Pedang Naga Kemala 7

Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo Bagian 7


depan nona majikannya.
"Dia datang tentu untuk merampas peti kecil berisi madat murni yang kami bawa itu !"
Kui Eng mengerutkan alisnya. Dia tiba-tiba memandang penuh perhatian kepada pemuda
ini, seorang pemuda petani akan tetapi yang ternyata memiliki kepandaian amat tinggi. Dan
anehnya, ia merasa seperti pernah mengenal pemuda ini, namun lupa lagi entah kapan dan di
mana. "Benarkah engkau datang hanya untuk mencuri sepeti kecil madat ?" bentaknya kepada
Ci Kong. Ci Kong menggeleng kepala. "Aku paling benci madat, untuk apa aku merampas
madat?" Sementara itu, Lok Hun yang kehilangan madat itu menjadi khawatir sekali, lalu dia
keluar bertanya-tanya. Di antara penonton ada yang melihat bahwa peti kecil itu tadi dilarikan seorang pemuda yang sebaya dengan Ci Kong.
Mendengar ini, Lok Hun berlari memasuki pintu gerbang di mana Ci Kong masih
dihadapi Kui Eng dan dikurung oleh para pengawal.
"Nona, benar saja ! Dia sengaja melawan kami dan seorang temannya telah mengambil
madat itu dan dilarikan. Keroyok dia ! Tangkap dan paksa dia mengaku di mana candu itu
disembunyikan temannya !"
Teriakan ini menggerakkan para pengawal yang segera mengeroyok Ci Kong. Mereka
menggunakan golok dan pedang, dan bagaikan hujan senjata-senjata tajam itu menyambar-
nyambar ke arah Ci Kong. Karena merasa tidak perlu lagi berdebat, Ci Kong mengamuk. Kaki
tangannya bergerak seperti angin cepatnya dan sebentar saja, enam orang pengawal terlempar ke kanan kiri. Melihat ini, Kui Eng merasa kagum dan tertarik, maka iapun cepat maju sendiri,
menyerang pemuda itu dengan kedua tangan kosong. Akan tetapi dua tangan kosongnya itu jauh
lebih lihai dari pada belasan golok dan pedang para pengawal. Kedua tangan bercuitan seperti melengking-lengking ketika menyambar dan tubuh dara itupun bergerak secepat burung walet
menyambar-nyambar. Ci Kong terpaksa harus mencurahkan seluruh perhatiannya menghadapi
serangan-serangan gadis ini yang benar-benar amat berbahaya, sedangkan serangan para
pengawal yang mengeroyoknya cukup dihalaunya kalau sudah dekat saja. Terjadilah
pengeroyokan yang seru, di mana Ci Kong yang berkelahi dengan Kui Eng itu dikeroyok dan
dikurung dengan ketat. Bahkan kini datang sepasukan keamanan kota yang telah diberi tahu dan pemuda itu dikurung oleh musuh yang tidak kurang dari limapuluh orang jumlahnya. Andaikata
di situ tidak ada Kui Eng, agaknya dengan mudah Ci Kong akan merobohkan seluruh
pengeroyoknya. Akan tetapi, kelihatan Kui Eng membuat dia terdesak dan terhadap gadis puteri Ciu Wan-gwe ini Ci Kong tidak sampai hati untuk menggunakan tangan maut ! Dia masih
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
183 teringat bahwa bagaimanapun juga, dapat dikatakan bahwa gadis ini pernah menyelamatkan
nyawanya dan nyawa ayahnya di gedung ini duabelas tahun yang lalu.
Sementara itu, Ong Siu Coan yang melarikan peti kecil, setelah tiba di sebuah parit yang
sunyi, lalu membuka peti dan memeriksa isinya. Tadipun dia melihat peti itu terbuka dan isinya benda hitam-hitam yang tidak dikenalnya. Kini dia memeriksanya dan bukan main kecewanya
ketika mendapat kenyataan bahwa peti itu tidak terisi benda berharga seperti yang diduganya,
melainkan benda yang diduganya tentu candu yang dihebohkan itu. Dia pernah mendengar
tentang madat, maka walaupun belum pernah melihat sendiri, dia dapat menduga dari baunya
bahwa ini tentu madat. Dia sudah hendak membuang peti itu ketika nampak tumpukan tahi
kering di parit itu. Dia tersenyum nakal, lalu sebagian dari candu itu dibuangnya di parit dan sebagai gantinya, dia menggunakan kayu untuk mengambil kotoran itu dan mencampurnya
dengan sisa madat. Karena benda itu warnanya hitam, maka kotoran itupun dapat bercampur dan
tidak kelihatan lagi. Peti kecil itu masih penuh madat, hanya bedanya, madatnya kini tidak murni lagi bahkan telah bercampur tahi kering !
Ketika Siu Coan kembali ke tempat tadi, dia terkejut melihat betapa pemuda perkasa itu
telah dikurung oleh puluhan orang pengawal dan perkelahian sengit dan seru masih terjadi antara pemuda itu dengan gadis cantik yang tadi datang menyerang.
Siu Coan meloncat ke depan, melemparkan peti kecil ke tempat semula dan tanpa diminta
diapun mengamuk. Tubuh para pengeroyok bergelimpangan seperti sekumpulan daun diamuk
badai ! Dan akibat amukannya memang hebat dan menggetarkan hati para pengeroyok. Berbeda
dengan Ci Kong yang merobohkan para pengeroyok tanpa membunuh atau mendatangkan luka
parah, semua orang yang roboh oleh hantaman Siu Coan ini tentu roboh untuk tidak bangun
kembali karena mereka tewas oleh pukulan-pukulan maut yang disebar Siu Coan ! Tentu saja
para pengawal menjadi gentar dan kepungan itupun menjadi kocar-kacir.
"Sobat yang gagah, jangan takut aku membantumu !" Siu Coan berseru dengan gembira
ketika dia berhasil mendekati pemuda itu dan diapun menubruk ke depan menyerang Kui Eng.
Gadis ini terkejut. Kiranya pemuda ke dua yang baru datang ini tidak kalah lihai dibandingkan pemuda pertama. Ketika ia menangkis pukulan pemuda jangkung itu, lengannya terasa dingin
sampai meresap ke tulang. Dara inipun maklum bahwa kepandaian dua orang pemuda ini
sungguh hebat dan kalau ia sendiri yang melawan mereka, akan sukar memperoleh kemenangan.
Melihat munculnya seorang pemuda bertubuh jangkung yang membantunya dan
membunuh banyak pengawal, Ci Kong terkejut dan tidak senang. Pemuda yang datang ini
memang gagah perkasa, akan tetapi hatinya terlalu kejam, menyebar maut seperti itu, pikirnya.
Diapun diam saja tidak menjawab, hanya mengambil keputusan untuk segera pergi saja agar
pemuda jangkung itu tidak membunuh orang lebih banyak lagi.
"Dar " darr .......... !!"
Siu Coan dan Ci Kong terkejut sekali dan cepat mereka menggunakan ginkang untuk
berloncatan mengelak ketika terdengar letusan-letusan itu. Mereka menengok dan kiranya dari
dalam gedung itu keluar seorang laki-laki berusia enampuluh tahun lebih, berpakaian mewah dan di tangan kanan orang ini nampak sepucuk pistol yang masih mengeluarkan asap. Orang itu
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
184 membidik-bidikkan pistolnya, mencari-cari dua orang pemuda itu yang dengan cerdik telah
berloncatan di antara para pengawal sehingga sukarlah bagi orang itu untuk menembak lagi.
"Ayah, jangan .......... !" Kui Eng, gadis itu berteriak karena ia khawatir kalau-kalau
peluru pistol ayahnya nyasar ke mana-mana. Sementara itu Siu Coan mengajak Ci Kong untuk
pergi dari tempat berbahaya itu.
"Sobat, mari kita pergi. Tunggu apa lagi ?" teriaknya. Ci Kong sudah mendengar pula
dari susiok-couwnya tentang senjata api yang amat berbahaya itu. Dia tidak gentar menghadapi senjata itu, akan tetapi di situ terdapat gadis yang lihai itu dan banyak pengawal, kini ditambah lagi tuan rumah yang pandai mempergunakan senjata api. Maka diapun mengikuti Siu Coan
yang sudah melompat pergi keluar dari halaman gedung Ciu Wan-gwe.
Setelah berada jauh dari kota Tung-kang, di kaki bukit yang sunyi, barulah mereka
berhenti dan ternyata tidak ada yang mengejar mereka lagi. Siu Coan berhenti dan memandang
kepada Ci Kong penuh perhatian. Tadi dia telah mempergunakan ilmu berlari cepat, akan tetapi pemuda yang nampaknya seperti seorang petani ini mampu mengimbangi kecepatan larinya. Hal
itu membuat dia penasaran dan dia mengerahkan tenaganya sehingga tubuhnya bergerak cepat
meluncur seperti terbang saja. Akan tetapi, pemuda itu tetap saja berada di sampingnya !
"Sobat, engkau sungguh lihai sekali. Akan tetapi kalau perkelahian itu dilanjutkan, salah-
salah kita bisa menjadi makanan peluru panas. Senjata api itu amat berbahaya, apa lagi di tangan orang yang tidak terlatih, tembakannya bisa ngawur sehingga kalau dielakkan malah terkena.
Dan gadis itupun lihai bukan main !"
Ci Kong juga memandang pemuda tinggi besar itu dengan penuh perhatian. Jelas bahwa
dia berhadapan dengan seorang pendekar yang tangguh, akan tetapi pendekar ini terlalu kejam
dan mudah membunuh orang. Teringat betapa pemuda di depannya ini tadi telah membunuh
banyak orang, mungkin sampai belasan orang, diam-diam dia bergidik dan tidak menyetujui
perbuatan itu. "Sobat yang gagah perkasa, kenapa engkau tadi membunuhi orang " Prajurit-prajurit itu
hanya petugas, kenapa kaubunuhi mereka yang tidak bersalah itu ?" tegurnya dengan suara
penuh penyesalan.
Ong Siu Coan mengerutkan alisnya dan memandang dengan heran. "Kenapa tidak "
Kalau bisa, aku bahkan akan membunuh semua orang tadi ! Makin banyak dapat membunuh
pasukan pemerintah lebih baik. Bukankah pasukan yang datang belakangan tadi adalah pasukan
keamanan, antek-antek pemerintah penjajah " Aku ingin membasmi penjajah, aku ingin
mengusir penjajah Mancu dari tanah air kita !" Tiba-tiba saja pemuda tinggi besar itu mengepal tinju, matanya bersinar-sinar dan sikapnya penuh semangat. Ci Kong sudah banyak mendengar
tentang para pendekar yang berjiwa patriot, yang ingin menentang dan mengusir penjajah Mancu
dan dia menduga bahwa tentu di depannya ini seorang di antara para pendekar seperti itu.
Tiba-tiba Siu Coan memandang tajam kepadanya seperti teringat akan sesuatu dan
pemuda tinggi besar itu lalu memegang pergelangan tangannya. Ci Kong cepat mengerahkan
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
185 tenaganya karena tangan yang mencengkeram itu kuat sekali. Bisa patah-patah tulang lengannya kalau dia tidak mengerahkan tenaga untuk melindungi lengannya.
"Kau ?"". ! Ah, kau murid hwesio gendut Siauw-bin-hud ?"". !" tiba-tiba
pemuda jangkung besar itu berseru nyaring.
Ci Kong juga teringat sekarang, akan tetapi dia bersikap tenang-tenang saja dan
menjawab, "Bukan murid beliau, melainkan cucu murid. Dan engkau adalah murid Thian-tok.
Dan engkau telah membantuku tadi." Ci Kong mengingatkan, merasa aneh juga karena yang
membantunya keluar dari kepungan pasukan tadi adalah murid Thian-tok, seorang datuk sesat,
seorang iblis di antara Empat Racun Dunia yang sudah amat terkenal kejahatan mereka.
"Aku lupa bertanya ! Kau siapakah " Apakah engkau orang yang pro kepada pemerintah
Mancu ?" Tiba-tiba sinar matanya menjadi bengis sekali, mendekati kebuasan sinar mata seekor harimau. "Engkau bukan memusuhi pemerintah, melainkan memusuhi hartawan itu " Kenapa "
Siapa engkau ?"
Ci Kong memandang ke arah lengannya yang dicengkeram, sikapnya tenang dan dengan
lembut dia berkata, "Bukan begini caranya orang bicara dengan sikap bersahabat," katanya.
Siu Coan melepaskan cengkeramannya dan tersenyum. "Engkau memang hebat. Nah,
mari kita bicara, sebelumnya lebih baik kita saling berkenalan. Namaku Ong Siu Coan, dan
engkau tentu sudah dapat menduga bahwa aku membenci penjajah Mancu. Sekali waktu aku
akan menyusun pasukan untuk menghantamnya dan mengusirnya dari tanah air. Sekarang
katakan, siapa engkau dan apa yang kaulakukan tadi di gedung hartawan itu ?"
"Namaku Tan Ci Kong, seorang pengembara yang tidak memiliki tempat tinggal yang
tetap. Di Tung-kang aku mendengar tentang Ciu Lok Tai yang menjadi pedagang madat. Aku
melihat kesengsaraan rakyat oleh madat yang terkutuk itu, maka aku ingin menegur dan
memperingatkan Ciu Lok Tai agar dia menghentikan pengedaran madat yang meracuni rakyat
jelata." "Ha, engkau seorang pendekar pembela rakyat ?"
Ci Kong menggeleng. "Aku tidak berani memakai sebutan pendekar, akan tetapi aku
akan selalu membela yang lemah tertindas, membela kebenaran dan menentang kejahatan, di
manapun aku berada. Untuk itulah bertahun-tahun aku mempelajari ilmu silat."
