halus "oleh karena pemandangan kedua belah pihak sama
satu dengan lain, sekarang pastilah kita sudah dapat berbicara
langsung, bukan?"
Dari dalam kabut segera terdengar jawaban seorang yang suara
serak. "Aku mohon bertanya, kedudukan nona sebagai apa?" demikian
suara itu menanya.
Tanpa bersangsi nona Hoan menjawab "AKulah orang Kim Too
Bun" katanya tegas.
Siauw Pek segera menambahkan. "Dan aku yang rendah adalah
bengcu dari Kim Too Bun. Nona ini mempunyai kekuasaan penuh
untuk mewakili partai Kim Too Bun kami"
Juga Su Khong mengasi dengar suaranya, "Kami dari Siauw Lim
Sie, kami juga dapat diwakilkan oleh nona ini" demikian ketua Siauw
Lim Pay itu, yang sekarang sudah menaruh kepercayaan penuh
kepada murid yang cacat mata dari almarhum Hoan Tiong Beng.
Beda dari barusan, didalam toatian terdengar tawa ejekan yang
disusul dengan suara dingin ini. "Tidak kusangka bahwa seorang
nona muda sekali sebagai kau tetapi telah mendapat kepercayaan
dan kekuasaan begini besar." Soat Kun tertawa hambar.
"Bagus Sin Kun, kau telah menginsafi suasana " demikian
katanya sabar "Kau telah melihat keadaan yang sebenarnya, kau
telah mengerti bahwa pertempuran tak dapat diputuskan dengan
pertarungan pergumulan yang kacau balau. Pertempuran semacam
itu cuma akan menambah banyaknya roh roh yang berpenasaran
dan tak ada perlunya. Buat pihakmu cukup sudah asal kau dapat
membinasakan beberapa orang kami yang termasuk pemimpin, itu
sudah berarti kemenangan pihakmu. Jikalau kita toh mesti perang
bergumulan itu, pihak kami berada jauh lebih kuat, didalam tempo
tak satu jam, dapat kami membuat muka istana ini penuh dengan
bergeletaknya dua ratus mayat."
Teranglah Seng Kiong Sin Kun menginsafi baik sekali kata kata
sinona, maka tak terdengar pula suaranya yang keras atau
ejekannya ia sudah segera merubah sikapnya menjadi tenang.
"Nona, dapatkah kau memberitahukan she dan namamu serta
riwayat hidupmu?" demikian pertanyaannya .
Soat Kun bersikap halus seperti biasanya.
"Aku adalah Hoan Soat Kun" sahutnya sabar. "Aku adalah murid
satu satunya dari almarhum Hoan Tiong Beng serta sekalian juga
menjadi anak angkatnya."
"Jadi kau telah mewarisi banyak kepandaian Hoan Tiong Beng?"
tanya satu suara dalam - suara dari seorang lainnya.
"Semua kepandaiannya almarhum ayah angkatku itu telah
diwariskan kepada kami dua saudara" sahut si nona tetap sabar,
bahkan ia berlaku jujur, "akan tetapi karena kecerdasan kami
berdua ada batasnya, ada beberapa bagian yang kami tak dapat
menyamai almarhum ayah angkat kami itu"
"Ha, kiranya kamu berdualah yang mangacau rencana kami" tiba
tiba terdengar suara keras dari dalam kabut.
Tanpa menanti berhentinya suara orang itu dengan tertawa
hambar, Soat Kun menyela "Kata kata yang hebat" Hanya berhenti
sejenak ia terus menambahkan "Semua orang Bu Lim sudah sama
insaf bahwa cuma dengan berkelahi mati matian barulah jiwa
mereka dapat dilindungi. Maka andaikata tidak ada kami berdua
saudara tekad mereka sudah bulat, dengan bekerja sama pastilah
mereka bakal menyerbu kesini"
Suara dalam didalam kabut itu berkata:
"Kalau saja kamu datang lebih siang tiga bulan yang lalu...."
"Dan jikalau kami datang terlambat tiga bulan kemudian?" tanya
Soat Kun. "Maka seluruh dunia Bu Lim akan berada dalam genggamanku"
jawab suara didalam kabut itu.
"Nah, sekarang terbukti bukan bahwa Thian telah tidak
membantu kamu?" tanya nona Hoan.
"Akan tetapi sekarang pun masih belum dapat dipastikan sang
menjangan bakal terbinasa ditangan siapa" kata pula suara didalam
kabut itu, suara yang menyatakan dia menentang Thian, Tuhan
Yang Maha Esa. Soat Kun tetap sabar.
"sin Kun" katanya, "kalau kau telah mempunyai kepercayaan
yang kuat itu, sekarang sudah tiba saatnya buat kamu muncul
memperlihatkan dirimu, guna kita melakukan satu pertempuran
yang memutuskan. Kedua belah pihak akan mengajukan pemimpin
pemimpinnya yang utama untuk bertanding untuk menang atau
kalah, tak usah kita mengorbankan lebih banyak lagi tenaga tenaga
yang tak berguna"
Tertawa dingin didalam kabut terdengar pula, disusul dengan
pertanyaan yang sama dinginnya ini. "Bagaimana jika punco tak
mau bergerak dari toatianku ini?"
Su Khong mendahului sinona menjawab. "Pendeta pendeta dari
Siauw Lim Sie akan segera menyerbu kedalam toatian kamu"
"oh sungguh seorang pendeta tekebur" begitu terdengar ejekan
dari dalam kabut, suara dingin diiringi dengan tawa dingin pula.
Nona Hoan tidak melayani orang mengadu bicara, sebaliknya dia
bertanya tenang. "Apakah kamu mengandalkan kabutmu yang tebal
ini untuk melukai orang?"
Suara didalam kabut itu tidak menjawab, ia hanya bertanya.
"Kaulah akhirnya Hoan Tiong Beng. Dialah seorang pintar yang tak
ada yang dia tak tahu. Maka itu sebagai murid Hoan Tiong Beng,
kau tahukah kabut ini benda apa?"
Nona Hoan menjawab pasti "itulah kabut alam yang ditambah


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bubuk beracun yang dibuat halus bagaikan debu"
Suara didalam kabut itu berkata pula. "Ya mungkin benar tepat
dugaan kau ini, akan tetapi tahukah kau bagaimana harus
memecahkannya?"
