Pedang Tanpa Perasaan 9

Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung Bagian 9


cerita tentang kelima orang itu berubah menjadi obrolan iseng menjelang malam hari.
***** Pertengahan musim semi tiga tahun kemudian. Tokoh-tokoh berbagai partai maupun
per-guruan ternama di dunia bu lim mendapat selembar undangan yang disebarkan
dari wilayah keluarga Sang di Si Cuan. Mereka diundang ke gedung kediaman bekas
keluarga Sang untuk merundingkan suatu masalah besar yang menyangkut dunia bu
lim. Di atas undangan itu tertera nama 'Sang Cin dan Sang Hoat'.
Di dalam dunia bu lim, tiga tahun belakangan itu tidak pernah terjadi peristiwa apa
pun. Undangan yang disebar secara besar-besaran itu kembali menimbulkan
kegemparan. Masalahnya, cerita tentang kematian si Kakek berambut putih Sang Hao yang disusul
dengan pembantaian seluruh keluarga Sang sudah tersebar luas di dunia bu lim. Boleh
dikatakan tidak ada seorang pun yang tidak mengetahuinya.
Sedangkan sekarang, tiba-tiba ada orang menggunakan nama keluarga Sang untuk
menyebar undangan kepada para tokoh dari berbagai partai ataupun perguruan
terkemuka. Hal ini menimbulkan kecurigaan di berbagai kalangan.
Orang-orang dunia bu lim dapat merasakan bahwa segelombang hujan badai yang
ganas kem-bali akan melanda.
Justru di saat para tokoh dunia bu lim sedang berbondong-bondong menuju ke bekas
tempat tinggal keluarga Sang. Di sebuah jalan wilayah Si Cuan, menjelang senja hari,
tampak seorang pemuda sedang berjalan dengan santai.
Wajah pemuda itu tampak murung sekali. Seakan-akan di dalam hatinya terkandung
sebuah masalah besar yang tidak sanggup diselesaikannya.
Matahari masih terasa terik. Di jalan raya Si Cuan, tampak banyak para pendekar
dunia bu lim yang menunggang kuda dan melarikannya ke arah barat. Tentunya
mereka bergegas menuju gedung kcdiaman keluarga Sang. Pemuda itu tidak
memperdulikan keadaan di sekitarnya. Dia berjalan dengan lambat. Kadang-kadang
berhenti sebentar di pinggir reruntuhan tembok dan berdiri termangu-mangu. Kadangkadang
tampak dia menarik nafas panjang. Kadang-kadang dia menundukkan
kepalanya dan menggumam seorang diri.
328 Tidak lama kemudian, langit perlahan-lahan mulai menggeiap. Terdengar kumandang
derap kaki kuda yang dilarikan dengan kencang. Pemuda itu menolehkan kepalanya.
Tampak tiga ekor kuda sedang berlari ke arahnya. Para penunggangnya masingmasing
membawa sebatang obor yang besar di tangan. Ketika sampai di samping
pemuda itu, tiba-tiba gerakan kudanya dihentikan.
"Hei! Untuk menuju tempat tinggal keluarga Sang, apakah terus saja dari sini?" tanya
salah seorang di antara tiga penunggang kuda.
Pemuda itu tampak tidak menolehkan kepalanya sama sekali.
"Be . . . nar," jawab pemuda dengan perlahan.
Ketiga ekor kuda itu melesat lagi ke depan.
"Aih! Orang ini rasanya tidak asing!" kata penunggang kuda yang satunya lagi.
"BetuI juga! Hei, sahabat! Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" ucap seorang
penunggang kuda yang lainnya, yang ternyata seorang perempuan bertubuh kurus dan
berwajah jelek.
"Mungkin pernah, mungkin juga belum. Tidak dapat dipastikan," sahut pemuda itu
dengan tawa datar.
Kedua laki-laki dan satu perempuan itu pun saling lirik sekilas. Salah satunya yang
bertubuh pendek gemuk segera membelokkan kudanya mendekati pemuda itu.
Kebetulan pemuda itu juga menoleh kepadanya.Laki-laki bertubuh gemuk pendek itu
langsung tertawa terbahak-bahak.
"Rupanya engkau!" kata laki-laki bertubuh gemuk pendek itu.
Dua orang yang lainnya pun ikut tertawa terbahak-bahak.
"Toako, ternyata benar bocah cilik ini!" seru salah seorang penunggang kuda yang
bertubuh tinggi kurus.
Si Gemuk Pendek menganggukkan kepalanya.
"Betul. Tiga tahun sudah berlalu, ternyata kita masih bisa bertemu di sini. Bocah ini
benar-benar berumur panjang. Tidak mati-mati." Sekali lagi dia tertawa terbahakbahak.
Kalau ditilik dari pembicaraan ketiga orang itu, tampaknya mereka tidak memandang
sebelah niata terhadap si pemuda itu. Ucapannya pun kasar sekali.
Mimik wajah si pemuda itu masih datar dan tidak menunjukkan perasaan apa-apa.
"Kalian bertiga toh ingin menuju gedung keluarga Sang untuk memenuhi undangan.
Meng-apa masih menunda waktu di sini" Nanti kalian terlambat sampai di sana," kata
pemuda itu dengan nada dingin.
329 Laki-laki bertubuh tinggi kurus langsung tertawa seram.
"Toako, sekarang bocah ini malah berani mengatur kita."
Pemuda itu memalingkan wajahnya kembali. Laki-laki bertubuh gemuk pendek maju
ke depan satu langkah dan menepuk pundak pemuda itu.
"Hei, selama tiga tahun ini kau kemana saja" Apakah kau pernah mendengar kabar
tentang orang-orang lembah Gin Hua kok" Kekasihmu, nona Tao itu sudah menjadi I
Hu jin dan ..."
Baru saja si Gemuk pendek berkata sampai di sini, tiba-tiba pemuda itu membalikkan
tubuhnya dan membentak.
"Tutup mulutmu!"
Si Gemuk pendek itu sengaja tertawa terbahak-bahak.
"Bocah busuk, kenapa jadi marah" Tiga tahun yang lalu, antara kau dan I hujin itu . . ."
Sepasang mata pemuda itu menyorotkan sinar yang ganjil, lengan bajunya perlahanlahan
terangkat ke atas. Dalam waktu sekilatan cahaya tahu-tahu pergelangan tangan si
laki-laki bertubuh gemuk pendek sudah kena dicengkeramnya.
Si Gemuk pendek terkejut setengah mati. Jari tangan kirinya segera meluncur ke depan
menyerang ke arah dada si pemuda. Gerakannya bukan main cepatnya. Tampaknya
jurus yang dipergunakan mengandung keajaiban yang tak terkatakan. Tetapi pemuda
itu tidak menghindar sama sekali.
Dalam waktu sekejap mata, jari tangan si Gemuk pendek sudah menotok dada si
pemuda. Krek! Krek! Krek!
Pemuda itu tetap tidak menggeserkan tubuhnya sedikit pun. Tetapi si Gemuk pendek
bahkan menjerit merasa jari tangannya sudah patah.
Kemudian terdengar si pemuda mengeluarkan suara tertawa dingin. Dia mengibaskan
lengan baju sebelah kanannya. Laki-laki bertubuh gemuk pendek itu terhuyunghuyung
sesaat kemudian terpental ke belakang.
Bluk! Laki-laki bertubuh gemuk pendek itu jatuh terduduk di tanah. Tetapi kepandaian si
Gemuk pendek ternyata boleh juga. Baru saja jatuh terduduk, dia langsung bangkit
kembali kemudian mencelat ke atas kudanya.
"Cepat lari!" teriak laki-laki itu.
330 "Toako, kita tiga iblis dari keluarga Lung mana pernah mengalami kejadian seperti
ini," sahut kedua orang lainnya dengan nada tidak puas.
Laki-laki gemuk pendek itu justru membentak.
"Jangan banyak omong! Cepat pergi!"
Sembari berkata, tangannya langsung menghentakkan tali kendali dan melarikan kuda
se-kencang-kencangnya.
Kedua orang lainnya terpaksa mengikuti dari belakang. Dari antara tiga iblis dari
keluarga Lung, si bungsu Lung Ping, yang perempuan tadi justru mempunyai sifat
paling berangasan. Setelah melarikan kudanya sejauh satu depa lebih, tiba-tiba
tangannya mengibas ke belakang menyambitkan dua batang piau. Sasarannya tentu
saja si pemuda tadi.
Setelah menghantam si gemuk pendek sehingga terpental, si pemuda itu malah berdiri
dengan termangu-mangu. Ketika kedua batang piau itu sudah hampir mencapai
dirinya, dia baru menjulurkan tangannya dengan kemalas-malasan. Gerakannya yang
asal-asalan ternyata berhasil menjepit kedua batang piau yang sedang meluncur ke
arahnya itu. Kemudian dia pun menyambitkan kembali ke depan dengan gerak
sembarangan. Kalau melihat gerak gerik pemuda itu, tampaknya seperti orang yang kemalas-malasan
dan tidak bersemangat sama sekali. Namun kedua batang senjata rahasia yang
disambitkannya secara sembarangan justru meluncur menembus kegelapan malam
dengan menimbulkan suara desingan yang tajam.
Dalam waktu yang hampir bersamaan, terdengar seseorang membentak.
"Siapa yang menggunakan senjata rahasia membokong orang?"
Suara bentakan itu seperti guntur yang menggelegar di tengah malam. Begitu keras
dan mengejutkan. Untuk sesaat pemuda itu jadi tertegun. Mimik wajahnya yang
hampa berangsur membaik. Cepat-cepat dia menolehkan kepalanya seperti ingin
mengatakan sesuatu. Tetapi akhirnya justru bingung apa yang harus dikatakannya.
Masalahnya dia tidak sengaja ingin membokong atau melukai siapa pun. Namun dua
senjata rahasia yang disambitkan secara asal-asalan tadi rupanya mengenai orang lain.
Mendengar suara bentakannya, kemungkinan orang itu marah sekali. Padahal dia tidak
sengaja melukai orangnya. Bagaimana menjelaskan kejadian ini agar orang itu mau
mengerti" Pemuda itu masih berdiri termangu-mangu tanpa sanggup mengucapkan sepatah kata
pun. Awan gelap mulai menggeser dan rembulan menampakkan cahayanya. Empatlima
sosok bayangan berkelebat di samping pemuda itu. Sedangkan kurang lebih dua
depaan di hadapannya, tampak sesosok bayangan bertubuh tinggi besar sedang
melangkah lebar-lebar menghampirinya. Dalam sekejap mata orang itu sudah sampai
di hadapannya. 331 Tampak orang itu memang bertubuh tinggi besar, usianya mungkin sudah di atas tujuh
puluhan. Tetapi semangatnya masih menyala-nyala. Matanya berkilauan.
Dandanannya justru aneh sekali. Pakaiannya seperti pahlawan tempo dulu. Atau lebih
tepat mirip pembesar di kerajaan pada jaman itu. Pakaiannya penuh dengan sulaman
emas, di bawah sorotan cahaya rembulan tampak berkilauan. Benar-benar mentereng.
Begitu sampai di hadapan pemuda, orang tua itu menatap dengan pandangannya yang
tajam. "Kau yang menyambitkan senjata rahasia tadi?"
Pemuda itu mendongakkan kepalanya. Tampak dua di antara keempat orang yang
mengiringi orang tua itu dipapah oleh rekannya. Tangannya mendekap di bahu.
Wajahnya pucat pasi. Dapat dipastikan merekalah yang terluka oleh dua batang senjata
rahasia yang tanpa sengaja disambitkan si pemuda.
"Dua batang senjata rahasia tadi memang kulemparkan tanpa sengaja . . ." jawab
pemuda dengan nada menyesal.
"Tutup mulutmu! Cepat keluarkan obat pemunahnya!" tukas laki-laki tua itu.
Pemuda itu tampak terkejut.
"Apakah kedua batang senjata rahasia itu mengandung racun?"
Padahal orang tua itu memang sudah gusar sekali. Mendengar pertanyaan si pemuda,
rambut-nya yang sudah penuh uban malah berjingkrakan ke atas. Mulutnya
menyeringai dan tiba-tiba dia mengeluarkan suara raungan marah. Lima jari tangannya
membentuk cakar lalu menjulur ke depan untuk mencengkeram dada si pemuda.
Pemuda itu melihat si orang tua mengangkat tangan, kelima kuku jarinya juga
menyorotkan cahaya berkilauan, seakan-akan dilumaskan semacam cairan yang
berwarna keemasan. Tetapi setelah diperhatikan dengan seksama, ternyata bahwa
kelima jari tangan orang tua itu diselongsongi sarung tangan dari emas. Ujung sarung
tangan itu runcing-runcing, dapat diduga tentunya tajam sekali. Apabila sampai
tercengkeram oleh orang tua itu pasti dada si pemuda akan terkoyak seketika. Biarpun
tidak sampai mati, pasti menderita luka parah.
Melihat kelima jari tangan orang tua itu, hati si pemuda langsung tercekat. Cepat-cepat
dia menyurut mundur satu langkah.
"Go locianpwe, harap jangan marah dulu!" seru si pemuda
Orang tua itu menarik tangannya sedikit. Tetapi masih dalam keadaan siap siaga
melan-carkan serangan. Kelima jari tangannya terkatung-katung di depan seakan-akan
berjaga-jaga apabila si pemuda bermaksud menggunakan akal licik.
"Ternyata kau tahu juga siapa aku. Cepat keluarkan obat pemunah, maka aku akan
mengam-puni selembar nyawamu!"
332 Rupanya ketika si orang tua menjulurkan tangannya ke depan, pemuda itu langsung
mengenali dia sebagai seorang jago tua dari wilayah Hu Pak, Kim Sin (Dewa emas)
Go Lim. Kim Sin Go Lim itu tokoh dari golongan lurus. Jiwanya gagah dan suka membela
keadilan. Ilmu kepandaiannya juga tinggi sekali. Tujuh belas jurus 'Cakar emas'nya
menggetarkan dunia bu lim. Berkat ilmunya ini pula, namanya jadi terkenal.
Sementara itu, si pemuda masih berkata dengan nada menyesal.
"Go locianpwe, kedua batang senjata rahasia itu sebenarnya bukan kepunyaanku."
Wajah Ki Sim Go Lim tampak angker, kelima jari tangannya tiba-tiba menjulur ke
depan beberapa cun.
Setelah menjulur ke depan beberapa cun, tiba-tiba disurutkan kembali. Menjulur lalu
menyurut semuanya terjadi dalam sekejap mata. Tampak guratan cahaya keemasan
membentuk bayangan bergaris-garis. Semuanya timbul dari gerakan sarung tangannya
yang terbuat dari emas murni. Dapat dibayangkan sampai di mana kecepatannya. Saat
tangannya menyurut mundur, tubuhnya pun bergerak ke luar ke samping. Lengannya
mengibas ke depan.
Serrr! Timbul bayangan lingkaran kecil yang meluntur ke arah lengan si pemuda. Jurus yang
digunakanya benar-benar aneh. Sekali dikerahkan ternyata mengandung tiga macam
perubahan yang tidak diduga-duga. Benar-benar nama Kim Sin yang didapatkannya
bukan sekedar nama kosong belaka.
Tubuh pemuda itu berkelebat, di saat Kim Sin Go Lim mengerahkan jurus mautnya.
Tiba-tiba dia menyurut mundur sedikit. Sarung tangan emas si orang tua
mengeluarkan suara desingan tajam lalu melesat lewat di pundaknya. Ternyata jurus
yang demikian hebat juga masih belum bisa mencengkeram pundak pemuda itu.
Kali ini, kegusaran di wajah Kim Sin Go Lim semakin terlihat nyata.
"Tidak heran berani menggunakan senjata rahasia beracun, ternyata kau memiliki
sedikit kebolehan juga," bentaknya garang.
"Go locianpwe .. ." Panggil anak muda itu gugup.