Ong Siu Coan mengangguk-angguk, lalu tersenyum mengejek. "Engkau hanya mengurus
soal-soal kecil. Apa artinya tindakan orang-orang sepertimu ini yang disebut pendekar " Di
negara ini entah terdapat berapa puluh ribu hartawan pedagang candu seperti she Ciu itu.
Bagaimana engkau akan dapat memperingatkan mereka semua " Pula, apakah kau yakin mereka
akan mentaati dan mundur " Dan berapa puluh laksa lagi mereka yang sudah kecanduan madat.
Apakah engkau akan mendatangi mereka satu demi satu untuk dibujuk agar jangan menghisap
madat lagi, dan apakah mereka akan mau mentaatimu " Ah, sobat yang gagah, bukan begitu
caranya kalau mau menolong rakyat."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
186 "Lalu bagaimana ?"
"Marilah, bantu aku membentuk pasukan. Kita tentang pemerintah penjajah, karena
pemerintah penjajah yang bersalah, penjajah Mancu yang mendatangkan orang-orang kulit putih
itu, yang mendatangkan candu. Kita basmi penjajah Mancu dan sekaligus membasmi orang-
orang kulit putih, maka candu tidak akan masuk ke negara kita dan rakyat akan terbebas dari
pengaruh racun itu. Bukan dengan cara menentangnya satu demi satu !"
Ci Kong mendengarkan denga hati penuh kagum. Orang ini memiliki cita-cita yang amat
besar dan muluk, dan bagaimanapun juga dia dapat melihat kebenaran ucapan itu, dapat
menghormati cita-cita itu. Akan tetapi, urusan pemberontakan tidak menarik hatinya.
"Dalam hal ini, jalan hidup kita bersimpang, kawan. Aku belum pernah berpikir tentang
perjuangan dan pemberontakan, akan tetapi aku hanya ingin mengulurkan tangan kepada mereka
yang tertindas dan menentang si penindas dan mereka yang melakukan kejahatan. Akan tetapi,
aku berjanji bahwa kalau ada kesempatan kita saling bertemu, aku tentu akan membantumu."
Ong Siu Coan menarik napas panjang. "Sayang, tenagamu amat berharga untuk suatu
perjuangan. Akan tetapi, yang dipentingkan dalam perjuangan melawan penjajah adalah
semangat, bukan sekedar ilmu berkelahi. Baiklah, dan apakah yang kaulakukan tadi di gedung
hartawan itu ?"
"Sudah kukatakan bahwa aku hanya akan memperingatkan hartawan itu agar jangan
mengedarkan candu."
"Hanya itu ?"
"Hanya itu," kata Ci Kong sambil meraba-raba hati sendiri apakah ada terbawa rasa
dendam mengingat betapa ayahnya dahulu pernah dipukuli di rumah hartawan Ciu, akan tetapi
dengan lega dia melihat kenyataan bahwa dendam itu tidak ada pada hatinya.
Ong Siu Coan tertawa. "Ha " ha " ha, semua jerih payahmu itu tiada gunanya. Kukira
apa yang kulakukan tadi lebih berguna."
"Membunuhi pasukan itu ?"
"Bukan hanya itu. Tadi ketika engkau berkelahi, peti kecil yang dipegang si gendut
terjatuh. Aku mengambil peti kecil itu dan tahukah engkau apa isinya ?"
Ci Kong menggeleng.
"Isinya candu murni ! Dan aku membuang setengahnya, lalu kuganti dengan tahi kering
yang kuaduk menjadi satu dengan candu. Ha " ha, ingin aku melihat muka orang yang
menghisap candu itu sekarang, ha " ha !"
Ci Kong juga tertawa, akan tetapi dia memandang heran. Orang ini bercita-cita besar dan
muluk, akan tetapi apa yang dilakukannya itu, mencampuri candu dengan tahi kering, sungguh
kekanak-kanakan sekali. Dan mengingat bahwa orang gagah ini adalah murid seorang datuk
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
187 sesat seperti Thian-tok, diam-diam diapun menjadi bingung sendiri. Murid datuk sesat menjadi patriot "
"Sudahlah, sobat Ong Siu Coan. Aku akan pergi sekarang dan selamat tinggal. Mudah-
mudahan cita-citamu yang tinggi itu akan dapat berhasil."
"Tentu saja berhasil. Eh, Tan Ci Kong, apakah engkau diutus oleh gurumu yang gendut
itu untuk mencari Giok-liong-kiam ?"
Pertanyaan yang tiba-tiba ini mengejutkan Ci Kong, akan tetapi dengan tenang dia
menggeleng. "Tidak, akan tertapi kalau aku bertemu dengan saudara seperguruanmu itu, tentu
akan kucoba untuk merampas kembali Giok-liong-kiam untuk dikembalikan kepada yang
berhak." Ong Siu Coan mengangguk-angguk. Sejenak timbul keinginan hatinya untuk menyerang
pemuda murid Siauw-bin-hud ini, akan tetapi keinginan ini ditekannya. Tidak perlu menanam
permusuhan dengan pemuda ini, dan diapun belum yakin benar akan dapat mengalahkannya.
"Hemm, biarlah di lain kesempatan saja aku akan menguji kelihaianmu. Aku masih mempunyai
urusan yang lebih besar. Selamat tinggal !" Siu Coan lalu membalikkan tubuhnya dan berlari
cepat meninggalkan Ci Kong. Pemuda ini lalu melanjutkan pula perjalanannya, menuju Kanton.
*** Apa yang dikatakan Ong Siu Coan kepada Ci Kong, yaitu bahwa perbuatannya
mencampur madat dengan tahi kering itu lebih penting dari pada tindakan Ci Kong, memang
terbukti. Perbuatannya yang nakal kekanak-kanakan itu telah menimbulkan akibat yang amat
hebat terhadap keluarga hartawan Ciu Lok Tai. Dan juga ketika dia mengatakan bahwa dia ingin sekali melihat muka orang yang menghisap madat bercampur kotoran itu, andaikata dia benar-benar menyaksikan, tentu dia akan merasa puas dan geli karena yang menjadi korban
kenakalannya justeru adalah seorang pembesar Mancu yang dibencinya !
Seperti kita ketahui, dua orang kepercayaan Ciu Wan-gwe, yaitu Gan Ki Bin dan Lok
Hun, sedang berangkat meninggalkan rumah gedung hartawan itu untuk melaksanakan tugas
mengantarkan sepeti kecil madat kepada wakil kepala daerah Kanton yang oleh Ciu Wan-gwe
diharapkan untuk dapat melindunginya dan membantu meredakan kemarahan Wang Taijin dan
Ma-ciangkun yang merasa terhina dalam pesta itu oleh Kui Eng. Dan baru saja mereka muncul
dari dalam gedung pagi itu, mereka berjumpa dengan Ci Kong sehingga terjadilah keributan.
Setelah keributan itu selesai dengan larinya dua orang pemuda yang mengacau itu, mereka
berdua menemukan kembali peti candu. Giranglah hati mereka melihat bahwa peti itu masih
penuh. Bergegas mereka berganti pakaian lalu melaksanakan tugas yang tertunda itu, naik kuda menuju ke Kanton.
Ketika Gan Ki Bin dan Lok Hun tiba di rumah gedung Lai-taijin, yaitu wakil kepala
daerah Kanton, mereka disambut dengan kegembiraan besar oleh Lai-taijin. Pembesar ini adalah seorang pecandu yang sudah tidak ketolongan lagi, sudah mendarah daging. Agaknya racun
madat sudah menyusup sampai ke tulang sumsum, sehingga sehari saja tidak mengisap madat,
dia akan tersiksa hebat. Dia sudah kehabisan madat yang baik, dan sudah berhari-hari dia
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
188 terpaksa mengisap madat yang tidak murni lagi, kurang memuaskan. Oleh karena itu, melihat
kedatangan dua orang utusan Ciu Wan-gwe yang membawa sepeti kecil madat murni,
kegirangannya memuncak.
"Cepat ambilkan pipaku, akan kunikmati sekarang juga, ha " ha !" katanya dan para
pembantunya cepat mengambilkan pipa madat yang segera diisi dengan tembakau yang
dicampuri madat murni yang diambil dari peti kecil itu. Dua orang utusan Ciu Wan-gwe masih
berlutut di situ. Mereka berdua juga merasa girang sekali, dengan wajah berseri mereka melihat betapa pembesar itu bergembira dan segera mencoba madat murni yang mereka bawa. Tak salah
lagi, sebentar lagi mereka tentu akan keluar dengan saku berat dan sarat oleh hadiah-hadiah
berharga ! Jari-jari tangan orang yang ketagihan madat tak dapat bergerak tetap, melainkan agak
gemetar, dan kedua tangan wakil kepala daerah itupun gemetar ketika dia sendiri mencampurkan
madat murni dari peti itu dengan tembakau, lalu dimasukkanya ke dalam mulut pipanya.
Mencampur tembakau dengan madat, lalu memasukkan tembakau madat itu ke dalam pipa,
semua ini dilakukan dengan jari-jari tangan yang terlatih dan terbiasa, dan di dalam pekerjaan inipun terkandung kenikmatan besar ! Terdapat keluwesan dan seolah-olah mengandung "seni"
tersendiri. Memasukkan tembakau madat ke mulut pipa, tidak boleh terlalu padat karena hal itu akan menyukarkan penyedotan dan terbakarnya ramuan itu kurang lancar, juga tidak boleh terlalu sedikit sehingga sudah habis terbakar sebelum isapan penuh memasuki paru-paru. Kemudian
menyalakan tembakau itu dengan mendekatkan mulut pipa pada api lilin yang tersedia. Lilinnya juga terbuat dari api sumbu lemak, tidak berbau malam. Semua gerakan ini disertai bayangan
betapa akan nikmat rasanya kalau asap candu itu memasuki paru-paru. Hangat-hangat menyusup
melalui kerongkongan, memasuki paru-paru dan dari dada yang terasa hangat itu akan menjalar
rasa nikmat ke seluruh tubuh. Kalau hawa itu sudah memasuki kepala, maka tubuh akan terasa
ringan melayang-layang, pikiran akan menjadi kosong dan bebas seperti seekor burung dara yang terbang di angkasa, panca indera akan menjadi demikian tajam dan peka sehingga warna-warna
akan nampak lebih cerah di mata, suara-suara akan terdengar lebih merdu di telinga, dan hidung akan mencium keharuman dan kesedapan suasana yang biasanya tidak pernah terasa. Sorga di
dunia ! Dua orang utusan dari Tung-kang itu dengan wajah berseri dan mulut tersenyum
mengikuti semua gerak-gerik pembesar itu yang duduk di kursi. Dengan kedua mata dipejamkan,
akhirnya Lai-taijin membakar mulut pipa pada api kecil di atas meja, lalu disedotnya pipa itu.
Tembakau madat terbakar, nampak bara api pada mulut pipa itu dan tercium bau asap yang aneh.
Lai-taijin menyedot terus, sekuatnya karena dia menginginkan agar semua tembakau itu cepat
terbakar dan asapnya memenuhi rongga dadanya.
"Eh-ehh .......... okhh .......... ugh-ugh-uuggghhh .......... !" Tiba-tiba pembesar itu
tersentak, duduknya tegak dan matanya mendelik, terbatuk-batuk dan tangan kirinya mencekik
leher. Asap yang keluar dari mulutnya berbau aneh dan memuakkan, dan pembesar itu terus
batuk-batuk sampai kemudian muntah-muntah. Tentu saja para pengawal menjadi terkejut sekali, juga dua orang utusan itu memandang dengan muka pucat.
"Pranggg .......... !" Cawan terisi minuman itupun terpukul oleh tangan pembesar itu dan
jatuh ke atas lantai.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
189

Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Prakkk .......... !" Pipanya dibantingnya dan pembesar itu dengan muka merah seperti
udang direbus dan mata melotot, mulut masih mengeluarkan liur, segera memeriksa isi peti kecil.
Merabanya, lalu menciumnya dan kembali dia muntah-muntah.
"Keparat ! Jahanam busuk ! Tangkap mereka, cambuk sampai mereka mengaku
bagaimana mereka berani memberi madat bercampur kotoran busuk ini kepadaku !" perintahnya.
Kasihan sekali dua orang utusan itu. Dengan tubuh menggigil mereka minta ampun akan
tetapi para pengawal telah menyeret mereka dan merekapun menjadi korban cambukan sampai
kulit belakang tubuh mereka pecah-pecah dan mereka roboh pingsan saking tak kuat menahan
nyeri. "Brakk ?"". !" Lai Taijin menggebrak meja. "Keparat Ciu Lok Tai ! Berani sekali
menghinaku dengan mengirim madat bercampur kotoran !"
Peristiwa itu menimbulkan akibat yang amat hebat, sama sekali tidak disangka oleh Ong
Siu Coan sendiri yang membuat ulah. Karena merasa amat malu, marah dan menganggap bahwa
hartawan Ciu sengaja menghinanya, Lai Taijin lalu pergi menghadap Wang Taijin yang menjadi
atasannya. Tentu saja dia tidak bicara tentang peristiwa candu kiriman itu, melainkan bicara tentang Ciu Wan-gwe yang dianggap kurang ajar berani menghina para pembesar dan pejabat
Kanton. "Kalau aku tidak ingat bahwa dia telah banyak melakukan kebaikan terhadap kita, tentu
aku sudah mencapnya sebagai pemberontak dan mengerahkan pasukan untuk menangkap dan
menghukumnya," demikian Wang Taijin berkata setelah mendengar pancingan wakilnya tentang
peristiwa di gedung Ciu Wan-gwe itu. "Akupun mendapatkan malu besar sekali ketika kepala
pengawalku dipermainkan oleh anak perempuannya. Sungguh keterlaluan sekali gadis itu."
