Pedang Golok Yang Menggetarkan 6

Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen Bagian 6


"Sekarang mari kita berangkat" kata siketua. "Sebelum terang
tanah, kita sudah harus tiba di Kwan ong Bio"
Hanya sekejap. ketiga orang itu sudah meringkaskan pakaian
mereka. siauw Pek tidak melupakan pedangnya. Mereka keluar dari
kamar dengan menggunakan jendela, sabab hotel dan kuil cuma
beberapa lie, cepat sekali mereka sudah sampai ditempat tujuan-
Langit masih gelap. Samar samar terlihat Kwan ong Bio yang
terbenam dalam kegelapan, sebab disana tak nampak cahaya
lampu. "Kwan Ong Bio itu banyak pesawat rahasianya, hati hatilah "
pesan Oey Eng. "Karena itu, kita janagn pisah terlalujauh," kata
Siauw Pek. "Toako, tak dapat toako berlaku sembarang an" kata Kho Kong.
"Mari aku yang maju di muka " lalu saudara ini mendahului
berlompat naik keatas tembok pekarangan, dari mana dia mencelat
keatas genteng. Siauw Pek dan oey Eng berlompat juga.
Oey Eng yang teliti itu mengingatkan akan genteng rahasia,
genteng licin- Siauw Pek mengangguk. Dia memandang sekitarnya.
"Kwan ong Bio begini luas, dari mana kita mulai masuk?"
tanyanya. "Aku mendapat suatu pikiran," kata Kho Kong.
"Apakah itu?" tanya oey Eng.
"Dari pada kita meraba raba, lebih baik kita berterang" kata si
sembrono yang polos itu, "kita buat mereka terkejut, dan kita pinta
senjata kita" Siauw Pek mufakat.
"Hanya kuil ini agaknya terlalu luas..." oey Eng bersangsi.
Belum berhenti suara itu, tiba tiba terdengar bentakan nyaring:
"Siapa?"
Siauw Pek tersenyum
"Benar, kita mesti pakai cara terbuka" katanya. Maka ia
menjawab: "Kami disini. Tolong beritahukan ketua kamu bahwa
kamu ini datang meminta senjata kami."
"Jikalau begitu, silahkan tunggu sebentar" kata suara yang
menegur itu. " Waktu kami terbatas, tak dapat kami menunggu lama," Siauw
Pek beritahu. "Tolonglah kau lekas memberi kabar"
Suara tadi berdiam, gantinya, terdengar suara tindakan kaki,
yang tidak lamapun sirap. suatu tanda orang itu sudah berlalu jauh.
Siauw Pek bertiga diam menanti.
Lewat sekian lama, kuil tetap sunyi, Kho Kong jadi tidak sabaran-
"Hai, lama amat" terlaknya. "Nanti kami bakar kuil ini"
Berbareng dengan keluarnya ancaman itu, beberapa tindak
jauhnya dari mereka tampak sinar api. lalu terlihat seorang bertubuh
besar yang berpakaian hitam, berkata nyaring: " Ketua kami
menantikannya di dalam kuil, silahkan tuan tuan masuk."
"Kami sudah terpedayakan satu kali, tak sudi kami terkena buat
kedua kalinya" berkata oey Eng. "Pergi kau beri tahu ketua kami
supaya dia lekas mengembalikan alat senjata kami, dengan begitu
kami akan menghabiskan perkara ini dan kami akan mengangkat
kaki dari sini Awas, jangan kamu ayal ayalan nanti kamu membuat
naik darah saudara Kho kami ini Jangan kamu menyesal kalau
saudara kamu membakar kuil kamu"
orang berpakaian hitam itu berkata. "Jikalau tuan tuan bertiga
tidak mempunyai keberanian ya, sudah..."
"Pulangkan senjata kamu atau tidak " bentak Kho Kong.
"Buat apa kau banyak rewel?"
"Baik, aku akan buktikan dahulu gentengmu ini "
Menyusul suara si anak muda kemudian terdengar suara berisik
"prak..prak..prak..." Ternyata Kho Kong telah menjejak jejak
hancur genteng dikakinya, hingga belasan lembar pecah dan
hancuarnnya meluruk berjatuhan, mendatangkan suara berisik.
Malam sunyi membuat suara berisik itu menjadi jadi.
"Kamu benar dapat dipercaya" demikian suatu suara halus
nyaring. "Kami bangsa lelaki, kami tak seperti perempuan " berkata oey
Eng. "Kami tak membiarkan kata kata kamu lewat bagaikan angin"
"Bagus...Bagus" kata pula suara halus nyaring itu. "Tapi aku tak
pernah mengatakan bahwa aku harus mengembalikan senjata tetapi
tanpa kata kata pasti."
"Kata katamu benar juga," sahutnya kemudian- "Akan tetapi
kami menepati janji, kami datang untuk meminta pulang senjata
kami. Kukira nona masih ingat baik baik?"
Menyusul kata kata sipemuda, dibelakang si orang lelaki yang
membawa obor itu terlihat seorang nona dengan pakaian hijau,
terus nona itu berkata:
"Seharusnya tuan tuan bertiga datang sejak tadi. Ketua kami
sudah menatikan lama kedatangan tuan tuan- Silahkan masuk
kependopo dalam"
Kho Kong mau menjawab si nona, tapi siauw Pek mendahuluinya.
Ketua ini melompat turun terus ia memberi hormat seraya berkata:
"Harap nona mengantarkan kami"
oey Eng dan Kho Kong turut melompat turun, hati si orang she
Kho terkejut sebab ketuanya mau masuk kedalam kuil, maka segera
berkata: "Jangan...Jangan masuk"
Siauw Pek tertawa dingin, ia berkata: "Kalau kita sampai kena
ditangkap pula, jangan sesalkan orang lain, kita harus sesalkan diri
sendiri yang kurang pandai"
Nona itu tersenyum. "Kau she apa, tuan?"
"Aku Tjoh Siauw Pek," si anak muda itu langsung menyebut
namanya. "Tuan Tjoh, kau benar gagah mulia," kata nona itu. "Tak salah
nona kami menilai..." Mungki dia kelepasan omong. Siauw Pek
heran, dia mengerutkan alisnya.
orang bertubuh besar dan berpakaian hitam itu memadamkan
obornya, terus dia menghilang didalam gelap.
oey Eng tidak berkata apa-apa tetapi dia mengikuti dengan
tangannya diletakkan dipunggung si nona, dia berkata: "Toako kami
laki laki sejati, dia tidak pantas untuk melayani kau, nona, maka itu
akulah yang menggantikannya " Nona itu menoleh.
"Dengan membawa sikapmu ini, bukankah itu agak keterlaluan?"
tanyanya. oey Eng tertawa pula.
"Nona, kalau kau sembrono, kau akan tahu rasa sendiri"
sahutnya. Sinona tidak mau kalah, ia berkata: "Kalau jiwaku satu ditukar
dengan jiwa kamu bertiga, itulah ada harganya, aku akan mati
dengan mata tertutup," Mungkin tak ada kesempatannya, nona
Sekarang sinona bungkam, dia berjalan perlahan, melintasi sebuah
gang panjang dan tiba di depan sebuah toa-tian, pendopo besar,
yang daun jendelanya tertutup rapat. Dia menghampiri pintu, untuk
terus mengetuk dengan perlahan.
Secara mendadak kedua daun pintu yang lebar terbuka. Maka
terlihatlah sebuah ruang yang luas, yang diterangi dua belas batang
lilin merah. oey Eng bertiga memasang mata.
Ditengah pendopo terdapat sebuah kursi merah, diatasnya duduk
seorang nona yang cantik berpakaian serba kuning. Dikiri dan
kanannya dia ditemani dua budak perempuan yang memakai kuncir
dua. Budak yang disebelah kiri memegang pedang, yang disebelah
kanan menggenggam sebuah kotak kemala.
Sinona pengantar bertindak masuk. tetap perlahan tindakannya,
hanya kali ini terus ia berkata: "Tjoh Siauw Pek. tutup pintu"
suaranya keras.
oey Eng sementara itu menggunakan matanya menyapu sekitar
pendopo. Ia melihat lima buah kamar, kecil-kecil. Disitu tak ada
orang lain kecuali sinona baju kuning serta kedua budaknya dan
sipengantar itu.
Sinona baju kuning bangkit dengan perlahan matanya menatap
Siauw Pek. "Kaukah Tjoh Siauw Pek?" sapanya.
"Benar" sahut sianak muda. "Nona ada pengajaran apakah
untukku ?" Tiba-tiba nona itu menarik napas perlahan"
Disini ada beberapa rupa barang, entah kau kenal atau tidak."
katanya. Ia lalu mengangkat tangannya memberi tanda kepada
budak dikanannya seraya berkata: "Serahkan kotak kemala
ditanganmu itu kepada Tuan Tjoh "
Budak itu menyahut dan memberi hormat, kemudian dia
menghampiri sipemuda.
Siauw Pek heran. Ia belum tahu kotak itu terisikan barang apa.
Tentu saja ingin ia mengetahuinya, tanpa terasa hatinya berdenyut,
ia menyambut kotak sambil bertanya: "Apakah isinya kotak ini ?"
"Kau buka dan lihat sendiri," sahut sinona, "aku cuma menerima
pesan dan menyampaikannya."
Siauw Pek meletakkan kotak itu, untuk membuka tutupnya.
"Toako, jangan" mendadak Kho Kong mencegah. "Jangan
sembrono" Diapun segera lompat mendekati sambil menambahkan:
"Biarlah aku yang membukanya "
"Silahkan, adik. Hati-hatilah "
"Jangan kuatir, toako."
---ooo0dw0ooo--
JILID 11 Berkata begitu, Kho Kong lalu membuka kotak itu.
Siauw pek mengawasi. Ada tiga gulung sutera putih, yang teratur
rapi. Ia mengambil satu gulung, terus ia beber. Selekasnya dia
melihat, air matanya lalu turun meleleh. Lama juga ia berdiam, baru
ia bertanya. "Apa nona yang mendapatkan barang ini ?"
"Aku hanya tanya kau, kau kenal gambar sulam itu atau tidak ?"
si nona balik bertanya.
"Aku kenal," sahut Siauw Pek mengangguk.
Selama itu oey Eng terus mengancam si nona berbaju hijau, asal
nona itu main gila, dia hendak menghajar jalan darahnya.
Kho Kong heran, ia mengawasi sutera itu. Ia melihat gambar
seorang lelaki yang berjanggut panjang dengan tergantung
dipinggangnya. Ia menjadi terlebih heran, pikirnya: "Entah siapa
gambar itu dan apa hubungannya denagn bengcu, hingga bengcu
menjadi sedih?"
"Kau kenal orang itu," berkata si nona, yang terus mengawasi si
anak muda. "Beritahukanlah, siapa dia ?"
Siauw Pek menjawab dengan perlahan sekali, bagaikan ia
menyebut kata demi kata: "Inilah gambar coh Kam Pek, majikan
dari dusun Pek Ho Po... ialah ketua dari Pek Ho Bun-"
"Kau memanggil apakah terhadapnya?" si nona tanya untuk
kesekian kalinya.
"Dialah ayahku almarhum..."
"oh begitu coba kau lihat lagi satu yang lainnya."
Siauw Pek menurut, ia menjemput segulung lagi, terus ia
membebernya. Kali ini ia mendapat gambar sulam yang melukiskan
seorang perempuan seorang nyonya.
"Gambar siapakah itu?" lagi lagi si nona bertanya.
"Inilah marhum ibuku, yang telah meninggal dunia pada
beberapa tahun yang lalu..."
"Dengan demikian, kau jadinya bersangkut erat dengan Pek Ho
Bun?" sekonyong konyong mata si anak muda terbuka lebar.
"Benar," sahutnya. Nona dimanakah kau dapatkan gambar ayah
dan ibuku ini" Aku minta sudilah kiranya kau memberikan
keterangan"
Si nona tidak menjawab, hanya ia berkata "Didalam kotak itu
masih ada sisanya satu gulung lagi, coba kau buka dan lihat juga."
Melihat gambar ayah bundanya, hati Siauw Pek goncang, hingga
tubuhnya gemetar. Karena itu, ia ragu membuka gulungan sutera
yang terakhir itu.
"Kenapa kau diam saja?" menegur si nona menyaksikan orang
beragu gelisah itu.
"Ooh..." seru si pemuda perlahan- ia bagaikan baru tersadar. Ia
terus menggunakan tangan kanannya, mengambil sutera itu dan
membebernya. Kali ia melihat gambar seorang toojin atau toosu
seorang imam setengah umur, yang janggutnya panjang sampai
didadanya, sedangkan dbahunya tergemblok sebatang pedang dan
tangannya mencekal sebatang hudtim, kebutan yang biasa dipakai
seorang pertapa.
Siauw Pek melongo mengawasi gambar itu. Mulanya ia menerka
sesuatu yang ada hubungannya dengan ayah bundanya, tak
tahunya itulah gambar dari seorang imam yang ia tidak kenal.
"Kau kenalkah dia?" si nona bertanya.
Sia sia belaka si anak muda mengingat ingat. Maka ia
menggelengkan kepala. "Belum pernah aku melihat dia," sahutnya
kemudian- "Mungkin kau pernah melihatnya hanya kau telah lupa. Atau
mungkin, sewaktu kau melihat dia kau masih kecil, masih belum
tahu apa apa."
"Siapakah kau nona?" Siauw Pek tanya. Ia tak menghiraukan
kata kata perempuan itu. "Aku minta dengan sangat sukalah kau
memperkenalkan dirimu."
Si nona menunjuk kepada pakaiannya yang berwarna kuning
mulus. "Aku she oey," sahutnya. Artinya oey ialah kuning.
"oh, Nona oey, maaf" kata si anak muda cepat. "Nona tinggal
didalam kuil Kwan ong Bio ini, rupanya nona mempunyai hubungan
erat dengan partai Kwan ong Bio."
"Ayahku adalah pembangun Kwan ong Bun," menjawab si nona.
"Dan aku yang rendah telah menerima warisan dari ayahku hingga
sekarang aku menjadi ketua angkatan kedua..."
"Kiranya nona ketua dari sebuah partai " kata si anak muda.
"Maaf. nona, aku kurang hormat." Berkata begitu, ia memberi
hormat. Nona mengangguk membalas.
"Ayahku dengan ayahmu bersahabat erat tuan coh," kemudian
nona itu memberi penjelasan- "Dahulu pernah ayahmu mengajak
kau datang ke Kwan ong Bio ini. Ayahku telah melatih diri dalam
suatu ilmu kepandaian, tapi dia tersesat, sepak terjangnya menjadi
tidak keruan-Jarang sekali ayahku pergi kerumahmu."
"Memang, seingatku, pernah ayah mengajak aku berkunjung
kemari." "Selagi ayahku tersesat itu, ayahmu telah membantu banyak. Ia
telah membantu dengan tenaga dalamnya hingga ayahku mendapat
kembali kesadarannya. Maka itu, ayahmu menjadi juga tuan
penolong ayahku. Ayahmu itu sering berbicara denganku
menuturkan peristiwa peristiwa yang tak dikehendaki yang
menghinggapi Pek Ho Bun hingga ia menyesal bukan main-.."
"Dimana ayahmu, nona?" tanya Siauw Pek, "Dapatkah aku
menemuinya untuk aku memberi hormat kepadanya?" Wajah si
nona tiba tiba menjadi suram.
"Jikalau ayahku masih ada," sahutnya, berduka, "tidak nanti aku
yang rendah, yang masih gadis, menempatkan diriku didalam dunia
Kang ouw yang keruh ini dengan menjadi ketua dari Kwan ong
Bun." Siauw Pek melengak.
