Pedang Naga Kemala 10

Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo Bagian 10


"Mampuslah .......... !" bentaknya.
"Hemmm .......... !" Ci Kong dapat merasakan sambaran senjata itu walaupun dia tidak
dapat melihat lawannya mempergunakan senjata. Pendengarannya sudah terlatih dengan baik
sekali sehingga dia mampu membedakan antara suara senjata-senjata dan tangan kosong. Segera
Ci Kong mengisi kedua tangannya dengan ilmu kekebalan yang diajarkan gurunya, yaitu Tiat-
ciang (Tangan Besi) sehingga dengan kedua tangannya itu dia mampu menangkis senjata tajam
tanpa khawatir tangannya terluka. Karena lawannya agaknya hendak membunuhnya, diam-diam
Ci Kong merasa heran bukan main. Sambil berloncatan ke sana-sini dan kadang-kadang kalau
terdesak menangkis dengan tangannya, beberapa kali Ci Kong menyabarkannya.
"Tahan serangan ! Mengapa engkau menyerangku, sobat " Di antara kita tidak ada
permusuhan. Aku datang untuk menolong wanita yang menjerit tadi."
Akan tetapi, ucapan-ucapannya ini agaknya mesih membuat penyerangnya menjadi
semakin marah. Lawannya hanya mendengus dan memaki-maki, serangannya menjadi semakin
berbahaya sehingga akhirnya Ci Kong dapat menduga bahwa tentu wanita tadi menjerit karena
ulah kejahatan orang ini. Dia teringat akan wanita yang menjerit tadi dan sambil mengelak, dia meloncat ke arah pantai di mana tadi samar-samar dia melihat seorang wanita menggeletak di
situ. Akan tetapi, dapat dibayangkan betapa kaget rasa hatinya ketika wanita itu lenyap dari situ.
"Eh, di mana wanita tadi .......... ?" Akan tetapi terpaksa dia harus cepat melempar tubuh
ke belakang karena lawannya sudah menyerang lagi dengan hebatnya, menggunakan dua buah
belatinya untuk menusuknya dari atas dan bawah. Serangan itu sedemikian hebatnya sehingga Ci Kong terpaksa harus melempar tubuh ke belakang lalu menggulingkan tubuhnya di atas pasir
pantai. Ketika dia bangkit berdiri lagi dengan loncatan yang cepat, ternyata lawannya sudah
lenyap dari situ.
Kiranya ketika melihat sumoinya lenyap, Song Kim tidak ada semangat lagi untuk
membunuh orang yang dianggapnya menghalangi niat hatinya itu. Dia harus cepat melarikan
diri, pikirnya. Ada beberapa hal yang memaksanya untuk segera melarikan diri dari situ, demi keselamatannya. Pertama, kini cuaca tidak lagi segelap tadi karena sinar matahari mulai muncul di balik permukaan air laut jauh di timur. Ke dua, sumoinya telah lenyap dan mungkin sekali
sumoinya berhasil melepaskan ikatan kaki tangannya. Ke tiga, orang yang menjadi penghalang
itu ternyata lihai bukan main sehingga kalau dia tidak mampu merobohkannya dalam waktu
singkat, besar bahayanya dia akan kedahuluan sinar matahari dan kalau sumoinya mengenalinya,
tentu akan celakalah dia. Maka, mempergunakan kesempatan selagi lawannya bergulingan
menghindarkan serangannya yang terakhir tadi, kembali membuktikan kelihaian lawan itu, dia
lalu meloncat dan melarikan diri. Biarpun niat hatinya gagal untuk menguasai dan memperkosa
sumoinya, namun setidaknya sumoinya tidak akan pernah menyangka bahwa dialah pelakunya.
Sementara itu, melihat orang yang menyerangnya mati-matian tadi telah pergi, Ci Kong
juga tidak berusaha untuk mencari atau mengejarnya. Dia menanti sampai sinar matahari
mengusir kegelapan malam dan dia lalu melakukan penyelidikan, mencari-cari pecahan perahu
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
276 atau mungkin ada mayat orang terdampar. Juga dia mencari-cari ke mana perginya wanita tadi.
Dari tempat di mana dia melihat wanita tadi menggeletak, dia melakukan penyelidikan, akan
tetapi tidak menemui jejak kaki di situ. Wanita itu lenyap begitu saja dan tiba-tiba hatinya terguncang. Jangan-jangan wanita itu terseret ombak dan dibawa ke tengah lautan " Dia
memandang ke arah lautan. Ombak tidak begitu besar lagi, akan tetapi air masih belum tenang, tanda bahwa badai semalam telah mulai mereda dan yang nampak kini hanya bekas-bekasnya
saja. Masih ada bekas ombak sampai ke tempat dia berdiri dan kini air sudah surut jauh sekali.
Dia menuruni pantai dan memandang ke tengah lautan, mencari-cari. Tiba-tiba dia terkejut
melihat sesuatu mengambang di permukaan air, bergoyang-goyang dipermainkan ombak kecil-
kecil yang mulai berkilauan tertimpa cahaya keemasan matahari pagi. Karena dia menghadap ke
timur, maka cahaya matahari yang menimpa permukaan air itu nampak menyilaukan dan
langsung menyerang pandang matanya. Dia menggosok-gosok kedua matanya karena khawatir
salah lihat. Akan tetapi tidak ! Benar ada seorang wanita di atas sebuah balok kayu
mengambang di sana ! Dan kini dia dapat melihat bahwa wanita itu terikat kaki tangannya pada balok itu ! Mungkin sudah mati ! Atau masih hidup " Dan teringatlah dia akan wajah wanita
semalam, sekilas dilihatnya di bawah sinar obornya. Ah, jangan-jangan wanita itulah semalam, dan agaknya balok di mana ia terikat telah diseret ombak ke tengah !
"Celaka, kalau dia tidak cepat ditolong, tentu binasa !" Ci Kong lalu berlari ke tengah
dan menempuh ombak. Dia bukan ahli dalam air, akan tetapi cukup dapat berenang sehingga dia
berani terus mendekati balok mengambang di mana terdapat seorang wanita yang terikat kaki
tangannya itu. Makin dekat, makin jelaslah. Benar seorang wanita, seorang gadis muda yang
pakaiannya basah kuyup dan kedua matanya terpejam. Mungkin sudah mati, atau mudah-
mudahan hanya pingsan saja.
Kini dia tidak berjalan lagi di dasar lautan. Sudah mulai dalam dan terpaksa berenang
melawan ombak kecil-kecil yang berlarian ke pantai. Terasa ringan tubuhnya pada mula-mula,
akan tetapi makin lama makin berat. Sudah terlalu lama dia tidak pernah berenang, apa lagi di lautan dan kegiatan ini ternyata memeras banyak tenaganya. Baju di pundak kanannya telah
robek lebar akibat perkelahian tadi, dan air laut terasa hangat. Celakanya, balok itu agaknya juga bergerak terbawa ombak, makin ke tengah seperti menjauhinya, atau melarikan diri darinya.
Dan balok itu tidak terus ke tengah, melainkan bergerak ke utara. Dikejarnya terus sambil
berenang. Sungguh aneh, balok itu kini meluncur ke barat, lalu kembali ke selatan. Bagaimana balok itu dapat bergerak seperti itu " Sama sekali tidak seperti terbawa ombak, melainkan lebih mirip didorong sesuatu dari bawah ! Jangan-jangan di bawah ada ikannya, ikan besar yang
mendorong-dorong balok itu karena ingin makan tubuh gadis itu yang mungkin sudah menjadi
mayat " Tubuh itu tidak bergerak-gerak, dan muka yang tengadah itu nampak pucat sekali.
Muka yang amat cantik !
Pikiran ini menimbulkan kekhawatiran dan Ci Kong berenang semakin cepat. Napasnya
mulai terengah-engah karena sudah berjam-jam dia melakukan pengejaran tanpa hasil. Akhirnya
dia mogok, tengadah dan terengah-engah menghirup udara sebanyaknya. Dia maklum bahwa
kalau dia terus mengejar, amat berbahaya baginya. Tenaganya dapat habis dan dia tentu akan
tenggelam ! Akan tetapi, kini balok itu bergerak-gerak menghampirinya ! Besar lagi semangat Ci Kong. Begitu dekat balokitu, tinggal meraih saja ujungnya, akan tetapi ketika dia meluncur dan meraih, balok itupun menjauh lagi !
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
277 Ci Kong merasa gemas. Mungkinkah ini " Balok itu seperti mempermainkannya. Dia
melihat sehelai tali terseret di belakang balok dan tahulah dia bahwa tali itu adalah kelebihan tali pengikat kaki tangan gadis itu, cukup panjang. Diam-diam dia lalu mendekati tali itu setelah dia pura-pura berhenti kehabisan napas lagi dan balok itu kembali mendekati. Dan tiba-tiba, sebelum balok itu sempat menghindar, dia sudah menyambar tali itu, dan menariknya !
"Ahhh ?"". !" Terdengar gadis itu mengeluarkan seruan lirih. Giranglah hati Ci
Kong dan dia lupa akan keanehan balok yang pandai "berenang" dan menghindar itu. Gadis itu
masih hidup ! "Syukurlah engkau masih hidup, nona. Bertahanlah, biar aku akan menarikmu ke
pantai !" katanya sambil terengah-engah. Mulailah dia berenang menuju ke pantai sambil
menarik tali itu. Mula-mula balok meluncur di belakangnya, akan tetapi semakin lama, terasa
olehnya betapa balok itu menjadi semakin berat. Tentu tenaganya yang sudah mulai menjadi
lemah. Akan tetapi, pantai telah nampak tidak terlalu jauh.
Dia harus berhasil, biarpun harus menghabiskan tenaganya. Dan Ci Kong menguatkan
hati dan kemauannya, mengerahkan tenaganya dan terus berenang sambil menarik-narik balok
yang kadang-kadang seperti "mogok"itu.
Dia sama sekali tidak tahu betapa kalau dia sedang tidak memandang, gadis di atas balok
itu menoleh kepadanya dan tersenyum mengejek, kadang-kadang tersenyum geli. Gadis itu, Kiki
memang nakal sekali. Ia sengaja mempermainkan Ci Kong. Seperti kita ketahui, setelah melihat betapa penawannya berkelahi dengan orang yang datang membawa obor, Kiki terus
menyembunyikan diri dengan baloknya di antara batu-batu karang. Hatinya masih diliputi
kepanikan. Penawannya itu lihai sekali dan pembawa obor yang kelihatannya hanya seorang
petani itu tentu akan segera roboh dan tewas. Dan kalau penawannya kembali mencarinya, dan
dapat menemukannya, tentu ia akan celaka.
Akan tetapi, ia melihat betapa seorang di antara mereka tiba-tiba meloncat dan melarikan
diri. Cuaca masih terlalu gelap dan ia berada di tempat yang cukup jauh sehingga ia tidak tahu siapa di antara dua orang itu yang melarikan diri. Maka iapun tetap menanti, dengan jantung
berdebar tegang ketika ia mengintai dari tempat ia rebah terlentang, di balik batu-batu karang itu, betapa orang ke dua yang masih berada di pantai itu kini mencari-cari dengan pandang matanya
ke permukaan air laut. Ia masih belum tahu siapakah orang itu. Penawannyakah " Ataukah
petani pembawa obor " Baru setelah sinar matahari menimpa orang itu dan ia melihat bahwa
orang itu mengenakan pakaian petani, ia tahu bahwa orang ini si pembawa obor, sedangkan yang
melarikan diri tadi tentu orang yang telah menawannya. Hatinya menjadi girang dan juga
terheran. Kalau pembawa obor, petani ini dapat membuat penawannya melarikan diri, tentu
berarti orang ini juga juga lihai lihai sekali ! Dan ia belum tahu siapa orang ini, entah orang baik-baik ataukah orang yang bahkan lebih jahat dari pada penawannya tadi " Pikiran ini membuat
Kiki menjadi gelisah lagi dan iapun takut kalau-kalau orang itu melihatnya dan berlompatan di atas batu-batu karang menghampirinya. Maka iapun cepat menggunakan kedua kakinya untuk
mendorong batu karang dan meluncurkan tihang layar itu ke permukaan air laut bebas. Ia harus melarikan diri dari tempat ini, pikirnya.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
278 Lalu ia melihat betapa petani itu mengejarnya sambil berenang. Dan melihat cara petani
itu berenang, Kiki hampir tertawa. Kalau ia menghendaki, orang itu sampai mati takkan pernah dapat menangkapnya, walaupun ia hanya menggerakkan tihang layar itu dengan gerakan kedua
kaki sebatas lutut saja. Maka iapun mempermainkan orang yang mengejarnya itu sambil diam-
diam memperhatikan muka orang itu dari balik bulu matanya kalau mereka berada dalam jarak
tidak terlalu jauh. Hampir ia tertawa keras ketika melihat betapa petani muda itu, yang
kepandaiannya berenang hanya dangkal saja, terengah-engah kehabisan napas. Akan tetapi
ketika kini sinar matahari sudah terang dan ia dapat melihat wajah petani muda itu dengan jelas, diam-diam ia tertarik. Petani muda itu ternyata memiliki wajah yang gagah, tubuh yang tegap.
Nampak jelas membayangkan kekuatan dalam tubuh itu.
Karena melihat orang itu sudah kepayahan, Kiki menjadi semakin berani. Ia sengaja
mendekatkan balok itu kalau si pemuda sudah tidak mengejar lagi karena kehabisan napas, akan
tetapi menjauh lagi kalau dikejar. Seperti jinak-jinak merpati, dijauhi mendekat kalau hendak ditangkap terbang menghindar !
Maka, terkejutlah hati Kiki ketika tiba-tiba saja baloknya terhenti karena tali itu disambar
tangan Ci Kong. Ia sama sekali tidak tahu bahwa ada tali agak panjang terseret tihang layar itu.