Dengan sabar sekali, Soat Kun memberikan jawabannya "jikalau
kau menganggap kabut beracunmu didalam pendopo ini dapat
merintangi kaum BuLim dikolong langit ini, itulah pertanda bahwa si
manusia tolol tengah mimpi."
Orang didalam pendopo itu tertawa tawar.
"Jikalau kau dapat menerangkan caranya untuk memecahkan
kabut kami ini, mungkin punco akan memikir buat mengangkat kaki
dari pendopo ini" demikian suara yang menentang. Soat Kun tidak
menjawab, hanya ia mengernyitkan alisnya. Terang ia sedang
berpikir. Ketika itu Su Khong sudah menotok beberapa jalan darah It Tie,
yang terus diserahkan pada murid muridnya untuk dikekang, ketika
ia melihat si nona berdiam, ia berbisik pada Coh Siauw Pek, "Coh
bengcu... walaupun si nona sangat cerdas, mungkin ia tak akan
dapat jalan buat segera memecahkan kabut itu."
Siauw Pek tahu pendeta luhur itu tidak bicara tanpa berpikir
dahulu, maka: "Habis bagaimana pendapat taysu?" ia tanya.
Tiang loo dari Siauw Lim Sie itu menjawab dengan sangat
perlahan, hingga cuma ketua Kim Too Bun itu sendiri yang dapat
mendengar. "Setelah tadi It Tie terlukakan dan tertawan, masih ada
dua orang lain dari Seng Kiong sin kun yang menyerbu keluar
hingga dia terbinasa diujung golok bengcu. Kenapakah mereka itu
tak takut terhadap kabut beracun."
Siauw Pek cerdas, dapat ia menerka hati si pendeta.
"Apakah taysu maksudkan mereka itu membawa atau memakai
obat yang dapat memunahkan kabut beracun itu?" tanyanya. Su
Khong mengangguk.
"Tak perduli itu obat atau benda apapun lainnya" katanya "yang
terang ialah mereka itu tidak takut akan racun itu. Inilah soalnya"
Siauw Pek mengangguk.
"Benar" katanya "Baik, nanti aku bicara dengan nona Hoan"
Lalu ketua ini bertindak dengan sangat perlahan kearah Soat
Kun, ia berhenti didampinginya nona itu, dan berkata bagaikan
berbisik, "nona, aku ingin bicara. Aku mau minta penjelasanmu...."
"Apakah itu bengcu?" si nona tanya.
"Nona lihat kabut musuh, bukan " Kenapa kabut itu tidak
mencelakai orangnya sendiri"
"Itulah sebab mereka terlebih dahulu sudah makan obat
pemunahnya."
"Kalau begitu disaat ini, sukar buat kita mendayakan obat
semacam itu, maka itu menurut aku, jalan satu satunya ialah
berdaya mendapatkannya dari tubuh mereka sendiri...."
"Memang, itulah satu satunya jalan...."
"Kalau begitu, ingin aku mencoba menyelundup kedalam
musuh...."
"Daya ini baik, akan tetapi tak dapat kau menyerbu ancaman
malapetaka"
Kata si anak muda pasti. "Kalau aku sendiri tidak memasuki
sarang harimau, siapakah lagi?"
Soat Kun memperingati perlahan- "orang kita berjumlah cukup
besar tetapi buat merebut kemenangan, itu bergantung cuma
dengan kau dan Su Khong serta satu dua orang lainnya. Aku berdua
cuma dapat berpikir, tidak dapat aku membantu. andaikata pihak
sana nekad menyerbu kita. Seandainya kau sampai terkena
racunnya, aku kuatir keadaan kita akan segera berubah buruk"
"Habis, bagaimana pendapat nona?"
"Karena keadaan sangat mendesak ini" sahut si nona itu, "Tak
dapat tidak terpaksa aku mesti mengambil jalan terakhir."
Siauw Pek menggeleng. "Bagaimanakah itu nona?"
"Aku menghendaki Ban Liang dan Oey Eng menyerbu ancaman
marabahaya itu"
Kembali bengcu dari Kim Too Bun melengak. "Ini.... ini...."
katanya gugup "Ini... mana bisa...?"
Soat Kun tidak menghiraukan keberatan ketua itu.
"Bengcu" katanya, "tolong minta mereka itu datang kemari, aku
hendak bicara sendiri dengan mereka."
Tak tega hatinya Siauw Pek. tetapi keadaan sangat terpaksa,
mau atau tidak ia toh memanggil Ban Liang dan Oey Eng. Soat Kun
bangkit dengan perlahan sekali.
"Su Khong Siansu" panggilnya.
Pendeta dari Siauw Lim Sie itu menghampiri.
"Ada perintah apa, nona?" tanyanya.
"Aku minta sekarang juga siansu mengatur Lo han tin" sinona
minta. "Inilah perlu buat menjaga kalau kalau musuh menerjang
kita" Su Khong taysu cerdas, tahu ia akan tugasnya, tanpa banyak
bicara lagi, ia lantas memerintahkan pihaknya bersikap untuk
membangun Lo Han Tin, benteng arhat, barisan dari Siauw Lim pay.
"Menurut apa yang aku dengar, Lo Han Tin menjadi pusaka aneh
nomor satu dikolong langit ini" kata Soat Kun kemudian, "pasukan
itu dapat maju dan mundur dan dapat membela diri dan menyerang
dengan sewajarnya, benarkah itu?"
"Sebenarnya barisan kami ini terutama untuk membela diri" Su
Khong menjelaskan. "Perihal penyerangan, tak selihay sebagaimana
yang tersiar diluaran."
"Kalau begitu, tolonglah atur Lo Han Tin dimuka Toatian ini" si
nona minta "Aku hendak mencoba memecahkan kabut racun
dipendopo itu"
"Kita sekarang menghadapi pemimpin musuh. Inilah saat berhasil
atau gagalnya usaha kita" berkata Su Khong "karena itu, sudah
selayaknya kita bersiap sedia"
"Siansu benar" si nona mengangguk "tetapi masih ada satu
permintaan lagi..."