"Akan tetapi, walaupun dia telah banyak melakukan kebaikan terhadap kita, sebaliknya
kalau tidak ada kita yang mendukung, apakah dia mampu menjadi pedagang madat yang
memonopoli pemasukan madat dari orang-orang kulit putih " Agaknya, yang dia berikan kepada
kita belum ada seperseratus keuntungan yang didapatkannya karena dukungan kita," bantah Lai
Taijin. "Orang seperti dia itu patut dihajar !"
"Kuharap engkau dapat bersabar," kata Wang Taijin. "Hartawan Ciu mempunyai
pengaruh yang cukup besar. Tanpa sebab tidak dapat kita bertindak apa-apa terhadap dia karena di kota rajapun dia mempunyai hubungan. Sebaiknya kita mulai sekarang waspada dan mencari
kesempatan baik untuk membalas penghinaannya."
"Harap taijin tidak usah khawatir. Saya akan menghubungi komandan Ma Cek Lung.
Biarpun tadinya Ma-ciangkun merupakan sahabat baik Ciu Wan-gwe, akan tetapi peristiwa
penghinaan terhadap dirinya di depan umum dalam pesta itu tentu membuat Ma-ciangkun malu
dan tentu dia berpihak kepada kita."
Demikianlah, Lai Taijin yang merasa sakit hati sekali itu mulai membuat persekutuan
dengan Wang Taijin dan Ma-ciangkun untuk menanti kesempatan baik agar mereka dapat
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
190 membalas dendam terhadap Ciu Wan-gwe yang mereka anggap telah melakukan penghinaan
besar terhadap diri mereka.
Dan kesempatan itupun tidak lama kemudian tibalah ! Pada waktu itu, madat telah
tersebar luas dan mencengkeram makin banyak korban di antara rakyat, juga menyusup ke kota
raja dan mempengaruhi para pembesar. Akan tetapi, yang paling parah keadaannya adalah
daerah Kanton, di mana orang-orang kulit putih berada dan kota ini merupakan sarang mereka,
merupakan sumber penyebaran candu. Bukan hanya mempengaruhi badan, akan tetapi juga
dengan adanya candu, para pembesar berkomplot dengan para pedagang candu yang amat
menguntungkan itu. Para pejabat menerima sogokan, para pedagang candu menumpuk
keuntungan besar, dan rakyat yang menjadi korban. Hal ini membuat rakyat menjadi semakin
gelisah. Kekayaan dikuras, ditukar dengan candu yang makin banyak dibutuhkan orang. Para
tuan tanah menekan ke bawah dan rakyat petani yang dicekik agar menghasilkan uang lebih
banyak. Madat memang merupakan racun yang amat berbahaya. Akibatnya bukan hanya merusak
tubuh, akan tetapi juga merusak watak dan kepribadian bangsa. Para pembesar menjadi korup,
penyogokan terjadi di mana-mana. Orang yang sudah dicengkeram racun madat, sukar untuk
dapat pulih kembali. Dan madat merupakan satu-satunya kebutuhan mereka karena benda inilah
yang dapat membuat mereka seolah-olah merasakan sorga selagi hidup di dunia. Kalau orang
sedang menghisap madat, asap madat itu membuat tubuh melayang-layang rasanya, segala
kekhawatiran, segala kedukaan, segala macam penderitaan batinpun lenyaplah. Batin menjadi
kosong dan bebas, seperti gelembung sabun yang indah melayang-layang di udara, dan perasaan
kosong dan bebas ini mendatangkan kenikmatan yang luar biasa, mendatangkan kebahagiaan
yang selama ini didambakan orang.
Racun madat itu sesungguhnya hanya memabokkan orang. Hanya membuat
penghisapnya mabok, lupa segala dan dalam keadaan batin kosong memang orang dapat
merasakan kebebasan dan kebebasan batin inilah pangkal rasa bahagia itu. Bebas dari segala
macam perasaan takut, iri, marah, senang, susah dan sebagainya lagi. Akan tetapi, kebebasan
yang diciptakan oleh pengaruh madat ini hanyalah sementara saja. Keburukannya jauh lebih
banyak dari pada kebaikan yang diberikannya. Karena badan dan batin menjadi kecanduan,
kalau tidak diberi madat, tersiksalah badan dan batin itu, bahkan bisa membawa kematian
mengerikan. Kebebasan macam itu hanyalah kebebasan buatan, yang diciptakan karena keadaan
mabok dan lupa diri.
Keadaan yang kacau ini terasa sampai ke kota raja dan sampai pula ke dalam istana. Para
penasihat Kaisar Tao Kuang cepat menghadap kaisar dan melaporkan tentang keadaan yang amat
parah itu. "Menurut penyelidikan hamba, rakyat sudah menjadi gelisah sekali, para pejabat
kehilangan kesetiaan mereka dan mudah digosok oleh para pedagang. Kalau dibiarkan berlarut-
larut, hamba khawatir kalau pemberontakan di antara rakyat makin menjadi-jadi. Pula, harta
kekayaan rakyat akhirnya akan dikuras habis oleh orang-orang kulit putih, ditukar dengan madat yang hanya mendatangkan malapetaka." Demikian antara lain para menteri itu melapor dan
menasihati kaisar.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
191 Setelah mendengarkan banyak peringatan dan nasihat para menterinya, akhirnya Kaisar
Tao Kuang mengambil keputusan yang tegas. Keputusan yang kemudian terkenal sekali dalam
sejarah sebagai permulaan perang yang dinamakan Perang Madat. Kaisar Tao Kuang
mengangkat seorang jenderal yang bernama Lin Ce Shu sebagai seorang penguasa, seorang
Gubernur untuk membawa pasukan besar pergi ke Kanton dan bertindak terhadap pengedar
candu yang memang tadinya sudah dilarang itu. Lin Ce Shu adalah seorang pembesar yang
paling benci dengan perdagangan candu yang dimasukkan oleh para pedagang kulit putih. Oleh
karena itu, begitu menerima kekuasaan, dia bergerak cepat. Dikerahkannya pasukan besar yang
secara kilat dan serentak tanpa ada kebocoran, menuju ke Kanton !
*** Gedung itu bagus sekali, coraknya masih merupakan gedung hartawan di kota Kanton,
akan tetapi perabot-perabot rumahnya sudah berlainan sama sekali dengan gedung para hartawan
Kanton. Perabot-perabot rumah itu asing, kursinya besar-besar, ruangannyapun lebar-lebar.
Melihat keadaan perabot dan hiasan rumah itu, mudah diketahui bahwa yang tinggal di situ
bukanlah seorang penduduk aseli Kanton, melainkan seorang asing.
Memang demikianlah. Pada waktu itu, banyak pedagang besar Inggeris yang tinggal di
Kanton dengan jabatan-jabatan tertentu, mewakili persatuan pedagang Inggeris yang disebut
English East India Company. Pada waktu itu, kekuasaan Inggeris di India mulai ditanamkan dan pasukan-pasukan Inggeris di India mulai merebut kemenangan-kemenangan dan wilayah
kekuasaannya di India semakin meluas. Karena di India terdapat banyak bahan pembuatan
madat, maka mengalirlah madat itu ke Kanton dan di sinipun terdapat perwakilan dari persatuan pedagang itu.
Rumah gedung itu ditinggali oleh keluarga Hell-way. Tuan Hellway ini seorang opsir
yang menjadi pembantu kapten Charles Elliot yang pada waktu itu menjadi penguasa Inggeris di
Kanton. Opsir Hellway bertugas menghubungi pedagang-pedagang Kanton, oleh karena itu dia
pandai berbahasa daerah dan sudah belasan tahun dia tinggal di Kanton bersama isteri dan
seorang puterinya. Ketika mereka pindah ke Kanton, puteri tunggalnya baru berusia empat
tahun. Kini Sheila, demikian nama puterinya, berusia tujuhbelas tahun. Karena ayah dan ibunya pandai berbahasa daerah, maka Sheila juga mempelajari bahasa ini dari para pelayan sehingga
iapun pandai berbahasa daerah. Bukan itu saja, Sheila seringkali mendengar dongeng dari para pelayannya, tentang pendekar-pendekar yang gagah perkasa, tentang ilmu silat yang tinggi, dan dari beberapa orang pengawal yang bekerja pada ayahnya, ia malah sempat mempelajari ilmu
silat, yang walaupun tidak terlalu mendalam, namun cukup membuat ia pandai menjaga diri dan
tubuhnya juga selalu berada dalam keadaan sehat dan kuat.
Sheila telah menjadi seorang gadis yang cantik jelita dan lembut. Rambutnya berwarna
kuning emas, panjang dan berombak amat indahnya. Sepasang matanya biru laut, tubuhnya,
seperti biasa tubuh wanita barat, padat dan tinggi semampai, lebih tinggi dari pada tubuh gadis-gadis pribumi. Juga ia tidak pemalu seperti gadis pribumi, melainkan berani menentang pandang mata pria dengan tenang walaupun keadaan keluarga membuat ia beranggapan bahwa bangsanya
adalah bangsa yang lebih maju dan lebih pandai dari pada bangsa pribumi yang kadang-kadang
aneh dan sukar untuk dapat dimengertinya itu. Akan tetapi karena ia bergaul erat dengan para pelayan, sedikit banyak ia tahu akan keadaan atau cara hidup bangsa pribumi yang penuh dengan Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
192 tradisi dan ketahyulan itu. Juga ia tahu bahwa Tiongkok berada dalam penjajahan Bangsa Mancu yang dahulunya hanya merupakan suku bangsa liar di utara yang kecil saja, namun yang kini
telah menjadi kelompok yang kuat. Tahu pula ia bahwa di mana-mana terjadi pemberontakan
dari para patriot rakyat yang tidak rela melihat tanah air dijajah oleh orang Mancu. Lebih lagi ia tahu segalanya tentang merajalelanya madat yang amat jahat, yang meracuni rakyat jelata dan
yang membuat hatinya merasa amat tidak senang karena ia tahu bahwa madat itu didatangkan
oleh bangsanya, oleh English East India Company. Lebih lagi, ayahnya menjadi opsir, menjadi
pembantu Kapten Charles Elliot, jelas bahwa ayahnya mempunyai peranan besar sekali dalam
masalah penyebaran madat yang diam-diam amat dibencinya itu. Ketika ia mendengar cerita dari seorang pelayan tentang seorang suami yang menukarkan kehormatan isterinya dengan madat,
tentang seorang ayah yang menjual anak gadisnya karena ketagihan madat, dan orang yang
membunuh diri karena ketagihan madat dan tidak mempunyai uang lagi untuk membelinya,
hatinya memberontak dan pagi hari itu segera menemui ayahnya.
Opsir Hellway amat mencinta puterinya karena memang dia hanya mempunyai anak satu-
satunya itu. Dia sedang duduk bersama isterinya, siap untuk berangkat ke kantor ketika Sheila masuk ke dalam ruangan itu dengan wajah cemberut dan muka agak pucat karena semalam gadis
itu tidak dapat tidur, gelisah membayangkan semua peristiwa mengerikan yang terjadi di antara rakyat jelata gara-gara madat.
"Selamat pagi, papa dan mama," katanya kurang gairah.
"Selamat pagi, sayang. Eh, kenapa wajahmu nampak muram dan agak pucat " Apakah
engkau sakit, Sheila ?" tanya ayahnya dengan nada lembut dan ibunya lalu merangkul dan
menciumnya. Gadis itu menggeleng kepala, lalu melepaskan diri dari rangkulan ibunya dan iapun duduk
di atas kursi berhadapan dengan mereka. "Papa, kemarin aku mendengar cerita yang mengerikan
sekali," katanya.
Papanya tersenyum memandang puterinya. "Ah, mengapa engkau perlu memusingkan
segala macam cerita burung ?"
"Bukan cerita burung, papa, melainkan cerita tentang orang-orang gagah yang menjual
isteri atau anak perempuannya, orang-orang yang membunuh diri dan melakukan kejahatan-
kejahatan, semua itu karena gara-gara madat."
"Ehh ?"". ?" Opsir Hellway memandang tajam kepada anaknya dan mengerutkan
alisnya. "Apa maksudmu ?"
"Papa, semua itu memang terjadi. Madat telah meracuni rakyat, madat telah membikin
sengsara rakyat di sini ?""."
"Sheila !" ibunya berseru. Omongan apa yang kaukeluarkan itu " Madat mendatangkan
keuntungan besar kepada bangsa kita, mendatangkan kemakmuran kepada bangsa kita !"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
193 "Mama, apa artinya keuntungan besar, kemakmuran kalau datang melalui kesengsaraan
orang lain ?"
"Sheila ! Siapa yang bercerita kepadamu " Orang itu perlu kuhajar !" tiba-tiba Opsir
Hellway berseru marah.
"Tidak ! Tidak ada yang bercerita kepadaku. Aku mendengar omongan orang di jalan."
Sheila cepat menjawab, tidak ingin melihat pelayan yang bercerita itu dihukum ayahnya.
"Hemm, lalu apa maksudmu ?" bentak opsir itu yang merasa tersinggung sekali dengan
ucapan-ucapan puterinya tadi.
"Papa, aku sungguh merasa tidak rela melihat papa menjadi seorang pejabat yang
mewakili English East India Company yang memperdagangkan candu, yang memasukkan madat
beracun itu ke negeri ini, meracuni rakyat jelata dan .........."
"Cukup !" Opsir Hellway membentak marah, mukanya menjadi merah sekali. "Sadarkah
kau akan omonganmu tadi " Segala yang kau makan dan pakai sampai kau dewasa ini, semua
kebutuhan kita sekeluarga, dicukupi karena perdagangan madat, dan engkau berani berkata
demikian " Sheila, mengertilah bahwa salah mereka sendiri yang suka menghisap madat kalau
keadaan mereka menjadi demikian. Kita hanya melayani saja sebagai pedagang, melayani
kebutuhan mereka dan mendapatkan keuntungan. Itu sudah wajar, bukan ?"