"oh, jadi kiranya oey Loocianpwee telah meninggal dunia?"
katanya. Nona oey tidak menjawab, hanya dla berkata "Dahulu ketika
orang Rimba Persilatan menyerbu Pek Ho Po, ayahpun telah
menerima undangan untuk bekerja sama kaum penyerbu itu. Untuk
maksudnya itu, terlebih dahulu mereka telah membuat satu
pertemuan besar. Di dalam rapat itu ayahku pernah membela


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ayahmu, akan tetapi ayah seorang diri, ayah kalah suara, ayah tidak
berdaya. Bahkan dengan terpaksa ayah turut didalam rombongan
penyerbu itu..."
Paras Siauw Pek menjadi pucat pasi, ia hendak membuka mulut,
tetapi tidak jadi.
"Jangan keliru mengerti, saudara Tjoh," si nona berkata. "Ayahku
menjadi sahabat kekal ayahmu, beliau tahu sifat ayahmu, maka tak
nanti beliau mengepung ayahmu. Tak akan ayah melakukan
perbuatan sehina itu. Benar ayah turut didalam rombongan, tetapi
beliau sebenarnya menggunakan waktu itu untuk menyelidiki duduk
perkara yang sebenarnya. Ayah mau menolong secara diam-diam
pada ayah bundamu. Maksud ayah tidak tercapai. Sementara itu
ayahmu telah menunjukkan kegagahannya, dia berhasil
memecahkan kurungan dan meloloskan diri "
Siauw Pek menghela napas, ia sangat berduka. "Aku menyesal
bahwa aku datang terlambat hingga tidak dapat aku menghaturkan
syukur hatiku pada oey Loocianpwee yang telah melepas budi
begitu besar."
Nona oey tidak mengatakan sesuatu, ia meneruskan
penuturannya: "Sekembalinya ayah dari pengepungan, ia tetap tak
puas hati, ia sangat penasaran, tapi ayah tidak dapat berbuat apaapa.
Pengaruh Kwan ong Bio terlalu kecil untuk dapat menentang
delapan belas partai besar itu."
Kata kata sinona berhenti dengan tiba tiba, karena mendengar
ketukan pintu yang keras.
Dua budak dikiri kanan sinona sudah menghunus pedang
mereka, dengan serentak mereka menegur: "Siapa?"
Mereka terus lari kepintu. Si nona berlaku tenang.
"Tunggu sebentar^ katanya sambil mengulapkan tangannya, ia
bangun berdiri dengan sabar ia bertindak kearah pintu.
Kedua budak menghentikan larinya. Mereka taat kepada nona
itu. si nona baju hijau mendadak berlompat maju, dia lari kedepan
nona oey. "Jangan sembarang maju, nona" katanya. "Biarkan aku yang
keluar dan melihat"
oey Eng melengak. Ia tertarik hati mendengar pembicaraan
diantara ketuanya dan si nona, hingga ia lari.
Si nona yang merandek, berkata pada wanita berbaju hijau itu:
"Lekas ambil dan kembalikan senjata mereka itu Karena timbul
perubahan mendadak, lekas kau antar mereka dan keluar dari pintu
rahasia " Si baju hijau berkata: "Tuan coh gagah sekali, dia justeru
membiarkan orang luar campur tangan ?"
Siauw Pek heran melihat perubahan demikian serta mendengar
kata kata kedua nona itu.
Si nona baju hijau tidak meu menentang nonanya, dia lari
kebelakang kursi nonanya. disitu dia mengambil senjata Siauw Pek
bertiga, lekas lekas dia membawa dan menyerahkan kepada ketiga
pemuda itu. Baru Siauw Pek merapikan pedang dan goloknya, mendadak
kedua daun pintu yang hitam, yang tertutup rapat, terpentang
lebar, disitu muncul serombongan orang dengan orang yang
terdepan seorang berjubah abu-abu, yang romannya sudah tua dan
loyo adalah si imam yang pertama kali Siauw Pek bertiga
menemukan dihalaman luar kuil itu. Dibelakang imam tua itu
mengikut belasan orang bertubuh besar dengan dandanan singsat,
yang semuanya membekal senjata .
Si nona memandang keluar, lalu ia berkata dingin : "Kamu semua
masuklah "
Si imam tua, yang jubahnya panjang, melihat Siauw Pek, ia mau
berkata tetapi tidak jadi.
Belasan orang itu sebenarnya dua belas berbaris masuk. lalu
dibelakangnya sebagai orang terakhir, adalah seorang nona dengan
pakaian serba kuning juga, setelah dia masuk lalu melirik kepada
Siauw Pek. "Adakah ini orang masuk kemari untuk membantumu?" tanyanya.
Siauw Pek mengawasi nona itu ia heran- Kedua nona berimbang
usianya, sama dandanannya, bahkan potongan tubuh dan romannya
mirip satu dengan lain- Diantara sinar api, sangat sukar untuk
membedakan mereka satu dari yang lain-
"coba mereka tidak berdiri berpisahan, tak dapat aku
membedakannya," pikirnya.
Si nona, yang menjadi nona rumah menjawab: "Merekalah
tetamu, mereka bukan pembantuku"
orang tua berbaju abu-abu itu berkata: "Benar, urusan didalam
rumah kita tidak dapat diselesaikan dengan minta bantuan orang
luar " Nona yang belakangan itu berkata: "Yap Loo kaulah orang tua
yang terhormat didalam partai kita ini, kata-katamu dapat
dipercaya, maka coba kau berikan pertimbanganmu. Diantara kami
berdua, siapakah yang berhak untuk menjadi ketua ?"
Mendengar begitu, Siauw Pek berkata dalam hatinya: "oh,
kiranya mereka sedang memperebutkan kedudukan ketua partai.
Memang benar, sebagai orang luar, aku tak boleh campur tangan-.."
maka ia berdiam terus.
Si orang tua berdiam beberapa lama, matanya mendelong
kesuatu arah. "Dalam hal ini aku sorang tua juga tidak berdaya
memutuskannya," katanya selang sejenak. "Aku pikir baiklah kamu
berdua yang bicara dan menetapkannya ?"
Si nona yang pertama menanya: " Kakak, kau datang dengan
membawa banyak orang, apakah kau telah bersiap menghadapi aku
untuk bertarung ?"
"Siapakah kakakmu?" bentak si nona baju kuning yang
belakangan. "Jikalau kau masih anggap aku sebagai kakakmu, tidak
selayaknya kau merebut kedudukan ketua kita "
Si nona baju hijau, yang diperintah nonanya mengantarkan
Siauw Pek bertiga pergi, mendadak campur bicara. Katanya: "Disaat
majikan tua mau berangkat pergi, beliau telah memanggil jie-siocia
datang kepembaringannya, dan memesan supaya nona yang
menggantikannya menjadi ketua partai. Ketika itu kebetulan sekali
budakmu ini hadir, ia mendengar sendiri pesan itu. Toa-siocia, harap
kau tidak memaksa dengan menggunakan kekerasan-.."
Budak ini memanggil jie-siocia dan toa-siocia. Itulah nona yang
kedua dan kesatu. Nona yang baru datang itu, ialah toa siocia
menjadi gusar. "Budak hina, tutup mulutmu" dia membentak. "Pada saat seperti
ini, mana bagianmu untuk campur mulut?" Lalu dia menoleh pada si
orang tua untuk melanjutkan: "Yap Hong San kaulah menteri nomor
satu yang berjasa dari Kwan ong Bun, kau juga anggota yang paling
dihormati oleh murid-murid kita, ketika hari itu ayah menunjuk aku
sebagai pengganti ketua, kau hadirdan turut mendengar pesan itu,
kenapa sekarang kau tidak mau mengucapkan sepatah kata untuk
membenarkan dan menguatkan pesan ayahku itu?" Si orang tua she
Yap menghela napas.
" Nona- nona," katanya perlahan, "kamu saudara sekandung satu
dengan lain, dan telah menjadi besar dibawah pengawasanku, maka
itu terhadap kamu aku ingin berlaku jujur. Memang disaat chungcu
rebah sakit diatas pembaringannya, dia telah mengatakan kepadaku
siorang tua untuk membantu toa siocia sebagai ketua partai. Tatkala
itu toa-siocia hadir bersama. Jadi itulah hal yang sebenar benarnya
kemudian ketika tiba disaat genting dari penyakitnya cungcu ialah
saat ia hendak meninggalkan dunia yang fana ini, chungcu
memanggil jie siocia dan telah menyuruh jie siocia menjadi ketua.
Ini juga hal yang sesungguhnya. Ketika itu nafas chungcu tinggal
sedikit sekali, tetapi ia masih sadar, ingatannya masih terang sekali.
kata- katanya jelas dan rapi. Jadi pesannya itu dapat dipercaya.
Hanya, ah ... Walaupun chungcu telah menunjuk jie siocia untuk
mengepalai partai namun dilain pihak ia belum membatalkan
pengangkatannya terhadap toa siocia, maka itu sekarang sulit
bagiku si orang tua mengutarakan pikiranku..."
Nona yang baru datang itu, toa siocia, nona kesatu, berkata:
"Yap Hong San, aku mau tanya, Didalam sebuah partai harus ada
berapa orang ketuanya ?"
"Didalam sebuah kerajaan tidak ada dua rabanya," menyahut
orang she Yap itu. "Maka itu tentu saja mesti ada hanya seorang
ketua." "Benar begitu " berkata toasiccia. "Aku menjadi anak yang tertua,
aku pula dari sejak mula telah ditunjuk sebagai pengganti ketua,
bahkan aku ditunjuk oleh ayah sendiri, bukankah itu tidak mungkin
salah ?" "Yap Hong Aan " berkata jiesiocia, "Ketika ayah memanggil kau
datang, bukankah kau untuk saksi supaya kau mendengar dan
melihatnya sendiri ?"
Siauw Pek kesal mendengar perselisihan mulut diantara kedua
kakak beradik itu. Sebab menurut Yap Hong San, mereka sama
sama benar. Ia berpikir : "Yang terang ialah kedua saudara ini
tengan kedudukan ketua partainya mereka pula tengah
memperebutkan Yap Hong San sebab Yap Hong San sebagai
pemegang batang."
Segera terdengnar suara keras dari toa siocia "Jikalau kau tidak
mau melepaskan kedudukanmu sebagai ketua maka aku tak usah
ingat lagi tentang persaudaraan kita "
"Maksudmu, kakak ?" tanya jie siocia. "Apakah kita harus
menggunakan kekerasan guna memutuskan siapa menang siapa
kalah ?" "Jikalau kau tetap berkokoh sampai mati tidak mau mengalah,
memang tinggal itu satu jalan," berkata sang kakak. "Diantara kita
berdua, salah satu mesti binasa, barulah akan ada ketenangan yang
kekal abadi "
siauw Pek mengerutkan alis. Katanya didalam hati, "Bilang wanita
tidak dapat mengambil keputusan" Lihat mereka ini, satu kali
mereka bentrok. mereka lantas dapat mengambil sikap setajam ini.
Sungguh perbuatan mereka ini bukan satu hal yang dapat
diambilnya oleh sembarang laki laki"
Kemudian terdengar suara si jie siocia: "Jikalau kakak memang
mau berbuat begitu, terpaksa adikmu bersiap sedia menerima
pengajaranmu "
Yap Hong San menarik napas lemah, ia memandang toasiocia
dan berkata: "Nona Tin, aku siorang tua mempunyai beberapa kata
kata yang tidak dikeluarkan, tak lega hatiku..."
Toa siocia yang dipanggil nona Tin itu, yang sebenarnya bernama
oey Tin, mengawasi siorang tua tajam tajam.
"Yap Hong San, ada apakah ?" tanyanya. "Katakanlah dengan
terus terang saja sekarang ini hanya kaulah yang satu satunya
menjadi anggota tertua dari partai kita, semua anggota paling
menghargai kau, karena itu, kau harus dapat bicara sejujurjujurnya,
hanya diwaktu kau bicara, harap kau berhati-hati " Hong
San lalu berpaling kepada jiesiocia.
"Nona Yan," berkata dia, "aku siorang tua mendengar sendiri,
melihat sendiri, pesan ayahmu disaat beliau hendak menutup mata,
bahwa beliau menghendaki kau menjadi penggantinya. Itulah kata
kata berat dan bukan kata kata palsu..."
Nona yang dipanggil nona Yan itu, menyela "Jikalau demikian
adanya maka haruslah kau berlaku adil "
"Hanyalah, nona," berkata pula anggota tertua itu, "ketika itu
ketua kami sudah lama sekali menderita sakit. Waktu ciangbunjin
meninggalkan pesannya itu, supaya nona yang menjadi
penggantinya, walaupun pikirannya masih terang dan kata katanya
jelas dan rapi hal itu diketahui oleh banyak anggota kita. Di lain
pihak setiap anggota ketahui baik bahwa Nona Tin yang akan
menjadi pengganti ketua mereka. ini pula menjadi satu soal.
oleh karena itu, nona, jikalau kau memaksa mengambil alih
pimpinan partai, mungkin orang akan mencurigai aku situa, Maka,
menurut pendapatku, benda pusaka, untuk diberikan pada toasiocia,
agar toasiocia yang memegang tampuk pimpinan- Tapi kedudukan
Nona Tin ini adalah kedudukan buat sementara waktu. Nanti, selang
sepuluh tahun, baru jie siocia yang menyambut, menggantikannya
mengepalai partai kita. Bagaimana pendapat jiesiocia mengenai
saranku ini ?"
Mendengar pikirannya situa itu, Siauw Pek heran. Pikiran: "Ketua
itu sudah linglung, juga tolol. Mengapa, setelah mewariskan
pimpinan kepada puteri yang sulung kemudian pada saat terakhir
hidupnya, dia mewariskan juga kepada puteri bungsunya "
Bukankah itu sebagai sengaja meninggalkan kerewelan bagi puteri
puterinya ini" Atau, mungkinkah disebabkan perasaan suka dan
tidak suka pada disaat itu ?"
"bagus" berseru Nona Tin. "Jikalau kau suka dengar pikiran Yep
Hong San, adikku, aku juga mau mengaku kau sebagai saudaraku.
Semua anggota tahu aku telah ditunjuk sebagai engganti ketua,
tetapi sekarang timbul soal memecat yang tua mengangkat yang
muda, itulah tidak selayaknya. Dengan begitu juga muka terangku
menjadi sirna. Disamping itu, ikalau urusan ini sampai tersiar luas
didalam dunia Kang ouw, bagi kita partai Kwan ong Bun ada ruginya
tiada untungnya. Nah, adik, coba kaUpikir, aku benar atau tidak..."
Alis oey Yan berkerut. Ia lalu jalan mundar mandir didalam ruang
itu. ia nampak sangat berduka. Rupanya ada sesuatu yang sedang
dipikirkan- Melihat nonanya ragu, sibudak berbaju hijau tiba tiba
menghampiri, lalu membisiknya, katanya : "Jie-siocia, diwaktu
majikan tua mau menghembuskan napas terakhir, ia telah dengan
tangannya sendiri menyerahkan pusaka partai kepada nona, dari
situ nona dapat mengetahui bagaimana pastinya keputusan itu,
tetapi sekarang, jikalau nona mengalah dan menyerahkan
kekuasaan kepada toa siocia, bukan saja nona telah menyia nyiakan
pesan majikan tua, juga kita kita majikan dan budak-budak kita
bakal mati tanpa tempat kubur..." oey Tin gusar mendengar kata
kata budak itu.
"Kurang ajar" dia membentak. "Kami berdua saudara, kami hidup
akur dan damai, adalah kau yang biasa mengadu biru hingga
kerukunan kami terganggu. Budak celaka, jikalau kau tidak
dibinasakan, aku kuatir Kwan ong Bun tidak akan mengalami hari
hari tenang buat selama lamanya "
Budak itu berkeberanian besar. Dia menjawab : "Tentang hidup
dan matiku, itu tak menjadi soal, tak usah dipikirkan, tetapi
kemakmuran Kwan ong Bun, inilah yang penting sekali "
"Budak hina, kau cari mampus " teriak oey Tin, yang segera
memberi tanda dengan tangannya.