"Apakah itu nona" Bilanglah" kata Tiangloo itu. "Asal yang kami
sanggup, pasti kami slap sedia"
"Kabut beracun itu menjadi tameng liehay dari musuh" berkata
sinona. "Untuk menyingkirkan itu, kita mesti menerjang bencana,
harus ada orang yang berani menyerbunya" su Khong dapat
menerka hati sinona.
"Aku akan sediakan empat orang ku untuk mona perintah"
bilangnya. "Mereka itu selain halus lihay ilmu silatnya" nona Hoan jelaskan,
"juga merka mesti berpengalaman dan cerdas serta harus pandai
merubah siasat seketika. Aku maksudkan orang sebangsa Su Kay
Taysu. Bagaimana pendapat siansu?"
Belum lagi tiangloo itu menjawab. Su Kay sudah mendahuluinya.
"Buat guna kehormatan dan kehinaan Siauw Lim Pay" kata
pendeta itu "untuk hidup dan musnahnya partai kita, loolap bersedia
sekalipun untuk menyerbu api membara, berlaksa kali mati juga
loolap tak perduli"
"Bagus" nona Hoan memuji. "Dengan keberanian berkorban dari
taysu ini, hari ini pasti kita mempunyai harapan besar untuk
menang" Su Kay maju mendekati, ia memberi hormat.
"Loolap disini" katanya. Itu artinya ia telah menyiapkan diri buat
menerima perintah apapun juga." ia memang sudah sangat
mengagumi sinona.
Soat Kun mundur sejauh satu tombak.
"Kabut racun itu adalah racun yang bekerja sangat dahsyat"
berkata ia "tanpa obat pemunahnya, biar dia orang gagah dan kuat
luar biasa, tidak dapat dia bertahan andaikata dia menyerbu
kedalam pendopo. oleh karena itu kita mesti berdaya dahulu
mendapatkan obat pemunah itu."
Su Kay Taysu dan Ban Liang mengangguk berbareng tanda telah
mengerti^ "Aku telah mengerti maksud nona" berkata mereka berbareng
juga. "Ada perintah apa lagi dari nona" Silahkan menitahkan"
"Seng Kiong Sin Kun dan orang orangnya berjumlah besar"
berkata nona Hoan "Kenapa mereka tidak takut kabut beracun itu"
Apakah sebabnya?"
"Rupanya sebab mereka mempunyai obat penakluk racunnya itu"
Ban Liang mengutarakan terkaannya itu.
"Itu benar" si nona mengangguk. "Jangan kata memangnya aku
tidak mampu memecahkan racun itu, taruh kata aku ketahui
caranya disaat seperti ini dimana kita dapat cari bahan bahan obat
serta membuatnya?"
"Maka itu perlu kita mengambil obat itu dari tangan musuh" Su
Kay bilang. "Pendopo dirintangi kabut racun, cara bagaimana kalian dapat
memasuki pendopo itu?" si nona bertanya pula.
"Tak ada jalan lain daripada kita menyelundup bercampur baur
dengan orang orang mereka...." sahut Ban Liang.
"caranya merampas obat pemunah itu, tak dapat aku segera
memberitahukannya" Nona Hoan berkata pula "cara itu harus
dilakukan dengan melihat gelagat. Sementara itu ada kemungkinan
kalian kena dipergoki Seng Kiong Sin Kun, akan terkena racun dan
akan mati karenanya. Ataupun ada kemungkinan kalian kena
tertawan dan dijatuhkan hukuman mati. Maka itu, kalian benar
benar berani menempuh jalan ini atau tidak, terserah kepada kalian
masing masing. Aku sendiri, tak mau aku memaksanya."
Dengan gagah Su Kay segera memberikan jawabnya "Loolap
akan mati tanpa penasaran"
Ban Liang pun lantas berkata "Aku sudah tua, aku sudah
mendekati liang kubur, kalau aku mati buat guna kaum kita, buat
kepentingan orang banyak, aku puas" Soat Kun menghela napas.
"Umpama kata kalian dapat memasuki toa tian, tak nanti seketika
juga kalian berhasil mendapatkan obat pemunah itu" berkata ia
"kalian dapat memasuki pendopo itu dengan mengerahkan tenaga
dalam, dengan menahan napas, tetapi ini tidak dapat meminta
banyak tempo, sebaliknya tak mudah buat mencari tempat
penyimpanan obat itu...."
"Dalam hal ini nona, loolap mohon petunjukmu" berkata Su Kay.
Ban Liang dan Oey Eng berdiam.
Soat Kun mengawasi ketiga orang itu. Katanya "Diumpamakan
kalian bertiga berhasil mencari tempat penyimpanan obat itu, tetapi
didepan Sin Kun ada banyak orangnya yang liehay, cara bagaimana
kalian dapat mengambilnya didepan mereka itu?"
Su Kay Taysu berpikir keras. Lewat sesaat ia tersenyum.
"Agaknya nona bukan bersungguh sungguh menghendaki kami
mengambil obat pemunah racun itu...." katanya sabar.
"Tak salah" si nona menjawab "Pikiran semacam itu khayalan
belaka. AKu tidak pandai meramalkan, mana aku tahu obat
disimpan dimana?"
"coba nona jelaskan" berkata Oey Eng, yang berdiam saja sejak
tadi. Tiba tiba wajah si nona muram.
"Tak kuat hatiku buat menyebutnya..." sahutnya.
"Nona" sianak muda mendesak "sekalipun nona menunjuk kami
untuk mati, kami tak akan penasaran. Maka, tolong bilanglah"
"Ini bukannya soal mati saja" si nona tandaskan "inilah kematian
yang sudah merupakan tubuh hancur dan tulang lebur. Tak dapat
aku menyebutnya...."
"Sebetulnya itu kematian macam apakah?" Su Kay turut bicara.
"Sulit buat menjelaskannya" jawab sinona "Yang dapat dikatakan
ialah kematian itu bakal sangat hebat dan mengenaskan....
Dianatara kalian bertiga, yang satu pasti akan mati dan yang dua
lainnya mungkin masih dapat hidup."
"Loolap hidup dengan mengandalkan kepada Sang Buddha,
bagiku mati atau hidup sama saja" berkata orang beribadat itu.