"Tidak, papa ! Kalau rakyat tidak dikenalkan dengan madat, mereka takkan menjadi
pecandu ! Madat itu datang dari India dan kalau kita tidak mendatangkannya dari India, tentu rakyat tidak pernah mengenalnya."
"Belum tentu ! Kaukira orang-orang India sendiri tidak akan membawanya ke sini " Dan
orang-orang sini sendiri yang membutuhkannya dapat pula mencari ke India."
"Bagaimanapun juga, aku tidak senang melihat papa menjadi opsir yang mengurus
perdagangan madat yang terkutuk itu ?""." Sheila lalu menangis.
"Hemm, engkau harus kami kirim ke Inggeris. Kalau dibiarkan tinggal terus di sini
engkau akan menjadi rusak, pikiranmu akan diracuni oleh pikiran-pikiran pribumi. Engkaupun
perlu melanjutkan pelajaran ke sana." Akhirnya Opsir Hellway berkata dan dia bertukar pandang dengan isterinya yang merasa setuju dengan pendapatnya.
"Biar berada di manapun juga, hatiku akan merana kalau mengingat betapa di sini papa
melakukan pekerjaan yang amat tidak baik itu .........."
"Kau tahu apa tentang baik dan tidak baik dalam suatu pekerjaan ?" bentak ayahnya dan
melihat suaminya marah-marah, nyonya Hellway cepat mendekati suaminya dan
menyabarkannya.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
194 "Sheila, masuklah ke kamarmu, jangan membikin marah papamu," kata nyonya itu dan
Sheila dengan mata masih merah karena tangisnya tadi, lalu lari memasuki kamarnya. Ia merasa berduka sekali melihat kenyataan bahwa ayahnya mempunyai pekerjaan yang demikian kejam
dan jahatnya. Ketika Opsir Hellway yang masih marah karena ulah puterinya itu hendak berangkat ke
kantor, tiba-tiba datang seorang utusan dari atasannya yang menyerahkan surat dari Kapten
Charles Elliot. Opsir Hellway membaca surat itu dan seketika wajahnya menjadi pucat.
"Baik, aku akan segera pergi menghadap Kapten Elliot !" katanya kepada utusan itu yang
segera memberi hormat dan pergi.
"Ada urusan apakah ?" tanya isterinya yang merasa tidak enak melihat suaminya nampak
terkejut dan gugup itu.
"Celaka ! Kaisar laknat itu telah melakukan tindakan kekerasan ! Kota Kanton ini telah
dikepung oleh pasukan yang besar dari kota raja dan semua madat yang berada di kota ini harus diserahkan dengan ancaman hukuman mati ! Ini perang ! Perang .......... !"
Sheila agaknya mendengar pula ribut-ribut itu dan ia datang berlari ke ruangan itu.
"Papa ! Mama ! Aku mendengar bahwa kota ini dikepung tentara kerajaan ?"". !"
Opsir Hellway teringat akan sikap puterinya tadi. "Nah, puaslah sekarang hatimu. Kita
semua akan celaka. Berkemaslah kau dan ibumu, siapkan pakaian dan barang berharga, siapa
tahu kita harus pergi mengungsi. Aku mau ke kantor. Sheila, jangan kau keluar dari rumah,
keadaan gawat dan berbahaya."
Apakah yang telah terjadi " Kiranya malam tadi, panglima atau Gubernur Lin Ce Shu
bersama pasukannya yang besar telah tiba dan mengurung kota Kanton, menguasai empat pintu
gerbang dan memerintahkan kepada pasukan keamanan di kota Kanton untuk mengumumkan
bahwa siapapun yang keluar masuk kota itu akan digeledah, bahkan semua gudang milik para
pedagang, termasuk pula milik orang-orang kulit putih, akan diperiksa dan siapapun yang
memiliki simpanan madat harus diserahkan !
Tentu saja peristiwa ini menimbulkan kegemparan hebat. Dan seperti lumrahnya setiap
peristiwa kekerasan, tentu ada yang menyambut dengan gembira akan tetapi ada pula yang
menyambut dengan duka. Yang merasa gembira adalah rakyat yang merasa tercekik oleh
beredarnya candu, juga para pendekar yang membenci keadaan itu namun mereka tidak berdaya.
Sebaliknya, yang gelisah adalah para pedagang candu, para pembesar yang melindungi mereka,
dan tentu saja para pemadatan yang khawatir akan kehilangan benda yang amat disayang itu.
Inilah kesempatan yang dinanti-nantikan oleh Wang Taijin, Lai Taijin dan Ma-ciangkun
untuk dapat membalas dendam hati mereka kepada keluarga Ciu Wan-gwe ! Mereka ini adalah
penguasa-penguasa di Kanton yang tadinya merupakan orang-orang paling rajin mendukung
orang-orang kulit putih dan para pedagang candu karena mereka itu menerima suapan dan
sogokan yang luar biasa banyaknya. Merekalah yang tadinya seperti melindungi perdagangan
candu itu. Akan tetapi, begitu pasukan kota raja datang mengepung kota Kanton dengan maksud
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
195 menyita semua madat dan menentang perdagangan itu, para penguasa ini seketika merobah warna
muka mereka, seketika mereka itu nampak gigih dan rajin sekali melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah ini ! Dan di dunia ini memang penuh dengan penguasa macam mereka ini, bisa
didapatkan di mana-mana. Pejabat-pejabat seperti ini seperti ular-ular kepala dua yang dapat menggigit ke depan dan kebelakang, sikap mereka dapat berobah seperti angin, semua dilakukan
demi kesejahteraan dan kesenangan mereka sendiri.
Demikianlah, dengan dalih melakukan kegiatan merampas madat yang berada di luar kota
Kanton, Ma Cek Lung membawa pasukannya pergi ke Tung-kang dan pasukan yang sudah
menerima perintahnya itu, langsung saja menyerbu gedung keluarga Ciu Lok Tai ! Tentu saja
keluarga itu terkejut sekali dan keadaan menjadi geger ketika para penyerbu itu bertindak kejam, membunuhi pelayan-pelayan yang sama sekali tidak mampu melakukan perlawanan. Melihat ini,
Ciu Lok Tai lalu mengerahkan pasukan pengawalnya dan terpaksa mereka itu melawan karena
tidak melawanpun akan dibunuh. Ciu Lok Tai sendiri melawan dengan menggunakan pistolnya,
dan tigapuluh orang lebih pasukan pengawalnya ikut melawan mati-matian. Tentu saja yang
mengamuk paling hebat adalah Kui Eng. Gadis ini marah bukan main melihat pasukan
keamanan yang bertindak seperti perampok itu. Mula-mula Ma Cek Lung menyatakan bahwa
kedatangan pasukannya itu adalah untuk melakukan penggeledahan dan untuk menyita semua
madat yang berada dalam gedung keluarga Ciu. Ciu Wan-gwe sudah mendengar akan gerakan
pasukan dari kota raja, maka diapun tidak akan menentang dan tadinya dia menyerah, bahkan
mempersilahkan perwira yang pernah menjadi sahabat baiknya itu untuk melakukan
penggeledahan. Akan tetapi penggeledahan itu ternyata berobah menjadi pembantaian dan
jelaslah bahwa pasukan itu memang datang untuk menghancurkan keluarga Ciu. Dan terjadilah
perlawanan itu sehingga terjadi pertempuran mati-matian. Jumlah pasukan yang dibawa Ma Cek
Lung ada seratus limapuluh orang, oleh karena itu tentu saja pasukan keamanan yang hanya
tigapuluh orang itu tidak dapat berbuat banyak dan dalam waktu yang tidak lama mereka sudah
roboh semua ! Juga Ciu Wan-gwe, isterinya dan semua pelayannya dibantai oleh pasukan yang
sudah keranjingan itu. Tinggal Kui Eng seorang yang masih mengamuk. Melihat betapa orang
tuanya tewas dan seluruh isi rumah binasa, hati Kui Eng seperti disayat-sayat rasanya. Ia tahu bahwa perwira Ma itu memang datang untuk membalas dendam karena pernah dikalahkannya
dalam pesta tempo hari. Maka dengan kemarahan meluap-luap, gadis ini mengamuk dan
bermaksud untuk membunuh perwira yang memimpin penyerbuan itu. Akan tetapi, sekali ini
Ma-ciangkun telah bersiap siaga. Dia maklum akan kelihaian gadis puteri Ciu Wan-gwe itu,
maka diapun kini mengajak belasan orang anak buahnya yang memiliki ilmu silat lumayan untuk
mengeroyok Kui Eng. Karena itu, usaha Kui Eng untuk dapat berhadapan dengan Ma Cek Lung


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sia-sia belaka. Ia dikurung dengan ketat oleh puluhan orang prajurit penjaga keamanan dari
Kanton itu, di antaranya terdapat belasan orang yang memiliki ilmu silat yang cukup kuat. Maka gadis inipun mengamuk dan sudah banyak anggauta pasukan musuh yang roboh dan tewas oleh
tamparan atau tendangan kakinya. Akan tetapi, pengepungan dan pengeroyokan tetap ketat
saking banyaknya pihak musuh sehingga setelah merobohkan tidak kurang dari tigapuluh orang,
akhirnya gadis itu kehabisan tenaga. Apa lagi karena hatinya sedang gelisah dan berduka oleh kematian keluarganya. Maka, iapun mulai terkena senjata lawan yang datang bagaikan hujan itu.
Namun, ia tidak menjadi gentar. Beberapa kali terdengar suara Ma-ciangkun yang menyerukan
agar gadis itu menyerah saja. Memang dia mempunyai niat kotor terhadap gadis cantik itu dan
mengharapkan akan dapat menangkap gadis itu dalam keadaan hidup. Akan tetapi, Kui Eng
pantang menyerah dan mengambil keputusan untuk melawan sampai napas terakhir.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
196 Memang hebat sekali sepak terjang gadis itu. Ia hanya bertangan kosong karena tadi
penyerbuan itu terjadi dengan tiba-tiba. Tadinya ia sama sekali tidak mengira bahwa
penggeledahan itu akan berakhir dengan pembantaian maka iapun tidak sempat mengambil
sebatang tongkat yang menjadi senjata andalannya. Terpaksa ia melawan dengan tangan kosong,
akan tetapi tanpa senjatapun gadis ini sudah merupakan lawan yang amat menggiriskan bagi para perajurit itu. Gerakannya seperti seekor burung walet saja, cepat dan setiap kali tamparan
tangannya atau tendangan kakinya mengenai sasaran, tentu seorang pengeroyok roboh untuk
tidak dapat bangkit kembali ! Tubuhnya seperti seekor burung beterbangan, menyelinap di antara bayangan puluhan batang golok dan pedang. Di antara limabelas orang ahli silat yang
diperbantukan pada pasukannya oleh Ma Cek Lung, sudah ada sembilan orang roboh ! Hal ini
membuat para pengeroyok menjadi gentar, akan tetapi juga penasaran. Apa lagi karena dari
belakang, Ma-ciangkun melancarkan aba-aba dan mendorong anak buahnya untuk merobohkan
gadis itu, menangkapnya hidup atau mati.
Sebagian dari pasukan itu melakukan perampokan dengan dalih menggeledah dan
mencari madat. Memang ada belasan peti madat murni yang disita, akan tetapi di samping madat ini, juga ikut pula disita benda-benda berharga yang terdapat di gedung itu dalam jumlah banyak!
Sehabis merampok mereka lalu membakar gedung itu !
Melihat ini Kui Eng menjadi semakin marah dan sakit hati. Ia mengamuk semakin hebat,
akan tetapi betapapun lihainya, ia dikeroyok oleh seratus lebih orang yang kesemuanya adalah
perajurit-perajurit yang biasa berkelahi, yang semua memakai pakaian perang yang dilindungi
baju besi dan semua memegang senjata tajam pula. Kui Eng memang seorang gadis yang telah
menerima gemblengan seorang sakti dan ia telah memiliki kepandaian tinggi sekali, akan tetapi ia masih kurang terlatih. Kalau saja ia mau melarikan diri, kiranya tidak akan ada yang mampu
menahannya. Akan tetapi, kesedihan karena kematian orang tuanya dan melihat keluarganya
binasa dan rumahnya terbakar dan habis dirampok, kemarahan karena semua itu membuat ia
sama sekali tidak mempunyai niat untuk menyelamatkan diri sendiri. Satu-satunya keinginannya hanyalah membasmi semua perajurit ini dan juga membunuh Ma Cek Lung. Akan tetapi,
tenaganya terbatas dan akhirnya karena selama berjam-jam mengerahkan sinkang untuk
menghadapi puluhan orang bersenjata lengkap itu, tenaga Kui Eng mulai berkurang. Hal ini
terutama sekali terdorong oleh kesedihan hatinya dan karena kurang cepat lagi gerakannya,
mulailah dara ini terkena sambaran ujung golok dan pedang. Pangkal lengan kanan dan kedua
pahanya telah tercium ujung senjata tajam yang membuat kulit dan sedikit dagingnya tergores
dan berdarah. Melihat ini Ma Cek Lung menjadi girang.
"Kepung terus, bikin habis tenaganya. Kalau mungkin tangkap hidup-hidup, jangan
bunuh !" Perwira tinggi besar ini memang telah tergila-gila oleh kecantikan gadis ini dan
sekarang dia mempunyai kesempatan sepenuhnya untuk dapat menguasai gadis itu, kalau perlu
dengan kekerasan, bukan hanya untuk melampiaskan nafsu binatangnya, melainkan juga untuk
memuaskan hatinya yang pernah sakit karena dibikin malu oleh gadis itu di depan orang banyak.