Tapi, tidak menunggu sampai kata-katanya selesai, Kim Sin Go Lim sudah
menjulurkan jari tangannya kembali.
Serrr! Serrrr! Serrrr!
Tiga buah cengkeraman dilancarkan. Dalam waktu yang bersamaan, seluruh tubuh
pemuda itu sudah terkepung oleh cahaya emas yang berkilauan.
333 Dalam kelebatan cahaya yang bergerak ke sana ke mari, tanipak tubuh pemuda itu
bergerak laksana segumpal asap. Serangan yang demikian ketat ternyata tidak sanggup
mengenai pemuda itu. Tubuhnya melesat keluar dari kurungan cahaya dan tahu-tahu
sudah berdiri pada jarak tiga depaan.
"Go cianpwe, senjata rahasia itu bukan milikku. Mengapa kau orang tua tetap tidak
percaya?" serunya lantang.
Empat kali berturut-turut Kim Sin Go Lim melancarkan serangan, sedangkan pihak
lawan hanya mengandalkan kegesitan tubuhnya untuk menghindarkan diri. Diam-diam
dia merasa tercekat. Dia berpikir dalam hati, usia pemuda ini masih demikian muda,
dari mana dia mempelajari ilmu setinggi ini" Kalau ditilik dari tampangnya, rasanya
tidak mirip orang jahat. Tampaknya juga tidak serendah itu menggunakan senjata
rahasia beracun untuk membokong orang. Dengan membawa pikiran seperti itu, Kim
Sin Go Lim berusaha menahan kemarahannya.
"Di dalam kegelapan yang ada kau seorang, kalau bukan kau yang melontarkannya,
siapa lagi?" tanya orang tua itu.
Pemuda itu menarik nafas panjang.
"Tadi aku menggebah tiga iblis dari keluarga Lung pergi dari sini. Tidak tahunya baru
meninggalkan tempat ini beberapa tindak, salah satu dari mereka menyambitkan
senjata rahasia itu. Asal-asalan aku menyambut dua batang senjata rahasia itu,
kemudian menyambitkan sekenanya. Aku sendiri tidak menyangka malah bisa
melukai orang-orang Locianpwe."
Mendengar keterangan pemuda itu, Kim Sin Go Lim masih setengah percaya,
setengah curiga.
Mengapa" Sebab nama tiga iblis dari keluarga Lung sudah lama menggetarkan dunia
kang ouw. Bila pemuda itu mengatakan bahwa dia sanggup menggebah ketiga orang
itu dengan demikian mudah, benar-benar merupakan hal yang sulit dipercaya.
"Boleh aku tahu siapa gurumu?" tanya Kim Sin Go Lim.
Pemuda itu berdiam diri sesaat. Wajahnya menunjukkan penderitaan hatinya.
"Ayah mendapat julukan Pat Kua kim gin kiam, Lie Yuan. Boanpwe sendiri bernama
Lie Cun Ju."
"Ah! Rupanya Liekongcu. Apakah bermaksud menuju tempat tinggal keluarga Sang
juga?" seru Kim Sin Go Lim terkejut.
Lie Cun Ju menganggukkan kepalanya.
"Menurut berita yang pernah kudengar, kedua orang tuamu juga mati di tanah keluarga
Sang?" Perasaan Lie Cun Ju semakin tertekan.
334 "Boanpwe sendiri juga baru mendengar berita itu akhir-akhir ini saja. Kejadian yang
sebenarnya masih belum jelas."


Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Coba sejak tadi aku tahu kau ternyata Lie kongcu . . . Dulu aku berjodoh sehingga
pernah bertemu dengan ayahmu beberapa kali. Kalau begitu kita terhitung orang
sendiri. Sekarang, bagaimana kalau kita kejar dulu tiga iblis dari keluarga Lung dan
meminta obat pemunah dari mereka?"
"Baiklah!" sahut Lie Cun Ju.
Kim Sin menggapaikan tangannya ke belakang. Beberapa orang yang mengikutinya
segera menghampiri orang tua itu.
Ketika melihat kedua orang yang terluka itu, tampak wajah mereka pucat pasi.
Keringat dingin sebesar kacang kedelai terus menetes membasahi seluruh wajah.
Tampang mereka menyiratkan penderitaan yang tidak terkirakan. Perasaan Lie Cun Ju
jadi tidak enak. Dia menghampiri kedua orang itu dan menotok beberapa bagian
tubuhnya. Totokannya itu menimbulkan hawa yang hangat, sehingga mereka baru bisa menarik
nafas lega. Kim Sin Go Lim hanya memperhatikan dari samping. Dia dapat melihat bahwa
kepandaian Lie Cun Ju ternyata lebih tinggi daripada dirinya sendiri. Diam-diam
timbul perasaan heran dalam hati.
Sebab orang tua itu tahu, semasa hidupnya ilmu kepandaian Pat kua kim gin kiam Lie
Yuan saja masih berada di bawahnya. Mengapa putranya, Lie Cun Ju bahkan bisa
mempunyai kepandaian yang lebih tinggi daripadanya" Lagipula gerakan pemuda itu
juga menunjukkan keanehan yang sulit dijelaskan.
Sementara itu, serombongan orang-orang tersebut meneruskan perjalanan pada malam
hari itu juga. Tetapi di sepanjang perjalanan, mereka justru tidak menemukan jejak
tiga iblis dari keluarga Lung.
Kedua orang yang terluka itu, keadaannya tidak begitu runyam lagi. Karena Lie Cun
Ju sudah menotok jalan darah mereka agar racun tidak menyebar luas. Lagipula ilmu
totokan yang digunakannya sangat khas dan istimewa. Karena sudah tahu bahwa
tujuan ketiga iblis dari keluarga Lung itu juga menuju tempat tinggal keluarga Sang,
hati mereka pun tidak begitu khawatir lagi.
Tidak lama kemudian, perlahan-lahan hari mulai terang. Serombongan orang itu pun
sudah sampai di tempat tinggal keluarga Sang.
Jembatan yang menghubungi areal perumahan itu juga belum diangkat ke atas. Dan
lampu-lampu yang menerangi perkampungan itu juga belum dipadamkan. Melihat
keadaan itu saja,dapat diduga bahwa orang-orang perkampungan itu memang tidak
tidur sepanjang ma lam untuk menyambut kedatangan tamu-tamu undangan.
335 Ketika mereka berjalan menuju jembatan, tampak dua orang keluar dari dalam
perkampungan. Saat rombongan mereka melihat kedua orang itu, semuanya langsung
tertegun. Rupanya bentuk tubuh kedua orang itu begitu tinggi besarnya sehingga mirip raksasa.
Apabila berdiri berhadapan, mereka tentu harus mendongakkan kepalanya baru bisa
melihat wajah kedua orang itu. Padahal bentuk tubuh Kim Sin Go Lim sudah termasuk
tinggi besar, tetapi dibandingkan dengan kedua orang itu, persis seperti bukit
dijejerkan dengan gunung.
Kedua orang itu bukan bentuk tubuhnya saja yang luar hiasa, bahkan pakaian yang
dikenakannya juga aneh sekali. Seumur hidup, Lie Cun Ju dan yang lainnya malah
tidak pernah melihatnya.
Bagian atas tubuh mereka hanya diselongsongi semacam perisai emas. Tampaknya
disambung-sambung dengan lempengan emas berbentuk sisik ikan. Lempengannya
ada yang tebal, ada juga yang tipis, dapat dibayangkan bahwa bobotnya tidak ringan.
Tetapi kedua orang yang mengenakannya justru membusungkan dadanya tinggi-tinggi
seakan tidak merasakan apa-apa. Kalau jaman sekarang, mungkin kita akan
menyebutnya rompi emas.
Tangan kanan keduanya masing-masing memegang sejenis senjata yang bentuknya
mirip pedang tetapi lebih lebar dan lagi-lagi terbuat dari emas.
Seumur hidupnya, Kim Sin Go Lim paling menyukai warna emas. Bahkan julukannya
juga didapatkan karena alasan yang satu itu. Melihat kedua raksasa yang hampir
seluruh tubuhnya menyinarkan cahaya berkilauan, tanpa dapat ditahan lagi dia juga
mengernyitkan keningnya karena merasa aneh.
Begitu sampai di luar pintu gerbang perkampungan, kedua orang itu langsung
memencarkan diri untuk berdiri di kiri kanan.
"Harap para tamu melaporkan nama masing-masing!" seru orang berpakaian aneh itu
sambil membungkukkan tubuhnya.
Kim Sin Go Lim segera maju satu langkah.
"Kim Sin Go Lim dari Hu Pak," katanya menyebut namanya sendiri.
Lie Cun Ju juga menyebutkan namanya. Kedua orang itu membalikkan tubuhnya
menghadap perkampungan sambil berseru dengan lantang.
"Kim Sin Go Lim dari Hu Pak dan Lie Cun Ju tiba!"
Tadi, ketika kedua orang itu menanyakan nama, suaranya juga cukup keras. Tetapi
masih belum begitu mengejutkan.
Namun saat ini, kedua orang itu membalikkan tubuhnya untuk berseru atau memberi
laporan ke dalam. Suara mereka menggelegar ibarat geledek yang menyambar. Hawa
murni yang dikerahkan sampai bergetar. Serombongan orang yang datang itu rata-rata
336 berkepandaian tinggi, sekali dengar saja, mereka langsung tahu bahwa kedua orang itu
memiliki tenaga Iwe kang yang cukup kuat.
Tanpa dapat dipertahankan lagi, Lie Cun Ju dan Kim Sin Go Lim langsung tertegun.
Diam-diam mereka berpikir dalam hati, tampaknya kedua orang itu diundang hanya
sebagai penerima tamu saja. Kedudukan yang rendah, tetapi mempunyai kepandaian
yang demikian tinggi. Dapat dibayangkan bahwa perundingan yang diselenggarakan
oleh keluarga Sang kali ini, mungkin bisa menimbulkan hujan badai yang dahsyat dan
bukan sekedar pertemuan iseng belaka.
Selesai melaporkan kedatangan para tamu, kedua orang itu mempersilakan mereka
masuk. Tanpa sungkan-sungkan lagi Kim Sin Go Lim beserta rombongannya
melangkah melalui jembatan itu. Begitu memasuki perkampungan, tampak banyak
kamar dan ruangan yang baru dibangun. Modelnya bagus dan bangunannya tampak
kokoh. Di bagian kiri kanan terdapat tembok batu yang permukaannya penuh dengan
lukisan. Di tengah-tengah terdapat jalan setapak menuju sebuah ruangan besar. Ketika
rombongan itu sampai di pintu ruangan tampak dua orang pemuda berusia kurang
lebih dua puluh tiga dan dua puluh empat tahun keluar menyambut mereka dengan
berjalan berdampingan.
Kedua pemuda itu merangkapkan sepasang kepalan tangan mereka lalu menjura
dalam-dalam. "Kim Sin Go Lim sudi berkunjung ke sini, benar-benar membawa kecemerlangan bagi
kami. Cayhe Sang Cin, Sang Hoat."
Kim Sin Go Lim memperhatikan kedua pemuda itu sesaat, hatinya langsung terkesiap.
Ketika menerima undangan atas nama 'Sang Cin dan Sang Hoat', tokoh-tokoh dunia bu
lim sudah dapat menerka bahwa urusan yang akan dirundingkan pasti ada
hubungannya dengan kematian seluruh anggota keluarga Sang.
Tetapi para tokoh dunia bu lim juga belum pernah mendengar nama Sang Cin dan
Sang Hoat. Karenanya, mereka menduga bahwa kedua orang yang menyebarkan
undangan itu pasti tokoh berilmu tinggi dan masih ada hubungan saudara dekat dengan
si Kakek berambut putih tetapi sudah lama meninggalkan tanah keluarga Sang.
Ternyata setelah ditemui sekarang, orang yang bernama Sang Cin dan Sang Hoat baru
dua bocah kemaren sore yang menginjak dewasa. Bagaimana hati Kim Sin Go Li in
tidak menjadi heran dibuatnya.
Sementara itu, Kim Sin Go Lim juga tidak enak hati menunjukkan perasaannya di
hadapan umum. Terpaksa dia mengucapkan beberapa patah kata formalitas di depan
keduanya. Kemudian ada orang yang datang dan mengantarkan mereka beristirahat di
dalam. Di saat Kim Sin Go Lim melangkah memasuki ruangan itu, Lie Cun Ju sengaja
membiarkan dirinya berjalan di bagian belakang dan diam-diam memperhatikan
situasi di dalamnya.
337 Tampak di dalam ruangan itu sudah hadir cukup banyak tokoh dunia bu lim. Malah
ada beberapa di antaranya dikenali Lie Cun Ju sebagai jago kelas satu. Tetapi Lie Cun
Ju tidak menyapa mereka. Ketika Kim Sin Go Lim sudah masuk, dia baru maju satu
tindak kemudian menjura kepada Sang Cin dan Sang Hoat.
"Cayhe Lie Cun Ju. Ada suatu urusan yang ingin mohon petunjuk saudara berdua!"
"Apabila ada urusan apa-apa, silakan Lie heng utarakan saja. Tidak perlu sungkansungkan!"
sahut Sang Cin dan Sang Hoat cepat.
"Ayah cayhe bernama Pat Kua kim gin kiam Lie Yuan ..."
Baru berbicara sampai di sini, wajah Sang Cin dan Sang Hoat sudah agak berubah.
"Rupanya Lie heng, apakah Lie heng sudah mendengar tentang musibah yang
menimpa kedua orang tuamu?" tanya Sang Cin dengan suara berbisik.
Lie Cun Ju menganggukkan kepalanya. "Tidak salah. Siaute tiga tahun lamanya tidak
pernah menginjakkan kaki di dunia bu lim. Tak disangka baru saja sampai di daerah
Tiong goan, tahu-tahu sudah mendengar berita tentang kematian kedua ayah ibu Siaute
yang menurut desas desus terjadi di tanah keluarga Sang. Maka dari itu, siaute sengaja
datang kemari untuk meminta keterangan dari hengtai berdua."
Meskipun ucapan Lie Cun Ju dicetuskan dengan sungkan, tetapi justru mengandung
desakan. Sang Cin dan Sang Hoat langsung menarik nafas panjang. "Karena Lie heng sudah
datang kemari, tentunya kami akan menceritakan semuanya dengan terperinci. Harap
Lie heng ikut dengan kami!"
Sembari memerintahkan orang-orangnya untuk menyambut kedatangan tamu lainnya,
kedua kakak beradik itu mengajak Lie Cun Ju keluar dari ruangan besar itu. Setelah
membelok di beberapa kelokan, mereka sampai di hadapan sebuah pintu berbentuk
bundar dan terbuat dari besi. Sang Cin dan Sang Hoat serentak menekan beberapa
buah tombol yang terdapat di pintu itu.
Terdengar suara yang bergemuruh, perlahan-lahan pintu bundar itu pun menyingkap.
Sang Cin mengulapkan tangannya.
"Lie heng, silakan!"
Lie Cun Ju memperhatikan keadaan di dalamnya. Rupanya sebuah ruangan kosong
yang berbentuk lingkaran seluas dua-tiga depaan. Tanpa dapat dipertahankan lagi, dia
mengernyitkan keningnya.
"Tempat ini . . ."
Sang Cin dan Sang Hoat langsung tersenyum.
338 "Lie heng tidak perlu khawatir, kita mempunyai musuh besar yang sama. Tidak ada
ingatan sedikit pun untuk mencelakai Lie heng." Sembari berkata, kedua kakak
beradik itu pun mendahului Lie Cun Ju melangkah ke dalam.
Sebaliknya Lie Cun Ju yang merasa tidak enak hati karena belum apa-apa, dia sudah
menaruh kecurigaan kepada kedua bersaudara itu. Karenanya, dia pun cepat-cepat
melangkah ke dalam. Sang Hoat menekan lagi sebuah tombol yang terdapat di bagian
dalam. Pintu bundar tadi langsung merapat kembali. Setelah masuk ke dalam ruangan
itu, mimik wajah mereka pun tidak setegang tadi lagi.
