Pedang Naga Kemala 11

Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo Bagian 11


yang mahir, maka kini, setelah gadis itu membalap, dan sudah jauh lebih dulu meninggalkannya, Peter tidak dapat menyusul.
Dapat dibayangkan betapa besar kegelisahan hati letnan yang gagah ini ketika dia tidak
lagi melihat bayangan Diana dengan kudanya. Apa lagi ketika dia kehilangan jejak kaki kuda
yang ditunggangi Diana karena kini tanah tertutup batu-batu yang tidak meninggalkan bekas
jejak kaki yang dapat dilihat begitu saja. Terpaksa dia harus meloncat turun dari atas kudanya dan meneliti dari dekat. Setelah bertemu jejak kaki kuda, baru dia melanjutkan pengejaran dan pencariannya. Tentu saja hal ini memakan waktu.
Ketika ia tiba di tempat terbuka, di mana terdapat batu-batu besar dan pohon-pohon
raksasa, kembali dia bingung dan terpaksa meloncat turun dari kuda. Pada saat itu dia merasa seperti dipandang orang dan cepat dia bangkit memutar tubuhnya. Benar saja, tidak jauh dari
tempat dia berdiri, di atas sebuah batu gunung, berdiri seorang laki-laki berpakaian serba hitam.
Laki-laki itu berusia empatpuluh tahun lebih, pakaiannya serba hitam, badannya tinggi kurus dan mukanya juga agak kehitaman, dengan sepasang mata mencorong kehijauan seperti mata kucing.
Kepalanya ditutup topi batok, dengan kuncir rambut yang tebal panjang berjuntai ke depan
dadanya. Laki-laki ini memandang dengan senyum sinis penuh ejekan.
Melihat laki-laki ini, Letnan Peter Dull yang sudah pandai bicara dengan bahasa daerah,
segera bertanya, "Hei, apa kamu melihat seorang nona menunggang kuda lewat di sini ?"
Semenjak kunjungannya pertama kali di negara yang penduduknya bukan kulit putih,
orang kulit putih selalu memandang rendah kepada pribumi yang dianggap sebagai bangsa yang
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
307 masih terbelakang, bodoh dan rendah derajatnya. Oleh karena itu, sikap seorang kulit putih
terhadap kulit berwarna memang selalu angkuh dan tinggi hati. Apa lagi seorang perwira seperti Letnan Peter Dull ini, sikapnya terhadap pribumi memang congkak, terutama semenjak pecahnya
Perang Madat. Laki-laki yang nampaknya hanya seorang petani atau seorang penghuni gunung biasa itu,
masih memandang dengan senyum sinis, dan mata yang mencorong hijau itu makin berkilat
ketika mendengar pertanyaan itu. Akan tetapi akhirnya dia menjawab juga, menjawab dengan
pertanyaan. "Kalau aku melihatnya bagaimana, kalau tidak bagaimana ?"
Peter mengerutkan alisnya dengan marah. Jawaban seperti ini sungguh sama sekali tak
pernah disangkanya. Orang ini terlalu kurang ajar, pikirnya. Akan tetapi karena dia
membutuhkan keterangannya tentang diri Diana, dia menahan sabar dan maju menghampiri batu
gunung itu, meninggalkan kudanya yang asyik makan rumput.
"Kalau engkau melihatnya, katakan padaku ke arah mana ia pergi dan bagaimana
keadaannya tadi. Kalau engkau tidak melihatnya, pergilah ke neraka !"
Tiba-tiba orang itu tertawa dan tubuhnya melompat turun dari atas batu itu, berdiri di
depan Peter dalam jarak hanya dua meter saja. Sepasang matanya mencorong hijau dan dia
menjawab dengan suara lantang, "Kalau aku melihatnya, aku tidak akan memberi tahu
kepadamu, kalau aku tidak melihatnya, engkaulah yang pergi ke neraka !"
"Bangsat kurang ajar, kamu bosan hidup, ya ?" Dan saking kesal dan marahnya, Peter
lalu menerjang ke depan dengan kedua tangan terkepal. Sudah beberapa lama letnan ini
menghimpun pribumi yang dianggap kuat, untuk bersekutu dengan pasukannya dan terhadap para
pembantunya yang rata-rata ahli ilmu silat itupun dia bersikap tegas dan selalu dipatuhi. Maka kini melihat sikap orang yang dipandang rendah begini angkuh terhadap dirinya, Peter kehilangan kesabaran. Begitu dia menerjang maju, kedua kepalannya sudah diayun dengan tenaga
sepenuhnya, dari kiri kanan menyambar ke arah dagu dan dada orang berpakaian hitam itu.
Pukulan kombinasi ini amat cepat dan biasanya, jarang ada lawan yang mampu menghindarkan
diri. Kecepatan dan kekuatannya sudah terkenal sehingga di dalam pasukannya dia dijuluki "The Iron Fist" (Si Kepalan Besi) !
"Wuuutt .......... wuuuuttt .......... !"
Peter terkejut. Pukulannya sama sekali tidak mengenai sasaran ! Padahal, orang di
depannya itu tidak meloncat terlalu jauh, hanya menggerakkan sedikit saja tubuhnya dan dua
pukulannya yang diayun dari belakang kanan kiri itu mengenai tempat kosong ! Akan tetapi dia menerjang terus, kedua kepalan tangannya menyambar-nyambar dengan berbagai bentuk
serangan, dari samping, langsung dari depan, dari bawah menghantam dagu. Sampai belasan kali pukulannya mengenai tempat kosong, dan ketika tangan kanannya mengirim sebuah pukulan
langsung, orang berpakaian hitam itu menggerakkan lengan kirinya menangkis. Tangkisan
pertama sejak Peter menghujankan pukulan tadi. Dengan tangan kiri yang dimiringkan, orang itu menangkis dan tepat mengenai pergelangan tangan kanan Peter.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
308 "Dukkk .......... !" Peter terhoyong ke belakang dan dia harus menggigit bibirnya untuk
menahan teriakannya. Lengan kanannya yang tertangkis itu tergetar hebat dan tulang lengan
yang tertangkis tangan miring itu seperti ditangkis dengan linggis besi saja rasanya. Kiut-miut rasanya, nyeri bukan main, sampai menyusup ke tulang sumsum. Dia merasa heran dan
penasaran sekali. Semua pembantunya, orang-orang pribumi yang katanya pandai silat, sudah
dicobanya. Memang di antara mereka ada yang cekatan, akan tetapi tidak begitu hebat dan belum pernah ada yang mampu menangkis pukulannya seperti orang ini, sekali tangkis membuat ia
hampir menjerit kesakitan ! Dia tidak tahu bahwa orang-orang yang ditarik menjadi sekutunya
itu hanyalah ahli-ahli silat kampungan saja yang menjual kepandaian yang tidak seberapa itu
untuk mencari uang mudah. Dan dia tidak tahu sama sekali bahwa kini dia berhadapan dengan
seorang ahli dalam arti kata yang paling dalam. Seorang ahli silat kelas satu !
"Keparat kamu !" bentaknya dan diapun menerjang lagi dengan mata mendelik. Akan
tetapi orang itu agaknya memang hendak mempermainkannya. Tubrukan dengan pukulan-
pukulan ganda itu dielakkan secara tiba-tiba setelah kepalan tangan Peter hampir menyentuh
dada. Hal ini membuat tubuh Peter terdorong ke depan dan tiba-tiba saja, belakang lutut Peter didorong ujung sepatu orang itu dan tak dapat dipertahankan lagi, tubuh Peter terdorong dan dia jatuh berlutut !
Baru sekarang Peter menduga bahwa orang ini tidak dapat dipersamakan dengan orang-
orang yang telah menjadi sekutunya. Orang ini agaknya memiliki ilmu silat yang hebat. Pernah dia mendengar akan pendekar-pendekar yang katanya sedemikian tinggi ilmu silatnya sehingga
seperti iblis saja, bahkan ada kabar desas-desus tentang adanya pendekar-pendekar yang mampu
mengelak dari sambaran peluru pistol atau bedil. Tentu saja dia tidak percaya dan menganggap semua itu kabar bohong dan nonsens belaka. Kini, melihat betapa serangan-serangan tangan
kosongnya tidak mampu menandingi kegesitan lawan ini, tiba-tiba dia mencabut pedangnya !
Dia melihat reaksi orang itu. Akan tetapi sungguh luar biasa. Orang itu tidak nampak takut, bahkan berdiri tegak dan bertolak pinggang, seolah-olah menanti datangnya serangan pedang dari Peter !
Peter berhati-hati. Diapun bukan orang bodoh. Sama sekali bukan. Peter seorang yang
amat cerdik, dan kecerdikkannya itulah yang membuat dia mengumpulkan ahli-ahli silat untuk
membantunya. Kini dia mulai tertarik. Dia akan menguji orang ini. Siapa tahu orang ini benar-benar pandai dan kalau ada orang yang dengan tangan kosong mampu mengalahkan dia dan
pedangnya, orang itu berharga dan berguna sekali !
"Kamu berani melawan pedangku " Nah, terimalah ini !" bentaknya dan Peter mulai
menyerang dengan pedangnya. Gerakannya cepat sekali dan dia memegang pedang dengan
tangan kanannya yang di julurkan ke depan sehingga pedang itu disambung lengan menjadi
panjang. Tubuhnya membuat gerakan-gerakan cepat ke depan, tangan kiri diangkat tinggi di atas kepala untuk keseimbangan, dan pedang di tangannya itu mengeluarkan bunyi berdesing saking
cepat dan kuatnya dia menggerakkan pedang itu. Pedang membuat gerakan menusuk ke arah
leher lawan berbaju hitam. Ketika orang itu mengelak sambil menggeser kaki sehingga tubuhnya miring dan pedang itu meluncur lewat, tiba-tiba Peter menggerakkan pergelangan tangannya dan
pedang itu menyambar dari samping dengan amat cepat, kini menyambar ke arah leher juga.
Akan tetapi, gerak cepat Peter masih kalah oleh kecepatan orang itu karena kembali bacokan ke Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
309 arah leher itu luput ! Demikian cepatnya orang itu bergerak sehingga Peter tidak tahu bagaimana cara orang itu mengelak, tahu-tahu orang itu sudah tidak lagi berada di tempat sasaran dan
serangannya luput !
Tidak kurang dari duapuluh kali serangan dilakukan oleh Peter, namun semua serangan
itu dapat dielakkan secara mudah saja oleh orang berpakaian hitam itu. Kemudian, ketika Peter melanjutkan serangannya, dengan kaget dan heran dia melihat betapa orang itu tidak mengelak
lagi melainkan menangkis pedangnya dengan kedua tangan yang bergerak cepat.
"Tak-tak-tinggg .......... !"
Bukan main kagetnya hati Peter, kedua tangan telanjang orang itu mampu menangkis
pedangnya seperti sepasang tangan baja saja ! Bukan saja tidak terluka sama sekali, bahkan
ketika kedua tangan menangkis pedang, dia merasa lengannya tergetar hebat dan hampir saja
pedangnya terpental lepas. Dia merasa semakin penasaran, akan tetapi juga kagum bukan main.
Jelas bahwa dalam hal pukulan tangan kosong, dia kalah jauh oleh orang ini dan sekarang,
mungkinkah pedangnya dikalahkan oleh dua tangan kosong saja " Dia menyerang lagi dan tiba-
tiba saja, entah dengan gerakan bagaimana, tahu-tahu pergelangan tangannya disentuh jari orang itu dan tanpa dapat dielakkannya lagi karena tiba-tiba tangan kanannya menjadi lumpuh, pedang itu telah berpindah tangan ! Orang berpakaian hitam itu mengeluarkan suara ketawa aneh, lalu kedua tangannya menekuk pedang itu !
"Krekkk !" Pedang itu patah menjadi tiga potong lalu dibuang dengan sikap mengejek ke
atas tanah. Melihat ini, wajah Peter berobah. Bukan main orang ini, pikirnya. Selain kagum, dia
juga merasa marah dan terhina. Dengan cekatan, dia lalu lari ke arah kudanya dan sekali
meloncat, dia telah berada di punggung kuda dan tangan kanannya sudah mencabut pistolnya.
Dia adalah seorang ahli tembak dari atas kuda. Dia merasa lebih yakin dan tenang kalau
memainkan pistol dari atas kuda, dari pada di atas tanah. Kini dia mengambil keputusan untuk memilih satu antara dua. Membunuh orang ini karena berbahaya, atau mengujinya dan kalau
mungkin menariknya menjadi pembantu. Akan tetapi, karena pedangnya dipatahkan, dia akan
menguji sampai akhir, yaitu kini hendak mengujinya dengan menggunakan pistol. Ingin dia
melihat apakah orang ini benar-benar mampu menghindarkan diri dari bidikan pistolnya, seperti yang dikabarkan sebagai dongeng tentang para pendekar sakti.
Dia mengangkat pistol, membidik ke arah orang itu, siap menembakkan pistolnya. Akan
tetapi, begitu pistolnya meledak, orang itu lenyap. Yang nampak hanya bayangan hitam
berkelebat cepat sekali dan tahu-tahu orang itu telah berdiri di atas sebuah batu besar ! Peter cepat memutar kudanya dan menembak ke arah orang di atas batu itu, akan tetapi kembali
tembakannya luput karena orang itu sudah meloncat ke atas, seperti seekor burung saja cepatnya, dan telah turun kembali jauh di sebelah belakangnya ! Peter terbelalak. Benar saja orang ini mampu mengelak dari serangan pistolnya. Sampai dua kali tembakannya, yang dibidikkan
dengan cermat tadi, sama sekali tidak mengenai sasarannya. Orang seperti ini amatlah berguna baginya, dan sayang kalau dibunuh. Lebih baik ditarik menjadi kawan dari pada menjadi lawan, dan kalau orang ini menolaknya, masih belum terlambat baginya untuk membunuhnya dengan
peluru-peluru pistolnya yang masih siap di dalam senjata api itu.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
310 "Tahan .......... !" Teriaknya dan dari atas kudanya dia menghadapi orang berpakaian
serba hitam itu, pistolnya tidak lagi dibidikkan, melainkan dipegang dengan laras menunduk.
Peter cepat memutar kudanya dan menembak ke arah orang di atas batu itu, akan
tetapi kembali tembakannya luput karena orang itu sudah meloncat ke atas, seperti
seekor burung saja cepatnya, dan telah turun kembali jauh di sebelah belakangnya !
