Pedang Tanpa Perasaan 11

Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung Bagian 11


Ketujuh orang Portugis itu sudah mengetahui rahasia besar yang menyelimuti Tong
tian pao liong. Jelas mereka juga sudah pernah datang ke tempat itu. Mungkin mereka
kembali ke Tiong goan dengan membawa batu permata dalam jumlah yang cukup
banyak. Hal itu sudah dapat diduga oleh mereka. Sekarang, di antara mereka berlima,
Cen Sim Fu dan I Ki Hu adalah tokoh-tokoh yang berilmu tinggi. Harta benda duniawi
bagi mereka merupakan benda-benda yang dapat dimiliki setiap saat. Watak I Giok
Hong tinggi hati, emas perak maupun batu permata tidak pernah dipandang tinggi
olehnya. Sedangkan Tao Heng Kan dan adiknya Tao Ling bukan orang dari golongan
sesat, tentu saja mereka tidak serakah melihat batu-batu permata seperti itu.
410 Setelah terdiam sejenak, terdengar I Ki Hu berkata dengan nada dingin.
"Hek Tian Mo, kalau sampai di sini saja kau
sudah merasa puas, lebih baik kau tinggalkan saja
keenam buah Tong tian pao liong itu dan kau boleh
ambil semua batu permata ini dan kembalilah ke
Tiong goan!"
Mendengar sindiran I Ki Hu, selembar wajah Hek Tian Mo menjadi merah padam.
Setelah bimbang sejenak, dia langsung melemparkan batu permata berwarna merah
yang diraihnya begitu masuk ke tempat itu. Tetapi kalau ditilik dari sikap Cen Sim Fu
yang begitu melihat banyak batu permata langsung meraihnya, terbukti di antara kedua
iblis itu terdapat perbedaan kualitas yang cukup jauh.
Cen Sim Fu sengaja melemparkan batu permata itu untuk membuktikan bahwa dia
juga tidak menaruh minat. I Ki Hu langsung tertawa dingin melihatnya.
"Hek Tian Mo, di hadapan kita ada tiga jalan tembus, yang mana harus kita pilih?"
Ketika baru masuk ke dalam goa itu, hati Cen Sim Fu langsung dibuat terkesima oleh
batu-batu permata yang berkilauan. Sama sekali tidak memperhatikan di sana ada
berapa jalan tembus. Mendengar I Ki Hu mengungkitnya dia baru mengedarkan
pandangan matanya sekeliling. Berikut lorong yang mereka lalui tadi, semuanya ada
empat jalan tembus. Letaknya berhadap-hadapan.
Tentu saja lorong yang mereka lalui tadi tidak perlu masuk hitungan. Tetapi sisanya
masih ada tiga jalan tembus yang lain. Jalan tembus mana yang benar-benar bisa
menuju ke tempat yang mereka incar" Pilihan itu penting sekali artinya karena
menyangkut lima jiwa manusia.
Itulah sebabnya untuk sesaat Cen Sim Fu juga tidak bisa memberikan jawaban. I Ki
Hu tertawa dingin dua kali.
"Hek Tian Mo, seandainya kau memiliki tujuh buah Tong tian pao liong, sesampainya
di sini, kau juga tidak bisa berbuat apa-apa."
Cen Sim Fu marah sekali mendengar kata-kata si Raja Iblis.
"Paling-paling aku coba satu persatu . . ." Berkata sampai di situ, tiba-tiba hatinya
tergerak. Dia segera mengalihkan ucapannya menjadi pertanyaan. "Apakah kau tahu
jalan mana yang harus kita tempuh?"
I Ki Hu terus tertawa dingin, dia menunjuk ke jalan yang terletak di sebelah kiri.
"Kita melalui jalan yang itu," ucapnya.
"Apa yang kau andalkan?" tanya Cen Sim Fu.
"Kalau kau tidak percaya boleh pilih salah satu di antara dua yang lainnya."
Cen Sim Fu tertegun sejenak.
411 "Lo I, taruhlah kau memilih jalan yang benar, tetapi tanpa Tong tian pao liong tetap
tidak ada artinya."
Wajah I Ki Hu menjadi kelam. Raja Iblis itu merenung sejenak, mungkin dia
menganggap kata-kata Cen Sim Fu cukup beralasan. Karena itu dia tidak bisa
mendebatnya. Sesaat kemudian, I Ki Hu menjulurkan tangannya dan menyusup di
balik pakaiannya untuk mengeluarkan sehelai kain belacu. Direntangkannya kain itu ke
hadapan Cen Sim Fu.
"Nih, kau lihat sendiri."
Pikiran Cen Sim Fu seperti diselimuti awan tebal. Dia menolehkan kepalanya melihat
sekilas, rasanya hanya sehelai kain belacu biasa.
Tadinya Cen Sim Fu mengira I Ki Hu sedang mempermainkannya. Wajahnya tampak
kelam. Baru saja dia ingin mengumbar kemarahannya, I Ki Hu sudah merentangkan
kain belacu itu agar terbuka, dan menggelarnya di atas tanah. Cen Sim Fu
memperhatikan dengan seksama. Tampak banyak garis yang membingungkan di
tengah-tengah kain belacu itu.
Setelah melihat sejenak, ia masih belum mengerti.
"Lo I, apa artinya ini?"
"Orang seperti kau saja ingin menyelidiki misteri yang menyelimuti Tong tian pao
Hong. Ini selembar peta, tahu?"
Hati Cen Sim Fu menjadi senang sekaligus terkejut mendengar keterangan I Ki Hu.
Tiba-tiba Cen Sim Fu mengulurkan tangannya untuk merenggut kain belacu itu. Tetapi
I Ki Hu sudah menduga hal itu akan terjadi. Begitu selesai berbicara, jari tangannya
sudah meluncur ke depan.
Seandainya Cen Sim Fu tetap mengambil kain belacu itu, pergelangan tangannya pun
akan tertotok jari tangan I Ki Hu.
Meskipun dalam hati Cen Sim Fu ingin sekali mendapatkan lembaran kain yang
bergambar peta itu, dalam keadaan seperti itu mau tidak mau harus menyurutkan
tangannya kembali.
I Ki Hu sendiri seperti tidak terjadi apa-apa. Seperti tidak mengetahui bahwa telah
timbul niat Cen Sim Fu untuk merebut kain itu. Ketika Cen Sim Fu menyurutkan
tangannya, jari tangannya pun meluncur terus menunjuk ke guratan-guratan di kain
belacu. "Lingkaran ini warnanya beraneka ragam, pasti menunjukkan tempat di mana kita
sekarang berada. Menurut petunjuk di peta ini, kita harus mengambil jalan yang ada di
sebelah kiri. Tidak jauh dari sini, terdapat lagi sebuah goa. Warna benang di sini
kuning terang, kemungkinan kita akan menenuii tumpukan emas. Sedangkan goa yang
412 di sebelah sana juga mempunyai tiga jalan tembus. Kali ini, kita harus jalan terus.
Setelah berjalan terus tidak jauh, Ha ... ha ... ha ... Kita terpaksa melihat peruntungan
kita saja."
Sembari berbicara, jari tangan I Ki Hu terus bergerak mengikuti guratan garis yang
terdapat di kain belacu.
Ketika dia tertawa terbahak-bahak, gerakan jari tangannya sudah mencapai batas garis.
Seandainya jalan terus, apa lagi yang akan mereka hadapi, dia tidak tahu. Karena itu
dia hanya dapat tertawa dan mengatakan 'terpaksa melihat peruntungan'.
Bagi I Ki Hu, apa yang dikatakannya merupakan kenyataan yang ada. Tapi bagi Cen
Sim Fu, hatinya justru tidak percaya. Perasaan curiganya tidak dapat dihilangkan.
"Lo I, harap jangan mempunyai pikiran yang tidak-tidak di hadapanku!"
I Ki Hu marah sekali.
"Kau kira kau pantas?" Keduanya berdiri serentak. Kelima jari tangan Cen Sim Fu
memben-tuk cakar, tiba-tiba saja dia menyerang I Ki Hu dengan jurus Naga emas
mengembangkan cakar.
I Ki Hu memiringkan kepalanya, kedua jari tangannya menjulur ke depan dan
mengirimkan totokan.
Cen Sim Fu menjerit keras-keras, suaranya bergema di dalam goa. Tubuhnya bergerak
dengan cepat. Dalam waktu yang bersamaan, tangan kanannya menggeser ke arah I Ki
Hu menghin-darkan diri barusan. Cengkeramannya berubah jadi pukulan tahu-tahu dia
sudah mengerahkan ilmu telapak ulat hitamnya yang terkenal. Warna telapak
tangannya menggelap dan seperti ada puluhan ulat yang bergerak-gerak. Diserangnya
Raja Iblis itu berkali-kali.
I Ki Hu mengeluarkan suara tawa yang panjang. Dia mengedarkan hawa murni dalam
tubuhnya. Ketujuh jalan darah terpentingnya dilindungi. Kelima jari tangannya
merenggang, telapak tangannya merah seperti darah. Dia juga mengerahkan ilmu
andalannya, Gin leng hiat dang, (julukan itu juga berasal dari telapak darahnya) yang
diincarkan bagian pinggang Cen Sim Fu.
Tampaknya kedua ilmu yang mereka kerahkan merupakan ilmu kelas tinggi dari
golongan sesat yang mengandung berbagai perubahan ajaib. Kemungkinan sejenak
lagi mereka akan menghantam lawannya masing-masing dengan ilmu andalannya itu.
Tetapi, tiba-tiba saja keduanya menyurutkan tangan masing-masing dan mencelat
mundur dalam waktu serentak.
Rupanya mereka sama-sama menyadari, walaupun mereka bisa mengenai lawannya
dengan pukulan masing-masing, tetapi mereka sama-sama tidak luput dari keadaan
terluka parah. 413 Setelah menyurut mundur serentak, keduanya berdiri berhadapan tanpa ada yang
mengatakan apa-apa. Sampai agak lama kemudian, Cen Sim Fu pun mengambil
kembali obornya dari atas tanah.
"Baik, kita ambil jalan yang sebelah kiri saja," katanya.
Kelima orang itu langsung melalui jalan yang ada di sebelah kiri. Baru berjalan tidak
seberapa jauh, tiba-tiba muncul lagi seberkas cahaya yang lebih terang dari
sebelumnya. Ternyata dugaan I Ki Hu memang tidak salah. Mereka sampai di sebuah
goa yang penuh dengan tumpukan batang-batang emas.
Tadi mereka melalui sebuah goa yang berisi dengan berbagai jenis batu permata yang
dapat dipastikan alami, tetapi batangan emas-emas itu sudah tentu hasil buatan tangan
manusia. I Ki Hu dan Cen Sim Fu masing-masing mengambil sebatang emas. Saat itu bukan
karena timbul keserakahan di dalam hati mereka. Tetapi mereka berharap dapat
menemukan tanda-tanda atau tulisan yang dapat dijadikan petunjuk. Paling tidak
mereka berharap dapat mengetahui dari mana asalnya batang-batang emas yang
jumlahnya tak terkira ini. Setidaknya lebih banyak yang berhasil didapatkan dapat
membawa manfaat dalam penyelidikan mereka.
Batangan emas itu pasti hasil karya seorang ahli. Permukaannya licin tanpa ada sedikit
cacat pun. Tetapi tidak ada tulisan atau satu pun huruf yang berhasil ditemukan
mereka. Kedua orang itu mengambil beberapa batang emas lainnya, semuanya sama.
Akhirnya mereka terpaksa meletakkannya kembali. Tidak ada seorang pun dari kelima
orang itu yang mengucapkan sepatah kata. Tampak lubuh Cen Sim Fu berkelebat, dia
melesat melalui lorong yang ada di depan.
Menurut gambar peta yang terdapat pada kain belacu tadi, mereka memang harus
mengambil jalan yang lurus ke depan. Tapi, dari lorong itu bisa tembus kemana lagi,
justru tidak ada seorang pun yang mengetahuinya.
Itu Iah sebabnya, perasaan kelima orang itu jadi tertekan. Tidak ada seorang pun yang
mengatakan apa-apa. Lorong itu tidak seberapa panjang. Tidak lama kemudian,
mereka sudah sampai di sebuah goa gunung yang Iain. Pada saat itu, I Ki Hu mencoba
menghitung perjalanan yang telah mereka tempuh sejak masuk ke dalam goa itu.
Rasanya saat itu mereka sudah berada di perut gunung karena kalau tidak salah mereka
sudah berjalan kurang lebih dua puluh li.
Goa itu ternyata kosong melompong, tidak ditemukan apa-apa, namun di sana juga
terdapat tiga jalan tembus.
Di samping jalan yang letaknya di sebelah kiri, tampak terbaring sesosok tengkorak
yang masih utuh. Kalau ditilik dari bentuk dan ukurannya, kemungkinan semasa
hidupnya, orang itu mempunyai postur tubuh yang tidak terlalu tinggi. Di dalam goa
yang begitu rahasia menemukan sesosok tengkorak, perasaan mereka berlima agak
tergetar juga. Setelah agak lama, baru terdengar Cen Sim Fu baru berkata dengan nada dingin.
414 "Lo I, arah mana lagi yang kita pilih?"
I Ki Hu tertawa terkekeh-kekeh.
"Kalau sudah tidak ada petunjuk jalan mana yang harus kita lalui, terpaksa kita
berpencar saja."
Di dalam hati Cen Sim Fu selalu timbul perasaan curiga, tentunya I Ki Hu sudah
mendapat-kan seluruh peta itu, tetapi dia sengaja merahasiakan setengah bagiannya.
Karena itu dia sengaja menanyakan terus terang kepada 1 Ki Hu, jalan mana yang
harus mereka tempuh.
Ketika mendengar jawaban I Ki Hu, kecurigaannya semakin besar.
"Lo I, mengingat nama besarmu yang telah menggetarkan dunia bu lim, seharusnya
kaulah yang membagi jalan yang harus kita tempuh."
Mana mungkin I Ki Hu tidak tahu isi hati Cen Sim Fu yang sebenarnya. Tetapi pada
saat seperti itu, dia juga enggan berhitungan.
"Jalan tembus semuanya ada tiga.Dengan demikian kita juga harus membagi diri
menjadi tiga kelompok. Apabila ada yang menemukan sesuatu, harus segera
memberitahukan yang lainnya!" kata I Ki Hu.
"Tidak menjadi persoalan, namun entah Lo I akan memilih jalan yang mana?" tanya
Cen Sim Fu licik.
I Ki Hu menunjuk ke jalan yang terdapat di sebelah kiri.
"Aku dan istriku akan mengambil jalan yang itu."
Cen Sim Fu tertawa.
"Lo I, bagaimana aku yang melalui jalan sebelah kiri itu" Apakah kau keberatan?"
Sejak semula I Ki Hu sudah menduga Cen Sim Fu akan mengajukan permintaan itu. la
tersenyum tawar.
"Kalau itu kemauanmu, terserah."
Tadinya Cen Sim Fu menduga, I Ki Hu sudah tahu jalan mana yang harus ditempuh
sebenarnya. Itulah sebabnya dengan licik dia memancing I Ki Hu, jalan mana yang
akan dilaluinya. Setelah itu, dia berebut ingin melalui jalan yang dikatakan I Ki Hu.
Dia tidak tahu keadaan I Ki Hu saat itu seperti orang buta yang menunggang keledai
tak bermata. Dia sendiri tidak tahu jalan mana yang betul. Mendengar I Ki Hu
langsung menyetujui permintaannya, hatinya sempat ragu sejenak.
"Heng Kan, kau dan I kouwnio berjalan melalui lorong sebelah kanan, biar yang
tengah dilalui Lo I dan istrinya."
415 I Ki Hu tidak memberikan komentar apa-apa. Dia menggerakkan obor di tangannya
beberapa kali, kemudian mengajak Tao Ling berjalan melalui lorong yang tengah. Cen
Sim Fu sendiri langsung menuju lorong sebelah kiri. Terakhir Tao Heng Kan dan I
Giok Hong masuk ke lorong sebelah kanan.
Tao Heng Kan dan I Giok Hong terus berjalan melalui lorong sebelah kanan itu. Baru
berjalan dua-tiga depa, tiba-tiba I Giok Hong menghentikan langkah kakinya. Tao
Heng Kan bingung melihatnya
"Giok Hong, mengapa berhenti?"