Dua orang segera maju, dengan masing masing sebatang golok.
mereka itu menyerang si budak berbaju hijau.
Budak itu melihat ancaman, dia berlompat mundur. Oey Yan
menentang matanya bengis. "Berhenti " dia membentak.
Kedua orang itu tidak berani melanjutkan serangannya, mereka
berdiri diam mata mereka mengawasi Nona Tin. oey Tin tertawa
dingin. "Adikku, kau masih menghargai kakakmu atau tidak ?" tanyanya.
"Atau kau lebih menyayangi budakmu itu ?" Adik itu menghela
napas. "Kakak, bukan begitu soalnya," sahutnya, perlahan- "Memang ciu


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Koan budak akan tetapi dia dibesarkan disini semenjak kecilnya,
hingga semasa hidupnya ayah, dia dipandang sebagai anggota
keluarga kita sendiri. Dan kakakpun ketahui hal itu baik sekali bukan
" sedangkan kini tujuan kakak ialah menghendaki kedudukan ketua
partai dan untuk itu tak ada sangkut pautnya dengan mati hidupnya
si Koan.Jadi, kukira tidaklah beralasan bila kakak membunuhnya."
"Tapi dia jahat sekali, dia pembakar permusuhan diantara kita
Kalau dia tidak dibunuh, bahayanya ada, faedahnya tiada maka itu
lebih baik dia dibunuh saja "
"Kakak. janganlah kakak umbar hawa amarahmu terhadap ciu
Koan- sekarang kau beri waktu tiga hari kepadaku untuk aku
memikir soal kita ini. Maukah kau ?"
"Toh mudah untuk mengatakan kau suka mengalah atau tidak "
Buat apa musti menanti sampai tiga hari lagi ?"
"Apakah kakak tak dapat menunggu hanya tiga hari saja ?"
"Jikalau dihari hari biasa, jangan kata baru tiga hari, tiga puluh
hari pun dapat, tetapi sekarang lain, sekalipun satu hari, tak bisa
aku bersabar lagi"
"Mengapa begitu, kakak ?"
"Benarkah kau tidak tahu, adikku" Ataukah kau berpura-pura?"
"Benar. aku tidak tahu, Mana aku berpura pura ?"
"Apakah tidak ada orang kita yang memberi laporan kepadamu ?"
tegaskan sang kakak, "sekarang ini didalam kota Gak yang telah
berkumpul banyak orang Rimba Persilatan, bahkan diantaranya
terdapat jago jago dari Siauw Lim Pay dan Bu Tong Pay. Kita
menjadi partai setempat, dan juga sebuah partai besar, ada
kemungkinan mereka itu datang berkunjung. Nah, kalau sampai
mereka datang untuk menghunjuk hormat, siapakah yang harus
menyambut mereka, kau, atau aku" Jikalau aku yang menyambut,
aku belum jadi ketua, kedudukanku tak surup. Jikalau kau yang
menyambut mereka, lalu dengan sendirinya dunia memandang
kaulah ketua Kwan ong Bun. Bagaimana nanti jikalau kau mengalah
dan menyerahkan kedudukan kepadaku, bukankah dunia akan
menjadi heran ?"
oey Yeng berpikir sejenak. "Ya, itulah satu soal..." katanya.
oey Tin tertawa. ia berkata: "Persoalan ini sebenarnya sederhana
sekali. Asal adikku suka mengalah dan menyerahkan pusaka
kepadaku, beres sudah semuanya. Sebaliknya, jikalau adikku masih
memberatkan ketua itu, soal yang sederhana ini lalu menjadi ruwet
sendirinya."
Disaat itu, dengan menggunakan saluran Toan im cie sut, oey
Eng berkata kepada ketuanya: "Toako, aku lihat urusan mereka ini
sangat ruwet. Aku duga disini tentu terselip soal lainnya, bukan
hanya soal kedudukan ketua partai..."
"Kenapa kau menganggap demikian, saudara oey?" balik tanya
Siauw Pek, juga dengan tenaga saluran-
"Sebab oey Tin sangat mendesak dan oey Yan membangkang,
sampai oey Yan minta waktu tiga hari. Aneh bukan ?"
Mendadak terdengar suara dingin dari Yap Hong San: " inilah
urusan partai Kwan ong Bun kami, orang luar tak usah ribut
memikirkannya "
Itulah celaan untuk oey Eng dan Siauw Pek. Mereka memang
menggunakan ilmu saluran Toan im cie-sut tetapi mulut mereka
berkemak kemik sedikit. Yap Hong San seorang jago tua yang
berpengalaman, dia dapat melihat dan menerka. Dia menjadi tidak
puas, maka itu dia menyela.
Siauw Pek heran tapi ia tidak menghiraukan- Sebaliknya ia melirik
kepada oey Tin. Sesudah itu, ia mengawasi oey Yan dan menanya: "
Dapatkah aku yang rendak nyimpan tiga gulung gambar sulam ini ?"
"Aku menerima pesan, memang hendak aku menyerahkan
barang ini kepada orang yang menerimanya," menjawab nona itu,
"hanya saja sebelum aku menyerahkan, atau pada saat hendak
menyerahkannya, aku mesti bertanya dulu tentang dirimu. Karena
kau telah memberi keterangan yang jelas sekali, sudah seharusnya
barang-barang ini menjadi milikmu."
Mendengar kata kata si nona tiba tiba Siauw Pek ingat satu hal.
Maka ia berkata dalam hatinya: "Mungkin inilah sebagian dari
barang titipan ayahku kepada Lauw Haycu, maka kalau aku bisa cari
orang yang menitipkan barang tersebut kepada nona ini. Tentu aku
bakal mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai urusanku,"
Tapi ia tidak bisa berpikir lama. Ia terus merangkap kedua
tangannya, memberi hormat pada orang itu seraya berkata: "Nona,
kaulah ketua sebuah partai, kata katamu pasti berat laksana
gunung. Nona, aku mohon bertanya satu halpadamu: Sudikah nona
memperkenalkan aku dengan orang yang menitipkan barang ini ?"
oey Yan menjawab cepat: "Jikalau dia suka bertemu denganmu,
tak usah dia pakai perantaraanku."
Siauw Pek heran, maka dia berkata: "Nona, dia menitipkan
barang ini pada nona, maksudnya tak lain untuk mencari tahu
tentang diriku, sekarang tentang diriku sudah jelas, mengapa dia
tak sudi menemui aku ?"
"Dia bukan tak suka menemui kau, hanyalah sang waktu yang
belum tiba, kalau waktunya sudah masak. Tak usah kau bersusah
payah, dia pasti mengirim surat kepadamu, atau datang berkunjung
sendiri." Kembali Siauw Pek menjadi heran-
Sementara itu, pembicaraan ini telah seperti menyisikan oey Tin
dan Yap Hong San, hingga mereka berdiri diam dan terpaksa
mendengarnya saja.
Tengah Siauw Pek berpikir, tiba-tiba ia melihat sesosok tubuh
lompat kearahnya. orang itu bergerak bagaikan bayangan,
tangannya diluncurkan untuk merampas kotak kemala.
Sianak muda terperanjat, tetapi ia masih sempat mengibaskan
tangannya. Karena itu, bentrokan kedua tangan hingga
menimbulkan suara, lalu bayangan itu terlonjak mundur.
Dengan sebat Siauw Pek menjemput kotak dengan tangan
kirinya, dan menyerahkannya pada oey Eng sambil berkata:
"Saudara tolong kau simpan ini " Kemudian ia memandang tajam
kepada bayangan tadi.
Itulah oey Tin Sinona berdiri diam dengan wajah merah padam,
terang dia malu, kecewa dan gusar. Rupanya dia sedang mengatus
pernapasannya, sebab bentrokan yang baru itu menggempur tenaga
dalamnya. Yap Hong San menyaksikan peristiwa itu, perlahan ia berkata
pada Oey Yan-Jie- "siocia, inilah kekeliruanmu. Urusan Kwan ong
Bun kita, mesti kita sendiri yang menjelaskannya, sekalipun darah
mesti dikucurkan, tak dapat kita meminjam tenaga orang luar, siapa
tahu, malam ini kau telah mengundang bala bantuan"
Siauw Pek mengulapkan tangannya.
"Locianpwee" katanya, "beberapa hari yang lalu kita pernah
bertemu muka, apakah locianpwee masih ingat ?"
Yap Hong San menjawab dingin- "Pada hari itu akulah yang
mengambil keputusan sendiri, aku telah memancing kami bertiga
masuk ke dalam kolam maut, jadi Jiesiocia tak dapat bersekongkol
denganmu."
"Tutup mulut" oey Yan membentak. "Yap Hong San, kaulah
anggota tertua partai, kau sangat dihormati, kenapa kau sekarang
lancang menuduh ?"
Kali ini Nona oey membahasakan dirinya punco. " Itulah istilah
"aku" untuk seorang ketua partai. Dengan begitu ia menganggap
dirinya sebagai ketua dari Kwan ong Bun, partainya.
Mendengar pengakuan orang itu, dengan dingin Siauw Pek
berkata: "Beberapa hari yang sudah kami kena tipu dayamu dan
tertawan, karena itu senjata kami ketinggalan disini, sekarang kami
datang kemari untuk meminta kembali, maka adalah diluar dugaan-
Kebetulan kami menghadapi perselisihan diantara kalian-"
Oey Tin tertawa dingin- "Kalau begitu sungguh kebetulan kau
datang bukan kemarin, tetapi kamu justeru tiba malam ini dan
disaat ini."
Siauw Pek tidak puas dengan ejekan itu, di dalam perselisihan
antara dua saudara itu, ia telah melihat duduk persoalannya. Ia
tidak diminta bantuannya oleh oey Yan tapi ia dicurigai dan
disangka, maka dengan sendirinya ia jadi terseret kepihak Nona oey
Yan itu. Ia pula melihat kedua belah pihak itu. Agaknya kedudukan
oey Yan terlebih lemah,
sebab dia cuma dibantu si budak berbaju hijau, sedangkan oey
Tin datang dengan sebarisan dari dua belas orang laki-laki yang
bertubuh besar dan kekar. Dan Yap Hong San juga memihak nona
nomor satu itu. Apabila kedua pihak sampai bentrok. pasti oey Ya n
yang bakal kalah.
"Jikalau kamu memaksa menuduh aku sebagai orang undangan
Nona oey Yan, terserah kepada kami " katanya dingin.
Yap Hong San menjadi gusar. "Nah, dengar Nona Yan " katanya
keras. "dengar orang sudah mengaku Apakah kau masih
menyangkal" oey Yan mendongkol sekali.
"Yap Hong San " katanya keras, "Kau memang menjadi anggota
tertua tetapi janganlah kau tidak menghormati atasanmu. Aku
bertanya kepadamu, sekarang ini didalam Kwan ong Bun, siapakah
yang menjadi kepalanya ?" Ditanya begitu orang she Yap itu
melengak. "Yap Tiang loo, jangan dengarkan ocehan licik dia itu" sela oey
Tin nyaring. Nona ini bingung, dia takut orang she Yap itu, yang
sekarang dia bahasakan "tiangloo" artinya anggota tua yang
dihormati, nanti kena terbujuk adiknya. "Dia mencuri merampas
kedudukan ketuanya Perbuatannya hina dina. Mana dapat dia
dijunjung Kenapa tiang loo justru tidak mau memaksa dia
menyerahkan benda pusaka dan memecat kedudukannya itu ?"
Ditanya begitu, Hong San mengawasi nona nomor satu itu.
"Apakah nona bersiap menggunakan kekerasan ?" tanyanya
tenang. "Keadaan telah menjadi begini rupa. tak dapat tidak. dia mesti
dipaksa menyerahkan pusaka partai " menjawab nona sulung itu.
"Jikalau kita menanti tiga hari lagi, itu berarti anggota anggota telah
berkumpul semua. Berkumpulnya orang banyak itu akan
menyulitkan kita. Bagaimana jikalau dia tetap mengangkangi pusaka
itu" Kebanyakan anggota tidak tahu duduk perkaranya, terang
mereka bakal melindunginya sebagai ketua. Sampai waktu itu bila
ingin memecat dia, pasti sudah terlambat " Yap Hong San bersangsi,
dia berdiam saja. Hanya pikirannya yang bergulat.
Melihat demikian, oey Tin berkata pula: "Kalau budak ini
memegang kekuasaan, tak nanti dia melepaskan kau, Yap Tlonglo
Sampai waktu itu, walaupun kau memikir untuk menentang keadaan
sudah tak mengijinkan lagi"
Selama itu, oey Yan bercokol tegak dikursinya, mulutnya.
Nampaknya ia sudah mempunyai keputusan, hingga ia tak kuatirkan
apa juga. Kelihatannya Yap Hong San tergerak juga oleh kata kata oey Tin-
Selang sejenak ia mengangkat kepalanya, mengawasi oey Yan-
"Jie siocia, apakah kau telah dengar kata-kata toa siocia ?"
tanyanya. "Aku telah dengar Bagaimanakah pikiran Yap Tiongloo?"
Oey Yang juga memanggil Tiongloo kepada anggota tertua
partainya itu. "Sepak terjangmu nona, adalah terlalu keras," katanya kemudian-
Walaupun demikian, didalam keadaan seperti ini , masih ada satu
jalan keluar..." Ia batuk batuk. Setelah itu, dia menambahkan,
"Sekarang ini, nona, keadaanmu berbahaya sekali. Asal aku situa
mengangguk menyetujui kata kata Nona Tin, segera pendopo ini
bakal menjadi pertumpahan darah. Asal Nona suka mengalah dan
menyerahkan benda pusaka, aku situa akan mempertaruhkan
nyawa gua menjamin keselamatan jiwa kamu majikan dan budak.
Nona aku bicara dengan setulusnya hatiku, aku minta kau pikir
masak masak sebelum kau bertindak..." Tiba tiba sinona menghela
napas panjang. "Yap Tiang loo, mengapakah kau membantu kakakku?" tanyanya.
"Semasa hidupnya ayah, kau memperlakukan kami berdua sama
baiknya. Bicara tentang kasih sayang, mungkin kau lebih berat
kepadaku, tapi sekarang, kau memihak kakakku yang berniat
merampas kedudukan ketua Kwan ong Bun. Tiang loo, aku heran
atas sikapmu ini. Mengapakah?"
oey Tin kuatir sianggota tertua kena terbujuk. lekas lekas dia
berkata: "Yap Tiangloo bukankah kau biasa berlaku adil" Kenapa
sekarang kau bungkam saja menghadapi orang percobaan orang
merampas kedudukan ketua partai kita ?"
"Kau benar sekali, nona" Hong San berkata kemudian- "Memecat
yang tua dan berbareng mengangkat yang muda, itulah tabu untuk
kaum Rimba Persilatan"
oey Yan tidak menghiraukan pembicaraan dua orang itu, hanya
setelah menarik napas panjang ia berkata sabar:
"Nyatalah kamu sudah bersiap sedia. Setelah lewat tiga hari,
disaat rapat partai kita hari itu, aku sudah tak mempunyai apa apa
lagi..." ia berpaling kepada oey Tin, dan menatapnya dengan dingin,
dan kemudian berkata: "Pantaslah kau tidak dapat menanti sampai
tiga hari lagi" oey Tin mengulapkan tangan-
"Aku beri kau waktu lagi sehirup teh" katanya keras. "Jikalau
sebentar kau masih belum juga mengambil keputusan, janganlah
engkau katakan kakakmu ini ganas telengas"
Ulapan tangan nona ini adalah untuk orang orangnya. Kedua
belas orang itu bergerak, dan dengan serempak mereka
menghunuskan golok dan berjalan maju, mengambil sikap
mengurung. Mereka bergerak perlahan tetapi rapi. Asal diberi abaaba,
pasti mereka akan menyerbu nona Yan itu.