Orang berpakaian hitam itu tersenyum sinis, "Hemm, hanya begitu saja lihainya senjata
apimu ?" Ejekan ini tidak memarahkan Peter karena dia mempunyai tujuan lain dengan orang ini.
"Nanti dulu, aku ingin berdamai dan bicara denganmu. Aku adalah Letnan Peter Dull,
amat terkenal dalam pasukan kami. Siapakah namamu ?"
Dengan suara dingin orang itu menjawab, "Namaku Koan Jit, akan tetapi orang lebih
mengenalku dengan sebutan Hek-eng-mo !"
"Hek-eng-mo (Bayangan Iblis Hitam) " Sungguh sebutan yang hebat dan cocok sekali.
Kami amat membutuhkan orang-orang seperti kamu ini, Koan Jit. Kalau kamu suka ikut dengan
kami, suka membantu kami untuk menghadapi para perusuh dan penjahat, kamu akan diberi
pangkat, memimpin para jagoan yang membantu kami, dan kamu akan diberi hadiah besar,
tempat tinggal yang mewah, dan kamu akan menjadi kaya raya dan terpandang. Ketahuilah
bahwa aku adalah seorang perwira dari pasukan yang telah mengalahkan pasukan-pasukan
pemerintah, kami adalah pasukan pemenang, maka tidak keliru kalau seorang dengan kepandaian
seperti kamu ini menjadi pembantu kami."
Koan Jit mendengarkan ucapan ini dan menundukkan muka dengan alis berkerut.
Otaknya bekerja dengan cepat dan cermat. Seperti kita ketahui, Koan Jit gagal membujuk atau
memaksa Kui Eng menjadi sekutunya, bahkan dia hampir celaka karena dihadapi Kui Eng yang
dibantu Lian Hong, dua orang gadis yang kalau bergabung menjadi satu dapat merupakan lawan
yang amat berbahaya baginya.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
311 Koan Jit bukan termasuk orang yang suka dengan orang kulit putih. Walaupun dia tidak
berjiwa patriot, bahkan tidak perduli akan semua urusan pemerintah atau orang lain, yang
dipikirkan hanyalah kepentingan dia sendiri saja. Kini dia menghadapi penawaran yang
dianggapnya menarik dari seorang Letnan pasukan kulit putih. Dia mempertimbangkan untung
ruginya. Tentu saja dia tidak begitu tertarik tentang harta karena kalau dia mau apa sukarnya mencari harta " Tinggal memasuki rumah orang-orang kaya dan mengambil sesuka hatinya !
Tidak, dia tidak tertarik oleh harta. Akan tetapi, kini setelah dia menjadi pemilik Giok-liong-kiam, semua orang kang-ouw mencarinya dan dia seolah-olah menjadi buruan orang-orang sakti
di dunia kang-ouw. Hal ini amatlah berbahaya. Baru mengingat bahwa gurunya dan dua orang
sutenya yang memiliki ilmu kepandaian tinggi pula itu tentu mencarinya, sudah membuat dia
merasa jerih. Apa lagi diingat bahwa tiga orang dari Empat Racun Dunia, yaitu Tee-tok, San-tok dan Hai-tok bersama murid-murid merekapun mencarinya, dan mereka amat lihai. Belum lagi
orang-orang Siauw-lim-pai yang ingin mencuci bersih nama baik Siauw-bin-hud yang
dicemarkan oleh perbuatan Thian-tok. Pendeknya, sebagai pemilik Giok-liong-kiam, hidupnya
tidak aman lagi.
Dan kini terbukalah kesempatan yang amat baik baginya untuk dapat hidup aman. Kalau
dia menjadi pembantu pasukan kulit putih, tentu saja dia hidup aman, hidup terhormat dan
menduduki pangkat dan yang terpenting baginya, untuk sementara selagi urusan Giok-liong-kiam
masih sedang hangat-hangatnya, dia dapat berlindung pada kekuatan pasukan kulit putih yang
menjadi sekutunya.
Koan Jit kini mengangkat mukanya memandang dan Peter merasa betapa tengkuknya
menjadi dingin. Orang ini memiliki sinar mata yang mencorong seperti iblis, pikirnya.
"Baik, aku suka menerima usulmu. Akan tetapi agar kauketahui sebelumnya bahwa aku
tidak suka menjadi anak buah yang hanya melakukan perintah, aku ingin menjadi pemimpin !"
Peter Dull tertawa. "Ha " ha " ha, aku mengerti maksudmu. Engkau ingin bebas dan
mengepalai pasukan, bukankah demikian " Jangan khawatir. Engkau menjadi pembantuku yang
utama, Koan Jit. Hanya aku yang akan memberi perintah kepadamu. Akan tetapi engkau akan
kuangkat menjadi komandan pasukan yang terdiri dari jagoan-jagoan yang sudah berhasil kami
kumpulkan. Jumlah mereka hampir seratus orang. Nah, engkau menjadi pemimpin mereka,
menjadi komandan yang membantu tugas-tugasku menjaga keamanan. Bagaimana ?"
Koan Jit mengangguk dan diam-diam Peter Dull merasa girang bukan main. Tak
disangkanya dia menemukan seorang pembantu yang demikian lihai. Makin kuat sajalah
kedudukannya, dengan seorang pembantu seperti Hek-eng-mo Koan Jit ini ! Akan tetapi
kegirangannya segera lenyap ketika ia teringat kembali kepada Diana. Begitu teringat, dia
terkejut sekali dan wajahnya berobah agak pucat.
"Celaka ! Di mana Diana .......... ?"" Dia memandang wajah Koan Jit. "Koan Jit, katakan
di mana gadis itu ?"
"Gadis yang mana ?"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
312 "Apakah engkau tidak melihat seorang gadis berambut pirang naik kuda membalap lewat
sini ?" Koan Jit menggeleng kepalanya. "Aku baru saja datang dan melihatmu, tidak melihat
adanya gadis menunggang kuda. Siapakah gadis itu ?"
"Gadis itu adalah Diana, puteri komandanku, komandan kita ! Hayo kaubantu aku
mencarinya, Koan Jit !" Peter lalu membedal kudanya, dan kembali dia kagum bukan main
melihat bayangan hitam berkelebat dan ternyata Koan Jit bukan hanya dapat mengimbangi
kecepatan kudanya, bahkan dapat mendahuluinya ! Bahkan pembantu barunya itu memberi
isyarat agar dia mengikutinya. Agaknya sambil berlari, Koan Jit dapat menemukan dan
mengikuti jejak kaki kuda yang membawa Diana. Mereka memasuki sebuah hutan besar dan
makin lama hutan itu semakin lebat sehingga diam-diam Peter merasa khawatir dan juga jerih.
Bagaimanapun juga, dia belum yakin benar akan kesetiaan orang yang baru saja diangkat
menjadi pembantunya itu. Maka, diam-diam diapun selalu mempersiapkan pistolnya.
Tiba-tiba Koan Jit memberi isyarat agar Peter berhenti. Dari depan terdengar bunyi derap
kaki kuda. Hati Peter berdebar tegang dan girang, mengharapkan bahwa itulah kuda bersama
Diana yang datang kembali. Tak lama kemudian muncullah kuda hitam besar itu .......... tanpa Diana !
"Itu kudanya ! Tapi di mana Diana ?"". ?" teriaknya penuh kegelisahan. Koan Jit
sudah menangkap kembali kuda itu yang terseret dan kuda itupun berhenti, terengah-engah dan
mendengus-dengus seperti yang merasa ketakutan.
"Celaka ?""., tentu terjadi sesuatu dengan Diana !"
Koan Jit mengerutkan alisnya dan mengamati kuda hitam itu. "Kuda ini ketakutan, dan
biasanya kuda sebesar ini hanya takut kepada sebangsa harimau yang berkeliaran di tempat ini.
Tentu ia ketakutan bertemu dengan seekor harimau kumbang."
"Apa .......... " Dan Diana .......... " Celaka, ia tentu menjadi mangsa harimau kumbang !"
Koan Jit menggeleng kepalanya. "Apakah gadis itu pandai menunggang kuda ?"
"Ia seorang ahli. Aku sendiri belum tentu menang."
"Kalau begitu, ia tidak akan jatuh dari atas pelana kuda kalau kuda ini hanya ketakutan
saja. Di atas punggung kuda tidak terdapat tanda-tanda bercak darah, jadi gadis itu tidak
diterkam harimau ketika ia menunggang kuda ini. Mungkin kuda ini meronta dan bisa jadi gadis itu terjatuh dan ditinggalkan kuda yang ketakutan. Mari kita cari," kata Koan Jit yang meloncat ke atas kuda hitam yang kini sudah dapat dijinakkan kembali.
Peter Dull merasa kagum dan girang. Kiranya pembantu ini memang orang yang selain
lihai ilmu silatnya, juga cerdik sekali dan memang dapat berdikari, dapat bekerja sendiri tanpa menanti perintah. Buktinya, dalam hal mencari jejak Diana, orang ini segera telah mengambil
alih pimpinan dan dia sendiri malah menjadi pengikut !
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
313 Mereka terus menyusup ke dalam hutan dan kembali Koan Jit berhenti, bahkan meloncat
turun dari kudanya. Peter juga ikut meloncat turun dan menghampiri Koan Jit yang sudah
berlutut di dekat seekor harimau kumbang besar yang sudah mati. Bangkai itu menggeletak
dengan mulut, hidung dan telinga mengeluarkan darah dan agaknya belum lama sekali binatang
itu mati karena darah itu belum kering benar.
"Aduh celaka ! Agaknya benar ada harimau kumbang. Tentu Diana telah tewas
diterkamnya !" Peter berseru dengan muka berubah pucat.
Akan tetapi kembali Koan Jit menggeleng kepalanya. Dia sudah melakukan penyelidikan
dengan cermat, mengamati keadaan bangkai harimau dan keadaan sekeliling. "Ia tidak diterkam
harimau ini. Lihat, pada taring dan kuku harimau ini tidak terdapat darah atau robekan kulit daging. Hal ini berarti bahwa harimau ini tidak sempat menerkam orang, dan darah ini hanya
darahnya sendiri yang keluar dari mulut, hidung, telinga dan matanya. Dan di sekitar tempat
inipun tidak nampak tanda darah. Nona Diana itu tidak diterkam harimau di tempat ini."
"Kalau begitu, ke mana ia pergi " Dan harimau ini .......... bagaimana bisa mati di tempat
ini ?" Peter sudah tidak malu-malu lagi untuk menyerahkan penyelidikan tentang Diana kepada
pembantunya yang baru ini karena dia benar-benar gelisah dan tidak dapat menduga apa yang
telah terjadi. "Harimau ini tewas karena pukulan tangan kosong. Mati tanpa luka di luar tubuhnya,
berarti bahwa binatang ini tewas di tangan seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Dan besar kemungkinan nona Diana dibawa pergi oleh orang yang membunuh harimau itu."
"Ke mana ?" tanya Peter terkejut.
"Harus kita selidiki lebih dulu. Jejak seorang berilmu tidak mudah diikuti, karena
langkah-langkahnya tidak menimbulkan bekas. Kita harus teliti dan sabar mencari dan mengikuti sampai kita dapat menemukan mereka."
Akan tetapi hati Peter sudah terlampau gelisah. Kalau orang yang membawa pergi Diana
itu dapat membunuh seekor harimau kumbang besar dengan pukulan tangan, betapa
berbahayanya orang itu ! Mencari orang itu hanya berdua dengan Koan Jit, selain amat
berbahaya, juga akan sedikit kemungkinannya berhasil.
"Tidak kita harus kembali ke Kanton. Aku akan mengerahkan pasukan untuk
mencarinya."
Koan Jit tersenyum dingin. Tentu saja urusan hilangnya seorang gadis kulit putih tidak
ada hubungannya dengan dia dan dianggap urusan kecil saja. "Kalau begitu, mereka sudah akan
pergi jauh."
"Dengan pasukan, aku akan dapat menyusul dan menemukan Diana, di manapun juga ia
berada dan aku akan menghukum orang itu !" bantah Peter, "Sekarang mari kita kembali ke
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
314 Kanton agar dapat cepat mempersiapkan pasukan dan melapor kepada Kapten Charles Elliot
paman gadis itu."
Koan Jit mengangkat kedua pundaknya dan diapun mengikuti letnan itu meloncat kembali


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke atas punggung kuda dan merekapun membalapkan kuda mereka keluar dari hutan itu, kembali
ke Kanton. *** Ke manakah perginya Diana " Apa yang telah terjadi dengan gadis kulit putih berambut
pirang yang cantik jelita itu " Dugaan-dugaan yang dilakukan Koan Jit memang tepat sekali.
Ketika Diana diajak melancong oleh Peter Dull pada hari yang cerah itu, ia tidak dapat
menolak. Sudah terlampau sering ia menolak ajakan Peter. Ia tidak suka berkencan dengan Peter yang terkenal sebagai penggoda dan perayu wanita itu. Ia tentu saja kenal baik dengan Peter
yang menjadi tangan kanan pamannya, yaitu Kapten Charles Elliot. Dan agaknya pamannya juga
condong menyetujui kalau sampai ia menerima uluran tangan Peter Dull yang masih bujangan,
dan ahliwaris keluarga yang kaya raya di India itu. Akan tetapi, Diana tidak suka melihat sikap Peter yang demikian sombong, yang seolah-olah memandang rendah dan meremehkan kaum
wanita yang dianggap barang permainan belaka yang boleh dibuang dan diganti dengan yang
baru setiap waktu dia sudah merasa bosan. Ia sudah mendengar betapa banyaknya wanita yang
bertekuk lutut, kemudian disia-siakan oleh Peter, menderita patah hati dan aib.
Pagi yang cerah itu Diana merasa gembira sekali, maka ketika Peter menajaknya berkuda
dengan janji akan menunjukkan tempat-tempat yang amat indah di luar kota Kanton, iapun
setuju. Dengan berkuda, Diana merasa aman. Sejak kecil ia suka naik kuda dan apa yang akan
dapat dilakukan Peter terhadap dirinya kalau ia berada di atas kuda " Bukan berarti bahwa ia takut terhadap Peter. Peter tidak akan mampu mengganggunya, karena Peter tentu takut kepada
pamannya, Kapten Charles Elliot. Akan tetapi, ia melihat betapa Peter memang amat pandai
merayu, pandai membujuk sehingga kadang-kadang Diana merasa khawatir kalau-kalau ia sendiri
akan terpeleset. Ia merasa ngeri membayangkan hal ini terjadi pada dirinya.
