Pencarian

Pedang Golok Yang Menggetarkan 9

Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen Bagian 9


"Apakah yang kau pikir?"
"Shatee benar juga," berkata Oey Eng. "Hek-ie kiamcu
menciptakan Kiu Heng cie Kiam, dia membuat dunia gempar dan
gentar." "Sebenarnya melihat urusanku, akulah yang paling tepat
memakai nama Kiu Heng cie Kiam itu," berkata Siauw Pek. "Tapi
tiba tiba dia telah mendahuluinya."
"Bagaimana jikalau toako memakai nama ceng Gie Cie Too,"
tanya Oey Eng, yang memberi saran- "Tidakkah nama itu berimbang
dengan Kiu Heng cie Kiam" Dia pedang, kita golok. dari namanya
kita telah bagus."
ceng Gie Cie Too, berarti Golok Keadilan, nama itu lebih luka
artinya daripada Kiu Heng cie Kiam, pedang sakit hati.
"ceng Gie Too Itulah bagus" seru Kho Kong. "Mari kita mencari
bengkel besi, untuk membuat golok pendek yang diukirkan empat
hurup itu. Pedang dan golok. sungguh sepadan "
Siauw Pek terdesak dia setujui nama itu.
Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan mereka, untuk
mencari pandai besi, guna membuat goloknya. Tujuannya ialah Lam
Gak. Mereka menyamar, tetapi tetap mereka berlaku waspada,
supaya orang tidak mencurigai mereka. Mereka pula menukar cara,
yaitu siang singgah, malam jalan-
Pada suatu hari, tanpa ada yang mempergoki, mereka sampai di
wilayah Lam Gak. gunung selatan, yang nama aslinya ialah Heng
San. Mereka pergi ke Lam Gak sie, yang terpisah tidak begitujauh
lagi dari gunung itu.
"orang orang dari partai Siauw Limpay, Bu Tong pay dan lainnya
tentu sudah berkumpul di liong san." berkata Oey Eng, "karena itu,
kita tidak boleh berlaku sembarangan, Disekitar gunung tentulah
ada penjagaan yang rapi. Aku pikir lebih baik kita singgah dahulu
dirumah penginapan, buat beristirahat sekalian memusyawarahkan
bagaimana tindakan kita selanjutnya Kita harus memikir daya yang
sempurnya."
siauw Pek berdiam. Dia berpikir keras. Ada sesuatu yang terlintas
dibenak otaknya. Dia bagaikan tidak mendengar kata katanya sang
kawan- Bahkan dia terus menggumam.
Oey Eng dan Kho Kong melihat dan mendengar, tetapi kata kata
ketua itu tidak tegas, hingga tak tahu mereka apa yang
diucapkannya itu.
"Nampak toako memikirkan sesuatu, sampai semangatnya seperti
meninggalkannya," kata Kho Kong. "Baik kita jangan menegurnya."
Oey Eng setuu, tetapi ia tidakjawab adik itu, ia hanya terus
mengawasi ketuanya.
"Tak boleh" mendadak Siauw Pek berkata seorang diri. Ia
bagaikan tersadar. "Tak dapat kita memaju langsung ke Lam Gak.
Lebih dahulu kita cari pondokan-.."
Oey Eng tersenyum. Ternyata benar bahwa toako itu tidak
mendengar kata katanya tadi. Ia tetap tidak mau menegur, ia juga
tidak banyak bicara lagi. Ia memutar tubuh, buat membuka jalan.
Tatkala itu fajar baru tiba, cuaca masih remang remang,
kebanyakan rumah penginapan masih belum membuka pintunya.
Meski begitu, Oey Eng toh mencari sebuah, yang letaknya ditempat
yang rada sepi. Ia mengetuk pintu, sesudah masuk kedalam, ia lalu
minta disediakan barang makanan buat sarapan pagi. Satu malam
mereka berjalan terus tanpa mengisi perut.
Siauw Pek duduk sambil tunduk otaknya masih tetap bekerja.
Kho Kong habis sabar.
"Toako, kau sedang pikirkan apa?" tegurnya kemudian-
Oey Eng berkata: "Toako, kalau kau memikirkan sesuatu, mari
kita utarakan, supaya kita dapat membicarakannya bersama."
Ketua itu menatap kedua saudaranya. Dia tertawa. "Bukankah
selama didalam kuil itu kita mendengar kata-katanya hek-ie kiam cu
tentang keempat ketua partai besar hendak mengadakan
pertemuan di Lam gak sini?" Tanyanya.
"Benar," sahut Kho Kong.
"Apakah saudaraku ingat partai-partai manakah itu "
"Itulah Siauw Limpay, Bu Tong pay Khong Tong pay dan Ngo Bie
pay." "Benar Sekarang aku ingat keterangan almarhum ayahku bahwa
di puncak Yan In hong digunung Pek Ma San telah terbinasa ketua
ketua dari keempat partai besar itu, bahwa kebinasaan mereka telah
menerbitkan gelombang dalam dunia sungai telaga, kemudian entah
bagaimana jalannya, telah tersiar berita luas yang mengatakan
kebinasaan mereka itu karena dianiaya ayahku. Maka kejadianlah
kesembilan partai besar bergabung dengan empat bun, tiga hwee
dan dua pang, menyerbu Pek IHoPo hingga musnalah keluargaku.
Dan sekarang, kenapa ketua yang baru dari keempat partai besar
itu berkumpul ditempat ini?"
"Benar. Ada sesuatu yang mencurigakan dari hal berkumpulnya
mereka semua itu," berkata Oey Eng.
"Mungkinkah tindakan mereka tersebut ada hubungannya
dengan peristiwa lama itu?"
"Kita telah tiba disini, mesti kita cari mereka" Kho Kong turut
bicara, "kita tak usah takut bahwa kita akan bentrok dengan mereka
itu" "Menurut aku tak perlu kita bentrok dengan mereka," kata Siauw
Pek "paling tidak kita dapat bercampur gaul, sedikitnya berada
didekat mereka untuk mendengar sebab musababnya, atau duduk
perkaranya dari peristiwa dahulu itu."
"Mungkin inilah sulit."
"Memang sulit, tetapi apa daya lainnya ?"
"Aku ada akal," kata Kho Kong.
"Kau tidak sabaran, saudara, tetapi kadang kadang kau teliti.
Nah, apakah pikiranmu itu?"
"Kita berdaya menjadi pengikutnya keempat ketua partai-partai
itu." "Inilah sukar, kau harus ingat, pengikut mereka pasti terdiri dari
para muridnya yang liehay."
"Jikalau bisa kita menyamar jadi murid murid keempat partai,
untuk membikin partai yang satu menyangka kitalah murid partai
yang lain, demikian sebaliknya. Walaupun mereka samua curiga
tetapi mereka tentu tidak berani menanyakan satu pada lain." Siauw
Pek setuju. "Tapi sekarang, toako," berkata Oey Eng "paling dahulu kita
mencari keterangan apa mereka telah tiba di Lam Gak ini dan
dimana mereka mondoknya, Gunung Lam Gak luas beberapa mil
dan puncaknya banyak sekali begitupun lembahnya. Tak mungkin
kita mendatangi setiap puncak dan lembah."
"Ya, ini benar juga," kata Siauw Pek, yang mengernyit kening,
"pula ada baiknya apabila kita dapat mencari tempat singgah dua
belas anggotanya hek-ie kiam cu."
"Ada lagi yang aneh," Kho Kong campur bicara pula. "Merekalah
ketua-ketua partai, kenapa mereka bukan membuat pertemuan
digunungnya masing-masing tapi di daerah pegunungan ini yang
terbuka buat umum" Gunung ini toh tidak ada hubungannya dengan
mereka semua ?"
Siauw Pek mengangguk. Adik itu benar.
" Itu pula satu soal," katanya, "Itupun perlu kita cari tahu."
"Mungkin urusan itu penting sekali maka juga ketua empat partai
itu memilih gunung Lam Gak ini, maksudnya supaya orang-orang
dalam mereka, yang berkedudukan tinggi, tidak mengetahui sepak
terjang mereka ini." Siauw Pek melihat kelangit rumah.
"sekarang ini kita tetapkan dahulu akan mencari tempat singgah
mereka" katanya.
"Kalau begitu, mari kita beristirahat." berkata Oey Eng. "Besok
kita menyamar, terus kita pergi kegunung untuk memasang mata
dibagian yang penting, mungkin kita tetlah mendahului hek ie
kiamcu. Syukur apabila kita dapat melihat mereka itu." Siauw Pek
akur, terus ia mengajak kedua saudara itu masih tidur.
Satu malam lewat. Besoknya pagi-pagi, setelah bersantap dan
berdandan, segera mereka berangkat. Dalam waktu setengah hari,
tiba sudah mereka di kaki gunung Lam Gak. dibawah puncak utama.
Mereka memperhatikan sekitarnya, untuk menjanjikan tanda-tanda,
kemudian mereka berpisah ketiga arah.
siauw Pek menyamar sebagai seorang pemotong kayu, pedang
dan goloknya disembunyikan dalam seikat rumput dan digendong di
punggungnya. Ia mengambil tempat disebuah jalan cagak. yang
mempunyai dua jalan kecil, satu untuk naik ke puncak. satu pula
buat menuju lembah. Bebannya diletakkan disisi sebuah batu besar.
Ia sendiri duduk bersandar dibatu itu, berlagak seperti tengah
mengaso. Satu jam sudah dia menanti, tak ada seorang juga yang
lewat disitu. Hampir ia habis sabar, tapi tiba tiba ia melihat seorang
muncul dari balik tikungan jalanorang
itu berusia kira-kira empat puluh tahun- Dia memikul kayu,
jalannya cepat. Didekan Siauw Pek, mendadak dia berhenti dan
mengawasi, lalu menyapa: "Kau tentu orang yang baru pindah
kemari, sebelumnya tidak pernah aku melihat kau."
"Ya, aku pindah belum lama," sahut Siauw Pek. Ia khawatir
penyamarannya nanti diketahui. Diam-diam dia mengawasi, untuk
mencari tahu orang mengerti silat atau tidak.
Orang itu tertawa.
"Tak salah terkaanku Apa ini yang pertama kali kau mencari kayu
?" Siauw Pek mengangguk. kemudian ia mohon petunjuk orang itu.
Situkang kayu menarik napas. "Sekarang sulit," katanya. "Dulu
banyak juga pencari kayu disini, sekarang tinggal aku sendiri. Bagus
kau datang, kau dapat jadi kawanku."
" Kenapa kau tinggal sendirian, saudara?" tanya siauw Pek. Ia
pikir sesuatu. Apa itu disebabkan jalan sukar dan gunungnya tinggi.
Tukang kayu itu menggeleng kepala. Dia menunjuk lembah.
"Selewatnya tikungan itu, disitu terdapat banyak pohon cemara
tua dan lainnya, yang kayunya bagus untuk kayu bakar," katanya,
"memotong kayu disitu, sebentar saja kita dapat satu pikul."
"Sekarang bagaimana" Apakah pohonnya sudah habis
disebabkan banyak orang yang mengambil kayu?" Siauw Pek tanya.
Tukang kayu mengisi pipanya, dia menyulut dan menyedot.
"Bukan," sahutnya. " Lembah itu luas seratus mil lebih, kayunya
banyak. tak akan habis puluhan tahun-.." Siauw Pek heran-
"Habis, apakah sebabnya ?" dia bertanya. Tukang kayu itu
menatap. "Untung saudara belum memasuki lembah itu," katanya. "Kalau
kau pergi kesana, tentulah sekarang kita tidak dapat berbicara
seperti ini..."
" Kenapakah begitu, saudara?" Siauw Pek menegaskan.
"Sejak kira kira setengah tahun yang lalu, lembah itu kedatangan
dua ekor binatang aneh," menerangkan tukang kayu itu. "Binatang
itu tinggi dan besar seperti manusia, larinya cepat seperti terbang.
Pernah mereka melukai belasan tukang kayu. Karena itu, orang
takut pergi kesana."
"Pantas tak ada orang lewat disini..." pikir Siauw Pek. Lalu ia
bertanya: "Tapi kau, saudara, kenapa kau tidak takut ?"
"Mulanya aku takut, belakangan tidak..."
"Apakah sebabnya?"
"Pada suatu hari habis minum arak. aku pergi kebelakang
gunung sana," berkata tukang kayu itu. "Ketika itu aku setengah
mabuk. Aku tidak menemukan sesuatu, perlahan lahan aku jadi
berani. Aku masih lebih jauh. Hari lewat hari, aku terus pergi
kesana, bahkan masuk lebih dalam. Selama empat bulan lebih, aku
tetap tidak melihat binatang aneh itu. Aku menyangka kedua
binatang berdiam saja didalam, tidak pergi keluar."
"Mungkinkah mereka sudah meninggalkan gunung ini."
"Aku juga menduga demikian, pernah aku mengajak beberapa
kawan untuk pergi mencari tahu tetapi tidak ada yang berani
menemani aku. Aku sendirian saja takut menempuh bahaya. Nah,
saudara, mari kita berjalan bersama"
"Silahkan saudara berangkat lebih dahulu. Aku hendak
menantikan seorang teman."
"Teman ?" kata tukang kayu itu heran- Dia menatap Siauw Pek,
lalu dia pergi. Siauw Pek mengawasi orang berlalu, terus ia
memandang kelembah.
"Kalau benar ada dua makhluk berbahaya itu, perlu aku
menyingkirkannya," pikirnya, "Mereka membahayakan dan
menyusahkan semua orang..." Begitu berpikir, segera pemuda itu
menuju ke lembah senjatanya disiapkan-Benarlah, dilembah itu
terdapat hutan cemara.
Siauw Pek masuk lebih jauh sampai seratus tombak lebih. Ia
tetap tidak menemukan sesuatu maka ia makin percaya kedua
binatang galak itu sudah pindah gunung.
Tengah Siauw Pek berpikir, tiba tiba ia mendengar suara orang.
Ia heran, segera ia menyembunyikan diri didalam semak semak
yang lebat. Beberapa tombak jauhnya, dua orang muncul dari balik pohonpohon
cemara. Mereka itu berjalan berendeng. Yang dikiri, usianya
kira kira tiga puluh tahun, berpakaian hijau seluruhnya dan
mukanya pucat. Dia menyandang sebilah pedang. Yang dikanan
berumur lima puluh tahun lebih, kumisnya putih, bajunya hitam, dia
tidak membawa senjata.
"Katanya ketua-ketua empat partai Siauw Lim, Bu Tong, Kho
Tong dan Ngo Bie hendak mengadakan pertemuan di Lam Gak ini,
entah untuk urusan apakah itu?" kata orang yang muda, si serba
hijau. "Urusan mereka tak ada sangkut pautnya dengan kita," sahut si
orang tua. "Entah apa sebabnya, hweecu kita sangat
memperhatikannya dan memerintahkan untuk mencari tahu tempat
rapat mereka itu. Inilah kerjaan sulit. Empat partai besar itu banyak
muridnya. juga adalah satu larangan besar buat satu partai
menyelidiki lain partai, bisa bisa terbit perselisihan karenanya . . . "
"Hweecu" ialah ketua hwee partai.
"Biasanya hweecu bekerja dengan teliti, mungkin ia telah
memikir suatu jalan yang sempurna."
Berdua mereka berbicara sambil berjalan terus, hingga suara
mereka lenyap. "Kalau begini, rupanya disini telah ada orang Rimba Persilatan,"
pikir Siauw Pek. "Mereka muncul dari dalam lembah, mungkin
mereka telah memindahkan pusatnya kemari. Mereka menyebut
hweecu, entah hwee yang mana yang berada disini..."
Sambil keluar dari tempatnya sembunyi, siauw Pek berpikir terus:
"si tukang kayu tadi bicara dari hal binatang aneh, mungkin itulah
binatang palsu, ialah orang hwee ini yang menyamar. Tak perlu aku
masuk lebih dalam, baik aku pergi melihat Oey Eng berdua..."