I Giok Hong menarik nafas panjang. "Heng Kan apakah kau percaya bahwa dengan
menempuh bahaya di dalam goa ini kita bisa membongkar rahasia yang menyangkut
Tong tian pao Liong?"
Pada hal kedatangan Tao Heng Kan di tempat itu merupakan paksaan Cen Sim Fu.
Sedangkan Cen Sim Fu berhasil memaksanya karena mengancam keselamatan kedua
orang tuanya. Karena itulah Tao Heng Kan tidak berdaya dan terpaksa menuruti
kemauannya. Sedangkan tadi, dari mulut Tao Ling, dia mengetahui kematian kedua
orang tuanya. Bagi dirinya saat itu, sebetulnya tidak ada hal lagi yang perlu ditakuti
pada Gen Sim Fu.
Mendengar pertanyaan I Giok Hong, hatinya merasa terharu.
"Aku juga tidak tahu."
Di bawah sorotan cahaya api yang timbul dari obor di tangan mereka, tampak wajah I
Giok Hong menyiratkan rnimik yang ganjil.
"Heng Kan, di antara tiga lorong tadi, entah mana yang benar-benar menembus tempat
rahasia Tong tian pao Iiong. Seandainya kebetulan kita yang menemukannya, Heng
Kan, coba kau katakan apa yang harus kita lakukan?"
Tao Heng Kan seorang pemuda yang jujur. Untuk sesaat, dia masih belum mengerti
makna yang terkandung dalam pertanyaan I Giok Hong itu.
"Kalau kebetulan kita yang menemukannya, tentu saja kita harus kembali lagi untuk
mem-beritahukan kepada yang lainnya."
Tiba-tiba I Giok Hong mengeluarkan suara tawa yang tidak alang kepalang dinginnya.
"Aku sungguh tidak menyangka kau demikian setia terhadap gurumu."
Mendengar ucapannya, Tao Heng Kan semakin bingung. "Giok Hong, masa kau masih
belum mengerti mengapa aku menyembahnya sebagai guru?"
I Giok Hong tersenyum.
"Itu dia, kalau kita memang tidak menemukan rahasia apa-apa, atau secara tidak
terduga-duga menemui musibah, tentu tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Tetapi
416 kalau kita memang kebetulan beruntung mengetahui rahasia besar itu. Heng Kan, kau
harus menuruti apa pun yang aku katakan!"
Sampai saat itu Tao Heng Kan baru menyadari bahwa I Giok Hong mempunyai
rencana tersendiri.
"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Tao Heng Kan.
"Meskipun mereka bertiga, dua di antaranya mempunyai kepandaian yang jauh lebih
tinggi daripada kita, tetapi belum tentu mereka bisa menduga kita mempunyai niat
apa-apa terhadap mereka. Karena itu, apabila kita mengambil tindakan, kesempatan
untuk menang belum tentu tidak ada. Sedangkan ketujuh buah Tong tian pao Hong itu
. . ." Mendengar kata-katanya, Tao Heng Kan sudah dapat menerka maksud hati I Giok
Hong. Hatinya terkejut setengah mati.
"Giok Hong, jadi maksudmu, kita boleh mengambil kesempatan untuk mencelakai
mereka?" Bibir I Giok Hong cemberut, namun dia menganggukkan kepalanya.
Pada hakekatnya, wajah I Giok Hong cantik sekali seperti bidadari, tapi saat itu dalam


Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pan-dangan Tao Heng Kan justru menyeramkan. Dia tertegun beberapa saat.
"Giok Hong, salah satu di antara mereka merupakan ayahmu sendiri."
I Giok Hong tertawa dingin.
"Dia tidak menganggap aku sebagai anaknya iagi, rnengapa aku harus mengakuinya
sebagai ayah?"
Tao Heng Kan merupakan seorang anak yang sangat berbakti kepada kedua orang
tuanya. Mendengar kata-kata I Giok Hong, dia terdiam sampai sekian lama. Akhirnya
dia hanya dapat menarik nafas panjang.
"Heng Kan, apakah kau tidak sampai hati mencelakai adikmu sendiri?" tanya I Giok
Hong. Tao Heng Kan tahu cepat atau lambat dia pasti akan mengajukan pertanyaan ini.
Karena itu dia segera menjawab.
"Tentu saja aku tidak sampai hati."
Wajah I Giok Hong langsung berubah, tetapi sesaat kemudian sudah pulih kembali
seperti sedia kala. Dia tampak tertawa sumbang.
"Kalau begitu, ya sudah. Kita jalan terus ke depan!" Dengan menggandeng tangan Tao
Heng Kan, mereka berdua menelusuri lorong itu. Baru berjalan tidak seberapa jauh,
tiba-tiba ada serangkum angin dingin yang melanda datang dari depan. Kedatangan
417 angin dingin itu terlalu mendadak, bahkan tidak ada gejala sebelumnya. Dalam
keadaan terkejut, keduanya bahkan tidak sempat mempunyai ingatan untuk
menghindar. Api obor di tangan mereka tiba-tiba mencuat jadi tinggi. Tepat pada saat
itu gulungan hawa dingin yang menggigilkan itu melanda datang. Api obor yang
barusan mencuat ke atas menjadi padam seketika. Pemandangan di depan mata
menjadi gelap gulita. ... Dalam waktu yang hanya sckejap mata itu, baik Tao Hmg Kan
maupun I Giok Hong sempat melihat ada dua sosok bayangan yang bagaikan hantu
gen-iayangan melintas di depan rnata mereka.
Tepat pada saat itu juga, kedua orang itu merasa seakan-akan ada puluhan pisau tajam
yang mencabik-cabik wajah mereka dan rasa sakitnya tidak ada bandingannya.
Pada saat itu, mereka berada didalam kegelapan yang pekat, bahkan jari tangan semdri
pun tidak terlihat. Sedangkan sebelum obor di tangan mereka padam, keduanya masih
sempat mdihat dua sosok bayangan yang berkelebat. Karena bagaimana pun nyawa
lebih penting dari segalanya, tentu mereka tidak perdulikan rasa sakit yang terasa di
wajah. I Giok Hong langsung memgayunkan pecutnya ke depan. "Siapa?" bentak I
Giok Hong. Suara bentakannya itu menimbulkan gema yang panjang di dalam goa, tetapi sampai
cukup lama tidak terdengar sahutan seorang pun.
Kedua orang itu jadi tertegun, akhirnya I Giok Hong berkata dengan suara berbisik.
"Heng Kan, lebih baik kita nyalakan dulu obor-obor itu!". Tao Heng Kan mengiakan.
Dari dalam saku bajunya dia mengeluarkan peletekan api. Dinyalakannya obor
mereka, Obor itu dibuat dari ranting-ranting kering pohon siong. Api padam belum
terlalu lama, begitu disambar api dari peletekan di tangsui Tao Heng Kan, langsung
terdengar suara Cesss! Apinya pun menyala kembali.
Setelah api obor menyala dengan mantap, Tao Heng Kan dan I Giok Hong berdiri
berhadapan. Sekonyong-konyong, tampak keduanya menyurut mundur ke belakang
dua langkah, pemandangan mata masing-masing tampak menyiratkan perasaan
terkejut yang tidak terkirakan.
"Heng . . . Kan, menga ... pa wajahmu jadi seperti itu?" teriak I Giok Hong gugup.
Tao Heng Kan mengangkat tangannya ke atas. Dengan gemetar ia menunjuk ke arah
wajah I Giok Hong. Bibirnya bergerak-gerak tetapi sampai cukup lama dia tidak
sanggup mengatakan apa-apa.
I Giok Hong seorang gadis yang luar biasa cerdasnya, Melihat keadaan Tao Heng Kan,
hatinya langsung tercekat. Dia menyurut mundur lagi dua langkah. juga tidak sanggup
mengatakan apa-apa.
Rupanya ketika obor api menyala kembali, I Giok Hong dan Tao Heng Kan saling
pandang sekilas. Dia melihat wajah Tao Heng Kan penuh dengan urat-urat merah yang
bertonjolan. Mirip ulat-ulat kecil berwarna merah yang sengaja ditempelkan pada
wajah yang tadinya tampan itu. Sungguh suatu pemandangan yang menakutkan.
418 Itulah sebabnya, ketika I Giok Hong melihat Tao Heng Kan menatap kepadanya
dengan sinar mata yang menyorotkan ketakutan, dia langsung menduga bahwa raut
wajahnya pun pasti tidak berbeda dengan Tao Heng Kan.
Sesaat kemudian, I Giok Hong baru sanggup membuka suara.
"Heng Kan wa . .. jahku . . ., apa . . .yang . . . ter . . . jadi dengan wa . .. jahku?"
Tao Heng Kan menarik nafas panjang.
"Gi . . .ok ... Hong, kau tidak perlu sedih"
Belum selesai Tao Heng Kan berkata, tubuh I Giok Hong sudah bergetar. Dia berdiri
terpaku dengan pandangan kosong. Dari mimik wajah Tao Heng Kan dia sudah dapat
menduga bahwa wajahnya yang cantik jelita bak bidadari sudah menjadi cacat untuk
selamanya. Melihat keadaan I Giok Hong, Tao Heng Kan bergegas mendekatinya.
"Giok Hong, kau ..." I Tiba-tiba I Giok Hong menjerit histeris.
"Pergi . . .!"
Tubuhnya herkelebat, ia langsung menghambur ke depan. Tao Heng Kan cepat-cepat
mengikuti dari belakang. Gerakan tubuh kedua orang itu laksana bintang komet yang
melintas satu persatu. Dalam sekejap mata mereka sudah sampai di goa lainnya.
Ketika sampai di goa itu, Tao Heng Kan dan I Giok Hong kembali tertegun.
Tampak di goa itu penuh dengan perak putih yang berkilauan. Tetapi lempengan
perak-perak itu sudah dijadikan perabotan rumah tangga seperti, meja, kursi, tempat
tidur dan yang lain-lainnya. Di atas dua buah kursi perak, tampak duduk dua orang.
Kedua orang itu bertelanjang dada. Bukan hanya tubuhnya yang kurus kering, tetapi
kulitnya pun berwarna pucat keabu-abuan. Sungguh sulit dibayangkan. Apabila
mengedarkan pandangan ke bagian atas tubuh orang itu, tampak rambut keduanya juga
sudah memutih seperti dipenuhi salju. Wajahnya kurus panjang, selain sepasang
matanya, tidak ada bagian lainnya yang tidak pucat.
Tao Heng Kan dan I Giok Hong yang melihat keadaan kedua orang itu langsung
tercekat hatinya. Bulu kuduk di seluruh tubuh mereka terasa merinding. Tampak
sepasang mata kedua orang itu yang seperti mata ikan mati sedang menatap mereka
lekat-lekat. Tubuh mereka yang tidak bergerak sedikit pun semakin meninibulkan
perasaan yang tidak nyaman.
Setelah menenangkan diri sesaat, I Giok Hong baru bertanya dengan suara tajam.
"Siapa kalian?"
419 Perlahan-lahan kedua orang itu memalingkan kepalanya. Mereka saling melirik
sekilas. Terdengar suara tawa yang parau dari mulut mereka. Tetapi tetap duduk tidak
bergerak. Tadinya I Giok Hong mengira keduanya adalah makhluk aneh penjaga goa itu. Itulah
sebabnya dia tidak berani sembarang mengambil tindakan. Sekarang setelah
mendengar suara tawa mereka yang parau, gadis itu merasa yakin bahwa keduanya
manusia biasa. Sedangkan cacat wajahnya yang cantik jelita, kemungkinan juga atas
perbuatan kedua orang itu. Hawa amarah dalam dada gadis itu semakin meluap. Dia
meraung keras. "Tadi di dalam goa yang gelap, apakah kalian berdua yang
menurunkan tangan jahat kepada kami?" tanyanya dengan suara melengking tajam.
Bola mata mereka yang berwarna keabu-abuan mengerling sekejap. "Tidak salah.
Kami yang melakukannya," sahut mereka serentak.
Sebetulnya suara sahutan mereka sama sekali tidak keras, hanya paraunya jangan
ditanyakan lagi. Membuat orang yang mendengarnya, timbul perasaan tidak nyaman.
Perasaan itu sulit diuraikan dengan kata-kata.
I Giok Hong tertegun sesaat. Pergelangan tangannya berputar, pecut di tangannya
sudah diayunkau ke depan. Kedua orang itu juga tidak berusaha menghindar. Dengan
jurus Bunga teratai bermekaran, I Giok Hong menggetarkan pergelangan tangannya
dua kali. Tar! Tar!
Kedua orang itu dipecutnya masing-masing satu kali. Terdengar kedua orang itu
tertawa terbahak-bahak. Setelah pecut diayunkan, tampak di pundak kedua orang telah
timbul luka memanjang.
I Giok Hong yang melihat kedua.orang itu bukan saja tidak menghindar tetapi malah
tidak membalas serangannya, merasa heran bukan main. Meskipun dia sudah
memecut, kedua orang itu masing-masing satu kali,..tetapi rasa marah dalam hatinya
tetap tidak dapat dicairkan.
Baru saja dia maju. lagi ke depan dengan maksud memecut kedua orang itu keraskeras,
tiba-tiba dari belakangnya terdengar suara bentakan serentak dari mulut dua
orang, "Tahan!"
Meskipun I Giok Hong berdiri memunggungi kedua orang yang membentak
itu.sehingga tidak dapat melihat wajah tnereka, tetapi dari suaranya ia dapat mengenali
kalau kedua orang itu pasti I Ki Hu dan Hek Tian Mo Cen Sim Fu.
Watak I Giok Hong selamanya tidak pernah mau mengalah kepada siapa pun. Karena
mengambil Tao Ling sebagai istri, bahkan dia tidak segan-segan memutuskan
hubungan antara ayah dan anak dengan I Ki Hu.
Sekarang dia hanya ingin memecut kedua orang itu sampai mati untuk mencairkan
kebencian dalam hatinya. Mana mungkin dia sudi menghentikannya begitu saja"
Kakinya malah melangkah setindak ke depan. Tetap jurus Bunga teratai bertengkaran
yang digunakannya. Gerakan pecutnya seperti sambaran kilat. Tanpa menunda waktu
lagi dia mengirimkan pecutannya ke depan.
420 Tapi, meskipun gerakan pecut I Giok Hong sudah terhitung cepat sekali, kedua orang
di belakangnya menghambur dalam waktu yang bersamaan. Cen Sim Fu mengibaskan
lengan bajunya, segulung kekuatan yang tidak berwujud menderu keluar. Pecut di
tangan I Giok Hong pun terhempas ke atas.
Kemarahan dalam hati I Giok Hong semakin meluap-luap, bahkan sudah menjurus ke
kalap. Di saat tubuhnya mencelat ke belakang langsung mengerahkan jurus Ular perak
kduar dari goa. Pecut peraknya menyambar, kemudian tampak lurus seperti sebatang
tongkat panjang. Sekali lagi dia mengirimkan totokan ke arah dada kedua orang itu.
Tetapi, serangannya baru dilancarkan setengah jalan, tiba-tiba gerakan tangannya
terhenti dan berdiri terpaku.Rupanya, ketika dia meluruskan pecutnya dan hermaksud
mengirimkan totokan ke bagian dada kedua orang itu, sekonyong-konyong dia melihat
wajah Cen Sim Fu maupun I Ki Hu juga dipenuhi urat-urat merah yang bertonjolan.
Sama sekali tidak berbeda dengan wajah Tao Heng Kan dan dirinya sendiri.
Tiba-tiba saja I Giok Hong menyurutkan tangannya dan berteriak keras-keras.
"Wajah kalian berdua menjadi cacat seperti itu karena hasil perbuatan mereka.
Mengapa kalian justru memhantu mereka mengeroyok aku?"
Perlahan-lahan Cen Sim Fu menolehkan kepalanya. Dia mengeluarkan suara tertawa
dingin sebanyak dua kali.
"Dasar kami juga orang tampan, tambah sedikit urat merah, apa bedanya?"
Sembari berbicara, bersama-sama I Ki Hu dia melesat ke samping kedua orang itu.
"Apakah kalian dua kakek dari Si Yu?"