"Tanah suci diBarat itu adalah tanah yang menjadi kenang
kenangan, karena itu kalau mesti mati biarlah loolap yang mati"
"Taysu maha suci dan ilmu silat taysu juga mahir luar biasa"
berkata Ban Liang "masih sangat banyak diperlukan dari taysu,
karena itu mana dapat taysu sembarang bicara dari hal mati"
Adalah aku yang kedua tanganku berbau darah, karena telah
banyak orang yang aku binasakan, kalau mesti mati, biarlah aku si
tua yang menyambutnya" Oey Eng mengawasi kedua jago tua itu.
"Taysu berdua jauh lebih tua daripada aku, kalau ada sesuatu,
akulah yang harus mewakilkan mengerjakannya" kata ia " Baiklah
aku saja yang menerima tugas itu"
"Taysu bertiga sangat mengagumi aku" sinona berkata "Dalam
hal matipun taysu bertiga saling berlomba Sungguh sifat luar biasa"
"Loolap yang paling dulu membuka mulut, orang yang mesti mati
itu mesti loolap adanya" berkata pula Su Kay Taysu "Sudahlah
jangan kita saling berebutan. Disaat ini, sang waktu berharga
sebagai emas. Nona, lekas nona keluarkan perintah mu"
"Telah aku bilang, orang yang mesti mati itu akulah situa" Ban
Liang bilang. "Aku juga tak mau ketinggalan" Oey Eng memastikan.
"Sudah, taysu bertiga jangan berselisih" berkata Soat Kun.
"Aku ada daya" Ban Liang akhirnya mengusulkan "Kita mengundi,
bagaimana?"
"Itulah tak dapat" Su Kay menentang, "Kalau tiga tiganya,
bagaimana?"
"Jikalau kalian percaya, bagaimana kalau aku yang menunjuk?"
tanya sinona. "Bagus" berseru Ban Liang. "Kalau nona yang menunjuknya,
pasti nona sudah memikirkannya masak masak"
Oey Eng berkata didalam hatinya: "Jangan jangan aku bukanlah
yang akan ditunjuk itu...."
Su Kay Taysu dan Ban Liangpun menerka nerka.
Segeralah terdengar suara merdu si nona Hoan: "Su Kay Taysu
berdua Ban Huhoat sama sama mempunyai pengalaman yang
banyak sekali, sudah sering menghadapi pertempuran, pula pandai
melihat selata, taysu tak dapat disamakan dengan kebanyakan
orang, karenanya taysu berdua tak dapat menerima tugas ini.
Menurut aku, paling tepat kalau Oey huhoat yang menerima tugas"
Su Kay dan Ban Liang heran sekali. Kenapa si nona memilih
seorang muda" Tadi si nona menunjuk calon yang pandai silat dan
berpengalaman- Oey Eng pasti kalah dari mereka berdua. Maka
keduanya segera menoleh mengawasi pemuda itu.
Oey Engpun heran, hingga ia melengak. sedangkan barusan ia
menerka ia bukanlah orang yang bakal dipilih. Tapi cepat cepat ia
berkata "Memang tepat pilihan ini"
"Amitaba budha" Su Kay kemudian memuji. "Nona, pilihanmu ini
sangat loolap tak setuju"
Tapi sinona tersenyum.
"Sejak ribuan tahun, siapapun tak luput dari kematian,. kata ia.
"Oey Eng hu hoat masih muda sekali, sebenarnya aku tak tega akan
kematiannya..."
"Benar Tapi kenapakah nona tidak memilih aku slorang tua?"
tanya Ban Liang.
"Aku mengambil keputusan dengan melihat keadaan," nona Hoan
memberi keterangan. "Tugas ini paling tepat bagi Oey huhoan. Tapi
akupun tidak dapat membiarkan Oey huhoat mati dengan begitu


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja...." "Bagaimana itu nona?"
"Bagi seorang perempuan, apakah yang paling pahit getir?"
sinona balik tanya.
"Itulah kalau masih muda dia kehilangan suaminya dan sesudah
tua dia kehilangan anaknya..." sahut Ban Liang.
"Benar" kata sinona "sekarang aku serahkan diriku kepada Oey
huhoat. Kalau nanti dia mati, aku akan menjadi jandanya. Harga
dan hadiah ini cukup bukan?"
Oey Eng menjadi gugup,
"Tidak. tidak dapat" serunya.
Ban Liang dan lainnyapun heran sekali.
Hoan Soat Kun tersenyum.
"Apakah kau mencela aku bercacat" ia tanya.
"Jangan salah mengerti nona" kata Oey Eng bingung. "Mulai dari
bengcu, siapakah yang tidak memandang dan menganggap nona
sebagai malaikat?"
"Jikalau aku bukannya malaikat hanya manusia biasa, kau toh
dapat menerima, bukan?" si nona tanya pula.
"Jikalau aku dikehendaki menyerbu api, tak akan aku tampik"
sahut Oey Eng "Nah, nona perintah kan saja" Soat Kun menghela napas.
"inilah pilihanku karena terpaksa" katanya perlahan "telah aku
menimbang berulang kali, telah aku melihat kesana kemari, lambat
laun pikiranku mulai menjadi terang, dapat aku membayangkan
Seng Kiong Sin Kun itu orang macam apa. Aku perhatikan segala
kepandaiannya, lalu sepak terjangnya.."
Ban Liang dan Su Kay taysu menjadi sangat tertarik,
"Bagaimana sebenarnya nona?" tanya mereka.
"Seng Kiong Sin Kun adalah seseorang" sahut si nona "Nama itu
nama buatannya, guna menakuti hati orang"
"Menurut nona, nama itu jadinya nama kosong belaka?" Ban
Liang menegasi.
"Ya demikianlah" jawab Soat Kun. "Didalam dunia ini tidak ada
Seng Kiong sin Kun, yang ada hanya seorang edan otaknya yang
telah lenyap kesadaran dirinya"
"Siapakah dia nona?" tanya Ban Liang.
"Ini barulah pendapat. Kalau aku menyebutnya, mungkin Ban
Huhoat beramai tak akan percaya" menyahut si nona "Baiknya
tunggu sampai sebentar, sesudah Ban huhoat bertiga memasuki
toatian musuh. Disana akan dapat diketahui siapa dia itu..."