Selagi pemuda ini berjalan, terdengar suara bentakan dingin-
"Berhenti" Ia terkejut, segera ia menoleh. Maka ia melihat
seorang tua dengan tubuh kurus kerung, matanya juling, alisnya
tebal, hingga romannya jadi luar biasa sekali. Dia pula berkumis
putih. Pakaiannya hitam seluruhnya. Dia berdiri sejarak tujuh
delapan tombak.
"orang ini liehay ilmu ringan tubuhnya," pikir Siauw Pek. "Kapan
dia datang " Kenapa aku tidak tahu ?" Tapi ia bersikap tenang,
segera ia bertanya : "Lootiang, ada urusan apakah ?"
Mata orang itu bersinar tajam^


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau berdandan begini macam, kau pula membawa senjata
tajam, dandananmu tidak seragam" katanya, nadanya tetap dingin.
"Mungkinkah kau seorang murid yang baru keluar dari rumah
penguruanmu " Heran, kenapa gurumu menugaskan kau sebagai
seorang mata mata?"
Sejenak. siauw Pek melihat tubuhnya sendiri. Pakaiannnya
terbuat dari kain kasar, dikanan dikiri ada pedangnya:
"Aku bukannya mata mata," ia menyahut, sabar. "Secara tak
sengaja aku tiba disini." orang itu mendadak tertawa, suaranya tak
sedap didengarnya.
"Tahukah kau siapa loohu?" tanyanya. Dia menyebut dirinya "loohu"
siorang tua^ "Tidak." sahut sianak muda.
"Apakah kau pernah mendengar suara tawa loohu ini?" tanyanya
pula. Ia tertawa pula dua kali^ kering dan tak sedap.
Siauw Pek tidak kenal tawa itu, yang hampir mirip suara dua ekor
katak lagi berkelahi.
"Mungkin dia seorang yang terkenal dan tawanya ini seperti
lambang untuk mengenalnya. Sayang pengalamanku kurang luas",
pikirinya. orang tua itu merasa heran. Sianak muda itu tidak
menjawab pertanyaan itu.
"Loohu saja kau tidak dapat menerka" kata orang tua itu, kembali
ia tertawa dingin. " Inilah bukti betapa untuk dunia Kang ouw" Dari
keroman bengis, orang tua itu tampak sabar.
"Apakah kau dari Siauw Pek ?" kemudian dia tanya lagi.
"Bukan," Siauw Pek menjawab.
"Kalau bukan, apakah kau dari sembilan partai lainnya ?"
"juga bukan."
orang tua itu berpikir lekas. "Dia masih hijau tapi agaknya dia
tahu tentang pelbagai partai. Apakah ia berpura pura " Dia aneh.
Tak dapat aku terpedayakan dia " Maka dia bertanya pula. "Kau
bukan orang partai, tapi kau tentu mempunyai asal usul. Siapakah
gurumu?" Siauw Pek pun berpikir cepat, "Tadi dia bengis, sekarang dia
lunak. mesti ada sebabnya. Tak dapat aku dijebak dia " Maka ia
menjawab perlahan. "Saudara lama guruku mundur dari dunia Kang
ouw, kalau aku sebut namanya mungkin lootiang tidak tahu, maka
itu lebih baik aku tidak memberitahukan."
Tak disangka, dia bicara merendah, tapi sebaliknya, dia justru
menimbulkan kecurigaan- orang tua itu lalu bertindak menghampiri
dan terus meluncurkan tangan kanannya guna menjambak. Tapi,
terpisah satu kaki dari tubuh lawan, tangannya itu dihentikan-
Diam diam Siauw Pek sudah meraba gagang pedangnya, bersiap
untuk melawan- Wajah orang tua kurus kering itu menunjukkan kesangsian- Ia
heran orang demikian berani. Ia pula tidak mengenal anak muda ini.
Setelah hening sejenak itu, ia bertanya. "Kenalkah kau dengan
gerakan tanganku ini ?"
Siauw Pek cuma belajar silat pedang dan golok. ilmu silat tangan
kosong ia tidak kenal kalau toh ia bisa menggunakan tinju atau jari
tangannya, itulah semua gerak gerik pedang dan golok. Maka itu,
ditanya demikian rupa ia menjawab, "Aku tidak kenal."
"Kiranya kau tidak tahu apa artinya liehay " kata si orang tua,
yang tertawa dingin. "Berusan aku menyangka kaulah seorang yang
memandang kematian bagaikan orang mau pergi pulang..."
Siauw Pek melihat tangan orang belum ditarik kembali. Ia
berkata. "Andaikan kau menyerang dengan tanganmu, apakah yang
harus ditakutkan ?"
"oh, bocah tak tahu mampus atau hidup " seru si orang tua
gusar. "Jikalau loohu hendak mengambil jiwamu, sudah sedari tadi
kau hilang jiwa ditanganku ini " Siauw Pek tertawa hambar.
"Lootiang, kau sombong " katanya. "Sungguh aku tidak mengerti,
tanganmu ini bagaimana dapat membuatku binasa " si orang tua
bertambah gusar.
"Benar benarkah kau hendak mencobanya?" tanyanya.
"Baik cobalah " sahut si anak muda.
orang tua itu hendak menyerang, akan tetapi, melihat orang
demikian tenang, ia menjadi heran sekali. Maka ia mencoba
menguasai diri untuk berlaku sabar. Katanya: "Bocah, lihat tanganku
ini, yang akan mengancam dua belas jalan darahmu. Tahukah kau
aku hendak menyerang jalan darah yang mana?"
"Semua jalan darahpun boleh" menjawablah Siauw Pek gagah.
orang tua itu bertambah heran.
"Kalau aku mengincar tetapi lalu merubah tujuan ditengah jalan,
dapatkah kau melindungi dirimu ?" tanya dia "Bukankah kau hanya
menanti buat menerima binasa ?"
"Asal aku menggerakkan pedang ku satu jurus, aku akan dapat
menutup dua belas jalan darahku" kata Siauw Pek. "Berbareng
dengan itu, akupun akan memaksamu menarik kembali tanganmu
dan mundur"
"Begitu?" kata siorang tua, heran- "Aku tahu tentang ilmu
pedang Bu Tong pay dan Kun Lun pay, mereka dapat menyerang
dan membela diri, tetapi aku belum pernah dengar tentang jurus
yang kau sebutkan itu, apa lagi dengan satu jurus kau juga
berbareng bisa menutup ilmu silatku yang bernama Ngo Kwie Souw
Hun" Ilmu silat orang tua itu berarti "Lima setan merenggut sukma".
"Mengenai ilmu pedang kedua partai yang lootiang sebutkan itu,
itulah dikarenakan mereka mempunyai kelemahannya masing
masing" berkata Siauw Pek. "Dan, sebaliknya ilmu silatmu ini,
lootiang, aku lihat tak ada kesulitannya buat memecahkannya."
Kembali kecurigaan si orang tua bertambah. orang sangat tenang
bicaranya dan lancar.
"Melihat sikapnya ini dan mendengar kata katanya, mungkin dia
benar," pikirnya. "Dia aneh, dia seperti masih hijau, tapi juga
bagaikan sudah berpengalaman banyak. Dia tidak mau menyebut
asal usulnya, dia juga bicara besar. Rupanya, jikalau aku tidak
mempertunjukkan kepandaianku, dia tentu tidak akan terpaksa
memperlihatkan diri asalnya..."
Karena memikir begini, orang tua itu lalu berseru: "Hati hatilah
kau" dan lima jari tangan kanannya segera bekerja
Siauw Pek telah siap sedia. Ia mundur satu tindak. untuk
menghunus pedangnya. Kemudian diputarkan, guna melindungi
tubuhnya. Maka benarlah, seperti apa yang dikatakannya, tubuhnya
segera terjaga seluruhnya.
Itulah salah satu jurus dari Tay Pei Kiam hoat, Ilmu Pedang
Mahakasih, yang diberi nama "Siang Im Liauw Jiauw", Mega Indah
Melilit Berputaran-.
orang tua itu menghentikan serangan dengan mendesak. dia
mengawasi si anak muda.
"Ilmu pedang yang liehay" serunya. "Sepuluh tahun aku
menyiksa diriku mempelajari ilmu silatku ini, aku percaya tidak ada
orang Kang ouw yang bisa memecahkannya, siapa tahu, justru aku
gunakan pada pertama kali ini, segera dapat ditundukkan" Berkata
begitu, orang tua ini nampak kecele dan masgul sekali. Dia berduka.
"Apakah yang dibuat menyesal dan berduka?" pikir Siauw Pek.
"Aku toh tidak melukaimu?" Tapi karena orang berputus asa, ia lalu
berkata: "Tak usah kau berduka, lootiang, mungkin ilmu pedangku
ini memang istimewa guna mematahkan ilmu silatmu.."
"Ah... sudah, saudara kecil, tidak usah kau menghibur aku," kata
orang tua itu, yang lalu memutar tubuhnya, dan berlalu dengan
tindakan lesu. "orang tua ini tampaknya jahat tetapi ternyata baik," pikir Siauw
Pek. "Tadipun dia menyerangku secara berhati hati, seperti dia
khawatir akan melukai aku..." Memikir demikian, dengan segera dia
memasukkan pedangnya kedalam sarung dan lompat menyua
"Lootiang, tunggu" ia memanggil. Iapun lalu memberi hormat. orang
tua itu menghentikan tindakannya, dia memutar tubuh.
"Ada apa, saudara kecil?" tanyanya. Kali ini suaranya sungkan.
"Maat, lootiang, aku ingin bertanya," kata si anak muda: "Sudah
lamakah lootiang berdiam digunung ini?"
"Lama, kira kira sepuluh tahun" sahut si orang tua itu.
"Sudah sepuluh tahun?" ulang sianak muda.
"Yah, benar" orang tua itu memastikan- "Dalalm sepuluh tahun
itu, siang, malam aku melatih Ngo Kwie Souw Hun, tetapi aku tidak
menyangka, ilmu yang aku kira istimewa itu, sekarang kena
dipecahkan olehmu, saudara kecil. oh, rupanya aku harus menyekap
diriku sepuluh tahun lagi didalam gua, untuk berlatih lebih jauh,
baru aku dapat muncul pula di dunia Kang ouw..."
Berkata begitu, mata si orang tua bersinar tajam.
"Lootiang," kata pula si anak muda, "karena lootiang telah
menyekap diri sepuluh tahun, pastilah lootiang bukannya anggota
dari empat bun, tiga hwee dan dua pang..."
"Bukan, bukan Selama sebelum berdiam di sini, loohu biasa
mengembara seorang diri saja."
"Tadi ada dua orang lewat disini, apakah mereka itu murid murid
lootiang?"
"Loohu tidak punya murid."
"Lootiang, sudah sepuluh tahun lootiang hidup menyendiri,
kenapa lootiang masih tidak dapat menghilangkan pikiran untuk
mendapatkan nama besar" Pula barusan, lootiang bukannya kalah."
orang tua itu menarik napas. Katanya: "Dulu, sebelum loohu
hidup menyendiri, pernah loohu dikalahkan jago jago Bu Tong pay
dan Kun Lunpay, maka itu loohu lalu mempelajari ilmu guna
memecahkan ilmu pedang kedua partai itu, untuk mencuci bersih
malu itu, tetapi sekarang, belum lagi loohu meninggalkan lembah
ini, loohu telah dikalahkan olehmu, saudara kecil. Maka aku percaya,
selama sepuluh tahun yang lalu itu, mungkin kedua musuhku juga
sudah melatih dirinya lebih jauh hingga mereka mendapat kemajuan
besar." orang tua itu berhenti sebentar, kembali dia menghela
napas. "Ah, rupa rupanya, harapanku untuk mencuci malu itu tak bakal
terwujud," katanya pula. "Karena aku tidak dapat mencuci malu itu,
bagaimana aku punya muka buat muncul lagi di dalam dunia Kang
ouw" Lebih baik aku terus menyekap diriku dilembah ini, sampai aku
akhiri hidupku didalam gua."
"Maaf, lootiang, aku masih hendak menanya satu kali lagi," Siauw
Pek berkata pula. "Kenapa lootiang bentrok dan bertempur dengan
dua orang jago Bu Tong dan Kun Lunpay itu?"
Lagi lagi orang tua itu menarik napas.
"Baiklah," jawabnya. "Walaupun loohu kalah dari kau, saudara
kecil, loohu toh mengagumimu, maka hari ini, aku hendak
melampiaskan rasa penasaran yang telah terpendam lama didalam
dadaku. Mungkin, kalau bukan sekarang ini, tidak ada waktu lainnya
bagiku melepaskan rahasiaku yang pepat ini."
ia menengadah kelangit, memandang awan biru yang luas tak
berbatas. Kembali ia menarik napas panjang, baru ia melanjutkan
kata katanya: "Itulah peristiwa yang menggemparkan pada belasan
tahun yang lampau. Seluruh Pek Ho Po termusnahkan didalam
waktu satu malam..."
Mendengar sampai disitu, dada Siauw Pek bergolak. darahnya
mendidih, hampir dia tidak sanggup mempertahankan diri.
Tubuhnya mendadak limbung, hingga ia mesti mundur lima enam
tindak. baru ia bisa berdiri tegak.
Si orang tua heran menyaksikan keadaanpemuda didepannya itu,
hingga ia tercengang mengawasinya .
"Kau kenapakah, saudara kecil," tanyanya.
Terpaksa Siauw Pek mendusta, sahutnya: "Aku mempunyai
penyakit jantung, yang suka kumat seketika, sebentar kumat, lalu
sembuh pula. Harap lootiang tak usah menguatirkan aku."
orang tua itu menatap. ia mengawasi beberapa lama, matanya
bersinar tajam.
"Aku lihat, saudara kecil, kau tidak mirip orang yang suka
menderita sakit," katanya. Dia tetap merasa heran.
"Inilah penyakit ringan, yang tidak berarti. Silahkan lootiang
bicara terus."
orang tua itu menurut. Dia menyambungi: "Ketika itu, orang
orang yang ikut ambil bagian didalam penyerbuan, hampir terdiri
dari semua partai besar, sebab disamping sembilan pay terhitung
juga empat bun, tiga hwee dan dua pang. Karena itu walaupun
setiap orang Pek Ho Bun liehay ilmu silatnya, sukar untuk mereka
melakukan perlawanannya . . . "
"Pek Ho Bun cuma sebuah partai kecil, kenapa dia bermusuh
dengan delapan belas partai besar itu dan sampai mesti diludaskan
juga?" "Itulah karena ketua Pek Ho Bun, yaitu coh Kam Pek adalah
seorang gagah yang luar biasa. Dia bersemangat, dia pandai
bergaul. Dia menerima banyak murid hingga partainya lalu naik
nama, hampir menyaingi sembilan partai besar lainnya. Tapi
penyerbuan disebabkan sebuah peristiwa dipuncak Yan in Hong di
gunung Pek Masan- Disana ketua ketua dari empat partai besar,
yaitu Siauw Limpay, Bu Tong pay, Khong Tong pay dan Ngo Biepay,
kedapatan terbinasakan secara rahasia. Menurut kabar, serentak
dengan itu terbinasa juga orang orang liehay dari Kun Lunpay dan
Hoa Sanpay serta keempat bun, ketiga hwee dan kedua pang itu.
Peristiwa itu mengejutkan dan menguatirkan dunia Rimba Persilatan
semuanya. Pihak partai partai itu lalu mengirim orang keempat
penjuru angin untuk mencari si pembunuh. Kemudian, entah apa
sebabnya kesalahan dilontarkan kepada Pek HoBun, sehingga
akhirnya terjadilah penyerbuan yang menggemparkan itu, yang
maha dahsyat."
"Didalam sembilan partai besar itu mesti ada orang orang yang
sadar dan cerdas, mungkinkah mereka itu main hantam kromo saja,
membiarkan seratus jiwa manusia tanpa pilih bulu lagi?"
"Menurut kabar," si orang tua melanjutkan, "ketika peristiwa
pembunuhan ganas itu terjadi, orang mendapatkan coh Kam Pek
dan istrinya muncul dipuncak yang bercelaka itu. Kabar itu didapat
dari murid murid pelbagai partai itu, tentang kenyataannya, loohu
tidak tahu suatu apa, bahkan sampai sekarang ini, mungkin tidak
ada jalan untuk mencari tahu duduk persoalan yang sebenarnya.
orang umumnya percaya habis kabar itu, akan tetapi loohu bersama
dua orang rekanku bertanggapan lain-Justru itulah maka loohu
bentrok dengan dua orang jago Bu Tong pay dan Kun Lunpay dan
kena dilukai mereka itu."