Kedua orang itu tetap mengerlingkan matanya dan tertawa terbahak-bahak. Tetapi
tidak menyahut pertanyaan itu.
Cen Sim Fu masih ingin mengajukan pertanyaan, tapi I Ki Hu segera mencegahnya.
"Hek Tian Mo, tidak perlu capai hati lagi. Kedua orang ini sudah menjadi Idiot, apa
yang bisa. diharapkan dari mereka?"
"Tadi di lorong gelap kita dicelakai kedua orang ini, lagipula kita sudah tahu bahwa
mereka sudah berdiam di dalam goa ini selama satu tahun lebih. Kalau kita tidak
menanyakan mereka situasi di goa ini, kepada siapa lagi kita harus bertanya" Kalau
benar mereka orang idiot, masa bisa mencelakai orang?" sahut Cen Sim Fu.
I Ki Hu berdiri dengan sepasang tangan disilangkan ke depan dada, matanya menatap
langit - langit goa itu.
"Mereka berdua, entah dari mana memperoleh rahasia tentang Tong tian pao liong.
Itulah sebabnya mereka bisa sampai ke tempat ini. Tetapi selama satu tahun lebih,
mereka tidak mendapatkan hasil apa pun. Manusia bukan ular serangga, di tempat
421 seperti ini, lama kelamaan pasti bisa jadi gila. Khawatirnya kau dan aku, lama-lama
juga bisa berubah seperti mereka," kata I Ki Hu.
Mendengar kata-kata I Ki Hu, hati Cen Sim Fu tercekat. Tampak kedua orang itu
memang hanya sebagian kecil yang mirip dengan manusia. Diam-diam perasaannya
jadi bergidik. "Lo I, kalau begitu kau sudah siap mengundurkan diri?" tanya Cen Sim Fu.
I Ki Hu tampak menyilangkan tangan di dada sembari berjalan mondar mandir di
dalam goa. Dia tidak menjawab pertanyaan Cen Sim Fu.
Dari sinar matanya dapat diketahui bahwa hatirsya sedang ragu memutuskan untuk
tetap tinggal atau pergi dari tempat itu.
Tao Ling yang berdiri di sampingnya tidak mengucapkan sepatah kata pun. Wajahnya
juga penuh dengan urat-urat merah bertonjolan. Cen Sim Fu melihat I Ki Hu tidak
mengucapkan sepatah kata pun. Dia langsung mengeluarkan suara tawa dingin.
"Lo I, kalau kau memang sudah bersiap untuk mengundurkan diri, harap satu buah
Tong tian pao liong itu tinggalkan saja untukku," kata Cen Sim Fu.
Tiba-tiba I Ki Hu mendongakkan wajahnya dan tertawa panjang.
"Hanya karena tampamg wajah kedua orang ini saja tentu tidak bisa menggetarkan
hatiku." Baru selesai berkata, tiba-tiba dia maju satu langkah. Tangan kanannya terangkat ke
atas, dua jari tangannya sekonyong-konyong meluncur ke depan dan mengirimkan
totokan ke bagian ubun-ubun kepala kedua orang itu.
Kepandaian I Ki Hu tinggi sekali. Turun tangannya juga sangat cepat. Sedangkan
kedua orang itu duduk di atas kursi perak dengan tampang kebodoh-bodohan.
Tampaknya totokan I Ki Hu akan tepat mengenai kedua orang itu. Tapi sekonyongkonyong
tampak mereka menggeser tu-buhnya sedikit. Tangan yang sejak tadi
ditelikungkan di belakang, mendadak diangkat ke atas. Kemudian meluncur ke arah
tangan kanan I Ki Hu untuk menyambut serangannya. Ternyata gerakannya tidak
kalah cepat dengan gerakan I Ki Hu.
I Ki Hu yang melihat orang itu mengangkat tangannya ke atas segera mengeluarkan
suara ter-tawa dingin. Dia menarik iengan sedikit untuk mengubah totokannya
menjadi cengkeraman ke bagian pergelangan tangan orang itu. Tetapi mendadak, dia
justru jadi tertegun.
Rupanya di pergelangan tangan orang itu merayap seekor laba-laba berwarna merah
yang ukurannya sebesar kepalan tangan.
Bukan hanya ukuran laba-laba merah itu yang besarnya luar biasa, tetapi warnanya
merah gelap, bahkan dari mulutnya tersembur serat-serat halus berwarna kemerahan
ke arah tangan kanan I Ki Hu.
422 Sejak berusia muda I Ki Hu sudah berkecimpung di dunia kang ouw. Belakangan dia
kawin dengan putri Mo kau, kemudian mengkhianatinya.
Sejak itu dia mengelilingi seluruh dunia. Boleh dibilang, keanehan apa pun sudah
pernah dilihatnya. Meskipun wataknya sangat keji, tapi dia tidak pernah menggunakan
racun. Karena itu dia juga tidak pernah melihat laba-laba seperti itu seumur hidupnya.
Lagipula laba-laba merah itu dapat menyemburkan serat-serat halus dengan kecepatan
yang sulit diukur dengan pandangan mata. Dengan demikian, tentu saja I Ki Hu tahu,
ketika berada di lorong gelap tadi, sebetulnya mereka diserang secara tiba-tiba oleh
laba-laba itu. Itulah sebabnya, I Ki Hu mencelat mundur ke belakang, kemudian tangannya memutar
dan mencengkeram, mencekal pergelangan tangan I Giok Hong.
Gerakan tangannya bagai hembusan angin, I Giok Hong tidak berjaga-jaga. Tahu-tahu
dia merasakan pergelangan tangannya mengencang dan sudah tercekal oleh I Ki Hu.
Rasa terkejut I Giok Hong saat itu benar-benar tidak kepalang tanggung. la tahu watak
ayahnya sama dengan dirinya sendiri. Hatinya keji, tangannya telengas, hal apa pun
sanggup dilakukannya. Begitu pergelangan tangannya tercekal, tangan kirinya segera
diangkat ke atas, telapak tangannya bermaksud menghantam ubun-ubun kepala I Ki
Hu. I Ki Hu memiringkan kepalanya sedikit, pukulannya pun telak mengenai pundak
ayah kandungnya sendiri.
'' Pukulan I Giok Hong menggunakan tenaga dalam yang tidak terhitung kecil. Tetapi
begitu mengenai pundak I Ki Hu, ia seperti menghantam permukaan batu yang keras
dan licin. Tiba-tiba saja tangannya tergelincir. Dan dalam waktu yang sekejap itu, I
Giok Hong tidak diberi kesempatan untuk melancarkan serangan kedua. I Ki Hu sudah
merebut pecut yang tergenggam di tangannya. Secepat kilat ia mengayunkan pecut Itu
ke arah laba-laba merah tadi.
Sejak dari mencelat ke beiakang, lalu mencengkeram tangan I Giok Hong dan merebut
pecut-nya sampai mengayunkannya, semuanya hanya terjadi dalam sekejap mata.
Ketika pecut itu menyambar ke depan, orang itu bahkan belum sempat menyurutkan
tangannya kembali Sambaran pecut I itu sudah melilit laba-laba merah di tangan orang
itu, lalu diayunkan ke dinding goa dengan keras. Saat itu juga, laba-laba merah
berubah menjadi gumpalan darah merah yang menempel di dinding goa.
Orang aneh itu memandang dengan pandangan mata terkesima. Tiba-tlba dia
membuka mulutnya tertawa terbahak-bahak. I Ki Hu menggerakkan tangannya dan
mengayunkan pecutnya kembali
"Apa yang kau tertawakan?" bentaknya kesal.
Orang aneh itu masih juga tertawa terbahak-bahak.
"Sebetulnya guratan wajah yang merah-merah di wajahmu itu masih bisa dihilangkan
dengan menempelkan binatang itu agar dihisap kembali racunnya. Tetapi sekarang
423 binatang itu sudah mati, kemana lagi kau bisa mencari laba-laba merah seperti itu?"
kata orang aneh yang satunya.
Mendengar keterangan orang itu, tanpa dapat ditahan lagi timbul penyesalan dalam


Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hati I Ki Hu. Tetapi dasar dia memang manusia yang tinggi hati mana sudi dia
menunjukkan penyesalannya di hadapan orang itu" Tiba-tiba sebuah ingatan melintas
di benaknya. "Kalau kau bisa berbicara, mengapa sejak tadi kau diam saja?"
Orang itu ikut-ikutan tertawa terbahak-bahak.
"Mengapa aku harus bicara?"
I Ki Hu maju ke depan satu langkah. Tangannya mencengkeram, tahu-tahu pundak
orang itu sudah ditekannya.
"Kalian pasti kedua kakek dari Si Yu yang menjaga goa ini. Kalian sudah setahun
lebih di dalam goa ini, apa yang berhasil kalian temukan?" bentaknya keras.
Mendengar pertanyaan I Ki Hu, kembali kedua orang itu tertawa terbahak-bahak.
Kemudian tampak mereka memejamkan matanya. Kemarahan I Ki Hu benar-benar
sudah meluap. Orang yang pundaknya ditekan langsung mengeluarkan suara dengusan
berat, kemudian terkulai. Tidak usah diperiksa, dapat diketahui orang itu sudah mati.
Sedangkan seorang yang lainnya sepertinya malah tidak merasa sedih sedikit pun
melihat kematian rekannya. Meskipun kedua orang itu belum benar-benar gila, tapi
otak mereka sudah setengah idiot.
"Tinggalkan yang satu itu!" teriak Cen Sim Fu lantang.
Tubuh I Ki Hu berkelebat, dia sudah sampai di samping orang yang satunya.
"Untuk apa dibiarkan hidup?" bentak I Ki Hu.
Tangannya diangkat ke atas kemudian rnenghantam ke bawah, maksudnya ingin
menepuk ubun-ubun kepala orang itu.
"Aku bilang biarkan yang satunya!" bentak Cen Sim Fu kembali dengan nada marah.
"Kalau aku bilang tidak boleh dibiarkan hidup, pokoknya bagaimana pun dia harus
mati," kata I Ki Hu.
Cen Sim Fu meiangkah lebar-lebar kedepan.
"Lo I, kalau kau sengaja ingin membunuh orang ini, berarti kau sengaja mencari garagara
denganku."
"Lucu! Kalau memang cari gara-gara, memangnya kenapa?"
424 Tangan Raja Iblis bergerak ke bawah, sedangkan dalam waktu yang bersamaan, jari
tangan Gen Sim Fu meluncur ke depan mengirimkan totokan.
I Ki Hu menyurutkan tangan kanannya ke belakang menghindari totokan Cen Sim Fu.
Telapak tangan kirinya menghantam ke depan dan telak mengenai dada orang aneh.
Orang aneh itu tidak sempat mengeluarkan suara keluhan sedikit pun, tahu-tahu orang
aneh itu pun mati.
Karena peringatannya tidak diindahkan sama sekali oleh I Ki Hu, kemarahan Cen Sim
Fu meluap. Dia mendongakkan kepalanya kemudian tertawa terbahak-bahak.
"I sian sing pukulanmu bagus sekali."
Selesai berkata, tiba-tiba tubuhnya mencelat ke udara sejauh tiga kaki. Sepasang
lengannya disurutkan kembali. Gayanya benar-benar aneh. Sekonyong-konyong kedua
telapak tangannya langsung mengirimkan dua buah pukulan.
Kedua pukulan itu merupakan ilmu andalan yang dilatihnya dengan keras seumur
hidup. Yakni Hek Can dang. Ilmu itu menggunakan kelebihan dari telapak beracunnya
untuk meraih kernenangan. Tenaga yang terpancar sangat lembut. Hanya satu jurus
yang terkecuali, yaitu Tian sin gui sua (Dewa langit membuka gunung). Jurus yang
satu itu mengandung unsur Yang. Dan dia sudah melatihnya sampai taraf gabungan im
yang dapat dilancarkan bersama-sama.
Sejak berhasil melatih jurus yang satu itu, bukan baru pertama kali itu Cen Sim Fu
meng-gunakannya. Tampak sepasang telapak tangannya menghantam ke depan.
Terdengarlah suara yang bergemuruh, goa itu seperti berguncang karena kerasnya
pukulan itu. Sedangkan Tao Heng Kan, Tao Ling dan I Giok Hong bertiga sampai
tergetar mundur sejauh dua langkah.
Melihat Cen Sim Fu menghantamkan dua buah pukulan yang suaranya begitu
menggetarkan, hati I Ki Hu merasa tercekat juga. Cepat-cepat Raja Iblis itu
menghimpun hawa murni dalam tubuhnya untuk melindungi bagian bawah, kemudian
dengan cepat dia membalikkan tubuhnya dan mengeluarkan suara siulan panjang.
Pundaknya menggeser ke samping. Dengan jurus Burung merak mengangguk tiga
kali, kedua lengannya menjulur ke depan. Secara berturut-turut dia mengirimkan
totokan ke arah kedua telapak tangan Cen Sim Fu. Sedangkan tangan kirinya meluncur
ke depan mengincar dada orang itu.
Sekaligus Raja Iblis melancarkan tiga buah totokan. Timbul suara angin berdesir. Hal
itu membuktikan betapa hebatnya tenaga dalam I Ki Hu.
Cen Sim Fu melihat I Ki Hu tidak menyambut serangannya dengan pukulan tetapi
dengan jari tangan mengirim totokan, hatinya langsung tercekat. Dia khawatir ada
yang tidak wajar dalam jari tangan lawannya. Cepat-cepat Cen Sim Fu menarik
kembali pukulannya, tubuhnya berputar, telapak tangan kirinya menjuntai ke bawah.
Telapak tangan kanannya terus meluncur ke depan. Gerakannya seperti orang
limbung, tapi cepatnya bukan kepalang. Tahu-tahu pundak I Ki Hu sudah terhantam.
425 I Ki Hu mengeluarkan suara dengusan. Dia tidak meeghindar dari serangan Cen Sim
Fu. Kelima jari tangan kanannya serentak menjulur ke arah wajah lawan. Kedua orang
itu bergebrak dengan menggunakan gerakan yang tidak terkirakan cepatnya.
Plak! Plak! Tubuh keduanya tampak terhuyung-huyung kemudian tergetar mundur
sejauh dua langkah. Setelah itu mereka baru dapat berdiri dengan mantap.
Pakaian di pundak I Ki Hu terkoyak. Tampak di pundak Raja Iblis ada bekas telapak
tangan samar-samar berwarna kehitam-hitaman. Sedangkan Cen Sim Fu terkena
serangan si Raja Iblis tepat di keningnya. Sebelah wajahnya sembab membengkak.
Dalam sekejap mata keduanya sudah bergebrak. Kalau ditilik dari luka yang diderita,
tentu luka I Ki Hu lebih parah. Sedangkan luka yang diderita Cen Sim Fu lebih ringan.
Sebab di pundak I Ki Hu mulai terlihat samar-samar bekas telapak tangan berwarna
kehitaman yang berarti mengandung racun. Dan saat itu racun sudah mulai menyusup
ke dalam tubuhnya. Meskipun tenaga dalam I Ki Hu sudah mencapai taraf yang tinggi
sekali, tetapi apabila ingin mendesak racun dalam tubuhnya dengan mengerahkan
hawa murni, juga bukan suatu pekerjaan yang mudah.
Tetapi kalau dilihat dari luar, tarnpaknya kerugian yang diderita Cen Sim Fu lebih
besar. Sebab meskipun I Ki Hu terpukul serangan di pundaknya, dari luar tidak
kelihatan serius. Sedangkan sebelah wajah Cen Sim Fu bengap seperti terantup tawon,
tampangnya sungguh mengenaskan. Orang yang melihatnya jelas mengira dialah yang
lebih menderita daripada I Ki Hu.
Setelah saling melancarkan serangannya kepada lawan masing-masing satu kali, hawa
amarah dalam dada kedua orang itu benar-benar meluap. Setelah keduanya mencelat
mundur, mata masing-masing memancarkan sinar tajam menatap lawannya lekatlekat.
Tao Ling segera menggunakan kesempatan itu untuk mengendap-endap ke
samping Tao Heng Kan dan menyenggolnya perlahan.
Tao Ling menolehkan kepalanya.
"Koko, orang yang membunuh kedua orang tua kita bukan lain dari gurumu itu, Hek
Tian Mo Cen Sim Fu," bisik Tao Ling memberitahukan.