Ketika mereka memasuki hutan, Diana sebenarnya sudah muak karena di sepanjang
perjalanan, seperti biasa Peter mulai lagi dengan rayuan-rayuan mautnya, memuji-mujinya
setinggi langit, menyatakan betapa ia menderita penyakit rindu terhadap dirinya yang amat hebat dan yang mungkin akan mendatangkan maut kepadanya. Lalu membayangkan betapa akan
bahagianya kalau mereka dapat menjadi satu, menggambarkan keadaan yang indah-indah dan
muluk-muluk. Diana merasa muak mendengarkan ini semua, maka iapun mengajak berlumba
untuk menghentikan bujuk rayu itu. Bahkan, mengandalkan kepandaiannya menunggang kuda,
ia sengaja menyimpang dari perjalanan, membelok dengan tiba-tiba dan meninggalkan Peter.
Akan tetapi, ketika kudanya sudah jauh meninggalkan Peter dan memasuki hutan, tiba-
tiba kuda hitamnya itu meringkik keras, lalu kabur ! Ia terkejut dan berusaha untuk menguasai kuda hitamnya, namun binatang yang nampak ketakutan itu membedal terus seperti gila !
Terpaksa Diana hanya mendekam di atas kudanya, menjepit perut kuda sehingga ia tidak sampai
terlempar dari atas pelana. Akan tetapi, kuda itu memasuki bagian yang penuh belukar, sehingga tubuh Diana dicambuki ranting-ranting dan tumbuh-tumbuhan menjalar yang malang-melintang
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
315 ketika kuda itu menerjang tempat itu. Diana menjerit-jerit kecil ketika gaunnya tersangkut dan terobek, bahkan kulitnya mulai lecet-lecet terkait duri.
Kuda itu berlari terus, masih ketakutan seperti dikejar setan, keluar dari hutan lebat itu
dan memasuki daerah yang penuh batu-batu sebesar bukit kecil dan pohon-pohon raksasa. Dan
tiba-tiba saja berkelebat bayangan hitam dan kuda itu kembali meringkik, tubuhnya gemetar dan Diana juga mengeluarkan pekik tertahan karena di depan mereka telah berdiri seekor harimau
hitam yang matanya mencorong hijau menyeramkan ! Harimau kumbang itu besar sekali dan
mengeluarkan gerengan-gerengan sambil memperlihatkan taring-taringnya yang runcing.
Diana hampir pingsan saking takut dan kagetnya dan pada saat itu, kuda hitam melakukan
gerakan mengangkat kedua kaki depannya ke atas, lalu meloncat ke samping dan melarikan diri,
meninggalkan Diana yang terbanting jatuh. Kalau saja Diana dalam keadaan biasa, gadis yang
ahli menunggang kuda ini tentu tidak akan terlempar dari pelana. Akan tetapi pada saat itu,
melihat seekor harimau besar menghadang, ia sudah terkejut ketakutan dan hampir pingsan, dan
dalam keadaan lemas itu, kuda hitam mengangkat kaki depan ke atas lalu meloncat ke samping.
Tentu saja Diana tidak lagi mampu mempertahankan dirinya dan ia terlempar jatuh.
Dapat dibayangkan betapa ngeri dan takut rasa hati gadis itu melihat kudanya melarikan
diri dan kini ia terbelalak memandang ke arah harimau kumbang yang masih berdiri memandang
dengan matanya yang hijau mencorong itu. Anehnya ketika Diana bangkit berlutut, harimau itu
lalu mendekam pula dan sama sekali tidak bergerak ketika Diana merangkak menjauhi harimau
itu sambil menengok. Kaki tangan yang dipakai merangkak itu menggigil dan beberapa kali
Diana terpeleset jatuh. Kemudian ia bangkit berdiri dan tiba-tiba harimau itu menggereng. Tadi, ketika Diana merangkak, harimau itu hanya memandang, agaknya merasa lucu melihat mahluk
yang merangkak demikian lambannya, akan tetapi ketika Diana bangkit harimau itu agaknya
maklum bahwa calon mangsanya akan melarikan diri. Diapun bangkit dan mengambil sikap siap
menubruk. Diana merasa seolah-olah kedua kakinya lumpuh. Ia tidak mampu lagi melangkah,
saking takutnya. Bibirnya gemetar tidak mampu mengeluarkan suara dan sepasang matanya
terbelalak, seperti terpesona oleh sihir yang keluar dari pandang mata harimau itu.
Harimau itu kembali menggereng, kini gerengannya kuat sekali dan tiba-tiba tubuhnya
meloncat tinggi dengan keempat kakinya membentuk cakar siap mencengkeram mangsanya.
Diana masih terbelalak dan ia hanya dapat pasrah menanti kematian yang mengerikan, maka ia
segera memejamkan matanya.
Akan tetapi, ia tidak merasakan tubuhnya diterkam, bahkan mendengar harimau itu
mengeluarkan gerengan lagi. Cepat ia membuka mata dan kembali matanya terbelalak. Hampir
ia tidak dapat percaya akan pandang matanya sendiri karena yang terjadi di depannya itu sungguh sukar untuk dapat dipercaya.
Kiranya ketika harimau kumbang itu menubruk, tiba-tiba saja, entah dari mana datangnya,
tahu-tahu di situ sudah muncul seorang gadis manis berpakaian sederhana menghadang terkaman
harimau. Ketika tubuh harimau itu datang menerkam dengan dahsyatnya, gadis itu cepat
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
316 menangkap kaki depan harimau, lalu menggeser kaki kanan ke belakang, tubuhnya direndahkan
dan dengan meminjam tenaga terkaman itu, ia membanting tubuh harimau itu ke kanan.
"Brukkk .......... !" Dengan kepala lebih dulu, tubuh harimau itu menghantam batang
pohon ! Harimau itu tentu saja memiliki tubuh yang kuat sekali. Biarpun agaknya pening, ia
sudah menggereng dan hendak membalik untuk menyerang orang yang menyakitinya. Akan
tetapi, gadis itu sekali loncat sudah berada di belakang, dan mengayun kedua tangannya.
"Hyaaaaattt !! Hyaaaattt !!" Dua kali sepasang tangan kecil itu menyambar, yang kanan
lebih dulu disusul yang kiri. Dua kali hamtaman dengan telapak tangan yang dilakukan dengan
pengerahan tenaga sinkang sambil mengeluarkan bentakan nyaring itu tepat mengenai kepala di
belakang telinga kiri kanan harimau itu.
Kiranya ketika harimau kumbang itu menubruk, tiba-tiba saja, entah dari
mana datangnya, tahu-tahu di situ sudah muncul seorang gadis manis
berpakaian sederhana menghadang terkaman harimau.
"Tukkk ! Tukkk !!" Menerima pukulan yang amat dahsyat ini, harimau itu terkulai,
keempat kakinya berkelojotan, dari mulut, hidung, telinga dan matanya mengalir darah, dan tak lama kemudian binatang itupun mati.
Dengan sepasang mata masih terbelalak Diana memandang ke arah gadis itu, kemudian
ke arah harimau, lalu ia menggosok-gosok kedua matanya dengan punggung tangan, memandang
lagi. Sukar dipercaya ! Memang, ia sudah mendengar banyak dongeng dari mulut para pelayan
tentang para pendekar yang amat gagah perkasa, bahkan pernah nonton wayang dengan cerita Bu
Siong Phak Houw (Pendekar Bu Siong Membunuh Harimau) di mana diceritakan betapa
pendekar itu membunuh seekor harimau hanya dengan pukulan tangan saja. Akan tetapi seorang
wanita " Seorang gadis yang kelihatannya begitu muda "
"Ya Tuhan .......... !" Berkali-kali bibirnya bergerak dan akhirnya terdengar keluhan ini.
Gadis itupun memandang kepadanya dengan takjub. Agaknya gadis itu kagum melihat matanya
kebiruan, warna rambutnya yang kuning emas, tubuhnya yang tinggi semampai dengan tonjolan-
tonjolan yang demikian matang. Apa lagi kini gaun yang menutup tubuh Diana sudah tidak utuh
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
317 lagi, sudah cabik-cabik tidak keruan sehingga sebagian paha kanan dan perutnya nampak,
kulitnya putih mulus kemerahan.
Gadis itu lalu melangkah maju menghampiri, agaknya bimbang dan tidak tahu harus
bicara apa karena ia tahu bahwa gadis berambut pirang ini tentu seorang wanita kulit putih,
seorang asing yang belum tentu dapat mengerti kalau diajaknya bicara.
Akan tetapi Diana sudah mempelajari bahasa daerah, walaupun hanya sedikit-sedikit
karena ia datang ke Kanton sesudah dewasa dan hanya beberapa bulan saja mempelajari bahasa
itu. "Terima kasih .......... terima kasih .........." kata Diana mendahului dan ia mengulurkan
tangan kepada gadis itu. Gadis itu menjura dan mengangkat tangannya ke depan dada, sama
sekali tidak menyambut uluran tangan Diana karena agaknya ia tidak mengerti bahwa uluran
tangan itu mengajak bersalaman. Sambil menjura gadis itu menjawab.
"Tidak perlu sungkan. Siapapun melihat engkau terancam bahaya, tentu akan turun
tangan menolongmu."
Diana teringat bahwa orang-orang pribumi saling menyalam dengan caranya sendiri, yaitu
dengan mengangkat kedua tangan di depan dada, bukan berjabat tangan, maka iapun cepat
menjura. "Terima kasih, kau .......... kau baik sekali .......... kau kuat hemm .......... lihai !"
Gadis itu tersenyum manis. Seorang gadis yang manis, bermata lebar dan biarpun
pakaiannya sederhana seperti pakaian petani, nampak jelas bentuk tubuhnya yang ramping dan
berisi. "Kita harus cepat pergi dari sini, jangan sampai teman-temannya datang, bisa berbahaya.
Kau datang dari mana ?"
Karena gadis itu bicara cepat, agak sukar Diana menangkapnya. Ia menggeleng
kepalanya. "Aku tidak tahu ?"". Kudaku kabur."
Gadis itu maklum bahwa gadis asing ini tak tahu jalan pulang. Paling penting
menyelamatkannya dan pergi dari tempat berbahaya ini, pikirnya. Kalau sampai ada rombongan
harimau kumbang datang, lebih dari dua ekor saja ia sudah akan payah menghadapi keroyokan
mereka. "Mari, kita pergi. Di sana ada dusun," ajaknya sambil menunjuk ke arah belakang.
Diana mengangguk, lalu ia mengikuti gadis itu. Melihat betapa Diana nampak
kepayahan, juga kulit tubuhnya lecet-lecet, gadis itu memandang dan merasa kasihan. "Mari,
ikut dengan aku !" Ia lalu menggandeng tangan Diana dan setengah menarik gadis berambut
pirang itu, diajaknya lari menyusup-nyusup dengan cepat.
"Siapa namamu ?" Diana bertanya sambil ikut berlari-lari kecil di samping penolongnya.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
318 Tanpa berhenti berlari, gadis itu menjawab, "Namaku Siauw Lian Hong, dan kau siapa ?"
Tentu saja nama itu tidak ada artinya bagi Diana. Ia tidak tahu bahwa nama ini adalah
nama seorang gadis perkasa, murid seorang sakti, datuk persilatan terkenal yang lebih
mengerikan dengan julukan San-tok, Racun Gunung, seorang di antara Empat Racun Dunia.
Seperti kita ketahui, Lian Hong telah berpisah dari Kui Eng dan kini ia dalam perjalanan
hendak melaporkan kepada gurunya tentang Koan Jit yang dijumpainya. Ketika ia melewati
hutan itu dan mendengar suara harimau kumbang menggereng, ia terkejut. Gadis ini sudah
banyak merantau dan mengenal keadaan binatang buas di hutan-hutan. Gerengan harimau
kumbang itu memberi tahu kepadanya bahwa ada orang yang terancam oleh harimau yang lapar
itu. Dan iapun berlari cepat dan pada waktu yang tepat berhasil menyelamatkan Diana !
"Namaku Diana .......... Diana Mitchell .........."
Nama terakhir itu terlalu sukar bagi lidah Lian Hong. Baru diucapkan saja sudah tidak
mampu menirukan. Yang teringat hanya Diana saja, karena nama ini mudah diingat, mudah pula
diucapkan. "Diana, kau cantik sekali. Mata dan rambutmu indah, seperti bintang dan emas !" Lian
Hong memuji. Diana tersenyum gembira. Biarpun ia baru saja terbebas dari bahaya maut yang
mengerikan, namun bertemu dan berkenalan dengan seorang gadis seperti Lian Hong ini sungguh
menyenangkan hatinya. Ia lalu merangkul pundak Lian Hong yang tingginya hanya sampai di
bawah telinganya.
"Lian Hong, engkaulah yang cantik sekali. Cantik dan menarik, dan engkau sungguh
gagah perkasa." Ucapannya itu dikeluarkan secara tersendat-sendat dan tidak lancar, karena ia harus memilih kata-kata dulu. Akan tetapi Lian Hong dapat mengerti dan ia tersenyum,
keduanya tersenyum.
"Engkau yang gagah berani, Diana. Engkau seorang wanita berani sendirian saja di
dalam hutan seperti itu. Dan ketika haimau itu mengancammu, engkau tidak berteriak minta
tolong." "Aku tidak sendirian, tadinya aku bersama seorang teman pria. Dan aku tidak berteriak
karena .......... aku sudah kehilangan suara saking takutku. Hi-hik, aku nyaris terkencing di tempat saking takutku."
Mendengar ucapan yang begitu jujur dan tanpa disembunyikan, mau tak mau Lian Hong
tertawa dan Diana juga tertawa. Keduanya tertawa gembira dan diam-diam Lian Hong kagum.
Gadis asing ini ketawa begitu bebas, dan juga termasuk seorang gadis yang tabah, karena baru
saja terlepas dari bencana yang begitu mengerikan akan tetapi sekarang sudah dapat tertawa-
tawa ! Tiba-tiba ia teringat. "Teman priamu itu " Suamimukah dia ?"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
319 Diana terbelalak. "Suamiku " Ah, sama sekali bukan ! Hanya teman biasa. Dia seorang
Letnan pasukan keamanan, namanya Peter Dull. Kami berdua menunggang kuda, dan ketika tiba
di tempat itu, aku tantang dia berlumba. Aku membalap dulu dan akhirnya kudaku ketakutan,
agaknya mencium bau harimau dan diapun kabur. Ketika bertemu harimau, dia mengangkat
kedua kaki depan tiba-tiba dan aku terlempar ! Dan kau sendiri, apakah kau sudah bersuami ?"