Siauw Pek memberi hormat kepada orang tua itu, sambil
memberi hormat, ia berkata: "Locianpwee, perbuatan locianpwee itu
ialah yang dibilang umum mabuk arak. sendiri insaf sadar. Didalam
kekuatan itu, locianpwee sadar sendiri, bahkan locianpwee berani
mengajukan diri menentang pendapat umum itu. Locianpwee,
boanpwee kagum sekali terhadap locianpwee Nah, sudahkah
locianpwee memberi tahukan, siapa kedua rekan yang sadar dan
mulia itu, supaya apabila diwaktu lain boanpwee bertemu dengan
mereka dapat boanpwee menghaturkan hormatku?"
orang tua itu merasa heran akan sikap orang pemuda ini, akan
tetapi dia tidak menanyakan sesuatu, dia hanya menjawab: "orang
yang satu itu ialah Hie Sian cian Peng Dewa ikan. Dia sangat gemar
ikan, maka dia suka merantau mencari pelbagai macam ikan,
sebelum dapat, dia belum merasa puas. Yang lainnya ialah Tiat Tan
Kiam kek Thio Hong Hong si Nyali Besi, jago Kang ouw yang
kenamaan- Guna menangkap seekor ikan, cian Pen sudah pergi jauh
ke Lam Hay, dan Thio Hong Hong pergi karena sakit isterinya,


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selanjutnya, karena loohu mengundurkan diri, loohu tidak tahu
menahu lagi, loohu tidak mendengar tentang mereka itu."
Wajah Siauw Pek guram, tetapi dia memberi hormat pula sambil
berkata: "Loelanpwee harap maaf buat perbuatanku tak pantas tadi.
Boanpwee tidak tahu bahwa looelanpwee adalah seorang gagah
perkasa dan mulia."
orang tua itu heran, katanya didalam hati: "Aku yang memaksa
kau turun tangan, kenapa kau yang minta maaf?"
Sementara itu, Siauw Pek bingung sendirinya. Katanya didalam
hati: "Bagaimana aku dapat mencegah orang tua ini menyekap pula
dirinya didalam gua?"
Sementara si orang tua, habis bercerita, segera bertindak
kedalam rimba. Dia mau mewujudkan keputusan buat menyekap
diri lebih jauh.
"Eh, loocianpwee Loocianpwee mau pergi kemanakah?" tanya
Siauw Pek. menyusul.
" Loohu mau kembali ke gua ku" sahut orang tua itu.
"Loocianpwee, telah lama kita berbicara, boanpwee masih belum
ketahui she dan nama loocianpwee," berkata Siauw Pek si anak
muda yang masih memikirkan jalan untuk mencegah maksud orang.
"Panglima yang kalah perang, dia tidak dapat dikatakan gagah,"
berkata orang tua itu, "maka itu lebih baik aku tidak menyebutkan
she dan namaku " Kembali ia memutar tubuh untuk berlalu kedalam
rimba. "Loocianpwee" kata si anak muda, bingung. "Loocianpwee
bukannya kalah Kenapa loocianpwee begini tawar hati?"
orang tua itu menoleh, katanya sungguh sungguh: "Sepuluh
tahun aku mempelajari ilmu silatku, aku percaya, dengan itu dapat
aku muncul pula didalam dunia Kang ouw, siapa tahu ilmuku itu
dapat kau pecahkan, saudara kecil Mana aku ada muka untuk
muncul pula?"
Siauw Pek melihat wajah orang guram, ia merasa sulit buat
menghibur pula. Karena itu, mendadak ia tertawa hambar. Katanya:
"Loocianpwee mau kembali keguamu, untuk mati di dalam lembah,
buat berkawan dengan segala rumput dan pohon kayu, itulah satu
soal, tetapi rupanya loocianpwee tidak ingat, warisan apa yang
loocianpwee bakal tinggalkan karena loocianpwee mengambil
keputusan cepat ini Tahukah loocianpwee bahwa Rimba Persilatan
bakal mengalami malapetaka yang hebat?" orang tua itu heran, dia
menjadi tidak senang.
"Ancaman bencana apakah itu?" tanyanya gusar.
"Menurut apa yang boanpwee ketahui, selama ini sudah timbul
gelombang baru dunia Kang ouw telah diliputi hawa pembunuhan
besar besaran- Dan semua itu adalah akibat bicara iseng iseng
loocianpwee dahulu"
"Apakah itu?" tanya siorang tua. Dia makin heran.
" Delapan belas partai besar mengatakan kebinasaan ketua
empat partai adalah perbuatan coh Kam Pek suami istri," Siauw Pek
memberikan keterangan, "mereka itu mungkin benar. Tetapi
loocianpwee mengatakan sebaliknya. Inilah bukti loocianpwee
berani dan mulia. Tapi loocianpwee pendapatmu itu menentang
semua partai itu, inilah bibit perselisihan- Kalau nanti loocianpwe
muncul pula, bukankah loocianpwee akan dibenci suara terbanyak"
Apakah itu bukan berarti warisan bencana?"
"Memang itulah anggapanku, walaupun aku tak dapat
memberikan buktinya," berkata si orang tua, "Biar bagaimana
didalam hati, tetap ada kecurigaan. Hal itu tak dapat dibantah pihak
Bu Tong dan Kun Lun, hingga karenanya mereka jadi membenci dan
menyerang aku."
"Tahukah loocianpwee bahwa sekarang ini telah muncul satu
rombongan baru yang menentang kedelapan belas partai itu?"
Siauw Pek bertanya. "Pemimpin rombongan itu adalah seorang yang
masih dalam rahasia." Hati orang tua itu tertarik.
"oh, begitu?" katanya. "Itulah aku tak tahu."
"Aku bicara sejujurnya, loocianpwee. Rombongan itu adalah
suatu kenyataan- Mereka telah membuat lambang merupakan
sebuah pedang pendek yang diukirkan empat huruf "Kiu Heng cie
Kiam" artinya pedang sakit hati. Telah tak sedikit orang Kang ouw
yang terbinasa diujung pedang pendek itu." orang tua itu diam
berpikir. "Tapi apa sangkut pautnya mereka denganku?" dia bertanya.
"Rombongan itu membunuh tanpa merampas barang milik atau
menculik kaum wanita," Siauw Pek menjelaskan lebih jauh. "Karena
itu dunia Kang ouw merasa mereka adalah turunan dari keluarga
coh. Katanya turunan coh Kam Pek itu telah mendapat guru yang
liehay, yang mengajarinya ilmu silat, maka dia sekarang muncul
didunia Kang ouw guna menuntut balas sakit hati coh Kee Po"
"Peristiwa coh Kee Po adalah peristiwa penasaran paling besar
dalam dunia ini Kalau benar coh Kam Pek masih ada turunannya,
putra atau putrinya, itulah bukti thian ada matanya."
"Peristiwa sudah berlalu belasan tahun yang lampau," kata Siauw
Pek pula, "andaikata coh Kam Pek mempunyai turunan, nampaknya
sulit buat mencari tahu duduk soal yang sebenarnya, maka itu
loocianpwee, kau gagah perkasa, aku juga tidak takuti orang yang
berjumlah banyak itu, sudah selayaknya kau muncul lagi dalam
dunia Kang ouw, buat menjelaskan anggapanmu itu, guna mencari
bukti yang kuat, guna dihadapkan semua orang Rimba Persilatan,
agar mereka ketahui duduk peristiwanya. Denganjalan itu saja
penasaran dan sakit hati keluarga coh dapat dilampiaskan-
Bukankah itu akan memuaskan loocianpwee?"
si orang tua berpikir keras, dia menatap anak muda itu.
Siauw Pek berhenti sebentar, lalu dia menambahkan: " Umpama
rombongan baru itu bukan turunan keluarga coh, bahwa mereka
bekerja untuk meminjam nama saja, buat mewujudkan maksud
mereka, juga loocianpwee dapat menganjurkan mereka buat
membubarkan diri atau mereka itu dianjurkan membela keadilan,
buat membela pihak keluarga coh, supaya pada akhirnya nanti,
penasaran kaluarga itu dapat dilenyapkan- Loocianpwee, biar
bagaimana, tak dapat loocianpwee berpeluk tangan saja
membiarkan peristiwa berlarut larut dengan ada kemungkinan
menjadi hebat"
Kedua mata sicrang tua bersinar tajam, kembali dia menatap si
anak muda. "Sebenarnya, siapakah kau?" tanya dia heran. "Kenapa aku
sangat memperhatikan urusan keluarga coh itu?"
Ditanya begitu, mendadak Siauw Pek memperlihatkan roman
sungguh sungguh. Tapi sebelum menjawab, ia sudah menunduk
untuk memberi hormatnya, kemudian barulah ia berkata: "Untuk
ayah bundaku loocianpwee telah mendendam rasa tak puas dan
sudi tinggal menyendiri didalam lembah ini belasan tahun, oleh
karena itu jikalau aku tidak memberitahukan asal usul diriku yang
sebenarnya, takpuas hatiku." Wajah orang tua itu memperlihatkan
roman sangat heran. Kembali dia menatap.
"Jadi kaulah keturunan keluarga coh itu?" ia menegaskan-
"Boanpwee bernama coh Siauw Pek." berkata Siauw Pek,
menjawab. "coh Kam Pek yang mengandung dendam hebat itu ialah
ayahku almarhum."
"Ah, aku tidak percaya" kata orang tua itu.
"Boanpweelah keturunan keluarga Coh itu, jikalau boanpwee
mendusta, biarlah Thian membinasakan dan bumi memusnahkannya
" berkata Siauw Pek sungguh sungguh. orang tua itu menarik napas
panjang. "ohJadi kau datang kemari untuk mencari loohu?" tanyanya.
"Sebenarnya boanpwee datang kemari untuk menyelidiki gerak
gerik ketua ketua dari Siauw Limpay, Bu Tong Pay dan Khong Tong
Pay, yang katanya hendak berapat disini," si anak muda
menerangkan dengan terus terang, "adalah sangat diluar dugaan,
boanpwee dapat bertemu dengan loocianpwee."
"Apa " Ketua keempat itu mau berapat di sini?" tanya si orang
tua itu heran- "Benar"
"Sungguh aneh "
"juga kebetulan saja boanpwee mendengar hal mereka itu mau
berkumpul digunung Lam Gak ini. Belum banyak orang Kang ouw
yang mengetahuinya."
"Mereka masing masing mempunyai pusatnya, kenapa mereka
mau datang kemari" Aneh "
"Locianpwee," siauw Pek memotong. Kembali ia memberi
hormat. "Tentang diri boanpwee, telah boanpwee jelaskan, maka
sekarang boanpwee hendak bertanya, sudikah loocianpwee
memberitahukan she dan nama loocianpwee ?" orang tua itu
menghela napas.
"Mungkin sekali orang kang ouw telah melupakan loohu..."
sahutnya perlahan- Ia diam sejenak. lalu tertawa perlahan- Katanya:
"Gelombang sungai Tiang Kang yang dibelakang mendorong
gelombang yang didepan, begitupun manusia, angakatan muda
memenangkan angkatan lama Loohu mengira penasaran keluarga
coh bakal terpendam buat selama lamanya tak ada jalan untuk
memecahkan rahasianya, tak disangka keluarga itu mempunyai
turunan sebagai kau, anak. turunan yang gagah perkasa"
"Loocianpwee terlalu memuji boanpwee," katanya merendah.
orang tua itu tertawa.
"Selama hidupku, sangat jarang aku memuji orang " katanya,
"Kalau aku memuji, mesti ada sebabnya, dan dengan sesungguh
hati. Entah dari siapa kau mendapat kepandaian ini maka didalam
usia begini muda telah begini liehay ilmu silatmu ?"
Untuk sejenak Siauw Pek bersangsi, tetapi akhirnya ia menyahut:
"Dengan sebenarnya tak berani boanpwee mendustai loocianpwee.
orang yang mengajari boanpwee ilmu pedang ialah orang yang
disebut Kian-kut It Kiam Kie..."
Mata orang tua itu terbuka lebar, sinarnya berkilauan. "Apa?"
selanya. "Apakah kau maksudkan Kie Tong?"
"Benar, itulah guru boanpwee," sahut Siauw Pek hormat. orang
tua berpakaian hitam itu tertawa tergelak.
"Jikalau begitu tidaklah heran bila hanya dengan sejurus ilmu
pedangmu kau dapat memecahkan ilmu silatku yang telah kulatih
dengan susah payah selama sepuluh tahun..." Ia menyebut nama
ilmu silatnya itu: "Ngo Kwie Souw IHun". Ia batuk batuk perlahan.
Kemudian ia menambahkan: "Semasa Kie Tong bergerak dalam
dunia Kang ouw dahulu itu, dia memperoleh sebutan Thian Hee Tee
It Kiam, yaitu ahli pedang nomor satu dikolong langit ini. Dengan
pedangnya itu entah ia telah mengalahkan berapa banyak jago
Rimba Persilatan, sebaliknya, belum pernah ia melukai lawan
lawannya. Maka juga, ia memperoleh sebutan lain, yaitu Thian kiam,
si Pedang Keadilan- Sebutan itu berarti, luhur ilmu pedangnya itu
luhur setinggi langit. Arti yang lain ialah ia sangat bijaksana, sangat
berperikemanusiaan. "
Senang siauw Pek mendengar kata kata orang tua itu, akan
tetapi, ia masih belum puas, pikirnya: "Telah aku beritahukan she
dan namaku serta riwayatku, tetapi kau, kenapa kau belum juga
menyebutkan she dan namamu ?" Walaupun ia memikir demikian, ia
toh lekas lekas mengatakan: "Tidak salah ilmu pedang guruku itu
juga dinamakan Tay pie Kiam hoat, yang mengandung maksud
sangat mencinta, maha kasih."
Hati orang tua itu terbuka. Tak lagi ia pepat dan berputus asa
seperti semula. Maka ia dapat tertawa lebar. Ia lalu berkata gembira
" Kaulah muridnya Kie Tong, dengan ilmu pedangmu kau dapat
mengalahkan ilmu silatku, itulah tidak aneh, sudah sepantasnya kau
menang. Dengan begitu, aku kalah tanpa menyesal."
"Boanpwee telah memberitahukan segala apa tentang diriku,"
kata Siauw Pek kemudian "maka itu sekarang boanpwee mengharap
loocianpwee menyingkirkan minat loocianpwee yang ingin
menyekap diri pula didalam gua."
"Apakah kau menghendaki loohu muncul lagi dalam dunia Kang
ouw?" tanya orang tua itu. "Apakah kau ingin loohu membantu
mengadakan penyelidikan tentang peristiwa keluargamu pada tiga
belas tahun yang lampau itu "
"Benar," sahut Siauw Pek mengangguk. orang tua itu tertawa
pula. "Baik, Loohu menerima baik permintaanmu ini cuma urusan ini
sangat besar dan ada hubungannya satu dengan lain, hingga
mungkin terjadi banyak sekali orang yang bakal terbinasakan- oleh
karena itu, saudara kecil. aku hendak menjelaskan dahulu
kepadamu : Kau cuma harus binasakan biang keladi jangan kau
membunuh sembarang orang."
"Baik loocianpwee, suka boanpwee memberikan janji Memang
boanpwee cuma mau cari si biang keladi, lainnya tidak "
"Semenjak jaman purbakala, saudara kecil," sicrang tua berkata
pula, "tidak ada lain orang yang mempunyai musuh sebagai kau
Sebab musuh kau selain sembilan partai besar ada juga sembilan
partai lainnya jadinya didalam lima kaum Kang ouw ada empat
musuh musuhmu Kau benar mewariskan ilmu pedang Kie Tong
tetapi seorang diri, tak mungkin tenagamu cukup. Maka itu kauperlu
mengumpulkan banyak orang, guna membangun satu golongan
sendiri" Siauw Pek agak ragu ragu.