Jilid IX ***** Kui Eng yang lelah sekali itu, gerakannya mulai lambat dan kacau, pandang matanya
berkunang-kunang dan ia sudah terhuyung-huyung. Sebuah tendangan dari Ma Cek Lung yang
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
197 kini ikut mengeroyok, tepat mengenai lutut Kui Eng. Gadis ini mengeluh akan tetapi begitu
tubuhnya roboh, ia menggulingkan tubuhnya dan seorang perajurit yang menubruk untuk
memeluknya, disambut dengan tamparan yang amat dahsyat.
"Prokkk ?"". !" Perajurit itu terpelanting dengan kepala retak dan tewas seketika.
Akan tetapi, pengerahan tenaga terakhir ini membuat Kui Eng kehabisan tenaga dan iapun
terkulai dalam keadaan setengah pingsan !
Pada saat itu, berkelebat sesosok bayangan orang dan para perajurit itu terkejut sekali
karena tiba-tiba muncul seorang pemuda yang menyambar tubuh gadis yang sudah terkulai itu
dan memanggul tubuh itu lalu melarikan diri.
"Tangkap dia !" teriak Ma Cek Lung dengan marah. Gadis itu sudah tidak berdaya,
tinggal menangkap dan membelenggu saja dan seperti sepotong daging sudah tinggal menyumpit
dan memasukkan mulut, akan tetapi tiba-tiba terlepas dan tentu saja dia tidak mau membiarkan
pemuda itu melarikan Kui Eng.
Akan tetapi, gerakan pemuda ini luar biasa cepatnya, dan setiap perajurit yang mencoba
untuk menghadangnya, dirobohkan dengan pukulan-pukulan tangan kiri atau tendangan kaki,
sedangkan lengan kanannya memanggul tubuh Kui Eng di atas pundak kanan.
"Keparat !" bentak Ma Cek Lung dan bersama seorang pembantunya, dia menubruk maju
dengan golok terhunus. "Lepaskan gadis itu !"
Akan tetapi, dengan sebuah tendangan kilat, pemuda itu merobohkan pembantunya dan
Ma-ciangkun sendiri terkena pukulan tangan kiri yang cepat dan kuat. Dadanya terpukul dan
biarpun dada perwira itu dilindungi baju besi, tetap saja dia terpental dan roboh pingsan dengan napas sesak ! Pemuda itu lalu berloncatan dan dengan cepat sekali menerobos kepungan para
perajurit, merobohkan beberapa orang lagi tanpa membunuh mereka, dan akhirnya lolos dari
kepungan. Beberapa orang perajurit mencoba untuk mengejar, akan tetapi pemuda itu dapat
berlari cepat bukan main walaupun sambil memondong tubuh Kui Eng dan akhirnya para
perajurit tidak mengejar lagi. Mereka sibuk dengan mengumpulkan barang rampokan, mengurus
teman-teman yang terluka atau tewas, dan mencoba untuk menyadarkan Ma Cek Lung yang
pingsan. Kui Eng sudah kehabisan tenaga dan tubuhnya lemas. Ia setengah pingsan, akan tetapi ia
masih dapat mengetahui bahwa ia telah ditolong oleh seorang laki-laki yang memondongnya dan
membawanya lari. Pandang matanya sudah kabur dan ia tidak dapat melihat jelas wajah laki-laki ini, apa lagi ketika ia dipanggul, kepalanya berada di belakang tubuh orang itu akan tetapi ia tahu bahwa orang ini telah menyelamatkannya dan diam-diam ia bersyukur karena ia tahu bahwa
tenaganya sudah habis dan nyawanya takkan tertolong lagi. Ia tidak takut mati, akan tetapi kalau ia mati, siapa yang akan membalaskan kematian ayah ibunya " Ia berterima kasih kepada laki-laki ini yang sudah menyelamatkannya sehingga masih ada harapan dan kesempatan baginya
untuk kelak membalas dendam kepada Ma Cek Lung dan anak buahnya. Ia merasa aman dan
ketika pemuda itu berlari cepat memanggul tubuhnya ke luar kota Tung-kang, diam-diam ia
beristirahat dan menghimpun hawa murni untuk mengumpulkan kembali kekuatannya.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
198 Setelah tiba di luar kota, jauh dari tempat ramai, di sebuah bukit yang berada di sebelah
barat kota Tung-kang, pemuda itu berhenti, lalu dengan hati-hati dia menurunkan tubuh Kui Eng ke atas tanah. Akan tetapi, Kui Eng yang kini sudah kuat kembali, lalu bangkit berdiri dan
menghadapi pemuda itu, baru pertama kalinya ia ingin dan dapat melihat wajah penolongnya
karena tadi ia mencurahkan semua perhatiannya untuk menghimpun hawa murni. Dua pasang
mata yang sama tajamnya saling tatap dan tiba-tiba Kui Eng undur dua langkah dan berseru
kaget. "Kau .......... ! !" Kemudian, tanpa banyak cakap lagi, gadis ini lalu menerjang pemuda itu
kalang kabut, mengerahkan lagi seluruh tenaga yang ada dan oleh karena itu serangannya dahsyat sekali.
Pemuda itu bukan lain adalah Tan Ci Kong ! Seperti juga semua orang yang berada di
sekitar daerah Kanton, Ci Kong juga mendengar tentang pengepungan pasukan besar kerajaan
terhadap kota Kanton dan diapun merasa heran dan ingin tahu apa yang terjadi. Ketika mendapat keterangan bahwa pasukan yang dipimpin oleh Panglima Lin Ce Shu itu adalah utusan kaisar
untuk menyita semua madat, diam-diam dia merasa bersyukur sekali dan memuji tindakan itu
yang dianggap akan menyelamatkan rakyat dari racun yang amat berbahaya itu.
Akan tetapi Ci Kong melihat pasukan yang dipimpin oleh Ma Cek Lung keluar dari
Kanton. Pasukan yang besarnya seratus limapuluh orang, membalapkan kuda keluar dari kota
itu. Hatinya tertarik karena dia mengenal Ma Cek Lung sebagai perwira tinggi besar gendut yang pernah menyiksa dan hampir membunuh dia dan ayahnya pada duabelas tahun yang lalu di dalam
rumah Ciu Wan-gwe. Karena hatinya tertarik, maka diapun mengikuti jejak pasukan ini yang
ternyata menuju ke kota Tung-kang.
Pasukan ini mendatangi rumah gedung hartawan Ciu dan ketika Ci Kong mendengar
bahwa mereka akan menyita madat, diapun tidak mau mencampuri, bahkan diam-diam merasa
girang. Memang hal itu sudah semestinya sejak dahulu dilakukan pemerintah, pikirnya sambil
meninggalkan Tung-kang karena dia tidak ingin mencampuri. Akan tetapi, dia melihat asap
mengepul dari dalam kota itu. Dia terkejut. Kebakaran " Apakah yang terjadi " Sudah berjam-jam dia meninggalkan kota itu dan tidak menduga akan terjadi kekerasan karena siapakah yang
akan melawan dan menentang keputusan kaisar " Kebakaran itu menarik hatinya dan diapun
cepat menggunakan ilmu berlari cepat memasuki kota Tung-kang kembali. Makin terkejut dia
ketika mendengar berita di dalam kota itu bahwa rumah gedung keluarga Ciu Wan-gwe diserbu,
dirampok dan dibakar oleh pasukan yang datang dari Kanton. Dia merasa heran dan ketika dia
cepat datang ke tempat itu, dia melihat betapa gadis puteri Ciu Wan-gwe yang cantik dan lihai itu dikeroyok puluhan orang perajurit dan melihat pula banyaknya perajurit yang tewas dan juga
betapa rumah itu terbakar dan banyak pengawal dan pelayan keluarga itu sudah berserakan
menjadi mayat. Maka diapun cepat turun tangan menyambar tubuh Kui Eng yang setengah
pingsan itu dan melarikannya ke luar kota.
Kini, melihat kemarahan gadis itu yang tiba-tiba menyerangnya begitu mengenalnya, Ci
Kong tidak merasa heran atau kaget. Cepat dia mengelak dan menjauhkan diri.
"Harap kau tenanglah, nona, karena sekali ini aku tidak memusuhi siapapun juga. Aku
bahkan ikut bersedih melihat hancurnya keluargamu .........."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
199 Akan tetapi, Kui Eng tidak pernah merasa kenal kepada pemuda ini yang hanya
diketahuinya pada pagi hari itu mengacau di gedung keluarganya, dikeroyok oleh para pengawal
sampai ia datang dari jalan-jalan pagi dan menyerang pemuda itu, hanya tahu bahwa pemuda itu, dengan seorang kawan lain, telah mengacau, bahkan mendatangkan banyak kematian di antara
para pengawal dan anak buah pasukan keamanan kota Tung-kang yang datang membantu. Tentu
saja, melihat pemuda ini, biarpun kenyataannya tadi menyelamatkannya, ia menduga bahwa tentu
ada hubungan antara penyerangan pemuda ini beberapa hari yang lalu dengan penyerbuan
pasukan sekarang ini.
"Manusia busuk, sekaranglah saatnya kita membuat perhitungan !" bentaknya dan
dengan cepat Kui Eng sudah menyambar sepotong kayu dari dahan pohon yang berdekatan.
Dengan kayu sebagai tongkat di tangannya, dara inipun menyerang kembali dengan dahsyat.
Melihat betapa sepotong kayu itu kini berobah menjadi sinar kehijauan dan ujungnya
bergetar menjadi banyak sekali menyerang ke arah jalan darah di bagian depan tubuhnya, Ci
Kong kaget bukan main. Inilah serangan maut yang amat berbahaya, pikirnya dan cepat dia
berloncatan mengelak. Akan tetapi, gadis itu terus mendesaknya dengan tongkat istimewa itu
dan memang gadis itu telah mengeluarkan ilmunya yang paling hebat yang dipelajarinya dari
Tee-tok, yaitu Cui-beng Hek-pang (Tongkat Hitam Pengejar Nyawa) !
Ci Kong mengenal ilmu tongkat sakti, maka diapun harus mengerahkan seluruh tenaga
dan kepandaiannya untuk menghadapi lawan yang amat tangguh ini. Kedua lengannya seperti
berobah menjadi baja sehingga setiap kali lengannya menangkis tongkat, Kui Eng merasa betapa
lengannya yang memegang tongkat tergetar. Keduanya mempergunakan ilmu meringankan
tubuh yang sama mahirnya sehingga tubuh mereka lenyap berobah menjadi bayangan yang
berkelebatan di antara sinar tongkat hitam kehijauan yang mengeluarkan suara mendengung-
dengung. Diam-diam Ci Kong merasa kagum sekali. Ilmu tongkat ini hebat bukan main dan
untung baginya bahwa gadis itu sudah kehilangan banyak tenaga, andaikata tidak, ia akan
terancam bahaya maut karena ilmu tongkat itu aneh dan sukar dilawan. Andaikata tadi gadis itu menggunakan tongkat, kiranya akan lebih banyak korban yang roboh di pihak para pengeroyok
dan mungkin tidak perlu dibantunya. Akan tetapi, pemuda ini adalah murid Siauw-bin-hud dan
telah mempelajari banyak ilmu yang tinggi-tinggi sehingga dia masih mampu menghindarkan diri
dan terpaksa untuk mengimbangi kedahsyatan serangan gadis itu, diapun kadang-kadang
membalas dengan totokan-totokan untuk menghentikan serangan gadis itu.
"Nona, sabarlah. Sungguh aku tidak ingin bermusuhan denganmu. Marilah kita bicara
dulu sebelum melanjutkan perkelahian ini." Berkali-kali Ci Kong berkata, suaranya tetap sabar dan tenang. Kui Eng sudah merasa semakin penasaran sekali. Ia telah mempergunakan tongkat
dan telah memainkan Cui-beng Hek-pang, akan tetapi tetap saja ia tidak mampu mengalahkan
pemuda ini, bahkan tenaganya sendiri mulai berkurang lagi dan napasnya mulai memburu. Ingin
ia menangis saking jengkelnya. Ketika untuk kesekian kalinya pemuda itu mengajak bicara, ia
mendapatkan kesempatan baik untuk beristirahat, untuk menghimpun tenaga baru dan
menenangkan kembali pernapasannya. Maka iapun meloncat ke belakang, memandang tajam
dan berusaha menguasai pernapasannya yang terengah-engah.
"Kau .......... kau mau bicara apa lagi ?" katanya ketus.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
200 "Nona, marilah kita bicara dengan baik. Aku mengerti bahwa nona memusuhi aku karena
salah kira saja."
"Huh, aku masih belum buta untuk mengenal engkau sebagai pengacau yang pernah
membikin ribut di rumah keluargaku beberapa hari yang lalu."
Ci Kong mengangguk. "Tidak kusangkal, nona. Akan tetapi, kedatanganku pada waktu
itu hanya untuk mengingatkan Ciu Wan-gwe tentang buruknya pengaruh madat terhadap rakyat,
dan ingin minta kepadanya agar dia menghentikan usaha pengedaran madat itu. Akan tertapi aku tidak diperkenankan bertemu dengan Ciu Wan-gwe, bahkan aku dikeroyok."
"Siapa sudi percaya omonganmu " Engkau mengatakan tidak bermaksud buruk dan
hanya mau mengingatkan, akan tetapi engkau membunuh belasan orang pengawal !"
"Menyesal sekali, nona. Akan tetapi bukan aku yang membunuh mereka, melainkan
orang yang datang membantuku .........."
"Kawanmu, sekutumu, sama saja !"
"Tidak, aku sama sekali tidak pernah mengenal dia, nona. Dan aku tidak setuju dengan
perbuatannya itu. Nona, kalau memang aku memusuhimu, perlu apa aku menyelamatkanmu dan
membawamu ke luar Tung-kang ?"