Siauw Pek mengawasi kedua belas orang itu dan merasa, kalau
sampai bentrok. sulit buat oey Yan lolos dari kepungan- Agaknya
kedua belas orang itu sudah terlatih baik. Karenanya dengan
sendirinya ia kuatir untuk pihaknya sinona bungsu.
oey Yan sebaliknya tetap tenang tenang saja. ia seperti tak tahu
bahwa bencana lagi mengancamnya. Iapun bagai tidak siap sedia.
Hanya kemudian ia menatap kakaknya itu dan berkata tawar.
"Kakak, sebenarnya hatiku panas melihat sepak terjangmu sekarang
ini, tapi walaupun demikian tak ada niat untuk tempur denganmu"
Siauw Pek heran-
"Kenapa nona ini begini tenang?" pikirnya "Itulah rada sembrono.
Apakah dia tidak melihat suasana" Kenapa dia masih mengharap
perdamaian dengan saudaranya ini?" Pemuda ini bingung
sendirinya. Sampai detik itu, oey Yan belum memohon bantuan- ia sudah
memikir buat memberikan bantuannya, tetapi si nona tetap
bungkam, ia tak ada alasannya. Lewat sejenak, baru oey Yan
berkata pula: "Kakak, jikalau dari dulu kau memberitahukan aku bahwa tiga
hari lagi partai kita akan mengadakan pertemuan di sini, untuk
mengangkat ketua yang baru, tentu siang siang aku pun akan
menerima baik maumu itu." oey Tin tertawa dingin.
"Sekarang ini masih belum terlambat " sahutnya.
" Untuk menyerahkan benda pusaka, kemudian mengalah
sebagai ketua partai, itulah tak sukar," berkata sang adiknya. "cuma
untuk itu kau harus menerima baik dulu dua syaratku"
"Asal yang aku sanggup, pasti aku akan menerimanya" jawab
sang kakak. "Syarat yang pertama," oey Yan menyebutkan, "aku hendak


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memilih sebuah tanah yang baik untuk mengubur jenazah ayah.
Dengan begitu aku hendak menunakan tugasku sebagai seorang
anak yang berbakti."
"Baik aku terima itu" oey Tin memberikan janjinya. "Yang
kedua?" "Dipendopo belakang itu ada sebuah patung besi dari Kwan ong,
patung itu hendak aku bawa pergi pula," oey Yan menyebutkan
syaratnya yang kedua. Matanya oey Tin berputaran.
"Apakah faedahnya patung besi itu" Buat apa adikku
membawanya sekalian?"
"Patung itu amat indah pembuatannya, hendak aku gunakan
sebagai teman dari kuburan ayah."
"Begitu" Baiklah... patung itu boleh kau bawa" Siauw Pek heran
mengetahui syaratnya itu.
"Aku menerka pada syarat yang sulit, tidak tahunya demikian
mudah," pikirnya. "Tentu saja oey Tin menerima baik syarat itu."
Lalu terdengar pertanyaan oey Yan, "Kak, kapan kau hendak
menerima kedudukan partai kita ini?"
"Lebih cepat lebih baik" jawab oey Tin.
"Aku memikir habis fajar berangkat." kata adik itu, "bagaimana
kalau aku menyerahkan barang pusaka itu sebelumnya matahari
terbit" Hawa angkara murka dari oey Tin sudah lenyap semuanya,
mendengar kata kata si adik ia tersenyum.
"Sebenarnya, jikalau aku yang jadi kau aku akan berangkat
sekarang juga" katanya.
"Sekarang ini tengah malam buta, dimana bisa mencari
kendaraan?" kata si adik.
"Perihal itu tidak usah adik sulitkan, sejak siang siang telah aku
sediakan" Oey Yan nampak heran-
"Eh, kenapa kau dapat menerka terlebih dulu bahwa aku bakal
mengalah?" tanyanya. oey Tin melirik pada Siauw Pek bertiga.
"Yang tidak dapat diterka ialah hal adikku telah mengundang bala
bantuan Yang lainnya semua telah termasuk perhitunganku"
"Kecerdasan kakak memang biasanya menang setingkat dari
padaku." "Kekeliruan kali ini," kata si nona sulung, "ialah halnya aku tidak
menduga kau meminta bantuan orang lain-" Oey Yan tertawa
hambar. "Memang biasa terjadi seseorang dapat menerka keliru" katanya,
"lagipula mereka itu pun datang secara kebetulan saja. Bila kakak
tetap menyangka aku menyesal dan penasaran-" Oey Tin tertawa.
"Perkara yang sudah lewat, baiknya jangan timbulkan pula,"
katanya. "Nanti, setelah kau selesai berkabung, bila tiba saatnya kau
akan muncul pula didunia Kang ouw, aku minta kau memberi cepat
cepat kabar kepadaku, agar aku bisa menyambutmu."
"Semoga adikmu kerasan tinggal di dalam gubuk kecil selama
berbulan bulan dan bertahun tahun," sang adikpun memberi
jawaban- "Sekarang, kakak, harap tunggu sebentar, aku hendak
mengambil pusaka partai kita." Oey Tin tertawa.
"Merepotkan saja, adikku," katanya seraya mengangkat tangan
kanannya, untuk diulapkan berputar diatasan kepalanya.
Itulah isyarat untuk kedua belas pengikut yang berbaju hitam itu.
Dengan serentak mereka menyimpan golok mereka itu dan terus
mundur, untuk berdiri berbaris di belakangnya nona pemimpinnya
itu. oey Yan bangkit, ia bertindak kesatu pojok dari pendopo itu. Di
situ ia angkat sebelah tangannya, meraba tembok. yang merupakan
batu yang licin-Dengan tiba tiba saja terbukalah sebuah pintu
rahasia. Hampir serentak dengan itu, tubuh gesit dari Oey Tin bergerak
menghampiri ciu koan sinona berbaju hijau.
Siu Koan melihat nona itu mendekati dia, walaupun dengan
gerakan perlahan, dia segera mundur dua tindak, untuk
menempatkan diri di belakang Siauw Pek. si anak muda, sebaliknya,
membusungkan dadanya.
"Toasiocia, maksud hatimu telah tercapai, aku girang sekali, aku
memberi selamat kepadamu" katanya, tapi suaranya tawar. "Akulah
siorang luar, yang berdiri dipinggiran, hari ini pengalamanku
bertambah bukan sedikit" oey Tin tersenyum.
"Adikku muda dan tidak tahu urusan, dibelakang hari harap kau
tolong memperhatikannya, " dijawabnya . Siauw Pek heran-
"Nona, apakah artinya kata katamu itu ?" Si nona tertawa.
"Jikalau adik Yang ku itu tidak ada yang diandalkan, aku kuatir
tak semudah ini dia menyerahkan pusaka partai kami," sahutnya,
"Bukankah kau telah tidak menghiraukan kesukaran datang kemari
untuk membantunya" Bukankah adikku itu mau melindungi
keselamatan dan keutuhan tubuhnya untuk diserahkan kepadamu "
Sebagai kakak, aku memberi selamat kepada kamu berdua "
Baru sekarang Siauw Pek tahu arti dari kata katanya nona itu. Ia
hendak menyangkal. Justru itu, oey Yan sudah muncul pula dari
pintu rahasianya itu. Dengan kedua tangannya, nona itu menyangga
sebuah golok tua yang sarungnya berwarna kuning. ia berjalan
dengan tindakan perlahan.
Begitu oey Tin dan Yah Hong San melihat golok itu, keduanya
segera menekuk lutut memberi hormat, akan tetapi si nona, setelah
dia mengangguk. dia segera bangun berdiri, tangannya diulur guna
menyambut golok pusaka itu. oey Yan berkisar kesamping.
" Kakak, jangan terburu nafsu" katanya.
oey Tin tertawa dan katanya: "Adikku, kita besar bersama sama,
mungkinkah kau belum tahu tabiat terburu nafsu dari kakakmu ini
?" oey Yan tidak menjawab, hanya berkata: "Kakak. satu kali golok
Kwan ong Koo ini terpegang oleh tanganmu dengan seketika juga
kau telah menjadi ketua, maka mulai waktu itu semua anggota
Kwan ong Bun, rata rata akan mendengar kata katamu..." Oey Tin
heran. "Adikku, apakah kau tidak percaya aku?"
"Jikalau aku tidak percaya kau, kakak, tidak akan aku serahkan
golok pusaka ini kepadamu" menjawab sang adik. "Aku hanya minta
kakak jangan terlalu terburu napsu. Aku minta kakak sudi menanti
sebentar, sampai aku sudah selesai membungkus barang barangku,
sesudah jenasah ayah diberangkatkan, waktu itu barulah aku akan
menyerahkan golok ini"
"Baik, baik Apakah adikku membutuhkan bantuan Katakan saja "
"Tolong kakak menyuruh beberapa bawahanmu menaikkan
jenasah ayah keatas kereta."
"Itulah mudah" kata kakak itu, yang terus menggapai kearah
orang orangnya seraya berkata: "Kemari kalian Lekas kalian bantu
jie siocia menaikkan jenazah ketua kita keatas kereta "
Empat orang pengikut segera keluar dari dalam rombongannya.
Oey Yan menatap Siauw Pek. dia tersenyum.
"Tuan-tuan bertiga," katanya, "walaupun kamu datang bukan
untuk membantuku, dengan sendirinya kamu menambah pengaruh
kepadaku hingga hatiku menjadi tenang. Tuan-tuan, aku minta
sukalah kami berangkat bersama-sama kami "
"Kami memang mau berangkat pergi," berkata Siauw Pek. "Kami
datang kemari untuk mengambil kembali senjata kami, sekarang
senjata itu telah kami terima kembali, disini sudah tidak ada urusan
kami lagi."
Nona Yan mengangguk. terus ia bertindak dimuka, diiringi oleh
ciu Koan serta dua budak berbaju hijau itu. Siauw Pek bertiga
berjalan paling belakang, hingga sendirinya mereka mirip
rombongan pelindung.
oey Tin menanti rombongan itu berangkat dulu, ia mengajak Yap
Hong San sekalian mengikuti.
Malam itu gelap sekali tapi oey Yan kenal baik jalannya, ia dapat
berjalan tanpa bersangsi sedikit juga. Ia berjalan dengan cepat,
sebentar saja ia telah melewati dua buah halaman dan tiba didepan
sebuah pendopo besar.
Siauw Pek mengawasi dengan tajam. Ia melihat sebuah pintu
hitam yang tertutup rapat, yang ditempeli sehelai kertas hitam juga
hingga saru dengan cat itu. Tidak sembarang mata bisa
membedakan pintu dan kertas tempelan itu.
Dengan hanya satu gerakan tangan, oey Yan menyobek kertas
tempelan tersebut, yang mirip dengan sebuah gambar rencana,
terus ia menghunus golok pusakanya, dipakai menyobek membuat
kedua daun pintu terpentang terbuka.
Didalam hati Siauw Pek berkata: " Kiranya golok ini alat pembuka
pintu pendopo ini" Bagian dalam dari pendopo itu suasananya
menyeramkan karena gelapnya.
Dalam sedetik, oey Yan sudah menyalakan sebatang obor, yang
diangkatnya tinggi tinggi, maka dengan bantuan penerangan api itu,
disitu tampak sebuah petimati. Nona ini menggoyangkan obornya,
terus ia berkata: " Kakak. inilah jenazah ayah. Aku minta kau
menyuruh orang orangmu menggotongnya."
"Apakah patung Kwan Kong yang kau maksudkan juga berada
didalam pendopo ini?" oey Tin bertanya.
"Ya, dia tengah menemani ayah," sahut sang adik. Kembali dia
menggoyang obornya membuatnya lebih terang. Maka sekarang
tampak patung Kwan kong yang dimaksudkan itu, yang diletakkan
dalam sebuah kotak kayu istimewa.
"ciu Koan, lekas kau angkat patung itu " oey Yan menitah. ciu
Koan menyahuti, segera dia mengangkat patung itu. oey Yan
memutar tubuhnya, apinya dipadamkan-
"Kakak." la berkata, "sekarang silahkan kakak mengantarkan aku
naik kereta. Di sana aku akan serahkan golok pusaka ini." Dengan
padamnya api, pendopo kembali gelap seperti semula.
Ketika itu terdengar Yap Hong San berkata seorang diri. "Entah
kemana perginya saudara saudara yang menjaga disini. Rupanya
Kwan ong Bun perlu ditertibkan lagi "
Terdengar suara dingin oey Yan menjawab. "Semoga Yap
Loocianpwee nanti menunjukkan kepandaiannya untuk membantu
kakak supaya Kwan ong Bun dapat dimajukan hingga didalam dunia
Kang ouw partai kita akan mendapat suatu tempat yang wajar "
oey Tin kuatir Hong San hilang sabar, maka ia lekas menyela:
"Adikku, walaupun kau telah menyerahkan kedudukan ketua
kepadaku tetapi mengenai Kwan ong Bun kuharap kau tak
melupakannya begitu saja. Kau tahu kelak dibelakang hari aku
masih menanti bantuan besar dari kau "
Selagi berkata kata itu, orang sudah keluar dari pintu samping.
Diluar itu membentang sebuah tegalan dimana terdapat dua buah
kereta kuda yang telah siap. setiap keretanya diduduki seorang kusir
yang memakai baju hijau dengan kopiah kecil dan tangannya
memegang sebatang cambuk panjang, nampaknya mereka keren.
"oey Tin telah menyiapkan segalanya, rupanya malam ini tak
dapat tidak. Oey Yan mesti mengangkat kaki," pikir si anak muda.
"Melihat suasana ini, mungkinkah Nona Yan berdiam saja?"
Siauw Pek menerka sedikitnya sang adik itu akan mengeluarkan
kata kata kurang sedap. tapi ternyata Oey Yan bungkam saja. Ia
hanya menyuruh jenazah diangkat keatas kereta pertama, kedua
kusirnya diperintahkan untuk mengendalikan kereta itu, ia bersama
ciu Koan naik atas kereta yang kedua.
oey Tin nampak bingung menyaksikan saudaranya sudah naik
diatas kereta, tetapi golok pusaka masih belum diserahkan
kepadanya, segera dia berlompat kedepan, untuk menghadang
dimuka kereta. Menyusul sikapnya itu dua belas orangnyapun
bergerak sendiri mengambil sikap mengurung kereta itu.
oey Yan tidak menghiraukan sikap yang mengancam itu.
"Tuan tuan, silahkan naik kereta" ia mengundang Siauw Pek
bertiga. Ia menggapaikan tangan kepada mereka.
Siauw Pek memikir buat menolak, tapi nona Yan itu sudah
menambahkan- "Sekalian satu arah, mari aku antar tuan tuan
barang serintasan- Sekalian juga dapat kita berbicara tentang
pelbagai kaum Kang ouw " Tiba tiba hati si anak muda tergerak.
"Mungkinkah dia mau bicara mengenai hal Pek Ho Po ?" pikirnya.
inilah kesempatan yang tak boleh dilewatkan begitu saja. Maka ia
lekas menjawab: "Baiklah, nona. Terima kasih " Iapun segera
melompat naik ke atas kereta. Menyaksikan sikap ketua itu oey Eng
dan Kho Kong menelannya. oey Tin batuk batuk. untuk
membataikan kata kata yang hendak dikeluarkannya. Baru sekarang
oey Yan, dengan perlahan sekali, mengeluarkan golok pusaka.