"Dalam hal ini loohu akan bantu kau," berkata orang tua itu
"Akan aku undan seorang gagah, buat membantu kau membangun
usahamu itu. cuma orang itu bertabiat sangat aneh, walaupun kau
liehay, belum tentu dia suka membantumu, kau harus sabar luar
biasa, sebagaimana dijaman dahulu Lauw pie terpaksa tiga kali
menyambangi rumah gubuk untuk mengundang cukat Liang."
"Asal boanpwee bisa mencuci sakit hati ayahbundaku, jangankan
baru tiga kali, delapan atau sepuluh kalipun boanpwee bersedia,"
berkata Siauw Pek. orang tua itu tertawa.
"Bagus saudara kecil, bila kau mempunyai kesabaran begitu."
katanya gembira. "Loohu percaya bahwa penasaran keluargamu
akan dapat dilampiaskan"
Siauw Pek tidak berkata apa apa tetapi lagi lagi ia memberi
hormat. Ia merangkap kedua tangannya dan menjura.
"Loocianpwee sudi membantu boanpwee, boanpwee sangat
bersyukur," katanya. "Apakah sekarang loocianpwee sudi
memberitahukan she dan nama loocianpwee kepadaku ?"
ornag tua itu tidak segera menjawab, hanya dia berkata :
"Didalam dunia Rimba Persilatan tidak ada besar atau kecil, tua atau
muda siapa yang bijaksana dialah yang termulia, demikian pun kita,
walaupun loohu berusia jauh lebih tua daripada kau, saudara kecil,
dalam hal ilmu silat kau jauh melebihi aku, oleh karena itu
selanjutnya baiklah kita bergaul sebagai kakak beradik saja."
"Itulah tak berani boanpwee terima," kata siauw Pek.
"Kita telah bersatu hati, jangan kau sungkan- kata orang tua itu.
"oleh karena loocianpwee mendesak. baiklah " sahut sianak
muda akhirnya. "Jikalau boanpwee tetap menolak. itulah berarti kita
orang luar." orang tua itu tersenyum puas.
"Sewaktu saudaramu belum mengundurkan diri," berkata ia
kemudian, "didalam dunia Sungai Telaga, saudaramu ini mempunyai
juga namanya yang kecil. Kaum Rimba Persilatan memanggil aku
Seng Supoan Ban Liang^"
"Seng SuPoan" adalah julukan, artinya "Hakim penuntut Hidup
Mati". Kembali Siauw Pek memberi hormat.


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"oh, kiranya kakak Ban " katanya puas.
Ban Liang lalu berkata pula : "Tabiatku aneh Aku benci kejahatan
seperti aku benci musuhku, kalau aku turun tangan, aku biasa
berlaku telangas. Karena itu orang Rimba Persilatan mengatakan
aku berkedudukan antara sibenar dan si sesat, bila bertindak, aku
hanya menuruti rasa hatiku, girang atau murka."
"Menurutku, saudara justru jujur dan polos"
Ban Liang menepuk pahanya, dia menunjukkan jempolnya.
"Saudara kecil. tabiatmu sama dengan tabiatku si orang she Ban
" katanya.
"Kembali loocianpwee memuji terlalu tinggi " berkata si anak
muda. Ban Liang tersenyum.
"orang Rimba Persilatan mengatakan aku antara sadar dan sesat,
itulah karena sifatku terlalu keras," kata dia pula. "Selama hidupku
aku telah banyak membunuh orang akan tetapi aku percaya betul
belum pernah aku membunuh orang baik-baik, Ada orang-orang
Rimba Persilatan yang romannya baik dan murah hati serta gemar
mengamal, guna memperoleh nama akan tetapi diam-diam tak
kejahatan yang mereka tak lakukan- Aku dinamakan si aneh itulah
sebab aku telah membunuh terlalu banyak manusia-manusia palsu
itu " "Loocianpwee, boanpwee sangat mengagumi loocianpwee "
"Kau memuji saja"
Siauw Pek melihat langit.
" Loocianpwee, tahukah kau bahwa sekarang ini tengah diadakan
permusyawaratan didalam gunung Lam Gak ini ?" dia bertanya.
"Baru saja loohu keluar, segala apa belum loohu tahu."
"Boanpwee maksudkan ketua keempat partai besar. Entah
mengapa mereka mengulangi kejadian seperti belasan tahun dahulu
itu " Ban Liang berpikir.
JILID 18 "oh, begitu ?"
"Benar. Boanpwee telah memperoleh berita yang jelas sekali."
"Tahukah kau dimana tempat rapat mereka itu ?"
"cuma di Gunung Lam Gak ini, tempatnya yang tepat, entahlah."
"Banyak tempat yang baik di Gunung ini, semuanya loohu
ketahui. Mungkin disalah satu antaranya."
Tiba tiba Siauw pek ingat hal dua orang tadi.
"Loocianpwee, apakah loocianpwee mempunyai murid ?"
tandanya berbisik. Ban Liang menggeleng kepala. "Tidak, aku
tinggal sendirian disini."
"Jikalau begitu, tempat kediaman loocianpwee, sisinya telah
orang duduki," kata siauw Pek yang terus menuturkan segala apa
yang ia dengar dan lihat. orang tua itu tersenyum.
"Tidak kusangka Lam Gak yang biasanya sunyi senyap sekarang
menjadi ramai sekali " ujarnya, "syukur tempatku sangat
tersembunyi, biar disini ada orang lain, tak mudah mereka
menemukannya, sekarang mari kita pergi ke tempatku itu, untuk
beristirahat, nanti aku menyiapkan segala apa, untuk ku turut kau
pergi mencari tempat rapatnya ketua-ketua keempat partai besar itu
sekalian kau menikmati keindahan pemandangan alam disini."
"Boanpwee masih mempunyai dua orang kawan, nanti boanpwee
panggil mereka datang kemari untuk memberi hormat kepada
loocianpwee," kata Siauw Pek.
"Baik, akan loohu tungguh disini "
siauw Pek lalu lari pergi mencari Oey Eng dan Kho Kong. Ia dapat
menemukan mereka itu ditempat yang dijanjikan-
"Saudara saudara, mari ikut aku menemui seorang jago bu-lim
angkatan tua."
"Siapakah dia ?" tanya Oey Eng.
" Kenalan baru."
"Apakah toako telah perkenalkan diri asalmu kepadanya ?"
"Ya, loocianpwee itu pernah membela Pek Ho Po karena itu dia
sampai dilukai jago-jago BuTong dan Kun Lun- Karena lukanya itu,
dia hidup menyendiri. Dia dapat dianggap sebagai sahabat dan
penolong keluargaku. Dia tahu banyak tentang urusan dahulu, kalau
tidak, tidak nanti dia mau ikut campur lagi." Oey Eng teliti, dia
berdiam, tidak demikian dengan Kho Kong.
"Kalau dia mencurigakan, kita bunuh saja" kata si sembrono ini.
siauw Pek dan Oey Eng tidak melayani bicara. Saudara muda itu
memang biasa menuruti adat saja, cuma kadang kadang dia sadar
dan sabar. Lalu ketiganya berangkat. Siauw Pek jalan didepan. Ban
Liang berada ditempatnya.
"Inilah Ban Loocianpwee," siauw Pek memperkenaikan. "Lekas
kamu beri hormat "
Oey Eng memberi hormat sambil menjura dalam. Ia turut kata
kata ketuanya. Dimata dia siorang tua tak mirip orang yang baik
hati. Ban Liang sebaliknya mengawasi tajam kedua pemuda itu.
"Dapatkah mereka berdua dipercaya ?" tanyanya kepada Siauw
Pek. Lekas-lekas Siauw Pek memberitahukan: "Inilah dua saudara
angkatku. Kami telah berjanji akan sehidup semati. Mereka kenal
baik asal usulku."
"Bagus, ya. kau mencurigai kami " kata Kho Kong nyaring.
"Sebenarnya kami justru masih menyangsikan kau, loocianpwee " Si
sembrono ini bicara blak-blakan-
Ban Liang tidak menjadi gusar, bahkan sebaliknya, dia tertawa
lebar. "Bagus Kau lihat saja nanti " katanya. "Selama hidupku aku selalu
berbuat baik, aku biasa membantu si lemah menindas si kuat,
selama itu hampir tak ada orang Rimba Persilatan yang memuji aku
tapi aku tidak menghiraukannya Sekarang, setelah hampir tiba
saatnya aku masuk kedalam liang kubur, aku akan muncul pula,
mesti aku melakukan sesuatu yang menggemparkan " Dia tertawa
pula, terus dia menengadah, dan akhirnya menambahkan : "Selama
beberapa puluh tahun yang terakhir ini, diantara pelbagai peristiwa,
peristiwa Coh Kee Po adalah yang paling hebat, jikalau aku dapat
mencuci bersih penasaran itu, puas hidupku, matipun aku rela "
Kembali si tua itu tertawa, suatu tanda dia gembira sekali. Siauw
Pek memberi hormat pada jago tua itu.
" Loocianpwee baik sekali " katanya. " Loocianpwee, terimalah
hormatku "
"Tak usah kau berterima kasih padaku," berkata orang tua itu.
"Meski aku bekerja untuk keluargamu tetapi sebenarnya untuk peri
keadilan, untuk peri- kemanusiaan " Kho Kong melihat langit.
"Sang malam bakal lekas tiba," katanya. "sekarang kita masih
belum tahu tempat berapat pihak empat partai itu, aku kuatir nanti
lenyap kesempatan kita..."
"Benar," kata si jago tua. "Aku kenal hampir semua bagian
gunung ini, marilah kita mencari, mungkin tak sukar menemukan
tempat musyawarah mereka itu"
"Loocianpwee telah lama tinggal disini, tahukah loocianpwee
kalau kalau disini berdiam seseorang atau suatu rombongan ?"
"Sampai sebegitu jauh, tidak-" sahut Ban Liang. "Entahlah kalau
yang baru datang." Kho Kong mengawasi orang tua itu, sekarang
dia berkesan baik,
"Kita harus waspada dan berhati hati," Ban Liang memberitahu.
"Andaikata ada rombongan yang berdiam disini, sebaiknya jangan
kita bentrok dengannya kecuali terpaksa."
"Loocianpwee benar," Oey Eng setuju.
"Sekarang," kata Ban Liang pula, "kiranya perlu segera mencari
tahu tempat musyawarah keempat partai. Menurut dugaanku,
mereka berapat mengenai urusan Pek Ho Po..." Oey Eng
mengangguk. "Kapankah loocianpwee hendak bertindak ?" tanyanya.
"sekarang juga Setujukah kamu ?"
"Kami selalu bersedia," kata Oey Eng. Ban Liang tersenyum, lalu
ia berangkat. Inilah tidak disangka Oey Eng, yang segera menyusul,
demikianpun kedua kawannya.
Mereka berlari lari mendaki, sijago tua selalu berada didepan.
Sesampainya mereka diatas puncak. magrib pun tiba.
Ban Liang memandang kesekitarnya, lalu ia menunjuk kesatu
arah. "Jikalau terkaanku tidak meleset, mereka tentu berkumpul
disana, dipuncak Ciong Gan Hong itu" katanya sejenak kemudian-
"Apakah dasar alasan locianpwee ?"
"Puncak itu tinggi, curam dan sulit didaki .Jalan naik cuma
sebuah jalan kecil, maka jalan itu mudah untuk dijaga. Buat
merundingkan soal rahasia, Ciong Gan Hong paling tepat."
"Andaikata mereka tidak berada disana?" tanya Kho Kong.
"Mungkin di lembah Wan Ciu Kan."
"Jika begitu, sekarang mari kita pergi ke Ciong Gan Hong
dahulu," mengajak Siauw Pek.
"Baik, marilah " berkata Ban Liang. "jalanan berbahaya, berhati
hatilah " Kembali jago tua ini jalan di muka.
Jalan mendaki, benar benar meminta tenaga dan kewaspadaan,
karena sulitnya, karena cuacapun sudah guram. Dan pula Ciong Gan
Hong terpisah jauh, walau tampaknya dekat.
Selang satu jam lebih, barulah mereka sampai dikaki puncak. Oey
Eng dan Kho Kong bernapas sengal sengal dan bermandikan peluh,
Ban Liang dan Siauw Pek lumayan saja.
"Kuat sampai dijalan kecil untuk mendaki itu, kita perlu jalan lagi
kira kira tiga lie." berkata Ban Liang, "maka itu baik kita beristirahat
dahulu sebentar."
"Kalau benar empat ketua partai itu berada diatas puncak.
mungkin kita bakal melakukan pertempuran," berkata Kho Kong, "
karena itu perlu juga kita mengaso sebentar disini."
Ban Liang merasa letih jua, ia lantas mendahului duduk
bersemadhi. Kira kita satu jam lamanya rombongan ini beristirahat, kemudian
mereka mulai pula dengan perjalanan mereka. Sekarang mereka
mendapat tenaga baru. Tak berapa lama, tiba sudah mereka dijalan
kecil yang ditunjuk itu.
"Loohu akan jalan di muka, kamu bertiga berhati hatilah," pesan
sijago tua, yang mulai mendaki jalan kecil itu. "Usahakah supaya
kita jangan menerbitkan suara suara." Siauw Pek bertiga
memberikan janjinya.
Puncak Ciong Gan Hong tinggi beberapa ratus tombak, empat
penjurunya berupa seperti tembok dan berlumut juga, sukar orang
mendakinya kalau tidak ada jalan kecil itu.
Jalan kira kira baru setengah, mendadak Ban Liang berhenti maju
lebih jauh, terus dia melompat kesisi, untuk bersembunyi dibalik
sebuah batu besar.
Melihat itu, Siauw Pek turut berhenti seraya memberikan isyarat
kepada kedua saudaranya, untuk mereka juga berdiam, setelah
mana ia mengawasi tajam kearah depan-Cahaya bintang
membantunya. Sejauh delapan tombak. dibawah pohon cemara, di
atas sebuah batu yang besar, tampak seorang pendeta lagi duduk
bersila. Dia mengenakan jubah abu abu, didepannya terletak
senjatanya, sebatang tongkat yang berkilauan"
Benarlah disini," pikir si pemuda ini, yang terus menghampiri
Ban Liang. Ia berbisik :
"Rupanya pendeta dari siauw Lim Sie..."
"Benar, dia menjaga disini, itu artinya tak ada jalan lain- Untuk
sembunyipun sukar."
"Habis bagaimana?"
"Kita harus sergap dia agar sekali pukul dia terbinasa. Ditangan
begitu kita baru bisa mencegah dia memberi isyarat kepada kawan
kawannya..."
Siauw Pek berpikir. Melihat jaraknya itu, pendeta itu tak dapat
diserang sekalipun dengan senjata rahasia.
"Apakah kau pandai menggunakan senjata rahasia ?" tanya Ban
Liang, yang melihat ke sekitarnya.
Siauw Pek menggeleng kepala. Tiba-tiba ia ingat Thio Giok Yauw,
yang liehay senjata rahasianya.
"Jikalau begitu, terpaksa aku mesti turun tangan," kata Ban
Liang. "Dengan jalan Pek Houw Kang, akan aku dekati dia. Aku
pergi dari sebelah kiri sana. Kalau aku memberi tanda, kau segera
berupaya menarik perhatiannya supaya dapat aku membokongnya."
Siauw Pek melihat kesebelah kiri. Tebing licin sekali.
"Mana bisa loocianpwee yang pergi ke sana," kata ia, "baiklah
aku saja."
Ban Liang tidak dapat menjawab, kesatu, ia tidak bisa membuka
suara keras, kedua tak dapat ia menyusul dan menarik tubuhnya. Ia
segera bersiap sedia. Dikeluarkannya dua biji Cu-ngoteng, senjata
rahasianya. Walau percobaan itu berbahaya, Siauw Pek tidak menghiraukan-
Ia lagi bekerja guna menuntut balas ayah bunda dan semua
keluarganya. Kalau ia terpergok sebelum ia datang cukup dekat,
sungguh berbahaya...