Melihat Tao Ling berjalan mendekati mereka, I Giok Hong cepat-cepat menarik
lengan Tao Heng Kan.
Saat itu, I Ki Hu dan Cen Sim Fu sedang berdiri berhadapan, suasana di dalam goa itu
hening mencekam. Karena itu, meskipun suara Tao Ling tadi lirih sekali, Tao Heng
Kan sudah pasti dapat mendengarnya.
Tao Heng Kan seorang pemuda yang sangat berbakti kepada kedua orang tuanya. Dia
bersedia menyembah Cen Sim Fu sebagai guru, justru karena orang itu mengancam
akan mencelakai kedua orang tuanya. Sekarang dia mendengar bahwa akhirnya kedua
orang tuanya ternyata dicelakai juga oleh orang itu. Api kemarahan dalam hatinya jadi
berkobar-kobar. Wajahnya langsung merah padam, dia memberontak sekuat tenaga
426 agar terlepas dari genggaman tangan I Giok Hong. Setelah itu dia maju ke depan satu
langkah. Tao Ling juga bergegas maju ke depan dan berdiri berdampingan dengan Tao Heng
Kan. Meskipun saat itu perhatian Cen Sim Fu sedang terpusat pada diri I Ki Hu, apa yang
terjadi di sekitarnya, tetap saja dia ketahui. Melihat kedua orang itu mulai mendekat
kepadanya, hati Cen Sim Fu agak terkejut juga. Telapak tangannya perlahan-lahan
menjuntai ke bawah. Cen Sim Fu sudah bersiap sedia untuk melancarkan serangan
membunuh Tao Heng Kan dan Tao Ling.
Sepasang mata I Ki Hu sedang memperhatikan Cen Sim Fu lekat-Iekat. Boleh dibilang
setiap gerak gerik orang itu tidak ada yang terlepas dari tatapannya. Melihat tangan
kiri Cen Sim Fu menjuntai ke bawah, dia segera memperingatkan Tao Ling. "Hu jin,
minggir!" Tapi saat itu perasaan Tao Ling justru sedang merasa gembira. Melihat Tao Heng Kan
masih mendengar kata-katanya, berarti perasaan baik dalam hati pemuda itu belum
hilang sama sekali. Dia terpaksa menyembah Cen Sim Fu sebagai guru. Perasaannya
terharu sekali. Mana mungkin dia mau mendengar perkataan I Ki Hu" Malah dia
mengikuti Tao Heng Kan maju lagi salu langkah.
"Heng Kan, apa yang akan kau lakukan?" Terdengar Cen Sim Fu membentak dengan
suara yang menyeramkan.
"Apakah kedua orang tuaku benar mati di tanganmu?" tanya Tao Heng Kan dengan
nada tajam. "Kalau benar memangnya kenapa?"
Mendengar dia langsung mengakuinya, saat itu juga, darah pemuda itu terasa
mendidih. Dia meraung keras-keras, tubuhnya mencelat ke atas.
Tao Heng Kan melancarkan sebuah pukulan mengarah ke kepala Cen Sim Fu.
Cen Sim Fu memang sudah bersiap sedia. ' Melihat pukulan Tao Heng Kan, telapak
tangan kanannya segera berputar, terasa ada serangkum angin yang kencang terpancar
keluar. Dia melancarkan sebuah serangan ke arah dada Tao Heng Kan.
Dalam beberapa bulan terakhir, kepandaian Tao Heng Kan memang maju pesat,
namun tetap jauh apabila dibandingkan dengan Cen Sim Fu. Baru saja dia
melancarkan pukulannya ke depan, tiba-tiba dia merasa ada segulung angin kencang
yang melanda ke arahnya.
Tahu-tahu dadanya sudah terhantam. Dia merasa kepalanya pusing tujuh keliling,
pandangan matanya nanar. Tanpa dapat mempertahankan diri lagi dia terhuyunghuyung
mundur dua langkah.
427 Sementara Tao Heng Kan mulai melancarkan serangan, Tao Ling juga tidak mau
ketinggalan, dia segera menghambur ke depan. Tetapi baru saja kakinya bertindak, di
sebelah sana I Ki Hu juga sudah mulai bergerak. Raja Iblis itu mengibaskan lengan
bajunya, sehingga Tao Ling terhempas ke belakang. Dengan menggunakan
kesempatan ketika Cen Sim Fu menghantam Tao Heng Kan, lengan kiri si Raja Iblis
juga bergerak. Gerakan lengannya mengibas ke arah Cen Sim Fu. Saat itu juga tercium
samar-samar bau amis darah.
Perubahan yang sekejap itu benar-benar menegangkan. Ketika Cm Sim Fu melihat
pukulan I Ki Hu mengincarnya, cepat-cepat dia menjulurkan tangan kanannya untuk
menyarnbut. Te-tapi saat itu juga gerakan tangan I Ki Hu menggeser ke samping.
Dengan jurus Bidadari memetik bunga, yakni salah satu jurus yang membuatnya
terkenal di dunia kang ouw, pukulannya sudah mendarat di lengan Cen Sim Fu.
Cen Sim Fu merasa perlahan-lahan lengannya menjadi lemas dan untuk sesaat justru
tidak bisa menariknya kembali. Seandainya I Ki Hu menggunakan kesempatan itu
untuk melancarkan serangan kembali, mungkin dia akan kalah di tangan orang itu.
Cepat-cepat dia menyurutkan tubuhnya. Dengan menggeser ke samping, I Ki Hu pun
langsung mengubah gaya serangannya.
Walaupun reaksi Cen Sim Fu cukup cepat dan sudah berusaha menghindarkan diri,
tetap saja dia tersapu sedikit. Melihat dalam keadaan yang demikian genting, Cen Sim
Fu masih sanggup menghindar, tidak urung lagi timbul juga perasaan kagum dalam
hati Raja Iblis. Karena sudah melihat kepandaian Cen Sim Fu yang sudah mencapai
taraf demikian tinggi, mana sudi dia melepaskannya begitu saja.
Kaki I Ki Hu melangkah ke depan, bau amis darah semakin menusuk, dengan jurus air
terjun memercik, kembali dia melancarkan sebuah serangan.
Tadi Cen Sim Fu memaksakan diri untuk menghindarkan pukulan I Ki Hu. Secara
tidak langsung dia sudah di bawah angin. Melihat serangan kedua I Ki Hu tiba, hatinya
jadi marah. ia mengambil keputusan untuk mengadu jiwa. Sepasang pundaknya
disurutkan sedikit. Dua rangkum angin yang kencang dikibaskannya ke belakang
untuk menahan serangan yang dilancarkan oleh Tao Heng Kan dan Tao Ling.
Dalam keadaan terdesak, Cen Sim Fu membungkukkan tubuhnya, sehingga pukulan I
Ki Hu yang jaraknya begitu dekat melesat lewat di atas kepalanya. Untung saja reaksi
Cen Sim Fu cukup cepat. Pukulan-pukulan itu lewat begitu saja tanpa sempat
mengenainya. Dan dalam waktu yang singkat itu, Cen Sim Fu membalikkan tubuhnya dan
pukulannya yang terkenal segera dilancarkan mengincar bagian bawah perut I Ki Hu.
Tampaknya Cen Sim Fu menempuh bahaya melancarkan serangan yang satu ini.
Sebab pada saat itu pukulan I Ki Hu yang ketiga sudah melanda datang, namun belum
sempat mengenai tubuhnya, kedua pukulannya Cen Sim Fu justru sudah mengincar
bagian bawah perut lawannya
Tetapi I Ki Hu bukan tokoh sembarangan. Mana mungkin dia memberi kesempatan
kepada Cen Sim Fu untuk mendahuluinya" Tiba-tiba, tampak perut I Ki Hu menyusut
ke dalam. Dalam keadaan yang paling tidak memungkinkan, dia dapat menyelamatkan
428 diri dari pukulan Cen Sim Fu. Bahkan dalam waktu yang bersamaan, dia melancarkan
sebuah serangan balik ke bagian ubun-ubun kepala lawannya.
Baru saja Cen Sim Fu merasa senang karena pukulannya sudah hampir mengenai
bagian bawah perut I Ki Hu, tetapi tiba-tiba saja dia merasa ada daya berat yang
menerpa bagian atas kepalanya. Meskipun belum menyentuh langsung, tenaga yang
terpancar itu sudah menggetarkan kedelapan nadi penting di tubuhnya. Rasa
terkejutnya saat itu jangan dikatakan lagi. Diam-diam dia berpikir dalam hati,
seandainya serangan itu diteruskan memang dapat membuat lawannya terluka. Tetapi,
meskipun dia berhasil mengenai lawan, ubun-ubun kepalanya pun pasti kena ditepuk
lawan. Sedangkan ubun-ubun kepala merupakan bagian yang terpenting dalam tubuh
manusia. Apabila sampai terkena serangan, lawan hanya terluka namun dia akan mati
seketika. Biar bagimana Cen Sim Fu juga bukan tokoh sembarangan. Seandainya orang-orang
lain, dalam keadaan seperti itu, pasti tidak sanggup lagi menghindarkan diri. Tapi Cen
Sim Fu yang mendapatkan dirinya dalam keadaan demikian terdesak, cepat-cepat
membungkukkan tubuhnya. Dalam keadaan panik, sepasang kakinya beterbangan.
Ternyata dia masih sempat mengirimkan dua buah tendangan.
Melihat Cen Sim Fu melancarkan tendangan ke arahnya, I Ki Hu segera mengeluarkan
suara tertawa panjang. Lengan bajunya diangkat ke atas dan dikibaskan ke depan.
Walaupun dalam keadaan terdesak, Cen Sim Fu berhasil menghindarkan diri dari
pukulan I Ki Hu. Tetapi dia tidak mempunyai tenaga lagi untuk menghindar dari
kibasan lengan bajunya.
Cen Sim Fu berusaha menarik kembali tendangannya. Tetapi serangkum tenaga yang
berkekuatan dahsyat langsung menghantam dadanya. Cen Sim Fu tidak bisa
mempertahankan diri iagi, darah dalam dadanya seakan-akan bergejolak. Tubuhnya
terpental ke belakang beberapa depa, kemudian membentur salah satu lempengan
perak. Cen Sim Fu memaksakan diri untuk bangkit kembali, tiba-tiba dia meraung keras
kemudian mencelat ke atas lebih kurang tiga kaki. Karena tubuhnya terlalu lemah,
maka terhempas kembali di atas tanah.
I Ki Hu tertawa panjang sekali lagi.
"Sekarang kemauanmu yang harus diikuti, atau kemauanku?"
Setelah menderita kerugian besar, hati Cen Sim Fu sebetulnya marah sekali. Tetapi dia
tidak menunjukkannya, nialah tertawa lebar.
"Mengikuti kemauan siapa kan sama saja, lebih baik kita maju lagi ke dalam!"
I Ki Hu sadar, meskipun dalam jurus serangan dia bisa menang setengah atau satu
jurus, tetapi apabila ingin membuat Cen Sim Fu terluka parah, tetap saja tidak bisa.
Kecuali kalau dia berani menanggung resiko yang sama.
429 "Kalau sejak semula kau tahu teori ini, tentu tidak perlu menderita kerugian," kata I Ki
Hu dengan nada dingin.
Cen Sim Fu hanya tertawa datar. Tangannya menumpu di atas tanah. Setelah
mendapat sedikit waktu untuk mengatur pernafasannya, tenaganya pun sudah pulih
kembali. Tampak dia melonjak bangun. Tepat pada saat itu, tampak dua sosok
bayangan menerjang ke arahnya.
Tenaga Cen Sim Fu sudah pulih kembali. Melihat ada dua sosok bayangan yang
menerjang ke arahnya dia segera memutar kedua lengannya. Dua gulung kekuatan
yang dahsyat pun melanda keluar.
Kedua orang itu, sudah pasti Tao Heng Kan dan Tao Ling. Mereka melihat Cen Sim
Fu sudah dikalahkan oleh I Ki Hu, dalam dugaan mereka, itu merupakan kesempatan
yang tidak boleh disia-siakan. Itulah sebabnya mereka berdua menerjang ke arah orang
itu untuk membalas dendam atas kematian ayah ibu mereka.
Tidak disangka, belum lagi mereka sampai di hadapan orang itu, tiba-tiba terasa ada
dua gulung kekuatan yang melanda datang. Kaki mereka menjadi goyah, tubuh mereka
sampai berputaran beberapa kali. Belum lagi berdiri mantap, dua gulung tenaga itu
sudah sampai pada sasarannya. Bagian kepala kedua orang itu sudah tertekan oleh
tangan Cen Sim Fu.
Kedua orang itu merasa kakinya lemas seketika, hampir saja berdiri pun tidak
sanggup. Cen Sim Fu tertawa panjang.
"Lo I, tadi sekali turun tangan kau membunuh dua orang. Hatiku sampai gatal
melihatnya. Sekarang aku juga ingin melukai kedua orang ini, agar perasaanku


Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjadi puas."
Sembari berbicara, dia mulai memancarkan tenaga dalamnya. Keringat dingin sudah
mem-basahi seluruh tubuh Tao Heng Kan dan Tao Ling.
Ketika kedua kakak beradik itu menerjang ke arah Cen Sim Fu, I Ki Hu sudah
menduga bahwa mereka berdua akan menderita kerugian besar. Karena kejadiannya
terlalu mendadak, maka dia tidak sempat mencegah.
Di antara kedua orang itu, soal mati hidupnya Tao Heng Kan sama sekali tidak
dipertimbangkan oleh I Ki Hu. Tetapi keselamatan Tao Ling tak bisa tidak
dipikirkannya. Ketika mereka meninggalkan perkampungan keluarga Sang, Tao Ling
pernah melarikan diri darinya. Saat itu dia merasa marah sekali. Tetapi setelah
direnungkan seiama beberapa hari, hatinya justru terasa perih. Itulah sebabnya ketika
bertemu di gurun pasir, dia pernah menyatakan akan melepaskan Tao Ling seandainya
itu memang kehendaknya.
Namun, justru di saat Itu, kedua orang tua Tao Ling mati terbunuh. Dengan demikian
Tao Ling ingin mengandalkaa kekuatan I Ki Hu untuk membantunya membalas
dendam. Karena itulah, dia bersedia mengikuti suaminya kembali. Bahkan mereka
sama-sama berangkat menuju sebelah barat Gunung Kun Lun san.
430 I Ki Hu merasa dirinya tampan sekali dan mempunyai daya tarik besar bagi setiap
perem-puan. Itulah sebabnya Tao Ling tidak rela meninggalkannya.Karena itu pula,
sanggup atau tidak I Ki Hu mempertahankan Tao Ling, merupakan suatu yang sangat
berarti bagi harga dirinya.
Sementara itu, wajahnya berubah menjadi kelam. "Hek tian mo, lepaskan tanganmu,
kalau tidak......
Cen Sim Fu tertawa dingin. "Masa cuma kau yang boleh membunuh orang, jadi aku
tidak punya hak apa-apa?"
Kemarahan dalam dada I Ki Hu sudah berkobar-kobar. Tubuhnya bergetar sehingga
seluruh pakaiannya ikut melambai-lambai bagai dihempas angin kencang. Tetapi dia
tetap berdiri di tempatnya tanpa bergerak sedikit pun.
Sebab dia tahu kalau sampai dia maju sedikit saja, Cen Sim Fu akan menambah tenaga
dalamnya dan selembar nyawa Tao Ling pun sulit dipertahankan lagi.
Pikirannya terus bekerja memikirkan cara apa yang harus dilakukan agar dapat
membebaskan Tao Ling dari ancaman orang itu. Cen Sim Fu masih tertawa dingin.
"Lo I, kau baru menikah kembali setelah membujang sekian lama. Sekarang aku malah
memperlakukan kau seperti ini, sebetulnya memang tidak pantas. Tetapi ..."
"Kenapa" Apa yang kau inginkan?"
Cen Sim Fu tersenyum licik.
"Lo I, kau kan manusia yang cerdas. Masa masih belum mengerti juga."
Tentu saja I Ki Hu sudah mengerti apa yang dikehendakinya.
"Pasti kau ingin menukar kedua nyawa mereka dengan sebuah Tong tian pao liong
bukan?" katanya dengan nada dingin.