Ketika Ci Kong menarik tali dan balok itu meluncur, tak dapat ditahannya lagi Kiki
mengeluarkan seruan kaget, hanya terdengar lirih karena ditekannya. Kemudian ia mendengar
suara pemuda itu yang bersyukur melihat ia masih hidup, menyuruh ia bertahan dan pemuda itu
hendak menariknya ke pantai. Suara ini demikian halus dan lembut, dan jelaslah bahwa pemuda
itu tidak mempunyai niat buruk, melainkan benar-benar hendak menolongnya. Berkurang
kekhawatirannya, namun ia tetap waspada dan pura-pura pingsan, tidak bergerak maupun
membuka mata ketika balok itu ditarik oleh Ci Kong melalui tali yang dipegangnya. Akan tetapi dasar berwatak nakal, diam-diam kedua kakinya utak-utik, diputar-putar sehingga kedua kaki itu menjadi penahan ketika balok ditarik, maka tidaklah mengherankan kalau Ci Kong merasa
adanya perlawanan yang membuat balok terasa semakin berat. Dia memaksa diri dan akhirnya
kedua kakinya menyentuh dasar laut, tak jauh dari pantai. Dengan tenaga yang hampir habis, Ci Kong menyeret balok itu, berjalan terhuyung-huyung menuju pantai, seluruh tubuhnya terasa
letih sekali. Tenaganya terasa hampir habis. Penggunaan tenaga di darat dan di air sungguh amat berbeda, terutama penggunaan pernapasan. Dan otot-otot di tubuh juga harus dibiasakan dengan suatu gerakan. Otot-otot yang biasa dipergunakan untuk latihan silat, biarpun seluruh tubuh
bergerak, namun tidak ada gerakan silat yang seperti gerakan orang berenang yang harus
mengulang terus-menerus gerakan kaki dan lengan secara tertentu. Otot-ototnya yang tidak biasa dengan gerakan ini tentu saja menjadi cepat lelah.
Akan tetapi Ci Kong seorang pemuda gemblengan yang sejak kecil telah dididik dengan
cara-cara Siauw-lim-pai yang keras dan tepat sekali. Biarpun dalam keadaan teramat letih, ketika dia menarik balok itu ke pantai, diam-diam diapun mengatur pernapasan dan mulai menghimpun
tenaga agar kekuatannya pulih.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
279 Akhirnya tiang layar itu dapat diseret sampai ke pantai, jauh dari air. Ci Kong
menhentikan tarikannya, lalu berlutut di atas pasir dan memeriksa gadis itu. Dia menaruh telapak tangan di depan hidung dan mulut yang tak terbuka itu dan hatinya terguncang. Gadis itu tak
bernapas lagi ! Cepat dia meraba nadi pergelangan tangan dan mendapat kenyataan bahwa detik
pergelangan itupun lemah sekali. Celaka, pikirnya. Kalau gadis ini tidak cepat bernapas
kembali, denyut jantungnya akan makin melemah dan akhirnya berhenti ! Dia teringat akan cara pengobatan terhadap orang yang baru saja tenggelam, yang sudah berhenti pernapasannya. Paru-paru orang itu harus dibantu, itulah cara terbaik untuk memaksa orang itu bernapas kembali. Dan untuk membantu bekerjanya paru-paru yang sudah berhenti, cara terbaik adalah meniupkan napas
ke dalam paru-paru itu melalui mulut, seperti orang meniup balon.
Tiba-tiba jantungnya berdebar dan mukanya menjadi merah. Mana mungkin dia
melakukan cara ini " Cara ini mengharuskan dia menutup lubang hidung gadis itu kemudian
meniupkan pernapasan dari mulut ke mulut ! Akan tetapi, kalau dia ragu-ragu, terlambat sedikit saja gadis ini akan mati ! Ci Kong menoleh ke kanan kiri. Tidak ada orang. Tidak mengapa dia melakukan hal yang nampaknya tidak pantas itu kalau tidak terlihat oleh siapapun juga.
Maksudnya kan untuk menyelamatkan nyawa, sama sekali bukan untuk berbuat kurang sopan.
Betapapun juga, dia meragu dan diguncangnya pundak gadis itu.
"Nona .......... nona .......... ! Sadarlah, nona .......... !"
Akan tetapi ketika dia mengguncang pundak, hanya kepala nona itu yang terkulai ke
kanan kiri dengan lemasnya, dan napas itu masih juga belum nampak bekerja ! Tentu saja Ci
Kong tidak tahu bahwa gadis ini sejak kecil telah dilatih dengan ilmu bermain di dalam air dan telah mempelajari ilmu yang khusus untuk itu, ialah penghentian dan penahanan napas ! Berkat latihannya, gadis itu dapat menahan napas sampai lama sekali di dalam air, hal yang tidak dapat Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
280 dilakukan oleh dia sendiri sekalipun. Karena itulah, sejak tadi Kiki tidak bernapas. Tentu saja bukan karena ia pingsan, melainkan karena kenakalannya untuk menggoda orang, juga untuk
melihat apa yang akan dilakukan penolongnya itu.
Ci Kong lalu menggunakan jari-jari tangannya yang kuat membikin putus tali temali itu
dan diam-diam Kiki terkejut dan kagum. Jari-jari tangannya telah membikin putus tali-tali tanpa banyak kesukaran. Ia sendiri belum tentu dapat melakukan hal ini karena tali itu telah menjadi ulet dan kuat sekali setelah terendam air. Ia menjadi semakin berhati-hati dan biarpun kini kaki tangannya sudah bebas dan pemuda itu mengangkat badannya dengan menyorongkan lengan ke
bawah punggungnya, kemudian menarik tihang layar itu sehingga tubuhnya terletak di atas pasir yang lunak dan hangat, ia masih pura-pura pingsan. Ia membiarkan jalan darah mengalir lancar kembali di kaki dan lengan yang tadi terikat kuat dan masih menahan napasnya. Karena pemuda
petani itu telah membebaskan kaki tangannya, maka kecurigaannya berkurang. Makin yakin
hatinya bahwa pemuda ini memang tidak mempunyai niat buruk seperti penawannya semalam,
melainkan benar-benar hendak menolongnya belaka. Akan tetapi kenakalannya membuat ia
ingin terus menggoda penolongnya ini, hendak dilihatnya apa yang akan dilakukan penolong
yang lihai ini kalau melihat ia pingsan dan tidak bernapas lagi.
"Maaf, aku terpaksa harus melakukan ini untuk menolongmu, nona," tiba-tiba pemuda itu
berkata lirih dan kedua tangan yang kuat itu lalu memegang dagu dan memencet hidungnya dan
memaksa mulutnya terbuka, kemudian tiba-tiba Kiki merasa betapa mulutnya tertutup oleh
sebuah mulut lain.
"Ihhh .......... dessss .......... !" Tubuh Ci Kong terlempar ke atas dan terbanting jatuh ke atas pasir ketika tiba-tiba Kiki menendang dan mendorong dadanya dengan kekuatan yang amat
dahsyat. "Ehhh .......... ahhhh .......... ?" Ci Kong yang sama sekali tidak menduga hal itu dapat
terjadi, tidak dapat menghindarkan dirinya yang ditendang dan didorong sedemikian kerasnya.
Ketika tubuhnya terlempar ke atas kemudian terbanting, dia masih bengong dan kini matanya
terbelalak memandang kepada Kiki dan dia terbatuk-batuk keras karena tendangan pada dadanya
tadi sungguh amat keras. Kalau bukan dia yang memiliki tubuh kuat terlatih, tentu akan roboh tewas atau setidaknya akan terluka parah.
Kiki sudah meloncat berdiri setelah tadi menendang dan mendorong tubuh Ci Kong. Ia
mengalami guncangan batin yang hebat ketika tiba-tiba merasa pemuda itu menempelkan mulut
ke mulutnya. Teringatlah ia akan semua pengalamannya ketika penawannya semalam
menggelutinya dan menciuminya, juga penawannya itu mencium mulutnya secara menjijikkan
sekali. Kini, otomatis ia menggunakan lengan bajunya untuk menggosok-gosok bibirnya, seolah-
olah hendak menghapus bekas sentuhan bibir Ci Kong juga sekaligus menghapus semua ciuman
yang dilakukan oleh penawannya semalam. Mukanya menjadi merah, sepasang matanya
mengeluarkan sinar berapi ditujukan kepada Ci Kong dengan penuh kebencian.
"Apa .......... apa yang kaulakukan tadi, nona .......... ?" Ci Kong masih kebingungan,
karena terkejut dan juga karena kesakitan.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
281 "Membunuh manusia macam kamu .......... !" Kiki sudah menerjang dengan penuh
kemarahan dan kebencian. "Semua laki-laki sama ! Kurang ajar, hanya ingin mempermainkan
dan memperkosa wanita ! Semua laki-laki harus dibunuhnya !
Terjangan itu merupakan pukulan disusul tendangan yang dahsyat sekali. Karena Ci
Kong masih belum percaya bahwa gadis yang telah diselamatkan nyawanya itu benar-benar akan
menyerangnya, maka diapun masih lengah dan tidak membela diri dengan sungguh-sungguh.
Akibatnya, biarpun dia dapat menghindarkan pukulan, tendangan itu tetap saja singgah di
perutnya. "Dukkk .......... !" Kembali dia terjengkang dan terbanting ke atas pasir. Untung pasir itu lunak dan dia sudah bersiap dengan melindungi perutnya menggunakan tenaga dalam sehingga
dia hanya terjengkang dan terbanting saja, tidak menderita luka parah. Akan tetapi sebelum dia sempat bangkit, gadis itu seperti harimau betina saja sudah menyerbu lagi dengan tendangan-tendangan berikutnya yang ditujukan ke arah kepalanya. Barulah Ci Kong terkejut setengah mati karena tendangan-tendangan ini adalah tendangan-tendangan maut yang dapat membunuh orang.
Cepat dia menggerakkan tubuhnya bergulingan lalu meloncat berdiri. Ketika gadis itu menyerbu dengan pukulan kedua tangan secara cepat dan bergantian. Ci Kong mengangkat kedua
tangannya dan menangkis.
"Dukk ! Plakk !" Dua kali dia menangkis dan tahulah dia bahwa gadis inipun, seperti
orang yang menyerangnya semalam, memiliki tenaga sinkang yang kuat, gerakan-gerakan yang
cepat dan serangan-serangan yang amat ganas. Jelaslah bahwa gadis ini tidak main-main karena semua serangannya merupakan serangan maut ! Dia merasa penasaran sekali dan tubuhnya
sudah mencelat ke belakang ketika Kiki kembali menerjangnya.
"Tahan dulu, nona. Kalau engkau memang ingin membunuhku, setidaknya katakanlah
padaku apa kesalahanku padamu. Jangan membuat aku mati penasaran."
Mendengar suara yang lembut dan sopan ini, teringatlah Kiki bahwa pemuda ini mungkin
tidak bermaksud berbuat tidak sopan, karena bukankah tadi pemuda itu mengatakan bahwa dia
terpaksa melakukannya untuk menolongnya " Menempelkan mulut mereka ! Ia bergidik.
"Engkau kurang ajar, engkau tiada bedanya dengan penjahat semalam. Engkau hendak
berbuat hina dengan ?"". men ?"". mencium mulutku ?"". !" Akhirnya ia berkata,
mukanya berobah merah.
Muka Ci Kong juga berobah merah sekali dan diapun menunduk, menarik napas panjang.
Celaka, pikirnya, kiranya ketika dia melakukan usaha meniupkan napas ke paru-paru gadis itu
melalui mulutnya, gadis itu sudah siuman dan melihatnya !
"Maaf, nona. Memang aku melakukan itu, akan tetapi bukan untuk berbuat kurang ajar,
melainkan untuk menolongmu. Engkau pingsan, dan paru-parumu tidak bekerja, napasmu
berhenti. Aku ingin meniupkan napas ke paru-parumu agar bekerja kembali. Dan jalan satu-
satunya hanyalah meniupkan melalui mulut dan .........."
"Bohong ! Aku tidak pingsan ! Paru-paruku tidak macet !"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
282 "Ehh .......... ?" Kini Ci Kong memandang dengan mata terbelalak, kemudian mukanya
menjadi semakin merah. "Kiranya selama itu engkau tidak pingsan " Ahhhh, kalau begitu
engkau sungguh jahat sekali, nona. Aku mati-matian berusaha menolongmu, menyelamatkanmu,
dan kau .......... kau malah mempermainkan aku " Pura-pura pingsan, menahan napas .......... aihh, betapa jahatnya engkau. Aku hampir mati melawan penjahat yang agaknya menawanmu ..........
kemudian aku hampir mati untuk kedua kalinya ketika aku mati-matian melawan ombak
menyeret balok itu ke pantai .......... heiiii ! Agaknya engkau pula yang punya ulah sehingga balok itu mampu bergerak ke sana ke sini menjauhiku, dan begitu berat ketika kuseret ke tepi
sehingga aku kehabisan tenaga ?" Kini pemuda itu memandang penuh perhatian dan penuh
selidik. Kiki yang berwatak nakal itu tersenyum mengejek. "Engkau memang tolol ! Tapi
agaknya engkau jujur. Benarkah kau ?"". Kau tidak bermaksud kurang ajar ketika engkau
tadi menempelkan mulutmu ke mulutku ?"
Ci Kong menggeleng kepala dengan keras. "Aku bukan manusia macam itu, nona !
Kalau tidak melihat engkau pingsan, atau pura-pura pingsan, dan melihat betapa napasmu
berhenti, mana mungkin aku berani melakukan hal itu ?"
"Benar-benar kau tidak sengaja menciumku karena kurang ajar ?"
"Tidak !"
"Berani sumpah ?"
Ci Kong melongo. "Sumpah .......... ?"
"Ya, bersumpahlah bahwa engkau tadi tidak bermaksud mencium aku untuk kurang ajar.
Engkau harus bersumpah demi nama baik orang tuamu, menyebutkan namamu dan nama orang
tuamu, baru aku mau percaya !"