"Ruangan itu dikelilingi lapisan baja. Berbicara di sini, tidak takut akan terdengar
orang lain," kata Sang Hoat menerangkan.
Pada saat itu, Lie Cun Ju justru dilanda kebingungan. Dia tidak mengerti apa yang
dilakukan kedua saudara itu. Tetapi dia tidak enak hati untuk bertanya.
"Lie heng, ayah ibumu sebetulnya mati di tangan Gin leng hiat ciang I Ki Hu," kata
Sang Cin. Wajah Lie Cun Ju langsung berubah pucat pasi. Untuk sesaat dia sampai tidak
sanggup mengucapkan sepatah kata pun.
"Dia lagi?" tanya Lie Cun Ju kemudian.
Sang Cin dan Sang Hoat berdua tidak tahu apa arti pertanyaan itu. Tetapi karena hati
mereka sendiri juga sedang dilanda kegelisahan, maka keduanya hanya saling melirik
tanpa menjawab apa-apa.
Suasana di dalam ruangan itu menjadi hening beberapa saat.
"Kalau begitu, ketika di atas perahu tempo hari, apakah I Ki Hu juga yang menotok
jalan darah mereka?" Kembali Lie Cun Ju membuka suara.
Kedua saudara itu tidak langsung menjawab.
"Urusan yang sebenarnya, kami sendiri tidak begitu jelas," sahut Sang Cin.
Wajah Lie Cun Ju berubah menjadi angker. "Menurut apa yang siaute dengar, saat itu
ayah dan ibu diantar oleh Kuan Hong Siau. Kuan tayhiap datang ke tanah keluarga
Sang ini untuk meminta pertolongan kakek kalian, Sang locianpwe agar membebaskan
jalan darah mereka. Mengapa akhirnya tan pa sebab musabab mereka bisa mati di
tangan Gin Leng hiat ciang I Ki Hu, harap kalian bisa menjelaskannya!"
Mendengar nada suara Lie Cun Ju, tampaknya pemuda itu mulai mendesak sedikit
demi sedikit. Sebetulnya, terhadap kematian pasangan suami istri Lie Yuan, Sang Cin dan Sang
Hoat tentunya sudah mempunyai perhitungan tersendiri. Sebab, ketika Kuan Hong
Siau mengantarkan pasangan suami istri Lie Yuan datang ke tanah keluarga Sang,
kakek mereka Sang Hao yang baru melihat sekilas totokan di tubuh keduanya
339 langsung mati saat itu juga. Hal ini menimbulkan perselisihan antara keluarga Sang
dengan Kuan Hong Siau. Akhirnya Kuan Hong Siau dan pasangan suami istri Lie
Yuan berhasil dikurung dalani rumah batu. Dengan demikian, Sang Cin dan Sang Hoat
menjadi serba salah mendengar desakan Lie Cun Ju.
"Lie heng, kedua orang tuamu memang benar-benar mati di tangan I Ki Hu. Meskipun
kami berdua sangat membenci orang itu tetapi kami tidak demikian rendah untuk
memfitnah orang lain apabila ia memang tidak melakukannya."
Lie Cun Ju masih ingin mengajukan pertanyaan, tetapi tiba-tiba telinganya menangkap
sayup-sayup suara terkekeh-kekeh sebanyak dua kali.
Suara terkekeh-kekeh itu secara tiba-tiba bekumandang di telinga, ketiga orang di
dalam ruangan itu pun langsung tertegun.
Tiga tahun yang lalu, baik Sang Cin, Sang Hoat maupun Lie Cun Ju merupakan
pemuda-pemuda yang kepandaiannya biasa-biasa saja.
Tetapi ternyata dalam tiga tahun berikutnya, ketiga orang itu sama-sama menemui
keajaiban. Lie Cun Ju sendiri sudah berhasil mempelajari setengah bagian dari kitab
'Leng Can po liok' di kuil para lhama. Sekarang dia sudah terhitung jago kelas satu di
dunia bu lim. Tetapi, saat itu tetap saja perasaannya terkesiap! Sebab tadi kedua bersaudara Sang
Cin dan Sang Hoat menyatakan bahwa ruangan itu dilapisi lempengan baja sehingga
kedap suara. Dan saat ini, di dalam ruangan hanya ada mereka bertiga. Sedangkan
ketiga-tiganya tidak ada yang bersuara, lalu dari mana datangnya suara terkekeh-kekeh
tadi" "Siapa?" bentak Sang Cin.
Suara terkekeh-kekeh itu kembali terdengar. "Kalian tidak usah tahu siapa aku, tetapi
aku justru tahu bahwa begitu pasangan suami istri Lie Yuan datang ke perkampungan
keluarga Sang ini, mereka langsung dikurung dalam rumah batu sehingga menemui
ajal di sana. Iya bukan?"
Ketika Sang Cin mengeluarkan suara bentakan, Sang Hoat sudah langsung berkelebat
ke arah pintu. Tangannya menekan tombol pintu dan seketika pintu itu membuka
sedikit, dan dia segera menyelinap ke luar.
Tapi, baru saja tubuhnya menyelinap keluar, suara tawa itu sudah meninggi dan
menimbulkan gema berkepanjangan. Dalam sekejap mata saja sudah menjauh.
Kecepatannya benar-benar mengagumkan.
Sang Cin dan Lie Cun Ju berdua bergegas ikut menyelinap ke luar. Tampak bayangan
tubuh Sang Hoat seperti anak panah yang melesat cepat mengejar ke depan. Kedua
orang itu langsung mengikuti dari belakang. Dalam sekejap mata, mereka sudah
melalui sebuah lorong panjang. Kemudian melesat lewat di celah pintu yang bundar
dan mengejar ke belakang taman.
340 Tetapi di sepanjang jalan, ternyata mereka tidak menemui seorang pun!
Sang Hoat seperti orang yang dilanda kebingungan. Setelah menenangkan hatinya
sesaat, dia baru menolehkan kepalanya.
"Apakah kalian bisa memastikan yang mengucapkan kata-kata tadi perempuan atau
laki-laki?"
Tanpa berpikir panjang lagi Lie Cun Ju menggelengkan kepalanya.
"Tidak jelas."
"Apakah kau berhasil melihat orang itu?" tanya Sang Cin cepat.
"Ketika aku menyelinap ke luar, aku hanya melihat bayangan seorang perempuan yang
ber-kelebat secepat kilat. Dalam sekejap mata sosok bayangan itu sudah menghilang
dari pandangan."
Ketiga orang itu tertegun. Tiba-tiba terdengar suara bising dari ruangan depan.
Di antara kebisingan, terdengar ada suara dua orang yang sangat lantang, tetapi justru
tidak dimengerti bahasa apa yang mereka gunakan. Tani-pak Sang Hoat
mengernyitkan keningnya.
"Ada apa lagi mereka berdua gembar gembor?"
"Kita lihat saja kesana!" sahut Sang Cin.
Tubuh kedua orang itu langsung bergerak, mereka bermaksud menghambur ke
ruangan depan. Meskipun gerakan tubuh mereka sudah terhitung cepat, tetapi
kelebatan Lie Cun Ju terlebih cepat lagi. Tahu-tahu dia sudah menghadang di hadapan
kedua kakak beradik itu.
Terpaksa Sang Hoat dan Sang Cin menunda gerakannya.
"Lie heng, musuh besar sudah di depan mata, masa kau masih ingin mencari keributan
di antara orang sendiri?"
Lie Cun Ju tertawa dingin.


Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kematian ayah ibuku tidak jelas, aku masih ingin mendapatkan keterangan yang lebih
banyak." Kedua kakak beradik itu saling melirik sekilas. Tiba-tiba saja, tubuh mereka saling
merapat, yang satu mengulurkan telapak tangan kanan, yang lainnya mengulurkan
telapak tangan kiri. Keduanya serentak mengirimkan sebuah serangan ke arah Lie Cun
Ju tanpa menimbulkan suara sedikit pun.
Meskipun kedua pukulan itu tidak menimbulkan suara sedikit pun, tetapi tenaga yang
ter-pancar justru besar sekali. Lie Cun Ju hanya merasa bahwa dalam sesaat ada dua
341 rangkum kekuatan yang tidak berwujud melanda datang. Perasaan marah dalam
hatinya semakin meluap.
Sebetulnya hati Lie Cun Ju paling mencintai perdamaian. Ketika diculik ke perbatasan
Tibet, seluruh ilmu kepandaiannya dimusnahkan oleh hu hoat lhama di sana. Apabila
dalam satu malaman, dia tidak mencatat setengah bagian dari kitab Leng Can Po Liok,
kemudian berlatih diri dengan tekun, dengan demikian, dari bencana dia justru menapat
keuntungan. Mungkin seumur hidup ini, dia tidak bisa meloloskan diri lagi dari
kuil itu. Tetapi meskipun dalam tiga tahun, dia berhasil menguasai lwe kang kembali, di dalam
hatinya tidak pernah terlintas kalimat 'balas dendam'. Mengambil kesempatan di suatu malam
yang gelap gulita, Lie Cun Ju meninggalkan selembar kertas catatan, kemudian
membawa tulisan yang dicatatnya dari setengah bagian kitab 'Leng Can Po Liok', dia
pergi dari perbatasan Tibet.
Dia sampai di daerah Tiong goan dan bermaksud mencari Tao Ling. Dia mendapatkan
banyak perubahan yang telah terjadi selama tiga tahun dia meninggalkan tanah
kelahirannya itu.
Dan semua perubahan yang dihadapinya demikian hebat sehingga membuat
perasaannya terguncang. Semuanya sudah berubah.
Lie Cun Ju persis seperti seorang tawanan perang yang dipenjara selama puluhan
tahun. Semuanya terasa asing baginya. Yang membuat hatinya lebih perih lagi adalah
kabar berita dari beberapa orang yang mengetahui tentang Tao Ling. Menurut mereka
kekasihnya itu sudah menjadi istri si raja iblis Gin Leng hiat ciang I Ki Hu.
Dan sejak tiga tahun yang lalu, gadis pujaannya itu berangkat bersama-sama menuju
sebelah barat gunung Kun Lun san dan sampai hari ini tidak ada kabar beritanya lagi.
Pertama kali mendengar selentingan itu, Lie Cun Ju sama sekali tidak percaya. Dia
justru diam-diam menertawakan orang-orang itu. Karena baginya, itu merupakan suatu
hal yang paling mustahil yang pernah didengarnya.
Tetapi ketika kedua kali dia mendengar cerita yang sama, timbullah kecurigaan dalam
hatinya. Apalagi ketika mendengar untuk ketiga kali, keempat kali dan seterusnya. Lie
Cun Ju memaksakan diri untuk percaya bahwa apa yang didengarnya memang sebuah
kenyataan. Dalam satu bulan belakangan ini, semangatnya entah terbang kemana. Pikirannya
rumit. Malah di tengah perjalanan, ketika ketiga iblis dari keluarga Lung mencari
perkara dengannya, Lie Cun Ju sudah malas melayani. Namun ketika mendengar Lung
Goan Po menyebut nama I hu jin, tanpa sengaja kemarahannya yang terpendam seperti
diungkit kembali. Sampai akhirnya mereka sendiri yang mengalami kerugian.
Sementara itu, karena kematian kedua orang tuanya yang tidak jelas, api amarah dalam
dada Lie Cun Ju semakin berkobar-kobar. Begitu merasa. ada dua rangkum kekuatan
342 yang menerjang ke arahnya, dia segera menjulurkan sepasang Iengannya dan
menyambut keras kedua pukulan itu.
Ketika dia mempelajari ilmu dari sebagian kitab 'Lung Can Po Liok', saat itu ilmu
kepan-daiannya sudah musnah. Karena itu boleh dibilang tenaga dalamnya sekarang
murni dari pelajaran Leng Can Po Liok itu. Tidak ada pengaruh sedikit pun dari
pelajaran lainnya.
Ilmu tenaga dalam pintu Buddha tidak dapal disamakan dengan ilmu partai lainnya.
Begitu dikerahkan, dua rangkum tenaga yang kuat langsung terpancar keluar
menyambut datangnya pukulan Sang Cin dan Sang Hoat.
Kedua kakak beradik itu langsung tergetar mundur sejauh setengah langkah, tetapi Lie
Cun Ju sudah merasakan bahwa kekuatan kedua orang itu benar-benar dahsyat.
Setelah kedua kakak beradik itu tergetar mundur, sudah barang tentu Lie Cun Ju tidak
akan menyudahi urusannya begitu saja. Tubuhnya berkelebat, tiba-tiba kedua jari
telunjuk dan jari tengahnya menjulur ke depan. Dia melancarkan totokan ke bagian
bawah ketiak Sang Cin. Tetapi tubuh Sang Cin juga sekonyong-konyong berputaran,
gayanya aneh sekali. Tahu-tahu dia sudah berhasil mengelakkan diri dari serangan Lie
Cun Ju. Ketika Lie Cun Ju ingin melancarkan serangan yang lainnya, mendadak beberapa
anggota rumah itu berlarian masuk dengan kalang kabut. Nafas mereka tersengalsengal,
wajah pucat pasi. Sang Hoat cepat-cepat menghampiri mereka.
"Ada apa?" tanyanya gugup.
Kedua orang yang baru masuk itu ternyata pelayan keiuarga Sang, begitu melihat
majikannya, wajah mereka tidak setegang tadi lagi. Nafas pun lebih Iega.
"Liong wi kongcu, di ruang depan ..." kata dua orang pelayan itu.
Baru saja berkata sampai di sini, tiba-tiba dari ruangan depan terdengar suara. Blum!
Suara itu memekakkan telinga. Kemudian terdengar suara panik dari para tamu Sang
Cin dan Sang Hoat segera mendorong kedua pelayan itu dan menghambur ke ruangan
depan. Pada saat itu, para tokoh dunia bu lim yang datang memenuhi undangan tidak
semuanya berkumpul di ruangan depan. Mereka memencar di tempat yang lainnya.
Begitu mendengar suara gemuruh tadi, berbondong-bondong mereka lari menuju
ruangan depan untuk melihat apa yang telah terjadi.
Lie Cun Ju mengikuti di belakang Sang Cin dan Sang Hoat. Namun ketika beramairamai
mereka sampai ke pintu masuk ruangan depan, serentak semuanya tertegun.
Rupanya, di ruangan depan, kedua raksasa berpakaian rompi besi itu sedang bertarung
dengan sengit. 343 Bentuk tubuh kedua orang itu sudah termasuk super. Jelas tenaganya juga luar biasa.
Tampaknya mereka berkelahi sudah cukup lama, karena seluruh perabotan di ruangan
depan itu sudah tidak
karuan. Sebagian besar kursi-kursi terbalik di sana sini. Dan sebagian meja juga
berpatahan sehingga hampir tidak ada satu pun yang utuh.
Perasaan para tamu menjadi panik, karena cara berkelahi kedua orang itu seperti tidak
memperdulikan keselamatan diri masing-masing alias kalap. Sedangkan kedua kakak
beradik Sang Cin dan Sang Hoat yang melihat kedua orang itu terlibat perkelahian
sengit justru lebih bingung daripada yang lainnya.
Masalahnya, asal usul kedua orang bertubuh raksasa itu, kecuali mereka berdua kakak
beradik, tidak ada orang lain lagi yang mengetahuinya.
Sang Cin dan Sang Hoat tahu pasti bahwa kedua orang itu sebenarnya saudara kembar.