Cen Sim Fu tertawa kering.
"Lo I memang pintar sekali. Belum lagi aku menjelaskannya, kau sudah mengerti.
Rasanya jual beli ini cukup sesuai bukan?"
Wajah I Ki Hu berubah kelam. Matanya menatap Cen Sim Fu lekat-lekat tanpa
mengucapkan sepatah kata pun.
Cen Sim Fu sadar, selama nyawa Tao Ling masih di bawah cengkeramannya, I Ki Hu
pasti tidak berani melakukan apa-apa. Karena itu perasaannya juga tenang, bibirnya
tersenyum juga tidak mengatakan apa-apa.
I Giok Hong yang tadi berdiri di samping Tao Heng Kan sudah menjauhkan diri.
Dapat dibayangkan sampai di mana kelicikan hati gadis yang satu ini. Ketika dia
berada bersama Tao Heng Kan berdua saja, dia sudah mempunyai rencana untuk
431 membunuh tiga orang lainnya. Saat itu, meskipun nyawa Tao Heng Kan terancam
bahaya, dia tidak khawatir sedikit pun.
Lagipula, apabila terjadi pertikaian di antara keempat orang itu, pihak mana pun yang
kalah atau kalau bisa kedua-duanya sama-sama terluka. Dia seorang yang akan meraih
keuntungan. Justru suatu hal yang diharap-harapkan olehnya.
Suasana di dalam goa itu untuk sesaat berubah demikian hening mencekam. Hanya
terdengar dengus nafas Tao Heng Kan dan Tao Ling yang berat. Karena kepala
mereka ditekan oleh Cen Sim Fu. Hal itu membuat dada mereka terasa sesak sehingga
tidak dapat bernafas dengan lancar.
Keheningan yang mencekam itu berlangsung kurang lebih setengah kentungan.
"Hek Tian Mo, kalau begitu kau ingin mengangkangi sendiri rahasia yang menyangkut
Tong tian pao liong?" kata I Ki Hu dengan nada dingin.
"Urusan toh sudah terlanjur jadi begini. Lo I, masa kau masih belum mengerti juga?"
"Baik aku akan mengabulkan permintaanmu."
Dalam waktu setengah kentungan tadi, entah sudah berapa banyak pertimbangan yang
melintas di benak I Ki Hu.
Rahasia yang menyangkut Tong tian pao Hong itu sempat menarik perhatian ketua
Mokau jaman dulu sehingga meninggalkan markas besarnya dan melakukan
perjalanan yang jauh menuju sebelah barat Gunung Kun Lun san itu. Dari kejadian itu,
dapat dibuktikan bahwa rahasia itu pasti besar sekali artinya bagi tokoh-tokoh dunia
persilatan. Sebetulnya, setelah melakukan perjalanan yang demikian jauh dan penuh mara bahaya
seperti itu tidak ada rumusnya menyerahkan sebuah Tong tian pao liong kepada orang
lain begitu saja. Tapi, nyawa Tao Ling sedang terancam oleh Cen Sim Fu. Kalau dia
mengatakan tidak, Cen Sim Fu pasti turunkan tangan jahatnya. Kalau menilik watak I
Ki Hu dan gerak geriknya selama itu sebetulnya dia tidak pernah perduli dengan mati
hidupnya orang lain. Namun, justru hanya Tao Ling seorang yang berbeda.
Dulu, kira-kira tujuh betas tahun yang lalu, dia mengkhianati Mo kau. Bahkan mertua
dan istrinya sendiri terbunuh di tangannya. Selama itu, dia hanya tinggal di Gin Hua
kok dan terus memperdalam ilmunya. Dia tidak memikirkan masalah kawin kembali.
Ketika Tao Ling meninggalkannya di perkampungan keluarga Sang hatinya merasa
kehilangan sekali. Saat itulah dia baru menyadari bahwa telah timbul perasaan yang
selama itu dianggapnya tidak mungkin pada diri Tao Ling. Karena itu pula, selama
jiwa Tao Ling masih terancam, mau tidak mau dia harus mempertimbangkan
permintaan Cen Sim Fu. Sementara itu, dia langsung mengeluarkan suara siulan
panjang. "Hek Tian Mo, sekarang petanya saja tidak lengkap. Kau berjuang seorang diri, apa
tidak khawatir menemui bahaya?"
432 "Lo I, itu urusanku. Kau tidak perlu capai hati. Yang penting kau setuju atau tidak"
Satu patah kata saja!"
I Ki Hu tertawa terbahak-bahak.
"Seekor naga emas yang begitu kecil ditukar dengan dua lembar nyawa manusia,
sudah ter-hitung murah. Hek Tian Mo, lepaskanlah mereka!"
Cen Sim Fu tertawa dingin.
"Kita harus bertindak adil, kau letakkan dulu naga-nagaan emas itu di sudut sana, baru
kita bicarakan lagi."
I Ki Hu melihat sepasang tangan Cen Sim Fu sedang sibuk mengancam Tao Heng Kan
dan Tao Ling, tentu tidak bisa mengambil naga-nagaan emas itu. Karena itu, I Ki Hu
mengeluarkan sebuah Tong tian pao Hong dan setengah bagian kain belacu itu lalu
diletakkannya di atas lempengan perak.
"Lo I, kau mundur lagi sedikit!" kata Cen Sim Fu.
"Hek Tian Mo, kalau kau berpikir yang tidak-tidak, jangan harap bisa keluar dari goa
ini dalam keadaan hidup!"
"Jangan khawatir, aku tidak sampai serendah itu."
I Ki Hu mundur satu depa lebih. Cen Sim Fu mencengkeram Tao Heng Kan dan Tao
Ling dan diseretnya ke lempengan perak tadi. Tangannya menjulur ke depan, kedua
kakak beradik dari keluarga Tao itu didorongnya ke depan.
Dalam waktu yang bersamaan, lengan tangannya mengibas, sebuah Tong tian pao
Hong dan kain belacu itu langsung terpental ke atas. Kelima jari tangannya dengan
sigap menyambut kedua benda itu.
Pada saat itu, hati Cen Sim Fu senangnya bukan main, dia mendongakkan kepalanya
tertawa terbahak-bahak. Selama berpuluh tahun dia ingin mendapatkan Tong tian pao
liong yang lengkap. Sekarang impiannya sudah menjadi kenyataan.
Rahasia besar yang menjadi legenda di dunia bu lim, tidak lama lagi akan
diperolehnya. Dan yang penting, hanya dia seorang yang memperolehnya.
Di pihak sana, I Ki Hu sudab menjulurkan tangannya menyambut Tao Ling.
Sedangkan Tao Ling sendiri yang melihat I Ki Hu rela ditekan oleh Cen Sim Fu hanya
untuk selembar nyawanya, jadi merasa terharu sekali. Padahal dia tahu benar watak I
Ki Hu yang tinggi hati dan tidak pernah sudi mengalah kepada siapa pun.
Ketika Cen Sim Fu tertawa terbahak-bahak, I Ki Hu segera berbisik kepada Tao Ling.
"Hu jin, harap kau berdiri dulu di sana!"
433 Tao Ling mengerti apa maksudnya, dia melirik kepada Tao Heng Kan dan
memberikan isyarat. Keduanya serentak mundur beberapa tindak.
"Hek Tian Mo, apanya yang lucu?" bentak I Ki Hu tiba-tiba.
"Tujuh buah Tong tian pao Hong berkumpul menjadi satu, semuanya sudah berhasil
kudapat-kan. Bagaimana aku tidak menjadi bangga karenanya" Lo I, kau juga tidak
perlu kecewa. Cepat-cepatlah kembali ke Tiong goan. Apabila aku sudah berhasil dan
kembali ke Tiong goan kelak, kau juga tidak rugi. Pada saat itu, kedudukan kita hanya
beda satu tingkat saja. Ha ... ha ... ha . . !"
Wajah I Ki Hu membeku.
"Itu urusan kelak, buat apa dibicarakan sekarang?" sahut I Ki Hu.
Tentu saja I Ki Hu mengerti apa maksud ucapan Cen Sim Fu. Dia seperti menyatakan
bahwa apabila dia sudah berhasil membongkar rahasia Tong tian pao liong dan
kembali ke Tiong goan kelak, dia akan mengangkat I Ki Hu menjadi tangan kanannya.
Sedangkan Cen Sim Fu juga orang yang licik, meskipun perasaannya sedang
bangganya, tapi dia tetap bisa mendengar kata-kata I Ki Hu yang mengandung niat
tidak baik. Dia tertegun sejenak.
"Lo I, kalau begitu kau ingin mengingkari kata-katamu sendiri?" kata Cen Sim Fu.
I Ki Hu tertawa terbahak-bahak.
"Satu buah naga-nagaan emas dan setengah bagian kain belacu ditukar dengan dua
lembar nyawa. Transaksi itu sudah berhasil. Di antara kita berdua tidak ada yang perlu
dipertimbangkan lagi. Apa sekarang aku tidak boleh bergebrak denganmu?"
Cen Sim Fu tertegun.
"Lo I, masa kau masih ingin merebutnya kembali?"
I Ki Hu mengeluarkan suara tertawa yang panjang dan menyeramkan. Tahu-tahu ia
sudah melancarkan sebuah pukulan. Kakinya mendesak ke depan dalam sekejap mata,
di dalam goa itu penuh dengan bayangan pukulan dan suara angin yang menderu-deru.
Tubuh Cen Sim Fu seperti sudah terkurung di dalamnya.
Melihat serangan I Ki Hu demikian mengejutkan, hati Cen Sim Fu langsung tercekat.
Tubuhnya berkelebat, tangannya meraih tujuh-delapan lempengan perak kemudian
disambitkannya ke arah I Ki Hu. Berat masing-masing lempengan perak itu belasan
kati. Ketika disambitkan ke depan, di dalamnya juga terkandung tenaga dalam Cen
Sim Fu. Benar-benar sebuah serangan maut.
***** 434 Sebetulnya I Ki Hu mendapat pikiran untuk menyerang secara mendadak. Yang
dikerahkannya juga jurus-jurusnya yang maut. Tetapi dia sama sekali tidak
menyangka, dalam keadaan panik Cen Sim Fu bisa menggunakan lempengan perak itu
sebagai senjata. Melihat senjata yang langka itu melayang ke arahnya, gerakan tangan
I Ki Hu langsung berubah. Dari pukulan berubah menjadi cengkeraman.
Cep! Cep! Dua lembar lempengan perak itu sudah tercekal di tangannya.
Logam perak, di antara logam-logam lainnya merupakan benda yang terlunak. Tenaga
dalam I Ki Hu sudah mencapai taraf yang tinggi sekali. Begitu tercekal olehnya, di
atas lempengan perak itu langsung tercetak kelima jari tangannya.
Pundak I Ki Hu bergerak, dia bergeser ke samping, sisa lempengan perak itu pun
berhasil dihindarkannya. Kemudian dia menyambitkan kembali kedua lempengan
perak yang ada di tangannya ke dada Cen Sim Fu.
Sedangkan Cen Sim Fu sendiri, ketika menyambitkan lempengan perak itu, diam-diam
sudah menghimpun hawa murni. Tubuhnya membungkuk sedikit, dengan jurus Naga
langit muncul tiga kali, jari tangannya meluncur ke depan menotok tiga jalan darah
besar antara dada dan perut I Ki Hu.
Ketiga jalan darah itu letaknya memang antara dada dan perut. Setiap jalan darah
berjarak kurang lebih dua jari tangan horisontal. Tetapi dalam sekali gerak Cen Sim Fu
mengirimkan tiga buah totokan sekaligus. Gerakannya begitu cepat. Namun I Ki Hu
mendongakkan wajahnya tertawa panjang. Di antara suara tawanya, tampak dua garis
lintas seperti pelangi. Tiba-tiba menekan dari atas kepala Cen Sim Fu.
Rupanya lempengan senjata tadi sudah dijadikannya sebagai senjata. Dan hal itu
memang sudah diduga oleh Cen Sim Fu. Satu jurus belum selesai dimainkan, tiba-tiba
tubuhnya mencelat ke belakang, rnendarat di atas lempengan perak yang dijadikan
tempat tidur. Kedua lempengan perak yang disambitkan I Ki Hu menimbulkan suara.
Crep! Crep! Lempengan perak itu terjatuh di tanah. Tampak bentuk perak itu tidak
persegi lagi, tetapi penyok seperti gumpalan tanah.
I Ki Hu yang melihat Cen Sim Fu berhasil menghindarkan diri, mana sudi
melepaskannya begitu saja" Dia mengempos hawa murninya dan ikut mencelat ke
atas. Belum lagi kakinya berdiri dengan mantap, sepasang tangannya sudah bergerak
melancarkan empat-lima jurus serangan.
Cen Sim Fu pun tidak sudi menunjukkan kelemahannya. Dalam waktu yang singkat,
dia sudah membalas empat jurus serangan.
Bam! Bum! Plak! Plok!
Tangan dan kaki serta seluruh anggota tubuh. mereka saling beradu. Suara pukulan tak
henti-hentinya terdengar. Setelah saling menyerang entah berapa lama, tubuh mereka
terhuyung-huyung sejenak. Tetapi akhirnya dapat berdiri lagi dengan mantap.
435 Kedua orang itu merupakan tokoh kelas satu di dunia bu lim saat itu. Apabila yang
dihadapinya tokoh bu lim biasa, jurus-jurus serangan mereka pasti terlihat
kehebatannya dan dahsyat sekali. Tapi karena kepandaian kedua orang itu hampir
setaraf, jadi pertarungan yang berlangsung antara mereka seperti orang yang berkelahi
dengan malas-malasan dan tidak terlihat keistimewaannya.
I Ki Hu tidak menunggu sampai kakinya berdiri dengan mantap, dengan cepat kelima
jari tangannya menjulur ke depan dan sekali lagi dia mengirim cengkeraman ke bagian
dada Cen Sim Fu.
Saat itu Cen Sim Fu masih berdiri di atas lempengan perak dengan punggung
bersandar di dinding goa. Tidak ada lagi baginya tempat untuk mengundurkan diri.
Melihat cengkeraman I Ki Hu datang, dia segera menebaskan tangan kanannya ke
depan. Secepat kilat I Ki Hu menggeser tubuhnya sedikit, tebasan Cen Sim Fu mengenai
tempat yang kosong. Karena tubuh I Ki Hu bergeser sedikit, jelas cengkeramannya
pun miring sedikit. Dia tidak berhasil mencengkeram dada Cen Sim Fu, namun hanya
pakaiannya saja yang tertarik sehingga koyak.
Sejak I Ki Hu melancarkan serangan dengan melontarkan dua lempengan logam
sampai men-julurkan tangan untuk mencengkeram dada Cen Sim Fu itu, waktunya
hanya berlangsung sekejap mata. Pada saat itu, mula-mula Cen Sim Fu yang
melontarkan lempengan perak ke arah I Ki Hu. I Ki Hu berhasil menangkap dua di
antaranya, sisanya yang lima-enam lembar lagi membentur dinding kemudian
menghempas di atas tanah sehingga menimbulkan suara yang bising.
Justru di saat pakaian Cen Sim Fu terkoyak, terdengar suara seruan terkejut dari mului
I Giok Hong, Tao Heng Kan dan Tao Ling. Tetapi kedua orang itu tidak
memperdulikan. Sebab pada saat pakaian Cen Sim Fu terkoyak, benda-benda yang
terselip di baliknya juga berjatuhan keluar.
Terdengar suara dentingan yang sayup-sayup di antara suara bising dan seruan terkejut
ketiga orang itu. Rupanya ketujuh buah Tong tian pao liong itu sudah terjatuh dari
balik pakaian Cen Sim Fu.
Ketika melihat ketujuh buah Tong tian pao liong itu terjatuh di atas tanah, mata Cen
Sim Fu dan I Ki Hu langsung hijau, mana sempat lagi mereka memperhatikan hal
lainnya. I Ki Hu cepat-cepat menginjak sebuah Tong tian pao Hong, kemudian
kakinya mengais ke samping. Sebuah naga-nagaan emas itu terpental di udara. Tubuh
I Ki Hu berkelebat, tangannya menjulur ke atas, tahu-tahu sebuah Tong tian pao liong
sudah tercekal di tangannya.