Akan tetapi Ci Kong menggeleng kepala dan wajahnya dibayangi kedukaan. "Tidak
mungkin, nona .........."
Kiki mengerutkan alisnya, matanya menyinarkan api kemarahan lagi. "Kenapa tidak
mungkin " Berarti kau benar-benar telah .........."
"Tidak mungkin karena ayah ibuku telah lama meninggal dunia."
"Ahh .......... !" Jawaban ini sama sekali tidak disangka-sangka Kiki dan sinar matanya
kehilangan api kemarahannya, bahkan ada sinar kasihan membayang di wajahnya yang manis.
"Baiklah, kalau begitu bersumpahlah demi nama baik gurumu dengan menyebut namamu dan
nama gurumu." Gadis itu teringat bahwa pemuda ini lihai, tentu murid seorang sakti maka tak
mungkin berani mempermainkan nama gurunya dan tidak berani berbohong.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

283 "Nona, selama hidupku aku belum pernah bersumpah kecuali ketika menjadi murid suhu,
bagaimana untuk urusan begini saja aku harus bersumpah. Untuk apakah " Bagaimana kalau
aku bersumpah tanpa menyebut nama suhu segala ?"
"Aku takkan percaya ! Kalau engkau berani bersumpah demi nama gurumu, barulah aku
mau percaya."
"Kalau aku tidak mau ?"
"Aku tidak percaya dan berarti engkau bohong dan aku akan menyerangmu lagi, biar kita
putuskan urusan ini dengan taruhan nyawa. Satu di antara kita akan menggeletak mati di sini !"
Terpaksa Ci Kong tersenyum sedih. Dia sungguh tidak mengerti watak wanita. Pernah
dia menyelamatkan seorang gadis dari kematian, yaitu ketika dia menolong Ciu Kui Eng, akan
tetapi gadis itupun segera menyerangnya mati-matian. Dan sekarang, dia mati-matian menolong
gadis ini, hanya untuk menghadapi sikap yang aneh, bukan hanya memusuhinya, bahkan
memaksa dia bersumpah segala dengan ancaman kalau dia menolak, dia akan diajak berkelahi
sampai seorang di antara mereka mati. Adakah yang lebih aneh dan gila dari pada ini " Sejenak dia menatap wajah itu, mempelajarinya dan seperti ingin menjenguk isi hati gadis yang berwajah manis ini. Akan tetapi segera pandang matanya melekat pada wajah itu, terutama kemanisan
pada mulut yang dihias tahi lalat di pipi itu membuat dia sukar mengalihkan pandang matanya,
membuat matanya terus memandang tanpa kedip.
"Heii ! Kenapa kau tidak cepat bersumpah malah bengong memandang aku ?" bentak
Kiki dan Ci Kong terkejut. Wajahnya kembali menjadi kemerahan.
"Baiklah, baiklah .........." Dia mengalah agar cepat selesai berurusan dengan gadis luar
biasa ini. "Aku Tan Ci Kong ?""."
"Ah, jadi namamu Ci Kong dan kau she Tan ?"
Ci Kong mengangguk dan mengulang sumpahnya. "Aku Tan Ci Kong, bersumpah demi
nama suhu Nam San Losu .........."
"Gurumu itu bernama Nam San Losu, apakah kedudukannya di tempat perguruanmu ?"
Ci Kong mengerutkan alisnya melihat kecerewetan gadis itu, akan tetapi dia menjawab
juga. "Suhu Nam San Losu seorang ketua kuil," lalu dia melanjutkan dengan mengulang
kembali sumpahnya, "Aku, Tan Ci Kong, bersumpah demi nama suhu Nam San Losu dan para
suhu di Siauw-lim-pai .........."
"Aih, jadi engkau murid Siauw-lim-pai " Pantas engkau lihai ! Menurut kata ayah, tokoh
Siauw-lim-pai yang paling lihai pada saat ini adalah Siauw-bin-hud. Apamukah Siauw-bin-hud
itu ?" Ci Kong menjadi jengkel, akan tetapi ditahannya pula. "Beliau adalah kakek guruku."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
284 "Hanya kakek guru " Jadi engkau hanya cucu muridnya " Ah, kalau begitu, untung
engkau tadi tidak jadi berkelahi dengan aku."
"kenapa ?"
"Kalau dilanjutkan, tentu engkau akan mati di tanganku. Menurut ayah, kepandaian
Siauw-bin-hud itu setingkat dengan ayahku. Aku puteri ayah, berarti muridnya, kepandaianku
setingkat lebih rendah dari ayah. Engkau hanya cucu murid Siauw-bin-hud, kepandaianmu tentu
dua tingkat lebih rendah, jadi aku setingkat lebih tinggi daripada engkau. Maka, kalau kita
berkelahi, engkau tentu akan mati. Eh, kenapa engkau belum juga bersumpah " Apa ingin
berkelahi saja ?" Agaknya mendengar bahwa pemuda itu hanya cucu murid Siauw-bin-hud, hati
Kiki menjadi besar dan memandang rendah.
Ci Kong menjadi gemas bukan main. Ingin rasanya dia membanting topi kalau saja saat
itu ada topi di atas kepalanya.
"Nona, sampai setahun di sinipun aku tidak akan dapat bersumpah kalau engkau terus
memotong-motong omonganku ! Kalau memang engkau ingin aku bersumpah, tutup dulu
mulutmu !"
Ci Kong sudah merasa menyesal karena kemarahannya membuat dia mengeluarkan kata-
kata kasar, dan dia tidak akan heran kalau gadis itu menjadi marah-marah oleh kekerasannya.
Akan tetapi kembali dia melongo saking herannya. Gadis itu sama sekali tidak marah oleh
kekasarannya, bahkan tersenyum demikian manisnya. Dia tidak tahu bahwa sejak kecil Kiki
hidup di lingkungan yang kasar dan terbiasa oleh kekerasan, maka bahasa kasar yang dikeluarkan Ci Kong bahkan merupakan bahasa yang amat dikenalnya, sebaliknya sikap halus sopan malah
membuat ia tak senang dan curiga.
"Baik, baik, bersumpahlah, Tan Ci Kong, aku yang salah tadi." kata Kiki sambil
terkekeh. Dengan hati masih mendongkol, Gi Kong terpaksa mengulang kembali sumpahnya.
"Aku, Tan Ci Kong, bersumpah demi nama baik suhu Nam San Losu dan para suhu di Siauw-
lim-pai ?""."
"Termasuk Siauw-bin-hud ?"". !" Kiki memotong lagi dan Ci Kong mengangkat
telunjuknya memperingatkan, tidak memperdulikan ucapan Kiki dan melanjutkan saja, "aku
bersumpah bahwa tadi aku sama sekali tidak mempunyai niat buruk terhadap nona .......... eh,
nona yang berdiri di depanku ini dan aku hanya bermaksud untuk meniupkan napas ke paru-
parunya untuk menyelamatkan nyawanya !"
"Apa-apaan itu sumpah tanpa menyebut namaku " Masa hanya nona yang berdiri di
depanku ?" Kiki mencela.
"Habis aku belum tahu namamu, disuruh menyebut apa ?"
"Namaku Kiki !"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
285 "Hemm, nama apa itu ?" Ci Kong mengerutkan alisnya, merasa dipermainkan lagi.
"Kau tidak percaya " Namaku Tang Ki dan semua orang memanggilku Kiki."
"Ah, kau she Tang " Hemm, apakah ada hubunganmu barangkali dengan Tang Kok Bu
yang berjuluk Hai-tok ?"
Sepasang mata yang indah jeli itu terbelalak. "Ah, kau sudah mengenal nama ayahku ?"
"Ayahmu ..........?" Ci Kong benar-benar terkejut setengah mati. Dia berhadapan dengan
puteri Hai-tok, seorang datuk iblis, seorang di antara Empat Racun Dunia yang amat jahat !
"Ya, kenapa kau kaget ?"
"Pantas .......... !"
"Pantas apa " Jangan bicara seperti teka-teki. Hayo katakan, pantas bagaimana ?" Kiki
berdiri dengan kedua tangan bertolak pinggang, sikapnya menantang sekali. Bajunya robek sana-sini, basah kuyup melekat pada kulit tubuhnya, dan karena ia berdiri menantang dan
membusungkan dada seperti itu, tubuhnya nampak indah menggairahkan, tubuh seorang gadis
dewasa yang bagaikan bunga sedang mulai mekar, penuh dengan lekuk lengkung yang indah,
tubuh yang penuh dan mulai masak. Ci Kong adalah seorang pemuda yang sejak kecil dididik
kesopanan. Biarpun dia terpesona dan sejenak matanya melekat pada tubuh itu, namun dia cepat menundukkan pandang matanya. Namun, pandang mata yang sekilas itu cukup sudah untuk
memancing senyum kemenangan pada bibir Kiki. Sejak peristiwa yang amat mengerikan di
perahu semalam, ia telah menjadi dewasa benar dan telah sadar sepenuhnya akan daya tarik pada tubuhnya, sadar bahwa kaum pria kagum kepada wajahnya, kepada tubuhnya.
Tadi dalam kagetnya, ingin sekali Ci Kong mengatakan "pantas engkau sejahat ini !"
akan tetapi setelah dia secara tak disengaja mengagumi keindahan tubuh Kiki, ingin dia berkata,
"Pantas engkau begini cantik !" dan kini dia menahan semua keinginan itu dan berkata, "Pantas engkau demikian lihai."
Menerima pujian ini, Kiki nampak senang. Ia seorang anak manja, maka pujian-pujian
amat menyenangkan hatinya, apa lagi pujian itu keluar dari mulut pemuda yang baru dikenalnya
dan yang ternyata amat menarik hatinya ini. Tanpa malu-malu kini Kiki memandangi tubuh Ci
Kong, tubuh yang nampak tegap dan kuat, sebagian dada yang nampak karena bajunya terbuka
dan robek di bagian pundak, juga karena pakaian itu basah kuyup, maka pakaian itu melekat pada kulit tubuh Ci Kong, membuat tubuhnya nampak jelas lekuk lekungnya.
Melihat betapa gadis itu memandanginya, Ci Kong terpaksa memandang juga tubuh gadis
itu. Dia merasa tidak enak dipandangi seperti itu dan untuk mengalihkan perhatian, dia berkata,
"Pakaianmu basah kuyup, engkau tentu kedinginan, nona."
"Hemm, sama saja. Engkau juga !"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
286 "Tapi aku tidak kehilangan sepatuku dan kau .........." Ci Kong melihat ke arah sepasang
kaki yang tidak bersepatu itu, kaki yang mungil, kecil dan putih kemerahan. Jantungnya tergetar dan kembali dia memaksa pandang matanya untuk lari dari kaki itu.
Kiki meloncorkan kakinya bergantian. "Sialan ! Dan aku tidak punya sepatu lain, juga
semua buntalan pakaianku lenyap. Gara-gara si keparat jahanam itu ! Hemm, siapa dia "
Tahukah engkau ?"
Ci Kong menggeleng kepala. "Aku tidak tahu, nona."
"Ci Kong, apa maksudmu dengan nona-nonaan " Kau bukan anak buah ayahku. Kalau
anak buah ayahku harus menyebut siocia, akan tetapi kau bukan, maka kau tidak boleh menyebut
nona-nona segala membuat aku merasa canggung. Namaku Kiki, lupakah kau ?"
Ci Kong gelagapan. Belum pernah selamanya dia berdekatan dengan wanita, dan sekali
berdekatan, dia bertemu dengan seorang gadis yang begini aneh luar biasa ! "Baiklah, .......... Ki
.......... eh, Tang Ki .......... ehh .........."
"Kiki !"
"Oya, Kiki."
"Kau tidak mengenal orang itu " Bagaimana rupanya " Engkau tadi berkelahi dengan
dia, tentu engkau tahu bagaimana rupa orang itu. Aku hendak mencarinya dan kalau dapat
kutemukan, akan kurobek-robek mulutnya sampai hancur lebur, akan kucabut hidungnya dan
kuberikan kepada burung gagak, kulumatkan kepalanya .........., ku .........."
"Aku tidak dapat melihat mukanya, non .......... eh, Kiki. Cuaca amat gelap," potong Ci
Kong yang merasa ngeri mendengar ancaman-ancaman sadis itu.
"Sayang sekali ! Tapi tentu engkau dapat mengenal bagaimana bentuk tubuhnya, apa
pakaiannya dan bagaimana ciri-cirinya !"
Kembali Ci Kong menggeleng kepalanya. "Aku tidak tahu. Terlalu gelap dan
gerakannya terlalu cepat. Yang kuketahui hanya bahwa dia itu lihai sekali."
Tiba-tiba gadis itu menghentakkan kakinya ke atas pasir. "Hayaaa, kiranya engkau ini
orang bodoh sekali, Ci Kong !"
Ci Kong terkejut lagi, tidak mengerti mengapa gadis itu tiba-tiba memakinya bodoh.
"Aku ?"". bodoh ?"". ?"
"Ya, bodoh sekali. Engkau hanya bilang tidak tahu, tidak tahu, kau bodoh sekali dan aku
paling benci sama orang bodoh !"
Ci Kong menghela napas panjang. "Apa boleh buat, memang aku bodoh. Akan tetapi
kalau engkau merasa dingin dan perlu mengganti pakaianmu untuk sementara agar engkau dapat
menjahit bagian yang robek dan dapat mencuci bersih lalu menjemurnya, aku masih mempunyai
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
287 bekal pakaian untuk sementara kaupakai." Berkata demikian, Ci Kong lalu mengambil buntalan
pakaiannya yang disimpan tak jauh dari situ.
Wajah Kiki nampak berseri gembira. "Ah, bagus sekali, Ci Kong. Memang pakaianku
ini perlu dicuci, dijemur dan dijahit. Wah, pakaianmu semua begini sederhana, seperti pakaian petani gunung. Pantasnya engkau dahulu menjadi hwesio Siauw-lim-si saja," kata Kiki sambil
memilih-milih satu stel pakaian.