Pemuda ini juga mengerti Pek Houw Kang, Ilmu Cecak. yaitu
semacam ilmu untuk jalan merayap di tembok. Semacam ilmu yang
membutuhkan tenaga dalam yang mahir.
Pendeta itu duduk bersila dengan mata meram dan tubuh tak
bergerak. ketika Siauw Pek berhasil melewatinya, dia masih berdiam
terus. Si anak muda heran- Pada saat ia hendak menyerang, tiba
tiba ia merobah pikirannya. Inilah disebabkan kecurigaannya.
Kenapa pendeta itu berdiam terus sedang mestinya dia liehay "
Biar bagaimana, Siauw Pek tidak dapat membuang waktu. Batal
menyerang dengan serangan maut, ia berlompat untuk menotok kin
keng hiat, jalan darah pendeta itu. Tepat serangan itu, segera tubuh
si pendeta roboh.
Justru itu, sadarlah Siauw Pek kenapa si pendeta mirip patung.
Ternyata dia sudah tidak mempunyai tenaga perlawanan-
Maka dia menyambar jubahnya, untuk menahan roboh tubuhnya
itu. Ban Lian bertiga melihat berhasilnya kawan itu, lalu ia lari
menghampiri. Siauw Pek menaruh tangannya dihidung orang itu, ia merasai
jalannya napas perlahan. Ia tahu, orang telah ada yang mendahului
menotoknya. Ban Liang menunjukkan jempolnya.
"Saudara yang baik, aku si tua sangat kagum terhadapmu,"
pujinya. "Inilah bukan jasaku, locianpwee," kata Siauw Pek terus terang.
"Dia telah ditotok orang lain-"
Orang tua itu melengak.
"Apa" Ada orang yang telah menotoknya?" tanyanya, matanya
membelalak. "Benar" si anak muda mengangguk.
"Siapa yang demikian liehay?" Ban Liang menggumam. "Kalau
begini, telah ada orang lihay yang mendahului kita mendaki puncak
ini." "Boanpweepun memikir demikian-" Ban Liang berpikir.
"Baik kita cocokkan lagi dia ditempatnya, baru kita mendaki
terus," kata dia.
Siauw Pek setuju. Mereka lalu bekerja. Kemudian si anak muda
berkata: "Mari boanpwee yang jalan didepan"
Sesudah melalui tiga atau empat puluh tombak. jalanan kecil


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang sempit itu telah sampai diujungnya, memperlihatkan sebuah
lembah yang lebar, yang tanahnya batu karang datar. Siauw Pek
menghunus pedangnya, baru ia melompat ketanah datar itu.
Menyender pada batu gunung yang berupa tembok. tampak dua
orang toosu, atau imam, kaum Too Kauw. Yang dikiri tengah
memegang gagang pedang, yang dikanan sudah mencabut
sebagian dari pedangnya. Angim malam membuat jubah mereka
bergerak gerak. akan tetapi tubuh mereka diam seperti patung. Ban
Lian lompat mendekati, untuk mengawasi.
"Mereka ini juga korban totokan," katanya. " Entah siapa orang
gagah itu.jangan jangan kalau nanti kita dipuncak. disana sudah
terjadi pertarungan yang seru sekali."
Siauw Pek juga berpikir. Ia berkhayal : Jangan jangan akan
terulang peristiwa seperti tigabelas tahun yang lampau, yang
menyebabkan musnahnya Pek Ho Po. Pikirnya lebih jauh. Kali ini
mungkin akulah yang memegang peranan-.."
Ban Liang, yang luas pengalamannya, melihat anak muda
berpikir. Ia segera kata perlahan, "Jangan banyak pikir saudara kecil
Keempat partai sudah berpengalaman, mestinya mereka telah
mengatur persiapan yang ketat, biar orang liehay sekali tak mungkin
dalam waktu singkat dia dapat membinasakan keempat partai
belum tahu ada orang yang sudah menyelundup masuk..." Siauw
Pek mengangguk.
Ban Liang mengawasi kedua imam, ia berkata. "Baik kita pakai
jubahnya itu, untuk dapat bercampur baur dengan mereka..."
Siauw Pek setuju, bahkan ia terus turun tangan, akan membuka
jubah kedua imam itu, untuk berdua Ban Liang memakainya. Maka,
melihat dua orang kawan itu Oey Eng dan Kho Kong tersenyum.
"Sayang cuma ada dua perangkat," kata Oey Eng.
"Tapi kita hanya hendak membuat penyelidikan," berkata Ban
Liang. "Bagaimana kalau tuan tuan berdua menjaga jalan mundur
kali ini?"
Kho Kong tidak setuju dia hendak membantah, tapi Oey Eng
mendahuluinya. Katanya: "Loocianpwee benar. Baiklah, kami akan
menanti disini." Kho Kong membungkam terus. Ia menahan
kemendongkolannya
Kali ini sijago tua yang maju di muka, Siauw Pek mengikutinya.
Mereka berjalan dengan menggunakan ilmu ringan tubuh, sama
sekali mereka tidak memperdengarkan suara sesuatu. Setelah
mendekati puncak. mereka tambah waspada. Sambil bersembunyi
dibelakang batu besar, mereka memasang mata.
Puncak Ciong Gan Hong rata, tanahnya berumput, luasnya sekira
satu hektar. sekitarnya pohon cemara melulu. Disana sini terdapat
batu batu yang bentuknya aneh. Ditengah tengah puncak dibangun
sebuah tenda atau kemah dimana tampak cahaya api.
Setelah melihat sekitarnya itu, Siauw Pek melompat kepada
sebuah pohon cemara, untuk menjambret cabangnya, dan
menyembunyikan diri diantara dahan dahannya yang lebat. Dari
yang jauh ini, ia bisa melihat kebawah, ke arah tenda.
Sejauh tiga tombak dari pohon cemara itu, dari belakang sebuah
batu besar telihat munculnya seorang imam dengan pedang
dipinggangnya. Dia melompat naik keatas batu, untuk memasang
mata. Mungkin dia mendengar suara angin dari gerakan sipemuda
itu tadi. "Berbahaya," pikir Siauw Pek. "Ada kemungkinan dia dapat
melihat Ban loocianpwee," Maka ia lalu bersiap sedia, asal kawannya
terpergok. hendak ia mendahului turun tangan-Terpaksa ia mesti
membokong dan membunuh guna menutup mulut lawan, agar
kedatangan mereka tidak diketahui.
Sementara itu Ban Liang pun telah mendengar suara sepatu, ia
memutar tubuh, untuk berlompat, guna menyembunyikan diri
disebuah pohon. Siauw Pek melihat gerak gerik kawan itu, ia
kagum. " Dasar orang Kang ouw berpengalaman" ia memuji.
Dari atas batu, si imam melompat turun, untuk jalan dijalan kecil.
ia tidak jalan terus hanya ia belok kearah barat.
siauw Pek mengawasi, ia beragu untuk turun tangan- ia belum
tahu pihak partai partai besar itu terdiri dari berapa banyak jago.
Selagi ia ragu ragu itu, si imam sudah lenyap...
Sambil mengawasi tenda, Siauw Pek ingat akan kebinasaan hebat
dan menyedihkan dari ayah bunda dan saudaranya, tiba tiba
darahnya bergolak.
"Aku telah tiba disini, mana dapat aku berlalu dengan tangan
kosong " peduli apa aku dengan ancaman bahaya ?"
Maka ia melompat turun dari atas pohon untuk bertindak kearah
tenda. ia telah mendapat pikiran buat menyelundup masuk kedalam
kemah itu. ia sudah mendekat lagi dua tombak. Tidak ada orang
yang muncul dan merintanginya.
Kemah itu lebar satu tombak persegi. Kain tendanya tebal,
hingga orang tak dapat melihat kedalam kecuali sinar apinya yang
menyelinap keluar.
Dengan tindakan berhati hati siauw Pek mengelilingi kemah itu.
Masih juga ia tidak menemukan orang. Sedangkan si imam, yang
tadi melakukan pengawasan, entah telah pergi kemana. Melihat
demikian, dengan berani si anak muda menuju ke muka kemah.
Lagi dua tindak akan dapat ia menyingkap pintu kemah. ia berdiri
beberapa lama, lalu ia maju satu tindak lagi, tangan kirinyapun
diluncurkan, guna menyingkap pintu kemah, akan tetapi mendadak
telinganya itu mendengar suaranya Seng Supoan.
"Ada orang Lekas menyingkir" Tanpa berpikir lagi, ia melompat
mundur, untuk terus bersembunyi dibelakang sebuah batu besar.
Lekas sekali, dua bayangan orang berkelebat terus lenyap.
lenyap naik keatas puncak.
siauw Pek heran- Ia berpikir keras. Tapi tidak ada kesempatan
buatnya berpikir lama. Dua sosok bayangan itu, yang agaknya
berpakaian serba hitam, dengan segera menghampiri kemah. Baru
sekarang terlihat bahwa pakaian mereka berdua berlainan, hanya
dipunggung mereka tergendol pedang. Tiga tindak dari kemah,
mendadak mereka itu berhenti, untuk berdiri tegak. Mungkin
mereka itu bercuriga, sebab suasana yang agak kurang tepat...
Hanya sejenak kemudian, orang yang dikiri nampak kehabisan
sabar. Dia menghunus pedangnya, dengan tangan kirinya dia
menyingkap pintu kemah untuk segera bertindak masuk ked
alamnya. siauw Pek bukan penghuni kemah akan tetapi menyaksikan gerak
gerik orang itu, ia mearsa tegang sendirinya. ia terus memasang
mata. ingin ia ketahui ada gerakan apa dari dalam kemah itu.
Dari dalam kemah terdengar dua kali suara seperti saling
membentur, perlahan sekali, lalu sunyi pula. orang yang masuk
kedalam itu bagaikan batu yang dilemparkan kedalam laut.
orang yang diluar, yang tadi berdiri disebelah kanan, mencabut
pedang, untuk melindungi dadanya. Meski demikian, dia berdiri tak
bergeming. Angin gunung, yang datang meniup, menggoyahkan pintu tenda.
Angin itu menembus ke dalam, maka terlihatlah, sinar api didalam
kemah itu yang bergoyang goyang. Itulah api dari sebuah lilin
besar. Api itu bagaikan sebentar padam sebentar nyala...
Dengan sangat berhati hati, Siauw Pek tindak ke kemah. ia
memilih tempat dari mana ia bisa mengintai kedalam kemah itu. Ada
terdapat sebuah meja kayu. Diatas itulah lilin besar itu menyala.
Disitu tak nampak si baju hitam yang baru saja masuk kedalamnya.
orang yang diluar masih menantikannya sejenak lagi, mendadak
dia memutar tubuhnya, untuk meninggalkan kemah buat pergi turun
dari puncak "Dia takut, dia pengecut, sampai kawannya dia tinggal pergi,"
pikir Siauw Pek. Lalu ia mengangkat kepalanya, menengadah langit,
mengawasi bintang bintang. Kemudian ia menghela napas perlahan-
Tiba tiba ia terkejut sendirinya karena mendadak ia ingat, tak
mungkinkah kemah ini suatu jebakan belaka " Apakah pendeta dan
imam tadi itu bukan sengaja ditotok. untuk dijadikan semacam
umpan, guna mengelabuhi orang yang datang menyatroni kemah
itu " Tapi, siapakah yang berada didalamnya " Kenapa dia tidak
nampak " Dimanakah dia sembunyi. Atau, apakah mereka ketua
ketua dari keempat partai partai besar itu " Ataukah dialah orang
gagah istimewa yang ditugaskan berdiam didalam kemah " Dan
imam tadi, kemanakah perginya dia "
Selagi bercuriga dan menerka nerka itu hati Siauw Pek berkobar.
Itulah api sakit hati hebat. Kata hati itu : "Tidak dapat dengan begini
saja aku mundur dari puncak ini Sekalipun mereka mengatur
perangkap. mesti aku masuk dan melihatnya "
Karena berpikir demikian, semangatnya menyala- nyala, segera
Siauw Pek menghunus pedangnya, lalu dengan tindakan lebar, ia
menuju kekemah. Setelah berada dlmulut tenda, la meluncurkan
pedangnya, guna menyontek pintu kemah itu
Mendadak lilin didalam kemah itu padam, hingga sekejap itu,
gelap petanglah kemah itu Akan tetapi berbareng dengan padamnya
api, samar-samar Siauw Pek melihat bahwa dikedua sisi kemah ada
duduk bergerombol beberapa orang. Sang gelap gulita membuat
segala sesuatu tak terlihat lagi.
Api lilin itu bagaikan padam ditiup angin karena terpentang
tersonteknya pintu kemah. Dari dalam tidak terdengar suatu suara
juga. Keadaan tetap sunyi senyap. "Mesti ada bersembunyi orang
yang liehay." Siauw Pek terus menerka.
Selagi kesunyian tetap menguasai kemah, Siauw Pek segera
memperdengarkan suaranya yang tinggi : "Aku yang rendah
mendengar kabar bahwa ketua-ketua dari empat pay besar telah
datang berkumpul di Gunung Lam Gak ini, karena itu dengan
sengaja aku datang berkunjung Tuan-tuan, mengapa kamu bersikap
secara rahasia begini " Apakah ini suatu cara untuk tuan rumah
menyambut tamunya ?"
Siasat Siauw Pek berhasil. Dari dalam kemah segera terdengar
suara yang dalam: "Siapakah kau, tuan" Apakah tuan ada
hubungannya dengan Kiu Heng cie Kiam ?"
"Aku yang rendah adalah seorang tak ternama dalam dunia Kang
ouw," menjawab sianak muda, "andaikata aku memberitahukan
namaku tuan-tuan pasti tak akan mengenalnya. Bukankah lebih baik
untukku tidak memberitahukannya ?"
Kembali datang suara dalam dari dalam kemah itu, hanya
sekarang suaranya seorang lain : "Diatas puncak Ciong Gan Hong ini
telah tersebar orang-orang liehay, maka setelah kau lancang datang
kemari kegedung Naga kegua Harimau bagianmu adalah manda
untuk diringkus Kenapa kau tidak lekas lekas meletakkan senjatamu
" Apakah kau hendak menanti sampai kami yang turun tangan ?"
Suara itu dingin akan tetapi Siauw Pek tidak jeri.
"Aku telah datang kemari, sewajarnya aku tidak takut" sahutnya.
"Buat meletakkan senjataku, itulah harapan sia-sia belaka darimu "
Kembali suara dari dalam kemah, suara yang parau : "Kau
menoleh kebelakang, setelah itu kau boleh memikir untuk
menentukan sikapmu "
Siauw Pek berpaling dengan cepat. Maka ia melihat
kebelakangnya, sejauh tujuh kaki, berdiri tujuh orang, yang entah
kapan munculnya, yang dua adalah pendeta-pendeta yang
mencekal tongkat, yang tiga imam-imam dengan pedang
ditangannya masing-masing. Yang dua lagi bukan orang-orang
beribadat, mereka ini juga memegang senjata. Tujuh orang itu
mengambil sikap mengurung ditiga penjuru.
"Ya, aku telah melihat" kata Siauw Pek kemudian, suaranyapun
tawar. "Kau telah melihat tetapi masih tidak mau melemparkan
pedangmu " kata si suara parau, "Mungkinkah kau memikir untuk
mampus ?" Mendadak Siauw Pek mendongak sambil memperdengarkan
suara bagaikan mendesir, terus ia berkata: "Jikalau ada salah
seorang tuan yang percaya dirinya sanggup merampas pedang di
tanganku ini, silahkan dia keluar. Jikalau kami memikir buat aku
sendiri yang melemparkan pedangku ini, itulah sia sia belaka, tak
guna membuka mulut dan menggoyang lidah "
"Sungguh keras kepala" seru suara dari dalam kemah.
Sementara itu Siauw Pek sudah memikir untuk mencoba pedang
atau goloknya, guna menunjukkan kewibawaan gurunya. Maka ia
berkata : "Aku telah datang kemari, maka buatku hidup atau mati
sudah tak kupikirkan lagi "
"Amida Buddha " terdengar puji dari dalam kemah terahasia itu. "
Walaupun kami menjunjung peri kemanusiaan akan tetapi kami
tidak dapat memberi ampun kepada orang yang memegang golok
jagal, oleh karena siecu enggan meletakkan senjatamu, baiklah,
loolap bersedia akan mengiringi kehendakmu"
Siauw Pek tidak menghiraukan suara itu.