Biasanya, jangankan berkelahi, berdebat saja tidak pernah. Dalam melakukan tugas
apa pun, mereka selalu sehati dan sejiwa. Siapa pun di antara mereka sama saja. Tetapi
saat ini, kedua orang itu malah bukan berkelahi biasa lagi, lebih tepat dikatakan
mengadu jiwa. Meskipun tubuh mereka terlindung oleh rompi emas, tapi bagian wajah
keduanya sudah penuh dengan luka. Setelah tertegun sejenak, Sang Cin segera
menghambur ke dalam ruangan.
"Apa yang kalian lakukan?" bentak Sang Cin.
Sang Hoat juga sudah menerjang ke dalam. Namun ketika melihat kedua kakak
beradik itu masuk ke dalam ruangan, kedua raksasa yang sedang bertarung itu langsung
memencarkan diri. Senjata yang mirip pedang emas itu pun segera digerakkan
kemudian ditikamkan ke arah Sang Cin dan Sang Hoat. Sebuah serangan yang bukan
main lihainya! Hal itu bahkan benar-benar di luar dugaan kedua kakak beradik ilu. Sebab mereka tahu
watak kedua raksasa itu sangat setia. Apalagi Sang Cin dan Sang Hoat pernah
menanam budi yang besar kepada keduanya. Tidak mungkin mereka justru 'membalas
air susu dengan air tuba'.
Tapi kenyataannya tiba-tiba saja kedua orang itu menyerang mereka. Sang Cin dan
Sang Hoat segera menghindar ke samping. Tubuh mereka berkelebat, tahu-tahu
keduanya sudah sampai di belakang kedua raksasa itu dan ".. Fuh!
Masing-masing pukulan dilancarkan ke punggung kedua raksasa. Kekuatan tenaga
dalam Sang Cin dan Sang Hoat benar-benar hebat.
Tetapi begitu pukulan mereka dikerahkan, ter-dengar suara. Trang!
Pukulan itu niembentur rornpi emas yang melindungi tubuh keduanya. Tubuh
keduanya ter-huyung-huyung lalu terdesak ke depan satu langkah. Namun mereka
segera membalikkan tubuh dan menerjang kembali dengan ganas.
344 Cara mereka menghadapi Sang Cin dan Sang Hoat seperti berhadapan dengan musuh
bebuyutan. Perasaan kedua kakak beradik Sang Cin dan Sang Hoat semakin terkejut
dan bingung. Di samping itu, mereka diperlakukan sedemikian rupa oleh bawahan
sendiri di hadapan umum. Rasa malu pun nerubah jadi perasaan gusar. Beberapa kali
berturut-turut mereka mengeluarkan suara bentakan, tetapi kedua raksasa itu seperti
tidak mendengarnya sedikit pun
Jilid 7________
Tubuh Sang Cin membungkuk sedikit. Kemudian bergerak ke samping. Kelima jari
tangannya yang menekuk membentuk cakar, diputarnya sehingga timbul lingkaran
kecil. Kemudian menjulur ke depan mencengkeram ke arah pergelangan tangan salah
seorang raksasa itu. Ketika jari tangannya sudah hampir mencapai pergelangan tangan
lawannya, tiba-tiba cakarnya berubah menjadi totokan dan tepat mengenai
pergelangan tangan raksasa itu.
Kelima jari tangan orang itu langsung merenggang, senjata yang mirip pedang emas
itu pun terlepas seketika. Sang Cin tidak memberi kesempatan, dia maju ke depan satu
langkah, bayangan telapak tangannya berpijaran, kemudian menjulur ke bawah dan
menghantam tepat di bawah pusar raksasa itu.
Perut bawah Raksasa itu dihantam oleh pukulan Sang Cin. Tubuhnya terhuyunghuyung,
ka-kinya terdesak mundur beberapa langkah.
Bum "..! Tubuh orang itu jatuh di tanah. Mulutnya mengeluarkan busa putih. Dapat
dipastikan tidak sadarkan diri.
Sementara itu Sang Hoat juga sudah berhasil meringkus raksasa yang satunya lagi. Ia
mencengkeram pergelangan tangan orang itu sambil membentak dengan suara tajam.
"Ustak! Apa yang kau lakukan?"
Raksasa yang satu itu menggerung marah.Tiba-tiba membalikkan tubuhnya dan
menggunakan kepandaianya menyeruduk bagian dada Sang Hoat.
Kemarahan Sang Hoat hampir meledak. Secepat kilat dia menjulurkan tangannya
menekan ubun-ubun Ustak dan bermaksud mengerahkan tenaga dalamnya agar
tergetar dan membuatnya mati seketika.
"Hoat te, tunggu dulu!" seru Sang Cin.
Mendengar suara teriakan abangnya, tenaga dalam Sang Hoat langsung ditarik
kembali. Tangannya bergerak turun sedikit kemudian menekan di jalan darah belakang
otak Ustak. Mulut raksasa itu mengeluarkan suara seperti batuk-batuk kecil, dia pun
terjerembab di atas tanah tanpa sanggup berdiri lagi.
"Kenapa?" tanya Sang Hoat menoleh kepada abangnya.
"Jangan mempersulit dia lagi, mereka sudah terkena bokongan orang."
"Bagaimana kau bisa tahu?"
345 Sang Cin mengangkat lengan raksasa yang berhasil dilumpuhkannya.
"Coba kau lihat, di pergelangan tangan Ustak pasti ada bekas luka yang sama!"
Sang Hoat segera mengangkat lengan Ustak dan diperhatikannya dengan teliti.
Ternyata di pergelangan Ustak terdapat tanda merah yang membengkak. Setelah
dilihat dari dekat, bahkan ditemukan dua lubang kecil di tengah-tengah bagian yang
membengkak itu.
Sedangkan dari kedua lubang kecil itu, mengalir ke luar sedikit cairan yang warnanya
kehitaman. Sang Hoat langsung mengeluarkan suara dengusan dingin.
"Entah sahabat mana yang ada ganjalan dengan kami dua bersaudara, silakan keluar
saja untuk berhadapan dengan kami. Untuk apa mencelakai kedua orang yang tidak
bersalah ini?"
Ketika mengucapkan kata-kata itu, tampang muka Sang Hoat sudah berubah
sedemikian rupa sehingga benar-benar tidak enak dilihat.
"Dimana Leng Coa sian sing, harap maju ke depan untuk menemui kami!" kata Sang
Cin setelah selesai ucapan Sang Hoat.
Dari antara kerumunan orang banyak, terdengar suara seseorang meruyahut.
"Entah cu jin (tuan rumah) ingin memberikan petunjuk apa?" Kemudian, tampak
seseorang yang bertubuh pendek kecil dengan tangan membawa sebatang tongkat
yang dililit seekor ular, berjalan ke luar dengan perlahan-lahan.
Kedua kakak beradik dari keluarga Sang segera berkata dengan nada dingin.
"Leng Coa sian sing megenal semua ular beracun yang ada di duniai ini. Kedua orang
kami ini tampaknya digigit ular toerbisa sehingga menjadi gila. Harap Sian sing
memberi petunjuk kepada kami bagaimana membereskan masalah ini!"
Mendengar ucapan kedua kakak beradik itu, perasaan Leng Coa sian sing jadi
mendongkol. Diam-diam dia berpikir dalam hati, kedua tuan rumah cilik ini mungkin
mencurigai aku yang turun tangan kepada kedua orangnya itu. Tapi pada dasarnya
Leng Coa sian sing ini licik sekali, seperti tidak merasakan apa-apa.
"Biar aku periksa dulu, setelah itu baru bisa memastikan."
Sembari berbicara, dia menghampiri Ustak dan berjongkok di sampingnya. Setelah
memeriksa sebentar, tampak mimik wajahnya agak berubah.
Pada mulanya, kedua kakak beradik dari keluarga Sang memang curiga jangan-jangan
si manusia ular itu yang membokong Ustak dan saudara kembarnya. Sebab setahu
mereka hanya Leng Coa sian sing yang paling gemar bermain-main dengan ular.
Tetapi begitu melihat perubahan mimik wajah Leng Coa sian sing saat itu, mereka
langsung tahu dugaannya salah. Tampak manusia ular itu berpindah ke raksasa yang
346 satunya lagi kemudian mengangkat lengannya ke atas dan diperhatikan kembali
dengan teliti. Kali ini, mimik wajah Leng Coa sian sing berubah semakin hebat lagi. Kakinya
bahkan menyurut mundur ke belakang dua langkah. Tampangnya serius sekali.
"Cu jin, beberapa hari belakangan ini apakah kalian disatroni musuh bebuyutan?"
"Leng Coa sian sing, sebetulnya racun apa yang menyerang mereka berdua" Tentunya
dari sejenis ular berbisa kan?" tanya kakak beradik dari keluarga Sang itu serentak.
"Ular berbisa ini bernama Kim ci can jit (Uang emas menentang matahati), di seluruh
kolong langit ini, adanya hanya di sebelah barat gunung Kun Lun san, lagipula sulit
ditemukan. Meskipun sengaja dicari selama seratusan tahun, apabila berhasil
menemukan satu ekor, sudah termasuk keajaiban. Tidak pernah ada di daerah lainnya."
Selesai menjelaskan, Leng Coa sian sing langsung berdiam diri. Dan para undangan
yang hadir di tempat itu juga mendengar dengan jelas kata-katanya. Perasaan rnereka
juga ikut tertekan. Meskipun nama ular itu sangat aneh, dikhawatirkan kecuali Leng
Coa sian sing sendiri, biarpun orang yang ilmu kepandaiannya lebih tinggi darinya,
juga tidak bisa mengenali jenis ular itu. Namun mimik wajah niereka rata-rata berubah
ketika mendengar disebutnya sebelah barat gunung Kun Lun san.
Tiga tahun yang lalu, entah berapa banyak tokoh berilmu tinggi dari dunia bu lim yang
menuju sebelah barat gunung Kun Lun san, mereka kembali lagi tanpa hasil apa-apa.
Sedangkan I Ki Hu ayah dan putri, serta Hek Tian mo Cen Sim Fu serta kakak beradik
Tao Heng Kan, justru tidak terdengar kabar beritanya lagi. Hal itu lambat laun sudah
mulai dilupakan oleh kalangan masyarakat. Tetapi tentu saja tidak mungkin terhapus
sama sekali dari ingatan.
Karena itu, orang-orang yang mendengar ucapan Leng Coa sian sing, sebagian besar
langsung mengeluarkan seruan terkejut. Mereka dapat merasakan urusan itu pasti pelik
sekali. "Sahabat Sang, apakah beberapa hari belakangan ini ada tamu yang baru kembali dari
wilayah barat?" tanya Leng Coa sian sing lagi.
Perasaan kakak beradik dari keluarga Sang ini mengatakan masalahnya mulai gawat.
Tetapi mereka mencoba berpikir dengan tenang, rasanya dalam beberapa hari ini, di
antara orang-orang yang memenuhi undangan, tidak ada seorang pun yang datang dari
wilayah barat. Karena itu mereka pun menggelengkan kepalanya.
Wajah Leng Coa sian sing tampak serius.
"Sekarang, para pendekar dan orang-orang gagah yang mendapat undangan, boleh
dibilang sembilan bagian sudah berdatangan. Rasanya sahabat Sang sekarang sudah
boleh mengutarakan maksud kalian mengundang kami kemari."
Sang Cin dan Sang Hoat saling melirik sekilas.
347 "Baiklah. Harap saudara sekalian duduk di ruangan dalam!"
Untuk sesaat, para tamu yang berkumpul di luar ruangan berbondong-bondong masuk
ke dalam. Lie Cun Ju juga ikut terdesak masuk di antara kerumunan orang-orang itu.
Kemudian dia memilih tempat duduk yang di pojok.
Tidak lama kemudian, seluruh ruangan itu sudah dipenuhi para tokoh dari berbagai
partai maupun perguruan terkemuka. Jumlahnya mencapai seratus orang lebih. Tidak
ada seorang pun yang bersuara. Suasana di dalam ruangan itu begitu heningnya
sehingga orang yang tidak tahu pasti tidak menyangka di dalam ruangan itu banyak
orang. Tampak Sang Cin berdiri dengan perlahan-lahan. Mula-mula dia menjura ke
sekelilingnya. "Para pendekar dan saudara-saudara yang gagah, kami dua kakak beradik dari
keluarga Sang mengundang kedatangan kalian di sini, sebetulnya karena ada masalah


Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang membuat hati gundah," kata Sang Cin dengan suara berat.
Berkata sampai di sini, dia berhenti sebentar. Tiba-tiba di antara para tamu ada yang
berteriak. "Ada urusan apa" Katakan langsung saja! Buat apa berputar ke sana ke mari" Bikin
bingung saja."
Sang Cin menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Tampak orang yang berbicara,
seorang laki-Iaki bertubuh tinggi besar dan berewokan, tampangnya berangasan dan
wataknya pasti tidak sabaran. Karena itu Sang Cin juga malas melayaninya. Pemuda
itu segera melanjutkan kata-katanya kembali.
"Tapi masalah yang membuat kami gelisah ini kemungkinan ada kaitannya dengan
seluruh bu lim. Karena itu kami memberanikan diri menyebar undangan kepada para
pendekar dan saudara-saudara yang gagah sekalian untuk berkumpul di perkampungan
kami ini. Perlu kalian ketahui, kakek kami Sang Hao dan seluruh sanak saudara kami
sudah mati. Hal ini pasti sudah kalian ketahui. Tetapi apa yang belum kalian ketahui,
justru mereka semua mati di tangan orang yang sama ..."
"Siapa orang itu?" tanya seseorang dari kerumunan para tamu.
Suara Sang Cin semakin lama semakin tajam.
"Gin leng hiat ciang I Ki Hu."
Setelah mendengar kata-kata Sang Cin, sebagian besar para tokoh bu lim memang
sudah menebaknya.
Tempo hari, ketika keluarga Sang tertimpa bencana besar-besaran, sebagian besar para
tokoh dunia bu lim sudah dapat menduga bahwa orang yang sanggup melakukan hal
itu kemungkinannya hanya ada beberapa. Tapi yang paling di mungkinkan yakni Gin
leng hiat ciang I Ki Hu.
348 Suasana di dalam ruangan hening kembali.
"Sahabat keluarga Sang, tetapi selama tiga tahun belakangan ini Gin leng hiat ciang I
Ki Hu justru tidak ada kabar beritanya," seru Kim Sin Go Lim.
Baru saja Kim Sin Go Lim berkata sampai di sini, tiba-tiba dari bagian atas ruangan
berkumandang suara tertawa dingin.
Pada saat ini, hari sudah terang tanah, matahari sudah menyorot dengan terik. Tetapi
suara tertawa yang berkumandang dari atas ini tetap saja membuat perasaan para tamu
yang hadir di dalam ruangan itu jadi bergidik.
Semua tamu yang hadir langsung mendongakkan kepalanya, tetapi di atas tiang
penglari tidak ada apa-apa. Bahkan tidak terlihat bayangan seorang pun.
Suara tertawa yang dingin itu, dapat didengar dengan jelas, sedangkan para tamu yang
hadir hari itu boleh dibilang rata-rata terdiri dari jago kelas tinggi. Tetapi begitu
mereka mendongakkan kepalanya, bayangan orang yang mengeluarkan suara itu
menghilang. Hal ini benar-benar merupakan peristiwa yang tidak masuk akal.
Tanpa dapat ditahan lagi perasaan para tamu yang hadir jadi bingung. Kim Sin Go
Lim segera mengeluarkan suara siulan panjang. Tiba-tiba tubuhnya mencelat ke udara.
"Sahabat dari keluarga Sang, maafkan kelancanganku ini!" teriak Go Lim.
Sekali lagi para tamu tertegun, mereka tidak mengerti apa maksud ucapan Kim Sin Go
Lim. Tetapi gerakan tubuh orang tua itu cepatnya benar-benar sulit diuraikan dengan
kata-kata. Begitu mencelat ke atas, tangannya menjulur ke depan.