Sedangkan di saat I Ki Hu menangkap sebuah Tong tian pao liong itu, Cen Sim Fu
juga meloncat ke depan dan sekaligus memungut tiga ekor lainnya dari atas tanah.
Baru saja dia hendak meraih Tong tian pao liong yang keempat, I Ki Hu sudah
membentak dengan suara keras. "Jangan serakah!"
436 Tubuhnya bergerak bagai cahaya kilat, lututnya menekuk sedikit, telapak tangannya
menghantam ke bagian belakang kepala Cen Sim Fu yang sedang berjongkok
mengambil Tong tian pao liong.
Cen Sim Fu segera menggelindingkan tubuhnya di atas tanah untuk menghindar dari
pukulan itu. Sementara menggelinding, dia melewati sisa Tong tian pao liong,
tangannya tidak diam, sekalian dia memunguti sisa Tong tian pao liong itu.
Setelah bertarung dengan sengit, I Ki Hu sudah berhasil mendapatkan kembali satu
buah Tong tian pao liongnya. Hatinya sudah merasa puas. Dia segera berdiri tegak
kemudian tertawa terbahak-bahak.
"Hek Tian Mo, kalau di dalam nasib kita ditentukan menjadi milik kita, pasti kita akan
memilikinya. Tapi kalau di dalam nasib kita tidak mempunyai milik, sama sekali tidak


Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

boleh dipaksakan!"
Dengan susah payah Cen Sim Fu baru mendapat kesempatan menahan Tao Heng Kan
dan Tao Ling yang digunakan untuk menekan I Ki Hu agar memberikan sebuah Tong
tian pao liong itu, dan baru mendapatkan seluruhnya, sebentar saja sudah kehilangan
lagi. Hatinya marah sekali. Wajahnya merah padam. Baru saja timbul niatnya untuk
mengadu jiwa, tiba-tiba terdengar I Ki Hu mengeluarkan suara seruan, sambil
menggeser ke samping.
Pada saat itu Cen Sim Fu baru melihat kalau tembok dinding di depan sudah terjadi
perubahan. Perubahan itu terjadi karena sisa lempengan perak yang dilemparkannya
tadi tidak mengenai tubuh I Ki Hu tapi menghantam dinding goa itu. I Giok Hong, Tao
Heng Kan dan Tao Ling mengeluarkan suara seruan terkejut juga karena hal yang
sama. Tampak setiap bagian yang terbentur lempengan perak itu telah rontok dindingnya dan
ter-lihatlah sebongkah batu bundar berwarna putih. Di permukaan batu bundar itu ada
tujuh lubang yang jaraknya kurang lebih sejari telunjuk satu dengan , lainnya. Tidak
perlu diragukan lagi bahwa batu bundar itu merupakan buatan tangan manusia
Sedangkan ketujuh lubang yang terlihat itu tersusun rapi, di sampingnya ada sebaris
tulisan. Hurufnya indah dan dapat dibaca dengan jelas. Tujuh ekor naga merangkap
jadi satu, dari sini jalan terus, pemandangan ajaib menanti.
Cen Sim Fu dan I Ki Hu yang memhaca tulisan itu merasa senang sekali. Mereka
saling pandang sekilas, kemudian sama-sama tertawa getir.
Kedua orang itu banyak sekali pengalamannya, pengetahuan pun luas. Begitu melihat
ketujuh lubang kecil itu, mereka langsung menyadari bahwa ketujuh Tong tian pao
liong itu sebenarnya merupakan perangkat kunci yang dibuat sedemikian istimewanya.
Dan harus dengan tujuh buah Tong tian pao liong, batu bundar itu baru dapat terbuka.
Dengan demikian mereka baru bisa menuju ke pemandangan ajaib yang tertulis di batu
itu. Keduanya mempunyai pikiran yang sama, ketujuh buah Tong tian pao liong
digabungkan baru bisa dijadikan kunci untuk menuju pemandangan ajaib itu. Tetapi
437 yang seorang memegang enam Tong tian pao liong, sedangkan yang satunya lagi
mempunyai satu buah. Dengan demikian mau tidak rnau mereka harus bekerja sama.
Tapi, kedua orang itu baru saja terlibat pertarungan sengit, siapa pun tidak ada yang
mau mengalah. Bahkan kalau bisa, masing-masing ingin menjatuhkan lawannya
hingga hancur lebur.
Tetapi dalam sekejap mata pula, mereka harus bekerja sama lagi. Meskipun keduanya
merupakan orang-orang yang pandai menutupi perasaannya, setidaknya saat itu
merasa malu hati juga.
Di antara kedua orang itu, bagaimana pun muka Cen Sim Fu memang lebih tebal
dibandingkan I Ki Hu. Dia segera tertawa lebar.
"Lo I, tampaknya kita harus bekerja sama lagi," kata Cen Sim Fu.
I Ki Hu tidak bodoh, dia segera mengikuti arah hembusan angin.
"Tidak salah!" Tubuhnya berkelebat, tahu-tahu dia sudah sampai di depan dinding
bundar itu. Ketika sampai di depan dinding bundar itu, I Ki Hu segera memasukkan sebuah Tong
tian pao liongnya yang tadi sempat direbut oleh Cen Sim Fu kemudian direbutnya
kembali ke dalam salah satu dari ketujuh lubang kecil itu.
Trak . . .! Kedua orang itu menyadari bahwa dugaannya tidak salah. Ketujuh Hang kecil itu
memang lubang kunci Tong tian pao liong. I Ki Hu menolehkan kepalanya
menghadap Cen Sim Fu.
"Giliranmu sekarang!"
Cen Sim Fu melangkah ke depan. Satu persatu Tong tian pao liong dimasukkan ke
dalam lubang-lubang kund itu. Di samping itu dia juga memanggil Tao Heng Kan,
Tao Ling dan I Giok Hong menghampirinya.
Jumlahnya semua lima orang. I Giok Hong dan Cen Sim Fu masing-masing
menggenggam dua ekor Tong tian pao liong. Tao Heng Kan dan Tao Ling masingmasing
satu ekor. Serentak mereka menekan keenam Tong tian pao liong tersebut ke
dalam lubangnya. Terdengar suara detakan yang tiada henti-hentinya. Debu-debu
beterbangan, sekejap kemudian terlihat dinding bundar itu rebah ke belakang dan
terbukalah sebuah celah yang lebar.
Cen Sim Fu menggerakkan tangannya, sekaligus merebut kembali keenam buah Tong
tian pao liong dari tangan I Giok Hong, Tao Heng Kan dan Tao Ling. I Ki Hu yang
melihatnya langsung tertawa dingin.
"Hek Tian Mo, kurang satu pun tidak boleh. Aku hanya memiliki satu buah tapi sudah
lebih dari cukup, kau kira aku masih ingin merebut milikmu?"
438 Cen Sim Fu mendengus satu kali. Dia mendorong pintu bundar itu agak melebar.
Dinding bundar itu lebarnya kurang lebih enam kaki, tingginya empat kaki. Begitu
didorong, peman-dangan di depan mata pun langsung berubah. Kelima orang itu
merasa pandangan mata menjadi silau. Ketika mereka memperhatikan dengan
seksama, semuanya jadi tertegun.
Ternyata apa yang dilihat mereka bukan barta benda atau barang langka seperti yang
mereka perkirakan. Melainkan sebuah lembah gunung yang luasnya kurang lebih duatiga
puluh depaan. Di sekelilingnya hanya dinding bukit yang tinggi. Seandainya
bukan masuk dari dinding bundar tadi, mungkin seekor burung pun tidak dapat
menemukan tempat itu.
Di atas bukit yang runcing-runcing penuh diselimuti salju. Tetapi keadaan di lembah
itu sendiri jauh berlainan. Rumput-rumput liar tumbuh subur, sehingga warna hijau
menghiasi tempat itu. Ada tujuh-delapan ekor kelinci yang bersenda gurau.
Tampaknya mereka tidak takut tehadap manusia. Hanya telinganya yang bergerakgerak
dan sepasang mata memandang mereka dengan bingung.
Tubuh I Ki Hu berkelebat, dia sudah sampai di tengah-tengah lembah. Matanya
memandang ke sekitar, tetapi tidak menemukan apa-apa yang istimewa. Hatinya
benar-benar tertekan. Apabila dengan tujuh buah Tong tian pao Hong, mereka hanya
bisa menembus ke lembah itu, maka pengorbanan wajah mereka yang menjadi cacat
dan bahaya yang mereka hadapi hanya sia-sia saja.
Pada saat itu, bukan hanya I Ki Hu yang mempunyai pikiran demikian, bahkan wajah
Cen Sim Fu pun tampak menyiratkan mimik yang sama.
KeSima orang itu tertegun beberapa saat, akhirnya I Ki Hu tertawa terbahak-bahak.
"Hek Tian Mo, kita sudah sampai di tempat tujuan!" katanya.
Cen Sim Fu marah sekali. Hampir saja kalap.
"Pasti ada jalan Iain. Lo I, masa kita sudah sampai di sini, lalu putus asa begini saja?"
katanya marah. I Ki Hu tidak memberikan komentar apa-apa. Kedua-duanya segera menelusuri
dinding bukit. Akhirnya mereka hanya menemukan dua buah goa yang tidak seberapa
dalam. Di dalam goa itu bertumpuk berbagai jenis ransum kering. Entah sudah berapa
lama ditumpukkan di tempat itu, tetapi tidak ada satu pun yang rusak atau busuk.
Otak I Ki Hu sangat cerdas. Setelah melihat apa yang mereka temui selama itu, dia
merasa tempat itu lebih sesuai dikatakan sebagai tempat persembunyian
seseorang,karena seperti tidak mengandung sebuah rahasia besar yang menyangkut
seluruh bu lim.
Cen Sim Fu pun demikian pula. Dia tidak putus harapan begitu saja. Sementara itu,
mereka berbagi diri dalam beberapa buah goa untuk beristirahat sejenak. Cen Sim Fu
dan I Ki Hu juga tidak berkelahi lagi. Yang penting di sana tersedia makanan kering
439 yang cukup banyak. Setelah berunding beberapa saat, I Ki Hu dan Cen Sim Fu sepakat
untuk menyelidiki tempat itu secara perlahan-lahan.
Waktu berlalu tanpa terasa, tahu-tahu mereka sudah menetap di sana selama dua
tahun. Dalam dua tahun itu, kelima orang tersebut terus mengadakan pencarian ke seluruh
pelosok lembah. Bahkan pernah nekat mendaki bukit yang terjal itu, tetapi tetap saja
tidak berhasil menemukan apa-apa. Ketika mereka sudah mulai putus asa, tiba-tiba
terjadi lagi suatu perubahan.
Hari itu cuaca mendung, keadaan di dalam lembah jadi remang-remang. Sejak
pertarungan dulu, I Ki Hu dan Cen Sim Fu memang tidak pernah bergebrak lagi.
Tetapi tanpa disadari, bahwa tetap ada jarak pemisah di antara mereka. Mereka saling
berjaga-jaga terhadap lawan masing-masing agar jangan sampai dibokong dari
belakang. Wajah I Giok Hong yang cantik sudah cacat sedemikian rupa. Mirip manusia tidak,
mirip setan pun bukan. Kesedihan hatinya sulit diuraikan dengan kata-kata. Dia
berubah menjadi pendiam dan pemarah. Meskipun Tao Heng Kan melakukan segala
hal untuk menyenangkan hatinya, tapi boleh dibilang perempuan itu hampir tidak
pernah bicara selama bertahun-tahun belakangan ini.
Sedangkan Tao Ling sendiri, karena sudah berkali-kali menghadapi keadaan yang
berbahaya dan ternyata I Ki Hu rela menolongnya, setidaknya timbul perasaan terharu
dalam hatinya. Lagipula, kenyataannya dia sudah menjadi istri si Raja Iblis itu.
Walaupun perasaan hatinya sudah tawar, tapi tidak ada lagi yang dapat mengubahnya.
Meskipun hubungan antara kelima orang itu sudah mengalami berbagai perubahan,
tetapi tetap rumit sekali.
Hari itu, Tao Heng Kan teringat dendam kematian kedua orang tuanya yang belum
terbalas. Tetapi dirinya sendiri sedang terkurung di dalam lembah terpencil itu. Entah
kapan mereka bisa meninggalkan tempat itu. Juga entah kapan, dia sanggup
membalaskan dendam kematian ayah ibunya.
Cen Sim Fu sendiri yang merasa dirinya sebatang kara, pernah beberapa kali mencoba
membujuk Tao Heng Kan agar berpihak padanya. Tetapi sejak mengetahui siapa
pembunuh kedua orang tuanya, Tao Heng Kan sudah benci setengah mati kepada
orang yang satu itu. Tapi masih ada dua masalah yang selalu dipertimbangkannya.
Pertama, dia khawatir Cen Sim Fu akan mencelakainya secara diam-diam. Kedua,
tidak ada sedetik pun pikirannya terlepas dari pembalasan dendam. Diam-diam dia
berpikir di dalam hati, menghadapi orang yang demikian licik, harus dengan kelicikan
juga. Dengan demikian suatu hari pasti akan datang kesempatan baginya untuk
melampiaskan kebenciannya atas kematian kedua orang tuanya.
Pagi itu, Tao Heng Kan keluar dari goa. Dia memandangi rerumputan yang sekarang
sudah tidak ada bagian yang utuh lagi karena hampir seluruh tanah di tempat itu
dikorek-korek oleh mereka. Dia menarik nafas panjang-panjang. Teringat olehnya
keperihan hatinya setiap kali masih harus memanggil suhu kepada musuh besarnya.
440 Dia berjalan ke depan beberapa langkah, lalu duduk di atas sebuah batu besar di bawah
bukit sambil memandangi langit yang gelap.
Udara tidak memperlihatkan kecerahan sedikit pun. Langit pun tampak kelam. Namun
hati Tao Heng Kan bahkan lebih kelam dari langit itu.
Setelah bersandar di batu itu beberapa lama, tampak I Ki Hu keluar dari goanya. Goagoa
kecil di lembah itu banyak sekali. Kecuali I Ki Hu dan Tao Ling yang menempati
satu goa, yang lainnya pun tinggal di dalam goa lainnya masing-masing.
I Ki Hu yang baru keluar dari goanya tampak melirik ke arah Tao Heng Kan sekilas.
Kemudian dengan tangan disilangkan di depan dada, dan melangkahkan kakinya
dengan tampang acuh tak acuh.
Sebetulnya dalam hati Tao Heng Kan, tidak ada kesan baik sedikit pun terhadap si
Raja Iblis ini. Karena itu pula, begitu melihat I Ki Hu keluar dari goa, dia segera
mengundurkan tubuhnya sedikit. Tetapi, tidak disangka-sangka ketika dia bergerak
mundur. Tiba-tiba I Ki Hu menolehkan kepalanya, matanya menyorotkan sinar yang
tajam, kemudian mendongakkan wajahnya tertawa terbahak-bahak. Suaranya yang
keras membuat ketiga orang lainnya menghambur keluar dari goa masing-masing. Cen
Sim Fu yang pertama-tama mengajukan pertanyaan dengan nada dingin.
" Lo I, ada apa hari ini kau tampak gembira sekali" Apakah kau menemukan sesuatu?"
tanya-nya. Selama berhari-hari belakangan, mereka sudah hampir putus asa. Boleh dihilang
perasaan mereka sudah mulai tawar terhadap rahasia Tong tian pao liong. Karena itu,
tidak heran kalau Cen Sim Fu mengajukan pertanyaan itu.
I Ki Hu mengeluarkan suara siulan panjang satu kali.
"Jauh di ujung langit, dekat di tepi mata!" Mendengar kata-kata si Raja Iblis, keempat
orang lainnya langusung tercekat. Tanpa sadar Cen Sim Fu ke depan satu tindak.
"Maksudmu, rahasia yang selama ini tidak pernah berhasil kami temukan?" I Ki Hu
mendengus dingin. "Tentu saja!"
Hati Cen Sim Fu jadi curiga. Dia tidak tahu penemuan apa yang berhasil didapatkan
oleh I Ki Hu. Tetapi dia juga berpikir, kecerdasan I Ki Hu memang lebih tinggi
daripada dirinya sendiri. Bukan tidak mungkin dia berhasil menemukan sesuatu.