Ban Liang heran-
"Nona," ia tanya pula, "sudikah nona menjelaskan sekarang
siapakah dia?"
Nona itu agak terdesak. "Boleh" sahutnya akhirnya.
"Silahkan sebutkan nona?"
Nona Hoan segera menyebutkan dengan sangat perlahan "Dialah
ceng Gi Loojin."
Ban Liang bertiga melengak, hingga sekian lama mereka
bungkam saja. Sungguh diluar dugaan
Soat Kun menambahkan "Aku bicara yang sebenarnya. Kalau
sebentar kalian sudah berada didalam pendopo musuh, kalian akan
mendapatkan kebenarannya kata kataku ini" Su Kay merangkap
kedua belah tangannya didepan dadanya.
"Amitabha budha" ia memuji. "Loolap percaya kau nona, loolap
sangat mengagumimu, akan tetapi didalam hal ini, inlah terlalu tak
dapat dipikir Sungguh sulit membuat orang mempercayainya.
Bukankah ceng Gie Loojin telah terbinasa?"
"Memang sangat sulit buat dipercaya. Karena itu juga tidak
berani aku membeberkan dimuka orang banyak. Tapi satu hal dapat
aku terangkan, bukankah Seng Kiong Sin Kun selalu membuat
manusia manusia palsu, baik mereka yang sudah mati maupun yang
masih hidup" Kenapa ia tak dapat memalsukan dirinya sendiri?"
Si nona kemudian lantas merogoh sakunya, ia mengeluarkan tiga
butir pil. "inilah obat peranti melawan racun peninggalan guruku" ia
menerangkan "silahkan Ban Huhoat bertiga mengemunya didalam
mulut. Didalam istana sebentar, apabila musuh besar benar ceng Gi
Loojin, harap kalian menggunai ini."
Nona Hoan merogoh pula sakunya. Kali ini dia mengeluarkan dua
buah barang sebesar telur ayam, yang ia seragkan masing masing
kepada Ban Liang dan Su Kay Taysu. Ia menambahkan "kalau
barang ini ditimpukkan kelantai, api akan menyala dan asapnya
mengepul. Adalah asapnya itu yang akan membuat orang tak
sadarkan diri. orang orang sin Kun pandai menggunai racun tetapi
mereka tak akan dapat bertahan dari racunku ini. orang akan roboh
pingsan dalam sejenak. Kalian mengemut obat, kalian sendiri akan
bebas dari bahaya tak sadarkan diri itu"
Ban Liang dan Su Kay menyambut benda itu.
Oey Eng mengawasi kedua orang itu diberikan pesan dan barang
tetapi ia tidak. "Habis aku, apakah tugasku?" ia tanya.
Soat Kun mengawasi anak muda itu. Atau lebih benar ia cuma
berpaling kearahnya.
"Tugasmu ialah yang terberat" sahutnya. Si anak muda menatap.
"Jikalau demikian, aku akan mati tanpa menyesal" bilangnya
"coba nona menjelaskan apa yang aku harus kerjakan"
Soat Kun tidak segera menjawab. ia hanya berkata "Masih kau
belum memberikan jawabanmu kepadaku"
"Apakah itu?" si anak muda tegaskan-
"Soal jodoh kita, Kau belum menyatakan menerima tawaranku"
Oey Eng nampak sulit.
"Ada satu hal yang membuatku tidak mengerti" katanya.
"Hal apakah itu?"
"Jikalau aku toh mesti mati, apa gunanya merecoki jodoh kita"
Jikalau seandainya aku tidak mati, bagaimana saja nona nanti
mengaturnya" Aku tahu tindakanmu ini cuma karena kau sangat
kasihan terhadap diriku."
"Kau keliru menerka. Suatu pertempuran yang hebat, bagiannya
ialah sembilan mati dan satu hidup, tetapi untuk kau bagian yang
satu saja, yaitu bagian hidup, telah tidak ada. Kau mati untuk
kebaikan orang banyak. Tanpa ada ikatan suami istri diantara kita,
mana dapat aku menitahkan kau?"
Si anak muda menggelengkan kepala.
"Aku tidak mau kau mengasihani aku" katanya. "Itulah
pengorbanan"
"Itu bukan pengorbanan belaka. Itu karena rasa hormatku. Rasa
hormatlah yang mendatangkan cinta kasih" Oey Eng tersenyum.
"Jikalau aku dapat keluar dari istana dengan masih hidup?"
"Pasti aku akan serahkan diriku kepadamu, buat merawatmu. Tak
nanti aku telan kata kataku ini"
Wajah si anak muda suram. Ia menarik napas.
"Baik" sahutnya, akhirnya "Aku menerima baik padamu"
Soat Kun segera berlutut.
"Taysu dan Ban huhoat, aku minta kalian menjadi saksi" kata ia.
Terus ia berkata pada Oey Eng. "Mari kita mengasi hormat kepada
Thian Yang Maha Esa, supaya dengan begini kita menjadi suami
istri." Melihat si nona demikian sungguh sungguh, Oey Eng turut
menekuk lututnya. Maka bersama sama mereka menghormati
Thian, lalu saling menghormat diri.
Su Kay dan Ban Liang heran, tetapi merekapun terharu. Mereka
menerka, dengan Soat Kun berbuat demikian, mungkin si anak
muda tidak bakal mempunyai harapan hidup lagi.
Selesai upacara yang sangat sederhana itu, Soat Kun bangkit,
buat berkata dengan sungguh sungguh. "Taysu bersama Ban
huhoat telah menjadi saksi: mulai hari ini aku Hoan Soat Kun, telah
menjadi istrinya Oey Eng" Ban Liang berdua mengangguk.
Nona Hoan menghadapi Oey Eng, untuk berkata sangat
perlahan- "Oey long, jikalau terjadi kau sampai mengorbankan
dirimu, buat seumur hidupku aku akan menjaga kesucian diriku.
Jikalau aku makan kata kataku, inilah sumpahku"
Setelah itu Soat Gie merogoh pinggangnya, untuk meloloskan
sebuah ikat pinggang warna hitam yang lebar empat jari dan setiap
satu dim ada bagiannya yang menonjol setinggi dua jari. Ia
serahkan itu kepada kakaknya.