"Sebenarnya, siapakah kau?" tanyanya dingin.
"Loolap adalah It Tie dari Siauw Lim Pay" sahut suara dari dalam
kemah itu. "Jadi kaulah si pendeta kepala dari siauw Lim Sle ?" Siauw Pek
menegasi. Siauw Lim Sie adalah pusat Siauw Lim Pay (Sie adalah kuil, dan
Pay partai) Nama siauw Lim Pay sangat terkenal dan dijunjung dalam dunia
Kang ouw, kalau ada seorang pendeta Siauw Limi sie yang
mengembara, umum menghormatinya dan memanggilnya "tay-su",
guru besar. Tetapi Siauw Pek menyebutnya pendeta (hweesio atau
hoosiang), itulah tanda tidak hormat. Maka pendeta yang disebelah
kiri menjadi gusar, segera dia membentak : "Manusia sombong
Bagaimana kau berani menghina ketua kami " Lalu dengan
tongkatnya dia menyerang.
Siauw Pek telah mencekal pedangnya, ia menangkis serangan
itu, membuat tongkat itu terpental.
"Aku belum bicara habis" bentaknya. "Jikalau kau hendak
berkelahi, tunggu sampai aku selesai bicara, masih belum
terlambat."
Ketika itu terdengar suara It Tie: "Benar, pinceng adalah ketua
dari Siauw Lim Pay "
"Pinceng" adalah sebutan umum dari bangsa pendeta untuk
membahasakan dirinya sendiri. " Loolap" biasa dipakai oleh pendeta
yang telah lanjut usianya.
Lalu terdengar suara dingin semula : " orang ini sangat sombong,
dia tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, baiklah tooheng
jangan melayani dia mengadu lidah "
Siauw Pek tidak puas dengan kata-kata orang itu, akan tetapi ia
masih dapat berlaku sabar, maka ia berkata : "Aku tidak peduli
kamu telah menyembunyikan beberapa banyak orang liehay diatas
puncak Ciong Gan Hong ini, aku bersedia untuk melayaninya, cuma
sebelum aku turun tangan, aku hendak bertanya jelas dulu perihal
diri kamu semua Nah, siapakah kau ?"
"Pinto adalah Gouw In Cu ketua Bu Tong Pay " sahut suara
dingin tadi. "Pintoo" adalah sebutan umum untuk kaum imam
membahasakan dirinya, seperti "pinceng" atau " loolap" untuk para
pendeta penganut Sang Buddha.
"Apakah ketua Ngo Bie Pay berada disini?" Siauw Pek tanya pula.
"Apakah gelarnya ?"
Segera terdengar suara yang parau: "Pinceng ialah Hoat Ceng"
Menyusul itu terdengar satu suara lain: "Loohu Siang Hin ketua


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari Khong Tong Pay"
Lalu terdengar pula suara It Tie, "Kami telah berada disini.
Sekaranglah giliran siecu memperkenalkan dirimu "
Siauw Pek berdiam sejenak. lalu dia menyahut dalam- "buat
sementara ini, maaf, belum dapat aku yang rendah menyebut she
dan namaku "
"Siecu kecil, kau pandai main rahasia " It Tie menegur. "Tidakkah
caramu ini jenaka dan mendatangkan buat tertawaan ?"
Siauw Pek memperdengarkan tawa dingin. Ia berkata pula:
"Suatu rahasia Rimba Persilatan dahulu hari telah membuat tuantuan
senantiasa khawatir, bagaimanakah rasanya itu selama
bertahun tahun ?"
Sekian lama kemah sunyi, baru kemudian terdengar suara Gouw
In Cu: "Sebenarnya, siapakah kau" Jikalau kau tetap tidak sudi
memberitahukan she dan namamu, jikalau kau masih main rahasia
rahasiaan, jangan kau sesalkan bahwa kami berlaku telangas"
Rupa rupanya, untuk mengeluarkan kata kata itu, keempat ketua
partai itu sudah bermupakat terlebih dahulu.
Dada Siauw Pek terasa panas, rasa sakit hati bagaikan terus
membakarnya. Kembali ia memperdengarkan desis yang agak lama,
lalu ia berkata: "Kamu mempunyai cara kejam apa jua, silahkan
keluarkan, supaya dapat aku memberi hajaran kepada kami semua
kawanan bisul yang mengandung nanah "
Rupanya hebat kata kata ini, yang membangkitkan hawa amarah,
maka dari dalam kemah segera keluar perintah nyaring: "Baik Nah,
kamu bergeraklah "
Pendeta yang dikiri tadi sudah beberapa lama menahan sabar,
begitu dia mendengar perintah itu, segera dia melompat maju
sambil menyerang dengan tongkatnya. Begitu kuat dia
menggunakan tenaganya, tongkat itu sampai memperdengarkan
suara anginnya. Dialah yang tadi tersampok tongkatnya oleh
pedang si anak muda.
Dengan sebatnya Siauw Pek menangkis, membuat tongkat orang
mental balik kembali
Itulah sebuah tangkisan ilmu pedang Tay pie Kiam hoat dari Kie
Tong, yang digunakan si anak muda secara sempurna. Setelah itu,
beda dari semula tadi, kali ini Siauw Pek membalas menyerang.
Pendeta itu terkejut, dia melompat mundur. Tiga imam turut
mundur juga disebabkan herannya atas serangan itu. Hanyalah
pendeta yang satu lagi justru maju dengan serangannya.
Siauw Pek tertawa dingin, ia berkata: " Kiranya orang orang
sembilan partai besar cuma pandai main keroyok " berkata begitu,
ia menangkis, lalu terus dia menyerang, menusuk lengan kanan si
pendeta Sampai disitu, bertiga mereka bertempur. Kedua pendeta dapat
bekerja sama, dan Siauw Pek berhasil melayaninya, bahkan sering
ia membuat lawannya mundur.
Cepat juga kedua pendeta itu terkurung sinar pedang, kecuali
menangkis dan berkelit, tak berdayalah mereka. Hal itu
membuatkan heran ketiga imam serta dua kawan lainnya, orang
orang bukan pendeta maupun imam itu.
Yang amat mengherankan yaitu walaupun Siauw Pek nampak
dapat mencelakakan kedua lawannya, toh sering ia tidak
menggunakan kesempatannya itu untuk merobohkan musuh, ia
justru membebaskannya Pula, makin lama semakin lincah.
Lewat sepuluh jurus lebih mendadak kedua pendeta itu
melompat keluar kalangan, wajah mereka guram, terus dengan
perlahan mereka berkata: "Kami bukanlah lawan siecu, terima kasih
atas budi kebaikanmu"
Siauw Pek pun segera berhenti, ia tidak berkata apa apa.
"Sekarang giliran kami mohon pengajaran" berkata seorang
diantara ketiga imam usia setengah umur itu.
"Silahkan, ketiga tuan tuan" Siauw Pek menyambut.
Ketiga imam segera mengambil tempat di tiga penjuru, terus
yang disebelah timur mulai dengan tikaman pedangnya. Maka
segera mulailah pula pertempuran main kepung itu.
Siauw Pek tidak beristirahat lagi. Ia terus bersilat sama lincahnya
seperti tadi. Ketiga imam yang telah menonton tadi mereka berlaku gesit dan
waspada. Segera juga mereka heran dibuatnya. Setiap kali mereka
menikam, setiap kali pedang mereka kena disampok terpental.
Mereka melihat lowongan tetapi tidak berhasil menyerang lowongan
itu. Pemuda itu awas dan licin sekali, dan pedangnya sangat sebat.
Ketiga imam dapat bekerja sama seperti kedua pendeta tadi,
rapat kepungan mereka. Mulanya Siauw Pek repot, tetapi selang
lima jurus ia dapat menguasai pula gerakan gerakannya. Ketika
sampai jurus kesepuluh, ketiga imam segera terkurung sinar
pedang, tak berdayalah mereka. Akan tetapi aneh si lawan yang
muda ini, selalu tidak mau menggunakan kesempatannya untuk
melukai lawan lawannya. cara berkelahinya tenang tetapi sebat
seperti ia melayani kedua pendeta tadi.
Begitu memasuki jurus belasan, imam yang ditimur itu melompat
keluar dari kalangan-Sembari menyimpan pedangnya, dia
menyerukan dua kawannya: " Kedua suheng, jangan berkelahi
terus. Walaupun kita belajar lagi sepuluh tahun, kita bukanlah lawan
pemuda ini"
Maka berhenti jugalah kedua imam lainnya. Setelah menyimpan
pedang, mereka memberi hormat pada Siauw Pek seraya berkata:
"Siecu liehay, kami bukan tandinganmu"
"Ketiga totiang cuma mengalah saja." sahut si anak muda.
Didalam hati, ia merasa heran bahwa juga lawan lawan ini mundur
teratur. Ia cuma merasa bahwa ia bersilat menuruti ajaran gurunya,
melakukan setiap jurus dari ilmu pedang Maha Kasih.
Imam yang ditimur itu berkata pula: "Kami bertiga telah melatih
diri dalam ilmu menyerang serentak. kami telah menghadapi lawan
tak sedikit, akan tetapi belum pernah kami menemui yang seperti
siecu, maka itu, kami rela menyerah kalah, menyerah dengan
setulusnya."
Siauw Pek berkesan baik terhadap ketiga imam itu. Ia membalas
hormat seraya bertanya: "Tootiang, adakah tootiang bertiga murid
murid Bu Tong Pay?"
Ketiga imam saling melirik, yang ditimur menjawab: "Benar,
siecu. Rupanya siecu mengenali kami dari gerak gerik ilmu pedang
kami." Siauw Pek tidak menjawab, hanya di dalam hatinya ia berkata:
"Bukan. Andaikata kamu dari Kun Lun Pay, aku toh percaya juga."
Inilah benar. Selama lima tahun, pemuda itu cuma mendalami
ilmu pedang dan golok, tentang ilmu silatnya lain lain partai, ia tidak
tahu menahu. Sampai disitu terdengar salah satu dari dua orang yang imam
bukan dan pendeta bukan itu berkata "Kedua taysu dari Siauw Lim
Sie dan ketiga tootiang dari Bu Tong Pay telah kalah dari pedang
siecu, maka kami berdua saudara tak selayaknya kami mengajukan
tantangan, akan tetapi kalau kami mengaku kalah sebelumnya
bertempur, kami tidak puas..."
"bagus" sambut Siauw Pek. "Jika tuan tuan berdua tidak puas,
silahkan coba coba"
"Kami bukanlah lawan tuan, hanya kami kecewa bila tidak main
dengan tuan yang berkepandaian tinggi itu," berkata pula orang itu
yang terus maju sambil mengangkat goloknya.
"Tuan tuan, tunggu sebentar" Siauw Pek mencegah. "Aku ingin
bicara dahulu."
"Apakah pengajaranmu itu, tuan" Kami bersedia mendengarnya."
orang itu batal menyerang.
"Apakah tuan tuan terhitung anggota kesembilan partai besar?"
orang itu mengangguk. Dia menunjuk kepada kawannya
"Bersama kakak Leng ini kamilah orang orang Khong Tong Pay."
Siauw Pek memandang kearah kemah, ia berkata: " Karena aku
menyangsikan sesuatu, sengaja aku datang kepuncak ini, maksudku
ingin menanyakan kalau kalau ketua dari keempat partai Siauw Lim,
Bu Tong, Ngo Bie dan Khong Tong Pay telah hadir semua disini.
Adakah mereka semua didalam kemah itu?"
"Tidak salah, ketua kami ada dikemah."
"Kalau ketua Khong Tong ada, tentu ada juga ketua ketua dari
ketiga partai lainnya," pikir Siauw Pek, yang terus: "Rupanya tuan
tuan bertugas menjaga kemah ini, karenanya apabila aku tidak
mengalahkanmu, pasti kamu tidak akan mengijinkan aku masuk
kedalam kemah. Nah, silahkan" Orang itu mengangguk.
"Kami akan maju berdua bersama, diharap siecu bersedia." kata
orang Khong Tong Pay. Dia maju saking terpaksa, sebab dia sedang
menjalankan tugas. Tanpa bertempur dahulu, tak layak mereka
mengalah. Terus dia menyerang.
siauw Pek menyambut. Setelah menang dua kali hatinya menjadi
semakin mantap. ia merasakan bagaimana hebatnya ong Too Kiu
Kiam ilmu pedangnya Kie Tong itu.
Keuda lawan itu bersenjatakan golok Gan leng too, mereka maju
dari depan dan belakang berbareng.
siauw Pek menangkis dengan gerakan satu jurus, dari depan
diteruskan kebelakang, setelah itu ia mendesak.
Dua jago Khong Tong itu membuat perlawanan keras, mereka
menangkis dan menyerang, merekapun mencoba merangsak. akan
tetapi Siauw Pek merintangi setiap serangan mereka. setelah lima
jurus, ia mulai mendesak orang akhirnya tak berdaya sama sekali,
maka akhrinya, serentak keduanya lompat mundur.
"Tuan, ilmu pedangmu liehay, kami mengaku kalah," kata orang
yang pertama bicara tadi.
Siauw Pek berhenti bersilat.
"Tuan tuan mengaku kalah, itu artinya kita tidak bertempur
terus," katanya.
Ketiga rombongan itu tidak dapat menangkap arti kata kata si
anak muda, hampir serentak mereka berkata: "Kami patuh terhadap
aturan kaum Kang ouw, karena kami sudah tidak sanggup melawan
lebih jauh, sendirinya kami tidak akan berkelahi pula."
"Baiklah kalau begitu " berkata siauw Pek. "Sekarang silahkan
tuan2 mundur beberapa tindak, aku ingin bertemu dengan ketuaketua
kamu untuk berbicara"
Kedua pendeta, ketiga imam, dan kedua orang Khong Tong itu
berdiri menjublak, tak tahu mereka harus berbuat bagaimana.
siauw Pek tidak menanti jawaban, dengan pedang melintang
didepan dadanya, ia memutar tubuh kearah kemah, lalu berkata:
"para ketua, aku yang rendah mempunyai urusan, aku mohon
bertemu, tetapi jikalau permohonanku ini ditolak. maaf, jangan
sesaikan aku, hendak aku masuk dengan cara paksa "
Dari dalam kemah terdengar suara yang berat tadi: "Kau dapat
mengalahkan murid murid kami, itulah menandakan ilmu silatmu
yang liehay, yang didalam dunia Kang ouw langka sekali. Gurumu
tentulah seorang yang sangat ternama, maka kau sebutkan dahulu
she dan nama gurumu itu, baru kami suka menerimamu."
Terhadap ketua ketua keempat partai itu, Siauw Pek berkesan
buruk sekali, dia membenci, maka itu dia menjawab dengan dingin.
"Kami mau menemui aku, kamu melihat, kalau kamu tidka suka toh
kita pasti berhadapan juga Buat sementara ini tak dapat aku
perkenaikan guruku"
Dari dalam kemah keluar kata-kata dingin ini "Kau sangat tidak
tahu aturan Kelak pintoo akan pergi mencari gurumu itu untuk
memberi pengajaran kepadanya " Siauw Pek gusar.
"Apakah kau Gouw In Cu?" tanyanya keras.
"Tenaga ingatanmu kuat sekali, memang itulah pintoo" sahut
suara dari dalam kemah.
" orang semacam kau mau bicara besar dapatkah ?" kata si anak
muda mengejek. Terdengarlah suara yang parau tadi. "Siecu bicara tekebur sekali
Untuk dunia Kang Ouw, inilah sangat langka"
Siauw Pek segera bertindak kearah kemah, tindakannya
perlahan- Ia waspada.
"Aku yang rendah hendak memasuki kemah, maka kalau tuan
tuan hendak menurunkan tangan beracun, silahkan" katanya secara
menantang. Suara parau tadi terdengar pula: "Siecu begini kepala batu, maka
janganlah siecu menyesaikan kami apabila turun tangan tanpa
kasihan lagi "
siauw Pek memasang telinga. Ia percaya yang bicara itu Hoat
Ceng dari Ngo Bie Pay.