Ci Kong tersenyum. Dalam keadaan biasa seperti itu, harus diakuinya bahwa Kiki
merupakan seorang gadis yang lincah jenaka dan gembira. "Memang aku nyaris menjadi hwesio,
Kiki. Nah, kauganti pakaianmu, biar aku bersembunyi dulu." Pemuda itu hendak melangkah
pergi. "Jangan pergi !" tiba-tiba Kiki membentak. "Kaukira aku dapat kautipu " Nah, berdiri
saja di situ, akan tetapi engkau harus membelakangi aku. Awas, jangan berbalik sebelum aku
mengatakan selesai !"
Ci Kong tertegun, akan tetapi menahan senyum dan berdiri di tempatnya dan
membalikkan punggung membelakangi gadis aneh itu. Kiki lalu menanggalkan semua
pakaiannya yang basah kuyup, terus mengintai ke arah Ci Kong tanpa kedip, dan tergesa-gesa
mengenakan pakaian Ci Kong yang sederhana itu. Tentu saja terlalu besar dan kedodoran, akan
tetapi bagaimanapun juga pakaian itu menutupi seluruh tubuhnya dan ia merasa hangat oleh
pakaian kering itu.
"Sudah selesai, kau boleh berbalik."
Ci Kong berbalik dan sudah menahan diri agar tidak ketawa. Akan tetapi dia memang
tidak perlu tertawa. Gadis itu dalam pakaian yang kebesaran tidak nampak menggelikan, bahkan nampak makin manis saja !
"Kiki, kenapa tadi kau bilang bahwa aku hendak menipumu ?" Ci Kong yang merasa
penasaran menuntut keterangan.
"Semua laki-laki sama saja ! Genit dan ceriwis ! Pernah ada dua orang anak buah ayah
kuhajar sampai hampir mampus karena mereka itu mengintai ketika aku mandi. Laki-laki paling
suka mengintai wanita mandi atau tukar pakaian, dan kaupun seorang laki-laki. Kau bilang mau pergi, siapa tahu engkau hanya sembunyi agar dapat mengintai aku selagi aku bertukar pakaian ?"
Hampir saja Ci Kong marah oleh tuduhan ini kalau dia tidak ingat bahwa gadis ini
memang berwatak aneh, kekanak-kanakan dan kolokan sekali. Maka dia hanya tersenyum.
"Aku bukan laki-laki semacam itu, Kiki. Nah, sekarang aku yang mau berganti pakaian." Tanpa berkata apa-apa lagi dia lalu pergi ke belakang batu-batu karang besar dan di sana dia berganti pakaian kering.
Ketika dia kembali, Kiki nampak cemberut. "Eh, kau mengapa ?" Ci Kong bertanya.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
288 "Kau memang bodoh. Aku bisa mencuci dan menjemur pakaianku ini, akan tetapi
bagaimana dapat menjahit yang robek ?"
Ci Kong tersenyum. Disebut bodoh berkali-kali baginya kini tidak terasa seperti
penghinaan, bahkan seperti kelakar saja, seperti kelakar sayang antara sahabat ! "Mungkin aku bodoh, akan tetapi kalau engkau butuh jarum dan benang, inilah !" Ci Kong mengeluarkan jarum yang sudah ada benangnya cukup panjang dan menyerahkan benda itu kepada Kiki. Dia memang
selalu membawa bekal jarum dan benang dalam buntalan pakaiannya. Kiki menerima benda itu
dan agaknya lupa bahwa ia sudah mengatakan bodoh kepada Ci Kong, kini ia asyik mencoba
untuk menjahit bagian pakaiannya yang robek. Akan tetapi Kiki adalah puteri tunggal Hai-tok
Tang Kok Bu yang kaya raya. Sejak kecil ia dimanja dan dikelilingi pelayan-pelayan yang
mengerjakan segala pekerjaan, mana ia pernah berkenalan dan menjamah jarum dan benang "
Baru beberapa tusukan saja, tiba-tiba ia menjerit dan ibu jari tangan kirinya berdarah karena tertusuk jarum.
Diam-diam Ci Kong merasa geli, akan tetapi dia tidak berani mentertawakan, hanya
mendekati dan berkata, "Biarkan aku yang menjahitkan bajumu yang robek itu, Kiki. Aku sudah biasa menjahit." Tanpa berkata apa-apa Kiki menyerahkan bajunya dan Ci Kong lalu mulai
menjahit bagian yang terobek dengan rapinya. Kiki menghisap sedikit darah dari ibu jari yang tertusuk jarum tadi, kemudian nonton pemuda itu menjahit dengan pandang mata kagum. Akan
tetapi ia hanya pandai mencela, tidak pandai memuji sama sekali.
Setelah bajunya selesai dijahit, gadis itu lalu diajak oleh Ci Kong menuju ke sebuah
sumber air yang berada di lereng bukit kecil dekat pantai untuk mencuci pakaiannya. Sambil
menanti pakaiannya kering, mereka duduk bercakap-cakap di bawah pohon sambil berteduh dari
serangan panas matahari yang sudah naik tinggi. Kiki tidak menolak ketika Ci Kong
menawarkan roti kering dan dendeng, dimakan sedikit-sedikit sambil didorong teh cair yang
dibuat Ci Kong pagi tadi.
"Engkau tidak mungkin melanjutkan perjalanan dengan kaki telanjang, Kiki.
Kaupakailah sepatuku. Lumayan untuk sementara dapat melindungi kakimu."
"Sepatumu itu terlalu besar, mana bisa kupakai ?"
"Mudah saja, dapat diganjal rumput kering. Nih, cobalah, kucarikan pengganjalnya."
Biarpun nampak lucu karena sepatu itu kebesaran, dapat juga dipakai oleh Kiki dan tak
lama kemudian pakaiannya juga sudah kering. Kini ia berganti pakaian di belakang batu-batu
karang seperti yang dilakukan Ci Kong tadi tanpa banyak rewel sehingga diam-diam hati Ci
Kong merasa girang. Setelah gadis itu muncul dari balik batu, memakai pakaiannya sendiri dan mengembalikan pakaian Ci Kong, gadis itu tersenyum gembira. Hanya sepatunya yang lucu,
akan tetapi ia nampak cantik walaupun mukanya tidak dirias dan rambutnya masih awut-awutan.
"Sekarang aku akan pergi," katanya.
Diam-diam Ci Kong terkejut dan dia merasa heran bukan main mengapa hatinya terasa
tiba-tiba kosong dan kesepian mendengar betapa gadis ini mau pergi meninggalkannya. Akan
tetapi dia menekan perasaan ini dan mengangguk.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
289 "Harap engkau berhati-hati di dalam perjalanan, Kiki. Banyak orang jahat berkeliaran."
Akan tetapi dia merasa menyesal mengeluarkan ucapan ini tanpa ingat bahwa yang diberi nasihat itu adalah puteri seorang datuk iblis, seorang tokoh kaum sesat !
Kiki terkekeh. "Aku sendiri puteri seorang datuk, masa takut terhadap orang jahat "
Yang kutakuti adalah orang-orang yang pura-pura dan yang menyerangku dari dalam gelap." Ia
bergidik teringat penjahat di dalam perahu semalam.
"Kau hendak pergi ke manakah ?" Ci Kong tak dapat menahan hatinya bertanya.
"Aku hendak merantau .......... eh, baru aku ingat. Engkau begini lihai, tentu engkau
banyak mengenal tokoh kang-ouw, bukan " Ci Kong, apa engkau mengenal seorang bernama
Koan Jit, murid pertama dari Thian-tok ?"
Ci Kong terkejut, dan baru dia teringat bahwa gadis ini puteri Hai-tok, tentu saja
mengenal Thian-tok dan murid-muridnya. Akan tetapi dia menekan perasaannya yang menegang
dan menjawab, "Aku pernah mendengar namanya. Apakah engkau mengenal dia, Kiki " Dan
mau apa engkau mencari dia " Kabarnya dia itu lihai dan berbahaya sekali."
Dan kini Ci Kong mendengar jawaban yang membuat dia kembali bengong. "Aku cari
dia karena dia telah melarikan pusaka Giok-liong-kiam. Ayah menyuruh aku mencarinya dan
minta pusaka itu dari tangannya."
"Kalau dia tidak menyerahkan ?"
"Hemm, akan kujewer telinganya dan kuhajar dia sampai kapok dan kurampas pusaka
itu." Hampir saja Ci Kong tertawa. Dia tidak percaya kalau Hai-tok yang menyuruh gadis ini
pergi sendiri saja mencari Koan Jit. Seorang gadis yang masih begini mentah, yang seolah-olah seekor burung yang baru belajar terbang, tidak tahu tingginya langit dalamnya lautan luasnya
bumi, disuruh mencari Koan Jit dan merampas Giok-liong-kiam " Akan tetapi tentu saja dia
tidak mau mengejek.
"Kiki, hati-hatilah. Seluruh tokoh kang-ouw mencari-cari Koan Jit itu dan semua orang
pandai siap memperebutkan pusaka Giok-liong-kiam. Engkau baru berjumpa dengan aku saja
sudah berani membicarakan urusan pusaka itu. Kalau orang lain yang mendengarnya, engkau
bisa celaka."
"Aihhh, kaukira aku anak kecil " Kalau aku bicara terus terang denganmu, itu karena aku
percaya padamu, tahu bahwa engkau seorang baik, apa lagi engkau murid Siauw-lim-pai
walaupun murid tingkat rendahan saja. Sudahlah, katakan saja apakah kau tahu di mana dia
berada ?" "Hek-eng-mo Koan Jit " Aku tidak tahu, Kiki, sungguh aku sendiri tidak tahu .........." Ci
Kong termenung karena dia sendiripun tidak pernah berhasil mencari tokoh itu. Dia sendiripun Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
290 ingin dapat menemukan tokoh itu dan mencoba untuk merampas kembali pusaka Giok-liong-
kiam untuk membersihkan nama Siauw-bin-hud.
"Sudahlah, mana kau tahu " Biar aku cari sendiri. Nah, selamat berpisah, Ci Kong,
engkau baik sekali, lain waktu kita bertemu kembali," kata Kiki dan gadis ini sudah
membalikkan tubuhnya lalu berjalan pergi. Akan tetapi baru beberapa langkah, ia seperti teringat akan sesuatu dan berhenti, lalu berbalik.
"CI Kong, engkau sudah bersumpah. Jadi benar engkau tidak menciumku, melainkan
hendak meniupkan napas ke dalam paru-paruku yang kaukira macet ?"
Tentu saja Ci Kong terheran, akan tetapi dia mengangguk. "Benar."
"Jadi engkau tidak ingin mencium aku, Ci Kong ?"
Sepasang mata pemuda itu terbelalak. "Ah, Kiki .........., itu .......... itu .......... tidak sopan namanya. Kita baru saja bertemu, mana aku berani melakukan perbuatan yang melanggar tata
susila itu ?"


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiki tersenyum, akan tetapi sepasang matanya memandang penuh selidik dan Ci Kong
merasa seolah-olah sinar mata gadis itu dapat menembus ke dalam ruang dadanya dan melongok,
mengintai isi hatinya.
"Andaikata kita sudah berkenalan lama, kita sudah menjadi sahabat, apakah engkau tidak
ingin mencium aku, Ci Kong ?"
Tentu saja pertanyaan ini seolah-olah sebatang pedang yang ditodongkan di depan hidung
pemuda itu. Dan dia tidak mau menjawab, bahkan masih bengong saking kaget dan herannya.
"Aku .......... aku .......... ah, aku tidak tahu .........."
Gadis itu mengerutkan alisnya. Jawaban ini mengesalkan hatinya. Entah bagaimana, ia
merasa bahwa andaikata Ci Kong menciumnya, seperti yang dilakukan penjahat dalam perahu,
mencium dengan lembut bukan paksaan, agaknya .......... ia tidak akan menolak dan akan merasa senang sekali. Akan tetapi tentu saja, Ci Kong tidak tahu !
"Tentu saja engkau tidak tahu, memang kau bodoh ! Sudah kuketahui itu sejak tadi."
Dan gadis itu lalu membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi, hatinya kecewa dan
mendongkol, kakinya agak terpincang-pincang karena sepatu yang diganjal itu sungguh tidak
enak rasanya, sama tidak enaknya dengan perasaan hatinya.
Sejenak Ci Kong bengong mengikuti tubuh Kiki dengan pandang matanya, lalu dia
menjatuhkan diri duduk di atas rumput, memegangi kepala dengan kedua tangan. "Memang aku
bodoh .......... !" Dan ini bukan pura-pura. Dia merasa benar-benar bodoh dan tidak mengerti sama sekali akan sikap Kiki !
Setelah gadis itu tidak nampak bayangannya lagi, Ci Kong membayangkan wajah Kiki
dan juga wajah Kui Eng. Ketika dia berjumpa dengan Kui Eng, diapun dibikin bingung dan tidak Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
291 mengerti akan sikap gadis itu. Kini, bertemu dengan Kiki, dia menjadi semakin bingung. Betapa anehnya dan luar biasanya mahluk yang disebut wanita itu. Aneh, luar biasa, berbahaya, dan
amat menarik hati ! Dulu diapun tertarik sekali kepada Kui Eng, dan sekarang dia lebih tertarik lagi kepada Kiki, dengan wataknya yang angin-anginan, kekanak-kanakan, keminter, dan ..........
mengguncangkan kalbu itu.
Ci Kong lalu menggeleng kepala dan menjambak rambut sendiri. "Ihh, mengapa engkau
menjadi begini mata keranjang, heh ?" Dan dengan kekuatan batinnya, diguncangnya dua
bayangan wajah gadis itu sehingga buyar dan tak lama kemudian diapun meninggalkan tempat itu
dengan kaki telanjang !