Ditanya begini saja, Lian Hong sudah merasa malu. Wanita ini bicara tentang suami
seperti orang bicara tentang pakaian saja ! Lian Hong menggeleng kepala.
Diana tertawa. "Wah, menjadi suamimu harus seorang laki-laki yang kuatnya melebihi
harimau kumbang tadi. Kalau tidak, sekali tampar kalau sedang bergurau bisa membuat dia
mati !" Kembali Lian Hong tertawa geli. Gadis kulit putih ini ternyata seorang yang berwatak
gembira, jenaka dan suka bergurau walaupun kata-katanya terbatas. Akan tetapi, kata-kata yang sukar keluar dan kadang-kadang terdengar janggal dan tidak keruan susunannya itu malah
membuat ucapannya semakin lucu. Sepasang mata yang biru itu demikian hidup, penuh gairah
dan senyumnya demikian cerah, penuh kegembiraan. Seorang gadis yang luar biasa, pikir Lian
Hong kagum. Di lain pihak, Diana merasa semakin kagum terhadap Lian Hong. Seorang gadis
sederhana dan melihat betapa gadis ini dengan tangan kosong mampu membunuh seekor harimau
kumbang, tadinya ia mengira bahwa tentu gadis ini seorang yang bertenaga besar, kasar dan
kejantanan. Akan tetapi setelah mereka bercakap-cakap, ia mendapat kenyataan bahwa Lian
Hong seorang gadis yang sederhana namun cerdik, halus budi pekertinya, dan halus pula gerak-
geriknya. Bahkan gadis itupun bersikap ramah dan sopan. Melihat kelembutan sikapnya,
melihat tubuh yang sempurna lekuk lengkungnya, halus polos kulitnya, yang membayangkan
kehalusan dan kehangatan, sungguh sukar dapat dipercaya bahwa di balik kelembutan itu terdapat kekuatan yang demikian hebatnya ! Timbullah keinginannya untuk dapat menjadi seperti Lian
Hong, atau setidaknya mempelajari dan mengetahui bagaimana caranya gadis selembut itu dapat
memiliki kekuatan sehebat itu.
Setelah mereka tiba di tempat yang aman, keluar dari hutan itu, Lian Hong yang merasa
kasihan melihat betapa Diana nampak kelelahan, mengajaknya untuk beristirahat di bawah
sebatang pohon besar. Ia membuka buntalan pakaiannya, mengeluarkan bekal roti kering dan
daging dendeng, lalu mengisi tempat airnya yang kosong dengan air sumber yang jernih dari
puncak bukit. "Kita beristirahat dan makan dulu. Makan seadanya saja, Diana."
Akan tetapi, "makan seadanya" ini merupakan makanan paling lezat yang pernah
dirasakan oleh Diana. Roti kering dan daging dendeng itu, dibantu dengan air jernih. "Aku tidak mempunyai rumah. Selama ini numpang di tempat pertapaan guruku, di Pegunungan Wuyi-san."
"Keluargamu .......... " Orang tuamu ?"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
320 Kembali Lian Hong menggeleng. "Orang tuaku sudah meninggal dunia, aku tidak
mempunyai seorangpun keluarga, kecuali guruku seorang." Lian Hong berhenti sebentar, lalu
melanjutkan, "Aku sebatangkara."
Diana merasa demikian terharu mendengar ini sehingga ia merangkul Lian Hong,
maksudnya untuk menghibur. Akan tetapi dengan halus Lian Hong melepaskan rangkulan itu,
dan berkata, "Dan engkau sendiri " Di mana rumahmu, Diana ?"
"Orang tuaku di Inggris, mereka hidup sebagai petani. Aku ikut dan mondok di rumah
pamanku, Kapten Charles Elliot di Kanton."
Lian Hong mengangguk-angguk. "Akan kuantar kau kembali ke Kanton."
Akan tetapi Diana menggeleng kepala keras-keras. "Tidak, aku tidak mau pulang ke
sana !" "Eh .........., kenapa, Diana ?"
Diana teringat akan kehidupannya di Kanton. Hidup di antara orang-orang besar, hidup
mewah dan serba kecukupan, enak-enakan akan tetapi ia merasa seperti menjadi burung dalam
kurungan. Memang selama ini ia tidak pernah merasa demikian, akan tetapi begitu bertemu dan
berkenalan dengan Lian Hong, ia melihat diri Lian Hong seperti seekor burung yang beterbangan di antara pohon-pohon besar dengan bebasnya, sedangkan dirinya sendiri seperti seekor burung
yang berada dalam sebuah sangkar, walaupun sangkar itu cukup besar dan terbuat dari emas !
Dan kini timbul keinginan hatinya untuk merantau dan hidup bebas seperti Lian Hong ! Apa lagi kalau ia teringat akan sikap Peter Dull, dan kecondongan paman dan bibinya untuk menjodohkan
ia dengan laki-laki itu, hatinya menjadi semakin tawar untuk kembali ke rumah pamannya di
Kanton. Membandingkan kehidupan yang penuh kemunafikan, penuh kepura-puraan dan sopan
santun yang tolol dan dibuat-buat, pakaian yang gedombrangan menurutkan mode dan yang
membatasi gerakan-gerakannya, dengan kehidupan sederhana tapi bebas seperti Lian Hong,
sungguh membuat ia melihat perbedaan-perbedaan yang amat menyolok.
"Aku .......... sementara ini tidak ingin pulang."
"Habis kau mau ke mana, Diana ?"
"Aku mau merantau. Aku mau ikut denganmu." Tiba-tiba ia merangkul leher Lian Hong
dan mencium pipi gadis itu. Perbuatan Diana ini demikian tiba-tiba dan terbuka, membuat Lian Hong merasa terkejut dan mukanya berubah merah karena jengah. "Lian Hong, sahabatku yang
baik, tolonglah, perbolehkan aku pergi bersamamu. Aku ingin hidup seperti engkau, hidup bebas seperti seekor burung di udara !"
"Tapi, mana mungkin itu, Diana " Kehidupan seperti aku adalah kehidupan penuh
kesukaran dan kekerasan, penuh bahaya ?"
"Aku berani menghadapi segala kesukaran itu, Lian Hong !" jawab Diana tegas.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
321 "Tapi ?"". Kau biasa hidup mewah. Lihat, pakaianmu yang indah sekali. Kau dari
keluarga mewah dan kaya raya. Mana mungkin hidup seperti aku, tidak tentu tempat tinggalnya, kadang-kadang satu dua hari tidak makan, kadang-kadang harus melakukan perjalanan amat jauh
dan sukar, kepanasan, kehujanan, kadang-kadang harus tidur di bawah pohon, di dalam kuil-kuil tua ?""."
"Aku tidak takut ! Aku ingin mengecap kebebasan dan untuk kebebasan itu, walaupun
hanya untuk beberapa waktu, aku mau menebusnya dengan semua kekurangan dan penderitaan
itu." Bagaimanapun ia merasa suka dan kasihan kepada gadis kulit putih itu dan ingin
menyenangkan hatinya, namun Lian Hong tetap mengerutkan alisnya dan hatinya melarang ia
menerima permintaan Diana. Membawa seorang seperti Diana ini pergi merantau merupakan
perbuatan gila. Merantau pada waktu itu sama sekali bukan perjalanan wanita, apa lagi wanita lemah. Di mana-mana menghadang bahaya besar. Di mana-mana tidak aman. Hanya para


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wanita kang-ouw saja, itupun yang benar-benar telah memiliki kepandaian tinggi sehingga
mampu membela diri dengan baik, yang akan berani melakukan perjalanan merantau seorang
diri. Dan Diana adalah seorang wanita lemah, sama sekali tidak mampu membela diri, walaupun
ia memiliki ketabahan besar. Apa lagi kalau diingat bahwa ia adalah seorang gadis asing kulit putih. Tentu saja bahaya mengancamnya di mana-mana !
"Diana, dengarlah baik-baik," katanya halus sambil memegang pundak gadis tinggi
semampai itu. "Sungguh, aku akan senang sekali melakukan perjalanan bersamamu. Akan tetapi
terpaksa aku menolak permintaanmu itu, Diana. Tidak mungkin aku mengajakmu menempuh
bahaya-bahaya besar yang menghadang di tengah perjalanan. Resikonya terlampau besar dan
kalau sampai aku tidak dapat melindungimu dan terjadi apa-apa pada dirimu, aku yang akan
merasa menyesal sekali. Maaf, Diana, aku sungguh terpaksa tidak dapat memenuhi
permintaanmu itu. Aku hanya akan mengantarmu pulang ke Kanton agar engkau dapat kembali
dan hidup aman dengan keluarga atau pamanmu di sana."
Mendengar keterangan yang panjang lebar ini, wajah Diana nampak layu dan kosong.
Kekecewaan membuat ia lemas dan tertunduk kembali setelah tadi dengan penuh semangat ia
berdiri, dan kini ia memandang jauh dengan sinar mata kosong, mulut agak terbuka dan ada
butiran air mata tergenang di pelupuk matanya. Melihat keadaan gadis ini, Lian Hong merasa
terharu dan kasihan sekali.
Dengan suara terputus-putus karena ia harus mencari-cari kata-kata yang belum
dihafalnya benar itu, ia berkata lirih. "Hidup dengan aman ?"
"Ya, engkau tentu akan disambut dengan gembira oleh mereka dan engkau akan hidup
berbahagia lagi di sana, Diana."
Diana menggeleng kepala dan dua butir air mata menetes turun. "Tidak, aku tidak pernah
merasakan apa dan bagaimana yang dinamakan bahagia itu. Lian Hong, tahukah engkau apakah
bahagia itu " Apakah engkau berbahagia ?"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
322 Lian Hong tertegun dan iapun lalu duduk di dekat Diana, termenung sejenak sebelum
menjawab. Pertanyaan itu dirasakannya terlalu tiba-tiba datangnya sehingga membuat ia sendiri menjadi bingung. "Bahagia .......... ?" Akhirnya ia berkata seperti bertanya kepada diri sendiri, matanya merenung jauh. "Aku hanya pernah mendengar kata itu dibicarakan orang. Aku sendiri
tidak tahu apakah aku berbahagia, atau aku tidak ingat lagi apakah pernah merasakannya."
"Tapi engkau hidup begini menyenangkan, begini bebas dan enak seperti burung
berterbangan di angkasa, sesuka hatinya, tanpa ada yang menghalangi, tanpa ada ikatan-ikatan
munafik, begini dekat dengan alam ! Kau pasti bahagia !"
Lian Hong menarik napas panjang. "Aku tidak tahu, Diana. Akan tetapi agaknya sudah
sepatutnya kalau kita berusaha untuk mencapai kebahagiaan, dengan cara dan jalan masing-
masing tentunya. Kebahagiaan orang tentu berbeda-beda, yang dapat mendatangkan kebahagiaan
kepadaku belum tentu demikian kepadamu dan sebaliknya. Aku memang hidup merantau dan
bebas, akan tetapi aku tidak merasakan bahagia. Kurasa, kita harus mencarinya untuk
menemukan kebahagiaan itu."
Diana termenung, lalu berkata, "Kekayaan dan kedudukan tidak mendatangkan
kebahagiaan. Kalau kebebasan seperti engkau inipun tidak mendatangkan kebahagiaan, aku tidak tahu lagi di mana letak kebahagiaan. Pendeta kami pernah berkata bahwa kebahagiaan hanya
dapat dicapai melalui Tuhan, melalui Agama. Dan sejak kecil aku sudah dididik dalam Agama,
namun belum juga aku pernah merasakan kebahagiaan itu. Ada pula yang bilang bahwa
kebahagiaan adalah Sorga, dan Sorga hanya baru dapat dicapai kalau kita sudah mati. Ah, aku
tidak mau bahagia sesudah mati, aku ingin kebahagiaan selagi masih hidup ini !"
Dua orang gadis itu kini berdiam diri, seperti berubah menjadi patung, tenggelam ke
dalam renungannya sendiri, terpesona oleh kata "bahagia" yang menjadi bahan percakapan
mereka tadi. Dua orang gadis itu terlalu jauh terseret oleh segala macam teori yang pernah mereka
dengar atau baca mengenai kebahagiaan. Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang dapat dibicarakan
dengan teori, melainkan suatu keadaan batin yang hanya dapat dirasakan oleh diri sendiri.
Kebahagiaan adalah suatu keadaan yang tidak mungkin dapat digambarkan, bahkan tidak
mungkin dapat dicari. Kalau dicari tidak mungkin akan dapat. Yang dapat dicari hanyalah
kesenangan, dan kesenangan hanyalah pengulangan dari suatu peristiwa yang dianggap
menyenangkan dan mengenakkan yang pernah dialami atau pernah didengar dari orang lain.
Akan tetapi kesenangan hanya merupakan suatu peristiwa singkat yang akan segera berlalu,
seperti juga kesusahan yang menjadi saudara kembarnya. Kita selalu terombang-ambing antara
mencari kesenangan dan menghindari kesusahan, sehingga dengan demikian, batin kita seperti
selalu bergelombang dan penuh dengan ombak-ombak kesenangan dan kesusahan. Padahal,
kebahagiaan adalah keheningan dan ketenangan batin yang tidak terlanda oleh sesuatu yang
merangsangnya, seperti samudera yang tenang dan sedikitpun tidak dikacau ombak, baik itu
ombak kesenangan maupun ombak kesusahan. Jadi, kebahagiaan, seperti juga kedamaian, seperti
juga keheningan, tidak mungkin bisa dicari atau dikejar. Karena, kebahagiaan itu baru ada kalau segala kebisingan telah lenyap, seperti juga samudera kebahagiaan yang tenang itu baru ada kalau semua ombak susah senang sudah tidak mengganggu lagi.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
323 Kebahagiaan adalah keadaan hati yang mampu menerima segala sesuatu seperti apa
adanya, tidak terpengaruh oleh sesuatu. Kebahagiaan sudah ada setiap saat, hanya untuk dapat merasakannya, segala macam pengaruh harus meninggalkan batin kita, karena hanya batin yang
bebas sajalah, bebas dalam arti kata seluasnya, bebas tidak terikat oleh kesenangan atau
kesusahan, tidak terikat oleh apapun juga, yang akan mampu mengerti apa sesungguhnya yang
dinamakan kebahagiaan itu. Kebahagiaan adalah seperti sinar matahari yang selalu ada. Kalau tidak nampak, maka sudah pasti bahwa ada yang menghalangi atau menutupi sinar itu. Kalau
penghalang atau penutupnya lenyap, sudah pasti cahaya itu akan bersinar dengan cerahnya.