Ia berhati hati. Tiba tiba didepan pintu kemah, ia bersiap dengan
pedangnya. Ia meluncurkannya dengan perlahan- Ia insaf bahwa
ketua ketua partai mesti liehay sekali, sedangkan didalam kemah
mungkin juga ada bersembunyi orang orang lainnya, pada saat
ujung pedangnya menyentuh tenda, mendadak api didalam padam.
ia lalu menggertak gigi, segera menyontek mementang tenda,
kakinya bertindak maju, masuk kedalamnya.
Tiba tiba ada serangan angin keras yang datangnya dari satu
pojok. Siauw Pek hendak menyerang tapi ragu ragu. Maka lekas
lekas dikerahkannya tenaga dalamnya untuk menutup jalan
darahnya. Dan tolakan angin itu segera mengenai dada dan
perutnya. Menyusul itu dari dalam kemah terdengar tawa dingin dan kata
kata, "ini cuma sebuah peringatan saja. Jikalau kau tetap masih
tidak tahu maju atau mundur, itu artinya kau mencari mati sendiri"
siauw Pek merasai perutnya nyeri dan matanyapun berkunang
kunang. Ia mundur lima tindak. untuk berdiri tegak. untuk
mengeluarkan napas. Segera ia berkata: "cuma sebegini saja Masih
belum apa-apa"
Jago muda ini telah melindungi dirinya dengan ilmu tenaga dalam
ajaran Kie Tong. Guru itu tahu muridnya bakal keluar dari Bu Yu Kok
maka ia telah mengajari ilmu itu untuk menjaga diri, supaya murid
itu tidak terserang bagian bagian tubuhnya yang lemah. Demikian
kali ini, si murid tidak bercelaka karena serangan itu.
Penyerang didalam kemah itu heran bahwa si anak muda dapat
bicara demikian sebaliknya dia menyerang itu. Karenanya, dia
berdiam saja. Kesempatan ini digunakan Siauw Pek untuk
meluruskan pernapasannya, memperkokoh tenaga dalamnya yang
baru saja tergempur itu.
Lewat beberapa lama maka terdengarlah suara It Tie Taysu. "Kau
dapat menerima pukulan angin Siauw thian Cheepek khong Ciang
dariku, itulah pertanyaan bahwa kau liehay sekali. Rupanya kaulah
manusia luar biasa. Apakah kau ada hubungannya dengan Kiu Heng
Cie Kiam ?"
"SiauwThian Cheepek kong ciang" ialah pukulan angin "Bintang
Kecil". Siauw Pek mengerahkan tenaga dalamnya. Dadanya terasa
masih nyeri sedikit, tetapi seluruh tubuhnya sehat seperti sediakala,
hatinya lega. Atas pertanyaan sipendeta, ia menjawab, "Aku tidak
mempunyai hubungan dengannya."
"Jikalau kau tidak punya hubungan dengan kiu heng cie kiam,
apa maksudmu malam malam datang ke Ciong Gan Hong ini?"
tanya Gouw In Cu.
"Aku hendak menemui ketua keempat partai " sahut Siauw Pek
dingin. "Hendak aku tanyakan suatu peristiwa Rimba Persilatan-"
Didepan kemah terdengar suara tak tegas, mungkin mereka itu
sedang berunding.


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Kenapa tuan ketahui kami berkumpul disini?" kemudian
terdengar suaranya Goue In Cu.
"Didalam dunia ini ada banyak rahasia yang dianggapnya
disimpan secara hati hati tetapi tanpa merasa bocor sendirinya"
sahut sianak muda.
"Demikian juga kamu"
"Kau hendak mencari tahu peristiwa Rimba Persilatan apa?"
tanya Hoat Ceng Taysu.
"Sebelumnya aku ketemu muka dengan keempat ketua, tak mau
aku menyebutkannya." Kembali hening.
" Kenapakah?" kemudian datang pertanyaan pertanda heran-
"Sebelum aku membuktikan tentang diri keempat ketua, lalu aku
mengatakan sesuatu, bukankah itu berarti membuka rahasia" Itulah
tak ada faedahnya."
"Jadi dengan sungguh2 siecu hendak bertemu muka dengan
kami?" "Tidak salah Andaikata keempat ketua tak sudi menemui aku aku
akan paksa masuk ke dalam kemah ini "
"Baiklah, kami akan menyingkir dari kebiasaan kami, untuk
menemui kau. Tapi ingat, apabila kau bicara hal hal dusta, puncak
ini adalah tempat kuburanmu "
Siauw Pek menahan panas hatinya, juga kedukaannya, ia tertawa
lama, setelah itu barulah ia berkata keras : "Jikalau kamu adalah
ketua-ketua dari keempat partai besar maka malam ini pasti bakal
terjadi suatu pertempuran mati hidup. Andaikata aku tak berhasil
membunuhmu, kamupun tentu tak akan melepaskan aku "
Segera setelah jawaban ini, didalam kemah terlihat api menyala
pula, disusul dengan suara It Tie Taysu: "Silahkan masuk. siecu "
Siauw Pek memasukkan pedangnya kedalam sarung, ia
menyingkap tenda, terus ia bertindak masuk. segera dilihatnya dua
orang pendeta, seorang imam serta seorang dengan dandanan
biasa, lagi duduk bersama, sedangkan disisi mereka rebah beberapa
tubuh dengan seragam hitam. Didalam sekejap. sianak muda
mengenali orang-orang Klu Heng cie Kiam.
Dihadapan keempat ketua partai itu ada sepotong batu rata,
diatas itu terletak sepasang lilin besar, yang apinya menerangi
seluruh kemah itu.
Pendeta yang duduk bersila disebelah kiri, bermuka persegi lebar,
beralis tebal, dengan jubah warna kuning, merangkap kedua belah
tangannya dan berkata: " Loolap It Tie dari Siauw Lim-sie."
Disisi ketua siauw lim-pay ini, seorang imam setengah umur,
segera menyambung: "Pinto Gouw In Cu."
"Pinceng IHoat Ceng ketua Ngo Bie-pay," berkata orang yang
ketiga, seorang pendeta denganjubah abu-abu.
"Aku yang rendah ialah Shie Siang Hin dari Khong Tong-pay,"
berkata orang yang keempat, yang janggutnya panjang, berpakaian
jubah hijau. Siauw Pek menatap keempat orang itu.
"Maaf, aku yang muda tak memberi hormat" katanya. Gouw In
Cu mengerutkan keningnya.
"sekarang tuan kuharap kau menyebut she dan namamu "
katanya. "Tak usah menanyakan she dan namaku " sahut Siauw Pek
tenang, "sebentar juga tuan-tuan akan ketahui sendiri."
"Kalau begitu, siecu silahkan bicara" berkata It Tie, "peristiwa
apa itu yang siecu hendak tanyakan ?"
Siauw Pek menguatkan hati, menahan dadanya yang bergolak. Ia
tidak menjawab, hanya bertanya: "Bukankah tuan berempat belum
lama menjadi ketua-ketua partai ?"
"Mustahilkah pertanyaanmu ini ada hubungannya dengan
peristiwa yang hendak kau tanyakan itu?" tanya pula Shie Siang Hin
heran- "Pasti ada!" jawab Siauw Pek. "Aku mencari tahu peristiwa di pek
hopo dimana didalam satu malam saja seratus lebih jiwa
penghuninya mati terbinasakan"
Keempat ketua itu semua duduk terpekur. Itulah pertanyaan
yang tidak pernah sangka.
"Kau punya hubungan apa dengan keluarga coh ?" kemudian
tanya Gouw In Cu, yang tersadar paling dulu, "apakah maksudmu
menanyakan peristiwa itu?"
Hoat ceng Taysu turut bicara. Katanya: "Kau telah berani
mendekati puncak Ciong Gan Hong ini, seorang diri kau berani
memasuki kemah kami, mestinya dari siang siang kau sudah bersiap
sedia. Karena itu sebenarnya tak usah kau memegang rahasia
tentang she dan nama serta asal usulmu lagi "
Tidak ada halangannya untuk memberitahukan kami, kata Siauw
Pek akhirnya. "Aku yang rendah she Coh bernama Siauw Pek "
"Coh Siauw Pek?" It Tie mengulangi, "kau pastilah turunan
keluarga Coh."
"Tidak salah," sahut sianak muda, keren, kemudian, "dari
sembilan pay besar bersama emapt bun, tiga hwee dan dua pang,
semua turut di dalam penyerbuan atas Coh Kee Po itu, membasmi
keluarga Coh, maka itu aku hendak mencari siapa yang bersangkut
paut itu untuk mereka mengganti jiwa
"Hubungan apa kau dengan coh Kam Pek ?" Gouw in cu tanya.
"Ayahku almarhum "
Imam dari bu-tong-pay itu mengangguk.
"Kami telah menanya cukup," katanya. "Nah, tuan, kau ingin
bicara apa lagi ?"
"Peristiwa hebat Coh Keepo itu terjadi disebabkan urusan ketua
kamu masing-masing," berkata Siauw Pek, "ialah ketua kalian ada
yang binasakan secara tiba-tiba Benarkah itu?"
"Benar" sahut It Tie. "Dikolong langit ini, semua orang
mengetahuinya"
" Dahulu itu ketua kalian terbunuh, kenapa kamu justru
mencurigai pihak Coh Kee po?" tanya Siauw Pek.
"Hal itu disebabkan ketika itu, yaitu sebelum ketua kami
terbunuh, ayahmu kedapatan muncul dipuncak gunung itu. Hal ini
sudah tersiar luas, kau tentunya telah ketahui juga, bukan ?"
"Aku tahu. Tapi aku tidak percaya soalnya demikian sederhana"
Air muka It Tie Taysu berubah.
"Andaikata kami tuturkan segala galanya dengan jelas, kau toh
tidak akan mampu menghidupkan pula almarhum ayahmu itu,"
katanya, yang terus memandang Gouw in Cu, setelah mana, dia
kata: "Sekarang katakan: Kau akan meletakkan sendiri senjatamu
dan manda untuk diringkus atau kau hendak bertempur dahulu?"
Tiba tiba saja hati siauw Pek menjadi tenang. Maka ia tertawa
hambar dan berkata sabar: "Sang hari masih banyak. taysu, buat
taysu terburu nafsu. Aku telah datang kemari, walaupun taysu ingin
mengusirku, aku sendiri tak berminat untuk lekas lekas pergi"
Sambil berkata begitu, sama tenangnya, si anak muda kemudian
berbudak. Melihat sikap orang muda itu, keempat ketua partai menjadi
kagum. Sendirinya mereka menjadi terlambat untuk turun tangan-
Bahkan Hoat Ceng Taysu menghela napas. Katanya : "Kau masih
hendak bicara apa lagi. Silahkan.... Melihat keberanianmu ini, pantas
kau diberi kematian secara terang jelas, supaya kau tak menyesal
dan penasaran" Siauw Pek juga menghela napas. ia melegakan
hatinya. "Mungkin juga malam ini, turunan satu satunya dari Pek HoBun
bakal mengubur tulang tulangnya dipuncak Ciong Gan Hong ini "
katanya. "Jikalau itu sampai terjadi, aku hanya akan menyesalkan
kepandaianku sendiri yang belum sempurna dan aku akan mati
tanpa penjelasan- Hanyalah karena kesangsian didalam hatiku
belum terpecahkan, kalau aku mati, tak dapat aku mati meram"
"Baik bicaralah" kata Gouw in ciu.
"Tuan tuan berempat menjadi ketua ketua dari partai besar yang
berkenamaan dan dihormati kaum Kang ouw, aku percaya kamu tak
mendusta untuk membohongi aku. Kesangsianku itu adalah ini:
Katanya pada tiga belas tahun yang lampau itu ketua ketua kamu
telah terbunuh oleh ayahku almarhum. Dapatkah tuan tuan
memberikan bukti dari tuduhan tuan tuan itu" Jikalau tuan tuan
sanggup, maka tak usah tuan tuan turun tangan, aku sendiri akan
menghabiskan jiwaku di depan tuan tuan sekarang juga "
"Jangan bicara sembarang, siecu," berkata Gouw in Cu. "Kata
katamu ini sangat berat"
"Tetapi Coh Siauw Pek bakal wujudkan apa yang dia ucapkan" si
anak muda memastikan-"Tootiang jangan kuatir aku menyangkal.
Hanya jikalau tuan tuan tidak dapat memberi bukti, bagaimana tuan
tuan akan bertindak terhadap diri tuan tuan sendiri?"
"Anak inilah urusan besar " berkata shie Siang Hin. "orang
dengan kedudukan sebagai aku tidak dapat sembarang menerima
baik kata katamu ini. Tapi aku berjanji bahwa aku akan bersungguh
sungguh memecahkan kesangsianmu itu. Hanya, sebelum aku
memberi keterangan, hendak aku menanyakan dahulu sesuatu
kepadamu."
"syaratmu ini tidak adil Tapi, mengingat keadaan sekarang,
baiklah aku terima "
Shie Siang Hin batuk batuk.
"Pada lima tahun dahulu," katanya, " kaukah orang yang telah
menyeberangi jembatan Seng Su Kio?"
"Tidak salah, itulah aku"
"Didalam dunia Kang ouw ada cerita bahwa pada beberapa puluh
tahun yang lampau dua orang jago Rimba Persilatan, ong Kiam dan
Pa Too, semuanya sudah hidup menyendiri diseberang Seng Su Kio
itu. Benarkah itu" Apakah sampai sekarang mereka masih hidup?"
"Ya, kedua orang tua itu masih sehat walafiat"
Gouw in Cu dan ketiga rekannya kaget sekali, sampai mereka
merasa seperti dada mereka telah digedor orang. Mereka berdiam
beberapa lama, kemudian Hoat Ceng Taysu dapat membuka
mulutnya lagi. "Apakah kau telah berhasil menemui mereka itu?" tanya ketua
Ngo Biepay itu.
siauw Pek berpikir cepat. "Kedua guruku itu sudah lama
mengundurkan diri dari dunia Kang Ouw akan tetapi nama besarnya
masih berpengaruh sekali, masih menggetarkan Rimba Persilatan-
Kalau sekarang aku bicara terus terang tentang mereka, aku
percaya tidak akan ada bahaya, bahkan ada faedahnya."
Maka ia menjawab. "Benar Aku telah menemukannya"
"ong Kiam dan Pa Too demikian tersohor, tidak disangka sangka
sesudah lewat beberapa puluh tahun sekarang ada orang yang
mewarisi ilmu kepandaiannya dan bahkan akhirnya itu telah muncul
didalam dunia Kang ouw."
"Jikalau tidak keliru hitung," It Tie turut bicara, "sudah lima tahun
siecu tinggal di seberang Seng Su Kio itu."
"Benar Aku yang rendah telah tinggal dilembah Bu Yu Kok selama
lima kali musim dingin dan musim panas." Shie Siang Hin batuk
batuk perlahan"
Waktu lima tahun itu," katanya, "buat seorang yang
mempelajari ilmu silat bukanlah di waktu yang lama tetapi juga
bukan waktu yang amat pendek. Entahlah tuan, apakah kau telah
berhasil mewarisi seluruh kepandaian kedua locianpwee itu ?"
Dengan cepat si anak muda berpikir^ "Hal ini tidak dapat
diberitahukan sejelas jelasnya". ia menjawab. "Kepandaian kedua
loocianpwee adalah luas dan dalam bagaikan lautan dengan
kebaikan hatinya itu, aku telah diberikan keleluasaan belajar sebaik
tenagaku sanggup, karenanya, sulit untuk mengatakan berapa
banyak aku telah mendapatkannya . "
It Tie Taysu berempat saling mengawasi, semuanya berdiam.
Kembali kemah menjadi sunyi.
Siauw Pek batuk batuk memecahkan kesunyian itu.