"Kakak. harap kau baik baik merawat golok ini," katanya,
tangannya diangsurkanoey
Tin menyambut golok itu. Katanya: "Pasti kakakmu akan
merawat dengan baik, supaya partai Kwan ong Bun kita dapat
mengangkat kepala didalam dunia Kang ouw ini "
oey Yan mengangguk. ia berkata dingin. "Pada saat ini, dunia
Rimba Persilatan ruwet sekali, berbagai partai telah bangun berdiri,
tetapi sekarangpun saat paling makmur bagi mereka. Aku lihat bakal
tiba waktunya yang mereka itu akan saling bunuh, setelah itu
barulah ketenangan dan kesejahteraan akan muncul. Kakak. asal
kau dapat melindungi kedudukan abadi dari Kwan ong Bun, guna
melewati saat saat yang berbahaya, itulah sudah cukup,"
Begitu habis berkata, nona ini mengulapkan tangannya.
"Berangkat " perintahnya.
Sang kusir menyahuti, terus dia mengayun cambuknya hingga
terdengar suara menjeter nyaring, dan kuda kuda kereta segera
saja mengangkat kakinya berlari lari. Hingga malam yang sunyi itu
terganggu bising roda roda-nya.
oey Yan duduk diam diatas keretanya, tubuhnya menyandar,
matanya dipejamkan- Agaknya ia tidur pulas.
ciu Koan juga menutup mulut, hanya ia sering menoleh
kebelakang... Siauw Pek memikir banyak. akan tetapi melihat sikap nona oey
itu, ia terpaksa berdiam saja. Tak mau ia mengganggu ketenangan
sinona. Kereta berjalan terus kira kira satu jam, tibalah mereka
dikaki sebuah bukit. "Berhenti " tiba tiba terdengar suaranya oey
Yan, duduk dengan tegak. Kedua kereta segera dihentikan.
Dengan satu gerakan lincah, oey Yan meloncat turun dari
keretanya. ia berdiri di atas tanah berumput.
"Kamu kemari " ia memanggil, tangannya menggapai.
ciu Koan serta kedua budak berbaju hijau menyahuti, mereka lari
menghampiri. Siauw Pek bertiga turut berlompat turun, dan menghampiri nona
itu. "Kamu juga kemari " oey Yan memanggil kedua kusir.
Mereka itu datang memenuhi panggilan, agaknya mereka ogahogahanoey
Yan mengawasi tajam kepada dua orang itu.
"Kamu mau membunuh diri atau ingin aku yang turun tangan ?"
katanya bengis. Kedua orang itu, yang bertubuh besar dan
berpakaian hitam, saling mengawasi.
"Apakah salah kami ?" mereka bertanya. Kata kata "kami"
mereka berarti "orang sebawahan-"
"Jadinya kami anggota anggota Kwan ong Bun ?" sinona
menegaskan. "Benar. Kami semua ada orang orang yang bertugas didalam
kuil." Kembali oey Yan mengawasi tajam kedua orang itu.
"Jikalau kamu bertugas didalam kuil, kenapa aku tidak
mengenalmu ?"


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kembali kedua orang itu saling memandang lalu yang satunya
menjawab^ " Walaupun kami bertugas didalam kuil, jabatan kami
sangat rendah yaitu mengawal dipendopo depan, jarang sekali kami
masuk keruang dalam." oey Yan tertawa tawar.
"Kau pandai bicara Rupanya kamu telah terlatih, ya ?"
"Jikalau aku buka rahasia kamu, kamu mau mengaku salah atau
tidak ?" "Entah kami melanggar peraturan pasal yang mana ?"
"Aku belum pernah melihat kamu, maka tentu kamupun belum
pernah melihat aku. Kenapa kamu ketahui tentang kedudukanku
dan kamu mengaku sebagai orang orang sebawahan ?"
"Kami lakukan pekerjaan ini karena diperintah," sahut pula kusir
yang kedua itu, yang berdiri di sebelah kiri. "Kami telah menerima
pesan dari paman Yap."
"Tahukah kamu kemana aku hendak pergi?" Suara si nona dingin
sekali^ "Kami tidak tahu..."
"Kalau begitu, kenapa kamu tidak mau menanya dulu" Hm
Terang kamu sudah disiapkan. Kamu bekerja menuruti rencana ..."
Kedua kusir itu mundur dua tindak. Mereka saling melirik. terus
mereka merogoh sakunya masing masing, buat mengeluarkan pisau
belati mereka. TEranglah bahwa mereka terdesak.
Nona oey segera berkata, tetap dengan dingin: "Rahasia kamu
telah terbuka, Kami tanpa penasaran "
Kata-kata ini dibarengi dengan mencelatnya tubuh sinona,
dengan kedua tangannya dipentang, untuk menyambar masing
masing dada kedua kusir. ia seperti tidak menghiraukan bahwa ia
bertangan kosong dan dua orang itu bersenjata.
Berbareng dengan itu ciu Koan dan kedua budak berbaju hijau
juga sedang bergerak. Dengan masing masing mencekal sebatang
pedang panjang, mereka mengambil posisi ditiga penjuru, guna
menutupjalan lari kedua kusir itu.
Didalam keadaan terpaksa itu, kedua orang berbaju hitam itu
mengadakan perlawanan-Mereka menyambut sinona dengan
sabetan pisaunya masing masing ketika sinona berkelit, mereka
merangsak untuk balas menyerang. Dan, bertempurlah mereka
bertiga. Nona Yan lincah dan gagah walaupun bertangan kosong, ia dapat
mendesak. Kedua kusir lekas juga menjadi bingung dibuatnya.
"Heran" berkatalah Kho Kong kepada Oey Eng, suaranya
perlahan- "Bagaimana ini ?"
"Memang urusan agak aneh," sahut kawan itu. "Tapi tunggu
saja, soalnya akan cepat menjadi terang..."
Kata kata orang she Oey ini disusul dengan satujeritan "Aduh"
tertahan- Itulah sebab tinju sinona sudah mampir didada salah
seorang kusir, hingga dia roboh terbanting,
dari mulutnya menyembur darah hidup, Mungkin dia tak akan
hidup lebih lama pula
Kusir yang satunya kaget sekali, tapi dia takut mati, maka dia
mendesak dengan dua serangan saling susul, setelah itu dia
membalikkan tubuhnya, buat mengangkat kaki dan kabur...
Tapi Nona Yan sebat luar biasa. Dia berlompat menyusul,
menyambar punggung orang itu. Hanya sekejap. ia telah bisa
mencekam tangan kusir itu, kemudian merampas pisau belatinya
maka dilain detik, senjata tajam itu sudah makan tuan, menancap
didada kusir itu. Ia mengeluarkan napas lega, kemudian sambil
menyingkap rambut didahinya, dengan perlahan ia menghampiri
Siauw Pek bertiga.
"Tuan tuan, terima kasih banyak atas bantuan kalian terhadap
kami" katanya sambil tersenyum. "Hingga kami bertiga majikan dan
budak, telah bisa lolos dari ancaman bencana. Aku sangat
bersyukur." Sejak tadi, Siauw Pek telah menjadi heran dibuatnya.
"Nona ini lemah lembut, kata katanya manis tapi siapa sangka,
sekali turun tangan, dia telengas sekali," pikirnya. Tapi ia lekas
menjawab: "oh, tidak. tidak. nona. Kami belum pernah
membantumu, tak usah nona mengucap terima kasih..." Nona itu
tersenyum. "Didalam pendopo tadi," katanya ramah, "selagi kami berselisih,
meskipun kamu belum membantu, pasti kamu telah berpikir
untuk..." Inilah Siauw Pek mesti akui. Ketika itu kesan baiknya ada dipihak
nona ini. Apabila mereka itu kejadian bertempur, ia memang tidak
bisa berpeluk tangan saja...
Sinona menoleh kepada budak budaknya. "Pergi kubur mayat
mayat itu" titahnya.
ciu Koan menyahuti, segera ia mengajak kawannya menghampiri
kedua mayat, untuk digotong pergi, buat dikuburkan sebagaimana
perintah majikannya itu.
Kembali Siauw Pek berpikir: Nona ini cerdas sekali. Dia tentu
lebih cerdik daripada sinona Tin. Ia heran karena dari luar sinona
nampak cantik, halus dan tenang, tapi didalam dia sangat kejam.
Sementara itu ciu Koan bekerja cepat sekali sebentar saja kedua
mayat itu sudah dipendam.
Melihat budak budaknya sudah selesai oey Yan melihat kelangit.
"Tuan tuan, bantuan malam ini akan kuingat didalam hati
sanubariku," katanya sungguh sungguh. "Di waktu lain, pasti kami
akan balas budi kamu ini. Sekarang kami mohon diri." Begitu habis
berkata, nona itu membalik tubuhnya, bertindak kekeretanya.
"Nona, tunggu dulu" kata Siauw Pek tiba tiba. Ia teringat
sesuatu. "Ada apakah, saudara coh?" tanya sinona yang memutar
tubuhnya. "Aku ingin bicara sedikit tetapi aku tidak tahu dapat aku
mengatakannya atau tidak..." sahut si anak muda ragu-ragu.
"Apa maksudmu, saudara Coh" silahkan bicara " kata si nona
ramah. "Aku mau bicara tentang maksud kami malam ini datang
meminta kembali senjata senjata kami. Aku heran, bagaikan nona
telah mengetahuinya terlebih dahulu..." Nona itu tersenyum.
"Andaikata malam ini tuan tuan tidak datang, besok pasti. Tak
heran kau dapat menerkanya bukan ?"
"Nona telah menyediakan kotak kemala itu, yang memuat tiga
gambar sulam. Apakah itu pun sudah direncanakan ?" Si nona
menarik napas lega.
"Benarkah gambar-gambar itu gambar-gambar ayahbundamu?"
ia tidak segera menjawab hanya ganti bertanya.
"Benar, itulah gambar almarhum ayahbunda ku."
"Jika begitu, simpanlah gambar itu. Saudara Coh telah
mendapatkan warisan gambar gambar itu, apakah kau hendak
menyesalkan atau menegur kepadaku ?"
Mendengar keterangan itu, si anak muda bingung.
"Aku... aku..." sahutnya, ragu-ragu. oey Yan tertawa.
"Aku telah mengembalikan senjata kamu, juga aku
menghadiahkan gambar ayah bundamu, dengan jalan ini dapat aku
membalas sedikit dari budimu," katanya manis. " Gunung hijau
kekal-abadi, air biru mengalir tak hentinya, maka itu, saudara Coh,
semoga lain hari kita berjodoh akan bertemu pula "
segera si nona memutar pula tubuhnya, di lain saat ia sudah
melompat naik keretanya.
"Nona, tunggu" mendadak oey Eng berseru sambil melompat
kedepan kereta. Paras si nona berubah. Nampak dia kurang puas.
"Kau menghadang, apakah maksudmu?" tegurnya.
"Nona telah mempermainkan kami setengah malaman," kata oey
Eng. "sekarang bahkan sudah lewat, lalu nona mau meninggalkan
kami secara begini saja, tidakkah itu terlalu sederhana?"
"Habis, mau apakah kamu?"
"Aku ingin melihat peti mati itu, apakah isinya"
"Jenazah yang mati sekian lama, apakah yang bagus untuk
dilihat?" ---ooo0dw0ooo---
JILID 12 Suara si nona dingin sekali.
Siauw pek bertindak maju dia campur bicara. "Nona, kau telah
menggunakan tipu daya," berkata anak muda itu. "Inilah akal
muslihat yang bagus sekali. Bukan saja kau telah dapat
memperdayakan oey Tin dan Yap Hong San, kau juga dapat
membodohi kami. Jikalau barusan nona tidak membinasakan kedua
orangmu itu, pastilah rahasiamu ini tidak bocor sendirinya?"
" Omong kosong" bentak si nona. "Minggir "
Dan ia mengayun cambuknya untuk menyabet.
Siauw Pek berlaku celi dan sebat sekali. Ia mengulur tangannya
menangkap ujung cambuk itu.
"Kau gugup, nona, maka makin nyatalah rahasiamu " katanya.
Sekonyong-konyong Tjlu Koan menyela: "Kamu telah mendapat
kembali senjata kamu, datuan Tjoh juga sudah memperoleh gambar
sulam ayah bundanya, bukankah itu telah cukup" Urusan kami tidak
ada hubungannya dengan kamu, buat apa kamu campur tangan ?"
"Dalam hal ini kamu mesti sesaikan kecerdasanmu yang
berlebihan " kata Siauw Pek dingin. "Kalau nona tidak
menghadiahkan gambar ayah bundaku itu, tak nanti kamu
membangkitkan kecurigaan kami hingga rahasiamu terbongkar "
oey Yan menggentak kaget, untuk melepaskan cambuknya dari
cekaman si anak muda.
Siauw Pek telah bersiaga, ia mengerahkan tenaganya mencekam
dengan keras, membuat cambuk itu tak lepas. Akan tetapi, karena
dua duanya menggunakan tenaga mereka tiba tiba saja cambuk itu
putus menjadi dua
Kedua budak berbaju hijau sudah segera menghunus pedang
mereka. " Lekas minggir " mereka membentak.
Kho Kong segera mengeluarkan senjatanya ia maju menghadang
didepan ketuanya. "Bagaimana, eh, nona nona?" tanyanya, tertawa.
"Kamu mau bertempur?"
"Jangan bergerak " oey Yan berseru. Ia merasa bahwa pihaknya
bukan lawannya ketiga pemuda itu. Ia melompat turun dari
keretanya, kemudian menatap Siauw Pek.
"Tuan coh, mari kita bicara baik-baik" katanya tersenyum. Belum
lagi sianak muda menjawab nona itu, ciu Koan sudak mendahului.
"Kami tidak mengambil sekalipun sebatang rumput atau sepotong
balik Kwan ong Bun" demikian selanya. "Kami cuma mengambil
barang-barang kami sendiri "
"Apa?" tanya Oey Eng, heran- "Jadinya kamu bukanlah orang
orang Kwan ong Bun" Sungguh membuat orang sukar
mempercayainya. Mustahilkah oey Tin tidak mengenali adik
kandungnya sendiri ?"
oey Yan menghela napas perlahan- "Didalam dunia, walaupun
benar ada dua orang yang segala-galanya sama, sedikit mesti ada
perbedaannya." katanya.
"Demikian dengan oey Tin. coba dia menyayangi adiknya dan ia
tidak dipengaruhi kedudukan ketua partai hingga kecerdasannya
tertutup, walaupun aku lebih mirip lagi, tak nanti dia kena
diperdayakan-"
"Yap Hong San toh mengawani oey Yan semenjak kecilnya,
apakah diapun tak dapat membedakan kau ?"
"Yap Hong San memang telah berkesan akan wajah oey Yan, tapi
sudah lama mereka berpisah, mana ia dapat mengenali
penyamaranku?" Siauw Pek heran, ia menggelengkan kepala.
"Nona, apapun yang kau katakan, sungguh sukar untuk
mempercayainya."
"Sebenarnya panjang untuk menjelaskan ini, disini juga bukannya
tempat bicara yang tepat.Jikalau kau ingin ketahui segalanya, Tuan
coh, kau harus ikut bersama sama kami."
"Kemana, nona ?"
"Kegunung Soat Hong San-"
"oh, begitu"Jadi nona mau memancing kami kesarangmu, supaya
disana dapat kamu menangkap kami ?"
"Benar dugaan bengcu " kata Kho Kong. "Wanita ini nampaknya
jujur diluar, didalam dia licik sekali! Jangan percaya padanya "
Siauw Pek tidak menjawab saudaranya itu, dia hanya menunjuk
pada kotak kemala. "Dari mana kau peroleh gambar gambar sulam
dan kotak ini?" katanya.