Sejenak Kui Eng meragu. Benar juga apa yang dikatakan pemuda ini, akan tetapi ia
masih merasa penasaran. Dalam sekejap mata saja ia telah kehilangan keluarga, harta benda,
kehilangan segala-galanya dan kepada siapa ia akan menumpahkan kemarahannya " Betapapun
juga, pemuda ini pernah berkelahi melawannya, pernah menjadi musuh keluarganya.
"Maaf, nona. Sungguh aku merasa ikut bersedih melihat nasib keluargamu .........."
Mendengar ucapan ini, seperti didorong keluar saja air mata dari sepasang mata yang
indah tajam itu. Akan tetapi, Kui Eng mengusap air matanya dengan ujung lengan baju.
"Dulupun engkau tidak kasihan, kini tidak perlu kasihan, engkau pernah memusuhi kami,
sekarangpun tetap musuh !" Dan iapun menerjang kembali, kini tenaganya sudah agak pulih dan
napasnya tidak lagi memburu seperti tadi.
"Nona ?"". !" Akan tetapi karena serangan itu memang hebat, Ci Kong terpaksa
meloncat cepat mengelak dan balas menyerang agar gadis itu tidak terus mendesaknya karena
kalau dia harus mengelak terus terhadap tongkat yang lihai itu, amat berbahaya. Terjadilah lagi perkelahian yang amat hebat antara dua orang muda yang lihai itu. Kui Eng menyerang mati-matian dan mengerahkan segala-galanya, di lain pihak Ci Kong melayaninya tanpa maksud
mencelakai gadis yang sedang marah-marah itu. Dia lebih banyak melindungi dirinya dan
kadang-kadang saja dia membalas serangan hanya untuk menahan gelombang serangan lawan.
Dan serangannya hanya berupa totokan-totokan ke arah jalan darah untuk menghentikan gerakan
gadis itu tanpa membahayakan keselamatan gadis itu. Kui Eng sebagai murid seorang guru yang
sakti tentu saja tahu bahwa pemuda ini banyak mengalah kepadanya, dan hal ini membuatnya
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
201 semakin penasaran, walaupun ia juga merasa kagum karena kini ia tahu benar betapa lihainya
pemuda itu dan bahwa kalau pemuda itu juga berniat merobohkannya, kiranya ia tidak akan dapat bertahan terlalu lama.
Tiba-tiba bermunculan belasan orang yang sikapnya gagah dan seorang di antara mereka
meloncat di antara dua orang yang sedang berkelahi itu sambil berseru, "Tahan !"
Dari gerakan orang itu melerai, baik Kui Eng maupun Ci Kong maklum bahwa orang
inipun lihai sekali, karena goloknya yang menangkis dapat menahan tongkat Kui Eng sedangkan
tangan kirinya menahan lengan Ci Kong dan mereka berdua ini merasa betapa orang ini memiliki
tenaga yang amat kuat. Mereka berdua menjadi kaget dan heran, lalu meloncat ke belakang.
Ketika keduanya memandang, ternyata yang melerai itu adalah seorang pemuda yang gagah
perkasa, bertubuh tegap dan kokoh membayangkan tenaga yang besar. Pemuda ini memegang
sebatang golok yang tajam, dan pakaiannya kasar sederhana, sesuai dengan wajahnya yang
membayangkan kejujuran dan kegagahan. Sebatang topi rumput bundar tergantung di
punggungnya. Biarpun pemuda itu membayangkan kegagahan yang menimbulkan perasaan segan,
namun Kui Eng yang galak itu sama sekali tidak merasa gentar, bahkan ia memandang pemuda
itu dengan mata melotot, tidak peduli bahwa pemuda itu datang bersama belasan orang yang
kesemuanya membayangkan kegagahan para pendekar.
"Mau apa kau mencampuri urusanku " Apakah kau datang mau membantunya " Kalau
begitu majulah, aku tidak takut menghadapi pengeroyokan kalian semua !" Dan Kui Eng sudah
siap memalangkan tongkatnya di depan dada, siap menghadapi pengeroyokan, bukan sekedar
gertakan saja. Pemuda yang gagah perkasa itu bukan lain adalah Gan Seng Bu ! Seperti kita ketahui,
murid Thian-tok ini berpisah dari suhengnya, Ong Siu Coan. Akan tetapi dalam mengikuti jejak Koan Jit yang melarikan Giok-liong-kiam, diapun akhirnya tiba di daerah Kanton. Ketika terjadi pengepungan kota Kanton oleh pasukan kerajaan yang mulai bertindak hendak menumpas
perdagangan madat, Gan Seng Bu menyambutnya dengan gembira sekali. Di daerah Kanton ini
dia bertemu dengan para anggauta Thian-te-hwe atau Thian-te-pang, sebuah perkumpulan para
pendekar yang berjiwa patriot dan anti pemerintah penjajah Mancu. Bahkan di sini dia bertemu pula dengan suhengnya, Ong Siu Coan yang telah mendahuluinya dan terkenal di perkumpulan
itu sebagai seorang tokoh yang gagah perkasa ! Biarpun dia tidak berambisi seperti suhengnya, namun Gan Seng Bu berjiwa gagah dan dia merasa cocok dengan para anggauta Thian-te-pang,
maka diapun ikut dengan mereka menuju ke kota Kanton untuk melihat suasana dan kalau perlu
membantu pasukan pemerintah untuk menghadapi orang-orang kulit putih. Memang mereka
tidak suka kepada pemerintah Mancu yang dianggap sebagai penjajah yang harus diusir dari
tanah air, akan tetapi sementara ini, kalau menghadapi orang-orang kulit putih yang lebih asing lagi dan yang jelas merusak dengan perdagangan candu mereka, mereka akan membantu pihak
pemerintah untuk menentang orang kulit putih lebih dahulu.
"Kami melihat kalian berdua adalah orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi.
Dalam keadaan kacau seperti sekarang ini, alangkah sayangnya kalau kalian yang lihai ini saling serang dan bermusuhan. Tidakkah lebih baik kalau kalian ikut bersama kami ke Kanton,
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
202 menyumbangkan tenaga untuk memihak rakyat, dan menghalau musuh rakyat " Kami adalah
orang-orang Thian-te-pang yang selalu berjuang demi rakyat, kaum patriot yang pantang saling
bermusuhan antara bangsa sendiri."
Kui Eng sudah mendengar akan nama Thian-te-pang ini, maka ia cepat berkata, "Apakah
kalian ini pemberontak-pemberontak yang menentang kekuasaan Ceng ?"
"Kami adalah pejuang, dan penjajah memang menyebut kami pemberontak !" bentak
seorang di antara para pendekar itu yang merasa tidak senang mendengar gadis itu menamakan
mereka pemberontak.
"Bagus ! Kalau begitu, aku akan membantu kalian menghadapi pemerintah Ceng yang
biadab ! Baru saja ayah ibuku tewas oleh pasukan pemerintah !" kata Kui Eng penuh semangat
sambil mengepal tinju.
"Akan tetapi, sementara ini yang penting adalah menghalau orang-orang kulit putih !"
kata Gan Seng Bu. "Merekalah yang merupakan penyakit utama pada saat ini. Nona yang
gagah, kami akan gembira sekali kalau nona suka bergabung dengan kami karena kami melihat
nona memiliki kepandaian tinggi. Dan bagaimana dengan engkau sobat ?" Gan Seng Bu
memutar tubuhnya menghadapi Ci Kong. Baru sekarang dia melihat Ci Kong karena sejak tadi
dia berhadapan dengan Kui Eng, dan begitu bertemu pandang dengan Ci Kong, diapun terkejut.


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Eh .........., bukankah engkau ini .......... murid Siauw-bin-hud .......... ?"
Semua orang, termasuk Kui Eng, terkejut bukan main mendengar ini. Nama Siauw-bin-
hud adalah nama yang amat dikenal di dunia kang-ouw, apa lagi dengan adanya peristiwa Giok-
liong-kiam itu. Ci Kong sendiri juga sejak tadi sudah teringat siapa pemuda gagah perkasa ini dan diam-diam dia merasa terheran-heran. Dia tahu bahwa Thian-tok adalah seorang datuk sesat yang terkenal, seorang di antara Empat Racun Dunia yang amat jahat. Akan tetapi mengapa dua
orang muridnya seperti orang-orang gagah " Murid yang pertama itu pernah membantunya
ketika dia dikeroyok oleh para pengawal Ciu Wan-gwe dan para pasukan keamanan, dan biarpun
murid yang bernama Ong Siu Coan itu teramat kejam dan menyebar maut, namun jelas telah
membantunya walaupun tahu bahwa dia cucu murid Siauw-bin-hud. Dan murid ke dua dari
Thian-tok ini malah bergaul dengan orang-orang Thian-te-pang yang terkenal sebagai para
pendekar patriot ! Maka diapun tidak mau menyebut nama Thian-tok di depan mereka dan dia
hanya menjawab dengan singkat.
"Aku adalah cucu murid beliau."
Seng Bu juga merasa tidak enak bertemu dengan pemuda ini. Bagaimanapun juga, dia
tahu bahwa gurunya adalah seorang datuk sesat dan hal ini sengaja dia sembunyikan dari para
pendekar di Thian-te-pang. Kalau para pendekar ini tahu bahwa dia adalah murid Thian-tok,
agaknya dia tidak akan diterima sebagai kawan seperjuangan !
"Nah, bagaimana " Kalian berdua adalah orang-orang gagah, apakah mau
menggabungkan diri dengan kami dan pergi ke Kanton ?" tanyanya.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
203 Kui Eng sendiri masih termangu memandang kepada Ci Kong yang baru diketahui bahwa
pemuda itu adalah murid atau cucu murid Siauw-bin-hud. Pantas lihainya bukan main, pikirnya.
Mendengar pertanyaan Seng Bu, ia berkata, "Akan kuingat kalian di Kanton. Akan tetapi
sekarang aku masih mempunyai urusan. Harap kalian berangkat lebih dulu."
"Aku lebih suka menyendiri," kata Ci Kong.
Seng Bu mengangkat pundaknya dan menoleh kepada kawan-kawannya. "Baiklah, asal
kalian berdua jangan saling gebuk sendiri !" Lalu dia bersama belasan orang kawannya
melanjutkan perjalanan mereka menuju ke Kanton. Ci Kong dan Kui Eng mengikuti bayangan
orang-orang gagah itu dengan hati kagum. Betapapun juga, nama Thian-te-pang atau Thian-te-
hwe sebagai kumpulan para patriot sudah amat terkenal. Di waktu itu, perkumpulan pendekar-
pendekar yang menentang pemerintah penjajah dengan gigih, yang paling terkenal adalah Thian-
te-pang atau perkumpulan Bumi Langit, lalu perkumpulan Tombak Merah, Pintu Sorga,
Perkumpulan Toa-kiam (Pedang Besar). Mereka semua mengaku sebagai keturunan
perkumpulan Sorban Kuning, yaitu sebuah perkumpulan pendekar patriot berbangsa Han di
jaman Dinasti Han.
"Jadi engkau seorang murid Siauw-bin-hud ?" Kui Eng bertanya sambil menatap wajah
Ci Kong. Pemuda itu mengangguk.
"Benar, nona, dan namaku Tan Ci Kong."
"Aku adalah puteri tunggal keluarga Ciu, maka tentu engkau dapat membayangkan betapa
sakit hatiku ketika engkau mengacau di rumah kami dan kini .......... ayah ibuku telah tewas
.........." Suaranya mengandung isak. Akan tetapi dengan gagah gadis ini menahannya.
Ci Kong menarik napas panjang. "Kematian akan datang kepada keluarga manapun juga,
nona, dan kematian bukan urusan kita manusia. Memang menyedihkan, akan tetapi kita tidak
dapat berbuat sesuatu," katanya sederhana, bukan untuk menghibur, melainkan keluar dari lubuk hatinya karena pada saat itu diapun teringat bahwa ayah ibunya juga telah tiada.
"Aku .......... aku harus mengambil jenazah mereka dan menguburnya baik-baik."
"Mari kubantu engkau, nona. Akan tetapi, kita harus masuk secara menyelundup, karena
kalau secara berterang tentu akan menghadapi kesulitan."
Gadis itu sejenak memandang tajam, agaknya merasa heran mendengar penawaran
pemuda itu. Mengambil jenazah dua orang di tempat yang penuh dengan musuh tidaklah mudah
kalau ia lakukan sendirian saja, maka mendengar penawaran itu ia mengangguk dan keduanya
lalu berlari kembali ke Tung-kang.
Untunglah bagi mereka bahwa pasukan yang dipimpin Ma Cek Lung itu ternyata telah
kembali ke markas pasukan keamanan Tung-kang untuk mengurus anggauta pasukan yang tewas
dan luka-luka sehingga di tempat tinggal keluarga Ciu itu tidak nampak lagi pasukan. Gedung itu masih terbakar sebagian dan para tetangga yang melihat munculnya Kui Eng, segera datang
membantu. Kui Eng berhasil menemukan mayat ayah ibunya. Air matanya bercucuran akan
tetapi ia tidak terisak. Bahkan dengan cepat ia lalu mengumpulkan tetangga dan minta
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
204 pertolongan mereka untuk mengurus mayat para pelayan dan pengawal yang tewas. Kepada para
tetangga itu ia berkata dengan suara sedih, "Harap kalian suka menolongku, mengubur semua
jenazah ini, dan semua barang yang masih ada di rumah ini boleh kalian pakai untuk biaya."
Setelah berkata demikian, gadis ini dibantu oleh Ci Kong lalu membawa dua jenazah keluar kota.
Tentu saja mereka harus cepat-cepat pergi membawa dua jenazah itu karena kehadiran mereka
tentu akan segera diketahui dan mereka tidak ingin menghadapi kesulitan dalam usaha mereka
mengubur jenazah Ciu Lok Tai dan isterinya.