*** Sesuai dengan petunjuk yang diterima suhunya, Lian Hong menyelidiki jejak Koan Jit di
selatan, karena perjalanannya itu membawanya ke daerah Kanton, maka timbul keinginan hatinya
untuk menjenguk makam ayah ibunya di luar kota Tung-kang, di sebuah tanah kuburan umum
untuk orang-orang dusun yang sederhana. Kuburan ini memang berada di tempat sunyi di luar
kota, di mana terdapat daerah perbukitan batu yang tandus dan banyak terdapat guha-guha di situ, disebut guha kelelawar karena di situ terdapat banyak kelelawar sehingga tempatnya menjadi
kotor menyeramkan. Jarang ada orang suka mendatangi tempat ini, kecuali mereka yang
mengunjungi kuburan nenek moyang pada waktu-waktu tertentu. Perbukitan tandus itupun
jarang didatangi orang karena tidak ada pohon, tidak ada kayu, yang ada hanya batu-batu besar.
Daerah yang amat tandus dan mati.
Dalam perjalanannya yang lalu ketika ia mencari jejak Koan Jit, ia pernah datang ke
makam orang tuanya dan telah ditemukannya makam itu menurut petunjuk penduduk Tung-kang.
Oleh karena itu, kini ia langsung saja pergi ke tanah kuburan itu walaupun hari telah menjelang senja. Bahkan ia mengambil keputusan untuk bermalam di kuburan orang tuanya malam itu.
Akan tetapi, baru saja ia tiba di luar pagar tanah kuburan, ia berhenti melangkah, bahkan
cepat menyelinap di antara nisan-nisan yang di tembok tinggi itu, karena ia melihat ada seorang gadis sendirian sedang berlutut di depan makam ayah ibunya ! Tentu saja ia merasa terkejut dan heran sekali. Setahunya, ayah ibunya tidak mempunyai sanak keluarga kecuali dirinya. Siapakah gadis itu " Dan mengapa pula gadis itu memberi penghormatan kepada makam ayah bundanya "
Karena merasa curiga, Lian Hong segera menyelinap dan menyusup-nyusup mendekat sambil
bersembunyi, lalu mengintai dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
Gadis itu cantik sekali dan sebaya dengan ia sendiri. Wajahnya manis sekali dengan
sepasang mata yang tajam dan jeli seperti bintang kejora. Akan tetapi melihat sikapnya Lian
Hong dapat menduga bahwa agaknya gadis ini bukan seorang gadis yang lemah. Yang membuat
ia keheranan adalah ketika ia mendengar kata-kata bisikan yang keluar dari mulut gadis itu.
"Ji-wi tentu tidak mengenal aku," demikian gadis cantik itu berbisik, seolah-olah sedang
bicara kepada ayah bunda Lian Hong yang terus mengintai, "akan tetapi aku tahu bahwa ji-wi
adalah guru silat Siauw Teng dan isterinya yang dulu tinggal di Tung-kang dan yang tewas
karena perbuatan jahat mendiang ayahku Ciu Lok Tai. Ayah dan seluruh keluarganya telah
binasa, oleh karena itu aku, Ciu Kui Eng, sebagai anak tunggalnya, sengaja mendatangi kuburan Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
292 para korbannya untuk mintakan ampun bagi ayah agar arwahnya tidak terlalu tersiksa di alam
baka." Mendengar bisikan ini, hati Lian Hong merasa terharu. Ah, kiranya inilah puteri Ciu Lok
Tai hartawan yang dulu menjadi penyebab kematian ayah bundanya ! Puterinya yang kabarnya
memiliki kepandaian tinggi itu. Dan kini, puteri hartawan itu mintakan ampun untuk dosa-dosa mendiang ayahnya kepada para korban ayahnya. Melihat ini saja sudah mendatangkan perasaan
suka dan kasihan dalam hati Lian Hong. Tidak, ia tidak akan memusuhi gadis ini, biarpun
tadinya memang ia mengandung maksud untuk menegur dan meminta pertanggungan jawab
puteri keluarga Ciu atas dosa yang dilakukan Ciu Lok Tai terhadap orang tuanya. Gadis ini tidak tahu apa-apa dan ketika perbuatan keji ayahnya berlangsung, tentu gadis ini masih kecil, sama dengan ia. Gadis ini tidak tahu apa-apa dan tidak adillah kalau gadis ini harus
mempertanggungjawabkan perbuatan jahat ayahnya. Melihat kini Kui Eng minta ampun untuk
ayahnya di depan kuburan itu, terhapuslah sudah semua ganjalan hati Lian Hong. Ia tidak lagi menganggap keluarga yang tinggal satu-satunya ini sebagai musuh dan musuhnya hanya tinggal
dua nama lagi, yaitu Gan Ki Bin dan Lok Hun !
Sudah timbul keinginan hatinya untuk keluar dari tempat persembunyiannya, untuk
memperkenalkan diri dan mengikat persahabatan dengan gadis cantik itu ketika tiba-tiba ia
tertarik melihat berkelebatnya bayangan orang di seberang. Kemudian terdengar suara ketawa
dan tahu-tahu telah meloncat seorang laki-laki di dekat Ciu Kui Eng yang juga terkejut dan gadis itu sudah meloncat bangun menghadapi laki-laki itu. Lian Hong tetap bersembunyi dan
menonton dengan hati tegang. Melihat kemunculan laki-laki itu, Lian Hong dapat menduga
bahwa laki-laki itu tentu seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali. Ia tadi hanya melihat bayangan saja berkelebat dan tahu-tahu laki-laki itu telah berada di dekat Kui Eng.
Laki-laki itu bertubuh tinggi kurus, mukanya yang berkulit kehitaman itu jelas
membayangkan kekejaman, matanya yang mencorong hijau itu dan senyumnya yang sinis
membayangkan kelicikan. Kepalanya mengenakan sebuah topi batok dan rambutnya yang
gemuk hitam dikuncir, keluar dari belakang topinya dan melilit lehernya. Matanya yang
mencorong seperti mata kucing atau mata burung hantu di waktu malam itu memandang ke arah
Kui Eng dengan penuh kagum dan senyumnya makin menyeringai sadis.
Melihat munculnya orang yang tak dikenalnya ini, yang memandangnya seperti itu
dengan mulut menyeringai, Kui Eng menjadi marah. "Bangsat dari manakah berani
mengangguku !" bentaknya, siap untuk menyerang.
Akan tetapi laki-laki itu malah terkekeh, suara ketawanya seperti burung hantu dan hal ini
tentu saja membuat Kui Eng merasa ngeri dan memandang tajam dan penuh keheranan,
menduga-duga apakah yang dihadapinya ini bukan orang gila ! Akan tetapi, tiba-tiba pria itu
mengeluarkan suara gerengan yang menggetarkan tempat itu. Lian Hong yang berada dalam
tempat persembunyiannya, terkejut bukan main ketika merasa betapa jantungnya terguncang
keras. Tahulah ia bahwa pria itu telah mempergunakan tenaga khikang dalam suaranya dan suara itu merupakan serangan yang ganas dan berbahaya sekali. Maka iapun cepat menahan napas
mengerahkan sinkang untuk melindungi jantung dan telinganya.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
293 Kui Eng juga terkejut bukan main karena ia merasa betapa jantungnya terguncang. Ia
yang berdiri dekat pria itu dan yang menjadi sasaran serangan lengkingan itu, hampir saja roboh.
Akan tetapi, sebagai murid Tee-tok yang sakti, tentu saja ia tahu apa yang harus dilakukannya menghadapi serangan tiba-tiba itu. Serangan suara itu datangnya terlalu mendadak sehingga ia kedahuluan atau kecurian, cepat ia mengerahkan sinkang dan memejamkan mata untuk beberapa
detik. Inilah yang mencelakakannya. Dan agaknya ini pula yang telah diperhitungkan dengan
masak oleh pria yang nampaknya amat cerdik itu. Begitu Kui Eng memejamkan mata, pria itu
sudah mengeluarkan sehelai saputangan merah yang sudah dipersiapkannya dan sekali
mengebutkan saputangan di depan muka Kui Eng, ada bubuk merah yang baunya harum keras
memasuki hidung gadis itu. Kui Eng terkejut, maklum apa artinya itu ketika hidungnya
menyedot bau harum keras. Ia mengeluarkan teriakan dan meloncat ke belakang, akan tetapi ia
terhuyung karena mulai dipengaruhi bubuk racun pembius. Ia seorang gadis yang lihai dan kuat, maka racun bubuk itu tidak membuatnya roboh, hanya terhuyung dengan kepala pening. Dan
agaknya inipun sudah diperhitungkan oleh pria itu, karena dengan langkahnya yang lebar dia
telah mengejar dan menyerang dengan kedua tangannya yang besar. Dua lengan yang panjang
itu bagaikan ular-ular hitam meluncur. Andaikata ia tidak berada dalam keadaan pening, tentu Kui Eng tidak akan mudah dirobohkan. Akan tetapi gadis ini telah kecurian, telah menyedot
bubuk racun pembius sehingga menghadapi serangan dua tangan itu, ia tidak mampu
mempertahankan diri. Sebuah totokan pada pundaknya membuat ia terkulai lemas.
"Heh-heh-heh !" Pria itu lalu menyambar tubuh Kui Eng, dipanggulnya dan dibawanya
lari pergi dari kuburan itu.
Lian Hong terkejut bukan main. Ia sendiripun tadi mengerahkan tenaga melindungi
dirinya dari serangan suara maut itu. Dan melihat betapa Kui Eng ditawan, tentu saja timbul niat hatinya untuk membantu gadis itu. Akan tetapi ia teringat. Bagaimanapun juga, Kui Eng adalah puteri seorang yang amat kejam. Ia tidak mengenal Kui Eng dan belum tahu bagaimana watak
gadis itu. Iapun tidak mengenal pria itu dan tidak tahu apa yang telah terjadi di antara mereka. Ia tidak tahu siapa yang bersalah di antara keduanya maka kini timbul perbuatan itu. Siapa tahu kalau-kalau Kui Eng yang telah melakukan kesalahan dan pria itu datang untuk menangkapnya
atau membalas dendam " Ia harus berhati-hati dan tidak boleh sembrono dalam mencampuri
urusan dua orang yang belum dikenalnya. Maka iapun cepat membayangi tubuh pria yang
melarikan Kui Eng. Orang itu, biarpun memanggul tubuh seorang gadis, dapat bergerak cepat
bukan main, berloncatan di antara batu-batu yang besar seperti seekor kera saja. Akan tetapi Lian Hong juga seorang gadis yang memiliki ginkang yang tinggi sehingga tidak terlalu sukar baginya untuk membayangi terus.
Tiba-tiba saja ia kehilangan orang yang dibayanginya. Lian Hong terkejut. Cepat ia
menghampiri tempat di mana bayangan tinggi kurus itu melenyapkan diri. Ia hanya melihat
sekumpulan batu-batu yang besar. Sama sekali tidak ada tempat untuk menyembunyikan diri,
akan tetapi tiba-tiba saja orang itu telah lenyap. Lian Hong merasa penasaran dan ia mencaricari, menjenguk ke belakang setiap batu besar. Namun orang itu bersama tubuh Kui Eng lenyap
seperti pandai menghilang saja ! Lian Hong yang merasa penasaran dan khawatir akan
keselamatan Kui Eng, tidak mau meninggalkan bukit itu, terus berkeliaran mencari-cari. Sampai lama ia mencari, sampai senja mulai membawa kegelapan menyelimuti bukit, tetap saja ia tidak
berhasil menemukan pria yang melarikan Kui Eng. Ia mulai putus harapan dan mulai mengira
bahwa tentu laki-laki itu memiliki jalan rahasia dan kini tentu sudah jauh meninggalkan tempat Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
294 itu. Ia mulai melihat-lihat ke sekeliling bawah bukit, berniat untuk meninggalkan tempat itu, kembali ke kuburan orang tuanya ketika tiba-tiba ia mendengar jerit suara wanita yang keluar
dari dalam bukit, dari bawah tanah yang dipijaknya !
Lian Hong meloncat dengan kaget. Bayangan itu tadi lenyap seperti ditelan bumi dan kini
ada suara jeritan wanita dari bawah bumi. Ditelan bumi ! ah, tentu saja ! Kenapa ia begitu bodoh " Satu-satunya tempat di mana orang tadi melenyapkan diri, tentu di dalam bukit di bawah bumi, di bawah batu-batu itu. Tentu ada jalan rahasia ke situ. Terdorong oleh jeritan tadi yang ia duga tentu suara Kui Eng, Lian Hong mulai mencari-cari, mengguncang setiap potong batu,
meraba-raba di dalam cuaca yang mulai gelap. Ia hampir putus asa karena batu-batu itu tidak ada yang menyembunyikan rahasia ketika tiba-tiba ada sinar mencorong dari celah-celah antara batu.
Ia merasa girang sekali dan cepat ia meloncat mendekati batu-batu itu. Tak salah lagi. Ada sinar terang menyorot keluar melalui celah-celah batu, sinar yang datangnya dari bawah ! Dengan
hati-hati iapun mempergunakan tangannya yang dialiri tenaga sinkang untuk menggeser batu
besar dan ia berhasil ! Di balik batu besar itu terdapat sebuah lubang terowongan ke bawah
tanah ! Dengan hati-hati sekali Lian Hong lalu menuruni lubang itu dan ternyata terdapat tangga batu menuju ke bawah dan ia dapat merayap ke bawah dituntun oleh sinar terang yang menyorot
dari bawah. ?khirnya, tangga batu itu membawanya ke sebuah ruangan yang garis tengahnya tidak
kurang dari enam meter dan ketika ia mengintai, hampir saja ia mengeluarkan seruan keras
karena kaget, ngeri dan marah. Lian Hong mengintai dari balik pintu batu, dengan alis berkerut dan mata mencorong marah memandang ke dalam.
Di tengah ruangan itu nampak Kui Eng berdiri dengan kedua lengan tergantung. Kedua
pergelangan tangannya terikat ke atas dan tergantung, demikian pula kedua pergelangan kakinya.