"Itulah warisan dari ketua lama Kwan ong Bun-"
"Apakah kau yang menganiaya ketua Kwan ong Bun itu hingga
dia menemui ajalnya?" Siauw Pek menanya bengis.
"Bukan," si nona menjawab singkat sambil menggelengkan
kepala. Nampak si anak muda menjadi sabar sedikit.
"Selagi dia sakit dan mau menghembuskan napasnya yang
terakhir, apakah kau mendampinginya ?"
"Diwaktu itu, yang mendampingi dia ialah nona oey Yan sendiri."
Siauw Pek menerka jelek. Kembali ia gusar. "Aku mau tanya,
dimana sekarang adanya Nona oey Yan itu ?" Ia tanya keras.
"Di Soat Hong San- Kalau tuan ingin menemuinya, mari kita pergi
kegunung."
Siauw Pek mengerutkan alisnya, ia berjalan mundar-mandir.
"Apakah kamu mengurung nona oey digunungmu itu?" oey Eng
bertanya. "Tidak. Dia sendiri suka tinggal disana, tidak ada yang menguasai
dia, setiap waktu dia dapat pergi."
"Apakah kau maksudkan kau bersekongkol dengan Nona oey itu,"
Siauw Pek bertanya.
Sinona kelihatan terkejut, tapi bukan karena perkataan si anak
muda. Itulah karena ia mendengar suatu suara yang datang dari
kejauhan- "Mungkin Kwan ong Bun mengirim orang untuk mengejar kita "
katanya. "Kita musti lekas lekas mencari tempat sembunyi " Siauw
Pek bingung pula. Benar benar ruwet sekali.
"Dua lie didepan sana ada sebuah pepohonan lebat," berkata ciu
Koan- "Mari kita pergi mengumpat disana Tuan tuan, lekas naik
kereta " Siauw Pek bertiga tidak sempat menggunakan otaknya, bersama
sama mereka naik kereta yang terus dilarikan cepat.
ciu Koan sebaliknya tidak mau naik kereta, dia lari didepan
menuntun kereta itu.
Benar saja, sekira dua lie, ia melihat sebuah rimba kecil. ciu Koan
langsung membawa keretanya memasuki tempat lebat, untuk
sembunyi. Baru saja mereka selesai bersembunyi, sudah terdengar
berisiknya derap kuda. Itulah beberapa orang penunggang, yang
kabur melintasi rimba itu. Siauw Pek memasang telinga sampai tak
terdengar lagi suara kuda berlari lari.
"Mari kita melanjutkan perjalanan " katanya sambil menarik
napas lega. Baru berhenti suara pemuda ini, kembali suara terdengar
berisiknya kuda berlari-lari. Suara itu mendatangi, lalu lewat disisi
rimba seperti rombongan yang pertama tadi.
Oey Yan atau Oey Yan palsu itu mengernyitkan keningnya.
"Entah telah terjadi apa didalam kota Gak yang..." katanya
perlahan pada ciu Koan-
"Kota itu telah dikacaukan Kiu Heng cie Kiam..." kata Siauw Pek
tanpa merasa. Tiba tiba pemuda ini menghentikan kata katanya. Kembali


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terdengar suara berisik tadi.
Kali ini rombongan berkuda itu berhenti di depan rimba.
Mungkinkah mereka sudah mengetahui bahwa didalam rimba itu
ada orang bersembunyi "
"Daripada kita membiarkan mereka masuk mencari ke mari, lebih
baik kita keluar mendahuluinya " berkata si nona. Ia berpaling pada
Siauw pek terus ia bertindak maju.
Diluar rimba tampak empat penunggang kuda kuda mereka besar
besar dan tinggi, dan mereka sendiri berpakaian singsat dan
menggembel golok dipunggungnya masing masing. Sinar mata
mereka itu berkilauan ketika mereka mengawasi tajam padasi nona,
yang diikuti Siauw Pek.
Hanya sejenak si nona mengawasi keempat orang itu, terus ia
tertawa. "Tuan tuan, adakah kamu Tay San su Pa Ta" tanyanya. Keempat
orang itu melengak. Mereka segera mengawasi tajam.
"Benar" kemudian menjawab seorang, yang berada disebelah
kiri. "Memang benar kami berempat saudara. Maaf, nona, aku tidak
kenal kau..."
"Akulah oey Yan yang tidak ternama didalam dunia Sungai
Telaga," sahut si nona. "Tentu saja tuan tuan tidak kenal padaku."
Tay San Supa Too Empat Golok dari gunung Tay san menjadi
likat sendirinya. Mereka saling memandang sambil mengedipkan
matanya. "oh, Nona oey," akhirnya kata orang yang dikiri tadi. "Telah lama
kami mendengar nama besar dari nona"
Teranglah mereka tidak kenal si nona, sebaliknya nona itu
mengenalnya, sebab itu mereka menjadi malu sendirinya dan
menjadi likat karenanya.
Si nona sebaliknya menunjukkan roman gembira sekali. Katanya
nyaring dan halus. "TUan tuan mengenal namaku yang tidak berarti,
aku sungguh girang "
orang dikiri itu rupanya pemimpin dari Tay San Supa too, batuk
batuk perlahan- Dia tak kenal si nona, tapi terpaksa, terlanjur, dia
harus mengaku mengenalnya...
Nona itu tidak memberi kesempatan orang bicara. Dia
menambahi: "Sudah lama kami mendengar empat macam ilmu
golok kamu yang disebut "Hong in Lui Ie", yang lihay sekali,
sekarang kita bertemu disini, aku bersyukur sekali."
Keempat orang itu heran, mereka membuka mata lebar lebar.
Tapi mereka bungkam. Hong In Lui Ie berarti "Angin", "Mega Awan-
, " Guntur/ Geledek" dan "Hujan". Itulah bukan hanya nama ilmu
silat golok jago jago dari Tay San itu tetapi itu pula nama mereka
masing masing. Mereka heran orang mengenalnya sampai pada ilmu
goloknya. Sesudah berdiam pula beberapa lama, jago yang dikiri tadi itu
mengangkat kedua tangan untuk memberi hormat.
"Aku bernama Ku In," dia perkenalkan diri. Dialah ahli pikir
diantara kawan kawanya, sebab dia cerdik. "Nona oey..."
si nona tersenyum. "Ya, ada pengajaran apakah, saudara Ku?"
tanyanya. Baru sekarang Ku In dapat menenangkan hatinya. "Agaknya
nona kenal baik sekali kami bersaudara."
"Nama tuan tuan menggetarkan dunia Kang ouw, masa aku tidak
mendengarnya "
"Nona memuji saja " Ku In tertawa kering. "Nama kami nama
kosong belaka..." Dia berhenti sejenak. baru dia menambahkan,
dingin: "Hanya kami, tak ingat kapan kami pernah bertemu dengan
nona" Si nona berpaling perlahan terhadap siauw Pek, ia melirik dan
menatap. lalu bertanya: "Benar kataku, bukan?"
Siauw Pek tidak dapat menangkap maksud orang, ia melengak.
"Apa" tanyanya kemudian-
Nona itu menjelaskan- "nama golok empat jago dari gunung Taysan
biasa dipuji kaum Rimba Persilatan, terhitung sebagai suatu
golongan ilmu silat yang mahir istimewa, ya, ilmu golok tanpa
tandingannya Benar tidak ?"
Siauw Pek mengernyitkan dahi.
"Belum tentu," sahutnya, sejujurnya. "Siauw Lim Pay mempunyai
delapan belas jurus ilmu golok Sip Pat Lou Sin Too, namanya sangat
terkenal, tetapi dia masih tidak berani mengagulkan ilmu silatnya
itu..." "Hai, bocah" mendadak berseru orang yang disebelah kanan. Dia
gusar tiba tiba. "Kau berani menghina kami bersaudara" coba kau
beri tahukan, ilmu golok apakah yang baru boleh disebut ilmu golok
istimewa liehay didalam dunia Kang ouw ini ?" Siauw Pek
mengawasi empat orang itu.
"Tuan tuan, pernahkah kamu mendengar nama Siang
Loocianpwee nama aslinya Siang Go ?" ia tanya.
"Apakah kau maksudkan Hoan Uh It Too?" Ku In tanya. Dia agak
terperanjat. Si anak muda mengangguk.
"Ya cuma ilmu silatnya loocianpwee itu yang cukup tepat disebut
ilmu silat golok paling istimewa didalam dunia kangouw "
Ku In gusar sekali.
"Siang Go sudah lama mati, ilmu goloknyapun sudah hilang
lenyap " katanya keras. "Didalam dunia ini sudah tidak ada ilmu
golok itu Kau, bocah, kau omong kosong saja "
Tapi si anak muda bertanya: "Siapa bilang Siang Loocianpwee
sudah menutup mata?" Ku In berbalik tertawa tertawa hambar.
"Apakah kau tahu Seng su Kio jembatan maut itu?" tanyanya,
nadanya mengejek.
"Nama Seng Su Kio terkenal dikolong jagad ini, didunia Rimba
Persilatan, siapakah yang tidak tahu ?" Siauw Pek ganti bertanya.
"Pada beberapa puluh tahun yang lampau," berkata Ku In- Tibatiba
ia merandak dan mengawasi si anak muda dari atas kebawah
dan keatas lagi. " Ketika itu mungkin kau masih belum lahir..."
"Lalu bagaimana?" tanya Siauw Pek. tawar. Jago Tay-san ahli
golok itu tertawa.
"Tatkala itu pedang Thian Kiam dan golok ciat Too sangat
tersohor didunia Kang ouw," dia melanjutkan- "Sinar golok dan
pedang yang gemerlapan itu telah menutup menghalangi seluruh
Sungai Telaga. Mereka yang berusia lima puluh tahun keatas
mungkin ada yang beruntung dapat melihat wajah dua orang jago
yang istimewa itu... Kami berempat, kami tidak berkesempatan
bertemu dengan kedua jago itu, kami tidak dapat melihat pedang
istimewa dan golok ampuh itu, walaupun demikian, kami toh
mendengar nama tersohor dari mereka. orang berusia semacam ini,
diwaktu kau dilahirkan, kedua loocianpwee itu sudah menyeberangi
Seng Su Kio, sudah lama mereka tak muncul lagi dalam dunia Kang
ouw. Sud beberapa puluh tahun kedua loocianpwee itu tidak
terdengar kabar ceritanya pula. Jangankan kau, bocah meskipun
ketua dari sembilan partai besar mungkin mereka juga tidak ragu
tentang mati atau hidupnya kedua orang kosen itu..." Mendengar
disebutnya sembilan partai, mendadak hati Siauw Pek panas.
"Apa yang kau ketahui tentang ketua sembilan partai besar itu?"
katanya sengit. "Aku sendiripun tidak menghargai terhadap
mereka." Keempat jago dari Tay San itu heran, lalu mereka tertawa
terbahak. Lebih lebih Ku Hong, si saudara tua.
"Bocah yang baik, kau bersemangat " katanya. "Karena
kegagahanmu ini, kami empat saudara, mau bersahabat denganmu
" Siauw Pek tak enak dipuji begitu.
Ku In segera merubah sikapnya. Bahkan dia memberi hormat
kepada anak muda ini.
"Aku belum mengetahui she tuan yang mulia..." katanya, hormat.
"Aku yang rendah coh Siauw Pek." anak muda kita perkenalkan
dirinya. "Pada sepuluh tahun yang lalu, diluar kota Gakyang ada sebuah
dusun Pek Ho Po," berkata Ku In "ketua dusun itu she Tjoh..." Hati
Siauw Pek tercekat.
"Mengapa ketua she Tjoh itu?" ia bertanya. Ia khawatir orang
bicara jelek tentang ayahnya.
" Ketua Tjoh itu disebut seorang gagah perkasa," Ku In
melanjutkan- " Dalam sekejap ia telah membinasakan ketua ketua
dari empat partai persilatan yang kenamaan. Peristiwa itu sudah
menggemparkan dunia kang-ouw, bagaikan gelombang laut
mendampar langit, hingga dunia kang-ouw menjadi berguncang
sangat hebat, kesembilan partai besar segera bergerak, mereka
mengirim pengumuman keseluruh negara, meminta seluruh partai
lainnya turun tangan untuk membekuk dan membinasakan keluarga
coh. Begitulah empat Bun, tiga Hwee dan dua Pang semua telah
turun mengambil bagian didalam usaha besar itu. Dengan begitu
keluarga coh menjadi musuh seluruh negara, hingga, umpama kata,
setindakpun sukar mereka berjalan- Walaupun demikian, selama
delapan tahun, mereka masih dapat hidup selamat didalam
perantauan. "
"Tuan-tuan, apakah kamupun turut didalam rombongan yang
melakukan pengejaran dan pengepungan itu ?" Siauw Pek bertanya.
"Kami bersaudara, justru sangat mengagumi keberanian ketua
coh Kee Po itu," berkata Ku In "dialah luar biasa, sebab selama
delapan tahun dia dapat mempertahankan dirinya, tak perduli
pengejaran sangat ketat "
Lega juga hati siauw Pek sebab ia mendengar orang menghargai
ayahnya, pikirnya : "Kiranya dikalangan Rimba Persilatan ada juga
orang yang mengagumi ayah sebagai seorang gagah..." inilah yang
pertama kali ia mendengar suara pujian-
Ku In memberi hormat pula pada Siauw Pek, katanya, "kami
telah menerima undangan, yang meminta kami harus tiba ditempat
sebelum jam lima fajar, karena itu tidak dapat bicara lama lama
dengan kau, saudara coh, semoga lain waktu kita dapat bertemu
pula " Habis berkata jago Tay San itu memutar kudanya untuk
dikaburkan, disusul Ku Hong, Ku Lui dan Ku ie ketiga saudaranya.
setelah empat jago itu berlalu, Siauw Pek menoleh kearah sinona.
"Nona, kau licik sekali" katanya
"Kenapakah?" tanya sinona.
"Tanpa sebab tanpa alasan, kau melemparkan tanggung jawab
kepadaku. Inilah tipu daya mencelakakan orang. coba kami bentrok
dengan empat saudara itu, pastilah kau akan berdiri menonton saja
" Oey Yan tertawa.
"Kau sudah tahu mengapa kau tidak membuka rahasia ?"
"Bengcu kami seorang laki laki sejati" Kho Kong menyela gusar.
"Biarpun kami telah tertipu, tidak nantinya kami menunjukkan
kelemahan diri" Dengan mata yang jeli, sinona menatap si anak
muda. "Benarkah kata-katanya ini?" dia tanya siauw Pek sambil
menunjuk Kho Kong. Siauw Pek melengos, menyingkir dari
tatapannya itu. "Ah, aku baru ingat sesuatu," katanya lalu. Si nona
tertawa. "Kau jujur dan polos sekali" pujinya. Hanya sejenak. lenyap
wabahnya yang riang gembira itu, katanya : "Sekarang ada dua
jalan untuk kamu memilih: yang satu yaitu kami melepaskan
tangan, jangan kamu usil lagi urusan budi kami ini, dibelakang hari
akan aku balas secara berarti..."
"Itu bukanlah caranya" Kho Kong menolak "Bagaimana yang
kedua?" "Kamu segera menghunus senjatamu dan segera turun tangan"
"Bertempur?" Kho Kong tegaskan, heran- Tapi ia segera
mengeluarkan sepasang senjatanya yang mirip alat tulis itu. Siauw
Pek mengulapkan tangan, mencegah saudaranya. "Nona kau cerdik
sekali, kau berkeberanlan besar, kau melebihi lain orang..."
"Nona kami, digelari Lie ciu Kat, tentu saja ia cerdik luar biasa"
ciu Koan menyela sambil menyebut namanya ciu Kat Liang alias
Khong Beng Lie cu Kat ialah cu kat atau Khong Beng wanita.