Pluk .....! Tiang penglari kena dicengkeramnya. Dalam waktu yang bersamaan,
telapak tangan kanannya menghantam ke langit-langit ruangan itu. Angin dari pukulan
tepat mengenai sasaran.
Bum .....! Terdengar suara ledakan yang keras, wuwungan rumah hancur seketika.
Ketika para tamu mendongakkan kepalanya, tampak bagian langit-langit ruangan itu
sudah terdapat celah yang besar.
Orang-orang yang berkumpul di perkampungan keluarga Sang hari itu, merupakan
para tokoh yang sudah banyak pengalaman dan berpengetahuan luas.
Karena itu, melihat Kim Sin Go Lim menghantam langit-langit ruangan itu sehingga
terlihat celah yang besar, mereka segera sadar bahwa orang yang mengeluarkan suara
tertawa dingin tadi ternyata mengerahkan tenaga dalamnya yang dahsyat sehingga
suara tawanya dapat berkumandang di dalam ruangan. Padahal orangnya sendiri bukan
berada di tiang penglari namun di bagian luar atap ruangan.
Langit-langit ruangan itu jebol seketika, debu-debu berjatuhan. Dalam waktu yang
bersamaan, dari celah yang terbuka itu, para tamu yang hadir dalam ruangan sempat
melihat sesosok bayangan berpakaian putih melintas dengan kecepatan kilat dan dalam
349 sekejap mata sudah menghilang. Sosok bayangan itu kecil ramping. Ramhutnya
panjang mencapai bahu. Ternyata seorang gadis.
"Jangan kabur!" bentak Kim Sin Go Lim
Tubuh Go Lim kembali mencelat di udara dan tahu-tahu sudah menyelinap ke luar
lewat celah wuwungan rumah.
Di saat suara bentakannya masih bergema di telinga para hadirin, tiba-tiba ada
seseorang lagi yang berteriak.
"I kouwnio, kaukah itu?"
Seiring dengan pertanyaan tadi, tampak sesosok bayangan bagai gumpalan asap yang
me-ngepul ke atas, tetapi tahu-tahu justru sudah melewati tubuh Kim Sin Go Lim yang
mencelat terlebih dahulu. Dalam sekejap mata tubuh itu sudah melesat melaiui celah
yang terbuka tadi.
Melihat ada yang mendahuluinya, perasaan Kim Sin Go Lim menjadi marah.
Fuh ........!! Tangannya menjulur ke depan, melintasi udara dan melancarkan sebuah
cengkeraman. Tetapi gerak tubuh tadi cepatnya jangan dikatakan lagi. Meskipun Kim
Sin Go Lim langsung menjulurkan tangannya ketika mengetahui ada yang
mendahuluinya, ternyata ujung pakaian orang itu saja tidak tersentuh olehnya.
Kim Sin Go Lim mengeluarkan dengusan satu kali, tubuhnya melayang turun tepat
menginjak di atas tiang penglari.
Dalam keadaan panik, kakak beradik Sang Cin dan Sang Hoat juga melesat ke atas
lalu menyelinap ke luar melalui celah wuwungan rumah. Tetapi begitu mereka sampai
di atas atap, tampak dua sosok bayangan sedang melesat secepat terbang
meninggalkan tempat itu.
Sebentar saja dua sosok bayangan itu sudah berubah menjadi titik hitam dan sekejap
mata kemudian sudah tidak terlihat lagi.
Kedua kakak beradik keluarga Sang menyadari gerakan tubuh kedua orang itu
demikian cepat. Mereka sendiri pasti tidak sanggup mengejar. Karena itu terpaksa
mereka kembali ke dalam ruangan untuk merundingkan pembalasan dendam terhadap
I Ki Hu. Kita kembali pada saat wuwungan rumah baru saja dijebolkan, celah yang cukup besar
terlihat. Kemudian ada sesosok bayangan putih melesat secepat kilat. Para tamu yang
hadir berusaha memperhatikan dengan seksama. Tetapi mereka hanya dapat melihat
bahwa sosok bayangan yang melesat itu seorang perempuan. Tetapi tidak ada seorang
pun yang sempat melihat raut wajahnya.
Tapi Lie Cun Ju yang ikut hadir di dalam ruangan itu juga sempat melihat bayangan
tersebut. Tiba-tiba saja hatinya seperti menerima pukulan bathin yang berat. Untuk
sesaat dia justru tertegun.
350 Dalam waktu yang singkat, Lie Cun Ju mengenali bayangan yang berkelebat tadi
sebagai putri Gin leng hiat dang, I Giok Hong. Karena itu pula, dia segera berseru
memanggil. Sekaligus menghimpun hawa murninya dan melesat ke atas dan
menyelinap ke luar lewat celah wuwungan rumah.
Ketika Lie Cun Ju sampai di atas atap, bayangan orang itu kurang lebih lima depaan
dari tempatnya berada. Pakaiannya yang putih berkibar-kibar, ikat pinggangnya
berwarna hijau pupus. Dia dapat melihat dengan jelas. Kalau hukan I Giok Hong,
siapa lagi" Lie Cun Ju segera mengerahkan ilmu ginkangnya mengejar.
Dalam sekejap mata, berbagai kenangan timbul dalam benak Lie Cun Ju. Tentu saja
antara dia dan I Giok Hong tidak pernah terjalin hubungan apa pun. Tetapi I Giok
Hong justru bersama-sama dengan Tao Ling dan yang Iainnya ketika mencari rahasia
Tong tian pao liong di sebelah harat Gunung Kun Lun san. Bahkan sampai sekarang
tidak ada kabar beritanya.
Mungkin dari I Giok Hong, dia bisa menanyakan kabar tentang Tao Ling. Sedangkan
Lie Cun Ju sendiri, sejak mendengar berita bahwa Tao Ling telah menikah dengan Gin
leng hiat ciang, I Ki Hu. Dia bersumpah untuk mengelilingi seluruh dunia ini untuk
menemukan Tao Ling. Dia ingin meminta penjelasan dari gadis itu.
Maka dari itu, tanpa keraguan sedikit pun Lie Cun Ju mengerahkan ilmu meringankan
tubuh untuk mengejar terus ke depan. Selama di kuil para Ihama, Lie Cun Ju terus
berlatih dengan giat. Dalam tiga tahun, ilmu silatnya bukan saja sudah pulih kembali,
bahkan tenaga dalamnya malah jauh lebih tinggi dibandingkan sebelum
kepandaiannya dimusnahkan. Tetapi bayangan di depannya yang dia yakin adalah I
Giok Hong, juga memiliki gerakan tubuh yang mengejutkan. Dalam waktu yang
singkat, dia sudah mengejar sejauh belasan li. Tetapi jarak di antara mereka tetap lima
depaan. Terhadap kepandaiannya sendiri, tentu saja Lie Cun Ju mempunyai perhitungan.
Setelah me-ngejar sejauh belasan li, jarak di antara ia dan I Giok Hong masih tidak ada
perbedaan. Hal itu membuktikan bahwa kepandaian lawannya tidak berada di bawah
dia sendiri. Sesaat kemudian, mereka sudah berlari lagi sejauh tiga-empat li. Daerah Si Cuan
banyak pegunungan. Perkampungan keluarga Sang justru terletak di tengah-tengah
pegunungan itu. Setelah berlari lebih dari dua puluh li, mereka sudah sampai di
jalanan gunung yang berkelok-kelok.
Perasaan Lie Cun Ju jadi tidak sabar.
"I kouwnio, aku toh sudah mengenalimu, mengapa kau harus menghindar terus?"
teriak Lie Cun Ju.
Sembari berteriak, gerakan kaki Lie Cun Ju tidak berhenti. Dia malah berusaha untuk
berlari lebih cepat lagi. Tidak disangka, begitu suara teriakannya sirap, gadis yang
sedang berlari itu tiba-tiba menghentikan gerakan kakinya lalu membalikkan
tubuhnya. Pada saat itu, keduanya sedang berlari secepat kilat. Ketika gadis
351 berpakaian putih itu menghentikan gerakan kakinya, untuk sesaat Lie Cun Ju justru
tidak sanggup mengendalikan luncuran tubuhnya sendiri.
Cuiiitttt! Tubuhnya masih meluncur terus sejauh lima, enam depa kemudian berhenti
tepat di depan gadis berpakaian putih itu.
Belum sempat Lie Cun Ju melihat wajah gadis itu, tiba-tiba gadis itu sudah
menjulurkan tangannya untuk mengirimkan sebuah totokan ke dada Lie Cun Ju.
Bukan hanya gerakannya saja yang cepat, jurus yang digunakannya pun aneh sekali.
Pada umumnya orang menotok jalan darah menggunakan jari telunjuk dan jari tengah.
Memang ada juga aliran perguruan yang menurunkan ilmu totokan dengan satu jari,
misalnya It ci sin kang (Tenaga sakti satu jari) dari Kerajaan Tay Li. Akan tetapi gadis
itu lain daripada yang lain. la melancarkan sebuah totokan ke bagian dada Lie Cun Ju
menggunakan jari manis. Hal itu belum pernah ditemui Lie Cun Ju sebelumnya.
Pemuda itu terkejut setengah mati.
Ingin menyurut mundur, tetapi tidak keburu. Dalam keadaan panik, ia menarik nafas
dalam-dalam lalu menghentakkan tubuh bagian atasnya ke belakang. Dengan susah
payah akhirnya dia berhasil juga menghindar dari serangan gadis itu.
Namun, baru saja satu jurus tadi selesai dikerahkan, kelima jari tangan gadis itu
merenggang. Pergelangan tangannya memutar dan tahu-tahu dia sudah mengirimkan
sebuah cengkeraman lagi.
Cengkeraman yang dilancarkan gadis itu juga beium pernah ditemui Lie Cun Ju
seumur hidup. Benar-benar aneh, gerakan cengkeramannya justru dari bawah
mengincar ke atas. Lagi pula berbeda dengan umumnya. Untung saja di kuil para
lhama, selama tiga tahun Lie Cun Ju beriatih diri dari setengah bagian kitab 'Leng Can
Po Liok'. Pelajaran itu sangat luar biasa. Jauh berbeda dengan pelajaran pada
umumnya. Lie Cun Ju sadar bahwa sia-sia saja dia menghindar ke kiri atau ke kanan,
karena cengkeraman tangan gadis itu dapat bergerak mengejarnya. Dengan demikian
dalam sekejap mata ia akan jatuh di bawah angin. Karena itu dia segera bersiul
nyaring, kemudian menghentakkan kakinya di atas tanah lalu mencelat ke atas setinggi
dua depaan. Serangan yang dilancarkan gadis itu berupa cengkeraman, lagi pula arahnya dari
bawah ke atas. Begitu Lie Cun Ju melesat tinggi di udara, jelas serangannya mengenai
tempat yang kosong. Tapi saat itu juga terdengar dia mendengus satu kali. Tubuhnya
membentuk bayangan dan tahu-tahu ikut melesat ke atas. Posisinya tetap berhadapan
dengan Lie Cun Ju dan jaraknya dekat sekali.
Pergelangan tangan Lie Cun Ju memutar, dengan melintasi udara dia mengirimkan
sebuah pukulan. Dalam waktu yang bersamaan, dia mendongakkan wajahnya untuk
menatap si gadis berpakaian putih. Namun ketika melihat dia justru langsung tertegun.
Gadis berpakaian putih itu mengenakan sehelai cadar berwarna hitam. Seluruh bagian
wajahnya tertutup oleh cadar itu, kecuali sepasang matanya yang tampak menyembul
ke luar melalui dua lubang kecil.
352 Ketika Lie Cun Ju mengirimkan sebuah pukulan, tubuh gadis itu sedang melayang
turun. Maka serangan pemuda itu gagal. Tampak keduanya sudah berdiri lagi di atas
tanah. Tiba-tiba tangan gadis itu mengibas ke depan, cahaya keperakan menyilaukan
mata. Seutas pecut ber-warna perak bagai seekor ular meluncur ke arah pergelangan
tangan Lie Cun Ju.
Melihat datangnya ayunan pecut itu, Lie Cun Ju langsung mengeluarkan suara
bentakan "Bagus!"
Saat itu Lie Cun Ju yakin bahwa gadis itu memang I Giok Hong.
Sebab bukan hanya bentuk tubuh dan gerak geriknya yang sama, bahkan senjata yang
digunakan, yakni pecut perak itu pun memang pecut yang sering digunakan I Giok
Hong. Sementara itu, Lie Cun Ju menghentakkan sebelah kakinya di atas tanah kemudian
berputaran beberapa kali menjauhkan diri. Dengan demikian dia bisa menghindar dari
ayunan pecut I Giok Hong.
"I kouwnio, kita tidak perlu mengungkit urusan lama, aku hanya ingin mencari sedikit
berita darimu. Bisakah kita hentikan pertarungan ini sejenak?"
Gadis berpakaian putih itu mendengus satu kali.
"Berita apa?" tanyanya ketus.
"I kouwnio . . ."
Baru saja mengucapkan sepatah kata, tiba-tiba gadis itu membungkukkan tubuhnya
sedikit dan mengayunkan pecutnya secepat kilat.
"Siapa I kouwnio!"
Dengan panik Lie Cun Ju menghindarkan diri. Dalam hati dia menggerutu, kurang
ajar. Kalau dia bukan I kouwnio, buat apa aku bersusah payah mengejarnya sampai
kemari" Karena itu, cepat-cepat dia bertanya lagi.
"Apakah nona bukan putri Gin leng hiat ciang I Ki Hu?"
Gadis itu mengayunkan pecutnya ke sana ke mari. Seluruh tubuh Lie Cun Ju seperti
terkurung cahaya keperakan yang terpancar dari pecutnya. Sembari menggerakkan
pecutnya dia menyahut dengan suara melengking.
"Bukan! Bukan! Bukan!"
Lie Cun Ju dikurung oleh bayangan pecut itu. Dia sadar apabila tidak membalas
menyerang, lambat laun sekali waktu pasti akan tersambar pecut yang hebat itu.
353 Sebetulnya Lie Cun Ju tidak ingin membalas serangan gadis itu. Bukan karena gentar,
melainkan karena dia yakin gadis berpakaian putih itu adalah I Giok Hong. Sedangkan
begitu banyak pertanyaan yang ingin diajukannya kepada gadis itu. Bagaimana
mungkin ia menimbulkan gara-gara dengannya"
Lie Cun Ju terpaksa menahan kedongkolan hatinya. Kembali dia menghindar dari
tujuh-delapan jurus serangan. Bayangan pecut semakin lama semakin ketat.
Tar!! Pecut kembali menyambar. Lengan baju Lie Cun Ju pun terkena sambarannya
sehingga terkoyak sebagian. Untung saja gerakan pemuda itu cukup gesit. Andaikata
tenaga dalamnya kalah jauh dan gerakannya kurang gesit, niscaya lengannya akan
terputus. Lie Cun Ju melihat lengan bajunya terlilit ujung pecut. Ketika gadis itu menghentikan
gerakannya, pikiran pemuda itu langsung tergerak. Dia menghentakkan kakinya di
tanah dan menerjang ke depan. Dengan menjulurkan tangannya, lengan baju sendiri
yang masih terlilit pecut itu berhasil dicengkeramnya.
Begitu ujung lengan bajunya tercengkeram, jelas tali pecut itu menjadi kencang. Lie
Cun Ju memanfaatkan kesempatan itu untuk maju beberapa langkah. Telapak
tangannya dijadikan senjata. Lengan diangkat ke atas, telapak tangannya diturunkan.
Dengan jurus 'Angin musim gugur merontokkan dedaunan', dia menebas ke arah
pergelangan tangan gadis itu.
Pada saat itu, tampak keduanya bertarung dengan tubuh yang hampir merapat. Ketika
telapak tangan Lie Cun Ju menebas ke bawah, gadis berpakaian putih itu cepat-cepat
menarik kembali pergelangan tangannya. Dengan demikian tebasan Lie Cun Ju
merosot ke pecut peraknya.