Soat Kun menyambuti ikat pinggang itu yang sebaliknya ia
angsurkan pada Oey Eng. "Kau libat ini dipinggangmu" pintanya.
Oey Eng menurut walaupun ia belum tahu apa maksudnya ikat
pinggang itu. "Nona ada pesan apa lagi?" ia tanya.
"Panggil aku hian cee" kata sinona.
"Baiklah Hiancee, ada apa lagi pesanmu?" tanya Oey Eng. ia
menurut seketika tetapi la mengerutkan alis.
Baru sekarang sang "istri" memberikan keterangannya:
"ikat pinggang ini adalah menjadi barang peninggalan guruku
almarhum. Didalam itu terbungkus obat peledak yang dahsyat
sekali, yang kata guruku dapat menggempur gunung. Digunakan
juga cuma satu kali"
"Suami" itu mengangguk.
"Aku mengerti" katanya "sekarang coba terangkan cara
penggunaannya" Soat Kun memberikan keterangan-
"Baiklah aku ingat" kata Oey Eng.
"Sekarang Oey long, kau ikutlah siansu dan Ban huhoat" pesan
istri itu. "Kalau didalam istana kau bertemu dengan ceng Gie Loojin
dan hendak bertempur dengannya, kau kendorkan dahulu ikat
pinggang itu, baru kau melawannya. Dia mesti dibikin hancur lebur
seluruh tubuhnya" Oey Eng mengangguk.
Lantas Su Kay Taysu bertanya "Apakah perlu kita masuk dengan
paksa?" "Tak usah" sahut sinona "Aku akan membuat Seng Kiong Sin Kun
gusar hingga dia nanti membiarkan taysu sekalian masuk dengan
bebas, tanpa rintangan apapun juga"
Berkata begitu nona itu dan saudaranya bertindak ke toa tian,
Ban Liang bertiga mengiringi. Untuk itu mereka melintasi Lo Han
Tin, Siauw Pek dan lainnya terpisah cukup jauh dari empat orang
itu, sebagaimana tadipun mereka berbicara berempat saja.
"Sin Kun, dengar" berkata si nona, nyaring setibanya mereka
didepan toatian sekali menghadapi musuh "AKu telah mendapatkan
cara untuk memunahkan kabut asapmu, tetapi untuk itu, kau harus
izinkan tiga orang ku ini masuk kedalam pendopo guna mencoba
coba dulu."
Dari dalam kabut terdengar suara yang dingin. "Benarkah itu,
Punco tidak percaya"
"Jikalau kau tidak percaya, kau cobalah" Soat Kun bilang "Kau
perintahkan orang orangmu membuka jalan, supaya ketiga orangku
ini dapat masuk kedalam pendopo kamu"
"Baiklah, punco mau lihat" kata suara dingin tadi. "Hendak punco
lihat, murid Hoan Tiong Beng mempunyai kepandaian apa. Nah,
kamu masuklah"
Soat Kun tidak melayani bicara.
"Taysu silahkan masuk" ia kata kepada Su Kay Taysu bertiga.
Su Kay Taysu lantas membuka langkah lebar. Ia berjalan dimuka.
Oey Eng ditengah, Ban Liang berjalan dibelakang bagaikan
pahlawannya si orang she Oey. Benar benar mereka memasuki toa
tian tanpa rintangan-
Siauw Pek dan rombongannya memasang mata tajam, terutama
mereka mengawasi ketiga kawan mereka itu yang hendak mengadu
jiwa, sampai mereka lenyap didalam kabut beracun.
"Sungguh nona lihay" Siauw Pek puji "Nona Hoan, didalam tempo
yang pendek. nona telah berhasil mencari pemecahannya kabut
jahat itu"
"Telah aku ajari siansu bertiga bagaimana harus menyerang
kabut itu" kata nona Hoan-"Sekarang mari kita mundur sejauh
sepuluh tindak. Selekasnya kabut buyar dan punah, baru kita
menyerbu masuk untuk menyapu mereka"
Semua orang menurut, semua lantas mundur. Su Khong semua
sangat mengagumi nona ini. Tidak ada orang yang menanya ini dan
itu walaupun sebenarnya mereka heran dan ingin mengetahui
sesuatu.... "Nona" kemudian kata Su Khong, yang mendekati nona Hoan,
"mereka cuma bertiga, bagaimana mereka nanti melayani Seng
Kiong sin Kun serta orang orangnya yang berjumlah sangat besar
itu" Bagaimana kalau loolap memilih dua puluh orang ku untuk turut
memasuki toatian" Pasti mereka dapat memberikan tenaga bantuan
mereka." Soat Kun menggoyangkan kepala.
"Tak usah siansu" sahutnya. "Telah aku mengatur cukup, Mereka
bertiga dapat melayani musuh."
Siauw Pek semua turut mendekati sinona hingga dia bagaikan
dirumung. Semua mata mengawasi tajam. Semua kagum, tapi juga
semua heran seperti Su Khong Taysu. cumalah bercuriga atau tidak.
mereka bungkam, tidak ada yang berani menanya apa apa.
Sebaliknya sinonalah yang membuka suara
"Aku mempunyai satu kabar girang untuk disampaikan kepada
kalian semua" demikian katanya.
Kembali orang merasa heran sekali. Disaat genting seperti itu,
sinona bicara kabar girang. Maka semua orang mendelong
mengawasinya. "Kabar girang apakah itu?" Siauw Pek tanya.
Soat Kun tidak menjawab, hanya dia bertanya "Mana Han in
Taysu?" Ketua dari Go Bie Pay itu menekan tanah dengan kedua
tangannya, maka melesatlah tubuhnya kedepan sinona. "Loolap
disini" sahutnya.
"Mana Nona Thio Giok Yauw?" sinona tanya pula.
"Ada apa nona Hoan?" tanya Giok Yauw cepat. "Aku disini"
Memang nona she Thio itu berada disisi nona yang
menanyakannya itu.
Soat Kun tersenyum.
"Inilah kabar girangku" bilangnya "ini mengenai diriku. Dengan
disaksikanBan Loocianpwee dan Su Kay siansu, tadi jodohku telah
dirangkap dengan jodoh Oey Eng"
Singkat dan getas warta girang itu.