"oh, begitu..." kata siauw Pek melengak. Ia batuk batuk
perlahan- "Kita tidak berpenasaran dan berbenci satu dengan lain,
aku juga tidak mau bermusuh denganmu, nona, aku hanya tidak
mengerti jelas beberapa soal, maukah nona menjelaskannya?"
"Bicaralah " berkata nona itu, tawar. "Apa yang aku bisa jawab,
akan aku jawab sejelas jelasnya, tetapi apa yang aku tidak bisa
jawab percuma kau tanyakan " Siauw Pek berlaku tenang.
"Darimana nona ketahui tentang diriku ?" tanyanya. " Kenapa
kau menghadiahkan aku gambar sulam ayah bundaku " Apakah
maksud nona"
"Peristiwa penyerbuan dan pembasmian Pek Ho Po tak ada orang
Rimba Persilatan yang tidak tahu," berkata nona itu, "dan dijaman
sekarang ini, semua pihak menganggap bahwa kesalahan berada di
pihak Pek Ho Po. Tapi aku berpikir lain- Aku menerka atas dasar
sebab sebabnya. Aku menduga pemilik Pek Ho Po itu mesti
penasaran, bahwa dialah korban dari suatu rencana yang
tersempurna sekali, yang terahasia untuk orang luar. Hingga seratus
lebih orang Pek Ho Po mati di dalam penasaran, jikalau aku terlahir
dua puluh tahun yang lampau... pasti aku berdaya mencegah
terjadinya peristiwa itu. Sekarang ini hanya sesalan-.."
"Andaikata nona, terlahir dua puluh tahun yang lampau, seorang
diri saja mana mungkin kau sanggup menentang kedelapan belas
partai" "Bagaimana andaikata malam sebelumnya penyerbuan orang
membeber kesangsian tuduhan terhadap pihak Pek Ho Po itu?"
Siauw Pek menarik napas berduka.
"Ya, sayang nona terlahir terlambat," katanya.
"Aku melihat dari gambar ayahmu dan dari tubuhmu telah
mendapatkan Kim Kiam, pedang emas Pek Ho Bun, karena itulah
aku memikir mungkinkah kau orang Pek Ho Po."
"Kiranya demikianlah pandangan nona."
"Itulah sebabnya aku menyerahkan gambar ayahmu kepadamu"
si nona berkata lebih lanjut. "Hanya tadi itu, aku masih belum
menyangka bahwa kaulah putra coh Po cu." Siauw Pek menghela
napas pula, sekarang agak lega hatinya. "Setelah dijelaskan, hal
sebenarnya sederhana sekali," katanya.
"Dengan mata tertutup kau bisa berkelit dari beberapa
seranganku, itulah bukti lihaynya ilmu silatmu. Dan, selagi aku
terancam bahaya, tak dapat tidak. mesti aku mengandalkan
bantuan pengaruhmu. Maka juga aku mengatakan kata kataku itu,
yang membingungkan kau untuk membuat kau terpaksa
membantuku..." Siauw Pek masih tidak mengerti.
"Kau bukan oey Yan asli, buat apa mengangkut jenazah ketua
Kwan ong Bun" cobalah dijelaskan"
Si nona tertawa manis.
"Benarkah kamu percaya isi peti mati itu mayat manusia ?" Si
anak muda melengak.
"Apa" Apakah kau telah pindahkan jenazah oey Loocianpwee?"
"Sudah beberapa lama curiga, nyata kecurigaanku tepat" oey Eng
menyela. Siauw Pek menghela napas pula.
"Kau menyamar sebagai oey Yan, nona, kau berhasil
menyelundup ke Kwan ong Blo," katanya "Sungguh kau cerdik dan
teliti. Nona apakah maksudmu ialah patung Kwan Tee kun itu?"
"Masih ada lagi, isinya peti mati itu," oey Eng tambahkan-Mata
tajam si nona menyapu muka kedua anak muda itu.


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Patung Kwan Tee kun itu memang benda berharga," sahutnya
kemudian, "cuma sampai dimana berharganya itu, aku belum dapat
membuktikan- Tentang isi peti mati, aku sendiri belum
melihatnya..."
"Nona belum lihat?" tanya Siauw Pek heran.
"Memang belum," sinona pastikan-
"Nona," kata si pemuda, "apakah ini artinya di belakang tirai ada
lain orang yang memegang peranan ?" Mata nona itu berputar.
"Kelak dibelakang hari, jikalau kau ada waktu senggang, aku
undang kau datang ke Soat Hong San-" katanya mengelakkan
pertanyaan. "Tinggallah kau disana beberapa hari, mungkin aku
dapat membantu kau memperoleh penjelasan, dan keadaan yang
sebenarnya..."
"Soat Hong San luas ratusan lie andaikata kami dapat kesana,
pasti kami tak dapat mencarimu," berkata Kho Kong, yang sedari
tadi diam saja.
"Asal kami tiba di walayah soat Hong San, tuan tuan, aku akan
segera mendengar kabar pasti ada orang yang menyambut kamu"
Sampai disitu, Siauw Pek berkata pula. Tapi, sebelum dia
membuka mulut, lebih dahulu memperlihatkan sikap yang sungguh
sungguh katanya : "Nona, kau telah ketahui asal usulku karena itu,
aku mohon perhatianmu. Sekarang ini aku belum menghendaki
namaku tersiar di muka umum, sebab asal namaku tersiar, pasti
dunia Kang ouw pasti akan membadai.Jikalau itu sampai terjadi, aku
khawatir nanti ada orang, atau orang orang yang tidak bersalah
yang terembet atau celaka."
"Baik mari kita sama sama berjanji, tidak kita saling mencelakai"
berkata sinona, juga bersungguh sungguh. Dan begitu menutup
mulutnya, begitu dia melompat keatas keretanya yang terus
dikaburkan "Bengcu, benar benarkah bengcu mau melepaskan dia?" oey Eng
berbisik. Siauw Pek mengangkat kepala memandang langit. Ia
menghela napas.
"Terkecuali kita berniat merampas patung Kwan Kong itu serta
isinya peti mati," katanya. "Jika tidak. harus membiarkannya
pergi..." "Memang demikianlah layaknya," berkata oey Eng. "cuma
seharusnya kita buka peti mati itu untuk melihat apa isinya, agar
lenyap kecurigaan kita." Siauw Pek tersenyum.
"Andaikata isi itu kita ingini, maukah kita merampasnya?"
oey Eng melengak.
"Ya, Toako benar," katanya.
Baru saja saudara ini menutup mulut, Siauw Pek mengerutkan
alis. Dengan tiba tiba mereka mendengar pula derap kuda
mendatangi. " Heran, entah telah terjadi peristiwa apa didalam kota
Gakyang..." katanya yang terus pergi menyembunyikan diri pula.
oey Eng dan Kho Kong turut mengumpat.
Kali ini yang datang itu tiga penunggang kuda, semuanya
berpakaian serba hitam. Dan yang luar biasa ialah mereka masing
masing membawa sesosok mayat.
Siauw Pek mengintai, ia terkejut. Ia lihat di dadanya ketiga mayat
itu tertancap pedang pendek.
"Kembali pedang Kiu Heng cie Kiam..." serunya perlahan-
Ketiga ekor kuda dikaburkan bagai terbang maka itu, hanya
sekejap mata, mereka semua sudah melewati rimba, lenyap
dikejauhan di antara gelapnya sang malam.
Siauw Pek keluar dari tempat persembunyiannya. Ia mendongak.
melihat bintang-bintang di langit.
" Kembali Kiu Heng cie Kiam..." katanya perlahan. Dia menarik
napas. "Rupa rupanya seluruh kota Gakyang telah diliputi kehebohan Kiu
Heng cie Kiam," kata oey Eng.
Pada benak Siauw Pek timbul suatu pikiran-
"Tidak salah" katanya. "Agaknya terdapat banyak jago Rimba
Persilatan yang telah datang kekota Gakyang. Mungkin semuanya
bersangkut paut dengan Kiu Heng cie Kiam, dan dia itu sendiri ada
hubungan dengan peristiwa Pek Ho Po..."
"Benar" kata oey Eng yang tiba tiba mencelat. "Hal itu kita mesti
cari tahu hingga kita ketahui jelas"
oey Eng berdua Kho Kong teringat kejadian yang mereka lihat di
Pek Ho Po. "Peristiwa Pek Ho Po telah menggemparkan dunia Rimba
Persilatan," berkata Siauw Pek, "Aku kuatir ada orang yang
menggunakan itu sebagai bahan untuk menimbulkan onar..."
Suara anak muda ini terhenti karena ia lihat tiba tiba ia
mendengar suara tangisan yang sangat memilukan hati. oey Eng
heran- "Bengcu, mari kita bersembunyi," oey Eng berkata perlahan-
"Tengah malam buta ini tak mungkin ada orang melakukan
penguburan.Jangan jangan tangisan itu ada hubungannya dengan
Kiu Heng cie Kiam..."
Bengcu itu menurut, dan mengajak dua saudaranya mas ik
kedalam. Boleh dikata pada saat itu juga, tibalah suara tangisan itu.
Terlihat empat orang bertubuh besar, yang mengenakan pakaian
serba hitam sedang menggotong sebuah peti mati, dan seorang
wanita, yang berpakaian berkabung, mengiringi sambil memegangi
pinggiran peti mati itu. Wanita itulah yang menangis sedih sekali
mengalun dimalam gelap gulita itu.
Disisi wanita itu berjalan mengikuti seorang bocah usia dua belas
atau tiga belas tahun, yang kedua tangannya memegangi lengpay.
Dia mengenakan baju kasar. Dia ini pula diiringi dua anak muda
yang masing masing lengannya dilibat dengan sehelai kain putih.
Pengiring lainnya, jumlahnya puluhan, terdiri pria dan wanita.
Semua mereka tampak sangat berduka.
Kata Kho Kong kepada oey Eng: "Kau bisa menerka jitu, kali ini
kau gagal..."
"Apa?"
"Toh terang ini upacara penguburan" oey Eng menggeleng
kepala. "Kau lihat biar tegas. Perhatikanlah sianak laki-laki dan
perempuan yang mengenakan pakaian berkabung itu"
Kho Kong membuka matanya lebar-lebar. Sekarang dia dapat
melihat tegas. Di balik jubah berkabung dari anak anak itu tersoren
senjata tajam. Maka ia mengerutkan alisnya. Ia pun berkata "Kau
benar. coba kita bisa menyelip diantara mereka itu, kita tentu akan
mengetahui hal yang sebenarnya."
"Bagus" seru oey Eng sambil menepuk bahu saudardanya itu.
"Kau cerdik, saudaraku "
Untung tangisan sinyonya keras dan berisik hingga suara orang
she Oey ini tidak terdengar orang banyak itu. Kho Kong mengawasi
ketuanya. "Bagaimana pendapat bengcu?" tanyanya.
"Bagus" ketua itu menyatakan setuju. "Sekarang ini rupanya
sedang muncul taufan diantara kaum Rimba Persilatan, kita malah
menimbulkan kekeliruan, ada baiknya apa bila kita bisa
mencampurkan diri didalam rombongan yang sedang
berbelasungkawa itu."
"Hanya dari mana kita bisa mendapatkan pakaian putih?" tanya
Oey Eng. "cukup asal kita menyembunyikan senjata kita," kata Siauw Pek.
oey Eng dan Kho Kong menurut, maka bertiga mereka keluar dari
tempat sembunyi mereka, secara hati hati, tetapi wajar, mereka
menghampiri rombongan itu. Untung bagi mereka, orang berjumlah
banyak dan jalannya tidak teratur. Maka mudahlah mereka
mencampurkan diri.
oey Eng teliti, sembari jalan ia memikirkan jalan untuk
mendapatkan tiga perangkat pakaian putih. Bila nanti sampai terang
tanah, mereka akan kepergok, atau sedikitnya mereka akan
menimbulkan keheranan atau kecurigaan-
"Sebelum fajar kita perlu mendapatkan pakaian putih," katanya
pada ketuanya. Ia menggunakan saluran Toan im cie sut, supaya
orang lain tidak dengar pembicaraan mereka.
"Kau benar tetapi tidak dapat kita merampas atau terpaksa
membunuh orang," kata si ketua
"Bagaimana jikalau kita menotok tiga orang, guna merampas
pakaiannya?"
"Sulit. Dengan begitu tiga orang itu toh masih dapat bicara. Kita
mesti mendapatkan akal lain-.."
Mereka menggunakan Toan Im cie-sut, tidak urung mereka
mendatangkan kecurigaannya seorang yang berjalan disisi mereka.
Memang mereka tidak bicara keras akan tetapi mulut mereka
berkemak-kemik dan mata mereka juga memain satu dengan yang
lain- Kebetulan saja orang itu melihatnya. Dia seorang yang berusia
kurang lebih tiga puluh tahun. Bahkan dia segera menghampiri dua
saudara angkat itu. Siauw Pek menerka maksud orang. Ia menjadi
khawatir. "Terpaksa aku mesti turun tangan," pikirinya. Maka segera ia
menyambut orang itu. Ia menyambar lengan orang itu berbaring
menotok otot gagunya. orang itu kaget. Tak sempat ia membuka
mulut, dia sudah jadi kurban. oey Eng lekas maju, untuk mengalingi.
Ketika itu tangisan sinyonya makin menjadi jadi, lebih keras dan
lebih gencar. Pula anehnya rombongan itu juga lalu berjalan lebih
cepat. Mereka seperti hendak mencapai tempat tujuan pada saat
yang telah ditetapkan atau dijanjikan-
Siauw Pek mencekal nadi orang, yang diajak jalan bersama.
Sembari berjalan, ia mengancam, katanya "Jangan kau meronta,
nanti aku mampuskan kamu "
Orang itu mengawasi, bingung. Ia jeri melihat mata keren sianak
muda. Tapi ia sedikit lega mendengar ancaman itu.
"Kami tidak bermaksud jahat," Siauw Pek menjelaskan, perlahan,
"kau jangan takut."
Walaupun ia berkata demikian, Siauw Pek mengerahkan
tenaganya. Orang itu kaget. Ia merasakan tubuhnya lemas seluruhnya,
sampai bergerakpun sulit.
Kho Kong berjalan dibelakang orang itu, dengan sebelah
tangannya, ia menolak punggung orang itu, buat membantu dia
berjalan terus.
Siauw Pek melihat wajah orang itu menyeringai, itulah tanda
bahwa orang itu tidak tahan siksaan- ia segera menotok pula, untuk
membebaskannya. Didalam sekejap. kesehatan orang itu pulih dan
dia dapat berjalan seperti biasa.
Siauw Pek batuk-batuk perlahan, setelah itu ia berbicara. Ia
menggunakan Toan Im cie-sut. Katanya: "Aku heran terhadap
sesuatu, aku mau minta keterangan kau, saudara. Jikalau kau suka
bekerja sama, mengangguklah." orang itu mengangguk, bahkan
sampai tiga kali.
"Kami membutuhkan tiga perangkat pakaian berkabung,
dapatkah saudara mengusahakannya" Siauw Pek tanya.
orang itu mengangguk.
"Bagus Sekarang aku bebaskan tanganmu, segera kau cari
pakaian itu, setelah kau berhasil aku akan lenyapkan gagumu ini."
oRang itu mengangguk pula.
Siauw Pek mang ancam: "Ilmu totokku ini ilmu istimewa, didalam
dunia ini tak ada orang lain yang mempelajarinya, jadi kecuali aku,
tidak ada siapapun yang bisa menolongmu."
Begitu dia habis berkata, Siauw Pek melepaskan cekalannya.
orang itu memandang sianak muda, lalu ia berjalan pergi, dan
lenyap diantara orang banyak.