Dalam keadaan gelap karena cahaya itu teraling, percuma sajalah mencari-cari cahaya itu, karena tidak mungkin akan bertemu. Dan segala macam penghalang itu berada di dalam batin kita
sendiri ! Orang yang selalu ingin mengejar kesenangan, dan orang yang selalu ingin
menghindarkan kesusahan, takkan pernah dapat mengenal apa sebenarnya kebahagiaan. Bukan
berarti bahwa kita tidak boleh menikmati kesenangan atau meninggalkan keduniawian lalu
bertapa di puncak gunung. Menikmati kesenangan adalah hak kita sebagai manusia hidup,
karena kita telah diberi panca indera sebagai alat untuk menikmati kesenangan dalam hidup ini.
Namun, senang susah itu baru timbul apa bila ada perbandingan dalam hati. Kalau kita menerima segala sesuatu sebagai apa adanya, sebagai suatu kewajaran, maka tidak ada lagi sebutan senang susah itu, tidak tercipta ombak-ombak senang susah yang saling bertentangan.
"Aku tidak mau pulang !" Tiba-tiba Diana berkata, mengambil keputusan. "Kalau
engkau tidak mau mengajakku pergi merantau, aku akan pergi sendiri, Lian Hong. Aku tidak
mau kembali ke Kanton sekarang. Belum mau pulang maksudku. Aku ingin merantau dulu
sampai aku puas dapat merasakan bagaimana sesungguhnya kehidupan di dunia luar gedung itu,
di luar sangkar itu. Aku ingin terbang bebas dulu sebelum kembali ke sangkar."
Lian Hong memandang wajah gadis itu penuh selidik. "Diana, kalau kau mau nekat pergi
merantau, apa yang akan kaulakukan " Selain banyak bahaya menghadang, apa yang akan
kaumakan dan pakai " Lihat, pakaianmu saja sudah hampir tak dapat dipakai lagi, sudah cabik-
cabik. Dan engkau perlu makan setiap hari. Dan ke mana engkau akan pergi " Engkau tidak
mengenal jalan, engkau tidak tahu akan pergi ke mana."
"Aku tidak perduli, Lian Hong. Pendeknya, aku akan merantau dan tidak mau pulang
dulu ke Kanton. Sudah lama aku mempunyai keinginan seperti ini dan sekaranglah kesempatan
terbaik, karena tidak ada orang yang dapat melarangku," kata Diana dengan nekat.
Lian Hong menarik napas panjang. Gadis ini memang tabah dan berkemauan kuat. Ia
tidak akan tega membiarkan Diana pergi jauh, tentu akan bertemu bahaya dan gadis kulit putih
itu tidak akan mampu membela diri kalau ada bahaya mengancam. Mulai ia memperhatikan diri
Diana karena ia tahu bahwa akhirnya ia yang akan menyerah dan akan memenuhi permintaan
Diana. "Diana, apakah yang mendorongmu untuk pergi merantau, meninggalkan semua
kemewahan di gedung pamanmu itu ?"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
324 Diana mencabut sebatang rumput dan menggigit-gigit batang rumput itu, mengingat-
ngingat. "Aku kagum padamu, Lian Hong. Biarlah kuceritakan semuanya. Ayahku adalah
seorang petani di Inggeris, dan sejak kecil aku diberi pendidikan sekolah sampai tinggi. Di
sekolah tinggi aku belajar tentang penyelidikan barang-barang kuno. Aku berkenalan dengan
seorang pemuda petani di dusun, dan kami saling jatuh cinta. Akan tetapi, orang tuaku yang
menilai aku terlalu tinggi, menganggap bahwa pemuda itu tidak sepadan untuk menjadi calon
suamiku. Karena itu, dengan dalih untuk mempraktekkan pelajaranku, dan kebetulan ada
pasukan yang dikirim ke timur, aku oleh ayah dikirim ke sini dan ditiitipkan kepada pamanku,
Kapten Charles Elliot. Di Kanton aku hanya diberi tugas menilai barang-barang kuno dan
memperbanyak kumpulan benda kuno paman. Dan agaknya paman condong untuk menjodohkan
aku dengan pembantunya, yaitu Peter Dull yang menemaniku berkuda. Aku muak dengan itu
semua. Aku tidak mau dibelenggu oleh peraturan dan oleh sopan santun, dan oleh ambisi orang-
orang tua itu."
Biarpun Diana bercerita dengan kalimat terpotong-potong dan kadang-kadang sukar
mencari kata yang tepat, sehingga ceritanya itu menjadi panjang dan lama, Lian Hong dapat
mengertinya juga dan gadis ini merasa heran sekali. Kiranya kehidupan seorang gadis kulit putih tidak banyak bedanya dengan gadis bangsanya. Dalam hal pernikahan, selalu orang-orang tua
ingin berkuasa, bukan sekedar mencampuri, melainkan hendak memilihkan calon suami yang
baik menurut penilaian mereka.
"Baiklah, Diana. Aku akan membantumu. Akan tetapi aku tidak berani mengajakmu
pergi ke tempat tinggal guruku. Ketahuilah bahwa guruku seorang yang sakti akan tetapi aneh
sekali tabiatnya. Mungkin saja tiba-tiba dia membunuhmu."
"Ehhh .......... ?"
Melihat kekagetan Diana, Lian Hong tersenyum sedih. "Guruku seorang di antara empat
datuk sesat yang terkenal dengan sebutan Empat Racun Dunia, dan guruku berjuluk Racun
Gunung. Aku mempunyai urusan penting bersama guruku dan kini aku akan mengunjunginya,
dan tak lama kemudian kami akan datang ke daerah ini lagi. Oleh karena itu menurut
pendapatku, kalau engkau ingin menyelami kehidupan rakyat kami, kalau engkau ingin hidup
penuh kesulitan dan kemiskinan, biar kucarikan seorang keluarga petani yang baik dan yang mau menampungmu. Bagaimana ?"
Bukan main girangnya rasa hati Diana. Ia melompat bangun lalu merangkul Lian Hong
dengan lengannya yang panjang, kemudian menciumi kedua pipi Lian Hong sampai
mengeluarkan bunyi ngak-ngok dan cap-cup. Tentu saja Lian Hong gelagapan. Belum pernah ia
melihat, apa lagi merasakan, ciuman-ciuman sepanas itu.
"Terima kasih, Lian Hong. Tadipun aku hampir yakin bahwa engkau tentu akan
menolongku. Engkau seorang yang luar biasa. Aku senang sekali tinggal di dusun bersama
keluarga petani."
"Untuk sementara saja, Diana. Kalau aku sudah selesai dengan tugasku yang dibebankan
oleh suhu, aku akan datang menjengukmu dan kita bicarakan lagi kelak tentang dirimu."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
325 "Baik, dan terima kasih."
"Kalau begitu, mari kita pergi. Sebentar lagi datang malam gelap dan sebelum hari gelap,
aku ingin tiba di dalam dusun terpencil itu di mana aku mengenal keluarga petani yang amat
baik." Pergilah dua orang gadis itu sambil saling bergandeng tangan menuruni lereng bukit itu,
menuju ke sebuah dusun yang berada di lembah sungai dan jauh terpencil dari keramaian kota.
Di dusun terpencil itu tinggal seorang petani merangkap pandai besi yang sudah berusia hampir enampuluh tahun. Suami isteri ini dahulu mempunyai dua orang anak, yang pertama seorang
gadis berusia tujuhbelas tahun, yang ke dua seorang laki-laki berusia tujuh tahun. Akan tetapi pada suatu hari, dusun itu diganggu perampok. Lauw Sek, petani itu pernah belajar silat selama beberapa tahun dan dia bertenaga kuat, maka dia melakukan perlawanan. Hal ini menimbulkan
kemarahan para perampok. Kalau rumah-rumah lainnya hanya dirampok saja, akan tetapi
keluarga Lauw ini diserang, dan Lauw Sek membela keluarganya mati-matian. Akan tetapi,
jumlah perampok yang belasan orang itu terlalu kuat baginya. Ketika melihat anak gadisnya
yang cukup manis, kepala perampok berusaha menggagahi gadis itu. Dalam saat yang kritis itu, muncullah Lian Hong. Dengan kepandaiannya, ia berhasil membasmi para perampok,
membunuh mereka semua. Akan tetapi malang bagi gadis puteri Lauw Sek. Ketika tadi hendak
diperkosa, ia melawan dan menerima pukulan-pukulan dari kepala perampok. Gadis itu dapat
diselamatkan dari perkosaan, akan tetapi pukulan pada kepalanya membuat ia menderita luka
parah di dalam kepala yang tak dapat ditolong lagi. Beberapa hari kemudian gadis itu meninggal dunia.
Bagaimanapun juga, petani Lauw Sek merasa berhutang budi kepada Lian Hong. Kalau
tidak ada pendekar wanita ini, tentu puterinya bukan hanya terbunuh, melainkan juga diperkosa dan dia sendiri tentu akan tewas pula, mungkin juga isteri dan puteranya. Maka dia sekeluarga berterima kasih sekali kepada Lian Hong dan sejak hari itu, Lian Hong tentu menjadi sahabat dan juga nona penolong mereka. Setiap kali lewat di dusun ini, Lian Hong tentu singgah karena gadis ini maklum betapa sedihnya hati mereka kehilangan puteri mereka dan ia dianggap oleh mereka
sebagai pengganti puteri mereka !
Sebelum senja tiba, cuaca masih terang walaupun matahari sudah condong jauh ke barat,
Lian Hong tiba di dusun itu bersama Diana. Dusun yang hanya ditinggali paling banyak
duapuluh keluarga itu mempunyai belasan orang anak-anak yang segera menyambut kedatangan
Lian Hong sambil bersorak-sorak. Mereka semua mengenal "Enci Hong". Semua memanggil
enci karena biarpun ia dianggap penyelamat dusun itu, Lian Hong menolak ketika disebut lihiap (pendekar wanita) dan minta kepada orang-orang yang lebih tua untuk menyebut namanya saja
dan anak-anak menyebutnya enci Hong.
"Enci Hong datang ! Enci Hong datang !" teriak anak-anak itu akan tetapi ketika mereka
datang dekat, mereka terbelalak memandang kepada Diana. Mereka belum pernah melihat
seorang wanita kulit putih, maka kemunculan Diana benar-benar mengherankan dan amat
mengejutkan, bahkan beberapa orang di antara mereka sudah lari terbirit-birit melihat "setan"
berambut kuning itu !
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
326 Tentu saja teriakan anak-anak itu menarik perhatian semua orang yang berada di dusun
itu. Mereka semua, kecuali yang kebetulan bekerja di sawah ladang dan tidak melihat datangnya Lian Hong, keluar menyambut gadis yang mereka kagumi dan hormati, juga sayangi itu.
Melihat sikap para penduduk ini, rasa kagum dalam hati Diana terhadap Lian Hong
semakin besar. Kini ia dapat menduga bahwa kawannya ini memang seorang pendekar wanita
yang budiman. Tanpa diberitahu sekalipun ia yakin bahwa tentu penduduk itu sudah berhutang
budi kepada Lian Hong. Hal ini jelas nampak dalam sikap penyambutan mereka, dan melihat
betapa anak-anak berlari menyambut, iapun dapat mengetahui bahwa memang Lian Hong
seorang gadis yang baik budi. Hanya orang yang baik budi sajalah yang disukai anak-anak.
Para penghuni dusun itupun terbelalak dan ternganga ketika melihat Diana. Di antara
mereka banyak yang masih percaya akan tahyul, maka melihat seorang gadis yang berkulit putih
seperti tidak berdarah, berambut seperti benang sutera emas, bermata biru, dengan pakaian yang tidak keruan, compang-camping memperlihatkan kulit bagian tubuh secara tak tahu malu sama
sekali, mereka menjadi ngeri dan ada yang mundur-mundur ketakutan. Mahluk seperti ini
tentulah iblis, pikir mereka.
Melihat sikap mereka yang ketakutan itu, Lian Hong tersenyum dan cepat berkata,
"Harap kalian jangan takut dan sungkan. Ini adalah seorang sahabat baikku, namanya Diana, ia baik sekali."
Mendengar nama yang aneh itu, semua orang yang sebagian sudah ketakutan, menjadi
semakin ngeri. Nama Diana oleh lidah mereka hanya disebut Thiana dan ini berarti sebutan
"Tuhan" (Thian), maka mendengar nama ini tentu saja rasa ngeri dan takut mereka bertambah.
Melihat ini, tiba-tiba seorang kakek yang bercaping melangkah maju.
"Kalian jangan takut. Nona ini adalah seorang gadis kulit putih. Aku banyak melihatnya
ketika aku pergi menjual daganganku ke Kanton."
Yang bicara ini adalah Lauw Sek yang juga sudah datang bersama isterinya yang
bertubuh gemuk berwajah manis bersama putera mereka yang berusia delapan tahun. Mendengar
ucapan Lauw Sek, barulah semua orang percaya karena Lauw Sek sering pergi ke kota untuk
menjual barang dagangannya, hasil bengkel pandai besinya. Nyonya Lauw Sek lalu merangkul
Lian Hong dengan penuh kasih sayang.
"Lian Hong, engkau baru datang ?"
Semua wanita dan pria yang berada di situ menyalami Lian Hong dengan ramah dan
hormat, kemudian mereka mendengarkan dengan penuh perhatian ketika Lian Hong
memperkenalkan Diana.
"Sahabat Diana ini sudah merasa bosan tinggal di kota dan kini ia mengambil keputusan
untuk tinggal di dusun ini. Kuharap paman Lauw Sek sekeluarga mau menerimanya agar ia
hidup bersama paman dan biarlah ia menjadi anak angkat paman. Biarkan ia bekerja di sawah
ladang seperti yang lain, makan dan pakaian seperti kalian semua karena ia ingin merasakan
kehidupan di sini."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
327 Jilid XIV *****
Diana senang sekali mendengar ini. "Lian Hong, yang manakah paman Lauw Sek ?"
Lian Hong menuding ke arah Lauw Sek sedangkan semua orang tersenyum lebar
mendengar suara Diana. Kiranya gadis aneh ini dapat pula bicara dalam bahasa mereka dan hal
ini sungguh menggembirakan hati mereka, apa lagi mendengar betapa logat bicara gadis kulit
putih itu aneh dan lucu walaupun mudah dimengerti.