"Benarkah itu?" tanya Giok Yauw heran- Nona inipun menghela
napas perlahan.
"Thian yang menjadi saksi, aku tidak main main" sahut nona
Hoan. Siauw Pek tercengang, darahnya bergolak. Pemuda ini heran dan
terkejut. Sebenarnya ia telah menaruh hati kepada nona yang cacat
matanya itu. Ia sangat tertarik, kepintaran dan kecantikan sinona
hingga ia tak memikirkan soal matanya yang tak bisa melihat itu.
sekarang mendadak saja ia mendengar warta itu. Maka hebat
baginya buat menenangkan diri.
"Terimalah hormatku, nona" ia segera memberi selamat.
Soat Kun tersenyum.
"Nona Thio, hendak aku menjadi tukang merecoki jodohmu" kata
ia kepada Giok Yauw, "sudikah kau memberi muka padaku?"
Hati nona Thio berdenyut. Inipun mengherankan dan
mengejutkan padanya. Tidak keruan orang menimbulkan soal
jodohnya. Bukankah merka tengah berada dimedan laga dan lagi


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghadapi lawan yang sangat tangguh" Tapi ia harus memberikan
jawabannya. "Ayahku berada disini, encie bicara saja dengan ayahku itu"
demikian jawabnya perlahan-
Soat Kun lalu menoleh kepada Thio Hong Hong.
"Loocianpwe, bagaimana pikiran loocianpwee?" ia tanya.
"Inilah urusan putriku" menjawab jago tua itu "Biasanya aku si
tua taksuka usil. Buatku cukup asal anakku setujU."
"Seorang ayah yang baik" Nona Hoan memuji jago tua itu. "Nah
nona Thio, bagaimana pikiranmu?"
Lihat atau tidak, Giok Yauw menjawab "Biasanya aku mengagumi
kau encie, apapun yang encie rasa baik, aku..."
"Bagus kausuka mendengar aku" tukas nona Hoan- "Coh bengcu
menjadi yatim piatu semenjak masih kecil sekali, dia harus dapat
dilayani dan dihiburi oleh seorang nona pintar, gagah dan manis
budi seperti kau, baru dia tak akan kesepian"
Siauw Pek mengerutkan alis. Hendak dia menyatakan sesuatu,
tapi Soat Kun sudah mendahuluinya .
"Kalian telah menerima baik, bagus" demikian kata sinona
"Sekarang hendak aku memberitahukan kalian siapa itu Seng Kiong
Sin Kun" Kata kata sinona bagaikan guntur yang mengagetkan orang.
Memang siapapun ingin mendapat tahu tentang itu. Maka
berdiamlah semua hadirin.
"Baik nona Silahkan nona menyebutkannya" kata Siauw Pek si
ketua. "Bukankah bengcu telah menerima baik tangannya nona Thio?"
tanya nona Hoan.
Sementara itu Giok Yauw girangnya bukan kepalang. Sudah
sekian lama ia jatuh hati pada pemuda yang tampan dan gagah itu.
cuma ia tak berani mengutarakan sesuatu, sekarang ia girang
hingga hatinya berdetak keras...
Siauw Pek mengangguk. Tak ada lain jalan baginya.
"Nah.... bagaimana pihak Thio?" Soat Kun tegaskan- ^
Thio Hong Hong memandang puterinya, terus ia menjawab
"Baiklah, sekarang aku mewakilkan anakku mengambil keputusan,
aku menerima baik jodoh ini. Nona kau bicaralah sekarang"
"Siapakah diantara kita yang pernah bertemu dengan ceng Gie
Loojin?" tanya sinona kemudian-
"Aku" sahut cian Peng si dewa ikan.
"Ingatkah loocianpwee kalau pada wajahnya ada sesuatu yang
beda dari pada orang lain?" tanya si nona sungguh sungguh. cian
Peng berpikir. "Dia mempunyai alis yang bagus dan mata yang jeli, tapi sinar
matanya itu, jikalau diawasi sangat tajam dan agak bersikap kejam.
sinar mata itu bagaikan dapat menembus hati"
"Han in Taysu" tanya sinona kepada ketua Ngo Bie Pay "kau
berkesan sangat mendalam terhadap sinat matanya orang atau
orang orang yang kau katakan Seng Kiong Sin Kun itu, benarkah
sinar matanya seperti apa yang dilukiskan cian Loocianpwee ini?"
"Tak salah" Han in Taysu menjawab cepat "kedua matanya
sangat tajam dan berkilau, ada yang sangat sukar melupakan itu."
"Tapi ini masih belum cukup untuk membuktikan dialah ceng Gie
Loojin" berkata Thio Hong Hong.
"Masih ada keteranganku lebih jauh" berkata sinona sambil ia
menyingkap rambut didahinya. "Sebenarnya ceng Gie Loojin dan
guruku almarhum adalah asal satu rumah perguruan- Guruku itu
mempelajari ilmu alam, ilmu kebatinan , ilmu bintang dan ilmu
tenung. Sedangkan ceng Gie Loojin mengutamakan ilmu obat
obatan dan sebangsana. Entah apa ceng Gie Loojin secara diam
diam telah meraCuni guruku dengan semacam racun istimewa
hingga guruku tak bisa mempelajari ilmu silat sampai sempurna.
oleh karena guruku tidak pandai silat, orang mengatakan ia
dibataskan oleh bakatnya. Mengenai itu guruku menutup mulut.
Tidak mau suhu membeber kejahatan saudara seperguruannya itu.
Suhu berdiam tapi gurunya, ialah kakek guruku, mendapat tahu
juga hal itu. ceng Gie Loojin lantas diusir. Lalu dia pergi merantau,
dengan mengandali ilmu obat obatanya itu, dia berbuat amal. Itulah
waktunya dia menyebut dirinya sebagai ceng Gie Loojin, siorang tua
yang maha adil. Dengan berbuat baik, dia ingin gurunya berubah
pikiran dan akan menerimanya kembali. Tapi kakek guru tidak
memperdulikannya. Dia masih penasaran, dia baiki kacung tukang
masak obat, yang dia suruh meracuni kakek guruku. Dia berbuat itu
guna mencegah kakek guru mewariskan semua kepandaian kepada
suhu. Tempo kakek guru ketahui ia diracuni, ia segera menghajar
mati kacungnya itu, tetapi iapun sudah terlambat, tak dapat ia
mengobati dirinya sendiri. Inilah keterangan yang aku dapat dari
suhu. suhu telah memesan kecuali sangat terpaksa, jangan aku
buka rahasia ini"
Baru sinona bicara sampai disitu, telinga semua orang lantas
diganggu suara gemuruh beberapa kali, bagaikan bumi ambruk.