Melihat lagak orang, hati Siauw Pek tidak tenang, Kata dia:
"Jikalau dia membuka rahasia, bisa pusing kita..."
"Dia masih gagu, tak mungkin dia kabur," berkata oey Eng.
"Sekarang ini kita lihat saja."
Biar bagaimana, Siauw Pek tetap ragu.
Tidak lama, orang tadi sudah muncul. Dia menghampiri Siauw
Pek, terus menyingkap bajunya . Disitu tampak tiga perangkat
pakaian putih .
sebelum fajar, cuaca masih gelap. gerak gerik seorang itu tidak
mencurigakan- Siauw Pek berlaku sebat. Ia mengambil tiga perangkat pakaian
itu, yang dua ia serahkan pada oey Eng dan Kho Kong masing
masing satu, setelah itu, ia berdandan dengan sebat. Kemudian,
ketika ia menotok bebas gagu orang itu, sebagai gantinya, ia
mencekal pula tangannya erat erat.
"Katakan kepadaku, siapa wanita yang berkabung itu?" tanyanya
separuh berbisik. "Didalam peti mati itu mayat siapakah ?"
Siauw Pek sengaja memperlahan tindakannya, supaya mereka
ketinggalan berapa tombak dari orang banyak itu.
orang itu menghela napas, guna melegakan hatinya.
"Yang mati itu adalah Uh Tay Hong, tongu atau ketua cabang,
dari partai cit Seng IHwee pusat cabang Kanglam. Wanita itu ialah
isterinya" dia menjawab.
"Bagaimana matinya Uh Tay Hong itu?"
"Aku tidak tahu, sebab aku tidak melihat sendiri, hanya kata
orang, dia mati tertikam pedang Kiu Heng cie kiam. Atas kejadian
itu, cabang sini lalu mengirim laporang kilat kepada pusatnya di
Kanglam. Mereka menggunakan burung merpati. Dari pusat lantas
diutus tiga wakilnya, yang jabatannya sebagai tay-hu-hoat
pelingung partai, untuk mengurus upacara penguburan ini.
Kabarnya ketua cit Seng Hwee pun bakal segera datang kesini."
"Kalau Uh Tay Hong ketua cabang, kenapa jenazahnya diangkat
pada malam malam seperti ini?"
"Entahlah duduk perkara yang sebenarnya, tapi katanya Nyonya
Uh telah mendapat petunjuk untuk membawajenazah suaminya
kesuatu tempat." Siauw Pek mengawasi tajam muka orang itu. Ia
percaya orang itu bicara jujur.
"Apakah kau juga anggota cit Seng Hwee ?"
"Aku belum masuk jadi anggota, aku cuma pegawai."
"Kau bukan anggota, kenapa kau dapat bekerja didalam
markas?" "Kau siapakah ?" dia tanya sebelum menjawab lebih jauh. "Ada
hubungan apakah diantara kau dan cit seng hwee ?"
"Tidak ada sangkut pautnya," Siauw Pek menggelengkan kepala.
"Aku tidak punya hubungan dengan partai mana juga."
"Jikalau begitu, kenapa kamu menyampurkan diri didalam
rombongan ini ?"
"Nampaknya kota Gak yang kacau sekali." sahut Siauw Pek.
"Disini pula banyak orang kaum Rimba Persilatan- Kami tak
bersangkut paut dengan siapa juga tapi kami kuatir nanti dicurigai
atau terjadi salah paham, maka itu kami datang kemari, untuk
mengurangi ancaman keruwetan yang tidak tidak itu."
"Oh, begitu. Aku kira kami orang orang cit Seng Hwee..." orang
ini agak ragu ragu.
Siauw Pek mengawasi pula, katanya. "Saudara, aku percaya kau
tidak bakal membuka rahasia kami "
orang itu berdiam sejenak. baru dia berkata. "Disini ada banyak
orang, kecuali ketiga hu hoat itu, banyak sanak keluarga dan
sahabat sahabatnya Uh Tay Hong dan isterinya, walaupun demikian,
asal kamu berhati hati, mungkin kami tidak bakal kepergok." Siauw


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pek heran- "Dialah orang baru, kenapa dia begini baik hati menasehati
kami?" Tapi ia lekas berkata. "Terima kasih, saudara "
orang itu masih mengawasi Siauw Pek, kelihatannya dia mau
bicara tetapi yang, lalu terus dia berjalan pergi.
Siauw Pek mengikuti. Ia tetap curiga. Ia pikir, asal orang itu main
gila, ia ingin menghajarnya .
Rombongan berjalan terus, sampai akhirnya mereka tiba
disebuah rumah besar dengan pekarangan yang luas.
Sampai disitu, Nyonya Uh segera berhenti menangis, segera dia
memerintahkan supaya peti mati diturunkan, dia sendiri terus masuk
kedalam gedung. Tatkala itu sudah mulai fajar, langit putih guram
nampak disebelah timur. Hanya sebentar, muncullah seorang muda
yang menggantung golok dipinggangnya.
"Para tami, dipersilahkan masuk " ia berseru kepada orang
banyak. lalu ia memutar tubuh guna memimpin jalan-
Siauw Pek bertiga mengikut masuk. Mereka tetap bercampuran
diantara orang banyak itu.
Diatas pintu besar dan hitam itu tampak selembar papan merk
bunyinya "Hok ciu Po", hurufnya besar besar. Selewatnya pintu,
terlihat sebuah halaman besar dan luas. Diatas pintu yang kedua
ada digantungkan dua buah lentera.
Anak muda yang membawa golok itu memimpin orang masuk
kemar disisi kanan- Kata dia merendah, "Dalam beberapa hari ini
Hok ciu Po mendapat kunjungan banyak sahabat seorang Kang
ouw, sedangkan persediaan kamar tidak mencukupi, karena itu
terpaksa kami mohon tuan tuan sudi beristirahat didalam kamar ini
saja." Berkata begitu, dia mengawasi semua orang itu, pria dan wanita
yang bergabung sebagai anak laki laki dan perempuan- Dia
mengerutkan alisnya. Kemudian bertanya, "Tuan-tuan, apakah
diantara kamu ada yang menjadi pengurus ?"
Sebagai jawaban terdengar suara batuk batuk. terus muncul
seorang tua berusia kira kira lima puluh tahun- Dia ini bertindak
dengan perlahan- Kepalanya ditutup dengan ikat kepala putih, dan
tangan bajunya tergantungkan sapu tangan putih juga. Sambil
memberi hormat, dia berkata, " Ketika nyonya masuk ke dalam,
kami belum sempat bicara, maka itu sekarang kami lagi menantikan
segala titah nyonya." Anak muda itu membalas hormat. Ia terus
menanyakan nama orang itu. Orang tua itu menyebut dirinya Nio cu
Peng. "Aku sendiri Gouw Sian Kie," sianak muda memperkenalkan diri.
Kemudian, ia tanya, "apa jabatan cu Peng didalam cit Seng Hwee."
"Hu hoat," sahutnya. Itulah pelindung hukum partai.
Kemudian Tju Peng memandang bocah yang membawa lengpay
seraya berkata: "Inilah putera ketua cabang kami."
Gouw Sian Kie mengawasi bocah itu, ia menganggukkan kepala.
"Maaf." katanya.
Anak itu sejak tadi berdiri diam sambil tunduk. atas kata-kata
Sian Kie, dia mengangkat kepalanya dengan perlahan katanya:
"Ayahku bercelaka hingga sekarang kami terpaksa merepotkan kau,
saudara Gouw Untuk kebaikanmu itu, aku mengucapkan banyakbanyak
terima kasih " lalu ia menekuk lutut, mengunjuk hormatnya.
Repot Sian Kie membalas hormat.
"lbumu sudah masuk kedalam, silahkan kau masuk juga,"
katanya. Anak itu tidak menolak.
"Tolong saudara Gouw mengantarkan," katanya, yang terus
menoleh pada cu Peng, lalu meneruskan : "Aku minta paman Nio
yang urus segala sesuatu disini."
"Jangan kuatir, kongcu," kata Tju Peng membungkuk.
Sian Kie berkata: "Saudara Nio, aku akan menyuruh orang
menyiapkan barang hidangan,"
Ia memandang pula bocah itu seraya berkata: "Uh kongcu, mari
" "Kongcu" ialah sebutan bocah itu sebagai putera Uh Tay Hong.
Bocah itu mengangguk. ia berjalan. Ia masih kecil tetapi ia sudah
tahu aturan, sikapnya wajar. Karena ia bertindak pergi, ia terus
diikuti oleh dua orang muda yang lengannya memakai ikatan kain
putih. Gouw Sian Kie melihat dua pengiring ini, ia hendak membuka
mulut, tetapi gagal, terus ia berjalan didepan-
Menyaksikan semua itu, dengan saluran toan im cie sut, Oey Eng
tanya ketuanya: "Tempat ini terpisah dari kota Gakyang cuma
beberapa puluh lie, apakah dulu bengcu pernah mendengar tentang
dusun Hok Siu Po ini ?"
Siauw Pek menggelengkan kepala, ia menjawab tidak. Tadinya ia
mau bicara terus, tetapi ketika ia melihat ada sepasang mata
mengawasi tajam kearahnya, terus ia membungkam.
Ketika itu cu Peng menghampiri sianak muda.
"Tuan, apakah kau sanak Uh Tong cu?" dia bertanya, suaranya
keren- Siauw Pek menggoyangkan kepala. "Bukan. Aku sanaknya
Nyonya Uh."
Dengan sinar mata tajam, cu Peng mengawasi oey Eng dan Kho
Kong. Tapi segera dia mengundurkan diri lagi.
"Rupanya dia mencurigai kita," kata oey Eng.
"Kita lihat gelagat saja," berkata Siauw Pek, "kecuali sudah
sangat terpaksa, kita jangan turun tangan-"
Waktu itu terlihat beberapa orang datang dengan barang
hidangan yang masih mengepul, untuk disuguhkan kepada orang
banyak. Mereka ini nampaknya sudah lapar, kemudian semua
makan dengan lahapnya.
Siauw Pek bertiga turut bersantap. untuk tidak mendatangkan
kecurigaan, mereka makan dengan bernafsu juga.
cu Peng masih terus memperhatikan sianak muda, yang ia sering
lirik sedangkan terhadap oey Eng dan Kho Kong perhatiannya
kurang. Siauw Pek mengerti juga, dengan pura-pura menggayam, ia
berkata pada oey Eng: "si orang she Nie sangat memperhatikan
aku, asal rahasiaku bocor, aku akan segera mengangkat kaki kamu
berdua diam saja disini dulu."
Meski ia menggunakan saluran Toan Im cie sut, pemuda ini tidak
berani bicara terus. cu Peng tengah mengawasinya.
Disaat itu terdengar tindakan kaki orang, lalu nampak Gouw Sian
Kie muncul dengan diikuti seorang toosu, imam, setengah umur,
yang mengenakanjubah bersulam patkwa, garis delapan, yang
rambutnya disanggul, punggungnya menggembok pedang,
tangannya mencek kebutan- Dia berjanggut panjang.
Hati Siauw Pek bercekat ketika ia melihat sinar mata imam itu
yang tajam sekali. Sinar mata itu menandakan mahirnya lweekang,
ilmu tenaga dalam.
Atas tibanya imam itu, cU Peng segera menyambut, agaknya dia
tersipu sipu. Dia menyambut sambil membungkuk, jari tangan
jempol dan tengah kanannya ditempel satu den lain- Dia pun
memperkenalkan nama dan jabatannya.
Si imam tak menunjukkan perubahan sikap apa-apa, hingga dari
wajah dan geraknya sukar orang menerka isi hatinya. Dengan tawar
dia bertanya. "Diwaktu Uh Tongcu hendak menghembuskan
napasnya yang terakhir apakah dia telah menunjuk ahli warisnya ?"
"Ya. Ia menunjuk Nyonya Uh," sahut cu Peng.
"Setelah Uh Tongcu terbokong mati, apakah segala galanya
diurus oleh Nyonya Uh?" si imam bertanya pula.
"Ya," sahut cu Peng pula setelah dia diam sejenak. "Kami semua
bekerja menuruti perintah nyonya."
Si imam meperdengarkan suara bagaikan menggumam. Terus ia
memandang orang banyak. "Apakah mereka ini semua murid murid
cit Seni Hwee?" cu Peng memandang dahulu orang banyak itu.
"Ya," jawabnya, "Sebagian yang kecil adalah sanak tongcu dan
nyonya." Imam itu mengerutkan alisnya. Katanya: "Peraturan partai kami
keras sekali, bunyinya pun jelas. Segala rahasia partai, orang luar
tak boleh tahu. Pembokong terhadap Uh Tongcu adalah suatu
perkara besar, karena itu kenapa sekarang orang luar diijinkan hadir
disini ?" cu Peng agak ragu ragu.
"Soal itu hambamu kurang jelas, semua ini adalah urusan
nyonya." "Hm" si imam memperdengarkan suara dingin, "Nyonya Uh
demikian berkeberanian besar dan lancang, aku khawatir dia tak
akan lolos dari kesalahan membocorkan rahasia partai..." Ia
mengawasi tajam beberapa puluh orang pria dan wanita yang
berbelasungkawa itu. Lalu ia bertanya dingin- "Nio Hu-hoat, apakah
telah lama kau menjabat dicabang wilayah Kanglam ini?"
"Sudah delapan tahun lebih," jawab cu Peng.
"Bagus Kau tentu kenal semua anggota cabang sini, bukan?"
"Kebanyakan kenal."
"Bagus Kau periksa disana Siapa bukan anggota, kau pisahkan"
cu Peng terdiam. Dia merasa sulit. Pikirnya: "Kecuali anggtota,
semua mereka itu sanak keluarga Nyonya Uh, kalau aku pisahkan
mereka, mungkin nyonya gusar..." Si imam melihat orang ragu ragu,
ia menerka apa yang dipikirkannya.
"Tahukah kau siapa punco ?" dia tanya.
"Aturan partai kami melarang bawahan menanyakan atasan,
kalau siatasan tidak memberitahukan, sibawahan tidak berani
banyak bicara." (atasan ialah siangco, dan bawahan hee siok.
siatasan menyebut dirinya sendiri : punco)
"Aku adalah Heng seng Tongcu clo Tiat Eng dari pusat," si imam
perkenalkan dirinya. "Jadi dialah ketua penegak hukum (heng
seng)" Hati ciu Peng goncang.
"Maaf hee siok tak tahu," katanya.
"Hwee cu mengutusku kemari dengan kekuasaan penuh, untuk
mengadakan penyelidikan dalam hal ini aku dapat menjalankan
hukuman tanpa setahu hweecu lagi" si imam memberi tahukan
kemudian (Hweecu ialah ketua partai).
cu Peng mengangguk.
"Selain punco sendiri, punco datang bersama dua toahu hoat," si
imam meberitahukan lagi. Toahu hoat ialah atasan pelindung
hukum. "Kalau begitu, hee siok menemuinya," kata cu Peng.
"Tak usah. Sekarang coba pisahkan orang-orang bukan anggota
kita " cu Peng menjawab
"Ya" terus dia bertindak. Paling dulu dia mendekati Siauw Pek
"Kau sanak nyonya, bukan?" tanyanya dingin-
"Benar," sahut sianak muda terpaksa, walaupun ia curiga. "Ada
titah apakah hu hoat?"
"Sanaknya nyonya, walaupun aku belum lihat semua, umumnya
aku kenal, tetapi kau, tuan aku belum kenal denganmu" katanya
pula. " Karena penghidupanku, aku biasa merantau," siauw Pek
mendusta. "Aku jarang menemui orang orang cabang."
"Apakah hubunganmu dengan nyonya?" cu Peng tanya pula.
Dendam Iblis Seribu Wajah 12 Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long Hikmah Pedang Hijau 17
^