Kini Diana menghampiri Lauw Sek. Tadinya ia hendak menyodorkan tangan untuk
mengajak orang itu berjabat tangan, akan tetapi ia teringat akan kebiasaan bangsa ini, maka iapun mengangkat kedua tangan depan dada sambil menjura dan berkata, "Paman Lauw Sek, saya akan
girang sekali kalau paman mau menerima saya."
Melihat sikap ini dan mendengar ucapan itu, semua orang makin gembira dan merasa
suka kepada gadis ini. Lauw Sek merasa agak rikuh melihat tubuh yang hampir telanjang itu, dan dia memperkenalkan isteri dan anaknya.
"Nona, pakaianmu robek-robek, apakah memang begitu pakaianmu ataukah memang
robek " Kalau robek harus cepat ganti agar tidak jatuh sakit." kata isteri Lauw Sek dan
mendengar ini Diana sudah merasa suka sekali kepada nyonya yang bersikap keibuan itu.
"Sahabatku ini melakukan perjalanan yang berbahaya hampir dimakan harimau dan
pakaiannya compang-camping ketika ia dilarikan kudanya. Nah, siapa yang mau berbaik hati
untuk memberinya pengganti pakaian ?"
Para wanita di situ, terutama yang muda-muda, segera berebut lari pulang untuk
mengambil satu stel pakaian mereka. Akan tetapi, sebagian besar dari mereka bertubuh kecil,
terlalu kecil dibandingkan dengan bentuk tubuh Diana dan akhirnya, Diana menerima satu stel
pakaian dari seorang gadis yang paling tinggi besar di antara mereka. Ketika ia berganti pakaian dalam sebuah pondok dan keluar lagi, semua orang tertawa gembira karena merasa lucu.
Memang Diana nampak lucu sekali dalam pakaian itu. Baju itu melekat di tubuhnya dengan
ketat sehingga tidak mampu menyembunyikan tonjolan dadanya dan kerampingan pinggangnya,
sedangkan celana itu hanya sampai di betisnya saja, di bawah lutut ! Untung ia memakai sepatu yang panjang sampai ke lutut sehingga semua bagian kakinya tertutup.
Lian Hong menemani Diana sampai satu minggu di rumah keluarga Lauw Sek itu,
membimbing Diana agar mengenal semua orang dan keadaan di situ. Dan terjadilah perubahan
hidup yang selamanya tak pernah diimpikan oleh Diana. Baru pakaiannya saja sudah amat
berbeda dan yang dipakainya kini membuat ia merasa santai dan juga leluasa bergerak, walaupun amat sederhana dan tidak dapat dibilang indah, apa lagi mewah. Baru dua hari setelah ia berada di situ, ia sudah dapat menyesuaikan diri dan dalam hal ini, Lian Hong sungguh kagum kepada
gadis ini. Seorang gadis kaya raya yang tadinya hidup mewah, kini tidak segan-segan untuk
turun ke sawah dan bekerja apa saja, bahkan mencangkulpun ia pelajari.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
328 Siminggu kemudian, pagi-pagi sekali Lian Hong sudah melihat Diana berada di luar
rumah keluarga Lauw Sek yang cukup lebar akan tetapi amat sederhana itu. Diana memakai
pakaiannya yang ketat dan jigrang (terlalu pendek) sambil memegang sebatang cangkul, siap
untuk bekerja di sawah, membantu Lauw Sek. Lauw Sek sendiri juga sudah siap ke sawah,
memakai capingnya yang butut. Isterinya juga siap karena pagi itu akan mulai menanam kacang.
Si kecil Lauw Tong, putera mereka juga sudah siap.
"Wah, gadis petani kita yang rajin sudah siap !" kata Lian Hong sambil
memegang lengan Diana. "Diana, kau sungguh nampak cantik dan segar
sekali pagi ini !"
"Wah, gadis petani yang rajin sudah siap !" kata Lian Hong sambil memegang lengan


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Diana. "Diana, kau sungguh nampak cantik dan segar sekali pagi ini !"
Diana tersenyum, gembira. Memang, selama beberapa hari ini ia membantu pekerjaan di
sawah. Memang pertama kali telapak tangannya lecet-lecet dan seluruh tubuhnya, terutama
pinggangnya, terasa pegal dan lelah sekali. Malamnya, isteri Lauw Sek memaraminya, dan
memijatinya sehingga ia merasa nyaman sekali. Setelah bekerja selama seminggu, ia sudah
mulai terbiasa, tidak begitu lelah lagi dan pagi hari itu, pagi-pagi sekali ia sudah bangun, tidak mau ketinggalan oleh anggauta keluarga Lauw.
Memang terjadi perubahan besar dalam kehidupan Diana, perubahan lahir batin. Setelah
hidup di dusun, bersama keluarga petani miskin, ia bukan hanya dapat mendengar dari cerita
orang, melainkan dapat melihat bahkan merasakan sendiri kehidupan yang serba bebas. Ia mulai mengenal dan merasakan arti hidup sebagaimana adanya, jauh lebih aseli dari pada kehidupan di kota. Apa lagi kehidupan bangsanya yang sudah tidak aseli lagi, sudah terselubung segala-galanya, demi gengsi, demi kehormatan, demi pujian, sehingga hampir seluruh tindakan
merupakan suatu kepalsuan. Di dusun ini merasa bebas dan polos, tidak perlu menyembunyikan
sesuatu. Di sini ia dapat mengenal perjuangan manusia untuk memenuhi tuntutan atau kebutuhan jasmaninya, bekerja di ladang dan melihat hasil jerih payah itu bersemi dan tumbuh. Di sini ia dapat menikmati kekayaan alam, keindahan alam seperti yang terbentang luas di depannya,
bukannya meneropong dari balik jendela bertirai sutera. Dengan cangkul di tangan, ia seakan-
akan bercanda dengan tanah, dengan lumpur, dan merasakan kenikmatan semua ini.
Bahkan ia mulai mengenal apa artinya lapar dan haus, belajar menahannya, dan dapat
menikmati kalau tiba waktunya makan atau minum. Dulu, biarpun belum lapar, kalau waktu
"dinner" sudah tiba misalnya, ia harus pergi menghadapi meja makan bersama keluarga
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
329 pamannya, dengan pakaian yang khas dan pantas, mendapatkan pelayanan manis dan penuh
hormat dan aturan-aturan dari para pelayan. Makanpun harus sesuai dengan aturan-aturan
tertentu, cara menggunakan garpu dan pisau, cara mengunyah makanan, cara membersihkan bibir
dengan kain, dan sebagainya lagi. Semua ini membuat semua hidangan yang serba mahal
kadang-kadang menjadi amat hambar rasanya. Sebaliknya, betapa enaknya makan di pematang
sawah ! Perut sudah amat lapar, badan amat lelah, tenggorokan amat haus. Lalu datang nasi
dengan sayuran murah, datang air teh hangat-hangat atau sejuk dingin. Amboi ?"". bukan
main lezat rasanya, melebihi segala macam makanan termahal yang pernah dimakannya !
Dan malamnya ! Badan lelah perut kenyang, biar tidur menggeletak di atas dipan bambu
yang berteriak-teriak marah kalau tertindih tubuhnya, rasanya begitu nikmat. Sekali rebahpun pulas dan baru terbangun pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali ketika ayam jantan berkokok, dengan tubuh terasa segar seperti baru hidup kembali.
Maka, pagi hari itupun ia lupa bahwa temannya akan pergi hari itu. Sudah tiba saat
kepergian Lian Hong seperti yang sudah dijanjikan sebelumnya. Maka, ketika Diana ditegur oleh Lian Hong dan ia melihat Lian Hong sudah berdandan dan berganti baju bersih, dengan
rambutnya yang hitam mengkilap itu dikepang dua dan diikat dengan saputangan sutera merah
yang menjadi pita, ia bertanya,
"Eih, Lian Hong. Masa ke sawah sebersih itu ?" Dan tiba-tiba saja Diana teringat dan ia
mengerutkan alisnya. "Ah, hari inikah engkau akan melanjutkan perjalananmu ?" Di dalam
suaranya ada sedikit kekecewaan.
Lian Hong merangkulnya dan mencium kedua pipi Diana. Ia kini mampu melakukan ini
menirukan Diana dan dalam perbuatan ini ia merasakan suatu kemesraan dan keakraban yang
mengharukan hatinya.
"Diana, engkau senang di sini, bukan " Teruskanlah. Nikmati kehidupan sederhana di
sini. Aku melanjutkan perjalanan, menghadap suhu dan ingat, aku pasti akan datang ke sini
menjengukmu dan siapa tahu, kelak kita akan dapat melakukan perjalanan bersama. Kau boleh
belajar hidup dan juga mempelajari sedikit ilmu silat untuk membela diri dari paman Lauw Sek."
Diana balas merangkul dan menciumi Lian Hong. "Baiklah, Lian Hong. Aku akan
menantimu dengan sabar, karena akupun mulai suka akan kehidupan di sini. Paman dan bibi
amat baik hati, juga adik Tong ini lucu dan menyenangkan. Bahkan semua tetangga di sini baik-baik, rukun dan saling menolong."
"Akan tetapi ingat baik-baik, Diana. Jangan engkau pergi meninggalkan tempat ini
seorang diri saja. Tunggu sampai aku datang. Maukah ?"
"Tentu saja. Aku berjanji."
Mereka saling berpisah dan Lian Hong meninggalkan dusun itu diantar oleh hampir
semua penduduknya sampai ke pagar dusun. Diana merasa kehilangan, akan tetapi tidak
kesepian karena ia merasa mempunyai keluarga besar, bukan sekedar sahabat, di dalam dusun itu.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
330 Bahkan ia merasa menemukan dunianya yang disukainya. Ketika ia masih sekolah, ia banyak
mempelajari kehidupan jaman dahulu yang masih terbelakang, maka kini, setelah ia sendiri hidup di dusun yang masih amat sederhana, ia menemukan banyak hal yang memiliki persamaan
dengan apa yang pernah dibacanya sehingga ia merasa seolah-olah memasuki sebuah dongeng
yang pernah menarik hatinya. Apa lagi ketika Lauw Sek mulai mengajarkan ilmu silat, ia
mempelajarinya dengan tekun, juga memperdalam pengetahuannya tentang bahasa dan
kebudayaan pribumi. Diana menemukan kelanjutan sekolah yang takkan bisa ditemukan di kota-
kota besar dan ia merasa gembira sekali.
*** Orang-orang kulit putih yang berada di Kanton menjadi geger ketika mendengar bahwa
Diana keponakan Kapten Charles Elliot hilang di dalam hutan ketika berkuda bersama Letnan
Peter Dull. Tentu saja yang merasa paling gelisah adalah Kapten Charles Elliot. Letnan Peter Dull sendiri mendapat teguran keras, bahkan menerima tugas untuk mencari nona itu sampai
dapat. Peter Dull berunding engan pembantunya yang baru, yaitu Koan Jit. Orang ini dapat
menduga bahwa nona kulit putih itu tentu telah ditolong oleh seorang yang memiliki ilmu
kepandaian tinggi. Hanya dia tidak tahu siapa penolong itu, dan dari golongan apa, seorang
pendekar yang memang hendak menolong ataukah seorang penolong dengan pamrih lain. Dan
mengingat bahwa Diana tidak diantarkan kembali ke Kanton, dia mengambil kesimpulan bahwa
tentu orang yang menolong nona itu berpamrih, sengaja melarikan gadis itu dengan niat buruk
lainnya. Maka Koan Jit yang sudah diterima sebagai pimpinan oleh para jagoan yang dikumpulkan
Peter Dull karena mereka semua sudah mengenal nama Hek-eng-mo, lalu memerintahkan para
jagoan yang terhimpun dalam suatu pasukan istimewa untuk berpencaran dan mencari berita di
antara kaum sesat untuk mencari jejak Diana. Sedangkan Peter Dull lalu memimpin sendiri
pasukannya untuk melakukan pencarian ke dusun-dusun dan kampung-kampung sehingga daerah
di sekitar itu menjadi gempar karena sikap pasukan kulit putih dan raksasa India itu merajalela di dusun-dusun dengan kasar.
Hilangnya Diana belum ditemukan, sudah muncul masalah lain bagi orang kulit putih di
Kanton. Kelompok-kelompok anti kulit putih menjadi semakin marah dengan adanya aksi
pembersihan yang dilakukan Peter Dull dengan pasukannya ke dusun-dusun. Mereka lalu mulai
melancarkan aksinya lagi, kadang-kadang menyerang pos-pos penjagaan pasukan kulit putih dan
beberapa kali terlibat ke dalam pertempuran dengan pasukan Peter Dull.
Juga rakyat mulai tidak suka melihat sikap pasukan kulit putih itu. Kaum buruh di
pelabuhan yang banyak jumlahnya karena orang-orang kulit putih membutuhkan buruh-buruh
kasar untuk mengangkut barang-barang turun naik kapal, juga memperlihatkan sikap membantah
dan tidak taat.
Pada suatu hari, pagi-pagi saja sudah terjadi keributan di pelabuhan, ketika para kuli
angkut barang sibuk menurunkan barang dari sebuah kapal dan mengangkut barang ke kapal
yang lain. Seorang kuli muda yang bertubuh kokoh kekar, ketika sedang mengangkut sebuah
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
331 peti, terpeleset pada anak tangga yang basah dan petinya terlepas, menimpa kaki seorang mandor kulit putih yang bertubuh gendut. Biarpun kaki itu sudah terlindung sepatu kulit, akan tetapi karena peti itu berat, maka tentu saja kaki itu terasa nyeri bukan main. Mandor itu berteriak kesakitan, lalu menyumpah-nyumpah dan menghajar kuli itu dengan pukulan-pukulan kanan kiri
membuat kuli itu roboh sampai beberapa kali. Tiap kali dia hendak bangkit, sepatu kiri yang
tidak tertimpa peti tadi menyambar dan menendang kepalanya, dagunya, dadanya, membuat dia
terjerembab kembali.
Kuli-kuli lain hanya memandang tanpa bergerak, seolah-olah semua kuli yang tadi sibuk
bekerja itu tiba-tiba saja berubah menjadi patung. Ada yang mukanya membayangkan kengerian,
ketakutan, akan tetapi ada beberapa puluh orang kuli yang memandang dengan alis berkerut.
Mereka ini adalah sekelompok kuli yang memang mempunyai perasaan tidak suka dan hampir
anti kepada orang-orang kulit putih. Mereka itu bekerja sebagai kuli karena memang
penghasilannya jauh lebih besar dari pada kalau menjadi petani atau nelayan, akan tetapi juga karena mereka ingin mengintai apa yang dilakukan oleh bangsa yang tidak disukainya. Jumlah
mereka ada hampir tigapuluh orang dan kebetulan sekali yang menjadi pemimpin mereka adalah
pemuda yang kini dijadikan bulan-bulan kemarahan mandor itu !