Jauh di luar kota Tung-kang, di kaki sebuah bukit yang sunyi, Kui Eng memilih sebuah
tempat untuk mengubur jenazah ayah ibunya, dibantu oleh Ci Kong yang melakukan semua itu
tanpa banyak kata. Diapun hanya memandang saja ketika gadis itu berlutut di depan kuburan
sederhana itu. Akhirnya kui Eng bangkit berdiri dan menghadapi Ci Kong, lalu menjura. "Saudara Tan
Ci Kong, engkau sungguh telah menolongku dan aku tidak akan melupakan budi kebaikanmu ini.
Terima kasih banyak."
"Tidak perlu berterima kasih, sudah sepatutnya kalau hidup di dunia ini tolong-menolong
antara manusia," jawab Ci Kong dengan sikap sederhana.
"Akan tetapi, engkau seorang pendekar Siauw-lim-pai, engkau pernah hendak menegur
mendiang ayahku yang menjadi pedagang madat. Akan tetapi, kenapa kemudian engkau yang
pernah kuserang dan kukeroyok, malah sebaliknya menyelamatkan aku dari pengeroyokan
pasukan itu dan bahkan menolongku mengubur jenazah ayah ibuku " Mengapa ?"
Ci Kong tersenyum. "Nona .........." Dia meragu karena belum mengenal nama gadis itu.
"Namaku Kui Eng, Ciu Kui Eng."
"Nona Kui Eng, apa yang kulakukan itu tidak ada artinya karena kalau dulu engkau tidak
menolongku, agaknya aku tidak akan dapat hidup sampai sekarang ini."
Kui Eng membelalakkan matanya yang indah dan memandang penuh selidik, lalu
mengerutkan alisnya karena ia tidak ingat pernah menolong pemuda yang baru pertama kali
dijumpainya itu. "Menolongmu " Aku tidak merasa pernah menolongmu .........."
"Tentu kau sudah lupa, nona. Terjadi kurang lebih duabelas tahun yang lalu ketika kita
masih kecil. Kalau tidak engkau turun tangan mencegah, tentu aku dan ayahku waktu itu telah
tewas di tangan Ma-ciangkun."
Kui Eng mengerutkan alisnya, masih juga belum ingat. "Siapakah ayahmu ?"
"Mendiang ayahku adalah Tan Siucai .........."
"Ahhh ?"". ! !" Mata yang indah itu terbelalak dan sejenak gadis itu menatap wajah
Ci Kong penuh perhatian, lalu sinar matanya membayangkan kekaguman ketika ia teringat akan
Tan Siucai yang namanya kemudian dikenal sebagai seorang patriot yang gagah perkasa,
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
205 walaupun dia seorang sasterawan yang lemah tubuhnya. "Kiranya engkaukah anak laki-laki itu
?""." Teringat aku sekarang. Engkau minta-minta ampun .......... dan aku mencelamu .........."
"Benar, aku mintakan ampun untuk ayahku, bukan untuk diriku."
"Aku mengerti. Ah, ayahmu seorang gagah perkasa, aku kagum sekali, sedangkan
ayahku .......... ayahku .........." Kui Eng pernah ribut-ribut dengan ayahnya ketika dulu ia mendengar akan nasib Tan Siucai yang dikaguminya. Nampaklah olehnya sekarang betapa
ayahnya adalah orang yang hanya mementingkan harta saja, hanya pandai mencari harta dan juga
tidak segan-segan melakukan hal-hal yang buruk.
"Sudahlah, nona. Orang tua kita sudah tiada, tak perlu dibicarakan lagi. Sekarang,
setelah engkau kehilangan keluargamu, apa yang akan kaulakukan selanjutnya ?" Ci Kong
bertanya dengan suara penuh iba, lupa bahwa dia sendiripun hidup sebatangkara. "Engkau sudah tidak mempunyai tempat tinggal, hidup seorang diri ?""."
"Keluarga ayah berada di Kanton. Aku adalah anak tunggal, ibuku isteri ke tiga. Aku
masih mempunyai ibu-ibu tiri di Kanton .......... akan tetapi .......... aku tidak akan tinggal diam sebelum dapat kubunuh jahanam Ma Cek Lung itu. Setelah itu mungkin aku akan
mengabungkan diri dengan orang-orang Thian-te-pang. Dan engkau sendiri, saudara Ci Kong "
Apakah engkau juga akan bergabung dengan mereka ?"
Ci Kong menggeleng kepala. "Aku tidak akan melibatkan diri dalam pemberontakan,
nona, walaupun aku mengerti betapa mulia cita-cita mereka yang hendak membebaskan tanah air
dari cengkeraman penjajah. Aku lebih suka menyendiri."
"Baiklah, kalau begitu kita berpisah di sini. Aku akan menyelundup ke Kanton. Sekali
lagi terima kasih dan mudah-mudahan kita akan dapat bertemu kembali !" Kui Eng berkata dan
gadis ini lalu membalikkan tubuhnya dan berlari cepat menuju ke Kanton.
"Mudah-mudahan .........." Ci Kong mengguman sambil mengikuti bayangan gadis itu
dengan pandang matanya. Ada keharuan aneh menyelinap di dalam hatinya. Gadis itu manis
sekali, amat menarik dan juga amat gagah perkasa. Kasihan sekali gadis itu bernasib demikian malang. Biarpun ayah gadis itu bukan seorang yang baik, akan tetapi agaknya gadis itu tidak
memiliki sifat ayahnya, bahkan memiliki kegagahan. Ah, kenapa dia tidak menanyakan siapa
guru gadis itu " Ilmu silatnya demikian tinggi, apa lagi ilmu tongkatnya. Hebat ! Tentu gurunya seorang yang sakti.
Setelah bayangan Kui Eng tidak nampak lagi, Ci Kong menarik napas panjang dan
melanjutkan perjalanannya. Tanpa disengaja kakinya juga bergerak menuju ke Kanton di mana
dia mendengar terjadi hal-hal penting, yaitu pengepungan kota oleh pasukan pemerintah yang
hendak menentang dan menghentikan perdagangan madat yang bersumber di Kanton.
*** Memang terjadi hal-hal penting di Kanton. Panglima Lin Ce Shu mengepung dan
menahan kota Kanton selama enam minggu dan setiap hari dilakukan penggeledahan dan
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
206 penyitaan madat di seluruh kota. Kapten Charles Elliot yang memimpin perkumpulan English
East India Company dan mengepalai semua pedagang, bahkan menjadi wakil pemerintahnya,
menghadapi pukulan besar sekali. Segala usaha telah dilakukannya, dengan jalan melakukan
bujukan dan penyogokan. Namun, Panglima Lin Ce Shu tidak bergeming dalam tugasnya, tidak
dapat dibujuk sama sekali ! Dan akhirnya, secara terpaksa sekali kapten itu menyerahkan semua madat yang dimiliki para pedagang kulit putih. Lebih dari duapuluh ribu peti madat murni disita dari orang-orang kulit putih ini, dan seluruh madat yang disita oleh pasukan Lin Ce Shu
berjumlah mendekati satu juta kilogram ! Tumpukan-tumpukan peti madat yang amat besar
jumlahnya ini oleh Panglima Lin Ce Shu lalu dibakar di depan umum, sehingga menimbulkan api
besar bernyala-nyala dan bau yang menyengat hidung seluruh penduduk Kanton ! Bahkan dalam
kesempatan ini, Lin Ce Shu mengundang para pemuka orang kulit putih seperti Kapten Charles
Elliot, Opsir Hellway dan lain-lain untuk datang menyaksikan "kembang api" luar biasa itu.
Mula-mula para pemuka orang kulit putih itu tidak tahu mengapa Panglima Lin yang
mengadakan penyitaan madat itu mengundang mereka untuk makan malam dan berpesta.
Mereka mengira bahwa tentu panglima itu merasa tidak enak hati dan kini menebus peristiwa itu dengan sikap lunak dan penghormatan dalam pesta. Walaupun hati mereka merasa mendongkol
sekali karena peristiwa penyitaan madat itu mendatangkan kerugian yang tak terhitung besarnya, namun mereka datang pula dengan pakaian indah gemerlapan. Opsir Hellway datang bersama
isterinya, dan Sheila juga ikut. Gadis ini nampak cantik jelita dengan gaun berwarna kuning
emas itu berkilauan tertimpa sinar lampu warna-warni yang menerangi ruangan di atas benteng
itu. Ternyata para pembesar sipil dan militer berkumpul di situ. Wajah-wajah tegang meliputi
tempat itu karena bagaimanapun juga, peristiwa penyitaan madat itu mendatangkan kerugian
yang bukan sedikit pula bagi beberapa orang pembesar yang tadinya menjadi pelindung para
pedagang asing itu. Kini, para pembesar yang tadinya menjadi sahabat-sahabat baik kapten
Charles Elliot dan anak buahnya, kini hanya dapat saling bertukar pandang dengan orang-orang
kulit putih itu dengan muka yang suram dan pandang mata layu dicekam ketegangan.
Akan tetapi, Panglima Lin Ce Shu melalui wakil dan juru bahasanya menyambut para
tamu asing itu dengan ramah, dan mereka semua dipersilahkan duduk dan dijamu dengan meriah.
Setelah mereka kenyang makan minum, Lin Ce Shu bangkit dari kursinya dan melalui seorang
penterjemah dia berkata, "Malam yang baik ini akan kami isi dengan pertunjukan indah bagi
para tamu, terutama sekali para tamu bangsa asing yang malam ini berkumpul di sini memenuhi
undangan kami. Kami persilahkan untuk menikmati keindahan kembang api istimewa !"
Panglima itu memberi isyarat dan tirai-tirai kain yang tadinya tertutup di depan jendela-jendela itupun dibuka. Nampak oleh orang-orang berkulit putih itu jauh di luar terdapat tumpukan peti-peti candu dan perajurit-perajurit yang sudah siap dengan obor di tangan. Panglima Lin Ci Shu memberi isyarat dengan tangan dan mulailah para perajurit membakar tumpukan candu yang
puluhan ribu peti jumlahnya itu !
Wajah orang-orang berkulit putih itu menjadi pucat ketika sinar api yang amat terang
menimpa mereka. Mereka terbelalak. Sheila menahan pekik karena merasa ngeri ketika
mencium bau candu dibakar, napasnya menjadi sesak dan cepat ia berlindung di belakang
ayahnya yang merangkulnya. Opsir Hellway mengepal tinju. "Terkutuk .......... !" Dia
menyumpah perlahan. Tak disangkanya bahwa mereka semua akan disuguhi tontonan yang
menusuk perasaan itu.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
207 Panglima Lin Ce Shu mempunyai alasan kuat untuk melakukan hal ini. Pertama, dia
ingin membuktikan bahwa tidak ada permainan kotor dalam penyitaan candu itu, bahwa
pemerintah bersungguh-sungguh untuk memberantas candu. Ke dua, dia ingin agar orang-orang
kulit putih itu menjadi jera, dan ke tiga, dia ingin memperingatkan rakyatnya bahwa kebiasaan menghisap candu itu dilarang.
Setelah para tamu dipersilahkan duduk kembali, dengan resmi Lin Ce Shu mengumumkan
bahwa mulai hari itu, dilarang keras memasukkan candu ke Kanton. Semua kapal akan diperiksa
dan siapa yang melanggar akan dijatuhi hukuman. Orang-orang asing, kalau kedapatan
menyelundupkan candu, akan diusir dan semua harta bendanya disita, juga kapal yang membawa
candu akan disita.
Setelah mendengar peringatan keras ini, orang-orang kulit putih itu tentu saja merasa
tidak enak untuk duduk di situ lebih lama lagi. Kapten Charles Elliot lalu pamit dan para tamu asing itu meninggalkan tempat itu dengan wajah muram. Mereka semua merasa seperti
menerima tamparan keras, selain dirugikan, juga mendapatkan malu dan ancaman. Masa depan
mereka menjadi suram. Kalau tidak boleh memasukkan madat, berarti mereka kehilangan mata
pencarian yang amat menguntungkan !
Sepulang mereka dari pesta itu, para pedagang lalu berkumpul di rumah Kapten Elliot dan
mereka berunding. Dengan nada kesal dan marah sekali para pedagang itu menyatakan protes
mereka dan menuntut agar Kapten Elliot tidak mendiamkan saja penghinaan dari pemerintah
Ceng itu. Akhirnya Kapten Elliot, setelah melalui perdebatan dan perundingan yang panas,
menyanggupi. "Demi kehormatan bangsa dan pemerintah kita, demi kelangsungan kehidupan
dan perdagangan kita, demi keamanan kita di negeri ini, aku akan membuat pelaporan kepada
pemerintah kita dan minta bantuan pasukan agar kita dapat membuat pembalasan," demikian
katanya. Kemudian Kapten Charles Elliot menganjurkan agar mereka semua bersiap-siap untuk
meninggalkan Kanton dengan kapal-kapal yang disediakan. Sebelum datang bala bantuan,
mereka dianjurkan tenang-tenang dan diam-diam saja dulu. Kalau pasukan bala bantuan sudah
datang, sebelum pasukan itu bertindak, mereka akan diberitahu untuk meninggalkan Kanton dan
mengungsi ke kapal yang akan menyelamatkan mereka.
Akan tetapi, di antara orang-orang kulit putih ada yang pemabokan dan beberapa hari
kemudian, dalam keadaan mabok diapun mengoceh dan membual di luaran bahwa pasukan
Inggeris akan datang dan menyerbu kota Kanton untuk memberi hukuman atas perlakuan yang
diberikan pemerintah terhadap orang-orang Inggeris pada malam hari itu. Ada yang mendengar
obrolan ini dan tentu saja berita itu didesas-desuskan orang.