Ketika tangan Lie Cun Ju menyentuh pecut perak gadis itu, lima jari tangannya segera
merenggang, pergelangan tangannya memutar, kemudian mencengkeram tali pecut itu
erat-erat. Setelah itu dihentakkannya ke belakang.
Hentakan Lie Cun Ju menggunakan tenaga dalam sebanyak tujuh bagian. Tadinya dia
sudah yakin gadis itu akan tertarik ke depan, dan dia dapat melancarkan sebuah
serangan untuk meraih kemenangan.
Akan tetapi apa yang diperkirakan oleh pemuda itu sungguh meleset. Ternyata tubuh
gadis itu tidak bergeming sedikit pun.
"Ternyata tenaga dalam Anda hebat juga!" dengus pemuda itu.
"Terima kasih atas pujiannya!" ucap gadis itu dengan tawa dingin.


Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Keduanya sama-sama mengerahkan tenaga dalam, ternyata tidak ada satu pihak pun
yang tertarik ke depan. Hal itu membuktikan bahwa kekuatan mereka memang
seimbang. Tepat pada saat itu, dari sebuah hutan yang jaraknya tidak begitu jauh terdengar suara
panggilan lantang.
354 "Giok Hong! Giok Hong!"
Lie Cun Ju merasa suara orang itu tidak asing bagi telinganya. Tetapi untuk sesaat dia
tidak dapat mengingat suara siapa gerangan.
Mendengar orang itu memanggil si gadis berpakaian putih dengan sebutan Giok Hong,
jelas dia juga sudah dapat menduga identitas gadis itu.
"I kouwnio, mengapa kau tidak mau mengakui siapa dirimu, bukankah orang itu
sedang memanggilmu?" kata Lie Cun Ju.
Gadis itu tidak menjawab sepatah kata pun
"Cepat kau kemari, bantu aku mengundurkan musuh ini!" teriak gadis itu dengan
lantang. Mendengar teriakan gadis itu, tanpa dapat ditahan lagi hati Lie Cun Ju terkejut. Diamdiam
dia berpikir, sekarang saja kedudukan aku dengan gadis ini seimbang. Apabila
ditambah satu lawan lagi, pasti aku akan celaka.
Dengan membawa pikiran demikian, cepat-cepat Lie Cun Ju menarik kembali tenaga
dalam-nya. Tetapi baru saja dia berbuat demikian, dari sebelah samping terasa ada
serangkum kekuatan yang melanda ke arahnya. Hatinya terkejut bukan main.
Pada saat itu juga, sesosok bayangan berkelebat dari arah hutan, dan seseorang muncul
di dekatnya. Rasa terkejut di hati Lie Cun Ju jangan dikatakan lagi. Dia merasa kedua
orang itu sudah menganggapnya sebagai musuh. Apabila dia tidak segera
mengundurkan diri, dengan keroyokan mereka berdua, sudah pasti dirinya akan
celaka. Karena itu, Lie Cun Ju segera menjulurkan tangannya ke depan kemudian dikibaskan.
Hawa murni dalam tubuhnya beredar. Tenaga dalamnya terpancar keluar. Dia
menggunakan kekuatan sebanyak delapan bagian. Dengan demikian dia dapat
mendesak tenaga dalam gadis bepakaian putih ke arah ujung cambuknya. Tiba-tiba dia
merenggangkan jari tangannya, tubuhnya berjungkir balik di udara, lalu melesat ke
luar dari arena.
Baru saja dia melesat ke luar, tampak pakaian gadis itu berkibar-kibar. Ternyata gadis
itu telah mengejarnya. Sedangkan sosok bayangan yang berkelebat dari hutan juga
mempunyai gerakan yang cepatnya tidak terkatakan. Bahkan tidak kalah cepat dengan
gadis berpakaian putih itu. Kedua orang itu menerjang ke arah lie Cun Ju dari kedua
sisi tubuhnya. Dengan panik dia memencarkan kedua lengan tangannya ke kiri dan
kanan untuk mendesak mundur kedua lawannya.
"Hentikan pertarungan ini!" seru Lie Cun Ju.
Kedua orang itu segera menghentikan gerakannya, tetapi tetap mengambil posisi
mengurung Lie Cun Ju. Lie Cun Ju segera menoleh kepada orang yang baru muncul
dari dalam hutan. Perasaannya langsung tertegun. Sebab, bentuk tubuh orang itu
355 benar-benar tidak asing dalam pandangannya. Sayangnya, bagian wajahnya juga
ditutupi sehelai cadar hitam.
Untuk sesaat lie Cun Ju tidak dapat mengingat bentuk tubuh siapa yang mirip dengan
pemuda di depannya. Perasaannya dilanda kebingungan yang tidak terkirakan.
"Aku hanya ingin mencari berita tentang seseorang dari saudara berdua. Aku juga
tidak tahu apakah kalian mengetahuinya atau tidak," kata Lie Cun Ju kemudian.
Gadis berpakaian putih itu mendengus dingin.
"Apakah kau tahu siapa kami" Huh! Kau tidak tahu siapa kami. Mengapa kau mau
menanyakan berita orang lain dari kami?"
Mendengar kata-katanya, Lie Cun Ju jadi ter-mangu-mangu.
"Apakah Nona bukan I Giok Hong, I kouwnio?"
"Sebal!" ucap gadis itu marah.
Pergelangan tangan gadis itu memutar. Tampaknya dia ingin mengayunkan pecutnya
kembali. Tapi pemuda yang baru muncul itu segera mencegahnya.
"Giok Hong, mengapa sedikit-sedikit ingin turun tangan pada orang?"
Gadis berpakaian putih itu menyurutkan pergelangan tangannya. Pecut perak yang
hampir saja mengayun ke arah Lie Cun Ju ditariknya kembali. Gerakan melancarkan
serangan dan membatalkannya demikian cepat. Dari situ dapat diduga bahwa ilmu
pecutnya sudah mencapai taraf yang tinggi sekali.
Pada saat itu, jarak lie Cun Ju dengan pemuda bercadar hitam itu dekat sekali.
Mendengar suara bentakan yang agak berat dari pemuda itu, telinga Lie Cun Ju juga
merasa tidak asing. Tiba-tiba sebuah ingatan melintas dalam benaknya.
"Kau adalah Tao Heng Kan!" teriak Lie Cun Ju.
Sembari berseru, Lie Cun Ju membalikkan tubuhnya. Dia menghimpun hawa murni
dalam tubuhnya. Sepasang telapak tangannya mengirimkan pukulan serentak ke arah
pemuda itu. Tao Heng Kan adalah musuh besarnya yang telah membunuh kokonya, Li Po.
Sekarang dia mengenali pemuda bercadar itu adalah Tao Heng Kan. Mana sudi dia
melepaskannya begitu saja" Seharusnya, sejak tadi dia sudah mengirimkan kedua
pukulan itu. Tetapi, dalam waktu yang begitu cepat, tiba-tiba dia teringat bahwa bagaimana pun
Tao Heng Kan adalah abang dari kekasih pujaan hatinya, Tao Ling. Justru karena
teringat kepada Tao Ling, untuk sementara dia menahan pukulan yang sudah hampir
dilancarkannya.
356 Pemuda bercadar itu agak tertegun ketika mendengar bentakan Lie Cun Ju. Kemudian
dia segera menolehkan kepalanya.
"Giok Hong, mari kita pergi!"
Selesai berkata, dengan gerakan yang benar-benar mengagumkan, Tao Heng Kan
mengun- durkan diri jauh-jauh.
Keadaan itu memang sudah ada dalam dugaan Lie Cun Ju, mana mungkin dia sudi
melepaskan mereka begitu saja"
"Jangan kabur!" bentak Lie Cun Ju.
Kedua pukulan yang tadi masih ditahannya dilancarkan seketika. Dia segera
menerjang ke depan. Pemuda bercadar itu terus bergerak mundur. Dia mengibaskan
tangannya, tiga titik sinar meluncur ke arah Lie Cun Ju. Ketika itu si gadis yang ada di
belakang pemuda bercadar juga mengayunkan pecutnya ke depan.
Ketika Lie Cun Ju menerjang ke depan, kedua lawannya melancarkan serangan dari
dua arah yang berlawanan. Tampaknya Lie Cun Ju tidak sanggup menghindar lagi.
Tetapi ketika ketiga titik sinar yang membentuk segi tiga dan pecut di tangan si gadis
hampir mengenai tubuhnya, tiba-tiba Lie Cun Ju membungkuk sedikit. Jelas gerakan
kakinya menjadi limbung, dan sedikit lagi tergelincir jatuh. Dengan kedua tangan
menumpu ke tanah, Lie Cun Ju mencelat ke udara kemudian melesat ke samping.
Gerakannya begitu indah. Bahkan dia dapat menghindari serangan lawan. Ketika
tubuhnya mencelat ke udara dan melesat ke samping, ayunan pecut gadis itu mengenai
tempat kosong. Sedangkan tiga titik sinar yang merupakan senjata rahasia meluncur ke
arah pemuda bercadar.
Tampak I Giok Hong mengibaskan lengan bajunya, ketiga batang senjata rahasia pun
terpen-tal ke samping. Gadis itu menggerakkan tubuhnya menerjang ke depan. Dan
dalam sekejap mata, ia sudah berdiri berdampingan dengan pemuda bercadar hitam
itu. Lie Cun Ju yang melesat ke luar juga sudah berdiri dengan mantap.
"Kalau kau tetap ingin mendesak kami, rasanya kau sendirilah yang akan mendapatkan
kerugian. Namun apabila kau tetap ingin bertemu dengan kami, hari ini kami pasti
datang ke perkampungan keluarga Sang. Saudara boleh tunggu kami di sana," kata
pemuda bercadar hitam.
"Siapa sebetulnya kalian berdua, dapatkah Anda mengatakannya sekarang?" tanya Lie
Cun Ju. Pemuda bercadar itu menarik nafas panjang. Dia seperti ingin mengatakan sesuatu,
tetapi tiba-tiba dia menarik tangan si gadis berpakaian putih. Gerak gerik kedua orang
itu demikian cepat. Bagai anak panah yang melesat, tubuh keduanya sudah
mengundurkan diri dari tempat itu.
357 Perkembangan ini terjadinya terlalu mendadak, Lie Cun Ju sampai tertegun sesaat.
Namun cepat dirinya pulih kembali dan bermaksud mengejar ke depan.
"Harap kau jangan mengejar kami! Kalau tidak, urusannya malah semakin rumit."
Mendengar kata-katanya, hati Lie Cun Ju jadi tergerak. Diam-diam dia berpikir,
menurut berita yang tersebar, Tao Heng Kan sudah menjadi murid Hek Tian mo,
sedangkan kemunculan I Giok Hong bersama-sama dengannya, kemungkinan Gin
Leng Hiat Ciang I Ki Hu juga ada di sekitar tempat ini. Seandainya dia nekat mengejar
terus dan bertemu dengan kedua iblis itu, meskipun selama tiga tahun itu
kepandaiannya maju pesat, tetap saja dia bukan tandingan Hek Tian mo Cen Sim Fu
maupun Gin Leng Hiat Ciang I Ki Hu. Barusan pemuda itu mengatakan bahwa hari ini
mereka pasti muncul di perkampungan keluarga Sang. Ada baiknya aku juga kembali
lagi ke tempat itu untuk menunggu kedatangan mereka.
Setelah mengambil keputusan, Lie Cun Ju pun menghentikan gergkan kakinya. Belum
seberapa lama dia merenung, ternyata bayangan kedua orang itu sudah tidak kelihatan.
Lie Cun Ju berdiri termangu-mangu sejenak, kemudian membalikkan tubuhnya untuk
menuju perkampungan keluarga Sang. Dikerahkannya ilmu ginkangnya. Tampak
gerakannya cepat sekali. Dalam sekejap mata dia sudah berlari sejauh belasan li.
Sesaat kemudian dia sudah hampir sampai di perkampungan yang ditujunya. Namun
tepat pada saat itu juga, dia melihat di tepi jalan ada seseorang yang sedang berjalan
dengan perlahan.
Rambut kepalanya diikat dengan pita seperti pelajar. Tangannya disilangkan ke
belakang. Orang itu melangkah pelan-pelan.
Tan pa dapat mempertahankan diri, Lie Cun Ju melirik kepada orang itu sekilas.
Orang itu seakan tidak menyadari ada yang memperhatikannya. Lie Cun Ju juga
enggan melihat lama-lama. Dia segera mengerahkan gin kangnya dan berlari melesat
melewati orang itu.
Tetapi baru saja tubuhnya berkelebat lewat, tiba-tiba terdengar suara panggilan orang
itu. "Sahabat, harap berhenti sebentar!"
Begitu mendengar suara orang itu, Lie Cun Ju kembali tertegun. Karena suara orang
itu begitu tenang dan berkumandang sayup-sayup, tetapi begitu mencapai di gendang
telinga, justru sanggup membuat hati orang tergetar.
Setelah kepandaiannya maju pesat, pengetahuan Lie Cun Ju juga bertambah luas.
Sekali dengar saja, dia dapat memastikan bahwa tenaga dalam orang itu sudah
mencapai taraf yang tidak terkirakan tingginya. Bahkan hampir mencapai taraf
kesempurnaan, sehingga tidak berani dia membayangkannya.
Cepat-cepat Lie Cun Ju menolehkan kepalanya untuk melihat. Lagi-lagi dia tertegun,
karena orang yang memanggilnya itu juga mengenakan sehelai cadar hitam untuk
358 menutupi wajahnya. Namun sepasang matanya justru menyorotkan sinar yang
berkilauan. Begitu dalamnya seperti lautan.
Ketika melihat Lie Cun Ju, orang itu juga tertegun sejenak.
"Akh! Rupanya kau!" seru orang itu.
Mendengar kata-katanya, Lie Cun Ju jadi heran. Kalau ditilik dari nada ucapannya,
tam-paknya orang itu kenal dengannya. Tetapi dia sendiri untuk sesaat tidak bisa
mengingat dimana dia pernah berkenalan dengan orang yang ilmunya demikian tinggi.
Sinar yang mencorong dari rnata orang itu begitu dalam dan menyolok. Hal ini
membuat orang menjadi tidak berdaya dan merasa kecil di hadapannya. Sekaligus
timbul rasa hormat yang dalam.
Karena itu, Lie Cun Ju juga tidak berani ayal. Dia segera maju selangkah dan menjura
dalam-dalam. "Mohon tanya panggilan lotianpwe yang mulia, harap maafkan pandangan mata
boanpwe yang cetek!"
Orang itu mengangkat kepalanya dan tertawa ringan.
"Masa aku tidak kau kenali lagi" Rasanya tidak mungkin!"
Perasaan Lie Cun Ju semakin curiga. Dia memperhatikan lagi orang itu beberapa saat,
tetapi dari awal hingga akhir dia masih tidak dapat menduga siapa orang itu.
Orang itu maju dua langkah. Begitu sampai di hadapan Lie Cun Ju, dia langsung
mengulurkan lengannya dan menepuk pundak Lie Cun Ju perlahan-lahan sebanyak
dua kali. Ketika dia baru mengulurkan tangannya, Lie Cun Ju bermaksud menggeser
tubuhnya menghindar, tetapi gerakan orang itu demikian cepatnya sehingga sulit
dibayangkan. Belum lagi sempat dia menghindar, tahu-tahu pundaknya sudah
ditepuknya sebanyak dua kali.
Lie Cun Ju terkejut setengah mati, diam-diam dia berpikir dalam hati, ilmu orang ini
demikian tinggi, seandainya dia bermaksud mencelakai aku, tentu saat ini aku sudah
terluka parah. Cepat-cepat Lie Cun Ju menyurut mundur tiga langkah. Tetapi bagian pundak yang
ditepuk orang itu tidak terasa ada keganjilan apa-apa. Di saat perasaannya masih
bimbang, telinganya mendengar orang itu tertawa terkekeh-kekeh.