Suara itu disusul dengan berjatuhan banyak kepingan kepingan
anggota tubuh manusia dan darahpun bermuncratan, semua ini
datangnya dari arah toatian, pendopo besarnya Seng Kiong.
Semua orang terkejut. Siauw Pek sudah lantas menghunus Pa
Too dengan menggenggam senjata mana ia berlompat lari
ketoatian. begitu gesit dan pesat ia bergerak. cuma nampak sinar
goloknya, ia sudah lantas tiba didepan pendopo. Semua orang
kagum menyaksikan kelincahannya itu.
Su Khong Taysu bersama Thio Hong Hong, Bun Koan, Hie Sian
cian Peng dan lainnya segera lompat menyusul bengcu dari Kim Too
Bun- Mereka dapat menerka artinya gemuruh serta segala akibatnya
itu. Tiba didalam toatian, Siauw Pek menyaksikan satu pemandangan
yang sangat menyayat hati berbareng membangunkan bulu roma.
Mayat mayat bergelitukan atau bertumpukan, kaki dimana tangan
dimana, muka mereka itu tak beraturan lagi. Darah mengalir
diseluruh ruangan yang luas seklai, ia sampai berdiri menjublak
saja. "Adik, kau lagi bikin apa?" tiba tiba terdengar suara Bun Koan
sang kakak. Bengcu itu menoleh agak terkejut. Suara sikakak membuatnya
sadar. Selain kakaknya itu, segera ia melihat Su khong taysu, yang
lari keluar sambil memondong tubuh Su Kay Taysu yang mandi
darah. Su Kay Taysu lantas ditolong, terutama mencegah darahnya
mengalir terus serta membantu tenaga dalamnya.
Juga Hie Sian cian Peng muncul bersama Ban Liang, diapun
bermandikan darah seluruh tubuhnya. Hingga Seng Su Poan juga
perlu segera ditolongi.
Dilain bagian, Siauw Pek melihat Soat Kun dan Soat Gie tengah
menghadapi Oey Eng. Pemuda itu rebah dilantai dengan
bermandikan darah juga seperti Su Kay Taysu dan Ban Liang. Kedua
nona tampak sangat berduka, air mata mereka meleleh. Oey Eng
mengulur tangannya, untuk menggenggam tangan Soat Kun.
"Hiancee" katanya perlahan sekali "terkaanmu benar semuanya.
Aku telah bertemu dengan ceng Gie Loojin yang lihay itu"
Baru ia mengucap demikian- Oey Eng sudah melepaskan
genggamannya, matanya terus dipejamkan-
Soat Kun lantas mengeluarkan sebuah peles obat, katanya "inilah
obat Hu Sim Sin tan buatan guruku, karena obatnya tinggal tiga
maka juga aku cuma minta tiga orang yang menyerbu kabut asap
Seng Kiong Sin Kun, adikku, lekas kau bagikan seorang satu"
Soat Gie adalah yang dipanggil adik itu, dan sang adik yang bisu
itu segera bekerja. Ia menghampiri Oey Eng, buat memaksa
membuka mulutnya buat memasukkan sebutir obat. Dua butir yang
lainnya ia berikan kepada Su Khong Taysu dan cian Peng, buat
dipakai menolongi Su Kay Taysu dan Ban Liang.
Tak lama setelah menelan obat, Oey Eng tersadar, bahkan dia
tak selesu semula tadi. Ia membuka matanya mengawasi istrinya
dan yang lain lain- ia belum bisa mengatakan sesuatu.
Demiklan juga keadaan Su Kay Taysu dan Ban Liang. Setelah
lama berdiam saja, Soat Kun menghela napas panjang.
"Seng Kiong sudah termusnah. Seng Kiong sin Kun telah
terbinasa, maka aman sejahteralah dunia sungai telaga atau kaum
rimba persilatan" katanya perlahan "Sekarang telah selesai tugasku
disini maka hendak aku pergi bersama suamiku ini guna menolong
dia sebisa bisanya. Selamat tinggal"
Habis berkata, nona ini membungkuk untuk mengangkat dan
memondong tubuhnya Oey Eng, lalu dengan berpegangan pada
Soat Gie, ia bertindak pergi....
Justru disaat itu mulailah toatian didengungkan doa para pendeta
dari Siauw Lim Sie yang mengapal kitab Kim Kong Keng atau
Diamond sutra. Disitu banyak sekali kurban manusia, juga pendeta
pendeta dari Siauw Lim Sie sendiri.....
Siauw Pek berpaling kepada Bun Koan.
"Benar encie, manusia itu harus melakukan banyak kebaikan"
katanya. "Ya" sahut kakak itu mengangguk "Nona Hoan telah berbuat baik
terhadap kita."
"Encie mari" kata adik laki laki itu yang terus bertindak keluar
toatian- Dan ketua ini lantas diikuti semua kawannya.
Disekitar situ, habis ledakan tadi, sunyi semuanya hanya kali ini
burung burung gagak ramai dengan suaranya, sebab baru saja
mereka pulang kesarangnya masing masing. Karena ketika itu, sang
waktu mulai magrib
Kim Too Bun dibawah kepemimpinan Coh Siauw Pek terus
menjaga ketenangan rimba persilatan- Coh Siauw Pek dengan
pedang dan goloknya menjadi legenda dalam dunia persilatan
selama ratusan tahun sebagai seorang pendekar pembela
kebenaran yang tak terkalahkan.
Sampai disini cerita pedang dan golok yang menggetarkan.
TAMAT Rajawali Hitam 2 Hati Budha Tangan Berbisa Karya Gan K L Pendekar Kelana 11
^