Pada waktu itu, terdapat banyak perkumpulan pendekar yang anti orang kulit putih yang
menyebarkan madat itu. Ada pula perkumpulan pendekar yang hanya anti pemerintah Ceng
sebagai pemerintah penjajah Mancu. Di antara golongan ke dua ini adalah perkumpulan Thian-
te-pang. Perkumpulan ini hanya anti pemerintah Mancu. Walaupun mereka juga tidak suka
melihat orang kulit putih menyebar madat, namun mendengar desas-desus bahwa pasukan
Inggeris akan menyerbu Kanton dan memusuhi pemerintah Ceng, diam-diam mereka merasa
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
208 senang. Penyerbuan pasukan asing itu akan mereka terima dengan baik, karena membuka
kesempatan bagi mereka untuk melemahkan kekuatan pemerintah penjajah Mancu.
Akan tetapi, para pendekar yang tergolong anti kulit putih, mendengar desas-desus itu,
menjadi marah sekali kepada orang-orang asing. Dan beberapa hari sebelum pasukan Inggeris
tiba, meledaklah ketegangan yang terasa makin panas di Kanton. Dimulai dari pertengkaran
antara seorang kulit putih setengah mabok dengan seorang pecandu yang ketagihan dan dalam
keadaan setengah sadar pecandu ini mendatangi orang kulit putih itu dan nekat minta diberi
madat. Orang kulit putih setengah mabok itu marah-marah dan memaki-maki, lalu terjadi
perkelahian yang menjalar menjadi kerusuhan ketika golongan anti kulit putih menyerbu dan
mengeroyok si pemabok dan beberapa orang kawannya.
Pasukan penjaga keamanan cepat bertindak karena para pembesar tidak menghendaki
terjadinya kerusuhan itu. Orang-orang kulit putih menjadi panik, apa lagi ketika mendengar
bahwa pemerintah mereka telah mengirim armada yang kuat untuk menyelamatkan mereka dan
menggempur Kanton ! Mulailah terjadi pengungsian besar-besaran menuju ke pelabuhan di
mana terdapat kapal-kapal mereka.
Karena gerakan pengungsian ini, maka golongan anti kulit putih mulai bergerak
menyerang mereka yang berusaha melarikan diri. Tentu saja orang-orang kulit putih ini
melakukan perlawanan dan mereka itu rata-rata memiliki senjata api sehingga terjatuh pula
korban di antara para pendekar yang membenci mereka. Hal ini membuat perkelahian menjadi-
jadi. Pasukan keamanan yang repot ! Karena orang-orang kulit putih itu tidak melawan
pemerintah, maka kewajiban pemerintah untuk melindungi mereka selama mereka masih berada
di daratan. Lebih menggegerkan lagi ketika golongan pendekar yang menentang pemerintah
Mancu, mempergunakan kesempatan selagi terjadi keributan itu untuk mengacau dan menyerang
pasukan keamanan pemerintah sendiri ! Golongan ini bahkan ada yang melindungi orang-orang
kulit putih karena mereka ini sengaja hendak mengadu domba antara pemerintah penjajah dan
orang-orang kulit putih dalam usaha mereka menumbangkan kekuasaan penjajah dari tanah air.
Pertempuran kecil-kecilan yang kacau balau terjadi dan penduduk yang tidak mau ikut-
ikut dalam perkelahian-perkelahian itulah yang menjadi panik dan banyak pula yang lari
mengungsi meninggalkan Kanton. Hal ini membuat suasana menjadi semakin gaduh dan kacau
balau. Dan sudah biasa bahwa setiap kali sebuah kota mengalami kekacauan dan penjaga
keamanan tidak mampu mengatasi keadaan, maka para penjahatpun keluar semua, merajalela
mempergunakan kesempatan ini untuk mencari keuntungan seenaknya dan semudahnya.
Perampokan terjadi di mana-mana terhadap para pengungsi atau pencurian terhadap rumah-
rumah yang ditinggalkan.
Opsir Hellway tentu saja tidak mau tinggal diam melihat keadaan yang gawat itu. Pagi-
pagi sekali dia bersama isteri dan puterinya, berkendaraan kereta meninggalkan rumah mereka
untuk melarikan diri ke kapal, dikawal oleh belasan orang pengawal kulit putih dan Bangsa India yang membawa senapan. Sheila dan ibunya duduk di dalam kereta itu, sedangkan opsir Hellway
dan para pengawal berjaga di luar kereta. Barang-barang berharga beberapa buah peti penuh
berada dalam kereta itu pula.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
209 Dari dalam kereta, Sheila mengintai melalui jendela kereta dan wajah gadis ini agak


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pucat. Peristiwa berdarah yang terjadi di kota Kanton itu sungguh mengguncang batinnya dan
menusuk perasaannya yang lembut. Ia tidak suka akan kekerasan dan kini terjadi kekerasan di
mana-mana. Ia mendengar tentang perkelahian-perkelahian, di mana banyak orang kulit putih
menjadi korban pembantaian akan tetapi lebih banyak lagi penyerbu-penyerbu yang tewas
disambar peluru senjata-senjata api orang kulit putih. Permusuhan yang terjadi tiba-tiba ini, kebencian yang memancar dari pandang mata para penduduk, membuat ia terkejut dan ketakutan.
Tak disangkanya akan menjadi begini buruk hubungan antara bangsanya dan pribumi. Dan di
lubuk hatinya ia menyalahkan semua ini kepada bangsanya sendiri. Pembakaran madat yang
amat banyak itu, yang menjadi awal kekacauan ini, keributan dan perkelahian, semua ini menjadi akibat dari pada sebab, dan sebabnya terletak pada bangsanya sendiri. Kalau bangsanya tidak
memperdagangkan madat, kalau bangsanya tidak hanya memikirkan keuntungan, dan
berhubungan dengan bangsa pribumi sebagai sahabat-sahabat sejati yang bekerja sama atas dasar saling menguntungkan, pasti tidak akan terjadi kekacauan dan pembunuhan-pembunuhan itu.
Dari balik tirai jendela kereta, Sheila melihat asap di mana-mana, tanda bahwa ada
rumah-rumah yang terbakar. Dan banyak orang lalu lalang, pengungsi-pengungsi yang
membawa buntalan, menggendong atau menggandeng anak, wajah-wajah yang ketakutan,
kebingungan. Tiba-tiba terdengar letusan-letusan senjata api dan Sheila melihat banyak pria membawa
senjata tombak, pedang atau golok, bergerak cepat berkelebatan di luar kereta !
"Cepp .......... !" Sebatang anak panah menancap di dekat jendela kereta. Sheila cepat
menarik dirinya ke dalam kereta.
"Sheila, cepat tutup jendela itu dan berlindung. Jaga ibumu ! Kereta kita diserang
penjahat !" Terdengar bentakan ayahnya.
"Ohhh ?"". Tuhan, lindungi kami ?"". !" Ibunya menjerit lirih dan menangis.
"Ibu, tenanglah ?"". !" Sheila merangkul ibunya.
Akan tetapi ia sendiri kehilangan ketenangannya ketika suara tembakan semakin gencar
dan teriakan-teriakan para pengepung, mereka yang kena tembak atau terkena anak panah.
Karena ingin sekali mengetahui keadaan mereka, Sheila mengintai lagi. Kereta mereka
masih berjalan, akan tetapi tiba-tiba kereta terguncang-guncang dan akhirnya berhenti dan miring karena roda sebelah kiri terperosok ke dalam selokan ! Alangkah kagetnya melihat bahwa kini
yang mengawal mereka tinggal lima orang lagi yang masih sibuk menembakkan senapan ke
kanan kiri, dan ia menahan jeritnya ketika melihat ayahnya terhuyung dan menhampiri kereta
dengan dada tertancap anak panah. Ayahnya hampir roboh, bersandar kereta.
"Sheila maklum akan bahaya yang mengancam mereka. Ibunya sudah hampir pingsan
melihat suaminya berlumuran darah, maka Sheila lalu setengah menyeretnya keluar dari kereta.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
210 "Larilah .......... ke pantai .......... cepat !" kata ayahnya dan Opsir Hellway ini sambil
menahan rasa nyeri menembakkan lagi pistol-pistolnya ke kanan kiri ketika melihat bayangan
orang-orang berkelebat.
Anak panah masih menyambar-nyambar ganas. Kiranya terjadi pertempuran antara pistol
senapan melawan anak panah dari para penyerbu yang kini menyerang dengan anak panah sambil
bersembunyi di balik pintu-pintu gerbang, pohon-pohon dan semak-semak. Lima orang
pengawal itu melawan mati-matian setelah beberapa orang kawan mereka tadi roboh oleh anak
panah. Dan kini karena kereta terperosok, mereka melawan sambil berlindung pada kereta.
"Dor-dor-dorrr .......... !" Kembali Opsir Hellway menembak secara beruntun dan dua
orang penyerbu terpekik dan terjungkal.
"Sheila, cepat .......... !" Teriaknya. Ibu Sheila menjerit dan tidak mau meninggalkan
suaminya, akan tetapi Sheila memaksa ibunya dan menarik tangan ibunya.
"Sheila .......... aughhh .......... !" Opsir Hellway tidak dapat melanjutkan kata-katanya
karena dia sudah terpelanting roboh karena kehabisan banyak darah.
Nyonya Hellway menjerit dan berlari kembali menghampiri suaminya setelah berhasil
melepaskan rangkulan puterinya. Ia menubruk suaminya dan pada saat itu, sebatang anak panah
menyambar dan menembus leher nyonya itu. Ia mengeluarkan suara aneh dan terkulai di atas
mayat suaminya.
"Mama .......... ! Papa .......... !" Sheila menjerit.
"Nona Sheila, larilah ke pantai .......... !" Seorang pengawal berseru ketika melihat gadis
itu hendak kembali ke kereta melihat ayah bundanya roboh. Mendengar ini, Sheila maklum
bahwa kembali ke kereta berarti bunuh diri. Biarpun hatinya merasa berat sekali untuk
meninggalkan orang tuanya yang tewas, namun ia tahu bahwa saat itu yang terpenting adalah
melarikan diri sampai ke kapal dengan selamat, maka sambil menahan tangisnya yang
mengguguk ia lari meninggalkan tempat itu. Pantai tidak jauh lagi, dan banyak orang
berbondong lari ke jurusan itu.
Akan tetapi, belum jauh ia lari meninggalkan kereta keluarganya yang rebah miring di
tepi jalan, tiba-tiba saja muncul tiga orang laki-laki yang tinggi besar, tiga orang yang memegang golok dan yang memandangnya dengan menyeringai. Seorang di antara mereka, yang mukanya
bopeng segera tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha-ha, sungguh kita untung sekali, kawan-kawan ! Kuda betina putih ini
menyerahkan diri kepada kita !" kata si bopeng sambil tersenyum cengar-cengir dan mereka
bertiga itu mendekati Sheila .
Dengan tubuh gemetar gadis itu berkata, "Ahh .......... harap jangan ganggu aku. Biarkan
aku pergi .........."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
211 Seorang di antara mereka yang matanya kemerahan mengelebatkan goloknya yang
berkilauan saking tajamnya itu ke depan Sheila sehingga gadis itu terbelalak dan mukanya pucat, melangkah mundur.
"kita bunuh saja noni ini, biar kusayat-sayat kulitnya, kupotong sedikit demi sedikit !"
"Aih, sayang kalau dibunuh begitu saja. Lihat begitu montok kelinci ini !" kata orang ke
tiga. "Benar, tidak boleh dibunuh begitu saja. Terlalu enak baginya. Kita permainkan dulu
sepuasnya. Heh-heh, sejak kemarin kita kelelahan berkelahi, biar hari ini kita bersenang-senang dan mengaso," kata si muka bopeng yang agaknya menjadi pemimpin mereka dan tiba-tiba saja
si muka bopeng menerjang ke depan dan tangan kirinya tahu-tahu sudah mencengkeram lengan
tangan kanan Sheila. Gadis ini terkejut dan meronta, berusaha melepaskan tangannya, akan
tetapi cengkeraman itu kuat sekali sehingga rontaannya hanya membikin pergelangan tangannya
terasa nyeri. "Lepaskan aku, ahh, lepaskan aku .......... !"
Gadis itu menjerit-jerit, akan tetapi sambil tertawa-tawa, tiga orang itu kini menangkap
kedua tangannya dan si muka buruk menyeretnya ke dalam sebuah bekas rumah orang kulit putih
yang sudah hancur dan sebagian sudah terbakar habis.
Setelah tiba di ruangan dalam yang penuh dengan bekas-bekas porak poranda, Sheila
yang maklum bahwa dirinya terancam malapetaka hebat, meronta-ronta sekuat tenaga. Karena
tidak menyangka-nyangka, Sheila dapat melepaskan diri dan lari. Akan tetapi, baru saja dara itu lari sampai di samping bekas gedung itu, si muka bopeng sudah berhasil menubruknya dari
belakang sehingga gadis itupun terguling di atas rumput. Akan tetapi ia menyepak-nyepak dan
meronta-ronta. Dalam pergulatan ini, gaunnya terobek sehingga nampak pahanya yang berkulit
putih. Melihat ini, si muka bopeng menjadi semakin liar.
"Pegang tangan dan kakinya, biar aku dulu baru kalian nanti !" katanya terengah-engah
karena Sheila memang bertenaga besar dan gadis ini melawan sekuat tenaga dan mati-matian.
Akan tetapi kini, dua orang pria memegangi kaki dan tangannya sehingga ia tidak mampu lagi
meronta, hanya menggerak-gerakkan pinggul dan kepalanya saja sambil menjerit-jerit. Si muka
bopeng terkekeh dan menubruk.
Puteri Es 3 Kisah Bangsa Petualang Karya Liang Ie Shen Bentrok Rimba Persilatan 19
^