Tentu saja suasana menjadi tegang. Setiap orang anggauta kelompok itu berhenti bekerja
dan memandang dengan urat syaraf tegang dan siap siaga. Akan tetapi, karena pemimpin
mereka, pemuda yang bertubuh kokoh itu dipukuli dan ditendangi tanpa melawan, merekapun
hanya merasa penasaran saja dan tidak bergerak. Beberapa orang mador melerai dan
menyabarkan kawan mereka.
Akan tetapi, mandor gendut yang mukanya merah seperti orang mabok itu sudah marah
sekali. "Tidak bisa ! Tidak bisa kubiarkan saja dia meremukkan kakiku ! Tangan yang
melakukannya harus kupotong !" Dan dia mencabut sebatang pisau belati, kemudian, tanpa dapat dicegah oleh kawan-kawannya, dia menubruk ke depan, pisaunya menyambar ke arah tangan kuli
muda itu. Tiba-tiba kuli muda yang tadinya hanya mandah saja dihujani pukulan dan tendangan
sehingga mukanya matang biru dan benjol-benjol, kini melihat luncuran pisau belati berkilat yang mengancam tangannya, cepat menarik tangannya. Hal ini membikin marah si mandor gendut,
dan sambil memaki-maki dia menyerangkan pisaunya lagi, sekali ini malah ke arah perut kuli itu.
Marahlah orang yang diserang. Serangan itu mengarah maut, maka dia harus
mempertahankan dan membela diri. Dengan sigap dia mengelak ke samping, lalu kakinya
meluncur ke depan, tepat menendang selangkang mandor gendut itu.
"Aughhh .......... adduuhhhh .......... !" Si mandor gendut mengaduh-aduh dan berloncatan
sambil menggunakan kedua tangan mendekap selangkangnya yang kena tendang. Kiut miut
rasanya, nyeri itu menusuk-nusuk dari selangkang sampai jantung.
Pada waktu itu, Kapten Charles Elliot yang ditemani oleh Peter Dull yang dikawal oleh
Koan Jit bersama beberapa orang jagoan berada pula di pelabuhan. Kapten Charles Elliot ingin melihat sendiri pembongkaran peti-peti candu agar dapat diturunkan dengan selamat. Walaupun
antara pemerintah Ceng dan Pemerintah Inggeris telah terdapat persetujuan dan perdamaian, di
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
332 mana disebutkan bahwa pemerintah Ceng memperbolehkan orang-orang kulit putih melakukan
perdagangan dan berdiam di Kanton, namun perdagangan candu secara terang-terangan tetap
dilarang. Namun, karena benda ini amat menguntungkan, maka secara sembunyi-sembunyi,
dengan peti-peti yang bercampur dengan barang-barang lain, dan dengan tanda-tanda bahwa peti-
peti itu berisi barang lain, candu tetap dapat diselundupkan dan didaratkan dalam jumlah besar.
Hari itu, perusahaan Inggeris yang bergabung dalam East Indian Company mendaratkan sejumlah
besar candu dalam peti-peti yang tulisan dan gambarnya menunjukkan bahwa peti-peti itu terisi barang dagangan.
Ketika para penjaga keamanan melihat mandor itu mengaduh-aduh, mereka menjadi
marah. Beberapa orang penjaga kulit putih lalu menghampiri dengan pistol di tangan. Akan
tetapi tiba-tiba terdengar bentakan Letnan Peter Dull. "Tahan ! Mundur semua dan jangan
tangkap kuli itu !"
Semua orang memandang heran dan tentu saja tidak ada yang berani membantah perintah
letnan ini. Peter berbisik kepada Kapten Charles Elliot yang menjadi atasannya. "Ini kesempatan baik untuk menguji kepandaian para pembantu kita." Mendengar ini, Charles Elliot mengangguk
dan melirik kepada Koan Jit. Bagaimanapun Peter memuji-muji orang ini, kapten itu masih
belum yakin benar, bahkan menaruh curiga terhadap laki-laki yang matanya seperti mata kucing
itu. Pada saat itu, di samping kuli muda tadi sudah berdiri empat orang lain yang merupakan
tokoh-tokoh dalam kelompok mereka, dan bersama si pemuda, mereka pernah dikenal sebagai
ahli-ahli silat yang cukup terkenal. Mereka berdiri tegak, akan tetapi sikap mereka jelas
menantang. Empat orang itu adalah teman-teman si pemuda yang memimpin kelompok mereka
dan mereka maju ketika tadi melihat betapa pemimpin mereka akan ditangkap, dan melihat lima
orang yang merupakan tokoh-tokoh utama dari kelompok mereka sudah maju, dua puluh lebih
anggauta kelompok itupun sudah siap siaga untuk bertempur !
Tujuh orang jagoan yang mengawal Peter dan Charles Elliot yang maklum bahwa mereka
diharapkan untuk menumpas pengacau itu tanpa mempergunakan senjata api, karena hal itu akan
memancing keributan antara orang kulit putih dengan pemerintah daerah, lalu maju menghampiri
lima orang itu. Peter mengedipkan matanya kepada Charles Elliot. Kapten ini maklum.
Memang, dia dan pembantunya sudah mengambil keputusan untuk mempergunakan
kebijaksanaan dalam menghadapi pribumi yang anti kulit putih, yakin dengan cara mengadu
domba antara mereka dengan jagoan-jagoan bayaran mereka. Tentu saja pasukan mereka akan
mampu membereskan perusuh-perusuh itu, akan tetapi kalau senjata api dipergunakan, tentu
pihak pemerintah akan mencampuri dan perdamaian akan terganggu lagi. Hal ini hanya
memancing keributan dan keresahan. Biarkan orang-orang itu saling hantam, dan sedapat
mungkin Charles Elliot akan membasmi mereka yang anti kulit putih dengan menggunakan
tenaga-tenaga bayaran dari orang pribumi.
Tujuh orang jagoan itu tanpa banyak cakap lagi lalu menerjang lima orang yang sudah
siap untuk membela diri. Terjadilah perkelahian seru antara seru antara lima orang perusuh itu dengan tujuh orang jagoan. Akan tetapi, Peter mengerutkan alisnya melihat betapa tujuh orang jagoannya itu jelas kalah kuat. Mereka dihajar habis-habisan, jatuh bangun dan sama sekali tidak mampu menandingi lima orang yang ternyata pandai ilmu silat itu, jauh lebih pandai
dibandingkan tujuh orang jagoannya yang hanya menang lagak saja. Charles Elliot juga marah
dan kecewa. Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
333 "Suruh para pengawal kita maju !" katanya ke pada Peter.
"Nanti dulu, Kapten !" Peter membantah. "Inilah kesempatan untuk menguji kelihaian
pembantu baru ini." Karena dia bicara dalam bahasanya sendiri, Koan Jit tidak dapat menangkap artinya, namun dia mengerti ketika dua orang itu bicara sambil memandang kepadanya.
"Tuan Letnan, biar aku yang akan menghajar mereka !" katanya. Peter mengangguk dan
dengan langkah lebar Koan Jit lalu maju ke dalam arena perkelahian yang ditonton banyak sekali orang itu, baik dari pihak para kuli maupun dari pihak orang kulit putih yang menjadi mandor dan lain-lain.
"Mundurlah kalian !" bentak Koan Jit kepada tujuh orang jagoan yang ternyata tidak
mampu menandingi lima orang itu. Dengan lagak yang masih gagah-gagahan, walaupun muka
mereka bengkak-bengkak dan ada pula yang terpincang-pincang, tujuh orang itu mundur dan
menonton dengan dada terangkat dan tangan terkepal, seolah-olah mereka itu terpaksa mundur
karena perintah atasan. Hanya mereka sendiri yang tahu betapa lega hati mereka, karena kalau tidak disuruh mundur, akhirnya mereka akan roboh semua. Lima orang kuli itu ternyata amat
lihai, terutama sekali pemuda yang tadi menendang selangkang mandor gendut.
Kini semua mata ditujukan kepada Koan Jit. Tubuhnya yang tinggi kurus dengan muka
hitam dan pakaian serba hitam itu tidak terlalu mengesankan memang, akan tetapi lima orang itu merasa ngeri ketika mereka bertemu pandang dengan sepasang mata yang mencorong kehijauan
seperti mata kucing itu.
Tiba-tiba terdengar suara Peter Dull berteriak, "Koan Jit, jangan bunuh mereka akan
tetapi beri hajaran agar mereka kapok !"
Koan Jit mengerutkan alisnya. Kalau menurut keinginannya, lebih mudah membunuh
mereka. Akan tetapi diapun sedang mencari muka agar diperhatikan oleh Kapten Charles Elliot
karena dia tahu bahwa kapten inilah yang berkuasa di antara pasukan kulit putih, bukan Peter
Dull. Koan Jit memasuki benteng pasukan kulit putih sebagai sekutu atau pembantu bukan
sekedar iseng. Dia sudah memiliki perhitungan masak-masak. Dia melihat kekuatan yang amat
besar di dalam pasukan itu, dengan senjata-senjata apinya besar kecil yang amat sukar dilawan dengan ilmu silat saja. Maka, selain mencari tempat yang aman untuk berlindung, juga dia dapat mempergunakan kekuatan pasukan kulit putih untuk mencapai kedudukan, baik sebagi pimpinan
kaum sesat, juga kedudukan tinggi di dalam pasukan itu sendiri. Dia sengaja membiarkan Peter Dull dan pasukannya mencari-cari Diana, pura-pura membantu namun tidak sungguh-sungguh
membantu. Dia ingin melihat Peter Dull gagal dalam usahanya, dan kelak setelah keluarga
Charles Elliot benar-benar kebingungan, barulah dia akan tampil sebagai bintang penolong !
Tentu jasanya akan besar sekali. Kedudukan Peter Dull sebagai tangan kanan kapten itu harus
diraihnya. Dia memiliki cita-cita yang lebih besar lagi. Bahkan pernah dia bermimpi betapa
bersama pasukan kulit putih dia menyerbu dan merampas tahta Kerajaan Mancu dan karena jasa-
jasanya, maka orang-orang kulit putih mengengkat dia sebagai kaisar baru !
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
334 Karena itu, mendengar perintah yang dikeluarkan oleh mulut Peter Dull tadi, Koan Jit
menoleh kepada Kapten Charles Elliot. Dia tahu bahwa kapten itu belum percaya benar
kepadanya, baik kelihaiannya maupun kesetiaannya. Dengan pandang matanya dia bertanya dan
menanti keputusan kapten itu sebagai orang atasan yang paling berkuasa. Agaknya kapten inipun maklum bahwa orang tinggi kurus ini mengharapkan pendapatnya, maka diapun mengangkat
tangan berkata, "Hajar saja mereka semua, jangan membunuh karena hal itu akan menimbulkan
keributan."
Ucapan ini melegakan hati Koan Jit. Dia lalu berkata, "Baik, aku akan menghajar mereka
semua sampai kapok !" Setelah berkata demikian, Koan Jit melangkah lebar ke arah lima orang
yang masih bersiap siaga itu. Melihat munculnya orang tinggi kurus berpakaian hitam ini
seorang diri saja, tanpa senjata, lima orang itu tentu saja memandang rendah.
"Kalian berlima berlututlah dan menerima hukuman cambuk dengan suka rela, atau aku
akan menghajarmu lebih parah lagi," kata Koan Jit, sengaja berkata demikian untuk
memperlihatkan kebesarannya. Tentu saja lima orang yang anti kulit putih itu tidak sudi
menyerah, dan mereka semua memandang Koan Jit yang dianggap sebagai antek dan kaki tangan
kulit putih itu penuh kebencian.
"Cuhhh !" Pemimpin kelompok yang masih muda dan bertubuh kokoh itu meludah ke
arah Koan Jit, lalu dia berkata kepada teman-temannya, "Biar aku sendiri yang mematahkan kaki tangan anjing penjilat iblis-iblis putih ini !" Dan diapun menerjang dengan dahsyatnya,
mengirim pukulan ke arah kepala Koan Jit.
Koan Jit miringkan kepalanya sehingga pukulan itu lewat. Akan tetapi kuli muda itu
memukul lagi dengan tangan kiri, menonjok dada. Sekali ini Koan Jit tidak mengelak, juga tidak menangkis.
"Dukkk !!" Pukulan itu kuat sekali datangnya dan tepat mengenai dada Koan Jit. Akan
tetapi tubuh yang jangkung kurus itu sama sekali tidak tergoyahkan, dan sebaliknya, si pemukul yang merasa tangannya seolah-olah bertemu dengan dinding baja dan nyeri sekali, seperti remuk-remuk semua tulangnya. Dan pada saat itu, Koan Jit mengayun tangannya menampar.
"Plakkk !" Tubuh orang muda itu terpelanting seperti disambar petir dan dia tak dapat
berkutik lagi, dari mulut dan hidungnya keluar darah segar ! Melihat ini, empat orang
pembantunya tadi terkejut dan marah. Mereka langsung menyerbu dan menyerang Koan Jit
dengan marah sekali. Kembali pukulan-pukulan dan tendangan-tendangan menghujani tubuh
Koan Jit yang memang hendak memperlihatkan kekebalannya kepada semua orang, terutama
kepada Kapten Charles Elliot. Terdengar suara bak-bik-buk, akan tetapi anehnya, bukan tubuh
orang yang menjadi sasaran pukulan-pukulan itu yang roboh, melainkan empat orang pemukul
dan penendang itu yang mengeluarkan seruan-seruan kaget dan kesakitan ketika kaki dan tangan
mereka kesakitan karena rasanya seperti membentur dinding baja. Dan sebelum mereka sempat
menyerang lagi, Koan Jit sudah menggerakkan kedua tangan, membagi-bagi tamparan dan empat
orang itupun berpelantingan dan roboh pingsan !
Menyaksikan kehebatan ini, Kapten Charles Elliot sendiri terkejut dan kagum bukan
main, akan tetapi juga khawatir. "Jangan membunuh .......... !"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
335 "Harap Kapten jangan khawatir. Koan Jit akan mentaati perintah dan orang-orang itu
tidak dibunuh, hanya dipukul pingsan saja," kata Peter Dull dengan suara mengandung
kebanggaan karena bagaimanapun juga, dialah yang telah menemukan Koan Jit dan berhasil
membujuknya menjadi sekutu.