"Bocah cilik, kau senang dikuburkan di mana, harap kau cepat pilih tempatnya!" kata
orang itu dengan nada dingin.
Lie Cun Ju kembali dilanda perasaan terkejut ketika mendengar kata-kata orang itu.
Cepat-cepat dia menghimpun hawa murninya kemudian diedarkan ke seluruh tubuh.
Tetapi tetap saja dia tidak merasakan keganjilan apa-apa.
359 Diam-diam dia berpikir dalam hati. Kalau ditilik dari ucapannya, tampaknya dua kali
tepukan pada bahuku tadi, dia sudah menurunkan tangan jahat. Tetapi anehnya aku
kok tidak merasakan apa-apa. Mungkinkah di dunia ini ada semacam ilmu yang dapat
melukai orang tanpa wujud dan tanpa rasa"
Di saat Lie Cun Ju masih dilanda kebimbangan, orang itu sudah membalikkan
tubuhnya kemudian melesat ke samping. Baru saja Lie Cun Ju berniat memanggilnya,
tubuh orang itu sudah berkelebat dan menghilang ke dalam hutan.
Lie Cun Ju kebingungan beberapa saat. Akhirnya dia mengangkat kedua bahunya dan
meneruskan perjalanan. Tidak lama kemudian dia sudah sampai di perkampungan
keluarga Sang. Ketika Lie Cun Ju memasuki ruangan, melihat wajah para tamu tidak ada satu pun
yang tidak angker. Mimik wajah kedua kakak beradik keluarga Sang begitu tidak enak
dilihat. Apalagi Sang Cin, wajahnya tampak merah padam.
"Apabila saudara sekalian tidak bersedia mengulurkan tangan, tentu saja kami juga
tidak berani memaksa," kata Sang Cin dengan suara lantang.
Di antara kerumunan orang banyak, terdengar seseorang menyahut.
"Ucapan sahabat Sang terlalu berlebihan. Meskipun sekarang kami bersedia membantu
kalian membalas dendam, tetapi jejak Gin leng hiat dang sudah lama tidak ada kabar
beritanya, kalau hanya dibicarakan toh percuma saja."
"Dengan kepandaian I Ki Hu dan Hek Tian Mo Cen Sim Fu, rasanya tidak mungkin
sampai mendapat bencana di sebelah barat Gunung Kun Lun san. Yang dikhawatirkan
justru sewaktu-waktu mereka akan muncul kembali di dunia kang ouw. Pada saat itu,
kepandaian mereka pasti sudah jauh lebih tinggi dari sebelumnya. Guru kami, Kim
Ting siong jin, dalam beberapa hari ini akan datang dari wilayah Biao untuk
merundingkan bagaimana caranya menghadapi iblis itu. Seandainya Gin Leng Hiat
Ciang kembali muncul di wilayah Tiong goan, bila kalian tidak bersiap diri bersatu
sejak sekarang, khawatirnya bukan kami yang akan tertimpa bencana, tetapi kalian
sendiri," kata Sang Cin.
Ucapan Sang Cin barusan memang agak sombong, para tamu yang mendengarnya
sebagian mengeluarkan suara tertawa dingin. Ada beberapa yang tingkatannya lebih
tua, seperti Kim Sin Go Kim misalnya lebih-lebih tidak bisa menahan diri.
"Siapa sebenarnya guru kalian yang bergelar Kim Ting siong jin itu" Kami sekalian
baru kali ini mendengar namanya." Terdengar ucapan dengan suara lantang dari
kerumunan para tamu.
Sang Cin tertawa dingin.
"Dunia ini begini luas, banyak sekali orang yang memiliki ilmu tinggi, apakah
semuanya harus dikenal orang" Suhu kami kepandaiannya tinggi sekali,
pengetahuannya juga luas, kecerdikannya luar biasa. Bagaimana dapat disamakan
dengan kaum cecurut atau golongan perampok?"
360 Wajah para tamu langsung berubah menjadi tidak enak dipandang.
"Kalau begitu, kita pergi saja dari sini!" teriak seseorang.
Untuk sesaat, tampak sebagian kecil para tamu sudah langsung berdiri. Ketika itu pula
terdengar ada orang berbicara dengan nada dingin.
"Jangan pergi!" serunya.
Para tamu mendengar ada suara seseorang yang tiba-tiba memecahkan keheningan
dari luar ruangan. Mereka serentak rnenolehkan kepalanya. Setelah melihat dengan
jelas, hanya Lie Cun Ju seorang yang terkejut hatinya. Karena orang yang tiba-tiba
berdiri di luar ruangan, justru orang yang bertemu dengannya di tengah jalan tadi dan
menepuk bahunya sebanyak dua kali. Yakni si laki-laki berilmu tinggi yang wajahnya
ditutupi sehelai cadar hitam.
Sebagian para tamu yang sudah bersiap hendak meninggalkan ruangan itu, meiihat
seseorang berdiri menghadang di depan pintu. Mereka tadinya mengira orang itu juga
salah seorang rekan keluarga Sang. Hati mereka jadi kesal. Tampak seorang laki-laki
bertubuh kekar dan berkulit hitam menggetarkan sepasang lengannya lalu menguak
kerumunan orang banyak. Kemudian orang itu menerobos melalui orang banyak
sampai di hadapan laki-laki bercadar hitam itu.
Para tamu yang melihat laki-laki bertubuh tinggi besar itu menerobos ke depan, segera


Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat membayangkan bahwa akan ada tontonan yang menarik.
Laki-laki bertubuh tinggi besar dan berkulit hitam itu dikenal baik oleh para tamu. Dia
adalah seorang jago dari wilayah Ho Pak, namanya Tungfang Goat. Ilmu yang
dipelajarinya me-rupakan ilmu luar, yakni gwa kang yang mengandalkan kekerasan.
Menurut cerita yang tersebar, ilmu gwa kang orang itu sudah mencapai tingkat
kedelapan. Asal hawa murni dalam tubuh beredar, golok atau pedang biasa saja tidak
akan mempan melukai kulit tubuh orang itu. Paling-paling hanya meninggalkan
guratan merah saja. Orang itu tidak mempelajari gwa kang saja, Iwe kangnya juga
cukup tinggi. Usianya sudah lima puluh lebih, tetapi sesuai dengan ilmu yang
dikuasainya sikapnya masih berangasan. Malah kadang-kadang masih kekanakkanakan
yakni tidak mau mengalah kepada siapa saja.
Akhirnya Tungfang Goat sampai di hadapan orang bercadar hitam itu.
"Siapa kau" Mengapa menghalangi kepergian kami?" sapa Tungfang Goat.
Orang bercadar itu tertawa datar. Tangannya masih disilangkan di belakang dan tetap
berdiri menghadang di depan pintu. Tinggi badan laki-laki bercadar itu, apabila
dibandingkan dengan Tungfang Goat, hanya sampai dadanya saja.
Beberapa tokoh berilmu tinggi di dalam ruangan dapat melihat bahwa laki-laki itu
berdiri kokoh di depan pintu bagai gunung berapi yang tidak boleh sembarangan
disentuh. Dari gayanya saja dapat dibayangkan bahwa tenaga dalamnya sudah
mencapai taraf yang tinggi sekali. Yang dikhawatirkan, justru Tungfang Goat ini
bukan tandingannya.
361 Tungfang Goat yang melihat lawannya hanya tertawa datar tanpa menyahut sepatah
kata pun jadi meluap kemarahannya. Dia meraung marah.
"Minggir!" bentak Tungfang Goat.
Telapak tangan Tungfang Goat yang sebesar kipas menjulur ke depan, bermaksud
mendorong laki-laki bercadar hitam itu.
Watak orang itu sebetulnya cukup gagah, dia juga tidak bermaksud melukai orang.
Karena itu, Tungfang Goat hanya ingin mendorong tubuh laki-laki bercadar itu agar
menggeser ke samping agar tamu yang ingin pulang bisa lewat. Entah mengapa, ketika
dia baru menjulurkan tangannya, laki-laki bercadar itu langsung tertawa datar dan
mengangkat tangannya ke atas. Kedua jari tengah dan telunjuknya menotok perlahan
di telapak tangan Tungfang Goat.
Sekonyong-konyong terdengar suara jeritan Tungfang Goat. Wajahnya tampak pucat
pasi. Keringat dingin langsung bercucuran di keningnya. Orang bercadar hitam itu
kembali tertawa dingin. Lengannya mengibas perlahan-lahan ke depan. Tubuh
Tungfang Goat langsung terhuyung-huyung dan kakinya limbung ke samping, dari
bagian bawah telapaknya terdengar suara berderak-derak. Ternyata tenaga orang itu
begitu kuat sehingga undakan batu di pintu ruang itu pecah beberapa potong.
Hal itu membuktikan hahwa kepandaian Tungfang Goat sebetulnya tidak rendah.
Tetapi laki-laki bercadar hitam itu justru memperlakukannya seperti menipermainkan
seorang bocah cilik.
Orang-orang di dalam ruangan yang melihat keadaan itu langsung tergetar hatinya.
Salah seorang tamu yang rupanya saudara Tungfang Goat sendiri langsung
menghambur ke depan.
"Hengte, bagaimana keadaanmu?" tanyanya.
Orang itu bernama Tungfang Kiat. Sebetulnya masih saudara dekat Tungfang Goat,
hanya saja wataknya lebih kalem dan dapat melihat situasi yang dihadapinya. Tadinya
dia merasa tidak perlu turun tangan karena Tungfang Goat seorang saja sudah cukup.
Tidak disangka saudaranya itu malah kena batunya.
"Toako, orang itu bisa ilmu sihir!" teriak Tungfang Goat.
Tungfang Kiat melirik sekilas kepada laki-laki bercadar hitam itu.
"Biar aku mengujinya sebentar!" Kaki Tungfang Kiat melangkah ke depan,tubuhnya
direndahkan sedikit. Tinju kanannya berputar membentuk lingkaran dihantamkannya
ke depan secara tiba-tiba.
Pukulan itu dilancarkan dengan seluruh kekuatan yang ada. Hal itu dilakukan karena
Tungfang Kiat sudah melihat bahwa lawannya bukan tokoh sembarangan. Belum lagi
rnencapai sasaran, tinjunya itu sudah menimbulkan angin yang menderu-deru.
362 Kekuatannya benar-benar jarang ditemui. Tetapi, tiba-tiba laki-laki bercadar itu
membentak. "Tunggu dulu!"
Tungfang Kiat segera menarik tinjunya kembali."Apakah kau sudah merasa gentar?"
Laki-laki bercadar itu tertawa terbahak-bahak "Gentar" Lucu! Aku justru ingin
menasehatimu agar jangan menggunakan tenaga terlalu kuat, karena yang akan
mendapatkan kerugian dirimu sendiri, bukan aku!"
Tungfang Kiat juga ikut tertawa terbahak-bahak. "Perhitunganmu tepat sekali
rupanya!" Sayangnya watak Tungfang Kiat agak pongah. Dia mengira lawannya takut
menghadapi tenaganya yang begitu besar sehingga pura-pura menasehati.
Pada saat itu, beberapa tokoh di dalam ruangan dapat melihat bahwa tenaga dalam
laki-Iaki bercadar hitam itu tinggi sekali. Sedangkan Tungfang Goat saja tadi sudah
kena batunya. Sedangkan ilmu silat mereka dua saudara tidak terpaut jauh. Bagaimana
mungkin Tungfat Kiat sanggup menghadapi orang itu.
Ada beberapa orang yang mengingat watak kedua saudara itu sebetulnya cukup baik.
Mereka khawatir Tungfang Kiat akan mengalami kekalahan yang mengenaskan.
"Tungfang heng, sudahilah pertikaian yang tidak ada gunanya itu!" Terdengar nasehat
seseorang di antara kerumunan para tamu.
Tapi Tungfang Kiat sudah merasa bangga dengan kehebatannya sendiri. Mana sudi dia
mendengar peringatan orang lain. Sambil membentak lantang, 'Sambutlah! dia
melancarkan pukulannya yang sempat tertunda tadi.
Dia bukan saja tidak mengurangi tenaganya, bahkan ketika mengedarkan hawa murni
dalam tubuhnya, dia menambah lagi beberapa bagian tenaga dalamnya untuk
melancarkan serangan itu. Pukulan Tungfang Kiat terus meluncur menuju dada lakilaki
bercadar hitam itu. Tapi orang itu hanya tertawa dingin. Pergelangan tangannya
berputar, kemudian menjulur ke depan seakan hen dak menyambut serangan
lawannya. "Kalau kau tetap tidak mau mengalah, jangan salahkan bila tubuhmu menjadi
gumpalan daging!" teriak Tungfang Kiat lantang.
Tinju Tungfang Kiat menggunakan tenaga sebanyak sembilan bagian. Dia
melancarkan serangan itu kepada si laki-laki bercadar hitam, tetapi dia juga meminta
orang itu menghindar. Hal itu membuktikan bahwa hatinya tidak tega sembarangan
melukai orang. Juga membuktikan bahwa dia seorang manusia yang baik hati.
Laki-laki yang bercadar hitam itu tidak dapat menahan diri tertawa geli mendengar
perkataan-nya. Lengannya tiba-tiba menjulur ke depan. Gerak gerik kedua orang ini
bukan main cepatnya. Para tamu yang hadir di dalam ruangan belum sempat melihat
jelas bagaimana kedua orang itu bergerak, tahu-tahu sudah terdengar suara mengaduh
dari mulut Tungfang Kiat. Ketika mereka dapat melihat dengan jelas, rupanya kelima
363 jari tangan si laki-laki bercadar hitam sudah berhasil menangkap tinju Tungfang Kiat
dan meremasnya kuat-kuat.
Tampak wajah Tungfang Kiat merah padam, tampangnya memang sudah jelek jadi
semakin tidak enak dilihat. Mulutnya terus mengeluarkan suara rintihan.
Laki-laki bercadar hitam itu tertawa dingin. "Sekarang kau baru tahu rasa!" ucap lakilaki
bercadar dengan tawa dingin.
Tungfang Kiat berusaha memberontak. "Kau menggunakan ilmu sihir mana masuk
hitungan" Beranikah kau mengadu tenaga dalam denganku?" teriak Tungfang Kiat.
"Kalau ini bukan adu tenaga, adu apa namanya?" tanya laki-laki bercadar.
Keringat dingin yang menetes di kening Tungfang Kiat seperti air hujan derasnya. Dia
tidak bisa mengatakan apa apa lagi. Laki-laki bercadar hitam itu menjulurkan
lengannya ke depan. Kelima jari tangannya merenggang. Tampak tubuh Tungfang
Kiat yang tinggi besar laksana layangan putus terhuyung-huyung ke depan, tepat
menghantam sebuah tiang penyangga.
Bum ! Suara itu memekakkan telinga. Ternyata tiang penyangga yang besarnya
sepelukan manusia dewasa itu patah seketika karena terbentur tubuh Tungfang Kiat.
Begitu tiang penyangga itu patah, terdengar suara derakan yang bergemuruh. Tembok
bagian atas tiang itu pun runtuh seketika dan tampaklah sebuah lubang yang cukup
besar. Kejadian itu menimbulkan kepanikan para tamu dalam ruangan itu. Tadinya para tamu
yang hadir tidak ada yang mengetahui siapa laki-laki bercadar yang tiba-tiba muncul
menghadang di depan pintu itu. Mereka juga tidak tahu apakah orang itu merupakan
kawan atau lawan dari pihak tuan rumah. Tapi, saat ini mereka melihat laki-laki
bercadar hitam itu sengaja mendorong tubuh Tungfang Kiat ke bagian tiang
penyangga ruangan itu, sehingga patah dan tembok serta atapnya menjadi ambrol.
Mereka pun segera sadar bahwa orang ini sengaja mencari perkara dengan pihak tuan
rumah. Ketika mereka melihat kepada Sang Cin dan Sang Hoat, wajah kedua kakak beradik
itu justru menyiratkan kegusaran.