Dan pakaian gadis itu sudah robek-robek membuatnya hampir telanjang. Bagian-bagian tubuh
gadis itu nampak jelas di antara robekan-robekan yang membuat pakaian itu cabik-cabik dan
hampir tanggal dari tubuhnya. Wajah gadis itu pucat sekali dan nampak titik-titik air mata
membasahi mata dan kedua pipinya. Dan kini gadis itu memandang dengan mata terbelalak dan
mulut menggigil ketika laki-laki tinggi kurus itu mengeluarkan seekor tikus yang dipegang pada ekornya sehingga tikus itu menggeliat-geliat ingin lepas. Pria itu berdiri sambil bersandar
dinding batu. Sepasang matanya makin mencorong mengerikan, seperti mata setan ketika
tertimpa sinar obor yang bernyala di atasnya. Mulutnya tersenyum sinis penuh kekejaman.
Lebih mengerikan lagi, seekor ular besar melingkar di lehernya, dan kepala ular itupun terjulur ke depan, lidahnya keluar masuk seolah-olah ular itupun menggoda Kui Eng, hendak menjilati atau
mematuk. "Heh-heh-heh, Ciu Kui Eng, engkau masih berkeras kepala " Menyerahlah dengan baik-
baik, dan aku akan menjadikan engkau isteri atau sekutu yang akan hidup penuh dengan
kesenangan dan kemuliaan. Mari kita bina bersama, kita kejar kedudukan yang tinggi di dunia
ini. Aku murid Thian-tok dan engkau murid Tee-tok, bukankah kalau kita berjodoh sudah tepat
sekali " Untuk apa engkau ingin merebut Giok-liong-kiam dariku " Engkau takkan menang.
Bukankah lebih baik kalau kita menjaganya bersama " Marilah, sayang, marilah manis, aku cinta padamu."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
295 "Koan Jit, manusia iblis ! Aku tidak sudi ! Lebih baik bunuh saja aku. Aku tidak takut
mati. Aku tidak sudi menjadi isterimu, aku tidak sudi kausentuh !"
Pria itu ternyata adalah Koan Jit ! Mendengar ini, berdebar rasa jantung dalam dada Lian
Hong. Kenyataan-kenyataan yang amat mengejutkan hatinya. Kiranya pria ini adalah Koan Jit,
orang yang selama ini dicarinya ! Dan lebih mengejutkan lagi, kiranya Kui Eng adalah murid
Tee-tok, seorang di antara Empat Racun Dunia ! Akan tetapi iapun melihat sikap Kui Eng yang
menolak ajakan keji dari Koan Jit.
Heh-heh-heh, nona manis. Aku sudah menyentuhmu sejak tadi, heh " heh. Kalau aku
mau, sejak tadi aku sudah dapat memilikimu secara paksa. Akan tetapi aku tidak senang
memaksa. Aku tidak ingin membunuhmu. Engkau merupakan pembantu yang amat baik. Kalau
aku memperkosamu, tentu engkau akan kubunuh kemudian. Tiada gunanya. Sayang
memperkosa seorang lihai sepertimu. Kalau aku butuh wanita, dengan mudah sekarang juga aku
akan dapat memilih di antara mereka di mana saja. Akan tetapi aku butuh pembantu, butuh
sekutu dan isteri. Dan kaulah yang tepat menjadi orang itu."
"Aku tidak sudi ! Lebih baik mati !"
"Lihat ini !" Koan Jit mendekatkan tikus ke leher Kui Eng sehingga gadis itu
mengeluarkan rintihan geli dan takut. "Kauboleh pilih. Kusiksa dengan tikus dan ular ini sampai engkau hidup tidak matipun tidak dan pikiranmu akan berobah, membuatmu menjadi gila lalu
kau kubebaskan sebagai orang gila yang telanjang bulat " Ataukah kuperkosa engkau dengan
cara yang paling keji sehingga akhirnya engkaupun akan menjadi gila " Atau kupergunakan obat racun perangsang sehingga akhirnya engkaupun akan menyerahkan dirimu dalam keadaan tidak
sadar dan terus setiap hari kujejali obat perangsang yang akhirnya akan meracuni dirimu dan
membuat engkau menjadi gila lelaki " Atau kuserahkan engkau kepada anak buahku, orang-
orang buas dan kasar, agar engkau dikeroyok oleh puluhan orang dari mereka dan akhirnya
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
296 mampus dalam keadaan yang amat terhina " Nah, kaupilih antara semua itu, ataukah engkau mau
menyerahkan diri dengan suka rela kepadaku, menjadi isteri, sekutu dan pembantuku yang
terhormat " Nah, pilihlah sebelum terlambat." Setelah berkata demikian, untuk menambah
pengaruh ucapannya tadi, Koan Jit menggeser-geserkan tikus hidup itu di leher, dada dan perut Kui Eng. Tentu saja Kui Eng merasa jijik bukan main, jijik, geli dan ngeri sampai ia
menggelinjang-gelinjang kegelian. Melihat gadis ini menggelinjang dan menggeliat, sepasang
mata Koan Jit makin mencorong penuh nafsu yang mendidih. Tadi dia kurang berhasil ketika
menggunakan ular. Ternyata Kui Eng, yang sudah biasa dahulu dilatih oleh gurunya
mempergunakan banyak ular, tidak takut dan tidak ngeri melihat ular. Akan tetapi begitu dia
mempergunakan seekor tikus, gadis yang gagah perkasa dan tidak takut mati ini menggelinjang-
gelinjang penuh kengerian.
"Heh-heh-heh, pilihlah, manis, heh-heh-heh !" Koan Jit girang sekali melihat usahanya
memaksa Kui Eng hampir berhasil dan makin giat dia menggeser-geserkan tikus hidup itu ke
bagian-bagian tubuh yang paling peka.
Sudah cukup bagi Lian Hong menonton semua itu. Ia kini yakin benar bahwa laki-laki
tinggi kurus itu adalah Koan Jit, pencuri Giok-liong-kiam dari tangan Thian-tok dan orang yang selama ini dicari-carinya. Dan iapun sudah melihat betapa Kui Eng, walaupun puteri seorang
hartawan jahat, walaupun murid Tee-tok, ternyata merupakan seorang gadis yang cukup baik.
Gadis itu telah menyadari kesalahan-kesalahan yang dilakukan ayahnya dan telah
memperlihatkan kebaikan hatinya dengan mintakan ampun untuk arwah ayahnya di depan
kuburan korban-korban ayahnya. Dan kini, setelah tertawan oleh Koan Jit, gadis itu menolak
semua bujuk rayu Koan Jit untuk membantunya, bahkan memilih mati dari pada dijamah oleh
penjahat berwatak iblis itu. Dua syarat ini cukup untuk menganggap Kui Eng seorang gadis yang baik dan patut diselamatkan dari ancaman yang lebih mengerikan dari pada maut bagi seorang
gadis terhormat.
Lian Hong bukan seorang gadis yang sembrono. Tidak, biarpun ia pendiam dan
sederhana, namun ia seorang yang amat cerdik. San-tok, gurunya yang pernah menjadi datuk
iblis itu, telah mendidiknya dengan tekun, bukan hanya dalam ilmu-ilmu silat tinggi, akan tetapi juga telah memberi tahu tentang segala kecurangan dan akal busuk di dunia persilatan kaum
sesat. Ia sudah memperhitungkan masak-masak lebih dahulu sebelum bergerak. Ia dapat
melihat tadi cara Koan Jit merobohkan Kui Eng dan tahulah ia bahwa Koan Jit adalah seorang
yang selain lihai ilmu silatnya, juga amat curang dan penuh muslihat. Oleh karena itu, kalau ia maju begitu saja menyerang Koan Jit dengan kekerasan, banyak sekali bahayanya dan mungkin
saja ia tidak akan berhasil menolong Kui Eng, malah ia bisa tertawan pula. Dan ia harus berhasil menolong Kui Eng. Kalau gadis murid Tee-tok itu dapat ia bebaskan dari belenggu, maka
mereka berdua tentu akan dapat mengalahkan Koan Jit. Maka iapun cepat menyelinap
meninggalkan tempat pengintaiannya.
Tak lama kemudian, selagi Koan Jit terkekeh gembira dan Kui Eng menggeliat-geliat
saking gelinya ketika tikus itu meronta-ronta di dadanya, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring sekali dari arah terowongan.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
297 "Heii, tikus Koan Jit ! Kalau memang gagah, jangan hanya mengganggu wanita, hayo
keluar dan terima binasa !"
Tentu saja Koam Jit kaget dan marah mendengar suara pria yang berat ini, yang
datangnya dari atas dan suaranya menerobos memasuki terowongan. Dimaki dan ditantang
begitu, dia kehilangan nafsu berahinya yang berubah menjadi nafsu amarah. Dengan geram dia
membanting binatang tikus yang tadi dipergunakannya untuk menggoda Kui Eng ke atas lantai
sehingga tubuh binatang itu hancur berantakan dan darahnya muncrat ke mana-mana, kemudian
dia meloncat keluar dari ruangan itu menerobos jalan terowongan untuk menghadapi musuh yang
berada di atas.
Tentu saja suara tadi keluar dari mulut Lian Hong yang merendahkan suaranya seperti
suara pria dan dengan kekuatan khikang ia memindahkan suaranya sehingga seperti terdengar
datang dari luar. Sebetulnya ia masih berada di terowongan itu, di luar ruangan di mana Koan Jit menyiksa Kui Eng dan ia bersembunyi di balik batu. Pada saat Koan Jit berkelebat keluar, cepat sekali Lian Hong keluar dari tempat persembunyiannya, dengan beberapa loncatan saja ia sudah
berada di dekat Kui Eng dan tanpa banyak cakap ia lalu menggunakan ujung gagang kipasnya
menotok tiga jalan darah di punggung dan kedua pundak Kui Eng untuk membebaskan totokan
yang membuat tubuh Kui Eng lemas. Kemudian, ia membantu Kui Eng melepaskan belenggu
kaki tangannya, hal yang mudah saja dilakukan Kui Eng setelah ia terbebas dari totokan.
Dapat dibayangkan betapa girang dan lega rasa hati Kui Eng ketika mendapatkan
pertolongan ini. Iapun memandang kagum kepada gadis cantik yang menolongnya, karena orang
yang berani menolongnya berani menentang Koan Jit dan tidak sembarang orang berani
menentang seorang penjahat lihai seperti Koan Jit.
"Terima kasih," bisiknya. "Siapa engkau ?"
Lian Hong tersenyum. "Nanti saja kita bicara. Sekarang mari kita keluar dan kita hajar
tikus busuk tadi."
Teringat akan Koan Jit, Kui Eng mengepal tinjunya. "Baik, mari kita bunuh jahanam
Itu !" Dua orang gadis perkasa itu berloncatan keluar dari ruangan itu. Di lubang masuk
menuju terowongan, hampir mereka bertumbukan dengan Koan Jit yang hendak masuk lagi.
Tadi Koan Jit cepat keluar untuk mencari orang yang menantangnya, akan tetapi di luar sunyi
saja, bahkan cuaca yang agak gelap karena malam sudah mulai tiba dan tidak nampak ada
bayangan seorangpun manusia. Dia merasa heran, penasaran dan marah. Lalu dia teringat akan
tawanannya yang ditinggalkan di dalam ruangan bawah tanah. Timbul kekhawatirannya kalau-
kalau tawanan itu akan ditolong orang yang tadi mengeluarkan suara, maka diapun cepat masuk
lagi. Akan tetapi tiba-tiba ada dua bayangan orang berkelebat dari dalam dan seorang di antara mereka menyerangnya dengan tendangan berantai yang amat cepat dan dahsyat. Bukan serangan
itu yang mengejutkan karena Koan Jit mampu meloncat ke belakang dan keluar lagi dari lubang
itu untuk menghindarkan diri, akan tetapi yang membuatnya bengong dan marah sekali adalah


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketika mengenal orang yang menendangnya adalah gadis yang pakaiannya compang-camping
setengah telanjang, bukan lain adalah tawanannya tadi, Ciu Kui Eng ! Dan kini Kui Eng sudah
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
298 meloncat keluar, diikuti seorang gadis lain yang memiliki sepasang mata yang lebar, indah dan sinar matanya tajam sekali. Dengan hati penuh kegeraman dia dapat menduga bahwa tentu gadis
bermata lebar ini yang telah membebaskan Kui Eng.
"Keparat, siapa kau berani menantangku !" bentaknya.
Akan tetapi Kui Eng yang sudah tidak dapat menahan lagi kemarahan hatinya, tanpa
banyak cakap lagi tidak memberi kesempatan kepada Koan Jit untuk bicara dan ia sudah
menyambar sepotong kayu yang terletak di atas tanah dan dengan tongkat ini iapun lalu
menyerang dengan ilmu yang paling diandalkan oleh Tee-tok gurunya, yaitu Cui-beng Hek-pang
(Tongkat Hitam Pengejar Nyawa) ! Dan Lian Hong memang juga tidak ingin banyak bicara
dengan Koan Jit, maka iapun cepat membantu Kui Eng dengan serangan senjata kipasnya.
Dengan gerakan aneh gagang kipasnya menyambar-nyambar dahsyat menghujankan totokan-
totokan maut ke arah jalan darah di tubuh bagian depan lawan.
Menghadapi serangan dua orang gadis itu, Koan Jit terkejut bukan main. Melihat betapa
tongkat di tangan Kui Eng itu hanya sebatang cabang pohon akan tetapi dapat berubah menjadi
senjata yang luar biasa ampuh dan berbahayanya, dia tidak merasa heran karena maklum betapa
lihainya guru gadis itu. Akan tetapi melihat betapa kipas di tangan gadis bermata lebar itu tidak kalah hebatnya dari tongkat Kui Eng, dia benar-benar terkejut dan terpaksa dia mengerahkan
seluruh kecepatan gerakannya untuk menghindarkan diri dari cengkeraman maut. Dia mengelak
dan berloncatan ke sana-sini, sedikitpun tidak mempunyai kesempatan untuk balas menyerang.