"Pertanyaan tuan tuan telah aku jawab," demikian katanya,
"maka sekarang telah tiba waktunya buat tuan tuan memberi
keterangan kepadaku, supaya kesangsianku dapat dilenyapkan "
Gouw in Cu adalah yang memberikan jawaban- Kata dia,
"Almarhum ketua kami itu telah mengundang sembilan partai besar
serta pemimpin2 dari empat bun, tiga hwee dua pang untuk
bermusyawarah dipuncak Yan In Hong, maksudnya ialah untuk
melenyapkan segala permusuhan dan perselisihan didalam Rimba
Persilatan- Itulah cita-cita yang besar dan luhur. Akan tetapi ketika
itu ayahmu, tuan, karena urusan pribadi, sudah menurunkan
tangan-.."
"Bagaimanakah dapat dikatakan ayahku yang telah menurunkan
tangan?" tanya siauw Pek.
"Soal itu kami semua sedang menyelidikinya. Tatkala itu, kecuali
ayah dan ibumu, tidak ada lain orang dipuncak Yan in Hong itu."
"Andaikata ayahku kebetulan berada disana, itu belum pasti
menjadi bukti bahwa dialah yang melakukan-.."
"Jikalau bukan ayah bundamu, tuan, dapatkah kau menunjukkan
penjahat yang asli" Shie siang Hin bertanya. Ditanya begitu, Siauw
Pek melengak. "Kalian adalah ketua ketua partai partai besar, kenapa kau
bersikap mau menang sendiri?" tanyanya kemudian- "Jikalau aku
sudah tahu, tidak perlu aku datang mencari kamu puncak Ciong Gan
Hong ini,"
"Siecu, apakah kau telah selesai bicara?" tanya Gouw in Cu.
"Belum." sahut si anak muda.
"Baik, kami berempat akan bersabar menantikan beberapa detik
lagi. Siecu apa pun yang kau hendak bicarakan, silahkan"
JILID 19 Hati Siauwpek panas pula, akan tetapi ia mencoba
menyabarkannya. Katanya, "Kedua partai siauw Lim dan Bu Tong
menganggap dirinya sebagai gunung tay san dan bintang pak tauw
dari rimba persilatan dan ketua ketuanya adalah orang orang
dengan kepandaian silat luar biasa, maka itu andaikata kepandaian
ayah bundaku melebihi daripada kepandaian mereka itu, tidak
kemungkinan juga didalam waktu yang singkat itu, ayah-bundaku
mampu membinasakan keempat ketuamu itu. Inilah kecurigaan,
yang menimbulkan kesangsian. Dengan satu kali melihat saja, orang
pasti mengerti. Tapi kamu tuan tuan, bukan kami memikir mencari
si pembunuh, kamu justru bergabung dengan partai lainnya dan
pergi menyerbu Pek Ho Po, disana kamu membasmi seluruh
keluarga dan penghuni, tak perduli tua atau muda, wanita atau anak
anak. Semua tak ada yang tinggal hidup Tuan tuan, kenapakah
hatimu demikian kejam?"
Kata kata anak muda ini terputus secara tiba tiba. Dari luar
kemah terdengar suara bentakan tanda kemurkaan-Couw In Cu
menatap sianak muda, alisnya berkerut. "Siecu kau datang seorang
diri atau dengan kawan?" tanya dia.
siauw Pek menjawab, hanya dia berkata dingin: "Tuan tuan
berempat tidak sanggup menunjuk bukti, maka itu janganlah kamu
menyesalkan aku,jikalau aku bertindak keras" Shie Siang Hin
tertawa dingin.
"Diatas puncak ini kurasa tidak ada tempat dimana kau dapat
berbuat sesukamu" serunya.
Kata kata jago Khong Tong Pay ini diputuskan suara berisik
teriakan dari kegusaran-
"Rupa rupanya orang sedang bertempur," pikir Siauw Pek,
"Mungkinkah Seng supoan telah kena dipergoki?" Karena itu ingin ia
keluar untuk melihat.
Keempat ketua saling melirik, lalu mereka saling bergerak. Maka


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam sekejap. si anak muda telah terkurung.
Siauw Pek mendongkol telah diperlakukan demikian-"Kamu
semua ketua ketua partai " teriaknya.
"Sekarang kamu main keroyok. Awas, nanti orang orang gagah
dikolong langit mentertawakanmu"
"Dari antara kami berempat, kau pilih siapa saja kau suka"
berkata Gouw In cu. "Kau pasti bukan lawan kami, buat apa kami
mengeroyokmu" Kami hanyalah bertugas menyingkirkan bencana
kaum Kang ouw, dari itu, siapapun tidak dapat ketinggalan
menurunkan tangan, jadi didalam hal ini tidak dapat ada sebutan
main keroyok" Siauw Pek tertawa dingin.
"Hutang darah ayah bunda membuat orang tak dapat hidup
bersama di dunia" katanya. " Lambat laun, pertempuran toh mesti
terjadi" Maka ia menghunus pedangnya untuk bersiap. Belum lagi ia
maju, tiba tiba Gouw IN CU berempat sudah mengibaskan tangan
baju mereka, membuat sambaran angin yang keras.
siauw Pek terkejut, syukur ia tidak gugup, Cepat cepat ia berdiri
tegak. tenaga dalamnya dikerahkah untuk bertahan-
Hanya sebentar, lenyap sudah serangan tenaga dalam itu. Gouw
in cu berempat saling memandang, merekapun tersenyum
sesamanya. Inilah sebab mereka melihat wajahnya sianak muda
mirip orang jeri.
"Amidabuddha" It Tie memuji muji.
"Siecu, silahkan lemparkan pedangmu untuk mengaku kalah"
"Seorang laki laki mati hidupnya sudah ditakdirkan" menjawab
Siauw Pek gagah. "Jika aku Coh Siauw Pek malam ini tidak mampu
membalaskan sakit hati ayah bundaku, guna melampiaskan
penasaran seratus lebih orang Coh Kee Po, lebih baik aku mati di
medan laga dipuncak ini" Shie Siang Hin tertawa.
"Kau boleh mempunyai keinginan mati tapi kami tidak
mempunyai ingatan untuk membunuhmu" katanya.
"Asal kau meletakkan pedangmu dan mengaku kalah, kau bebas
untuk pergi meninggalkan puncak ini"
Siauw Pek tertawa dingin-
"sebelum jelas soal binasanya ayah-bundaku, aku tidak akan
membunuh orang" katanya.
"Tak kecil mulutmu, siecu" Gouw In cu mengejek sambil tertawa
tawar. "Itulah sebabnya aku tidak mau melakukan pembalasan secara
membabi buta, agar orang yang tak bersalah tak sampai korban"
"Sayang keinginanmu itu takan tercapai" kata Gouw In Cu.
siauw Pek mendongkol. Dia berkata keras "Tak perduli kamu sudi
dengar atau tidak, aku hendak bicara sampai habis, untuk
mengeluarkan apa yang kupikir, kalau tidak, tak nanti aku
mengangkat kaki dari sini"
Ketika itu suara berisik diluar bertambah tambah, karena
sekarang terdengar juga suara dari bentroknya senjata senjata
tajam. Diam diam Siauw Pek melirik keempat ketua partai itu.
Nampaknya mereka tenang tenang saja, seolah tidak menghiraukan
suara berisik itu, rupanya mereka merasa pasti bahwa pihaknya
yang pasti menang.
"Baik, bicaralah" kata It Ti kemudian. "Kami akan sabar menanti
dan mendengarmu Cuma..."
"Cuma apa?"
"Cuma hendak loolap memberitahukan satu hal kepadamu
Walaupun kata katamu sempurna dan beralasan, hati kami semua
sukar untuk digerakkan, dan kau tak dapat diberi kebebasan lari
turun gunung" Coh Siauw Pek tertawa dingin.
"Apakah kamu sangka turunan Keluarga Coh sudi memohon
belas kasihan orang Kamu boleh legakan hatimu. Aku Coh Siauw
Pek, kalau aku tidak mati dipuncak gunung ini, dengan menganga
Ikan pedang ditanganku, pasti aku akan bisa membolos
pengepungan kamu ini"
"Benar" kata Gouw In Cu. "Dipuncak ini ada disembunyikan
empat puluh orang murid keempat partai, mereka ini dapat disebut
kurungan."
"sebelum aku selesai bicara, tuan tuan baik jangan bicara dulu"
"Saudara saudara, mari kita dengar kata kata dia" It Tie kata
pada ketiga rekannya.
Gouw In cu tertawa.
"Coh Siauw Pek. sebaiknya kau ringkas akan kata katamu."
ejeknya. siauw Pek menatap empat ketua itu, lalu dia berkata,
melanjutkan keterangannya: " Kenapa ayah bundaku dikejar kejar
dan dibinasakan oleh orang orang Rimba Persilatan seumumnya
mungkin ada sebabnya, tetapi alasan kalian adalah sebab ayahku
telah membinasakan cara menggelap ketua kamu masing masing.
Aku tak percaya ayahku jadi pembunuh gelap itu, sebaliknya aku
percaya ayahku hanya jadi sasaran saja"
Anak muda ini menghela napas panjang. Dia melanjutkan- "Tuan
tuan tentu ketahui sebabnya itu tetapi, tuan tuan tak sudi
menjelaskan"
It Tie memandang Gouw In cu, ingin ia bicara, tetapi Siauw Pek
melanjutkan pula: "Kalau malam ini aku terbinasa ditanganmu,
habis sudah turunan keluarga Coh, jadi tidak usah tuan tuan
pikirkan pula pembalasan di belakang hari Tapi kalau malam ini tuan
tuanlah yang binasa di tanganku, maka tuan tuan juga, seperti
ayahku, menjadi sasaran"
hoat Ceng Taysu mengernyitkan alisnya. Dia hendak bicara,
tetapi dibatalkan sendiri, dia lalu batuk batu, terus berdiam.
"Ayahku pasti bukan siorang yang bersalah kaum Rimba
Persilatan berjumlah beberapa ratus kelompok, kenapa justru
keluargaku yang dijadikan sasaran?"
It Tie Taysu mengangguk perlahan, tanda dia menyetujui kata
kata itu. Akan tetapi, dia juga tidak mau bicara.
Maka Siauw Pek menyambungi: "Kalau malam ini aku sampai
membinasakan salah seorang murid kamu, siapa saja, pasti urusan
ini tidak ada jalannya untuk diselesaikan secara damai lagi. Tuan
tuan menjadi ketua ketua partai, tuan tuan cerdas, tentu tuan tuan
mengerti, apabila kita bertempur sampai darah mesti dikucurkan,
selanjutnya kita berada dijalan buntu. Maka itu, tuan tuan, baiklah
kamu memikir pula" Shie Siang Hin batuk batuk perlahan
"Anak. apakah sedang mengajari aku sicrang tua?" tanya dia.
"Aku bicara setulus hatiku. Aku tahu penasaran harus
dilampiaskan, tapi tak ingin aku merembet rembet orang yang
taksalah dosa sebab itu memperdalam permusuhan, karena itu satu
kali bertindak salah, kacaulah semua tak ada yang dapat ditolong
lagi. Kalau ada orangmu yang terbinasa, pasti orang orang kamu,
bahkan kamu sendiri, bakal menjelajah dunia akan mencari Coh
Siauw Pek, buat menuntut balas. Mungkin senjataku ampuh tetapi
jumlah kamu banyak sekali, tidak dapat aku membunuh habis.
Bukankah itu bakal sesuatu petaka besar" Itulah yang coh Siauw
Pek tidak kehendaki"
Kata Hoat Ceng dingin "Jikalau begitu, malam ini mesti kami
bunuh kau, supaya dengan begitu kami dapat membuat rimba
persilatan aman dan damai "
"Aku hendak cari si pembunuh yang asli, kenapa tuan tuan tidak
setuju dan tidak sudi bekerja sama."
"Si penjahat adalah Coh Kam Pek suami isteri, mereka sudah
terbunuh mati, bahkan mereka merembet rembet seluruh anggota
Pek Ho Bun yang tidak bersalah dosa. Sakit hati kami sudah
terbalaskan, yang lolos cuma kau seorang, tuan Malam ini kau
mengantarkan dirimu sendiri, inilah kehendak Thian supaya kamu,
Keluarga Coh habis semuanya "
"Kami disini mengatur perangkap buat menghadapi pihak Ciu
Heng Cie Kiam, siapa tahu siecu sendiri telah datang kemari" kata It
Cie. "Tampaknya tanpa pertempuran, sukar buatku turun dari puncak
ini " kata Siauw Pek.
"Memang " kata Gouw in cu. " Untuk menyingkirkan satu
pertempuran hebat, jalannya cuma satu yaitu tuan mengaku kalah,
tuan meletakkan pedangmu, untuk manda dibelenggu."
"Seandainya kita tidak setuju?"
"Jikalau kau percaya, kau bakal dapat menerobos keluar dari
kemah ini, kami tak akan menghalang halanginya "jawab Shie Siang
Hin. Siauw Pek mengulapkan pedangnya.
"Baik" katanya. "Tuan tuan begini memaksa kepadaku, jalanku
satu satunya ialah menerima baik pengajaran kamu "
Tepat didetik itu, diluar terdengar suara tertahan, seperti ada
orang yang terlukakan parah. Mendengar hebatnya bentrokan
pelbagai senjata, Siauw Pek menerka bahwa pertempuran tengah
berjalan seru sekali.
Ketika itu Gouw It Cu dan Shie Siang Hin telah menempatkan diri
diarah timur selatan dan barat selatan, dan It Tie Taysu bersama
Hoat Ceng Taysu diarah timur utara dan barat utara, dengan
demikian, mereka bersikap mengurung.
Menghadapi keempat ketua partai, hati siauw Pek ragu ragu juga
dibuatnya, akan tetapi kapan ia ingat dendam kesumatnya,
semangatnya terbangun pula, kepercayaannya ditumpahkan kepada
ilmu pedangnya. Sejenak itu, ia menjadi tenang sekali. Hanya tadi,
didalam sedetik, hatinya sangat tegang.
"Sekarang kamu boleh mulai " berkata si anak muda setelah ia
mengangkat tangannya perlahan lahan, akan memutar pedangnya
untuk dibawa kedepan dadanya.
It Tie berempat diam diam terperanjat. Mereka heran- Baru saja
wajah anak muda tampak tegang, tapi sekarang dia tenang luar
biasa. "Apakah benar benar dia telah mewarisi kepandaian Kie Tong?"
ketua Siauw Lim Pay itu tanya didalam hati.
"Cepat kamu mulai" berkata pula Siauw Pek setelah menanti
beberapa detik tetapi keempat lawan itu masih berdiam saja. Ia
kurang pengalaman, mau tidak mau ia merasa heran atas sikap
orang itu. Ia tidak tahu bahwa seorang mengherani caranya
membawa pedang kedadanya itu.
Mengingat akan keadaannya sendiri, Siauw Pek tidak dapat
bersabar lebih lama lagi.
"Jikalau kalian tidak mau memulai, baiklah, akan aku mulai"
katanya. Dan ia menikam Gouw In Cu.
Gouw In Cu tertawa dingin, dia menggeser tubuh kesisi,
tangannya segera menyampok.
Tadi Siauw Pek telah belajar kenal dengan tenaga dalamnya yang
mahir dari keempat ketua partai itu, tanpa menanti pedangnya kena
dihajar, ia meneruskan menyabet kepada Shie Sian Hin-
Jago Khong Tong Pay itu memperdengarkan suara ejekan- "Hm"
Serentak dengan menggeser tubuh, dengan sebelah tangan ia
menyampok pedang lawan, dengan tangan yang lain ia meninju
Kembali Siauw Pek menyingkir, setelah itu sambil memutar
tubuh, langsung ia menikam Hoat Ceng Taysu.
Hebat tinju Shie Siang Hin itu, yang tidak mengenai sasarannya.
It Tie kuatir tendanya rusak. lekas lekas ia menahan anginnya
serangan rekan itu.
Hoat Ceng memuji melihat gerakan si anak muda. Tapi pedang
terus menikam kepadanya, maka dengan sebat ia bertindak. Ia
Dendam Iblis Seribu Wajah 13 Pendekar Sejagat Seri Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Duri Bunga Ju 8
^