"Siapa saudara?" bentak mereka serentak.
Laki-laki bercadar hitam itu sama sekali tidak memperdulikan mereka. Dia melangkah
maju setindak, ia mengibaskan lengan bajunya. Timbul angin kencang, dalam sekejap
mata, seluruh puing-puing yang terjatuh karena ambrolnya tiga penglari tadi langsung
tersapu ke atas dan meyelusup ke luar lewat celah wuwungan yang terbuka.
Bukan hanya tenaga dalamnya saja yang mengejutkan, bahkan kecepatan gerakannya
juga sungguh mengagumkan. Benar-benar sebuah atraksi yang sulit ditemukan untuk
kedua kalinya. 364 Sang Cin dan Sang Hoat saling melirik sekilas. Baru saja mereka ingin mengatakan
sesuatu, terdengar laki-laki bercadar hitam itu sudah mendahului.
"Harap saudara sekalian jangan pergi. Kedatanganku ke tempat ini, hanya karena
sumpah yang pernah kucetuskan beberapa tahun yang lalu. Hal ini tidak ada kaitannya
dengan saudara sekalian, karena itu kalian tidak perlu merasa takut!"
Mendengar kata-katanya, hati Sang Cin dan Sang Hoat langsung tergerak.
"Kalau begitu, kedatangan saudara memang khusus mencari kami berdua?" tanya Sang
Cin yang bertindak sebagai wakil karena usianya lebih tua.
"Tidak salah. Kedatanganku kemari memang untuk mencari kalian berdua," dengus
laki-laki bercadar dengan nada dingin.
Kakak beradik keluarga Sang itu langsung tertawa panjang. "Tidak ada yang lebih
baik lagi kalau begitu. Entah ada kepentingan apa saudara mencari kami berdua?"
Pada saat itu, para tamu yang hadir di dalam ruangan sudah dapat menduga bahwa
urusannya pasti luar biasa. Tetapi mereka tidak dapat menebak apa tepatnya. Mereka
juga tidak dapat menduga asal usul laki-laki bercadar hitam itu. Kenyataannya dalam
waktu yang singkat orang itu berhasil mengalahkan Tungfang Goat dan Tungfang Kiat
dengan cara yang demikian hebat. Sejak semula para tamu sudah dapat menduga
bahwa orang ini bukan tokoh sembarangan.
Orang yang mempunyai kepandaian setinggi itu, umumnya kalau bukan pemimpin
sebuah perkumpulan pasti ketua sebuah partai terkemuka di dunia persilatan.
Sedangkan orang-orang itu, jalan tidak mengubah nama, duduk tidak mengubah
marga. Semuanya dilakukan secara terang-terangan. Tidak ada satu pun yang
mempunyai kebiasaan mengenakan cadar hitam apabila tampil di depan umum.
Karena itu, para tamu juga tidak dapat menebak siapa sebenarnya orang yang tiba-tiba
muncul di dalam ruangan itu.
"Tiga tahun yang lalu, aku pernah mengucapkan sebuah sumpah berat. Tentu saja
sumpah itu ada kaitannya dengan perkampungan keluarga Sang ini," kata laki-laki
bercadar perlahan-lahan
Mendengar sampai di situ, kedua kakak beradik dari keluarga Sang semakin tertegun
perasaunnya. Tetapi mereka berusaha mengeraskan hatinya. "Apa bunyi sumpah itu,
bolehkah kami mengetahuinya?" tanya Sang Cin.
Laki-laki bercadar itu tertawa terbahak-bahak. "Tentu saja boleh. Tiga tahun yang lalu
aku bersumpah untuk membantai habis-habisan seluruh keluarga Sang. Bahkan ayam
ataupun binatang lainnya tidak boleh ada seekor pun yang tersisa hidup. Tentu waktu
itu juga aku sudah melaksanakan sumpahku itu, tetapi tidak diduga ada dua ekor ikan
yang terlolos dari jaring. Karena alasan inilah maka hari ini aku datang kembali ke
perkampungan keluarga Sang ini."
Mendengar ucapannya, wajah para tamu yang hadir di dalam ruangan itu langsung
berubah hebat. Bahkan ada beberapa orang yang tidak sanggup menahan diri sehingga
365 mengeluarkan seruan terkejut. Serentak mereka berdiri, tetapi tidak tahu apa yang
harus dilakukan.
Kalau ditilik dari tampang mereka, seakan merasa khawatir nyawa mereka tidak dapat
diper-tahankan lagi apabila laki-laki bercadar hitam itu sampai turun tangan.
Apalagi kedua kakak beradik dari keluarga Sang, kedudukan mereka saat itu justru
tuan rumah yang diincar laki-laki bercadar hitam itu. Wajah mereka berubah pucat
pasi. Mata mereka membelalak dan mulut terbuka lebar. Tapi sepatah kata pun tidak
sanggup diucapkan.
Ada salah seorang dari tamu yang hadir, justru lebih gawat lagi. Tampangnya kusut,
seakan pikirannya rumit sekali. Tetapi dia tetap duduk di tempatnya tanpa bergerak
sedikit pun. Lagipula mimik wajahnya tampak menyiratkan perasaan ruangan itu
menjadi sunyi. Keheningan terasa begitu mencekam. Kurang lebih setengah kentungan
keadaan itu berlangsung. Akhirnya tampak Lie Cun Ju berjalan dengan terhuyunghuyung
keluar dari kerumunan para hadirin.
"I sian sing ... apakah ... I... hu jin baik-baik saja?" tanyanya dari jauh.
Tampaknya Lie Cun Ju sudah tidak dapat menahan perasaan hatinya, sebelum sampai
di depan I Ki Hu dia sudah menanyakan keadaan Tao Ling.
I Ki Hu hanya melirik kepadanya sekilas dengan tatapan dingin. la melangkah ke
depan dua tindak. Tangannya mengibas ke depan.
Serrr! Serrrr! Dua batang anak panah kecil langsung meluncur ke luar mengincar dada Sang Cin dan
Sang Hoat. Anak panah kecil digunakan sebagai senjata rahasia sebetulnya tidak terhitung aneh.
Lagipula munculnya demikian tenang seperti kemalas-malasan. Tetapi suara desiran
yang ditimbulkan oleh kedua batang anak panah itu justru menggetarkan hati para
tamu yang hadir dalam ruangan itu.
Kalau ada orang yang menutup mata mendengar suara itu, pasti dia akan menyangka
bahwa I Ki Hu menyambitkan dua bongkah batu besar kepada kedua kakak beradik
keluarga Sang, bukan anak panah sekecil itu.
Sang Cin dan Sang Hoat yang melihat musuh bebuyutan mereka tiba-tiba muncul,
merasa seperti tidak berdaya. Tadinya semangat mereka menyala-nyala ingin
mengumpulkan orang-orang gagah dan para pendekar kenamaan dari seluruh dunia bu
lim. Setelah itu berangkat menuju sebelah barat Gunung Kun Lun san untuk mencari
musuh besarnya di sana. Tetapi, ketika I Ki Hu muncul sendiri di hadapan mereka
secara tidak terduga-duga, tanpa dapat ditahan lagi perasaan mereka seperti diguyur air
dingin. Mereka berdiri di bagian paling depan sebagai tuan rumah. Melihat datangnya
kedua batang anak panah kecil itu tanpa tahu apa yang harus dilakukan.
366 Sejak meninggalkan perkampungan keluarga Sang tiga tahun yang lalu, Sang Cin dan
Sang Hoat sudah menduga akan adanya kejadian hari itu. Meskipun saat itu I Ki Hu
sudah terkurung dalam rumah batu dan dikelilingi kobaran api, tetapi melihat
kepandaian iblis itu, mereka khawatir I Ki Hu tidak akan sampai mati terbakar.
Mereka juga sudah bisa menduga bencana yang akan menimpa seluruh anggota
keluarga Sang. Ternyata, tidak lama setelah mereka meninggalkan perkampungan itu, di tengah
perjalanan mereka sudah mendengar berita tentang pembantaian yang terjadi di
keluarga mereka.
Kedua orang itu takut I Ki Hu tidak mau melepaskan mereka berdua. Karena itu
mereka melarikan diri sejauh-jauhnya dan akhirnya sampai di wilayah Biao. Di sana
mereka menyem-bunyikan diri sambil berpikir cara yang baik untuk membalas
dendam. Di wilayah Biao, ternyata mereka berdua bertemu dengan seorang tokoh sakti.
Akhirnya mereka berdua diterima sebagai murid. Orang itu memiliki kepandaian yang
aneh dan tentu saja bukan golongan pesilat pasaran. Tapi, bagaimana pun mereka tetap
saja tidak dapat membandingkan dirinya dengan kepandaian I Ki Hu.
Sekarang, I Ki Hu hanya asal-asalan menyambitkan dua batang senjata rahasia.
Namun kedua kakak beradik dari keluarga Sang itu sudah merasa bahwa mereka tidak
sanggup melawan iblis itu.
Justru di saat mereka berdua masih termangu-mangu kebingungan, tiba-tiba dari
bagian belakang ruangan terdengar suara siulan yang melengking tinggi dan panjang.
Kemudian disusul dengan suara debuman-debuman yang memekakkan telinga.
Suara siulan yang disusul dengan suara debuman itu tadinya terdengar masih jauh
sekali. Tetapi dalam sekejap mata suara itu sudah semakin mendekat. Lalu
kedengarannya bahkan sudah berada di luar ruangan. Para tamu kebingungan. Mereka
tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Hanya kakak beradik Sang Cin dan Sang Hoat berdua yang tampaknya mengenali
suara itu. Wajah mereka langsung berseri-seri. semangat mereka terbangkit seketika.
Serentak mereka melancarkan sebuah pukulan dengan maksud ingin menahan
datangnya serangan kedua batang senjata rahasia tadi. Namun, justru di saat mereka
melancarkan pukulannya ke depan, tiba-tiba kedua batang senjata rahasia yang tadinya
bergerak perlahan-lahan itu mendadak berubah jadi cepat.
Kedua kakak beradik Sang Cin dan Sang Hoat segera menggerakkan tubuh untuk
menghindar ke samping. Tetapi karena disambitkan dengan pengerahan tenaga sakti,
maka dua batang senjata rahasia itu, seperti makhluk hidup yang mempunyai mata.


Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika Sang Cin dan Sang Hoat menggeser ke samping, senjata rahasia itu pun
membelok mengarah ke tubuh mereka.
Sang Cin dan Sang Hoat sempat melihat kedua batang senjata rahasia itu
memancarkan sinar hijau berkilauan. Hal itu membuktikan bahwa senjata itu
367 mengandung racun keji. Hati mereka tergetar seketika. Cepat-cepat mereka melesat ke
samping. Bummmm! Terdengar suara bergemuruh. Tampak kedua tembok ruangan itu jebol dan terlihat
lubang yang besar. Debu-debu beterbangan. Cahaya keemasan menyilaukan mata,
sinarnya mirip pelangi yang melintas meluncur ke arah dua batang senjata rahasia tadi.
Tring! Tring! Terdengar suara dentingan dua kali. Seiring dengan suara itu, kedua batang senjata
rahasia tadi sudah terkurung di dalam cahaya keemasan itu.
Dalam waktu yang bersamaan, terdengar Sang Cin dan Sang Hoat berseru.
"Suhu, apakah kau sudah sampai?"
Cahaya keemasan yang muncul tiba-tiba itu benar-benar mempunyai gerakan secepat
kilat. Karena itu, para tamu tidak sempat melihat siapa atau benda apa yang datang itu.
Begitu mendengar suara teriakan kedua kakak beradik dari keluarga Sang, mereka
segera menolehkan kepalanya. Ketika melihat lubang yang besar itu, tanpa dapat
dipertahankan lagi mereka serentak mengeluarkan seruan terkejut.
Rupanya, dari lubang yang terbuka itu dapat dilihat bahwa tembok dinding tersebut
bukan main tebalnya. Sekarang tembok itu sudah terkuak sehingga membentuk celah
yang lebar. Dapat diketahui bahwa orang itu datang dengan cara menerobos tembok
dinding itu sampai jebol. Dengan demikian dia masuk ke dalam ruangan itu. Para tamu
langsung teringat suara siulan yang melengking tinggi tadi, yang disusul dengan suara
debuman yang memekakkan telinga. Semuanya terjadi dalam sekejap mata dan tahutahu
sudah berada di bagian luar ruangan itu. Kecepatannya benar-benar
mengagumkan. Sedangkan dalam waktu yang begitu singkat, apabila ingin menjebol dinding setebal
itu, tentunya sudah dapat dibayangkan sampai seberapa tinggi tenaga dalam yang
dikuasai orang itu.
Saat itu, ketika para tamu menoleh ke arah cahaya keemasan itu, tarnpak Sang Cin dan
Sang Hoat sudah berdiri di kedua sisi gulungan cahaya yang berkilauan.
Sedangkan gulungan cahaya yang berkilauan itu, ternyata sebuah anglo emas yang
berkaki tiga dan besarnya kurang lebih serangkulan dua orang dewasa. Tingginya lima
ciok dan ketiga kakinya besar-besar sebesar paha kerbau. Di bagian perut anglo itu
terdapat ukiran-ukiran yang halus, laksana guratan-guratan kecil. Ketika diperhatikan
dengan seksama, guratan halus itu mengeluarkan sinar yang berkerdipan, sehingga
ukiran itu seperti bergerak-gerak.
Tetapi anehnya, kecuali anglo (Tempat memasak yang digunakan orang pada jaman
itu) emas itu, mereka tidak melihat seorang pun.
368 Para tamu yang hadir da lam ruangan itu menjadi bingung. Diam-diam mereka
berpikir dalam hati, mungkinkah ada seseorang yang mengerahkan tenaga dalamnya
mendorong anglo emas itu sehingga membentur dinding batu dan menjebolkannya"
Kalau memang benar demikian halnya, mereka sungguh tidak dapat membayangkan
kehebatan orang itu.
Tepat di saat cahaya keemasan itu muncul dan mementalkan dua batang senjata
rahasia melin-dungi kedua kakak beradik dari keluarga Sang, Lie Cun Ju melihat
sepasang mata I Ki Hu menyorotkan sinar yang aneh.
Sejak mengetahui bahwa laki-laki bercadar hitam itu adalah Gin Leng Hiat Ciang I Ki
Hu, sepasang mata Lie Cun Ju tidak pernah beralih darinya. Karena itu Lie Cun Ju
juga sempat melihat sinar matanya yang aneh yang tidak diperhatikan oleh orang lain.
Bukan hanya matanya menyorotkan sinar ganjil, bahkan kakinya pun melangkah ke
depan satu tindak.
Tetapi, setelah maju satu langkah, dia cepat-cepat menyurut mundur kembali. Seakan
ada suatu masalah yang membuatnya ragu dan tidak bisa mengambil keputusan untuk
sesaat. Lie Cun Ju jadi heran. Diam-diam dia berpikir dalam hati, kalau ditilik dari
tampang I Ki Hu, tampaknya dia mengetahui asal usul anglo emas itu.
Sebetulnya, perhatian Lie Cun Ju terhadap I Ki Hu, hanya karena ingin mengetahui
berita Tao Ling darinya. Persoalan lainnya, bagi Lie Cun Ju tidak ada artinya sama
sekaii. Karena itu, dia juga hanya memikirkannya sepintas lalu saja.
Di saat para tamu masih dilanda perasaan bingung, tampak Sang Cin dan Sang Hoat
menjura serentak kepada anglo emas itu.
"Suhu, kau orang tua toh sudah sampai di sini, mengapa tidak keluar saja untuk
bertemu muka dengan orang-orang gagah di sini?"
Jodoh Rajawali 18 Bentrok Para Pendekar Karya Gu Long Jodoh Rajawali 28
^