Demikian hebatnya dua orang gadis itu menyerang !
Koan Jit mengenal lawan tangguh. Memang ada rasa penasaran di dalam hatinya bahwa
dia kehilangan Kui Eng yang sudah berada dalam cengkeramannya, dan merasa penasaran pula
dia bahwa dia tidak mampu mengalahkan dua orang gadis muda. Akan tetapi karena dia tahu
bahwa kalau dia terlalu lama menghadapi dua orang gadis ini, mungkin saja dia akan celaka di
tangan mereka, maka diapun mengeluarkan suara gerengan yang menggetarkan itu. Akan tetapi
sekali ini, Kui Eng dan Lian Hong sudah siap. Mereka tahu bahwa lawan ini memiliki ilmu
semacam gerengan harimau yang berbahaya, maka merekapun cepat mengerahkan sinkang untuk
melindungi diri masing-masing sehingga tidak sampai didahului daya serangan suara itu. Sambil melindungi diri dengan pengerahan sinkang, tongkat dan kipas di tangan dua orang gadis itu
masih terus menyambar-nyambar dahsyat menghujankan totokan dan pukulan maut ke arah tubuh
Koan Jit. Koan Jit mengeluarkan saputangan merahnya. Akan tetapi juga untuk menghadapi itu,
Lian Hong dan Kui Eng sudah siap siaga. Maka ketika Koan Jit mengebutkan saputangannya,
dua orang gadis itu sudah menahan napas dan kini tongkat di tangan Kui Eng menyambar ke arah
saputangan itu pada saat kipas Lian Hong menotok pinggang.
"Brettt .......... !" Saputangan merah itupun terobek oleh ujung tongkat !
Koan Jit mengeluarkan seruan kaget dan sekali meloncat dia telah pergi jauh dan tanpa
menoleh atau merasa malu-malu lagi, Koan Jit yang merasa betapa dua orang gadis itu
merupakan lawan yang terlalu berat, dan selain itu juga dia khawatir kalau-kalau Tee-tok, guru Kui Eng muncul, segera melarikan diri.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
299 "Jahanam busuk, hendak lari ke mana kau ?" Kui Eng membentak dan mengejar, diikuti
Lian Hong. Akan tetapi Koan Jit memang memiliki ginkang yang luar biasa. Tubuhnya berkelebat
cepat dan walaupun dua orang gadis itupun memiliki ginkang yang hebat pula, namun tidak
mampu menyusul Koan Jit yang menghilang di antara pohon-pohon yang gelap. Apa lagi Koan
Jit mengenakan pakaian serba hitam, maka sukarlah untuk mengejarnya setelah dia masuk hutan.
Dua orang gadis itupun maklum betapa berbahayanya mengejar seorang licik macam Koan Jit itu
di dalam gelap, apa lagi pakaian orang itu hitam. Terpaksa mereka menghentikan pengejaran
mereka di luar hutan.
Baru sekarang dua orang gadis itu memperoleh kesempatan untuk saling berkenalan dan
bicara. Mereka berdiri saling pandang. Keduanya sebaya dan memiliki bentuk tubuh yang
hampir sama. Keduanya memang cantik dan manis, akan tetapi memiliki daya tarik yang
berbeda. Lian Hong adalah seorang gadis yang amat sederhana, baik pakaiannya maupun gerak-
geriknya, dan daya tariknya yang paling kuat terletak pada sepasang matanya yang lebar.
Mukanya berbentuk bundar dan kulitnya halus putih dengan sepasang alisnya yang hitam nampak
menyolok di wajah yang putih itu. Sedangkan Kui Eng berwajah bulat telur, sepasang matanya
tajam dan mengandung keangkuhan, dan agaknya daya tarik yang paling kuat terletak pada
mulutnya yang amat manis itu, manis menggairahkan.
"Adik yang manis, engkau telah menyelamatkan aku dari cengkeraman bahaya yang lebih
mengerikan dari pada maut. Aku berterima kasih sekali," kata Kui Eng.
"Sudahlah, enci. Wanita manapun melihat kekejian Koan Jit itu terhadap dirimu, tentu
akan berusaha untuk menolongmu. Jahanam itu memang pantas dilenyapkan dari permukaan
bumi." "Siapakah namamu ?"
"Aku bernama Lian Hong."
"Adik Hong, namaku Ciu Kui Eng. Mudah-mudahan di lain kesempatan aku akan dapat
membalas budimu .........."
"Sudahlah, enci Kui Eng. Sudah kukatakan tadi, hal itu tidak perlu dibicarakan lagi.
Maaf, sekarang aku harus pergi. Sampai jumpa lagi."
"Eh, nanti dulu, adik Hong !" Kui Eng menahan dan memegang lengan Lian Hong yang
tentu saja tidak jadi meloncat pergi. "Engkau hendak kemana ?"
jilid XIII *****
"Aku .......... aku mau mengunjungi makam orang tuaku."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
300 "Eh " Malam-malam begini mengunjungi makam ?" Kui Eng bertanya heran.
Lian Hong mengangguk, lalu melanjutkan lirih, "Aku malah mau bermalam di sana. Nah,
selamat tinggal, enci Kui Eng." Dan kini iapun meloncat pergi dengan cepat sebelum Kui Eng
sempat mencegahnya.
Sejenak Kui Eng termangu, kemudian iapun cepat berkelebat melakukan pengejaran.
Hatinya masih belum puas. Ia ingin mengenal gadis penolongnya itu lebih dekat lagi,
mengetahui segala hal tentang gadis itu, murid siapa dan bagaimana tadi dapat menolongnya dan datang pada saat yang demikian tepatnya. Bahkan ia ingin sekali menguji kepandaiannya sendiri dengan gadis itu, menguji secara persahabatan untuk menambah pengalaman dan pengetahuan.
Lian Hong tiba di depan makam ayah ibunya. Bulan sepotong sudah mulai memuntahkan
sinarnya yang lembut sehingga cuaca malam itu remang-remang kuning kehijauan dan romantis.
Gadis itu lalu berlutut di depan makam, memberi hormat di dalam batin. Sampai lama ia berlutut tanpa bergerak sampai ia mendengar suara langkah kaki di belakangnya. Ia waspada dan cepat
menengok, tubuhnya siap menghadapi segala kemungkinan.
Kiranya Kui Eng yang berdiri di belakangnya. Sepasang mata Kui Eng terbelalak dan
mukanya yang tertimpa sinar bulan itu nampak pucat.
"Ini .......... ini bukan orang tuamu .......... " Kau .......... kau puteri mendiang guru silat Siauw Teng dari Tung-kang ?"
Lian Hong menarik napas panjang. Sebetulnya ia tidak menghendaki Kui Eng
mengenalnya, akan tetapi apa boleh buat. Ia tidak mengira bahwa gadis itu akan membayanginya dan menyusul ke situ. "Benar, ini kuburan ayah ibuku."
"Tapi .......... tapi .......... kau tahu mengapa mereka tewas ?"
"Aku tahu. Mendiang ayahmu yang menyebabkan mereka tewas, dan ayah tewas di
tangan Gan Ki Bin dan Lok Hun."
"Ahhh .......... engkau tahu bahwa pembunuh orang tuamu adalah ayahku .......... dan
engkau telah menolongku, menyelamatkan aku. Aih, adik Hong .......... aku .......... aku sungguh menyesak sekali atas perbuatan ayah terhadap orang tuamu .........."
"Aku tahu, enci Kui Eng. Aku melihatmu tadi ketika engkau memintakan ampun kepada
orang tuaku atas perbuatan ayahmu, sampai kau ditawan Koan Jit."
"Ahhh .......... dan engkau pergi membayangi kemudian menyelamatkan aku " Padahal
ayahku dahulu menghancurkan dan membinasakan keluarga ayahmu " Betapa mulia hatimu,
adik Lian Hong."
"Sudahlah, enci Eng, hal itu tidak perlu dibicarakan lagi," kembali Lian Hong mencegah.
Ia tidak senang kalau dipuji-puji.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
301 Akan tetapi, Kui Eng kini malah duduk di dekatnya, di depan makam. "Bagaimana tidak
akan dibicarakan " Engkau begini baik. Orang tuamu dahulu juga orang gagah. Tidak seperti
aku. Biarpun kami hidup kaya raya, akan tetapi ayah telah melakukan banyak hal yang buruk.
Dan sekarang kami sekeluarga tertumpas habis. Aku kehilangan ayah ibuku, bahkan kehilangan
segala milik keluargaku. Aku juga menjadi seorang yang tidak mempunyai apa-apa lagi. Engkau masih mempunyai nama baik, nama terhormat. Sebaliknya aku mempunyai apa lagi " Nama
keluargaku busuk, dan aku bahkan menjadi murid seorang datuk sesat."
"Aku tahu, engkau murid Tee-tok. Kudengar itu dari kata-kata Koan Jit tadi. Akan
tetapi, gurumu agaknya tidak lebih buruk dari pada guruku, karena guruku juga seorang di antara Empat Racun Dunia."
Hampir Kui Eng melompat. Dipegangnya pundak Lian Hong dan wajah yang tadinya
sedih itu kini berseri. "Aih, engkau murid San-tok ! Aku tahu. Ilmu silatmu dengan kipas tadi !
Siapa lagi gurumu kalau bukan Si Racun Gunung " Pantas engkau begini gagah perkasa, adik
Hong. Wah, kalau begini kita ini segolongan !"
Akan tetapi Lian Hong tidak segembira Kui Eng walaupun ia tersenyum melihat
kegembiraan yang mengubah wajah Kui Eng yang tadinya berduka itu. "Golongan apakah
maksudmu, enci Kui Eng ?"
"Golongan .......... eh, maksudku, bukankah guru-guru kita segolongan ?"
"Golongan sesat " Golongan hitam " Golongan penjahat ?"
"Ehh ?"". ohhh ?"". Bukan begitu, tapi ?"". Yaah, perlukah kita menutupi
kenyataan bahwa kita adalah murid-murid mereka lalu kita juga harus menjadi orang-orang
sesat " Maukah engkau menjadi segolongan dengan orang-orang seperti Koan Jit tadi "
"Tidak sudi !"
"Akan tetapi diapun murid seorang di antara Empat Racun Dunia. Dia murid pertama
dari Thian-tok."
"Akan tetapi aku tidak sudi menjadi segolongan dengan jahanam itu. Lain kali, kalau
bertemu dengan dia, aku pasti akan mati-matian menyerangnya, dia atau aku yang akan mati !"
Lian Hong tersenyum dan dalam percakapan ini, ia merasa cocok dengan Kui Eng.
Bagaimanapun, ia sudah membuktikan bahwa murid Tee-tok ini ternyata tidak menyukai pula
kejahatan. Kebaikan pertama dari Kui Eng adalah ketika gadis itu memintakan ampun atas dosa
ayahnya kepada makam ayah ibunya, dan kedua kalinya ia melihat sendiri betapa Kui Eng mati-
matian mempertahankan kehormatannya, rela mati dari pada harus tunduk atas bujuk rayu Koan
Jit. Dua hal ini saja sudah membuat ia merasa suka kepada Kui Eng.
"Enci Kui Eng, menurut pendengaranku ketika Koan Jit bicara kepadamu tadi, engkau
hendak merampas pusaka Giok-liong-kiam darinya. Benarkah itu ?"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
302 Kui Eng mengerutkan alisnya. "Aku sendiri tidak ingin memiliki pusaka itu. Sejak kecil
aku hidup dalam keluarga ayah yang kaya raya sehingga aku tidak ingin lagi memperebutkan
segala macam benda-benda berharga walaupun kini aku sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Akan
tetapi, keluargaku sudah terbasmi, dan aku teringat akan pesan suhu tentang Giok-liong-kiam.
Suhu yang menghanjurkan agar aku ikut memperebutkan pusaka itu karena siapa yang memiliki
pusaka itu dapat dianggap sebagai orang yang paling lihai. Nah, karena itu akupun mulai
melakukan penyelidikan dan mencari jejak Koan Jit. Siapa tahu, kiranya dia malah yang
menawanku lebih dulu secara curang dan dia tahu bahwa akupun ingin merampas pusaka itu dari
tangannya. Dan bagaimana denganmu, adik Hong " Sebagai murid San-tok, kiranya engkaupun
tentu ada kepentingan dengan pusaka itu."
Lian Hong menarik napas panjang. "Semua orang di dunia persilatan agaknya
memperebutkan pusaka itu dan terus terang saja, guruku juga menghendakinya. Akupun sedang
mencari jejak Koan Jit, dan sungguh tak kusangka akan dapat bertemu dengannya. Ketika dia
menawan, aku ragu-ragu tidak tahu siapa dia dan apa urusan antara dia dan engkau maka dia
menawanmu. Karena ragu-ragu inilah maka aku tidak turun tangan di sini, melainkan
membayanginya. Baru setelah aku mendengar ucapannya bahwa dia adalah Koan Jit dan bahwa
dia hendak memaksamu, aku lalu turun tangan."
"Caramu menolongku cerdik bukan main, adik Hong. Tentu engkau yang mengeluarkan
suara tantangan mirip suara pria itu, bukan ?"
"Benar, aku melihat cara dia merobohkanmu dengan saputangan merah itu dan tahu
bahwa dia berbahaya sekali. Maka aku lalu mempergunakan siasat memancing harimau keluar
dari sarangnya. Begitu dia tertarik oleh suara tantanganku dan saking marahnya dia langsung
keluar sehingga tidak melihat aku yang bersembunyi di luar ruangan bawah tanah itu, aku lalu
membebaskanmu. Aku yakin, kalau kau bebas, kita berdua pasti akan mampu mengalahkannya."