Kini, duapuluh lebih orang kuli yang menjadi kawan-kawan lima orang itu sudah
menyerbu dan mengeroyok Koan Jit, bahkan di antara mereka ada yang membawa senjata
sepotong besi dan lain-lain alat pengangkut yang terdapat di tempat itu. Dan terjadilah
perkelahian yang makin mengagumkan hati Kapten Charles Elliot dan juga mengagumkan hati
semua mandor dan orang kulit putih yang berada di situ. Seorang diri saja, Koan Jit melayani pengeroyokan demikian banyaknya orang-orang yang buas karena kemarahan dan dia bergerak
seenaknya saja. Akan tetapi, ke manapun juga tangannya melayang, tentu seorang pengeroyok
terlempar dan kesakitan, pingsan atau merangkak-rangkak tak dapat bangkit kembali karena
mengalami patah tulang. Dan dalam waktu yang amat singkat, hampir tigapuluh orang perusuh
itu kini semua menggeletak malang melintang, tubuh mereka berserakan, ada yang pingsan dan
ada yang merintih-rintih karena patah tulang dan kesakitan.


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Orang ini berbahaya sekali .........." kata kapten itu kepada pembantunya, akan tetapi
Peter Dull tersenyum kegirangan karena makin yakinlah hatinya bahwa Koan Jit benar-benar
merupakan tenaga bantuan yang amat berharga bagi kesatuannya.
Peristiwa ini membawa perubahan semakin besar kepada Koan Jit. Kini Kapten Charles
Elliot sendiri yakin akan kehebatan orang ini, dan karena jasanya, juga disesuaikan dengan
kemampuannya, kini Koan Jit diangkat menjadi komandan pasukan pribumi yang dibentuk tidak
lama kemudian. Pasukan ini terdiri dari jagoan-jagoan yang berhasil dikumpulkan Peter Dull dan kemudian diperkembangkan oleh Koan Jit. Dia menaklukkan tokoh-tokoh sesat dan memaksa
mereka itu masuk menjadi anggauta pasukannya. Pasukan yang terdiri dari pribumi ini
mempunyai bendera sendiri, akan tetapi berada di bawah armada Inggeris dan mendapatkan
tempat di perbentengan yang dibangun di tepi pantai. Koan Jit amat disegani, dan menduduki
tempat penting karena sebagai komandan pasukan itu, dia dianggap seorang perwira tinggi yang
kedudukannya hampir setingkat dengan Peter Dull. Bukan Kapten Charles Elliot lagi yang
membawahinya, melainkan komandan armada yang pangkatnya jauh lebih tinggi dari pada
kapten itu ! Pasukan yang dipimpin Koan Jit kini terdiri dari tigaratus orang lebih dan diberi nama Pasukan Harimau Terbang ! Semua anggauta pasukan ini mengenakan topi yang terbuat
dari kulit harimau ! Karena rata-rata memiliki ilmu silat lumayan dan gerakan mereka cepat,
maka diberi nama Harimau Terbang.
Sementara itu, Kapten Charles Elliot merasa semakin gelisah karena usaha Peter Dull
untuk mencari keponakannyabelum berhasil, pada hal lenyapnya Diana sudah berjalan selama
hampir tiga bulan ! Dia merasa khawatir sekali kalau-kalau keponakannya itu melakukan
penyelewengan seperti yang dilakukan Sheila, puteri mendiang Hellway yang lenyap itu
kabarnya telah menjadi isteri seorang di antara para pemberontak ! Hal ini merupakan sebuah
tamparan yang amat hebat bagi orang-orang kulit putih. Dan dia merasa khawatir sekali kalau-
kalau Diana juga mengalami nasib buruk seperti yang dialami Sheila. Dia yang akan menderita
aib kalau sampai terjadi hal yang amat memalukan itu.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
336 Pada pagi itu, Kapten Elliot membicarakan soal Diana dengan Peter Dull. Untuk kesekian
kalinya, dia menegur pembantunya itu. "Peter, mengapa sampai kini engkau belum juga berhasil menemukan Diana " Ah, apa yang terjadi dengan anak yang malang itu " Apakah engkau tidak
mengerahkan seluruh tenaga untuk mencarinya " Ingat, Peter, engkaulah yang bertanggung
jawab karena Diana lenyap ketika berjalan-jalan denganmu !"
Peter Dull menarik napas panjang. Hal ini memang selalu mengganggunya, bahkan
membuat gelisah tak dapat tidur setiap malam. "Kapten, saya mencinta Diana. Sayalah di
samping Kapten yang merupakan orang yang merasa paling kehilangan dan gelisah. Rasanya,
saya mau mempertaruhkan nyawa untuk mendapatkan kembali. Tentang kehilangan itu ..........
saya kira Kapten sudah mengenal watak Diana yang keras. Diana yang memaksa saya
melakukan perjalanan sejauh itu, bahkan ia juga membalapkan kudanya sampai tak dapat saya
susul. Hal ini sudah saya ceritakan berkali-kali .......... !"
"Aku tidak perduli semua itu ! Yang penting, Diana harus dapat kita temukan kembali !
Harus !! Dan siapa lagi kalau bukan engkau yang dapat kuharapkan dan kupercaya untuk
melakukan tugas itu sampai berhasil ?"
"Selama ini saya tidak pernah berhenti berusaha menyebar orang-orang kita, bahkan juga
pasukan Harimau Terbang sudah membantu, akan tetapi hasilnya kosong. Dengan sedih saya
terpaksa berterus terang dengan dugaan saya bahwa Diana terjatuh ke tangan para pemberontak
yang anti kepada kita, sehingga mereka itu merahasiakan di mana adanya Diana."
"Kita harus dapat menemukan Diana !" Kapten itu marah sekali dan juga gelisah.
"Panggil Koan Jit ke sini !"
Koan Jit dipanggil menghadap dan diam-diam orang ini merasa gembira sekali. Inilah
saat yang dinanti-nantinya. Ketika Kapten itu menyatakan keinginannya agar Koan Jit turun
tangan dan membantu sungguh-sungguh agar Diana dapat ditemukan kembali, sengaja Koan Jit
menoleh kepada Peter Dull dan berkata.
"Harap Kapten suka memaafkan saya. Selama ini, saya hanya melakukan perintah-
perintah Letnan Peter Dull dalam usaha mencari keponakan tuan."
"Cukup ! Sekarang engkau menerima perintah langsung dariku dan kau boleh melakukan
pencarian dengan caramu sendiri !" kata Kapten itu tak sabar.
"Baiklah, Kapten. Mulai hari ini, saya akan berusaha mati-matian untuk menemukan
keponakan tuan, dan akan saya kerahkan anak buah saya dengan menyamar sebagai rakyat biasa.
Saya yakin bahwa dalam waktu singkat tentu akan dapat diperoleh kabar tentang keponakan tuan
itu." Dia berhenti sebentar dan berkata kepada Letnan Peter Dull, "Apakah Letnan sudah
menyampaikan permintaan saya kepada Kapten ?"
Peter Dull sedang pusing karena dimarahi atasannya. "Permintaanmu itu sedang
kupertimbangkan dan tidak ada sangkut pautnya dengan usaha mencari Diana !"
"Apa permintaanmu itu, Koan Jit ?"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
337 Mendengar pertanyaan itu, Koan Jit tersenyum. "Saya ingin sekali melihat kemajuan
kekuasaan pasukan Inggeris dan satu-satunya hal yang menjadi penghalang besar adalah
kelompok-kelompok yang anti kepada bangsa kulit putih. Saya ingin mengundang semua tokoh
persilatan, terutama dari golongan hitam untuk kita ajak bersama menghadapi pemerintah Mancu.
Kalau mereka semua sudah berpihak kepada kita, tentu golongan yang anti kepada kita itu akan
mundur. Dan saya minta agar pasukan Inggeris membantu saya dalam hal ini, yaitu setelah
mereka datang berkumpul, kita basmi mereka yang tidak mau bersekutu. Dan agar pasukan
membantu saya supaya dapat menjadi beng-cu di antara mereka."
Bagi Kapten Charles Elliot, semua usul Koan Jit itu dianggap hanya ambisi seorang yang
ingin menjadi pemimpin para jagoan. Dia sedang pusing memikirkan Diana, maka permintaan
itu dianggap sepele saja. "Baiklah, kami akan membantumu kelak. Sekarang yang penting
adalah mencari Diana sampai dapat. Tentang usul-usulmu, akan kubicarakan dengan Admiral
Elliot, dan aku yakin dia akan setuju karena usahamu itu untuk memperkuat kedudukan kami
pula." Bukan main girang hati Koan Jit mendengar ini. Admiral Elliot adalah komandan
tertinggi dari armada Inggeris yang datang dan memberi hajaran kepada pemerintah Mancu
karena membakar candu sehingga timbul perang candu. Pasukan Harimau Terbang memang juga
direstui oleh Admiral, akan tetapi dia, sebagai komandan pasukan itu yang dianggap kecil, mana mungkin bertemu dan bicara dengan Admiral Elliot yang kedudukannya demikian tinggi, sebagai
wakil dari Kerajaan Inggeris " Akan tetapi, melalui kapten ini yang masih keponakan dari
admiral itu, tentu usul-usulnya akan dapat disampaikan langsung dan kalau sampai dia dapat
menjadi beng-cu, kalau sampai dia dapat memperoleh kedudukan tinggi di dalam pasukan
Inggeris dan menguasai dunia hitam, tentu akan mudah mencapai puncak cita-citanya, yaitu
merebut tahta Kerajaan Ceng !
Memang sebetulnya, mencari Diana sampai dapat, baik orangnya kalau masih hidup atau
keterangan tentang dirinya kalau sudah mati, tidak terlalu sukar bagi Koan Jit kalau memang hal itu dikehendakinya. Sekarang, setelah dia mendapatkan tugas langsung dari Kapten Charles
Elliot, Koan Jit lalu mengerahkan anak buahnya, menyuruh mereka menanggalkan pakaian
seragam, mengenakan pakaian biasa dan membagi-bagi kelompok pergi mencari keterangan
tentang seorang gadis kulit putih yang mungkin tinggal di daerah padalaman.
Dengan berkelompok antara lima sampai sepuluh orang, ratusan orang anggauta Harimau
Terbang itu dalam pakaian preman mulai melakukan penyelidikan. Mereka menyusup-nyusup ke
dalam hutan-hutan, naik turun bukit, menyusuri sepanjang sungai sampai mereka tiba di daerah-
daerah terpencil.
Akhirnya, beberapa hari kemudian saja, sekelompok yang terdiri dari sepuluh orang dapat
menemukan jejak, yaitu ketika mereka mendengar bahwa di suatu dusun terpencil terdapat
seorang wanita kulit putih yang hidup seperti penduduk dusun. Tentu saja mereka merasa girang sekali dan dengan cepat mereka mendatangi dusun itu.
Memang berita itu tidak bohong. Di dusun itulah hidup Diana ! Selama lebih dari tiga
bulan Diana hidup sebagai seorang gadis dusun. Kini kulitnya yang biasanya putih mulus itu
menjadi kemerahan dan wajahnya kini nampak berseri penuh gairah hidup. Ia sudah terbiasa
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
338 dengan kehidupan miskin sederhana, bahkan mulai dapat menikmati kehidupan ini dan mulai
mengerti akan makna kebahagiaan hidup. Berkat pendidikannya, ia bahkan mulai mengajarkan
segala macam pengetahuan praktis kepada penduduk, tentang pemeliharaan kesehatan, tentang
pengolahan tanah yang diketahuinya dari buku-buku, tentang kebersihan dan lain-lain. Di
samping itu, iapun menerima pelajaran yang langsung didapatnya dari praktek. Bahkan ia sempat pula belajar ilmu silat dari Lauw Sek yang sudah menganggapnya sebagai anak atau keponakan
sendiri. Pada suatu hari, pagi-pagi sekali Diana sudah pergi ke sawah ladang bersama keluarga
Lauw. Pagi itu mereka akan menuai padi yang sudah menguning tua. Juga para penduduk dusun
itu, pagi-pagi sekali sudah meninggalkan rumah, pergi ke sawah.
Karena sawah mereka menghasilkan padi yang gemuk dan subur, semua orang
bergembira dan bahkan ada yang bernyanyi-nyanyi dengan suara lantang ketika mereka menuai
padi. Seorang di antara kaum wanita yang sedang menuai padi itu tiba-tiba minta agar Diana
suka bernyanyi. Permintaan ini segera didukung oleh semua orang dan sambil tersenyum
gembira akhirnya Diana memenuhi permintaan mereka dan sambil menuai padi, iapun bernyanyi.
Ia menyanyikan sebuah lagu Inggeris yang biarpun tidak dimengerti arti kata-katanya oleh
mereka yang mendengarkan, namun karena suara Diana merdu dan lagu itu adalah lagu rakyat,
mereka dapat juga menikmati lagu itu.
Akan tetapi, tiba-tiba semua orang terkejut dan Diana menghentikan nyanyiannya.
Sekelompok orang muncul di tengah sawah dan mereka itu adalah sepuluh orang laki-laki yang
kelihatan kasar dan bengis. Apa lagi melihat betapa di punggung mereka terselip golok atau
pedang, semua orang makin ketakutan. Pada jaman itu, pemerintah melarang orang membawa
senjata tajam. Oleh karena itu, yang berani membawa senjata tajam hanyalah dua golongan saja, para perampok dan pasukan pemerintah. Bahkan para pendekar sekalipun, untuk menghindarkan
keributan, menyembunyikan senjata mereka, kalau mereka membawanya. Munculnya sepuluh
orang pria yang membawa senjata tajam ini tentu menimbulkan panik dan para petani itu serentak menghentikan pekerjaan mereka dan berkumpul. Anak-anak dan wanita-wanita segera
mendekati ayah dan suami mereka seperti anak-anak ayam melihat burung elang dan lari
bersembunyi di bawah sayap induknya.
Sejenak mereka hanya saling pandang saja. Akan tetapi, sepuluh orangyang bukan lain
adalah para anggauta Harimau Terbang itu, hanya memandang ke arah Diana dengan penuh
perhatian, tanpa memperdulikan orang-orang lain. Laiuw Sek yang berdiri di dekat Diana, lalu berbisik, "Diana, bersembunyilah di belakangku."
Diana yang tidak tahu mengapa semua orang nampak begitu terkejut bahkan seperti orang
Harpa Iblis Jari Sakti 9 Anak Berandalan Karya Khu Lung Suling Emas Dan Naga Siluman 17
^