"Dimana?" tanya Cen Sim Fu.
I Ki Hu tidak langsung memberikan jawahan atas pertanyaan itu.
"Hek Tian Mo, kita berlima sudah berjerih payah selama ini, tetapi tidak berhasil
menemukan apa-apa. Hari ini begitu saja otakku menjadi terang. Aku ingin
menanyakan terlehih dahulu. Apabila rahasia ini berhasil diungkap, berapa bagian
yang akan kau dapatkan?"
Wajah Cen Sim Fu langsung berubah.
441 "Kita berlima mengalami suka duka bersama selama ini. Tentu saja apa yang
didapatkan harus dibagi rata berlima!" jawabnya.
I Ki Hu mendongakkan wajahnya dan tertawa panjang. "Dibagi rata berlima" Hek
Tian Mo, kenapa selama ini aku tidak tahu watakmu begitu royal dan baik hati?"
Cen Sim Fu mulai marah mendengar sindirannya. "Lo I, kalau menurutmu sendiri,
bagaimana?"
"Hek Tian Mo, bersediakah kau menyembahku sebagai gurumu?"
Ucapan I Ki Hu, bukan saja tidak diduga oleh Cen Sim Fu, bahkan ketiga orang
lainnya juga tidak menduganya sama sekali. Cen Sim Fu berdiam diri sejenak.
"Lo I, ucapanmu tinggi sekali!" ucapnya dengan tawa yang menyeramkan.
I Ki Hu mengedarkan pandangan ke wajah setiap orang. "Kalau rahasia sudah berhasil
didapatkan, hanya aku sendiri yang boleh menguasainya. Siapa di antara kalian yang
keberatan?"
Tao Heng Kan dan Tao Ling tidak bersuara sama sekali. I Giok Hong dan Cen Sim Fu
langsung tertawa dingin.
I Ki Hu tertawa sinis. "Kalau kalian berdua keberatan, silakan ungkapkan sendiri
rahasia itu! Hu jin, berdiam di sini lama-lama juga tidak ada artinya. Lebih baik kita
kembali ke Tiong goan saja!"
Tentu saja Cen Sim Fu tahu bahwa I Ki Hu bukan benar-benar hendak kembali ke
Tiong goan. Raja Iblis itu ingin menunggu sampai mereka tidak ada akal lagi untuk
mengungkapkan rahasia itu dan dengan putus asa meninggalkan tempat itu. I Ki Hu
akan kembali lagi bersama Tao Ling untuk mengangkangi sendiri rahasia itu.
Sementara itu, hati Cen Sim Fu menjadi bimbang. Dia sudah tinggal di tempat itu
sekian tahun, tapi tidak berhasil menemukan apa-apa mungkin tinggal sepuluh tahun
lagi juga sama saja. Kalau memang demikian halnya, mengapa tidak merendahkan diri
untuk sementara. Apabila I Ki Hu sudah mendapatkan rahasia itu, baru mencari
kesempatan untuk merebutnya. Kemungkinan itu bisa saja terjadi. Setelah berpikir
sampai di situ, Cen Sim Fu melirik sekilas kepada Tao Ling, Ialu tersenyum licik.
"Baiklah, Lo I. Biar kau saja yang mendapatkan semuanya."
I Ki Hu tertawa terbahak-bahak.
"Sebetulnya, aku sendiri tidak yakin seratus persen, hanya delapan puluh persen saja
..." "Rahasia itu sebenarnya tersimpan dimama?" tanya Cen Sim Fu.
Tangan I Ki Hu menunjuk ke arah sebuah batu besar.
442 "Rahasia itu pasti tersimpan di balik batu itu." Batu yang ditunjukkannya adalah batu
yang digunakan sebagai sandaran oleh Tao Heng Kan tadi. Letaknya di tengah-tengah
lembah, tam-paknya batu alam. Setiap orang yang masuk ke dalam lembah itu bisa
langsung melihatnya. Karena itu, selama itu tidak ada satu pun dari kelima orang itu
yang memperhatikannya.
Mendengar kata-kata I Ki Hu, Cen Sim Fu langsung memaki dirinya sendiri dalam
hati. "Dasar bodoh, selama ini setiap hari melihat batu itu, mengapa tidak berpikir
sampai kesana?"
Cen Sim Fu segera melangkah ke depan. Tangannya menjulur ke depan dan dengan
sekuat tenaga dia mendorong batu besar itu. Tetapi, sampai keringat bercucuran, batu
itu tidak bergeming sedikit pun.
I Ki Hu tertawa dingin. "Hek Tian Mo, kau sudah menyetujui kalau rahasia itu aku
yang mendapatkannya. Mengapa sekarang kau ikut mengeluarkan tenaga" Lagipula,
batu itu tidak dapat tergeser dengan mendorong begitu saja!" Dia tertawa dingin sekali
lagi. Mendengar kata-kata I Ki Hu, wajah Cen Sim Fu menjadi merah padam, tetapi tidak
bisa me-ngatakan apa-apa. Terpaksa dia mengundurkan diri beberapa tindak. I Ki Hu
melangkah ke depan, dipeluknya batu itu, Ialu dikerahkannya tenaga dalam. Batu itu
diputar ke arah kiri.
Tenaga dalam yang dikerahkannya sudah cukup besar, tetapi kenyataannya batu itu
juga tidak tergeser.
Tiba-tiba I Ki Hu mendapatkan sebuah ingatan, selama bertahun-tahun, hampir
seluruh tempat itu sudah diacak-acak oleh mereka. Hanya batu besar itu yang tidak
mereka kutak-katik. Mungkin karena bentuk batu itu tidak mengandung keistimewaan,
sehingga tidak menarik perhatian mereka. Sekarang hanya batu itu satu-satunya yang
mungkin merupakan tempat rahasia itu.
Kalau tidak, berarti legenda yang sudah menjadi buah bibir selama ratusan tahun itu
hanya isapan jempol belaka.
Tadi I Ki Hu mencoba menggeser batu itu ke kiri, tidak bergeming sedikit pun.


Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sekarang dia mencoba menggesernya ke kanan. I Ki Hu mengerahkan kekuatannya,
ternyata batu itu hanya bergeser sedikit. Kegembiraan yang menyelimuti hati I Ki Hu
jangan ditanyakan lagi. Raja iblis mengempos hawa murninya, dipeluknya batu itu
erat-erat kemudian diputarnya dua kali. Batu itu perlahan-lahan mencuat ke atas.
Kalau diperhatikan dari luar, batu itu seperti batu alam yang sering kita temukan di
daerah pegunungan. Tetapi kenyataannya batu itu batu buatan. Batu itu mempunyai
ulir atau drat dan ditanam di dalam tanah sedemikian rupa sehingga tampak seperti
batu alam. I Ki Hu memutar batu itu beberapa kali lagi. Tiba-tiba terdengar suara derakan yang
ber-gemuruh. Dengan perlahan, batu itu pun terangkat ke atas. Ketika batu besar itu
terangkat, tampak sebuah lubang yang dalam. Cen Sim Fu mengeluarkan suara siulan
yang melengking. Dengan cepat tubuhnya mencelat ke atas kemudian mendarat di
443 pinggiran batu itu. Sejak semula I Ki Hu sudah tahu bahwa Cen Sim Fu bukan orang
yang akan menyerah begitu saja. Sepasang tangan si Raja Iblis langsung mengirimkan
pukulan sehingga gerakan tubuh Cen Sim Fu tertahan. Dia sendiri langsung mencelat
ke atas lalu menyusup ke dalam lubang itu.
Begitu masuk ke dalam lubang itu, dia merasa keadaannya begitu gelap. Memang hari
itu langit sangat kelam, apalagi di dalam lubang, bahkan untuk melihat kelima jari
tangan sendiri pun sulit.
Belum lagi I Ki Hu mengetahui apa yang terdapat di dalam lubang itu, tiba-tiba terasa
ada angin yang berkesiur. Dia tahu Cen Sim Fu juga sudah menyusul tiba.
I Ki Hu menggeser tubuhnya ke samping sedikit tanpa menimbulkan suara sedikit pun.
Cen Sim Fu yang masuk ke dalam lubang itu juga tidak bisa melihat apa-apa. Tapi dia
tahu ada. I Ki Hu di sana. Tentu Cen Sim Fu idak akan membiarkan I Ki Hu meraih
keuntungan. Karena itu, ketika melayang turun, dia juga menggeser tubuhnya sedikit,
agar jangan sampai saling menyentuh.
Kedua orang itu sama-sama menahan nafas dalam kegelapan. Hal itu dilakukan agar
posisi masing-masing tidak diketahui oleh lawan dan berjaga-jaga terhadap bokongan
lawan. Setelah berdiam diri sesaat, tiba-tiba penglihatan mereka jadi terang. Tampak ketiga
orang lainnya sudah menyusul turun dengan tiga batang obor di tangan masingmasing.
Ketika api obor sudah menerangi tempat itu, I Ki Hu dan Cen Sim Fu baru menyadari
bahwa sebetulnya jarak mereka dekat sekali. Bahkan mereka berdiri berhadapan.
Hanya karena sama-sama menahan nafas, maka keduanya tidak mengetahui posisi
lawannya. Namun begitu melihat kenyataan keduanya langsung terkejut, sama-sama
melancarkan sebuah pukulan ke depan.
Tentu saja pukulan keduanya tidak mengenai lawannya. Mereka saling menggunakan
pantulan tenaga pukulan itu untuk mencelat mundur menghindarkan diri.
Karena cahaya tiga batang obor, keadaan di dalam lubang itu baru bisa terlihat jelas.
Tampak ada sebuah lorong panjang yang entah bisa menembus ke mana. Tubuh I Ki
Hu berkelebat, menghadang di depan lorong.
"Siapa yang ingin berebut dengan aku memasuki lorong ini?"
"Aku!" bentak Hek Tian Mo dengan suara keras.
Tampak tubuh Cen Sim Fu mencelat ke depan, merebut sebatang obor dari tangan I
Giok Hong, laki dikibaskannya ke arah wajah I Ki Hu.
I Ki Hu cepat-cepat mengundurkan diri kebelakang.
444 Fuh! Sebuah pukulan dihantamkannya ke depan, api obor langsung terhembus ke
belakang bahkan menyambar Cen Sim Fu. Ketika Cen Sim Fu membuang obor itu,
sebagian rambut dan alisnya sudah terbakar.
Karena saat itu rahasia besar sudah hampir terungkapkan. Biarpun harus mengadu
jiwa, Cen Sim Fu juga rela melakukannya. Dia tak perduli sedikit rambut dan alis yang
terbakar. Suara desisan dari rambutnya masih terdengar, tangan kanan Cen Sim Fu
secepat kilat mengibas ke depan dan tepat mengenai pundak I Ki Hu.
I Ki Hu tidak menyangka serangan balasan Cen Sim Fu demikian cepat. Pundaknya
terkibas ke belakang, pangkal lengannya terasa kesemutan, ternyata hampir tidak dapat
mempertahankan diri dan Sangkah kakinya terhuyung-huyung. Sedangkan pada saat
itu, Cen Sim Fu ikut melangkah ke dalam.
Lorong itu memang kecil sekali. I Ki Hu yang berdiri seorang diri masih bisa bergerak
menahan datangnya lawan tetapi begitu Cen Sim Fu ikut melangah masuk, tubuh
mereka merapat, bahkan bergerak pun susah, apalagi saling menyerang.
Dengan posisi miring keduanya terus menerjang ke dalam. Ketiga orang lainnya
segera mengikuti dari belakang. Sesaat kemudian, mereka sudah menelusiri sampai
ujung lorong, dan melihat sebuah goa yang lain. 1 Ki Hu dan Cen Sim Fu segera
memencarkan diri.
I Giok Hong ikut melesat masuk. Di atas goa itu terdapat sedikit celah. Cahaya dari
celah itu tidak terlalu menyorot ke dalam, tetapi apa yang ada di dalam goa itu terlihat
jelas. I Giok Hong yang baru masuk segera mengedarkan pandangan matanya.
Kemudian tiba-tiba dia tertawa terkekeh-kekeh. "Kalian tidak usah berkelahi lagi!"
katanya. Cen Sim Fu mengira dalam keadaan seperti itu, mendadak gadis itu berpihak kembali
kepada ayahnya. Karena itu dia membentak.
"Kenapa?"
Jari tangan I Giok Hong menunjuk ke depan."Kau tidak bisa lihat sendiri?"
Cen Sim Fu melihat ke arah tempat yang ditunjuk oleh I Giok Hong, tampak di bagian
atas permukaan dinding goa terdapat lekukan yang cukup dalam. Bentuknya seperti
huruf U yang berkaki. Kalau diperhatikan dengan seksama, rasanya cukup untuk
memasukkan sebuah anglo ke dalamnya. Sedangkan di sampingnya tampak ada
tulisan yang cukup panjang.
Untuk masuk ke dalam pintu ini, harus tahu rahasianya. Sebuah anglo emas penembus
langit dan kitab Leng Can Po Liok. Satu pun tidak boleh kurang.
Cen Sim Fu yang melihatnya jadi tertegun. "Maknya budukan! Setan apa yang
mengintil kita selama ini" Untuk apa memiliki Tong tian pao Hong?" kata Cen Sim Fu
memaki. 445 Perasaan I Ki Hu juga sama tertekannya. Sebab, setidaknya kitab Leng Can Po Liok,
dia masih pernah mendengarnya. Tetapi apa itu Tong tian kim ting, selama hidupnya,
dengar pun belum pernah.
Tetapi dia tidak menunjukkan perasaan hatinya. Tubuhnya berkelebat ke samping Cen
Sim Fu, tiba-tiba dia menjulurkan tangan dan menepuk bahu orang itu perlahan-lahan.
Cen Sim Fu terkejut setengah mati, dia cepat-cepat menghindarkan diri.
I Ki Hu malah menertawainya secara diam-diam. "Hek Tian Mo, kalau tidak ada Tong
tian pao liong, bagaimana kita sampai di tempat ini?" tanya I Ki Hu.
Saat itu Cen Sim Fu baru menyadari bahwa I Ki Hu tidak bermaksud jahat.
"Sudah sampai di sini, apa gunanya?"
I Ki Hu menunjuk ke arah baris tulisan di atas dinding goa.
"Kita pergi mencari anglo emas penembus langit dan kitab Leng Can Po Liok, dong!"
Cen Sim Fu tertegun, kemudian dia tertawa getir.
"Betul juga kata-katamu!"
Mengingat jerih payah mereka sekian tahun tapi tidak membuahkan hasil apa-apa,
hatinya kesal sekali. Tubuhnya melesat cepat meninggalkan goa itu.
I Ki Hu dan yang lainnya juga mengikuti dari belakang keluar dari goa itu.
I Ki Hu menggeser kembali batu besar tadi sehingga posisinya kembali seperti semula.
Mereka menembusi kembali berbagai goa dan lorong yang pernah mereka telusuri
ketika sampai ke tempat itu. Tidak lama kemudian mereka sudah sampai lagi di kaki
gunung Kun Lun san dan beramai-ramai kembali ke Tiong goan.
Selama menyelidiki rahasia besar itu, entah sudah berapa kali I Ki Hu dan Cen Sim Fu
berkelahi dengan sengit. Karena sampai sekarang impian mereka belum juga terwujud,
jelas mereka juga tidak berkelahi lagi.
Sesampainya di sekitar perbatasan Giok bun kwan, kelima orang itu mencari cadar
hitam untuk menutupi wajah masing-masing yang sudah berubah cacat.
Sebetulnya mereka melakukan perjalanan tanpa mempunyai tujuan tertentu, karena itu
mereka juga tidak tergesa-gesa. Tetapi baru saja sampai di daerah Tiong goan, mereka
mendengar berita, bahwa kedua kakak beradik dari keluarga Sang yang menyebar
undangan untuk para tokoh bu lim, juga meminta mereka datang ke perkampungan
keluarga Sang. Kedua kakak beradik yang menyebar undangan itu bernama Sang Cin
dan Sang Hoat. Tentu saja I Ki Hu masih mengingat kedua pemuda itu. Namun dia
mendengar lagi kedua kakak beradik itu mempunyai guru yang berasal dari daerah
Biao, julukannya Kim Tiong siong jin. Yang menarik I Ki Hu justru kata-kata Kim
Ting (Anglo emas) itu. Hati mereka sama-sama tergerak karenanya.