"Pasti ! Sayang dia licik sekali, menggunakan pakaian hitamnya dan kegelapan malam
untuk menghilang ke dalam hutan. Kalau tidak, tentu aku berhasil meremukkan kepalanya, akan
kuinjak-injak kepalanya sampai hancur berantakan !" Kui Eng mengepal tinju dengan hati panas sekali, teringat kembali akan penghinaan Koan Jit terhadap dirinya.
"Engkau harus berhati-hati terhadap lawan seperti itu, enci. Enci Kui Eng, bagaimana
engkau tahu bahwa aku lebih muda darimu " Begitu bicara, engkau menyebut adik kepadaku.
Siapa tahu aku lebih tua."
"Aku dapat menduga bahwa engkau tentu lebih muda dariku. Berapa usiamu sekarang ?"
"Aku sudah delapanbelas tahun."
"Dan aku sudah sembilanbelas. Kaulihat, bukankah aku yang lebih tua ?"
"Enci Kui Eng, ada satu hal yang ingin kutanyakan kepadamu dan mudah-mudahan kau
dapat membantuku dalam hal ini."
"Ah, aku akan senang sekali kalau dapat membantumu, adik Hong. Tanyakanlah, apa
yang ingin kauketahui itu ?"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
303 "Alamat dua orang bekas pembantu ayahmu. Gan Kin Bin dan Lok Hun."
Wajah Kui Eng menyuram karena pertanyaan ini mengingatkan akan semua perbuatan
ayahnya yang jahat dan kotor. "Hemm, dua ekor anjing penjilat itu sudah lama tidak lagi
membantu ayah. Mereka kini tinggal di Kanton dan kabarnya menjadi pengawal pembesar di
sana." "Terima kasih, besok aku akan mencari mereka di Kanton."
"Aku ikut, aku akan membantumu menghadapi dua ekor anjing penjilat itu, adik Hong."
Akan tetapi Lian Hong menggeleng kepala. "Ini adalah urusan pribadi, enci, tidak usah
engkau mencampuri."
Ketika Kui Eng hendak membantah, Lian Hong membuka buntalan pakaiannya.
"Sudahlah, kaupakai pakaian ini untuk mengganti pakaianmu yang sudah hancur itu." Dan ia
menyerahkan satu stel pakaian luar dalam kepada Kui Eng dan ia sendiri pergi mencari kayu dan daun untuk membuat api unggun karena selain malam agak dingin, juga ditempat itu terdapat
banyak nyamuk. Mereka duduk menghadapi api unggun, saling pandang di bawah sinar api unggun yang
terang kemerahan. Melihat Kui Eng memakai pakaiannya, ada perasaan akrab dalam hati Lian
Hong terhadap gadis itu, sebaliknya Kui Eng juga merasa akrab terhadap Lian Hong setelah
mengenakan pakaian kawan baru itu. Mereka saling pandang sejenak, kemudian terdengar Lian
Hong menarik napas panjang.
"Betapa anehnya hidup ini. Lihat diri kita berdua ini. Kita datang dari dua keluarga yang
jauh berbeda ?""."
"Ya, aku dari keluarga kaya raya yang jahat, engkau dari keluarga miskin yang menjadi
korban kejahatan keluargaku," sambung Kui Eng dengan suara penuh sesal.
"Sudahlah, enci Eng. Luka tidak perlu digosok dan digosok lagi sampai berdarah
kembali. Maksudku bukan demikian. Kita datang dari keluarga yang jauh berlainan, akan tetapi lihat. Kita berdua kehilangan keluarga, kehilangan segala-galanya, dan kini duduk menghadapi api unggun dalam keadaan yang sama. Tidak mempunyai apa-apa. Tidak mempunyai masa
depan yang cerah. Belum tahu harus kemana dan bagaimana macamnya jalan hidup kita yang
terbentang di depan."
"Ya ?"". ya, kita berdua ini adalah korban-korban. Siapakah yang bersalah ?"
"Siapa lagi kalau bukan candu " Ini kesalahan orang-orang kulit putih yang celaka itu !
Merekalah yang memasukkan candu dan menyebar racun. Racun candu yang merusakkan rakyat
pecandu secara lahir batin, racun korupsi di antara pejabat."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
304 "Kukira tidak demikian. Andaikata orang kulit putih tidak memasukkan candu, akhirnya
para pecandu akan mencari sendiri dengan segala caranya. Yang salah adalah pemerintah, yang
lemah dan para pembesarnya hanya mementingkan diri sendiri saja, sama sekali tidak
memperdulikan keadaan rakyat."
Kui Eng mengangguk-angguk. "Akupun sudah mengambil keputusan untuk membantu
para pendekar yang hendak mengusir pemerintah penjajah Mancu !"
"Ssttt, ucapan itu kalau terdengar pemerintah sama saja dengan keputusan mati untuk kita.
Akan tetapi akupun diam-diam menaruh rasa kagum terhadap mereka dan kalau terdapat
kesempatan, akupun tentu akan membantu."
Malam itu mereka bercakap-cakap secara akrab dan karena mereka khawatir kalau-kalau
Koan Jit datang lagi, mereka tidak berani tidur berdua. Mereka berjaga dengan bergilir, akan tetapi malam itu tidak terjadi sesuatu. Agaknya Koan Jit merasa tidak ada harapan lagi untuk mengalahkan dua orang gadis perkasa itu. Pada keesokan harinya pagi-pagi sekali, Lian Hong
dan Kui Eng saling berpisah sebagai dua orang sahabat yang baik sekali.
*** Derap kaki dua ekor kuda besar yang berlari congklang itu, diseling suara ketawa seorang
laki-laki dan wanita di atas kuda, memecah kesunyian lembah Sungai Mutiara itu. Mendengar
suara ketawa tanpa melihat rupanya, orang hanya akan dapat membedakan antara suara pria dan
wanita saja. Suara ketawa tidak memisahkan manusia di seluruh dunia ini, seperti bahasa.
Bangsa apapun juga memiliki suara ketawa yang sama. Seperti juga tangis. Tawa dan tangis
merupakan suara suci yang keluar dari hati, suara aseli bawaan manusia, tidak seperti bahasa
yang muncul sebagai hasil buatan manusia.
Setelah melihat orang-orang yang menunggang kuda itu, barulah kita tahu bahwa mereka
itu adalah dua orang kulit putih. Seorang pria dan seorang wanita. Dari pakaian mereka, dari warna kulit dan rambut dan mata, kemudian dari suara percakapan mereka, mudah diketahui
bahwa mereka adalah dua orang Inggeris.
Memang suatu hal yang amat mengherankan melihat mereka berada di luar kota, begitu
jauh dari kota. Biasanya, orang-orang kulit putih hanya berani berkeliaran di dalam kota saja.
Kalau mereka terpaksa memiliki urusan dan keperluan ke luar kota, mereka tentu pergi dengan
pengawalan ketat. Akan tetapi dua orang ini menunggang kuda tanpa pengawal dan kelihatan
mereka itu demikian gembira dan sama sekali tidak takut. Padahal, di waktu itu, banyak terdapat perkumpulan-perkumpulan ahli silat yang bersikap anti kulit putih.
Akan tetapi mereka berdua ini bukan orang-orang biasa. Perempuan kulit putih yang
usianya sembilanbelas tahun itu adalah Diana, seorang keponakan terkasih dari Kapten Charles
Elliot. Sebagai keponakan kapten yang mengepalai semua orang kulit putih di Kanton, yang
dianggap sebagai anak sendiri, tentu saja Diana dihormati semua orang kulit putih. Dara ini
pemberani, lincah jenaka, dan mengetahui banyak tentang pergolakan di tempat di mana ia
bekerja sebagai sekretaris pamannya sendiri. Diana sangat cantik jelita, dengan rambut kuning keemasan, ikal mayang dan lebat sekali, seolah-olah kepalanya dihias benang-benang sutera
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
305 kemerahan dan bentuk tubuhnya amatlah indah. Apa lagi karena pakaiannya ketat, bentuk tubuh


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu menonjol sekali. Gaunnya panjang sampai ke mata kaki, dengan lengan gaun sampai di
bawah siku. Wajahnya berbentuk bulat telur, dengan mata biru laut, bulu mata lentik panjang, alis yang agak kehitaman melengkung panjang, hidungnya mancung dan mulutnya selalu
tersenyum dengan bibir yang selalu merah basah dan kadang-kadang nampak kilatan gigi putih
seperti mutiara berjajar. Perhiasan yang menempel di tubuhnya hanyalah gelang emas di kedua
tangan dan sepasang anting-anting. Kedua kakinya memakai sepatu panjang sampai ke bawah
lutut. Adapun pria yang menunggang kuda di sampingnya, juga bukan orang sembarangan. Dia
adalah seorang berpangkat letnan, namanya Peter Dull dan di kalangan pasukan Inggeris yang
berada di Kanton, Peter Dull ini terkenal sebagai seorang jagoan dalam perang. Seorang laki-laki berusia tigapuluh tahun, masih bujangan, dan seorang ahli tinju, ahli tembak dan terkenal tampan dan dikagumi semua wanita, baik yang sudah bersuami ataupun belum, di kalangan orang kulit
putih di kota itu. Letnan Peter Dull ini berwajah jagoan, dengan sepasang mata tajam, alis tebal, hidung mancung dan mulut yang seperti selalu tersenyum sinis. Dagunya terhias jenggot pendek terpelihara rapi. Rambutnya berwarna coklat, demikian pula jenggotnya. Dia memakai pakaian
pasukan, dengan topi letnan, sepatunya juga tinggi sampai ke lutut, dan sehelai mantel merah
yang lebar berkibar di belakang tubuhnya. Di pinggangnya tergantung sebuah pistol yang
membuat dia nampak keren dan gagah sekali. Di pinggang kiri tergantung sebatang pedang.
Letnan Peter Dull ini selain mahir menggunakan pistol, juga merupakan seorang ahli pedang
yang kenamaan di dalam pasukannya.
"Heii, Diana ! Sudah, sampai di sini saja. Kita harus kembali !" Terdengar letnan itu
berteriak. Diana menoleh dan tertawa. "Hi-hi, engkau takut berjumpa dengan gerombolan ?"
Seruan itu menyinggung harga diri letnan itu. "Aku " Takut " Aku mengkhawatirkan
kamu, Diana !" katanya dan diapun membalapkan kudanya. Mereka tertawa-tawa sambil
membalapkan kuda dan akhirnya, di sebuah tikungan, mereka berpisah karena secara tiba-tiba
Diana membelokkan kudanya ke kiri sedangkan kuda yang ditunggangi Peter Dull sudah
mendahuluinya dan terus membalap ke depan.
Letnan itu baru tahu kalau Diana membelokkan kudanya karena tidak lagi mendengar
derap kaki kuda kawannya itu. "Heiii ! Diana, kau ke mana .......... ?"
"Ha-ha, Peter. Sekarang engkau kalah. Kalau bisa, kejarlah aku !" terdengar teriakan
Diana jauh di depan ketika Peter memutar kembali kudanya.
"Diana .......... !" teriaknya, akan tetapi Diana dan kudanya sudah lenyap tertutup debu
dan ketika Peter mulai mengejar, gadis itu bahkan sudah jauh sekali dan tidak nampak lagi karena memasuki hutan kebat. "Diana, tunggu .........."
Hati perwira itu mulai khawatir. Mengapa Diana mengambil jalan liar, memasuki hutan "
Itu berbahaya sekali, dan ia mulai merasa menyesal mengapa tadi membiarkan saja gadis itu
mengajaknya pergi sejauh ini. Dia tergila-gila kepada Diana, bukan hanya karena gadis itu
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
306 memang cantik jelita dan menggairahkan, akan tetapi terutama sekali karena Diana jinak-jinak
merpati. Nampaknya mudah didekati dan mudah ditundukkan, akan tetapi setelah dekat tinggal
mengulur tangan, gadis itu selalu menghindar dan menjauh ! Padahal, wanita mana saja kalau dia menghendaki, akan menyambutnya dengan hati dan kedua lengan terbuka, bahkan dengan
pakaian terbuka. Dia terkenal sebagai seorang penakluk wanita yang tidak bandingnya. Akan
tetapi, betapapun dia telah berusaha, dia tidak berhasil menaklukkan Diana. Apa lagi
menaklukkan, mencium satu kalipun dia tidak pernah berhasil ! Dan seorang keponakan Kapten
Charles Elliot, tentu saja tidak boleh dibuat main-main dan sama sekali tidak mungkin didapatkan melalui kekerasan ! Pada pagi hari itu, seperti biasa Diana kelihatan begitu ramah dan baik, begitu akrab seolah-olah sudah siap untuk menerima cintanya. Karena itulah dia tidak
membantah ketika Diana mengajaknya ke tempat sejauh itu, dengan harapan di tempat sunyi itu
akhirnya Diana akan menyerahkan diri, setidaknya untuk dibelai dan diciuminya. Sudah
terbayang dia tadi betapa akan nikmat dan senangnya kalau dia berhasil meraih gadis ini sebagai pacar barunya. Seorang gadis tulen, seorang perawan, ini dia yakin benar karena belum pernah Diana mempunyai seorang kawan pria yang akrab, seakrab dia.
Akan tetapi, kembali Diana memperlihatkan watak berandalnya. Secara tiba-tiba saja
kudanya dibelokkan ke dalam hutan lebat dan hal ini amat berbahaya sekali. Akan tetapi,
kegagahannya ditantang dan dia tentu saja bertanggung jawab atas keselamatan gadis itu.
Celakanya, Diana adalah seorang gadis yang mahir sekali menunggang kuda, dan tadi
ketika berangkat, dara itu sengaja meminjam kuda kesayangan pamannya sendiri. Kuda hitam
yang ditunggangi Diana dapat berlari cepat seperti setan, dan Diana juga seorang penunggang
Raja Naga 7 Bintang 3 Tiga Mutiara Mustika Karya Gan Kl Bentrok Rimba Persilatan 2
^