446 Itulah sebabnya kelima orang itu segera menuju perkampungan keluarga Sang.
***** Apa yang terjadi setelah mereka sampai di perkampungan keluarga Sang, sudah kita
ketahui di bagian depan. Rasanya tidak perlu diulangi kembali. Sekarang kita kembali
lagi pada Cen Sim Fu yang sudah selesai menceritakan pengalaman mereka di sebelah
barat Gunung Kun Lun san.
Kim Ting siong jin yang sudah selesai mendengarnya langsung tertawa terbahakbahak.
"Kalau begitu, urusan ini harus ada aku baru bisa diselesaikan!"
Coan lun ong dari kuil Ga tang langsung tertawa dingin
"Apakah kau juga mempunyai Leng Can Po Liok?"
Wajah Kim Ting siong jin langsung berubah mendengar kata-katanya.
"Apa maksud ucapan Hoat ong?"
Coan lun hoat ong juga tertawa terbahak-bahak.
"Cin jin toh bukan orang bodoh, masa tidak mengerti maksudku?"
Sepasang mata Kim Ting siong jin mendelik lebar-lebar. Mimik wajahnya
menyiratkan kema-rahan.
"Maksud lo ceng di antara kita semua sebaiknya terjadi kerja sama yang baik. Setelah
rahasia besar itu berhasil diungkap, baru kita bicarakan kembali!" kata Coan lun hoat
ong meneruskan.
"Apa yang dikatakan Hoat ong memang tepat sekali. Kita laksanakan demikian saja,"
jawab I Ki Hu dan Cen Sim Fu serentak.
Kim Ting siong jin tertawa dingin beberapa kali, tapi dia tidak memberikan komentar
apa-apa. "Kali ini, kita kembali ke sebelah barat Gunung Kun Lun san, tetapi jumlah kita sudah
bertambah. Aku rasa sebaiknya harus pilih salah satu dari kita yang memimpin
ekspedisi kali ini!" kata Cen Sim Fu
Mendengar kata-kata Cen Sim Fu, semuanya merasa ada benarnya juga. Tetapi tidak
ada seorang pun yang memberikan tanggapan.
"Menurut pendapatku, Coan lun hoat ong dari kuil Ga tang berpandangan tinggi dan
bersikap welas asih. Apabila ada pertikaian biar beliau yang menyelesaikannya. Entah
bagaimana pendapat saudara sekalian?" kata Cen Sim Fu lagi.
447 Mendengar Cen Sim Fu mengeluarkan usul itu, orang lainnya langsung merenung
sejenak. Tetapi rasanya memang tidak ada orang lain lagi yang patut dijadikan
pimpinan selain Coan lun hoat ong. Mereka pun menganggukkan kepalanya serentak.
"Baik, baik."
Cen Sim Fu mengusulkan Coan lun hoat ong sebagai pemimpin, tentu saja mempunyai
maksud lain. Di antara mereka semua, tenaga dalam Coan lun hoat ong boleh dibilang
menduduki peringkat pertama. Mungkin I Ki Hu saja tidak sanggup menandinginya.
Tetapi ilmu silat Coan lun hoat ong justru tidak termasuk tinggi. Bahkan kalah dalam
perubahan jurus-jurus yang hebat. Secara kasar dapat dikatakan, dia tidak mengerti
apa-apa. Dengan demikian orang lainnya mungkin tidak berani mencari gara-gara
dengannya. Tetapi Cen Sim Fu adalah manusia yang licik dan banyak akal jahatnya.
Dia tidak akan memandang sebelah mata terhadap kehebatan tenaga dalam Coan lun
hoat ong. Tampak mereka masih merundingkan masalah itu. Akhirnya diambil keputusan untuk
meninggalkan perkampungan keluarga Sang besok pagi-pagi.
Karena sudah ada keputusan, pertemuan itu pun dibubarkan. Mereka kembali ke
kamar masing-masing. I Ki Hu juga kembali ke kamarnya sendiri. Tampak Tao Ling
masih duduk di atas tempat tidur dengan wajah termangu-mangu.
Pada saat itu, para tamu undangan keluarga Sang sudah bubar. Melihat kemunculan I
Ki Hu dan Cen Sim Fu, mereka khawatir akan timbul badai topan yang dahsyat,
sehingga cepat-cepat menyelamatkan diri masing-masing.
Kenyataannya, I Ki Hu dan Cen Sim Fu merupakan tokoh-tokoh golongan sesat yang
paling meresahkan dunia bu lim saat itu. Di luar kelihatannya mereka tidak ingin
menimbulkan masalah apa-apa, karena orang-orang yang mereka hadapi masih dapat
mereka peralat atau dengan kata lain saling memperalat. Untuk sementara
kelihatannya tenang-tenang saja, sedangkan di dalam hati mereka sudah mempunyai
rencana tersendiri.
I Ki Hu kembali ke kamar dan duduk berdampingan dengan Tao Ling. Sesaat mereka
saling berdiam diri.
"Hu kun, a ... ku ... aku ... bahagia sekali. Kau" Apakah kau bahagia?" kata Tao Ling
dengan tiba-tiba.
"Apa yang membuat kau bahagia?" tanya I Ki Hu dingin.
Tao Ling tertawa terbahak-bahak.
"Aku sudah hamil empat bulan. Tidak lama lagi aku akan menjadi seorang ibu. Coba
kau bayangkan, bukankah ini sesuatu yang membahagiakan?"
Sepasang mata I Ki Hu menatap Tao Ling lekat-lekat. Tao Ling membelalakkan
matanya yang tidak bersinar. Sampai cukup lama I Ki Hu baru berkata.
448 "Kalau begitu, biarlah kau merasakan kebahagiaan!"
Selama dua hari itu, Tao Ling merasakan kebahagiaan karena bertemu kembali dengan
Lie Cun Ju. Tetapi baru sekejap dia merasakan kebahagiaan, batinnya kembali
terpukul karena terpaksa berpisah untuk selamanya dengan kekasih hatinya. Pukulan
batin yang terlalu hebat itu mengguncang saraf Tao Ling sehingga terganggu. Dia
sudah mulai tidak waras. Apa yang dikatakannya saat itu tidak disertai rasio. Apa saja
yang tiba-tiba teringat sekilas lalu diucapkannya sembarangan. I Ki Hu pahami
mengenai hal itu. Itulah sebabnya, sembari berbicara dengan Tao Ling, otaknya terus
berputar. Tentu saja dia tidak ingin melepaskan haknya begitu saja mengenai ekspedisi ke
sebelah barat Gunung Kun Lun san. Dia tidak heran apabila di sana mereka akan
mengalami pertarungan yang sengit. Sebab dia sudah dapat menduga bahwa hanya
dari luar saja semuanya tampak ingin bekerja sama dengan baik. Tetapi sebetulnya
pihak mana pun ingin mengangkangi rahasia besar itu sendirian.
Seandainya dia membawa Tao Ling, tentu dia harus melindunginya dan menjaga
keselamatannya. Akibatnya menjadi tidak leluasa dan mungkin bisa menderita
kerugian karenanya.
Tetapi kalau dia tidak membawa Tao Ling, kemana dia harus menitipkan istrinya itu"
Tao Ling sudah tidak waras tetapi anak dalam perutnya belum tentu ikut gila. Lagipula
anak tu adalah darah dagingnya sendiri.
Tao Ling terus tertawa. Tiba-tiba dia melonjak bangun. Suara tertawanya semakin
lama semakin melengking. "Cun Ju, kau tidak perlu mengingat aku lagi. Aku bukan
hanya istri orang, bahkan aku juga akan menjadi ibu orang. Kau masih tidak
melupakan aku, apakah kau masih ingin terus mencintai aku?"
I Ki Hu mengernyitkan keningnya. Tangannya terjulur ke depan dan menotok salah
satu urat darah Tao Ling. Setelah tertegun sejenak, dia keluar dari kamar itu. Tidak
lama kemudian, kembali lagi dengan diiringi dua orang laki-laki ber-tubuh kekar.
Mereka sama-sama masuk ke dalam kamar.
Kalau ditilik dari dandanan kedua laki-laki bertubuh kekar itu, tampaknya mereka
merupakan pelayan dalam keluarga Sang.
"Ini istriku, dia sedang hamil. Aku akan meninggalkannya di sini. Kalau kalian
menjaganya baik-baik, setelah kembali nanti, aku akan memberikan hadiah yang besar
nilainya," kata I Ki Hu kepada kedua orang itu.
Kedua laki-laki itu segera membungkukkari tubuhnya mengiakan. Tetapi mimik wajah
mereka menunjukkan perasaan serba salah.
"Perintah I tayhiap, tentu . . . tidak berani kami abaikan. Ta . . . pi . . .kami khawatir
kepandaian I hu jin terlalu tinggi sehingga kami tidak sanggup mengawasinya."
Sepasang alis I Ki Hu langsung menjungkit ke atas.
449 "Kalian tidak perlu merisaukan urusan itu. Besok sebelum aku berangkat, aku akan
mengikat-nya dengan rantai."
Kedua laki-laki itu mengiakan sekali lagi, mereka pun keluar dari kamar itu.
Malam itu, suasana di perkampungan Sang tenang sekali. Semuanya berusaha untuk
beris-tirahat secukupnya karena besok akan memulai perjalanan yang jauh.
Pagi Hari kedua, Kim Ting siong jin membawa kakak beradik Sang Cin dan Sang
Hoat, Cen Sim Fu membawa Tao Heng Kan dan I Giok Hong, I Ki Hu beserta tiga
orang Iha ma dari kuil Ga tang meninggalkan perkampungan keluarga Sang untuk
memulai ekspedisi mereka menuju sebelah barat Gunung Kun Lun san.
Pada saat itu, Tao Ling masih tertidur degan pulas. Di sampingnya terdapat sebatang
tiang yang dihubungkan dengan dua utas rantai memborgol kedua pergelangan tangan
perempuan itu. Matahari mulai tinggi cahayanya menyorot dari jendela. Menyinari wajah Tao Ling
yang mengerikan. Dia membalikkan tubuhnya kemudian melonjak bangun. Rantai
yang mengikat pergelangan tangannya mengeluarkan suara gemerincing yang nyaring.
Matanya yang tidak mengandung semangat sedikit pun tampak membelalak. Otaknya
bagai diselimuti awan putih.
Tao Ling membalik-balikkan pergelangan tangannya. Seakan-akan senang melihat
rantai yang mengikatnya. Dia justru tertawa kebodoh-bodohan. Tidak lama kemudian,


Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pintu kamar didorong, dua orang laki-laki bertubuh tinggi besar membawa nasi dan
beberapa macam hidangan memasuki kamar. Meskipun saat itu Tao Ling sudah diikat
dengan rantai, hati mereka tetap khawatir. Mereka meletakkan nampan jauh-jauh.
"Hu jin silakan makan!" Tao Ling memandangi mereka. "Hu jin" Apa itu hu jin?"
tanyanya. Keduanya saling melirik sekilas, kemudian bergegas keluar dari kamar itu.
Baru saja mereka sampai di pintu kamar, terasa ada serangkum angin kencang yang
melanda datang. Jarak Tao Ling dengan kedua orang itu ada tiga kaki, jadi tidak
sampai mengenai mereka. Namun hati mereka semakin ketakutan. Cepat-cepat mereka
meninggalkan kamar itu. Suara gemerincing rantai yang mengikat pergelangan tangan
Tao Ling masih terdengar terus.
Setelah keluar dari kamar, perasaan kedua laki-laki itu baru agak lega. Mereka
menyeka keringat dingin yang membasahi kening.
"Huh! Sungguh berbahaya!" kata salah seorang dari kedua orang itu.
Keduanya berhenti sejenak. Baru saja mereka hendak melangkahkan kaki, tiba-tiba
dari dalam kamar terdengar suara bergemuruh.
Meskipun kedua laki-laki bertubuh kekar itu sedikit mengerti ilmu silat, apabila
dibandingkan dengan Gin leng hiat ciang I Hu jin, tentu saja membayangkannya saja
mereka tidak berani. Karena itu, mendengar suara gemuruh dari dalam kamar, lutut
450 mereka pun lemas seketika. Gigi mereka gemerutuk, tidak tahu apa yang harus
dilakukan. Sesaat kemudian, terdengar lagi suara tertawa Tao Ling yang aneh dan
menyeramkan. Lagi-lagi disusul dengan suara gemuruh yang lebih keras lagi.
Bum . . .! Batu-batu tarnpak berhamburan, debu-debu beterbangan. Tahu-tahu dinding kamar
sudah jebol. Tao Ling yang rambutnya awut-awutan menyelinap keluar.
Dia berdiri di depan tembok itu sejenak. Matanya melirik ke arah kedua orang lakilaki
bertubuh kekar itu. Mulutnya tertawa menyeringai. Kedua orang itu terkejut
bukan kepalang. Bahkan sedikit suara pun tidak sanggup dicetuskan.
Tampak pergelangan tangan Tao Ling masih terborgol rantai, bahkan tiangnya juga
masih dihubungkan dengan rantai itu.
Tiang itu baru dipasang tadi malam. Entah bagaimana, rupanya kurang kokoh
sehingga Tao Ling sanggup menariknya sampai jebol.
Pada saat itu, para jago sudah meninggalkan perkampungan keluarga Sang. Yang
tertinggal hanya belasan pelayan. Mendengar suara bergemuruh, belasan orang
langsung berhamburan ke tempat itu. Tetapi melihat situasi yang dihadapi, mereka jadi
tertegun. Sekejap kemudian mereka berteriak histeris dan berlarian pontang panting
Terdengar Tao Ling tertawa terbahak-bahak.
"Kalian tidak usah lari. Mengapa takut melihat aku?"
Sembari bertanya, Tao Ling menyeret rantai dan tiang itu menghampiri kedua laki-laki
bertubuh kekar.
Lutut kedua laki-laki bertubuh kekar yang mengantarkan hidangan tadi sampai
gemetar dan bersimpuh di atas tanah. Sampai Tao Ling sudah melewati mereka,
keduanya baru bisa menghembuskan nafas lega. Dengan setengah merangkak, mereka
berlari jauh-jauh, Tao Ling yang baru berjalan beberapa langkah berhadapan dengan
sebuah tembok yang menghadangi jalannya.
Wajah Tao Ling menyiratkan kemarahan, giginya dikertakkan kuat-kuat.
"Kenapa kau menghalangiku" Oh ... aku tahu, Cun Ju ada di dalam sana, dan kau tidak
meng-ijinkan aku bertemu dengannya, karena itu kau menghalangiku kan?"
Sembari berteriak marah-marah, sepasang lengannya mengibas ke depan. Tiang besi
itu langsung menghantam tembok yang menghalanginya.
Bum . . .! Nasib tembok itu tidak berbeda dengan penyekat kamar tadi. Tampaklah sebuah
lubang yang besar. Batu-batu kecil dan debu-debu berhamburan mengenai wajah Tao
Ling, tapi dia tidak memperdulikannya. Tubuhnya berkelebat melewati lubang itu,
451 "Cun Ju, Cun Ju, aku datang! Aku datang!" teriak Tao Ling sambil lari.
Tao Ling berputar-putar di dalam rumah itu beberapa kali, akhirnya baru menemukan
jalan keluarnya. Dari dalam rumah sampai keluar, perempuan itu menghancurkan
tujuh-delapan tembok yang menghalanginya. Sesampai di luar perkampungan, Tao
Ling sempat termangu-mangu sesaat. Kemudian menangis tersedu-sedu. Tubuhnya
terhuyung-huyung, namun dia terus lari ke depan. Dia tidak mempunyai tujuan sama
sekali, hanya mengikuti langkah kakinya.
Kurang lebih satu setengah kentungan Tao Ling berlari, tiba-tiba dia tampak terpaku.
Rupanya Tao Ling sudah sampai di tepi jurang yang di bawahnya tampak air laut
menggelora. Sesampai di sana, dia termangu-mangu beberapa saat. Mimik wajahnya
menyiratkan kebingungan. Seperti ada sesuatu yang mengingatkannya pada tepi jurang
Pendekar Panji Sakti 1 Kitab Pusaka Karya Tjan Id Durjana Dan Ksatria 12
^